BAB II Ritual dan Identitas Sosial...teori yang berkaitan dengan Ritual, Ritual Makan Bersama,...

19
11 BAB II Ritual dan Identitas Sosial Bagian ini merupakan uraian teoritis yang berkaitan antara “Oma Panggel Pulang” dengan konsep-konsep yang tertuang dalam judul tesis ini melalui pendekatan teoritis. Untuk dapat memahami tradisi ”Oma Panggel Pulang” maka terlebih dahulu penulis melihat teori- teori yang berkaitan dengan Ritual, Ritual Makan Bersama, Fungsi Tari-tarian dalam ritual, Identitas Sosial dan Identitas Masyarakat Diaspora. Ritualisasi dalam tradisi Oma Panggel Pulang. 2.1 Ritual Ritual adalah seperangkat tindakan yang mencoba melibatkan agama atau magis, yang diperkuat melalui tradisi. Para ahli seperti Arnold Van Gennep, Victor Turner, Clifford Geertz, Catherine Bell, Emile Durkeim dan Roy Rappaport, dalam melihat ritual lebih menekankan pada bentuk ritual sebagai suatu penguatan ikatan tradisi sosial dan individu dengan struktur sosial dari kelompok. Intergrasi itu dikuatkan dan diabdikan melalui simbolisasi ritual. Jadi ritual bisa dikatakan sebagai perwujudan esensial dari kebudayaan. Ritual sendiri merupakan suatu tindakan kebiasaan dari cerita rakyat yang berulang- ulang. Ritual mempunyai tujuan yang sangat terorganisir dan dikendalikan secara umum untuk menunjukkan keanggotaan dalam kelompok. 1 Ritual juga dianggap sebagai suatu tindakan dan otomatis sehingga membedakannya dari aspek konseptual agama, seperti keyakinan, simbol dan mitos. Karena itu, ritual ini kemudian digambarkan sebagai suatu tindakan yang dirutinkan atau kebiasaan. Seperti integrasi ritual, kepercayaan dan perilaku, 1 Sims dan Stephens, Living Folkore ,..., 95.

Transcript of BAB II Ritual dan Identitas Sosial...teori yang berkaitan dengan Ritual, Ritual Makan Bersama,...

Page 1: BAB II Ritual dan Identitas Sosial...teori yang berkaitan dengan Ritual, Ritual Makan Bersama, Fungsi Tari-tarian dalam ritual, Identitas Sosial dan Identitas Masyarakat Diaspora.

11

BAB II

Ritual dan Identitas Sosial

Bagian ini merupakan uraian teoritis yang berkaitan antara “Oma Panggel Pulang”

dengan konsep-konsep yang tertuang dalam judul tesis ini melalui pendekatan teoritis. Untuk

dapat memahami tradisi ”Oma Panggel Pulang” maka terlebih dahulu penulis melihat teori-

teori yang berkaitan dengan Ritual, Ritual Makan Bersama, Fungsi Tari-tarian dalam ritual,

Identitas Sosial dan Identitas Masyarakat Diaspora. Ritualisasi dalam tradisi Oma Panggel

Pulang.

2.1 Ritual

Ritual adalah seperangkat tindakan yang mencoba melibatkan agama atau magis, yang

diperkuat melalui tradisi. Para ahli seperti Arnold Van Gennep, Victor Turner, Clifford

Geertz, Catherine Bell, Emile Durkeim dan Roy Rappaport, dalam melihat ritual lebih

menekankan pada bentuk ritual sebagai suatu penguatan ikatan tradisi sosial dan individu

dengan struktur sosial dari kelompok. Intergrasi itu dikuatkan dan diabdikan melalui

simbolisasi ritual. Jadi ritual bisa dikatakan sebagai perwujudan esensial dari kebudayaan.

Ritual sendiri merupakan suatu tindakan kebiasaan dari cerita rakyat yang berulang-

ulang. Ritual mempunyai tujuan yang sangat terorganisir dan dikendalikan secara umum

untuk menunjukkan keanggotaan dalam kelompok.1 Ritual juga dianggap sebagai suatu

tindakan dan otomatis sehingga membedakannya dari aspek konseptual agama, seperti

keyakinan, simbol dan mitos. Karena itu, ritual ini kemudian digambarkan sebagai suatu

tindakan yang dirutinkan atau kebiasaan. Seperti integrasi ritual, kepercayaan dan perilaku,

1 Sims dan Stephens, Living Folkore ,..., 95.

Page 2: BAB II Ritual dan Identitas Sosial...teori yang berkaitan dengan Ritual, Ritual Makan Bersama, Fungsi Tari-tarian dalam ritual, Identitas Sosial dan Identitas Masyarakat Diaspora.

12

tradisi dan perubahan, ketertiban dan kekacauan, individu dan kelompok, alam dan budaya,

subjektivitas dan objektivitas.2

Ritual bersifat publik untuk menyeragamkan wujud nilai-nilai yang ada pada masyarakat

untuk menjadikan suatu perantaraan pengalaman-pengalaman individu dalam masyarakat.3

Roy Rappaport menekankan bagaimana kegiatan-kegiatan budaya tertentu berguna sebagai

mekanisme homeostatis untuk mempertahankan keseimbangan masyarakat dengan

lingkungan fisiknya. Adanya suatu ritual dalam masyarakat tertentu tidak terlepas dari

pengaruh lingkungan. Ritual yang dilakukan oleh manusia merupakan proses adaptasi

terhadap lingkungan alam sekitarnya. Selanjutnya ritual seringkali dihubungkan dengan

berbagai unsur-unsur kebudayaan.4 Dengan kata lain, ada hubungan erat antara kehidupan

sehari-hari masyarakat dengan ritus-ritus. Sebab peranan ritus dalam masyarakat sangatlah

menonjol.5 Unsur terpenting dalam ritus adalah simbol, maka simbol pun mendapatkan

perhatian khusus. Dimana simbol ritual sebagai unit terkecil dari ritus yang masih

mempertahankan sifat-sifat spesifik dari tingkah laku dalam ritus.6 Sebab suatu simbol

tentunya memiliki instrumen nilai.7

Menurut Van gennep dalam buku The Rites of Passage, dikatakan bahwa peralihan itu

diiringi dengan ritus-ritus peralihan. Proses ritus-ritus ini terdiri dari tiga (3) fase, yaitu: (1)

pemisahan, di mana seseorang tidak terlibat dari peran atau status sosial, (manusia menjadi

objek dari upacara itu akan terpisah atau dipisahkan dari lingkungan dan struktur masyarakat

semula); (2) transisi, di mana seseorang beradaptasi dan perubahan agar sesuai dengan peran

2 Catherine Bell, Ritual – Perpectives and Dimensions (New York: Oxford University Press, 1997), 19-

20. 3 Mary Douglas, Purity and Danger (London and New York: Routledge, 1996), 48.

