Perda Lamsel No 15 _2012 Ttg RTRW OK

download Perda Lamsel No 15 _2012 Ttg RTRW OK

of 166

description

k

Transcript of Perda Lamsel No 15 _2012 Ttg RTRW OK

  • PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2012

    TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

    TAHUN 2011 - 2031

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

    BUPATI LAMPUNG SELATAN,

    Menimbang :

    a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Lampung Selatan dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya-guna, berhasil-guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, maka perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah;

    b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat maka rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha;

    c. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, maka perlu penjabaran ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten; dan

    d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c tersebut di atas, maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lampung Selatan tahun 2011 - 2031;

    Mengingat :

    1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 4 Tahun 1956, Undang-Undang Darurat Nomor 5 Tahun 1956, Undang-Undang Darurat Nomor 6 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sumatera Selatan sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1821;

    2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2034);

  • 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

    4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);

    5. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);

    6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Nomor 4247);

    7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);

    8. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4411);

    9. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4324);

    10. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433);

    11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali, diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

    12. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

    13. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);

  • 14. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);

    15. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

    16. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739);

    17. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746);

    18. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);

    19. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849);

    20. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851);

    21. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956);

    22. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);

    23. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);

    24. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025);

    25. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052);

    26. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

  • 27. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068);

    28. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188);

    29. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

    30. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934);

    31. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4145);

    32. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4146);

    33. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385);

    34. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4453);

    35. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532);

    36. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624);

    37. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655);

    38. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696) sebagaimana telah diubah dengan

  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4814);

    39. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

    40. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);

    41. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4814);

    42. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828);

    43. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4829);

    44. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

    45. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4858);

    46. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4859);

    47. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 171, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5083);

    48. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);

  • 49. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5110);

    50. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111);

    51. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);

    52. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5185);

    53. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 2011 tentang Penetapan Cekungan Air Tanah;

    54. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41/PRT/M/2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya;

    55. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah;

    56. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11 Tahun 2009 tentang Pedoman Persetujuan Substansi Dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota beserta Rencana Rinciannya;

    57. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten;

    58. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang;

    59. Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung Tahun 2009-2029 (Lembaran Daerah Provinsi Lampung Tahun 2010 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Lampung Nomor 346);

    60. Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 06 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Lampung Selatan sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 25 Tahun 2011 (Lembaran Daerah Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2011 Nomor 25, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Lampung Selatan Nomor 25);

  • BAB I

    KETENTUAN UMUM

    Bagian Kesatu

    Pengertian

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

    1. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik indonesia sebagaimana yang dimaksud Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    2. Provinsi adalah Provinsi Lampung.

    3. Pemerintah Provinsi adalah Gubernur dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Provinsi Lampung.

    4. Gubernur adalah Gubernur Lampung.

    5. Daerah adalah Daerah Kabupaten Lampung Selatan.

    6. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat daerah sebagai unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah Kabupaten Lampung Selatan.

    7. Kabupaten adalah Kabupaten Lampung Selatan.

    8. Bupati adalah Bupati Lampung Selatan.

    9. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Lampung Selatan.

    10. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara, sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup Iainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.

    11. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.

    12. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola ruang.

    13. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.

    14. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang selanjutnya disingkat RTRW Kabupaten adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang mengatur rencana struktur dan pola tata ruang wilayah Kabupaten.

    15. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

    16. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.

    17. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.

    18. Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten adalah tujuan yang ditetapkan pemerintah daerah kabupaten yang merupakan arahan perwujudan visi dan misi pembangunan jangka panjang kabupaten pada aspek keruangan, yang pada

  • dasarnya mendukung terwujudnya ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.

    19. Kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten adalah arahan pengembangan wilayah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten Lampung Selatan guna mencapai tujuan penataan ruang wilayah kabupaten dalam kurun waktu 20 (dua puluh) tahun.

    20. Strategi penataan ruang wilayah kabupaten adalah penjabaran kebijakan penataan ruang ke dalam langkah-langkah pencapaian tindakan yang Iebih nyata yang menjadi dasar dalam penyusunan rencana struktur dan pola ruang wilayah kabupaten.

    21. Rencana struktur ruang wilayah kabupaten adalah rencana yang mencakup sistem perkotaan wilayah kabupaten yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan jaringan prasarana wilayah kabupaten yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten selain untuk melayani kegiatan skala kabupaten yang meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, sistem jaringan sumber daya air, termasuk seluruh daerah hulu bendungan atau waduk dari daerah aliran sungai, dan sistem jaringan prasarana Iainnya.

    22. Rencana sistem perkotaan di wilayah kabupaten adalah rencana susunan kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan di dalam wilayah kabupaten yang menunjukkan keterkaitan saat ini maupun rencana yang membentuk hierarki pelayanan dengan cakupan dan dominasi fungsi tertentu dalam wilayah kabupaten.

    23. Rencana sistem perdesaan dalam wilayah pelayanannya adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

    24. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

    25. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

    26. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disingkat PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota.

    27. Pusat Kegiatan Wilayah promosi yang selanjutnya disingkat PKWp adalah pusat kegiatan yang dipromosikan untuk kemudian hari dapat ditetapkan sebagai PKW.

    28. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan.

    29. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disingkat PKLp adalah pusat kegiatan yang dipromosikan untuk di kemudian hari ditetapkan sebagai PKL dengan persyaratan pusat kegiatan tersebut merupakan kota-kota yang telah memenuhi persyaratan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK).

  • 30. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disingkat PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa.

    31. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disingkat PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa.

    32. Rencana sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten adalah rencana jaringan prasarana wilayah yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten dan untuk melayani kegiatan yang memiliki cakupan wilayah layanan prasarana skala kabupaten.

    33. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan atau air, serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.

    34. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarki.

    35. Terminal adalah pangkalan Kendaraan Bermotor Umum yang digunakan untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang, serta perpindahan moda angkutan.

    36. Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi yang selanjutnya disingkat SUTET adalah saluran udara yag mendistribusikan energi listrik dengan tegangan 500 Kv yang mendistribusikan dari pusat-pusat pembangkit yang jaraknya jauh menuju pusat-pusat beban sehingga energi listrik bisa disalurkan dengan efisien.

    37. Saluran Udara Tegangan Tinggi yang selanjutnya disingkat SUTT adalah saluran udara yang mendistribusikan energi listrik dengan tegangan 150 Kv yang mendistribusikan dari pusat-pusat beban menuju gardu-gardu induk listrik.

    38. Pelabuhan adalah tempat yang meliputi daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi.

    39. Prasarana sumber daya air adalah bangunan air beserta bangunan lain yang menunjang kegiatan pengelolaan sumber daya air, baik langsung maupun tidak langsung.

    40. Wilayah Sungai yang selanjutnya disingkat WS adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumberdaya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 (dua ribu) kilometer persegi.

    41. Daerah irigasi adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu jaringan irigasi.

    42. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

  • 43. Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.

    44. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.

    45. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya.

    46. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian Iingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan.

    47. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

    48. Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitarnya maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah.

    49. Kawasan Resapan Air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air.

    50. Sempadan Pantai adalah kawasan perlindungan setempat sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian dan kesucian pantai, keselamatan bangunan, dan tersedianya ruang untuk lain lintas umum.

    51. Sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri-kanan sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai.

    52. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

    53. Kawasan cagar alam adalah kawasan suaka alam yang keadaaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi, perkembangannya berlangsung secara alami.

    54. Kawasan Suaka Alam adalah kawasan yang mewakili ekosistem khas yang merupakan habitat alami yang memberikan perlindungan bagi perkembangan flora dan fauna yang khas dan beraneka ragam.

    55. Kawasan Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam darat maupun perairan yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.

    56. Kawasan Cagar Budaya adalah kawasan yang merupakan lokasi bangunan hasil budaya manusia yang bernilai tinggi ataupun bentukan geologi alami yang khas dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

    57. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui membangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

    58. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah,

  • meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.

    59. Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan.

    60. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.

    61. Kawasan hutan rakyat adalah kawasan yang dapat diusahakan menjadi hutan oleh perseorangan pada tanah yang dibebani hak milik.

    62. Kawasan peruntukan pertanian adalah kawasan budidaya yang dialokasikan dan memenuhi kriteria untuk budidaya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan.

    63. Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah wilayah budi daya pertanian terutama pada wilayah perdesaan yang memiliki hamparan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan/atau hamparan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan serta unsur penunjangnya dengan fungsi utama untuk mendukung kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.

    64. Peternakan adalah segala urusan yang berkaitan dengan sumber daya fisik, benih, bibit dan/atau bakalan, pakan, alat dan mesin peternakan, budi daya ternak, panen, pascapanen, pengolahan, pemasaran, dan pengusahaannya.

