perlakuan benih untuk perbaikan pertumbuhan tanaman,...
Transcript of perlakuan benih untuk perbaikan pertumbuhan tanaman,...
PERLAKUAN BENIH UNTUK PERBAIKAN PERTUMBUHAN
TANAMAN, HASIL DAN MUTU BENIH PADI SERTA
PENGENDALIAN PENYAKIT HAWAR DAUN
BAKTERI DAN PENGURANGAN
PENGGUNAAN PUPUK FOSFAT
AGUSTIANSYAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
PERNYATAAAN MENEGENAI DISERTASI DAN
SUMBERDAYA INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Perlakuan Benih untuk
Perbaikan Pertumbuhan Tanaman, Hasil dan Mutu Benih Padi Serta Pengendalian
Penyakit Hawar Daun Bakteri dan Pengurangan Penggunaan Pupuk Fosfat adalah
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka disertasi
ini.
Bogor, Agustus 2011
Agustiansyah
NIM A261070011
ABSTRACT
AGUSTIANSYAH. Seed Treatment for Improvement in Plant Growth,Yield and
Seed Quality, Controlling Bacterial Leaf Blight and Reducing Use of Phosphate
Fertilizer. Supervisory Commission: SATRIYAS ILYAS(Chair), SUDARSONO
and MUHAMMAD MACHMUD (Member).
One cause of the low rice production in Indonesia is bacterial leaf blight
(BLB) and phosphate nutrient deficiency. BLB is one of the seedborne diseases.
This study consisted of six trials that are related to each other. All of
rhizobacteries able to produce IAA, siderophore, phosphatase enzyme, able to
solubilizing phosphate, and induce the peroxidase enzyme. Only P. diminuta A6
isolate produce HCN. In Laboratory experiment, matriconditioning plus P.
diminuta A6 isolate, biopriming with P. diminuta A6 isolate, and biopriming with
P. aeruginosa A54 isolate were the best seed treatments to increase viability and
vigor of rice seed. All of biological seed treatments could suppress Xanthomonas
oryzae pv. oryzae in rice seed. matriconditioning plus P. aeruginosa A54 isolate
was the best seed treatment to increase seedling growth. In the third experiment,
the conclusions of these research are are biological seed treatment could increase
plant growth of rice. Biological seed treatments of matriconditioning + P.
aeruginosa isolate A54, matriconditioning + B. subtilis 5/B isolate, and
biopriming with B. subtilis 11/C isolate are the best seed treatments in increasing
yield of rice. Seed treatments by biopriming with P. diminuta A6 isolate ,
matriconditioning + P. diminuta A6 isolate, and matriconditioning + B. subtilis
11/C isolate resulted percentage of pathogen diseased leaf area. Biological seed
treatments could decrease number of Xoo colony in seed. In the fourth
experiment, the study concludes that seed treatment with biological agents isolates
of P diminuta A6 were treated singly or mixed with B. subtilis 5/B with and
without matriconditioning is the best seed treatment in increasing the growth and
yield. Matriconditioning + P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B is the best treatment in
improving seed germination. Seed treatment of soaking the seeds in B. subtilis
5/B and soaking in P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B can reduce the use of P
fertilizer. Matriconditioning + P. diminuta A6 and soaking the seed in P. diminuta
A6 can reduce the number of Xoo colonies on seed. In the final experiment,the
first experiment concludes that (1) P fertilizer dose of 50 kg ha-1
produce plant
height, number of seedling, number of filled grains and total grain per panicle, is
better than applying P 100 kg ha-1
, (2) seed treatment with biological agent able to
increase plant height and number of seedling. (3) All seed treatments can reduce
the number of Xoo colony in seed. The second experiment was conclude (1) use
of P fertilizer 25 kg ha-1
and 50 kg ha-1
able to increase plant height, (2)
biopriming and matriconditioning + biological control are able to reduce BLB.
(3) All seed treatments can reduce the number of Xoo colonies in seed yield.
Based on the overall results of the experiments showed that the isolates of
P.diminuta A6 and B. subtilis A6 5/B are that have the best ability to improve
plant growth through seed treatment applied. Seed soaking treatment in B. subtilis
5/B and soaking in P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B is a treatment that can reduce
the use of fertilizer P.
Key words: bactericide, biofertilizer, biopesticide, biological seed treatment
matriconditioning, rhizobacteria.
RINGKASAN
AGUSTIANSYAH. Perlakuan Benih untuk Perbaikan Pertumbuhan Tanaman,
Hasil dan Mutu Benih Padi Serta Pengendalian Penyakit Hawar Daun Bakteri dan
Pengurangan Penggunaan Pupuk Fosfat. Komisi Pembimbing: SATRIYAS
ILYAS (Ketua), SUDARSONO dan MUHAMMAD MACHMUD (Anggota).
Keberhasilan produksi tanaman di lapang ditentukan juga oleh penggunaan
benih yang baik dan bermutu. Mutu benih terdiri atas mutu fisik, fisiologis, mutu
genetik, dan mutu kesehatan atau patologis. Mutu fisik, fisiologis, dan genetik
telah mendapat perhatian dalam peredaran benih di Indonesia. Akan tetapi mutu
patologis belum menjadi perhatian. Padahal benih merupakan salah satu sarana
penyebaran penyakit, disamping sebagai faktor penentu keberhasilan produksi
tanaman, termasuk tanaman padi. Salah satu penyebab masih rendahnya produksi
padi di Indonesia adalah serangan penyakit hawar daun bakteri dan defisiensi hara
fosfat. Penyakit hawar daun bakteri (HDB) adalah salah satu penyakit terbawa
benih. Perlakuan benih dengan agens hayati yang menggunakan mikroba yang
berasal dari rizosfer tanaman padi merupakan salah satu cara yang dapat
dikembangkan untuk mengatasi masalah di atas. Hal ini karena agens hayati
tersebut memiliki kemampuan sebagai fitostimulator, biofertilizer, dan
biopestisida.
Penelitian ini terdiri atas enam percobaan yang saling berkaitan satu dengan
lainnya yaitu (1) Isolasi dan identifikasi rizobakteri yang mampu meningkatkan
pertumbuhan tanaman dan mengendalikan penyakit hawar daun padi, bertujuan
untuk mendapatkan isolat murni rizobakteri Pseudomonas spp. dari akar tanaman
padi dan mengetahui karakter rizobakteri yang mengait dengan kemampuan,
meningkatkan pertumbuhan, hasil panen, mutu benih, dan mengendalikan
penyakit hawar daun bakteri yang disebabkan Xanthomonas oryzae pv. oryzae
(Xoo), serta mampu melarutkan fosfat; (2) Pengaruh perlakuan benih secara
hayati pada benih padi terinfeksi Xoo terhadap mutu benih dan pertumbuhan bibit,
bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan benih yang diaplikasikan pada
benih padi yang terinfeksi Xoo secara buatan terhadap mutu benih dan
pertumbuhan bibit; (3) Pengaruh perlakuan benih dengan agens hayati terhadap
pertumbuhan tanaman, hasil padi dan mutu benih, serta pengendalian penyakit
HDB di rumah kaca, bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan benih
secara hayati terhadap pertumbuhan tanaman, hasil panen padi, mutu benih, dan
serangan HDB padi di rumah kaca; (4) Pengujian perlakuan benih dengan agens
hayati terhadap pertumbuhan tanaman, hasil dan mutu benih padi, pengurangan
penggunaan pupuk P, dan penurunan serangan HDB di rumah kaca, bertujuan
untuk mengetahui pengaruh perlakuan benih secara hayati dan interaksinya
dengan pupuk P terhadap pertumbuhan, hasil dan mutu benih, dan serangan HDB
;(5) Pengaruh perlakuan benih dengan agens hayati dalam meningkatkan
pertumbuhan tanaman, mengurangi penggunaan pupuk P, menurunkan tingkat
serangan HDB serta meningkatkan mutu benih di KP Pusakanagara Sukamandi,
bertujuan untuk mengetahui pengaruh agens hayati terhadap pertumbuhan
tanaman, hasil panen dan mutu benih padi, serangan HDB dan pengurangan
penggunaan pupuk P di lapang. Percobaan ini terdiri dari dua percobaan terpisah
yang dilakukan di Sukamandi dan Bogor.
Pada percobaan 1, hasil uji antagonis menunjukkan bahwa isolat
Pseudomonas. diminuta A6, Pseudomonas. aeruginosa A54, Bacillus. subtilis
11/C, dan Bacillus. subtilis 5/B, dan Psedomonas mallei A33 memiliki
kemampuan menghambat pertumbuhan Xanthomonas oryzae pv. oyzae. Hasil uji
biokimia menunjukkan bahwa hanya isolat rizobakteri P. diminuta A6 yang
mampu memproduksi senyawa HCN. Semua isolat rizobakteri yang diuji
menghasilkan senyawa siderofor, mampu melarutkan fosfat dan menunjukkan
aktivitas enzim fosfatase, memproduksi IAA, dan memiliki aktivitas enzim
peroksidase.
Pada skala percobaan laboratorium (percobaan 2), perlakuan benih
dengan matriconditioning + P. diminuta A6, perendaman benih dalam P. dimi-
nuta A6, atau P. aeruginosa A54 merupakan perlakuan benih terbaik untuk me-
ningkatkan viabilitas dan vigor benih. Semua perlakuan benih dengan agens
hayati mampu menekan pertumbuhan Xoo pada benih padi yang diuji. Pada fase
bibit, perlakuan matriconditioning + P. aeruginosa A54 merupakan perlakuan
benih terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan bibit padi.
Pada percobaan 3 di rumah kaca, perlakuan benih dengan agens hayati +
matriconditioning dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Perlakuan
perendaman dalam B. subtilis 11/C dan matrconditioning + P. aeruginosa A54
menghasilkan produksi gabah tertinggi per malai. Perlakuan matriconditioning +
P. aeruginosa A54, matriconditioning + B. subtilis 5/B, dan perendaman dalam B.
subtilis 5/B menghasilkan produksi gabah tertinggi per rumpun. Serangan HDB
terendah dihasilkan oleh perlakuan matriconditioning + P. diminuta A6 dan
matriconditioning + B. subtilis 11/C. Perlakuan benih dengan agens hayati dapat
menurunkan jumlah koloni Xoo yang terbentuk pada benih hasil panen.
Pada percobaan 4 (percobaan rumah kaca), perlakuan benih dengan P.
diminuta A6 yang diperlakukan secara tunggal atau dicampur dengan B. subtilis
5/B dengan atau tanpa matriconditioning merupakan perlakuan benih terbaik
dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil panen. Perlakuan matriconditioning
+ P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B merupakan perlakuan terbaik dalam mening-
katkan daya berkecambah dan indeks vigor benih. Perlakuan perendaman benih
dalam B. subtilis 5/B dan perendaman dalam P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B
dapat menurunkan penggunaan pupuk P berdasarkan peubah hasil panen padi.
Hasil terbaik pada kedua perlakuan tersebut didapat pada dosis pupuk P 50 kg ha-
1. Perlakuan matriconditioning + P. diminuta A6 dan perendaman benih dalam P.
diminuta A6 dapat menurunkan jumlah koloni Xoo pada benih hasil panen.
Pada percobaan lapang (percobaan 5) di Kebun Percobaan Pusakanegara,
pemberian dosis pupuk P 50 kg ha-1
menghasilkan tinggi tanaman, jumlah anakan,
jumlah gabah bernas, dan total jumlah gabah per malai yang tertinggi. Perlakuan
campuran B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6 yang diaplikasikan dengan teknik
perendaman benih atau matriconditioning menghasilkan tinggi tanaman dan jumlah
anakan tertinggi. Perlakuan matriconditioning + agens hayati mampu meningkatkan
jumlah gabah bernas dan total jumlah gabah. Serangan terendah HDB terjadi pada
dosis P 25 kg ha-1
dan P 75 kg ha-1
. Perlakuan benih dengan agens hayati dapat
menurunkan jumlah koloni Xoo yang ditemukan pada benih hasil panen.
Pada percobaan lapang di Kebun Percobaan Muara Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi (percobaan 6), pemberian dosis pupuk P 25 kg ha-1
dan 50 kg ha-1
mampu meningkatkan tinggi tanaman, sedangkan dosis pupuk P 50 kg ha-1
dan 100
kg ha-1
meningkatkan jumlah anakan. Serangan HDB pada perlakuan perendaman
benih dalam P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B (16.5%/rumpun) dan matricon-
ditioning + P. diminuta A6 + B. subtilis (17.1%/rumpun) lebih rendah jika diban-
dingkan kontrol positif (19.7%/rumpun). Semua perlakuan benih dan dosis
pemupukan P tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap mutu fisiologis benih
hasil panen, tetapi perlakuan benih menurunkan jumlah koloni Xoo yang
ditemukan pada benih hasil panen.
Berdasarkan keseluruhan hasil percobaan menunjukkan bahwa isolat P.
diminuta A6 dan B. subtilis 5/B merupakan dua isolat yang memiliki kemampuan
terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman yang diaplikasikan melalui
perlakuan benih. Perlakuan perendaman benih dalam B. subtilis 5/B dan
perendaman dalam P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B merupakan perlakuan yang
dapat menurunkan penggunaan pupuk P.
Kata kunci: bakterisida, biopestisida, matriconditioning, perlakuan benih secara
biologi, rizobakteri.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan
kritik, atau tinjau suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan
kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak
sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PERLAKUAN BENIH UNTUK PERBAIKAN PERTUMBUHAN
TANAMAN, HASIL DAN MUTU BENIH PADI SERTA
PENGENDALIAN PENYAKIT HAWAR DAUN
BAKTERI DAN PENGURANGAN
PENGGUNAAN PUPUK FOSFAT
AGUSTIANSYAH
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Mayor Ilmu dan Teknologi Benih
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Disertasi : Perlakuan Benih untuk Perbaikan Pertumbuhan Tanaman,
Hasil dan Mutu Benih Padi Serta Pengendalian Penyakit Hawar
Daun Bakteri dan Pengurangan Penggunaan Pupuk Fosfat
Nama : Agustiansyah
NIM : A261070011
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S.
Ketua
Prof. Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc. Dr. Muhammad Machmud, M.Sc., APU.
Anggota Anggota
Mengetahui
Ketua Mayor
Ilmu dan Teknologi Benih Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.
Tanggal Ujian: 5 Juli 2011 Tanggal Lulus:
Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. Endang Murniati, M.S.
(Staf Pengajar Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Institut Pertanian Bogor)
2. Dr. Ir. Abjad Asih Nawangsih, M.Si.
(Staf Pengajar Departemen Proteksi Tanaman
Institut Pertanian Bogor)
Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Memen Surahman, M.Agr.Sc.
(Staf Pengajar Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Institut Pertanian Bogor)
2. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P.
(Guru Besar Jurusan Hama dan Penyakit
Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas
Lampung/ Pembantu Rektor I Universitas
Lampung)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan dari bulan April 2008 sampai bulan Juli 2010 ini
memberikan informasi mengenai perlakuan benih dengan agens hayati untuk
peningkatan mutu benih, pertumbuhan bibit dan tanaman, pengurangan
penggunaan pupuk P, peningkatan hasil panen, dan pengendalian penyakit hawar
daun bakteri pada tanaman padi.
Terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Satriyas Ilyas, M.S. selaku ketua komisi pembimbing, Prof. Dr.
Sudarsono, M.Sc. dan Dr. Muhammad Machmud, M.Sc. selaku anggota
komisi pembimbing yang telah memberikan saran dan arahan sejak penulis
mulai menyusun rencana dan melaksanakan penelitian sampai menyusun
disertasi ini.
2. Dr. Ir. Endang Murniati, M.S dan Dr. Ir. Abjad Asih Nawangsih, M.Si.selaku
penguji pada ujian tertutup atas kritik dan saran yang telah diberikan. Prof.
Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, MP. dan Dr. Ir. Memen Surahman, M.Agr. Sc
selaku penguji pada ujian terbuka atas saran dan kritiknya. Dr. Ir. Eny
Widajati selaku wakil dari Mayor Ilmu dan Teknologi Benih saat ujian
tertutup dan terbuka atas masukan yang diberikan.
3. Direktorat Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional RI atas
bantuan Bea Siswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) dan biaya penelitian
melalui program Hibah Bersaing Perguruan Tinggi Tahun 2009-2010.
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian RI
atas bantuan biaya penelitian melalui program Kerjasama Kemitraan
Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) Tahun 2008-2009.
5. Kepala Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian, Bogor. Kepala Kebun Percobaan Pusakanagara dan Kepala Kebun
Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi atas izin untuk
melakukan penelitian dan penggunaan laboratorium, rumah kaca, dan lapang.
6. Ir. Triny S. Kadir dan Candra Budiman, S.P. atas kerja sama dan bantuannya
terutama selama mengerjakan program penelitian KKP3T dan Hibah
Bersaing. Para teknisi di laboratorium dan lapang: Ibu Endang Windiyati
S.Si, Bapak Asoko Wardoyo, dan Bapak Warsa atas bantuannya selama
penelitian. Bapak Ir. Yadi Suryadi, M.Sc. atas diskusinya selama penulis
melakukan penelitian di Laboratorium Bakteriologi. Rekan penulis Supriatin,
S.P., M.Sc dan Muhammad Ibnu, S.P., M.Sc atas kiriman literatur dari
Wangeningen University.
7. Pengelola Proyek IMHERE Unila (Dr. Ir. Paul B. Timotiwu M.S & Dr. Ir.
Dwi Hapsoro, M.Sc.) atas bantuan perpanjangan bea siswa yang telah
diberikan.
8. Pemerintah Propinsi Lampung atas bantuan biaya pendidikan yang diberikan.
9. Para senior penulis di Kelompok Bidang Keahlian Ilmu dan Teknologi Benih,
Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Lampung: Dr. Ir.
Mintarsih Adimihardja, M.Sc., Dr. Ir. Paul B. Timotiwu, M.S., Ir. Tjipto R.
Basoeki, M.S., Dr. Ir. Maimun Barmawi, M.S., dan Ir. Yayuk Nurmiaty,
M.S., Ir. Eko Pramono, M.S, dan Ir. Ermawati, M.S. atas bimbingan dan
dukungan yang telah diberikan saat penulis mulai bergabung hingga saat ini.
10. Istri dan anak tercinta (Yanti Yulianti dan Ijlal Abdus Salam) dan keluarga
besar penulis atas doa, bantuan, dan pengorbanannya.
11. Rekan-rekan S3 angkatan 2007 dan rekan-rekan di Mayor Ilmu dan
Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB atas
persahabatan yang terjalin .
Semoga hasil penelitian ini mendapat ridho dari Allah SWT dan bermanfaat
bagi siap saja yang membutuhkannya.
Bogor, Agustus 2011
Agustiansyah
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 4 Agustus 1972
sebagai anak ketujuh dari sepuluh bersaudara dari pasangan Muhammad Saleh
Nur (Alm.) dan Kemala Sumbai (Almh.). Pendidikan sarjana ditempuh di
Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian
Universitas Lampung, lulus pada tahun 1996. Pada tahun 2000, penulis diterima
di Program Studi Agronomi pada Program Pascasarjana IPB Bogor, dan
menamatkannya pada tahun 2002. Kesempatan untuk melanjutkan ke program
doktor pada Mayor Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan
Hortikultura IPB diperoleh pada tahun 2007. Beasiswa pendidikan pascasarjana
diperoleh dari Direktorat Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Pada tahun 1996-2000, penulis bekerja di bagian kultur jaringan tanaman
PT Intidaya Agrolestari (INAGRO) di Bogor. Tahun 2005 penulis bekerja sebagai
dosen di Universitas Lampung dan ditempatkan di kelompok bidang keahlian
Ilmu Benih dan Teknologi Benih, Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian.
Sebuah artikel telah diterbitkan dengan judul Pengaruh Perlakuan Benih
secara Hayati pada Benih Padi Terinfeksi Xanthomonas oryzae pv. oryzae
terhadap Mutu Benih dan Pertumbuhan Bibit pada Jurnal Agronomi Indonesia,
Volume XXXVIII No.2, tahun 2010. Karya ilmiah tersebut merupakan bagian
dari program S3 penulis.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………………………………………………………....... xvi
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………...... xx
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………... xxi
PENDAHULUAN …………………………………………………………... 1
Latar Belakang ………………………………………………………... 1
Tujuan Penelitian ……………………………………………………... 7
Hipotesis Penelitian …………………………………………………… 8
TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………….. 11
Perlakuan Benih untuk Peningkatan Kesehatan dan Mutu Benih…….. 11
Perlakuan Benih dengan Menggunakan Agens Hayati ……………….. 12
Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Tanaman Padi …………………... 14
Kerugian yang Ditimbulkan Penyakit Hawar Daun Bakteri ……... 14
Gejala Penyakit Hawar Daun Bakteri …. …………………........... 15
Mekanisme Infeksi X. oryzae pv. oryzae ………………….................. 16
Sumber Inokulan, Penyebaran dan Kemampuan Bertahan Patogen …. 17
Agens Haya untuk Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman …………… 17
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI RIZOBAKTERI YANG MAMPU ME-
NINGKATKAN PERTUMBUHAN TANAMAN DAN MENGENDALI-
KAN PENYAKIT HAWAR DAUN PADI …………………………………..
19
ABSTRAK ……………………..……………………………………… 19
ABSTRACT…………………………………………………..………… 20
Pendahuluan ……………………..…………………………………….. 21
Bahan dan Metode ……………………..………………………………. 22
Waktu dan Tempat ……………………..………………………… 22
Isolasi Bakteri Antagonis dari Akar Padi ………………………... 23
Daya Hambat Rizobakteri terhadap X. oryzae pv. oryzae ……… 23
Produksi Senyawa HCN ……………………..…………………… 24
Produksi Siderofor ……………………..………………………… 24
Kemampuan Melarutkan Fosfat ……………………..………….. 24
Pengukuran Aktivitas Enzim Fosfatase …………………………. 25
Produksi Asam Indol Asetat (IAA) oleh Isolat
Rizobakteri ………………………………………………………..
26
Aktivitas Enzim Peroksidase ……………………..……………… 26
Hasil Penelitian ……………………..………………………………… 27
Hasil Isolasi Rizobakteri dan Uji Daya Hambat terhadap X.oryzae
pv. oryzae ………………………………………………………….
27
Produksi Senyawa HCN dan Siderofor …………………………. 30
Kemampuan Melarutkan Fosfat dan Aktivitas Enzim Fosfatase .. 30
Produksi Asam Indol Asetat oleh Rizobakteri …………………… 30
Aktivitas Enzim Peroksidase ……………………..……………… 31
Pembahasan ……………………..……………………..……………… 32
Simpulan ……………………..……………………..………………… 34
PENGARUH PERLAKUAN BENIH SECARA HAYATI PADA BENIH
PADI TERINFEKSI Xanthomonas oryzae pv. oryzae TERHADAP MUTU
BENIH DAN PERTUMBUHAN BIBIT……………………………………..
35
ABSTRAK ……………………..……………………..……………..... 35
ABSTRACT ……………………..……………………..……………… 36
Pendahuluan ……………………..……………………..…………….... 37
Bahan dan Metode ……………………..……………………..……….. 38
Tempat dan Waktu Percobaan ……………………..…………….. 38
Penyiapan Benih Padi Terinfeksi Xoo dan Agens Hayati ………. 38
Perlakuan Benih Padi ……………………..……………………… 39
Perlakuan Benih terhadap Mutu Fisiologis dan Mutu Patologis
Benih ……………………..……………………..………………...
40
Pengaruh Perlakuan Benih terhadap Pertumbuhan Bibit Padi di
Rumah Kaca ……………………..……………………..…………
41
Hasil Penelitian ..……………………..……………………………….. 42
Pengaruh Perlakuan Benih terhadap Mutu Fisiologis dan Patologis
Benih ……………………..……………………..……..
42
Pengaruh Perlakuan Benih terhadap Pertumbuhan Bibit Padi di
Rumah Kaca ……………………..……………………………….
44
Pembahasan ……………………..……………………..……………… 47
Simpulan ……………………..……………………..………………… 50
PENGARUH PERLAKUAN BENIH DENGAN AGENS HAYATI TER-
HADAP PERTUMBUHAN TANAMAN, HASIL PADI DAN MUTU BE-
NIH, SERTA PENGENDALIAN PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI
DI RUMAH KACA ……………………..……………………………………
51
ABSTRAK ……………………..……………………..………………. 51
ABSTRACT ……………………..……………………..……………… 52
Pendahuluan ……………………..……………………..…………….. 53
Bahan dan Metode ……………………..……………………..……… 54
Tempat dan Waktu Percobaan ……………………..…………… 54
Penyiapan Benih Padi Terinfeksi Xanthomonas oryzae pv. oryzae
dan Agens Hayati yang akan Diaplikasikan pada Benih ………..
54
Pembuatan Perlakuan Benih Padi……………………..…………. 55
Penanaman Benih Padi di Rumah Kaca ………………………… 56
Pengamatan ……………………..……………………..…………. 56
Hasil Penelitian ……………………..……………………..………….. 57
Pengaruh Perlakuan Benih terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi 57
Pengaruh Perlakuan Benih terhadap Hasil Tanaman Padi ……… 60
Pengaruh Perlakuan Benih terhadap Mutu Fisiologis Benih Padi
yang Dihasilkan ……………………..…………………………….
65
Pengaruh Perlakuan Benih terhadap Serangan Penyakit dan Mutu
Patologis Benih Hasil Panen ……………………..………………
67
Pembahasan ……………………..……………………..……………… 67
Simpulan ……………………..……………………..………………… 71
PENGARUH PERLAKUAN BENIH DENGAN AGENS HAYATI TER-
HADAP PENINGKATAN PERTUMBUHAN TANAMAN, HASIL DAN
MUTU BENIH PADI, PENGURANGAN PENGGUNAAN PUPUK P,
SERTA PENURUNAN SERANGAN HDB DI RUMAH KACA …………
73
ABSTRAK ……………………………………………………………. 73
ABSTRACT ……………………..……………………..……………… 74
Pendahuluan ……………………..……………………..……………… 75
Bahan dan Metode ……………………..……………………..………. 77
Tempat dan Waktu Penelitian ……………………..……………. 77
Penyiapan Benih Padi Terinfeksi Xoo dan Agens Hayati ………. 77
Pembuatan Perlakuan Benih ……………………..……………… 77
Rancangan Percobaan ……………………..…………………….. 78
Penanaman Benih Padi di Rumah Kaca ………………………… 78
Pengamatan ……………………..……………………..…………. 77
Hasil Penelitian ……………………..……………………..………….. 79
Pengaruh Perlakuan Benih terhadap Pertumbuhan Tanaman …. 79
Pengaruh Perlakuan Benih terhadap Mutu Fisiologis Benih,
Kandungan P pada Benih, Serangan Penyakit, dan Mutu
Patologis Benih …………………………………………………...
83
Pengaruh Perlakuan Benih dengan Agens Hayati terhadap Kom-
ponen Hasil Panen ……………………..………………………….
83
Pembahasan ……………………..……………………..……………… 96
Simpulan ……………………..……………………..………………… 99
PENGARUH PERLAKUAN BENIH DENGAN AGENS HAYATI DA-
LAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN TANAMAN, MENGURA-
NGI PENGGUNAAN PUPUK P, MENURUNKAN TINGKAT SE-
RANGAN HDB SERTA MENINGKATKAN HASIL DAN MUTU BENIH
PADI DI LAPANG …………………………………………………………..
101
ABSTRAK ……………………..……………………..……………... 101
ABSTRACT ……………………..……………………..………………. 102
Pendahuluan ……………………..……………………..……………... 103
Bahan dan Metode ……………………..……………………………… 104
Tempat dan Waktu Penelitian ……………………..……………. 104
Rancangan Percobaan ……………………..…………………….. 104
Pembuatan Perlakuan Benih ……………………..……………… 105
Penyemaian Benih, Penanaman dan Pengamatan ………………. 106
Hasil Penelitian ……………………..……………………..………….. 107
Percobaan 1 di Kebun Percobaan Pusakanagara, Sukamandi …… 107
Percobaan 2 di Kebun Percobaan Muara, Bogor ……………….. 115
Pembahasan ……………………..……………………..……………… 123
Simpulan ……………………..……………………..………………… 126
PEMBAHASAN UMUM ……………………..……………………..……… 129
SIMPULAN UMUM ……………………..……………………..…………... 135
SARAN ……………………..……………………..………………………… 137
DAFTAR PUSTAKA ……………………..……………………..…………. 137
LAMPIRAN ……………………..……………………..…………………… 149
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Penyakit utama pada padi: patogen dan agens biokontrolnya ……. 3
2 Jenis patogen dan penyakit serta bakteri antagonis yang telah
digunakan untuk perlakuan benih ……………………………………
14
3 Hasil identifikasi dan uji nilai tengah zona hambat 5 isolat
rizobakteri ………………………………………………………………….
27
4 Pembentukan halo dan aktifitas enzim fosfatase oleh empat
rizobakteri pada medium Pikovskaya……………………………….
30
5 Kandungan IAA (µg/ml) oleh masing-masing rizobakteri pada media
yang mengandung asam amino triptofan …………………………….
31
6 Kandungan enzim peroksidase (U/mg protein) pada tanaman padi
setelah diperlakukan dengan agens hayati ………………………….
31
7 Pengaruh perlakuan benih terhadap viabilitas benih padi ………….. 42
8 Pengaruh perlakuan benih terhadap vigor benih padi ……………… 43
9 Pengaruh perlakuan benih terhadap jumlah koloni Xoo pada benih
padi ……………………………………………………………………
44
10 Pengaruh perlakuan benih padi terhadap tinggi bibit dan panjang
akar bibit padi umur tiga minggu setelah semai di rumah kaca ……..
45
11 Pengaruh perlakuan benih terhadap bobot bibit basah, bobot bibit
kering umur tiga minggu setelah semai di rumah kaca ………………
46
12 Pengaruh perlakuan benih padi terhadap berat akar basah dan berat
akar kering bibit padi umur tiga minggu setelah semai di rumah kaca.
46
13 Skala luas gejala HDB pada daun padi yang diuji di rumah
kaca…………………………………………………………………….
57
14 Pengaruh perlakuan benih terhadap tinggi tanaman padi pada umur
5-8 minggu setelah tanam(MST)………………………………………
58
15 Pengaruh perlakuan benih terhadap jumlah anakan padi umur 5-8
minggu setelah tanam (MST) ……… ………………………………...
58
16 Pengaruh perlakuan benih terhadap panjang akar, bobot basah akar,
dan bobot kering akar tanaman padi………………………………….
59
17 Pengaruh perlakuan benih terhadap bobot basah dan bobot kering
brangkasan tanaman padi...................................................................
60
18 Pengaruh perlakuan benih terhadap jumlah gabah bernas, jumlah
gabah hampa, dan total gabah per malai di rumah kaca ……………..
61
19 Pengaruh perlakuan benih terhadap persentase gabah bernas dan
hampa per malai tanaman padi di rumah kaca ……………………….
62
20 Pengaruh perlakuan benih terhadap jumlah gabah bernas, jumlah
gabah hampa, dan total gabah per rumpun ……………………………
63
21 Pengaruh perlakuan benih terhadap persentase gabah isi dan hampa
per rumpun …………………………………………………………….
64
22 Pengaruh perlakuan benih terhadap berat total gabah dan berat gabah
isi per rumpun padi ……………………………………………………
64
Halaman
23 Pengaruh perlakuan benih terhadap potensi tumbuh maksimum
(PTM), daya berkecambah (DB), bobot kering kecambah normal
(BKKN) ……………………………………………………………….
65
24 Pengaruh perlakuan benih terhadap indeks vigor (IV), kecepatan
tumbuh (KCT), dan T50 benih………………………………………….
65
25 Pengaruh perlakuan benih terhadap serangan penyakit HDB per
rumpun tanaman padi di rumah kaca ………………………………….
66
26 Pengaruh perlakuan benih terhadap jumlah koloni Xoo di dalam benih
hasil panen di rumah kaca …………………………………………….
67
27 Pengaruh perlakuan benih terhadap tinggi tanaman padi di rumah
kaca umur 4- 8 minggu setelah semai (MSS) ………………………..
80
28 Pengaruh perlakuan benih terhadap jumlah anakan padi di rumah kaca
umur 4-8 minggu setelah semai (MSS) ………………………………
80
29 Pengaruh 8 perlakuan benih terhadap bobot akar basah dan bobot
akar kering tanaman padi di rumah kaca ……………………………
81
30 Pengaruh 8 perlakuan benih terhadap bobot basah brangkasan dan
berat kering brangkasan padi di rumah kaca ……………………….
82
31 Pengaruh perlakuan benih terhadap panjang akar padi di rumah kaca 82
32 Pengaruh 8 perlakuan benih terhadap daya berkecambah (DB),
kecepatan tumbuh (KCT), potensi tumbuh maksimum (PTM),
indeks vigor (IV), dan bobot kering kecambah normal benih (BKKN)
83
33 Pengaruh pupuk P terhadap daya berkecambah (DB), kecepatan
tumbuh (KCT), potensi tumbuh maksimum (PTM), indeks vigor (IV),
dan berat kering kecambah normal benih …………………………….
84
34 Pengaruh perlakuan benih terhadap kandungan P pada benih padi
varietas Ciherang hasil panen di rumah kaca ……………………..
84
35 Pengaruh dosis pupuk P terhadap kandungan P pada benih padi hasil
panen di rumah kaca ………………………………………………….
85
36 Pengaruh perlakuan benih terhadap luas luka infeksi daun per rumpun
tanaman dan respon ketahanan tanaman padi di rumah kaca ………
85
37 Pengaruh pupuk P terhadap luas luka infeksi daun per rumpun
tanaman dan respon ketahanan tanaman padi di rumah kaca ………
86
38 Pengaruh 8 perlakuan benih terhadap jumlah koloni Xoo di dalam
benih padi hasil panen di rumah kaca ………………………………..
86
39 Pengaruh tiga taraf dosis pupuk P terhadap jumlah koloni Xoo pada
benih padi hasil panen di rumah kaca ……………………………….
87
40 Interaksi antara perlakuan benih dan dosis pupuk P terhadap jumlah
gabah isi per malai di rumah kaca …………………………………….
88
41 Interaksi antara perlakuan benih dan dosis pupuk P terhadap jumlah
gabah hampa per malai di rumah kaca ……………………………….
89
42 Interaksi antara perlakuan benih dan dosis pupuk P terhadap jumlah
gabah total per malai di rumah kaca …………………………………
90
43 Interaksi antara perlakuan benih dan dosis pupuk P terhadap
persentase gabah bernas hasil panen di rumah kaca ………………
91
Halaman
44 Interaksi antara perlakuan benih dan dosis pupuk P terhadap
persentase gabah hampa per malai di rumah kaca …………………...
92
45 Pengaruh 8 perlakuan benih terhadap jumlah gabah bernas, gabah
hampa, dan gabah total per rumpun di rumah kaca …………………...
93
46 Interaksi antara perlakuan benih dan dosis pupuk P terhadap persen-
tase gabah bernas per rumpun di rumah kaca ……………………….
93
47 Interaksi antara perlakuan benih dan dosis pupuk P terhadap persen-
tase gabah hampa per rumpun di rumah kaca …………………
95
48 Interaksi antara perlakuan benih dan dosis pupuk P terhadap bobot
1000 butir gabah ………………………………………………………
96
49 Skala pengujian lapang untuk penyakit hawar daun bakteri pada padi.. 106
50 Pengaruh dosis pupuk P terhadap tinggi tanaman umur 5-8 MST di
Kebun Percobaan Pusakanagara .........................................................
107
51 Pengaruh perlakuan benih terhadap tinggi tanaman umur 5 – 8 MST
di Kebun Percobaan Pusakanagara .......................................................
108
52 Pengaruh dosis pupuk P terhadap jumlah anakan pada umur 5 – 8
MST di Kebun Percobaan Pusakanagara .............................................
108
53 Pengaruh perlakuan benih terhadap jumlah anakan pada umur 5- 8
MST di Kebun Percobaan Pusakanagara .........................................
109
54 Pengaruh dosis pupuk P terhadap bobot gabah bernas, bobot gabah
hampa, persentase gabah bernas, dan jumlah malai per rumpun di
Kebun Percobaan Pusakanagara ............................................................
109
55 Pengaruh perlakuan benih terhadap bobot gabah bernas, bobot gabah
hampa, persentase gabah bernas, dan jumlah malai per rumpun di
Kebun Percobaan Pusakanagara ........................................................
110
56 Pengaruh dosis pupuk P terhadap jumlah gabah bernas, jumlah gabah
hampa, total jumlah gabah, dan persentase gabah bernas per malai di
Kebun Percobaan Pusakanagara …………………………………….
110
57 Pengaruh perlakuan benih terhadap jumlah gabah bernas, jumlah
gabah hampa, total jumlah gabah, dan persentase gabah bernas per
malai di Kebun Percobaan Pusakanagara …………………………….
111
58 Pengaruh dosis pupuk P terhadap daya berkecambah (DB), indeks
vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), potensi tumbuh maksimum
(PTM), T50, dan bobot kering kecambah normal (BKKN) benih hasil
panen di KP Pusakanagara ..................................................................
112
59 Pengaruh perlakuan benih terhadap daya berkecambah (DB), indeks
vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), potensi tumbuh maksimum
(PTM), T50, dan bobot kering kecambah normal (BKKN) ) benih
hasil panen di KP Pusakanagara ........................................................
112
60 Pengaruh dosis pupuk P terhadap luas luka pada daun /rumpun dan
respon ketahanan tanaman akibat penyakit hawar daun bakteri di
Kebun Percobaan Pusakanagara ..........................................................
113
61 Pengaruh perlakuan benih terhadap luas luka pada daun dan respon
ketahanan tanaman akibat penyakit HDB di Kebun Percobaan
Pusakanagara .......................................................................................
113
Halaman
62 Interaksi perlakuan benih dan dosisi pupuk P terhadap jumlah koloni
Xoo ( x104cfu/ml) yang diekstraksi dari 400 butir benih padi hasil
panen di Kebun Percobaan Pusakanagara ……………………………
114
63 Pengaruh dosis pupuk P dan perlakuan benih terhadap produksi gabah
(ton ha-1
) di Kebun Percobaan Pusakanagara ......................................
115
64 Pengaruh dosis pupuk P terhadap tinggi tanaman umur 5-8 MST di
Kebun Percobaan Muara ...................................................................
115
65 Pengaruh perlakuan benih terhadap tinggi tanaman umur 5 – 8 MST
di Kebun Percobaan Muara .................................................................
116
66 Pengaruh dosis pupuk P terhadap jumlah anakan pada umur 5 – 8
MST di Kebun Percobaan Muara, Bogor ............................................
116
67 Pengaruh perlakuan benih terhadap jumlah anakan umur 5-8 MST di
Kebun Percobaan Muara, Bogor .........................................................
117
68 Pengaruh dosis pupuk P terhadap bobot gabah bernas, bobot gabah
hampa, persentase gabah bernas, dan jumlah malai per rumpun di
Kebun Percobaan Muara ......................................................................
117
69 Pengaruh perlakuan benih terhadap bobot gabah bernas, bobot gabah
hampa, persentase gabah bernas, dan jumlah malai per rumpun di
Kebun Percobaan Muara, Bogor .........................................................
118
70 Pengaruh dosis pupuk p terhadap jumlah gabah bernas, jumlah gabah
hampa, persentase gabah bernas, dan total jumlah gabah per malai,
Kebun Percobaan Muara, Bogor ...........................................................
118
71 Pengaruh perlakuan benih terhadap jumlah gabah bernas, jumlah
gabah hampa, persentase gabah bernas, dan total jumlah gabah per
malai, Kebun Percobaan Muara, Bogor .............................................
119
72 Pengaruh dosis pupuk P terhadap daya berkecambah (DB), indeks
vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), potensi tumbuh maksimum
(PTM),T50, dan bobot kering kecambah normal (BKKN) benih hasil
panen di KP Muara, Bogor .................................................................
119
73 Pengaruh perlakuan benih terhadap daya berkecambah (DB), indeks
vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), potensi tumbuh maksimum
(PTM), T50, dan bobot kering kecambah normal (BKKN) benih hasil
panen di KP Muara, Bogor ...................................................................
120
74 74 Pengaruh dosis pupuk P terhadap luas luka pada daun/rumpun
dan respon tanaman akibat penyakit hawar daun bakteri di Kebun
Percobaan Muara , Bogor .....................................................................
120
75 Pengaruh perlakuan benih terhadap terhadap luas luka pada
daun/rumpun dan respon tanaman akibat penyakit hawar daun bakteri
di Kebun Percobaan Muara , Bogor ......................................................
121
76 Interaksi perlakuan benih dan pupuk P terhadap jumlah koloni xoo
( x104cfu/ml)yang diekstraksi dari 400 butir benih padi hasil panen di
Kebun Percobaan Muara …………………………………………….
122
77 Pengaruh dosis pupuk P dan perlakuan benih terhadap produksi gabah
di Kebun Percobaan Muara ...............................................................
122
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Diagram alir penelitian ……………………………………………… 9
2 Gejala hawar pada daun padi yang terserang Xoo (a) ; (b) Gejala kre-
sek pada bibit padi (b) ………………………………………………..
15
3 Ooze Xoo yang keluar dari lubang alami daun padi ………………… 16
4 Hasil uji daya hambat rizobakteri …………………………………… 28
5 Produksi HCN oleh isolat P. diminuta A6 pada media Glisina……… 29
6 Kemampuan isolat agens hayati menghasilkan senyawa siderofor.
Aktifitas siderofor secara kualitatif ditentukan berdasarkan nilai
absorbansi pada panjang gelombang ( ) 550 nm ……………………
29
7 Kemampuan rizobakteri melarutkan fosfat …………………. 30
8 Histrogram perlakuan benih terhadap jumlah gabah bernas per malai
pada percobaan rumah kaca…………………………………………..
61
9 Hubungan antara jumlah koloni Xoo dan serangan penyakit pada
perlakuan perendaman benih dalam suspensi P. diminuta A6 + B.
subtlis 5/B …………………………………………………………….
125
10 Hubungan antara jumlah koloni xoo dan serangan penyakit pada dosis
pupuk P 75 kg ha-1
……………………………………………………
125
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Deskripsi Padi Varietas Ciherang …………………………………… 151
2 Rata-rata suhu harian dan kelembaban udara relatif percobaan 3 & 4
di rumah kaca ………………………………………………………….
152
3 Rata-rata suhu harian, kelembaban udara, curah hujan, dan jumlah
hari hujan di KP Pusakanagara bulan Maret – Juni 2009 ……………
152
4 Rata-rata suhu harian, kelembaban udara, curah hujan, dan jumlah
hari hujan di Kebun Percobaaan Muara, Juli - Oktober 2009 ………
152
5 Hasil analisis tanah terhadap kandungan unsur hara makro (N, P, dan
K), dan pH tanah ……………………………………………………..
153
6 Ciri biokimia rizobakteri hasil seleksi dan isolasi yang digunakan
dalam penelitian ……………………………………………………….
153
7 Respon ketahanan tanaman terhadap infeksi penyakit (Yusnita &
Sudarsono2004) ………………………………………………………
154
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman penghasil beras sebagai bahan
pangan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Dalam jangka panjang,
Indonesia masih akan bergantung pada beras sebagai bahan pangan pokok. Beras
adalah salah satu unsur penting sistem ketahanan pangan nasional dan akan tetap
menjadi sektor strategis secara ekonomi, sosial, dan politik.
Jumlah penduduk yang terus meningkat dan pola makan yang masih sangat
bergantung pada beras menyebabkan kebutuhan beras cenderung meningkat setiap
tahunnya. Tingginya kebutuhan beras ditunjukkan dengan luas areal tanam yang
terus meningkat. Pada tahun 2006 luas panen padi 11.786.430 ha dan sampai pada
tahun 2010 mencapai 13.118.120 ha (Badan Pusat Statistik 2011). Peningkatan
luas panen padi tidak diikuti dengan peningkatan produksi. Hal ini terlihat dari
data produktivitas padi yang masih rendah jika dibandingkan dengan potensi
produksinya. Menurut Badan Pusat Statistik (2011), rata-rata produksi padi di
Indonesia pada tahun 2010 adalah 5.03 ton ha-1
, sedangkan menurut Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi (2009) potensi produksi padi dari semua varietas unggul
yang dilepas di Indonesia berkisar antara 5.0 - 9.3 ton ha-1
.
Serangan patogen dan defisiensi hara terutama fosfor adalah kendala dalam
budidaya padi yang menyebabkan rendahnya produktivitas dan memerlukan
penanganan serius. Pada budidaya tanaman padi, penyakit dapat disebarkan
secara cepat dan luas melalui benih (seedborne) dan untuk mendapatkan tanaman
sehat yang bebas dari patogen tertentu perlu dilakukan tindakan preventif salah
satunya dengan perlakuan benih.
Salah satu patogen yang menginfeksi benih padi adalah bakteri
Xanthomonas oryzae pv. oryazae (Xoo) (Agarwal & Sinclair 1996; Veena et al.
1996). Keberadaan Xoo dalam sampel benih padi yang diuji berkisar 1-100%
(Veena et al.1996). Ilyas et al. (2007) melaporkan keberadaan patogen Xoo
pada benih padi varietas IR64, Ciherang dan Situ Bagendit berturut-turut masing-
masing 70%, 50%, dan 40% dari sampel benih yang diuji. Infeksi melalui benih
padi oleh Xoo dapat menyebabkan penyakit hawar daun bakteri (HDB) pada
tanaman.
8
Menurut Vikal et al. ( 2007), HDB dapat menurunkan produksi sampai
50%. Ji et al. (2008) menyatakan pengurangan hasil berkisar 20-40%, sedangkan
di Indonesia penurunan hasil dapat mencapai 60% (Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi 2010). Pada tahun 2006, seluas 519.200 ha sawah diserang
organisme penganggu tanaman, dan penyakit HDB menyerang 74.243 hektar
pertanaman padi dan merupakan serangan terluas yang disebabkan oleh penyakit
(Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan 2007).
Selama ini upaya pengendalian penyakit pada tanaman telah dilakukan
dengan berbagai cara antara lain dengan menggunakan pestisida. Penggunaan
pestisida memiliki keuntungan seperti praktis dan cepat. Tetapi penggunaan
pestisida dalam jumlah besar dan skala luas secara terus-menerus dapat
menimbulkan kerusakan lingkungan disamping dapat menginduksi patogen
menjadi resisten terhadap pestisida yang digunakan (Sariah 2008).
Akhir-akhir ini khususnya di Indonesia mulai dikembangkan pengendalian
penyakit secara biologi atau pengendalian hayati (biological control). Baker dan
Cook (1983) mendefinisikan pengendalian hayati adalah pengurangan kerapatan
inokulum atau segala aktivitas patogen yang dapat menyebabkan penyakit dengan
satu atau lebih organisme baik secara alami atau dengan memanipulasi
lingkungan, inang, atau introduksi massa dari satu atau lebih agens antagonis.
Pengendalian hayati mempunyai potensi untuk melindungi tanaman selama
siklus hidupnya dan beberapa jenis mikroorganisme mampu menghasilkan zat
pengatur pertumbuhan tanaman (fitostimulator) (Woitke et al. 2004; Silva et al.
2004; Teixeira et al. 2007), berperan sebagai pupuk hayati (biofertilizer) karena
mampu meningkatkan penyerapan unsur hara N (Bai et al. 2003; Park et al. 2005;
Hafeez et al. 2006) dan mampu melarutkan P (Faccini et al. 2004; Rao,
2007).Selain itu, beberapa jenis mikroorganisme juga mampu mengendalikan
berbagai patogen tanaman (biopesticide) (Kumar et al. 2005; Velusamy et al.
2006; Yang et al. 2007; Nagayama et al. 2007; Uzair et al. 2008). Dua kelompok
bakteri yang dilaporkan dan banyak dikembangkan sebagai agens pengendalian
hayati adalah kelompok Bacillus spp. dan Pseudomonas spp. pada tanaman padi
(Tabel 1).
9
Tabel 1 Penyakit utama pada padi: patogen dan agens biokontrolnya
Penyakit Patogen Agens biokontrol Referensi
Blas (Blast) Pyricularia
oryzae
Pseudomonas
fluorescens
Gnanamanickam
dan Mew 1992;
Rosales et al. 1993;
Valasubramanian
1994
Bercak coklat
(Brown spot)
Dreshlera
oryzae
P. aeruginosa
Bacillus sp.
B. subtilis.
Rosales et al. 1993
Hawar bakteri
(Bacterial
blight)
Xanthomonas
oryzae pv.
oryzae
Bacillus sp.
Lysobacterantibioticus
Vasudevan dan
Gnanamanickam
2000; Ji et al. 2008
Busuk batang
(Stem root)
Sclerotium
oryzae
P. fluorescens
P. aeruginosa
B. subtilis
B. pumilis
Elangovan dan
Gnanamanickam,
1992; Rosalea et al.
1993
Hawar pelepah
daun
(Sheath blight)
Rhizoctonia
solani
P. fluorescens
B. putida
Bacillus sp.
B. subtilis
B.laterosporus
P.aeruginosa
Devi et al. 1989;
Thara 1994; Rosales
et al. 1993; Mew
dan Rosales 1986
Busuk pelepah
daun
(Sheath rot)
Sarocladium
oryzae
P. fluorescens
B. subtilis
P. aeruginosa
Sakthivel 1987,
Rosales et al.1993 ;
Sakthivel dan
Gnanamanickam
1987
Tungro Rice tungro
virus (RTV)
P. fluorescens Ganesan 1999
Sumber : Gnanamanickam (2002).
Kemampuan agens hayati mengendalikan patogen yang menginfeksi
tanaman melalui beberapa mekanisme antara lain kompetisi dengan agens hayati,
produksi antibiotik, parasistisme, dan lisis (Weller 1998; Zhang 2004). Senyawa
antibiotik seperti phenazine, pyoluteorin, pyrrolnitrin, 2,4 diacetylphloroglucinol
diproduksi oleh Pseudomonas spp. (Weller 1998). Senyawa antibiotik zwiter-
misin A yang diproduksi oleh Bacillus cereus dilaporkan oleh (Silo-Suh et al.
1998) mampu menghambat pertumbuhan koloni Phytophthora medicaginis.
Senyawa phenazines yang diproduksi oleh P. fluorescens 2-79 mampu
menghambat Gaeumannomyces graminis var. tritici ketika diperlakukan pada
benih gandum (Weller 1998). Velusamy et al. (2006) melaporkan 2.4
10
diacetylphloroglucinol yang diproduksi oleh Pseudomonas spp. dapat
menghambat pertumbuhan Xoo yang menyebabkan penyakit HDB pada tanaman
padi.
