Perawatan Luka SC
Click here to load reader
-
Upload
resita-herliani -
Category
Documents
-
view
61 -
download
13
description
Transcript of Perawatan Luka SC
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sectio Caesarea (SC) akhir-akhir ini telah menjadi trend karena
dianggap lebih praktis dan tidak menyakitkan sehingga tidak heran jika
telah menjadi tindakan bedah kebidanan kedua tersering yang digunakan
di Indonesia maupun di luar negeri. Dengan adanya operasi SC bukan
hanya ibu yang akan menjadi aman tetapi juga jumlah bayi yang cedera
akibat partus lama dan pembedahan traumatik vagina menjadi berkurang.
Karena itu, insidensi SC dari tahun ke tahun terus meningkat disertai
dengan penurunan absolut mortalitas perinatal.
Permintaan dilakukan persalinan dengan SC saat ini masih sering
dilakukan. Dua per tiga wanita banyak yang memilih SC sebagai pilihan
metode melahirkan saat ini dibandingkan 20 tahun yang lalu (Alesee,
2000).
Angka kejadian SC di Amerika Serikat pada tahun 1998 adalah
21,2% (Cunningham et al, 2006) sedangkan pada tahun 2000 meningkat
menjadi 24- 30% (Roeshadi, 2006). Di Indonesia terjadi peningkatan SC
dimana tahun 2000 sebesar 47,22%, tahun 2001 sebesar 45,19%, tahun
2002 sebesar 47,13%, tahun 2003 sebesar 46,87%, tahun 2004 sebesar
53,22%, tahun 2005 sebesar 51,59% dan tahun 2006 sebesar 53,68%
(Grace, 2007).
Data yang kami peroleh di Indonesia terjadi peningkatan infeksi
luka post SC. Sekitar 90% dari morbiditas pasca operasi disebabkan oleh
infeksi 2 luka operasi (Martius, 2000). Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya
tahun 2001 angka kejadian infeksi luka post SC adalah 20% (Harmono,
2002) dan RSUP Dr. Sardjito tahun 2000 kejadian infeksi luka post SC
adalah 15% (Onggang, 2001).
Masalah utama yang harus dihadapi setelah pembedahan yaitu
penyembuhan luka. Perawatan luka yang tepat adalah salah satu faktor
eksternal yang sangat mendukung dan berpengaruh terhadap proses
penyembuhan luka. Penerapan tehnik perawatan luka yang tepat tersebut
dilakukan baik pada saat pasien masih berada di ruang operasi maupun
setelah pasien dipindahkan atau di rawat di bangsal perawatan. Perawatan
luka merupakan tugas keseharian perawat dan bidan di bangsal maternitas,
sehingga perawat dan bidan harus menggunakan ketrampilan perawatan
luka yang benar. Hal ini bertujuan untuk mencegah infeksi luka post SC.
Hal-hal yang perlu dilakukan perawat dan bidan meliputi : cuci tangan
sebelum dan sesudah melakukan tindakan, memakai handscoon,
menggunakan satu set peralatan steril untuk satu pasien dan menerapkan
kondisi aseptik. Demikian juga perawat di RS dr. Sardjito kurang
memperhatikan hal-hal tersebut diatas, terbukti 3 perawat (5,2%)
mengetahui teknik dan mampu menerapkan, sedangkan 55 perawat
(98,8%) tidak mampu menerapkan (Onggang, 2001).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Post OP SC
Tak semua persalinan dapat berlangsung mulus, kadang terdapat
indikasi medis yang mengharuskan seorang ibu melewati proses persalinan
dengan operasi. Operasi ini disebut dengan Sectio Caesarea.
Sectio Caesarea berasal dari bahasa Latin, Caedere, artinya
memotong. Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding rahim. Pada pasien yang dilakukan operasi
pembedahan untuk tindakan sectio cesarea ini memerlukan beberapa
perhatian karena ibu nifas yang melahirkan dengan operasi caesarea agar
dapat melewati fase penyembuhan pasca operasi tanpa komplikasi.
