PERSETUJUAN - digilib.uns.ac.id/Tradisi...bahwa kekuatan itu membutuhkan pemujaan damai, khusus, dan...
Transcript of PERSETUJUAN - digilib.uns.ac.id/Tradisi...bahwa kekuatan itu membutuhkan pemujaan damai, khusus, dan...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Kegunran dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Surakarta, Januari2012
Subarya, M.Pd
NIP. 1949122119790,3 rc51 NIP 19s21126 198103 I 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masyarakat hidup bersama-sama menghasilkan kebudayaan. Nilai-nilai
budaya yang bersifat tradisional sudah lama dilakukan oleh masyarakat Indonesia
terutama masyarakat Jawa. Sebagian masyarakat Jawa dalam berperilaku selalu
berpegang pada pandangan hidupnya yang religius dan mistis, serta pada sikap
hidupnya yang etis dan menjunjung tinggi moral atau derajat hidupnya.
Pandangan hidupnya selalu menghubungkan segala sesuatu dengan Tuhan yang
terkesan gaib dengan menghormati arwah nenek moyang serta kekuatan-kekuatan
yang tidak terlihat oleh indera manusia. Ketakutan manusia pada kekuatan
supernatural berubah menjadi pandangan bahwa kekuatan tersebut berada dalam
dunia nyata dan mempengaruhi nasib manusia, sehingga muncullah gagasan
bahwa kekuatan itu membutuhkan pemujaan damai, khusus, dan berbeda. Ritual-
ritual yang masih ada pada masyarakat Jawa merupakan kekayaan budaya yang
turun temurun antara generasi, walaupun anggota masyarakat senantiasa silih
berganti disebabkan adanya transformasi budaya generasi tua ke generasi muda.
Orang Jawa mempunyai gaya hidup kebatinan yang meliputi berbagai
bentuk kebudayaan Jawa, misalnya kepercayaan akan ramalan, penafsiran dari
lambang-lambang dan kesakten barang-barang keramat dan makam-makam.
Menurut Kodiran dalam Koentjaraningrat (1999:347), orang Jawa percaya kepada
suatu kekuatan yang melebihi segala kekuatan di mana saja yang pernah dikenal,
yaitu kesakten, kemudian arwah atau roh leluhur dan makhluk-makhluk seperti
memedi, lelembut, tuyul, demit, serta jin dan lainnya yang menempati alam
sekitar tempat tinggal mereka . menurut kepercayaan makhluk-makhluk halus
tersebut dapat mendatangkan sukses, kebahagiaan, ketenteraman, sehingga perlu
adanya membangun hubungan yang baik.
Pemujaan dan penghormatan kepada roh-roh oleh sebagian masyarakat
Jawa masih tampak terlihat, terlepas dari sifat roh yang dianggap baik atau jahat.
Masyarakat mempunyai alasan yang berbeda-beda dalam setiap pemujaan dan
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
penghormatan kepada roh-roh tetapi kesemuanya itu berlatar belakang pada alasan
bahwa roh-roh tersebut sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia antara
lain untuk keselamatan dan kesejahteraan.
Masyarakat Jawa mengenal adanya dunia gaib yang dihuni oleh
makhluk-makhluk halus seperti roh –roh orang yang sudah meninggal dunia. Hal
ini tampak dalam kehidupan mereka dengan adanya pemberian sesaji seperti air
dan kembang setaman yang ditujukan kepada arwah-arwah leluhur pada malam
Jumat Kliwon. Sesaji ini dianggap dapat memberikan perlindungan kepada
kehidupan mereka.
Orang Jawa juga mempunyai keyakinan mengenai hubungan antara
manusia dan roh-roh halus sebagai sarana bantu Yang Kuasa untuk menampakkan
diri secara tidak langsung kepada manusia. Orang Jawa juga mengenal zat-zat
gaib. Menurut Suyono (2007:4), zat-zat gaib menurut orang Jawa dapat dibagi
menjadi empat yaitu:
1. Dewa-dewi utama dan dewa-dewi lainnya, serta makhluk-makhluk halus lain yang dipercayai oleh ajaran Budha dan Hindhu. Kepercayaan ini terutama dianut oleh orang Baduwi dan orang jawa yang nenek moyangnya sebelum memeluk agama tersebut.
2. Zat yang dipuja sebagai Tuhan dari benda-benda angkasa dan unsur-unsur yang berasal dari magisme dan dualisme. Orang Jawa mengenal ajaran ini dari kalangan Hindhu Parsi. Kepercayaan ini terutama dihargai serta dianut oleh orang Tengger dan keturunannya yang beragama Hindhu Parsi.
3. Setan-setan, jin-jin dan makhluk halus yang berasal pemujaan alam. Kepercayaan ini terutama dianut oleh orang Pasek sebagai penduduk asli dari pulau Jawa dan keturunannya yang telah beragama Islam, mereka tetap menghargai dan takut terhadap jin, setan dan makhluk halus yang bersumber dari pemujaan terhadap alam.
4. Makhluk-makhluk yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan kitab-kitab agama Islam lainnya. Makhluk-makhluk gaib ini dihargai dan ditakuti oleh mereka yang beragama Islam.
Masuknya berbagai agama sebelum kedatangan Islam di pulau Jawa
membawa dampak yang besar pada adat-istiadat, tata cara hidup maupun praktek
keagamaan sehari-hari orang Jawa. Keyakinan oleh sebagian masyarakat adanya
Tuhan, dewa-dewa, setan, roh-roh alam, roh-roh manusia, dan berbagai jenis
kepercayaan lainnya mempengaruhi kehidupan orang-orang Jawa. Adanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
berbagai kepercayaan mengenai kekuatan mistik melahirkan berbagai takhayul.
Kepercayaan yang ada di masyarakat Jawa berbeda-beda antara wilayah yang satu
dengan lainnya. Masyarakat di desa pada umumnya dalam menjalani dan
melaksanakan kehidupan dan penghidupannya diwarnai oleh berbagai macam
tradisi yaitu dalam mewujudkan hubungan-hubungan antara masyarakat dengan
Tuhan, hubungan masyarakat dengan anggota masyarakat lainnya maupun
masyarakat dengan alam lingkungannya.
Masyarakat Jawa memandang bahwa berkah dapat dibendakan sehingga
mampu dirasakan manfaatnya dan dapat diketahui orang lain. Berkah itu berupa
dunyo, turangga lan kukila, yaitu harta yang banyak, kendaraan yang bagus atau
pangkat yang baik dan “suara burung yang cantik”. Ketiganya dipandang sebagai
perlambang kemapanan seseorang dan dinilai berhasil apabila kesemuanya itu
tercapai. Untuk mencapai sebuah kemapanan tentunya diperlukan usaha dan kerja
keras, serta doa karena semua turun semata-mata karena karunia Illahi, maka bagi
sebagian orang, para wali sebagai orang yang dekat dengan Allah, merupakan
perantara yang tepat. Sebagian orang Jawa percaya, meskipun para wali telah
meninggal tetapi yang meninggal hanyalah jasadnya, rohnya masih utuh dan
hidup. Roh para wali itu mengetahui siapa yang datang ke makamnya dan
mendengarkan bagaimana doanya, sebuah keniscayaan jika doa tersebut cepat
sampai kepada Allah.
Apabila dihubungkan dengan kemajuan zaman dan pandangan kaum
modernis yang lebih mementingkan rasionalisme, seringkali banyak yang menilai
tradisi ini sudah seharusnya ditinggalkan, namun kenyataannya tradisi ini masih
banyak sekali dilakukan. Masyarakat Desa Jatingarang, Kecamatan Weru,
Kabupaten Sukoharjo adalah masyarakat yang masih sangat menghormati tradisi
termasuk tradisi ziarah makam Banyubiru. Makam Banyubiru mempunyai
keistimewaan sendiri dibandingkan dengan makam-makam lain yang ada di desa
Jatingarang. Makam Banyubiru adalah makam dari seorang tokoh ulama atau wali
yang juga menjadi murid dari Sunan Kalijaga, salah satu dari Wali Sanga.
Besarnya jasa dalam menyebarkan agama Islam di Jawa-bahkan nusantara,
membuat Wali Sanga seringkali dianggap sebagai sekelompok orang suci yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
memiliki kekuatan-kekuatan atau ilmu-ilmu yang lebih dari orang-orang biasa.
Pandangan ini kemudian menimbulkan suatu usaha pada sebagian masyarakat
dalam hal mengkeramati atau mensucikan benda-benda peninggalan termasuk
makam-makam para wali, termasuk makam Banyubiru.
Masyarakat melaksanakan tradisi ziarah makam Banyubiru karena
mereka percaya bahwa apabila mereka melakukan ziarah tersebut apa yang
mereka inginkan akan terwujud, misalnya : keinginan untuk mendapatkan harta
yang berlimpah. Masyarakat yang datang untuk berziarah bukan hanya berasal
dari desa Jatingarang saja, melainkan juga berasal dari luar desa, bahkan luar
Kabupaten Sukoharjo seperti dari daerah Wonogiri, Klaten, Yogyakarta dan
daerah-daerah lain di wilayah sekitar Kabupaten Sukoharjo. Makam Banyubiru
biasa dikunjungi oleh para peziarah pada malams Jumat Kliwon. Tata cara ziarah
di makam Banyubiru sama dengan makam-makam yang lain, hanya saja makam
Banyubiru sering dijadikan tempat untuk menggelar pementasan wayang kulit
oleh sebagian masyarakat. Pementasan wayang kulit ini sengaja dilakukan di
dalam kompleks pemakaman Banyubiru untuk mendapatkan restu dari makam
Banyubiru dalam memperlancar hajatan orang-orang yang mengadakan hajatan
tersebut. Misalnya ketika kegiatan bersih desa masyarakat selalu mengadakan
pementasan wayang kulit di kompleks pemakaman Banyubiru. Contoh yang lain
ketika pemilihan Kepala Desa bahkan pemilihan Gubernur Jawa Tengah yang
baru saja dilakukan beberapa waktu yang lalu, juga diadakan pementasan wayang
kulit di kompleks pemakaman Banyubiru.
Perkembangan zaman yang semakin maju dalam berbagai bidang telah
membawa beberapa pengaruh pada kebudayaan masyarakat secara langsung
maupun tidak langsung. Sebagian masyarakat tanpa sadar telah terpengaruh oleh
berbagai macam perkembangan tersebut, namun ada juga sebagian masyarakat
yang menyadari adanya pengaruh dari perkembangan zaman tersebut. Hal ini
terjadi pula pada kehidupan masyarakat di sekitar kompleks makam Banyubiru.
Sebagian masyarakat Banyubiru juga sudah merasakan dan menerima adanya
beberapa pengaruh modernisasi, seperti dengan adanya kecanggihan teknologi dan
kemudahan dalam segala bidang. Fenomena ini dapat menunjukkan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
sebagian masyarakat Banyubiru sudah mulai berpikiran modern dan mereka bisa
menerima hal-hal yang bersifat modern serta dapat diterima akal manusia. Akan
tetapi ada juga sebagian masyarakat yang tetap melakukan hal-hal yang bersifat
tradisional dan kadang tidak bisa diterima akal sehat. Hal ini dapat ditunjukkan
dengan adanya sebagian masyarakat yang tetap memegang teguh kepercayaan
bahwa tradisi ziarah makam Banyubiru dapat mendatangkan berkah bagi mereka
yang telah melaksanakan tradisi ziarah makam Banyubiru tersebut. Sebagian
masyarakat tetap melaksanakan tradisi ziarah makam Banyubiru walaupun,
mereka juga menerima arus modernisasi. Bagi sebagian masyarakat ini adanya
modernisasi tidak akan membuat mereka meninggalkan tradisi kepercayaan
mereka. Kepercayaan sebagian masyarakat tentang adanya keistimewaan pada
makam Banyubiru yang dipercaya dapat mendatangkan berkah dan mengabulkan
segala permohonan peziarah masih sangat kuat meskipun telah menumbuhkan
berbagai macam perubahan seperti nilai dan tindakan masyarakat.
Kepercayaan tradisi ziarah makam Banyubiru yang masih dianut oleh
sebagian masyarakat Banyubiru ini apabila dikaitkan dengan arus modernisasi
sudah tidak relevan lagi. Secara logika apabila seseorang ingin mendapatkan harta
atau kesejahteraan hidup di dunia maka mereka harus meraihnya dengan usaha
yang nyata yaitu bekerja dan berdoa. Akan tetapi hal ini tidak dilakukan oleh
sebagian masyarakat yang masih percaya dengan adanya keistimewaan pada
makam Banyubiru. Mereka ingin meraih kesejahteraan hidup di dunia hanya
dengan melakukan tradisi ziarah makam Banyubiru. Tindakan tersebut tentu saja
tidak dapat diterima oleh logika manusia apalagi tindakan tersebut dilakukan pada
era yang modern seperti saat sekarang ini. Berdasarkan pada uraian yang telah
dijelaskan di atas maka peneliti tertarik untuk mengetahui kemudian meneliti
lebih lanjut tentang “Tradisi Ziarah Makam Banyubiru Dalam Era
Modernisasi”(Studi kasus di Desa Jatingarang, Kecamatan Weru, Kabupaten
Sukoharjo ).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Bagaimana makna Tradisi Ziarah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Makam Banyubiru dalam Era Modernisasi di Desa Jatingarang, Kecamatan Weru,
Kabupaten Sukoharjo?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui makna yang terkandung dalam pelaksanaan Tradisi Ziarah
Makam Banyubiru dalam Era Modernisasi.
2. Untuk mendeskripsikan proses pelaksanaan Tradisi Ziarah Makam Banyubiru
dalam Era Modernisasi.
3. Untuk mendeskripsikan perubahan dalam pelaksanaan Tradisi Ziarah Makam
Banyubiru dalam Era Modernisasi.
4. Untuk mendeskripsikan persepsi masyarakat tentang Tradisi Ziarah Makam
Banyubiru dalam Era Modernisasi.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah wawasan ilmu tentang keanekaragaman bentuk budaya tradisi
yang terdapat dalam masyarakat Jawa.
b. Menambah wawasan tentang makna dan prosesi pelaksanaan tradisi ziarah
makam Banyubiru dalam era modernisasi.
c. Sebagai bahan masukan untuk melakukan penelitian sejenis.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan masukan bagi masyarakat untuk melestarikan budaya daerah.
b. Memberikan masukan bagi pemerintah daerah untuk memberdayakan
tradisi yang hidup didalam masyarakat.
c. Menunjukkan pandangan yang positif kepada masyarakat terhadap
kebudayaan daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tradisi Ziarah Makam Banyubiru.
a. Pengertian Kebudayaan
Tradisi merupakan bagian dari kebudayaan. Masyarakat hidup bersama-
sama menghasilkan kebudayaan. Kebudayaan sendiri berasal dari bahasa
Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau
“akal”, sedang bahasa latin kebudayaan adalah colere yang berarti “mengolah”,
“mengerjakan”, terutama mengolah tanah atau bertani. Arti ini berkembang
menjadi culture sebagai segala daya usaha manusia untuk mengubah alam.
(Koentjaraningrat, 2004:9). Soerjanto Poespowardojo (1989:219) menyatakan
bahwa “Kebudayaan adalah keseluruhan proses dan hasil perkembangan
manusia yang disalurkan dari generasi ke generasi untuk kehidupan manusiawi
yang lebih baik”. Jadi menurut pendapat di atas kebudayaan diperoleh melalui
suatu proses yang berlangsung secara terus menerus dan berkembang untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik dan diwariskan oleh generasi sebelumnya.
Kebudayaan menurut Tylor yang dikutip Sapardi (2000:77) adalah
“keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni,
kesusilaan, hukum, adat istiadat serta kesanggupan dan kebiasaannya yang
dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat.” Dengan demikian,
kebudayaan berarti segenap pengetahuan tentang pola-pola berpikir yang
dimiliki oleh segenap warga masyarakat. Dari kedua pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa kebudayaan merupakan sistem pengetahuan, kepercayaan,
seni, adat istiadat yang dipelajari dan disalurkan dari generasi ke generasi.
Kebudayaan juga merupakan upaya masyarakat secara dialektis untuk
terus menerus menjawab setiap tantangan yang dihadapkan kepadanya dengan
menciptakan berbagai sarana dan prasarana. Intinya adalah proses terus
menerus menyimak kadar dinamika dari sistem nilai dan sistem kepercayaan
yang mapan dalam masyarakat. Dengan demikian, kebudayaan adalah
7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
keseluruhan proses dan hasil perkembangan manusia yang berupa pola-pola
pemikiran dan tindakan sehingga masyarakat mampu menciptakan berbagai
sarana dan prasarana yang disalurkan dari generasi ke generasi.
Kebudayaan pada umumnya mempunyai paling sedikit tiga wujud Dr.
Hans J.Daeng (2000) yaitu (1) Wujud kebudayaan sebagai suatu himpunan
gagasan, (2) Wujud kebudayaan sebagai jumlah perilaku yang berpola, (3)
Wujud kebudayaan sebagai sekumpulan benda dan artefak.(h.45-46). Dengan
melihat pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa wujud kebudayaan yang
pertama adalah wujud yang abstrak. Sebagai suatu himpunan gagasan, suatu
kebudayaan tidak dapat dilihat atau diamati karena tersimpan dalam kepala
orang yang dibawa kemanapun ia pergi. Kebudayaan dalam wujud himpunan
gagasan ini disebut culture system atau sistem budaya, juga disebut covert
culture. Wujud yang kedua, kebudayaan disebut social system atau sistem
sosial, sedang dalam wujud yang ketiga adalah kebudayaan fisik, physical
culture. Wujud yang kedua dan ketiga disebut overt culture.
Menurut Adamson Hoebel yang dikutip oleh Gatut Murniatmono dkk
(1981:2), mengatakan bahwa “Culture it’s the integrated system of learned
behavior potterns characteristic of the member of society”. Dari pengertian
tersebut dapat diterjemahkan bahwa kebudayaan adalah system integrasi dari
perilaku, karakter yang dipelajari oleh anggota masyarakat. Pembatasan
kebudayaan yang ajukan oleh Adamson Hoebel itu, mempunyai arti adanya
kesatuan masyarakat. Perbuatan atau tindakan itu biasanya merupakan hasil
dari pemikiran manusia, yang dapat dipelajari oleh anggota kelompok yang
lain dan dijadikan sebagai pedoman tingkah laku setiap warganya.
Berdasarkan pendapat yang sampaikan oleh Dr.Hans J Daeng dan Adamson
Hoebel tentang kebudayaan, dapat dilihat adanya persamaan pendapat bahwa
dalam kebudayaan terdapat suatu perilaku atau tingkah laku yang berpola dan
diperoleh oleh masyarakat melalui proses belajar serta dijadikan pedoman oleh
anggota masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Kebudayaan ditinjau dari isinya, sering ditonjolkan sebagai konsep
“kebudayaan universal” dan merupakan unsur-unsur yang terdapat dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
semua kebudayaan umat manusia di seluruh dunia, baik yang hidup dalam
masyarakat pedesaan yang kecil maupun dalam masyarakat kota yang besar
dan kompleks. Menurut Koentjaraningrat (2004), unsur- unsur universal
kebudayaan tersebut terdiri atas: (1) Religi, (2) Organisasi Sosial, (3) Sistem
Pengetahuan, (4) Bahasa, (5) Kesenian, (6) Sistem Mata Pencaharian Hidup
atau Ekonomi, (7) Sistem Teknologi. (h.2). Kebudayaan universal tersebut
mencakup seluruh kebudayaan manusia dimanapun di dunia dan menunjukkan
ruang lingkup dari kebudayaan serta isi dari konsepnya.
Menurut Soerjanto Poespowardojo (1989:219-220), batasan-
batasan kebudayaan terdiri dari gagasan pokok yang mencakup perkembangan
dan kemajuan masyarakat, hasil bersama dan humanisasi.
1). Kebudayaan mencakup segala perkembangan dan kemajuan masyarakat.
Kebudayaan dalam hal ini tidak hanya meliputi bidang sastra dan
seni melainkan juga hasil-hasil di bidang ekonomi, teknik, sosial dan lain
sebagainya. Kebudayaan juga mencakup ide serta nilai yang terdapat
dalam diri manusia maupun ungkapannya dalam bentuk-bentuk kehidupan
seperti tata lembaga, tata peraturan serta benda dan peralatan yang
dihasilkan oleh usaha manusia. Jadi kebudayaan adalah pengertian yang
luas dan kesemuanya itu berkisar pada manusia sebagai factor yang
sentral. Manusia adalah sumber kebudayaan.
2). Kebudayaan adalah hasil bersama
Masing-masing individu dibentuk dan berkembang menjadi
seorang pribadi dalam kebudayaan masyarakat, oleh karena itu suatu
kebudayaan melibatkan banyak generasi sebagai pendukung dan
pengembangannya.
3). Kebudayaan pada hakekatnya adalah humanisasi
Humanisasi merupakan suatu proses peningkatan hidup yang lebih
baik dalam lingkungan masyarakat yang manusiawi, oleh karena itu nilai-
nilai manusiawi menjadi dasar dan ukuran bagi langkah-langkah
pembangunan dan modernisasi. Dengan kata lain, nilai-nilai etis
merupakan sumber orientasi bagi norma-norma masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Sistem nilai budaya merupakan bagian dari sistem budaya yaitu
aspek dari sistem gagasan. Sistem nilai budaya adalah sejumlah pandangan
mengenai soal-soal yang paling berharga dan bernilai dalam hidup, oleh
sebab itu disebut sistem nilai. Sebagai inti dari suatu sistem kebudayaan,
sistem nilai budaya menjiwai semua pedoman yang mengatur tingkah laku
warga pendukung kebudayaan yang bersangkutan. Pedoman tingkah laku
itu adalah adat istiadatnya, norma-normanya, aturan etikanya, aturan
moralnya, aturan sopan santunnya, pandangan hidup, ideology pribadi.
Secara esensial, kebudayaan bersifat mengatur kehidupan manusia
agar mengerti dan mampu memahami tentang bagaimana seharusnya dalam
bertindak, berbuat dan menentukan sikap ketika berhubungan dengan orang
lain. Setiap orang dalam berbagai bentuk kehidupannya, senantiasa akan
menciptakan kebiasaan (habit), minimal untuk kepentingan pribadinya, baik
disadari maupun tidak disadari, sehingga wajar apabila kebiasaan yang ada
pada orang satu dengan lainnya saling berkaitan. Kebiasaan yang positif atau
bersifat baik tentu saja akan diakui serta akan dilakukan oleh sesame warga
masyarakat. Kadang-kadang terjadi pengakuan yang lebih mendalam dan
dijadikan patokan bagi orang lain yang seterusnya diangkat sebagai prinsip
dasar alam relasi sosial, sehingga tingkah laku atau tindakan masing-masing
warga dapat dikendalikan dan diatur sedemikian rupa, pada tahap lanjut maka
terciptalah apa yang dikenal dengan norma-norma atau kaidah-kaidah.
