PKD IZKAR
-
Upload
izkar-ramadhan -
Category
Documents
-
view
8 -
download
2
description
Transcript of PKD IZKAR
-
1
MAKALAH PRESENTASI KASUS DIPERSIAPKAN
BELLS PALSY
Disusun oleh:
Izkar Ramadhan
110103000008
Pembimbing :
dr. Fitri, Sp.S
KEPANITRAAN KLINIK
SMF NEUROLOGI RSUP FATMAWATI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
-
2
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. MK
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat tanggal lahir : Jakarta, 5-4-1952
Umur : 61 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : Tamat SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan : Janda
Alamat : Pamulang, Jakarta Selatan
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Wajah sebelah kiri tidak dapat digerakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan wajah sebelah kiri tidak dapat digerakan sejak
3 hari SMRS. Keluhan dirasakan tiba-tiba saat pasien bangun tidur. Awalnya kelopak
mata kiri pasien tidak bisa tertutup rapat lalu ketika pasien tersenyum sudut bibir kiri
tidak terangkat, alis kiri pasien tidak bisa diangkat, wajah pasien tampak tidak
simetris saat tersenyum & saat diam, sulit mengunyah makanan apabila
menggunakan mulut bagian kiri, dahi susah dikerutkan. Saat menggosok gigi, pasien
merasa sulit untuk berkumur. Mata kiri pasien terasa perih saat terkena angin yang
disertai dengan keluarnya air mata. Pasien tiap malam selalu menggunakan kipas
angin yang diarahkan ke pasien. Keluhan seperti baal dan kesemutan pada wajah
atau sekitar mulut, gangguan pendengaran, keluar cairan dari telinga, kelemahan
pada sisi tubuh, gangguan pada pengecapan dan pendengaran, bicara pelo, sulit
menelan, demam atau nyeri pada belakang telinga, riwayat trauma kepala dan
telinga disangkal pasien. Sebelum wajah susah digerakan, pasien tidak
mengeluhkan demam, batuk, pilek atau radang tenggorokan, tidak mengalami sakit
cacar atau herpes
-
3
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya belum pernah mengalami keluhan yang sama, pasien tidak
memiliki riwayat darah tinggi. Riwayat kencing manis, riwayat kolesterol dan alergi
disangkal oleh pasien
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang menderita keluhan yang serupa dengan pasien.
Penyakit hipertensi, jantung, diabetes melitus, kolesterol, dan alergi pada keluarga
disangkal.
Riwayat Sosial, Ekonomi, Kejiwaan, dan Kebiasaan
Riwayat minum alkohol, merokok disangkal.
PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 2 Mei 2014
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Kompos Mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Penapasan : 18 x/menit
Suhu : 36,7C
BB : 60 kg
Status Generalis
Kepala : tidak ada deformitas
Mata : konjungtiva pucat -/-, sklera tidak ikterik
Telinga kanan&kiri : serumen (+), sekret (-), tidak terdapat vesikel di Meatus
akustikus eksternus
Leher : KGB tidak teraba
Paru : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : lemas, hati dan limpa tidak teraba, bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, edema -/-
Status Neurologi
GCS : E4M6V5 = 15
Pupil : bulat, isokor, kanan 3 mm / kiri 3 mm, RCL kanan (+) / kiri (+).
-
4
RCTL kanan (+) / kiri (+)
TRM : kaku kuduk (-), Kernig kanan > 135 / kiri > 135.
Lasegue kanan > 70/ kiri > 70 brudzinski I II (-)
Nervus kranialis
N.I : Dalam Batas Normal
N.II : RCL kanan (+) / kiri (+).
RCTL kanan (+) / kiri (+)
Funduskopi tidak dilakukan
Pemeriksaan lapang pandang dan visus dalam batas normal
N.III, IV, VI : Sikap bola mata simetris
Ptosis: mata kanan (-), mata kiri (-)
Diplopia (-), nistagmus (-), eksoftalmus (-), enoftalmus (-)
N.V : Sensibilitas baik.
Kekuatan dan kontus m.maseter dan temporalis baik
Pemeriksaan refleks kornea (+)
