PERLINDUNGAN HUKUM BAGI WARIA DALAM … · dan mengeluarkan pendapat untuk maksud damai selain itu,...

10
JURNAL SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI WARIA DALAM BERMASYARKAT Diajukan oleh : Paramita Dian Andini NPM : 120510885 Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Ilmu Kesejahteraan Sosial UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS HUKUM 2016

Transcript of PERLINDUNGAN HUKUM BAGI WARIA DALAM … · dan mengeluarkan pendapat untuk maksud damai selain itu,...

JURNAL SKRIPSI

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI WARIA DALAM BERMASYARKAT

Diajukan oleh :

Paramita Dian Andini

NPM : 120510885

Program Studi : Ilmu Hukum

Program Kekhususan : Ilmu Kesejahteraan Sosial

UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

FAKULTAS HUKUM

2016

1

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI WARIA DALAM BERMASYARAKAT

Paramita Dian Andini

Fakultas Hukum, Universitas Atma Jaya Yogyakarta

email: [email protected]

Abstrak

This thesis is entitled “law protection for transsexuals in socializing” . The high rate of

transsexuals discrimination causes the effort of transsexuals in socializing is short of expectation.

This research aimed to know how the law protects the transsexuals in socializing, especially when

they associate, assembly, and remark their opinions. This research was normative law research

which focused on the positive law norm and another regulation that bounded to the implementation

of socializing for associating, assembling, and remarking the opinions. They were considered as

the primary and the secondary data. This research used qualitative method to Itidentified the

regulation of its law. Based on the analysis, the researcher found that the law’s protection for the

transsexuals in the society was still low. In contrast with the Law Regulation that regulated and

protected each citizenin socializing to associate, assembly, and remark their opinions, the

Indonesian transsexuals had no absolute law that regulated to protect the transsexuals as it could

the embodiment ofthe associated Indonesia.

Keywords : transsexuals, discrimination, law Protection

I. PENDAHULUAN

Manusia adalah zoon politicon

artinya manusia juga membutuhkan kegiatan

bermasyarakat dan merupakan makhluk

sosial oleh karenanya tiap anggota

masyarakat mempunyai hubungan antara satu

dengan yang lain dan tiap hubungan tentu

menimbulkan hak dan kewajiban. Manusia

dalam kehidupannya perlu bermasyarkat hal

ini juga berkaitan dengan perwujudan

indonesia sebagai negara yang mempunyai

prinsip demokrasi yang berdasarkan

pancasila. Kebebasan berserikat, berkumpul,

dan mengeluarkan pendapat merupakan

salah satu hak asasi manusia yang dijamin

dalam Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia tahun 1945. Pasal 28 :

kemerdekaan berserikat dan berkumpul,

mengeluarkan pikiran dengan lisan dan

tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan

Undang-Undang. Dalam peraturan konstitusi

Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia tahun 1945, Undang-Undang No

12 tahun 2005 yang merupakan pengesahan

The International Covenant on Civil and

Political Rights (Kovenan Internasional

tentang Hak Sipil dan Politik) dimana hak

sipil dan politik (SIPOL) yang paling

mendasar adalah hak kebebasan untuk

berpikir, mengeluarkan pendapat tanpa

adanya intervensi dari siapapun sekalipun itu

otoritas negara, sehubungan dengan hak sipil

dan politik yang ruang lingkupnya juga

Undang-Undang No 39 tahun 1999 tentang

Hak Asasi Manusia juga mengatur mengenai

hak setiap orang untuk berserikat, berkumpul

dan mengeluarkan pendapat untuk maksud

damai selain itu, Undang-Undang No 9 tahun

1998 tentang Kebebasan mengeluarkan

pendapat dimuka umum juga merupakan

Peraturan Perundang-undangan yang

menjamin secara khusus dalam jaminan hak

bagi setiap orang untuk bebas mengeluarkan

pendapat, serta kemerdekaan ini juga sejalan

dengan Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi

Manusia Pasal 19 berbunyi : "Setiap orang

berhak atas kebebasan mempunyai dan

mengeluarkan pendapat dengan tidak

mendapat gangguan dan untuk mencari,

menerima dan menyampaikan keterangan

2

dan pendapat dengan cara apapun juga dan

dengan tidak memandang batas-batas. "

Dalam kenyataanya di Indonesia

jaminan perlindungan guna bermasyarakat

kaitannya dalam hak berserikat, berkumpul

dan mengeluarkan pendapat senyatanya

masih merupakan persoalan yang masih jauh

dari harapan, Jauh dari rasa aman masih

dirasakan bagi sebagaian kelompok yang

tidak sedikit dari masyarakat kita masih

belum bisa menerima keberadaan salah satu

kelompok yang masih dianggap berbeda

yaitu Waria.

