MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A....

32
59 BAB III TOLOK UKUR “HAL IKHWAL KEGENTINGAN YANG MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. Penerbitan PERPPU Di Indonesia Sejak Indonesia merdeka hingga sekarang (1945-2015), pemerintah telah menerbitkan sekitar 209 peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu). Memang benar, Perppu merupakan salah satu jenis hukum positif yang memiliki landasan konstitusional. Namun dalam hukum tata negara, kadang-kadang penerbitan Perppu juga mengundang kontroversi. Padahal penerbitan Perppu mestinya memperhatikansalah satunya tolok ukur kegentingan yang memaksa. Dalam catatan Daniel Yusmic, Perppu paling banyak dihasilkan saat era Sukarno dengan terbitnya 143 Perppu. 64 Tetapi tidak seluruh Perppu diterbitkan oleh Presiden Sukarno. Mr. Assaad sebagai pejabat Presiden RI mengeluarkan 8 Perppu. Saat Djuanda menjadi Perdana Menteri mengeluarkan 24 Perppu. Penulis dapat memaklumi jika situasi pada periode 1945-1965, Perppu banyak 64 Berita Satu, Dibanding Soeharto, SBY Lebih Banyak Keluarkan Perppu, http://sp.beritasatu.com/home/dibanding-soeharto-sby-lebih-banyak-keluarkan- perppu/44244, Rabu, 30 Oktober 2013, diakses pada tanggal 25 November 2015.

Transcript of MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A....

Page 1: MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11643/3/T2_322012008_BAB... · atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua ... penataan ekonomi seperti

59

BAB III

TOLOK UKUR “HAL IKHWAL KEGENTINGAN YANG

MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU

A. Penerbitan PERPPU Di Indonesia

Sejak Indonesia merdeka hingga sekarang (1945-2015),

pemerintah telah menerbitkan sekitar 209 peraturan pemerintah

pengganti undang-undang (Perppu). Memang benar, Perppu

merupakan salah satu jenis hukum positif yang memiliki landasan

konstitusional. Namun dalam hukum tata negara, kadang-kadang

penerbitan Perppu juga mengundang kontroversi. Padahal penerbitan

Perppu mestinya memperhatikan—salah satunya tolok ukur

kegentingan yang memaksa.

Dalam catatan Daniel Yusmic, Perppu paling banyak

dihasilkan saat era Sukarno dengan terbitnya 143 Perppu.64

Tetapi

tidak seluruh Perppu diterbitkan oleh Presiden Sukarno. Mr. Assaad

sebagai pejabat Presiden RI mengeluarkan 8 Perppu. Saat Djuanda

menjadi Perdana Menteri mengeluarkan 24 Perppu. Penulis dapat

memaklumi jika situasi pada periode 1945-1965, Perppu banyak

64

Berita Satu, Dibanding Soeharto, SBY Lebih Banyak Keluarkan Perppu,

http://sp.beritasatu.com/home/dibanding-soeharto-sby-lebih-banyak-keluarkan-

perppu/44244, Rabu, 30 Oktober 2013, diakses pada tanggal 25 November 2015.

Page 2: MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11643/3/T2_322012008_BAB... · atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua ... penataan ekonomi seperti

60

dihasilkan. Saat itu situasi politik dalam negeri tidak stabil. Sejak 14

November 1945 sampai 9 Juli 1959, pemerintahan dijalankan oleh 11

orang Perdana Menteri yang silih berganti. Parlemen yang sedianya

sebagai lembaga pembentuk undang-undang, terus berganti sistem—

dari KNIP, DPR, Badan Kontituante sampai DPR-GR. Infasi militer

atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua Barat menyebabkan

situasi politik nasional tak menentu. Selain itu ada juga ancaman

pemberontakan dari peristiwa Madiun, PRRI/Permesta, DII/TII

sampai G30S/PKI. Oleh sebab itu hal ikhwal kegentingan yang

memaksa dapat diterima menurut akal sehat.

Perppu yang dikeluarkan pertama kali pada tahun 1946 yaitu

Perppu No 1 Tahun 1946 Tentang Susunan Dewan Pertahanan

Daerah Dalam Daerah Istimewa. Selebihnya banyak menyangkut

penataan ekonomi seperti pembentukan bank dan pergudangan.

Beberapa Perppu juga berkaitan dengan tindak pidana ekonomi dan

korupsi. Bahkan Perppu No 23 Tahun 1959 menyangkut tentang

Keadaan Bahaya sesaat setelah Presiden Sukarno mengumumkan

Dekrit Presiden. Dalam situasi kegentingan yang memaksa, pernah

juga diterbitkan Perppu No 10 Tahun 1960 Tentang Pejabat Yang

Menjalankan Jabatan Presiden Jika Presiden Mangkat, Berhenti Atau

Berhalangan, Sedang Wakil Presiden Tidak Ada/berhalangan..

Page 3: MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11643/3/T2_322012008_BAB... · atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua ... penataan ekonomi seperti

61

Saat Presiden Suharto berkuasa hanya menerbitkan 8 Perppu.

Perppu pertama yang dihasilkan merupakan Perppu No 1 Tahun 1968

Tentang Tanda Kehormatan Bintang Kartika Eka Pakci. Kemudian

pada tahun 1969 muncul Perppu Nomor 1 Tahun 1969 Tentang

Bentuk-Bentuk Usaha Negara. Perppu ini diterbitkan untuk

mengatasi dan menata kondisi perekonomian yang kolaps saat itu.

Selebihnya Suharto menerbitkan 5 Perppu pada tahun 1971, 1984,

1992 dan 1997. Terakhir di penghujung jabatannya Suharto

menerbitkan Perppu No 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Tentang Kepailitan di tengah suasana krisis

moneter, dan banyaknya perusahaan-perusahaan yang gulung tikar

terkena badai krisis moneter.

Tabel 3.1

Perppu Pada Era Presiden Suharto

Nomor Tentang

1 Tahun 1968 Tanda Kehormatan Bintang Kartika Eka Pakci

1 Tahun 1969 Bentuk-bentuk Usaha Negara

1 Tahun 1971 Pencabutan Undang-undang No. 17 Tahun 1964

Tentang Larangan Penarikan Cek Kosong

2 Tahun 1971 Tanda Kehormatan Bintang Yudha Dharma

1 Tahun 1984 Penangguhan Mulai Berlakunya Undang-undang Pajak

Pertambahan Nilai 1984

1 Tahun 1992 Penangguhan Mulai Berlakunya Undang-undang

Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas Dan

Angkutan Jalan

1 Tahun 1997 Penangguhan Mulai Berlakunya Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak

Atas Tanah Dan Bangunan

1 Tahun 1998 Perubahan Atas Undang-undang Tentang Kepailitan Sumber: Setneg.go.id, diolah penulis.

Page 4: MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11643/3/T2_322012008_BAB... · atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua ... penataan ekonomi seperti

62

Pada era Presiden BJ Habibie terbit dua Perppu. Perrpu yang

diterbitkannya pertama adalah Perppu No 2 Tahun 1998 Tentang

Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum di tengah

situasi gelombang unjuk rasa dan menghadapi sidang istimewa MPR.

