PERAN AYAH SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL DALAM MENDIDIK...

173
i PERAN AYAH SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL DALAM MENDIDIK AKHLAK ANAK (Studi Kasus pada Keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga 2018) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh: Hani Latifah NIM: 11114190 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2018

Transcript of PERAN AYAH SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL DALAM MENDIDIK...

i

PERAN AYAH SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL

DALAM MENDIDIK AKHLAK ANAK

(Studi Kasus pada Keluarga TKW

di Desa Blotongan Salatiga 2018)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh:

Hani Latifah

NIM: 11114190

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

2018

ii

iii

PERAN AYAH SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL

DALAM MENDIDIK AKHLAK ANAK

(Studi Kasus pada Keluarga TKW

di Desa Blotongan Salatiga 2018)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh:

Hani Latifah

NIM: 11114190

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

2018

iv

v

vi

vii

MOTTO

ال يكلف للا نفسا إال وسعها

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.

(QS. Al-Baqarah: 286)

viii

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat serta karuniaNya,

skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1. Ayah dan ibundaku tersayang, M. Yazid dan Issemiyati yang selalu

membimbingku, memberikan nasehat, dan mendoakanku tanpa henti.

2. Saudara kandungku, Adib Irfani dan Ahmad Arief yang menjadi salah satu

semangatku untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Afit Munandar yang selalu memberikan motivasi dan semangat.

4. Rosidi, Naim K Ihsan, dan Arifah Nurlaili.

5. Sahabat seperjuanganku yang telah memberi dukungan Farida, Tutik,

Endah, , Nely, Novi.

6. Keluarga PPL SMPN 3 Getasan Atika, Yurvista, Syahril, Iis, dll.

7. Keluarga KKN posko 20 Bateh Karisna, Laela, Zul, April, Novi, Mamik,

dll.

8. Teman-teman seperjuangan PAI angkatan 2014.

9. Segenap pendidik dan pembaca.

ix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga tercurah pada junjungan

kita Nabi Muhammad SAW yang selalu kita nantikan syafa’atnya. Penulis

menyadari keterbatasan pengetahuan yang dimiliki, sehingga pengarahan dan

bantuan telah banyak penulis peroleh dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis

mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN

Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.

4. Ibu Dr. Lilik Sriyanti, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

membimbing dan mengarahkan dari awal hingga akhir dalam proses

penyelesaian skripsi ini.

5. Dosen Pembimbing Akademik Bapak Dr. Mukti Ali, S.Ag., M.Hum yang

telah membantu penulis selama menuntut ilmu di IAIN Salatiga.

6. Seluruh dosen IAIN Salatiga yang telah membekali ilmu pengetahuan, serta

karyawan IAIN Salatiga sehingga penulis dapat menyelesaikan jenjang

pendidikan S1.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

berperan dan membantu hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

x

Penulis menyadari atas keterbatasan yang dimiliki dalam menyelesaikan

penulisan skripsi ini, sehingga masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu

kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga hasil

penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya, serta para

pembaca pada umumnya. Amin.

Salatiga, 30 Agustus 2018

Hani Latifah

111-14-190

xi

ABSTRAK

Latifah, Hani. 2018. Peran Ayah sebagai Orang tua Tunggal dalam Mendidik

Akhlak Anak (Studi Kasus pada Keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga

2018). Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Pendidikan Agama Islam.

Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Lilik Sriyanti, M.Si.

Kata Kunci: Peran ayah, mendidik, keluarga TKW

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peran ayah sebagai orang tua

tunggal dalam mendidik anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga.

Rumusan masalah penelitian ini adalah: (1) Bagaimana upaya seorang ayah

sebagai orang tua tunggal dalam mendidik anak pada keluarga TKW di Desa

Blotongan Salatiga. (2) Apa kendala seorang ayah sebagai orang tua tunggal

dalam mendidik anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga. (3)

Bagaimana perilaku yang dimiliki anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan

Salatiga.

Penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan (field research) yang

dilakukan di Desa Blotongan Salatiga. Pelaksanaannya menggunakan pendekatan

kualitatif diskriptif analisis dengan menggunakan teknik pengumpulan data yaitu

wawancara, pengamatan, serta penelaahan dokumen. Karakteristik informan yang

diteliti adalah seorang ayah dan anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan

Salatiga, dengan usia anak yang berkisar antara 12-17 tahun.

Hasil penelitian ini menunjukkan ada beberapa upaya yang dilakukan ayah

dalam mendidik anak, antara lain: (1) mengajarkan anak sholat. (2) mengajarkan

Al-Qur’an. (3) mengajarkan anak agar selalu berbuat baik kepada orang tua. (4)

mengajarkan anak agar berbuat baik kepada siapapun. (5) memberi kasih sayang

dan hukuman. (6) memberi teladan pada anak-anak. (7) memperhatikan pergaulan

anak. Kendala yang dihadapi kelima ayah adalah jenis kendala internal, yakni

dimana ada keinginan bermain yang lebih pada diri anak, kendala internal pada

penelitian ini adalah anak banyak menonton televisi, bermain handphone, dan

bersepeda, serta ada anak yang masih sering membantah jika dinasehati. Adapula

ayah yang menghadapi dua kendala sekaligus, yakni kendala internal dan

eksternal. Kendala eksternal adalah kendala yang bersumber dari luar diri anak,

kendala tersebut bersumber dari ayah, dimana kadang ayah bekerja sampai larut

malam, bahkan ada yang tidak pulang dalam beberapa hari. Akhlak yang dimiliki

anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga relatif baik, karena rata-rata

dari mereka dapat berperilaku sebagaimana mestinya dan sesuai dengan aturan

yang ada, sehingga dapat dikatakan tidak ada anak nakal berlebihan, masih

tergolong wajar dan dapat dinasehati oleh orang tua.

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL LUAR ................................................................................ i

LEMBAR BERLOGO IAIN ................................................................................... ii

HALAMAN SAMPUL DALAM .......................................................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN ......................................................... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN .................................. vi

MOTTO ................................................................................................................ vii

PERSEMBAHAN ................................................................................................ viii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix

ABSTRAK ............................................................................................................. xi

DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii

DAFTAR TABEL .................................................................................................. xv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvi

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1

B. Fokus Penelitian ...................................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4

D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 5

E. Penegasan Istilah ..................................................................................... 6

F. Sistematika Penulisan .............................................................................. 8

xiii

BAB II LANDASAN TEORI .............................................................................. 10

A. Landasan Teori .................................................................................... 10

1. Peran Ayah ................................................................................... 10

a. Pengertian Peran Ayah .......................................................... 10

b. Pengertian Orang tua Tunggal .............................................. 12

c. Pengertian Mendidik ............................................................. 14

d. Pengertian Akhlak ................................................................. 16

e. Pengertian Anak .................................................................... 16

f. Upaya Mendidik Anak .......................................................... 17

g. Kendala Mendidik Akhlak Anak .......................................... 24

h. Akhlak Anak ......................................................................... 25

2. Keluarga TKW ............................................................................. 29

a. Pengertian Keluarga .............................................................. 29

b. Fungsi Keluarga .................................................................... 30

c. Tujuan Keluarga .................................................................... 32

d. Tipe Keluarga ........................................................................ 33

e. Tenaga Kerja Wanita (TKW) ................................................ 34

B. Kajian Pustaka ..................................................................................... 35

BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 40

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ..................................................... 40

B. Lokasi Penelitian ............................................................................ 40

C. Sumber Data ................................................................................... 41

D. Prosedur Pengumpulan Data .......................................................... 41

xiv

E. Analisis Data .................................................................................. 43

F. Pengecekan Keabsahan Data .......................................................... 45

G. Tahap-tahap Penelitian ................................................................... 45

BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA .................................................... 48

A. Paparan Data ..................................................................................... 48

1. Letak Geografis ......................................................................... 48

2. Keadaan Penduduk .................................................................... 48

3. Data Informan ............................................................................ 54

4. Profil Subjek Penelitian ............................................................. 54

5. Temuan Penelitian ..................................................................... 62

B. Analisis Data ................................................................................... 102

1. Upaya ayah sebagai orang tua tunggal dalam mendidik akhlak

anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga ............ 102

2. Kendala dalam mendidik akhlak anak pada keluarga TKW di

Desa Blotongan Salatiga .......................................................... 110