    65. Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.

    66. Kawasan perikanan adalah kawasan budidaya perikanan yang ditetapkan dengan kriteria wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan penangkapan, budidaya perikanan, industry pengolahan hasil perikanan, dan tidak mengganggu kelestarian lingkungan hidup.

    67. Kawasan Minapolitan adalah kawasan pengembangan ekonomi berbasis usaha perikanan yang dikembangkan secara terintegrasi oleh pemerintah, swasta dan masyarakat untuk menciptakan iklim usaha yang lebih baik untuk pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat pada suatu wilayah.

    68. Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disingkat WP, adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional.

    69. Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi, yang selanjutnya disebut wilayah kerja adalah wilayah yang ditetapkan dalam Izin Usaha Pertambangan Panas Bumi.

    70. Tambang Pola Tertutup adalah sistem penambangan dimana aktivitas penambangannya dibawah permukaan bumi dan tempat kerjanya tidak langsung berhubungan dengan dunia luar.

    71. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.

  • 72. Kawasan Peruntukan Industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan industri berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    73. Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelolah oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki izin Usaha Kawasan Industri.

    74. Kawasan peruntukan pariwisata adalah kawasan yang didominasi oleh fungsi kepariwisataan, mencakup sebagian areal dalam kawasan lindung atau kawasan budidaya yang lain yang di dalamnya terdapat konsentrasi daya tarik dan fasilitas penunjang pariwisata.

    75. Kawasan permukiman adalah bagian dari Iingkungan hidup di luar kawasan lindung, balk berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai Iingkungan tempat tinggal atau Iingkungan hunian dan tempat kegiatan yang menudukung prikehidupan dan penghidupan.

    76. Kawasan pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang dipergunakan untuk kepentingan pertahanan.

    77. Kawasan Pesisir adalah wilayah pesisir tertentu yang ditunjukan dan atau ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan kriteria tertentu, seperti karakter fisik, biologi, sosial dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya.

    78. Lingkungan adalah sumberdaya fisik dan biologis yang menjadi kebutuhan dasar agar kehidupan masyarakat (manusia) dapat bertahan.

    79. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.

    80. Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.

    81. Daya Tampung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.

    82. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh, menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.

    83. Konservasi adalah pengelolaan pemanfaatan oleh manusia terhadap biosfer sehingga dapat menghasilkan manfaat berkelanjutan yang terbesar kepada generasi sekarang sementara mempertahankan potensinya untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi generasi akan datang (suatu variasi defenisi pembangunan berkelanjutan).

    84. Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 (dua ribu) kilometer persegi beserta kesatuan ekosistemnya.

    85. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang selanjutnya disingkat ZEE Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut territorial Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia, meliputi dasar laut, tanah dibawahnya, dan air diatasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut yang diukur dari garis pangkal laut territorial Indonesia.

  • 86. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui membangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

    87. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia.

    88. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.

    89. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.

    90. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah arahan pengembangan wilayah untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang wilayah kabupaten sesuai dengan RTRW kabupaten melalui penyusunan dan pelaksanaan program penataan/pengembangan kabupaten beserta pembiayaannya, dalam suatu indikasi program utama jangka menengah lima tahunan kabupaten yang berisi rencana program utama, sumber pendanaan, instansi pelaksana, dan waktu pelaksanaan.

    91. Indikasi program utama jangka menengah lima tahunan adalah petunjuk yang memuat usulan program utama, lokasi, besaran, waktu pelaksanaan, sumber dana, dan instansi pelaksana dalam rangka mewujudkan ruang kabupaten yang sesuai dengan rencana tata ruang.

    92. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah ketentuan-ketentuan yang dibuat atau disusun dalam upaya mengendalikan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten agar sesuai dengan RTRW kabupaten yang berbentuk ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi untuk wilayah kabupaten.

    93. Ketentuan umum peraturan zonasi sistem kabupaten adalah ketentuan umum yang mengatur pemanfaatan ruang/penataan kabupaten dan unsur-unsur pengendalian pemanfaatan ruang yang disusun untuk setiap kiasifikasi peruntukan/fungsi ruang sesuai dengan RTRW kabupaten.

    94. Ketentuan perizinan adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten sesuai kewenangannya yang harus dipenuhi oleh setiap pihak sebelum pemanfaatan ruang, yang digunakan sebagai alat dalam melaksanakan pembangunan keruangan yang tertib sesuai dengan rencana tata ruang yang telah disusun dan ditetapkan.

    95. Ketentuan insentif dan disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang dan jugs perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang.

    96. Arahan sanksi adalah arahan untuk memberikan sanksi bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku.

    97. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan.

  • 98. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.

    99. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat atau badan hukum.

    100. Peran Masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, permanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

    101. Badan koordinasi penataan ruang daerah, yang selanjutnya disingkat BKPRD adalah badan bersifat ad hoc yang fungsi membantu pelaksanaan tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah.

    Bagian Kedua Ruang Lingkup

    Paragraf 1 Ruang Lingkup Muatan

    Pasal 2 RTRW Kabupaten memuat :

    a. tujuan, kebijakan dan strategi; b. rencana struktur ruang; c. rencana pola ruang; d. penetapan kawasan strategis; e. arahan pemanfaatan ruang; dan f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang.

    Paragraf 2

    Ruang Lingkup Wilayah Pasal 3

    (1) Lingkup wilayah perencanaan merupakan daerah dengan batas yang ditentukan

    berdasarkan aspek administratif mencakup wilayah daratan, wilayah perairan dan wilayah udara.

    (2) Lingkup wilayah perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta Administrasi Kabupaten Lampung Selatan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

    (3) Wilayah perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    a. Kecamatan Natar; b. Kecamatan Jati Agung; c. Kecamatan Tanjung Bintang; d. Kecamatan Tanjung Sari; e. Kecamatan Katibung; f. Kecamatan Merbau Mataram; g. Kecamatan Way Sulan; h. Kecamatan Sidomulyo; i. Kecamatan Candipuro; j. Kecamatan Way Panji; k. Kecamatan Kalianda; l. Kecamatan Rajabasa; m. Kecamatan Palas; n. Kecamatan Sragi;

  • o. Kecamatan Penengahan; p. Kecamatan Ketapang; dan q. Kecamatan Bakauheni.

    (4) Batas-batas wilayah Kabupaten meliputi:

    a. sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Lampung Tengah dan Kabupaten Lampung Timur;

    b. sebelah selatan berbatasan dengan Selat Sunda; c. sebelah timur berbatasan dengan Laut Jawa; dan d. sebelah barat berbatasan dengan Kota Bandar Lampung, dan Kabupaten

    Pesawaran.

    (5) Luas wilayah administrasi kabupaten kurang lebih 210.974 (dua ratus sepuluh ribu sembilan ratus tujuh puluh empat) hektar yang meliputi atas 42 (empat puluh dua) pulau yaitu :

    a. Pulau Anak Krakatau; b. Pulau Gubugseng; c. Pulau Batu Kauseng; d. Pulau Batu Merah; e. Pulau Batumandi; f. Pulau Krakatau; g. Pulau Krakatau Barat; h. Pulau Panjang; i. Pulau Sebesi; j. Pulau Sebuku; k. Pulau Sebuku Kecil; l. Pulau Sertung; m. Pulau Setigabuntut; n. Pulau Setigaheni; o. Pulau Setigalok; p. Pulau Umang; q. Pulau Sulah; r. Pulau Condong Barat; s. Pulau Condong Timur; t. Pulau Kramat; u. Pulau Kupiah; v. Pulau Mundu; w. Pulau Rimau Balak; x. Pulau Rimau Lunik; y. Pulau Seram; z. Pulau Seram Ningi; aa. Pulau Suling; bb. Pulau Sumur; cc. Pulau Tumpul; dd. Pulau Tumpul Lunik; ee. Pulau Batu Mandi Bakauheni; ff. Pulau Sekepel; gg. Pulau Dua Balak; hh. Pulau Dua Lunik; ii. Pulau Kandang Balak; jj. Pulau Kandang Lunik; kk. Pulau Kelapa; ll. Pulau Mangkudu;

  • mm. Pulau Panjukit; nn. Pulau Panjurit; oo. Pulau Sekepel; dan pp. Pulau Sincu.

    BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI

    Bagian Kesatu Tujuan Penataan Ruang

    Pasal 4

    Penataan Ruang Wilayah Kabupaten bertujuan untuk mewujudkan Ruang Kabupaten sebagai Pintu Gerbang Investasi Provinsi yang Berbasis Pada Kawasan Pertanian, Perikanan, Pariwisata, serta Industri yang terintegrasi dan bersinergi dengan perwujudan pembangunan yang berkelanjutan.

