Perkembangan Teknik PCR
-
Upload
sorindah-molina -
Category
Documents
-
view
275 -
download
1
description
Transcript of Perkembangan Teknik PCR
Perkembangan Teknik PCR A. Latar BelakangReaksi berantai polimerase (Polymerase Chain Reaction, PCR) adalah suatu metode enzimatis untuk melipatgandakan secara eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu dengan cara in vitro. Metode ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1985 oleh Kary B. Mullis, seorang peneliti di perusahaan CETUS Corporation. Pada awal perkembangannya metode PCR hanya digunakan untuk melipatgandakan molekul DNA, namun kemudian dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat digunakan pula untuk melipatgandakan dan melakukan kuantitasi molekul mRNA. Saat ini metode PCR telah banyak digunakan untuk berbagai macam manipulasi dan analisis genetik.Metode PCR tersebut sangat sensitif, sehingga dapat digunakan untuk melipatgandakan satu molekul DNA. Metode ini juga sering digunakan untuk memisahkan gen-gen berkopi tunggal dari sekelompok sekuen genom. Dengan menggunakan metode PCR, dapat diperoleh pelipatgandaan suatu fragmen DNA (110 bp, 5×109 mol) sebesar 200.000 kali setelah dilakukan 20 siklus reaksi selama 220 menit (Mullis dan Fallona, 1989). Hal ini menunjukkan bahwa pelipatgandaan suatu fragmen DNA dapat dilakukan secara cepat. Kelebihan lain metode PCR adalah bahwa reaksi ini dapat dilakukan menggunakan komponen dalam jumlah sangat sedikit, misalnya DNA cetakan (template) yang diperlukan hanya sekitar 5 µg, oligonukleotida yang diperlukan hanya sekitar 1 mM dan reaksi ini bisa dilakukan dalam volume 50 – 100 πl.Konsep asli teknologi PCR mensyaratkan bahwa bagian tertentu sekuen DNA yang akan dilipatgandakan harus diketahui terlebih dahulu sebelum proses pelipatgandaan tersebut dapat dilakukan. Sekuen yang diketahui tersebut penting untuk menyediakan primer, yaitu sekuen oligonukleotida pendek yang berfungsi mengawali sintesis rantai DNA dalam reaksi berantai polimerase. Pengembangan lebih lanjut metode PCR memungkinkan dilakukannya pelipatgandaan suatu fragmen DNA yang belum diketahui sekuennya, misalnya dengan metode Alu-PCR (Rosenthal, 1992). Alu adalah suatu sekuen DNA (panjangnya kurang lebih 300 bp) yang banyak terdapat sepanjang genom manusia (repetitive DNA sequence). Alu-PCR adalah metode PCR yang memanfaatkan sekuen-sekuen Alu sebagai dasar untuk membuat primer untuk melipatgandakan suatu fragmen DNA yang belum diketahui sekuen yang terdepat di antara dua sekuen Alu.B. Polymerase Chain ReactionPelaksanaan metode PCR memerlukan empat komponen utama, yakni DNA cetakan, oligonukleotida primer, deosiribonukleotida trifosfat (dNTP) yang terdiri dari dATP, dCTP, dGTP, dTTP, dan) enzim polimerase yang digunakan untuk mengkatalis reaksi sintesis rantai DNA. Proses PCR terdiri dari tiga tahap, yakni denaturasi, penempelan (annealing), dan amplifikasi. Pada tahap denaturasi, suatu fragmen DNA (duoble strand) dipanaskan pada suhu 95 0C selama 1-2 menit sehingga akan terpisah menjadi rantai tunggal (singlestrand). Kemudian dilakukan penempelan (annealing) pada suhu 55 0C selama1-2 menit, yakni oligonukleotida primer menempel pada DNA cetakan yang komplementer dengan sekuen primer. Setelah dilakukan penempelan, suhu dinaikkan menjadi 72 0C selama 1,5 menit. Pada suhu ini, enzim DNA polimerase akan melakukan poses polimerasi, yakni rantai DNA yang baru akan membentuk jembatan hidrogen dengan DNA cetakan. Proses ini disebut amplifikasi (Triwibowo, 2006).C. Penggolongan Teknik PCRBerdasarkan pasangan primer yang digunakan dalam teknik PCR, maka ada dua macam teknik PCR yaitu (1) metode yang menggunakan sepasang primer (primer yang ditempatkan di awal dan di akhir unit transkripsi) dimana primer-primer tersebut sangat spesifik urutannya untuk menyambungkan dirinya dengan segmen DNA; dan (2) metode yang menggunakan primer tunggal (primer yang ditempatkan di awal unit transkripsi atau di akhir unit transkripsi) (Triwibowo, 2006).Metode PCR dengan primer tunggal, meliputi : AP-PCR (Arbitrary Primed PCR), RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA), serta DAF (DNA Amplification Fingerprinting) yang
meliputi proses amplifikasi dari DNA/VNTRs dan Retroposon. Persamaan dari ketiga teknik ini adalah adanya urutan acak dari primer, baik yang bekerja ke arah kanan maupun ke arah kiri dari sejumlah lokus. Perbedaan dari ketiga teknik tersebut terdapat pada panjang-pendeknya primer, dimana untuk AP-PCR sekitar 20 basa nukleotida, RAPD sekitar 10 basa nukleotida dan DAF sekitar 6-8 nukleotida. Hasil visualisasi dari AP-PCR dan RAPD relatif sama, sehingga orang lebih menyukai RAPD karena dengan ukuran primer yang lebih sedikit (~10 basa nukleotida) memberikan hasil yang tidak berbeda dengan AP-PCR yang memiliki ukuran primer lebih besar (~20 basa nukleotida).Metode PCR dengan menggunakan sepasang primer, meliputi : STSs (Sequence-Tagged Sites) dan SCARs (Sequence Characterized Amplified Regions), DALP (Direct Amplification of Length Polymorphism), SSRs (Simple Sequence Repeats), IFLP (Intron Fragment Length Polymorphism), ESTs (Expressed Sequence Tags), RAMP (Random Amplified Microsatellite Polymorphism) dan REMAP (Retroposon-Microsatellite Amplified Polymorphism), AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism) dan modifikasinya, SSCP (Single Strand Conformation Polymorphism).D. Pengembangan Teknik PCRSejak pertama kali diperkenalkan, teknik PCR telah berkembang sangat pesat dan diaplikasikan untuk bemacam-macam tujuan, baik untuk riset dasar maupun aplikasi praktis. Pada aspek metodologinya, teknik PCR yang pertama kali diperkenalkan memerlukan banyak kondisi khusus untuk menjamin keberhasilannya. Sebagai contoh, pada awalnya teknik PCR hanya digunakan untuk mengamplifikasi molekul DNA dengan menggunakan DNA sebagai bahan awal (starting material) yang akan digunakan sebagai cetakan. Dalam hal ini molekul DNA yang aakan diamplifikasi harus diisolasi terlebih dahulu dari sel atau jaringan. Perkembangan lebih lanjut teknik ini memungkinkan para peneliti menggunakan molekul RNA sebagai bahan awal, yaitu dengan berkembangnya teknik Reverse Trancriptase PCR (RT-PCR). Selain itu, sekarang juga dikembangkan teknik PCR yang tidak memerlukan langkah isolasi molekul DNA terlebih dahulu sebelum diamplifikasi. Dalam hal ini PCR dapat dilakukan dengan menggunakan sel atau jaringan sebagai bahan awal tampa harus melakukan isolasi DAN secara khusus. Dengan teknik ini, PCR dapat dilakukan di dalam sel atau jaringan tersebut sehingga teknik ini dikenal sebagai PCR In Situ. Selain itu, teknik PCR sekarang juga dapat dilakukan secara efisien untuk amplifikasi molekul DNA yang panjang. Secara ringkas kedua macam teknik ini dijelaskan sebagai berikut.1. Reverse Trancriptase PCR (RT-PCR)Teknik ini dikembangkan untuk melakukan analisis terhadap molekul RNA hasil transkripsi yang terdapat dalam jumlah sangat sedikit di dalam sel. Sebelum teknik ini dikembangkan, analisis terhadap molekul mRNA biasanya dilakukan dengan metode hibridisasi In Situ, northern blot, dot blot, atau slot blot, analisis menggunakan S1 nuklease, atau dengan metode pengujian proteksi RNAse (RNAse protection assay). Teknik RT-PCR dikembangkan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan metode PCR yang lain.RNA tidak dapat digunakan sebagai cetakan pada teknik PCR, oleh karena itu perlu dilakukan proses transkripsi balik (reverse transcription) terhadap molekul mRNA sehingga diperoleh molekul cDNA (complementary DNA). Molekul cDNA tersebut kemudian digunakan sebagai cetakan dalam proses PCR. Teknik RT-PCR ini sangat berguna untuk mendeteksi ekspresi gen, untuk amplifikasi RNA sebelum dilakukan cloning dan analisis, maupun untuk diagnosis agensia infektif maupun penyakit genetik.Teknik RT-PCR memerlukan enzim transcriptase balik (DNA polymerase) yang bisa menggunakan molekul DNA (cDNA) sebagai cetakan untuk menyintesis molekul cDNA yang komplementer dengan molekul RNA tersebut. Beberapa enzim yang bisa digunakan antara lain mesophilic viral reverse transcriptase (RTase) yang dikode oleh virus avian myoblastosis (AMV) maupun oleh virus moloney murine leukemia (M-MuLV), dan Tth DNA polymerase. RTase yang dikode oleh AMV maupun M-MuLV bersifat sangat prosesif dan
mampu menyintesis cDNA sampai sepanjang 10 kb, sedangkan Tth DNA polymerase mampu menyintesis cDNA sampai sepanjang 1-2 kb.Berbeda dengan Tth DNA polymerase, enzim RTase AMV dan M-MuLV mempunyai aktivitas RNAse H yang akan meyebabkan terjadinya degradasi RNA dalam hybrid RNA-cDNA. Aktivitas semacam ini dapat merugikan jika berkompetisi dengan proses sintesis DNA selama proses produksi untai pertama cDNA. Enzim RTase yang berasal dari M-MuLV mempunyai akyivitas RNase H yang lebih rendah dibanding dengan yang berasal dari AMV.Enzim M-MuLV mencapai aktivitas maksimum pada suhu 37o C, sedangkan enzim AMV pada suhu 42o C dan Tth DAN polymerase mencapai aktivitas maksimum pada suhu 60-70o C. Penggunaan enzim M-M-MuLV kurang menguntungkan jika RNA yang digunakan sebagai cetakan mempunyai struktur sekunder yang ekstensif. Di lain pihak, penggunaan Tth DNA polymerase kurang menguntungkan jika ditinjau dari kebutuhan enzim ini terhadap ion Mn karena ion Mn dapat mempengaruhi ketepatan (fidelity) sintesis DNA. Meskipun demikian, enzim Tth DNA polymerase mempunyai keunggulan karena dapat digunakan untuk reaksi transkripsi balik sekaligus proses PCR dalam satu langkah reaksi.Reaksi transkripsi balik dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa macam primer yaitu :
1. Oligo(dT) sepanjang 12-18 nukleotida yang akna melekat pada ekor poli (A)pada ujung 3’ mRNA mamalia. Primer semacam ini pada umumnya akan menghasilkan cDNA yang lengkap.
