PORTOFOLIO peritonitis

49
Portofolio Kasus Sirosis Hepatis, Ascites, Hipoalbuminemia, Anemia Normositik Normokromik No. ID dan Nama Peserta : dr. Avita Erfavira No. ID dan Nama Wahana : RS Muhammadiyah Roemani, Kota Semarang Topik : Sirosis Hepatis Tanggal (kasus) : 24 Juni 2014 Nama pasien : Ny. P No. RM : 36.75.56 Tanggal presentasi : 5 Agustus 2014 Nama pendamping : dr. Dian Tempat presentasi : RS Muhammadiyah Roemani, Kota Semarang Objektif presentasi : Keilmuan Keterampilan Penyegara Tinjauan Pustaka Diagnostik √ Manajemen Masalah Istimewa Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa √ Lansia □ Bumil Deskripsi : Seorang wanita 46 tahun datang ke IGD RS Muhammadiyah Roemani dengan keluhan perut membesar dan mbesesek. Sejak 3 bulan SMRS pasien mengeluh perut membesar, semakin lama semakin memberat hingga terasa mbesesek. Penderita berobat ke dukun dan disarankan untuk minum kunyit dan temulawak, tetapi keluhan tidak membaik dan pasien kemudian berobat ke RSUD Grobogan. Selama dirawat 5 hari di RSUD Grobogan pasien dilakukan pemeriksaan USG perut, dikatakan sakit liver. Pasien diberi obat (pasien tidak tahu nama obatnya) tetapi tidak ada perubahan dan pasien memutuskan untuk pulang paksa. Kurang lebih selama 2 minggu di rumah setelah pulang dari 1

description

PORTOFOLIO peritonitis

Transcript of PORTOFOLIO peritonitis

Portofolio Kasus Sirosis Hepatis, Ascites, Hipoalbuminemia, Anemia Normositik

Normokromik

No. ID dan Nama Peserta : dr. Avita Erfavira

No. ID dan Nama Wahana : RS Muhammadiyah Roemani, Kota Semarang

Topik : Sirosis Hepatis

Tanggal (kasus) : 24 Juni 2014

Nama pasien : Ny. P No. RM : 36.75.56

Tanggal presentasi : 5 Agustus 2014 Nama pendamping : dr. Dian

Tempat presentasi : RS Muhammadiyah Roemani, Kota Semarang

Objektif presentasi :

□ Keilmuan  √  □ Keterampilan □ Penyegara □ Tinjauan  Pustaka 

□ Diagnostik  √      □ Manajemen  □ Masalah  □ Istimewa 

□ Neonatus □ Bayi  □ Anak   □ Remaja  □ Dewasa √ □ Lansia    □ Bumil 

□ Deskripsi :  

Seorang wanita 46 tahun datang ke IGD RS Muhammadiyah Roemani dengan keluhan

perut membesar dan mbesesek. Sejak 3 bulan SMRS pasien mengeluh perut membesar,

semakin lama semakin memberat hingga terasa mbesesek. Penderita berobat ke dukun dan

disarankan untuk minum kunyit dan temulawak, tetapi keluhan tidak membaik dan pasien

kemudian berobat ke RSUD Grobogan. Selama dirawat 5 hari di RSUD Grobogan pasien

dilakukan pemeriksaan USG perut, dikatakan sakit liver. Pasien diberi obat (pasien tidak tahu

nama obatnya) tetapi tidak ada perubahan dan pasien memutuskan untuk pulang paksa.

Kurang lebih selama 2 minggu di rumah setelah pulang dari RSUD, perut semakin

membesar dan terasa mbesesek, pasien kemudian berobat ke RS Swasta di Grobogan. Pasien

dirawat selama 3 hari dan dilakukan pengambilan cairan perut. Setelah itu perut mengecil,

pasien pulang dan diberi obat rawat jalan. Tiga hari setelah pulang, perut kembali membesar dan

pasien kembali berobat ke RSUD Grobogan. Pasien lalu di rujuk ke RS Muhammadyah

Roemani.

Kualitas: Perut yang membesar menyebabkan pasien sulit beraktivitas karena lemas sehingga

pasien hanya dapat tidur-tiduran dan beristirahat.

Kuantitas: Perut bertambah makin membesar secara cepat dalam waktu 3 bulan

Faktor yang memperingan: Istirahat dengan berbaring

Gejala penyerta: Mata kuning (+),sebah (+), mual (+), muntah (-), muntah darah (-), nafsu

makan menurun (+), penurunan berat badan (+), badan terasa lemas (+), demam (-), BAB hitam

1

seperti petis (-), BAK seperti air teh (+), kaki membesar (+/+) bengkak, payudara membesar (-).

□ Tujuan:   

Menganalisis etiologi timbulnya manifestasi keluhan penderita.

Menentukan diagnosis yang tepat sehingga mendapatkan penanganan yang tepat pula.

Bahan bahasan:  □ Tinjauan Pustaka  □ Riset  □ Kasus √  □ Audit 

Cara membahas □ Diskusi  □ Presentasi dan diskusi  √  □ E‐mail  □ Pos 

2

Data pasien:  Nama: Ny. P Nomor Registrasi: 36.75.56

Nama klinik:   Telp: - Terdaftar sejak:  24 Juni 2014

Data utama untuk bahan diskusi :

1. Diagnosis / gambaran klinis :

Seorang wanita 46 tahun datang ke IGD RS Muhammadiyah Roemani dengan keluhan

perut membesar dan mbesesek. Sejak 3 bulan SMRS pasien mengeluh perut membesar,

semakin lama semakin memberat hingga terasa mbesesek. Penderita berobat ke dukun dan

disarankan untuk minum kunyit dan temulawak, tetapi keluhan tidak membaik dan pasien

kemudian berobat ke RSUD Grobogan. Selama dirawat 5 hari di RSUD Grobogan pasien

dilakukan pemeriksaan USG perut, dikatakan sakit liver. Pasien diberi obat (pasien tidak tahu

nama obatnya) tetapi tidak ada perubahan dan pasien memutuskan untuk pulang paksa.

Kurang lebih selama 2 minggu di rumah setelah pulang dari RSUD, perut semakin

membesar dan terasa mbesesek, pasien kemudian berobat ke RS Swasta di Grobogan. Pasien

dirawat selama 3 hari dan dilakukan pengambilan cairan perut. Setelah itu perut mengecil,

pasien pulang dan diberi obat rawat jalan. Tiga hari setelah pulang, perut kembali membesar

dan pasien kembali berobat ke RSUD Grobogan. Pasien lalu di rujuk ke RS Muhammadyah

Roemani.

Kualitas: Perut yang membesar menyebabkan pasien sulit beraktivitas karena lemas sehingga

pasien hanya dapat tidur-tiduran dan beristirahat.

Kuantitas: Perut bertambah makin membesar secara cepat dalam waktu 3 bulan

Faktor yang memperingan: Istirahat dengan berbaring

Gejala penyerta: Mata kuning (+),sebah (+), mual (+), muntah (-), muntah darah (-), nafsu

makan menurun (+), penurunan berat badan (+), badan terasa lemas (+), demam (-), BAB hitam

seperti petis (-), BAK seperti air teh (+), kaki membesar (+/+) bengkak, payudara membesar (-).

2. Riwayat pengobatan :

Pasien sudah pernah memeriksakan keluhannya dan di rawat di RS Grobogan sebelumnya.

