PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN...

49
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AFTA (ASEAN Free Trade Area) mulai diberlakukan sejak 1 Januari 2003 menandai perdagangan bebas se-kawasan Asia Tenggara. Dengan demikian kontes perdagangan seperti semua hambatan perdagangan non tarif akan dihapuskan di Indonesia. Menjelang era globalisasi, di mana batas-batas antar negara menjadi luluh, menyebabkan produk manca negara akan berlomba masuk ke Indonesia. Produk-produk ini akan meliputi bidang industri, termasuk industri pangan. Produk pangan impor akan mengalir menembus pangsa pasar Indonesia yang memang sangat luas jika ditinjau dari segi jumlah penduduk. Dengan demikian beragam produk pangan impor akan beredar di pasaran, termasuk produk pangan impor hasil rekayasa genetika (Genetically Modified Organism/GMO). Perdagangan bebas (free trading) merupakan dampak dari era globalisasi, di mana batas-batas negara sudah hampir tanpa batas. Perdagangan bebas merupakan darah dalam kehidupan masyarakat global, masalah perlindungan konsumen menjadi semakin penting untuk dikaji. Pentingnya kajian ini didasarkan pada pemikiran bagaimana pemberian perlindungan terhadap 1

description

AFTA (ASEAN Free Trade Area) mulai diberlakukan sejak 1 Januari 2003 menandai perdagangan bebas se-kawasan Asia Tenggara. Dengan demikian kontes perdagangan seperti semua hambatan perdagangan non tarif akan dihapuskan di Indonesia. Menjelang era globalisasi, di mana batas-batas antar negara menjadi luluh, menyebabkan produk manca negara akan berlomba masuk ke Indonesia. Produk-produk ini akan meliputi bidang industri, termasuk industri pangan. Produk pangan impor akan mengalir menembus pangsa pasar Indonesia yang memang sangat luas jika ditinjau dari segi jumlah penduduk. Dengan demikian beragam produk pangan impor akan beredar di pasaran, termasuk produk pangan impor hasil rekayasa genetika (Genetically Modified Organism/GMO). Perdagangan bebas (free trading) merupakan dampak dari era globalisasi, di mana batas-batas negara sudah hampir tanpa batas. Perdagangan bebas merupakan darah dalam kehidupan masyarakat global, masalah perlindungan konsumen menjadi semakin penting untuk dikaji. Pentingnya kajian ini didasarkan pada pemikiran bagaimana pemberian perlindungan terhadap hak-hak universal konsumen secara luas oleh masyarakat khususnya terhadap produk pangan impor hasil rekayasa genetika (pangan transgenik) yang diduga berisiko tinggi terhadap kesehatan.

Transcript of PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN...

Page 1: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN BEBAS

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

AFTA (ASEAN Free Trade Area) mulai diberlakukan sejak 1 Januari 2003

menandai perdagangan bebas se-kawasan Asia Tenggara. Dengan demikian

kontes perdagangan seperti semua hambatan perdagangan non tarif akan

dihapuskan di Indonesia. Menjelang era globalisasi, di mana batas-batas antar

negara menjadi luluh, menyebabkan produk manca negara akan berlomba masuk

ke Indonesia. Produk-produk ini akan meliputi bidang industri, termasuk industri

pangan. Produk pangan impor akan mengalir menembus pangsa pasar Indonesia

yang memang sangat luas jika ditinjau dari segi jumlah penduduk. Dengan

demikian beragam produk pangan impor akan beredar di pasaran, termasuk

produk pangan impor hasil rekayasa genetika (Genetically Modified

Organism/GMO).

Perdagangan bebas (free trading) merupakan dampak dari era globalisasi, di

mana batas-batas negara sudah hampir tanpa batas. Perdagangan bebas

merupakan darah dalam kehidupan masyarakat global, masalah perlindungan

konsumen menjadi semakin penting untuk dikaji. Pentingnya kajian ini

didasarkan pada pemikiran bagaimana pemberian perlindungan terhadap hak-hak

universal konsumen secara luas oleh masyarakat khususnya terhadap produk

pangan impor hasil rekayasa genetika (pangan transgenik) yang diduga berisiko

tinggi terhadap kesehatan.

Hal lain yang juga menjadi masalah adalah masyarakat umum sangat

menggandrungi produk impor karena prestise masyarakat. Namun kecenderungan

ini keliru, mereka memilih produk pangan tanpa memperhatikan dampak

terhadap kesehatan atas kandungan atau substansi suatu produk, termasuk

memastikan produk yang dikonsumsinya itu merupakan produk pangan impor

hasil rekayasa genetika. Kekeliruan ini tidak semata-mata lahir dari gengsi

1

Page 2: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN BEBAS

konsumen tetapi kesalahan produsen atau pelaku usaha yang mengabaikan

pencantuman perihal yang selengkap-lengkapnya dari suatu produk sebagaimana

termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan

Iklan Pangan.

Tindakan produsen yang demikian itu menyebabkan konsumen sulit mengenali

dan membedakan produk pangan impor hasil rekayasa genetika/GMO (pangan

transgenik) dan produk pangan impor non transgenik. Pada sisi lain konsumen

tetap mengkonsumsi produk pangan impor transgenik karena tidak adanya

informasi terhadap ihwal atau keterangan suatu produk. Padahal konsumen

berhak mendapatkan informasi yang sebenar-benarnya dan selengkap-lengkapnya

sebagaimana diisyaratkan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen.

Pelanggaran serius terhadap hak-hak konsumen merupakan hal yang tidak boleh

dibiarkan berlarut-larut, sehingga pemerintah perlu menempuh langkah-langkah

sistematis untuk menegakkan hak-hak konsumen. Selain itu masyarakat juga

perlu aktif memperjuangkan hak-haknya sebagai konsumen. Dengan demikian

konsumen dapat terlindungi dari risiko gangguan kesehatan dan risiko lainnya

atas penggunaan produk pangan impor hasil rekayasa genetika.

Upaya menuju penegakan hukum terhadap hak-hak konsumen dengan berbagai

sarana hukum yang ada perlu dioptimalkan, mengingat pelanggaran hukum

terhadap konsumen berarti pelanggaran hukum terhadap semua umat manusia

karena semua manusia di dunia adalah konsumen. Semua pihak perlu bersinergi

dan berperan secara aktif sehingga perlindungan hukum terhadap konsumen

dapat diwujudkan.

B. Rumusan Masalah

Perdagangan bebas mengisyaratkan dimulainya tingkat persaingan yang sangat

kompetitif. Terbukanya akses yang secara bebas bagi produsen luar negeri harus

diwaspadai, khususnya terhadap produk industri pangan dalam negeri.

2

Page 3: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN BEBAS

Pemerintah dan semua pihak terkait harus aktif mencegah terjadinya hal-hal yang

dapat merugikan konsumen di Indonesia, maka kajian ini lebih difokuskan pada :

1. Bagaimana model pengawasan pemerintah terhadap produk

pangan impor hasil rekayasa genetika

2. Siapa yang bertanggung jawab terhadap kerugian yang dialami

konsumen dalam mengkonsumsi produk pangan tersebut.

3. Sejauh mana Undang-undang Pangan melindungi hak-hak

konsumen terhadap produk pangan impor hasil rekayasa genetika.

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan

Tujuan Penulisan :

1. Menguraikan sejauh mana pengawasan pemerintah terhadap

produk pangan impor hasil rekayasa genetika sebelum dilempar di pasar

Indonesia.

2. Menguraikan alur pertanggungjawaban pihak yang menimbulkan

kerugian pada konsumen

3. Memberi gambaran akan eksistensi dari Undang-undang Pangan

dalam memberikan perlindungan konsumen terhadap produk pangan

impor rekayasa genetika.

Kegunaan Penulisan :

1. Diharapkan dapat bermanfaat bagi upaya-upaya menata model

pengawasan pemerintah terhadap masuknya produk pangan impor hasil

rekayasa genetika.

2. Diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi upaya mencari solusi

terhadap masalah yang dihadapi konsumen dalam era perdagangan bebas.

3

Page 4: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN BEBAS

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Perlindungan Konsumen dalam Tinjauan Hukum Indonesia

Konsep Perlindungan Konsumen diperkenalkan untuk menjamin terwujudnya

penegakan hukum terhadap hak-hak konsumen secara menyeluruh. Peraturan

perundang-undangan Indonesia yang menjadi acuan dalam Perlindungan

Konsumen adalah Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen yang selanjutnya disebut Undang-undang Perlindungan Konsumen

(UUPK). Beberapa instrumen hukum lain yang sangat mendukung terwujudnya

perlindungan konsumen adalah:

- Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan

- Undang-undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan

- Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan

Perlindungan Konsumen terdiri dari berbagai elemen penting lain yang saling

mendukung seperti berbagai peristilahan teknis tentang kesehatan, pangan yang

juga diatur dengan Undang-Undang. Undang-undang Perlindungan Konsumen

menentukan bahwa Perlidungan Konsumen adalah Segala upaya yang menjamin

adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.

Definisi di atas menekankan adanya perlindungan terhadap konsumen.

Pengertian konsumen berdasarkan Undang-undang Perlindungan Konsumen

adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat

baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain yang

tidak diperdagangkan.

Di Amerika Serikat pengertian konsumen meliputi “korban produk” yang cacat

yang bukan hanya meliputi pembeli tetapi pemakai, bahkan korban yang bukan

pemakai memperoleh perlindungan yang sama dengan pemakai. Sedangkan di

Eropa berdasarkan Produk Liability Directive selanjutnya disebut (Directive)

4

Page 5: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN BEBAS

sebagai pedoman bagi negara MEE dalam menyusun ketentuan mengenai hukum

perlindungan konsumen, yang berhak menuntut ganti kerugian adalah pihak yang

menderita kerugian berupa kerusakan benda selain produk yang cacat itu sendiri.

Konsumen adalah pemakai barang atau jasa yang diperolehnya dari pelaku usaha.

Pelaku usaha yang dimaksudkan berdasarkan rumusan dari Undang-undang

Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka 2 adalah

Setiap orang-perseorangan atau badan usaha yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum RI, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan berusaha di berbagai bidang ekonomi.

B. Pangan Rekayasa genetika dan Perdagangan Bebas

a. Pangan Rekayasa genetika

Barang dan jasa yang dikonsumsi oleh konsumen dapat berupa barang atau jasa

dengan jenis apapun, termasuk produk pangan, baik produk pangan impor

maupun produk pangan dalam negeri. Secara umum pangan dapat diartikan

sebagai konsumsi makanan ataupun minuman. Pengertian lebih rinci dapat dilihat

pada UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan Pasal 1 angka 1, yang menyebutkan

bahwa :

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.

Jelas bahwa bahan tambahan, bahan baku, dan bahan lainnya yang ditambahkan

dalam makanan atau minuman yang dikonsumsi juga dapat digolongkan dalam

kategori pangan.

Dengan demikian penulis mendefinisikan pangan impor yaitu segala bahan

pangan yang diproduksi di luar negeri, baik itu berupa bahan baku, bahan

tambahan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan

pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.

5

Page 6: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN BEBAS

Rekayasa genetik yang juga dikenal dengan istilah biotekhnologi modern,

transfer gen atau modifikasi gen merupakan teknik memasukkan/menyisipkan

gen dari spesies yang berbeda seperti manusia, bakteri, hewan, virus, jamur, dan

tanaman. Gen tersebut dapat berasal dari hewan yang dimasukkan ke genom

tanaman atau gen dari bakteri disisipkan ke hewan ataupun gen dari virus

dimasukkan ke manusia. Teknik ini dapat diandaikan sebagai mengocok satu set

kartu yang berupa gen-gen untuk menciptakan makhluk hidup yang tidak pernah

ada sebelumnya.1

Rekayasa genetika dilakukan dengan mengubah DNA (deoksiribonukleat Acid)

atau susunan genetik makhluk hidup yang merupakan kode kehidupan.

Pengubahan ini dilakukan dengan memotong dan menggabungkan sekuen/bagian

DNA dengan cara memotong gen tertentu dan menyisipkannya ke DNA makhluk

lain. Rekayasa genetika lazim dikenal dengan sebutan pengubahan cetak biru

keturunan organisme. Teknik rekombinasi genetika yang dilakukan dengan

mengganti atau menambahkan DNA dari luar kepada susunan DNA asli dalam

sel, dikenal dengan rekayasa genetika atau manipulasi genetika/ DNA

rekombinant.

Terminologi Pangan Rekayasa genetika atau Genetically Modified Organism

(GMO atau GM Food) dapat diartikan tanaman yang secara genetika diubah

dengan menambahkan gen asing melalui teknik biologi molekuler modern atau

bioteknologi guna memperoleh karakter yang dikehendaki. Pangan rekayasa

genetika adalah pangan atau produk pangan yang diturunkan dari tanaman, atau

hewan yang dihasilkan melalui proses rekayasa genetika. Pengertian rekayasa

genetika pangan juga dapat dijumpai dalam UU Pangan Pasal 1 angka 12 yaitu

suatu proses yang melibatkan pemindahan gen (pembawa sifat) dari suatu jenis hayati ke jenis hayati lain yang berbeda atau sama untuk mendapatkan jenis baru yang mampu menghasilkan produk pangan yang lebih unggul.

1 T.A.Brown, 1991, Pengantar Kloning Gena, Yayasan Essentia Medica, Yogyakarta.

6

Page 7: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN BEBAS

UU Pangan lebih lanjut mempertegas aturan mengenai penggunaan hasil

rekayasa genetika yang terdapat dalam pasal 13 ayat (1) dan (2) yaitu :

(1) Setiap orang yang memproduksi pangan atau

menggunakan bahan baku, bahan tambahan pangan dan atau bahan bantu lain

dalam kegiatan atau proses produksi pangan yang dihasilkan dari proses

rekayasa genetika wajib terlebih dahulu memeriksakan keamanan pangan

bagi kesehatan manusia sebelum diedarkan.

(2) Pemerintah menetapkan persyaratan dan prinsip penelitian, pengembangan,

dan pemanfaatan metode rekayasa genetika dalam kegiatan atau proses

produksi pangan, serta menetapkan persyaratan bagi pengujian pangan yang

dihasilkan dari proses rekayasa genetika.

Pangan yang dimaksudkan tidak dibatasi apakah itu produk pangan lokal ataupun

produk pangan impor. Berdasarkan definisi dari Undang-undang Perlindungan

Konsumen, impor adalah barang yang dimasukkan dari luar negeri ke dalam

daerah pabean di dalam negeri. Produk pangan impor adalah produk pangan yang

berasal dari luar negeri yang dipasarkan di Indonesia. Produk pangan yang

beredar di pasaran Indonesia inilah yang harus dikaji kelayakannya untuk

dipasarkan di Indonesia. Standar baku suatu produk pangan yang akan beredar

harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang diamanatkan dalam Undang-Undang

No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan yang selanjutnya disebut UU Kesehatan.

Peran UU kesehatan terhadap perlindungan konsumen sangat besar khususnya

dalam bidang pengamanan makanan dan minuman sebagaimana tercantum dalam

Pasal 21 sebagai berikut:

1. Pengamanan makanan dan minuman diselenggarakan untuk melindungi

makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan mengenai

standar atau persyaratan kesehatan.

2. Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi tanda atau

label yang berisi:

a. Bahan yang dipakai

b. Komposisi setiap bahan

7

Page 8: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN BEBAS

c. Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa

d. Ketentuan lainnya

3. Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar atau

persyaratan kesehatan atau membahayakan kesehatan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) dilarang untuk diedarkan, ditarik dari

peredaran dan disita untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Ketentuan mengenai pengamanan makanan dan minuman

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2), dan (3) ditetapkan dengan

peraturan pemerintah .

b. Perdagangan Bebas

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk teknologi industri

merupakan peluang besar dalam memulai sistem perdagangan bebas, tidak

terkecuali kehadiran globalisasai ekonomi yang telah dilakukan melalui

kesepakatan WTO, AFTA maupun APEC 2010 dan 2020. Dengan pandangan

bahwa perdagangan bebas tak lain adalah bagian dari globalisasi.

