Perekonomian Indonesia

27
1. PEMBANGUNAN EKONOMI DAN OTONOMI DAERAH 1.1 Latar Belakang dan Dasar hukum Otonomi Daerah Indonesia mempunyai fondasi semangat kebangsaan yang kuat di tengah realitas keberagaman. Hal ini bisa dilihat dari sejarah pendirian negara yang diperoleh dari penyatuan kedaulatan kebangsaan kebangsaan kecil di daerah. Oleh karena itu, pengakuan terhadap keberadaan entitas masyarakat daerah di era kemerdekaan melalui kebijakan desentralisasi menjadi mandat sejarah yang sulit dielakan. Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan perundang undangan yang mengatur tentang kebijakan otonomi daerah, yakni : 1) UU No. 1 Tahun 1945, tentang Komite Nasional Daerah, 2) UU No. 22 Tahun 1948, Undang Undang Pokok tentang Pemerintahan Daerah, 3) UU No. 1 Tahun 1965, tentang Pokok Pokok Pemerintah Daerah, 4) UU No. 18 Tahun 1965, tentang Pokok Pokok Pemerintah di Daerah, 5) Tap MPRS No. XXI Tahun 1966, tentang pemberian otonomi seluas luasnya Kepada Daerah (tetapi tidak pernah ditindak lanjuti oleh pemerintah), 6) UU No Tahun 1974, tentang Pokok Pokok Pemerintahan di Daerah, 7) Tap MPR No. XV Tahun 1998, 1

description

Perekonomian Indonesia

Transcript of Perekonomian Indonesia

Page 1: Perekonomian Indonesia

1. PEMBANGUNAN EKONOMI DAN OTONOMI DAERAH

1.1 Latar Belakang dan Dasar hukum Otonomi Daerah

Indonesia mempunyai fondasi semangat kebangsaan yang kuat di tengah realitas

keberagaman. Hal ini bisa dilihat dari sejarah pendirian negara yang diperoleh dari

penyatuan kedaulatan kebangsaan kebangsaan kecil di daerah. Oleh karena itu,

pengakuan terhadap keberadaan entitas masyarakat daerah di era kemerdekaan

melalui kebijakan desentralisasi menjadi mandat sejarah yang sulit dielakan.

Semenjak awal kemerdekaan sampai sekarang telah terdapat beberapa peraturan

perundang undangan yang mengatur tentang kebijakan otonomi daerah, yakni :

1) UU No. 1 Tahun 1945, tentang Komite Nasional Daerah,

2) UU No. 22 Tahun 1948, Undang Undang Pokok tentang Pemerintahan Daerah,

3) UU No. 1 Tahun 1965, tentang Pokok Pokok Pemerintah Daerah,

4) UU No. 18 Tahun 1965, tentang Pokok Pokok Pemerintah di Daerah,

5) Tap MPRS No. XXI Tahun 1966, tentang pemberian otonomi seluas luasnya

Kepada Daerah (tetapi tidak pernah ditindak lanjuti oleh pemerintah),

6) UU No Tahun 1974, tentang Pokok Pokok Pemerintahan di Daerah,

7) Tap MPR No. XV Tahun 1998,

8) UU No. 22 Tahun 1999, tentang Pemerintah Daerah,

9) UU No. 25 Tahun 1999, tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan

Pusat dan Daerah,

10) UU No. 32 Tahun 2004, tantang Pemerintah Daerah

11) UU No. 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keungan antara Pemerintah Pusat

dan Daerah

Dalam perjalanannya, sejarah politik Indonesia diwarnai dengan ketegangan

antara pusat dan daerah. Namun pada dasarnya, tuntutan untuk merdeka tidak pernah

menjadi target utama dari pergerakan daerah. Gerakan PRRI permesta misalnya,

merupakan pemberontakan setengah hati yang yang menuntt merdeka sebagai bagian

dari negosiasi politik dengan pusat. Sementara gerakan Aceh untuk Merdeka di masa

pemerintahan Sukarno ddigambarkan sebagai “ Pemberontakan Kaum Republik”,

yaitu pemberontakan oleh pendiri republik yang kecewa terhadap republik yang

didirikannya. Pemberontakan daerah yang terjadi selama pemerintahan orde lama

1

Page 2: Perekonomian Indonesia

tersebut dipicu oleh ketidak adilan pemerintah pusat dalam memperlakukan daerah

secara ekonomi, politik dan kultural. Pembrontakan daerah pada prinsipnya adalah

politik untuk menuntut perhatian.

