PARTISIPASI POLITIK UMAT KRISTEN INDONESIA; STUDI KASUS ... · Partai Katolik Demokrat (PKD) dan...
Transcript of PARTISIPASI POLITIK UMAT KRISTEN INDONESIA; STUDI KASUS ... · Partai Katolik Demokrat (PKD) dan...
PARTISIPASI POLITIK UMAT KRISTEN
INDONESIA; STUDI KASUS PARTAI DAMAI
SEJAHTERA Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Sosial
Oleh :
M. Imaduddin Nasution
104033201132
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul Partisipasi Politik Umat Kristen Indonesia; Studi Kasus Partai
Damai Sejahtera telah diujikan dalam sidng munaqasyah Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 8 Desember 2010. Skripsi
ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial pada
Program Studi Ilmu Politik.
Jakarta, 8 Desember 2010
Sidang Skripsi
Ketua Merangkap Anggota
Dra. Hj. Wiwi Siti Sajaroh, M.Ag.
196902101994032004
Sekretaris Merangkap Anggota
M. Zaki Mubarak, M.Si
197309272005011008
Anggota
Suryani, M.Si. 150411224
Drs. Armein Daulay, M.Si. 130892961
Pembimbing
Dra. Gefarina Djohan, MA.
196310241999132001
PARTISIPASI POLITIK UMAT KRISTEN
INDONESIA; STUDI KASUS PARTAI DAMAI
SEJAHTERA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Sosial
Oleh : M. Imaduddin Nasution
104033201132
Pembimbing
Dra. Gefarina Djohan, MA.
196310241999132001
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari tebukti bahwa karya ini bukan hasil karya
asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka
saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 14 November 2010
M. Imaduddin Nasution
CURRICULUM VITAE
Nama : M. Imaduddin Nasution
Tempat & tanggal lahir : Pekalongan, 3 Juni 1986
Agama : Islam
Alamat : Kompleks Reni Jaya, Blok AH 1 No. 2, Pamulang, Tangerang
Selatan
Riwayat pendidikan : 1. TK Islam Cahaya Agung, Pamulang, 1992
2. SD Muhammadiyah 12, Pamulang, 1998
3. SLTP Muhammadiyah 22, Pamulang, 2001
4. SMA Muhammadiyah 25, Pamulang, 2004
5. FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010
Riwayat organisasi : 1. Sekbid PIP PR IRM SMA M 25 (2001-2002)
2. Sekbid H&A PR IRM SMA M 25 (2002-2003)
3. Staf Bidang KPSDM PC IRM Pamulang (2003-2005)
4. Sekbid H& A PD IRM Kabupaten Tangerang (2004-2006)
5. Sekbid Keilmuan PK Ushuluddin & Filsafat IMM Cabang
Ciputat (2005-2006)
6. Sekum PK Ushuluddin & Filsafat IMM Cabang Ciputat (2006-
2007)
7. Seklemb Ekonomi & Amal Usaha PD IRM Kabupaten
Tangerang (2006-2008)
8. Sekjend BEM J PPI FUF UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
(2006-2007)
9. Koord LASHAM IMM Cabang Ciputat (2006-2007)
10. Sekbid Hikmah IMM Cabang Ciputat (2007)
11. Staf Bidang Organisasi PW IRM/IPM Banten (2007-2009)
12. Staf Dep. HAPT BEM UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (2007-
2008)
13. Kabid Hikmah IMM Cabang Ciputat (2007-2008)
14. Ketum DPP Partai Progressive UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
(2008-2009)
ABSTRAK
M. Imaduddin Nasution
Partisipasi Politik Umat Kristen Indonesia; Studi Kasus Partai Damai Sejahtera
Partai Damai Sejahtera (PDS) muncul sebagai satu-satunya partai Kristen dalam
Pemilu 2004. Ini merupakan fenomena yang agak langka dan mengejutkan.
Karena dalam Pemilu sebelumnya, 1999, umat Kristen memiliki tiga partai
politik. Sedangkan dalam Pemilu-Pemilu di tahun 1955 dan 1971, umat Kristen
memiliki dua partai. Yaitu Partai Katolik dan Partai Kristen Indonesia. Sehingga
dengan demikian, maka kemunculan PDS sebagai partai Kristen tunggal
merupakan fenomena menarik untuk dibahas.
Partai ini berdiri sebagai sebuah gerakan pembela kepentingan minoritas Kristen
dan non Muslim Indonesia. PDS selalu menyatakan bahwa partainya adalah garda
terdepan konstitusi dalam hal ini. Disini PDS selalu memperjuangkan anti syariah
dalam bentuk undang-undang dan pluralisme, serta perlindungan dan pengakuan
terhadap minoritas non Muslim di Indonesia. Termasuk perjuangan PDS adalah
upaya menaikkan anggaran bagi Bimas Kristen di Kementerian Agama. Partai ini
juga nampak tidak pernah menyerah dalam perjuangannya itu, kendati mengalami
banyak cobaan dan rintangan. PDS juga berhasil menjadi salah satu partai yang
dilirik oleh banyak partai untuk berkoalisi dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah
sejak tahun 2005 hingga saat ini.
Penelitian ini dibatasi pada apa pengaruh PDS terhadap partisipasi politik umat
Kristen Indonesia dan apa yang akan dilakukan PDS untuk kembali memegang
kedudukan di DPR RI, sehingga dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah
pusat. Penelitian ini akan berguna bagi para peneliti, untuk mengetahui pola
partisipasi politik minoritas Kristen di Indonesia. Disini penulis ingin
memperlihatkan bahwa minoritas terunggul di Indonesia adalah minoritas Kristen.
Juga bahwa kita sebagai bangsa hendaknya dapat mengetahui pola partisipasi
politik mereka.
Dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa PDS adalah partai yang
menyatakan bahwa dirinya moderat dan pluralistik. Akan tetapi dalam
pembuktiannya, PDS tidak selalu pluralis dan moderat. Terkadang terlihat bahwa
PDS adalah partai yang ingin menciptakan hegemoni atau tirani minoritas, di
samping ingin menghancurkan apa yang mereka sebut sebagai tirani mayoritas.
Bukti bahwa PDS terkadang bersikap mendukung tirani minoritas, adalah
program Yusuf 2004, Daud 2005-2009 dan Daniel 2014. Ketiga program tersebut
meletakkan PDS dan umat Kristen sebagai minoritas yang tertindas, namun dapat
melawan dan mempengaruhi mayoritas pada akhirnya.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirrabbil’alamin, dengan mengucapkan puji dan syukur
kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat yang sangat melimpah,
akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat meraih
gelar sarjana (S-1). Tidak lupa, puja dan puji juga dihaturkan kepada baginda
Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah membawa ummatnya kepada jalan yang
terang benderang akan semua ilmu pengetahuan.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
banyak memberikan bantuan, baik secara materil maupun moril selama
pembuatan dan penyelesaian skripsi ini, yaitu:
1. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, selaku Rektor Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak-bapak Pembantu Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Bapak Dr. Jamhari Makruf, Bapak Prof. Dr. Amsal Bahtiar, Bapak
Prof. Dr. Ahmad Thib Raya dan Bapak Dr. Sudarnoto Abdul Hakim.
Terimakasih atas segala kebaikannya selama ini.
3. Bapak Prof. Dr. Bahtiar Effendy, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atas semua
jasa, kontribusi dan kebijakan untuk membangun FISIP ke arah yang lebih
maju terutama jurusan Ilmu Politik.
4. Bapak Dr. Hendro Prasetyo, selaku Wakil Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, atas
bantuannya dalam persiapan penulis menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Dr. Amin Nurdin, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, periode 2006-2010,
yang telah memberikan nasehat dan masukan kepada penulis selama penulis
dan Jurusan Pemikiran Politik Islam berada di bawah kendali Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat.
6. Bapak Dr. Hamid Nasuhi, MA, Ibu Dra. Hermawati MA dan Bapak Dr.
Masri Mansoer, MA, selaku Pembantu dekan Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, periode 2006-
2010, yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama penulis dan
jurusan PPI berada di bawah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.
7. Ibu Dra. Gefarina Djohan, MA, selaku Dosen Pembimbing atas motivasi,
petunjuk, informasi, dan nasehatnya yang sangat bermanfaat dalam
penyusunan skripsi ini.
8. Ibu Dra. Hj. Wiwi Siti Sajaroh, M. Ag., selaku Ketua Jurusan Ilmu Politik
dan Bapak M. Zaki Mubarok M.Si, selaku Sekretaris Jurusan, atas
bimbingan, kebijaksanaan dan kelembutan hati kepada seluruh
mahasiswanya.
9. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah
memberikan inspirasi kepada penulis selama melakukan proses pembelajaran
di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah banyak memberi masukan
kepada penulis selama studi penulis.
10. Kepada kedua narasumber skripsi ini. Bapak Pdt. Tjahjadi Nugroho D.Min
dan Bapak Pdt. dr. Ruyandi Hutasoit, Sp.U, D.Min, yang telah memberikan
informasi yang sangat mendalam kepada penulis selama ini.
11. Ayahanda (Alm) H. Faruk Nasution alias Abdul Hakim Nasution dan Ibunda
Latifah binti Ali, yang selalu bekerja keras demi mewujudkan anak yang
berilmu tinggi, bersikap ’arif, dan taat beribadah seta tak henti-hentinya
memberikan doa yang selalu mengiringi setiap langkah penulis.
12. Uwak, Om dan Tante penulis. Drs. H.M. Husein Nasution, Hj Sahara
Tambunan Husein Nasution SH., Hj. Fatimah Nasution, H. Azmir Ahmad,
dr. H. Ali Nafiah Nasution, Sp.B. (Alm), Hj. Ris Dewi, Hj. Ir. Zubaidah
Nasution, H. Ir. Putut M., Nur Khasanah Nasution, Abdurrahim Nasution dan
Dwi Astuti. Juga Rodhiyah binti Ali, Amilah binti Ali S.Pd, Ibnu Soleh,
Fatimah binti Ali, Tohari, dan Aisyah binti Ali, yang telah banyak
mendoakan dan mendorong penulis untuk terus maju.
13. Kakak dan Abang Sepupu penulis, Dewi Rahmawati SE., Indra Kusuma SE.,
Anita Liza S.Psi. Renaldo, Arfandi Azmir ST. dan Gitaswara Jiwa Pratiwi.
yang telah menjadi contoh bagi penulis agar bisa menjadi yang lebih baik
dari Kakak dan Abang semua.
14. Adik-adik penulis, Isti’anah Nasution, Abdu Khoiri Rozikin Nasution, Eka
Yudha Prasetya, Niken Kurniasih, Ratih Langenati, Dara Safira Mazaya
Nasution dan Muhammad Raihan Nasution, yang telah mendorong penulis
selama menyelesaikan studinya.
15. Kemenakan penulis, Muhammad Kevin Veda Kusuma, Muhammad Farrel
Deandra Kusuma, Marsha Reynita Aestika, Sessy Reza Mayrani Aestika dan
Raynoa Anisa Azmir, atas kehadirannya sebagai sebuah penyemangat bagi
penulis selama masa studi penulis.
16. Keluarga Besar Kakek Buyut penulis, Mangaraja Baginda Soaloan (Alm),
yang telah memberikan perhatian khusus kepada penulis selama penulis
menyelesaikan studinya hingga mencapai tingkat sarjana.
17. Sahabat-sahabat penulis, Ady Waskito, Angga Maulana, Wahid Riyanto,
Apriansyah, Cecep Suyudi, Fadli Hasan dan rekan-rekan di Ikatan Pelajar
Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan Remaja Masjid Al
Huda Reni Jaya yang telah membantu memberikan semangat kepada penulis
selama masa studi penulis.
18. Para senior penulis, para guru penulis di sekolah dan segenap pihak yang
telah memberikan jasanya kepada penulis sejak masa kanak-kanak hingga
masa studi strata satu ini.
Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya atas kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini dan untuk itu
semua saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi
kesempurnaan skripsi ini serta besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Jakarta, 14 November 2010
Penulis
DAFTAR ISI
PARTISIPASI POLITIK UMAT KRISTEN INDONESIA; STUDI KASUS
PARTAI DAMAI SEJAHTERA
ABSTRAK................................................................................................................
.....i
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………….ii
DAFTAR
ISI……………………………………………………………..………….vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………………1
B. Batasan dan Rumusan Masalah………………………………………….7
C. Tujuan Penulisan……………………………………………………...…7
D. Metode Penelitian……………………………………………..…………8
E. Sistematika Penulisan……………………………………………………8
BAB II KERANGKA TEORI
A. Teori Partisipasi Politik…………………………………………………10
B. Teori Partai Politik…………………………………………...…………12
C. Teori Politik Minoritas…………………………………………………14
D. Politik dan Etika Kristen………………………………………….……17
E. Agama dan Politik…………………..………………………………….24
BAB III PROFIL PARTAI DAMAI SEJAHTERA
A. Sejarah Organisasi Partai Damai Sejahtera……………….……………28
B. PDS dalam Pemilu Legislatif…………………………….…………….35
C. PDS dalam Pemilu Eksekutif………………………………….…………40
BAB IV ANALISIS EKSISTENSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA
A. Keunggulan PDS…………………………………………………….…43
B. PDS dalam Menyikapi Isu Nasional……………………………………48
C. PDS Sebagai Kekuatan Politik Infrastruktur……………………………60
D. Kesiapan PDS Menghadapi Pemilu 2014………………………………63
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………......69
B. Saran……………………………………………………………..……..71
Daftar Pustaka……………………………………………………………………72
Lampiran-Lampiran……………………………………………………………78
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Partisipasi politik umat Kristen Indonesia sebenarnya bukanlah hal yang
baru dalam sejarah perpolitikan Indonesia. Sebelum era reformasi, telah berdiri
beberapa partai politik Kristen Indonesia. Partai politik Kristen pertama di
Indonesia adalah Christelijk Etische Partij dan Indische Katholijk Partij.1 Setelah
kemerdekaan, berdiri lagi dua partai politik Kristen di Indonesia. Kedua partai
tersebut adalah Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Partai Katolik. Parkindo
dan Partai Katolik kemudian berfusi bersama tiga partai lainnya dan membentuk
Partai Demokrasi Indonesia dalam tahun 1973.2 Fusi tersebut pada dasarnya
disebabkan oleh kebijakan pemerintahan Suharto yang dimaksudkan sebagai entry
point bagi proses marjinalisasi partai politik yang menjadi cetak biru politik Orde
Baru. Kebijakan tersebut dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 1973
tanggal 5 Januari 1973. Setelah itu, terdapat Partai Kristen Nasional (Krisna),
Partai Katolik Demokrat (PKD) dan Partai Demokrasi Kasih Bangsa (PDKB),
yang hadir dalam Pemilu 1999. Pada Pemilu 2004 berdirilah Partai Damai
Sejahtera dan kemudian disusul oleh Partai Kasih Demokrasi Indonesia (PKDI)
pada Pemilihan Umum 2009.
Partai politik Kristen generasi pertama, adalah partai Kristen yang sangat pro
terhadap kolonialisme. Kenapa disebut demikian? Karena partai Kristen Indonesia
saat itu menyatakan secara terang-terangan bahwa penjajahan adalah satu bentuk
1 M. Rusli Karim, Perjalanan Partai Politik di Indonesia; Sebuah Potret Pasang Surut, (Jakarta:
Rajawali Press, 1983), h. 24-25. 2 Ibid, h. 173.
anugerah dan takdir Tuhan yang harus disyukuri oleh Bangsa Indonesia.3
Tentunya gagasan pro kolonial tersebut sangat tidak sesuai dengan semangat anti
kolonialisme yang dimiliki sebagian besar Kristen pribumi di Indonesia. Hanya
kelompok Kristen Belanda saja yang mendukung penuh gagasan tersebut. Apalagi
jika gagasan kolonialisme sebagai anugerah itu memakai firman Tuhan sebagai
dasarnya.
Partai politik Kristen generasi kedua, adalah partai yang berasaskan Agama
Kristen atau Demokrasi Kristen. Partai-partai tersebut adalah Parkindo dan
Katolik. Partai-partai ini kemudian mendapatkan lebih sedikit anggota dan massa
dibanding dengan partai lain. Kekuatan kedua partai hanya terfokus di Kawasan
Timur Indonesia, Sumatera Utara dan sebagian Jawa.4
Selama era Orde Baru, partai berasaskan agama tertentu dilarang untuk
ada. Kedua partai Kristen dan berbagai partai non Islam kemudian berfusi dan
membentuk Partai Demokrasi Indonesia. Penggabungan ini menimbulkan adanya
depolitisasi agama. Baik Islam maupun Kristen kemudian tidak bisa begitu
banyak bergerak dalam dunia politik. Dengan demikian, para politisi Kristen
kemudian menjadi aktif di Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Golongan Karya
(Golkar).
Selama era Orde baru itulah, umat Kristen dan Islam, serta agama lainnya
sama sekali tidak diperbolehkan untuk memperlihatkan ideologi politik selain
Pancasila. Dengan demikian, berlakulah apa yang lebih dikenal sebagai asas
tunggal. Asas tunggal adalah tidak diperbolehkannya terdapat asas partai politik
dan organisasi massa yang berdiri di Indonesia, selain Pancasila.
3 Zakaria J. Ngelow, Partisipasi Umat Kristen Indonesia di Bidang Politik, Artikel diakses pada
15 Maret 2010 dari http://www.oaseonline.org/artikel/ngelow-partisipasi.pdf 4 M. Rusli Karim, Perjalanan Partai Politik di Indonesia; Sebuah Potret Pasang Surut, h. 78-79.
Setelah reformasi, muncul tiga partai politik Kristen yang turut dalam
Pemilihan Umum 1999. Yaitu Partai Kristen Na
onal (Krisna), Partai Katolik Demokrat (PKD) dan Partai Demokrasi Kasih
Bangsa (PDKB). Sedangkan dalam Pemilu 2004, hanya terdapat satu partai
Kristen, yaitu Partai Damai Sejahtera (PDS). Baru pada Pemilu 2009, terdapat lagi
satu partai Kristen baru, yaitu Partai Kasih Demokrasi Indonesia (PKDI).
Di tahun 2001, tepatnya pada 1 Oktober 2001 berdirilah Partai Damai
Sejahtera, dengan dukungan 55 orang Kristen, antara lain Ruyandi Hutasoit dan
Denny Tewu. Partai ini berasaskan Pancasila serta bertekad mempertahankan
Pancasila dan UUD 1945 dalam bingkai NKRI dengan semangat Bhineka
Tunggal Ika.5 Dengan demikian, PDS memegang teguh asas pluralisme agama
dalam setiap gerakan organisasinya. Akan tetapi, PDS tetap memegang teguh
nilai-nilai Kristiani dalam perjuangannya.
Partai ini terlahir di tengah fragmentasi politik yang luar biasa dari banyak
partai politik. Partai Damai Sejahtera adalah partai Kristen yang dapat dikatakan
baru. Berbeda dengan partai Kristen lainnya yang turut serta dalam Pemilu 1999
dan Partai Kasih Demokrasi Indonesia yang turut serta dalam Pemilu 2009. Partai
Damai Sejahtera tidak memiliki hubungan historis yang kuat dengan partai-partai
Kristen sebelumnya. Setidaknya, tidak nampak tokoh partai Kristen lama dalam
susunan kepengurusan DPP Partai Damai Sejahtera sampai saat ini. Dalam hal ini
kondisi saat pembentukan PDS adalah sebagai berikut:
“PDS dilahirkan dalam kondisi fragmentasi partai politik yang sangat kuat
pasca Pemilu 1999. Ada banyak tantangan yang dihadapi oleh para pendiri
5 M.L. Denny Tewu dan Paul K. Soma Linggi, Partai Salib demi Kebangsaan, (Jakarta: DPP
Partai Damai Sejahtera, 2007), h. 28.
PDS. Seperti pertanyaan tentang mengapa mendirikan partai Kristen yang
baru. Mengapa tidak bergabung dengan partai yang sudah ada dan
sebagainya. Lebih dari itu, ada pemikiran dari sebagian umat Kristen yang
menyatakan bahwa minoritas Kristen Indonesia, cukup memasuki partai-
partai berhaluan nasionalis saja. Namun dalam perjalanan selanjutnya, PDS
mendapat dukungan dari banyak gereja dan umat Kristen Indonesia. Bahkan
gereja-gereja non Protestan pun turut mendukung partai baru ini.”6
Akan tetapi kehadiran PDS sebenarnya tidaklah sebagaimana digambarkan
oleh Denny Tewu di atas. Sebenarnya partai politik Kristen peserta Pemilu 1999
tetap ingin untuk turut serta dalam pemilihan umum berikutnya, yaitu Pemilu
2004. Hal ini terbukti dengan adanya partai-partai Kristen yang memiliki
hubungan historis yang lebih kuat dengan partai Kristen generasi kedua dan
ketiga.
Dapat disimpulkan bahwa umat Kristen Indonesia harus melaksanakan misi
gereja dengan sebaik-baiknya. Melaksanakan upaya penyebaran ajaran gereja dan
segala kebaikan gereja, dengan cara apapun, kendati harus berhadapan dengan
aparatur negara dan mayoritas Muslim Indonesia yang kemungkinan akan
menghalangi niat mereka.
Dalam konteks kekinian dan ke-Indonesiaan, maka umat Kristen Indonesia
merasa membutuhkan kekuatan politik yang cukup berwibawa dan dapat
diperhitungkan. Kenapa demikian? Karena umat Kristen Indonesia saat ini, berada
6Ibid, h. 9.
dalam kondisi dimana sebagian umat Kristen mengalami diskriminasi oleh
beberapa kelompok anti minoritas yang tidak bertanggungjawab.
PDS dibangun di saat umat Kristen Indonesia semakin apolitis. Di saat
kebanyakan tokoh Kristen Indonesia tidak ingin mendirikan atau mendukung
partai politik Kristen. Akan tetapi mereka cenderung untuk mendukung partai
yang berhaluan nasionalis. Kesadaran politik umat Kristen Indonesia, menjelang
berdirinya PDS dapat dikatakan sangat kecil.7 Ini terbukti lewat banyaknya tokoh
Kristen Indonesia yang memilih duduk di partai yang berhaluan nasionalis
daripada di partai Kristen. Seperti Gayus Lumbun yang aktif di Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Ruhut Sitompul yang aktif di Partai Demokrat
(PD). Bahkan terdapat tokoh Kristen Indonesia yang hadir di dalam partai Islam
liberal. Seperti Eurico Guteres dari Timor Leste, yang masuk Partai Amanat
Nasional (PAN) dan merupakan seorang Katolik serta juga tokoh pro integrasi
Timor Timur.
Dalam sejarahnya, partai politik Kristen Indonesia yang turut dalam
Pemilu, ternyata tidak mendapatkan dukungan yang cukup kuat dari umat Kristen
Indonesia sendiri. Sehingga partai politik Kristen Indonesia menjadi kecil dan
tidak dipertimbangkan sebagai sebuah kekuatan politik.
Oleh karena kondisi berbagai partai Kristen Indonesia yang semakin kecil
dan fragmentasi berbagai partai politik yang ada, maka berdirilah Partai Damai
Sejahtera (PDS) pada 1 Oktober 2001. Tujuan utama pendirian partai ini, adalah
untuk memperjuangkan hak-hak sosial dan politik umat Kristen Indonesia yang
mulai terbengkalai sejak berakhirnya Orde Baru.
7 Ida Cynthia S. dan Dedi Alfiandri, PDS Bagi Bangsa; Jawaban Atas Berbagai Pertanyaan,
(Jakarta, Global Cerdas Media, 2008), h. 3.
PDS menuntut segenap umat Kristen Indonesia untuk aktif dalam
perpolitikan di Indonesia. Maksudnya adalah bahwa umat Kristen diharuskan
turut dalam memperjuangkan kepentingan mereka melalui jalur politik. Denny
Tewu juga menegaskan bahwa umat Kristen berada dalam kondisi tertindas oleh
kaum mayoritas di Indonesia.8
Terlepas dari berbagai permasalahan yang ada, dalam kaitannya dengan
partisipasi politik umat Kristen Indonesia, perhatian terhadap partisipasi, atau
perilaku politik umat Kristen Indonesia masih sangat terbatas dalam komunitas
Kristen itu sendiri. Umat non Kristen di Indonesia, khususnya umat Islam yang
jumlahnya mayoritas, tidak begitu memperhatikan partisipasi politik umat Kristen
Indonesia. Sedangkan partisipasi dan perilaku politik umat Kristen adalah satu
fenomena politik yang juga patut untuk diperhatikan. Oleh karena itu, penulis
memutuskan untuk mengambil judul skripsi, Partisipasi Politik Umat Kristen
Indonesia; Studi Kasus Partai Damai Sejahtera.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Skripsi ini akan membahas fenomena kelahiran dan perkembangan Partai
Damai Sejahtera dalam perpolitikan Indonesia. Dimulai dari pendiriannya, hingga
pasca Pemilihan Presiden 2009. Tentunya yang dibahas adalah:
1. Seberapa besar pengaruh Partai Damai Sejahtera terhadap perilaku
dan peran politik minoritas Kristen di Indonesia?
2. Seberapa besar pengaruh PDS terhadap proses perumusan undang-
undang di Indonesia?
8 M.L. Denny Tewu dan Paul K. Soma Linggi, Partai Salib demi Kebangsaan, h. 10-14.
3. Apa yang akan dilakukan PDS untuk setidaknya mempertahankan
prestasinya yang sekarang ini dan memperoleh kembali
prestasinya, yang pernah diperoleh dalam Pemilu 2004?
Skripsi ini memiliki batas periode pembahasan, dari sejak berdirinya PDS
hingga Musyawarah Nasional PDS yang kedua, pada Mei 2010.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana awal mula berdirinya Partai Damai
Sejahtera.
2. Untuk mengetahui bagaimana cara Partai Damai Sejahtera lolos
dalam proses verifikasi partai politik dari tahun 2004-2009.
3. Untuk mengetahui peran Partai Damai Sejahtera dalam pembuatan
Undang-Undang di Indonesia.
4. Untuk mengetahui pengaruh Partai Damai Sejahtera terhadap peran
politik umat Kristen di Indonesia.
5. Untuk mengetahui rencana Partai Damai Sejahtera dalam
menghadapi Pemilihan Umum 2014.
D. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu penelitian yang
menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah
laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti (Taylor dan Bogdan, 1984:5).
Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dalam usaha untuk
mengumpulkan informasi yang diperlukan yaitu dengan cara:
1. Data primer, merupakan data yang diambil dengan melakukan studi
kepustakaan yaitu yang diperoleh dengan membaca buku teori-teori yang
berhubungan dengan permasalahan penelitian unuk memperoleh landasan
teoritis yang berguna di dalam mempertanggung jawabkan penelitian ini. Data
primer dalam penelitian ini merujuk pada buku yang berkaian langsung
dengan penelitian, antara lain buku, skripsi, tesis, jurnal, notulen rapat,
prosiding, surat kabar dan data dari internet.
2. Data sekunder, merupakan data yang diambil dengan melakukan depth
interview dengan Ketua Umum DPP Asosiasi Pendeta Indonesia dan Ketua
Umum DPP PDS.
E. Sistematika Penulisan
Skripsi ini berisi lima bab yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan
sistematika sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Merupakan uraian singkat alasan pemilihan judul, rumusan masalah,
batasan masalah, tujuan penulisan meode penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB II: KERANGKA TEORI
Merupakan uraian mengenai teori-teori yang menunjng dalam penulisan
skripsi ini.
BAB III: PROFIL PARTAI DAMAI SEJAHTERA
Merupakan uraian mengenai sejarah dan profil Partai Damai Sejahtera.
BAB IV: ANALISIS EKSISTENSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA
Merupakan analisis dari segala bentuk keunggulan dan pengaruh PDS
dalam pemerintahan (legislatif) dan di luar pemerintahan.
BAB V: PENUTUP
Merupakan kesimpulan dan saran.
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Teori Partisipasi Politik
Partisipasi politik adalah aksi-aksi yang bertujuan mempengaruhi kebijakan
pemerintah. Partisipasi politik dapat berupa aksi individual atau kolektif.9
Menurut Samuel Huntington, sebagaimana dikutip Miriam Budiardjo, partisipasi
politik adalah segala kegiatan warga, baik pribadi maupun kolektif, yang
bertujuan mempengaruhi kebijakan pemerintah.10 Herbert McClosky
mengemukakan bahwa partisipasi politik adalah segala kegiatan sukarela warga
negara dalam proses pengambilan kebijakan. Dalam kerangka sistem politik,
maka tindakan partisipasi politik merupakan input yang tidak terlepas dari output
awal, yaitu kebijakan atau rancangan kebijakan pemerintah.11
Berdasarkan pengertian partisipasi politik yang dibuat para ahli di atas, maka
partisipasi politik adalah segala kegiatan manusia yang bertujuan untuk
mempengaruhi kebijakan eksekutif atau legislatif dalam sebuah wilayah tertentu,
baik berhasil atau tidak berhasil. Disini partisipasi politik akan mempengaruhi
setiap kebijakan politik dan masa depan setiap kelompok masyarakat. Ini artinya
tanpa partisipasi politik, maka setiap kelompok masyarakat akan tidak memiliki
masa depan yang jelas.
9 Amy L. Freedman, Political Participation and Ethnic Minorities; Chinese Overseas in Malaysia,
Indonesia and the United States, (New York: Routledge, 2000), h. 7. 10
Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson, No Easy Choice; Political Participation in
Developing Countries, (Cambridge, Mass: Harvard University Press, 1977), h. 3 sebagaimana
dikutip dalam Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia, 2009), h. 368. 11
Toto Pribadi, Materi Pokok Sistem Politik Indonesia, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2006.), h.
3.2.
Dalam negara demokrasi, partisipasi politik menjadi begitu penting bagi
berjalannya negara. Artinya, partisipasi politik begitu menentukan masa depan
bangsa dan daerah-daerahnya. Sedangkan tingkat partisipasi politik yang rendah
dianggap sebagai tanda yang tidak baik bagi keberlangsungan pemerintahan.
Disini tingkat partisipasi yang tinggi dituntut oleh negara dan daerah, sebagai
bagian penting keberlangsungan pemerintahan.
Bentuk partisipasi kemudian dapat dibagi dua. Karena para sarjana yang
mempelajari negara demokrasi barat akan berpendapat bahwa partisipasi
politik adalah yang tidak dipaksakan. Sedangkan para sarjana yang
mempelajari negara komunis dan negara berkembang, berpendapat bahwa
terdapat yang dinamakan partisipasi yang dimobilisasi (mobilized
participation). Konsep mobilized participation bertentangan dengan
konsep autonomous participation. Dalam persoalan ini, berarti terdapat
partisipasi politik yang dipaksakan atau dimobilisasi.12
Dalam negara demokrasi, partisipasi bukanlah hanya sebuah kepatuhan total
kepada pemerintah, seperti yang terjadi di negara komunis dan negara dengan
rezim otoriter. Partisipasi politik dalam negara demokrasi adalah partisipasi
politik yang bersifat sukarela dan sangat menentukan masa depan negara dan
daerah-daerahnya. Dengan demikian, dalam negara demokrasi, partisipasi politik
begitu dituntut demi berjalannya sebuah pemerintahan yang baik. Bahkan
termasuk dalam partisipasi politik adalah upaya untuk mendorong terciptanya
pemerintahan yang bersih melalui berbagai cara yang dihalalkan.13
12
Ibid, h. 369-370. 13
Syamsul Wathoni, Partisipasi Politik Warga dalam Penyusunan Kebijakan, Artikel diakses
pada 29 Januari 2010 dari
http://lakpesdamngawi.org/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=54.
Dapat disimpulkan, bahwa partisipasi politik itu, ada yang mobilized, ada yang
autonomous, ada yang legal dan ada yang ilegal. Terdapat pula partisipasi politik
yang melalui keaktifan memilih dan terdapat yang melalui keaktifan
mengemukakan pendapat. Juga terdapat partisipasi politik yang dilakukan melalui
keaktifan dalam mendukung kebijakan pemerintah.
B. Teori Partai Politik
Menurut Carl Friedrich, partai politik adalah sekelompok manusia yang
terorganisir dengan tujuan merebut atau mempertahankan kekuasaan terhadap
pemerintahan. Ini sejalan dengan pandangan Sigmund Neumann, yang
mengatakan bahwa partai politik adalah organisasi yang berusaha merebut
dukungan rakyat melalui persaingan antar golongan yang berbeda-beda
pandangan. Sedangkan Giovani Sartori mengatakan bahwa partai politik adalah
kelompok politik yang mengikuti pemilihan umum dan berusaha untuk
mendudukkan kader-kadernya dalam posisi strategis di pemerintahan.14
Dari ketiga pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa partai politik adalah
organisasi yang memperjuangkan kepentingan warganya melalui pemilihan umum
dan keterlibatan aktif dalam struktur pemerintahan, baik eksekutif maupun
legislatif. Partai politik berfungsi sebagai alat komunikasi, sosialisasi dan
rekrutmen politik, serta sarana pengatur konflik.15
Berdasarkan teori fungsi partai politik Miriam Budiardjo, maka dapat disimpulkan
bahwa partai politik adalah sebuah alat bagi mencapai segala tujuan politik
anggotanya. Artinya partai politik memiliki peran penting dalam sebuah negara
14
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia, 2009), h. 404-405. 15 Ibid, h. 405-410.
demokrasi. Disini jelas bahwa dengan demikian, maka tanpa partai politik,
masyarakat di negara demokrasi tidak akan dapat mencapai tujuan politik mereka
dengan mudah. Selain itu, setiap konflik juga dapat diselesaikan dengan peran
serta partai politik dalam mengadvokasi anggotanya atau konstituennya yang
terlibat dalam konflik tersebut.
Dalam hal tipologi partai politik, Almond membagi partai politik menjadi
empat tipe. Tipe pertama yaitu partai yang beranggotakan lapisan
masyarakat, tipe kedua yaitu partai yang beranggotakan kalangan kelas
tertentu, ketiga, partai yang beranggotakan pemeluk agama tertentu dan
partai politik yang beranggotakan suatu kelompok kebudayaan tertentu.
Selain keempat tipe tersebut, partai politik juga dibagi menjadi partai
massa dan partai kader. Disini dikatakan bahwa partai massa adalah partai
yang mengandalkan jumlah massa dalam mencapai tujuannya. Sedangkan
partai kader adalah partai yang mengandalkan kualitas kader di atas
segala-galanya. Termasuk dalam mencapai tujuan.16
Partai yang anggotanya adalah sekelompok orang yang beragama atau berideologi
sama, dapat dikatakan sebagai partai ideologi. Partai ideologi bercirikan dasar dan
asas partai yang dipegang secara disiplin dan ketat.17
Dalam partai ideologi,
terdapat segala bentuk pungutan rutin dan hal-hal yang berhubungan dengan
disiplin ideologis partai.
C. Teori Politik Minoritas
16
Tipologi Partai Politik Indonesia, Artikel diakses pada 16 Desember 2010 dari
http://idilakbar.blogspot.com/2009/01/tipologi-partai-politik-indonesia.html 17 A. Rahman H.I., Sistem Politik Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), h. 105.
Minoritas adalah kelompok kecil dalam kelompok besar. Lebih jelas lagi,
minoritas adalah sekelompok kecil manusia, yang berada dalam satu komunitas
besar yang berbeda dengannya. Minoritas tentunya berjumlah di bawah 50%
penduduk di setiap wilayah tempat tinggalnya.
Politik minoritas adalah politik yang diselenggarakan oleh kalangan yang
merasa kurang terwakili secara politik. Politik minoritas juga dapat
diartikan sebagai kebijakan yang berkaitan dengan kelompok minoritas di
sebuah wilayah. Politik minoritas adalah juga segala kegiatan yang dapat
mempengaruhi kehidupan kelompok minoritas dan bahkan kelompok
mayoritas dalam sebuah wilayah tertentu. Politik minoritas biasanya
berbicara mengenai hak kalangan minoritas dalam sebuah kawasan yang
pemerintahannya dikuasai oleh mayoritas rakyat.18
Dapat pula disimpulkan bahwa politik minoritas adalah segala kegiatan yang
mempengaruhi kebijakan, kehidupan sosial dan integrasi kaum minoritas di
sebuah wilayah. Disini dapat diartikan bahwa pengaruh politik minoritas adalah
kepada kebijakan minoritas, hak-hak minoritas dan juga integrasi antara minoritas
dengan mayoritas di sebuah wilayah.
Perhatian para ahli psikologi sosial dan ahli ilmu sosial lainnya (termasuk
ahli psikologi politik dan sosiologi politik) adalah terhadap isu, tentang
bagaimana minoritas menggunakan pengaruh mereka, terhadap kelompok
yang lebih besar. Minoritas yang teguh pada sikapnya, minoritas yang
dapat menyangkal argumen-argumen mayoritas rakyat suatu wilayah,
minoritas yang tidak membuat isu-isu sensitif mengenai tokoh besar
18
Minority Politics, Artikel diakses pada 14 Desember 2010 dari
http://www.answers.com/topic/minority-politics.
golongan mayoritas, minoritas yang memiliki titik-titik kesamaan dengan
kelompok mayoritas, akan dapat menjadi minoritas yang unggul dalam
mempengaruhi kelompok mayoritas di suatu wilayah.19
Disini dapat disimpulkan bahwa minoritas yang teguh pendirian dan memiliki
kemampuan berbicara yang baik, akan mampu membuat mayoritas rakyat akan
bersimpati dan bahkan berempati kepada mereka. Ini kemudian akan menciptakan
minoritas unggul yang kuat dalam mayoritas yang semakin lemah. Minoritas yang
unggul, memang tercipta dari sekelompok minoritas atau seorang tokoh minoritas
yang memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, sehingga minoritas tersebut
bisa mendapatkan keunggulan di bidang politik.