4 Roy A. Rappaport, Pigs For the Ancestors: Ritual in the ecology of a New Guinea (New Haven and

London: Yale University Press, 1978), 1. 5 Victor Turner, The Ritual Process, Structure and Anti-structure (New York: Cornell University Press,

1969), 9. 6 Turner,“Symbols in African Ritual”, dalam: Morris Freilich (ed), The Pleasure of Anthropology (New

York: The New American Library, 1983), 361. 7 Raymond Firth, Symbols: Public and Private (New York, Ithaca: Cornell University Press, 1973), 76.

Page 3: BAB II Ritual dan Identitas Sosial...teori yang berkaitan dengan Ritual, Ritual Makan Bersama, Fungsi Tari-tarian dalam ritual, Identitas Sosial dan Identitas Masyarakat Diaspora.

13

baru, (mereka memasuki masa liminalitas atau transisi); dan (3) penggabungan, dimana orang

tersebut mengintegrasikan peran baru atau status ke dalam diri (objek akan masuk ke dalam

lingkungan baru dalam struktur masyarakatnya).8 Hal ini sama pendapatnya dengan Turner,

komunitas muncul di mana tidak ada struktur sosial.9 Karena komunitas merupakan bentuk

sosial dari liminalitas. Dimana komunitas yang lahir dari periode liminal merupakan salah

satu model masyarakat yang relatif tidak terstruktur dan tidak terbedakan, atau tidak

terstruktur secara sempurna, bahkan merupakan komuni (communion) dari individu-individu

sederajat yang tunduk bersama-sama kepada satu otoritas umum (general aothority).10

Dalam

ritual terdapat ritus-ritus (upacara-upacara) yang dilakukan.

Dengan demikian, upacara dikatakan sebagai “Transformasi simbolis” pengalaman-

pengalaman yang dibakukan menjadi “formalisasi perilaku ketika berhadapan dengan objek

suci,” merupakan artikulasi perasaan yang menghasilkan sikap kompleks dan permanen.11

Kemudian upacara menjadi suatu “pengulangan sentimen secara tetap” dan “penggulangan

sikap yang benar dan pasti,” yang oleh Parson,12

bahwa dalam perbuatan pengulangan itu

“manusia tidak hanya menunjukan kebersamaan sikap, melainkan justru memperkuat sikap-

sikap itu. Upacara menanamkan sikap dalam kesadaran diri yang memperkuat nereka dan

karena itu memperkuat komunitas moral.

Menurut Thompson, upacara (ceremony) adalah “a public or religious occasion that

include a series of formal or traditional action”. Upacara merupakan peristiwa-peristiwa

resmi atau keagamaan yang meliputi tingkah laku yang bersifat tradisi atau bersifat formal.13

Sedangkan Ritual (ritus) adalah bagian dari tingkah laku religius yang masih aktif dan bisa

8 Arnold.Van Gennep, The Rites of Passage (London and Henley: Rouledge and Kegan Paul, 1960),

11. 9 Y.W. Winangun, Masyarakat Bebas Struktur: Liminalitas dari Komunitas menurut Victor Turner

(Yogyakarta: Kanisius, 1990), 47. 10

Turner, The Ritual Process ,..., 96. 11

Thomas E. O’Dea, Sosiologi Agama (Jakarta: PT. Rajawali Pers, 1987), 75. 12

Talcott Parson, The Structure of Social Action (New York: The Free Press, 1968), 435. 13

Della Thompson, The Oxford Dictionary of Current English (United States: Oxford University Press,

1922), 133.

Page 4: BAB II Ritual dan Identitas Sosial...teori yang berkaitan dengan Ritual, Ritual Makan Bersama, Fungsi Tari-tarian dalam ritual, Identitas Sosial dan Identitas Masyarakat Diaspora.

14

diamati, misalnya pemujaan, nyanyian, doa-doa, tarian dan lain-lain. Sebab ritual memiliki

sifat sakral.14

Menurut lingkupnya upacara dapat dibedakan menjadi dua macam kategori yang terpisah

satu sama lain: “upacara” dan ritual.” Upacara diartikan dalam setiap organisasi apa pun dari

kegiatan yang dilakukan manusia tidak hanya sekedar teknis tetapi berkaitan dengan

penggunaan cara-cara tindakan yang ekspresif dari hubungan sosial. Segala tingkah laku yang

sedemikian, entah itu yang sudah lazim atau sesuai mode, disebut upacara. Sedangkan ritual

menjadi nyata bahwa dia berkaitan dengan pengertian-pengertian mistis yang merupakan pola

pemikiran yang dihubungkan dengan gejala yang mempunyai ciri-ciri rasa.15

Terdapat juga

perbedaan antara upacara dan ritual menurut Roy Rappaport, sebagaimana ia menyatakan

bahwa seremonial sebagai suatu spesies ritual yang bagaimanapun penekanan lebih pada

sebuah pengakuan simbolis dan demonstrasi situasi sosial, yang dibandingkan pada

efektivitas prosedur dalam memodifikasi situasi ini. Sedangkan prosedur ritual lainnya

diyakini memiliki validitas sendiri dalam karakter formal.16

Ritual juga dapat dibedakan dalam empat (4) macam yaitu: (1) Tindakan magis yang

dalam pelaksanaannya menggunakan bahan-bahan yang diyakini memiliki kekuatan mistis;

(2) Tindakan religius, kultus para leluhur; (3) Ritual konstitutif yang menggunakan hubungan

sosial dengan melaksanakan upacara-upacara yang berkaitan dengan siklus kehidupan; (4)

Ritual faktitif, ritual yang bertujuan untuk mendapatkan perlindungan dan kekuatan suatu

kelompok, salah satunya kesejahteraan materi.17

Berbeda dengan pendapat yang

14

I Made Sendra, I Made Sumerta, Ni Luh Ariani, Yufiza, Fungsi dan Makna Upacara Ngusaba Gede

Lanang Kapat (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013), 8. 15

Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 175. 16

Roy A. Rappaport, Ritual and Religion in the Making of Humanity (United Kingdom: Cambridge

University Press, 1999), 38. 17

Dhavamony, Fenomenologi Agama ,..., 175.