Menurut Goodenough yang dikutip Oetomo (2000:3), menyatakan
“kebudayaan suatu masyarakat terdiri dari apa-apa yang harus diketahui atau
dipercayai untuk dapat berfungsi sedemikian rupa sehingga dianggap pantas
oleh anggota-anggotanya.Kebudayaan bukanlah fenomena material, tidak
terdiri dari benda-benda, perilaku dan emosi. Ia lebih merupakan suatu
pengaturan hal-hal itu. Yang ada dalam pikiran orang adalah bentuk-bentuk
benda dan hal-hal, model-model untuk mempersepsi, menghubung-
hubungkan, dan selebihnya menafsirkan.”
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Oetomo dapat
disimpulkan adanya persamaan dari isi kebudayaan yaitu adalah perangkat-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
perangkat, model-model pengetahuan yang secara selektif dapat digunakan
untuk mempersepsi, menghubung-hubungkan, mendorong dan menciptakan
tindakan-tindakan yang diperlukannya.
Menurut Koenjaraningrat yang dikutip Suyatmi dan
Supriyadi(1995:29), kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan,
tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
harus dibiasakan dari hasil budi dan karyanya itu. Dengan demkian,
kebudayaan merupakan hasil dari cipta, rasa, karsa manusia yang dijadikan
pedoman hidup manusia.
Menurut Ralp Linton yang dikutip Victor Barnouw (1979:5),
“Culture is the configuration of learned behavior and result of behavior
whose component element are shared and trasmitted by the member of a
particular society”. Pengertian di atas dapat diartikan kebudayaan adalah
bentuk atau wujud dari tingkah laku dan hasil kelakuan yang unsur-unsur
pembentukanya didukung serta diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu.
Hal ini menunjukkan adanya beberapa objek yang termasuk di dalam
konfigurasi yang berupa hasil dari perilaku dalam pengertian di atas untuk
suatu opini atau pendapat yang terbagi dalam objek material kebudayaan
dalam melihat perilaku tersebut sebagai kebudayaan. Berdasarkan definisi
yang telah dikemukakan oleh Koentjaraningrat dan Ralp Linton, dapat
disimpulkan bahwa ada persamaan pandangan mengenai kebudayaan yaitu
mereka memandang bahwa di dalam suatu kebudayaan terdapat perilaku yang
sudah menjadi kebiasaan bagi setiap anggota masyarakat, dan kebiasaan-
kebiasaan tersebut biasanya diwariskan oleh generasi sebelumnya.
Berdasarkan beberapa pendapat tokoh di atas, peneliti lebih
cenderung pada teori Koenjaraningrat terkait dengan kebudayaan yang ada
dalam suatu masyarakat, karena memang dalam suatu masyarakat terdapat
berbagai hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Hasil cipta berupa berbagai ilmu
pengetahuan, hasil rasa terlihat dalam bentuk norma-norma keindahan yang
menghasilkan berbagai macam kesenian dan hasil karsa berupa norma-norma
keagamaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
b. Pengertian Tradisi
Berbicara masalah tradisi, tentu saja tidak terlepas dari konteks
kebudayaan. Ada kesepakatan di kalangan antropolog yang pada pokoknya
menganggap tradisi, norma, nilai, kebiasaan, dan adat-istiadat merupakan
bagian dari kebudayaan. Sebagaimana premis dari Koentjaraningrat yang
memandang kebudayaan itu sebagai keseluruhan dari kelakuan dan hasil
kelakuan yang harus didapatkan dengan cara belajar, dan kesemuanya itu
tersusun dalam kehidupan masyarakat, (Koentjaraningrat, 1999). Dengan
demikian tidak ada manusia yang tidak mempunyai kebudayaan.
Tradisi berasal dari bahasa latin, tradere, yang berarti memindahkan
atau memberikan sesuatu kepada orang lain untuk disimpan.(Giddens,
2003:36). Dalam pengertian yang sederhana tradisi diartikan sebagai sesuatu
yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dalam suatu kelompok
masyarakat. Yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang
diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan. Tradisional
sering diartikan sebagai harta warisan dari generasi ke generasi dalam bentuk
cultural, artefact maupun cultural in action. Warisan-warisan ini antara lain
susunan pemerintahan local, bahasa local, berbagai nilai dan norma-norma
kemasyarakatan, berbagai bentuk kepercayaan, berbagai bentuk ekspresi
kebudayaan dan kesenian, semua ini adalah bagian dari apa yang diterimakan
oleh sejarah itu. Tradisional berkaitan dengan kebiasaan yang diwariskan dari
generasi ke generasi dengan segala ciri yang melekat dengannya, yang
berhubungan dengan segala kekunoannya (ancient).
Tradisional sebagai sebuah sifat mempunyai 4 ciri yaitu (1) Memiliki
jangkauan yang terbatas pada lingkungan kultur yang mendukungnya, (2)
Merupakan pencerminan dari satu kultur yang berkembang sangat perlahan,
karena dinamik dari masyarakat yang mendukungnya memang demikian, (3)
Merupakan bagian dari satu ‘kosmos’ kehidupan yang bulat yang tidak
terbagi-bagi dalam pengkotakan spesialisasi, (4) Bukan merupakan hasil
kreativitas individu-individu, tetapi tercipta secara anonym bersama dengan
sifat kolektivitas masyarakat pendukungnya, (Kayam, 1981:60), Sedangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
menurut (Sedyawati, 1981:39) Tradisi merupakan milik suatu kelompok
pendukung kebudayaan tertentu. Dengan melihat kedua pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa sebenarnya tradisi berkaitan erat dengan kebudayaan
masyarakat pendukungnya.
Menurut Suyono (1985:4), tradisi (tradition) sering juga dianggap
sebagai adat-istiadat, yaitu suatu aturan yang sudah mantap dan mencakup
segala konsepsi sistem budaya dari satu kebudayaan untuk mengatur tindakan
kehidupan manusia dalam kehidupan sosial. Tradisi biasa digunakan dalam
untuk menggantikan kata yang berkaitan dengan masa lalu seperti
kepercayaan, kebudayaan, nilai-nilai, perilaku, dan pengetahuan atau keahlian
yang diturunkan secara turun temurun dengan proses sosialisasi dari satu
generasi ke generasi selanjutnya dalam sebuah sosial masyarakat.
Tradisi adalah adat istiadat yang secara turun temurun dipelihara .
(Soerjono Soekanto, 1985;520). Menurut Hugo F. Reading (1986:446), tradisi
adalah (1) Warisan kekayaan sosial atau keyakinan-keyakinan yang diterima
secara buta, (2) Warisan keyakinan sosial atau keyakinan yang mencakup
kepatuhan pada apa yang dianggap selalu ada, (3) Suatu lembaga yang
eksistensinya dilembagakan. J.P. Chaaplin (2005;516), berpendapat bahwa “
Tradisi adalah praktik atau adat yang diwariskan dari generasi ke generasi”.
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat diambil kesimpulan, bahwa tradisi
adalah adat istiadat atau keyakinan dan kepatuhan terhadap apa yang dianggap
selalu ada yang diwariskan dan dipelihara secara turun temurun serta
keberadaannya dilembagakan. Pendapat dari Soerjono Soekanto, Hugo
F.Reading dan J.P Chaaplin tersebut mempunyai persamaan yaitu bahwa
tradisi selalu diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya.
Menurut Koentjaraningrat yang dikutip Budiono Herusatoto
(1983:103-106), tradisi, adat istiadat atau adat kelakuan dapat dibagi dalam
empat tingkatan yaitu tingkat nilai budaya, tingkat norma-norma, tingkat
hukum dan tingkat aturan khusus.
1) Tingkat Nilai Budaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Tingkat nilai budaya adalah berupa ide-ide yang mengkonsepsikan hal-
hal yang paling bernilai dalam kehidupan masyarakat, dan biasanya berakar
dalam bagian emosional dari alam jiwa manusia, misalnya gotong royong atau
sifat suka bekerjasama berdasarkan solidaritas yang besar. Dalam gerak
langkah pelaksanaannya atau tindakannya orang jawa memiliki ungkapan-
ungkapan simbolis seperti: saiyeg saeko praya yang artinya bergerak bersama
untuk mencapai tujuan bersama. Hal tersebut dilaksanakan dalam rangka
bersih desa, membuat atau memperbaiki jalan, saluran air, membangun balai
desa atau prasarana yang diperlukan untuk kepentingan bersama seluruh
warga.
2) Tingkat Norma-norma
Tingkatan norma-norma adalah sistem norma-norma yang berupa
nilai-nilai budaya yang sudah terikat pada peranan masing-masing anggota
masyarakat dalam lingkungannya, misalnya peranan sebagai atasan atau
bawahan dalam suatu jenjang pekerjaan, peranan sebagai orang tua atau anak,
guru atau murid. Masing-masing peranan memiliki sejumlah norma yang
menjadi pedoman bagi tingkah laku masing-masing, yang dalam bahasa jawa
disebut unggah-ungguh atau kode etik. Dalam tingkat norma-norma, dimana
sistem norma yang berlaku berupa nilai-nilai budaya yang sudah terkait
kepada peranan masing-masing anggota masyarakat, terlihat secara umum
dalam sikap dan tindakan antara yang lebih muda atau lebih tua. Demikian
pula dalam derajad kepangkatan, jabatan, atau kedudukan serta usia. Yang
muda akan datang ke yang lebih tua untuk sowan atau menghadap, tuwi
kasugengan atau menengok kesehatannya, atur pisungsut atau menyampaikan
sesuatu yang biasanya berupa makanan sebagai tanda kasih dan hormat,
sungkem atau menghaturkan sembah, biasanya dilakukan pada hari raya
lebaran, nyuwun pangestu atau mohon izin dan doa restu.
3) Tingkat Hukum
Tingkatan hukum adalah sistim hukum yang berlaku, misalnya hukum
adat perkawinan dan hukum adat kekayaan. Di dalam harta kekayaan
keluarga, terdapat dua jenis harta yaitu harta gono dan gini. Harta “gono”:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
artinya pembawaan dari masing-masing mempelai baik yaitu mempelai laki-
laki dan mempelai perempuan. Barang “gono’ adalah milik masing-masing
orang yang membawanya di dalam perjodohan itu selaku barang warisan dan
barang pemberian orang tua. Barang “gini’ artinya barang yang diperoleh
selama suami istri perjodohan dan karenanya dianggap diperoleh berdasarkan
atas kerjasama antara dua orang. Suami tidak berkewajiban gotong royong
nyambut gawe, kerjasama dengan istrinya untuk kesejahteraan keluarga
sebagai ajang hidup pokok bersama.
4) Tingkat Aturan Khusus
Tingkat aturan khusus adalah aturan-aturan yang mengatur kegiatan-
kegiatan yang jelas terbatas ruang lingkupnya dalam masyarakat dan bersifat
konkrit, misalnya aturan sopan santun. Orang Jawa dalam sikap dan
tindakannya berupa ungkapan-ungkapan seperti sapa gawe nganggo, sapa
nandur ngunduh, siapa membuat akan memakai dan siapa menanam akan
memetik hasilnya artinya setiap perbuatan yang baik tentu akan menghasilkan
pula buah berupa kebaikan, yang akan diterima kembali pada saat nanti,
sebaliknya siapa pernah berbuat yang mencelakakan orang lain, pada suatu
saat tentu juga akan menerima akibatnya yang akan dicelakakan oleh orang
lain juga.
Pengertian tradisi seperti yang ditulis oleh Muhammad Abed Al Jabiri
dalam AL Turats Wal Hadatsah, tradisi adalah sesuatu yang hadir dan
menyertai kekinian kita yang berasal dari masa lalu kita atau orang lain baik
itu terjadi pada masa lalu jauh maupun dekat. (Dikutip pada tanggal 16 Mei
2011 dari : http://www.suaramerdeka.com/harian/05/11/01/nas07.htm).
Selanjutnya dalam kutipan mengenai tradisi adalah sesuatu yang dilakoni terus
menerus dan berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama, sehingga
sesuatu yang kita lakoni terus menerus di masa sekarang dan dapat di
lestarikan di masa depan juga akan disebut dengan sesuatu yang tradisional di
masa depan. (Dikutip dari : http://www.geocities.com/su art 1/sejarah.html)
Dari kedua pengertian tradisi di atas dapat disimpulkan bahwa tradisi
merupakan merupakan hasil dari masa lalu yang terpelihara sebagai bagian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
dari kebudayaan manusia. Tanpa tradisi kita tidak dapat memahami kekinian
kita sehingga kenyataannya bahwa kita berada dalam sejarah tertentu dengan
kepentingan tertentu tidak bisa di abaikan.
Menurut Koenjaraningrat yang dikutip Gatut Muriatmono (1981:6),
yang dimaksud dengan adat-istiadat adalah sebagai berikut: “Adat istiadat
adalah suatu kompleks norma-norma yang oleh individu-individu yang
menganutnya itu dianggap ada di atas manusia yang hidup bersama dalam
kenyataan suatu masyarakat”. Dari batasan yang dikemukakan oleh
Koenjaraningrat tersebut di atas, dapat diperoleh suatu pengertian bahwa adat
istiadat adalah suatu pedoman bagi setiap individu yang hidup sebagai warga
masyarakat, dimana adat istiadat itu berlaku. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa secara tidak langsung adat istiadat itu berpengaruh dalam
pola berfikir setiap manusia dalam anggota masyarakat.
Menurut Prof. M.Harjono yang dikutip I Nyoman Beratha (1982:22),
tradisi adalah suatu pengetahuan atau ajaran-ajaran yang diturunkan dari masa
ke masa. Ajaran dan pengetahuan mana menurut prinsip universal
digambarkan menjadi kenyataan dan kebenaran yang relative. Dengan
demikian segala kenyataan dan kebenaran yang lebih rendah itu adalah
peruntukan (application) daripada prinsip-prinsip universal. Dapat
disimpulkan bahwa “Tradisi adalah pengetahuan tentang Tuhan YME yang
diturunkan ke alam-alam kenyataan dan kebenaran yang relative (misteri)
sehingga segala kenyataan dan kebenaran yang mutlak dan universal ke alam-
alam yang rendah itu adalah peruntukan (application) daripada prinsip-prinsip
universal.
Berdasarkan pendapat kedua tokoh di atas, dapat dilihat adanya
persamaan dalam suatu tradisi yaitu adanya nilai-nilai, norma-norma atau
ajaran-ajaran yang dijadikan pedoman dalam kehidupan bermasyarakat
sehingga segala tingkah laku dan perilaku masyarakat harus sesuai dengan
nilai-nilai atau norma-norma tersebut.
Menurut Kuntowijoyo yang dikutip haru Puspowati (2004:14), tradisi
dibedakan menjadi tradisi besar dan tradisi kecil. Tradisi besar terdapat dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
keratin (istana centris), bersifat statis dan mempunyai target. Tradisi kecil
terdapat dalam masyarakat (masyarakat centris), bersifat dinamis dan
mempunayai target. Perbedaan kedua tradisi ini karena mempunyai symbol
dan norma yang tidak lagi didukung oleh lembaga-lembaga sosial atau oleh
model sosial dan budaya itu serta adanya kekuatan-kekuatan budaya yang
bertentangan dengan masyarakat. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa kedua tradisi ini sama-sama mempunyai tujuan yang ingin dicapai
dalam suatu komunitas. Suatu tradisi dapat bertahan dalam suatu masyarakat
jika symbol dan normanya didukung oleh lembaga-lembaga sosial dan tidak
bertentangan dengan pandangan, kekuatan-kekuatan masyarakat.
Adat istiadat merupakan suatu aturan yang sudah mantap dan
mencakup segala konsepsi sistem budaya dari suatu kebudayaan untuk
mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidupan sosial. (Ariyono
Suyono, 1985:4). Tradisi sebagai suatu kebiasaan dari kehidupan suatu
penduduk asli yang dihasilkan oleh manusia dan sesuai dengan keadaan
masyarakat pendukungnya berupa nilai-nilai budaya, norma-norma dan
menjadi suatu sistem atau peraturan yang ditaati oleh masyarakat tersebut.
Menurut Rendra,(2002), tradisi adalah kebiasaan bersama dalam masyarakat
manusia yang secara otomatis akan dipengaruhi aksi dan reaksi dalam
kehidupan sehari-hari para anggota masyarakat itu.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
tradisi merupakan suatu gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah
berproses dalam waktu lama dan dilakukan secara turun temurun dimulai dari
nenek moyang. Tradisi telah membudaya akan menjadi sumber dalam
berakhlak dan berbudi pekerti seseorang. Tradisi merupakan sesuatu hal yang
telah menjadi kebiasaan seseorang. Tradisi telah melewati proses yang cukup
lama yaitu nenek moyang sampai sekarang, sehingga tradisi dapat mengalami
beberapa perubahan dalam melalui proses tersebut.
Tradisi mempunyai berbagai macam bentuk antara lain berupa
slametan, wilujengan atau tirakatan dan masih banyak dilakukan masyarakat
terutama masyarakat Jawa baik yang berhubungan dengan siklus hidup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
manusia maupun yang berhubungan dengan hal-hal keramat lainnya. Siklus
slametan ada yang berhubungan dengan titik-titik tahap kehidupan seorang
individu, dan ada siklus yang tidak begitu meriah dalam pelaksanaannya yang
berhubungan dengan kalender tahunan umat Islam. Setelah memungut pola
waktu Islam dalam menghitung bulan menurut rembulan dan hari-hari suci
yang berkaitan ini (yang makna ortodoksnya menjadi perhatian kaum santri
saja), orang Jawa merasa berkewajiban merayakan periode-periode waktu
keduanya menurut satu-satunya cara yang mereka ketahui yaitu dengan
mengadakan slametan.
Slametan atau wilujengan adalah suatu upacara pokok atau unsur
terpenting dari hampir semua ritus dan upacara dalam sistem religi orang Jawa
pada umumnya dan penganut Agama Jawi khususnya. Slametan tidak hanya
diadakan dengan maksud untuk memelihara hubungan baik dengan arwah
nenek moyang. Upacara slametan juga mempunyai aspek-aspek keagamaan,
karena selama suatu upacara seperti itu segala perasaan agresif terhadap orang
lain akan hilang dan orang akan merasa tenang.
Menurut Koenjaraningrat (1994;347-348), upacara slametan dapat
dibedakan menjadi upacara yang bersifat keramat, tidak bersifat keagamaan,
benar-benar bersifat keramat, bersifat keramat dengan melibatkan semua
warga, bersifat keramat yang diadakan pada hari-hari besar dan upacara yang
bersifat keramat yang berkenaan dengan peristiwa-peristiwa tertentu.
1) Upacara slametan yang bersifat keramat
Upacara slametan yang bersifat keramat adalah upacara slametan
dimana orang atau orang-orang yang mengadakannya merasakan getaran
emosi keramat, terutama pada waktu menentukan diadakannya slametan
tersebut, tetapi juga pada waktu upacara sedang berlangsung. Keputusan
untuk mengadakan suatu upacara slametan kadang-kadang diambil
berdasarkan suatu keyakinan keagamaan yang murni dan adanya suatu
perasaan khawatir akan hal-hal yang tidak diinginkan atau akan adanya
malapetaka, tetapi kadang-kadang juga hanya merupakan suatu kebiasaan
rutin saja yang dijalankan sesuai dengan adat keagamaan. Getaran emosi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
keagamaan yang keramat juga timbul dalam diri para anggota keluarga
yang mengadakan upacara slametan karena suasana khidmat yang tercipta
pada waktu itu, yang juga dapat merasuki jiwa orang lain yang hadir pada
upacara itu.
2) Upacara slametan yang tidak bersifat keagamaan
Upacara slametan yang tidak bersifat keagamaan yaitu upacara
yang tidak menimbulkan getaran emosi keagamaan pada orang-orang yang
mengadakan slametan itu maupun pada orang-orang yang hadir, walaupun
pada slametan itu telah diminta hadir seorang pegawai keagamaan untuk
membacakan doa. Maksud dari slametan seperti ini hanyalah untuk
memelihara rasa solidaritas sosial dan untuk menciptakan suasana damai,
bebas dari rasa permusuhan dan prasangka terhadap orang lain atau dapat
juga merupakan suatu perayaan saja atas suatu peristiwa yang penuh
kebahagiaan.
3) Upacara slametan yang benar-benar bersifat keramat dan menggetarkan
emosi keagamaan seseorang
Upacara ini antara lain dapat terlihat dalam rangkaian upacara
kematian pada hari ketujuh, keempat puluh, keseratus dan keseribu.
4) Upacara slametan yang bersifat keramat yang melibatkan semua warga
desa
Upacara ini antara lain yaitu upacara bersih dhusun yang
mempunyai unsur-unsur yang lebih banyak dan juga menyangkut biaya
yang lebih besar daripada suatu upacara slametan biasa.
5) Upacara-upacara keramat yang diadakan pada hari hari besar Islam
Upacara yang diadakan pada hari besar antara lain yaitu Bakda
Besar, suran, Mbubur Suran, Saparan, Dina Wekasan muludan,
Jumadiawalan, Jumadiakhiran, Rejeban (Mikradan), Ngruwah (Megengan),
Maleman, Riyayan, Sawalan (Kupatan), Sela dan sedhekah Haji.
6) Upacara-upacara slametan yang khusus bersifat keramat dan yang
berkenaan dengan peristiwa-peristiwa tertentu atau keperluan-keperluan
tertentu dari individu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Upacara ini antara lain seperti upacara ngruwat yang diadakan
setelah seseorang sembuh dari suatu penyakit yang gawat atau upacara
slametan yang diadakan untuk memenuhi suatu janji pada diri sendiri dan
upacara slametan yang diadakan karena mendapat mimpi buruk.
Upacara slametan dapat digolongkan ke dalam empat macam
sesuai dengan peristiwa atau kejadian dalam kehidupan manusia sehari-hari
yaitu:
1) Slametan dalam rangka lingkaran hidup seseorang seperti hamil tujuh
bulan, kelahiran, upacara potong rambut pertama, upacara menyentuh
tanah untuk pertama kali, upacara menusuk telinga, sunat, kematian, serta
saat-sat setelah kematian.
2) Slametan yang bertalian dengan bersih desa, penggarapan tanah pertanian
dan setelah panen padi.
3) Slametan yang berhubungan dengan hari-hari dan bulan-bulan besar islam.
4) Slametan pada saat-saat yang tidak tertentu, berkenaan dengan kejadian-
kejadian seperti membuat perjalanan jauh, menempati rumah kediaman
baru, menolak bahaya (ngruwat), janji apabila telah berhasil sembuh dari
suatu sakit dan lain-lain.