Minoritas yang unggul secara ekonomi maupun psikologis, mungkin saja
menggantikan kedudukan mayoritas, jika pihak penguasa membuat sejumlah
perubahan terhadap kebijakan. Singkatnya, perubahan kebijakan memiliki
pengaruh tidak langsung terhadap kesuksesan golongan minoritas dalam suatu
wilayah.20 Selain daripada perubahan kebijakan pemerintah, minoritas juga dapat
sukses, apabila didukung oleh kekuatan modal yang besar. Baik kekuatan modal
material maupun modal non material.
Dalam logika demokrasi, mayoritas akan selalu memenangkan pertandingan
politik. Namun pada kenyataannya, logika seperti itu tidaklah selalu terjadi.
Terkadang minoritas yang unggul secara ekonomi akan dapat memenangkan
pertandingan politik apapun. Pada kenyataannya, mayoritas Muslim di Indonesia,
seringkali berhadapan dengan kelompok minoritas yang unggul itu. Minoritas
19
Martha Cottam, et.al, Introduction to Political Psychology, (Mahwah: Lawrence Erlbaum
Associates, 2004), h. 74. 20 Ibid, h. 75.
Non Muslim di Indonesia, banyak yang merupakan pengusaha kaya dan politisi
ulung yang bisa saja mendapatkan kedudukan tinggi di dalam pemerintahan.21
Minoritas unggul, biasanya akan memenangkan berbagai pertandingan politik,
dengan kekuatan ekonomi mereka. Kendati demikian, kekuatan psikologis dan
sosiologis juga penting dalam berbagai pertandingan politik yang diikuti oleh
minoritas unggul. Dalam konteks ke-Indonesiaan, maka minoritas terunggul yang
notabene Kristen, memiliki kekuatan ekonomi dan pengetahuan yang cukup luar
biasa. Disini menunjukkan bahwa di Indonesia, ternyata mayoritasnya memiliki
kekurangan dalam bidang ekonomi dan pengetahuan. Sedangkan umat non
Muslim, memiliki keunggulan ekonomi yang cukup dapat diperhitungkan.
Terutama adalah umat Kristen Indonesia yang pernah menjadi anak emas
pemerintah kolonial di masa lalu.
Akan tetapi, kendati minoritas di Indonesia memiliki kekuatan ekonomi dan lobi
yang kuat, tetap saja integrasi antara minoritas dengan mayoritas diperlukan.
Dalam proses integrasi inilah, kekuatan lobi menjadi begitu penting. Sebab hanya
minoritas yang dapat berintegrasi dengan mayoritas sajalah yang dapat memegang
peran lobi yang baik dalam proses partisipasi dan perilaku politik minoritas.
Selain itu, kekuatan ekonomi juga harus diperhitungkan dalam membangun
kekuatan politik. Karena penguasaan industri, terutama media, sangat
mempengaruhi opini publik terhadap minoritas di sebuah daerah.
D. Politik dan Etika Kristen
21 Kuntowijoyo, Paradigma Islam; Interpretasi untuk Aksi, (Bandung: Mizan, 1993), h. 48.
Kendati pada dasarnya, Yesus Kristus mengajarkan untuk memisahkan antara
urusan agama (iman) dengan urusan negara, namun terciptanya gereja Katolik
Roma di tahun 325 Masehi, menciptakan suatu tatanan dunia Kristen yang sangat
terorganisir dan rapi, sehingga menyerupai negara. Akan tetapi, Yesus tetap tidak
bermaksud mendirikan negara. Karena orang-orang Kristen (terutama Protestan)
tetap lebih cenderung memisahkan antara urusan agama dengan negara. Ini karena
sabda Yesus yang menegaskan agar umat Kristen memberikan hak kaisar kepada
kaisar dan memberikan hak Tuhan kepada Tuhan. Sehingga dalam memilih
pemimpin, Kristen tidak memaksakan umatnya untuk memilih pemimpin harus
dari golongannya.22
Kendati dalam pernyataannya, Pendeta Tjahjadi Nugroho lebih mendukung
bahwa Kristen adalah sekular, namun kenyataan bahwa terdapat partai Kristen
dan Katolik, serta kenyataan bahwa perjuangan partai-partai tersebut adalah
berdasarkan kepada nilai-nilai ke-Kristenan, maka bagaimanapun juga, ajaran
Kristen tetap mengatur masalah politik. Diantaranya pernyataan Yesus bahwa hak
kaisar harus diberikan kepada kaisar dan hak Allah harus diberikan kepada Allah.
Ini membuktikan bahwa tetap terdapat etika politik Kristen di dunia ini.
Dalam kenyataannya, pengorbanan Yesus sebagai pengorbanan seorang Nabi,
juga memiliki makna politik yang begitu mendalam. Yesus telah membalikkan
relasi sosial dan membangun kembali relasi sosial itu, dengan konsep
egalitarianisme. Yesus telah membongkar konsep sosial politik yang feodal dan
22 Wawancara Penulis dengan Tjahjadi Nugroho, Jakarta, 5 Februari 2010.
menciptakan suatu konsep sosial yang berkeadilan. Yesus telah melawan
aristokrasi para imam Yahudi yang dominan saat itu.23
Mengapa Yesus dianggap melawan aristokrasi imam Yahudi saat itu? Karena
Yesus telah mengajarkan kesamarataaan dan keadilan, yang merupakan kunci
egalitarianisme. Di samping itu, Yesus juga mengajarkan untuk tidak takut pada
penguasa dan para imam.
Dalam kaitan antara politik dan etika Kristen, maka Kristen telah mengajarkan
kasih sebagai suatu jawaban atas segala persoalan dunia. Politik Kristen adalah
politik yang secara teori, merupakan perlawanan terhadap feodalisme Yahudi,
namun pada praktiknya, terkontaminasi oleh feodalisme Romawi kuno yang
kemudian menjadikan lahirnya Roma Katolik. Situasi politik di saat kelahiran
Yesus, dimana bangsa Yahudi di Israel dijajah oleh bangsa Romawi, menjadikan
bangsa Yahudi saat itu, terpaksa tunduk pada kekuasaan kafir. Dalam hal ini,
hampir tidak ditemukan interaksi antara Yesus dengan penguasa Romawi. Akan
tetapi Yesus menunjukkan sikap yang tidak terlalu keras terhadap penguasa
Romawi saat itu. Dalam Injil Markus 2: 13-17, Matius 9: 9-13 dan Lukas 5: 27-32
serta 19: 1-10, disebutkan bahwa Yesus tidak menghindari pajak bangsa Romawi,
tidak menghindari tindakan para penguasa Romawi dan juga memperlihatkan
sikap yang dianggap kooperatif terhadap penguasa Romawi.24
Dapat disimpulkan bahwa ajaran Yesus adalah ajaran perjuangan kooperatif
dalam perlawanan terhadap kezaliman. Sikap Yesus yang dikatakan kooperatif
terhadap penguasa Romawi inilah yang membuat umat Kristen kemudian dapat
23
John W. de Gruchy, Agama Kristen dan Demokrasi; Suatu Teologi Bagi Tata Dunia yang Adil,
Penerjemah, Martin Lukito Sinaga, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), h. 51. 24
Anwar Tjen, Politik Yesus; Pengantar Penelaahan Alkitab, dalam Einar M. Sitompul, ed,
Teologi Politik; Agama-Agama dan Kekuasaan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2004), h. 177-179.
mendekati pihak penguasa Romawi di Eropa. Dengan dekatnya tokoh-tokoh
Kristen dengan penguasa di Eropa, maka agama Kristen dengan mudah tersebar
ke seantero Eropa dan kemudian menyebar ke seluruh Dunia melalui jalan
kolonialisasi oleh Eropa. Kristen juga pada dasarnya tidak akan tersebar tanpa
adanya hubungan antara umat Kristen dengan penguasa-penguasa Eropa abad
pertama dan para penguasa Afrika yang di-Kristenkan. Mulai dari sanalah
penyebaran agama Kristen dimulai. Awalnya dari Roma Katolik, kemudian
muncul Gereja Ortodox di beberapa wilayah dan akhirnya muncul Gereja
Reformasi atau Protestan pada abad ke-15.
Dengan demikian, dapat dilihat bahwa Anwar Tjen memandang sikap Yesus
dalam injil sebagai sikap kooperatif. Akan tetapi, bagaimanapun juga Yesus tetap
tidak dapat dikatakan bekerjasama dengan penguasa Romawi. Justru Yesus
melakukan perlawanan yang nir kekerasan terhadap penguasa Romawi. Yesus
tetap membiarkan para penguasa Romawi untuk memungut pajak, tetapi tidak
membiarkan kekafiran menguasai tanah Palestina dan bangsa Israel saat itu.
Hubungan antara Kristen sebagai agama dan politik sebagai segi kehidupan tentu
telah terjadi sejak awal kelahiran agama Kristen itu sendiri. Akan tetapi, di dunia
Barat Modern, dimana Kristen menjadi kekuatan politik yang tidak bisa
dihiraukan sama sekali, loyalitas masyarakat kepada negara, melebihi loyalitas
masyarakat kepada agama dan suku bangsa. Sehingga dengan demikian, maka
masyarakat Barat Kristen, terlihat lebih sekular dan nasionalis daripada
masyarakat lainnya.25
25
Saiful Mujani, Agama, Loyalitas Kebangsaan dan Konsolidasi Demokrasi Indonesia 2004,
dalam Einar M. Sitompul, ed, Teologi Politik; Agama-Agama dan Kekuasaan, h. 73-86.
Iman Kristen dan politik adalah dua hal yang terpisah sejak awal lahirnya agama
Kristen. Akan tetapi, lahirnya Gereja Katolik Roma dan gereja-gereja Ortodox di
Damasqus, Athena dan beberapa tempat lainnya, telah mengawinkan antara iman
Kristen dan politik.
Di Indonesia, pemerintah kolonial Belanda, telah memberikan pengaruh kuat
dalam hubungan antara agama dan politik. Dalam hal ini, antara kedua agama
monotheisik terbesar di Indonesia dan negara. Hubungan antara Kristen dan
negara diatur sedemikian rupa, demikian juga dengan Islam. Dengan demikian,
maka negara yang menyatakan netral terhadap agama, tidak dapat menahan diri
untuk ikut mengatur masalah keagamaan. Masalah keagamaan yang diatur oleh
pemerintah kolonial Belanda antara lain adalah pendirian tempat ibadah dan izin
menyebarkan agama.26
Etika Kristen adalah ketaatan terhadap para pemimpin gereja dan Injil. Dalam
politik, ketaatan terhadap Injil dan gereja ini memiliki peran penting yang sangat
menentukan dalam pemilihan pemimpin negara. Santo Ambrosius, guru dari
Santo Agustinus, pernah menyatakan bahwa para raja seharusnya meminta restu
dan keberkatan kepada Paus di Roma.27
Sementara Santo Agustinus sendiri, memiliki konsep negara Tuhan dan negara
iblis atau negara duniawi. Negara Tuhan, adalah negara yang didasarkan kepada
cinta kasih Tuhan. Dimana cinta kasih ini menjadi perekat persatuan antar warga
negara. Sedangkan negara iblis atau negara duniawi adalah negara yang
didasarkan kepada cinta kepada diri sendiri. Dengan demikian, maka Santo
26
Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda; Het Kantoor voor Indlansche Zaken,
(Jakarta:LP3ES, 1985), h. 162-198. 27
Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat; Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran Negara,
Masyarakat dan kekuasaan, (Jakarta: Gramedia, 2001), h.72.
Agustinus menginginkan adanya Persemakmuran Kristen sebagai bentuk
pemerintahan.28
Sikap dan pandangan politik Agustinus ini, memperlihatkan bahwa antara ajaran
Kristen dengan politik sebenarnya terdapat hubungan yang tidak begitu erat.
Dalam hal ini, pandangan politik Agustinus sangat mempengaruhi sebagian besar
pandangan politik para paus di Vatikan dan sebagian umat Islam yang ingin
menegakkan khilafah Islamiah.
Sikap Agustinus tentang negara juga didukung oleh John Calvin. Calvin memiliki
pandangan bahwa pemerintah harus menghormati gereja. Sehingga negara dapat
berjalan di bawah rahmat Tuhan. Sedangkan mengenai nasionalisme, Martin
Luther-lah orangnya, yang memberikan sumbangsih besar terhadap konsep
nasionalisme Kristen. Luther membatasi wewenang negara dan gereja, dengan
memberikan fungsi yang berbeda untuk keduanya. Gereja menurut Luther
bukanlah penguasa negara. Sedangkan raja adalah penguasa negara yang
sebenarnya.29
Nasionalisme Kristen, inilah yang kemudian menyebabkan banyak warga negara
Eropa dan Amerika serta negara bermayoritas Kristen, dan non Muslim, lebih
bersifat nasionalis dan lebih mementingkan urusan negara daripada urusan pribadi
dan kelompok. Disini jelas tersirat bahwa nasionalisme Kristen lebih banyak
memberikan pengaruh positif bagi kemajuan sebuah negara. Ini terlihat dari
kenyataan bahwa negara bermayoritas Kristen di Eropa dan Amerika lebih maju
dan lebih memperlihatkan integritas bangsa yang kuat.
28
Ibid, h. 79-89. 29
Saut Sirait, Politik Kristen di Indonesia; Suatu Tinjauan Etis, (Jakarta: BPK Gunung Mulia), h.
138-146.
Dampak dari pemikiran politik Protestan inilah yang kemudian memperkuat
nasionalisme Kristen di Eropa dan Amerika. Agama Kristen Protestan atau Gereja
Reformasi, merupakan sumber dari berkembangnya sekularisme dan nasionalisme
yang sangat kuat. Inilah mengapa masyarakat barat modern, lebih memilih untuk
membela negara daripada agama. Masyarakat barat modern yang mayoritas
Kristen Protestan, lebih banyak mengutamakan kepentingan bangsa dan
negaranya daripada kepentingan suku dan agamanya, karena adanya perintah Injil,
untuk memberikan hak kaisar kepada kaisar dan hak Tuhan kepada Tuhan.
Sehingga nasionalisme sekular berkembang pesat dalam dunia Kristen.
Dalam hal pengaruh tokoh-tokoh Kristen terhadap politik Kristen, maka tidak
dapat diperkirakan berapa sebenarnya jumlah tokoh pemikir politik Kristen di
dunia. Santo Agustinus dan Martin Luther hanyalah sebagian kecil dari pemikir
politik yang terpengaruh oleh ajaran Yesus.
Pengaruh besar Yesus antara lain terlihat dari ajaran untuk membela kaum
tertindas. Gerakan politik yang dilakukan Yesus adalah gerakan politik yang
melawan pemerintahan Imperium Romawi dan membela kelompok tertindas di
tanah Palestina.30
Yesus juga mengajarkan tentang egalitarianisme dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan. Ini terlihat dari perintahnya untuk menanggalkan kekayaan dan
mengikuti ajarannya. Doktrin Kerajaan Tuhan yang diajarkan Yesus pada
dasarnya adalah akomodasi bagi aspirasi kelas menengah kebawah dan tertindas.
Dengan demikian, maka Yesus menginginkan adanya upaya pemeliharaan cinta
30
Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat; Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran Negara,
Masyarakat dan kekuasaan, h.54-56.
dan kasih bagi rakyat miskin dan yang tidak terakomodir secara politik dan
sosial.31
E. Agama dan Politik
Agama dan politik adalah dua hal yang berbeda. Namun bagaimanapun juga,
karena agama membutuhkan politik dan karena manusia adalah makhluk sosial,
maka setiap pemimpin agama pastilah berpolitik praktis. Politik umat beragama
adalah politik yang didasarkan kepada etika agama terkait.
Pada mulanya, manusia berpolitik karena persoalan keluarga. Putra-putri Nabi
Adam melakukan tindakan politik untuk memperoleh kepentingan mereka. Pada
mulanya Qabil dan Habil bersaing secara politik untuk melakukan negosiasi
dengan Allah. Yaitu tentang penjodohan mereka, dimana Qabil tidak mau
menikahi saudari kembar Habil, tetapi Habil mau menikahi saudari kembar Qabil.
Kisah tersebut adalah kisah pembunuhan pertama dalam sejarah umat manusia.
Di zaman kerajaan-kerajaan purbakala, manusia bersaing menjadi kepala suku,
raja atau kaisar. Kemudian sistem politik yang lebih modern terbentuk di zaman
Yunani Kuno. Disini terbentuklah polis-polis atau negara kota, yang merupakan
bagian tak terpisahkan dari Yunani Raya. Politik modern ini kemudian menjalar
ke Romawi dan beberapa daerah lain. Kemudian sistem politik modern ini
menjadi suatu trend dalam pembentukan kekaisaran di beberapa daerah hingga
sekarang ini. Sistem republik dan demokrasi kemudian terbentuk dalam konteks
agama Pagan Yunani dan Romawi. Baru setelah Kaisar Constantinus Agung
memerintah, agama Pagan Romawi digantikan oleh Roma Katolik. Yaitu agama
31 Ibid, h. 61.
Kristen yang memiliki suatu ketua agama, atau pemimpin umat seluruh dunia.
Pemimpin itu disebut Paus atau dalam bahasa Latin disebut Papam.
Namun kemudian, sebagian umat Kristen sadar, bahwa bila kekuasaan agama
dikaitkan dengan kekuasaan kerajaan, maka akan menjurus kepada ketidakadilan.
Oleh karena itu, sebagian umat Kristen lalu membuat gerakan reformasi gereja,
yang dipimpin oleh Martin Luther, dimana masyarakat Kristen diajak kembali
kepada ajaran Injil, yang memisahkan antara hak kaisar dengan hak Tuhan. Dalam
hal ini, Injil telah menjelaskan dengan menyebut bahwa penguasa Kerajaan Tuhan
adalah para gembala atau pendeta. Sedangkan penguasa kerajaan dunia adalah
para kaisar dan bangsawan.
Dalam paham Kristen, penguasa harus melaksanakan pemerintahan dengan cinta
kasih yang tulus, dimana mereka tidak memaksakan kehendak sesuai dengan
kesukaaanya. Dalam hal ini, terdapat tiga pokok yang berbeda dalam persoalan
politik dan ajaran Kristen. Ketiga pokok tersebut adalah bahwa Yesus adalah juru
selamat umat manusia, bahwa pemerintahan haruslah adil dan penuh kasih dan
bahwa pemerintah harus diajak untuk bersikap bijaksana, was-was dan
menjauhkan diri dari kezaliman.32
Di dalam konteks ke-Kristenan, dapat disimpulkan bahwa etika Kristen yang
berhubungan dengan politik, adalah ajaran cinta dan kasih. Ajaran cinta dan kasih
ini diterapkan melalui tatanan negara dimana umat Kristen menjadi “garam dan
terang di bumi” atau memberi pengaruh yang luas dan kuat.
Sementara Kristen menyebarkan ajaran kasih dalam pemerintahan dan kekuasaan,
Islam lahir dengan membawa misi serupa di Mekkah. Dalam masa awal
32
Olaf Schumann, Agama-Agama dan Soal Kekuasaan dalam Lintasan Sejarah, dalam Einar M.
Sitompul, ed, Teologi Politik; Agama-Agama dan Kekuasaan, h. 27-29.
penyebarannya, Islam menuntut adanya keimanan sosial, dimana masyarakat yang
beriman, diwajibkan untuk membantu fakir miskin dan anak terlantar, serta para
janda dan budak. Islam secara terang-terangan menentang perbudakan, dengan
menyarankan pembebasan budak sebagai sunnah yang berpahala jika dikerjakan.
Kemudian dalam periode Madinah, Nabi Muhammad membuat suatu konstitusi
bernama Piagam Madinah, dimana masyarakat Muslim, Kristen dan Yahudi,
diharuskan hidup bersama dalam damai dan kasih Allah. Mereka juga diwajibkan
untuk saling melindungi dalam kehidupan bernegara.33
Ini adalah tonggak awal nasionalisme dalam Islam dan agama secara umum.
Mengapa demikian? Karena selama masa lima abad pertama masehi, ajaran
agama belum dijadikan dasar bagi sebuah konsep cinta tanah air, atau cinta
terhadap kampong halaman, kendati pada dasarnya tidak terdapat nash al Quran
dan Hadits yang memerintahkan cinta tanah air secara tekstual.
Secara teoritis, maka konsep politik Islam adalah syura, atau musyawarah. Ini
yang kemudian menjadi konsep demokrasi Islam. Akan tetapi, konsep khilafah
juga tidak dapat dilepaskan dari ajaran Islam. Hal ini karena Khilafah Islamiyah
merupakan suatu hasil ijtihad para sahabat setelah wafatnya Nabi Muhammad.
Pemikiran politik Islam yang sedemikian, pada dasarnya lebih cenderung kepada
pemikiran mengenai tata negara.34
Dalam konteks Islam, musyawarah adalah satu sistem politik yang menyerupai
demokrasi. Demokrasi Islam atau syura adalah satu sistem dan ideologi yang
senantiasa dipakai dalam segala bentuk partisipasi politik umat Islam. Hal ini
33
Ibid, h. 31-34. 34
Kacung Marijan dan Ma’mun Murod Al-Brebesy, ed, Abdurrahman Wahid; Mengurai
Hubungan Agama dan Negara, (Jakarta: Grasindo, 1999), h. 53.
dikarenakan adanya perintah Allah untuk bermusyawarah dalam segala urusan
dunia.35
35
Munawir Syadzali, Islam dan Tata Negara; Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: UI-Press,
1993), h. 5.
BAB III
PROFIL PARTAI DAMAI SEJAHTERA
A. Sejarah Organisasi PDS
Menjelang munculnya Gerakan Reformasi Indonesia pada tahun 1998,
ratusan gereja ditutup dan dibakar. Sejak tahun 1996 hingga sekarang ini, telah
ratusan gereja yang ditutup, dirusak dan dibakar.36
Pada tahun-tahun terakhir Orde
Baru, Umat Kristen Indonesia mengalami beberapa persinggungan dengan
mayoritas besar yang unggul, yaitu Umat Islam Indonesia. Adanya kasus-kasus
penutupan paksa dan penghancuran gereja secara paksa sejak 1996, adalah awal
dari tidak harmonisnya hubungan antara Umat Kristen Indonesia dengan
mayoritas Muslim Indonesia yang tidak menghendaki adanya gereja di daerah
mereka. Akan tetapi, bagaimanapun juga gereja-gereja yang ditutup adalah gereja
yang melanggar SKB 2 Menteri Nomor 1 1969 yang direvisi pada tahun 2006,
menjadi SKB 2 Menteri Nomor 8 dan 9 tahun 2006, sebagaimana terlampir dalam
lampiran skripsi ini.
Setelah jatuhnya Orde Baru, Umat Kristen Indonesia mulai mengalami
berbagai bentrokan fisik dengan Umat Islam. Berbagai kerusuhan yang terjadi,
timbul antara lain karena berbagai kesalahpahaman dan perbedaan pendapat
antara mayoritas Muslim dengan minoritas Kristen, serta adanya perasaan bahwa
umat Kristen di Indonesia mengalami diskriminasi. Perasaan bahwa umat Kristen
mendapatkan diskriminasi itu, kemudian menimbulkan sikap saling mencurigai
36
Perusakan dan penutupan Gereja di Indonesia (Beberapa Kasus 1996-2005), artikel
diakses pada 2 Februari 2010 dari http://www.pdat.co.id/hg/political_pdat/2005/08/31,20050831-
01,id.htm/.
antar umat beragama di Indonesia. Ini terbukti dari banyaknya kerusuhan di
Ambon atau Maluku secara keseluruhan, Poso dan beberapa tempat lain di
Indonesia. Tidak hanya sampai di situ, kejadian di luar negeri, atau yang
memakan korban warga asing Non Muslim, juga menjadi penyebab konflik antara
Kristen dan Islam di beberapa tempat di Indonesia.37
Di era reformasi, umat Kristen menghadapi dilema yang agak sulit, yaitu
antara menerima atau menolak reformasi. Ini dikarenakan kenyataan bahwa umat
Kristen Indonesia sebenarnya sudah cukup bahagia dengan kebijakan-kebijakan
Orde Baru di Indonesia. Di samping juga karena adanya isu masyarakat madani
dalam proses reformasi di Indonesia. Dimana kata “masyarakat madani”
cenderung diartikan berbeda dengan “civil society,” yang artinya konsep
masyarakat madani dinilai lebih Islami dibanding konsep civil society.38 Selain
itu, kerusuhan Mei 1998 dan isu pemberlakuan Piagam Jakarta, juga menjadi
persoalan yang menjadikan umat Kristen Indonesia menghadapi dilema reformasi.
Gereja menghadapi dilema reformasi karena harus memilih antara
mendukung reformasi dengan memusuhi Suharto, atau menolak reformasi dan
mendukung Suharto.39
Mengapa gereja mengalami dilema reformasi? Karena
Suharto telah lama menjadi teman bagi gereja. Disini jelas terlihat bahwa
pemerintah Orde Baru telah lama memberikan keistimewaan kepada gereja,
dengan membiarkan segala pelanggaran terhadap SKB Nomor 1 tahun 1969.
Segala keistimewaan itu telah menjadikan gereja dan umat Kristen Indonesia
umumnya, menjadi agak bingung. Karena harus memilih antara mengikuti arus
37
Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2006), h. 532-575. 38
Ibid, h. 576-581. 39
Emanuel Gerrit Singgih, Iman dan Politik dalam Era Reformasi di Indonesia, (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2004), h. 9-11.
reformasi atau menolak reformasi. Jika gereja menolak reformasi, maka gereja
akan “terusir” dari Indonesia. Maksud “terusir” disini adalah menjadi semakin
terdiskriminasi dan semakin susah dalam menjalankan misinya. Sedangkan jika
gereja menerima reformasi, maka mungkin saja gereja akan menerima hal-hal
yang tidak menguntungkan gereja di masa depan. Apa saja yang diperkirakan
akan merugikan gereja di masa depan? Hal yang dikira akan merugikan gereja
antara lain adalah konsep masyarakat madani dan dihidupkannya kembali Piagam
Jakarta, yang artinya adalah menerima syariah Islam bagi setiap pemeluknya.
Dalam era reformasi, umat Kristen kemudian menyadari, bahwa partai
politik yang ada selama era Orde Baru tidak cukup memperjuangkan kepentingan
umat Kristen sendiri, sehingga umat Kristen Indonesia membutuhkan sebuah
partai politik yang berdiri sendiri, tanpa campur tangan pemerintah atau umat lain.
Di awal era reformasi inilah, muncul tiga partai Kristen. Yaitu Partai Kristen
Nasional (Krisna), Partai Katolik Demokrat (PKD) dan Partai Demokrasi Kasih
Bangsa (PDKB). Ketiganya bertarung dalam pemilihan umum 1999 dan pada
akhirnya, hanya PDKB saja yang mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR).
Dalam Pemilu 2004, berdirilah sebuah partai Kristen dengan nama Partai
Damai Sejahtera. Partai ini berdiri dengan asas Pancasila dan dengan nilai-nilai
Kristiani dalam perjuangannya. Partai ini merupakan partai baru, yang tidak
memiliki hubungan historis yang kuat dengan partai politik Kristen terdahulu.
Para pendiri PDS kemudian mencari massa sebanyak-banyaknya di
berbagai gereja dan yayasan Kristen di Indonesia. Partai ini merupakan partai
Kristen pertama yang didukung oleh Gereja Ortodox Indonesia, sebuah gereja
orthodox yang jemaatnya terdiri atas warga Indonesia keturunan Suriah dan
berbagai negara dimana terdapat gereja ortodox. PDS kemudian membentuk
kepengurusan di daerah-daerah dan berhasil memiliki 33 Dewan Pimpinan
Wilayah (DPW), 395 Dewan Pimpinan Cabang (DPC), 1254 Dewan Pimpinan
Ranting (DPRan) dan ribuan kepengurusan di tingkat desa/kelurahan.40
Para politisi PDS dalam setiap kesempatan selalu menyatakan bahwa PDS
adalah partai terbuka dan nasionalis, kendati dengan nilai-nilai Kristen di dalam
perjuangannya. Dengan program Yusuf 2004 dan Daud 2005-2009, menunjukkan
bahwa PDS mengupayakan sebuah negara plural dan kuat di bawah nilai-nilai ke-
Kristenan yang murni. Apa yang dimaksud dengan mengupayakan negara plural
dan kuat di bawah nilai ke-Kristenan? Yang dimaksud adalah menjadikan
Indonesia sebagai negara ke-Tuhanan yang melaksanakan nilai-nilai ajaran cinta
kasih dan damai dalam segala kebijakannya. Dalam hal ini, PDS senantiasa
mengupayakan adanya sikap saling menghargai dan menghormati dalam setiap
segi kehidupan. Namun tentunya di bawah nilai-nilai Kristiani yang kuat.
Pada 23-26 Mei 2006, PDS mengadakan Musyawarah Nasionalnya yang
pertama di Jakarta. Dalam Musyawarah Nasional (Munas) tersebut, PDS
membahas AD/ART dan kepengurusan periode berikutnya. Disini PDS
menyatakan akan menjadi partai modern yang terbuka, yang dengan demikian
akan menerima keanggotaan warga negara non Kristen dalam organisasi partai.
Dalam Munas tersebut, PDS juga sempat mengungkapkan kekhawatirannya akan
semakin sulitnya pendirian gereja di Indonesia. Kekhawatiran ini berdasarkan
kepada fakta bahwa terdapat peraturan mengenai pendirian tempat ibadah, yang
40
M.L. Denny Tewu dan Paul K. Soma Linggi, Partai Salib demi Kebangsaan, (Jakarta:
DPP Partai Damai Sejahtera, 2007), h. 47.
dianggap mempersulit ibadah umat beragama oleh PDS. Selain itu, fakta bahwa
terdapat kelompok masyarakat yang menolak pendirian gereja menjadi alasan
tersendiri dari PDS untuk mengkhawatirkan persoalan izin pendirian gereja di
Indonesia.41
Sikap politik PDS yang menjadi partai terbuka sejak Munas I-nya ini,
kemudian menjadikan PDS mendapatkan anggota dari kelompok non Kristen dan
bahkan Muslim. Oleh karena itu PDS kemudian mencoba untuk merubah makna
salib yang tadinya melambangkan ke-Tuhanan Kristen menjadi bermakna
hubungan antara manusia dengan manusia dan hubungan antara manusia dengan
Tuhan. Konsep penafsiran salib yang sedemikian ini lalu diterima oleh kader-
kader PDS yang non Kristen.
Pasca Munas I PDS ini, PDS mengalami konflik pertamanya. Konflik ini
disebabkan oleh susunan kepengurusan DPP PDS yang baru, yang tidak
mengakomodir kader-kader muda yang turut mendirikan PDS dalam tahun 2001.
Disini, tokoh sentral konflik adalah Denny Tewu. Denny pada dasarnya tidak
mempersoalkan jabatan yang tidak diberikan kepadanya dan juga berbagai isu
yang muncul dalam Munas tersebut, akan tetapi, ternyata beberapa kelompok
fungsionaris partai melakukan somasi terhadap Laporan Pertanggungjawaban
Bidang Keuangan DPP. Dalam kondisi yang seperti itu, PDS kemudian
melakukan rekonsiliasi pasca Munas I, dimana struktur kepengurusan dan
AD/ART dengan terpaksa harus dirubah.42
Akan tetapi, DPP PDS membantah bahwa telah terjadi perpecahan dalam
tubuh partainya. DPP PDS tetap bersikeras, bahwa segalanya baik-baik saja di
41
Ibid, h. 89-101. 42 Ibid, h. 111-116.
dalam oganisasi partai, sehingga tidak perlu diadakan hal yang luar biasa.
Disinilah Denny Tewu mengusulkan diadakannya Munaslub di Bali pada April
2007.43 PDS tetap bersikeras bahwa kejadian dalam Munas dan setelah Munas,
tidak akan memecah partainya. Kendati pada kenyataannya tetap saja terjadi
perpecahan setelah Munas I, yaitu dalam Munaslub April 2007.
Dalam Munaslub April 2007 tersebut, isu perpecahan partai menyebar. Isu
tersebut antara lain muncul karena adanya calon ketua umum yang muncul dalam
Munaslub dan adanya sidang ilegal dalam proses Munaslub. Termasuk prosesi
penutupan yang sangat janggal bagi politisi Kristen manapun. Dalam Munaslub
tersebut, agenda yang disepakati peserta adalah finalisasi AD/ART Partai, dimana
masalah struktur partai menjadi isu utama. Akan tetapi, setelah rapat dinyatakan
usai, 270 orang bertahan untuk melanjutkan sidang. Dalam sidang tersebut,
terpilihlah Rahmat Manulang sebagai Ketua Umum DPP PDS, menggantikan
Ruyandi Hutasoit. Setelah itu, dalam ibadah penutupan keesokan harinya, Pendeta
Pati Ginting melantik Rahmat Manulang sebagai Ketua Umum dengan Sekretaris
Jenderal Michael Tedja. Ini tentunya mengagetkan para fungsionaris partai dan
menciptakan imej bahwa telah terjadi perpecahan dalam tubuh PDS.44
Perbuatan Rahmat Manulang ini, dianggap makar oleh pihak Ruyandi
Hutasoit dan pada akhirnya selesai dengan pengakuan DPP PDS hasil Munas
2006 sebagai DPP yang sah.45
Setelah konflik antara kubu Ruyandi dengan kubu
Rahmat Manulang berakhir, ternyata Rahmat Manulang tidak bersedia untuk
43
Dephukam Belum Sahkan Hasil Munas PDS, Artikel diakses pada 29 September 2010
dari http://www.sinarharapan.co.id/berita/0608/03/nas11.html 44
M.L. Denny Tewu dan Paul K. Soma Linggi, Partai Salib demi Kebangsaan, h. 133-
136. 45
PDS Pecah Gara-gara Beda Pendapat Soal Munaslub, Artikel diakses pada 29
September 2010 dari
http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/04/tgl/12/time/160221/idnews/
766512/idkanal/10.
mengikhlaskan kekalahannya. Rahmat tidak mengaku bersalah atas perbuatannya
yang dianggap melanggar AD/ART PDS.46 Dalam konflik ini, akhirnya
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan kubu Ruyandi Hutasoit dan
menyatakan bahwa kubu Rahmat Manulang inkonstitusional.
Dalam periode 2006-2010, PDS berusaha untuk melaksanakan amanah
keberadaan partainya di DPR RI dan DPRD seluruh Indonesia. PDS melakukan
perlawanan yang luar biasa terhadap segala upaya syariatisasi hukum dan politik
Indonesia. Dalam hal ini, PDS melaksanakannya melalui fraksinya di DPR dan
DPRD. PDS melawan segala upaya penerbitan peraturan berbau syariah di
Indonesia. Ini sekaligus menandakan bahwa PDS adalah partai nasionalis sekular
yang sangat menentang hegemoni dari kaum mayoritas, yang sebenarnya tidak
perlu begitu dikhawatirkan.
Namun, PDS tidak berhasil memperoleh kursi di DPR RI dalam Pemilu
2009. PDS hanya memperoleh kursi di beberapa DPRD di Indonesia. Ini
kemudian menjadikan PDS akan mengalami kesulitan untuk ikut kembali dalam
Pemilu berikutnya, yaitu tahun 2014. Karena itulah maka, PDS mengadakan
Munas II-nya pada tahun 2010 dan bukan 2011, sebagaimana yang disepakati
dalam AD/ART. Ini kemudian sempat menuai kecaman keras dari beberapa DPW
dan DPC PDS.47
Namun Munas PDS tetap berjalan di tahun 2010 ini. Tepatnya
46
Konflik PDS; KPU Perlu Tunggu Putusan Pengadilan, Artikel diakses pada 29
September 2010 dari http://www.sinarharapan.co.id/berita/0805/10/nas03.html. 47
Berniat Percepat Munas; Ketum PDS Ditentang Sejumlah Fungsionaris, Artikel
diakses pada 1 Oktober 2010 dari http://bataviase.co.id/node/148177.
pada 6-8 Mei 2010. Dalam Munas tersebut, Magit Les Denny Tewu terpilih secara
aklamasi menjadi Ketua Umum DPP PDS periode 2010-2015.48
B. PDS dalam Pemilu Legislatif
Dalam Pemilihan Umum 2004, PDS muncul sebagai partai Kristen tunggal
di Indonesia. PDS telah menyingkirkan empat pesaingnya, sesama partai Kristen.
Empat pesaing itu adalah Pewarta Kristiani, PDKBI, Parkindo 45 dan Katolik
Demokrat.49 Masuknya PDS ini kemudian menimbulkan semangat politik yang
begitu kuat di kalangan umat Kristen Indonesia. Khususnya umat Protestan
Lutheran.
Keberhasilan PDS untuk masuk kedalam proses Pemilu 2004 merupakan
prestasi yang tidak dapat dihiraukan. Ini di antaranya adalah karena kesungguhan
dan militansi kader-kader PDS dan umat Kristen dalam mensukseskan berdirinya
dan masuknya partai Kristen dalam Pemilu 2004. Ini menunjukkan bahwa telah
terjadi suatu gerakan penyadaran politik dalam komunitas Kristen di Indonesia.
Hal yang luar biasa, adalah bahwa PDS tidak saja memperjuangkan komunitas
Protestan Lutheran saja. Akan tetapi memperjuangkan pula komunitas Katolik dan
Ortodox yang mengalami perlakuan berbeda dalam berbagai urusan keagamaan
mereka.
