KUALITAS AIR SUNGAI BONE (GORONTALO)...
Transcript of KUALITAS AIR SUNGAI BONE (GORONTALO)...
KUALITAS AIR SUNGAI BONE (GORONTALO) BERDASARKAN
BIOINDIKATOR MAKROINVERTEBRATA
WATER QUALITY OF BONE RIVER IN GORONTALO BASED ON MACROINVERTEBRATES BIOINDICATOR
Rotua Lelawaty Simamora1), Amran Achmad2), dan Inayah Yasir3)
1) Pusat Pengelolaan Ekoregion Sulawesi dan Maluku - KLH 2) Laboratorium Konservasi, Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin
3) Laboratorium Biologi Laut, Fakultas Ilmu Kelautan, Universitas Hasanuddin
Alamat Korespondensi :
Rotua Lelawaty Simamora PPE Sulawesi, Maluku dan Papua Kementerian Lingkungan Hidup Jl. Perintis Kemerdekaan KM 17, Makassar HP : 0812342645865 Email : [email protected]
Abstrak Titik berat pemantauan kualitas air sungai selama ini adalah parameter fisika-kimia air. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualitas air Sungai Bone di Propinsi Gorontalo dengan teknik biomonitoring menggunakan bioindikator makroinvertebrata, menggunakan parameter kekayaan taksa (Taxa Richness), persentase Ephemeroptera, Plecoptera dan Trichoptera (%EPT), dan Family Biotic Index. Pengambilan contoh biota dilakukan pada enam stasiun sampling yang diletakkan secara purposive dengan mempertimbangkan ragam pemanfaatan sempadan sungai dan gangguan hidraulik sungai. Satu diantara 6 stasiun diletakkan pada bagian sungai yang ekosistemnya diperkirakan masih baik sebagai pembanding. Pengambilan contoh biota dilakukan dengan handnet pada bagian kanan, kiri dan tengah sungai. Contoh biota diidentifikasi sampai tingkat famili. Pada bagian-bagian tertentu Sungai Bone telah mengalami penurunan kekayaan taksa antara 12 sampai 20 family menjadi hanya 6 family pada bagian hilir. Persentase EPT juga menurun di bagian hilir. Pada bagian yang masih baik didapatkan EPT lebih dari 60%, sementara di bagian hilir, EPT kurang dari 1%. Berdasarkan berbagai parameter biotik yang diperiksa, Sungai Bone telah mengalami pencemaran dan gangguan ekosistem pada level menengah, dan bagian paling hilir tercemar berat.
Kata kunci : biomonitoring, kekayaan taksa, family biotic index
Abstract Water quality monitoring has been focusing on physical-chemistry parameters. This study aims to evaluate the water quality of Bone River in Gorontalo Province by using biomonitoring technique which used macroinvertebrates as bioindicator. The metrics used in the examination were Taxa Richness, percentage of Ephemeroptera, Plecoptera and Trichoptera (%EPT), and Family Biotic Index (FBI). Samples were obtained from 6 sampling stations. They were located purposively by considering various use of landbase, and hydraulic disturbance of the river. One of the stations was located in part of the river considered as still having good ecosystem. Macroinvertebrates samples were taken by handnet on the right, midlle and left part of the river. Biota samples identified up to family level. The finding reveal that in some part of Bone River, there has been a decline of taxa from 12 - 20 to 6 families. The percentage of EPT at the good part of the river, it is still 60% while at the downstream less than 1%. The examination of various biotic parameters reveal that pollution and ecosystem disturbance have happened in Bone River at medium level, while the downstream part there has been high level of pollution. Key words : biomonitoring, taxa richness, family biotic index
PENDAHULUAN
Air sebagai integrator dalam sebuah daerah aliran sungai (DAS), akan mencerminkan
segala tekanan antropogenik yang dialaminya. Berbagai tekanan tersebut, secara kualitatif
dan kuantitatif dapat menyebabkan kepunahan pada tingkat yang berbeda-beda pada
organisme, dan bahkan pada seluruh taxa (Sioli, 1998). Dengan demikian organisme dalam
suatu ekosistem sungai dapat dijadikan indikator untuk menentukan tingkat kesehatannya.