Hasil penelitian lainnya melaporkan bahwa agens hayati seperti P.
fluorescens mampu menghasilkan asam sianida (HCN) yang mampu menekan
penyakit black root pada tembakau (Gnanamanickam 2002). Menurut Singh et al.
(1999) dan Ryder et al. (1994) agens hayati mampu bertindak sebagai parasit bagi
patogen secara langsung dengan cara mensekresikan enzim ekstraseluler
(kitinase, protease, selulase) yang dapat melisis atau mendegradasi dinding sel
patogen sehingga perkembangan patogen menjadi terhambat.
Selain kemampuannya dalam mengendalikan patogen tanaman, beberapa
jenis agens hayati dilaporkan memiliki kemampuan meningkatkan pertumbuhan
dan hasil tanaman, serta meningkatkan hasil dan mutu benih hasil panen. Kishore
et al. (2005) melaporkan peningkatan pertumbuhan dan hasil lebih dari 19% pada
kacang tanah, peningkatan bobot basah dan bobot kering biomassa tanaman cabai
(Estrada et al. 2004), bobot batang dan akar tanaman jagung (Thuar et al. 2004),
produksi gandum (Khalid et al. 2005) dan peningkatan produksi padi 12-31%
(Rao 2007).
Kemampuan agens biokontrol meningkatkan pertumbuhan tanam, hasil
panen, dan mutu benih sangat erat kaitannya dengan kemampuan agens agens
hayati dalam kemampuannya mensintesis hormon tumbuh seperti asam indol
asetat, asam indol butirat, dan giberelin (Woitke et al. 2004; Silva et al. 2004;
Rao 2007; Teixeira et al. 2007), memfiksasi N (Bai et al. 2003; Park et al. 2005),
melarutkan P (Faccini et al. 2004 dan Rao 2007) sehingga memberi manfaat
ganda bagi tanaman. Selain itu dijelaskan juga oleh Rao (2007), mikroorganisme
dari kelompok Bacillus spp. dan Pseudomonas spp. merupakan pelarut fosfat yang
potensial.
Beberapa peneliti telah melaporkan penggunaan agens hayati dalam
mengendalikan penyakit HDB pada tanaman padi yang disebabkan oleh bakteri
Xanthomonas oryzae pv. oryzae. Dua peneliti yang telah melaporkan penggunaan
agens biokontrol dalam mengendalikan Xoo adalah Gnanamanickam et al. (1999)
dan Vasudevan et al. (2000) dalam Gnanamanickam (2002) menyatakan bahwa
11
Bacillus spp. yang diperlakukan pada benih padi sebelum semai, pencelupan akar
sebelum transplanting, penyemprotan pada daun mampu menekan sampai 59%
penyakit ini. Selain itu, perlakuan ini juga dapat meningkatkan tinggi tanaman dan
produksi. Velusamy et al. (2006) melaporkan antibiotik 2.4 diacetylphlo-
roglucinol (DAPG) yang diproduksi P. fluorescens mampu menghambat
pertumbuhan Xoo sampai 59-64% pada percobaan rumah kaca dan lapang. Ilyas
et al. (2007), melaporkan agens hayati dari kelompok Bacillus spp. mampu
menghambat pertumbuhan koloni Xoo yang berasal dari benih padi yang diuji
secara in vitro.
Sejauh ini usaha pengendalian HDB dilakukan secara kimia pada fase
pertumbuhan tanaman maupun pada benih padi. Pemberian bubur Bordeaux
(campuran CaCO3 dan CuSO4), beberapa jenis antibiotik (streptomycin),
kandungan Cu dan Hg terbukti efektif mencegah bakteri hawar daun, tetapi
mengakibatkan kerusakan pada gabah ketika disemprotan pada fase pembungaan
di lapang (Liu et al. 2006). Menurut Gnanamanickam et al. (1999), penggunaan
bubur Bordeaux, antibiotik, senyawa Cu, dan Hg dapat mengendalikan Xoo, tetapi
dapat mengurangi hasil panen. Perlakuan pada benih juga telah dilakukan dengan
cara merendam selama 12 jam dalam larutan Ceresan (500 ppm) + Agrimycin 100
(250 ppm) diikuti dengan perlakuan air panas pada suhu 500C selama 30 menit
(Shekawat et al. 1969 dalam Ilyas et al. 2007).
Selain masalah penyakit, menurut Syarif (2005), defisiensi hara fosfor (P)
adalah salah satu kendala dalam sistem produksi tanaman padi. Defisiensi P
terdapat luas pada hampir semua ekosistem pertanaman padi. Beberapa hasil
penelitian menunjukkan efisiensi pemupukan P pada tanaman sangat rendah.
Menurut De Datta (1981), efisiensi pemupukan P pada tanaman padi hanya 10%
dan di Indonesia berkisar 10-30% (Prihartini 2009). Hal ini terjadi karena adanya
proses pengikatan atau fiksasi P yang cukup tinggi oleh tanah terhadap pupuk
yang diberikan. Pada tanah yang bersifat basa (pH tinggi), fiksasi P dilakukan
oleh kalsium (Ca) dan terbentuk ikatan Ca-P yang bersifat sukar larut, sehingga
bentuk P ini sukar atau bahkan tidak tersedia bagi tanaman. Pada tanah yang
bersifat masam (pH rendah), fiksasi P dilakukan oleh besi (Fe) atau aluminium
(Al) dan terbentuk ikatan Fe-P atau Al-P yang juga sukar larut dan tidak tersedia
12
bagi tanaman (Tisdale et al. 1981; Prihartini 2009). Penggunaan bakteri perlarut
fosfat seperti Pseudomonas spp. dan Bacillus spp. dapat mengeluarkan asam-
asam organik seperti asam formiat, asetat, dan laktat yang bersifat dapat
melarutkan bentuk-bentuk fosfat yang sukar larut tersebut sehingga menjadi
bentuk yang tersedia bagi tanaman (Rodriquez & Fraga 1999; Rao 2007;
Prihartini 2009).
Perlakuan benih merupakan proses penerapan bahan kimia pada benih
dengan tujuan untuk mengurangi, mengendalikan, atau menghilangkan penyakit
terbawa benih, terbawa tanah, atau organisme terbawa angin (Copeland &
McDonald 1995) dan menurut Ilyas (2006c), perlakuan benih juga telah
dikembangkan dengan tujuan (1) menghasilkan pertumbuhan bibit yang baik, (2)
meminimalkan kehilangan hasil, (3) mempertahankan dan memperbaiki mutu,
dan (4) menghindari penyebaran organisme berbahaya.
Penampilan benih yang akan ditanam dapat diperbaiki dengan peningkatan
mutu benih (seed enhancements). Beberapa upaya peningkatan mutu benih dapat
melalui hidrasi benih, perlakuan dengan agens biokontrol, dan pelapisan benih.
Matriconditioning merupakan salah satu cara untuk meningkatkan mutu benih
dengan cara mengontrol hidrasi benih menggunakan media padat yang memiliki
potensial matrik rendah (Khan et al. 1990; Khan et al. 1992; Copeland &
McDonald 1995). Pada tanaman padi, belum ada informasi tentang upaya
perbaikan mutu benih, perbaikan pertumbuhan bibit dan tanaman, pengendalian
penyakit, serta peningkatan produksi melalui perlakuan benih yang menggunakan
rizobakteri yang diisolasi dari perakaran tanaman padi itu sendiri. Pada penelitian
ini, perlakuan benih dengan rizobakteri yang didapat dilakukan mulai dari
percobaan laboratorium, rumah kaca, dan lapang. Agar tujuan akhir penelitian ini
dapat dicapai dan penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut, maka
keseluruhan percobaan yang terdiri atas enam percobaan yang saling berkaitan
dan dituangkan dalam satu diagram alir penelitian. (Gambar 1).
13
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah
1. Mendapatkan isolat murni rizobakteri dari akar tanaman padi dan menguji
kemampuannya menghambat bakteri Xoo serta mengkaraterisasinya melalui
kemampuan isolat rizobakteri untuk menghasilkan hidrogensianida (HCN),
siderofor, asam indol asetat (IAA) dan kemampuan melarutkan fosfat, serta
menginduksi ketahanan sistemik melalui kandungan enzim peroksidase.
2. Mengetahui efektivitas perlakuan benih menggunakan agens hayati untuk
meningkatkan mutu benih (fisiologis dan patologis) di laboratorium serta
menguji efektivitas perlakuan benih untuk meningkatkan pertumbuhan bibit
padi di rumah kaca.
3. Mengetahui efektivitas perlakuan benih dengan agens hayati dalam
meningkatkan pertumbuhan tanaman, hasil panen, mutu fisiologis dan
patologis benih benih yang dihasilkan,dan menurunkan serangan HDB di
rumah kaca.
4. Mengtahui efektivitas perlakuan benih dengan agens hayati dalam
meningkatkan pertumbuhan tanaman, hasil dan mutu benih, mengurangi
penggunaan pupuk P, dan menurunkan serangan HDB di rumah kaca.
5. Mengetahui efektivitas perlakuan benih dengan agens hayati dalam
meningkatkan pertumbuhan tanaman, mengurangi penggunaan pupuk P,
menurunkan serangan HDB serta meningkatkan hasil dan mutu benih hasil
panen di lapang di dua lokasi berbeda.
14
Hipotesis Penelitian
(1) Pada akar padi terdapat rizobakteri yang mampu menghambat pertumbuhan
bakteri Xoo.
(2) Perlakuan benih dengan agens hayati dapat meningkatkan mutu fisiologis,
mutu patologis benih padi, dan pertumbuhan bibit padi.
(3) Perlakuan benih dengan agens hayati dapat meningkatkan pertumbuhan
tanaman, menurunkan penggunaan pupuk P dan serangan HDB serta
meningkatkan hasil panen padi.
15
Gambar 1. Diagram alir penelitian
PENELITIAN 1 & 2
Uji di Laboratorium dan
Rumah Kaca
1. Isolasi dan karakterisasi fisiologis rizobakteri
2. Perlakuan benih dengan rizobakteri terhadap mutu benih dan
pertumbuhan bibit
Output:
Isolat rizobakteri yang potensial
sebagai agens hayati untuk
perbaikan mutu benih dan
pertumbuhan bibit
PENELITIAN 3 & 4
Uji di Rumah Kaca
1. Pengujian perlakuan benih dengan agens hayati untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan, hasil, mutu
benih, serangan penyakit.
2. Pengujian perlakuan benih dengan agens hayati untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan, hasil, mutu
benih, serangan penyakit dan pengurangan penggunaan pupuk P.
3.
Output:
Agens hayati dan perlakuan benih
yang dapat meningkatkan
pertumbuhan, hasil panen, mutu
benih dan menurunkan serangan
penyakit
PENELITIAN 5 & 6
Uji di Lapang
Percobaan Lapang
1. Pengujian perlakuan benih dengan agens hayati untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan, hasil, mutu
benih, serangan penyakit dan pengurangan penggunaan
pupuk P.
Pengembangan studi:
Pengembangan teknik perlakuan benih dan agens hayati yang efektif dari
percobaan laboratorium, rumah kaca, dan lapang yang memiliki
kemampuan sebagai fitostimulator, biofertilizer , dan biopestisida pada
tanaman lainnya.
Output:
Agens hayati dan perlakuan benih
yang dapat meningkatkan
pertumbuhan, hasil panen, mutu
benih dan menurunkan serangan
penyakit, serta menurunkan peng-
gunaan pupuk P.
TINJAUAN PUSTAKA
Perlakuan Benih untuk Peningkatan Kesehatan dan Mutu Benih
Perlakuan benih merupakan bagian dari sistem produksi benih. Setelah
benih dipanen dan diproses, benih biasanya diberikan perlakuan (seed treatment)
untuk berbagai tujuan. Tujuan perlakuan benih adalah (1) menghilangkan sumber
infeksi benih (disinfeksi) untuk melawan patogen tular benih dan hama, (2)
perlindungan terhadap bibit ketika bibit muncul di permukaan tanah, (3)
meningkatkan perkecambahan atau melindungi benih dari patogen dan hama,
perlakuan benih dengan tujuan seperti ini berupa priming, coating, dan pelleting
(Desai et al. 1997).
Ditinjau dari ilmu penyakit tanaman (plant pathology), perlakuan benih
memiliki tujuan untuk menghilangkan sumber infeksi (disinfeksi) dan disinfestasi
dari benih akibat berbagai organisme patogen tular benih (seedborne) dan tular
tanah (soilborne) serta hama gudang. Disinfeksi bertujuan melakukan eradikasi
patogen yang berada di kulit benih atau di dalam jaringan benih. Sedangkan
disinfestasi ditujukan untuk mematikan cendawan, bakteri, atau serangga yang
berada dipermukaan benih (surface organism) tetapi belum menginfeksi
permukaan benih (Desai et al. 1997).
Menurut Agrawal & Sinclair (1996), beberapa kondisi benih yang perlu
diberi perlakuan benih adalah (1) luka pada kulit benih yang dapat menstimulasi
cendawan untuk memasuki benih sehingga dapat mematikan benih atau
melemahkan kecambah; (2) benih mengalami luka selama pemanenan dan
pascapanen yang dapat memudahkan benih terserang patogen; (3) benih yang
terinfestasi oleh patogen pada saat panen dan saat benih diolah; (4) benih yang
ditanam pada keadaan lingkungan yang tidak sesuai seperti tanah lembab atau
sangat kering sehingga menstimulir pertumbuhan dan perkecambahan spora
cendawan yang dapat menyerang dan merusak benih; dan (5) melindungi masa-
masa perkecambahan dan awal pertumbuhan tanaman dari organisme tular tanah.
Teknik pengendalian penyakit terbawa benih lebih sering dilakukan secara
kimia dan fisik. Huynh & Gaur (2005) menyimpulkan adanya penurunan
kerusakan pada benih padi yang diberi perlakukan dengan fungisida Vivatax,
Mancozeb, dan Thiram setelah disimpan selama dua bulan. Penurunan ke-
12
rusakan berturut-turut 0.69%;1.5%, dan 0.75%. Sementara tanpa perlakuan
fungisida penurunan mencapai 14%. Setelah 6 bulan, penurunan kerusakan hanya
mencapai 0.63%; 0.5%, dan 0.13% serta tanpa perlakuan fungisida kerusakan
mencapai 10%. Percobaan pengendalian secara fisik dilakukan oleh Pattaya et al.
(2005) yang mendapatkan bahwa perlakuan panas melalui frekuensi radio dapat
efisein mengontrol jamur Alternaria padwickii pada benih padi. Menurut Desai et
al. (1997), pada benih tanaman sayuran seperti mentimun, cabai, dan terong
perlakuan benih dilakukan untuk mencegah penyakit busuk benih dan rebah
kecambah (damping-off). Benih mentimun yang terserang penyakit antraknosa
didisinfeksi dengan merkuri klorida dengan cara direndam selama 5 menit. Bahan
protektan benih seperti captan atau dikombinasikan dengan dieldrin dapat
digunakan setelah perendaman dalam HgCl2. Pada benih cabai, tomat, terung yang
terserang busuk benih dan rebah kecambah diperlakukan dengan cara merendam
dalam air pada suhu 45 0C selama 20 menit dan kemudian diberi protektan berupa
larutan merkuri klorida dalam air panas tersebut.
Menurut Taylor & Harman (1990), penggunaan teknik perlakuan benih
seperti seed coating, seed pelleting, physiological seed treatment, seed priming,
dan perlakuan benih dengan mikroorganisme yang menguntungkan (biological
seed treatment) bertujuan untuk melindungi benih yang ditanam dari serangan
cendawan. Sedangkan menurut Khan et al. (1990), seed priming atau
osmoconditioning adalah perlakuan hidrasi benih terkontrol dengan larutan
osmotik untuk memperbaiki pertumbuhan bibit. Sedangkan matriconditioning
mempunyai tujuan dan prinsip sama dengan osmoconditioning, hanya pada
matriconditioning hidrasi benih menggunakan media lembab yang didominasi
oleh kekuatan matriks. Bahan bioprotektan dan atau pestisida dapat dikom-
binasikan/ditambahkan dalam matricondtioning.
Perlakuan Benih dengan Menggunakan Agens Hayati
Saat ini telah banyak dikembangkan teknik perlakuan benih secara biologi
dan organik. Teknik perlakuan benih secara biologi umumnya dengan
menggunakan mikroorganisme. Meningkatnya perlakuan benih dengan agens
hayati karena beberapa alasan diantaranya pestisida sintetis tidak semuanya efektif
13
dan dapat menyebabkan munculya resistensi baru patogen, serta kurang selektif.
Di samping itu, dampak negatif terhadap keamanan produk pangan, masalah
fitotoksisitas sehubungan dengan penggunaan pestisida berlebihan, pestisida
sintetis mulai dibatasi penggunaannya dengan berbagai ketentuan (Bruin &
Edgington 1980; Charles et al. 1995; Burges 1998).
Perlakuan benih secara hayati sebagai alternatif pengganti bahan kimia
sintetis terbagi menjadi dua, yaitu menggunakan agens biokontrol (biological
seed treatment agents) atau ekstrak nabati (biofungicides seed treatment).
Narayanasamy (2002) menyatakan biological seed treatment adalah metoda yang
sangat efektif dan ekonomis dalam mengintroduksi agens biokontrol untuk
mengendalikan seedborne pathogens dan soilborne pathogens. Menurut Callan et
al. (1997), meskipun biological seed treatment sering menunjukkan spektrum
pengendalian terbatas dibandingkan bahan kimia sintetis, namun kemampuan
biokontrol untuk mengkolonisasi rizofer tanaman dapat menghasilkan manfaat
lebih pada fase perkecambahan.
Kemampuan agens hayati dalam menghambat pertumbuhan patogen
dilakukan melalui beberapa mekanisme, yaitu produksi senyawa antimikroba,
kompetisi nutrisi (karbon dan nitrogen) dan ruang tempat infeksi, kompetisi Fe
melalui produksi siderofor oleh agens hayati, produksi senyawa HCN, induksi
resistensi inang, inaktifasi faktor perkecambahan spora yang berasal dari benih
dan eksudat akar, degradasi faktor patogenisitas seperti toksin, dan parasitisme
(Weller 1998; Whipss 2000 ; Gnanamanickam 2002; Linderman 2003; Zhang
2004). Penggunaan mikroorganisme (bakteri atau cendawan) yang bersifat
antagonis terhadap patogen sering dilakukan dengan mengkombinasikan dengan
perlakuan benih seperti seed coating, seed pelleting, dan seed priming (Silva et al.
2004). Tabel 2 menyajikan hasil penelitian seed biological treatment yang dapat
menurunkan serangan penyakit dan perbaikan pertumbuhan.
14
Tabel 2 Jenis patogen dan penyakit serta bakteri antagonis yang telah digunakan
untuk perlakuan benih
Penyakit Patogen Agens biokontrol Referensi
Layu fusarium
pada chikpea
F. oxysprum P. fluorescens Kahn et al. 2004
Antraknosa pada
cabai
Coletotricum capsici B. polimixa + P.
fluorecens
Sutariat 2006
Busuk akar pada
kapas, kacang
tanah, dan kedelai
Rhizoctonia, Fusarium,
Alternaria, dan
Aspergillus
B. subtilis Fravel 2002
Seedborne pd
cowpea
C. dematium B. subtilis Smith et al. 1999
Busuk akar Aphanomyces P. fluorescens Bowers & Parke
1993
Busuk
Phytopthora pada
cabai
P. capsici Serratia
plymuthica
Shen et al. 2002
Hawar daun
kacang tanah
Rhizoctonia solani Bacillus spp. Pengnoo et al. 2006
Penyakit Hawar Daun Bakteri pada Tanaman Padi
Kerugian yang timbulkan penyakit hawar daun bakteri
Tanaman padi yang infeksi oleh bakteri Xoo menyebabkan penyakit HDB.
Penyakit HDB yang disebabkan Xoo tersebut menurunkan produksi padi (Zhao et
al. 2007; Vikal et al. 2007). Menurut Rehaman et al. (2007) dan Vikal et al.
(2007), HDB dapat menurunkan produksi sampai 50%. Liu et al. (2006)
melaporkan, sebelum diterapkannya penggunaan varietas resisten dan karantina
yang ketat, kerusakan karena HDB mencapai 20-30%. Menurut Ou (1985) di
Indonesia dan Filipina dapat mencapai 60-75%. Selain menurunkan hasil, HDB
juga menurunkan kualitas gabah karena terganggunya pemasakan. Sedangkan
menurut Agrawal & Sinclair (1996), HDB termasuk penyakit terbawa benih
(seedborne diseases). Di Indonesia pada tahun 2006, terdapat 519.200 ha
tanaman padi diserang Organisme Penganggu Tanaman (OPT) dan yang
terserang HDB seluas 74.243 hektar pertanaman padi dan merupakan serangan
terluas yang disebabkan oleh penyakit (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan
2007).
15
Gejala penyakit hawar daun bakteri
Ada dua gejala HDB pada padi yaitu kresek dan hawar daun. Dari kedua
gejala di atas kresek adalah gejala penyakit yang bersifat lebih destruktif. Daun-
daun pada tanaman berubah menjadi kuning pucat dan layu pada fase bibit.
Kejadian/gejala penyakit ini menjadi sebab kegagalan panen. Gejala kresek
pertama kali diamati di Indonesia dan sangat umum di daerah tropis (Mew 1988).
HDB adalah gejala yang lebih umum. Luka pada helaian daun meluas
sampai ke pelepah daun. Luka meluas (panjang dan lebarnya) dan pinggiran
daun akan bergelombang. Luka pada daun berubah menjadi berwarna keputih-
putihan, keaadaan itu diawali dari water–soaked greyish atau corak keabu-abuan
dalam 1-2 minggu. Ooze bakteri dapat diamati jika kondisi lingkungan lembab
dan hangat. Leaf blight terjadi pada semua fase pertumbuhan, tetapi umumnya
pada tanaman muda sampai dewasa (Mew 1988; Liu et al. 2006).
Gambar 2 Gejala hawar pada daun padi yang terserang Xoo (a),
Gejala kresek pada bibit padi (b)
Menurut Ou (1985), kadang-kadang gejala HDB di daerah tropis sulit
dibedakan karena sama-sama menghasilkan warna kuning pucat pada tanaman
dewasa, terutama antara penyakit karena fisiologi dan parasit. Untuk melihat
16
kehadiran bakteri patogen dilakukan dengan memotong bagian yang terkena
penyakit dan melihatnya di mikroskop. Ooze bakteri berwarna kuning akan keluar
dari potongan daun yang terkena infeksi.
Gambar 3 Ooze Xoo yang keluar dari lubang alami
daun padi
Sumber:http://www.google.co.id/imglanding?q=
symptom+bacterial+leaf+blight+rice+photo
Mekanisme Infeksi Xanthomonas oryaze pv. oryzae
Xanthomonas oryazae pv. oryzae masuk ke dalam jaringan tanaman
melalui hidatoda (Ou 1985). Sel-sel pada permukaan daun menjadi berair karena
adanya larutan gutasi yang keluar pada malam hari dan masuk ke dalam tanaman,
atau secara pasif ke dalam daun pada pagi hari. Bakteri memperbanyak diri dalam
ruangan antarsel, dan menyebar ke bagian tanaman lainnya melalui xilem (Noda
& Koku 1999). Di dalam xilem, Xoo kemungkinan berinteraksi dengan sel
parenkim (Hilaire et al. 2001). Patogen bergerak vertikal melalui pembuluh
utama daun tetapi juga bergerak secara lateral melalui pembuluh commissural.
Dalam beberapa hari sel-sel bakteri dan ekstraseluler polisakarida (EPS) akan
memenuhi pembuluh xilem dan ooze keluar dari hidatoda, membentuk bintik-
bintik atau seperti benang sebagai eksudat pada lapisan permukaan daun, sebagai
karakteristik utama dari penyakit ini dan sebagai sumber inokulum sekunder
(Mew & Misra 1994).
Bakteri Xoo pada benih ditemukan pada bagian endosperm, perisperm, dan
sekam padi (Agarwal & Sinclair 1996). Dijelaskan juga bahwa invasi patogen
Xoo pada benih padi melalui sistem vaskular. Sementara itu, sistem vaskular
17
pada tanaman yang menjadi tempat infeksi sistemik benih terdapat pada bunga
atau tangkai buah atau pada funikulus (Agarwal & Sinclair 1996).
Sumber Inokulum, Penyebaran, dan Kemampuan Bertahan Patogen
Angin dan hujan menyebarkan bakteri ini dari tanaman padi yang terinfeksi
dan tanaman inang lainnya, sebagai sumber kontaminan utama dan sebagai
sumber inokulum utama. Bakteri juga disebarkan oleh air irigasi (Liu et al.
2006), manusia, insekta, dan burung (Liu et al. 2006; Ou 1985).
Sumber inang dan inokulum lainnya adalah beberapa jenis padi liar seperti
Oryza sativa, O. rufipogon, dan O. australiensis dan gulma dari jenis rumput
seperti Leersia oryzoide, Zizania latifolia, Leptochloa spp, Cyperus spp. (Liu et
al. 2006). Di daerah tropis, pada musim kemarau Xoo bertahan pada rizofer dan
batang gulma pada genera Leersia dan Zizania. Xoo dapat bertahan di dalam
tanah 1-3 bulan tergantung dari kelembaban dan keasaman tanah tetapi bukan
sebagai sumber inokulum utama (Ou 1985).
Agrawal & Sinclair (1996) menyatakan bahwa pada benih padi, patogen
Xoo dapat bertahan selama 9-16 bulan. Viabilitas bakteri akan menurun pada
benih yang telah disimpan lebih dari 2 tahun pada suhu 25-35 0C. Salah satu
sebab menurunnya viabilitas patogen tersebut adalah karena kehadiran
bakteriofage yang mengurangi populasi Xoo. Penelitian yang dilaporkan oleh
Mary et al. (2001) menyatakan bahwa patogen Xoo dapat bertahan sampai 6
minggu setelah panen.
Agens Hayati untuk Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman
Agens hayati (rizobakteri) yang diaplikasikan pada tanaman dapat
memperbaiki pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil. Rizobakteri akan
membentuk koloni pada akar tanaman dan memanfaatkan eksudat pada akar
tanaman (Pieterse et al. 2002; Antoun & Prevost 2006). Strain tertentu dari
rizobakteri memiliki kemampuan merangsang pertumbuhan tanaman (plant
growth-promoting rhizobacteria/PGPR) yang dapat diinokulasikan sebagai
biofertilizer. Rizobakteri dari spesies Pseudomonas dan Bacillus termasuk
rizobakteri yang memiliki kemampuan tersebut. Kedua bakteri spesies ini dapat
18
memberikan efek secara langsung maupun tidak langsung pada pertumbuhan
tanaman (Kennedy et al. 2004; Nelson 2004).
Bakteri perangsang pertumbuhan tanaman dapat memberikan pengaruh
langsung pada pertumbuhan tanaman dengan meningkatkan penyerapan nitrogen,
sintesis fitohormon, melarutkan mineral, mengkelat besi (Bowen & Rovira 1999).
Beberapa bakteri perangsang pertumbuhan dapat menekan pertumbuhan patogen
melalui produksi siderofor, antimikrobial atau kompetisi nutrisi (Nelson 2004).
Secara tidak langsung, bakteri perangsang pertumbuhan menstimulasi
peningkatan ketahanan terhadap patogen dan penyakit yang memakan daun
melalui pengaktifan penghalang fisik dan kimia dari tanaman inang, fenomena ini
disebut dengan induksi ketahanan sistemik (Pieterse et al. 2002; Ryu et al. 2003;
Kloepper et al. 2004; Bostock 2005). Selain itu, bakteri perangsang pertumbuhan
tanaman dapat melarutkan fosfat inorganik dan organik menjadi fosfat yang
tersedia bagi tanaman (Rodriguez & Fraga 1999; Rao 2007; Trivedi & Sa 2008).
Laporan penelitian beberapa peneliti menunjukkan bahwa bakteri P. putida
dan P. fluorescens dapat meningkatkan panjang akar dan pucuk pada canola,
lettuce, dan tomat (Rodrigoez & Fraga 1999). Hasil gandum meningkat sampai
lebih dari 43% dengan inokluasi bakteri B. megaterium (Rodrigoez & Fraga
1999). Hasil penelitian lainnya pada tanaman kedelai, inokulasi bakteri
Pseudomonas spp. yang dikombinasikan dengan Bradyrhizobium japonicum dapat
meningkatkan jumlah nodul, komponen hasil, dan ketersediaan dan daya serap
nutrisi tanah oleh tanaman (Son et al. 2006). Trivedi et al. (2007) melaporkan
bakteri dari spesies B. megatarium, B. subtilis, dan P. corrugata dapat
meningkatkan penampilan tanaman padi dan meningkatkan hasil gabah karena
memperbaiki penyerapan pupuk fosfat. Kedua percobaan dilakukan di rumah
kaca dan di lapangan. Mehrvarz & Chaichi (2008) melaporkan kenaikan level
fosfat pada daun dan peningkatan kualitas biji barley setelah benih diinokulasi
dengan P. putida dan mikoriza. Herman et al. (2008), peningkatkan hasil buah
secara signifikan pada tanaman paprika (bell pepper) setelah tanaman
diperlakukan dengan bakteri B. subtilis dan B. amyloliquefaciens. Sedangkan
Ashrafuzzman et al. (2009) melaporkan peningkatan tinggi tanaman, panjang
akar, bobot kering akar dan tanaman padi yang diperlakukan dengan rizobakteri.
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI RIZOBAKTERI YANG MAMPU
MENINGKATKAN PERTUMBUHAN TANAMAN DAN
MENGENDALIKAN PENYAKIT
HAWAR DAUN PADI
ABSTRAK
Beberapa rizobakteri yang diisolasi dari perakaran tanaman mampu
meningkatkan pertumbuhan dan mengendalikan penyakit tanaman. Kemampuan
ini karena rizobakteri tersebut dapat menghasilkan zat pengatur pertumbuhan
tanaman dan meningkatkan penyerapan hara fosfat. Pengendalian penyakit oleh
rizobakteri dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, antara lain produksi
senyawa antibiotik, HCN, dan siderofor serta induksi ketahanan sistemik tanaman.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) memperoleh isolat rizobakteri Pseudomonas
spp. dari perakaran tanaman padi sehat dan (2) mengetahui karakter rizobakteri
yang mengait dengan kemampuan melarutkan fosfat, meningkatkan pertumbuhan
tanaman, mutu benih, dan produksi padi, serta mengendalikan penyakit hawar
daun bakteri yang disebabkan oleh Xanthomonas oryzae pv. oryzae. Isolasi
Pseudomonas spp. dilakukan dengan menggunakan media agar King‟s B.
Karakterisasi reaksi fisiologis dan biokimia dilakukan dengan metode Schaad.
Isolasi yang dilakukan dari perakaran tanaman padi sehat di antara tanaman padi
terserang HDB memperoleh 74 isolat rizobakteri dan empat di antaranya, yaitu
isolat A6, A33, dan A54 memiliki kemampuan antagonisme tinggi terhadap X. o.
pv. oryzae. Hasil identifikasi dari ketiga isolat menunjukkan bahwa isolat A6
adalah Pseudomonas diminuta, isolate A33 adalah Pseudomonas mallei, dan
isolate A54 adalah Pseudomonas aeruginosa. Hanya P. diminuta A6 yang
memproduksi senyawa HCN. Keempat isolat P. diminuta A6, P. aeruginosa A54,
Bacillus subtilis 11/C, dan B. subtilis 5/B menghasilkan senyawa siderofor,
mampu melarutkan fosfat, memproduksi IAA, menunjukkan aktivitas enzim
fosfatase, dan memiliki aktivitas enzim peroksidase.
Kata kunci: Agens hayati, fitostimultor, Xanthomonas oryzae pv. oryzae, zat
pengatur tumbuh
ISOLATION AND IDENTIFICATION OF RHIZOBACTERIA TO
IMPROVE RICE PLANT GROWTH AND CONTROL
BACTERIAL LEAF BLIGHT
ABSTRACT
Rhizobacteria which is isolated from rice root has ability increasing plant
growth and controlling plant disease. It also could produce plant growth regulator
and increasing uptake plant nutrition such as Phosphate. Plant disease control
through several mechanisms such producing antibiotic, HCN, siderophore, and
systemic induce resistance. The objectives of this research are isolated
rhizobacteria (Pseudomonas spp. and Bacillus spp.) from rice root and
characterized it as plant growth promoting activities and controlling
Xanthomonas oryzae pv.oryzae. Isolation of Pseudomonas spp. conducted in
King's B medium for biochemical characterization is done by method of Schaad.
Isolation made from rice roots among rice plants attacked by HDB gets 74
rhizobacteria isolate.
Pseudomonas diminuta A6 Isolate, Pseudomonas aeruginosa A54 isolate,
B. subtilis 11/C isolate, and B. subtilis 5/B isolate A33 have ability to inhibit
growth of Xanthomonas oryzae pv. oyzae. Pseudomonas diminuta A6 isolate has
ability to produce HCN, but A54 isolate, 11/ isolate C,and 5/B isolate could not
produce HCN. All of kind of rhizobactries produced siderophore, phosphate
solubilizing, showed fosfatase enzyme and IAA activity, and induced peroxsidase
enzyme activity.
Key words: Biological control, phytostimulator, plant growth regulator,
Xanthomonas oryzae pv. oryzae
Pendahuluan
Bakteri akar pemacu pertumbuhan tanaman (plant growth-promoting
rhizobacteria, PGPR) saat ini semakin banyak dikembangkan, terutama dalam
upaya peningkatan produksi pangan dan perbaikan kualitas lingkungan hidup.
Penggunaan PGPR untuk pengurangan input kimia pertanian telah menjadi isu
penting. Rizobakteri telah banyak diaplikasikan pada banyak tanaman karena
dapat meningkatkan pertumbuhan, daya tumbuh benih di lapang, dan
meningkatkan produksi tanaman. Beberapa rizobakteri telah diperdagangkan
(Ashrafuzzaman et al. 2009; Herman et al. 2008; Minorsky 2008).
Beberapa karakter penting rizobakteri dalam meningkatkan pertumbuhan
tanaman adalah menghasilkan hormon tumbuh seperti IAA (Thakuria et al. 2004;
Teixeira et al. 2007; Karnwal. 2009), giberelin (Joo et al. 2005), memfiksasi N
(Bai et al. 2003; Park et al. 2005; Hafeez et al. 2006), melarutkan P (Faccini et al.
2004; Mehvraz & Chaichi 2008). Khusus pada kemampuan melarutkan P,
rizobakteri seperti Pseudomonas spp. dan Bacillus spp. dapat mengeluarkan
asam asam organik seperti asam formiat, asetat, dan laktat yang bersifat dapat
melarutkan bentuk-bentuk fosfat yang sukar larut tersebut sehingga menjadi
bentuk yang tersedia bagi tanaman (Rodriquez & Fraga 1999; Rao 2007;
Prihartini 2009).
Karakter rizobakteri dalam mengendalikan penyakit maupun populasi
patogen melalui beberapa cara yaitu produksi senyawa antibiosis, persaingan
ruang atau nutrisi, kompetisi pemanfaatan unsur Fe melalui produksi siderofor,
induksi mekanisme resistensi, inaktivasi faktor perkecambahan patogen, degradasi
faktor patogenesitas seperti misalnya toksin, parasitisme yang melibatkan
produksi enzim ekstraseluler pendegradasi dinding sel, misalnya kitinase, β-1.3
glukanase ( Van Loon 2007).
Serangan penyakit HDB dan defisiensi hara fosfor adalah kendala dalam
budidaya padi yang menyebabkan rendahnya produktivitas tanaman. Menurut
Rehaman et al.(2007) dan Vikal et al. (2007), hawar daun bakteri dapat
menurunkan produksi sampai 50%. Ji et al. (2008) menyatakan bahwa
pengurangan hasil berkisar 20-40%. HDB juga merupakan penyakit terbawa
benih (Agarwal & Sinclair 1996; Veena et al. 1996; Ilyas et al. 2007).
22
Dua kelompok bakteri yang dilaporkan dan banyak dikembangkan sebagai
agens pengendalian hayati adalah kelompok Bacillus spp. dan Pseudomonas spp.
khususnya pada tanaman padi. Bacillus spp. mampu mengendalikan Xoo
penyebab HDB pada tanaman padi (Gnanamanickam et al. 1999). Velusamy et
al. (2006) melaporkan antibiotik 2.4 diacetylphloroglucinol (DAPG) yang
diproduksi P. fluorescens mampu menghambat pertumbuhan HDB oleh patogen
Xoo. Ilyas et al. (2007), melaporkan agens hayati dari kelompok Bacillus spp.
mampu menghambat pertumbuhan koloni Xoo yang berasal dari benih padi yang
diuji secara in vitro.
Kemampuan agens hayati dalam meningkatkan pertumbuhan dan
pengendalian penyakit pada berbagai komoditas telah banyak dilaporkan peneliti,
tetapi informasi tentang penggunaan agens hayati dalam meningkatkan
pertumbuhan, penyerapan hara fosfat, pengendalian penyakit, dan peningkatan
mutu benih padi belum banyak dilaporkan, khususnya di Indonesia. Berdasarkan
keadaan tersebut maka pencarian/isolasi dan karakterisasi agens hayati yang
spesifik dalam meningkatkan pertumbuhan, pengendalian penyakit, peningkatan
penyerapan pupuk P pada tanaman padi perlu dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) memperoleh isolat rizobakteri (bakteri
antagonis) dari kelompok Pseudomonas spp. dan Bacillus spp. yang berasal dari
perakaran tanaman padi sehat dan (2) mengetahui karakter rizobakteri yang
mengait dengan kemampuan meningkatkan pertumbuhan tanaman, hasil panen
padi, mutu benih, dan pengendalian HDB serta melarutkan pupuk fosfat.
Bahan dan Metode
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi, Balai Besar
Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor, serta
Laboratorium Mikrobilogi dan Biokimia Pusat Penelitian Bioteknologi IPB, dan
Laboratorium Bakteriologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Penelitian ini
dilaksanakan dari bulan April 2008 sampai dengan Agustus 2009.
23
Isolasi Bakteri Antagonis dari Akar Padi
Bakteri diisolasi dari perakaran tanaman (rizosfer) padi sehat di antara
tanaman padi terinfeksi Xoo. Isolasi rizobakteri dilakukan sebagai berikut : (1)
sebanyak 10 gram akar padi dengan butiran tanah yang masih melekat di
permukaan akar dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer berisi 100 ml air akuades
steril; (2) labu Erlenmeyer berisi sampel dikocok menggunakan rotary shaker
dengan kecepatan 150 rpm selama 30 menit; (3) suspensi yang didapat diencerkan
secara berseri dari 10-1
sampai dengan 10-10
dan setiap tahapan pengenceran
dihomogenisasi berulang-ulang dengan vortex; (4) suspensi yang diperoleh
disemaikan dalam medium agar King‟s B untuk menumbuhkan bakteri dari
kelompok Pseudomonas spp. yang berfluorosensi; (5) kultur bakteri yang
diperoleh diinkubasi dalam ruangan bersuhu 28 0C
selama 48 jam; (6) setiap
koloni bakteri yang tumbuh diisolasi dan dibuat biakan murninya. Selanjutnya
bakteri yang telah dimurnikan diseleksi secara cepat untuk melihat kemampuan
daya hambat patogen dengan metode gores, dengan cara menggoreskan bakteri
yang diuji di atas media Nutrient Agar dalam cawan petri melintasi/memotong
goresan bakteri patogen. Bakteri rhizofir yang berpotensi sebagai agens hayati
diidentifikasi menggunakan prosedur baku menurut Schaad et al. (2001).
Daya Hambat Rizobakteri terhadap Xanthomonas oryzae pv. oryzae
Uji daya hambat (uji antagonisme) terhadap Xoo secara in vitro dilakukan
untuk menyeleksi bakteri rhizofer yang berpotensi sebagai agens hayati. Biakan
murni Xoo (Patotipe 4, asal BB Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi) berumur
48 jam dengan kerapatan 4.5 x 108
sel bakteri/ml skala 4 McFarland (Kiraly et al
1994) sebanyak 100 µl, disebar dalam media Peptone Sucrose Agar (PSA).
Potongan kertas saring (diameter 1 cm) yang telah direndam dalam larutan yang
mengandung agens hayati (dengan kerapatan 4.5 x 108
sel bakteri/ml) berumur 48
jam diletakkan di tengah cawan petri. Kemudian diinkubasi pada suhu kamar
sampai 5 hari, setiap hari diamati. Pengamatan dilakukan dengan melihat
pembentukan lingkaran zona hambatan (halo) Xoo oleh rizobakteri yang ada
pada kertas saring. Untuk masing-masing isolat agens hayati dilakukan pengujian
dengan tiga ulangan. Pengamatan dilakukan dengan cara mengukur panjang
24
diameter vertikal dan horizontal zona bening yang terbentuk. Nilai diameter daya
hambat yang diperoleh dianalisis ragamnya dan dilanjutkan dengan uji Jarak
Berganda Duncan.
Produksi Senyawa HCN
Produksi senyawa HCN kualitatif dianalisis menggunakan metode yang
dikembangkan Bekker & Schipper (Munif 2001). Isolat rizobakteri yang diuji
ditumbuhkan pada media glisina dalam cawan petri. Pada bagian tutup cawan
petri ditempelkan potongan kertas saring yang telah direndam dalam larutan untuk
mendeteksi HCN (asam pikrat 2 g dan natrium karbonat 8 g, dalam 200 ml air).
Kultur bakteri diinkubasi pada suhu ruang. Sebagai indikator terbentuknya
senyawa HCN akan terjadinya perubahan warna pada kertas saring. Warna kertas
saring yang tetap kuning mengindikasikan isolat yang diuji tidak memproduksi
HCN sedangkan warna coklat muda, coklat tua dan merah bata mengindikasikan
produksi HCN yang semakin meningkat.
Produksi Siderofor
Produksi siderofor dari isolat rizobakteri yang diuji dilakukan dengan
menumbuhkan bakteri dalam media uji selama 24 jam pada suhu 28 0C (suhu
ruang). Komposisi per liter media yang digunakan adalah sukrosa 20 g,
Lasparagin 2 g, K2HPO4 1 g, dan MgSO4 0.5 g. Suspensi rizobakteri
disentrifugasi dengan kecepatan 11.000 rpm selama 30 menit. Supernatan
disaring dengan membran nitroselulosa 0.2 µm. Untuk mendeteksi produksi
siderofor oleh rizobakteri, ke dalam 3 ml supernatan ditambahkan 1 ml FeCl 0.01
M sebagai sumber senyawa besi dan sebagai pembanding 3 ml supernatant tanpa
penambahan FeCl. Deteksi siderofor diukur menggunakan spektrofotometer
(model Novaspec II) pada panjang gelomang 410 nm (Dirmawati 2003).
Kemampuan Melarutkan Fosfat
Pengujian kemampuan rizobakteri melarutkan fosfat digunakan media agar
Pikovskaya dengan penambahan tri-calcium phosphate (TCP) sebagai sumber
fosfat. Komposisi per liter media yang digunakan terdiri atas glukosa 10 g, NaCl
25
0.2 g, KCl 0.2 g, MgSO4 0.1 g, MnSO4 2.5 mg, FeSO4 2.5 mg, ekstrak khamir 0.5
g, (NH4)2SO4 0.5 g, dan agar 15 g. Media disterilisasi dengan pemanasan
menggunakan otoklaf dan setelah pH media diatur menjadi 7.2 dengan KOH 5 N.
Media dituangkan ke dalam cawan petri, dibuat lubang dengan pelubang gabus
dan diisi dengan 0.5 ml suspensi isolat rizobakteri yang diuji. Media dengan
bakteri diinkubasi selama 3 hari dalam ruang inkubasi dengan suhu 28 0C.
Kemampuan melarutkan fosfat dari isolat yang diuji dievaluasi secara kualitatif
berdasarkan terbentuknya halo di sekitar lubang yang berisi suspensi rizobakteri
(Thakuria et al. 2004).
Pengukuran Aktivitas Enzim Fosfatase
Pengukuran aktivitas enzim fosfatase dilakukan dengan mengikuti metode
Heinonen dan Lahti (1981) dan Greiner et al. (1997) yang dikutip oleh
(Budiansyah 2010). Pengukuran didasarkan pada jumlah fosfat anorganik yang
dapat dibebaskan dari mioinositol. Larutan sampel dibuat dengan cara, sebanyak
100 µl asam fitat 1.0 mM dimasukkan ke dalam tabung mikro, kemudian ke
dalamnya ditambahkan larutan penyangga natrium asetat 0.1 M pH 5 sebanyak
250 µl. Setelah diinkubasi pada suhu 37 0C selama 10 menit, sebanyak 50 ul
sampel enzim dimasukkan ke dalamnya, kemudian diikubasikan kembali selama
30 menit pada suhu 37 0C. Sebanyak 1.5 ml larutan AMM (asam sulfat 5 N,
aseton dan larutan ammonium molibdat 10 mM dengan perbandingan 1:1:2)
ditambahkan untuk menghentikan reaksi. Selanjutnya ditambahkan 100 ul 1 M
asam sitrat sebagai penstabil reaksi enzim fosfatase. Sampel di sentrifius dengan
kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Larutan kontrol dibuat dengan cara yang
sama, tetapi penambahan enzim tidak dilakukan sebelum inkubasi selama 30
menit pada suhu 37 0C. Penambahan enzim dilakukan bersamaan dengan
penambahan larutan AMM dan asam sitrat, sebelum larutan disentrifius. Sebagai
standar P digunakan KH2PO4 0.1g/50 ml H2O. Aktivitas enzim fosfatase dibaca
absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 400 nm
terhadap warna kuning yang terbentuk.
26
Produksi Asam Indol Asetat (IAA) oleh Isolat Rizobakteri
Isolat Pseudomonas spp. ditumbuhkan selama 24 jam dalam medium King‟s
B cair, sedangkan Bacillus spp. dalam larutan nutrient broth (Schaad et al. 2001).
Untuk memacu sintesis auksin, ke dalam masing-masing media ditambahkan
asam amino triptofan 0.5 g/l. Kultur bakteri disentrifugasi dengan kecepatan
10.000 rpm selama 10 menit, kemudian supernatan dipisahkan dari endapan
bakteri, disaring dengan membran nitroselulosa berporositas 0.2 µm, dan
dianalisis kandungan IAA-nya. Kandungan IAA dalam filtrat kultur bakteri
dideteksi dengan menggunakan pereaksi FeCl3 12 g/l dalam 7.9 M H2SO4.
Pereaksi FeCl3 (1 ml) dan filtrat kultur bakteri (1 ml) ditambahkan ke dalam
tabung eppendorf (volume 2 ml), dan campuran diinkubasi dalam ruang gelap
pada suhu 25 0C selama 30 menit. Setelah periode inkubasi, nilai absorban
campuran dibaca dengan spektrofotometer (model Novaspec II) pada panjang
gelombang 550 nm. Kurva standar berdasarkan nilai absorban larutan IAA murni
dengan konsentrasi 0, 6.25, 12.5, 25.50, 75, 100, 150, dan 200 µg/ml digunakan
untuk menghitung kandungan IAA dalam filtrat kultur bakteri (Glickman &
Dessaux 1995).
Aktivitas Enzim Peroksidase
Aktifitas peroksidase diukur dengan cara menggerus 1 gram daun bibit padi
(umur 21 hari setelah tanam) dalam 0,1 M bufer fosfat pH 6,5 pada suhu 40C.
Homogenat disaring dengan kain kasa halus dan filtrat disentrifius dengan
kecepatan 6.000 rpm pada suhu 40C selama 20 menit. Supernatan disiapkan
sebagai sumber enzim pada kuvet sampel spektrofotometer. Sebanyak 1.5 ml dari
0.05 M pyrogallol dan 100 µl ekstrak enzim dimasukkan ke dalam kuvet. Untuk
menginisiasi reaksi, 100 µl 1% H2O2 ditambahkan ke dalam kuvet sampel dan
diamati setiap 30 detik dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm
(Vidhyasekaran et al. 2001).
27
Hasil Penelitian
Hasil Isolasi Rizobakteri dan Uji Daya Hambat terhadap Xoo
Hasil eksplorasi rizobakteri dari tanaman padi sehat diantara tanaman padi
terserang HDB diperoleh 74 isolat rizobakteri. Setelah diseleksi metode gores dan
pengujian daya hambat secara in vitro terhadap patogen Xoo berhasil diperoleh 3
isolat bakteri yang memiliki zona hambat terhadap patogen. Pengujian daya
hambat terhadap patogen juga dilakukan terhadap agens hayati yang berasal dari
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) Sukamandi, yaitu isolat 5/B dan
isolat 11/C. Hasil identifikasi isolat yang didapat dari eksplorasi menunjukkan
isolat merupakan Pseudomonas diminuta (A6), Pseudomonas mallei (A33), dan
Pseudomonas aeruginosa (A54). Hasil pengujian daya hambat rizobakteri
terhadap Xoo didapat bahwa diameter zona hambat tertinggi didapat pada
rizobakteri P. diminuta A6,isolat P. aeruginosa A54,isolat B.subtilis 11/C, isolat
B.subtilis 5/B, dan isolat P. mallei A33. Hasil karakterisasi rizobakteri dan uji
daya hambat terhadap pertumbuhan Xoo disajikan pada Tabel 3 dan Gambar 4.
Tabel 3 Hasil identifikasi dan uji nilai tengah zona hambat 5 isolat rizobakteri
Kode isolat Rizobakteri Diameter zona hambat (cm)
A6 Pseudomonas diminuta 2.02 a
A33 Pseudomonas mallei 0.81 def
11/C Bacillus subtilis 1.22 bc
5/B Bacillus subtilis 1.08 cd
A54 Pseudomonas aeruginosa 1.43 b Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada α = 5%.
28
Gambar 4 Hasil uji daya hambat rizobakteri. (1) isolat B.subtilis 11/C, (2)
isolat B.subtilis 5/B, (3) isolat P. diminuta A6, dan (4) isolat P.
aeruginosa A54. Tanda panah: (a) bakteri Xoo, (b) kertas
saring pembawa rizobakteri, dan (c) zona hambat terhadap
pertumbuhan Xoo.
Produksi Senyawa HCN dan Siderofor
Hasil pengujian isolat dalam menghasilkan HCN, hanya isolat P. diminuta
A6 saja yang memproduksi senyawa HCN (mampu menghasilkan warna merah
bata pada kertas saring). Isolat P. aeruginosa A54, B.subtilis11/C dan B. subtilis
5/B tidak memproduksi HCN yang diindikasikan oleh warna kertas saring pada
media uji berwarna kuning (Gambar 5).