Sementara arti globalisasi sangat luas berdasarkan dari sudut pandang mana

seorang pemikir, “Albrow” menekankan kepada seluruh proses dimana manusia

dibumi ini dikorporasikan ke dalam masyarakat dunia yang tunggal dan

prosesnya bersifat majemuk.2 Sementara salah satu isi dari definisi yang

dikemukakan oleh Robertson dengan merumuskan globalisasai sebagai, ”The

compression of the world and the intensification of consciousness of the world as

a whole”. Hal yang dikandung adalah terjadinya divergensi antara struktur

integritas dipandang dari perspektif global ataukah dari perspektif lokal.

Globalisasi menyebabkan semakin meningkatnya sifat saling ketergantungan

antara pelaku-pelaku ekonomi yang ada di dunia termasuk di dalamnya pelaku

perdagangan, manufaktur, dan investasi yang melewati batas-batas negara.

Terdapat anggapan bahwa perdagangan bebas kelak akan membawa keuntungan

2 Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Gramedia,2000, hal.15

8

Page 9: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN BEBAS

ekonomi bagi negara-negara pesertanya dan dianggap dapat mengurangi

kesenjangan antar negara di dunia. “Free Trade” akan meningkatkan “economic

growth” yang selanjutnya akan membawa perbaikan standar kehidupan. Hal

tersebut ditandai dengan kenaikan GNP.3 Namun kenyataannya tidak demikian,

perdagangan bebas hanyalah suatu gerakan perluasan pasar semata dan layaknya

suatu persaingan dalam pasar pasti ada yang menang dan yang kalah. Dan hal ini

akan semakin memperlebar jurang kesenjangan antara negara-negara maju dan

negara-negara berkembang.

Perdagangan bebas adalah situasi dimana batas-batas negara sudah hampir luluh.

Hubungan tanpa batas dalam perdagangan antar negara, lalu lintas transnasional

yang tak lagi menjadi hal yang sulit dilakukan karena adanya prinsip “open

access” saling terbuka bagi negara-negara di dunia.Namun demikian

perdagangan bebas tidak bisa lepas dari prinsip awalnya yakni memajukan

perdagangan antar negara.Demikian gambaran mengenai sistem perdagangan

bebas.

Perlindungan konsumen memang harus mendapatkan perhatian yang lebih, satu

dan lain hal karena investasi asing telah menjadi bagian pembangunan ekonomi

Indonesia, dimana ekonomi Indonesia juga berkait dengan ekonomi dunia.

Persaingan perdagangan internasional dapat membawa implikasi negatif bagi

perlindungan konsumen.4

BAB 33 Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung:CV. Mandar Maju, 2000, hal. 34 Ibid hal. 2

9

Page 10: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN BEBAS

METODE PENULISAN

A. Teknik Penulisan

Penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan maksud menjelaskan

perlindungan konsumen terhadap produk pangan impor yang merupakan hasil

rekayasa genetika dengan menggunakan literatur-literatur yang sesuai dengan

masalah yang dibahas.

B. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan karya tulis ilmiah ini disusun sebagai berikut:

BAB 1 : Pendahuluan, yang menguaraikan latar belakang masalah, rumusan

masalah serta tujuan dan kegunaan penulisan

BAB 2 : Tinjauan Pustaka, yang menyajikan pengertian-pengertian dasar yang

diperoleh dari literatur-literatur yang telah dikumpulkan

BAB 3 : Metode Penulisan, disajikan dengan menggunakan teknik

penulisan, sistematika penulisan, teknik pengumpulan dan pengolahan data.

BAB 4 : Pembahasan, yang berisi analisis permasalahan berdasarkan data dan

telaah pustaka yang diurakan secara runtut.

BAB 5 : Penutup, berisi kesimpulan dan saran yang diselaraskan dengan

kerangka pemikiran sebelumnya.

C. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

Penulis menggunakan teknik pengumpulan data melalui pengamatan langsung.

Penulis juga menggunakan metode penelitian kepustakaan melalui buku-buku,

media massa, dan jurnal-jurnal ilmiah. Data diolah dan dianalisis dengan teknik

content analysis untuk menghasilkan kesimpulan.

BAB 4

10

Page 11: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN BEBAS

PEMBAHASAN

A. Perlindungan Konsumen di Indonesia

Konsep perdagangan bebas, ekspor impor sudah terjalin dalam bentuk kerjasama

ekonomi negara-negara sejak dahulu. Seiring perkembangan perekonomian

dunia, lahirlah konsep-konsep yang lebih maju dalam bidang ekonomi, yang

dimulai dengan kerjasama ekonomi regional sampai kerja sama ekonomi global.

Perjanjian demi perjanjian dalam bidang ekonomi lahir dan tumbuh, sehingga

negara Indonesia yang sejak dulu terlibat dalam ekspor impor antar negara

meratifikasi perjanjian AFTA. Ratifikasi ini menandai perdagangan bebas se-

kawasan Asia Tenggara segera dimulai, semua hambatan-hambatan non tarif

dalam perdagangan antar negara sudah dilarang. Dalam konteks ini batas-batas

antar negara luluh. Berdasarkan hal tersebut produk-produk impor termasuk

produk pangan akan berlomba-lomba menembus pasar Indonesia. Persaingan

pasar semakin kompetitif. Produk-produk lokal jika tak segera berbenah dengan

meningkatkan kualitas produksi akan segera terdepak dari persaingan pasar.

Masuknya produk-produk impor ini merupakan suatu layanan pasar yang lebih

maju dan menguntungkan konsumen karena tersedianya berbagai produk barang

dan jasa yang lebih beragam.

Bahan pangan dari tanaman transgenik sudah barang tentu masuk pula ke

Indonesia, terutama kedelai dan jagung transgenik. Hingga saat ini pemerintah

belum melakukan kajian untuk menetapkan jenis kedelai, jagung, dan bahan

pangan transgenik apa yang boleh masuk di Indonesia. Negara-negara lain seperti

Jepang, Uni Eropa, Korea, Taiwan, Australia, Singapura, beberapa negara Timur

Tengah, serta Eropa Timur, menetapkan standar dan melakukan sendiri analisis

keamanan pangan terhadap produk-produk transgenik impor. 5

Masuknya produk-produk impor menimbulkan masalah khususnya produk yang

tidak mempunyai label. Kondisi seperti ini harus betul-betul dicermati

pemerintah, karena merupakan pelanggaran yang serius terhadap hak-hak

5 Harian Kompas, Senin, 11 Februari 2002, hal.10

11

Page 12: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN BEBAS

konsumen. Konsumen Indonesia cenderung sangat menyukai produk impor.

Angka penjualan yang tinggi pada produk makanan impor baik yang terkemas

dalam kotak maupun kalengan ataupun produk makanan impor yang tersaji dalam

kemasan khusus tampak pada perhatian yang besar dari konsumen. Sebagai

contoh beberapa supermarket di daerah Makassar pada bagian stand makanan

yang menjual produk makanan impor dalam berbagai merek dan cita rasa

makanan sangat laris dan menarik konsumen.

Makanan dan minuman yang beredar dipasaran ini tidak menutup kemungkinan

mengandung bahan dari hasil rekayasa genetika. Karena ketidakjelasan dari label

yang tercantum pada setiap produk mengakibatkan konsumen kesulitan dalam

mengidentifikasi yang mana termasuk pangan hasil rekayasa genetika dan yang

mana tidak. Namun pada umumnya ada tiga kategori yang termasuk pangan hasil

rekayasa genetika. Pertama, pangan yang baru atau berbeda dari rekan alaminya

seperti beras yang diperkaya vitamin A atau strawberi anti-beku. Makanan atau

bahan hasil rekayasa genetika yang telah mengalami pengolahan, yaitu susu

kedelai, tahu dan tempe. Pangan tersebut mengandung protein atau DNA yang

dimodifikasi dari tanaman hasil rekayasa genetika. Hal yang terakhir, produk

olahan yang berasal dari tanaman transgenik, seperti gula dari tebu transgenik.

