PERANAN CSP DALAM MENINGKATKAN MUTU DAN PRODUKSI...

13
1 PERANAN CSP DALAM MENINGKATKAN MUTU DAN PRODUKSI KAKAO DI SULAWESI SELATAN The role of CSP in improving the Production and Quality of Cocoa in South Sulawesi Arniaty Zakaria, Salengek dan Nurdin Brasit ABSTRAK Penelitian ini dilakukan di Cocoa Sustainability Partnership (CSP) yang meupakan forum koordinasi kerjasama kemitraan antara pemerintah, swasta dan semua pendukung sektor kakao yang mengkoordinir kegiatan-kegiatan pengembangan kakao dilapangan, tukar menukar pengalaman dan berbagi informasi. Sekretariat CSP berada di makassar, Sulawesi Selatan. Penelitian ini di lakukan untuk mengetahui (1). Bagaimana kinerja CSP dalam melaksanakan program Alih Teknologi (2) Apakah Mutu dan Produksi meningkat setelah CSP menerapkan program Alih Teknologi (3) Apakah Mutu dan Produksi meningkat setelah CSP menerapkan program Alih Teknologi. Jenis penelitian ini adalah penelitian ekspost facto dengan mengamati perlakuan yang telah terjadi sebelumnya. Pendekatan penelitian adalah kombinasi kualitatif dengan kuantitatif, dengan mengamati kinerja petugas lapangan dalam melaksanakan program CSP serta menganalisis data secara kuantitatif mengenai peningkatan produksi dan mutu kakao sebelum dan setelah diterapkan program CSP. Adapun strategi penelitian ini adalah dengan mengumpulkan data yang terjadi dilapangan sesuai kebutuhan analisis penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Terdapat peningkatan produksi setelah dilakukan pembinaan dan pendampingan oleh Field Facilitator CSP ASKINDO yang meliputi 10 Kabupaten di Sulawesi Selatan, dengan cara menerapkan program Alih Teknologi, walaupun dalam penerapannya masih ada yang tidak rutin dilakukan seperti pemangkasan dan sanitasi, dan juga Produksi menurun bukan semata-mata karena tidak dilakukannya penerapan P3S yang intensif. (2) Pengarahan dalam pembinaan mutu tidak terlaksana dengan baik hal ini dikarenakan, petani menjual kakaonya berdasarkan bobotnya , tidak berdasarkan mutunya (3) Pembinaan CSP ASKINDO berakhir pada tahun 2010, namun penerapan program CSP Alih Teknologi tetap dilaksanakan dengan baik, dan juga para member CSP tetap melakukan dan menerapkan program CSP di wilayah yang berbeda untuk keberlanjutan kakao. ABSTRACT This research was conducted at the Cocoa Sustainability Partnership (CSP) which is a coordination forum of partnerships between government, private sector and all supporting elements of the cocoa sector which are coordinating the activities of cocoa development in the field, exchanging experiences and sharing information. CSP secretariat is located in Makassar, South Sulawesi. At first, cocoa development programs in Indonesia tends to run without optimal coordination and cooperation. due to that condition, the CSP was established. This research was done to determine (1). The CSP's performance in implementing the Technology Transfer program (2) whether the Quality and Production increased after implementing the CSP Technology Transfer program . The type of this research is ekspost facto which the researchers do not give treatment but observe treatment that happened before. The

Transcript of PERANAN CSP DALAM MENINGKATKAN MUTU DAN PRODUKSI...

Page 1: PERANAN CSP DALAM MENINGKATKAN MUTU DAN PRODUKSI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/9c7d3966c3a6567244d7abb95f09539a.pdf · 3 3. Belum terkuasainya teknologi tepat guna dan rendahnya

1

PERANAN CSP DALAM MENINGKATKAN MUTU DAN PRODUKSI KAKAO DI SULAWESI SELATAN

The role of CSP in improving the Production

and Quality of Cocoa in South Sulawesi

Arniaty Zakaria, Salengek dan Nurdin Brasit

ABSTRAK Penelitian ini dilakukan di Cocoa Sustainability Partnership (CSP) yang meupakan forum koordinasi kerjasama kemitraan antara pemerintah, swasta dan semua pendukung sektor kakao yang mengkoordinir kegiatan-kegiatan pengembangan kakao dilapangan, tukar menukar pengalaman dan berbagi informasi. Sekretariat CSP berada di makassar, Sulawesi Selatan. Penelitian ini di lakukan untuk mengetahui (1). Bagaimana kinerja CSP dalam melaksanakan program Alih Teknologi (2) Apakah Mutu dan Produksi meningkat setelah CSP menerapkan program Alih Teknologi (3) Apakah Mutu dan Produksi meningkat setelah CSP menerapkan program Alih Teknologi. Jenis penelitian ini adalah penelitian ekspost facto dengan mengamati perlakuan yang telah terjadi sebelumnya. Pendekatan penelitian adalah kombinasi kualitatif dengan kuantitatif, dengan mengamati kinerja petugas lapangan dalam melaksanakan program CSP serta menganalisis data secara kuantitatif mengenai peningkatan produksi dan mutu kakao sebelum dan setelah diterapkan program CSP. Adapun strategi penelitian ini adalah dengan mengumpulkan data yang terjadi dilapangan sesuai kebutuhan analisis penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Terdapat peningkatan produksi setelah dilakukan pembinaan dan pendampingan oleh Field Facilitator CSP ASKINDO yang meliputi 10 Kabupaten di Sulawesi Selatan, dengan cara menerapkan program Alih Teknologi, walaupun dalam penerapannya masih ada yang tidak rutin dilakukan seperti pemangkasan dan sanitasi, dan juga Produksi menurun bukan semata-mata karena tidak dilakukannya penerapan P3S yang intensif. (2) Pengarahan dalam pembinaan mutu tidak terlaksana dengan baik hal ini dikarenakan, petani menjual kakaonya berdasarkan bobotnya , tidak berdasarkan mutunya (3) Pembinaan CSP ASKINDO berakhir pada tahun 2010, namun penerapan program CSP Alih Teknologi tetap dilaksanakan dengan baik, dan juga para member CSP tetap melakukan dan menerapkan program CSP di wilayah yang berbeda untuk keberlanjutan kakao.