Waria atau kaum wadham merupakan

manusia yang secara biologis mempunyai

kelamin laki-laki yang lebih suka berperan

sebagai perempuan dalam kehidupan sehari-

harinya. Karena memiliki perbedaan yang

agak menonjol terutama dalam hal

penampilannya yang tidak sesuai dengan

biologisnya, sehingga orang memandang

waria merupakan manusia yang menyimpang

hal tersebut yang mengakibatkan banyak

kasus yang terjadi terkait kegiatan

bermasyarakat yang perwujudannya

berserikat, berkumpul dan mengeluarkan

pendapat, banyaknya masyarakat yg belum

menerima keberadaan waria mengakibatkan

kegiatan bermasyarakat yang dilakukan

Waria jauh dari harapan.

Tujuan dari skripsi ini adalah untuk

mengetahui, bagaimana perlindungan hukum

bagi waria dalam bermasyarakat yang

perwujudannya dalam The International

Covenant on Civil and Political Rights

(Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan

Politik) adalah kebebasan berserikat,

berkumpul dan mengeluarkan pendapat.

Menurut Mochtar Kusumaatmadja,

tujuan pokok pertama dari hukum adalah

ketertiban, kebutuhan akan ketertiban ini

merupakan syarat pokok yang bersifat

fundamental bagi seluruh masyarakat

manusia yang teratur sehingga ketertiban

merupakan tujuan dari hukum, kemudian

menurut Purnadi dan Soekanto tujuan hukum

adalah kedamain hidup antar pribadi yang

meliputi ketertiban ekstren antar pribadi dan

ketenangan intern pribadi sama halnya

dengan pendapat Purnadi adalah pendapat

Van Apeldoorn yang mengatakan bahwa

tujuan hukum adalah mengatur pergaulan

hidup, sedangkan pendapat Soebekti

berpendapat bahwa hukum itu mengabdi

kepada tujuan negara, yaitu mendatangkan

kemakmuran dan kebagiaan para rakyatnya,

dan di dalam mengabdikan kepada tujuan

negara yaitu dengan menyelenggarakan

keadilan dan ketertiban. Undang- undang

Dasar Negara Republik Indonesia alinea 4

menegaskan bahwa tujuan dari Hukum

merupakan perlindungan yaitu bahwa hukum

bertujuan melindungi seluruh yang ada di

Indonesia dalam hal guna memajukan

kesejahteraan Indonesia, mencerdaskan

bangsa, melaksanakan ketertiban dunia

dengan kemerdekaan artinya bahwa tanpa

ada kekerasan, kerusuhan serta perdamaian

yang abadi dan keadilan sosial yaitu bahwa

tidak adanya pembedaan antar manusia dan

dianggap semua itu disamakan hak nya tanpa

melihat latar belakang manusia atau

masyarakat tersebut dan pada hakekatnya

setiap orang berhak atas perlindungan dari

hukum dan hampir seluruh perbuatan di

dalam setiap aspek kehidupan mendapat

perlindungan hukum.

Waria (gabungan dari Wanita-pria)

adalah laki-laki secara bilogis namun lebih

suka berperan sebagai perempuan dalam

kehidupannya sehari-harinya.

Dilihat dari definisi sosiologi, waria

adalah suatu transgender, maksudnya adalah

mereka menentang kontruksi gender yang

diberikan oleh masyarakat pada umumnya,

yaitu laki-laki atau perempuan saja.

Transgender disini mempunyai pengertian

yaitu perempuan yang terperangkap kedalam

tubuh laki-laki .

