RTRW Brebes
-
Author
fauzan-affif -
Category
Documents
-
view
46 -
download
4
Embed Size (px)
description
Transcript of RTRW Brebes
-
- 1 -
PEMERINTAH KABUPATEN BREBES
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES
NOMOR 2 TAHUN 2011
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KABUPATEN BREBES TAHUN 2010 2030
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BREBES,
Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Brebes dengan
memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna,
serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan,
perlu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Brebes;
b. bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, disebutkan bahwa rencana
tata ruang wilayah kabupaten ditetapkan dengan peraturan daerah
kabupaten;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan
huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Brebes Tahun 2010 2030.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-
daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 42);
-
- 2 -
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2043);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);
5. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3318);
6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3419);
7. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor
23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469);
8. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470);
9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor
46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478);
10. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 73,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647);
11. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);
12. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
-
- 3 -
Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
13. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152);
14. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169);
15. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);
16. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 115, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327);
17. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
18. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4389);
19. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4411);
20. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4421);
21. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073);
-
- 4 -
22. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59);
23. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
24. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);
25. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
26. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perketaapian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722);
27. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
28. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
29. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4739);
30. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849);
31. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851);
-
- 5 -
32. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4956);
33. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
Dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 959);
34. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);
35. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan Dan
Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5015);
36. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5025);
37. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 133,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052);
38. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
39. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 147,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5066);
40. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5068);
41. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan
Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 37,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3225);
42. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara
-
- 6 -
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3258);
43. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan
Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3294);
44. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi
Kegiatan Instansi Vertikal Di Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3373);
45. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian
Pencemaran Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990
Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3409);
46. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445);
47. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1992 tentang Angkutan di
Perairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor
187, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3907);
48. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak
dan Kewajiban Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat
Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3660);
49. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3969);
50. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan
Pendayagunaan Tanah Terlantar (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1998 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3747);
51. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka
Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3776));
52. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran dan / atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik
-
- 7 -
Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3816);
53. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Dampak
Lingkungan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3838);
54. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian
Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3934);
55. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 128,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4146);
56. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 119,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4242);
57. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan
Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385);
58. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan
Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4453) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2009
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004
tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia 5056);
59. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 32,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4489)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 44
Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 15
Tahun 2005 tentang Jalan Tol (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 88, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5019);
60. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang
-
- 8 -
Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4532);
61. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
62. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia 4624);
63. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655);
64. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3
Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6
Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan
Hutan Serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4814);
65. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi
dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3747);
66. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha
Panas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4777);
67. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi
Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4779);
68. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata
Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
-
- 9 -
Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4817);
69. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4828);
70. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4833);
71. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4858);
72. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4859);
73. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi Dan
Reklamasi Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 201, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4947);
74. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4987);
75. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat
Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4998);
76. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan
Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5048);
77. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070);
-
- 10 -
78. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan
Angkutan Kereta Api (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5086);
79. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 15, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5097);
80. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan
Pendayagunaan Tanah Terlantar (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5098);
81. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5103);
82. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah
Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5110);
83. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111);
84. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan
Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5112);
85. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata
Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5160);
86. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 22 Tahun 2003 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung di Propinsi Jawa Tengah (Lembaran
Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003 Nomor 134);
-
- 11 -
87. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 11 Tahun 2004 tentang
Garis Sempadan (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2004
Nomor 46 Seri E Nomor 7);
88. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2007 tentang
Pengendalian Lingkungan Hidup (Lembaran Daerah Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2007 Nomor 5 Seri E Nomor 2, Tambahan Lembaran
Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 4);
89. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 3 Tahun 2008 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Provinsi Jawa Tengah
(Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 Nomor 3 Seri E
Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor
9);
90. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 8 Tahun 2009 tentang
Irigasi (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 Nomor 8,
Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 23);
91. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 9 Tahun 2009 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 Nomor 9, Tambahan Lembaran
Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 24);
92. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Di Provinsi Jawa Tengah
(Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 Nomor 11,
Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 26);
93. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Tengah Tahun 2009
2029 (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 Nomor 6).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BREBES
dan
BUPATI BREBES
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG
WILAYAH KABUPATEN BREBES TAHUN 2010 2030
-
- 12 -
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Brebes.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai Unsur
Penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3. Bupati adalah Bupati Brebes.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Brebes.
5. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6. Pemerintah Provinsi adalah Gubernur dan perangkat provinsi sebagai unsur
penyelenggara Pemerintah Provinsi.
7. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara
sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan
melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.
8. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
9. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana
dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat
yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
10. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
11. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
12. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang.
13. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi
pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam penataan ruang.
14. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang
yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.
-
- 13 -
15. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui
pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
16. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang
dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
17. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan
pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.
18. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang
sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program
beserta pembiayaannya.
19. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.
20. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
21. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Brebes Tahun 2010 -2030 yang selanjutnya
disebut RTRW Kabupaten Brebes adalah kebijaksanaan Pemerintah Daerah yang
menetapkan lokasi dari kawasan yang harus dilindungi, lokasi pengembangan
kawasan budidaya termasuk kawasan produksi dan kawasan permukiman, pola
jaringan prasarana dan wilayah-wilayah yang akan diprioritaskan pengembangannya
dalam kurun waktu perencanaan.
22. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan /
atau aspek fungsional.
23. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya.
24. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan
dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan.
25. Kawasan budidaya adalah wilayah yang dimanfaatkan secara terencana dan terarah
sehingga dapat berdaya guna dan berhasil guna bagi kehidupan manusia, terdiri dari
kawasan budidaya pertanian dan kawasan budidaya non pertanian.
26. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian
termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahah, pelayanan sosial dan
kegiatan ekonomi.
27. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan
-
- 14 -
dan distribusi pelayanan jasa permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
28. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri satu atau lebih pusat kegiatan pada
wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya
alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki
keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.
29. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan
negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau
lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
30. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi,
sosial, budaya, dan / atau lingkungan.
31. Kawasan strategis daerah adalah kawasan yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup daerah terhadap ekonomi,
sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
32. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan
untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan
pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.
33. Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah lahan potensial yang
dilindungi pemanfaatannya agar kesesuaian dan ketersediaannya tetap terkendali
untuk dimanfaatkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan pada masa yang
akan datang.
34. Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah sistem dan proses dalam
merencanakan dan menetapkan, mengembangkan, memanfaatkan dan membina,
mengendalikan, dan mengawasi lahan pertanian pangan dan kawasannya secara
berkelanjutan.
35. Rencana sistem perkotaan di wilayah kabupaten adalah rencana susunan kawasan
perkotaan sebagai pusat kegiatan di dalam wilayah kabupaten yang menunjukkan
keterkaitan saat ini maupun rencana yang membentuk hirarki pelayanan dengan
cakupan dan dominasi fungsi tertentu dalam wilayah kabupaten.
36. Perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana, dan
sumberdaya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur untuk
penyelenggaraan transportasi kereta api.
-
- 15 -
37. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan
dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan,
dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami,
yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan
daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
38. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh
Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
39. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya
alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang
satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
40. Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas
tanah.
41. Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi
hasil hutan.
42. Kawasan hutan Produksi tetap, yaitu kawasan hutan produksi yang eksploitasinya
dapat dilakukan dengan tebang pilih atau tebang habis dan tanam.
43. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir,
mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
44. Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai
fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa
serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga
kehidupan.
45. Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang
mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber
daya alam hayati dan ekosistemnya.
46. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh
secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
47. Mitigasi bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik secara struktur
atau fisik melalui pembangunan fisik alami dan/atau nonfisik melalui peningkatan
kemampuan mengahadapi ancaman bencana.
-
- 16 -
48. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa
provinsi.
49. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota.
50. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten atau beberapa kecamatan.
51. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa.
52. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat permukiman
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa.
53. Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah arahan pengembangan wilayah
untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang wilayah kabupaten sesuai dengan
RTRW kabupaten melalui penyusunan dan pelaksanaan program
penataan/pengembangan kabupaten beserta pembiayaannya, dalam suatu indikasi
program utama jangka menengah lima tahunan kabupaten yang berisi rencana
program utama, sumber pendanaan, instansi pelaksana, dan waktu pelaksanaan.
54. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan
ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan
yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.
55. Indikasi program utama jangka menengah lima tahunan adalah petunjuk yang memuat
usulan program utama, lokasi, besaran, waktu pelaksanaan, sumber dana, dan instansi
pelaksana dalam rangka mewujudkan ruang kabupaten yang sesuai dengan rencana
tata ruang.
56. Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah ketentuan-
ketentuan yang dibuat atau disusun dalam upaya mengendalikan pemanfaatan ruang
wilayah kabupaten agar sesuai dengan RTRW kabupaten yang berbentuk ketentuan
umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta
arahan sanksi untuk wilayah kabupaten.
57. Ketentuan umum peraturan zonasi sistem kabupaten adalah ketentuan umum yang
mengatur pemanfaatan ruang/penataan kabupaten dan unsur-unsur pengendalian
pemanfaatan ruang yang disusun untuk setiap klasifikasi peruntukan/fungsi ruang
sesuai dengan RTRW kabupaten.
58. Ketentuan perizinan adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah
daerah kabupaten sesuai kewenangannya yang harus dipenuhi oleh setiap pihak
-
- 17 -
sebelum memanfaatkan ruang, yang digunakan sebagai alat dalam melaksanakan
pembangunan keruangan yang tertib sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
disusun dan ditetapkan.
59. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan
ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
60. Ketentuan insentif dan disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikan
imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang dan
juga perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan
yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang.
61. Arahan sanksi adalah arahan untuk memberikan sanksi bagi siapa saja yang
melakukan pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang yang berlaku.
62. Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri
sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan
penyidikan.
63. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan
bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya.
64. PPNS atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu
yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang yang menjadi dasar hukumnya
masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan
pengawasan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
65. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum
adat, korporasi, dan/ atau pemangku kepentingan nonpemerintah lain dalam
penyelenggaraan penataan ruang.
66. Orang adalah orang perseorangan dan / atau korporasi.
67. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam proses perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
68. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD adalah
badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Kabupaten Brebes dan mempunyai
fungsi membantu pelaksanaan tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di
daerah.
-
- 18 -
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Ruang Lingkup Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Brebes
mencakup:
a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten;
b. rencana struktur ruang wilayah kabupaten;
c. rencana pola ruang wilayah kabupaten;
d. penetapan kawasan strategis wilayah kabupaten;
e. arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten;
f. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan
umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan pemberian insentif dan
disinsentif serta arahan pengenaan sanksi.
BAB III
TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI
PENATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Tujuan
Pasal 3
Tujuan penataan ruang Kabupaten Brebes adalah terwujudnya ruang Kabupaten Brebes
sebagai kabupaten yang berbasis pertanian unggul dan berwawasan lingkungan.
Bagian Kedua
Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang
Pasal 4
Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah dilakukan melalui:
a. kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang;
b. kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang; dan
c. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strategis.
Paragraf 1
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Struktur Ruang
Pasal 5
(1) Kebijakan pengembangan struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a
meliputi:
a. penetapan hirarki sistem perkotaan dan kawasan layanannya, dalam rangka
menciptakan hubungan kota-desa; dan
-
- 19 -
b. pengembangan prasarana wilayah yang mampu mendorong pertumbuhan wilayah
dan distribusi produk-produk ekonomi lokal.
(2) Strategi penetapan hirarki sistem perkotaan dan kawasan layanannya, dalam rangka
menciptakan hubungan kota-desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. membagi ruang wilayah pembangunan daerah sesuai dengan karakteristik
perkembangan dan permasalahan yang dihadapi, meliputi wilayah bagian utara,
bagian tengah, dan wilayah bagian selatan;
b. mengembangkan pusat pelayanan baru yang mampu menjadi simpul distribusi dan
pemasaran untuk beberapa Kecamatan yaitu Kawasan Perkotaan Brebes, Kawasan
Perkotaan Ketanggungan, dan Kawasan Perkotaan Bumiayu. Pengembangan pusat
pelayanan ini juga berfungsi untuk mengembangkan sistem interaksi antar ruang
wilayah terutama untuk meningkatkan intensitas kegiatan perekonomian wilayah; dan
c. mengoptimalkan peran Ibukota Kecamatan sebagai pusat pelayanan skala
pelayanan kecamatan, serta sebagai simpul distribusi dan pemasaran produk-produk
ekonomi.
(3) Strategi pengembangan prasarana wilayah yang mampu mendorong pertumbuhan
wilayah dan distribusi produk ekonomi lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b meliputi:
a. meningkatkan ruas jalan yang menghubungkan Tanjung Kersana Banjarharjo
Salem;
b. meningkatkan ruas jalan yang menghubungkan Brebes Jatibarang Songgom;
c. meningkatkan ruas jalan Losari Cikakak;
d. meningkatkan ruas jalan Cibendung Banjarharjo;
e. meningkatkan ruas jalan Larangan Bumiayu (melalui Bantarkawung);
f. meningkatkan ruas jalan Salem Bantarkawung Bumiayu;
g. meningkatkan ruas jalan Tonjong Sirampog Bumiayu melalui Desa Buniwah; dan
h. meningkatkan ruas jalan yang menghubungkan wilayah perbatasan Kabupaten
Brebes dengan kabupaten/kota tetangga.
Paragraf 2
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Pola Ruang
Pasal 6
Kebijakan pengembangan pola ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b
meliputi:
a. kebijakan pengembangan kawasan lindung; dan
b. kebijakan pengembangan kawasan budidaya.
-
- 20 -
Pasal 7
(1) Kebijakan pengembangan Kawasan Lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf a meliputi:
a. peningkatan kualitas perlindungan di kawasan lindung sesuai dengan sifat
perlindungannya;
b. peningkatan kualitas perlindungan kawasan lereng Gunung Slamet, lahan-lahan
yang memiliki kelerengan lebih dari 40% (empat puluh persen) dan kawasan rawan
longsor dan erosi; dan
c. pengurangan pemanfaatan lahan-lahan kawasan lindung untuk kegiatan budidaya.
(2) Strategi penetapan kualitas perlindungan di kawasan lindung sesuai dengan sifat
perlindungannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. menetapkan deliniasi kawasan lindung berdasarkan sifat perlindungannya; dan
b. menetapkan dan mempertahankan luas serta lokasi kawasan masing-masing
kawasan lindung.
