GAYA BAHASA DALAM KUMPULAN PUISI RITUS KONAWEsitedi.uho.ac.id/uploads_sitedi/A1D110132_sitedi_BAHRIN...
Transcript of GAYA BAHASA DALAM KUMPULAN PUISI RITUS KONAWEsitedi.uho.ac.id/uploads_sitedi/A1D110132_sitedi_BAHRIN...
GAYA BAHASA DALAM KUMPULAN PUISI RITUS KONAWE
KARYA IWAN KONAWE
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
OLEH
BAHRIN
A1D1 10 132
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
iv
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji bagi Allah , Maha Suci bagi-Nya, yang tiada beranak dan
tiada diperanakkan, dan tiada pula ada sesuatu yang mirip dengan-Nya. Salam dan
shalawat semoga senantiasa tercurah kepada baginda Rasulullah , nabi yang
menyempurnakan agama Allah yang patut dijadikan teladan bagi semua umat
terkhusus bagi pribadi penulis.
Nikmat yang begitu besar, syukur yang tiada terkira terucap untuk-Nya.
Tiada terbayang jika akhirnya penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi
yang berjudul “Gaya Bahasa Dalam Kumpulan Puisi Ritus Konawe Karya Iwan
Konawe”. Semakin bertambah hari, penulis semakin banyak mengetahui
kelemahan diri beserta keinginannya yang tidak sebanding dengan kekuatannya
untuk menghasilkan karya yang mendekati kualitas paling baik. Penulis
menyadari bahwa penulisan karya tulis ini tidak dapat terselesaikan tanpa ada
dorongan, bantuan moril dan materil, dan bimbingan dari berbagai pihak.
Ucapan terima kasih yang teristimewa serta rasa hormat yang paling tinggi
kepada Ayahanda Hadu Haruna. dan Ibunda Ruhaeni yang senantiasa
memberikan cinta dan kasihnya sejak kecil, terlebih lagi saat penulis akan
memperoleh gelar sarjana. Semoga Allah menempatkan mereka di antara
kekasih-kekasih-Nya di akhirat kelak. Terima kasih pula kepada keenam
saudaraku, Ruiyana, Faisal, Nisma, Muh. Taris, Fiqran, dan Muhammad Fahri,
yang telah memberikan dukungan penuh demi terselesaikannya studi S1 penulis.
v
Karya tulis ini merupakan hasil dari proses kreatif telah menyita waktu,
tenaga, dan pikiran. Oleh karena itu, jika pada akhirnya dapat memberi manfaat
kepada pembaca, maka hal itu tidak terlepas dari arahan Dra. Hj. Erny Harijaty,
M.Hum. selaku pembimbing I dan Dra. Sri Suryana Dinar, M.Hum. selaku
pembimbing II. Ucapan terima kasih dan rasa hormat sepatutnya ditujukan kepada
kedua pembimbing tersebut karena mereka telah meluangkan waktu untuk selalu
memberikan arahan, nasihat, dan bimbingan kepada penulis selama penyelesaian
penulisan skripsi. Semoga umur yang panjang serta kesehatan dan keselamatan
selalu tercurah pada keduanya. Ucapan terima kasih pula, penulis sampaikan
kepada Dr. La Ino, M.Hum., Dra. Hj. Nurlaela, M.Pd., dan Sulfiah, S.Pd.,
M.Hum. yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun, guna
membenahi segala kekurangan yang terdapat dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga perbuatan baik tersebut bernilai ibadah di mata Allah .
Ucapan terima kasih yang mendalam dan penghargaan yang besar tidak
lupa penulis sampaikan kepada Prof. Ir. H. Usman Rianse, M.S. selaku Rektor
Universitas Halu Oleo, Prof. Dr. La Iru, S.H, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Dra. Lelly Suhartini, M.Hum., selaku Ketua
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, dan Yunus, S.Pd., M.Pd., selaku Ketua
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Sebelum sampai pada tahap penelitian, tentu penulis banyak di bekali
ilmu, pengetahuan, arahan, motivasi, dan bimbingan selama berada di ruang
perkuliahan. Oleh karena itu, sudah sepatutnya penulis menyampaikan terima
kasih kepada seluruh dosen lingkup Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
vi
Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Pada kesempatan ini pula, penulis menyampaikan terima kasih kepada
sahabatku Irmansyah, Nasir, Sarfirudin dan Sugeng. Keempat sosok tersebut
bersedia mendengarkan keluh kesah, menemani dalam suka maupun duka, dan
mampu membangkitkan semangat, sehingga penulis bisa berada pada tahap ini.
Dorongan dan motivasi yang mereka berikan sangat dirasakan manfaatnya oleh
penulis. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa mereka. Kepada teman sejawat
KKN Nusantara II Kabupaten Buton Selatan Posko Desa Bola, Asrul, Kasliono,
Safrian Adiguna Pangerang, Ibnu Khaldun Aziz, Siti Halima, dan Nurfitriani Litta
penulis menyampaikan terima kasih yang sangat besar. Tanpa mereka pula,
penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan. Semoga Allah memberikan
banyak rezeki dan jodoh yang baik untuk kebahagiaan mereka.
Tak lupa juga penulis sampaikan terima kasih kepada Bapak Djaus Pagala,
Bapak Boby, dan Bapak Yakob Pakodongan Kende yang telah banyak
memberikan bantuan selama penulis berada di kota perantauan ini. Semoga
mereka diberi umur yang panjang dan dijauhkan dari penyakit oleh Allah .
Kepada teman-teman mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra
Indonesia, Abdul Haris, Yuyun Ermawan, Gusal, Kajir, Feri, Risdam, La Ota,
Aras, Murdipin, teman-teman dan Senior Laskar sastra, Paman Salim, Inal,
Murniana, Onzi Marnazira, Ikin, Rauf, Emy, dan masih banyak lagi yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga kebersamaan mereka bernilai ibadah
di hadapan Allah .
vii
Akhirnya, hanya kepada Allah penulis berserah diri dan mohon
ampunan atas segala kesalahan. Kepada-Nya jugalah penulis memohon, semoga
Allah . membalas segala kebaikan pihak yang telah memberikan andil dalam
terwujudnya skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik dalam
bentuk moril maupun materiil. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya pada
kita semua, amin.
Kendari, Mei 2016
Penulis,
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................. ii
PENGESAHAN ................................................................................................ iii
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................ iv
DAFTAR ISI ......................................................................................................viii
ABSTRAK ......................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 4
1.5 Batasan Operasional .......................................................................... 4
1.6 Ruang lingkup penelitian .................................................................... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................... 6
2.1 Pengertian Puisi .................................................................................. 6
2.2 Struktur Batin Puisi ............................................................................ 7
2.3 Struktur Fisik Puisi ............................................................................ 9
2.4 Gaya Bahasa ...................................................................................... 12
2.4.1 Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat ............................ 13
2.4.2 Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung tidaknya Makna ............. 15
2.4.2.1 Gaya Bahasa Retoris ..................................................... 15
2.4.2.2 Gaya Bahasa Kiasan ...................................................... 24
BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN ....................................... 32
3.1 Metode dan Jenis Penelitian .............................................................. 32
3.1.1 Metode Penelitian ...................................................................... 32
3.1.2 Jenis Penelitian .......................................................................... 33
3.2 Data dan Sumber Data ....................................................................... 33
3.2.1 Data ............................................................................................ 33
3.2.2 Sumber Data .............................................................................. 33
3.3 Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 33
3.4 Teknik Analisis Data ......................................................................... 34
ix
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 35
4.1 Sekilas Tentang Penyair kumpulan puisi Ritus Konawe .................. 35
4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan...................................................... 36
4.3 Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat ..................................... 36
4.3.1 Gaya Bahasa Repetisi .............................................................. 36
4.4 Gaya Bahasa Berdasarkan langsung tidaknya makna ....................... 48
4.4.1 Gaya Bahasa Retoris ................................................................ 48
4.4.1.1 Gaya Bahasa Aliterasi.................................................. 48
4.4.1.2 Gaya Bahasa Asonansi ................................................ 73
4.4.1.3 Gaya Bahasa Hiperbol .................................................100
4.4.2 Gaya Bahasa Kiasan ................................................................102
4.4.2.1 Gaya Bahasa simile .....................................................102
4.4.2.2 Gaya Bahasa Personifikasi ..........................................104
4.5 Interpretasi Data ................................................................................105
4.6 Relevansi penelitian terhadap pemelajaran di sekolah......................106
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................108
5.1 Simpulan ...........................................................................................108
5.2 Saran ..................................................................................................109
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................110
LAMPIRAN . .....................................................................................................111
x
ABSTRAK
Penelitian ini membahas gaya bahasa dalam kumpulan puisi Ritus Konawe
Karya Iwan Konawe. Masalah dalam Penelitian ini yaitu gaya bahasa apa sajakah
yang terdapat dalam kumpulan puisi Ritus Konawe Karya Iwan Konawe. Tujuan
dalam penelitian ini untuk mendeskripsikan gaya bahasa yang terdapat dalam
kumpulan puisi Ritus Konawe Karya Iwan Konawe. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif.
Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research)
yaitu berupa kumpulan puisi Ritus Konawe Karya Iwan Konawe. Teknik yang
digunakan untuk mengumpulkan data menggunakan teknik baca-catat. Dengan
teknik analisis data menggunakan pendekatan struktural dengan langkah (1)
mengidentifikasi gaya bahasa yang terdapat dalam puisi Enam Pecah Batu, Kau
Ingatkah Tentang Pesta Kita, Kembali Ia Akan Memintal Waktu, Musim
Kemarau, Perawan Gunung, Ritus Konawe, dan Ritus Molulo. (2)
menginterpretasi data. Sumber data dalam penelitian ini adalah berupa tujuh puisi
yang terdapat dalam buku kumpulan puisi Ritus Konawe Karya Iwan Konawe.
Dari hasil analisis data menunjukan bahwa dalam puisi karya Iwan Konawe
terdapat gaya bahasa repetisi, aliterasi, asonansi, hiperbol, simile, dan
personifikasi.
Kata Kunci: Puisi, Gaya Bahasa, Repetisi, Aliterasi, Asonansi, Hiperbol, Simile,
Personifikasi.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sastra merupakan wujud gagasan seseorang melalui pandangan terhadap
lingkungan yang ada di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang indah.
Keindahan dalam karya sastra itu muncul, karena keselarasan bahasa dan pilihan
kata yang digunakan oleh pengarang. Sastra adalah bentuk seni yang diungkapkan
oleh pikiran dan perasaan manusia dengan keindahan bahasa. Bahasa digunakan
sebagai medium dalam karya sastra dalam hal ini peranan bahasa sangat besar.
Tujuan dan maksud sebuah karya sastra itu disampaikan oleh pengarang dengan
bahasa. Dalam sebuah karya sastra pengarang bisa mengolah kata atau memilih
kata yang memiliki nilai estetis. Keadaan suatu lingkungan sosial dapat
disampaikan oleh pengarang melalui sebuah karya sastra dengan kata-kata yang
padat.
Salah satu yang termasuk dalam karya sastra adalah puisi. Puisi adalah
keadaan jiwa atau perasaan penyair yang diekspresikan melalui tulisan yang
mengandung makna tertentu. Puisi juga merupakan luapan kejiwaan seseorang.
Salah satu karakter sebuah puisi terlihat dari segi kepadatan dalam penggunaan
bahasa. Sebagaimana diketahui bahasa merupakan medium utama dalam karya
2
sastra termasuk puisi. Pengarang dalam menulis puisi selalu memilih kata-kata
padat. Efek dari penggunaan bahasa secara padat itu menimbulkan berbagai
bentuk gaya bahasa atau bahasa kiasan. Bahasa puisi sebagai karya sastra bersifat
konotatif karena banyak menggunakan makna kias atau makna yang tersirat.
Bahasa dalam puisi memiliki banyak kemungkinan makna dan mengandung gaya
bahasa yang harus dipahami secara mendalam. Jadi, untuk memahami makna dari
sebuah puisi harus dianalisis secara mendalam berdasarkan teori yang telah
ditetapkan. Sungguh menarik dilakukan penelitian terhadap gaya bahasa atau
bahasa kiasan dalam puisi. Hal ini dikarenakan gaya bahasa dapat dianalisis
dengan teori-teori yang mendukung untuk mengungkapkan makna yang tersirat
dalam puisi. Sebagaimana yang diketahui tidak semua pembaca dapat memaknai
sebuah puisi, karena puisi itu sendiri abstrak. Keabstrakan puisi itu, disebabkan
penggunaan bahasa secara khusus dalam sebuah puisi.
Puisi membicarakan berbagai aspek kehidupan baik yang nyata maupun
yang abstrak. Puisi memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan permasalahan
sosial melalui lambang bahasa atau pun simbol. Pembaca puisi merupakan
penikmat puisi. Puisi akan bermakna bila pembaca dapat memberikan makna puisi
itu sendiri. Untuk memahami puisi diperlukan bekal yang mumpuni untuk
memaknainya. Pengalaman pembaca puisi menentukan kemampuan untuk
memaknai puisi secara mudah dan sesuai dengan pengalaman hidupnya. Harus
disadari tidak semua pembaca memiliki kepekaan terhadap puisi dan makna yang
terkandung di dalam puisi. Pembaca yang baik adalah pembaca yang dapat
memahami struktur batin dan struktur fisik puisi. Pembaca yang baik juga dapat
3
dilihat pada kemampuannya untuk memahami gaya bahasa atau bahasa kias.
Penulisan sebuah puisi tidak terlepas dari gaya pengarang dan kemampuannya
untuk menempatkan gaya bahasa dalam puisi. Penempatan gaya bahasa dalam
puisi memiliki makna dan arti tersendiri. Gaya bahasa juga dapat dikatakan
sebagai seni dalam menyajikan puisi kepada pembaca. Selain itu, gaya bahasa
memperdalam makna yang terkandung dalam sebuah puisi.
Kumpulan puisi Ritus Konawe Karya Iwan Konawe merupakan hasil
karya yang menggambarkan perjalanan penyair dan apa yang dialaminya.
Terkhusus wilayah di Sulawesi Tenggara yang didiami oleh etnik Tolaki.
Kumpulan Puisi Ritus Konawe Banyak membicarakan tentang ritual dan tradisi
etnik Tolaki itu sendiri. Hal itu dapat dilihat dari beberapa puisi yang berjudul
Ritus Molulo, Ritus Konawe, Ritus Maosehe, dan lainnya. Kumpulan puisi Ritus
Konawe juga tidak terlepas dari keseharian penyair yang begelut dalam dunia
teater. Penyair ahli dalam tata artistik dan tata cahaya dalam pertunjukan. Hal itu
dapat ditemui pada puisi yang berjudul Tata Lampu, Sutradara dan Lampu, dan
lainnya. Penyair juga sangat mahir memadukan kosakata yang bersifat kedaerahan
dengn kosakata bahasa Indonesia sehingga banyak menimbulkan gaya bahasa.
Itulah yang menyebabkan penulis tertarik meneliti gaya bahasa pada kumpulan
puisi Ritus Konawe karya Iwan Konawe tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka masalah dalam penelitian ini
adalah gaya bahasa apa sajakah yang terdapat dalam kumpulan puisi Ritus
Konawe Karya Iwan Konawe?
4
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan gaya bahasa
yang terdapat dalam kumpulan puisi Ritus Konawe karya Iwan Konawe.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis maupun
praktis. Secara teoritis, penelitian ini dapat menambah khasanah pengetahuan
mengenai gaya bahasa dalam kumpulan puisi Ritus Konawe Karya Iwan Konawe.
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru, siswa,
dan peneliti lainnya. Bagi guru, hasil penelitian ini bermanfaat dalam
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia khususnya pembelajaran puisi.
Sedangkan untuk siswa, penelitian ini bermanfaat untuk membantu pencapaian
indikator pembelajaran puisi. Sementara untuk peneliti lainnya, penelitian ini
bermanfaat sebagai bahan acuan untuk penelitian berikutnya.
1.5 Batasan Operasional
Untuk menghindari kesalahan penafsiran yang digunakan dalam
penenlitian ini maka diadakan batasan sebagai berikut.
1. Puisi merupakan kata-kata terbaik dalam susunan terbaik.
2. Gaya bahasa merupakan pemakaian bahasa yang sederhana dan tidak berlebih-
lebihan, tetapi efektif dan membangun lukisan deskripsi sesuatu secara konkret
dalam imajinasi.
5
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah mencakup gaya bahasa yang
terdapat dalam kumpulan puisi Ritus Konawe karya Iwan Konawe yang berjudul
Enam Pecah Batu, Kau Ingatkah Tentang Pesta Kita, Kembali Ia akan Memintal
Waktu, Musim Kemarau, Perawan Gunung, Ritus Konawe, dan Ritus Molulo.