Dalam dunia psikologis, waria

sebagai transeksual, yakni seseorang merasa

memiliki seksualitas yang berlawanan

dengan struktur fisiknya atau secara

jasmaniah jenis kelaminnya laki- laki namun

secara psikis cenderung berpenampilan

wanita, transeksual lebih banyak dialami oleh

3

kaum laki-laki dibanding kaum perempuan

dan karena merasa psikisnya adalah wanita

maka dalam kehidupanya ia harus

berpenampilan sebagai seorang wanita

Aristoteles seorang ahli pikir Yunani

Kuno mengatakan dalam ajarannya bahwa

manusia itu adalah Zoon Politicon artinya

bahwa manusia sebagai makhluk pada

dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul

dengan sesama manusia lainnya. Dalam

hidup bermasyarakat sangatlah penting

bahwa diantara para sesama manusia itu ada

kerja sama yang positif sehingga kerja sama

tersebut secara pasti membawa keuntungan-

keuntungan yang besar bagi masing-masing,

kerja sama positif maksudnya dalam hidup

bermasyarakat tidak saling menggangu, tapi

saling membantu agar tercipta kehidupan

yang layak bagi manusia, selain itu saling

menghargai dalam pemenuhan hak dan

kewajiban. Makna manusia sebagai mahluk

sosial adalah makhluk social yang hidup

bermasyarakat (zoon politicon). Sebagai

makhluk sosial (homo socialis), manusia

tidak hanya mengandalkan kekuatannya

sendiri tetapi membutuhkan manusia lain

dalam beberapa hal tertentu misalnya, dalam

lingkungan manusia yaitu

masyarakatdigunakan untuk melakukan

sosialisasi atau bertukar pendapat.

Kegiatan berserikat berkumpul dan

mengeluarkan pendapat merupakan

perwujudan dari tatanan demokrasi pancasila

yang bermasyarakat artinya penting untuk

manusia untuk melakukan kegiatan berserikat

berkumpul dan mengeluarkan pendapat dan

kegiatan tersebut merupakan bagian dari hak

asasi setiap manusia karena merupakan

bagian dari bermasyarakat, namun dalam

kegiatannnya perlu perlindungan baik dari

pemerintah maupun masyarakat guna dapat

melaksanakan kegiatan bermasyarakat

dengan aman dan damai, upaya tersebut

berdasarkan Undang- undang Dasar

Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28 telah

diatur guna Kebebasan berserikat, berkumpul

dan mengeluarkan Pendapat artinya setiap

Warga negara bebas melakukan kegiatan

tersebut berdasarkan apa yang telah diatur

didalam Konsitusi.

Konvenan Internasional tentang Hak

Sipil dan Politik (KIHSP) mengandung hak-

hak demokratis yang esensial, kebanyakan

terkait berfungsinya suatu negara dan

hubungannya dengan warganegaranya

menyangkut kebebasan yang terkait dengan

demokrasi. Berserikat, berkumpul dan

mengeluarkan pendapat merupakan bagian

dari Konvenan Internasional tentang Hak

Sipil dan Politik diatur dalam Pasal 19, 21

dan 22 karenanya dapat meningkatkan

kualitas hidup dan kebebasan berekspresi.

II. METODE

Jenis penelitian yang digunakan

adalah penelitian hukum normatif. Penelitian

yang dilakukan adalah penelitian hukum

bersifat normatif. Penelitian ini berfokus

pada norma hukum positif dari Undang-

Undang Dasar 1945, hak asasi manusia,

kebebasan mengeluarkan pendapat dan

peraturan lain yang menyangkut mengenai

Pelaksanaan bermasyarakat yang

perwujudannya kebebasan berserikat,

berkumpul dan mengeluarkan Pendapat.

Dalam penelitian ini peneliti melakukan

deskripsi hukum positif, analisa hukum

positif, dan menilai hukum positif.

Metode Pengumpulan Data :

a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan dengan

mempelajari dan memahami bahan

hukum primer dan sekunder yang

terkait dengan penulisan hukum ini.

b. Wawancara

Selain mempelajari bahan hukum

primer dan bahan hukum sekunder

disertai wawancara dengan

narasumber yang terkait dengan

penulisan hukum ini yaitu dari salah

satu anggota Ikatan Waria

Yogyakarta (IWAYO) dan Dinas

Sosial Yogyakarta.

Metode Analisis Data :

4

Data yang diperoleh dikumpulkan, kemudian

dianalisis secara kualitatifyaitu analisis

dengan mengidentifikasi aturan hukumnya,

perkembangan hukum dan fakta sosial

sehingga diperoleh gambaran mengenai

masalah keadaan yang diteliti.