Menurut Kodiran dalam Koentjaraningrat (1999: 347-348), slametan
adalah suatu upacara makan bersama makanan yang telah diberi doa sebelum
dibagikan. Slametan ini tidak terpisahkan dari pandangan alam pikiran
partisipasi nerima yaitu menyerahkan diri kepada takdir dan erat hubungannya
dengan kepercayaan kepada unsur-unsur kekuatan sakti maupun makhluk-
makhluk halus. Hampir semua slametan ditujukan untuk memperoleh
keselamatan hidup dengan tidak ada gangguan apapun. Upacara slametan
dalam lingkaran hidup seseorang khususnya berhubungan dengan kematian
serta saat sesudahnya adalah suatu adat kebiasaan yang sangat diperhatikan
dan sering dilakukan oleh hampir seluruh lapisan golongan masyarakat/orang
jawa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
slametan selalu dilakukan oleh masyarakat Jawa baik slametan yang bersifat
religius maupun non religius. Slametan yang sering dilakukan antara lain
upacara terkait dengan kelahiran, kematian, perkawinan, dan upacara yang
berhubungan dengan hal-hal keramat baik pada hari-hari besar agama maupun
berhubungan dengan peristiwa-peristiwa tertentu. Slametan merupakan ritus
inti untuk melanjutkan, memelihara atau meningkatkan tatanan sebuah acara
makan komunal religius yang diikuti oleh para tetangga dan kerabat untuk
mencapai keadaan slamet. (Mulder, 2001:97-98). Dengan demikian, maka
slametan memperlihatkan keinginan untuk mencari keselamatan dalam
memelihara tatanan dan mencegah datangnya bala. Slametan berfungsi
menunjukkan komunitas harmonis, rukun yang menjadi prasyarat efektif
dalam mendatangkan berkah para dewa, arwah dan leluhur.
Dalam masyarakat tradisional, individu tidak dapat dipisahkan oleh
lingkungan dan kepercayaannya atau adat istiadatnya yang sangat dipegang
teguh oleh masyarakat. Mereka berhubungan dengan alam dan lingkungannya
secara langsung dan dan terikat dengan alam semesta beserta kekuatannya.
Kekuasaan manusia terhadap alam sangat lemah dan mereka hormat dengan
kekuasaan alam yang tercermin dalam suatu kegiatan slametan termasuk
slametan ziarah kubur yang masih banyak dilakukan oleh masyarakat
tradisional maupun masyarakat modern.
Adapun ciri-ciri masyarakat tradisional adalah:
1). Kehidupan masyarakat tradisional didasarkan atas hubungan kekeluargaan
2). Kegiatan ekonomi berpusat pada pertanian dengan menjadikan pertanian
sebagai mata pencaharian pokok.
3). Dalam kehidupan sosial budaya masih sangat kuat dipengaruhi oleh tradisi
adat dan kepercayaan serta nilai tradisional masih sangat dominant.
4). Kehidupan masyarakat tradisional cenderung berpola social behavior yaitu
sebagai hasil interaksi berbagai aspek kehidupan sejarah, lingkungan
hidup, falsafah, agama dan kepercayaan.
5). Masih memegang prinsip kesatuan dan keselarasan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
6). Masih memiliki proses formalisering sebagai contoh pembesar merasa
besar bila disambut dengan upacara dan menggunakan tanda kebesaran.
7). Memiliki stratifikasi yang banyak diekspresikan dengan gelar, kekayaan,
bahasa, tata cara pernikahan, pangkat dan sebagainya.
(http://www.google.co.id/masyarakat/htm).
Dengan melihat ciri-ciri masyarakat tradisional di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa masyarakat tradisional adalah masyarakat pedesaan yang
masih sangat kuat memegang teguh adat dan kepercayaan, interaksi
masyarakat berdasarkan hubungan kekeluargaan, kegotongroyongan, dan
masih mementingkan status sosial.
Dalam suatu masyarakat, tradisi dapat diwariskan kepada generasi
berikutnya salah satunya dengan melaksanakan tradisi secara berulang-ulang
sehingga akan menjadi suatu kebiasaan. Tradisi yang sudah ada juga dapat
dipadukan dengan berbagai nilai-nilai baru yang muncul, tetapi masyarakat
harus bisa selektif dalam memilah nilai-nilai yang sesuai dengan masyarakat
dan yang tidak sesuai dengan masyarakat.
Masyarakat Desa Jatingarang Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo
masih mempunyai tradisi atau kepercayaan yang kuat. Nilai-nilai adat ini
dapat dilihat dalam berbagai kegiatan seperti dalam upacara perkawinan,
upacara kematian yang meliputi mendak telung dina, pitung dina, patang
puluh dina, satus dina dan nyewu, upacara kelahiran seperti sepasaran dan
selapanan, upacara nyadran dan sedhekah bumi.Hubungan kekeluargaan dan
kegotongroyongan masih sangat kuat. Apabila ada masalah warga masyarakat
berusaha mencari solusi dari masalah tersebut dengan jalan musyawarah.
Hubungan sosial antar anggota masyarakat masih tinggi dapat dilihat dengan
adanya sikap saling menghormati, gotong royong, dan rasa saling menghargai
antar anggota masyarakat.
a. Ziarah Makam
Ziarah merupakan tradisi yang sudah dilakukan oleh masyarakat sejak
zaman dahulu. Ziarah pada dasarnya sudah ada sebelum munculnya agama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Islam, yaitu pada masa agama Yahudi dan agama Kristen yang sudah lama
berpijak di daerah-daerah Arab, seperti: Palestina, Syria dan Mesir. Ziarah
berasal dari bahasa Arab yaitu Ziyarah, yang mempunyai arti mengunjungi.
Dalam ajaran Islam berziarah adalah berkunjung atau menuju ke suatu tempat.
Dari pengertian dan definisinya ziarah kubur adalah suatu kegiatan atau
aktivitas mengunjungi makam dari orang yang telah meninggal dunia baik
yang dulu semasa hidupnya kita kenal maupun yang tidak kenal. Berziarah
makam ke tempat orang yang dulunya pernah kita kenal seperti: makam orang
tua, makam saudara, makam teman, makam guru, dan lain sebagainya,
sedangkan ziarah ke makam orang yang dulu tidak kita kenal misalnya: ziarah
ke taman makam pahlawan, makam ulama Islam, dan lain-lain.
Pengertian ziarah di Kota Makkah adalah berkunjung ke tempat-
tempat suci atau tempat bersejarah di sekitar Kota madinah dan sejumlah
lokasi lainnya. Ziarah pada umumnya dilakukan masyarakat untuk mendoakan
seseorang yang telah meninggal supaya arwah orang tersebut dapat tenang
disisi Tuhan, meskipun ada juga sebagian masyarakat yang pergi berziarah
untuk tujuan lain bukan untuk mendoakan, melainkan berziarah dengan tujuan
utama untuk meminta-minta permohonan kepada makam tersebut, karena
mereka menganggap makam adalah tempat yang keramat dan magis.
Berdasarkan pengertian ziarah dari beberapa sumber di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa ziarah adalah suatu kegiatan berkunjung ke suatu tempat
yang dianggap mulia atau keramat untuk mendoakan dan mengambil pelajaran
dari kematian.
1) Tata Cara Ziarah
Manusia dalam melakukan suatu kegiatan pasti mempunyai tata
cara urutan kegiatan dan aturan-aturan yang ditaati. Menurut ssss M.
Syamsi Hasan (2001:247), dalam melaksanakan ziarah terdapat tata cara
atau petunjuk dalam berziarah yaitu:
a). Berwudhu telebih dahulu sebelum berangkat ke makam.
b). Memberi salam setelah sampai di pntu makam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
c). Setelah sampai di makam hendaknya menunduk dan menghadap ke
timur.
d). Membaca ayat-ayat Alquran.
e). Membaca tahlil.
f). Membaca doa untuk ketenangan orang yang sudah dimakamkan.
g). Melakukan ziarah dengan penuh khusyuk dan khidmad.
h. Tidak boleh menduduki makam.
i). Selesai berziarah, hendaknya memperbanyak amal kebaikan.
2) Adab dalam berziarah kubur yang baik dan benar menurut Islam adalah:
a) Berperilaku sopan dan ramah ketika mendatangi areal pemakaman.
b) Niat dengan tulus dan ikhlas karena ingin mendapatkan Rhido dari
Allah SWT, bukan untuk meminta sesuatu pada orang yang sudah
meninggal.
c) Tidak duduk, menginjak-injak, tidur-tiduran di atas makam orang yang
sudah meninggal.
d) Tidak melakukan tindakan-tindakan tidak senonoh seperti buang air
besar, kencing, meludah, melakukan hubungan suami istri, buang
sampah sembarangan, dan lain-lain.
e) Mengucapkan salam kepada penghuni alam kubur.
f) Mendoakan arwah orang yang telah meninggal agar bahagia dan tenang
di alam kubur sana dengan ikhlas.
3) Kesalahan yang sering dilakukan peziarah
Di bawah ini adalah beberapa kesalahan yang sering dilakukan
oleh peziarah pada umumnya yaitu:
a) Duduk di atas makam.
b) Menyembah makam.
c) Meminta sesuatu kepada makam.
d) Berpesta di samping makam.
e) Menangis, merengek-rengek menyesali nasib.
f) Menyediakan sesaji untuk ketenangan arwah orang yang meninggal.
4) Manfaat Ziarah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Tujuan utama orang melakukan ziarah adalah untuk mendoakan
arwah orang yang sudah meninggal agar tenang disisi Tuhan. Selain
berziarah untuk mendoakan orang yang sudah meninggal, dengan
melakukan ziarah juga dapat bermanfaat bagi peziarah sendiri yaitu:
a) Berziarah dapat mengingatkan tentang alam akhirat dan kematian.
b) Berziarah dapat membuka hati dan pikiran peziarah bahwa hidup di
dunia itu hanya sementara, hidup yang kekal adalah di akhirat.
c) Berziarah dapat dijadikan suri tauladan agar peziarah dapat
meningkatkan amal kebajikannya.
Dalam http/www.library.ohiou.edu/indopbs/1997/04/23/0056.html,
ziarah adalah amalan yang bertujuan menyaksikan secara nyata tempat-tempat
bersejarah dalam pertumbuhan dan perkembangan agama Islam, sehingga akan
mempertebal iman.
Dengan melihat beberapa tujuan ziarah di atas dapat disimpulkan
bahwa tujuan ziarah adalah untuk mengingatkan kita tentang kematian dan alam
akhirat, mengingatkan bahwa hidup di dunia hanyalah sementara, hidup yang
kekal adalah di akhirat nanti dan juga untuk lebih meningkatkan iman dan taqwa
kepada Tuhan.
Menurut para teolog Islam ziarah di bagi menjadi dua yaitu:
1. Ziarah Syar’iyah,
Ziarah Syar’iyah adalah ziarah yang dilakukan dengan maksud
mendoakan si mayat dan mengambil pelajaran (I’tibar) dengan keadaan
mereka dahulunya bahwa mereka dulu begini dan begitu. Mereka telah mati,
telah dipendam, telah menjadi tanah dan mereka telah menjumpai apa yang
telah mereka perbuat, baik berupa kebaikan atau keburukan. Dengan melihat
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ziarah syar’iyah tidak untuk
mengambil pelajaran dan menebalkan sikap materialistis yang mementingkan
kehidupan duniawi, karena kehidupan di dunia ini adalah tipuan dan tidak
kekal, sedangkan kita semua akan mati dan akan dikubur. Maka sebaiknya kita
tidak tertipu oleh kesenangan dunia.
2. Ziarah Bid’iyah (Syirkiyah)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Ziarah Bid’iyah adalah ziarah yang dimaksudkan untuk memohon
kepada si mayat untuk memenuhi hajat seseorang atau minta doa dan syafaat
kepadanya atau berdoa di dekat kuburannya dengan keyakinan bahwa dengan
itu akan lebih dikabulkan doanya. Semua bentuk kegiatan seperti ini adalah
mubtada’ah (diada-adakan) dan tidak diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW
dan tidak dilakukan oleh para sahabat beliau, baik di kuburan sendiri maupun
di kuburan orang lain. Tindakan seperti ini tentunya termasuk jenis syirik dan
menyebabkan timbulnya syirik.
Banyak sekali hadits-hadits dan kaul Ulama yang mengemukakan
tentang kebolehan ziarah. Kita akan mengambil faedah dan khidmahnya
ziarah kepada makam para Nabi, Wali dan para Sholihin. Adapun cara-cara
ziarah telah dianjurkan oleh Nabi Muhammad Saw. Diantaranya sebagai
berikut:
1. Dari Burtaedah ra. berkata Rasullullah Saw. : Aku dahulu mencegah
ziarah ke kubur, akan tetapi sekarang aku memerintahkan, berziarahlah
kamu. (HR.Muslim) Dalam riwayat lain: Barang siapa yang ingin ziarah
ke kubur hendaklah diziarahinya, karena berziarah itu mengingatkan kita
kepada akhirat.
2. Dari Aisyah, istri Rasullah Saw. Berkata: Keadaan Rasulullah setiap
malam gilirannya menginap di tempat Siti Aisyah dan akhir malamnya
Rasulullah pergi ke kubur Baqi lalu bersabda: Selamat sejahtera kepadamu
hai kaum Muslimin. Tentu datang kepadamu apa yang dijanjikan padamu,
besok masanya. Dan aku Insya Allah akan mengikuti kami. Yaa Allah
ampunilah penduduk Baqi (tempat kuburan syuhada).
3. Dari Buraidah ra. berkata: bahwa Rasulullah Saw. Benar-benar
mengajarkan kepada para Sahabatnya diwaktu pergi ke kubur agar
membaca: Salam kepada ahli kubur kaum mu’minin dan muslimin. Dan
Insya Allah aku akan mengikuti kamu. Aku mohon kepada Allah untuk
kami dan kamu agar selamat.
4. Dari sahabat Ibnu Abbas ra. berkata: Rasulullah Saw berjalan melewati
kuburan di Madinah. Maka beliau menghadap ke kuburan itu sambil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
membaca salam sejahtera bagimu wahai ahli kubur. Semoga Allah
mengampuni kami dan kamu. Kamu telah mendahului kami dan kamipun
nanti berikutnya.
5. Nabi Muhammad Saw. Pernah bersabda: Barang siapa ziarah kepadaku
setelah mati, itu seolah-olah seperti ziarah kepadaku diwaktu aku masih
hidup. (Riwayat daru Qutni).
6. Barang siapa berziarah ke kuburku, dia wajib mendapat syafa’atku
( Riwayat Daru Qutni).
7. Kaul Imam Hambali: Bilamana kamu ziarah ke makam, bacalah Fatihah,
surat Falaq binnas, al-Ikhlas lalu pahalanya serahkan kepada ahli kubur.
Sebenarnya amal perbuatan yang demikian itu akan sampai kepada mereka
(ahli kubur).
8. Masih kaum Imam Hambali: Menerima dari ulama salaf, bermacam-
macam kebaikan yang dapat sampai kepada orang yang telah meninggal
diantaranya: Sodaqoh, shalat, puasa, haji, I’tikaf, membaca al-Qur’an dan
dzikir juga yang menyerupainya.
(http//abuaqila06.wordpress.com/2008/05/22/pengertian-danmanfaat-ziarah/).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa makna ziarah
tidak hanya meliputi mendoakan orang yang meninggal tetapi juga meminta doa
atau syafaat dari orang yang telah meninggal. Dari dua hal tersebut di atas maka
yang dianjurkan oleh agama hanyalah ziarah dengan maksud mendoakan si
mayit/orang yang meninggal.
2. Modernisasi
a. Pengertian Modernisasi
Modernisasi merupakan bentuk perubahan sosial yang penting. Kata
modernisasi berasal dari bahasa Latin yaitu modo (cara) dan ernus (masa
kini). Jadi, secara harfiah modernisasi adalah proses menuju masa kini atau
proses menuju masyarakat modern. (Idianto M,2005:45). Dalam
modernisasi, terjadi suatu perubahan sosial dan budaya serta masyarakat
yang sedang memperbaharui diri berusaha mendapatkan ciri-ciri atau
karakteristik yang dimiliki oleh suatu masyarakat modern.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Menurut J.W Schoolrl yang dikutip Idianto M (2005:460,
modernisasi adalah penerapan pengetahuan ilmiah pada semua kegiatan,
bidang kehidupan dan aspek kemasyarakatan. Aspek yang paling utama
dalam modernisasi adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
misalnya pengetahuan tentang gejala alam dan mekanisasi sistem pertanian.
E.Moore dalam Idianto M (2005:46) menyatakan “Modernisasi adalah
suatu proses transformasi total kehidupan bersama dalam bidang teknologi
dan organisasi sosial dari kehidupan yang tradisional kea rah pola-pola
ekonomis dan politis, yang didahului oleh negara-negara barat yang telah
stabil. Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan, modernisasi adalah
penerapan teknologi dan pengetahuan dalam segala aspek kehidupan
masyarakat termasuk dalam organisasi sosial. Modernisasi begitu tampak
terlihat dalam aspek teknologi yaitu munculnya berbagai macam teknologi
modern seperti mesin-mesin, alat komunikasi seperti telepon genggam yang
telah banyak di gunakan oleh masyarakat.
Modernisasi adalah suatu proses yang bersifat preventif dan kontruktif agar
proses-proses perubahan, termasuk perubahan nilaidan norma masyarakat
tersebut dapat memproyeksikan kecenderungan yang ada dalam masyarakat
pada masa yang akan datang dan untuk itu diperlukan syarat-syarat sebagai
berikut:
1). Cara-cara berfikir ilmiah yang melembaga dalam suatu kelas-kelas
penguasa dan masyarakat pada umumnya. Lembaga-lembaga yang
dapat menggerakkan masyarakat kea rah tersebut antara lain adalah
sekolah dan perguruan tinggi yang baik
2). Negara yang mempunyai sistem administrasi yang baik dan jauh dari
KKN serta semangat kerja yang tinggi.
3). Sistem pengumpulan data yang baik, teratur dan terorganisir serta
terintegrasi dalam suatu badan tertentu. Misalnya BPS atau LIPI, agar
tidak tertinggal diperlukan pembaharuan data setiap saat.
4). Menciptakan suasana yang kondusif dalam suatu masyarakat dengan cara
mengembangkan berbagai media komunikasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
5). Kedisiplinan yang tinggi serta tidak melanggar HAM warga negara.
6). Kesamaan cara pandang tentang perubahan seperti apa yang diinginkan
dan harus dikendalikan secara terpusat dalam suatu kelompok masyarakat.
Hal ini penting agar proses modernisasi yang berlangsung tidak
dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan luar yang tidak sejalan dengan
modernisasi tersebut. (IdiantoM,2005:47).
Eisenstandt yang dikutip M.Franscis Abraham, (1995:4), menyatakan
bahwa “Menurut sejarahnya, modernisasi merupakan proses perubahan
menuju tipe sistem sosial, ekonomi dan politik yang telah berkembang di
Eropa Barat dan Amerika Utara dari abad ke-19 dan 20 meluas ke negara-
negara Amerika Serikat, Asia serta Afrika.” Perspektif evolusioner tersebut
menjelaskan tahap-tahap modernisasi yang sama atau melalui suatu urutan
yang telah ditentukan (sama). Karena itu modernisasi yang mengacu kepada
proses perkembangan, Eropa Barat dan Amerika Utara yang telah
mencapainya pada masa yang lebih awal dan sekarang bangsa-bangsa di
Dunia Ketiga berjuang untuk mencapai fase perkembangan yang disebut
sebagai (ditandai oleh) “modern”. Jadi, modernisasi berarti suatu proses
perubahan dalam berbagai bidang kehidupan antara lain terutama bidang
politik, sosial dan ekonomi yang terjadi secara bertahap untuk lebih
berkembang sehingga mampu mencapai kehidupan modern.
Sarjana ahli modernisasi baru-baru ini telah menghasilkan literature
yang berlimpah, namun para sarjana tidak sepakat mengenai pendekatan
mereka terhadap atau definisi konsep modernisasi. Para ekonom
mengintepretasikan modernisasi dalam arti model-model pertumbuhan yang
berisakan indeks-indeks semacam indicator ekonomi, standar hidup,
pendapatan perkapita dan lain-lain. Para ilmuwan politik menganalisis
modernisasi menurut proses politik, pergolakan sosial dan hubungan-
hubungan kelembagaan. Para sosiologi telah mendefinisikan modernisasi
dengan berbagai macam tetapi tetap di dalam kerangka perspektif evolusioner
yang mencangkup transisi multilinear masyarakat yang sedang berkembang
dari tradisi ke modernitas. Perubahan-perubahan yang terjadi di berbagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
bidang di masyarakat ke arah modernisasi merupakan suatu konsep
modernisasi.
Modernisasi adalah suatu bentuk perubahan sosial, biasanya
merupakan perubahan sosial yang terarah (directed change) yang didasarkan
pada perencanaan (jadi juga merupakan intented atau planned change) yang
bisa dinamakan sosial planning. Modernisasi merupakan suatu persoalan yang
harus dihadapi masyarakat yang bersangkutan karena prosesnya meliputi
bidang-bidang yang sangat luas, menyangkut proses disorganisasi, problema-
problema sosial, konflik antar kelompok, hambatan-hambatan terhadap
perubahan dan sebagainya. (Soerjono Soekanto,1985:347).
Hal ini menunjukkan bahwa perubahan sosial sebagai akibat
modernisasi dapat menimbulkan masalah dalam masyarakat karena adanya
hambatan-hambatan dalam proses modernisasi tersebut. Menurut Mulder
(1974:55-56), modernisasi berarti progress yaitu suatu proses seseorang
semakin lama semakin lebih menguasai alam kebendaan yang berputar secara
terus menerus. Jadi, modernisasi terus berlangsung tanpa henti untuk suatu
tujuan yang lebih baik dalam jangka waktu yang lama. Berdasarkan pendapat
Soerjono Soekanto dan Mulder dapat disimpulkan bahwa modernisasi yang
terus berlangsung tersebut belum tentu dapat berjalan dengan lancar.
Adanya perubahan-perubahan dalam berbagai bidang di masyarakat
juga dapat menimbulkan terjadinya suatu masalah. Dengan demkian
modernisasi tidak hanya membawa dampak positif tetapi juga dapat
menimbulkan dampak negatif seperti misalnya adanya teknologi 3G dapat
memudahkan masyarakat dalam berkomunikasi tetapi 3G juga dapat
membawa dampak negatif jika disalahgunakan sehingga dapat merugikan
orang lain. Pujiwati Sayogjo (1985;13), juga memberikan definisi tentang
modernisasi sebagai suatu tipe perubahan sosial yang berasal dari revolusi
industri di Inggris (1760-1830) dan revolusi politik di perancis (1789-1830).
Hal ini menunjukkan proses perubahan mempunyai ciri-ciri tertentu yang
bersifat menyeluruh sepanjang waktu yang ditetapkan. Berdasarkan pendapat
Mulder dan Pujiwati Sayogja di atas, dapat disimpulkan bahwa modernisasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
merupakan proses perubahan secara terusmenerus dalam jangka waktu yang
telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang lebih baik.
Menurut Black dalam M.Francis Abraham (1995:5), modernisasi
adalah proses dengan mana secara historis lembaga-lembaga yang
berkembang secara perlahan disesuaikan dengan perubahan fungsi secara
cepat yang menimbulkan peningkatan yang belum pernah dicapai sebelumnya
dalam hal pengetahuan manusia, yang memungknkan untuk menguasai
lingkungannya, yang menimbulkan revolusi ilmiah. Menurut Lerner yang
dikutip M.Francis Abraham (1995:5), memaparkan modernisasi dalam arti
sejumlah variable psikologis yang membentuk suatu jenis karakteristik
mentalitas dari manusia modern secara khas. Marion Levy dalam M.Francis
Abraham (1995:5), meletakkan “sebagai ukuran modernisasi, rasio sumber
daya kekuasaan yang mati (tidak bergerak), dan yang hidup (bergerak). Makin
tinggi rasio tersebut, makin modernisasinya.” Berdasarkan beberapa pendapat
di atas dapat disimpulkan bahwa modernisasi merupakan proses
perkembangan dan perubahan fungsi lembaga yang membentuk karakteristik
mentalitas manusia sehingga mempunyai rasio kekuasaan sumber daya yang
tinggi.
