PJBL 1 ASMA

download PJBL 1 ASMA

of 9

description

EM

Transcript of PJBL 1 ASMA

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KLIEN ASMA1. DEFINISI

- Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu, dan dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi. ( Smeltzer, C . Suzanne, 2002, hal 611)- Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan ( The American Thoracic Society,2006 ).- Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah hipersensitivitas bronkus dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan napas, dan gejala pernapasan (mengi dan sesak). (FKUI, 2010).- Asma adalah suatu penyakit peradangan kronik pada jalan napas yang mana peradangan ini menyebabkan perubahan derajat obstruksi pada jalan napas dan menyebabkan kekambuhan. (Lewis, 2010, hal. 660).Klasifikasi Asma :

a. Asma alergik

Yaitu asma yang disebabkan oleh alergen, misalnya: serbuk sari binatang, marah, makanan dan jamur. Biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergen dan riwayat medis masa lalu, iskemia dan rhinita alergik.b. Asma idiopatik atau non alergik

Yaitu tidak berhubungan dengan alergen spesifik, faktor-faktor seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi dan lingkungan pencetus serangan. Serangan menjadi lebih berat dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronis dan empisema.

c. Asma gabungan

Yaitu bentuk asma yang paling umum, mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau non alergik.Berdasarkan waktunya, asma dibedakan menjadi 2 yaitu:1. Asma kronik : dalam jangka waktu panjang (terkontrol sebagian), ditandai dengan mengi, dan perlu dipertahankan fungsi paru-paru sehingga harus di awasi.2. Asma akut : dalam jangka waktu singkat (tidak terkontrol), ada inflamasi, terjadi penyumbatan jalan udara, ditandai dengan nafas pendek dan harus segera ditangani karena dapat kekurangan oksigen.Berdasarkan derajat asma, asma dibedakan menjadi 4 yaitu:Derajat AsmaGejalaGejala MalamFugsi paru

INTERMITTEN Mingguan- Gejala 1x/minggu tapi sekali seminggu- VEPI atau APE 80% Normal

PERSISTEN SEDANG Harian- Gejala harian- Menggunakan obat setiap hari- Serangan mengganggu aktivitas dan tidur- Serangan 2x/minggu, bias berhari-hari- > sekali seminggu- VEPI atau APE > 60% Tetapi 80% normal

PERSISTEN BERAT Kontinu- Gejala terus-menerus- Aktivitas fisik terbatas- Sering seranganSering- VEPI atau APE < 80% Normal

2. ETIOLOGI

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :1. Ekstrinsik (alergik)Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti :

a. Alergen ; makanan, debu rumah, serbuk bunga,bulu binatang,obat (antibiotic dan aspirin)b. Infeksi : virus, bakteri, jamur, parasitc. Iritan : minyak wangi, asap rokok, polutan udara, bau tajam

Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik. 2. Intrinsik (non alergik)Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti Cuaca : perubahan tekanan udara, suhu, angin, dan kelembaban udara atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.3. Asma gabunganBentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.3. FAKTOR RESIKO1. Kegiatan jasmani : kegiatan jasmani yang berat seperti: berlari, naik sepeda

2. Psikologis seperti stress

( Ngastiyah, 1997, hal 67-68)

4. PATOFISIOLOGI

Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis, kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot polos, meningkatnya sekret abnormal mukus pada bronkiolus dan adanya kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas, sehingga terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara di terminal oleh berbagai macam sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti gangguan ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru, gangguan difusi gas di tingkat alveoli.Tiga kategori asma alergi (asma ekstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yaitu yang disebabkan alergi tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik seperti eksim, dermatitis, demam tinggi dan klien dengan riwayat asma. Sebaliknya pada klien dengan asma intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adanya faktor-faktor pencetus yang tidak jelas, faktor yang spesifik seperti flu, latihan fisik, dan emosi (stress) dapat memacu serangan asma.ATAU

Asma adalah obstruksi jalan nafas difus revesible yang disebabkan oleh satu atau lebih dari faktor berikut ini.

1. Kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronkhi yang menyempitkan jalan nafas.

2. Pembengkakan membran yang melapisi bronchi.

3. Pengisian bronchi dengan mukus yang kental.

Selain itu, otot-otot bronchial dan kelenjar membesar. Sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflamasi dengan udara terperangkap di dalam paru.

Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (mediator) seperti: histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari suptamin yang bereaksi lambat.

Pelepasan mediator ini mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas menyebabkan broncho spasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.

Sistem syaraf otonom mempengaruhi paru, tonus otot bronchial diatur oleh impuls syaraf pagal melalui sistem para simpatis. Pada asthma idiopatik/non alergi, ketika ujung syaraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti: infeksi, latihan, udara dingin, merokok, emosi dan polutan. Jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat.

Pelepasan astilkolin ini secara langsung menyebabkan bronchikonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi.

Pada serangan asma berat yang sudah disertai toxemia, tubuh akan mengadakan hiperventilasi untuk mencukupi kebutuhan O2. Hiperventilasi ini akan menyebabkan pengeluaran CO2 berlebihan dan selanjutnya mengakibatkan tekanan CO2 darah arteri (pa CO2) menurun sehingga terjadi alkalosis respiratorik (pH darah meningkat). Bila serangan asma lebih berat lagi, banyak alveolus tertutup oleh mukus sehingga tidak ikut sama sekali dalam pertukaran gas. Sekarang ventilasi tidak mencukupi lagi, hipoksemia bertambah berat, kerja otot-otot pernafasan bertambah berat dan produksi CO2 yang meningkat disertai ventilasi alveolar yang menurun menyebabkan retensi CO2 dalam darah (Hypercapnia) dan terjadi asidosis respiratori (pH menurun). Stadium ini kita kenal dengan gagal nafas.

Hipotermi yang berlangsung lama akan menyebabkan asidosis metabolik dan konstruksi jaringan pembuluh darah paru dan selanjutnya menyebabkan sunting peredaran darah ke pembuluh darah yang lebih besar tanpa melalui unit-unit pertukaran gas yang baik. Sunting ini juga mengakibatkan hipercapni sehingga akan memperburuk keadaan.

5. MANIFESTASI

Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktivitas bronkus. Obstruksi jalan napas dapat reversible secara spontan maupun dengan pengobatan. Gejala-gejala asma antara lain:1. Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop2. Batuk produktif, sering pada malam hari3. Napas atau dada seperti tertekanPada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :1) Tingkat I : a. Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.b. Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.2) Tingkat II : a. Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.b. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.3) Tingkat III : a. Tanpa keluhan.b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.c. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.4) Tingkat IV : a. Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.5) Tingkat V :a. Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.b. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.1. Stadium diniFaktor hipersekresi yang lebih menonjol- Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek

- Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul

- Whezing belum ada

- Belum ada kelainan bentuk thorak

- Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E

- BGA belum patologis

Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan- Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum

- Whezing

- Ronchi basah bila terdapat hipersekresi

- Penurunan tekanan parsial O2

2. Stadium lanjut/kronik- Batuk, ronchi

- Sesak nafas berat dan dada seolah olah tertekan

- Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan

- Suara nafas melemah bahkan tak terdengan (silent Chest)

- Thorak seperti barel chest

- Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus

- Sianosis

- BGA Pa o2 kurang dari 80%

- Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri

- Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik

(Halim Danukusumo, 2000, hal 218-229)6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIKA

a. Test Fungsi paru ( spirometri)

Pemeriksaan fungsi paru adalah cara yang paling akurat dalam mengkaji obstruksi jalan napas akut. Fungsi paru yang rendah mengakibatkan dan menyimpangkan gas darah ( respirasi asidosis) , mungkin menandakan bahwa pasien menjadi lelah dan akan membutuhkan ventilasi mekanis, adalah criteria lain yang menandakan kebutuhan akan perawatan di rumah sakit. Meskipun kebanyakan pasien tidak membutuhkan ventilasi mekanis, tindakan ini digunakan bila pasien dalam keadaan gagal napas atau pada mereka yang kelelahan dan yang terlalu letih oleh upaya bernapas atau mereka yang kondisinya tidak berespons terhadap pengobatan awal.b. Pemeriksaan gas darah arteri