Proses Berpikir

Dalam penarikan kesimpulan, proses berpikir

yang digunakan adalahsecara deduktif, yaitu

bertolak dari proposisi umum yang telah

diyakinikebenarannya, yaitu peraturan

Perundang-Undangan yang terkait, dan

berakhir pada kesimpulan yang bersifat

khusus. Perlindungan hukum bagi

masyarakat yang bermasyarakat sangat

penting agar tercapainya tujuan dari Hukum

dalam Pembukaan Undang- undang Dasar

Republik Indonesia alinea 4, namun perlu

dipahami bahwa kegiatan berserikat,

berkumpul dan mengeluarkan Pendapat pada

Implementasinya kurang akan Perlindungan

hukumnya.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Manusia adalah zoon politicon,

artinya bahwa manusia itu sebagai makhluk

pada dasarnya selalu ingin bergaul dan

berkumpul dengan sesama manusia lainnya

jadi makhluk yang suka bermasyarakat,

sebagai mahluk sosial yang membutuhkan

manusia lain untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya, manusia membentuk kelompok

yang disebut masyarakat.

Waria sebagai manusia juga

merupakan satu pribadi yang utuh sehingga

dalam satu masyarakat tidak larut atau tidak

hilang jati diri dan kepribadiannya sebagai

manusia, ia mempunyai hak atas dirinya

sendiri terlepas dari paksaan orang lain,

namun demikian manusia sifat dasarnya

adalah makhluk bermasyarakat, artinya baru

dapat hidup di tengah dan bersama-sama

manusia lain. Menuntut adanya kemauan dan

kemampuan untuk saling menghormati dan

menghargai dalam satu tatanan hidup yang

sudah disepakati , The International

Covenant on Civil and Political Rights

(Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan

Politik) dan telah diratifikasi melalui

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

12 tahun 2005 Pasal 26 dan Undang-undang

Konstitusi kita Undang- undang Dasar

Negara Republik Indonesia tahun 1945

sebagai pasal 27 ayat 1 menyatakan, Pasal 26

: Semua orang berkedudukan sama di

hadapan hukum dan berhak atas perlindungan

hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun.

Dalam hal ini hukum harus melarang

diskriminasi apapun, dan menjamin

perlindungan yang sama dan efektif bagi

semua orang terhadap diskriminasi atas dasar

apapun seperti ras, warna, jenis kelamin,

bahasa, agama, politik atau pendapat lain,

asal-usul kebangsaan atau sosial, kekayaan,

kelahiran atau status lain. Pasal 27 ayat (1)

Segala warga negara bersamaan

kedudukannya di dalam hukum dan

pemerintahan dan wajib menjunjung hukum

dan pemerintahan itu dengan tidak ada

kecualinya. Selain itu dalam perlindungan,

pemajun, penegakan, dan pemenuhan hak

asasi manusia terutama menjadi tanggung

jawab Pemerintah ketentuan tersebut tertuang

di Undang- undang Nomor 39 Tahun 1999

Pasal 8.

Disini nampak jelas visi indonesia

mengenai hak asasi manusia dan hak warga

negara berdasarkan ideologi pancasila,

khususnya dalam sila kemanusiaan yang adil

dan beradab, jelas ditegaskan bahwa harus

kedudukan dimata hukum sama dan tidak

dibenarkan adanya diskriminasi mengenai

ras, kekayaan, agama, keturunan dan status

lainnya karena setiap warga mempunya hak

yang sama.

Implementasinya bahwa pada

kenyataannya masih banyak Waria yang

ketika sedang berkontribusi positif sebagai

warga negara yang baik, seringkali dihalangi

oleh kelompok yang mengatasnamakan

agama atau sekelompok orang yang belum

menenerima keberadaan Waria hal ini jelas

berbeda dengan ketentuan peraturan diatas,

bahwa setiap orang wajib menjunjung hukum

tanpa melihat latar belakang orang tersebut,

selain itu dalam hal ini Pemerintah kerap kali

5

tidak ada sama sekali bahkan ketika terjadi

penyiksaan pemerintah seakan tidak peduli,

hal ini juga bertentangan dengan Undang-

undang Republik Indonesia tahun 1945 Pasal

28 D ayat 1 yang merupakan asas Equality

Before The Law yang berbunyi Pasal 28 D

ayat 1 : bahwa setiap orang berhak atas

pengakuan, jaminan, perlindungan, dan

kepastian hukum yang adil serta perlakuan

yang sama dihadapan hukum.