N.VII : M. Orbikularis Okuli : Kelopak mata kiri tidak dapat menutup
M. Orbikularis Frontalis : Pasien tidak dapat mengangkat alis kiri
dan mengerutkan dahi
M. Orbikularis Oris : Pada saat tersenyum, sudut bibir kiri tidak
terangkat
M. Bucal : Gerakan menggembungkan pipi bocor ke kiri.
N.VIII : gangguan pendengaran (-), vestibuler: tidak dilakukan
N.IX, X : arkus faring simetris, uvula terletak di tengah
N. XI : gerakan menoleh baik
Kekuatan m.sternocleidomastoideus baik
Kekuatan m.trapezius baik
N.XII : posisi lidah di dalam mulut terletak di tengah
Posisi lidah dijulurkan terletak di tengah
Atrofi papil lidah (-), fasikulasi (-)
Kesan parese N. VII perifer sinistra
Motorik : 5555 I 5555 5555 I 5555
-
5
Refleks fisiologis:
Biseps Kanan ++, Kiri ++
Triseps Kanan ++, Kiri ++
Patella Kanan ++, Kiri ++
Achilles Kanan ++, Kiri ++
Refleks patologis:
Refleks patologis Kanan Kiri
Babinsky (-) (-)
Chaddock (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Tonus : eutonus
Trofi : eutrofi
Klonus : Patella - / -, Achilles - / -
Sensorik : kesan hipestesi (-)
Otonom : inkontinensia urine et alvi (-)
Koordinasi : disdiadokinesia (-), finger-finger test (-), percobaan tumit-lutut (-),
dismetria (-)
RESUME
Pasien Ny MK, 61 tahun datang dengan keluhan wajah sebelah kiri tidak dapat
digerakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan dirasakan tiba-tiba saat
pasien bangun tidur. Awalnya kelopak mata kiri pasien tidak bisa tertutup rapat lalu
ketika pasien tersenyum sudut bibir kiri tidak terangkat, alis kiri pasien tidak bisa
diangkat, wajah pasien tampak tidak simetris saat tersenyum & saat diam, sulit
mengunyah makanan apabila menggunakan mulut bagian kiri, dahi susah
dikerutkan. Saat menggosok gigi, pasien merasa sulit untuk berkumur. Mata kiri
pasien terasa perih saat terkena angin yang disertai dengan keluarnya air mata.
Pasien tiap malam selalu menggunakan kipas angin yang diarahkan ke pasien. Rasa
baal (-), kesemutan (-) pada wajah. Demam (-), radang tenggorokan (-), riwayat
trauma (-), riwayat sakit cacar (-). Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran
pasien kompos mentis, status generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan
neurologi didapatkan kesan parese N. VII perifer sinistra.
-
6
DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : parese n.VII perifer sinistra
Diagnosis topis : nervus fasialis
Diagnosis etiologis : bells palsy Grade III
PEMERIKSAAN LANJUTAN
Memerlukan pemeriksaan penunjang berupa: Pemeriksaan EMG
RENCANA TERAPI
Rencana terapi:
1. Prednison 4 x 15 mg (4x3tab) tappering off < 2 minggu
2. Vitamin B complex 1x1 tab (2 minggu)
3. Acyclovir 5 x 400 mg (10 hari)
4. Konsul ke rehab medik untuk fisioterapi
Rencana Edukasi
1. Istirahat yang cukup
2. Menjelaskan kepada pasien agar menutup matanya dengan plester saat tidur
dan menggunakan helm atau kacamata saat mengendarai motor untuk
mencegah infeksi dan kekeringan pada bola mata.
PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanactionam : bonam
-
7
TINJAUAN PUSTAKA
Bells Palsy
Pendahuluan
Bells Palsy adalah gangguan neurologis yang disebabkan oleh kerusakan nervus
fasialis, yang menyebabkan kelemahan atau paralisis pada satu sisi wajah. Paralisis
menyebabkan distorsi dari tampilan wajah dan mengganggu fungsi normal seperti
menutup mata dan makan.
Onset Bells palsy biasanya tiba-tiba. Kebanyakan orang bangun pada pagi hari dan
menemukan sebelah wajahnya paralisis. Pasien juga biasanya takut dirinya terkena
stroke, akan tetapi Bells palsy tidak terkait dengan stroke. Gejala yang lebih ringan
seperti kesemutan di sekitar bibir atau mata kering, dan biasanya progresif, dapat
mencapai keparahan maksimum dalam 48 jam atau kurang.
Anatomi
Nervus Fasialis mengandung empat macam serabut :
1. Serabut somatomotorik
Serabut ini mempersarafi otot-otot wajah (kecuali muskulus levator palpebrae
(N.III), otot platisma, stilohioid, digastricus bagian posterior dan stapedius di
telinga tengah.
2. Serabut viseromotorik (parasimpatis)
Serabut ini datang dari nukleus salivatorius superior. Serabut saraf ini mengurus
glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal dan
glandula submaksiler serta sublingual dan maksilaris.
3. Serabut viserosensorik
Serabut ini menghantar implus dari alat pengecap di dua pertiga bagian depan
lidah.
4. Serabut somatosensorik
Serabut ini mengatur rasa nyeri dan mungkin juga rasa suhu dan rabadari bagian
daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi nervus trigeminus. Daerah overlapping
disarafi oleh dari satu saraf ini terdapat pada lidah, platum, meatus acusticus
eksterna dan bagian luar dari gendang telinga.
-
8
Gambar. Bagan dan alur perjalanan nervus fasialis
Nervus facialis terutama merupakan saraf motorik, yang menginervasi otot-
otot ekspresi wajah. Disamping saraf ini membawa serabut parasimpatis ke kelenjar
ludah dan air mata dan ke selaput mukosa rongga hidung dan mulut dan juga
menghantar berbagai jenis sensasi termasuk sensasi eksteroseptif dari daerah gendang
telinga, sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah, sensasi viseral umum dari
kelenjar ludah, mukosa hidung dan faring, dan sensasi proprioseptif dari otot-otot
yang disarafinya.