Page 5: BAB II Ritual dan Identitas Sosial...teori yang berkaitan dengan Ritual, Ritual Makan Bersama, Fungsi Tari-tarian dalam ritual, Identitas Sosial dan Identitas Masyarakat Diaspora.

15

dikemukakan Susanne K. Langer bahwa simbol prosesi ritual, sebagai perantara untuk

menampilkan pengertian akal murni yang mengandung penggambaran tidak langsung.18

Adapun tujuan dari ritual-ritual (upacara-upacara) itu, adalah: tujuan penerimaan,

perlindungan, pemurnian, pemulihan, kesuburan, penjamin, melestarikan kehendak leluhur

(penghormatan), mengontrol sikap komunitas menurut situasi kehidupan sosial yang

semuanya diarahkan pada transformasi keadaan dalam manusia atau alam.19

Sebagai kontrol

sosial, ritus bermaksud mengontrol perilaku kesejahteraan individu demi dirinya sendiri

sebagai individu ataupun individu bayangan. Hal itu dimaksudkan untuk mengontrol dengan

cara konservatif, perilaku, keadaan hati, perasaan, dan nilai-nilai dalam kelompok demi

komunitas secara keseluruhan.20

Bagi Durkheim, ritus-ritus merupakan tindakan yang hanya

lahir di tengah kelompok-kelompok manusia dan tujuannya adalah melahirkan,

mempertahankan atau menciptakan kembali keadaan-keadaan mental tertentu dari kelompok-

kelompok itu.21

Lebih lanjut Van Gennep mengemukakan bahwa tujuan ritual dapat

menandai kemajuan seseorang dari satu status yang satu ke status yang lain. Hal ini

merupakan suatu fenomena universal yang dapat menunjukan antropologi dalam hierarki

sosial, nilai-nilai dan keyakinan yang penting dalam budaya.22

Ritus memiliki banyak fungsi, baik pada tingkat individu maupun kelompok dan

masyarakat. Ritus dapat menyalurkan dan mengekspresikan emosi, menuntun dan

menguatkan bentuk-bentuk perilaku, memberi dukungan dan mengembangkan status quo,

membawa perubahan, juga memiliki fungsi yang sangat penting dalam penyembahan dan

penghormatan. Ritus-ritus juga dapat digunakan untuk memelihara kesuburan tanah dan

untuk menjamin hubungan yang benar dengan dunia yang tak terlihat dari roh-roh leluhur

18

Susanne K. Langer, Philosophy in a New Key (New York: The Free Press. 1971), 51. 19

Dhavamony, Fenomenologi Agama ,..., 180. 20

Emile Durkheim, Sejarah Agama (Terj.) (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003), 29. 21

Durkheim, Sejarah Agama ,.., 30. 22

Gennep, The Rites of Passage ,.., 10.

Page 6: BAB II Ritual dan Identitas Sosial...teori yang berkaitan dengan Ritual, Ritual Makan Bersama, Fungsi Tari-tarian dalam ritual, Identitas Sosial dan Identitas Masyarakat Diaspora.

16

atau kekuatan-kekuatan supranatural lainnya.23

Ritus merupakan aturan tentang perilaku yang

menentukan bagaimana manusia harus mengatur hubungan dirinya dengan hal-hal yang

sakral.24

Ritual berfungsi sebagai alat yang membolehkan masyarakat berhimpun sehingga adanya

peluang untuk mempengaruhi perasaan dan semangat bersatu padu. Selain itu, fungsi ritual

tidak hanya untuk menguatkan ikatan dengan para leluhur, namun juga sebaliknya

memperkuat ikatan yang menyemangatkan individu kepada kelompok sosialnya sebagai

anggota dari suatu kelompok, dan melalui ritual ini kelompok menjadi sadar akan

kelompoknya.

2.2 Ritual Makan Bersama Masyarakat

Potlatch adalah sebuah ritual yang sangat mewah, perayaan Potlatch diselenggarakan

oleh suku Indian di Pantai Pasifik di Amerika Utara.25

Potlacth merupakan sebuah tradisi

makan bersama atau makan seadanya, budaya ini muncul pada akhir abad ke-19 dan awal

abad 20.26

Istilah Potlacth berasal dari Chinook makna Jargon “memberi” atau dari kata

Noctka “Pa-Mencaci” yang berarti memberi.27

Potlacth secara tradisional diadakan pada

peristiwa atau even-even tertentu. Misalnya pada acara perkawinan, pemberian nama, pesta

kelahiran dan kematian. Ritual ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh legitimasi

sosial yang berdimensi supranatural dari yang mengadakan Potlacth sebagai pewaris

kedudukan atau status sosial dalam masyarakat.

Bagi masyarakat suku Indian di Pantai Pasifik Utara, Potlacth adalah sebuah upacara

ritual yang didalamnya mereka menampilkan tari-tarian, menceritakan legenda dari para

23

Dhavamony, Fenomenologi Agama ,..., 147. 24

Durkheim, Sejarah Agama ,..., 72. 25

The Encyclopedia of Religion, New York, Vol 11, 1987, 464. 26

The Encyclopedia Americana International, Vol.1, 1989. 27

George Clutesi, Potlatch (Sidney, British Columbia: Gray’s Publishing Ltd., 1969), 9.

Page 7: BAB II Ritual dan Identitas Sosial...teori yang berkaitan dengan Ritual, Ritual Makan Bersama, Fungsi Tari-tarian dalam ritual, Identitas Sosial dan Identitas Masyarakat Diaspora.

17

leluhur dalam keluarga dan bernyanyi. Dalam proses ritual ini masyarakat makan secara

bersama-sama, dan selanjutnya mereka membagikan sebagian harta mereka kepada yang

dijamu sesuai dengan status dan kedudukannya dalam masyarakat. Bagi mereka dengan

melakukan ritual ini secara langsung dapat menaikkan status mereka dalam masyarakat. Suku

Indian dalam tradisi makan bersama masyarakatnya, makanan yang disajikan untuk para

tamu harus melimpah sehingga tamu tidak bisa menghabiskan makanan tersebut. Hal ini

merupakan ciri khas dari ritual Potlacth. Makanan yang disajikan dalam ritual ini sangat

tradisional, makanan-makanan ini yang merupakan warisan dari para leluhur yang telah

diturunkan dari generasi ke generasi.28

Tujuan Potlacth dapat dirincikan sebagai berikut: pertama, mengukuhkan kedudukan atau

status sosial. Kedua, dalam ritual Potlacth ada kesempatan bahwa mereka saling berbagi,

seperti berbagi harta dan makanan. Ketiga, Tuan rumah mengadakan ritual ini untuk

menciptakan kerja sama dan saling membantu di antara mereka. Keempat, ritual ini dilakukan

untuk menjaga keseimbangan antara sesama serta memelihara hubungan mereka dengan

supranatural yang telah memberi berkah dan status sosial kepada mereka. Karena itu,

Potlacth juga merupakan identitas dari masyarakat tersebut, bahkan ritual ini merupakan

salah satu bentuk solidaritas diantara sesama mereka.29

Potlacth juga merupakan konsep pemberian hadiah, seperti pertukaran kado atau barang

pada acara-acara tertentu. Sehingga tujuan utama dari Potlacth untuk mendistribusikan atau

memberikan sebagian harta yang dimiliki kepada klen, suku atau masyarakat yang lain.