2. Heksanukleotida acak yang akan melekat pada cetakan mRNA yang komplementer pada bagian manapun. Primer semacam ini akan menghasilkan cDNA yang tidak lengkap (parsial).
3. Urutan nukleotida spesifik yang dapat digunakan secara selektif untuk menyalin mRNA tertentu.
2. PCR In SituAnalisis DNA atau lumRNA hasil transkripsi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, misalnya hibridisasi DNA : RNA atau DNA : DNA, dengan sistem dot blot atau slot blot. Analisis dapat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan isolasi DNA atau mRNA dari sel atau jaringan, atau dengan metode yang lebih maju yaitu dengan analisis langsung sel pada jaringan yang bersangkutan tanpa harus melakukan isolasi DNA atau mRNA terlebih dahulu. Teknik semacam ini dikenal sebagai In Situ Hybridisation (hibridisasi In Situ). Teknik ini memerlukan molekul RNA atau DNA target dalam jumalh paling tidak 20 kopi dalam satu sel agar dapat terdeteksi. Oleh karena itu, teknik hibridisasi hibridisasi In Situpaling sering digunakan untuk analisis mRNA karena jumlahnya per sel pada umumnya lebih banyak dibandingkan dengan DNA. Jumlah genom virus laten yang menginfeksi suatu sel misalnya, seringkali hanya terdiri atas beberapa kopi. Demikian pula mutasi gen, translokasi kromosom dan perubahan patologis awal seringkali hanya melibatkan beberapa kopi sekuen nukleotida sehingga akan sukar dideteksi dengan teknik hibridisasiIn Situ. Oleh karena itu, untuk analisis molekul DNA yang jumlah kopinya sangat sedikit di dalam sel, harus dilakukan amplifikasi terlebih dahulu secara In Situ. Teknik yang mengombinasikan amplifikasi PCR dengan hibridisasi In Situ dikenal sebagai teknik PCR In Situ (Komminoth dan Long, 1995)Sebelum dilakukan PCR In Situ, sel atau sampel jaringan harus difiksasi dan dipermeabilisasi terlebih dahulu. Fiksasi dilakukan untuk mempertahankan DNA atau RNA dan morfologi sel atau jairngan. Biasanya yang digunakn untuk fiksasi ada;ah formalin dan paraformaldehid. Jaringan yang masih segar atau sel dengan membrane yang masih utuh merupakan sampel yang ideal. Meskipun demikian, sampel jaringan yang sudah difiksasi dengan formalin juga dapat digunakan untuk PCR In Situ. Sel yang
masih utuh akan mengalami kerusakan nukleotida yang jauh lebih sedikit dan membrane sel yang ada akan menjadi pelindung terhadap produk amplifikasi .Permeabilisasi dapat dilakukan dengan menggunakan enzim, misalnya proteinase K, tripsin atau pepsinogen, sehingga primer, enzim DNA polymerase dan nukleotida dapat masuk ke dalam inti sel (nucleus). Setelah permeabilisasi, enzim protease yang digunakan harus dinonaktifkan sebab sisa-sisa enzim ini dapat menghasncurkan DNA polymerase yang digunakan dalam PCR.Setelah dilakukan fiksasi dan permeabilisasi, kemudian dilakukan amplifikasi In Situ yaitu dengan menambahkan komponen-komponen yang diperlukan untuk PCR. Setelah dilakukan PCR, selanjutnya sel atau jaringan yang digunakan diambil lagi dan dilekatkan pada gelas obyek (object glass). Sebagian lisat sel dianalisis dengan elektroforesis gel. Produk PCR hasil amplifikasi In Situ yang ada di dalam sel kemudian dianalisis dengan metode hibridisasi In Situ atau dengan imunohistokimia. Secara umum teknik PCR In Situdapat dibedakan menjadi dua, yaitu (1) PCR In Situ tidak langsung (Indirect In Situ PCR), dan (2) PCR In Situ langsung (Direct In Situ PCR). Pada teknik PCR In Situ tidak langsung, dilakukan amplifikasi In Situ dna hibridisasi In Situ, tetapi pelacak (probe) disiapkan tersendiri. Sebaliknya, pada teknik PCR In Situ langsung, dilakukan amplifikasiIn Situ dengan menggunakan pelacak secara khusus. Teknik PCR In Situ langsung dianggap merupakan teknik yang lebih cepat dibandingkan dengan teknik PCR In Situtidak langsung untuk deteksi DNA atau RNA tanpa harus melakukan hibridisasi In Situ. Meskipun demikian, teknik PCR In Situ langsung memberikan hasil yang kurang meyakinkan, disbandingkan dengan teknik PCR In Situ tidak langsung, jika digunakan untuk sampel berupa potongan jaringan.Dalam penerapan teknik PCR In Situ ini ada beberapa variabel penting yang harus diperhatikan, antara lain (1) tipe bahan awal yang digunakan (sel, potongan jaringan, atau yang lain), (2) tipe dan jumlah kopi urutan nukleotida yang menjadi target (DNA genom, DNA virus, atau RNA), (3) metode amplifikasi cDNA yang digunakan (menggunakan primer tunggal atau lebih dari satu promer), (4) sistem deteksi (langsung atau tidak langsung), (5) penggunaan kontrol dalam eksperimen.Tekni PCR in situ telah berkembang (Gu, 1995) sehingga sekarang terdapat empat variasi, yaitu (1) PCR in situ langsung, (2) PCR in situ tidak langsung. (3) RT-PCR in situ, dan (4) 3SR (self-sustainded sequence replication reaction). RT-PCR in situ adalah PCR in situ dengan menambahkan reaksi transkripsi balik (reverse transcription), sedangkan teknik 3SR adalah teknik amplifikasi mRNA in vitro dengan menggunakan tiga macam enzim, yaitu transkriptase balik AMV, T7 RNA polimerase, dan Rnase H yang berasal dariEscherichia coli. Dengan metode ini dapat dilakukan proses transkripsi balik dan reaksi transkripsi untuk menggandakan RNA melalui hibrid RNA/DNA dan cDNA. Metode ini dikembangkan oleh Ingenborg Zehbe dan kawan-kawan sebagai alternatif terhadap metode RT-PCR untuk deteksi RNA dengan jumlah kopi yang sangat kecil. Metode ini pada dasarnya tidak seperti metode PCR karena semua reaksi dilakukan pada suhu 42˚C dan tidak memerlukan alat thermocycler. Referensi:Gu, J. 1995. In Situ PCR-An Overview. In: Jiang Gu (Ed.). In Situ PCR and Related Technology. Birkhauser Boston.Komminoth, P., Long, A.A. (1995) In situ polymerase chain reaction and its applications to the study of endocrine diseases. Endocr Pathol 6:167–171.Maullis, K.B., and Fallona, F.A. 1989. Spesific syntesis of DNA in vitro via a polymerase-catalyzed chain reaction. In: Wu, R., Grossman, L., and Moldlave, K. (Eds.). Recombinant DNA Methodology. Academic Press, Inc., San DIego.Rosenthal, A. 1992. PCR Amplification techniques for chromosome walking. TIBTECH 10:44-48.Yuwono, T. 2006. Teori Dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction. Yogyakarta:Andi offset.
http://repository.ubaya.ac.id/35/1/ART002.pdf
PCR, Mempercepat Proses Analisis DNA
Kasus penyebaran flu burung di berbagai negara masih menjadi bahasan utama setiap media. Hasil tes
DNA (deoxyribose nucleic acid) menentukan penelitian lanjutan terhadap analisis DNA untuk keperluan
diagnosis penyakit.
Seperti diketahui, DNA adalah pembawa informasi genetik dalam sel. DNA membawa pesan-pesan yang
mengendalikan aktivitas sel. DNA setiap makhluk hidup yang ada di dalam inti sel dan mitokondria itu
adalah unik dan khas. Itu sebabnya tes DNA menjadi salah satu alternatif tindakan yang dilakukan. Virus
H5N1 pada penderita suspect flu burung dapat diidentifikasi dengan lebih mudah dan cepat.