3. Akhlak yang dimiliki anak pada keluarga TKW di Desa

Blotongan Salatiga ................................................................... 112

BAB V PENUTUP .............................................................................................. 118

A. Kesimpulan .............................................................................................. 118

B. Saran ......................................................................................................... 120

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Menurut Usia ............................................................ 49

Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Menurut Agama ........................................................ 50

Tabel 3.3 Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan ................................................. 51

Tabel 3.4 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ...................................... 52

Tabel 3.5 Daftar Informan Keluarga TKW ............................................................ 54

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Tugas Pembimbing Skripsi

Lampiran 2 Lembar Bimbingan Skripsi

Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 4 Surat Pernyataan selesai Penelitian

Lampiran 5 Pedoman Wawancara

Lampiran 6 Hasil Wawancara

Lampiran 7 Dokumentasi

Lampiran 8 Daftar Nilai SKK

Lampiran 9 Riwayat Hidup Penulis

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kaum wanita secara alamiah diciptakan untuk melahirkan,

membina, dan mengasuh anak. Wanita tidak perlu mengemban tugas berat

sosial dan ikut serta dengan kaum laki-laki membanting tulang dalam

menjalankan aktivitasnya (Mansur, 2007:208). Wanita cenderung

memiliki hati dan perasaan yang lembut, sedangkan laki-laki cenderung

memiliki hati yang kuat, tegas, dan memiliki sifat pemimpin. Namun,

adanya tuntutan persamaan gender antara kaum laki-laki dan perempuan

seakan telah mengubah dunia. Dapat dilihat bahwasannya dalam dunia

pekerjaan pun juga kini telah diperluas bagi kaum wanita. Sekarang ini

sudah tidak mengherankan lagi apabila wanita yang sudah berumah tangga

juga ikut ambil alih membantu suami mencari nafkah. Dengan berbagai

alasan, kini perempuan dapat membantu memenuhi kebutuhan hidup

rumah tangganya. Itu semua dilakukan demi tercukupinya kebutuhan yang

harus dipenuhi pasangan suami istri dalam berumah tangga, terlebih lagi

jika sudah dikaruniai anak tentu kebutuhan akan semakin bertambah.

Wanita yang ikut bekerja dengan maksud membantu perekonomian

keluarga memang tidaklah salah. Tetapi permasalahannya adalah apabila

tugas yang seharusnya dilakukan wanita sebagai istri dan ibu di rumah

menjadi terabaikan dan terlupakan. Tidak sedikit wanita yang memilih

bekerja hingga mau tidak mau mengabaikan tugasnya sebagai seorang ibu,

2

yang dimaksud adalah pekerjaan yang bertempat di luar kota bahkan

hingga luar negeri. Padahal, peran ibu sebagai orang tua sangatlah penting

untuk anaknya, tanpa hadirnya figur seorang ibu tentu anak akan

merasakan adanya sesuatu yang kurang. Sayangnya, banyak wanita yang

sudah menjadi ibu justru rela berjauhan dengan anak, suami, dan keluarga

dengan mengatasnamakan ekonomi. Alasan ekomoni itu pula yang

membuat akhirnya para suami mengizinkan istrinya untuk menjadi TKW.

Penelitian yang dilakukan oleh Kumalasari (2008) yang berjudul

TKW dan Pengaruhnya Terhadap Kelangsungan Hidup Berkeluarga dan

Kelangsungan Pendidikan Anak di Kabupaten Sleman, memaparkan hasil

bahwa alasan utama para TKW memilih profesi tersebut terutama karena

alasan ekonomi. Para suami yang tidak bekerja atau jika bekerjapun

dengan penghasilan yang relatif masih kurang akhirnya dengan terpaksa

mengijinkan istrinya bekerja sebagai TKW. Pilihan pekerjaan ini akhirnya

mengorbankan fungsi istri sekaligus ibu yang berperan penting dalam

mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Dampak paling dirasakan bagi

anak-anak para TKW adalah hilangnya perhatian orangtua khususnya ibu

secara emosional dalam mendukung pendidikan formal mereka. Motivasi

dan dorongan untuk belajar lebih lanjut tidak didapatkan ketika para ibu

memilih bekerja sebagai TKW. Ironis sekali sementara alasan para TKW

ini bekerja adalah untuk kelangsungan pendidikan anak-anak mereka.

