PJBL peneumonia

29
1. Definisi Di dalam buku “Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA untuk Penanggulangan pada Balita”, disebutkan bahwa pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) yang mengenai bagain paru (jaringan alveoli). (Depkes RI, 2004). Pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi pada kapiler-kapiler pembuluh darah di dalam alveoli. Pada penderita pneumonia, nanah (pus) dan cairan akan mengisi alveoli tersebutsehingga terjadi kesulitan penyerapan oksigen. Inilah yang menyebabkan kesukaran bernafas. (Depkes RI, 2007) Definisi lai menyebutkan bahwa pada pneumonia, terjadi peradangan pada salah satu atau kedua organ paru yang disebabkan oleh infeksi. (Ostapchuk dalam Machmud, 2006) Peradangan tersebut menyebabkan jaringan paru terisi oleh cairan dan tak jarang mengalami kematian serta timbul abses. (Prabu, 1996) Penyakit ini pada umumnya menyerang anak-anak dengan cirri-ciri adanya demam, batuk disertai nafas cepat (takipnea) atau sesak nafas. Penyakit ini pertmakali diperkenalkan oleh WHO pada tahun 1989. Selain itu, gambaran klinis pneumonia ditunjukkan dengan adaya pelebaa cuping hidung, ronkhi, dan retraksi dingding dada atau sering disebut tarikan 3

description

respiratory

Transcript of PJBL peneumonia

Page 1: PJBL peneumonia

1. Definisi

Di dalam buku “Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA untuk

Penanggulangan pada Balita”, disebutkan bahwa pneumonia merupakan salah

satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) yang mengenai bagain

paru (jaringan alveoli). (Depkes RI, 2004).

Pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi pada kapiler-kapiler

pembuluh darah di dalam alveoli. Pada penderita pneumonia, nanah (pus) dan

cairan akan mengisi alveoli tersebutsehingga terjadi kesulitan penyerapan

oksigen. Inilah yang menyebabkan kesukaran bernafas. (Depkes RI, 2007)

Definisi lai menyebutkan bahwa pada pneumonia, terjadi peradangan

pada salah satu atau kedua organ paru yang disebabkan oleh infeksi.

(Ostapchuk dalam Machmud, 2006)

Peradangan tersebut menyebabkan jaringan paru terisi oleh cairan dan

tak jarang mengalami kematian serta timbul abses. (Prabu, 1996)

Penyakit ini pada umumnya menyerang anak-anak dengan cirri-ciri

adanya demam, batuk disertai nafas cepat (takipnea) atau sesak nafas.

Penyakit ini pertmakali diperkenalkan oleh WHO pada tahun 1989. Selain itu,

gambaran klinis pneumonia ditunjukkan dengan adaya pelebaa cuping

hidung, ronkhi, dan retraksi dingding dada atau sering disebut tarikan dinding

dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing). (Wahab, 2000)

Pneumonia juga seringkali datang bersamaan dengan terjadinya infeksi

akut pada bronkusyang disebut bronkopneumonia. (Depkes RI, 2004)

2. Etiologi

Etiologi pneumonia dibedakan berdasarkan agen pnyebab infeksi, baik

itu bakteri, virus, maupun parasit. Pada umumnya terjadi akibat adanya

infeksi bakteri pneumokokus (Streptococcus pneumoniae). Beberapa

penelitian menemukan bbahwa penyakit ini mneyebabkan pneumonia hampir

di semua kelompok umur dan paling banyak terjadi di negara-negara

berkembang. (Machmud, 2006)

3

Page 2: PJBL peneumonia

Bakteri lain seperti Staphylococcus, Pneumococcus, dan Haemophylus

influenza, serta virus dan jamur juga sering menyebabkan pneumonia. (Prabu,

1996)

Akan tetapi, dari pandangan yang berbeda didapatkan bahwa penyebab

pneumonia dapat diketahui berdasarkan umur pnederita. Hal ini terlihat

dengan adanya perbedaan agen penyebab penyakit, baik pada bayi maupun

balita. Ostapchuk menyebutkan kejadian pneumonia pada neonatus lebih

banyak disebabkan oleh bakteri Streptococcus dan Gram negative enteric

bacteria (Eschericia coli). Hal ini dijelaskan pula oleh Correa, bahwa bakteri

Streptococcus pneumonia sering menyerang neonatus usia tiga minggu

hingga tiga bulan. (Machmud, 2006)