3. Riwayat penyakit dahulu :

- Lebih kurang 1 tahun yang lalu pasien pernah mengeluh perut membesar dan BAK

berwarna seperti teh pekat, membaik dengan minum jamu kunir dan temulawak

- Riwayat sakit kuning (-)

- Riwayat minum minuman beralkohol (-)

- Riwayat tranfusi darah (-)

3

- Riwayat DM dan hipertensi disangkal

4. Riwayat Keluarga :

- Riwayat sakit kuning (-)

- Riwayat kanker hati (-)

- Riwayat kencing manis (-)

5. Riwayat Sosial Ekonomi :

Penderita bekerja sebagai buruh tani, suami bekerja sebagai buruh tani, memiliki tanggungan 4

orang anak dengan 2 orang diantaranya yang belum mandiri. Biaya pengobatan

menggunakan Jamkesmaskot.

Kesan sosial ekonomi kurang.

6. Pemeriksaan Fisik

Status present

a) Keadaan umum : tampak sakit dan lemas, dyspneu (-), perut membesar seperti

hamil 9 bulan

b) Kesadaran : compos mentis, GCS E4M6V5 = 15

Tanda Vital:

- Tekanan darah : 100/70 mmHg

- Laju nafas : 20 kali/menit

- Nadi : 68 kali/menit, regular, isi dan tegangan cukup

- Suhu tubuh : 36.9 oC (axiler)

Status Internus

- Kepala : mesosefal

- Kulit : turgor kulit cukup

- Mata : konjunctiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik +/+

- Telinga : tidak ada discharge

- Hidung : tidak ada discharge, tidak ada nafas cuping

- Mulut : tidak sianosis, atrofi papil (-), fetor hepatikum (-)

- Tenggorok : T1-1, faring hiperemis (-)

- Leher : simetris, tidak ada pembesaran nnll , JVP R+3

- Dada : bentuk normal, spider nevi (+), venektasi (+), atrofi m.pectoralis

(-)

4

- Pulmo

Inspeksi : simetris statis dinamis, tidak ada retraksi

Palpasi : stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor seluruh lapangan paru.

Auskultasi : suara dasar vesikuler

suara tambahan: hantaran +/+

ronkhi basah halus -/-

wheezing -/-

- Jantung :

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di sela iga V, 2 cm medial linea

medioclavicularis sinistra, tidak kuat angkat, tidak melebar.

Perkusi :

Batas kiri : SIC IV 2 cm linea midclavicularis sinistra.

Batas atas : SIC II linea parasternalis dextra.

Batas kanan : SIC IV linea parasternalis dextra.

Auskultasi : Bunyi Jantung I - II normal, tidak ada bising, tidak ada gallop.

- Abdomen :

Inspeksi : cembung, umbilikus menonjol, venektasi (+), frog belly (+),

kulit mengkilat (+)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : pada bawah arcus costa kanan timpani, area traube timpani, pekak

sisi (+) meningkat, pekak alih (+), liver span 4 cm

Palpasi : tegang, undulasi (+), hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan

epigastrium (-)

- Ekstremitas : superior inferior

Sianosis - / - - / -

Udem - / - + / + pitting

Akral dingin - / - - / -

Eritema palmaris +/+ -/-

White nail - / - - / -

5

7. Pemeriksaan Laboratorium darah:

HASIL SATUAN NILAI

NORMAL

1. HEMATOLOGI 24 Juni 2014

Hemoglobin 10.67 gr% 12-15

Hematokrit 31,7 % 35-47

Eritrosit 3,21 jt/mmk 3,9-5,6

MCH 33,20 Pg 27-32

MCV 98,55 Fl 76-96

MCHC 33,71 g/dL 29-36

Leukosit 7,80 ribu / mmk 4-11

Trombosit 93,5 ribu / mmk 150-400

RDW 20,17 % 11,60-14,80

MPV 7,80 fL 4,00-11,00

PPT

Waktu Prothrombin

PPT Kontrol

16,0

13,8

detik

detik

10,0-15,0

PTT

Waktu Thromboplastin

APTT Kontrol

45,8

31,3

detik

detik

23,4-36,8

HASIL SATUAN NILAI

NORMAL

2. KIMIA KLINIK

GDS 140 mg/dL 74-106

Bilirubin total 3,11 mg/Dl 0,00 – 1,00

Bilirubin direk 1,17 mg/dL 0.00 – 0,30

Protein total 6,1 gr/dL 6,4 – 8,2

Albumin 1,6 gr/dL 3,4 -5,0

Globulin 4,50 gr/dL 2,3 – 3,5

SGOT 83 U/l 15 – 37

SGPT 55 U/l 30 – 65

Alkali fosfatase 979 U/l 50,0 – 136

6

Gamma GT 30 U/l 5 – 85

Ureum 23 mg/dl 15 – 39

Creatinin 1,17 mg/dl 0,6 – 1,30

Natrium 137 mmol/L 136 – 145

Kalium 4,3 mmol/L 3,5 – 5,1

Chlorida 104 mmol/L 98 – 107

Calcium 1,93 mmol/L 2,12 – 2,52

Magnesium 0,86 mmol/L 0,74 – 0,99

HBsAg +

Child-Pugh Score

Derajat

Kerusakan

1

Minimal

2

Sedang

3

Berat

Bilirubin Serum < 2,0 2,0-3,0 > 3,0

Albumin Serum > 3,5 3,0-3,5 < 3,0

Ascites Absent Mild Moderat

Ensefalopati None 1 dan 2 3 dan 4

Protrombin < 4 atau < 1,7 4-6 atau 1,7-2,3 > 6 atau > 2,3

A 5-6 100%

B 7-9 80%

C 10-15 45%

Derajat Kerusakan Score

Bilirubin Serum 1

Albumin Serum 3

Ascites 3

Ensefalopati 1

Protrombin 1

Jumlah score child plug score = 9 (B)

7

X FOTO THORAX (29 Maret 2013)

Kesan:

- Cor bentuk dan ukuran normal

- Infiltrat pada perihiler kiri

EKG (24 Juni 2014)

Kesan : normo sinus ritme

USG ABDOMEN ( 25 Juni 2014 )

Kesan:

- Ukuran hepar kecil, struktur parenkim kasar, ekogenesitas parenkim meningkat, tepi

ireguler, liver tip tumpul sesuai gambaran proses kronik hepar

- Splenomegali

- Sludge pada vesica felea

- Asites

25 juni 2014

HASIL SATUAN NILAI

NORMAL

KIMIA KLINIK

GDS 79 mg/dL 74-106

Protein total 5,7 gr/dL 6,4 – 8,2

Albumin 1,6 gr/dL 3,4 -5,0

Globulin 4,10 gr/dL 2,3 – 3,5

LDH 474 U/l 120 - 246

8

26 juni 2014

HASIL SATUAN NILAI

NORMAL

KIMIA KLINIK

Ureum 18 mg/dL 15 – 39

Creatinin 0,9 mg/dL 0,6 – 1,3

Albumin 2 gr/dL 3,4 – 5,0

Natrium 143 mmol/L 136 – 145

Kalium 4,8 mmol/L 3,5 – 5,1

Chlorida 105 mmol/L 98 - 107

Daftar Pustaka :

1. Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed. 6. Jakarta : EGC. 2006

2. Fiore Mariano, (ed:Anugrah Peter).Atlas Histologi Manusia. Ed. 6. Jakarta EGC.1996

3. Nurdjanah S. Sirosis Hati. Dalam: Sundoyo AW, Setyohadi B, Alwi J,

Simadibrata M, Setiati S, editors : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi

V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009

4. Adi P. Buku ajar Ilmu Penyakit dalam Jilid I.Balai penerbit FK UI 2006:291-294

5. Bakta IM. Buku ajar Ilmu Penyakit dalam Jilid II.Balai penerbit FK UI 2006:632-635

6. Hirlan. Ascites. Dalam: Sundoyo AW, Setyohadi B, Alwi J, Simadibrata M, Setiati S,

editors : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;

2009

7. Rani AA, Soegondo S, Nasir AU, dkk. Standar Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter

Spesialis Penyakit Dalam Indonesia Edisi Khusus 2005. PB PAPDI 2005.

8. Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, dkk. Pedoman Diagnosis Dan Terapi DI Bidang Ilmu

Penyakit Dalam. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta 1999.

9. Kumar, Abbas, Fausto, Mitchell. Robbins Basic Pathology: The Liver, Gallblader and

Billiary Tract.8th ed. China: Saunders Elsevier, 2007. P.635-6

10. Gani Rino. Konsensus Penatalaksanaan Hepatitis B di Indonesia 2012. Tim Penyusun

PPHI, Jakarta 2012.

Hasil Pembelajaran :

9

1. Definisi Sirosis hepatis

2. Etiologi Sirosis Hepatis

3. Patofisiologi sirosis hepatis

4. Penatalaksanaan sirosis hepatis

6. Prognosis sirosis hepatis

SOAP

1. SUBJEKTIF.

Seorang wanita 46 tahun, datang ke UGD RS Roemani dengan keluhan perut yang membesar

dan terasa mbesesek. Dari anamnesis didapatkan sejak 3 bulan SMRS pasien merasa perut

membesar, semakin lama semakin memberat hingga terasa mbesesek. Penderita berobat ke

dukun dan disarankan untuk minum kunyit dan temulawak, tetapi keluhan tidak membaik dan

pasien kemudian berobat ke RSUD Grobogan. Selama dirawat 5 hari di RSUD Grobogan

pasien dilakukan pemeriksaan USG perut, dikatakan sakit liver. Pasien diberi obat (pasien

tidak tahu nama obatnya) tetapi tidak ada perubahan dan pasien memutuskan untuk pulang

paksa.

Kurang lebih selama 2 minggu di rumah setelah pulang dari RSUD, perut semakin

membesar dan terasa mbesesek, pasien kemudian berobat ke RS Swasta di Grobogan. Pasien

dirawat selama 3 hari dan dilakukan pengambilan cairan perut. Setelah itu perut mengecil,

pasien pulang dan diberi obat rawat jalan. Tiga hari setelah pulang, perut kembali membesar

dan pasien kembali berobat ke RSUD Grobogan.

Kualitas: Perut yang membesar menyebabkan pasien sulit beraktivitas karena lemas sehingga

pasien hanya dapat tidur-tiduran dan beristirahat.

Kuantitas: Perut bertambah makin membesar secara cepat dalam waktu 3 bulan

Faktor yang memperingan: Istirahat dengan berbaring

Gejala penyerta: Mata kuning (+),sebah (+), mual (-), muntah (-), muntah darah (-), nafsu

makan menurun (+), penurunan berat badan (+), badan terasa lemas (+), demam (-), BAB

hitam seperti petis (-), BAK seperti air teh (+), kaki membesar (+/+) bengkak, payudara

membesar (-).

Pasien pernah mengeluh perut membesar seperti ini 1 tahun yang lalu disertai dengan

BAK berwarna seperti teh dan pekat. Keluhan membaik setelah minum jamu kunir dan

temulawak. Riwayat penyakit keluarga tidak ada yang sakit kuning.

2. OBJEKTIF : hasil diagnosis pada kasus ini ditemukan berdasarkan :

10

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum penderita tampak lemas, perut membesar

seperti hamil 9 bulan, sklera ikterik (+), spider nevi (+), perut tampak cembung dan kulit

mengkilat (+), frog belly (+), venektasi (+), pekak sisi (+) meningkat, pekak alih (+),

liverspan 4 cm, eritema palmaris (+/+), edema tungkai (+/+,pitting)

Dari pemeriksaan penunjang didapatkan penurunan hemoglobin (10,67%), penurunan

hematokrit (31,7 %), penurunan eritrosit (3,21 jt/mmk), peningkatan MCH (33,2),

peningkatan MCV (98,55), penurunan trombosit (93,5 ribu/mmk), peningkatan PPT (16

detik), peningkatan APTT (45,8 detik), peningkatan GDS (140 mg/dl), peningkatan bilirubin

total (3,11 mg/dl), peningkatan bilirubin direk (1,17 mg/dL), penurunan kadar protein total

(6,1 gr/dl), penurunan kadar albumin (1.6 gr/dl), peningkatan kadar globulin (4.5),

peningkatan SGOT (83 U/l), peningkatan alkali fosfatase (979.0 U/l), HbsAg (+)

3. “ Assesment’’ :

I. SIROSIS HEPATIS

A. Definisi

Sirosis hepatis merupakan entitas patologik yang ditandai dengan (1) nekrosis sel hati,

progresif lambat dalam waktu lama yang akhirnya menyebabkan gagal hati kronis dan

kematian; (2) fibrosis, yang mengenai vena sentralis dan daerah porta; (3) nodul regeneratif,

akibat hiperplasia sel hati yang bertahan hidup; (4) distorsi pada arsitektur lobular hati

normal; dan (5) mengenai seluruh hati secara difus. Sehingga dapat didefinisikan sirosis

adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang

berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan

nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang

retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular dan regenerasi

nodularis parenkim hati 3,4

Menurut Lindseth; sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan

distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul

regenerasi sel hati. Sirosis hepatis dapat mengganggu sirkulasi sel darah intra hepatik, dan

pada kasus yang sangat lanjut, menyebabkan kegagalan fungsi hati 3 Terlepas dari penyebab

sirosis, bentuk patologisnya terdiri dari perkembangan fibrosis yang menjadi suatu keadaan

adanya distorsi bentuk hati yang akan membentuk nodul regeneratif. Hal ini menyebabkan

penurunan massa hepatoseluler, penurunan fungsi, dan perubahan aliran darah. Induksi

fibrosis terjadi dengan aktivasi sel stellate hati, sehingga terjadi peningkatan pembentukan

jumlah kolagen dan komponen lain dari matriks ekstraseluler.4

11

Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya

pembentukan jaringan ikat serta nodul. Pembentukan jaringan ikat saja seperti pada payah

jantung, obstruksi saluran empedu, juga pembentukan nodul saja seperti pada sindroma Felty

dan transformasi nodular parsial bukanlah suati sirosis hati.1 Sirosis Hepatis adalah penyakit

hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar

jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur

normal.4

Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum

adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan

tanda klinik yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis

kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat dibedakan

melalui biopsy hati.3,4

B. Etiologi

Penyebab pasti dari sirosis hepatis sampai sekarang belum jelas, tetapi sering disebutkan

antara lain :4,5

Hepatitis Virus

Infeksi virus merupakan penyebab paling sering dari sirosis hepatis. Hanya HBV atau

HCV mengakibatkan penyakit hati kronis. Virus Hepatitis D adalah virus yang tidak lengkap

yang hanya patogen bila bersama-sama dengan HBV. Virus A dan E penyebab hepatitis,

tetapi tidak berkembang menjadi sirosis hepatis. Virus hepatitis G telah diidentifikasi tidak

menghasilkan penyakit hati. Infeksi HBV didiagnosis oleh adanya antigen permukaan

hepatitis B (HBsAg); HCV, oleh anti-HCV dan HCV RNA 5

Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab sirosis

hepatis, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam

darah penderita dengan penyakit hati kronis ,maka diduga mempunyai peranan yang besar

untuk terjadinya nekrosis sel hati sehingga terjadi sirosis. Secara klinik telah dikenal bahwa

hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi

gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus

A (Hadi,2002).5

Hepatitis B kronik

Pada manusia hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus Hepatitis B

(VHB) mula-mula melekat pada reseptor spesifik dimembran sel hepar kemudian mengalami

penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam sitoplasma VHB melepaskan mantelnya,

sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus dinding sel

12

hati. Di dalam inti asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel

pada DNA hospes dan berintegrasi; pada DNA tersebut. Selanjutnya DNA VHB

memerintahkan gel hati untuk membentuk protein bagi virus baru dan kemudian terjadi

pembentukan virus baru. Virus ini dilepaskan ke peredaran darah, mekanisme terjadinya

kerusakan hati yang kronik disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap infeksi.