Orde baru meredam konflik internal melalui penciptaan stabilitas semu dengan

cara melakukan kontrol terhadap kehidupan masyarakat baik secara politik maupun

ekonomi. Kekerasan militer maupun kekerasan hukum dalam dalam kehidupan

politik dan kekuasaan ekonomi dengan mekanisme money politics untuk membeli

dukungan yeng berhasil dilakukan berkat melimpahnya sumber daya ekonomi dari

hasil ekspor minyak dan hasil alam lainya. Kedaan demikian ini mengakibatkan

mengurangnya tekanan daerah untuk meminta perhatian akan otonomi daerah

sehnggga UU No. 5 Tahun 1974, tentang Pokok Pokok Pemerintah di Daerah dapat

dipertahankan sampai akhir pemerintahan orde baru.

Kebebasan dan keterbukaan politik yang terjadi pasca orde baru membawa

konsekunsi logis pada pemerintahan untuk segera mengubah diri. Segala macam

kebijakan dan regulasi yang berbau orde baru yang sentralistis diubah sedemikian

besarnya menjadi sangat desentralisasi. Kebijakan radikal (big bang) desentralisasi

diperkenalkan pada tahun 1999 melalui UU No. 22/1999 dan UU No 25/1999. Dua

undang undang ini lahir untuk merespon dua kondisi sosial politik yaitu mrebaknya

tuntutan daerah untuk memperoleh otonomi yang lebih luas, bahkan tuntutan federasi

dan merdeka (khussnya muncul di daerah daerah yang kaya sumber daya alam seperti

Papua, Aceh, dan Riau ), serta semangat demokrasi yang menuntuk ruang partisispasi

yang luas. UU No. 22/1999 dan UU 25/1999 hadir untuk memuaskan semua daerah

dengan memberikan ruang partsispaipolitik yang tinggi melalui “ desentralisai

politik” dari pusat kepada daerah dan untuk memuaskan daerah daerah kaya sumber

daya alam yang “memberontak” dengam memberikan akses yang lebih besar untuk

menikmati sumber daya alam yang ada di daerah mereka masing masing. Sedangkan

dua undang undang tentang otonomi dearah berikutnhya, yakni UU No 32 No. 33,

merupakan perbaikan dari undang undang sebelumnya.

2

Page 3: Perekonomian Indonesia

1.2 Prinsip Otonomi Daerah

Sejak ketetapan MPR No. XXI Tahun 1966 prinsip dalam otonomi daerah bersifat

seluas luasnya dan kemudian berkembang menjadi otonomi dearah yang luas, nyata

dan bertanggung jawab. Kewenangan otonomi yang luas adalah keleluasaan daerah

untuk menyelanggarakan pemerintahan yang mencangkup kewenangan semua bidang

pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan

keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain yang

ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Yang dimaksud dengan otonomi nyata

adalah kelaluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di

bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh hidup, dan

berkembang di daerah, sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung

jawab adalah berupa perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi

pemberian hak dan kewajiban yang dipikul oleh daerah dalam wujud tugas da

kewajiban yang dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi,

berupa peningkatan pelayanan dan kesejahtraan masyarakat yang semakkin baik,

pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, pemerataan, serta pemeliharaan

hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta antar

daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

1.3 Desentralisasi, Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

Dalam UU No. 32 dan UU No. 33 dikenal adanya desentralisasi kewenangan,

pelimpahan kewenangan, dan penugasan dari pemerintah pusat kepada pemerintah

daerah. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerih

pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam

sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Yang dimaksud dengang daerah

otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai btas batas wilayah yang

berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setampat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasu masyarakat

dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3

Page 4: Perekonomian Indonesia

Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat

kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/ atau kepada instansi vertikal di

wilayah tertentu. UU No. 32 Tahun 2004 memperpendek jangkauan asas

dekonsentrasi yang dibatasi hanya sampai pemerintahan provinsi dan hanya untuk

kegiatan yang bersifat non fisik. Sedangkan tugas pembantuan adalah penugasan dari

pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dan/ atau desa dari pemerintah provinsi

kepada kabupaten atau kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten atau kota

kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang bersifat fisik.

1.4 Pembangunan Daerah

Pemerintah daerah memiliki kesempatan lebih luas untuk memperbaiki kondisi

pelayanan publik, perkembangan perekonomian daerah, serta dalam mengembangkan

berbagai trobosan baru dalam pengelolaan pemerintahan daerah. Daerah-daerah

semakin memiliki kebebasan untuk memngembangkan wilayahnya sebagai

kebutuhan masyarakat lokal. Kewenangan pemerintah daerah melalui otonomi daerah

akan memberikan pelayanan maksimal kepada para peleku ekonomi di daerah, baik

lokal, nasional, regional, maupun global. Otonomi daerah juga akan mendorong

munculnya aktivitas perekonomian dan akselerasi pertumbuhan ekonomi di daerah

perbatasan dan tertinggal. Melalui kewenangan yang dimilikinya untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat, pemerintah daerah akan berupaya untuk

meningkatkan perekonomian sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan kemanmpuannya.