Sedangkan pneumonia pada anak-anak balita lebih sering disebabkan

oleh virus, salah satunya oleh Respiratory syncytial virus. (Ostapchuk dalam

Machmud, 2006)

Beberapa keadaan seperi gangguan nutrisi (malnutrisi), usia muda,

kelengkapan imunisasi, kepadatan hunian, defisiensi vitamin A, defisiensi Zn,

paparan asap rokok secara pasif dan factor lingkungan (polusi udara)

merupakan factor resiko untuk terjaidnya pneumonia. Factor predisposisi

yang lain adalah adanya kelainan anatomi konginetal (contoh fistula

trakeasofagus, penyakit jantung bawaan), gangguan fungsi imun (penggunaan

sitostatika dan steroid jangka panjang, gangguan sitem imun berkaitan

penyakit tertentu seperti HIV), campak pertusis, gangguan neiromuskular,

kontaminasi perintal dan gangguan klirens mucus/sekresi seperti fibrosis

kistik, aspirasi benda asing atau disfungsi silier.

3. Epidemiologi

Pneumonia diperkirakan hampir selalu menjadi penyebab utama

kematian pada manusia sejak jutaan tahun yang lalu. Meskipun sudah ada

vaksinasi, antibiotik yang poten, perawatan yang lebih baik pada pasien kritis,

pneumonia tetap menjadi pembunuh yang menakutkan (Murray, 2010).

Pneumonia bukan saja dikenal dengan angka morbiditas yang tinggi, dengan

angka kesakitan 4 juta kasus per tahun, mengenai 12 orang dewasa per 1000

4

Page 3: PJBL peneumonia

orang dewasa per tahun, dengan lebih dari 600 ribu penderita rawat inap

pertahun dan kerugian material sebesar 23 milyar dolar namun juga angka

mortalitasnya yang sebesar 1 per 1000 per tahun. Diduga bahwa 60% dari

kasus pneumonia akan membutuhkan perawatan rumah sakit. Di antara

pasien rawat inap ini 45% diperhitungkan akan masuk perawatan intensif

(masuk ICU) dan kematian akan terjadi pada 49% di antaranya. Ini baru pada

pneumonia komunitas (community acquired pneumonia). Risiko kematian

akan lebih tinggi pada pasien pneumonia rumah sakit (hospital acquired

pneumonia) karena disebabkan oleh mikroorganisme yang lebih sulit

dikendalikan. Risiko kematian pada pneumonia lebih tinggi lagi pada pasien

dengan daya tahan tubuh rendah (pneumonia in immunocompromised

patient) termasuk pada pengguna napza (narkotika, psikotropika, dan zat

adiktif lain) dan HIV. (Rasmin, 2008)

Ada dua populasi yang perlu diperhatikan karena berada pada

kelompok risiko tinggi. Kelompok pertama adalah usia lanjut dan individu

dengan penyakit penyerta seperti gagal jantung, keganasan dan kondisi kronik

lainnya. Kelompok kedua adalah anak-anak dengan usia sangat muda.

Pneumonia merupakan pembunuh nomor 1 di dunia pada bayi dan anak-anak

usia < 5 tahun . Diperkirakan menyebabkan sekitar 2 juta kematian (1

kematian setaip 15 detik) dari 9 juta kematian setiap tahunnya pada usia

tersebut. Pneumonia mengancam jiwa terjadi pada anak usia muda

dimanapun di seluruh dunia, setiap 1 kematian anak di negara maju terjadi

200 kematian anak di negara berkembang. Pneumonia membunuh anak-anak

usia muda lebih banyak disbanding malaria, AIDS dan measles. Kematian

anak karena pneumonia terasa tragis karena bukan hanya usia yang muda

tetapi semestinya semua itu dapat dicegah. Oleh karena itu, pada tanggal 2

November 2009, Global Coalition Against Child Pneumonia mencanangkan

pertama kali hari pneumonia sedunia (World Pneumonia Day), untuk

meningkatkan kepedulian dan mobilisasi dalam melawan infeksi pembunuh

nomor 1 di dunia pada anak-anak usia muda. (Murray, 2010)

5

Page 4: PJBL peneumonia

Grafik 1. Proporsi penyebab kematian pada umur 1-4 tahun

Sumber: Riskesdas 2007

6

Page 5: PJBL peneumonia

4. Patofisiologi

7

Page 6: PJBL peneumonia

5. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis pneumonia diklasifikasikan menjadi dua kelompok.