PDS kemudian menyiapkan programnya yang fenomenal, yaitu Yusuf
2004 dan Daud 2005-2009. Yusuf 2004 merupakan program pemenangan Pemilu
48
Ketua Umum PDS yang Baru Denny Tewu, Artikel diakses pada 1 Oktober 2010 dari
http://www.mediaindonesia.com/read/2010/05/07/141192/3/1/Ketua-Umum-PDS-yang-Baru-
Denny-Tewu. 49
Sukseskan Pemilu 2004!, Artikel diakses pada 28 Maret 2010, dari http://www.mail-
archive.com/[email protected]_msg00019.html.
2004, dimana PDS menempatkan diri sebagai minoritas yang tertekan, namun
memiliki kekuatan politik yang baik dan tidak pendendam. Program ini diambil
dari kisah Yusuf yang dibuang oleh saudara-saudaranya. Program ini
dimaksudkan untuk mensukseskan umat Kristen menjadi minoritas unggul di
Indonesia. Disini minoritas unggul digambaran oleh PDS sebagai minoritas yang
mempengaruhi mayoritas, minoritas yang teguh pendirian dan tidak terpengaruh
arus mayoritas, minoritas yang rendah hati, pengampun, sabar dan
mensejahterakan bangsa. Sedangkan Program Daud 2005-2009, bertujuan untuk
memperkuat apa yang telah dicapai dalam Program Yusuf 2004. Disini Program
Daud 2005-2009 dianggap sebagai kelanjutan yang mutlak dari program Yusuf
2004, dimana PDS harus melaksanakan amanah yang telah diperoleh dalam
program sebelumnya. Dalam Program Daud 2005-2009 juga PDS berusaha untuk
memenangkan, atau setidaknya turut memenangkan pemilihan kepala daerah di
seluruh Indonesia.50
Demi tercapainya target dalam Yusuf 2004, maka PDS melakukan
berbagai kampanye simpatik. Ini dapat dilihat dari cara mereka menggaet massa
dan pemilih dari segala golongan. Memang PDS pada tahun 2004 masih
memegang teguh nilai-nilai ke-Kristenan dan belum terbuka. Namun kegiatan
mereka yang tidak pandang bulu dalam kampanyenya, membuktikan bahwa PDS
memang sangat simpatik dalam melakukan kampanye. Disini PDS melakukan
berbagai kegiatan sosial, seperti pengobatan gratis dan bahkan membagikan jilbab
dan perlengkapan shalat.
50 M.L. Denny Tewu dan Paul K. Soma Linggi, Partai Salib demi Kebangsaan, h. x.
Perilaku politik PDS yang sangat simpatik kepada semua kalangan inilah
yang membuat PDS berhasil dalam Pemilu 2004, sehingga dengan demikian maka
dapat disimpulkan bahwa Program Yusuf 2004 hampir sepenuhnya berhasil.
Keberhasilan PDS dalam hal ini dapat dilihat dari adanya 13 wakil PDS di DPR
RI, 52 di DPRD Provinsi dan 329 di DPRD Kabupaten/Kota.51 Keberhasilan ini
tidak terlepas dari usaha kader dan simpatisan PDS yang sedemikian kuatnya,
sehingga ada beberapa umat non Protestan dan bahkan non Kristen yang memilih
PDS.
Kenyataan bahwa terdapat sekelompok orang non Kristen yang memilih
PDS, membuat PDS memutuskan untuk menjadi partai terbuka yang lebih
nasionalis. Oleh karena itu, dalam Munas I-nya, PDS mempertimbangkan dan
akhirnya memutuskan, untuk menjadi sebuah partai nasionalis yang berdasarkan
kepada nilai-nilai Kristen dan bukan partai agama.52 Dengan demikian, mulai
banyaklah orang non Kristen dan bahkan Muslim, yang kemudian mendukung
PDS sebagai partai mereka. Ini karena mereka melihat bahwa pluralisme yang
dibawa oleh PDS tidak bertentangan dengan agama mereka dan karena PDS telah
membuktikan diri sebagai partai yang terbuka bagi siapa saja.
Dalam Pemilu 2009, PDS telah berhasil memperoleh empati dari kaum
non Kristen di Indonesia. Bahkan ada umat Islam yang memilih untuk menjadi
aktifis partai salib tersebut. Diantaranya adalah Asrianty Purwantini, yang
menjadi Calon Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Jawa Timur V, mewakili
51
Ibid, h. 59. 52
Sekjen PDS: PDS Bukan Partai Agama, Artikel diakses pada 20 Maret 2010 dari
http://www.christianpost.co.id/ministries/organization/20060427/3081/sekjen-pds-pds-bukan-
partai-agama/index.html.
PDS. Menurut sumber Detik.com, Asrianty sempat mendapatkan hujatan dari
masyarakat yang melihatnya berkampanye.53
Dalam masa Pemilu 2009 itulah PDS semakin gencar dalam berkampanye.
PDS semakin banyak menyambangi konstituen di daerah-daerah. Disinilah PDS
mengalami banyak pujian sekaligus hujatan dari berbagai pihak. Baik yang
memandang positif sikap PDS yang semakin plural, maupun yang memandang
negatif. Termasuk kecurigaan sebagian masyarakat bahwa PDS akan
mempermudah Kristenisasi di Indonesia. Namun PDS tetap mengakomodir Caleg
Muslim sebanyak 20% dari jumlah Calegnya.54
PDS juga menunjukkan sikap-
sikap pluralis dan mengayomi sesama serta tidak pandang bulu dalam berbagai
kegiatan sosialnya. Sikap PDS yang pluralis inilah yang kemudian membuat PDS
mendapatkan dukungan dari beberapa kelompok non Kristen di Inonesia. Seperti
kelompok agama Tao dan sebagian kecil umat Islam.55
Semua dukungan baru yang didapakan oleh PDS adalah dukungan yang
muncul karena sikap simpatik PDS yang ditunjukkan selama kampanye. Terutama
di Indonesia Timur, Sumatera Utara, Sulawesi, Jawa Timur, Jakarta dan Banten.
Ini terlihat dari program kampanye PDS yang bahkan berani melakukan
kampanye dengan cara yang jarang terpikirkan oleh orang lain.56
Diantaranya,
PDS melakukan pembersihan sungai di Surabaya dan melakukan pembagian
jilbab kepada para pekerja seks komersial.
53
Caleg Partai Damai Sejahtera Berjilbab, Artikel diakses pada 9 April 2010 dari
http://www.tropiz.com/berita/caleg-partai-damai-sejahtera-berjilbab/. 54
PDS Akomodasi 20 Persen Caleg Kalangan Muslim, Artikel diakses pada 9 April 2010
dari http://www.antara.co.id/print/1218058025. 55
PDS Inginkan Kedamaian Dan Hargai Pluralitas, Artikel diakses pada 28 Maret 2010
dari http://rol.republika.co.id/berita/22424/PDS_Inginkan_Kedamaian_Dan_Hargai_Pluralitas. 56
Kampanye Simpatik Partai Damai Sejahtera Surabaya, Artikel diakses pada 4 Oktober
2010 dari http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=13783.
Sekitar masa Pemilu 2009, PDS kemudian membuat makna baru dari
salib, yang dipakai sebagai lambang partainya. PDS menggambarkan salib
sebagai bentuk hubungan manusia dengan sesama dan dengan Tuhan. Ini agak
berlawanan dengan hakikat salib yang sebenarnya, yang lebih menggambarkan
atau melambangkan kematian Yesus. Namun demikian, pengertian salib yang
diperbaharui ini diterima oleh para aktifis PDS yang non Kristen. Akan tetapi
tentunya penafsiran ini dapat saja menjadikan PDS malah ditinggalkan oleh
konstituennya yang Kristen.
Kendati PDS telah membuka diri untuk semua kalangan dan umat
beragama, sehingga seharusnya PDS mendapatkan tambahan dukungan, PDS
malah kehilangan seluruh kursinya di DPR RI dan hanya mendapatkan 226 kursi
di DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota.57 Dengan demikian, PDS kehilangan 155
kursi DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota. Ini kemudian membuat PDS
melakukan introspeksi diri, dalam arti mengoreksi segala bentuk kebijakan DPP
yang dianggap turut menurunkan perolehan kursi PDS di legislatif.
C. PDS dalam Pemilu Eksekutif
Setelah Pemilihan Anggota Legislatif 2004, masyarakat Indonesia dan
partai politik yang ada di dalamnya, bersiap-siap menghadapi Pemilu Presiden
(Pilpres). Dalam Pemilihan Presiden 2009 ini, PDS mendukung secara terang-
terangan Megawati dan Hasyim Muzadi. Pilihan ini pada dasarnya lebih
didasarkan kepada jaminan dari Megawati akan adanya pluralisme dalam
57
Ruyandi Hutasoit Membuka Pembekalan Aleg Terpilih Partai Damai Sejahtera
Periode 2009 – 2014, Artikel diakses pada 4 Oktober 2010 dari
http://www.pdssurabaya.com/index.php?option=com_content&task=view&id=3163&Itemid=1
pemerintahannya di masa yang akan datang. Berbagai janji Megawati dan adanya
persaingan ketat antara PDS dengan PKS di masa Pemilihan Umum 2004,
menimbulkan adanya perbedaan pendapat antara PDS dengan PKS, yang berujung
pada perbedaan pilihan koalisi Pilpres.
Dalam Pemilihan Presiden 2004, secara tegas PDS memilih Megawati
sebagai Calon Presiden (Capres) dan Hasyim Muzadi sebagai Calon Wakil
Presiden (Cawapres), dengan pertimbangan bahwa PDS dapat mewarnai
pemerintahan Megawati di periode berikutnya. Ini juga menjadi alasan PDS
mendukung Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono (SBY-Boediono) dalam
Pemilihan Presiden 2009.
PDS kemudian gagal mencapai targetnya dalam Pemilihan Presiden 2004,
karena Capres yang didukungnya kalah dalam putaran kedua. Akan tetapi, PDS
telah turut serta dalam koalisi yang memenangkan 63 Pemilihan Kepala Daerah
(Pilkada). Tepatnya turut dalam koalisi yang memenangkan 8 gubernur dan 55
bupati dan walikota.58 Dengan demikian, PDS tetap memiliki eksistensi, kendati
gagal dalam usahanya untuk masuk ke dalam kabinet.
Dalam Pemilihan Presiden 2009, PDS kemudian mendukung SBY-
Boediono. Alasannya adalah karena SBY adalah Capres yang paling nasionalis,
pancasilais dan tidak diskkriminatif. Sehingga dengan demikian SBY akan dapat
menjadi teman bagi kepentingan politik dan sosial umat Kristen Indonesia. Disini
PDS memandang bahwa ada kemungkinan bagi PDS untuk masuk ke dalam
pemerintahan yang baru, kendati tidak ada dalam DPR RI. Akan tetapi, ternyata
58
Ida Cynthia S. dan Dedi Alfiandri, PDS Bagi Bangsa; Jawaban Atas Berbagai
Pertanyaan, h. 28.
keinginan tersebut tidak menjadi kenyataan. Karena ternyata tidak terdapat kader
PDS yang menjadi menteri dalam Kabinet Indonesia Bersatu Dua.
Dalam periode Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) 2010-2014,
PDS telah melakukan berbagai upaya, agar kadernya masuk dalam pemerintahan
daerah melalui pembentukan koalisi dengan partai besar. PDS kemudian
mengusung pula beberapa kadernya dalam Pemilukada 2010. Dalam hal ini, PDS
telah berhasil mendudukkan kadernya sebagai Wakil Bupati Bolaang Mongondow
Timur. Kader tersebut adalah Medy Lensun,59
yang merupakan salah satu tokoh
PDS yang cukup berani untuk mencalonkan diri menjadi Calon Wakil Bupati.
PDS juga turut dalam Pemilukada Surabaya dan mengusung kadernya sebagai
Calon Wakil Walikota Surabaya.60
Selain itu PDS juga hadir dalam beberapa
Pemilukada lainnya. Dalam hal ini, PDS biasanya mengupayakan untuk
meloloskan kadernya sebagai salah satu calon kepala daerah atau wakil kepala
daerah.61
Dengan prestasi PDS selama Pilkada 2005-2008 dan prestasi PDS dalam
Pemilu Presiden 2009, dimana PDS juga mendukung SBY-Boediono, maka
partai-partai besar dan menengah akan memberikan pertimbangan tersendiri bagi
mengajak PDS hadir dalam satu koalisi Pemilikada pada periode 2010-2013 ini.
59
Kader PDS Dilantik Jadi Wakil Bupati Bolaang Mongondow Timur, Artikel diakses
pada 5 Oktober 2010 dari http://partaidamaisejahtera.org//content/view/273/79/. 60
Pilkada Walikota Surabaya : Ketum DPP PDS Ruyandi Hutasoit mendukung Fandi
Utomo, Artikel diakses pada 20 Oktober 2010 dari http://www.gerejani.com/node/82. 61
PDS Minta Eddy Pertimbangkan Hartarto , Artikel diakses pada 20 Oktober 2010 dari
http://www.radarlampung.co.id/web/pilkada-2010/2508-pds-minta-eddy-pertimbangkan-hartarto.html
BAB IV
ANALISIS EKSISTENSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA
E. Keunggulan PDS
Partai Damai Sejahtera muncul sebagai partai Kristen tunggal dalam
Pemilu 2004. PDS adalah satu-satunya partai Kristen di Indonesia dalam Pemilu
2004. Sebelumnya, umat Kristen memiliki dua atau lebih partai. Atau setidaknya
dua dengan partai Katolik.
PDS merupakan sebuah fenomena menarik bagi mereka yang mempelajari
minoritas di Indonesia. Menurut Alfan Alfian, kehadiran PDS merupakan bagian
dari kebangkitan politik Kristen Indonesia. Hal ini karena PDS menurutnya
merupakan kembaran Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Lebih jelasnya PDS
merupakan PKS-nya umat Kristen, atau PDS adalah PKS Kristen. Bahkan ada
yang menganggap PDS dan PKS sangat cocok dan juga ada yang menganggap
sebaliknya, sangat bertentangan. Selain itu, PDS juga memiliki kader yang cukup
militan dalam memperjuangkan kepentingan partainya.62
Pada mulanya, Partai Damai Sejahtera ini tidak mendapat dukungan yang
kuat dari kelompok umat Kristen di Indonesia. Banyak gereja yang menyatakan
tidak mendukung partai manapun. Ini kemudian menjadi masalah pertama sejak
kelahiran PDS. Namun setelah melalui pendekatan yang intensif, umat Kristen
Indonesia mulai mendukung PDS sebagai alat politik mereka.63
Persoalan utama yang menghalangi berdirinya PDS adalah persoalan perlu
atau tidaknya umat Kristen Indonesia berpolitik. Persoalan ini muncul antara lain
62
M. Alfan Alfian, Fenomena PDS, Artikel diakses pada 1 April 2010 dari
http://www.pelota.or.id/cetakartikel.php?id=57163. 63 Wawancara Penulis dengan Ruyandi Hutasoit, Jakarta, 16 Februari 2010.
karena pendapat bahwa politik itu kotor dan sebagainya. Proses munculnya pro
dan kontra politik Kristen di Indonesia, ada antara lain karena selama tiga dekade
pemerintahan Orde Baru, tokoh-tokoh Kristen di DPR dan di pemerintahan
banyak yang justeru dipengaruhi oleh dan tidak mempengaruhi budaya politik
Orde Baru, sehingga tidak sanggup membawa suatu pencerahan bagi bangsa dan
negara Indonesia.64
Kendati para tokoh Kristen dalam pemerintahan Orde Baru lebih
dipengaruhi oleh Orde Baru dan tidak begitu mempengaruhi, akan tetapi tetap saja
keberadaan mereka di pemerintahan menjadi prestasi tersendiri bagi umat Kristen.
Disini jelas bahwa dengan demikian, maka umat Kristen Indonesia pada dasarnya
tetap berpartisipasi dalam politik Indonesia selama era Orde Baru. Bahkan telah
memegang peran penting dalam pemerintahan. Hal ini juga diakui oleh Singgih,
dimana dia mengatakan dalam bukunya bahwa Suharto dan Orde Baru adalah
teman bagi gereja, kendati tidak menjadi teman yang sangat akrab.65
Dengan keberadaan PDS, maka partisipasi politik umat Kristen Indonesia
semakin terlihat. Ini terbukti dengan banyaknya umat Kristen yang hadir dalam
doa bersama pada sehari sebelum Pilpres 5 Juli 2004. Doa yang diadakan PDS itu
dihadiri oleh 80 ribu orang umat Kristen se-Jabodetabek.66
Sedangkan untuk
kantung suara, PDS telah mendapatkan kawasan timur Indonesia dan Sumatera
Utara sebagai kantung suara utama mereka. Daerah tersebut adalah Papua, Papua
64
Ida Cynthia S. dan Dedi Alfiandri., PDS Bagi Bangsa; Jawaban atas Berbagai
Pertanyaan, (Jakarta: Global Cerdas Media, 2008), h. 3-4. 65
Emanuel Gerrit Singgih, Iman dan Politik dalam Era Reformasi di Indonesia, h. 9-11. 66
80 Ribu Umat Kristiani Berkumpul di Gelora Bung Karno, Artikel diakses pada 1 April
2010 dari http://www.christianpost.co.id/society/society/616/616/article/index.html.
Barat, Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, sebagian Sulawesi
Selatan, NTT dan NTB, serta beberapa daerah di Kalimantan dan Sumatera.67
Pendirian partai politik Kristen seperti PDS pada mulanya banyak
ditentang oleh beberapa orang yang pesimis akan kiprah partai Kristen di
Indonesia. Namun karena kepentingan umat Kristen sendiri dalam bidang politik
dan perlindungan hukum, maka partai Kristen seperti PDS harus lahir.68
Apa kepentingan umat Kristen yang menyebabkan PDS harus lahir?
Kepentingan umat Kristen dimaksud adalah kepentingan misi gereja dan
perjuangan menolak diskriminasi yang dikatakan telah dialami oleh minoritas
Kristen Indonesia. Kendati demikian, PDS tetap mengatakan bahwa partainya
adalah partai nasionalis dan terbuka. Bahkan memiliki tokoh Muslim bernama
Asrianty Purwantini yang memakai jilbab dalam kampanyenya mewakili PDS di
Jawa Timur. Ini kemudian tentu menciptakan kerancuan mengenai tujuan
keberadaan PDS. Apakah PDS hadir untuk kepentingan misi gereja atau memang
untuk kepentingan negara? Apakah PDS hadir untuk kepentingan bangsa, untuk
menciptakan negara yang damai dan sejahtera, atau untuk sekedar mempermudah
misi Kristenisasi di Indonesia.
Disinilah kebijakan politik PDS mendukung pluralisme dan menolak
syariah dalam bentuk undang-undang, yang kemudian mempengaruhi perilaku
politik umat Kristen Indonesia. Kebijakan politik PDS yang mendukung
67
Wawancara Penulis dengan Ruyandi Hutasoit, Jakarta, 16 Februari 2010. 68
Ida Cynthia S., dan Dedi Alfiandri, PDS Bagi Bangsa; Jawaban atas Berbagai
Pertanyaan, h. 15.
pluralisme dan kebebasan beragama ini, kemudian didukung oleh kelompok
minoritas non Muslim lainnya di Indonesia.69
Partai Damai Sejahtera berdiri dengan filosofi kasih dan membawa nilai-
nilai damai sejahtera. Nilai-nilai damai sejahtera itu adalah berdamai dengan
Tuhan, dengan sesama, dengan diri sendiri dan dengan lingkungan.70 Partai
Damai Sejahtera kemudian masuk ke dalam Pemilu 2004 dan 2009, setelah
menyisihkan empat calon peserta Pemilu yang sama-sama berbasiskan nilai-nilai
Kristiani.71
Kendati lambang PDS adalah salib, sehingga dianggap sebagai partai
Kristen, akan tetapi PDS mendeklarasikan diri sebagai partai nasionalis yang
memegang nilai-nilai Kristiani.72
Apa sebenarnya maksud kalimat “partai
nasionalis yang memegang nilai Kristiani?” Hal yang dimaksud PDS adalah
bahwa PDS terbuka kepada siapa saja, yang mau menerima ideologi mereka dan
nilai-nilai Kristiani, yang mau masuk ke dalam partainya. Artinya, untuk masuk
menjadi anggota PDS, seseorang harus menerima nilai-nilai Kristiani dan
menolak segala bentuk nilai agama lainnya.
PDS kemudian mencoba mempengaruhi kebijakan minoritas pemerintah
Indonesia sepanjang periode 2004-2009. Diantaranya adalah sulitnya penerapan
undang-undang yang mengatur kehidupan umat Islam di Indonesia, dalam periode
2004-2009. Hal ini karena bagi PDS, undang-undang yang mengandung unsur
69
PDS Inginkan Kedamaian Dan Hargai Pluralitas, Artikel diakses pada 28 Maret 2010
dari http://rol.republika.co.id/berita/22424/PDS_Inginkan_Kedamaian_Dan_Hargai_Pluralitas. 70
Ida Cynthia S. dan Dedi Alfiandri, PDS Bagi Bangsa; Jawaban atas Berbagai
Pertanyaan, h. 27. 71
Sukseskan Pemilu 2004!, Artikel diakses pada 28 Maret 2010, dari http://www.mail-
archive.com/[email protected]/msg00019.html. 72
Ida Cynthia S. dan Dedi Alfiandri, PDS Bagi Bangsa; Jawaban atas Berbagai
Pertanyaan, h. 28.
syariat adalah bersifat diskriminatif dan memperlihatkan hegemoni umat Islam
sebagai mayoritas di Indonesia.73
Dalam periode 2004-2009, PDS selalu mempersulit penerapan undang-
undang yang mengatur kehidupan mayoritas Muslim di Indonesia. PDS selalu
menolak berbagai rancangan undang-undang yang di dalamnya terdapat istilah
atau nilai-nilai syariah. Antara lain adalah RUU zakat dan RUU perbankan
syariah, yang dianggap sebagai bagian dari upaya diskriminasi terhadap umat
Kristen dan non Muslim lainnya di Indonesia.
Berkaitan dari ungkapan di atas, hal tersebut tidak terlepas dari hasil
Pemilu 2004 yang lalu, dimana PDS telah berhasil memperoleh 13 kursi DPR RI.
Sedangkan dalam hal perolehan suara untuk 13 kursi tersebut, perolehan suara di
Sulawesi Utara dan Sumatera Utara adalah yang paling tinggi. PDS juga
mendapatkan 52 kursi DPRD Provinsi, 329 kursi DPRD Kabupaten kota, serta
turut serta dalam koalisi yang memenangkan 8 gubernur dan 55 bupati dan
walikota. Sedangkan untuk periode 2009-2014, PDS hanya memperoleh 226 kursi
DPRD di seluruh Indonesia. Namun seorang kader PDS telah berhasil
memperoleh jabatan Wakil Bupati di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur,
Provinsi Sulawesi Utara.74
Dalam hal ini, perolehan kursi DPRD Provinsi untuk
Pemilu 2004 dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 1
Perolehan Kursi DPRD Provinsi PDS 2004
73
Ida Cynthia S., Rekam Jejak Fraksi PDS di Parlemen 2004-2009, (Jakarta: Global
Cerdas Media, 2009), h. 59. 74
Kader PDS Dilantik Jadi Wakil Bupati Bolaang Mongondow Timur , Artikel diakses
pada 5 Oktober 2010 dari http://partaidamaisejahtera.org//content/view/273/79/.
No. Provinsi Jumlah Kursi
1 Banten 2
2 DKI Jakarta 4
3 Irian Jaya Barat 3
4 Jawa Barat 1
5 Jawa Timur 1
6 Kalbar 3
7 Kalteng 1
8 Kaltim 1
9 Kepri 2
10 Maluku 2
11 Maluku Utara 3
12 NTT 3
13 Papua 6
14 Riau 1
15 Sulsel 1
16 Sulteng 3
17 Sulut 8
18 Sumut 7
Total 52
Sumber: KPU
Dalam tabel diatas, jelas bahwa PDS lebih berhasil dalam pemilihan
DPRD Provinsi di Provinsi Sulawesi Utara dan Sumatera Utara. Hal tersebut
nampak dari perolehan kursi PDS di kedua DPRD Provinsi. Demikian pula
dengan hasil di DPRD Kabupaten dan Kota. PDS telah berhasil mempengaruhi
partisipasi dan perilaku memilih umat Kristen di Sulawesi Utara, Sumatera Utara
dan Papua. Di ketiga provinsi tersebut PDS telah memperlihatkan bukti kekuatan
politiknya sebagaimana juga terlihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 2
Rekapitulasi Perolehan Suara dan Kursi PDS di DPR RI pada 2004
No Dapil Perolehan Suara Perolehan Kursi
1 Sumut 1 135915 1
2 Sumut 2 104060 1
3 Sumut 3 99508 1
4 DKI 1 139910 1
5 DKI 2 113295 1
6 Jabar 5 89111 1
7 NTT 2 91465 1
8 Kalbar 77436 1
9 Sulteng 70480 1
10 Sulut 178021 1
11 Maluku 56394 1
12 Irjabar 23412 1
13 Papua 59964 1
Total 1238971 13
Sumber: KPU
Dalam tabel di atas, dijelaskan bahwa PDS unggul di Sumatera Utara dan
Sulawesi Utara. Ini juga sekaligus memperlihatkan bahwa minoritas terunggul di
Indonesia adalah umat Kristen Protestan Lutheran yang berasal dari etnik Batak
dan Manado. Sedangkan umat Kristen pada umumnya adalah minoritas unggul di
Indonesia. Hanya saja yang terunggul di antara minoritas Kristen adalah etnik
Batak dan Manado yang beragama Kristen.
F. PDS dalam Menyikapi Isu Nasional
Dalam menyikapi berbagai isu nasional dan daerah, PDS lebih cenderung
untuk memakai fraksinya di parlemen. Baik di tingkat pusat maupun daerah. Akan
tetapi, PDS tetap membuat berbagai pernyataan sikap melalui situs web resmi
mereka. Melalui media itulah PDS melaksanakan partisipasi politiknya, mewakili
umat Kristen Indonesia.
Selama lima tahun keberadaannya di DPR RI, PDS lebih menyoroti
persoalan HAM dan diskriminasi serta persoalan isu penegakan syariat Islam di
Indonesia. PDS menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Pornografi, RUU
Perbankan Syariah, RUU Surat Berharga Syariah Negara, RUU Jaminan Produk
Halal, RUU Pengelolaan Zakat dan RUU Kesehatan. Ini merupakan bukti bahwa
PDS tidak pernah mengenal lelah dalam memperjuangkan hak-hak konstituennya.
Terbukti dari Walk Out-nya Fraksi PDS dalam sidang pengesahan RUU
Pornografi pada 30 Oktober 2008.75
Ini kemudian memperlihatkan bahwa ternyata
PDS tidaklah semilitan yang diduga para konstituennya. Sehingga sikap walk out
ini menjadikan PDS kehilangan kursi di DPR RI.
Selain memberikan perhatian kepada berbagai pelanggaran HAM dan upaya
penegakan syariah Islam dalam bentuk undang-undang, PDS juga memperhatikan
kesejahteraan petani, nelayan dan peternak di seluruh Indonesia. Dalam hal ini,
75
PDIP-PDS Tinggalkan Paripurna; RUU Pornografi Disahkan, Artikel diakses pada 5
Oktober 2010 dari http://hariansib.com/?p=46544.
PDS turut memberikan masukannya mengenai RUU Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. PDS mendukung RUU Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan karena dinilai akan berguna bagi petani,
peternak, nelayan dan hutan kita.76
Dalam periode 2004-2009 ini, PDS mencoba untuk meraih simpati para
petani, buruh, nelayan dan peternak serta pekerja tambang di seluruh Indonesia.
Tentunya tujuan PDS adalah untuk mendapatkan tambahan suara dalam Pemilu
berikutnya. Akan tetapi, dalam kenyataannya, PDS tidak terlalu mengekspos
perhatiannya atas kehidupan buruh, petani, peternak, nelayan dan pekerja tambang
ini, ke media massa. PDS justeru lebih mengekspos pelanggaran HAM, atau apa
yang dianggapnya sebagai pelanggaran HAM dan segala hal yang mengakibatkan
umat Kristen menjadi kesulitan dalam menjalankan misinya di Indonesia.
PDS juga memperhatikan angket impor beras dan lelang gula impor
ilegal. Disini PDS mendukung angket tersebut dan mengatakan bahwa partainya
dengan demikian, telah memperhatikan nasib petani Indonesia.77 Tujuan PDS
sekali lagi adalah untuk menarik perhatian para petani dan pekerja di bidang
pertanian di Indonesia. Namun ternyata dukungan PDS kepada nasib petani ini,
kurang mendapat perhatian dari media massa dan memang lebih sedikit diekspos
daripada masalah perbedaan perlakuan terhadap minoritas non Muslim di
Indonesia.
Perjuangan PDS di parlemen adalah perjuangan yang dianggap
menegakkan hukum dan hak asasi manusia. Pembelaan asasi manusia ini terlihat
76
Ida Cynthia S. dan Dedi Alfiandri, PDS Bagi Bangsa; Jawaban Atas Berbagai
Pertanyaan, h. 28-30. 77
Ida Cynthia S., Rekam Jejak Fraksi PDS di Parlemen, (Jakarta: Global Cerdas Media,
2009), h. 32-38.
dari adanya penolakan terhadap RUU Pornografi, yang awalnya bernama RUU
Pornografi dan Pornoaksi. Berubahnya nama RUU ini, sejak awal adalah
keberhasilan PDS dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang terus
melakukan aksi menolak RUU Pornografi dan Pornoaksi. Namun perjuangan itu
tidak berhenti sampai kepada berubahnya nama RUU tersebut. Perjuangan terus
dilakukan oleh PDS sampai melakukan walk out pada sidang penetapan RUU
Pornografi. Akan tetapi, sikap PDS tersebut justeru merugikan PDS nantinya.
Karena PDS kemudian dianggap melindungi budaya asing yang tidak sesuai
dengan budaya ketimuran. Hal ini karena antara pandangan PDS dengan
pandangan mayoritas Muslim di Indonesia jelas berbeda. Selain itu, penolakan
PDS terhadap RUU Pornografi juga menjadikan PDS seakan-akan mendukung
segala bentuk pornografi dan bukannya mendukung hak asasi masyarakat non
Muslim dan masyarakat Indonesia Timur yang masih terbiasa dengan
ketelanjangan dalam berpakaian.
Persoalan pluralisme yang diperjuangkan PDS adalah persoalan yang cukup
rumit. PDS sendiri melihat bahwa dalam RUU Pornografi misalnya, terdapat
ketidakberesan dalam pendefinisian pornografi. Pornografi diartikan dalam RUU
tersebut secara sangat luas dan pada akhirnya malah merusak hak-hak identitas
warga negara. Sehingga warga negara yang ingin memperlihatkan identitasnya
yang memang terbiasa dengan pakaian yang terbuka, akan tidak dapat lagi
memperlihatkan identitasnya.78
PDS selalu mengatakan bahwa partainya sangat menolak pendefinisian
pornografi yang dianggapnya begitu luas. Hal yang ditakutkan PDS adalah bahwa
78
M.L. Denny Tewu, Tantangan Serius Pluralisme Bangsa; Kasus RUUP, Artikel
diakses pada 5 Oktober 2010 dari http://partaidamaisejahtera.org//content/view/85/1/.
nantinya, masyarakat Indonesia di bagian timur, yang masih memakai koteka dan
yang belum begitu senang menutup seluruh tubuhnya, akan menjadi korban dari
Undang-Undang Pornografi ini. PDS mengkhawatirkan akan adanya upaya
pendiskriminasian dalam bentuk larangan atas segala bentuk budaya daerah yang
dianggap sebagai pornografi oleh undang-undang baru ini.
Minoritas yang diperjuangkan haknya oleh PDS, bukan hanya minoritas Kristen.
Tapi juga minorirtas non Muslim lainnya. Ini terlihat dari diterimanya asporasi
pemuka agama Tao di Indonesia, oleh Fraksi PDS di DPR RI. Dalam hal ini
FPDS menerima pimpinan Majelis Taoisme Indonesia (MTI), yang menginginkan
diakuinya agama Tao sebagai salah satu agama resmi di Indonesia, selain keenam
agama yang ada.79
PDS memperjuangkan minoritas non Muslim lain, karena ingin
mendapatkan dukungan politik dari kelompok minoritas tersebut. Umat Tao
Indonesia misalnya, didukung keberadaannya oleh PDS karena PDS
menginginkan suara mereka dalam Pemilu 2009 dan seterusnya. PDS juga
berharap agar umat non Muslim Indonesia, dapat bersatu dan menciptakan
pemerintahan yang dianggapnya lebih adil dan bermartabat.
Dalam periode 2004-2009, PDS telah mencoba untuk membuktikan
bahwa partainya adalah partai yang plural dan tidak sektarian. Ini terbukti dengan
program-program sosial PDS yang tidak pandang bulu dan tidak tebang pilih.
Juga terbukti dengan kinerja Fraksi PDS yang selalu memperjuangkan hak-hak
minoritas non Muslim yang ada di Indonesia. Bahkan PDS juga memperjuangkan
kelompok Muslim yang memiliki perbedaan dengan mayoritas Muslim Indonesia.
79 Ida Cynthia S., Rekam Jejak Fraksi PDS di Parlemen, h. 134.
Hal ini terlihat dari perhatian PDS terhadap kasus Ahmadiyah di Indonesia.
Dimana Ahmadiyah tidak diakui dan bahkan diperangi oleh kelompok mayoritas
Muslim Sunni di Indonesia. Kendati mereka sama-sama Muslim. Akan tetapi
tetap saja PDS tidak akan mampu membuat partainya menjadi sehebat partai
nasionalis lainnya, selama umat Kristen, sebagai minoritas terunggul di Indonesia,
tidak bersikap terbuka terhadap berbagai kritik dan masukan yang berarti bagi
kemajuan kelompoknya.
PDS juga memperhatikan persoalan lingkungan hidup, ekonomi dan memerangi
narkotika. Dalam hal ini PDS mendukung RUU Kepariwisataan, RUU
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan RUU Narkotika. Semuanya didukung oleh
PDS sebagai fraksi dikrenakan kepentingan negara yang dianggap mendesak,
mengenai perlunya acuan untuk ketiga sektor kebijakan tersebut. PDS juga
memberikan dukungan terhadap RUU Energi, RUU Penanggulangan Bencana dan
RUU Administrasi Kependudukan.80
Tentunya PDS juga tetap bersikap kritis terhadap RUU yang
didukungnya. PDS menginginkan agar supaya tidak terjadi tumpang tindih atau
konflik antar peraturan dalam hal energi, juga tidak menginginkan terbebaninya
APBN untuk subsidi energi dan menginginkan untuk membebaskan bangsa
Indonesia dari ketergantungan yang terlalu tinggi terhadap Bahan Bakar Minyak
(BBM).
PDS juga menilai bahwa selama ini, regulasi penanganan bencana sangat
minim. Namun PDS menginginkan adanya persatuan dalam perhimpunn palang
merah di Indonesia. Dimana dalam peraturan Palang Merah dan Bulan Sabit
80 Ida Cynthia S., Rekam Jejak Fraksi PDS di Parlemen, h.. 38-54.
Merah Internasional, hanya membolehkan satu perhimpunan palang merah atau
bulan sabit merah di setiap negara. Sehingga berbagai perkumpulan yang serupa
dan setingkat dengan Palang Merah Indonesia (PMI), hendaknya dibubarkan. Ini
diungkapkan karena adanya pendirian Bulan Sabit Merah Indonesia dan
terdapatnya Medical Emergency Rescue Committee, yang sama-sama memiliki
sifat dan kedudukan menyerupai PMI.
PDS juga mengupayakan pengakuan agama-agama asli Indonesia sebagai
agama yang sah dan dapat dipakai dalam pembuatan Kartu Tanda Penduduk
(KTP) di Indonesia. PDS juga memperlihatkan keinginan yang kuat, agar
Indonesia begitu memperhatikan sektor pariwisata sebagai bagian dari sumber
penghasilan pemerintah.
Selain itu, PDS juga menginginkan adanya pelestarian lingkungan hidup
dan perhatian terhadap pemanasan global. Akan tetapi PDS disini hanya
melakukan sedikit upaya dalam melestarikan lingkungan. Kenapa PDS hanya
melakukan sedikit upaya? Karena PDS bagaimanapun juga berdiri hanya untuk
kepentingan umat Kristen yang merupakan minoritas unggul di Indonesia.
Sehingga hal-hal lain seperti lingkungan akan dapat begitu saja terlupakan oleh
PDS dalam berbagai gerak perjuangannya.
PDS juga memperhatikan kasus-kasus penyalahgunaan dan penyebaran
narkotika dan obat terlarang. Disini PDS menaruh perhatian dengan mendukung
RUU yang mempermudah kinerja Badan Narkotika Nasional (BNN) dan lembaga
di bawahnya. PDS dalam menaruh perhatiannya pada bidang ini, senantiasa
menyatakan bahwa partainyalah yang merupakan partai yang mendukung
pemberantasan narkotika di Indonesia. Kendati PDS bukanlah garda terdepan
yang sebenarnya dalam bidang ini.