Dengan demikian proses pelaksanaan Potlacth ini terjadi suatu hubungan timbal-balik dalam

memberikan harta kekayaan. Marcel Mauss dalam bukunya the gift, menunjukkan bahwa ada

hubungan timbal-balik dari pertukaran melalui praktek pemberian hadiah diantara

28

The Encyclopedia Americana International, Vol.22, 469. 29

The Encyclopedia of Religion, New York 1987, Vol.22, 465.

Page 8: BAB II Ritual dan Identitas Sosial...teori yang berkaitan dengan Ritual, Ritual Makan Bersama, Fungsi Tari-tarian dalam ritual, Identitas Sosial dan Identitas Masyarakat Diaspora.

18

masyarakat. Dia menggambarkan bahwa kewajiban moral untuk memberi, menerima dan

memgembalikan hadiah merupakan dasar solidaritas masyarakat yang sekaligus

mengintegrasikan masyarakat setempat.30

Marry Douglas dalam Buku In The Active Voice, yang mengemukakan pandangannya

mengenai makanan yang semula diperkirakan berhubungan dengan masalah fisik dan

ketersediaan makanan dan ternyata tidak hanya berarti demikian. Namun manusia membuat

pilihan yang berhubungan dengan apa yang ingin dimakan, dengan siapa, ataupun dengan

susunan yang bagaimana, serta seberapa sering dan kapan proses itu terjadi. Dari beberapa

penelitiannya, ia mengeksplorasikan bagaimana makanan menjadi sebuah medium relasi

sosial. Makanan digunakan sebagai unsur utama dalam merayakan peristiwa-peristiwa sosial

dan mendefinisikan kategori-kategori sosial dan mengkonfimasi nilai-nilai sosialnya.

Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa makna-makna budaya yang kuat diinvestasikan di

dalam makanan. Hal ini kemudian menunjukkan pola perubahan sosial dan integrasi sosial.

Makanan dalam tata sosial berfungsi sebagai sistem komunikasi (simbolis) dari unit keluarga,

di dalam satu kelas sosial maupun antar kelas sosial dalam masyarakat. Kategori-kategori

makanan tersebut memperlihatkan gaya sosial yang berbeda-beda. Sehingga makna makanan

ditemukan dalam sebuah sistem yang dilakukan berulang-ulang. Misalnya keterikatan antar

menu makanan; bahkan setiap makanan terdapat struktur dari peristiwa sosial yang

menstrukturkan yang lain dalam gambarannya sendri.31

Adat makan bersama dalam pandangan Koentjaraningrat merupakan salah satu unsur

terpenting dari sebuah upacara keagamaan, yang tidak selamannya dapat dijelaskan artinya

secara menyeluruh dan tentang asal–mulanya.32

Maksudnya, makan bersama bukan hanya

30

Marcel Mauss, The Gift (London and New York: Routledge, 1954), 7. 31

Mary Douglas, In The Active Voice (London and Henley: Routledge and Kegan Paul, 1960), 75. 32

Makan bersama merupakan salah satu unsur penting diantara sepuluh unsur dalam upacara

keagamaan lainnya, yaitu: bersaji, berkorban, berdoa, makan bersama, menari dan menyanyi, berpawai,

Page 9: BAB II Ritual dan Identitas Sosial...teori yang berkaitan dengan Ritual, Ritual Makan Bersama, Fungsi Tari-tarian dalam ritual, Identitas Sosial dan Identitas Masyarakat Diaspora.

19

persekutuan atau solidaritas antar sesama manusia dalam acara keagamaan, namun juga

dalam persekutuan dengan para dewa, sehingga acara makan bersama merupakan salah satu

unsur adat yang masuk dalam kesakralan dan patut dilakukan oleh masyarakat budaya.

2.3 Fungsi Tari-tarian dalam Ritual

Seni tari sebagai suatu ekspresi manusia yang bersifat estetis, kehadirannya tidak bersifat

independen. Secara kontekstual yang berhubungan dengan ilmu sosiologi maupun

antropologi, tarian adalah bagian integral dari dinamika sosio-kultural masyarakat. Tetapi

lebih penting, tarian ialah sesuatu yang bersangkutan dengan isi atau makna maupun pesan-

pesan yang dikandungnya. Tarian dapat dibagi menjadi beberapa bentuk, sebagai berikut:

Tarian sebagai keindahan, Tarian sebagai kesenangan, Tarian sebagai sarana komunikasi,

Tarian sebagai sistem simbol dan Tarian sebagai supraorganik.33

Menurut Merriem dalam bukunya yang berjudul The Antropology of Music mengatakan

ada 8 fungsi seni musik etnis yaitu: (1) Sebagai kenikmatan estetis, yang dapat dinikmati oleh

penciptanya atau penontonnya (2) hiburan bagi seluruh masyarakat (3) komunikasi bagi

masyarakat yang memahami musik, karena musik bukanlah bahasa universal (4) representasi

simbolis (5) respon fisik (6) memperkuat komunitas norma-norma sosial (7) mengesahkan

institusi-institusi sosial dan ritual-ritual keagamaan (8) sumbangan pada pelestarian serta

stabilitas kebudayaan.34

Selain seni musik yang menjadi salah satu bentuk dari kesenian atau seni pertunjukan

lainnya ialah seni tari tradisional. Tari tradisional ialah tari yang telah mengalami perjalanan

yang cukup lama dan selalu berpijak pada pola tradisi yang sudah ada. Hal ini sesuai dengan

pendapat dari Soedarsono yang menyatakan bahwa tarian rakyat merupakan jenis tarian yang

memainkan seni drama, berpuasa, intoxikasi, bertapa dan bersemedi. Lih. Koentjaraningrat, Beberapa Pokok

Antropologi Sosial (Cetakan I) (Jakarta: Dian Rakyat, 1967), 240. 33

Sumandiyo Hadi, Sosiologi Tari (Yogyakarta: Penerbit Pustaka, 2005), 12. 34

Alan P. Merriem, The Anthropology Of Music (Evanston: Northwestern University Press, 1964),

223-225.