ABSTRACT

This research was conducted at the Cocoa Sustainability Partnership (CSP) which is a coordination forum of partnerships between government, private sector and all supporting elements of the cocoa sector which are coordinating the activities of cocoa development in the field, exchanging experiences and sharing information. CSP secretariat is located in Makassar, South Sulawesi. At first, cocoa development programs in Indonesia tends to run without optimal coordination and cooperation. due to that condition, the CSP was established. This research was done to determine (1). The CSP's performance in implementing the Technology Transfer program (2) whether the Quality and Production increased after implementing the CSP Technology Transfer program . The type of this research is ekspost facto which the researchers do not give treatment but observe treatment that happened before. The

Page 2: PERANAN CSP DALAM MENINGKATKAN MUTU DAN PRODUKSI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/9c7d3966c3a6567244d7abb95f09539a.pdf · 3 3. Belum terkuasainya teknologi tepat guna dan rendahnya

2

approach of this research is a combination of qualitative and quantitative research, which the researcher observed the performance of field personnel in implementing the CSP program and analyzing data quantitatively regarding the increase in cocoa production and quality before and after the CSP program was applied. The research strategy is a case study in terms of collecting data that occur in the field according to the needs of research analysis. The results of this study show that (1) There is a production increased after the coaching and mentoring by Field Facilitator CSP Askindo which cover 10 districts in South Sulawesi, by applying the Technology Transfer program, although in practice there are things not routinely done like pruning and sanitation, Production also declined not merely due to the application of P3S that was not done intensively. (2) Direction in quality coaching is not performed well because, farmers sell their cocoa by weight, not based on quality (3) CSP Askindo’s coaching ended in 2010, but implementation of the program CSP Technology Transfer still executed well, and also the members keep doing and implementing CSP programs in different areas for the sustainability of cocoa. Latar Belakang

Komoditi kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang memegang peranan cukup penting dalam perekonomian Indonesia, yakni sebagai penghasil devisa Negara, sumber pendapatan, penciptaan lapangan kerja, mendorong pengembangan Agribisnis dan Agroindustri serta pengembangan pengelolaan sumberdaya alam wilayah. Komoditi kakao memberikan sumbangan devisa nasional sebesar 1,4 milliar dollar US per tahun dari total lahan 1,4 juta. Pada tahun 2009 mencapai nilai 800 ribu ton dari 93% perkebunan rakyat . Angka tersebut menempatkan kakao sebagai komoditas unggulan urutan ketiga terbesar setelah minyak sawit dan karet. Disisi lain, usaha kakao melibatkan lebih dari 965 ribu tenaga kerja petani pedesaan yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia (Ditjen Perkebunan, 2010). Banyak pihak telah terlibat dalam berbagai program peningkatan produktivitas pertanian kakao dan kualitas biji kakao. Mereka menyadari bahwa potensi dan kekuatan posisi kakao Indonesia dalam industri kakao global sedang mengalami banyak masalah dan membutuhkan usaha bersama untuk mengatasinya. Lembaga-lembaga penelitian dari Organisasi berlandaskan pemerintah (Puslitkoka, BPTP) sampai lembaga-lembaga Internasional (The Australian Centre for International Agriculture Research (ACIAR), Perguruan tinggi (Universitas Hasanuddin), Donor International (AUsAid, International Finance Corporation /IFC), USAID) dan Asosiasi (ASKINDO, AIKI, APIKCI, APKAI) LSM (AMARTA Program, SICOS (Sulawesi Cocoa Society), SCORE (Sulawesi Cocoa Research and Development), Paras (Pembangunan Pertanian Sultra), CDSA (Community Development for Sustainable Agriculture), WASIAT (Wahana Sukses Pertanian Terpandang) bekerja secara sendiri-sendiri. Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa diantara mereka terjadi kekurangan koordinasi dan komunikasi. Akibatnya , walaupun berbagai program telah dilakukan perkembangan kakao Indonesia masih menghadapi berbagai masalah klasik antara lain:

1. Produktivitas kebun yang masih rendah. Rata-rata produktivitas hanya ±600kg/ha/thn, karena komposisi pertanaman kakao belum menggunakan klon unggul sesuai anjuran,serangan hama dan penyakit kakao cukup tinggi (30-40%) serta sebagian pertanaman kakao merupakan tanaman tua dan rusak.

2. Lemahnya kelembagaan petani kakao, sehingga posisi tawar lemah

Page 3: PERANAN CSP DALAM MENINGKATKAN MUTU DAN PRODUKSI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/9c7d3966c3a6567244d7abb95f09539a.pdf · 3 3. Belum terkuasainya teknologi tepat guna dan rendahnya

3

3. Belum terkuasainya teknologi tepat guna dan rendahnya kesadaran akan mutu, sehingga kurang memperhatikan mutu produk yang dihasilkan.