Proses persalinan operasi caesar umumnya berlangsung sekitar satu
jam. Pada pasien dengan pembiusan total, kesadaran akan berlangsung
pulih secara bertahap seusai penjahitan luka operasi. Sedangkan pada
pembiusan regional, dengan anasthesi epidural atau spinal (memasukkan
obat bius melalui suntikan pada punggung), ibu bersalin akan tetap sadar
hingga operasi selesai dan hanya bagian perut ke bawah akan hilang
sensasi rasa sementara.
B. Tujuan Perawatan Post OP
Tujuan perawatan pasca operasi adalah pemulihan kesehatan
fisiologi dan psikologi wanita kembali normal. Periode postoperatif
meliputi waktu dari akhir prosedur pada ruang operasi sampai pasien
melanjutkan rutinitas normal dan gaya hidupnya.
Secara klasik, kelanjutan ini dibagi dalam tiga fase yang tumpang
tindih pada status fungsional pasien. Aturan dan perhatian para ginekolog
secara gradual berkembang sejalan dengan pergerakan pasien dari satu
fase ke fase lainnya. Fase pertama, stabilisasi perioperatif,
menggambarkan perhatian para ahli bedah terhadap permulaan fungsi
fisiologi normal, utamanya sistem respirasi, kardiovaskuler, dan saraf.
Pada pasien yang berumur lanjut, akan memiliki komplikasi yang lebih
banyak, dan prosedur pembedahan yang lebih kompleks, serta periode
waktu pemulihan yang lebih panjang.
Periode ini meliputi pemulihan dari anesthesia dan stabilisasi
homeostasis, dengan permulaan intake oral. Biasanya periode pemulihan
24-28 jam. Fase kedua, pemulihan postoperatif, biasanya berakhir 1-4 hari.
fase ini dapat terjadi di rumah sakit dan di rumah. Selama masa ini, pasien
akan mendapatkan diet teratur, ambulasi, dan perpindahan pengobatan
nyeri dari parenteral ke oral. Sebagian besar komplikasi tradisional
postoperasi bersifat sementara pada masa ini. Fase terakhir dikenal dengan
istilah “kembali ke normal”, yang berlangsung pada 1-6 minggu terakhir.
Perawatan selama masa ini muncul secara primer dalam keadaan rawat
jalan. Selama fase ini, pasien secara gradual meningkatkan kekuatan dan
beralih dari masa sakit ke aktivitas normal.
C. Pedoman Perawatan Post Operasi
Setelah operasi selesai, penderita tidak boleh ditinggalkan sampai
ia sadar. Harus dijaga supaya jalan napas tetap bebas. Periode postoperatif
meliputi waktu dari akhir prosedur pada ruang operasi sampai pasien
melanjutkan rutinitas normal dan gaya hidupnya. Penderita yang menjalani
operasi kecuali operasi kecil, keluar dari kamar operasi dengan infus
intravena yang terdiri atas larutan NaCl 0,9% atau glukosa 5% yang
diberikan berganti-ganti menurut rencana tertentu. Di kamar operasi (atau
sesudah keluar dari situ) ia, jika perlu, diberi pula transfusi darah. Pada
waktu operasi penderita kehilangan sejumlah cairan, sehingga ia
meninggalkan kamar operasi dengan defisit cairan. Oleh karena itu,
biasanya pascaoperasi minum air dibatasi, sehingga perlu pengawasan
keseimbangan antara cairan yang masuk dengan infus, dan cairan yang
keluar. Perlu dijaga jangan sampai terjadi dehidrasi, tetapi sebaliknya juga
jangan terjadi kelebihan dengan akibat edema paru-paru. Untuk diketahui,
air yang dikeluarkan dari badan dihitung dalam 24 jam berupa air kencing
dan cairan yang keluar dengan muntah harus ditambah dengan evaporasi
dari kulit dan pernapasan. Dapat diperkirakan bahwa dalam 24 jam
sedikitnya 3 liter cairan harus dimasukkan untuk mengganti cairan yang
keluar.