Jadi kebijakan otonom daerah yang bertujuan untuk pemberdayaan kapasitas daerah

akan memberikan kesempatan bagi daerah untuk mengembangkan dan meningkatkan

perekonoiannya. Peningkatan dan pertumbuhan perekonomian daerah akan membawa

pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kesejahtraan rakyat di daerah.

2. PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH

Prinsip. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah

merupakan subsistem keuangan negara sebagai konsekuensi pembagian tugas diantara

kedua tingkat pemerintahan. Pemberian sumber keuangan negara kepada pemerintahan

4

Page 5: Perekonomian Indonesia

daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh

pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dengan memperhatikan stabilitas dan

keseimbangan fiskal. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan

daerah merupakan satu sistem yang menyeluruh dalam rangka pendanaan

penyelenggaraan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.

PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk

mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan

desentralisasi. Dana perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara

pemerintah pusat dan pemerintahan daerah dan antar pemerintahan daerah. Pinjaman

daerah bertujuan memperoleh sumber pembiayaan dalam rangka penyelenggaraan urusan

pemerintahan daerah. Lain-lain pendapatan bertujuan memberi peluang kepada

pemerintah daerah untuk memperoleh pendapatan selain pendapatan yang disebutkan

diatas.

Dasar pedanaan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah dalam rangka

pelaksanaan desentralisasi didanai APBD. Pelimpahan kewenangan dalam rangka

pelaksanaan dekonsentrasi dan atau penugasan dalam rangka pelaksanaan tugas

pembantuan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah diikuti dengan pemberian

dana. Dengan demikian penyelenggaraan urusan pemerintah yang dilaksanakan oleh

gubernur dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi dan penyelenggaraan urusan

pemerintah pusat yang dilaksanakan oleh gubernur dalam rangka tugas pembantuan

didanai APBD.

3. SUMBER-SUMBER PENERIMAAN DAERAH

Penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan

daerah dan pembiayaan. Pendapatan suatu daerah terdiri dari:

3.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

PAD bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan

daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah (yang meliputi

hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga,

keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan komisi, potongan,

5

Page 6: Perekonomian Indonesia

ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau jasa oleh Daerah). Dalam

upaya meningkatkan PAD, pemerintah daerah dilarang menetapkan peraturan tentang

pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa

antardaerah, dan kegiatan impor-ekspor, sehingga menyebabkan ekonomi biaya

tinggi. Ketentuan mengenai pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan

kekayaan daerah yang dipisahkan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

3.2 Dana Perimbangan

Dana perimbangan terdiri atas: (i) dana bagi hasil, (ii) dana alokasi umum, dan

(iii) dana alokasi khusus, yang jumlahnya ditetapkan setiap tahun anggaran dalam

APBN.

3.2.1 Dana Bagi Hasil

Dana ini bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana bagi hasil

yang bersumber dari pajak terdiri atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTP), dan Pajak Penghasilan

(PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan

PPh Pasal 21 dibagi antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Sedangkan

dana bagi hasil dari sumber daya alam berasal dari: kehutanan, pertambangan

umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan

pertambangan panas bumi.

3.2.2 Dana Alokasi Umum

Jumlah DAU keseluruhan ditentukan sekurang-kurangnya 26 persen dari

pendapatan dalam negeri neto yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara (APBN). Jumlah ini adalah untuk seluruh provinsi dan

seluruh kabupaten/kota. Dasar untuk menentukan berapa jumlah DAU yang

diterima oleh satu daerah (provinsi, kabupaten/kota) adalah apa yang disebut

celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi

dengan kapasitas fiskal, sedangkan alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah

gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah.

Kebutuhan fiskal daerah merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk

melaksanakan fungsi layanan dasar umum. Setiap kebutuhan pendanaan

6

Page 7: Perekonomian Indonesia

diukur secara berturut-turut dengan jumlah penduduk, luas wilayah, indeks

kemahalan konstruksi, produk domestik regional bruto per kapita, dan indeks

pembangunan manusia. Kapasitas fiskal daerah merupakan sumber pendanaan

daerah yang berasal dari PAD dan dana bagi hasil.

Proporsi DAU antara daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan

berdasarkan rasio kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota. DAU atas

dasar celah fiskal untuk satu daerah provinsi dihitung berdasarkan perkalian

bobot daerah provinsi yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh daerah

provinsi. Bobot daerah provinsi merupakan perbandingan antara celah fiskal

daerah provinsi yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh daerah

provinsi. Perhitungan yang sama berlaku juga untuk daerah kabupaten/kota.

Daerah yang memiliki nilai celah fiskal sama dengan nol (kebutuhan

fiskalnya = kapasitas fiskalnya) menerima DAU sebesar alokasi dasar. Daerah

yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut lebih kecil

dari alokasi dasar menerima DAU sebesar alokasi dasar setelah dikurangi nilai

celah fiskal. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif

tersebut sama atau lebih besar dari alokasi dasar tidak menerima DAU.

Kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal dihitung dengan memakai data yang

diperoleh dari lembaga statistik pemerintah dan/atau lembaga pemerintah

yang berwenang menerbitkan data yang dapat dipertanggungjawabkan.

Pemerintah merumuskan formula dan perhitungan DAU dengan

memperhatikan pertimbangan dewan yang bertugas memberikan saran dan

pertimbangan terhadap kebijakan otonomi daerah. Hasil perhitungan DAU ke

provinsi, kabupaten, dan kota ditetapkan dengan Keputusan Presiden dan

disalurkan setiap bulan sebelum bulan bersangkutan, masing-masing sebesar

1/12 (satu perdua belas) dari DAU daerah yang bersangkutan.

3.2.3 Dana Alokasi Khusus (DAK)

DAK dialokasikan kepada daerah tertentu yang ditetapkan setiap tahun

dalam APBN untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah

dan sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN. Pemerintah

pusat menetapkan kriteria DAK yang meliputi:

7

Page 8: Perekonomian Indonesia

1) Kriteria umum ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan

keuangan daerah dalam APBD.

2) Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan

perundang-undangan dan karakteristik daerah.

3) Kriteria teknis ditetapkan oleh kementrian negara/departemen teknis.

Daerah penerima DAK wajib menyediakan dana pendamping

sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) dari alokasi DAK. Dana

pendamping tersebut dianggarkan dalam APBD. Daerah dengan

kemampuan fiskal tertentu tidak diwajibkan menyediakan dana

pendamping.

3.3 Lain-lain Pendapatan

Lain-lain pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan dana darurat.

Pendapatan hibah merupakan bantuan yang tidak mengikat. Hibah kepada daerah

yang bersumber dari luar negeri dilakukan melalui pemerintah pusat. Hibah

dituangkan dalam satu naskah perjanjian antara pemerintah daerah dan pemberi

hibah. Hibah digunakan sesuai dengan naskah perjanjian. Tata cara pemberian,

penerimaan, dan penggunaan hibah, baik dari dalam negeri maupun luar negeri diatur

dengan Peraturan Pemerintah. Pemerintah mengalokasikan dana darurat yang berasal

dari APBN untuk keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional

dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh daerah dengan

menggunakan sumber APBD. Keadaan yang dapat digolongkan sebagai bencana

nasional dan/atau peristiwa luar biasa ditetapkan oleh Presiden. Pemerintah dapat

mengalokasikan dana darurat pada daerah yang dinyatakan mengalami krisis

solvabilitas. Daerah dinyatakan mengalami krisis solvabilitas berdasarkan evaluasi

pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Krisis solvabilitas

ditetapkan oleh pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

4. PINJAMAN DAERAH

Pengertian dan batasan pinjaman. Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang

mengakibatkan pemerintah daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang

8

Page 9: Perekonomian Indonesia

bernilai uang dari pihak lain sehingga pemerintah daerah tersebut dibebani kewajiban

untuk membayar kembali. Pemerintah pusat yang dalam hal ini Menteri Keuangan

menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman pemerintah dan pemerintah daerah

dengan memperhatikan hal-hal berikut:

1) Keadaan dan perkiraan perkembangan perekonomian nasional,

2) Tidak melebihi 60% (enam puluh persen) dari Produk Domestik Bruto tahun

bersangkutan.

Penentuan batas maksimum tersebut dilakukan selambat-lambatnya bulan

Agustus untuk tahun anggran berikutnya, dan harus sesuai dengan peraturan perundang-

uindangan. Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri,

dan pelanggaran terhadapnya dikenakan sanksi administratif berupa penundaan dan/atau

pemotongan atas penyaluran dana perimbangan oleh Menteri Keuangan.

Sumber pinjaman. Pinjaman daerah dapat bersumber dari pemerintah pusat,

pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank dan non bank, serta masyarakat.

Pinjaman daerah yang bersumber dari pemerintah pusat dananya bisa dari dalam

negeri atau dari luar negeri. Pinjaman pemerintah pusat yang dananya berasal dari luar

negeri dapat dinyatakan dalam mata uang rupiah atau mata uang asing melalui perjanjian

penerusan pinjaman kepada pemerintah daerah antara Menteri Keuangan dan Kepala

Daerah yang bersangkutan. Pinjaman daerah yang berasal dari pemerintah daerah

lainnya, lembaga keuangan bank dan bukan bank dapat dilaksanakan berdasarkan

kesepakatan ke dua belah pihak, sedangkan yang bersumber dari masyarakat berupa

obligasi daerah diterbitkan melalui pasar modal.

Jangka waktu dan penggunaan pinjaman. Pinjaman daerah mungkin berupa:

1) Pinjaman jangka pendek, yang merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu

kurang atau sama dengan satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran

kembali pinjaman yang meliputi poko pinjaman, bunga, dan biaya lain seluruhnya

harus dilunasi dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Pinjaman jangka pendek

ini hanya dapat dipergunakan untuk menutup persetujuan DPRD.

9

Page 10: Perekonomian Indonesia

2) Pinjaman jangka menengah, yang merupakan pinjaman daerah dalam jangka

waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali

pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi

dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan kepala daerah yang

bersangkutan. Pinjaman jenis ini dipergunakan untuk membiayai penyediaan

layanan umum yang tidak menghasilkan penerimaan dan harus mendapatkan

persetujuan DPRD sebelumnya.

3) Pinjaman jangka panjang, merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih

dari satu tahun anggaran dan kewajiban bunga, dan biaya lain harus dilunasi pada

tahun-tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman

yang bersangkutan. Pinjaman jenis ini dipergunakan untuk membiayai proyek

investasi yang menghasilkan penerimaan dan harus mendapatkan persetujuan

DPRD sebelumnya.

Persyaratan Pinjaman. Pemerintah daerah yang ingin mendapatkan pinjaman harus

memperhatikan beberapa ketentuan dan persyaratan, yakni:

1) Pendapatan daerah dan/atau barang milik daerah,serta pinjaman dari pihak

lain tidak boleh dipakai sebagai jaminan;

2) Pemerintah daerah yang bersangkutan tidak mempunyai tunggakan atas

pengembalian pinjaman yang berasal dari pemerintah pusat.

3) Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik

tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum

APBD tahun sebelumnya.

4) Rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman

ditetapkan oleh pemerintah pusat, dan obligasi daerah. Pemerintah daerah

dapat menerbitkan obligasi daerah dalam mata uang rupiah di pasar modal

domestik yang nilai nominalnya pada saat jatuh tempo sama dengan nilai

nominalnya pada saat diterbitkan. Proyek yang dibiayai dari obligasi daerah

beserta barang milik daerah yang melekat dalam proyek tersebut dapat

dijadikan jaminan untuk obligasi daerah yang akan dikeluarkan. Pemerintah

pusat tidak menjamin obligasi daerah.

10

Page 11: Perekonomian Indonesia

Prosedur dan pengelolaan penerbitan obligasi daerah. Penerbitan obligasi

daerah ditetapkan dengan peraturan daerah, di mana ditentukan bahwa kepala

daerah terlebih dahulu harus mendapatkan persetujuan DPRD dan dari pemerintah

pusat. Persetujuan tersebut hanya diberikan atas nilai bersih maksimal obligasi

daerah yang akan diterbitkan pada saat penetapan APBD. Nilai tersebut harus

telah meliputi pembayaran semua kewajiban bunga dan pokok yang timbul

sebagai akibat penerbitan obligasi daerah dimaksud.

Penerbitan obligasi daerah wajib mengikuti peraturan perundang-

undangan di bidang pasar modal, yang antara lain harus mencantumkan:

1) Nilai nominal

2) Tanggal jatuh tempo

3) Tanggal pembayaran bunga

4) Tingkat bunga (kupon)

5) Frekuensi pembayaran bunga

6) Cara perhitungan pembayaran bunga

7) Ketentuan tentang hak untuk membeli kembali obligasi daerah sebelum

jatuh tempo

8) Ketentuan tentang pengalihan kepemilikan

Pengelolaan obligasi daerah diselenggarakan oleh kepala daerah yang sekurang-

kurangnya meliputi:

1) Penetapan strategi dan kebijakan pengelolaan obligasi daerah termasuk

kebijakan pengendalian risiko

2) Perencanaan dan penetapan struktur portofolio pinjaman daerah

3) Penerbitan obligasi daerah

4) Penjualan obligasi daerah melalui lelang

5) Pembelian kembali obligasi daerah sebelum jatuh tempo

6) Pelunasan pada saat jatuh tempo, dan

7) Pertanggungjawaban

11

Page 12: Perekonomian Indonesia

Hasil penjualan obligasi daerah dan peruntukannya. Pemerintah daerah

dapat mengeluarkan obligasi daerah untuk membiayai investasi sektor publik

yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat.

Penerimaan dari investasi sektor publik yang dibiayai melalui obligasi daerah

digunakan untuk membiayai kewajiban bunga dan pokok obligasi daerah terkait

dan sisanya disetorkan ke kas daerah. Dana untuk membayar bunga dan pokok

pinjaman disediakan dalam APBD setiap tahun sampai dengan berakhirnya

kewajiban tersebut. Dalam hal pembayaran bunga dimaksud melebihi perkiraan

dana yang disediakan, Kepala Daerah melakukan pembayaran dan menyampaikan

realisasi pembayaran tersebut kepada DPRD dalam pembahasan Perubahan

APBD.

Pelaporan dan sanksi. Seluruh kewajiban pinjaman daerah yang jatuh tempo

wajib dianggarkan dalam APBD tahun anggaran yang bersangkutan dan

pemerintah daerah wajib melaporkan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban

pinjaman kepada pemerintah pusat setiap semester dalam tahun anggaran

berjalan. Kalau laporan tersebut tidak dibuat, pemerintah pusat dapat menunda

penyaluran dana perimbangan yang menjadi hak pemerintah daerah yang

bersangkutan. Sedangkan kalau pemerintah daerah tidak memenuhi kewajiban

membayar pinjamannya kepada pemerintah pusat, kewajiban membayar pinjaman

tersebut diperhitungkan dengan DAU dan/atau Dana Bagi Hasil dari penerimaan

negara yang menjadi hak pemerintah daerah yang bersangkutan. Ketentuan lebih

lanjut mengenai pinjaman daerah termasuk obligasi daerah diatur dengan

Peraturan Pemerintah.

5. DANA DEKONSENTRASI

Dekonsentrasi berbeda dengan desentralisasi. Dekonsentrasi menyangkut

pelimpahan dan bukannya penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada

pemerintah daerah atau gubernur. Dalam hal dekonsentrasi wewenang masih tetap berada

di pemerintah pusat, sedangkan dalam hal desentralisasi wewenang beralih dari

pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dan daerah penerima wewenang menjadi daerah

12

Page 13: Perekonomian Indonesia

otonom. Pelimpahan wewenang didanai oleh pemerintah pusat berdasarkan rencana kerja

dan anggaran kementrian Negara yang bersangkutan dan tidak termasuk dana yang

dialokasikan untuk instansi vertical pusat di daerah serta hanya untuk kegiatan nonfisik.

Jumlah dana dekonsentrasi disesuaikan dengan wewenang yang dilimpahkan.

Pelaksanaan. Gubernur memberitahukan rencana kerja dan anggaran kementrian

Negara/lembaga yang berkaitan dengan kegiatan dekonsentrasi di daerah kepada DPRD

pada saat pembahasan RAPBD. Kegiatan dekonsentrasi di daerah dilaksanakan oleh

satuan kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ditetapkan oleh gubernur pada setia awal

tahun anggaran. Dana dekonsentrasi disalurkan melalui Rekening Kas Umum Negara.

Dalam hal pelakanaan dekonsentrasi menghasilkan penerimaan, maka penerimaan

tersebut merupakan penerimaan APBN dan disetor ke rekening Kas Umum Negara.

Dalam hal terdapat sisa anggaran lebih atas pelaksanaan dekonsentrasi, sisa tersebut

merupakan penerimaan kembali APBN dan kalau terdapat saldo kas, saldo tersebut harus

disetor ke Rekening Kas Umum Negara. Semua barang yang diperoleh dari dana

dekonsentrasi menjadi barang milik Negara yang dapat dihibahkan maka wajib dikelola

dan ditatausahakan oleh kementrian Negara/lembaga yang memberikan pelipahan

wewenang.

Pertanggungjawaban dan pengawasan pelaksanaan. Penatausahaan keuangan

dalam pelaksanaan dekonsentrasi dilakukan secara terpisah dari penataushaan keuangan

dalam pelaksanaan tugas pembantuan dan desentralisasi yang dilakukan oleh SKPD

secara tertib. SKPD wajib menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan dekonsentrasi

kepada gubernur, yang kemudian meyampaikan laporan pertanggungjawaban seluruh

pelaksanaan kegiatan dekonsentrasi kepada menteri Negara/pimpinan lembaga yang

memberikan pelimpahan wewenang. Akhirnya menteri Negara/pimpinan lembaga

menyampaikan laporan pertanggungjwaban pelaksanaan kegiatan dekonsentrasi kegiatan

dekonsentrasi secara nasional kepada presiden.