4. Pengembangan produk hilir rendah dan masalah kebijakan seperti kontroversi pro dan kontra terhadap pengenaan Bea ekspor (BE). Menyadari keadaan tersebut, ASKINDO, UNHAS dan Mars mulai

membangun sebuah forum untuk berbagi dan berkomunikasi antar pelaku/pemangku kepentingan kakao, yaitu Cocoa Sustainability Partnership (CSP) atau Forum Kemitraan Kakao Berkelanjutan. Pada tanggal 23 Januari 2006 beberapa pemangku kepentingan kakao menyelenggarakan pertemuan di Makassar. IFC melalui program PENSA juga mengambil bagian, dan kemudian menjadi penyumbang dana utama CSP. Sebagai hasil dari pertemuan tersebut, disepakati untuk membentuk sebuah forum koordinasi bagi pengembangan kakao dimana keanggotaannya terbuka untuk pemerintah dan berbagai stakeholder yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi pertanian kakao melalui kolaborasi, integrasi dan berbagi pengetahuan agar dapat memecahkan permasalahan industri perkakaoan di Indonesia.

CSP berfungsi dan dirancang sebagai forum komunikasi. Sebagian besar pemangku kepentingan percaya bahwa CSP penting untuk memudahkan menjalin komunikasi serta berbagi pengetahuan dan pengalaman. Tidak ada organisasi atau forum seperti itu yang melibatkanbanyak pemangku kepentingan dan menerapkan pendekatan holistik. Untuk bisa berhasil CSP harus mampu memperkuat kemitraan dan menjaga solidaritas serta komitmen diantara semua anggota.

Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan maka dipandang perlu melakukan penelitian dengan judul ”Peranan Cocoa Sustainability Partnership (CSP) dalam meningkatkan produksi dan mutu kakao di SulSel”.

TINJAUAN PUSTAKA Posisi Indonesia dalam Perkakaoan Nasional

Selama kurun waktu 42 tahun luas areal tanaman kakao diIndonesia mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Pada tahun 1967 areal tanaman kakao baru sekitar 12.000 hektar dan produksi kakao baru mencapai 1.233 ton. Pada tahun 2005 produksi kakao mencapai 748.828 MT luasan 1.167.046 hektar, pada tahun 2006 mencapai 769.386 MT luasan areal 1.320820 hektar, pada tahun 2008 mencapai 803.594 MT luasan areal 1.425.216 dan pada tahun 2009 mencapai 809.583 MT 1.587.136 hektar. Penurunan produksi hanya terjadi pada tahun 2007 sebesar 740.006 MT dengan luasan areal 1.379.279 hektar, untuk data lengkapnya dapat dilihat pada lampiran (DirjenBun, 2011) .

Posisi Indonesia dalam Perkakaoan Dunia Pertumbuhan produksi kakao Indonesia relatif tinggi dengan rata-rata sebesar

5,0% pertahunnya, sementara konsumsi tumbuh 4,8% dengan kecenderungan terus meningkat. Indonesia merupakan pemasok ketiga terbesar di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana dengan market share 13,6% dari total produksi dunia. Hingga tahun 2011, ICCO (International Cocoa Organization) memperkirakan produksi kakao dunia akan mencapai 4,05 juta ton, sementara konsumsi akan mencapai 4,1 juta ton, sehingga akan terjadi defisit sekitar 50 ribu ton pertahun. Hal ini di perkirakan akan terus berlangsung pada tahun-tahun selanjutnya (Suryani, 2007).

Gambar 1. Konsumsi dan Produksi Kakao dunia tahun 2002-2006

Page 4: PERANAN CSP DALAM MENINGKATKAN MUTU DAN PRODUKSI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/9c7d3966c3a6567244d7abb95f09539a.pdf · 3 3. Belum terkuasainya teknologi tepat guna dan rendahnya

4

Peluang Indonesia dalam Perkakoan Dunia

Dari segi potensi kualitas dan cita rasa, kakao Indonesia dapat setara dengan kakao dari Ghana, keunggulan dan kelebihan kakao Indonesia dibandingkan dengan kakao yang berasal dari negara lain yakni memiliki melting – point yang tinggi sehingga tidak mudah meleleh dan cocok untuk blending

Keistimewaan lainnya, keunikan dan kelezatan produk kakao tidak di gantikan atau ditandingi oleh produk sejenisnya. Selain rasa enak. Cokelat juga sebagai produk olahan juga memiliki khasiat bagi kesehatan.

Kakao merupakan sumber antioksidan dan unsur-unsur lain yang baik bagi kesehatan manusia. Dengan demikian potensi untuk memposisikan industri kakao sebagai salah satu pendorong pertumbuhan dan distribusi pendapatan cukup terbuka lebar.

Konsumsi coklat dalam negeri Indonesia dan negara berkembang lainnya saat ini baru sekitar 0.06 kg/kap/thn, sementara Eropa mencapai 10.30 kg/kap/thn dan Amerika Serikat 5.30 kg/kap/thn. Dengan demikian, ada kesempatan mengembangkan industri pengolahan kakao dalam negeri dan memperkuat pasar ke Eropa dan Amerika serta mengembangkan pasar Asia terutama China, India dan Timur Tengah, untuk memenuhi konsumsi cokelat dunia. Pengembangan dan Peningkatan Produktivitas Kakao

Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Komoditas kakao menempati peringkat ke tiga ekspor sektor perkebunan dalam menyumbang devisa negara, setelah komoditas karet dan CPO. Pada 2006 ekspor kakao mencapai US$ 975 juta atau meningkat 24,2% dibanding tahun sebelumnya.

