Peritonitis

13
Peritonitis PENDAHULUAN Peritonitis merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen. Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri secara inokulasi kecil-kecilan. Kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, penurunan resistensi, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis. Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. DEFINISI Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera dalam rongga perut. Peritoneum adalah lapisan tunggal dari sel-sel mesoepitelial diatas dasar fibroelastik. Terbagi menjadi bagian viseral, yang menutupi usus dan mesenterium; dan bagian parietal yang melapisi dinding abdomen dan berhubungan dengan fasia muskularis.

description

peritonitis

Transcript of Peritonitis

Page 1: Peritonitis

Peritonitis

PENDAHULUAN

Peritonitis merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran

infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus

gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka

tembus abdomen.

Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri secara inokulasi kecil-

kecilan. Kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, penurunan resistensi, dan adanya

benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya

peritonitis. Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap

keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan

mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan

analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

DEFINISI

Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera

dalam rongga perut. Peritoneum adalah lapisan tunggal dari sel-sel mesoepitelial diatas dasar

fibroelastik. Terbagi menjadi bagian viseral, yang menutupi usus dan mesenterium; dan bagian

parietal yang melapisi dinding abdomen dan berhubungan dengan fasia muskularis.

Peritoneum viserale yang menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf autonom

dan tidak peka terhadap rabaan atau pemotongan. Dengan demikian sayatan atau penjahitan pada

usus dapat dilakukan tanpa dirasakan oleh pasien. Akan tetapi bila dilakukan tarikan atau

regangan organ, atau terjadi kontraksi yang berlebihan pada otot yang menyebabkan iskemia

misalnya pada kolik atau radang seperti apendisitis, maka akan timbul nyeri. Pasien yang

merasaka nyeri viseral biasanya tidak dapat menunjuk dengan tepat letak nyeri sehingga

biasanya ia menggunakan seluruh telapak tangannya untuk menujuk daerah yang nyeri.

Peritoneum parietale dipersarafi oleh saraf tepi, sehingga nyeri dapat timbul karena

adanya rangsang yang berupa rabaan, tekanan, atau proses radang. Nyeri dirasakan seperti

seperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat menunjukkan dengan tepat lokasi nyeri.

Page 2: Peritonitis

Area permukaan total peritoneum sekitar 2 meter, dan aktivitasnya konsisten dengan

suatu membran semi permeabel. Cairan dan elektrolit kecil dapat bergerak kedua arah.

Organ-organ yang terdapat di cavum peritoneum yaitu gaster, hepar, vesica fellea, lien,

ileum, jejenum, kolon transversum, kolon sigmoid, sekum, dan appendix (intraperitoneum);

pankreas, duodenum, kolon ascenden & descenden, ginjal dan ureter (retroperitoneum).

 ANATOMI

Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Dibagian

belakang struktur ini melekat pada tulang belakang sebelah atas pada iga, dan di bagian bawah

pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri dari berbagai lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis

kulit yang terdiri dari kuitis dan sub kutis, lemak sub kutan dan facies superfisial ( facies

scarpa ), kemudian ketiga otot dinding perut m. obliquus abdominis eksterna, m. obliquus

abdominis internus dan m. transversum abdominis, dan akhirnya lapis preperitoneum dan

peritoneum, yaitu fascia transversalis, lemak preperitonial dan peritonium. Otot di bagian depan

tengah terdiri dari sepasang otot rectus abdominis dengan fascianya yang di garis tengah

dipisahkan oleh linea alba.

Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada

permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di antara kedua

rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah abdomen menjadi

usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm

tersebut kemudian menjadi peritoneum.

Pada tempat-tempat peritoneum viscerale dan mesenterium dorsale mendekati

peritoneum dorsale, terjadi perlekatan. Tetapi, tidak semua tempat terjadi perlekatan. Akibat

perlekatan ini, ada bagian-bagian usus yang tidak mempunyai alat-alat penggantung lagi, dan

sekarang terletak disebelah dorsal peritonium sehingga disebut retroperitoneal. Bagian-bagian

yang masih mempunyai alat penggantung terletak di dalam rongga yang dindingnya dibentuk

oleh peritoneum parietale, disebut terletak intraperitoneal. Rongga tersebut disebut cavum

peritonei. Dengan demikian:

·        Duodenum terletak retroperitoneal;

·        Jejenum dan ileum terletak intraperitoneal dengan penggantung mesenterium;

·        Colon ascendens dan colon descendens terletak retroperitoneal;

Page 3: Peritonitis

·        Colon transversum terletak intraperitoneal dan mempunyai alat penggantung disebut mesocolon

transversum;

·        Colon sigmoideum terletak intraperitoneal dengan alat penggatung mesosigmoideum; cecum

terletak intraperitoneal;

·        Processus vermiformis terletak intraperitoneal dengan alat penggantung mesenterium.