Ketentuan lebih llanjut mengenai tata cara penganggaran, penyaluran, pelaporan,

pertanggungjwaban, pengawasan, dan penghibahan barang milik Negara yang diperoleh

atau pelaksanaan dana dekonsentrasi diatur dengan peraturan pemerintah. Pemeriksaan

dana dekonsentrasi dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang

pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara.

13

Page 14: Perekonomian Indonesia

6. DANA TUGAS PEMBATUAN

Pengertian. tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada

pemerintah daerah dan/atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan

mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan. Tugas

pembantuan didanai oleh pemerintah pusat untuk kegiatan yang bersifat fisik. Jadi dana

tugas pembantuan adalah semua penerimaan dan pengeluaran yang berasal dari APBN

yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan.

Pelaksanaan. Kepala daerah diberitahukan rencana kerja dan anggaran

kementerian Negara/ lembaga yang berkaitan dengan kegiatan tugas pembantuan kepada

DPRD pada saat pembahasan RAPBD. Kegiatan tugas pembantuan di daerah

dilaksanakan oleh SKPD yang ditetapkan oleh gubernur, bupati, atau walikota pada

setiap awal tahun anggaran. SKPD menyelenggarakan penatausahaan uang/barang dalam

rangka tugas pembantuan secara tertib.

Dana tugas pembantuan yang merupakan bagian anggaran kementerian

Negara/lembaga dialokasikan berdasarkan rencana kerja dan anggaran kementerian

Negara/lembaga. Penatausahaan keuangan dalam pelaksanaan tugas pembantuan

dilakukan secara terpisah dari penatausahaan keuangan dalam pelaksanaan dekonsentrasi

dan desentralisasi dan dikelola melalui rekening Kas Umum Negara. Dalam hal terdapat

sisa anggaran lebih atas pelaksanaan tugas pembantuan, sisa tersebut merupakan

penerimaan kembali APBN dan saldo tersebut harus disetor ke rekening Kas Umum

Negara. Dalam hal pelaksanaan tugas pembantuan menghasilkan penerimaan, maka

penerimaan tersebut merupakan penerimaan APBN dan harus disetor ke rekening kas

umum Negara. Semua barang yang diperoleh dari dana tugas pembantuan menjadi milik

Negara. Kalau dihibahkan maka barang tersebut harus dikelola dan ditatausahakan oleh

pemerintah daerah. Sedangkan kalau tidak dihibahkan barang tersebut wajib dikelola dan

ditatausahakan oleh kementerian Negara/lembaga yang memberikan penugasan.

Pertanggungjawaban dan pelaporan. SKPD menyampaikan laporan pelaksanaan

kegiatan tugas pembantuan kepada gubernur, bupati, atau walikota. Kepala daerah

menyampaikan laporan pertanggungjawaban seluruh pelaksanaan kegiatan tugas

pembantuan kepada menteri Negara /pimpinan lembaga yang menugaskan. Menteri

Negara/pimpinan lembaga menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan

14

Page 15: Perekonomian Indonesia

kegiatan tugas pembantuan secara nasional kepada presiden sesuai dengan ketentuan

yang berlaku.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penganggaran, penyaluran, pelaporan,

pertanggungjawaban, pengawasan, dan penghibahan barang milik Negara yang diperoleh

atas pelaksanaan dana tugas pembantuan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pemeriksaan dana tugas pembantuan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang –

undangan dibidang pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan Negara.

7. MASA DEPAN OTONOMI DAERAH

Sebagian kalangan menilai bahwa kebijakan Otonomi Daerah di bawah UU

32/2004 merupakan salah satu kebijakan otonomi daerah yang terbaik yang pernah ada di

Republik ini. Prinsip – prinsip dan dasar pemikiran yang digunakan dianggap sudah

cukup memadai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat dan daerah. Kebijakan

otonomi daerah yang pada hakikatnya adalah upaya pemberdayaan dan pendemokrasian

kehidupan masyarakat diharapkan dapat memenuhi aspirasi berbagai pihak dalam

konteks penyelenggaraan pemerintahan Negara serta hubungan pemerintah pusat dan

pemerintah daerah.

Dengan memperhatikan prinsip – prinsip pemberian dan penyelenggaraan

otonomi daerah kita dapat memperkirakan prospek ke depan dari otonomi daerah

tersebut. Untuk mengetahui prospek tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

berbagai pendekatan . Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah dengan

meninjau beberapa aspek dari otonomi daerah itu sendiri, yakni aspek ideologi, politik,

ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.