Secara anatomis bagian motorik saraf ini terpisah dari bagian yang
menghantar sensasi dan serabut parasimpatis, yang terakhir ini sering dinamai saraf
intermedius atau pars intermedius Wisberg. Sel sensoriknya terletak di ganglion
genikulatum, pada lekukan saraf fasialis di kanal fasialis. Sensasi pengecapan dari 2/3
bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual korda timpani dan kemudian ke
ganglion genikulatum. Serabut yang menghantar sensasi ekteroseptif mempunyai
badan sel di ganglion genikulatum dan berakhir pada akar desenden dan inti akar
decenden dari saraf trigeminus (N.V). Hubungan sentralnya identik dengan saraf
trigeminus.
Inti motorik nervus fasialis terletak pada bagian ventolateral tegmentum pons
bagian bawah. Dari sini berjalan kebelakang dan mengelilingi inti N.VI dan
membentuk genu internal nervus facialis, kemudian berjalan ke bagian-lateral batas
kaudal pons pada sudut ponto serebelar.
Saraf Intermedius terletak pada bagian diantara N.VII dan N.VIII. Serabut
motorik saraf fasialis bersama-sama dengan saraf intermedius dan saraf
-
9
vestibulokoklearis memasuki meatus akustikus internus untuk meneruskan
perjalanannya didalam os petrosus (kanalis facialis).
Nervus facialis keluar dari os petrosus kembali dan tiba dikavum timpani.
Kemudian turun dan sedikit membelok kebelakang dan keluar dari tulang tengkorak
melalui foramen stilomatoideus. Pada waktu ia turun ke bawah dan membelok ke
belakang kavum timpani di situ ia tergabung dengan ganglion genikulatum. Ganglion
tersebut merupakan set induk dari serabut penghantar impuls pengecap, yang
dinamakan korda timpani. juluran sel-sel tersebut yang menuju ke batang otak adalah
nervus intennedius, disamping itu ganglion tersebut memberikan cabang-cabang
kepada ganglion lain yang menghantarkan impuls sekretomotorik. Os petrosus yang
mengandung nervus fasialis dinamakan akuaduktus fallopii atau kanalis facialis.
Disini nervus facialis memberikan cabang untuk muskulus stapedius dan lebih jauh
sedikit ia menerima serabut-serabut korda timpani. Melalui kanaliskulus anterior ia
keluar dari tulang tengkorak dan tiba di bawah muskulus pterigoideus eksternus,
korda timpani menggabungkan diri pada nervus lingualis yang merupakan cabang dari
nevus mandibularis.
Sebagai saraf motorik nervus facialis keluar dari foramen stilomastoideus
memberikan cabang yakni nervus auricularis posterior dan kemudian memberikan
cabang ke otot stilomastoideus sebelum masuk ke glandula Parotis. Di dalam glatldula
parotis nervus facialis dibagi atas lima jalur percabangannya yakni temporal, servical,
bukal, zygomatic dan marginal mandibularis.
Jaras parasimpatis (General Viceral Efferant) dari intinya di nucleus
salivatorius superior setelah mengikuti jaras N.VII berjalan melalui bawah tulang
tengkorak dan chorda tympani.
Saraf superfisial yang berasal dari percabangan nervus fasialis berjalan di bawah
tulang tengkorak dan ke ganglion pterygopalatina berganti neuron lalu
mempersarafi glandula lakrimal, nasal dan palatal.
Chorda tympani berjalan melalui nervus lingualis berganti neuron mempersarafi
glandula sublingual dan glanldula submandibular.
Jaras Special Afferent (indera perasa) : dari intinya nukeus solitarius berjalan
melalui nervus intermedius ke :
Bawah tulang tengkorak melalui nervus palatina mempersarafi rasa dari palatum.
Chorda Tympani melalui nervus lingualis mempersarafi rasa 2/3 bagian depan
lidah.
-
10
Jaras General Somatik different dimulai dari nukleus spinalis traktus
trigeminal yang menerima impuls melalui nervus intermedius dari MAE dan kulit
sekitar telinga.
Korteks serebri akan memberikan persaratan bilateral pada nucleus N VII
yang mengontrol otot dahi, tetapi hanya mernberi persarafan kontra lateral pada otot
wajah bagian bawah. Sehingga pada lesi LMN akan menimbulkan paralisis otot wajah
ipsilateral bagian atas bawah, sedangkan pada lesi UMN akan menimbulkan
kelemahan otot wajah sisi kontra lateral.
Pada kerusakan sebab apapun di jaras kortikobulbar atau bagian bawah
korteks motorik primer, otot wajah muka sisi kontralateral akan memperlihatkan
kelumpuhan jenis UMN. Ini berarti otot wajah bagian bawah lebih jelas lumpuh dari
pada bagian atasnya, sudut mulut sisi yang lumpuh tampak lebih rendah. Jika kedua
sudut mulut disuruh diangkat maka sudut mulut yang sehat saja yang dapat terangkat.