Peran seorang suami yang ditinggal istri mencari nafkah sebagai

Tenaga Kerja Wanita (TKW) tentu menjadi lebih berat, terlebih bagi yang

3

sudah memiliki anak, di sisi lain seorang ayah ada yang tetap memiliki

tanggung jawab mencari nafkah, dan disalah satu sisi ia harus tetap

melakukan tugasnya untuk menjaga serta melindungi anak di rumah.

Seorang suami adalah kepala keluarga yang bertugas sebagai nahkoda

dalam biduk rumah tangga. Dialah yang akan mengarahkan dan

mengendalikan kemana keluarganya akan dibawa (Amirulloh, 2015:47).

Mencari nafkah untuk keluarga juga merupakan salah satu kewajiban yang

harus dipenuhi oleh suami. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam

surat An-Nisa ayat 34 yang berbunyi:

امون على النساء بما فضل اللو ب عضهم على ب عض وبم ا أن فقوا من الرجال ق و أموالهم

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena

Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian

yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan

sebagian dari harta mereka. (Q.S. An-Nisa [4]: 34).

Ayat diatas menjelaskan bahwa laki-laki adalah pemimpin, baik

dalam lingkup keluarga maupun bermasyarakat, kaum laki-laki

ditakdirkan sebagai pemimpin dan pelindung bagi kaum wanita. Di

samping itu kaum lelaki diwajibkan untuk memberikan nafkah kepada

isterinya sedangkan kaum wanita tidak diwajibkan.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, maka

penting untuk dilakukan penelitian terhadap keluarga TKW. Hal yang

menarik yang ingin penulis teliti adalah bagaimana upaya seorang ayah

sebagai orang tua tunggal dalam mendidik akhlak anak, kendala ayah

sebagai orang tua tunggal dalam mendidik akhlak, dan bagaimana akhlak

anak pada keluarga TKW. Maka, penulis tertarik untuk meneliti dengan

4

judul “Peran Ayah Sebagai Orang tua Tunggal dalam Mendidik Akhlak

Anak (Studi Kasus pada Keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga

2018)”.

B. Fokus Penelitian

Permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana upaya seorang ayah sebagai orang tua tunggal dalam

mendidik akhlak anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan

Salatiga?

2. Apa kendala ayah sebagai orang tua tunggal dalam mendidik

akhlak anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga ?

3. Bagaimana akhlak yang dimiliki anak pada keluarga TKW di Desa

Blotongan Salatiga?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui upaya seorang ayah sebagai orang tua tunggal dalam

mendidik akhlak anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan

Salatiga.

2. Mengetahui kendala ayah sebagai orang tua tunggal dalam

mendidik akhlak anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan

Salatiga.

3. Mengetahui akhlak yang dimiliki anak pada keluarga TKW di Desa

Blotongan Salatiga.

5

D. Manfaat Penelitian

Dari penulisan ini diharapkan nantinya akan memberikan manfaat

bagi semua kalangan, baik di dunia pendidikan maupun dalam masyarakat,

khususnya bagi seorang ayah sebagai orang tua tunggal dalam mendidik

anak di Desa Blotongan Salatiga. Adapun manfaat yang diharapkan

sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan menambah perbendaharaan ilmu

pengetahuan berupa hasil penelitian ilmiah sebagai bahan

kajian pendidikan.

b. Memberikan sumbangan pemikiran sebagai solusi atas masalah

yang dihadapi seorang ayah yang menjadi orang tua tunggal

dalam mendidik akhlak anak pada keluarga TKW.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai masukan

dan sumbangan pemikiran mengenai pentingnya orang tua

dalam mendidik anak.

b. Bagi peneliti diharapkan dapat menumbuhkan pengetahuan

dan memperluas wawasan berdasarkan pengalaman dari apa

yang ditemui di lapangan.