Tapi, Perppu ini pun kemudian ditolak oleh DPR. BJ Habibie

kemudian menerbitkan Perppu No 3 Tahun 1998 Tentang Pencabutan

Perppu No 2 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan

Pendapat Di Muka Umum. Jadi praktis tidak ada Perppu yang

diterima dan berlaku pada saat pemerintahan Presiden BJ Habibie.

Pada era Presiden Abdurahman Wahid selama penjabat

selama dua tahun, menghasilkan 4 Perppu. Perppu pertama terbit

tahun 1999 yaitu Perppu No 1 Tahun 1999 Tentang Pengadilan

HAM. Perppu tersebut terbit karena kegentingan memaksa terkait

tuntutan gerakan reformasi untuk mengadili pelaku pelanggaran

HAM masa lalu yang melibatkan aparatur militer.

Tabel 3.2

Perppu Pada Era Presiden Abdurahman Wahid

Nomor Tentang

1 Tahun 1999 Pengadilan Hak Asasi Manusia

1 Tahun 2000 Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas

2 Tahun 2000 Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas

Sabang

3 Tahun 2000 Perubahan Atas Undang Undang Nomor 11 Tahun

1998 Tentang Perubahan Berlakunya Undang Undang

Nomor 25 Tahun 1997 Tentang Ketenagakerjaan Sumber: Setneg.go.id, diolah penulis.

Page 5: MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11643/3/T2_322012008_BAB... · atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua ... penataan ekonomi seperti

63

Pada era Presiden Megawati Soekarnoputri terbit 4 Perppu.

Dua Perppu yang diterbitkan pada tahun 2002 yakni Perppu No 1

Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan

Perppu No 2 Tahnun 2002 Tentang Pemberlakuan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1

Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Pada

Peristiwa Peledakan Bom Di Bali Tanggal 12 Oktober 2002. Kedua

Perppu ini berkaitan dengan peristiwa bom bali dan peledakan

Kedutaan Besar Australia, sehingga ada hal ikwal kegentingan yang

memaksa bagi Presiden untuk mengeluarkan Perppu tentang tindak

pidana terorisme.

Tabel 3.3

Perppu Pada Era Presiden Megawati Soekarnoputri

Nomor Tentang

1 Tahun 2002 Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

2 Tahun 2002 Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun

2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Terorisme, Pada Peristiwa Peledakan Bom Di Bali

Tanggal 12 Oktober 2002

1 Tahun 2004 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun

1999 Tentang Kehutanan

2 Tahun 2004 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2003 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah Dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumber: Setneg.go.id, diolah penulis.

Pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sejak tahun

2004-2014 telah terbit 19 Perppu. Presiden Susilo Bambang

Page 6: MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11643/3/T2_322012008_BAB... · atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua ... penataan ekonomi seperti

64

Yudhoyono paling sering mengubah beberapa pasal UU tentang

Pemilu dan Pemerintahan Daerah. Tabel berikut ini merupakan

Perppu pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Tabel 3.4

Perppu Pada Era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Nomor Tentang

1 Tahun 2005 Penangguhan Mulai Berlakunya Undang-undang

Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial

2 Tahun 2005 Badan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Wilayah

Dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe

Aceh Darussalam Dan Kepulauan Nias Provinsi

Sumatera Utara

3 Tahun 2005 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 32 Tahun

2004 Tentang Pemerintahan Daerah

1 Tahun 2006 Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 12

Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Anggota

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

2 Tahun 2006 Penangguhan Pelaksanaan Tugas Dan Fungsi

Pengadilan Perikanan Sebagaimana Dimaksud

Dalam Pasal 71 Ayat (5) Undang-undang Nomor

31 Tahun 2004 Tentang Perikanan

1 Tahun 2007

Perubahan Atas Undang-undang Nomor 36 Tahun

2000 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2000

Tentang Kawasan Perdagangan Bebas Dan

Pelabuhan Bebas Menjadi Undang-undang

2 Tahun 2007 Penanganan Permasalahan Hukum Dalam Rangka

Pelaksanaan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi

Wilayah Dan Kehidupan Masyarakat Di Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam Dan Kepulauan Nias

Provinsi Sumatera Utara

1 Tahun 2008 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 21 Tahun

2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi

Papua

2 Tahun 2008 Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 23

Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia

Page 7: MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11643/3/T2_322012008_BAB... · atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua ... penataan ekonomi seperti

65

3 Tahun 2008 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 24 Tahun

2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan

4 Tahun 2008 Jaring Pengaman Sistem Keuangan

5 Tahun 2008 Perubahan Keempat Atas Undang-undang Nomor

6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata

Cara Perpajakan

1 Tahun 2009 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 10 Tahun

2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,

Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

2 Tahun 2009 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 13 Tahun

2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji

3 Tahun 2009 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 9 Tahun

1992 Tentang Keimigrasian

4 Tahun 2009 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun

2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi

1 Tahun 2013 Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.

1 Tahun 2014 Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota

2 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014 Tentang Pemerintahan Daerah Sumber: Setneg.go.id, diolah penulis.

Pada era Presiden Joko Widodo, belum genap satu tahun

pemerintahannya, tanggal 18 Februari 2015 ia menerbitkan Perppu

No 1 Tahun 2015 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi. Terbitnya Perppu tersebut merupakan pertimbangan

terjadinya kekosongan keanggotaan Pimpinan Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) telah mengganggu kinerja KPK.65

Hal itu terjadi

setelah 2 pimpinan KPK yaitu Abraham Samad dan Bambang

Widjojanto diberhentikan karena berstatus tersangka.

65

Kompas, Ini Isi Perppu Nomor 1 tahun 2015 tentang KPK,

http://nasional.kompas.com/read/2015/02/23/00235331/Ini.Isi.Perppu.Nomor.1.tahun.2015.t

entang.KPK, Senin, 23 Februari 2015, diakses pada tanggal 25 November 2015.

Page 8: MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11643/3/T2_322012008_BAB... · atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua ... penataan ekonomi seperti

66

B. Frasa “Hal Ikhwal Kegentingan Yang Memaksa” (Pasal 22 UUD

1945) Vs “Keadaan Bahaya” (Pasal 12 UUD 1945)

Dalam UUD 1945 ketentuan mengenai “Hal Ikhwal

Kegentingan Yang Memaksa” Vs “Keadaan Bahaya” diatur dalam

Pasal 12 dan Pasal 22 ayat (1) UUD 1945. Pasal 12 UUD 1945

menyatakan: ”Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat

dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 menyatakan: “Dalam hal ikhwal

kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan

pemerintah sebagai pengganti undang-undang.” Berdasarkan

ketentuan tersebut, dapat diketahui adanya dua kategori situasi

menurut UUD 1945 yaitu: keadaan bahaya dan hal ikhwal

kegentingan yang memaksa.