Iklim dan kontur tanah Indonesia (terutama di Sulawesi dan Sumatera) sangat sesuai untuk pengembangan tanaman kakao. Hal ini dibuktikan dengan luas lahan yang terus meningkat dan produktivitas yang terus membaik. Harga komoditas ini juga terus meningkat dan berada pada level yang tinggi yang menyebabkan banyak petani beralih ke komoditas ini. Kondisi dan Prospek Kakao Indonesia

Sentra pertanaman kakao untuk perkebunan Rakyat terbesar di 4 (empat) Provinsi di Sulawesi yaitu Sulawesi Tengah 178.683 ha, Sulawesi Tenggara 175.349 ha, Sulawesi Barat 115.781 ha, dan Sulawesi Selatan 99.441 ha, disusul Provinsi Nusa Tenggara Timur, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Maluku Utara dan Lampung ( masing-masing 37.883 ha, 36.380 ha,36.071 ha, 32.605 ha, dan 26.306 ha. Untuk perkebunan Besar Negara terbesar provinsi Jawa Timur dan Sumatera utara (masing-masing 22.850 ha dan 19.014 ha). Sedangkan untuk perkebunan besar swasta terbesar di Provinsi Sumatera Utara, Bengkulu an

Page 5: PERANAN CSP DALAM MENINGKATKAN MUTU DAN PRODUKSI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/9c7d3966c3a6567244d7abb95f09539a.pdf · 3 3. Belum terkuasainya teknologi tepat guna dan rendahnya

5

Sulawesi Tengah (masing-masing 8.975 ha, 8.572 ha dan 5.572 ha) (Komkaindo, 2006)

Produksi kakao Perkebunan Rakyat terbesar di Sulawesi, Kalimantan Timur, Sumatera Utara (masing-masing 436.396 ton (74.4 %), 25.395 ton (4,3%) dan 25.274 ton (4,3%) di susul Provinsi Lampung, Irian Jaya, Nusa Tenggara Timur masing-masing 18.200 ton (3.1%), 15.369 ton (2.6%) dan 13.962 ton (2.4%). Untuk Perkebunan Besar Negara terbesar di provinsi Sumatera Utara, Jawa Timur, Lampung dan Maluku masing-masing sebesar 7.659 ton, 2.926 ton, 2.696 ton dan 2.550 ton

Kondisi perkakaoan Indonesia berangsur membaik sejak digalakkannya berbagai program peningkatan kakao sebagai hasil dari kolaborasi yang baik dari setiap stake holder kakao mulai dari hulu sampai hilir. Pada gambar 3 memperlihatkan peningkatan area tanaman kakao dan jumlah produksi pertahunnya.

Peningkatan area pertanian kakao ternyata tidak sepenuhnya menjadi sebuah solusi dalam peningkatan produksi kakao di Indonesia hal ini dapat dilihat pada gambar 4 yang memperlihatkan produktivitas kakao Indonesia yang pada tahun 2005.

Peningkatan mutu kakao Penanganan pasca panen dan pengolahan hasil kakao, sebagai salah satu

sub-sistem agribisnis sangat menentukan mutu produk yang dihasilkan, dan perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan dan penerapan pengolahan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi memenuhi jumlah yang layak untuk membangun jalur dan mekanisme pemasaran hasil yang menguntungkan. Selain itu dengan cara pengolahan yang baku, konsistensi mutu dapat diterapkan secara optimal. Salah satu falsafah manajemen mutu adalah mutu suatu produk sangat ditentukan oleh setiap tahapan proses produksi . Untuk itu tahapan proses produksi yang menjamin kepastian mutu

0200,000400,000600,000800,000

1,000,0001,200,0001,400,0001,600,0001,800,000

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Prod

uktiv

itas

Tahun

Luas Arel (Ha)

64.1658.25 53.65 56.38

51.01 51.14

010203040506070

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Prod

uktiv

itas

Tahun

Produktivitas

Page 6: PERANAN CSP DALAM MENINGKATKAN MUTU DAN PRODUKSI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/9c7d3966c3a6567244d7abb95f09539a.pdf · 3 3. Belum terkuasainya teknologi tepat guna dan rendahnya

6

harus didefenisikan secara jelas dengan tolak ukurnya. Pengawasan dan pemantauan setiap tahapan proses dilakukan secara rutin agar saat terjadi penyimpangan mutu suatu tindakan koreksi dan pembenahan yang tepat sasaran dapat segera dilakukan. Umpan balik jika terjadi penyimpangan mutu dari masing-masing tahapan produksi sangat diperlukan (Komkaindo, 2006)

ANALISIS DATA Pendekatan dan Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian ekspost facto dalam artian peneliti tidak melakukan perlakukan melainkan peneliti hanya mengamati perlakuan yang telah terjadi sebelumnya. Pendekatan penelitian adalah kombinasi kualitatif dengan kuantitatif, dalam artian bahwa peneliti mengamati kinerja petugas lapangan dalam melaksanakan program CSP serta menganalisis data secara kuantitatif mengenai peningkatan produksi dan mutu kakao sebelum dan setelah diterapkan program CSP. Adapun strategi penelitian ini adalah studi kasus dalam artian mengumpulkan data yang terjadi dilapangan sesuai kebutuhan analisis penelitian.

