Perppu Ormas Tak Perlu Tunggu Proses di DPR - Gelora45gelora45.com/news2/SP_2017071803.pdf ·...

1
Suara Pembaruan Selasa, 18 Juli 2017 3 Utama [JAKARTA] Peraturan Pemerintah Pengganti Un- dang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Peruba- han Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), bisa langsung ber- laku sejak diterbitkan Presiden Joko Widodo pada 10 Juli 2017 lalu. “Sejak Perppu diterbitkan, bisa dilaksanakan, tidak perlu menunggu proses di DPR. Artinya, Perppu itu bisa dijadikan landasan untuk membubarkan ormas dan pengurus serta anggota ormas yang dinilai bertentangan dengan Pancasila, radikal dan intoleran. Pemerintah jangan menunggu-menunggu lagi,” ujar Sekretaris Jenderal Perhimpunan Advokat Indo- nesia (Peradi) Sugeng Teguh Santoso, Selasa (18/7). Sugeng menjelaskan, Perppu sejak diterbitkan sudah memiliki konsekuensi hukum sehingga bisa langsung ber- laku, bisa dilaksanakan dan memiliki kedudukan yang setingkat dengan Undang-Un- dang. Hal ini, kata dia, diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011 ten- tang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. “Perppu ini memang harus diajukan ke DPR un- tuk mendapat persetujuan, apakah mereka menerima atau menolak pada persidangan berikutnya. Persetujuan DPR ini sangat penting karena DPR lah yang memiliki kekuasaan legislatif, dan yang secara objektif menilai ada tidaknya kegentingan yang memaksa sebagai syarat penerbitan Perppu,” ungkap dia. Dalam Pasal 52 ayat (1) UU Nomor 12/2011 disebut- kan Perppu harus diajukan ke DPR dalam persidangan berikut. Yang dimaksud dengan “persidangan berikut- nya” adalah masa sidang pertama DPR setelah Perppu ditetapkan. “Jadi, pembahasan Perppu untuk di DPR dilakukan pada saat sidang pertama DPR dalam agenda sidang DPR setelah Perppu itu ditetapkan untuk mendapat persetujuan atau tidak dari DPR. Apabila disetujui DPR, maka Perppu akan jadi UU, kalau ditolak maka Perppu akan dicabut,” tandas dia. Hal senada diungkapkan Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapi) Fakultas Hukum Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono. “Tentu Perppu mempunyai daya laku sejak ditetapkan tanpa harus menunggu per- setujuan DPR pada masa sidang berikutnya. Perppu langsung berlaku mengingat memang keberadaannya digunakan untuk mengatasi persoalan mendesak yang terjadi saat Perppu ditetapkan. Dengan demikian atas dasar Perpu Ormas ini, pemerintah bisa segera melakukan pen- indakan terhadap ormas yang terbukti melanggar ketentuan dalam Perppu Ormas ini,” katanya, Selasa (18/7). Bayu menegaskan, tindakan Presiden Jokowi menetapkan Perppu Ormas ini merupakan hak konstitu- sional Presiden yang harus dihormati karena dijamin oleh UUD 1945. Surat dari Pemerintah Sementara itu, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengatakan, hingga saat ini DPR belum menerima surat pengantar Perppu Ormas sehingga DPR belum bisa menindaklanjuti permintaan pemerintah dalam membahas lebih lanjut terkait Perppu Ormas. “Kalau mau melaksanakan Perppu sebenarnya pemerintah sudah boleh eksekusi. Namun saya melihat pemerintah tetap ingin melibatkan DPR dalam pembubaran ormas yang tidak sesuai UU kita,” ujar Agus, Selasa (18/7). Menurut Agus, kalau pemerintah menunggu DPR untuk melaksanakan Perppu maka sebaiknya jangan terbu- ru-buru menerbitkan Perppu. Bisa saja, kata Agus, pemer- intah mengajukan revisi UU tentang Ormas untuk dibahas di DPR. Terkait dengan temuan Kesbangpol di daerah tern- yata sudah mengumpulkan banyak data mengenai ormas yang bertentangan dengan Pancasila, Agus mengatakan, pemerintah harus tegas men- gatasi hal itu. Temuan-temuan ormas yang bertentangan dengan Pancasila harus dit- indaklanjuti secara hukum. “Temuan seperti itu kita serahkan sepenuhknya ke penegak hukum. Penegak hukum harus bertindak se- suai dengan undang-undang yang berlaku,” tegas politisi Demokrat itu. Menurut Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali, meski Perppu harus mendapat per- setujuan DPR, tetapi Perppu itu sudah bisa langsung ber- laku sejak diterbitkan oleh Presiden Jokowi. [H-14/YUS/F-5] Perppu Ormas Tak Perlu Tunggu Proses di DPR P emerintah daerah tidak bisa berbuat banyak terkait keberadaan organisasi kemasyarakatan (ormas) yang bertentangan dengan Panca- sila. Padahal ormas semacam itu sudah ada di depan mata. Penyebabnya, tidak ada payung hukum yang cukup untuk bisa membubarkan ormas tersebut. Di Daerah Istimewa Yogya- karta, misalnya, ormas semacam itu mulai muncul dan terang-te- rangan mendeklarasikan diri pascareformasi. Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbang- pol) DIY, Agung Supriyono menyatakan, pihaknya baru bisa bergerak pascaditerbitkannya Peraturan Pemerintah Peng- ganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2017 tentang Ormas. “Sejauh ini kami hanya bisa melakukan analisis, mendeteksi penanggung jawab organisasi dan mendata. Untuk melakukan tindakan selanjutnya, tidak bisa. Kecuali penindakan atas perila- ku,” ujarnya. Dikatakan, Pancasila me- mang tidak tercantum dalam landasan ideologi ormas-ormas tersebut. Namun, gerakan yang dilakukan sampai saat ini masih dalam batas kewajaran alias tidak sampai melawan hukum. Pemda terbentur pada persoalan hukum. Ia mencontohkan, terdapat satu ormas yang bergerak di bidang keagamaan. “Kantor pusatnya di Yogyakarta, namun para pemimpin mereka berada di luar DIY. Karena itu, menindak di DIY, belum tentu bisa meng- hapus ormas tersebut,” katanya. Hingga awal 2017 terdapat 799 ormas tercatat di Kesbang- pol DIY. Secara terpisah, Peneli- ti Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) UGM, M Iqbal Ahnaf menye- butkan, Perppu Ormas ditu- jukan sebagai revisi dari UU Ormas 17/2013 yang mengga- riskan prosedur yang lama dan tidak mudah untuk membubar- kan ormas anti-Pancasila. Seperti halnya organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dibubarkan didasarkan pada tuduhan bahwa organisasi ini ingin mengubah ideologi dan dasar negara. Menurut Iqbal Ahnaf, pada 2007, ketika menanggapi tuduh- an anti-NKRI, HTI mengadakan Konferensi Khilafah Internasi- onal (KKI) dengan narasi “KKI 2007 Mengokohkan Pancasila”. Dengan pesan demikian HTI menepis tudingan anti-NKRI, tetapi memberi pemaknaan yang berbeda terhadap NKRI. Sistem khilafah HTI, katanya, jelas tidak sejalan dengan sistem pemerintahan demokratis dan republik yang terkandung dalam frasa “Negara Kesatuan Repub- lik Indonesia”. Paling Ramah Indonesia jelas menjadi tem- pat yang paling ramah bagi HTI yang hadir sejak 1980-an, bah- kan mendapat pengakuan resmi oleh negara tahun 2006. Hanya di Indonesia, HTI mendapat pengakuan resmi dari negara, dengan terdaftar sebagai ormas di Kemdagri. Merujuk pada kondisi itu, maka tiga hal yang bisa di- tempuh yakni mengakui HTI sebagai organisasi resmi, tidak mengakui tetapi juga tidak mela- rang, atau melarang keberadaan HTI. Dalam makna yang paling ringan, pembubaran cukup dilakukan mengacu pada pilihan langkah kedua, yakni dengan membatalkan surat Kemdagri yang memberikan “pengakuan resmi” kepada HTI sebagai organisasi keagamaan. Bagaimana dengan or- mas-ormas lainnya. Termasuk HTI, pemerintah bisa mengam- bil tindakan terhadap anggota jika HTI melanggar hukum seperti mendukung terorisme, melakukan kekerasan, ujaran kebencian, tindakan makar, atau bisa jadi pencucian uang. Langkah melarang HTI, akan memaksa organisasi itu bertrans- formasi menjadi gerakan bawah tanah atau mengubah nama dan doktrin gerakan. Dikatakan, HTI tidak jarang menemukan sekutu dengan ak- tor-aktor politik dan pemerintah- an. HTI bisa saja menanggalkan slogan khilafah untuk mendapat- kan ruang. Dampaknya, wacana yang dibangun HTI telah men- jadi bagian dari gerakan sosial lebih luas yang menciptakan sektarianisme dan permusuhan antaragama. “Ini berpotensi melemahkan basis integritas nasional Indonesia yang plural,” katanya. Karena itu, yang bisa dilaku- kan pemerintah adalah mencabut pengakuan resmi atas organisasi HTI, tidak mendukungnya, dan tidak bekerja sama untuk program-program pemerintah. Dengan kata lain, pemerintah tidak memberi ruang. Termasuk organisasi lainnya yang diang- gap bertentangan, perlu menda- pat treatment yang sesuai, sebab membubarkan, tidak lantas menghilangkan paham yang tertanam. [152] Pemda Sulit Tangani Ormas Anti-Pancasila