Dataran peritoneum yang dilapisis mesotelium, licin dan bertambah licin karena peritoneum

mengeluarkan sedikit cairan. Peritoneum yang licin ini memudahkan pergerakan alat-alat intra

peritoneal satu terhadap yang lain.

ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI

Etiologi penyakit bergantung pada tipe dan lokasi dari peritonitis;

         Peritonitis primer

Spontaneous bacterial peritonitis (SBP) merupakan infeksi bakteri akut dari cairan ascites.

Kontaminasi cavum peritoneum diduga disebabkan oleh translokasi bakteri melewati dinding

usus atau jaringan limfatik mesenterium, dan lebih jarang, secara hematogen dengan adanya

bakteremia.

Lebih dari 90% kasus SBP disebabkan oleh infeksi monomikroba. Pathogen yang paling sering

adalah organisme gram negative (misalnya, E. Coli [40%], K. Pneumonia [7%], pseudomonas

sp., proteus sp., dan spesies gram negative lainnya[20%]) dan organisme gram positif (misalnya,

Streptococcus pneumonia [15%], spesies Streptococcus lainnya [15%], spesies Staphylococcus

lainnya [3%]).

         Peritonitis sekunder

Penyebab peritonitis sekunder yang paling sering adalah perforasi apendisitis, perforasi gaster

atau ulkus duodenum, perforasi colon sigmoid disebabkan diverticulitis, volvulus, atau kanker;

dan strangulasi usus halus.

Pathogen peritonitis sekunder berbeda pada traktus gastrointestinal proksimal dan distal.

Organisme gram positif mendominasi traktus gastrointestinal atas, dengan pergeseran ke arah

organisme gram negative pada traktus gastrointestinal atas pada pasien dengan terapi supresi

asam lambung untuk jangka waktu yang lama. Peritonitis yang terjadi hampir selalu bersifat

polimikroba, dengan gabungan bakteri aerob dan anaerob dengan dominan organisme gram

negative.

Page 4: Peritonitis

Penyebab paling umum peritonitis postoperative adalah anastomotic leak, dengan gejala

biasanya muncul sekitar hari kelima sampai hari ketujuh postoperasi.

         Peritonitis tersier

Peritonitis tersier terjadi lebih sering pada pasien imunokompromised. Walaupun jarang

diobservasi pada uncomplicated peritoneal infections, insidens peritonitis tersier pada pasien

yang perlu rawat ICU untuk infeksi abdomen berat dapat sebesar 50-74%.

         Peritonitis kimiawi

Peritonitis kimiawi (steril) dapat disebabkan oleh iritan, seperti empedu, darah, barium, dan

bahan lainnya atau oleh inflamasi organ visceral transmural tanpa adanya inokulasi bakteri pada

cavum peritoneum. Tanda dan gejala klinis tidak dapat dibedakan dari peritonitis sekunder atau

abses peritoneal.

         Abses peritoneal. Kebanyakan abses terjadi setelah peritonitis sekunder. Pembentukan abses

dapat juga merupakan komplikasi dari operasi. Insiden pembentukan abses setelah operasi

abdomen kurang dari 1-2%, bahkan ketika operasi dilakukan untuk proses inflamasi akut. Risiko

abses meningkat 10-30% abses pada kasus perforasi preoperatif dari kontaminasi feces yang

signifikan dari rongga peritoneal, iskemia usus, diagnosis dan terapi yang lambat pada awal

peritonitis, dan kebutuhan untuk reoperation, serta dalam pengaturan imunosupresi.

Pembentukan abses adalah penyebab utama infeksi persisten dan perkembangan peritonitis

tersier.

PATOFISOLOGI

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.

Abses terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan

sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena

kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan

agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya

interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan

selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan

cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi

awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem.

Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi.