Dalam periode 2004-2009, PDS selalu menegaskan bahwa partainyalah garda
terdepan penegakan konstitusi negara. PDS merasa bahwa sebagai partai yang
memegang asas Pancasila, PDS harus mempertahankan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar (UUD) 1945. Disini PDS memperlihatkan sikap pluralistik yang
cukup nyata. PDS menolak segala bentuk unsur keetnikan dan keagamaan sebagai
asas sebuah partai politik, dalam pembahasan RUU Partai Politik. Disini PDS
memperlihatkan dirinya sebagai sebuah partai yang memang membela minoritas
non Muslim di Indonesia.81
Kendati PDS menyatakan bahwa partainya adalah garda terdepan
pembela konstitusi, PDS tetap saja akan menjadi partai agama bagi agama
Kristen. Karena akan menjadi tidak mungkin umat non Kristen akan menerima
salib sebagai simbol politik mereka. Kendati telah terdapat sebagian kecil umat
non Kristen dalam keanggotaan PDS. PDS menjadi satu contoh partai yang
memperjuangkan hak-hak minoritas di sebuah negara. Tentunya perjuangan PDS
bagaimanapun juga, akan menjadi sebuah fenomena yang patut dilihat oleh kaum
mayoritas di Indonesia. Hal ini karena PDS telah terbukti mempersulit penerapan
undang-undang yang menguntungkan umat Islam di Indonesia.
PDS menilai bahwa agama tidak bisa masuk sebagai rujukan hukum
formal. Dalam artian, bahwa agama tidak bisa diformalisasi ke dalam bentuk
undang-undang.82 Kendati demikian, PDS tetap saja memakai dasar-dasar nilai
81
Ida Cynthia S. dan Dedi Alfiandri, PDS Bagi Bangsa; Jawaban Atas Berbagai
Pertanyaan, h. 65-66. 82
M.L. Denny Tewu, Politik Aliran; Agamais Bisa Juga Nasionalis?, Artikel diakses
pada 5 Oktober 2010 dari http://partaidamaisejahtera.org//content/view/86/1/.
Kristiani dalam perjuangan partainya. Ini menjadikan PDS sebagai partai yang
tidak konsisten dalam berpluralisme.
Dalam praktiknya, PDS kemudian menolak segala bentuk formalisasi
ajaran agama dan hukum adat apapun dalam bentuk undang-undang. Ini terlihat
dari sikap Fraksi PDS terhadap berbagai RUU yang berbau atau bermuatan
syariah Islam. PDS pasti menolak segala bentuk upaya memasukkan hukum
syariat ke dalam bentuk undang-undang. Seperti terhadap RUU Pornografi, RUU
Zakat dan berbagai RUU lainnya yang bermuatan syariat. Alasan PDS adalah
pluralisme dan Pancasila. Yaitu bahwa Indonesia seharusnya tidak memakai
hukum syariat ke dalam bentuk undang-undang. Karena urusan agama dan adat
adalah semata-mata urusan pribadi setiap warga negara Indonesia. Namun PDS
tetap saja akan memperjuangkan nilai-nilai Kristen dan membela misi Kristen di
tanah air.
RUU Perbankan Syariah dan RUU Surat Berharga Syariah Negara (RUU SBSN),
adalah dua RUU bermuatan syariah yang petama kali dipersoalkan oleh PDS.
Penolakan PDS ini antara lain adalah karena Indonesia adalah sebuah negara yang
memiliki ratusan etnik dan banyak agama serta sekta, yang tentunya tidak dapat
disatukan dalam hukum sebuah agama tertentu. Artinya, PDS menilai bahwa
RUU Perbankan Syariah dan RUU SBSN akan merusak kerukunan hidup umat
beragama di Indonesia. Alasan utama PDS adalah karena kedua RUU tersebut
tidak sejalan dengan Pancasila dan UUD 1945. Sehingga memang harus ditolak.83
Kendati demikian, kedua RUU tersebut tidaklah benar-benar melanggar konstitusi
negara Indonesia, seperti yang selama ini dibicarakan oleh PDS.
83
Ida Cynthia S. dan Dedi Alfiandri, PDS Bagi Bangsa; Jawaban Atas Berbagai
Pertanyaan, h. 70-71.
Sebagai satu studi kasus, maka apa yang diperjuangkan PDS adalah
termasuk sikap anti tirani mayoritas. Akan tetapi, definisi tirani mayoritas PDS
tidaklah bisa dijadikan sebuah patokan. Maksud patokan disini adalah patokan
tentang apa yang dimaksud dengan tirani mayoritas. Karena PDS telah mencoba
untuk menjadikan sikap anti tirani mayoritasnya, sebagai pembenaran terhadap
tirani minoritas. Terbukti dari banyaknya upaya PDS untuk mempermudah
pendirian gereja dan mempersulit rancangan undang-undang yang ternyata tidak
merugikan minoritas non Muslim di Indonesia.
Dalam hal RUU Pornografi, PDS memandangnya sebagai sebuah logika yang
bermasalah. Disini PDS melihat bahwa hak primordial atau hak identitas warga
negara. Apalagi jika dilihat bahwa ternyata UU Perlindungan Anak, UU Pers, UU
Penyiaran dan KUHP pasal 282 mengenai kesusilaan sudah mengatur dengan baik
masalah pornografi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebenarnya RUU
Pornografi adalah sebuah RUU yang melanggar UU yang lain. Atau terjadi
tumpang tindih peraturan perundang-undangan.84
PDS menilai bahwa sumber hukum Republik Indonesia sudah cukup dan
tidak perlu ditambah-tambahi. Hal ini terlihat dari alasan-alasan PDS setiap
menolak RUU yang bermuatan syariah Islam. Sikap PDS yang menolak syariah
dalam bentuk undang-undang, didasarkan kepada alasan tersebut.
Perjuangan PDS melawan perbedaan dalam hak beragama tidak saja
dalam hal kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan peraturan perundang-
undangan. PDS juga memperjuangkan jadwal Pemilihan Umum 2009, agar tidak
jatuh pada hari Minggu, sehingga umat Kristen dapat melaksanakan ibadah
84 Ida Cynthia S., Rekam Jejak Fraksi PDS di Parlemen, h.. 66-67.
Minggunya dengan tenang. Akan tetapi, PDS tidak berhasil mengundur jadwal
Pemilu 2009 sampai setelah Paskah. Jadwal Pemilu 2009 justeru dilaksanakan
sehari sebelum Jumat Agung. Atau pada masa persiapan Jumat Agung dan Paskah
2009. Akan tetapi upaya PDS ini tetap dihargai oleh sebagian umat Kristen
Indonesia.
Alasan PDS memperjuangkan Pemilu tidak di hari Minggu adalah karena
hasil penelitian, yang mengatakan bahwa ketika Pemilu dilaksanakan pada hari
Minggu, maka angka Golongan Putih (Golput), sangat besar. Ini terbukti saat
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jawa Barat, dimana angka Golput mencapai
35%.85
Selain itu, hari Minggu adalah hari beribadah bagi umat Kristen, sama
sepeti Jumat bagi umat Islam, sehingga kedua hari tersebut sangat suci dan tidak
boleh dijadikan hari Pemilu. Harapan PDS dengan lolosnya usulan PDS ini,
adalah agar nantinya, segenap aparatur pemerintahan, baik eksekutif, legislatif dan
yudikatif, hendaknya dapat menjaga rasa toleransi dan kerukunan antar umat
beragama di Indonesia.
Isu nasional lain yang disorot oleh PDS adalah isu pelanggaran hak asasi
manusia (HAM). Disini PDS memperjuangkan kebebasan beragama, karena
banyaknya kelmpok minoritas non Muslim, yang tidak diakui agamanya oleh
pemerintah. Juga karena banyaknya kelompok tersebut yang terpaksa memilih
satu dari enam agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia. Diantara agama
yang tidak diakui adalah Tao, Bahai, Sikh dan Yahudi. Padahal keempat agama
tersebut memiliki tempat ibadah di dua kota terbesar di Indonesia. PDS juga
85 Ibid, h. 86-87.
memperjuangkan penyelesaian hukum, bagi gereja dan lembaga pendidikan
Kristen yang ditutup dan dibongkar paksa.
PDS juga memperjuangkan hak kelompok industri rumah tangga dan kemandirian
ekonomi negara. Dalam hal ini PDS menyebut partainya mendukung ekonomi
kreatif. Disini PDS menganggap bahwa perlu diadakan pengawasan ketat dalam
setiap kebijakan ekonomi pemerintah, dimana kesejahteraan rakyat menjadi fokus
utama pemerintahan. Disini PDS mempertanyakan kebijakan pemerintah
menaikan harga BBM, memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan juga
memperjuangkan bantuan bagi lembaga sosial dan pendidikan milik umat non
Muslim di Indonesia.86
Dari sini, kita dapat memahami, bahwa masalah ekonomi yang disorot
oleh PDS adalah berkenaan dengan kesejahteraan rakyat, dan minoritas Kristen,
dimana bantuan pemerintah kepada lembaga sosial dan pendidikan juga termasuk
ke dalam persoalan kesekahteraan sosial. Ini terlihat dari upaya PDS menaikan
anggaran bagi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen, Kementerian
Agama RI (Ditjen Bimas Kristen Kemenag RI). Tentunya upaya ini tidak
dilakukan tanpa alasan. Alasan utama PDS adalah karena Kementerian
(Departemen) Agama selama ini terlalu banyak hanya memperhatikan umat Islam
saja. Sedangkan umat non Muslim tidak banyak diperhatikan, sehingga
mengalami kesulitan dalam melaksanakan misinya.
Intinya, PDS berjuang dalam berbagai sektor kebijakan. Di bidang
ekonomi, PDS lebih memperhatikan usaha kecil dan menengah, yang selama ini
kurang mendapat perhatian pemerintah. PDS memperjuangkan agar kelompok
86 Ibid, h. 124-125.
usaha kecil dan menengah di Indonesia bisa mendapatkan bantuan yang
bermanfaat dari pemerintah. Sedangkan dalam bidang politik, hukum dan HAM,
PDS menyoroti berbagai bentuk diskriminasi yang terjadi di Indonesia. PDS juga
memperjuangkan penegakan hukum dan ideologi Pancasila secara utuh dan
merata, sehingga tercapai persatuan dan kesatuan Indonesia. Di bidang agama dan
sosial, PDS sangat menyoroti susahnya mendirikan gereja di Indonesia.
Sedangkan untuk mendirikan masjid dan mushala, begitu mudahnya. PDS juga
menyoroti berbagai kecelakaan transportasi dan pembangunan prasarana umum.
Selain itu, PDS juga memperlihatkan perhatiannya kepada upaya pemberian
bantuan langsung kepada lembaga sosial dan pendidikan yang dimiliki oleh umat
Kristen Indonesia, sehingga tidak ada diskriminasi dalam sektor tersebut.
G. PDS Sebagai Kekuatan Politik Infrastruktur
Kekuatan politik infrastruktur adalah kekuatan politik di luar struktur negara.
Termasuk dalam kekuatan politik infrastruktur adalah partai politik, organisasi
massa dan lembaga swadaya masyarakat. Media massa dan tokoh masyarakat
dapat juga menjadi kekuatan politik infrastruktur. Dalam hal kekuatan yang
berbentuk partai politik, partai mengupayakan agar lembaganya dan kader-
kadernya masuk ke dalam pemerintahan dan mempengaruhi kebijakan
pemerintah, dari tingkat pusat hingga daerah.87
Dalam kasus PDS, maka PDS menjadi kekuatan politik infrastruktur yang cukup
dapat diperhitungkan. Kenapa PDS dapat diperhitungkan? Karena PDS telah
membuktikan bahwa partainya adalah partai yang cukup solid dan memiliki
87
Infrastruktur Politik di Indonesia, Artikel diakses pada 19 Oktober 2010 dari
http://indolisme.blogspot.com/2009/02/nfra-struktur-politik-indonesia.html.
kader-kader militan, yang siap melakukan apa saja, demi kemenangan partainya.
Solidaritas warga PDS dan militansi mereka adalah faktor utama keberhasilan
PDS dalam melaksanakan misinya, memperoleh kursi di DPR dan beberapa
DPRD di Indonesia. Keberhasilan PDS ini adalah bukti bahwa PDS sejak
didirikan hingga sekarang, memiliki kader yang solid dan militan, yang dapat
memberikan apa saja, kepada partai dan kepentingan konstituennya.
Ketika baru berdiri, PDS mengusahakan perwujudan perjuangan partainya. Yaitu
dengan menjadi peserta Pemilu 2004. Usaha PDS untuk menjadi peserta Pemilu
2004 tidak sia-sia, karena PDS telah berhasil menjadi peserta Pemilu 2004 dengan
menyisihkan empat calon peserta Pemilu 2004 yang sama-sama memiliki identitas
ke-Kristenan. Setelah berhasil menjadi peserta Pemilu 2004, tentunya PDS
mengupayakan kemenangan partainya, atau setidaknya menjadi bagian kecil dari
parlemen.
PDS lalu memenangkan 13 kursi DPR RI, 52 kursi DPRD Provinsi dan 329 kursi
DPRD Kabupaten/Kota. Kemudian dalam periode 2005-2008, PDS turut dalam
koalisi yang memenangkan 63 Pilkada. Yaitu koalisi yang memenangkan delapan
gubernur serta 55 walikota dan bupati. Akan tetapi, dalam Pemilu 2009, PDS
hanya berhasil memenangkan 226 anggota legislatif di beberapa DPRD Provinsi,
Kabupaten dan Kota di Indonesia. PDS juga berhasil memenangkan beberapa
Pilkada pada awal periode Pilkada 2010-2013. Diantaranya adalah Pilkada
Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Tepatnya memenangkan kader PDS
sebagai Wakil Bupati Kabupaten Bolaang Mongondow Timur.
Strategi PDS yang sering terlihat dalam Pemilu sejak 2004 hingga 2009 adalah
kampanye simpatik. Yaitu dengan berbagai kegiatan sosial seperti pendonoran
darah, pembersihan lingkungan, penyuluhan kesehatan hingga pengobatan
gratis.88 PDS juga turut dalam perjuangan untuk memberikan hak kepada warga
negara non Muslim, untuk menjadi Presiden Republik Indonesia. Ini terlihat dari
kegiatan PDS yang mengikuti bedah buku Dr. Mujar Ibnu Syarif, yang berasal
dari disertasinya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Disana Ruyandi Hutasoit
mengungkapkan bahwa PDS sudah sejak awal memperjuangkan hak politik kaum
non Muslim di Indonesia secara utuh. Yaitu sampai memiliki hak untuk menjadi
Presiden di negara dengan mayoritas Muslim ini.
PDS sebagai kekuatan politik infrastruktur atau kekuatan politik di luar struktur
organisasi negara, memperjuangkan pembelaan terhadap hak kaum minoritas
yang telah dicabut. Seperti kasus-kasus pembongkaran, penutupan dan pelarangan
gereja di beberapa wilayah di Indonesia. Dalam hal ini, PDS pada mulanya
memang hanya fokus pada kasus pengerusakan dan penutupan paksa gereja. Akan
tetapi pada masa setelah Pemilu 2004, PDS juga memperjuangkan hak warga
negara non Muslim lainnya. Seperti masyarakat Tao dan kelompok lainnya yang
agamanya tidak diakui sebagai agama oleh pemerintah Indonesia.
Sikap PDS yang memperjuangkan hak kaum minoritas non Muslim di Indonesia
ini, dikatakan sebagai bagian dari program Yusuf 2004, dimana PDS menjadi
partai kecil, yang mewakili minoritas non Muslim, namun memiliki kemampuan
untuk mengampuni mayoritas yang tidak adil dan memiliki kekuatan untuk tetap
bertahan, melawan ketidakadilan tersebut. Ini menggambarkan perilaku Yusuf
dalam Kitab Kejadian. Disini PDS kemudian melakukan kerjasama dengan partai
lain, dalam perjuangannya, membela hak-hak kaum minoritas di Indonesia. PDS
88
Kampanye Simpatik Partai Damai Sejahtera Surabaya, Artikel diakses pada 19
Oktober 2010 dari http://politik.vivanews.com/news/read/47314-.
juga melakukan kerjasama dengan berbagai lembaga sosial, organisasi massa dan
gereja dalam perjuangannya selama ini.
Akan tetapi, PDS sebagai partai, lebih banyak menggunakan fraksinya di DPR
dan DPRD sebagai alat perjuangannya. Disini PDS memperjuangkan 264 RUU
yang tadinya bernuansa syariah, untuk kemudian memiliki nuansa ajaran agama
lain dalam artian memiliki sifat pluralistik. PDS juga dalam memperjuangkan
hak-hak minoritas, seperti bantuan dana bagi lembaga sosial dan kemasyarakatan
Kristen dan non Muslim lainnya, lebih menggunakan fraksinya daripada memakai
pengurus partai secara organisasi.89
Alasan utama PDS lebih menggunakan fraksinya di DPR dan DPRD daripada
menggunakan pengurus partai sebagai kekuatan politik infrastruktur, adalah
karena PDS menganggap bahwa partai Kristen akan lebih mudah
memperjuangkan hak-hak minoritas Kristen di Indonesia jika melalui fraksi di
parlemen, baik di pusat maupun daerah. PDS selama periode 2001-2010 lebih
sering melakukan kampanye simpatik, agar kader-kadernya terpilih sebagai wakil
rakyat di parlemen dan sebagai kepala daerah. Sedangkan dalam kasus-kasus
dimana PDS berkoalisi dengan partai yang tidak mengusung kadernya, maka PDS
akan mengupayakan jalan bagi dipermudahnya izin pendirian gereja dan tempat
ibadah bagi kaum Kristen dan non Muslim lainnya. Ini telah menjadi suatu
kebiasaan politik bagi PDS, sejak Pilkada 2005 hingga 2010 sekarang ini.
H. Kesiapan PDS Menghadapi Pemilu 2014
89 M.L. Denny Tewu dan Paul K. Soma Linggi, Partai Salib demi Kebangsaan, h. 67-71.
Kendati tidak memperoleh kursi di DPR RI dan hanya memperoleh 226
kursi DPRD di seluruh Indonesia, pada Pemilu 2009, namun PDS tidak lantas
membubarkan diri. PDS juga tidak berniat untuk bergabung dengan partai lain dan
hanya mempersiapkan pergantian nama, jika nanti diperlukan.90 Oleh karena itu,
PDS terus mempersiapkan diri untuk menghadapi Pemilu 2014 mendatang.
Persiapan PDS antara lain diperlihatkan dengan mempercepat Munas II-
nya, yang tidak dapat dilakukan pada tahun 2011. Namun, dengan dipercepatnya
Munas sampai tahun 2010, maka persiapan PDS kedepan akan menjadi semakin
matang. Upaya PDS untuk menggaet massa yang lebih militan dan lebih besar
antara lain diperlihatkan dengan cara pengkaderan partai yang lebih intensif.
Program kerja PDS selama lima tahun kedepan pada dasarnya tidak jauh berbeda
dengan apa yang telah dilaksanakan selama lima tahun kebelakang, yaitu
memperjuangkan pluralisme dan kesetaraan yang absolut.
PDS bagaimanapun juga akan tetap menilai bahwa partai Kristen harus
tetap ada di parlemen. Alasannya adalah karena diperlukannya sebuah kekuatan
politik, bagi memperjuangkan hak-hak minoritas non Muslim di Indonesia.
Seperti kebebasan mendirikan tempat ibadah dan menyebarkan agamanya. Ini
adalah upaya besar yang selalu diperjuangkan PDS sejak berdirinya.
PDS sejak setelah Pemilu 2009 mulai melakukan introspeksi diri. Dari
mengoreksi kesalahan dalam masa kampanye Pemilu 2009, hingga program partai
yang dicanangkan sejak 2004. Program tersebut adalah Yusuf 2004. Oleh karena
itulah PDS mencanangkan program baru, yaitu Daniel 2014. Disini PDS
mengungkapkan bahwa partainya harus mengupayakan untuk kembali
90 Wawancara Penulis dengan Ruyandi Hutasoit, Jakarta, 16 Februari 2010.
membuktikan eksistensinya dengan cara melakukan kaderisasi dan sosialisasi
bahwa PDS tidak mati, walau partai tidak memiliki kursi di DPR RI.91 Tokoh
Daniel dipakai sebagai nama program ini, karena tokoh Daniel adalah tokoh yang
dalam Al Kitab dikatakan tertekan, namun tetap mampu mempengaruhi raja yang
berkuasa. Ini adalah satu bentuk target PDS kedepan. Yaitu tetap mencoba
memberi pengaruh kepada pemerintah, baik eksekutif maupun legislatif. Tentunya
dengan terlebih dulu ikut dalam Pemilu.
PDS dalam melaksanakan program kerja partainya, menggunakan prinsip
pendelegasian wewenang. Tepatnya dengan melakukan pembagian kerja antara
satu jabatan dengan jabatan lain.92
Disini PDS melaksanakan prinsip manajemen
yang modern dan terencana.
PDS juga melakukan upaya kaderisasi dengan melakukan pelatihan sosial
politik di dalam partai. Tentunya dengan melalui pendidikan kader partai, yang
dilaksanan melalui kerjasama dengan Lembaga Pendidikan Politik Negeb
(LPPN). Pendidikan politik ini terdiri atas Pendidikan dan Latihan Politik Tingkat
Dasar (Diklatpol Dasar), Diklatpol Tingkat I (untuk DPC), Diklatpol Tingkat II
(untuk DPD) dan Diklatpol Tingkat III (untuk DPP). Diklat politik yang
berjenjang ini kemudian wajib diikuti, sehingga menciptakan sebuah pendidikan
politik yang berkesinambungan.93
Selain upaya pengkaderan yang berkesinambungan, PDS juga melakukan
introspeksi diri. Disini bahkan Ketua Umum saat itu, Ruyandi Hutasoit,
mengatakan bahwa dirinya bertanggung jawab atas kegagalan PDS masuk
91
PDS Usung Tema Perjuangan; Daniel 2014, Artikel diakses pada 5 Oktober 2010 dari
http://partaidamaisejahtera.org//content/view/238/79/. 92
Ida Cynthia S. dan Dedi Alfiandri, PDS Bagi Bangsa; Jawaban Atas Berbagai Pertanyaan, h.
143. 93 M.L. Denny Tewu dan Paul K. Soma Linggi, Partai Salib demi Kebangsaan, h. 78-81.
kedalam DPR RI pada tahun 2009.94
Komitmen PDS dalam memperjuangkan
hak-hak minoritas dengan demikian menjadi harus dibuktikan. Kendati tidak
melalui fraksi di DPR RI, akan tetapi dengan perjuangan melalui media massa
yang ada, PDS dapat memperjuangkan nilai-nilai nasionalisme dan pluralisme
yang diperjuangkannya. Dengan media massa inilah PDS kemudian dapat
memperjuangkan kembalinya kursi DPR RI kepangkuan PDS. Tentunya dengan
melalui Pemilu 2014 mendatang. Kepercayaan itu, muncul karena PDS masih
memiliki cukup kursi di DPRD seluruh Indonesia, sehingga masih bisa mengikuti
Pemilu berikutnya.
Namun demikian, PDS sadar bahwa partainya menghadapi tantangan yang
cukup besar. Kurangnya fokus pengkaderan partai menyebabkan adanya
kekurangpahaman kader akan visi dan misinya selaku kader PDS. Tentunya ini
disikapi dengan melakukan upaya pembenahan kurikulum pengkaderan partai,
sehingga tercipta kurikulum yang cukup mewakili kemampuan masing-masing
kader. Dalam artian kurikulum pengkaderan yang sesuai dengan kemampuan
akademik setiap kader, yang ikut dalam program pengkaderan tersebut.95
Pembenahan pengkaderan yang seperti ini, memang merupakan suatu
bentuk pola pembangunan partai yang telah mengalami degradasi seperti PDS.
Akan tetapi, pada dasarnya pembenahan pengkaderan bukanlah jawaban tunggal
dari persoalan degradasi sebuah partai politik. Jawaban lainnya adalah
pembenahan komunikasi politik. Akan tetapi, pembenahan
PDS melihat nilai ke-Kristenan adalah universal dan dapat menjadi modal
partai, untuk menarik simpati kelompok-kelompok masyarakat. PDS juga menilai,
94
Wawancara Penulis dengan Ruyandi Hutasoit, Jakarta, 16 Februari 2010. 95 M.L. Denny Tewu dan Paul K. Soma Linggi, Partai Salib demi Kebangsaan, h. 152-153.
bahwa banyaknya organisasi massa Kristen dan gereja, dapat menjadi modal
utama bagi penyebaran warga PDS ke seluruh pelosok Indonesia. Hingga
sekarang, PDS telah memiliki perwakilan di luar negeri, yang diberi nama
Komisariat Luar Negeri. PDS juga menganggap bahwa keunggulan Kristen
sebagai minoritas, yaitu keunggulan ekonomi dan sumber daya manusia Kristen,
dapat menyokong perjuangan PDS di masa yang akan datang. PDS juga melihat
adanya kesamaan, antara visi PDS dengan visi gereja pada umumnya, sehingga
PDS dapat bekerjasama sebagai rekan kerja gereja. Tidak terlupa juga, kekuatan
jaringan umat Kristen Indonesia di dalam dan luar negeri, dapat memberikan
bantuan modal material dan spiritual, bagi PDS sebagai partai salib.96
Dalam hal ini, nampak bahwa PDS akan menghadapi Pemilu 2014 dengan
tantangan yang lebih besar, namun dengan modal ideologis yang lebih kuat.
Modal ideologis PDS terletak dari kader-kadernya yang begitu militan dalam
memperjuangkan kepentingan partai. Disini nampak bahwa PDS akan terus
memperjuangkan apa yang menjadi tujuan pendiriannya. Tujuan pendirian PDS
disini adalah untuk membela kepentingan umat Kriste n Indonesia yang menurut
mereka mengalami diskriminasi dalam mendirikan tempat ibadah dan lembaga
pendidikan di Indonesia.
PDS menganggap bahwa, jika kader-kader PDS, atau setidaknya umat
Kristen ada yang duduk dalam jabatan publik terpenting, maka PDS atau umat
Kristen pada umumnya, akan berpengaruh luas dan memiliki nilai tawar dalam
politik Indonesia.97 Disini nampak bahwa PDS memandang jabatan fungsional di
sebuah lembaga negara, atau lembaga milik negara, menjadi sebuah nilai tawar
96
Ibid, h. 154-155. 97 Ibid, h. 155-156.
yang sangat berarti bagi umat Kristen. Tentunya hal ini dapat dijadikan pijakan
bagi menilai PDS sebagai sebuah partai salib. Apakah PDS merupakan partai
yang benar-benar pluralis dan memperjuangkan kesetaraan, atau sekedar mencari
sebuah kedudukan politik, yang nantinya akan sama saja, dengan partai lain di
Indonesia.
BAB V
PENUTUP
C. Kesimpulan
Partisipasi politik umat Kristen Indonesia sejak era penjajahan telah
tersalurkan melalui partai Kristen yang mulanya didirikan oleh kelompok Kristen
Indonesia keturunan Eropa. Kemudian setelah kemerdekaan, berdirilah Partai
Kristen Indonesia (Parkindo) dan Partai Katolik. Keduanya kemudian berfusi
menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di era Orde Baru. Selain kedua partai
tersebut, turut membentuk PDI adalah kelompok nasionalis dan materialis
Indonesia.
Setelah Orde Baru tumbang, maka berdirilah Partai Kristen Nasional
(Krisna), Partai Demokrasi Kasih Bangsa (PDKB) dan Partai Katolik Demokrat
(PKD). Di antara ketiga partai tersebut, yang mendapatkan kursi DPR RI
hanyalah Partai Demokrasi Kasih Bangsa (PDKB). Akan tetapi PDKB tidak lolos
electoral threshold. Dengan demikian maka muncullah lima partai Kristen pasca
Pemilu 1999. Diantaranya adalah Partai Damai Sejahtera (PDS). PDS lalu
menyingkirkan keempat saingannya sesama partai Kristen dan masuk sebagai
pemain tunggal bagi umat Kristen dalam Pemilu 2004.
PDS dalam visi dan misinya bertujuan untuk memperjuangkan pluralisme
dan kepentingan politik umat Kristen Indonesia. PDS selalu mengatasnamakan
hak asasi manusia dalam memperjuangkan hak-hak umat Kristen yang
dianggapnya tertindas. Untuk membuat PDS tidak terkesan berdiri hanya untuk
umat Kristen, maka PDS mengakomodir 20% calon legislatif yang beragama
Islam. PDS juga memperjuangkan hak-hak buruh, petani, peternak, nelayan dan
pekerja tambang yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dalam memperjuangkan hak-hak konstituennya, PDS selalu
mengatasnamakan kemanusiaan dan pluralisme serta memperlihatkan sikap yang
keras dalam menolak syariah dalam bentuk undang-undang. PDS dalam hal ini
selalu memberikan protes kepada pemerintah dan kelompok mayoritas yang
dianggapnya melakukan diskriminasi terhadap minoritas Kristen dan non Muslim
pada umumnya.
Apa pengaruh PDS terhadap partisipasi politik umat Kristen Indonesia?
Pengaruh PDS tidaklah besar. Pengaruh PDS hanya sebatas kepada semakin
bersemangatnya umat Kristen Indonesia dalam memperjuangkan hak
konstitusional mereka, dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tetapi jika kita bertanya tentang pengaruh PDS terhadap pemerintah Indonesia,
maka dapat disimpulkan bahwa dalam lima tahun keberadaannya di DPR RI, PDS
telah mempersulit banyak rancangan undang-undang yang memiliki muatan atau
berbau Syariat Islam.
Kemudian kita akan bertanya mengenai rencana PDS untuk menghadapi
Pemilu 2014. Bagian dari rencana PDS adalah dengan melakukan pengkaderan
yang lebih intensif dari sebelumnya dan melakukan introspeksi diri. Disini PDS
memperlihatkan keaktifannya dalam berjuang agar dapat turut serta dalam Pemilu
2014. PDS yakin bahwa partainya akan dapat untuk masuk dalam Pemilu 2014
tanpa harus bergabung dengan partai lain atau mengganti namanya.
D. Saran
Dengan melihat kenyataan bahwa PDS merupakan partai politik Kristen
yang menentang pelaksanaan syariah dalam bentuk undang-undang, maka
pemerintah hendaknya dapat memberikan pengertian kepada partai-partai dan
organisasi massa Kristen yang seperti ini, bahwa setiap warga negara memiliki
hak untuk mengatur masalahnya sendiri. Dalam hal ini, penerapan syariah bagi
umat Islam adalah hak umat Islam sendiri, kecuali jika kemudian dipaksakan
menjadi undang-undang yang juga mengatur umat lain selain Islam.
Kepada PDS sebagai partai, penulis ingin menyarankan agar PDS bersikap
lebih toleran terhadap berbagai peraturan yang mengatur kehidupan umat
beragama, karena justeru Indonesia memiliki kebutuhan khusus untuk mengatur
berbagai peraturan agama, agar penafsirannya tidak menyimpang dari penafsiran
resmi negara yang Pancasilais dan Nasionalis. Seperti peraturan atau undang-
undang mengenai sumbangan kepada gereja, yang tidak harus ekslusif hanya
untuk gereja.
Kepada akademisi Indonesia, penulis ingin menyarankan agar meneliti
lebih lanjut mengenai politik minoritas. Segala hal yang akan dibahas dalam ilmu
politik minoritas adalah persoalan hubungan antara minoritas dengan pemerintah,
atau antara minoritas dengan mayoritas. Politik minoritas adalah ilmu yang
nantinya akan membahas tentang strategi politik, kebijakan, pengaruh, sikap, lobi
dan ideologi kelompok minoritas di suatu wilayah.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Aritonang, Jan S., Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2006.
Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 2009.
Cottam, Martha, et.al, Introduction to Political Psychology, Mahwah: Lawrence
Erlbaum Associates, 2004.
Cynthia S., Ida dan Alfiandri, Dedi, PDS Bagi Bangsa; Jawaban atas Berbagai
Pertanyaan, Jakarta: Global Cerdas Media, 2008.
Cynthia S., Ida, Rekam Jejak Fraksi PDS di Parlemen 2004-2009, Jakarta:
Global Cerdas Media, 2009.
El Wa, Mohammed S., Sistem Politik dalam Pemerintahan Islam, Penerjemah,
Anshori Thajib, Surabaya: Bina Ilmu, 1983.
Freedman, Amy L., Political Participation and Ethnic Minorities; Chinese
Overseas in Malaysia, Indonesia and the United States, New York:
Routledge, 2000.
Gruchy, de, John W., Agama Kristen dan Demokrasi; Suatu Teologi Bagi Tata
Dunia yang Adil, Penerjemah, Martin Lukito Sinaga Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2003.
Harrison, Lisa, Metodologi Penelitian Politik, Penerjemah, Tri Wibowo B.S.,
Jakarta: Kencana, 2007.
Karim, Rusli, Perjalanan Partai Politik di Indonesia; Sebuah Potret Pasang
Surut, Jakarta: Rajawali, 1983.
Kuntowijoyo, Paradigma Islam; Interpretasi untuk Aksi, Bandung: Mizan, 1993.
Leege, David C. dan Kellstedt, Lyman A., ed, Agama dalam Politik Amerika,
Penerjemah, Debbie A. Lubis dan A. Zaim Rofiqi, Jakarta: Obor
Indonesia, 2006.
Maran, Rafael Raga, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: Rineka Cipta, 2001.
Marijan, Kacung dan Al-Brebesy, Ma’mun Murod, ed, Abdurrahman Wahid;
Mengurai Hubungan Agama dan Negara, Jakarta: Grasindo, 1999.
Nasuhi, Hamid, et.al, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah; Skripsi, Tesis dan
Disertasi, Jakarta: Ceqda, 2007.
Pribadi, Toto, Materi Pokok Sistem Politik Indonesia, Jakarta: Universitas
Terbuka, 2006.
Proyek Peningkatan Pengkajian Kerukunan Hidup Umat Beragama, Konflik
Sosial Bernuansa Agama di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI,
2003.
Rahman H.I., A., Sistem Politik Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.
Singgih, Emanuel Gerit, Iman dan Politik dalam Era Reformasi di Indonesia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.
Sitompul, Einar M., ed, Teologi Politik; Agama-Agama dan Kekuasaan, Jakarta:
PGI, 2004.
Sirait, Saut, Politik Kristen di Indonesia; Suatu Tinjauan Etis, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.
Sudjangi, Kajian Agama dan Masyarakat; 15 Tahun Badan Penelitian dan
Pengembangan Agama, 1975-1990, Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Agama Departemen Agama RI, 1992.
Suhelmi, Ahmad, Pemikiran Politik Barat; Kajian Sejarah Perkembangan
Pemikiran Negara, Masyarakat dan Kekuasaan, Jakarta: Gramedia, 2001.
Suminto, Aqib, Politik Islam Hindia Belanda; Het Kantoor voor Inlandsche
Zaken, Jakarta: LP3ES, 1985.
Syadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara; Ajaran Sejarah dan Pemikiran,
Jakarta: UI-Press, 1993.
Tewu, M.L. Denny, dan Linggi, Paul K. Soma , Partai Salib demi Kebangsaan, Jakarta: DPP PDS, 2007.
Artikel dan Opini
Alfian, M. Alfan, Fenomena PDS, Artikel diakses pada 1 April 2010 dari
http://www.pelota.or.id/cetakartikel.php?id=57163.
Basyaib, Hamid, Dilema Partai Agama, Artikel diakses pada 16 Desember 2010
dari http://islamlib.com/id/artikel/dilema-partai-agama/.
Ngelow, Zakaria J., Partisipasi Umat Kristen Indoneisa di Bidang Politik, Artikel
diakses pada 15 Maret 2010 dari
http://www.oaseonline.org/artikel/ngelow-partisipasi.pdf.
Profil Partai Damai Sejahtera, Artikel diakses pada 30 Juli 2009 dari
http://partaidamaisejahtera.net//content/view/65/1/.
Program Kerja Partai Damai Sejahtera, artikel diakses pada 30 Juli 2009 dari http://partaidamaisejahtera.net//content/view/69/1/.
Rachman, M. Sabil, Penyederhanaan Parpol dan Demokrasi, Artikel diakses
pada 19 Oktober 2010 dari http://metronews.fajar.co.id/read/95037/19/penyederhanaan-parpol-dan-
demokrasi.
Sukseskan Pemilu 2004!, Artikel diakses pada 28 Maret 2010, dari
http://www.mail-archive.com/i-kan-untuk-
[email protected]_msg00019.html.
Struktur Kepengurusan DPP PDS Periode 2006-2011, Artikel diakses pada 30
Juli 2009 dari http://partaidamaisejahtera.net//content/view/68/1.
Struktur Kepengurusan DPP PDS Periode 2010-2015, Artikel diakses pada 29 September 2010 dari http://partaidamaisejahtera.net//content/view/68/1.
Tipologi Partai Politik Indonesia, Artikel diakses pada 16 Desember 2010 dari
http://idilakbar.blogspot.com/2009/01/tipologi-partai-politik-
indonesia.html
Wathoni, Syamsul, Partisipasi Politik Warga dalam Penyusunan Kebijakan,
artikel diakses pada 29 Januari 2010 dari
http://lakpesdamngawi.org/index2.php?option=com_conten&do_pdf=1&i
d=54.
Berita
80 Ribu Umat Kristiani Berkumpul di Gelora Bung Karno, Artikel diakses pada 1 April 2010 dari
http://www.christianpost.co.id/society/society/616/616/article/index.html.
Berniat Percepat Munas, Ketum PDS Ditentang Sejumlah Fungsionaris, Artikel diakses pada 1 Oktober 2010 dari http://bataviase.co.id/node/148177.