Sebagai akibat anestesi, penderita pascaoperasi biasanya enek,
kadang sampai muntah. Ia tidak boleh minum, sampai rasa enek hilang
sama sekali; kemudian, ia boleh minum sedikit-sedikit, untuk lambat laun
ditingkatkan. Dalam 24 sampai 48 jam pascaoperasi, hendaknya diberi
makanan cair; sesudah itu, apalagi jika sudah keluar flatus, dapat diberi
makanan lunak bergizi untuk lambat-laun menjadi makanan biasa.
Pada pascaoperasi peristalik usus mengurang dan baru lambat laun
pulih kembali. Pada hari kedua pascaoperasi biasanya usus bergerak lagi;
dengan gejala mules, kadang-kadang disertai dengan perut kembung
sedikit. Pengeluaran flatus dapat dibantu dengan pemberian dosis kecil
prostigmin, dengan teropong angin dimasukkan ke dalam rektum, dan
kadang-kadang perlu diberikan klisma kecil terdiri atas 150 cc. campuran
minyak dan gliserin. Pemberian antibiotik pada pascaoperasi tergantung
dari jenis operasi yang dilakukan. Misalnya, setelah kista ovarium kecil
diangkat, tidak perlu diberi antibiotik; akan tetapi sesudah histerektomi
total dengan pembukaan vagina, sebaiknya obat tersebut diberikan.
Pasien dengan masalah kesehatan membutuhkan perawatan
postoperatif dalam ICU untuk mendapatkan ventilasi jangka panjang dan
monitoring sentral. Ketika pasien diserahterimakan kepada perawat harus
disertai dengan laporan verbal mengenai kondisi pasien tersebut berupa
kesimpulan operasi dan intruksi pasca operatif. Intruksi pasca operatif
harus sesuai dengan elemen berikut:
1. Tanda Tanda Vital
Evaluasi tekanan darah, nadi, dan laju pernapasan dilakukan setiap 15-
30 menit sampai pasien stabil kemudian setiap jam setelah itu paling
tidak untuk 4-6 jam. Beberapa perubahan signifikan harus dilaporkan
sesegera mungkin. Pengukuran ini, termasuk temperatur oral, yang
harus direkam 4 kali sehari untuk rangkaian sisa pasca operatif.
Anjurkan pernapasan dalam setiap jam pada 12 jam pertama dan setiap
2-3 jam pada 12 jam berikutnya. Pemeriksaan spirometri dan
pemeriksaan respirasi oleh terapis menjadi pilihan terbaik, utamanya
pada pasien yang berumur tua, obesitas, atau sebaliknya pada pasien
lainnya yang bersedia atau yang tidak bisa berjalan.
2. Perawatan Luka
Fokus penanganan luka adalah mempercepat penyembuhan luka dan
meminimalkan komplikasi dan biaya perawatan. Fokus utama dalam
penanganan luka adalah dengan evakuasi semua hematoma dan seroma
dan mengobati infeksi yang menjadi penyebabnya. Perhatikan
perdarahan yang terlalu banyak (inspeksi lapisan dinding abdomen
atau perineal). Lakukan pemeriksaan hematokrit sehari setelah
pembedahan mayor dan, jika perdarahan berlanjut, diindikasikan untuk
pemeriksaan ulang. Luka abdomen harus diinspeksi setiap hari.
Umumnya luka jahitan pada kulit dilepaskan 3-5 hari postoperasi dan
digantikan dengan Steri-Strips.Idealnya, balutan luka diganti setiap
hari dan diganti menggunakan bahan hidrasi yang baik. Pada luka yang
nekrosis, digunakan balutan tipis untuk mengeringkan dan mengikat
jaringan sekitarnya ke balutan dalam setiap penggantian balutan.
