Pikiran Rakyat -...

2
Pikiran Rakyat Selasa o Rabu o Kamis o Jumat o Sabtu o Minggu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 G) 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 .Jan OPeb o Mar OApr OMei OJun OJul 0 Ags OSep OOkt ONov ODes Warga Jabar Intoleran, Apa Sebabnya? Oleh DEDE MARIANA H ASIL temuan Moderate Muslim Society (MMS) yang dirnuat di salah satu ko- ran nasional, 21 Desember 2010, menyatakan, Jawa Barat menempati urutan tertinggi se- bagai wilayah dalam aksi intol- eransi. Kasus intoleransi yang terjadi di Jawa Barat sebagian besar terjadi di Bekasi, Bogor, Garut, dan Kuningan. Per- soalannya, apa yang menjadi se- bab Moderate Muslim Society (MMS) menemukan fakta seperti itu? Beberapa hal berikut ini tam- paknya layak untuk kita disku- sikan bersama. Pertama, pe- merintah selalu saja menggu- nakan agama sebagai instru- men untuk mendukung menye- lenggarakan kekuasaannya. Im- plikasinya, pemerintah meng- gunakan standar ganda; satu sisi mengakui pluralitas, di sisi lain tidak sigap melakukan an- tisipasi. Kesan yang muncul di publik adalah pemerintah ber- pihak kepada kelompok ma- yoritas sehingga keberagaman tereleminasi. Problem ini sesungguhnya merupakan persoalan klasik yang terjadi sejak zaman Yu- nani antara elite agama dengan institusi keagamaannya "ber- gandengan tangan" dan elite pemilik kekuasaan dengan in- stitusi pemerintahannya. Ke- mudian menjadi rancu siapa yang mengendalikan siapa? Padahal, baik ajaran pemerin- tah maupun ajaran agama sama-sama berkewajiban untuk memanusiakan manusia tanpa diskriminasi. Kalau kemudian terjadi penggagahan satu kelompok terhadap kelompok lain, yang sama-sama dilindun- gi konstitusi, jelas hal itu meru- pakan problem yang harus dis- elesaikan. Kedua, sebagaimana dila- porkan oleh MMS , kasus into- leransi itu berada dalam do- main agama, sehingga ada in- dikasi di J awa Barat masih ada mesin kekuasaan yang menco- ba hanya berpihak kepada satu agama tertentu yang dominan dianut oleh masyarakat. Arti- nya, ada semacam keengganan atau kurang antisipasinya pe- merintah daerah di dalam me- mosisikan dirinya berada di atas semua kepenti-ngan. Pe- nyelesaian disharmoni antar- manusia beragama semestinya tidak dianggap selesai sebatas "rap at koordinasi" karena pro- blem disharmonis yang ber- langsung ada di tingkat masya- rakat. Oleh karena itu, pemerintah harus menjadi pengayom se- mua pihak dengan langsung menyelesaikannya di tingkat Kllping Humas Onpad 2011 masyarakat. Memang benar, ko- hesivitas sosial merupakan modal sosial yang menuntut un- tuk terus dipelihara tanpa per- nah berhenti, karena jika kohe- sivitas sosial mulai terko-yak akan membutuhkan waktu cukup lama untuk "menjahit- nya" kembali, bahkan mungkin akan melahirkan sentimen so- sial yang beranak-pinak. De- ngan demikian, Pemerintah Provinsi Jawa Barat harus terus • tanpa henti menjaga kohesivitas sosial itu di tengah hiruk-pikuk keberagaman yang sudah men- jadi realitas dan fakta sosial. Ketiga, ada kesan MMS ter- lalu terburu-buru merelasikan data intoleransi tersebut de- ngan pemerintah daerah, sebab jika pernyataannya "masyara- kat Jawa Barat intoleran", ada kesan menggeneralisasi ma- syarakat J awa Barat, padahal saya yakin tidak sedi-kit warga Jawa Barat yang memiliki tingkat toleransi dalam soal be- ragama. Jadi, persoalan struk- tural tidak bisa dibenturkan dengan persoalan kultural, se- bab secara kultural masyarakat Jawa Barat sungguh sangat to- leran. Bahkan dalam satu anek- dot, saking to-lerannya masya- rakat Jawa Barat sehingga ko- ruptor pun dibiarkan saja (se- kali lagi ini hanya anekdot). Dugaan atau pengaitan keja- dian sikap intoleransi masya- rakat Jawa Barat tersebut, mes- ki terkesan simplistis (meng-

Transcript of Pikiran Rakyat -...