Dari aspek ideologi, sudah jelas dinyatakan bahwa pancasila merupakan

pandangan, falsafah hidup dan sekaligus dasar Negara. Nilai – nilai pancasila

mengajarkan antara lain pengakuan Ketuhanan, semangat persatuan dan kesatuan

nasional, pengakuan hak asasi manusia, demokrasi dan keadilan dan kesejahteraan sosial

bagi seluruh masyarakat. Jika kita memahami dan menghayati nilai- nilai tersebut maka

dapat disimpulkan bahwa kebijakan otonomi daerah dapat diterima dalam

penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui otonomi daerah nilai –

15

Page 16: Perekonomian Indonesia

nilai luhur pancasila tersebut akan dapat diwujudkan dan dilestarikan dalam setiap aspek

kehidupan bangsa Indonesia.

Dari aspek politik, pemberian otonomi dan kewenangan kepada daerah

merupakan satu wujud dari pengakuan dan kepercayaan pemerintah pusat kepada

pemerintah daerah. Pengakuan pemerintah pusat terhadap eksistensi pemerintah daerah

serta kepercayaan dengan memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah

akan menciptakan hubungan yang harmonis antar pemerintah. Selanjutnya kondisi akan

mendorong tumbuhnya dukungan daerah terhadap pusat dimana akhirnya akan dapat

memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Kebijakan otonomi daerah sebagai upaya

pendidikan politik rakyat akan membawa dampak terhadap peningkatan kehidupan

politik di daerah.

Dari aspek ekonomi, kebijakan otonomi daerah yang bertujuan untuk

pemberdayaan kapasitas daerah akan memberikan kesempatan bagi daerah untuk

mengembangkan dan meningkatkan perekonomiannya. Peningkatan dan pertumbuhan

perekonomian daerah akan membawa pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan

kesejahteraan rakyat di daerah. Melalui kewenangan yang dimilikinya untuk mengatur

dan mengurus kepentingan masyarakat, pemerintah daerah akan berupaya untuk

meningkatkan perekonomian sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan.

Kewenangan daerah melalui otonomi daerah diharapkan dapat memberikan pelayanan

maksimal kepada para pelaku ekonomi di daerah, baik local, nasional, regional maupun

global.

Dari aspek sosial budaya, kebijakan otonomi daerah merupakan pengakuan

terhadap keanekaragaman daerah, baik itu suku bangsa, agama, nilai – nilai sosial dan

budaya serta potensi lainnya yang terkandung di daerah. Pengakuan pemerintah pusat

terhadap keanekaragaman daerah merupakan suatu nilai penting bagi eksistensi daerah.

Dengan pengakuan tersebut daerah akan merasa setara dan sejajar dengan suku bangsa

lainnya, hal ini akan sangat berpengaruh terhadap upaya mempersatukan bangsa dan

Negara. Pelestarian dan pengembangan nilai – nilai budaya local akan dapat ditingkatkan

di mana pada akhirnya kekayaan budaya local akan memperkaya khasanah budaya

nasional.

16

Page 17: Perekonomian Indonesia

Selanjutnya dari aspek pertahanan dan keamanan, kebijakan otonomi daerah

memberikan kewenangan kepada masing – masing daerah untuk memantapkan kondisi

ketahan daerah dalam kerangka ketahanan nasional. Pemberian kewenangan kepada

daerah akan menumbuhkan kepercayaan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat.

Tumbuhnya hubungan dan kepercayaan daerah terhadap pusat akan dapat mengeliminir

gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Memperhatikan pemikiran dengan menggunakan pendekatan aspek ideologi,

politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan, secara ideal kebijakan

otonomi daerah merupakan kebijakan yang sangat tepat dalam penyelenggaraan

pemerintahan di daerah. Hal ini berarti bahwa kebijakan otonomi daerah mempunyai

prospek yang bagus di masa mendatang dalam menghadapi segala tantangan dalam

penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Namun demikian prospek yang bagus tersebut tidak akan dapat terlaksana jika

berbagai kendala dan tantangan yang dihadapi tidak dapat diatasi dengan baik, yang

antara lain, komitmen politik dari semua komponen bangsa, konsisten dalam

pelaksanaannya, dan kepercayaan serta dukungan masyarakat termasuk pelaku ekonomi.

Dengan kondisi tersebut bukan merupakan satu hal yang mustahil otonomi daerah

mempunyai prospek yang sangat cerah di masa mendatang.

17