Chodak dalam M.Francis Abraham (1995:5), mengidentifikasi tiga tipe
modernisasi yaitu modernisasi industri yang meninggalkan keperluan
menyesuaikan organisasi sosial dengan tuntutan (syarat industri), modernisasi
akulturasi dan modernisasi induksi.
1). Modernisasi industri yang meninggalkan keperluan menyesuaikan
organisasi sosial dengan tuntutan (syarat industri )
Modernisasi tipe ini biasanya ditandai dengan perkembangan-
perkembangan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Masyarakat lebih
berfikir ilmiah dan mulai menerapkan teknologi dalam kehidupannya.
Misalnya, tenaga-tenaga manusia digantikan dengan mesin. Ilmu
pengetahuan dan teknologi ini dapat menambah kemampuan manusia
dalam mengungkap rahasia-rahasia dan perubahan-perubahan pada
lingkungan alam serta terus berkembang. Industrialisasi sebagai aspek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
khusus modernisasi mempunyai peranan-peranan dan fungsi yang strategis
dan dihubungkan dengan manufaktur (permesinan) dalam masyarakat.
2). Modernisasi akulturasi
Modernisasi akulturasi yaitu penciptaan suatu budaya baru semi
berkembang dan budaya penyangga, yang dihasilkan dari lapisan atas
budaya asing berdasarkan budaya tradisional. Budaya-budaya asing masuk
dan mempengaruhi budaya tradisional sehingga dapat menciptakan budaya
baru. Nilai-nilai budaya asing dan budaya asli dipadukan sehingga tercipta
budaya baru yang sesuai.
3). Modernisasi induksi
Modernisasi induksi yang berisikan usaha-usaha terorganisir yang
mengarah pada pembentukan infrastruktur dan perkembangan
(pembangunan) sosial-ekonomi. Secara sosial, dalam modernisasi terdapat
perubahan-perubahan pada pola-pola kelembagaan dan peranan status
dalam struktur sosial masyarakat. Unsur-unsur pokoknya mencakup
perubahan sosial yang terencana, sekularisme, perubahan sikap dan
tingkah laku, revolusi pengetahuan dan perubahan-pola-pola hubungan
sosial masyarakat. Secara ekonomi, ditandai dengan perubahan tingkat
konsumsi dan standar hidup yang semakin tinggi. Masyarakat mempunyai
pemkiran matang untuk meningkatkan produksi, meningkatkan skill atau
kemampuan yang dibutuhkan, mengenal sistem ekonomi dan strategi yang
teratur.
Modernisasi mencakup suatu transformasi total kehidupan bersama
yang bersifat tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta
organisasi sosial ke arah pola-pola ekonomis dan politis yang menjadi ciri
negara-negara barat yang stabil. Karakteristik umum modernisasi suatu
masyarakat yang menyangkut aspek-aspek kehidupan modern antara lain
mekanisasi, mass media yang teratur, urbanisasi, peningkatan pendapatan
perkapita dan sebagainya. Ciri-ciri negara Barat tersebut menunjukkan
adanya suatu modernisasi di masyarakat. Masyarakat yang modern antara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
lain ditunjukkan dengan penerapan metode baru, menerima gagasan baru
dan memiliki ketepatan waktu.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
suatu modernisasi pasti akan menimbulkan suatu perubahan dalam
berbagai bidang kehidupan masyarakat baik secara cepat maupun lambat.
Perubahan-perubahan ini akan diterima atau ditolak oleh suatu masyarakat
antara lain dapat dilihat dari prosesnya. Proses yang terarah dan terencana
biasanya akan lebih mudah dalam mencapai suatu perubahan dalam
masyarakat terutama perubahan yang bersifat positif.
Dari berbagai pendapat tokoh di atas, peneliti cenderung pada teori
Soerjono Soekanto karena pada dasarnya suatu modernisasi yang terjadi
dalam masyarakat tidak dapat langsung diterima oleh masyarakat atau
komunitas tertentu tetapi melalui suatu proses yang terencana agar
perubahan tersebut dapat terarah dan diterima oleh suatu masyarakat.
Perubahan dalam berbagai bidang kehidupan itu belum tentu memberi
dampak positif dan akan timbul suatu hambatan dalam dalam
penyebarannya jika masyarakat tidak mau menerima adanya modernisasi.
b. Konteks Sosial Modernisasi
Industrialisasi, urbanisasi dan sekularisme pada umumnya
dianggap sebagai proses yang menghasilkan kondisi yang mendukung
modernisasi dan teknologi maju dipandang sebagai suatu prasyarat pokok.
Konteks sosial modernisasi di dalam masyarakat sedang berkembang
berbeda sama sekali, padahal modernisasi di Barat merupakan
prosesbertahap evolusi dari pertanianh menjadi masyarakat yang
sepenuhnya industri dan perkotaan, pendatang akhir modernisasi dipaksa
melompat dari budaya bajak yang sederhana menjadi era jet modern dalam
satu decade.
Menurut M.Francis Abraham (1995:14-16), konteks sosial
modernisasi dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu nasionalisme,
ideology politik, perencanaan nasional dan transaksi antar budaya.
1). Nasionalisme
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Gerakan-gerakan nasionalisme menentang pemerintah kolonial
pada abad XX, terutama setelah perang Dunia II, menjadi fokus
revolusi budaya di negara-negara yang sedang bangkit. Pembentukan
negara merdeka mempercepat proses mobilitas politik dan
pembentukan infrastruktur, difusi, inovasi dan transformasi sosio
budaya melalui partisipasi massa secara lebih besar.
Nasionalisme juga dapat memberikan suatu dorongan
modernisasi dan dorongan bagi orientasi bersama. Nasionalisme
membentuk identitas yang kuat bagi rakyat, mendorong atau
memperkuat kebanggaan dan prestise nasional, memperbesar loyalitas
rakyat terhadap negara, memerlukan dan membenarkan pengorbanan
demi kepentingan nasional dan menglegitimasikan pembaharuan juga
perubahan revolusioner oleh para elit politik.
2). Ideologi Politik
Salah satu hasil gelombang besar nasionalisme adalah ideologi
politik baru. Dilema bangsa-bangsa yang sedang bangkit jelas
mengadopsi sistem perusahaan kapitalis Barat yang bebas atau pola
sosialis blok soviet. Beberapa negara yang sedang berkembang
menghadapi dilemma dengan cara meolaknya. Mereka merasa tidak
satupun dari sistem-sistem tersebut dalam bentuk yang sekarang adalah
cocok dengan masyarakat mereka. Mereka berusaha menggabungkan
cita-cita demokrasi dengan idealisme komunis.
3). Perencanaan Nasional
Konteks sosial dan politik yang terpenting dalam modernisasi di
dalam masyarakat yang sedang berkembang adalah sistem perencanaan
nasional yang menyiapkan cetak biru bagi modernisasi sosial dan
ekonomi bangsa. India membentuk Komisi Perencanaan Nasional
untuk mendorong Rencana Lima Tahunan dan negara-negara lain
membentuk organisasi pusat perencanaan. Dalam konvensi UUD di
negara-negara tersebut yang menyediakan konstitusi baru, badan-
badan perencanaan nasional merancang model-model sosio ekonomi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
untuk masyarakat tersebut. Pertama kali dalam sejarah kemanusiaan
rekayasa sosial atau perubahan sosial berencana menjadi suatu
kebijakan nasional yang diterima.
Elit-elit baru menyatukan sumber-sumber daya sosial,
ekonomi, politik, teknologi dan intelektual, menilai kebutuhan dan
masalah, meletakkan prioritas, menyiapkan rencana-rencana, tindakan-
tindakan yang matang dan mengalokasikan sejumlah besar uang untuk
proyek pembangunan yang biasanya dipinjam dari negara-negara
maju. Mereka menentukan tujuan-tujuan nasional yang ambisius,
peningkatan pendapatan perkapita, mempermudah pertumbuhan
ekonomi mandiri secara berkesinambungan dan memajukan
kemakmuran rakyat secara bersama-sama. Dalam banyak kasus
modernisasi sosial dan ekonomi menerima begitu banyak dorongan
dari perencanaan nasional yang tersusun baik.
4). Transaksi Antar Budaya
Transaksi antar budaya dalam konteks modern meliputi
sejumlah unsur. Pertama, terdapat kemajuan yang menakjubkan dalam
transformasi dan komunikasi yang telah melipatgandakan
kemungkinan kontak-kontak fisik dan hubungan-hubungan yang
seolah-olah dialami sendiri antara budaya-budaya yang berbeda.
Hubungan-hubungan dengan Barat yang kaya raya (melimpah)
meniupkan gelombang kegoncangan melalui sistem sosial dan sistem
budaya masyarakat sedang berkembang. Kedua, migrasi internasional
juga pertukaran pendidikan dan budaya kaum intelektual memulai
proses transformasi ideology dan sikap.
Unsur yang ketiga, kolaborasi internasional pada tingkat
kelembagaan yang melibatkan PBB dan badan-badan khususnya serta
berbagai badan pemerintah dan swasta telah memulai atau memperkuat
mekanisme kerjasama kelembagaan secara luas. Keempat, transaksi
antar budaya dalam arti yang lebih luas juga mencakup persaingan
antara sistem ekonomi internasional dan konflik antara sistem-sistem
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
ideologi dan politik seperti tampak dalam gerakan-gerakan protes,
pemberontakan melawan “imperialisme “, pergolakan revolusi dan
perang ideology yang pada giliran berikutnya bertakibat bagi
modernisasi melintasi batas-batas internasional.
c. Konteks Budaya modernisasi
Modernisasi sering ditandai dengan penerapan teknologi. Dalam
perkembangannya ketika melewati sebuah sistem, teknologi menempuh
tiga fase. Fase pertama adalah fase perkembangan. Dalam fase ini semua
kelompok masyarakat melakukan interpretasi dan perkenalan terhadap
artefak teknologi yang masuk, lalu masing-masing kelompok tadi
memberikan makna terhadap teknologi yang bersangkutan. Fase kedua,
adalah fase transisi. Dalam fase ini semua intrepetasi teknologi oleh
kelompok-kelompok masyarakat tadi mencoba di kompromikan, pada fase
inilah terjadi konflik atau negosiasi. Fase yang ketiga adalah fase stabilitas
yaitu semua kelompok sosial yang ada telah mendapat persetujuan tentang
artefak teknologi yang masuk. Pada fase ini keadaan telah menjadi stabil.
Kekuasaan teknologi memang sangat bergantung kepada konteks budaya
tertentu.
d. Karakteristik Modernisasi
Modernisasi suatu masyarakat merupakan suatu proses transisi,
suatu perubahan masyarakat dalam segala aspek-aspeknya, seperti aspek
ekonomi yaitu tumbuh kelompok-kelompok dengan posisi sosial dan
ekonomi yang sama dan mempunyai semacam kepentingan bersama.
Masyarakat modern mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1).Memiliki sikap hidup untuk menerima hal-hal baru dan terbuka untuk
perubahan.
2).Memiliki keberanian untuk menyatakan pendapat atau opini mengenai
lingkungannya sendiri atau kejadian yang terjadi jauh di luar
lingkungannya serta dapat bersikap demokratis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
3). Menghargai waktu dan lebih berorientasi pada masa depan daripada masa
lalu.
4). Memiliki perencanaan dan pengorganisasian.
5). Percaya diri
6). Perhitungan.
7). Menghargai harkat hidup manusia lain.
8). Percaya pada ilmu pengetahuan dan teknologi.
9). Menjunjung tinggi suatu sikap dimana imbalan yang diterima seseorang
haruslah sesuai dengan prestasinya dalam masyarakat.
(http//mrpams.blogspot.com/2007/10/dampak-sosial-ilmu-pengetahuan-dan.html)
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat modern lebih
mengutamakan kepentingan pribadi, berorientasi pada ilmu pengetahuan dan
teknologi,menerima hal-hal baru dan terbuka pada perubahan.
Ciri khas manusia modern menurut Inkeles adalah sebagai berikut:
1. Kesiapannya terhadap pengalaman baru dan keterbukaannya untuk menerima
inovasi dan perubahan.
2. Ia harus mampu membentuk atau menangani opini berkenaan dengan
sejumlah besar masalah dan isu yang timbul baik dari lingkungannya ataupun
di luar dirinya.
3. Ia menunjukkan sikap yang lebih sadar terhadap berbagai sikap dan opini
dilingkungannya daripada menutup diri terhadap kenyataan di luar dirinya.
4. Berorientasi pada masa sekarang dan mendatang dari pada ke masa lalu.
5. Ia percaya bahwa manusia dapat belajar untuk menguasai lingkungan untuk
memajukan tujuannya sendiri, bukan tunduk pada lingkungan.
6. Ia yakin bahwa dunia ini dapat dikalkulasikan, bahwa orang dan lembaga-
lembaga lain di sekitarnya dapat tergantung padanya untuk memenuhi dan
menemukan kewajiban dan tanggung jawabnya.
7. Ia sangat percaya terhadap keadilan distributive.
(http://mrpams.blogspot.com/2007/10/dampak-sosial-ilmu-pengetahuan-
dan.html)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Dari pendapat yang telah di kemukakan Inkeles di atas dapat
disimpulkan bahwa modernisasi memerlukan perubahan yang mendasar dalam
cara berfikir dan perasaan, yaitu perubahan dalam keseluruhan sikap terhadap
problem kehidupan, masyarakat dan alam semesta.
Masyarakat Desa Jatingarang Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo
mayoritas lebih mengutamakan kepentingan pribadi. Masyarakat mempunyai
hubungan yang terbuka tetapi tetap saling menghormati dan menghargai di antara
anggota masyarakat. Masyarakat juga tidak menutup diri terhadap ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Beberapa
hasil teknologi telah diterima oleh masyarakat seperti teknologi komunikasi dan
transportasi.
Masyarakat Desa Jatingarang juga sudah memiliki kesadaran tentang
aspek pendidikan yang tinggi. Masyarakat menganggap bahwa aspek pendidikan
merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan karena dengan pendidikan
seseorang dapat memperoleh bermacam-macam ilmu pengetahuan yang berguna
dan tingkat pendidikan yang tinggi dalam masyarakat dapat meningkatkan status
seseorang.
3. Hubungan Ziarah Makam Banyubiru dengan modernisasi
Berdasarkan teori-teori yang telah dijelaskan oleh para ahli yang telah
disebutkan dalam pembahasan sebelumnya mengenai perlengkapan, pelaksanaan
dan makna ziarah makam, hubungan ziarah makam dengan modernisasi dapat
dilihat dari usur-unsur yang terkandung di dalamnya. Unsur-unsur tersebut
meliputi unsur fisik, seremonial dan spiritual.
a. Unsur Fisik
Unsur Fisik ini terkait dengan srana yang dipakai dalam pelaksanaan
ziarah makam. Sarana yang dipakai dalam pelaksanaan ziarah makam antara
lain sebagai berikut: kembang (bunga), kemenyan, air dan lilin. Adapun
kembang (bunga) yang dipakai yaitu bunga kantil, melati, mawar, dan
kenanga. Sedangkan kemenyan ada yang berupa kemenyan biasa dan
kemenyan lidi (Sodo). Mengenai air, para peziarah memanfaatkan air dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
sendang (mata air) 9 yaitu: Sendang Margomulyo, Sendang Krapak, Sendang
Margojati, Sendang Banyubiru, Sendang Bendosari, Sendang gupak warak,
Sendang Danumulyo, Sendang Siluwih, dan Sendang Panjang Emas. Semua
sendang ini berada di satu kebayanan yaitu Kebayanan Sarehan.
Pelaksanaannya air dari sendang 9 itu dijadikan satu kemudian dimanfaatkan
untuk wudlu, menyucikan badan, ataupun diminum sebagai obat.
Seiring dengan perkembangan jaman yang modern, terjadi perubahan
dalam sarana yang digunakan. Perubahan itu disesuaikan dengan keadaan
sekarang. Jika dahulu setiap peziarah selalu membawa bunga 4 macam seperti
yang telah disebutkan di atas untuk nyeka r( menabur bunga), tetapi sekarang
sebagian peziarah tidak mewajibkan membawa bunga 4 jenis tersebut. Hal lain
yang berubah adalah peziarah sekarang tidak selalu membakar kemenyan.
Kemenyan lidi (sodo) dan lilin lebih banyak dilakukan oleh peziarah
keturunan Cina/Tionghoa. Kadang peziarah datang tidak nyekar (menabur
bunga), tidak membakar kemenyan tetapi langsung berdoa.
Dengan demikian dapat dikatakan modernisasi telah memberikan
pengaruh yang positif dalam pelaksanaan ziarah makam terkait sarana yang
digunakan oleh para peziarah makam. Peziarah sudah tidak perlu lagi
membawa peralatan-peralatan untuk ziarah seperti kembang, menyan, karena
yang terpenting dari ziarah adalah berdoa.
b. Unsur Seremonial
Unsur Seremonial ini berhubungan dengan pelaksanaan tradisi ziarah
makam. Dahulu ziarah makam Banyu Biru dilaksanakan setiap malam Ju’mat
kliwon. Hari itu merupakan hari yang paling dikeramatkan untuk berziarah.
Pada malam jum’at kliwon ini biasanya peziarah makam banyak yang datang
untuk nepi (mencari wangsit). Peziarah berasal bukan hanya dari lingkungan
desa jatingarang melainkan dari berbagai kota di luar desa Jatingarang.
Seiring dengan perkembangan jaman terjadi pergeseran nilai dalam
pelaksanaan ziarah ini. Kalau dahulu peziarah hanya berziarah pada malam
Ju’mat kliwon maka sekarang para peziarah datang untuk berziarah setiap hari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
meskipun paling banyak pada malam Ju’mat kliwon. Biasanya para peziarah
datang pada siang hari atau sore sehabis waktu maghrib. Ada beberapa
peziarah yang menginap di kompleks pemakaman ini sampai pagi (lek-
lekan). Ada juga yang ziarah terus pulang. Hal ini menunjukkan bahwa
modernisasi telah memberi pengaruh positif pada pola pikir masyarakat dan
sikap masyarakat, hal ini terlihat dengan adanya kecenderungan peziarah
untuk berziarah ke makam Banyu biru kapan saja tidak terbatas atau
terpancang pada waktu tertentu yang dikeramatkan seperti berziarah pada hari
Jumat.
c. Unsur Spiritual
Unsur spiritual ini menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan
sebagai Sang Pencipta. Dahulu para peziarah melakukan ritual ziarah makam
untuk mendapatkan berkah/ kenikmatan. Para peziarah dahulu memiliki
kepercayaan bahwa dengan berziarah ke makam Banyu Biru, apa-apa yang
mereka inginkan dapat terkabul. Tetapi pada masa sekarang sebagian peziarah
datang ke makam Banyu Biru tidak untuk mencari berkah lewat makam tetapi
sekadar mendoakan arwah yang sudah meninggal. Sebagian dari mereka sadar
bahwa Tuhanlah tempat meminta pertolongan dan manusia harus bekerja
untuk bisa mendapatkan apa-apa yang diinginkan.
Dengan demikian maka bisa dikatakan bahwa terjadi pengaruh
positif dalam perkembangan nilai spiritual dalam pelaksanaan ziarah makam
Banyu Biru. Peziarah sekarang lebih modern dalam mengekspresikan nilai
spiritualnya secara logis dan ilmiah. Nilai spiritual ini terdapat dalam tuntunan
ajaran agama masing-masing.
4. Pendekatan Etnografi
Etnografi berasal dari kata ethno yang berarti bangsa atau suku bangsa
dan grafhy yang berarti tulisan atau deskripsi mengenai kehidupan sosial
budaya suatu suku bangsa. Menurut Spradley yang dikutip Taufiq Rohman
Dhohiri, Tarsius warsono, Didi Wiraadmaja dan Yad mulyadi (2006:79),
mengatakan bahwa etnografi adalah kegiatan menguraikan dan menjelaskan
suatu kebudayaan. Selanjutnya Splinder dalam Taufiq Rohman Dhoghiri dkk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
(2006:79), mengatakan bahwa etnografi adalah kegiatan antropologi di
lapangan. Lebih lanjut ia mengatakan apabila seorang antropolog tidak
memiliki pengalaman lapangan, ibarat seorang ahli bedah tidak memiliki
pengalaman membedah.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
etnografi bukan sekedar mengumpulkan data tentang orang atau kebudayaan,
melainkan menggalinya lebih dalam lagi. Penelitian atau kajian etnografi
bersifat holistic atau menyeluruh. Artinya kajian etnografi tidak hanya
mengarahkan perhatiannya pada salah satu variable tertentu saja. Bentuk
holistic didasarkan pada pandangan bahwa kebudayaan merupakan
keseluruhan sistem yang terdiri dari satu kesatuan yang utuh.
Menurut Noor Sulistyo Budi, Ambar Adianto, Mudjijono, Sumarno
dan Maharkesti (1996:5), etnografi secara konsepsual dianggap sebagai model
penelitian yang banyak terkait dengan ilmu antropologi dan secara khusus
mempelajari fenomena kultural yang menyajikan pandangan hidup subjek
yang dijadikan objek penelitian. Peneliti dalam melakukan penelitian ini harus
memahami kehiodupan masyarakat yang diteliti, sehingga dapat memperoleh
informasi dan mampu memahami maknanya secara lebih mendalam. Peneliti
juga harus mengetahui cara melakukan penelitian yang baik sehingga hasil
yang diperoleh sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Dalam penelitian etnografi, analisa peneliti berperan dalam
mendeskripsikan bentuk sosial dan budaya masyarakat. Peneliti mencari
keterangan mengenai bentuk sosial, dan budaya masyarakat yang ada dalam
masyarakat. Peneliti berupaya untuk memahami makna perbuatan dan
kejadian yang dialami oleh masyarakat yang bersangkutan mengenai bentuk
sosial dan budaya masyarakat yang ada dalam pikiran masyarakat tersebut.
B. Kerangka Berpikir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Kebudayaan adalah kumpulan dari pedoman, pegangan dan acuan yang
digunakan oleh manusia untuk beradaptasi dengan lingkungannya agar mereka
dapat melangsungkan hidupnya. Dalam suatu kebudayaan terdapat tradisi yang
masih dilestarikan oleh masyarakat. Salah satu tradisi yang masih dilakukan oleh
masyarakat desa Jatingarang, Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo adalah
Tradisi Ziarah Makam Banyubiru. Secara teoritis ziarah makam mengandung
unsur fisik, seremonial dan spiritual. Masyarakat melakukan ziarah makam
Banyubiru karena mereka percaya dengan berziarah ke makam Banyubiru segala
permohonan mereka akan terwujud.