Permudah diagnosis
Saat ini proses analisis DNA banyak dilakukan dengan menggunakan teknik PCR (polymerase chain
reaction). Teknik PCR inilah yang memungkinkan proses analisis DNA menjadi lebih cepat dibandingkan
dengan melakukan tes DNA dengan cara konvensional. Dengan PCR, urutan DNA dapat digandakan
hanya dalam waktu beberapa jam sampai kuantitasnya cukup untuk sebuah proses analisis. Suatu teknik
yang sangat menolong tentunya setelah dilakukan prosedur yang cukup rumit untuk mendapatkan
urutan DNA yang cukup.
Ditemukannya PCR atau reaksi rantai polimerase ini jelas merupakan sebuah angin segar bagi kalangan
ilmuwan yang bergerak di bidang genetika molekuler. Berkat PCR-lah, mereka lebih mudah
mendiagnosis suatu penyakit maupun melakukan analisis forensik. Bahkan studi DNA dari suatu fosil
yang ditemukan oleh para arkeolog akan lebih mudah dilakukan dengan bantuan PCR ini.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini penerapan PCR yang telah meliputi berbagai bidang kehidupan manusia
dan membuka peluang baru untuk studi tentang gen.
Pertama, PCR digunakan untuk amplifikasi urutan DNA yang khas bagi manusia sehingga DNA manusia
dapat dilacak dan diisolasi dari DNA yang lain.
Kedua, deteksi mutasi dengan amplifikasi PCR. Mutasi biasanya terjadi pada kanker dan kelainan
bawaan. Pengetahuan sifat mutasi pada pasien sangat penting untuk diagnosis dan terapi. PCR dapat
digunakan untuk mengikuti perkembangan sel kanker setelah terapi. Berbagai kelainan bawaan juga
telah berhasil didiagnosis dengan cara PCR. Kemampuan untuk melacak lesi yang khas untuk sel tumor
merupakan hal yang sangat bernilai bagi ahli dalam mencoba untuk menentukan apakah seorang pasien
yang telah diobati terhadap leukemia sudah bebas dari sel malignan atau belum.
Ketiga, PCR juga dapat diterapkan dalam melacak infeksi virus dan bakteri. Diagnosis konvensional
didasarkan pada kemampuan untuk menumbuhkan agen pada biakan atau untuk melacak keberadaan
mereka pada pasien dengan antibodi. Uji seperti itu dapat memerlukan waktu beberapa minggu sebelum
diagnosis dapat ditegakkan, sementara uji yang kedua relatif kurang peka. Hal tersebut juga merupakan
masalah penting untuk diagnosis AIDS atau untuk studi epidemiologi infeksi HIV.
Contoh lain, seperti pada kasus flu burung adalah mendeteksi keberadaan virus H5N1 pada penderita
suspect flu burung. Seperti pada terapi kanker, tujuan utama diagnosis adalah melacak sel-sel terinfeksi,
yang biasanya terdapat dalam jumlah yang kecil dari suatu cuplikan jaringan atau darah. Penyakit
bekteri juga dapat didiagnosis dengan PCR. Salah satu yang penting misalnya tuberkulosis (TBC).
Penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis ini sering sulit didiagnosis karena hanya
sedikit mikroorganisme yang ada dalam material dari pasien untuk penegakan diagnosis secara
histologis. Untuk itu, patogen harus diidentifikasi setelah ditumbuhkan pada biakan dan pengujian
kepekaan antibiotika. Prosedur seperti itu dapat memerlukan waktu sampai dua minggu. PCR telah
terbukti dapat mengatasi permasalahan tersebut.
Keempat, PCR digunakan untuk penentuan jenis kelamin pada sel prenatal.
Prosedur ini sekarang telah digunakan pada klinik bagi keluarga yang mempunyai risiko kelainan genetik
turunan yang terpaut pada kromosom X, dengan implantasi embrio yang telah dibiopsi pada ibu-ibu. PCR
memungkinkan biopsi, penentuan kelamin, dan transfer janin ke rahim para ibu dapat dilakukan pada
status reproduksi yang sama. Jenis kelamin dari janin diperiksa dengan analisis karyologis dari sel-sel
vilus korionik.
Kelima, PCR digunakan dalam studi evolusi molekuler. Informasi genetika molekuler telah semakin sering
digunakan dalam studi evolusi untuk menentukan tingkat kekerabatan antarspesies. Metode studi
evolusi konvensional sering mengalami hambatan, karena memerlukan spesies yang masih hidup
sebagai sumber DNA. Dengan sumber tersebut, hubungan antarspesies yang masih hidup dapat diamati
secara langsung. Akan tetapi, hubungan dari organisme hidup dengan yang telah punah sulit dilakukan.
Cuplikan jaringan dari spesies yang sudah punah atau yang populasinya jarang, yang tersimpan di
museum di seluruh dunia adalah sumber DNA yang baik. DNA dapat disolasi dari sumber-sumber secara
beragam, seperti kulit, mumi manusia, tanaman kering, bahkan jaringan lunak yang disimpan dalam
pengawet. Hanya, molekul DNA dari sumber seperti itu umumnya tinggal sebagai fragmen-fragmen yang
pendek akibat degradasi, rusak akibat mutagen dari lingkungan seperti sinar ultra violet, serta tercemar
hebat oleh DNA bakteri. DNA yang seperti itu tidak dapat digunakan untuk studi dengan teknik
pengklonan konvensional. PCR telah mengubah situasi tersebut secara dramatis. Teknik ini dapat
mengamplifikasi secara efisien fragmen DNA yang kecil yang masih tetap utuh dalam terok sekalipun
fragmen yang utuh tersebut terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit sekali
Keenam, penggunaan PCR dalam bidang kehakiman. Potensi penggunaan sumber DNA untuk
meyakinkan identitas seseorang dalam ilmu kehakiman adalah bukti akurat yang telah diakui secara
nyata dan telah banyak digunakan. Hal inilah yang dilakukan dalam mengidentifikasi kelompok teroris
Dr. Azahari dalam pengungkapan identitas mayat terkena bom di Batu Malang.
DNA dapat diisolasi dari tetesan darah kering atau dari sperma dalam usapan kapas vagina yang telah
tersimpan sampai selama dua tahun. Pertimbangan utama dalam penerapan PCR dalam forensik adalah
cemaran dari contoh barang bukti oleh DNA lain dari tempat kejadian kriminal maupun dari DNA lain
yang telah pernah diamplifikasi di laboratorium yang sama.***
R.A.Laksmi Priti M.Alumnus Jurusan Biologi FMIPA Unpad.
2. Mengapa Virus Flu burung H5N1 ?
jawab :
Virus adalah makhluk hidup yang paling sederhana sebab hanya memiliki gen penyandi protein
terpenting untuk hidupnya saja. Sebagaimana perilaku parasit, protein selebihnya dipinjam dari 'tuan
rumah' yang diserangnya.Pada umumnya virus adalah patogen/organisme penyebab penyakit yang
paling sulit pengobatannya. Hal ini disebabkan oleh dua hal.
Pertama, protein virus yang menjadi target obat jumlahnya sedikit.
Kedua tabiat mutasi yang secara alamiah terjadi pada seluruh organisme, muncul lebih sering karena
kesederhanaan sifat genetiknya itu, sehingga virus paling mudah berubah bentuk menjadi tak dikenali
lagi oleh obat yang ada. Untuk itu, cara ampuh memerangi virus tiada lain adalah dengan mencegah
terjadinya 'pertautan ciuman maut' tersebut.
Tonjolan pada virus influenza terdiri dari dua protein yaitu protein hemagglutinin (disingkat HA) dan
protein neuraminidase (NA). Protein HA mengenali molekul sialic acid (SA) di permukaan sel target,
selanjutnya protein NA memotong SA agar virus dapat masuk ke dalam sel.
Ketika keluar dari sel pun, protein NA bertugas memotong SA yang banyak terdapat di permukaan sel
agar virus tidak 'tertambat' di situ saja sehingga dapat bergerak bebas menyerang sel lainnya. Apabila
umumnya virus memiliki sepotong genom (baik dalam bentuk DNA atau RNA), virus influenza memiliki 8
potong genom. Hal ini menyebabkan virus influenza sangat sering berganti rupa melalui kombinasi
potongan genom itu
Para peneliti dari Australia yaitu Laver dan Coleman berhasil memecahkan struktur protein NA sampai
tingkat atom pada tahun 1983. Informasi detail wajah protein NA ini memberikan petunjuk penting
bahwa bagian yang melakukan 'ciuman maut' itu tidak pernah berubah walaupun bagian lainnya
seringkali berganti.
Hal ini memberikan inspirasi pada Von Itzstein, juga dari Australia, untuk mensintesa senyawa organik
yang dapat menghambat pertautan protein NA dengan SA pada tahun 1993. Senyawa organik yang
menjadi obat influenza ini disebut Zanamivir yang menunjukkan khasiatnya dengan meniru SA
berinteraksi dengan protein NA.
Virus influensa pada umumnya baik pada manusia atau pada unggas adalah dari kelompok famili
orthomyxoviridae. Ada beberapa tipe virus influenza pada manusia dan binatang yaitu virus influenza
tipe A, B, dan C. Pada manusia Virus A dan B dapat menjadi penyebab wabah flu yang cukup luas.