    Bagian Kedua Kebijakan Penataan Ruang

    Pasal 5

    (1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ditetapkan Kebijakan Penataan Ruang Kabupaten.

    (2) Kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten meliputi: a. pengembangan kawasan budidaya berbasis sumberdaya alam dan

    pengembangan agropolitan dengan tetap mempertimbangkan dan mengindahkan kondisi daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

    b. penciptaan peluang investasi pada kegiatan industri; c. penguatan fungsi lindung kawasan lindung secara berkesinambungan dan

    terintegrasi; d. pengembangan kegiatan pariwisata yang berbasis pada potensi wisata alam; e. penataan sistem perkotaan dan pusat distribusi yang mampu memacu

    pertumbuhan wilayah; f. penguatan pelayanan prasarana dan sarana wilayah yang mampu

    meningkatkan kondisi investasi dan perekonomian wilayah; dan g. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan Negara.

    Bagian Ketiga Strategi Penataan Ruang

    Pasal 6 (1) Strategi pengembangan kawasan budidaya berbasis sumberdaya alam dan

    pengembangan agropolitan dengan tetap mempertimbangkan dan mengindahkan kondisi daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a meliputi: a. meningkatkan produktivitas hasil pertanian melalui intensifikasi lahan; b. mengintegrasikan pengembangan kawasankawasan pertanian dengan

    mengoptimalkan fungsi kawasan agropolitan; c. mendorong tumbuhnya sektorsektor sekunder dan tersier yang terintegrasi

    dengan pengembangan kawasan minapolitan; d. meningkatkan kemampuan pelayanan prasarana dan sarana yang mampu

    mendorong investasi pada kegiatan industri;dan

  • e. menjamin kelancaran aksesibilitas antara kawasan sentra dan pendukungnya dengan penyediaan sistem prasarana yang handal mendukung kegiatan pertanian, dan perikanan.

    (2) Strategi penciptaan peluang investasi pada kegiatan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b meliputi:

    a. meningkatkan kemampuan pelayanan prasarana dan sarana yang mampu mendorong investasi pada kegiatan industri;

    b. mendorong pertumbuhan industri pada koridor jalan lintas pantai timur; c. mendorong pertumbuhan klaster industri yang berbasis pada sumberdaya

    lokal; d. menjamin kelancaran aksesibilitas antara kawasan sentra dan pendukungnya

    dengan penyediaan sistem prasarana yang handal;

    (3) Strategi penguatan fungsi lindung kawasan lindung secara berkesinambungan dan terintegrasi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c meliputi:

    a. mengupayakan tercapainya kelestarian dan keseimbangan lingkungan dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan pembangunan;

    b. memantapkan kawasan lindung sesuai dengan fungsinya untuk melindungi kawasan dibawahannya, kawasan perlindungan setempat serta melindungi kawasan yang rawan bencana alam;

    c. melindungi daerah resapan air yang berfungsi hidrologis untuk menjamin ketersediaan sumberdaya air;

    d. mengendalikan dan memantau kegiatan budidaya pada kawasan lindung dan kawasan hutan agar tetap terjaga kelestariannya; dan

    e. merehabilitasi kawasan hutan agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan mengoptimalkan perlindungan pada kawasan bantaran sungai dan pantai.

    (4) Strategi pengembangan kegiatan pariwisata yang berbasis pada potensi wisata alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf d meliputi: a. mengembangkan aktivitas wisata pada kawasan wisata alam dengan

    mengoptimalkan pemanfaatan pantai dan laut; b. memanfaatkan kawasan suaka alam sebagai obyek wisata minat khusus; c. menciptakan pusat pertumbuhan jasa sebagai pusat pendukung kegiatan

    wisata; d. memfungsikan secara optimal dermaga dan pelabuhan yang ada sebagai

    komponen pendukung aktivitas wisata; e. mendorong kegiatan industri cinderamata dengan basis industri kerajinan dan

    rumah tangga;dan f. menjamin kelancaran akses yang mampu mendukung terbentuknya

    pergerakan jalur jalur wisata.

    (5) Strategi penataan sistem perkotaan dan pusat distribusi yang mampu memacu pertumbuhan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf e meliputi: a. mengembangkan Kota Kalianda sebagai Kota Modern untuk memicu

    pertumbuhan beberapa kawasan perkotaan lainnya; b. menjamin kawasan-kawasan fungsional kota yang akan dikembangkan

    dengan sarana dan prasarana yang handal; c. menyiapkan dukungan sarana dan prasarana yang memadai dalam

    mendorong tumbuhnya kawasan perkotaan;dan d. mempersiapkan sistem penyediaan perumahan dan permukiman yang handal

    guna mengantisipasi pertumbuhan kawasan perkotaan.

  • (6) Strategi penguatan pelayanan prasarana dan sarana wilayah yang mampu meningkatkan kondisi investasi dan perekonomian wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf f meliputi: a. mengembangkan sistem transportasi antarmoda yang mampu

    menghubungkan sistem transportasi darat, laut, dan udara; b. mendorong kelancaran lalu lintas pada simpang susun (interchange) jalan tol

    pada kawasan dan pusat pusat produksi; c. menjamin terciptanya pengelolaan persampahan yang terpadu dan terintegrasi

    dengan kawasan Metropolitan Bandar Lampung; d. menjamin kelancaran akses antar pulau untuk mengurangi disparitas dan

    mendukung kegiatan wisata; e. menjamin ketersediaan sumberdaya air yang dapat mendukung kegiatan

    pertanian dengan mengoptimalkan jaringan irigasi, waduk dan bendungan yang handal;

    f. menjamin ketersediaan sumber daya energi untuk memacu tumbuhnya industri dan kawasan industri; dan

    g. menciptakan sistem pengelolaan limbah terpadu.

    (7) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf g meliputi: a. mendukung penetapan kawasan pertanahan dan keamanan di Kabupaten; b. mengembangkan kawasan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar

    kawasan pertanahan dan keamanan negara untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan;

    c. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan pertahanan dan keamanan dengan kawasan budidaya terbangun; dan

    d. turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan/TNI.

    BAB III RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH

    Bagian Kesatu Umum Pasal 7

    (1) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten meliputi: a. sistem pusat kegiatan; b. sistem jaringan prasarana utama;dan c. sistem jaringan prasarana lainnya.

    (2) Struktur ruang Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

    Bagian kedua Sistem Pusat Kegiatan

    Pasal 8

    Sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dikembangkan secara hierarki dan dalam bentuk pusat kegiatan, sesuai kebijakan nasional dan provinsi, potensi, dan rencana pengembangan wilayah kabupaten.

  • Pasal 9 (1) Sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi:

    a. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW); b. Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp); c. Pusat Kegiatan Lokal (PKL); d. Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp); e. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK); dan f. Pusat Pelayanan Lokal (PPL).

    (2) PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terletak di Perkotaan Kalianda dengan wilayah pelayanan meliputi Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Pesawaran, Kota Bandar Lampung dan Kota Cilegon yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan kabupaten, jasa pendukung pariwisata, perdagangan dan jasa.

    (3) PKWp Bakauheni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terletak di Kecamatan Bakauheni dengan wilayah pelayanan meliputi Kota Cilegon, Kabupaten Lampung Timur dan Kota Bandar Lampung yang berfungsi sebagai Pusat Koleksi dan Distribusi dan pariwisata.

    (4) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a. PKL Tanjung Bintang yang berfungsi sebagai pusat kegiatan industri, pusat

    perdagangan dan jasa, koleksi pertanian dan perkebunan; dan b. PKL Sidomulyo terletak di Kecamatan Sidomulyo yang berfungsi sebagai

    pertanian dan perdagangan dan jasa.

    (5) PKLp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi: a. PKLp Natar-Jati Agung terletak di Kecamatan Natar dan Kecamatan Jati Agung

    yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan provinsi, perdagangan dan jasa; b. PKLp Ketapang terletak di Kecamatan Ketapang yang berfungsi sebagai

    minapolitan, pertanian, pariwisata dan industri; dan c. PKLp Katibung terletak di Kecamatan Katibung yang berfungsi sebagai

    pertanian, industri, perikanan dan perkebunan.

    (6) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi: a. PPK Palas terletak di Kecamatan Palas yang berfungsi sebagai pusat

    Pertanian, Pemukiman dan Perikanan; b. PPK Candipuro terletak di Kecamatan Candipuro yang berfungsi sebagai pusat

    Pertanian, Perkebunan, dan Pemukiman; c. PPK Merbau Mataram terletak di Kecamatan Merbau Mataram yang berfungsi

    sebagai pertanian, terminal batu bara dan Industri; dan d. PPK Tanjung Sari terletak di Kecamatan Tanjung Sari yang berfungsi sebagai

    pertanian, perkebunan dan peternakan.