Dilakukan jika pasien tidak mampu melakukan maneuver fungsi pernapasan karena obstruksi berat atau keletihan, atau bila pasien tidak berespon terhadap tindakan. Respirasi alkalosis ( CO2rendah ) adalah temuan yang paling umum pada pasien asmatik. Peningkatan PCO2( ke kadar normal atau kadar yang menandakan respirasi asidosis ) seringkali merupakan tanda bahaya serangan gagal napas. Adanya hipoksia berat, PaO2< 60 mmHg serta nilai pH darah rendah.

c. Arus puncak ekspirasi

APE mudah diperiksa dengan alat yang sederhana, flowmeter dan merupakan data yang objektif dalam menentukan derajat beratnya penyakit. Dinyatakan dalam presentase dari nilai dungaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai. Apabila kedua nilai itu tidak diketahui dilihat nilai mutlak saat pemeriksaan.

d. Pemeriksaan foto thoraks

Pemeriksaan ini terutama dilakukan untuk melihat hal hal yang ikut memperburuk atau komplikasi asma akut yang perlu juga mendapat penangan seperti atelektasis, pneumonia, dan pneumothoraks. Pada serangan asma berat gambaran radiologis thoraks memperlihatkan suatu hiperlusensi, pelebaran ruang interkostal dan diagfragma yang menurun. Semua gambaran ini akan hilang seiring dengan hilangnya serangan asma tersebut.

e. Elektrokardiografi

Tanda tanda abnormalitas sementara dan refersible setelah terjadi perbaikanklinis adalah gelombang P meninggi ( P pulmonal ), takikardi dengan atau tanpa aritmea supraventrikuler, tanda tanda hipertrofi ventrikel kanan dan defiasi aksis ke kanan.7. PENATALAKSANAAN

Tujuan terapi asma adalah:1. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma.2. Mencegah kekambuhan.3. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya.4. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan exercise.5. Menghindari efek samping obat asma6. Mencegah obstruksi jalan nafas yang ireversibel. Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale :1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas2. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.3. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan maupun penjelasan penyakit.Yang termasuk obat anti asma adalah:1. Bronkodilatorf. Agonis 2Obat ini mempunyai efek bronkodilatasi, contohnya terbulamin, salbutamol, dan feneterol memiliki kerja 4-6 jam, sedangkan agonis 2 long-acting bekerja lebih dari 12 jam, seperti salmeterol, formoterol, bambuterol dan lain-lain.g. MetilxantinTeofilin termasuk golongan ini. Efek bronkodilatornya berkaitan dengan konsentrasinya di dalam serum. Efek samping obat ini dapat ditekan dengan pemantauan kadar teofilin serum dalam pengobatan jangka panjang.h. AntikolinergikGolongan ini menurunkan tonus vagus instrinsik dari saluran napas.2. AntiinflamasiAntiinflamasi menghambat inflamasi jalan napas dan mempunyai efek supresi dan profilaksis.1. Kortikosteroid2. Natrium kromolin merupakan antiinflamasi nonsteroid.Pengobatannya berdasarkan pembagian asma, yaitu:1. Asma ringan yaitu < 1x sebulan : salbutamol tablet.2. Asma sedang yaitu 1-4x sebulan : salbutamol dan terbunalin.3. Asma agak serius yaitu 1-2x seminggu : corticosteroid.4. Asma serius yaitu lebih dari 3x seminggu : neofilin steolis.Therapi ringkas/obat-obatan menurut Kapita Selekta Kedokteran:1. Simpatominetik

a. Epinefrin / adrenalin (broncodicator)

b. Efedrin bersifat derivat nya: aktif pada pemakaian oralc. Obat-obat selektif terhadap beta 2 reseptor: metaprotenol, salbutamol dan terbutalin.2. Bronkodikator lain

a. Teofilin: khasiatnya sebagai bronkodicator + diuretik. Pemberian intraveno harus pelan-pelan selama 10 15 menit agar tidak terjadi hypotensi / cardiac arrest, diencerkan dengan Dex 5%

b. Aminophilin (campuran chlensiomin + teofilin) pemakaian dapat oral dan parental (intra vena) dosis dewasa 250 500 mg (5-6mg/kg BB). Dosis anak tidak melebihi 3-5mg/kg BB. Efek samping: mual, muntah dan hypotensif.