Semua isolat rizobakteri yang diuji menghasilkan senyawa siderofor.
Berdasarkan pembacaan nilai absorbsi dengan panjang gelombang 550 nm, isolat
B.subtilis 5/B menghasilkan aktifitas siderofor tertinggi, diikuti isolat P.
aeruginosa A54, isolat P. diminuta A6, dan isolat B.subtilis 11/C (Gambar 6).
1 2
3 4
a b
c
29
Gambar 5 Produksi HCN oleh isolat P. diminuta A6 pada media Glisina.
(a) P. diminuta A6, (b) P. aeruginosa A54, (c) B. subtilis 5/B,
dan (d) B.subtilis 11/C. Warna kertas saring merah bata
mengindikasikan HCN diproduksi oleh rizobakteri dan kertas
saring berwarna kuning mengindikasikan HCN tidak
diproduksi oleh rizobakteri.
Gambar 6 Kemampuan isolat agens hayati menghasilkam senyawa siderofor.
Aktivitas siderofor secara kualitatif ditentukan berdasarkan nilai
absorbansi pada panjang gelombang ( ) 550 nm. A6 = P. diminuta;
A54 = P. aeruginosa; 11/C = B. subtilis; 5/B = B. subtilis
0
0,05
0,1
0,15
0,2
0,25
0,3
A6 A54 11/C 5/B
Nil
ai A
bso
rban
si
Isolat Rizobakteri
c d
a b
30
Kemampuan Melarutkan Fosfat dan Aktifitas Enzim Fosfatase
Semua isolat rizobakteri yang diuji mampu melarutkan fosfat. Kedua
kelompok rizobakteri yaitu Pseudomonas spp. dan Bacillus spp. pada media uji
Pikovskaya yang ditambahkan tri-calcium phosphate (TCP) sebagai sumber fosfat
menghasilkan halo disekitar pada media uji. Terbentuknya halo tersebut
menunjukkan kemampuan rizobakteri melarutkan fosfat. Selain itu, hasil
pengujian aktifitas enzim fosfatase menunjukkan adanya aktifitas enzim fosfatase
pada rizobakteri yang diuji (Tabel 4; Gambar 7).
Tabel 4 Pembentukan halo dan aktivitas enzim fosfatase oleh empat isolat
rizobakteri pada medium Pikovskaya.
Rizobakteri Halo Aktivitas enzim fosfatase
(unit/ml)
P. diminuta A6 + 2.25
P. aeruginosa A54 + 5.71
B. subtilis 11/C + 1.39
B. subtilis 5/B + 2.78
Keterangan : tanda + berarti terdapat halo dan mampu melarutkan fosfat
Gambar 7 Kemampuan rizobakteri melarutkan fosfat,
(1) P. diminuta A6,(2) P. aeruginosa A54, (3) B. subtilis 11/C,
dan (4) B. subtilis isolat 5/B. Tanda panah (a) menunjukkan zona
bening pelarutan fosfat medium Pikovskaya, (b) sumur tempat
rizobakteri ditempatkan.
Produksi Asam Indol Asetat oleh Rizobakteri
Hasil percobaan menunjukkan semua isolat rizobakteri yang diuji mampu
memproduksi asam indol asetat (IAA) saat ditumbuhkan dalam media yang
ditambahkan dengan asam amino triptofan. Isolat B.subtilis 5/B memproduksi
1 2
3 4
a b
31
IAA tertinggi yaitu 22.10 µg/ml. Produksi IAA terendah dihasilkan oleh isolat P.
aeruginosa A54 yaitu 2.95 µg/ml. Hasil analisis produksi IAA oleh masing-
masing rizobakteri disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Konsentrasi IAA yang dihasilkan empat isolat rizobakteri pada media
yang mengandung asam amino triptofan
Rizobakteri Konsentasi IAA (µg/ml)
P. diminuta A6 8.68
P. aeruginosa A54 2.95
B. subtilis 11/C 19.05
B. subtilis 5/B 22.10
Aktivitas Enzim Peroksidase
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa tanaman yang diberi perlakuan rizobakteri
memiliki aktivitas enzim peroksidase lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol
negatif kecuali pada perlakuan dengan isolat B. subtilis A54. Produksi enzim
peroksidase tertinggi didapat pada kontrol positif (tanaman diinokulasi Xoo dan
tidak diinokulasi agens hayati), diiikuti perlakuan tanaman diinokulasi Xoo dan
diinokulasi isolat B. subtilis 5/B, dan tanaman diinokulasi Xoo dan diinokulasi
isolat P. diminuta A6.
Tabel 6 Kandungan enzim peroksidase (U/mg protein) pada tanaman padi yang
diinokulasi dengan Xoo dan mendapat perlakukan rizobakteri
Perlakuan benih Aktivitas
peroksidase
(unit/mg protein) Tidak diinokulasi Xoo dan rizobakteri (Kontrol negatif) 1.05 x10
-3
Diinokulasi Xoo dan tidak diinokulasi rizobakteri (Kontrol
positif) 1.80 x 10-3
Diinokulasi Xoo dan diinokulasi isolat P. diminuta A6 1.20 x 10-3
Diinokulasi Xoo dan diinokulasi isolat P. aeruginosa A54 1.05 x 10-3
Diinokulasi Xoo dan diinokulasi isolat B. subtilis 11/C 1.15 x 10-3
Diinokulasi Xoo dan diinokulasi isolat B. subtilis 5/B 1.30 x 10-3
32
Pembahasan
Hasil pengujian secara kualitatif dan kuantitatif terhadap agens hayati
menunjukkan bahwa rizobakteri yang diuji memiliki kemampuan dan karakter
yang berbeda-beda dalam menghambat pertumbuhan Xoo, memproduksi senyawa
HCN dan siderofor, kemampuan melarutkan fosfat, dan produksi IAA, serta
kandungan enzim peroksidase. Berdasarkan hasil pengujian juga dapat diamati
bahwa tidak ada satu isolat yang memilik kemampuan secara menyeluruh.
Isolat B. subtilis 5/B dan B. subtilis 11/C serta P. diminuta A6 dan P.
aeruginosa A54 yang diuji mampu menghambat pertumbuhan Xoo. Hal ini dapat
dilihat dari zona bening yang terbentuk disekitar isolat (Gambar 4). Kemampuan
menghambat pertumbuhan patogen ini berkaitan dengan kemampuan agens hayati
menghasilkan HCN dan siderofor. Menurut Fuente et al. (2004), senyawa HCN
merupakan salah satu metabolit sekunder yang dihasilkan oleh bakteri
Pseudomonas spp. dan bersifat antimikroba. Velusamy et al. (2006) me-
ngungkapkan bahwa antibiotik 2.4 diacetylphloroglucinol (DAPG) yang
diproduksi P. fluorescens mampu menghambat pertumbuhan penyakit hawar daun
bakteri. Awais et al. (2007) melaporkan bahwa beberapa jenis antibiotik
diproduksi oleh spesies Bacillus antara lain bacitracin, polymyxin, gramicidin,
tyrocidine, subtilin, dan bacilysin.
Berdasarkan pengujian, semua isolat menghasilkan siderofor. Siderofor
adalah senyawa pengkelat besi dalam kondisi kekurangan Fe yang disekresikan
oleh mikroorganisme (Dwivedi & Johri 2003) dan siderofor paling banyak
mengandung grup hydroxamate dan catechol yang berfungsi mengkelat Fe
(Siddiqui 2005). Peningkatan jumlah mikroorganisme penghasil siderofor pada
rizosfer tanaman famili Graminae (rumput-rumputan) berhubungan dengan
meningkatnya kemampuan penekanan penyakit (Crowley 2001).
Produksi siderofor oleh agens hayati merupakan salah satu karakter dan
mekanisme dalam menekan pertumbuhan patogen. Menurut Kazempour (2004),
mekanisme agens hayati sebagai antagonis patogen dilakukan melalui kompetisi
terhadap hara Fe yang juga digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme
lainnya. Sedangkan Mulya et al. (1996), menyatakan efek sinergistik dari P.
fluorescens dapat menekan kejadian penyakit layu bakteri pada tomat.
33
Berdasarkan hasil penelitiannya disimpulkan bahwa agens hayati yang
menghasilkan siderofor dan antibiotik lebih efektif menekan penyakit
dibandingkan dengan agens hayati yang menghasilkan siderofor atau antibiotik
saja.
Keempat isolat rizobakteri yang diuji mampu memproduksi IAA. Hasil
ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu bahwa isolat Pseudomonas spp.
(Khalid et al. 2005; Karnwal 2009) dan Bacillus spp. (Khalid et al. 2005) mampu
menghasilkan IAA. Pada penelitian ini rizobakteri dari kelompok Bacillus spp.
menghasilkan IAA lebih tinggi dibandingkan isolat dari kelompok Pseudomonas
spp. Sedangkan menurut Ahmad et al. (2005), kemampuan rizobakteri kelompok
Pseudomonas spp. menghasilkan IAA lebih besar dibandingkan rizobakteri lain.
Menurut Thakuria et al. (2004), rizobakteri dari kelompok Bacillus spp
menghasilkan IAA lebih tinggi. Menurut Thakuria et al. (2004) dan Karnval
(2009), kemampuan menghasilkan IAA ditentukan oleh jenis rizobakteri yang
diuji dan kemampuan mengkolonisasi akar tanaman. Kemampuan rizobakteri
mengkolonisasi perakaran tanaman berimplikasi pada jumlah asam amino
triptofan yang diperoleh dari eksudat akar tanaman. Produksi IAA oleh
rizobakteri hanya akan terjadi jika konsentrasi asam amino triptofan di daerah
perakaran tanaman cukup tinggi (Karnval 2009).
Isolat rizobakteri dari kelompok Pseudomonas spp. yang berhasil diisolasi
dalam penelitian ini memiliki kemampuan melarutkan fosfat. Kemampuan yang
sama juga dimiliki oleh rizobakteri dari kelompok Bacillus spp. yang didapat dari
BB Padi, Sukamandi. Selain itu, keempat rizobakteri memiliki aktivitas enzim
fosfatase. Menurut Goenadi (2006), enzim fosfatase dan asam organik harus
dihasilkan oleh mikroba pelarut fosfat agar mampu melarutkan senyawa fosfat.
Khan et al. (2009) menyatakan bahwa bakteri Pseudomonas spp. dan Bacillus
spp. merupakan bakteri yang efektif dalam memperbaiki ketersediaan fosfat di
dalam tanah untuk memperbaiki pertumbuhan dan hasil tanaman.
Keempat jenis agens hayati yang digunakan dalam percobaan ini mampu
menginduksi ketahanan tanaman terhadap HDB secara sistemik. Hal ini dapat
dilihat dari kandungan enzim peroksidase yang dihasilkan pada tanaman yang
diuji. Menurut Van Loon (2007) sejumlah enzim berasosiasi dengan induksi
34
ketahanan sistemik, seperti peroksidase, phenylalanine ammonia-lyase (PAL),
lipoxygenase, β-1.3 glucanase, dan chitinase. Silva et al. (2004) dan Agrios
(2005) menyatakan bahwa tingginya aktivitas enzim peroksidase berhubungan
dengan lignfikasi sel dan papilla, serta pembentukan hidrogen peroksida yang
dapat secara langsung menghambat patogen. Peningkatan enzim peroksidase dan
enzim lain yang bersifat antimikroba diatur oleh keberadaan asam jasmonat dan
etilen yang keduanya diaktifkan oleh mikroorganisme yang bersifat saprofit
seperti rizobakteri (Van Loon et al. 1998).
Simpulan
Hasil pengujian isolat P. diminuta A6, isolat P. aeruginosa A54, isolat
B.subtilis 11/C, isolat B.subtilis 5/B, dan isolat P. mallei A33 memiliki
kemampuan menghambat pertumbuhan Xoo. Isolat rizobakteri P. diminuta A6
mampu memproduksi senyawa HCN, sedangkan isolat P. aeruginosa A54,
B.subtilis 11/C dan B.subtilis 5/B tidak memproduksi HCN. Semua isolat
rizobakteri yang diuji menghasilkan senyawa siderofor, B.subtilis isolat 5/B
menghasilkan aktivitas siderofor tertinggi, diikuti isolat P. aeruginosa A54, P.
diminuta A6, dan B.subtilis 11/C.
Semua isolat rizobakteri yang diuji mampu melarutkan fosfat dan
menunjukkan adanya aktifitas IAA dan enzim fosfatase pada rizobakteri yang
diuji. Hasil percobaan menunjukkan semua isolat rizobakteri yang diuji mampu
memproduksi IAA masing-masing sebesar isolat B.subtilis 5/B (22.10 µg/ml),
B.subtilis 11/C (19.05 µg/ml), P. diminuta A6 (8.68 µg/ml), dan isolat P.
aeruginosa A54 (2.95 µg/ml). Kandungan enzim fosfatase masing-masing isolat
adalah B.subtilis 5/B (2.78 unit/ml), B.subtilis 11/C ( 5.7 unit/ml), P. diminuta
A6( 2.25 unit/ml), dan P. aeruginosa A54 (5.71 unit/ml). Kandungan enzim
peroksidase pada tanaman yang diperlakukan dengan isolat B.subtilis 5/B (1.30
x 10-3
unit/mg protein), P. aeruginosa A6 (1.20 x 10-3
unit/mg protein), B.subtilis
11/C (1.15 x 10-3
unit/mg protein), dan P. aeruginosa A54 (1.05 x 10-3
unit/mg
protein). Berdasarkan hasil percobaan ini maka pada percobaan selanjutnya
menggunakan isolat rizobakteri P. diminuta A6, P. aeruginosa A5, B.subtilis 5/B,
dan B.subtilis 11/C.
PENGARUH PERLAKUAN BENIH SECARA HAYATI PADA BENIH
PADI TERINFEKSI Xanthomonas oryzae pv. oryzae TERHADAP MUTU
BENIH DAN PERTUMBUHAN BIBIT
ABSTRAK
Hawar daun bakteri (HDB) yang disebabkan oleh Xanthomonas oryzae pv.
oryzae (Xoo) adalah penyakit terbawa benih padi. Penyakit ini dapat menurunkan
hasil panen padi sampai 60%. Penelitian dilakukan di laboratorium dan di rumah
kaca dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai perlakuan benih yang
diaplikasikan pada benih padi yang diinokulasi Xoo secara buatan terhadap mutu
benih dan pertumbuhan bibit. Percobaan laboratorium menggunakan rancangan
acak lengkap dan percobaan rumah kaca dilakukan menggunakan rancangan acak
kelompok, masing-masing dengan tiga ulangan. Perlakukan benih yang
diaplikasikan pada kedua percobaan adalah (1) benih tidak diinokulasi Xoo
(kontrol negatif) dan tanpa perlakuan benih; (2) benih diinokulasi Xoo dan tanpa
perlakuan benih (kontrol positif); (3) benih terinfeksi direndam suspensi
bakterisida berbahan aktif streptomisin sulfat 0.2%; (4) benih terinfeksi direndam
suspensi P. diminuta A6; (5) benih terinfeksi direndam suspensi P. aeruginosa
A54; (6) benih terinfeksi direndam B. subtilis 5/B; (7) Benih terinfeksi direndam
B. subtilis 11/C; (8) benih terinfeksi diberi matriconditioning + bakterisida
streptomisin sulfat 0.2%; (9) benih terinfeksi diberi matriconditioning + P.
diminuta A6, (10) Benih terinfeksi diberi matri-conditioning + P. aeruginosa
A54; (11) benih terinfeksi diberi matriconditioning + B. subtilis 5/B, dan (12)
benih terinfeksi diberi matriconditioning + B. subtilis 11/C. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa semua perlakuan benih dapat menekan pertumbuhan Xoo
pada benih padi. Perlakuan matriconditioning + agens hayati P. diminuta A6,
perendaman dalam P.diminuta A6 atau P. aeruginosa A54 merupakan perlakuan
benih terbaik untuk meningkatkan viabilitas dan vigor benih. Pada percobaan
rumah kaca, matriconditioning + P. aeruginosa A54 merupakan perlakuan benih
terbaik untuk meningkatkan pertumbuhan bibit padi. In greenhouse experiment,
matriconditioning plus P. aeruginosa A54 was the best seed treatment to increase
seedling growth.
Kata kunci: Perlakuan benih padi, matriconditioning, rizobakteri, mutu patologis,
viabilitas dan vigor benih.
EFFECT OF BIOLOGICAL SEED TREATMENTS APPLIED ON
Xanthomonas oryzae pv. oryzae INFECTED RICE SEEDS ON
SEED QUALITY AND SEEDLING GROWTH
ABSTRACT
Bacterial leaf blight caused by Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo), a
seedborne disease that can reduce rice yield up to 60%. A study was done in two
consecutive experiments, in the laboratory and in the glasshouse, with objectives
to determine effects of biological seed treatments onto rice seeds artificially
infected with Xoo on the seed quality and seedling growth. The laboratory
experiment was arranged in a completely randomized design, while the glasshouse
experiment was arranged in a completely randomized block design, each with
three replications. Treatments in both experiments were applied: (1) uninfected
seeds (negative control) without seed treatment; (2) Xoo infected seeds (positive
control) without seed treatment; (3) infected seeds soaked in a 0.2% streptomycin
sulfate bactericide; (4) infected seeds soaked in a P. diminuta A6 suspension; (5)
infected seeds soaked in a P. aeruginosa A54 suspension; (6) infected seeds
soaked in a B. subtilis 5/B suspension; (7 infected seeds soaked in a B. subtilis
11/C suspension; (8) infected seeds soaked in a matriconditioning + 0.2%
streptomycin sulfate bactericide; (9) infected seeds soaked in a matriconditioning
+ P. diminuta A6 suspension; (10) infected seeds soaked in a matriconditioning +
P. aeruginosa A54 suspension; (11) infected seeds soaked in a matriconditioning
+ B. subtilis 5/B suspension; (12) infected seeds soaked in a matriconditioning +
B. subtilis 11/C suspension. The seed soaking either in a 0.2% streptomycin
sulfate or in a biological agent suspension was conducted for 30 hours. Results of
the experiments showed that all seed treatments with the biological agents
suppressed Xoo populations in the rice seeds. Matriconditioning plus biological
agent P. diminuta A6, biopriming with P. diminuta A6 or P. aeruginosa A54
were the best treatments to improve the seed viability and vigor. In greenhouse
experiment, matriconditioning plus P. aeruginosa A54 was the best seed
treatment to increase seedling growth.
Keywords: Rice seed treatment, matriconditioning, rhizobacteria, seed health,
seed viability and vigor.
Pendahuluan
Keberhasilan penanaman padi di lapang ditentukan oleh benih dan bibit
yang bermutu. Serangan penyakit dan defisiensi hara terutama fosfor adalah
kendala budidaya padi yang mengakibatkan rendahnya produktivitas. Salah satu
bakteri yang menginfeksi benih padi adalah Xoo yang menyebabkan penyakit
HDB (Agarwal & Sinclair 1996; Veena et al. 1996). Penyakit HDB yang
disebabkan Xoo dapat menurunkan produksi padi sampai 50% (Vikal et al. 2007).
Peningkatan mutu benih dan bibit dapat dilakukan melalui perlakuan benih
(seed treatment). Menurut Desai et al. (1997) tujuan perlakuan benih salah
satunya untuk memperbaiki perkecambahan benih dan melindungi benih dari
hama dan penyakit. Perlakuan benih secara hayati dengan menggunakan agens
hayati yang berasal dari rizosfer memberikan harapan untuk meningkatkan mutu
benih. Hal ini karena beberapa jenis agens hayati mampu menghasilkan hormon
tumbuh seperti IAA (Thakuria et al. 2004; Teixeira et al. 2007; Karnwal 2009),
giberelin (Joo et al. 2005), memfiksasi N (Bai et al. 2003; Park et al. 2005;
Hafeez et al. 2006), dan melarutkan P (Faccini et al. 2004; Mehvraz & Chaichi
2008). Selain berfungsi sebagai phytostimulator dan biofertilizer, beberapa jenis
mikroorganisme juga mampu mengendalikan patogen tanaman (biopesticide)
(Kumar et al. 2005; Velusamy et al. 2006; Yang et al. 2007; Uzair et al. 2008).
Inokulasi benih gandum dan kacang ercis, masing-masing dengan bakteri
Pseudomonas spp. dan Bacillus spp. dapat meningkatkan panjang akar dan tinggi
tanaman (Egamberdiyeva 2008). Inokulasi tanaman dengan mikroba tersebut
juga dapat meningkatkan biomassa tanaman tomat dan okra (Adesemoye et al.
2008), sedangkan pada benih jarak pagar meningkatkan bobot kering bibit, luas
daun, dan kandungan klorofil bibit (Desai et al. 2007). Perlakuan benih dengan
agens hayati juga dapat mengendalikan Phytophtora capsici (Syamsuddin 2010),
memacu pertumbuhan bibit dan menghasilkan benih cabai yang berkualitas
(Sutariati 2006; Syamsuddin 2010).
Perlakuan benih dengan matriconditioning dapat mempercepat waktu
perkecambahan benih wortel (Khan et al. 1992) dan cabai (Ilyas 1994),
meningkatkan toleransi benih cabai terhadap stress suhu (Ilyas 2006a), dan
memperbaiki viabilitas dan vigor benih kacang panjang (Ilyas 2006b)
38
Yukti et al. (2008) melaporkan bahwa matriconditioning + B. subtillis dapat
meningkatkan tinggi bibit dan berat gabah bernas. Matriconditioning adalah
peningkatan proses fisiologis dan biokimia benih selama penundaan
perkecambahan oleh media imbibisi dengan kekuatan potensial matrik yang
rendah dan potensial osmotik yang dapat diabaikan (Khan et al. 1992).
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi pengaruh
berbagai perlakuan benih dengan agens hayati terhadap mutu fisiologis dan
patologis benih serta pertumbuhan bibit padi varietas Ciherang di rumah kaca.
Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu Percobaan
Kegiatan penelitian ini terdiri atas dua percobaan yang dilaksanakan pada
bulan Juni-Agustus 2009. Percobaan pertama dilakukan di Laboratorium Ilmu
dan Teknologi Benih, Institut Pertanian Bogor (IPB), dan percobaan kedua
dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya
Genetik Pertanian, Bogor.
Penyiapan Benih Padi Terinfeksi Xoo dan Agens hayati
Pada percobaan ini digunakan X. oryzae pv. oryzae (Xoo) patotipe IV
yang berasal dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi. Suspensi
Xoo disiapkan dengan cara menumbuhkan bakteri pada media peptone sucrose
agar (PSA) selama 48 jam. Biakan Xoo diencerkan dengan air steril hingga
mencapai kerapatn 4.5 x108 sel bakteri/ml. Untuk mendapatkan benih terinfeksi,
benih padi varietas Ciherang direndam selama 24 jam dalam suspensi Xoo yang
telah disiapkan. Setelah perendaman, benih padi dikering-anginkan di
laboratorium pada suhu ruangan selama 12 jam.
Agens hayati yang digunakan terdiri atas isolat P.diminuta A6 dan P.
aeruginosa A54 hasil isolasi dari perakaran tanaman padi. Isolat B. subtilis 5/B
dan B. subtilis 11/C berasal dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi,
Sukamandi. Isolat P. diminuta A6 dan P. aeruginosa A54 dibiakkan pada
medium King‟S B, sedangkan isolat B. subtilis 5/B dan B. subtilis 11/C masing-
39
masing dibiakkan pada medium nutrient agar (NA), masing-masing selama 48
jam. Suspensi agens hayati diencerkan hingga mencapai kerapatan 4.5 x 108
sel/ml.
Perlakuan Benih Padi
Perlakuan benih yang diuji terdiri atas: (1) Benih padi yang tidak
diinokulasi Xoo (kontrol negatif) dan tanpa perlakuan benih; (2) Benih terinfeksi
Xoo hasil inokulasi buatan (kontrol positif) tanpa perlakuan benih; (3) Benih
terinfeksi Xoo direndam dalam bakterisida berbahan aktif streptomisin sulfat
0.2% selama 30 jam; (4) Benih terinfeksi Xoo direndam suspensi isolat P.
diminuta A6; (5) Benih terinfeksi Xoo direndam suspensi isolat P. aeruginosa
A54; (6) Benih terinfeksi Xoo direndam suspensi B. subtilis 5/B; (7) Benih
terinfeksi direndam suspensi isolat B. subtilis 11/C, (8) Benih terinfeksi diberi
matriconditioning + bakterisida 0.2%; (9) Benih terinfeksi diberi matricondi-
tioning + P. diminuta A6; (10) Benih terinfeksi diberi matriconditioning + P.
aeruginosa A54; (11) Benih terinfeksi diberi matriconditioning + B. subtilis 5/B,
dan (12) Benih terinfeksi diberi matriconditioning + B. subtilis 11/C.
Bubuk arang sekam yang telah dihaluskan (lolos saringan 32 mesh) dan
disterilisasi dalam oven dengan suhu 100 0C selama 24 jam digunakan untuk
perlakuan matriconditioning. Perlakuan matriconditioning dilakukan dengan
perbandingan antara benih : bubuk arang sekam : larutan pelembab (suspensi
agens hayati atau larutan bakterisida) 1.0 : 0.8 : 1.2 (Ilyas et al. 2007). Perlakuan
ini dilakukan dengan cara melembabkan 25 g benih padi terinfeksi Xoo dengan
suspensi agens hayati atau bakterisida (30 ml) di dalam botol transparan ukuran
300 ml (diameter = 7.14 cm, tinggi 7.5 cm), menambahkan bubuk arang sekam
(20 g/botol) ke dalam botol, mencampur benih dan arang sekam hingga benihnya
terlapisi secara merata, dan menutup botol dengan plastik. Benih yang diberi
perlakuan matriconditioning diaduk setiap 12 jam dan matriconditioning
dilakukan selama 30 jam dalam ruangan ber-AC pada suhu 25 0C.
40
Perlakuan Benih terhadap Mutu Fisiologis dan Mutu Patologis Benih
Pengujian mutu benih dilakukan dengan metode Uji Kertas Digulung
didirikan dalam plastik (UKDdp) di dalam alat pengecambah benih (APB) tipe
IPB 72-1 yang ditempatkan di ruangan pada suhu 25 0C. Percobaan dilakukan
dengan rancangan acak lengkap dan setiap perlakuan diulang tiga kali. Untuk
setiap ulangan digunakan 50 butir benih. Mutu fisiologis yang diuji meliputi daya
berkecambah benih, kecepatan tumbuh, indeks vigor, potensi tumbuh maksimum,
T50, dan bobot kering kecambah normal (ISTA 2007). Data mutu fisiologis
dianalisis ragamnya dan dilanjutkan dengan uji BNT pada α = 5%.
1. Daya Berkecambah Benih (DB)
Daya berkecambah benih diukur berdasarkan jumlah kecambah normal.
Pengamatan hitungan pertama pada hari ke-5 setelah tanam dan pengamatan
hitungan kedua pada hari ke-14 setelah tanam. Rumus yang digunakan adalah
2. Kecepatan Tumbuh Benih (KCT)
Kecepatan tumbuh benih dihitung berdasarkan jumlah pertambahan persentase
kecambah normal/etmal (Sadjad et al. 1999) dengan rumus:
2. Indeks Vigor (IV)
Indeks vigor diukur berdasarkan jumlah kecambah normal pada
pengamatan hitungan ke-1 (Copeland dan McDonald 2001) dengan rumus:
4. T50 . T50 adalah hari pada saat tercapainya 50% benih berkecambah normal,
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
T50 = n1+ (n50 – KN I)
(KN2–KN1)
Keterangan:
41
n50 = jumlah benih berkecambah (50% dari total benih yang di tanam).
n1 = hari tepat sebelum 50% kecambah normal tercapai
KN1 = persentase akumulasi kecambah normal sampai pada hari tepat
sebelum50% kecambah normal tercapai
KN2 = persentase akumulasi kecambah normal sampai pada hari tepat setelah
50% kecambah normal tercapai.
5. Bobot Kering Kecambah Normal
Bobot kering kecambah normal (BKKN) merupakan tolok ukur viabilitas
potensial benih. BKKN dihitung pada hitungan akhir pengamatan. Kecambah
normal dibuang sisa endosperm, kemudian dioven pada suhu 60 0C selama 3x24
jam dan ditimbang bobot keringnya.
6. Mutu Patologis Benih
Mutu patologis dievaluasi dengan menghitung tingkat infeksi Xoo pada
benih yang dievaluasi setelah perlakuan benih. Tingkat infeksi Xoo diestimasi
dengan metode grinding (Ilyas et al. 2007). Sebanyak 400 butir benih dihaluskan,
dan ke dalamnya ditambahkan air steril hingga volume 100 ml. Ke dalam 1 ml
suspensi hasil ekstraksi benih ditambahkan 9 ml air steril dan digunakan sebagai
suspensi stok. Suspensi stok diencerkan secara berseri hingga 10-3
. Sebanyak 0.1
ml suspensi yang telah diencerkan hingga 10-3
ditebarkan pada medium peptone
sucrose padat, dan koloni Xoo yang tumbuh diamati 3 hari setelah inkubasi pada
suhu ruang. Data mutu patologis benih dianalisis ragamnya dan dilanjutkan
dengan uji BNT pada α = 5%.
Pengaruh Perlakuan Benih terhadap Pertumbuhan Bibit di Rumah Kaca
Benih padi yang telah diberi perlakuan benih, ditanam dalam pot plastik
volume 400 ml yang berisi tanah 300 g. Tanah yang digunakan telah disterilisasi
dengan pemanasan pada suhu 120 0C dan tekanan 1.2 kg/detik selama 3 jam
menggunakan otoklaf. Pada setiap pot ditanam lima butir benih padi varietas
Ciherang dan tanaman ditumbuhkan di rumah kaca. Percobaan dilakukan dengan
rancangan kelompok dan setiap perlakuan diulang tiga kali. Pengamatan
pertumbuhan bibit padi dilakukan 21 hari setelah semai. Peubah yang diamati
terdiri atas tinggi bibit, panjang akar, bobot bibit basah, bobot bibit kering, bobot
42
akar basah, dan bobot akar kering. Data pertumbuhan bibit dianalisis ragamnya
dan dilanjutkan dengan uji BNT pada α = 5%.
Hasil Penelitian
Pengaruh Perlakuan Benih terhadap Mutu Fisiologis dan Patologis Benih
Potensi Tumbuh Maksimum, Daya Berkecambah, dan Bobot Kering
Kecambah Normal
Perlakuan benih mempengaruhi viabilitas benih yang ditunjukkan oleh
peubah potensi tumbuh maksimu (PTM), daya berkecambah (DB), dan bobot
kering kecambah normal (BKKN) (Tabel 7). Perlakuan perendaman dalam P.
aeruginosa A54 merupakan perlakuan terbaik dalam menghasilkan potensi
tumbuh maksimum, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan perendaman
dalam B. subtilis 11/C. Perlakuan matriconditioning + P. diminuta A6 merupakan
perlakuan yang menghasilkan daya berkecambah tertinggi, tetapi tidak berbeda
nyata dengan perlakuan perendaman dalam P. diminuta A6 dan perlakuan
perendaman dalam P. aeruginosa A54. Perlakuan matriconditioning + P.
diminuta A6, matriconditioning + P. aeruginosa A54, atau perendaman dalam P.
diminuta A6 adalah perlakuan yang secara nyata meningkatkan berat kering
kecambah normal dibandingkan perlakuan lain.
Tabel 7 Pengaruh perlakuan benih terhadap viabilitas benih padi
Perlakuan Benih
PTM
(%)
DB
(%)
BKKN
(g)
Tidak diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 92.0 abc 94.7 abcd 0.42 c
Diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 95.3 abc 92.0 d 0.41 c
Perendaman dalam bakterisida 93.3 abc 82.7 e 0.27 d
Perendaman dalam P. diminuta A6 95.3 abc 98.7 ab 0.45 bc
Perendaman dalam P. aeruginosa A54 98.0 a 98.7 ab 0.44 c
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 95.3 abc 93.3 cd 0.40 c
Perendaman dalam B. subtilis 11/C 96.7 ab 95.3 abc 0.42 c
Matriconditioning + bakterisida 93.3 abc 96.7 abcd 0.43 c
Matriconditioning + P. diminuta A6 85.3 d 99.3 a 0.50 a
Matriconditioning + P. aeruginosa A54 89.3 bcd 94.0 bcd 0.49 ab
Matriconditioning + B. subtilis 5/B 88.7 cd 93.3 cd 0.44 c
Matriconditioning + B. subtilis 11/C 88.0 cd 96.7 abcd 0.42 c
Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata
menurut uji BNT pada α = 5%. PTM = Potensi tumbuh maksimum; DB = Daya
berkecambah; BKKN= Bobot kering kecambah normal.
Indeks Vigor, Kecepatan Tumbuh, dan Laju Perkecambahan
43
Perlakuan benih juga mempengaruhi vigor benih yang ditunjukkan oleh
peubah indeks vigor, kecepatan tumbuh, dan T50 (Tabel 8). Indeks vigor tertinggi
dihasilkan oleh perlakuan matriconditioning + P. diminuta A6 (99.3%), tetapi
tidak berbeda nyata dengan perlakuan perendaman dalam P. diminuta A6
(98.7%) dan perendaman dalam P. aeruginosa A54 (98.7%). Kecepatan tumbuh
tertinggi dihasilkan perlakuan matriconditioning + bakterisida (21.8% per etmal),
diikuti dengan matriconditioning + B. subtilis 11/C (18.9 % per etmal), matricon-
ditioning + B.subtilis 5/B (16.4 % per etmal), dan tidak berbeda nyata dengan
perlakuan matriconditioning + P. aeruginosa A54, matriconditioning + P. di-
minuta A6, dan kontrol positif. Laju pertumbuhan (T50) tercepat didapat pada
empat perlakuan benih yaitu perlakuan matriconditioning + P. diminuta A6,
(T50=2.5 hari), matriconditioning + bakterisida (T50=2.5 hari), matriconditioning
+ P. aeruginosa A54 (T50=2.6 hari), atau matriconditioning + B. subtilis 11/C
(T50=2.7 hari).
Tabel 8 Pengaruh perlakuan benih terhadap vigor benih padi
Perlakuan Benih
IV
(%)
KCT
(%/etmal)
T50
(hari)
Tidak diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 92.0 cd 14.9 bc 4.7 a
Diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 88.7 d 6.7 e 3.5 b
Perendaman dalam bakterisida 78.7 e 12.4 cd 4.4 a
Perendaman dalam P. diminuta A6 98.7 ab 6.1 e 3.5 b
Perendaman dalam P. aeruginosa A54 98.7 ab 8.5 e 3.5 b
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 93.0 abcd 9.4 de 3.5 b
Perendaman dalam B. subtilis 11/C 94.7 abcd 7.4 e 3.5 b
Matriconditioning + bakterisida 92.0 cd 21.8 a 2.5 c
Matriconditioning + P. diminuta A6 99.3 a 15.5 bc 2.5 c
Matriconditioning + P. aeruginosa A54 94.0 abcd 16.0 bc 2.6 c
Matriconditioning + B. subtilis 5/B 92.0 cd 16.4 bc 2.9 bc
Matriconditioning + B. subtilis 11/C 95.3 abc 18.9 ab 2.7 c Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%. Etmal = lamanya pengamatan yang dinyatakan dalam jam. Satu
etmal adalah 24 jam.
Mutu Patologis Benih
Hasil penelitian menunjukkan bahwa agens hayati dapat digunakan dalam
perlakuan benih untuk menekan pertumbuhan Xoo. Tabel 9 menunjukkan bahwa
jumlah sel Xoo yang ditemui pada benih terinfeksi Xoo dan tidak diberi perlakuan
44
benih (kontrol positif) nyata lebih banyak dibandingkan pada benih yang sama
yang diberi perlakuan benih.
Tabel 9 Pengaruh perlakuan benih terhadap jumlah koloni Xoo pada benih padi
Perlakuan benih
Jumlah koloni
bakteri (cfu/ml)*
Relatif terhadap
kontrol negatif
(%)
Tidak diinokulasi Xoo , tanpa perlakuan benih 2.0 x 104
b 100**
Diinokulasi Xoo dan tanpa perlakuan benih 10.0 x 104
a
500
Perendaman dalam bakterisida 0 x 104 b 0
Perendaman dalam P. diminuta A6 0 x 104
b 0
Perendaman dalam P. aeruginosa A54 1.0 x 104
b 50
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 0 x 104
b 0
Perendaman dalam B. subtilis 11/C 0 x 104
b 0
Matriconditioning + bakterisida 1.6 x 104
b 80
Matriconditioning + P. diminuta A6 0 x 104
b 0
Matriconditioning + P. aeruginosa A54 0 x 104
b 0
Matriconditioning + B. subtilis 5/B 0 x 104
b 0
Matriconditioning + B. subtilis 11/C 3.0 x 104 b 150
Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α=5%. * diekstraksi dari 400 butir benih. ** Nilai relatif (NR)
dihitung dengan rumus, NR =(x/y)*100%, x adalah nilai pengamatan pada
perlakuan benih tertentu dan y adalah nilai pengamatan pada benih yang tidak
diinokulasi Xoo dan tanpa perlakuan benih.
Pengaruh Perlakuan Benih terhadap Pertumbuhan Bibit Padi
di Rumah Kaca
Tinggi bibit dan Panjang akar
Perlakuan agens hayati, baik tanpa maupun dengan matriconditioning
dapat meningkatkan tinggi bibit padi pada umur 3 minggu setelah semai jika
dibandingkan dengan tanpa perlakuan benih atau dengan perlakuan bakterisida
sebagai pembanding. Perlakuan benih yang menghasilkan tinggi bibit terbaik
adalah perlakuan matriconditioning + P. diminuta A6 (42.1 cm), matricon-
ditioning + P. aeruginosa A54 (40.5 cm), atau perendaman dalam suspensi B.
subtilis 11/C (40.5 cm) (Tabel 10). Perlakuan benih juga nyata meningkatkan
panjang akar bibit. Akar terpanjang didapat pada perlakuan matriconditioning +
B. subtilis 5/B (18.3 cm), matriconditioning + P. aeruginosa A54 (17.5 cm), atau
matriconditioning + B. subtilis 11/C (17.3 cm) dan perendaman dalam suspensi B.
subtilis 5/B (17.3 cm) meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan
matriconditioning + bakterisida (17.2 cm) (Tabel 10).
45
Tabel 10 Pengaruh perlakuan benih dengan agens hayati terhadap tinggi bibit
dan panjang akar bibit padi umur tiga minggu setelah semai di rumah
kaca
Perlakuan benih
Tinggi bibit
(cm)
Panjang akar
(cm)
Tidak diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 36.2 def 15.4 cd
Diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 35.9 ef
14.7 de
Perendaman dalam bakterisida 34.3 f 12.8 e
Perendaman dalam P. diminuta A6 39.7 abc 15.5 bcd
Perendaman dalam P. aeruginosa A54 38.6 bcd 16.6 abc
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 39.8 abc 17.3 ab
Perendaman dalam B. subtilis 11/C 40.5 ab 16.9 abc
Matriconditioning + bakterisida 39.7 abc 17.2 ab
Matriconditioning + P. diminuta A6 42.1 a 16.6 abc
Matriconditioning + P. aeruginosa A54 40.5 ab 17.5 a
Matriconditioning + B. subtilis 5/B 39.5 bc 18.3 a
Matriconditioning + B. subtilis 11/C 37.5 cde 17.3 ab Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
Bobot Bibit Basah dan Bobot Bibit Kering
Pada penelitian ini, semua perlakuan benih nyata meningkatkan bobot
bibit basah dan bobot bibit kering dibandingkan perlakuan pembanding. Bobot
bibit basah tertinggi berturut-turut didapat pada perlakuan matriconditioning + P.
aeruginosa A54 (3.32 g), perendaman dalam suspensi B. subtilis 11/C (3.30 g),
atau suspensi B. subtilis 5/B (3.20 g), serta bobot basah terendah pada perlakuan
perendaman dengan bakterisida (1.64 g). Bobot bibit kering tertinggi dihasilkan
pada perlakuan perendaman dengan B. subtilis 11/C (0.85 g), tetapi tidak berbeda
nyata dengan bobot bibit kering pada perlakuan matriconditioning + P.
aeruginosa A54 (0.84 g), diikuti dengan perlakuan matriconditioning + P.
diminuta A6 (0.81g) atau perendaman dengan suspensi isolat B. subtilis 5/B (0.80
g) (Tabel 11).
Tabel 11 Pengaruh perlakuan benih dengan agens hayati terhadap bobot bibit
basah dan bobot bibit kering bibit padi umur tiga minggu setelah semai
Bobot Bibit Basah Bobot Bibit
46
Perlakuan benih (g) Kering (g)
Tidak diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 2.30 bcd 0.59 cde
Diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 2.00 cd 0.58 de
Perendaman dalam bakterisida 1.64 d 0.50 e
Perendaman dalam P. diminuta A6 2.95 ab 0.70 bcd
Perendaman dalam P. aeruginosa A54 3.04 ab 0.69 abcd
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 3.20 a 0.80 ab
Perendaman dalam B. subtilis 11/C 3.30 a 0.85 a
Matriconditioning + bakterisida 3.00 ab 0.75 abc
Matriconditioning + P. diminuta A6 3.00 ab 0.81 ab
Matriconditioning + P. aeruginosa A54 3.32 a 0.84 a
Matriconditioning + B. subtilis 5/B 2.70 abc 0.65 bcd
Matriconditioning + B. subtilis 11/C 2.72 abc 0.61 cde
Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
Bobot Akar Basah dan Bobot Akar Kering
Tidak semua perlakuan benih dengan agens hayati mampu meningkatkan
bobot basah dan bobot kering akar. Bobot akar basah tertinggi diperoleh pada
perlakuan matriconditioing + P. aeruginosa A54 yaitu 1.40 g, diikuti perlakuan
matriconditioning + bakterisida (1.3 g), dan perendaman dalam suspensi B.
subtilis 5/B (1.3 g). Pada peubah bobot akar kering, bobot tertinggi didapat pada
perlakuan matriconditioning + P. aeruginosa A54 (0.42 g), perendaman dalam
suspensi B. subtilis 11/C (0.41 g), atau suspensi B. subtilis 5/B 0.38 g (Tabel 12).
Tabel 12 Pengaruh perlakuan benih dengan agens hayati terhadap bobot akar
basah dan bobot akar kering bibit padi umur tiga minggu setelah semai
Perlakuan Benih
Bobot Akar Basah
(g)
Bobot Akar
kering (g)
Tidak diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 0.51 cd 0.20 e
Diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 0.55 cd 0.24 cde
Perendaman dalam bakterisida 0.44 d 0.20 e
Perendaman dalam P. diminuta A6 0.50 cd 0.20 e
Perendaman dalam P. aeruginosa A54 1.20 ab 0.34 abc
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 1.30 ab 0.38 ab
Perendaman dalam B. subtilis 11/C 1.25 ab 0.41 a
Matriconditioning + bakterisida 1.30 ab 0.35 abc
Matriconditioning + P. diminuta A6 0.80 bcd 0.27 bcde
Matriconditioning + P. aeruginosa A54 1.40 a 0.42 a
Matriconditioning + B. subtilis 5/B 1.02 abc 0.36 abc
Matriconditioning + B. subtilis 11/C 0.90 abcd 0.33 abcd
Ket: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut uji
BNT pada α = 5%.
Pembahasan
Pengaruh Perlakuan Benih dengan Agens Hayati terhadap
Mutu Fisiologis dan Mutu Patologis Benih
47
Pada penelitian ini, perlakuan agens hayati dengan atau tanpa
matriconditioning dapat memperbaiki daya berkecambah, indeks vigor, bobot
kering kecambah normal, kecepatan tumbuh, potensi tumbuh maksimum, dan T50
dibandingkan dengan benih yang tidak diberi perlakuan (perlakuan kontrol) atau
perlakuan dengan bakterisida yang berbahan aktif streptomisin sulfat 0.2%. Pada
parameter viabilitas benih perlakuan benih dengan agens hayati isolat P. diminuta
A6 atau P. aeruginosa A54 (dengan atau tanpa matriconditioning) merupakan
perlakuan benih terbaik dalam meningkatkan viabilitas berdasarkan peubah
potensi tumbuh maksimum,daya berkecambah, dan bobot kering kecambah
normal (Tabel 7). Pada parameter vigor benih, perlakuan benih dengan agens
hayati P. diminuta A6 dan P. aeruginosa A54 (dengan dan tanpa)
matriconditioning juga merupakan perlakuan benih terbaik dalam meningkatkan
mutu fisiologis benih berdasarkan peubah indeks vigor dan T50 (Tabel 8).
Pengaruh positif dari perlakuan benih dengan agens hayati juga
dilaporkan terjadi pada perkecambahan benih padi (Ashrafuzzaman et al. 2009)
dan jagung (Gholami et al. 2009). Perbaikan viabilitas dan vigor benih ini diduga
disebabkan terjadinya peningkatan sintesis hormon seperti IAA atau giberelin
(GA3) sebagai pemicu aktivitas enzim amilase yang berperan dalam
perkecambahan (Gholami et al. 2009). Penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa perlakuan matriconditioning dapat memperbaiki perkecambahan benih.
Menurut Ilyas et al. (2006b), kandungan total protein pada benih cabai yang
mendapat perlakuan matriconditioning menggunakan serbuk gergaji yang
dilembabkan dengan 100 µM GA3 meningkat 16.7%. Perlakuan matriconditioning
juga memperbaiki perkecambahan, meningkatkan bobot kecambah basah, dan
bobot kecambah kering bawang bombai (Kepezynska et al. 2003).
Agens hayati yang digunakan untuk perlakuan benih juga dapat
menghambat pertumbuhan Xoo yang menginfeksi benih padi. Pada penelitian ini,
jumlah koloni yang ditemui pada benih terinfeksi Xoo dan tidak diberi perlakuan
benih (kontrol positif) nyata lebih banyak dibandingkan benih yang diberi
perlakuan benih (Tabel 9). Hasil analisis terhadap agens hayati yang digunakan
dalam penelitian ini menunjukkan bahwa keempat isolat yang digunakan mampu
48
memproduksi siderofor (Gambar 6) dan enzim peroksidase (Tabel 4). Siderofor
merupakan senyawa organik yang mampu mengkelat unsur Fe (besi) yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan patogen. Berkurangnya
ketersediaan Fe akibat pengkelatan oleh siderofor menghambat pertumbuhan
patogen (Siddiqui 2005). Aktivitas peroksidase yang dihasilkan tanaman karena
induksi agens hayati masing-masing isolat adalah P. diminuta A6 (1.20 x 10-3
unit/mg protein), P. aeruginosa A54 (1.05 x10-3
unit/mg protein), B. subtilis 5/B
(1.30 x 10-3
unit/mg protein), dan B. subtilis 11/C (1.15 x10-3
unit/mg protein).
Menurut Van Loon (2007) sejumlah enzim berasosiasi dengan ketahanan
sistemtik, seperti peroksidase, phenylalanine ammonia-lyase (PAL), lipoxygenase,
β-1.3 glucanase, dan kitinase. Bakteri dari kelompok Pseudomonas spp. dapat
mengendalikan Xoo karena memiliki kemampuan menginduksi ketahanan
sistemik tanaman padi (Vidhyasekaran 2001), sedangkan menurut Velusamy et
al. (2006) dan Jha et al. (2009), Pseudomonas spp. menghasilkan senyawa 2.4
diacetylphloroglucinol dan Bacillus spp. menghasilkan senyawa bacitracin
(Awais et al. 2007) yang bersifat antimikroba. Senyawa 2.4 diacetylphloro-
glucinol diketahui menghambat pertumbuhan Xoo (Velusamy et al. 2006).
Pengaruh Perlakuan Benih terhadap Pertumbuhan Bibit Padi
di Rumah Kaca
Perlakuan agens hayati, baik tanpa maupun dengan matriconditioning
dapat meningkatkan tinggi bibit padi jika dibandingkan dengan tanpa perlakuan
benih atau dengan perlakuan bakterisida sebagai pembanding. Perlakuan benih
juga nyata meningkatkan panjang akar bibit (Tabel 10). Ashrafuzzaman et al.
(2009) melaporkan bahwa perlakuan benih padi dengan rizobakteri dapat
meningkatkan tinggi bibit, bobot bibit kering, panjang akar, dan bobot akar
kering. Budiman (2009) melaporkan peningkatan tinggi tanaman dan jumlah
anakan pada tanaman padi yang benihnya diperlakukan dengan matriconditioning
+ P. diminuta.
Pada penelitian ini, semua perlakuan benih nyata meningkatkan bobot bibit
basah dan bobot bibit kering dibandingkan perlakuan pembanding. Akan tetapi
perlakuan benih dengan agens hayati tidak mampu meningkatkan bobot basah dan
49
bobot kering akar. Pada percobaan di rumah kaca, perlakuan agens hayati, dengan
atau tanpa matriconditioning, dapat meningkatkan tinggi bibit, panjang akar,
bobot bibit basah, dan berat bibit kering. Secara umum, perlakuan benih dengan
matriconditioning memberikan hasil yang lebih tinggi untuk rata-rata tinggi
tanaman, panjang akar, bobot bibit basah, bobot akar basah, dan bobot akar
kering.
Perbaikan pertumbuhan bibit padi yang mendapat perlakuan agens hayati
diduga berhubungan dengan kemampuan agens hayati yang digunakan untuk
memberikan tambahan minimal dua faktor yang dibutuhkan bibit padi, yaitu zat
pengatur tumbuh asam indol asetat (IAA) dan perbaikan penyerapan hara. Pada
percobaan ini, perlakuan matriconditioning + P. aeruginosa A54 merupakan
perlakuan benih terbaik karena secara konsisten menghasilkan panjang akar,
bobot bibit basah dan bobot bibit kering, bobot akar basah, dan bobot akar kering
tertinggi. Hal ini karena selain pengaruh positif matriconditioning, isolat P.
aeruginosa A54 yang digunakan mampu menghasilkan zat pengatur tumbuh
IAA dan enzim fosfatase yang tinggi dibandingkan agens hayati lainnya. Hasil
analisis kandungan IAA dan enzim fosfatase isolat P. aeruginosa A54 adalah
2.95 µg/ml dan 5.7 unit/ml, sedangkan P. diminuta A6 8.68 µg/ml dan 2.3
unit/ml, B. subtlis 5/B 19.05 µg/ml dan 1.4 unit/ml, dan B. subtlis 11/C 22.1
µg/ml dan 2.8 unit/ml (Tabel 4 dan 5). Hasil penelitian ini didukung oleh Jha et al.