Sementara virus C menyebar secara periodik, ringan dan tidak menyebakan wabah. Pada permukaan
virus A ada 2 glikoprotein, Yaitu : hemaglutinin (H), dan neuraminidase (N), untuk mengkasifikasikannya
secara rinci, masing-masing tipe virus tersebut dabagi menjadi subtipe berdasarkan kelompok H dan N,
klasifikasinya adalah : H1-H15. dan N1-N9. Perbedaan H merupakan dasar subtipe. Influenza pada
manusia sejauh ini disebabkan oleh virus H1N1, H2N2 dan H3N2 serta virus avian H5N1, H9N2 dan
H7N7. Sementara itu ada sekitar 15 subtipe virus influenza yang dapat terjadi pada unggas, seperti
H7N7, H9N2, dll. Subtipe infeksi virus ini menimbulkan berbagai gejala pada unggas mulai dari yang
ringan sampai yang fatal dan menyebabkan epidemi luas ( Highly pathogenic avian influenza) dengan
angka kematian pada unggas mencapai 100%. Kasus fluburung yang kini banyak dibicarakan
disebabkan oleh virus influenza tipe A subtipe H5N1.Laporan yang menyatakan bahwa virus H5N1 yang
sekarang ada ternyata berbeda dengan virus H5N1 yang pernah menyerang manusia dan unggas,
artinya virus tersebut telah bermutasi dan bukan tidak mungkin akan bermutasi kembali di masa depan.
3. Apa perbedaan virus RNA dan DNA?
Jawab:
Virus DNA ukurannya lebih kecil dari virus RNA. DNA mempunyai tugas sebagai pembawa informasi
genetik yang sedikit. Kebanyakan virus DNA, menyerang sel prokariotik sedangkan
posted by AVIANINFLUENZA @ 11:51 PM 0 comments
W E D N E S D A Y , O C T O B E R 1 9 , 2 0 0 5
MENGENAL VIRUS
Virus adalah penyebab infeksi terkecil (berdiameter 20-300 nm). Genom virus hanya mengandung satu
jenis asam nukleat(RNA atau DNA). Asam nukleat virus terbungkus dalam suatu kulit protein, yang dapat
dikelilingi oleh selaput yang lemak. Seluruh unit infektif disebut virion. Virus tidak aktif dalam lingkungan
di luar sel. Virus hanya bereplikasi di dalam sel hidup, sebagai parasit pada tingkat genetic. Asam
nukleat virus mengandung informasi yang diperlukan untuk memerintahkan sel inang yang terinfeksi
guna mensintesis sejumlah makromolekul khusus yang dibutuhkan untuk pembentukan turunan virus.
Selama siklus replikatif, dihasilkan banyak salinan asam nukleatdan lapisan-lapisan protein tersebut
akan membentuk kapsid, yang membungkus dan menstabilkan asam nukleat virus terhadap lingkungan
ekstrasel serta memudahkan pelekatan dan penetrasi virus ketika berkontak dengan sel baru yang
rentan.
DEFINISI DALAM VIROLOGI
Kapsid :kulit protein, atau lapisan , yang menutupi genom asam nukleat. Kapsid yang
kosong dapat merupakan hasil sampingan siklus replikatif virus yang mempunyai simetri
ikosahedral
Nukleokapsid: Kapsid beserta asam nukleat yang diselubunginya.
Unit Struktur: Blok pembangunan protein dasar dari lapisan. Blok ini biasanya berupa
kumpulan lebih dari satu polipeptida yang nonidentik.
Kapsomer; unit morfologik yang terlihat dalam mikrokroskop electron pada permukaan
partikel-partikel virus ikosahedral.Kapsomer menggambarkan kelompok polipeptida ,
tetapi unit morfologik tidak perlu sesuai dengan sifat kimia unit struktur.
Selubung: Selaput yang mengandung lemak yang mengelilingi beberapa partikel virus.
Selubung ini diperoleh selama pematangan virus dengan proses pertunasan melalui
selaput sel. Glikoprotein-glikoprotein yang disandikan virus bertomjolan pada
permukaan selubung.
Virion:Partikelvirus lengkap, yang dalam beberapa jenis dapat bersifat sama dengan
nukleokapsid.
Virus cacat: partikel virus yang secara fungsional kekurangan beberapa aspek replikasi.
Virus cacat dapat mengungkap replikasi virus normal
KLASIFIKASI VIRUS
Sifat-sifat, yang disusun berdasarkan kepentingan , telah digunakan sebagai dasar untuk klasifikasi virus.
Jumlah informasi yang tersedia dalam setiap kategori tidak seragam untuk semua virus, hanya tersedia
sedikit informasi mengenai beberapa sipatnya.
1. Jenis asam nukleat;RNA atau DNA beruntai-tunggal atau beruntai ganda, strategi
replikasi
2. Ukuran dan morpologi, termasuk jenis simetri, jumlah simetri, jumlah kapsomer,
ada atau tidaknya selaput
3. Kerentanan terhadap pengaruh fisik dan kimia, terutama eter
4. Adanya enzim khusus, terutama polimerase RNA atau DNA yang berhubungan
dengan replikasi genom, neuraminidase yang diperlukan untuk pelepasan partikel-
partikel virustertentu(influenza) dari sel tempat virus dibentuk
5. Sifat-sifat imunologik
6. Metode penularan alami
7. Inang, jaringan, dan tropisme sel
8. Patologi; pembentukan badan inklusi
9. Simtomatologi
KOMPOSISI KIMIA VIRUS
Protein virus
Protein structural virus mempunyai beberapa fungsi penting. Fungsi utamanya yaitu mempermudah
transfer asam nukleat dari satu sel inang ke sel inang yang lainnnya. Protein structural membantu
melindungi genom virus dari aktivitas oleh nuclease, ikut dalam perlekatan virus pada sel yang peka,
dan memberikan simetri stuktural pada partikel virus.
Protein-protein tersebut menentukan cirri-ciri antigen virus. Respon imun pelindung inang ditunjukan
terhadap determinan antigen protein atau glikoprotein yang terdapat pada permukaan partikel virus.
Beberapa protein permukaan juga dapat memperlihatkan aktivitas khusus misalnya, hemaglutinin virus
influenza mengaglutinasi sel darah merah.
Asam Nukleat virus
Virus mengandung satu jenis asam nukleat,DNA atau RNA yang menyandikan informasi genetic yang
diperlukan untuk replikasi. Genom virus dapat beruntai-tunggal atau beruntai-ganda, berbentuk lingkar
atau linear, dan bersegmen atau tidak bersegman. Jenis asam nukleat , jenis untai , dan bobot molekul
adalah cirri-ciri utama yang digunakan untuk menggolongkan virus ke dalam famili-famili. Bobot molekul
genom virus DNA berkisar antara 1,5x10 (parpovirus) sampai 200x 10 ( poxvirus). Bobot molekul genom
RNA berkisar antara 2x 10 ( pikornavirus) sampai 1,5x 10 ( reovirus)
Lemak virus
Beberapa virus yang berbeda mempunyai selubung lemak sebagai bagian dari struktur virus.Lemak
diperoleh ketika nukleokapsid virus melakukan pertunasan melalui selaput sel pada proses pematangan.
Pertunasan hanya terjadi pada tempat dimana protein khusus virus disisipkan ke dalam selaput sel
inang. V irus yang mengandung lemak peka terhadap eter dan pelarut organic lain . Hal ini menunjukan
bahwa gangguan atau hilangnya lemak dapat mengakibatkan hilangnya kemampuan menginfeksi. Virus
yang mengandung lemak biasanya resisten terhadap eter.
Karbohidrat virus
Selubung virus mengandung glikoprotein. Berbeda dengan lemak dalam selaput virus, yang berasal dari
sel inang, glikoprotein pada selubung disandi oleh viru. Namun, gula yang ditambahkan pada
glikoprotein virus sering mencerminkan sel inang tempat tumbuhnya virus. ara Virus dapat ditularkan
melalui cara berikut
1. Penularan langsung dari orang ke orang melalui kontak
2. penularan dari hewan ke hewan, dengan manusia sebagai inang tak tetap.
3. penularan melalui vector antropoda
IMUNOLOGI
Ilmu imonologi, suatu bidang luas yang meliputi penelitian dasar dan penerapan klinis, membahas
masalah antigen, antibody, dan fungsi-funsi berperantara sel, terutama yang berhubunaan dengan
imunitas terhadap penyakit, reaksi biologic yang hipersensitif, alergi, dan penolakan jaringan asing.
IMNUNITAS RESPONS IMUN
Imunitas dapat bersifat alami (bawaan) atau di dapat (adatif)
Imnumitas alami
Imunitas alami adalah resistensi yang tidak diperoleh melalui kontak dengan suatu antigen. Imunitas ini
bersifat nonspesifik danmencangkup penghalang terhadap mikroorganisme penyebab infeksi
Imunitas yang didapat
Imunitas yang didapat, yang terjadi setelah pemaparan terhadap sesuatu penyebab infeksi, bersifat
khusus dan diperantarainoleh antibody atau sel limfoid. Ini dapat bersifat pasif atau aktif
Imunitas pasif: imunitas yang diperoleh dari antibodi yang telah terbentuk sebelumnya dalam inang
lain. Pemberian antibody secara pasif terhadap bakteri dengan segera menyebabkan tersedianya
antitoksin berlebihan untuk menetralkan toksin. Demikian juga, antibody yang telah terbentuk
sebelumnya terhadap virus tertentu dapat disuntikan selama masa inkubasi untuk membatasi
perkembangbiakan virus.
Imunitas aktif: adalah resistensi yang diinduksi setelah kontak yang efektif dengan antigen asing.
Kontak ini dapat berupa infeksi klinis atau subklinis, imunisasi dengan penyebab infeksi yang masih
hidup maupun mati atau antigennya, pemaparan terhadap produk mikroba, atau transplatasi sel asing.
Keuntungan dari imunitas ini adalah lamanya resistensi yang diperoleh dan imunitas berperantara-sel,
kerugiannya adalah resistensi diperoleh secara lambat dan dibutuhkan kontak dengan antigen dalam
jangka waktu yang lama dan berkali-kali.
ANTIBODI (IMUNOGLOBULIN)
Antibodi dibentuk dengan seleksi klon. Tiap orang mempunyai banyak sel limfosit B yang masa hidupnya
beberapa hari atau beberapa minggu, dan dibentuk dalam jaringan limfoid yang berhubungan dengan
usus.