Apabila reaksi imunologik tidak ada atau minimal maka terjadikeadaan karier sehat.

Virus hepatitis B masuk ke dalam tubuh secara parenteral, dari peredaran darah

partikel Dane masuk ke dalam hati dan terjadi proses replikasi virus. Selanjutnya sel-sel hati

akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane utuh, partikel HbsAg bentuk bulat dan

tubuler dan HBeAg yang tidak ikut membentuk partikel virus. Virus hepatitis B smerangsang

respon imun tubuh, yang pertama kali adalah respon imun non spesifik karena dapat

terangsang dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam dengan memanfaatkan sel-sel

NK dan NKT. Kemudian diperlukan respon imun spesifik yaitu dengan mengakstivasi sel

limfosit T dan sel limfosit B. aktivasi sel T, CD8 + terjadi setelah kontak reseptor sel T

dengan komplek peptide VHB-MHC kelas I yang ada pada permukaan dinding sel hati. Sel T

CD8 + akan mengeliminasi virus yang ada di dalam sel hati terinfeksi. Proses eliminasi bisa

terjadi dalam bentuk nekrosis sel hati yang akan menyebabkan meningkatnya ALT.5

Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD+ akan mengakibatkan produksi

antibody antara lain anti-HBs, anti-HBc, anti-HBe. Fungsi anti-HBs adalah netralisasi

partikel virus hepatitis B bebas dan mencegah masuknya virus ke dalam sel, dengan demikian

anti-HBs akan mencegah penyebaran virus dari sel ke sel.5

Salah satu contoh peran imunotoleransi terhadap produk virus hepatitis B dalam

persistensi virus hepatitis B adalah mekanisme persistensi infeksi virus hepatitis B pada

neonatus yang dilahirkan oleh ibu HBsAg dan HBeAg posistif, diduga persistensi infeksi

virus hepatitis B pada neonatus yang dilahirkan oleh ibu HBeAg yang masuk ke dalam tubuh

janin mendahului invasi virus hepatitis B, sedangkan persistensi pada usia dewasa diduga

disebabkan oleh kelelahan sel T karena tingginya konsentrasi partikel virus.5

C. Klarifikasi Sirosis Hepatis

Secara klinis sirosis hepatis dibagi menjadi:

1. Sirosis hepatis kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata.

2. Sirosis hepatis dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang

jelas.Sirosis hepatis kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan

pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat dibedakan

13

melalui biopsi hati

Secara morfologi Sherlock membagi sirosis hepatis bedasarkan besar kecilnya nodul,

yaitu:

1. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)

2. Mikronoduler (reguler, monolobuler)

3. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler

D. Gejala dan Temuan Klinis

Gejala

Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien

melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena penyakit lain. Gejala awal sirosis

(kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan

perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis

mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis

dekompensata), gejala-gejala lebih

menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi

hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam yang tidak begitu tinggi. Mungkin

disertai adanya gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat,

muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar

konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma (Nurdjanah, 2009).3

Temuan Klinis

Temuan klinis sirosis meliputi spider angio maspiderangiomata (atau spider

telangiektasi), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering

ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada

anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio estradiol/testosteron bebas. Tanda ini juga bisa

ditemukan selama hamil, malnutrisi berat, bahkan ditemukan pula pada orang sehat,

walaupun ukuran lesi kecil (Nurdjanah, 2009).3

Eritema palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal ini

juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon esterogen. Tanda ini juga tidak

spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, artritis reumatoid, hipertiroidisme dan

keganasan hematologi.Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horisontal

dipisahkan dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan

akibat hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia yang

lain seperti sindrom nefrotik. Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier.

14

Osteoartropati gipertrofi suatu periostitis proliferatif kronik, menimbulkan nyeri.3,4

Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan kontraktur fleksi jari-

jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda

ini juga bisa ditemukan pada pasien diabetes melitus, distrofi refleks simpatetik, dan perokok

yang juga mengkonsumsi alkohol (Nurdjanah, 2009).3

Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae

laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu, ditemukan juga

hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan ke

arah feniminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga dikira

fase menopause. Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini

menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis. Hepatomegali-ukuran hati yang sirotik

bisa

membesar, normal atau mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.

Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik.

Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta (Nurdjanah, 2009)3

Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi porta dan

hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta. Fetor hepatikum, bau

napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat

pintasan porto sistemik yang berat. Ikterus-pada kulit dan membran mukosa akibat

bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3mg/dl tidak terlihat. Warna urin

terlihat gelap seperti air teh (Nurdjanah, 2009)3

Asterixis-bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak dari tangan,

dorsofleksi tangan4.

Tanda-tanda lain yang menyertai diantaranya:

1. Demam yang tak tinggi akibat nekrosis hepar

2. Batu pada vesika felea akibat hemolisis

3. Pembesaran kelenjar parotis terutama sirosis alkohlik, hal ini akibat sekunder infiltrasi

lemak, fibrosis, dan edema.

Diabetes melitus dialami 15 sampai 30% pasien sirosis. Hal ini akibat resistensi insulin

dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh beta pankreas (Nurdjanah,2009).4

Menurut Price (2006), tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:

1. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis.

Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang

menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit dan

15

tidak bisa menyerap bilirubin.Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel

hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit (Price,

2006).4

2. Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis. Ketika liver kehilangan

kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk pada kaki (edema) dan

abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada

kapiler usus. Edema umumnya timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari

hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air (Price, 2006).4

3. Hati yang membesar.

Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar

sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila ditekan

(Price, 2006).4

4. Hipertensi portal.

Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang menetap di atas

nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran

darah melalui hati (Price, 2006)

E. Diagnosa

1. Pemeriksaan urine

Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus.

Pada penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine berkurang (urine kurang dari 4

meq/l) menunjukkan kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal (Hadi, 2002).4

2. Pemeriksaan feses

Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus, ekskresi

pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam usus akan

diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna cokelat

atau kehitaman (Hadi, 2002).4

3. Pemeriksaan darah

Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang-kadang dalam

bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau karena

splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal maka baru

akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai leukopeni bersamaan dengan adanya

trombositopeni (Hadi, 2002).4

4. Tes faal hepar

Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hepar, lebih lagi penderita yang

16

sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin menaik, sedangkan albumin

menurun. Pada orang normal tiap hari akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan

sirosis hanya dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari. Kadar normal albumin dalam darah

3,5-5,0 g/dL. Jumlah albumin dan globulin yang masing-masing diukur melalui proses yang

disebut elektroforesis protein serum.4,5

Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih. Selain itu, kadar asam

empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk mendeteksi kelainan hati

secara dini (Hadi, 2002).4

Untuk pengelolaan lebih lanjut , maka penderita sirosis hepatis dengan tanda-tanda

hipertensi portal dapat dibagi atas tiga kelompok berdasarkan kriteria/klasifikasi dari Child,

yaitu Child A yang mempunyai prognosis baik, Child B mempunyai prognosis sedang, dan

Child C yang mempunyai prognosis buruk (Hadi, 2002).4

Tabel 2.1. Skor Child-Pugh

Pemeriksaan Penunjang Lainnya

1. Radiologi

Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,: pemeriksaan foto toraks,

splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP) (Hadi, 2002).4

2. Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di hati,

termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit. Pada

tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul.

Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan hati

yang irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal (Hadi,

17

2002).4

3. Peritoneoskopi (laparoskopi)

Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hepatis akan jelas

kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang besar atau kecil dan

terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran

limpa (Hadi,2002).4

Komplikasi

Komplikasi sirosis hepatis yang dapat terjadi antara lain: asites, edema, spontaneous

bacterial peritonitis (SBP), perdarahan saluran cerna, sindroma hepato-renal, sindroma

hepato-pulmoner, hipersplenisme, dan kanker hati.4

Penatalaksanaan

Terdapat 2 jenis strategi pengobatan hepatitis B, yaitu terapi dengan durasi terbatas atau

terapi jangka panjang. Terapi dengan analog nukleosida dapat diberikan seunur hidup atau

hanya dalam waktu terbatas, sementara interferon hanya diberikan dalam waktu terbatas

mengingat beratnya efek samping pengobatan. Sampai saat ini belum bisa diputuskan pilihan

terapi mana yang paling unggul untuk semua pasien. Pemilihan strategi terapi yang

digunakan harus disesuaikan dengan kondisi individu tiap pasien. Tenofovir atau entecavir

adalah obat yang dinilai paling efektif untuk digunakan namun mengingat tingginya biaya

dan ketersediaan obat, lamivudin telbivudin dan adefovir juga tetap dapat digunakan di

Indonesia.13

Prognosis

Prognosis untuk pasien sirosis tergantung pada komplikasi masing-masing. Yang

mendasari proses morfologi, seperti nekrosis, fibrosis dan regenerasi, gabungan untuk derajat

yang sangat berbeda dalam pasien sirosis tunggal. Ada juga perbedaan-perbedaan individu

dalam tanggapan hemodinamik dan efek yang sesuai pada ginjal, paru-paru dan hati, dll. Oleh

karena itu sangat sulit memberikan prognosis yang akurat dalam setiap kasus. Selain itu,

seperti prognosis hanya mencakup jangka waktu tertentu yang relatif singkat (beberapa bulan

sampai satu tahun) (Kuntz, 2008).11

18

II. Ascites pada Sirosis Hepatis

Definisi

Asites adalah adanya pengumpulan cairan secara patologik dalam rongga abdomen

yang lebih dari 25 ml. Asites ini dapat terjadi karena kondisi yang secara langsung

melibatkan peritoneum (infeksi, keganasan) atau penyakit yang sedikit atau secara tidak

langsung dengan peritoneum (penyakit hati, gagal jantung, hipoproteinemia). Sirosis

merupakan penyebab terbanyak (75%) yang diikuti keganasan peritoneum (12%), gagal

jantung (5%), dan tuberkulosis peritoneal (2%).

Pada pasien dengan sirosis adanya asites menandai perubahan dari sirosis kompensata

ke sirosis dekompensata, dan merupakan kejadian yang sering muncul pertama kali pada

sirosis dekompensata (48%).

Mekanisme pembentukan asites pada sirosis sangat komplek, tetapi secara umum

dijumpai hipertensi portal sinusoidal dan retensi natrium oleh ginjal. Perjalanan alamiah

asites pada sirosis mulai dari asites yang responsif terhadap diuretik (uncomplicated),

hiponatremia dilusional, asites refrakter, dan akhirnya sindroma hepatorenal. Perkembangan

asites berhubungan dengan kualitas hidup yang menurun, meningkatnya resiko infeksi dan

gagal ginjal, serta outcome jangka panjang yang kurang baik.

Teori Pembentukan Asites

Pada sirosis, sumber pembentukan asites terutama pada sinusoid hepar. Hipertensi

sinusoid merupakan mekanisme awal yang menentukan pembentukan asites ke rongga

peritoneum yang terjadi oleh karena faktor struktural dan atau faktor dinamik. Faktor

struktural yaitu adanya gangguan aliran vena di dalam hepar akibat pembentukan nodul dan

fibrosis, deposisi kolagen pada ruang Disse (hilangnya fenestra atau kapilarisasi sinusoid dan

penyempitan sinusoid). Faktor dinamik yaitu akibat perubahan dinamik yang berhubungan

dengan disfungsi endotelium dan penurunan bioavailabilitas nitrit oksida (NO).

Faktor lain yang menentukan adalah retensi air dan natrium yang menyebabkan

penambahan volume intravaskular sehingga tercipta kondisi yang sesuai untuk terbentuknya

asites. Ketidaksesuaian retensi natrium ini dapat terjadi sekunder terhadap perubahan

vaskuler pada teori underfill dan vasodilatasi arterial perifer atau sebagai pencetus pada teori

overfill. Hal ini karena pada sirosis dan asites terjadi hilangnya pengaturan keseimbangan

natrium sehingga terjadi retensi natrium dan menurunnya ekskresi natrium urin (<5

mmol/hari). Ketidakseimbangan ini dapat terjadi pada sirosis yang belum disertai asites.

a. Teori vasodilatasi arterial dan aktivasi neurohormonal

19

Vasodilatasi perifer dapat terjadi karena overproduksi vasodilator yang beredar atau

oleh vasodilator dari usus atau sistemik yang tidak terdegradasi dalam hepar yang sakit atau

terjadi bypass hepar.

Schrier et al (1988) mengusulkan hipotesis vasodilatasi arteri perifer yaitu adanya

vasodilatasi arteriol splanknikus menyebabkan underfilling arteri dengan pengurangan

resistensi vaskular sistemik secara keseluruhan dan tekanan darah arteri. Penurunan volume

darah yang efektif yang merupakan bagian dari volume darah di mana baroreseptor berada

menyebabkan aktivasi sistem vasokonstriktor dan retensi sekunder natrium-air.

Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian difokuskan terutama pada NO, calcitonin

gen-related peptide (CGRP) dan adrenomedulin. Substansi lain dengan sifat vasodilatasi yang

terlibat adalah peptida natriuretik, tumor necrosis factor (TNF-α), interleukin, substansi P,

dan endocannabinoids.

Pada eksperimen maupun pada kasus hipertensi portal nyata pada manusia, vasodilatasi

splanknikus seperti yang telah disebutkan dapat menyebabkan penurunan resistensi vaskular

sistemik, penurunan volume darah efektf, dan penurunan tekanan darah aretri dengan aktivasi

sistem vasokonstriksi seperti saraf sistemik (SNS), sistem renin-angiotensin-aldosteron

(RAAS), dan pelepasan vasopresin. Beberapa temuan menunjukkan bahwa vasodilatasi

splanknikus mendahului retensi natrium ginjal dan air.

Konsekuensi hemodinamik yaitu berkembangnya sirkulasi hiperdinamik, peningkatan

denyut jantung, dan cardiac output (sebagai mediator volume darah efektif), dan terjadi

underfilling sirkulasi arteri pada pasien akibat penurunan resistensi vaskular sistemik. Namun

kebanyakan pada penyakit tahap lanjut, underfilling dari sirkulasi arteri juga dapat terjadi

sekunder terhadap penurunan cuah jantung seperti yang dijelaskan pada pasien dengan gagal

ginjal dan SBP.

b. Teori Overfill

Adanya kadar aktivitas plasma renin normal atau rendah pada sepertiga pasien sirosis

dan asites mendukung bahwa pada beberapa kasus retensi natrium tidak berhubungan

terhadap vasodilatasi. Diusulkan bahwa pada proses awal terjadi perubahan respon ginjal

terhadap insufisiensi hepatik atau hipertensi sinusoidal menyebabkan retensi natrium (teori

overfill). Teori ini didasarkan pada penemuan dari abnormalitas penanganan natrium, pada

tanpa vasodilatasi sistemik atau underfilling arterial, ketika pasien preasites sirosis dibebani

dengan natrium. Berdasarkan hipotesis ini diusulkan bahwa didahului retensi natrium dan air

menyebabkan penambahan volume plasma, peningkatan curah jantung, dan penurunan

20

resistensi vaskuler sistemik (vasodilatasi). Tetapi teori ini disanggah dengan adanya obat

yang dapat menghilangkan vasodilatasi yang akan memperbaiki hemodinamik dan

meningkatkan ekskresi natrium.