Page 1: Pikiran Rakyat - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/01/pikiranrakyat-2011… · jadi manusia yang sibuk den-gan formalisme ritus beragama dan pada saat

Pikiran Rakyat• Selasa o Rabu o Kamis o Jumat o Sabtu o Minggu

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 G) 12 13 14 15 1617 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31.Jan OPeb oMar OApr OMei OJun OJul 0 Ags OSep OOkt ONov ODes

Warga Jabar Intoleran,Apa Sebabnya?

Oleh DEDE MARIANA

HASIL temuanModerate MuslimSociety (MMS)

yang dirnuat di salah satu ko-ran nasional, 21 Desember2010, menyatakan, Jawa Baratmenempati urutan tertinggi se-bagai wilayah dalam aksi intol-eransi. Kasus intoleransi yangterjadi di Jawa Barat sebagianbesar terjadi di Bekasi, Bogor,Garut, dan Kuningan. Per-soalannya, apa yang menjadi se-bab Moderate Muslim Society(MMS) menemukan faktaseperti itu?

Beberapa hal berikut ini tam-paknya layak untuk kita disku-sikan bersama. Pertama, pe-merintah selalu saja menggu-nakan agama sebagai instru-men untuk mendukung menye-lenggarakan kekuasaannya. Im-plikasinya, pemerintah meng-gunakan standar ganda; satusisi mengakui pluralitas, di sisilain tidak sigap melakukan an-tisipasi. Kesan yang muncul dipublik adalah pemerintah ber-pihak kepada kelompok ma-yoritas sehingga keberagamantereleminasi.

Problem ini sesungguhnyamerupakan persoalan klasikyang terjadi sejak zaman Yu-nani antara elite agama denganinstitusi keagamaannya "ber-gandengan tangan" dan elitepemilik kekuasaan dengan in-

stitusi pemerintahannya. Ke-mudian menjadi rancu siapayang mengendalikan siapa?Padahal, baik ajaran pemerin-tah maupun ajaran agamasama-sama berkewajiban untukmemanusiakan manusia tanpadiskriminasi. Kalau kemudianterjadi penggagahan satukelompok terhadap kelompoklain, yang sama-sama dilindun-gi konstitusi, jelas hal itu meru-pakan problem yang harus dis-elesaikan.

Kedua, sebagaimana dila-porkan oleh MMS , kasus into-leransi itu berada dalam do-main agama, sehingga ada in-dikasi di J awa Barat masih adamesin kekuasaan yang menco-ba hanya berpihak kepada satuagama tertentu yang dominandianut oleh masyarakat. Arti-nya, ada semacam keenggananatau kurang antisipasinya pe-merintah daerah di dalam me-mosisikan dirinya berada diatas semua kepenti-ngan. Pe-nyelesaian disharmoni antar-manusia beragama semestinyatidak dianggap selesai sebatas"rap at koordinasi" karena pro-blem disharmonis yang ber-langsung ada di tingkat masya-rakat.

Oleh karena itu, pemerintahharus menjadi pengayom se-mua pihak dengan langsungmenyelesaikannya di tingkat

Kllping Humas Onpad 2011

masyarakat. Memang benar, ko-hesivitas sosial merupakanmodal sosial yang menuntut un-tuk terus dipelihara tanpa per-nah berhenti, karena jika kohe-sivitas sosial mulai terko-yakakan membutuhkan waktucukup lama untuk "menjahit-nya" kembali, bahkan mungkinakan melahirkan sentimen so-sial yang beranak-pinak. De-ngan demikian, PemerintahProvinsi Jawa Barat harus terus

• tanpa henti menjaga kohesivitassosial itu di tengah hiruk-pikukkeberagaman yang sudah men-jadi realitas dan fakta sosial.

Ketiga, ada kesan MMS ter-lalu terburu-buru merelasikandata intoleransi tersebut de-ngan pemerintah daerah, sebabjika pernyataannya "masyara-kat Jawa Barat intoleran", adakesan menggeneralisasi ma-syarakat J awa Barat, padahalsaya yakin tidak sedi-kit wargaJawa Barat yang memilikitingkat toleransi dalam soal be-ragama. Jadi, persoalan struk-tural tidak bisa dibenturkandengan persoalan kultural, se-bab secara kultural masyarakatJawa Barat sungguh sangat to-leran. Bahkan dalam satu anek-dot, saking to-lerannya masya-rakat Jawa Barat sehingga ko-ruptor pun dibiarkan saja (se-kali lagi ini hanya anekdot).

Dugaan atau pengaitan keja-dian sikap intoleransi masya-rakat Jawa Barat tersebut, mes-ki terkesan simplistis (meng-

Page 2: Pikiran Rakyat - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/01/pikiranrakyat-2011… · jadi manusia yang sibuk den-gan formalisme ritus beragama dan pada saat

gampangkan) .menghubung-kannya dengan sikap pemerin-tah provinsi maka ada kesanMMS melakukanjumping con-clusion (terlalu cepat ambil kes-impulan).

Keempat, bolehjadijika ma-syakarat Jawa Barat dianggapsebagai pihak yang intoleran,sebenarnya sikap tersebut me-rupakan reaksi atau direpro-duksi oleh sikap PemerintahProvinsi Jawa Barat yang ku-rang antisipatif terhadap per-soalan pluralitas masyarakatJawa Barat, bahkan bolehjadipemerintah provinsi cenderungmembiarkan sikap intoleran ituterjadi. Kondisi demikian, bisakarena memang tidak mengertibagaimana melakukan antisi-pasi terhadap pluralisme, ataudapat juga karena tahu tetapipura-pura tidak tabu.

Soal yang satu ini tidak bisadipandang sebagai persoalanyang mudah diselesaikan tetapiyakin dapat diselesaikan.Caranya? Jangan libatkan sen-timen keagamaan, sentimenkelompok, apalagi sentimenpribadi. Siapa pun dan apa punagama dan keyakinan sese-orang atau sekelompok orang,idealnya pihak yang berwenangmenyelenggarakan pemerinta-han, harus menjadi "orang tua"bagi semua umat beragama.Hal itu menjadi sangat penting,sebab jika kondisi tersebut dib-iarkan, alih-alih kita akan men-jadi manusia yang sibuk den-

gan formalisme ritus beragamadan pada saat yang bersamaankita menjadi lupa bertuhan.

PenyikapanDengan demikian, laporan

MMS adalah fakta ketika tindak'kekerasan bermotif agama diJawa Barat menempati per-ingkat tertinggi. Oleh karenaitu, perlu penyikapan yangtegas dan jelas soal sikap Pe-merintah Provinsi J awa Baratterhadap gejala intoleransitersebut. Dengan kepala dinginharus diakui bahwa gejala intol-eransi, sebenarnya gejala biasadi kalangan masyarakat urbanyang cenderung anomie.

Sebaiknya, Pemerintah Pro-vinsi Jawa Barat lebih antisi-patif, terutama karena kejadiankekerasan bermotif keyakinanagama di wilayah Jawa Baratsudah berulang kali terjadi, danini tentu saja tidak boleh dib-iarkan. Tampaknya kehadiranGubernur Jawa Barat dalampersiapan Natal 2010 ke GerejaKatedral Bandung tempo harimerupakan sinyal baik untukme-mulai dialog antarumat be-ragama dengan PemerintahProvinsi Jawa Barat, sehinggadi 2011 ini sikap intoleransimasyarakat Jawa Barat akanlebih menurun, bahkan ber-gerak ke sikap yang lebih toler-an. Semoga***

Penulis, Guru Besar IlmuPemerintahan UniversitasPadjadjaran Bandung.