Sel B memiliki molekul imunoglobulin pada permukaannya. Imunoglobulin ini bertindak sebagai reseptor
bagi antigen khusus, sehingga tiap sel B dapat memberi respons terhadap kelompok antigen yang
berkaitan erat. Langkah awal dalam pembentukan antibody adalah fagositosis antigen, umumnya oleh
makrofag yang memproses dan membawa antigen ke sel B, selT penolong, atau keduanya. Sel B yang
membawa imonoglobulin permukaan yang cocok dengan antigen dirangsang untuk membelah diri dan
berdiferensiasi menjadi sel plasma, yang membentuk protein antibody khusus. Sel plasma mensintesis
kelas imunoglobulin yang sama yang dibawa oleh prekkursor B. Sel plasma dapat berubah menjadi
limfosit kecil dengan masa hidup yang lama, yang berytindak sebagai sel memori B.
Struktur&Fungsi Antibodi
Antibodi adalah imunoglobulin yang bereaksi secara khusus dengan antigen yang merangsang
produksinya. Antibodi itu merupakan sekitar 20%dari protein plasma. Semua molekul imunoglobulin
terdiri atas rantai polipeptida yang ringan dan berat. Molekul antibody individual selalu terdiri atas rantai
H yang sama dan rantai L yang sama . Keempat rantai itu dihubungkan secara kovalen oleh ikatan
disulfide.
Kelas Imunoglobulin
IgG : tiap molekulnya terdiri atas dua rantai L dan dua rantai H yang dihubungkan oleh ikatan disulfide.
IgG ini adalah antibody utama dalam respons sekunder dan merupakan pertahanan inang yang penting
terhadap bakteri. IgG ini satu-satunya antibody yang dapat melewati plasenta sehingga imunoglobulin
ini paling banyak terdapat pada bayi yang baru lahir.
IgM, adalah imunoglobulin utama yang pertama dihasilkan dalam respons imun primer, terdapat pada
semua permukaan sel B yang tak terikat.
IgA, adalah imunoglobulin utama dalam sekresi , misalnya susu, liur, dan air mata dan dalam sekresi
pernapasan, usus, da saluran genital. Imunoglobulin ini melindungi selaput mukosa dari serangan bakteri
dan virus.
IgE, meningkat selama infeksi cacing
IgD, fungsi antibody tidak diketahui, dapat bertindak sebagai reseptor antigen bila berada pada
permukaan limfosit B tertentu dalam darah tali pusat janin. Zat ini juga terdapat pada sel penderita
beberapa leukemia getah bening.
Flu Burung
Flu burung adalah penyakit influenza pada unggas, baik burung, bebek, ayam, serta beberapa binatang
lain seperti babi. Data lain menunjukan penyakit ini dapat terjadi pada burung puyuh dan burung onta.
Penyakit ini telah ditemukan sejak 100 tahun lalu di Italia, tepatnya tahun 1878. Pada tahun 1924-1925
wabah ini merebak di Amerika Serikat.
Penyebab flu burung adalah virus influenza, yang termasuk tipe A subtipe H5, H7 dan H9. virus H9N2
tidak menyebabkan penyakit berbahaya pada burung, tidak seperti H5 dan H7. virus flu burung atau
avian influenza ini -sebagaimana namanya- awalnya hanya ditemukan pada binatang, seperti burung,
bebek dan ayam. Namun, sejak tahun 1997 virus ini mulai “terbang” ke manusia. Subtipe virus yang
ditemukan pada akhir tahun 2003 dan awal 2004, baik pada unggas maupun pada pasien di Vietnam
dan Thailand, adalah jenis H5N1.
Virus influenza pada umumna , bik pada manusia atau pada unggas, adalah dari kelompok famili
orthomyxoviridae. Memang, ada beberapa tipe virus influenza pada binatang dan manusia, yaitu virus
influenza tipe A, B dan C. Pada manusia, virus A dan B dapat menjadi penyebab wabah yang cukup luas.
Sementara virus C menyebar secara periodic, ringan dan tidak menyebabkan wabah. Pada permukaan
virus A, ada 2 glikoprotein, yaitu hemaglutinin (H) dan neuraminidase (N). klasifikasinya adalah H1
sampai H15 dan N1 sampai N9. Perbedaan H merupakan dasar subtipe. Influenza pada manusia, sejauh
ini, disebabkan oleh virus H1N1, H2N2 dan H3N2, serta virus avian H5N1, H9N2 dan H7N7.
Sementara itu, ada sekitar 15 subtipe virus influenza yang dapat terjadi pada unggas, seperti H7N7,
H9N2 dan lain-lain. Subtipe infeksi virus ini menimbulkan bebbagai gejala pada unggas, mulai dari yang
ringan samapi yang fatal dan menyebabkan epidemi luas (highly pathogenic avian influenza), dengan
angka kemtian pada unggas mencapai 100%. Kasus flu burung yang kini banyak dibicarakan,
disebabkan oleh virus avian influenza tipe A subtipe H5N1.
Di Unggas
Pada dasarnya ada 2 jenis flu burung pada unggas, yaitu yang ringan(ditandai dengan rontokny bulu
serta menurunnya produksi telur) samapi ke yang berat (highly pathogenic avian influenza). Pada
keadaan yang berat, unggas dapat mati pada hari yang sama ketika timbul gejala. Angka kematian
dapat mencapai 100% dan menular antarunggas sehingga jutaan unggas dapat terkena. Riset
menunjukkan bahwa virus flu burung yang mulanya tidak terlalu ganas, dalam 6-9 bulan, dapat bermutsi
menjadi bentuk yang ganas dan beredar luas.
Secara umum, masa inkubasi pada unggas sekitar 1 minggu. Penyakit dapat menular, baik melalui
kontak langsung dengan unggas yang sakit atau melalui bahan-bahan yang tercemar, misalnya
kandang, alat-alat peternakan, pakaian, dan lain-lain. Bahan infeksius pada unggas adalah tinja dan
secret saluran napasnya (ludah dan cairan hidung). Penularan dapat terjadi dari unggas ke unggas, ke
hewan lain dan kini juga ke manusia. Unggas yang terinfeksi akan menular pada 2 minggu pertama
penyakitnya. Masa inkubasi antara mulai masuk virus dan timbul gejala adalah 1-3 hari.
Virus ini akan mati dengan deterjen, desinfektan seperti formalin dan cairan mengandung iodine yang
dipanaskan. Virus dapat tetap hidup di air pada suhu 22 derajat celcius selama 4 hari. Pada suhu 0
derajat celcius bahkan lebih dari 30 hari. Pada bahan organic, virus akan hidup lebih lama, begitu juga
dalam tinja unggas dan tubuh unggas sakit. Virus akan mati pada pemanasan 60 erajat celcius selama
30 hari atau 56 derajat celcius Selama 3 jam. Gejala pada unggas yang sakit sangat bervariasi, mulai
dari gejala ringan (nyaris tanpa gejala), sampai gejala yang sangat berat. Hal ini tergantung dari
keganasan virus, lingkungan, dan keadaan unggas sendiri. Gejala yang timbul, seperti jengger berwarna
biru, kepala bengkak, sekitar mata bengkak, demam, diare dan tidak mau makan. Dapat terjadi
gangguan pernapasan berupa batuk dan bersin. Gejala awal dapat berupa gangguan reproduksi berupa
penurunan produksi telur. Gangguan system saraf dapat dalam bentuk depresi. Pada beberapa kasus,
unggas mati tanpa ada gejala. Kematian dapat terjadi 24 jam setelah timbul gejala. Pada kalkun,
kematian dapat terjdi dalam 2-3 hari.
Menular ke manusia
Virus avian influenza mulai menyerang manusia di Hongkong pada tahun 1997, yang menyebabkan 18
orang dirawat dan 6 orang meninggal dunia. Jenis lain avian influenza yang juga tercatat pernah menular
ke manusia adalah H7N7, yang bermula di Belanda pad Februari 2003. Sebagian besar kasus di atas
dapat ditelusuri bahwa mereka tertular dari binatang unggas, umumnya di peternakan.
Penularan Ke Manusia
Virus ditularkan melalui saliva dan feses unggas. Penularan pada manusia terjadi karna kontak dengan
berbagai jenis unggas yang terinfeksi, maupun tidak langsung. Maksudnya, selain karena menyentuh
unggas, ayam, burung dan sebagainya secara langsung, penularan dapat tejadi melalui kendaraan yang
mengangkat binatang itu, di kandangnya dan alat-alat peternakan (termasuk pakan ternak). Penularan
juga dapat terjadi melalui pakaian, termasuk sepatu para peternak yan langsung menangani kasus
unggas yang sakit, dan pada saat jual beli ayam hidup di pasar serta berbagai mekanisme lain
Secara umum ada 3 kemungkinan mekanisme penularan dari unggas ke manusia, seperti digambarkan
pada bagan di bawah ini.
Bagan 1
Unggas liar => unggas domestik => babi terinfeksi virus flu burung dan virus influenza manusia
manusia => menular ke manusia lainnya
Bagan 2
Unggas liar => unggas domestik => manusia terinfeksi virus influenza burung dan virus influenza
manusia => menular ke manusia lainnya
Bagan 3
Unggas liar => unggas domestik => manusia terinfeksi virus influenza burung => menular ke manusia
lainnya
Tanda dan gejala
Gejala flu burung pada dasarnya adalah sama dengan flu biasa lainnya, hanya saja cenderung lebih
sering dan menjadi parah. Masa inkubasi antara mulai tertular dan timbul gejala adalah sekitar 3 hari.
Sementara itu, dalam kepustakaan dinyatakan bahwa masa infeksius pada manusia adalah 1 hari
sebelum sampai 3-5 hari sesudah gejala timbul, pada anak dapat sampai 21 hari.