Dinamika Cairan Ascites

Tekanan hidrostatik yang meningkat dalam sinusoid hepar memudahkan transudasi

cairan ke dalam limfatik hepar dan rongga peritoneum. Selain itu pembentukan ascites

tergantung pada keseimbangan antara peningkatan filtrasi transvaskular lokal dan

peningkatan drainase limfe. Dengan demikian jumlah cairan asites yang dihasilkan diatur

oleh peningkatan filtrasi trans-sinusoidal protein dan cairan serta oleh kecepatan dinamika

hidrostatik dan onkotik trans-peritoneal. Dikatakan bahwa penurunan tekanan onkotik plasma

kurang penting untuk terbentuknya asites dan konsentrasi albumin plasma yang rendah

memiliki pengaruh kecil pada kecepatan pembentukan ascites.

Konsentrasi protein pada asites sirosis lebih rendah dari plasma karena keseimbangan

hidrostatik atau onkotik pada area saluran gastrointestinal yang luas. Maka tekanan onkotik

ascites dekat dengan limfatik intestinal. Kapiler darah intestinal relatif impermeable terhadap

protein. Peningkatan tekanan kapiler gastrointestinal menyebabkan filtrasi dengan

konsentrasi protein rendah sehingga cairan asites merupakan campuran dari cairan kaya

protein dari trans-sinusoidal dan cairan rendah protein dari filtrasi transkapiler

gastrointestinal, rasio campuran diatur oleh kekuatan hidrostatik atau onkotik. Akibatnya,

tekanan onkotik cairan ascites akan turun, tetapi gradien tekanan onkoik efektif akan

meningkat dan melawan peningkatan kekuatan filtrasi dari tekanan kapiler portal intestinal.

Karena itu gradien tekanan onkotik efektif berperan pada dinamika cairan trans-peritoneal

atau trans-intestinal tetapi besarnya gradien tekanan onkotik diatur oleh tingginya tekanan

hidrostatik transmural (yaitu tekanan porta). Karena itu gradien tekanan onkotik efektif dapat

dipandang sebagai cermin dari tekanan vena porta.

Pada sirosis terdapat kandungan protein yang rendah sebagai akibat deposisi jaringan

fibrosa dalam sinusoid (kapilarisasi sinusoid) yang akan menyebabkan sinusoid sulit untuk

ditembus oleh makromolekul. Terdapat parameter SAAG (serum ascites albumin gradient)

yang merupakan pengurangan konsentrasi albumin serum dengan albumin asites yang

memperlihatkan korelasi dengan tekanan sinusoid hepar. SAAG yang lebih dari 1,1 gr/dl

menunjukkan adanya hipertensi sinusoid.

Sekali terbentuk asites, cairan asites akan bertukar melalui capillary bed di bawah

peritoneum viseral. Hal ini penting karena secara aktif akan mentransfer cairan ke dalam

21

asites ataupun menahannya. Cairan asites secara terus menerus bersirkulasi dengan sebagian

masuk dan sebagian meninggalkan rongga peritoneum. Dengan demikian kandungan cairan

asites terdapat keseimbangan dengan plasma.

a. Disfungsi Renal pada Asites

Pada fase awal hipertensi portal sirosis, kapasitas ekskresi natrium ginjal terganggu

dengan penurunan respon natriuretik terhadap pemberian akut natrium klorida maupun

perubahan postur tubuh. Kejadian ini terlihat sebelum perkembangan asites tetapi pada

sebagian besar pasien hal ini menandakan disfungsi ginjal awal. Dalam hal ini termasuk

reabsorpsi natrium dan air yang meningkat progresif dan penurunan perfusi ginjal dan filtrasi

glomerular (GFR) seing paralel dengan berkurangnya fungsi hati. Pada tahap selanjutnya

terjadi penurunan progresif pada GFR dan aliran darah ginjal (RBF).

Menurut urutan perkembangan kelainan fungsional ginjal, pembentukan asites telah

dibagi menjadi beberapa fase patofisiologi yang berurutan.

Fase awal 1, juga disebut tahap pra-asites karena asites belum ada tetapi metabolisme

ginjal natrium terganggu, meskipun RBF, GFR, dan free water clearance normal. Dari

sudut pandang hemodinamik pasien sering menunjukkan peningkatan volume plasma,

sehingga mendukung adanya periode peningkatan natrium dan retensi air serta

adaptasi antara kapasitansi pembuluh darah dan medium yang beredar.

Fase 2, menunjukkan keseimbangan natrium negatif meskipun ekskresi natrium urin

menurun dan tidak adanya dari asites dalam fase ini dapat dicapai dengan mengurangi

asupan natrium

Fase 3, ekskresi natrium sering dibawah 10 mmol/hari dan terdapat aktivasi besar dari

RAAS dan SNS, tetapi RBF dan GFR masih normal atau normal rendah.

Fase 4 dan 5, asites menunjukkan perkembangan HRS tipe 1 dan 2. HRS tipe 1 ditandai

oleh penurunan fungsi ginjal cepat yang sering dipicu oleh SBP. HRS tipe 2 ditandai

dengan gagal ginjal moderat dengan perjalanan progresif lambat dan biasanya

berhubungan dengan asites refrakter.

b. Sirkulasi Hiperdinamik pada Sirosis

Sirkulasi hiperdinamik sering tidak terjadi dalam tahap awal sirosis terkompensasi dan

hipertensi portal ringan tetapi ketika penyakit berkembang dari tahap pra-asites hipertensi

portal ke dekompensasi tahap asites hiperensi portal, terdapat hubungna langsung antara

keparahan dari sirosis, misalnya tercermin dengan skor Child dan derajat sirkulasi

hiperdinamik.

22

Pada sindrom hiperdinamik ditemukan, peningkatan denyut jantung, cardiac output,

volume plasma dan penurunan resistensi vaskular sistemik dengan tekanan darah arteri

rendah normal atau menurun.

Bukti eksperimental dan klinis menunjukkan bahwa terdapat disfungsi jantung pada

pasien sirosis dan tampaknya bahwa kardiomiopati sirosis yang laten kemungkinan

memainkan peran dalam gangguan sirkulasi pada sirosis.

Retensi cairan dan pembentukan asites terkait dengan kekacauan pada hemodinamik

sistemik dan tampak bahwa distribusi abnormal aliran darah dan volume adalah penting

untuk terjadinya disfungsi ginjal dan retensi natrium-air.

Gambaran Klinik Asites

a. Uncomplicated ascites

Dibagi menjadi

- grade I : mild ascites, hanya terdeteksi dengan pemeriksaan USG

- grade II : moderate ascites, tampak abdomen distensi sedang, terdeteksi dengan

pemeriksaan fisik

- grade III : severe ascites, asites dengan volume besar, distensi abdomen tegang

b. Complicated ascites

1. Loculated ascites

2. Refractory ascites

Merupakan asites yang tidak bisa dihilangkan atau yang kembali dengan cepat setelah

parasentesis terapetika, walaupun sudah diterapi dengan terapi medik yang adekuat.

Penyebab asites refrakter yaitu adanya insufisiensi ginjal, vasokonstriksi ginjal yang berat,

infeksi, dan penggunaan NSAID. Asites refrakter dibedakan menjadi 2, yaitu :

- Diuretic resistant ascites, merupakan asites yang tidak berespon terhadap terapi

maksimal diuretik (spironolakton 400 mg/hari dan furosemid 160 mg/hari) sekurangnya satu

minggu dan diit rendah garam <90 mmol/hari atau 5,2 gr/hari.

- Diuretic intractable ascites, merupakan keadaan terjadinya efek samping akibat terapi

diuretik yang menghalangi pemakaian diuretik.

3. Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) / spontaneous infection of ascitic fluid

Diagnosis

23

Anamnesis

Gejala yang paling sering adalah peningkatan lingkar perut yang dirasakan semakin

membesar, baju menjadi tidak sesuai dengan biasanya, penambahan ukuran sabuk, dan

peningkatan berat badan. Apbila cairan menjadi lebih banyak dan menekan diafragma ke atas

maka akan menimbulkan gangguan dalam tarikan nafas, perasaan penuh, dan nyeri perut.

Onset dari gejala asites ini cepat berkembang dalam kurun waktu mingguan, sehingga dapat

dibedakan dengan gejala obesitas yang memerlukan waktu yang lebih lama.

Pemeriksaan Fisik

Adanya asites pada penderita sirosis menandakan dekompensata atau stadium lanjut

dari sirosis. Pada inspeksi pemeriksaan abdomen didapatkan gambaran perut yang cembung,

frog belly, adanya venektasi, gambaran umbilikus yang bergerak ke kaudal mendekati

simfisis pubis hingga dapat terjadi herniasi umbilikus. Pada palpasi didapatkan perut yang

tegang dan pada perkusi didapatkan pekak sisi yang meningkat dan adanya pekak alih atau

shifting dullness. Untuk dapat terdeteksi dalam pemeriksaan fisik minimal cairan asites yang

terkumpul sekitar > 1500 ml. oleh sebab itu terkadang pemeriksaan fisik kurang sensitif

terutama jika cairan yang terkumpul masih sedikit atau pada pasien dengan obesitas.

Pemeriksaan Penunjang

Evaluasi awal pasien dengan asites harus mencakup anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang yang meliputi USG abdomen, penilaian laboratotrium fungsi hati,

fungsi ginjal, elektrolit serum dan urin, serta analisis dari cairan asites (parasintesis

diagnostik).

Parasintesis diagnostik direkomendasikan untuk harus dilakukan pada semua pasien

dengan asites onset baru grade 2 atau 3 dan pada semua pasien yang dirawat di rumah sakit

pada asites yang memburuk atau komplikasi sirosis. Parasintesis diagnostik dengan analisis

cairan asites yang tepat merupakan pemeriksaan yang sangat penting pada semua pasien

asites sebelum terapi apapun untuk menyingkirkan penyebab lain asites selain sirosis maupun

adanya spontan bacterial peritonitis (SBP) pada sirosis. Parameter yang dinilai meliputi:

a. Gambaran makroskopis cairan asites

Gambaran makroskopis cairan asites meliputi hemoragik (akibat keganasan),

kemerahan (akibat ruptur kapiler peritoneum oleh karena sirosis), atau chillous (pada ruptur

pembuluh limfe).

b. Gradien nilai albumin serum dan asites (SAAG)

Pada penilaian gradien albumin serum – asites (SAAG) apabila nilainya > 1,1 gr/dL

dianggap asites jenis transudasi yang berasal dari hipertensi portal dengan akurasi hingga

24

97%. Apabila nilainya < 1,1 gr/dL dianggap asites jenis eksudat.

c. Konsentrasi protein cairan asites

Konsentrasi protein cairan asites harus diukur pula untuk menilai resiko SBP karena

pasien dengan konsentrasi protein lebih rendah dari 1,5 gr/dL memiliki peningkatan resiko

SBP.

d. Hitung sel / hitung jumlah neutrofil

Pada hitung sel cairan asites apabila didapatkan peningkatan jumlah leukosit hal ini

menandakan adanya inflamasi. Secara spesifik bila jumlah sel PMN meningkat > 250/mmk

menandakan terjadinya SBP sedangkan bila jumlah sel MN yang dominan meningkat

menandakan adanya peritonitis tuberkulosa atau karsinomatosus.

e. Kultur cairan asites

Pada hasil kultur cairan asites apabila pola kuman cenderung polimikroba menandakan

terjadinya perforasi usus, sedangkan bila pola kuman cenderung monomikroba menandakan

adanya SBP.

f. Sitologi

Tes lain seperti sitologi, amilase, PCR, dan kultur mikobakterium dilakukan hanya bila

diagnosis tidak jelas atau jika ada kecurigaan klinis penyakit pada pankreas, keganasan, atau

tuberculosis. Pada pemeriksaan sitologi diperlukan jumlah sampel minimal 200 ml untuk

meningkatkan sensitivitas pemeriksaan.

Penatalaksanaan

Pengobatan asites transudat sebaiknya dilakukan secara komprehensif meliputi :

1. Tirah baring

Tirah baring dengan tidur telentang, kaki sedikit diangkat, selama beberapa jam setelah

minum obat diuretika dapat memperbaiki efektivitas diuretika pada pasien asites transudat

yang berhubungan dengan hipertensi porta. Perbaikan efek diuretika tersebut berhubungan

dengan perbaikan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus akibat tirah baring serta

menurunkan aktivitas simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron menurun.

2. Diet

Diet rendah garam ringan sampai sedang dapat membantu diuresis. Konsumsi garam

perhari sebaiknya dibatasi hingga 40-60 mEq/hari. Hiponatremi ringan sampai sedang bukan

merupakan kontraindikasi untuk memberikan diet rendah garam mengingat hiponatremia

pada pasien asites transudat bersifat relatif.

25

3. Diuretika

Diuretika yang dianjurkan adalah diuretika yang bekerja sebagai antialdosteron,

misalnya spironolakton. Diuretika ini merupakan diuretika hemat kalium bekerja di tubulus

distal dan menahan reabsorpsi natrium. Sebenarnya potensi natriuretik diuretika distal lebih

rendah daripada diuretika loop bila etiologi peningkatan air dan garam tidak berhubungan

dengan hiperaldosteronisme. Pada sirosis hepatis karena mekanisme utama reabsorpsi air dan

natrium adalah hiperaldosteronisme maka diuretika loop menjadi kurang efektif. Biasanya

diuretika jenis ini dibutuhkan sebagai kombinasi. Efektivitas obat diuretika antialdosteron

lebih bergantung pada konsentrasinya di plasma, semakin tinggi semakin efektif. Dosis yang

dianjurkan antara 100-600 mg/hari.

Target yang sebaiknya dicapai dengan terapi tirah baring, diet rendah garam, dan terapi

diuretika adalah peningkatan diuresis sehingga berat badan akan turun 400-800 gram/hari.

Pasien yang disertai edema perifer penurunan berat badan dapat sampai 1500 gram/hari.

Sebagian besar pasien berhasil baik dengan terapi kombinasi tersebut. Setelah cairan asites

dapat dimobilisasi dosis diuretika dapat disesuaikan. Biasanya diet rendah garam dan

spironolakton masih tetap diperlukan untuk mempertahankan diuresis dan natriuresis

sehingga asites tidak terbentuk lagi.

Komplikasi diuretika pada pasien sirosis hepatis harus diwaspadai, seperti gagal ginjal

fungsional, gangguan elektrolit, gangguan keseimbangan asam basa, dan ensefalopati

hepatikum. Spironolakton dapat menyebabkan libido menurun, ginekomastia pada laki-laki,

dan gangguan menstruasi pada perempuan.

4. Terapi parasentesis

Beberapa tahun terakhir ini parasentesis dianjurkan karena mempunyai banyak

keuntungan. Setiap liter cairan asites yang dikeluarkan sebaiknya diikuti dengan substitusi

albumin parenteral sebanyak 6-8 gram. Setelah parasentesis sebaiknya terapi konvensional

tetap diberikan. Parasentesis asites sebaiknya tidak dilakukan pada sirosis dengan Child-Pugh

C kecuali asites tersebut refrakter.

5. Pengobatan terhadap penyakit yang mendasari

Asites sebagai komplikasi penyakit-penyakit yang dapat diobati dengan

menyembuhkan penyakit yang mendasari akan dapat menghilangkan asites.

26

4. “ Plan” :

1. Sirosis Hepatis e.c Hepatitis B Kronik

Assessment : Komplikasi : - Malnutrisi

- Perdarahan saluran cerna

- Ascites

- Ensefalopati hepatic

- Hepatorenal sindrom

- Malignancy

IP Dx : -

IP Tx : Infus D5 % 10 tpm

Propanolol 3x40 mg

Urdafalk 2 x 1 tab

IP Mx : Cek LFT, tanda-tanda perdarahan

IP Ex : - Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakit

pasien dan penatalaksanaannya.

- Melapor kepada dokter apabila pasien muntah darah atau berak bewarna

hitam

2. Ascites

Assesment : Komplikasi : Hipertensi Portal

Peritonitis Bakterial spontan

Hepatorenal sindrom

Perdarahan saluran cerna

IpDx : -

IpRx : Spironolakton 1x300 mg po

Furosemide 1x40 mg po

Diet rendah garam (400-800mg/hari)

IpMx : Asites (lingkar perut), BB/hari, natrium urin, diuresis

IpEx : Menjelaskan perlunya diet rendah garam terhadap pasien.

Melapor kepada dokter apabila pasien muntah darah atau berak bewarna hitam

3. Anemia normositik normokromik

Assessment: Penyakit kronik

27

Perdarahan

IP Dx : Gambaran darah tepi

IP Tx : -

IP Mx: KU/TV/8 jam, tanda-tanda perdarahan

IP Ex: Melapor pada dokter jaga bangsal bila pasien muntah darah atau berak darah/warna

hitam.

4. Hipoalbuminemia

Assessment : Sirosis Hepatis

Inflamasi Kronik

IPDx : -

IPRx : Koreksi albumin (3,5-2,1)x 0.8x60 = 67,2 ~ 3 botol albumin 20% 100 cc

(informed consent terlebih dahulu)

IPMx : Albumin post koreksi

IPEx : Menghabiskan makanan dari rumah sakit serta menginformasikan dan

mengedukasikan cara ideal untuk menaikkan kadar albumin melalui jalur infus, namun

dengan biaya yang tidak murah.

Catatan Kemajuan

Tanggal Monitoring Keterangan

24/06/14

HP 1

S: perut membesar, mbesesek

O: KU tampak sakit, lemas, perut

membesar

TD : 100/70 mmHg

HR: 68x/menit

RR: 20x/menit

T: 36,9°C

Mata : sklera ikterik (+/+)

Hidung : nafas cuping (-)

Mulut : fetor hepatikum (-)

Dada : spider nevi (+), venektasi (+)

Abd : cembung, umbilikus menonjol,

venektasi (+), frog belly (+),

Medikamentosa:

-Infus D5% 10 tpm

-P.o :

Propanolol 3 x 40 mg

Spironolacton 1 x 300 mg

Furosemide 1 x 40 mg

Urdafalk 2 x 1

Koreksi albumin 3 botol

albumin 20% 100 cc

Diet rendah garam (400-800

mg/hari)

Program :

Evaluasi KU, TV, tanda-

28

kulit mengkilat (+), undulasi

(+), pekak alih (+), pekak sisi

(+), liver span 4 cm

Extremitas : oedema inferior +/+

pitting

A: sirosis hepatis e.c hepatitis B

kronik, asites, hipoalbuminemia,

anemia normositik normokromik

tanda muntah/berak darah.

25/06/14

HP 2

S: perut masih mbesesek, pasien

merasa sesak, mual

O: KU tampak sakit, lemas, perut

membesar, sesak

TD : 110/70 mmHg

HR: 70x/menit

RR: 28x/menit

T: 36,9°C

SpO2 : 94-95 %

Mata : sklera ikterik (+/+)

Hidung : nafas cuping (-)

Mulut : fetor hepatikum (-)

Dada : spider nevi (+), venektasi (+),

retraksi (-)

Abd : cembung, umbilikus menonjol,

venektasi (+), frog belly (+),

kulit mengkilat (+), undulasi

(+), pekak alih (+), pekak sisi

(+), liver span 4 cm

Extremitas : oedema inferior +/+

pitting

A: sirosis hepatis e.c hepatitis B

kronik, asites, hipoalbuminemia,

anemia normositik normokromik

Medikamentosa:

-Infus D5% 10 tpm

-O2 nasal canul 3 lpm

-P.o :

Propanolol 3 x 40 mg

Spironolacton 1 x 300 mg

Furosemide 1 x 40 mg

Urdafalk 2 x 1

Koreksi albumin 3 botol

albumin 20% 100 cc (botol

kedua)

Diet rendah garam (400-800

mg/hari)

Extra inj. Omeprazole 1

amp

Program :

Evaluasi KU, TV, tanda-

tanda muntah/berak darah.

26/06/14 S: sesak berkurang, tidak bisa BAB Medikamentosa:

29

HP 3 sudah 3 hari ini

O: KU tampak sakit, lemas, perut

membesar

TD : 110/70 mmHg

HR: 70x/menit

RR: 24x/menit

T: 36,7°C

SpO2 : 98% dgn nasal canul

Mata : sklera ikterik (+/+)

Hidung : nafas cuping (-)

Mulut : fetor hepatikum (-)

Dada : spider nevi (+), venektasi (+)

Abd : cembung, umbilikus menonjol,

venektasi (+), frog belly (+),

kulit mengkilat (+), undulasi

(+), pekak alih (+), pekak sisi

(+), liver span 4 cm

Extremitas : oedema inferior +/+

pitting

A: sirosis hepatis e.c hepatitis B

kronik, asites, hipoalbuminemia,

anemia normositik normokromik

-Infus D5% 10 tpm

-O2 nasal canul 3lpm

-P.o :

Propanolol 3 x 40 mg

Spironolacton 1 x 300 mg

Furosemide 1 x 40 mg

Urdafalk 2 x 1

Koreksi albumin 3 botol

albumin 20% 100 cc (botol

ketiga)

Diet rendah garam (400-800

mg/hari)

Extra dulcolax supp

Program :

Evaluasi KU, TV, tanda-

tanda muntah/berak darah.

27/06/14

HP 4

S: perut membesar

O: KU tampak lemas, perut membesar

TD : 100/70 mmHg

HR: 68x/menit

RR: 20x/menit

T: 36,9°C

Mata : sklera ikterik (+/+)

Hidung : nafas cuping (-)

Mulut : fetor hepatikum (-)

Dada : spider nevi (+), venektasi (+)

Abd : cembung, umbilikus menonjol,

Pasien dan keluarga pasien

meminta pulang paksa atas

indikasi biaya dan sudah

tanda tangan surat pulang

atas permintaan sendiri.

Medikamentosa:

- aff infus

Obat untuk pulang :

Propanolol 3 x 40 mg

30

venektasi (+), frog belly (+),

kulit mengkilat (+), undulasi

(+), pekak alih (+), pekak sisi

(+), liver span 4 cm

Extremitas : oedema inferior +/+

pitting

A: sirosis hepatis e.c hepatitis B

kronik, asites, hipoalbuminemia,

anemia normositik normokromik

Spironolacton 1 x 300 mg

Furosemide 1 x 40 mg

LAMPIRAN

X-Foto Thorax

31

USG

32