Produk ini tidak mengandung atau hanya mengandung protein atau DNA

transgenik pada tingkat sangat rendah sehingga sulit dideteksi. 6

Dengan demikian bukan hanya produk impor dalam bentuk kemasan yang dapat

dikategorikan sebagai pangan transgenik, tetapi juga termasuk bahan baku yang

dihasilkan dari proses rekayasa genetika. Produk yang telah mengalami

pengolahan maupun yang belum diolah yang merupakan bahan impor luar negeri

dapat dikategorikan pangan hasil rekayasa genetika. Peran pemerintah untuk

melindungi konsumen dari timbulnya dampak buruk akibat beredarnya produk

pangan impor transgenik sangat diperlukan. Pemerintah Indonesia hingga kini

belum mempunyai instrumen yang jelas untuk melacak suatu produk pangan hasil

6 YLKI, 2002, Yang Perlu Anda Ketahui Tentang Makanan Hasil Rekayasa Genetika, Jakarta, hal. 41

12

Page 13: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN BEBAS

rekayasa genetika. Oleh sebab itu pemerintah belum mampu melakukan

pengawasan terhadap produk yang diidentifikasi sebagai pangan transgenik.

Persoalan berikutnya, yang lebih rumit bagaimana jika tindakan konsumen

mengkonsumsi produk sudah menimbulkan risiko, misal gangguan kesehatan

seperti alergi, keracunan, dan lain-lain. Bagian-bagian ini merupakan elemen

yang tak terpisahkan dari upaya perlindungan terhadap konsumen .

Perlindungan Konsumen di Indonesia memang masih mempunyai banyak

problem, khususnya terhadap produk pangan impor hasil rekayasa genetika.

Sulitnya pelacakan, masyarakat yang sangat senang terhadap produk–produk

impor, sampai pada masalah alur pertanggung jawaban yang rumit bagi

konsumen yang mengalami kerugian akibat mengkonsumsi pangan hasil rekayasa

genetika.

Penegakan hukum terhadap perlindungan konsumen diwujudkan dengan

penegakan hak-hak dasar konsumen. Hak dasar konsumen dirumuskan dalam

UUPK, sebagaimana diatur dalam pasal 4, sebagai berikut :

a. hak atas keamanan, kenyamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang, dan/atau jasa

b. hak untuk memilih barang dan/ atau jasa serta mendapatkan barang dan/ atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan

c. hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/ atau jasa

d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/ atau jasa yang digunakan

e. hak untuk mendapatkan advokasi,perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa konsumen secara patut

f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumeng. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatifh. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian

apabila barang dan/ atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya

i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

13

Page 14: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN BEBAS

Masalah pertanggung jawaban terhadap konsumen atas kerugian yang timbul

sebagai akibat dari mengkonsumsi suatu produk memang masih membingungkan.

Hal ini belum dijelaskan secara pasti dalam UUPK mengenai pihak yang akan

melakukan ganti rugi jika sekiranya produk tersebut terbukti membawa dampak

buruk bagi konsumen. Misal A selaku produsen awal menggunakan bahan dasar

yang merupakan hasil rekayasa genetika, lalu pihak B yang berperan sebagai satu

perusahaan memproduksinya dan menjadikan bahan dasar tersebut produk

pangan dalam kemasan impor. Rumitnya alur pertanggung jawaban terhadap

kerugian konsumen juga tergambar dalam UUPK. Rumusan pelaku usaha dalam

UUPK cukup luas yaitu meliputi orang atau badan baik yang berbentuk badan

hukum maupun yang bukan badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan atau

melakukan kegiatan dalam wilayah RI. Di lain pihak UUPK yang juga

menggolongkan importir sebagai pembuat barang atau penyedia jasa, dalam hal

ini ikut bertanggung jawab atas kerugian konsumen. Berdasarkan hal tersebut

konsumen akan merasa ringan jika mengalami kerugian akibat mengkonsumsi

produk pangan tersebut sehingga meskipun importir tidak terlibat langsung dalam

proses produksi pangan transgenik, tapi berperan dalam mengedarkan produk

tersebut.

Importir, distributor ataupun pengecer tidak bisa disalahkan karena mengingat

mereka tak berperan secara langsung dalam proses produksi pangan transgenik

Peran mereka hanya sebatas menyampaikan produk tersebut ke tangan konsumen.

Sehingga yang dituntut oleh konsumen atas kerugian dari penggunaan produk

pangan transgenik itu adalah pihak produsen awal yang memproduksi pangan

transgenik tersebut. Masalahnya kemudian, konsumen dalam hal ini konsumen

yang berdiam di wilayah Indonesia tidak dapat menggugat langsung produsen

yang memproduksi pangan hasil rekayasa genetika yang berada diluar negeri.

Misalnya produk pangan transgenik itu berasal dari negara Amerika, maka

konsumen di Indonesia yang dirugikan tidak dapat menggugat langsung produsen

tetapi hanya bisa menggugat importir produk tersebut.

14

Page 15: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN BEBAS

Rumitnya alur pertanggungjawaban terhadap konsumen tersebut dapat

dipecahkan dengan adanya model pertanggung jawaban yang dikenal dengan

istilah “tanggung jawab renteng”. Tanggung jawab renteng memungkinkan

konsumen untuk melakukan penuntutan terhadap importir, distributor, ataupun

pengecer produk pangan transgenik tersebut. Hal ini lebih memudahkan

konsumen dalam memperoleh hak- haknya.

Pihak yang bertanggung jawab terhadap konsumen seperti yang termuat dalam

UUPK Pasal 7 yaitu memberi kompensasi/ganti rugi dan/atau penggantian atas

kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan atau jasa

yang diperdagangkan. Dalam hal ini konsumen dapat langsung meminta

pertanggung jawaban atas kerugian yang dialami kepada toko/pedagang eceran

tempat ia membeli produk tersebut. Pedagang eceran juga memiliki kewenangan

untuk meminta ganti rugi kepada distributor yang mensuplai produk tersebut.

Demikian seterusnya sampai tuntutan atas kerugian tersebut sampai kepada

produsen awal. Dengan adanya model tanggung jawab renteng memudahkan

konsumen dalam meminta pertanggung jawaban produsen dan konsumen tidak

harus menuntut langsung ke tempat dimana barang tersebut diproduksi.

Menurut ‘teori kontrak’ hubungan produsen dan konsumen sebaiknya dipandang

sebagai sebuah kontrak dimana kewajiban produsen terhadap konsumen

didasarkan atas kontrak. Apabila konsumen membeli sebuah produk, maka ia

seolah-olah mengadakan kontrak dengan perusahaan yang menjual atau

memproduksinya. Dalam konteks demikian, secara langsung hukum memberikan

perlindungan karena antara pembeli/konsumen dengan produsen seolah-olah

berada dalam sebuah ikatan kontrak yang memungkinkan pihak lainnya mudah

menuntut perlindungan melalui upaya- upaya tertentu termasuk upaya hukum. 7

Teori ini secara praktis yuridis sebenarnya masing-masing mengandung risiko

pembuktian yang agak sulit karena hanya berpatokan pada pengandaian seolah-

olah telah terjadi kontrak. Akan tetapi, bagaimanapun lemahnya kontrak tersebut,

7 K. Bartens, Pengantar Etika Bisnis, Yogyakarta: Kanisius, 2000, hal.233-235

15

Page 16: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN BEBAS

pihak produsen tidak dapat lepas tangan atas produk pangan yang telah

dihasilkannya, produsen asing tetap bertanggung jawab penuh atas segala

tindakan hingga mampu memproduksi produk.8

Langkah kongkrit yang harus ditempuh pemerintah guna mencegah semakin

meluasnya pelanggaran terhadap hak-hak konsumen adalah menetapkan batasan

tegas produk pangan impor yang boleh dipasarkan di Indonesia. Pemerintah

melalui badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) perlu merumuskan

mekanisme yang jelas terhadap alur suplai produk-produk pangan impor,

misalnya uji sertifikasi yang ketat terhadap produk-produk pangan impor.