Norris, dkk., (1999) dalam Sudarso (2009) menyebutkan perlunya penggunaan materi
biologi sebagai bioindikator dalam manajemen perairan. Data biologi lebih berkaitan
langsung dengan kondisi ekologi atau kesehatan ekosistem perairan daripada data kimia
(Campbell, 2002). Karakter biota seperti keberadaan jenis atau kelimpahannya dapat menjadi
petunjuk adanya perubahan status atau kondisi suatu lingkungan (Spellman, dkk., 2001).
Bioindikator makroinvertebrata bentik memiliki beberapa kelebihan, (1) mudah
dijumpai dimana saja, (2) spesiesnya kaya, memiliki beragam respon terhadap tekanan
lingkungan, (3) sifatnya menetap, (4) siklus hidupnya panjang, dan (5) dapat menunjukkan
bukti mengenai suatu kondisi dalam rentang waktu yang panjang (Spellman, dkk., 2001).
Menurut Arimoro, dkk., (2008) dalam Sudarso (2009), fauna makrobentik/bentos telah
digunakan secara luas sebagai indikator biologi guna menilai status kesehatan dan integritas
ekologi sebuah sungai, karena hewan tersebut berperan penting dalam rantai makanan.
Karena alasan-alasan tersebut, makroinvertebrata berperan sebagai continuous monitor bagi
air yang didiaminya (Spellman, dkk., 2001). Makin tinggi keanekaragamannya, makin rendah
tingkat pencemarannya (Spellman, 1998).
Koridor Sungai Bone merupakan sarana konservasi air bagi wilayah di sekitarnya
karena menyediakan berbagai kebutuhan air, mulai dari air bersih, air untuk pertanian hingga
kegiatan pariwisata (Balihristi, 2008). Beberapa ancaman terhadap ekosistem sungai Bone
adalah pendangkalan sungai, penebangan kayu illegal dan pertambangan liar, (Balihristi,
2011), tambang galian pasir, dan pemukiman. Praktek penambangan emas tanpa ijin
menyebabkan pencemaran merkuri (Hg) terhadap Sungai Bone pada bagian tengah sampai ke
hilir (Balihristi, 2011). Pengelolaan Kualitas Air Sungai Bone selama ini hanya
menitikberatkan pada pemantauan secara fisika-kimia. Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi kualitas air Sungai Bone dengan teknik biomonitoring menggunakan
bioindikator makroinvertebrata.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Penelitian kualitas air Sungai Bone dilakukan di Gorontalo, meliputi ruas Sungai
Bone pada bagian Talubolo (Kabupaten Bone Bolango) sampai hilir (Kota Gorontalo).
Desain dan Variabel Penelitian
Metode sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Stasiun sampling dalam
penelitian ini terdiri dari enam stasiun yang ditentukan berdasarkan kombinasi ragam
pemanfaatan sempadan sungai dan aksesibilitas lokasi. Salah satu stasiun ditempatkan pada
bagian sungai yang diperkirakan masih bagus dan alami. Ruas sungai dengan kondisi
sempadan yang yang masih baik dan alami merupakan habitat yang paling disukai oleh
makroinvertebrata sehingga diperkirakan struktur komunitas di tempat tersebut paling
lengkap dan dapat menjadi pembanding bagi ruas sungai yang sudah terganggu atau
tercemar. Stasiun sampling dalam penelitian ini berturut-turut sampai ke bagian paling hilir
yaitu Talubolo (TB), Dumbaya Bulan (DB), Pintu Air (PA), PDAM (AM), Talumolo 2
(TM2) dan Talumolo 1 (TM1).
Variabel utama yang diamati dalam penelitian ini adalah jumlah dan family
makroinvertebrata perairan. Sampling makroinvertebrata menggunakan D-frame net (mesh
size 500 mikron).