    (7) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi: a. PPL Way Sulan terletak di Kecamatan Way Sulan yang berfungsi sebagai pusat

    kegiatan pertanian dan perkebunan; b. PPL Way Panji terletak di Kecamatan Way Panji yang berfungsi sebagai pusat

    kegiatan pertanian, peternakan dan perikanan; c. PPL Penengahan terletak di Kecamatan Penengahan yang berfungsi sebagai

    pertanian dan perikanan budidaya; d. PPL Sragi terletak di Kecamatan Sragi yang berfungsi sebagai pertanian,

    peternakan dan perikanan; dan

  • e. PPL Rajabasa terletak di Kecamatan Rajabasa yang berfungsi sebagai pusat kegiatan pariwisata, perkebunan, kawasan lindung dan energi (PLT Panas Bumi).

    Pasal 10

    Sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f akan diatur lebih lanjut dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang diatur dalam Peraturan Daerah tersendiri.

    Bagian ketiga Sistem Jaringan Prasarana Utama

    Pasal 11 Sistem jaringan prasarana utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b terdiri dari:

    a. sistem jaringan transportasi darat; b. sistem jaringan perkeretaapian; c. sistem jaringan transportasi laut; dan d. sistem jaringan transportasi udara.

    Paragraf 1 Sistem Jaringan Transportasi Darat

    Pasal 12 Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a, meliputi: a. jaringan lalu lintas angkutan jalan; dan b. jaringan Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan.

    Pasal 13 (1) Jaringan lalu lintas angkutan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a

    meliputi: a. jaringan prasarana jalan umum; b. jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan; dan c. jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan.

    (2) Jalan umum sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a, dikelompokan dalam sistem jaringan jalan, fungsi jalan dan status jalan.

    (3) Pengelompokan jalan berdasarkan sistem jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terdiri dari : a. sistem jaringan jalan primer; dan b. sistem jaringan jalan sekunder;

    (4) Pengelompokan jalan berdasarkan fungsi jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibagi dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan.

    (5) Pengelompokan jalan berdasarkan status jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibagi menjadi : a. jalan nasional;

  • b. jalan provinsi; c. jalan kabupaten; dan d. jalan desa;

    (6) Rencana pengembangan prasarana jalan meliputi arahan pengembangan bagi jalan nasional jalan tol, jalan nasional bukan jalan tol, jalan provinsi, dan jalan kabupaten

    (7) Pengembangan prasarana jalan meliputi pengembangan jalan baru dan pengembangan jalan yang sudah ada.

    (8) Rencana pengembangan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (6) meliputi : a. rencana pembangunan jalan dan jembatan nasional yang menghubungkan

    Pulau Sumatera dan Pulau Jawa yang melintasi Selat Sunda b. rencana pembangunan jalan bebas hambatan yang menghubungkan

    Bakauheni Babatan Tegineneng Terbanggi Besar;

    (9) Pengembangan prasarana jalan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (7), untuk mendukung rencana pengembangan jalan arteri sebagaimana rencana ayat (8) huruf a, mendukung sektor pariwisata, dan menunjang Pembangunan Kota Baru adalah: a. pembangunan Jalan Lingkar Pesisir Kalianda Bakauheni (coastal road),

    meliputi : 1. rencana peningkatan dan pengembangan jalan provinsi ruas Kalianda

    Kunjir - Gayam; 2. rencana peningkatan dan pengembangan jalan kabupaten ruas Way

    Baka - Totoharjo; b. pengembangan dan peningkatan ruas-ruas jalan kabupaten untuk akses dari

    dan menuju wilayah pengembangan Kota Baru.

    (10) Jalan arteri primer yang sudah dikembangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi ruas-ruas jalan yang menghubungkan antar pusat Satuan Wilayah Pengembangan yang ada di Provinsi, antara lain meliputi : a. ruas jalan Tegineneng Simpang Tanjung Karang; b. ruas Sukamaju - Simpang Kalianda; dan c. ruas simpang Kalianda Bakauheni.

    (11) Jalan Kolektor Primer yang sudah dikembangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi ruas jalan yang menghubungkan antara kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal dalam Sistem Jaringan Jalan Primer, adalah : a. Kolektor Primer 1 (K1), adalah ruas jalan nasional ruas Way Sekampung

    Bunut (batas Kabupaten Lampung Selatan/Kabupaten Lampung Timur) Simpang Bakauheni

    b. Kolektor Primer 2 (K2), yang meliputi ruas jalan provinsi yaitu ruas jalan: 1. Kalianda-Kunjir-Gayam; 2. Gayam-Ketapang; 3. Way Galih-Bergen; 4. Asahan-Kota Dalam; dan 5. Jatimulyo-Kibang (Batas Lampung Timur).

    (12) Rencana ruas jalan dalam fungsinya sebagai jalan kolektor primer selain yang dimaksudkan pada ayat (11), lokal primer dan lingkungan primer dalam Sistem Jaringan Jalan Primer akan diusulkan kepada Gubernur untuk ditetapkan selambat-lambatnya 1 tahun setelah Peraturan Daerah ini ditetapkan.

  • (13) Rencana ruas jalan menurut fungsinya dalam Sistem Jaringan Jalan Sekunder akan diusulkan kepada Gubernur untuk ditetapkan selambat-lambatnya 1 tahun setelah Peraturan Daerah ini ditetapkan.

    (14) Rencana status ruas jalan kabupaten dan desa setelah pemekaran kabupaten, akan diusulkan untuk ditetapkan oleh Bupati selambat-lambatnya 1 tahun setelah Peraturan ini ditetapkan.

    Pasal 14

    (1) Jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b meliputi: a. trayek angkutan barang meliputi:

    1. Kecamatan Bakauheni - Kecamatan Penengahan - Kecamatan Kalianda- Kecamatan Sidomulyo - Kecamatan Katibung - Kecamatan Natar (Jalan Trans Sumatera); dan

    2. Kecamatan Bakauheni - Kecamatan Ketapang (Jalan Lintas Timur Sumatera).

    b. trayek angkutan penumpang yang meliputi: 1. Kecamatan Ketapang Bakauheni Kalianda Bandar lampung; 2. Kecamatan Kalianda Bandar lampung; 3. Kecamatan Kalianda Ketapang; 4. Kecamatan Kalianda Rajabasa; 5. Kecamatan Kalianda Sidomulyo; 6. Kecamatan Kalianda Bakauheni; dan 7. Kecamatan Kalianda Palas.

    c. membuka trayek baru antar kabupaten dan antar provinsi melalui terminal Rejosari;

    d. mengembangkan trayek yang menghubungkan Terminal Rejosari dengan pelabuhan Bakauheni;

    e. mengembangkan trayek yang menghubungkan terminal dengan stasiun; f. mengembangkan trayek yang menghubungkan terminal dengan bandar

    udara Radin Inten II; dan g. mengembangkan trayek utama, trayek cabang dan ranting yang saling

    menghubungkan antar pusat-pusat kegiatan.

    (2) Rencana prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf c, meliputi: a. terminal penumpang; dan b. terminal barang.

    (3) Terminal penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, meliputi: a. pengembangan terminal penumpang tipe A di Kecamatan Bakauheni, yang

    juga akan dikembangkan sebagai terminal antar moda; b. pembangunan terminal penumpang tipe A di Rejosari Kecamatan Natar; c. peningkatan terminal tipe penumpang B di Kecamatan Kalianda; dan d. pengembangan terminal penumpang tipe C di Bunut Kecamatan Sragi; e. pembangunan terminal penumpang di Kecamatan Katibung; dan f. pembangunan terminal penumpang di setiap daerah yang memiliki stasiun

    kereta api.

  • (4) Terminal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, meliputi: a. pengembangan terminal agribisnis di Desa Pisang Kecamatan Penengahan;

    dan b. pengembangan terminal dry port di Sebalang Kecamatan Katibung.

    Pasal 15

    Jaringan angkutan sungai, danau, dan penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b, meliputi:

    a. pelabuhan Bakauheni berfungsi sebagai pelabuhan penyeberangan antar Pulau Sumatera Pulau Jawa (Provinsi Banten);

    b. pelabuhan di Ketapang sebagai pelabuhan penyeberangan untuk mendukung pelabuhan penyeberangan pelabuhan Bakauheni; dan

    c. pelabuhan penyeberangan lokal yang berfungsi sebagai penghubung antara daratan dengan pulau-pulau terluar, meliputi Canti Pulau Sebesi Pulau Sebuku.