Banyak ahli hukum yang memahami “hal ikhwal kegentingan

memaksa” yaitu suatu keadaan dimana negara dalam keadaan darurat

untuk segera dilakukan penyelamatan. Pemahaman ini merujuk pada

Undang-undang (Prp) Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan

Bahaya. Hal tersebut mengakibatkan pemakaian istilah “hal ikhwal

kegentingan memaksa” untuk Perppu seringkali dikacaukan dengan

yang dimaksud dengan Undang-undang tentang Keadaan

Page 9: MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11643/3/T2_322012008_BAB... · atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua ... penataan ekonomi seperti

67

darurat/Bahaya.66

Perppu adalah dimaksudkan menyebut suatu

peraturan berderajad undang-undang sebagai gantinya undang-

undang yang dibuat dalam hal ikhwal yang perlu segera diatur,

sehingga tidak perlu menunggu persetujuan DPR dulu. Sedangkan

Undang-undang tentang keadaan darurat adalah suatu undang-undang

yang mengatur manakala ada keadaan bahaya, baik mengatur tentang

syarat-syaratnya kapan boleh dinyatakan ada keadaan bahaya maupun

akibat-akibat hukumnya setelah dinyatakan adanya keadaan bahaya

itu.67

Pasal II Aturan Tambahan UUD 1945 telah menyatakan

bahwa: “Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini,

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal”, sehingga “hal ikhwal

kegentingan yang memaksa” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22

ayat (1) UUD 1945, sebenarnya tidak sama dengan ”keadaan bahaya”

seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 12 UUD 1945 dan

pengaturannya yang tertuang dalam UU (Prp) No. 23 Tahun 1959

tentang Keadaan Bahaya, yang memang harus didasarkan atas

66

Lihat Ni‟matul Huda, Hukum Tata Negara, Cetakan Pertama, Gama Media dan

Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 1999, hal 70. 67

Ibid, hal. 70- 71.

Page 10: MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11643/3/T2_322012008_BAB... · atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua ... penataan ekonomi seperti

68

kondisi obyektif sebagaimana ditetapkan dengan undang-undang.68

Sedangkan Perppu terbit karena keadaan yang ditafsirkan secara

subjektif dari sudut pandang Presiden/Pemerintah. Hal tersebut juga

dinyatakan Jimly Asshiddiqie:

“Bagaimanapun, perpu itu sendiri memang merupakan undang-

undang yang dibentuk dalam keadaan yang darurat yang

menurut istilah Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 disebutkan

”Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa”. Istilah hal-

ihwal kegentingan yang memaksa dan darurat di sini tentu

tidak boleh dikacaukan atau diidentikkan dengan pengertian

”keadaan bahaya” menurut ketentuan Pasal 12 UUD 1945.

Keadaan darurat atau dalam hal ikhwal kegentingan yang

memaksa di sini adalah keadaan yang ditafsirkan secara

subjektif dari sudut pandang Presiden/Pemerintah, di satu pihak

karena (i) Pemerintah sangat membutuhkan suatu undang-

undang untuk tempat menuangkan sesuatu kebijakan yang

sangat penting dan mendesak bagi negara, tetapi di lain pihak

(ii) waktu atau kesempatan yang tersedia untuk mendapatkan

persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat tidak mencukupi

sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, dari segi substansinya

sebenarnya juga merupakan undang-undang dalam arti materiel

(wet in materiele zin). Sebab, substansi norma yang terkandung

di dalamnya adalah materi undang-undang bukan materi

peraturan pemerintah.”69

Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 menggunakan frasa “dalam hal

ikhwal kegentingan yang memaksa” yang dapat ditafsirkan bahwa

adanya suatu kegentingan yang memaksa pihak tertentu untuk

menanggulangi suatu kegentingan tersebut dengan cara-cara yang

dibuat melalui prosedur tidak biasanya. Kemudian frasa “Presiden

68

Muhammad Siddiq, Kegentingan Memaksa Atau Kepentingan Penguasa

(Analisis Terhadap Pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

(PERPPU), Jurnal Ilmu Syari‟ah dan Hukum, Vol. 48, No. 1, Juni 2014. hal 265-266. 69

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid I, Op.cit, hal 210.

Page 11: MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11643/3/T2_322012008_BAB... · atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua ... penataan ekonomi seperti

69

berhak mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-

undang” menjelaskan bahwa pihak yang mempunyai kompetensi

untuk menafsirkan kegentingan memaksa tersebut adalah Presiden

dan hal yang dapat dilakukan oleh Presiden dalam upaya

menanggulangi kegentingan tersebut adalah dengan kekuasaan

legislatif sepenuhnya tanpa melibatkan DPR. Konstruksi pemikiran

tersebut bersifat subjektif, hal ini dikarenakan upaya yang

dilakukan untuk menanggulangi kegentingan tersebut hanya

sepihak oleh penilaian Presiden semata. Menurut Saldi Isra,

ketentuan tersebut disebut sebagai “hak konstitusional subjektif

Presiden”.70

Apakah frasa “hal ikhwal” sama dengan pengertian

“keadaan”? Keduanya tentu tidak sama. Keadaan adalah

strukturnya, sedangkan hal ikhwal adalah isinya.71

Oleh sebab itu

menurut pendapat Bagir Manan, materi muatan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) hanya mengenai

hal-hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan

(administrasi negara).72

Menurutnya tidak boleh Perppu

70

Saldi Isra dalam Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik

Indonesia, Eksistensi Perppu dalam Sistem Perundang-undangan,

http://www.ristek.go.id/?module=News%20News&id=8556, Jumat 29 April 2011, diakses

pada tanggal 27 November 2015. 71

Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat, Op.cit, hal 206. 72

Sumali, Op.cit, hal 93.

Page 12: MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11643/3/T2_322012008_BAB... · atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua ... penataan ekonomi seperti

70

dikeluarkan bersifat ketatanegaraan dan hal yang berkaitan dengan

lembaga negara, kewarganegaraan, territorial, negara, dan hak

dasar rakyat.

Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa segala sesuatu yang

“membahayakan” tentu memiliki sifat yang menimbulkan

“kegentingan yang memaksa”, tetapi segala hal ikhwal kegentingan

yang memaksa Presiden untuk mengeluarkan Perppu tidak selalu

membahayakan atau bernilai dangerous threat.73

Adanya pembedaan

itu wajar apabila penetapan suatu peraturan pemerintah sebagai

undang-undang berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) UUD 1945

tidak harus didahului oleh suatu deklarasi keadaan darurat.