Pengelolaan Peran sebagai peneliti Pada penelitian ini kehadiran peneliti dalam setting sebagai pengamat penuh

dimana kehadiran peneliti diketahui oleh informan Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh binaan dari mitra CSP yang meliputi 10 kabupaten yakni; Bantaeng, Bulukumba, Sinjai, Bone, Soppeng, Sidrap, Wajo, Enrekang, Luwu dan Luwu Timur,

Sumber Data dan Pengumpulan Data Sumber data mengenai kinerja CSP digunakan wawancara mendalam dan

observasi terhadap petugas lapangan CSP melalui pedoman wawancara dan lembar observasi, sedangkan untuk memperoleh data mengenai produksi dan mutu kakao merupakan data dokumentasi yang diperoleh dari daerah binaan CSP.Kisi-kisi instrumen yang digunakan dapat dilihat pada lampiran 1 (satu). Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk mendeskripsikan hasil observasi, yakni berupa tabel dan diagram, serta untuk menguji hipotesis penelitian dengan membandingkan produksi kakao sebelum dan sesudah dilaksanakan program CSP baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

Page 7: PERANAN CSP DALAM MENINGKATKAN MUTU DAN PRODUKSI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/9c7d3966c3a6567244d7abb95f09539a.pdf · 3 3. Belum terkuasainya teknologi tepat guna dan rendahnya

7

Kerangka Konseptual Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Cocoa Sustainability Partnership (CSP) Cocoa Sustainability Partnership (CSP) merupakan kerjasama kemitraan

antara pemerintah, swasta dan semua pendukung sektor kakao yang mengkoordinir kegiatan-kegiatan pengembangan kakao dilapangan, tukar menukar pengalaman dan berbagi informasi. Sekretariat CSP berada di makassar, Sulawesi Selatan. Dulu, program-program pengembangan kakao Indonesia cenderung berjalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi dan kerjasama yang optimal, Karena kondisi begitulah, lahirnya CSP.

Keanggotaan CSP

Forum CSP terbuka untuk kalangan industri dan perdagangan kakao nasional maupun internasional, pemerintah regional, lembaga penelitian, organisasi sektor publik, supplier sarana produksi pertanian, para donor internasional, dan LSM. Sampai sekarang mitra aktif CSP adalah :

ACDI VOCA Indonesia, ACIAR, AMARTA, ASKINDO, BPTP Sulawesi Selatan, Dinas Koperasi dan UKM Sulawesi Selatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulawesi Selatan, Dinas Perkebunan Sulawesi Selatan, Dinas Perkebunan Sulawesi Barat, Internasional Finance Corporation (IFC), PT.Mars Symbioscience Indonesia, PT. ECOM, PT. Nedcommodities Makmur Jaya (Continav.BV), PT.ARMAJARO, Puslitkoka, Rainforest Alliance (lembaga sertifikasi), Swisscontact, Univeristas Hasanuddin, UTZ (Lembaga sertifikasi), Veco Indonesia

Petani Kakao

Memberikan pelatihan,penyuluhan ,dan

informasi kakao

Mutu dan produksi tinggi

Mutu dan produksi rendah

Keterampilan dan pengetahuan petani

meningkat

Tidak memiliki pengetahuan dan

informasi yang cukup mengenai kakao

Perlakuan terhadap kakao masih berdasarkan

pengalaman/tradisional

Adanya Program CSP Alih Teknologi

Page 8: PERANAN CSP DALAM MENINGKATKAN MUTU DAN PRODUKSI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/9c7d3966c3a6567244d7abb95f09539a.pdf · 3 3. Belum terkuasainya teknologi tepat guna dan rendahnya

8

Berdasarkan data di atas maka dapat di kemukakan deskripsi hasil produksi sebelum diberikan pembinaan (data awal 2007) dan setelah dilakukan pembinaan (data 2008-2010) oleh CSP-ASKINDO, dapat dilihat pada tabel 8 sebagai berikut :

Tabel 8. Tabel Data Produksi sebelum dan sesudah pembinaan

No Nama Petani Wilayah Produksi

(Data Awal) 2007 2008 2009 2010

1 Muh.Abduh Enrekang 400 552 585 645 2 Ramli Marisi Sidrap 400 418,6 430 455 3 M.Wasiuddin Ishak Wajo 300 272 235,6 321 4 H.Mustamin Wajo 200 294,4 314,3 346 5 Abu Luwu Timur 200 211 300 300 6 H.Mappiasang Luwu 400 231 314 400 7 H.Mustamin Soppeng 600 1013 760 678 8 Muliadi Soppeng 173 223 340 432 9 Sukardi Soppeng 400 412 400 430

10 H.Panna Bone 300 309 425 400 11 Abd.Rajab Sinjai 300 317,5 652 580 12 Rahman Sinjai 200 200 312 350 13 H.Sukardi Bulukumba 750 987 1558 900 14 Abd.Manaf Bulukumba 500 932 698 600 15 Abri, SPd Bulukumba 300 368,5 368 400 16 H.Abd.Gani Bantaeng 500 535 473 475 17 H.Alam Nur Bantaeng 1000 1099 565 536 18 Ahmad Ridha Bantaeng 500 661 652 650

Rata-rata 413.11 545 549.8 485.47 Berdasarkan tabel di atas dapat dibuat diagram, sebagai berikut :