Transcript of Perppu Ormas Tak Perlu Tunggu Proses di DPR - Gelora45gelora45.com/news2/SP_2017071803.pdf ·...

Sua ra Pem ba ru an Selasa, 18 Juli 2017 3Utama

[JAKARTA] Peraturan Pemerintah Pengganti Un-dang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Peruba-han Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), bisa langsung ber-laku sejak diterbitkan Presiden Joko Widodo pada 10 Juli 2017 lalu.

“Sejak Perppu diterbitkan, bisa dilaksanakan, tidak perlu menunggu proses di DPR. Artinya, Perppu itu bisa dijadikan landasan untuk membubarkan ormas dan pengurus serta anggota ormas yang dinilai bertentangan dengan Pancasila, radikal dan intoleran. Pemerintah jangan menunggu-menunggu lagi,” ujar Sekretaris Jenderal Perhimpunan Advokat Indo-nesia (Peradi) Sugeng Teguh Santoso, Selasa (18/7).

Sugeng menjelaskan, Perppu sejak diterbitkan sudah memiliki konsekuensi hukum sehingga bisa langsung ber-laku, bisa dilaksanakan dan memiliki kedudukan yang setingkat dengan Undang-Un-dang. Hal ini, kata dia, diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011 ten-tang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

“Perppu ini memang harus diajukan ke DPR un-tuk mendapat persetujuan, apakah mereka menerima atau menolak pada persidangan berikutnya. Persetujuan DPR ini sangat penting karena DPR lah yang memiliki kekuasaan

legislatif, dan yang secara objektif menilai ada tidaknya kegentingan yang memaksa sebagai syarat penerbitan Perppu,” ungkap dia.

Dalam Pasal 52 ayat (1) UU Nomor 12/2011 disebut-kan Perppu harus diajukan ke DPR dalam persidangan berikut. Yang dimaksud dengan “persidangan berikut-nya” adalah masa sidang pertama DPR setelah Perppu ditetapkan.