Page 10: BAB II Ritual dan Identitas Sosial...teori yang berkaitan dengan Ritual, Ritual Makan Bersama, Fungsi Tari-tarian dalam ritual, Identitas Sosial dan Identitas Masyarakat Diaspora.

20

berpijak pada budaya tradisional dan masih bertumbuh pada unsur primitif.35

Tari Tradisional

kerakyatan adalah tari yang lahir, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, kemudian

diturunkan dan diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.36

Karena

kehadiran tarian tradisional dikelompokkan pula sebagai bentuk pemujaan yang berkaitan

dengan religi atau kepercayaan seperti tarian dalam ritual upacara. Tarian yang berhubungan

dengan religi atau kepercayaan bersifat sakral atau suci, seperti misalnya banyak terdapat

dalam peninggalan jenis tarian budaya primitif. Penyembahan atau pemujaan terhadap roh

nenek moyang dilakukan dalam bentuk tarian, merupakan kepercayaan yang telah diwarisi

turun-temurun sejak masyarakat primitif.37

Dalam pemahaman Durkheim mengenai fungsi tarian, maka berbicara mengenai tarian

yang terdapat dalam konteks ritual atau upacara-upacara keagamaan. Tarian merupakan suatu

gerakan-gerakan yang diciptakan oleh masyarakat di mana ia merupakan ekspresi dari emosi

kolektif yang meresap dalam diri setiap individu. Emosi tersebut ada ketika mereka masuk

dalam kehidupan di ranah sakral dan bersama-sama terlibat dalam satu upacara atau ritual.

Tari-tarian yang diciptakan dan dilakukan secara bersama-sama bisa saja merupakan bentuk

ekspresi kegembiraan bagi setiap individu ketika ada dalam satu upacara, seperti upacara

penyembahan dan penghormatan terhadap leluhur. Jadi, gerakan-gerakan yang diciptakan dan

kemudian menjadi suatu tari-tarian merupakan cara yang dilakukan individu untuk

meluapkan emosi yang mereka rasakan, baik itu perasaan senang, gembira maupun

kekaguman. Melalui keterlibatan individu dalam pemujaan dan tari-tarian, maka setiap

individu akan bergabung dalam kehidupan kolektif dan diikat dalam satu kebersamaan yang

erat.38

35

Soedarsono, Wayan Wong: The State Ritual Dance Drama in the Court of Yogyakarta (Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press, 1990), 3, 10. 36

Jazuli. M, Telaah Teoritis Seni Tari (Semarang: IKIP Press, 1994), 70. 37

Hadi, Sosiologi Tari ,.., 16-20. 38

Durkheim, The Elementary Forms of the Religious Life (Diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh

J.W. Swain, Glencoe, Illinois, The Free Press, 1974), 319,531-539.

Page 11: BAB II Ritual dan Identitas Sosial...teori yang berkaitan dengan Ritual, Ritual Makan Bersama, Fungsi Tari-tarian dalam ritual, Identitas Sosial dan Identitas Masyarakat Diaspora.

21

Sebagaimana di Maluku, tari-tarian sangat lekat dalam adat. Adat yang merupakan wujud

ideal dari kebudayaan yang biasanya berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur,

mengendalikan dan memberi arah kepada sikap dan perbuatan manusia dalam masyarakat.39

Sehingga hasil penelitian yang dilakukan oleh Frank. L. Cooley bagi masyarakat di Maluku

Tengah dalam memahami “adat” dapat dirumuskan beberapa hal yakni: pertama, adat

sebagai kebiasaan-kebiasaan dalam kehidupan dan kedua, kebiasaan-kebiasaan dalam

kehidupan berkenaan dengan tetap dilakukannya hal-hal tertentu yang dianggap wajib bagi

semua anggota masyarakat dan harus dilakukan menurut aturan yang telah ditetapkan.40

Hampir sebagian masyarakat Maluku yakin bahwa adat diturunkan oleh leluhur yang

telah mendirikan persekutuan desa, dan menghendaki agar dapat dijadikan sebagai pola

kehidupan bagi keturunan selanjutnya. Dikarenakan adat berfungsi menjamin

terselenggaranya relasi, baik antara masyarakat dan para leluhurnya.41

Dimana Tradisi

merupakan perilaku informal bersama yang dapat menghubungkan manusia ke generasi masa

lalu dengan masa sekarang, juga dapat menghubungkan manusia dengan identitas etnis dan

agama, dan mengikatnya dengan perilaku orang-orang dalam budaya.42

Tradisi juga bisa

berupa perangkat dari sebuah sistem kepercayaan (keyakinan) atau adat-istiadat.43

Namun,

inti tradisi lisan (folklore) merupakan sesuatu yang menjadi bagian dari identitas dari suatu

komunitas yang dikomunikasikan secara lisan berupa ideologi, nilai-nilai yang mengikat

mereka dan diwujudkan dalam tindakan sehari-hari. Secara dinamis bahkan di konstruksikan

sedemikian rupa dalam struktur masyarakat yang ada.44

39

Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan (Jakarta: PT. Gramedia Utama,

1990), 5. 40

Frank L. Cooley, Mimbar Dan Tahta: Hubungan Agama-agama dan Pemerintahan di Maluku

Tengah (Jakarta: Pustaka Sinar harapan, 1987), 108. 41

Cooley, Mimbar Dan Tahta ,...,109. 42

Sims dan Stephens. Living Folkore ,..., 64. 43

Thompson, The Oxford Dictionary ,.., 968. 44

Richard Bauman, Folklore, Cultural Performance, and Popular Entertainments (New York: Oxford

University Press, 1992), 29-40.

Page 12: BAB II Ritual dan Identitas Sosial...teori yang berkaitan dengan Ritual, Ritual Makan Bersama, Fungsi Tari-tarian dalam ritual, Identitas Sosial dan Identitas Masyarakat Diaspora.

22

Selain itu dalam menjalankan tradisi, masyarakat juga melibatkan ritual-ritual yang

dilakukan sesuai tradisi lokal. Karena keberadaan tradisi tidak dapat dipisahkan dari ritual,

sebab ritual memiliki peran sentral dalam membangun memori kolektif masyarakat untuk

dapat menunjukan identitas individu maupun kelompok sehingga menjadi sebuah identitas

sosial.

2.4 Identitas Sosial

Istilah identitas berasal dari bahasa latin yakni idem, yang maknanya untuk menyatakan

pemahaman mengenai adanya kesamaan dan kesatuan.45

Secara harafiah identitas adalah ciri-

ciri, tanda-tanda, atau jati diri seseorang yang melekat pada sesuatu atau seseorang yang

membedakannya dengan yang lain, baik secara fisik maupun secara non-fisik. Sementara itu,

KBBI menjelaskan bahwa identitas sebagai ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang.46

Bahkan ketika orang mendiskusikan soal identitas, selalu diidentikan dengan jati diri dari

sebuah entitas. Konsep identitas juga bersifat dinamis seperti yang diungkapkan oleh

Anthony Giddens, bahwa memahami identitas diri merupakan suatu keahlian bernarasi

tentang diri dan menceritakan perasaan yang konsisten tentang kontinyuitas biografi. Seperti

cerita identitas yang mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis: apa yang dikerjakan?

Bagaimana melakukan? Siapa yang menjadi? Seseorang berusaha mengkonstruksikan cerita

identitas dengan saling bertalian dimana diri seseorang membentuk lintasan suatu

perkembangan dari pengalaman-pengalaman di masa lalu menuju ke masa depan.47

Sementara itu, konstruksi identitas harus dilihat sebagai konstruksi makna dan representasi

terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Identitas yang dikonstruksi oleh individu atau

45

Jenkins, Social Identity ,..., 17. 46

Riskianingrum, Studi Dinamika Identitas ,..., 1. 47

Anthony Giddens, Modernity and Self-Identity (United Kingdom: Cambridge Polity Press, 1991), 75.

Page 13: BAB II Ritual dan Identitas Sosial...teori yang berkaitan dengan Ritual, Ritual Makan Bersama, Fungsi Tari-tarian dalam ritual, Identitas Sosial dan Identitas Masyarakat Diaspora.

23

kelompok tertentu memiliki dampak positif dan negatif atas mereka yang menggunakannya.48

Identitas juga terkait dengan persoalan apa yang dimiliki, atau tentang apa yang menjadi

kebiasaan dan apa yang membedakan seorang individu dengan individu lain, atau etnik yang

satu dengan etnik yang lain.49

Telah lanjut menurut Jenkins, identitas merupakan pemahaman akan siapa kita, dan siapa

orang lain, serta secara resiprokal, pemahaman orang lain akan diri mereka sendiri dan orang

lain. Sedangkan, identitas sosial adalah ciri-ciri atau keadaan khusus sekelompok masyarakat.

Identitas ini menunjukkan cara-cara di mana individu dan kolektivitas-kolektivitas dibedakan

dalam hubungan mereka dengan individu dan kolektivitas lain.50

Penekanan relasi antara

identitas individual dan identitas sosial menjadi semakin jelas ketika memperhatikan

pendapat Jenkins bahwa seluruh identitas manusia ditentukan oleh definisi identitas sosial.51

Hal ini juga yang dijelaskan oleh postmodernis yang melihat identitas dari aspek

kesejarahan yang membentuk identitas itu. Dua model identitas menurut Sarup, yaitu: (1) dari

sudut tradisional, bahwa keseluruhan dinamika identitas seperti kelas, gender dan ras yang

beroperasi secara simultan menghasilkan identitas yang utuh, satu dan tetap; (2) dari sudut

terkini, bahwa identitas terkonstruksi dalam proses dan dipetimbangkan dalam aspek

psikologi dan sosiologi.52

Berbeda dengan Sarup, Manuel Castell mengatakan bahwa identitas merupakan sumber

makna bagi manusia itu sendiri. Dalam hal ini identitas sebagai sesuatu yang mengacu

kepada aktor sosial, dipahami sebagai proses mengkontruksi makna atas dasar suatu atribut

48

Yance Z. Rumahuru, Ritual Ma’atenu sebagai Media Konstruksi Identitas Komunitas Muslim

Hatuhaha di Pelauw Maluku Tengah, Program Studi Agama dan Lintas Budaya Sekolah Pascasarjana UGM.

Vol.2 No. 1, April 2012, Hal 36-47. 49

Cris Weedon, Identity and Culture: Narative of Difference and Belonging (UK: Open University

Press, 2004), 65. 50

Jenkins, Social Identity ,..., 18. 51

Jenkins, Social Identity ,..., 4. 52

Madan Sarup, Identity, Culture and The Postmodern World (Athens GA: The University of Georgia

Press, 1996), 14.

Page 14: BAB II Ritual dan Identitas Sosial...teori yang berkaitan dengan Ritual, Ritual Makan Bersama, Fungsi Tari-tarian dalam ritual, Identitas Sosial dan Identitas Masyarakat Diaspora.

24

dari kebudayaan atau satu kumpulan atribut sosial yang saling berhubungan. Hal ini yang

menyebabkan identitas bersifat majemuk atau jamak (plurality of identites). Berdasarkan

fakta dan dalam perspektif sosiologi, bahwa semua identitas adalah terkonstruksi dan

dibentuk.53

Demikian juga Castell memiliki perbedaan dengan Burke dan Stets yang terletak pada

fokus kajiannya. Burke dan Stets memfokuskan kajiannya pada indentitas personal,

sedangkan Castells merambatkan kajiannya pada identitas kolektif. Dari situ secara implisit

memberikan pemahaman bahwa seorang individu mempengaruhi masyarakat melalui

tindakan individual. Misalnya, membuat kelompok, organisasi, jaringan kerja, dan lembaga.

Demikian juga sebaliknya masyarakat mempengaruhi seorang individu melalui berbagi

bahasa, makna, dan struktur yang telah tersedia, sehingga memampukan seseorang untuk

memainkan peran ketika bertemu dengan orang lain, ikut serta dalam interaksi sosial, dan

merefleksikan diri orang lain sebagai objek. Hal ini sejalan dengan pemaknaan bahwa

identitas sosial itu pada dasarnya adalah pemahaman seseorang bahwa dirinya menjadi

bagian dari sebuah kategori sosial atau kelompok. Sebuah kelompok sosial adalah sejumlah

individu yang berpegang pada identifikasi sosial yang sama atau memandang diri mereka

sebagai anggota dari sebuah kategori sosial.54

Kategori sosial yang dimaksudkan adalah

identitas dari masyarakat diaspora.

53

Manuel Castel, Power of Identity (London: Blackwell, 2001), 6. 54

Jan E. Stets & Peter J. Burke, Identity Theory and Social Identity Theory (New York: Oxford

University Press, 2009), 8-9.