Pelaksanaan ketentuan Pasal 12 UUD 1945 mempersyaratkan

dilakukannya deklarasi atau proklamasi resmi dalam rangka

pemberlakuan keadaan bahaya itu.74

Frasa “keadaan bahaya” yang diatur di dalam Pasal 12 UUD

1945 tersebut mengandung unsur objektif sedangkan frasa “hal

ikhwal kegentingan yang memaksa” di dalam Pasal 22 ayat (1) UUD

1945 secara gramatikal mempunyai unsur subjektif. Berdasarkan hal

tersebut menurut pendapat penulis, frasa “hal ikhwal kegentingan

yang memaksa” merujuk pada kekuasaan diskresi terjadi pada aras

73

Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat, Op.cit, hal 208. 74

Ibid. hal 206.

Page 13: MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11643/3/T2_322012008_BAB... · atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua ... penataan ekonomi seperti

71

Hukum Administrasi, sedangkan frasa “keadaan bahaya” merujuk

pada kekuasaan darurat terjadi pada aras Hukum Tata Negara. Dari

perspektif Hukum Tata Negara Indonesia, pembenaran bagi

pembedaan di atas adalah kekuasaan darurat merupakan ranah

kekuasaan Presiden sebagai kepala negara (Pasal 12 UUD 1945).75

Sedangkan pada perspektif Hukum Administrasi Pasal 22 ayat (1)

UUD 1945 merupakan kekuasaan diskresi Presiden sebagai kepala

pemerintahan. Mengenai pembedaan tersebut, Krishna Djaya

Darumurti berpendapat bahwa:

Penetapan situasi darurat memang adalah tindakan Presiden

sebagai kepala negara. Apakah dalam situasi darurat,

pemerintah menjadi tiada? Pembedaan tersebut lebih tepat

manakala ditujukan untuk membedakan bobot dari kekuasaan

diskresi itu sendiri, yang dapat digolongkan sebagai diskresi

kuat dan lemah. Dalam situasi darurat pun yang tetap

berlangsung di sana adalah kekuasaan pemerintahan, tetapi

tindak pemerintahan yang ditempuh tidak bisa dipersamakan

dengan tindakan pemerintah dalam situasi normal, tetapi

adalah, per definisi, tindakan diskresi. Dalam situasi darurat

jenis kekuasaan diskresinya adalah diskresi kuat dengan

pengertian rentang kendali/kontrol atas pelaksanaan kekuasaan

semakin lemah. Pembedaan mengenai diskresi kuat dan

diskresi lemah juga dapat mengacu pada pembedaan ratione

materiae atau subject matter dari tindakan diskresi yang

dilakukan. Misalnya, pada lapangan national security dan

foreign relations, manakala terjadi tindakan diskresi, maka hal

itu adalah jenis diskresi kuat.76

75

Ibid. 76

Krishna Djaya Darumurti, Konsep Dan Asas Hukum Kekuasaan Diskresi

Pemerintah, Disertasi (Tidak Diterbitkan), Fakultas Hukum Universitas Airlangga,

Surabaya, 2015, hal 48.

Page 14: MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11643/3/T2_322012008_BAB... · atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua ... penataan ekonomi seperti

72

Berdasarkan hal tersebut, maka menurut penulis, terkait

kekuasaan diskresi Presiden, maka frasa “hal ikhwal kegentingan

yang memaksa” dalam Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 adalah jenis

diskresi lemah, sedangkan frasa “keadaan bahaya” dalam Pasal 12

UUD 1945 adalah jenis diskresi kuat. Penggunaan kedua pasal

tersebut sangat berbeda yakni Pasal 12 UUD 1945 lebih berfokus

pada kewenangan Presiden untuk menyelamatkan bangsa dan negara

dari gangguan luar negara, sedangkan penggunaan Pasal 22 UUD

1945 berada pada ranah (domain) pengaturan yaitu berkenaan dengan

kewenangan Presiden untuk menetapkan Perppu yang lebih

menekankan dari aspek internal negara berupa kebutuhan hukum

yang bersifat mendesak.

Selain itu, menurut penulis, kewenangan Presiden untuk

menetapkan Perppu adalah jenis diskresi lemah, karena masih dapat

dikontrol melalui pengujian—baik oleh Dewan Perwakilan Rakyat

(DPR) sebagai legislator dengan metode legislative review (untuk

ditetapkan menjadi UU) dan baru-baru ini oleh Mahkamah Konstitusi

dengan metode judicial review (setelah ataupun sebelum Perppu

tersebut menjadi UU). Hal tersebut mengindikasikan semua peraturan

yang dikeluarkan oleh Presiden haruslah mengacu kepada UUD 1945

dan Undang-Undang—dan tidak boleh lagi bersifat mandiri. Hal ini

Page 15: MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11643/3/T2_322012008_BAB... · atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua ... penataan ekonomi seperti

73

mengingat bergesernya kekuasaan pembentukan undang-undang dari

Presiden ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah salah satu

konsekuensi dari perubahan Konstitusi, sehingga fungsi legislatif dari

DPR menjadi lebih kuat dari pada yang biasanya (sebelum

amandemen UUD 1945).

C. Makna Konsep Tolok Ukur “Hal Ikhwal Kegentingan Yang

Memaksa”

Tidak banyak ahli hukum yang mengemukakan mengenai

makna konsep tolok ukur “hal ikhwal kegentingan yang memaksa”.

Saldi Isra pun juga berpendapat bahwa sampai sejauh ini, tidak ada

tolok ukur yang jelas mengenai makna “kegentingan yang

memaksa”.77

Penulis hanya menemukan doktrin ahli hukum seperti

Jimly Asshiddiqie dan Bagir Manan. Mengenai “hal ikhwal

kegentingan yang memaksa”, Bagir Manan menyatakan bahwa unsur

kegentingan yang memaksa harus menunjukkan 2 (dua) ciri umum,

yaitu: (i) ada krisis (crisis), dan (ii) ada kemendesakan (emergency).78

Menurutnya suatu keadaan krisis apabila terdapat gangguan yang

menimbulkan kegentingan dan bersifat mendadak (a grave and

77

Saldi Isra dalam Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik

Indonesia, Op.cit. 78

Bagir Manan, Op.cit, hal 158-159.

Page 16: MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11643/3/T2_322012008_BAB... · atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua ... penataan ekonomi seperti

74

sudden disturbunse). Kemendesakan (emergency), apabila terjadi

berbagai keadaan yang tidak diperhitungkan sebelumnya dan

menuntut suatu tindakan segera tanpa menunggu permusyawaratan

terebih dahulu. Atau telah ada tanda-tanda permulaan yang nyata dan

menurut nalar yang wajar apabila tidak diatur segera akan

menimbulkan gangguan baik bagi masyarakat maupun terhadap

jalannya pemerintahan.