Kemudian Undang- undang Nomor

39 Tahun 1999 pasal 3 ayat (3) juga

mengatur perlidungan mengenai Hak Asasi

Manusia tanpa diskriminasi ketentuannya

berbunyi : Pasal 3 ayat (3) Setiap orang

berhak atas perlindungan hak asasi manusia

dan kebebasan dasar manusia tanpa

diskriminasi.

Cni salah satu Waria dari IWAYO

berpendapat bahwa semestinya hukum itu

harus tersentuh oleh semua elemen

masyarakat,artinya negara harus memberikan

perlindungan bagi masyarakat Indonesia

tanpa terkecuali, terkait hak asasi harusnya

melindungi, memenuhi, menghormati, ketika

kelompok minoritas yang merupakan bagian

dari elemen Bhinika Tunggal Ika, yang

menurutnya itu tidak punya fungsi apapun

dan kami berharap kami juga merasakan

keadilan, harusnya lembaga negara

menyentuh semua elemen masyarakat,

termasuk kelompok minoritas transgender.

Dalam tatanan kehidupan

bermasyarakat hak atas kebebebasan

berserikat, berkumpul dan mengeluarkan

pendapat adalah perwujudan dari bagian

bermasyarakat yang karena Indonesia

merupakan negara yang demokratis, namun

demokrasi Indonesia bukan demokrasi liberal

yang berdasarkan Indiviadualisme tetapi

Demokrasi Indonesia yang berdasarkan

Ideologi Pancasila.

Undang – undang Dasar Republik

Indonesia tahun 1945 Pasal 28, 28 E (3) telah

mengatur mengenai Kemerdekaan dan hak

bagi setiap orang atas kebebasan berserikat

berkumpul dan mengeluarkan pendapat, di

bawah Undang-undang Dasar Negara

Republik Indonesia tahun 1945 Indonesia

juga mengatur mengenai Kemerdekaan

Menyampaikan Pendapat di Muka Umum

dalam Undang-undang No 9 tahun 1998

Pasal 1, 2 ayat (1) yang berbunyi : Pasal 1,

Kemerdekaan menyampaikan pendapat

adalah hak setiap warga negara untuk

menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan,

dan sebagainya secara bebas dan bertanggung

jawab sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Pasal 2

ayat (1) Setiap warga negara, secara

perorangan atau kelompok, bebas

menyampaikan pendapat sebagai perwujudan

hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara. Selain itu Undang-undang Nomor

39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

juga mengatur dalam Pasal 24 ayat (1), Pasal

25 dan The International Covenant on Civil

and Political Rights (Kovenan Internasional

tentang Hak Sipil dan Politik) dan telah

diratifikasi melalui Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005

Pasal 19, Pasal 21 dan pasal 22 yang

berbunyi : Pasal 24 ayat (1) Setiap orang

berhak untuk berkumpul, berapat, berserikat

untuk maksud damai. Pasal 25 : Setiap orang

berhak menyampaikan Pendapat di muka

umum, termasuk hak mogok sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang undangan.

Pasal 19 : hak orang untuk mempunyai

pendapat tanpa campur tangan pihak lain dan

hak atas kebebasan untuk menyatakan

pendapat. Pasal 21: pengakuan hak untuk

berkumpul yang bersifat damai. Pasal 22 :

hak setiap orang atas kebebasan berserikat.

Bahwa kebebasan dan hak bagi setiap orang

untuk berserikat, berkumpul dan

mengeluarkan pendapat merupakan hak yang

dilindungi dan merupakan hak yang paling

penting mengingat Indonesia merupakan

negara yang demokrasi.

Waria merupakan salah satu bagian

dari kelompok masyarakat yang dalam

tatanan kehidupan bermayarakatnya masih

rentan terhadap rasa aman. Ancaman dan

tekanan dari masyarakat yang belum

menerima akan keberadaan mereka membuat

tekanan psikis yang dialami oleh mereka,

6

Undang- undang Dasar Negara Republik

Indonesia tahun 1945 pasal 28 G berbunyi :

bahwa hak bagi setiap orang atas

perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan,

martabat dan harta benda yang dibawah

kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman

dan perlindungan dari ancaman ketakutan

untuk berbuat atau tiak berbuat sesuatu yang

merupakan hak asasi.

Undang – undang Republik

Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang

Hak Asasi Manusia Pasal 9 ayat 2 mengatur

mengenai “Setiap orang mempunyai hak

untuk hidup tentram, aman, damai, bahagia,

sejahtera, lahir dan batin. Ketentuan diatas

menunjukan bahwa adanya jaminan hak rasa

aman terhadap setiap orang tanpa terkecuali”.