Page 15: BAB II Ritual dan Identitas Sosial...teori yang berkaitan dengan Ritual, Ritual Makan Bersama, Fungsi Tari-tarian dalam ritual, Identitas Sosial dan Identitas Masyarakat Diaspora.

25

2.5 Identitas Masyarakat Diaspora

Identitas ini terkait dengan proses imigran beralih ke negara lain dengan menyertakan

identitas mereka dari negara asal.55

Hubungan antara negara asal dan diaspora mempunyai

hasil kemungkinan yang timbal balik sehingga di tempat yang mereka duduki juga

merupakan dampak signifikan terhadap identitas di kalangan diaspora. Diperkirakan

konstruksi dan pemeliharaan akan identitas ini dapat dikatakan sebagai sebuah proyek

kolaborasi yang terdiri dari kontribusi dari banyak kelompok dalam tanah air dan luar

negeri.56

Istilah diaspora ini digunakan secara lebih luas untuk menunjukan hubungan budaya

yang terus dipelihara oleh orang-orang yang sudah menyebar di seluruh dunia.57

Hal ini diperkuat oleh Sheffer yang mendefinisikan diaspora modern sebagai emigran

yang berasal dari kelompok etnis yang menetap di negara tempat tinggal (host country),

namun masih menjaga hubungan sentimental yang kuat dengan negara asal dan kampung

halamannya.58

Tempat asal bagi masyarakat diaspora merupakan komponen penting bagi rasa

identitas diri mereka sebagai subjek. Dengan adanya Tempat, masyarakat dapat menemukan

budaya. Karena itu, tempat tidak dapat dipahami di luar konteks budaya.59

Makna tempat dan

ruang dikonseptualisasikan, sebagai ruang kebebasan manusia untuk dapat melekat pada

identitas satu dengan yang lainnya.60

Menurut Hewer & Shpresa, hal ini yang membuat identitas dikonseptualisasikan sebagai

suatu produk dari interaksi yang dinamis dalam tiga sumber pengetahuan, yakni:

55

Casey Teresa & Dustmann Christian, Immigrants, Identity, Economic Outcomes, and the

Transmission of Identity across Generations (London : University College London Drayton House, 2009), 25-

27. 56

Christopher J. Hewer & Shpresa Vitija, “Identity after Kosovo’s independence: Naratives from

within the Kosovar Albanian diaspora”, dalam Jurnal social Social Identities, Vol. 19, No. 5, Received 3 June

2013 (London: Routledge, 2013), 621. 57

Riskianingrum, Studi Dinamika Identitas ,..., 103. 58

G. Sheffer, A new field of study: Modern diasporas in international politics (Croom Helm, London

and Sydney, 1986), p. 1-15. 59

Christou, Narratives of Place ,..., 32. 60

Christou, Narratives of Place ,..., 33.

Page 16: BAB II Ritual dan Identitas Sosial...teori yang berkaitan dengan Ritual, Ritual Makan Bersama, Fungsi Tari-tarian dalam ritual, Identitas Sosial dan Identitas Masyarakat Diaspora.

26

1. Sejarah, upaya untuk memahami peristiwa masa lalu melaui empiris dan analisi

ilmiah

2. Memori Kolektif, dimana repositori budaya yang relatif statis terdiri dari informasi

yang terdapat dalam buku di perpustakaan atau di museum

3. Pengalaman pribadi, harus dapat disaring dan dikontekstualkan dengan alasan dan

memori yang dapat merangsang emosi dan menyatukan kemauan yang ada.61

Berdasarkan argumen tersebut dapat dikatakan bahwa identitas mengalir dari yang

dinamis dan narasi statis tentang masa lalu. Sehingga hasil konstruksi identitas melalui proses

kolektif menyebabkan manusia dapat mengingat kegiatan saat ini dengan menggunakan masa

lalu, dan melalui sifat dialogis dapat mengingatkan percakapan sehari-hari yang menjadi

bagian integral dari proses konstruksi identitas, dimana tertanam memori dalam hubungan

baik implisit atau eksplisit dalam kehidupan sehari-hari.62

Secara antropologis, konsep identitas sosial mengandung makna yang sama dengan

konsep identitas etnis. Istilah etnis mengacu pada masalah perasaan bersama atau senasib dari

satu kelompok etnik. Tumbuhnya perasaan ini merupakan produk dari sejarah dan asal usul

yang diwarisi. Dalam pengertian umum, istilah entitas juga merujuk keseluruhan aspek

tentang masalah-masalah etnis dan mengacu pada hal-hal biologis, maupun aspek non-fisik

seperti: kepercayaan, pengetahuan, budaya, agama, bahasa dan adat-istiadat yang

diwarisinya.63

Identitas etnis dibangun sesuai dengan situasi yang ada. Sifat identitas etnis

adalah situasional dan bisa berubah.64

Menurut Appiah dalam buku yang berjudul The Ethics of Identity yang berbicara

mengenai nilai-nilai identitas daripada etika identitas, mengatakan bahwa di dalam setiap

61

Hewer & Shpresa, Identity after Kosovo’s independence ,..., 623. 62

Hewer & Shpresa, Identity after Kosovo’s independence ,..., 624. 63

Thomas H. Eriksen, What is Anthropolgy? (London: Pluto Press, 2002), 3-4. 64

Eriksen, Ethnicity & Nationalism: Anthropological Perpectives (London: Pluto Press, 1993), 117.

Page 17: BAB II Ritual dan Identitas Sosial...teori yang berkaitan dengan Ritual, Ritual Makan Bersama, Fungsi Tari-tarian dalam ritual, Identitas Sosial dan Identitas Masyarakat Diaspora.