3. Euspetoran

Mukus kental yang terbentuk harus dikeluarkan karena dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas, atelektasis dan mempercepat tumbuhnya bakteri.

4. Antibiotika

untuk mengatasi infeksi yang sering terjadi pada saluran pernafasan / paru-paru5. Kostikostroid

Pengaturan Diet : Diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP)Penanganan Asma1. Agenis Beta : untuk mendilatasi otot-otot polos bronkial dan meningkatkan gerakan sililaris. Contoh obat : epinefrin, albutenol, meta profenid, iso proterenoli isoetharine, dan terbutalin. Obat-obat ini biasa digunakan secara parenteral dan inhalasi.

2. Metil salin untuk bronkodilatasi, merilekskan otot-otot polos, dan meningkatkan gerakan mukus dalam jalan nafas. Contoh obat: aminophyllin, teophyllin, diberikan secara IV dan oral.

3. Antikolinergik, contoh obat : atropin, efeknya : bronkodilator, diberikan secara inhalasi.

4. Kortikosteroid, untuk mengurangi inflamasi dan bronkokonstriktor. Contoh obat: hidrokortison, dexamethason, prednison, dapat diberikan secara oral dan IV.

5. Inhibitor sel mast, contoh obat: natrium kromalin, diberikan melalui inhalasi untuk bronkodilator dan mengurangi inflamasi jalan nafas.

6. Oksigen, terapi diberikan untuk mempertahankan PO2 pada tingkat 55 mmHg.

7. Fisioterapi dada, teknik pernapasan dilakukan untuk mengontrol dispnea dan batuk efektif untuk meningkatkan bersihan jalan nafas, perkusi dan postural drainage dilakukan hanya pada pasien dengan produksi sputum yang banyak.

8. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adiantaranya :

Pneumotoraks : Kerja pernapasan meningkat, kebutuhan O2 meningkat. Orang asam tidak sanggup memenuhi kebutuhan O2 yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk bernapas melawan spasme bronkhiolus, pembengkakan bronkhiolus, dan m ukus yang kental. Situasi ioni dapat menimbulkan pneumothoraks akibat besarnya teklanan untuk melakukan ventilasi Emfisema Atelektasis : segmental karena obstruksi bronchus oleh lender gagal nafas bronkhitis kronis fraktur iga. KematianDAFTAR PUSTAKAA. Marilynn Doengoes (1999) Nursing Care Plans Guidelines for Planning and Documentating Patient Care (alih bahasa mode katara) seisi 3 Jakarta EGC

Brunner & Suddarth (1997) Buku Ajar Keperawatan Bedah Medikal vol 2 Jakarta EGC

Barbara c Long (1996), Praktek keperawatan Medikal Bedah Jakarta EGC

Carpenito lynda Jvall (2000) Hand book of Nursing Diagnosis edisi 8 Jakarta EGC

Kapita Selekta Kedokteran

Price (Silvia Anderson (1995) Patofisiologi Clinical Concept Of Disease Proceses (alih Bahasa Peter Anugrah) edisi 4 Jakarta EGC (tahun asli 1992)Hudak & Gallo,Keperawatan Kritis, Edisi VI,Vol I, Jakarta, EGC, 2001Tucker S. Martin,Standart Perawatan Pasien, Jilid 2, Jakarta, EGC, 1998Reeves. Keperawatan Medikal Bedah. Ed 1. Jakarta : Salemba Medika; 2001Halim Danukusantoso,Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Jakarta, Penerbit Hipokrates , 2000Smeltzer, C . Suzanne,dkk,Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol 1. Jakarta , EGC, 2002

Krisanty Paula, dkk. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Cetakan Pertama, Jakarta, Trans Info Media, 2009.

Halim Danukusantoso, Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Jakarta, Penerbit Hipokrates , 2000

Smeltzer, C . Suzanne,dkk, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol 1. Jakarta , EGC, 2002

Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, Jakarta, EGC, 1997

Hudak & Gallo, Keperawatan Kritis, Edisi VI,Vol I, Jakarta, EGC, 2001

Tucker S. Martin, Standart Perawatan Pasien, Jilid 2, Jakarta, EGC, 1998