    Paragraf 2 Sistem Jaringan Perkeretaapian

    Pasal 16 (1) Sistem jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b

    meliputi: a. jaringan jalur kereta api umum; b. jaringan jalur kereta api khusus;dan c. sistem prasarana kereta api.

    (2) Jaringan jalur kereta api umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi pembangunan rel kereta api yang menghubungkan Bakauheni Bandar Lampung Rejosari.

    (3) Jaringan jalur kereta api khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi pengembangan jaringan rel kereta api khusus pengangkutan batu bara menuju dermaga khusus di Merbau Mataram.

    (4) Sistem prasarana kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a. pengembangan stasiun kereta api yang terletak di Kecamatan Natar; b. pengembangan stasiun transit di Kecamatan Sidomulyo; dan c. pembangunan stasiun kereta api terpadu di Bakauheni.

    Paragraf 3

    Sistem Jaringan Transportasi Laut Pasal 17

    (1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c, meliputi: a. tatanan kepelabuhanan; dan b. alur pelayaran.

    (2) Tatanan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. pelabuhan laut; dan b. terminal khusus.

  • (3) Pelabuhan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi : a. Pelabuhan Ketapang; b. Pelabuhan Canti; c. Pelabuhan Pulau Sebuku; d. Pelabuhan Sebalang di Kecamatan Katibung; e. Pelabuhan Kalianda; f. Pelabuhan Legundi; dan g. Pelabuhan Pulau Sebesi.

    (4) Terminal khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa terminal khusus Banding Resort di Kecamatan Rajabasa yang berfungsi sebagai pendukung pariwisata; dan

    (5) Alur Pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi: a. Lintas Harian meliputi:

    1. Ketapang-Pulau Harimau; 2. Canti Pulau Sebuku; 3. Canti Pulau Sebuku Pulau Sebesi; dan 4. Kalianda Pulau Sebuku - Pulau Sebesi.

    b. Lintas Wisata meliputi: 1. Canti Pulau Sebuku; 2. Canti - Pulau Sebesi; 3. Canti Krakatau; 4. Kalianda Pulau Sebesi; 5. Banding Pulau Sebuku; 6. Banding Pulau Sebesi; 7. Banding Pulau Krakatau; dan 8. Kalianda - Kepulauan Krakatau.

    Paragraf 4 Sistem Jaringan Transportasi Udara

    Pasal 18

    (1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf d, meliputi: a. tatanan kebandarudaraan; dan b. ruang udara untuk penerbangan.

    (2) Tatanan kebandarudaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. Bandar udara pengumpul skala tersier Radin Inten II melalui peningkatan

    hierarki bandara pengumpul tersier menjadi pengumpul primer dan embarkasi haji/ bandar udara internasional; dan

    b. Pembangunan Bandar Udara Perintis di Kecamatan Palas.

    (3) Bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan bandara baru yang akan dikembangkan.

    (4) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi Ruang udara di sekitar Kabupaten.

    (5) Ruang udara untuk penerbangan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  • Bagian keempat Rencana Sistem Jaringan Prasarana Lainnya

    Pasal 19 Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c terdiri dari : a. sistem jaringan energi dan kelistrikan; b. sistem jaringan telekomunikasi; c. sistem jaringan sumberdaya air; dan d. sistem jaringan prasarana wilayah lainnya.

    Paragraf 1

    Sistem Jaringan Energi dan Kelistrikan Pasal 20

    (1) Sistem jaringan energi dan kelistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19

    huruf a meliputi: a. jaringan transmisi dan distribusi gas bumi; b. pembangkit tenaga listrik; dan c. jaringan transmisi tenaga listrik. d. jaringan distribusi tenaga listrik

    (2) Jaringan transmisi dan distribusi gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa pengembangan jaringan distribusi melalui Kota Metro, Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Timur dan Kabupaten Lampung Selatan yang ditujukan untuk melayani kebutuhan masyarakat dan industri Kabupaten dan Kota di Provinsi.

    (3) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi: a. pemanfaatan dan peningkatan kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Uap

    (PLTU) Tarahan Unit 3 dan 4 yang ditetapkan di Kecamatan Katibung; b. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sebalang di

    Kecamatan Katibung; c. pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di PLTP

    Rajabasa; d. pengembangan dan peningkatan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di

    PLTD Kalianda, PLTD Pulau Sebesi dan PLTD Tarahan;

    e. pengembangan Panel Surya sebagai upaya pengadaan energi listrik secara swadaya dari sekelompok penduduk yang jarak antar rumahnya berdekatan terutama pada pemukiman yang terdapat di pulau-pulau di Kabupaten Lampung Selatan; dan

    f. pengembangan energi baru dan terbarukan untuk daerah-daerah yang belum terhubung jaringan listrik.

    (4) Jaringan transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a. pengembangan transmisi tenaga listrik yang terhubung dengan interkoneksi

    jaringan nasional; b. pengembangan transmisi listrik Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi

    (SUTET) dengan tegangan 500 kV merupakan interkoneksi provinsi-provinsi di Pulau Sumatera dan Pulau Jawa;

    c. pengembangan transmisi listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dengan tegangan 275 kV yang menghubungkan Gardu Induk Kalianda di

  • Kabupaten Lampung Selatan dengan Gardu Induk Sutami di Kota Bandar Lampung;

    d. pengembangan transmisi listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dengan tegangan 150 kV yang menghubungkan Gardu Induk Tarahan di Kabupaten Lampung Selatan dengan Gardu Induk Sutami di Kota Bandar Lampung, Gardu Induk Tarahan di Kabupaten Lampung Selatan dengan Gardu Induk Sribawono di Kabupaten Lampung Timur, Gardu Induk Teluk Betung di Kota Bandar Lampung dengan Gardu Induk Natar di Kabupaten Lampung Selatan, dan Gardu Induk Natar di Kabupaten Lampung Selatan dengan Gardu Induk Tegineneng di Kabupaten Lampung Tengah;

    e. Pengembangan jaringan baru yang menghubungkan Gardu Induk Bakauheni dengan Gardu Induk Ketapang, Gardu Induk Ketapang dengan Gardu Induk Kalianda, dan Jaringan Gardu Induk Tataan dengan Gardu Induk Natar;

    f. peningkatan Gardu Induk eksisting meliputi: 1. Gardu Induk Tarahan dengan kapasitas 2 x 30 MVA; 2. Gardu Induk Natar dengan kapasitas 1 x 30 MVA; dan 3. Gardu Induk Kalianda dengan kapasitas 1 x 30 MVA;

    g. pengembangan Gardu Induk baru meliputi: 1. Gardu Induk Bakauheni dengan kapasitas 1 X 30 MVA; dan 2. Gardu Induk Ketapang dengan kapasitas 1 X 30 MVA.

    (5) Pengembangan distribusi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dengan Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) dengan tegangan 20 kV yang didistribusikan melalui Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR) ke jaringan lainnya.

    Paragraf 2

    Sistem Jaringan Telekomunikasi Pasal 21

    (1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b meliputi : a. jaringan kabel; b. jaringan nirkabel; c. jaringan mikro digital; dan d. jaringan mikro analog.

    (2) Jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. pengembangan infrastruktur dasar telekomunikasi berupa jaringan telepon

    saluran tetap dan pusat otomatisasi sambungan telepon di Perkotaan Kalianda;

    b. pengembangan sambungan telepon kabel yang diarahkan menjangkau seluruh pusat pelayanan dan wilayah pelayanannya di Kabupaten terutama di Kecamatan Kalianda, Kecamatan Bakauheni, Kecamatan Sidomulyo, Kecamatan Ketapang, Kecamatan Tanjung Bintang, Kecamatan Jati Agung, dan Kecamatan Natar;

    c. peningkatan kapasitas sambungan telepon kabel pada kawasan perdagangan dan jasa, industri, fasilitas umum dan sosial, terminal, permukiman dan kawasan yang baru dikembangkan;

    d. penyediaan sarana telekomunikasi dan informasi untuk umum pada lokasi strategis, mudah diakses publik dan kawasan pusat kegiatan masyarakat; dan

  • e. pengembangan sistem jaringan kabel telekomunikasi bawah tanah dengan sistem ducting dan terpadu dengan sistem jaringan bawah tanah lainnya.

    (3) Jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. pengembangan menara telekomunikasi bersama (sharing tower) dalam

    rangka efisiensi ruang; b. penataan menara Based Transceiver Station (BTS) dengan penyusunan

    master plan menara BTS bersama pihak operator diatur dengan Peraturan Bupati; dan

    c. pengembangan menara telekomunikasi yang tersebar di wilayah Kabupaten.