Pertama, gejala infeksi umum seperti demam , sakit kepala, gelisah, malaise,

nafsu makan berkurang, gejala gastrointestinal seperti mual, muntah atau

diare. Kedua, gejala gangguan respiratorik seperti batuk, sesak napas, retraksi

dada atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing),

takipnu, napas cuping hidung, air hunger, dan sianosis pada infeksi yang

berat. Chest indrawing ini terjadi karena gerakan paru yang berkurang atau

decreased lung compliance akibat infeksi pneumonia yang berat. (Depkes RI,

1993).

Pada usia 3 bulan, kejadian pneumonia didahului dengan penyakit

seperti otitis media, conjungtivitis, laryngitis, dan pharyngitis. (Gotz dalam

Machmud, 2006)

Manifestasi klinis pada penyakit pneumonia pada balita menurut umur

dibagi menjadi dua seperti yang ada dalam tabel.

Tabel 1. Klasifikasi klinis pneumonia pada balita menurut kelompok umur

Kelompok Umur Kriteria Pneumonia Gejala Klinis

2 bulan - < 5 tahun

Batuk bukan

pneumonia

Tidak ada nafas cepat dan

tidak ada tarikan dinding

bagain bawah.

Pneumonia

Adanya nafas cepat dan

tidak ada tarikan dinding

dada bagain bawah ke

dalam

Pneumonia beratAdanya tarikan dinding

dada bagian dalam

< 2 bulan Bukan pneumonia Tidak ada nafas cepat dan

tidak ada tarikan dinding

dada bagain bawah ke

dalam yang kuat.

8

Page 7: PJBL peneumonia

Pneumonia berat

Adanya nafas cepat dan

tarikan dinding dada bagian

bawah ke dalam yang kuat.

Sumber: Ditjen P2PL, Depkes RI, 2007. Bimbingan Keterampilan Pneumonia Balita.

Kriteria nafas cepat berdasarkan frekuensi pernafasan dibedakan

menurut umur anak. Untuk umur kurang dari 2 bulan , dikatakan nafas cepat

jika frekuensi nafas 60 x/menit, sedangkan untuk umur 2 bulan smapai <12

bulan jika >50 x/menit, dan umur 12 bulan sampai <5 tahun jika >40 x/menit.

(Depkes RI, 2007)

Peningkatan frekuensi nafas terjadi pada pnederita penuemonia sebagai

akibat dari reaksi fisiologis terhadap keadaan hipoksia (kekurangan oksigen)

atau dapat pula terjadi pada anak yang gelisah atau takut. (Depkes RI, 1993)

6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Radiologi

Diagnosis pneumonia utamanya didasarkan klinis, sedangkan

pemeriksaan foto polos thoraks perlu untuk menunjang diagnosis selain

untuk melihat luasnya kelainan patologi secara lebih akurat. Foto posisi

anteroposterior (AP) dan lateral (L) diperlukan untuk menentukan

luasnya lokasi anatomi dalam paru, luasnya kelainan, dan kemungkinan

adanya komplikasi pneumothoraks, pneumomediastinum, pneumatokel,

abses paru, dan efusi pleura.

Infiltrat paling sering sering dijumpai pada pasien usia bayi.

Pembesaran kelenjar hilus sering terjadi pada pneumonia karena

Haemophilus influenza dan Staphylococcus aureus, tapi jarang terjadi

pada pneumonia yang disebabkan oleh Streptococcus pneumonia.

Kecurigaan terhadap infeksi Staphylococcus aureus apabila pada foto

polos dada dijumapi adanya gambaran pneumatokel, abses paru,

empiema, dan piopneumothoraks serta usia pasien dibawah 1 tahun.