Caleg Partai Damai Sejahtera Berjilbab, Artikel diakses pada 9 April 2010 dari
http://www.tropiz.com/berita/caleg-partai-damai-sejahtera-berjilbab/.
Denny Tewu Menguat di Munas PDS, Artikel diakses pada 1 Oktober 2010 dari
http://manado.antaranews.com/berita/13032/denny-tewu-menguat-di-
munas-pds.
Depkumham Belum Sahkan Hasil Munas PDS, Artikel diakses pada 29 September 2010, dari http://www.sinarharapan.co.id/berita/0608/03/nas11.html.
DPP PDS Bantah Adanya Dualisme di Tubuh Partainya, Artikel diakses pada 28
Maret 2010 dari http://www.kapanlagi.com/h/0000206642_print.html.
Empat Parpol Deklarasikan Koalisi Kebangsaan, Artikel diakses pada 5 Oktober
2010 dari http://nospam-edit.indonesia-
ottawa.org/information/details.php?type=news_copy&id=73
Hasil Perolehan Suara Partai-Partai Pemilu 2009, Artikel diakses pada 9 Mei
2010 dari http://lintasjakarta.com/05/2009/628/hasil-perolehan-suara-
partai-partai-pemilu-2009/.
Infrastruktur Politik di Indonesia, Artikel diakses pada 19 Oktober 2010 dari
http://benni888to3ngkal.wordpress.com/2009/04/07/138/.
Jokowi-Rudy Mendaftar Pilkada, Artikel diakses pada 20 Oktober 2010 dari http://www.solopos.com/2010/solo/jokowi-rudy-mendaftar-pilkada-15949
Kader PDS Dilantik Jadi Wakil Bupati Bolaang Mongondow Timur, Artikel
diakses pada 5 Oktober 2010 dari
http://partaidamaisejahtera.org//content/view/273/79/
Kampanye Simpatik Partai Damai Sejahtera Surabaya, Artikel diakses pada 19
Oktober 2010 dari http://politik.vivanews.com/news/read/47314-.
Keadilan Bagi Rakyat Indonesia Belum Terwujud, Artikel diakses pada 6 Oktober
2010 dari http://partaidamaisejahtera.org//content/view/201/1/.
Ketua Umum PDS yang Baru; Denny Tewu, Artikel diakses pada 1 Oktober 2010
dari http://www.mediaindonesia.com/read/2010/05/07/141192/3/1/Ketua-
Umum-PDS-yang-Baru-Denny-Tewu.
Koalisi Kebangsaan, Artikel diakses pada 5 Oktober 2010 dari
http://opini.wordpress.com/2007/06/22/koalisi-kebangsaan/.
Koalisi Kebangsaan Vs PPP-PD-PAN-PKS-PKB; Siapa Menang?, Artikel diakses pada 5 Oktober 2010 dari
http://www.infoanda.com/linksfollow.php?lh=UgEMUAcBVgJX.
Konfederasi Parpol Layak, Kompas, 29 Juni 2010.
Konflik PDS; KPU Perlu Tunggu Putusan Pengadilan, Artikel diakses pada 29
September 2010 dari
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0805/10/nas03.html.
KPU: Risma-Bambang Pemenang Pilkada Surabaya, Artikel diakses pada 20
Oktober 2010 dari http://www.surya.co.id/2010/06/08/kpu-risma-
bambang-pemenang-pilkada-surabaya.html.
Munas PDS bakal digelar di Manado, DT Calon Kuat Ketum, Artikel diakses
pada 20 Maret 2010 dari http://beritamanado.com/2010/02/23/munas-pds-
bakal-digelar-di-manado-dt-calon-kuat-ketum/.
Munas PDS di Manado; DT Mungkin Ganti Ruyandi, Artikel diakses pada 20
Maret 2010 dari
http://www.manadopost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=56936.
Munaslub PDS Deadlock, Artikel diakses pada 28 Maret 2010 dari
http://www.hupelita.com/baca.php?id=28214.
Partai Kristen Perlu Ada di Parlemen, Artikel diakses pada 5 Oktober 2010 dari
http://partaidamaisejahtera.org//content/view/265/79/.
PDS Akomodasi 20 Persen Caleg Kalangan Muslim, Artikel diakses pada 9 April 2010 dari http://www.antara.co.id/print/1218058025.
PDS Inginkan Kedamaian Dan Hargai Pluralitas, Artikel diakses pada 28 Maret
2010 dari
http://rol.republika.co.id/berita/22424/PDS_Inginkan_Kedamaian_Dan_H
argai_Pluralitas.
PDS Introspeksi Diri, Artikel diakses pada 12 April 2010 dari
http://www.pdssurabaya.com/index.php?option=com_content&task=view&id=245&Itemid=26.
PDS Minta Perjelas Parliamentary Threshold 2,5%, Artikel diakses pada 5
Oktober 2010 dari
http://www.infoanda.com/linksfollow.php?lh=BlJRBlFTDAQG.
PDS Pecah Gara-gara Beda Pendapat Soal Munaslub, Artikel diakses pada 29
September 2010 dari
http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/04/tgl/12/time/160221/idnews/766512/idkanal/10.
PDS Terbelah Dua, Artikel diakses pada 29 September 2010 dari
http://www.infoanda.com/linksfollow.php?lh=BAVXXwxQXgcO
PDS Usung Tema Perjuangan: Daniel 2014, Artikel diakses pada 5 Oktober 2010
dari http://partaidamaisejahtera.org//content/view/238/79/.
Perusakan dan Penutupan Gereja di Indonesia (Beberapa Kasus 1996-2005),
Artikel diakses pada 24 Februari 2010 dari
http://www.pdat.co.id/hg/political_pdat/2005/08/31/pol,20050831-01,id.htm/.
Sekjen PDS: PDS Bukan Partai Agama, Artikel diakses pada 20 Maret 2010 dari
http://www.christianpost.co.id/ministries/organization/20060427/3081/sek
jen-pds-pds-bukan-partai-agama/index.html.
Sukseskan Pemilu 2004!, Artikel diakses pada 28 Maret 2010, dari
http://www.mail-archive.com/i-kan-untuk-
[email protected]/msg00019.html.
Tewu Bakal ‘Lengserkan’ Hutasoit, Artikel diakses pada 1 Oktober 2010 dari
http://poskomanado.com/news/index.php?option=com_content&task=vie
w&id=10880&Itemid=30.
Wawancara
Wawancara Penulis dengan Tjahjadi Nugroho, Jakarta, 5 Februari 2010.
Wawancara Penulis dengan Ruyandi Hutasoit, Jakarta, 16 Februari 2010.
Lampiran 1
HASIL WAWANCARA DENGAN PENDETA TJAHJADI NUGROHO
Jakarta, 5 Februari 2010
T: Apakah Umat Kristen harus memilih pemimpin yang berasal dari Umat Kristen
juga?
J: Jadi agama itu adalah hubungan antara manusia dengan Allah dan politik itu
adalah hubungan antara manusia dengan manusia. Dua hal yang harusnya dipisah.
Dalam kitab suci jelas dikatakan bahwa Allah memilih Israel tidak untuk menjadi
negara. Di dalam Samuel dikatakan: Allah memimpin Israel melalui para Nabi
tidak untuk menjadi sebuah negara. Tapi karena kesalahan para Rasul, kelakuan
mereka tidak sempurna, kalau kita baca dalam I Samuel, ketika Samuel (menjadi)
seorang nabi, kemudian menjadi tua, orang-orang tua Israel itu berkata kepada
Samuel: Hai Samuel, kamu ini sudah tua, tapi anak-anakmu kelakuannya tidak
baik. Kelakuannya melanggar moral. Oleh karena itu kami tidak mau lagi (patuh
pada) kamu. Kami minta raja. Sebenarnya Samuel berberat hati. Lalu dia berdoa,
dan Allah mengatakan, agar Samuel menuruti perkataan mereka. Karena Allah
berkata, bahwa Dia lah yang sebenarnya yang ditolak oleh orang-orang tua Israel
itu. Jadi konsep agama Ibrahim menurut kami, adalah Kerajaan Tuhan. Kerajaan
Teokrasi. Artinya imam-imam itu di bawah perintah Allah, menjalankan perintah
Allah, tapi tidak untuk membangun negara. Menjadi contoh tapi tidak untuk
mengambil alih kekuasaan. Tapi karena manusia itu memiliki naluri, dan susah
memahami Alkitab, karena Iman itu kan mengenai sesuatu yang gaib. Karena
manusia kan tidak bisa melihat Allah yang gaib, maka, yang muncul itu adalah
naluri-naluri mereka. Sehingga dalam agama pun, para pemimpin ini cenderung
menyatukan kekuatan politik untuk kepentingan agama. Dalam sejarahnya, Yesus
juga tidak pernah bermaksud mendirikan negara. Yesus berkata bahwa kerajaan-
Nya adalah Kerajaan Allah. Oleh karena itu, ketika umat-Nya menanyakan
kewajiban membayar pajak, Yesus berkata: “Berikan kepada kaisar apa yang
milik kaisar dan berikan kepada Allah apa yang merupakan milik Allah.”
Maksudnya apa? Ini doktrin dasar, bahwa Kristen itu tidak mencampurkan agama
dengan negara. Kalau anda tanya tentang Kristen dan negara, bagaimana ada
politik Kristen, mulainya dari zaman Romawi, tahun 225, ketika itu orang Kristen
masuk ke Romawi. Orang Kristen itu kan mulanya orang Yahudi yang mengikuti
Yesus dan terusir dari kelompok Yahudi Israel, mereka terpaksa keluar dan
bergaul dengan orang-orang Yunani (Romawi-pen). Nah, karena monoteisme ini
bertentangan dengan politeismenya Romawi, maka di Romawi pun mereka tidak
diterima. Mereka dianiaya dari tahun 324 sampai tahun 327. Tapi mereka
mempertahankan iman. Mereka inilah orang-orang yang menjalankan ajaran
Yesus, ajaran Alkitab dengan benar. Kami menolak ketidakadilan dan
kesewenang-wenangan. Tapi tidak dengan konsep kekuasaan dan pemberontakan.
Nah, apa yang terjadi? Karena manusia ini punya daya tahan yang lemah, maka
pemimpin masa itu juga tidak punya bargain politik yang kuat terhadap
pemerintahan. Ketika Constantine naik tahta, tahun 318, maka dia berpikir bahwa
kalau satu golongan ditekan terus-menerus dan tetap bertahan, maka suatu saat
akan menjadi sebuah kekuatan yang bisa menjatuhkan Kekaisaran Romawi saat
itu. Maka Constantine menawarkan kebijakan lain. Yaitu menjadikan Kristen
sebagai agama negara. Disinilah muncul nama Roma Katolik. Roma itu Romawi,
Katolik itu satu-satunya hukum. Semua agama diminta menjadi satu, namanya
Roma Katolik, yang dipimpin oleh paus. Karena fasilitas dari pemerintah yang
begitu menggiurkan, maka semangat perjuangan para pendeta semakin lemah,
maka mulailah masuk ajaran-ajaran kekafiran ke gereja., maka jadilah Roma
Katolik ini intitusi yang kuat, sebagai pendukung Kekaisaran Romawi. Disinilah
mulainya agama dan negara disatukan. Dimana Paus adalah Kaisar dan Imam.
Paus inilah yang berkuasa, dari tahun 325 sampai sekarang. Kalau anda tanya
hubungan gereja dengan negara, maka dari sudut mana? Kalau dari sudut Alkitab,
orang Kristen tidak mencampurkan agama dengan politik. Oleh karena itu ketika
orang Kristen itu ditindas terus, karena kekejaman Roma Katolik itu, maka orang
Kristen tidak boleh melawan. Sampai muncullah reformasi gereja 1517 yang
dipimpin oleh Martin Luther. Sehingga orang Kristen mulai kembali kepada
Alkitab. Nah, ketika orang Kristen kembali kepada Alkitab, maka yang muncul
adalah ajaran yang benar tentang pemisahan ajaran agama dengan negara. Itu
yang namanya sekularisme. Nah, (disini) anda melihat, apapun aspek sekularisme,
sekularisme adalah penting untuk diteladani. Sekularisme telah mendunia, sejak
abad ke-19. Sekularisme sudah menciptakan kemajuan bagi bangsa-bangsa.
Bahwa sekularsime sudah tumbuh layak. Seharusnya, inilah (era) pertarungan
antara agama dan negara. Seharusnya kalau memang benar agama mengajarkan
keteladanan, maka agama hendaknya tidak terlibat dalam politik praktis. Karena
kalau agama sudah campur dengan politik, maka agama tidak menjadi rahmatan
lil alamin. Tetapi menjadi la’natan lil alamin. Karena ada empat dasar dalam
hukum politik. Yaitu satu, kekuasaan negara sebagai puncak politik. Itu
menghalalkan segala cara. Dua, dalam politik tidak ada dasar kesetiaan. Tidak ada
musuh dan kawan abadi. Ketiga, dalam kekuasaan politik tidak ada orang yang
menyerahkan kekuasaan dengan ikhlas. Politik uang. Ini bertentangan dengan
rahmatan lil alamin. Yang keempat, kebenaran adalah kepentingan. Ucapan raja,
adalah benar. Padahal, kebenaran itu datangnya dari Allah. Akan tetapi, bukan
berarti orang itu tidak boleh berpolitik, yang tidak boleh adalah moral politik
naluriah. Yang berdasarkan nafsu kemanusiaan. Saya pun turut berpoltik. Politik
apa? Yaitu bagaimana saya bisa menjaga kerukunan umat beragama dengan lebih
baik. Tapi tidak masuk ke dalam politik praktis dan perebutan kekuasaan.
T: Apa analisa Bapak Pendeta, terhadap fenomena penurunan suara bagi partai
berbasis agama dalam Pemilu 2004 dan 2009?
J: Kembali kepada sikap dasar tadi. Karena pada dasarnya Kristen itu memisahkan
antara agama dengan kekuasaan negara, maka di dalam gereja itu juga bisa
muncul banyak doktrin. Tapi terbelah dua. Doktrin pertama tetap
mempertahankan sekularisme. Artinya kebebasan beragama diserahkan kepada
warga negara. Kalau di Amerkika itu (contoh) agama dengan kekuasaan negara
itu benar-benar dipisahkan. Disana sekolah yang berbasis agama tidak dibantu. Ini
yang tidak dimengerti. Jadi Amerika itu bukan negara Kristen. Amerika itu negara
yang mencoba menjalankan doktrin Kristen dengan sebenar-benarnya. Maka ada
hak asasi manusia. Manusia boleh bebas beragama, tapi tidak boleh melanggar
aturan-aturan dan hak orang lain. Jadi kalau negara Kristen yang teokratis itu ya
Roma Katolik atau Vatikan itu. Doktrin kedua ya doktrinnya Roma Katolik. Yaitu
Kristen yang kawin dengan Romawi. Sedangkan Kristen Protestan adalah Kristen
yang keluar dari Roma Katolik dan kembali kepada ajaran Injil. Apakah ada
kecenderungan untuk menjadi satu kekuatan politik? Ada. Tahun 1955, ada partai
Kristen yang namanya Parkindo. Ada juga Katolik mendirikan Partai Katolik.
Tapi tidak hanya dua itu sebenarnya. Ada beberapa partai Kristen lokal di
beberapa daerah di Indonesia. Jadi gereja (sejak saat itu) membolehkan orang
Kristen untuk mendirikan partai politik dan aktif di dalamnya. Tapi ada juga
banyak gereja, yang tidak membolehkan jemaatnya berpolitik praktis. Jadi
(kedua) kubu ini tetap ada. Nah ketika muncul fenomena partai politik, ini terus
terang, pendeta juga manusia, maka melihat bahwa kalau menjadi anggota DPR
itu enak, jadi menteri kan enak, tapi di sisi lain, ya tidak boleh mengikuti dunia
yang tidak berdasarkan hukum dan etika moral. Tidak boleh menghalalkan segala
cara. Kemudian di tahun 2000 lalu, setelah era Orde Baru, dimana partai berbasis
agama sempat dilarang, sebenarnya sudah tidak ada lagi partai Kristen. Yang ada
adalah partai perorangan yang muncul karena desakan kepentingan kelompok
agama (Kristen). Kalau anda tanya mengapa partai berbasis agama kok suaranya
turun? Ya karena para tokoh pembesar partai itu semuanya banyak yang terlibat
konflik internal partai. Sehingga orang yang ingin memilih malah jadi memilih
partai nasionalis.
T: Dapatkah Bapak Pendeta memberikan pendapat mengenai fenomena dimana
partai Islam selalu banyak dan partai Kristen selalu setidaknya hanya dua atau
satu partai saja?
J: Pada tahun 1955, ada partai Kristen yang namanya Parkindo ada juga Partai
Katolik. Di dalam Pemilu 1955 itu tidak hanya dua itu parai Krisen. Ada juga
parai Kristen lokal di beberapa daerah. Kemudian setelah reformasi muncul
kembali partai-partai Kristen. Untuk Pemilu 2004 itu, muncul sampai enam partai
Kristen. Diantaranya ya Damai Sejahtera ini. Padahal PDS ini bukan partai yang
paling direstui dan paling disenangi oleh gereja. Ini partai yang paling tidak
disukai. Namun kemudian karena kecerdasannya Ruyandi, yang Ruyandi kan
teman sekolah saya, PDS ini malah yang lolos verivikasi. Jadi PDS ini bukan
satu-satunya. Kalau saja seluruh Umat Kristen Indonesia yang 10% jumlah
penduduk ini memilih PDS, PDS ini bisa lolos ET/PT. Tapi karena tidak semua
bahkan tidak sampai separuh Umat Kristen yang memilih PDS, maka PDS ini ya
tidak lolos threshold. Kalau anda tanya bagaimana saya dengan PDS? Pada saat
pendirian PDS itu terus terang saya diajak. Karena kan kawan-kawan PDS itu
juga teman lama saya, tapi saya tidak mau. Kalaupun saya mau membuat partai,
saya akan membuat partai yang nasionalis. Bukan partai yang berbasis agama.
Tapi kendati saya tidak mau mendirikan partai dan berpolitik praktis, tapi saya
tetap berjuang menjaga moralnya. Jadi kalau PDS merosot, ya jelas saja merosot,
karena Umat Kristen itu terbagi dua. Yang sebagian besar menganggap bahwa
politik itu kotor dan sangat banyak kekafirannya dan sebagian mau untuk
berpolitik.
T: Bagi Bapak Pendeta, mana yang lebih baik, satu golongan agama dengan
banyak partai, atau satu golongan agama dengan satu partai?
J: Kembali ke tadi, agama itu hubungan manusia dengan Allah. Jadi jika
dicampurkan dengan politik, maka bisa terjadi pendangkalan paham agama. Jadi
yang disembah itu institusi agama, atau pendeta atau kyai atau Allah? Kalau ini
yang disembah pendeta, kyai dan institusi sebagai pengganti Allah, berarti ke-
Tuhanan orang-orang yang seperti itu ya institusi. Kalau kemudian anda
menanyakan mana yang lebih baik, satu partai atau banyak partai dalam satu
golongan agama, itu sama dengan mana yang lebih baik, anjing atau orang. Itu
kan dunia yang berbeda. Sehingga ya tidak bisa dicampuradukkan.
Lampiran 2
HASIL WAWANCARA DENGAN DR RUYANDI HUTASOIT
Jakarta, 16 Februari 2010
T: Dapatkah Bapak menjelaskan proses berdirinya PDS?
J: Ya. PDS didirikan oleh karena satu kebutuhan, melihat ribuan gereja yang
ditutup dan dibakar, tanpa jelas pembelaan daripada partai politik yang ada
maupun dari pemerintah, dimana ini merupakan pelanggaran hak-hak asasi yang
sangat penting. Itu dari saya. Dan tujuannya membela kelompok minoritas yang
tidak mendapatkan pembelaan. Itu saja. Silakan.
T: Kira-kira, bagaimana proses itu, dari awal sampai ke Pemilu bagaimana Pak?
J: Ya, karena momen itu memang sangat penting, karena begitu banyak orang
yang merasa tidak aman waktu itu. Jadi kehadiran kami, khususnya di Indonesia
Timur merupakan jawapanlah dari semua itu. Sehingga kemana pun saya hadir,
saya ngomong saya membentuk pengurus (wilayah), pengurus membentuk lagi
(pengurus di bawahnya) dan itu semua anugerah ya. Cepat sekali itu.
Kecepatannya di luar dugaan saya juga, jadi kalau dikatakan ya anugerahlah.
T: Kemudian tanggapan gereja terhadap pendirian PDS sejak awal bagaimana?
J: Ya, pertama biasalah, karena hampir tigapuluhtujuh tahunlah, gereja kan ga
pernah ikut politik kan, karena waktu itu, sejak Parkindo dan Partai Katolik
digabungkan ke PDI itu, pendidikan politik hampir ga ada. Golkar juga berkali-
kali bilang, “bersatu, bersatu” akhirnya semuanya ya ke Golkar semua. Jadi waktu
kita datang mereka nanya, “buat apa?” Tapi setelah kita terangkan bahwa perlu
ada yang menyuarakan kepentingan daripada orang-orang termarginal, baik
pengerusakan-pengerusakan rumah ibadah, termasuk gereja, lalu mereka mengerti
bahwa perlu untuk menyatukan kepentingan. Jadi positiflah. Sebelumnya agak
ragu-ragu, tapi setelah diterangkan, mengerti mereka.
T: Kemudian, gereja Non-Protestan yang mendukung PDS itu apa saja dan alasan
mereka itu apa sih?
J: Dalam menghadapi semua tantangan yang ada, semua juga, gereja, mau
Protestan ga Protestan, ya Katolik dibakar juga kan? Dipersukar
pembangunannya. Bahkan yang sudah dibangun, sekarang aja di Jakarta Barat,
banyak saya baca spanduk “ga boleh didirikan” gitu, jadi agak susah jadi buat
mereka itu, sepaka semua mendukung. 2004 ya? Kita bicara 2004.
T: Kemudian, kelompok Non Muslim lainnya terhadap PDS itu bagaimana?
Mereka mendukung atau tidak? Mungkin dari mana saja dan apa sih alasan
mereka?
J: Awal 2004, memang lebih kita kepada, segmen-segmen Kristiani saat itu.
karena kita kalau muncul sebagai partai nasional, maka saingan kita cukup besar.
Ada tiga nasional besar kan? Ee., ada dua kan? Ada PDIP, ada Golkar, dan
muncul juga yang kita tahu, Demokrat. Jadi bersamaan, jadi saya bilang, kalau
kita langsung bilang nasional, ya, walaupun kita bentuk partai nasional, tapi
strateginya kita pakai, yang bernafaskan Nilai Kristiani.
T: Kemudian dari Pemilu ke Pemilu, PDS ini mulai mendapatkan dukungan dari
Umat Islam. Dari 2004 dan 2009 ini semakin banyak Umat Islam yang
mendukung PDS sebenarnya. Nah apa saja sih bentuk dukungan itu, dan kenapa
Umat Islam kok bisa ada yang memilih PDS?
J: Jadi begini, setelah kita terangkan bahwa dasar kita Pancasila dan UUD 1945,
baru mereka kemudian lebih mengerti kalau yang diperjuangkan Nilai-Nilai
Kristiani itu Nilai-Nilai Kasih, Kesabaran, Pengampunan dan bagaimana rukun
dalam beragama. Jadi suasana hati itu yang membuat penasaran, ya kita untung
juga. Lebih dari itu kalau membantu orang ya kita juga tidak melihat latar
belakang agamanya. Kalau kita kampanye bantu kesehatan, ya bantu aja
semuanya, ga lihat itu yang Kristen aja. Kita bantu daerah banjir ya bantu
semuanya. Jadi mereka lihat, ooh, ternyata partai ini bukan partai sektarian, bukan
partai agama.
T: Kemudian dalam Pemilu 2004 kan PDS dapat dikatakan telah berhasil
memasukkan wakilnya ke DPR, apa sih strategi yang dilaksanakan PDS pada saat
itu?
J: Seperti yang saya bilang tadi, menyatakan membela kepentingan kaum yang
termarginal atau minoritas, sehingga banyak juga ternyata minoritas di Indonesia
ini yang merasa tidak terwakili. Dengan kata-kata itu mereka katakan oke, kalau
begitu kita berikan suara kita kepada kalian.
T: Kemudian kebijakan yang diambil oleh PDS setelah diumumkannya hasl
Pemilu 2009 ini kira-kira apa? Setelah tidak memiliki wakil di DPR RI, hanya di
beberapa DPRD saja, apa kira-kira?
J: Membuat kita lebih melakukan introspeksi. Apa kekurangan kita, terutama
Ketua Umum juga harus sadar bahwa ini kesalahan Ketua Umum. Kurang strategi
dalam hal apa? Ahkirnya kita buat satu strategi baru untuk lima tahun ke depan.
Strateginya, partai ini harus lebih banyak lagi melayani, kepada umatnya, agar
membuat sejahtera bangsa ini dari masalah kemiskinan. Kalau target kita itu,
begitu banyak yang susah, kita bantu tanpa memandang agama, suku dan latar
belakang, semakin mereka sadar bahwa tujuan partai adalah mensejahterakan
rakyat. Jadi partai yang tidak bisa mensejahterakan rakyatnya ga akan dipilih lagi.
T: Kemudian, mengenai Pemilihan Presiden, apa sih kebijakan-kebijakan PDS
terkait Pilpres itu, pada 2004 dan 2009 dan kenapa seperti itu?
J: Pertama yang kita pilih adalah Presiden yang nasionalis, yang pancasilais, yang
tidak diskriminatif. Yang kedua kita lihat juga, pasangannya juga mempunyai
nilai yang sama. Yang ketiga, mereka yang punya elektabilitas yang tinggi. Nah,
dari ketiga hal itulah kami mendapatkan SBY-lah yang paling cocok. Dan ga ada
satu partai pun yang mau memilih calon yang akan kalah. Akhirnya, setelah hari
ketiga dari pengumuman, langsung kita menyatakan mendukung SBY.
T: Kemudian mengenai kantong suara PDS dalam Pemilu 2004 dan 2009 ini,
sebenarnya dimana saja sih?
J: Sebenarnya, kantong suara kita itu ada beberapa tempat. Di daerah timur sudah
tentu, demikian juga Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, untuk Toraja dan
sekitarnya kemudian juga dengan Palu, Poso, Kalimantan. Sebenarnya Jakarta
juga cukup lumayan. Walaupun bukan kantong tapi kita stabil dapat empat kursi
lagi di DPRD dan Sumatera Utara. Kurang lebih begitu.
T: Kemudian dalam skala nasional ini, isu apa saja yang diperjuangkan PDS?
J: Isu yang diperjuangkan PDS yaitu kebebasan dalam beribadah, itu salah
satunya. Karena kalau orang beribadahnya diberikan kebebasan, berarti rakyat dan
pemerintah menghargai keimanan tiap-tiap orang. Karena kalau kita menghormati
keimanan tiap-tiap orang, berarti kita menghormati Tuhan tiap-tiap orang, yang
disembah oleh masing-masing.
T: Kalau mengenai isu lokal, seperti otonomi dareah dan pemekaran provinsi itu
bagaimana Pak?
J: Ndak ada masalah, selama memang itu untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
T: Kemudian, masih mengenai isu lokal ini, tentang pembentukan Provinsi
Tapanuli bagaimana Pak? Sedangkan partai yang lain tidak mendukung, justeru
PDS malah yang paling gencar mendukung?
J: Kalau masalah Tapanuli Utara, PDS saya kira tidak ada alasan untuk
menolaknya karena itu permintaan dari rakyat. Tapi kalau dipolitisir, itu jadi
masalah kenapa di tempat lain malah didukung. Salah satunya karesidenan yang
belum bisa jadi provinsi ya Tapanuli Utara itu. dari seluruh provinsi. Jadi
kelihatan bahwa usaha untuk jadi provinsi dihalangi oleh kelompok-kelompok
tertentu. Jadi tidak wajarlah. Sulawesi Barat bisa bangun, Maluku Utara, Maluku,
aduh, kadang saya bingung. Ini Nias aja sudah mau bentuk provinsi lagi. Kok ini
yang paling miskin, paling susah, mau berdiri sendiri, mensejahterakan rakyat,
kok tidak diberikan kesempatan.
T: Kemudian terakhir, kalau misalnya PDS ini dipaksa untuk mengganti nama,
atau dipaksa untuk bergabung dengan partai lain, apa yang akan dilakukan oleh
PDS?
J: Kalau gabung sih, ga tahu ya. Belum ada kepikiran. Kalau ganti nama, masih
bisa. Dulu juga kan 2004 kita mau ganti nama ternyata ga perlu. Undang-undang
sekarang mengatakan juga ga perlu ganti nama, bisa maju lagi.
Lampiran 3
ANGGARAN DASAR PARTAI DAMAI SEJAHTERA
P E M B U K A A N
- Bahwa Perjuangan Kebangsaan Indonesia, telah melalui rentang sejarah yang
panjang dan sudah mewujudkan Negara Kebangsaan Indonesia yaitu Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang diproklamirkan tanggal 17 Agustus
1945.
- Bahwa Kebangsaan Indonesia itu merupakan wujud ke-Bhineka Tunggal Ika-an
masyarakat Indonesia yang tersebar di lebih 18.000 pulau terbentang luas dari
Sabang sampai Merauke dengan berbagai suku, agama, adat istiadat serta
keyakinan yang dianutnya.
- Bahwa dalam mengisi Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia, semua warga
negara mempunyai tugas bersama untuk mempertahankan dan meneruskan
pembangunan NKRI yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur, maka
dibentuklah Pemerintahan yang melindungi segenap Bangsa Indonesia
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
- Sadar bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sesuai citra-Nya, manusia
dikaruniai harkat dan martabat serta hak-hak dasar yang tidak boleh ditiadakan
oleh siapapun, dan Umat Kristiani sebagai bagian integral dari bangsa Indonesia
mempunyai hak dan kewajiban untuk turut serta mewujudkan cita-cita
kebangsaan tersebut membangun Indonesia yang Adil Makmur, Damai dan
Sejahtera dalam bingkai NKRI dengan semangat Bhineka Tunggal Ika. Oleh
karena itu sekelompok Umat Kristiani membentuk Partai Nasional yang
bernafaskan nilai-nilai Kristiani yang bernama Partai Damai Sejahtera, terbuka
bagi semua anak bangsa yang terpanggil untuk menjunjung tinggi dan
menegakkan Hak Azasi Manusia (HAM), Kesetaraan, Keadilan, Kebenaran,
Keberagaman/ multikulturalisme (Pluralisme), Kebebasan yang berdasarkan
Hukum, Kejujuran dan Kepedulian serta Kasih akan sesama manusia dalam
suasana yang demokratis.
- Bahwa untuk meneruskan aspirasinya serta memperjuangkan cita-citanya,
maka PDS menetapkan
AD sebagai berikut:
BAB I
NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN
Pasal 1
N A M A
Partai ini bernama PARTAI DAMAI SEJAHTERA disingkat PDS
Pasal 2
W A K T U
PARTAI DAMAI SEJAHTERA (PDS) didirikan di Jakarta pada tanggal Satu
bulan Oktober tahun Dua Ribu Satu (1-10-2001) dan dideklarasikan pada tanggal
Dua Puluh Delapan bulan Oktober tahun Dua Ribu Satu (28-10-2001), untuk
jangka waktu yang tidak ditentukan.
Pasal 3
KEDUDUKAN
PDS, berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia yang memiliki
Perwakilan di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan sampai ke tingkat
Desa/Kelurahan dan Unit/Komisariat di luar negeri.
BAB II
Pasal 4
KEDAULATAN
Kedaulatan PDS berada ditangan Anggota dan dilaksanakan dalam mekanisme
partai melalui Musyawarah pada semua tingkatan hingga sampai Musyawarah
Nasional (MUNAS).
BAB III
AZAS, SIFAT, VISI, MISI DAN TUJUAN
Pasal 5
A Z A S
PDS berazaskan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.
Pasal 6
S I F A T
PDS bersifat mandiri, terbuka, yang bersumber pada Prinsip Kasih, Kebangsaan
dan Kemanusiaan yang--- adil dan beradab.
Pasal 7
V I S I
Terwujudnya masyarakat Indonesia yang bebas beribadah, rukun, damai dan
sejahtera, serta mempunyai hak dan kewajiban yang sama tanpa diskriminasi
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945 dengan semangat Bhineka Tunggal Ika.
Pasal 8
M I S I
1. Membangun masyarakat sipil yang mandiri, cerdas, jujur, berintegritas
serta demokratis (dalam berbangsa dan bernegara);
2. Membangun budaya saling percaya dan menghargai yang menjadi modal
dasar pembangunan di segala bidang;
3. Mempersiapkan masyarakat Indonesia yang Adil, Makmur, Damai dan
Sejahtera berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam bingkai Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan semangat Bhineka Tungga
Ika.
Pasal 9
T U J U A N
Mewujudkan Bangsa Indonesia yang maju, adil dan- makmur, damai dan
sejahtera, bersatu dalam NKRI- berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dengan
semangat Bhineka Tunggal Ika.
BAB IV
Pasal 10
ATRIBUT
Atribut PDS meliputi: Lambang, Panji-panji, Hymne, Mars, Bendera dan lain-lain
yang ditetapkan dalam ART
BAB V
NORMA DAN PELANGGARAN
Pasal 11
Semua Anggota Pengurus sebagai Pengurus Dewan- Pimpinan Partai maupun
sebagai Pengurus Ormas-ormas Partai dengan nama apapun harus memelihara dan
menegakkan baik secara sendiri sendiri maupun secara bersama-sama, norma-
norma sebagai berikut:
a.Berdamai dengan Tuhan, berdamai dengan Sesama, berdamai dengan Diri
sendiri dan berdamai dengan Lingkungan;
b.Berjiwa melayani dan pengabdian;
c.Memiliki kepedulian terhadap masalah Negara, masalah kemasyarakatan umum,
maupun kelompok masyarakat yang diwakilinya serta memperjuangkannya sesuai
hukum yang berlaku baik melalui media massa maupun lembaga peradilan;
d.Siap bekerja keras bila dilibatkan atau terlibat dalam kepengurusan partai atau
Ormas ormasnya.
e.Menjunjung tinggi nilai–nilai kejujuran dan keteladanan;
f.Turut aktif mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam AD/ART Partai,
baik melalui tutur kata maupun perbuatan/aktivitas sehari hari.
Pasal 12
PELANGGARAN
Segenap anggota dan pengurus partai sanggup serta bersedia menghindarkan diri
dari perbuatan perbuatan yang melanggar norma kepartaian, antara lain:
a.Tindakan saling mencemarkan, memfitnah antar satu dengan yang lain baik
dalam forum pertemuan resmi maupun tidak resmi antara sesama
Anggota/Kader/Pengurus Partai;
b.Tindak kekerasan dalam kadar apapun;
c.Ancaman melalui tulisan dan isyarat, termasuk memfitnah dengan tujuan saling
menjatuhkan;
d.Kecurangan, kelicikkan, intrik atau persekongkolan jahat;
e.Pemaksaan kehendak, mengambil hak orang lain;
f.Melakukan penyuapan;
g.Penyalahgunaan wewenang dengan melakukan- kegiatan formal atas nama
Partai diluar sepengetahuan pimpinan partai disemua tingkatan;
h.Terlibat masalah penyalahgunan narkotika & obat obat terlarang;
i.Melakukan perbuatan amoral.
BAB VI
KEANGGOTAAN DAN KADER
Pasal 13
KEANGGOTAAN
1.Anggota PDS adalah Warga Negara Republik Indonesia yang dengan sukarela
mengajukan permintaan menjadi Anggota;
2.Pengaturan lebih lanjut tentang keanggotaan PDS ditetapkan dalam ART.
Pasal 14
HAK ANGGOTA
1. Setiap Anggota PDS mempunyai hak:
a. Hak bicara;
b. Hak dipilih dan memilih;
c. Hak membela diri.
2. Pengaturan lebih lanjut tentang hak anggota ditetapkan dalam ART.
Pasal 15
KEWAJIBAN ANGGOTA
Setiap Anggota PDS berkewajiban:
a. Tunduk dan mentaati serta melaksanakan ketentuan- ketentuan dalam
AD/ART, PP;
b. Menjaga dan menjunjung tinggi nama dan kehormatan PDS;
c. Melaksanakan program PDS dengan aktif dan---- bertanggung jawab.
Pasal 16
SANKSI DAN BERAKHIRNYA KEANGGOTAAN
1. Sanksi tindakan disiplin yang dikenakan kepada anggota, karena telah
melanggar ketentuan- AD/ART, PP serta aturan partai lainnya;
2. Sanksi yang akan diberikan dalam bentuk:
a. Peringatan lisan;
b. Peringatan tertulis;
c. Pembebasan tugas sementara;
d. Pemecatan;
e. Pencabutan Keanggotaan.
Pasal 17
BERAKHIRNYA KEANGGOTAAN
Keanggotan PDS berakhir:
a. Meninggal Dunia;
b. Mengundurkan diri;
c. Dicabut Keanggotaan;
d. Bubarnya Partai;
e. Dipidana karena tindakan kriminal yang merugikan citra Partai dengan
hukuman kurungan lebih dari 1 (satu) tahun;
f. Menderita kelainan jiwa permanen;
g. Menjadi anggota partai politik diluar PDS
Pasal 18
KADER
1. Kader adalah Anggota PDS yang merupakan Tenaga Inti Partai;
2. Tenaga Inti Partai adalah:
a.Pengurus PDS disemua tingkatan, Anggota Legislatif PDS disemua tingkatan;
b.Anggota PDS yang telah mengikuti jenjang Pembinaan Kader PDS dan
memenuhi kriteria-kriteria yang diatur lebih lanjut dalam ART dan atau PP (PP);
c.Pengurus Organisasi sayap PDS.