Perkembangan zaman yang pesat dalam berbagai bidang telah
berpengaruh pada kebudayaan masyarakat secara langsung maupun tidak
langsung. Masyarakat tetap melaksanakan tradisi ziarah makam Banyubiru
walaupun telah terjadi berbagai macam perubahan. Masyarakat tetap
mempertahankan tradisi lama di era modernisasi ini. Kepercayaan masyarakat
tentang makam Banyubiru yang dipercaya dapat mendatangkan berkah dan
mengabulkan permohonan peziarah masih kuat sampai saat ini. Secara skematis
kerangka pemikiran tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Kerangka Berpikir
Unsur Spiritual
Makna ziarah makam
Unsur Seremonial Unsur Fisik
Tradisional Modernisasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Jatingarang, Kecamatan Weru, Kabupaten
Sukoharjo. Peneliti mengambil lokasi tersebut dengan pertimbangan bahwa lokasi
tersebut dekat dengan tempat tinggal peneliti. Kepercayaan masyarakat terhadap
suatu tradisi juga masih kuat termasuk dalam tradisi ziarah makam. Desa
Jatingarang , kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo merupakan desa yang lebih
banyak memperoleh pengaruh modernisasi dibandingkan dengan desa lainnya di
wilayah Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo. Modernisasi dapat dilihat dalam
kehidupan masyarakat seperti dalam hal teknologi. Dengan demikian, peneliti
dapat memperoleh data dan gambaran yang jelas sesuai dengan tujuan dan pokok
permasalahan yang akan diteliti, yaitu Tradisi Ziarah Makam Banyubiru Dalam
Era Modernisasi di Desa Jatingarang, Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo.
2. Waktu Penelitian
Waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah delapan bulan yaitu
mulai dari pengajuan judul sampai penulisan laporan. Penelitian ini dimulai sejak
bulan Januari 2011 sampai bulan Januari 2012. Waktu yang diperlukan dapat
berubah sesuai dengan kebutuhan.
Tabel 1. Jadwal Penelitian
Tahun 2011 / 2012 Kegiatan
Jan Fe Mr Ap Me Jn Jul Ag Se Ok No De Jan
Persetujuan Judul
Penyusunan Proposal
Perizinan
Pengumpulan Data
Analisis Data
Penyusunan Laporan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
Metode penelitian merupakan salah satu unsur yang penting dalam
melakukan penelitian. Menurut Sugiyono (2006:2), metode penelitian merupakan
cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegiatan tertentu. Cara
ilmiah adalah kegiatan peneltian yang rasional yaitu dilakukan dengan cara yang
masuk akal.sehingga terjangkau oleh penalaran manusia, empiris yaitu dengan
cara yang dapat diamati oleh indra manusia, sehingga orang lain dapat mengamati
dan mengetahui cara- cara yang digunakan, sistematis, yaitu menggunakan
langkah- langkah tertentu yang bersifat logis. Selanjutnya menurut H.B.Sutopo
(2002:5), metodologi penelitian merupakan bentuk dan strategi penelitian yang
digunakan untuk memahami berbagai aspek penelitian atau pendekatan yang
digunakan dalam melaksanakan aktivitas penelitian. Berdasarkan pendapat
tersebut, metodologi penelitian merupakan bentuk dan strategi yang digunakan
peneliti dalam memperoleh dan mengkaji data suatu kegiatan.
1. Bentuk Penelitian
Menurut Moh. Nazir (1988:54-55), metode penelitian dapat dibedakan
menjadi lima yaitu metode sejarah, metode deskriptif, metode eksperimen, metode
grounded research dan metode penelitian tindakan. Metode sejarah mempunyai
perspektif histories untuk menjelaskan keadaan di masa lampau, sehingga dapat
memahami kenyataan sejarah dengan menggunakan catatan- catatan observasi
atau pengamatan orang lain yang tidak dapat diulang kembali. Metode deskriptif
adalah suatu metode yang digunakan untuk meneliti suatu objek sehingga dapat
membuat gambaran secara sistematis mengenai fakta-fakta yang diselidiki.
Metode eksperimen merupakan metode yang digunakan dalam penelitian ilmu-
ilmu eksakta untuk menyelidiki ada tidaknya hubungan sebab akibat dan besar
hubungan tersebut dengan memberikan perlakuan tertentu pada objek eksperimen
serta menyediakan control untuk perbandingannya. Metode grounded research
adalah suatu metode penelitian yang dilakukan berdasarkan fakta dan
menggunakan analisis perbandingan untuk mengadakan generalisasi, menetapkan
konsep, mengembangkan dan membuktikan teori. Metode penelitian tindakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
adalah suatu metode penelitian yang dikembangkan bersama peneliti dan
pengambil keputusan tentang variable-variabel yang dapat dimanipulasi dan
digunakan untuk menentukan kebijakan. Berdasarkan hal tersebut, metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif.
Menurut Whitney yang dikutip Moh.Nazir (1988:63), metode deskriptif
merupakan pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif
mempelajari masalah-masalah, situasi-situasi tertentu dalam suatu masyarakat
untuk membuat gambaran mengenai kejadian atau keadaan tertentu. Lexy
J.Moleong (2002:6), menyatakan bahwa “Metode deskriptif merupakan metode
pengumpulan data yang berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka”.
Laporan penelitian dengan metode deskriptif akan memberikan gambaran objek
penelitian berdasarkan data yang diperoleh. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa metode penelitian deskriptif adalah suatu prosedur pengumpula data untuk
menggambarkan atau melukiskan objek penelitian (seseorang, lembaga,
masyarakat dan lain-lain) berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana
adanya. Dengan metode deskriptif, masalah, situasi, kejadian atau fenomena
tertentu dalm suatu masyarakat dapat digambarkan secara jelas.
Dalam penelitian ilmiah, metode penelitian dapat dibedakan menjadi dua
yaitu penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor
yang dikutip Lexy J.Moleong (2002:3), metode kualitatif merupakan prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan
dari perilaku orang-orang yang diamati.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terutama berupa kata-kata, kalimat atau gambar yang memiliki arti lebih daripada sekedar angka atau frekuensi. Peneliti menekankan catatan yang menggambarkan situasi sebenarnya guna mendukung penyajian data. Jadi dalam mencari pemahaman, penelitian kualitatif cenderung tidak memotong halaman ceritera dan data lainnya dengan simbol-simbol angka. Peneliti berusaha menganalisis data dengan semua kekayaan wataknya yang penuh nuansa, sedekat mungkin dengan bentuk aslinya seperti pada waktu dicatat. (H.B.Sutopo, 2002:35). Menurut Anselm Strauss dan Jubet Corbin (1997:11), penelitian
kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan- penemuan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
cara wawancara dan observasi tanpa prosedur statistik. Berdasarkan beberapa
pendapat diatas, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif deskriptif. Jenis penelitian ini akan mampu mendeskripsikan
secara rinci dan mendalam mengenai kejadian atau potret kondisi tentang apa
yang sebenarnya terjadi, apa adanya di lapangan studinya, dan dalam
menggambarkan suatu fenomena. Dalam penelitian ini, peneliti memberikan
makna terhadap fenomena yang diamati.
2. Strategi Penelitian
Strategi penelitian diharapkan dapat membantu menjawab pertanyaan
atau permasalahan yang sedang diselidiki. Berdasarkan H.B.Sutopo (2002:112),
strategi penelitian itu digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data
sehingga dapat menjelaskan bagaimana tujuan penelitian akan dicapai dan
bagaimana masalah akan dikaji dan dipecahkan untuk dipahami.
Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus
terpancang tunggal. Menurut H.B.Sutopo (2002:112), penelitian studi kasus
tunggal terarah pada satu karakteristik karena hanya dilakukan pada satu sasaran
(satu lokasi atau satu subjek). Permasalahan atau fokus penelitian sudah
ditentukan sebelum peneliti menggali permasalahan di lapangan. Dalam penelitian
ini, permasalahan terfokus pada eksistensi Tradisi Ziarah Makam Banyubiru
Dalam perspektif Era Modernisasi dan aspek tunggal dalam penelitian ini adalah
masyarakat Desa Jatingarang Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo.
C. Sumber Data
Lofland dan Lofland yang dikutip Lexy J. Moloeng (2002:112), sumber
data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya
berupa data tambahan seperti dokumen. H.B.Sutopo (2002:50-54), sumber data
dalam penelitian kualitatif secara menyeluruh berupa narasumber atau informan,
peristiwa atau aktivitas, tempat, benda, beragam gambar dan rekaman, dokumen,
dan arsip. Dari berbagai sumber data tersebut beragam informasi dapat digali
untuk menjawab dan memahami masalah yang telah dirumuskan. Adapun sumber
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah informan atau narasumber,
tempat dan kejadian serta arsip dan dokumen.
1. Informan
Lexy J. Moleong (2002:90), menyatakan bahwa “Informan adalah orang
yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar
penelitian”. Seorang informan dapat memberikan pandangan tentang objek
penelitian. Menurut H.B.Sutopo (2002:50), informan adalah individu yang
mempunyai beragam posisi dan memiliki akses informasi yang sesuai dengan
kebutuhan peneliti. Posisi yang beragam tersebut menyebabkan perbedaan
kelengkapan informasi yang dimiliki dan diperoleh. Dengan sumber informan ini,
peneliti akan memperoleh informasi yang berupa pernyataan, kata-kata, pendapat
atau pandangan mengenai objek penelitian. Informan dalam penelitian ini terdiri
dari aparat desa, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh agama, dan peziarah
Desa Jatingarang Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo yang merefleksi Tradisi
Ziarah Makam Banyubiru Dalam Era Modernisasi.
2. Tempat dan Peristiwa
Tempat dan peristiwa dapat dimanfaatkan oleh peneliti sebagai salah
satu sumber data. Peristiwa atau aktivitas dapat digali secara cermat dari kondisi
suatu lokasi untuk mengkaji dan memperoleh informasi yang berkaitan dengan
permasalahan penelitian baik berupa peristiwa atau perilaku yang terjadi dan
berkaitan dengan sikap dan pandangan seseorang. Tempat dan peristiwa ini terdiri
dari lingkungan tempat tinggal penduduk dan peristiwa-peristiwa atau kejadian-
kejadian yang menunjukkan adanya suatu kondisi ataui situasi objek penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil tempat atau lokasi penelitian di Desa
Jatingarang Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo dan peristiwa yang diteliti
adalah Tradisi Ziarah Makam Banyubiru Dalam Era Modernisasi.
3. Dokumen dan Arsip
Sumber dokumen dan arsip juga dapat membantu peneliti dalam
memperoleh informasi. Menurut H.B.Sutopo (2002:54), dokumen dan arsip
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
merupakan bahan tertulis yang berhubungan dengan satu peristiwa atau aktivitas
tertentu dan dapat berupa gambar atau benda peninggalan yang berhubungan
dengan suatu aktifitas atau peristiwa. Menurut Lexy J. Moloeng (2002:113),
sumber tertulisdapat dibagi menjadi sumber buku atau majalah ilmiah, sumber
dari arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi. Dengan sumber-sumber tersebut,
peneliti dapat memperoleh berbagai informasi. Melalui sumber dokumen dan
arsip, peneliti mencatat, menggali dan menangkap makna yang tersirat dari
dokumen tersebut. Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa buku
atau literature dan majalah ilmiah atau jurnal sedangkan arsip yang digunakan
berupa monografi desa tempat penelitian. Foto kegiatan yang berhubungan
dengan penelitian dan sumber internet juga digunakan sebagai sumber data untuk
melengkapi data yang sudah ada.
D. Teknik Sampling (Cuplikan)
Menurut H.B.Sutopo (2002:55), teknik cuplikan merupakan suatu
bentuk khusus atau proses bagi pemusatan atau pemilihan dalam penelitian yang
mengarah pada seleksi. Teknik cuplikan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik purposive sampling dan snowball sampling. Dalam purposive
sampling , peneliti memilih informan yang dianggap mengetahui imformasi dan
masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data
yang mantap. Menurut Patton yang dikutip H.B.Sutopo (2002:56), didalam
pelaksanaan pengumpulan data, pilihan informan dapat berkembang sesuai
dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data. Dengan kata
lain, metode pengambilan sample yang digunakan adalah teknik informasi kunci
(key informan) yaitu peneliti mengambil orang-orang kunci untuk dijadikan
sebagai sumber data.
Teknik purposive sampling dalam penelitian ini adalah peneliti tidak
menjadikan semua orang sebagai informan, tetapi peneliti memilih informan yang
dipandang tahu dan cukup memahami tentang tradisi ziarah makam banyubiru
dalam era modernisasi serta orang-orang yang yang dapat diajak bekerjasama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
seperti orang bersikap terbuka dalam menjawab semua pertanyaan yang diajukan
peneliti.
Snowball sampling dilakukan dengan cara peneliti secara langsung
datang memasuki lokasi dan bertanya mengenai informasi yang diperlukan kepada
siapapun yang dijumpai pertama. Dari petunjuk informasi pertama tersebut
peneliti bisa menemukan informan kedua yang mungkin lebih banyak tahu
mengenai informasinya. Selanjutnya dari informasi kedua ini, peneliti
menanyakan bilamana informan mengetahui orang lain yang lebih memahami
informasinya, sehingga peneliti bisa menemui informan berikutnya dan bertanya
lebih jauh dan mendalam. Demikian seterusnya, peneliti berjalan tanpa rencana,
semakin lama semakin mendekati informan yang paling mengetahui informasinya
sehingga akan mampu menggali data secara lengkap dan mendalam. (H.B.Sutopo,
2002:57). Dengan demikian dalam penelitian ini, peneliti memilih orang-orang
yang mengetahui dan memahami permasalahan sehingga dapat dijadikan
informan kunci seperti aparat desa dan tokoh masyarakat, juru kunci dan peziarah.
Peneliti juga menjadikan penduduk sebagai informan dan dari penduduk peneliti
mengetahui pihak-pihak yang lebih mengetahui permasalahan tradisi ziarah
makam banyubiru.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan strategi yang digunakan untuk
mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Dilihat dari segi
cara, terdapat lima macam teknik pengumpulan data yaitu observasi, wawancara,
kuesioner, dokumen dan gabungan keempatnya. (Sugiyono, 2006:253). Dalam
penelitian ini, pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara dan
mencatat dokumen.
1. Observasi
Observasi dilakukan untuk menggali data atau informasi dari sumber
data yang berupa tempat atau lokasi, peristiwa, benda dan rekaman gambar baik
langsung maupun tidak langsung. Menurut Spradley yang dikutip H.B.Sutopo
(2002), observasi dapat dibagi menjadi observasi tak berperan dan observasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
berparan yang terdiri dari berperan pasif, berperan aktif dan berperan penuh.(h.
65).
a. Observasi tak berperan
Kehadiran peneliti dalam observasi ini tidak diketahui oleh subjek yang
diteliti. Observasi ini dapat dilakukan dengan jarak jauh untuk mengamati
perilaku seseorang atau sekelompok orang di suatu lokasi tertentu dengan
memilih tempat khusus yang berada dilokasi tetapi di luar perhatian kelompok
yang diamati.
b. Observasi berperan
Observasi ini dilakukan dengan cara peneliti mendatangi suatu lokasi
atau peristiwa sehingga kehadirannya diketahui oleh pihak yang diamati.
Dalam observasi ini peneliti berada di kompleks makam Banyubiru mengamati
keadaan makam beserta para pengunjung dalam hal ini para peziarah dan
kegiatan-kegiatan apa saja yang dilakukan oleh mereka.
1) Observasi berperan pasif
Menurut Spradley yang dikutip H.B.Sutopo (2002:185), observasi
berperan pasif pada penelitian kualitatif disebut juga sebagai observasi
langsung. Observasi dapat dilakukan secara langsung dengan mengadakan
pencatatan secara sistematis tentang keadaan yang sebenarnya dari objek
yang diteliti.
2) Observasi berperan aktif
Peneliti memainkan berbagai peran yang memungkinkan berada
dalam situasi yang berkaitan dengan penelitiannya. Peneliti tidak hanya
berperan dalam dialog yang mengarah pada pendalaman dan kelengkapan
data tetapi juga dapat mengarahkan peristiwa yang sedang dipelajari demi
kemantapan data.
3) Observasi berperan penuh
Peneliti memiliki peran dalam lokasi studinya sehingga benar-
benar terlibat dalam suatu kegiatan yang ditelitinya dan peran peneliti
tidak bersifat sementara sehingga peneliti tidak hanya mengamati tetapi
bisa berbuat sesuatu , berbicara dan sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik observasi langsung.
Peneliti datang ke lokasi penelitian yaitu di Desa Jatingarang Kecamatan Weru
Kabupaten Sukoharjo untuk melihat dan mengamati situasi dan kondisi yang ada
untuk mendapatkan kebenaran dan melihat kenyataan yang terjadi. Peneliti
mengamati kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan tradisi ziarah makam
Banyubiru.
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan
oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang
diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. (Lexy J. Moloeng,
2002:135). Menurut H.B. Sutopo (2002:58-59), secara umum teknik wawancara
dibedakan menjadi teknik wawancara terstruktur dan wawancara yang tidak
terstruktur yang disebut wawancara mendalam. Wawancara terstruktur merupakan
jenis wawancara yang terfokus dan pertanyaannya telah disiapkan oleh peneliti
secara pasti. Menurut Patton yang dikutip H.B.Sutopo(2002:184), wawancara
mendalam adalah wawancara yang bersifat lentur dan terbuka, tidak berstruktur
ketat, tidak dalam suasana formal dan dapat dilakukan berulang kali.
Wawancara dalam penelitian kualitatif pada umumnya dilakukan dengan
mengajukan pertanyaan yang open-ended dan mengarah kedalaman informasi,
dilakukan dengan cara yang tidak secara formal, terstruktur, untuk menggali
pandangan subjek yang diteliti tentang banyak hal yang sangat bermanfaat untuk
menjadi dasar bagi penggalian informasinya secara lebih jauh dan
mendalam.(H.B.Sutopo, 2002:59).
Teknik wawancara mempunyai beberapa keunggulan dan kekurangan
yang perlu diperhatikan. Menurut Gorden yang dikutip James A.Black dan Dean
J.Champion (1992:319) dan diterjemahkan oleh Koeswara dkk, wawancara
mempunyai lima kelebihan utama, yaitu:
a. Peneliti dapat menggunakan wawancara untuk lebih cepat memperoleh
informasi yang dibutuhkan.
b. Peneliti lebih yakin bahwa responden menafsirkan pertanyaan dengan benar
c. Pertanyaan dapat diajukan dengan proses yang lebih luwes.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
d. Banyak pengendalian dalam konteks pertanyaan yang diajukan dan jawaban
yang diberikan.
e. Informasi yang diperoleh dapat lebih siap diperiksa kesahihannya.
Menurut Kartini Kartono (1976:239-240), wawancara mempunyai
beberapa kelemahan yaitu:
a. Proses wawancara sangat mudah dipengaruhi oleh situasi dan kondisi sekitar
serta suksesnya suatu wawancara sangat tergantung pada suasana hati
interviewee, pada kesediaan dan kemampuannya sehingga informasi yang
diberikan mungkin kurang tepat.
b. Kurang efisien dalam hal waktu, tenaga dan biaya.
c. Penguasaan bahasa harus baik khususnya penguasaan bahasa yang digunakan
oleh subjek wawancara.
d. Ada kemungkinan interviewee sengaja memutar balikkan fakta, bersikap tidak
jujur dan memberi informasi yang salah.
e. Interviewee sering juga memberikan respon yang salah sebagai hasil dari daya
persepsi dan ingatan yang tidak akurat sehingga data informasinya kurang
reliable.
f. Interviewee akan memberikan jawaban yang hidup mengenai situasi yang
sering berulang atau yang baru terjadi sedang situasi yang jarang terjadi dan
sudah lama terjadinya sering terlewatkan atau terlupakan sehingga
informasinya sangat sempit. Pengalaman yang menimbulkan trauma juga
sengaja dihindari sehingga respon yang diberikan tidak lengkap.
Dengan memperhatikan beberapa kelebihan dan kekurangan teknik
wawancara, maka wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara mendalam karena dalam wawancara ini pertanyaan yang diajukan
dapat semakin rinci dan mendalam serta dapat mengorek kejujuran informan
untuk mendapatkan informasi yang sebenarnya. Yang menjadi narasumber dalam
penelitian ini adalah tokoh-tokoh masyarakat baik formal maupun informal, dan
penduduk yang mengerti tentang masalah yang diteliti. Contohnya wawancara
kepada juru kunci makam Banyubiru dan penduduk yang mengetahui segala
sesuatu tentang makam Banyubiru. Wawancara ini meliputi wawancara mengenai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
sejarah keberadaan makam Banyubiru, kegiatan- kegiatan yang berhubungan
dengan tradisi ziarah makam Banyubiru dan hal-hal lain yang mendukung
penelitian ini, contohnya tujuan peziarah datang ke makam Banyubiru; keyakinan
peziarah terhadap makam Banyubiru dan seterusnya.
3. Analisis Dokumen
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dapat
berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang.
(Sugiyono, 2006:270). Dokumen dapat dimanfaatkan untuk menguji,
menafsirkan, bahkan untuk meramalkan. Menurut Yin yang dikutip H.B Sutopo
(2002:69-70), mencatat dokumen disebut sebagai content analysis dan
dimaksudkan bahwa peneliti bukan sekedar mencatat isi penting yang tersurat
dalam dokumen atau arsip tetapi juga tentang maknanya yang tersirat. Data-data
yang dicatat adalah data-data yang mendukung informasi yang didapatkan. Teknik
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis dokumen dengan cara
mencatat dan menyimpulkan makna atau isi setiap dokumen dan arsip. Teknik ini
dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersumber dari dokumen dan arsip-
arsip yang relevan seperti foto-foto mengenai tradisi ziarah makam banyubiru dan
monografi desa.
F. Validitas Data
Data yang telah dikumpulkan dan dicatat dalam kegiatan penelitian ini
harus diusahakan kemantapan dan kebenarannya untuk menjamin dan
mengembangkan kesahihan data. Dalam penelitian kualitatif terdapat beberapa
cara untuk pengembangan validitas data penelitian antara lain teknik trianggulasi
dan review informan.
1. Trianggulasi
Menurut Lexy J.Moleong (2002:178), trianggulasi merupakan teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu
untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Menurut
Patton yang dikutip H.B Sutopo (2002:78), menyatakan bahwa ada 4 macam
teknik trianggulasi yaitu (1) trianggulasi data (data triangulation), (2) trianggulasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
peneliti (investigator triangulation), (3) trianggulasi metodologi (methodological
triangulation) dan (4) trianggulasi teoretis (theoretical triangulation).
Trianggulasi data juga disebut trianggulasi sumber. Trianggulasi data ini
digunakan untuk memperoleh data yang sejenis dari sumber data yang berbeda-
beda. Trianggulasi metode dilakukan dengan menggunakan metode atau teknik
pengumpulan data yang berbeda untuk mendapatkan data yang sama atau sejenis
yaitu data tentang eksistensi tradisi ziarah makam banyubiru dalam perspektif era
modernisasi.