Pada umumnya, foto polos dada akan normal kembali dalam waktu 3-4

minggu. Pemeriksaan radiologis tidak perlu diulang lagi kecuali jika

9

Page 8: PJBL peneumonia

didapati adanya pneumatokel, abses, efusi pleura, empiema,

pneumothoraks, atau komplikasi lainnya.

Pemeriksaan radiologis tidak dapat menunjukkan perbedaan yang

nyata antara infeksi virus dengan bakteri.pneumonia virus umunya

menunjukkan gambaran infiltrat intersitial difus, hiperinflasi atau

atelektasis. Pada sindroma aspirasi, infiltrat akan tampak di lobus

superior kanan pada bayi, tetapi pada anak yang lebih besar akan tampak

di bagain posterior atau basal paru.

b. Laboratorium

Leukosit >15.000/UL seringkalo dijumpai. Leukosit >30.000/UL

dengan dominasi neutrofil mengarah ke pneumonia streptococcus dan

staphylococcus. Laju endap darah dan C-reaktif protein (CRP)

merupakan indicator yang tidak khas sehingga hanya sedikit membantu.

Adanya CRP yang postif dapat mengarah kepada infeksi bakteri. Kadar

CRP yang lebih tinggi ditemukan pada pasien dengan pneumonia

interstitial. Begitu pula pada kasus pneumonia yang disebabkan oleh

Streptococcus penumoniae akan menunjukkan kadar CRP yang lebih

tinggi secara signifikan disbanding non pneumococcal penumoniae.

Biakan darah merupakan cara yang spesifik untuk diagnostik tapi

hanya positif pada 10-15% kasus terutaama pada anak kecil. Kultur darah

sangat membantu pada penanganan kasus pneumonia dengan dugaan

penyebab staphylococcus dan pneumococcus yang tidak menunjukkan

respon baik terhadap penanganan awal. Kultur darah juga

direkomendasikan pada kasus peneumonia yang berat dan pada bayi usia

kurang dari tiga bulan.

Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (CPR) bermanfaat untuk

diagnosis Streptococcus penumoniae dan infeksi karena mikroplasma.

Pemeriksaan CPR mahal, tidak tersedia secara luas serta tidak banyak

berpengaruh terhadap penanganan awal pneumonia/ karena itu tidak

direkomendasikan.

10

Page 9: PJBL peneumonia

Pemeriksaan aspirat nasofaringeal untuk pemeriksaan imunoflurese

virus dan deteksi antigen virus akan membantu untuk mengidentifikasi

virus tetapi hanay mempunyai sedikit pengaruh untuk penangan awal

pasien. Pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas yang tinggi dan sangat

membantu diagnosis anak dengan infeksi RSV.

Bila fasilitas memungkinkan , pemeriksaan analisis gas darah

meunujukkan keadaan hipoksemia (kareana ventilation perfusion

mismatch). Kadar Pa CO2 dapat rendah, normal, atau meningkat

tergantung kelaiananya. Dapat terjadi asidosis respiratorik, asidosis

metabolic, dan gagal nafas.

7. Penatalaksanaan

Dalam hal penaalaksanaan pneumonia, maka para klinisi akan dihadapkan

pada beberapa masalah:

- Apakah penanganan pneumonia membutuhkan antibiotic atau tidak?

Idealnya, tata laksana pneumonia sesuai dengan peneybabnya.

Namun karena berbagai kendala diagnostic etiologi, untuk semua pasien

pneumonia diebrikan antibiotika secara empiris. Walaupun pneumonia

viral dapat ditata laksana tanpa antibiotic, tetapi pasien tetap diberikan

antibiotic krena kesulitan dalam menentukan infeksi virus dengan

bakteri, kesulitan diagnosis virology dan kesulitan dalam isolasi

penderita, disamping itu kemungkinan infeksi bakteri sekunder idak

dapat disingkirkan.

- Jika diputuskan untuk menggunakan antibiotic, apakah menggunakan

antibiotika spectrum sempit atau luas?

Golongan beta laktam (penisilin, sefalosporin, karbanepam, dan

monobaktam) merupakan jenis-jenis antibiotika yang sudah dikenal cukup

luas. Biasanya digunakan untuk terapi pneumonia yang disebabkan oelh

bakteri seperti Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, dan

Staphylococcus aureus. Pada kasus yang berat diberikan golongan

sefalosporin sebagai pilihan, terutama bila penyebabnya belum diketahui.