BAB VII
Pasal 19
STRUKTUR ORGANISASI
Struktur Organisasi PDS terdiri dari:
aDitingkat Pusat disebut Dewan Pimpinan Pusat PDS disingkat DPP-PDS;
b.Ditingkat Provinsi disebut Dewan Pimpinan Wilayah PDS disingkat DPW-PDS;
c.Ditingkat Kabupaten/Kota disebut Dewan Pimpinan Cabang PDS disingkat
DPC-PDS;
d.Ditingkat Kecamatan disebut Dewan Pimpinan Ranting PDS disingkat DPRan-
PDS;
e.Ditingkat Desa/Kelurahan disebut Dewan Pimpinan Desa/Kelurahan PDS
disingkat DPDes/DPKel-PDS;--
f. Ditingkat Unit (Tempat Pemungutan Suara/TPS) disebut Dewan Pimpinan Unit
PDS disingkat DPUnit;
g.Di Luar Negeri atau cabang-cabang khusus di dalam Negeri disebut Dewan
Pimpinan Komisariat disingkat DPKom.
Pasal 20
DEWAN PIMPINAN PUSAT
1.DPP merupakan Badan Eksekutif Tertinggi Partai di Tingkat Nasional, dipimpin
oleh DPP secara kolektif yang berkedudukan di Ibukota Negara Republik
Indonesia.
2. DPP berwewenang:
a. Menentukan segala kebijakan Partai tingkat- nasional sesuai dengan AD/ART,
Keputusan- MUNAS/MUNASLUB, Keputusan Rapat Tingkat Nasional serta PP
PDS;
b. Menjalankan hubungan dan kerjasama dengan Lembaga Pemerintah, Swasta,
Lembaga Kemasyarakatan maupun Partai Politik lainnya atas dasar saling
menguntungkan dan kesetaraan yang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
c. Bertindak keluar untuk dan atas nama Partai secara Nasional bahkan meliputi
lingkup Internasional;
d. Mengesahkan dan membuat Surat Keputusan (SK) Susunan Pengurus di tingkat
Wilayah dan Cabang di seluruh Indonesia. Khusus untuk Surat Keputusan cabang
dibuat setelah mendapat rekomendasi dari pimpinan DPW masing-masing;
e. Mengambil keputusan akhir yang mengikat pada setiap sengketa yang timbul di
dalam tubuh Partai atau bilamana terjadi keadaan darurat yang mendesak dan
memerlukan penanganan segera;
f.Mengambil keputusan akhir dan mengikatdalam menegakkan sanksi atas
pelanggaran yang dilakukan Anggota Partai.
3.DPP berkewajiban:
a. Melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan AD/ART,
Keputusan Musyawarah dan Rapat Tingkat Nasional serta PP;
b. Memberikan pertanggungjawaban Politik, Kinerja dan Keuangan pada
Musyawarah Nasional/MUNAS.
Pasal 21
DEWAN PIMPINAN WILAYAH
1.DPW merupakan Badan Eksekutif Tertinggi di tingkat Provinsi, dipimpin oleh
DPW secara kolektif yang berkedudukan di Ibukota Provinsi.
2.DPW berwenang:
a. Menentukan kebijakan Partai tingkat provinsi sesuai dengan AD/ART,
Keputusan Musyawarah dan Rapat baik tingkat nasional maupun tingkat provinsi
serta PP PDS;
b. Menjalankan hubungan dan kerjasama dengan Lembaga Pemerintah, Swasta,
Lembaga Kemasyarakatan maupun Partai Politik di dalam wilayah kerjanya atas
dasar saling menguntungkan dan kesetaraan yang sesuai dengan peraturan-
perundang undangan yang berlaku;
c. Mengesahkan Susunan DPC setelah melalui- mekanisme Partai dan
merekomendasikannya ke DPP untuk dibuat Surat Keputusan;
d. Mengesahkan dan membuat SK Susunan Kepengurusan DPRan dan
DEPDes/DEPKel setelah mendapat rekomendasi dari DPC yang membawahinya.
3. DPW berkewajiban:
a.Melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan AD/ART,
Keputusan Musyawarah dan Rapat Tingkat Nasional maupun Provinsi serta PP;
b.Memberikan pertanggungjawaban Politik, Kinerja dan Keuangan pada
Musyawarah Wilayah/MUSWIL.
Pasal 22
DEWAN PIMPINAN CABANG
1.DPC merupakan Badan Eksekutif Tertinggi di tingkat Kabupaten/Kota,
dipimpin oleh DPC secara kolektif yang berkedudukan di Ibukota Kabupaten/
Kota.
2.DPC berwenang:
a.Menentukan kebijakan Partai tingkat kabupaten/kota sesuai dengan AD/ART,
Keputusan Musyawarah dan Rapat baik tingkat nasional, tingkat provinsi maupun
tingkat Kabupaten/ Kota serta PP;
b.Menjalankan hubungan dan kerjasama dengan Lembaga Pemerintah, Swasta,
Lembaga Kemasyarakatan maupun Partai Politik di dalam wilayah kerjanya atas
dasar saling menguntungkan dan kesetaraan yang sesuai dengan peraturan-
perundang undangan yang berlaku;
c.Mengesahkan dan membuat SK Kepengurusan DPKom;
d.Mengesahkan Susunan DPRan dan DPDes/DPKel setelah melalui mekanisme
Partai dan merekomendasikannya ke DPW untuk dibuat SK.
3.DPC berkewajiban:
a.Melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan AD/ART,
Keputusan Musyawarah dan Rapat Tingkat Nasional, Tingkat Provinsi maupun
Tingkat Kabupaten/Kota serta PP;
b.Memberikan pertanggungjawaban Politik, Kinerja dan Keuangan pada
Musyawarah Cabang/MUSCAB.
Pasal 23
DEWAN PIMPINAN RANTING
1.DPRan merupakan Badan Eksekutif Tertinggi di tingkat Kecamatan, dipimpin
oleh DPRan secara kolektif yang berkedudukan di Ibukota Kecamatan.
2.DPRan berwenang:
a.Menentukan kebijakan Partai tingkat kecamatan sesuai dengan AD/ART,
Keputusan Musyawarah dan Rapat baik tingkat nasional, tingkat provinsi, tingkat
kabupaten/kota maupun tingkat kecamatan serta PP;------------
b.Menjalankan hubungan dan kerjasama dengan Lembaga Pemerintah, Swasta,
Lembaga Kemasyarakatan maupun Partai Politik di dalam wilayah kerjanya atas
dasar saling menguntungkan dan kesetaraan yang sesuai dengan peraturan
perundang undangan yang berlaku;
c.Mengesahkan Susunan DPUnit dan mengajukan rekomendasi kepada DPC
untuk dibuat SK.
3.DPRan berkewajiban:
3.1.Melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan AD/ART,
Keputusan Musyawarah dan Rapat Tingkat Nasional, Tingkat Provinsi, Tingkat
Kabupaten/Kota maupun Tingkat Kecamatan serta PP;
3.2.Memberikan pertanggungjawaban Politik, Kinerja dan Keuangan pada
Musyawarah Ranting/MUSRan.
Pasal 24
DEWAN PIMPINAN DESA/KELURAHAN
1.DPDes/Kel merupakan Badan Eksekutif Tertinggi di tingkat Desa/Kelurahan,
dipimpin oleh DPDes/Kel secara kolektif yang berkedudukan di Desa/Kelurahan.
2.DPDes/Kel berwenang:
Menentukan kebijakan Partai tingkat desa/kelurahan sesuai dengan AD, ART,
Keputusan Musyawarah dan Rapat baik tingkat nasional, tingkat provinsi, tingkat
kabupaten/kota, tingkat kecamatan maupun tingkat desa/kelurahan serta PP;
3.Mengarahkan DPUnit yang bertugas untuk sosialisasi Partai dan mengawasi
kotak suara, Pemilu/Pilkada.
Pasal 25
KOMISARIAT LUAR NEGERI
1.PDS dapat membentuk perwakilan di luar negeri dengan sebutan Komisariat;
2.Dewan Komisariat/luar negeri berwenang menunjuk dan mengarahkan DPUnit
Luar Negeri (nama province/kota) yang bertugas untuk sosialisasi Partai dan
mengawasi suara pemilih luar negeri.
Pasal 26
Uraian Tugas dari masing-masing Struktur Organisasi sebagaimana dimaksud
pada Pasal 19, 20, 21, 22, 23, 24, & 25 disesuaikan dengan program partai yang
ditetapkan dalam Musyawarah masing-masing tingkatan.
BAB VIII
Pasal 27
DEWAN PERTIMBANGAN PUSAT
1.Dewan Pertimbangan Pusat Partai, disingkat DEPERPU, terdiri dari para pendiri
dan tokoh-tokoh di tingkat pusat maupun daerah;
2.DEPERPU bersidang hanya jika ada suatu kejadian dan atau peristiwa serta hal-
hal darurat lainnya yang harus segera di ambil semata-mata untuk menyelamatkan
Partai;
3.Komposisi Personalia DEPERPU terdiri dari pendiri partai dan tokoh-tokoh
yang dianggap layak oleh DPP;
4.Hak, kewajiban dan tanggung jawab DEPERPU diatur lebih lanjut dalam ART.
BAB IX
Pasal 28
DEWAN KEHORMATAN
1.Dewan Kehormatan adalah kader partai dan mempunyai kualifikasi sebagai
pakar, berwawasan luas dan memiliki pengalaman di bidang hukum, serta paham
akan isi dan makna AD/ART PDS;
2.Dewan Kehormatan dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan Norma Partai oleh
Anggota, Pengurus dan Pejabat Publik Partai;
3.Memberikan rekomendasi kepada Ketua Dewan Pimpinan sesuai tingkatan
untuk diambil tindakan berkenaan dengan pelanggaran yang terjadi terhadap
Norma Partai.
4.Ketua dan Anggota Dewan Kehormatan dari semua tingkatan diangkat dan
disahkan melalui SK DPP PDS berdasarkan usulan Dewan Pimpinan Partai
tingkatan masing-masing;
5.Jumlah Anggota Dewan Kehormatan untuk DPP sebanyak 5 (lima) orang, DPW
sebanyak 3 (tiga) orang dan DPC sebanyak 3 (tiga) orang;
6.Ketentuan dan peraturan lebih lanjut menyangkut Dewan Kehormatan diatur
dan ditetapkan dalam PP.
BAB X
Pasal 29
DEWAN PENASEHAT
1.Dewan Penasehat PDS adalah para pakar/orang yang disegani, berwawasan
luas, berprestasi dan memiliki reputasi yang baik, serta paham akan isi dan makna
AD/ART PDS;
2.PDS memiliki Dewan Penasehat pada setiap tingkatan Partai, namun tidak
memiliki hubungan struktural atau hirarki dengan Dewan Penasehat pada
tingkatan di atas maupun di bawahnya;
3.Dewan Penasehat pada setiap tingkatan memiliki fungsi dan kewenangan hanya
untuk memberikan saran dan nasihat, baik diminta maupun tidak diminta kepada
Dewan Pimpinan Partai pada tingkatannya;
4.Ketentuan dan pengaturan lebih lanjut menyangkut Dewan Penasehat diatur dan
ditetapkan dalam ART.
BAB XI
LEMBAGA PENGAMBILAN KEPUTUSAN (MUSYAWARAH DAN
RAPAT)
Pasal 30
LEMBAGA PENGAMBILAN KEPUTUSAN
TINGKAT NASIONAL
1.Lembaga-lembaga Pengambilan Keputusan Tingkat Nasional terdiri atas:
a.Musyawarah Nasional/MUNAS;
b.Musyawarah Nasional Luar Biasa/MUNASLUB;--
c.Rapat Pimpinan Nasional/RAPIMNAS;
d.Rapat Kerja Nasional/RAKERNAS.
a. MUNAS:
1). MUNAS merupakan lembaga pemegang kekuasaan tertinggi dalam Partai
yang diselenggarakan sekali dalam 5 (lima) tahun.
2). MUNAS berwenang:
a). Menetapkan dan atau mengubah AD dan ART;
b). Menetapkan Garis Besar Program Partai;
c). Menilai Laporan Pertanggungjawaban DPP;
d). Memilih dan menetapkan Ketua Umum;
e). Menetapkan DPP;
f). Menetapkan Waktu dan Tempat MUNAS berikutnya;
g). Menetapkan keputusan-keputusan lainnya.
b. MUNASLUB:
1) MUNASLUB adalah Musyawarah Nasional yang diselenggarakan dalam
keadaan luar biasa, diadakan atas permintaan dan atau persetujuan sekurang-
kurangnya 9/10 (sembilan persepuluh) DPW, disebabkan:
a). Partai dalam keadaan terancam atau menghadapi hal ihwal kegentingan yang
memaksa;
b). DPP melanggar AD/ART atau DPP tidak dapat melaksanakan amanat
MUNAS sehingga organisasi tidak berjalan sesuai dengan fungsinya;
c). Lowongnya Kepemimpinan.
2) MUNASLUB diselenggarakan oleh DPP;
3) MUNASLUB mempunyai kekuasaan dan wewenang yang sama dengan
MUNAS;
4) DPP wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya MUNASLUB
tersebut.
c. RAPIMNAS:
1) RAPIMNAS adalah rapat pengambilan keputusan tertinggi di bawah MUNAS;
2) RAPIMNAS diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam 2 (dua) tahun
oleh DPP.
d. RAKERNAS:
1) RAKERNAS adalah rapat yang diadakan untuk menyusun dan mengevaluasi
program kerja hasil MUNAS;
2) RAKERNAS dilaksanakan pada awal dan pertengahan periode kepengurusan.
2. Rapat Kordinasi Nasional adalah Rapat Koordinasi antar bidang-bidang untuk
mensukseskan pelaksanaan program antar bidang.
Pasal 31
LEMBAGA PENGAMBILAN KEPUTUSAN
TINGKAT PROVINSI
Lembaga-lembaga Pengambilan Keputusan Tingkat Provinsi terdiri atas:
a.Musyawarah Wilayah/MUSWIL
b.Musyawarah Wilayah Luar Biasa/MUSWILUB;
c.Rapat Pimpinan Wilayah/RAPIMWIL;
d.Rapat Kerja Wilayah/RAKERWIL.
a. MUSWIL:
1). MUSWIL merupakan pemegang kekuasaan Partai di tingkat provinsi yang
diselenggarakan sekali dalam 5 (lima) tahun.
2). MUSWIL berwenang:
a). Menetapkan Pokok-pokok dan Kebijakan Program di tingkat provinsi;
b). Menilai Laporan Pertanggung jawaban DPW;
c). Memilih dan menetapkan Ketua;
d). Menetapkan DPW;
e). Menetapkan Waktu dan Tempat Muswil berikutnya;
f). Menetapkan keputusan-keputusan lainnya.
b. MUSWILUB:
1). MUSWILUB adalah MUSWIL yang diselenggarakan dalam keadaan luar
biasa, diadakan atas permintaan dan atau persetujuan sekurang-kurangnya 2/3
(duapertiga) DPC dan disetujui DPP, disebabkan:
a). Kepemimpinan DPW dalam keadaan kosong atau terlibat sebagai terdakwa
dipengadilan yang bersifat melanggar aturan partai;
b). DPW melanggar AD/ART; atau DPW tidak dapat melaksanakan amanat
MUSWIL sehingga organisasi tidak berjalan sesuai dengan fungsinya;
2). MUSWILUB diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Pusat;
3). MUSWILUB mempunyai kekuasaan dan wewenang yang sama dengan
Musyawarah Wilayah;
4). DPW wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya MUSWILUB
tersebut.
c. RAPIMWIL
1). RAPIMWIL adalah rapat pengambilan keputusan di bawah MUSWIL;
2). RAPIMWIL berwenang mengambil keputusan keputusan selain yang menjadi
wewenang MUSWIL;
3). RAPIMWIL diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun oleh
DPW.
d. RAKERWIL:
1). RAKERWIL adalah rapat yang diadakan untuk menyusun dan mengevaluasi
program kerja hasil MUSWIL;
2). RAKERWIL dilaksanakan pada awal dan pertengahan periode kepengurusan.
Pasal 32
LEMBAGA PENGAMBILAN KEPUTUSAN TINGKAT
KABUPATEN/KOTA
Lembaga-lembaga Pengambilan Keputusan Tingkat Kabupaten/Kota terdiri atas:
a. Musyawarah Cabang/MUSCAB;
b. Musyawarah Cabang Luar Biasa/MUSCABLUB;
c. Rapat Pimpinan Cabang/RAPIMCAB;
d. Rapat Kerja Cabang/RAKERCAB.
a. MUSCAB:
1). MUSCAB merupakan pemegangkekuasaan Partai di tingkat Kabupaten/Kota
yang diselenggarakan sekali dalam 5 (lima) tahun.
2). MUSCAB berwenang:
a). Menetapkan Pokok-pokok dan Kebijakan Program di tingkat kabupaten/kota;
b). Menilai Laporan Pertanggungjawaban DPC;
c). Memilih dan menetapkan Ketua;
d). Menetapkan DPC;
e). Menetapkan Waktu dan Tempat Muscab berikutnya;
f). Menetapkan keputusan-keputusan lainnya.
b. MUSCABLUB:
1) MUSCABLUB adalah MUSCAB yang diselenggarakan dalam keadaan luar
biasa, diadakan atas permintaan dan atau persetujuan sekurang kurangnya 2/3
DPRan dan disetujui serta diselenggarakan oleh DPW, disebabkan:
a). Ketua DPC dalam keadaan lowong atau terlibat sebagai terpidana di
pengadilan yang bersifat melanggar aturan partai atau;
b). DPC melanggar AD/ART; atau DPC tidak dapat melaksanakan amanat
MUSCAB sehingga organisasi tidak berjalan sesuai dengan fungsinya;
2) MUSCABLUB diselenggarakan oleh DPW;
3). MUSCABLUB mempunyai kekuasaan dan wewenang yang sama dengan
MUSCAB;
4). DPC wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya
MUSCABLUB tersebut.
c. RAPIMCAB:
1). RAPIMCAB adalah rapat pengambilan keputusan di bawah MUSCAB;
2). RAPIMCAB berwenang mengambil keputusan keputusan selain yang menjadi
wewenang MUSCAB;
3). RAPIMCAB diselenggarakan sekurang kurangnya sekali dalam setahun oleh
DPC.
d. RAKERCAB:
1). RAKERCAB adalah rapat yang diadakan untuk menyusun dan
mengevaluasi program kerja hasil MUSCAB;
2). RAKERCAB dilaksanakan pada awal dan pertengahan periode
kepengurusan.
Pasal 33
LEMBAGA PENGAMBILAN KEPUTUSAN
TINGKAT KECAMATAN
Lembaga-lembaga Pengambilan Keputusan Tingkat Kecamatan terdiri atas:
a. Musyawarah Ranting/MUSRAN;
b. Musyawarah Ranting Luar Biasa/MUSRanLUB;
c. Rapat Pimpinan Ranting/RAPIMRan;
a. MUSRan:
1). MUSRan merupakan pemegang kekuasaan Partai di tingkat Kecamatan yang
diselenggarakan sekali dalam 5 (lima) tahun
2). MUSRan berwenang:
a). Menetapkan Pokok-pokok dan Kebijakan Program di tingkat kecamatan;
b). Menilai Laporan Pertanggungjawaban DPRan;
c). Memilih dan menetapkan Ketua;
d). Menetapkan DPRan;
e). Menetapkan Waktu dan Tempat MusRan berikutnya;
f). Menetapkan keputusan-keputusan lainnya.
b. MUSRanLUB:
1). MUSRanLUB adalah MUSRan yang diselenggarakan dalam keadaan luar
biasa, diadakan atas permintaan dan atau persetujuan sekurang-kurangnya 2/3
(duapertiga) DPDes/Kel dan disetujui DPC, disebabkan:
a). Kepemimpinan DPRan dalam keadaan terancam;
b). DPRan melanggar AD/ART atau DPRan tidak dapat melaksanakan amanat
MUSRan sehingga organisasi tidak berjalan sesuai dengan fungsinya;
2). MUSRanLUB diselenggarakan oleh DPC;
3). MUSRanLUB mempunyai kekuasaan dan wewenang yang sama dengan
MUSRan;
4). DPRan wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya
MUSRanLUB tersebut.
c. RAPIMRan:
1) RAPIMRan adalah rapat pengambilan keputusan di bawah MUSRan;
2). RAPIMRan berwenang mengambil keputusan keputusan selain yang menjadi
wewenang MUSRan;
3). RAPIMRan diselenggarakan sekurang kurangnya sekali dalam setahun oleh
DPRan
Pasal 34
LEMBAGA PENGAMBILAN KEPUTUSAN TINGKAT
DESA/KELURAHAN
Lembaga-lembaga Pengambilan Keputusan Tingkat Desa/Kelurahan terdiri atas:
a. Musyawarah Desa/Kelurahan (MUSDes/Kel);
b. Musyawarah Desa Luar Biasa (MUSDes/KelLUB);
c. Rapat Pimpinan Desa/Kelurahan (RAPIMDes/Kel)
a. MUSDes/Kel:
MUSDes/Kel merupakan pemegang kekuasaan Partai di tingkat Desa/Kelurahan
yang diselenggarakan sekali dalam 5 (lima) tahun;
1). MUSDes/Kel berwenang:
a). Menetapkan Pokok-pokok dan Kebijakan Program di tingkat Desa/Kelurahan;
b). Menilai Laporan Pertanggungjawaban DPDes/Kel;
c). Memilih dan menetapkan Ketua;
d). Menetapkan DPDes/Kel;
e). Menetapkan Waktu dan Tempat Musdes/Muskel berikutnya;
f). Menetapkan keputusan - keputusan lainnya.
b. MUSDes/KelLUB:
1). MUSDes/KelLUB adalah MUSDel yang diselenggarakan dalam keadaan luar
biasa, diadakan atas permintaan Anggota, disebabkan Ketua DPDes/Kel lowong
2). MUSDes/KelLUB diselenggarakan oleh DPC;
3). MUSDes/KelLUB mempunyai kekuasaan dan wewenang yang sama dengan
MUSDes/Kel;
4). DPRan wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya
MUSDes/KelLUB tersebut.
c. RAPIMDes/Kel:
1). RAPIMDes/Kel adalah rapat pengambilan keputusan di bawah MUSDel/Kel;
2). RAPIMDes/Kel berwenang mengambil keputusan-keputusan selain yang
menjadi wewenang MUSDes/Kel;
3). RAPIMDes/Kel diselenggarakan sekurang kurangnya sekali dalam setahun
oleh DPDes/Kel.
Pasal 35
Peserta Musyawarah dan Rapat Partai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, 31,
32, 33 dan Pasal 34 diatur lebih lanjut dalam ART.
BAB XII
Pasal 36
KUORUM DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
1.Musyawarah dan Rapat-Rapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, 31, 32,
33, dan Pasal 34 adalah sah apabila dihadiri sekurang kurangnya ½ (setengah)
ditambah 1 (satu) jumlah peserta;
2.Pengambilan Keputusan pada dasarnya dilakukan secara musyawarah untuk
mufakat dan apabila tidak tercapai mufakat maka keputusan diambil berdasarkan
suara terbanyak, dengan ketentuan hasil pemungutan suara (voting) adalah sah
apabila jumlah suara sah yang dihasilkannya mencapai lebih dari ½ (setengah)
ditambah 1 (satu) dari jumlah suara yang dikeluarkan secara sah;
3.Khusus tentang perubahan AD:
a.Sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah peserta MUNAS harus hadir;
b.Keputusan adalah sah apabila diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya
2/3 (duapertiga) dari jumlah peserta yang hadir.
4.Apabila suatu Penyelenggaraan Musyawarah/ Rapat tidak memenuhi kuorum,
maka penanggungjawab Musyawarah/Rapat harus menunda Musyawarah/Rapat
tersebut dan mempersiapkan Penyelenggaraan Musyawarah/Rapat berikutnya
secepat-cepatnya 24 (duapuluh empat) jam dan selambat-lambatnya 30
(tigapuluh) hari kalender terhitung sejak Musyawarah/Rapat yang gagal
memenuhi kuorum, yang selanjutnya dapat mengambil keputusan yang sah tanpa
memperhatikan kuorum.
BAB XIII
PERBENDAHARAAN
Pasal 37
KEUANGAN
Keuangan PDS diperoleh dari:
a.Iuran Anggota;
b.Sumbangan tetap atau tidak tetap dari Anggota;
c.Hibah atau hibah wasiat dari Anggota;
d.Dana Pembinaan dari Pemerintah atau Pihak lain yang tidak mengikat dan
sesuai Undang undang yang berlaku yang penerimaannya dilakukan oleh
Pimpinan DPP, DPW, DPC sesuai tingkatannya;
e.Dana yang diperoleh dari usaha-usaha lain yang sah dan tidak bertentangan
dengan hukum, moral, agama atau ketentuan organisasi, yang
dipertanggungjawabkan dan diterima langsung oleh dewan pimpinan partai yang
bersangkutan/ koordinator yang ditunjuk oleh Dewan Pimpinan Partai yang
bersangkutan;
f.Kontribusi wajib anggota legislatif di semua tingkatan kepada Partai.
Pasal 38
KEKAYAAN
1.Kekayaan PDS meliputi benda bergerak maupun tidak bergerak yang dimiliki
atau diperoleh secara sah menurut hukum, moral, agama atau menurut ketentuan
Partai;
2.Segala kekayaan Partai harus dicatat dan atau dibukukan serta harus jelas asal-
usulnya.
3.Keuangan Partai di audit oleh akuntan Publik.
Pasal 39
SATUAN PENGAWASAN INTERNAL
Memeriksa pengelolaan Partai secara berkala dengan melakukan audit manajemen
internal partai yang hasilnya disampaikan dalam Rapat Pleno pada semua
tingkatan.
BAB XIV
Pasal 40
DEWAN, BADAN DAN LEMBAGA
Pembentukan Dewan, Badan dan Lembaga-lembaga lainnya yang dibutuhkan
oleh Partai pada semua tingkatan di atur dalam ART.
Pasal 41
ANGGARAN RUMAH TANGGA
1. Segala hal yang tidak atau belum cukup diatur dalam AD, diatur lebih lanjut
dalam ART;
2. ART tidak dapat melanggar atau bertentangan dengan AD;
3. Penjabaran ART dilakukan oleh Dewan Pimpinan Pusat bila dianggap perlu
dalam PP.
BAB XV
Pasal 42
PEMBUBARAN PARTAI
1.Keputusan untuk membubarkan Partai ini dapat dilakukan oleh
MUNAS/MUNASLUB yang khusus diadakan untuk keperluan tersebut dan
harus disetujui oleh sekurang-kurangnya 9/10 (sembilan per sepuluh) dari jumlah
peserta MUNAS/MUNASLUB;
2.MUNAS/MUNASLUB yang dimaksud pada ayat 1 (satu) tersebut di atas,
dihadiri oleh sekurang kurangnya 9/10 (sembilan persepuluh) dari utusan DPP dan
DPW yang memiliki hak suara;
3.Keputusan untuk membubarkan Partai ini dapat diambil atas usul DPP Partai,
apabila ternyata Partai ini tidak mempunyai kekuatan hidup lagi atau apabila
pada semua tingkatan Dewan Pimpinan jumlah pengurusnya kurang dari 1/10
(sepersepuluh) dari jumlah yang dibutuhkan;
4.Apabila Partai ini dibubarkan, maka setelah menyelesaikan segala hutang-
piutang dan kewajiban lainnya, maka kekayaan Partai baik benda bergerak
maupun tidak bergerak, diserahkan kepada Partai atau Dewan tertentu yang
sejenis atau sehaluan atau kepada panti sosial tertentu seperti panti asuhan anak
yatim, panti jompo, tempat ibadah atau lembaga amal kebajikan berdasarkan
keputusan MUNAS/MUNASLUB.
BAB XVI
Pasal 43
P E N U T U P
1.AD ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
2.Dengan berlakunya AD ini maka AD yang lama dinyatakan tidak berlaku lagi.
3.Dengan berlakunya AD ini maka penamaan Dewan, Badan dan Lembaga Partai
yang ada harus disesuaikan dengan penamaan yang ditetapkan dalam AD ini.
Ditetapkan : di Jakarta
Hari/Tgl : Rabu, 18 April 2007
Disusun dan ditetapkan oleh Team Ad Hoc berdasarkan Keputusan MUNASLUB
No.002/MUNASLUB/PDS/IV/2007 tanggal 11 April 2007.
http://partaidamaisejahtera.org//content/view/76/32/
September 29, 2010
Lampiran 4
ANGGARAN RUMAH TANGGA
PARTAI DAMAI SEJAHTERA
BAB I
IDENTIFIKASI DAN WILAYAH PARTAI
Pasal 1
IDENTIFIKASI
Partai Damai Sejahtera didirikan dengan Akte Nomor 1 tanggal 1 Oktober 2001,
dibuat dihadapan Elisa Asmawel, SH, Notaris di Jakarta, terdaftar di Departemen
Kehakiman dan Hak Azasi Manusia dengan Nomor Registrasi 2001-10-0161,
Pengumuman No.M.Um.06.08.179 tanggal 5 Nopember 2001, Berita Negara
Nomor 93 tahun 2001, halaman 1662, serta Keputusan Menteri Kehakiman dan
Hak Azasi Manusia RI No: M-12.06.08 Tahun 2003 dan Keputusan Komisi
Pemilihan Umum No: 678 Tahun 2003 Tentang Penetapan Partai Politik sebagai
Peserta Pemilihan Umum Tahun 2004, Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Nomor: M-11.UM.06.08 Tahun 2006 tanggal 4
Agustus 2006.
Pasal 2
WILAYAH PARTAI
Partai Damai Sejahtera (PDS) adalah Partai yang wilayahnya meliputi seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terbagi atas:
a.Wilayah Partai adalah Kesatuan Partai yang meliputi keanggotaan Partai di
seluruh Wilayah Provinsi;
b.Cabang Partai adalah Kesatuan Partai yang meliputi keanggotaan Partai di
seluruh Wilayah Kabupaten/Kota;
c. Ranting Partai adalah Kesatuan Partai yang meliputi keanggotaan Partai di
seluruh Wilayah Kecamatan;
d.Desa/Kelurahan Partai adalah Kesatuan Partai yang meliputi keanggotaan Partai
di seluruh Wilayah Desa/Kelurahan;
e.Komisariat Partai adalah Kesatuan Partai yang meliputi keanggotaan Partai di
lingkungan tertentu di Luar Negeri.
BAB II
LAMBANG DAN MARS PDS
Pasal 3
LAMBANG DAN MARS
1.Lambang PDS terinspirasi dari Sila Ke-Tuhanan-- Yang Maha Esa dan Keadilan
Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia dalam Pancasila yang terdiri dari:
a.Alkitab, melambangkan bahwa Partai ini berlandaskan Kasih;
b.Salib, melambangkan pengorbanan, sebagai wujud perdamaian dengan Tuhan
dan sesama;
c.Burung Merpati, melambangkan ketulusan dalam perjuangan;
d.Padi dan Kapas, melambangkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh bangsa
Indonesia.
2.Bendera PDS:
a.Dibuat dari kain dengan warna dasar ungu;
b.Berbentuk empat persegi panjang;
c.Menggambarkan Lambang Partai;
d.Digunakan dalam upacara resmi baik yang bersifat umum maupun yang bersifat
khusus Partai bersama-sama dengan Bendera Merah Putih;
3.Mars PDS adalah Damai Negeriku Sejahtera Bangsaku Indonesia
Kebangsaanku.
BAB III
K E A N G G O T A A N
Pasal 4
SYARAT KEANGGOTAAN
Persyaratan untuk dapat menjadi Anggota PDS adalah:
a.Warga Negara Republik Indonesia;
b.Berusia sekurang-kurangnya 17 (tujuh belas) tahun atau telah menikah;
c.Menerima dan menghayati Norma Kepartaian, bersedia mematuhi AD, ART dan
PP lainnya;
d.Bersedia menyatakan diri menjadi Anggota;
e.Tidak menjadi anggota partai lain.
Pasal 5
PENERIMAAN KEANGGOTAAN
1.Untuk menjadi anggota PDS, harus mendaftarkan diri secara tertulis kepada:
a.Dewan Pimpinan Cabang (DPC) di Ibukota Kabupaten/Kota atau;
b.Dewan Pimpinan Ranting (DPRan) di Ibukota Kecamatan atau;
c. Dewan Pimpinan Desa/Kelurahan (DPDes/Kel) di daerah Desa/Kelurahan.
2.Pendaftaran dan penerimaan anggota Partai yang berada di luar negeri dilakukan
oleh Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Daerah Khusus Ibukota Jakarta melalui
Perwakilan PDS yang terdapat di luar negeri;
3.Penerbitan Kartu Tanda Anggota (KTA) dilakukan oleh Dewan Pimpinan Pusat
(DPP) atau DPW.
Pasal 6
ANGGOTA LUAR BIASA
1.Anggota Luar Biasa adalah Warga Negara Asing dewasa yang berdiam di
Indonesia atau Warga Negara Republik Indonesia yang tidak memenuhi syarat
sebagai anggota biasa tetapi menaruh minat pada Visi dan Misi serta Platform
PDS;
2.Anggota Luar Biasa dapat diusulkan oleh DPW atau DPC untuk kemudian
ditetapkan oleh DPP PDS.
Pasal 7
ANGGOTA KEHORMATAN
1.Anggota Kehormatan adalah Warga Negara Asing dewasa yang berdiam di luar
negeri dan menaruh minat pada Visi dan Misi Partai atau Warga Negara Republik
Indonesia yang tidak memenuhi syarat sebagai anggota biasa maupun anggota
luar biasa namun dibutuhkan oleh Partai;
2.Anggota Kehormatan dapat diusulkan oleh Komisariat PDS di luar negeri untuk
kemudian ditetapkan oleh DPP PDS.
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN ANGGOTA
Pasal 8
HAK ANGGOTA
Setiap Anggota berhak:
a.Memperoleh perlakuan yang sama;
b.Mengeluarkan pendapat baik lisan maupun tulisan;
c. Memilih dan dipilih;
d.Memperoleh perlindungan dan pembelaan;
e.Memperoleh penghargaan.
Pasal 9
KEWAJIBAN ANGGOTA
Setiap Anggota berkewajiban:
a.Menghayati dan mengamalkan Norma PDS;
b.Mematuhi dan melaksanakan AD dan ART;
c.Mematuhi dan melaksanakan Keputusan Musyawarah Nasional dan ketentuan
Partai lainnya;
d.Mengamankan dan memperjuangkan Kebijakan dan kepentingan Partai;
e.Membela Partai dari setiap usaha dan tindakan yang merugikan Partai;
f.Berpartisipasi aktif dalam melaksanakan program Partai;
g.Membayar Iuran Anggota.
BAB V
PEMBERHENTIAN ANGGOTA
Pasal 10
1.Anggota berhenti karena:
a.Mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis;
b.Diberhentikan;
c.Meninggal dunia.
2.Anggota diberhentikan karena:
a.Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Anggota;
b.Menjadi Anggota partai politik lain;
c.Melanggar AD, ART dan atau Keputusan MUNAS dan atau Keputusan
RAPIMNAS atau PP;
d.Melakukan tindakan atau perbuatan yang bertentangan dengan keputusan atau
kebijakan Partai dan Norma Partai;
e.Membuka atau membocorkan rahasia Partai.
3. Ketentuan pemberhentian dan pembelaan diri anggota diatur dalam PP.
BAB VI
K A D E R
Pasal 11
1.Kader Partai disaring berdasarkan kriteria:
a.Mental ideologi;
b.Penghayatan terhadap Visi dan Misi Partai;
c.Prestasi, dedikasi, disiplin, loyalitas dan tidak tercela;
d.Kepemimpinan;
e.Militansi dan mandiri.
2. Ketentuan lebih lanjut tentang Kader diatur dalam PP
BAB VII
STRUKTUR ORGANISASI DAN KEPENGURUSAN
Pasal 12
STRUKTUR ORGANISASI DPP
1.Struktur Organisasi DPP PDS terdiri atas:
a.Ketua Umum;
b.Wakil Ketua Umum;
c.Ketua-ketua dan Ketua-ketua Badan;
d.Sekretaris Jenderal;
e.Wakil-wakil Sekretaris Jenderal;
f.Bendahara Umum;
g.Wakil-wakil Bendahara;
h.Ketua-ketua Departemen.
2.Badan Pengurus Harian (BPH) terdiri dari:
a.Ketua Umum;
b.Wakil Ketua Umum;
c.Ketua-ketua dan Ketua-ketua Badan;
d.Sekretaris Jenderal;
e.Wakil-wakil Sekretaris Jenderal;
f.Bendahara Umum;
g.Wakil-wakil Bendahara.
3.Badan Pengurus Pleno adalah BPH ditambah dengan Departemen dan Anggota
DPR-RI PDS.
Pasal 13
STRUKTUR ORGANISASI DPW
1.Struktur Organisasi DPW terdiri atas:
a.Ketua;
b.Wakil-wakil Ketua;
c.Sekretaris;
d.Wakil-wakil Sekretaris;
e.Bendahara;
f.Wakil-wakil Bendahara;
g.Biro.