(2009) yang melaporkan bahwa P. aeruginosa merupakan rizobakteri yang
menghasilkan IAA dan memiliki kemampuan melarutkan fosfat. Perbaikan
pertumbuhan pada tanaman padi karena perlakuan rizobakteri yang menghasilkan
IAA dan mampu melarutkan fosfat juga dilaporkan oleh Lumyong & Chaiaran
(2009), Idris et al. (2009), dan Selvakumar et al. (2009).
Simpulan
50
Perlakuan benih dengan matriconditioning + P. diminuta A6, perendaman
dalam P. diminuta A6, atau P. aeruginosa A54 merupakan perlakuan benih
terbaik untuk meningkatkan viabilitas dan vigor benih. Semua perlakuan benih
dengan agens hayati mampu menekan pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae pada
benih padi yang diuji. Perlakuan matriconditioning yang dikombinasikan dengan
agens hayati (P. diminuta A6, P. aeruginosa A54, B. subtilis 5/B, atau B. subtilis
11/C) dapat meningkatkan pertumbuhan bibit padi di rumah kaca, dan
matriconditioning + P. aeruginosa A54 merupakan perlakuan benih terbaik
karena konsisten meningkatkan pertumbuhan bibit pada semua peubah yang
diamati.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, karena semua perlakuan benih
yang diuji memiliki potensi untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, mutu
patologis, dan mutu fisiologis benih maka seluruh perlakuan benih diuji kembali
pada percobaan selanjutnya di rumah kaca (Percobaan 3) sampai fase tanaman
menghasilkan benih.
PENGARUH PERLAKUAN BENIH DENGAN AGENS HAYATI
TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN, HASIL PADI DAN
MUTU BENIH, SERTA PENGENDALIAN PENYAKIT
HAWAR DAUN BAKTERI DI RUMAH KACA
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perlakuan benih
secara hayati terhadap pertumbuhan, hasil padi, mutu benih, dan pengendalian
penyakit hawar daun bakteri. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Balai Besar
Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika Pertanian Bogor dan
Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura
IPB. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan Februari
2010. Sebanyak duabelas perlakuan benih diuji dalam percobaan ini. Percobaan
dilaksanakan dalam Rancangan Acak Kelompok nonfaktorial diulang tiga kali.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan benih dengan agens hayati
dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman berdasarkan peubah yang diamati
seperti tinggi tanaman, jumlah anakan, panjang akar, bobot basah akar, bobot
kering akar, bobot dan bobot kering brangkasan. Semua perlakuan benih tidak
berpengaruh nyata terhadap mutu fisiologis benih yang dihasilkan. Pada
komponen hasil panen benih, perlakuan perendaman benih dalam B. subtilis 11/C
dan matriconditioning + P. diminuta A54 menghasilkan jumlah gabah
bernas/malai tertinggi yaitu 124.45 dan 122.68 butir/malai dan perlakuan
matriconditioning + P. aeruginosa A54 menghasilkan persentase gabah
bernas/malai tertinggi (80.27%/malai). Perlakuan matriconditioning + P.
aeruginosa A54, matriconditioning + B. subtilis 5/B, dan perendaman dalam B.
subtilis 11/C menghasilkan persentase gabah bernas/rumpun tertinggi masing-
masing 81.01%; 80.83% dan 80.59%. Perlakuan matriconditioning + P. diminuta
A6 dan matriconditioning + B. subtilis 11/C dapat menurunkan serangan HDB
yang lebih rendah dari perlakuan lainnya dengan persentase luas infeksi pada daun
15.94%/rumpun dan 19.55%/rumpun. Perlakuan benih dengan agens hayati
mampu menurunkan jumlah koloni Xoo yang terbentuk pada benih hasil panen
dan perlakuan benih dengan matriconditioning menghasilkan jumlah koloni yang
lebih rendah dibandingkan kontrol dan tanpa matriconditioning.
Kata kunci: matriconditioning, rizobakteri, viabilitas, vigor, Xanthomonas oryzae
pv.oryzae,
EFFECT OF BIOLOGICAL SEED TREATMENT ON PLANT GROWTH,
SEED QUALITY, YIELD OF RICE AND CONTROLLING OF
BACTERIAL LEAF BLIGTH DISEASE IN GREEN HOUSE
ABSTRACT
The objective of this research was to study the influence of biological seed
treatment on plant growth, yield of rice, seed quality, and controlling of bacterial
leaf blight in green house. The research was conducted at green house of
Indonesian Center for Agricultural Biotechnology and Genetic Resources
Development, Bogor and Seed Science and Technology Laboratory, Departement
of Agronomy and Horticulture IPB from August 2009 to February 2010. The
experiment was arranged in completely randomized block design.
The conclusions of these research are biological seed treatment could
increase plant growth of rice base on plant height, number of seedling, root length,
root fresh weight, root dry weight, shoot fresh weight, and shoot dry weight.
Biological seed treatments of matriconditioning + P. aeruginosa A54,
matriconditioning + B. subtilis 5/B isolate, and biopriming with B. subtilis 11/C
isolate are the best seed treatments in increasing yield of rice and is showed by the
most number of filled grains/panicle, percentage of filled grain/panicle,
percentage of filled grain/plant and the lowest number of unfilled grain/panicle,
percentage of unfilled grain/panicle, and percentage unfilled grain/plant. Seed
treatments by biopriming with P. diminuta A6 isolate, matriconditioning + P.
diminuta A6 isolate , and matriconditioning + B. subtilis 11/C isolate resulted
percentage of pathogen diseased leaf area (%DLA) significantly lower than others
seed treatment. Percentages of pathogen diseased leaf area are 15.45%;15.94%
and 19. 55%. Biological seed treatments could decrease number of colony
pathogen in seed, but it could not increase viability and vigor of seed.
Key words: matriconditioning, rhizobacteria, viability, vigor, Xanthomonas
oryzae pv.oryzae,
Pendahuluan
Salah satu upaya untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, produksi, dan
mengendalikan penyakit terbawa benih adalah dengan memberikan perlakuan
pada benih. Menurut Desai et al. (1997), tujuan perlakuan benih antara lain untuk:
(1) menghilangkan sumber infeksi patogen tular benih dan hama; (2) melindungi
benih terhadap hama dan patogen yang mungkin berada di tanah atau udara ketika
bibit muncul di permukaan tanah, dan (3) meningkatkan perkecambahan benih
melalui perlakuan benih seperti priming, coating, dan pelleting.
Selama ini, keberhasilan penggunaan agens hayati untuk meningkatkan
pertumbuhan dan pengendalian penyakit tanaman dilakukan melalui perendaman
benih (Sutariati 2006; Nawangsih 2006) dan infestasi tanah (Nawangsih 2006).
Perlakuan benih dengan perendaman benih tomat dalam agens hayati berpengaruh
nyata pada pertumbuhan tanaman hanya pada 14 hari setelah aplikasi (Nawangsih
2006).
Perlakuan benih pra-tanam seperti matriconditioning dan osmoconditioning
telah dilaporkan mampu mempercepat munculnya kecambah di lapang,
meningkatkan persentase perkecambahan dan laju pertumbuhan bibit tanaman.
Khan (1992) menyatakan bahwa invigorasi dapat memperbaiki kemampuan
fisiologis dan biokimia benih melalui perbaikan metabolisme untuk berkecambah.
Selain itu, menurut Ilyas (2006b), matriconditioning dapat diintegrasikan dengan
hormon untuk perbaikan perkecambahan, atau dengan pestisida, biopestisida, dan
agens hayati untuk mengendalikan penyakit benih dan bibit serta perbaikan
pertumbuhan tanaman dan hasil sayuran.
Penggunaan agens hayati untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman,
produksi dan pengendalian penyakit dalam skala rumah kaca telah banyak diteliti
dan dilaporkan. Perlakuan benih dengan agens hayati mampu meningkatkan
bobot basah dan bobot kering biomassa cabai (Estrada et al. 2004), meningkatkan
produksi gandum (Khalid et al. 2004), meningkatkan bobot batang dan akar
tanaman jagung (Thuar et al. 2004), meningkatkan pertumbuhan bibit, tinggi
tanaman, dan luas daun pear millet (Niranjan et al. 2004). Pada tanaman padi,
Ashrafuzzaman et al. (2009) mengungkapkan bahwa benih padi yang
diperlakukan dengan rizobakteria dapat meningkatkan tinggi bibit, bobot kering
54
bibit, panjang akar, dan bobot kering akar. Perlakuan benih dengan agens hayati
pada tanaman padi juga mampu menekan Xoo (Vidhyasekaran et al. 2001;
Nandakumar et al. 2001) dan Rhizoctonia solani (Nandakumar et al. 2001;
Rangrajan et al. 2003).
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh
perlakuan benih menggunakan agens hayati dalam meningkatkan pertumbuhan
dan hasil panen padi, mutu fisiologis dan mutu patologis benih padi yang
dihasilkan serta tingkat serangan HDB di rumah kaca.
Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu Percobaan
Percobaan ini akan dilaksanakan di Rumah Kaca Balai Besar Penelitian
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Bogor dan di Laboratorium
Ilmu dan Teknologi Benih IPB Bogor. Percobaan dilaksanakan bulan Agustus
2009 sampai dengan Februari 2010.
Penyiapan Benih Padi Terinfeksi Xanthomonas oryzae pv. oryzae dan Agens
Hayati yang akan Diaplikasikan pada Benih
Benih padi yang digunakan dalam percobaan ini adalah benih padi varietas
Ciherang yang diinfeksikan Xoo. Isolat Xoo yang digunakan pada percobaan ini
adalah Xoo patotipe 4 asal Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi.
Benih padi terinfeksi Xoo dibuat dengan cara merendam benih dalam suspensi
Xoo dengan kerapatan 4.5 x 108 sel
/ml skala McFarland (Kiraly et al. 1994).
Suspensi Xoo dibuat dengan cara menumbuhkan bakteri dalam media padat
Peptone Sucrose Agar (PSA) selama 48 jam. Benih padi direndam selama 24
jam dan dikering-anginkan di dalam laboratorium pada suhu ruang selama 12 jam.
Agens hayati yang digunakan adalah isolat P. diminuta A6, P. aeruginosa
A54, B. subtilis 5/B dan B. subtilis 11/C. Isolat P. diminuta A6 dan P. aeruginosa
A54 dibiakkan pada medium King‟S B sedangkan isolat B. subtilis 5/B dan B.
subtilis 11/C dibiakkan pada medium NA, masing-masing selama 48 jam.
Suspensi agens hayati diencerkan hingga mencapai kerapatan 4.5 x 108 sel/ml.
55
Pembuatan Perlakuan Benih Padi
Perlakuan benih yang diuji terdiri atas: (1) Benih padi yang tidak diinokulasi
Xoo (kontrol negatif) dan tanpa perlakuan benih; (2) Benih terinfeksi Xoo hasil
inokulasi buatan (kontrol positif) tanpa perlakuan benih; (3) Benih terinfeksi Xoo
direndam dalam bakterisida berbahan aktif streptomisin sulfat 0.2% selama 30
jam; (4) Benih terinfeksi Xoo direndam suspensi isolat P. diminuta A6; (5) Benih
terinfeksi Xoo direndam suspensi isolat P. aeruginosa A54; (6) Benih terinfeksi
Xoo direndam suspensi B. subtilis 5/B; (7) Benih terinfeksi direndam suspensi
isolat B. subtilis 11/C, (8) Benih terinfeksi diberi matriconditioning+bakterisida
0.2%; (9) Benih terinfeksi diberi matriconditioning + P. diminuta isolat A6; (10)
Benih terinfeksi diberi matriconditioning + isolat P. aeruginosa A54; (11) Benih
terinfeksi diberi matriconditioning + isolat B. subtilis 5/B, dan (12) Benih
terinfeksi diberi matriconditioning + isolat B. subtilis 11/C.
Bubuk arang sekam yang telah dihaluskan (lolos saringan 32 mesh) dan
disterilisasi dalam oven dengan suhu 100 0C selama 24 jam digunakan untuk
perlakuan matriconditioning. Perlakuan matriconditioning dilakukan dengan
perbandingan antara benih : bubuk arang sekam : larutan pelembab (suspensi
agens hayati atau larutan bakterisida) 1.0 : 0.8 : 1.2 (Ilyas et al. 2007). Perlakuan
ini dilakukan dengan cara melembabkan 25 g benih padi terinfeksi Xoo dengan
suspensi agens hayati atau bakterisida (30 ml) di dalam botol transparan ukuran
300 ml (diameter = 7.14 cm, tinggi 7.5 cm), menambahkan bubuk arang sekam
(20 g/botol) ke dalam botol, mencampur benih dan arang sekam hingga benihnya
terlapisi secara merata, dan menutup botol dengan plastik. Benih yang diberi
perlakuan matriconditioning diaduk setiap 12 jam dan matriconditioning
dilakukan selama 30 jam dalam ruangan ber-AC dengan suhu 25 0C.
Penanaman Benih Padi di Rumah Kaca
56
Benih padi yang telah diberi perlakuan benih, ditanam dalam ember plastik
berisi tanah sebanyak 8 kg/ember. Tanah yang digunakan telah disterilisasi
dengan pemanasan pada suhu 120 0C dan tekanan 1.2 kg/s selama 3 jam
menggunakan otoklaf. Pada setiap ember disemai/ditanam 10 butir benih.
Percobaan dilaksanakan dalam Rancangan Acak Kelompok nonfaktorial diulang
tiga kali dengan total satuan percoban 36 satuan. Tiap unit percobaan terdiri atas
lima tanaman dan di setiap ember dipelihara satu tanaman. Keseluruhan
percobaan terdiri dari 180 tanaman (ember percobaan).
Setelah bibit padi tumbuh dan berumur dua minggu dilakukan seleksi bibit
yang tumbuh. Pada setiap ember percobaan disisakan satu bibit. Pemupukan
dilakukan dua minggu setelah tanam dengan dosis setara Urea 200 kg/ha, SP36
100 kg/ha, dan KCl 100 kg/ha. Setelah dikonversi ke berat tanah maka pupuk
yang diberikan masing-masing dosis adalah 0.8 g urea; 0.4 g SP36, dan 0.4 g KCl.
Pengamatan
Parameter pertumbuhan tanaman yang diamati meliputi tinggi tanaman dan
jumlah anakan yang dilakukan 5, 6,7, 8 minggu setelah semai, panjang akar, bobot
basah dan kering akar, bobot basah dan bobot kering berangkasan. Pengukuran
bobot kering berangkasan dilakukan setelah berangkasan dioven pada suhu 100 0C
selama 3 x 24 jam. Benih padi hasil panen dikeringkan sampai mencapai kadar
air 12%. Selanjutnya benih diuji mutu fisiologisnya yang meliputi daya
berkecambah, kecepatan tumbuh, indeks vigor, potensi tumbuh maksimum, dan
T50 (ISTA 2007). Uji patologis benih menggunakan metode grinding (Ilyas et al.
2007). Prosedur pengujian mutu fisiologis dan patologis benih pada percobaan ini
sama dengan percobaan ke- 2 dalam disertasi ini. Pengamatan serangan penyakit
dilakukan dengan cara menghitung persentase luas daun yang terinfeks Xoo dan
skoring (IRRI 1996). Perhitungan Intensitas penyakit (IP) ditentukan dengan
rumus, IP= [Σ (ni x si)/NxS) ]x100%, ni: jumlah bibit dengan skor gejala I, si:skor
gejala i, N: jumlah total, S:skor gejala tertinggi. Berdasarkan nilai IP dihitung
respon ketahanan tanaman penyakit mengikuti kriteria yang dikembangkan oleh
Yusnita & Sudarsono (2004).
Tabel 13 Skala luas gejala HDB pada daun padi yang diuji di rumah kaca
57
Skor Luas luka /gejala HDB pada daun (%)
1 0-3
2 4-6
3 7-12
4 13-25
5 26-50
6 51-75
7 76-87
8 88-94
9 95-100 Sumber: Standard Evalution System for Rice (IRRI 1996). HDB = hawar daun bakteri.
Hasil Penelitian
Pengaruh Perlakuan Benih Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi
Tinggi Tanaman
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua perlakuan benih mampu
meningkatkan tinggi tanaman dibandingkan dengan tanaman kontrol dan yang
mendapat perlakuan bakterisida. Pengaruh perlakuan sudah terlihat sejak 5
minggu setelah tanam sampai 8 minggu setelah tanam. Pada akhir pengamatan,
tanaman tertinggi didapat pada perlakuan benih yang direndam dengan suspensi
isolat P. diminuta A6 yaitu 99.26 cm dan matriconditioning + P. diminuta A6
yaitu 97.26 cm (Tabel 14).
Tabel 14 Pengaruh perlakuan benih terhadap tinggi tanaman pada umur 5-8
minggu setelah tanam (MST)
Perlakuan benih Tinggi tanaman (cm)
5 MST 6 MST 7 MST 8 MST
Tanpa inokulasi Xoo, tanpa perlakuan
benih
66.16 cb 75.053
de
82.13cd 91.20 de
Diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 68.44
abc
75.31
cde
82.53bcd 91.53 de
Perendaman dalam bakterisida 63.42 d 72.80 e 80.46 d 90.85 e
Perendaman dalam P. diminuta A6 66.78
bcd
75.30
cde
86.80 a 99.26 a
Perendaman dalam P. aeruginosa A54 68.93
abc
78.10
bcd
84.03
abc
93.70
cde
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 69.16
abc
78.42
abc
83.88
abc
93.96 cd
Perendaman dalam B. subtilis 11/C 69.82
abc
78.14
bcd
84.63
abc
92.76
cde
Matriconditioning + bakterisida 70.18
abc
78.61 ab 85.83 ab 92.86
cde
58
Matriconditioning + P. diminuta A6 67.53
bcd
74.13 e 87.03 a 97.26 ab
Matriconditioning + P. aeruginosa A54 72.50 a 81.53 a 86.80 a 94.80 bc
Matriconditioning + B. subtilis 5/B 70.76 ab 80.46 ab 85.23
abc
92.06
cde
Matriconditioning + B. subtilis 11/C 72.39 a 79.57 ab 84.90
abc
93.03
cde Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
Jumlah Anakan
Perlakuan benih juga dapat meningkatkan jumlah anakan. Pada umur 5
minggu setelah tanam (MST), jumlah anakan belum menunjukkan perbedaan
yang nyata, kecuali pada tanaman yang mendapat perlakuan perendaman dengan
bakterisida yang memiliki jumlah anakan terendah. Pada umur 6 MST perlakuan
dengan P. diminuta A6 dengan atau tanpa matriconditioning menghasikan jumlah
anakan terendah dibandingkan perlakuan lainnya. Umur 7 dan 8 MST memiliki
pola yang sama dalam jumlah anakan. Pada akhir pengamatan 8 MST, jumlah
anakan terbanyak didapat pada perlakuan matriconditiong + B. subtilis 5/B dan
matriconditiong + B. subtilis 11/C yaitu sama-sama menghasilkan jumlah anakan
20.47 anakan (Tabel 15). Walaupun tidak berbeda nyata dengan beberapa
perlakuan lainnya.
Tabel 15 Pengaruh perlakuan benih terhadap jumlah anakan padi pada umur 5-8
minggu setelah tanam (MST)
Perlakuan Benih Jumlah Anakan
5 MST 6 MST 7 MST 8 MST
Tanpa inokulasi Xoo, tanpa perlakuan
benih
10.53
ab
16.67
ab
16.67
abcd
18.53
abcd
Diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 10.93
ab
17.53
ab
17.53 ab 18.87 abc
Perendaman dalam bakterisida 8.80
b
15.00 b 15.00 bcd 17.53 bcd
Perendaman dalam P. diminuta A6 10.73
ab
11.33 c 13.80 d 16.07 d
Perendaman dalam P. aeruginosa A54 10.67
ab
17.87
ab
17.87 ab 19.27 ab
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 11.00
ab
18.67 a 18.40 a 20.27 ab
Perendaman dalam B. subtilis 11/C 10.67
ab
16.80
ab
16.80 abc 18.60
abcd
Matriconditioning + bakterisida 11.93 a 17.73
ab
17.67 ab 19.40 ab
Matriconditioning + P. diminuta A6 10.93 11.40 c 14.27 cd 16.47 cd
59
ab
Matriconditioning + P. aeruginosa
A54
11.40
ab
17.60
ab
17.60 ab 19.73 ab
Matriconditioning + B. subtilis 5/B 12.87 a 19.00 a 19.00 a 20.47 a
Matriconditioning + B. subtilis 11/C 13.13 a 19.27 a 19.27 a 20.47 a Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
Panjang akar, Bobot Basah Akar, dan Bobot Kering Akar
Perlakuan benih mampu meningkatkan panjang akar tanaman. Akar
terpanjang didapat pada perlakuan dengan perendaman benih dalam suspensi is P.
diminuta A6 yaitu 43.63 cm tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan
perendaman benih dalam B. subtilis 5/B dan B. subtilis 11/C, serta perlakuan
matriconditioning + P. diminuta A6 dan matriconditioning + P. aeruginosa A54
(Tabel 16).
Bobot akar basah tertinggi didapat pada perlakuan matriconditioning + B.
subtilis 5/B (88.98 g) dan bobot basah akar terendah didapat pada perlakuan
kontrol positif (51.20 g). Bobot akar kering tertinggi didapat pada perlakuan
matriconditioning + B. subtilis 11/C (28.62 g) dan bobot akar basah terendah
didapat pada perlakuan matriconditioning + bakterisida yaitu 14.46 gram (Tabel
16).
Tabel 16 Pengaruh perlakuan benih terhadap panjang akar, bobot basah akar,
dan bobot kering akar tanaman padi
Perlakuan Benih Panjang akar
(cm)
Bobot basah
akar (g)
Bobot kering
akar (g)
Tanpa inokulasi Xoo, tanpa perlakuan
benih
38.39 b 67.21 ab 22.14 abc
Diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 38.90 b 51.20 b 16.13 cd
Perendaman dalam bakterisida 37.54 b 60.25 b 18.91 bcd
Perendaman dalam P. diminuta A6 43.63 a 73.06 ab 21.51 abcd
Perendaman dalam P. aeruginosa A54 38.39 b 69.01 ab 24.30 ab
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 39.33 ab 67.53 ab 21.46 abcd
Perendaman dalam B. subtilis 11/C 41.07 ab 69.78 ab 22.99 abc
Matriconditioning + bakterisida 37.03 b 62.35 b 14.46 d
Matriconditioning + P. diminuta A6 41.26 ab 57.55 b 19.06 bcd
Matriconditioning + P. aeruginosa
A54
40.70 ab 67.97 ab 21.57 abcd
Matriconditioning + B. subtilis 5/B 38.33 b 88.98 a 19.64 bcd
Matriconditioning + B. subtilis 11/C 37.80 b 77.50 ab 28.62 a
60
Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
Bobot Basah dan Bobot Kering Brangkasan
Perlakuan benih mampu meningkatkan bobot basah dan bobot kering
brangkasan (Tabel 17). Bobot basah brangkasan tertinggi didapat pada perlakuan
perendaman benih dalam B. subtilis 5/B (286.87 g) dan bobot basah brangkasan
terendah didapat pada perlakuan kontrol positif (215.20 g). Bobot kering
brangkasan tertinggi didapat pada perlakuan perendaman benih dalam P.
aeruginosa A54 (68.87 g) dan terendah didapat pada perlakuan kontrol positif dan
kontrol negatif (50.49 g) dan (50.46 g) yang keduanya tidak berbeda nyata.
Tabel 17 Pengaruh perlakuan benih terhadap bobot basah dan bobot kering
brangkasan tanaman padi
Perlakuan Benih Bobot brangkasan
Basah (g) kering (g)
Tanpa inokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 264.67 ab 59.60 b
Diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 215.20 d 50.49 c
Perendaman dalam bakterisida 225.73 cd 50.46 c
Perendaman dalam P. diminuta A6 267.00 ab 65.40 ab
Perendaman dalam P. aeruginosa A54 268.63 ab 68.87 a
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 286.87 a 62.67 ab
Perendaman dalam B. subtilis 11/C 253.20 bc 64.20 ab
Matriconditioning + bakterisida 239.33 bcd 57.66 bc
Matriconditioning + P. diminuta A6 259.33 ab 60.93 ab
Matriconditioning + P. aeruginosa A54 262.80 ab 63.67 ab
Matriconditioning + B. subtilis 5/B 263.33 ab 62.03 ab
Matriconditioning + B. subtilis 11/C 270.93 ab 64.86 ab Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
Pengaruh Perlakuan Benih Terhadap Hasil Tanaman Padi
Jumlah gabah bernas, jumlah gabah hampa, total gabah, persentase gabah
bernas, dan persentase gabah hampa per malai
61
Perlakuan benih mempengaruhi jumlah gabah bernas dan gabah hampa
serta total gabah per malai. Jumlah gabah bernas tertinggi didapat pada perlakuan
perendaman benih dalam B. subtilis 11/C dan matriconditioning + P. aeruginosa
A54 yaitu masing-masing 124.45 dan 122.68 butir per malai berbeda nyata jika
dibandingkan dengan kontrol positif (benih yang diinokulasikan Xoo dan tanpa
perlakuan benih (Gambar 8 dan Tabel 18).
Jumlah gabah hampa terendah dihasilkan pada perlakuan
matriconditioning + B. subtilis 5/B (28.25 butir/malai), matriconditioning +
bakterisida (28.73 butir/malai), matriconditioning + P. aeruginosa A54 (29.15
butir/malai), perendaman benih dalam B. subtilis 11/C (29.59 butir/malai), dan
perendaman benih dalam P. aeruginosa A54 (31.04 butir/malai) yang semua
perlakuan tersebut tidak berbeda nyata. Jumlah gabah per malai tertinggi
dihasilkan perlakuan perendaman benih dalam P. diminuta A6 (163.95
butir/malai), tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan perendaman dalam
bakterisida (156.93 butir/malai). Jumlah gabah per malai terendah dihasilkan
perlakuan matriconditioning + bakterisida (143.42 butir/ malai) (Tabel 18).
Gambar 8 Histogram perlakuan benih terhadap jumlah gabah bernas per
malai pada percobaan rumah kaca. P1= Tidak diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih; P2= Diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan
benih; P3= Perendaman dalam bakterisida;P4= Perendaman dalam P. diminuta A ;P5= Pe-
rendaman dalam P. aeruginosa A54; P6= Perendaman dalam B. subtilis 5/B; P7= Peren-
daman dalam B. subtilis 11/C; P8= Matriconditioning + Bakterisida; P9= Matriconditio-
11
9,2
2 a
b
11
0,0
4 b
c
11
4,2
9 a
b
11
0,7
4 b
c
11
5,1
7 a
b
10
9,4
7 b
c
12
4,4
5 a
11
6,6
1 a
b
10
3,6
6 c
12
2,6
8 a
11
8,2
4 a
b
11
5,6
3 a
b
0
20
40
60
80
100
120
140
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12
Ju
mla
h g
ab
ah
ber
nas/
mala
i
Perlakuan Benih
62
ning + P. diminuta A6; P10= Matriconditioning + P. aeruginosa A54; P11= Matricondi-
tioning + B. subtilis 5/B; P12= Matriconditioning + B. subtilis 11/C
Tabel 18 Pengaruh perlakuan benih terhadap jumlah gabah bernas, jumlah
gabah hampa, dan total gabah per malai padi di rumah kaca
Perlakuan benih Jumlah gabah
bernas hampa total
Tanpa inokulasi Xoo, tanpa perlakuan
benih
119.22 ab 36.54 bcd 155.65 abc
Diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 110.04 bc 40.33 bc 150.38 bcd
Perendaman dalam bakterisida 114.29 ab 42.59 b 156.93 ab
Perendaman dalam P. diminuta A6 110.74 bc 53.23 a 163.95 a
Perendaman dalam P. aeruginosa A54 115.17 ab 31.04 d 146.21 bcd
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 109.47 bc 35.27 bcd 144.73 cd
Perendaman dalam B. subtilis 11/C 124.45 a 29.59 d 154.05 abcd
Matriconditioning + bakterisida 116.61 ab 28.73 d 143.42 d
Matriconditioning + P. diminuta A6 103.66 c 51.31 a 154.94 abc
Matriconditioning + P. aeruginosa
A54
122.68 a 29.15 d 151.91 bcd
Matriconditioning + B. subtilis 5/B 118.24 ab 28.25 d 146.49 bcd
Matriconditioning + B. subtilis 11/C 115.63 ab 32.02 cd 147.61 bcd Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
Persentase gabah bernas per malai tertinggi dihasilkan pada perlakuan
matriconditioning + P. aeruginosa A54 (80.27%) berbeda nyata dengan perlakuan
kontrol positif dan kontrol negatif serta perlakuan perendaman benih dengan
bakterisida. Persentase gabah bernas terendah dihasilkan perlakuan perendaman
dalam P. diminuta A6 (65.76%) dan matriconditioning + P. diminuta A6
(64.76%). Persentase gabah hampa per malai terendah dihasilkan perlakuan
matriconditioning + P. aeruginosa A54 (19.73%) dan matriconditioning + B.
subtilis 11/C (20.20%), sedangkan persentase gabah hampa tertinggi dihasilkan
perlakuan perendaman benih dalam P. diminuta A6 (34.23%) dan matricon-
ditioning + P. diminuta A6 (35.24%).
Tabel 19 Pengaruh perlakuan benih terhadap persentase gabah bernas dan hampa
per malai tanaman padi di rumah kaca
Perlakuan benih Gabah bernas
(%)
Gabah hampa
(%)
Tanpa inokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 75.50 abcd 24.59 bc Diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 72.07 d 27.92 b
63
Perendaman dalam bakterisida 72.74 cd 27.25 b Perendaman dalam P. diminuta A6 65.76 e 34.23 a Perendaman dalam P. aeruginosa A54 77.38 abcd 22.61 bc Perendaman dalam B. subtilis 5/B 74.52 bcd 25.47 bc Perendaman dalam B. subtilis 11/C 79.79 ab 20.20 c Matriconditioning + bakterisida 77.91 abc 22.17 bc Matriconditioning + P. diminuta A6 64.76 e 35.24 a Matriconditioning + P. aeruginosa A54 80.27 a 19.73 c Matriconditioning + B. subtilis 5/B 79.45 ab 20.54 c Matriconditioning + B. subtilis 11/C 77.33 abcd 22.66 bc
Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
Jumlah gabah bernas, jumlah gabah hampa, total gabah, persentase gabah
bernas, dan persentase gabah hampa per rumpun
Hampir semua perlakuan benih tidak berbeda nyata dalam menghasilkan
jumlah bulir bernas per rumpun, kecuali pada perlakuan benih perendaman dalam
P. diminuta A6 (1694,7 butir/rumpun) dan matriconditioning + P. diminuta A6
(1676.5 butir/rumpun) yang menghasilkan jumlah butir bernas terendah (Tabel
20).
Jumlah gabah hampa terendah dihasikan perlakuan matriconditioning +
bakterisida (495.67 butir/rumpun) dan jumlah gabah hampa tertinggi dihasilkan
perlakuan matriconditioning + P. diminuta A6 (848.67 butir/rumpun). Jumlah
total gabah per rumpun tertinggi dihasilkan perlakuan kontrol positif (2845.7
butir/rumpun) tidak berbeda nyata dengan kontrol negatif (2788.1 butit/rumpun)
dan jumlah total gabah per rumpun terendah dihasilkan perlakuan perendaman
benih dalam P. diminuta A6 yaitu 2515.2 butir/per rumpun.
Tabel 20 Pengaruh perlakuan benih terhadap jumlah gabah bernas, jumlah gabah
hampa, dan total gabah per rumpun
Perlakuan benih Jumlah gabah
bernas hampa total Tanpa inokulasi Xoo, tanpa perlakuan
benih 2132.0 a 656.07 cdef 2788.1 ab
Diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 2076.1 a 769.60 abc 2845.7 a Perendaman dalam bakterisida 2023.5 a 748.73 abcd 2772.1 abc Perendaman dalam P. diminuta A6 1694.7 b 820.53 ab 2515.2 c Perendaman dalam P. aeruginosa A54 2154.0 a 555.40 efg 2709.5 abc Perendaman dalam B. subtilis 5/B 2110.9 a 682.93 bcde 2793.8 ab
64
Perendaman dalam B. subtilis 11/C 2175.9 a 523.60 fg 2699.5 bc Matriconditioning + bakterisida 2052.2 a 495.67 g 2547.9 bc Matriconditioning + P. diminuta A6 1676.5 b 848.67 a 2525.2 bc Matriconditioning + P. aeruginosa
A54 2225.4 a 535.33 efg 2760.7 abc
Matriconditioning + B. subtilis 5/B 2218.1 a 533.87 efg 2752.0 abc Matriconditioning + B. subtilis 11/C 2149.2 a 601.00 defg 2750 abc
Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
Persentase gabah bernas per rumpun tertinggi didapat pada perlakuan
matriconditioning + P. aeurignosa A54 (81.01%), matriconditiong + B. subtilis
5/B (80.83%), perendaman dalam B. subtilis 11/C (80.59%), dan perendaman
dalam P. aeruginosa A54 (79.56%), keempat perlakuan tersebut tidak berbeda
nyata. Persentase gabah bernas terendah didapat pada perlakuan
matriconditioning + P. diminuta A6 (67.05%). Sebaliknya persentase gabah
hampa terendah didapat pada perlakuan perendaman dalam B. subtilis 11/C
(19.14%), matriconditiong + B. subtilis 5/B (19.17%), perendaman dalam isolat
A54 (20.43%), matriconditioning + P. aeruginosa A54 (18.99%), dan
matriconditioning + bakterisida (20.79%). Persentase gabah hampa tertinggi
didapat pada perlakuan matriconditioning + P. diminuta A6 (32.95%).
Semua perlakuan benih tidak mampu meningkatkan berat gabah total per
rumpun dan berat gabah bernas per rumpun. Bahkan pada perlakuan perendaman
benih dalam P. diminuta A6 dan matriconditioning + P. diminuta A6 berat total
gabah dan berat gabah bernas per rumpun terendah (Tabel 22).
Tabel 21 Pengaruh perlakuan benih terhadap persentase gabah isi dan hampa per
rumpun padi
Perlakuan benih Gabah bernas
(%)
Gabah hampa
(%)
Tanpa inokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 76.60 abc 23.39 dce
Diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 73.50 bc 26.49 cd
Perendaman dalam bakterisida 72.49 cd 27.51 bc
Perendaman dalam P. diminuta A6 67.53 de 32.46 ab
Perendaman dalam P. aeruginosa A54 79.56 a 20.43 e
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 75.72 abc 24.28 cde
Perendaman dalam B. subtilis 11/C 80.59 a 19.14 e
Matriconditioning + bakterisida 79. 21 a 20.79 e
Matriconditioning + P. diminuta A6 67.05 e 32.95 a
65
Matriconditioning + P. aeruginosa A54 81.01 a 18.99 e
Matriconditioning + B. subtilis 5/B 80.83 a 19.17 e
Matriconditioning + B. subtilis 11/C 78.31 ab 21.69 de Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
Tabel 22 Pengaruh perlakuan benih terhadap berat total gabah dan berat gabah
isi per rumpun padi
Perlakuan Benih Berat gabah
total (g)
Berat gabah
isi (g)
Tanpa inokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 51.19 a 48.30 a
Diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 49.37 a 46.24 a
Perendaman dalam bakterisida 47.44 a 44.35 a
Perendaman dalam P. diminuta A6 40.27 b 37.19 b
Perendaman dalam P. aeruginosa A54 47.26 a 44.02 a
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 51.47 a 48.59 a
Perendaman dalam B. subtilis 11/C 51.88 a 49.41 a
Matriconditioning + bakterisida 51.00 a 48.72 a
Matriconditioning + P. diminuta A6 39.99 b 36.76 b
Matriconditioning + P. aeruginosa A54 52.33 a 49.84 a
Matriconditioning + B. subtilis 5/B 51.56 a 49.03 a
Matriconditioning + B. subtilis 11/C 51.81 a 49.10 a Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
Pengaruh Perlakuan Benih terhadap Mutu Fisiologis Benih
Padi yang Dihasilkan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan benih tidak mampu
meningkatkan mutu fisiologis benih. Mutu fisiologis pada semua perlakuan
memiliki mutu yang tinggi dilihat dari semua peubah yang diamati (Tabel 23 dan
24). Mutu fisiologis yang dihasilkan sangat tinggi, hal ini ditunjukkan rata-rata
daya berkecambah berkisar antara 94.67- 99.33% sedangkan persyaratan daya
berkecambah benih padi yang dapat diedarkan di Indonesia minimal 80%.
Tabel 23 Pengaruh perlakuan benih terhadap potensi tumbuh maksimum (PTM),
daya berkecambah (DB), dan berat kering kecambah normal (BKKN)
Perlakuan Benih PTM (%) DB (%) BKKN (g)
Tanpa inokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 98.67 a 98.67 a 0.90 a
Diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 97.33 a 97.33 a 0.79 a
Perendaman dalam bakterisida 96.67 a 95.33 a 0.78 a
Perendaman dalam P. diminuta A6 98.67 a 97.33 a 0.70 a
66
Perendaman dalam P. aeruginosa A54 96.67 a 96.67 a 0.77 a
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 98.00 a 96.67 a 0.68 a
Perendaman dalam B. subtilis 11/C 96.67 a 96.67 a 0.87 a
Matriconditioning + bakterisida 99.33 a 99.33 a 0.79 a
Matriconditioning + P. diminuta A6 98.00 a 98.00 a 0.76 a
Matriconditioning + P. aeruginosa A54 98.67 a 98.67 a 0.83 a
Matriconditioning + B. subtilis 5/B 96.67 a 94.67 a 0.81 a
Matriconditioning + B. subtilis 11/C 99.33 a 98.67 a 0.90 a
Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
Tabel 24 Pengaruh perlakuan benih terhadap indeks vigor (IV), kecepatan
tumbuh (KCT), dan T50 benih
Perlakuan Benih IV (%) KCT(%/etmal) T50
Tanpa inokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 65.33 a 18.91 a 4.62 a
Diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 73.33 a 18.98 a 4.64 a
Perendaman dalam bakterisida 76.67 a 18.67 a 4.65 a
Perendaman dalam P. diminuta A6 82.00 a 18.74 a 4.60 a
Perendaman dalam P. aeruginosa A54 80.00 a 18.18 a 4.72 a
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 76.00 a 19.07 a 4.58 a
Perendaman dalam B. subtilis 11/C 71.33 a 19.27 a 4.56 a
Matriconditioning + bakterisida 79.33 a 18.80 a 4.58 a
Matriconditioning + P. diminuta A6 74.67 a 18.50 a 4.75 a
Matriconditioning + P. aeruginosa A54 76.67 a 18.79 a 4.63 a
Matriconditioning + B. subtilis 5/B 84.00 a 18.85 a 4.57 a
Matriconditioning + B. subtilis 11/C 82.00 a 18.86 a 4.56 a
Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata
menurut uji BNT pada α = 5%.
Pengaruh Perlakuan Benih terhadap Serangan Penyakit HDB
dan Mutu Patologis Benih Hasil Panen
Serangan HDB
Tabel 25 menunjukkkan bahwa pada peubah serangan HDB, berdasarkan
luas daun terinfeksi, serangan terendah didapat pada perlakuan benih yang
direndam dengan agens hayati isolat P. diminuta A6 (15.45%) dan tidak berbeda
nyata dengan perlakuan benih matriconditioning + P. diminuta A6 (15.94%) dan
kontrol negatif (16.13%). Serangan tertinggi didapat pada perlakuan kontrol
positif (29.93%), tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan perendaman benih
dalam B. subtilis 5/B dan 11/C, matriconditioning + bakterisida, matricon-
ditioning + P. aeruginosa A54, dan matriconditioning + B. subtilis 5/B. Ber-
dasarkan peubah respon ketahanan tanaman terhadap penyakit, semua perlakuan
benih memberikan respon rentan terhadap HDB.
67
Tabel 25 Pengaruh perlakuan benih terhadap serangan penyakit HDB per
rumpun tanaman padi di rumah kaca
Perlakuan Benih Luas daun
terinfeksi (%)
Respon tanaman
Tanpa inokulasi Xoo, tanpa perlakuan
benih
16.13 d Rentan
Diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 29.93 a Rentan
Perendaman dalam bakterisida 18.43 cd Rentan
Perendaman dalam P. diminuta A6 15.45 d Rentan
Perendaman dalam P. aeruginosa A54 21.65 bcd Rentan
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 25.67 abc Rentan
Perendaman dalam B. subtilis 11/C 25.51 abc Rentan
Matriconditioning + bakterisida 24.00 abc Rentan
Matriconditioning + P. diminuta A6 15.94 d Rentan
Matriconditioning + P. aeruginosa A54 27.93 ab Rentan
Matriconditioning + B. subtilis 5/B 24.73 abc Rentan
Matriconditioning + B. subtilis 11/C 19.55 cd Rentan Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
Mutu Patologis Benih
Agens hayati yang diperlakukan pada benih pada percobaan ini mampu
menekan pertumbuhan Xoo. Pada Tabel 26 dapat dilihat bahwa hanya perlakuan
perendaman dalam P. diminuta A6 (22.0 x 104
cfu/ml) yang memiliki jumlah
koloni yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol positif.
Koloni Xoo tidak ditemukan pada perlakuan perendaman dalam B. subtilis 5/B
(0 x 104
cfu/ml), matriconditioning + B. subtilis 11/C (0 x 104 cfu/ml), dan tidak
berbeda nyata dengan perlakuan perendaman benih dalam bakterisida (2.3 x 104
cfu/ml).
Tabel 26 Pengaruh perlakuan benih terhadap jumlah koloni Xoo di dalam benih
padi hasil panen di rumah kaca
Perlakuan benih Jumlah koloni
bakteri
(cfu/ml)*
Relatif terhadap
kontrol negatif
(100%)
Tanpa inokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 11.0 x 104 bc 100**
Diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 17.7 x 104
ab 161
Perendaman dalam bakterisida 2.3 x 104
d 21
Perendaman dalam P. diminuta A6 22.0 x 104 a 200
Perendaman dalam P. aeruginosa A54 6.0 x 104 cd 54.5
68
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 0 x 104 d 0
Perendaman dalam B. subtilis 11/C 5.7 x 104
cd 52
Matriconditioning + bakterisida 11.7 x 104 cd 106
Matriconditioning + P. diminuta A6 4.0 x 104 cd 36.4
Matriconditioning + P. aeruginosa A54 4.7 x 104
cd 42.7
Matriconditioning + B. subtilis 5/B 4.0 x 104 cd 36.4
Matriconditioning + B. subtilis 11/C 0 x 104 d 0
Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%. *Diekstrak dari 400 butir benih padi. ** Nilai relatif (NR)
dihitung dengan rumus, NR = (x/y)*100%, x adalah nilai pengamatan pada perlakuan
benih tertentu dan y adalah nilai pengamatan pada benih yang tidak diinokulasi Xoo
dan tanpa perlakuan benih.
Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan benih dengan agens hayati
mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil panen, serta menurunkan
serangan HDB pada tanaman padi. Peningkatan pertumbuhan tanaman padi yang
disebabkan perlakuan benih dengan agens hayati dapat dilihat pada beberapa
peubah yang diamati seperti tinggi tanaman, jumlah anakan, panjang akar, bobot
basah akar, bobot kering akar, bobot basah dan bobot kering berangkasan.
Peningkatan jumlah gabah bernas/malai, jumlah gabah /malai, persentase gabah
bernas/malai, dan persentase gabah bernas/rumpun merupakan indikasi
peningkatan hasil. Sementara penurunan penurunan serangan penyakit
merupakan indikasi kemampuan agens hayati menghambat pertumbuhan Xoo.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilaporkan dilaporkan oleh
(Kazempour 2004; Vidhyasekaran et al. 2001; Nandakumar et al. 2001), bahwa
agens hayati dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman, hasil panen, dan
mengurangi serangan HDB pada tanaman padi.
Perlakuan benih dengan agens hayati baik dari kelompok Bacillus spp.
maupun dari kelompok Pseudomonas spp. memiliki kemampuan yang sama
dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil panen tanaman berdasarkan peubah-
peubah yang diamati (Tabel 14-24). Akan tetapi pada peubah serangan penyakit
P. diminuta A6 memiliki kemampuan menurunkan persentase luas infeksi pada
daun lebih baik dibandingkan P. aeruginosa A54 maupun B. subtilis 5/B dan B.
subtilis 11/C (Tabel 25).
69
Agens hayati dari kelompok Bacillus spp. dan Pseudomonas spp.
merupakan dua kelompok bakteri yang memiliki kemampuan memacu
pertumbuhan dan peningkatan hasil pada tanaman padi (Nandakumar et al. 2004,
Ashrafuzzaman et al. 2009). Agens hayati dari kelompok Pseudomonas spp dapat
mengendalikan Xoo karena memiliki kemampuan menginduksi ketahanan
sistemik tanaman padi (Vidhyasekaran et al. 2001) dan Velusamy et al. (2006)
melaporkan 2.4 diacetylphloroglucinol yang diproduksi oleh Pseudomonas spp
dapat menghambat pertumbuhan Xoo yang menyebabkan penyakit HDB pada
tanaman padi. Kemampuan agens hayati meningkatkan pertumbuhan dan hasil
tanaman, sangat erat kaitannya dengan kemampuan agens hayati dalam
mensintesis hormon tumbuh seperti asam indol asetat, asam indol butirat, dan
asam giberellin (Silva et al. 2004; Teixeira et al. 2007; Van Loon 2007),
memfiksasi N (Park et al. 2005; Van Loon 2007), melarutkan P (Faccini et al.
2004 dan Rao, 2007; Van Loon 2007). Kemampuan agens hayati mengendalikan
patogen berhubungan dengan kemampuan bakteri dalam memproduksi siderofor,
HCN, senyawa antibiotik, dan enzim yang menginduksi ketahanan sistemik pada
tanaman (Siddiqui 2005; Van Loon 2007).
Pada penelitian ini semua perlakuan benih tidak berpengaruh terhadap mutu
fisiologis benih. Pada Tabel 23-24, menunjukkan tidak ada pengaruh perlakuan
pada semua peubah mutu fisiologis benih yang diamati yaitu daya berkecambah,
indeks vigor, potensi tumbuh maksimum, kecepatan tumbuh, T50, dan berat kering
kecambah normal. Pada penelitian ini benih dipanen saat telah mencapai masak
fisiologis. Menurut Copeland & McDonald (1995), saat benih masak fisiologis
(physiological maturity) akan mencapai bobot kering maksimum, dan menurut
Ilyas (2001) mutu benih akan mencapai maksimum pada saat masak fisiologis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan benih dengan agens hayati
memberikan pengaruh nyata terhadap penurunan serangan HDB per rumpun.
Persentase luas infeksi daun tertinggi terjadi pada perlakuan kontrol positif
(29.93%) dan terendah pada perlakuan dengan isolat P. diminuta A6 dengan dan
tanpa matriconditioning yaitu 15.45% dan 15.94% (Tabel 25). Lebih rendahnya
persentase luas infeksi daun pada perlakuan dengan isolat P. diminuta, diduga
berhubungan erat dengan kemampuan agens hayati menghasilkan siderofor dan
70
memproduksi HCN. Penelitian terdahulu (dalam disertasi ini) menghasilkan
bahwa isolat P. diminuta A6 memproduksi HCN dan siderofor. Siddiqui (2005)
menyatakan bahwa Pseudomonas yang memproduksi siderofor dan HCN lebih
efektif menekan patogen dan meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Perlakuan benih dengan matriconditioning mampu meningkatkan
pertumbuhan, hasil panen, dan menekan serangan penyakit, walaupun belum
pada semua peubah yang diamati. Pada peubah jumlah anakan pada minggu ke-8
MST, perlakuan matriconditioning + B. subtilis 5/B dan B. subtilis 11/C dapat
meningkatkan secara nyata jumlah anakan 20.47/rumpun dibandingkan kontrol
positif yaitu 18.87/rumpun (Tabel 15). Bobot basah akar meningkat secara nyata
pada perlakuan matriconditioning + B. subtilis 5/B yaitu 88.98 g dibanding
kontrol positif 51.20 gram (Tabel 16). Bobot kering akar meningkat secara nyata
pada perlakuan matriconditioning + B. subtilis 11/C yaitu 28.62 g dibanding
kontrol positif 16.13 g (Tabel 16). Pada Tabel 17, semua perlakuan matricon-
ditoning + agens hayati secara nyata meningkatkan bobot basah dan bobot kering
brangkasan.
Pada komponen hasil panen benih, perlakuan perendaman dalam isolat B.
subtilis 11/C dan matriconditioning + P. diminuta A54 menghasilkan jumlah
gabah bernas/malai tertinggi masing-masing 124.45 dan 122.68 butir/malai dan
berbeda nyata dengan kontrol 110.04 butir/malai (Tabel 18) dan perlakuan
matriconditioning + P. aeruginosa A54 juga menghasilkan persentase gabah
bernas/malai tertinggi yaitu 80.27%/malai (Tabel 19). Pada Tabel 21, perlakuan
matriconditioning + P.aeruginosa dan matriconditioning + B.subtilis 5/B
menghasilkan persentase gabah bernas/rumpun tertinggi (81.01% dan 80.83%)
dan berbeda nyata dengan kontrol positif yang hanya 73.50% per/rumpun.
Perlakuan dengan matriconditioning juga dapat menurunkan serangan
penyakit per rumpun dan menurunkan koloni bakteri di dalam benih hasil panen.
Perlakuan matriconditioning + P. diminuta A6 dan matriconditioning + B. subtilis
11/C menyebabkan serangan penyakit yang lebih rendah dari perlakuan lainnya.
Persentase luas daun terinfeksi pada kedua perlakuan tersebut masing-masing
15.94%/rumpun dan 19.55%/rumpun. Sedangkan pada peubah jumlah koloni
terbentuk dari hasil pengujian dengan metode grinding pada benih hasil panen,
71
secara umum perlakuan benih dengan matriconditioning menghasilkan jumlah
koloni yang lebih rendah dibandingkan kontrol dan tanpa matriconditioning
(Tabel 26). Rangarajan et al. (2003), melaporkan bahwa Pseudomonas spp. dapat
menekan penyakit HDB pada tanaman padi. Senyawa HCN (Fuente et al. 2004)
dan 2.4 diacetylphloroglucinol (Velusamy et al. 2006) merupakan metabolit
sekunder yang dihasilkan oleh bakteri Pseudomonas spp. dan bersifat
antimikroba. Awais et al. (2007) menyatakan beberapa jenis antibiotik diproduksi
oleh spesies Bacillus antara lain bacitracin, polymyxin, gramicidin, tyrocidine,
subtilin, dan bacilysin.