Sedangakn pada kasus yang ringan dipilihka golongan penisilin.

11

Page 10: PJBL peneumonia

Streptokokus dan pneumokokus merupakan bakteri gram negative

yang dapat dicakup oleh ampisilin dan kloramfenikol. Dengan demikian

keduanya dapat dipaakai sebagai antibiotika lini pertama untuk kasus

pneumonia anak tanpa komplikasi. Pada pasien pneumonia yang

community acquired, umumnya ampisilin dan kloramfenikol masih

sensitive. Pilihan berikutnya adalah obat golongan sefalosporin.

Penanganan pneumonia pada neonates serupa dengan penanganan

infeksi neonates pada umunya. Antibiotika yang diberikan harus dapat

mencakup bakteri kokus gram negative terutama Eschericia coli dan

Proteus mirabilis digunakan untuk golongan aminoglikosida. Kominasi

klolsasilin dan gentamisin efektif untuk terapi pneumonia dibawah 3

bulan karena dapat mencakup Staphylococcus aureus. Umur kehamilan,

berat badan bayi, dan umur bayi akan menentukan dosis dan pemberian

obat khususnya khususnya untuk golongan amoniglikosida. Sefalosporin

generasi 3 dapat diguankan jika ada kecurigaan penyebab bakteri batang

gram negative.

Mengenai penggunaan makrolid pada pneumonia atipik yang

diduga disebabkan oleh klamidia dan mikoplasma, telah banyak

dilaporkan. Pemberian azitromisin dan klaritromisin sama efektifnya

dengan pemberian amoksisilin asam klavulanik. Pemberian azitromisin

toleratibilitasnya cukup baik serta efek sampingnya minimal bila

dibandingkan dengan amoksisilin asam klavulanik. Pemberian azitromisin

sekali sehari selama 3 hari, efektivitasnya sama dengan pemberian

amoksisilin asam klavulanik selama 10 hari. Penggunaan klaritromisin

secara multisenterpada pneumonia mendapatkan hal yang cukup baik

dalam hal efektivitas dan efek samping.

Evaluasi pengibatan dilakukan 48-72 jam. Bila tidak ada perbaikan

klinis dilakukan perubahan pemberian antibiotika sampai anak dinyatakan

sembuh. Lama pemberian antibiotic tergantung pada kemajuan klinis

penderita, hasil labotaris, foto polos dada, dan jenis kuman penyebab. Jiak

kuman penyebab adalah staphylococcus, diperlukan pemberian terapi 6-8

minggu secara parental. Jika penyebab Haemophillus influenza dan

12

Page 11: PJBL peneumonia

Streptococcus pneumonia pemberian terapi secara parental cukup 10-14

hari. Secara umum pengobatan antibiotic untuk pneumonia diberikan 10-

14 hari.

Pada keadaan imunokompromis (gizi buruk, penyakit jantung

bawaan, gangguan neuromuscular, keganasan, pengobatan kortikosteroid

jangka panjang, fibrosis kistik, infeksi HIV), pemberian antibiotic harus

segera dimulai saat tanda awal pneumonia didapatkan dengan pilihan

antibiotic sefalosporin generasi 3.

Dapat juga dipertimbangkan pemberian:

Kotrimoksasol pada pneumonia pneumokistik karinii

Anti viral (asiklovir, gansiklovir) pada pneumonia karena

sitonegalovirus

Anti jamur (amphotericin B, ketokenazol, fukonazol) pada

pneumonia karena jamur.

Pemberian immunoglobulin.

- Pemakaian antibiotic apakah secara oral atau parental?

WHO menyarankan untuk pengobatan pneumonia (adanya nafas

cepat tanpa penarikan dinding dada) sebaiknya dirawat secara

poliklikinisdenagn menggunakan antibiotic oral. Pilihan antibiotic yang

digunakan adalah amoksilin, ampisilin, trimetoprim/sulfametoksazol atau

penisilin prokain selama 5 hari. Tetapi ketika didiagnosis dengan

pneumonia berat (dengan chest indrawaing) maka pasien dirawat inapkan

dan diberikan antibiotika secara parental seperti benzylpenisilin atau

ampisilin. Kloramfenikol juga adapat diberikan, di mana pada beberapa

daerah tertentu dapat diberikan secar intramuscular. Pada bayi usia kurang

dari 2 bualn, WHO merekomendaiskna pemberian penisiln dan

gentamsin. Dengan penrapan criteria WHO ini, terjaid penurunan angka

kematian karena infeksi saluran nafas di Negara-negara berkembang.