Demokrasi dalam tatanan kehidupan

bermasyarakat kebebebasan berserikat,

berkumpul dan mengeluarkan pendapat

adalah perwujudan dari bagian

bermasyarakat. Dalam kegiatannya Waria

juga mempunyai jaminan perlindungan hak

baik dari pemerintah maupun masyarakat

dalam kebebasan berserikat, berkumpul dan

mengeluarkan pendapat, hal itu di atur di

dalam Undang –undang Nomor 9 Tahun

1998 pasal 5, pasal 7 dan pasal 8 yang

berbunyi, Pasal 5 : warganegara yang

menyampaikan pendapat di muka umum

berhak untuk :

a. mengeluarkan pikiran secara

bebas;

b. memperoleh perlindungan

hukum.

Pasal 7 : dalam pelaksanaan penyampaian

pendapat di muka umum oleh warga negara,

aparatur pemerintah berkewajiban dan

bertanggung jawab untuk :

a. melindungi hak asasi manusia;

b. menghargai asas legalitas;

c. menghargai prinsip praduga tidak

bersalah; dan

d. menyelenggarakan pengamanan.

Pasal 8 : Masyarakat berhak berperan serta

secara bertanggungjawab untuk berupaya

agar penyampaian pendapat dimuka umum

dapat berlangsung secara aman, tertib dan

damai.

Bahwa Waria mempunyai hak untuk

bebas mengeluarkan pendapat tanpa adanya

gangguan dan tekanan serta adanya

perlindungan dari aparatur negara dan

masyarakat tanpa melihat latar belakang

orang yang akan mengeluarkan pendapat.

Artinya bahwa Waria mempunyai hak atas

perindungan dan ancaman dalam kegiatan

bermasyarakat, diharapkan untuk pemerintah

dan masyarakat menghormati serta ikut andil

dalam upaya kegiatan positif tatanan

kehidupan bermasyarakat. Selain itu diatur

juga dalam Undang- undang Hak Asasi

Manusia Nomor 39 Tahun 1999 Pasal 30 dan

Pasal 69 ayat (1) yang berbunyi , Pasal 30 :

Setiap orang berhak atas rasa aman dan

tentram serta perlindungan terhadap ancaman

ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat

sesuatu. Pasal 69 ayat 1 : Setiap orang wajib

menghormati hak asasi manusia orang lain,

moral, etika dan tertib kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Ketentuan diatas menunjukan bahwa

dalam bermasyarakat terutama dalam

kebebasan berserikat, berkumpul dan

mengeluarkan pendapat Waria mempunyai

hak atas perlindungan dan rasa aman.

Berdasarkan data Sekunder atas

wawancara dengan waria perlindungan

hukum yang dirasakan oleh waria masih

sangat kurang,

Berdasarkan atas pandangan agama

Waria masih dianggap haram, bertentangan

dengan Kodrat Tuhan, merupakan

pemahaman berdasar prespektif Agama,

padahal di Indonesia sendiri bukan

merupakan negara agama, sehingga tidak

bisa agama dijadikan alasan untuk

menjauhkan Waria dari Perlindungan

Hukum, dan memang secara Faktual di

Indonesia bahkan di Dunia Waria itu ada.

7

Tidak ada kepastian hukum guna

melindungi haknya sebagai warga negara.

Ketakutan pernah dirasakan oleh IWAYO

sehingga membuat aktivitasnya terganggu

atau tidak berjalan, Undang-undang Nomor

17 tahun tahun 2013 tentang Organisasi

Masyarakat Pasal 20 huruf d dan e bahwa

organisasi masyarakat mempunyai hak untuk

mencapai tujuan organisasi dan mendapatkan

perlindungan hukum tentang keberadaan

kegiatan sehingga pemerintah dalam

kewajibannya belum melindungi apa yang

menjadi haknya untuk bermasyarakat. Upaya

yang dilakukan pemerintah melalui dinas

dosial yogyakarta hanya memberikan

pelatihanan ketrampilan hal ini digunakan

untuk menambah ketrampilan waria saja.