Pengumpulan Data
Pengambilan data dilakukan pada bulan Oktober 2012. Sampling dilakukan pada
setiap stasiun dengan teknik mengaduk dengan kaki (kick methode) pada bagian berbatu dan
berarus deras dan teknik menyapu dengan jaring (sweep methode) pada bagian tepi sungai di
antara tumbuhan air. Pengambilan sampel dilakukan selama 6 menit dengan 3 kali
pengambilan, masing-masing 2 menit. Pengambilan dilakukan di tengah, di sisi kanan dan
kiri sungai. Identifikasi biota dilakukan sampai tingkat family oleh petugas berpengalaman.
Parameter fisika-kimia air seperti suhu, pH, kekeruhan (turbidity), daya hantar listrik (DHL)
dan oksigen terlarut atau dissolved oxygen (DO) serta padatan terlarut atau total dissolved
solid (TDS) tetap diukur di lapangan. Pengamatan juga dilakukan terhadap kondisi tutupan
dan penggunaan lahan di sempadan sungai.
Analisis Data
Data biota makroinvertebrata yang diperoleh sekurang-kurangnya akan terdiri atas (1)
family makroinvertebrata dan (2) jumlah individu tiap family. Data tersebut kemudian
dianalisis dengan menggunakan parameter (1) Kekayaan taksa (Taxa Richness), (2)
Kekayaan taksa biota sensitif pencemaran, yaitu Ephemeroptera, Plecoptera dan Trichoptera
(EPT Taxa Richness), (3) Persentase EPT, dan (4) Hilsenhoff Family Biotic Index (FBI).
HASIL PENELITIAN
Kondisi Sungai Bone dalam area studi dan parameter fisika-kimia yang diukur di
lapangan bervariasi pada setiap stasiun (Tabel 1). Gangguan yang tampak di lapangan adalah
pengubahan morfologi sungai, penambangan pasir, limbah domestik dan berkurangnya
penutupan lahan di sempadan sungai.
Dari enam stasiun sampling, terkumpul 1733 ekor makroinvertebrata. Dari jumlah
tersebut terindentifikasi 29 family makroinvertebrata, satu family dari Decapoda belum
teridentifikasi. Dari semua family, 21 family diantaranya merupakan Insecta (serangga).
Selebihnya merupakan family dari Decapoda, Gastropoda dan Oligochaeta. Ada tiga family
yang selalu dijumpai pada seluruh stasiun, yaitu dua kelompok serangga, Baetidae
(Ephemeroptera) dan Chironomidae merah (Diptera), dan satu kekerangan, yaitu Thiaridae
(Mesogastropoda). Kekayaan family setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 1.
Diantara makroinvertebrata yang dijumpai terdapat beberapa family yang masuk ke
dalam order Ephemeroptera dan Plecoptera. Dari jumlah keseluruhan individu sampel, dapat
ditentukan persentase relatif jumlah makroinvertebrata yang termasuk ke dalam order EPT
terhadap keseluruhan sampel seperti terlihat pada Gambar 2.
Berdasarkan jumlah masing-masing family makroinvertebrata dan nilai toleransi
terhadap pencemaran dapat ditentukan Hilsenhoff Family Biotic Indeks (FBI). FBI Sungai
Bone untuk setiap stasiun tercantum pada Gambar 3.
PEMBAHASAN
Penelitian ini memperlihatkan bahwa kualitas air terbaik ada di DB dan PA,
sedangkan kualitas air yang paling rendah ada di TM1. DB dan PA memiliki kekayaan family
yang tinggi, sementara TM1 memiliki hanya 6 family. Peningkatan kanekaragaman biota
berkorelasi dengan kesehatan ekosistem (Barbour, dkk., 1999). Antara stasiun DB dan PA,
kondisi stasiun, substrat, parameter fisika, dan kimia air hampir sama. Perbedaan adalah dari
segi gangguan hidraulik dan kerapatan tutupan. Untuk kedua faktor tersebut, DB lebih
mewakili kondisi ekosistem yang bagus. Sedangkan di PA terdapat pengaruh bendung dan
bronjong. Mengacu pada kekayaan family stasiun DB, maka penurunan kekayaan seperti
yang terjadi di TB, AM, TM2, dan TM1, merupakan petunjuk gangguan ekosistem dan
kualitas air Sungai Bone yang semakin tinggi ke hilir (TM1). Penurunan kualitas ekosistem
tersebut, jika dilihat dari segi pemanfaatan lahan dan kerapatan tutupan di sempadan, diikuti
pula dengan penurunan kekayaan taksa. Dua dari tujuh ordo serangga akuatik yang dijumpai
adalah serangga yang sensitif terhadap pencemaran yaitu Ephemeroptera dan Trichoptera
(Nugroho, 2006), sedangkan Plecoptera yang juga merupakan serangga sensitif pencemaran
(Nugroho, 2006), tidak dijumpai.