- Kappa pasien harus dirawat inap?

Pada anak dengan pneumonia, penentuan rawat inap dapat

diputuskan apabaila terdapat:

13

Page 12: PJBL peneumonia

Penderita tampak toksik

Umur kurang dari 6 bulan

Distress pernafasan berat

Hipoksemia (saturasi O2 kurang dari 93-94 % pada konsdisi ruangan)

Dehidrasi atau muntah

Tampak efusi pleura atau abses paru

Kondisi inumokompromis

Ketidakmampuan orang tau untuk merawat

Didapatkan pneyakit penyerta lain

Pasien membutuhkan antibiotika secara parental

Terapi supportif yang diberikan pada penderita pneumonia:

a. Pemberian okseigen melalui kateter hidung atau masker. Jia

penyakitnya berat dan sarana tersedia, alat bantu nafas mungkin

diperlukan terutama bila terdapat gagal nafas.

b. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Cairan rumatan yang

diberikan mengandung gula dan elektrolit yang cukup. Jumplah

cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi. Pasien

yang mengalami sesak yang berat dapat dipuasakan, tetapi jika sesak

sudah mereda asupan oral segera diberikan. Pemberian asupan oral

diberiakn secara bertahap melalui NGT (selang nasogastrik) drip susu

atau makanan cair. Dapat dibenarkan pemberian retraksi cairan 2/3

dari kebutuhan rumatan, untuk mencegah edema paru dan edema otak

akibath SIADH (Sydrome of Inappropriate Anti Diuretic Hormone).

c. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan normal

salin untuk memperbaiki transpor mukosiliar

d. Koreski kelaianan elektrolit atau metabolik yang terjadi mislanya

hipolikemia, asidosis metabolik.

e. Menagtasi penyakit penyerta seperti kejang demam, diare, dan

lainnya. Seta komplikasi bial ada.

Pencegahan

14

Page 13: PJBL peneumonia

Pemberian imunisasi memberikan arti yang sangat penting dalam

pencegahan pneumonia. Penumoia diketahui dapat sebagai komplikais dari

campak, pertusis, dan varisela sehingga imunisasi dengan vaksin yang

berhubungan dengan pneyakit tersebut akan membantu menurunkan insiden

pneumonia.

Pada bualn Februari 2000, vaksin pneumokokal hepatven telah

dilisensikan penggunaannya di USA. Vaksin ini memberikan perlindungan

terhadap penyakit yang umum disebabkan tujuh serotype Streptococcus

pneumonia. Penggunaan vaksin ini menurunkan insiden invasive

pneumococcal disease.

Penggunaan vaksin pneumokokal heptavalent secara rutin di USA

ternyata mampu menurunkan bakteremia secara keseluruhan pada populasi

anak 3 bulan – 3 tahun.

The American Academic of Pediatric (AAP) merekomendasikan

vaksinasi influenza untuk semua anak dengan resiko tinggi yang berumur 6

bualn dan orang tua. Untuk memberikan perlindungan terhadap komplikasi

influenza termasuk di dalamnya adalah pneumonia, AAP juga

merekomendasikan vaksinasi untuk semua naka usia 6 bulan hingga 23 bulan

jika kondisi ekonomi memungkinkan.

8. Komplikasi

- Efusi pleura

- Empisema

- Pneumothoraks

- Piopneumothoraks

- Penumatosel

- Abses paru

- Sepsis

- Gagal nafas

- Ileus paralitik fungsional

9. Asuhan Keperawatan

15

Page 14: PJBL peneumonia

Pengkajian

Nama : An. S

Umur : 2 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status pernikahan : belum menikah

Pekerjaan : -

Alamat : -

Tanggal MRS : -

- Keluhan utama : batuk pilek sejak 5 hari yang lalu.

- Riwayat sekarang : anak rewel, tidak mau makan, suhu kemarin

malam mencapai 40o C, muntah 3x, diare 4x, perut tampak distended.