(3) Strategi peningkatkan kualitas perlindungan kawasan lereng Gunung Slamet, lahan-
lahan yang memiliki kelerengan lebih dari 40% (empat puluh persen) dan kawasan rawan
longsor atau erosi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. melakukan reboisasi lereng Gunung Slamet di Kecamatan Sirampog dan Kecamatan
Paguyangan;
b. melakukan reboisasi lahan-lahan yang berkelerengan lebih dari 40% (empat puluh
persen) di Kecamatan Salem, Kecamatan Banjarharjo, Kecamatan Ketanggungan,
Kecamatan Tonjong, Kecamatan Bantarkawung, Kecamatan Sirampog dan
Kecamatan Paguyangan; serta
c. melakukan penghijaun lahan-lahan rawan longsor dan erosi di Kecamatan Salem,
Kecamatan Bantarkawung, Kecamatan Sirampog dan Kecamatan Paguyangan.
(4) Strategi pengurangan pemanfaatan lahan-lahan kawasan lindung untuk kegiatan
budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap manfaat perlindungan kawasan
lindung;
b. memindahkan secara bertahap permukiman yang terletak di kawasan rawan
bencana longsor; dan
c. mengembangkan budidaya pertanian yang dibarengi penanaman keras pada lahan-
lahan kawasan lindung yang dimiliki masyarakat.
-
- 21 -
Pasal 8
(1) Kebijakan pengembangan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf b meliputi:
a. pengendalian alih fungsi lahan pertanian produktif;
b. pengendalian perkembangan kegiatan budi daya agar tidak melampaui daya dukung
dan daya tampung lingkungan; dan
c. pengembangan komoditas pertanian, perikanan, dan jasa pemasaran.
(2) Strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian produktif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi:
a. mengarahkan perkembangan kegiatan terbangun pada lahan-lahan yang bukan
merupakan sawah beririgasi;
b. menyusun strategi peningkatan produktivitas pertanian untuk meningkatkan hasil
pertanian; dan
c. mengendalikan secara ketat alih fungsi lahan pertanian produktif.
(3) Strategi pengendalian perkembangan kegiatan budi daya agar tidak melampaui daya
dukung dan daya tampung lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. membatasi perkembangan kegiatan budi daya terbangun di kawasan rawan bencana
untuk meminimalkan potensi kejadian bencana dan potensi kerugian akibat bencana;
b. mengembangkan perkotaan dengan mengoptimalkan pemanfaaatan ruang secara
efisien dan kompak;
c. mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh
persen) dari luas kawasan perkotaan; dan
d. membatasi perkembangan kawasan terbangun di kawasan perkotaan besar dan
metropolitan untuk mempertahankan tingkat pelayanan prasarana dan sarana
kawasan perkotaan serta mempertahankan fungsi kawasan perdesaan di sekitarnya.
(4) Strategi pengembangan komoditas pertanian, perikanan, dan jasa pemasaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. mengembangkan outlet hasil pertanian (bawang merah dan lombok), hasil komoditas
peternakan (telur asin) dan hasil komoditas perikanan di koridor jalan pantura
Kabupaten Brebes; dan
b. meningkatkan peranan sub terminal agropolitan di Kecamatan Larangan.
-
- 22 -
Paragraf 3
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Strategis
Pasal 9
(1) Kebijakan pengembangan kawasan strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf c meliputi:
a. pengarahan dan pengendalian pertumbuhan di kawasan sepanjang koridor jalan
pantura;
b. pengoptimalan pengembangan kawasan pesisir; dan
c. pengembangan kawasan agropolitan.
(2) Strategi pengarahan dan pengendalian pertumbuhan di kawasan sepanjang koridor jalan
pantura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. menetapkan fungsi regional Kawasan Perkotaan Brebes, Bulakamba, Tanjung, dan
Losari; dan
b. menyusun ketentuan pengendalian ruang koridor kawasan Brebes, Bulakamba,
Tanjung, dan Losari.
(3) Strategi pengoptimalan pengembangan kawasan pesisir sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b meliputi:
a. mengembangkan kawasan pesisir secara integrasi dengan wilayah daratan;
b. meningkatkan perlindungan kawasan pesisir melalui penghijauan;
c. menetapkan kawasan tanah timbul berfungsi sebagai kawasan lindung dan dikuasai
negara; serta
d. meningkatkan sarana dan prasarana perikanan serta pariwisata.
(4) Strategi pengembangan kawasan agropolitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c meliputi:
a. mengembangkan kawasan agropolitan Pasir Buto (Kecamatan Paguyangan,
Kecamatan Sirampog, Kecamatan Bumiayu, dan Kecamatan Tojong) serta kawasan
agropolitan Jalabaritangkas (Kecamatan Jatibarang, Kecamatan Larangan,
Kecamatan Bulakamba, Kecamatan Wanasari, Kecamatan Ketanggungan,
Kecamatan Bantarkawung, dan Kecamatan Songgom); serta
b. mengembangkan industri dan pengolahan hasil pertanian.
-
- 23 -
BAB IV
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 10
(1) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten meliputi:
a. rencana sistem perwilayahan pembangunan;
b. rencana sistem jaringan prasarana wilayah; dan
c. rencana sistem sarana wilayah.
(2) Rencana struktur ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta
dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Rencana Sistem Perwilayahan Pembangunan
Pasal 11
Rencana sistem perwilayahan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat
(1) huruf a diwujudkan melalui:
a. rencana pembagian satuan wilayah pembangunan; dan
b. rencana sistem pusat pelayanan.
Paragraf 1
Rencana Pembagian Satuan Wilayah Pembangunan
Pasal 12
(1) Rencana pembagian Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 huruf a bertujuan untuk memudahkan distribusi program pembangunan
sesuai dengan karakter kawasan.
(2) Wilayah Kabupaten Brebes direncanakan menjadi 3 (tiga) SWP, meliputi:
a. SWP Utara dengan pusat pengembangan di Perkotaan Brebes sebagai titik
pertumbuhan Wilayah Pantai Utara (Pantura) terdiri dari Kecamatan Brebes,
Kecamatan Wanasari, Kecamatan Bulakamba, Kecamatan Tanjung dan Kecamatan
Losari;
b. SWP Tengah dengan pusat pengembangan di Perkotaan Ketanggungan sebagai titik
pertumbuhan Wilayah Tengah yang terdiri dari Kecamatan Jatibarang, Kecamatan
Songgom, Kecamatan Larangan, Kecamatan Ketanggungan, Kecamatan Kersana
dan Kecamatan Banjarharjo; dan
-
- 24 -
c. SWP Selatan dengan pusat pengembangan di Perkotaan Bumiayu sebagai titik
pertumbuhan Wilayah Selatan yang terdiri dari Kecamatan Tonjong, Kecamatan
Bumiayu, Kecamatan Sirampog, Kecamatan Paguyangan, Kecamatan Bantarkawung
dan Kecamatan Salem.
(3) SWP Utara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, berdasarkan karakter
perkembangannya dibagi menjadi 2 (dua) Sub Satuan Wilayah Pembangunan (SSWP),
terdiri atas:
a. SSWP Utara-Timur meliputi wilayah Kecamatan Brebes, Kecamatan Wanasari, dan
Kecamatan Bulakamba dengan pusat pelayanan SSWP Utara-Timur di perkotaan
Brebes; dan
b. SSWP Utara-Barat meliputi wilayah Kecamatan Tanjung dan Kecamatan Losari
dengan pusat pelayanan SSWP Utara-Barat di perkotaan Tanjung.