“Jadi, pembahasan Perppu untuk di DPR dilakukan pada saat sidang pertama DPR dalam agenda sidang DPR setelah Perppu itu ditetapkan untuk mendapat persetujuan atau tidak dari DPR. Apabila disetujui DPR, maka Perppu akan jadi UU, kalau ditolak maka Perppu akan dicabut,” tandas dia.

Hal senada diungkapkan Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapi) Fakultas Hukum Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono.

“Tentu Perppu mempunyai daya laku sejak ditetapkan tanpa harus menunggu per-setujuan DPR pada masa sidang berikutnya. Perppu langsung berlaku mengingat memang keberadaannya digunakan untuk mengatasi persoalan mendesak yang terjadi saat Perppu ditetapkan. Dengan demikian atas dasar Perpu Ormas ini, pemerintah bisa segera melakukan pen-indakan terhadap ormas yang terbukti melanggar ketentuan

dalam Perppu Ormas ini,” katanya, Selasa (18/7).

B a y u m e n e g a s k a n , tindakan Presiden Jokowi menetapkan Perppu Ormas ini merupakan hak konstitu-sional Presiden yang harus dihormati karena dijamin oleh UUD 1945.

Surat dari Pemerintah Sementara itu, Wakil

Ketua DPR Agus Hermanto mengatakan, hingga saat ini DPR belum menerima surat pengantar Perppu Ormas sehingga DPR belum bisa menindaklanjuti permintaan pemerintah dalam membahas lebih lanjut terkait Perppu Ormas.

“Kalau mau melaksanakan Perppu sebenarnya pemerintah sudah boleh eksekusi. Namun saya melihat pemerintah tetap ingin melibatkan DPR dalam pembubaran ormas yang tidak sesuai UU kita,” ujar Agus, Selasa (18/7).

Menurut Agus, kalau pemerintah menunggu DPR untuk melaksanakan Perppu maka sebaiknya jangan terbu-ru-buru menerbitkan Perppu. Bisa saja, kata Agus, pemer-intah mengajukan revisi UU tentang Ormas untuk dibahas di DPR.

Terkait dengan temuan Kesbangpol di daerah tern-yata sudah mengumpulkan banyak data mengenai ormas yang bertentangan dengan Pancasila, Agus mengatakan, pemerintah harus tegas men-gatasi hal itu. Temuan-temuan

ormas yang bertentangan dengan Pancasila harus dit-indaklanjuti secara hukum.

“Temuan seperti itu kita serahkan sepenuhknya ke penegak hukum. Penegak

hukum harus bertindak se-suai dengan undang-undang yang berlaku,” tegas politisi Demokrat itu.

Menurut Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali, meski

Perppu harus mendapat per-setujuan DPR, tetapi Perppu itu sudah bisa langsung ber-laku sejak diterbitkan oleh Presiden Jokowi. [H-14/YUS/F-5]

Perppu Ormas

Tak Perlu Tunggu Proses di DPR

Pemerintah daerah tidak bisa berbuat banyak terkait keberadaan organisasi

kemasyarakatan (ormas) yang bertentangan dengan Panca-sila. Padahal ormas semacam itu sudah ada di depan mata. Penyebabnya, tidak ada payung hukum yang cukup untuk bisa membubarkan ormas tersebut.

Di Daerah Istimewa Yogya-karta, misalnya, ormas semacam itu mulai muncul dan terang-te-rangan mendeklarasikan diri pascareformasi.

Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbang-pol) DIY, Agung Supriyono menyatakan, pihaknya baru bisa bergerak pascaditerbitkannya Peraturan Pemerintah Peng-ganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2017 tentang Ormas.

“Sejauh ini kami hanya bisa melakukan analisis, mendeteksi penanggung jawab organisasi dan mendata. Untuk melakukan tindakan selanjutnya, tidak bisa. Kecuali penindakan atas perila-

ku,” ujarnya.Dikatakan, Pancasila me-

mang tidak tercantum dalam landasan ideologi ormas-ormas tersebut. Namun, gerakan yang dilakukan sampai saat ini masih dalam batas kewajaran alias tidak sampai melawan hukum. Pemda terbentur pada persoalan hukum.