Lesi LMN bisa terletak di pons, disudut serebelo pontin, di os petrusus,
cavum tympani di foramen stilemastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus
fasialis. Lesi di pons yang terletak disekitar nervus abducens bisa merusak akar nevus
fasialis, inti nervus abducens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu
paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan rektus lateris atau gerakan
melirik ke arah lesi, Proses patologi di sekitar meatus akuatikus intemus akan
melibatkan nervus fasialis dan akustikus sehingga paralisis fasialis LMN akan timbul
berbarengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia ( tidak bisa rnengecap
dengan 2/3 bagian depan lidah).
Insidensi dan Prevalensi
Bells palsy mengenai 40.000 orang di Amerika Serikat tiap tahunnya. Kira-kira
mengenai tiap 1 dari 65 orang selama hidupnya. Lebih sering mengenai dewasa muda,
dan orang Jepang cenderung memiliki insidensi lebih tinggi. Bells palsy merupakan
penyebab paralisis fasial tersering di seluruh dunia dan merupakan salah satu kelainan
neurologis yang sering yang melibatkan nervus kranial.
Etiologi
Etiologi Bells palsy masih belum dikehui, walaupun penyebab vasular, infeksi,
genetik, dan imunologi telah dikemukakan. Pasien dengan penyakit atau kondisi lain
-
11
kadang dapat terkena kelumpuhan nervus fasial perifer, akan tetapi tidak
diklasifikasikan sebagai Bells palsy.
Beberapa data klinis dan epidemiologis percaya bahwa infeksi yang memicu respon
imunologik menyebabkan kerusakan nervus fasialis. Patogen-patogen yang dapat
menjadi penyebab diantaranya virus herpes simpleks tipe 1 (VHS-1), virus herpes
simpleks tipe-2 (VHS-2), herpes virus manusia (human herpesvirus HHV), virus
varisela zoster (VVZ), Mycoplasma pneumoniae, Borrelia burgdoferi, virus influenza
B, adenovirus, coxsackievirus, Ebstein-Barr virus, virus hepatitis A, B, dan C,
Cytomegalovirus (CMV), dan virus rubella.
Bells palsy jarang terjadi pada kehamilan, namun prognosis secara signifikan lebih
buruk pada wanita hamil dengan Bells palsy daripada wanita yang tidak hamil.
Genetik diduga memiliki peran pada Bells palsy, akan tetapi faktor mana yang
diturunkan masih belum jelas. Angka rekurensi sebanyak 4.5-15% dan insidens
familial sebanyak 41% telah terbukti dari beberapa penelitian bahwa genetik memiliki
peran.
Faktor Resiko
Kondisi yang membuat sistem imun menjadi kompromais seperti HIV, meningkatkan
resiko untuk terkena Bells palsy. Stres, kehamilan, dan diabetes juga merupakan
faktor resiko. Penderita diabetes empat kali lebih beresiko untuk terkena gangguan ini
dibandingkan populasi umum. Faktor resiko lain meliputi:
Infeksi bakteri seperti penyakit Lyme atau demam tifoid
Gangguan neurologis seperti sindrom Guillain-Barre, multipel sklerosis, dan
miastenia gravis
Trauma pada kepala atau wajah
Tumor yang menyebabkan kompresi saraf
Virus seperti infuenza, coryza, mononukleosis infeksiosa
Patofisiologi
Patofisiologi Bells palsy yang sebenarnya belum diketahui. Teori yang paling
popular adalah inflamasi dari nervus fasialis. Pada proses inflamasi terjadi
peningkatan diameter pada saraf dan mengompresi pada tulang temporal yang
dilewatinya. Nervus fasialis yang melewati tulang temporal akan mengarah ke kanalis
-
12
fasialis. Bagian pertama dari kanalis fasialis (segmen labirintin) lebih sempit. Bagian
sempit dari segmen ini dikenal sebagai foramen meatus. Nervus fasialis melewati
bagian sempit selama perjalanannya menuju kanalis fasialis. Dapat dimengerti jika
terjadi proses inflamasi, demielinisasi, iskemik, atau kompresif dapat menyebabkan
gangguan konduksi neural pada tempat yang menyempit ini.
Gambaran Klinis
Kebanyakan keluhan adalah kelemahan dari satu sisi wajah. Hampir 50% pasien
mengalami nyeri pada regio mastoid. Nyeri biasanya berbarengan secara stimultan
dengan paresis, dan 25% mendahului 2-3 hari sebelum paresis. Dua per tiga pasien
mengeluhkan gangguan aliran air mata. Hal ini disebabkan berkurangnya fungsi
orbikularis okuli dalam transportasi air mata. Air mata lebih sedikit yang tersimpan di
sakus lakrimalis dan terjadi banjir air mata. Produksi air mata tidak mengalami
percepatan. Namun terdapat pula keluhan mata menjadi kering.