Pembersihan yang sering harus dihindari karena hal tersebut
menyebabkan jaringan vital terganggu dan memperlambat
penyembuhan luka.
a. Pengertian
Suatu penanganan luka yang terdiri dari membersihkan luka,
mengangkat jahitan, menutup dan membalut luka sehinga dapat
membantu proses penyembuhan luka.
b. Tujuan
1) Mencegah terjadinya infeksi.
2) Mempercepat proses penyembuhan luka.
3) Meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologis.
c. Persiapan Alat
Set perawatan luka dan angkat jahitan dalam bak instrumen steril:
a) Sarung tangan steril.
b) Pinset 4 (2 anatomis, 2 cirurgis)
c) Gunting hatting up.
d) Lidi waten.
e) Kom 2 buah.
f) Kasa steril.
g) Plester
h) Gunting perban
i) Bengkok 2 buah
j) Larutan NaCl
k) Perlak dan alas
l) Betadin
m) Korentang
n) Alkohol 70%
o) Kapas bulat dan sarung tangan bersih
d. Persiapan Lingkungan
a) Menutup tirai / jendela.
b) Merapikan tempat tidur.
e. Pelaksanaan
a) Mengatur posisi sesuai dengan kenyamanan pasien.
b) Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang
akan dilakukan.
c) Inform Consent.
f. Prosedur Pelaksanaan
a) Jelaskan prosedur pada klien dengan menggambarkan langkah-
langkah perawatan luka.
b) Dekatkan semua peralatan yang diperlukan.
c) Letakkan bengkok dekat pasien.
d) Tutup ruangan / tirai di sekitar tempat tidur.
e) Bantu klien pada posisi nyaman.
f) Cuci tangan secara menyeluruh.
g) Pasang perlak dan alas.
h) Gunakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaskan
plester.
i) Angkat balutan dengan pinset.
j) Lepaskan plester dengan melepaskan ujung dan menariknya
dengan perlahan, sejajar pada kulit dan mengarah pada balutan.
k) Dengan sarung tangan/pinset, angkat balutan.
l) Bila balutan lengket pada luka, lepaskan dengan memberikan
larutan NaCl.
m) Observasi karakter dan jumlah drainase.
n) Buang balutan kotor pada bengkok, lepaskan sarung tangan
dan buang pada bengkok yang berisi Clorin 5%.
o) Buka bak instrumen, siapkan betadin dan larutan NaCl pada
kom, siapkan plester, siapkan depres.
p) Kenakan sarung tangan steril.
q) Inspeksi luka, perhatikan kondisinya, letak drain, integritas
jahitan dan karakter drainase serta palpasi luka (kalau perlu).
r) Bersihkan luka dengan larutan NaCl dan betadin dengan
menggunkan pinset. Gunakan satu kasa untuk setiap kali
usapan. Bersihkan dari area yang kurang terkontaminasi ke
area yang terkontaminasi. Gunakan dalam tekanan progresif
menjauh dari insisi/tepi luka.
s) Gunakan kasa baru untuk mengeringkan luka/insisi. Usap
dengan cara seperti pada langkah 17.
t) Melepaskan jahitan satu persatu selang seling dengan cara :
menjepit simpul jahitan dengan pinset cirurgis dan ditarik
sedikit ke atas kemudian menggunting benang tepat dibawah
simpul yang berdekatan dengan kulit/pada sisi lain yang tidak
ada simpul.
u) Olesi luka dengan betadin.
v) Menutup luka dengan kasa steril dan di plester.
w) Merapikan pasien.
x) Membersihkan alat-alat dan mengembalikan pada tempatnya.
y) Melepaskan sarung tangan.
z) Perawat mencuci tangan.
g. Hal – hal yang perlu diperhatikan
a) Cermat dalam menjaga kesterilan.
b) Mengangkat jahitan sampai bersih tidak ada yang ketinggalan.
c) 29. Teknik pengangkatan jahitan di sesuaikan dengan tipe
jahitan.
d) 30. Peka terhadap privasi klien. (dr. hakimi, 2010)