Sedangkan menurut pendapat Jimly Asshiddiqie, syarat

materiil yaitu keadaan memaksa untuk menetapkan Perppu dibagi

menjadi tiga meliputi:79

a) Ada kebutuhan yang mendesak untuk bertindak atau “reasonable

necessity”.

Contoh Perppu yang dilatarbelakangi oleh unsur yang mendesak

untuk bertindak (reasonable necessity) adalah Perppu Nomor 3

Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 9

Tahun 1992 tentang Keimigrasian, dimana kebijakan Pemerintah

Arab Saudi yang menetapkan bahwa mulai tahun 1430 Hijriyah

jemaah haji dari seluruh negara (termasuk Indonesia) harus

menggunakan paspor biasa (ordinary passport) yang berlaku

secara internasional dijadikan sebagai ukuran “kegentingan yang

79

Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat, Op.cit, hal 282.

Page 17: MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11643/3/T2_322012008_BAB... · atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua ... penataan ekonomi seperti

75

memaksa”, sehingga Pemerintah Indonesia perlu melakukan

upaya yang bersifat segera untuk menjamin tersedianya paspor

dimaksud agar penyelenggaraan ibadah haji tetap dapat

dilaksanakan.

b) Waktu yang tersedia terbatas (limited time) atau terdapat

kegentingan waktu.

Contoh Perppu yang dilatarbelakangi oleh unsur keterbatasan

waktu (limited time) yang tersedia adalah Perppu Nomor 1 Tahun

2006 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah, yang mengatur bahwa Anggota KPU

yang diangkat berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun

2000 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999

tentang Pemilihan Umum dan yang telah disesuaikan dengan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan

Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, tetap

melaksanakan tugasnya sampai dengan terbentuknya

penyelenggara pemilihan umum yang baru. Hal ini mengingat

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sedang

Page 18: MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11643/3/T2_322012008_BAB... · atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua ... penataan ekonomi seperti

76

mempersiapkan Rancangan Undang-Undang tentang

penyelenggaraan Pemilihan Umum untuk menggantikan

ketentuan yang saat ini berlaku yang diatur dalam Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,

dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Berdasarkan

pertimbangan tersebut, Presiden berpendapat syarat hal ikhwal

kegentingan yang memaksa telah terpenuhi untuk menetapkan

Perppu tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah.

c) Tidak tersedia alternatif lain atau menurut penalaran yang wajar

(beyond reasonable doubt) alternatif lain diperkirakan tidak akan

dapat mengatasi keadaan, sehingga penetapan Perppu merupakan

satu-satunya cara untuk mengatasi keadaan tersebut.

Contoh Perppu yang dilatarbelakangi oleh unsur beyond

reasonable doubt adalah Perppu No 1 Tahun 2015 Tentang

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan

pertimbangan terjadinya kekosongan keanggotaan Pimpinan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengganggu kinerja

Page 19: MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11643/3/T2_322012008_BAB... · atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua ... penataan ekonomi seperti

77

KPK. Karena itu, untuk menjaga kelangsungan dan

kesinambungan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi,

pemerintah tidak tersedia alternatif lain selain memandang perlu

pengaturan mengenai pengisian keanggotaan sementara

pimpinan KPK.

Menurut penulis, pendapat Jimly Asshiddiqie dan Bagir

Manan mengenai “hal ikhwal kegentingan yang memaksa” terlalu

berputar-putar, dalam menjelaskan hakikat sesungguhnya pengertian

tersebut. Menurut penulis, makna konsep “hal ikhwal kegentingan

yang memaksa" adalah penilaian subjektif Presiden, bahwa

dibutuhkan suatu undang-undang, tetapi dengan mekanisme normal

undang-undang tersebut tidak mungkin dihasilkan. Dalam pengertian

demikian kewenangan menerbitkan Perppu adalah jalan pintas

(shortcut) yang bersifat abnormal dalam pembentukan produk hukum

setara/sederajat undang-undang. Hal prinsip di sini adalah kebutuhan

untuk undang-undang dianggap sebagai tidak terhindarkan (misalnya,

tanpa adanya undang-undang tersebut tindakan pemerintah dapat

dipersalahkan melanggar asas legalitas). Hal inilah yang menjelaskan

“hal ikhwal kegentingan yang memaksa" sebagai kewenangan yang

sifatnya khusus atau luar biasa, pengertian “hal ikhwal kegentingan

yang memaksa" adalah ranah kebijakan Presiden yang tidak perlu

Page 20: MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11643/3/T2_322012008_BAB... · atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua ... penataan ekonomi seperti

78

didefinisikan karena sifatnya subyektif. Hal itu hanya dapat

diobyektifkan manakala dalam persidangan DPR selanjutnya hal itu

dapat disetujui.

Menelisik lebih dalam lagi, ketentuan Pasal 22 (dan Pasal 12)

merupakan teks asli UUD 1945 yang tidak diamandemen. Penjelasan

Pasal 22 UUD 1945 menerangkan bahwa, Pasal ini mengenai

noodverordeningsrecht Presiden. Aturan sebagai ini memang perlu

diadakan agar supaya keselamatan negara dapat dijamin oleh

pemerintah dalam keadaan yang genting, yang memaksa pemerintah

untuk bertindak lekas dan tepat. Meskipun demikian, pemerintah

tidak akan terlepas dari pengawasan DPR. Oleh karena itu, sesuai

amanat konstitusi, sikap DPR terhadap noodverordeningsrecht

Presiden adalah menyetujui atau menolak untuk menjadi Undang-

undang dalam persidangan berikutnya, dan jika menolak untuk

menyetujui, maka Perppu tersebut harus dicabut.

Dalam “hal ikhwal kegentingan yang memaksa", kelebihan

pemerintah dari legislatif dan yudisial nampak sangat eksplisit,

terutama dalam hal fleksibilitas. Hal tersebut juga diungkapkan oleh

Krishna Djaya Darumurti yang berpendapat bahwa:

Kekhasan atau keunikan fungsi pemerintahan telah diakui

secara teoretis sebagai kelebihan komparatif yang dimiliki

oleh pemerintah dibandingkan dengan badan-badan

pemerintahan yang lain. Keahlian, kecekatan dalam bertindak

Page 21: MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11643/3/T2_322012008_BAB... · atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua ... penataan ekonomi seperti

79

serta fleksibilitas adalah modalitas yang senantiasa harus

dimiliki oleh pemerintah dan seringkali dianggap tidak

dimiliki oleh badan-badan pemerintahan lain yang bersifat

koordinat (legislatif dan yudisial) sehingga perlu ada

perlakuan berbeda terhadapnya.80

Kemudian semenjak adanya Putusan Mahkamah Konstitusi

No 138/ PUU-VII/2009 Tentang Pengujian Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditentukan tolok ukur

bagi Presiden untuk mengeluarkan Perppu berdasarkan putusan

peradilan bukan hanya melalui doktrin para ahli hukum. Berdasarkan

Putusan Mahkamah Konstitusi No 138/PUU-VII/2009, ada tiga

syarat sebagai tolok ukur adanya “hal ikhwal kegentingan yang

memaksa” bagi Presiden untuk menetapkan Perppu yaitu:81

1. Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan

masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang;

2. Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga

terjadi kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak

memadai;

80

Krishna Djaya Darumurti, Op.cit, hal 152. 81

Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi No 138/PUU-VII/2009 Tentang Pengujian

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi, hal 19.