(4) SWP Tengah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, berdasarkan karakter
perkembangannya dibagi menjadi 2 (dua) Sub Satuan Wilayah Pembangunan (SSWP),
terdiri atas:
a. SSWP Tengah-Timur meliputi wilayah Kecamatan Jatibarang, Kecamatan Songgom,
dan Kecamatan Larangan dengan pusat pelayanan SSWP Tengah-Timur di
perkotaan Jatibarang; dan
b. SSWP Tengah-Barat meliputi wilayah Kecamatan Ketanggungan, Kecamatan
Kersana, dan Kecamatan Banjarharjo dengan pusat pelayanan SSWP Tengah-Barat
di perkotaan Ketanggungan.
(5) SWP Selatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, berdasarkan karakter
perkembangannya dibagi menjadi 2 (dua) Sub Satuan Wilayah Pembangunan (SSWP),
terdiri atas:
a. SSWP Selatan-Timur meliputi wilayah Kecamatan Tonjong, Kecamatan Bumiayu,
Kecamatan Sirampog, dan Kecamatan Paguyangan dengan pusat pelayanan SSWP
Selatan-Timur di perkotaan Bumiayu; dan
b. SSWP Selatan-Barat meliputi wilayah Kecamatan Bantarkawung, dan Kecamatan
Salem dengan pusat pelayanan SSWP Selatan-Barat di perkotaan Salem.
Paragraf 2
Rencana Sistem Pusat Pelayanan
Pasal 13
Rencana sistem pusat pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b meliputi:
a. pusat kegiatan lokal (PKL) berada di Perkotaan Brebes, Perkotaan Bumiayu, dan
Perkotaan Ketanggungan-Kersana;
-
- 25 -
b. pusat pelayanan kawasan (PPK) berada di Ibukota Kecamatan (IKK) Tanjung, IKK
Jatibarang, IKK Wanasari, IKK Bulakamba, IKK Losari, IKK Banjarharjo, IKK Larangan,
IKK Songgom, IKK Tonjong, IKK Sirampog, IKK Paguyangan, IKK Bantarkawung, dan
IKK Salem; dan
c. pusat pelayanan lingkungan (PPL) berada di Desa Bentar Kecamatan Salem, Desa
Kalilangkap Kecamatan Bumiayu, Desa Dawuhan Kecamatan Sirampog, Desa
Sindangwangi Kecamatan Bantarkawung, Desa Pamulihan Kecamatan Larangan, Desa
Cikeusal Kidul Kecamatan Ketanggungan, Desa Bandungsari dan Desa Cikakak
Kecamatan Banjarharjo, Desa Bojongsari Kecamatan Losari, Desa Sitanggal Kecamatan
Larangan, Desa Banjaratma Kecamatan Bulakamba, dan Desa Sawojajar Kecamatan
Wanasari.
Bagian Ketiga
Rencana Sistem Jaringan Prasarana Wilayah
Pasal 14
Rencana sistem jaringan prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1)
huruf b meliputi:
a. rencana sistem jaringan transportasi darat;
b. rencana sistem jaringan transportasi laut;
c. rencana sistem jaringan energi;
d. rencana sistem jaringan telekomunikasi;
e. rencana sistem jaringan sumber daya air; dan
f. rencana sistem jaringan prasarana wilayah lainnya.
Paragraf 1
Rencana Sistem Jaringan Transportasi Darat
Pasal 15
Rencana sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 huruf a
meliputi:
a. rencana pengembangan jaringan jalan; dan
b. rencana pengembangan jaringan kereta api.
Pasal 16
Rencana Pengembangan Jaringan Jalan
(1) Rencana pengembangan jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a,
terdiri dari rencana pengembangan prasarana jalan dan rencana pengembangan
prasarana terminal.
(2) Rencana pengembangan prasarana jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dikelompokkan berdasarkan status dan fungsi jalan.
-
- 26 -
(3) Pengelompokan jalan berdasarkan status jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dibagi menjadi jalan nasional, jalan provinsi, dan jalan kabupaten/kota.
(4) Pengelompokan jalan berdasarkan fungsi jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dibagi kedalam jalan arteri, jalan kolektor, dan jalan lokal.
(5) Pengelompokan jalan berdasarkan sistem jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder.
(6) Rencana pengembangan prasarana jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi
arahan pengembangan jaringan jalan nasional, jaringan jalan provinsi, dan jaringan jalan
kabupaten.
(7) Pengembangan prasarana jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi
pembangunan jalan baru dan pengembangan jalan yang sudah ada.
(8) Prasarana terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah terminal penumpang
umum dan terminal barang.
Pasal 17
(1) Rencana pengembangan prasarana jalan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 ayat (6), meliputi:
a. jalan bebas hambatan yang menghubungkan Kanci Pejagan, Pejagan Pemalang,
dan Pejagan Cilacap; dan
b. pemantapan dan pengembangan jalan arteri primer menjadi 4 (empat) lajur, meliputi :
1) ruas Losari Brebes.
2) ruas jalan lingkar Kawasan Perkotaan Brebes.
3) ruas jalan lingkar Kawasan Perkotaan Bumiayu.
4) ruas Pejagan Ketanggungan Bumiayu Paguyangan.
(2) Rencana pengembangan prasarana jalan provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 ayat (6), berfungsi sebagai Jalan Kolektor Primer yang menghubungkan Jatibarang
Ketanggungan Kersana Ciledug.
(3) Rencana pengembangan prasarana jalan kabupaten sebagaimana dimaksud Pasal 16
ayat (6) berupa rencana pengembangan jalan lokal primer, meliputi:
a. ruas jalan yang menghubungkan Tanjung Kersana Banjarharjo Salem.
b. ruas jalan yang menghubungkan Brebes Jatibarang Songgom.
c. ruas jalan Losari Cikakak.
d. ruas jalan Cibendung Banjarharjo.
e. ruas jalan Larangan Bumiayu (melalui Bantarkawung).
f. ruas jalan Salem Bantarkawung Bumiayu melalui Jalan Desa Kadomanis dan
Sindangwangi Kecamatan Bantarkawung.
g. ruas jalan lokal primer lainnya yang menjadi kewenangan kabupaten.
-
- 27 -
Pasal 18
(1) Rencana pengembangan prasarana terminal penumpang umum dan terminal barang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (8), meliputi:
a. terminal tipe B direncanakan di Kawasan Perkotaan Brebes, Kawasan Perkotaan
Bumiayu, Kecamatan Ketanggungan, dan Kecamatan Tanjung;
b. terminal tipe C direncanakan di Kecamatan Jatibarang, Kecamatan Banjarharjo,
Kecamatan Larangan, Kecamatan Brebes, Kecamatan Losari, Kecamatan Salem;
dan Kecamatan Tonjong;
c. terminal asal tujuan (sub terminal) direncanakan di Kecamatan Bulakamba,
Kecamatan Kersana, Kecamatan Bantarkawung, Kecamatan Paguyangan,
Kecamatan Sirampog dan Kecamatan Songgom; serta
d. terminal Barang direncanakan di Kawasan Perkotaan Bumiayu dan Kawasan
Perkotaan Brebes.
(2) Terminal Tipe B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berfungsi untuk melayani
Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP).
(3) Terminal Tipe C dan terminal asal-tujuan (sub terminal) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dan c berfungsi melayani angkutan perdesaan.