2.Badan Pengurus Harian (BPH) terdiri atas:
a.Ketua;
b.Wakil-wakil Ketua;
c.Sekretaris;
d.Wakil-wakil Sekretaris;
e.Bendahara;
f.Wakil-wakil Bendahara.
3.Badan Pengurus Pleno adalah BPH dan Biro.
Pasal 14
STRUKTUR ORGANISASI DPC
1.Struktur Organisasi DPC Kabupaten/Kota terdiri atas:
a.Ketua;
b.Wakil-wakil Ketua;
c.Sekretaris;
d.Wakil-wakil Sekretaris;
e.Bendahara;
f.Wakil-wakil Bendahara;
g.Bagian.
2.Badan Pengurus Harian terdiri atas:
a.Ketua;
b.Wakil-wakil Ketua;
c.Sekretaris;
d.Wakil-wakil Sekretaris;
e.Bendahara;
f.Wakil-wakil Bendahara.
3. Badan Pengurus Pleno adalah BPH dan Bagian.
Pasal 15
STRUKTUR ORGANISASI DPRan
1.Struktur Organisasi DPRan/ Kecamatan terdiri atas:
a.Ketua;
b.Wakil-wakil Ketua;
c.Sekretaris;
d.Wakil-wakil Sekretaris;
e.Bendahara;
f.Wakil-wakil Bendahara;
g.Seksi.
2.Badan Pengurus Harian terdiri atas:
a.Ketua;
b.Wakil-wakil Ketua;
c.Sekretaris;
d.Wakil-wakil Sekretaris;
e.Bendahara;
f.Wakil-wakil Bendahara.
3.Badan Pengurus Pleno adalah BPH dan Seksi.
Pasal 16
STRUKTUR ORGANISASI DPDes/Kel
1.Struktur Organisasi DPDes/DPKel terdiri atas:
a.Ketua;
b.Wakil-wakil Ketua;
c.Sekretaris;
d.Wakil-wakil Sekretaris;
e.Bendahara;
f.Wakil-wakil Bendahara;
g.Urusan.
2.Badan Pengurus Harian (BPH) terdiri atas:
a.Ketua;
b.Wakil-wakil Ketua;
c.Sekretaris;
d.Wakil-wakil Sekretaris;
e.Bendahara;
f.Wakil-wakil Bendahara.
3.Badan Pengurus Pleno adalah BPH dan Urusan.
Pasal 17
1.Komisariat adalah Perwakilan Partai di Luar Negeri dibentuk di satu negara dan
atau gabungan beberapa negara;
2.Struktur Organisasi Komisariat sekurang-kurangnya terdiri atas:
a.Ketua;
b.Sekretaris;
c.Bendahara.
Pasal 18
1.Syarat-syarat menjadi Pengurus Partai adalah:
a.Warga Negara Republik Indonesia berusia minimal 21 (dua puluh satu) tahun;
b.Memiliki KTA yang dikeluarkan oleh DPP atau DPW.
c.Aktif menjadi Anggota sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;
d.Mampu secara finansial;
f.Jujur dan tidak merokok di setiap tempat dan kegiatan PDS;
2.Setiap Pengurus Partai dilarang merangkap jabatan dalam kepengurusan Dewan
Pimpinan Partai yang bersifat vertikal (tidak boleh menjadi pengurus di DPP
sekaligus di DPW dan seterusnya atau sebaliknya).
3.Syarat-syarat menjadi Ketua Umum DPP PDS:
a.Aktif atau pernah menjadi Pengurus Partai sekurang kurangnya 2 (dua) tahun;
b.Tidak menjadi Pengurus Partai Politik lain.
4.Syarat-syarat menjadi Ketua DPW, DPC, DPRan, DPDes/Kel:
a.Aktif atau pernah menjadi Pengurus Partai sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun;
b.Tidak menjadi Pengurus Partai Politik lain.
5.Syarat-syarat menjadi anggota BPH Dewan Pimpinan Partai:
a.Tidak menjadi Pengurus Partai Politik lain;
b.Berpendidikan serendah-rendahnya SLTA;
c.Dalam keadaan tertentu, pengecualian terhadap persyaratan 5.b di atas
diputuskan oleh BPH Dewan Pimpinan Partai setingkat di atas;
6. Penyimpangan terhadap ketentuan butir 1 s/d 5 karena kebutuhan Partai,
harus ditetapkan melalui rapat BPH DPP PDS.
BAB VIII
FUNGSI POKOK DEWAN PIMPINAN PARTAI
Pasal 19
DEWAN PIMPINAN PUSAT
1.KETUA UMUM
a.Pemegang Amanat kekuasaan eksekutif partai dan bertanggungjawab atas
terlaksananya program partai sesuai ketetapan MUNAS;
b.Menentukan strategi pelaksanaan program politik yang ditetapkan dalam
MUNAS dan RAPIMNAS;
c.Bersama-sama dengan Wakil Ketua Umum dan para Ketua memberikan binaan,
bimbingan dan pengawasan mengenai pelaksanaan program Partai kepada jajaran
Dewan Pimpinan Partai dibawahnya;
d.Bersama-sama dengan Wakil Ketua Umum dan para Ketua memberikan binaan,
bimbingan dan pengawasan kepada anggota Partai yang duduk dalam lembaga
legislatif, lembaga eksekutif dan lembaga-lembaga lainnya di tingkat Nasional;
e.Mempunyai wewenang untuk bertindak keluar untuk dan atas nama Partai;
f.Bertanggung jawab untuk membesarkan Partai dan mensukseskan Partai pada
setiap Pemilu;
g.Bertanggung jawab dalam penyusunan rencana dan strategi pengembangan
Kader secara Nasional;
h.Bersama-sama dengan Wakil Ketua Umum, para Ketua, Ketua-ketua Badan dan
Ketua-ketua Departemen, menetapkan Isu Nasional dan Daerah dengan mengkaji
dan mempertimbangkan Isu-isu yang diusulkan oleh DPW yang bersangkutan
dalam rangka pemecahan masalah yang berkaitan dengan isu tersebut;
i.Bersama-sama dengan Wakil Ketua Umum, Sekretaris Jenderal, Bendahara
Umum dan Ketua terkait:
1).Menyusun persyaratan-persyaratan untuk Bakal Calon Legislatif untuk tingkat
Nasional, Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota;
2).Meneliti dan menetapkan Bakal Calon Legislatif untuk ditetapkan menjadi
Calon Legislatif Definitif dan urutannya disemua tingkatan.
j.Mewakili Partai dalam urusan peradilan partai tingkat pusat dan atau menunjuk
wakilnya.
2.WAKIL KETUA UMUM
a.Membantu Ketua Umum melaksanakan tugasnya;
b.Mewakili Ketua Umum jika berhalangan;
c.Bertugas menjalankan fungsi operasional Partai;
d.Bertanggung jawab kepada Ketua Umum.
3.KETUA-KETUA
a.Memberi masukan, pendapat kepada Ketua Umum mengenai strategi
pelaksanaan kebijakan politik di tingkat Nasional, berdasarkan keahliannya dan
wilayah binaannya serta Departemen yang dikoordinasikan masing-masing;
b.Memberi masukan dan membantu Ketua Umum dalam mewujudkan rencana
penyelenggaraan kaderisasi untuk berbagai tujuan dalam rangka terwujudnya
pengembangan dan konsolidasi Partai, baik yang diselenggarakan secara Nasional
maupun Regional, Daerah, Kecamatan dan Desa/Kelurahan;
c.Mengkoordinir, memberikan binaan, bimbingan dan pengawasan terhadap
Departemen-departemen dan jajaran Partai dibawahnya yang berada dibawah
koordinasi dan wilayah masing-masing;
d.Ikut bertanggung jawab untuk membesarkan dan mensukseskan Partai pada
setiap Pemilu;
e.Menangani masalah-masalah yang timbul di DPW dan jajaran Partai
dibawahnya yang berada dibawah binaannya;
f.Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua Umum.
4.SEKRETARIS JENDERAL
a.Ikut menentukan strategi manajemen Partai di tingkat Nasional;
b.Melakukan binaan, bimbingan dan pengawasan terhadap satuan-satuan
pelaksana tugas yang berada dibawahnya dalam DPP agar berfungsi sebagaimana
mestinya;
c.Bertanggung jawab dan mempunyai wewenang untuk melakukan pengaturan,
pembinaan, pengawasan yang bersangkutan dengan kelancaran fungsi-fungsi
ketatausahaan, administrasi dalam operasionalisasi Partai di tingkat Nasional;
d.Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua Umum;
e.Menyelenggarakan Organisasi Partai khusus Kesekretariatan Partai ditingkat
Pusat.
5.WAKIL-WAKIL SEKRETARIS JENDERAL
a.Membantu dan memberikan masukan kepada Sekretaris Jenderal berkenaan
dengan penentuan sistem manajemen Partai di tingkat Nasional sesuai dengan
bidangnya masing masing;
b.Ikut bertanggung jawab dan mempunyai wewenang untuk mengatur, membina,
membimbing dan mengawasi yang berkenaan dengan kelancaran fungsi-fungsi
ketatausahaan, administrasi dalam operasionalisasi Partai di tingkat Nasional
sesuai dengan bidangnya masing-masing;
c.Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Sekretaris Jenderal.
6.BENDAHARA UMUM
a.Ikut menentukan strategi dan manajemen di tingkat Nasional khususnya yang
menyangkut bidang keuangan;
b.Bertanggung jawab dan mempunyai wewenang untuk mencari dana dalam
rangka pemenuhan kebutuhan Partai di tingkat Nasional dan pengelolaannya
secara berdayaguna;
c.Bertanggungjawab atas pengelolaan sistem pembukuan keuangan Partai;
d.Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua Umum.
7.WAKIL-WAKIL BENDAHARA
a.Membantu dan memberikan masukan dalam menentukan manajemen Partai di
tingkat Nasional sesuai dengan bidangnya- masing-masing;
b.Ikut bertanggung jawab dan mempunyai wewenang dalam pemupukan dana
dalam rangka pemenuhan dana Partai di tingkat Nasional dan mengelolanya
secara berdayaguna sesuai dengan bidangnya masing-masing;
c.Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Bendahara Umum.
8.KETUA-KETUA DEPARTEMEN
a.Melakukan analisa dan tanggapan sesuai dengan bidang keahlian masing-
masing terhadap cara-cara pemerintahan (lembaga legislatif, eksekutif dan
yudikatif) menjalankan tugas masing-masing dalam kehidupan berbangsa,
bernegara dan bermasyarakat dengan menggunakan Pancasila yang menjadi Dasar
Negara baik mengenai kehidupan di bidang Politik, Ekonomi, Pendidikan,
Keagamaan dan sebagainya baik secara Nasional maupun Regional;
b.Memberikan pemikiran-pemikiran tentang cara cara pemecahan masalah yang
merupakan permasalahan bangsa, negara dan masyarakat;
c.Dalam menjalankan tugasnya Ketua-ketua Departemen bertanggung jawab
kepada Ketua Umum melalui Ketua DPP selaku koordinator masing-masing.
Pasal 20
DEWAN PIMPINAN WILAYAH
1.KETUA
a.Pemegang Amanat kekuasaan eksekutif partai di Tingkat Provinsi dan
bertanggungjawab atas terlaksananya programPartai di tingkat DPW;
b.Menentukan strategi pelaksanaan program politik yang ditetapkan dalam
MUNAS, RAPIMNAS, MUSWIL dan RAPIMWIL dengan memperhatikan
kondisi daerah masing-masing;
c.Bersama-sama dengan para Wakil Ketua memberikan binaan, bimbingan dan
pengawasan mengenai pelaksanaan program Partai kepada jajaran Dewan
Pimpinan Partai dibawahnya;
d.Bersama-sama dengan para Wakil Ketua memberikan binaan, bimbingan dan
pengawasan kepada anggota Partai yang duduk dalam lembaga legislatif, lembaga
eksekutif dan lembaga-lembaga lain dalam wilayahnya;
e.Mempunyai wewenang untuk bertindak keluar untuk dan atas nama Partai
dalam wilayahnya;
f.Bertanggung jawab untuk membesarkan Partai dan mensukseskan Partai pada
setiap Pemilu;
g.Bertanggung jawab dalam pelaksanaan pengembangan Kader di wilayahnya
berdasarkan konsep pengkaderan yang ditetapkan oleh DPP;
h.Bersama-sama dengan para Ketua, Ketua-ketua Biro, menentukan sikap
terhadap Isu Daerah melalui pengkajian dan pertimbangan Isu-isu yang diusulkan
oleh DPC yang bersangkutan dalam rangka pemecahan masalah yang berkaitan
dengan isu tersebut;
i.Bersama-sama dengan para Wakil Ketua dan Sekretaris: meneliti dan
menetapkan Bakal Calon Legislatif untuk ditetapkan menjadi Calon Legislatif
Definitif dan urutannya di tingkat Provinsi, dan diajukan ke DPP untuk ditetapkan
j.Mewakili Partai dalam urusan peradilan Partai di Wilayahnya dan atau
menunjuk wakilnya.
2.WAKIL KETUA
a.Memberi masukan, pendapat kepada Ketua mengenai strategi pelaksanaan
kebijakan politik di tingkat Wilayah, berdasarkan bidangnya;
b.Memberi masukan dan membantu Ketua dalam mewujudkan rencana
penyelenggaraan kaderisasi untuk berbagai tujuan dalam rangka terwujudnya
pengembangan dan konsolidasi Partai, baik yang diselenggarakan secara Nasional
maupun Regional, Daerah, Kecamatan dan Desa/Kelurahan;
c.Mengkoordinir, memberikan binaan, bimbingan dan pengawasan terhadap Biro-
biro di DPW dan jajaran Partai dibawahnya yang berada dibawah koordinasi dan
wilayah masing-masing;
d.Ikut bertanggung jawab untuk membesarkan dan mensukseskan Partai pada
setiap Pemilu;
3.SEKRETARIS
a.Ikut menentukan strategi manajemen Partai di tingkat Wilayah;
b.Melakukan binaan, bimbingan dan pengawasan terhadap satuan-satuan
pelaksana tugas yang berada dibawahnya dalam DPW agar berfungsi
sebagaimana mestinya;
c.Bertanggung jawab dan mempunyai wewenang untuk melakukan pengaturan,
pembinaan, pengawasan yang bersangkutan dengan kelancaran fungsi-fungsi
ketatausahaan, administrasi dalam operasionalisasi Partai di tingkat Wilayah;
d.Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua.
4.WAKIL SEKRETARIS
a.Membantu Sekretaris berkenaan dengan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
Kesekretariatan Partai di DPW;
b.Ikut bertanggung jawab dan mempunyai wewenang untuk mengatur, membina,
membimbing dan mengawasi yang berkenaan dengan kelancaran fungsi-fungsi
ketatausahaan, administrasi dalam operasionalisasi Partai di tingkat Wilayah
sesuai dengan bidangnya masing-masing;
c.Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Sekretaris.
5.BENDAHARA
a.Ikut menentukan strategi dan manajemen di tingkat Wilayah khususnya yang
menyangkut bidang keuangan;
b.Bertanggung jawab dan mempunyai wewenang untuk mencari dana dalam
rangka pemenuhan kebutuhan Partai di tingkat- Wilayah dan pengelolaannya
secara berdayaguna;
c.Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua.
6.WAKIL BENDAHARA
a.Membantu Bendahara dan memberikan masukan dalam manajemen keuangan
Partai;
b.Ikut bertanggung jawab dan mempunyai wewenang dalam pengumpulan dana
dalam rangka pemenuhan dana Partai di tingkat Wilayah dan mengelolanya secara
berdaya guna sesuai dengan bidangnya masing-masing;
c.Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Bendahara.
Pasal 21
DEWAN PIMPINAN CABANG
1.KETUA
a.Pemegang Amanat kekuasaan eksekutif partai di Tingkat Kabupaten/Kota dan
bertanggung jawab atas terlaksananya program partai di tingkat DPC atau di
Kabupaten/Kota;
b.Menentukan strategi pelaksanaan program politik yang ditetapkan dalam
MUNAS, RAPIMNAS, MUSWIL, RAPIMWIL, MUSCAB dan RAPIMCAB
dengan memperhatikan kondisi daerah masing-masing;
c.Bersama-sama dengan para Wakil Ketua memberikan binaan, bimbingan dan
pengawasan mengenai pelaksanaan program Partai kepada jajaran Dewan
Pimpinan Partai dibawahnya;
d.Bersama-sama dengan para Wakil Ketua memberikan binaan, bimbingan dan
pengawasan kepada anggota Partai yang duduk dalam lembaga legislatif, lembaga
eksekutif dan lembaga-lembaga lainnya di tingkat Kabupaten/Kota;
e.Mempunyai wewenang untuk bertindak keluar untuk dan atas nama Partai di
daerahnya;
f.Bertanggung jawab untuk membesarkan Partai dan mensukseskan Partai pada
setiap Pemilu;
g.Bertanggung jawab dalam pelaksanaan pengembangan Kader di daerahnya
berdasarkan konsep pengkaderan yang ditetapkan oleh DPP;
h.Bersama-sama dengan para Wakil Ketua menentukan sikap terhadap Isu Daerah
melalui pengkajian dan pertimbangan Isu-isu yang diusulkan oleh DPRan yang
bersangkutan dalam rangka pemecahan masalah yang berkaitan dengan isu
tersebut;
i.Bersama-sama dengan para Wakil Ketua dan Sekretaris meneliti dan
menetapkan Bakal Calon Legislatif untuk ditetapkan menjadi Calon Legislatif
Definitif dan urutannya di tingkat Kabupaten/Kota; dengan rekomendasi DPW
ditetapkan oleh DPP;
j.Mewakili Partai dalam urusan Peradilan partai tingkat Kabupaten/Kota.
2.WAKIL KETUA
a.Memberi masukan, pendapat kepada Ketua mengenai strategi pelaksanaan
kebijakan politik di tingkat Cabang, berdasarkan bidangnya;
b.Memberi masukan dan membantu Ketua dalam mewujudkan rencana
penyelenggaraan kaderisasi untuk berbagai tujuan dalam rangka terwujudnya
pengembangan dan konsolidasi Partai, baik yang diselenggarakan secara Nasional
maupun Regional, Daerah, Kecamatan dan Desa/Kelurahan;
c.Mengkoordinir, memberikan binaan, bimbingan dan pengawasan terhadap
Bagian-bagian di DPC dan jajaran Partai dibawahnya yang berada dibawah
koordinasi dan wilayah masing-masing;
d.Ikut bertanggung jawab untuk membesarkan dan mensukseskan Partai pada
setiap Pemilu;
3.SEKRETARIS
a.Ikut menentukan strategi manajemen Partai di tingkat Cabang;
b.Melakukan binaan, bimbingan dan pengawasan terhadap satuan-satuan
pelaksana tugas yang berada dibawahnya dalam DPC agar berfungsi sebagaimana
mestinya;
c.Bertanggung jawab dan mempunyai wewenang untuk melakukan pengaturan,
pembinaan, pengawasan yang bersangkutan dengan kelancaran fungsi-fungsi
ketatausahaan, administrasi dalam operasionalisasi Partai di tingkat Cabang;
d.Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua.
4.WAKIL SEKRETARIS
a.Membantu Sekretaris berkenaan dengan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
Kesekretariatan Partai di DPC;
b.Ikut bertanggung jawab dan mempunyai wewenang untuk mengatur, membina,
membimbing dan mengawasi yang berkenaan dengan kelancaran fungsi-fungsi
ketatausahaan, administrasi dalam operasionalisasi Partai di tingkat Cabang sesuai
dengan bidangnya masing-masing;
c.Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Sekretaris.
5.BENDAHARA
a.Ikut menentukan strategi dan manajemen di tingkat Cabang khususnya yang
menyangkut bidang keuangan;
b.Bertanggung jawab dan mempunyai wewenang untuk mencari dana dalam
rangka pemenuhan kebutuhan Partai di tingkat Cabang dan pengelolaannya secara
berdayaguna;
c.Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua.
6.WAKIL BENDAHARA
a.Membantu Bendahara dan memberikan masukan dalam manajemen keuangan
Partai;
b.Ikut bertanggung jawab dan mempunyai wewenang dalam pengumpulan dana
dalam rangka pemenuhan dana Partai di tingkat Cabang dan mengelolanya secara
berdayaguna sesuai dengan bidangnya masing-masing;
c.Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Bendahara.
Pasal 22
DEWAN PIMPINAN RANTING
1.KETUA
a.Pemegang Amanat kekuasaan eksekutif partai di Tingkat Kecamatan;
b.Melaksanakan program politik yang ditetapkan dalam MUNAS, RAPIMNAS,
MUSWIL, RAPIMWIL, MUSCAB, RAPIMCAB, MUSRAN dan RAPIMRAN
dengan memperhatikan kondisi daerah masing-masing;
c.Bersama-sama dengan para Wakil Ketua memberikan binaan, bimbingan dan
pengawasan mengenai pelaksanaan program Partai kepada jajaran Dewan
Pimpinan Partai dibawahnya;
d.Mempunyai wewenang untuk bertindak keluar untuk dan atas nama Partai di
kecamatannya;
e.Bertanggung jawab untuk membesarkan Partai dan mensukseskan Partai pada
setiap Pemilu;
f.Bertanggung jawab dalam pelaksanaan pengembangan Kader di kecamatannya
berdasarkan konsep pengkaderan yang ditetapkan oleh DPP;
2.WAKIL KETUA
a.Memberi masukan, pendapat kepada Ketua mengenai pelaksanaan kebijakan
politik di tingkat Ranting, berdasarkan bidangnya;
b.Memberi masukan dan membantu Ketua dalam mewujudkan rencana
penyelenggaraan kaderisasi untuk berbagai tujuan dalam rangka terwujudnya
pengembangan dan konsolidasi Partai, baik yang diselenggarakan secara Nasional
maupun Regional, Daerah Kecamatan dan Desa/Kelurahan;
c.Mengkoordinir, memberikan binaan, bimbingan dan pengawasan terhadap
Seksi-seksi di DPRan dan jajaran Partai dibawahnya yang berada dibawah
koordinasi dan wilayah masing-masing;
d.Ikut bertanggung jawab untuk membesarkan dan mensukseskan Partai pada
setiap Pemilu;
3.SEKRETARIS
a.Membantu Ketua dalam pelaksanaan manajemen Partai di tingkat Ranting;
b.Melakukan binaan, bimbingan dan pengawasan terhadap satuan-satuan
pelaksana tugas yang berada dibawahnya dalam DPRan agar berfungsi
sebagaimana mestinya;
c.Bertanggung jawab dan mempunyai wewenang untuk melakukan pengaturan,
pembinaan, pengawasan yang bersangkutan dengan kelancaran fungsi-fungsi
ketatausahaan, administrasi dalam operasionalisasi Partai di tingkat Ranting;
d.Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua.
4.WAKIL SEKRETARIS
a.Membantu Sekretaris berkenaan dengan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
Kesekretariatan Partai di DPRan;
b.Ikut bertanggung jawab dan mempunyai wewenang untuk mengatur, membina,
membimbing dan mengawasi yang berkenaan dengan kelancaran fungsi-fungsi
ketatausahaan, administrasi dalam operasionalisasi Partai di tingkat Ranting
sesuai dengan bidangnya masing-masing;
c.Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Sekretaris.
5.BENDAHARA
a.Ikut menentukan strategi dan manajemen di tingkat Ranting khususnya yang
menyangkut bidang keuangan;
b.Bertanggung jawab dan mempunyai wewenang untuk mencari dana dalam
rangka pemenuhan kebutuhan Partai di tingkat Ranting dan pengelolaannya secara
berdayaguna;
c.Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua.
6.WAKIL BENDAHARA
a.Membantu Bendahara dan memberikan masukan dalam manajemen keuangan
Partai;
b.Ikut bertanggung jawab dan mempunyai wewenang dalam pengumpulan dana
dalam rangka pemenuhan dana Partai di tingkat Ranting dan mengelolanya secara
berdayaguna sesuai dengan bidangnya masing-masing;
c.Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Bendahara.
Pasal 23
DEWAN PIMPINAN DESA/KELURAHAN
1.KETUA
a.Pemegang Amanat kekuasaan eksekutif partai di Tingkat Desa/Kelurahan dan
bertanggung jawab atas terlaksananya program partai ditingkat desa/kelurahan;
b.Melaksanakan program politik yang ditetapkan dalam MUNAS, RAPIMNAS,
MUSWIL, RAPIMWIL, MUSCAB, RAPIMCAB, MUSRAN, RAPIMRAN,
MUSDES/KEL dan RAPIMDES/KEL dengan memperhatikan kondisi daerah
masing masing;
c.Bersama-sama dengan para Wakil Ketua memberikan binaan, bimbingan dan
pengawasan mengenai pelaksanaan program Partai kepada jajaran Dewan
Pimpinan Partai dibawahnya;
d.Mempunyai wewenang untuk bertindak keluar untuk dan atas nama Partai;
e.Bertanggung jawab untuk membesarkan Partai dan mensukseskan Partai pada
setiap Pemilu;
f.Bertanggung jawab dalam pelaksanaan pengembangan Kader di wilayahnya
berdasarkan konsep pengkaderan yang ditetapkan oleh DPP;
2.WAKIL KETUA
a.Memberi masukan, pendapat kepada Ketua mengenai pelaksanaan kebijakan
politik di tingkat Desa/Kelurahan berdasarkan bidangnya;
b.Memberi masukan dan membantu Ketua dalam mewujudkan rencana
penyelenggaraan kaderisasi untuk berbagai tujuan dalam rangka terwujudnya
pengembangan dan konsolidasi Partai, baik yang diselenggarakan secara Nasional
maupun Regional, Daerah, Kecamatan dan Desa/Kelurahan;
c.Mengkoordinir, memberikan binaan, bimbingan dan pengawasan terhadap
Urusan-urusan di DPDes/Kel dan jajaran Partai dibawahnya yang berada dibawah
koordinasi dan Desa/Kelurahan masing-masing;
d.Ikut bertanggung jawab untuk membesarkan dan mensukseskan Partai pada
setiap Pemilu;
3.SEKRETARIS
a.Membantu Ketua dalam pelaksanaan manajemen Partai di tingkat
Desa/Kelurahan;
b.Melakukan binaan, bimbingan dan pengawasan terhadap satuan-satuan
pelaksana tugas yang berada dibawahnya dalam DPDes/Kel agar berfungsi
sebagaimana mestinya;
c.Bertanggung jawab dan mempunyai wewenang untuk melakukan pengaturan,
pembinaan, pengawasan yang bersangkutan dengan kelancaran fungsi-fungsi
ketatausahaan, administrasi dalam operasionalisasi Partai di tingkat
Desa/Kelurahan;
d.Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua.
4.WAKIL SEKRETARIS
a.Membantu Sekretaris berkenaan dengan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
Kesekretariatan Partai di DPDes/Kel;
b.Ikut bertanggung jawab dan mempunyai wewenang untuk mengatur, membina,
membimbing dan mengawasi yang berkenaan dengan kelancaran fungsi-fungsi
ketatausahaan, administrasi dalam operasionalisasi Partai di tingkat
Desa/Kelurahan sesuai dengan bidangnya masing-masing;
c.Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Sekretaris.
5.BENDAHARA
a.Ikut menentukan strategi dan manajemen di tingkat Desa/Kelurahan khususnya
yang menyangkut bidang keuangan;
b.Bertanggung jawab dan mempunyai wewenang untuk mencari dana dalam
rangka pemenuhan kebutuhan Partai di tingkat Desa/Kelurahan dan
pengelolaannya secara berdayaguna;
c.Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua.
6.WAKIL BENDAHARA
a.Membantu Bendahara dan memberikan masukan dalammanajemen keuangan
Partai;
b.Ikut bertanggung jawab dan mempunyai wewenang dalam pengumpulan dana
dalam rangka pemenuhan dana Partai di tingkat Desa/Kelurahan dan
mengelolanya secara berdayaguna sesuai dengan bidangnya masing-masing;
c.Dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Bendahara.
Pasal 24
LOWONGAN PENGURUS
1.Lowongan antar waktu Pengurus terjadi karena:
a.Mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis;
b.Diberhentikan;
c.Meninggal dunia.
2.Kewenangan pemberhentian Pengurus sebagaimana dimaksud ayat 1 huruf b
diatur sebagai berikut:
a.Untuk DPP dilakukan oleh Rapat BPH DPP dan dilaporkan kepada
RAPIMNAS;
b.Untuk DPW dilakukan oleh Rapat BPH DPP berdasarkan usul DPW;
c.Untuk DPC dilakukan oleh DPP berdasarkan hasil Rapat BPH DPW atas usul
DPC;
d.Untuk DPRan dilakukan oleh DPW berdasarkan hasil Rapat BPH DPC atas usul
DPRan;
e.Untuk DPDes/Kel dilakukan oleh DPW berdasarkan hasil Rapat BPH DPRan
atas usul DPDes/DPKel dan diketahui oleh DPC.
3.Pemberhentian sebagaimana diatur pada ayat 2 tersebut di atas, harus disertai
rekomendasi dari Dewan Kehormatan.
Pasal 25
Pengisian lowongan antar waktu untuk:
a.Pengurus DPP ditetapkan oleh Rapat BPH DPP dan dilaporkan kepada
RAPIMNAS;
b.Pengurus DPW dilakukan oleh Rapat BPH DPP berdasarkan usul DPW;
c.Pengurus DPC dilakukan oleh Rapat BPH DPP berdasarkan hasil Rapat BPH
DPW atas usul DPC;
d.Pengurus DPRan dilakukan oleh Rapat BPH DPW berdasarkan hasil Rapat BPH
DPC atas usul DPRan;
e.Pengurus DPDes/Kel dilakukan oleh DPW berdasarkan hasil Rapat BPH DPRan
atas usul DPDes/DPKel dan diketahui oleh DPC.
Pasal 26
Pengurus pengganti antar waktu melanjutkan sisa masa jabatan pengurus yang
digantikannya.
BAB IX
DEWAN PENASEHAT
Pasal 27
1.Dewan Penasehat pada setiap tingkatan berfungsi memberikan nasehat kepada
Dewan Pimpinan pada tingkatannya;
2.Dewan Penasehat memberi pertimbangan atas kebijakan eksternal yang bersifat
strategis, yang akan ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Partai sesuai dengan
tingkatannya;
3.Nasehat dan pertimbangan yang disampaikan Dewan Penasehat diperhatikan
sungguh-sungguh oleh Dewan Pimpinan Partai.
4.Ketua dan Anggota Dewan Penasehat ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Partai
sesuai dengan tingkatannya;
5.Ketua Dewan Penasehat dan anggota yang direkomendasi secara tertulis oleh
Ketua Dewan Penasehat berhak menghadiri rapat-rapat yang diselenggarakan oleh
Dewan Pimpinan Partai sesuai tingkatannya.
BAB X
FRAKSI DAN KOMISI
Pasal 28
1.DPP menetapkan komposisi dan personalia Pimpinan Fraksi di MPR-RI dan
DPR-RI.
2.DPP menentukan Pimpinan Fraksi di DPRD tingkat Provinsi atas usul DPW.
3.Penempatan posisi di Komisi, Panitia dan Badan di DPRD tingkat Provinsi
ditetapkan oleh DPW;
4.DPW menentukan Pimpinan Fraksi di DPRD tingkat Kabupaten/Kota atas usul
DPC;
5.Penempatan posisi di Komisi, Panitia dan Badan di DPRD tingkat
Kabupaten/Kota ditetapkan oleh DPC;
6.Ketentuan lebih lanjut tentang Fraksi dan Komisi diatur dalam PP.
BAB XI
MUSYAWARAH DAN RAPAT-RAPAT
Bagian Kesatu
MUSYAWARAH DAN RAPAT-RAPAT NASIONAL
Pasal 29
MUSYAWARAH NASIONAL
1.Musyawarah Nasional (MUNAS) dihadiri
a.Peserta;
b.Peninjau;
c.Undangan.
2.Peserta terdiri atas:
a.DPP dengan seluruh Pengurus Pleno;
b.DPW;
c.Pimpinan Pusat Organisasi sayap dan Pendiri.
3.Peserta yang mempunyai hak suara adalah:
a.DPP mempunyai 5 (lima) hak suara;
b.DPW mempunyai 3 (tiga) hak suara;
c.Organisasi Sayap dan Pendiri secara bersama sama memiliki 1 (satu) hak suara.
4.Peninjau terdiri atas:
a.Dewan Penasehat Pusat;
b.Dewan Kehormatan DPP PDS;
c.Deperpu;
d.DPC
5.Undangan terdiri atas:
a.Perwakilan Institusi;
b.Perorangan.
6. Jumlah Peserta, Peninjau dan Undangan MUNAS ditetapkan oleh DPP;
7. Khusus untuk peserta yang mewakili unsur DPW jumlah pesertanya ditetapkan
oleh DPP;
8. Pimpinan Sidang MUNAS dipilih dari dan oleh Peserta;
9. Sebelum Pimpinan Sidang MUNAS terpilih, Pimpinan Sementara adalah
DPP.
Pasal 30
Ketentuan mengenai MUNAS sebagaimana tercantum dalam Pasal 29 ayat 1
sampai dengan ayat 9 berlaku bagi Musyawarah Nasional Luar Biasa.
Pasal 31
RAPAT PIMPINAN NASIONAL
1.Rapat Pimpinan Nasional (RAPIMNAS) dihadiri oleh:-
a.Peserta;
b.Peninjau;
c.Undangan.
2.Peserta terdiri atas:
a.DPP;
b.Ketua DPW;
c.Ketua Pimpinan Pusat Organisasi Sayap dan Pendiri.
3.Peserta yang mempunyai hak suara adalah:
a.DPP mempunyai 5 (lima) hak suara;
b.DPW mempunyai 1 (satu) hak suara;
c.Organisasi Sayap dan Pendiri secara bersama-sama memiliki 1 (satu) hak suara.
4.Peninjau terdiri atas:
a.Ketua Dewan Penasehat Pusat;
b.Ketua Dewan Kehormatan;
c.Ketua Deperpu.
5.Undangan terdiri atas:
a.Perwakilan Institusi;
b.Perorangan.
6.Jumlah Peserta, Peninjau dan Undangan RAPIMNAS ditetapkan oleh DPP.
Pasal 32
RAPAT KERJA NASIONAL
1. Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) dihadiri oleh:
a. Peserta;
b. Peninjau;
c. Undangan.
2. Peserta terdiri atas:
a. DPP;
b. DPW;
c. DPC;
d. Organisasi Sayap dan Pendiri.
3. Peserta yang mempunyai hak suara adalah:
a. DPP mempunyai 5 (lima) hak suara;
b. DPW mempunyai 3 (tiga) hak suara;
c. DPC mempunyai 1 (satu) hak suara;
d. Organisasi Sayap dan Pendiri secara bersama-sama memiliki 1 (satu) hak suara.
4. Peninjau terdiri atas:
a. Dewan Penasehat Pusat;
b. Dewan Kehormatan;
c. Deperpu.
5. Undangan terdiri atas:
a. Perwakilan Institusi;
b. Perorangan.
6. Jumlah Peserta, Peninjau dan Undangan Rapat Kerja Nasional ditetapkan oleh
DPP.
Bagian Kedua
MUSYAWARAH DAN RAPAT-RAPAT WILAYAH
Pasal 33
1.Musyawarah Wilayah (MUSWIL) dihadiri oleh:
a.Peserta;
b.Peninjau;
c.Undangan.
2.Peserta terdiri atas:
a.Utusan DPP;
b.DPW;
c.DPC;
d.Organisasi Sayap
3.Peserta yang mempunyai hak suara adalah:
a.DPP mempunyai 1 (satu) hak suara;
b.DPW mempunyai 3 (tiga) hak suara;
c.DPC mempunyai 3 (tiga) hak suara;
d.Organisasi Sayap secara bersama-sama memiliki 1 (satu) hak suara.
4.Peninjau terdiri atas:
a.Dewan Penasehat Wilayah;
b.Dewan Kehormatan Wilayah;
5.Undangan terdiri atas:
a.Perwakilan Institusi;
b.Perorangan.
6.Jumlah Peserta, Peninjau dan Undangan MUSWIL ditetapkan oleh DPW;
7.Pimpinan Sidang MUSWIL dipilih dari dan oleh Peserta;
8.Sebelum Pimpinan Sidang MUSWIL terpilih, Pimpinan Sementara adalah
DPW.
Pasal 34
Ketentuan mengenai MUSWIL sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 ayat 1
sampai dengan ayat 8 berlaku bagi MUSWILUB.
Pasal 35
RAPAT PIMPINAN WILAYAH
1.Rapat Pimpinan Wilayah (RAPIMWIL) dihadiri oleh:
a.Peserta;
b.Peninjau;
c.Undangan.
2.Peserta terdiri atas:
a.Unsur DPP;
b.DPW;
c.DPC;
d.Organisasi Sayap.
3.Peserta yang mempunyai hak suara adalah:
a.DPW mempunyai 3 (tiga) hak suara;
b.DPC mempunyai 1 (satu) hak suara;
c.Organisasi Sayap secara bersama-sama memiliki 1 (satu) hak suara.
4.Peninjau terdiri atas:
a.Dewan Penasehat Wilayah;
b.Dewan Kehormatan Wilayah.
5.Undangan terdiri atas:
a.Perwakilan Institusi;
b.Perorangan.
6.Jumlah Peserta, Peninjau dan Undangan RAPIMWIL ditetapkan oleh DPW.
Pasal 36
RAPAT KERJA WILAYAH
1.Rapat Kerja Wilayah (RAKERWIL) dihadiri oleh:
a.Peserta;
b.Peninjau;
c.Undangan.