Pemilihan Tujuh puisi tersebut dari tujuh puluh sembilan puisi yang ada,
berdasarkan pertimbangan agar relevan terhadap pembelajaran di sekolah baik
berdasarkan silabus, berdasarkan isi puisi, maupun diksi yang sesuai untuk
pembelajaran di sekolah. Puisi Ritus Konawe, dan Ritus Molulo menggambarkan
tradisi dan ritual etnik Tolaki. Puisi Kau Ingatkah Tentang Pesta Kita, dan
Kembali Ia akan Memintal Waktu menggambarkan sesuatu yang telah terlupakan
oleh zaman, Puisi Perawan Gunung menggambarkan kehidupan remaja zaman
modern ini. Sedangkan Puisi Enam Pecah Batu dan Musim Kemarau
menggambarkan situasi yang sering terjadi dalam kehidupan dan petuah dalam
mengarungi kehidupan.
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Puisi
Secara etimologi, istilah puisi berasal dari bahasa Yunani yaitu poetima
„membuat‟ atau poesis „pembuatan‟, dan dalam bahasa Inggris disebut poem atau
poetry. Puisi diartikan “membuat” dan “pembuatan” karena lewat puisi pada
dasarnya seseorang telah menciptakan suatu dunia sendiri, yang mungkin berisi
pesan atau gambaran suasana-suasana tertentu, baik fisik maupun batiniah
(Aminuddin, 2013: 134).
Menurut Waluyo dalam Siswanto (2013: 97) puisi adalah bentuk karya
sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan
disusun dengan mengonsentrasikan sruktur fisik dan struktur batinnya. Dalam
Wikipedia mengungkapkan bahwa puisi merupakan seni tertulis di mana bahasa
digunakan untuk kualitas estetiknya untuk tambahan atau selain arti semantiknya.
Pengertian puisi juga dikemukakan oleh Pradopo (2012: 7), bahwa puisi
adalah ekspresi pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang
imajinasi panca indra dalam susunan yang berirama. Pradopo (2012: 314) juga
mengungkapkan bahwa puisi ucapan atau ekspresi tidak langsung. Puisi juga
merupakan ucapan keinti pati masalah, peristiwa, ataupun narasi (cerita,
7
penceritaan).
Hasanauddin (2002: 5) juga mengemukakan bahwa puisi merupakan
pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan. Perasaan dari
pikiran penyair yang masih abstrak dikonkretkan. Untuk mengkonkretkan
peristiwa-peristiwa yang telah direkam di dalam pikiran dan perasaan penyair,
puisi merupakan salah satu sasarannya.
Selain itu, Kosasih (2012: 97) juga mengemukakan bahwa puisi adalah
bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata indah dan penuh makna,
keindahan sebuah puisi disebabkan oleh diksi, majas, rima, dan makna yang
terkandung dalam karya sastra.
Berdasarkan pengertian puisi tersebut dapat disimpulkan puisi adalah
sebuah karya seni yang puitis dan bermakna. puitis karena dalam
pengungkapannya dapat mengggugah pembaca atau penikmatnya. Puisi sarat
dengan makna. Karena puisi lahir merupakan hasil perenungan penyair dari
fenomena alam atau peristiwa sekitar.
2.2 Sruktur Batin Puisi
L.A. Richards menyebut struktur batin puisi dengan istilah hakikat puisi.
L.A. Richards berpendapat bahwa struktur batin puisi terdiri atas empat unsur
yaitu tema; makna (sense), rasa (feeling), nada (tone), dan amanat; tujuan ;
maksud (intention) (Siswanto, 2013: 112).
8
1. Tema
Media puisi adalah bahasa. Salah satu tataran dalam bahasa adalah
hubungan tanda dengan makna yang dipelajari dalam semantik. Karena bahasa
berhubungan dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata,
baris, bait, maupun makna secara keseluruhan (Siswanto, 2013: 112). Dengan
puisinya sang penyair ingin mengemukakan sesuatu bagi para penikmatnya. Sang
penyair melihat atau mengalami beberapa kejadian dalam kehidupan masyarakat.
Penyair ingin mengemukakan, mempersoalkan, mempermasalahkan hal-hal
dengan caranya sendiri (Tarigan, 2011: 10). Sesuaatu yang ingin dikemukakan
atau gagasan pokok yang ingin disampaikan oleh penyair atau yang terdapat
dalam puisi inilah yang disebut tema (Siswanto, 2013: 113).
2. Rasa
Rasa adalah sikap penyair terhadap pokok permasaalahan yang terkandung
dalam puisinya. Dalam kehidupan sehari-hari sering kita jumpai dua orang atau
lebih menghadapi keadaan yang sama, tetapi justru dengan sikap yang berbeda.
Demikian pula halnya dengan cara penyair. Dua orang penyair atau lebih, dapat
menyairkan obyek yang sama dengan sikap yang berbeda (Tarigan, 2011: 12).
3. Nada
Nada dalam perpuisian adalah sikap sang penyair terhadap pembacanya.
Dengan kata lain sikap sang penyair terhadap para penikmat karyanya (Tarigan,
2011: 18). Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Ada penyair yang
dalam menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama
9
dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja
kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca
(Siswanto, 2013: 113).
4. Tujuan
Sadar maupun tidak ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan
puisi. ( Siswanto, 2013: 114). Apakah tujuan ini pertama kali untuk memenuhi
kebutuhan pribadi sendiri atau yang lainnya, bergantung kepada pandangan hidup
sang penyair (Tarigan, 2011 : 20).
2.3 Sruktur Fisik Puisi
Struktur fisik puisi sering disebut metode puisi. Struktur fisik puisi
mencangkup perwajahan puisi, diksi, pengimajian, kata konkret, majas atau
bahasa figuratif, dan verifikasi (Siswanto, 2013: 102).
1. Perwajahan Puisi (Tipografi)
Tipografi dalam puisi merupakan cara penulisan puisi yang dimaksudkan
untuk menimbulkan bentuk tertentu yang dapat diamati secara visual (Husba,
2010: 18). Perwajahan adalah penulisan dan pengaturan kata, larik, dan bait dalam
puisi. Pada puisi konvensional, setiap satu larik tidak selalu mencerminkan satu
pernyataan. Mungkin saja satu pernyataan ditulis dalam satu atau dua larik,
bahkan bisa lebih. Larik dalam puisi tidak selalu dimulai dengan huruf besar dan
diakhiri dengan tanda titik. Kumpulan pernyataan-pernyataan dalam puisi tidak
membentuk paragraf, tetapi membentuk bait. Sebuah bait dalam suatu puisi
mengandung satu pokok pikiran. Pengaturan dalam bait-bait ini sudah berkurang
10
atau sama sekali tidak ada pada puisi modern atau puisi kontemporer. Bahkan
puisi kontemporer tipografinya bisa membentuk suatu gambar. Orang
menyebutnya sebagai konkret (Siswanto, 2013: 102).
2. Diksi
Diksi adalah pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam
puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang dengan sedikit kata-kata
dapat mengungkapkan banyak hal, kata-katanya harus dipilih secermat mungkin.
Pemilihan kata dalam puisi berhubungan erat dengan makna, keselarasan bunyi,
dan urutan kata. Pemilihan kata berhubungan erat dengan latar belakang penyair.
Semakin luas wawasan penyair, semakin kaya dan berbobot kata-kata yang
digunakan. Kata dalam puisi tidak hanya sekadar kata-kata yang dihafalkan, tetapi
sudah mengandung pandangan pengarang (Siswanto, 2013: 104).
3. Imaji
Semua penyair ingin menyuguhkan pengalaman batin yang pernah
dialaminya kepada para penikmat karyanya. Salah satu usaha untuk memenuhi
keinginan tersebut adalah dengan pemilihan serta penggunaan kata-kata yang
tepat dalam karya mereka. Pilihan serta penggunaan kata-kata yang tepat itu dapat
dapat memperkuat serta memperjelas imajinasi pikiran manusia dan energi
tersebut dapat pula mendorong imajinasi untuk menjelmakan gambaran yang
nyata (Tarigan, 2011: 30-31).
Dalam puisi, untuk memberi gambaran yang jelas, untuk mennimbulkan
suasana khusus, untuk membuat lebih hidup gambaran dalam pikiran dan
11
penginderaan dan juga untuk menarik perhatian, penyair menggunakan gambaran-
gambaran angan (pikiran). Gambaran-gambaran angan dalam sajak itu disebut
Citraan (imagery). Citraan ini ialah gambar-gambar dalam pikiran dan bahasa
yang menggambarkannya, sedang setiap gambar pikiran disebut citra atau imaji
(image) (Pradopo, 2012: 79-80).
4. Kata Konkret
Salah satu cara untuk membangkitkan daya bayang atau imajinasi para
penikmat suatu sajak adalah dengan mempergunakan kata-kata yang tepat, kata-
kata yang konkret, yang dapat menyarankan suatu pengertian yang menyeluruh
(Tarigan, 2011: 32). Sedangkan pengertian itu sendiri menurut Siswanto (2013:
107) adalah kata-kata yang dapat ditangkap oleh indra. Dengan kata konkret akan
memungkinkan imaji muncul.
5. Majas
Cara lain yang sering dipergunakan oleh para penyair untuk
membangkitkan imajinasi adalah dengan memanfaatkan majas atau figurative
language, yang merupakan bahasa kias atau gaya bahasa (Tarigan, 2011: 33).
Majas ialah bahasa berkias yang dapat menghidupkan atau meningkatkan efek dan
menimbulkan konotasi tertentu (Sudjito dalam Siswanto, 2013: 108). Adanya
bahasa kiasan menyebabkan sajak menarik perhatian, menimbulkan kesegaran,
hidup, dan terutama menimbulkan kejelasan gambaran angan. Bahasa kiasan
mengiaskan atau mempersamakan sesuatu hal dengan hal lain supaya gambaran
menjadi jelas, lebih menarik, dan hidup (Pradopo, 2012: 62).
12
6. Verifikasi (Rima, Ritme dan Metrum)
Verifikasi dalam puisi terdiri atas rima, ritme, dam metrum. Rima adalah
persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, maupun akhir baris puisi.
Sedangkan ritma merupakan tinggi-rendah, panjang-pendek, keras-lemahnya
bunyi. Ritma sangat menonjol bila puisi itu dibacakan. Para ahli menyamakan
ritma dan metrum (Siswanto, 2013: 110-111). Tarigan juga Menyebutkan ritme
adalah turun naiknya suara secara teratur, sedangkan rima adalah persamaan bunyi
(Tarigan, 2011: 35).
2.4 Gaya Bahasa
Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah
style. Kata style diturunkan dari kata latin stilus, yaitu semacam alat untuk
menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan
mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu
penekanan dititikberatkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu
berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan
kata-kata secara indah (Keraf, 2000: 112).
Style (gaya bahasa) menurut Abrams adalah cara pengucapan bahasa atau
bagaimana seseorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan
(Nurgiyantoro, 2010: 276). Pradopo (2012: 93) juga mengemukakan gaya bahasa
ialah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup
dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati
pembaca.
13
Gorys Keraf (2000: 113) memberikan batasan tentang pengertian style
atau gaya bahasa yaitu cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas
yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau pemakai bahasa. Berikut
dipaparkan pembagian gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat dan gaya
berdasarkan langsung tidaknya makna menurut Gorys keraf.
2.4.1 Gaya Bahasa Berdasarkan Sruktur Kalimat
1. Klimaks
Gaya bahasa klimaks diturunkan dari kalimat yang bersifat periodik.
Klimaks adalah gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap
kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya.
Contoh:.
1) Di samping itu, sastrawan mempunyai waktu yang cukup panjang untuk
memilih, merenungkan bahkan menciptakan cara-cara baru dan bentuk-
bentuk tertentu dalam penyampaian maksudnya, mereka juga mempunyai
kebebasan yang luas untuk menyimpang dari tulisan biasa
(Keraf, 2000: 124).
2. Antiklimaks
Antiklimaks dihasilkan oleh kalimat yang berstruktur mengendur.
Antiklimaks sebagai gaya bahasa merupakan suatu acuan yang gagasan-
gagasannya diurutkan dari yang terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang
penting.
1) Pembangunan lima tahun telah dilancarkan serentak di Ibu kota negara,
14
ibu kota – ibu kota propinsi , kabupaten, kecamatan, dan semua desa di
seluruh Indonesia (Keraf, 2000: 125).
3. Paralelisme
Paralelisme (persejajaran) ialah mengulang isi kalimat yang maksud
tujuannya serupa. Kalimat yang berikut hanya dalam satu atau dua kata berlainan
dari kalimat yang mendahului. Contoh:
1) Segala kulihat segala membayang,
Segala kupegang segala mengenang (Pradopo, 2012 : 97).
4. Antitesis
Antitesis adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan
yang bertentangan, dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang
berlawanan. Gaya ini timbul dari kalimat berimbang. Contoh:
1) Hingga kini kusimpan engkau dalam lubuk hatiku. Tetapi mulai kini
engkau kuenyahkan jauh-jauh bagai musuh yang kejam.
2) Ia sering menolak, tapi sekali pun tak pernah melukai hati
(Keraf, 2000: 126).
5. Repetisi
Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat
yang dianggap penting untuk memberikan tekanan dalam sebuah konteks yang
sesuai. Contoh:
1) Maukah kau pergi bersama serangga-seranga tanah, pergi bersama
kecoak-kecoak, pergi bersama mereka yang menyusupi tanah,
15
menyusupi alam? (Keraf 2000: 127).
2.4.2 Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna
2.4.2.1 Gaya Bahasa Retoris
1. Aliterasi
Aliterasi adalah gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang
sama. Dipergunakan untuk perhiasan atau untuk penekanan. Contoh:
1) Takut titik lalu tumpah.
2) Keras-keras kerak kena air lembut juga (Keraf, 2000: 130).
2. Asonansi
Asonansi adalah gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal yang
sama. Dipergunakan untuk memperoleh efek penekanan atau sekedar keindahan.
Contoh:
1) Ini muka penuh luka siapa punya.
2) Kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu. (Keraf, 2000: 130).
3. Anastrof
Anastrof atau inversi adalah gaya retoris yang diperoleh dengan
pembalikan susunan kata yang dalam kalimat. Contoh:
1) Pergilah ia meninggalkan kami, keheranan kami melihat peranginya
(Keraf, 2000: 130).
16
4. Apofasis
Apofasis atau disebut juga preterisio merupakan sebuah gaya di mana
penulis atau pengarang menegaskan sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal.
Berpura-pura membiarkan sesuatu berlalu, tetapi sebenarnya ia menekankan hal
itu. Berpura-pura melindungi atau menyembunyikan sesuatu, tetapi sebenarnya
memamerkannya. Contoh:
1) Jika saya tidak menyadari reputasimu dalam kejujuran, maka sebenarnya
saya ingin mengatakan bahwa anda pasti membiarkan anda menipu diri
sendiri.
2) Saya tidak mau mengungkapkan dalam forum ini bahwa saudara telah
menggelapkan ratusan juta rupiah uang Negara (Keraf, 2000: 130).
5. Apostrof
Apostrof adalah gaya bahasa yang berbentuk pengalihan amanat dari para
hadirin kepada sesuatu yang tidak hadir. Cara ini biasanya dipergunakan oleh
orator klasik. Dalam pidato yang disampaikan kepada suatu massa, sang orator
secara tiba-tiba mengarahkan pembicaraannya langsung kepada sesuatu yang
tidak hadir: kepada mereka yang sudah meninggal, atau kepada barang atau obyek
khayalan atau sesuatu yang abstrak, sehingga tampaknya ia tidak berbicara kepada
para hadirin. Contoh:
1) Hai kamu semua yang telah menumpahkan darahmu untuk tanah air
tercinta ini berilah agar kami dapat mengenyam keadilan dan kemerdekaan
seperti yang pernah kamu perjuangkan. (Keraf, 2000: 131).
17
6. Asindenton
Asindenton adalah gaya yang berupa acuan, yang bersifat padat dan
mampat dimana beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak
dihubungkan dengan kata sambung. Bentuk-bentuk itu biasanya dipisahkan saja
dengan koma, seperti ucapan terkenal dari Julius Caesar: Veni, vidi, vici, “saya
datang, saya lihat, saya menang”.
Perhatikan pula contoh berukut:
1) Dan kesesakan, kepedihan, kesakitan, seribu derita detik-detik
penghabisan orang melepaskan nyawa. (Keraf, 2000: 131).
7. Polisindeton
Polisindeton adalah suatu gaya yang merupakan kebalikan dari asindeton.
Beberapa kata, frasa, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain
dengan kata-kata sambung. Contoh:
1) Dan ke manakah burung-burung yang gelisah dan tak berumah dan tak
mengerah pada gelap dan dingin yang bakal merontokkan bulu-bulunya?
(Keraf, 2000: 131).