Berdasarkan dari wawancara dinas

sosial yogyakarta, dinas sosial yang

merupakan lembaga negara belum

melakukan perlindungan hukum. Undang-

undang Nomor 11 tahun 2009 tentang

Kesejahteraan Sosial Pasal 14 ayat 2 huruf b

dan c yaitu kewajiban pemerintah

memberikan perlindungan sosial bagi

kelompok masyarakat yang rentan melalui

advokasi sosial dan bantuan hukum. Selain

itu Dinas Sosial sebagai lembaga Pemerintah

mempunyai visi mewujudkan kemandirian

masyarakat menuju kejahteraan sosial serta

salah satu misinya meningkatkan harkat dan

martabat serta kualitas hidup Penyandang

Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)

melalui rehabilitasi sosial, jaminan sosial,

pemberdayaan sosial dan Perlindungan Sosial

, namun implementasinya dinas sosial belum

melaksanakan karena sejauh ini kasus terkait

Waria yang mengadu kepada dinas sosial

terkait keberadaan Waria yang banyak

ancaman dari organisasi masyarakat yang

melakukan kegiatan bermasyarkat yaitu

perwujudan berserikat, berkumpul dan

mengeluarkan Pendapat hanya sebatas

memberikan pemahaman kepada Waria yang

dirugikan saja.

Selain itu Dinas Sosial juga masih

mengaggap bahwa Waria yang termasuk

kelompok LGBT ( Lesbian, Gay, Biseksual

dan Transgender) merupakan penyakit

berdasarkan pernyataan dari WHO (World

Health Organization) dan berdasarkan

pengalaman-pengalaman yang ada dari

Waria, Waria bukan merupakan penyakit dan

rehabilitasi yang dilakukan pemerintah hanya

memberikan kursus atau pelatihan

ketrampilan kepada Waria yang senyatanya

tidak ada kelanjutannya selain itu rehabilitasi

berupa pemberian pemahaman memang

kebanyakan tidak menjadikan Waria kembali

menjadi berjiwa laki-laki, upaya untuk

menghindari stigma dan diskriminasi dari

masyarakat belum dilakukan oleh dinas sosial

itu sendiri, melainkan dinas sosial

memberikan sosialisasi atau pemahaman

mengenai diskriminasi dan stigma kepada

Waria bukan terhadap masyarakat, selain itu

upaya yang dilakukan dinas sosial kepada

Waria hanya memberikan rehabilitasi yang

perwujudannya memberikan sosialisasi atau

pemahaman untuk Waria. Selain itu

mengenai aparat keamanan seperti polisi dan

Satpol PP, dinas sosial tidak terlalu

memahami hal seperti itu dari dinas hanya

memberikan tambahan bahwa selagi kegiatan

tersebut sesuai dengan ijin dan

pembubabaran kegiatan Waria sesuai

prosedur, dinas sosial menggap pembubaran

aktivitas kegiatan Waria yang tanpa Ijin

Waria juga tidak menjadi masalah.

IV. KESIMPULAN

Bahwa peraturan hukum secara

umum sudah mengatur atau melindungi

setiap warga negara dalam bermayarakat

khususnya perwujudan tatanan demokrasi

indonesia kebebasan berserikat, berkumpul

dan mengeluarkan pendapat, namun waria

yang merupakan bagian dari warga negara

belum ada spesifikasi atau peraturan secara

khusus untuk mengatur mengenai waria,

sehingga tidak ada kepastian hukum untuk

melindungi waria dalam bermasyarakat.

V. REFERENSI

Gunawan Setiardja, 1993, Hak-hak

Asasi Mansuia berdasarkan Ideologi

Pancasila, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

8

Mansyhur Effendi.A, 2005,

Perkembangan dimensi hak asasi manusia

(HAM) dan Proses Dinamika Penyusunan

Hukum Hak Asasi Manusia (Hakham),

Ghalia Indonesia, Bogor.

Mudjiono, 1991, Pengantar Ilmu

Hukum Indonesia,Penerbit Liberty

Yogyakarta,Yogyakarta.

Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia tahun 1945

Undang-Undang No 9 Tahun 1998

Tentang Kebebasan Mengeluarkan Pendapat.

Undang–Undang No 39 Tahun 1999

Tentang Hak Asasi Manusia.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2005 Tentang Pengesahan International

Covenant on Civil and Political Rights

(Kovenan Internasional tentang Hak-hak

Sipil dan Politik).

Undang – Undang Nomor 11 Tahun

2009 Tentang Kesejahteraan Sosial

Undang- Undang Nomor 8 Tahun

1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan