Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan...

125
i Periode November

Transcript of Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan...

Page 1: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

i

Periode November

Page 2: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

ii

Page 3: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

iii

Periode November 2016

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA BARAT DIVISI ADVISORY DAN PENGEMBANGAN EKONOMI

Jl. Jenderal Sudirman No. 22 Padang Telp. 0751-31700 Fax. 0751-27313

Page 4: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

iv

Penerbit : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Daerah Jl. Jenderal Sudirman No. 22 P A D A N G Telp : 0751-31700 Fax : 0751-27313 e-mail : Bimo Epyanto ([email protected])

Kun Anifatussolikhah ([email protected]) Hasudungan P. Siburian ([email protected]) Rizky Shantika Putri ([email protected]) iring Piring Piring

Page 5: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

v

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, kali

ini kami menghadirkan kembali publikasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

(KEKR) Provinsi Sumatera Barat periode November 2016. Kami mengharapkan publikasi

ini memenuhi harapan sebagai rujukan informasi dan bahan masukan tentang

perkembangan ekonomi dan keuangan Sumatera Barat bagi para pemangku

kepentingan kami: pemerintah daerah; industri perbankan dan keuangan; akademisi,

pelaku usaha dan para pihak terkait. Selain kami terbitkan dalam bentuk buku

(hardcopy), kami juga menyediakan bentuk softcopy yang dapat diakses melalui situs

kami: www.bi.go.id.

Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan III 2016 tercatat sebesar

4,82% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,82% (yoy).

Perlambatan pertumbuhan Sumatera Barat pada periode ini sejalan pula dengan

pergerakan ekonomi nasional. Setelah selama 3 (tiga) triwulan berturut-turut (triwulan

IV 2015 triwulan II 2016) menduduki posisi pertama di kawasan Sumatera,

pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada periode laporan hanya berada di posisi

ke-4.

Sementara itu, laju inflasi tahunan Sumatera Barat selama triwulan III 2016

kembali meningkat. Setelah mengalami deflasi yang cukup dalam pada triwulan II

2016, perkembangan Indeks Harga Konsumen Sumatera Barat pada triwulan III 2016

melonjak akibat tingginya permintaan disertai gangguan pasokan. Secara tahunan, laju

inflasi Sumatera Barat pada triwulan III 2016 tercatat sebesar 5,10% (yoy), meningkat

signifikan dibandingkan triwulan II 2016 yang mencapai 3,23% (yoy). Meningkatnya

permintaan menjelang Idul Adha yang tidak diiringi dengan kecukupan pasokan bahan

pangan strategis, khususnya cabai merah akibat gangguan cuaca mendorong gejolak

inflasi yang tinggi pada periode ini. Dengan besaran inflasi tersebut, Provinsi Sumatera

Barat tercatat sebagai provinsi dengan laju inflasi tahunan tertinggi ke-2 (kedua)

setelah Sumatera Utara, baik di kawasan Sumatera maupun secara nasional.

Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap

dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang kami

olah dan peroleh dari para mitra strategis Bank Indonesia. Dalam kesempatan ini, kami

Page 6: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

vi

menyampaikan penghargaan yang tinggi dan ucapan terimakasih yang tak terhingga

kepada para pihak yang selama ini membantu dan mendukung tersedianya data dan

informasi hingga terbitnya publikasi KEKR. Semoga dukungan dan kerjasama yang

terjalin selama ini mampu terus dipertahankan dan ditingkatkan pada masa yang akan

datang.

Tak ada gading yang tak retak. Kami berharap adanya masukan, kritikan dan

saran dari para pembaca dalam rangka penyempurnaan KEKR ini. Akhirnya, semoga

publikasi ini memberikan manfaat. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu melindungi

langkah kita dalam tetap terus berkarya untuk negeri.

Padang, November 2016 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA

PROVINSI SUMATERA BARAT

(ttd)

Puji Atmoko Direktur

Page 7: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

vii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. v

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL .................................................................................................................... ix

DAFTAR GRAFIK ................................................................................................................... x

RINGKASAN EKSEKUTIF .................................................................................................... xiii

1 BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH.................................................... 1

1.1 Perkembangan Umum ............................................................................................. 2

1.2 Dinamika Sisi Pengeluaran Perekonomian Sumatera Barat ................................... 3

1.2.1 Konsumsi Rumah Tangga .................................................................................... 4

1.2.2 Konsumsi Pemerintah .......................................................................................... 5

1.2.3 Investasi ................................................................................................................ 6

1.2.4 Ekspor ................................................................................................................... 8

1.2.5 Impor .................................................................................................................. 10

1.3 Dinamika Lapangan Usaha Ekonomi Utama Sumatera Barat .............................. 12

1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan .................................. 12

1.3.2 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, serta Reparasi Mobil dan Sepeda Motor ............................................................................................................. 13

1.3.3 Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan ............................................. 15

1.3.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan .............................................................. 16

1.4 Prakiraan Perkembangan Ekonomi Triwulan IV 2016 .......................................... 17

2 BAB II KEUANGAN PEMERINTAH .................................................................................. 26

2.1 Pendapatan Pemerintah Daerah ........................................................................... 27

2.2 Belanja Pemerintah Daerah ................................................................................... 29

3 BAB III PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH .................................................................. 33

3.1 Perkembangan Umum Inflasi Provinsi Sumatera Barat ........................................ 34

3.2 Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa ................................................... 34

3.2.1 Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa ............................... 34

3.2.2 Inflasi Triwulanan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa ........................... 36

3.3 Disagregasi Inflasi................................................................................................... 37

3.4 Inflasi Menurut Kota .............................................................................................. 39

3.4.1 Inflasi Kota Padang ............................................................................................ 39

3.4.2 Inflasi Kota Bukittinggi...................................................................................... 40

3.5 Upaya Pengendalian Inflasi Daerah ...................................................................... 41

3.6 Tracking Prakiraan Inflasi Triwulan III 2016 .......................................................... 42

Page 8: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

viii

4 BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM ................................................................................................................................ 44

4.1 Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah ............................................................ 46

4.1.1 Kinerja Keuangan Rumah Tangga .................................................................... 46

4.1.2 Dana Pihak Ketiga Perseorangan di Perbankan ............................................... 48

4.1.3 Kredit Perbankan Sektor Rumah Tangga ......................................................... 50

4.2 Ketahanan Sektor Korporasi .................................................................................. 53

4.2.1 Kinerja Korporasi ............................................................................................... 53

4.2.2 Eksposur Sektor Perbankan Pada Sektor Korporasi ......................................... 57

4.3 Institusi Keuangan (Perbankan) ............................................................................. 60

4.3.1 Aset Perbankan .................................................................................................. 60

4.3.2 Intermediasi Perbankan..................................................................................... 61

4.3.3 Perbankan Syariah ............................................................................................. 64

4.4 Akses Keuangan UMKM......................................................................................... 65

4.4.1 Akses Keuangan UMKM .................................................................................... 65

4.4.2 Akses Keuangan Penduduk ............................................................................... 67

5 BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH ............................................................................................................................... 70

5.1 Perkembangan Transkasi Non Tunai ..................................................................... 70

5.1.1 Transaksi BI-RTGS (Bank Indonesia Real Time Gross Settlement) .................... 70

5.1.2 Transaksi Kliring ................................................................................................ 71

5.1.3 Layanan Keuangan Digital ................................................................................ 71

5.2 Perkembangan Transaksi Tunai ............................................................................. 72

5.2.1 Pengelolaan Uang Rupiah ................................................................................. 72

5.2.2 Perkembangan Uang Tidak Layar Edar dan Uang Palsu .................................. 73

6 BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH .................................... 77

6.1 Ketenagakerjaan Daerah ....................................................................................... 78

6.2 Kesejahteraan Daerah ............................................................................................ 81

6.3 Indeks Pembangunan Manusia dan Rasio Gini ..................................................... 84

6.4 Perkembangan Nilai Tukar Petani Sumatera Barat ............................................... 85

7 BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH ............................................................... 88

7.1 Prospek Ekonomi .................................................................................................... 89

7.1.1 Prospek Sisi Permintaan..................................................................................... 91

7.1.2 Prospek Sisi Penawaran ..................................................................................... 92

7.2 Prakiraan Inflasi ...................................................................................................... 94

Page 9: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

ix

DAFTAR TABEL

TABEL 1.1. PERTUMBUHAN PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDRB) BERDASARKAN PENGELUARAN ................................................ 4 TABEL 1.2. PERTUMBUHAN PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDRB) BERDASARKAN LAPANGAN USAHA ......................................... 12 TABEL 3.1. PERKEMBANGAN LAJU INFLASI TAHUNAN DI KAWASAN SUMATERA TW III 2016 ................................................... 34 TABEL 3.2. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN SUMATERA BARAT MENURUT KELOMPOK BARANG & JASA (%YOY) ................... 36 TABEL 3.3. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA (% QTQ) .......... 37 TABEL 3.4. PERKEMBANGAN INFLASI KOTA PADANG MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA (%, YOY) .................................. 40 TABEL 3.5. PERKEMBANGAN INFLASI KOTA BUKITTINGGI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA (%, YOY) ............................ 40 TABEL 4.1. KOMPOSISI PENGELUARAN RUMAH TANGGA BERDASARKAN PENDAPATAN ........................................................... 47 TABEL 4.2. DANA RUMAH TANGGA UNTUK MEMBAYAR CICILAN DAN PERUBAHANNYA BERDASARKAN PENDAPATAN .................. 48 TABEL 4.3. DANA RUMAH TANGGA UNTUK MENABUNG DAN PERUBAHANNYA BERDASARKAN PENDAPATAN ............................. 48 TABEL 4.4. KOMPOSISI JUMLAH REKENING PERSEORANGAN PER NILAI PENEMPATAN ............................................................ 50 TABEL 4.5. PERKIRAAN BEBAN ANGSURAN TERHADAP PENDAPATAN KORPORASI 6 BULAN MENDATANG .................................. 56 TABEL 4.6. INDIKATOR PERKEMBANGAN BANK UMUM SUMATERA BARAT ........................................................................... 60 TABEL 4.7. INDIKATOR PERKEMBANGAN BANK SYARIAH SUMATERA BARAT ......................................................................... 64 TABEL 6.1. PENDUDUK USIA 15 TAHUN KE ATAS MENURUT JENIS KEGIATAN UTAMA (JUTA ORANG) ........................................ 78 TABEL 6.2. PERKEMBANGAN NTP PROVINSI DI SUMATERA ............................................................................................... 85 TABEL 7.1. PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI BEBERAPA NEGARA ................................................................................ 90

Page 10: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

x

DAFTAR GRAFIK GRAFIK 1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI DI KAWASAN SUMATERA PADA TRIWULAN III 2016 ........................................ 3 GRAFIK 1.2. PERTUMBUHAN EKONOMI SUMATERA BARAT DAN NASIONAL ............................................................................ 3 GRAFIK 1.3. PERTUMBUHAN KONSUMSI RUMAH TANGGA .................................................................................................. 4 GRAFIK 1.4. KONTRIBUSI PDRB TW III 2016 MENURUT PERMINTAAN ................................................................................ 4 GRAFIK 1.5. INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) ............................................................................................................. 5 GRAFIK 1.6. KONSUMSI LISTRIK RUMAH TANGGA ............................................................................................................. 5 GRAFIK 1.7. PERKEMBANGAN KENDARAAN BERMOTOR ..................................................................................................... 5 GRAFIK 1.8. REALISASI BELANJA DAN BELANJA PEGAWAI APBD PROV. SUMBAR .................................................................... 6 GRAFIK 1.9. PERTUMBUHAN KOMPONEN INVESTASI .......................................................................................................... 7 GRAFIK 1.10. INVESTASI PMA DAN PMDN .................................................................................................................... 7 GRAFIK 1.11. PERKEMBANGAN KREDIT INVESTASI ............................................................................................................. 7 GRAFIK 1.12. EKSPOR DAN IMPOR LUAR NEGERI .............................................................................................................. 8 GRAFIK 1.13. EKSPOR IMPOR ANTAR DAERAH ................................................................................................................. 8 GRAFIK 1.14. PERKEMBANGAN NILAI DAN VOLUME EKSPOR KOMODITAS UTAMA .................................................................. 9 GRAFIK 1.15. PORSI EKSPOR KOMODITAS UTAMA ............................................................................................................ 9 GRAFIK 1.16. HARGA KOMODITAS TBS DAN CPO .......................................................................................................... 10 GRAFIK 1.17. PORSI NEGARA TUJUAN EKSPOR ............................................................................................................... 10 GRAFIK 1.18. AKTIVITAS PERDAGANGAN LUAR NEGERI MELALUI PELABUHAN TELUK BAYUR .................................................. 10 GRAFIK 1.19. AKTIVITAS PERDAGANGAN ANTAR DAERAH MELALUI PELABUHAN TELUK BAYUR ............................................... 10 GRAFIK 1.20. VOLUME IMPOR KOMODITAS UTAMA NON MIGAS ...................................................................................... 11 GRAFIK 1.21. PERKEMBANGAN NILAI IMPOR NON MIGAS ................................................................................................ 11 GRAFIK 1.22. NILAI IMPOR BERDASARKAN KELOMPOK .................................................................................................... 11 GRAFIK 1.23. PORSI IMPOR KOMODITAS NON MIGAS TRIWULAN II 2016 .......................................................................... 11 GRAFIK 1.24. ASAL BARANG IMPOR SUMATERA BARAT TRIWULAN II 2016 ......................................................................... 11 GRAFIK 1.25. KONTRIBUSI PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA ....................................................................................... 13 GRAFIK 1.26. PERTUMBUHAN PDRB PER LAPANGAN USAHA UTAMA SUMBAR .................................................................... 13 GRAFIK 1.27. PERKEMBANGAN HARGA GABAH .............................................................................................................. 13 GRAFIK 1.28. PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN ........................................................................................................ 13 GRAFIK 1.29. PEMAKAIAN LISTRIK KELOMPOK PELANGGAN BISNIS .................................................................................... 14 GRAFIK 1.30. PERKEMBANGAN INDEKS KEGIATAN USAHA (SKDU BI) ............................................................................... 14 GRAFIK 1.31. PERKEMBANGAN KREDIT PERDAGANGAN ................................................................................................... 14 GRAFIK 1.32. PERKEMBANGAN JUMLAH PENUMPANG BANDARA INTERNASIONAL MINANGKABAU ........................................... 15 GRAFIK 1.33. PERKEMBANGAN TINGKAT HUNIAN HOTEL ................................................................................................. 15 GRAFIK 1.34. INDEKS PERKEMBANGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) .................................................................................... 16 GRAFIK 1.35. INDEKS PERKEMBANGAN TENAGA KERJA LAP. USAHA TRANSPORTASI (SKDU) .................................................. 16 GRAFIK 1.36. PERKEMBANGAN KREDIT LAPANGAN USAHA TRANSPORTASI .......................................................................... 16 GRAFIK 1.37. PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR ..................................................................................... 17 GRAFIK 1.38. PERKEMBANGAN INDEKS KAPASITAS TERPAKAI INDUSTRI PENGOLAHAN (SKDU) ............................................... 17 GRAFIK 1.39. PERKEMBANGAN KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN ........................................................................................ 17 GRAFIK 1.40. PRAKIRAAN PERKEMBANGAN DUNIA USAHA (SKDU BI) ............................................................................... 18 GRAFIK 1.41. PRAKIRAAN INVESTASI (SKDU BI) ............................................................................................................ 18 GRAFIK 1.42. PRAKIRAAN PERKEMBANGAN TENAGA KERJA (SKDU) .................................................................................. 19 GRAFIK 1.43. REALISASI DAN SASARAN TANAM SERTA PANEN PADI ................................................................................... 19 GRAFIK 1.44. PRAKIRAAN CUACA NOVEMBER 2016 ....................................................................................................... 20 GRAFIK 1.45. PRAKIRAAN CUACA DESEMBER 2016 ........................................................................................................ 20 GRAFIK 1.46. PERKEMBANGAN HARGA CPO DAN KARET DUNIA ....................................................................................... 20 GRAFIK 2.1. PERKEMBANGAN PENDAPATAN DAERAH TERHADAP TARGET APBD .................................................................. 28 GRAFIK 2.2. PERKEMBANGAN PAD DAN KOMPONENNYA TERHADAP TARGET APBD HINGGA TRIWULAN III .............................. 28

Page 11: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

xi

GRAFIK 2.3. PERKEMBANGAN DANA PERIMBANGAN DAN KOMPONENNYA TERHADAP TARGET APBD HINGGA TRIWULAN III ...... 28 GRAFIK 2.4. PERKEMBANGAN LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH DAN KOMPONENNYA TERHADAP TARGET APBD HINGGA

TRIWULAN II .................................................................................................................................................... 28 GRAFIK 2.5. PORSI KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH PADA APBD ................................................................................. 29 GRAFIK 2.6. PERKEMBANGAN BELANJA DAERAH TERHADAP TARGET APBD ........................................................................ 31 GRAFIK 2.7. PERKEMBANGAN TRIWULAN BELANJA DAERAH DAN KOMPONENNYA TERHADAP TARGET APBD ............................ 31 GRAFIK 2.8. PERKEMBANGAN BELANJA DAERAH HINGGA TRIWULAN III TERHADAP TARGET APBD ......................................... 31 GRAFIK 2.9. PORSI KOMPONEN DAN BELANJA DAERAH PADA APBD ................................................................................ 31 GRAFIK 3.1. PERKEMBANGAN INFLASI SUMATERA BARAT DAN NASIONAL ............................................................................ 34 GRAFIK 3.2. LAJU INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT BERDASARKAN DISAGREGASI INFLASI ............................................ 39 GRAFIK 3.3. KONTRIBUSI INFLASI TRIWULANAN SUMATERA BARAT BERDASARKAN DISAGREGASI INFLASI ................................... 39 GRAFIK 4.1. KOMPOSISI PENGELUARAN RUMAH TANGGA ................................................................................................ 46 GRAFIK 4.2. KOMPOSISI DPK SUMATERA BARAT ............................................................................................................ 49 GRAFIK 4.3. PERTUMBUHAN DPK PERSEORANGAN ......................................................................................................... 49 GRAFIK 4.4. KOMPOSISI DPK PERSEORANGAN SUMATERA BARAT ..................................................................................... 49 GRAFIK 4.5. PERTUMBUHAN DPK PERSEORANGAN TIAP JENIS PENEMPATAN ....................................................................... 49 GRAFIK 4.6. PERTUMBUHAN KREDIT RUMAH TANGGA ..................................................................................................... 51 GRAFIK 4.7. PANGSA KREDIT SEKTOR RUMAH TANGGA .................................................................................................... 51 GRAFIK 4.8. PERKEMBANGAN JUMLAH MOBIL DAN MOTOR ............................................................................................. 52 GRAFIK 4.9. PERKEMBANGAN HARGA PROPERTI RESIDENSIAL (SHPR) DI SUMATERA BARAT................................................... 52 GRAFIK 4.10. PERKEMBANGAN NPL KREDIT RUMAH TANGGA .......................................................................................... 52 GRAFIK 4.11. KINERJA KORPORASI DI SUMATERA BARAT BERDASARKAN LIAISON TRIWULAN II 2016 ....................................... 53 GRAFIK 4.12. KONDISI KEGIATAN USAHA DI SUMATERA BARAT ......................................................................................... 54 GRAFIK 4.13. PERKEMBANGAN UMP DI SUMATERA BARAT .............................................................................................. 54 GRAFIK 4.14. PERKEMBANGAN KONDISI LIKUIDITAS KEUANGAN KORPORASI DI SUMATERA BARAT ........................................... 55 GRAFIK 4.15. KONDISI LIKUIDITAS KEUANGAN KORPORASI BERDASARKAN SEKTORAL ............................................................ 55 GRAFIK 4.16. PANGSA KREDIT BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN DI SUMBAR .................................................................... 58 GRAFIK 4.17. PERTUMBUHAN KREDIT BERD.JENIS PENGGUNAAN ...................................................................................... 58 GRAFIK 4.18. PERTUMBUHAN 4 SEKTOR TERBESAR KREDIT KORPORASI DI SUMBAR .............................................................. 59 GRAFIK 4.19. NPL 4 SEKTOR TERBESAR KREDIT KORPORASI DI SUMBAR ............................................................................. 59 GRAFIK 4.20. PERTUMBUHAN ASET BANK UMUM SUMATERA BARAT ................................................................................ 61 GRAFIK 4.21. SUKU BUNGA TERTIMBANG DPK DAN KREDIT BANK UMUM SUMBAR ............................................................. 61 GRAFIK 4.22. PERTUMBUHAN DPK BANK UMUM MENURUT JENIS SIMPANAN (YOY) ............................................................ 62 GRAFIK 4.23. PERKEMBANGAN NILAI DPK MENURUT JENIS SIMPANAN .............................................................................. 62 GRAFIK 4.24. PERTUMBUHAN KREDIT BANK UMUM BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN ....................................................... 62 GRAFIK 4.25. PERKEMBANGAN LDR DAN NPL BANK UMUM ............................................................................................ 62 GRAFIK 4.26. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM .............................................................................................................. 66 GRAFIK 4.27. PROPORSI KREDIT UMKM SISI SEKTORAL .................................................................................................. 66 GRAFIK 4.28. PERKEMBANGAN NPL KREDIT UMKM ...................................................................................................... 67 GRAFIK 4.29. RASIO REKENING DPK PENDUDUK BEKERJA ................................................................................................ 68 GRAFIK 4.30. RASIO REKENING KREDIT PENDUDUK BEKERJA ............................................................................................. 68 GRAFIK 5.1. PERKEMBANGAN TRANSAKSI RTGS DI SUMBAR * .......................................................................................... 71 GRAFIK 5.2. PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING DI SUMBAR .......................................................................................... 71 GRAFIK 5.3. PERKEMBANGAN LAYANAN KEUANGAN DIGITAL DI SUMBAR ............................................................................ 71 GRAFIK 5.4. FREKUENSI DAN JUMLAH REKENING LAYANAN KEUANGAN DIGITAL DI SUMBAR ................................................... 71 GRAFIK 5.5. PERKEMBANGAN ALIRAN UANG KAS MASUK (INFLOW) DAN KELUAR (OUTFLOW) ................................................ 73 GRAFIK 5.6. PERKEMBANGAN PEMUSNAHAN UANG TIDAK LAYAK EDAR (UTLE) .................................................................. 73 GRAFIK 5.7. PEMUSNAHAN UTLE DI SUMBAR ................................................................................................................ 74 GRAFIK 5.8. JUMLAH TEMUAN UANG PALSU DI SUMBAR ................................................................................................. 74 GRAFIK 6.1. PANGSA PEKERJA MENURUT LAPANGAN PEKERJAAN UTAMA .......................................................................... 79 GRAFIK 6.2. INDEKS KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGHASILAN SAAT INI .................................................................... 79 GRAFIK 6.3. INDEKS KONDISI KETENAGAKERJAAN, PENGHASILAN DAN KEGIATAN USAHA YANG AKAN DATANG ......................... 79 GRAFIK 6.4. PEKERJA MENURUT STATUS PEKERJAAN UTAMA ........................................................................................... 81 GRAFIK 6.5. TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA MENURUT PENDIDIKAN TERTINGGI ........................................................... 81 GRAFIK 6.6. JUMLAH DAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DI SUMATERA BARAT ................................................................ 82

Page 12: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

xii

GRAFIK 6.7. GARIS KEMISKINAN DI SUMATERA BARAT .................................................................................................... 82 GRAFIK 6.8. GARIS KEMISKINAN UNTUK MAKANAN ........................................................................................................ 83 GRAFIK 6.9. GARIS KEMISKINAN UNTUK NON MAKANAN................................................................................................. 83 GRAFIK 6.10. INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN ............................................................................................................ 84 GRAFIK 6.11. INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN ............................................................................................................. 84 GRAFIK 6.12. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI DI SUMATERA, 2015 ................................................................ 84 GRAFIK 6.13. GINI RATIO PROVINSI DI SUMATERA, 2015................................................................................................ 84 GRAFIK 6.14. PERKEMBANGAN INDEKS HARGA DITERIMA (IT) DENGAN INDEKS HARGA DIBAYAR (IB ....................................... 86 GRAFIK 6.15. NTP SUMBAR MENURUT SUBSEKTOR ....................................................................................................... 86 GRAFIK 6.16. PERKEMBANGAN HARGA GKP (PRODUSEN) DAN HARGA BERAS (KONSUMEN) ................................................... 86 GRAFIK 6.17. NTP SUMBAR MENURUT SUBSEKTOR ........................................................................................................ 86 GRAFIK 7.1. PRAKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI SUMBAR TAHUN 2016 ......................................................................... 90 GRAFIK 7.2. PERKEMBANGAN UMP PROVINSI SUMBAR ................................................................................................... 91 GRAFIK 7.3. INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN ................................................................................................................. 91 GRAFIK 7.4. PERKEMBANGAN DAN PROYEKSI HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL (PALM OIL) ............................................... 92 GRAFIK 7.5. PERKEMBANGAN DAN PROYEKSI HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL (KARET) ................................................... 92 GRAFIK 7.6. PERKEMBANGAN SASARAN LUAS TANAM DAN LUAS PANEN PADI DI SUMBAR TAHUN 2017 .................................. 93 GRAFIK 7.7. PROYEKSI INFLASI SUMBAR TAHUN 2016 ..................................................................................................... 94 GRAFIK 7.8. INDEKS EKSPEKTASI HARGA KE DEPAN ......................................................................................................... 94 GRAFIK 7.9. PROYEKSI HARGA EMAS (USD/TROY) SUMBER : FINANCIAL FORECAST CENTER ................................................... 95 GRAFIK 7.10. PROYEKSI HARGA MINYAK MENTAH DUNIA (USD/BARREL) .......................................................................... 95

Page 13: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

xiii

RINGKASAN EKSEKUTIF

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

PROVINSI SUMATERA BARAT

PERIODE NOVEMBER 2016

Perekonomian

Sumatera Barat

melambat

Perekonomian Sumatera Barat melambat signifikan pada

triwulan III 2016. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada

triwulan III 2016 tercatat sebesar 4,82% (yoy), lebih rendah

dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,86% (yoy).

Perlambatan pertumbuhan Sumatera Barat pada periode ini

sejalan pula dengan pergerakan ekonomi nasional. Setelah

selama 3 (tiga) triwulan berturut-turut (triwulan IV 2015

triwulan II 2016) menduduki posisi pertama di kawasan Sumatera,

pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada periode laporan

hanya berada di posisi ke-4.

Sumber

pertumbuhan

terutama berasal dari

konsumsi pemerintah

dan investasi

Dari sisi pengeluaran, sumber perlambatan terutama

berasal dari kontraksi konsumsi pemerintah seiring

dengan pemangkasan anggaran pemerintah pusat melalui

penundaan transfer dana berdampak pada penghematan

belanja pemerintah daerah. Kegiatan investasi terus melambat

bahkan pertumbuhannya pada triwulan III 2016 terendah sejak

tahun 2014. Masih minimnya insentif penanaman modal pihak

swasta dan penundaan sejumlah proyek infrastruktur pemerintah

menjadi faktor perlambatan investasi pada triwulan laporan. Dari

sisi sektoral, kontraksi pertanian serta menurunnya kinerja

lapangan usaha perdagangan dan industri pengolahan,

menyebabkan perlambatan ekonomi pada triwulan III

2016. Faktor cuaca yang kurang kondusif menjadi

pendorong utama berkurangnya produksi sektor pertanian

hingga menyebabkan kontraksi yang cukup dalam pada

lapangan usaha tersebut. Di sisi lain, perbaikan kinerja sektor

Page 14: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

xiv

hingga H+40 Idul Fitri dan libur Idul Adha mampu menahan

perlambatan ekonomi Sumatera Barat lebih dalam lagi.

Realisasi pendapatan

dan belanja daerah

menurun

Realisasi penerimaan daerah Provinsi Sumatera Barat

mengalami penurunan pada triwulan III 2016, baik dari

pemerintah pusat maupun dari pemerintah daerah.

Perlambatan penerimaan tersebut berasal dari turunnya pos

pendapatan asli daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lain-lain

Pendapatan Daerah yang Sah. Perlambatan ekonomi berimbas

pada turunnya PAD, khususnya dari pos pajak dan retribusi. Selain

itu, penundaan penyaluran DAU bulan September hingga

Desember 2016 menjadi faktor yang memengaruhi berkurangnya

pendapatan daerah dari pemerintah pusat.

Realisasi belanja daerah juga melambat pada triwulan III

2016 sebagai imbas dari efisiensi pengeluaran pemerintah

daerah pasca penerbitan Peraturan Menteri Keuangan

(PMK) No. 125/PMK.07/2016 dan No162/PMK.07/2016.

Penghematan belanja pemerintah daerah tersebut tercermin dari

penyerapan belanja pegawai serta belanja barang dan jasa yang

melambat dari 48,7% pada triwulan II 2016 menjadi 42,0% pada

triwulan III 2016. Meskipun demikian, pengerjaan fisik proyek

pemerintah menyebabkan realisasi belanja modal pada triwulan

III 2016 membaik sehingga menahan perlambatan penyerapan

belanja daerah lebih lanjut lagi.

Laju inflasi tahunan

Sumatera Barat

meningkat

Setelah mengalami deflasi yang cukup dalam pada

triwulan II 2016, perkembangan Indeks Harga Konsumen

Sumatera Barat pada triwulan III 2016 melonjak akibat

tingginya permintaan disertai gangguan pasokan. Secara

tahunan, laju inflasi Sumatera Barat pada triwulan III 2016

tercatat sebesar 5,10% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan

triwulan II 2016 yang mencapai 3,23% (yoy). Meningkatnya

permintaan menjelang Idul Adha yang tidak diiringi dengan

kecukupan pasokan bahan pangan strategis, khususnya cabai

merah akibat gangguan cuaca mendorong gejolak inflasi yang

tinggi pada periode ini. Dengan besaran inflasi tersebut, Provinsi

Sumatera Barat tercatat sebagai provinsi dengan laju inflasi

tahunan tertinggi ke-2 (kedua) setelah Sumatera Utara, baik di

kawasan Sumatera maupun secara nasional.

Page 15: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

xv

Stabilitas keuangan

korporasi dan rumah

tangga di daerah

terjaga

Secara umum, stabilitas keuangan daerah relatif terjaga

baik dari korporasi maupun rumah tangga, di tengah

penurunan kinerja perusahaan dan masih lemahnya daya

beli masyarakat. Kinerja korporasi terpantau menurun akibat

keterbatasan perolehan bahan baku, faktor cuaca, dan

pelemahan permintaan. Namun demikian, ditinjau dari sisi

kemampuan membayar utang, korporasi di Sumatera Barat secara

umum memiliki risiko yang relatif terjaga. Kondisi ini tercermin

dari hasil SKDU pada triwulan III 2016 yang menunjukkan hanya

terdapat 9,1% korporasi yang menyatakan bahwa beban

angsuran perbankan ke depan akan semakin berat.

Dari sisi kinerja sektor rumah tangga, keperluan konsumsi

masih mendominasi pengeluaran rumah tangga Sumatera

Barat pada triwulan III 2016 bahkan dengan porsi yang

meningkat dibandingkan dengan triwulan II 2016. Periode

masuknya tahun ajaran baru dan perayaan Idul Adha menjadi

pendorong meningkatnya permintaan masyarakat. Dana Pihak

Ketiga (DPK) sektor rumah tangga masih mendominasi perbankan

Sumatera Barat, dengan pangsa sebesar 68,1%. Ditinjau dari

jenisnya, tabungan dan deposito masih mendominasi

penempatan rumah tangga dengan pangsa keduanya yang

mencapai > 90% dari keseluruhan DPK

Intermediasi

perbankan sedikit

menurun namun

tetap berada pada

level yang tinggi.

Kualitas kredit

menurun

Fungsi intermediasi bank umum di Sumatera Barat pada

triwulan III 2016 sedikit menurun namun konsisten berada

di level yang tinggi. Menurunnya fungsi intermediasi tercermin

dari nilai rasio Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu rasio antara

jumlah kredit yang disalurkan bank terhadap jumlah DPK bank,

yang pada triwulan III 2016 ini tercatat sedikit menurun menjadi

139,8% dari sebelumnya sebesar 140,9%. Sementara itu,

penurunan kualitas kredit bank umum di Sumbar terus berlanjut

dan perlu perhatian yang serius. Pada triwulan III 2016 rasio Non

Performing Loans (NPL) perbankan kembali meningkat menjadi

3,6% dari sebelumnya sebesar 3,3%. Penurunan kualitas kredit

tersebut terjadi khususnya pada sektor korporasi.

Page 16: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

xvi

Transaksi non tunai

menurun

Perkembangan transaksi non tunai di Sumatera Barat

mengalami penurunan baik melalui RTGS maupun kliring.

Transaksi melalui RTGS turun pasca penerapan RTGS Generasi II,

tercermin dari penurunan nominal dan volume transaksi. dari sisi

kliring, Pada triwulan III 2016, volume transaksi kliring mengalami

penurunan sebesar 9,4% (yoy) menjadi 90.368 lembar. Kondisi

serupa juga terjadi pada jumlah nominal transaksi kliring yang

turun di level Rp3,85 triliun atau 6,29% (yoy).

Transaksi tunai

mencatat net inflow

Setelah Bulan Ramadhan, lebaran, liburan sekolah dan

pergantian tahun ajaran baru yang berlangsung hampir

bersamaan pada triwulan II 2016 lalu, Sumatera Barat

tercatat kembali mengalami net inflow. Uang kartal pada

triwulan laporan sebesar Rp3,59 triliun setelah pada triwulan

sebelumnya mengalami net outflow yang tidak pernah terjadi

dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Arus kas uang masuk

(inflow) tersebut meningkat hingga 73,22% (yoy) dibandingkan

triwulan yang sama tahun sebelumnya.

Tingkat

pengangguran

terbuka menurun

Di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumbar

pada triwulan III 2016, angka penggangguran terbuka

pada Agustus 2016 menurun dibandingkan periode yang

sama tahun sebelumnya akibat perbaikan kinerja sektor

pertambangan sehingga membutuhkan tambahan

angkatan kerja untuk sektor tersebut. Secara umum,

penyerapan tenaga kerja di Sumatera Barat masih didominasi

oleh lapangan pekerjaan utama yakni pertanian, perkebunan,

kehutanan, perburuan dan perikanan dengan status pekerjaan

sebagian besar bersifat informal dan tingkat pendidikan yang

masih rendah. Namun demikian dalam setahun terakhir, sektor

pertanian justru merupakan satu-satunya sektor yang mengalami

penurunan jumlah tenaga kerja secara tahunan (yoy).

IPM masyarakat

Sumatera Barat

membaik

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) membaik di tengah

peningkatan persentase jumlah penduduk miskin serta

rasio gini yang cenderung meningkat. Peningkatan

penduduk miskin tersebut terutama terjadi pada masyarakat

pedesaan, sementara penduduk miskin masyarakat perkotaan

relatif stabil. Kualitas hidup masyarakat Sumatera Barat

Page 17: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

xvii

cenderung meningkat sebagaimana tercermin dari membaiknya

IPM namun masih belum diikuti dengan perbaikan pada

ketimpangan atau ketidakmerataan ekonomi penduduk di

Sumatera Barat.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) membaik di tengah

peningkatan persentase jumlah penduduk miskin serta

rasio gini yang cenderung meningkat. Peningkatan

penduduk miskin tersebut terutama terjadi pada masyarakat

pedesaan, sementara penduduk miskin masyarakat perkotaan

relatif stabil. Kualitas hidup masyarakat Sumatera Barat

cenderung meningkat sebagaimana tercermin dari membaiknya

IPM namun masih belum diikuti dengan perbaikan pada

ketimpangan atau ketidakmerataan ekonomi penduduk di

Sumatera Barat.

Pertumbuhan

ekonomi Sumatera

Barat triwulan I 2017

diprakirakan

melambat

Pada triwulan I 2017, pertumbuhan ekonomi Sumbar

diprakirakan berada di kisaran 5,3% - 5,7% (yoy) atau

melambat dibandingkan prakiraan pertumbuhan pada

triwulan IV 2016 yakni pada kisaran 5,4% - 5,8% (yoy). Dari

sisi permintaan, konsumsi rumah tangga diprakirakan masih

cukup kuat namun menurun dibandingkan akhir tahun 2016,

tercermin dari penurunan optimisme konsumen. Investasi

diprakirakan cenderung melambat di awal tahun. Sementara

aktivitas ekspor diperkirakan akan sedikit membaik dengan

insentif perbaikan harga internasional. Dari sisi lapangan usaha,

pertumbuhan di triwulan I 2017 diperkirakan akan ditopang oleh

pertumbuhan sektor pertanian dan industri pengolahan,

meskipun masih dalam kisaran terbatas.

Laju inflasi Sumatera

Barat di triwulan I

2017 diprakirakan

berada pada level

moderat

Laju inflasi triwulan I 2017 secara umum diprakirakan

berada pada level moderat dalam rentang 4,3% - 4,7%

(yoy). Dibandingkan triwulan sebelumnya, inflasi volatile food

dan inflasi administered price cenderung menurun sedangkan

inflasi inti cenderung stabil. Di triwulan I 2017, inflasi Sumbar

menghadapi risiko berupa potensi kenaikan harga BBM seiring

prakiraan kenaikan harga minyak internasional, kenaikan harga

emas internasional dan siklus musiman seperti kenaikan

Page 18: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

xviii

sewa/kontrak rumah.

Secara keseluruhan

tahun, pertumbuhan

ekonomi tahun 2016

diprakirakan

melambat disertai

dengan tekanan

inflasi lebih tinggi

dibandingkan tahun

2015

Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi Sumbar

tahun 2016 diprakirakan berada pada kisaran 5,2% - 5,6%

(yoy), atau cenderung stabil dibandingkan pertumbuhan

tahun 2015 (5,41%, yoy). Proyeksi pertumbuhan ekonomi

tahun 2016 tersebut cenderung lebih rendah dibandingkan

dengan proyeksi sebelumnya yang berada pada kisaran 5,6% -

6,0% (yoy). Perkiraan penurunan proyeksi ini dominan disumbang

kinerja lapangan usaha pertanian dan komponen konsumsi

pemerintah. Musim kekeringan yang terjadi di berbagai sentra

produksi tabama di Sumbar menjadi faktor terkontraksinya

kinerja sektor pertanian pada triwulan III 2016. Demikian halnya

kinerja konsumsi pemerintah yang mengalami kontraksi pada

triwulan yang sama akibat kebijakan efisiensi berbagai pos

anggaran APBD dan APBN dan penundaan penyaluran Dana

Alokasi Umum (DAU) pada semester II 2016. Selama tahun 2016,

perekonomian Sumbar ditopang oleh faktor dukungan

pemerintah dan swasta untuk mendorong aktivitas investasi pada

sektor-sektor strategis seperti pertanian, perkebunan,

pertambangan, industri pengolahan dan pariwisata, ekspektasi

peningkatan pendapatan dan daya beli masyarakat, paket

kebijakan ekonomi yang lebih kondusif dan realisasi penyaluran

dana desa.

Inflasi Provinsi Sumbar pada akhir tahun 2016 diprakirakan

berada pada kisaran 4,9% - 5,3% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan tahun 2015 yang mencapai inflasi terendah

nasional 1,08% (yoy). Faktor bencana banjir pada awal tahun

2016, belum optimalnya sistem buffer capacity untuk beberapa

komoditas hortikultura, serta fenomena La Nina dan kekeringan

berdampak terhadap kecukupan pasokan beberapa komoditas

yang menjadi pendorong utama inflasi di tahun 2016.

Page 19: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

xix

INDIKATOR EKONOMI TERPILIH SUMATERA BARAT

I II III IV I II III IV I II III

MAKRO

IHK Sumatera Barat * 127.69 134.55 140.15 155.39 113.12 113.43 116.79 125.06 125.06 120.22 122.70 124.09 126.41 126.41 128.19 126.66 130.42

IHK Kota Padang 127.69 134.55 140.15 155.39 113.58 113.89 117.30 126.03 126.03 120.99 123.48 124.83 127.10 127.10 127.72 127.38 131.16

IHK Kota Bukittinggi 109.82 110.17 113.21 118.22 118.22 114.79 117.15 118.87 121.52 121.52 121.09 121.56 125.20

Laju Inflasi Tahunan Sumatera Barat (yoy %) 7.84 5.37 4.16 10.87 8.63 6.16 6.00 11.58 11.58 6.28 8.17 6.25 1.08 1.08 6.62 3.23 5.10

Laju Inflasi Tahunan Kota Padang (yoy %) 7.84 5.37 4.16 10.87 8.87 6.26 5.95 11.90 11.90 6.52 8.42 6.42 0.85 0.85 4.97 3.16 5.07

Laju Inflasi Tahunan Kota Bukittinggi (yoy %) 6.94 5.44 6.37 9.24 9.24 4.53 6.34 5.00 2.79 2.79 7.20 3.76 5.33

PDRB - harga konstan (miliar Rp) **

PDRB berdasarkan sisi Permintaan

- Konsumsi Rumah Tangga 59,403 61,661 64,224 66,819 17,159 17,333 17,704 17,814 70,010 17,884 18,069 18,498 18,569 73,021 18,613 18,852 19,317

- Konsumsi LNPRT 1,114 1,147 1,189 1,309 377 389 368 377 1,511 377 378 397 410 1,562 401 410 417

- Konsumsi Pemerintah 14,319 14,545 14,991 15,715 2,960 3,612 3,766 5,877 16,215 3,004 3,787 3,991 6,191 16,974 3,104 3,998 3,920

- Pembentukan Modal Tetap Bruto (Investasi) 30,724 34,084 36,256 37,947 9,465 9,868 10,098 10,512 39,943 9,927 10,230 10,565 10,954 41,676 10,347 10,654 10,876

- Perubahan Inventori (25) 499 692 378 (34) 111 20 (28) 69 (46) 94 83 (50) 81 (142) 551 145

- Ekspor Luar Negeri 17,891 21,313 17,556 19,295 4,781 4,810 4,867 5,463 19,922 4,942 5,838 5,068 5,236 21,084 4,404 4,067 4,779

- Impor Luar Negeri 7,864 8,815 9,907 8,477 2,133 2,000 2,305 2,443 8,881 2,133 2,135 2,136 2,323 8,727 2,094 1,698 1,853

- Net Ekspor Antar Daerah (10,543) (12,754) (6,276) (7,112) (318) (1,259) (462) (3,434) (5,472) 74 (1,595) (732) (2,889) (5,142) 1,284 (136) (145)

PDRB berdasarkan Lapangan Usaha

- Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 27,278 28,535 29,285 30,286 7,613 8,175 8,563 7,795 32,147 7,892 8,227 8,702 8,718 33,539 8,322 8,422 8,607

- Pertambangan dan Penggalian 4,782 5,028 5,321 5,726 1,475 1,460 1,455 1,534 5,924 1,569 1,541 1,543 1,482 6,136 1,514 1,536 1,592

- Industri Pengolahan 12,277 12,859 13,690 14,394 3,676 3,679 3,818 3,967 15,140 3,822 3,851 3,859 3,887 15,419 3,885 4,151 4,098

- Pengadaan Listrik, Gas 103 108 117 121 30 32 32 39 133 32 33 32 37 134 36 37 37

- Pengadaan Air 114 118 123 129 33 33 34 34 134 35 36 35 36 142 37 38 38

- Konstruksi 8,279 8,925 9,814 10,825 2,865 2,803 2,852 3,018 11,537 2,945 3,031 3,132 3,219 12,327 3,102 3,209 3,348

-Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan

Sepeda Motor15,896 16,837 18,288 19,442 4,971 5,099 5,314 5,163 20,547 5,229 5,345 5,470 5,551 21,595 5,612 5,649 5,747

- Transportasi dan Pergudangan 10,939 11,872 12,794 13,877 3,603 3,626 3,754 3,966 14,950 3,943 4,011 4,101 4,102 16,156 4,181 4,310 4,441

- Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1,069 1,120 1,179 1,249 323 332 336 338 1,329 339 348 362 371 1,420 377 389 399

- Informasi dan Komunikasi 5,763 6,296 7,035 7,676 2,038 1,993 2,098 2,182 8,312 2,233 2,261 2,357 2,280 9,131 2,458 2,528 2,618

- Jasa Keuangan 3,035 3,317 3,641 3,870 994 1,013 1,006 1,028 4,041 1,063 1,005 1,046 1,074 4,188 1,118 1,103 1,119

- Real Estate 2,153 2,240 2,343 2,472 643 646 655 666 2,610 658 669 692 728 2,748 704 712 724

- Jasa Perusahaan 459 482 510 548 145 147 147 148 586 150 152 156 163 622 161 161 164

-Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial

Wajib6,637 7,225 7,236 7,363 1,828 1,802 1,903 1,973 7,506 1,915 1,931 1,959 2,054 7,860 2,027 2,053 2,070

- Jasa Pendidikan 3,366 3,651 4,020 4,358 1,103 1,091 1,137 1,296 4,627 1,231 1,233 1,261 1,314 5,040 1,341 1,344 1,371

- Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,259 1,361 1,504 1,621 422 427 436 465 1,750 440 446 471 521 1,877 473 478 493

- Jasa lainnya 1,610 1,706 1,822 1,918 495 506 516 526 2,044 533 547 556 560 2,196 571 578 590

Pertumbuhan PDRB (yoy %) 6.34 6.31 6.02 7.52 4.97 5.44 5.59 5.85 5.86 5.48 4.93 5.74 5.41 5.55 5.86 4.82

PERBANKAN

Bank Umum

Total Aset (Rp triliun) 30.3 34.1 40.2 43.6 47.6 46.8 48.7 48.1 48.1 50.8 52.9 53.8 54.3 54.3 55.5 56.5 57.46

DPK (Rp Triliun) 20.9 22.6 25.6 26.3 27.0 29.2 30.8 29.7 29.7 31.8 33.0 34.0 33.1 33.1 34.2 35.2 35.97

- Giro (Rp Triliun) 3.6 4.3 4.9 4.3 4.9 6.0 6.2 4.3 4.3 6.6 7.4 6.8 4.9 4.9 7.1 6.5 6.43

- Tabungan (Rp Triliun) 11.8 11.9 13.2 14.2 13.0 13.3 14.3 15.3 15.3 14.0 14.5 15.5 17.5 17.5 16.0 17.4 17.65

- Deposito (Rp Triliun) 5.5 6.4 7.6 7.8 9.1 9.8 10.3 10.2 10.2 11.2 11.2 11.7 10.7 10.7 11.0 11.3 11.89

Kredit (Rp Triliun) 21.6 29.4 34.2 38.7 38.9 40.4 41.3 42.8 42.8 44.2 45.8 47.4 48.0 48.0 48.2 49.7 50.30

- Modal Kerja 7.5 10.6 13.1 14.4 14.6 15.5 15.8 16.0 16.0 16.3 16.9 17.2 17.1 17.1 17.0 17.2 17.27

- Investasi 4.5 4.9 5.3 7.1 6.8 7.2 7.0 7.6 7.6 8.5 8.8 9.3 10.0 10.0 9.8 10.7 11.01

- Konsumsi 9.6 13.8 15.8 17.2 17.4 17.8 18.4 19.1 19.1 19.5 20.1 20.8 20.9 20.9 21.4 21.7 22.01

LDR (%) 103.0 130.0 133.4 147.1 144.2 138.6 134.1 143.8 143.8 139.0 138.8 139.4 145.1 145.1 141.2 140.9 139.8

NPL (gross, %) 2.1 2.3 2.3 2.2 3.2 2.9 3.1 2.9 2.9 3.0 3.0 3.1 2.7 2.7 3.0 3.3 3.6

20162015

20152014INDIKATOR

20142010 2011 2012 2013

Keterangan :

* IHK th 2012-2013 menggunakan tahun dasar 2007=100, IHK th 2014 menggunakan tahun dasar 2012=100

** PDRB menggunakan tahun dasar 2010

Sumber :

- Data IHK, Laju Inflasi, PDRB berasal dari BPS

- Data Perbankan berasal dari data Bank Indonesia

Page 20: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

1

1 BAB I

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH Perekonomian Sumatera Barat melambat signifikan pada triwulan III 2016

terutama disebabkan oleh pemangkasan anggaran belanja pemerintah

daerah sehingga mengakibatkan kontraksi konsumsi pemerintah dan

penundaan pembangunan infrastruktur yang berdampak pada

melemahnya investasi. Secara sektoral, cuaca yang tidak kondusif berdampak

pada kontraksi lapangan usaha pertanian. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat

pada triwulan III 2016 tercatat sebesar 4,82% (yoy), lebih rendah dibandingkan

triwulan sebelumnya sebesar 5,86% (yoy)1 . Perlambatan pertumbuhan Sumatera

Barat pada periode ini sejalan pula dengan pergerakan ekonomi nasional. Setelah

selama 3 (tiga) triwulan berturut-turut (triwulan IV 2015 triwulan II 2016)

menduduki posisi pertama di kawasan Sumatera, pertumbuhan ekonomi

Sumatera Barat pada periode laporan hanya berada di posisi ke-4.

Dari sisi pengeluaran, sumber perlambatan terutama berasal dari

kontraksi konsumsi pemerintah seiring dengan pemangkasan anggaran

pemerintah pusat melalui penundaan transfer dana berdampak pada

penghematan belanja pemerintah daerah. Kegiatan investasi terus melambat

bahkan pertumbuhannya pada triwulan III 2016 terendah sejak tahun 2014. Masih

minimnya insentif penanaman modal pihak swasta dan penundaan sejumlah

proyek infrastruktur pemerintah menjadi faktor perlambatan investasi pada

triwulan laporan.

Dari sisi sektoral, kontraksi pertanian serta menurunnya kinerja lapangan

usaha perdagangan dan industri pengolahan, menyebabkan perlambatan

ekonomi pada triwulan III 2016. Faktor cuaca yang kurang kondusif menjadi

pendorong utama berkurangnya produksi sektor pertanian hingga menyebabkan

kontraksi yang cukup dalam pada lapangan usaha tersebut. Di sisi lain, perbaikan

1 Revisi Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II 2016 dari 5,78% (yoy) menjadi 5,86% (yoy). Revisi

tersebut berdasarkan Berita Resmi Statistik (BRS) Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat Triwulan III

2016 No. 64/11/13/Th XIX, 7 November 2016

Page 21: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

2

hingga H+40 Idul Fitri dan libur Idul Adha mampu menahan perlambatan

ekonomi Sumatera Barat lebih dalam lagi.

Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan IV 2016

diprakirakan sedikit membaik di kisaran 5,4% 5,8% (yoy). Meningkatnya

konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, dan ekspor menjadi

penopang pertumbuhan pada triwulan IV 2016. Sementara secara sektoral,

membaiknya lapangan usaha perdagangan, pertanian, industri pengolahan, dan

trasnportasi menjadi sumber meningkatnya pertumbuhan ekonomi triwulan

mendatang.

1.1 Perkembangan Umum

Perekonomian Sumatera Barat pada triwulan III 2016 menunjukkan

perlambatan pasca diterapkannya kebijakan penghematan belanja

pemerintah dan kondisi cuaca yang tidak kondusif. Laju pertumbuhan

ekonomi Sumatera Barat sebesar 4,82% (yoy) merupakan level terendah

dibandingkan historis pertumbuhan triwulan III selama 5 (lima) tahun terakhir

(2011-2015). Dari sisi pengeluaran, sumber perlambatan berasal dari kontraksi

konsumsi pemerintah dan penurunan investasi. Kebijakan penghematan ruang

fiskal melalui penundaan transfer daerah dan belum maksimalnya kontribusi

investasi berdampak pada pelemahan kinerja perekonomian. Perlambatan lebih

lanjut dapat tertahan seiring dengan konsumsi rumah tangga yang masih tumbuh

cukup kuat. Dari sisi lapangan usaha, perlambatan terjadi karena kontraksi sektor

pertanian, serta penurunan kinerja perdagangan dan industri pengolahan.

Melemahnya kinerja pertanian disebabkan oleh faktor cuaca ekstrim akibat

musim pancaroba menghambat proses produksi. Sementara membaiknya sektor

transpor

Page 22: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

3

5.28 5.26 5.19 4.82 4.78 4.644.03 3.83

2.22

1.11

3.88

5.02

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00Provinsi di Sumatera Sumatera Nasional

% yoy

Sumber: BPS, diolah

4.714.68 4.73

5.04 4.92 5.18 5.02

5.50 5.48 4.935.74 5.55 5.86

4.82

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

I II III IV I II III

2015 2016

Nasional Sumatera Barat%, yoy

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Sumatera pada Triwulan III 2016

Grafik 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Barat dan Nasional

Setelah selama 3 (tiga) triwulan berturut-turut (triwulan IV 2015

triwulan II 2016) menduduki posisi pertama di kawasan Sumatera,

pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada periode laporan hanya

berada di posisi ke-4. Secara regional, pertumbuhan ekonomi Sumatera

triwulan III 2016 mengalami perlambatan cukup dalam menjadi 3,88% (yoy)

dibandingkan triwulan II 2016 sebesar 4,49% (yoy). Sumber perlambatan

disebabkan oleh kontraksi pengeluaran pemerintah dan ekspor, serta pelemahan

konsumsi rumah tangga dan investasi. Perlambatan ekonomi terjadi hampir di

semua provinsi, dengan perlambatan terdalam dialami oleh Riau dan Sumatera

Barat. Meski demikian, setidaknya ada 3 (tiga) provinsi yang mengalami perbaikan

ekonomi, yaitu Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, dan Lampung.

Sama halnya di kawasan Sumatera, perlambatan ekonomi juga terjadi

pada skala nasional. Pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh

sebesar 5,02% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan II 2016 sebesar 5,19%

(yoy). Pelemahan konsumsi pemerintah akibat kebijakan penghematan belanja

pemerintah, serta penurunan kinerja ekspor seiring belum kuatnya perbaikan

ekonomi global.

1.2 Dinamika Sisi Pengeluaran Perekonomian Sumatera Barat

Ditinjau dari kelompok pengeluaran, melambatnya perekonomian Sumatera Barat

pada triwulan III 2016 disebabkan oleh kontraksi konsumsi pemerintah dan

melemahnya investasi (Tabel 1.1)

Page 23: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

4

Tabel 1.1. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDRB) Berdasarkan Pengeluaran

Konsumsi Rumah Tangga 4.64 4.39 3.89 3.95 4.21 4.23 4.25 4.48 4.24 4.30 4.08 4.33 4.42

Konsumsi LNPRT 21.46 22.38 9.75 2.27 13.42 0.02 -2.77 7.94 8.69 3.39 6.46 8.51 5.17

Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 3.58 4.15 4.32 2.03 3.31 1.50 4.85 6.00 5.33 4.68 3.33 5.56 -1.78

Pembentukan Modal Tetap Bruto 4.37 5.62 5.64 5.25 5.23 4.89 3.66 4.63 4.21 4.34 4.23 4.15 2.94

Perubahan Inventori -123.69 -0.15 -75.55 -137.51 -83.36 33.33 -15.84 308.00 77.27 17.37 212.53 489.18 73.63

Ekspor Luar Negeri 2.99 2.40 15.24 -4.45 3.32 3.35 21.39 4.13 -4.16 5.84 -10.88 -30.34 -5.70

Impor Luar Negeri 11.40 -9.73 3.20 15.59 4.76 0.03 6.75 -7.34 -4.91 -1.73 -1.84 -20.46 -13.26

Net Ekspor Antar Daerah -78.87 23.83 43.82 -25.40 -26.50 -123.34 26.75 58.49 -15.87 -6.04 1629.28 -91.50 -80.15

P D R B 7.52 4.97 5.44 5.59 5.86 5.50 5.48 4.93 5.74 5.41 5.55 5.86 4.82

II IIII II III IV Total II II III IV Total

2016

Komponen Pengeluaran (%, yoy)

20152014

Sumber: BPS, diolah

1.2.1 Konsumsi Rumah Tangga

Masuknya tahun ajaran baru dan periode menjelang perayaan Idul Adha

menjadi pendorong perbaikan konsumsi pada triwulan III 2016. Penguatan

konsumsi rumah tangga menjadi faktor utama penahan perlambatan ekonomi

lebih lanjut mengingat kontribusinya masih mendominasi perekonomian (Tabel

1.4). Meningkatnya konsumsi rumah tangga terutama ditopang oleh perbaikan

daya beli seiring dengan mulai membaiknya harga komoditas, terutama bagi

masyarakat yang berprofesi petani perkebunan. Berdasarkan komponennya,

pengeluaran untuk makanan meningkat dari 3,67% (yoy) pada triwulan II 2016

menjadi 3,87% (yoy) pada triwulan III 2016. Sementara untuk non makanan

terutama berasal dari peningkatan pengeluaran biaya kesehatan dan pendidikan,

serta pengeluaran transportasi dan komunikasi.

4.42

0.00.51.01.52.02.53.03.54.04.55.0

14,50015,00015,50016,00016,50017,00017,50018,00018,50019,00019,50020,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

Konsumsi RT

Pertumbuhan (%, yoy) - sisi kanan

Sumber: BPS, diolah

Konsumsi RT, 5157.1%

Konsumsi LNPRT, 111.4%

Konsumsi Pemerintah,

1046.7%

Investasi, 2903.6%

Net Ekspor LN, 781.4%

Net Ekspor Antar Daerah, -

38.8%

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1.3. Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga

Grafik 1.4. Kontribusi PDRB Tw III 2016 Menurut Permintaan

Page 24: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

5

Penguatan konsumsi rumah tangga tercermin dari sejumlah indikator.

Survei Indeks Tendensi Konsumen (ITK) BPS menunjukkan bahwa kondisi

ekonomi konsumen terus meningkat sejak triwulan I 2016 (Grafik 1.5).

Peningkatan optimisme terutama berasal dari membaiknya pendapatan

masyarakat dan keyakinan terhadap tingkat konsumsi makanan dan non

makanan. Sebagai informasi, ITK Sumatera Barat (109,53) pada triwulan III 2016

merupakan tertinggi ke-4 di Sumatera setelah Jambi (114,22), Babel (112,38), dan

Sumsel (110,85), serta lebih tinggi dibandingkan nasional (108,17). Indikator lain

yang menunjukkan perbaikan konsumsi tercermin dari peningkatan konsumsi

listrik menjadi 389,3 juta kWh, atau tertinggi sejak 4 (empat tahun) terakhir (2013

2016) (Grafik 1.6). Selain itu, meningkatnya pencatatan jumlah kendaraan

bermotor baru, baik motor maupun mobil, turut mengkonfirmasi penguatan

konsumsi pada triwulan laporan (Grafik 1.7).

-

20

40

60

80

100

120

140

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

IndeksIndeks Tendensi KonsumenPendapatan Rumah TanggaPengaruh Inflasi terhadap Tingkat KonsumsiBaseline (Batas Positif)Tingkat Konsumsi Makanan dan Bukan Makanan

Sumber: BPS, diolah

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

Mill

ion

s

Rumah Tangga g.Rumah Tangga

Energi Jual (Juta kWh) % yoy

Sumber: PLN, diolah

Grafik 1.5. Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Grafik 1.6. Konsumsi Listrik Rumah Tangga

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

45,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

Motor MobilUnit

Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumatera Barat, diolah Grafik 1.7. Perkembangan Kendaraan Bermotor

1.2.2 Konsumsi Pemerintah

Berbeda dengan pola historisnya, realisasi belanja pemerintah

mengalami kontraksi pertumbuhan pada triwulan III 2016. Pemangkasan

Page 25: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

6

anggaran pemerintah pusat melalui penundaan transfer dana berdampak

pada penghematan belanja pemerintah daerah. Penerbitan Peraturan

Menteri Keuangan No.125/PMK.07/2016 tentang Penundaan Sebagian Penyaluran

DAU Tahun 2016 dan No. 162/PMK.07/2016 tentang Rincian Kurang dan Lebih

Bayar DBH Tahun 2016 menyebabkan berkurangnya penerimaan daerah yang

mencapai lebih dari Rp600 miliar. Kondisi ini direspons pemerintah daerah melalui

efisiensi pengeluaran pemerintah, khususnya penyelenggaraan acara dan

perjalanan dinas. Selain itu, kontraksi pertumbuhan pengeluaran konsumsi

pemerintah pada triwulan laporan disebabkan pula oleh berkurangnya belanja

pegawai pasca pencairan gaji ke-13 dan ke-14 yang telah direalisasikan pada

triwulan sebelumnya. Kondisi ini tercermin dari penurunan belanja pegawai pada

APBD Provinsi Sumatera Barat menjadi Rp164 miliar, atau terendah dibandingkan

historis triwulan III selama 3 (tiga) tahun terakhir (Grafik 1.8).

384

802 899

1,399

492 681

1,077

1,772

563

1,115 1081135

154 223

202

173

169

237

194

147

220 164

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Belanja Pegawai Belanja Daerah

Miliar Rp

Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumatera Barat, diolah

Grafik 1.8. Realisasi Belanja dan Belanja Pegawai APBD

Prov. Sumbar

1.2.3 Investasi

Kegiatan investasi terus melambat bahkan pertumbuhannya pada

triwulan III 2016 terendah sejak tahun 2014. Masih minimnya insentif

penanaman modal pihak swasta dan penundaan sejumlah proyek infrastruktur

pemerintah menjadi faktor perlambatan investasi pada triwulan laporan. Dampak

penetapan Peraturan Menteri Keuangan No. 125/PMK.07/2016 tentang

penundaan DAU mengakibatkan sebanyak 118 paket kegiatan Pemerintah

Page 26: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

7

Provinsi Sumatera Barat batal tender2. Dari pihak swasta, hasil liaison yang Kantor

Perwakilan BI Provinsi Sumatera Barat menyebutkan bahwa secara umum investasi

relatif masih dibayangi wait and see dan hanya mampu tumbuh terbatas. Namun

beberapa perusahaan tetap merealisasikan investasinya ditengah permintaan

yang masih moderat. Hal ini ditunjukkan dengan likert scale triwulan III 2016 yang

bernilai 0,67, menurun dibandingkan triwulan II 2016 yang berada pada level 0,87.

Menurunnya kegiatan investasi tercermin juga dari penurunan jumlah proyek

maupun nilai investasi PMA dan PMDN (Grafik 1.10). Penurunan kinerja investasi

sejalan dengan melambatnya pertumbuhan penyaluran kredit investasi Sumatera

Barat dari 21,04% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 18,09% (yoy) pada triwulan

III 2016 (Grafik 1.11).

2.94

4.01

1.03

(8.00)(6.00)(4.00)(2.00)0.002.004.006.008.00

10.0012.0014.00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

Total Investasi

Investasi Bangunan

Investasi Non Bangunan

%, yoy

Sumber: BPS, diolah

(200.0)

-

200.0

400.0

600.0

800.0

1,000.0

1,200.0

1,400.0

1,600.0

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

0

20

40

60

80

100

120

140

160

PMDN - sisi kanan PMA - sisi kanan

PMDN (Miliar Rp) PMA (Juta USD)

Jumlah Proyek Miliar Rp/Juta USD

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah

Grafik 1.9. Pertumbuhan Komponen Investasi Grafik 1.10. Investasi PMA dan PMDN

18.09

0

5

10

15

20

25

30

35

-

2

4

6

8

10

12

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Kredit Investasi Pertumbuhan - skala kanan

% yoyTriliun Rupiah

Grafik 1.11. Perkembangan Kredit Investasi

2 Harian Haluan dan Padang Ekspress tanggal 16 September 2016

Page 27: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

8

1.2.4 Ekspor

Membaiknya harga komoditas, terutama CPO memengaruhi perbaikan

kinerja ekspor. Peningkatan ekspor tercermin dari volume ekspor non migas

yang mencapai 768,2 ribu ton dengan nilai sebesar USD360,2 juta. Ditinjau dari

komoditasnya, perbaikan ekspor non migas terutama berasal dari peningkatan

ekspor CPO yang memiliki pangsa lebih dari 70% dari total ekspor Sumatera Barat

(Grafik 1.14 dan 1.15). Dari sisi pertumbuhan, kontraksi volume ekspor CPO

membaik menjadi -15,3% (yoy) pada triwulan III 2016 dibandingkan triwulan II

2016 sebesar -33,9% (yoy). Indikator lain yang mencerminkan perbaikan ekspor

terlihat dari meningkatnya aktivitas dan pertumbuhan volume ekspor di

Pelabuhan Teluk Bayur (Grafik 1.18).

Meskipun harga komoditas mulai meningkat, peningkatan permintaan

ekspor dari negara mitra dagang masih terbatas seiring dengan belum

solidnya perbaikan ekonomi negara-negara tersebut. Kondisi ini tercermin

dari skala likert permintaan ekspor pada triwulan III 2016 yang mencapai -0,86,

turun signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,50

3.35

21.394.13

-4.16-10.88

-30.34

-5.70-6.27 -6.16

5.98 6.44 5.83

4.63

4.95

-40.0

-30.0

-20.0

-10.0

0.0

10.0

20.0

30.0

I II III IV I II III

2015 2016

Ekspor Luar Negeri Impor Luar Negeri%, yoy

Sumber: BPS, diolah

6.48

4.08

-1.94

13.94

11.37

16.58

11.12

4.41 5.46

-0.61

9.255.70

9.30

7.91

-5.0

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

I II III IV I II III

2015 2016

Ekspor Antar Daerah Impor Antar Daerah%, yoy

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1.12. Ekspor dan Impor Luar Negeri Grafik 1.13. Ekspor Impor Antar Daerah

Page 28: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

9

Tidak sama dengan ekspor luar negeri, aktivitas perdagangan antar

daerah melambat pada triwulan III 2016 seiring dengan masih

tertahannya permintaan domestik. Berdasarkan hasil liasion, perlambatan

ekspor antar daerah disebabkan oleh masih lemahnya daya beli domestik serta

kesulitan pelaku usaha mendapatkan bahan baku. Hal ini ditunjukkan dengan

skala likert permintaan domestik yang menurun meskipun masih bernilai positif

sebesar 0,21 pada triwulan III 2016, dibandingkan triwulan II 2016 yang hanya

mencapai 0,50. Selain itu, seiring dengan membaiknya harga jual ekspor CPO

dunia (Grafik 1.16), penjualan domestik untuk kontak industri pengolahan CPO

mengalami sedikit penurunan. Perusahaan lebih tertarik menjual hasil produksi

CPOnya melalui ekspor yang memiliki cashflow keuangan yang lebih baik.

Indikator lain tercermin juga dari menurunnya aktivitas muat melalui Pelabuhan

Teluk Bayur (Grafik 1.19), arus bongkar yang semula pada triwulan II 2016 masih

tumbuh mencapai 0,9% (yoy), pada triwulan III 2016 mengalami kontraksi sebesar

-10,8% (yoy).

0

100

200

300

400

500

600

0

100

200

300

400

500

600

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

Mill

ion

s

Nilai Ekspor NonmigasNilai Ekspor KaretNilai Ekspor CPOVol. Ekspor CPO (skala kanan)Vol. Ekspor Karet (skala kanan)

Juta USD ribu tonribu ton

73.4%

13.2%

3.6%2.1% 1.4% 0.7%

Minyak dan lemak nabatiatau hewani

Karet dan barang darikaret

Kopi, teh dan rempah-rempah

Limbah dari industrimakanan

Lainnya

Grafik 1.14. Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Komoditas Utama

Grafik 1.15. Porsi Ekspor Komoditas Utama

Page 29: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

10

1.2.5 Impor

Kinerja impor luar negeri masih mengalami kontraksi pada triwulan III

2016, namun membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Perbaikan

kegiatan impor terjadi seiring dengan meningkatnya kegiatan konsumsi

Fitri, dan menjelang Hari Raya Idul Adha. Nilai impor komoditas non migas

tercatat meningkat dari USD15,6 juta pada triwulan II 2016 menjadi USD15,7 juta

pada triwulan III 2016 (Grafik 1.20). Ditinjau dari jenisnya, peningkatan terutama

berasal dari impor limbah industri makanan yang mencapai USD6,3 juta, naik

dibandingkan triwulan II 2016 sebesar USD2,3 juta.

-

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

45,000

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800

2,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Rata-rata Harga TBS

Rata-rata harga Bokar - sisi kanan

Sumber: Dinas Perkebunan

India 46%

Amerika Serikat

16%

Singapura10%

Bangladesh6%

Tiongkok4%

Brazil

Korea Selatan

Myanmar 2%

Belanda1%

Lainnya 9%

Grafik 1.16. Harga Komoditas TBS dan CPO Grafik 1.17. Porsi Negara Tujuan Ekspor

(100.0)

(50.0)

-

50.0

100.0

150.0

200.0

250.0

-

0.2

0.4

0.6

0.8

1.0

1.2

1.4

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

Vol Ekspor Vol Impor

g.Impor - skala kanan g.Ekspor - skala kanan

% yoyjuta Ton

Sumber: Pelindo

(30.0)

(20.0)

(10.0)

-

10.0

20.0

30.0

40.0

-

500.0

1,000.0

1,500.0

2,000.0

2,500.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

Vol Muat Vol Bongkar

g.Bongkar - skala kanan g.Muat - skala kanan

% yoyjuta Ton

Sumber: Pelindo

Grafik 1.18. Aktivitas Perdagangan Luar Negeri Melalui Pelabuhan Teluk Bayur

Grafik 1.19. Aktivitas Perdagangan Antar Daerah Melalui Pelabuhan Teluk Bayur

Page 30: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

11

-20

0

20

40

60

80

100

120

0

50

100

150

200

250

300

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

Vol. Impor Nonmigas

Vol. Impor Limbah dari Industri Makanan - sisikananVol. Impor Pupuk - sisi kanan

Vol. Impor Mesin - sisi kanan

0

10

20

30

40

50

0

20

40

60

80

100

120

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

Mill

ion

sNilai Impor Nonmigas

Nilai Impor Limbah dari Industri Makanan-sisi kanan

Nilai Impor Pupuk-sisi kanan

Nilai Impor Mesin-sisi kanan

juta USD juta USD

Grafik 1.20. Volume Impor Komoditas Utama Non Migas

Grafik 1.21. Perkembangan Nilai Impor Non Migas

Berdasarkan kelompok barang, impor luar negeri sebagian besar

didominasi oleh bahan baku (97%). Nilai impor bahan baku selama triwulan III

2016 tercatat sebesar USD15,3 juta, meningkat dibandingkan triwulan II 2016

sebesar USD13,5 juta USD (Grafik 1.21). Ditinjau dari negara asal, impor luar

negeri Sumatera Barat pada triwulan III 2016 Amerika Selatan (41%), Kanada

(17%), dan Tiongkok (16%) (Grafik 1.24).

-

20

40

60

80

100

120

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

Barang Konsumsi Barang Modal Bahan Baku

Juta USD

Limbah dari industri makanan

42%

Pupuk 34%

Kertas9%

Garam, sulfur, dan batu-batuan

6% Mesin9%

Lainnya 0%

Grafik 1.22. Nilai Impor Berdasarkan Kelompok Grafik 1.23. Porsi Impor Komoditas Non Migas

Triwulan II 2016

Amerika Selatan

41%

Kanada17%

Eropa16%

Tiongkok16%

Lainnya 10%

Grafik 1.24. Asal Barang Impor Sumatera Barat

Triwulan II 2016

Page 31: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

12

1.3 Dinamika Lapangan Usaha Ekonomi Utama Sumatera Barat

Dari sisi sektoral, kontraksi pertanian serta menurunnya kinerja lapangan

usaha perdagangan dan industri pengolahan mendorong perlambatan

ekonomi pada triwulan III 2016. Faktor cuaca yang kurang kondusif menjadi

pendorong utama berkurangnya produksi sektor pertanian hingga menyebabkan

kontraksi yang cukup dalam pada lapangan usaha tersebut. Di sisi lain, perbaikan

hingga H+40 Idul Fitri dan libur Idul Adha mampu menahan perlambatan

ekonomi Sumatera Barat lebih dalam lagi (Tabel 1.2 dan Grafik 1.26).

Tabel 1.2. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDRB) Berdasarkan Lapangan Usaha

1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 7.31 5.48 6.22 4.41 5.84 3.66 0.63 1.62 11.84 4.33 5.45 2.37 -1.09

2 Pertambangan dan Penggalian 5.23 3.64 4.32 1.05 3.51 6.37 5.56 6.05 -3.33 3.58 -3.51 -0.32 3.13

3 Industri Pengolahan 3.52 1.11 5.22 11.11 5.22 3.97 4.66 1.06 -2.00 1.84 1.65 7.80 6.22

4 Pengadaan Listrik dan Gas 2.13 5.53 8.32 22.78 9.85 6.47 2.45 0.78 -4.88 0.84 10.54 13.21 14.02

5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 3.10 3.41 2.67 6.44 3.89 6.47 7.25 4.44 5.84 5.99 4.39 5.74 7.84

6 10.13 7.60 4.02 4.87 6.58 2.77 8.13 9.84 6.69 6.85 5.36 5.89 6.89

7 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 10.44 5.26 4.21 3.30 5.68 5.18 4.84 2.94 7.52 5.10 7.33 5.69 5.05

8 Transportasi dan Pergudangan 8.95 6.02 6.10 9.81 7.73 9.43 10.59 9.23 3.42 8.07 6.05 7.46 8.31

9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.19 6.79 6.75 6.05 6.44 5.12 4.87 7.44 9.84 6.85 11.09 11.71 10.44

10 Informasi dan Komunikasi 11.48 6.53 8.30 6.98 8.27 9.56 13.44 12.35 4.48 9.86 10.07 11.82 11.07

11 Jasa Keuangan dan Asuransi 1.81 2.45 5.72 9.39 4.79 6.93 -0.74 3.99 4.41 3.63 5.20 9.79 6.91

12 6.36 6.18 5.27 4.51 5.56 2.49 3.56 5.74 9.25 5.30 6.87 6.47 4.64

13 Jasa Perusahaan 6.83 7.28 6.39 7.40 6.97 4.04 3.95 6.32 10.24 6.15 6.84 5.74 4.98

14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 4.66 -1.48 2.09 2.61 1.95 4.78 7.19 2.96 4.08 4.71 5.80 6.32 5.63

15 4.94 12.10 7.97 1.24 6.18 11.65 13.00 10.91 1.40 8.92 8.95 8.97 8.71

16 13.60 10.81 7.33 1.59 7.97 4.25 4.34 7.97 12.03 7.27 7.36 7.29 4.78

17 6.12 6.31 6.60 7.05 6.52 7.56 7.99 7.92 6.39 7.46 7.08 5.62 5.98

7.52 4.97 5.44 5.59 5.86 5.50 5.48 4.93 5.74 5.41 5.55 5.86 4.82

III

2014 2015 2016

II III IV Total I II

Real Estate

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

II II III IV Total

Konstruksi

Lapangan Usaha (%, yoy)

Sumber: BPS, diolah

1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Cuaca ekstrim yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir memengaruhi

produksi pertanian hingga berdampak pada kontraksi lapangan usaha

pertanian pada triwulan III 2016. Turunnya produksi tanaman pangan,

terutama padi mulai terlihat sejak Juli hingga September 2016. Gangguan cuaca,

yaitu kemarau di beberapa daerah dan curah hujan yang cukup tinggi di

beberapa daerah lain menyebabkan gagal panen produksi padi. Berkurangnya

pasokan tanaman pangan tersebut tercermin dari meningkatnya harga gabah di

tengah masih tingginya permintaan beras (Grafik 1.27). Tidak hanya padi, hasil

liasion kontak perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan menyebutkan

Page 32: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

13

bahwa faktor kendala cucaca yang kurang kondusif berimbas pada penurunan

produksi kelapa sawit dan karet. Indikator lain kontraksi pertanian tercermin dari

penyaluran kredit pertanian yang melambat signifikan dari 7,0% (yoy) pada

triwulan II 2016 menjadi 1,8% (yoy) pada triwulan III 2016 (Grafik 1.8).

Pertanian23.4%

Industri Pengolahan

11.6%

Konstruksi8.9%

Perdagangan15.6%

Transportasi dan

Pergudangan12.1%

Lainnya16.1%

Jasa - Jasa12.4%

Sumber: BPS, diolah

5.50 5.48 4.93 5.74 5.49 5.78 4.82

-4

-2

0

2

4

6

8

10

12

14

I II III IV I II III

2015 2016

Sumatera Barat PertanianIndustri Pengolahan PerdaganganTransportasi dan Pergudangan

%, yoy

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1.25. Kontribusi PDRB Menurut Lapangan Usaha

Grafik 1.26. Pertumbuhan PDRB per Lapangan Usaha Utama Sumbar

1.3.2 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, serta Reparasi

Mobil dan Sepeda Motor

Kinerja lapangan usaha perdagangan mengalami perlambatan pada

triwulan III 2016. Melambatnya aktivitas perdagangan pada triwulan III

2016 merupakan imbas dari kebijakan penghematan belanja pemerintah

daerah. Selain itu, meningkatnya biaya operasional pelaku usaha seiring dengan

kenaikan harga Tarif Tenaga Listrik (TTL) turut mendorong perlambatan kinerja

lapangan usaha perdagangan. Kondisi ini tercermin dari melambatnya jumlah dan

pertumbuhan energi jual kepada kelompok bisnis pada triwulan III 2016 (Grafik

-10

-5

0

5

10

15

20

25

0.0

1000.0

2000.0

3000.0

4000.0

5000.0

6000.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

Rata-rata Harga Gabah GKP

Pertumbuhan - sisi kanan

Rp/Kg

Sumber: BPS, diolah

-

5

10

15

20

25

30

35

40

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

4.5

5.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Triliun Rp

Kredit Pertanian Pertumbuhan - skala kanan

%,yoy

Grafik 1.27. Perkembangan Harga Gabah Grafik 1.28. Perkembangan Kredit Pertanian

Page 33: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

14

1.29). Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Kantor Perwakilan BI Provinsi

Sumatera Barat yang menunjukkan bahwa indeks perkembangan dunia pada

triwulan III 2016 hanya mampu mencapai 0,11 atau turun dibandingkan periode

sebelumnya. Kebijakan penghematan belanja pemerintah daerah memengaruhi

juga permintaan barang dan jasa sehingga berimbas pada turunnya sektor

perdagangan. Selain itu, hasil liaison dengan kontak perusahaan perdagangan

motor dan ritel menyebutkan bahwa kenaikan pajak reklame memberatkan biaya

operasional mengingat bisnis penjualan perusahaan mengandalkan pemasaran

melalui reklame dan billboard. Dari sisi pembiayaan, penurunan kinerja

perbankan tercermin juga dari melambatnya pertumbuhan penyaluran kredit

perdagangan menjadi 10,5% (yoy) pada triwulan III 2016 (Grafi 1.31).

-10

0

10

20

30

40

50

0

20

40

60

80

100

120

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

Mill

ion

s

Bisnis g.Bisnis - skala kanan

Energi Jual (Juta kWh) % yoy

Sumber: PT PLN, diolah

-1.15

1.28

0.23

2.51

-3.45

3.33

4.43

5.56

-1.28

-3.68

-5.93

-4.35 -4.59

0.43 0.11

-8.0

-6.0

-4.0

-2.0

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

PerdaganganIndeks

Grafik 1.29. Pemakaian Listrik Kelompok Pelanggan Bisnis

Grafik 1.30. Perkembangan Indeks Kegiatan Usaha (SKDU BI)

-

10

20

30

40

50

60

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

14.0

16.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Triliun Rp

Kredit Perdagangan Pertumbuhan - skala kanan

%,yoy

Grafik 1.31. Perkembangan Kredit Perdagangan

Page 34: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

15

1.3.3 Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan

Adha mendorong perbaikan lapangan usaha transportasi dan

pergudangan. Meningkatnya kegiatan transportasi tercermin dari peningkatan

jumlah kunjungan penumpang domestik dan internasional melalui Bandara

Internasional Minangkabau (BIM) selama triwulan III 2016 (Grafik 1.32). Selain itu,

tingkat hunian hotel mengalami peningkatan dari 51,9% pada triwulan II 2016

menjadi 52,8% pada triwulan III 2019 (Grafik 1.33). Hasil liaison kontak

perusahaan transportasi dan angkutan menjelaskan bahwa peningkatan omset

perusahaan terjadi karena adanya pertambahan tender pengiriman barang ke

hampir seluruh kabupaten/kota di Sumatera Barat.

Indikator perbaikan kinerja transportasi dan pergudangan tercermin juga dari

meningkatnya indeks perkembangan usaha (Grafik 1.34) dan indeks

perkembangan tenaga kerja (Grafik 1.35) sektor ini yang diperoleh dari hasil

SKDU KPw BI Provinsi Sumatera Barat. Dari sisi perbankan, pertumbuhan

penyaluran kredit untuk sektor transportasi pada triwulan III 2016 tercatat

membaik dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 1.36).

0

200,000

400,000

600,000

800,000

1,000,000

1,200,000

0

200,000

400,000

600,000

800,000

1,000,000

1,200,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

Total penumpang

Domestik - skala kanan

Internasional

Ribu orang Ribu orang

Sumber: PT Angkasa Pura, diolah

-

10.0

20.0

30.0

40.0

50.0

60.0

70.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Persen

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1.32. Perkembangan Jumlah Penumpang Bandara Internasional Minangkabau

Grafik 1.33. Perkembangan Tingkat Hunian Hotel

Page 35: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

16

(40)

(20)

-

20

40

60

80

0.0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Triliun Rp

Kredit Transportasi Pertumbuhan - skala kanan

%,yoy

Grafik 1.36. Perkembangan Kredit Lapangan Usaha Transportasi

1.3.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

Berkurangnya pasokan bahan baku seiring dengan menurunnya produksi

kelapa sawit menyebabkan turunnya produksi lapangan usaha industri

pengolahan pada triwulan laporan. Ditinjau dari jenis industrinya,

melambatnya pertumbuhan industri pengolahan terjadi pada semua klasifikasi

industri (industri besar dan sedang, serta industri mikro dan kecil) (Grafik 1.37).

Perlambatan sektor ini tercermin dari menurunnya indeks perkembangan

kegiatan usaha sektor ini hasil SKDU Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumatera Barat

(Grafik 1.38). Berdasarkan hasil liaison kontak perusahaan industri pengolahan

mengkonfirmasi bahwa terjadi kenaikan harga pembelian bahan baku, khususnya

pada kelapa sawit dan karet, sehingga mendorong kenaikan biaya perusahaan.

Selain itu, kenaikan TTL yang terjadi secara gradual selama triwulan III 2016

menambah tekanan biaya operasional perusahaan. Indikator lain yang

menunjukkan perlambatan sektor ini tercermin dari melambatnya pertumbuhan

-2.45

3.90

-0.51

3.36

-3.79

0.97

3.85

-0.90

-1.98

1.04

-3.26

-0.39

-2.71

-3.72

4.71

-5.0

-4.0

-3.0

-2.0

-1.0

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

TransportasiIndeks

0.78

2.04 2.04

-0.17

0.30

-3.16

1.64

0.98

-2.71-2.21

-1.85

0.14

-1.48

-0.50

0.30

-4.00

-3.00

-2.00

-1.00

0.00

1.00

2.00

3.00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

Indeks

Grafik 1.34. Indeks Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU)

Grafik 1.35. Indeks Perkembangan Tenaga Kerja Lap. Usaha Transportasi (SKDU)

Page 36: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

17

penyaluran kredit perbankan untuk industri pengolahan pada triwulan III 2016

(Grafik 1.39).

-10

-5

0

5

10

15

20

IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Industri Besar dan Sedang Industri Mikro dan Kecil%, yoy

Sumber: BPS, diolah

67.9 65.153.5

69.5

87.878.1 82.0 83.1

73.786.6

74.668.1 70.8 70.1

63.0

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

Indeks

Grafik 1.37. Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur

Grafik 1.38. Perkembangan Indeks Kapasitas Terpakai Industri Pengolahan (SKDU)

-

10

20

30

40

50

60

70

80

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Triliun Rp

Kredit Industri Pengolahan Pertumbuhan - skala kanan

%,yoy

Grafik 1.39. Perkembangan Kredit Industri Pengolahan

1.4 Prakiraan Perkembangan Ekonomi Triwulan IV 2016

Pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat pada triwulan IV 2016

diprakirakan membaik berada di kisaran 5,4 5,8% (yoy). Membaiknya

kinerja konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, dan sektor

menjadi penopang pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2016. Kegiatan

konsumsi rumah tangga diprakirakan meningkat seiring dengan periode liburan

sekolah dan akhir tahun. Indikator perbaikan konsumsi terkonfirmasi dari hasil

liaison kontak perhotelan yang menyebutkan tingkat penghunian kamar (TPK)

hingga akhir tahun mampu mencapai sekitar 85%. Konsumsi pemerintah

meningkat sesuai pola historisnya seiring dengan penyelesaian pengerjaan fisik

proyek-proyek pemerintah. Selain itu, wacana pencairan DAU bulan November

Page 37: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

18

dan Desember 20163 turut memengaruhi kenaikan belanja pemerintah daerah

pada akhir tahun. Kondisi ini diperkuat pula dengan adanya komitmen bersama

antara Gubernur dan SKPD Provinsi Sumatera Barat mengenai target belanja

harus mencapai 95% pada akhir tahun. Dengan demikian, realisasi belanja

pemerintah dipastikan dapat meningkat pada akhir tahun. Investasi diprakirakan

membaik seiring dengan iklim yang semakin kondusif, imbas dari sejumlah

pelonggaran kebijakan pemerintah (paket kebijakan dan tax amnesty). Selain itu,

terpilihnya Sumatera Barat menjadi salah satu pemenang wisata halal nasional,

serta keikutsertaan dalam program wisata halal dunia menjadi daya tarik investor

di bidang kepariwisataan. Indikator perbaikan investasi tercermin dari

membaiknya iklim dunia usaha tercermin dari meningkatnya perkembangan

kegiatan dunia usaha dan investasi yang terkonfirmasi dari peningkatan indeks

Saldo Bersih Tertimbang (SBT) hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Kantor

Perwakilan BI Provinsi Sumatera Barat (Grafik 1.40 dan 1.41). Berdasarkan hasil

liaison, terdapat kontak perusahaan industri pengolahan yang melakukan

investasi dalam bentuk pengeboran sumber produksi yang baru dimulai

September 2016 dan diharapkan tahun 2017 sudah dapat dioperasionalkan. Dari

sisi eksternal, kinerja ekspor diprakirakan membaik seiring dengan perbaikan

harga komoditas. Penguatan ekspor relatif terbatas mengingat perbaikan

ekonomi negara-negara mitra dagang yang masih belum solid.

-8

-4

0

4

8

Realisasi Tw III 2016 Prakiraan Tw IV 2016

Pertanian PHR Industri Pengolahan

Pengangkutan dan Komunikasi Bangunan Pertambangan

Keuangan Jasa-jasa Listrik, Gas dan Air Bersih

%, saldo bersih tertimbang

-8

-4

0

4

8

Realisasi Tw III 2016 Prakiraan Tw IV 2016

Pertanian PHR Industri Pengolahan

Pengangkutan dan Komunikasi Bangunan Pertambangan

Keuangan Jasa-jasa Listrik, Gas dan Air Bersih

%, saldo bersih tertimbang

Grafik 1.40. Prakiraan Perkembangan Dunia Usaha (SKDU BI)

Grafik 1.41. Prakiraan Investasi (SKDU BI)

3 Berdasarkan informasi dari Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) Provinsi Sumatera Barat,

sebagian penundaan DAU Provinsi Sumatera Barat sebesar Rp114 miliar (dari total Rp228 miliar)

akan diberikan oleh Pemerintah Pusat untuk DAU bulan November dan Desember, sementara

sisanya akan diberikan pada tahun 2017.

Page 38: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

19

-4

0

4

8

Realisasi Tw III 2016 Prakiraan Tw IV 2016

Pertanian PHR Industri Pengolahan

Pengangkutan dan Komunikasi Bangunan Pertambangan

Keuangan Jasa-jasa Listrik, Gas dan Air Bersih

%, saldo bersih tertimbang

0

10

20

30

40

50

60

70

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept Okt Nov Des

Realisasi 2016 Sasaran 2016

Realisasi dan Sasaran Panen Padi (Ha)

Realisasi dan Tanam Padi (Ha)

Ribu Ton

Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Barat

Grafik 1.42. Prakiraan Perkembangan Tenaga Kerja (SKDU)

Grafik 1.43. Realisasi dan Sasaran Tanam serta Panen Padi

Secara sektoral, perbaikan lapangan usaha pertanian, perdagangan,

industri pengolahan, dan transportasi mendorong pertumbuhan ekonomi

triwulan IV 2016. Peningkatan konsumsi rumah tangga dan pemerintah

memengaruhi kinerja lapangan usaha perdagangan. Indikator perbaikan

tercermin dari hasil SKDU Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumatera Barat yang

menunjukkan adanya prakiraan peningkatan indeks perkembangan kegiatan

dunia usaha sektor perdagangan pada triwulan IV 2016 (Grafik 1.40). Setelah

terkontraksi pada triwulan III 2016 seiring dengan berkurangnya produksi

tanaman pangan (padi) akibat kemarau, kinerja lapangan pertanian diprakirakan

membaik pada triwulan IV 2016. Berdasarkan informasi dari Dinas Pertanian

Provinsi Sumatera Barat, produksi padi diprakirakan meningkat seiring dengan

adanya penambahan luas tanam yang dilakukan pada awal triwulan IV 2016

sebagai imbas dari gagal panen pada triwulan sebelumnya. Indikator peningkatan

produksi tercermin juga dari meningkatnya sasaran luas tanam dan luas panen

padi pada triwulan IV 2016 dibandingkan triwulan III 2016 (1.43). Dari subsektor

perkebunan, hasil liaison menyebutkan produksi kelapa sawit yang awalnya

menurun pada awal tahun 2016 diprakirakan meningkat pada akhir tahun 2016

seiring dengan keadaan cuaca yang mendukung produksi dan peningkatan curah

hujan. Kondisi ini terkonfirmasi dari BMKG Provinsi Sumatera Barat yang

menyatakan bahwa prakiraan curah hujan bulan November dan Desember 2016

berada pada kisaran menengah hingga tinggi (Grafik 1.44 dan 1.45). Selain itu,

Page 39: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

20

kinerja lapangan usaha industri pengolahan diprakirakan membaik seiring

dengan meningkatnya permintaan masyarakat, khususnya untuk makanan dan

minuman (mamin) pada periode liburan. Peningkatan produksi kelapa sawit dan

perbaikan harga komoditas dunia turut mendorong perbaikan industri

pengolahan CPO. Sementara, kinerja lapangan usaha transportasi dan

pergudangan akan meningkat seiring dengan peak season pada akhir tahun atau

periode libur akhir tahun mengingat Sumatera Barat menjadi salah satu tujuan

wisata nasional. Terlebih lagi, maraknya promosi keindahan Ranah Minang yang

dilakukan oleh pihak swasta (melalui film dan acara travelling televisi) menambah

daya tarik wisatawan untuk berkunjung. Indikator perbaikan lapangan usaha

transportasi tercermin pula dari meningkatnya prakiraan indeks perkembangan

investasi transportasi pada triwulan IV 2016 dibandingkan realisasi triwulan III

2016 hasil SKDU Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumatera Barat (Grafik 1.42).

Sumber: BMKG Prov. Sumbar

Sumber: BMKG Prov. Sumbar

Grafik 1.44. Prakiraan Cuaca November 2016 Grafik 1.45. Prakiraan Cuaca Desember 2016

-

100

200

300

400

500

600

-

200

400

600

800

1,000

1,200

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Harga CPO Dunia Harga Karet DuniaUSD/MT USD Cent/Kg

Grafik 1.46. Perkembangan Harga CPO dan Karet Dunia

Page 40: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

21

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran penting dan strategis

dalam perekonomian nasional. Kondisi tersebut dapat dilihat dari berbagai data yang

mendukung bahwa eksistensi UMKM cukup dominan dalam perekonomian Indonesia,

terutama data dari Kementerian Negara Koperasi & UKM (2014). Pertama, jumlah unit

usaha yang sangat banyak dan terdapat di semua sektor ekonomi, dengan jumlah

tercatat sebanyak 56,5 juta unit atau 99,9% dengan komposisi 98,8% usaha mikro,

1,11% usaha kecil dan 0,09% usaha menengah. Kedua, keberadaan usaha memiliki

potensi yang besar dalam penyerapan tenaga kerja karena setiap unit usaha UMKM

akan menciptakan banyak kesempatan kerja. Sektor UMKM menyerap 97,3% dari

total angkatan kerja yang bekerja. Ketiga, kontribusi UMKM dalam pembentukan

PDB cukup signifikan yakni sebesar 57,9% dari total PDB Nasional.

Dalam rangka mendukung pengembangan dan pemberdayaan UMKM, Bank

Indonesia menerapkan kebijakan dari sisi permintaan (demand side) dan sisi

penawaran (supply side). Kebijakan demand side adalah kebijakan yang diarahkan

untuk mendorong UMKM agar mampu meningkatkan eligibilitas dan kapabilitasnya

sehingga menjadi bankable. Kebijakan ini meliputi penelitian, pelatihan, penyediaan

informasi dan kerja sama BI dengan lembaga internasional dan Pemerintah. Kebijakan

supply side adalah kebijakan yang difokuskan pada berbagai kebijakan dan program,

untuk membantu bank dalam menyalurkan kredit kepada UMKM yang meliputi

pengaturan kepada perbankan, penguatan kelembagaan dan penyediaan dana secara

tidak langsung.

Salah satu kebijakan dari sisi penawaran adalah pelaksanaan penelitian dalam rangka

pemberian informasi yang dapat digunakan untuk mendorong pengembangan

UMKM. Dari hasil penelitian diharapkan akan dapat diberikan informasi yang

bermanfaat kepada stakeholders, baik pemerintah daerah, perbankan, kalangan

swasta, maupun masyarakat secara luas yang berkepentingan dalam upaya

pengembangan dan pemberdayaan UMKM.

Untuk itu, sebagai salah satu bentuk perwujudannya, Bank Indonesia sejak lama telah

mengembangkan penelitian Baseline Economic Survey (BLS). Penelitian ini berupaya

BOKS 1: Penelitian Komoditas Produk Jenis Usaha Unggulan UMKM Sumatera Barat 2016

Page 41: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

22

mengidentifikasi berbagai peluang investasi di daerah yang bermuara pada

pemberian informasi potensi ekonomi suatu daerah. Dalam perkembangannya, sejak

tahun 2006, penelitian BLS lebih diarahkan kepada penelitian potensi ekonomi daerah

yang memberikan informasi kepada stakeholders mengenai Komoditas/Produk/Jenis

Usaha (KPJU) UMKM yang potensial untuk menjadi unggulan daerah yang dapat

dikembangkan. Hal ini sejalan dengan amanat dalam Peraturan Bank Indonesia

Nomor 17/12/PBI/2015 tanggal 25 Juni 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank

Indonesia Nomor 14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh

Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan UMKM, salah satu

bentuk bantuan teknis yang diberikan berupa penelitian.

Kajian Penelitian Komoditas/Produk/Jenis Usaha (KPJu) Unggulan UMKM di Provinsi

Sumatera Barat 2016 dilaksanakan untuk memperbaharui (updating) data dan

informasi yang telah diperoleh melalui penelitian serupa, yang telah dilaksanakan

pada tahun 2011. Metode penelitian dalam penetapan KPJu unggulan daerah,

dilaksanakan dengan menggunakan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) yang

dimodifikasi atau modified AHP. Disebut demikian karena penelitian ini juga

menggunakan Metode Borda dan Metode Bayes dalam menetapkan KPJU unggulan

kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi. AHP adalah suatu alat analisis yang

didukung oleh pendekatan matematika sederhana, yang dapat digunakan untuk

penyusunan prioritas (Marimin, 2004).

KPJu Unggulan UMKM tingkat provinsi diperoleh berdasarkan hasil agregasi dari skor

terbobot untuk KPJu Unggulan per sektor/lapangan usaha dari seluruh

kabupaten/kota yang menjadi daerah penelitian. Seperti halnya hasil yang diperoleh

di tingkat kabupaten, maka KPJU Unggulan tingkat provinsi juga terdiri dari KPJu

Unggulan per sektor ekonomi/lapangan usaha dan KPJu Unggulan lintas sektor.

Penetapan KPJu unggulan tersebut, sesuai dengan metodologi yang telah

dikemukakan, merupakan agregasi dari KPJu unggulan per sektor dan lintas sektor

tingkat kabupaten/kota tersebut yang ditetapkan dengan menggunakan Metode

Borda dan Metode Bayes.

Setelah melakukan beberapa tahapan dalam penelitian KPJu diperoleh data KPJu

unggulan per sektor di setiap kabupaten. Berdasarkan hasil KPJu unggulan per sektor

di setiap kabupaten, rangking pertama KPJu Unggulan per sektor/lapangan usaha

pada tingkat Provinsi Sumatera Barat adalah; usaha budidaya padi sawah (padi dan

palawija), cabe merah besar (sayuran), pisang (buah-buahan), usaha perkebunan

Page 42: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

23

kakao (perkebunan), usaha budidaya sapi potong (peternakan), usaha budidaya ikan

di kolam (perikanan), usaha penggalian pasir dan batu (pertambangan/penggalian),

industri bordir/sulaman/mukena (industri pengolahan), perdagangan hasil pertanian

(perdagangan), jasa angkutan penumpang (transportasi/angkutan), wisata budaya

(kebudayaan/pariwisata), dan jasa reparasi kendaraan bermotor/motor (jasa).

KPJu unggulan lintas sektor di tingkat provinsi merupakan hasil agregasi KPJu Lintas

sektor pada setiap kabupaten/kota yang mencakup 121 KPJu pada 12 sektor/lapangan

usaha. Dengan menggunakan Metoda Borda, hasil nilai skor-terbobot dan secara

agregat urutan KPJu Unggulan Lintas Sektor dari setiap kabupaten/kota maka urutan

10 (sepuluh) KPJu dengan skor terbobot tertinggi sebagai KPJu unggulan lintas sektor

di tingkat Provinsi Sumatera Barat adalah: (1) Usaha Budidaya Padi Sawah (2,0699), (2)

Usaha Budidaya Ikan di Kolam Air Tenang (1,4361), (3) Usaha Peternakan Sapi Potong

(0,921), (4) Usaha Industri Bordir/Sulaman/Mukena (0,8655), (5) Destinasi Wisata

Budaya (0,7867), (6) Usaha Industri Tenun Songket (0,7516), (7) Usaha Penangkapan

Ikan di Laut (0,7117), (8) Destinasi Wisata Alam (0,7108), (9) Usaha Budidaya Tanaman

Kakao (0,7012), dan (10) Usaha Industri Keripik Balado/Sanjai (0,688).

Secara umum, rekomendasi untuk pengembangan UMKM - KPJu Unggulan di Provinsi

Sumatera Barat adalah sebagai berikut:

1.Hasil identifikasi KPJu Unggulan per sektor dan lintas sektor seyogyanya dapat di

pertimbangkan oleh Pemerintah Daerah sebagai KPJU Unggulan dalam rangka

pengembangan UMKM.

2.Hasil penetapan Komoditas, Produk dan Jenis Usaha Unggulan yang akan atau telah

dikukuhkan dalam bentuk SK Gubernur/ Bupati/Walikota, atau dituangkan dalam di

dalam RPJMD atau Renstra Organisasi Perangkat Daerah seyogyanya secara konsisten

menjadi acuan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan dan

program pembinaan dan pengembangan UMKM.

3.Pengembangan KPJu Unggulan dalam rangka pengembangan UMKM perlu

dilakukan melalui pendekatan Klaster yang terintegrasi menurut rantai nilai dari hulu

kehilir, yang berorientasi pada peningkatan produktivitas, nilai tambah, dan daya

saing. Khusus untuk KPJu Unggulan pada kategori lapangan usaha Pertanian (dalam

arti luas) strategi kawasan Agropolitan/Minapolitan yang terintegrasi dengan

pengembangan kawasan budidaya komoditas unggulan perlu dikembangkan.

Kawasan Agropolitan/Minapolitan dan Terminal Agribisnis yang telah

dirintis/dibangun perlu diperkuat dan dilanjutkan secara berkesinambungan.

Page 43: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

24

4.Perlu dikembangkan informasi tentang tentang Profil Investasi KPJu Unggulan serta

Penyusunan Lending Model (model pembiayaan) bagi UMKM untuk pengembangan

KPJu Unggulan.

5.Salah satu aspek strategis dalam pengembangan KPJu Unggulan untuk UMKM

adalah peningkatan akses dan pengembangan atau jangkauan pasar selain

peningkatan teknologi produksi dan manajemen usaha. Kebijakan dan program yang

telah dilaksanakan dalam rangka memfasilitasi akses dan pengembangan pasar

produk UMKM perlu lebih ditingkatkan. Prasyarat akses dan pengembangan pasar

KPJu Unggulan UMKM adalah terpenuhinya persyaratan mutu, kemasan, dan waktu

delivery, yang sesuai dengan tuntutan pasar serta ketersediaan modal kerja untuk

memenuhi volume kebutuhan pasar. Sehubungan dengan itu maka:

a. Program pelatihan yang disertai dengan pendampingan yang selama ini sudah

dilaksanakan oleh Instansi dan lembaga terkait perlu lebih diintensifkan. Program

tersebut meliputi:

i. Aspek kewirausahaan, sehingga SDM/pelaku usaha lebih mandiri dan kreatif dalam

menjalankan dan mengembangkan usahanya.

ii. Aspek teknik dan teknologi produksi, sehingga produksi lebih efisien, nilai tambah,

mutu dan kemasan produk lebih meningkat.

iii. Aspek manajemen usaha, khususnya pemasaran dan keuangan, sehingga dapat

mendukung peningkatan akses pengusaha terhadap pasar dan sumber pembiayaan

usaha (perbankan).

b. Pengembangan jejaring usaha antar UMKM, serta pengembangan dan penguatan

kelembagaan pelaku usaha UMKM pada KPJu Unggulan untuk meningkatkan efisiensi

biaya transaksi usaha dan pemasaran bersama. Dalam hubungan ini kelembagaan

adat nagari dapat lebih diberdayakan dan lebih dikembangkan.

c. Peningkatan sarana dan prasarana pemasaran bagi UMKM KPJu Unggulan serta

pengembangan sistem informasi untuk peluang pasar bagi KPJu Unggulan.

d. Pengembangan program kemitraan atau penguatan lebih lanjut program

kemitraan yang selama ini sudah terbentuk antara UMKM KPJu Unggulan dengan

Usaha Menengah/Besar terkait, termasuk pasar swalayan dan perhotelan sebagai

outlet pemasaran KPJu Unggulan.

Page 44: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

25

e. Revitalisasi dan pengembangan kelemba

dapat mendukung perluasan pasar KPJu Unggulan untuk tujuan pasar Nasional dan

Internasional.

6. Untuk lebih meningkatkan efektifitas dan kesinambungan program pendampingan

bagi UMKM KPJu Unggulan, maka:

a. Kelembagaan pendamping seperti Business Development Service (BDS), Inkubator

Bisnis UMKM atau kelembagaan sejenis perlu dikembangkan atau kelembagaan yang

sudah ada perlu lebih ditingkatkan peran dan fungsinya dengan dukungan Perguruan

Tinggi dan Instansi terkait.

b. Kerja sama antara Pemerintah Daerah dengan Perguruan Tinggi di daerah yang

sudah berlangsung selama ini perlu lebih ditingkatkan dan dikembangkan. Tridharma

Perguruan Tinggi, khususnya dharma Pengabdian Masyarakat, serta program

kurikuler seperti PKL, KKN atau kegiatan ko-kurikuler lain perlu lebih dikembangkan

untuk program pendampingan bagi UMKM KPJu Unggulan. Kerjasama dalam bidang

Penelitian antar Perguruan Tinggi dan Pusat Penelitian Kementerian perlu lebih

difokuskan dalam rangka meningkatkan produktifitas usaha, mutu dan kemasan KPJu

Unggulan.

7. Lembaga Perbankan yang telah berperan dalam pengembangan UMKM, khususnya

pada aspek pembiayaan diharapkan lebih meningkatkan peran dan kontribusinya

pada usaha KPJu Unggulan. Dalam hal ini, diharapkan lembaga Perbankan:

a. Lebih meningkatkan dan memperluas jaringan pelayanan disertai peningkatan

kemampuan SDM dalam memahami karakter UMKM khususnya pada bisnis KPJu

Unggulan.

b. Lebih meningkatkan kontribusinya untuk meningkatkan kemampuan UMKM KPJu

Unggulan dalam manajemen usaha, manajemen keuangan dan manajemen

pemasaran.

c. Mengembangkan inovasi dan skim pembiayaan/penyaluran kredit dengan

karakteristik usaha KPJu Unggulan dan skala UMKM. Selain itu, seyogyanya

dipertimbangkan untuk memberikan fleksibilitas jangka waktu pengembalian

pinjaman yang disesuaikan dengan karakteristik usaha KPJu Unggulan UMKM

khususnya pada KPJu sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan dan

peternakan, karena adanya perbedaan waktu siklus produksi/siklus usaha.

Page 45: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

26

2 BAB II

KEUANGAN PEMERINTAH

Realisasi penerimaan daerah Provinsi Sumatera Barat mengalami

penurunan pada triwulan III 2016, baik dari pemerintah pusat maupun

dari pemerintah daerah. Perlambatan penerimaan tersebut berasal dari

turunnya pos pendapatan asli daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lain-

lain Pendapatan Daerah yang Sah. Perlambatan ekonomi berimbas pada

turunnya PAD, khususnya dari pos pajak dan retribusi. Selain itu, penundaan

penyaluran DAU bulan September hingga Desember 2016 menjadi faktor yang

memengaruhi berkurangnya pendapatan daerah dari pemerintah pusat. Secara

akumulasi, pendapatan daerah selama Januari hingga September 2016 relatif

lebih rendah dibandingkan pencapaian periode yang sama tahun 2015.

Penurunan kinerja ini terutama disebabkan menurunnya persentase penerimaan

PAD, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah.

Realisasi belanja daerah juga melambat pada triwulan III 2016 sebagai

imbas dari efisiensi pengeluaran pemerintah daerah pasca penerbitan

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 125/PMK.07/2016 dan

No162/PMK.07/2016. Penghematan belanja pemerintah daerah tersebut

tercermin dari penyerapan belanja pegawai serta belanja barang dan jasa yang

melambat dari 48,7% pada triwulan II 2016 menjadi 42,0% pada triwulan III 2016.

Meskipun demikian, pengerjaan fisik proyek pemerintah menyebabkan realisasi

belanja modal pada triwulan III 2016 membaik sehingga menahan perlambatan

penyerapan belanja daerah lebih lanjut lagi. Di sisi lain, akumulasi persentase

penyerapan belanja daerah sampai dengan triwulan III 2016 membaik

dibandingkan tahun 2015. Adanya arahan Presiden pada akhir tahun 2015

mengenai percepatan penyerapan realisasi anggaran berimbas pada perbaikan

kualitas belanja Provinsi Sumatera Barat. Selain itu, percepatan pengesahan APBD

tahun 2016 sejak tanggal 26 November 2015 serta proses pelelangan yang

Page 46: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

27

dilakukan lebih awal dibandingkan tahun 2015 mendorong peningkatan kumulasi

realisasi belanja daerah pada tahun 2016.

2.1 Pendapatan Pemerintah Daerah

Kebijakan penundaan dana transfer berimbas pada penurunan

penerimaan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat pada triwulan III 2016.

Realisasi pendapatan daerah pada triwulan III 2016 tercatat sebesar Rp1.023,1

miliar atau 22,2% dari target APBD, lebih rendah dibandingkan triwulan II 2016

sebesar Rp1.273,6 miliar atau 23,7% dari target yang ditetapkan (Grafik 4.1).

Kondisi ini disebabkan oleh adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.

125/PMK.07/2016 yang menyebutkan adanya penundanaan pemberian DAU bagi

Provinsi Sumatera Barat pada bulan September hingga Desember 2016 sebesar

Rp57 miliar per bulannya. Tidak hanya itu, penurunan penerimaan daerah juga

berasal dari turunnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Lain-lain Pendapatan

Daerah yang Sah. Perlambatan ekonomi berimbas pada berkurangnya

penerimaan pajak dan retribusi daerah sehingga memengaruhi PAD. Selain itu,

pemberian dividen BUMD yang sudah direalisasikan pada triwulan II 2016 menjadi

faktor lain yang mendorong turunnya PAD dari pos pendapatan Hasil Kekayaan

Daerah yang Dipisahkan.

Secara akumulasi, penerimaan Provinsi Sumatera Barat hingga triwulan

III 2016 lebih rendah dibandingkan periode sama tahun 2015. Jumlah

pendapatan yang diterima pemerintah daerah sampai dengan akhir triwulan III

2016 mencapai Rp3.384,2 miliar, naik dibandingkan tahun 2015 sebesar Rp3.087,5

miliar. Meskipun demikian, persentase penerimaan hingga triwulan III 2016 hanya

mencapai 73,4% terhadap target APBD, turun dibandingkan pencapaian tahun

2015 sebesar 76,7% dari target. Penurunan kinerja ini terutama disebabkan oleh

menurunnya persentase penerimaan PAD, Dana Perimbangan, dan Lain-lain

Pendapatan Daerah yang Sah. Perlambatan ekonomi dan kebijakan penundaan

dana transfer menjadi pendorong utama turunnya penerimaan daerah dari semua

pos pendapatan. Kondisi ini tercermin dari akumulasi PAD, Dana Perimbangan,

dan Lain-lain Pendapatan yang Sah hingga triwulan III tahun 2015 masing-masing

mencapai 78,1%, 81,2%, dan 74,5%. Sedangkan pencapaian hingga triwulan III

2016 hanya mencapai 73,4%, 70,9%, dan 71,6%.

Page 47: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

28

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, porsi transfer dana dari

pemerintah pusat mendominasi pendapatan daerah tahun 2016. Di satu

sisi, kondisi ini menggambarkan meningkatnya ketergantungan fiskal pemerintah

daerah yang sangat bergantung pada pemerintah pusat, sekaligus

mengindikasikan menurunnya kualitas kemandirian daerah. Namun, berdasarkan

informasi dari Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Sumatera Barat,

peningkatan dana transfer lebih disebabkan oleh adanya kenaikan Dana Bantuan

Operasional (BOS). Dana tersebut sebenarnya ditujukan kepada pemerintah

kabupaten/kota, namun diberikan melalui rekening pemerintah provinsi untuk

kemudian disalurkan ke pemerintah kabupaten/kota. Dengan demikian, porsi

23.8%

28.5%

24.1% 23.8%

21.0%

30.1%

25.3%

22.5%23.6%

27.5% 26.8%

25.4%25.3% 25.6% 25.8%

24.0%23.6%

27.6%

22.2%

0.0%

20.0%

40.0%

60.0%

80.0%

100.0%

120.0%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

I II III IV2012 2013 20142015 2016 Akumulasi 2012-sisi kananAkumulasi 2013-sisi kanan Akumulasi 2014-sisi kanan Akumulasi 2015 - sisi kanan

0

20

40

60

80

100

120

PendapatanAsli Daerah

Pajak Daerah RetribusiDaerah

HasilPengelolaan

KekayaanDaerah

PAD Lainnya

2013 2014 2015 2016%

Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar,

diolah

Grafik 2.1. Perkembangan Pendapatan Daerah

terhadap Target APBD

Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar,

diolah

Grafik 2.2. Perkembangan PAD dan Komponennya

terhadap Target APBD Hingga Triwulan III

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Dana Perimbangan DBH Pajak/BukanPajak

DAU DAK

2013 2014 2015 2016%

0

20

40

60

80

100

120

Lain-Lain Pendapatan Daerahyang Sah

Pendapatan Hibah Dana Penyesuaian danOtonomi Khusus

2013 2014 2015 2016%

Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar,

diolah

Grafik 2.3. Perkembangan Dana Perimbangan

dan Komponennya terhadap Target APBD Hingga

Triwulan III

Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar,

diolah

Grafik 2.4. Perkembangan Lain-lain Pendapatan

Daerah yang Sah dan Komponennya terhadap

Target APBD Hingga Triwulan II

Page 48: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

29

dana transfer yang mencapai 55,5% tidak sepenuhnya mencerminkan penurunan

kualitas kemandirian fiskal daerah.

2.2 Belanja Pemerintah Daerah

Efisiensi belanja pasca penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.

125/PMK.07/2016 dan No162/PMK.07/20164 berimbas pada turunnya

penyerapan belanja Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Realisasi belanja

daerah pada triwulan III 2016 tercatat sebesar Rp1.081,4 miliar atau 22,5% dari

target APBD, lebih rendah dibandingkan triwulan II 2016 yang mencapai

Rp1.114,5 miliar atau 23,2% dari target yang ditetapkan (Grafik 4.6). Penundaan

penyaluran DAU berimbas pada pembatalan 118 paket kegiatan pemerintah

daerah yang belum dilakukan proses tender5 , serta efisiensi perjalanan dinas dan

pengeluaran pemerintah daerah yang bukan prioritas dan tidak memiliki effect

multiplier yang besar terhadap pembangunan daerah. Penghematan belanja

pemerintah daerah tersebut tercermin dari penyerapan belanja pegawai serta

belanja barang dan jasa yang melambat dari 48,7% pada triwulan II 2016 menjadi

42,0% pada triwulan III 2016. Meskipun demikian, pengerjaan fisik proyek

4 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 125/PMK.07/2016 merupakan PMK tentang Penundaan

Penyaluran Sebagian DAU tahun 2016 (yaitu penundaan DAU untuk bulan September, Oktober,

November, dan Desember 2016). Sedangkan PMK No.162/PMK.07/2016 merupakan PMK tentang

Rincian Kurang Bayar dan Lebih Bayar Dana Bagi Hasil Provinsi/Kabupaten/Kota yang Dialokasikan

Melalui Perubahan APBN tahun 2016.

5 Harian Haluan dan Padang Ekspress tanggal 16 September 2016

45.5% 43.8% 43.1%

38.8% 37.9%55.5%

15.7% 18.2%1.4%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2014 2015 2016

Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah Dana Perimbangan Pendapatan Asli Daerah

Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar,

diolah

Grafik 2.5. Porsi Komponen Pendapatan

Daerah Pada APBD

Page 49: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

30

pemerintah menyebabkan realisasi belanja modal pada triwulan III 2016 membaik

sehingga menahan perlambatan penyerapan belanja daerah lebih lanjut lagi.

Secara akumulasi, persentase penyerapan belanja daerah sampai dengan triwulan

III 2016 membaik dibandingkan tahun 2015. Adanya arahan Presiden pada akhir

tahun 2015 mengenaik percepatan penyerapan realisasi anggaran berimbas pada

perbaikan kualitas belanja Provinsi Sumatera Barat. Selain itu, percepatan

pengesahan APBD tahun 2016 sejak tanggal 26 November 2015 serta proses

pelelangan yang dilakukan lebih awal dibandingkan tahun 2015 mendorong

peningkatan akumulasi realisasi belanja daerah pada tahun 2016. Realisasi belanja

daerah hingga triwulan III 2016 mencapai Rp2.759,1 miliar atau 57,4% dari target

APBD, naik dibandingkan periode sama tahun 2015 sebesar Rp2.249,9 miliar atau

53,2% dari target yang ditetapkan. Berdasarkan komponennya, peningkatan

belanja terutama berasal dari meningkatnya penyerapan belanja bantuan

keuangan untuk kabupaten/kota, serta belanja barang dan jasa. Penyerapan

belanja bantuan keuangan untuk kabupaten/kota, serta belanja barang dan jasa

masing-masing meningkat dari Rp5,1 miliar (2,6%) dan Rp455,3 miliar (51,0%)

pada triwulan II 2016 menjadi 84,3 miliar (55,9%) dan Rp576,0 miliar (60,4%).

Namun demikian, akumulasi penyerapan belanja modal hingga triwulan III 2016

turun dibandingkan pencapaian periode yang sama tahun 2015. Berdasarkan

informasi dari Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) Provinsi Sumatera

Barat, masa transisi pergantian kepala daerah pada awal tahun 2016

menyebabkan Pejabat Sementara (PJs) Gubernur Provinsi Sumatera Barat pada

saat itu kurang berwenang dalam mengeksekusi realisasi anggaran. Kondisi

tersebut terindikasi menjadi penyebab turunnya penyerapan anggaran pada

tahun ini. Meskipun lebih rendah, berbagai upaya dilakukan pemerintah daerah

agar target penyerapan belanja sebesar 95,0% tercapai pada akhir tahun 2016.

Melakukan monitoring dan evaluasi berkala terhadap realisasi anggaran serta

mengenakan sanksi kepada SKPD yang tidak mencapai target antara lain

merupakan upaya dari Pemerintah Daerah untuk terus meningkatkan kualitas

penyerapan belanja.

Page 50: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

31

Struktur alokasi belanja APBD tahun 2016 tidak berbeda dengan tahun

sebelumnya. Porsi belanja daerah sampai dengan triwulan III 2016 didominasi

oleh belanja pegawai (21,0%), kemudian diikuti oleh belanja barang dan jasa

(20,9%), belanja hibah (18,8%), dan belanja modal (17,6%). Meski porsi belanja

modal meningkat dibandingkan tahun 2015, pangsanya belum setinggi

pencapaian tahun 2013 dan 2014 yang masing-masing sebesar 19,5% dan 18,4%.

Membaiknya porsi belanja modal mengindikasikan adanya peningkatan belanja

produktif yang berimbas pada pembangunan daerah. Dengan demikian,

percepatan penyerapan belanja modal perlu didorong lebih lanjut lagi mengingat

komponen tersebut memberikan dampak multiplier yang besar bagi

pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat.

7.8%

14.7%15.5%

56.9%

3.2%

25.5%

20.4%

45.8%

7.8%

22.8%

15.3%

48.0%

5.4%

12.5%

19.1%

53.7%

1.4%

19.6% 20.3%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

I II III IV2012 2013 2014

2015 2016 Akumulasi 2012-sisi kanan

Akumulasi 2013-sisi kanan Akumulasi 2014-sisi kanan Akumulasi 2015 - sisi kanan

Akumulasi 2016 - sisi kanan

11.7%

23.2%22.5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

I II III

2016Belanja Hibah Belanja Pegawai Belanja Bagi Hasil

Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Belanja Daerah

Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar,

diolah

Grafik 2.6. Perkembangan Belanja Daerah

terhadap Target APBD

Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar,

diolah

Grafik 2.7. Perkembangan Triwulan Belanja

Daerah dan Komponennya Terhadap Target

APBD

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Belanja Hibah Belanja Bagi HasilKepada

Prov/Kab/Kota &Pem. Desa

Belanja TidakTerduga

Belanja Barangdan Jasa

Belanja Modal Belanja Pegawai

2013 2014 2015 2016%

24.6% 25.7% 21.0%

20.0%22.4%

18.8%

0.01%0.00%

0.02%

22.6%20.2%

20.9%

18.4% 14.3% 17.6%

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

2014 2015 2016Belanja Modal Belanja Barang dan Jasa Belanja Tidak Terduga

Belanja Bantuan Keuangan Belanja Bagi Hasil Belanja Hibah

Belanja Pegawai

Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah

Grafik 2.8. Perkembangan Belanja Daerah Hingga Triwulan III terhadap Target APBD

Sumber: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Sumbar, diolah

Grafik 2.9. Porsi Komponen dan Belanja Daerah Pada APBD

Page 51: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

32

Halaman ini sengaja dikosongkan

This page is intentionally blank

Page 52: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

33

3 BAB III

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

Setelah mengalami deflasi yang cukup dalam pada triwulan II 2016,

perkembangan Indeks Harga Konsumen Sumatera Barat pada triwulan III

2016 melonjak akibat tingginya permintaan disertai gangguan pasokan.

Secara tahunan, laju inflasi Sumatera Barat pada triwulan III 2016 tercatat sebesar

5,10% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan triwulan II 2016 yang mencapai

3,23% (yoy). Meningkatnya permintaan menjelang Idul Adha yang tidak diiringi

dengan kecukupan pasokan bahan pangan strategis, khususnya cabai merah

akibat gangguan cuaca mendorong gejolak inflasi yang tinggi pada periode ini.

Dengan besaran inflasi tersebut, Provinsi Sumatera Barat tercatat sebagai provinsi

dengan laju inflasi tahunan tertinggi ke-2 (kedua) setelah Sumatera Utara, baik di

kawasan Sumatera maupun secara nasional.

Mencermati perkembangan inflasi terkini dan berkaca pada pola musiman

tahun sebelumnya, tekanan inflasi pada triwulan IV 2016 diprakirakan

meningkat. Tekanan inflasi pada periode mendatang diprakirakan terjadi seiring

dengan masih tingginya intensitas curah hujan yang mengganggu proses produksi

dan kualitas tanaman bahan pangan strategis, khususnya cabai merah dan beras.

Selain itu, kenaikan TTL diprakirakan masih berlanjut seiring dengan penguatan

dolar Amerika Serikat dan peningkatan harga minyak dunia. Sedangkan tekanan

dari kelompok inti relatif rendah seiring dengan terbatasnya ekspektasi

masyarakat terhadap peningkatan harga periode mendatang. Kondisi ini

tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) KPw BI Provinsi Sumatera Barat yang

menunjukkan bahwa ekspektasi masyarakat pada tahun 2016 terhadap

perkembangan harga 3 bulan mendatang turun dibandingkan September 2016.

Selain itu, tindakan antisipatif yang dilakukan oleh TPID di Provinsi Sumatera

Barat diprakirakan dapat meredam gejolak pergerakan harga lebih lanjut.

Page 53: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

34

3.1 Perkembangan Umum Inflasi Provinsi Sumatera Barat

Setelah mengalami deflasi yang cukup dalam pada triwulan II 2016,

perkembangan Indeks Harga Konsumen Sumatera Barat pada triwulan III

2016 melonjak akibat tingginya permintaan disertai gangguan pasokan.

Sumatera Barat tercatat sebagai provinsi dengan laju inflasi tahunan

tertinggi ke-2 (dua) setelah Sumatera Utara di regional Sumatera pada

triwulan III 2016. Perkembangan inflasi Sumatera Barat pada triwulan III 2016

menunjukkan pola yang sedikit menurun dibandingkan triwulan yang sama pada

tahun sebelumnya (Grafik 3.1). Namun perkembangan inflasi tersebut telah

berada di atas laju inflasi nasional yang tercatat sebesar 3,07% (yoy) dan rata-rata

inflasi provinsi di regional Sumatera sebesar 4,07% (yoy) (Tabel 3.1).

3.2 Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa

3.2.1 Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa

Subkelompok bahan makanan mengalami inflasi tahunan tertinggi dari

seluruh subkelompok barang dan jasa pada triwulan III 2016. Secara

tahunan, subkelompok makanan mencatatkan inflasi sebesar 11,16% (yoy),

melonjak signifikan dibandingkan triwulan II 2016 yang tercatat sebesar 4,25%

(yoy). Tingginya inflasi pada subkelompok ini disumbang oleh meningkatnya

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sumatera Barat

dan Nasional

Tabel 3.1. Perkembangan Laju Inflasi Tahunan di

Kawasan Sumatera Tw III 2016

1 Provinsi Sumatera Utara 6,02

2 Provinsi Sumatera Barat 5,10

3 Provinsi Bengkulu 4,62

4 Provinsi Sumatera Selatan 4,38

5 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 4,26

6 Provinsi Jambi 3,85

7 Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 3,75

8 Provinsi Riau 3,26

9 Provinsi Kepulauan Riau 3,02

10 Provinsi Lampung 2,46

4,07

3,07

No ProvinsiInflasi Tw. III-16

(%yoy)

Sumatera

NasionalSumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Page 54: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

35

permintaan menjelang Idul Adha ditengah keterbatasan pasokan. Cabai merah

menjadi komoditas utama penyumbang inflasi dengan andil sebesar 1,51% (yoy).

Gagal panen akibat gangguan cuaca menyebabkan berkurangnya pasokan dari

sentra produksi luar Sumatera Barat, khususnya Kerinci dan Jawa. Sementara

pasokan cabai lokal terbatas sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan

masyarakat. Secara keseluruhan, subkelompok ini memberikan andil inflasi yang

paling tinggi yaitu 3,06% (yoy) dari inflasi Sumatera Barat.

Subkelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau tercatat

mengalami inflasi sebesar 5,46% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan

triwulan II 2016 yang tercatat sebesar 5,23% (yoy). Isu akan dilakukannya

penyesuaian harga baru untuk tarif cukai rokok menimbulkan tekanan inflasi

pada subkelompok ini. Semua jenis rokok baik rokok kretek, rokok kretek filter

maupun rokok putih masing-masing tercatat inflasi dengan andil sebesar 0,22%

(yoy); 0,31% (yoy); dan 0,15% (yoy). Selain rokok, tekanan inflasi pada

subkelompok ini juga disumbang oleh kopi bubuk, gula pasir, dan nasi dengan

lauk, dengan andil masing-masing sebesar 0,10% (yoy); 0,09% (yoy) dan 0,06%

(yoy). Secara keseluruhan, subkelompok makanan jadi, minuman, rokok dan

tembakau menyumbang inflasi sebesar 0,99% (yoy) terhadap inflasi Sumatera

Barat.

Subkelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar mencatatkan

inflasi sebesar 2,12% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan II 2016

yang mencapai 1,79% (yoy). Peningkatan harga pada subkelompok ini

didorong oleh peningkatan harga tukang bukan mandor yang memiliki andil

inflasi 0,22% (yoy). Secara keseluruhan, subkelompok perumahan, air, listrik, gas

dan bahan bakar menyumbang inflasi sebesar 0,42% (yoy) terhadap inflasi

Sumatera Barat.

Subkelompok sandang mengalami inflasi sebesar 1,47% (yoy), menurun

dibandingkan triwulan II 2016 yang mencapai 2,04% (yoy). Peningkatan

harga emas menjadi penyumbang utama inflasi pada subkelompok ini seiring tren

harga emas global yang semakin meningkat sehingga mendorong permintaan

emas domestik. Secara keseluruhan, subkelompok sandang menyumbang inflasi

sebesar 0,09% (yoy) terhadap inflasi Sumatera Barat.

Page 55: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

36

Subkelompok kesehatan mencatatkan inflasi 4,21% (yoy), relatif stabil

dengan pergerakan pada triwulan II 2016 yang mencapai 4,26% (yoy).

Inflasi pada subkelompok ini disumbang oleh pasta gigi dan sabun mandi yang

masing-masing memiliki andil sebesar 0,04% (yoy) dan 0,03% (yoy). Secara

keseluruhan, subkelompok kesehatan menyumbang inflasi sebesar 0,17% (yoy)

terhadap inflasi Sumatera Barat.

Subkelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga mengalami inflasi

sebesar 5,29% (yoy), menurun dibandingkan triwulan II 2016 yang

mencapai 7,25%. Inflasi pada subkelompok ini disumbang oleh peningkatan

biaya Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan andil inflasi sebesar 0,28%. Secara

keseluruhan, subkelompok ini menyumbang inflasi sebesar 0,40% (yoy) terhadap

inflasi Sumatera Barat.

Subkelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mencatat

inflasi sebesar 0,69% (yoy), meningkat signifikan setelah pada triwulan II

2016 mengalami deflasi 0,05% (yoy). Penyumbang utama inflasi pada

subkelompok ini berasal dari peningkatan harga tarif angkutan udara dengan

andil inflasi 0,61% (yoy). Tekanan inflasi pada subkelompok ini sedikit tertahan

dengan penurunan harga bensin dengan andil deflasi 0,48% (yoy). Secara

keseluruhan, subkelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan

menyumbang inflasi sebesar 0,12% (yoy) terhadap inflasi Sumatera Barat (Tabel

3.2).

Tabel 3.2. Perkembangan Inflasi Tahunan Sumatera Barat Menurut Kelompok Barang & Jasa (%yoy)

Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil

UMUM/TOTAL 8,63 8,63 6,16 6,16 6,00 6,00 11,58 11,58 6,28 6,28 8,17 8,17 6,25 6,25 1,08 1,08 6,62 6,62 3,23 3,23 5,10 5,10

Bahan Makanan 11,31 2,91 3,03 0,76 10,86 2,87 20,98 5,88 3,73 0,94 11,10 2,88 4,18 1,08 -4,67 -1,23 15,15 4,11 4,25 1,11 11,16 3,06

Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 7,31 1,34 7,35 1,36 4,06 0,74 3,64 0,62 5,77 1,06 5,75 1,04 5,51 0,99 5,70 1,02 4,19 0,75 5,23 0,96 5,46 0,99

Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar 4,70 0,93 5,09 1,02 6,35 1,27 10,80 2,11 10,94 2,26 9,87 2,01 8,04 1,63 4,30 0,87 2,68 0,53 1,79 0,36 2,12 0,42

Sandang 6,91 0,47 6,97 0,47 1,65 0,11 -0,37 -0,02 1,06 0,07 2,47 0,16 2,38 0,15 2,78 0,17 1,87 0,11 2,04 0,13 1,47 0,09

Kesehatan 4,03 0,15 4,15 0,16 4,77 0,18 8,24 0,31 11,80 0,47 11,62 0,46 11,16 0,44 7,26 0,29 4,39 0,17 4,26 0,17 4,21 0,17

Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga 1,47 0,10 2,47 0,18 5,66 0,41 7,38 0,51 8,17 0,59 7,81 0,56 10,59 0,80 8,95 0,66 7,65 0,56 7,25 0,54 5,29 0,40

Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 15,78 2,90 12,60 2,33 2,90 0,52 13,88 2,59 5,45 0,99 6,24 1,13 6,66 1,19 -2,57 -0,46 3,43 0,61 -0,05 -0,01 0,69 0,12

Kelompok / Subkelompok2014

I II

2015

I II III

2016

IV IIII II III IV

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

3.2.2 Inflasi Triwulanan Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa

Gangguan pasokan bahan pangan disertai tingginya permintaan

menghadapi Idul Adha menjadi penyumbang utama inflasi triwulanan

Page 56: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

37

pada periode triwulan III 2016. Setelah mengalami deflasi pada triwulan II

2016 sebesar 1,19% (qtq), pergerakan Indeks Harga Konsumen di Sumatera Barat

mencatat inflasi pada triwulan III 2016 sebesar 2,97% (qtq). Semua subkelompok

tercatat mengalami inflasi dengan penyumbang utama inflasi berasal dari 2 (dua)

subkelompok yaitu subkelompok bahan makanan dan subkelompok pendidikan,

rekreasi dan olahraga yang masing-masing inflasi sebesar 7,80% (qtq) dan 5,12%

(qtq). Secara keseluruhan, subkelompok bahan makanan dan subkelompok

pendidikan, rekreasi dan olahraga menyumbang inflasi sebesar 2,14% (qtq) dan

0,39% (qtq) terhadap inflasi Sumatera Barat.

Tabel 3.3. Perkembangan Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa

(% qtq)

Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil Inflasi Andil

UMUM/TOTAL 0.92 0.92 0.28 0.28 2.97 2.97 7.08 7.08 -3.87 -3.87 2.06 2.06 1.14 1.14 1.87 1.87 1.40 1.40 -1.19 -1.19 2.97 2.97

Bahan Makanan 0.57 0.15 -1.70 -0.44 7.80 2.00 13.51 3.57 -13.76 -3.46 5.29 1.37 1.09 0.28 3.86 1.02 4.17 1.13 -4.68 -1.23 7.80 2.14

Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 0.69 0.13 0.83 0.15 1.18 0.21 0.89 0.16 2.76 0.50 0.81 0.15 0.95 0.17 1.07 0.19 1.29 0.23 1.82 0.34 1.18 0.21

Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar 1.35 0.27 1.67 0.33 2.32 0.46 5.08 1.01 1.48 0.31 0.69 0.14 0.62 0.13 1.44 0.29 -0.09 -0.02 -0.18 -0.04 0.94 0.18

Sandang 1.10 0.07 -0.59 -0.04 1.08 0.07 -1.93 -0.13 2.55 0.16 0.80 0.05 1.00 0.06 -1.55 -0.10 1.64 0.10 0.97 0.06 0.43 0.03

Kesehatan 0.61 0.02 1.21 0.05 1.97 0.07 4.25 0.16 3.92 0.16 1.05 0.04 1.55 0.06 0.59 0.02 1.14 0.04 0.93 0.04 1.50 0.06

Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga 0.38 0.03 0.71 0.05 4.39 0.32 1.75 0.13 1.12 0.08 0.38 0.03 7.08 0.53 0.24 0.02 -0.08 -0.01 0.00 0.00 5.12 0.39

Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 1.44 0.26 0.94 0.17 -0.78 -0.15 12.10 2.16 -6.07 -1.11 1.69 0.31 -0.39 -0.07 2.40 0.43 -0.29 -0.05 -1.73 -0.30 0.35 0.06

2016

I II III

2014

III IVII II III IVKelompok / Subkelompok

II

2015

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

3.3 Disagregasi Inflasi

Ditinjau dari disagregasinya, pergerakan harga Sumatera Barat berasal

dari semua kelompok inflasi namun tekanan tertinggi berasal dari

volatile food. Kelompok inti (core) yang memiliki kontribusi sebesar 54,9%

terhadap pembentukan inflasi Sumatera Barat tercatat mengalami inflasi sebesar

3,0% (yoy) pada triwulan III 2016, relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya

sebesar 3,4% (yoy). Sementara kelompok administered price dan volatile food

pada triwulan laporan mengalami inflasi sebesar 3,1% (yoy) dan 11% (yoy), naik

signifikan dibandingkan triwulan II 2016 sebesar 1,9% (yoy) dan 3,8% (yoy).

Berkurangnya pasokan bahan pangan strategis akibat gangguan cuaca di

tengah meningkatnya permintaan menjelang Idul Adha dan maraknya

inflasi kelompok volatile food. Pergerakan harga pada kelompok ini terutama

Page 57: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

38

berasal dari komoditas cabai merah yang memiliki andil inflasi tahunan sebesar

1,51% (yoy) dengan laju inflasi sebesar 43,76% (mtm). Gagal panen akibat

gangguan cuaca menyebabkan berkurangnya pasokan dari sentra produksi luar

Sumatera Barat, khususnya Kerinci dan Jawa. Sementara pasokan cabai lokal

terbatas sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan masyarakat. Kondisi ini

terkonfirmasi dari hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) KPw BI Provinsi Sumatera

Barat yang menunjukkan bahwa harga cabai merah naik dari Rp31.031/kg (Juni

2016) menjadi Rp45.563/kg (September 2016).

Inflasi kelompok administered price dipicu oleh adanya penyesuaian

harga baru rokok serta kenaikan harga bahan bakar rumah tangga.

Kenaikan harga komoditas rokok kretek filter dan rokok kretek memberikan andil

inflasi masing-masing sebesar 0,31% (yoy) dan 0,22% (yoy) dari total inflasi

Sumatera Barat. Selain rokok, kelangkaan elpiji bersubsidi (3 kg) turut

menyumbang inflasi pada kelompok administered price. Komoditas bahan bakar

rumah tangga ini mengalami inflasi tahunan sebesar 1,03% (yoy) dengan andil

sebesar 0,02% (yoy). Hal ini sejalan dengan hasil SPH KPw BI Provinsi Sumatera

Barat yang menunjukkan bahwa harga elpiji 3 kg meningkat dari

Rp18.500/tabung (Juni 2016) menjadi Rp18.750/tabung (September 2016).

Inflasi kelompok inti relatif stabil seiring dengan masih moderatnya daya

beli dan terjaganya ekspetasi masyarakat. Meskipun pendapatan masyarakat

sudah mulai membaik seiring dengan perbaikan harga komoditas, konsumsi

masyarakat cenderung masih moderat. Kondisi ini tercermin dari hasil Survei

Konsumen (SK) KPw BI Provinsi Sumatera Barat yang menunjukkan bahwa Indeks

Keyakninan Konsumen (IKK) mengalami penurunan dari 103,8 pada Juni 2016

menjadi 93,8 pada September 2016. Selain itu, indeks ekspektasi masyarakat

terhadap kenaikan harga 3 bulan mendatang juga turun dari 161,8 pada Juni

2016 menjadi 159,5 pada September 2016.

Page 58: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

39

-10

-5

0

5

10

15

20

25

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2013 2014 2015 2016

%, yoy

Sumber : BPS, diolah

Inflasi IHK Core Volatile Food Administered Price

Sumber: BPS, diolah

-4.0

-2.0

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2013 2014 2015 2016

Administered Price Volatile Food Core

Sumber: BPS, diolah

%, yoy

Sumber: BPS, diolah

Grafik 3.2. Laju Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Berdasarkan Disagregasi Inflasi

Grafik 3.3. Kontribusi Inflasi Triwulanan Sumatera Barat Berdasarkan Disagregasi Inflasi

3.4 Inflasi Menurut Kota

Secara spasial, tingginya laju inflasi Kota Padang dan Bukittinggi

menjadi pemicu tekanan inflasi tahunan Sumatera Barat. Pada triwulan III

2016, inflasi tahunan Kota Padang dan Kota Bukittinggi masing-masing

tercatat sebesar 5,07% (yoy) dan 5,33% (yoy). Secara nasional, Kota Padang

tercatat sebagai kota dengan pencapaian laju inflasi tertinggi ke-15 dan Kota

Bukittinggi di posisi ke-5 (kelima) dari seluruh 82 kota sampel inflasi di Indonesia.

Pada regional Sumatera, laju inflasi Kota Padang dan Kota Bukittinggi masing-

masing berada pada urutan ke-12 dan ke-4 (keempat) dari 23 kota sampel inflasi

se-Sumatera. Dibandingkan dengan posisi triwulan sebelumnya, laju inflasi Kota

Padang dan Kota Bukittinggi menunjukkan kecenderungan peningkatan

tercermin dari peringkat secara nasional dan regional Sumatera yang cenderung

meningkat.

3.4.1 Inflasi Kota Padang

Tekanan inflasi Kota Padang meningkat pada triwulan III 2016. Laju

inflasi Kota Padang tercatat meningkat dari 3,16% (yoy) pada triwulan II

2016 menjadi 5,07% (yoy) pada triwulan III 2016. Kondisi ini disebabkan oleh

kenaikan signifikan kelompok bahan makanan dari 3,94% (yoy) pada triwulan II

2016 menjadi 10,72% (yoy) pada triwulan laporan. Berkurangnya pasokan bahan

pangan strategis dari sejumlah sentra produksi di dalam dan luar Sumatera Barat

menjadi pendorong utama inflasi pada triwulan laporan. Selain itu, penyesuaian

harga rokok dan kelangkaan elpiji 3 kg turut menyumbang inflasi Kota Padang.

Page 59: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

40

Hal ini tercermin dari naiknya inflasi tahunan subkelompok makanan jadi,

minuman, rokok, dan tembakau, serta subkelompok perumahan, air, gas, listrik,

dan bahan bakar.

Tabel 3.4. Perkembangan Inflasi Kota Padang Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%, yoy)

TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III

8.87 6.26 5.95 11.90 6.52 8.42 6.42 0.85 6.55 3.16 5.07

1 Bahan Makanan 11.52 2.75 10.75 21.73 4.21 12.15 4.91 -5.20 14.96 3.94 10.72

2Makanan Jadi, Minuman,

Rokok Dan Tembakau7.61 7.66 3.95 3.70 6.08 5.94 5.53 5.49 3.70 4.84 5.19

3Perumahan, Air, Listrik, Gas

dan Bahan Bakar4.73 5.18 6.22 11.04 11.00 9.54 7.80 3.96 2.57 1.90 2.34

4 Sandang 7.43 7.38 1.58 -0.56 1.13 2.51 2.19 2.75 1.65 1.90 1.40

5 Kesehatan 4.21 4.38 5.09 8.97 12.81 12.56 12.03 7.75 4.69 4.49 4.53

6Pendidikan, Rekreasi dan

Olah Raga1.13 2.26 5.53 7.45 8.51 8.08 11.22 9.35 7.88 7.44 5.26

7Transpor, Komunikasi dan

Jasa Keuangan16.13 12.91 3.01 13.78 5.35 6.02 6.44 -2.40 3.76 0.29 1.13

2014No Kelompok

2015

Umum

2016

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

3.4.2 Inflasi Kota Bukittinggi

Sejalan dengan kondisi di Kota Padang, perkembangan indeks harga

barang dan jasa di Kota Bukittinggi mengalami peningkatan tekanan

inflasi. Inflasi tahunan Kota Bukittinggi naik dari 3,76% (yoy) pada

triwulan II 2016 menjadi 5,33% (yoy) pada triwulan III 2016. Sama halnya

dengan Kota Padang, berkurangnya pasokan bahan makanan di tengah kenaikan

permintaan menjelang Idul Adha dan maraknya pesta perkawinan mendorong

gejolak inflasi pada triwulan laporan. Hal ini terlihat dari meningkatnya laju

inflasi pada kelompok bahan makanan yang juga dari 6,62% (yoy) pada triwulan II

2016 menjadi 14,60% (yoy) pada triwulan III 2016.

Tabel 3.5. Perkembangan Inflasi Kota Bukittinggi Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%, yoy)

TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III

6.94 5.44 6.37 9.24 4.53 6.34 5.00 2.79 7.20 3.76 5.33

1 Bahan Makanan 9.86 5.04 11.63 15.45 0.28 3.73 -1.10 -0.59 16.59 6.62 14.60

2Makanan Jadi, Minuman,

Rokok Dan Tembakau5.06 5.08 4.92 3.20 3.41 4.29 5.39 7.32 7.95 8.18 7.56

3Perumahan, Air, Listrik, Gas

dan Bahan Bakar4.49 4.46 7.32 9.09 10.49 12.26 9.78 6.78 3.49 1.05 0.58

4 Sandang 3.15 3.99 2.15 1.03 0.50 2.16 3.77 2.98 3.56 3.13 1.94

5 Kesehatan 2.78 2.57 2.58 3.28 4.88 5.07 5.05 3.72 2.22 2.55 1.84

6Pendidikan, Rekreasi dan

Olah Raga4.01 4.01 6.63 6.85 5.70 5.78 5.99 5.94 5.88 5.84 5.53

7Transpor, Komunikasi dan

Jasa Keuangan13.24 10.36 2.09 14.57 6.16 7.85 8.27 -3.79 1.04 -2.55 -2.48

2016No Kelompok

2014 2015

Umum

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Page 60: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

41

3.5 Upaya Pengendalian Inflasi Daerah

Dalam rangka memenuhi kebutuhan beras di masyarakat selama Idul

Adha, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sumatera Barat

melalui BULOG Sumbar mengintensifkan pelaksanaan operasi pasar

beras. Selama bulan September 2016, BULOG Sumbar telah melaksanakan operasi

pasar beras sebanyak 533 ton yang tersebar di beberapa pasar di Kota Padang

antara lain Pasar Raya, Pasar Siteba, Pasar Alai, Pasar Lubuk Buaya, dan Pasar

Bandar Buat serta beberapa kios binaan BULOG. Operasi pasar ini direncanakan

masih akan terus dilanjutkan ke depannya dalam rangka menstabilkan harga

beras, sebagai salah satu komoditas penyumbang inflasi di Sumbar.

Selain melalui penguatan koordinasi dengan berbagai pihak, TPID

Provinsi Sumatera Barat turut melaksanakan kegiatan yang dapat

memperkaya kemampuan analisis tim teknis TPID melalui kegiatan

technical assistance. Kegiatan technical assistance bagi seluruh TPID se-Provinsi

Sumatera Barat dilaksanakan pada tanggal 6 September 2016 yang merupakan

program kerja rutin tahunan TPID Provinsi Sumatera Barat. Kegiatan tersebut

bertujuan untuk meningkatkan inovasi dan mempertajam analisa dalam

mengendalikan inflasi di Sumatera Barat. Beberapa topik yang dibahas dalam

kegiatan tersebut antara lain: (i) perhitungan neraca pangan; (ii) sharing kisah

sukses TPID Kota Padang dan (iii) Early Warning System (EWS) inflasi yang

diharapkan dapat diimplementasikan oleh masing-masing TPID untuk memetakan

komoditas yang memiliki risiko inflasi tinggi sehingga dapat dirumuskan strategi

pengendalian inflasinya.

Ke depan, TPID Provinsi Sumatera Barat akan melakukan berbagai upaya

perbaikan buffer capacity khususnya pada komoditas cabai merah dan beras yang

menjadi penyumbang utama inflasi Sumbar.

akan diperluas tidak hanya di Kota Padang saja tapi ke seluruh kabupaten/kota di

Sumbar. Operasi pasar murah cabai yang menghubungkan kelompok tani dengan

konsumen secara langsung diharapkan berdampak positif pada penurunan harga

di pasar. Di sisi konsumsi, adanya program diversifikasi konsumsi cabai olahan

seperti cabai giling dan cabai bubuk diharapkan dapat mengurangi tekanan

inflasi khususnya pada saat paceklik pasokan cabai segar.

Page 61: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

42

3.6 Tracking Prakiraan Inflasi Triwulan III 2016

Mencermati perkembangan inflasi terkini dan berkaca pada pola

musiman tahun sebelumnya, tekanan inflasi pada triwulan IV 2016

diprakirakan meningkat. Tekanan inflasi pada periode mendatang

diprakirakan terjadi seiring dengan masih tingginya intensitas curah hujan yang

mengganggu proses produksi dan kualitas tanaman bahan pangan strategis,

khususnya cabai merah dan beras. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa

harga cabai merah cenderung meningkat akibat faktor cuaca yang tidak kondusif,

hama di Sumut serta faktor berakhirnya panen cabai di Jawa sehingga pasokan

cabai merah di Sumbar menjadi terganggu. Kondisi ini berpengaruh pada

tingginya risiko inflasi volatile foods pada triwulan IV 2016. Disamping itu, musim

kekeringan yang terjadi di berbagai sentra produksi padi pada triwulan III 2016,

berpotensi menyebabkan kenaikan harga gabah dan padi di triwulan IV 2016. Di

sisi administered price, kenaikan TTL diprakirakan masih berlanjut seiring dengan

penguatan dolar Amerika Serikat dan peningkatan harga minyak dunia.

Sedangkan tekanan dari kelompok inti relatif rendah seiring dengan terbatasnya

ekspektasi masyarakat terhadap peningkatan harga periode mendatang. Kondisi

ini tercermin dari hasil SK KPw BI Provinsi Sumatera Barat yang menunjukkan

bahwa ekspektasi masyarakat pada tahun 2016 terhadap perkembangan harga 3

bulan mendatang turun dibandingkan September 2016. Selain itu, tindakan

antisipatif yang dilakukan oleh TPID di Provinsi Sumatera Barat diprakirakan

dapat meredam gejolak pergerakan harga lebih lanjut.

Page 62: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

43

Halaman ini sengaja dikosongkan

This page is intentionally blank

Page 63: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

44

4 BAB IV

STABILITAS KEUANGAN DAERAH,

PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN

UMKM

Secara umum, stabilitas keuangan daerah relatif terjaga baik dari

korporasi maupun rumah tangga, di tengah penurunan kinerja

perusahaan dan masih lemahnya daya beli masyarakat. Kinerja korporasi

terpantau menurun akibat keterbatasan perolehan bahan baku, faktor cuaca, dan

pelemahan permintaan. Namun demikian, ditinjau dari sisi kemampuan

membayar utang, korporasi di Sumatera Barat secara umum memiliki risiko yang

relatif terjaga. Kondisi ini tercermin dari hasil SKDU pada triwulan III 2016 yang

menunjukkan hanya terdapat 9,1% korporasi yang menyatakan bahwa beban

angsuran perbankan ke depan akan semakin berat.

Dengan besarnya eksposur kredit sektor korporasi dalam penyaluran

kredit di Sumatera Barat, kerentanan keuangan yang terjadi pada sektor

korporasi sangat perlu diwaspadai. Selain itu, sektor korporasi ini juga sangat

memengaruhi kondisi keuangan sektor rumah tangga terutama dari sisi

penghasilan dan penyerapan tenaga kerja. Kinerja sektor korporasi di Sumatera

Barat pada triwulan III 2016 hanya mampu tumbuh sebesar 6,6% (yoy),

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,5% (yoy) seiring dengan masih

lemahnya permintaan masyarakat. Pergerakan kinerja kredit korporasi sangat

penting mengingat pangsanya yang besar mencapai 56% dari total kredit.

Sementara itu, dari sisi risiko kredit, kredit korporasi terus mengalami tekanan

pada kualitas kreditnya. NPL kredit terus menunjukkan peningkatan yakni dari

5,1% pada triwulan II 2016 menjadi 5,6% pada triwulan III 2016, dan diprakirakan

terus meningkat pada triwulan IV 2016 yang terlihat pada NPL bulan Oktober

2016 yang mencapai 5,7% (yoy).

Page 64: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

45

Secara umum, stabilitas keuangan daerah relatif terjaga baik dari

korporasi maupun rumah tangga. Ditinjau dari sisi kemampuan membayar

utang, korporasi di Sumatera Barat secara umum memiliki risiko yang relatif

terjaga. Kondisi ini tercermin dari hasil SKDU pada triwulan III 2016 yang

menunjukkan hanya terdapat 9,1% korporasi yang menyatakan bahwa beban

angsuran perbankan ke depan akan semakin berat.

Dari sisi kinerja sektor rumah tangga, keperluan konsumsi masih

mendominasi pengeluaran rumah tangga Sumatera Barat pada triwulan

III 2016 bahkan dengan porsi yang meningkat dibandingkan dengan

triwulan II 2016. Periode masuknya tahun ajaran baru dan perayaan Idul Adha

menjadi pendorong meningkatnya permintaan masyarakat. Dana Pihak Ketiga

(DPK) sektor rumah tangga masih mendominasi perbankan Sumatera Barat,

dengan pangsa sebesar 68,1%. Ditinjau dari jenisnya, tabungan dan deposito

masih mendominasi penempatan rumah tangga dengan pangsa keduanya yang

mencapai > 90% dari keseluruhan DPK.

Permintaan kredit sektor rumah tangga mengalami perlambatan pada

triwulan III 2016. Penyaluran kredit perbankan untuk sektor rumah

tangga pada triwulan III 2016 mencapai Rp22,0 triliuan atau tumbuh 5,7%

(yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan II 2016 sebesar

8,1% (yoy). Di sisi lain, kualitas penyaluran kredit sektor rumah tangga masih

terjaga. Rasio NPL kredit sektor rumah tangga pada triwulan II 2016 tercatat stabil

pada besaran 1,1%. Berdasarkan informasi tersebut, dapat dikatakan bahwa

ketahanan sektor rumah tangga Sumatera Barat masih baik hingga triwulan III

2016.

Kinerja kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terus membaik

sejak triwulan I 2016. Penyaluran kredit perbankan untuk UMKM pada

triwulan III 2016 mencapai Rp15,4 triliun atau tumbuh sebesar 4,6% (yoy),

meningkat dibandingkan triwulan II 2016 sebesar 3,8% (yoy). Namun,

meningkatnya pertumbuhan kredit UMKM belum diikuti dengan perbaikan

kualitas kreditnya. Kondisi ini tercermin dari NPL kredit UMKM yang masih berada

di kisaran 7% sejak triwulan awal 2016. Bahkan NPL kredit menengah masih

mencapai double digit sejak triwulan I 2016.

Page 65: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

46

Akses keuangan kepada masyarakat ditinjau dari sisi penghimpunan dana

maupun kredit mengalami peningkatan . Rasio jumlah rekening DPK terhadap

angkatan kerja di Sumatera Barat periode Agustus 2016 mencapai 165,7%,

sedangkan rasio jumlah rekening kredit meningkat menjadi 26,9%.

4.1 Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah

4.1.1 Kinerja Keuangan Rumah Tangga

Keperluan konsumsi masih mendominasi pengeluaran rumah tangga

Sumatera Barat pada triwulan III 2016 bahkan dengan porsi yang

meningkat dibandingkan dengan triwulan II 2016. Periode masuknya tahun

ajaran baru dan perayaan Idul Adha menjadi pendorong meningkatnya

permintaan masyarakat. Seiring dengan bertambahnya konsumsi, maka porsi

dana yang disisihkan untuk menabung berkurang dari 21,6% menjadi 19,7%.

Sementara dana yang digunakan untuk membayar cicilan hutang meningkat

menjadi 11,3%. Berdasarkan hasil liaison, permintaan pembiayaan masyarakat

meningkat menjelang perayaan Idul Fitri (triwulan II 2016) sehingga berdampak

pada peningkatan pengeluaran cicilan pada triwulan selanjutnya. Ditinjau dari

kelompok pendapatan, pengeluaran konsumsi tertinggi berasal dari kelompok

berpendapatan rendah Rp1-2 juta. Meskipun demikian, kelompok pendapatan

tinggi (>Rp5 juta) memiliki tingkat pembayaran cicilan hutang paling tinggi.

Konsumsi Cicilan/Pinjaman Tabungan

68,1%10,3%21,6%

Konsumsi Cicilan/Pinjaman Tabungan

68,9%11,3%19,7%

Konsumsi Cicilan/Pinjaman Tabungan

68,1%10,3%21,6%

Tw II 2016 Tw III 2016

Grafik 4.1. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga

Page 66: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

47

Tabel 4.1. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pendapatan

Rp1 - 2 jt Rp2,1 - 3 jt Rp3,1 - 4 jt Rp4,1 - 5 jt >Rp5 jt Rata-rata

Konsumsi 74.0% 70.9% 69.9% 63.1% 66.9% 68.9%

Cicilan/Pinjaman 11.3% 10.5% 7.7% 10.0% 17.3% 11.3%

Tabungan 14.8% 18.7% 22.4% 26.9% 15.8% 19.7%

Total 100% 100% 100% 100% 100% 100%

PenggunaanPengeluaran/bulan

Dilihat dari perilaku berhutang, risiko dari sisi kredit menurun karena secara

agregat terjadi penurunan jumlah rumah tangga yang memiliki Debt Service Ratio

(DSR) lebih dari 30% pendapatannya (DSR > 30%) (Tabel 4.2). Jumlah rumah

tangga dengan DSR >30% pada triwulan III 2016 terpantau turun sebesar 9,0%

dibandingkan triwulan II 2016. Meskipun turun, terdapat peningkatan potensi

risiko pada kelompok pendapatan rendah (Rp1-2 juta) yang tercermin dari

peningkatan DSR>30% pada kelompok ini sebesar 44,4%. Sementara risiko dari

sisi perilaku menabung masyarakat meningkat pada triwulan III 2016. Kondisi ini

tercermin dari meningkatnya jumlah rumah tangga yang tidak menabung pada

triwulan III 2016 sebesar 5,2% dibandingkan triwulan sebelumnya (Tabel 4.3).

Meningkatnya jumlah rumah tangga yang tidak bisa menabung berdampak pada

perlambatan pertumbuhan DPK pada sektor keuangan. Kondisi tersebut

ditengarai karena meningkatnya kebutuhan masyarakat saat memasuki tahun

ajaran baru dan Idul Adha, serta pembayaran cicilan sebagai imbas dari

meningkatnya permintaan pembiayaan yang dilakukan pada saat Idul Fitri

(triwulan sebelumnya).

Page 67: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

48

Tabel 4.2. Dana Rumah Tangga untuk Membayar

Cicilan dan Perubahannya Berdasarkan Pendapatan

>0-1

0%

10%

-20%

20%

-30%

>30%

Rp1 - 2 jt 0.3% 2.5% 1.2% 0.5% 8.7%

Rp2,1 - 3 jt 2.7% 4.0% 3.2% 2.2% 19.2%

Rp3,1 - 4 jt 4.2% 4.0% 2.3% 1.2% 23.2%

Rp4,1 - 5 jt 2.5% 2.3% 0.7% 1.0% 6.7%

>Rp5 jt 1.0% 1.3% 1.3% 1.3% 2.7%

Total 10.7% 14.2% 8.7% 6.2% 60.3%

Pengelu

ara

n/

bln

Triwulan III 2016

Debt Service Ratio (DSR)

TMP

Tabel 4.3. Dana Rumah Tangga untuk Menabung

dan Perubahannya Berdasarkan Pendapatan

0-1

0%

10%

-20%

20%

-30%

>30%

TMB

Rp1 - 2 jt 2.3% 2.7% 0.8% 0.2% 7.2%

Rp2,1 - 3 jt 9.7% 8.3% 2.7% 3.2% 7.3%

Rp3,1 - 4 jt 10.0% 6.3% 2.8% 7.5% 8.2%

Rp4,1 - 5 jt 4.0% 1.2% 0.8% 4.8% 2.3%

>Rp5 jt 2.7% 2.0% 0.8% 0.3% 1.8%

Total 28.7% 20.5% 8.0% 16.0% 26.8%

Pengelu

ara

n/

bln

Triwulan III 2016

Tabungan

0-1

0%

10%

-20%

20%

-30%

>30%

TMP

Rp1 - 2 jt -60.0% 200.0% 133.3% 0.0% 44.4%

Rp2,1 - 3 jt -11.1% 4.3% -13.6% 44.4% -28.6%

Rp3,1 - 4 jt 47.1% 4.3% 40.0% -36.4% -4.1%

Rp4,1 - 5 jt 66.7% 180.0% -20.0% -25.0% 0.0%

>Rp5 jt 0.0% -11.1% 14.3% 100.0% 0.0%

Total 16.4% 30.8% 10.6% 5.7% -9.0%

Pengelu

ara

n/

bln

Perubahan DSR*

0-1

0%

10%

-20%

20%

-30%

>30%

TMB

Rp1 - 2 jt 40.0% 60.0% -28.6% -50.0% 87.0%

Rp2,1 - 3 jt 52.6% -19.4% -55.6% -29.6% -37.1%

Rp3,1 - 4 jt 62.2% -7.3% -32.0% -23.7% 11.4%

Rp4,1 - 5 jt 14.3% -56.3% -16.7% 107.1% 40.0%

>Rp5 jt 33.3% -20.0% -28.6% 0.0% 83.3%

Total 45.8% -14.6% -40.7% -7.7% 5.2%

Pengelu

ara

n/

bln

Perubahan Tabungan*

4.1.2 Dana Pihak Ketiga Perseorangan di Perbankan

Dana Pihak Ketiga (DPK) sektor rumah tangga masih mendominasi

perbankan Sumatera Barat, dengan pangsa sebesar 68,1%. Berbeda dengan

pangsa DPK kelompok perseorangan yang meningkat pada triwulan III 2016

(Grafik 4.2), pertumbuhannya justru cenderung melambat, bahkan terendah

dibandingkan historis triwulan III selama 2 (dua) tahun terakhir (2014-2015)

(Grafik 4.3). Ditinjau dari jenisnya, tabungan dan deposito masih mendominasi

penempatan rumah tangga dengan pangsa keduanya yang mencapai > 90% dari

keseluruhan DPK. Bila dilihat lebih dalam lagi, fasilitas tabungan pada triwulan III

2016 memang paling mendominasi DPK perseorangan, namun porsinya menurun

dibandingkan triwulan sebelumnya seiring dengan meningkatnya pangsa

deposito. Peningkatan deposito mengindikasikan meningkatnya kesadaran

Page 68: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

49

masyarakat untuk menginvestasikan dananya dengan tingkat pengembalian yang

lebih tinggi. Sejalan dengan pergerakan pangsanya, pertumbuhan tabungan

perseorangan pada triwulan III 2016 melambat menjadi 12,8% (yoy) dibandingkan

triwulan II 2016 sebesar 20,4% (yoy). Sedangkan pertumbuhan deposito

meningkat hampir 2 (dua) kali lipat dari 4,9% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi

8,3% (yoy) pada triwulan III 2016 (Grafik 4.5).

70.3% 70.2%

11.4% 11.3%

94.4% 93.2%

67.0% 68.1%

29.7% 29.8%

88.6% 88.7%

5.6% 6.8%

33.0% 31.9%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

TW II TW III2016

TW II TW III2016

TW II TW III2016

TW II TW III2016

Total DPK Giro Tabungan Deposito

Bukan Perseorangan Perseorangan

5.89

11.45

-5.28-10

-5

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Total DPK Perseorangan Bukan Perseorangan

% (yoy)

Grafik 4.2. Komposisi DPK Sumatera Barat Grafik 4.3. Pertumbuhan DPK Perseorangan

66.4%

65.1%

30.6%32.0%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

Deposito Tabungan Giro

17.7212.808.31

6.42

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Giro Tabungan

Deposito Suku Bunga Depoito (%)

%, yoy

Grafik 4.4. Komposisi DPK Perseorangan Sumatera

Barat

Grafik 4.5. Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap

Jenis Penempatan

Dilihat dari jumlah rekening, pada triwulan III 2016 terdapat penambahan

jumlah rekening DPK perseorangan sebesar 4,7% dibandingkan triwulan

II 2016. Penambahan rekening tersebut terjadi pada hampir semua nilai

penempatan kecuali kelompok pendapatan >10 juta - 100 juta dan >500 juta-1M

yang memiliki pangsa sebesar 8,9% dari keseluruhan jumlah rekening. Sedangkan

dari jenis fasilitas DPK, jumlah rekening semua kategori meningkat, dengan

persentase paling tinggi berasal dari kelompok giro (Tabel 4.4).

Page 69: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

50

Tabel 4.4. Komposisi Jumlah Rekening Perseorangan Per Nilai Penempatan

Jumlah <10 JT >10 JT  - 100 JT >100JT - 500JT >500JT - 1 M >1 M - 2 M >2 M - 5M >5M - 10M >10M -15M >15M - 20M >20M

Rekening 3,775,550 3,397,864 335,197 38,109 2,275 1,249 706 104 22 17 7

Δ % 4.7 6.3 -9.5 7.9 -0.9 8.7 -5.1 14.3 57.1 30.8 40.0

Rekening 15,773 11,525 2,948 1,109 59 71 58 2 0.0 0.0 1

Δ % 14.0 18.9 0.9 8.9 1.7 -14.5 11.5 -33.3 -100.0 0.0 0.0

Rekening 7,433,103 3,716,556 0.0 7,636 3,380,043 299,700 27,293 991 547 305 32

Δ % 4.7 4.7 0.0 24.3 6.3 -10.7 6.0 0.9 14.2 -5.9 39.1

Rekening 50,857 6,296 32,549 9,707 1,225 631 343 70 16 15 5

Δ % 4.6 5.5 2.4 13.5 -2.5 7.5 -6.8 7.7 100.0 50.0 150.0

Kategori

DPK

Giro

Tabungan

Deposito

4.1.3 Kredit Perbankan Sektor Rumah Tangga

Permintaan kredit sektor rumah tangga mengalami perlambatan pada

triwulan III 2016. Penyaluran kredit perbankan untuk sektor rumah tangga pada

triwulan III 2016 mencapai Rp22,0 triliuan atau tumbuh 5,7% (yoy), melambat

dibandingkan triwulan II 2016 sebesar 8,1% (yoy). Melambatnya kredit sektor

rumah tangga memengaruhi perlambatan pertumbuhan kredit perbankan secara

keseluruhan mengingat porsinya yang mencapai 44,0% dari total kredit.

Meningkatnya kebutuhan masyarakat pada saat masuknya periode ajaran baru

terindikasi menahan permintaan sekunder/tersier yang dilakukan melalui

pembiayaan perbankan. Kondisi ini juga merupakan bagian tindakan preventif

masyarakat untuk menahan perilaku konsumtifnya ditengah mulai membaiknya

daya beli. Meski harga komoditas sudah mulai membaik, namun konsumsi dan

permintaan kredit masyarakat (khususnya masyarakat yang mata pencahariannya

bertumpu pada kelapa sawit dan karet) masih terbatas mengingat kenaikan harga

belum bisa menutupi biaya operasional mulai dari pemupukan hingga

peremajaan lahan.

Berdasarkan komponennya, perlambatan kredit rumah tangga berasal dari kredit

kendaraan bermotor (KKB), kredit multiguna, dan kredit lainnya. Kontraksi

pertumbuhan KKB kembali berlanjut dan bahkan mencapai negatif 19,9% (yoy)

pada triwulan III 2016, atau kontraksi paling dalam sejak triwulan IV 2015 (Grafik

4.6). Kondisi ini terkonfirmasi dari data Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah

(DPKD) Provinsi Sumatera Barat yang menunjukkan bahwa proksi penjualan

kendaraan, yaitu pendaftaran motor, mengalami penurunan kontraksi dari 2,5%

(yoy) pada triwulan II 2016 menjadi negatif 1,1%(yoy) pada triwulan III 2016.

Page 70: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

51

Namun demikian, kontraksi pertumbuhan kredit KKB tertahan lebih lanjut lagi,

seiring dengan membaiknya pertumbuhan penjualan mobil menjadi 5,7% (yoy)

pada triwulan laporan.

-50

0

50

100

150

200

250

300

350

400

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

g.Total Kredit Rumah Tangga g.KPR

g.KKB g.Kredit lain-lain

g.Multiguna (sisi kanan)

% yoy % yoy% yoy

15%

8%

26%

51%

KPR

KKB

Multiguna

Kredit Lainnya

Grafik 4.6. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga Grafik 4.7. Pangsa Kredit Sektor Rumah Tangga

Pelonggaran kebijakan moneter melalui relaksasi Loan to Value (LTV) kredit

properti dan penurunan suku bunga acuan (BI 7-day Reverse Repo Rate)

berdampak pada membaiknya permintaan kredit KPR. Pertumbuhan kredit KPR

tercatat meningkat dari 8,9% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 9,3% (yoy) pada

triwulan III 2016. Peningkatan tersebut sejalan dengan membaiknya kinerja sektor

konstruksi dari 5,89% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 6,89% (yoy) pada

triwulan III 2016. Selain itu, penurunan harga properti terpantau mempengaruhi

kenaikan permintaan KPR. Indikasi tersebut tercermin dari Survei Harga Properti

Residensial (SHPR) Kantor Perwakilan BI Provinsi Sumatera Barat yang

menunjukkan adanya penurunan harga properti untuk semua golongan (tipe

kecil, menengah, dan besar) (Grafik 4.9).

Page 71: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

52

-30.0

-20.0

-10.0

0.0

10.0

20.0

30.0

40.0

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

Mobil Motor

g.Mobil - sisi kanan g.Motor - sisi kanan

Unit % (yoy)

Sumber: DPKD Provinsi Sumatera Barat, diolah

0

5

10

15

20

25

0

2

4

6

8

10

12

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

TOTAL TIPE MENENGAH

TIPE BESAR TIPE KECIL - Skala Kanan% yoy % yoy

Grafik 4.8. Perkembangan Jumlah Mobil dan

Motor

Grafik 4.9. Perkembangan Harga Properti

Residensial (SHPR) di Sumatera Barat

Kualitas penyaluran kredit sektor rumah tangga masih terjaga. Hal ini

tercermin dari seluruh jenis kredit rumah tangga yang memiliki NPL ≤ 5% sesuai

ketentuan Bank Indonesia (Grafik 4.10). Rasio NPL kredit sektor rumah tangga

pada triwulan II 2016 tercatat stabil pada besaran 1,1%. Bahkan rasio NPL kredit

multiguna mencatat penurunan pada triwulan laporan. Berdasarkan informasi

tersebut, dapat dikatakan bahwa ketahanan sektor rumah tangga Sumatera Barat

masih baik hingga triwulan III 2016.

1.1

3.8

1.2

1.1

0

1

2

3

4

5

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Total Kredit Rumah Tangga KPR KKB Multiguna

%

Grafik 4.10. Perkembangan NPL Kredit Rumah

Tangga

Page 72: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

53

4.2 Ketahanan Sektor Korporasi

4.2.1 Kinerja Korporasi

Omset Penjualan

Berdasarkan hasil liaison terhadap beberapa pelaku usaha korporasi di Sumatera

Barat selama triwulan III 2016, terlihat bahwa korporasi mengalami penurunan

pertumbuhan omset yang terindikasi pada likert scale penjualan domestik rata-

rata sebesar 0,21. Skala likert yang lebih rendah dari 1, menunjukkan penjualan

masih tumbuh namun lebih rendah daripada rata-rata normal pertumbuhan

beberapa tahun terakhir. Sementara itu, hasil likert scale pada sektor pertanian

dan industri pengolahan pada komponen penjualan domestik berada pada posisi -

1,0. Angka tersebut menunjukkan bahwa terjadi kontraksi penjualan dengan

besaran kontraksi yang lebih rendah dari rata-rata normalnya.

Berdasarkan informasi dari pelaku usaha, pelemahan kinerja pada sektor industri

pengolahan disebabkan kesulitan perusahaan dalam mendapatkan bahan baku

(pada industri pengolahan) akibat cuaca yang kurang kondusif dan masih

lemahnya harga komoditas. Imbas cuaca yang kurang kondusif juga berdampak

pada penurunan kinerja sektor pertanian. Faktor cuaca dan keterbatasan bahan

baku tersebut juga berdampak pada penurunan permintaan ekspor industri

pengolahan di Sumbar yang ditandai dengan skala likert yang negatif. Pelemahan

ekspor tersebut juga disebabkan permintaan dunia yang masih lemah dan

stagnasi harga komoditas dunia pada level yang rendah.

-3

-2

-1

0

1

2

3

4

Penjualan Domestik

Penjualan Ekspor

Kapasitas Utilisasi

Investasi Biaya Harga Jual Margin

Pertanian Perdagangan Industri Pengolahan Pengangkutan & Komunikasi

skala Likert

Grafik 4.11. Kinerja Korporasi di Sumatera Barat Berdasarkan Liaison Triwulan II 2016

Page 73: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

54

Lemahnya penjualan korporasi khususnya sektor industri pengolahan

juga terindikasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang

dilakukan oleh KPw BI Sumatera Barat. Kegiatan usaha pada triwulan III 2016

industri pengolahan, menunjukkan nilai negatif dengan saldo bersih tertimbang

sebesar -1,67. Nilai saldo bersih yang negatif menunjukkan bahwa korporasi yang

mengalami penurunan permintaan lebih banyak daripada korporasi yang

mengalami peningkatan permintaan.

-8

-4

0

4

8

12

16

Tw III 2016 Tw IV 2016*Pertanian PHR Industri Pengolahan

Pengangkutan dan Komunikasi Bangunan Pertambangan

Keuangan Jasa-jasa Listrik, Gas dan Air Bersih

%, saldo bersih tertimbang

Sumber : SKDU KPw BI Sumatera Barat, diolah

940 1,055

1,150

1,350 1,490

1,615

1,801 1,949

-

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

UMP Pertumbuhan

ribu Rp % (yoy)

Sumber : Pemprov Sumbar, diolah

Grafik 4.12. Kondisi Kegiatan Usaha di Sumatera

Barat

Grafik 4.13. Perkembangan UMP di Sumatera

Barat

Biaya

Hampir seluruh korporasi menyebutkan adanya peningkatan biaya produksi pada

triwulan III 2016, meskipun masih pada level yang relatif rendah. Peningkatan

terbesar dialami oleh korporasi sektor industri pengolahan dengan likert scale

sebesar 0,7. Nilai likert (di bawah 1) tersebut mengindikasikan adanya

peningkatan biaya namun masih di bawah rata-rata kenaikan biaya setiap

tahunnya. Peningkatan tersebut disebabkan adanya peningkatan biaya bahan

baku dan biaya tenaga kerja yang meningkat setiap tahun mengikuti pergerakan

Upah Minimum Provinsi (UMP). Sementara itu, minimnya gejolak harga BBM dan

tarif listrik cukup mampu menahan pergerakan kenaikan biaya pada korporasi

yang lebih tinggi khususnya pada biaya energi dan transportasi.

Selain itu, peningkatan UMP tahun 2016 juga berkontribusi terhadap peningkatan

biaya korporasi. UMP Sumatera Barat pada tahun 2016 mengalami kenaikan

menjadi Rp1,80 juta, dibandingkan UMP 2015 sebesar Rp1,62 juta, atau

meningkat sebesar 11,5%. Peningkatan UMP pada tahun ini lebih tinggi

Page 74: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

55

dibandingkan peningkatan UMP pada tahun sebelumnya yang mencapai 8,4%.

Pada tahun 2017, UMP kembali meningkat menjadi Rp1,95 juta dengan

pertumbuhan yang lebih rendah sebesar 8,2% (yoy). Hal ini diprakirakan akan

mendorong peningkatan biaya perusahaan terutama di awal tahun.

Marjin Keuntungan

Perolehan laba atau marjin keuntungan sebagian besar perusahaan di Sumbar

mengalami penurunan pada triwulan III 2016. Marjin sektor perdagangan masih

tumbuh, namun dengan pertumbuhan yang lebih kecil dibandingkan rata-rata

normalnya. Hal ini terindikasi dari likert scale yang mencapai 0,6. Sementara itu,

marjin perusahaan di sektor pertanian hampir tidak tumbuh akibat pergerakan

harga komoditas utama seperti CPO yang terbatas, serta kesulitan perolehan

bahan baku dan menurunnya produksi tabama akibat anomali cuaca. Selain itu,

pertumbuhan marjin yang relatif lebih rendah ini terjadi karena peningkatan

harga jual hasil produksi tersebut lebih rendah daripada peningkatan biaya.

Sementara itu, marjin industri pengolahan turun cukup signifikan dan berada di

bawah batas normalnya dengan likert scale mencapai -0,6. Hal tersebut terjadi

karena pelemahan daya beli masyarakat, penurunan permintaan setelah hari raya

Idul Fitri, serta peningkatan harga komoditas karet yang belum signifikan bagi

para pelaku usaha. Penjualan ekspor yang menurun tersebut sangat mengerus

marjin yang diperoleh perusahaan.

17.3%

78.0%

4.7%

Tw III 2016

31.3%

64.7%

4.0%

Baik Cukup Buruk

Tw II 2016

Sumber : SKDU KPw BI Sumatera Barat, diolah

8.6

9.1

20.0

25.0

27.3

47.8

89.5

85.7

90.9

72.0

75.0

72.7

47.8

10.5

5.7

8.0

4.3

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Industri

Pertanian

Perdagangan

Angkutan

Hotel Restoran

Bangunan

Jasa

Baik Cukup Buruk

Sumber : Pemprov Sumbar, diolah

Grafik 4.14. Perkembangan Kondisi Likuiditas

Keuangan Korporasi di Sumatera Barat

Grafik 4.15. Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi

Berdasarkan Sektoral

Page 75: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

56

Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi

Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan

KPw BI Provinsi Sumatera Barat, kondisi keuangan korporasi dari sisi

likuiditas pelaku usaha di Sumbar menunjukkan penurunan pada triwulan

III 2016. Pangsa korporasi yang memiliki kondisi likuiditas baik, menurun dari

31,3% pada triwulan II 2016 menjadi 17,3% pada triwulan laporan. Selain itu,

pangsa korporasi dengan kondisi likuiditas yang kurang baik juga turut

mengalami peningkatan dari 4,0% menjadi 4,7%. Kondisi ini disebabkan

penurunan permintaan/penjualan serta penurunan marjin perusahaan yang

sedikit tergerus sehingga mengganggu kondisi likuiditas para pelaku usaha.

Jika dilihat secara sektoral, korporasi yang berada pada kondisi likuiditas yang

baik adalah korporasi yang bergerak pada sektor jasa. Jumlah korporasi yang

memiliki kualitas keuangan yang baik pada sektor tersebut mencapai 47,8%.

Sementara itu, pada sektor industri, dari keseluruhan responden pada sektor

tersebut hampir tidak terdapat korporasi dengan kondisi likuiditas baik dan hanya

memiliki kondisi likuiditas cukup sebesar 89,5%. Selain itu, korporasi pada sektor

industri yang memiliki kondisi likuiditas kurang baik cukup tinggi yakni mencapai

15,8%. Permasalahan kesulitan bahan baku, pelemahan daya beli dan penurunan

permintaan ekspor menjadi faktor utama pelemahan kondisi usaha dan likuiditas

perusahaan di Sumbar.

Tabel 4.5. Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi 6 Bulan Mendatang

Semakin

BeratTetap

Semakin

RinganPertanian 14.3 0.0 100.0 0.0Industri 26.3 20.0 80.0 0.0Bangunan 45.5 20.0 80.0 0.0Perdagangan 6.1 0.0 100.0 0.0Angkutan 12.0 0.0 66.7 33.3Jasa 8.7 0.0 100.0 0.0

Total 14.7 9.1 86.4 4.5

Memiliki Kredit

Bank (% thd total

responden)

Perkiraan Beban Angsuran

(% Responden thd Responden Kredit)Sektor

Sumber : SKDU KPw BI Sumatera Barat, diolah

Page 76: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

57

Beban Angsuran Utang Korporasi

Ditinjau dari sisi kemampuan membayar utang, korporasi di Sumatera Barat secara

umum memiliki risiko yang relatif terjaga. Kondisi ini tercermin dari hasil SKDU

pada triwulan III 2016 yang menunjukkan hanya terdapat 9,1% korporasi yang

menyatakan bahwa beban angsuran perbankan ke depan akan semakin berat.

Kondisi ini sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya

mencapai 3,3%. Sementara itu, terdapat hanya 4,5% korporasi yang memiliki

kredit perbankan dan menyatakan bahwa beban angsuran kredit ke depan akan

semakin ringan terhadap pendapatan perusahaan. Meskipun suku bunga

perbankan sudah mulai menurun, kondisi permintaan yang masih lemah memberi

dampak terhadap kemampuan bayar beban angsuran yang cukup berat. Dari

total 150 pelaku usaha, hanya terdapat 16% responden yang masih memiliki

utang ke perbankan. Relatif minimnya responden yang menggunakan kredit

mengindikasikan bahwa mayoritas pelaku usaha relatif memiliki modal yang

cukup untuk menjalankan usahanya dengan keuangan mandiri.

4.2.2 Eksposur Sektor Perbankan Pada Sektor Korporasi

Dengan besarnya eksposur kredit sektor korporasi dalam penyaluran

kredit di Sumatera Barat, perlambatan kredit korporasi dapat berdampak

pada perekonomian di Sumatera Barat. Pergerakan sektor korporasi sangat

penting mengingat pangsanya yang besar mencapai 56% dari total penyaluran

kredit di Sumbar. Selain itu, sektor korporasi ini juga sangat memengaruhi kondisi

keuangan sektor rumah tangga terutama dari sisi penghasilan dan penyerapan

tenaga kerja.

Kinerja sektor korporasi di Sumatera Barat pada triwulan III 2015 hanya mampu

tumbuh sebesar 6,6% (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh

8,5% (yoy) akibat belum pulihnya permintaan masyarakat. Indikasi penurunan

kredit ini sudah terlihat hasil liaison KPw BI Sumatera Barat pada mayoritas

perusahaan di Sumbar yang menunjukkan permintaan domestik yang rendah dan

terkontraksinya permintaan ekspor. Meskipun relatif rendah, pertumbuhan kredit

sektor korporasi masih lebih tinggi dibandingkan sektor rumah tangga, terutama

didukung oleh kredit investasi yang tumbuh masih cukup tinggi mencapai 18,1%

(yoy).

Page 77: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

58

Perlambatan kinerja kredit korporasi khususnya kredit modal kerja ini juga

diprakirakan masih berlanjut hingga triwulan IV 2016, yang telah terlihat dari

perkembangan kredit di bulan Oktober 2016 yang masih terus menunjukkan

perlambatan. Kredit korporasi hanya mampu tumbuh 4,7% (yoy), yang

disebabkan perlambatan kredit modal kerja yang hanya tumbuh 0,17% (yoy) pada

bulan Oktober 2016.

34%

22%

44% MODAL KERJA

INVESTASI

KONSUMSI

0

5

10

15

20

25

30

35

40

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2013 2014 2015 2016

Total Kredit Kredit Modal Kerja

Kredit Investasi Kredit Konsumsi

%, yoy

Sumber : Pemprov Sumbar, diolah

Grafik 4.16. Pangsa Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan di Sumbar

Grafik 4.17. Pertumbuhan Kredit Berd.Jenis Penggunaan

Ditinjau lebih dalam berdasarkan sektor ekonomi, perlambatan kredit korporasi

pada triwulan III 2016 tersebut terutama terjadi pada sektor pertanian dan

industri pengolahan. Kredit pada sektor tersebut tumbuh melambat dan menjadi

indikasi perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumbar pada kedua sektor tersebut.

Kinerja subsektor perkebunan khususnya permintaan CPO dan karet yang belum

menunjukkan peningkatan lebih tinggi, menjadi penyebab utama melambatnya

kredit sektor pertanian. Bahkan penyaluran kredit pada kedua subsektor tersebut

(CPO dan karet) masih kontraksi sejak awal tahun 2016. Perlambatan kredit pada

sektor tersebut juga diprakirakan masih akan berlanjut seperti yang terlihat pada

pertumbuhan kredit di bulan Oktober 2016 yang terus melambat dengan

pertumbuhan hanya mencapai 5,0% (yoy). Sementara itu, kredit Sektor

Perdagangan Besar dan Eceran sebagai kredit dengan pangsa terbesar di Sumbar

(50%) juga terus mengalami perlambatan hingga triwulan IV 2016 yang

mengindikasikan bahwa pelemahan daya beli masyarakat masih berlanjut.

Page 78: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

59

7.0

15.6

11.9

(21.4)

1.8

6.6

10.5

1.7

(7.6)

9.1 9.1

1.6

-25

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

Pertanian Ind. Pengolahan Perdagangan Jasa-jasa

II-16 III-16 IV-16*

% yoy

4.8

1.0

5.7 6.6

5.1

2.4

6.3

6.8

5.4

2.5

6.4

4.0

0

1

2

3

4

5

6

7

8

Pertanian Ind. Pengolahan Perdagangan Jasa-jasa

II-16 III-16 IV-16*

%, NPL risiko meningkat

risiko meningkat

risiko meningkat

risiko meningkat

Grafik 4.18. Pertumbuhan 4 Sektor Terbesar Kredit Korporasi di Sumbar

Grafik 4.19. NPL 4 Sektor Terbesar Kredit Korporasi di Sumbar

Sementara itu, dari sisi risiko kredit, tekanan pada kualitas kredit

korporasi terus meningkat. NPL kredit terus mengalami peningkatan dari 5,1%

pada triwulan II 2016 menjadi 5,6% pada triwulan III 2016, dan diprakirakan masih

meningkat pada triwulan IV 2016 yang terlihat pada NPL bulan Oktober 2016

yang mencapai 5,7% (yoy). Nilai NPL tersebut harus mendapat perhatian lebih

bagi industri perbankan di Sumbar karena nilainya telah berada di atas threshold

yang ditetapkan sebesar 5%. Ditinjau dari sektor ekonominya, risiko yang perlu

mendapat perhatian tinggi terjadi pada 2 (dua) sektor utama yakni pertanian dan

perdagangan yang telah mencapai lebih dari 5 % pada bulan Oktober 2016.

Sementara itu, NPL sektor industri pengolahan meskipun relatif masih rendah,

namun meningkat pada bulan Oktober 2016 mencapai 2,5%, dibandingkan

triwulan I 2016 yang hanya mencapai 1,0%.

Meskipun didukung dengan penurunan suku bunga kredit, kinerja penyaluran

kredit korporasi belum cukup menunjukkan perbaikan hingga bulan Oktober

2016. Hingga Oktober 2016, suku bunga kredit baik investasi, modal kerja, dan

konsumsi telah mengalami penurunan hampir 1%. Penurunan suku bunga

tersebut juga dipengaruhi oleh penurunan BI Rate/ BI 7-days Repo Rate yang

terjadi sejak awal tahun 2016.

Tingginya tekanan yang dialami dunia usaha sebagai dampak perlambatan

ekonomi global dan pelemahan konsumsi domestik, serta penurunan harga

komoditas diindikasikan menjadi pendorong utama perlambatan kredit sektor

korporasi pada triwulan III 2016. Korporasi melakukan upaya-upaya efisiensi,

termasuk menahan pencairan kredit (tidak menambah komponen sumber dana

Page 79: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

60

pinjaman) untuk mengurangi biaya operasional. Kondisi ini mendorong

keputusan pencairan simpanan dana di perbankan yang pada akhirnya

berdampak pada perlambatan DPK perbankan.

4.3 Institusi Keuangan (Perbankan)

Tabel 4.6. Indikator Perkembangan Bank Umum Sumatera Barat

III-15 IV-15 I-16 II-16 III-16 III-15 IV-15 I-16 II-16 III-16 III-16

Aset 53.803 54.316 55.528 56.466 57.460 10,4 12,9 9,3 6,8 6,8

Giro 6.815 4.900 7.131 6.493 6.434 10,8 13,9 7,9 -12,0 -5,6 17,9

Tabungan 15.488 17.458 15.986 17.420 17.653 8,4 14,4 13,8 20,3 14,0 49,1

Deposito 11.670 10.724 11.049 11.329 11.886 12,9 5,4 -1,0 1,5 1,9 33,0

Total DPK 33.973 33.083 34.165 35.242 35.973 10,4 11,3 7,4 6,7 5,9

Modal Kerja 17.213 17.124 17.040 17.235 17.274 9,2 6,9 4,8 1,9 0,4 34,3

Investasi 9.324 9.983 9.817 10.670 11.011 32,3 30,8 15,9 21,0 18,1 21,9

Konsumsi 20.833 20.897 21.379 21.746 22.012 12,9 9,3 9,6 8,1 5,7 43,8

Total Kredit 47.370 48.003 48.236 49.651 50.297 14,8 12,2 9,0 8,3 6,2

Pertanian 4.594 4.523 4.432 4.687 4.675 21,3 15,3 2,1 7,0 1,8 16,5

Pertambangan dan Penggalian 450 436 420 380 373 4,3 -6,4 -12,2 -19,5 -17,0 1,3

Industri Pengolahan 6.091 5.920 5.717 5.928 6.495 68,0 57,2 30,9 15,6 6,6 23,0

Listrik, Gas dan Air Bersih 105 120 124 142 145 296,9 288,6 68,7 68,8 38,1 0,5

Konstruksi 948 891 715 957 1.008 4,9 2,0 -21,8 8,3 6,4 3,6

Perdagangan, Hotel dan Restoran 12.117 12.981 13.306 13.612 13.394 6,7 11,3 11,3 11,9 10,5 47,4

Pengangkutan dan Komunikasi 396 434 436 449 420 -28,9 -22,4 -33,0 -11,3 6,2 1,5

Keuangan, Real Estate & Jasa Perush. 988 954 928 910 885 -17,3 -19,1 -3,2 -12,2 -10,4 3,1

Jasa-jasa 841 839 775 837 855 -0,9 -18,3 -20,5 -21,4 1,7 3,0

Kredit Rumah Tangga 20.833 20.897 21.379 21.746 22.012 12,9 9,3 9,6 8,1 5,7

LDR (%) 139,4 145,1 141,2 140,9 139,8

NPL (%) 3,1 2,7 3,0 3,3 3,6

Pertumbuhan

(%,yoy)

Pangsa

(%)Indikator Perbankan

Nilai Kredit

(miliar Rupiah)

*Kredit berdasarkan lokasi proyek.

4.3.1 Aset Perbankan

Perlambatan kredit berdampak pada kinerja perbankan di Sumbar yang

belum menggembirakan, salah satunya pada kinerja aset. Hingga triwulan

III 2016, aset perbankan hanya mampu tumbuh rendah sebesar 6,8% (yoy), relatif

stabil dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 3.1). Perlambatan aset

perbankan tersebut juga dipengaruhi oleh penurunan kualitas kredit secara

umum sehingga dapat meningkatkan cadangan bank atau Cadangan Kerugian

Penurunan Nilai (CKPN). Selain itu, meningkatnya biaya dana akibat penurunan

suku bunga tertimbang kredit dan suku bunga DPK tertimbang akan

memengaruhi kinerja laba perbankan dan pada akhirnya diperkirakan

memengaruhi peningkatan pertumbuhan aset perbankan. Pada triwulan laporan,

suku bunga tertimbang kredit menurun terbatas menjadi 11,84% dari sebelumnya

Page 80: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

61

sebesar 12,07% pada triwulan II 2016, sementara suku bunga tertimbang DPK

turun terbatas dari 3,55% menjadi 3,52%.

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

-

10

20

30

40

50

60

70

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

Triliun RpNominal Pertumbuhan (sisi kanan)

% yoy

11,84

3,5

0

1

2

3

4

5

6

7

9

10

11

12

13

14

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

Suku Bunga Tertimbang Kredit

Suku Bunga Tertimbang DPK

% %

Grafik 4.20. Pertumbuhan Aset Bank Umum Sumatera Barat

Grafik 4.21. Suku Bunga Tertimbang DPK dan Kredit Bank Umum Sumbar

4.3.2 Intermediasi Perbankan

Perkembangan DPK

Penurunan tabungan masyarakat berdampak pada perlambatan penghimpunan

DPK oleh perbankan Sumbar. Penghimpunan DPK oleh perbankan pada triwulan

III 2016 tercatat melambat sebesar 5,9% (yoy) dibandingkan triwulan II 2016 yang

mampu tumbuh mencapai 6,% (yoy). Perlambatan pertumbuhan DPK tersebut

terutama terjadi pada jenis tabungan, sementara pertumbuhan giro juga masih

terkontraksi (Grafik 4.22). Struktur DPK bank umum Sumatera Barat cenderung

didominasi dana murah seperti tabungan dan giro yang mencapai hampir 67%,

dibandingkan deposito sebesar 2% (Grafik 4.23). Secara historis, pertumbuhan

DPK diprakirakan masih tumbuh rendah pada triwulan IV 2016, akibat penyaluran

giro pemerintah yang besar seiring realisasi APBD yang besar di akhir tahun. Hal

ini terlihat pada pertumbuhan DPK di bulan Oktober 2016 yang rendah dan hanya

tumbuh sebesar 6,1% (yoy).

Page 81: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

62

-20

-10

0

10

20

30

40

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

DPK TABUNGAN DEPOSITO GIRO%, yoy

6.4

17.7

11.9

-

5

10

15

20

25

30

35

40

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

DEPOSITO TABUNGAN GIRORp triliun

Grafik 4.22. Pertumbuhan DPK Bank Umum Menurut Jenis Simpanan (yoy)

Grafik 4.23. Perkembangan Nilai DPK Menurut Jenis Simpanan

Penurunan suku bunga tertimbang deposito berdampak pada rendahnya

pertumbuhan deposito yang hanya mampu tumbuh 1,9% (yoy). Rendahnya

pertumbuhan deposito sejak akhir tahun 2014 juga ditengarai akibat kurang

menariknya simpanan deposito karena bank-bank melakukan efisiensi dengan

mengurangi komponen dana berbiaya mahal yang terlihat dari adanya

penurunan rata-rata suku bunga deposito yang lebih besar dibandingkan jenis

DPK lainnya. Sejak akhir tahun 2015 suku bunga deposito terus turun dan

mencapai penurunan 0,8% hingga triwulan III 2016.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

Total Kredit Kredit Modal Kerja

Kredit Investasi Kredit Konsumsi

%, yoy

139,2

3,7

-

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

50

70

90

110

130

150

170

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV*

2013 2014 2015 2016

LDR NPL (RHS)

% %

Grafik 4.24. Pertumbuhan Kredit Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan

Grafik 4.25. Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum

Penyaluran Kredit

Perlambatan ekonomi Sumbar terindikasi dari pertumbuhan kredit yang

terus melambat hingga triwulan III 2016. Pertumbuhan kredit bank umum

melambat menjadi 6,2% (yoy) pada triwulan III 2016 dari sebelumnya sebesar

8,3% (yoy) pada triwulan II 2016. Pertumbuhan tersebut merupakan yang

Page 82: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

63

terendah dalam lima tahun terakhir. Seluruh jenis kredit berdasarkan penggunaan

mengalami perlambatan yang cukup dalam hingga triwulan III 2016. Bahkan

untuk jenis kredit modal kerja mengalami stagnasi atau hampir tidak tumbuh

(Grafik 4.24). Porsi kredit produktif bank umum di Sumatera Barat yang hanya

sebesar 56% dari total kredit, dinilai masih relatif kecil dibandingkan dengan rata-

rata porsi kredit produktif di regional Sumatera yang mencapai porsi di atas 70%

dari total kredit. Hal ini mencerminkan bahwa peran kredit dalam mendukung

investasi dan percepatan pertumbuhan ekonomi di Sumatera Barat masih relatif

terbatas.

Bank Indonesia secara konsisten terus melakukan upaya dengan

mengeluarkan sejumlah kebijakan moneter dan makroprudensial untuk

mendorong penguatan sektor perbankan dalam mendukung peningkatan

ekonomi. Bank Indonesia menurunkan BI rate sebanyak 4 kali sejak bulan akhir

tahun 2015 hingga Juli 2016 dengan total penurunan mencapai 100 basis point

(bps). Bank Indonesia juga melakukan penguatan kerangka operasi moneter

dengan memperkenalkan suku bunga acuan atau suku bunga kebijakan baru

yaitu BI 7-Day Repo Rate, yang berlaku efektif sejak 19 Agustus 2016. Selain BI

Rate yang digunakan saat ini, perkenalan suku bunga kebijakan yang baru ini

tidak mengubah stance kebijakan moneter yang sedang diterapkan. Sejak

diberlakukan efektif, Bank Indonesia juga telah menurunkan BI 7-Day Repo Rate

sebanyak 2 kali dengan total penurunan sebanyak 50 bps. Meskipun belum

signifikan, penurunan BI rate dan BI 7-day Repo Rate diikuti dengan penurunan

suku bunga tertimbang kredit sebesar 50 bps dari 12,34% pada bulan Desember

2015 menjadi 11,4% pada September 2016. Dengan didukung berbagai kebijakan

pemerintah dan lembaga/otoritas terkait lainnya, diharapkan suku bunga dapat

terus turun hingga mencapai single digit di akhir tahun 2016.

Perkembangan LDR dan NPL

Fungsi intermediasi bank umum di Sumatera Barat pada triwulan III 2016

sedikit menurun namun konsisten berada di level yang tinggi.

Menurunnya fungsi intermediasi tercermin dari nilai rasio Loan to Deposit Ratio

(LDR), yaitu rasio antara jumlah kredit yang disalurkan bank terhadap jumlah DPK

bank, yang pada triwulan III 2016 ini tercatat sedikit menurun menjadi 139,8%

dari sebelumnya sebesar 140,9% (Grafik 4.25). Penurunan LDR ini diprakirakan

Page 83: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

64

akan berlanjut terindikasi dari nilai LDR pada bulan Oktober 2016 yang menurun

menjadi 139,2%. Meskipun menurun, nilai rasio LDR di atas 100% menunjukkan

bahwa terdapat penggunaan dana dari luar provinsi sebagai salah satu sumber

penyaluran kredit untuk membiayai proyek yang berlokasi di Sumatera Barat.

Selain itu, nilai rasio tersebut memberikan informasi bahwa perbankan

diharapkan tetap terus meningkatkan penghimpunan DPK di Sumatera Barat

dengan berbagai program yang menarik, karena pada saat ini DPK yang berhasil

dihimpun masih relatif kecil dibandingkan penyaluran kreditnya oleh perbankan.

Sementara itu, penurunan kualitas kredit bank umum di Sumbar terus

berlanjut dan perlu perhatian yang serius. Pada triwulan III 2016 rasio Non

Performing Loans (NPL) perbankan kembali meningkat menjadi 3,6% dari

sebelumnya sebesar 3,3%. Penurunan kualitas kredit tersebut terjadi khususnya

pada sektor korporasi. Meskipun pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan

(OJK) telah mengeluarkan sejumlah kebijakan di bidang perbankan khususnya

terkait perbaikan kualitas melalui restrukturisasi kredit, masih rendahnya kegiatan

usaha dan daya beli masyarakat terus menggerus kualitas kredit. Penurunan

kualitas kredit ini memerlukan perhatian yang serius karena terindikasi terus

meningkat. Hal ini terlihat pada NPL bulan Oktober 2016 yang kembali meningkat

menjadi 3,7%. Kredit korporasi menjadi pendorong utama peningkatan NPL bulan

Juli 2016 menjadi 5,7% dari 5,1% pada triwulan III 2016.

4.3.3 Perbankan Syariah

Tabel 4.7. Indikator Perkembangan Bank Syariah Sumatera Barat

Pangsa (%)

III-15 IV-15 I-16 II-16 III-16 III-15 IV-15 I-16 II-16 III-16 III-16

Aset 4,087 4,125 4,132 4,078 4,237 -2.0 3.9 2.4 1.3 3.7

DPK 2,499 2,564 2,593 2,558 2,744 -0.9 7.6 11.2 6.9 9.8

Giro 130 158 140 128 135 -22.3 5.0 16.8 -2.2 3.8 4.9

Tabungan 1,275 1,378 1,320 1,387 1,469 7.5 12.8 10.3 13.6 15.2 53.5

Deposito 1,094 1,028 1,133 1,044 1,140 -6.4 1.8 11.6 0.2 4.2 41.6

Pembiayaan Menurut Jenis Penggunaan 3,550 3,570 3,631 3,673 3,602 -3.6 -3.0 1.2 1.4 1.5

Modal Kerja 955 954 1,045 1,080 1,008 -10.3 -9.6 9.0 9.9 5.6 28.0

Investasi 458 512 486 502 480 12.4 14.8 3.6 5.1 4.9 13.3

Konsumsi 2,138 2,105 2,101 2,091 2,114 -3.4 -3.4 -2.7 -3.3 -1.1 58.7- - - - -

Pembiayaan Menurut Sektor Ekonomi 3,550 3,570 3,631 3,673 3,602 -3.6 -3.0 1.2 1.4 1.5

Pertanian 144 175 150 173 166 21.3 46.6 10.7 22.4 15.4 4.6

Industri Pengolahan 58 60 60 67 67 17.5 13.4 9.1 9.2 15.1 1.9

Konstruksi 16 18 17 19 18 -13.7 -9.3 -23.4 -14.7 9.8 0.5

Perdagangan 615 621 633 670 646 -6.0 2.3 -3.0 2.0 5.2 17.9

Transportasi dan Komunikasi 30 60 43 32 31 19.2 193.2 56.9 -0.7 4.7 0.9

Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 338 327 307 383 327 13.9 -10.9 -5.8 10.3 -3.3 9.1

Jasa Sosial 203 196 190 103 102 -15.7 -35.6 -4.8 -46.3 -50.0 2.8

Sektor Rumah Tangga 2,138 2,105 2,101 2,091 2,114 -3.4 -3.4 -2.7 -3.3 -1.1 58.7

Financing-to-Deposit Ratio (FDR) 142.1 139.3 140.0 143.6 131.3

Non-Performing Financing (NPF) 4.1 4.0 4.4 4.5 4.7

Nilai Kredit

(miliar Rupiah)Indikator Perbankan

Pertumbuhan

(%,yoy)

*Kredit berdasarkan lokasi proyek.

Page 84: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

65

Ditengah perlambatan indikator perbankan bank umum, beberapa

indikator perbankan syariah mulai mengalami perbaikan, meski masih

sangat terbatas. Aset perbankan syariah turut membaik dari tumbuh 1,3% (yoy)

pada triwulan II 2016 menjadi 3,7% (yoy) pada triwulan III 2016. Dengan

pertumbuhan tersebut, pangsa aset perbankan syariah meningkat dari 7,2%

menjadi 7,4% dari total aset perbankan di Sumatera Barat. Sementara itu, kinerja

penghimpunan DPK pada periode laporan juga mulai tumbuh meningkat 6,9%

(yoy) menjadi 9,8% (yoy).

Di sisi lain, kinerja pembiayaan syariah relatif masih rendah dan hanya mampu

tumbuh terbatas 1,5% (yoy). Rendahnya pertumbuhan pembiayaan juga disertai

dengan penurunan kualitasnya yang terlihat dari peningkatan NPF dari 4,5%

menjadi 4,7%. Sementara itu, rasio Finance to Deposit Ratio (FDR) juga mengalami

penurunan dari 143,6% menjadi 131,3% pada triwulan laporan. Hal tersebut

terjadi karena peningkatan penghimpunan dana dari masyarakat lebih besar

daripada peningkatan realisasi penyaluran pembiayaan.

4.4 Akses Keuangan UMKM

4.4.1 Akses Keuangan UMKM

Kinerja kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terus membaik

sejak triwulan I 2016. Penyaluran kredit perbankan untuk UMKM pada triwulan

III 2016 mencapai Rp15,4 triliun atau tumbuh sebesar 4,6% (yoy), meningkat

dibandingkan triwulan II 2016 sebesar 3,8% (yoy) (Grafik 4.26). Perbaikan kinerja

kredit UMKM tidak terlepas dari adanya sejumlah kebijakan yang dilakukan

pemerintah, antara lain melalui a) penetapan target penyaluran KUR oleh bank

plat merah dan sejumlah BPD, b) penurunan suku bunga KUR, c) kemungkinan

adanya penambahan pagu pada KUR mikro. Berdasarkan komponennya, sumber

perbaikan kinerja kredit UMKM terutama berasal dari membaiknya pertumbuhan

kredit mikro dan kredit menengah. Sementara pertumbuhan kredit kecil pada

triwulan III 2016 melambat menjadi 9,8% (yoy), dibandingkan triwulan

sebelumnya sebesar 3,2% (yoy).

Page 85: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

66

4.6

32.6

9.8

(17.0)

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015 2016

UMKM Mikro Kecil Menengah%

Pertanian 13.3%

Industri Pengolahan

4.3%

Perdagangan 66.6%

Transportasi 2.2% Lain-lain

13.5%

Grafik 4.26. Pertumbuhan Kredit UMKM Grafik 4.27. Proporsi Kredit UMKM Sisi Sektoral

Secara sektoral, membaiknya pertumbuhan kredit UMKM terutama

terjadi pada sektor bangunan dan jasa-jasa. Kredit UMKM sektor bangunan

dan jasa-jasa masing-masing mampu tumbuh dari 2,9% (yoy) dan negatif 22,4%

(yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 42,0% (yoy) dan 2,5% (yoy) pada triwulan III

2016. Meningkatnya permintaan KPR dan pengerjaan proyek fisik infrastruktur

pemerintah mendorong permintaan kredit sektor bangunan. Sementara, kredit

UMK sektor perdagangan yang memiliki pangsa sebesar 66,6% dari total kredit

tercatat melambat dari 13,6% (yoy) pada triwulan II 2016 menjadi 12,0% (yoy)

pada triwulan III 2016.

Di sisi lain, meningkatnya pertumbuhan kredit UMKM belum diikuti

dengan perbaikan kualitas kreditnya. Kondisi ini tercermin dari NPL kredit

UMKM yang masih berada di kisaran 7% sejak triwulan awal 2016. Bahkan NPL

kredit menengah masih mencapai double digit sejak triwulan I 2016. Nilai NPL

tersebut sudah melampaui ketentuan batas aman yang ditetapkan Bank Indonesia

sebesar 5,0%. Hal ini tentu saja menjadi salah satu pertimbangan dan kehati-

hatian perbankan untuk menyalurkan kredit UMKM ditengah perlambatan

pertumbuhan ekonomi. Selain itu, risiko peningkatan rasio NPL diprakirakan

masih besar mengingat suku bunga rata-rata UMKM yang masih tinggi sebesar

13,0% pada triwulan laporan. Untuk itu perlu ada perhatian dan sejumlah upaya

dari perbankan untuk memperbaiki kualitas kredit UMKM sehinga tidak

mengganggu ketahanan keuangan daerah.

Page 86: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

67

7.1

2.8

7.0

11.3

-

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

14.0

IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

UMKM Mikro

Kecil Menengah

%

Grafik 4.28. Perkembangan NPL Kredit UMKM

4.4.2 Akses Keuangan Penduduk

Akses keuangan masyarakat baik dari sisi penghimpunan dana maupun

penyaluran kredit mengalami peningkatan pada triwulan III 2016. Rasio

jumlah rekening DPK terhadap angkatan kerja di Sumatera Barat periode Agustus

2016 mencapai 165,7%, meningkat dibandingkan periode Februari 2016. Rasio

yang lebih dari 100% mengindikasikan terdapat penduduk angkatan kerja yang

memiliki rekening lebih dari satu. Rasio lebih dari 100% juga menunjukkan

adanya penduduk bukan angkatan kerja yang memiliki rekening, seperti pelajar

dan mahasiswa. Sejalan dengan DPK, rasio jumlah rekening kredit terhadap rasio

penduduk angkatan kerja di Sumatera Barat meningkat menjadi 26,9% pada

Agustus 2016 (Grafik 4.30). Meningkatnya rasio rekening kredit mengindikasikan

bahwa penggunaan kredit oleh masyarakat mulai membaik, namun perlu disertai

dengan kehati-hatian baik dari pihak perbankan maupun masyarakat agar

kualitas kredit dapat terjaga. Selain itu, meningkatnya rekening kredit juga

merupakan adanya indikasi peningkatan financial literacy dan kepercayaan

masyarakat terhadap institusi keuangan.

Page 87: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

68

146.2165.7

0.0

20.0

40.0

60.0

80.0

100.0

120.0

140.0

160.0

180.0

Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agus

2012 2013 2014 2015 2016

%

24.626.9

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agus

2012 2013 2014 2015 2016

%

Grafik 4.29. Rasio Rekening DPK Penduduk Bekerja Grafik 4.30. Rasio Rekening Kredit Penduduk

Bekerja

Page 88: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

69

Halaman ini sengaja dikosongkan

This page is intentionally blank

Page 89: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

70

5 BAB V

PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN

DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

Perkembangan transaksi non tunai di Sumatera Barat mengalami

penurunan baik melalui RTGS maupun kliring. Transaksi melalui RTGS turun

pasca penerapan RTGS Generasi II, tercermin dari penurunan nominal dan volume

transaksi. dari sisi kliring, Pada triwulan III 2016, volume transaksi kliring

mengalami penurunan sebesar 9,4% (yoy) menjadi 90.368 lembar. Kondisi serupa

juga terjadi pada jumlah nominal transaksi kliring yang turun di level Rp3,85

triliun atau 6,29% (yoy).

Sementara dari sisi pembayaran tunai, pergerakan arus kas di Provinsi

Sumatera Barat kembali menunjukkan pola normalnya pada triwulan III

2016. Setelah Bulan Ramadhan, lebaran, liburan sekolah dan pergantian tahun

ajaran baru yang berlangsung hampir bersamaan pada triwulan II 2016 lalu,

Sumatera Barat tercatat kembali mengalami net inflow uang kartal pada triwulan

laporan sebesar Rp3,59 triliun setelah pada triwulan sebelumnya mengalami net

outflow yang tidak pernah terjadi dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Arus

kas uang masuk (inflow) tersebut meningkat hingga 73,22% (yoy) dibandingkan

triwulan yang sama tahun sebelumnya.

5.1 Perkembangan Transkasi Non Tunai

5.1.1 Transaksi BI-RTGS (Bank Indonesia Real Time Gross Settlement)

Transaksi RTGS di Sumatera Barat pada triwulan III 2016 menunjukkan

tren menurun, baik secara nominal maupun jumlah transaksi. Transaksi

RTGS di Sumatera Barat pada triwulan III 2016 tercatat sebesar Rp2,2 triliun, turun

signifikan hingga 93,1% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya sebesar Rp32,3 triliun. Kodisi tersebut sejalan dengan penurunan

volume transaksi menjadi 1.748 transaksi, atau turun 91,6% (yoy). Penurunan

Page 90: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

71

transaksi ini terjadi pasca penerapan RTGS Generasi II yang dimulai sejak triwulan

IV 2015.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

0

5

10

15

20

25

30

35

40

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

RibuTriliun Rp

RTGS (Rp Miliar) RTGS (volume)

88

90

92

94

96

98

100

102

104

106

108

110

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

4,00

4,50

5,00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

ribu lembartriliun rupiah Nominal (miliar Rp) Volume (lembar)

Grafik 5.1. Perkembangan Transaksi RTGS di Sumbar

*

*) Data sementara

Grafik 5.2. Perkembangan Transaksi Kliring di

Sumbar

5.1.2 Transaksi Kliring

Seiring dengan perlambatan ekonomi yang berdampak pada penurunan

kegiatan usaha, transaksi kliring juga mengalami penurunan. Pada

triwulan III 2016, volume transaksi kliring mengalami penurunan sebesar 9,4%

(yoy) menjadi 90.368 lembar. Kondisi serupa juga terjadi pada jumlah nominal

transaksi kliring yang turun di level Rp3,85 triliun atau 6,29% (yoy).

(5)

-

5

10

15

20

25

-

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

I II III IV I II III

2015 2016

Mil

lio

ns

Jumlah Kartu Nominal Transaksi - rhs juta rupiah

-

100

200

300

400

500

600

I II III IV I II III

2015 2016

Frekuensi Transaksi Jumlah Rekening Digital

Grafik 5.3. Perkembangan Layanan Keuangan

Digital di Sumbar

Grafik 5.4. Frekuensi dan Jumlah Rekening

Layanan Keuangan Digital di Sumbar

5.1.3 Layanan Keuangan Digital

Hingga triwulan III 2016, perkembangan implementasi Layanan Keuangan

Digital (LKD) di Sumatera Barat terus membaik. Tercatat, pertumbuhannya

Page 91: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

72

mencapai 131,7% (yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya, atau sebanyak

1.895 agen. Namun sayangnya, pertumbuhan jumlah agen LKD tersebut belum

diiringi dengan peningkatan jumlah transaksi. Pada triwulan III 2016, hanya

tercatat sebanyak 77 transaksi, turun 20,62% (yoy) dari periode yang sama tahun

sebelumnya sebanyak 97 transaksi. Hal ini ditengarai karena kemampuan ekonomi

masyarakat yang cenderung menurun pasca efek seasonal pada triwulan

sebelumnya yang mendorong masyarakat untuk lebih konsumtif sehingga

berpengaruh terhadap transaksi LKD pada triwulan III 2016.

Namun demikian, implementasi program LKD diprakirakan akan terus

tumbuh. Hal ini disebabkan oleh dukungan dari sejumlah pihak, terutama dari

pemerintah untuk mengonversikan bantuan sosial kepada masyarakat

prasejahtera yang sebelumnya dilakukan secara tunai menjadi non tunai melalui

agen-agen perbankan, salah satunya LKD. Saat ini, tercatat baru terdapat 1 agen

LKD yang juga ditunjuk sebagai agen penyalur bantuan sosial non tunai dari

pemerintah dan ditargetkan akan membentuk sejumlah agen baru lainnya pada

tahun 2017. Penyaluran bantuan sosial non tunai selain memberikan banyak

kemudahan kepada masyarakat penerimanya, juga membantu pemerintah dalam

melakukan pengawasan terhadap bantuan yang telah diberikan, sehingga

bantuan tersebut lebih tepat sasaran.

5.2 Perkembangan Transaksi Tunai

5.2.1 Pengelolaan Uang Rupiah

Pergerakan arus kas di Provinsi Sumatera Barat kembali menunjukkan

pola normalnya pada triwulan III 2016. Setelah mengalami net outflow yang

tidak pernah terjadi dalam kurun waktu empat tahun terakhir pada triwulan II

2016 ketika ramadhan, lebaran, liburan sekolah dan pergantian tahun ajaran baru

berlangsung hampir bersamaan, Sumatera Barat kembali mengalami net inflow

uang kartal pada triwulan laporan sebesar Rp3,59 triliun. Arus kas uang masuk

(inflow) tersebut meningkat hingga 73,22% (yoy) dibandingkan triwulan yang

sama tahun sebelumnya.

Page 92: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

73

(2.000)

(1.000)

0

1.000

2.000

3.000

4.000

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

Inflow Outflow Net Inflow-rhsmiliar rupiah miliar rupiah

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

0

10

20

30

40

50

60

70

80

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

triliun rupiahPemusnahan UTLE (Sisi Kanan)

Rasio Pemusnahan UTLE terhadap Inflow%

Grafik 5.5. Perkembangan Aliran Uang Kas Masuk

(Inflow) dan Keluar (Outflow)

Grafik 5.6. Perkembangan Pemusnahan Uang

Tidak Layak Edar (UTLE)

5.2.2 Perkembangan Uang Tidak Layar Edar dan Uang Palsu

Uang tidak layak edar (UTLE) yang dimusnahkan mengalami penurunan

pada periode triwulan III 2016. Pemusnahan UTLE pada periode laporan

tercatat turun 25,52% (yoy). Rasio pemusnahan UTLE terhadap inflow juga

mengalami penurunan di level 30,5% dibandingkan rasio pemusnahan UTLE

triwulan sebelumnya sebesar 68,8%. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa

jumlah uang yang beredar di Sumatera Barat sebagian besar didominasi oleh

uang layak edar (ULE). Hal tersebut sejalan dengan kebijakan clean money policy

sehingga uang yang beredar di masyarakat dalam kondisi layak edar.

Sementara itu, jumlah pemusnahan UTLE secara lembaran berbanding

terbalik dengan jumlah pemusnahan UTLE secara nilai instrinsiknya.

Hingga triwulan III 2016, jumlah lembar pemusnahan ULTE terus mengalami

penurunan di level 37,8 juta lembar. Hal ini menggambarkan bahwa pemusnahan

UTLE di Sumatera Barat lebih banyak dipengaruhi oleh pemusnahan uang

pecahan besar (UPB).

Page 93: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

74

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

I II III IV I II III

2015 2016

Pemusnahan UTLEjuta lembar

10691 86

100111

86

112

83

136 132151

188 194

114

161

104

146 125

281

0

50

100

150

200

250

300

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

Lembar Temuan Uang Palsu

Grafik 5.7. Pemusnahan UTLE di Sumbar Grafik 5.8. Jumlah Temuan Uang Palsu di Sumbar

Temuan uang rupiah palsu mengalami peningkatan signifikan pada

periode laporan. Temuan rupiah palsu selama triwulan III 2016 di Sumatera

Barat tercatat sebanyak 281 lembar, meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya 125 lembar rupiah palsu. Kantor Perwakilan Bank indonesia Provinsi

Sumatera Barat terus berkoordinasi dengan sejumlah pihak, antara lain Kepolisian

Daerah Provinsi Sumatera Barat melalui Forum Komunikasi Tingkat Daerah (FKTD)

yang salah satu isunya terkait dengan penanganan rupiah palsu. Selain itu

sosialisasi terus dilakukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat

mengenai ciri-ciri keaslian rupiah serta cara memperlakukan rupiah dengan baik.

Page 94: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

75

Forum Koordinasi Tingkat Daerah (FKTD) merupakan sebuah program kerja sama

yang dilakukan di tingkat pusat antara Bank Indonesia dengan Kepolisian

Republik Indonesia (Polri) dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan

kewenangan Bank Indonesia yang implementasi kerja samanya dilakukan hingga

di tingkat daerah. Sebagai bentuk penerapan program tersebut, Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat bersama dengan Kepolisian

Daerah (Polda) Sumatera Barat telah melakukan kegiatan tersebut pada Selasa, 18

Oktober 2016 di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Barat.

Dalam kegiatan koordinasi tersebut, dibahas sejumlah isu terkini antara lain, isu

perlindungan konsumen sistem pembayaran dan tindak kejahatan perbankan,

kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah NKRI sesuai amanat undang-undang,

pencegahan dan pemberantasan uang Rupiah palsu serta isu terkait

penyelenggara jasa pengolahan uang Rupiah.

Terkait isu pemberantasan uang Rupiah palsu di wilayah Sumatera Barat, pihak

Polda Sumatera Barat dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera

Barat berencana untuk kembali mengaktifkan Tim Terpadu Pemberantasan

Rupiah Palsu di daerah bersama unsur terkait sebagaimana yang tercantum dalam

pasal 28 UU No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang. Hal ini disebabkan karena

peredaran dan temuan uang Rupiah palsu di Sumatera Barat mengalami

peningkatan signifikan pada triwulan III 2016. Untuk itu, terkait dengan rencana

reaktivasi Tim Terpadu Pemberantasan Rupiah Palsu akan dibahas teknis serta

mekanismenya pada rapat pleno lanjutan pada bulan Desember 2016 dalam

rangka mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

BOKS 3: Forum Koordinasi Tingkat Daerah Membantu Penyelenggaraan Sistem

Pembayaran yang Aman dan Andal

Page 95: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

76

Halaman ini sengaja dikosongkan

This page is intentionally blank

Page 96: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

77

6 BAB VI

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

DAERAH

Di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan III

2016, angka penggangguran terbuka pada Agustus 2016 menurun

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya akibat perbaikan

kinerja sektor pertambangan sehingga membutuhkan tambahan

angkatan kerja untuk sektor tersebut. PDRB lapangan usaha

pertambangan pada triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar 3,13% atau

lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 0,32%

(yoy). Secara umum, penyerapan tenaga kerja di Sumatera Barat masih

didominasi oleh lapangan pekerjaan utama yakni pertanian, perkebunan,

kehutanan, perburuan dan perikanan dengan status pekerjaan sebagian besar

bersifat informal dan tingkat pendidikan yang masih rendah. Namun demikian

dalam setahun terakhir, sektor pertanian justru merupakan satu-satunya sektor

yang mengalami penurunan jumlah tenaga kerja secara tahunan (yoy).

Berdasarkan Survei Konsumen dan Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank

Indonesia, ekspektasi masyarakat terhadap ketenagakerjaan di Sumbar pada

triwulan III 2016 cenderung menurun dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Penurunan terbesar terjadi pada sektor industri pengolahan serta

sektor pertanian dan perkebunan akibat belum membaiknya kinerja kelapa

sawit (CPO) dan karet.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) membaik di tengah peningkatan

persentase jumlah penduduk miskin serta rasio gini yang cenderung

meningkat. Peningkatan penduduk miskin tersebut terutama terjadi pada

masyarakat pedesaan, sementara penduduk miskin masyarakat perkotaan

relatif stabil. Kualitas hidup masyarakat Sumatera Barat cenderung meningkat

sebagaimana tercermin dari membaiknya IPM namun masih belum diikuti

dengan perbaikan pada ketimpangan atau ketidakmerataan ekonomi

penduduk di Sumatera Barat.

Page 97: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

78

Nilai Tukar Petani (NTP) Sumbar pada triwulan laporan menurun dibandingkan

triwulan sebelumnya. Penurunan terjadi pada semua subsektor kecuali

subsektor peternakan. Penurunan terbesar terjadi pada subsektor perkebunan,

diikuti subsektor hortikultura dan tanaman pangan.

6.1 Ketenagakerjaan Daerah

Di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumbar pada triwulan

III 2016, tingkat partisipasi angkatan kerja meningkat sedangkan

pengangguran terbuka menurun (yoy) (rilis BPS terbaru periode Agustus

2016). Tingkat partisipasi angkatan kerja di Sumatera Barat pada Agustus 2016

meningkat dibandingkan Agustus 2015, namun sedikit menurun dibandingkan

Februari 2016 (Tabel 6.1).

Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 tahun ke atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)

Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt

Penduduk Usia 15 Tahun Keatas 3,40 3,52 3,55 3,58 3,61 3,63 3,66 3,69

Angkatan Bekerja 2,46 2,22 2,50 2,33 2,48 2,35 2,58 2,47

Bekerja 2,30 2,06 2,34 2,18 2,33 2,18 2,43 2,35

Pengangguran 0,16 0,16 0,16 0,15 0,15 0,16 0,15 0,13

Bukan Angkatan Kerja 1,27 1,31 1,04 1,25 1,13 1,29 1,09 1,21

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) % 65,85 62,92 70,58 65,19 68,73 64,56 70,34 67,08

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) % 6,39 7,02 6,32 6,50 5,99 6,89 5,81 5,09

Pekerja Tidak Penuh 0,84 0,90 0,79 0,80 0,87 0,74 0,87 0,76

Setengah Pengangguran 0,37 0,25 0,22 0,26 0,32 0,25 0,31 0,25

Pekerja Paruh Waktu 0,48 0,65 0,57 0,55 0,55 0,49 0,56 0,51

Rasio Pekerja Tidak Penuh thd Total Pekerja 36,69 43,5 33,60 36,91 37,36 33,89 35,99 32,49

20162015Kegiatan Utama

2013 2014

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Barat

Selain peningkatan tingkat partisipasi angkatan kerja, meningkatnya

kualitas ketenagakerjaan di Sumatera Barat juga ditandai dengan

tingkat pengangguran yang menurun. Meningkatnya jumlah penduduk

yang bekerja antara lain disebabkan peningkatan kebutuhan tenaga kerja di

sektor pertambangan serta upaya perbaikan kinerja beberapa sektor antara

lain pariwisata. Pertumbuhan PDRB lapangan usaha pertambangan pada

triwulan laporan tercatat sebesar 3,13% atau lebih tinggi dari triwulan

sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 0,32% (yoy) seiring dengan

peningkatan aktivitas pertambangan seperti batubara dan emas di beberapa

kabupaten.

Sektor pertanian masih menjadi tumpuan penyerap tenaga kerja. Pada periode

Agustus 2016, sektor pertanian menyerap 855,6 ribu orang tenaga kerja atau

Page 98: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

79

36,4% dari total tenaga kerja. Selama setahun terakhir (Agustus 2015 - Agustus

2016), jumlah penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama

meningkat pada hampir seluruh sektor. Kenaikan tertinggi terjadi di sektor

lainnya (pertambangan, listrik, gas dan air) dengan penambahan 38,63 ribu

orang (94,09 %), dan sektor industri sebanyak 59,98 ribu orang (41,06%).

Sektor pertanian adalah satu-satunya sektor yang mengalami penurunan

dengan persentase sebesar -0,10% (yoy). Penurunan ini ditengarai disebabkan

oleh adanya perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor

pertambangan. Pada triwulan III 2016, kinerja sektor pertanian cenderung

melambat akibat faktor cuaca yang kurang baik dan belum membaiknya harga

komoditas perkebunan sehingga menjadi disinsentif bagi kelompok tenaga

kerja di sektor pertanian. Sementara di sisi lain, kinerja sektor pertambangan

cenderung meningkat khususnya pertambangan batubara dan pertambangan

emas yang menjadi insentif dan memicu peningkatan kebutuhan tenaga kerja.

41,2 39,7 41,7 37,5 39,0 39,2 37,4 36,4

8,1 6,4 6,7 6,9 7,6 6,7 7,1 8,8

21,0 22,9 19,6 22,3 23,3 23,4 25,0 22,0

4,4 4,1 6,2 4,3 4,1 3,8 4,1 5,7

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Feb Agust Feb Agust Feb Agust Feb Agust

2013 2014 2015 2016

Lainnya

Jasa

Transportasi

Perdagangan

Konstruksi

Industri Pengolahan

Pertanian

Sumber: BPS, periode Agustus 2016

Grafik 6.1. Pangsa Pekerja Menurut Lapangan

Pekerjaan Utama

0

20

40

60

80

100

120

140

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja

Indeks Penghasilan Konsumen

Indeks

Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia

Optimis

Pesimis

0

20

40

60

80

100

120

140

160

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

Indeks Penghasilan Konsumen-6 bln yadIndeks Ketersediaan Lapangan Kerja-6 bln yadIndeks Kegiatan Usaha-6 bln yadBaseline Positif

Indeks

Grafik 6.2. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan

dan Penghasilan Saat Ini Grafik 6.3. Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan dan Kegiatan Usaha Yang Akan

Datang

Namun demikian, berdasarkan Survei Konsumen Bank Indonesia,

optimisme masyarakat terhadap kondisi ketenagakerjaan di Sumatera

Page 99: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

80

Barat pada triwulan III 2016 cenderung menurun. Penurunan persepsi

masyarakat terhadap lapangan usaha tersebut terindikasi dari indeks

ketersediaan lapangan kerja yang pada triwulan III 2016 sebesar 78,5 atau lebih

rendah bila dibandingkan dengan triwulan II 2016 sebesar 85,5. Kondisi

tersebut juga didukung oleh hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank

Indonesia yang memperlihatkan terjadinya penurunan indeks, dengan

penurunan terbesar terjadi pada sektor industri pengolahan dan sektor

pertanian dan perkebunan akibat belum membaiknya kinerja kelapa sawit

(CPO) dan karet. Sementara itu, tingkat pendapatan masyarakat cenderung

menurun dan berada pada level pesimis dengan indeks penghasilan konsumen

sebesar 97,5 pada triwulan III 2016. Secara umum hal ini mencerminkan kondisi

masyarakat yang cenderung pesimis terhadap tingkat pendapatan dan daya

belinya sebagai akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi Sumbar dengan

perlambatan utama disumbang oleh kontraksi pada lapangan usaha pertanian

dan komponen konsumsi pemerintah dari sisi permintaan.

Status pekerjaan di Sumatera Barat sebagian besar masih bersifat informal.

Berdasarkan enam kategori status pekerjaan, definisi pekerja formal

diklasifikasikan mencakup kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap dan

kategori buruh/karyawan sehingga sisanya diklasifikasikan sebagai pekerja

informal. Dengan demikian pada posisi Agustus 2016, pangsa pekerja formal di

Sumatera Barat sebesar 38,2% atau berjumlah 896,9 ribu orang, sedangkan

pekerja non formal berjumlah 1.451,0 ribu orang (Grafik 5.7). Apabila

dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya pangsa pekerja

informal cenderung menurun dari 64,4% (Agustus 2015) menjadi 61,8%

(Agustus 2016). Bila dilihat lebih dalam, penurunan tenaga kerja informal

dipicu oleh penurunan pada kelompok berusaha sendiri sementara di sisi lain

tenaga kerja formal mengalami peningkatan pada kelompok berusaha dibantu

buruh tetap. Kebutuhan perusahaan untuk meningkatkan produksi dalam

rangka memenuhi kebutuhan menyambut bulan Ramadhan dan menyambut

lebaran serta adanya kebutuhan perusahaan tambang untuk mempekerjakan

pegawai tetap diperkirakan menjadi faktor penyebab pergeseran tenaga kerja

informal ke formal tersebut.

Page 100: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

81

Berusaha sendiri17%

Berusaha dibantu buruh tidak tetap

17%

Berusaha dibantu buruh tetap

5%

Buruh/Karyawan

32%

Pekerja bebas12%

Pekerja keluarga/tak

dibayar15%

Sumber: BPS, diolah, periode Agustus 2016

2,63

4,43

8,17

7,46

6,71

5,76

5,09

0 2 4 6 8 10

SD ke bawah

SMP

SMA

SMK

Diploma

Universitas

Total

%Sumber: BPS, diolah, periode Agustus 2016

Grafik 6.4. Pekerja Menurut Status Pekerjaan Utama

Grafik 6.5. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi

Berbeda dari periode Februari 2016 yang didominasi oleh

pengangguran yang berpendidikan diploma dan sarjana,

pengangguran terbesar secara persentase pada Agustus 2016 justru

pada tingkat SMA dan SMK. Kondisi ini menjadi tantangan bagi pemerintah

daerah mengingat tamatan SMA mayoritas dipersiapkan untuk melanjutkan

pendidikan ke perguruan tinggi dan memiliki keterbatasan untuk masuk ke

lapangan pekerjaan formal. Sementara itu tamatan SMK relatif lebih siap

dibandingkan tamatan SMA karena sudah memiliki keahlian. Dalam hal ini

pemerintah daerah sebaiknya dapat mengakomodasi pengangguran tamatan

SMK dengan bekerja sama dengan berbagai korporasi dan melakukan

penguatan melalui balai latihan kerja dan peningkatan kemampuan seperti

bahasa asing.

6.2 Kesejahteraan Daerah

Di tengah pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat yang melambat,

kondisi kesejahteraan masyarakat menunjukkan penurunan.

Menurunnya kesejahteraan masyarakat tercermin dari meningkatnya jumlah

penduduk miskin dan persentase penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin di

Sumatera Barat mengalami peningkatan menjadi 371,5 ribu jiwa (Maret 2016)

bila dibandingkan dengan periode sebelumnya sebesar 349,5 ribu jiwa

(September 2015), sehingga menyebabkan persentase penduduk miskin

terhadap keseluruhan penduduk Sumatera Barat meningkat menjadi 7,09%

dari sebelumnya yang mencapai 6,71% (Grafik 5.10).

Page 101: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

82

Peningkatan jumlah penduduk miskin terutama terjadi pada masyarakat

pedesaan Sumatera Barat. Jumlah penduduk miskin di pedesaan meningkat

sebanyak 21,5 ribu jiwa, dengan total penduduk miskin mencapai 252 ribu jiwa.

Sementara penduduk miskin di perkotaan sedikit meningkat sekitar 400 jiwa,

dengan total penduduk miskin mencapai 118,9 ribu jiwa. Mayoritas penduduk

miskin berdomisili di daerah pedesaan yaitu mencapai 68%, sementara

penduduk miskin yang tinggal di daerah perkotaan hanya berkisar 32% dari

total keseluruhan penduduk miskin di Sumatera Barat (Grafik 5.11).

324 303 279 291 258 271 246 262 231 253

106 141 129 121

126 108 109

118 118

119

9,5 9,0

8,2 8,1 7,6 7,4

6,9 7,3

6,77,1

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

-

100

200

300

400

500

Mar Mar Mar Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Jumlah Penduduk Miskin Kota

Jumlah Penduduk Miskin Desa

Total Penduduk Miskin-rhs

ribu jiwa %

Sumber: BPS, diolah

403,9425,1

(1)

4

9

14

19

24

-

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar

2012 2013 2014 2015 2016

Kota Desa Kota+Desa

g.Kota-sisi kanan g.Desa-sisi kanan

ribu Rp/kapita/bulan % (yoy)

Sumber: BPS, diolah

Grafik 6.6. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Sumatera Barat

Grafik 6.7. Garis Kemiskinan di Sumatera Barat

Garis kemiskinan terindikasi meningkat terutama untuk pengeluaran

komoditas makanan. Garis kemiskinan6 mencapai Rp425.141 per

kapita/bulan (Maret 2016), meningkat dari sebelumnya sebesar Rp403.947 per

kapita/bulan (September 2015) (Grafik 5.11). Terkait pengeluaran terhadap

komoditas makanan/non makanan, komoditas makanan mempunyai peran

jauh lebih besar terhadap garis kemiskinan dibandingkan komoditas non

makanan. Di pedesaan pertumbuhan garis kemiskinan yang meningkat cukup

signifikan terutama ditujukan untuk pengeluaran komoditas makanan,

sedangkan garis kemiskinan untuk makanan di perkotaan relatif stabil.

Sementara itu, garis kemiskinan untuk pengeluaran komoditas non makanan

mengalami peningkatan yang cukup tinggi baik di perkotaan namun

dipedesaan.

6 Garis kemiskinan merupakan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan yang digunakan untuk mengklasifikasikan

penduduk ke dalam golongan miskin atau tidak miskin.

Page 102: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

83

312 332

-

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

-

50

100

150

200

250

300

350

400

Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar

2012 2013 2014 2015 2016

Kota Desa g.Kota-sisi kanan g.Desa-sisi kanan

ribu Rp/kapita/bulan % (yoy)

Sumber: BPS, diolah

122,0129,4

77,9 81,4

-

4

8

12

16

20

24

-

20

40

60

80

100

120

140

Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar

2012 2013 2014 2015 2016

Kota Desa g.Kota-sisi kanan g.Desa-sisi kanan

ribu Rp/kapita/bulan % (yoy)

Sumber: BPS, diolah

Grafik 6.8. Garis Kemiskinan untuk Makanan Grafik 6.9. Garis Kemiskinan untuk Non Makanan

Kesenjangan antara standar hidup penduduk miskin dibandingkan

dengan garis kemiskinan serta ketimpangan pengeluaran di antara

penduduk miskin cenderung menurun. Kondisi tersebut tercermin dari

menurunnya Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)7 dan Indeks Keparahan

Kemiskinan (P28) . Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Provinsi Sumatera Barat

mengalami penurunan dari September 2015 ke Maret 2016 (Grafik 5.14),

sehingga memberikan sinyal positif dalam upaya pengentasan kemiskinan.

Apabila dilihat berdasarkan daerah, indeks P1 baik di pedesaan maupun

perkotaan mengalami penurunan dengan tingkat penurunan terbesar terjadi di

daerah kota. Semakin menurunnya indeks P1 mengindikasikan adanya

perbaikan secara rata-rata pada kesenjangan antara standar hidup penduduk

miskin dibandingkan dengan garis kemiskinan. Sementara itu, Indeks

Keparahan Kemiskinan (P2) juga menurun baik di perkotaan maupun

pedesaan. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran per kapita

perbulan penduduk miskin makin mendekati garis kemiskinan. Kondisi ini

menunjukkan bahwa ketimpangan pengeluaran penduduk miskin menurun.

7 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1), bertujuan untuk mengukur seberapa jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin

relatif terhadap garis kemiskinan.

8 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2), yang mengindikasikan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin

Page 103: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

84

1,11,2

1,0

1,3

0,90,8

1,0

1,31,1

0,0

0,4

0,8

1,2

1,6

Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar

2012 2013 2014 2015 2016

Kota Desa Kota+ Desa

Sumber: BPS, diolah

Indeks

0,30,3

0,2

0,3

0,2

0,1

0,2

0,3

0,2

0,0

0,1

0,2

0,3

0,4

Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar

2012 2013 2014 2015 2016

Kota Desa Kota+ Desa

Sumber: BPS, diolah

Indeks

Grafik 6.10. Indeks Kedalaman Kemiskinan Grafik 6.11. Indeks Keparahan Kemiskinan

6.3 Indeks Pembangunan Manusia dan Rasio Gini

Berdasarkan data terbaru, kualitas hidup masyarakat Sumatera Barat

tahun 2015 membaik. Kondisi ini tercermin dari peningkatan Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sumatera Barat sebesar 69,98 (tahun

2015), meningkat bila dibandingkan dengan sebelumnya 69,36 (tahun 2014).

Dibandingkan provinsi lainnya di regional Sumatera dan secara nasional, IPM

Sumatera Barat relatif cukup baik dan berada pada peringkat ke-3 (tiga)

tertinggi.

69,55

66,95

67,46

68,59

68,89

69,05

69,45

69,51

69,98

70,84

73,75

62 64 66 68 70 72 74 76

Nasional

Lampung

Sumatera Selatan

Bengkulu

Jambi

Kep. Bangka Belitung

Aceh

Sumatera Utara

Sumatera Barat

Riau

Kep. Riau

0,41

0,38

0,38

0,36

0,36

0,36

0,36

0,34

0,34

0,33

0,28

0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50

Indonesia

Bengkulu

Lampung

Sumatera Selatan

Kep. Riau

Riau

Jambi

Sumatera Barat

Sumatera Utara

Aceh

Kep. Bangka Belitung

Grafik 6.12. Indeks Pembangunan Manusia

Provinsi di Sumatera, 2015 Grafik 6.13. Gini Ratio Provinsi di Sumatera,

2015

Peningkatan kualitas hidup masyarakat belum diikuti dengan

perbaikan pada ketimpangan atau ketidakmerataan ekonomi

penduduk di Sumatera Barat. Hal ini tercermin dari meningkatnya nilai

rasio gini provinsi Sumatera Barat dari 0,33 di tahun 2014 menjadi 0,34 di

tahun 2015 meskipun nilai tersebut lebih baik dibandingkan angka rasio gini

nasional yang mencapai 0,41. Dibandingkan dengan provinsi lain di regional

Sumatera, angka rasio gini Sumatera Barat cukup baik yaitu berada pada

Page 104: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

85

urutan ke-4 (empat) terendah di Sumatera, menurun dari tahun 2014 yang

berada pada urutan ke-2 (dua) terendah di Sumatera. Semakin kecil angka

rasio gini maka akan semakin baik, karena mengindikasikan bahwa

pemerataan distribusi ekonomi penduduk di suatu wilayah yang semakin baik

atau semakin minimnya ketimpangan ekonomi penduduk suatu wilayah.

6.4 Perkembangan Nilai Tukar Petani Sumatera Barat

Walaupun secara nasional NTP triwulan III 2016 mengalami

peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, tidak demikian

halnya dengan NTP provinsi yang ada di wilayah Sumatera yang

seluruhnya justru menurun. Penurunan tertinggi terjadi di Provinsi Bangka

Belitung sementara terendah terjadi di Provinsi Lampung. Bila dibandingkan

dengan nasional, hanya provinsi Lampung yang memiliki NTP di atas nasional.

Tabel 6.2. Perkembangan NTP Provinsi di Sumatera

Provinsi 20142015

TW 1

2015

TW 2

2015

TW 3

2015

TW 4

2016

TW 1

2016

TW 2

2016

TW 3

Lampung 104,17 102,90 102,00 103,77 103,99 103,34 104,09 104,04

Kepulauan Bangka Belitung 101,55 103,48 105,17 106,30 103,86 101,75 103,53 101,09

Sumatera Utara 100,10 98,52 98,60 97,67 99,64 99,26 100,52 99,72

Jambi 97,04 95,95 95,21 95,13 95,45 96,57 99,12 98,45

Riau 96,95 96,84 95,97 93,55 94,61 96,61 99,10 98,17

Kepulauan Riau 100,93 100,14 98,92 99,95 98,78 98,38 98,81 97,54

Sumatera Barat 100,61 98,72 97,36 97,14 97,37 98,15 98,23 97,28

Aceh 98,17 96,82 95,95 96,02 97,75 97,73 96,31 95,29

Sumatera Selatan 100,92 97,84 97,52 95,94 96,19 94,95 94,43 93,91

Bengkulu 96,35 95,47 94,12 92,71 93,36 92,24 93,94 92,44

Nasional 101,85 101,86 100,23 101,53 102,75 102,03 101,41 101,66

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Barat

Nilai Tukar Petani (NTP) Sumbar pada triwulan laporan menurun

dibandingkan triwulan sebelumnya yang diakibatkan oleh belum

pulihnya kinerja subsektor perkebunan kelapa sawit dan karet dan

pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh faktor cuaca pada komoditas

tabama. Pada triwulan III 2016, rata-rata NTP Sumbar tercatat sebesar 97,29,

lebih rendah dari triwulan II 2016 sebesar 98,23. Penurunan terjadi pada semua

subsektor kecuali subsektor peternakan. Penurunan terbesar terjadi pada

subsektor perkebunan, diikuti subsektor hortikultura dan tanaman pangan.

Relatif rendahnya produksi perkebunan kelapa sawit dan karet yang diikuti

dengan terkontraksinya ekspor komoditas tersebut pada triwulan III 2016

menjadi penyebab menurunnya NTP subsektor perkebunan. Selain itu,

Page 105: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

86

kekeringan yang terjadi pada beberapa kabupaten sentra produksi tabama

menyebabkan turunnya produksi padi yang mempengaruhi penurunan indeks

diterima petani subsektor tanaman pangan. Demikian halnya dengan

hortikultura khususnya komoditas cabai yang tidak dapat memanfaatkan

momentum harga yang tinggi akibat produksi cabai lokal yang terbatas

sementara disisi lain harus mengimpor cabai dari luar daerah (Jawa) dengan

harga yang tinggi. Kondisi ini berdampak pada peningkatan indeks dibayar dan

penurunan indeks diterima petani hortikultura di Sumbar.

100,9 101,2 100,4 99,9 98,7 97,4 97,0 97,7 98,15 98,23 97,28

0,0

20,0

40,0

60,0

80,0

100,0

120,0

140,0

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

NTP Sumbar Indeks Harga Diterima (It) Indeks Harga Dibayar (Ib)

80

85

90

95

100

105

110

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

2014 2015 2016

NTP NTP Tanaman Pangan

NTP Hortikultura NTP Perkebunan Rakyat

NTP Peternakan NTP Perikanan Grafik 6.14. Perkembangan Indeks Harga

Diterima (It) dengan Indeks Harga Dibayar (Ib Grafik 6.15. NTP Sumbar Menurut Subsektor

-

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

14.000

16.000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2015 2016

Harga Beras (tingkat konsumen)

Harga Gabah Kering Penggilingan/GKP (tingkat produsen)

*) rata-rata harga beras IR 42, cisokan, pandan jambi , sirandan bukittinggi Sumber : SPH KPw BI Sumbar & BPS

Rp/kg

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016

Inflasi pedesaan triwulanan (qtq)

Inflasi umum (IHK) Sumbar triwulanan (qtq)

Grafik 6.16. Perkembangan Harga GKP (produsen) dan harga beras (konsumen)

Grafik 6.17. NTP Sumbar Menurut Subsektor

Inflasi pedesaan secara triwulanan (qtq) di triwulan III 2016 sebesar

2,27% (qtq) lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya -

0,83% (qtq). Peningkatan inflasi pedesaan tersebut disebabkan oleh adanya

perayaan keagamaan (Ramadhan dan Lebaran). Peningkatan terbesar terjadi

pada kelompok bahan makanan sedangkan peningkatan terkecil terjadi pada

kelompok transpor dan komunikasi. Jika dibandingkan dengan inflasi umum

(IHK) Sumbar yang mencapai 2,97% (qtq), peningkatan harga di pedesaan tidak

sebesar peningkatan harga secara umum (IHK). Namun demikian, inflasi

Page 106: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

87

pedesaan dan inflasi umum berada dalam kategori yang tinggi. Deviasi antara

inflasi pedesaan dan inflasi umum dominan disumbang oleh kelompok bahan

makanan, kelompok sandang dan kelompok pendidikan. Inflasi bahan

makanan pedesaan yang lebih rendah didukung oleh hasil panen yang dapat

dimanfaatkan untuk konsumsi sendiri. Sedangkan inflasi kelompok sandang

pedesaan yang lebih tinggi disebabkan oleh adanya tambahan biaya

transportasi dari kota ke desa. Di sisi lain inflasi kelompok pendidikan yang

tinggi diakibatkan adanya siklus tahun ajaran baru dan kenaikan biaya yang

tinggi secara umum (gabungan perkotaan dan desa).

Page 107: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

88

7 BAB VII

PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

Pertumbuhan ekonomi Sumbar di triwulan I 2017 diprakirakan melambat

didorong oleh perlambatan pertumbuhan konsumsi dan investasi. Pada

triwulan I 2017, pertumbuhan ekonomi Sumbar diprakirakan berada di kisaran

5,3% - 5,7% (yoy) atau melambat dibandingkan prakiraan pertumbuhan pada

triwulan IV 2016 yakni pada kisaran 5,4% - 5,8% (yoy). Dari sisi permintaan,

konsumsi rumah tangga diprakirakan masih cukup kuat namun menurun

dibandingkan akhir tahun 2016, tercermin dari penurunan optimisme konsumen.

Investasi diprakirakan cenderung melambat di awal tahun. Sementara aktivitas

ekspor diperkirakan akan sedikit membaik dengan insentif perbaikan harga

internasional. Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan di triwulan I 2017

diperkirakan akan ditopang oleh pertumbuhan sektor pertanian dan industri

pengolahan, meskipun masih dalam kisaran terbatas.

Laju inflasi triwulan I 2017 secara umum diprakirakan berada pada level

moderat dalam rentang 4,3% - 4,7% (yoy). Dibandingkan triwulan

sebelumnya, inflasi volatile food dan inflasi administered price cenderung

menurun sedangkan inflasi inti cenderung stabil. Di triwulan I 2017, inflasi

Sumbar menghadapi risiko berupa potensi kenaikan harga BBM seiring prakiraan

kenaikan harga minyak internasional , kenaikan harga emas internasional dan

siklus musiman seperti kenaikan sewa/kontrak rumah.

Secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi Sumbar tahun 2016

diprakirakan berada pada kisaran 5,2% - 5,6% (yoy), atau cenderung

stabil dibandingkan pertumbuhan tahun 2015 (5,41%, yoy). Proyeksi

pertumbuhan ekonomi tahun 2016 tersebut cenderung lebih rendah

dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya yang berada pada kisaran 5,6% - 6,0%

(yoy). Perkiraan penurunan proyeksi ini dominan disumbang kinerja lapangan

usaha pertanian dan komponen konsumsi pemerintah. Musim kekeringan yang

Page 108: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

89

terjadi di berbagai sentra produksi tabama di Sumbar menjadi faktor

terkontraksinya kinerja sektor pertanian pada triwulan III 2016. Demikian halnya

kinerja konsumsi pemerintah yang mengalami kontraksi pada triwulan yang sama

akibat kebijakan efisiensi berbagai pos anggaran APBD dan APBN dan penundaan

penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) pada semester II 2016. Selama tahun 2016,

perekonomian Sumbar ditopang oleh faktor dukungan pemerintah dan swasta

untuk mendorong aktivitas investasi pada sektor-sektor strategis seperti

pertanian, perkebunan, pertambangan, industri pengolahan dan pariwisata,

ekspektasi peningkatan pendapatan dan daya beli masyarakat, paket kebijakan

ekonomi yang lebih kondusif dan realisasi penyaluran dana desa.

Inflasi Provinsi Sumbar pada akhir tahun 2016 diprakirakan berada pada

kisaran 4,9% - 5,3% (yoy), lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 yang

mencapai inflasi terendah nasional 1,08% (yoy). Faktor bencana banjir pada

awal tahun 2016, belum optimalnya sistem buffer capacity untuk beberapa

komoditas hortikultura, serta fenomena La Nina dan kekeringan berdampak

terhadap kecukupan pasokan beberapa komoditas yang menjadi pendorong

utama inflasi di tahun 2016.

7.1 Prospek Ekonomi

Perekonomian Sumatera Barat pada triwulan I 2017 diprakirakan tumbuh

melambat seiring dengan penurunan pertumbuhan konsumsi rumah

tangga, konsumsi pemerintah dan investasi. Pada triwulan I 2017,

pertumbuhan ekonomi Sumbar diprakirakan berada di kisaran 5,3% - 5,7% (yoy)

atau melambat dibandingkan prakiraan pertumbuhan di triwulan IV 2016 sebesar

5,4% - 5,8% (yoy). Dari sisi permintaan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga

cenderung melambat dibandingkan akhir tahun 2016, sebagaimana tercermin dari

penurunan indeks keyakinan konsumen (Survei Konsumen BI). Investasi

diperkirakan tetap tumbuh, meskipun di awal tahun cenderung melambat.

Sementara aktivitas ekspor diperkirakan akan sedikit membaik akibat adanya

insentif perbaikan harga internasional, namun disertai dengan risiko masih

lemahnya permintaan negara mitra dagang. Dari sisi lapangan usaha,

pertumbuhan pada triwulan I 2017 diprakirakan akan ditopang kinerja sektor

pertanian dan industri pengolahan.

Page 109: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

90

5,54

6,406,606,67

4,57

6,47

7,02

6,19

7,52

4,975,445,595,505,48

4,93

5,745,49

5,78

4,82

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* I*

2012 2013 2014 2015 2016 2017

2016*5,2-5,6

%, yoy

Tw I 2017*5,3-5,7

20155,41

20145,86

20136,08

20126,31

Grafik 7.1. Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Sumbar Tahun 2016

Berdasarkan perkembangan domestik dan global terkini, ekonomi

Sumbar untuk keseluruhan tahun 2016 diprakirakan berada pada kisaran

5,2% - 5,6% (yoy), atau cenderung stabil dibandingkan pertumbuhan

tahun 2015 (5,41%, yoy). Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi 2016

utamanya ditopang oleh kinerja konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah

dan investasi. Dari sisi penawaran, lapangan usaha yang diprakirakan menopang

pertumbuhan antara lain industri pengolahan dan perdagangan besar/eceran.

Tabel 7.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara

2015 2016p 2017p 2015 2016p 2017p

Amerika Serikat 2,4 2,2 2,5 2,6 1,6 2,2

Kawasan Eropa 1,7 1,6 1,4 2 1,7 1,5

Kawasan Asia

India 7,6 7,4 7,4 7,6 7,6 7,6

China 6,9 6,6 6,2 6,9 6,6 6,2

Jepang 0,5 0,3 0,1 0,5 0,5 0,6

Kawasan ASEAN* 4,8 4,8 5,1 4,8 4,8 5,1

Sumber : IMF

*) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam

p) Proyeksi

Keterangan : Sama dengan perkiraan sebelumnya

Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya

Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya

Pertumbuhan Ekonomi

(%,yoy)

WEO (IMF) WEO (IMF)

Jul 2016 Okt 2016

Page 110: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

91

7.1.1 Prospek Sisi Permintaan

Pertumbuhan perekonomian di triwulan I 2017 dari sisi permintaan

diprakirakan berasal dari konsumsi rumah tangga, investasi dan ekspor.

Kinerja konsumsi rumah tangga di awal tahun 2017 diprakirakan mengalami

perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin dari indeks

ekspektasi konsumen 6 bulan yang akan datang yang berada pada level 99,7 atau

lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya 110,8. Masih terbatasnya

aktivitas sektor swasta di awal tahun berdampak pada penurunan pendapatan

dan daya beli masyarakat sehingga memengaruhi tingkat konsumsi rumah

tangga. Di sisi perbankan, masih lemahnya ekspansi kredit perbankan juga

berdampak pada masih melambatnya kredit konsumsi. Di sisi lain, salah satu

faktor pendorong konsumsi rumah tangga yaitu Upah Minimum Provinsi (UMP)

Sumatera Barat pada 2017 ditetapkan sebesar Rp1.949.248 atau meningkat

sebesar 8,2% dibandingkan dengan tahun sebelumnya diharapkan dapat

menahan perlambatan pertumbuhan konsumsi swasta lebih jauh.

940 1.055

1.150

1.350 1.490

1.615

1.801 1.949

11,5

8,2

-

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

UMP Pertumbuhan

ribu Rp % (yoy)

0

20

40

60

80

100

120

140

160

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

Indeks Penghasilan Konsumen-6 bln yadIndeks Ketersediaan Lapangan Kerja-6 bln yadIndeks Kegiatan Usaha-6 bln yadBaseline Positif

Indeks

Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia

Grafik 7.2. Perkembangan UMP Provinsi Sumbar

Grafik 7.3. Indeks Ekspektasi Konsumen

Investasi pada triwulan I 2017 diprakirakan melambat seiring dengan

siklus masih rendahnya realisasi belanja modal pemerintah dan investasi

sektor swasta. Namun demikian, di triwulan I 2017 masih terdapat ruang

peningkatan investasi dari sisi pemerintah seiring dengan komitmen pemerintah

daerah yang akan melakukan proses administrasi lelang pengadaan barang dan

jasa pada akhir tahun 2016, sehingga diharapkan pada awal tahun 2017

pengadaan barang dan jasa sudah dapat dimulai. Di sisi perbankan, keputusan

Dewan Gubernur BI yang menurunkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7-day RR

Rate) sebesar 25 bps dari 5,00% menjadi 4,75% pada Oktober 2016 diharapkan

Page 111: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

92

dapat memberikan dampak berupa penurunan suku bunga perbankan pada

triwulan I 2017 yang selanjutnya memberikan stimulus bagi kegiatan investasi

sektor swasta.

Kinerja ekspor luar negeri pada triwulan I tahun 2017 diprakirakan membaik

dalam level terbatas. Data World Bank menunjukkan bahwa harga beberapa

komoditas internasional Sumbar seperti CPO, karet dan kopi cenderung membaik

di tahun 2017, namun tidak demikian halnya dengan komoditas kakao yang

cenderung mengalami penurunan harga. Selain dari sisi perbaikan harga

komoditas, potensi penguatan kinerja ekspor juga bersumber dari peningkatan

pertumbuhan ekonomi beberapa negara tujuan ekspor utama Sumbar seperti

India dan Amerika Serikat di tahun 2017 (proyeksi IMF dan World Bank).

857821

623700 710

-4,20%

-24,12%

12,36%

1,43%

-30%

-25%

-20%

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

2013 2014 2015 2016p 2017p

$/mt yoy

2,79

1,95

1,57 1,5 1,57

-30,11%

-19,49%

-4,46%

4,67%

-35%

-30%

-25%

-20%

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

2013 2014 2015 2016p 2017p

Grafik 7.4. Perkembangan dan Proyeksi Harga

Komoditas Internasional (Palm Oil) Grafik 7.5. Perkembangan dan Proyeksi Harga

Komoditas Internasional (Karet)

7.1.2 Prospek Sisi Penawaran

Pada triwulan I 2017, sektor primer dan sekunder diprakirakan menjadi

pendorong pertumbuhan ekonomi Sumbar. Peningkatan sektor primer

(pertanian) seiring dengan masuknya musim panen tanaman bahan makanan

(tabama). Sementara sektor sekunder khususnya industri pengolahan diperkirakan

meningkat seiring ekspansi produksi semen.

Kinerja lapangan usaha pertanian pada triwulan I 2017 diprakirakan meningkat

didukung perubahan pola tanam dan pola panen padi di berbagai sentra produksi

tabama di Sumbar. Pada triwulan III 2016, produksi padi mengalami penurunan

yang signifikan akibat musim kekeringan di beberapa sentra produksi padi

terutama di Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten

Sijunjung, Kabupaten Pasaman Barat dan Kabupaten Pesisir Selatan. Dalam

rangka mengatasi gagal panen di beberapa sentra produksi pada triwulan III 2016,

Page 112: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

93

pemerintah daerah berkomitmen melakukan program peningkatan luas tanam

padi di triwulan IV 2016 dalam rangka mencapai target tahunan produksi. Dengan

kondisi tersebut, produksi padi di triwulan I 2017 diperkirakan meningkat pasca

musim tanam di triwulan IV 2016. Dari sisi subsektor perkebunan, tren harga

internasional untuk CPO dan karet yang sedikit meningkat, diprakirakan akan

mendorong produksi kedua komoditas tersebut untuk tujuan ekspor.

-

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2017

Sasaran Tanam 2017 Sasaran Panen 2017

Ha

Sumber : Dinas Pertanian Provinsi SUmbar Grafik 7.6. Perkembangan Sasaran Luas

Tanam dan Luas Panen Padi di Sumbar Tahun 2017

Kinerja sektor perdagangan diprakirakan tumbuh dalam level yang relatif

rendah. Tingkat konsumsi masyarakat yang cenderung moderat serta tidak

adanya perayaan keagamaan dan event besar menjadi salah satu faktor belum

tingginya transaksi perdagangan di triwulan I 2017. Secara siklus, pihak korporasi

cenderung melakukan konsolidasi perencanaan di awal tahun, demikian pula

pemerintah daerah berada pada fase administrasi dan proses pengadaan barang

dan jasa.

Kinerja sektor industri pengolahan diprakirakan sedikit meningkat

ditopang oleh kinerja industri semen dan barang galian bukan logam.

Meningkatnya produksi semen didukung oleh penambahan pasokan semen

seiring dengan peningkatan kapasitas produksi sebesar kurang lebih 71% pasca

pembangunan pabrik pada akhir tahun 2016. Selain itu, sejumlah agenda proyek

infrastruktur nasional memicu kebutuhan semen yang akan meningkatkan kinerja

industri pengolahan. Selain itu, adanya kebijakan pemerintah untuk menurunkan

suku bunga KUR di tahun 2017 menjadi insentif di sisi supply untuk meningkatkan

kinerja UMKM produsen makanan dan minuman.

Kinerja lapangan usaha transportasi dan pergudangan pada triwulan I

2017 diprakirakan cenderung melambat. Aktivitas ekonomi yang masih belum

Page 113: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

94

tinggi di awal tahun menjadi faktor melambatnya usaha ikutan dan pendukung

yaitu transportasi dan pergudangan. Kebutuhan logistik untuk penyelesaian

berbagai proyek pemerintah dan swasta diperkirakan masih terbatas. Disamping

itu, minimnya perayaan hari besar keagamaan, liburan dan event besar pada awal

tahun menjadi faktor masih relatif rendahnya jumlah masyarakat yang keluar

atau masuk Sumbar.

7.2 Prakiraan Inflasi

Laju inflasi triwulan I 2017 secara umum mereda dibandingkan triwulan

sebelumnya, dalam rentang 4,3% - 4,7% (yoy). Dibandingkan triwulan

sebelumnya, inflasi volatile food dan inflasi administered price cenderung

menurun sedangkan inflasi inti cenderung stabil. Pada triwulan I 2017, inflasi

Sumbar menghadapi risiko berupa potensi kenaikan harga BBM yang memiliki

efek ikutan kenaikan harga komoditas lainnya, kenaikan harga emas internasional

dan siklus musiman antara lain kenaikan sewa/kontrak rumah.

3,95

6,19

4,744,16

6,50

7,93

10,0310,87

8,63

6,166,00

11,58

6,28

8,17

6,25

1,08

6,62

3,24

5,10

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

14,00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* I*

2012 2013 2014 2015 2016 2017

2016*4,9-5,3

%, yoy

Tw I 2017*4,3-4,7

50,0

70,0

90,0

110,0

130,0

150,0

170,0

190,0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015 2016

Perubahan harga sec umum 3 bln mendatangdibandingkan saat ini

Ekspektasi Harga Umum dalam 6 bulan yang akan datang

Indeks

Grafik 7.7. Proyeksi Inflasi Sumbar Tahun 2016 Grafik 7.8. Indeks Ekspektasi Harga ke Depan

Inflasi dari kelompok harga pangan bergejolak (volatile food) pada

triwulan I 2017 diprakirakan menurun dibandingkan dengan akhir tahun

2016. Inflasi komoditas hortikultura khususnya dari komoditas cabai merah

diperkirakan menurun dibandingkan dengan triwulan IV 2016 seiring dengan

program antisipasi pemerintah daerah seperti perl

kalangan aparatur pemerintah dan diversifikasi konsumsi cabai olahan di

kalangan masyarakat. Selain itu, cuaca yang lebih kondusif diharapkan menjadi

Page 114: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

95

stimulus positif bagi produksi cabai baik di Sumbar maupun di Jawa yang jadi

pemasok utama cabai ke Sumbar. Khusus beras, setelah mengalami kekurangan

pasokan di triwulan III dan IV 2016 akibat kekeringan di berbagai sentra produksi

dan musim hujan di sebagian daerah yang memengaruhi penjemuran gabah,

tekanan inflasi dari komoditas beras pada triwulan I 2017 diprakirakan menurun

seiring dengan masuknya musim panen.

Pasca liburan akhir tahun, inflasi administered price diprakirakan mereda.

Pada triwulan I 2017, harga tiket angkutan udara diprakirakan mengalami koreksi

kembali ke harga normal. Namun, pada triwulan I 2017 masih terdapat risiko

kenaikan harga minyak dunia walaupun dalam persentase yang rendah. Dengan

kebijakan reformasi subsidi pemerintah yang mengikuti harga internasional,

kondisi ini memberikan ruang penyesuaian kenaikan harga BBM domestik.

Tekanan inflasi inti triwulan I 2017 diprakirakan moderat dan tetap

terkendali. Masih terjaganya tingkat konsumsi masyarakat pada awal tahun serta

masih rendahnya realisasi anggaran pemerintah menjadi faktor utama

terkendalinya inflasi inti. Hasil Survei Konsumen (SK) Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Sumatera Barat triwulan III 2016 menunjukkan bahwa

ekspektasi konsumen terhadap perubahan harga untuk 6 bulan ke depan

cenderung stabil. Namun demikian, terdapat risiko inflasi berupa kenaikan harga

komoditas domestik seiring dengan proyeksi pergerakan harga emas internasional

serta siklus penyesuaian harga sewa/kontrak rumah pada awal tahun.

Grafik 7.9. Proyeksi Harga Emas (USD/Troy) Sumber : Financial Forecast Center

Grafik 7.10. Proyeksi Harga Minyak Mentah Dunia (USD/barrel)

Sumber : Financial Forecast Center

Page 115: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

96

Prospek inflasi di Sumatera Barat untuk keseluruhan tahun 2016

diperkirakan meningkat dalam kisaran 4,9% - 5,3% (yoy). Prakiraan masih

terbatasnya kenaikan harga komoditas global serta masih rendahnya harga

minyak dunia berdampak pada relatif minimnya tekanan inflasi dari faktor

eksternal. Di sisi internal, lebih rendahnya dampak inflasi Ramadhan dan Lebaran

tahun 2016 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya serta masih terbatasnya

ekspektasi perbaikan ekonomi dari pelaku ekonomi domestik, menjadi beberapa

faktor positif pengendalian inflasi Sumbar. Namun di sisi lain, terdapat beberapa

faktor pendorong meningkatnya inflasi antara lain kenaikan harga cabai pada

semester II 2016 akibat faktor cuaca yang tidak kondusif, hama di Sumut serta

faktor berakhirnya panen cabai di Jawa. Di samping itu pasokan beras terkendala

akibat kekeringan yang terjadi di beberapa kabupaten penghasil utama padi,

berdampak pada kenaikan harga beras yang cukup tinggi pada semester II 2016.

Di sisi administered price, adanya tren kenaikan harga minyak internasional

menjelang akhir tahun berdampak pada kebijakan penyesuaian kenaikan harga

BBM domestik.

Mencermati risiko inflasi selama tahun 2016, TPID Provinsi Sumatera

Barat melakukan berbagai upaya nyata program pengendalian inflasi. Di

tingkat perencanaan dan koordinasi, TPID Provinsi Sumbar telah menggelar rapat

koordinasi TPID se-Provinsi Sumatera Barat membahas persiapan implementasi

Kerja Sama Antar Daerah (KAD) serta melakukan pengesahan peta jalan

(roadmap) pengendalian inflasi Sumatera Barat sesuai dengan Surat Keputusan

Gubernur No: 500-500-2016 tanggal 4 Mei 2016 tentang Roadmap Pengendalian

Inflasi Daerah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016-2019. Dalam menghadapi

Ramadhan dan Lebaran, TPID Provinsi Sumbar mengintensifikan pelaksanaan

sidak pasar, pasar murah, Operasi Pasar (OP) beras serta pengelolaan ekspektasi

komunikasi melalui berbagai media. Program pemerintah pusat seperti Toko Tani

Indonesia (TTI) juga diharapkan dapat memperkuat antisipasi risiko di sisi suplai.

Sementara itu, dalam rangka mengantisipasi kenaikan harga cabai merah dan

beras di semester II 2016, TPID Prov. Sumbar pada tanggal 12 Oktober 2016

menggelar HLM TPID yang dipimpin langsung oleh Gubernur Sumbar dan dihadiri

seluruh TPID kota/kabupaten serta instansi vertikal. Dalam HLM tersebut,

Gubernur Sumbar menyampaikan arahannya agar seluruh kota/kab menjalankan

program penanaman cabai di pekarangan rumah atau instansi secara lebih

Page 116: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

97

intensif. Selain itu, TPID Provinsi dan TPID Kota bekerja sama dalam melakukan

berbagai program intervensi cabai merah antara lain melalui operasi pasar cabai

merah dan upaya mendorong diversifikasi konsumsi cabai olahan selain cabai

segar.

Page 117: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

98

Halaman ini sengaja dikosongkan

This page is intentionally blank

Page 118: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

99

Lampiran

Page 119: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

100

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ADHB Menurut Lapangan Usaha (Dalam miliar Rupiah)

I II III IV Total I II III IV Total I II III

1 27,278 30,542 32,887 36,256 9,559 10,446 10,977 10,236 41,219 10,418 10,891 11,539 11,565 44,412 11,319 11,342 11,727

2 4,782 5,292 5,838 6,757 1,911 1,959 2,035 2,144 8,049 2,267 2,262 2,193 2,109 8,831 2,176 2,208 2,302

3 12,277 13,903 15,149 16,186 4,085 4,184 4,496 4,660 17,424 4,565 4,604 4,637 4,516 18,321 4,636 5,009 5,064

4 103 100 96 92 24 26 25 41 116 40 32 33 48 153 46 46 47

5 114 118 126 130 34 34 35 37 140 39 40 41 42 161 43 44 46

6 8,279 9,540 11,000 12,884 3,496 3,609 3,825 4,085 15,015 4,022 4,150 4,296 4,425 16,893 4,283 4,447 4,654

7 15,896 17,862 19,861 21,697 5,586 5,790 6,196 6,171 23,742 6,262 6,435 6,671 6,880 26,248 7,080 7,151 7,383

8 10,939 12,606 13,902 16,493 4,456 4,634 4,969 5,364 19,422 5,192 5,333 5,502 5,523 21,550 5,631 5,779 6,172

9 1,069 1,219 1,376 1,571 421 453 474 504 1,852 512 533 561 584 2,190 605 631 659

10 5,763 6,409 7,312 7,731 2,039 2,093 2,092 2,226 8,451 2,090 2,121 2,214 2,145 8,571 2,327 2,400 2,546

11 3,035 3,492 4,150 4,633 1,241 1,275 1,275 1,328 5,119 1,391 1,335 1,407 1,451 5,584 1,516 1,508 1,548

12 2,153 2,346 2,527 2,837 775 795 820 853 3,244 857 872 907 966 3,603 945 960 986

13 459 501 556 627 166 171 174 180 692 186 188 194 205 774 205 206 214

14 6,637 7,558 8,393 9,245 2,368 2,369 2,563 2,403 9,703 2,338 2,382 2,433 2,553 9,705 2,524 2,560 2,711

15 3,366 3,939 4,549 5,418 1,390 1,401 1,479 1,663 5,933 1,600 1,617 1,668 1,741 6,626 1,795 1,817 1,884

16 1,259 1,456 1,735 1,969 505 517 538 550 2,110 525 534 568 630 2,257 582 595 624

17 1,610 1,792 1,979 2,373 634 654 677 700 2,665 710 730 743 749 2,932 784 796 822

105,018 118,674 131,436 146,900 38,692 40,411 42,651 43,144 164,899 43,013 44,056 45,608 46,132 178,810 46,498 47,498 49,390

2016

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

2015

Jasa Perusahaan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik, Gas

Pengadaan Air

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan

Real Estate

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Kategori Sub Lapangan Usaha 2010 2011 2012 20132014

Sumber: Badan Pusat Statistik

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ADHK Menurut Lapangan Usaha (Dalam miliar Rupiah)

I II III IV Total I II III IV Total I II III

1 27,278 28,535 29,285 30,373 7,613 8,175 8,563 7,795 32,147 7,892 8,227 8,702 8,718 33,539 8,322 8,422 8,607

2 4,782 5,028 5,321 5,723 1,475 1,460 1,455 1,534 5,924 1,569 1,541 1,543 1,482 6,136 1,514 1,536 1,592

3 12,277 12,859 13,690 14,389 3,676 3,679 3,818 3,967 15,140 3,822 3,851 3,859 3,887 15,419 3,885 4,151 4,098

4 103 108 117 121 30 32 32 39 133 32 33 32 37 134 36 37 37

5 114 118 123 129 33 33 34 34 134 35 36 35 36 142 37 38 38

6 8,279 8,925 9,814 10,825 2,865 2,803 2,852 3,018 11,537 2,945 3,031 3,132 3,219 12,327 3,102 3,209 3,348

7 15,896 16,837 18,288 19,442 4,971 5,099 5,314 5,163 20,547 5,229 5,345 5,470 5,551 21,595 5,612 5,649 5,747

8 10,939 11,872 12,794 13,878 3,603 3,626 3,754 3,966 14,950 3,943 4,011 4,101 4,102 16,156 4,181 4,310 4,441

9 1,069 1,120 1,179 1,249 323 332 336 338 1,329 339 348 362 371 1,420 377 389 399

10 5,763 6,296 7,035 7,676 2,038 1,993 2,098 2,182 8,312 2,233 2,261 2,357 2,280 9,131 2,458 2,528 2,618

11 3,035 3,317 3,641 3,857 994 1,013 1,006 1,028 4,041 1,063 1,005 1,046 1,074 4,188 1,118 1,103 1,119

12 2,153 2,240 2,343 2,472 643 646 655 666 2,610 658 669 692 728 2,748 704 712 724

13 459 482 510 548 145 147 147 148 586 150 152 156 163 622 161 161 164

14 6,637 7,225 7,236 7,363 1,828 1,802 1,903 1,973 7,506 1,915 1,931 1,959 2,054 7,860 2,027 2,053 2,070

15 3,366 3,651 4,020 4,358 1,103 1,091 1,137 1,296 4,627 1,231 1,233 1,261 1,314 5,040 1,341 1,344 1,371

16 1,259 1,361 1,504 1,621 422 427 436 465 1,750 440 446 471 521 1,877 473 478 493

17 1,610 1,706 1,822 1,918 495 506 516 526 2,044 533 547 556 560 2,196 571 578 590

105,018 111,679 118,724 125,941 32,257 32,865 34,056 34,138 133,316 34,030 34,666 35,736 36,097 140,529 35,918 36,699 37,456

2016

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Pengadaan Listrik, Gas

Pengadaan Air

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

20132014 2015

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

2011 2012

Industri Pengolahan

2010Kategori Sub Lapangan Usaha

Sumber: Badan Pusat Statistik

Page 120: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

101

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ADHB Menurut Pengeluaran, (Dalam miliar Rupiah)

I II III IV Total I II III IV Total I II III

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (1.a. s/d 1.l.) 59,422 65,668 72,192 80,266 21,237 21,581 22,392 23,063 88,273 23,283 23,708 24,628 24,954 96,573 25053.3 25489.21 26424.1

Pengeluaran Konsumsi LNPRT 1,112 1,212 1,335 1,580 456 469 451 474 1,849 471 479 510 537 1,997 528 540 556

Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (3.a. + 3.b.) 14,298 15,856 17,676 19,684 3,741 4,774 5,305 7,960 21,780 4,048 5,370 6,140 8,979 24,537 4,483 5,996 5,865

Pembentukan Modal Tetap Bruto (4.a. + 4.b.) 30,697 35,968 40,214 43,709 11,486 12,089 12,589 13,595 49,759 13,077 13,617 14,233 14,905 55,833 14,065 14,487 14,959

Perubahan Inventori -89 597 1,469 767 -39 125 22 -36 71 -51 128 122 -47 152 -505 555 195

Ekspor Luar Negeri (6.a. + 6.b.) 17,901 22,730 19,641 21,012 6,019 5,780 5,553 5,974 23,326 5,342 6,593 5,489 5,349 22,772 4,627 4,748 5,702

Impor Luar Negeri (7.a. + 7.b.) 7,854 10,478 12,715 12,263 3,463 3,242 3,718 3,421 13,844 2,416 2,564 2,492 2,376 9,847 1,921 1,632 1,766

Net Ekspor Antar Daerah (8.a. - 8.b.) -10,469 -12,879 -8,374 -7,854 -744 -1,163 56 -4,464 -6,316 -742 -3,275 -3,023 -6,168 -13,207 168 -2,685 -2,544

P D R B 105,018 118,674 131,436 146,900 38,692 40,411 42,651 43,144 164,899 43,013 44,056 45,608 46,132 178,810 46,498 47,498 49,390

2011 2012 20132014 2016

Komponen Pengeluaran2015

2010

Sumber: Badan Pusat Statistik

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ADHK Menurut Pengeluaran, (Dalam miliar Rupiah)

I II III IV Total I II III IV Total I II III

1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (1.a. s/d 1.l.) 59,422 61,709 64,299 67,182 17,159 17,333 17,704 17,814 70,010 17,884 18,069 18,498 18,569 73,021 18,613 18,852 19,317

2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 1,112 1,147 1,189 1,332 377 389 368 377 1,511 377 378 397 410 1,562 401 410 417

3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (3.a. + 3.b.) 14,298 14,528 14,973 15,696 2,960 3,612 3,766 5,877 16,215 3,004 3,787 3,991 6,191 16,974 3,104 3,998 3,920

4 Pembentukan Modal Tetap Bruto (4.a. + 4.b.) 30,697 34,098 36,281 37,957 9,465 9,868 10,098 10,512 39,943 9,927 10,230 10,565 10,954 41,676 10,347 10,654 10,876

5 Perubahan Inventori -89 517 1,021 415 -34 111 20 -28 69 -46 94 83 -50 81 -142 551 145

6 Ekspor Luar Negeri (6.a. + 6.b.) 17,901 21,313 17,556 19,281 4,781 4,810 4,867 5,463 19,922 4,942 5,838 5,068 5,236 21,084 4,404 4,067 4,779

7 Impor Luar Negeri (7.a. + 7.b.) 7,854 8,815 9,907 8,477 2,133 2,000 2,305 2,443 8,881 2,133 2,135 2,136 2,323 8,727 2,094 1,698 1,853

8 Net Ekspor Antar Daerah (8.a. - 8.b.) -10,469 -12,816 -6,686 -7,445 -318 -1,259 -462 -3,434 -5,472 74 -1,595 -732 -2,889 -5,142 1,284 -136 -145

P D R B 105,018 111,679 118,724 125,941 32,257 32,865 34,056 34,138 133,316 34,030 34,666 35,736 36,097 140,529 35,918 36,699 37,456

2016No Komponen Pengeluaran 2010 2011 2012 2013

2014 2015

Sumber: Badan Pusat Statistik

Indeks Harga Konsumsi (IHK) dan Laju Inflasi

I II III IV I II III IV I II III

MAKRO

IHK Sumatera Barat * 127.69 134.55 140.15 155.39 113.12 113.43 116.79 125.06 125.06 120.22 122.70 124.09 126.41 126.41 128.19 126.66 130.42

IHK Kota Padang 127.69 134.55 140.15 155.39 113.58 113.89 117.30 126.03 126.03 120.99 123.48 124.83 127.10 127.10 127.72 127.38 131.16

IHK Kota Bukittinggi 109.82 110.17 113.21 118.22 118.22 114.79 117.15 118.87 121.52 121.52 121.09 121.56 125.20

Laju Inflasi Tahunan Sumatera Barat (yoy %) 7.84 5.37 4.16 10.87 8.63 6.16 6.00 11.58 11.58 6.28 8.17 6.25 1.08 1.08 6.62 3.23 5.10

Laju Inflasi Tahunan Kota Padang (yoy %) 7.84 5.37 4.16 10.87 8.87 6.26 5.95 11.90 11.90 6.52 8.42 6.42 0.85 0.85 4.97 3.16 5.07

Laju Inflasi Tahunan Kota Bukittinggi (yoy %) 6.94 5.44 6.37 9.24 9.24 4.53 6.34 5.00 2.79 2.79 7.20 3.76 5.33

20162015

20152014INDIKATOR

20142010 2011 2012 2013

Sumber: Badan Pusat Statistik

Page 121: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

102

Indikator Perbankan

I II III IV I II III IV I II III

PERBANKAN

Bank Umum

Total Aset (Rp triliun) 30.3 34.1 40.2 43.6 47.6 46.8 48.7 48.1 48.1 50.8 52.9 53.8 54.3 54.3 55.5 56.5 57.46

DPK (Rp Triliun) 20.9 22.6 25.6 26.3 27.0 29.2 30.8 29.7 29.7 31.8 33.0 34.0 33.1 33.1 34.2 35.2 35.97

- Giro (Rp Triliun) 3.6 4.3 4.9 4.3 4.9 6.0 6.2 4.3 4.3 6.6 7.4 6.8 4.9 4.9 7.1 6.5 6.43

- Tabungan (Rp Triliun) 11.8 11.9 13.2 14.2 13.0 13.3 14.3 15.3 15.3 14.0 14.5 15.5 17.5 17.5 16.0 17.4 17.65

- Deposito (Rp Triliun) 5.5 6.4 7.6 7.8 9.1 9.8 10.3 10.2 10.2 11.2 11.2 11.7 10.7 10.7 11.0 11.3 11.89

Kredit (Rp Triliun) 21.6 29.4 34.2 38.7 38.9 40.4 41.3 42.8 42.8 44.2 45.8 47.4 48.0 48.0 48.2 49.7 50.30

- Modal Kerja 7.5 10.6 13.1 14.4 14.6 15.5 15.8 16.0 16.0 16.3 16.9 17.2 17.1 17.1 17.0 17.2 17.27

- Investasi 4.5 4.9 5.3 7.1 6.8 7.2 7.0 7.6 7.6 8.5 8.8 9.3 10.0 10.0 9.8 10.7 11.01

- Konsumsi 9.6 13.8 15.8 17.2 17.4 17.8 18.4 19.1 19.1 19.5 20.1 20.8 20.9 20.9 21.4 21.7 22.01

LDR (%) 103.0 130.0 133.4 147.1 144.2 138.6 134.1 143.8 143.8 139.0 138.8 139.4 145.1 145.1 141.2 140.9 139.8

NPL (gross, %) 2.1 2.3 2.3 2.2 3.2 2.9 3.1 2.9 2.9 3.0 3.0 3.1 2.7 2.7 3.0 3.3 3.6

20162015

20152014INDIKATOR

20142010 2011 2012 2013

Sumber: Bank Indonesia

Data RTGS dan Perputaran Kliring

I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIRTGS

Nominal (Rp Miliar) 20,759 30,358 24,910 29,078 28,443 30,372 24,075 32,568 33,849 41,136 32,279 22,271 3,358 1,831 2,233

Pert. Nominal (%,yoy) 17.4 24.7 3.8 37.2 37.0 0.0 -3.4 12.0 19.0 35.4 34.1 -31.6 -90.1 -95.5 -93.1

Volume 35,633 31,146 29,607 40,025 31,950 34,177 30,105 37,814 21,736 21,800 20,908 11,691 1,504 1,506 1,748

Pert. Volume (%,yoy) 3.8 -16.0 -25.5 -5.7 -10.3 9.7 1.7 -5.5 -32.0 -36.2 -30.5 -69.1 -93.1 -93.1 -91.6

Perputaran Kliring

Kliring Nominal (Rp Miliar) 4,203 4,124 4,383 4,251 4,041 4,095 4,249 4,255 3,953 3,418 4,113 4,364 3,881 3,838 3,854

Pert. Nominal (%,yoy) 5.5 2.5 7.7 1.9 -3.9 -0.7 -3.1 0.1 -2.2 -16.5 -3.2 2.6 -1.8 12.3 -6.3

Volume (Lembar) 101,433 104,115 101,984 104,746 101,999 108,220 102,825 107,790 100,597 94,122 99,751 104,497 97,252 97,161 90,368

Pert. Volume (%,yoy) 1.5 3.1 11.4 4.6 0.6 3.9 0.8 2.9 -1.4 -13.0 -3.0 -3.1 -3.3 3.2 -9.4

2013 2014 2015 2016Keterangan

Sumber: Bank Indonesia

Page 122: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

103

Daftar Istilah

Page 123: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

104

Istilah Penjelasan

BI-rate Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik

BI-RTGS Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS) adalah proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.

Dana Pihak Ketiga (DPK) Dana yang diterima perbankan dari masyarakat, yang berupa giro, tabungan atau deposito

Financing-to-Deposit Ratio (FDR) Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional.

Indeks Harga Konsumen (IHK) Salah satu indikator ekonomi yang memberikan informasi mengenai harga barang dan jasa yang dibayar oleh konsumen. Perhitungan IHK dilakukan untuk merekam perubahan harga beli di tingkat konsumen (purchasing cost) dari sekelompok tetap barang dan jasa (fixed basket) yang pada umumnya dikonsumsi masyarakat.

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia, merupakan rata-rata sederhana dari Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini dan Indeks Ekspektasi Konsumen.

Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini mencakup keyakinan konsumen mengenai penghasilan saat ini dibandingkan 6 bulan yang lalu, ketepatan waktu saat ini untuk melakukan pembelian barang tahan lama dan jumlah ketersediaan lapangan kerja saat ini dibandingkan 6 bulan yang lalu.

Inflasi Persentase perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK).

Page 124: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

105

Kliring Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.

Kredit menurut Bank Pelapor/Kantor Cabang

Jumlah kredit yang disalurkan oleh kantor cabang bank yang memberikan persetujuan serta menyalurkan kredit.

Kredit menurut Lokasi Proyek Jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan berdasarkan lokasi proyek yang dibiayai kredit tersebut.

Kualitas Kredit Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Pada Bank Umum, kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu Lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Sedangkan pada BPR kredit digolongkan menjadi 4 kualitas, yaitu Lancar, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.

Loan-to-Deposit Ratio (LDR) Rasio antara jumlah kredit yang disalurkan terhadap dana yang diterima (giro, tabungan dan deposito)

mtm Persentase perubahan bulanan (month-to-month)

Non-Perfoming Loan (NPL) Kredit yang termasuk dalam kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet, merupakan rasio kredit yang tergolong NPLs terhadap total kredit. Rasio ini juga sering disebut rasio NPLs gross. Semakin rendah rasio NPLs, semakin baik kondisi bank yang bersangkutan.

Non-Performing Financing (NPF) Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun harga konstan. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah

Page 125: Periode November - bi.go.id · Contoh penggalan kajian seperti tersebut di atas kami tuangkan secara lengkap dalam KEKR dan kami sertai dengan data serta informasi yang memadai yang

106

nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi dalam suatu daerah.

qtq Persentase perubahan secara triwulanan (quarter to quarter/q-t-q) dari triwulan ke-n dihitung dengan metode point-to-point dengan dasar triwulan sebelumnya.

yoy Persentase perubahan secara tahunan (year on year/y-o-y) bulan/triwulan ke-n dihitung dengan metode point-to-point dengan dasar bulan/triwulan yang sama dengan tahun sebelumnya (t-1).

ytd Persentase perubahan menurut tahun kalender bulan ke-n dihitung dengan metode point-to-point dengan dasar bulan Desember tahun sebelumnya (t-1) (year to date change/y-t-d).