2.Peserta terdiri atas:
a.Unsur DPP;
b.DPW;
c.DPC;
d.Organisasi Sayap.
3.Peserta yang mempunyai hak suara adalah:
a.DPW mempunyai 3 (tiga) hak suara;
b.DPC mempunyai 3 (tiga) hak suara;
c.DPRan mempunyai 1 (satu) hak suara
d.DPDes/Kel mempunyai 1(satu) hak suara
e.Organisasi Sayap tingkat wilayah secara bersama sama memiliki 1 (satu) hak
suara.
4.Peninjau terdiri atas:
a.Dewan Penasehat Wilayah;
b.Dewan Kehormatan Wilayah.
5.Undangan terdiri atas:
a.Perwakilan Institusi;
b.Perorangan.
6.Jumlah Peserta, Peninjau dan Undangan RAKERWIL ditetapkan oleh DPW.
Bagian Ketiga
MUSYAWARAH DAN RAPAT-RAPAT CABANG
Pasal 37
MUSYAWARAH CABANG
1.Musyawarah Cabang (MUSCAB) dihadiri oleh:
a.Peserta;
b.Peninjau;
c.Undangan.
2.Peserta terdiri atas:
a.Utusan DPP;
b.Utusan DPW;
c.DPC;
d.Unsur DPRan;
e.Organisasi Sayap.
3.Peserta yang mempunyai hak suara adalah:
a.DPW mempunyai 1 (satu) hak suara;
b.DPC mempunyai 3 (tiga) hak suara;
c.DPRan mempunyai 3 (tiga) hak suara
d.Organisasi Sayap tingkat cabang secara bersama-sama memiliki 1 (satu) hak
suara.
4.Peninjau terdiri atas:
a.Dewan Penasehat Cabang;
b.Dewan Kehormatan Cabang.
5.Undangan terdiri atas:
a.Perwakilan Institusi;
b.Perorangan.
6.Jumlah Peserta, Peninjau dan Undangan MUSCAB ditetapkan oleh DPC.
7.Pimpinan Sidang MUSCAB dipilih dari dan oleh Peserta;
8.Sebelum Pimpinan Sidang MUSCAB terpilih, Pimpinan Sementara adalah
DPC.
Pasal 38
Ketentuan mengenai MUSCAB sebagaimana tercantum dalam pasal 36 ayat 1
sampai dengan ayat 8 berlaku bagi MUSCABLUB.
Pasal 39
RAPAT PIMPINAN CABANG
1.Rapat Pimpinan Cabang (RAPIMCAB) dihadiri oleh:
a.Peserta;
b.Peninjau;
c.Undangan.
2.Peserta terdiri atas:
a.Utusan DPW;
b.DPC;
c.Unsur DPRan;
d.Organisasi Sayap tingkat Cabang.
3.Peserta yang mempunyai hak suara adalah:
a.DPC mempunyai 3 (tiga) hak suara;
b.DPRan mempunyai 1 (satu) hak suara
c.Organisasi Sayap tingkat cabang secara bersama- sama memiliki 1 (satu) hak
suara.
4.Peninjau terdiri atas:
a.Dewan Penasehat Cabang;
b.Dewan Kehormatan Cabang.
5.Undangan terdiri atas:
a.Perwakilan Institusi;
b.Perorangan.
6.Jumlah Peserta, Peninjau dan Undangan RAPIMCAB ditetapkan oleh DPC.
Pasal 40
RAPAT KERJA CABANG
1.Rapat Kerja Cabang (RAKERCAB) dihadiri oleh:
a.Peserta;
b.Peninjau;
c.Undangan.
2.Peserta terdiri atas:
a.Utusan DPW;
b.DPC;
c.Unsur DPRan;
d.Utusan DPDes/Kel ;
e.Organisasi Sayap tingkat Cabang.
3.Peserta yang mempunyai hak suara adalah:
a.DPC mempunyai 3 (tiga) hak suara;
b.DPRan mempunyai 2 (dua) hak suara
c.Organisasi Sayap tingkat cabang secara bersama sama memiliki 1 (satu) hak
suara.
4.Peninjau terdiri atas:
a.Dewan Penasehat Cabang;
b.Dewan Kehormatan Cabang.
5.Undangan terdiri atas:
a.Perwakilan Institusi;
b.Perorangan.
6.Jumlah Peserta, Peninjau dan Undangan RAKERCAB ditetapkan oleh DPC.
Bagian Keempat
MUSYAWARAH DAN RAPAT RANTING
Pasal 41
MUSYAWARAH RANTING
1.Musyawarah Ranting (MUSRan) dihadiri oleh:
a.Peserta;
b.Peninjau;
c.Undangan.
2.Peserta terdiri atas:
a.Utusan DPW;
b.Utusan DPC;
c.DPRan;
d.Utusan DPDes/Kel ;
e.Organisasi Sayap tingkat Ranting.
3.Peserta yang mempunyai hak suara adalah:
a.DPC mempunyai 1 (satu) hak suara;
b.DPRan mempunyai 3 (tiga) hak suara
c.DPDes/Kel mempunyai 3 (tiga) hak suara;
d.Organisasi Sayap tingkat ranting secara bersama-sama memiliki 1 (satu) hak
suara.
4.Peninjau terdiri atas:
a.Dewan Penasehat Ranting;
b.Dewan Kehormatan Ranting.
5.Undangan terdiri atas:
a.Perwakilan Institusi;
b.Perorangan.
6.Jumlah Peserta, Peninjau dan Undangan MUSRan ditetapkan oleh DPRan.
7.Pimpinan Sidang MUSRan dipilih dari dan oleh Peserta;
8.Sebelum Pimpinan Sidang MUSRan terpilih, Pimpinan Sementara adalah
DPRan.
Pasal 42
Ketentuan mengenai MUSRan sebagaimana tercantum dalam pasal 40 ayat 1
sampai dengan ayat 8 berlaku bagi MUSRanLUB.
Pasal 43
RAPAT PIMPINAN RANTING
1.Rapat Pimpinan Ranting (RAPIMRan) dihadiri oleh:
a.Peserta;
b.Peninjau;
c.Undangan.
2.Peserta terdiri atas:
a.Utusan DPC;
b.DPRan;
c.Utusan DPDes/Kel ;
d.Organisasi Sayap tingkat Ranting.
3.Peserta yang mempunyai hak suara adalah:
a.DPC mempunyai 1 (satu) hak suara;
b.DPRan mempunyai 3 (tiga) hak suara
c.DPDes/Kel mempunyai 1 (satu) hak suara;
d.Organisasi Sayap tingkat ranting secara bersama-sama memiliki 1 (satu) hak
suara.
4.Peninjau terdiri atas:
a.Dewan Penasehat Ranting;
b.Dewan Kehormatan Ranting.
5.Undangan terdiri atas:
a.Perwakilan Institusi;
b.Perorangan.
6.Jumlah Peserta, Peninjau dan RAPIMRan ditetapkan oleh DPRan;
Bagian Kelima
Pasal 44
MUSYAWARAH DESA/KELURAHAN
1.MUSDel/Kel dihadiri oleh:
a.Peserta;
b.Peninjau;
c.Undangan.
2.Peserta terdiri atas:
a.Utusan DPW;
b.Utusan DPC;
c.Utusan DPRan;
d.DPDes/Kel
e.Anggota;
f.Organisasi Sayap tingkat Desa/Kelurahan.
3.Peserta yang mempunyai hak suara adalah:
a.DPC mempunyai 1 (satu) hak suara;
b.DPRan mempunyai 1 (satu) hak suara;
c.DPDes/Kel mempunyai 3 (tiga) hak suara;
d.Anggota masing-masing mempunyai 1 (satu) suara;
e.Organisasi Sayap tingkat Desa/Kelurahan secara bersama-sama memiliki 1
(satu) hak suara.
4.Peninjau terdiri atas:
a.Dewan Penasehat Desa/Kelurahan.;
b.Dewan Kehormatan Desa/Kelurahan.
5.Undangan terdiri atas:
a.Perwakilan Institusi;
b.Perorangan.
6.Jumlah Peserta, Peninjau dan Undangan MUSDel/Kel ditetapkan oleh
DPDes/Kel;
7.Pimpinan Sidang MUSDel/Kel dipilih dari dan oleh Peserta;
8.Sebelum Pimpinan Sidang MUSDel/Kel. terpilih, Pimpinan Sementara adalah
DPDes/Kel.
Pasal 45
Ketentuan mengenai MUSDes/Kel sebagaimana tercantum dalam pasal 43 ayat 1
sampai dengan ayat 8 berlaku bagi MUSDes/Kel Luar Biasa.
BAB XII
Pasal 46
HAK BICARA DAN HAK SUARA
1.Peserta mempunyai hak bicara dan hak suara;
2.Peninjau mempunyai hak bicara;
3.Undangan tidak mempunyai hak bicara.
BAB XIII
Pasal 47
PEMBERHENTIAN/RECALL ANGGOTA LEGISLATIF
1.Pemberhentian/Recall untuk semua tingkat Anggota Legislatif dilakukan oleh
DPP;
2.Pemberhentian/Recall Anggota Legislatif dilakukan berdasarkan hal-hal
sebagai berikut:
a.Karena melanggar AD/ART dan PP lainnya;
b.Dipidana berdasarkan keputusan Pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan
hukum tetap;
c.Tidak dapat menjalankan kewajibannya selama 6 (enam) bulan berturut-turut;
d.Mendapat sanksi dari Dewan Kehormatan DPR RI/DPRD sebanyak 3 (tiga)
kali dalam 1 (satu) tahun;
e.Tidak melaksanakan kontribusi kepada partai selama 3 (tiga) bulan berturut-
turut;
f.Tidak loyal terhadap kebijakan partai atau secara nyata-nyata telah menghianati
partai yang akan merugikan dan menjatuhkan citra partai.
3.Pemberhentian dimaksud dalam Pasal 46 ayat 1 diatas baru dilakukan setelah
mendapat rekomendasi
dari Dewan Kehormatan DPP;
4.Wewenang melakukan pemberhentian Anggota Legislatif dilakukan melalui
mekanisme yaitu;
a.Pemberhentian terhadap Anggota Legislatif yang duduk pada DPRD
Kabupaten/Kota dilakukan oleh DPP atas usul DPC setelah mendapat
rekomendasi dari DPW;
b.Pemberhentian terhadap Anggota Legislatif yang duduk pada DPRD Provinsi
dilakukan oleh DPP atas usul DPW;
c.Pemberhentian terhadap Anggota Legislatif yang duduk pada DPR-RI
dilakukan oleh DPP.
5.Kesepakatan tentang Penggantian Antarwaktu Anggota Legislatif di antara
Calon Anggota Legislatif disemua tingkatan diatur dalam PP.
Pasal 48
1.Upaya pembelaan atau banding dari Anggota Legislatif yang diberhentikan:
a.Banding terhadap putusan pemberhentian DPC disampaikan kepada DPP
melalui mekanisme Dewan Kehormatan;
b.Banding terhadap putusan pemberhentian DPW disampaikan kepada DPP;
c.Banding terhadap putusan pemberhentian DPP disampaikan kepada
RAPIMNAS;
2.Jangka waktu melakukan pembelaan atau banding:
Banding pada setiap tingkatan Dewan Pimpinan Partai harus disampaikan
selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah diterimanya Surat Keputusan
Pemberhentian.
Pasal 49
KONTRIBUSI ANGGOTA LEGISLATIF
1.Kontribusi dari Anggota Legislatif DPR-RI, DPRD Propinsi dan Kabupten/Kota
30 % (tigapuluh persen) dari total penghasilan (Take home pay) yang diserahkan
kepada Rekening PDS dan akan- dikelola untuk kepentingan Pemilu dan Partai.
2.Pengelolaan dana kontribusi diatur lebih lanjut dalam PP.
BAB XIV
Pasal 50
HIRARKI PERATURAN DAN KEPUTUSAN
1.Hirarki Peraturan adalah sebagai berikut:
a.Anggaran Dasar (AD);
b.Anggaran Rumah Tangga (ART);
c.Peraturan Partai (PP).
2.Hirarki Keputusan adalah sebagai berikut:
a.Keputusan Munas/Munaslub;
b.Keputusan Rapimnas;
c.Keputusan Rakernas;
d.Keputusan DPP;
e.Keputusan Muswil/Muswilub;
f.Keputusan Rapimwil;
g.Keputusan Rakerwil;
h.Keputusan DPW;
i.Keputusan Muscab/Muscablub;
j.Keputusan Rapimcab;
k.Keputusan Rakercab;
l.Keputusan DPC;
m.Keputusan Musran/Musranlub;
n.Keputusan Rapimran;
o.Keputusan Rakeran;
p.Keputusan DPRan;
q.Keputusan MusDes/Kel.
3.PP disusun oleh DPP melalui Rapat BPH DPP;
4.Peraturan dan Keputusan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan
yang lebih tinggi.
BAB XV
Pasal 51
LARANGAN JABATAN RANGKAP PENGURUS
1.Jabatan rangkap secara vertikal dilarang pada setiap tingkatan Dewan Pimpinan
Partai;
2.Jabatan rangkap secara horizontal hanya diperkenankan untuk sementara bila
terjadi kekosongan jabatan kepengurusan pada setiap tingkatan Dewan Pimpinan
Partai;
3.Jabatan rangkap sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tersebut di atas ditetapkan
dalam rapat BPH;
4.Khusus untuk Ketua Umum/Ketua, Sekertaris Jendral/Sekertaris dan Bendahara
Umum/Bendahara disemua tingkatan tidak boleh merangkap jabatan Pimpinan
Eksekutif Organisasi Sayap.
BAB XVI
Pasal 52
PENEMPATAN WAKIL PARTAI DI MPR-RI
Penempatan wakil partai di MPR-RI dilakukan oleh Ketua Umum melalui Rapat
BPH DPP.
BAB XVII
Pasal 53
PENUTUP
1.Hal-hal yang belum diatur dalam ART ini diatur dalam PP
2.ART ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan : di Jakarta
Hari/Tgl. : Rabu, 18 April 2007
Disusun dan ditetapkan oleh Team Ad Hoc berdasarkan Keputusan MUNASLUB
No. 002/MUNASLUB/PDS/IV/ 2007, tanggal 11 April 2007
TIM AD HOC PENYEMPURNAAN DAN FINALISASI AD/ART
Hadir:
1.Bonar Simangunsong, Ketua merangkap Anggota:
2.Sahat Sinaga, Sekretaris merangkap Anggota:
3.Arthur Kotambunan, Anggota:
4.Aldentua Siringoringo, Anggota:
5.Rudy Sinaga, Anggota;
6.Sukiwi Tjong, Anggota:
Tidak Hadir:
1. Constant M. Ponggawa, Anggota:
2. Ronald Simbolon, Anggota:
3. Michael Tedja, Anggota:
http://partaidamaisejahtera.org//content/view/77/32/
September 29, 2010
Lampiran 5
SUSUNAN PENGURUS
DEWAN PIMPINAN PUSAT
PARTAI DAMAI SEJAHTERA 2001-2006
1. Ketua Dewan Penasehat: B. Simangunsong
2. Ketua Umum : dr. Ruyandi Hutasoit, Sp.U
3. Ketua I : R. Sianturi
4. Ketua II : Walman S.
5. Ketua III : Barbara Louisse Oudang Muntu
6. Ketua IV: Tiurlan Hutagaol
7. Ketua V : Marthen P.
8. Ketua VI : Retna S.
9. Ketua VII : Nora S.
10. Ketua VIII : Agus S.
11. Ketua Bappilu : Karel Waas
12. Ketua Balitbang : S. Martin Sirait
13. Sekretaris Jenderal: M.L. Denny Tewu, MM.
14. Bendahara: Teguh Ayu C.
Sumber: DPP PDS
Lampiran 6
LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI HUKUM DAN HAM RI
NOMOR: M-10.UM.06.08 TAHUN 2007
TANGGAL : 23 AGUSTUS 2007
SUSUNAN PENGURUS
DEWAN PIMPINAN PUSAT
PARTAI DAMAI SEJAHTERA 2006 - 2011
1. Ketua Umum : dr. Ruyandi Hutasoit, Sp.U
2. Wakil Ketua Umum : ML. Denny Tewu, SE, MM
3. Ketua Bidang OKK : Sahat Sinaga, SH.M.Kn
4. Ketua Bidang Pemerintahan dan Politik : Jos Rahawadan
5. Ketua Bidang Keagamaan : Sarah Fifi
6. Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan : Theodora E. Kalesaran
7. Ketua Bidang Hukum dan HAM : Aldentua Siringoringo, SH
8. Ketua Bidang BAPPILU : Drs. Sabar Martin Sirait
9. Ketua Bidang PILKADA : Gideon Mamahit, SH
10. Ketua Bidang Hubungan Antar Daerah : Ir. Wilson Sirait
11. Ketua Bidang Penegakan Disiplin Partai : Hanan Soeharto, SH
12. Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi : Stephen Mandagi
13. Ketua Bidang Sosial dan Kemasyarakatan : Barbara Louisse Oudang
Muntu
14. Ketua Bidang Bisnis dan Investasi : Gerry Mbotemoy
15. Ketua Bidang Pembinaan Legislator : Ketua Fraksi PDS DPR-RI
16. Ex Officio Ibukota Negara : Ketua DPW DKI
17. Ketua Bidang Ekonomi : Retna Situmorang
18. Sekretaris Jenderal : Ir. Ferry B. Regar
19. WaSekJen Bidang OKK : Leo Alfian Lintang, S. Sos
20. WaSekjen Bidang Pemerintahan dan Politik : Otto de Ruiter, SH
21. WaSekJen Bidang Keagamaan : Yonather Karoba, S.Th
22. WaSekJen Bidang Pemberdayaan Perempuan : Grace Keseger, SE
23. WaSekJen Bidang Hukum dan HAM : Freddy T Manurung, SH
24. WaSekJen Bidang BAPPILU : Rustika Sianturi, SH
25. WaSekJen Bidang PILKADA : Liestriana Mangunsong, SE
26. WaSekJen Bidang Hub Antar Daerah : Randi Lapian
27. WaSekJen Bidang Penegakan Disiplin Partai : Hendrik Assa, SH
28. WaSekJen Bidang Informasi dan Komunikasi : Drs. Yosef Ariwibowo
29. WaSekJen Bidang Bisnis dan Investasi : Hanny M Pello
30. WaSekJen Bidang Sosial dan Kemasyarakatan : Otoli Zebua, S.Th
31. WaSekJen Bidang Ekonomi : Maureen Adoe, MM
32. WaSekjen Bidang Pembinaan Legislator : Samuel AD Lawalata
33. Bendahara Umum : Carol D Kadang, SE.MM
34. Wakil Bendahara : Basuki Hariman
35. Wakil Bendahara : Tendy Irianto, SE
36. Wakil Bendahara : Imelda ita Kusuma K, S.Th
37. Wakil Bendahara : Berliando Lumbantoruan, SE
38. Wakil Bendahara : Brian V. Saerang
http://partaidamaisejahtera.net//content/view/68/1/
30 Juli 2009
Lampiran 7
PERATURAN BERSAMA
MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR : 9 TAHUN 2006
NOMOR : 8 TAHUN 2006
TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA
DAERAH
DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA,
PEMBERDAYAAN FORUM
KERUKUNAN UMAT BERAGAMA, DAN PENDIRIAN RUMAH IBADAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI,
Menimbang :
a. bahwa hak beragama adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi
dalam keadaan apapun;
b. bahwa setiap orang bebas memilih agama dan beribadat menurut agamanya;
c. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu;
d. bahwa Pemerintah berkewajiban melindungi setiap usaha penduduk
melaksanakan ajaran agama dan ibadat pemeluk-pemeluknya, sepanjang
tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan, tidak
menyalahgunakan atau menodai agama, serta tidak mengganggu
ketenteraman dan ketertiban umum;
e. bahwa Pemerintah mempunyai tugas untuk memberikan bimbingan dan
pelayanan agar setiap penduduk dalam melaksanakan ajaran agamanya
dapat berlangsung dengan rukun, lancar, dan tertib;
f. bahwa arah kebijakan Pemerintah dalam pembangunan nasional di bidang
agama antara lain peningkatan kualitas pelayanan dan pemahaman agama,
kehidupan beragama, serta peningkatan kerukunan intern dan antar umat
beragama;
g. bahwa daerah dalam rangka menyelenggarakan otonomi, mempunyai
kewajiban . melaksanakan urusan wajib bidang perencanaan, pemanfaatan,
dan pengawasan tata ruang serta kewajiban melindungi masyarakat, menjaga
persatuan, kesatuan, dan kerukunan nasional serta keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
h. bahwa kerukunan umat beragama merupakan bagian penting dari kerukunan
nasional;
i. bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam rangka melaksanakan
tugas dan wewenangnya mempunyai kewajiban memelihara ketenteraman
dan ketertiban masyarakat;
j. bahwa Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri
Nomor 01/BER/MDN-MAG/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur
Pemerintahan dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan
Pengembangan dan Ibadat Agama oleh PemelukPemeluknya untuk
pelaksanaannya di daerah otonom, pengaturannya perlu mendasarkan dan
menyesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
k. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j,
perlu menetapkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam
Negeri tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan
Forum Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat;
Mengingat :
1. Undang-Undang Penetapan Presiden Nomor I Tahun 1965 tentang
Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2726);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 44, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3298);
3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3886);
4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4247);
5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Daerah
menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 4 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4468);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1986 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1985 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1986 Nomor 24 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3331);
8. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009;
9. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Susunan Organisasi dan Tatakerja Kementerian Negara Republik Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005;
10. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas
Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah
dan terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2005;
11. Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor
1/BER/MDN-MAG/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahan
Dalam Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan
Ibadat Agama oleh PemelukPemeluknya;
12. Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor
1/BER/MDN-MAG/1979 tentang Tatacara Pelaksanaan Penyiaran Agama dan
Bantuan Luar Negeri kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia;
13. Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2002 tentang Organisasi dan
Tata
Kerja Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi dan Kantor Departemen
Agama Kabupaten/Kota;
14. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 Tahun 2003 tentang Struktur
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Dalam Negeri;
15. Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Departemen Agama;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI
DALAM NEGERI
TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEPALA
DAERAH/WAKIL
KEPALA DAERAH DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT
BERAGAMA,
PEMBERDAYAAN FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DAN
PENDIRIAN
RUMAH IBADAT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bersama ini yang dimaksud dengan :
1. Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama
yang dilandasi
toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam
pengamalan ajaran
agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara di dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara
RepublikTahun 1945.
2. Pemeliharaan kerukunan umat beragama adalah upaya bersama umat beragama
dan Pemerintah
di bidang pelayanan, pengaturan, dan pemberdayaan umat beragama.
3. Rumah ibadat adalah bangunan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang khusus
dipergunakan untuk
beribadat bagi para pemeluk masing-masing agama secara permanen, tidak
termasuk tempat
ibadat keluarga.
4. Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan yang selanjutnya disebut Ormas
Keagamaan adalah
organisasi nonpemerintah bervisi kebangsaan yang dibentuk berdasarkan
kesamaan agama oleh
warga negara Republik Indonesia secara sukarela, berbadan hukum, dan telah
terdaftar di
pemerintah daerah setempat serta bukan organisasi sayap partai politik.
5. Pemuka Agama adalah tokoh komunitas umat beragama baik yang memimpin
ormas keagamaan
maupun yang tidak memimpin ormas keagamaan yang diakui dan atau dihormati
oleh masyarakat
setempat sebagai panutan.
6. Forum Kerukunan Umat Beragama, yang selanjutnya disingkat FKUB, adalah
forum yang dibentuk
oleh masyarakat dan difasilitasi oleh Pemerintah dalam rangka membangun,
memelihara, dan
memberdayakan umat beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan.
7. Panitia pembangunan rumah ibadat adalah panitia yang dibentuk oleh umat
beragama, ormas
keagamaan atau pengurus rumah ibadat.
8. Izin Mendirikan Bangunan rumah ibadat yang selanjutnya disebut IMB rumah
ibadat, adalah izin yang
diterbitkan oleh bupati/walikota untuk pembangunan rumah ibadat.
BAB II
TUGAS KEPALA DAERAH DALAM PEMELIHARAAN
KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
Pasal 2
Pemeliharaan kerukunan umat beragama menjadi tanggung jawab bersama umat
beragama,
pemerintahan daerah dan Pemerintah.
Pasal 3
(1) Pemeliharaan kerukunan umat beragama di provinsi menjadi tugas dan
kewajiban gubernur.
(2) Pelaksanaan tugas dan kewajiban gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dibantu oleh
kepala kantor wilayah departemen agama provinsi.
Pasal 4
(1) Pemeliharaan kerukunan umat beragama di kabupaten/kota menjadi tugas dan
kewajiban
bupati/walikota.
(2) Pelaksanaan tugas dan kewajiban bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibantu
oleh kepala kantor departemen agama kabupaten/kota.
Pasal 5
(1) Tugas dan kewajiban gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi
:
a. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi
terwujudnya
kerukunan umat beragama di provinsi;
b. mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di provinsi dalam pemeliharaan
kerukunan
umat beragama;
c. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati,
dan saling
percaya di antara umat beragama; dan
d. membina dan mengoordinasikan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil
walikota dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban
masyarakat
dalam kehidupan beragama.
(2) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan
huruf d dapat
didelegasikan kepada wakil gubernur.
Pasal 6
(1) Tugas dan kewajiban bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
meliputi :
a. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi
terwujudnya
kerukunan umat beragama di kabupaten/kota;
b. mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di kabupaten/kota dalam
pemeliharaan
kerukunan umat beragama;
c. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati,
dan saling
percaya di antara umat beragama;
d. membina dan mengoordinasikan camat, lurah, atau kepala desa dalam
penyelenggaraan
pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam
kehidupan
beragama;
e. menerbitkan IMB rumah ibadat.
(2) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan
huruf d dapat
didelegasikan kepada wakil bupati/wakil walikota.
(3) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c di
wilayah kecamatan
dilimpahkan kepada camat dan di wilayah kelurahan/desa dilimpahkan kepada
lurah/kepala desa
melalui camat.
Pasal 7
(1) Tugas dan kewajiban camat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3)
meliputi:
a. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi
terwujudnya
kerukunan umat beragama di wilayah kecamatan;
b. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati,
dan saling
percaya di antara umat beragama; dan
c. membina dan mengoordinasikan lurah dan kepala desa dalam penyelenggaraan
pemerintahan
daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan
keagamaan.
(2) Tugas dan kewajiban lurah/ kepala desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 6
ayat (3) meliputi
a. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi
terwujudnya
kerukunan umat beragama di wilayah kelurahan/desa; dan
b. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati,
dan saling
percaya di antara umat beragama.
BAB III
FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
Pasal 8
(1) FKUB dibentuk di provinsi dan kabupaten/kota.
(2) Pembentukan FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
masyarakat dan
difasilitasi oleh pemerintah daerah.
(3) FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki hubungan yang bersifat
konsultatif.
Pasal 9
(1) FKUB provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) mempunyai
tugas:
a. melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat;
b. menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat;
c. menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk
rekomendasi sebagai bahan kebijakan gubernur; dan
d. melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang
keagamaan yang
berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat.
(2) FKUB kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)
mempunyai tugas :
a. melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat;
b. menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat;
c. menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk
rekomendasi
sebagai bahan kebijakan bupati/walikota;
d. melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang
keagamaan
yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat;
dan
e. memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadat.
Pasal 10
(1) Keanggotaan FKUB terdiri atas pemuka-pemuka agama setempat.
(2) Jumlah anggota FKUB provinsi paling banyak 21 orang dan jumlah anggota
FKUB , kabupaten/kota
paling banyak 17 orang.
(3) Komposisi keanggotaan FKUB provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan berdasarkan perbandingan jumlah pemeluk agama setempat dengan
keterwakilan
minimal 1 (satu) orang dari setiap agama yang ada di propinsi dan
kabupaten/kota.
(4) FKUB dipimpin oleh 1 (satu) orang ketua, 2 (dua) orang wakil ketua, 1(satu)
orang sekretaris, 1
(satu) orang wakil sekretaris, yang dipilih secara musyawarah oleh anggota.
Pasal 11
(1) Dalam memberdayakan FKUB, dibentuk Dewan Penasihat FKUB di provinsi
dan
kabupaten/kota.
(2) Dewan Penasihat FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai
tugas :
a. membantu kepala daerah dalam merumuskan kebijakan pemeliharaan
kerukunan umat
beragama; dan
b. memfasilitasi hubungan kerja FKUB dengan pemerintah daerah dan hubungan
antar sesama
instansi pemerintah di daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama.
(3) Keanggotaan Dewan Penasehat FKUB provinsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan
oleh gubernur dengan susunan keanggotaan:
a. Ketua : wakil gubernur;
b. Wakil Ketua : kepala kantor wilayah departemen agama
provinsi; c. Sekretaris : kepala badan kesatuan bangsa dan politik
provinsi; d. Anggota : pimpinan instansi terkait.
(4) Dewan Penasehat FKUB kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh
bupati/walikota dengan susunan keanggotaan:
a. Ketua : wakil bupati/wakil walikota;
b. Wakil Ketua : kepala kantor departemen agama kabupaten/kota;
c. Sekretaris : kepala badan kesatuan bangsa dan politik kabupaten/kota;
d. Anggota : pimpinan instansi terkait.
Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut mengenai FKUB dan Dewan Penasihat FKUB provinsi dan
kabupaten/kota diatur
dengan Peraturan Gubernur.
BAB IV
PENDIRIAN RUMAH IBADAT
Pasal 13
(1) Pendirian rumah ibadat didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-
sungguh berdasarkan
komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di
wilayah
kelurahan/desa.
(2) Pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan tetap menjaga
kerukunan umat beragama, tidak mengganggu ketenteraman dan ketertiban
umum, serta
mematuhi peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal keperluan nyata bagi pelayanan umat beragama di wilayah
kelurahan/desa
sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak terpenuhi, pertimbangan komposisi jumlah
penduduk
digunakan batas wilayah kecamatan atau kabupaten/ kota atau provinsi.
Pasal 14
(1) Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan administratif dan
persyaratan teknis
bangunan gedung.
(2) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pendirian
rumah ibadat
harus memenuhi persyaratan khusus meliputi :
a. daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit
90 (sembilan
puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas
wilayah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3);
b. dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang
disahkan oleh
lurah/kepala desa;
c. rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota; dan
d. rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota.
(3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terpenuhi
sedangkan
persyaratan huruf b belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban
memfasilitasi tersedianya
lokasi pembangunan rumah ibadat.
Pasal 15
Rekomendasi FKUB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf d
merupakan hasil
musyawarah dan mufakat dalam rapat FKUB, dituangkan dalam bentuk tertulis.
Pasal 16
(1) Permohonan pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
diajukan oleh panitia
pembangunan rumah ibadat kepada bupati/walikota untuk memperoleh IMB
rumah ibadat.
(2) Bupati/walikota memberikan keputusan paling lambat 90 (sembilan puluh)
hari sejak permohonan
pendirian rumah ibadat diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 17
Pemerintah daerah memfasilitasi penyediaan lokasi baru bagi bangunan gedung
rumah ibadat yang
telah memiliki IMB yang dipindahkan karena perubahan rencana tata ruang
wilayah.
BAB V
IZIN SEMENTARA PEMANFAATAN BANGUNAN GEDUNG
Pasal 18
(1) Pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadat sebagai rumah ibadat
sementara harus
mendapat surat keterangan pemberian izin sementara dari bupati/walikota dengan
memenuhi
persyaratan :
a. laik fungsi; dan
b. pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban
masyarakat.
(2) Persyaratan laik fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengacu
pada
peraturan perundang-undangan tentang bangunan gedung.
(3) Persyaratan pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan
ketertiban
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. izin tertulis pemilik bangunan;
b. rekomendasi tertulis lurah/kepala desa;
c. pelaporan tertulis kepada FKUB kabupaten/kota; dan
d. pelaporan tertulis kepada kepala kantor departemen agama kabupaten/kota.
Pasal 19
(1) Surat keterangan pemberian izin sementara pemanfaatan bangunan -gedung
bukan rumah ibadat
oleh bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) diterbitkan
setelah
mempertimbangkan pendapat tertulis kepala kantor departemen agama
kabupaten/kota dan FKUB
kabupaten/kota.
(2) Surat keterangan pemberian izin sementara pemanfaatan bangunan gedung
bukan rumah ibadat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama 2 (dua) tahun.
Pasal 20
(1) Penerbitan surat keterangan pemberian izin sementara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19
ayat (1) dapat dilimpahkan kepada camat.
(2) Penerbitan surat keterangan pemberian izin sementara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
dilakukan setelah mempertimbangkan pendapat tertulis kepala kantor departemen
agama
kabupaten/kota dan FKUB kabupaten/kota.
BAB VI
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Pasal 21
(1) Perselisihan akibat pendirian rumah ibadat diselesaikan secara musyawarah
oleh '-I
masyarakat setempat.
(2) Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dicapai,
penyelesaian
perselisihan dilakukan oleh bupati/walikota dibantu kepala kantor departemen
agama
kabupaten/kota melalui musyawarah yang dilakukan secara adil dan tidak
memihak dengan
mempertimbangkan pendapat atau saran FKUB kabupaten/kota.
(3) Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak, dicapai,
penyelesaian perselisihan dilakukan melalui Pengadilan setempat.
Pasal 22
Gubernur melaksanakan pembinaan terhadap bupati/walikota serta instansi terkait
di daerah dalam
menyelesaikan perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
BAB VII
PENGAWASAN DAN PELAPORAN
Pasal 23
(1) Gubernur dibantu kepala kantor wilayah departemen agama provinsi
melakukan pengawasan
terhadap bupati/walikota serta instansi terkait di daerah atas pelaksanaan
pemeliharaan
kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama dan
pendirian rumah
ibadat.
(2) Bupati/walikota dibantu kepala kantor departemen agama kabupaten/kota
melakukan pengawasan
terhadap camat dan lurah/kepala desa serta instansi terkait di daerah atas
pelaksanaan
pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat
beragama, dan
pendirian rumah ibadat.
Pasal 24
(1) Gubernur melaporkan pelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama,
pemberdayaan
forum kerukunan umat beragama, dan pengaturan pendirian rumah ibadat di
provinsi kepada
Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama dengan tembusan Menteri
Koordinator Politik, Hukum
dan Keamanan, dan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat.
(2) Bupati/walikota melaporkan pelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat
beragama,
pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan pengaturan pendirian rumah
ibadat di
kabupaten/kota kepada gubernur dengan tembusan Menteri Dalam Negeri dan
Menteri Agama.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan setiap
6 (enam) bulan
pada bulan Januari dan Juli, atau sewaktu-waktu jika dipandang perlu.
BAB VIII
BELANJA
Pasal 25
Belanja pembinaan dan pengawasan terhadap pemeliharaan kerukunan umat
beragama serta
pemberdayaan FKUB secara nasional didanai dari dan atas beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja
Negara.
Pasal 26
(1) Belanja pelaksanaan kewajiban menjaga kerukunan nasional dan memelihara
ketenteraman dan
ketertiban masyarakat di bidang pemeliharaan kerukunan umat beragama,
pemberdayaan
FKUB dan pengaturan pendirian rumah ibadat di provinsi didanai dari dan atas
beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi.
(2) Belanja pelaksanaan kewajiban menjaga kerukunan nasional dan memelihara
ketenteraman dan
ketertiban masyarakat di bidang pemeliharaan kerukunan umat beragama,
pemberdayaan
FKUB dan pengaturan pendirian rumah ibadat dikabupaten/kota didanai dari dan
atas beban
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/ kota.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 27
(1) FKUB dan Dewan Penasehat FKUB di provinsi dan kabupaten/kota dibentuk
paling lambat 1
(satu) tahun sejak Peraturan Bersama ini ditetapkan.
(2) FKUB atau forum sejenis yang sudah dibentuk di provinsi dan kabupaten/kota
disesuaikan paling
lambat 1(satu) tahun sejak Peraturan Bersama ini ditetapkan.
Pasal 28
(1) Izin bangunan gedung untuk rumah ibadat yang dikeluarkan oleh pemerintah
daerah
sebelum berlakunya Peraturan Bersama ini dinyatakan sah dan tetap berlaku.
(2) Renovasi bangunan gedung rumah ibadat yang telah mempunyai IMB untuk
rumah ibadat,
diproses sesuai dengan ketentuan IMB sepanjang tidak terjadi pemindahan lokasi.
(3) Dalam hal bangunan gedung rumah ibadat yang telah digunakan secara
permanen dan/atau
merniliki nilai sejarah yang belum memiliki IMB untuk rumah ibadat sebelum
berlakunya Peraturan
Bersama ini, bupati/walikota membantu memfasilitasi penerbitan IMB untuk
rumah ibadat
dimaksud.
Pasal 29
Peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan oleh pemerintahan daerah
wajib disesuaikan
dengan Peraturan Bersama ini paling lambat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Pada saat berlakunya Peraturan Bersama ini, ketentuan yang mengatur pendirian
rumah ibadat dalam
Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor
01/BER/MDN-MAG/1969 tentang
Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahan dalam Menjamin Ketertiban dan
Kelancaran Pelaksanaan
Pengembangan dan Ibadat Agama oleh Pemeluk-Pemeluknya dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 31
Peraturan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Maret 2006
MENTERI AGAMA MENTERI DALAM NEGERI
TTD
MUHAMMAD M. BASYUNI
TTD
H. MOH. MA’RUF