Page 22: MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11643/3/T2_322012008_BAB... · atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua ... penataan ekonomi seperti

80

3. Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara

membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan

memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang

mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.

Namun ditetapkannya tolok ukur bagi Presiden untuk

menerbitkan Perppu ini juga masih terus menimbulkan perdebatan

dikarenakan nilai subjektif dari sebuah Perppu berubah menjadi

objektif melalui putusan Mahkamah Konstitusi. Melalui putusan

Mahkamah Konstitusi tersebut, maka jelas muncul norma baru yang

merubah konstruksi norma yang terdapat di dalam Pasal 22 ayat (1)

UUD 1945.

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa terjadi

perubahan konstitusi tanpa melalui Pasal 37 UUD 1945 mengenai

prosedur perubahan UUD 1945 melalui MPR—namun melalui

praktek peradilan. Harusnya Mahkamah Konstitusi menjalani amanah

UUD 1945, bukan justru malah mengoreksi UUD 1945. Presiden

yang sebelumnya diberi kekuasaan mutlak untuk menafsirkan apa

makna “hal ikhwal kegentingan yang memaksa” yang bercorak

subjektif menjadi objektif dikarenakan terdapat syarat kumulatif

Page 23: MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11643/3/T2_322012008_BAB... · atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua ... penataan ekonomi seperti

81

lainnya bagi Presiden yakni sebagaimana ditentukan oleh Mahkamah

Konstitusi.82

Selain itu, apabila Presiden melanggar penetapan Mahkamah

Konstitusi mengenai tolok ukur “hal ikhwal kegentingan yang

memaksa”, maka Presiden secara tidak langsung telah melanggar

konstitusi dan mengabaikan eksistensi Mahkamah Konstitusi itu

sendiri—karena konstitusi menyatakan bahwa sifat putusan

Mahkamah Konstitusi adalah final dan mengikat. Penulis

berpendapat, meskipun dalam pertimbangan majelis Mahkamah

Konstitusi tersebut memiliki maksud baik yakni mencegah Presiden

berbuat sewenang-wenang terhadap pelaksanaan kewenangan

legislasi Presiden pada saat kegentingan memaksa—namun upaya

pengujian itu seharusnya dilakukan dalam koridor UUD 1945—

sehingga hal ini tidak akan mengaburkan posisi Mahkamah

Konstitusi sebagai pengawal konstitusi.

Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No 138/PUU/2009

perlu dicermati alasan berbeda (concurring opinion) oleh salah satu

hakim Mahkamah Konstitusi yakni Mahfud MD, yakni:

Kajian-kajian akademik yang pernah berkembang di kampus-

kampus pada tahun 2000-2001 menyebutkan, antara lain,

bahwa pengujian Perpu oleh lembaga yudisial (judicial review)

atau oleh lembaga lain (seperti yang pernah diberikan kepada

82

Ibnu Sina Chandranegara, Op.cit, hal 7.

Page 24: MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11643/3/T2_322012008_BAB... · atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua ... penataan ekonomi seperti

82

MPR oleh Tap MPR No. III/MPR/2000) merupakan

“perampasan” atas hak dan kewenangan konstitusional DPR

yang diberikan oleh UUD 1945. Sebab sudah sangat jelas,

Pasal 22 UUD 1945 memberi hak kepada DPR untuk menilai

sebuah Perpu pada persidangan berikutnya, apakah Perpu itu

akan disetujui sebagai Undang-Undang ataukah tidak.

Kesamaan level isi antara Undang-Undang dan Perpu tetap

tidak dapat dijadikan alasan bagi lembaga selain DPR untuk

menguji konstitusionalitas Perpu terhadap UUD 1945; apalagi

kalau kesamaan isi itu hanya karena Perpu diartikan sebagai

“undang-undang dalam arti materiil,” sebab di dalam hukum

tata negara semua jenis peraturan perundang-undangan, mulai

dari UUD sampai Peraturan Desa, adalah undang-undang

dalam arti materiil.

Namun akhir-akhir ini ada perkembangan penting dalam

ketatanegaraan kita sehingga saya ikut menyetujui agar Perpu

dapat diuji konstitusionalitasnya oleh Mahkamah Konstitusi

terutama melalui titik tekan dalam penafsiran konstitusi.

Dalam kaitan antara perkembangan ketatanegaraan dan

pengujian Perpu ini saya melihat perlunya penafsiran atas isi

UUD 1945 tidak hanya bertumpu pada original intent, tafsir

historik, dan tafsir gramatik melainkan harus menekankan pada

penafsiran sosiologis dan teleologis. Perkembangan

ketatanegaraan di lapangan yang menjadi alasan bagi saya

untuk menyetujui dilakukannya judicial review terhadap Perpu

oleh Mahkamah Konstitusi adalah hal-hal sebagai berikut:

1. Akhir-akhir ini timbul perdebatan, apakah penilaian untuk

memberi persetujuan atau tidak atas Perpu oleh DPR

dilakukan pada masa sidang berikutnya persis pada masa

sidang setelah Perpu itu dikeluarkan ataukah pada masa

sidang berikutnya dalam arti kapan saja DPR sempat

sehingga pembahasannya dapatdiulur-ulur. Dalam

kenyataannya Perpu yang dimohonkan pengujian dalam

perkara a quo baru dibahas oleh DPR setelah melampaui

masa sidang pertama sejak Perpu ini dikeluarkan. Seperti

diketahui Perpu a quo diundangkan pada tanggal 22

September 2009, sedangkan masa sidang DPR berikutnya

(DPR baru, hasil Pemilu 2009) adalah tanggal 1 Oktober

sampai dengan tanggal 4 Desember 2009, tetapi Perpu a

quo tidak dibahas pada masa sidang pertama tersebut. Kalau

Perpu tidak dapat diuji oleh Mahkamah maka sangat

mungkin suatu saat ada Perpu yang dikeluarkan tetapi DPR

Page 25: MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11643/3/T2_322012008_BAB... · atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua ... penataan ekonomi seperti

83

tidak membahasnya dengan cepat dan mengulur-ulur waktu

dengan berbagai alasan, padahal Perpu tersebut

mengandung hal-hal yang bertentangan dengan konstitusi.