Hal yang fenomenal bagi konsumen adalah gengsi yang tinggi manakala mereka

mampu membeli dan mencicipi produk impor. Tanpa disadari konsumen tidak

memikirkan bahwa produk yang mereka konsumsi terdiri dari komposisi dan

bahan yang beragam. Keadaan ini diperparah dengan tidak adanya informasi

yang jelas atas suatu produk yang dipasarkan. Akibatnya konsumen main asal

beli saja.

Pengawasan pemerintah Indonesia terhadap peredaran produk impor, khususnya

makanan hingga saat ini memang masih lemah. Keluhan konsumen akibat

mengkonsumsi produk pangan impor sering terjadi. Hal ini perlu diantisipasi

dengan menerapkan instrumen-instrumen hukum yang ada. Instrumen hukum

tersebut seperti PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan pada

Pasal 2 menyatakan bahwa “setiap orang yang memproduksi atau menghasilkan

pangan yang dikemas ke dalam wilayah RI untuk diperdagangkan wajib

mencantumkan mencantumkan label, di dalam, dan atau di kemasan pangan”,

Label yang dicantumkan berisikan keterangan yang menurut Pasal 3 ayat (2)

sekurang-kurangnya mencakup: nama produk, daftar bahan yang digunakan,

berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memasukkan pangan ke

dalam wilayah Indonesia hingga tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa. Masih

dalam PP No. 69/99 Pasal 35 menyebutkan bahwa pangan hasil rekayasa 8 M. Arfin Hamid, Pengantar Hukum Ekonomi Indonesia, Materi Perkuliahan Hukum Ekonomi, Makassar, 2000, hal. 151

16

Page 17: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN BEBAS

genetika wajib mencantumkan tulisan Pangan Rekayasa genetika dan dalam

bentuk logo.

Selanjutnya dalam Undang-undang Pangan Pasal 13 ayat (1) dan (2) memuat

pengaturan tentang kegiatan produksi pangan dan penggunaan bahan baku, bahan

tambahan pangan, dan atau bahan bantu lain yang dihasilkan dari proses

rekayasa genetika dan juga mengatur persyaratan dan prinsip penelitian,

pengembangan, dan pemanfaatan metode rekayasa genetika yang ditetapkan oleh

pemerintah.

Sebuah kesepakatan di tingkat Internasional yang sadar akan potensi bahaya

rekayasa genetika adalah Protokol Kartagena tentang Keamanan Hayati yang

berada dibawah Konvensi PBB. Protokol tersebut memuat pengendalian yang

memadai dalam hal transfer, penanganan, dan penggunaan yang aman dari

organisme hasil rekayasa genetika yang mungkin berpengaruh merugikan

terhadap kelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati,

dengan juga mempertimbangkan risiko terhadap kesehatan manusia, dan

khususnya berfokus pada pergerakan lintas batas. Protokol Kartagena juga

mensyaratkan pelabelan, dan memperbolehkan negara-negara pengimpor untuk

melarang dan membatasi masuknya produk hasil rekayasa genetika, jika terdapat

ketidakpastian ilmiah tentang risiko yang ditimbulkan.

Upaya perlindungan konsumen harus disadari bukan hal yang mudah dalam

penegakan hukum bagi perlindungan konsumen di Indonesia. Khusus terhadap

pelabelan produk pangan hasil rekayasa genetika terletak pada belum adanya

petunjuk pelaksanaan (Juklak) yang dapat dijadikan pegangan bagi pemerintah

dan produsen. Petunjuk Pelaksanaan yang dimaksud adalah Petunjuk pelaksanaan

terhadap pada PP RI No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan pada

Pasal 35. Pemerintah dalam hal ini BPPOM (Badan Pemerintah Pengawasan

Obat dan Makanan) menyatakan bahwa peraturan pelabelan belum ada pada

pangan rekayasa genetika karena belum adanya Petunjuk Pelaksanaan (Juklak)

yang dapat menjadi pegangan bagi pemerintah dan produsen. Badan POM, yang

17

Page 18: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN BEBAS

diwakili oleh Dedi Fardiaz menyatakan bahwa pihaknya akan mengeluarkan

Juklak tersebut bulan Maret 2002, tetapi hingga saat ini juklak tersebut belum

diterbitkan.

Proses pengujian izin pelepasan produk hasil rekayasa genetika berdasarkan Tim

Keanekaragam Hayati Departemen Pertanian dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1. Proses pengajuan izin pelepasan produk hasil rekayasa genetika

Kendala lain adalah sulitnya menerapkan suatu ketentuan hukum, untuk

mengefektifkan berlakunya suatu produk peraturan perundang-undangan. Hal

tersebut membutuhkan sosialisasi dengan jangka waktu yang sangat lama.

Apalagi tipe ketaaatan dan kesadaran hukum masyarakat Indonesia yang

memang masih rendah.

Aturan dan kesepakatan bahwa pelanggaran terhadap hak-hak konsumen harus

diterapkan secara berkelanjutan/konsisten. Para stakeholder harus

bertanggungjawab dalam mewujudkan law enforcement terhadap hak-hak

konsumen.

Secara yuridis pemerintah Indonesia dalam mewujudkan perlindungan hukum

terhadap konsumen, telah dilengkapi dengan instrumen-instrumen hukum, antara

lain:

1). Undang-undang. RI. Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

2). Undang-undang RI. Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

18

Pemohon

Badan POM

Komisi Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan

Tdk Lengkap Lengkap

Pengujian Lab

Penambahan Data

Tim Teknis Kemanan Hayati dan Keamanan Pangan

Disetujui dengan syarat DitolakDiterima

Page 19: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN BEBAS

3). Undang-undang RI. No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan

4). Peraturan Pemerintah RI Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan

Pangan

Instrumen-instrumen hukum ini sebenarnya sudah sangat memadai untuk

melindungi hak-hak konsumen, hanya saja terbentur pada masalah penegakannya.

Solusi atas masalah ini tentu saja dengan mengefektifkan berlakunya kesemua

instrumen-instrumen hukum itu, misalnya dengan pemberlakuan sanksi secara

tegas atas pelanggaran ketentuan-ketentuan hukum tersebut.

Bentuk sanksi dapat berupa menarik izin peredaran pasar suatu produk yang

bermasalah atau tidak memenuhi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Produk yang dibiarkan beredar di pasaran hanyalah produk yang

betul-betul menjamin keselamatan konsumen. Sesuai dengan standar mutu

kesehatan, dan dengan melewati proses uji sertifikasi yang bisa menjamin

keamanan dan mutu.

Upaya lain yang dapat ditempuh adalah dengan meningkatkan kesadaran hukum

utamanya bagi pelaku usaha/produsen. Pelaku usaha juga harus mengutamakan

prinsip persaingan yang jujur sehingga tak perlu menghalalkan segala cara untuk

meraup keuntungan yang sebesar-besarnya. Pelaku usaha harus menjalankan

metode perusahaan yang fair.