Beberapa peneliti melaporkan bahwa perlakuan benih dengan
matriconditioning dapat mempercepat waktu munculnya kecambah di lapang pada
wortel (Khan et al. 1992), cabe (Ilyas 1994), memperbaiki kemampuan benih cabe
mengurangi stress temperatur (Ilyas 2006a), dan memperbaiki viabilitas dan vigor
benih kacang panjang (Ilyas 2006b). Budiman (2009) melaporkan terjadinya
peningkatan tinggi tanaman, jumlah anakan pada tanaman padi yang benihnya
diperlakukan matriconditioning yang diperkaya dengan Pseudomonas diminuta.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perlakuan benih
dengan agens hayati dengan dan tanpa matriconditioning dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman berdasarkan peubah yang diamati seperti tinggi tanaman,
jumlah anakan, panjang akar, bobot basah akar, bobot kering akar, bobot basah
dan bobot kering brangkasan. Semua perlakuan benih tidak berpengaruh terhadap
mutu fisiologis benih benih yang dihasilkan.
Pada komponen hasil panen benih, perlakuan perendaman benih dalam
isolat B. subtilis 11/C dan matriconditioning + P. aeruginosa A54 menghasilkan
jumlah gabah bernas/malai tertinggi yaitu 124.45 dan 122.68 butir/malai dan
72
perlakuan matriconditioning + P. aeruginosa A54 menghasilkan persentase
gabah bernas/malai tertinggi (80.27%/malai). Perlakuan matriconditioning + P.
aeruginosa A54, matriconditioning + B. subtilis 5/B, dan perendaman dalam B.
subtilis 11/C menghasilkan persentase gabah bernas/rumpun tertinggi masing-
masing 81.01%; 80.83% dan 80.59%.
Perlakuan matriconditioning + P. diminuta A6 dan matriconditioning + B.
subtilis 11/C dapat menurunkan serangan penyakit yang lebih rendah dari
perlakuan lainnya dengan persentase luas infeksi pada daun 15.94%/rumpun dan
19.55%/rumpun. Perlakuan benih dengan agens hayati (perendam benih dalam P.
aeruginosa A54, B. subtilis 5/B, dan B. subtilis 11/C serta matriconditioning + P.
diminuta A6, P. aeruginosa, B. subtilis 5/B, dan B. subtilis 11/C) mampu
menurunkan jumlah koloni Xoo yang terbentuk pada benih hasil panen dan
perlakuan benih dengan matriconditioning menghasilkan jumlah koloni yang
lebih rendah dibandingkan kontrol dan tanpa matriconditioning.
Berdasarkan hasil penelitian, agens hayati B. sutilis 5/B dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil panen dan agens hayati P.
diminuta A6 dapat menurunkan serangan HDB lebih baik dibandingkan agens
hayati lainnya, maka kedua agens hayati tersebut digunakan pada percobaan
selanjutnya (Percobaan 4) di rumah kaca.
PENGARUH PERLAKUAN BENIH DENGAN AGENS HAYATI
TERHADAP PENINGKATAN PERTUMBUHAN TANAMAN,
HASIL DAN MUTU BENIH PADI, PENGURANGAN
PENGGUNAAN PUPUK P, DAN PENURUNAN
SERANGAN HDB DI RUMAH KACA
ABSTRAK
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi dan Rumah Kaca
Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor,
serta di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan
Hortikultura IPB, Bogor dari bulan Januari sampai dengan Juni 2010. Tujuan
penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh perlakuan benih terhadap
pertumbuhan, mutu benih, penggunaan pupuk P, tingkat serangan HDB, dan
produksi padi di rumah kaca. Benih padi varietas Ciherang yang diinokulasi
buatan dengan Xanthomonas oryzae pv, oryzae (Xoo) digunakan sebagai bahan
percobaan. Percobaan dilakukan dalam rancangan petak terbagi dengan tiga
ulangan. Dosis pupuk P sebagai petak utama (tanpa pupuk P; 50 kg ha-1
, dan 100
kg ha-1
). Anak petak adalah: (1) kontrol negatif; (2) kontrol positif; (3)
perendaman dalam isolat P. diminuta A6; (4) perendaman dalam isolat B. subtilis
5/B; (5) perendaman dalam isolat P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B; (6) perlakuan
benih dengan matriconditioning + P. diminuta A6; (7) perlakuan benih dengan
matriconditioning + B. subtilis 5/B, dan (8) perlakuan benih dengan matricondi-
tioning + P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perlakuan benih dengan agens hayati P. diminuta A6 saja, perlakuan benih
dengan P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B, dan perlakua tanpa matriconditioning
merupakan perlakuan benih terbaik untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil
panen padi. Perlakuan matriconditioning + P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B
merupakan perlakuan terbaik untuk meningkatkan daya berkecambah benih.
Perlakuan perendaman benih dalam suspensi B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6 +
B. subtilis 5/B menurunkan penggunaan pupuk P, berdasarkan peubah hasil panen
(jumlah gabah bernas, jumlah gabah total, persentase gabah bernas baik per malai
maupun per rumpun, dan berat 1000 butir gabah. Hasil terbaik pada kedua
perlakuan tersebut didapat pada pemberian dosis pupuk P 50 kg ha-1
. Perlakuan
matriconditioning + P. diminuta A6 dan perendaman benih dalam suspensi P.
diminuta A6 dapat menurunkan jumlah koloni Xoo pada benih hasil panen.
Intensitas HDB terendah terjadi pada perlakuan kontrol negatif (51.37%),
perendaman dalam suspensi P. diminuta A6 (55.40%), perendaman dalam
suspensi B. subtilis 5/B (58.47%), dan perendaman dalam suspensi campuran P.
diminuta A6+ B. subtilis 5/B (59.26%).
Kata kunci: biopriming, matriconditoning, rizobakteri, viabilitas dan vigor benih.
EFFECT OF SEED TREATMENT WITH BIOLOGICAL AGENTS ON
RICE PLANT GROWTH, YIELD AND QUALITY OF SEED,
REDUCTION IN P FERTILIZER UTILIZATION, AND REDUCTION
IN BACTERIAL BLIGHT INTENSITY IN THE GLASSHOUSE
ABSTRACT
Research was conducted in the Bacteriology Laboratory and in a
Glasshouse of the Indonesian Center for Agricultural Biotechnology and Genetic
Resources Research and Development, Bogor, and in the Laboratory of Seed
Science and Technology, Department of Agronomy and Horticulture, Bogor
Agriculture University, Bogor, Indonesia from January to June 2010. The research
objective was to determine the effect of seed treatment on growth, seed quality, P
fertilizer utilization, HDB intensity, and rice production in the glasshouse. The
glasshouse experiment was conducted in a split plot design with three replications.
Seeds of rice variety Ciherang artificially inoculated with Xanthomonas oryzae
pv. oryzae (Xoo) were used in the trial. The main plots were rates of P fertilizer
utilizations (no fertilizer P; 50 kg ha-1
, and 100 kg ha-1
), and the subplots were: (1)
negative control; (2) positive control; (3) rice seed immersion in P. diminuta A6
suspension; (4) rice seed immersion in B. subtilis 5/B suspension; (5) rice seed
immersion in P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B suspension; (6) seed treatment with
matriconditioning + seed treatment with P. diminuta A6, (7) seed treatment with
matriconditioning + B. subtilis 5/B, and (8) seed treatment with matriconditioning
+ P. diminuta A6 + B. subtilis 5 / B. The results showed that seed treatment with
biological agents P. diminuta A6 course, seed treatment with P. diminuta A6 + B.
subtilis 5/B, and tratment without matriconditioning were the best seed treatment
to improve plant growth and harvest yield of rice. Treatment with
matriconditioning + P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B was the best treatment to
enhance seed germination. Treatment by soaking the seeds in B. subtilis 5/B
suspension and P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B suspension decrease the use of P
fertilizer, based on the variable yields (number of pithy grain, total number of
grain, percentage of pithy grain either per panicle and per hill, and the weight of
1000 grains. The best seed yields obtained in both treatments was at the rate of P
fertilizer 50 kg ha-1
. Treatment with matriconditioning + P. diminuta A6 and
soaking the seeds in P. diminuta A6 suspension can reduce the number of Xoo
colonies on the seed crop. The intensity of the HDB lowest occurred in the
negative control treatment (51.37%), seed immersion in P. diminuta A6
suspension (55.40%), seed immersion in B. subtilis 5/B suspension (58.47%), and
seed immersion in a suspension mixture of P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B
(59.26%).
Key words: biopriming, matriconditoning, rhizobacteria, seed viability and vigor.
Pendahuluan
Produktivitas padi di Indonesia masih rendah. Menurut Badan Pusat
Statistik (2010), rata-rata produksi padi adalah 5.03 ton ha-1
sementara menurut
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2009) potensi produksi padi dari semua
varietas unggul yang dilepas di Indonesia berkisar antara 5.0- 9.3 ton ha-1
.
Serangan penyakit HDB dan defisiensi hara fosfat merupakan penyebab
rendahnya produktivitas tersebut. Beberapa peneliti melaporkan bahwa serangan
HDB yang disebabkan oleh Xoo dapat menurunkan produksi sampai 50% (Vikal
et al. 2007). Di Indonseia, penurunan hasil dapat mencapai 60% (Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi 2010) dan sebelumnya Direktorat Perlindungan
Tanaman Pangan (2007) menyatakan bahwa pada tahun 2006 serangan penyakit
hawar daun bakteri mencapai 14% dari 512.000 hektar sawah yang diserang oleh
organisme pengganggu tanaman di Indonesia.
Defisiensi hara fosfat (P) adalah salah satu kendala lagi dalam sistem
produksi tanaman padi. Defisiensi ini terdapat luas pada hampir semua ekosistem
pertanaman padi (Syarif 2005). Berdasarkan laporan beberapa penelitian
menunjukkan bahwa efisiensi pemupukan P pada tanaman sangat rendah.
Menurut De Datta (1981) efisiensi pemupukan P pada tanaman padi hanya 10%
dan 10-30% (Prihartini 2009). Rendahnya efisiensi pemupukan tersebut
merupakan masalah klasik dalam pemupukan P yaitu adanya proses pengikatan
atau fiksasi P yang cukup tinggi oleh tanah terhadap pupuk yang diberikan. Pada
tanah yang bersifat basa (pH tinggi), fiksasi P dilakukan oleh kalsium (Ca) dan
terbentuk ikatan Ca-P yang bersifat sukar larut, sehingga bentuk P ini sukar atau
bahkan tidak tersedia bagi tanaman. Pada tanah yang bersifat masam (pH
rendah), fiksasi P dilakukan oleh besi (Fe) atau aluminium (Al) dan terbentuk
ikatan Fe-P atau Al-P yang juga sukar larut dan tidak tersedia bagi tanaman
(Tisdale et al. 1981; Prihartini 2009).
Berbagai macam upaya perlu dilakukan untuk meningkatkan produksi padi.
Salah satu upaya yang sekarang banyak dilakukan adalah dengan memafaatkan
agens hayati yang diperlakukan melalui benih. Menurut Blomberg & Lugtenberg
(2001), salah satu pengaruh agens hayati adalah dapat menstimulasi
76
pertumbuhan. Kemampuan meningkatkan pertumbuhan tersebut disebabkan agens
hayati dapat melarutkan fosfat yang tidak tersedia dalam tanah menjadi tersedia,
menghasilkan hormon tumbuh seperti asam indol aseat, dan memproduksi
siderofor (Rodriquez & Fraga 1999; Jha et al. 2009).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa agens hayati dapat meningkatkan
bobot kering biomassa tanaman tomat dan okra (Adesemoye et al. 2008),
meningkatkan panjang akar dan tinggi tanaman (Egamberdiyeva 2008),
meningkatkan biomassa tanaman jagung (Hameeda et al. 2008), meningkatkan
panjang akar dan bobot kering tanaman mint (Kaymak et al. 2008). Trivedi et al.
(2007) melaporkan bakteri dari spesies Bacilus megatarium, B. subtilis, dan
Pseudomonas corrugata dapat meningkatkan penampilan tanaman padi karena
memperbaiki penyerapan pupuk fosfat dan meningkatkan hasil gabah. Kedua
percobaan dilakukan di rumah kaca dan di lapangan. Mehrvarz & Chaichi (2008)
melaporkan kenaikan level fosfat pada daun dan peningkatan kualitas biji barley
setelah benih diinokulasi dengan Pseudomonas putida dan mikoriza.
Selain mampu meningkatkan pertumbuhan, rizobakteri juga mampu
mengendalikan serangan penyakit. Pada tanaman cabai agaens hayati dari
kelompok Bacillus spp. seperti B. megatarium, B. subtilis, B. stearothermo-
phillus, dan B. brevis dan agens hayati dari kelompok Pseudomonas spp. seperti
P. aeruginosa dan P. putida dapat mengendalikan penyakit busuk Phytophthora
(Syamsudin 2010), agens hayati B. polymixa BG25, P. fluorescens PG01, dan
S.liquefaciens SG01 mampu mengadlikan patogen Colletotrichum capsici
penyebab penyakit antraknosa (Sutariati 2006). Pada tanaman padi, Pseudomonas
fluorescens Pf1 mampu menginduksi ketahanan sistemik pada tanaman padi
sehingga dapat mengendalikan Xoo (Vidhyasekaran et al. 2001), sedangkan Ji et
al. (2008) melaporkan Lysobacter antibioticus juga mampu mengendalikan Xoo.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perlakuan benih
terhadap pertumbuhan tanaman, hasil panen, mutu fisiologis dan mutu patologis
benih, pemberian pupuk P, serta tingkat serangan HDB di rumah kaca.
77
Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca dan Laboratorium
Bakteriologi Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian di Bogot, serta di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen
Agronomi dan Hortikultura IPB. Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari
sampai dengan Juni 2010.
Penyiapan Benih Padi Terinfeksi Xoo dan Agens Hayati
Benih padi yang digunakan dalam percobaan ini adalah benih padi
varietas Ciherang diinfeksikan Xoo. Isolat Xoo yang digunakan pada percobaan
ini adalah Xoo ras 4 asal Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi. Benih
padi terinfeksi Xoo dibuat dengan cara merendam benih dalam suspensi Xoo
dengan kerapatan 4.5 x 108 sel
/ml skala IV McFarland 4 (Kiraly et al.1994).
Suspensi Xoo dibuat dengan cara menumbuhkan bakteri dalam media padat PSA
selama 48 jam. Benih padi direndam selama 24 jam dan dikeringanginkan di
dalam laboratorium pada suhu ruangan selama 12 jam.
Agens hayati yang digunakan adalah isolat P. diminuta A6, P. aeruginosa
A54, B. subtilis 5/B dan B. subtilis 11/C. Isolat P. diminuta A6 dan P. aeruginosa
A54 dibiakkan pada medium King‟S B sedangkan isolat B. subtilis 5/B dan B.
subtilis 11/C dibiakkan pada medium NA, masing-masing selama 48 jam.
Suspensi agens hayati diencerkan hingga mencapai kerapatan 4.5 x 108 sel/ml.
Pembuatan Perlakuan Benih Padi
Perlakuan benih yang diuji terdiri atas (1) Benih padi yang tidak
diinokulasi Xoo dan tanpa perlakuan benih (kontrol negatif); (2) Benih diinfeksi
Xoo dan tanpa perlakuan benih (kontrol positif); (3) Benih diinfeksi Xoo dan
direndam isolat P. diminuta A6; (4) Benih diinfeksi Xoo dan direndam isolat B.
subtilis 5/B; (5) Benih diinfeksi Xoo direndam dalam campuran P. diminuta A6 +
B. subtilis 5/B; (6) Matriconditioning + P. diminuta A6; (7) Matriconditioning +
B. subtilis 5/B; (8) Maticonditioning + P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B.
78
Bubuk arang sekam yang telah dihaluskan (lolos saringan 32 mesh) dan
disterilisasi dalam oven dengan suhu 100 0C selama 24 jam digunakan untuk
perlakuan matriconditioning. Perlakuan matriconditioning dilakukan dengan
perbandingan antara benih : bubuk arang sekam : larutan pelembab (suspensi
agens hayati) = 1.0 : 0.8 : 1.2 (Ilyas et al. 2007). Perlakuan ini dilakukan dengan
cara melembabkan 25 g benih padi terinfeksi Xoo dengan suspensi agens hayati
(30 ml) di dalam botol transparan ukuran 300 ml (diameter = 7.14 cm, tinggi = 7.5
cm), menambahkan bubuk arang sekam (20 g/botol) ke dalam botol, mencampur
benih dan arang sekam hingga benihnya terlapisi secara merata, dan menutup
botol dengan plastik. Benih yang diberi perlakuan matriconditioning diaduk setiap
12 jam dan matriconditioning dilakukan selama 30 jam dalam ruangan ber-AC
dengan suhu 25 0C.
Rancangan Percobaan
Percobaan ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design).
Petak utama adalah 3 taraf dosis pupuk P terdiri atas (1) P1 kontrol (tanpa P); (2)
P2 adalah 50 kg P per hektar, dan (3) P3 adalah 100 kg P per hektar. Anak petak
adalah delapan (8) perlakuan benih seperti telah disebutkan di atas. Total unit
percobaan adalah 72 (8 perlakuan benih x 3 dosis pemupukan x 3 ulangan) dengan
masing-masing unit berjumlah 3 tanaman. Sehingga jumlah tanaman keseluruhan
adalah 216 tanaman.
Penanaman Benih Padi di Rumah Kaca
Benih padi yang telah diberi perlakuan benih, ditanam dalam ember plastik
berisi tanah sebanyak 8 kg/ember. Tanah yang digunakan telah disterilisasi
dengan pemanasan pada suhu 120 0C dan tekanan 1.2 kg/s selama 3 jam
menggunakan otoklaf. Pada setiap ember disemai/ditanam 10 butir benih.
Setelah bibit padi tumbuh dan berumur dua minggu dilakukan seleksi bibit
yang tumbuh. Pada setiap ember percobaan disisakan satu bibit. Pemupukan
dilakukan dua minggu setelah tanam dengan dosis setara Urea 200 kg/ha, SP36
100 kg/ha, dan KCl 100 kg/ha. Setelah dikonversi ke berat tanah maka pupuk
yang diberikan masing-masing dosis adalah 0.8 g urea; 0.4 g SP36, dan 0.4 g KCl.
79
Pengamatan
Pengamatan pertumbuhan yang dilakukan meliputi tinggi tanaman dan
jumlah anakan yang dilakukan 5, 6,7, 8 minggu setelah semai, panjang akar, berat
basah dan kering akar, berat basah dan berat kering brangkasan. Selanjutnya
setelah benih dipanen, diuji mutu fisiologisnya yang meliputi daya berkecambah,
kecepatan tumbuh, indeks vigor, potensi tumbuh maksium, T50, berat kering
kecambah normal. Metode pengujian mutu benih dilakukan seperti pada
percobaan 2 dan 3 dalam disertasi ini. Selain itu pada percobaan ini dilakukan
analisis kandungan P pada benih padi hasil panen.
Pengamatan serangan penyakit dilakukan dengan cara menghitung
persentase luas daun yang terinfeks Xoo dan skoring (IRRI 1996). Perhitungan
Intensitas penyakit dan klasifikasi respon ketahanan tanaman terhadap penyakit
dilakukan seperti pada percobaan 3 dalam disertasi ini.
Hasil Penelitian
Pengaruh Perlakuan Benih Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Tinggi Tanaman
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada interaksi antara perlakuan benih
dengan dosis pupuk P. Pembeian pupuk P tidak memberikan pengaruh nyata pada
tinggi tanaman. Pada umur 4 minggu setelah semai (MSS) tidak ada perbedaan
terhadap tinggi tanaman karena pengaruh perlakuan benih. Perbedaan mulai
terlihat saat umur 5 MSS. Pada 5 MSS, perlakuan matriconditioning + P.
diminuta A6 dan matriconditioning + P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B
merupakan perlakuan benih yang menghasilkan tanaman tertinggi masing-masing
74.25 dan 74.24 cm. Umur 6 MSS, perlakuan matriconditioning + P. diminuta
A6 + B. subtilis 5/B menghasilkan tinggi tanaman tertinggi (85.43 cm). Pada 7
MSS, tidak ada perbedaan tinggi tanaman pada semua perlakuan benih kecuali
pada kontrol negatif yang menghasilkan tinggi tanaman terendah. Pada akhir
pengamatan (8 MSS), tanaman tertinggi dihasilkan perlakuan perendaman dalam
suspensi isolat B. subtilis 5/B (113.91 cm) (Tabel 27).
Tabel 27 Pengaruh perlakuan benih terhadap tinggi tanaman padi di rumah kaca
umur 4- 8 minggu setelah semai (MSS)
80
Perlakuan benih Tinggi Tanaman
4 MSS 5 MSS 6 MSS 7MSS 8 MSS
Tanpa diinokulasi Xoo, tanpa
perlakuan benih
59.20
a
69.00 c 79.67 c 88.16
b
99.56 b
Inokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 62.11
a
72.27
ab
82.46 b 93.92
a
101.24
b
Perendaman dalam P. diminuta A6 62.70
a
73.16
ab
82.62 b 95.54
a
103.62a
b
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 62.11
a
73.07
ab
84.77
ab
95.54
a
113.91
a
Perendaman dalam A6 + 5/B 63.13
a
71.92 b 83.52
ab
95.13
a
103.00a
b
Matriconditioning + P. diminuta A6 62.26
a
74.25 a 84.28
ab
94.35
a
101.67
b
Matriconditioning + B. subtilis 5/B 62.87
a
73.64
ab
84.36
ab
94.23
a
101.00
b
Matriconditioning + A6 + 5/B 63.10
a
74.24 a 85.43 a 96.55
a
102.58
b Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
Jumlah anakan
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada interaksi antara perlakuan benih
dan dosis pupuk P terhadap jumlah anakan. Respon nyata hanya dihasilkan dari
perlakuan benih sedangkan perlakuan pupuk P tidak memberikan respon nyata
pada semua taraf dosis pupuk. Pada umur 4, 5, dan 7 MSS, jumlah anakan
terbanyak dihasilkan perlakuan matriconditioning + P. diminuta A6 + B. subtilis
11/C, matriconditioning + P. diminuta A6, dan matriconditioning + B. subtilis 5/B
yang tidak berbeda nyata. Pada 6 MSS jumlah anakan terbanyak dihasilkan
perlakuan matriconditioning + P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B yaitu 25.35
anakan/rumpun. Pada akhir pengamatan, 8 MSS jumlah anakan terbanyak
dihasilkan perlakuan matriconditioning + P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B yaitu
20.78 anakan/rumpun (Tabel 28).
Tabel 28 Pengaruh 8 perlakuan benih terhadap jumlah anakan padi 4-8 minggu setelah
semai (MSS)
Perlakuan Jumlah anakan
4
MSS
5 MSS 6 MSS 7MSS 8 MSS
Tanpa diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan
benih
4.07 c 7.26 b 14.55
b
15.57 c 16.18 e
81
Inokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 4.96
ab
8.70
ab
16.78
b
18.00
ab
18.48 bcd
Perendaman dalam P. diminuta A6 4.41
bc
7.44 b 15.52
b
16.63
bc
17.26 cde
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 4.59
bc
8.00
ab
15.93
b
16.81bc 17.18 cde
Perendaman dalam A6 + 5/B 4.48
bc
8.63
ab
14.60
b
16.03
bc
16.78 ed
Matriconditioning + P. diminuta A6 5.59 a 9.67 a 18.18
b
19.57 a 19.81 ab
Matriconditioning + B. subtilis 5/B 5.37 a 9.41 a 18.18
b
19.22 a 19.22 abc
Matriconditioning + A6 + 5/B 5.67 a 9.33 a 25.35
a
20.00 a 20.78 a
Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT
pada α = 5%.
Bobot Akar Basah dan Bobot Akar Kering
Perlakuan benih menyebabkan perbedaan bobot akar basah. Bobot akar
basah tertinggi dihasilkan perlakuan matriconditioning + P. diminuta A6 (59.66 g)
tetapi tidak berbeda nyata dengan kontrol negatif (59.29 g). Sedangkan pada
peubah bobot akar kering, bobot tertinggi dihasilkan perlakuan perendaman
dengan suspensi isolat P. diminuta A6 (16.84 g) (Tabel 29).
Tabel 29 Pengaruh 8 perlakuan benih terhadap bobot akar basah dan bobot akar
kering tanaman padi di rumah kaca
Perlakuan Benih Bobot akar
basah (g)
Bobot akar
kering (g)
Tanpa diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 59.29 a 14.81 ab
Inokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 54.25 ab 14.88 ab
Perendaman dalam P. diminuta A6 54.96 ab 16.84 a
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 50.24 b 14.81 ab
Perendaman dalam P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B 55.29 ab 15.71 ab
Matriconditioning + P. diminuta A6 59.66 a 15.28 ab
Matriconditioning + B. subtilis 5/B 55.00 ab 15.07 ab
Matriconditioning + P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B 48.63 b 13.56 b Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
Bobot Basah dan Bobot Kering Brangkasan
Perlakuan benih dengan atau tanpa matriconditioning menyebabkan
perbedaan bobot basah brangkasan dan bobot kering brangkasan meskipun secara
statistik tidak berbeda nyata. Rata-rata tertinggi bobot basah brangkasan
82
dihasilkan perlakuan kontrol positif (137.63 g), sedangkan rata-rata tertinggi
bobot kering brangkasan dihasilkan perlakuan matriconditioning + B. subtilis 5/B
yaitu 35.00 gram (Tabel 30).
Tabel 30 Pengaruh 8 perlakuan benih terhadap bobot basah brangkasan dan bobot
kering berangkasan padi di rumah kaca
Perlakuan Benih Bobot basah
brangkasan
(g)
Bobot kering
brangkasan
(g)
Tanpa diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 132.89 a 32.87 ab
Inokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 137.63 a 33.44 ab
Perendaman dalam P. diminuta A6 131.88 a 32.73 ab
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 130.63 a 33.28 ab
Perendaman dalam P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B 135.89 a 33.47 ab
Matriconditioning + P. diminuta A6 135.70 a 34.07 ab
Matriconditioning + B. subtilis 5/B 130.48 a 35.00 a
Matriconditioning + P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B 137.15 a 34.72 ab Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata
menurut uji BNT pada α = 5%.
Panjang Akar
Tidak terdapat interaksi antara perlakuan benih dan dosis pupuk P
terhadap panjang akar. Perlakuan benih memberikan pengaruh yang nyata
terhadap panjang akar. Pada Tabel 31, akar terpanjang didapat pada perlakuan
perendaman benih dalam suspensi isolat P. diminuta A6 (43.73 cm), sedangkan
perlakuan dosis pupuk P tidak menghasilkan perbedaan panjang akar pada ketiga
dosis pupuk P. Rata-rata akar terpanjang dihasilkan pada dosis pupuk P 50 kg
ha-1
(42.00 cm).
Tabel 31 Pengaruh perlakuan benih terhadap panjang akar tanaman padi di rumah
kaca
83
Perlakuan Panjang akar (cm) Tanpa diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 42.17 ab Inokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 42.70 ab Perendaman dalam P. diminuta A6 43.73 a Perendaman dalam B. subtilis 5/B 42.83 ab Perendaman dalam P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B 41.44 abc Matriconditioning + P. diminuta A6 41.63 abc Matriconditioning + B. subtilis 5/B 40.69 cb Matriconditioning + P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B 38.79 c
Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
Pengaruh Perlakuan Benih terhadap Mutu Fisiologis Benih, Kandungan P
pada Benih, Serangan HDB, dan Mutu Patologis Benih
Mutu Fisiologis Benih
Tidak terdapat interaksi antara perlakuan benih dan dosis pupuk P
terhadap mutu fisiologis benih yang dihasilkan. Perlakuan benih berpengaruh
nyata terhadap mutu fisiologis benih hasil panen. Daya berkecambah, kecepatan
tumbuh, potensi tumbuh maksimum, dan berat kering kecambah normal tertinggi
didapat dari perlakuan benih matriconditioning +P. diminuta A6 + B.subtilis 5/B
dengan nilai berturut-turut 100%; 20.33% ;100%, dan 0.84 g, sedangkan indeks
vigor tertinggi didapat pada perlakuan matriconditioning + P. diminuta A6 dan
matriconditioning + P. diminuta A6 + B.subtilis 11/C dengan nilai 84.22% dan
83.11% (Tabel 32).
Tabel 32 Pengaruh 8 perlakuan benih terhadap daya berkecambah (DB),
kecepatan tumbuh (KCT), Potensi Tumbuh Maksimum (PTM),
indeks vigor (IV), dan berat kering kecambah normal (BKKN)
Perlakuan benih DB
(%)
KCT
(%/etma
l)
PTM
(%)
IV
(%)
BKK
N (g)
Tanpa diinokulasi Xoo, tanpa
perlakuan benih
87.78 b 17.73 88.89 b 79.00 a 0.75 a
Inokulasi Xoo, tanpa perlakuan
benih
88.22 b 18.05 a 90.22
ab
66.70 b 0.79 a
Perendaman dalam P. diminuta A6 99.11 a 20.00 a 99.78 a 72.22
ab
0.81 a
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 98.67 19.99 a 99.55 a 72.22 0.75 a
84
ab ab
Perendaman dalam A6 + 5/B 98.44
ab
20.29 a 99.11 a 78.00
ab
0.79 a
Matriconditioning + P. diminuta A6 99.33 a 19.80 a 99.55 a 84.22 a 0.82 a
Matriconditioning + B. subtilis 5/B 98.00
ab
20.13 a 98.44
ab
77.11
ab
0.79 a
Matriconditioning + A6 + 5/B 100 a 20.33 a 100 a 83.11 a 0.84 a Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
Perlakuan dosis pemupukan P tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh
peubah mutu fisilogis benih (daya berkecmbah, kecepatan tumbuh, potensi
tumbuh maksimum, indeks vigor, dan berat kering kecambah normal). Benih yang
diuji menunjukkan viabilitas dan vigor benih yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari
nilai indeks vigor seluruh perlakuan dosis pupuk P pada kisaran 74.27- 79.00%,
daya berkecambah 90.58- 99.08%, dan potensi tumbuh maksimum 91.75-
99.75%. Akan tetapi dari data dapat dilihat juga bahwa mutu fisiologis benih
yang diberi pupuk P lebih baik mutunya dibandingkan tanpa pupuk P (Tabel 33).
Tabel 33 Pengaruh pupuk P terhadap daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh
(KCT), Potensi Tumbuh Maksimum (PTM), indeks vigor (IV), dan berat
kering kecambah normal benih padi
Dosis Pupuk P
(kg ha-1)
DB
(%)
KCT
(%/etmal)
PTM
(%)
IV
(%)
BKKN
(g)
0 90.58 a 18.44 a 91.75 a 74.27 a 0.78 a
50 99.08 a 20.15 a 99.33 a 76.58 a 0.76 a
100 98.91 a 20.07 a 99.75 a 79.00 a 0.83 a Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
Kandungan P Pada Benih Hasil Panen
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada interaksi antara perlakuan benih
dengan dosis pupuk P terhadap kandungan P pada benih padi hasil panen, selain
itu perlakuan benih dan dosis pupuk P juga tidak berbeda antarperlakuan dan
antardosis pupuk P. Tetapi berdasarkan analisis, kandungan P pada benih yang
mendapat perlakuan benih dan kontrol negatif memiliki rata-rata kandungan benih
lebih tinggi dibandingkan kontrol positif (benih yang terinfeksi patogen dan tidak
mendapat perlakuan benih) (Tabel 34). Kandungan P pada tanaman yang dipupuk
P dengan dosis 50 kg ha-1
dan 100 kg ha-1
lebih tinggi dibandingkan tanaman
tanpa dipupuk P (Tabel 35).
85
Tabel 34 Pengaruh perlakuan benih terhadap kandungan P pada benih padi
varietas Ciherang hasil panen di rumah kaca
Perlakuan benih Kandungan P
(%) Tanpa diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 0.32 a Inokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 0.29 a Perendaman dalam P. diminuta A6 0.30 a Perendaman dalam B. subtilis 5/B 0.30 a Perendaman dalam P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B 0.30 a Matriconditioning + P. diminuta A6 0.32 a Matriconditioning + B. subtilis 5/B 0.31 a Matriconditioning + P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B 0.30 a
Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata
menurut uji BNT pada α = 5%.
Tabel 35 Pengaruh dosis pupuk P terhadap kandungan P pada benih padi varietas
Ciherang hasil panen di rumah kaca
Dosis pupuk P
(kg ha-1
)
Kandungan P
(%) 0 0.29 a 50 0.31 a
100 0.31 a Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
Serangan HDB
Beberapa perlakuan benih secara hayati mampu menurunkan secara nyata
serangan HDB per rumpun tanaman jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol
positif. Serangan HDB terendah terjadi pada kontrol negatif (51.37%),
perendaman dalam suspensi isolat P. diminuta A6 (55.40%), perendaman dalam
isolat B. subtilis 5/B (58.47%), dan perendaman dalam isolat P. diminuta A6 +
B. subtilis 11/C (59.26%). Berdasarkan respon ketahanan tanaman terhadap
infeksi, perlakuan Perendaman dalam P. diminuta A6 atau dalam B. subtilis 5/B,
dan kombinasi P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B serta matriconditioning + P.
86
diminuta A6 + B. subtilis 5/B memberikan respon lebih baik dibandingkan kontrol
positif.
Tabel 36 Pengaruh perlakuan benih terhadap luas luka infeksi daun per rumpun
tanaman dan respon ketahanan tanaman padi di rumah kaca
Perlakuan
Luas infeksi
daun/rumpun
(%)
Respon
ketahanan
Tanpa diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 51.37 d Rentan
Inokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 62.51 ab Sangat
rentan
Perendaman dalam P. diminuta A6 55.40 cd Rentan
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 58.47 bc Rentan
Perendaman dalam P. diminuta A6 + B. subtilis
5/B
59.26 bc Rentan
Matriconditioning + P. diminuta A6 64.83 ab Sangat
rentan
Matriconditioning + B. subtilis 5/B 62.56 ab Rentan
Matriconditioning + P. diminuta A6 + B.
subtilis 5/B
66.19 a Sangat
rentan Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
Perlakuan pemupukan P pada ketiga dosis memberikan respon yang
berbeda-beda. Serangan HDB terendah terjadi pada perlakuan tanpa pupuk P
(57.31% atau Rentan) meningkat kembali pada dosis P 50 kg ha-1
(63.03% atau
Sangat rentan), dan menurun kembali pada dosis P 100 kg ha-1
(59.75% atau
Rentan) (Tabel 37).
Tabel 37 Pengaruh pupuk P terhadap luas infeksi daun per rumpun dan respon
ketahanan tanaman padi di rumah kaca
Dosis Pupuk P
(kg ha-1
)
Luas infeksi daun /rumpun
(%)
Respon ketahanan
0 57.31 b Rentan
50 63.03 a Sangat rentan
100 59.75 ab Rentan Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
Mutu Patologis Benih
87
Tidak terdapat interaksi antara perlakuan benih dan dosis pupuk P terhadap
koloni Xoo. Jika dibandingkan dengan kontrol negatif (benih yang tidak
terinfeksi Xoo dan tanpa perlakuan benih), perlakuan perendaman benih dalam
suspensi isolat P. diminuta A6 dan matriconditioning + P. diminuta A6 mampu
menurunkan jumlah koloni bakteri yang didapat di dalam benih. Jumlah koloni
tertinggi ditemui pada kontrol positif dan perlakuan perendaman benih dalam P.
diminuta A6 + B.subtilis 5/B (Tabel 38).
Tabel 38 Pengaruh 8 perlakuan benih terhadap jumlah koloni Xoo di dalam
benih padi hasil panen di rumah kaca
Perlakuan Benih Jumlah koloni
bakteri
(x104 cfu/ml)*
Relatif terhadap
kontrol negatif
(100%)
Tanpa diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 1.34 de 100.00**
Inokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 2.00 a 149.20
Perendaman dalam P. diminuta A6 1.29 de 96.26
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 1.88 abc 140.29
Perendaman dalam A6 + 5/B 2.15 a 160.44
Matriconditioning + P. diminuta A6 1.19 e 88.80
Matriconditioning + B. subtilis 5/B 1.43 cde 106.71
Matriconditioning + A6 + 5/B 1.68 bcd 125.37 Keterangan:Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%. *Diekstrak dari 400 butir benih padi. ** Nilai relatif (NR)
dihitung dengan rumus, NR = (x/y)*100%, x adalah nilai pengamatan pada perlakuan
benih tertentu dan y adalah nilai pengamatan pada benih yang tidak diinokulasi Xoo
dan tanpa perlakuan benih.
Pengaruh perlakuan pupuk P terhadap jumlah koloni yang didapat pada
benih hasil panen memiliki pola yang sama dengan peubah luas daun terinfeksi
Xoo karena perlakuan pupuk P. Jumlah koloni terndah pada perlakuan tanpa
pupuk P, meningkat kembali pada dosis P 50 kg ha-1
, dan menurun kembali pada
dosis P 100 kg ha-1
(Tabel 39).
Tabel 39 Pengaruh dosis pupuk P terhadap jumlah koloni Xoo pada benih padi
hasil panen di rumah kaca
Dosis Pupuk P
(kg ha-1)
Jumlah koloni bakteri
(x104 cfu/ml)*
Relatif terhadap
tanpa pupuk P (%)*
0 1.49 b 100
50 1.80 a 120.80
100 1.57 ab 105.36 Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%. *Diekstrak dari 400 butir benih padi. ** Nilai relatif (NR)
dihitung dengan rumus, NR = (x/y)*100%, x adalah nilai pengamatan pada perlakuan
88
dosis pupuk P tertentu dan y adalah nilai pengamatan pada benih yang tidak dipupuk
P.
Pengaruh Perlakuan Benih dengan Agens Hayati terhadap
Komponen Hasil Panen
Jumlah gabah bernas, jumlah gabah hampa, jumlah gabah total, persentase
gabah isi, dan persentase gabah hampa per malai
Jumlah gabah bernas
Pengaruh interaksi antara perlakuan benih dengan dosis pupuk P terhadap
jumlah gabah isi per malai disajikan pada Tabel 40. Semua perlakuan benih pada
semua level dosis pupuk P memiliki pola yang sama yaitu tidak terdapat
perbedaan jumlah gabah isi kecuali pada perlakuan perendaman benih dalam
isolat B. subtilis 5/B dan matriconditioning + P. diminuta A6.
Pada Tabel 40 juga dapat dilihat bahwa pada perlakuan tanpa pupuk P,
jumlah gabah bernas tertinggi justru dihasilkan perlakuan benih kontrol positif,
kontrol negatif, dan perlakuan benih campuran isolat P. diminuta A6 + B. subtilis
11/C. Pada dosis pupuk P 50 kg ha-1, jumlah gabah tertinggi dihasilkan perlakuan
benih dengan B. subtilis 11/C meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan
benih perendaman P. diminuta A6+ B. subtilis 11/C. Pada dosis pupuk P 100 kg
ha-1
, jumlah gabah tertinggi dihasilkan perlakuan benih matriconditioning + P.
diminuta A6, dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan perendaman dalam isolat
P. diminuta A6+ B. subtilis 11/C, perendaman benih dalam B. subtilis 5/B, dan
kontrol negatif.
Tabel 40 Interaksi antara perlakuan benih dan dosis pupuk P terhadap jumlah
gabah bernas per malai di rumah kaca
Perlakuan Benih Dosis P (kg ha
-1)
0 50 100
Tanpa diinokulasi Xoo, tanpa perlakuan
benih
114.03 Aa 115.54 Abc 105.73Aabc
Inokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 24.03 Aa 79.81 Bde 96.79
ABbcd
Perendaman dalam P. diminuta A6 91.12
Abc
101.12 Abc 95.44 Acd
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 88.37 141.60 Aa 110.67 Babc
89
Cbc
Perendaman dalam A6 + 5/B 106.65
Aab 126.20 Aab
117.77 Aab
Matriconditioning + P. diminuta A6 74.290 Bc 88.08 Bde 119.30 Aa
Matriconditioning + B. subtilis 5/B
72.60 Ac
96.48 Acd 96.08
Abcd
Matriconditioning + A6 + 5/B 83.54 Ac 75.75 Ae 83.05 Ad Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf besar yang sama pada baris yang sama dan
angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata menurut uji BNT pada α = 5%.
Jumlah gabah hampa
Pengaruh interaksi antara perlakuan benih dengan dosis pupuk P terhadap
jumlah gabah hampa per malai disajikan pada Tabel 41. Jumlah gabah hampa
pada setiap taraf dosis pupuk P bergantung pada perlakuan benih. Pada perlakuan
kontrol negatif, gabah hampa tertinggi dihasilkan pada dosis P 100 kg ha-1
.
Perlakuan kontrol positif tidak mempengaruhi jumlah gabah hampa pada semua
dosis P. Perlakuan dengan isolat P. diminuta A6, perlakuan dengan isolat B.
subtilis 5/B, dan perendman dalam P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B tanpa pupuk
P menghasilkan jumlah gabah hampa tertinggi, sedangkan perlakuan
matriconditioning + P. diminuta A6, matriconditioning + B. subtilis 5/B, dan
matriconditioning + P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B, dosis pupuk P 50 kg ha-1
menghasilkan jumlah gabah hampa tertinggi.
Pada perlakuan tanpa pupuk P, jumlah gabah hampa tertinggi dihasilkan
perlakuan perendaman dalam isolat B. subtilis 5/B. Pada dosis P 50 kg ha-1
,
jumlah gabah hampa tertinggi dihasilkan perlakuan matriconditioning + P.
diminuta A6 + B. subtilis 5/B, sedangkan pada dosis P 100 kg ha-1
, jumlah gabah
hampa tertinggi didapat pada perlakuan kontrol negatif, meskipun tidak berbeda
nyata dengan tujuh perlakuan benih lainnya.
Tabel 41 Interaksi antara perlakuan benih dan dosis pupuk P terhadap jumlah
gabah hampa per malai di rumah kaca
Perlakuan Benih Dosis P (kg/ha)
0 50 100
Tanpa Xoo, tanpa perlakuan benih 38.25 Bc 40.43 ABbcd 51.68 Aa
Inokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 37.95 Ac 47.08 Aabcd 46.79 Aab
Perendaman dalam P. diminuta A6 53.78
Aab
46.23ABabcd 38.33 Bab
90
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 59.75 Aa 37.81 Bcd 40.09 Bab
Perendaman dalam A6 + 5/B 49.52
Aabc 36.83 Bd
48.76
ABab
Matriconditioning + P. diminuta A6 38.76 Bbc 53.56 Aab 41.93 Bab
Matriconditioning + B. subtilis 5/B 43.79
ABbc
52.24 Aabc 33.32 Bb
Matriconditioning + A6 + 5/B 40.68 Bbc 60.95 Aa 43.97 Bab Ket: Angka-angka yang diikuti dengan huruf besar yang sama pada baris yang sama dan angka-
angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
menurut uji BNT pada α = 5%.
Jumlah gabah total
Pengaruh interaksi antara perlakuan benih dengan dosis pupuk P terhadap
jumlah gabah total per malai disajikan pada Tabel 42. Pada perlakuan kontrol
negatif, tidak terdapat perbedaan jumlah gabah total pada semua taraf P. Pada
perlakuan kontrol positif, tanpa pupuk P menghasilkan jumlah gabah total
tertinggi. Perendaman dalam suspensi isolat P. diminuta A6, juga tidak
menyebabkan perbedaan jumlah gabah total pada semua taraf P. Perendaman
benih dalam suspensi B. subtilis 5/B pada dosis P 50 kg ha-1
menghasilkan gabah
total tertinggi. Perlakuan perendaman dalam campuran P. diminuta A6 + B.
subtilis 5/B tidak menghasilkan perbedaan jumlah gabah total. Perlakuan
matriconditioning + P. diminuta A6 menghasilkan jumlah gabah total tertinggi
pada taraf P 100 kg ha-1
. Perlakuan matriconditioning + B. subtilis 5/B pada
dosis P 50 kg ha-1
menghasilkan jumlah gabah total tertinggi, sedangkan
matriconditioning + A6 + 5/B menghasilkan rata-rata jumlah total gabah tertinggi,
tetapi tidak berbeda nyata pada ketiga dosis pupuk P.
Pada perlakuan tanpa pupuk P, perlakuan kontrol positif, kontrol negatif,
dan perendaman dalam campuran suspensi P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B
menghasilkan rata-rata jumlah gabah total tertinggi yang ketiganya tidak berbeda
secara statistik. Pada dosis P 50 kg ha-1
, perlakuan perendaman dalam B. subtilis
5/B menghasilkan jumlah gabah total tertinggi, dan pada dosis P 100 kg ha-1
,
jumlah gabah total tertinggi dihasilkan perlakuan campuran P. diminuta A6 + B.
subtilis 5/B.
Tabel 42 Interaksi antara perlakuan benih dan dosis pupuk P terhadap jumlah
gabah total per malai di rumah kaca
91
Perlakuan Benih Dosis P (kg/ha)
0 50 100
Tanpa Xoo, tanpa perlakuan benih
152.28 Aa
155.97
Aabc
157.41 Aabc
Inokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 161.98 Aa 126.90 Bc 143.58ABabcd
Perendaman dalam P. diminuta A6 144.90
Aabc
147.90
Abc
133.77Abcd
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 148.12 Bab 179.39 Aa 150.76ABabcd
Perendaman dalam A6 + 5/B
156.17 Aa
163.02
Aab 166.53 Aa
Matriconditioning + P. diminuta A6
113.05 Bd
141.64
ABb 161.23 Aab
Matriconditioning + B. subtilis 5/B
116.40 Bcd
148.72
Abc 129.40 ABcd
Matriconditioning + A6 + 5/B
124.23Abcd
136.7
Abc 127.02 Ad Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf besar yang sama pada baris yang sama dan
angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada α = 5%.
Persentase gabah bernas
Pengaruh interaksi perlakuan benih dan dosis pupuk P terhadap gabah
bernas per malai disajikan pada Tabel 43. Pada perlakuan kontrol negatif dan
kontrol positif, tanpa pemupukan P menghasilkan persentase gabah bernas
tertinggi. Pada perlakuan perendaman benih dalam suspensi P. diminuta A6,
dosis P 100 kg ha-1
menghasilkan rata-rata persentase gabah bernas tertinggi
meskipun tidak berbeda nyata pada ketiga taraf dosis pupuk. Perendaman benih
dalam B. subtilis 5/B pada dosis P 50 kg ha-1
menghasilkan rata-rata persentase
gabah bernas tertinggi tetapi tidak berbeda nyata dengan dosis P 100 kg ha-1
.
Perlakuan perendaman campuran P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B pada dosis P 50
kg ha-1
menghasilkan persentase gabah bernas tertinggi. Pola yang sama terjadi
pada perlakuan matriconditioning + P. diminuta A6 dan matriconditioning + B.
subtilis 5/B yaitu rata-rata tertinggi persentase gabah bernas didapat pada dosis P
100 kg ha-1
, sedangkan pada perlakuan matriconditioning + P. diminuta A6 + B.
subtilis 5/B dosis P 100 kg/ha dan tanpa P menghasilkan rata-rata yang tidak
berbeda nyata.
Bila berdasarkan taraf pupuk P, persentase gabah bernas tertinggi dihasilkan
perlakuan kontrol positif pada taraf tanpa pupuk P. Pada dosis P 50 kg ha-1
,
perlakuan perendaman dalam B. subtilis 5/B menghasilkan rata-rata persentase
92
gabah bernas tertinggi, sedangkan pada dosis P 100 kg ha-1, perlakuan
matriconditioning + P. diminuta A6 menghasilkan rata-rata persentase gabah
bernas tertinggi.
Tabel 43 Interaksi antara perlakuan benih dan dosis pupuk P terhadap persentase
gabah bernas hasil panen di rumah kaca
Perlakuan Benih Dosis P (kg ha
-1)
0 50 100
Tanpa Xoo, tanpa perlakuan benih 75.17 Ab 74.47 ABb 66.40 Babc
Inokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 76.60 Aa 55.51 Cd 67.40 Babc
Perendaman dalam P. diminuta A6 63.27 Acd 68.96 Ade 71.55 Aabc
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 59.54 Bd 78.90 Aa 73.38 Aabc
Perendaman dalam A6 + 5/B 68.09 Bbc 77.52 Aab 70.48
ABabc
Matriconditioning + P. diminuta A6 65.53 Bcd 62.20 Bde 73.90 Aa
Matriconditioning + B. subtilis 5/B 63.31 Bcd 68.97 Bcd 73.78 Aab
Matriconditioning + A6 + 5/B 67.41 Abcd 64.88 Bd 65.35 Ac Ket: Angka-angka yang diikuti dengan huruf besar yang sama pada baris yang sama dan angka-
angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
menurut uji BNT pada α = 5%.
Persentase gabah hampa
Terdapat interaksi antara perlakuan benih dan dosis pupuk P terhadap
persentase gabah hampa (Tabel 44). Berdasarkan data dari rata-rata perlakuan
benih yang didapat terlihat bahwa perlakuan benih belum mampu menurunkan
persentase gabah hampa bahkan sebaliknya penggunaan agens hayati secara
umum cenderung meningkatkan persentase gabah hampa terutama terutama tanpa
pemupukan P.
Pola yang sama terjadi pada perlakuan tanpa pupuk P. Persentase gabah
hampa tertinggi dihasilkan perlakuan perendaman benih dalam B. subtilis 5/B,
sebaliknya tanpa perlakuan benih (kontrol negatif dan positif) persentase gabah
hampa lebih rendah. Akan tetapi pola yang berbeda terjadi pada dosis pupuk P 50
kg ha-1
dan 100 kg ha-1
. Pada dosis P 50 kg ha-1
, persentase gabah hampa
terendah dihasilkan perlakuan perendaman benih dalam B. subtilis 5/B, campuran
P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B, dan Kontrol negatif.
93
Pada dosis 100 kg ha-1
, semua perlakuan benih dengan agens hayati mampu
menurunkan persentase gabah hampa, kecuali pada perlakuan matriconditioning +
P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B.
Tabel 44 Interaksi antara perlakuan benih dan dosis pupuk P terhadap persentase
gabah hampa (%) per malai di rumah kaca
Perlakuan Benih Dosis P (kg/ha)
0 50 100
Tanpa Xoo, tanpa perlakuan benih 24.82 Bcd 25.52 Bef 33.59 Aa
Inokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 23.36 Bd 37.14 Aabc 32.29 Aa
Perendaman dalam P. diminuta A6 36.72 Aab 31.03 ABcde 28.44 Bab
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 40.45 Aa 21.10 Bf 26.61 Bb
Perendaman dalam A6 + 5/B 31.90 Ac 22.47 Bf 29.51 Bab
Matriconditioning + P. diminuta A6 34.26 Aab 37.79 Aab 26.09 Bb
Matriconditioning + B. subtilis 5/B 36.68 Aab 35.11 Abcd 26.09 Bb
Matriconditioning + A6 + 5/B 32.58 Babc 44.49 Aa 34.63 Ba Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf besar yang sama pada baris yang sama dan
angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata menurut uji BNT pada
α = 5%.