PA menjadi stasiun dengan family EPT terbanyak meskipun terdapat potensi
pencemaran dan gangguan hidraulik di tempat tersebut . Dari kekayaan family EPT, pengaruh
kondisi sempadan dan gangguan hidraulik terhadap penurunan jumlah family EPT baru
tampak pada stasiun AM, TM2 dan TM1. Penurunan kondisi tutupan dan peningkatan
gangguan di tempat-tempat tersebut diikuti dengan penurunan kekayaan family EPT. Pada
stasiun TB dan DB, yang relatif tidak ada gangguan hidraulik dan kondisi fisika-kimia relatif
sama, memiliki jumlah family EPT lebih rendah dari PA yang letaknya lebih di hilir. Hal ini
antara lain dapat disebabkan karena substrat TB yang lebih didominasi batuan yang terikat
kuat pada sedimen. Embeddednes dapat menjadi salah satu sumber variasi kondisi
mikrohabitat antarstasiun. Selain itu, yang tidak diketahui adalah besaran potensi pencemaran
limbah domestik yang bersumber pada pemukiman dan ternak dan limbah penambangan
emas (Balihristi, 2011).
Baik parameter kekayaan taksa (total) maupun EPT sama-sama menunjukkan bahwa
TM1 memiliki kualitas air dan ekosistem yang paling rendah. Kondisi kualitas air yang
septik, ditandai dengan kebauan yang tajam (Spellman, dkk., 2001) dan perubahan morfologi
sungai karena adanya pembetonan dan pengangkatan substrat oleh kegiatan penambangan
pasir di TM1 menjadi alasan kuat menurunnya jumlah makroinvertebrata. Dalam hal ini,
parameter kekakayaan taksa yang sangat berbeda antara TB, DB, PA, dan AM (16-20 family)
dengan TM2 dan TM1 (12 dan 6 family) menunjukkan perbedaan kualitas air. Begitu pula
dengan EPT yang hanya 1 family dan jumlahnya hanya 1 ekor pada stasiun TM1.
Keanekaragaman yang rendah merupakan salah satu ciri perairan pada zona septik (active
decomposition) dan zona polusi (Spellman, dkk., 2001).
Ordo Ephemeroptera, Plecoptera dan Trichoptera (EPT) merupakan kelompok yang
sensitif terhadap pencemar seperti logam dan insektisida (Iowater, 2005). Semakin tinggi
%EPT, kualitas air semakin baik. Persentase EPT tertinggi adalah stasiun DB, yaitu 64,83%
(Gambar 2). Berikutnya stasiun AM, yakni 63,41%. Stasiun TB, meskipun letaknya lebih di
hulu dan memiliki family EPT lebih banyak, ternyata tidak memiliki persentase EPT yang
tinggi. Diantara enam stasiun sampling, persentase EPT di stasiun TB hanya berada di urutan
kelima. Jadi, kualitas air di stasiun TB juga rendah, dengan EPT sejumlah 41,1%. Selisihnya
lebih dari 20% dengan stasiun DB yang memiliki %EPT terbaik. Embeddednes batuan yang
relatif tinggi dapat menjadi faktor pembatas populasi EPT di TB. Jika batuan tertanam kuat,
tempat hidup makroinvertebrata menjadi lebih sedikit (Spellman, dkk., 2001). EPT
merupakan kelompok yang juga banyak dijumpai diantara batuan (Spellman, dkk., 2001).