Trianggulasi peneliti merupakan hasil penelitian data atau simpulan
mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya dapat diuji validitasnya dari
beberapa peneliti. Trianggulasi teori yaitu dalam membahas permasalahan yang
dikaji peneliti menguraikan perspektif dari beberapa teori.
Validitas data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi trianggulasi
data, trianggulasi metode dan trianggulasi teori. Dengan trianggulasi data peneliti
memperoleh data tentang eksistensi tradisi ziarah makam banyubiru dalam
perspektif era modernisasi dari nara sumber yang berbeda-beda posisinya. Teknik
wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik wawancara
mendalam sehingga informasi dari nara sumber yang satu dapat dibandingkan
dengan informasi dari nara sumber yang lain. Trianggulasi ini juga diterapkan
dengan cara menggali informasi dari hasil pengamatan dan dari sumber yang
berupa catatan atau arsip dan dokumen yang memuat catatan yang berkaitan
dengan data yang dimaksudkan peneliti.
Trianggulasi metode dilakukan dengan menggunakan metode atau teknik
pengumpulan data yang berbeda untuk mendapatkan data yang sama atau sejenis
yaitu dengan teknik pengamatan langsung (observasi), teknik wawancara
mendalam (in-dept interview) dan teknik analisis dokumen.
Trianggulasi teori (theoretical triangulation) juga digunakan dalam
penelitian ini. Trianggulasi teori dilakukan dengan menggunakan dan
menguraikan perspektif dari beberapa teori yaitu teori kebudayaan, tradisi ziarah
makam dan modernisasi dalam membahas permasalahan yang dikaji oleh peneliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
2. Review Informan
Review informan juga merupakan usaha pengembangan validitas
penelitian. Data yang telah diperoleh dan ditulis dikomunikasikan dengan
informan khususnya yang dipandang sebagai informan pokok (key informan). Hal
ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah laporan yang ditulis tersebut
merupakan pernyataan atau deskripsi sajian yang bisa disetujui mereka. Dengan
demikian juga dapat diketahui jika ada data yang salah atau tidak lengkap
sehingga peneliti dapat memperbaiki dan melengkapi data-data tersebut.
G. Analisis Data
Menurut pendapat Miles dan Huberman yang dikutip H.B Sutopo
(2002:94), terdapat dua model pokok dalam melaksanakan analisis di dalam
penelitian kualitatif yaitu model analisis jalinan atau mengalir (follow model of
analysis) dan model analisis interaktif, Selanjutnya menurut Miles dan Hubermen
yang dikutip Sugiyono (2006:276), mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis
data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus
sampai tuntas sehingga datanya dianggap sudah cukup.
Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
analisis interaktif yang terdiri dari pengumpulan data, reduksi data, sajian data dan
pengambilan kesimpulan atau verifikasi data. Ketiga komponen analisis ini
dilakukan secara interaktif, baik antar komponennya maupun proses pengumpulan
data sehingga proses analisis ini merupakan rangkaian interaktif yang bersifat
siklus. Adapun tahapannya adalah sebagai berikut:
1) Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data dari berbagai
sumber antara lain dari informan, dokumen tertulis, peristiwa dan buku-buku
yang relevan. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah
teknik observasi langsung, wawancara mendalam dan analisis dokumen.
2) Reduksi Data
Tahap ini merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan
dan abstraksi data kasar yang terdapat pada field note. Dengan reduksi data,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
data kualitatif dapat disederhanakan dan ditransformasikan dalam berbagai
cara seperti melalui ringkasan atau uraian singkat, menggolongkan ke dalam
suatu uraian yang lebih luas dan sebagainya. Reduksi data ini dilakukan
sepanjang pelaksanaan penelitian baik sebelum atau sesudah pengumpulan
data dan berlangsung sejak peneliti mengambil keputusan tentang kerangka
kerja konseptual, pemlihan kasus, menyusun pertanyaan penelitian sampai
pada proses verifikasi data.
Peneliti juga menentukan beberapa informan untuk mengidentifikasi
hal-hal yang berkaitan dengan tradisi ziarah makam banyu biru yaitu tujuan
tradisi ziarah makam banyu biru dalam era modernisasi, makna tradisi ziarah
makam banyu biru dalam era modernisasi, pelaksanaan tradisi ziarah makam
banyu biru dalam era modernisasi, alat/perangkat upacara tradisi ziarah
makam banyu biru dalam era modernisasi dan larangan dalam pelaksanaan
tradisi ziarah makam banyu biru dalam era modernisasi serta persepsi
masyarakat terhadap tradisi ziarah makam banyu biru dalam era modernisasi.
3) Sajian data
Hal ini dilakukan dengan cara merangkai data atau informasi yang
telah direduksi dalam bentuk narasi kalimat, gambar/skema atau table yang
memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan dan disusun secara
logis dan sistematis sehingga dapat dipahami mengenai beberapa hal yang
terjadi dalam penelitian yang memungkinkan peneliti melakukan suatu
analisis atau tindakan lain berdasarkan pemahaman tersebut.
Peneliti melakukan pencatatan dan membuat pertanyaan untuk
membuat kesimpulan pada awal pengumpulan data hingga penyajian data.
Penyajian data ini dilakukan untuk mengidentifikasi tradisi ziarah makam
banyu biru baik mengenai tujuan pelaksanaan tradisi ziarah makam banyu biru
dalam era modernisasi, makna tradisi ziarah makam banyu biru dalam era
modernisasi, alat/perangkat yang digunakan dalam tradisi ziarah makam
banyu biru dalam era modernisasi, dan larangan dalam pelaksanaan tradisi
ziarah makam banyu biru dalam era modernisasi serta persepsi masyarakat
terhadap tradisi ziarah makam banyu biru dalam era modernisasi. Penyajian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
data ini diperoleh melalui observasi langsung, wawancara mendalam dan
mencatat dokumen.
4) Verifikasi Data
Kesimpulan akhir ini dilakukan sampai proses pengumpulan data
berakhir. Kesimpulan ini harus diverifkasikan sehingga data cukup mantap
dan dapat dipertanggungjawabkan. Apabila simpulan dirasa kurang mantap
maka akan dilakukan kembali kegiatan pengumpulan data yang sudah terfokus
untuk mencari pendukung simpulan yang ada dan juga bagi pendalaman data.
Untuk lebih jelasnya, proses analisis interaktif dapat digambarkan dengan
skema sebagai berikut:
Pengumpulan Data
Reduksi data Sajian Data
Verifikasi Data
Diagram 2. Skema Model analisis interaktif.
Sumber : Sutopo (2002:96)
Keterangan:
Reduksi dan sajian data disusun pada waktu peneliti sudah
mendapatkan unit data dari sejumlah unit yang diperlukan. Pada waktu
pengumpulan data tentang eksistensi tradisi ziarah makam banyu biru dalam
perspektif era modernisasi sudah berakhir, peneliti mulai melakukan usaha
untuk menarik kesimpulan dan verifikasi data tersebut berdasarkan semua hal
yang terdapat dalam reduksi data maupun sajian data. Apabila simpulan dirasa
masih kurang mantap karena rumusan dalam reduksi maupun sajian datanya
masih kurang, peneliti wajib kembali melakukan kegiatan pengumpulan data
yang terfokus pada eksistensi tradisi ziarah makam banyu biru dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
perspektif era modernisasi untuk mencari pendukung simpulan yang ada dan
juga untuk pendalaman data.
H. Prosedur Penelitian
Kegiatan penelitian ini seluruhnya direncanakan sebagai berikut:
1. Persiapan
a. Mengajukan judul penelitian kepada pembimbing.
b. Mengumpulkan bahan atau sumber materi penelitian .
c. Menyusun proposal penelitian.
d. Menyiapkan instrument penelitian atau alat obvservasi.
2. Pengumpulan Data (Observasi)
a. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi langsung,
wawancara mendalam dan analisis doumen.
b. Membuat field note.
c. Memilih dan mengatur data sesuai kebutuhan.
3. Analisis Data
a. Menentukan teknik analisis data yang tepat sesuai dengan proposal
penelitian.
b. Mengembangkan sajian data dengan analisis lanjut kemudian di
recheckkan dengan temuan di lapangan.
c. Melakukan verifikasi, pengayaan dan pendalaman data.
d. Membuat simpulan akhir, sebagai temuan penelitian.
4. Penyusunan Laporan penelitian
a. Penyusunan laporan awal.
b. Review laporan yaitu mendiskusikan laporan yang telah disusun
dengan orang yang memahami penelitian tersebut.
c. Melakukan perbaikan laporan dan disusun sebagai laporan akhir.
d. Perbanyakan laporan sesuai dengan kebutuhan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Berikut ini bagan laporan penelitian yang dilakukan .
1. Persiapan Perumusan Masalah Kerangka Berpikir
2.PengumpulanData Pemilihan Kasus Proposal Penelitian
Rancangan Pengumpulan Data
3&4. Analisis Data Studi Kasus
Dan Penyusunan Laporan
Analisis Kasus
Verifikasi
Pengayaan Simpulan Akhir
Penyusunan Laporan Penelitian
Diagram 3. Bagan Prosedur Penelitian
Sumber: Modifikasi Sutopo (2002: 190)
Keterangan:
Kegiatan peneliti ini dilakukan melalui prosedur persiapan, pengumpulan data,
analisis data dan penyusunan laporan. Persiapan meliputi kegiatan merumuskan
masalah untuk menetapkan kerangka pemikiran dalam suatu rancangan
pengumpulan data atau proposal penelitian. Proposal penelitian dibuat sesuai
dengan kasus yang dipilih sehingga dalam pengumpulan datanya akan sesuai pula
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
dengan kasus yang diteliti. Data-data yang telah diperoleh dianalis dan apabila
data masih kurang dapat dilakukan studi kasus kembali untuk memperoleh data
yang lebih mantap. Apabila pengumpulan data sudah berakhir kemudian
dilakukan verifikasi dan pengayaan untuk mendapatkan simpulan akhir. Tahap
terakhir adalah penyusunan laporan penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
Desa Jatingarang merupakan salah satu desa yang berada dalam wilayah
Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo. Secara orbitasi, Desa Jatingarang
berjarak 4 km dari pusat pemerintahan kecamatan, berjarak 20 km dari ibukota
kabupaten Sukoharjo. Bila kita melihat dari segi alam, maka kondisi wilayah desa
Jatingarang merupakan daerah pertanian yang sebagian besar merupakan sawah
tadah hujan. Gambaran secara luas mengenai Desa Jatingarang, yaitu tentang
keadaan geografi dan demografi dapat dirinci sebagai berikut:
1. Geografis Desa Jatingarang
a. Letak dan Batas Wilayah
Wilayah Desa Jatingarang yang terletak di sebelah selatan dari pusat
pemerintahan Kecamatan Weru yang berjarak 3 km berada pada ketinggian 100 M
dari permukaan laut. Ketinggian tersebut menyebabkan daerah di Desa
Jatingarang merupakan daerah dataran tinggi. Suhu udara rata-rata di wilayah
Desa Jatingarang mencapai 320 C. Batas-batas wilayah Desa Jatingarang adalah
sebagai berikut:
1) Sebelah utara : Desa Karanganyar
2) Sebelah selatan : Yogyakarta
3) Sebelah barat : Desa Karangwuni
4) Sebelah timur : Kabupaten Wonogiri
b. Keadaan wilayah
Luas Desa Jatingarang adalah 322.143 Ha yang terdiri dari 9 dusun, 18
RW dan 36 RT. Nama-nama dusun tersebut adalah :
1. Dusun Watukelir
2. Dusun Sarehan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
3. Dusun Kauman
4. Dusun Margoino
5. Dusun Margojati
6. Dusun Margomulyo
7. Dusun Jatingarang
8. Dusun Gaden
9. Dusun Krendetan
Wilayah Desa Jatingarang terdiri dari tanah sawah pertanian, tanah
kering, hutan negara, dan lain-lain. Luas tanah sawah tadah hujan adalah 120
Ha, tanah kering pekarangan atau bangunan adalah 137,2495 Ha, tanah kering
tegalan atau kebunan adalah 37,3455 Ha, dan luas tanah lain-lain(sungai, jalan,
kuburan dan lain-lain) adalah 27,5490 Ha. Kesimpulannya bahwa lahan di Desa
Jatingarang 63,157% merupakan tanah sawah. Sebagian terdiri dari pekarangan
67,89%, tegalan 18,47% dan tanah lain-lain seperti sungai, jalan, kuburan
13,628%. Wilayah Desa Jatingarang secara keseluruhan merupakan daeah
tandus dengan luas lahan pertanian 322.143 Ha, suhu rata-rata 320 C dan terletak
pada ketinggian 100 M dari permukaan air laut.
2. Demografi Desa Jatingarang
Berdasarkan data monografi pada bulan Mei 2011, jumlah penduduk
desa Jatingarang adalah 6163 jiwa. Jumlah penduduk ini terdiri 3099 laki-laki
dan 3064 perempuan. Jumlah penduduk yang termasuk dalam usia produktif
atau usia kerja yaitu usia 20 tahun sampai dengan usia 49 tahun adalah 2491
jiwa. Jumlah penduduk yang termasuk dalam usia non produktif yaitu usia 50
tahun sampai usia 60 tahun ke atas dan penduduk yang berusia 19 tahun ke
bawah adalah 3673 jiwa. Jika di prosentase dapat diketahui bahwa usia produktif
mencapai 40,41% dan usia non produktif mencapai 59,59%. Dengan rendahnya
usia produktif di Desa Jatingarang dapat disimpulkan bahwa tingkat
produktivitas penduduk rendah. Penduduk yang termasuk dalam usia produktif
tersebut bergerak dalam berbagai bidang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Menurut mata pencahariannya, jumlah penduduk desa Jatingarang yang
bermata pencaharian PNS adalah 177 jiwa, TNI/POLRI adalah 27 jiwa, petani
sendiri berjumlah 778 jiwa, buruh tani berjumlah 1209 jiwa, pengusaha
berjumlah 343 jiwa, buruh industri berjumlah 752 jiwa, buruh bangunan
berjumlah 645 jiwa, pedagang berjumlah 120 jiwa, pengangkutan berjumlah 76
jiwa, pensiunan berjumlah 65 jiwa, dan lain-lain berjumlah 312 jiwa.
Kesimpulannya bahwa masyarakat Desa Jatingarang mayoritas bergerak di
bidang pertanian, baik sebagai petani maupun buruh tani. Hal ini dapat dilihat
dari presentase masyarakat Desa Jatingarang yang bekerja di sektor pertanian
sebanyak 17,66% dan 27,45% bekerja sebagai buruh tani.
Susunan penduduk menurut tingkat pendidikan dapat digunakan untuk
mengukur tingkat kemajuan penduduk. Suatu daerah yang tingkat pendidikan
penduduknya rendah menunjukkan bahwa mayoritas penduduk daerah tersebut
mempunyai kesadaran yang rendah mengenai arti penting pendidikan. Namun,
jika suatu daerah mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi berarti kesadaran
masyarakat tentang arti pendidikan juga tinggi. Jumlah penduduk Desa
Jatingarang yang tamat perguruan tinggi adalah 258 jiwa, tamat SLTA
berjumlah 943 jiwa, tamat SLTP berjumlah 1646 jiwa, tamat SD berjumlah 273
jiwa, belum tamat SD berjumlah 659 jiwa, dan yang tidak sekolah berjumlah
345 jiwa. Kesimpulannya bahwa warga masyarakat yang melanjutkan ke
Perguruan tinggi lebih sedikit bila dibandingkan dengan tinggkat pendidikan di
bawahnya. Masyarakat yang tamat perguruan tinggi sebanyak 4,23%, tamat
SLTA sebanyak 15,49%, tamat SLTP sebanyak 27,04%, tamat SD sebanyak 32,
56%, tidak tamat SD sebanyak 4,48%, belum tamat SD sebanyak 10,82% dan
yang tidak sekolah sebanyak 5,66%. Mayoritas warga desa Jatingarang adalah
tamat SD sehingga masyarakat desa Jatingarang dapat dikategorikan mempunyai
pendidikan rendah.
Sarana pendidikan yang terdapat di Desa Jatingarang dapat dibedakan
menjadi dua jenis yaitu sarana pendidikan umum yang terdiri dari TK, SD,
SLTP, SLTA. Sarana pendidikan TK terdapat 2 gedung dengan jumlah guru 5
orang dan 60 murid, sarana pendidikan SD terdapat 4 gedung dengan jumlah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
guru 39 dan 362 murid, untuk sarana SLTP umum terdapat 1 gedung dengan
jumlah guru 22 orang dan 185 murid, SLTA umum terdapat 1 gedung dengan
jumlah guru 22 orang dan 95 murid, SLTA kejuruan terdapat 1 gedung dengan
jumlah guru 25 orang dan 28 murid.
Kemudian dilihat dari jumlah penduduk menurut agama, mayoritas
penduduk desa Jatingarang beragama Islam 6010 orang, dan yang beragama
Kristen sebanyak 95 orang. Kesimpulannya bahwa agama yang dianut oleh
masyarakat desa Jatingarang ada dua yaitu 98,44% beragama Islam dan 1,56%
beragama Kristen.
3. Ekonomi, Sosial dan Budaya Desa Jatingarang
Desa Jatingarang mempunyai berbagai sarana dan prasarana yang
berperan penting bagi pelaksanaan pemerintahan serta berbagai penunjang
dalam aktivitas masyarakat sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan
warga.
a. Sarana Perhubungan
Sarana perhubungan yang memadai dapat memperlancar aktivitas
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sarana perhubungan yang
terdapat di Desa Jatingarang berupa jalan dan jembatan. Jalan yang terdapat
di desa Jatingarang dibagi menjadi empat jenis yaitu jalan propinsi, jalan
kabupaten, jalan desa aspal dan jalan desa bukan aspal.
b. Sarana Perekonomian
Desa Jatingarang mempunyai prasarana perekonomian yang terdiri dari
pasar, koperasi, toko, dan lail-lain yang mendukung dan meningkatkan
kegiatan perekonomian masyarakat. Jumlah pasar umum yang terdapat di
Desa Jatingarang adalah 1 buah, toko atau kios berjumlah 15 buah, badan-
badan kredit berjumlah 3 buah. Keberadaan dari sarana perekonomian
tersebut memberi manfaat dapat memperlancar arus perdagangan.
c. Sarana Transportasi dan Komunikasi
Dengan adanya sarana perhubungan yang baik dan telah mempunyai
jalan yang memadai, maka banyak angkutan umum yang memasuki wilayah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Desa Jatingarang. Sarana transportasi dan komunikasi yang terdapat di Desa
Jatingarang terdiri dari televisi, sepeda motor, mobil pribadi, bus atau truk.
Jumlah televisi mencapai 233 buah, sepeda motor berjumlah 425 buah, mobil
pribadi berjumlah 19 buah, bus atau truk berjumlah 10 buah.
d. Keadaan Sosial Budaya
1) Adat dan Tradisi
Mayoritas masyarakat Jatingarang adalah petani dan kadang masih
mempunyai pemikiran yang kurang logis sehingga dalam setiap kejadian
atau peristiwa dihubungkan dengan hal-hal ghaib. Masyarakat
berpandangan bahwa adat atau tradisi merupakan warisan leluhur yang
wajib dilaksanakan dan dilestarikan. Namun dalam perkembangannya,
terjadi beberapa perubahan dalam pelaksanaannya tanpa menghilangkan
makna dari adat tradisi yang dilaksanakan.
Adat tradisi yang berlaku dan hidup di tengah-tengah masyarakat
desa Jatingarang pada intinya tidak berbeda dengan adat tradisi yang
dilaksanakan di daerah lain. Adat tradisi yang masih dilakukan adalah
berziarah ke makam banyubiru dengan tujuan tertentu.
2) Sarana Olahraga dan Kesenian/ Kebudayaan dan Sosial
Sarana pendukung yang berupa fasilitas-fasilitas yang dapat
digunakan untuk mengembangkan bakat dan melestarikan kesenian sangat
diperlukan sehingga bakat dan minat yang dimiliki warga masyarakat
jatingarang dapat dikembangkan.
3) Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan sangat diperlukan karena dapat membantu
masyarakat yang sedang mengalami gangguan kesehatan. Dengan adanya
sarana kesehatan maka kesejahteraan masyarakat dalam hal kesehatan
dapat terjamin. Sarana kesehatan yang ada di desa Jatingarang terdiri dari
Rumah Sakit bersalin berjumlah 3 buah, BKIA/ Pos Kesehatan sebanyak 2
buah, puskesmas berjumlah 1 buah, Dokter 2 orang, Bidan berjumlah 2
orang, Jamban berjumlah 975 buah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
4) Sarana Tempat Ibadah
Mayoritas pemeluk agama di Desa jatingarang adalah agama
Islam, sehingga tempat ibadah yang paling banyak dan tersebar adalah
tempat ibadah untuk pemeluk agama Islam. Selain sarana ibadah umat
Islam juga terdapat sarana ibadah untuk umat Kristen. Sarana ibadah
untuk umat islam terdiri dari masjid dan mushola. Jumlah masjid di
desa Jatingarang ada 10 buah dan mushola berjumlah 21 buah
sedangkan gereja berjumlah 1 buah.
Kesimpulannya secara ekonomi di Desa Jatingarang telah
terdapat berbagai sarana penunjang yang mendukung kegiatan
ekonomi yaitu sarana perhubungan seperti jalan dan jembatan yang
dapat memperlancar aktivitas masyarakat dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Sarana perekonomian, seperti pasar, koperasi, bank dan
lembaga keuangan lain seperti BMT dapat mendukung dan
meningkatkan kegiatan perekonomian masyarakat. Sarana transportasi
dan komunikasi juga terdapat di Desa jatingarang. Sarana transportasi
dan komunikasi tersebut dapat mempermudah masyarakat dalam
melakukan suatu hubungan dan memperoleh informasi. Keadaan
sosial budaya di Desa Jatingarang juga baik. Masyarakat masih
melaksanakan tradisi yang diwariskan oleh orang-orang jaman dahulu
atau nenek moyang khususnya tradisi ziarah makam Banyubiru.
Sarana kesehatan masyarakat juga dapat terjamin karena telah tersedia
berbagai fasilitas kesehatan seperti puskesmas, dokter prkatek, bidan
praktek, posyandu dan akseptor. Sarana ibadah untuk umat Islam dan
Kristen juga telah ada, karena telah dibangun beberapa masjid,
mushola dan gereja di wilayah Desa Jatingarang. Mayoritas penduduk
Desa jatingarang beragama Islam sehingga sarana yang paling banyak
dijumpai di Desa Jatingarang adalah masjid dan Mushola. Masjid
yang paling besar terletak di dusun Kauman yang bernama masjid
Baitur Rohman. Masjid ini beberapa kali direnovasi yaitu diperluas
dan diperindah sehingga terlihat paling besar dan paling bagus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Sumber dana paling banyak dari seorang pengusaha sukses di dusun
Watukelir, Desa Jatingarang.