Gejala pada manusia yang tertular flu burung pada dasarnya sama dengan flu pada mumnya, hanya saja
berpotensi menadi berat dan fatal. Gejala yang ada berkisar, seperti demam, batuk, sakit tenggorokan,
sakit kepala, nyeri sendi sampai infeksi salaput mata (conjunctivitis). Bila keadaan makin memburuk,
dapat terjadi severe respiratory distress yang ditandai dengan sesak nafas hebat, rendahnya kadar
oksigen darah serta meningkatnya kadar CO2. keadaan ini terjadi pada umumnya karena infeksi flu
kemudian menyebar ke paru dan menimbulkan pneumonia. Radang paru (pneumonia) ini dapat
disebabkan oleh virus itu sendiri atau juga disebabkan oleh bakteri yang kemudian juga masuk ke
saluran nafas dan menginfeksi paru yang memang sakit akibat flu burung ini.
Laporan dari kasus yang terjadi tahun 1999 menunjukkan adanya variasi gejala berupa demam sekitar
39 derajat celcius, lemas, sakit tenggorok, sakit kepala, tidak nafsu makam, muntah dan nyeri perut dan
diare.
Pengobatan
Obat yang diberikan dapat bersifat simtomatik sesuai gejala yang ada. Bila ada batuk dapat diberikan
obat batuk, dan jika sesak dapat diberi obat jenis bronkodilator untuk menggambarkan saluran nafas
yang menyempit. Pasien juga harus mendapat terapi suportif, makan yang baik dan bergizi, bila perlu
diinfus dan istirahat yang cukup. Secara umum, daya tahan tubuh pasien harus ditingkatkan.
Selain itu pula diberikan obat antivirus. Ada 2 jenis yang tersedia, yaitu kelompok M2 inhibitor
(amantadine dan rimantadine) serta kelompok neuraminidase inhibitors (oseltamivir dan zanimivir ).
Pencegahan
Sebenarnya penyakit apapun dapat dicegah dengan kebiasaan pola hidup yang sehat. Secara umum
cara pencegahan terkena flu tentunya tetap menjaga daya tahan tubuh, makan yang seimbang dan
bergizi, istirahat teratur dan olahraga yang teratur. Kebiasaan mencuci tangan dengan teratur juga perlu
dilaksanakan.
Prinsip-prinsip hidup higienis yang direkomendasikan WHO untuk mencegah flu burung diantaranya :
1. kita harus membiasakan diri untuk mencuci tangan sebelum makan. Selain itu kita,ketika kita
akan kontak dengan unggas atau hewan lainnya, baik dalam keadaan hidup maupun mati,
gunakanlah alat pelindung diri seperti sarung tangan. Setelah itu, jangan lupa untuk kembali
mencuci tangan kita dengan cairan pembersih.
2. infeksi bisa juga terjadi melalui telur. Karena itu, kita harus cermat memperhatikan telur dan
cangkangnya. Kadang kala pada cangkang telur masih tertempel kotoran unggas. Jadi, telur
yang akan dikonsumsi harus dipastikan kebersihannya. Jngan lupa gunakan sarung tangan
untuk membersihkan cangkang telur dari kotoran unggas.
3. Saat mengkonsumsi daging unggas, daging tersebut harus dimasak sampai dengan 80 derajat
celcius minimal selama satu menit.Kalau kita menggoreng atau merebus ayam di dapur tentu
lebih dari suhu itu dan lamanya memasak. Artinya, sejauh ini bukti ilmiah yang ada mengatakan
bahwa aman mengkonsumsi ayam dan unggas lainnya asal dimasak dengan baik.
4. Karena flu burung terkait dengan menurunnya daya tahan tubuh, kita harus menjaga daya
tahan tubuh dengan makan yang teratur dan bergizi, olahraga teratur, istirahat yang cukup, dan
jangan lupa sering memcuci tangan karena banyak sekali bakteri dan virus pembawa penyakit
di sekitar kita.
DNA amplification (PCR)Polymerase Chain Reaction:
Dasar Teknik Amplifikasi DNA
Oleh: Fatchiyah
Universitas Brawijaya
Reaksi Polimerase Berantai atau dikenal sebagai Polymerase Chain
Reaction (PCR), merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk mengamplifikasi
nukleotida secara in vitro. Metoda PCR dapat meningkatkan jumlah urutan DNA ribuan
bahkan jutaan kali dari jumlah semula, sekitar 106-107 kali. Setiap urutan basa nukleotida
yang diamplifikasi akan menjadi dua kali jumlahnya. Pada setiap n siklus PCR akan
diperoleh 2n kali banyaknya DNA target. Kunci utama pengembangan PCR adalah
menemukan bagaimana cara amplifikasi hanya pada urutan DNA target dan
meminimalkan amplifikasi urutan non-target.
Penggunaan PCR telah berkembang secara cepat seirama dengan perkembangan biologi
molekuler. PCR digunakan untuk identifikasi penyakit genetik, infeksi oleh virus,
diagnosis dini penyakit seperti AIDS, Genetic profiling in forensic, legal and bio-diversity
applications, biologi evolusi, Site-directed mutagenesis of genes dan mRNA
Quantitation di sel ataupun jaringan.
1.1 Teknik Dasar Amplifikasi PCR
Penemuan awal dari teknik PCR didasarkan pada tiga waterbaths yang mempunyai
temperatur yang berbeda. Thermal-cycler pertama kali dipublikasikan pada tahun 1986,
akan tetapi DNA polymerase awal yang digunakan masih belum thermostable, dan harus
ditambahkan disetiap siklusnya. Kelemahan lain temperature 37°C yang digunakan bias
dan menyebabkan non-specific priming, sehingga menghasilkan produk yang tidak
dikehendaki. Taq DNA polymerase yang diisolasi dari bakteri Thermus
aquaticus (Taq) dikembangkan pada tahun 1988. Ensim ini tahan sampai temperature
mendidih 100°C, dan aktifitas maksimal pada temperatur 92-95°C.
Proses PCR merupakan proses siklus yang berulang meliputi denaturasi, annealing dan
ekstensi oleh enzim DNA polimerase. Sepasang primer oligonukleotida yang spesifik
digunakan untuk membuat hibrid dengan ujung-5’ menuju ujung-3’ untai DNA target dan
mengamplifikasi untuk urutan yang diinginkan. Dasar siklus PCR ada 30-35 siklus
meliputi:
– denaturation (95°C), 30 detik
– annealing (55–60°C), 30 detik
– extension (72°C), waktu tergantung panjang pendeknya ukuran DNA yang
diinginkan sebagai produk amplifikasi.
Peningkatan jumlah siklus PCR diatas 35 siklus tidak memberikan efek yang positif.
1.1.1 Denaturasi untai ganda DNA
Denaturasi untai ganda DNA merupakan langkah yang kritis selama proses PCR.
Temperatur yang tinggi pada awal proses menyebabkan pemisahan untai ganda DNA.
Temperatur pada tahap denaturasi pada kisaran 92-95ºC, suhu 94ºC merupakan pilihan
standar.
Temperatur denaturasi yang tinggi membutuhkan kandungan GC yang tinggi dari DNA
template, tetapi half-life dari Taq DNA Polymerase menekan secara tajam pada
temperatur sekitar 95ºC.
1.1.2 Primer Annealing
Primer Annealing, pengenalan (annealing) suatu primer terhadap DNA target tergantung
pada panjang untai, banyaknya kandungan GC, dan konsentrasi primer itu sendiri.
Optimalisasi temperatur annealing dimulai dengan menghitung Melting
Temperature (Tm) dari ikatan primer dan DNA template. Cara termudah menghitung
untuk mendapatkan melting-temperatur yang tepatmenggunakan rumus Tm =
{(G+C)x4} +{ (A+T)x2}. Rumus standar dapat dilihat di subbab primer pada komponen
PCR. Sedang temperatur annealing biasanya 5ºC ddibawah Tm primer yang sebenarnya.
Secara praktis, Tm ini dipengaruhi oleh komponen buffer, konsentrasi primer dan DNA
template.
1.1.3 DNA Polymerase extension
Pada tahap extension ini terjadi proses pemanjangan untai baru DNA, dimulai dari posisi
primer yang telah menempel di urutan basa nukleotida DNA target akan bergerak dari
ujung 5’ menuju ujung 3’ dari untai tunggal DNA. Proses pemanjangan atau pembacaan
informasi DNA yang diinginkan sesuai dengan panjang urutan basa nukleotida yang
ditargetkan. Pada setiap satu kilobase (1000bp) yang akan diamplifikasi memerlukan
waktu 1 menit. Sedang bila kurand dari 500bp hanya 30 detik dan pada kisaran 500 tapi
kurang dari 1kb perlu waktu 45 detik, namun apabila lebih dari 1kb akan memerlukan
waktu 2 menit di setiap siklusnya (lihat contoh pada tabel 2). Adapun temperatur
ekstensi berkisar antara 70-72°C.
Tabel 1 Amplifikasi Geometrik (X=2 n)
Siklus PCR Jumlah Relatif Molekul
1 2
2 4
3 8
4 16
5 32
6 64
10 1.024
20 1. 048.576
30 1.073.741.824
II. Komponen PCR
Pada reaksi PCR diperlukan DNA template, primer spesifik, ensim DNA polimerase yang
thermostabil, buffer PCR, ion Mg 2+, dan thermal cycler.
2.1 Template DNA
Ukuran target amplifikasi biasanya kurang dari 1000 pasangan basa (bp) atau 1KB, Hasil
amplifikasi yang efisien antara 100-400bp. Walaupun kemungkinan hasil amplifikasi lebih
dari 1 kB tetapi prosesnya kurang efisien, karena produk yang panjang rentan terhadap
inhibitor yang mempengaruhi kerja ensim DNA polymerase dan waktu yang diperlukan
lebih lama. Hal ini dapat menyebabkan hasil amplifikasi yang tidak diinginkan.