Gambar 6. Diagram Hasil Produksi 2007-2010

Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa hasil rata-rata produksi kakao pada 18 lahan binaan yang tersebar di provinsi Sulawesi-selatan terlihat bahwa produksi kakao mengalami peningkatan dari tahun 2007( sebelum pembinaan) sampai 2010, namun nilai peningkatan ini belum merata di setiap wilayah binaan,

413.12

545.00 549.80485.47

0

100

200

300

400

500

600

(Data Awal) 2007

2008 2009 2010

Jum

lah

Prod

uksi

Rata-Rata Produksi Kakao Sul-Sel

Rata-Rata Produksi/Thn

Page 9: PERANAN CSP DALAM MENINGKATKAN MUTU DAN PRODUKSI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/9c7d3966c3a6567244d7abb95f09539a.pdf · 3 3. Belum terkuasainya teknologi tepat guna dan rendahnya

9

dari 18 wilayah binaan hanya ada 10 wilayah yang mengalami peningkatan produksi, sedangkan beberapa wilayah lainnya memperlihatkan terjadinya penurunan produksi.

Adanya peningkatan dan penurunan produksi kakao pada lahan binaan CSP di sebabkan oleh beberapa faktor di antaranya adanya serang hama dan penyakit pada lahan kakao, yang merupakan faktor utama yang menyebabkan penurunan produksi dan kualitas kakao. Faktor yang kedua adalah belum intensnya para pekerja dalam menerapkan program alih teknologi di lahan kakao mereka, ini dapat di lihat pada data persentase penerapan program alih teknologi di lahan kakao yang meliputi kegiatan pemangkasan, pemupukan, panen sering dan sanitasi. Salah satu fungsi penerapan program alih teknologi ini adalah tidak lain untuk mencegah serangan hama dan penyakit pada tanaman kakao, sehingga petani yang secara rutin menerapkan program alih teknologi di lahan kakao mereka juga akan terlihat terus mengalami peningkatan produksi kakao di tiap tahunnya. Dapat dilihat pada table 8 untuk data produksi kakao dan table persentase kegiatan petani dalam menerapkan alih teknologi pada table 9, 10 dan 11. Deskripsi Pembinaan Alih Teknologi

Para petani tersebut diberikan pembinaan mengenai Alih teknologi yang meliputi bagaimana pemangkasan yang baik ,sanitasi, pemupukan, panen sering dan rehabilitasi dengan melakukan sambung samping atau yang lebih dikenal dengan P3S. Deksripsi Pembinaan Mutu

CSP-ASKINDO juga memberikan pengarahan mengenai mutu kakao yang baik agar lebih bernilai tinggi, seperti penanganan pasca panen, apa yang dilakukan setelah panen.

Field facilitator dilapangan hanya memberikan pengarahan agar kakao yang sudah dipanen kemudian dibelah lalu dijemur, mutu akan lebih baik apabila dilakukan fermentasi tetapi kenyataan dilapangan sangat tidak memungkinkan, karena petani enggan melakukan fermentasi dikarenakan tidak adanya perbedaan harga, sedangkan waktu untuk melakukan fermentasi membutuhkan waktu seminggu.

Peningkatan mutu hasil tanaman kakao tidak bisa berjalan dengan baik karena setelah panen petani tidak sempat untuk melakukan pengeringan biji kakao sesuai dengan standar yang dianjurkan, hal ini juga dipicu oleh keberadaan pedagang pengumpul yang langsung membeli biji kakao dari petani tanpa mempertimbangkan mutu biji kakao, sehingga petanipun rela menjualnya meski bukan berdasarkan mutunya tetapi bobot. Kinerja Program Cocoa Sustainability Partnership (CSP)

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa program transfer teknologi sangat di butuhkan oleh petani, karena awal tujuan dilakukan pembinaan ini adalah utamanya untuk meningkatkan produksi dan menambah pengetahuan petani, karena pada dasarnya petani telah melakukan segala kegiatan-kegiatan transfer teknologi namun masih belum terarah dan belum begitu mengetahui tujuan dari masing-masing kegiatan tersebut, karena melakukan hanya berdasarkan pengalaman dan sekedar ikut-ikutan.

Keberadaan CSP-ASKINDO bertugas merekrut petugas lapangan atau dikenal dengan Field Facilitator untuk bertugas mendampingi petani dalam hal teknis kakao dibeberapa kabupaten di Sulawesi Selatan, adapun tujuan dari pembinaan ini agar penerapan teknologi dapat di aplikasi oleh seluruh petani dimana saja, selain petani binaan CSP ASKINDO, juga diadopsi oleh petani-petani

Page 10: PERANAN CSP DALAM MENINGKATKAN MUTU DAN PRODUKSI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/9c7d3966c3a6567244d7abb95f09539a.pdf · 3 3. Belum terkuasainya teknologi tepat guna dan rendahnya

10

mandiri yang melihat keberhasilan dari petani demplot sehingga menerapkannya dikebun masing-masing.