B. Deskripsi Hasil dan Analisis Data
Pembahasan atas hasil penelitian ini adalah analisis yang didasarkan pada
tujuan penelitian awal. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan
makna yang terkandung dalam pelaksanaan Tradisi Ziarah Makam Banyubiru
dalam Era Modernisasi di Desa Jatingarang, Kecamatan Weru, Kabupaten
Sukoharjo, (2) Mendeskripsikan proses pelaksanaan Tradisi Ziarah Makam
Banyubiru dalam Era Modernisasi di Desa Jatingarang, Kecamatan Weru,
Kabupaten Sukoharjo , (3) Mendeskripsikan perubahan dalam pelaksanaan
Tradisi Ziarah Makam Banyubiru dalam Era Modernisasi di Desa Jatingarang,
Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo, (4) Mendeskripsikan persepsi
masyarakat tentang Tradisi Ziarah Makam Banyubiru dalam Era Modernisasi di
Desa Jatingarang, Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo.
Selanjutnya mengenai deskripsi permasalahan penelitian dapat dianalisa
sebagai berikut :
1. Latar Belakang Nama Ki Ageng Banyubiru
Nama Ki Ageng Banyubiru sebenarnya diambil dari nama suatu daerah
di Desa Jatingarang yaitu Banyubiru. Ki Ageng Banyubiru sendiri adalah salah
satu putra dari kerajaan Majapahit. Beliau adalah putra dari raja Majapahit yang
bernama Raden Brawijaya ke-5. Nama asli dari Ki Ageng banyubiru adalah
Raden Jaka Loba Hariwangsa atau sering dipanggil dengan sebutan Ki Ageng
Purwata Sidik. Sejak runtuhnya kerajaan Majapahit, Pangeran Hariwangsa
ternyata tidak ingin terjun di kancah politik, beliau memilih untuk mendalami
ilmu agama Islam yang diajarkan oleh gurunya, Sunan Kalijaga. Bahkan sejak
Majapahit diserang Prabu Girindrawardana, pangeran Hariwangsa atau Raden
Jaka Loba itu sudah menyebarkan agama Islam di sekitar pening Ambarawa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Sunan Kalijaga memerintahkan Pangeran Hariwangsa untuk lebih
mendalami agama Islam dan menetap di Banyubiru untuk beberapa tahun.
Pangeran Hariwangsa mengikuti apa yang diperintahkan oleh gurunya, yaitu
Sunan kalijaga. Pangeran Hariwangsa akhirnya tinggal di Banyubiru dan beliau
mendirikan padepokan di Banyubiru. Semenjak itu Pangeran hariwangsa semakin
terkenal dengan sebutan Ki Ageng Banyubiru. Ki Ageng Banyubiru akhirnya
mengajarkan agama atau berdakwah sesuai dengan cara yang telah diberikan oleh
Sunan Kalijaga. Kegiatan penduduk yang sebenarnya berbau musyrik tidak
langsung ditentang secara frontal, tetapi sedikit demi sedikit mereka diberi
peringatan, dinasehati dan ditunjukkan jalan yang benar. Ki Ageng Banyubiru
menetap di Banyubiru sampai akhir hayatnya. Sampai sekarang ini masyarakat di
Banyubiru masih merawat makam Ki Ageng Banyubiru dan makam tersebut
dijadikan tempat untuk meminta-minta sesuatu. Kepercayaan tentang makam
Banyubiru yang masih tertanam kuat sampai saat ini, bukan hanya dari
masyarakat Banyubiru sendiri melainkan juga dari luar daerah.
2. Latar Belakang Ziarah Makam Banyubiru
Menurut keterangan dari masyarakat setempat, tradisi ziarah makam
Banyubiru sudah ada sejak jaman dahulu, yaitu sejak jaman nenek moyang.
Tradisi ini sudah dilaksanakan secara turun temurun sebagai suatu kebudayaan
yang berasal dari jaman kerajaan. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh
WD selaku juru kunci, yaitu ziarah ini sudah umum dilaksanakan sejak dahulu
bahkan oleh raja-raja dan hanya merupakan naluri dari leluhur. (lampiran
halaman 96 dan 126 ). Selanjutnya pendapat yang sama juga diungkapkan oleh
PR yaitu tradisi ziarah makam ini sudah dilaksanakan sejak nenek moyang.
(Lampiran halaman 101 dan 130). Menurut PN, seorang guru di Watukelir juga
mengungkapkan bahwa kegiatan ziarah makam Banyubiru ini sudah lama ada dan
sampai sekarang masih dilakukan oleh masyarakat. (Lampiran halaman 104 dan
134). Pendapat yang sama juga disampaikan oleh JM, seorang tokoh agama di
Banyubiru, yaitu tradisi ziarah makam ini sudah dirintis oleh orang-orang sejak
jaman dahulu. (Lampiran halaman 116 dan 143 ).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Selain itu, menurut keterangan masyarakat biasanya orang-orang yang
permohonannyaa terkabul akan mengadakan pementasan wayang di area makam
Banyubiru. Hal ini dilakukan sebagai ungkapan terima kasih sekaligus untuk
memberikan hiburan bagi warga sekitar makam Banyubiru. Pendapat yang sama
disampaikan oleh WD selaku juru kunci makam Banyubiru, yaitu ada yang hanya
sekedar datang sekilas dan berdoa lalu pulang, ada yang harus menggunakan
proses atau tata cara berziarah yang baik dengan menabur bunga, dan ada pula
yang sampai malam hari dengan penerangan lilin karena harapannya ingin segera
terwujud. Biasanya kalau harapan peziarah terwujud atau terkabul maka mereka
akan mengadakan pementasan wayang di area makam ini. Kegiatan ini dilakukan
sebagai ungkapan terima kasih mereka dan memberikan hiburan bagi masyarakat
sekitar makam ini. (Lampiran halaman 97 dan 127 ).
Kesimpulannya bahwa ziarah makam Banyubiru ini sudah dilaksanakan
sejak nenek moyang kita bahkan oleh raja-raja dan kegiatan ini sudah dilakukan
turun temurun sejak orang-orang dahulu dan masih dipelihara serta dilakukan oleh
orang-orang pada masa sekarang. Kegiatan ziarah makam Banyubiru ini pada
umumnya tidak berbeda dengan ziarah makam yang lain, hanya saja biasanya
peziarah datang pada malam Jumat Kliwon. Beberapa orang menggangap kalau
datang pada malam Jumat Kliwon maka permohonan cepat terkabul. Peziarah
yang permohonannya terkabul biasanya mengadakan pementasan wayang di area
makam Banyubiru sebagai ungkapan terima kasih dan untuk memberikan hiburan
kepada masyarakat sekitar makam.
3. Makna yang terkandung dalam pelaksanaan Tradisi Ziarah
Makam Banyubiru dalam Era Modernisasi
Kebiasaan atau rutinitas melakukan ziarah di makam bagi sebagian orang
dianggap penting agar mengingatkan diri pada kematian. Para warga di desa
Jatingarang sudah sejak lama melakukan kegiatan rutin guna mendoakan para
sesepuh mereka yang dimakamkan tersebut. Namun beberapa peziarah ada pula
yang mengartikan berbeda dari kegiatan itu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Ziarah pada dasarnya dianggap sebagai sebuah tradisi bagi banyak warga
muslim khususnya orang Jawa. Walaupun ada penerus dari tokoh-tokoh yang
dimakamkan di pemakaman tersebut beralih agama, tidak membatasi mereka
untuk melakukan sesuatu sebagai wujud menghormati leluhurnya sendiri. Ziarah
itu sendiri ada yang menganggap sebagai suatu hal yang wajib agar seseorang
tidak lupa kepada sang pencipta serta lebih serius menjalani kehidupan dengan
melakukan usaha-usaha. Sehingga apa yang dilakukan ditempat ziarah, bukan
semata-mata hanya melihat sekumpulan batu nisan yang tergeletak dengan hiasan
bunga.
Pengunjung makam Banyubiru datang dan berkunjung serta mendoakan,
lebih yakin dan percaya bahwa berdoa di sana akan mendapatkan berkah dan
kelancaran dalam usahanya. Mulai dari bisnis, kemuliaan sampai dengan urusan
jodoh juga bagi mereka dianggap benar-benar manjur atau terbukti. Seperti yang
diungkapkan oleh SB, (“ Kalau saya sebenarnya baru pertama ini pergi ke makam
Banyubiru. Saya tahunya juga dari kenalan saya, dan saya diberitahu kalau
banyak pengunjung yang berziarah ke makam Banyubiru permohonannya dapat
terkabul”). (W/SB/08/04/2011).
Apa yang disampaikan oleh SB menguatkan tentang keyakinan mereka
terhadap kegiatan ziarah yang menjadikan segala doa dan usahanya menjadi
lancar. Ini berarti ada tujuan khusus dari kegiatan berziarah di makam Banyubiru
tersebut. Sebenarnya, tujuan utama ziarah pada masa lampau hanya sebatas
mendoakan arwah yang sudah mati agar diampuni dosa-dosanya. Tetapi ada yang
salah mengartikan dan justru menjadi satu informasi yang bercampur mistis
seperti doa terkabul karena berkunjung ke makam Banyubiru dan sebagainya.
Pada masa sekarang peziarah yang mengunjungi makam Banyubiru lebih
memaknainya dengan mengacu pada kegiatan mendoakan leluhur mereka dan
anggota keluarga yang telah ditinggalkan. Selain itu, mereka lebih tergerak untuk
untuk menghayati apa yang telah mereka lakukan di kehidupan dunia, dan
merenungi segala perbuatan mereka yang lampau. Hal ini juga diungkapkan oleh
KM, seorang peziarah dari Semarang,yang menyatakan bahwa Ziarah makam itu
adalah berkunjung ke makam orang yang sudah mati untuk mendoakan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Dengan berziarah diharapkan dapat membangkitkan gairah keislaman sebagai
bekal ketika besok kita sudah tidak ada di dunia ini.(Lampiran halaman 113 dan
141).
Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa sebagian masyarakat
adapula yang menjadikan ziarah ke makam Banyubiru tersebut sebagai tempat
permintaan atau permohonan suatu hal supaya terkabul dengan perantara makam
Ki Ageng Banyubiru sendiri. Mereka percaya, meskipun Ki Ageng Banyubiru
telah meninggal tetapi rohnya masih utuh dan hidup. Roh Ki Ageng Banyubiru
itu mengetahui siapa yang datang ke makamnya dan mendengarkan bagaimana
doanya.
Selain itu kabar yang diperoleh dari teman atau tetangga juga menjadi
daya tarik sendiri bagi orang lain untuk berkunjung ke makam Banyubiru. Mereka
cenderung melihat daya tarik itu berdasarkan keyakinan bahwa ucapan orang
banyak yang terbukti, hampir sama dengan SB, informan BW juga berpendapat
mirip mengenai kunjungan makam itu. Dia mengungkapkan bahwa: (“ Kalau saya
sebenarnya baru pertama ini pergi ke makam Banyubiru. Saya tahunya juga dari
kenalan saya, dan saya diberitahu kalau banyak pengunjung yang berziarah ke
makam Banyubiru permohonannya dapat terkabul”). Hal ini sesuai dengan
lampiran halaman 138.
Ini menunjukkan bahwa pengaruh dari satu kabar bisa membuat
seseorang tergoda dan tertarik untuk mencoba. Pengaruh tersebut memberikan
dampak yang mampu memacu keinginan melakukan sesuatu yang sebenarnya
dianggap sebagai ritual yang umum dilakukan umat muslim yaitu berziarah.
Namun dengan niat yang berbeda, kegiatan ziarah tersebut dapat menjadi hal-hal
yang kurang bisa diterima oleh akal atau bagi sebagian orang dikatakan aneh.
Adapula yang memiliki anggapan bahwa dengan berziarah ke makam
Banyubiru, permasalahan yang dihadapi dapat terselesaikan dengan mudah. Di
dalam peliknya masalah yang dihadapi manusia kadangkala menjadikan
rasionalitas mereka tidak berdaya, sehingga timbul kecemasan dan
ketidaktentraman. Untuk mendapatkan ketentraman salah satu caranya adalah
dengan melakukan ziarah sebagi contoh ziarah makam Banyubiru. Seperti yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
dialami BW, di mana dirinya sedang mengalami musibah yaitu perihal penyakit
isterinya yang tidak kunjung sembuh. Dengan bermodalkan doa dan harapan, dia
menemui sang juru kunci sambil berkonsultasi bagaimana cara BW bisa
menghadapi masalah yang menghadangnya.
Pada awalnya BW kurang yakin akan perihal kepercayaan bahwa dengan
berkunjung dan berdoa di makam Banyubiru, dirinya akan diberikan keleluasaan
dalam menghadapi masalahnya. Tetapi dia menjadi yakin manakala banyak orang
yang telah membuktikan ritual ziarah tersebut. Seperti yang diungkapkannya
bahwa : (“Sebenarnya saya itu tidak percaya dengan hal-hal yang berbau mistik,
tapi bagaimana lagi, kondisi istri saya ya tetap saja begitu, padahal sudah saya
bawa berobat kemana-mana, semoga saya ziarah makam banyubiru ini untuk
kesembuhan istri saya”). (W/BW/20/05/2011).
Berbeda dengan SY yang mempunyai tujuan ziarah untuk mendoakan
agar usahanya selalu lancar dan diberikan kemudahan dalam mencari rezeki. Dia
berharap dengan selalu berkunjung dan menziarahi makam Banyubiru pada hari-
hari tertentu, semua doanya dapat cepat tersampaikan dan terkabul. SY mengaku
bahwa semenjak berziarah ke makam Banyubiru usaha dagangannya menjadi
lebih laris daripada sebelumnya. Bagi SY berziarah ke makam Banyubiru itu sah-
sah saja, soalnya itu juga sudah menjadi tradisi bagi sebagian orang yang
mempercayai kesaktian dari makam Banyubiru dan mampu menjadi anugerah
tersendiri. Seperti yang diungkapkannya bahwa : “ Kalau saya ziarah ke makam
Banyubiru itu ya sah-sah saja, kepercayaan tiap orang itu berbeda-beda, yang
penting saya tidak membuat rugi orang lain”. (W/SY/26/06/2011).
Berbeda dengan beberapa pendapat di atas, PN mengungkapkan bahwa
di era modernisasi ini tradisi ziarah makam Banyubiru masih perlu dilakukan
asalkan sesuai dengan ajaran agama dan tidak menyalahi aturan-aturan yang
sudah ada. Justru dengan adanya modernisasi ini pemikiran masyarakat semakin
maju, semakin rasional dalam menanggapi sesuatu, jadi mungkin masyarakat bisa
lebih rasional lagi dalam menginginkan sesuatu yaitu bukan dengan meminta
kepada benda yang sudah mati seperti makam tetapi bila menginginkan sesuatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
harus dengan bekerja, berusaha dan tidak lupa berdoa. (Lampiran halaman dan
106 dan 134 ).
Jadi, intinya adalah setiap orang mempunyai pemaknaan tersendiri
terhadap kegiatan ziarah. Hanya yang menjadi landasan bagi setiap peziarah yaitu
niat atau tujuan awal mereka berziarah. Mulai dari yang hanya sekedar
berkunjung untuk mengenal atau mengetahui makam Banyubiru, berziarah agar
selalu teringat akan kehidupan selanjutnya, menjalankan ritual-ritual tertentu
sebagai syarat yang diharuskan, terwujudnya tujuan utama dari doa yang
disampaikan, mengirimkan doa dan memohon agar segala sesuatu yang
diharapkan dapat segera terwujud serta diberikan jalan keluar.
4. Proses Pelaksanaan Tradisi Ziarah Makam Banyubiru dalam Era
Modernisasi
Adapun dalam prosesi ziarah, ada beberapa hal yang perlu dilakukan agar
dianggap menghormati makam dan tidak asal melakukan sesuatu yang dianggap
buruk. Di antara hal-hal yang perlu dilakukan adalah menyiapkan bunga kanthil,
bunga kenanga, bunga melati, kemenyan bakar, dupa, dan arang. Peralatan
tersebut dianggap mempunyai makna tersendiri dan mempunyai suatu hal magis
yang dapat segera mengabulkan doa mereka. Makna-makna dari peralatan
tersebut antara lain : Bunga Kantil yang dianggap sebagai syarat bunga supaya
permohonannya cepat terkabul atau berhasil, Bunga Kenanga yang dianggap
sebagai kenang-kenangan untuk Ki Ageng Banyubiru dan sebagai pengingat atas
jasanya terdahulu, Bunga Melati sebagai satu hal yang wajib ada karena doa atau
permohonan yang diajukan atas dasar ketulusan dan guna menjernihkan niat hati,
Kemenyan dan kelengkapan lainnya digunakan sebagai media untuk
mengingatkan diri atau perenungan maupun usaha mendekatkan diri kepada sang
pencipta. Sehingga pelaksanaan dalam ziarah bagi pengunjung memiliki nilai dan
arti tersendiri. Mereka bukan sekedar berziarah melihat makam dan mendoakan
saja, namun mempunyai penjiwaan terhadap unsur religiusnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Sebagai bukti bahwa makam Banyubiru bukanlah tempat pemakaman
yang umunya diziarahi, di lingkungan makam Banyubiru terdapat sumber mata air
yang disebut “Air Sendang Sembilan” dimana para peziarah memanfaatkan air
sendang sembilan untuk membersihkan diri atau mensucikan dari serta ada yang
menganggapnya sebagai obat penyembuh. Nama-nama ke sembilan sendang
tersebut antara lain Sendang Margomulyo, Sendang Krapak, Sendang Banyubiru,
Sendang Bendosari, Sendang Gupak Warak, Sendang Danu Mulyo, Sendang
Siluwih, dan Sendang Panjang Emas. Sendang-sendang tersebut bertempat di satu
kebayanan atau dusun bernama Sarehan. Ini berarti makam tersebut memiliki
keistimewaan yang membuat para peziarah tertarik untuk datang ke sana.
Selain bukti fisik, di sana juga ada hal-hal yang dilarang atau tidak boleh
dilakukan pada saat berziarah, antara lain tidak diperbolehkan berbuat asusila,
khusus peziarah tidak boleh tidur di dalam bangsal atau disekeliling makam, bila
ada tamu yang menginap untuk melanjutkan ziarahnya diharuskan melapor
kepada pihak RT atau sesepuh dusun, serta segala macam yang bernuansa negatif
dan hal-hal yang sangat dilarang oleh agama. Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan oleh WD, juru kunci makam Banyubiru.(Lampiran halaman 97 dan
126 ). Hal senada juga diungkapkan BR (lampiran halaman 108 dan 136).
Itu sebabnya warga desa sekitar makam selalu menjaga dengan baik
lingkungannya serta tetap melakukan pengawasan terhadap para pengunjung yang
datang untuk berziarah ke makam. Para warga tetap memberikan kebebasan untuk
pengunjung selama apa yang dilakukan tidak melanggar adat dan norma yang
berlaku di desa mereka. Selain itu, setiap pengunjung yang bersungguh-sungguh
dalam berdoa tentu akan dihormati dan dihargai oleh para warga, karena bagi
warga sendiri hal tersebut sudah menjadi tugas dan menjadi berkah dalam
membantu orang lain.
5. Perubahan dalam pelaksanaan Tradisi Ziarah Makam Banyubiru
dalam Era Modernisasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Pada tradisi ziarah terjadi beberapa perubahan dalam pelaksanaannya
dalam era modernisasi di Desa Jatingarang. Bila masa lampau masih
menggunakan peralatan yang dikhususkan, di mana peziarah pada waktu dulu
biasanya membawa 3 bunga, yaitu bunga kantil, kenanga dan melati. Peziarah
percaya bahwa bunga Kantil akan dapat memudahkan permohonannya terkabul.
Adapun bunga Kenanga digunakan sebagai pengingat akan Ki Ageng Banyubiru.
Sedangkan bunga Melati melambangkan ketenangan hati, maksudnya agar hati si
peziarah bisa tenang dalam menjalani kehidupan. Perlengkapan yang lain adalah
kemenyan untuk dibakar sebagai pelengkap meditasi. Selain itu peziarah juga
memanfaatkan air dari 9 mata air (Sendang). Adapun kesembilan mata air
(Sendang) tersebut yaitu:
a. Sendang Margomulyo
b. Sendang Krapyak
c. Sendang Margojati
d. Sendang Banyubiru
e. Sendang Bendosari
f. Sendang Gupak Warak
g. Sendang Danu Mulyo
h. Sendang Siluwih
i. Sendang Panjang Emas.
Kesembilan mata air (sendang) tersebut berada di dalam satu wilayah
kebayanan Sarehan, Desa Jatingarang. Air dari sembilan sendang tersebut
dimanfaatkan para peziarah untuk membersihkan diri dan untuk sarana
pengobatan. Mereka yakin dan percaya bahwa sumber mata air tersebut dapat
membuat kesehatan mereka membaik serta jiwa mereka bisa lebih tenang dari
sebelumnya.
Pada masa sekarang, bentuk modernisasi telah mengubah pemikiran
peziarah di mana seorang peziarah yang ingin berdoa, langsung berdoa di tempat
pemakaman tanpa harus membawa persyaratan seperti bunga kantil, kenanga,
melati ataupun membakar kemenyan. Mereka menganggap ritual dan persyaratan
seperti itu sudah kuno dan harus berfikir secara logis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
6. Persepsi masyarakat tentang Tradisi Ziarah Makam Banyubiru
dalam Era Modernisasi
Ritual ziarah bagi sebagian masyarakat dijadikan sebagai sebuah
kegiatan yang berperan untuk mengingatkan diri mereka terhadap kehidupan
setelah duniawi. Tokoh ulama banyak yang menerangkan jikalau berziarah akan
menambah rasa keimanan seseorang dan selalu teringat pada sang pencipta.
Melalui penghayatan pada saat mendoakan seseorang yang telah meninggal dunia,
peziarah tentu akan lebih tergerak hatinya agar berusaha untuk menjadi seseorang
yang baik dan merubah segala sesuatu yang dirasakan mereka salah. Ini berarti
setiap peziarah memiliki persepsi sendiri terhadap arti dari aktifitas ziarah atau
berkunjung untuk mendoakan orang yang telah meninggal.
Persepsi dari apa yang telah dilakukan oleh masyarakat cenderung
menekankan pada perilaku religius mereka, di mana banyak orang melakukan
ziarah akan tenang hatinya dan kehidupan mereka akan senantiasa teratur.
Persepsi ini juga memiliki orientasi atau sebuah tujuan yang berbeda, sehingga
dalam kaitannya dengan ziarah persepsi tersebut dikategorikan ke dalam dua
bentuk.
Bentuk pertama adalah persepsi dari peziarah yang orientasi nilai
religius. Mereka yang mengunjungi makam, bukan hanya sekedar datang untuk
berdoa tetapi mempunyai maksud tertentu yang bisa menjadikan perubahan dalam
kehidupannya. Seperti berziarah untuk mengingatkan diri mereka akan kehidupan
setelah dunia, mengharapkan agar yang telah meninggal dunia ikut mendoakan
yang masih hidup supaya kehidupan mereka lancar dari segala aspek, sampai pada
tujuan-tujuan khusus yakni mengajukan suatu keinginan agar cepat terkabul.