2.2 Primers
Primer disusun dari sintesis oligonukleotida sepanjang 15-32bp dan primer ini harus
mampu mengenali urutan yang akan diamplifikasi. Untuk standar amplifikasi sepasang
primer akan mempunyai kisaran pasangan basa sekitar 20 basa panjangnya pada tiap
primernya. Kandungan GC harus antara 45-60%. Annealing temperatur antara primer
yang digunakan harus berkisar antara 1°C. Ujung 3’ dari setiap primer harus G atau C,
akan tetapi hindari susunan nukleotida G/C berturut-turut tiga pada ujung ini, misal CCG,
GCG, GGC, GGG, CCC, GCC. Pada penentuan atau penyusunan sepasang primer, penting
diperhatikan urutan primer tidak saling komplementer sehingga membentuk dimer-
primers, berikatan satu sama lain, atau membentuk hairpins. Hal lainnya hindari
menyusun primer pada daerah DNA repetitif.
2.3 Taq DNA polymerase
Enzim ini bersifat thermostabil dan diisolasi dari Thermus aquaticus. Aktivitas
polimerisasi DNAnya dari ujung-5’ ke ujung-3’ dan aktivitas enzimatik ini mempunyai
waktu paruh sekitar 40 menit pada 95ºC. Biasanya untuk setiap 100μl volume reaksi
ditambahkan 2.0-2.5 unit.
2.4 PCR buffer dan konsentrasi Mg2+
Buffer standar untuk PCR tersusun atas 50mM KCl, 10mM Tris-Cl (pH8.3) dan 1.5mM
MgCl2. Buffer standard ini akan bekerja dengan baik untuk DNA template dan primer
dengan kondisi tertentu, tetapi mungkin tidak optimum dengan kombinasi yang lain.
Produk PCR buffer ini terkadang dijual dalam bentuk tanpa atau dengan MgCl2.
Konsentrasi ion magnesium dalam PCR buffer merupakan faktor yang sangat kritikal,
karena kemungkinan dapat mempengaruhi proses annealing primer, temperatur
dissosiasi untai DNA template, dan produk PCR. Hal ini disebabkan konsentrasi optimal
ion Mg2+ itu sangat rendah. Hal ini penting untuk preparasi DNA template yang tidak
mengandung konsentrasi chelating agentyang tinggi, seperti EDTA atau phosphat. Ion
Mg2+ yang bebas bila terlalu rendah atau tidak ada, maka biasanya tidak menghasilkan
produk akhir PCR, sedang bila terlalu banyak ion Mg2+yang bebas akan menghasilkan
produk PCR yang tidak diinginkan.
2.5 Nucleotides (dNTPs)
Konsentrasi yang biasanya digunakan untuk setiap dNTP adalah 200 μM. Pada
konsentrasi ini penting untuk mengatur konsentrasi ke-empat dNTP pada titik estimasi
Km untuk setiap dNTP. 50mM, harus selalu diatur pH7.0. Konsentrasi yang tinggi akan
menimbulkan ketidakseimbangan dengan enzim polymerase. Sedang pada konsentrasi
rendah akan memberikan ketepatan dan spesifitas yang tinggi tanpa mereduksi hasil
akhir. Total konsentrasi dNTP dan ion saling terkait dan tidak akan merubah secara
bebas.
2.6 PCR Thermal Cycler
PCR thermal cycler pertama kali dikembangkan oleh perusahaan PerkinElmer sebagai
pemegang paten asli. Pada saat ini telah diproduksi berbagai macam tipe alat PCR
thermal cycler ini dari berbagai perusahaan yang bergerak dalam bioteknologi.
Walaupun nama masing-masing alat itu berbeda tetapi prinsip kerjanya sama.
Sumber: Fatchiyah, 2005, PCR: Dasar teknik Amplifikasi DNA dan Applikasinya
http://fatchiyah.lecture.ub.ac.id/general/bbbb/
Sintesis RNA DALAM SELoleh: wanenoor Pengarang : Diana Setyaningrum
Summary rating: 4 stars (7 Tinjauan) Kunjungan : 791
kata:600
More About : sintesis rna pada eukariotik
Summarize It
Enzim yang diperlukan dalam transkripsi DNA menjadi RNA adalah RNA polymerase.
Reaksi enzimatik tersebut menghasilkan polimerase RNA dan ribonukleotida. Sekuen
nukleotida pada DNA merupakan templat atau cetakan untuk membuat sekuen nukleotida
pada RNA. RNA polimerase ada yang tidak membutuhkan templat atau cetakan seperti poli
(A) polimerase yang penting dalam ekspresi gen. Penambahan nukleotida pada saat
sintesis RNA mengikuti aturan pasangan basa: A berpasangan dengan U; G berpasangan
dengan C. Setiap penambahan satu nukleotida, ß- dan γ-fosfat dihilangkan dari nukleotida
yang baru datang, dan gugus hidroksil dihilangkan dari ujung 3-karbon pada nukleotida,
sama seperti polimerisasi DNA.
RNA polimerase merupakan komponen pusat dari kompleks inisiasi transkripsi. Setiap kali
suatu gen di transkrip, suatu kompleks baru digabungkan segera pada daerah upstream dari
gen. Kompleks inisiasi disusun pada posisi yang sesuai dan tidak pada sembarang tempat
di genom karena lokasi target ditandai dengan sekuen nukleotida khusus yang disebut
promotor yang hanya terdapat di daerah upstream dari gen. Promotor bakteria dapat
langsung dikenali oleh enzim RNA polimerase, tetapi pada eukariot dan archaea suatu
protein intermediet yang mengikat ke DNA diperlukan dan membentuk platform tempat RNA
polimerase mengikat.
Pemrosesan prekursor RNA
Kebanyakan RNA, terutama pada eukariot, awalnya disintesis sebagai prekursor atau pre-
mRNA yang harus diproses sebelum bisa menjalankan fungsinya. Berikut ini adalah garis
besar pemrosesan pre-RNA.
Modifikasi akhir terjadi selama sintesis mRNA eukariot dan archaea yang umumnya dengan
penambahan nukleotida pada ujung 5′ yang disebut cap dan ekor poli A pada ujung 3′.
Keduanya terlibat dalam penggabungan kompleks inisiasi translasi dari mRNA ini.
Splicing adalah penghilangan intron dari prekursor RNA. Banyak gen-gen pengkode protein
pada eukariot mengandung intron dan intron ini dikopi saat gen di transkrip. Intron
dihilangkan dari pre-mRNA dengan reaksi pemotongan dan penggabungan. Pre-mRNA
yang tidak mengalami penghilangan intron membentuk fraksi RNA nuklear yang disebut
heterogenous nuclear RNA (hnRNA). Beberapa pre-rRNA dan pre-tRNA eukariot juga
mengandung intron, sama seperti transkrip pada archaea, tetapi hal tersebut jarang terdapat
pada bakteri.
Pemotongan merupakan peristiwa yang penting dalam pemrosesan rRNA dan tRNA.
Kebanyakan diantaranya awalnya disintesis dari unit transkripsi yang mengkhususkan diri
pada lebih dari satu molekul. Oleh karena itu, pre-rRNA dan pre-tRNA harus dipotong kecil-
kecil untuk menghasilkan RNA yang matang. Tipe pemrosesan ini terdapat baik pada
prokariot maupun eukariot.
Modifikasi kimia dilakukan pada rRNA, tRNA, dan mRNA. rRNA dan tRNA pada semua
organisme dimodifikasi dengan penambahan gugus kimia baru yang ditambahkan ke
nukleotida tertentu dalam setiap RNA. Modifikasi kimia mRNA disebut RNA-editing, seperti
yang terlihat pada bermacam-macam eukariot.
Pemrosesan mRNA emmpunyai pengaruh yang penting pada komposisi transkriptom. RNA
editing, sebagai contoh, dapat menghasilkan suatu pre-mRNA tunggal yang diubah menjadi
dua mRNA berbeda yang mengkode protein yang sangat berbeda. Peristiwa itu nampaknya
tidak umum, tetapi splicing alternatif, dimana satu pre-mRNA menghasilkan dua atau lebih
mRNA dengan cara penggabungan exon dengan kombinasi yang berbeda sangat umum
terjadi. Dengan mekanisme ini, jumlah gen yang sedikit bisa menghasilkan protein yang
lebih banyak.
Sumber:http://id.shvoong.com/medicine-and-health/genetics/2067945-sintesis-rna-dalam-sel/#ixzz2Lpf7zs5U
Interferensi RNA - Mekanisme Regulasi dalam Hidup your
Bayangkan sebuah situasi di mana sel Anda gagal untuk mengontrol jumlah protein yang diproduksi
atau jenis protein yang diproduksi. Hal ini dapat menyebabkan penyakit yang mematikan. Tapi alam
telah dilengkapi tubuh Anda dengan mekanisme regulasi untuk memeriksa ini sebagai dan bila
diperlukan. Salah satu mekanisme regulasi tersebut adalah Interferensi RNA (RNAi), juga dikenal
sebagai gen pasca transkripsi membungkam dan memadamkan.
Andrew Fire dan Craig Mello diterbitkan terobosan studi mereka pada mekanisme interferensi RNA di
Nature pada tahun 1998 [1].
1 Mengapa Anda perlu sesuatu seperti mekanisme RNAi?
DNA dan RNA, yang biopolimer dan urutan subunit monomer mereka membawa informasi untuk
fungsi sel yang tepat. Informasi, untuk produksi protein yang dibutuhkan dikodekan dalam DNA yang
mendapat ditranskripsi ke RNA dan pada akhirnya diterjemahkan menjadi protein. Untuk membuat
fungsi sel hidup dengan baik, sel harus mengontrol kedua jenis gen dan jumlah gen yang akan
diaktifkan pada waktu tertentu.