E. Penegasan Istilah

Untuk mengetahui secara jelas serta untuk menghindari

kesalahpahaman pengertian terhadap judul skripsi yang penulis bahas,

6

maka akan penulis sampaikan batasan-batasan istilah yang terdapat pada

judul, yaitu:

1. Peran Ayah

Peran ialah bentuk dan perilaku yang diharapkan dari

seseorang pada situasi sosial tertentu (Soekanto, 2003:242). Istilah

peran dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah tokoh

pemain sandiwara (film) utama, tukang lawak, perangkat tingkah yang

diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat

(Depdiknas, 2007:854). Adapun dalam buku Kamus Besar Indonesia

Lengkap, kata peran berarti yang diperbuat, tugas, hal, yang besar

pengaruhnya pada suatu peristiwa (Daryanto, 1997:487).

Kata ayah dalam penelitian ini ditujukan bagi seorang laki-laki

yang sudah menikah dan memiliki anak, yang istrinya menjadi Tenaga

Kerja Wanita (TKW). Peran ayah yang dimaksud penelitian ini adalah

suatu peran yang harus dijalankan oleh ayah demi anak-anaknya,

tanpa didampingi figur seoran istri yang mendampingi.

2. Orang tua Tunggal

Orang tua tunggal dalam penelitian ini adalah figur seorang

ayah yang menjadi satu-satunya orang tua yang dimiliki oleh anak di

rumah, dikarenakan istri memilih untuk menjadi TKW. Sehingga,

ayah memiliki peran ganda, yakni sebagai ayah sekaligus ibu bagi

anak.

7

3. Mendidik

Ki Hajar Dewantoro memberikan pengertian bahwa mendidik

adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar

mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat

mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya (Surya,

2010:24).

Maksud dari penelitian ini, kata mendidik mengacu pada

seorang ayah yang memberikan didikan kepada anaknya agar anak

tersebut memiliki perilaku yang baik, karena ayah menjadi satu-

satunya orang tua yang di rumah, sehingga peran untuk mendidik anak

mutlak terlimpahkan sepenuhnya kepada seorang ayah.

4. Akhlak

Akhlak adalah suatu keadaan yang melekat pada jiwa

manusia, yang daripadanya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah,

tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan, atau penelitian (Syafei,

2006:76).

5. Anak

Anak adalah keturunan kedua (Depsdiknas, 2007:41). Menurut

pasal 1 (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak, anak adalah seorang yang belum berumur 18 tahun

termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Anak dalam penelitian kali ini adalah seorang anak yang

memiliki ibu sebagai TKW, sehingga anak tersebut tidak tinggal dengan

8

orang tua yang lengkap lagi, hanya ada seorang ayah. Usia anak pada

penelitian ini berkisar antara 12-17 tahun.

6. Keluarga TKW

Keluarga merupakan unit terkecil yang penting dalam

pembentukan karakter bangsa (Amirulloh, 2015:v). Dalam penelitian

ini, keluarga TKW yang akan menjadi informan adalah ayah dan anak.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan bagi para pembaca dalam mempelajari dan

memahami skripsi ini, penulis telah membagi sistematika penulisan

sebagai berikut:

1. Bab 1 adalah pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah,

fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan

istilah, dan sistematika penulisan.

2. Bab 2 adalah kajian pustaka yang berisi atas pengertian peran ayah,

orang tua tunggal, mendidik, akhlak, anak, keluarga TKW, upaya

dalam mendidik akhlak anak, kendala dalam mendidik, dan akhlak

anak.

3. Bab 3 adalah metode dan langkah-langkah penelitian secara

operasional yang meliputi pendekatan penelitian, lokasi penelitian

yang berada di Desa Blotongan Salatiga, sumber data, prosedur

pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan

tahap-tahap penelitian.

9

4. Bab 4 adalah paparan tentang gambaran umum lokasi penelitian di

Desa Blotongan Salatiga yang mencakup profil setiap keluarga, letak

geografis, keadaan penduduk menurut usia, agama, tingkat

pendidikan, dan mata pencaharian. Serta analisis mengenai upaya

yang dilakukan ayah dalam mendidik akhlak, kendala yang dihadapi

dalam mendidik, dan akhlak yang dimiliki anak.