Dilihat secara logis, mereka yang memiliki persepsi bahwa ziarah dapat
menenangkan hati dan jadi pengingat mereka tentu menganggap bahwa kegiatan
tersebut adalah hal yang perlu atau harus dilakukan. Sebab, dengan mengingat
pada apa yang telah dilakukan di dunia seseorang akan lebih menata hidupnya.
Berbeda dengan para peziarah yang mengorientasikan diri mereka untuk hal-hal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
yang sifatnya kurang sesuai, yakni memohon sesuatu dengan perantara makam
dan meminta sesuatu dengan harapan cepat terkabul melalui perantara benda-
benda atau ritual yang harus mereka jalani.
Bentuk kedua adalah persepsi peziarah dengan orientasi nilai sosial. Ini
menandakan bahwa pada era modern ini para pengunjung yang berziarah lebih
mengarah pada hal mengenai bagaimana menjalin komunikasi kembali dengan
kerabat yang sudah jarang bertemu, serta sebagai sebuah aktifitas untuk lebih
menghormati seseorang yang telah meninggal dunia. Nilai sosial yang terkandung
diantaranya adalah interaksi dengan orang lain atau kerabat akan lebih meningkat,
para peziarah akan saling tukar informasi keberadaan masing-masing saat ini,
serta sebagai lahan tempat mereka mengungkapkan permasalahan kepada orang
lain atau memberikan jalan keluarnya. Jadi, era modernisasi secara tidak langsung
merubah secara perlahan persepsi masyarakat mengenai makna dan arti dari
berziarah.
Dalam era modernitas, seseorang juga akan cenderung mempunyai pola
pemikiran tentang segala sesuatu yang sebenarnya dapat mereka jadikan sebagai
penghasilan hidup. Ternyata, kegiatan berziarah ke makam Banyubiru menjadi
salah satu bentuk mata pencaharian bagi sebagian orang yang tinggal di sekitar
makam tersebut.
Kehidupan manusia yang semakin modern menjadi tolak ukur
berkembangnya mata pencaharian masyarakat sekitar makam Banyubiru.
Misalnya jasa-jasa air penampungan sendang dari botol atau tempayan yang
disewakan, bunga-bunga untuk sesaji, barang-barang kelengkapan untuk berdoa,
souvenir buatan tangan dari warga sekitar, makanan atau minuman, sampai
dengan jasa membimbing doa pada saat berada di dalam makam. Ini menunjukkan
bahwa modernisasi membawa perubahan terhadap gaya hidup dan pola mata
pencaharian masyarakat yang umumnya bertani berubah menjadi pedagang atau
bekerja samping sebagai penawar jasa doa. Persepsi masyarakat menjadi sedikit
bergeser, di mana yang seharusnya terorientasi kepada makna religius berubah
menjadi makna komersil. Hal ini sebenarnya bukan menjadi kaidah dari makna
ziarah yang sesungguhnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
C. Temuan Studi Terkait dengan Kajian Teori
Kegiatan berziarah ke makam pada dasarnya adalah sebuah kebiasaan
atau tradisi yang sudah dijalankan secara turun-temurun. Seseorang yang
berziarah tentu memiliki kesadaran bahwa mereka akan melihat dan mengenang
kembali orang yang telah meninggal dan terkubur di makam tempat berziarah.
Aktifitas yang cenderung dilakukan dari berziarah adalah hal-hal yang sifatnya
memelihara dan menjaga agar tempat berziarah tersebut selalu terawat. Tentunya
orang yang berkunjung lebih nyaman mendoakan dengan disertai menjaga
kerapihan dan kebersihan makam, sehingga pada saat mendoakan di dekat
pemakaman orang tersebut akan lebih khidmat dan khusyuk.
Pelaksanaan dalam berziarah sudah mempunyai norma/aturan dan tata
cara sendiri. Setiap orang atau daerah memiliki tradisi atau kebiasaan yang
berbeda pada saat berkunjung atau berziarah untuk mendoakan yang telah
meninggal. Tradisi ini memang bagi sebagian daerah dianggap sebagai sebuah
adat istiadat yang tidak bisa mereka tinggalkan begitu saja, tetapi wajib ditransfer
pada generasi berikutnya. Ini berarti, tradisi berziarah dapat dikatakan sebagai
bentuk kebudayaan untuk mengatur manusia dalam tingkah laku dan kehidupan
sosialnya. Tidak menuntup kemungkinan juga, bahwa dalam tradisi tersebut
mengacu pada kaitannya dengan sistem kepercayaan dan nilai kehidupan. Sesuai
dengan pendapat Suyono (1985:4) bahwa tradisi (tradition) sering juga dianggap
sebagai adat-istiadat, yaitu suatu aturan yang sudah mantap dan mencakup segala
konsepsi sistem budaya dari satu kebudayaan untuk mengatur tindakan kehidupan
manusia dalam kehidupan sosial. Tradisi biasa digunakan dalam untuk
menggantikan kata yang berkaitan dengan masa lalu seperti kepercayaan,
kebudayaan, nilai-nilai, perilaku, dan pengetahuan atau keahlian yang diturunkan
secara turun temurun dengan proses sosialisasi dari satu generasi ke generasi
selanjutnya dalam sebuah sosial masyarakat.
Penjelasan di atas mengarahkan pada bentuk pedoman sesorang dalam
kehidupan sosialnya, di mana orang yang menggerakan sebuah tradisi merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
individu yang menjalankan hidup bersama masyarakat lain dan bisa menjadi suatu
pedoman bagi individu itu sendiri. Ini sesuai dengan apa yang di dikutip dalam
Gatut Muniarto (1981:6), di mana yang dimaksud dengan adat-istiadat adalah
sebagai berikut: “Adat istiadat adalah suatu kompleks norma-norma yang oleh
individu-individu yang menganutnya itu dianggap ada di atas manusia yang hidup
bersama dalam kenyataan suatu masyarakat”. Dari batasan yang dikemukakan
oleh Koenjaraningrat tersebut di atas, dapat diperoleh suatu pengertian bahwa adat
istiadat adalah suatu pedoman bagi setiap individu yang hidup sebagai warga
masyarakat, dimana adat istiadat itu berlaku. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa secara tidak langsung adat istiadat itu berpengaruh dalam pola berfikir
setiap manusia dalam anggota masyarakat.
Selanjutnya mengenai persepsi masyarakat terkait dengan ritual ziarah di
era modernisasi, warga desa Jatingarang mempunyai pandangan bahwa ziarah
makam adalah salah satu tradisi yang telah diwariskan oleh nenek moyang dari
generasi ke generasi dan masih relevan untuk dilaksanakan dalam era
modernisasi. Dalam ziarah makam Banyubiru terdapat berbagai macam nilai
yang berkembang selain sebagai tempat memohon doa juga sebagai upaya untuk
mengingat kematian dan mengingatkan bahwa hidup di dunia hanya sementara
dan hidup yang kekal di akhirat. Modernisasi yang terjadi di desa Jatingarang
tersebut tidak hanya berpengaruh pada satu bidang saja tetapi pada berbagai
bidang kehidupan masyarakat, seperti pada bidang ekonomi, pendidikan dan
budaya. Masyarakat mempunyai kecenderungan untuk menerima perubahan yang
bersifat positif bila tradisi yang mereka jalani tetap memelihara keberadaan
warisan dari nenek moyangnya. Sebagaimana dikatakan oleh Soerjono Soekanto
(1985;520) bahwa tradisi adalah adat istiadat yang secara turun temurun
dipelihara. Kemudian menurut Hugo F. Reading (1990:446), tradisi adalah (1)
Warisan kekayaan sosial atau keyakinan-keyakinan yang diterima secara buta, (2)
Warisan keyakinan sosial atau keyakinan yang mencakup kepatuhan pada apa
yang dianggap selalu ada, (3) Suatu lembaga yang eksistensinya dilembagakan.
J.P. Chaaplin (2005;516), berpendapat bahwa “ Tradisi adalah praktik atau adat
yang diwariskan dari generasi ke generasi”. Berdasarkan pendapat di atas maka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
dapat diambil kesimpulan, bahwa tradisi adalah adat istiadat atau keyakinan dan
kepatuhan terhadap apa yang dianggap selalu ada yang diwariskan dan dipelihara
secara turun temurun serta keberadaannya dilembagakan. Pendapat dari Soerjono
Soekanto, Hugo F.Reading dan J.P Chaaplin tersebut mempunyai persamaan yaitu
bahwa tradisi selalu diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya.
Terkait pula dengan kehidupan masyarakat yang semakin maju, mereka
yang sudah paham betul terhadap perubahan zaman secara otomatis akan mampu
merubah arah pola pikirnya dengan perencanaan-perencanaan yang matang yang
tentunya akan menguntungkan masyarakat itu sendiri. Ini berarti modernisasi
adalah suatu bentuk perubahan sosial, biasanya merupakan perubahan sosial yang
terarah (directed change) yang didasarkan pada perencanaan (jadi juga merupakan
intented atau planned change) yang bisa dinamakan sosial planning. Modernisasi
merupakan suatu persoalan yang harus dihadapi masyarakat yang bersangkutan
karena prosesnya meliputi bidang-bidang yang sangat luas, menyangkut proses
disorganisasi, problema-problema sosial, konflik antar kelompok, hambatan-
hambatan terhadap perubahan dan sebagainya. (Soerjono Soekanto,1985:347)
Dengan demikian segala sesuatu yang dilakukan oleh masyarakat
mempunyai dasar berupa perencanaan sosial yang telah mereka miliki
sebelumnya. Melalui pengamatan terhadap lingkungan sekitarnya, masyarakat
akan bisa menyesuaikan bentuk perubahan yang diinginkan serta bisa
memunculkan sebuah gagasan atau ide guna keuntungan atau manfaat yang nanti
akan didapatkan dari adanya perubahan tersebut. Dalam masalah ini, masyarakat
lebih mengarah pada sikap individualisme, dan mengutamakan atau memikirkan
apa yang baik untuk kehidupan mereka sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data terhadap masalah tentang tradisi ziarah makam
Banyubiru dalam era modernisasi di Desa Jatingarang Kecamatan Weru
Kabupaten Sukoharjo, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Ziarah makam Banyubiru yang dilaksanakan mempunyai makna sebagai
upaya untuk mengingat alam akhirat dan kematian, sebagai kegiatan yang
dapat membuka hati dan pikiran peziarah bahwa hidup di dunia itu hanya
sementara dan hidup yang kekal adalah di akhirat. Makna yang lain adalah
para peziarah dapat meningkatkan amal kebajikannya.
2. Tujuan ziarah makam banyubiru oleh para peziarah adalah untuk
mendoakan arwah Ki Ageng Banyubiru sekaligus untuk meminta suatu
permohonan agar terkabul. Hal ini sudah tidak sesuai dengan modernisasi.
Masyarakat modern dalam meminta permohonan dilakukan dengan
berusaha keras dan meminta pertolongan kepada Tuhan Yang Maha Esa
misalnya dengan cara berdoa.
3. Ziarah makam Banyubiru biasanya dilaksanakan hanya setiap malam
Jumat kliwon saja. Jadi para peziarah menganggap malam Jumat kliwon
itu merupakan hari yang keramat dan tepat untuk meminta permohonan di
makam Banyubiru agar cepat terkabul. Modernisasi telah menyebabkan
terjadinya perkembangan pemikiran dalam berziarah di makam Banyubiru.
Pada jaman dulu peziarah hanya datang berziarah hanya pada malam
Jumat kliwon tetapi sekarang peziarah datang berziarah bukan hanya pada
malam jumat kliwon saja, melainkan juga pada hari-hari biasa, dan
waktuya tidak harus malam hari tetapi bisa juga pada siang hari.
4. Terjadi beberapa perubahan dalam pelaksanaan ziarah makam Banyubiru
dalam era modernisasi di Desa Jatingarang. Adapun perubahan tersebut
contohnya adalah perubahan dalam peralatan yang digunakan. Peziarah
pada waktu dulu biasanya membawa 3 bunga, yaitu bunga kantil, kenanga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
dan melati. Peziarah percaya bahwa bunga kantil akan dapat memudahkan
permohonannya terkabul. Adapun bunga kenanga digunakan sebagai
pengingat akan Ki Ageng Banyubiru. Sedangkan bunga melati
melambangkan ketenangan hati, maksudnya agar hati si peziarah bisa
tenang. Perlengkapan yang lain adalah kemenyan untuk dibakar sebagai
pelengkap meditasi. Selain itu peziarah juga memanfaatkan air dari 9 mata
air ( Sendang ). Adapun kesembilan mata air (Sendang) tersebut yaitu:
a. Sendang Margomulyo
b. Sendang Krapyak
c. Sendang Margojati
d. Sendang Banyubiru
e. Sendang Bendosari
f. Sendang Gupak Warak
g. Sendang Danu Mulyo
h. Sendang Siluwih
i. Sendang Panjang Emas.
Kesembilan mata air (sendang) tersebut berada di dalam satu wilayah
kebayanan Sarehan, Desa Jatingarang. Air dari sembilan sendang tersebut
dimanfaatkan para peziarah untuk membersihkan diri dan untuk sarana
pengobatan. Modernisasi telah mengubah pemikiran peziarah. Pada waktu
sekarang peziarah yang mau berdoa, langsung berdoa saja tanpa harus
membawa persyaratan seperti bunga kantil, kenanga, melati dan
membakar kemenyan.
5. Masyarakat Jatingarang mempunyai persepsi bahwa ziarah makam adalah
salah satu tradisi yang telah diwariskan oleh nenek moyang dari generasi
ke generasi dan masih relevan untuk dilaksanakan dalam era modernisasi.
Dalam ziarah makam Banyubiru terdapat berbagai macam nilai yang
berkembang selain sebagai tempat memohon doa juga sebagai upaya
untuk mengingat kematian dan mengingatkan bahwa hidup di dunia hanya
sementara dan hidup yang kekal di akhirat. Modernisasi yang terjadi di
desa Jatingarang tersebut tidak hanya berpengaruh pada satu bidang saja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
tetapi pada berbagai bidang kehidupan masyarakat, seperti pada bidang
ekonomi, pendidikan dan budaya. Masyarakat mempunyai kecenderungan
untuk menerima perubahan yang bersifat positif.
B. IMPLIKASI
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian dapat diperoleh implikasi sebagai
berikut:
Penulisan penelitian mengenai tradisi ziarah makam Banyubiru dalam era
modernisasi di Desa Jatingarang Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo secara
teoritis dapat bermanfaat sebagai bahan masukan bagi masyarakat Jatingarang
untuk meningkatkan pengetahuan tentang tradisi ziarah makam sebagai salah satu
kebudayaan bangsa. Tradisi tersebut masih tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat walaupun jaman sudah modern. Masyarakat akan mempunyai potensi
dan kualitas yang lebih baik jika pengetahuan masyarakat semakin luas sehingga
mampu menyesuaikan dengan perkembangan jaman.
Implikasi secara praktis dari tradisi ziarah makam Banyubiru dalam era
modernisasi adalah menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk tetap melestarikan
tradisi yang ada meskipun dengan pemikiran yang lebih modern seiring dengan
perkembangan jaman yang semakin modern.
Ziarah makam Banyubiru yang dilakukan oleh peziarah pada masa yang
akan datang cenderung mengalami banyak perubahan. Generasi muda yang lebih
berfikir modern sudah tidak menggunakan bunga dan kemenyan dalam berziarah.
Mereka juga berziarah tidak harus pada malam Jumat kliwon saja. Dengan
demikian, yang berubah adalah sikap dan perilaku peziarah dalam melaksanakan
ziarah di makam Banyubiru.
C. SARAN
Setelah mengadakan penelitian dan pengkajian tentang tradisi ziarah
makam Banyubiru dalam era modernisasi di desa Jatingarang Kecamatan Weru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Kabupaten Sukoharjo, penulis memberikan saran-saran untuk menambah
wawasan mengenai hal tersebut yaitu:
1. Bagi Tokoh Agama Desa Jatingarang
a. Dapat memberikan masukan kepada masyarakat tentang kegiatan yang
tidak boleh dilakukan atau bertentangan dengan agama dalam pelaksanaan
ziarah.
b. Memberikan bimbingan dalam menciptakan toleransi antar umat
beragama.
2. Bagi Tokoh Masyarakat Jatingarang
a. Memberi dorongan kepada masyarakat untuk tetap melaksanakan tradisi
ziarah makam Banyubiru sehingga tidak punah.
b. Membantu aparat desa dalam memperlancar pelaksanaan kegiatan yang
bersifat positif dengan menjalin komunikasi yang baik.
3. Bagi Masyarakat Desa Jatingarang
a. Masyarakat yang mempunyai permohonan dan ingin terkabul hendaknya
berusaha lebih giat serta lebih mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha
Esa, contohnya dengan memperbanyak berdoa ataupun dengan solat bagi
yang beragama Islam.
b. Masyarakat hendaknya mampu menyaring berbagai macam perubahan
dan perkembangan yang masuk sehingga masyarakat tidak terjerumus ke
arah perubahan yang negatif dan perubahan yang terjadi dalam
masyarakat adalah perubahan yang sesuai dengan nilai-nilai serta
kepribadian masyarakat.
c. Masyarakat dalam melaksanakan tradisi ziarah makam Banyubiru
hendaknya tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ajaran
agama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
DAFTAR PUSTAKA Ariyono Suyono. 1985. Kamus Antropologi. Jakarta: Akademi Presindo.
Barnouw, Victor. 1979. Culture and Personality. Malwauke: The Dorsey Press
Beratha, I Nyoman. 1982. Desa, Masyarakat Desa dan Pembangunan Desa. Jakarta: Ghala Indonesia
Black, James A, & champion, Dean J.1992. Metode Dan Masalah Penelitian
Sosial. Terjemahan Koeswara dkk. Bandung: Eresco. Budiono, Herusatoto. 1983. Simbolisme dalam Budaya Jawa. Yogyakarta : PT
Hanindata. Chaplin, JP. 2005. Kamus Lengkap Psikologi , jakarta : PT Raja Grafindo. Daeng, Hans J. 2000. Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan. Terjemahan
Kamdani. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Dede Oetomo. 2000. “Memahami Keadaan Sosial-Budaya Daerah”. Makalah
dalam Lokakarya Redaktur Radar Jawa Pos Group. Surabaya DJoko Widagdo, dkk. 2001. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara. Francis, Abraham M.. 1995. Modernisasi di Dunia Ketiga (Suatu Teori Umum
Pembangunan). Terjemahan Rusli Karim Yogyakarta: Tiara Wacana Gatut Murniatmono. 1981. Adat Istiadat DIY. Yogyakarta: Depdikbud. Geertz, Clifford. 1986. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa.
Terjemahan Aswab Mahasin. Jakarta: Pustaka Jaya. Geerts, Clifford.1992. Kebudayaan dan Agama. Terjemahan Fransisco Budi
Hasiman. Yogyakarta : Kanisius. Giddens, Anthony. 2003. Runaway World Bagaimana Globalisasi Merombak
Kehidupan Kita. Terjemahan Andry Kristiawan & Yustinakoen. Jakarta: Gramedia
Hartati, Sujanto. Sumarno, Suparjo. 1988. Upacara Tradisional Jawa Tengah.
Depdikbud. Hartati, Sujatno, Sumarno Supardjo & Sumardi. 1988. Upacara Tradisional Jawa
Tengah. Depdikbud.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Idianto Mu’in. 2004. Sosiologi untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga. ________________ . 2005. Sosiologi untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Erlangga. Kartono, Kartini. 1976. Pengantar Metodologi Research Sosial. Bandung :
Alumni. Laksono, PM. 1990. Tradition In Javanese Sosial Stucture Kingdom And
Countryside. Terjemahan E.G. Koentojono. Yogyakarta: UGM Press Noor Sulistyo Budi Ambar Adianto, mudjijono, Sumarno & Maharkesti. 1996.
Tradisi Makan dan Minum di Lingkungan Kraton Yogyakarta. Yogyakarta: CV. Fiscasari.
Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta : Balai Pustaka. ______________. 1999. Manusia dan Kebudayaaan di Indonesia. Jakarta :
Djambatan _____________. 2004. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta :
Gramedia. Moerjipto, Gatut Muriatmono, Soemarno, Sujarno & Siti munawaroh. 1997.
Wujud, Arti, Fungsi puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan Asli bagi Pendukungnya di DIY. Yogyakarta: Yayasan Obor.
Moh. Nazir. 1988. Metodologi Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia. Moleong, Lexy J..2002 Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja. Mulder, Niels. 1974.Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional.
Yogyakarta : UGM. ______________. 2001. Mistisme Jawa. Terjemahan Noor Cholis. Yogyakarta:
LKIS Pemberton, John. 2003. Jawa. Terjemahan Hartono Hadikjusumo. Yogyakarta:
Mata Bangsa. Pujiwati Sayogjo. 1985. Sosiologi Pembangunan. PIPS IKIP Jakarta bekerjasama
dengan BKKN Jakarta. Reading, Hugo F. 1986. Kamus Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Rajawali. Sapardi. 2000. Antropologi Budaya. Pontianak: Universitas Tanjungpura.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Soepanto, Suratmin & Bambang Sularto. 1991. Upacara tradisional Sekaten
Daerah Istimewa Yogyakarta: Depdikbud. Soerjanto Poespowardojo. 1989. Strategi Kebudayaan Suatu Pendekatan
Filosofis. Jakarta: Depdikbud. Soerjono Soekanto. 1985. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: CV Rajawali. ______________ . 1985. Kamus Sosiologi. Jakarta; CV Rajawali. Strauss, Anselm & Corbin, Juliet. 1997. Dasar-Dasar Penelitian kualitatif.
Terjemahan Djuandi ghony. Surabaya: Bima Ilmu Ofset. Sugiyono,2006. Metodologi Penelitian Kuantitatif kualitatif Dan R & D.
Bandung: alfabeta. Sumardi, Sukarjo, sukari, Sudarmo & Hisbaron Muryantoro. 1997. Peranan Nilai
Budaya Daerah Dalam Upaya Pelestarian lingkungan Hidup di Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Depdikbud.
Sutikno (pimpinan proyek). 1987. Upacara Tradisional Jawa Tengah Yang Ada
Kaitannya Dengan Cerita Rakyat. Depdikbud. Sutopo H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press. Suyatmi & Supriyadi. 1995. Antropologi Budaya Sosial. Surakarta: UNS. Suyono. 2007. Dunia Mistik Orang Jawa. Yogyakarta: LKIS. Anonim. http// www.suaramerdeka.com/harian/05/11/01/nas07.htm. diakses
tanggal 11 Agustus 2007 Anonim. http/www.geocities.com/su art 1/sejarah.html. diakses tanggal 12
Agustus 2007 Anonim. http/google.co.id/masyarakat/htm. Diakses tanggal 20 April 2010. Anonim.http/www.library.ohio.edu/indopbs/1997/04/23/0056.html. Diakses
tanggal 20 April 2010 Anonim. http// abuaqila 06.wordpress.com/2008/05/22/pengertian-danmanfaat-
ziarah. Diakses 21 April 2010. Anonim.http//mrpams.blogspot.com/2007/10/dampak-sosial-ilmu-pengetahuan-
dan html. Diakses 21 April 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88