Selain upaya-upaya tersebut di atas yang tak kalah pentingnya adalah dengan

membangun kerja sama, koordinasi antara pihak-pihak yang berkepentingan,

seperti pengawasan dan pemberlakuan UU Pangan, PP tentang Label dan Iklan

Pangan serta UU Perlindungan Konsumen, yang utama adalah pengaplikasiannya

dalam memperlancar arus pasar perekonomian guna menghindari

penyalahgunaan UU tersebut. Peran serta pemerintah tidak hanya terbatas pada

pengecekan dan pengawasan ketika produk pangan impor tersebut siap di lempar

ke pasar lokal, namun dengan penelusuran lebih lanjut dengan mencari data di

lapangan misal menjajaki keluhan-keluhan konsumen. Pelaku usaha harus jujur,

19

Page 20: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN BEBAS

mengutamakan peningkatan kualitas produksi, dan menjalankan metode

perusahaan yang fair, serta konsumen juga harus aktif memperjuangkan hak-

haknya sebagai konsumen. Dengan demikian penegakan hukum terhadap

konsumen dapat diwujudkan.

B. Peredaran Pangan Impor Hasil Rekayasa genetika

Indonesia sebagai negara berkembang harus mengakui keunggulan negara-negara

maju dalam bidang mutu dan kualitas produksi. Namun kenyataan ini bukannya

merupakan akhir dari perjuangan bangsa kita untuk mensejajarkan diri dengan

bangsa–bangsa lain. Bangsa kita punya potensi yang cukup besar untuk maju dan

berkembang asal saja kita mau berusaha dengan keras. Keunggulan produksi

negara-negara lain khususnya negara-negara anggota AFTA yang masih

mengungguli Indonesia sangat berpengaruh terhadap kondisi pasar Indonesia.

Konsumen-konsumen lebih cenderung memilih produk–produk impor ketimbang

produk lokal. Selain karena memang mutunya lebih bagus juga merupakan

ukuran gengsi/prestise bagi sebagian konsumen di Indonesia.

Hadirnya pangan transgenik di pasar Indonesia jika hanya didasarkan pada

produk-produk impor sangat sulit. Mengingat belum ada informasi yang jelas

tentang pangan hasil rekayasa genetika. Hal ini dapat dilihat dari berbagai macam

produk makanan yang ada di pasaran, tidak satu pun mencantumkan informasi

keberadaan pangan hasil rekayasa genetika sehingga konsumen tidak memiliki

jaminan keamanan ketika mengkonsumsi produk makanan tersebut. Kondisi/hal

ini memberi peluang bagi peredaran produk pangan transgenik impor yang akan

dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat tanpa mengetahui dampak dari

produk tersebut bagi kesehatan.

Karakter konsumen di Indonesia dalam memilih produk pada dasarnya terbagi

atas dua kecenderungan. Pembagian ini berdasarkan strata atau daya beli

masyarakat. Pertama, konsumen cenderung lebih memilih produk impor tanpa

informasi atau label yang dapat berisiko produk transgenik yang harganya relatif

20

Page 21: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN BEBAS

murah dan bergengsi. Kedua, konsumen tetap memilih produk lokal.

Kecenderungan pertama pada konsumen strata menegah ke bawah dan

kecenderungan kedua pada konsumen strata atas. Konsumen dengan daya beli

tinggi risiko atas pemakaian produk pangan transgenik impor lebih rendah

dibandingkan dengan konsumen berdaya beli rendah. Konsumen yang daya

belinya rendah lebih sering mengkonsumsi produk impor transgenik yang

harganya relatif murah.

Jumlah/kuantitas produk lokal lebih tinggi daripada produk impor di pasaran, dan

masih lebih disukai oleh konsumen. Produk impor yang jumlahnya masih terbatas

belum mengungguli jumlah produk lokal. Kecenderungan konsumen dalam

memilih produk lokal masih lebih besar. Namun, risiko timbulnya dampak atas

pemakaian produk pangan impor masih sangat memungkinkan di kalangan

masyarakat. Kekhawatiran pakar kesehatan semakin tinggi terhadap konsumen

yang mengkonsumsi produk pangan impor seiring dengan terbukanya era

perdagangan bebas. Perdagangan lintas negara sangat memungkinkan masuknya

produk pangan impor hasil rekayasa genetika ke Indonesia tanpa proses

pelabelan dan deteksi keamanan pangan. Hal ini tentu saja sangat merugikan

konsumen, dimana pihak konsumen tidak diberikan informasi tentang produk

yang mereka konsumsi. Konsumen juga belum mendapat informasi tentang

pangan hasil rekayasa genetika secara terbuka.

Kekhawatiran ini sangatlah wajar mengingat pangan hasil rekayasa

genetika/Genetically Modified Organism (GMO) mengintroduksi unsur toksin,

bahan-bahan asing dan berbagai sifat yang belum dapat dipastikan dan berbagai

karakteristik lainnya. Pada produk pangan hasil rekayasa genetika terkandung

gen yang membawa ketahanan terhadap antibiotik (antibiotik resisten) yang

diduga dapat menimbulkan resistensi terhadap antibiotik yang digunakan untuk

merakit organisme transgenik. Menurut Yuliawati (2003), gen penanda antibiotik

yang disisipkan pada tanaman kedelai herbisida resisten masih terdeteksi pada

produk turunan kedelai seperti tempe, tahu, kecap, susu, dan biskuit yang terbuat

dari tanaman transgenik”. Lebih lanjut YLKI (2002) telah melakukan deteksi

21

Page 22: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN BEBAS

terhadap beberapa produk pangan yang diduga mengandung gen dari tanaman

transgenik yaitu: kecap ABC, kecap Bango, kecap Indofood, Corn Flake Simba,

Isomil Soy dan Pringleys. Masyarakat awam yang belum mengerti tentang

dampak pangan hasil rekayasa genetika terhadap kesehatan belum

mempermasalahkan hal ini. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi praktisi

perlindungan konsumen terhadap GMO. Mereka mengkhawatirkan adanya

eksploitasi terhadap GMO untuk kepentingan bisnis tanpa melihat potensi

keamanan pangan yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang. Berikut

akan diuraikan bahaya potensial yang dikhawatirkan para kritisi GMO.9

1. Bahaya terhadap keseimbangan lingkungan.

- Kematian yang tidak dikehendaki pada organisme lain

Pengembangan B-t corn ternyata mempengaruhi keseimbangan alam.

Kenyataan B-t corn tidak saja kebal terhadap serangga bor jagung tetapi polen

B-t corn yang terbang menghinggapi bunga-bungaan telah termakan oleh

kupu-kupu, akibatnya kupu-kupu juga mati.

- Mengurangi efektifitas pestisida

Kemampuan serangga beradaptasi terhadap lingkungan sangat cepat, sebagai

contoh nyamuk generasi baru yang resisten terhadap DDT. Fenomena ini

sangat dikhawatirkan pemerhati lingkungan yaitu apabila terjadi mutasi gen

serangga menjadi antibiotik yang terkandung dalam B-t corn.

- Transfer gen pada pestisida lain

Kekhawatiran terhadap mutasi gen menimbulkan dugaan akan timbulnya

gulma/tanaman penganggu. Dugaan ini dikhawatirkan karena adanya

persilangan polen antar spesies tanaman yang terserap oleh gulma.

2. Bahaya terhadap kesehatan

- Timbulnya alergi

Banyak anak-anak Amerika dan Eropa rentan terhadap alergen kacang tanah.

Oleh sebab itu pengembangan variasi kedele dengan transplantasi gen kacang

Brazil mendapatkan tantangan keras para ahli kesehatan. Penelitian

mendalam terhadap efek tanaman terhadap alergen harus dilakukan9 pangan Rekayasa genetika dalam perspektif filsafat teknologi, Makalah PPP S3 IPB, Oktober 2000

22

Page 23: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN BEBAS

- Timbulnya efek yang belum diketahui akibat modifikasi gen

Para ahli kesehatan Eropa banyak mempertentangkan kemungkinan-

kemungkinan dampak negatif yang terjadi akibat introduksi DNA asing pada

rantai pangan. Percobaan terakhir yang dilakukan pada tikus, seperti yang

dilansir majalah Lancet, memaparkan bahwa kentang yang diberikan pada

tikus telah menyebabkan gangguan pada sistem pencernaan tikus. Ketika

dikonfirmasikan ternyata GM kentang tersebut dibuat dengan transplantasi

gen Lectin yang memang berbahaya bagi kesehatan manusia maupun hewan.