(4) Terminal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d direncanakan melayani
kegiatan bongkar dan/atau muat barang, serta perpindahan intra dan/atau antar moda
transportasi.
(5) Dalam rangka mengoptimalkan fungsi terminal, maka pemerintah daerah dapat
melakukan penertiban lokasi-lokasi yang tidak direncanakan sebagai terminal namun
berfungsi sebagaimana layaknya terminal.
Pasal 19
Rencana Pengembangan Jaringan Kereta Api
(1) Rencana pengembangan jaringan kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
huruf b meliputi:
a. kereta api regional; dan
b. prasarana penunjang.
(2) Rencana pengembangan kereta api regional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, meliputi:
a. jalur utara menghubungkan Semarang Jakarta;
b. jalur tengah menghubungkan Kroya Purwokerto Prupuk Cirebon; dan
-
- 28 -
c. pengembangan rel ganda meliputi jalur Semarang Pekalongan Tegal Cirebon
dan jalur Kroya Purwokerto Prupuk Cirebon.
(3) Rencana pengembangan prasarana penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, meliputi:
a. pengembangan perlintasan sebidang jalur kereta api dan jalan; dan
b. peningkatan Stasiun Brebes, Stasiun Bulakamba, Stasiun Tanjung, Stasiun
Ketanggungan Barat, Stasiun Ketanggungan, Stasiun Larangan, Stasiun Songgom,
Stasiun Linggapura, Stasiun Talok, Stasiun Kretek, dan Stasiun Patuguran.
(4) Peningkatan stasiun Kereta Api Brebes direncanakan terpadu dengan terminal angkutan
umum Tipe B Kawasan Perkotaan Brebes.
Paragraf 2
Rencana Sistem Jaringan Transportasi Laut
Pasal 20
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam
pasal 14 huruf b dilakukan melalui:
a. pembangunan pelabuhan pengumpan; dan
b. pembangunan pelabuhan ikan.
(2) Pembangunan pelabuhan pengumpan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
direncanakan di Kecamatan Brebes.
(3) Pembangunan pelabuhan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
direncanakan di Kecamatan Bulakamba.
Paragraf 3
Rencana Sistem Jaringan Energi
Pasal 21
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
huruf c meliputi rencana pengembangan sistem jaringan prasarana energi listrik dan
jaringan pipa gas.
(2) Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana energi listrik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. arahan pengembangan sistem jaringan pembangkit listrik dan gardu listrik;
b. arahan pengembangan sistem jaringan transmisi tenaga listrik saluran udara
tegangan ekstra tinggi (SUTET), saluran udara tegangan tinggi (SUTT), saluran
udara tegangan menengah (SUTM), saluran udara tegangan rendah (SUTR); dan
c. arahan rencana pengembangan sistem jaringan prasarana energi listrik perdesaan.
(3) Arahan pengembangan sistem jaringan pembangkit listrik dan gardu listrik sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan melalui:
-
- 29 -
a. sistem jaringan transmisi Jawa Bali;
b. peningkatan pelayanan listrik untuk kawasan-kawasan industri dan beberapa cluster
industri yang berkembang.
c. peningkatan daya energi listrik pada daerah-daerah pusat pertumbuhan dan daerah
pengembangan berupa pembangunan dan penambahan gardu listrik di Kawasan
Perkotaan Brebes, Kawasan Perkotaan Bumiayu, Kecamatan Ketanggunan,
Kecamatan Bulakamba;
d. penambahan dan perbaikan sistem jaringan listrik pada daerah-daerah yang belum
terlayani pelayanan energi listrik yang bersumber dari PLN; dan
e. meningkatkan dan mengoptimalkan pelayanan listrik sehingga terjadi pemerataan
pelayanan diseluruh wilayah Kabupaten Brebes.
(4) Arahan pengembangan sistem jaringan transmisi tenaga listrik saluran udara tegangan
ekstra tinggi (SUTET), saluran udara tegangan tinggi (SUTT), saluran udara tegangan
menengah (SUTM), saluran udara tegangan rendah (SUTR) sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b dilakukan melalui:
a. pengembangan jaringan SUTET dan SUTT diperlukan untuk menyalurkan energi
listrik yang dibangkitkan oleh pembangkit-pembangkit yang sudah ada dan baru yang
dikembangkan Pemerintah;
b. pengembangan jaringan SUTET dan SUTT sebagaimana dimaksud huruf a
direncanakan melalui :
1) rencana jaringan SUTET melalui Kecamatan Jatibarang, Kecamatan Larangan,
Kecamatan Ketanggungan, Kecamatan Kersana, Kecamatan Banjarharjo;
2) rencana jaringan SUTT melalui Kecamatan Brebes, Kecamatan Wanasari,
Kecamatan Bulakamba, Kecamatan Tanjung, Kecamatan Losari.
c. pengembangan jaringan SUTM melalui wilayah Kecamatan Kecamatan Paguyangan,
Kecamatan Bumiayu, Kecamatan Tonjong, Kecamatan Larangan, Kecamatan
Ketanggungan, Kecamatan Tanjung;
d. pengembangan jaringan SUTR melalui seluruh wilayah di Kabupaten Brebes;
e. pengembangan jaringan SUTT dan SUTET diperlukan areal konservasi pada sekitar
jaringan dengan jarak 20 meter pada setiap sisi tiang listrik dan jaringan kabel untuk
mencegah terjadinya gangguan kesehatan bagi masyarakat dan pengamanan untuk
radius pengembangan ke depan (peningkatan tegangan), melalui regulasi yang
mengatur pembatasan pengembangan kegiatan budidaya dibawah dan sekitar
jaringan.
(5) Arahan pengembangan sistem jaringan prasarana energi listrik perdesaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan melalui:
-
- 30 -
a. penyediaan aliran listrik dengan menggunakan jaringan yang sudah ada di desa-desa
yang belum teraliri listrik dengan skala prioritas dengan memenuhi kriteria antara lain
dekat dengan jaringan SUTR; dan
b. pengembangan sumber alternatif pembangkit baru yang memiliki resiko kecil
terhadap lingkungan, dan memiliki biaya operasional yang relatif murah serta tingkat
teknologi yang terjangkau sebagai sumber energi listrik perdesaan.
(6) Rencana pengembangan energi untuk memenuhi kebutuhan energi listrik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) di wilayah/kawasan
peruntukan ekspolrasi, eksploitasi panas bumi dan mempunyai potensi tinggi panas
bumi;
b. pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di wilayah yang
belum terlayani listrik dan yang mempunyai potensi sumber daya air melimpah
sepanjang tahun terutama di wilayah Kabupaten Brebes bagian selatan; dan
c. pengembangan pembangkit listrik tenaga alternatif sesuai dengan perkembangan
teknologi.
(7) Sampai dengan tahun 2030 seluruh wilayah Kabupaten Brebes direncanakan sudah
terlayani sistem energi listrik.
(8) Rencana pengembangan jaringan pipa gas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
melewati Kecamatan Losari, Kecamatan Banjarharjo, Kecamatan Ketanggungan,
Kecamatan Larangan, dan Kecamatan Songgom.
Paragraf 4
Rencana Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 22
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 huruf d meliputi sistem jaringan kabel dan sistem seluler.
(2) Pembangunan sistem prasarana telekomunikasi kabel sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) direncanakan sampai dengan tahun 2030 sudah melayani seluruh pusat desa.