Walau hanya sepertiga pasien yang mengeluhkan gangguan pengecapan, namun
empat per limanya mengeluhkan berkurangnya kemampuan untuk mengecap rasa. Hal
ini mungkin dikarenakan hanya sebagian lidah yang terkena.
Pada pasien dapat juga terjadi hiperakusis. Hal ini merupakan gangguan
toleransi pada tingkatan bising tertentu karena peningatan iritabilitas mekanisme
sensoris.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan paralisis fasial. Harus dilakukan
pemeriksaan yang lengkap untuk menyingkirkan kemungkinan lain yang dapat
menyebabkan paralisis fasial. Kemungkinan lain harus dipikirkan jika tidak seluruh
cabang nervus fasialis terkena.
Definisi klasik dari Bells palsy dijelaskan sebagai keterlibatan mononeurik
nervus fasial, walaupun nervus kranial lain mungkin dapat terlibat. Kelemahan dan
atau paralisis dari keterlibatan nervus fasialis bermanifestasi sebagai kelemahan
bagian seluruh bagian wajah (bagian atas dan bawah) pada sisi yang terkena.
Perhatian khusus pada gerakan volunter pada bagian atas wajah sisi yang terkena.
Pada lesi supranuklear seperti stroke kortikal (UMN, diatas nukleus fasial di pons),
sepertiga bagian wajah atas tidak begitu jelas terkena dimana dua per tiga wajah
bagian bawah menjadi paralisis. Muskulus orbikularis, frontalis, dan corrugator
diinervasi bilateral yang menjelaskan pola paralisis fasial.
-
13
Pada tes nervus kranial lain, kemungkinan hasilnya adalah normal. Membran
timpani seharusnya tidak ikut terinflamasi, jika terdapat infeksi meningkatkan
kemungkinan komplikasi otitis media.
Paralisis fasialis idiopatik ditandai dengan adanya paralisis atau paresis dari
semua kelompok otot pada satu sisi wajah, dengan onset yang tiba-tiba (biasanya
kurang dari 48 jam) dan tidak disertai dengan penyakit sistem saraf pusat, tidak ada
bukti penyakit telinga atau sudut serebelopontin. Dapat pula mengikuti infeksi saluran
pernapasan atas. Perburukan paresis dapat terjadi, namun tidak lebih dari 7-10 hari,
bila lebih dari itu maka harus dipikirkan penyebab lain. Bila paralisis berjalan lebih
dari beberapa minggu sampai bulan setelah diagnosis awal, maka harus dipikirkan
suatu neoplasma.
Tanda paresis nervus fasialis dapat dinilai dengan menggunakan House-
Brackman Grading, yang merupakan pemeriksan bersifat obyekif untuk menentukan
tingkat paresis atau paralisis.
Grading House-Brackman:
Grade I:
Fungsi nervus fasialis pada semua cabang normal.
Grade II:
Disfungsi nervus fasialis ringan.
Secara keseluruhan terdapat kelemahan ringan pada saat menutup mata dan
terjadi sinkinesis ringan.
Pada saat istirahat wajah simetris dan tonus normal.
Pada pemeriksaan motorik:
Dahi : fungsi sedang sampai baik
Mata : menutup dengan sempurna dengan usaha minimal
Mulut : asimetri ringan
-
14
Grade III:
Disfungsi nervus fasialis sedang.
Secara keseluruhan terdapat perbedaan nyata diantara kedua sisi, dan terdapat
sinkinesis yang jelas.
Pada saat istirahat wajah simetris dan tonus normal.
Pemeriksaan motorik:
Dahi : gerakan ringan sampai sedang
Mata : tertutup sempurna dengan usaha
Mulut : kelemahan ringan dengan usaha maksimal
Grade IV:
Disfungsi nervus fasialis sedang berat.
Secara keseluruhan terdapat kelemahan yang jelas dan terdapat disfiguring
assimetry.
Pada saat istirahat wajah simetri dan tonus normal.
Pemeriksaan motorik:
Dahi : tidak ada fungsi motorik
Mata : tertutup tidak sempurna
Mulut : asimetris dengan usaha yang maksimal
-
15
GradeV:
Disfungsi nervus fasialis berat.
Secara keseluruhan hampir tak tampak gerakan.
Pada saat istirahat wajah asimetris.
Pemeriksaan motorik:
Dahi : fungsi motorik tidak ada
Mata : tertutup tidak harmonis
Mulut : gerakan ringan
Grade VI:
Paralisis nervus fasialis total.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk konfirmasi diagnosis Bells
palsy. Kumpulan klinis menentukan pemeriksaan yang kemungkinan memiliki nilai.
Kemungkinan penyebab lain pada diagnosis diferensial mungkin dapat dikonfirmasi
atau diduga berdasarkan pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan darah perifer
lengkap; laju endap darah; studi fungsi tiroid; titer Lyme; level glukosa serum;
pemeriksaan rapid plasma reagin (RPR) atau venereal disease research laboratory
(VDRL); pemeriksaan HIV; titer IgM, IgG, dan IgA CMV, rubella, HSV, hepatitis A,
B, C, VZV, M.pneumoniae, dan B.burgdorferi.