Jumlah gabah isi, jumlah gabah hampa, jumlah gabah total, persentase
gabah isi, dan persentase gabah hampa per rumpun
Jumlah gabah bernas, gabah hampa dan jumlah gabah total
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada interaksi antara perlakuan benih dan
dosis pupuk P terhadap jumlah gabah bernas, gabah hampa, dan gabah total per
rumpun (Tabel 45). Ketiga peubah di atas tidak menunjukkan pola yang
diharapkan. Jumlah gabah bernas tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada
semua perlakuan benih kecuali pada perlakuan matriconditioning + P. diminuta
A6 + B. subtilis 5/B yang menghasilkan jumlah gabah bernas terendah. Jumlah
gabah hampa terendah dihasilkan perlakuan kontrol negatif tetapi tidak berbeda
nyata dengan perlakuan lainnya kecuali perlakuan perendaman benih P. diminuta
A6 yang menghasilkan jumlah gabah hampa tertinggi. Akan tetapi perlakuan
perendaman benih dalam P. diminuta A6 menghasilkan jumlah gabah total per
rumpun tertinggi.
94
Tabel 45 Pengaruh 8 perlakuan benih terhadap jumlah gabah bernas, gabah
hampa, dan gabah total per rumpun di rumah kaca
Perlakuan Jumlah gabah
bernas/rump
un
hampa/rumpu
n
total/rumpu
n
Tanpa Xoo, tanpa perlakuan benih 1555.78 a 518.78 b 2074.1 bc
Inokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 1556.30 a 639.26 ab 2195.6 b
Perendaman dalam P. diminuta A6 1567.15 a 739.26 a 2306.4 a
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 1484.15 ab 510.78 b 1994.9 c
Perendaman dalam A6 + 5/B 1520.59 a 533.56 b 2054.1 bc
Matriconditioning + P. diminuta A6 1367.11 b 541.85 b 2033.8 bc
Matriconditioning + B. subtilis 5/B 1491.93 a 539.48 b 1906.6 c
Matriconditioning + A6 + 5/B 1369.54 b 560.00 b 1929.5 c Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
Persentase gabah bernas dan hampa per rumpun
Persentase gabah bernas
Terdapat interaksi antara perlakuan benih dan dosis pupuk P terhadap
persentase gabah bernas (Tabel 46). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perlakuan benih dengan agens hayati tanpa matriconditioning dapat meningkatkan
persentase gabah bernas pada dosis pupuk P 50 dan 100 kg ha-1
. Perlakuan
matriconditioning + P. diminuta A6 dan matriconditioning + B. subtilis 5/B dapat
meningkatkan persentase gabah bernas pada dosis P 100 kg ha-1
, sedangkan
perlakuan matriconditioning + P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B persentase gabah
bernas tertinggi didapat tanpa perlakuan pupuk P, tetapi tidak berbeda nyata
dengan dosis P 100 kg ha-1
. Perlakuan kontrol negatif juga menghasilkan
persentase gabah bernas tertinggi pada perlakuan tanpa pupuk P dan 50 kg ha-1
pupuk P, sedangkan pada perlakuan kontrol positif persentase tertinggi dihasilkan
tanpa pemupukan P.
Pada perlakuan tanpa pupuk P, perlakuan kontrol positif menghasilkan
persentase gabah bernas tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Perlakuan
perendaman dengan suspensi 5/B dan campuran A6 + 5/B pada dosis P 50 kg/ha
menghasilkan rata-rata persentase gabah bernas tertinggi dan berbeda nyata
dengan perlakuan lainnya.
95
Pada dosis P 100 kg/ha, perlakuan matriconditioning + A6, matriconditioning +
B. subtilis 5/B, dan perendaman dalam B. subtilis 5/B menghasilkan persentase
gabah bernas tertinggi.
Tabel 46 interaksi antara perlakuan benih dan dosis pupuk P terhadap persentase
gabah bernas per rumpun di rumah kaca
Perlakuan Benih Dosis P (kg/ha)
0 50 100
Tanpa Xoo, tanpa perlakuan benih 75.10 Aab 74.47 Ab 66.80 Bab
Inokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 76.64 Aa 62.85 Bcd 67.40 Bab
Perendaman dalam P. diminuta A6 63.27 Bcde 68.96 ABbc 71.55 Aab
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 59.54 Bd 78.9 Aa 73.38 Aa
Perendaman dalam A6 + 5/B 68.44 Bbc 77.52 Aa 70.48
ABab
Matriconditioning + P. diminuta A6 65.73 Bcd 62.24 Bcd 73.90 Aa
Matriconditioning + B. subtilis 5/B 57.93 Be 64.88 Bc 73.78 Aa
Matriconditioning + A6 + 5/B 67.41 Abc 55.51 Bd 65.35 ABb
Ket: Angka-angka yang diikuti dengan huruf besar yang sama pada baris yang
sama dan angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom
yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada α = 5%.
Persentase gabah hampa
Terdapat interaksi antara perlakuan benih dan dosis pupuk P terhadap
persentase gabah hampa (Tabel 47). Hasil penelitian menunjukan bahwa
perlakuan kontrol negatif dan kontrol positif memiliki pola yang sama yaitu
persentase gabah hampa tertinggi dihasilkan pada dosis pupuk P 50 kg ha-1
dan
100 kg ha-1
dan persentase gabah hampa terendah dihasilkan pada dosis tanpa
pupuk P. Hal sebaliknya terjadi pada perlakuan benih dengan agens hayati tanpa
matriconditioning bahwa persentase gabah hampa tertinggi dihasilkan pada
perlakuan tanpa pupuk P dan persentase gabah hampa terendah dihasilkan pada
dosis P 50 kg/ha dan 100 kg/ha. Perlakuan dengan matriconditioning memiliki
pola yang sama, persentase gabah hampa terendah dihasilkan pada dosis P 100 kg
ha-1
, kecuali perlakuan matriconditioning + P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B,
persentase gabah hampa terendah dihasilkan pada tanpa pupuk P dan tidak
berbeda nyata dengan dosis P 100 kg ha-1
.
Berdasarkan taraf dosis P pada semua perlakuan benih, benih yang tidak
diperlakukan (kontrol negatif dan kontrol positif), menghasilkan persentase gabah
96
hampa terendah. Pada taraf dosis P 50 kg ha-1
, perlakuan perendaman benih dalam
B. subtilis 5/B dan campuran P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B menghasilkan
persentase gabah hampa terendah yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya
kecuali dengan kontrol negatif. Pada taraf dosis P 100 kg ha-1
, perlakuan
matriconditioning + P. diminuta A6, matriconditioning + B. subtilis 5/B, dan
perendaman dalam B. subtilis 5/B menghasilkan persentase gabah hampa
terendah, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan perendaman benih dalam P.
diminuta A6, campuran P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B, dan perendaman dalam B.
subtilis 5/B.
Tabel 47 Interaksi antara perlakuan benih dan dosis pupuk P terhadap persentase
gabah hampa per rumpun di rumah kaca
Perlakuan Benih Dosis P (kg/ha)
0 50 100
Tanpa Xoo, tanpa perlakuan benih 24.90 Bde 25.52
ABcd
33.20 Aa
Inokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 23.36 Be 37.76 Aab 32.59 Aa
Perendaman dalam P. diminuta A6 36.72 Aabc 31.04
ABbc
28.45 Bab
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 40.45 Aab 21.10 Bd 26.61 Bb
Perendaman dalam A6 + 5/B 31.55 Acd 22.48 Bd 29.51
ABab
Matriconditioning + P. diminuta A6 34.25 Abc 37.14 Aab 26.10 Bb
Matriconditioning + B. subtilis 5/B 42.07 Aa 35.12 Ab 26.21 Bb
Matriconditioning + A6 + 5/B 32.58 Bcd 44.49 Aa 34.64 Ba Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf besar yang sama pada baris yang sama dan
angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata menurut uji BNT pada α = 5%.
Bobot 1000 butir gabah
Terdapat interaksi antara perlakuan benih dan dosis pupuk P terhadap bobot
1000 butir gabah (Tabel 48). Beberapa perlakuan benih memiliki pola respon
yang sama pada ketiga dosis pupuk P. Pola tersebut adalah tidak memiliki
perbedaan nyata dalam bobot 1000 butir gabah pada ketiga dosis pupuk P.
Perlakuan benih yang memiliki pola berbeda adalah kontrol positif, berat 1000
butir gabah tertinggi dihasilkan dosis P 50 kg ha-1
dan terendah pada perlakuan
tanpa pupuk P. Pada perlakuan perendaman benih dalam campuran P. diminuta
A6 +B. subtilis 5/B bobot tertinggi gabah 1000 butir dihasilkan pada perlakuan
97
tanpa pupuk P, dan pada perlakuan matriconditioning + P. diminuta A6 + B.
subtilis 5/B bobot tertinggi dihasilkan dosis P 50 kg/ha.
Pada perlakuan tanpa pupuk P, bobot tertinggi 1000 butir dihasilkan
perlakuan perendaman benih dalam campuran P. diminuta A6 +B. subtilis 5/B
yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pada taraf pupuk P 50 kg ha-1
,
bobot tertinggi dihasilkan perlakuan matriconditioning + P. diminuta A6 dan
tidak berbeda nyata dengan perlakuan matriconditioning + P. diminuta A6 + B.
subtilis 5/B, sedangkan pada dosis P 100 kg ha-1
, bobot tertinggi dihasilkan
perlakuan perendaman benih dalam campuran P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B
dan perlakuan matriconditioning + P. diminuta A6 yang tidak berbeda nyata
dengan beberapa perlakuan lainnya.
Tabel 48 Interaksi antara perlakuan benih dan dosis pupuk P terhadap bobot
1000 butir gabah (g)
Perlakuan Benih Dosis P (kg/ha)
0 50 100
Tanpa Xoo, tanpa perlakuan benih 23.49 Ac 23.84 Abcd 23.25 Ab
Inokulasi Xoo, tanpa perlakuan benih 22.83 Cc 24.33 Aabc 23.63 Bab
Perendaman dalam P. diminuta A6 23.67 Ab 23.49 Ad 23.69 Aab
Perendaman dalam B. subtilis 5/B 23.12 Ac 23.75 Acd 23.67 Aab
Perendaman dalam A6 + 5/B 24.74 Aa 23.64 Bcd 24.08 Ba
Matriconditioning + P. diminuta A6 23.23 Bc 24.54 Aa 24.00 Aa
Matriconditioning + B. subtilis 5/B 23.47 Ac 23.42 Ad 23.52 Aab
Matriconditioning + A6 + 5/B 23.46 Bc 24.46 Aab 23.15 Bb Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf besar yang sama pada baris yang sama dan
angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata menurut uji BNT pada α = 5%.
Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan benih dengan agens hayati
baik dengan maupun tanpa matriconditioning secara nyata dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman. Secara umum, perlakuan benih dengan P. diminuta A6
yang diperlakukan secara tunggal atau dicampur dengan B. subtilis 5/B atau pun
yang dikombinasikan dengan matriconditioning cukup efektif meningkatkan
tinggi tanaman, jumlah anakan, bobot akar basah, bobot akar kering, dan panjang
akar. Budiman (2009) melaporkan hasil yang sama bahwa perlakuan benih
98
matriconditioning + P.diminuta dapat meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah
anakan tanaman padi. Selain itu, perlakuan benih dengan agens hayati baik
dengan maupun tanpa matriconditioning juga dapat meningkatkan hasil panen
berdasarkan jumlah gabah bernas, jumlah gabah total, persentase gabah bernas
baik per malai maupun per rumpun, dan berat 1000 butir gabah.
Perlakuan benih juga dapat meningkatkan daya berkecambah benih padi
yang dihasilkan dan berbeda nyata dengan kontrol positif dan negatif sebagai
pembanding. Pada Tabel 37, menunjukkan bahwa perlakuan matriconditioning +
P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B menghasilkan rata-rata tertinggi pada semua
peubah mutu fisiologis benih. Panen benih pada percobaan ini dilakukan saat
benih telah mencapai masak fisiologis. Menurut Copeland & McDonald (1995),
saat benih masak fisiologis (physiological maturity) akan mencapai berat kering
maksimum, dan menurut Ilyas (2001) mutu benih akan mencapai maksimum pada
saat masak fisiologis.
Perbaikan pertumbuhan tanaman yang disebabkan perlakuan benih
memberikan pengaruh positif terhadap perbaikan hasil dan mutu fisiologis benih
yang dihasilkan. Perbaikan pertumbuhan karena perlakuan agens hayati ini
disebabkan agens hayati yang digunakan menghasilkan IAA yang dapat memacu
pertumbuhan. Hasil analisis agens hayati yang digunakan yaitu isolat P. diminuta
A6 dan B. subtilis 5/B memproduksi hormon IAA masing-masing sebesar 8.68
µg/ml dan 22.10 µg/ml. Sutariati (2006) menyimpulkan bahwa penggunaan
campuran agens hayati B. polymixa BG25 dan P. fluorescens PG01 yang
diaplikasi pada benih dapat meningkatkan pertumbuhan, hasil, dan mutu fisiologis
benih cabai.
Berdasarkan perlakuan pupuk P pada mutu fisilogis benih, benih yang
dihasikan dari tanaman dengan dosis pupuk P 50 kg ha-1
dan 100 kg ha-1
memiliki
rata-rata viabilitas dan vigor lebih tinggi dibandingkan tanpa pupuk P (Tabel 38).
Mengel & Kirby (1982) dalam Syarief (2005) menyatakan bahwa benih tanaman
yang dihasilkan dari tanaman yang mendapat cukup P akan memiliki viabilitas
dan vigor yang tinggi karena pada benih yang cukup P kandungan senyawa fitin
akan lebih tinggi. Selain itu, matriconditioning juga berperan meningkatkan
pertumbuhan dan meningkatkan hasil panen. Matriconditioning berperan
99
mengatur masuknya air ke dalam benih sehingga masuknya air dan zat-zat lainnya
akan memperbaiki perkecambahan dan pertumbuhan awal tanaman. Perbaikan
perkecambahan dan pertumbuhan awal berkontribusi pada hasil tanaman. Hasil
penelitian sebelumnya juga telah membuktikan bahwa agens hayati dan
matriconditioning memberikan efek positif pada tanaman, hal ini disebabkan
selain menghasilkan IAA, agens hayati juga meningkatkan sintesis GA3 sebagai
pemicu aktivitas enzim amilase yang berperan dalam perkecambahan jagung
(Gholami et al. 2009) sedangkan matriconditioning dapat memperbaiki perke-
cambahan, meningkatkan bobot kecambah basah dan bobot kecambah kering pada
benih bawang merah (Kepezynska et al. 2003).
Perlakuan benih secara hayati mampu menurunkan secara nyata serangan
HDB per rumpun tanaman. Serangan HDB terendah terjadi pada kontrol negatif
(51.37%), perendaman dalam P. diminuta A6 (55.40%), perendaman dalam B.
subtilis 5/B (58.47%), dan perendaman dalam campuran P. diminuta A6 + B.
subtilis 5/B (59.26%) (Tabel 41). Penurunan tingkat kontaminasi juga terjadi pada
benih hasil panen. Berdasarkan pengujian, penurunan terjadi terutama pada
perlakuan matriconditioning + P. diminuta A6 dan perendaman dalam P. diminuta
A6. Penurunan serangan HDB dan tingkat kontaminasi patogen pada benih ini
disebabkan oleh kemampuan agens hayati menghasilkan senyawa antimikroba
seperti siderofor dan HCN atau senyawa penginduksi ketahanan sistemik
tanaman. Hasil analisis pada penelitian sebelumnya siderofor, HCN, dan enzim
peroksidase dihasilkan oleh agens hayati yang digunakan pada penelitian ini.
Menurut Zhang (2004), pengendalian infeksi patogen pada tanaman oleh agens
hayati dapat terjadi secara langsung melalui mekanisme antibiosis atau secara
tidak langsung melalui induksi ketahanan sistemik tanaman. Selain itu, agens
hayati juga menghasilkan senyawa antibiotik yang berperan penting dalam
menekan berbagai patogen, terutama patogen tanah (Haas & Keel 2003; Siddiqui
2005). Senyawa antibiotik yang dihasilkan oleh kelompok Pseudomonas spp.
antara lain amphicin, phenazin, pyrrolnitrin, butilbenzen-sulphonamide, oomycin
A, phloroglucinol, pyoluteorin, viscocinamde, butirolacton, tencin, dan troplon
(Nielsen & Serensen 2003) dan Bacillus spp. menghasilkan antibiotik bacitracin
100
(Awais et al. 2007). Senyawa 2.4 diacetylphloroglucinol yang diproduksi Pseu-
domonas spp. memiliki kemampuan mengendalikan Xoo (Velusamy et al 2006).
Perlakuan benih dengan agens hayati dapat menurunkan penggunaan pupuk
P, hal ini dapat dilihat dari peubah hasil panen yang diamati seperti jumlah gabah
bernas, jumlah gabah total, persentase gabah bernas baik per malai maupun per
rumpun, dan berat 1000 butir gabah. Pada peubah tersebut, perlakuan
perendaman benih dalam B. subtilis 5/B dan perendaman dalam P. diminuta A6 +
B. subtilis 5/B pada peubah-peubah di atas secara konsisten merupakan perlakuan
terbaik pada dosis pupuk P 50 kg ha-1
. Hal ini menunjukkan bahwa agens hayati
yang diaplikasikan mampu berperan dalam melarutkan fosfat.
Pada penelitian ini tanah yang digunakan bersifat asam (pH=5). Pada tanah
bersifat asam unsur P terikat oleh Al (Al-P) dan Fe (Fe-P). Kehadiran asam
organik secara langsung dapat melarutkan fosfat yang merupakan hasil perubahan
anion PO42-
oleh anion asam atau terjadinya pengikatan ion Fe dan Al yang
sebelumnya mengikat unsur P ((Rodriquez & Fraga 1999). Menurut Khan et al.
(2009), peningkatan pelarutan fosfat adalah hasil kombinasi antara penurunan pH
tanah dan produksi asam organik dari bakteri pelarut fosfat yang diberikan,
sedangkan menurut Goenadi (2006), kemampuan melarutkan fosfat oleh mikroba
pelarut fosfat juga ditentukan oleh enzim fosfatase dan asam organik yang
dihasilkan.
Simpulan
Isolat agens hayati P. diminuta A6 yang diperlakukan secara tunggal atau
dicampur dengan B. subtilis 5/B dengan dan tanpa matriconditioning merupakan
perlakuan benih terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil panen.
Perlakuan matriconditioning + P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B merupakan
perlakuan terbaik dalam meningkatkan daya berkecambah benih.
Perlakuan perendaman benih dalam B. subtilis 5/B dan perendaman dalam
P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B mampu menurunkan penggunaan pupuk P
berdasarkan peubah hasil panen yaitu jumlah gabah bernas, jumlah gabah total,
persentase gabah bernas baik per malai maupun per rumpun, dan berat 1000 butir
101
gabah. Hasil terbaik pada kedua perlakuan tersebut didapat pada dosis pupuk P
50 kg ha-1
.
Perlakuan matriconditioning + P. diminuta A6 dan perendaman benih
dalam P. diminuta A6 dapat menurunkan jumlah koloni Xoo pada benih hasil
panen. Serangan HDB terendah terjadi pada kontrol negatif (51.37%),
perendaman dalam P. diminuta A6 (55.40%), perendaman dalam B. subtilis 5/B
(58.47%), dan perendaman dalam campuran P. diminuta A6+ B. subtilis 5/B
(59.26%).
Berdasarkan hasil penelitian di atas maka perlakuan P. diminuta A6 + B.
subtilis 5/B aplikasikan pada percobaan selanjutnya (Percobaan 5 & 6) yang
dilakukan di lapang.
PENGARUH PERLAKUAN BENIH DENGAN AGENS HAYATI DALAM
MENINGKATKAN PERTUMBUHAN TANAMAN, MENGURANGI
PENGGUNAAN PUPUK P, MENURUNKAN TINGKAT SERANGAN
HAWAR DAUN BAKTERI SERTA MENINGKATKAN HASIL DAN
MUTU BENIH PADI DI LAPANG
ABSTRAK
Agens hayati telah diyakini dapat berfungsi sebagai fitostimulator,
biofertilizer, dan biopestisida. Kemampuan tersebut telah banyak dilaporkan
peneliti pada berbagai tanaman. Aplikasinya pada tanaman padi belum banyak
dilaporkan, khususnya di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh perlakuan benih terhadap pertumbuhan, penggunaan pupuk
P, serangan HDB, hasil dan mutu benih padi yang dihasilkan di lapangan.
Penelitian ini terdiri atas dua percoban terpisah yang dilakukan di Sukamandi dan
Bogor. Hasil percobaan di Sukamandi menunjukkan bahwa: (1) pemberian pupuk
P dengan dosis 50 kg ha-1
menghasilkan tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah
gabah bernas, dan total jumlah gabah per malai yang lebih baik dibandingkan
pemberian pupuk P dengan dosis 100 kg ha-1
; (2) perlakuan benih dengan agens
hayati (campuran P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B) dengan atau tanpa
matriconditioning meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah anakan. Perlakuan
matriconditioning + agens hayati mampu meningkatkan jumlah gabah bernas dan
total jumlah gabah. Perlakuan perendaman dengan agens hayati mampu menekan
jumlah gabah hampa sehingga persentase gabah bernas tertinggi; (3) serangan HDB
terendah terjadi pada perlakuan pupuk P dengan dosis P 25 kg ha-1
dan 75 kg ha-1
masing-masing (20.70%) dan (21.61%). Perlakuan benih dengan bakterisida
streptomisin sulfat 0.2% mampu menekan HDB hingga 14% dan berbeda nyata
dengan kontrol positif; (4) rata-rata hasil gabah tertinggi diperoleh pada petak
perlakuan dosis pupuk P 100 kg ha-1
(6.38 ton ha-1
), sedangkan hasil pada petak
perlakuan benih dengan bakterisida adalah 6.62 ton ha-1
; (5) semua perlakuan benih
dan dosis pemupukan P tidak berpengaruh nyata terhadap mutu fisiologis benih hasil
panen, tetapi menurunkan populasi Xoo pada benih hasil panen. Hasil percobaan
lapangan di Bogor menunjukkan bahwa: (1) pemberian pupuk P 25 kg ha-1
dan 50
kg ha-1
meningkatkan tinggi tanaman; (2) perlakuan tanpa pupuk P menghasilkan
tingkat serangan HDB terendah (13.67 %). Perlakuan perendaman benih dalam
suspensi bakterisida atau dengan matriconditioning + bakterisida menurunkan
tingkat serangan HDB. Perlakuan perendaman benih dalam suspensi agens hayati
atau perlakuan dengan matriconditioning + agens hayati juga menurunkan tingkat
serangan HDB dibanding dengan kontrol; (3) perlakuan tanpa pemberian pupuk P
menghasilkan produksi gabah tertinggi (6.05 ton ha-1
). Akan tetapi, semua
perlakuan benih tidak berpengaruh nyata terhadap hasil gabah. Hasil gabah tertinggi
diperoleh pada perlakuan benih dengan perendaman dalam suspensi bakterisida (7.1
ton ha-1
), dan semua perlakuan benih dan dosis pemberian pupuk P tidak
berpengaruh nyata terhadap mutu fisiologis benih, tetapi menurunkan populasi Xoo
pada benih hasil panen.
Kata kunci: bakterisida, biofertilizer, biopestisida, mutu patologis benih
EFFECT OF SEED TREATMENT WITH BIOLOGICAL AGENTS ON
PLANT GROWTH, REDUCTION IN USE OF P FERTILIZER,
REDUCTION IN BACTERIAL LEAF BLIGHT INTENSITY
AND IMPROVEMENT IN YIELD AND QUALITY
OF RICE SEEDS IN THE FIELD
ABSTRACT
Biological agents is believed to function as fitostimulators, biofertilizers,
and biopesticides. These capabilities have been widely reported by researchers on
various crops. Application these agents to rice plants had not been widely
reported, particularly in Indonesia. The purpose of this study was to determine the
effect of seed treatment with rhizobacteria and matriconditioning on growth, seed
quality, use of fertilizer P, bacterial leaf blight (BLB) disase intensity, and and
yield of rice variety Ciherang in the field. The study consisted of two separate
experiments that were conducted in Sukamandi and Bogor. The experimental
results from Sukamandi showed that P fertilizer application at the rate of 50 kg
ha-1 produced plant height, number of tillers, number of pithy grains, and total
number of grains per panicle better than that 100 kg ha-1.. Seed treatments by
immersion in a mixture of P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B) with or without
matriconditioning increased plant height and number of tillers. Seed treatment
with matriconditioning + biological agents increased the number of pithy grains
and total number of grains. Seed treatment by immersion in the suspension of
biological agents reduced the number or empty grains, hence increase the
percentage of pithy grains. The lowest BLB attack occurred in plots applied with
P fertilizers at the rate of 25 kg ha-1
and 75 kg ha-1
, namely 20.70% and 21.61%,
respectively. Seed treatment with 0.2% streptomycin sulfate bactericide
suppressed the BLB intensity to 14% and significantly different from that of the
positive control (25.63%). The average grain yield obtained in plots treated the
highest rate of P fertilizer 100 kg ha-1 was 6.38 tons ha-1
, while the seed yield in
treatment with bactericide was 6.62 tons ha-1
. All the seed treatments and the rate
of P fertilizer applications significantly affected the physiological quality of seed
yield, but reduced population of Xoo in the seeds. Results of field experiments in
Bogor showed that P fertilizer application at 25 kg ha-1
and 50 kg ha-1
increased
plant heights, treatment without P fertilizer produced the lowest attack of BLB
(13.67 %). The treatment of seed immersion in suspension of biological agents
and treatment with biological agents + matriconditioning also lowered the rate
BLB than the control. Treatment without P fertilizer produced the highest grain
yield (6.05 tons ha-1
). However, all seed treatments gave no significant effect on
grain yields. The highest grain yield obtained in the seed treatment by soaking in
the bactericide suspension (7.1 ton ha-1
), and all treatments of P fertilizer
applications did not significantly affect physiological quality of the seeds, but
reduced population of Xoo in the seeds.
Key words: bactericide, biofertilizer, biopesticide, seed patologis quality
Pendahuluan
Keberhasilan produksi tanaman di lapangan diantaranya ditentukan oleh
penggunaan benih bermutu dan pemupukan yang tepat. Selain mutu fisik,
fisiologis, dan genetik yang tinggi, saat ini mutu kesehatan atau mutu patologis
benih juga telah menjadi kriteria penting dalam menunjang keberhasilan produksi.
Kriteria mutu patologis adalah benih terbebas dari infeksi atau kontaminasi
patogen. Penggunaan benih yang telah terinfeksi atau terkontaminasi patogen
terbawa benih (seedborne pathogen) akan menyebabkan penyebaran penyakit
relatif lebih cepat. Xanthomonas oryzae pv. oryzae merupakan salah satu patogen
terbawa benih pada tanaman padi dan telah menyebabkan kerugian yang besar
(Agarwal & Sinclair 1996; Ilyas et al. 2007).
Selain penggunaan benih bermutu tinggi, pemupukan juga merupakan
faktor penting dalam keberhasilan produksi padi. Pupuk fosfat merupakan hara
penting dalam pertumbuhan tanaman. Fosfat berperan penting dalam aktifitas
fisiologis dan biokimia seperti fotosintesis, perubahan gula menjadi pati, dan
transformasi sifat genetik (Mehrvarz & Chaichi 2008). Akan tetapi ketersediaan
fosfat di dalam tanah seringkali sangat rendah. Hal ini terjadi karena adanya
proses pengikatan atau fiksasi P yang cukup tinggi oleh tanah terhadap pupuk
yang diberikan. Pada tanah yang bersifat basa (pH tinggi), unsur P difiksasi oleh
kalsium (Ca) dan membentuk ikatan Ca-P yang sukar larut, sehingga tidak
tersedia bagi tanaman. Pada tanah yang bersifat masam (pH rendah), unsur P
difiksasi oleh besi (Fe) atau aluminium (Al) membentuk ikatan Fe-P atau Al-P
yang juga sukar larut dan tidak tersedia bagi tanaman (Tisdale et al. 1981;
Prihartini 2009).
Kemampuan agens hayati meningkatkan pertumbuhan dan mengendalikan
patogen penyebab penyakit tanaman telah banyak dilaporkan. Vidhyasekaran
(2001) melaporkan Pseudomonas fluorescens Pf1 dapat menginduksi ketahanan
sistemik pada tanaman padi, sehingga dapat mengendalikan Xoo. Rangarajan et
al. (2003) melaporkan Pseudomonas spp. dapat mengendalikan Xoo dan
Rhizoctonia solani, sedangkan Ji et al. (2008) melaporkan Lysobacter antibioticus
juga dapat mengendalikan HDB.
104
Beberapa peneliti telah melaporkan kemampuan agens hayati dalam
meningkatkan kelarutan fosfat dan pertumbuhan tanaman. Perlakuan benih
dengan P. fragi CS11RH1 meningkatkan perkecambahan dan biomassa, serta
penyerapan P pada gandum (Selvakumar et al. 2009). Inokulasi dengan B.
megatarium strain M3 dapat meningkatkan panjang akar dan bobot kering
tanaman mint (Mentha piperata L.) (Kaymak et al. 2008), sedangkan inokulasi
rizobakteri B. megatarium pada tanaman cabai meningkatkan hasil panen dan
juga efektif mengendalikan patogen P. capsici (Akul & Mirik 2008).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perlakuan benih
terhadap pertumbuhan tanaman, penggunaan pupuk P, serangan HDB, hasil dan
mutu benih padi yang dihasilkan di lapangan.
Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini terdiri atas dua percoban terpisah yang dilakukan di dua
lokasi. Percobaan pertama dilakukan di Kebun Percobaan Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi di Pusakanagara, Sukamandi. Percobaan ini berlangsung dari bulan
Maret sampai dengan Juni 2009. Percobaan kedua dilakukan di Kebun Percobaan
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi di Muara, Bogor. Percobaan berlangsung
dari bulan Juli sampai dengan Oktober 2009. Pengujian mutu fisiologis benih
dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan
Hortikuktura IPB Bogor. Pengujian mutu kesehatan benih dilakukan di
Laboratorium Bakteriologi, Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya
Genetik Pertanian di Bogor.
Rancangan Percobaan
Percobaan ini menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design).
Petak utama adalah lima taraf dosis pupuk P yaitu: (1) tanpa P; (2) 25 kg ha-1
;
(3) 50 kg ha-1
; (4) 75 kg ha-1
, dan (5) 100 kg ha-1
. Anak petak adalah enam
perlakuan benih yaitu: (1) Benih tidak diinokulasi Xoo (kontrol negatif), dan
tanpa perlakuan benih; (2) Benih padi terinfeksi Xoo hasil inokulasi buatan
105
(kontrol positif) dan tanpa perlakuan benih; (3) Benih terinfeksi Xoo direndam
dalam P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B; (4) Matriconditioning + Agens hayati; (5)
Benih terinfeksi Xoo direndam dalam bakterisida, dan (6) Matriconditioning +
Bakterisida. Total unit percobaan adalah 90 unit (6 perlakuan benih x 5 dosis
pemupukan x 3 ulangan).
Pembuatan Benih Terinfeksi Xanthomonas oryzae pv. oryzae
Pada percobaan ini digunakan patogen Xanthomonas oryzae pv. oryzae
(Xoo) patotipe IV asal Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi. Suspensi
Xoo disiapkan dengan cara menumbuhkan bakteri pada media padat PSA selama
48 jam. Suspensi patogen diencerkan hingga mencapai kerapatan 4.5 x 108 sel/ml
(skala 4 McFarland). Untuk mendapatkan benih terinfeksi, benih padi varietas
Ciherang direndam selama 24 jam dalam suspensi Xoo yang telah disiapkan.
Setelah perendaman, benih padi dikeringanginkan di laboratorium pada suhu
ruangan selama 12 jam.
Pembuatan Suspensi Agens Hayati
Agens hayati yang digunakan terdiri atas isolat B. subtilis 5/B dan P.
diminuta A6. Isolat P. diminuta A6 dibiakkan pada medium King‟S B sedangkan
isolat B. subtilis 5/B dibiakkan pada medium nutrient agar (NA). Suspensi agens
hayati dibuat dengan cara menumbuhkan isolat pada masing-masing medium
tumbuh. Isolat yang telah ditumbuhkan dalam medium ditempatkan dalam
ruangan inkubasi pada suhu ruang selama 48 jam. Suspensi agens hayati
diencerkan dengan air steril hingga mencapai kerapatan 4,5 x 108 sel/ml.
Pembuatan Perlakuan Matriconditioning
Bahan yang digunakan untuk matriconditioning adalah arang sekam yang
telah dihaluskan. Bubuk arang sekam yang telah dihaluskan (lolos saringan 32
mesh) disterilisasi dalam oven dengan suhu 1000C selama 24 jam. Perlakuan
matriconditioning dilakukan dengan perbandingan antara benih : bubuk arang
sekam : larutan pelembab (suspensi agens hayati atau larutan bakterisida) 1.0 :
0.8 : 1.2 (Ilyas et al. 2007). Perlakuan matriconditioning dilakukan dengan cara
106
melembabkan 250 g benih padi terinfeksi Xoo dengan 300 ml suspensi agens
hayati di dalam botol transparan ukuran 1.000 ml, menambahkan bubuk arang
sekam (200g/botol) ke dalam botol, mencampur benih dan arang sekam hingga
benihnya terlapisi secara merata, dan menutup botol dengan plastik. Benih yang
diberi perlakuan matriconditioning diaduk setiap 12 jam dan matriconditioning
dilakukan selama 30 jam dalam ruangan ber-AC pada suhu 250
C.
Penyemaian Benih, Penanaman, dan Pengamatan
Luas lahan (sawah) yang digunakan untuk setiap unit percobaan 4 m x 4 m.
Sebelum penanaman dilakukan analisis tanah. Benih yang telah diperlakukan,
disemai pada petak persemaian yang berukuran 1 m x 1 m untuk setiap perlakuan.
Benih dipelihara di petak persemaian sampai menjadi bibit siap tanam. Setelah
berumur 15 hari bibit ditanam sebanyak dua bibit/lubang tanam. Jarak tanam
yang digunakan adalah 25 cm x 25 cm.
Pengamatan pertumbuhan dilakukan pada tinggi tanaman diukur pada umur
5, 6, 7, 8 minggu setelah tanam, jumlah anakan produktif per rumpun, jumlah
gabah per malai, persentase gabah hampa, dan hasil gabah kering panen.
Pengamatan mutu benih yang dihasilkan meliputi daya berkecambah, kecepatan
tumbuh, indeks vigor, dan potensi tumbuh maksimum (ISTA 2007).Pengamatan
serangan penyakit dilakukan dengan cara menghitung persentase luas daun yang
terinfeks Xoo dan skoring (IRRI 1996). Data hasil percobaan dianalisis dengan
menggunakan teknik Beda Nyata Terkecil pada α 5%. Perhitungan Intensitas
penyakit dan klasifikasi respon ketahanan tanaman terhadap penyakit dilakukan
seperti pada percobaan 3dan 4 dalam disertasi ini.
Tabel 49 Skala pengujian lapang untuk penyakit hawar daun bakteri pada padi
Skor Luas infeksi pada daun (%)
1 1-5%
3 6-12%
5 13-25%
7 26-50%
9 51-100% Sumber. Standard evalution system for rice (1996).
107
Hasil Penelitian
Percobaan 1 di Kebun Percobaan Pusakanagara, Sukamandi
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada interaksi antara pemupukan P dan
perlakuan benih terhadap semua variabel yang diamati. Tabel 50-63 menyajikan
nilai rata-rata pengaruh faktor tunggal pupuk P atau perlakuan benih terhadap
tinggi tanaman, jumlah anakan, komponen hasil, tingkat serangan HDB, hasil
panen ubinan, dan hasil uji mutu fisiologis dan patologis benih.
1. Tinggi tanaman
Pada variabel tinggi tanaman umur 5 - 8 minggu setelah tanam (MST),
perlakuan pupuk P 50 kg ha-1
secara konsisten menghasilkan tinggi tanaman
tertinggi. Tetapi pada 8 MST perlakuan pupuk P 50 kg ha-1
menghasilkan tinggi
tanaman yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan pupuk P 100 kg ha-1.
Tabel 50 Pengaruh dosis pupuk P terhadap tinggi tanaman umur 5-8 MST di
Kebun Percobaan Pusakanagara
Dosis pupuk P
( kg ha-1
)
Tinggi tanaman (cm)
5 MST 6 MST 7 MST 8 MST
0 66.51 c 76.89 d 86.87 d 86.87 d
25 71.54 ab 81.75 b 89.62 bc 89.62 bc
50 74.46 a 85.93 a 92.11 a 92.12 a
75 68.77 bc 79.13 c 88.27 cd 88.27 cd
100 73.16 a 84.27 a 91.03 ab 91.03 ab Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata
menurut uji BNT pada α = 5%.
Pada perlakuan benih, 5 MST semua perlakuan benih menghasilkan tinggi
tanaman yang tidak berbeda nyata, kecuali pada bakterisida yang menghasilkan
tinggi tanaman terendah. Pada minggu 6-8 MST kontrol negatif secara konsisten
menghasilkan tinggi tanaman yang tertinggi, dan pada minggu ke 8 MST tinggi
tanaman yang dihasilkan tidak berbeda nyata dengan perlakuan perendaman
dalam isolat P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B (Tabel 51).
108
Tabel 51 Pengaruh perlakuan benih terhadap tinggi tanaman umur 5 – 8 MST di
Kebun Percobaan Pusakanagara
Perlakuan benih Tinggi tanaman (cm)
5 MST 6 MST 7 MST 8 MST
Kontrol negatif 73.17 a 83.18 a 90.65 a 90.65 a
Kontrol positif 70.20 a 80.83 bc 88.69 bc 88.69 bc
P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B 73.44 a 82.32 ab 90.32 ab 90.32 ab
Matriconditioning+ agens hayati 71.68 a 82.10 ab 89.72 abc 89.72 abc
Direndam bakterisida 65.22 b 79.05 c 88.55 c 88.55 c
Matrconditoning + bakterisida. 71.62 a 82.10 ab 89.56 abc 89.56 abc
Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
2. Jumlah anakan
Perbedaan dosis pupuk P menyebabkan perbedaan jumlah anakan
walaupun tidak menunjukkan pola yang jelas. Perbedaan jumlah anakan mulai
terlihat sejak 5 MST sampai 8 MST dengan pemupukan terbaik dalam
meningkatkan jumlah anakan pada dosis P 50 kg ha-1
. Jumlah anakan terendah
dihasilkan perlakuan tanpa pupuk P.
Tabel 52 Pengaruh dosis pupuk P terhadap jumlah anakan pada umur 5 – 8 MST
di Kebun Percobaan Pusakanagara
Dosis pupuk P
(kg ha-1
)
Jumlah anakan
5 MST 6 MST 7 MST 8 MST
0 21.42 c 19.63 b 18.16 d 18.16 d
25 24.90 ab 23.02 ab 19.16 cd 19.16 cd
50 26.51 a 27.45 a 22.36 a 22.36 a
75 23.95 b 21.34 b 19.36 c 19.36 c
100 25.54 ab 23.57 ab 20.82 b 20.82 b Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
Pada perlakuan benih, tidak terdapat perbedaan nyata dalam jumlah
anakan pada minggu 5, 7 dan 8 MST. Perbedaan jumlah anakan hanya terjadi
pada minggu ke 6 dengan jumlah tertinggi didapat pada perlakuan
matriconditioning + P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B yaitu 26.79 anakan/rumpun.
109
Tabel 53 Pengaruh perlakuan benih terhadap jumlah anakan pada umur 5- 8 MST
di Kebun Percobaan Pusakanagara
Perlakuan benih Jumlah anakan
5 MST 6 MST 7 MST 8 MST
Kontrol negatif 25.28 a 22.63 ab 20.27 a 20.27 a
Kontrol positif 25.10 a 21.74 ab 19.78 a 19.78 a P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B 25.76 a 22.87 ab 20.03 a 20.03 a Matriconditioning + agens hayati 24.94 a 26.79 a 20.04 a 20.04 a
Direndam bakterisida 21.13 b 21.07 b 19.27 a 19.27 a
Matrconditioning + bakterisida. 24.58 a 22.94 ab 20.44 a 20.44 a
Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda
nyata menurut uji BNT pada α = 5%.
3. Bobot gabah bernas, bobot gabah hampa, persentase gabah bernas, dan
jumlah malai per rumpun
Rata-rata berat gabah bernas dan persentase gabah bernas tertinggi didapat
pada perlakuan pupuk P 50 kg ha-1
(25.4 g/rumpun) dan 100 kg ha-1
(24.9
g/rumpun) tetapi tidak berbeda nyata dengan dosis pupuk P 75 kg ha-1
(23.2
g/rumpun) dan tanpa pupuk P (23.1 g/rumpun), sedangkan berat gabah hampa dan
jumlah malai tidak berbeda nyata pada semua dosis pupuk P (Tabel 54).
Tabel 54 Pengaruh dosis pupuk P terhadap bobot gabah bernas, bobot gabah
hampa, persentase gabah bernas, dan jumlah malai per rumpun di
Kebun Percobaan Pusakanagara
Dosis Pupuk P
(kg ha-1
)
Bobo gabah
hampa (g)
Bobot gabah
bernas (g)
Persentase
gabah
bernas (%)
Jumlah
malai/rumpun
0 0.57 a 23.10 ab 97.05 b 15.22 a
25 0.58 a 19.29 b 97.55 ab 11.50 a
50 0.49 a 25.40 a 97.84 a 11.00 a
75 0.52 a 23.20 ab 97.77 a 10.78 a
100 0,48 a 24.90 a 97.95 a 11.56 a Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
Perlakuan benih tidak berpengaruh nyata terhadap bobot gabah bernas,
bobot gabah hampa, persentase gabah bernas, dan jumlah malai per rumpun. Rata-
rata berat gabah bernas tertinggi didapat pada perlakuan benih dengan
perendaman dalam bakterisida, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan benih
lainnya (Tabel 55).
110
Tabel 55 Pengaruh perlakuan benih terhadap bobot gabah bernas, bobot gabah
hampa, persentase gabah bernas, dan jumlah malai per rumpun di
Kebun Percobaan Pusakanagara
Perlakuan benih
Bobot
gabah
hampa (g)
Bobot
gabah
bernas (g)
Persentase
gabah
bernas
Jumlah
malai/
rumpun
Kontrol negatif 0.527 a 24.08 a 97.71 a 17.27 a
Kontrol positif 0.541 a 21.13 a 97.44 a 10.73 a P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B 0.461 a 23.23 a 97.74 a 10.40 a Matriconditioning + agens hayati 0.527 a 22.81 a 97.65 a 11.21 a
Direndam bakterisida 0.605 a 25.77 a 97.52 a 11.64 a
Matrconditioning + bakterisida. 0.502 a 21.97 a 97.73 a 10.87 a Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
4. Jumlah gabah bernas, jumlah gabah hampa, total jumlah gabah, dan
persentase gabah bernas per malai
Pemupukan dengan dosis P 50 kg ha-1
meningkatkan rata-rata jumlah gabah
bernas (97.0 butir per malai) dan jumlah gabah total (128.3 butir/malai)
dibandingkan dengan perlakuan tanpa pupuk P (75.5 dan 98.7 butir/malai), tetapi
tidak berbeda nyata dengan P 100 kg ha-1
. Akan tetapi pengaruh dosis P 50 kg ha-
1 terhadap jumlah gabah bernas tidak berbeda nyata dengan P 75 kg ha
-1, dan P 25
kg ha-1
. Jumlah gabah hampa dan persentase jumlah gabah bernas tidak berbeda
nyata pada semua taraf dosis pupuk P (Tabel 56).
Tabel 56 Pengaruh dosis pupuk P terhadap jumlah gabah bernas, jumlah gabah
hampa, total jumlah gabah, dan persentase gabah bernas per malai di
Kebun Percobaan Pusakanagara
Dosis pupuk P
(kg ha-1
)
Jumlah
gabah
bernas/malai
Jumlah
gabah
hampa/malai
Total
jumlah
gabah/malai
Persentase
gabah
bernas/malai 0 75.51 b 23.18 a 98.70 c 76.85 a 25 83.95 ab 27.41 a 111.37 bc 75.88 a 50 97.00 a 31.37 a 128.27 a 75.85 a 75 84.64 ab 26.85 a 111.50 bc 76.57 a
100 87.40 ab 27.05 a 114.46 ab 76.88 a Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
111
Pada perlakuan benih, jumlah gabah bernas tertinggi dihasilkan oleh
kontrol negatif dan berbeda dengan seluruh perlakuan benih. Perlakuan
perendaman dalam agens hayati mampu menurunkan jumlah gabah hampa
sehingga persentase gabah bernas yang dihasilkan tertinggi (80.9 %), walaupun
tidak berbeda nyata dengan perlakuan benih lainnya, kecuali perlakuan benih
dengan bakterisida. Pada variabel total jumlah gabah, perlakuan tanpa inokulasi
(kontrol negatif) (126.8 butir per malai) dan perlakuan bakterisida (125.4 butir per
malai) menghasilkan jumlah total gabah tertinggi, tetapi tidak berbeda nyata
dengan perlakuan matriconditioning + agens hayati (116.0 butir/malai) (Tabel
57).
Tabel 57 Pengaruh perlakuan benih terhadap jumlah gabah bernas, jumlah gabah
hampa, total jumlah gabah, dan persentase gabah bernas per malai di
Kebun Percobaan Pusakanagara
Perlakuan Benih
Jumlah
gabah
bernas
Jumlah
gabah
hampa
Total
jumlah
gabah
Persentase
gabah
bernas
Kontrol negatif 101.85 a 24.96 bc 126.80 a 79.88 a
Kontrol positif 84.49 b 23.71 bc 108.20 bc 78.51 a P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B 82.64 b 19.38 c 102.02 bc 80.90 a Matriconditioning + agens hayati 86.04 b 29.91 b 116.00 ab 75.42 a
Direndam bakterisida 82.41 b 42.95 a 125.40 a 66.02 b
Matrconditioning + bakterisida. 76.69 b 22.16 bc 98.85 c 77.75 a
Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak
berbeda nyata menurut uji BNT pada α = 5%.
5. Mutu Fisiologis
Perlakuan dosis pemupukan P tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh
variabel mutu fisilogis benih (daya berkecmbah, indeks vigor, kecepatan tumbuh,
potensi tumbuh maksimu, T50, dan berat kering kecambah normal). Benih yang
diuji menunjukkan viabilitas dan vigor benih yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari
nilai indeks vigor seluruh perlakuan dosis pupuk P pada kisaran 84.0 – 87.2%,
daya berkecambah 91.7 – 97.4%, dan potensi tumbuh maksimum 93.3 – 98.8%
(Tabel 58).
112
Tabel 58 Pengaruh dosis pupuk P terhadap daya berkecambah (DB), Indeks
vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), potensi tumbuh maksimum
(PTM), T50, dan bobot kering kecambah normal (BKKN) benih hasil
panen di KP Pusakanagara
Dosis pupuk P
(kg ha-1
)
DB (%) IV (%) KCT
(%/etmal)
PTM
(%)
T50 BKKN
0 96.33 a 84.00 a 19.19 a 98.11 a 4.52 a 0.81 a
25 97.44 a 84.89 a 19.23 a 98.44 a 4.52 a 0.79 a
50 91.70 a 86.67 a 19.23 a 93.33 a 4.50 a 0.77 a
75 96.78 a 85.78 a 19.33 a 98.11 a 4.52 a 0.81 a
100 97.22 a 87.22 a 19.43 a 98.80 a 4.49 a 0.82 a
Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda
nyata menurut uji BNT pada α = 5%.
Perlakuan benih juga tidak berpengaruh nyata terhadap mutu fisiologis
benih hasil panen. Indeks vigor, daya berkecambah, dan potensi tumbuh
maksimum tertinggi didapat dari perlakuan benih direndam dalam larutan agens
hayati dengan nilai berturut-turut 86.8%, 98.3%, dan 98.9% (Tabel 59). Semua
perlakuan benih menghasilkan daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum
cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol positif. Mutu fisiologis
tidak berbeda nyata karena benih yang dipanen sudah masak fisiologis, sehingga
pada seluruh perlakuan dosis pemupukan P dan perlakuan benih menghasilkan
benih dengan mutu fisiologis yang tinggi.
Tabel 59 Pengaruh perlakuan benih terhadap daya berkecambah (DB), indeks
vigor (IV), iecepatan tumbuh (KCT), potensi tumbuh maksimum
(PTM), T50, dan bobot kering kecambah normal (BKKN) ) benih hasil
panen di KP Pusakanagara
Perlakuan Benih DB
(%)
IV (%) KCT
(%/etmal)
PTM
(%)
T50 BKKN
Kontrol negatif 96.40 a 85.87 a 19.39 a 98.80 a 4.51 a 0.81 a
Kontrol positif 91.07 a 88.53 a 19.38 a 92.40 a 4.51 a 0.80 a
Isolat A6 + Isolat
5/B 98.27 a 86.80 a 19.29 a 98.93 a
4.52 a 0.81 a
Matriconditioning +
agens hayati 96.80 a 85.73 a 19.32 a 98.00 a
4.48 a 0.79 a
Direndam
bakterisida 96.53 a 81.87 a 19.23 a 98.00 a
4.52 a 0.78 a
Matrconditioning +
bakterisida. 96.27 a 85.47 a 19.16 a 98.00 a
4.51 a 0.80 a
Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
113
6. Serangan Hawar Daun Bakteri
Pemupukan P mempengaruhi serangan penyakit hawar daun bakteri pada
tanaman, hal ini terlihat dari data pada Tabel 60. Serangan penyakit HDB yang
ditunjukkan oleh luas infeksi pada daun tertinggi terjadi pada tanaman tanpa
pemupukan P yang berbeda nyata dengan dosis lainnya. Serangan penyakit
terendah terjadi pada dosis P 25 dan 75 kg ha-1
. Semua dosis pupuk P
menghasilkan respon tanaman agak rentan terhadap serangan HDB.