Empat stasiun, PA, AM, TM2 dan TM sama-sama memiliki gangguan hidraulik, namun
%EPT untuk AM termasuk tinggi. Persentase EPT terendah pada TM1 sebesar 0,7%, sesuai
karakteristik pencemaran dan kerusakan ekosistem yang terlihat di lapangan, kondisinya
tidak mendukung kehidupan biota sensitif seperti mayoritas kelompok EPT. Kondisi air di
TM1 juga sangat keruh (441 NTU). Berdasarkan %EPT, kondisi terbaik ada di stasiun DB.
Di stasiun DB, Sungai Bone memiliki sempadan selebar sekitar 200 m yang aman dan alami.
Vegetasi di sisi kiri sungai terlihat sangat rapat. Di stasiun PA, kualitas air menurun.
Meskipun kekayaan family EPT paling tinggi, namun jumlah individu EPT yang ditemukan
relatif rendah (46,6%). Hal ini diduga karena kiri kanan tebing sungai yang tadinya alami,
diintervensi dengan konstruksi pasangan batu (bronjong), mengakibatkan mikrohabitat
terganggu. Keberadaan bendung/pintu air memberikan pengaruh terhadap hidraulik sungai
(Maryono, 2007). Akan tetapi belum dapat dipastikan bahwa rendahnya jumlah individu EPT
di stasiun PA dipengaruhi hal tersebut.
Pada stasiun AM, kualitas air cenderung bagus. Di AM lebar sempadan sekitar 200 m
relatif bebas pemukiman. Pada stasiun TM2, kualitas air kembali menurun, dengan EPT
sebanyak 56,48%. Hal ini diduga disebabkan oleh ancaman limbah domestik dari pemukiman
dan ternak, serta penambangan pasir. Menurunnya %EPT di TM2, diiringi peningkatan
Tubificidae yang menjadi salah satu family dominan. Tubificidae merupakan
makroinvertebrata yang sangat toleran terhadap bahan organik yang tinggi (Ingram, dkk.,
1977). Secara umum rata-rata %EPT Sungai Bone adalah 45,52%. Dapat dikatakan Sungai
Bone cenderung tercemar pada level menengah kecuali pada TM1, tercemar berat dengan
%EPT kurang dari 1%.
Untuk menghitung Hilsenhoff Family Biotic Indeks (FBI), tingkat toleransi terhadap
pencemaran (tolerance value) diperoleh dari literatur. Informasi tingkat toleransi salah satu
family, Prosopistomatidae, tidak diketahui, sehingga FBI dihitung tanpa mengikutkan
Prosopistomatidae. Makin tinggi indeks, makin buruk kualitas airnya (Hilsenhoff, 1988).
Berdasarkan FBI, stasiun DB kembali menjadi stasiun dengan kualitas air terbaik (Good), dan
TM1 paling rendah (poor). Tiga stasiun PA, AM dan TM2 berada pada kelas yang sama,
yaitu Fair. Ketiga stasiun tersebut dan juga TM1 sama-sama memiliki gangguan hidraulik
terutama yang disebabkan oleh pembongkaran substrat sungai. Dalam hal ini pola
kecenderungan FBI mendekati pola gangguan yang bersumber dari penggunaan lahan,
perubahan faktor hidraulik maupun kerapatan penutupan sempadan sungai. Terkait dengan
kualitas air di TB, fairly poor, belum dapat dijelaskan hubungan antara FBI dengan kegiatan
antropogenik di sempadannya. Secara fisik kerapatan tutupan di TB bagus dan secara
hidraulik, ruas sungai di TB juga relatif tidak terganggu. Secara umum rata-rata FBI dari 6
stasiun sampling di Sungai Bone adalah 5,61 yang berarti kualitas air Fair atau sedang.