    (4) Jaringan mikro digital sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditujukan sebagai jaringan lanjutan dari Pulau Jawa dengan menggunakan jaringan kabel Bawah Laut melalui Kabupaten Lampung Selatan, Kota Bandar Lampung, Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Pringsewu, Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung Barat, menyambung menuju ke Provinsi Sumatera Selatan.

    (5) Jaringan mikro analog sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan jaringan lanjutan dari Pulau Jawa dengan mempergunakan jaringan Kabel Bawah Laut melalui Kabupaten Lampung Selatan, Kota Bandar Lampung, Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Way Kanan, menuju ke Provinsi Sumatera Selatan.

    Paragraf 3

    Rencana Sistem Jaringan Sumber Daya Air Pasal 22

    (1) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c

    meliputi: a. sistem pengelolaan wilayah sungai (WS); b. cekungan air tanah (CAT); c. jaringan irigasi; d. prasarana air baku untuk air bersih; dan e. sistem pengendalian daya rusak air.

    (2) Sistem pengelolaan Wilayah Sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi : a. Wilayah Sungai (WS) Seputih-Sekampung yang merupakan WS Strategis

    Nasional; dan b. Daerah Aliran Sungai (DAS) meliputi:

    1. DAS yang bermuara di Way Sekampung meliputi DAS Way Tuba Lunik, DAS Way Tuba Balak, DAS Way Tipo Lunik, DAS Way Tipo Balak, DAS Way Kandis Besar, DAS Way Tulung Bunut, DAS Way Galih, DAS Way Bekarang, DAS Way Bekarang Bintang, DAS Way Sulan, DAS Way Ketibung, DAS Way Alam Slawi, DAS Way Kedawung, DAS Way Pisang, DAS Way Muara Paku, DAS Way Bakti Rasa, DAS Way Bandar Agung;

    2. DAS yang bermuara di laut meliputi DAS Way Asin, DAS Way Rengas, DAS Way Siring Rebang, DAS Way Ketapang, DAS Way Legundi, DAS Way Panjang, DAS Way Kelelah, DAS Way Ruguk II, DAS Way Ruguk, DAS Way Sumur, DAS Way Muara Bakau, DAS Way Pilu, DAS Way Pangkalan Baru, DAS Way Tabu, DAS Way Kepayang, DAS Way Sumber Muli, DAS Way Andak, DAS Way Andeng, DAS Way Bojong, DAS Way Kapasan, DAS Way Kunjir, DAS Way Lubuk, DAS Way Merak, DAS Way Kebayan, DAS Way Pangkul, DAS Way Rajabasa, DAS Way Banding,

  • DAS Way Sumpuk, DAS Way Pamah, DAS Way Canti, DAS Way Canggung, DAS Way Betung, DAS Way Lahu, DAS Way Pedik, DAS Way Maja, DAS Way Curup, DAS Way Urang, DAS Way Coyung, DAS Way Lubuk, DAS Way Pamungkasan, DAS Way Belantung, DAS Way Serdang, DAS Way Teluk Nipah, DAS Way Muara Suak, DAS Way Buatan, DAS Way Sebalam, DAS Way Kubu Karam, DAS Way Tanjung Selaki, DAS Way Sukabanjar, DAS Way Tarahan, DAS Way Pasir Putih.

    (3) Cekungan Air Tanah (CAT) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. CAT Metro Kota Bumi merupakan cekungan lintas batas kabupaten

    terdapat di Kecamatan Natar, Kecamatan Jati Agung, sebagian Kecamatan Tanjung Sari, sebagian Kecamatan Tanjung Bintang, sebagian Kecamatan Merbau Mataram, sebagian Kecamatan Way Sulan, sebagian Kecamatan Katibung, sebagian Kecamatan Sidomulyo, sebagian Kecamatan Kalianda, sebagian Kecamatan Rajabasa, Kecamatan Candipuro, Kecamatan Way Panji, Kecamatan Palas, Kecamatan Sragi, Kecamatan Penengahan, Kecamatan Ketapang dan Kecamatan Bakauheni; dan

    b. CAT Kalianda merupakan cekungan dalam satu kabupaten terdapat di sebagian Kecamatan Sidomuyo, sebagian Kecamatan Kalianda dan sebagian Kecamatan Rajabasa.

    (4) Sistem jaringan irigasi sebagaiman dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a. Daerah Irigasi (DI) kewenangan pemerintah provinsi meliputi Utuh

    kabupaten/kota meliputi DI Way Katibung seluas kurang lebih 1.550 (seribu lima ratus lima puluh) hektar, DI Way Sulan seluas kurang lebih 1.124 (seribu seratus dua puluh empat) hektar, DI Way Negara Ratu seluas kurang lebih 1.153 (seribu seratus lima puluh tiga) hektar dan;

    b. Daerah Irigasi (DI) kewenangan pemerintah kabupaten meliputi DI Way Asahan, DI Way Asahan Hulu, DI Way Asin, DI Way Bamban DI Way Batu Agung, DI Way Belajung, DI Way Belerang, DI Way Belerang II, DI Way Betung, DI Way Bojong, DI Way Buah Brak, DI Way Buha, DI Way Canggu, DI Way Canggung, DI Way Cempaka, DI Way Cermin, DI Way Cidatuan, DI Way Cugung I, DI Way Cugung II, DI Way Curup, DI Way Gresik, DI Way Hamkawoan, DI Way Hamsari, DI Way Hikhang, DI Way Jejor, DI Way Jembat Baru, DI Way Kedaton, DI Way Kekiling, DI Way Kelau, DI Way Keroncong, DI Way Kertasari, DI Way Kesugihan I, DI Way Kesugihan II, DI Way Kunjir, DI Way Kupang Curup, DI Way Kuripan, DI Way Lapai Tengah, DI Way Legundi, DI Way Mahima, DI Way Maja, DI Way Memata Pematang Nyam, DI Way Merak, DI Way Muli, DI Way Negeri Pandan, DI Way Nyimut, DI Way Pahibungan, DI Way Panas, DI Way Pancur Timah, DI Way Pangkul, DI Way Pardasuka, DI Way Pelita Dewa, DI Way Pematang, DI Way Pematang I, DI Way Pematang II, DI Way Penengahan I, DI Way Penengahan II, DI Way Pisang Hulu, DI Way Pisang I, DI Way Rajabasa II, DI Way Rengas, DI Way Ruguk I & II, DI Way Sabah Bajau, DI Way Samoja, DI Way Sedap Dare, DI Way Sededer, DI Way Semambo, DI Way Sendang Sari, DI Way Serpong, DI Way Sinar Karya, DI Way Sobah Limbang, DI Way Suban, DI Way Sukamaju, DI Way Sukaratu Kanan, DI Way Sukaratu Kiri, DI Way Sumber Agung, DI Way Sumpuk, DI Way Sumur Dewa, DI Way Sumur I, DI Way Sumur II, DI Way Sumur Kumbang, DI Way Supi, DI Way Tabu, DI Way Tajimalela, DI Way Tajimalela I, II, III, DI Way Tanjung Iman, DI Way Tebing Cepa, DI Way Tanjung Harapan, DI Way Tengkujuh, DI Way Tuba Mati, DI Way Tutung.

  • (5) Prasarana air baku untuk air bersih sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi: a. pengembangan air bersih di kawasan perkotaan di Kecamatan Jati Agung,

    Kecamatan Katibung, Kecamatan Ketapang, Kecamatan Tanjung Bintang, Kecamatan Merbau Mataram dan Kecamatan Palas;

    b. pemanfaatan potensi air tanah di Kecamatan Jati Agung, Kecamatan Katibung, Kecamatan Ketapang, Kecamatan Tanjung Bintang, Kecamatan Merbau Mataram, Kecamatan Palas; dan

    c. pemanfaatan embung di Kecamatan Way Sulan, Kecamatan Jati Agung, Kecamatan Tanjungsari, dan Kecamatan Katibung.

    (6) Sistem pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e berupa banjir berada di Rawa Sragi Kecamatan Sragi, Kecamatan Palas, Kecamatan Candipuro, dan Kecamatan Sidomulyo.

    Paragraf 4

    Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Lainnya Pasal 23

    (1) Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf

    d meliputi: a. sistem jaringan persampahan; b. sistem penyediaan air minum (SPAM); c. sistem pengelolaan air limbah; d. sistem drainase; dan e. jalur dan ruang evakuasi bencana.