5. Bab 5 adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran.

10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Landasan Teori

1. Peran Ayah

a. Pengertian Peran Ayah

Peran ialah bentuk dan perilaku yang diharapkan dari

seseorang pada situasi sosial tertentu (Soekanto, 2003:242). Istilah

peran dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah tokoh

pemain sandiwara (film) utama, tukang lawak, perangkat tingkah yang

diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat

(Depdiknas, 2007:854). Adapun dalam buku Kamus Besar Indonesia

Lengkap, kata peran berarti yang diperbuat, tugas, hal, yang besar

pengaruhnya pada suatu peristiwa (Daryanto, 1997:487).

Pengertian ayah; pertama, secara hukum adalah mereka yang

secara legal mendapatkan tanggung jawab melalui ikatan pernikahan

yang sah dengan ibu si anak baik anak kandung maupun angkat.

Kedua, ayah biologis adalah ayah kandung si anak (Erawati, 2009:79).

Peran ayah atau fathering merupakan suatu peran yang

dijalankan oleh seorang ayah dalam kaitannya adalah tugas untuk

mengarahkan anak menjadi mandiri di masa dewasanya, baik secara

fisik dan biologis. Peran ayah tidak kalah penting dengan peran ibu,

peran ayah juga memiliki pengaruh dalam perkembangan anak,

walaupun kedekatan antara ayah dan anak tidak sedekat ibu dan

11

anaknya. Hal ini bahwa cinta ayah didasarkan pada syarat tertentu,

berbeda dengan cinta ibu yang tanpa syarat. Dengan demikian, cinta

ayah meberi motivasi anak untuk lebih menghargai nilai-nilai dan

tanggung jawab (Yuniardi, 2009:20).

Hart (dalam Yuniardi, 2009:25-27) menegaskan bahwa ayah

memiliki peran dalam keterlibatannya dengan keluarga yaitu :

1) Economic Provider, yaitu ayah dianggap sebagai pendukung

finansial dan perlindungan bagi keluarga. Sekalipun tidak tinggal

satu rumah dengan anak, namun ayah tetap dituntut untuk menjadi

pendukung finansial.

2) Friend & Playmate, ayah dianggap sebagai “fun parent” serta

memiliki waktu bermain yang lebih banyak dibandingkan dengan

ibu. Ayah banyak berhubungan dengan anak dalam memberikan

stimulasi yang bersifat fisik. Selain itu, melalui permainan dengan

anak, ayah dapat bergurau yang sehat, dapat menjalin hubungan

yang baik sehingga problem, kesulitan dan stres dari anak dapat

dikeluarkan.

3) Caregiver, ayah dianggap sering memberikan stimulasi afeksi

dalam berbagai bentuk, sehingga memberikan rasa nyaman dan

penuh kehangatan.

4) Teacher & Role Model, sebagaimana dengan ibu, ayah juga

bertanggung jawab dalam terhadap apa saja yang dibutuhkan anak

12

untuk masa mendatang melalui latihan dan teladan yang baik bagi

anak.

5) Monitor and disciplinary, ayah memenuhi peranan penting dalam

pengawasan terhadap anak, terutama begitu ada tanda-tanda awal

penyimpangan, sehingga disiplin dapat ditegakkan.

6) Protector, yaitu ayah mengontrol dan mengorganisasi lingkungan

anak, sehingga anak terbebas dari kesulitan atau bahaya, serta

mengajarkan bagaimana anak seharusnya menjaga keamanan diri

mereka terutama selagi ayah atau ibu tidak bersamanya, misalnya

agar tidak berbicara dengan orang asing.

7) Advocate, ayah menjamin kesejahteraan anaknya dalam berbagai

bentuk, terutama kebutuhan anak ketika berada di institusi di luar

keluarganya. Selain itu, ayah siap membantu, mendampingi, dan

membela anak jika mendapat masalah, dengan demikian anak

merasa aman, terlindungi, tidak sendiri, dan ada tempat untuk

berkonsultasi, yaitu adalah ayahnya sendiri.