Hal yang menarik dari studi ini, empat stasiun dengan %EPT tertinggi dan FBI rendah
(kualitas air semakin baik), adalah juga empat stasiun dengan dominasi serangga family
Baetidae dari order Ephemeroptera. Makroinvertebrata yang lebih tahan terhadap
pencemaran seperti Chironomidae merah (Diptera), dan satu kekerangan, yaitu Thiaridae
(Mesogastropoda) muncul pada seluruh stasiun. Menurut Oey, dkk (1978) dalam Fachrul
(2007) dengan terjadinya perubahan faktor fisika, kimia dan biologi perairan, maka jenis
biota air yang mempunyai daya toleransi tinggi akan mengalami peningkatan dan penyebaran
yang luas. Organisme yang toleran dapat tumbuh dan berkembang dalam kisaran kondisi
lingkungan yang kualitasnya buruk. Sebaliknya, jenis biota air yang tidak toleran akan
tersebar pada perairan tertentu.
KESIMPULAN DAN SARAN
Ekosistem Sungai Bone cenderung terganggu dan kualitas airnya tercemar pada level
sedang/menengah dengan kekayaan family makroinvertebrata bervariasi antara 12-20 family
dengan rata-rata EPT 45,52% dan FBI 5,61 (Fair), kecuali pada bagian hilir yang tercemar
berat dengan 1 family dan EPT kurang dari 1% dan FBI 6,81 (Poor) . Ruas Sungai Bone pada
bagian Dumbaya Bulan memiliki kondisi yang terbaik berdasarkan parameter kekayaan
taksa, persentase EPT dan family biotic index, dan bagian Talumolo 1 merupakan kondisi
yang terburuk berdasarkan semua parameter.
Evaluasi kualitas air secara biologi atau biomonitoring dianjurkan menggunakan
beberapa parameter dan memperluas area studi Sungai Bone baik secara longitudinal (hingga
ke hulu) maupun secara lateral (mencakup sempadan) untuk melengkapi informasi mengenai
pengaruh dinamika koridor sungai terhadap ekosistem maupun kualitas air.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyampaikan terimakasih kepada Kementerian Lingkungan Hidup yang
telah mendanai proses penelitian, Balihristi Propinsi Gorontalo, BLH Kabupaten Gorontalo,
Ecoton dan berbagai pihak yang telah membantu proses penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Lingkungan Hidup, Riset dan Teknologi Informasi (Balihristi) Propinsi Gorontalo. (2008). Profil Sungai Gorontalo. Gorontalo. Balihristi.
Badan Lingkungan Hidup, Riset dan Teknologi Informasi (Balihristi) Propinsi Gorontalo. (2011). Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Provinsi Gorontalo 2011. Gorontalo. Balihristi.
Barbour, M.T., Gerritsen, J., Snyder, B.D. dan Stribling, J.B. (1999). Rapid Bioassessment Protocols for Use in Streams and Wadeable Rivers: Periphyton, Benthic Macroinvertebrates and Fish, Second Edition. EPA 841-B-99-002. U.S. Environmental Protection Agency; Office of Water; Washington, D.C. (online) http://www.epa.gov/OWOW/monitoring. techmon.html diakses 8 Februari 2013
Campbell, I. C. (2002). Biological Monitoring and Assessment using Invertebrates. In F. R. Burden, I. McKelvie, U. Forstner, & A. Guenther, Environmental Monitoring Handbook. New York, United States. McGraw-Hill.
Fachrul, M. F. (2007). Metode Sampling Bioekologi. Jakarta. Bumi Aksara. Hilsenhoff, W. L. (1988). Rapid Field Assessment of Organic Pollution with a Family-level
Biotic Index. Journal of The North American Benthological Society , 65-68. Ingram, B. A., Hawking, J. H., & Shiel, R. J. (1977). Aquatic Life in Freshwater Ponds: A
Guide to Identification and Ecology of Life in Aquaculture Pods and Farm Dams in South Eastern Australia. Albury. NSW: Cooperative Research Centre for Freshwater Ecology.
IOWATER. (2005). Benthic Macroinvertebrates Indexing www.iowater.net/publication/ benthicmanual.pdf (online) diakses 11 Februari 2013
Maryono, A. (2007). Restorasi Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Nugroho, A. (2006). Bioindikator Kualitas Air. Jakarta. Universitas Trisakti. Sioli, H. (1998). Tropical Continent Habitats. In M. E. Soule, Conservation Biology (pp. 383-
393). Michigan. University of Michigan. Spellman, F. R. (1998). The Science of Water: Concepts & Applications. Lancaster,
Pennsylvania.Technomic Publication . Spellman, F. R., & Drinan, J. E. (2001). Stream Ecology and Self Purification.