    (2) Sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. penyusunan rencana induk pengolahan persampahan; b. pengembangan sarana pengangkutan sampah dengan menggunakan

    container terutama untuk melayani lingkungan-lingkungan permukiman, areal komersial seperti perdagangan dan pasar;

    c. penyediaan Tempat Penampungan Sementara (TPS) pada setiap wilayah Kecamatan sebagai tempat pembuangan sampah pasar dan rumah tangga;

    d. pengembangan sistem pengelolaan sampah terpadu melalui Satuan Operasional Kebersihan Lingkungan (SOKLI) pada daerah-daerah permukiman, khususnya kawasan permukiman kota di pusat-pusat pelayanan;

    e. pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) regional untuk pelayanan Metropolitan Bandar Lampung di Kecamatan Katibung dengan menggunakan sistem pengolahan sampah pengurugan berlapis bersih (sanitary landfill);

    f. peningkatan sistem pengolahan sampah TPA eksisting di Kecamatan Bakauheni, Natar, Kecamatan Kalianda, dan Kecamatan Katibung menjadi sistem pengolahan sampah pengurugan berlapis bersih (sanitary landfill);

    g. pengurangan sampah semaksimal mungkin dimulai dari sumbernya, melalui konsep 4R yaitu reduce, reuse, recycle dan replace (pengurangan, pemanfaatan kembali, daur ulang dan penggantian dengan bahan ramah lingkungan);

    h. peningkatan peran serta masyarakat dan dunia usaha/swasta dalam penyelenggaraan pengembangan sistem pengelolaan persampahan;

    i. penguatan kelembagaan dan peningkatan kapasitas bagi aparat pengelola baik limbah cair maupun limbah padat;

  • j. peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas sistem pelayanan; dan k. peningkatan sistem pengelolaan persampahan dari pembuangan terbuka ke

    pengurugan berlapis bersih (sanitary landfill).

    (3) Sistem penyediaan air minum sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b direncanakan secara terintegrasi dan sistematis ditujukan untuk melayani pusat-pusat kegiatan dan pusat-pusat pelayanan meliputi : a. SPAM jaringan perpipaan meliputi unit air baku, unit produksi, unit distribusi,

    unit pelayanan, dan unit pengelolaan dengan kapasitas produksi sesuai dengan kebutuhan kota dan perkembangan Kawasan Perkotaan Kalianda.

    b. SPAM bukan jaringan perpipaan yang meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan perlindungan mata air diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    c. pemanfaatan PDAM yang melayani Kecamatan Kalianda, Kecamatan Bakauheni, Kecamatan Katibung dan Kecamatan Natar;

    d. penyediaan sistem air minum perpipaan dan non perpipaan untuk memenuhi kebutuhan air minum;

    e. peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha/swasta dalam penyelenggaraan pengembangan sistem air minum;

    f. peningkatan kapasitas dan kualitas pengelolaannya; dan g. pembangunan Instalasi Pengolahan Air (IPA).

    (4) Sistem pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a. pengembangan septic tank dengan sistem terpadu untuk kawasan

    pemukiman perkotaan; b. pengembangan sistem sewerage untuk kawasan industri dengan memakai

    sistem Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) terpadu di Kecamatan Tanjung Bintang, Kecamatan Ketapang dan Kecamatan Bakauheni;

    c. pengembangan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) di Kecamatan Kalianda;

    d. pengembangan sistem jaringan tertutup untuk kawasan industri yang memungkinkan menghasilkan limbah;

    e. pengadaan instalasi pengolahan limbah untuk Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) pada kegiatan industri;

    f. peningkatan akses pengolahan sistem air limbah baik sistem on site maupun off site (terpusat) di perkotaan maupun di perdesaan untuk memperbaiki kesehatan masyarakat;

    g. peningkatan peran serta masyarakat dan dunia usaha/swasta dalam penyelenggaraan pengembangan sistem pengelolaan air limbah; dan

    h. penguatan kelembagaan dan peningkatan kapasitas bagi aparat pengelola air limbah.

    (5) Sistem drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi : a. jaringan drainase primer meliputi Way Kandis, Way Katibung, Way Sulan dan

    Way Negara Ratu; b. jaringan drainase sekunder meliputi Kota Kalianda, Perkotaan Bakauheni,

    Perkotaan Tanjung Bintang, dan Perkotaan Sidomulyo; c. peningkatan pelayanan dan penanganan drainase; d. peningkatan pelibatan stakeholders; dan e. peningkatan kapasitas pengelola maupun kelembagaan.

  • (6) Jalur dan ruang evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf e meliputi: a. jalur evakuasi bencana tsunami di Kecamatan Katibung mengikuti pola

    jaringan jalan menuju Bukit Tarahan; b. jalur evakuasi bencana tsunami di Kecamatan Sidomulyo dievakuasi menuju

    sekitar Jalan Lintas Sumatera; c. jalur evakuasi bencana tsunami di Kecamatan Kalianda dievakuasi menuju

    kawawan perkantoran kabupaten; d. jalur evakuasi bencana tsunami di Kecamatan Rajabasa dievakuasi menuju

    gunung Rajabasa; e. jalur evakuasi bencana tsunami di Kecamatan Ketapang dievakuasi di sekitar

    menara siger di Kecamatan Bakauheni; f. jalur evakuasi bencana tsunami di Kecamatan Bakauheni dievakuasi di

    sekitar menara siger di Kecamatan Bakauheni; g. jalur evakuasi bencana banjir di Kecamatan Way Sulan dan Candipuro

    mengikuti pola jaringan jalan menuju Kecamatan Candipuro dan dievakuasi di Kantor Kecamatan Candipuro;

    h. jalur evakuasi bencana banjir di Kecamatan Way Panji mengikuti pola jaringan jalan menuju Sukoharjo dan dievakuasi di sekitar kantor kecamatan Way Panji;

    i. jalur evakuasi bencana banjir di Kecamatan Palas mengikuti pola jaringan jalan Kecamatan Candipuro dan dievakuasi di Kantor Kecamatan Palas;

    j. jalur evakuasi bencana banjir di Kecamatan Sragi mengikuti pola jaringan jalan menuju Bangunrejo dan dievakuasi di Kantor Kecamatan Ketapang;

    k. jalur evakuasi bencana longsor di Kecamatan Bakauheni mengikuti pola jaringan jalan menuju Menara Siger;

    l. jalur evakuasi bencana longsor di Kecamatan Rajabasa mengikuti pola jaringan jalan menuju Banding dan dievakuasi di Kantor Kecamatan Rajabasa;

    m. jalur evakuasi bencana longsor di Kecamatan Merbau Mataram mengikuti pola jaringan jalan menuju Merbau Mataram dan dievakuasi di Kantor Kecamatan Merbau Mataram;

    n. jalur evakuasi bencana Gunung Api Krakatau di Kecamatan Bakauheni mengikuti pola jaringan jalan menuju Kecamatan Penengahan;

    o. jalur evakuasi bencana Gunung Api Krakatau di Kecamatan Rajabasa mengikuti pola jaringan jalan menuju Kantor Kecamatan Rajabasa; dan

    p. jalur evakuasi bencana Gunung Api Krakatau di Kecamatan Ketapang mengikuti pola jaringan jalan menuju Kantor Kecamatan Ketapang.

    BAB IV

    RENCANA POLA RUANG WILAYAH Bagian Kesatu

    Umum Pasal 24

    (1) Rencana pola ruang meliputi:

    a. kawasan lindung; dan b. kawasan budidaya.

    (2) Rencana pola ruang Kabupaten digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

  • Bagian Kedua Kawasan Lindung

    Pasal 25 Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a meliputi: a. kawasan hutan lindung; b. kawasan perlindungan setempat; c. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya; d. kawasan rawan bencana alam; dan e. kawasan lindung lainnya.

    Paragraf 1 Kawasan Hutan Lindung

    Pasal 26 (1) Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf a meliputi:

    a. Kawasan Hutan Lindung Pantai Timur dengan luas kurang lebih 505,80 (lima ratus lima koma delapan puluh) hektar terdapat di Kecamatan Sragi dan Ketapang;

    b. Kawasan Hutan Lindung Batu Serampok Register 17 (tujuh belas) dengan luas kurang lebih 7.130 (tujuh ribu seratus tiga puluh) hektar terdapat di Kecamatan Katibung, dan Kecamatan Merbau Mataram;

    c. Kawasan Hutan Lindung Way Buatan Register 6 (enam) dengan luas kurang lebih 950 (sembilan ratus lima puluh) hektar terdapat di Kecamatan Katibung; dan

    d. Kawasan Hutan Lindung Gunung Rajabasa Register 3 (tiga) dengan luas kurang lebih 5.200 (lima ribu dua ratus) hektar terdapat di Kecamatan Rajabasa, Kecamatan Kalianda, Kecamatan Penengahan, Kecamatan Bakauheni.