Gambar 7. Luas Area dan Jumlah Produksi Kakao di Sul-Sel

Dari tingkat luas area kakao dan jumlah produksi kakao di atas diperoleh tingkat produktivitas pada gambar 8 berikut : Gambar 8. Tingkat Produktivitas kakao di Sul-Sel

Berdasarkan hal tersebut diatas memberi indikasi bahwa program Alih Teknologi telah berfungsi dengan baik dalam peningkatan produksi petani binaan dan menambah pengetahuan petani. Field facilitator yang melakukan pendampingan terhadap petani binaan maupun petani mandiri, menginginkan apa yang didapatkan selama mengikuti training dan workshop bisa di transfer ke petani sehingga lebih intensif untuk perawatan kebun karena apabila berhasil, petani akan terbantu dari segi finansial . Perbaikan Program CSP

Cocoa Sustainability Partnership atau lebih dikenal dengan CSP adalah suatu forum koordinasi yang menghimpun seluruh stake holder yang berkecimpung di dunia perkakaoan, yang anggotanya berasal dari berbagai kalangan (NGO, perusahaan-perusahan yang begerak dibidang perkakaoan, dan Instansi terkait).

Sejak tahun 2008, CSP telah aktif menjalankan berbagai programnya untuk meningkatkan produktivitas dan mutu kakao di Sulawesi selatan, salah satunya adalah program alih teknologi namun masih hingga sekarang program ini belum berjalan dengan maksimal, masih banyak kendala yang ditemui dilapangan, salah

-

50,000.00

100,000.00

150,000.00

200,000.00

250,000.00

300,000.00

2007 2008 2009 2010

Luas

Are

a (H

a) d

an P

rodu

ksi

(Ton

)

Tahun

Luas Area dan Jumlah Produksi biji Kakao

Prov. Sul-Sel Tahun 2007-2010LUAS AREAL (HA)

PRODUKSI (TON)

-

500.00

1,000.00

2007 2008 2009 2010Prod

uktiv

itas (

Kg/H

a)

Tahun

PRODUKTIVITAS (KG/HA)

PRODUKTIVITAS (KG/HA)

Page 11: PERANAN CSP DALAM MENINGKATKAN MUTU DAN PRODUKSI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/9c7d3966c3a6567244d7abb95f09539a.pdf · 3 3. Belum terkuasainya teknologi tepat guna dan rendahnya

11

satu diantaranya adalah tingkat pendidikan petani yang rata-rata masih tergolong rendah sehingga transfer teknologi sangat susah untuk dilakukan, untuk itu beberapa hal yang perlu dibenahi seperti penilaian ulang rencana strategis kedepan, dukungan penuh terhadap setiap program Riset and Development dan Transfer Teknologi oleh para stake holder dalam hal ini diperlukan komunikasi, koordinasi dan sinergitas satu sama lain. Diperlukan perluasan layanan penyuluhan petani oleh setiap pelaku program dilapangan bail itu R & D maupun transfer teknologi hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan adopsi transfer ilmu kepada petani. Dan yang terakhir adalah diperlukannya system pelaporan yang efektif dari setiap program, monitoring dan evaluasi program serta peningkatan sarana informasi dan komunikasi.

Di harapkan CSP ke depan bisa menjadi oganisasi nasional yang dapat menyatukan visi dan misi para anggotanya sehingga permasalahan yang ada dalam dunia perkakaoan dapat teratasi tanpa adanya perbedaan pendapat, berbagai masalah yang timbul dari setiap kebijakan tidak mampu terlaksana secara optimal dikarenakan selama ini masih banyak stake holder yang dalam memainkan perannya masih berdasarkan kepada kepentingan masing-masing. Hal ini terjadi karena system keorganisasian CSP belum terkoordinir dengan baik. Dengan adanya keberadaan setiap stake holder di setiap daerah, diharapkan mampu lebih terkoordinir dengan baik sehingga untuk kedepannya mampu membentuk suatu lembaga nasional. Untuk menguatkan roda kelembagaan CSP ini tidaklah sulit di karenakan di beberapa daerah di Indonesia telah terbentuk forum CSP, seperti di Sulawesi selatan, Aceh, Flores dan Ambon, selain itu di beberapa daerah di Indonesia juga telah memiliki banyak anggota yang bekerja pada skala nasional dalam bidang perkakaoan, misalnya ICCRI, Dinas Perkebunan, BPTP, ACIAR, Mars, Continaf, Armajaro, Ecom, RA dan UTZ dan lain-lain.

Salah satu program kedepan CSP adalah mencanangkan penerapan Sertifikasi Mutu Nasional kepada para petani. Sejak tahun 2010, penerapan Sertifikasi Kakao telah mulai dicanangkan, manfaat penerapan serifikasi kakao ini di nilai akan berdampak positif kepada petani kakao karena akan meningkatkan kualitas, produktivitas dan profitabilitas para petani kakao. Namun perumuskan indikator standar yang telah ditetapkan oleh lembaga-lembaga sertifikasi akan dirasakan berat penerapannya karena sistem penerapannya harus sejalan dengan budaya dan kondisi local para petani. Namun dengan kerja sama antar semua pemangku kepentingan (stakeholders) untuk sektor kakao di Indonesia, yang terdiri dari unsur pemerintah, lembaga keamanan pangan, akademisi, trader dan eksportir, NGO, petani yang diwakili oleh gabungan kelompok tani atau kelompok tani, dan lembaga sertifikasi, akan menjadi jaminan suksesnya penerapan program sertifikasi ini.

Penerapan sertifikasi akan menjadi tantangan bagi petani kakao di Indonesia mengingat pada tahun 2015 nanti, penerapan sertifikasi sudah mulai diberlakukan oleh market global dengan tidak akan membeli kakao tanpa adanya sertifikasi. Dengan adanya pemberlakuan sertifikasi oleh pasar internasional dapat menjadi hal yang positif terhadap peningkatan produktifitas dan kualitas kakao nasional, sehingga pada akhirnya setelah program CSP berakhir, diharapkan program Sertifikasi Kakao ini menjadi jaminan agar para petani kelak akan tetap melakukan program alih teknologi untuk mendukung pemberlakuan sertifikasi ini. Sehingga dengan adanya penerapan sistem sertifikasi ini dapat menjadi salah satu indikator nasional yang nantinya akan menjamin keberlangsungan produksi kakao sampai generasi mendatang.