-
16
Pemeriksaan radiologi
Bells palsy masih merupakan diagnosis klinis. Pemeriksaan pencitraan tidak
diindikasikan pada unit gawat darurat. Untuk mengekslusi kemungkinan lain dari
kelumpuhan nervus fasialis mungkin membutuhkan pemeriksaan radiologis
berdasarkan temuan klinis.
CT wajah atau foto polos: dibuat untuk menyingkirkan fraktur atau metastasis
tulang.
CT scan diindikasikan jika stroke, atau AIDS dengan keterlibatan susunan
saraf pusat dipertimbangkan sebagai diagnosis diferensial.
Untuk kemungkinan neoplasma tulang temporal, otak, kelenjar karotis, dan
struktur lain, atau untuk mengevaluasi multipel sklerosis, maka MRI
merupakan metode yang superior dalam pencitraan. Perjalan nervus fasial
melalui regio intratemporal dan ekstratemporal dari otak sampai dengan otot
fasialis dan kelenjar dapat diikuti dengan MRI.
Pemeriksaan lain
Elektrodiagnosis nervus fasial: studi ini menunjukkan fungsi nervus fasial.
Pemeriksaan ini jarang dilakukan pada keadaan darurat.
Elecromyography (EMG).
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas listrik otot striata, dan dapat
membantu menentukan keluaran pasien dengan Bells palsy menetap atau berat.
Pemeriksaan ini sangat berguna jika dilakukan pada hari ketiga sampai 10 setelah
onset.
Kontraksi volunter dini dalam 2 minggu dari otot yang mengalami paralisis
menunjukkan prognosis yang baik. Gelombang pendek menunjukkan adanya
denervasi. Potensial fibrilasi (menunjukkan degenerasi Wallerian) khususnya timbul
pada munggu 2-3 setelah cedera, dan potensial reinervasi polifasik dapat mendahuli
tanda klinis pada pemulihan 6-12 minggu. Respon hantaran listrik abnormal bila
perbedaan amplitudonya 50% antara sel paralisis dan sehat, sedangkan bila perbedaan
amplitudo 90% antara kedua sisi menunjukkan suatu prognosis yang buruk.
Dengan pemeriksaan EMG dapat ditentukan apakah perlu tindakan bedah atau
tidak, karena reparasi nervus fasialis tidak lagi dilakukan jika motor endplate otot
-
17
tidak lagi berfungsi. Hal ini terjadi setelah paralisis lama dimana telah terjadi fibrosis
dan atrofi pada otot-otot wajah, sehingga reinervasi tidak akan berhasil.
Electroneurography (EnoG)
Pemeriksaan ini membandingkan evoked potential antara sisi yang paresis dengan
yang sehat.
Prognosis
Kebanyakan pasien mengalami neuroprakasia atau blok konduksi saraf lokal yang
akan pulih segera dan komplit. Pasien dengan aksonotmesis pemulihannya baik akan
tetapi tidak komplit.
Pada umumnya pasien memilki prognosis baik. Sebanyak 75% pasien
mengalami penyembuhan sempurna dalam 2-3 minggu, sebanyak 80-90% pulih tanpa
kecacatan berarti dalam 6 minggu sampai 3 bulan. Sebanyak 15% pasien mengalami
penyembuhan yang sangat memuaskan akan tetapi ada beberapa yang memiliki wajah
tetap asimetris. Sebanyak 5-10% dengan penyembuhan yang buruk dan bahkan
dengan kecacatan neurologik yang menetap.
Rekurensi terjadi pada 6-11% kasus, beberapa penelitian mengatakan bahwa
7% mengalami Bells palsy rekuren dengan rata-rata interval 10 tahun. Hal ini
terutama bila terdapat riwayat keluarga dan memiliki resiko diabetes. Sekitar 23%
mengalami paralisis saraf fasialis bilateral.
Bila pemulihan tidak terjadi dalam 4 bulan, maka akan teradi sekuele yang
menimbulkan sinkinesis, crocodile tears, dan kadang spasme hemifasial.
Tatalaksana
Medikamentosa
Terapi medikamentosa yang dapat mempengaruhi hasil kesembuhan adalah
dengan pemberian kortikosteroid dengan atau tanpa acyclovir. Kortikosteroid
efektif bila diberikan dalam waktu tujuh hari setelah onset. Kortikosteroid yang
diberikan adalah prednisone. Prednison merupakan hormone sintetik yang mirip
dengan kortisol yang secara alami diproduksi oleh tubuh bila tubuh mengalami
stress. Prednison memiliki potensi 5 kali lebih besar daripada kortisol. Prednison
berfungsi untuk mengurangi proses inflamasi yang terjadi sehingga dengan cepat
dapat mengurangi kompresi pada saraf yang terkena. Dosis prednison yang
-
18
dipakai untuk kasus Bells palsy adalah 60-80 mg per hari dalam dosis terbagi
selama 4-5 hari, lalu diikuti dengan tapering off dosis dalam 7-10 hari berikutnya.