    (2) Ketentuan Iebih lanjut mengenai kawasan hutan lindung diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Paragraf 2

    Kawasan Perlindungan Setempat Pasal 27

    (1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b

    meliputi: a. kawasan sempadan pantai; b. kawasan sempadan sungai; c. kawasan sekitar mata air; dan d. ruang terbuka hijau (RTH).

    (2) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a dengan luas kurang lebih 2.478 (dua ribu empat ratus tujuh puluh delapan) hektar terdapat di sepanjang pantai Kabupaten yaitu pada Kecamatan Ketapang, Kalianda, Katibung, Sidomulyo, Rajabasa, Bakauheni dan Sragi.

    (3) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan luas kurang lebih 3.649 (tiga ribu enam ratus empat puluh sembilan) hektar meliputi: a. Kecamatan Natar; b. Kecamatan Jati Agung;

  • c. Kecamatan Tanjung Bintang; d. Kecamatan Tanjung Sari; e. Kecamatan Katibung; f. Kecamatan Merbau Mataram; g. Kecamatan Way Sulan; h. Kecamatan Sidomulyo; i. Kecamatan Candipuro; j. Kecamatan Way Panji; k. Kecamatan Kalianda; l. Kecamatan Rajabasa; m. Kecamatan Palas; n. Kecamatan Sragi; o. Kecamatan Penengahan; p. Kecamatan Ketapang; dan q. Kecamatan Bakauheni.

    (4) Kawasan sekitar mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan di Kecamatan Rajabasa, Kecamatan Penengahan, Kecamatan Candipuro dan Way Panji ditetapkan dengan radius 100 (seratus) meter dari mata air.

    (5) Kawasan RTH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berada di seluruh kawasan perkotaan meliputi: a. RTH publik berupa taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau

    sepanjang jalan, sungai, dan pantai dengan luas kurang lebih 18.561 (delapan belas ribu lima ratus enam puluh satu) hektar atau kurang lebih 21 (dua puluh satu) persen dari seluruh perkotaan;

    b. RTH privat berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan dengan luas kurang lebih 9.722 (sembilan ribu tujuh ratus dua puluh dua) hektar atau kurang lebih 11 (sebelas) persen dari luas seluruh perkotaan; dan

    c. Ketentuan lebih lanjut mengenai RTH Perkotaan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b diatur dalam Rencana Detail Tata Ruang.

    (6) Ketentuan Iebih lanjut mengenai kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.

    Paragraf 3 Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya

    Pasal 28

    (1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf c, meliputi a. kawasan cagar alam dan cagar alam laut; b. kawasan taman wisata alam; dan c. kawasan cagar budaya.

    (2) Kawasan cagar alam dan cagar alam laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa Cagar Alam Laut Pulau Anak Krakatau dengan luas kurang lebih 13.735 (tiga belas ribu tujuh ratus tiga puluh lima) Hektar terdapat di Kecamatan Rajabasa.

  • (3) Kawasan taman wisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berada di perairan di sekitar Kepulauan Krakatau dan Gunung Rajabasa di Kecamatan Rajabasa.

    (4) Kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a. Makam Al Habib Ali di Kecamatan Ketapang; b. Makam Ratu Darah Putih di Kecamatan Penengahan; c. Makam Radin Inten di Kecamatan Penengahan; dan d. Batu Bertulis Palas Pasemah di Kecamatan Palas.

    (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan dan pengaturan kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Paragraf 4 Kawasan Rawan Bencana Alam

    Pasal 29

    (1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf e meliputi: a. kawasan rawan banjir; b. kawasan rawan tsunami; c. kawasan rawan longsor; d. kawasan rawan bencana Gunung Api Krakatau; dan e. kawasan rawan bencana angin puting beliung.

    (2) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berada di Kecamatan Natar, Kecamatan Way Sulan, Kecamatan Candipuro, Kecamatan Palas, Kecamatan Sragi, dan Kawasan Way Panji dengan luas kurang lebih 14.000 (empat belas ribu) hektar.

    (3) Kawasan rawan tsunami sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berada di Kecamatan Katibung, Kecamatan Sidomulyo, Kecamatan Kalianda, Kecamatan Rajabasa, Kecamatan Ketapang dan Kecamatan Bakauheni dengan luas kurang lebih 1.983 (seribu sembilan ratus delapan puluh tiga) hektar.

    (4) Kawasan rawan longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berada di Kecamatan Rajabasa, Kecamatan Katibung, dan Kecamatan Bakauheni.

    (5) Kawasan rawan bencana Gunung Api Krakatau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berada di Kecamatan Bakauheni, Kecamatan Rajabasa, dan Kecamatan Ketapang.

    (6) Kawasan rawan angin puting beliung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e berada di Kecamatan Penengahan, Kecamatan Ketapang, Kecamatan Palas, Kecamatan Sragi, Kecamatan Sidomulyo, Kecamatan Candipuro, Kecamatan Tanjung Bintang, Kecamatan Jati Agung, Kecamatan Way Panji dan Kecamatan Tanjung Sari.

    (7) Ketentuan Iebih lanjut mengenai penetapan, pengaturan, dan pengelolaan kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.

  • Paragraf 5 Kawasan Lindung Lainnya

    Pasal 30

    Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf e berupa Daerah Perlindungan Laut (DPL) yang terdapat di Pulau Sebesi dengan luas kurang lebih 59 (lima puluh sembilan) hektar terdapat di Kecamatan Rajabasa.

    BagianKetiga Kawasan Budidaya

    Pasal 31 Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (1) huruf b meliputi: a. kawasan peruntukan hutan produksi; b. kawasan peruntukan hutan rakyat; c. kawasan peruntukan pertanian; d. kawasan peruntukan perikanan; e. kawasan peruntukan pertambangan dan panas bumi; f. kawasan peruntukan industri; g. kawasan peruntukan pariwisata; h. kawasan peruntukan pemukiman; dan i. kawasan peruntukan lainnya.

    Paragraf 1 Kawasan Peruntukan Hutan Produksi

    Pasal 32

    Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf a meliputi:

    a. Kawasan Hutan Produksi Way Ketibung I Register 5 (lima) dengan luas kurang lebih 1.922 (seribu sembilan ratus dua puluh dua) hektar terdapat di Kecamatan Katibung;

    b. Kawasan Hutan Produksi Way Ketibung II Register 35 (tiga puluh lima) hektar dengan luas kurang lebih 3.800 (tiga ribu delapan ratus) hektar terdapat di Kecamatan Katibung;

    c. Kawasan Hutan Produksi Gedong Wani Register 40 (empat puluh) dengan luas kurang lebih 25.563 (dua puluh lima ribu lima ratus enam puluh tiga) hektar terdapat di Kecamatan Jati Agung dan Kecamatan Tanjung Bintang;

    d. Kawasan Hutan Produksi Way Pisang Register 1 (satu) dengan luas kurang lebih 8.590 (delapan ribu lima ratus Sembilan puluh) hektar terdapat di Kecamatan Palas, Kecamatan Sragi dan Kecamatan Ketapang; dan

    e. Kawasan Hutan Produksi Pematang Taman Register 2 (dua) dengan luas kurang lebih 1.272 (seribu dua ratus tujuh puluh dua) hektar terdapat di Kecamatan Ketapang dan Kecamatan Penengahan.

  • Paragraf 2 Kawasan Peruntukan Hutan Rakyat

    Pasal 33

    Kawasan peruntukan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf b berupa Kebun Bibit Rakyat (KBR) dengan luas kurang lebih 60 (enam puluh) hektar berada di Kecamatan Sidomulyo dan Kecamatan Kalianda.

    Paragraf 3 Kawasan Peruntukan Pertanian

    Pasal 34

    (1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf c meliputi: a. kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan; b. kawasan peruntukan hortikultura; c. kawasan peruntukan perkebunan; dan d. kawasan peruntukan peternakan.

    (2) Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. kawasan tanaman pangan pada lahan sawah dengan luas kurang lebih

    45.354 (empat puluh lima ribu tiga ratus lima puluh empat) hektar; dan b. kawasan tanaman pangan pada lahan kering dengan luasan kurang lebih

    122.178 (seratus dua puluh dua ribu seratus tujuh puluh delapan) hektar.

    (3) Kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sebagai Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan dengan luas kurang lebih 121.825 (seratus dua puluh satu ribu delapan ratus dua puluh lima) hektar tersebar di seluruh Kecamatan.

    (4) Kawasan peruntukan hortikultura dengan luas kurang lebih 14 (empat belas) hektar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. komoditas Pisang berada tersebar di Kecamatan Ketapang, Kecamatan

    Bakauheni, Kecamatan Penengahan, Kecamatan Kal