Interferensi RNA (RNAi)
merupakan bagian dari mekanisme kontrol yang merupakan hasil dari membungkam gen pasca
transkripsi dan bertindak pada tingkat RNA.
Molekul-molekul berkontribusi terhadap interferensi RNA adalah:
MicroRNA (Mirna) - kecil molekul RNA
siRNA mengganggu RNA kecil
2 Mekanisme interferensi RNA dalam sel
Pada dasarnya ada dua dsRNA (double stranded RNA) jalur, eksogen dan endogen, yang akhirnya
bertemu di kompleks RISC.
2.1 eksogen jalur
Selama jalur eksogen, dsRNA (berasal dari infeksi oleh virus dengan genom RNA atau manipulasi
laboratorium), akan langsung diimpor ke dalam sitoplasma. Para dsRNA diimpor, mengaktifkan
anggota keluarga RNase III dari dsRNA-protein spesifik ribonucleases, pemain dadu, di dalam
sitoplasma. Para Pemain dadu dsRNAs memotong lebih lanjut, kecil 20-25 basis-pasangan untai
ganda fragmen dengan beberapa berpasangan 2-nukleotida overhang 3 'pada setiap akhir [2]. Ini
pemain dadu-diinduksi beruntai ganda kecil fragmen disebut RNA campur kecil? (Sirnas).
Selanjutnya, Sirnas mendapatkan dipisahkan ke dalam untai tunggal diikuti oleh integrasi ke
dalam kompleks RNA-induced silencing aktif (RISC). Sirnas diintegrasikan ke dalam kompleks RISC,
pasangan basa mRNA target mereka dan menginduksi pembelahan mRNA. Hal ini untuk mencegah
mRNA target dari yang diterjemahkan.
2,2 endogen jalur
Selama jalur endogen interferensi RNA, di mana pra-miRNAs memainkan peran aktif, dsRNA berasal
dalam sel. Transkrip primer dikenal sebagai pra-microRNA (pra-Mirna) yang diproduksi oleh satu set
coding RNA gen dalam genom. Pra-miRNAs bisa diproses untuk 70-nukleotida struktur batang loop
dengan mikroprosesor kompleks, dalam inti, lebih lanjut mendapatkan diekspor ke sitoplasma untuk
dibelah oleh pemain dadu. Pra-miRNAs ekstensif menjalani modifikasi pasca-transkripsi, untuk
menghasilkan miRNAs matang, struktural mirip dengan Sirnas diproduksi dari eksogen dsRNA.
2.3 Apa yang membedakan mekanisme kerja Sirnas dari miRNAs?
Perbedaan dalam mekanisme kerja Sirnas dan miRNAs terletak pada kekhususan mereka. MiRNAs,
terutama pada hewan, menunjukkan interferensi RNA spesifik yang lebih rendah. Mereka
menunjukkan basis pasangan tidak lengkap untuk menargetkan dan menghambat terjemahan mRNA
yang berbeda dengan urutan yang sama. Sebaliknya, Sirnas sangat spesifik dalam basis-pasangan
dan menginduksi pembelahan mRNA hanya pada satu target dan spesifik.
2.4 Peran RISC kompleks
RNA-induced membungkam kompleks (RISC) terdiri dari endonuklease disebut protein Argonaute.
Protein ini, yang diterjemahkan ke daerah-daerah tertentu dalam sitoplasma disebut P-badan (atau
badan sitoplasma atau badan GW), yang adalah daerah dengan tingkat tinggi mRNA pembusukan.
Sebuah pemisahan dua helai siRNA dilakukan oleh komponen protein kompleks RISC. Salah satu
dari dua helai siRNA dikenal sebagai untai panduan?, Mengikat protein Argonaute, sehingga
memfasilitasi protein ini untuk memotong untai komplementer terhadap mRNA target siRNA terikat.
Untai lain dari siRNA yang dikenal sebagai anti-panduan untai untai penumpang atau terdegradasi
selama aktivasi RISC.
2,5 Gangguan mekanisme dalam eukariota dan prokariota
Mekanisme RNAi adalah ditemukan pada eukariota termasuk hewan. RNA peraturan, dalam kasus
prokariota tidak analog dengan miRNAs, sebagai enzim pemain dadu tidak terlibat. CRISPR
(Clustered teratur Interspaced Mengulang palindromic Pendek) sistem, memberikan kekebalan
diakuisisi pada prokariota, telah ditemukan untuk menjadi analogus dengan mekanisme RNAi pada
eukariota. DNA banyak bakteri dan archaea yang ditemukan terdiri dari mengulangi langsung mulai
dalam ukuran 24-48 pasangan basa yang dikenal sebagai CRISPR. Mengulangi menunjukkan
beberapa simetri angka dua dan dipisahkan oleh spacer panjang yang sama. Urutan spacer
umumnya memiliki genom unik dan beberapa urutan spacer biasanya sesuai urutan dalam genom
fag. Belum lama ini telah menunjukkan bahwa, ini spacer melindungi sel dari infeksi.
3 Pentingnya mekanisme RNAi
3.1 Pertahanan mekanisme pada tanaman
Tanaman menunjukkan respon imun adaptif terhadap virus dan materi genetik asing lainnya melalui
mekanisme ini. Tanaman seperti Arabidopsis thaliana, mengungkapkan beberapa pemain dadu
homolognya yang khusus bertindak melawan virus yang berbeda. Dalam beberapa kasus, genom
tanaman juga mengungkapkan Sirnas endogen dalam respon terhadap infeksi bakteri.
Di antara hewan, Drosophila, menunjukkan imunitas bawaan antivirus terhadap patogen seperti virus
X Drosophila, melalui mekanisme RNAi.
3.2 Peraturan gen
3.2.1 downregulation
MiRNAs menyatakan endogen memainkan peran penting dalam:
Translasi represi.
Peraturan pembangunan yang lebih spesifik waktu morfogenesis.
Pemeliharaan jenis sel tidak sempurna dibedakan seperti sel-sel induk
Pada tumbuhan, terutama gen faktor transkripsi diatur oleh miRNAs.
3.2.2 upregulation
Urutan RNA (siRNA dan Mirna) yang melengkapi bagian yang dijuluki promotor yang pada gilirannya
meningkatkan transkripsi gen.
3.2.3 Pemeliharaan stabilitas genom
Dalam kasus C. elegans dan tanaman, blok mekanisme RNAi aksi transposon (unsur bergerak dalam
genom) dan menjaga stabilitas genom.
3.3 Teknologi aplikasi
3.3.1 Memfasilitasi Gene-knockdown
Untuk mempelajari efek fisiologis, dari gen target di vivo RNA beruntai ganda, melengkapi gen target
diperkenalkan ke dalam sel atau organisme. Hal ini diakui sebagai materi genetik eksogen dan
mengaktifkan jalur RNAi, dihasilkan menjadi menurun drastis dalam Ekspresi gen yang ditargetkan.
Teknik ini berbeda dengan teknik knock out, dimana ekspresi gen sepenuhnya dihilangkan.
3.3.2 Aplikasi dalam genomik fungsional
Banyak genom tanaman, memiliki lebih dari dua homolog set kromosom (polyploid) dan melacak
lokasi gen tertentu dan fungsi yang terkait adalah menantang dengan metode rekayasa genetika
tradisional. Masalah ini dipecahkan oleh mekanisme RNAi.
3.3.3 Aplikasi Medis
Pengenalan Sirnas, telah ditemukan sangat berguna dalam pengobatan penyakit seperti degenerasi
makula dan virus syncytial pernapasan dalam kasus mamalia. Mekanisme RNAi juga digunakan
sebagai terapi antiviral terhadap penyakit yang disebabkan oleh jenis virus herpes, simpleks 2
hepatitis A, hepatitis B. Mekanisme RNAi mengatur regulasi gen dalam organisme transgenik,
menunjukkan perannya dalam terapi gen.
3.3.4 aplikasi bioteknologi
Untuk mengurangi kadar racun alami pada tanaman makanan Anda dapat menggunakan stabil,
diwariskan dan siRNA spesifik terhadap toksin. Sebagai contoh:
Biji kapas kaya protein diet tapi enak oleh manusia karena mengandung terpenoid produk alami
beracun, yang disebut gossypol. Mekanisme RNAi telah digunakan untuk mengurangi tingkat delta-
cadinene sintase, suatu enzim penting untuk produksi gossypol.
Tanaman singkong menghasilkan produk alami cyanogenic, linamarin, dan RNAi mekanisme yang
telah digunakan untuk mengurangi tingkat nya.
4 Kesimpulan
RNAi mesin adalah seperti sebuah senjata untuk sel dan membantu mereka dalam membela
terhadap gen parasit seperti virus dan transposon. Ini mengatur pengembangan suatu organisme dan
fungsi yang tepat dari sel dan jaringan, serta ekspresi gen dalam organisme. RNAi adalah
pendekatan eksperimental terbaru, digunakan untuk mendeteksi fungsi dan lokasi gen. Hal ini juga
menuntun kita untuk aplikasi baru dalam pengobatan.
5 Referensi
[1] Api A, CC Mello. Poten dan spesifik genetik gangguan oleh double-stranded RNA dalam
Caenorhabditis elegans. Alam. 19 Februari 1998; 391 (6669) :806-11.
[2] Vermeulen A, Reynolds A. Kontribusi struktur dsRNA untuk spesifisitas pemain dadu dan efisiensi.
RNA. 2005 Mei; 11 (5) :674-82.
http://id.prmob.net/rna/interferensi-rna/kecil-mengganggu-rna-411145.html