- Riwayat lalu : -

- Riwayat psikososial: -

- Pemeriksaan fisik :

• Kesadaran umum : sadar, GCS 456, tampak lemah

• Penginderaan : Mata √ Lidah √

Mulut √ Hidung √

Telinga √

• Respirasi : dispnea, nafas cepat dan dangkal, RR 35

x/menit, pernafasan cuping hidung, retraksi pada daerah

supraklavikular, ruang interkostalis, dan sternokledomatoideus.

Sianosis di sekitar mulut dan hidung, batuk produktif. Secret tidak

dapat dikelurakn. suara napas bronchial, ronkhi basah halus,

bronkofoni.

• Kardiovaskular : N 110 x/menit reguler, T 39,5o C

• Pencernaan : muntah 3x, diare 4x, perut tampak

distended

• Urogenital : -

• Integumen : -

• Muskuloskeletal : -

16

Page 15: PJBL peneumonia

• Endokrin : -

- Pemeriksaan penunjang

• Radiologi : Rontgen thoraks gambaran multiple

infiltrate pada paru sebelah kanan.

• Laboratorium : Laukosit 46000/mm3, LED 53 mm/jam

- Terapi

• IV lines NaCl 0,9% 10 tetes/menit

• Penisillin 100 mg IV 3 x/hari

• O2 nasal 2 lpm

Analisa Data

No Data Etiologi Masalah

1. DO:

- Batuk produktif

dengan secret

tidak dapat

dikeluarkan

- Suara nafas

brondchial

- Ronkhi basah

halus

- Bronkofoni

- sianosis

DS:

- Batuk

- Pilek

Infeksi saluran nafas

bagian bawah

bronchiolus alveolus

peningkatan produksi

sekret obstruksi jalan

nafas gangguan

ventilasi bersihan jalan

nafas tidak efektif

Bersihan jalan

nafas tidak efektif

2. DO:

- RR 35 x/mnt

- Perfanafasan

cuping hidung

- Dispnea

- nafas cepat,

dangkal

Infeksi saluran nafas

bagian bawah

bronchiolus alveolus

peningkatan produksi

sekret obstruksi jalan

nafas gangguan

ventilasi bersihan jalan

Ketidakefeketifan

pola nafas

17

Page 16: PJBL peneumonia

- retraksi pd

aderah

suprakalvikular,

rg interkostalis,

strenokleimatod

ius

DS: (-)

nafas tidak efektif pola

nafas tidak efektif

3. DS:

- T 40o C (tadi

malam sebelum

ke RS)

DO:

- T 39,5o C

- Leukosit

46000/mm3

- LED 53

mm/jam

Infeksi saluran nafas

bagian bawah

bronchiolus alveolus

reaksi radang pada

bronchus stimulasi

chemoreseptor

hipothalamus set point

bertambah respon

menggigil reaksi

peningkatan peningkatan

panas tubuh

Hipertermi

Hipertermia

4. DS:

- Tidak mau

makan

- Muntah 3x

- Diare 4x

- Perut tampak

distended

DO:

- Tampak lemah

Infeksi saluran nafas

bagian bawah

bronchiolus alveolus

peningkatan produksi

sekret akumulasi secret

rangsangan batuk

distensi abdomen

muntah nutrisi kurang

dari kebutuhan

Gangguan nutrisi:

kurang dari

kebutuhan

5. DS:

- T 40o C (malam

sebelum ke RS)

- Diare 4x

Infeksi saluran nafas

bagian bawah

bronchiolus alveolus

reaksi radang pada

Resiko kekurangan

volume cairan

18

Page 17: PJBL peneumonia

DO:

- T 39,5o C

bronchus stimulais

chemoresptor reaksi

peningkata panas tubuh

hipertermi evaporasi

meningkat + diare

cairan tubuh berkurang

defisit volume cairan

Diagnosa

- Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d

- Ketidakefektifan pola nafas b.d

- Hipertermia b.d infeksi penyakit

- Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d

- Resiko kekurangan volume cairan

Intervensi

1) Diagnosa : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Tujuan : SaO2 dalam batas normal, mudah bernapas, tidak ada

dispnea/sianosis/gelisah, temuan sinar X dada dalam rentang yang

diharapkan, pertukaran CO2 atau O2 alveolar untuk memertahankan

konsentrasi gas darah arteri

Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x24 jam,

pasien akan:

Mempunyai jalan napas paten

Dapat mengeluarkan sekret secara efektif

Irama dan frekuensi napas dalam rentang normal

Mempunyai fungsi paru dalam batas normal

Intervensi :

- Evaluasi tingkat kedalaman nafas dan suara.