27

identitas terdapat nilai-nilai, yakni nilai-nilai yang bersifat etis dan moral yang memengaruhi

individu atau kelompok dalam menggunakan identitas. Argumen Appiah didasarkan pada

asumsi bahwa hal ini merupakan sebuah tradisi yang diasumsikan hampir dimiliki oleh setiap

manusia. Oleh karena itu, identitas merupakan nilai yang menjadi etiketnya dan terdapat

kesamaan nilai dalam identitas. Misalnya, salah satu nilai universal dari identitas adalah

solidaritas, sebagai bagian dari rasa nyaman, puas atau pemaknaan untuk melakukan

kebaikan internal komunitas identitas tersebut.65

Lebih lanjut terdapat dua pandangan yang secara khususnya juga membahas pandangan-

pandangan diatas yakni; perspektif esensialis dan konstruktivistik. Dalam pandangan

esensialistik, konsep etnisitas dipahami sebagai entitas yang tetap, baku dan berorientas

dengan karaktek biologis. Seperti yang dikatakan oleh Clifford Geertz 1973 dalam bukunya

The Interpretation of Culture sebagai “Primordial” yang merujuk pada anggapan bahwa

etnisitas adalah sebuah identitas yang telah dibawa seseorang sejak lahir. Artinya bahwa

terdapat sesuatu yang bersifat askriptif dan melekat pada setiap orang. Meskipun semua

adalah orang Indonesia, namun masing-masing memiliki identitas primordialnya sebagai

orang Ambon, dan lain-lain. Sedangkan perspektif konstruktivistik melihat bahwa konsep

etnisitas bisa berubah dan tidak menetap.66

Makna dan konsep identitas pun merupakan suatu

usaha yang berkelanjutan tanpa akhir. Karena identitas bukan merupakan entitas yang final

dan statis, melainkan sesuatu yang bertumbuh dan berkembang.

Hal ini sejalan dengan pemikiran Hall yang menyatakan bahwa sesuatu yang tidak pernah

sempurna, selalu ada dalam proses dan selalu dibangun dari dalam. Kata identitas sendiri

65

Kwame A. Appiah, The Ethics of Identity (Princeton, New Jersey: Princeton University Press, 2005),

24. 66

Riwanto Tirtosudarmo, Mencari Indonesia: Demografi Politik Pasca Soeharto (Jakarta: Lembaga

Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2007), 142-143.

Page 18: BAB II Ritual dan Identitas Sosial...teori yang berkaitan dengan Ritual, Ritual Makan Bersama, Fungsi Tari-tarian dalam ritual, Identitas Sosial dan Identitas Masyarakat Diaspora.

28

mengacu pada konotasi apa saja, misalnya sosial, politik, budaya dan sebagainya.67

Sehingga

identitas dapat dilihat sebagai sebuah konstruksi dari berbagai diskursus, praktik dan posisi,

dimana hal tersebut terkonstruksi secara sosial, dibentuk dan dinegosiasi melalui pengalaman

sehari-hari melalui interaksi sosial.68

Identitas individu yang tampil dalam setiap interaksi sosial biasanya disebut dengan

identitas sosial. Identitas sosial yaitu bagian dari konsep diri invidu yang terbentuk karena

kesadaran individu sebagai anggota suatu kelompok sosial, dimana di dalamnya mencakup

nilai-nilai dan emosi-emosi penting yang melekat dalam diri individu sebagai anggotanya.69

Oleh karena itu, identitas sosial memiliki keterhubungan dengan perasaan menjadi bagian

dari suatu kelompok. Keterhubungan ini dalam pengertian bahwa konsep diri seseorang atau

identitas seseorang merupakan gambaran diri yang adalah pendefinisian karakteristik

kelompok sosial yang di dalamnya seseorang itu merasa menjadi bagiannya.70

Contohnya

karakteristik kelompok sosial yang berbentuk seperti bangsa, ras, etik, kelas pekerja, agama,

umur, gender, suku, keturunan, dan lain-lain.71

Menurut Hogg dan Abrams, Identitas sosial yang melekat pada seseorang merupakan

identitas positif yang ingin dipertahankan oleh individu tersebut. Konsep identitas yang

didasarkan dari suatu asumsi umum bahwa:

1. Setiap individu selalu berusaha untuk merawat dan meninggikan harga dirinya dengan

cara berusaha untuk membentuk konsep diri yang positif.

67

Stuart Hall, Cultural Identity and Diaspora (London: Lawrence & Wishart, 1990). 68

Melissa J. Brown, Is Taiwan Chinese? The Impact of Culture, Power, and Migration on Changing

Identities (Berkeley: University of California Press, 2004), 22. 69

D M. Taylor & F M. Moghaddam, Theories of Intergroup Relation (Second edition) (New York:

Praeger, 1994). 70

Hogg dan Abrams, Social Identifications ,..., 7. 71

Hogg dan Abrams, Social Identifications ,..., 13.

Page 19: BAB II Ritual dan Identitas Sosial...teori yang berkaitan dengan Ritual, Ritual Makan Bersama, Fungsi Tari-tarian dalam ritual, Identitas Sosial dan Identitas Masyarakat Diaspora.

29

2. Kelompok dan anggota sosial mencoba berasosiasi terhadap konotasi nilai positif atau

negatif. Karena, identitas sosial mungkin positif atau negatif tergantung dari evaluasi

kelompok tersebut dalam memberikan kontribusi pada identitas sosial individu.

3. Evaluasi dari salah satu kelompok adalah berusaha menjadi bahan acuan pada

kelompok lain secara spesifik melalui perbandingan sosial dalam bentuk nilai atribut

atau karakteristik.72

Selain itu, Identitas jika dilihat dari sudut pandang sosiologi, perlu terlebih dahulu

dipahami dalam bingkai sosial, apakah merupakan kenyataan ojektif atau merupakan

kenyataan subjektif. Klarifikasi atas persoalan ini dapat dipahami dari pendapat Peter

L.Berger dan Luckmann yang menyatakan bahwa identitas, dengan sendirinya, merupakan

satu unsur kunci dari kenyataan subjektif dan, sebagaimana semua kenyataan subjektif,

berhubungan secara dialektis dengan masyarakat.73

Identitas dibentuk oleh proses-proses

sosial sehingga memperoleh wujudnya, kemudian ia dipelihara, dimodifikasi, atau malahan

dibentuk ulang oleh hubungan-hubungan sosialnya. Proses-proses sosial yang terlibat dalam

membentuk dan mempertahankan identitas yang dimaksud ditentukan oleh struktur sosial.

Sebaliknya, identitas-identitas yang dihasilkan oleh interaksi antara organisme, kesadaran

individu, dan struktur sosial bereaksi terhadap struktur sosial yang sudah diberikan,

memeliharanya, memodifikasinya, atau malahan membentuknya kembali.74

Dengan demikian berdasarkan pandangan ini, dapat dipahami bahwa individu pada

kenyataan tidak dapat terlepas dari masyarakat sebagai lingkungan sosialnya. Karena

keduanya saling terikat dan saling berinteraksi. Adapun pengalaman dari masing-masing

individu juga ternyata tidak dapat dipisahkan dari pengalaman dalam sebuah komunitas.

72

Hogg & Abrams, Social Identifications ,..., 200. 73

Berger & Luckman, Tafsir Sosial atas Kenyataan ,..., 235. 74

Berger & Luckman, Tafsir Sosial atas Kenyataan ,.., 248.