Dapat diberikan antivirus untuk infeksi virus herpes simpleks dengan maksud
memperbaiki prognosis. Antivirus yang diberikan adalah asiklovir dengan dosis
400 mg, 5 kali per hari selama 10 hari (anak-anak: 80 mg/kgBB per hari selama 5
hari). Disarankan dengan golongan famsiklovir dengan dosis 500 mg, 3 kali per
hari karena lebih efektif.
Pada pasien dengan Bells palsy dapat juga diberikan obat tetes mata lubrikasi
untuk melindungi mata dari kekeringan dan plester bila kelopak mata tidak dapat
ditutup.
Pemberian vitamin B1, B6, dan B12 dapat diberikan pada pasien Bells palsy.
Vitamin B1, B6, dan B12 penting dalam pembentukan dan fungsi sel-sel saraf. B1
berfungsi dalam meningkatkan sirkulasi (sirkulasi berkurang pada otot yang tidak
aktif) dan menurunkan resiko atrofi otot. Vitamin B6 berperan dalam
pembentukan asama amino yang diperlukan dalam pembentukan sel-sel baru.
Vitamin B12 membantu mengurangi inflamasi dan memperkuat sistem imun.
Metilkobalamin, salah satu bentuk dari B12 tetapi bukan komponen dari vitamin
B kompleks, penting dalam pertumbuhan dan pemeliharaan sel saraf.
Metilkobalamin merupakan komponen penting dalam proses pembentukan sel
saraf. Metilkobalamin mempertahankan dan memperbaiki selubung myelin.
Pemberian metilkobalamin pada pasien Bells palsy belum terbukti efektif, namun
tidak terdapat bukti adanya efek samping yang diakibatkan karena pemberian
metilkobalamin dosis tinggi sehingga tidak ada salahnya meresepkan
metilkobalamin pada pasien Bells palsy.
Pembedahan
Tindakan pembedahan dekompresi saraf fasialis dapat menjadi salah satu pilihan
dalam penatalaksanaan, terutama sebagai intervensi yang lebih awal, yaitu dalam
14 hari setelah onset paralisis total. Tidak disarankan dilakukan tindakan bedah
yang agresif pada pasien dengan paralisis inkomplit karena pasien dengan
paralisis inkomplit dapat pulih sempurna.
-
19
Daerah patologik primer dari saraf fasialis adalah segmen labirin, dengan
demikian dekompresi pada paralisis total dengan kraniotomi subtemporal pada
fosa media adalah paling aman dan efektif.
Program Fisioterapi
1. Pemanasan
Pemanasan superfisial dengan infra red.
Pemanasan dalam berupa Shortwave Diathermy atau Microwave
Diathermy
2. Stimulasi listrik
Tujuan pemberian stimulasi listrik yaitu menstimulasi otot untuk
mencegah/memperlambat terjadi atrofi sambil menunggu proses regenerasi dan
memperkuat otot yang masih lemah. Misalnya dengan faradisasi yang tujuannya
adalah untuk menstimulasi otot, reedukasi dari aksi otot, melatih fungsi otot baru,
meningkatkan sirkulasi serta mencegah/meregangkan perlengketan. Diberikan 2
minggu setelah onset.
3. Latihan otot-otot wajah dan massage wajah
4. Latihan gerak volunter otot wajah diberikan setelah fase akut. Latihan berupa
mengangkat alis tahan 5 detik, mengerutkan dahi, menutup mata dan mengangkat
sudut mulut, tersenyum, bersiul/meniup (dilakukan didepan kaca dengan
konsentrasi penuh). Massage adalah manipulasi sitemik dan ilmiah dari jaringan
tubuh dengan maksud untuk perbaikan/pemulihan. Pada fase akut, Bells palsy
diberi gentle massage secara perlahan dan berirama. Gentle massage memberikan
efek mengurangi edema, memberikan relaksasi otot dan mempertahankan tonus
otot. Setelah lewat fase akut diberi Deep Kneading Massage sebelum latihan gerak
volunter otot wajah. Deep Kneading Massage memberikan efek mekanik terhadap
pembuluh darah vena dan limfe, melancarkan pembuangan sisa metabolik, asam
laktat, mengurangi edema, meningkatkan nutrisi serabut-serabut otot dan
meningkatkan gerakan intramuskuler sehingga melepaskan perlengketan. Massage
daerah wajah dibagi 4 area yaitu dagu, mulut, hidung dan dahi. Semua gerakan
diarahkan keatas, lamanya 5-10 menit.
-
20
Program Terapi Okupasi
Pada dasarnya terapi disini memberikan latihan gerak pada otot wajah. Latihan
diberikan dalam bentuk aktivitas sehari-hari atau dalam bentuk permainan. Perlu
diingat bahwa latihan secara bertahap dan melihat kondisi penderita, jangan sampai
melelahkan penderita. Latihan dapat berupa latihan berkumur, latihan minum dengan
menggunakan sedotan, latihan meniup lilin, latihan menutup mata dan mengerutkan
dahi di depan cermin.