8. Kiasmus
Kiasmus ialah sarana retorika yang menyatakan sesuatu diulang, dan salah satu
bagian kalimatnya dibalik posisinya. Contoh:
1) Begitu banyak maaf, buat begitu banyak dosa
Begitu banyak dosa, buat begitu banyak maaf (Pradopo, 2012: 100).
18
9. Elipsis
Elipsis adalah suatu gaya yang berwujud menghilangkan suatu unsur
kalimat yang dengan mudah dapat diisi atau ditafisirkan sendiri oleh pembaca atau
pendengar, sehingga struktur gramatikal atau kalimatnya memenuhi pola yang
berlaku. Contoh:
1) Masihkah kau tidak percaya bahwa dari segi fisik engkau tak apa-apa,
badanmu sehat; tetapi psikis …(Keraf, 2000: 132).
10. Eufemismus
Kata eufemisme atau eufemismus diturunkan dari kata yunani euphemizein
yang berarti “ mempergunakan kata-kata dengan arti yang baik atau dengan tujuan
tujuan yang baik”. Sebagai gaya bahasa, eufemisme adalah acuan berupa
ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang, atau ungkapan-
ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan
menghina, menyinggung perasaan atau menyugestikan sesuatu yang tidak
menyenangkan. Contoh:
1) Ayahnya sudah tak ada di tengah-tengah mereka (= mati).
2) Pikiran sehatnya semakin merosot saja akhir-akhir ini (= gila)
(Keraf, 2000: 132).
11. Litotes
Litotes adalah gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan
tujuan merendahkan diri. Sesuatu hal dinyatakan kurang dari keadaan sebenarnya.
Atau suatu pikiran dinyatakan dengan menyangkal lawan katanya. Contoh:
19
1) Kedudukan saya ini tidak ada artinya sama sekali.
2) Rumah yang buruk inilah yang merupakan hasil usaha kami bertahun-
tahun lamanya. (Keraf, 2000: 133).
12. Histeron proteron
Histeron proteron adalah gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari
sesuatu yang logis atau kebalikan dari sesuatu yang wajar. Misalnya
menempatkan sesuatu yang terjadi kemudian pada awal peristiwa. Contoh:
1) Jendela ini telah memberi sebuah kamar padamu untuk berteduh dengan
tenang.
2) Kereta melaju dengan cepat di depan kuda yang menariknya
(Keraf, 2000: 133).
13. Pleonasme dan tautologi
Pada dasarnya pleonasme dan tautologi adalah acuan yang
mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlukan untuk
menyatakan satu pikiran atau gagasan. Walaupun secara praktis kedua istilah itu
disamakan saja, namun ada yang ingin membedakan keduanya. Suatu acuan yang
disebut pleonasme bila kata yang berleihan itu dihilangkan, artinya tetap utuh.
Sebaliknya acuan itu disebut tautologi kalau kata yang berlebihan itu sebenarnya
mengandung perulangan dari sebuah kata yang lain. Contoh:
1) Saya telah mendengar hal itu dengan telinga saya sendiri.
2) Saya telah melihat kejadian itu dengan mata kepala saya sendiri.
3) Darah yang merah itu melumuri seluruh tubuhnya.
20
Ungkapan di atas adalah pleonasme karena semua acuan itu kerap utuh
dengan makna yang sama, walaupun dihilangkan kata-kata: dengan telinga saya,
dengan mata kepala saya, dan yang merah itu. Contoh:
1) Ia tiba jam 20.00 malam waktu setempat.
2) Globe itu bundar bentuknya.
Acuan di atas disebut tautologi karena kata berlebihan itu sebenarnya
mengulang kembali gagasan yang sudah disebut sebelumnya., yaitu malam sudah
tercakup dalam jam 20.00, dan bundar sudah tercakup dalam globe
(Keraf, 2000: 134).
14. Perifrasis
Perifrasis adalah gaya yang mirip dengan pleonasme, yaitu
mempergunakan kata lebih banyak dari yang diperlukan. Perbedaannya terletak
dalam hal bahwa kata-kata yang berlebihan itu sebenarnya dapat diganti dengan
satu kata saja. Contoh:
1) Ia telah beristirahat dengan damai. (= mati atau meninggal).
2) Jawaban bagi permintaan saudara adalah tidak (= ditolak)
(Keraf, 2000: 134).
15. Prolepsis
Prolepsis atau antisipasi adalah gaya bahasa di mana orang
mempergunakan lebih dahulu kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau
gagasan yang sebenarnya terjadi. Misalnya dalam mendeskripsikan peristiwa
kecelakaan dengan pesawat terbang, sebelum sampai kepada peristiwa itu sendiri,
21
penulis sudah mempergunakan kata pesawat yang sial itu. Padahal kesialan baru
terjadi kemudian. Perhatikan pula kalimat-kalimat berikut yang mengandung
gaya prolepsis atau antisipasi itu:
1) Pada pagi yang naas itu, ia mengendarai sedan biru (keraf, 2000: 134).
16. Erotesis
Erotesis atau pertanyaan retoris adalah pertanyaan yang dipergunakan
dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek yang lebih
mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menghendaki adanya
suatu jawaban. Gaya ini biasanya dipergunakan sebagai salah satu alat yang
efektif oleh para orator. Contoh:
1) Terlalu banyak komisi dan perantara yang masing-masing menghendaki
pula imbalan jasa. Herankah Saudara kalau harga-harga itu terlalu tinggi?
2) Rakyatkah yang harus menanggung akibat semua korupsi dan manipulasi
di negara ini? (Keraf, 2000: 134).
17. Silepsis
Silepsis dan zeugma adalah gaya di mana orang mempergunakan dua
kontruksi rapatan dengan menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lain yang
sebenarnya hanya salah satunya mempunyai hubungan dengan kata pertama.
Dalam silepsis, kontruksi yang dipergunakan itu secara gramatikal benar, tetapi
secara semantik tidak benar. Contoh:
1) Ia sudah kehilangan topi dan semangatnya.
2) Fungsi dan sikap bahasa.
22
Kontruksi yang lengkap adalah kehilangan topi dan kehilangan semangat,
yang satu memiliki makna denotasional, yang lain memiliki makna kiasan;
demikian ada juga konstruksi fungsi bahasa dan sikap bahasa namun makna
gramatikalnya berbeda, yang satu berarti “fungsi dari bahasa” dan yang lain
“sikap terhadap bahasa”.
Dalam zeugma kata yang dipakai untuk membawahi kedua kata
berikutnya, sebenarnya hanya cocok untuk salah satu daripadanya (baik secara
logis maupun secara gramatikal). Contoh:
1) Dengan membelalak mata dan telinganya, ia megusir orang itu.
2) Ia menundukkan kepala dan badannya untuk member hormat kepada kami
(Keraf, 2000: 135).
18. Koreksio
Koreksio atau Epanortosis adalah suatu gaya yang berwujud, mula-mula
menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memperbaikinya. Contoh:
1) Sudah empat kali saya mengunjungi daerah itu, ah bukan, sudah lima kali
(Keraf, 2000: 135).
19. Hiperbol
Hiperbol adalah gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang
berlebihan dengan membesar-besarkan sesuatu hal (Keraf, 2000: 135). Pradopo
(2012: 98) juga menyatakan bahwa hiperbola merupakan sarana yang melebih-
lebihkan suatu hal atau keadaan. Maksudnya untuk menyangatkan, untuk
intensitas dan ekspresivitas. Contoh:
23
1) Jangan tantang lagi aku
Nanti darahku jadi beku (Pradopo, 2012: 98).
20. Paradoks
Paradoks adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata
dengan fakta-fakta yang ada. Paradoks dapat juga berarti semua hal yang menarik
perhatian karena kebenarannya (Keraf, 2000: 136). Pradopo juga mengemukakan
paradoks adalah sarana retorika sarana retorika yang menyatakan sesuatu secara
berlawanan, tetapi sebetulnya tidak bila sungguh-sungguh dipikirkan dan
dirasakan (Pradopo, 2012: 99) Contoh:
1) Hidup yang terbaring mati (Pradopo, 2012: 99).
21. Oksimoron
Oksimoron adalah suatu acuan yang berusaha untuk menggabungkan kata-
kata untuk mencapai efek yang bertentangan. Atau dapat juga dikatakan,
oksimoron adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan
mempergunakan kata-kata yang berlawanan dalam frasa yang sama, dan sebab itu
sifatnya lebih padat dan tajam dari paradoks. Contoh:
1) Keramah-tamahan yang bengis.
2) Untuk menjadi manis seseorang harus menjadi kasar.
3) Dengan membisu seribu kata, mereka sebenarnya berteriak-teriak agar
diperlakukan dengan adil (Keraf, 2000: 136).
24
2.4.2.2 Gaya Bahasa Kiasan
1. Simile
Simile atau persamaan adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Yang
dimaksud perbandingan eksplisit ialah bahwa ia langsung menyatakan sesuatu
sama dengan hal lain. Untuk itu ia memerlukan upaya yang secara eksplisit
menunjukkan kesamaan itu, yaitu kata-kata : seperti, sama, sebagai, bagaikan,
laksana, dan sebagainya (Keraf, 2000: 138). Contoh:
1) Bibirnya seperti delima merekah
2) Matanya seperti bintang timur
Kadang-kadang diperoleh persamaan tanpa menyebutkan obyek pertama yang
mau dibandingkan. Ccontoh:
1) Seperti menating minyak penuh
2) Bagai air di daun talas
3) Bagai duri di dalam daging
2. Metafora
Metafora adalah suatu gaya bahasa yang membandingkan satu benda dengan
benda lainnya secara langsung (Minderop, 2005: 53). Keraf (2000: 139) juga
menyatakan Metafora adalah analogi yang membandingkan dua hal secara
langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat: bunga bangsa, buaya darat, buah hati,
cindera mata, dan sebagainya.
25
3. Alegori, Parabel, dan Fabel
Bila sebuah metafora mengalami perluasan, maka ia dapat berwujud
alegori, parabel, atau fabel. Alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung
kiasan. Makna kiasan ini harus ditarik dari bawah permukaan ceritanya. Dalam
alegori, nama-nama pelakunya adalah sifat-sifat yang abstrak, serta tujuannya
selalu jelas tersurat.
Parabel (parabola) adalah suatu kisah singkat dengan tokoh-tokoh
biasanya manusia, yang selalu mengandung tema moral.
Fabel adalah suatu metafora berbentuk cerita mengenai dunia binatang, di
mana binatang-binatang bahkan makhluk yang tidak bernyawa bertindak seolah-
olah sebagai manusia. Tujuan fabel seperti parabel ialah menyampaikan ajaran
moral atau budi pekerti. Fabel menyampaikan suatu prinsip tingkah laku melalui
analogi yang transparan dari tindak-tanduk binatang, tumbuh-tumbuhan atau
makhluk yang tak bernyawa (Keraf, 2000: 140).
4. Personifikasi
Personifikasi atau prosopopoeia adalah gaya bahasa kiasan yang
menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa
seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. Personifikasi (penginsanaan) merupakan
suatu corak khusus dari metafora, yang mengiaskan benda-benda mati bertindak,
berbuat, berbicara seperti manusia. (Keraf, 2000: 140). Minderop (2005: 53) juga
mengemukakan Personifikasi adalah suatu proses penggunaan karakteristik
manusia untuk benda-benda non manusia, termasuk abstraksi atau gagasan.
Contoh:
26
1) Angin yang meraung di tengah malam yang gelap itu menambah lagi
ketakutan kami.
2) Kulihat ada bulan di kotamu lalu turun di bawah pohon belimbing depan
rumahmu barangkali ia menyeka mimpimu. (Keraf, 2000: 140).
5. Alusi
Alusi adalah acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan antara orang,
tempat, atau peristiwa. Biasanya, alusi ini adalah suatu referensi yang eksplisit
atau implisit kepada peristiwa-peristiwa, tokoh-tokoh, atau tempat dalam
kehidupan nyata, mitologi, atau dalam karya-karya sastra yang terkenal. Misalnya
dulu sering dikatakan bahwa Bandung adalah Paris Jawa. Demikian dapat
dikatakan: Kartini kecil itu turut memperjuangkan persamaan haknya. Kedua
contoh ini merupakan alusi (Keraf, 2000: 141).
6. Eponim
Eponim adalah gaya dimana seseorang yang namanya begitu sering
dihubungkan dengan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan
sifat itu. Misalnya: Hercules dipakai untuk menyatakan kekuatan: Hellen dari
Troya untuk menyatakan kecantikan (Keraf, 2000: 141).
7. Epitet
Epitet (epiteta) adalah acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang
khusus dari seseorang atau sesuatu hal. Keterangan itu adalah suatu frasa
deskriptif yang menjelaskan atau menggantikan nama seseorang atau sutu barang.
Contoh:
27
1) Lonceng Pagi untuk ayam jantan.
2) Puteri malam untuk bulan
3) Raja rimba untuk singa, dan sebagainya (Keraf, 2000: 141).
8. Sinekdoke
Sinekdoke adalah suatu istilah yang diturunkan dari kata Yunani
synekdechesthai yang berarti menerima bersama-sama. Sinekdoke adalah bahasa
figuratif yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk keseluruhan (pars
pro toto) atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totum
pro parte) (Keraf, 2000: 141). Pradopo (2012: 78) juga mengemukakan sinekdoke
adalah bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian yang penting suatu benda
(hal) untuk benda atau hal itu sendiri. Contoh:
1) Ku jelajah bumi dan alis kekasih
Bumi itu totum pro parte, sedangkan alis kekasih itu pars pro toto.
2) Kupanjat dinding dan hati wanita
Keduanya adalah pars pro toto (Pradopo, 2000: 78).
9. Metonimia
Kata metonimia diturunkan dari kata Yunani meta yang berarti
menunjukkan perubahan dan onoma yang berarti nama. Dengan demikian,
metonimia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk
menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat.
Hubungan itu dapat berupa penemu untuk hasil penemuan, pemilik untuk barang
yang dimiliki, akibat untuk sebab, sebab untuk akibat, isi untuk menyatakan
28
kulitnya, dan sebagainya (Keraf, 2000: 142). Contoh pada penggalan puisi
dibawah ini:
1) Tak ada perisai terhadap nasib
Kematian meletakkan tangannya yang dingin pada raja-raja
Tongkat kerajaan dan mahkota
Harus runtuh
Dan di debu disamaratakan
Dengan sabit dan sekop miskin bengkok.
Tongkat kerajaan dan mahkota untuk menggantikan pemerintah (raja-raja),
sedangkan sabit dan sekop untuk menggantikan orang kebanyakan
(Pradopo, 2012: 78).
10. Antonomasia
Antonomasia juga merupakan sebuah bentuk khusus dari sinekdoke yang
berwujud penggunaan sebuah epitet untuk menggantikan nama diri, atau gelar
resmi, atau jabatan untuk menggantikan nama diri. Contoh:
1) Yang mulia tak dapat menghadiri pertemuan ini.
2) Pangeran yang meresmikan pembukaan seminar itu (Keraf, 2000: 142).
11. Hipalase
Hipalase adalah gaya bahasa di mana sebuah kata tertentu dipergunakan
untuk menerangkan sebuah kata, yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata
lain. Atau secara singkat dapat dikatakan bahwa hipalase adalah suatu kebalikan
dari suatu relasi alamiah antara dua komponen gagasan. Contoh:
29
1) Ia berbaring di atas sebuah bantal yang gelisah (yang gelisah adalah
manusianya, bukan bantalnya) (Keraf, 2000: 142).
12. Ironi, Sinisme, dan sarkasme.
Ironi diturunkan dari kata eironeia yang berarti penipuan atau pura-pura.
Sebagai bahasa kiasan, ironi atau sindiran adalah suatu acuan yang ingin
mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang
terkandung dalam rangkaian kata-katanya. Ironi merupakan suatu upaya literer
yang efektif karena ia menyampaikan impresi yang mengandung pengekangan
yang besar. Entah dengan sengaja atau tidak, rangkaian kata-kata yang
dipergunakan itu mengingkari maksud yang sebenarnya. Sebab itu, ironi akan
berhasil kalau pendengar juga sadar akan maksud yang disembunyikan di balik
rangkaian kata-katanya. Contoh:
1) Tidak diragukan lagi bahwa andalah orangnya, sehingga semua
kebijaksanaan terdahulu harus dibatalkan seluruhnya!
2) Saya tahu anda adalah seorang gadis yang paling cantik di dunia ini yang
perlu mendapat tempat terhormat!
Kadang-kadang dipergunakan juga istilah sinisme yang diartikan sebagai
suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap
keikhlasan dan ketulusan hati. Bila contoh mengenai ironi diatas diubah, maka
akan dijumpai gaya yang bersifat sinis.
1) Tidak diragukan lagi bahwa andalah orangnya, sehingga semua
kebijaksanaan akan lenyap bersamamu!