(3) Pembangunan jaringan sistem seluler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di
seluruh wilayah, baik perkotaan dan perdesaan, sehingga pada tahun 2030 seluruh
wilayah sudah dilayani jaringan sistem seluler.
(4) Pembangunan menara telekomunikasi harus mempertimbangkan ketentuan yang terkait
dengan:
a. pengaturan ketinggian menara telekomunikasi;
b. jarak antar menara telekomunikasi;
c. jarak menara telekomunikasi dengan bangunan terdekat;
-
- 31 -
d. jenis konstruksi yang digunakan mempertimbangkan kondisi fisik alam dan karakter
kawasan (tata guna tanah).
(5) Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan ruang, maka pemerintah
Daerah mendorong penggunaan menara telekomunikasi bersama dengan tetap
memperhatikan kesinambungan pertumbuhan industri telekomunikasi.
Paragraf 5
Rencana Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 23
(1) Rencana sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf
e meliputi arahan rencana pengembangan sistem jaringan prasarana pengairan, sistem
prasarana air bersih, serta arahan pengembangan air tanah.
(2) Arahan rencana pengembangan sistem jaringan prasarana pengairan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. upaya untuk mengoptimalkan pengairan air baik untuk melayani keperluan irigasi,
meningkatkan produktifitas pertanian dengan mempertahankan lahan pertanian
pengan berkelanjutan, maupun sumber air baku bagi masyarakat secara umum,
terbagi dalam 3 daerah irigasi meliputi:
1) daerah irigasi yang menjadi kewenangan pengelolaan Pemerintah Pusat tersebar
di 6 (enam) daerah irigasi dengan luas pengairan kurang lebih 39.790 Ha;
2) daerah irigasi yang menjadi kewenangan pengelolaan Pemerintah Provinsi
tersebar di 7 (tujuh) daerah irigasi dengan luas pengairan kurang lebih 1.762 Ha;
dan
3) daerah irigasi yang menjadi kewenangan pengelolaan Pemerintah Kabupaten
tersebar 399 (tiga ratus sembilan puluh sembilan) daerah irigasi dengan luas
pengairan kurang lebih 26.635 Ha.
b. melakukan perlindungan terhadap sumber-sumber mata air;
c. melakukan perlindungan terhadap daerah aliran air (DAS), baik itu saluran irigasi,
serta daerah aliran sungai maupun sub DAS guna menjamin aliran air dapat
berfungsi normal serta kapasitas tampung yang ada dapat optimal guna menghindari
terjadinya luapan air terhadap genangan dan banjir yang dapat terjadi melalui review
terhadap tata guna tanah pada sempadan air maupun review terhadap penanganan
pengelolaan sumber daya air secara terpadu dan berkelanjutan antara Pemerintah
Daerah dengan Pemerintah Provinsi sesuai kewenangannya masing-masing;
d. mencegah terjadinya pendangkalan terhadap saluran irigasi;
e. pembangunan dan pemeliharaan bendung, waduk dan embung di wilayah Kabupaten
Brebes yang mempunyai potensi sumber daya air melimpah; dan
-
- 32 -
f. pembangunan dan perbaikan pintu-pintu air.
(3) Arahan rencana pengembangan sistem jaringan prasarana air bersih sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pemanfaatan secara optimal dan proporsional
sumber mata air yang ada baik yang berada di wilayah Kabupaten Brebes dan di
kabupaten lainnya, dengan memprioritaskan sediaan untuk kawasan perkotaan, ibukota
kecamatan, dan daerah yang rawan kekeringan dengan penekanan pada pengelolaan
yang murah dan terjangkau; dan
(4) Mengendalikan pemanfaatan air tanah secara lebih proporsional dan berkelanjutan
sebagai air baku untuk keperluan industri, air bersih, dan air minum secara lebih ketat
dengan kewajiban mendasari pertimbangan teknis pengendalian pengambilan per zona
dan pertimbangan teknis dari instansi teknis terkait yang berwenang dengan terlebih
dahulu mengutamakan pemanfaatan air permukaan dengan prinsip keseimbangan
antara upaya konservasi dan pendayagunaan air tanah.
Pasal 24
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana air bersih sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 ayat 1 terdiri atas:
a. jaringan perpipaan; dan
b. non perpipaan.
(2) Rencana pengembangan sistem jaringan perpipaan sebagaimana yang dimaksud pada
ayat (1) huruf a dilakukan mengikuti sistem jaringan jalan.
(3) Pengembangan prasarana air bersih sistem jaringan perpipaan direncanakan sampai
dengan tahun 2030 sudah melayani kurang lebih 80% penduduk Daerah, dengan
prioritas pada penambahan kapasitas sambungan rumah (SR) di Kawasan Perkotaan
Brebes, Kawasan Perkotaan Bumiayu, Ibukota Kecamatan Ketanggungan, dan jaringan
baru pada masing-masing ibukota kecamatan dan jaringan perdesaan.
(4) Pembangunan reservoir dan kelengkapannya guna meningkatkan kualitas air bersih
menjadi air minum dilakukan di Perkotaan Brebes, Kawasan Perkotaan Bumiayu, dan
setiap ibukota kecamatan yang terlayani jaringan PDAM.
(5) Di wilayah yang tidak terlayani jaringan perpipaan maka dilakukan penyediaan air bersih
non perpipaan melalui penggalian atau pengeboran air tanah dangkal dan air tanah
dalam secara terbatas dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan.
-
- 33 -
Paragraf 6
Rencana Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Lainnya
Pasal 25
Rencana sistem jaringan prasarana wilayah lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
huruf f meliputi:
a. rencana sistem jaringan prasarana pengelolaan lingkungan; dan
b. rencana sistem jalur evakuasi bencana.
Pasal 26
Rencana Sistem Jaringan Prasarana Pengelolaan Lingkungan
Rencana sistem jaringan prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 huruf a meliputi:
a. rencana sistem prasarana pengelolaan persampahan;
b. rencana sistem prasarana air limbah; dan
c. rencana sistem prasarana drainase.
Pasal 27
Rencana Sistem Prasarana Pengelolaan Persampahan
(1) Prasarana pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a
terdiri atas:
a. tempat pemrosesan akhir regional;
b. tempat pemrosesan akhir (TPA);
c. tempat penampungan sementara (TPS); dan
d. rencana pengelolaan sampah skala rumah tangga.
(2) Lokasi TPA sampah di Kabupaten Brebes adalah:
a. TPA Regional Rawabaju di Kecamatan Songgom;
b. TPA Kaliwlingi di Kecamatan Brebes;
c. TPA Kubangwungu di Kecamatan Ketanggungan; dan
d. TPA Kalijurang di Kecamatan Tonjong.
(3) Rencana Lokasi TPS sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditempatkan
pada kawasan yang memberikan pelayanan optimal dalam sistem penampungan
sampah sementara, terutama pada kawasan sekitar pasar pada setiap ibukota
kecamatan.
(4) Rencana lokasi TPS sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) selanjutnya akan diatur
dalam rencana rinci dan atau rencana detail tata ruang.
(5) Rencana pengelolaan sampah skala rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c dilakukan dengan meningkatkan partisipasi setiap rumah tangga untuk
membantu mengurangi sampah mulai dari sumbernya.