Untuk mengetahui sejauh mana sumbatan jalan nafas dan

mempermudah proses intervensi dan evaluasi.

- Tinggikan posisi kepala

19

Page 18: PJBL peneumonia

Peninggian posisi kepala dapat mempermudah pasien untuk

bernafas.

- Suction (nasal, tracheal, oral), jika diindikasikan. Gunakan ukuran

kateter yang sesuai untuk anak-anak atau dewasa.

Untuk membersihkan jalan nafas ketika jalan nafas terblokir oleh

sekret, pasien tidak mampu batuk atau batuk tidak efektif, serta

infant yang tidak bisa mendapat asupan oral karena sekret

- Catat kemampuan dan keefektifan batuk.

- Catat jumlah dan tipe secret.

Melihat pekembangan pasien, mempermudah intervensi dan

evaluasi.

- Berikan lingkungan yang bersih, bebas asap rokok, debu, dll

Menghindari alergi dan polutan yang memperburuk keadaan pasien.

- Beri ekspektoran (kolaborasi)

2) Diagnosa : Ketidakefektifan pola nafas

Tujuan : Pergerakan udara masuk dan keluar paru 

Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,

pasien diharapkan menunjukkan status pernapasan: ventilasi tidak

terganggu ditandai dengan: 

Napas pendek tidak ada

Tidak ada penggunaan otot bantu

Bunyi napas tambahan tidak ada

Intervensi :

- Pantau adanya pucat atau sianosis

Mengetahui keadaan pasien apabila dia kekurangan supply oksigen.

- Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan usaha respirasi

Untuk mempermudah intervensi dan evaluasi

- Perhatikan pergerakan dada, kesimetrisannya, penggunaan otot bantu

serta retraksi otot supraklavikular dan interkostal

- Pantau respirasi yang berbunyi

Menunjukkan adanya sumbatan dalam jalan nafas

20

Page 19: PJBL peneumonia

- Pantau pola pernapasan: bradipnea, takipnea, hiperventilasi, pernapasan

Kussmaul, pernapasan Cheyne-Stokes

- Pantau kegelisahan, ansietas, dan tersengal-sengal

- Catat perubahan pada saturasi oksigen dan nilai gas darah arteri 

Memantau kemungkinan kegagalan pertukaran gas

- Ajarkan pada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk

meningkatkan pola napas. Spesifikan teknik yang digunakan, misal:

napas dalam 

Membantu mengeluarkan sumbatan yang mempengaruhi pola nafas

- Ajarkan cara batuk efektif 

- Berikan tindakan(misal pemberian bronkodilator) sesuai program

terapi 

Memudahkan pasien bernafas

- Berikan nebulizer dan humidifier atau oksigen sesuai program atau

protokol 

- Pertahankan oksigen aliran rendah dengan nasal kanul, masker,

sungkup. Spesifikkan kecepatan aliran. 

3) Diagnosa : Hipertermia

Tujuan :

Kriteria Hasil :

- Suhu tubuh dalam rentang normal

Intervensi :

- Monitor suhu sesering mungkin

Mempermudah proses intervensi dan evaluasi

- Monitor tekanan darah, nadi dan RR

Mempermudah proses intervensi dan evaluasi

- Monitor penurunan tingkat kesadaran

Pengawasan jika tiba-tiba pasien tidak sadarkan diri

- Monitor WBC, Hb, dan Hct

- Monitor intake dan output

Menjaga agar pasien tidak dehidrasi

- Berikan anti piretik

21

Page 20: PJBL peneumonia

Sebagai penurun demam

- Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam

Sebagai penurun demam

- Berikan cairan intravena

Mengganti cairan yang hilang karena evaporasi

- Tingkatkan sirkulasi udara

Agar pasien tidak lebih kepanasan

10. SAP

22