Page 5: Peritonitis

Pengumpulan cairan di dalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh

organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal

menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan

yang tidak ada, serta muntah.

Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan

tekanan intra abdomen, membuat usaha pernapasan menjadi sulit dan menimbulkan penurunan

perfusi. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi

menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas

peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang.

Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan

sirkulasi dan oliguria.

MANIFESTASI KLINIS

Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda – tanda

rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular,

pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik usus menurun

sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus.

Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi

takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan ini menimbulkan nyeri

pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium dengan peritonium. Nyeri

subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan.

Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes

lainnya.

DIAGNOSIS

Diagnosis dari peritonitis dapat ditegakkan dengan adanya gambaran klinis, pemeriksaan

laboratorium dan X-Ray.

a. Gambaran klinis

Gambaran klinisnya tergantung pada luas peritonitis, berat peritonitis dan jenis organisme

yang bertanggung jawab. Peritonitis dapat lokal, menyebar, atau umum. Gambaran klinis yang

biasa terjadi pada peritonitis bakterial primer yaitu adanya nyeri abdomen, demam, nyeri lepas

Page 6: Peritonitis

tekan dan bising usus yang menurun atau menghilang. Sedangkan gambaran klinis pada

peritonitis bakterial sekunder yaitu adanya nyeri abdominal yang akut. Nyeri ini tiba-tiba, hebat,

dan pada penderita perforasi (misal perforasi ulkus), nyerinya menjadi menyebar keseluruh

bagian abdomen. Pada keadaan lain (misal apendisitis), nyerinya mula-mula dikarenakan

penyebab utamanya, dan kemudian menyebar secara gradual dari fokus infeksi. Selain nyeri,

pasien biasanya menunjukkan gejala dan tanda lain yaitu nausea, vomitus, syok (hipovolemik,

septik, dan neurogenik), demam, distensi abdominal, nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang

lokal, difus atau umum, dan secara klasik bising usus melemah atau menghilang. Gambaran

klinis untuk peritonitis non bakterial akut sama dengan peritonitis bakterial.

Peritonitis bakterial kronik (tuberculous) memberikan gambaran klinis adanya keringat

malam, kelemahan, penurunan berat badan, dan distensi abdominal; sedang peritonitis

granulomatosa menunjukkan gambaran klinis nyeri abdomen yang hebat, demam dan adanya

tanda-tanda peritonitis lain yang muncul 2 minggu pasca bedah.

b. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang meningkat

dan asidosis metabolik.

Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3

gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum

per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan

merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat.

c. Pemeriksaan X-Ray

Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan usus besar

berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perforasi.

GAMBARAN RADIOLOGIS

Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam

memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3

posisi. Gambaran radiologis pada peritonitis secara umum yaitu tampak adanya perselubungan

pada cavum abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas

subdiafragma atau intra peritoneal.

Page 7: Peritonitis

TERAPI

Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan

secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan

penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau penyebab

radang lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan

nyeri.

Resusitasi dengan larutan saline isotonik sangat penting. Pengembalian volume

intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme

pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai

keadekuatan resusitasi.

Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik

berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian diubah jenisnya setelah hasil kultur

keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab.

Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis

yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi.

Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi

laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan

masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi

ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan

kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada

umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup,

mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi. 17

Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan

larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak

terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika ( misal sefalosporin ) atau antiseptik (misal

povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan

lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat

lain.

Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu

dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi tempat masuk

Page 8: Peritonitis

bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi yang

terus-menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat

direseksi.

KOMPLIKASI

Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi

tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu :

a. Komplikasi dini

· Septikemia dan syok septik

· Syok hipovolemik

· Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi sistem

· Abses residual intraperitoneal

· Portal Pyemia (misal abses hepar)

b. Komplikasi lanjut

· Adhesi

· Obstruksi intestinal rekuren

PROGNOSIS

Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan pada peritonitis

umum prognosisnya mematikan akibat organisme virulen.

DAFTAR PUSTAKA

Jong WD, Sjamsuhidayat R. Gawat Abdomen. Dalam Buku ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

1997. Hal 221-239

Reksoprodjo S. Bedah anak. Dalam kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: FKUI. Hal 105-108

Schwartz SJ, Shires ST, Spencer FC. Peritonitis dan Abses Intraabdomen. Dalam Intisari prinsip-

prinsip ilmu bedah. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2000.