Page 12: PERANAN CSP DALAM MENINGKATKAN MUTU DAN PRODUKSI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/9c7d3966c3a6567244d7abb95f09539a.pdf · 3 3. Belum terkuasainya teknologi tepat guna dan rendahnya

12

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Terdapat peningkatan produksi setelah dilakukan pembinaan dan pendampingan

oleh Field Facilitator CSP ASKINDO yang meliputi 10 Kabupaten di Sulawesi Selatan, dengan cara menerapkan program Alih Teknologi, walaupun dalam penerapannya masih ada yang tidak rutin dilakukan seperti pemangkasan dan sanitasi, dan juga Produksi menurun bukan semata-mata karena tidak dilakukannya penerapan P3S yang intensif, tetap ada faktor lain yakni serangan hama dan penyakit, karena alasan tersebut maka CSP di dirikan. Program CSP bertujuan untuk meningkatkan produksi dan mutu dengan penerapan Alih teknologi

2. Pengarahan dalam pembinaan mutu tidak terlaksana dengan baik hal ini dikarenakan, petani menjual kakaonya berdasarkan bobotnya , tidak berdasarkan mutunya,

3. Pembinaan CSP ASKINDO berakhir pada tahun 2010, namun penerapan program CSP Alih Teknologi tetap dilaksanakan dengan baik, dan juga para member CSP tetap melakukan dan menerapkan program CSP di wilayah yang berbeda untuk keberlanjutan kakao. Sistem kelembagaan serta peran masing-masing member dalam CSP masih belum jelas, sehingga sangat dikhawatirkan pelaksanaan program dapat di lakukan secara berkeberlanjutan. Penerapan alih teknologi kedepannya akan terus dilakukan oleh petani untuk menunjang program sertifikasi yang nantinya akan menjamin keberlangsungan produksi kakao sampai generasi mendatang.

Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, Agar penerapan program dapat lebih dirasakan secara merata maka hal yang diharapkan dapat dilakukan adalah :

1. Perlu dilakukan pengarahan atau pembinaan melalui workshop mengenai peningkatan mutu kakao melalui program alih teknologi kepada para petani agar biji kakao yang dihasilkan lebih bernilai jual.

2. Setelah proses pendampingan selesai, diperperlukan adanya monitoring kepada para petani agar tetap melakukan prosedur alih teknologi secara berkelanjutan yang telah didapatkan dari FF.CSP ASKINDO untuk meningkatkan produksi dan mutu kakao.

3. CSP sebaiknya kerjasama degan para member untuk melakukan pemetaan dasar atas luas perkebunan kakao binaan agar setiap member mengetahui peran dan tugasnya masing-masing sehingga perencanaan program dapat berjalan dengan baik, mengingat setiap daerah memiliki kebutuhan yang berbeda. Diperlukan konsistensitas dan kerja sama antar semua pemangku kepentingan (stakeholders) untuk sektor kakao di Indonesia dalam mengawal penerapan program Sertifikasi Kakao Nasional, sehingga mampu berjalan dengan baik tanpa mengedepankan unsur kepentingan masing-masing.

Page 13: PERANAN CSP DALAM MENINGKATKAN MUTU DAN PRODUKSI …pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/9c7d3966c3a6567244d7abb95f09539a.pdf · 3 3. Belum terkuasainya teknologi tepat guna dan rendahnya

13

Daftar Pustaka

Anonim, Data Statistik Ditjenbun, Jakarta, 2009 Anonim, Data Statistik Kementerian Pertanian, Jakarta 2010 Anonim, Data Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan, 2010 Asosiasi Kakao Indonesia, Indonesian International Cocoa Conference, Bali 2007 CSP News, CSP Bulletin Vol :1, 2008 Dr.Jhon Konam dan Yak Namaliu, Pengelolaan Hama dan Penyakit Terpadu untuk

Produksi Kakao Berkelanjutan, Australia Centre International Agriculture Research (ACIAR), 2009 Dwi Muhtaman, Rencana Strategi CSP 2011-2014, Jakarta, 2010 Komisi Kakao Indonesia, Direktori dan Revitalisasi Agribisnis Kakao Indonesia

dalam menghadapi Era, Jakarta, 2006 Mumford, J.D. AND Ho,S.H. 1998. Control of the Cocoa pod Bored. Cocoa

Growers Bulletin No 40 : 19-29 Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka), Lembaga Riset Pelita

Perkebunan, Jurnal Penelitian Kopi dan Kakao Vol 26, Jember 2010 Smallholders Agribusiness Development Indonesia (SADI), ACIAR Rekomendasi

Strategis untuk Revitalisasi Kakao, Sulawesi Selatan, 2008 Suryani, Dinie, Zulfebriansyah, 2007, Komoditas Kakao : Potret dan Peluang

Pembiayaan Economic Riview, Desember 2007 T. Wahyudi dan T.R Panggabean, Kakao Manajemen Agribisnis dari Hulu ke Hilir

, Jakarta, 2008 Van Grinsven, P., 2003. CPB problem in Sulawesi: Overview 0.11