Oleh sebab itu menjadi beralasan, demi konstitusi, Perpu

harus dapat diuji konstitusionalitasnya oleh Mahkamah

Konstitusi agar segera ada kepastian dapat atau tidak dapat

terus berlakunya sebuah Perpu.

2. Timbul juga polemik tentang adanya Perpu yang

dipersoalkan keabsahan hukumnya karena tidak nyata-nyata

disetujui dan tidak nyata-nyata ditolak oleh DPR. Dalam

kasus ini DPR hanya meminta agar Pemerintah segera

mengajukan RUU baru sebagai pengganti Perpu. Masalah

mendasar dalam kasus ini adalah bagaimana kedudukan

hukum sebuah Perpu yang tidak disetujui tetapi tidak

ditolak secara nyata tersebut. Secara gramatik, jika

memperhatikan bunyi Pasal 22 UUD 1945, sebuah Perpu

yang tidak secara tegas mendapat persetujuan dari DPR

“mestinya” tidak dapat dijadikan Undang-Undang atau tidak

dapat diteruskan pemberlakuannya sebagai Perpu, tetapi

secara politis ada fakta yang berkembang sekarang ini

bahwa “kesemestian” tersebut masih dipersoalkan, sehingga

sebuah Perpu yang tidak disetujui oleh DPR (meski tidak

ditolak secara nyata) masih terus diberlakukan sampai

dipersoalkan keabsahan hukumnya karena dikaitkan dengan

satu kasus. Dalam keadaan ini menjadi wajar jika

Mahkamah diberi kewenangan untuk melakukan pengujian

terhadap Perpu.

3. Terkait dengan tidak disetujuinya sebuah Perpu oleh DPR

ada juga pertanyaan, sampai berapa lama atau kapan sebuah

Perpu yang tidak mendapat persetujuan DPR harus diganti

dengan Undang-Undang Pencabutan atau Undang-Undang

Pengganti. Karena tidak ada kejelasan batas atau titik waktu

maka dalam pengalaman sekarang ini ada Perpu yang tidak

mendapat persetujuan DPR tetapi RUU penggantinya atau

pencabutannya baru diajukan setelah timbul kasus yang

berkaitan dengannya. Oleh sebab itu menjadi wajar pula,

demi tegaknya konstitusi, Mahkamah Konstitusi diberi

kewenangan untuk melakukan pengujian terhadap Perpu.

4. Dapat terjadi suatu saat Perpu dibuat secara sepihak oleh

Presiden tetapi secara politik DPR tidak dapat bersidang

untuk membahasnya karena situasi tertentu, baik karena

keadaan yang sedang tidak normal maupun karena sengaja

Page 26: MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11643/3/T2_322012008_BAB... · atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua ... penataan ekonomi seperti

84

dihambat dengan kekuatan politik tertentu agar DPR tidak

dapat bersidang. Bahkan dapat juga dalam keadaan seperti

itu ada Perpu yang melumpuhkan lembaga-lembaga negara

tertentu secara sepihak dengan alasan kegentingan yang

memaksa sehingga ada Perpu yang terus dipaksakan

berlakunya sementara persidangan-persidangan DPR tidak

dapat diselenggarakan. Dengan memerhatikan kemungkinan

itu menjadi wajar apabila Mahkamah diberi kewenangan

untuk melakukan pengujian atas Perpu.83

Mengenai concurring opinion Mahfud MD, penulis

sependapat dengan pendapat Ibnu Sina Chandranegara yang

menyatakan bahwa:

Pendapat tersebut didasari oleh karena ketakutan konstitusional

apabila keadaan yang semacam itu terjadi. Sehingga MK

memutuskan tidak berdasarkan UUD yang sebenar-benarnya,

namun berdasarkan asumsi mengenai sesuatu hal yang ideal

bukan berdasarkan apa yang telah ditentukan secara rigid oleh

UUD. Pemikiran yang demikian, seharusnya berada di dalam

kepala seorang politisi yang sedang menyusun perubahan

UUD. Dengan keputusan yang demikian ini, maka dampak

yang dapat ditimbulkan adalah adanya potensi sengketa

kewenangan konstitusional lembaga yang justru akan

melibatkan MK sendiri, dan ini secara logika hukum dapat

terjadi dan tidak dapat dihindari.84

Selain itu, Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 tidak menyebutkan

Perppu, berarti hal itu diserahkan kepada DPR untuk menyetujui atau

tidak menyetujui suatu Perpu pada sidang berikutnya sesuai ketentuan

Pasal 22 ayat (2) UUD 1945. Setelah disetujui menjadi Undang-

83

Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi No 138/PUU-VII/2009 Tentang Pengujian

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi, hal 28-30. 84

Ibnu Sina Chandranegara, Op.cit, hal 10.

Page 27: MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11643/3/T2_322012008_BAB... · atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua ... penataan ekonomi seperti

85

Undang barulah dapat diuji ke Mahkamah Konstitusi. Seperti halnya

Perppu tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang

dikeluarkan menyusul peristiwa yang dikenal dengan sebutan

peristiwa „Bom Bali‟, diuji di Mahkamah Konstitusi setelah disetujui

DPR menjadi Undang-Undang (Undang-Undang Nomor 16 Tahun

2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Pada Peristiwa Peledakan

Bom Di Bali Tanggal 12 Oktober 2002, Menjadi Undang-Undang).

Penetapan Mahkamah Konstitusi mengenai tolok ukur “hal

ikhwal kegentingan yang memaksa” jelas memperketat kewenangan

Presiden dalam menentukan “hal ikhwal kegentingan yang memaksa”

dan dapat menimbulkan kerancuan, yakni apakah apabila Presiden

membentuk Perppu namun tidak memenuhi tolok ukur yang

ditentukan Mahkamah Konstitusi, maka Perppu tersebut menjadi

tidak mengikat? Atau apakah Presiden dapat dijustifikasi telah

melanggar konstitusi dikarenakan melanggar pertimbangan

Mahkamah Konstitusi di dalam putusan a quo apabila Perppu

bentukan Presiden tidak mendasari pada putusan a quo? 85

85

Ibid. hal 7.

Page 28: MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11643/3/T2_322012008_BAB... · atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua ... penataan ekonomi seperti

86

Titon Kurnia Slamet berpendapat bahwa UUD 1945 sebagai

konstitusi normatif dimana perlindungan terhadap HAM merupakan

salah satu tuntutan yang niscaya.86

Oleh sebab itu menurut penulis,

meskipun terdapat “hal ikhwal kegentingan memaksa” yang

mengharuskan Presiden menerbitkan Perppu, konstitusi sendiri

sejatinya telah memberikan batasan obyektif secara tegas melalui

UUD 1945 sebagai konstitusi normatif—sehingga terdapat unsur

obyektif yang menentukan pada pasal-pasal UUD NRI Tahun 1945

yang mengatur mengenai HAM harus dipatuhi dan tidak bisa

dilanggar dalam “hal ikhwal kegentingan memaksa” penerbitan

Perppu yang bernuansa subyektifitas Presiden. Selain itu,

“kegentingan memaksa” menjadi pertimbangan dikeluarkannya

sebuah PERPPU alasannya bersifat subjektif, akan tetapi alasan-

alasan objektif yang menjadi pertimbangan Presiden untuk

mengeluarkan sebuah PERPPU dapat tercermin dan terlihat dalam

konsiderans “Menimbang” dari PERPPU yang bersangkutan.

Berdasarkan paparan sebelumnya, maka menurut penulis,

tolok ukur “hal ikhwal kegentingan memaksa” merujuk pada refleksi

kekuasaan diskresi Presiden sebagai kepala pemerintahan. Sehingga

86

Titon Slamet Kurnia, Konstitusi HAM: Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 & Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Pustaka Pelajar,

Yogyakarta, 2014, hal iv.

Page 29: MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11643/3/T2_322012008_BAB... · atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua ... penataan ekonomi seperti

87

tolok ukur “hal ikhwal kegentingan memaksa” seyogyanya adalah

murni penilaian subjektif Presiden (sesuai amanat Pasal 22 ayat (1)

UUD 1945) untuk dapat dijadikan unsur alasan Perppu tersebut

dilahirkan oleh Presiden—bukan dari selain Presiden seperti yang

ditetapkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi No 138/PUU/2009

atau pun doktrin ahli hukum. Seharusnya Mahkamah Konstitusi

sebagai pengawal konstitusi tidak dapat melampaui konstitusi itu

sendiri.

Menurut penulis, cakupan “hal ikhwal kegentingan memaksa”

sangat luas dan tidak terbatas (atau dapat dibatasi) pada tolok ukur

yang diamanatkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi No

138/PUU/2009 atau doktrin ahli hukum saja—karena senantiasa

fleksibel menyesuaikan substansi keadaan itu sendiri. Pandangan

subyektif lahir dikarenakan Presiden merupakan pemegang

kekuasaan pemerintahan negara, sehingga yang lebih mengetahui

keadaan suatu negara ialah si pemegang kekuasaan untuk

“memerintah” negara tersebut dalam hal ini Presiden. Selain itu,

bukankah setelah keluarnya Perppu, DPR diberikan amanah oleh

konstitusi untuk melakukan legislative review terhadap Perppu yang

dikeluarkan Presiden tersebut pada persidangan DPR yang

berikutnya. Pada tahapan inilah norma subyektif Perppu yang

Page 30: MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11643/3/T2_322012008_BAB... · atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua ... penataan ekonomi seperti

88

diterbitkan dalam “hal ikhwal kegentingan yang memaksa” diuji

konstitusionalitasnya.

Menurut penulis, menyoal Perppu tentu harus meletakkannya

dalam koridor sistem yang dibangun dalam UUD 1945. Dalam UUD

1945, Perpu diatur dalam Pasal 22 yang diletakkan pada Bab VII

tentang DPR. Konstruksi yang demikian harus dipahami betul

mengingat ketentuan Pasal 22 juga erat hubungannya dengan

kewenangan DPR sebagai pemegang kekuasaan legislatif. Pasal 22

UUD 1945 berisikan hal mendasar, yaitu: 1) Pemberian kewenangan

kepada Presiden untuk membuat Perppu; 2) Kewenangan itu hanya

digunakan apabila terdapat “hal ikhwal kegentingan yang memaksa”;

3) Perppu harus mendapat persetujuan DPR pada persidangan

berikutnya; dan 4) jika tidak mendapat persetujuan DPR, maka

Perppu itu harus dicabut.

Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menentukan, “Kedaulatan berada

di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”. Dalam hal ini

kewenangan yang diberikan oleh yang berdaulat, harus dilaksanakan

sesuai dengan konstitusi—sehingga tidak boleh menyimpang dari

UUD 1945. Jika menyimpang dari konstitusi, Pemerintah akan

memiliki resiko yaitu perbuatan melawan hukum (konstitusi)—

Perppu yang dibuat tanpa adanya “hal ikhwal kegentingan yang

Page 31: MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11643/3/T2_322012008_BAB... · atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua ... penataan ekonomi seperti

89

memaksa” dapat melanggar asas legalitas karena dibuat tanpa

wewenang. Oleh karenanya, amanat konstitusi sesungguhnya tidak

memberikan hak subjektif kepada Presiden an sich untuk

mengeluarkan Perppu secara gampang dan serampangan, tetapi harus

dalam ranah “hal ikhwal kegentingan yang memaksa” yang menjadi

latar belakang keluarnya Perppu yang bersangkutan.

Penjelasan Pasal 22 UUD 1945 menerangkan bahwa Pasal ini

mengenai noodverordeningsrecht Presiden. Kriteria tentang apa yang

dimaksudkan dengan istilah “hal ikhwal kegentingan yang memaksa”

adalah suatu keadaan yang sukar, penting, dan terkadang krusial

sifatnya, yang tidak dapat diduga, diperkirakan atau diprediksi

sebelumnya, serta harus ditanggulangi segera dengan pembentukan

peraturan perundang-undangan yang setingkat dengan undang-

undang.87

Pasal 22 UUD 1945 ini juga secara tersirat atau implisit

bahwa sesungguhnya kewenangan Presiden secara subjektif menilai

keadaan dalam “hal ikhwal kegentingan yang memaksa” untuk

membentuk Perppu tidak diperlukan manakala pembentuk undang-

undang mampu menghasilkan undang-undang sebagai dasar tindakan

bagi pemerintah secara lengkap, sempurna serta antisipatif terhadap

semua kemungkinan yang ada. Tetapi tuntutan demikian mustahil

87

I Gde Pantja Astawa, Op.cit, hal 582.

Page 32: MEMAKSA” DALAM PEMBENTUKAN PERPPU A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11643/3/T2_322012008_BAB... · atau upaya pendudukan Malaysia dan Papua ... penataan ekonomi seperti

90

mampu dipenuhi oleh pembentuk undang-undang. Selain itu,

pandangan penulis tersebut secara kontekstual menggarisbawahi

pentingnya fleksibilitas pemerintahan (kewenangan Presiden secara

subjektif) dalam menilai “hal ikhwal kegentingan yang memaksa”

untuk menerbitkan Perppu.