-
- 34 -
Pasal 28
Rencana Sistem Prasarana Air Limbah
(1) Rencana sistem prasarana air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b
meliputi :
a. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan bahan beracun berbahaya (B3);
b. pemantapan dan pengembangan instalasi pengolahan limbah industri;
c. pengembangan sistem pengolahan dan pengangkutan limbah tinja dari WC umum
terminal, pasar, lokasi sanimas dan rumah tangga perkotaan; dan
d. pemantapan dan pengembangan instalasi pengolahan limbah kotoran hewan dan
rumah tangga perdesaan.
(2) Pembangunan instalasi pengolahan limbah dan bahan beracun berbahaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. pembangunan instalasi pengolahan limbah yang mampu mengolah limbah rata-rata
600 l/det;
b. instalasi yang dilengkapi dengan peralatan dan bahan yang memadai untuk
mengelola limbah B3.
c. rencana pengelolaan limbah ini meliputi pada Kawasan Perkotaan Brebes, Kawasan
Perkotaan Bumiayu, dan kawasan ibukota kecamatan lain yang berkembang menjadi
kawasan perkotaan.
(3) Pemantapan dan pengembangan instalasi pengolahan limbah industri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. pembangunan instalasi pengolahan limbah pada kawasan industri, lokasi peruntukan
industri yang telah berkembang dan lokasi kegiatan industri besar, industri
menengah, industri kecil, industri rumah tangga;
b. pembangunan instalasi ini menjadi tanggungjawab pengusaha yang melakukan
kegiatan industri;
c. pemantauan yang ketat kepada perusahaan industri yang melakukan pencemaran
dengan limbahnya; dan
d. guna mengurangi dampak negatif kegiatan industri, Pemerintah Daerah dapat
memfasilitasi pembangunan instalasi, khususnya bagi industri rumah tangga.
(4) Pengembangan instalasi pengolahan limbah tinja, WC umum dan limbah rumah tangga
perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. pengembangan dan peningkatan IPLT;
b. pengembangan sistem pengolahan dan pengangkutan limbah tinja dari WC umum
terminal, pasar, lokasi Sanimas dan rumah tangga perkotaan; dan
c. pemantauan ketat terhadap masyarakat yang melakukan pencemaran lingkungan
perkotaan dengan limbah tinja.
-
- 35 -
(5) Pemantapan dan pengembangan instalasi pengolahan limbah kotoran hewan dan rumah
tangga perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
a. pemantapan instalasi pengolahan limbah kotoran hewan sederhana yang telah
dibangun;
b. pengembangan sistem pengolahan limbah kotoran hewan dan limbah rumah tangga
perdesaan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna; dan
c. pemantauan ketat terhadap masyarakat yang melakukan pencemaran lingkungan
perdesaan dengan limbah kotoran hewan dan tinja.
Pasal 29
Rencana Sistem Prasarana Drainase
(1) Rencana sistem prasarana prasarana drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
huruf c dilakukan melalui:
a. menata Daerah Aliran Sungai Kabuyutan, Pemali, dan Gangsa;
b. mengoptimalkan dan memadukan fungsi saluran besar, sedang dan kecil serta
mengembangkan lokasi penampungan air sebagai kolam penampung atau
pengendali banjir lokal yang dilengkapi dengan sistem pompanisasi di kawasan
perkotaan yang rawan banjir;
c. penanganan sistem mikro melalui pembangunan tanggul penahan banjir dan saluran
baru, perbaikan inlet saluran air hujan dari jalan ke saluran kecil, perbaikan dan
normalisasi saluran dari endapan lumpur dan sampah, memperlebar dimensi saluran;
d. penanganan sistem makro melalui perbaikan dan normalisasi badan air dari endapan
lumpur dan sampah, pembangunan kolam penampungan sementara (tandon air),
pemanfaatan daerah genangan sebagai retention pond;
e. melakukan pemeliharaan dan pembangunan saluran-saluran primer, sekunder dan
tersier;
f. kawasan yang elevasinya kurang dari 1 (satu) meter di atas permukaan laut
dilengkapi dengan pembangunan kolam tandon, pintu-pintu air dan sistem
pompanisasi;
g. pengembangan sumur resapan di tiap bangunan; dan
h. pembangunan saluran drainase pada kawasan-kawasan terbangun yang belum
terlayani.
(2) Prioritas penanganan masalah banjir dilakukan di Kecamatan Brebes, Kecamatan
Wanasari, Kecamatan Bulakamba, Kecamatan Tanjung, Kecamatan Ketanggungan dan
Kecamatan Losari.
-
- 36 -
Pasal 30
Rencana Sistem Jalur Evakuasi Bencana
(1) Rencana sistem jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b,
merupakan upaya mitigasi bencana terhadap bencana alam yang terjadi ataupun yang
akan terjadi, dilakukan dengan pengembangan fasilitas darurat.
(2) Pengembangan fasilitas darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
membuat:
a. jaringan Jalur Darurat; dan
b. fasilitas Emergensi Publik.
(3) Jaringan Jalur Darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat digunakan
untuk:
a. kegiatan pelarian dari bencana dalam waktu pendek; dan
b. jalur pertolongan pertama dan evakuasi korban becana.
(4) Jaringan jalur darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikembangkan melewati
Desa Igirklanceng Desa Dawuhan Desa Batursari Desa Kaligiri Desa Benda dan
Desa Wanareja Desa Pandansari Desa Paguyangan untuk mengantisipasi bahaya
bencana letusan Gunung Slamet serta jalur darurat lainnya berdasarkan tempat serta
jenis kebencanaan.
(5) Fasilitas Emergensi Publik sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) huruf b
digunakan untuk penyelamatan yang dibutuhkan masyarakat dalam aktivitas
pengumpulan dan pertolongan, meliputi:
a. bangunan penyelamat;
b. ruang terbuka berada di Kecamatan Paguyangan, Kecamatan Sirampog, Kecamatan
Tonjong Bumiayu, serta kecamatan lainnya yang menjadi daerah rawan bencana;
dan
c. jalan penyelamatan.
Bagian Keempat
Rencana Sistem Sarana Wilayah
Pasal 31
(1) Rencana sistem sarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf c
terdiri atas:
a. rencana penyediaan sarana pendidikan;
b. rencana penyediaan sarana peribadatan;
c. rencana penyediaan sarana kesehatan;
d. rencana penyediaan sarana olahraga dan pariwisata; serta
e. rencana penyediaan sarana pelayanan umum.
(2) Hirarki pelayanan sarana wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
-
- 37 -
a. sarana skala pelayanan desa/kelurahan;
b. sarana skala pelayanan kecamatan; dan
c. sarana skala pelayanan kabupaten atau regional.
(3) Arahan pembangunan sarana wilayah mempertimbangkan hal sebagai berikut:
a. sarana skala pelayanan desa/kelurahan dikembangkan disetiap
desa/kelurahan/pusat pelayanan lingkungan;
b. sarana skala pelayanan kecamatan dikembangkan di kawasan ibukota kecamatan
yang telah ditetapkan sebagai pusat pelayanan kawasan; dan
c. sarana skala pelayanan kabupaten atau regional dikembangkan di kawasan
perkotaan yang telah ditetapkan sebagai pusat kegiatan lokal.
BAB V
RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 32
(1) Rencana pola ruang wilayah kabupaten meliputi:
a. kawasan lindung; dan
b. kawasan budidaya.