Program Sosial Medik
Penderita Bells palsy sering merasa malu dan menarik diri dari pergaulan sosial.
Problem sosial biasanya berhubungan dengan tempat kerja dan biaya. Petugas sosial
medik dapat membantu mengatasi dengan menghubungi tempat kerja, mungkin untuk
sementara waktu dapat bekerja pada bagian yang tidak banyak berhubungan dengan
umum. Untuk masalah biaya, dibantu dengan mencarikan fasilitas kesehatan di tempat
kerja atau melalui keluarga. Selain itu memberikan penyuluhan bahwa kerja sama
penderita dengan petugas yang merawat sangat penting untuk kesembuhan penderita.
Program Psikologik
Untuk kasus-kasus tertentu dimana ada gangguan psikis amat menonjol, rasa cemas
sering menyertai penderita terutama pada penderita muda, wanita atau penderita yang
mempunyai profesi yang mengharuskan ia sering tampil di depan umum, maka
bantuan seorang psikolog sangat diperlukan.
Program Ortotik Prostetik
Dapat dilakukan pemasangan Y plester dengan tujuan agar sudut mulut yang sakit
tidak jatuh. Dianjurkan agar plester diganti tiap 8 jam. Perlu diperhatikan reaksi
intoleransi kulit yang sering terjadi. Pemasangan Y plester dilakukan jika dalam
waktu 3 bulan belum ada perubahan pada penderita setelah menjalani fisioterapi. Hal
ini dilakukan untuk mencegah teregangnya otot Zygomaticus selama parese dan
mencegah terjadinya kontraktur.
-
21
Program di rumah
1. Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20 menit
2. Massage wajah yang sakit ke arah atas dengan menggunakan tangan dari sisi
wajah yang sehat
3. Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah disisi yang sakit,
minum dengan sedotan, mengunyah permen karet
4. Perawatan mata :
- Beri obat tetes mata (golongan artifial tears) 3x sehari
- Memakai kacamata gelap sewaktu bepergian siang hari
- Biasakan menutup kelopak mata secara pasif sebelum tidur
KOMPLIKASI
1. Crocodile tear phenomenon
Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini timbul beberapa
bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi yang salah dari
serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar
lakrimalis. Lokasi lesi di sekitar ganglion genikulatum.
2. Synkinesis
Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri; selalu
timbul gerakan bersama. Misal bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan
timbul gerakan (involunter) elevasi sudut mulut, kontraksi platisma, atau
berkerutnya dahi. Penyebabnya adalah innervasi yang salah, serabut saraf yang
mengalami regenerasi bersambung dengan serabut-serabut otot yang salah.
3. Hemifacial spasm
Timbul kedutan pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak
terkendali) dan juga spasme otot wajah, biasanya ringan. Pada stadium awal hanya
mengenai satu sisi wajah saja, tetapi kemudian dapat mengenai pada sisi lainnya.
Kelelahan dan kelainan psikis dapat memperberat spasme ini. Komplikasi ini
terjadi bila penyembuhan tidak sempurna, yang timbul dalam beberapa bulan atau
1-2 tahun kemudian.
4. Kontraktur
Hal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga lipatan nasolabialis lebih jelas
terlihat pada sisi yang lumpuh dibanding pada sisi yang sehat. Terjadi bila
-
22
kembalinya fungsi sangat lambat. Kontraktur tidak tampak pada waktu otot wajah
istirahat, tetapi menjadi jelas saat otot wajah bergerak.
-
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Adam RD, Victor M, eds. : part 5: Disease of the spinal cord, peripheral nerve,
and muscle. In : Principles of Neurology, 5th ed. New York : Mc Graw Hill; 1993
: 1175-7.
2. English JB, Stommel EW, Bernat JL: Recurrent Bell Palsy, Neurology, 1996
August; 47 (2) : 407-16.
3. Victor M, Martin J: Disorders of the cranial nerves. wmj 2000; 173 : 266-6.
4. Williamson IG, Whelan TR: The clinical problems of bell palsy : Is treatment with
steroid effective? Br J Gen Pract, 1996 December; 46 (413) 743-7.
5. Sabirin J. Bells Palsy. Dalam : Hadinoto dkk. Gangguan Gerak. Cetakan I.
Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, 1990 : 171-81
6. Maisel RH, Levine SC. Gangguan Saraf Fasialis. Dalam : Adams dkk. Boies Buku
Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : Penerbit EGC, 1997 : 139-52
7. Rusk HA. Disease of the Cranial Nerves. In : Rehabilitation Medicine. 2nd ed.
New York : Mc Graw Hill, 1971 : 429-31
8. Lumbantobing SM. Saraf Otak : Nervus Fasial. Dalam : Neurologi Klinik
Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : FK Universitas Indonesia, 2004 : 55-60
9. Walton SJ. Disease of Nervous System, 9th ed. English : ELBS, 1985 :113-6
10. Raymond D, Adam S, Maurice V. Disease of the Cranial Nerves. In : Principles of
Neurology. 5th ed. New York : Mc Graw Hill, 1994 : 1174-5