Ia mencontohkan, terdapat satu ormas yang bergerak di bidang keagamaan. “Kantor pusatnya di Yogyakarta, namun para pemimpin mereka berada di luar DIY. Karena itu, menindak di DIY, belum tentu bisa meng-hapus ormas tersebut,” katanya.

Hingga awal 2017 terdapat 799 ormas tercatat di Kesbang-pol DIY.

Secara terpisah, Peneli-ti Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) UGM, M Iqbal Ahnaf menye-butkan, Perppu Ormas ditu-jukan sebagai revisi dari UU Ormas 17/2013 yang mengga-riskan prosedur yang lama dan tidak mudah untuk membubar-

kan ormas anti-Pancasila.Seperti halnya organisasi

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dibubarkan didasarkan pada tuduhan bahwa organisasi ini ingin mengubah ideologi dan dasar negara.

Menurut Iqbal Ahnaf, pada 2007, ketika menanggapi tuduh-an anti-NKRI, HTI mengadakan Konferensi Khilafah Internasi-onal (KKI) dengan narasi “KKI 2007 Mengokohkan Pancasila”. Dengan pesan demikian HTI menepis tudingan anti-NKRI, tetapi memberi pemaknaan yang berbeda terhadap NKRI. Sistem khilafah HTI, katanya, jelas tidak sejalan dengan sistem pemerintahan demokratis dan republik yang terkandung dalam frasa “Negara Kesatuan Repub-lik Indonesia”.

Paling RamahIndonesia jelas menjadi tem-

pat yang paling ramah bagi HTI yang hadir sejak 1980-an, bah-kan mendapat pengakuan resmi oleh negara tahun 2006. Hanya

di Indonesia, HTI mendapat pengakuan resmi dari negara, dengan terdaftar sebagai ormas di Kemdagri.

Merujuk pada kondisi itu, maka tiga hal yang bisa di-tempuh yakni mengakui HTI sebagai organisasi resmi, tidak mengakui tetapi juga tidak mela-rang, atau melarang keberadaan HTI. Dalam makna yang paling ringan, pembubaran cukup dilakukan mengacu pada pilihan langkah kedua, yakni dengan membatalkan surat Kemdagri yang memberikan “pengakuan resmi” kepada HTI sebagai organisasi keagamaan.

Bagaimana dengan or-mas-ormas lainnya. Termasuk HTI, pemerintah bisa mengam-bil tindakan terhadap anggota jika HTI melanggar hukum seperti mendukung terorisme, melakukan kekerasan, ujaran kebencian, tindakan makar, atau bisa jadi pencucian uang. Langkah melarang HTI, akan memaksa organisasi itu bertrans-formasi menjadi gerakan bawah

tanah atau mengubah nama dan doktrin gerakan.

Dikatakan, HTI tidak jarang menemukan sekutu dengan ak-tor-aktor politik dan pemerintah-an. HTI bisa saja menanggalkan slogan khilafah untuk mendapat-kan ruang. Dampaknya, wacana yang dibangun HTI telah men-jadi bagian dari gerakan sosial lebih luas yang menciptakan sektarianisme dan permusuhan antaragama. “Ini berpotensi melemahkan basis integritas nasional Indonesia yang plural,” katanya.

Karena itu, yang bisa dilaku-kan pemerintah adalah mencabut pengakuan resmi atas organisasi HTI, tidak mendukungnya, dan tidak bekerja sama untuk program-program pemerintah. Dengan kata lain, pemerintah tidak memberi ruang. Termasuk organisasi lainnya yang diang-gap bertentangan, perlu menda-pat treatment yang sesuai, sebab membubarkan, tidak lantas menghilangkan paham yang tertanam. [152]

Pemda Sulit Tangani Ormas Anti-Pancasila