3. Pertimbangan sosio-ekonomi

Mengingat riset GMO banyak dilakukan negara maju, ada kekhawatiran

timbulnya monopoli dan ketergantungan. Hukum Supply-Demand tidak lagi

bersifat fertil. Oleh sebab itu pemerhati sosio-ekonomi mengusulkan agar

akses informasi terhadap paten dipermudah sehingga peneliti di negara

berkembang mampu mngembangkan dan menyesuaikannya dengan kondisi

negara yang bersangkutan.

Selain menimbulkan kerugian, ternyata pangan rekayasa genetika dianggap

sebagai alternatif dalam memenuhi tantangan dimana kita dituntut untuk

mencukupi permintaan yang beraneka ragam jenis dan mutunya, melalui :

1. Tanaman pangan yang tahan terhadap pestisida

Kehilangan hasil panen akibat hama sangat merugikan petani dan mengurangi

cadangan pangan khususnya di negara dunia ke tiga. Petani menggunakan

pestisida dalam jumlah yang banyak, padahal disisi lain konsumen menghendaki

pangan yang aman. Belum lagi penggunaan pestisida yang potensial mencemari

lingkungan. Penemuan B-t corn sangat berarti dalam menjawab kegundahan

diatas.

2. Tanaman pangan yang tahan terhadap herbisida

Dalam produksi tanaman pangan, disamping tanaman yang dikehendaki, gulma

juga tumbuh. Untuk mengatasi gulma, herbisida selektif harus digunakan. Seperti

halnya problem pertama, herbisida berlebih akan mencemari lingkungan dan

23

Page 24: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN BEBAS

berbahaya bagi manusia. penemuan kedele varietas tahan herbisida mampu

menjawab tantangan.

3. Tanaman pangan yang tahan terhadap penyakit

4. Tanaman pangan yang tahan terhadap pergantian musim

5. Tanaman pangan yang tahan terhadap musim panas kering

6. Tanaman pangan yang tahan terhadap tanah bergaram tinggi

Melalui teknologi rekayasa genetika mampu dihasilkan tanaman dengan karakter

yang dikehendaki.

7. Tanaman dengan kandungan zat gizi tertentu

Masalah gizi yang tidak kunjung reda yang menimpa negara dunia ketiga,

diperparah dengan kenyataan umumnya mereka mengkonsumsi sereal yang

notabene miskin zat gizi mikro seperti vit.A dan zat besi (Fe). Dengan GM Food,

sangat dimungkinkan untuk memanipulasi gen beras guna menghasilkan beras

kaya vit.A dan kedele kaya omega 3. Sayangnya isu negatif GMO yang beredar

akhir-akhir ini menyebabkan pengembangan beras kaya vit.A dan kedele kaya

omega 3 tersendat.

8. Tanaman pangan dengan karakter yang diinginkan

Berbagai masalah produksi yang berkaitan dengan teknologi pengawetan pasca

panen juga lebih dapat diatasi melalui teknologi rekayasa genetika. Sebagai

contoh pengembangan tomat yang dapat matang seragam dan mengandung

licopen warna merah yang stabil terhadap panas sehingga pulp tomat yang

diawetkan dapat tetap berwarna merah.

Contoh kasus pada tahun 1989, sebuah epidemi penyakit baru yang aneh

menyerang AS. Para korban menderita nyeri otot yang parah dan tingginya sel

darah putih. Selain itu, mereka mengalami kelumpuhan, masalah syaraf dan

jantung kronis, kulit bengkak yang menyakitkan dan pecah-pecah, gangguan

kekebalan diri, kepekaan terhadap cahaya. Dalam beberapa bulan, 5000 orang di

rawat di rumah sakit, 37 orang meninggal dunia, dan 1.500 orang cacat tetap.

Para dokter menyebut gangguan darah yang menyakitkan dan bahkan fatal ini

sindroma eosinophilia myalgia, namun mereka bingung hingga pusat

24

Page 25: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN BEBAS

pengendalian penyakit menemukan bahwa semua korban pernah mengkonsumsi

makanan tambahan yang di jual oleh toko makanan kesehatan yaitu asam amino

yang di sebut L-tryptophan. Riset selanjutnya mempersempit kemungkinan dan

mengarah kesejumlah tryptophan transgenik yang dibuat oleh satu perusahaan

Jepang yaitu Showa Denko, yang pada saat itu merupakan perusahan kimia

terbesar ketiga di Jepang.10

Dampak dari risiko yang timbul dari pemakaian produk pangan impor transgenik

hendaknya dijadikan pelajaran berharga bagi pemerintah untuk meningkatkan

pengawasan terhadap masuknya produk-produk impor khususnya pangan. Hal

tersebut untuk menghindari masuknya produk pangan hasil rekayasa genetika

yang tidak berlabel.

Hasil susuran menunjukkan bahwa di Indonesia Corn Flakes impor dideteksi

mengandung gen transgenik yang telah dibeli di Carrefour (nama swalayan besar

di daerah Jabotabek) positif mengandung gen transgenik. Data lain adalah Kasus

‘Starlink’ di AS dimana jagung yang khusus untuk ternak dan potensial

menimbulkan dampak negatif bagi manusia, justru dikonsumsi oleh manusia.

Akhirnya FDA (Food and Drug Administration = Badan Pengawasan Obat dan

Makanan AS) menarik produk Starlink. Meskipun korbannya belum ada tetapi

masyarakat di AS yang mengkonsumsi jagung tersebut sempat panik.

Implementasi UU pangan dalam melindungi hak-hak konsumen yang secara

umum masih lemah segera diefektifkan berlakunya. Peredaran produk pangan

yang sudah positif merupakan hasil rekayasa genetika di pasaran harus ditindak

tegas. Produk pangan transgenik yang menurut hasil uji YLKI (Yayasan

Lembaga Konsumen Indonesia) positif mengandung Genetically Modified

Organism (GMO) adalah Kecap ABC produksi PT. Heinz ABC Indonesia..11

Produk impor misalnya terdapat beberapa produk pangan yang tidak diketahui

bahan dasar dari produk tersebut yang disebabkan oleh keterangan mengenai

komposisi dan bahan dasar yang tercantum dalam label menggunakan bahasa 10 YLKI, 2002, Yang Perlu Anda Ketahui tentang Rekayasa genetika, Jakarta, hal.2011 Ibid, hal. 39

25

Page 26: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN BEBAS

asing sehingga masyarakat tidak mengerti kandungan dari produk tersebut.

Akibatnya konsumen diluar pengetahuannya tetap mengkonsumsi produk pangan

impor tersebut tanpa mengenali apakah produk pangan itu merupakan produk

pangan transgenik atau bukan.

Konsumen pada dasarnya tidak peduli akan dampak buruk dari makanan (produk

pangan) yang mereka konsumsi. Hal ini disebabkan oleh belum

terimplementasikannya UU Pangan dan PP tentang Label dan Iklan Pangan

secara maksimal. UU Pangan yang mengatur tentang pangan rekayasa genetika

masih bersifat umum dan belum mencantumkan secara detail pengaturan pangan

rekayasa genetika. PP Nomor 69/1999 juga belum memuat petunjuk lengkap

tentang pelabelan suatu produk pangan impor hasil rekayasa genetika. Belum

adanya aturan yang lebih spesifik tersebut membuat pihak produsen masih

setengah hati untuk mencantumkan secara jelas bahan indikator dalam pembuatan

produknya serta bagaimana aturan dalam mengkonsumsi.

Pelanggaran lain yang juga kita temui adalah beredarnya produk-produk pangan

impor di pasaran Indonesia yang tidak menggunakan bahasa Indonesia. Padahal

dalam PP No.69/1999 menekankan bahwa semua produk harus menggunakan

bahasa Indonesia, angka arab, dan huruf latin diperbolehkan sepanjang tidak ada

padanan katanya. Setiap produk yang ingin dipasarkan di Indonesia harus

mengikuti aturan pelabelan yang terdapat pada PP No.69/1999, oleh karena itu

produk pangan impor juga harus mengikuti aturan penggunaan bahasa Indonesia

pada labelnya.