(2) Rencana pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta
dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Kawasan Lindung
Pasal 33
Jenis Kawasan Lindung
Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf a di Kabupaten
Brebes meliputi:
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
c. kawasan perlindungan setempat;
d. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;
e. kawasan rawan bencana alam;
f. kawasan lindung geologi; dan
g. kawasan lindung lainnya.
-
- 38 -
Paragraf 1
Kawasan Hutan Lindung
Pasal 34
(1) Kawasan Hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a dengan luas
kurang lebih 6.261 Ha persebarannya meliputi Kecamatan Paguyangan, Kecamatan
Sirampog, Kecamatan Salem, Kecamatan Bantarkawung, Kecamatan Ketanggungan,
dan Kecamatan Banjarharjo.
(2) Arahan pengelolaan kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui:
a. pengawasan dan pemantauan untuk pelestarian kawasan konservasi dan hutan
lindung;
b. penetapan larangan untuk melakukan berbagai usaha dan/atau kegiatan kecuali
berbagai usaha dan/atau kegiatan penunjang kawasan lindung yang tidak
mengganggu fungsi alam dan tidak mengubah bentang alam serta ekosistem alam
sesuai dengan peraturan perundangan;
c. pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya;
d. pengaturan berbagai usaha dan/atau kegiatan yang tetap dapat mempertahankan
fungsi lindung;
e. pencegahan berbagai usaha dan/atau kegiatan yang mengganggu fungsi lindung;
f. penerapan ketentuan yang berlaku tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) bagi usaha dan/atau kegiatan yang akan ada di kawasan lindung yang
mempunyai dampak besar dan penting bagi lingkungan hidup;
g. percepatan reboisasi hutan lindung dengan tanaman yang sesuai dengan fungsi
lindung;
h. penerapan ketentuan-ketentuan untuk mengembalikan fungsi lindung kawasan yang
telah terganggu fungsi lindungnya secara bertahap dan berkelanjutan sehingga dapat
mempertahankan keberadaan hutan lindung untuk kepentingan hidrologis; dan
i. melakukan program pembinaan, penyuluhan kepada masyarakat dalam upaya
pelestarian kawasan lindung dan kawasan rawan bencana.
-
- 39 -
Paragraf 2
Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya
Pasal 35
(1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 huruf b berupa kawasan resapan air.
(2) Kawasan resapan air diperuntukkan bagi kegiatan pemanfaatan tanah yang dapat
menjaga kelestarian ketersediaan air bagi kawasan dibawahnya.
(3) Kawasan resapan air sekaligus berfungsi sebagai kawasan lindung di luar kawasan
hutan.
(4) Kawasan resapan air adalah kawasan yang secara teknis masuk dalam kriteria kawasan
lindung dengan persebaran meliputi:
a. Kecamatan Banjarharjo seluas kurang lebih 1.170 Ha;
b. Kecamatan Bantarkawung seluas kurang lebih 2.813 Ha;
c. Kecamatan Bumiayu seluas kurang lebih 0,1 Ha;
d. Kecamatan Ketanggungan seluas kurang lebih 1.043 Ha;
e. Kecamatan Larangan seluas kurang lebih 372 Ha;
f. Kecamatan Paguyangan seluas kurang lebih 2.041 Ha;
g. Kecamatan Salem seluas kurang lebih 10.550 Ha;
h. Kecamatan Sirampog seluas kurang lebih 3.375 Ha; dan
i. Kecamatan Tonjong seluas kurang lebih 200 Ha.
(5) Arahan pengelolaan kawasan resapan air dilakukan melalui :
a. kegiatan atau hal-hal yang bersifat menghalangi masuknya air hujan ke dalam tanah
diminimalkan, bahkan ditiadakan;
b. kegiatan budidaya yang diperbolehkan adalah kegiatan yang tidak mengurangi fungsi
lindung kawasan;
c. kegiatan yang diperbolehkan dilaksanakan di kawasan resapan air adalah pertanian
tanaman semusim dan atau tanaman tahunan yang disertai tindakan konservasi; dan
d. kawasan resapan air dapat dimanfaatkan untuk kegiatan agrowisata.
Paragraf 3
Kawasan Perlindungan Setempat
Pasal 36
Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf c meliputi:
a. kawasan sempadan pantai;
b. kawasan sempadan sungai;
c. kawasan sempadan waduk;
d. kawasan sempadan mata air; dan
-
- 40 -
e. ruang terbuka hijau (RTH).
Pasal 37
(1) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf a ditetapkan
paling sedikit 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
(2) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan luas kurang
lebih 722 Ha dengan persebaran meliputi pesisir Kecamatan Losari, pesisir Kecamatan
Tajung, pesisir Kecamatan Bulakamba, pesisir Kecamatan Wanasari, dan pesisir
Kecamatan Brebes
(3) Arahan pengelolaan kawasan sempadan pantai dilakukan melalui:
a. perlindungan kawasan sempadan pantai 100 meter dari pasang tertinggi dengan
pelarangan mengadakan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas
pantai;
b. penghijauan (reboisasi) terhadap kawasan pantai berhutan bakau di kawasan
sempadan pantai yang telah rusak;
c. melakukan kegiatan yang mampu melindungi atau memperkuat perlindungan
kawasan sempadan pantai dari abrasi dan infiltrasi air laut ke dalam tanah;
d. kepemilikan kawasan sempadan pantai sedapat mungkin dipertahankan sebagai
tanah negara, dan apabila dimohonkan ijin, diperkenankan sebagai hak pakai sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. usaha-usaha yang berkaitan dengan kelautan tetap dapat dilakukan sepanjang tidak
mengganggu atau mengurangi fungsi lindung kawasan; dan
f. usaha-usaha kelautan sebagaimana dimaksud pada huruf e meliputi pelabuhan,
tempat pelangan ikan, tower penjaga keselamatan pengunjung pantai dan atau
kegiatan lain yang membutuhkan lokasi di tepi pantai.
Pasal 38
(1) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf b meliputi:
a. sempadan sungai; dan
b. sempadan saluran irigasi.
(2) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi
Sungai Kaligangsa, Sungai Pemali, Sungai Balaikambang, Sungai Luwungmalang,
Sungai Bangsri, Sungai Pakijangan, Sungai Kluwut, Sungai Babakan, Sungai Buntiris,
Sungai Kabuyutan, Sungai Sinung, Sungai Tanjung, Sungai Bancang, Sungai
Cisanggarung, Sungai Keruh, Sungai Erang, Sungai Pedes, Sungai Glagah, Sungai
Cigunung, Sungai Cilakar, Sungai Rambatan, Sungai Ciomas.
-
- 41 -
(3) Kriteria penetapan garis sempadan sungai terdiri dari : sungai bertanggul diluar kawasan
perkotaan, sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan, sungai tidak bertanggul diluar
kawasan perkotaan, serta sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan.
(4) Arahan pengelolaan kawasan sempadan sungai dilakukan melalui:
a. kegiatan budidaya pertanian dengan jenis tanaman yang diizinkan; namun lebih
diutamakan dilakukan penanaman tumbuhan/ pepohonan berakar dalam guna
mencegah terjadinya longsor;
b. untuk pemasangan papan reklame, papan penyuluhan dan peringatan, rambu-rambu
pekerjaan/pengamanan, serta sarana bantu navigasi pelayaran;
c. untuk pemasangan rentang kabel listrik, kabel telepon, dan pipa