Perbandingan Rinitis Alergi Dan Rinitis Vasomotor
-
Upload
septia-nindi-f -
Category
Documents
-
view
283 -
download
20
Transcript of Perbandingan Rinitis Alergi Dan Rinitis Vasomotor
PERBANDINGAN RINITIS ALERGI DAN RINITIS VASOMOTOR
PERBANDINGAN RINITIS ALERGI RINITIS VASOMOTOR
Definisi Penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang
sebelumnya sudah tersensitisasi dengan allergen yang sama,
serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan
allergen spesifik tersebut.
Keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi,
eosinofilia, perubahan hormonal (kehamilan, hipertiroid), dan pajanan
obat (kontrasepsi oral, β-blocker, anti-HT, aspirin, atau dekongestan
hidung topikal).
Etio-Patofisiologi Beberapa hipotesis :
1. Neurogenik (disfungsi otonom)
Normal : simpatis > parasimpatis
R.Vasomotor : simpatis < parasimpatis
2. Neuropeptida
3. NO
Kadar NO yang tinggi di epitel hidung kerusakan atau
nekrosis epitel bila ada rangsangan akan langsung berinteraksi
ke sub-epitel peningkatan reaktivitas mukosa hidung.
4. Trauma
Trauma hidung melalui mekanisme neurogenik dan/atau
neuropeptida jadi rhinitis vasomotor (jangka panjang).
Anamnesis Bersin berulang
Rinore encer dan banyak
Hidung tersumbat
Hidung dan mata gatal, kadang-kadang disertai lakrimasi
Seringkali gejala timbul tidak lengkap, kadang-kadang hidung tersumbat
merupakan keluhan utama dan satu-satunya gejala yang dikeluhkan.
Gejala sering dicetuskan oleh berbagai rangsangan non-spesifik :
asap/rokok, bau menyengat, parfum, minuman beralkohol,
makanan pedas, udara dingin, perubahan suhu dan kelembaban,
kelelahan, stress/emosi.
Gejala mirip dengan rhinitis alergi tapi hidung tersumbat dominan,
bergantian kiri dan kanan tergantung posisi pasien.
Rinore yang mukoid atau serosa.
Gejala dapat memburuk pagi hari waktu bangun tidur akibat
perubahan suhu yang ekstrim.
Berdasarkan gejala yang menonjol golongan bersin, golongan
tersumbat, golongan rinore.
Px.Fisik 1. Rinoskopi anterior
Mukosa edema, basah, berwarna pucat, disertai sekret encer yang banyak.
Bila gejala persisten mukosa inferior tampak hipertrofi.
2. Gejala spesifik lain: *>>anak
Allergic shiner bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis
vena sekunder akibat obstruksi hidung.
Allergic salute sering menggosok-gosok hidung, karena gatal, dengan
punggung tangan.
Allergic crease garis melintang di dorsum nasi 1/3 bawah (akibat
allergic salute).
Facies adenoid mulut sering terbuka, lengkung langit-langit tinggi
sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi geligi.
Cobblestone appearance dinding posterior faring tampak granuler dan
edema.
Geographic tongue lidah tampak seperti gambaran peta.
Rinoskopi anterior
Mukosa edema
Konka berwarna merah gelap atau merah tua, tetapi dapat pula
pucat.
Permukaan konka dapat licin atau berbenjol-benjol
(hipertrofi).
Pada rongga hidung terdapat secret mukoid, biasanya sedikit.
Tapi pada golongan rinore sekretnya banyak dan serosa.
Px.Penunjang 1. In vitro
DL hitung eosinofil (dapat normal atau meningkat).
IgE total (prist paper radio immuno sorbent test) seringkali normal,
kecuali bila ada lebih dari 1 alergi, seperti ada asma bronchial atau
urtikaria.
IgE spesifik dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA
(Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test) lebih bermakna.
Sitologi hidung (tidak dapat memastikan diagnosis), hasilnya :
- Eosinofil banyak alergi inhalan
- Basofil >5 sel/lp mungkin alergi makanan
- Ditemukan sel PMN infeksi bakteri.
2. In vivo
Skin Prick Test
SET (Skin End-point Titration) untuk alergi inhalan.
IPDFT (Intracutaneus Provocative Dilutional Food Test) untuk
alergi makanan. Namun, untuk baku emas dapat dilakukan uji eliminasi
dan provokasi / Challenge Test.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan rhinitis alergi.
Sitologi hidung kadang ditemukan eosinofil pada sekret
hidung, tapi dalam jumlah sedikit.
Skin prict test biasanya negative.
Kadar IgE spesifik tidak meningkat.
Tatalaksana 1. Hindari allergen PALING IDEAL
2. Medikamentosa.
Antihistamin generasi 1/generasi 2. Ex: CTM 2-4 mg 3-4x/hari,
cetirizine 10 mg 1x/hari.
Dekongestan Ex: Phenylpropanolamin HCl 15 mg 3x/hari,
pseudoefedrin 60mg 3x/hari, oksimetazolin 0,005% 2-3 tetes/lubang
hidung (topikal).
Kortikosteroid
3. Operatif konkotomi parsial, konkoplasti, inferior turbinoplasti bila
1. Hindari stimulus / faktor pencetus.
2. Medikamentosa
Dekongestan
Cuci hidung dengan larutan garam fisiologis
Kauterisasi konka dengan AgNO3 25% atau dengan triklor
asetat pekat.
Kortikosteroid topikal ex: flutikason propionate
mometason furoat 1x1 200 mcg.
3. Operasi bedah beku, elektrokauter, konkotomi parsial konka
konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan kauterisasi
konka dengan AgNO3 25% atau dengan triklor asetat.
4. Imunoterapi pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan sudah
berlangsung lama, serta pengobatan lain tidak memuaskan. Tujuannya untuk
membentuk IgG blocking antibody dan penurunan IgE.
inferior.
4. Neurektomi n.vidianus
Komplikasi Polip hidung
Otitis media efusi
Sinusitis paranasal
Polip hidung
Sinusitis
Patofisiologi Otitis MediaPathogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi. Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu karena membran timpani dan tulang-tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran timpani akibat tekanannya yang meninggi.
Otitis media serosa terjadi terutama akibat adanya transudat atau plasma yangmengalir dari pembuluh darah ke telinga tengah yang sebagian besar terjadi akibatadanya perbedaan tekanan hidrostatik, sedangkan pada otitis media mukoid, cairanyang ada di telinga tengah timbul akibat sekresi aktif dari kelenjar dan kista yang t e r d a p a t d i d a l a m m u k o s a t e l i n g a t e n g a h , t u b a E u s t a c h i u s , d a n r o n g g a m a s t o i d . F a k t o r y a n g b e r p e r a n u t a m a d a l a m k e a d a n i n i a d a l a h t e r g a n g g u n y a f u ng s i t u b a E u s t a c h i u s . F a k t o r l a i n y a n g d a p a t b e r p e r a n s e b a g a i p e n y e b a b a d a l a h ad e n o i d h i p e r t r o f i , a d e n o i t i s , s u m b i n g p a l a t u m ( c l e f t p a l a t e ) , t u m o r d i n as o f a r i n g , barotrauma, sinusitis, rhinitis, defisiensi imunologik atau metabolic. Keadaan alergik sering berperan sebagai factor tambahan dalam timbulnya cairan di telinga tengah(efusi ditelinga tengah).