Tabel 60 Pengaruh dosis pupuk P terhadap luas luka pada daun /rumpun dan
respon ketahanan tanaman akibat penyakit hawar daun bakteri di
Kebun Percobaan Pusakanagara
Dosis pupuk P
(kg ha-1
)
Luas infeksi daun/rumpun
(%)
Respon ketahanan
0 23.91 a Agak rentan
25 20.70 c Agak rentan
50 22.65 b Agak rentan
75 21.61 c Agak rentan
100 22.61 b Agak rentan Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
Perlakuan bakterisida merupakan perlakuan benih terbaik dengan tingkat
serangan HDB 14.0% yang berbeda nyata dengan semua perlakuan benih.
Tingkat serangan tertinggi terjadi pada perlakuan kontrol positif (25.6%). Per-
lakuan benih dengan agens hayati juga mampu menurunkan serangan penyakit
jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol positif (Tabel 61). Semua perlakuan
benih menghasilkan respon agak rentan pada tanaman.
Tabel 61 Pengaruh perlakuan benih terhadap luas luka pada daun umpun dan
respon ketahanan tanaman akibat penyakit hawar daun bakteri di
Kebun Percobaan Pusakanagara
Perlakuan Benih Luas infeksi
daun/rumpun (%)
Respon ketahanan
Kontrol negatif 24.22 b Agak rentan
Kontrol positif 25.63 a Agak rentan
P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B 23.83 b Agak rentan
114
Matriconditioning + agens hayati 23.77 b Agak rentan
Direndam bakterisida 14.00 d Agak rentan
Matrconditioning + bakterisida. 22.33 c Agak rentan Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT
pada α = 5%.
7. Mutu Patologis Benih
Terdapat interaksi antara perlakuan benih dan dosis pupuk P terhadap mutu
patologis benih (Tabel 62). Tanpa pemupukan P sampai dosis P 50 kg ha-1
, koloni
Xoo tertinggi didapat pada perlakuan kontrol negatif, kecuali pada dosis P 25 kg
ha-1
koloni Xoo tertinggi terjadi pada perlakuan kontrol positif dan juga tidak
berbeda dengan perlakuan perendalam benih dalam P. diminuta A6 + B. subtilis
5/B. Pada dosis P 75 dan 100 kg ha-1
, koloni Xoo tertinggi didapat pada perlakuan
kontrol positif.
Semua perlakuan benih menurunkan secara nyata koloni Xoo. Pada dosis P
50 kg ha-1
dan tanpa pemupukan P kontrol negatif menunjukkan koloni Xoo
tertinggi. Pada dosis P 25kg ha-1
rata-rata koloni tertinggi ditemui pada kontrol
positif tetapi tidak berbeda nyata dengan kontrol negatif. Pada dosis P 75 dan 100
kg ha-1
kontrol positif menunjukkan koloni Xoo tertinggi.
Tabel 62 Interaksi perlakuan benih dan dosis pupuk P terhadap jumlah koloni
Xoo (x104cfu/ml) yang diekstraksi dari 400 butir benih padi hasil panen
di Kebun Percobaan Pusakanagara
Perlakuan benih Dosis pupuk P
0 25 50 75 100
Kontrol negatif 4.06 Aa 3.49 Aa 4.08 Aa 3.90 Ba 2.02 Db
Kontrol positif 3.97 Bc 4.08 Ab 3.06 Be 4.57 Aa 3.45 Ad
Isolat A6 + isolat 5/B 1.52 Cd 3.90 Aa 1.68 Cc 1.68 Dc 2.30 Bb
Matriconditioning + agens hayati 1.40 Cd 1.70 Bc 1.71 Cc 2.47 Ca 2.14 Cb
Perendaman dalam bakterisida 1.70 Cb 1.70 Bb 1.70 Cb 1.50 Ec 1.80 Ea
Matriconditioning + bakterisida. 1.70 Ca 1.60 Bb 1.60 Cb 1.4 Fc 1.6 Fb
Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf besar yang sama pada baris yang sama dan
angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada α = 5%.
8. Produksi Gabah
Tidak terdapat interaksi antara pemupukan P dan perlakuan benih terhadap
produksi gabah kering panen (GKP). Tabel 63 menunjukkan, hasil tertinggi pada
perlakuan dosis pupuk P didapat pada perlakuan 100 kg ha-1
(6.38 to ha-1
), tetapi
tidak berbeda nyata dengan dosis 25 dan 50 kg ha-1
(masing-masing 6.33 ton ha-1
115
dan 6.30 ton ha-1
). Perlakuan benih terbaik adalah perendaman dalam bakterisida
(6.62 ton ha-1
) dan berbeda nyata dengan semua perlakuan dan hasil terendah pada
kontrol negatif (5.80 ton ha-1
).
Tabel 63 Pengaruh dosis pupuk P dan perlakuan benih terhadap produksi gabah
(ton ha-1
) di Kebun Percobaan Pusakanagara
Dosis pupuk P
(kg ha-1
)
Produksi
gabah Perlakuan benih
Produksi
gabah
0 6.07 b Kontrol negatif 5.80 d
25 6.33 a Kontrol positif 6.14 c
50 6.30 a Isolat A6 + isolat 5/B 6.36 b
75 5.89 b Matriconditioning + agens hayati 6.37 b
100 6.38 a Direndam bakterisida 6.62 a
Matriconditioning+ bakterisida 5.88 d Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
Percobaan 2 di Kebun Percobaan Muara, Bogor
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada interaksi nyata antara dosis
pemupukan P dan perlakuan benih terhadap semua variabel yang diamati. Data
nilai rata-rata pengaruh faktor tunggal pemupukan P atau perlakuan benih
terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan, komponen hasil, mutu fisiologis,
serangan HDB, mutu patologis, dan hasil panen disajikan pada Tabel 64-77.
1. Tinggi tanaman
Pada variabel pengamatan tinggi tanaman, 5 minggu setelah tanam (MST)
tidak ada perbedaan tinggi tanaman. Perbedaan tinggi tanaman mulai terlihat
pada 6 dan 7 MST, tanaman tertinggi didapat pada dosis pupuk P 25 kg ha-1
.
Pada akhir pengamatan tinggi tanaman (8 MST), dosis pupuk P 25 dan 50 kg ha-1
menghasilkan tinggi tanaman tertinggi.
Tabel 64 Pengaruh dosis pupuk P terhadap tinggi tanaman umur 5-8 MST di
Kebun Percobaan Muara
Dosis Pupuk P
(kg ha-1
)
Tinggi tanaman (cm)
5 MST 6 MST 7 MST 8 MST
0 57.06 a 68.11 bc 72.59 bc 75.89 b
25 59.96 a 72.42 a 76.77 a 79.96 a
50 60.27 a 67.44 bc 72.72 bc 79.94 a
75 57.72 a 66.75 c 70.18 c 72.11 c
100 60.02 a 70.07 ab 74.52 ab 76.86 ab
116
Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
Pada perlakuan benih, 5–6 MST perlakuan kontrol positif menghasilkan
tinggi tanaman tertinggi, pada pertumbuhan selanjutnya 7–8 MST pengaruh
perlakuan benih terhadap tinggi tanaman tidak menunjukkan perbedaan nyata
untuk semua perlakuan benih (Tabel 65).
Tabel 65 Pengaruh perlakuan benih terhadap tinggi tanaman umur 5–8 MST di
Kebun Percobaan Muara
Perlakuan benih Tinggi tanaman (cm)
5 6 7 8 Kontrol negatif 58.10 b 68.21 b 72.74 a 74.75 a Kontrol positif 62.01 a 71.49 a 75.56 a 77.66 a P. diminuta + B. subtilis 5/B 59.41 ab 69.92 ab 74.27 a 77.24 a Matriconditioning + agens hayati 57.94 b 67.64 b 71.92 a 74.62 a Perendaman dalam bakterisida 58.02 b 68.52 ab 73.60 a 77.19 a Matriconditioning + bakterisida. 58.55 b 67.94 b 72.02 a 75.43 a
Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
2. Jumlah Anakan
Tabel 66 menunjukkan pada umur 5 MST dosis pupuk P 100 kg ha-1
menghasilkan jumlah anakan tertinggi (15.78 anakan/rumpun), pada umur 6 MST
tanpa pupuk P, jumlah anakan tertinggi (18.42 anakan/rumpun), akan tetapi pada
akhir pengamatan 7 dan 8 MST semua perlakuan dosis pupuk P tidak berbeda
nyata.
Tabel 66 Pengaruh dosis pupuk P terhadap jumlah anakan pada umur 5 – 8 MST
di Kebun Percobaan Muara, Bogor
Dosis pupuk P Jumlah anakan
(kg ha-1
) 5 6 7 8
0 11.51 b 18.42 a 11.90 a 12.41 a
25 12.15 b 17.95 ab 11.87 a 11.83 a
50 14.50 a 12.04 c 12.00 a 11.88 a
75 12.87 b 17.76 ab 11.81 a 11.80 a
100 15.78 a 16.46 b 12.40 a 12.30 a Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
117
Semua perlakuan benih juga tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah
anakan mulai dari awal sampai akhir pengamatan. Hal ini menunjukkan perlakuan
belum mampu meningkatkan jumlah anakan. Akan tetapi umumnya pada tanaman
padi, jumlah anakan terkait dengan sifat genetik tanaman (Tabel 67).
Tabel 67 Pengaruh perlakuan benih terhadap jumlah anakan umur 5-8 MST di
Kebun Percobaan Muara, Bogor
Perlakuan benih Jumlah anakan
5 6 7 8 Kontrol negatif 13.45 a 15.83 a 11.81 a 12.56 a Kontrol positif 14.04 a 16.04 a 11.77 a 11.63 a P. diminuta + B. subtilis 5/B 13.08 a 16.68 a 11.93 a 11.80 a Matriconditioning + agens hayati 13.08 a 16.61 a 12.16 a 11.90 a Perendaman dalam bakterisida 14.11 a 17.62 a 12.78 a 12.64 a Matriconditioning + bakterisida. 12.42 a 16.38 a 11.52 a 11.73 a
Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
3. Bobot gabah bernas, bobot gabah hampa, persentase gabah bernas, dan
jumlah malai per rumpun.
Rata-rata bobot gabah bernas dan persentase gabah bernas tertinggi
didapat pada perlakuan tanpa pupuk P tetapi tidak berbeda nyata dengan dosis
pupuk P 100 kg ha-1
, sedangkan berat gabah hampa dan jumlah malai per rumpun
tidak berbeda nyata pada semua dosis pupuk P (Tabel 68).
Tabel 68 Pengaruh dosis pupuk P terhadap bobot gabah bernas, bobot gabah
hampa, persentase gabah bernas, dan jumlah malai per rumpun di
Kebun Percobaan Muara
Dosis Pupuk P
(kg ha-1
)
Bobot
gabah
bernas (g)
Bobot
gabah
hampa (g)
Persentase
gabah
bernas
Jumlah
malai per
rumpun
0 31.60 a 1.83 a 94.39 a 15.22 a
25 24.96 b 1.96 a 92.59 b 11.50 a
50 26.04 b 1.97 a 92.57 b 11.00 a
75 26.81 b 2.07 a 92.60 b 10.77 a
100 27.67 ab 1.59 a 94.47 a 11.55 a Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
118
Rata-rata bobot gabah bernas dan persentase gabah bernas tertinggi
didapat pada perlakuan benih dengan perendaman dalam bakterisida, tetapi tidak
berbeda nyata dengan perlakuan benih lainnya. Bobot gabah hampa dan jumlah
malai tidak berbeda nyata pada semua perlakuan benih (Tabel 69).
Tabel 69 Pengaruh perlakuan benih terhadap bobot gabah bernas, bobot gabah
hampa, persentase gabah bernas, dan jumlah malai per rumpun di
Kebun Percobaan Muara, Bogor
Perlakuan Benih
Bobot
gabah
bernas (g)
Bobot
gabah
hampa (g)
Persentase
gabah
bernas
Jumlah
malai
Kontrol negatif 25.07 a 1.99 a 92.52 a 17.26 a Kontrol positif 25.55 a 1.97 a 92.58 a 10.73 a P. diminuta + B. subtilis 5/B 28.67 a 1.96 a 93.44 a 10.40 a Matriconditioning + agens hayati 27.39 a 1.73 a 93.87 a 11.21 a Perendaman dalam bakterisida 31.97 a 1.96 a 94.11 a 11.64 a Matriconditioning + bakterisida. 25.84 a 1.69 a 93.48 a 10.86 a Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
4. Jumlah gabah bernas, jumlah gabah hampa, total jumlah gabah, dan
persentase jumlah gabah bernas per malai.
Tabel 70 menunjukkan, rata-rata jumlah gabah bernas, jumlah gabah hampa
dan persentase gabah benas tidak berbeda nyata pada semua dosis pupuk P,
sedangkan jumlah total gabah terendah pada dosis pupuk P 50 kg ha-1
. Demikian
pula semua pengaruh perlakuan benih tidak berbeda nyata terhadap jumlah gabah
bernas, jumlah gabah hampa, total gabah, dan persentase gabah benas (Tabel 71).
Tabel 70 Pengaruh dosis pupuk p terhadap jumlah gabah bernas, jumlah gabah
hampa, persentase gabah bernas, dan total jumlah gabah per malai,
Kebun Percobaan Muara,Bogor
Dosis pupuk P
(kg ha-1
)
Jumlah
gabah
bernas/malai
Jumlah gabah
hampa/malai
Total
jumlah
gabah/malai
Persentase
gabah
bernas/malai
0 99.45 a 26.77 a 126.22 a 79.01 a
25 95.12 a 31.91 a 127.04 a 74.87 a
50 85.79 a 28.36 a 114.15 b 75.16 a
75 91.39 a 24.86 a 116.25 ab 78.21 a
100 89.81 a 29.47 a 119.27 ab 75.58 a Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
119
Tabel 71 Pengaruh perlakuan benih terhadap jumlah gabah bernas, jumlah gabah
hampa, persentase gabah bernas, dan total jumlah gabah per malai,
Kebun Percobaan Muara, Bogor
Perlakuan Benih
Jumlah
gabah
bernas
Jumlah
gabah
hampa
Total
jumlah
gabah
Persentase
gabah
bernas Kontrol negatif 90.42 a 31.66 a 122.08 a 74.31 a Kontrol positif 87.28 a 27.51 a 114.80 a 76.31 a P. diminuta + B. subtilis 5/B 93.57 a 28.13 a 121.69 a 76.10 a Matriconditioning + agens hayati 93.73 a 29.69 a 123.42 a 76.26 a Perendaman dalam bakterisida 99.62 a 29.44 a 129.06 a 77.38 a Matriconditioning + bakterisida. 89.77 a 23.32 a 113.09 a 79.12 a
Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata
menurut uji BNT pada α = 5%.
5. Mutu Fisiologis Benih Hasil Panen
Mutu fisiologis benih hasil panen KP. Muara diuji setelah benih disimpan
selama 6 minggu. Perlakuan dosis pemupukan P tidak berpengaruh nyata terhadap
seluruh variabel mutu fisilogis benih. Benih yang diuji menunjukkan viabilitas
dan vigor benih yang tinggi. Hal ini dapat dilihat pada nilai indeks vigor benih
dari seluruh perlakuan dosis pupuk P berkisar 95.4 – 97.8%, daya berkecambah
96.8 – 98.2%, dan potensi tumbuh maksimum 97.2 – 98.7%.
Tabel 72 Pengaruh dosis pupuk P terhadap daya berkecambah (DB), indeks vigor
(IV), kecepatan tumbuh (KCT), potensi tumbuh maksimum (PTM),
T50, dan Bobot kering kecambah normal (BKKN) benih hasil panen di
KP Muara, Bogor
Dosis Pupuk P
(kg ha-1
)
DB
(%)
IV
(%)
KCT
(%/etmal)
PTM
(%)
T50 BKKN
0 96.78 a 95.44 a 17.71 a 97.22 a 5.02 a 0.52 a
25 98.22 a 97.78 a 18.09 a 98.67 a 4.88 a 0.44 a
50 97.44 a 96.22 a 17.88 a 98.11 a 4.88 a 0.45 a
75 97.22 a 95.78 a 17.65 a 97.67 a 4.89 a 0.41 a
100 97.56 a 96.67 a 17.93 a 98.33 a 4.70 a 0.44 a Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
120
Perlakuan benih juga tidak berpengaruh nyata terhadap variabel mutu
fisiologis benih. Daya berkecambah, indeks vigor, potensi tumbuh maksimum,
dan kecepatan tumbuh tertinggi didapat dari perlakuan matriconditioning + agens
hayati dengan nilai berturut-turut 98.30%; 97.50%; 98.53%, dan 18.01 % /etmal.
Tabel 73 Pengaruh perlakuan benih terhadap daya berkecambah (DB), indeks
vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), potensi tumbuh maksimum
(PTM), T50, dan bobot kering kecambah normal (BKKN) benih hasil
panen di KP Muara, Bogor
Perlakuan Benih DB
(%)
IV
(%)
KCT
(%/etmal)
PTM
(%)
T50 BKKN
Kontrol negatif 97.20
a
96.13
a 17.78 a
97.87
a
4.92
a
0.49 a
Kontrol positif 97.33
a
96.27
a 17.87 a
98.13
a
4.87
a
0.42 a
P. diminuta + B. subtilis 5/B 97.20
a
96.67
a 17.77 a
97.87
a
4.94 a 0.46 a
Matriconditioning + agens
hayati
98.30
a
97.50
a 18.01 a
98.53
a
4.87
a
0.46 a
Perendaman dalam
bakterisida
97.60
a
95.47
a 17.78 a
98.13
a
4.88
a
0.44 a
Matriconditioning +
bakterisida
97.07
a
96.27
a 17.84 a
97.47
a
4.76
a
0.48 a
Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
6. Serangan Hawar Daun Bakteri
Perlakuan tanpa pupuk P menghasilkan tingkat serangan terendah dan tidak
berbeda nyata dengan dosis pupuk P 75 kg ha-1
. Serangan penyakit hawar daun
bakteri tertinggi justru terjadi pada tanaman dengan pemupukan P yaitu pada dosis
25, 50, 100 kg ha-1
(Tabel 74).
Tabel 74 Pengaruh dosis pupuk P terhadap luas luka pada daun/rumpun dan
respon tanaman akibat penyakit hawar daun bakteri di Kebun
Percobaan Muara, Bogor
Dosisi pupuk P
(kg ha-1
)
Luas infeksi
daun/rumpun (%)
Respons tanaman
0 13.67 c Agak rentan
25 18.62 a Agak rentan
50 17.61 ab Agak rentan
75 14.71 bc Agak rentan
100 18.05 a Agak rentan
121
Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata
menurut uji BNT pada α = 5%.
Tabel 75 menunjukkan, tidak terdapat pengaruh nyata perlakuan benih
dalam menekan tingkat serangan penyakit. Perlakuan benih perendaman dalam
bakterisida dan matriconditioning + bakterisida menekan tingkat serangan HDB
dan berbeda nyata dengan kontrol positif (benih yang inokulasikan patogen).
Perlakuan benih dengan agens hayati juga mampu menurunkan rata-rata serangan
penyakit HDB tetapi tidak berbeda nyata dengan kontrol positif dan negatif.
Tabel 75 Pengaruh perlakuan benih terhadap terhadap luas luka pada daun/rum-
pun dan respon tanaman akibat penyakit hawar daun bakteri di Kebun
Percobaan Muara , Bogor
Perlakuan Benih Luas infeksi
daun/rumpun (%)
Respon tanaman
Kontrol negatif 16.49 ab Agak rentan
Kontrol positif 19.74 a Agak rentan P. diminuta + B. subtilis 5/B 16.59 ab Agak rentan
Matriconditioning + agens hayati 17.12 ab Agak rentan
Direndam bakterisida 13.45 b Agak rentan
Matriconditioning + bakterisida. 15.82 b Agak rentan Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
7. Mutu Patologis
Terdapat interaksi antara perlakuan benih dan dosis pupuk P terhadap
mutu patologis benih (Tabel 76). Perlakuan benih dan dosisi pupuk P sangat
menentukan jumlah koloni yang ditemui pada benih yang diuji. Pada perlakuan
kontrol negatif dan kontrol positif, rata-rata koloni tertinggi didapat pada dosis P
50 kg ha-1
. Pada perlakuan perendaman dengan suspensi P. diminuta A6 + B.
subtilis 5/B, rata-rata koloni tertinggi terjadi pada tanpa pemupukan P. Pada
perlakuan matriconditioning + agens hayati, koloni Xoo tertinggi didapat pada
dosis P 100 kg ha-1
, sedangkan pada perlakuan perendaman dengan bakterisida
dan matricondtioning + bakterisida, koloni Xoo menurun secara nyata dan tidak
berbeda pada semua dosis P. Jika diamati berdasarkan dosis pupuk, rata-rata
tertinggi jumlah koloni didapat pada kontrol positif pada setiap dosis pupuk P.
122
Tabel 76 Interaksi perlakuan benih dan pupuk P terhadap jumlah koloni Xoo
(x104cfu/ml) yang diekstraksi dari 400 butir benih padi hasil panen di
Kebun Percobaan Muara
Perlakuan benih Dosis pupuk P (kg/ha)
0 25 50 75 100 Kontrol negatif 1.99 Cd 3.58 Bb 5.19 Ba 2.24 Bc 3.65 Ab
Kontrol positif 4.59 Ab 4.59 Ab 6.51 Aa 3.58 Ac 3.63 Ac
Isolat A6 + isolat 5/B 3.69 Ba 1.41 Cb 1.41 Cb 1.82 Bb 1.61 Bb
Matriconditioning + agens hayati 1.69 Cb 1.69 Cb 1.41 Cb 1.82 Bb 3.41 Aa
Perendaman dalam bakterisida 1.41 Ca 1.41 Ca 1.41 Ca 1.41 Ba 1.52 Ba
Matriconditioning + bakterisida. 1.41 Ca 1.52 Ca 1.41 Ca 1.41 Ba 1.41 Ba
Keterangan: Angka-angka yang diikuti dengan huruf besar yang sama pada baris yang sama dan
angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata menurut uji BNT pada α = 5%.
8. Produksi Gabah
Tabel 77 menunjukkan, perlakuan tanpa pupuk P menghasilkan berat
gabah kering panen (GKP, dengan kadar air 13%) tertinggi (6.05 ton ha-1
) tetapi
tidak berbeda nyata dengan dosis pupuk P 100 kg ha-1
(5.8 ton ha-1
) dan dosis
pupuk P 75 kg ha-1
(5.75 ton ha-1
). Semua perlakuan benih tidak menunjukkan
perbedaan produksi gabah kering panen.
Tabel 77 Pengaruh dosis pupuk P dan perlakuan benih terhadap produksi gabah
di Kebun Percobaan Muara
Dosis pupuk P
(kg ha-1
)
Produksi gabah
(ton ha-1
) Perlakuan benih
Produksi gabah
(ton ha-1)
0 6.05 a Kontrol negatif 6.58 a
25 5.025 bc Kontrol positif 6.45 a
50 5.01 c Isolat A6 + isolat 5/B 6.25 a
75 5.75 ab Matriconditioning + agens hayati 6.45 a
100 5.80 ab Direndam bakterisida 7.10 a
Matriconditioning + bakterisida. 6.25 a
Keterangan: Angka pada tiap kolom yang diikuti dengan huruf sama tidak berbeda nyata menurut
uji BNT pada α = 5%.
123
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian perlakuan benih dan pemupukan P dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman dan jumlah anakan), jumlah
gabah bernas, dan jumlah total gabah per malai di KP Pusakanagara, bahkan hasil
terbaik untuk variabel tersebut di atas didapat pada dosis P 50 kg ha-1
. Perbaikan
peubah-peubah yang diamati tersebut berasal dari perlakuan benih dengan agens
hayati yang dilakukan dengan teknik perendaman atau dengan matriconditioning.
Perlakuan dengan matriconditioning + agens hayati bahkan mampu meningkatkan
jumlah gabah bernas dan total jumlah gabah. Perlakuan benih dengan perendaman
dalam suspensi agens hayati saja mampu menekan jumlah gabah hampa sehingga
menghasilkan persentase gabah bernas tertinggi. Di Kebun Percobaan Muara
didapatkan hasil bahwa pemberian dosis pupuk P 25 kg ha-1
dan 50 kg ha-1
mampu
meningkatkan tinggi tanaman, sedangkan dosis pupuk P 50 kg ha-1
dan 100 kg ha-1
meningkatkan jumlah anakan hingga minggu ke-5.
Seperti penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, perbaikan peubah-
peubah yang diamati pada penelitian ini disebabkan agens hayati yang digunakan
menghasilkan hormon tumbuh asam indol asetat (IAA) yang dapat memacu
pertumbuhan. Hasil analisis agens hayati yang digunakan pada penelitian ini,
isolat P. diminuta A6 dan B. subtilis 5/B memproduksi hormon IAA masing-
masing sebesar 8.68 µg/ml dan 22.10 (µg/ml). Egamberdiyeva (2005) dan Bae et
al. (2007) menyatakan bahwa agens hayati sebagai agens pemacu pertumbuhan
dan peningkatan produksi tanaman dapat melalui beberapa mekanisme yaitu
mampu memfiksasi nitrogen, melarutkan fosfat, dan memproduksi hormon
pertumbuhan tanaman seperti IAA, giberelin, dan sitokinin.
Selain itu, agens hayati yang digunakan dalam penelitian ini juga mampu
melarutkan fosfat karena memiliki aktivitas enzim fosfatase yang dapat
melarutkan fosfat. Akan tetapi kandungan enzim fosfatase yang dimiliki masih
belum mampu melarutkan pupuk P dalam jumlah yang nyata . Menurut Soetanto
(2008), kemampuan agens hayati sebagai pemacu pertumbuhan dipengaruhi
beberapa hal diantaranya kemampuan agens hayati menyesuaikan diri dengan
124
lingkungan perakaran, ketersediaan nutrisi bagi agens hayati, dan populasi atau
kepadatan agens haayti saat mengkolonisasi inang.
Secara umum perlakuan mampu menurunkan serangan penyakit baik di
KP Pusakanagara maupun di KP Muara . Penurunan serangan penyakit tersebut
tampaknya berkontribusi terhadap produksi padi. Produksi padi tertinggi dan
serangan penyakit HDB terendah dihasilkan oleh perlakuan perendaman benih
dalam bakterisida pada kedua lokasi percobaan. Produksi padi di KP
Pusakanagara adalah 6.62 ton ha-1
dengan serangan penyakit 14% per rumpun
(Tabel 71 dan 69). Produksi padi di KP Muara 7.10 ton ha-1
dan serangan
penyakit 13.45% per rumpun (Tabel 85 dan 83). Hasil ini sejalan dengan
penelitian Syamsuddin (2010) yang melaporkan penurunan kejadian penyakit
busuk phytopthora pada tanaman cabai berkontribusi terhadap peningkatan benih
yang dipanen.
Berdasarkan perlakuan pemupukan P didapat hasil bahwa di KP
Pusakanegara produksi tertinggi diperoleh pada dosis P 100 kg ha-1
sedangkan di
KP Muara produksi tertinggi diperoleh pada perlakuan tanpa pemupukan P. Hasil
yang berbeda ini diduga disebabkan oleh sifat pupuk P yang sulit tersedia dan
berbeda-beda pada setiap lokasi. Menurut Syarif (2005), defisiensi hara fosfor
(P) adalah salah satu kendala dalam sistem produksi tanaman padi. Defisiensi ini
terdapat luas pada hampir semua ekosistem pertanaman padi.
Semua perlakuan benih dan dosis pemupukan P baik penelitian yang
dilakukan di KP Pusakanegara atau di KP Muara tidak memberikan pengaruh yang
nyata terhadap mutu fisiologis benih hasil panen. Mutu fisiologis tidak berbeda
karena benih yang dipanen sudah masak fisiologis, sehingga pada seluruh
perlakuan dosis pemupukan P dan perlakuan benih menghasilkan mutu fisiologis
benih yang tinggi. Pengaruh yang nyata pada mutu fisiologis benih didapat jika
perlakuan benih diberikan langsung pada benih yang diuji seperti pada percobaan
kedua dalam disertasi ini. Simon et al. (2001) menyatakan untuk meningkatkan
vigor tanaman dapat dilakukan dengan memodifikasi mikroflora di sekitar benih
dengan cara memberikan secara langsung mikroorganisme khusus pada benih.
Pemberian secara langsung pada benih tersebut akan mengurangi mikroflora
125
patogenik disekitar benih karena saat ditanama, benih akan langsung dikolonisasi
mikroorganisme yang sudah ada sebelumnya.
Perlakuan benih dan pemupukan P memberikan pengaruh nyata
menurunkan jumlah koloni Xoo yang ditemukan pada benih hasil panen baik
percobaan yang dilakukan di KP Pusakanagara atau di KP Muara. Penurunan jumlah
koloni Xoo yang ditemui pada benih hasil panen ini diduga berkaitan dengan tingkat
serangan penyakit HDB pada tanaman. Pada beberapa perlakuan benih dan dosis
pupuk P hasil análisis regresi antara jumlah koloni patogen dan serangan penyakit
pada tanaman (luas infeksi pada daun) menunjukkan hasil regresi yang nyata
(Gambar 9 dan 10).
Gambar 9 Hubungan antara jumlah koloni Xoo dan serangan
penyakit pada perlakuan benih perendaman suspensi
P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B.
Gambar 10 Hubungan antara jumlah koloni Xoo dan serangan
y = -0,360x + 7,945R² = 0,672
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
0 5 10 15 20
ko
lon
i xo
o (
10
4cf
u/m
l)
luas luka pada daun (%)
y = 0,347x - 3,703R² = 0,756
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
0 5 10 15 20 25
jum
lah
ko
oln
i xo
o
(x1
04
cfu
/ml)
luas luka daun/rumpun (%)
126
penyakit pada dosis pupuk P 75 kg ha-1.
Yukti et al. (2008) melaporkan bahwa isolat B. subtilis 5/B dapat menekan
pertumbuhan patogen Xoo yang pada pengujian in vitro, sedangkan P. diminuta
berdasarkan percobaan pertama pada disertasi ini merupakan isolat yang memiliki
kemampuan daya hambat tertinggi terhadap patogen Xoo. Penurunan jumlah
koloni Xoo pada benih padi hasil panen pada penelitian ini diduga disebabkan
kemampuan agens hayati menghasilkan siderofor, HCN, dan senyawa lain yang
bersifat antimikroba. Menurut Velusamy et al. (2006), senyawa 2.4
diacetylphloroglucinol yang dihasilkan oleh Pseudomonas spp. diketahui
menghambat pertumbuhan Xoo dan Bacillus spp. menghasilkan senyawa
antibiotik bacitracin (Awais et al.2007). Namun penghambatan pertumbuhan
secara tidak langsung juga dapat menyebabkan penurunan koloni patogen xoo.
Menurut Van Loon (2007), induksi ketahanan sistemik merupakan salah satu
mekanisme tanaman dalam mengendalikan patogen yang menyerang tanaman.
Pada percobaan terdahulu dari disertasi ini, enzim peroksidase juga dihasilkan
meskipun dalam jumlah yang sedikit. Enzim peroksidase merupakan salah satu
enzim yang dihasilkan tanaman padi pada saat terjadi infeksi patogen Xoo
(Vidhyasekaran et al. 2001).
Simpulan
A. Percobaan I di Kebun Percobaan BB-Padi Pusakanegara di Sukamandi
1. Pemberian dosis pupuk P 50 kg ha-1
menghasilkan tinggi tanaman, jumlah
anakan, jumlah gabah bernas, dan total jumlah gabah per malai yang lebih baik
dibandingkan pemberian pupuk P hingga 100 kg ha-1
.
2. Perlakuan campuran P. diminuta A6 dan B. subtilis 5/B baik dengan teknik
perendaman maupun matriconditioning mampu meningkatkan tinggi tanaman
dan jumlah anakan jika dibandingkan dengan benih tidak terinfeksi Xoo
(kontrol positif). Perlakuan matriconditioning + agens hayati mampu
meningkatkan jumlah gabah bernas dan total jumlah gabah. Perlakuan benih
dengan agens hayati saja (dengan teknik perendaman) mampu menekan jumlah
gabah hampa sehingga persentase gabah bernas tertinggi.
127
3. Tingkat serangan terendah penyakit HDB terjadi pada dosis P 25 kg ha-1
dan P
75 kg ha-1
masing-masing dengan persentase (20.70%) dan (21.61%). Per-
lakuan benih dengan bakterisida 0.2% mampu menekan hingga 14% dan
berbeda nyata jika dibandingkan dengan kontrol positif.
4. Rata-rata produksi gabah (pada kadar air sekitar 14%) tertinggi diperoleh pada
dosis pupuk P 100 kg ha-1
yaitu 6.38 ton ha-1
, sedangkan pada perlakuan benih
dengan bakterisida 6.62 ton ha-1
.
5. Semua perlakuan benih dan dosis pemupukan P tidak memberikan pengaruh
yang nyata terhadap mutu fisiologis benih hasil panen.
6. Semua perlakuan benih menurunkan jumlah koloni X. oryzae pv. oryzae yang
ditemukan pada benih hasil panen.
B. Percobaan II di Kebun Percobaan BB-Padi Muara di Bogor
1. Pemberian dosis pupuk P 25 kg ha-1
dan 50 kg ha-1
mampu meningkatkan tinggi
tanaman, sedangkan dosis pupuk P 50 kg ha-1
dan 100 kg ha-1
meningkatkan
jumlah anakan hingga minggu ke-5.
2. Perlakuan tanpa pupuk P menghasilkan tingkat serangan HDB terendah.
Perlakuan benih dengan perendaman dalam bakterisida dan matriconditioning +
bakterisida mampu menurunkan tingkat serangan penyakit. Perlakuan benih
berupa perendaman benih dalam agens hayati dan matriconditioning + agens
hayati juga mampu menurunkan tingkat serangan penyakit jika dibandingkan
dengan kontrol.
3. Perlakuan tanpa pupuk P menghasilkan produksi gabah (pada kadar air sekitar
13%) tertinggi yaitu 6.05 ton ha-1
. Akan tetapi, semua perlakuan benih tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap produksi gabah. Produksi gabah
tertinggi diperoleh pada perlakuan benih dengan perendaman dalam bakterisida
yaitu 7.1 ton ha-1
.
4. Semua perlakuan benih dan dosis pemupukan P tidak memberikan pengaruh
yang nyata terhadap mutu fisiologis benih hasil panen.
5. Semua perlakuan benih menurunkan jumlah koloni X. oryzae pv. oryzae yang
ditemukan pada benih hasil panen.
PEMBAHASAN UMUM
Pada penelitian ini diperoleh 74 isolat rizobakteri dari perakaran tanaman
padi (rhizosfer) sehat diantara tanaman padi terserang penyakit HDB. Dari 74 isolat
yang didapat tiga isolat yang memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan
koloni Xoo. Setelah dilakukan identifikasi, masing-masing isolat tersebut adalah
Pseudomonas diminuta A6, Pseudomonas mallei A33, dan P. aeruginosa A54.
Isolat dari kelompok Bacillus spp. yang digunakan berasal dari Balai Besar
Penelitian Padi di Sukamandi yaitu Bacillus subtilis 5/B dan B. subtilis 11/C .
Berdasarkan hasil uji daya hambat secara in vitro terhadap pertumbuhan koloni Xoo,
kelima isolat memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan Xoo dengan
kemampuan yang berbeda-beda. Perbedaan kemampuan dalam menghambat
tersebut berhubungan dengan perbedaan jumlah dan jenis senyawa antimikroba yang
dihasilkan oleh masing-masing isolat. Pada percobaan selanjutnya digunakan empat
isolat yang memiliki kemampuan penghambatan Xoo yang terbaik.
Hasil analsisis menunjukkan bahwa hanya P. diminuta A6 yang mampu
memproduksi senyawa HCN. Semua isolat rizobakteri yang diuji menghasilkan
senyawa siderofor. Isolat B. subtilis 5/B menghasilkan aktivitas siderofor ter-
tinggi, diikuti isolat P. aeruginosa A54, P. diminuta A6, dan B.subtilis 11/C
(Gambar 6). Semua isolat rizobakteri yang diuji mampu memproduksi IAA
dengan kandungan masing-masing isolat B.subtilis 5/B (22.10 µg/ml), B.subtilis
11/C (19.05 µg/ml), P. diminuta A6 (8.68 µg/ml), dan isolat P. aeruginosa A54
(2.95 µg/ml) (Tabel 5). Menurut Thakuria et al. (2004) perbedaan produksi IAA
pada berbagai rizobakteri bergantung pada kemampuan masing-masing isolat
dalam mengkolonisasi perakaran tanaman.
Kandungan enzim peroksidase pada tanaman yang diperlakukan isolat
agens hayati masing-masing adalah B. subtilis 5/B (1.30 x 10-3
unit/mg protein),
P. aeruginosa A6 (1.20 x 10-3
unit/mg protein), B. subtilis 11/C (1.15 x 10-3
unit/mg protein), dan P. aeruginosa A54 (1.05 x 10-3
unit/mg protein) (Tabel 6).
Walaupun enzim yang dihasilkan tidak besar, keempat agens hayati yang
digunakan pada percobaan ini dapat menginduksi tanaman untuk menghasilkan
enzim peroksidase.
Enzim peroksidase merupakan salah satu enzim yang dihasilkan oleh tanaman
untuk yang berhubungan dengan ketahanan sistemik. Peningkatan enzim
peroksidase pada tanaman padi setelah diperlakuan P. fluorescens dilaporkan
oleh Vidhyasekaran et al. (2001) dan P. aeruginosa (Saika et al. 2006), sedangkan
Syamsuddin (2010) melaporkan pada tanaman cabai terjadi peningkatan enzim
peroksidase setelah benihnya diperlakukan dengan Pseudomonas spp.
Kandungan enzim fosfatase masing-masing isolat adalah B. subtilis 5/B
(2.78 unit/ml), B. subtilis 11/C (1.39 unit/ml), P. diminuta A6( 2.25 unit/ml), dan
P. aeruginosa A54 (5.71 unit/ml) (Tabel 4). Kemampuan agens hayati melarutkan
fosfat merupakan salah satu peran agens hayati dalam meningkatkan pertumbuhan
dan perkembangan tanaman (Rodriguez & Fraga 1999; Vassilev 2006). Hara
fosfat adalah hara yang ada dalam tanah namun ketersediaanya bagi tanaman
sedikit karena terikat dengan unsur-unsur lainnya. Berdasarkan hasil penelitian
ini, keempat agens hayati yang digunakan mampu melarutkan fosfat. Hal ini
dapat dilihat dari zona bening pada pengujian P dan dihasilkannya enzim fosfatase
yang beperan dalam pelarutan fosfat (Tabel 4). Menurut Van Loon (2007), ke-
mampuan agens hayati mengendalikan patogen tanaman dapat melalui mekanisme
parasitisme, kompetisi, dan antibiosis atau induksi ketahanan sistemik. Berdasarkan
hasil penelitian ini, senyawa yang berkontribusi langsung dalam pengendalian
penyakit adalah HCN dan siderofor, sedangkan enzim peroksidase yang dihasilkan
diduga kuat berkontribusi dalam menginduksi ketahanan sistemik tanaman. Selain
itu, menurut Vassilev et al. (2006), asam indol asetat (IAA) yang dihasilkan
rizobakteri juga dapat berperan dalam pengendalian bakteri patogen melalui
mekanisme keterlibatan IAA dan S-transferase dalam reaksi ketahanan tanaman.
Berdasarkan data penelitian yang telah dikemukan, maka agens hayati yang
digunakan pada percobaan ini memiliki keempat karakter atau kemampuan dalam
meningkatkan pertumbuhan dan pengendalian penyakit walaupun karakter-karakter
tersebut tidak dimiliki oleh satu agens hayati secara menyeluruh.
Pada penelitian perlakuan benih untuk meningkatkan mutu fisiologis
benih, isolat P. diminuta A6 dan B. subtilis A54 dapat meningkatkan viabilitas
dan vigor benih (Tabel 7 & 8). Semua agens hayati yang digunakan dalam
penelitian yang dikombinasikan dengan matriconditioning mampu meningkatkan
pertumbuhan bibit padi di rumah kaca, selain itu keempat agens hayati dengan dan
tanpa matricondtioning juga dapat menekan pertumbuhan Xoo pada benih padi
varietas Ciherang yang diuji (Tabel 9). Perbaikan mutu fisiologis, patologis, dan
pertumbuhan bibit padi ini diduga disebabkan pengaruh langsung dari senyawa-
senyawa yang dihasilkan agens hayati tersebut seperti IAA, HCN, dan siderofor,
serta kemampuan melarutkan fosfat. Perbaikan viabilitas dan vigor benih ini
diduga seperti hasil penelitian Gholami et al. (2009), disebabkan oleh terjadinya
peningkatan sintesis hormon seperti giberelin sebagi pemicu aktivitas enzim
amilase yang berperan dalam perkecambahan .
Pada penelitian ini, pertumbuhan tanaman dan hasil panen padi meningkat
serta dapat menurunkan penggunaan pupuk P oleh tanaman. Peningkatan tersebut
diduga disebabkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari agens hayati yang
digunakan. Pengaruh langsung tersebut berasal dari Pseudomonas spp. dan B.
subtilis yang mampu menghasilkan hormon pengatur pertumbuhan dan mampu
membantu melarutkan fosfat. Pengaruh tidak langsung disebabkan oleh penu-
runan serangan penyakit hawar daun bakteri. Penurunanan serangan penyakit ini
disebabkan senyawa antimikroba yang dihasilkan (siderofor dan HCN) atau
disebabkan peningkatan ketahanan sistemik tanaman. Peroksidase
(Vidhyasekaran et al. 2001) dan IAA (Vassilev et al. 2006) merupakan produk
metabolit tanaman yang dapat menginduksi ketahanan sistemik, sedangkan Jha et al.
(2009) melaporkan IAA yang dihasilkan Pseudomonas spp. juga dapat menunjukkan
aktivitas melawan penyakit pada tanaman.
Matriconditioning juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap
pertumbuhan, hasil, dan serangan penyakit. Matriconditioning adalah peningkatan
fisiologis dan biokimia benih selama penundaan perkecambahan oleh media
imbibisi dengan kekuatan potensial matrik yang rendah dan potensial osmotik
yang dapat diabaikan (Khan et al. 1992). Melalui matriconditioning senyawa
yang dihasilkan oleh rizobakteri (IAA, HCN, siderofor) masuk secara perlahan
bersamaan dengan proses imbibisi yang berlangsung. Perbaikan pertumbuhan
yang terjadi disebabkan dua hal, yaitu masuknya unsur penting yang dihasilkan
oleh agens hayati dan pengaruh positif dari matriconditioning itu sendiri dalam
mengaktifkan proses fisiologi dan biokimia benih. Selain itu, diduga pengaruh
positif juga disebabkan oleh unsur siliki (phytoliths) yang terkandung di dalam
arang sekam yang digunakan dalam matriconditioning. Menurut Neethirajan et
al. (2009), silika pada tanaman memiliki berbagai kegunaan, diantaranya untuk
pembentukan dinding sel, resistensi tanaman, dan membentuk kekakuan daun. Dai
et al. (2005) menyatakan sejumlah penelitian menunjukkan pengendapan silika
pada jaringan tanaman dapat meningkatkan hasil serta meningkatkan resistensi
tanaman terhadap stres biotik dan abiotik tanaman. Silika pada tanaman padi telah
lama dikenal sebagai unsur yang menguntungkan walaupun belum terbukti
sebagai unsur yang penting. Kandungan silika yang berasal dari arang sekam padi
adalah 95-98 % (Khalil 2008; Suparman 2010).
Dalam penelitian ini (pada percobaan keempat di rumah kaca), perlakuan
benih dapat menurunkan penggunaan pupuk P dan memberikan pengaruh nyata
dan konsisten pada peubah hasil panen. Perlakuan perendaman benih dalam B.
subtilis 5/B dan perendaman benih dalam P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B
menghasilkan jumlah gabah bernas, jumlah gabah total, persentase gabah bernas
baik per malai maupun per rumpun, dan berat 1000 butir gabah tertinggi pada
dosis pupuk P 50 kg ha-1
(Tabel 40, 42, 43, 45, dan 48).
Kemampuan melarutkan fosfat terkait erat dengan enzim fosfatase dan
asam-asam organik yang dihasilkan agens hayati karena kedua unsur tersebut
bersifat sinergistik (Goenadi 2006). Menurut Soetanto (2008), kemampuan agens
hayati memacu pertumbuhan dipengaruhi beberapa hal diantaranya kemampuan
rizobakteri menyesuaikan diri dengan lingkungan perakaran, ketersediaan nutrisi
bagi rizobakteri, dan populasi atau kepadatan rizobakteri saat mengkolonisasi
inang. Sebelumnya, Syarief (2005) menyimpulkan bahwa pada tanaman padi,
kemampuan menyerap P ditentukan juga oleh ketenggangan genotipe tanaman.
Perlakuan benih dan pupuk P belum memberikan pengaruh yang nyata
terhadap mutu fisiologis benih hasil panen, baik pada percobaan rumah kaca
maupun lapang kecuali pada perlakuan matriconditioning + P.diminuta A6 + B.
subtilis 5/B (Percobaan 4). Pengaruh nyata terlihat pada benih yang langsung
diperlakukan dengan agens hayati (Tabel 7,8 dan 9). Menurut Simon (2001), aplikasi
mikroorganisme secara langsung kepada benih dapat memperbaiki vigor tanaman.
Nandakumar et al. (2001) menyimpulkan bahwa pada tanaman padi aplikasi
Pseudomonas spp. langsung pada benih, akar, atau tanah dan kombinasi ketiganya
akan memperbaiki pertumbuhan dan hasil tanaman. Sementara itu, perlakuan
pupuk P secara umum dapat meningkatkan viabilitas benih, tetapi tidak berbeda
nyata secara statistik (Tabel 33). Hal ini disebabkan benih yang dipanen pada
penelitian berada kondisi masak fisiologis, mutu fisiologis benih dalam kondisi
maksimum terjadi pada semua perlakuan. Namun menurut Caradus (1990) dalam
Syarif (2005), kadar P yang rendah pada organ yang dipanen dapat diangggap
meningkatkan efisiensi (agronomis) penggunaan P karena mengurangi kebutuhan
P untuk menghasilkan satuan produksi ataupun mengurangi jumlah P yang dibawa
keluar sistem produksi.
Jika dibandingkan antara percobaan laboratorium, rumah kaca, dan percobaan
lapang, hasil penelitian ini belum menunjukkan konsistensi yang diharapkan.
Namun dari semua agens hayati yang digunakan menunjukkan kemampuan
meningkatkan pertumbuhan, hasil tanaman pada beberapa peubah, dan menurunkan
penggunaan pupuk P lebih baik dibandingkan dalam menekan serangan penyakit.
Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa penggunaan agens hayati
melalui perlakuan benih dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman padi
(Ashrafuzzaman et al.2009; Budiman 2009) dan bobot gabah bernas (Yukti et al.
2008).
Hasil penelitian di lapang yang dilakukan di KP Pusakanagara, Sukamandi,
dan Kebun Percobaan Muara di Bogor, mendapatkan hasil yang berbeda. Perbedaan
tersebut diduga disebabkan juga perbedaan agroklimat lokasi penelitian (Tabel
lampiran 3 & 4). Pada percobaan rumah kaca dan lapang, hasil penelitian yang
tidak konsisten pada perlakuan benih dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor
tersebut antara lain kondisi tanaman, mikroorganisme sebagai agens hayati, suhu,
kelembaban udara, dan curah hujan selama penelitian. Pada saat penelitian, suhu
harian di rumah kaca adalah 26-35 0C dengan kelembaban relatif 76%, suhu harian
di KP Pusakanagara 23-32 0C dengan kelembaban relatif 63.1- 95.0%. Suhu harian
di KP Muara 25-27 0C dengan kelembaban relatif 74.29-79.66%. Menurut Agrios
(2005), interaksi antara lingkungan, tanaman, dan patogen sangat beperan dalam
perkembangan penyakit. Menurut Liu et al. (2006), suhu lingkungan yang optimum
untuk perkembangan Xoo adalah 25-30 0C.
PEMBAHASAN UMUM
Pada penelitian ini diperoleh 74 isolat rizobakteri dari perakaran tanaman
padi (rhizosfer) sehat diantara tanaman padi terserang penyakit HDB. Dari 74 isolat
yang didapat tiga isolat yang memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan
koloni Xoo. Setelah dilakukan identifikasi, masing-masing isolat tersebut adalah
Pseudomonas diminuta A6, Pseudomonas mallei A33, dan P. aeruginosa A54.
Isolat dari kelompok Bacillus spp. yang digunakan berasal dari Balai Besar
Penelitian Padi di Sukamandi yaitu Bacillus subtilis 5/B dan B. subtilis 11/C .
Berdasarkan hasil uji daya hambat secara in vitro terhadap pertumbuhan koloni Xoo,
kelima isolat memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan Xoo dengan
kemampuan yang berbeda-beda. Perbedaan kemampuan dalam menghambat
tersebut berhubungan dengan perbedaan jumlah dan jenis senyawa antimikroba yang
dihasilkan oleh masing-masing isolat. Pada percobaan selanjutnya digunakan empat
isolat yang memiliki kemampuan penghambatan Xoo yang terbaik.
Hasil analsisis menunjukkan bahwa hanya P. diminuta A6 yang mampu
memproduksi senyawa HCN. Semua isolat rizobakteri yang diuji menghasilkan
senyawa siderofor. Isolat B. subtilis 5/B menghasilkan aktivitas siderofor ter-
tinggi, diikuti isolat P. aeruginosa A54, P. diminuta A6, dan B.subtilis 11/C
(Gambar 6). Semua isolat rizobakteri yang diuji mampu memproduksi IAA
dengan kandungan masing-masing isolat B.subtilis 5/B (22.10 µg/ml), B.subtilis
11/C (19.05 µg/ml), P. diminuta A6 (8.68 µg/ml), dan isolat P. aeruginosa A54
(2.95 µg/ml) (Tabel 5). Menurut Thakuria et al. (2004) perbedaan produksi IAA
pada berbagai rizobakteri bergantung pada kemampuan masing-masing isolat
dalam mengkolonisasi perakaran tanaman.
Kandungan enzim peroksidase pada tanaman yang diperlakukan isolat
agens hayati masing-masing adalah B. subtilis 5/B (1.30 x 10-3
unit/mg protein),
P. aeruginosa A6 (1.20 x 10-3
unit/mg protein), B. subtilis 11/C (1.15 x 10-3
unit/mg protein), dan P. aeruginosa A54 (1.05 x 10-3
unit/mg protein) (Tabel 6).