Hasil advokasi YLKI selama tahun (2000-2002) untuk penerapan label rekayasa

genetika pada pangan menyatakan respon pemerintah sangat lambat. Akibatnya

produk impor hasil rekayasa genetika dipastikan masuk ke Indonesia tanpa

kontrol dan uji keamanan hayati.

26

Page 27: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN BEBAS

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen

Indonesia (YLKI) pada bulan Desember 2002 diketahui beberapa produk

makanan turunan kedelai, jagung, dan kentang mengandung rekayasa genetika.

Tabel 1 Produk yang positif mengandung rekayasa genetika

N

O

Jenis

Prooduk

Merk

Produk

No. batch No. Depkes RI Nama Produsen Alamat

Produsen

1 Kecap ABC 3/07.11.03 Md 245409009002 PT Heinz ABC

Indonesia

PO.Box

4608/ JKT

10001

2 Kecap Indo food 08FICII6/

08 Jun 03

MD 245410011226 PTCakrapangan

Sejati U/ Indosentra

Pelangi

PO Box NO.

4520 JKTF

11045

3 Kecap Bango 100804 MD 245409004172 PT Sakura Aneka

Food Jakarta

Telp.

5480376

4 Jagung Corn

Flake

Simba

060902 MD 862210056365 PT Simba Indosnack

Makmur

Gunung

Putri Bogor

16964

5 Susu

Formula

Isomil soy

Infant

Formula

72086NR/

12 2003

ML 510502001060 PT Abbot Indonesia

Jakarta

Po Box

2387/ Jkt

10001

6 Kentang Pringleys L1180166

200 0113

/Nov-02

ML 362204004321 The Protect &

Gamble Co, INA

Jakarta

(Sumber : Warta Konsumen, Maret 2002)

Deteksi produk pangan hasil rekayasa genetika yang dilakukan YLKI tersebut

tidak berhenti sampai pada uji kandungan GMO saja. Pihak YLKI kemudian

melakukan kontak produsen kepada produsen yang produknya dinyatakan

mengandung rekayasa genetika. Namun hasilnya, tidak semua produsen

memberikan jawaban atas kontak produsen yang dilakukan oleh YLKI tersebut,

termasuk diantaranya produsen dari produk kecap merek Indofood dan ABC

serta kentang impor merk ‘Pringley’ (P&G).

Produsen yang menanggapi secara serius hasil uji YLKI yang produknya positif

mengandung rekayasa genetika adalah PT Unilever (kecap merek Bango), PT

27

Page 28: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN BEBAS

Simba (Simba Corn Flakes) dan PT Abbot (Isomil Soy Infant Formula).12 Salah

satu produsen yang melakukan pembelaan yaitu PT Abbot, yang dalam

pembelaannya mengungkapkan bahwa produknya telah lolos uji keamanan

pangan Uni Eropa. Menurut Indah Sukmaningsih ketua YLKI, “Kadang produsen

juga menerapkan standar ganda, di negara asalnya tidak menggunakan produk

rekayasa genetika, tetapi karena di Indonesia tidak ada perlindungan yang ketat,

sehingga mereka menggunakan produk rekayasa genetika tanpa dilabel”.13 Hal

tersebut merupakan salah satu kendala bagi penegakan hukum dalam melindungi

hak-hak konsumen. Penerapan standar ganda ini merupakan ketidakjujuran

produsen dalam usaha memasarkan produknya kepada masyarakat .

Guna melengkapi pembahasan ini dijelaskan pula cara-cara penyelesaian

sengketa dalam perlindungan konsumen. Aturan mengenai masalah sengketa ini

dimuat dalam UUPK pada pasal 45-58. Penyelesaian sengketa konsumen dapat

ditempuh melalui jalur pengadilan dan di luar jalur pengadilan. Jalur pengadilan

yakni di Pengadilan Negeri dan di luar pengadilan yakni Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen atau BPSK. Namun perlu diketahui bahwa apabila telah

dipilih upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan maka gugatan melalui

pengadilan hanya dapat diterima jika upaya tersebut dianggap tidak berhasil oleh

salah satu atau para pihak. Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan

tetap mengacu pada ketentuan peradilan umum, sedangkan menurut BPSK,

dijelaskan sebagai berikut :

Sebagaimana disebutkan dalam pasal 54 UUPk bahwa untuk penanganan dan

penyelesaian sengketa BPSK membentuk majelis yang jumlahnya disebutkan

harus ganjil dan terdiri sekurang-kurangnya dari 3 (tiga) orang. Ditentukan pula

bahwa putusan BPSK ini bersifat final dan mengikat.

12 Warta Konsumen, Maret 2002, hal.2313 Suara Merdeka, 20 April 2002

28

Page 29: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN BEBAS

BAB 5

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan point-point yang telah dipaparkan sebelumnya dapat ditarik

kesimpulan :

1. Pengawasan pemerintah terhadap produk pangan impor dilakukan berdasarkan

berbagai perangkat hukum antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun

1999 tentang Label dan Iklan Pangan tapi dalam pelaksanaannya belum

dilakukan sesuai dengan aturan pelabelan, sehingga konsumen belum

29

Page 30: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN BEBAS

mendapat informasi tentang jenis-jenis produk pangan hasil rekayasa

genetika/GMO. Hal ini disebabkan karena belum adanya Petunjuk

Pelaksanaan (Juklak) tentang peraturan pelabelan pada produk pangan

rekayasa genetika.

2. Pihak yang harus bertanggung jawab terhadap kerugian yang dialami

konsumen adalah pelaku usaha. Namun konsumen dalam hal meminta ganti

rugi tidak harus menuntut ke negara tempat produsen suatu produk rekayasa

genetika. Konsumen dapat langsung meminta ganti rugi kepada toko tempat

di mana ia membeli barang tersebut, atau rangkaian pelaku usaha lainnya

sampai kepada importir pangan rekayasa genetika tersebut.

3. Untuk melindungi hak-hak konsumen utamanya hak terhadap

kesehatan, pemerintah telah mengeluarkan UU Pangan, dan UU Kesehatan

dimana produsen wajib memeriksakan keamanan pangan dan melakukan uji

pangan terhadap suatu produk rekayasa genetika. Pemerintah juga telah

menjelaskan bahwa suatu penelitian harus mengikuti syarat-syarat dan

prinsip-prinsip penelitian.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan sebelumnya, penulis memberikan beberapa saran, antara

lain sebagai berikut :

1. Perlunya pelaksanaan pelabelan produk pangan dari luar negeri khususnya

pangan hasil rekayasa genetika, mengenai komposisi bahan dan persentase

kandungan GMO produk tersebut.

2. Pemerintah seharusnya membuat Petunjuk Pelaksanaan (juklak) Pasal 35

Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 pasal 35 dan pembentukan

lembaga yang berwenang untuk mendeteksi produk pangan dari luar negeri

khususnya hasil rekayasa genetika dengan memanfaatkan teknologi tinggi

yang dapat mendeteksi GMO.

30

Page 31: PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK pANGAN iMPOR HASIL REKAYASA GENETIKA DALAM KONTEKS PERDAGANGAN BEBAS

3. Ketentuan mengenai pangan rekayasa genetika dalam UU Pangan masih

bersifat umum sehingga pemerintah perlu membuat suatu Peraturan

Pemerintah tentang pangan rekayasa genetika sebagai suatu upaya

perlindungan konsumen terhadap produk pangan hasil rekayasa

genetika/GMO.

4. Selanjutnya pendekatan kehati-hatian harus diterapakan dalam melakukan

rekayasa genetika, agar tidak menimbulkan dampak negatif, dengan

memperhatikan segi moral, etika dan agama. Serta melakukan pengembangan

SDM, kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

31