2) Memang anda adalah seorang gadis yang tercantik di seantero jagad ini
30
yang mampu menghancurkan seluruh isi jagad ini.
Dengan kata lain, sinisme adalah ironi yang lebih kasar sifatnya. Sarkasme
merupakan suatu acuan yang lebih kasar dari dari ironi dan sinisme. Ia adalah
suatu acuan yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir. Sarkasme dapat
saja bersifat ironis, dapat juga tidak, tetapi yang jelas adalah bahwa gaya ini selalu
akan menyakiti hati dan kurang enak didengar. Contoh:
1) Mulut kau harimau kau.
2) Kelakuanmu memuakkan saya (Keraf, 143-144).
13. Satire
Uraian yang harus ditafsirkan lain dari makna permukaannya disebut
satire. Kata satire diturunkan dari kata satura yang berarti talam yang penuh berisi
macam-macam buah-buahan. Satire adalah ungkapan yang menertawakan atau
menolak sesuatu. Bentuk ini tidak perlu harus bersifat ironis. Satire mengandung
kritik tentang kelemahan manusia. Tujuan utamanya adalah agar diadakan
perbaikan secara etis maupun estetis (Keraf, 2000: 144).
14. Inuendo
Inuendo adalah sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya.
Ia menyatakan kritik dengan sugesti yang tidak langsung, dan sering tampaknya
tidak menyakitkan hati kalau dilihat sambil lalu. Contoh:
1) Setiap kali ada pesta, pasti ia akan sedikit mabuk karena terlalu
kebanyakan minum.
2) Ia menjadi kaya-raya karena sedikit mengadakan komersialisasi
31
jabatannya (Keraf, 2000: 144).
15. Antifrasis
Antifrasis adalah ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan
makna kebalikannya. Contoh:
1) Lihatlah sang Raksasa telah tiba (maksudnya si Cebol).
2) Engkau memang orang yang mulia dan terhormat! (Keraf, 2000: 145).
16. Paronomasia
Paronomasia atau Pun adalah kiasan dengan mempergunakan kemiripan
bunyi. Ia merupakan permainan kata yang didasarkan pada kemiripan bunyi,
tetapi terdapat perbedaan besar dalam maknanya. Contoh:
1) Tanggal dua gigi saya tanggal dua.
2) “Engkau orang Kaya!” “Ya, Kaya monyet!” (Keraf, 2000: 145).
32
BAB III
METODE DAN TEKNIK PENELITIAN
3.1 Metode dan Jenis Penelitian
3.1.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kualitatif. Metode deskriptif mengandung pengertian bahwa penelitian ini
menguraikan data secara objektif sesuai dengan data yang ditemukan dalam puisi.
Sementara itu, kualitatif mengandung pengertian bahwa dalam menjelaskan
konsep-konsep yang berkaitan satu sama lain digunakan kata-kata atau kalimat,
bukan mengandung angka-angka statistik. Jadi metode deskriptif kualitatif adalah
metode yang digunakan untuk menguraikan data secara objektif dengan
menggunakan kata-kata atau kalimat.
3.1.2 Jenis Penelitian
Penelitian ini tergolong penelitian kepustakaan (library research).
Dikatakan penelitian kepustakaan karena data penelitian diperoleh dari buku
kepustakaan yaitu kumpulan puisi Ritus Konawe Karya Iwan Konawe.
33
3.2 Data dan Sumber Data
3.2.1 Data
Data penelitian ini diambil dari kumpulan puisi Ritus Konawe karya Iwan
Konawe yang diterbitkan oleh Framepublishing, Yogyakarta pada tahun 2014
dengan 104 halaman. Kumpulan Puisi Ritus Konawe Karya Iwan konawe
merupakan buku kumpulan puisi perdana Karya Iwan Konawe. Sebelumnya puisi-
puisi iwan konawe diantologikan pada beberapa antologi bersama yaitu Sendiri,
Sendiri 2, Malam Bulan Puisi, Tanah Merah Tanah Sorume Tanah Mekongga, dan
Teluk Bahasa. Puisinya juga dimuat di berbagai media, diantaranya Kendari Pos,
majalah Gong, dan rumahlebah ruangpuisi.
3.2.2 Sumber Data
Sumber Data dalam penelitian ini adalah data tertulis, yaitu Tujuh puisi
yang terdapat dalam buku kumpulan puisi Ritus Konawe karya Iwan Konawe
yaitu Enam Pecah Batu, Kau Ingatkah Tentang Pesta Kita, Kembali Ia akan
Memintal Waktu, Musim Kemarau, Perawan Gunung, Ritus Konawe, dan Ritus
Molulo dan buku-buku yang relevan dengan penelitian ini.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik baca-catat.
Adapun langkah kerja teknik baca-catat dalam pengumpulan data ini adalah
sebagai berikut:
a. Membaca puisi Iwan Konawe sebagai objek kajian yang akan dianalisis.
b. Mencatat seluruh data hasil pembacaan yang mengenai gaya bahasa.
34
3.4 Teknik Analisis Data
Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan pendekatan
Struktural. Pendekatan sruktural yaitu pendekatan yang menelaah karya sastra dari
segi unsur demi unsur secara terpisah dengan tetap memperhatikan hubungan
unsur yang satu dengan unsur yang lainnya karena segala unsur itu saling terikat,
saling berkaitan, dan saling bergantung (Pradopo, 2012:118-119). Pradotokusumo
(2002: 47) juga menyebutkan bahwa pendekatan struktural yaitu pendekatan di
mana segala aspek bentuk dan isi karya sastra kait-mengait.
Pendekatan strukturalisme menempatkan karya sastra atau peristiwa di
dalam masyarakat menjadi satu keseluruhan karena adanya reaksi timbal balik
antara bagian-bagiannya dan antara bagian dari keseluruhan (Wahid, 2004: 78).
Adapun langkah-langkah untuk menganalisis yaitu (1) mengidentifikasi
gaya bahasa yang terdapat dalam puisi Enam Pecah Batu, Kau Ingatkah Tentang
Pesta Kita, Kembali Ia akan Memintal Waktu, Musim Kemarau, Perawan
Gunung, Ritus Konawe, dan Ritus Molulo. (2) menginterpretasi data.
35
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Sekilas Tentang Penyair Kumpulan Puisi Ritus Konawe
Iwan Konawe bernama asli Irawan Tinggoa, lahir di Anggaberi 8 Oktober
1980. Belajar kesenian sejak bergiat di Teater Kesenian Kendari tahun 1999
sampai sekarang. Pernah melakukan pameran tunggal instalasi yang bertajuk
“Topeng Indonesia” di Taman Budaya Sulawesi Tenggara tahun 2000. Bersama
teater sendiri telah melakukan pertunjukan teater di Kendari, Banjarmasin, Bali,
Mataram, Surabaya, Solo, Yogyakarta, Bandung, dan Jakarta. Menjadi penata
cahaya dan artistik diberbagai sanggar dan kegiatan kesenian di Sulawesi
Tenggara. Mengikuti kegiatan Temu Sastra Kepulauan dan Kampung Budaya IV
di Takalar tahun 2004 dan Temu Teater Kawasan Timur Indonesia (Katimuri) di
Banjarmasin, Surabaya, dan Mataram. Puisinya diantologikan pada beberapa
antologi bersama, yaitu Sendiri, Sendiri 2, Malam Bulan Puisi, dan Tanah Merah
Tanah Sorume Tanah Mekongga, dan Teluk Bahasa. Puisinya juga dimuat di
berbagai media, di antaranya Kendari Pos, majalah Gong, dan rumahlebah
ruangpuisi. Tahun 2005 mengikuti program Magang Nusantara Yayasan Kelola di
Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), khusus bidang tata artistik dan tata cahaya. Ia
juga aktif mendorong kegiatan sastra terutama di pelosok Uepai, Kabupaten
Konawe dan Kolaka. Membentuk Komunitas Rumput Kendari, Studio
36
Dokumentasi Pertunjukan, Teater Kolaka, Rumah Puncak Puisi Kolaka,
dan Kelompok Teras Budaya (KLOTER-B), Kendari. Kini ia bergiat di Rumah
Pengetahuan, Kendari, sebuah ruang publik dengan layanan Pendidikan dan
Kesenian yang merupakan bagian dari pengembangan IDEA Project, Kendari.
4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil dari penelitian ini adalah Tujuh Puisi Iwan Konawe yang terdapat
dalam kumpulan puisi Ritus Konawe Mengenai gaya bahasa. Pemaparan hasil
penelitian tersebut adalah sebagai berikut.
4.3 Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat
4.3.1 Gaya Bahasa Repetisi
Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat
yang dianggap penting untuk memberikan tekanan dalam sebuah konteks yang
sesuai. Penggunaan gaya bahasa ini dalam kumpulan puisi Ritus Konawe
diuraikan sebagai berikut.
a. Enam Pecah Batu
Bait pertama
Tuan beri aku
Patahan-patahan kata
Sebagai tanda cinta
Katamu,”Carilah enam pecahan batu
Untuk kau tancapkan membatu
Digetir kalbumu”
Seraya menggiring
Petualang
37
Menyusuri jejak tradisi tabuhan gendang
Menyusuri jejak sejarah yang hampir petang
……………………………………………..
Gaya bahasa repetisi terdapat pada bait pertama baris ke-9 dan ke-10.
Repetisi yang digunakan berupa perulangan bunyi yang sama yaitu frasa
menyusuri jejak. frasa tersebut terulang untuk memberi tekanan atau penegasan
tentang pentingnya melestarikan tradisi atau budaya agar tidak tergerus arus
globalisasi. Karena dalam tradisi itu sendiri terdapat pembelajaran yang begitu
berharga.
b. Musim kemarau
Bait ketiga
Matahari berkobar di angkasa
Api-api melahap bumi, melahap kering tubuh
Membumihanguskan kota-kota di tubuhku, aku ringsek
Kota kendari terasa membara panas, begitu beringas
Dermaga dan lautan memeram sunyi kekecewaan
Tanpa kapal-kapal seberang yang menepikan segala harapan
Tanpa ada truk-truk kontainer yang begitu nyinyir
Mengangkuti kesedihan
………………………..
Puisi musim kemarau diatas puisi menggunakan gaya bahasa repetisi.
Repetisi yang digunakan berupa perulangan bunyi yang sama pada kata melahap
dan tanpa. Kata-kata tersebut diulang untuk memberikan tekanan atau penegasan
pada baris puisi yang dianggap penting. Kata melahap terulang sebanyak dua kali
pada baris yang sama yakni pada baris ke-2. Kata melahap “Api-api melahap
38
bumi, melahap kering tubuh” memberikan penegasan bahwa peristiwa yang
terjadi dibumi akan berdampak pada manusia itu sendiri. Kata tanpa terulang
sebanyak dua kali pada baris ke-6 dan baris ke-7. Pada baris tersebut penyair
menyatakan ketiadaan. Ketiadaan kapal yang datang berlabuh dan truk kontainer
akan membuat pekerja yang berprofesi sebagai buruh akan mengalami
kemelaratan.
c. Perawan Gunung
Bait kedua
Perawan gunung dengan matanya yang api
Menerkam bulan sabit diatas tugu menara yang sepi
Yang mati
Bait ketiga
Bunga kembang yang tumbuh di rok dan bajunya
Yang menguncup putik birahi di bibir dan alis
Meruntuhkan gemuruh pasar malam
Menaklukkan hingar diskotek
Café-café, hotel-hotel sepanjang pantai by pass
Bait keempat
Jam dinding kota dan kerlap-kerlip lampu reklame
Masih terus berlarian, memburu yang hampa
Mengejar yang tiada
Tapi bunga kembang telah gugur sebelum waktunya
Cinta telah mati lebih dulu
Bait kelima
39
Perawan gunung, berlumuran getir
Di sudut taman kota
Pada sepi bangku gelagar
Matanya yang api
Dipadamkan dengan kembang roknya yang berdarah
Penggunaan gaya bahasa repetisi ditandai dengan perulangan frasa
perawan gunung, bunga kembang, dan matanya yang api. Frasa perawan gunung
terulang sebanyak dua kali yakni pada bait ke-2 baris pertama dan bait ke-5 baris
pertama. Frasa perawan gunung pada bait ke-2 baris pertama yakni “perawan
gunung dengan matanya yang api” menekankan bahwa seorang perempuan yang
masih remaja menduga kehidupan atau pergaulan yang akan dijalaninya akan
selamanya sesuai dengan yang ia kehendaki. Sedangkan frasa perawan gunung
pada bait ke-5 baris pertama yakni “perawan gunung, berlumuran getir”
menegaskan bahwa seorang perempuan yang masih remaja itu menderita dalam
menjalani kehidupannya.
Frasa bunga kembang terulang sebanyak dua kali yakni pada bait ke-3
baris pertama dan bait ke-4 baris ke-4. Frasa bunga kembang pada bait ke-3 baris
pertama yakni “bunga kembang yang tumbuh di rok dan bajunya” menegaskan
bahwa seorang perempuan harus menjaga kehormatannya. Sedangkan frasa bunga
kembang pada bait ke-4 baris ke-4 yakni “Tapi bunga kembang telah gugur
sebelum waktunya” menegaskan bahwa seorang perempuan yang tak mampu
menjaga kehormatannya, ia menyerahkan kehormatannya sebelum waktunya yaitu
sebelum adanya ikatan pernikahan.
40
Frasa matanya yang api terulang sebanyak dua kali yakni pada bait ke-2
baris pertama dan bait ke-5 baris ke 4. Frasa matanya yang api pada bait ke-2
baris pertama yakni “Perawan gunung dengan matanya yang api” menegaskan
dugaan seorang perempuan yang begitu angkuh dengan penuh kebebasan bahwa
kehidupan atau pergaulan yang akan dijalaninya akan selamanya sesuai dengan
yang ia kehendaki. Sedangkan frasa matanya yang api pada bait ke-5 baris ke-4
yakni “matanya yang api” menegaskan bahwa dugaan seorang perempuan tentang
kehidupannya tak sesuai seperti apa yang ia harapkan. Hal ini dijelaskan pada
baris berikutnya yaitu baris ke-5 yakni “dipadamkan dengan kembang roknya
yang berdarah”.
d. Kau Ingatkah Tentang Pesta Kita?
Bait pertama
Kau ingatkah?
Pesta kawin terdahulu
Saat itu musim kawin merekah
Bait kedua
Tonomotuo terus menitir tiga gong
Hanyut kedalam sungai sunyi
Remaja pun tetua menarikan lulo
Kita sendiri timpuh
Di riang-riang yang rantak
Di lingkaran persaudaraan yang balau
Bait ketiga
Kau ingatkah?
41
Ibu-ibu pengelana pesta
Di hadapannya sepiring dodol dan wajik
…………………………………………
Bait keempat
Selama sepekan
Kita kenakan baju terbaik
Kita sandangkan pula senyum terbaik
Menyapa yang datang dan pulang
Bait kelima
Diantara hentakan kaki yang melantang
Berseliweran anyir sate kerang dan aroma kembang
Kita hirup aroma itu sedalamnya
Sedalam makna wangi undangan
Sedalam luasan baris saung
Sedalam jantung orang bergandengan
Sedalam gemuruh tetabuhan gong
Sedalam hati kita yang jatuh ke dalam sukacita
Bait keenam
Kau ingatkah?
Setiap detik dari ritus-ritus pesta itu
Di mana tubuh kita larungkan, dahulu
Kini kita meretas, menjelma upacara kota
Menjelma hingar bingar swara elekton
Menjarah tabere dan karandu
Menjarah yang sebenarnya kita rindukan
…………………………………………..
42
Gaya bahasa repetisi pada puisi kau ingatkah tentang pesta kita diatas
tampak pada perulangan bunyi yang sama, yakni kau ingatkah, kawin, kita, di,
terbaik, aroma, sedalam, menjelma, dan menjarah. Frasa kau ingatkah terulang
sebanyak 3 kali yaitu pada bait pertama baris pertama, bait ke-3 baris pertama,
dan bait ke-6 baris pertama. Pengulangan ini mempertanyakan pada seseorang
masihkah ia mengingat keadaan pesta terdahulu yang sarat dengan tradisi
kemudian membandingkan dengan pesta yang ada sekarang ini yang jauh berbeda
dengan yang terdahulu. Kata kawin diulang sebanyak dua kali yakni pada bait
pertama, baris ke-2 dan baris ke-3. Kata kawin pada baris ke-2 yakni “pesta kawin
terdahulu” memberikan penegasan untuk mengingat acara pernikahan terdahulu.
Pada saat itu banyak orang melangsungkan pesta pernikahan seperti di jelaskan
pada baris ke-3 bait pertama “saat itu musim kawin merekah”. Kata kita terulang
sebanyak tujuh kali yakni pada bait ke-2 baris ke-4, bait ke-4 baris ke-2 dan ke-3,
bait ke-5 baris ke-3 dan baris ke-8, dan bait ke-6 baris ke-3 dan ke-7. Pengulangan
kata kita menegaskan sesuatu yang dilakukan pada pesta pernikahan terdahulu.
Kata di terulang sebanyak lima kali yakni pada bait ke-2 baris ke-5 dan
baris ke-6. Bait ke-3 baris ke-3, bait ke-5 baris pertama, dan bait ke-6 baris ke-3.
Pengulangan kata di bermaksud menegaskan suasana dan keedaan pesta
pernikahan terdahulu. Kata terbaik terulang sebanyak dua kali yakni bait ke-4
baris ke-2 dan baris ke-3. Kata terbaik menegaskan bahwa yang menggelar pesta
pernikahan melakukannya dengan sangat baik dan menyambut yang datang
dengan sikap yang sangat ramah. Kata aroma terulang sebanyak dua kali yakni
pada bait ke-5 baris ke-2 dan baris ke-3. Kata aroma pada baris ke-2 yakni
43
“berseliweran anyir sate kerang dan aroma kembang” menegaskan bahwa orang-
orang yang menghadiri pesta satu sama lain memiliki bau wewangian yang begitu
berbeda. Sedangkan kata aroma pada baris ke-3 yakni “kita hirup aroma itu
sedalamnya” menegaskan orang yang melangsungkan pesta sangat menikmati
suasana pesta tersebut. Kata sedalam terulang sebanyak enam kali yakni pada bait
ke-5 baris ke-4, baris ke-5, baris ke-6, baris ke-7, dan baris ke-8. Pengulangan
kata sedalam menegaskan bahwa begitu bahagianya orang yang melangsungkan
pernikahan kala itu disaksikan banyak orang dan diringi dengan tradisi yang
begitu indah. Kata menjelma terulang sebanyak dua kali yakni pada bait ke-6 baris
ke-4 dan baris ke-5. Pengulangan kata menjelma menegaskan bahwa tradisi dalam
pernikahan terdahulu banyak terlupakan zaman sekarang ini. Pernikahan sekarang
ini hanya sebagai pemandangan rutinitas seperti “upacara Kota” dan tradisi
terdahulu seperti tetabuhan gong telah berganti dengan “suara elekton” yang
keras. Kata menjarah terulang sebanyak dua kali yakni pada bait ke-6 baris-6 dan
baris ke-7. Hal ini menegaskan bahwa kebiasan yang sekarang ini menggerus
tradisi terdahulu yang nantinya kita hanya bisa mengenangnya tanpa bisa
menyaksikannya lagi “menjarah sebenarnya yang kita rindukan”.
e. Kembali Ia akan Memintal Waktu
Bait pertama
Telah ia sepuh segala
Suka serta duka
Cita serta cinta
Di gedung besar sana
Sebulan ia kenang lampau yang meriak
44
Bait kedua
“Sembari pamit kepada malam yang berarak
Kuteteskan pula setetes bening di kelopak
Bukan karena bara dada telah menetak
Tapi kesabaran mesti kudendangkan kendati telah retak”
Bait ketiga
Pada lantai ubin
Ia dilahirkan
Pada bilik beton
Ia dibesarkan
Pada gedung tegar
Segala kebersamaan ia tebar
Bait keempat
Hanya sesaat saja asa berhembus
Hengkang ke belantra luas
Ketika tiba memanggil waktu
Kembali ia akan memintal waktu
Pada puisi diatas kata yang mengandung gaya bahasa repetisi yaitu telah,
ia, pada, gedung, dan waktu. Kata telah terulang sebanyak tiga kali yakni pada
bait pertama baris pertama, bait ke-2 baris ke-3 dan baris ke-4. Kata telah diulang
untuk menegaskan seseorang yang berusaha terbebas dari penderitaannya dan
tetap sabar dan terus berusaha atas rintangan yang dihadapi. Kata ia terulang
sebanyak enam kali yakni pada bait pertama baris pertama dan baris ke-5, bait ke-
3 masing-masing pada baris ke-2, baris ke-4, baris ke-6, dan bait ke-4 baris ke-4.
45
Kata ia menekankan kejadian atau perisitwa yang dialami seseorang. Kata pada
terulang sebanyak tiga kali yakni pada bait ke tiga baris pertama, baris ke-3, dan
baris ke-5.Pengulangan kata pada menekankan suatu tempat peristiwa.
Sendangkan kata waktu terulang sebanyak dua kali yakni pada bait ke-4 baris ke-3
dan ke-4. Pengulangan kata waktu menekankan bahwa ketika tiba waktu yang
tepat maka ia akan kembali memperbaiki sesuatu yang telah terjadi sebelumnya.
f. Ritus Konawe
Bait pertama
Kubiarkan engkau larungkan tubuh di iring-iringan tarian
Terbenam ke dalam palung jantung lulo
Kubiarkan engkau menjamah tradisi haluoleo
Yang hampir ranggas
Menghentak-hentakan bumi, seperti bercakap
Kepada rahasia ritus konawe
Rahasia gelombang sukma orang tolaki yang terkubur waktu
Bait kedua
Kawanan penabuh genderang yang bergerombol
Melarikkan gelegar karandu yang saling berperang
Tiba-tiba kau roboh sambil menyeka derai luka
Membakar dupa dan menyebar doa
Serupa tonomotuo upacara mosehe
Bersila dengan guratan wajah misterius, dengan kalosara
Meletakkan upacara sederhana
Mereka menyeka gelisahnya sendiri
…………………………………….
46
Puisi ritus konawe terdapat gaya repetisi didalamnya. Hal ini ditandai
dengan pengulangan bunyi yang sama yaitu kubiarkan engkau, rahasia, menyeka,
upacara, dan dengan. Frasa kubiarkan engkau terulang sebanyak dua kali yakni
pada bait pertama baris pertama dan baris ke-2. Frasa kubiarkan engkau
menegaskan bahwa seseorang diberi kebebasan untuk ikut menyaksikan ritual
tradisi ataupun berpartisipasi di dalamnya. Kata rahasia terulang sebanyak dua
kali yakni pada bait pertama baris ke-6 dan baris ke-7. Kata rahasia menekankan
bahwa suatu kebudayaan (ritus konawe) mempunyai makna tersendiri untuk etnik
tolaki tetapi saat sekarang ini banyak etnik tolaki yang telah melupakannya atau
tidak tau lagi makna yang sesungguhnya dari tradisi-tradisinya. Kata menyeka
terulang sebanyak dua kali yakni pada bait ke-2 baris ke-3 dan baris ke-8. Kata
menyeka pada bait ke-2 baris ke-3 yakni “tiba-tiba kau roboh sambil menyeka
derai luka” menegaskan bahwa seseorang yang ingin menyelesaikan suatu
permasaalahan. Sedangkan kata menyeka pada baris ke-8 yakni “mereka menyeka
gelisahnya sendiri” menegaskan bahwa mereka menyelesaikan sendiri
permasaalahan yang mereka hadapi. Kata upacara terulang sebanyak terulang
sebanyak dua kali yakni pada bait ke-2 baris ke-5 dan baris ke-7. Pengulangan
kata upacara menegaskan suatu upacara adat yang dilakukan. Kata dengan
terulang sebanyak dua kali yakni pada bait ke-2 pada baris yang sama yaitu baris
ke-6. Pengulangan kata dengan menekankan sesuatu hal dalam pelaksanaan salah
satu upacara adat.
g. Ritus Molulo
Bait pertama
47
Bumi mengubah nasib
Pesta kawin, panen, dan kematian
Tiba-tiba menjemput
Bait kedua
Bumi dijajal
Kedua telapak kaki menari
Jemari adam erat menganyam jemari hawa
…………………………………………….
Bait ketiga
Bumi bersaksi
Demi cucu merukun
Tiga bunyi karandu
Dititipkan tono motuo
Demi kami
Inggomiu
Kata bumi terulang sebanyak tiga kali yaitu bait pertama baris pertama,
bait ke-2 baris pertama, dan bait ke-3 baris pertama. Kata bumi pada bait pertama
baris pertama yakni “bumi mengubah nasib” menegaskan bahwa bumi merupakan
tempat manusia untuk menentukan kehidupannya sendiri. Kata bumi pada bait ke2
baris pertama yakni “bumi dijajal” menekankan bahwa bumi tempat kita berpijak
ini merupakan tempat kita di uji oleh sang pencipta. Sedangkan kata bumi pada
bait ke-3 baris pertama yakni “bumi bersaksi” menekankan bahwa segala sesuatu
yang dilakukan manusia diatas bumi ini maka bumi ini pun akan menjadi saksi
atas perbuatan itu. Kata jemari terulang sebanyak dua kali pada baris yang sama
48
yakni pada baris ke-3 bait ke-2. Kata jemari menekankan bahwa tata cara “ritus
molulo” yaitu bergandengan dan perpegangan tangan antara laki-laki dan
perempuan. Sedangkan kata demi terulang sebanyak dua kali yakni pada bait ke-3
baris ke-2 dan baris ke-5. Kata demi menekankan bahwa tradisi “ritus molulo” itu
bertujuan agar orang-orang menjadi rukun.
4.4 Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna
4.4.1 Gaya Bahasa Retoris
4.4.1.1 Gaya Bahasa Aliterasi
a. Enam Pecah Batu
Bunyi aliterasi yang terdapat dalam puisi Enam Pecah batu (lihat lampiran
puisi 1), yaitu:
- Bait Pertama
1) Baris kedua terdapat pemanfaatan bunyi konsonan t secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “patahan-patahan
kata”
2) Baris ketiga terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan t dan n secara
dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “sebagai tanda cinta”.
3) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi konsonan h, m, dan t secara
dominan, masing-masing sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “katamu,” carilah enam pecahan batu”.
49
4) Baris kelima terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan k, n, dan t secara
dominan masing-masing sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “untuk kau tancapkan membatu”.
5) Baris ketujuh terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan r dan ng secara
dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “seraya menggiring”.
6) Baris kesembilan terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan d, j, n, dan r
secara dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi
pada kutipan “menyusuri jejak tradisi tabuhan gendang”.
7) Baris kesepuluh terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan j, m, r dan ng
secara dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi
pada kutipan “menyusuri jejak yang hampir petang”.
- Bait Kedua
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi konsonan k secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “kaki-kaki
melimbang”
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan r secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “merayu diberang
kota dan ramah desa”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi konsonan t secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “ tak hentinya
kurayapi gua-gua cinta”
50
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi konsonan r secara dominan
sebanyak empat kali seperti digaris bawahi pada kutipan “ yang
terselubung di dasar pikiran mereka”
5) Baris kelima terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan m secara dominan
sebanyak dua empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “bersemayam
jantungnya”.
6) Baris keenam terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan k secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “jauh kedalam, ke
palung hati yang tak dapat kuselami”.
7) Baris ketujuh terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan t secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “ataukah berserak
ditempat lain”.
8) Baris delapan terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan s secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “di pesisir pantai
raga yang sunyi”.
- Bait ketiga
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi konsonan d secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “di ujung jalan,
pada jeda azan dan ikamah magrib”.
2) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi konsonan b dan k secara
dominan, masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “kesabaran kalbu”.
51
3) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi konsonan l dan n secara
dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “dan selamat jalan angkuh”.
4) Baris kelima terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan h, l, r, dan ng secara
dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “kudulang dari pecahan beling amarah”.
5) Baris keenam terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan r secara dominan
sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “orang kendari”.
6) Baris ketujuh terdapat pemanfaatkan konsonan r secara dominan
sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “persinggahan
orang-orang berwajah timur”.
- Bait keempat
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi konsonan t secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “satu pecahan batu
selanjutnya”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan m secara dominan
sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “perenungan sukma
pada malammalam suka duka”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi konsonan n dan r secara dominan
masing-masing sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan
“menjadi partitur batin dari geriap kerinduan cinta”.
52
- Bait kelima
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi konsonan n dan t secara
dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “satu pecahan batu yang lain”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan n, r, dan s secara
dominan masing-masing sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “bertebaran di siluet senja sepanjang dermaga”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi konsonan m secara dominan
sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “mekongga-
sorume”.
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi konsonan b, n, t, dan r secara
dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digaris bawahi pada
kutipan “dan anyir birahi pantai tamboli”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan k secara dominan
sebanyak enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “berikan apa yang
kau miliki, meski sebenarnya kau tak rela”.
- Bait keenam
1) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan n secara dominan
sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “pecahan batu yang
lain”.
2) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi konsonan r secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “persaudaraan
jadilah sebenarnya saudara”.
53
3) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi konsonan p secara dominan
sebanyak empat kali seperti digaris bawahi pada kutipan “kurasakan pada
pusar perjumpaan”.
4) Baris kelima terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan n secara dominan
sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “manusia dengan
dirinya”.
5) Baris keenam terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan r secara dominan
sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “di setiap hari raya”.
- Bait ketujuh
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi konsonan t secara dominan
sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “satu pecah batu”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan b secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “tergolek di buih-
buih ombak pantai”.
3) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi konsonan t dan ng secara
dominan masing-masing sebanyak tiga kali seperti digaris bawahi pada
kutipan “suatu waktu, sungai darah dalam tubuh akan mengering”.
4) Baris kelima terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan d, h, m, n, dan r
secara dominan masing-masing sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi
pada kutipan “hendaklah darahmu menjadi air untuk mereka”.
54
- Bait kedelapan
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi konsonan n secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “jalanan lindap”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan l, m, s, dan ng secara
dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “semangat mulai lingsir”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi konsonan b secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “enam pecahan batu
terus kubawa berlalu”.
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi konsonan b dan r secara
dominan masing-masing sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “berkembara di perbukitan”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan n secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “di gunung-gunung
masa depan”.
6) Baris keenam terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan r, s, dan t secara
dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “berluruhan satu-satu”
b. Musim Kemarau
- Bait pertama
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi konsonan ng secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Musim kemarau
yang berdatangan di penghujung bulan”.
55
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan m secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan” Begitu mencekam
bagai di masa perang. Satu-satu”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi konsonan l secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Daun palem
berguguran oleh lesak peluru waktu”.
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi konsonan n dan r secara
dominan masing-masing sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “Warna-warni bangku taman digerogoti sepi”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan l secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Jalan-jalan
setapak menyisa nganga lubang, begitu pilu”.
- Bait kedua
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi konsonan d, k, dan ng secara
dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “Di penghujung bulan di waktu kemarau”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan d secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan” Juga tiba di
dalam kamar, dalam diriku”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi konsonan n secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Daun-daun saku
celana kosong lompong”.
56
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi konsonan k secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Tiada renceng
koin dan helai-helai uang kertas yang koyak”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan p secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Celengan dan
dompet hanya menyisa sepi berbau perih”.
6) Baris keenam terdapat pemanfaatan bunyi konsonan k dan s secara
dominan masing-masing sebanyak enam kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “Gelas-gelas kopi serta bungkus rokok berserak kosong”.
7) Baris ketujuh terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan d secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Di meja yang
berdebu dan rantak”.
- Bait ketiga
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi konsonan r secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Matahari berkobar
di angkasa”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan p secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan” Api-api melalap
bumi, melahap kering tubuh”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi konsonan k secara dominan
sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan
“Membumihanguskan kota-kota di tubuhmu, aku ringsek”.
57
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi konsonan r secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Kota kendari
terasa membara panas, begitu beringas”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan m secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Dermaga dan
lautan memeram sunyi kekecewaan”.
6) Baris keenam terdapat pemanfaatan bunyi konsonan p secara dominan
sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Tanpa kapal-kapal
seberang yang menepikan segala harapan”.
7) Baris ketujuh terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan t secara dominan
sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Tanpa ada truk-
truk kontainer yang begitu nyinyir”.
8) Baris kedelapan terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan k dan ng secara
dominan sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan
“Mengangkuti kesedihan”.
- Bait keempat
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi konsonan ng secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Musim kemarau
yang datang di penghujung bulan”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan l secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan” Adalah padang
ilalang bagiku”.
58
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi konsonan n secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Padang kering
kerontang tanpa mata air dan hujan”
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi konsonan ng secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Dengan lenguh
anoa yang meritih di atasnya”.
a. Perawan Gunung
- Bait pertama
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi konsonan d, m, g, dan r secara
dominan sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Kendari di
gigir malam”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatan bunyi konsonan t secara dominan
sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “denting waktu”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi konsonan n secara dominan
sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “gemuruh jalanan”.
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi konsonan r secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “tiada henti
beradu, seperti saling berperang”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatan bunyi konsonan m secara dominan
sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “mengumbar
kegelisahan”.
59
- Bait Kedua
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi konsonan n dan ng secara
dominan masing-masing sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “perawan gunung dengan matanya yang api”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan m, n, dan t secara
dominan masing-masing sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “menerkam bulan sabit di atas tugu menara”.
- Bait Ketiga
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi konsonan b secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “bunga kembang
yang tumbuh di rok dan bajunya”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan b dan n secara
dominan masing-masing sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “yang menguncupkan putik birahi di bibir dan alis”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi konsonan m secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “meruntuhkan
gemuruh pasar malam”
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi konsonan k secara dominan
sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “menaklukkan
hingar diskotek”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatan bunyi konsonan p dan s secara
dominan masing-masing sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “café-café, hotel-hotel sepanjang pantai by pass”.
60
- Bait Keempat
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi konsonan k secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “jam dinding kota
dan kerlap-kerlip lampu reklame”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan m secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan”masih terus
berlarian, memburu yang hampa”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi konsonan ng secara dominan
sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “mengejar yang
tiada”
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi konsonan t secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “tapi bunga
kembang telah gugur sebelum waktunya”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatan bunyi konsonan l dan t secara dominan
masing-masing sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan
“cinta telah mati lebih dulu”.
- Bait Kelima
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal konsonan r secara
dominan sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan
“perawan gunung, berlumuran getir”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan t secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan”di sudut taman
kota”.
61
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi konsonan g dan p secara dominan
sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “pada sepi bangku
gelagar”
4) Baris kelima terdapat pemanfaatan bunyi konsonan d secara dominan
sebanyak empat kali seperti digaris bawahi pada kutipan “dipadamkan
dengan kembang roknya yang berdarah”.
b. Kau Ingatkah tentang Pesta Kita?
- Bait Pertama
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi konsonan k secara dominan
sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “kau ingatkah”.
2) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi konsonan m secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “saat itu, musim
kawin merekah”.
- Bait kedua
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi konsonan t secara dominan
sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “tonomotuo terus
menitir tiga gong”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan ny secara dominan
sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “hanyut kedalam
sungai bunyi”.
62
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi koonsonan n secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “remaja pun tetua
menarikan lulo”
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi konsonan t secara dominan
sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “kita sendiri
timpuh”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatan bunyi konsonan r dan ng secara
dominan masing-masing sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “di riang-riang yang rantak”.
6) Baris keenam terdapat pemanfaatan bunyi konsonan r secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “di lingkaran
persaudaraan yang balau”.
- Bait ketiga
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi konsonan k secara dominan
sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “kau ingatkah”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan b dan p secara
dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “ibu-ibu pengelana pesta”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi konsonan d secara dominan
sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “di hadapannya
sepiring dodol dan wajik”.
63
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi konsonan m secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “tetap saja mereka
memamah sekapur sirih”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatan bunyi konsonan ng secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “merubung
gunjing”.
6) Baris keenam terdapat pemanfaatan bunyi konsonan d dan ng secara
dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “menyayat rebung dan daging”.
7) Baris ketujuh terdapat pemanfaatan bunyi konsonan m dan r secara
dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “seperti merajam hatinya yang galau”.
- Bait keempat
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi konsonan s secara dominan
sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “selama sepekan”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan k secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “kita kenakan baju
terbaik”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi konsonan k secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “kita sandangkan
pula senyum terbaik”
64
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi konsonan ng secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “menyapa yang
datang dan pulang”.
- Bait kelima
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi konsonan n secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “di antara
hentakan kaki yang melantang”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan r secara dominan
sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “berseliweran anyir
sate kerang dan aroma kembang”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi konsonan m, r, dan t secara
dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “kita hirup aroma itu sedalamnya”
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi konsonan n secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “sedalam makna
wangi undangan”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatan bunyi konsonan s secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “sedalam luasan
baris saung”.
6) Baris keenam terdapat pemanfaatan bunyi konsonan n dan ng secara
dominan masing-masing sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “sedalam jantung orang bergandengan”
65
7) Baris ketujuh terdapat pemanfaatan bunyi konsonan g, m, h, dan t secara
dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “sedalam gemuruh tetabuhan gong”.
8) Baris kedelapan terdapat pemanfaatan bunyi konsonan t secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “sedalam hati kita
yang jatuh ke dalam sukacita”.
- Bait keenam
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi konsonan k secara dominan
sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “kau ingatkah”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan t secara dominan
sebanyak enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “setiap detik dari
ritus-ritus pesta itu”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi konsonan d, h, k, l, n, dan t secara
dominan sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “di mana
tubuh kita larungkan, dahulu”
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi konsonan m secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “kini meretas,
menjelma upacara kota”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatan bunyi konsonan r secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “menjelma hingar
bingar swara elekton”.
66
6) Baris keenam terdapat pemanfaatan bunyi konsonan n dan r secara
dominan masing-masing sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “menjarah tabere dan karandu”.
7) Baris ketujuh terdapat pemanfaatan bunyi konsonan n secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “menjarah yang
sebenarnya kita rindukan”.
8) Baris kedelapan terdapat pemanfaatan bunyi konsonan j, k, m, dan r secara
dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “jejak tradisi ama, remuk”.
9) Baris kesembilan terdapat pemanfaatan bunyi konsonan s dan t secara
dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “tergilas mesin waktu”.
c. Kembali ia akan Memintal Waktu
- Bait pertama
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi konsonan h, l, dan s secara
dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “telah ia sepuh segala”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan k dan s secara
dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “suka serta duka”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi konsonan t secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “cita serta cinta”
67
4) Baris kelima terdapat pemanfaatan bunyi konsonan k, m, n, dan ng secara
dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “sebulan, ia kenang lampau yang meriak”.
- Bait kedua
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi konsonan m secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “sembari pamit
kepada malam yang pahit berarak”
2) Baris kedua terdapat pemanfaatan bunyi konsonan k dan t secara dominan
masing-masing sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan
“kuteteskan pula setetes bening di kelopak”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi konsonan k dan n secara dominan
masing-masing sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan
“bukan karena bara dada telah menetak”.
4) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi konsonan k dan t secara dominan
masing-masing sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan
“tapi kesabaran mesti kudendangkan kendati telah retak”.
- Bait ketiga
1) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi konsonan b secara dominan
sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “pada bilik beton”
2) Baris kelima terdapat pemanfaatan bunyi konsonan b, r, dan s secara
dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “segala kebersamaan ia tebar”.
68
- Bait keempat
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi konsonan s secara dominan
sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “hanya sesaat saja
asa berhembus”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatan bunyi konsonan k, l, dan ng secara
dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “hengkang ke belantara luas”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi konsonan k dan t secara dominan
masing-masing sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan
“ketika tiba memangil waktu”.
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi konsonan k dan m secara
dominan masing-masing sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “kembali ia akan memintal waktu”.
d. Ritus Konawe
- Bait pertama
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi konsonan r secara dominan
sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “kubiarkan engkau
larungkan tubuh di iring-iringan tarian”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan l secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “terbenam ke
dalam palung jantung lulo”.
69
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi konsonan k secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “kubiarkan engkau
menjamah tradisi haluoleo”.
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi konsonan r secara dominan
sebanyak dua kali seperti digaris bawahi pada kutipan “yang hampir
ranggas”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatan bunyi konsonan t dan k secara dominan
masing-masing sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan
“menghentak-hentakan bumi, seperti bercakap”.
6) Baris keenam terdapat pemanfaatan bunyi konsonan k, r, dan s secara
dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “kepada rahasia ritus konawe”.
7) Baris ketujuh terdapat pemanfaatan bunyi konsonan k dan r secara
dominan masing-masing sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “rahasia gelombang sukma orang tolaki yang terkubur waktu”.
- Bait kedua
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi konsonan n secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “kawanan
penabuh genderang yang bergerombol”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan r secara dominan
sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “melarikkan gelagar
karandu yang saling berperang”.
70
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi konsonan k secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “tiba-tiba kau roboh
sambil menyeka derai luka”.
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi konsonan d dan m secara
dominan masing-masing sebanyak masing-masing tiga kali seperti
digarisbawahi pada kutipan “membakar dupa dan menyebar doa”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatan bunyi konsonan m, p, s, t, dan r secara
dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “serupa tonomotuo upacara mosehe”.
6) Baris keenam terdapat pemanfaatan bunyi konsonan r secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “bersila dengan
guratan wajah misterius, dengan kalosara”.
7) Baris ketujuh terdapat pemanfaatan bunyi konsonan n, k, dan r secara
dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “meletakkan upacara sederhana”.
8) Baris kedelapan terdapat pemanfaatan bunyi konsonan k, m, r, s, dan ny
secara dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi
pada kutipan “mereka menyeka gelisahnya sendiri”.
9) Baris kesembilan terdapat pemanfaatan bunyi konsonan d secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “pada sisa doa,
kerbau putih, dan juga kumandang”.
10) Baris kesepuluh terdapat pemanfaatan bunyi konsonan t secara dominan
sebanyak dua kali seperti digaris bawahi pada kutipan “tangis tikaian”.
71
- Bait ketiga
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi konsonan h dan s secara
dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “adakah ritus mosehe itu”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan h, k, l, m, n, dan r
secara dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi
pada kutipan “telah meluruhkan pikiranmu”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi konsonan m secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “hingga sebelum
fajar menyeruak ke bumi anoa”.
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi konsonan b, d, h, l, dan r secara
dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “kau sudah lebih dulu bergetir”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatan bunyi konsonan r secara dominan
sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “meronta-ronta
berhasrat di tanah leluhur”.
e. Ritus Molulo
- Bait pertama
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi konsonan b secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “bumi mengubah
nasib”.
72
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan n secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “pesta kawin,
panen, dan kematian”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi konsonan t secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “tiba-tiba
menjemput”.
- Bait kedua
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi konsonan j secara dominan
sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “bumi dijajal”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan k secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “kedua telapak
kaki menari”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi konsonan m secara dominan
sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “jemari adam erat
menganyam jemari hawa”.
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi konsonan l secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “luluh-lantakkan
tanah”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatan bunyi konsonan k dan r secara dominan
masing-masing sebanyak tiga kali seperti digaris bawahi pada kutipan
“pada pusar lingkar kekerabatan”.
73
- Bait ketiga
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi konsonan b dan s secara
dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “bumi bersaksi”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi konsonan c dan m secara
dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “demi cucu merukun”.
3) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi konsonan t secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “di titipkan tono
motuo”.
4) Baris kelima terdapat pemanfaatan bunyi konsonan m secara dominan
sebanyak dua kali seperti digaris bawahi pada kutipan “demi kami”.
4.4.2.1 Gaya Bahasa Asonansi
a. Enam Pecah Batu
Bunyi asonansi yang terdapat dalam puisi Enam Pecah Batu (lihat
lampiran puisi 1), yaitu:
- Bait Pertama
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal a dan u secara dominan
sebanyak masing-masing dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “
tuan beri aku”
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak delapan kali seperti digarisbawahi pada kutipan “patahan-
patahan kata”.
74
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan sebanyak
lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “ sebagai tanda cinta”
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak delapan kali seperti digaris bawahi pada kutipan “ katamu,”
carilah enam pecahan batu”
5) Baris kelima terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “untuk kau
tancapkan membatu”.
6) Baris keenam terdapat pemanfaatkan bunyi vokal i dan u secara dominan
masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan
“digetir kalbumu”.
7) Baris ketujuh terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a, i, dan e secara
dominan masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “seraya menggiring”.
8) Baris delapan terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “petualang”.
9) Baris kesembilan terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “menyusuri jejak
tradisi tabuhan gendang”.
10) Baris kesepuluh terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “menyusuri jejak
yang hampir petang”.
75
- Bait Kedua
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal a dan i secara dominan
sebanyak masing-masing tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “
kaki-kaki melimbang”
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak tujuh kali seperti digarisbawahi pada kutipan “merayu diberang
kota dan ramah desa”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan sebanyak
tujuh kali seperti digarisbawahi pada kutipan “tak hentinya kurayapi gua-
gua cinta”.
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “yang terselubung
di dasar pikiran mereka”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “bersemayam
jantungnya”.
6) Baris keenam terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak sepuluh kali seperti digarisbawahi pada kutipan “jauh kedalam,
ke palung hati yang tak dapat kuselami”.
7) Baris ketujuh terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “ataukah berserak
ditempat lain”.
76
8) Baris delapan terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a dan i secara dominan
masing-masing sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “di
pesisir pantai raga yang sunyi”.
- Bait ketiga
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak sebelas kali seperti digarisbawahi pada kutipan “di ujung jalan,
pada jeda azan dan ikamah magrib”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “dua pecahan
batu”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan sebanyak
empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “kesabaran kalbu”.
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak enam kali seperti digaris bawahi pada kutipan “dan selamat jalan
angkuh”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak tujuh kali seperti digarisbawahi pada kutipan “kudulang dari
pecahan beling amarah”.
6) Baris keenam terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “orang kendari”.
7) Baris ketujuh terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “persinggahan
orang-orang berwajah timur”.
77
- Bait keempat
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “satu pecahan batu
selanjutnya”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak sepuluh kali seperti digarisbawahi pada kutipan “perenungan
sukma pada malammalam suka duka”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal a dan i secara dominan
masing-masing sebanyak tujuh kali seperti digarisbawahi pada kutipan
“menjadi partitur batin dari geriap kerinduan cinta”.
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi vokal i secara dominan
sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “di uepai”.
- Bait kelima
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “satu pecahan batu
yang lain”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak tujuh kali seperti digarisbawahi pada kutipan “bertebaran di
siluet senja sepanjang dermaga”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal e dan o secara dominan
masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan
“mekongga-sorume”.
78
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “dan anyir birahi
pantai tamboli”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak sepuluh kali seperti digarisbawahi pada kutipan “berikan apa
yang kau miliki, meski sebenarnya kau tak rela”.
- Bait keenam
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal a dan i secara dominan
masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan
“berikutnya lagi”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “pecahan batu yang
lain”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan sebanyak
sebelas kali seperti digarisbawahi pada kutipan “persaudaraan jadilah
sebenarnya saudara”.
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak delapan kali seperti digarisbawahi pada kutipan “kurasakan pada
pusar perjumpaan”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “manusia dengan
dirinya”.
79
6) Baris keenam terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “di setiap hari
raya”.
- Bait ketujuh
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “satu pecah batu”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi vokal i secara dominan sebanyak
empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “tergolek di buih-buih
ombak pantai”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan sebanyak
lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “topejawa-makasar”.
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak tujuh kali seperti digarisbawahi pada kutipan “suatu waktu,
sungai darah dalam tubuh akan mengering”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “hendaklah
darahmu menjadi air untuk mereka”.
- Bait kedelapan
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak ampat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “jalanan lindap”.
80
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a dan i secara dominan
masing-masing sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan
“semangat mulai lingsir”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan sebanyak
enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “enam pecahan batu terus
kubawa berlalu”.
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi vokal a dan e secara dominan
masing-masing sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan
“berkembara di perbukitan”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatkan bunyi vokal u secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “di gunung-
gunung masa depan”.
6) Baris keenam terdapat pemanfaatkan bunyi vokal u secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “berluruhan satu-
satu”.
f. Musim Kemarau
- Bait pertama
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak tujuh kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Musim kemarau
yang berdatangan di penghujung bulan”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak delapan kali seperti digarisbawahi pada kutipan” Begitu
mencekam bagai di masa perang. Satu-satu”.
81
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal u secara dominan sebanyak
enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Daun palem berguguran
oleh lesak peluru waktu”.
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Warna-warni
bangku taman digerogoti sepi”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak sepuluh kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Jalan-jalan
setapak menyisa nganga lubang, begitu pilu”.
- Bait kedua
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal u secara dominan
sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Di penghujung
bulan di waktu kemarau”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a sebanyak secara
dominan sebanyak delapan kali seperti digarisbawahi pada kutipan” Juga
tiba di dalam kamar, dalam diriku”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan sebanyak
lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Daun-daun saku celana
kosong lompong”.
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak sembilan kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Tiada renceng
koin dan helai-helai uang kertas yang koyak”.
82
5) Baris kelima terdapat pemanfaatkan bunyi vokal e secara dominan
sebanyak tujuh kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Celengan dan
dompet hanya menyisa sepi berbau perih”.
6) Baris keenam terdapat pemanfaatan bunyi vokal e dan o secara dominan
masing-masing sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan
“Gelas-gelas kopi serta bungkus rokok berserak kosong”.
7) Baris ketujuh terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Di meja yang
berdebu dan rantak”.
- Bait ketiga
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak tujuh kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Matahari berkobar
di angkasa”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara secara dominan
sebanyak enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan” Api-api melalap
bumi, melahap kering tubuh”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal u secara dominan sebanyak
enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Membumihanguskan kota-
kota di tubuhmu, aku ringsek”.
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak sembilan kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Kota kendari
terasa membara panas, begitu beringas”.
83
5) Baris kelima terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak delapan kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Dermaga dan
lautan memeram sunyi kekecewaan”.
6) Baris keenam terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak empatbelas kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Tanpa
kapal-kapal seberang yang menepikan segala harapan”.
7) Baris ketujuh terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Tanpa ada truk-
truk kontainer yang begitu nyinyir”.
8) Baris kedelapan terdapat pemanfaatkan bunyi vokal e secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Mengangkuti
kesedihan”.
- Bait keempat
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Musim kemarau
yang datang di penghujung bulan”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak delapan kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Adalah padang
ilalang bagiku”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan sebanyak
sepuluh kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Padang kering kerontang
tanpa mata air dan hujan”
84
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak tujuh kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Dengan lenguh
anoa yang meritih di atasnya”.
g. Perawan Gunung
- Bait pertama
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal i secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “Kendari di gigir
malam”.
2) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan sebanyak
tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “gemuruh jalanan”
3) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi vokal e secara dominan
sebanyak enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “tiada henti
beradu, seperti saling berperang”.
4) Baris kelima terdapat pemanfaatan bunyi vokal a dan e secara dominan
masing-masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan
“mengumbar kegelisahan”.
- Bait Kedua
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak delapan kali seperti digarisbawahi pada kutipan “perawan
gunung dengan matanya yang api”.
85
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak delapan kali seperti digarisbawahi pada kutipan “menerkam
bulan sabit di atas tugu menara”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan sebanyak
dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “yang mati”
- Bait Ketiga
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “bunga kembang
yang tumbuh di rok dan bajunya”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi vokal i secara dominan sebanyak
tujuh kali seperti digarisbawahi pada kutipan “yang menguncupkan putik
birahi di bibir dan alis”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan sebanyak
lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “meruntuhkan gemuruh pasar
malam”
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “menaklukkan
hingar diskotek”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak tujuh kali seperti digarisbawahi pada kutipan “café-café, hotel-
hotel sepanjang by pass”.
86
- Bait Keempat
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “jam dinding kota
dan kerlap-kerlip lampu reklame”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan”masih terus
berlarian, memburu yang hampa”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan sebanyak
empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “mengejar yang tiada”.
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “tapi bunga
kembang telah gugur sebelum waktunya”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatan bunyi vokal a dan i secara dominan
masing-masing sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan
“cinta telah mati lebih dulu”.
- Bait Kelima
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal u secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “perawan gunung,
berlumuran getir”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan”di sudut taman
kota”.
87
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan sebanyak
lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “pada sepi bangku gelagar”.
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “matanya yang
api”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak sembilan kali seperti digarisbawahi pada kutipan “dipadamkan
dengan kembang roknya yang berdarah”.
h. Kau Ingatkah tentang Pesta Kita?
- Bait Pertama
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “kau ingatkah”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan”pesta kawin
terdahulu”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan sebanyak
empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “saat itu, musim kawin
merekah”.
- Bait kedua
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal o secara dominan
sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “tonomotuo terus
menitir tiga gong”.
88
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “hanyut kedalam
sungai bunyi”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan sebanyak
lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “remaja pun tetua menarikan
lulo”
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi vokal i secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “kita sendiri
timpuh”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “di riang-riang yang
rantak”.
6) Baris keenam terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak tujuh kali seperti digarisbawahi pada kutipan “di lingkaran
persaudaraan yang balau”.
- Bait ketiga
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “kau ingatkah”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a dan e secara dominan
masing-masing sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan”ibu-
ibu pengelana pesta”.
89
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan sebanyak
enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “di hadapannya sepiring
dodol dan wajik”.
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak tujuh kali seperti digarisbawahi pada kutipan “tetap saja mereka
memamah sekapur sirih”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatan bunyi vokal u secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “merubung
gunjing”.
6) Baris keenam terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “menyayat rebung
dan daging”.
7) Baris ketujuh terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak tujuh kali seperti digarisbawahi pada kutipan “seperti merajam
hatinya yang galau”.
- Bait keempat
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal a dan e secara dominan
masing-masing sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan
“selama sepekan”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan”kita kenakan baju
terbaik”.
90
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan sebanyak
enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “kita sandangkan pula
senyum terbaik”
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak tujuh kali seperti digarisbawahi pada kutipan “menyapa yang
datang dan pulang”.
- Bait kelima
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak sembilan kali seperti digarisbawahi pada kutipan “di antara
hentakan kaki yang melantang”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak delapan kali seperti digarisbawahi pada kutipan “berseliweran
anyir sate kerang dan aroma kembang”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan sebanyak
enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “kita hirup aroma itu
sedalamnya”.
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak tujuh kali seperti digarisbawahi pada kutipan “sedalam makna
wangi undangan”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “sedalam luasan
baris saung”.
91
6) Baris keenam terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “sedalam jantung
orang bergandengan”
7) Baris ketujuh terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “sedalam
gemuruh tetabuhan gong”.
8) Baris kedelapan terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak sepuluh kali seperti digarisbawahi pada kutipan “sedalam hati
kita yang jauh ke dalam sukacita”.
- Bait keenam
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “kau ingatkah”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi vokal i secara dominan sebanyak
enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “setiap detik dari ritus-ritus
pesta itu”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan sebanyak
enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “di mana tubuh kita
larungkan, dahulu”
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “kini meretas,
menjelma upacara kota”.
92
5) Baris kelima terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “menjelma hingar
bingar swara elekton”.
6) Baris keenam terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “menjarah tabere
dan karandu”.
7) Baris ketujuh terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak tujuh kali seperti digarisbawahi pada kutipan “menjarah yang
sebenarnya kita rindukan”.
8) Baris kedelapan terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “jejak tradisi ama,
remuk”.
9) Baris kesembilan terdapat pemanfaatan bunyi vokal a, i, dan e secara
dominan masing-masing sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada
kutipan “tergilas mesin waktu”.
i. Kembali ia akan Memintal Waktu
- Bait pertama
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “telah ia sepuh
segala”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan”suka serta duka”.
93
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan sebanyak
tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “cita serta cinta”
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “di gedung besar
sana”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak tujuh kali seperti digarisbawahi pada kutipan “sebulan, ia kenang
lampau yang meriak”.
- Bait kedua
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak sepuluh kali seperti digarisbawahi pada kutipan “sembari pamit
kepada malam yang pahit berarak”
2) Baris kedua terdapat pemanfaatan bunyi vokal e secara dominan sebanyak
tujuh kali seperti digarisbawahi pada kutipan “kuteteskan pula setetes
bening di kelopak”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan sebanyak
sembilan kali seperti digarisbawahi pada kutipan “bukan karena bara dada
telah menetak”.
4) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan sebanyak
sembilan kali seperti digarisbawahi pada kutipan “tapi kesabaran mesti
kudendangkan kendati telah retak”.
94
- Bait ketiga
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “pada lantai
ubin”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a dan i secara dominan
masing-masing sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan”ia
dilahirkan”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal a dan i secara dominan
masing sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “pada bilik
beton”
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “ia dibesarkan”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak tujuh kali seperti digarisbawahi pada kutipan “segala
kebersamaan ia tebar”.
- Bait keempat
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak delapan kali seperti digarisbawahi pada kutipan “hanya sesaat
saja asa berhembus”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan sebanyak
lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “hengkang ke belantara luas”.
95
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan sebanyak
empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “ketika tiba memangil
waktu”.
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “kembali ia akan
memintal waktu”.
j. Ritus Konawe
- Bait pertama
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak delapan kali seperti digarisbawahi pada kutipan “kubiarkan
engkau larungkan tubuh di iring-iringan tarian”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak tujuh kali seperti digarisbawahi pada kutipan “terbenam ke
dalam palung jantung lulo”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan sebanyak
delapan kali seperti digarisbawahi pada kutipan “kubiarkan engkau
menjamah tradisi haluoleo”.
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak empat kali seperti digaris bawahi pada kutipan “yang hampir
ranggas”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatan bunyi vokal e secara dominan sebanyak
enam kali seperti digaris bawahi pada kutipan “menghentak-hentakan
bumi, seperti bercakap”.
96
6) Baris keenam terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “kepada rahasia
ritus konawe”.
7) Baris ketujuh terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak sembilan kali seperti digarisbawahi pada kutipan “rahasia
gelombang sukma orang tolaki yang terkubur waktu”.
- Bait kedua
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “kawanan penabuh
genderang yang bergerombol”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak Sembilan kali seperti digarisbawahi pada kutipan “melarikkan
gelagar karandu yang saling berperang”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan sebanyak
tujuh kali seperti digarisbawahi pada kutipan “tiba-tiba kau roboh sambil
menyeka derai luka”.
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “membakar dupa
dan menyebar doa”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatan bunyi vokal o secara dominan
sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “serupa tonomotuo
upacara mosehe”.
97
6) Baris keenam terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak sepuluh kali seperti digarisbawahi pada kutipan “bersila dengan
guratan wajah misterius, dengan kalosara”.
7) Baris ketujuh terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “meletakkan
upacara sederhana”.
8) Baris kedelapan terdapat pemanfaatan bunyi vokal e secara dominan
sebanyak enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “mereka menyeka
gelisahnya sendiri”.
9) Baris kesembilan terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak sembilan kali seperti digarisbawahi pada kutipan “pada sisa doa,
kerbau putih, dan juga kumandang”.
10) Baris kesepuluh terdapat pemanfaatan bunyi vokal a dan i secara dominan
masing-masing sebanyak tiga kali seperti digaris bawahi pada kutipan
“tangis tikaian”.
- Bait ketiga
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan “adakah ritus
mosehe itu”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a dan u secara dominan
masing-masing sebanyak tiga kali seperti digarisbawahi pada kutipan
“telah meluruhkan pikiranmu”.
98
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan sebanyak
enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “hingga sebelum fajar
menyeruak ke bumi anoa”.
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi vokal e secara dominan
sebanyak tiga kali seperti digaris bawahi pada kutipan “kau sudah lebih
dulu bergetir”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak lima kali seperti digaris bawahi pada kutipan “meronta-ronta
berhasrat di tanah leluhur”.
j. Ritus Molulo
- Bait pertama
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal a, i, dan u secara
dominan sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “bumi
mengubah nasib”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak enam kali seperti digarisbawahi pada kutipan “pesta kawin,
panen, dan kematian”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal a, i, dan e secara dominan
sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “tiba-tiba
menjemput”.
99
- Bait kedua
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal a dan i secara dominan
sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “bumi dijajal”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “kedua telapak kaki
menari”.
3) Baris ketiga terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan sebanyak
sembilan kali seperti digarisbawahi pada kutipan “jemari adam erat
menganyam jemari hawa”.
4) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak lima kali seperti digarisbawahi pada kutipan “luluh-lantakkan
tanah”.
5) Baris kelima terdapat pemanfaatan bunyi vokal a secara dominan
sebanyak tujuh kali seperti digaris bawahi pada kutipan “pada pusar
lingkar kekerabatan”.
- Bait ketiga
1) Baris pertama terdapat pemanfaatan bunyi vokal i secara dominan
sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “bumi bersaksi”.
2) Baris kedua terdapat pemanfaatkan bunyi vokal u secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “demi cucu
merukun”.
100
3) Baris keempat terdapat pemanfaatan bunyi vokal o secara dominan
sebanyak empat kali seperti digarisbawahi pada kutipan “di titipkan tono
motuo”.
4) Baris kelima terdapat pemanfaatan bunyi vokal i secara dominan sebanyak
dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “demi kami”.
5) Baris keenam terdapat pemanfaatan bunyi vokal i secara dominan
sebanyak dua kali seperti digarisbawahi pada kutipan “inggomiu”.
4.3.1.3 Hiperbol
Hiperbol adalah gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang
berlebihan dengan membesar-besarkan sesuatu hal atau keadaan. Penggunaan
gaya bahasa hiperbol pada kumpulan puisi Ritus Konawe karya Iwan Konawe
dijabarkan berikut ini.
a. Musim Kemarau
Bait ketiga
Matahari berkobar di angkasa
Api-api melalap bumi, melahap kering tubuh
Penggunaan gaya bahasa hiperbol pada puisi musim kemarau tedapat pada
bait ketiga seperti pada penggalan diatas yakni “Matahari berkobar diangkasa”
seakan matahari menbakar apa saja yang terdapat diangkasa. Pernyataan ini
melebih-lebihkan dan membesar-besarkan suatu hal dengan maksud memberikan
makna yang lebih hebat sekaligus menguatkan arti. Bait tersebut tidak akan
memiliki kekuatan makna jika kata berkobar diganti dengan kata bercahaya atau
bersinar.
101
b. Perawan Gunung
Bait pertama
Kendari di gigir malam
Denting waktu
Gemuruh jalanan
Tiada henti beradu, seperti saling berperang
Mengumbar kegelisahan
………………………...
Bait keempat
Jam dinding kota dan kerlap-kerlip lampu reklame
Masih terus berlarian, memburu yang hampa
Mengejar yang tiada
Cinta telah mati lebih dulu
Perawan gunung, berlumuran getir
…………………
Penggunaan gaya bahasa hiperbol pada puisi perawan gunung tampak
pada bait pertama baris ke-5 dan bait ke-4 baris kelima yakni ungkapan
“menggumbar kegelisahan” dan “Perawan gunung, berlumuran getir”. Ungkapan
tersebut sangat melebih-lebihkan.
c. Kembali Ia Akan Memintal Waktu
Bait kedua
“Sembari pamit kepada malam yang pahit berarak
Kuteteskan pula setetes bening di kelopak
Bukan karena bara dada telah menetak
Tapi kesabaran mesti kudendangkan kendati telah retak
102
Penggunaan gaya bahasa hiperbol pada puisi kembali ia akan memintal
waktu tampak pada bait ke-2 baris ke-4 yakni “tapi kesabaran mesti
kudendangkan kendati telah retak”.
d. Ritus Molulo
Bait kedua
Kedua telapak kaki menari
Jemari adam erat menganyam jemari hawa
Luluh-lantakkan tanah
Pada pusar lingkar kekerabatan
Kata luluh-lantakan tanah pada penggalan puisi diatas sangat melebih-
lebihkan suatu hal yaitu seakan kaki orang-orang yang melakukan tradisi lulo
menghancurkan tanah yang mereka injak.
4.4.2 Gaya Bahasa Kiasan
4.4.2.1 Simile
Simile atau persamaan adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Yang
dimaksud perbandingan eksplisit ialah bahwa ia langsung menyatakan sesuatu
sama dengan hal lain. Untuk itu ia memerlukan upaya yang secara eksplisit
menunjukkan kesamaan itu, yaitu kata-kata: seperti, sama, sebagai, bagaikan,
laksana, dan sebagainya. Dari tujuh puisi iwan konawe yang dianalisis hanya tiga
puisi yang terdapat gaya bahasa simile dialamnya. Berikut diuraikan penggunaaan
gaya bahasa simile pada kumpulan puisi ritus konawe karya iwan konawe.
a. Musim Kemarau
Bait pertama
103
Musim kemarau yang berdatangan di penghujung bulan
Begitu mencekam bagai di masa perang
…………………………………………
Pada penggalan puisi musim kemarau diatas orang yang belum menerima
gaji atau belum menerima upah kerja di penghujung bulan begitu menyiksa karena
tidak bisa membeli atau memenuhi kebutuhan hidup. Ia disimbolkan dengan
“musim kemarau” seperti halnya jika musim kemarau terjadi untuk memuhi
kebutuhan air bersihpun sangatlah susah. Sehingga hal itu disamakan dengan saat
dimasa perang. Semua serba susah dan sulit untuk memenuhi kebutuhan.
b. Perawan Gunung
Bait pertama
Kendari di gigir malam
Denting waktu
Gemuruh jalanan
Tiada henti beradu, seperti saling berperang
Pada penggalan puisi diatas suara dentuman jam “denting waktu” dan
suara bising kendaraan dijalanan “gemuruh jalanan” bertumbukan “beradu”
seakan-akan kedua hal tesebut sedang berperang.
c. Tentang Pesta Kau ingatkah Kita?
Bait ketiga
Kau ingatkah?
Ibu-ibu pengelana pesta
Di hadapannya sepiring dodol dan wajik
Tetap saja mereka memamah sekapur sirih
104
Merubung gunjing
Seperti merajam hatinya yang galau
Pada penggalan puisi diatas ibu-ibu yang datang membantu dalam acara
pesta pernikahan selalunya jika sudah berkumpul pasti akan membicarakan hal-
hal yang sedang terjadi dimasyarakat. Hal itu disamakan seperti menyiksa dirinya
sehingga membuat ia galau.
4.4.2.2 Personifikasi
Personifikasi merupakan gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-
benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat
kemanusiaan. Penggunaan gaya bahasa personifikasi dalam kumpulan puisi ritus
konawe karya iwan konawe adalah sebagai berikut.
a. Musim Kemarau
Bait keempat
Matahari berkobar di angkasa
Api-api melalap bumi, melahap kering tubuh
Membumihanguskan kota-kota di tubuhmu, aku ringsek
Kota kendari terasa membara panas, begitu beringas
Dermaga dan lautan memeram sunyi kekecewaan
Tanpa kapal-kapal seberang yang menepikan segala harapan
Tanpa ada truk-truk kontainer yang begitu nyinyir
Mengangkuti kesedihan
Baris kelima puisi diatas yaitu pada kalimat “Dermaga dan lautan
memeram sunyi kekecewaan” seakan-akan dermaga dan lautan mengalami
kekecewaan, mempunyai perasaan seperti halnya manusia.
105
b. Perawan Gunung
Bait keempat
Jam dinding kota dan kerlap-kerlip lampu reklame
Masih terus berlarian, memburu yang hampa
Mengejar yang tiada
Tapi bunga kembang telah gugur sebelum waktunya
Cinta telah mati lebih dulu
Pada penggalan puisi perawan gunung diatas, seakan-akan jam dinding
dan lampu bisa berlari dan mengejar sesuatu seperti halnya manusia.
4.5. Interpretasi Data
Gaya bahasa dalam puisi ritus konawe karya iwan konawe mengandung
imajinasi yang sangat kuat. Tujuh puisi yang dianalisis gaya bahasanya, yakni
puisi: (1) “Enam Pecah Batu”, (2) “Musim Kemarau”, (3) “Perawan Gunung”, (4)
“Kau Ingatkah Tentang Pesta Kita”, (5) “Kembali Ia Akan Memintal Waktu”, (6)
“Ritus Konawe”, dan (7) “Ritus Molulo” menggunakan pilihan kata yang sangat
baik. Kepandaian memilih dan menggunakan diksi dalam ketujuh puisi tersebut
menunjukkan kemampuan penyair mengolah gaya bahasa.
Pengolahan gaya bahasa dalam tujuh puisi iwan konawe berupa
perulangan bunyi yang sama pada suku kata, kata, dan frasa. Perulangan kata-kata
tesebut menandai penggunaan gaya bahasa repetisi dalam ketujuh puisinya. Selain
itu, perulangan bunyi konsonan yang sama atau disebut asonansi didominasi
dengan konsonan r. sedangkan aliterasi atau perulangan bunyi vokal yang sama
ditiap baris didominasi oleh vokal a.
106
Dari ketujuh puisi iwan konawe yang dianalisis, juga menonjol
penggunaan gaya bahasa simile, yaitu gaya bahasa yang menyamakan satu hal
dengan hal lain dengan menggunakan kata-kata pembanding seperti: bagai,
sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama, laksana dan kata-kata pembanding yang
lain.
Disamping itu, penggunaan gaya bahasa yang melebih-lebihkan suatu hal
(hiperbol) pada puisi iwan konawe juga diemukan. Pelukisan-pelukisan imajnatif
berhasil mencapai kedalaman rasa dan bermuatan makna dengan memanfaatkan
gaya bahasa yang melebih-lebihkan suatu hal. Selain itu, penggunaan gaya bahasa
personifikasi juga ditemukan. Gaya bahasa personifikasi dalam puisi iwan konawe
seolah-olah memberikan nyawa pada pada peristiwa sederhana atau bahkan pada
benda.
4.6. Relevansi Hasil Penelitian Terhadap Pengajaran Di Sekolah
Pembelajaran sastra pada dasarnya ialah suatu proses panjang dalam
rangka melatih dan meningkatkan keterampilan. Pengajaran sastra lebih banyak
dikaitkan dengan pengalaman lingkungan siswa dengan jenjang tingkatan usia dan
pengalaman sehari-hari. Karya Sastra yang baik dapat membekali siswa dengan
sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan dan lingkungannya. Materi sastra pada
jenjang pendidikan disekolah di harapkan dapat meningkatkan minat dan apresiasi
siswa terhadap karya sastra seperti puisi, novel, dan drama.
Karya sastra akan sangat menarik apabila kita memiliki pemahaman
terhadapnya, pemahaman inilah yang perlu bagi siswa, jika kita ingin memahami
karya sastra yang terlebih dahulu kita lakukan adalah memunculkan rasa
107
ketertarikan dan ingin memahami puisi secara mendalam serta menyukainya.
Maka secara perlahan siswa akan mampu merasakan jiwa yang dimiliki oleh puisi
sehingga memudahkan untuk memahaminya. Hal inilah yang perlu di tanamkan
pada siswa agar mereka mencintai karya sastra.
Pembelajaran sastra khususnya puisi di sekolah pada prinsipnya bertujuan
mengembangkan potensi siswa sesuai kemampuannya. Pembelajaran sastra di
sekolah dimaksudkaan untuk mengembangkan kepekaan siswa terhadap nilai-nilai
indrawi, nilai akali, nilai efektif, nilai sosial ataupun gabungan dari
keseluruhannya.
Berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), hasil
penelitian tentang Gaya Bahasa Dalam Kumpulan Puisi Ritus Konawe Karya Iwan
Konawe dapat dijadikan bahan ajar di SMA kelas X. Pembelajaran dikelas X
berdasarkan muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan memiliki kompetensi
dasar siswa mampu Mengidentifikasi unsur-unsur bentuk suatu puisi yang
disampaikan secara langsung ataupun melalui rekaman. Berdasarkan muatan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) hasil penenlitian tentang Gaya
Bahasa Dalam Kumpulan Puisi Ritus Konawe Karya Iwan Konawe dapat
dijadikan bahan pembelajaran di SMA.
108
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa dalam puisi
karya iwan konawe terdapat gaya bahasa repetisi, aliterasi, asonansi, hiperbol,
simile, dan personifikasi. Hal itu dapat dilihat pada puisi perawan gunung
terdapat gaya bahasa repetisi seperti pada kutipan “Bunga kembang yang tumbuh
di rok dan bajunya” Bait ke-3 baris pertama dan kutipan “Tapi bunga kembang
telah gugur sebelum waktunya” bait ke-4 baris ke-4, gaya bahasa asonansi yang
didominasi oleh vokal a seperti yang digarisbawahi pada kutipan “perawan
gunung dengan matanya yang api”, gaya bahasa aliterasi yang didominasi dengan
konsonan r seperti pada kutipan “perawan gunung, berlumuran getir”, gaya
bahasa hiperbol seperti pada kutipan “Mengumbar kegelisahan”, gaya bahasa
simile seperti pada kutipan “Tiada henti beradu, seperti saling berperang”, serta
gaya bahasa personifikasi seperti pada kutipan “Jam dinding kota dan kerlap-
kerlip lampu reklame//Masih terus berlarian, memburu yang hampa”. Selain itu
gaya bahasa yang dominan dari tujuh puisi yang dianalisis adalah gaya bahasa
repetisi. Gaya bahasa repetisi terdapat pada ketujuh puisi yang dianalisis.
109
5.2 Saran
Mengacu pada hasil penelitian, maka dapat dikemukakan saran sebagai
berikut.
1. Diharapkan dengan adanya penelitian ini kedepannya akan bertambah
banyak penelitian mengenai puisi terutama pada Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
2. Disebabkan oleh keterbatasan waktu penulis, diharapkan kedepannya akan
ada peneliti lain yang meneliti makna secara menyeluruh puisi Iwan
Konawe.
110
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2013. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru
Algesindo.
Hasanuddin. 2002. Membaca dan Menilai Sajak. Bandung: Angkasa.
Husba, Zakiyah M. 2010. Ragam Diksi dalam Terjemahan Syair Bula Malino.
Kendari: Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara.
Keraf, Gorys. 2000. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Kosasih, E. 2012. Dasar-dasar Keterampilan Bersastra. Bandung: Yrama Widya.
Konawe, Iwan. 2014. Ritus Konawe. Yogyakarta: Framepublishing.
Mindorop, Arbertine. 2005. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
Nurgiantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Pradopo, Rachmat Djoko. 2012. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Pradotokusumo, Partini Sadjono. 2005. Pengkajian Sastra. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Siswanto, Wahyudi. 2013. Pengantar Teori Sastra. Malang: Aditya Media
Publishing.
Tarigan, Henry Guntur . 2011. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Wahid, Sugira. 2004. Kapita Selekta Kritik Sastra. Makassar: UNM.
Wikipedia. 2015. “Puisi”. Id. Wikipedia.org/wiki/puisi. Diakses tanggal 02
September 2015.
111
112
Puisi 1
Enam Pecah Batu
Tuan beri aku
Patahan-patahan kata
Sebagai tanda cinta
Katamu,”Carilah enam pecahan batu
Untuk kau tancapkan membatu
Digetir kalbumu”
Seraya menggiring
Petualang
Menyusuri jejak tradisi tabuhan gendang
Menyusuri jejak sejarah yang hampir petang
Kaki-kaki melimbang
Merayu diberang kota dan ramah desa
Tak hentinnya kurayapi gua-gua cinta
Yang terselubung di dasar pikiran mereka
Bersemayam jantungnya
Jauh kedalam, ke palung hati yang tak dapat kuselami
Ataukah berserak di tempat lain
Di pesisir pantai raga yang sunyi
Di ujung jalan, pada jeda azan dan ikamah magrib
Dua pecahan batu
“kesabaran kalbu
Dan selamat jalan angkuh”
Kudulang dari pecahan beling amarah
Orang kendari
113
Persinggahan orang-orang berwajah timur
Satu pecahan batu selanjutnya
“Perenungan sukma pada malammalam suka dua”
Menjadi partitur batin dari geriap kerinduan cinta
Di uepai
Satu pecahan batu yang lain
Bertebaran di siluet senja sepanjang dermaga
Mekongga-sorume
Dan anyir birahi pantai Tamboli
“Berikan apa yang kau miliki, meski sebenarnya kau tak rela”
Berikutnya lagi
Pecahan batu yang lain
“Persaudaraan jadilah sebenarnya saudara”
Kurasakan pada pusar perjumpaan
Manusia dengan dirinya
Di setiap hari raya
Satu pecah batu
Tergolek di buih-buih ombak pantai
Topejawa-Makassar
“Suatu waktu,sungai darah dalam tubuh mengering
Hendaklah darahmu menjadi air untuk mereka”
Jalanan lindap
Semangat mulai lingsir
Enam pecahan batu terus kubawa berlalu
114
Berkembara di perbukitan
Di gunung-gunung masa depan
Berluruhan satu-satu
Kendari, 2004
Puisi 2
Musim Kemarau
Musim kemarau yang berdatangan di penghujung bulan
Begitu mencekam bagai di masa perang. Satu-satu
Daun palem berguguran oleh lesak peluru waktu
Warna-warni bangku taman digerogoti sepi
Jalan-jalan setapak menyisa nganga lubang, begitu pilu
Di penghujung bulan di waktu kemarau
Juga tiba di dalam kamar, dalam diriku
Daun-daun saku celana kosong lompong
Tiada renceng koin dan helai-helai uang kertas yang koyak
Celengan dan dompet hanya menyisa sepi berbau perih
Gelas-gelas kopi serta bungkus rokok berserak kosong
Di meja yang berdebu dan rantak
Matahari berkobar di angkasa
Api-api melalap bumi, melahap kering tubuh
Membumihanguskan kota-kota di tubuhmu, aku ringsek
Kota kendari terasa membara panas, begitu beringas
Dermaga dan lautan memeram sunyi kekecewaan
Tanpa kapal-kapal seberang yang menepikan segala harapan
Tanpa ada truk-truk kontainer yang begitu nyinyir
115
Mengangkuti kesedihan
Musim kemarau yang datang di penghujung bulan
Adalah padang ilalang bagiku
Padang kering kerontang tanpa mata air dan hujan
Dengan lenguh anoa yang meritih di atasnya
Kendari, Mei 2014
Puisi 3
Perawan Gunung
Kendari di gigir malam
Denting waktu
Gemuruh jalanan
Tiada henti beradu, seperti saling berperang
Mengumbar kegelisahan
Perawan gunung dengan matanya yang api
Menerkam bulan sabit di atas tugu menara yang sepi
Yang mati
Bunga kembang yang tumbuh di rok dan bajunya
Yang menguncupkan putik birahi di bibir dan alis
Meruntuhkan gemuruh pasar malam
Menaklukkan hingar diskotek
Café-café, hotel-hotel sepanjang pantai by pass
Jam dinding kota dan kerlap-kerlip lampu reklame
Masih terus berlarian, memburu yang hampa
116
Mengejar yang tiada
Tapi bunga kembang telah gugur sebelum waktunya
Cinta telah mati lebih dulu
Perawan gunung, berlumuran getir
Di sudut taman kota
Pada sepi bangku gelagar
Matanya yang api
Dipadamkan dengan kembang roknya yang berdarah
Kendari, Mei 2014
Puisi 4
Kau ingatkah tentang pesta kita?
Kau ingatkah?
Pesta kawin terdahulu
Saat, itu musim kawin merekah
Tonomotuo terus menitir tiga gong
Hanyut kedalam sungai bunyi
Remaja pun tetua menarikan lulo
Kita sendiri timpuh
Di riang-riang yang rantak
Di lingkaran bersaudaraan yang balau
Kau ingatkah?
Ibu-ibu pengelana pesta
Di hadapannya sepiring dodol dan wajik
Tetap saja mereka memamah sekapur sirih
117
Merubung gunjing
Menyayat rebung dan daging
Seperti merajam hatinya yang galau
Selama sepekan
Kita kenakan baju terbaik
Kita sandangkan pula senyum terbaik
Menyapa yang datang dan pulang
Di antara hentakan kaki yang melantang
Berseliweran anyir sate kerang dan aroma kembang
Kita hirup aroma itu sedalamnya
Sedalam makna wangi undangan
Sedalam luasan baris saung
Sedalam jantung orang bergandengan
Sedalam gemuruh tetabuhan gong
Sedalam hati kita yang jatuh ke dalam sukacita
Kau ingatkah?
Setiap detik dari ritus-ritus pesta itu
Di mana tubuh kita larungkan, dahulu
Kini meretas, menjelma upacara kota
Menjelma hingar bingar swara elekton
Menjarah tabere dan karandu
Menjarah yang sebenarnya kita rindukan
Jejak tradisi ama, remuk
Tergilas mesin waktu.
Konawe, Juni 2009-2013
118
Puisi 5
Kembali Ia akan Memintal Waktu
Telah ia sepuh segala
Suka serta duka
Cita serta cinta
Di gedung besar sana
Sebulan, ia kenang lampau yang meriak
“Sembari pamit kepada malam yang pahit berarak
Kuteteskan pula setetes bening di kelopak
Bukan karena bara dada telah menetak
Tapi kesabaran mesti kudendangkan kendati telah retak”
Pada lantai ubin
Ia dilahirkan
Pada bilik beton
Ia dibesarkan
Pada gedung tegar
Segala kebersamaan ia tebar
Hanya sesaat saja asa berhenbus
Hengkang ke belantara luas
Ketika tiba memanggil waktu
Kembali ia akan memintal waktu
Makassar 2004
119
Puisi 6
Ritus Konawe
Kubiarkan engkau larungkan tubuh di iring-iringan tarian
Terbenam ke dalam palung jantung lulo
Kubiarkan engkau menjamah tradisi Haluoleo
yang hampir ranggas
Menghentak-hentakan bumi, seperti bercakap
kepada rahasia ritus konawe
Rahasia gelombang sukma orang tolaki yang terkubur waktu
Kawanan penabuh genderang yang bergerombol
Melarikkan gelagar karandu yang saling berperang
Tiba-tiba kau roboh sambil menyeka derai luka
Membakar dupa dan menyebar doa
Serupa tonomotuo upacara Mosehe
Bersila dengan guratan wajah misterius, dengan kalosara
meletakkan upacara sederhana
Mereka menyeka gelisahnya sendiri
Pada sisa doa, kerbau putih, dan juga kumandang
tangis tikaian
Adakah ritus Mosehe itu
Telah meluruhkan pikiranmu
Hingga sebelum fajar menyeruak ke bumi anoa
Kau sudah lebih dulu bergetir
Meronta-ronta berhasrat di tanah leluhur
Konawe, 2013
120
Puisi 7
Ritus Molulo
Bumi mengubah nasib
Pesta kawin, panen, dan kematian
Tiba-tiba menjemput
Bumi dijajal
Kedua telapak kaki menari
Jemari adam erat menganyam jemari hawa
Luluh-lantakkan tanah
Pada pusar lingkar kekerabatan
Bumi bersaksi
Demi cucu merukun
Tiga bunyi karandu
Dititipkan Tono Motuo
Demi Kami
Inggomiu
Konawe, 2004