Walaupun enzim yang dihasilkan tidak besar, keempat agens hayati yang
digunakan pada percobaan ini dapat menginduksi tanaman untuk menghasilkan
enzim peroksidase.
130
Enzim peroksidase merupakan salah satu enzim yang dihasilkan oleh tanaman
untuk yang berhubungan dengan ketahanan sistemik. Peningkatan enzim
peroksidase pada tanaman padi setelah diperlakuan P. fluorescens dilaporkan
oleh Vidhyasekaran et al. (2001) dan P. aeruginosa (Saika et al. 2006), sedangkan
Syamsuddin (2010) melaporkan pada tanaman cabai terjadi peningkatan enzim
peroksidase setelah benihnya diperlakukan dengan Pseudomonas spp.
Kandungan enzim fosfatase masing-masing isolat adalah B. subtilis 5/B
(2.78 unit/ml), B. subtilis 11/C (1.39 unit/ml), P. diminuta A6( 2.25 unit/ml), dan
P. aeruginosa A54 (5.71 unit/ml) (Tabel 4). Kemampuan agens hayati melarutkan
fosfat merupakan salah satu peran agens hayati dalam meningkatkan pertumbuhan
dan perkembangan tanaman (Rodriguez & Fraga 1999; Vassilev 2006). Hara
fosfat adalah hara yang ada dalam tanah namun ketersediaanya bagi tanaman
sedikit karena terikat dengan unsur-unsur lainnya. Berdasarkan hasil penelitian
ini, keempat agens hayati yang digunakan mampu melarutkan fosfat. Hal ini
dapat dilihat dari zona bening pada pengujian P dan dihasilkannya enzim fosfatase
yang beperan dalam pelarutan fosfat (Tabel 4). Menurut Van Loon (2007), ke-
mampuan agens hayati mengendalikan patogen tanaman dapat melalui mekanisme
parasitisme, kompetisi, dan antibiosis atau induksi ketahanan sistemik. Berdasarkan
hasil penelitian ini, senyawa yang berkontribusi langsung dalam pengendalian
penyakit adalah HCN dan siderofor, sedangkan enzim peroksidase yang dihasilkan
diduga kuat berkontribusi dalam menginduksi ketahanan sistemik tanaman. Selain
itu, menurut Vassilev et al. (2006), asam indol asetat (IAA) yang dihasilkan
rizobakteri juga dapat berperan dalam pengendalian bakteri patogen melalui
mekanisme keterlibatan IAA dan S-transferase dalam reaksi ketahanan tanaman.
Berdasarkan data penelitian yang telah dikemukan, maka agens hayati yang
digunakan pada percobaan ini memiliki keempat karakter atau kemampuan dalam
meningkatkan pertumbuhan dan pengendalian penyakit walaupun karakter-karakter
tersebut tidak dimiliki oleh satu agens hayati secara menyeluruh.
Pada penelitian perlakuan benih untuk meningkatkan mutu fisiologis
benih, isolat P. diminuta A6 dan B. subtilis A54 dapat meningkatkan viabilitas
dan vigor benih (Tabel 7 & 8). Semua agens hayati yang digunakan dalam
penelitian yang dikombinasikan dengan matriconditioning mampu meningkatkan
131
pertumbuhan bibit padi di rumah kaca, selain itu keempat agens hayati dengan dan
tanpa matricondtioning juga dapat menekan pertumbuhan Xoo pada benih padi
varietas Ciherang yang diuji (Tabel 9). Perbaikan mutu fisiologis, patologis, dan
pertumbuhan bibit padi ini diduga disebabkan pengaruh langsung dari senyawa-
senyawa yang dihasilkan agens hayati tersebut seperti IAA, HCN, dan siderofor,
serta kemampuan melarutkan fosfat. Perbaikan viabilitas dan vigor benih ini
diduga seperti hasil penelitian Gholami et al. (2009), disebabkan oleh terjadinya
peningkatan sintesis hormon seperti giberelin sebagi pemicu aktivitas enzim
amilase yang berperan dalam perkecambahan .
Pada penelitian ini, pertumbuhan tanaman dan hasil panen padi meningkat
serta dapat menurunkan penggunaan pupuk P oleh tanaman. Peningkatan tersebut
diduga disebabkan pengaruh langsung dan tidak langsung dari agens hayati yang
digunakan. Pengaruh langsung tersebut berasal dari Pseudomonas spp. dan B.
subtilis yang mampu menghasilkan hormon pengatur pertumbuhan dan mampu
membantu melarutkan fosfat. Pengaruh tidak langsung disebabkan oleh penu-
runan serangan penyakit hawar daun bakteri. Penurunanan serangan penyakit ini
disebabkan senyawa antimikroba yang dihasilkan (siderofor dan HCN) atau
disebabkan peningkatan ketahanan sistemik tanaman. Peroksidase
(Vidhyasekaran et al. 2001) dan IAA (Vassilev et al. 2006) merupakan produk
metabolit tanaman yang dapat menginduksi ketahanan sistemik, sedangkan Jha et al.
(2009) melaporkan IAA yang dihasilkan Pseudomonas spp. juga dapat menunjukkan
aktivitas melawan penyakit pada tanaman.
Matriconditioning juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap
pertumbuhan, hasil, dan serangan penyakit. Matriconditioning adalah peningkatan
fisiologis dan biokimia benih selama penundaan perkecambahan oleh media
imbibisi dengan kekuatan potensial matrik yang rendah dan potensial osmotik
yang dapat diabaikan (Khan et al. 1992). Melalui matriconditioning senyawa
yang dihasilkan oleh rizobakteri (IAA, HCN, siderofor) masuk secara perlahan
bersamaan dengan proses imbibisi yang berlangsung. Perbaikan pertumbuhan
yang terjadi disebabkan dua hal, yaitu masuknya unsur penting yang dihasilkan
oleh agens hayati dan pengaruh positif dari matriconditioning itu sendiri dalam
mengaktifkan proses fisiologi dan biokimia benih. Selain itu, diduga pengaruh
132
positif juga disebabkan oleh unsur siliki (phytoliths) yang terkandung di dalam
arang sekam yang digunakan dalam matriconditioning. Menurut Neethirajan et
al. (2009), silika pada tanaman memiliki berbagai kegunaan, diantaranya untuk
pembentukan dinding sel, resistensi tanaman, dan membentuk kekakuan daun. Dai
et al. (2005) menyatakan sejumlah penelitian menunjukkan pengendapan silika
pada jaringan tanaman dapat meningkatkan hasil serta meningkatkan resistensi
tanaman terhadap stres biotik dan abiotik tanaman. Silika pada tanaman padi telah
lama dikenal sebagai unsur yang menguntungkan walaupun belum terbukti
sebagai unsur yang penting. Kandungan silika yang berasal dari arang sekam padi
adalah 95-98 % (Khalil 2008; Suparman 2010).
Dalam penelitian ini (pada percobaan keempat di rumah kaca), perlakuan
benih dapat menurunkan penggunaan pupuk P dan memberikan pengaruh nyata
dan konsisten pada peubah hasil panen. Perlakuan perendaman benih dalam B.
subtilis 5/B dan perendaman benih dalam P. diminuta A6 + B. subtilis 5/B
menghasilkan jumlah gabah bernas, jumlah gabah total, persentase gabah bernas
baik per malai maupun per rumpun, dan berat 1000 butir gabah tertinggi pada
dosis pupuk P 50 kg ha-1
(Tabel 40, 42, 43, 45, dan 48).
Kemampuan melarutkan fosfat terkait erat dengan enzim fosfatase dan
asam-asam organik yang dihasilkan agens hayati karena kedua unsur tersebut
bersifat sinergistik (Goenadi 2006). Menurut Soetanto (2008), kemampuan agens
hayati memacu pertumbuhan dipengaruhi beberapa hal diantaranya kemampuan
rizobakteri menyesuaikan diri dengan lingkungan perakaran, ketersediaan nutrisi
bagi rizobakteri, dan populasi atau kepadatan rizobakteri saat mengkolonisasi
inang. Sebelumnya, Syarief (2005) menyimpulkan bahwa pada tanaman padi,
kemampuan menyerap P ditentukan juga oleh ketenggangan genotipe tanaman.
Perlakuan benih dan pupuk P belum memberikan pengaruh yang nyata
terhadap mutu fisiologis benih hasil panen, baik pada percobaan rumah kaca
maupun lapang kecuali pada perlakuan matriconditioning + P.diminuta A6 + B.
subtilis 5/B (Percobaan 4). Pengaruh nyata terlihat pada benih yang langsung
diperlakukan dengan agens hayati (Tabel 7,8 dan 9). Menurut Simon (2001), aplikasi
mikroorganisme secara langsung kepada benih dapat memperbaiki vigor tanaman.
Nandakumar et al. (2001) menyimpulkan bahwa pada tanaman padi aplikasi
133
Pseudomonas spp. langsung pada benih, akar, atau tanah dan kombinasi ketiganya
akan memperbaiki pertumbuhan dan hasil tanaman. Sementara itu, perlakuan
pupuk P secara umum dapat meningkatkan viabilitas benih, tetapi tidak berbeda
nyata secara statistik (Tabel 33). Hal ini disebabkan benih yang dipanen pada
penelitian berada kondisi masak fisiologis, mutu fisiologis benih dalam kondisi
maksimum terjadi pada semua perlakuan. Namun menurut Caradus (1990) dalam
Syarif (2005), kadar P yang rendah pada organ yang dipanen dapat diangggap
meningkatkan efisiensi (agronomis) penggunaan P karena mengurangi kebutuhan
P untuk menghasilkan satuan produksi ataupun mengurangi jumlah P yang dibawa
keluar sistem produksi.
Jika dibandingkan antara percobaan laboratorium, rumah kaca, dan percobaan
lapang, hasil penelitian ini belum menunjukkan konsistensi yang diharapkan.
Namun dari semua agens hayati yang digunakan menunjukkan kemampuan
meningkatkan pertumbuhan, hasil tanaman pada beberapa peubah, dan menurunkan
penggunaan pupuk P lebih baik dibandingkan dalam menekan serangan penyakit.
Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa penggunaan agens hayati
melalui perlakuan benih dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman padi
(Ashrafuzzaman et al.2009; Budiman 2009) dan bobot gabah bernas (Yukti et al.
2008).
Hasil penelitian di lapang yang dilakukan di KP Pusakanagara, Sukamandi,
dan Kebun Percobaan Muara di Bogor, mendapatkan hasil yang berbeda. Perbedaan
tersebut diduga disebabkan juga perbedaan agroklimat lokasi penelitian (Tabel
lampiran 3 & 4). Pada percobaan rumah kaca dan lapang, hasil penelitian yang
tidak konsisten pada perlakuan benih dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor
tersebut antara lain kondisi tanaman, mikroorganisme sebagai agens hayati, suhu,
kelembaban udara, dan curah hujan selama penelitian. Pada saat penelitian, suhu
harian di rumah kaca adalah 26-35 0C dengan kelembaban relatif 76%, suhu harian
di KP Pusakanagara 23-32 0C dengan kelembaban relatif 63.1- 95.0%. Suhu harian
di KP Muara 25-27 0C dengan kelembaban relatif 74.29-79.66%. Menurut Agrios
(2005), interaksi antara lingkungan, tanaman, dan patogen sangat beperan dalam
perkembangan penyakit. Menurut Liu et al. (2006), suhu lingkungan yang optimum
untuk perkembangan Xoo adalah 25-30 0C.
SIMPULAN UMUM
1. Pada percobaan 1, semua isolat yang diuji menghasilkan senyawa siderofor,
asam indol asetat (IAA), dan mampu melarutkan fosfat. Hanya isolat agens
hayati Pseudomonas diminuta A6 mampu memproduksi senyawa HCN.
2. Pada skala percobaan laboratorium, perlakuan benih dengan matriconditioning
+ P. diminuta A6, perendaman dalam P. diminuta A6 atau P. aeruginosa A54
merupakan perlakuan benih terbaik untuk meningkatkan viabilitas dan vigor
benih. Semua perlakuan benih dengan agens hayati mampu menekan
pertumbuhan Xoo pada benih padi yang diuji di laboratorium. Perlakuan
matriconditioning + P. aeruginosa A54 merupakan perlakuan benih terbaik
dalam meningkatkan pertumbuhan bibit padi.
3. Pada percobaan 3 di rumah kaca, perlakuan benih dengan agens hayati +
matriconditioning dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Perlakuan
perendaman dalam Bacillus subtilis 11/C dan matriconditioning + P. ae-
ruginosa A54 menghasilkan produksi gabah tertinggi per malai. Perlakuan
matriconditioning + P. aeruginosa A54, matriconditioning + B. subtilis 5/B,
dan perendaman dalam B. subtilis 5/B menghasilkan produksi gabah tertinggi
per rumpun. Serangan HDB terendah dihasilkan oleh perlakuan benih
matriconditioning + P. diminuta A6 dan matriconditioning + B. subtilis 11/C.
Perlakuan benih dengan agens hayati dapat menurunkan jumlah koloni Xoo
yang terbentuk pada benih hasil panen.
4. Pada percobaan 4 di rumah kaca, perlakuan benih dengan P. diminuta A6 yang
diperlakukan secara tunggal atau dicampur dengan B. subtilis 5/B dengan atau
tanpa matriconditioning merupakan perlakuan benih terbaik dalam
meningkatkan pertumbuhan dan hasil panen. Perlakuan matriconditioning + P.
diminuta A6 + B. subtilis 5/B merupakan perlakuan terbaik dalam
meningkatkan daya berkecambah dan indeks vigor benih. Perlakuan
perendaman benih dalam B. subtilis 5/B dan perendaman dalam P. diminuta
A6 + B. subtilis 5/B dapat menurunkan penggunaan pupuk P berda-sarkan
peubah hasil panen padi. Hasil terbaik pada kedua perlakuan tersebut didapat
pada dosis pupuk P 50 kg ha-1
. Perlakuan matriconditioning + P.
136
diminuta A6 dan perendaman benih dalam P. diminuta A6 dapat menu-
runkan jumlah koloni Xoo pada benih hasil panen.
5. Pada percobaan lapang di Kebun Percobaan Pusakanegara, pemberian dosis
pupuk P 50 kg ha-1
menghasilkan tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah gabah
bernas, dan total jumlah gabah per malai yang tertinggi. Perlakuan campuran
B. subtilis 5/B dan P. diminuta A6 yang diaplikasikan dengan teknik
perendaman benih atau matriconditioning menghasilkan tinggi tanaman dan
jumlah anakan tertinggi. Perlakuan matriconditioning + agens hayati mampu
meningkatkan jumlah gabah bernas dan total jumlah gabah. Serangan terendah
HDB terjadi pada dosis P 25 kg ha-1
dan P 75 kg ha-1
. Perlakuan benih dengan
agens hayati dapat menurunkan jumlah koloni Xoo yang ditemukan pada benih
hasil panen.
6. Pada percobaan lapang di Kebun Percobaan Muara , pemberian dosis pupuk P
25 kg ha-1
dan 50 kg ha-1
mampu meningkatkan tinggi tanaman, sedangkan
dosis pupuk P 50 kg ha-1
dan 100 kg ha-1
meningkatkan jumlah anakan.
Serangan HDB pada perlakuan perendaman benih dalam P. diminuta A6 + B.
subtilis 5/B dan matriconditioning + P. diminuta A6 + B. subtilis) lebih rendah
jika dibandingkan kontrol positif. Perlakuan benih dengan agens hayati dapat
menurunkan jumlah koloni Xoo yang ditemukan pada benih hasil panen.
SARAN
1. Perlu dilakukan pengembangan percobaan perlakuan benih dengan agens hayati
(perlakuan perendaman benih, melalui tanah, penyemprotan, perlakuan pada
beberapa fase pertubuhan bibit dan tanaman, serta jenis media matriconditioning.
2. Perlu pengembangan percobaan induksi ketahanan sistemik dengan agens hayati
yang didapat untuk mengetahui kemampuan pengendalian penyakit hawar daun
bakteri dan penyakit lainnya secara lebih mendalam.
3. Perlu dilakukan percobaan perlakuan benih dengan agens hayati pada benih
padi yang telah deteriorasi untuk meningkatkan persentase daya berkecambah
pada benih yang telah menurun vigor daya simpannya.
DAFTAR PUSTAKA
Adesemoye AO, Obi M, Ugoj EO. 2008. Comparison of plant growth-promoting
with Pseudomonas aeruginosa and Bacillus subtilis in three vegetable.
Brazilian J. Microbiol 39:423-429.
Agarwal VK, Sinclair JB. 1996. Priciples of Seed Pathology. New York: Lewis
Publishers.
Agrios GN. 2005. Plant Pathology. 5th
ed. London: Elsevier Academic Press
Publications.
Ahmad F, Ahmad I, Khan MS. 2005. Indoleacetic acid production by indigenous
isolates of Azotobacter and fluorescent pseudomonad in the presence and
absence of tryptophan. Turk J Biol 29:29-34.
Akul DS. Mirik M. 2008. Biocontrol of phytophthora capsici on pepper plant by
Bacillus megatarium strains. J. Plant Pathology 49:719-726.
Andro T et al. 1984. Mutans of Erwinia chrysantemii defective in secretion of
pectinase and celluase. J. Bacteriol 160:1119-1023.
Antoun H, Prevost D. 2006. Ecology of plant growth promoting rhizobacteria.
In: Siddiqui, ZA (Ed), PGPR: Biocontrol and Biofertilizer. Springer,
Dodrecth, pp .1-38.
Ashrafuzzaman M, Hossen FA, Ismail MR, Hoque MA, Islam MZ, Shahidullah
SM, Meon S. 2009. Efficiency of plant growth-promoting rhizobacteria
(PGPR) for the enhancement of rice growth. African J. Biotechnology 8
:1247-1252.
Awais M, Shah AA, Hameed A, Hasan F. 2007. Isolation, identification and
optimazation of bacitracin produced by Bacillus sp. Pak. J. Botany
39(4):1303-1312.
Badan Pusat Statistik .http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?eng=0 [Sabtu, pk 8.23
WIB, 15 Januari 2011].
Bae YS, Park KS, Lee YG, Choi OH. 2007. A simple and rapid method for
functional analysis of plant growth-promoting rhizobacteria using the
development of cucumber adventious root system. Plant Pathol. J. 23:
223-225.
Bai Y, Zhou X, Smith DL. 2003. Enhanced soybean plant growth resulting from
coinoculation of Bacillus strains with Bradyrhizobium japonicum. Crop Sci
43:1774-1781.
138
Baker KF, Cook RJ. 1983. Biological Control of Plant Pathogens. San Francisco:
WH Freeman and Company.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2009. Deskripsi Varietas Padi. Jakarta:
Departemen Pertanian RI.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Penyakit hawar bakteri (BLB)
http://bbpadi.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&view=art
icle&id=204%3A-penyakit-hawar-daun-bakteri-bl &catid=72%3Apenyakit-
padi-bakteri&Itemid=96&lang=in [18 November 2010].
Bloemberg GV, Lugtenberg BJJ. 2001. Molecular basis of plant growth
promotion and biocontrol by rhizobacteria. Curr. Opin. Plant Biol 4:343-
350.
Bostock RM. 2005. Signal crosstalk and induced resistance: stradding the line
between cost and benefit. Annu. Rev. Phytolpathol 43:545-580.
Bowen GD, Rovira AD. 1999. The rhizophere and its management to improve
plant growth. Adv. Agron 66:1-102.
Bowers JH, Prake JL. 1993. Epidemilogy of Phytium damping-off an
aphonomyces root rot of peas after seed treatment with bacterial agents for
biological control. Phytopathology 83:1466-1473.
Bruin GC, Edgington LV. 1980. Induced resistance to ridomil some oomycetes.
Phytopathology 70:459-560.
Brenner DJ, Krieg NR, Staley JT, editors. 2005. Bergey’s manual of Systematic
Bacteriology. Seccond edition. Michigan: Springer.
Budiman C. 2009. Pengaruh perlakuan pada benih padi yang teinfeksi hawar
daun bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) terhadap pertumbuhan
tanaman dan hasil padi di rumah kaca. (Skripsi). Departemen Agronomi
dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Budiansyah A. 2010. Aplikasi cairan rumen sapi sebagai sumber enzim, asam
amino, mineral, dan vitamin pada ransum broiler berbasis pakan lokal.
[Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Burges HD. 1998. Formulation of pesticide, benefecial microorganism,
nematodes and seed treatment. London: Kluwer Academic Publisher.
Callan NW, Mathre DE, Miller JB, Vavrina CS. 1997. Biological seed
treatments:factor involved in efficacy. Hortsciense 32: 177-181.
139
Charles LB, Benny DB, Marissa MW, Melinda R. 1995. Phytopthora capsici
zoospore infection of pepper fruit in various physical environments.
Departement of Agronomy and Holticulture, New Mexico State
University, Las Cruces, Nm 8803.
Copeland LO, McDonald MB. 1995. Seed Science and Technology. 4th
edition.
New York: Chapman & Hall.
Crowley D. 2001. Fuction of siderophores in the plant rhizosphere. Di dalam:
Pinton R, Varanini Z, Nannipieri P. Editors. The rhizosphere:
Biochemistry and organic substances at the soil-plant interface. New
York: Marcel Dekker, Inc.
Dai W et al. 2005. Rapid Determination of Silicon Content in Rice. Rice
Science. 12: 145-147.
De Datta SK. 1981. Principles and Practices of Rice Production. New York:
John Wiley.
Desai BB, Kotecha PM, Salunkhe DK. 1997. Seeds Hand Book: Biology,
Production, Processing and Storage. New York: Marcel Dekker Inc.
Desai S et al. 2007. Seed inoculation with Bacillus spp. improves seedling vigour
in oil-seed plant Jatropha curcas L. Biol. Fertil. Soil 44: 229-234.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan.
2007. OPT Padi di Indonesia. Jakarta: Departemen Pertanian RI.
Dirmawati SR. 2003. Kajian komponen pengendalian ramah lingkungan penyakit
pustul bakteri kedelai [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Dwivedi D, Johri BN. 2003. Antifungals from fluorescens pseudomonads:
biosynthesis and regulation. Curr Sci 85:1693-1703.
Egamberdiyeva D. 2008. Plant growth promoting properties of rhizobacteria
isolated from wheat and pea grown in loamy sand soil. Turkish J. Biol 32:9-
15.
Egamberdiyeva D. 2005. Biological control of phytoppathogenic fungi with
antagonistic bacteria. Biocontrol of bacterial plant diseases, 1st Simposium
2005, Center of Agroecology, Taskent State University of Agriculture
University str, 700140 Tashkent, Uzbekistan.
140
Faccini G, Garzon S, Martines M, Varela A. 2004.Evaluation of the effects of a
dual inoculum of phosphate-solubilizing bacteria and Azotobacter
chroococcum, in creolo potato (Papa “Criolla”) (Solanum phureya) var
„YemadeHuevo‟.
http:\www.ag.auburn.edu/argentina/pdfmanuscripts/faccini.pdf . [ 17 Januari
2008].
Fravel, D. 2002. Comercial biocontrol products for use against soliborne crop
disease. http://222.barc.usde.gov/psi/bpdl/bioprod.htm. [ 25 April 2008].
Fuente DL, Bajsa N, Bagnasco P, Quagliotto L, Thomashow L. Arias A. 2004.
Antibiotic production by biocontrol Pseudomonas fluorescens isolated from
forage legume rhizosphere.
http://www.ag.auburn.edu/argentina/pdfmanuscripts/delafuent.pdf .
[1 Februari 2010].
Gholami A, Shahsavani S, Nezarat, S. 2009. The effect of plant growth promoting
rhizobacteria on germination, seedling growth and yield of maize. World
Acad Sci. 49. http://www.waset.org/journals/waset/v49/v49-5.pdf.
[1 Februari 2010].
Glickman E, Dessaux Y. 1995. A critical examination of specificity of the
salkowski reagent for indolic compound by phytopathogenic bacteria. App
Environ Microbiol 61:793-796.
Goenadi DH. 2008. Pupuk dan Teknologi Pemupukan Berbasis Hayati. Jakarta:
Yayasan John Hi-Tech Idetama.
Gnanamanickam SS. 2002. Biological Control. New York: Marcel Dekker Inc.
Gnanamanickam SS, Brinda P, Narayanana NN, Vasudevan P, Kavita S. 1999.
An overview of bacterial bligth diseases of rice and strategic for its
management. Current Sci 77 : 1435- 1443.
Haas D, Keel C. 2003. Regulation of antibiotic productionnin root-colonizing
Pseudomonas spp. and relevance for biological control of plant disease.
Ann. Rev. Phytopath 41:117-13.
Hafeez FY, Yasmin S, Ariani D, Rahman M, Zafar Y, Malik KA. 2006. Plant
growth promoting bacteria as biofertilizer. Agron. Sustain. Dev 26:143-150.
Hameeda B, Harini G, Rupela OP, Wani SP, Reddy G. 2008. Growth promotion
of maize by phosphate-solubilizing bacteria isolate from composts and
macrofauna. Microbiological Research 163:324-242.
Herman MAB, Nault BA, Smart CD. 2008. Effect of plant growth-promoting
rhizobacteria on bell pepper production and green peach aphid infestations
in New York. Crop Protection 27: 996-1002.
141
Hilaire E et al. 2001. Vascular defense responses in rice: peroxidase accumulation
in xylem parenchyma cells and xylem wall thickening. Mol. Plant–
Microbe Interact 14:1411–1419.
Howel CR, Stiponovic RD. 1995. Mechanisms in the biocontrol of Rhizoctonia
solani-induce cotton seedling disease by Gliocladium virens: antibiosis.
Phytopathology 85:469-472.
Huynh VN and Gaur A. 2005. Efficacy of seed treatment in improving seed
Quality in rice. Omonrice 13: 42-51.
Idris A, Labuschagn N, Korsten L. 2009. Efficacy of rhizobacteria for growth
promotion in sorghum under greenhouse condition and selected modes of
action studies. J. Agric. Sci 147:17-30.
Ilyas S. 1994. Matriconditoning benih cabe (Capsicum annuum L.) untuk
memperbaiki performansi benih. Keluarga Benih V:59-66.
Ilyas S, Sudarsono, U.S. Nugraha, T.S. Kadir, A.M. Yukti, Y. Fiana. 2007. Teknik
Peningkatan Kesehatan dan Mutu Benih Padi. Laporan Hasil Penelitian
KKP3T. Kerjasama Institut Pertanian Bogor dan Balai Besar Penelitian
Padi.
Ilyas S. 2006a. Matriconditioning improves thermotolerance in pepper seeds through
increased in 1-aminocylopropane-1-carboxylic ccid synthesis and utilization.
Hayati 13:13-18.
Ilyas S. 2006b. Seed treatment using matriconditioning to improve vegetable seed
quality. Buletin Agronomi 34: 24-132.
Ilyas S. 2006c. Manajemen penyakit terbawa benih. Makalah disampaikan pada
Workshop kesehatan Benih. Kerjasama Fakultas Pertanian IPB dengan
Direktorat perbenihan Tanaman Pangan, Departemen Pertanian. Surabaya, 4-
7 September 2006.
Ilyas S. 2001. Mutu Benih. Makalah disampaikan pada Studium Generale di
Fakultas Pertanian, Universitas Tanjung Pura. Pontianak, 21 April 2001.
International Rice Research Institute. 1996. Standar Evaluation System for Rice.
4th
edition. Manila: International Rice Research Institute.
International Seed Testing Association. 2007. International Rules for Seed Testing.
Bassersdorf, CH-Switzerland: International Seed Testing Association.
Jha BK, Pragash MG, Cletus J, Raman G, Sakthivel N. 2009. Simultaneous
phosphate solubilization potential and antifungal activity of new fluorescent
pseudomonad strains, Pseudomonas aeruginosa, P. plecoglossicida and P.
moselii. World J. Microbiol Biotech 25:573-581.
142
Ji HG, Wei LF, He YQ, Wu YP, Bai XH. 2008. Biological of rice bacterial bligth
by Lysobacter antibiotic strain 13-1. Biol Control 45:288-289.
Joo et al. 2005. Gibberellins-producing rhizobacteria increase endogenous
gibberellins content and promote growth of red peppers. J. Microbiology
43: 510-515.
Karnwal A. 2009. Production of indole acetic acid by fluorescent Pseudomonas in
the presence of L-tryptophan and rice root exudates. J. Plant Pathol. 91:61-
63.
Kaymak HC, Yarali F, Guvenac I. Donmez M. 2008. The effect of inoculation
with plant growth rhizobacteria (PGPR) on root formation of mint (Mentha
piperata L.) African J. Biotech 7: 4479-4483.
Kazempour MN. 2004. Biological control of Rhizoctonia solani, the causal agent
of rice sheath blight by antagonis bacteria in green house and field
conditions. Plant Pathol 3:88-96.
Kennedy IR. Choudhury ATMA, Keekes ML. 2004. Non-symbiotic bacterial
diazotrophs in crop-farming systems: can their potential for plant growth
promotion be better exploited? Soil Biol. Biochem 36: 1229-1244.
Kepezynska E, Grochala JP, Kepezynski J. 2003. Effect of matriconditioning on
oninon seed germination, seedling emergence and associated physical and
metabolic events. Plant Growth Reg. 41:269-278.
Khan AA, Jilani G, Akhtar MS, Naqvi SMS, Rasheed M. 2009. Phosphorus so-
lubilizing bacteria: occurrence, mechanisms and their role in crop
production. J. Agric. Biol.Sci 1: 48-58.
Khan AA, Maguire JD, Abawi SG, Ilyas S. 1992. Matriconditioning of vegetables
seeds to improve stand establishment in early field plantings. J. Amer. Soc.
Hort. Sci 117:41-47.
Khan AA, Miura, Prusinski J, Ilyas S. 1990. Matriconditioningof seed to improve
emergence. Proceeding of the Symposium on Stand Esthblisment of
Horticulture Crops. Minneapolis: 4-6 April 1990.
Kahn MR, Khan SM, Mohiddin F. 2004. Biological control of Fusarium wilt of
chikpea through seed treatment with comercial formulation of Trichoderma
harzianum and/or Pseudomonas fluorescens. Phytopathol Mediterr. 43:20-
25.
Khalid A, Tahir S, Arshad M, Zahir ZA. 2005. Relative efficiency of
rhizobacteria for auxin biosynthesis in rhizosphere and non-rhizosphere soil
[abstract]. Aus J Soil Res 42:921-926.
http://www.publish.csrio.au/nid/84/paper/SR4019.htm.[ 5 Februari 2010].
143
Khallil R. 2008. Impact of the surface chemistry of rice hull ash on the properties
of its composites with polypropylene. [Dissertation]. School of Civil and
Chemical Engineering RMIT University, Melbourne.
Kiraly Z, Klement Z. Solymosy F, Voros. J. 1994. Metodhes in Plant Pathology.
New York: Elsevier Scientific Publishing.
Kishore GK, Pande S, Podile AR. 2005. Phylloplane bacteria increase seedling
emergence, growth and yield of field-grown groundnut (Arachis hypogaea
L.). Applied Microbiology 40: 260–268.
Kloepper JW. Ryu CM, Zhang SA. 2004. Induced systemic resistance and
promotion of plant promotion growth by Bacillus spp. Phytopathology
94:1259-1266.
Kumar RS et al. 2005. Characterization of fungal metabolite produced by a new
strain Pseudomonas aeruginosa PUPa3 that exhibits broad-spectrum
antifungal activity and biofertilizing traits. Journal of Applied Microbiology
98:145-154.
Linderman RG. 2003. Biological control options for Phytophthora species.
[email protected]. [ 17 Oktober 2008].
Liu DO, Ronald PC, and Bogdanovie AJ. 2006. Xanthomonas oryzae pathovars:
model patogen of a model crop. Molecular Plant Pathology 7 : 303-324.
Lumyong, S., M. Chaiarn. 2009. Phosphate solubilization potential and stress
tolerance of rhizobacteria from soil in Nothern Thailand. World J. Microbiol
Biotech 25:305-314.
Mary CA, Nair SK, Sarawathi P. 2001. Survival of Xanthomonas oryzae pv.
oryzae. J. Trop Agric 39:76-78.
Mehrvraz S, Chaichi MR. 2008. Effect of phosphate solubilizing
microorganisms and phosphorus chemical fertilizer on forage and garin
quality of barley. American-Eurasian J.Agric & Environ. Sci 3(6):855-860.
Mew TW. 1988. An overview of the world bacterial bligth situation. International
work shop on bacterial bligth of rice. Manila: International Rice Research
Institute, 14-18 March 1988.
Mew TW and Misra JK. 1994. A Manual of Rice Seed Testing. Manila:
International Rice Research Institute.
Minorsky PV. 2008. Pyrroloquinoline Quinone: A New Plant Growth Promotion
Factor. Plant Physiology 146: 323–324.
144
Mulya K, Watanabe M, Goto M, Takikawa Y, Tsuyusumu S. 1996. Suppression
of bacterial wilt disease in tomato by root dipping with Pseudomonas
fluorescens PfG32: The role of antibiotic substances and siderophore
production. Ann. Phytopathol.Soc.Jap 62:132-140.
Munif. 2001. Studies on the importance of endophytic bacteria for biogical control
of root-knot nematode Meloidogyne incognita on tomato [Dissertation].
Bonn, Germany: Institute for Plant Diseases, University of Bonn.
Nagayama K, Watanabe S, Kumakura K, Ichikawa T, Makino T. 2007.
Development and commercialization of Trichoderma asperellum. J.
Pestic.Sci 32:141-142.
Nandakumar R, Babu S, Viswanathan R, Raguchander, Samiyappan R. 2001.
Induction of systemic resistance in rice against sheath blight disease by
Pseudomonas fluorescens. Soil Biology & Biochemistry 33:603-612.
Narayanasamy P. 2002. Microbial Plant Pathogens and Crop Disease
Management. Enfield USA: Science Publisher Inc.
Nawangsih AA. 2006. Seleksi dan Karakterisasi Bakteri Biokontrol untuk
mengendalikan penyakit layu bakteri (Ralstonia solanearum) pada tomat.
[Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Neethirajan S, Gordon R, Wang L. 2009. Potential of silica bodies (phytoliths) for
nanotechnology. Trends in Biotechnol 27: 461-467.
Nelson LM. 2004. Plant growth promoting rhizobacteria (PGPR): prospects for
new inoculants. Crop Manage Doi:10.1094/CM-2004-0301-05-RV.
Nielsen TH. Serensens J. 2003. Production of cyclic lipoprotein by Pseudomonas
fluorescens strains in bulk soil and in the sugar beet rhizosphere. Appl.
Environ. Micobiol 69: 861-868
Niranjan RS, Shetty NP, Shetty HS. 2004. Seed bio-priming with Pseudomonas
fluorescens isolates enhances growth of pearl millet plants and induces
resistance against downy mildew. Int. J. Pest Manag 50: 41-48.
Noda, T. and Kaku, H. 1999. Growth of Xanthomonas oryzae pv. oryzae in planta
and in guttation fluid of rice. Ann. Phytopathol. Soc. Japan 65,
9–14.
Ou SH. 1985. Rice Diseases. London: Commonwealth Mycological Institute.
Park M et al. 2005. Isolation and characterization of diazotrophic growth
promoting bacteria from rhizophere of agricultural crop of Korea. Micro
Res 160: 127-133.
145
Pattaya J,Krittigamas N, Lücke W, Vearasilp S. 2005. Using Radio Frequency
Heat Treatment to Control Seed-borne Trichoconis padwickii in Rice Seed
(Oryza sativa L.). in Stuttgart-Hohenheim. Deutscher Tropentag, October
11 - 13, 2005.
Pengnoo A, Wiwattanapattapee R, Chumthong A, Kanjanamaneesathian M.
2006. Bacterial antagonist as seed treatment to control eaf bligth disease of
bambara groundnut. World J Microbiol & Biotechnol 22:9-14.
Pieterse CMJ, Wees SCM van, Ton J, Pelt JA van, Loon LC van. 2002.
Signalling in rhizobacteria-induced systemic resistance in Arabidopsis
thaliana. Plant Biol 4: 535-544.
Prihartini T. Mikroorganisme meningkatkan efisiensi pemupukan fosfat.
www.pustakadeptan.go.id/publikasi/wi.303.kdpdf.[12 Februai 2009].
Rangrajan S, Saleena LM, Vasudevan P, Nair S. 2003. Biological suppression
of rice disease by Pseudomonas spp. under saline soil conditions. Plant and
Soil 251:73-82.
Rao NSS. 2007. Mikroorganisme dan Pertumbuhan Tanaman. Jakarta: UI Press.
Rodriguez H, Fraga R. 1999. Phosphate solubilizing bacteria and their role in
plant growth promotion. Biotechnology Advances 17:319-339.
Ryder MH, Stephens PM, Bowen GD. 1994. Improving plant productivity with
rhizophere bacteria. Proc. Third International Workshop on Plant Growth-
Promoting Rhizobacteria. Adelaide, South Australia, March 7-11, 1994.
Ryu CM, Hu CH, Redd MS, Kloepper JW. 2003. Different signalling pathways
of induced resistance by rhizoacteria in Arabidopsis thaliana against two
pathovars of Pseudomonas syringae. New Phytol 160: 413-420.
Sadjad S, Murniati E, Ilyas S. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih. Dari
Komparatif ke Simulatif. Jakarta:Grasindo.
Saikia R, Kumar R, Arorra DK, Gogoi DK, Azad P. 2006. Pseudomonas
aeruginosa inducing rice resistance against Rhizoctonia solani: production
of salicylic acid and peroxidases. Folia Microbiol 5: 375-380.
Sariah M. Detection of benomyl resistance in the anthracnose pathogen
Colletotrichum capsici. http://www.medicaljournal-ias.org/Sariah.pdf
[ 7 September 2008].
Schaad NW, Jones JB, Chun W. 2001. Laboratory Guide for Identification of
Plant Pathogenic Bacteria. Minnesota: APS Press.
146
Selvakumar G et al. 2009. Phosphate solubilization and growth promotion by
Pseudomonas fragi CS11RH1 (MTCC 8984), a psychrotolerant bacterium
isolated from a high altitude Himalayan rhizosphere. Biologia 62:239-245.
Shen SS, Kim JW, Park CS. 2002. Serratia plymuthica strain A21-4: a potential
biocontrol agent against Phytophthora capsici of pepper. Plant Pathology
Journal 18:138-141.
Siddiqui, Z. A. 2005. PGPR: Prospective Biocontrol Agents of Plant Pathogens.
Netherlands: Springer.
Silo-Suh L, Stabb EV, Raffel SJ, Handelsmann J. 1998. Target range of
zwittermicin A, an aminopolyol antibiotic from Bacillus cereus. Plant
Pathol. Curr Microbiol 37:16-11.
Silva HAS et al. 2004. Rhizobacterial Induction of systemic resistance in tomato
plants: non-spesific protection and increace in enzyme activities. Bio Control
29:288-295.
Simon HM et al. 2001. Influence of Tomato Genotype on Growth of Inoculated
and Indigenous Bacteria in the Spermosphere. Appl. Environ. Micro 67:514-
520.
Smith JE, Korsten L, Aveling TAS. 1999. Evalution of seed for reducing
Collethotrichum dematium on cowpea seed. Seed Sci. Technol 27:591-598.
Soetanto L. 2008 Pengantar pengendalian hayati tanaman. Jakarta: Rajawali
Press.
Son TTN, Diep CN, Giang TTM. 2006. Effect of Bradyrhiobium an phosfate
soubilizing bacteria application on soybean in rotational system in the
Mekong Delta. Omonrice 14:48-57.
Suparman. 2010. Sintesis silikon karbida (SiC) dari silika sekam padi dan karbon
kayu dengan metode reaksi fasa padat. [Tesis]. Bogor: Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Sutariati, G.A.K. 2006. Perlakuan benih dengan agens biokontrol untuk
mengendaikan penyakit antraknosa dan peningkatan hasil serta mutu cabai.
[Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Sutariati G.A.K., Widodo, Sudarsono, S. Ilyas. 2006. Pengaruh perlakuan rizo-
bakteri pemacu pertumbuhan terhadap viabilitas benih serta pertumbuhan
bibit tanaman cabai. Buletin Agronomi 34:46-54.
Syamsuddin. 2010. Perlakuan benih cabai secara hayati untuk mengendalikan
penyakit busuk Phytophtora dan meningkatkan mutu benih. [Disertasi].
Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
147
Syarif AA. 2005. Adaptasi dan ketenggangan genotipe padi terhadap defisiensi
fosfor di tanah sawah [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Taylor AG, Harman GE. 1990. Concepts and technologies of selected
treatments. Annu. Rev. Phytopathol 28:321-329.
Teixeira DA et al. 2007. Rhizobacterial promotion of eucalyptus rooting and
growth. Brazilian J. Microbiol 38:118-123.
Thakuria D et al. 2004. Characterization and screening of bacteria from
rhizosphere in rice grown in acidic soil from Assam. Curr. Sci 86:978-985.
Thuar AM, Olmedo CA, Bellone C. 2004. Greenhouse studies on growth
promotion of maize inoculated with plant growth promoting rhizobacteria
(PGPR). http://www.ag.auburn.edu/argentina/pdfmanuscripts/thuar.pdf
[ 7 Juli 2009].
Tisdale SL, Nelson WI and Beaton JD. 1981. Soil Fertility and Fertilizers. New
York: Mcmillan Publishing.
Trivedi P, Kumar B, Pandey A, Palni LMS. 2007. Growth promotion of rice by
phospahate solubilizing bioinoculants in a himalayan location. Develop. in
Plant and Soil Science 102:291-299.
Trivedi P, Sa T. 2008. Psedomonas corrugata (NRRL B-30409) mutans
increased phosphate solubilization, organic acid production, and plant
grwoth at lower temperatur. Curr. Microbiol 56:140-144.
Uzair B, Ahmed N, Ahmad VU, Mohammad FV, Edwards DH. 2008. The
isolation, prurifiction and biological activity of a novel antibacterial
compound produced by Pseudomonas stuzeri. FEMS Microbiol Lett 279:
243-250.
van Loon LC. 2007. Plant response to plant growth-promoting rhizobacteria.
Eur J Plant Pathol 119:243-254.
van Loon LC, Bakker PAHM, Pieterse CMJ. 1998. Systemic resistance induced
by rhizophere bacteria. Annu. Rev. Phytopathol 26:379-407.
Vassilev N, Vassilev M, Nikolaeva I. Stimulations P-solubilizing and biocontrol
activity of microorganism: potentials and future trend. Appl. Microbiol.
Biotechnol 71:137-144.
Veena MS, Khrisnappa, Shetty HS, Mortensen CN, Mathur SB. 1996. Seed borne
nature transmission of Xanthomonas oryzae pv. oryzae. Plant Pathogenic
Bacteria: 420-429.
148
Velusamy P, Immanuel JE, Gnanamanickam SS, Thomashow L. 2006 Biological
control of bacterial blight by plant associated bacteria producing 2,4
diacetylphloroglucinol. Canad. J. Microbiol 52: 56-65.
Vidhyasekaran et al. 2001. Induction of systemic resistance by Pseudomonas
fluorescens Pfl against Xanthomonas oryzae pv. oryzae in rice leaves.
Phytoparasitica 29: 155-166.
Vikal Y et al. 2007. Identifiction of news sources of bacterial blight resitence in
wild oryza species. Plant Genetic Resources 5: 108-112.
Weller DM. 1998. Biological Control of soilborne plant pathogens in the
rhizosphere with bacteria. Ann. Rev. Phytopathol 26: 379-407.
Whipps JM. 2000. Microbial interaction and biocontrol in the rhizophere. Plant
Pathology and Microbiology Departement, Horticulture Research
International, Wellesbourne, Warwic.
Woitke M, Junge H, Schnitzler WH. 2004. Bacillus subtilis as growth promotor in
hydroponically grown tomatoes under saline conditions. Acta Hort 659:363-
369.
Yang et al. 2007. Diversity analysyis of antagonis from rice-associated bacteria
and their application in biocontrol of rice diseases. J. Appl. Microbio.
104:91-104.
Yukti, A.M., S. Ilyas, Sudarsono, U.S. Nugraha. 2008. Perlakuan benih dengan
matriconditioning plus agens hayati untuk pengendalian cendawan dan
bakteri seedborne serta peningkatan vigor dan hasil. Dalam Basuki, Teguh
Krismantoroadji dan Ami Suryawati (eds). hal 297-306. Prosiding Seminar
Nasional dan Workshop Perbenihan dan Kelembagaan. Yogyakarta, 10-11
Nopember 2008.
Yusnita, Sudarsono. 2004. Metode inokulasi dan reaksi ketahanan 30 genotipe
tanaman kacang tanah terhadap penyakit busuk batang. Hayati 11: 53-58.
Zhang Y. 2004. Biocontrol of sclerotinia stem rot of canola by bacterial
antagonists and study of biokontrol mechanisms involved [Thesis].
Winnipeg, Canada: Departemen of Plant Science, Univeristy of Minatoba.
http://mspace.lib.umanitoba.ca/bitstream/1993/121/1/Yilan‟s+thesis-
MSpace.pdf [ 8 Oktober 2008].
Zhao WJ, Zhu SF, Liao XL, Chen HY, Tan TW. 2007. Detection of
Xanthomonas oryzae in seeds using specific Tagman probe. Molecular
Biotechnology 35: 119-127.
149
Lampiran 1. Deskripsi tanaman padi varietas Ciherang
Golongan : Cere
Umur tanaman : 116-125 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 107-115 cm
Anakan produktif : 14-17 batang
Warna kaki : Hijau
Warna batang : Hijau
Warna telinga daun : Tidak berwarna
Warna lidah daun : Tidak berwarna
Warna daun : Hijau
Muka daun : Kasar pada sebelah bawah
Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Tegak
Bentuk gabah : Panjang ramping
Kerontokan : Sedang
Kerebahan : Sedang
Tekstur nasi : Pulen
Rata-rata : 8.5 ton/ha
Ketahanan terhadap hama dan Penyakit
Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan agak tahan biotipe 3
Tahan terhadap hawar daun bakteri strain III dan IV
Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah
sampai 500 m dpl
Dilepas tahun : 2000
Lampiran 2 Rata-rata suhu harian dan kelembaban udara relatif pada percobaan
150
3 dan 4 di rumah kaca
Waktu
Pengamatan
(WIB)
Percobaan 3 Percobaan 4 Suhu
Udara (0 C)
Kelembaban
Relatif (%)
Suhu
Udara(0C)
Kelembaban
Udara Relatif (%)
9.00 28.67 89 27.4 87
14.00 33.14 74 32.8 76
16.00 29.82 90 28.7 90
Keterangan : Percobaan 3 (Agustus 2009 s/d Februari 2010)
Percobaan 4 (Januari s/d Juni 2010).
Lampiran 3 Rata-rata suhu harian, kelembaban udara, curah hujan, dan jumlah
hari hujan di KP Pusakanegara bulan Maret– Juni 2009
Bulan
Suhu Udara
(0
C)
Kelembaban Relatif
(%)
Curah
Hujan
(mm/bln)
Jumlah
hari
hujan/bln Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore
Maret 25.01 30.72 27.98 90.97 71.06 81.35 203.00 15
April 26.36 32.11 30.11 92.24 95.03 78.34 179.00 11
Mei 25.33 31.23 29.47 94.77 69.64 75.35 72.00 9
Juni 23.81 30.56 28.70 89.23 63.13 71.00 8.00 2
Keterangan : Pagi = pukul 6.49 WIB, Siang = 13.49 WIB, dan Sore = pukul
17.49 WIB. Sumber : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi,
Sukamandi.
Lampiran 4 Rata-rata suhu harian, kelembaban udara, curah hujan, dan jumlah
hari hujan di Kebun Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi, Juli - Oktober 2009
Bulan
Suhu Udara (0
C) Kelembaban
Relatif (%)
Curah
Hujan
(mm/bln)
Jumlah
Hari
Hujan/Bln Pagi Siang Rata-
Rata
Juli 21.59 31.61 25.00 75.19 50.16 7
Agustus 23.54 32.27 27.46 74.29 52.60 24
September 22.66 33.16 26.30 74.17 17.39 17
Oktober 22.30 32.64 26.00 79.66 16.52 25
Sumber : KP Muara, Bogor. Pagi = pk. 07.00 WIB, Siang= pk. 14.00 WIB
Lampiran 5 Hasil analisis tanah terhadap kandungan unsur hara makro
151
(N, P, dan K), dan pH tanah
Percobaan pH H20 C-organik
(%)
N-Total
(%)
P Bray I
(ppm)
K
(me/100g)
Percobaan 3 6.00 2.39 0.26 6.2 0.18
Percobaan 4 5.90 2.47 0.23 6.3 0.16
Percobaan 5 5.70 1.40 0.12 8.35 9.25
Percobaan 6 6.00 2.51 0.20 5.59 0.15
Sumber: Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan IPB,
Bogor.
Lampiran 6 Ciri biokimia rizobakteri hasil seleksi dan isolasi yang digunakan
dalam penelitian
Ciri Biokimia yang
Diidentifikasi
Isolat rizobakteri Pembanding
P.
diminuta
P.
aeruginosa
P.
mallei
P.
diminuta
P.
aeruginosa
P. mallei
Katalase Positif Positif Positif Positif Positif Positif
Oxidase Positif Positif - Positif Positif -
Pigment Positif Positif Positif Positif Positif Positif
Maltose Negatif Negatif - Negatif Negatif -
Mannitol Negatif Positif Negatif Negatif Positif Negatif
Laktose Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif
Xylose Negatif Positif Negatif Negatif Positif Negatif
Salicin Negatif Negatif - Negatif Negatif -
Urease Negatif Positif - Negatif Positif -
Arginine Negatif Positif Positif Negatif Positif Positif
Ornitine Negatuf Negatif Negatif Negatuf Negatif Negatif
Citrate Negatif Positif Dibius Negatif Positif Dibius
Glukose Negatif Positif Positif Negatif Positif Positif
Gelatis Positif Positif Dibius Positif Positif Dibius
Casein Positif Positif - Positif Positif -
Pertumbuhan
pada 42 0C
Negatif Positif Negatif Negatif Positif Negatif
Pertumbuhan
pada MacConkey
Positif Positif Negatif Positif Positif Negatif
Catatan: Identifikasi isolat menggunakan pembanding berdasarkan Schaad et al.
(2001) dan Brenner et al. (2005)
Lampiran 7 Respon ketahanan tanaman terhadap infeksi penyakit (Yusnita &
152
Sudarsono 2004)
Persentase infeksi (%) Respon tanaman
0 Imun
1-5 Tahan
6-10 Agak tahan
11-25 Agak rentan
26-50 Rentan
>50 Sangat rentan