Pennsylvania.Technomic Publishing Company, Inc.. Sudarso, Y. (2009). Potensi Larva Trichoptera sebagai Bioindikator Akuatik. Oseanologi dan
Limnologi di Indonesia , 207-223.
Gambar 1. Kekayaan Taksa Sungai Bone Tiap Stasiun, Oktober 2012
Gambar 2. Persentase EPT Sungai Bone tiap stasiun, Oktober 2012
Gambar 3. FBI Sungai Bone, Oktober 2012
7 6 8 5 3 1
10
18 20 2016
126
31
0
10
20
30
40
TB DB PA AM TM2 TM1 S.Bone
Kekayaan Taksa EPT Kekayaan Taksa
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
TB DB PA AM TM2 TM1
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
TB DB PA AM TM2 TM1
9
Tabel 1. Kondisi Koridor Sungai Bone dan parameter fisika-kimia air setiap stasiun, Oktober 2012
Stasiun Koordinat Lebar
(m)
Kedalam-an (cm)
Sub-strat Suhu (°C) pH
DO (mg/l)
DHL (mS/cm)
Turbi-dity
(NTU)
TDS (mg/l)
Penggunaan Lahan dan Kerapatan Tutupan sempadan (dalam jarak 200m) Gangguan
hidraulik sungai Kanan2) Kiri2)
TB S 00° 30'11.6'' E 123° 15' 47.9''
19,9 10-40 Batuan 31.0 7.74 8.5 87.2 288 43.0 -Pemukiman - Kebun campuran - Jalan raya - Lalu lintas ternak - tutupan ±80%
- Vegetasi alami - Kebun campuran - Lalu lintas ternak - Tutupan ±75% (ada
bekas tebangan pohon)
DB S 00° 30'32.2'' E 123° 14' 47.0''
56 55-100 Batu, pasir, kerikil
28.7 8.14 8.0 99.1 360 49.4 - kebun (tanaman budidaya)
- penyebrangan (rakit) - Lalu lintas ternak - tutupan ±20%
- vegetasi alami - penyebrangan - tutupan ± 90%
PA S 00°32' 10.32'' E 123° 10' 32.3''
82 40-70 Batu, kerikil,
pasir, lumpur
27.3 7.99 7.4 96.1 239 47.2 - pemukiman - jalan raya - MCK, cuci mobil - tutupan ±20%
- kebun campuran (dominasi kelapa)
- tutupan ±70%
- bronjong pasangan batu
- bendung
AM S 00°31'57.8'' E 123° 06'30.3''
37 30-120 Pasir, batu,
kerikil
28.0 7.97 8.5 99.6 361 49.2 - kebun campuran - tutupan ±20%
- Kebun campuran - Tutupan ±50%
- Pengalihan alur sungai
- Pembongkaran pasir/ kerikil
TM 2 S 00°31' 59.5'' E 123° 04' 44.6''
67 33-90 Kerikil, pasir
27.3 7.47 8.2 96.5 199 47.5 - penambangan pasir (dengan pompa hisap)
- pemukiman - kebun - Lalulintas ternak - tutupan ±20%
- penambangan pasir intensif (pompa hisap)
- pemukiman - kebun - Lalulintas ternak - tutupan ±25%
- pengangkat-an substrat dasar sungai
TM 1 S 00°31'42.1'' E 123° 03' 58.9''
42 55-230 Pasir 27.0 7.79 7.0 37.2 441 18.3 - pemukiman padat - MCK - tempat pembuangan
sampah - tutupan ± 10%
- penambangan pasir intensif (manual)
- pemukiman - MCK - kebun - ternak - tutupan ± 20%
- pembetonan tebing sungai (kanan)
- pengangkat-an substrat dasar sungai
1) Pengukuran di 2-3 titik 2) Kanan dan kiri petugas sampling jika menghadap ke hilir