8) Resource, yaitu dengan berbagai cara dan bentuk, ayah mendukung

keberhasilan anak dengan memberikan dukungan di belakang layar.

b. Pengertian Orang tua Tunggal

Kata orang tua tunggal dalam Kamus Bahasa Indonesia terdiri

dari dua kata yaitu “orang tua” dan “tunggal”. Menurut Undang-

Undang Kesejahteraan Anak, bahwa orang tua adalah terdiri dari ayah

dan ibu kandung. Jadi, dapat dikatakan bahwa orang tua kandung

13

adalah terdiri dari ayah dan ibu atau salah satu seorang darinya yang

memiliki hubungan darah dengan si anak. Mereka inilah yang

bertanggung jawab dalam mengawasi pertumbuhan, perkembangan,

dan pendidikan anak dari dalam kandungan hingga anak dilahirkan

sampai dianggap dewasa dan mandiri (UU No. 4 Tahun 1979, Bab I,

Pasal 1 ayat 3a).

Sager, dkk dalam Duvall & Miller (1985) menyatakan bahwa

orang tua tunggal adalah orang tua yang secara sendirian

membesarkan anak-anaknya tanpa kehadiran, dukungan, dan tanggung

jawab pasangannya.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dikatakan bahwa orang tua

tunggal adalah orang tua yang mengasuh anak tanpa ada didampingi

pasangan baik itu istri maupun suami, membesarkan dan mendidik

anak hingga mencukupi segala kebutuhan anak secara sendirian.

Dalam hal ini orang tua tunggal mempunyai peran ganda yaitu sebagai

sosok seorang ayah sekaligus seorang ibu. Selain itu, orang tua

tunggal juga mempunyai tugas selain mencari nafkah juga mengasuh

anak. Keduanya harus berjalan seimbang agar kebutuhan anak dapat

terpenuhi. Menjadi orang tua tunggal tentulah sangat berat, karena

lebih tepatnya sesuatu yang harusnya menjadi tanggung jawab dan

tugas bersama justru harus seorang diri yang menjalankan.

14

c. Pengertian Mendidik

Mendidik adalah menanamkan nilai-nilai yang terkandung

dalam setiap materi yang disampaikan pada anak (Putra, 2016:27). Ki

Hajar Dewantoro memberikan pengertian bahwa mendidik adalah

menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar mereka

sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai

keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya (Ali, 2007:49).

Mendidik adalah menyampaikan pengajaran, norma-norma dan

nilai-nilai hidup, aturan, dan hukum (Wijanarko, 2005:3). Bagian

pertama dalam mendidik adalah menyampaikan ajaran dan

membentuk perilaku, dilakukan dengan membuat peraturan praktis.

Peraturan harus di buat di rumah atau di kelas (jika diaplikasikan

dalam sekolah). Tanpa peraturan anak akan terbiasa hidup liar,

semaunya sendiri, dan menjadi troublemaker (pembuat masalah).

Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwalid dalam bukunya

Manhaj Tarbiyah Nabawiyah Lith Thifli menjabarkan sifat-sifat

pendidik yang sukses, yaitu:

1) Penyabar dan tidak pemarah

2) Lemah lembut dan menghindari kekerasan

3) Penuh kasih sayang

4) Tegas tapi tidak kaku

5) Bijaksana

6) Moderat

15

7) Bertahap dalam memberi nasehat

Peran orang tua dalam mengasuh serta mendidik anak-anaknya

hendaknya diniatkan semata-mata untuk mengharap keridhoan Allah

SWT, selain itu dalam proses mendidik anak, hendaknya dipenuhi

dengan keramahan dan kasih sayang. Anak merupakan amanah besar

yang diberikan Allah SWT kepada hamba yang dikendaki-Nya.

Memiliki anak bukan berarti orang tua memiliki hak untuk melakukan

segala hal sesuai yang diinginkan, anak tidak menjadi milik orang tua

yang bisa diperlakukan sekehendak hati. Anak merupakan ujian bagi

hamba yang taat kepada Allah untuk mengasuh dan mendidik mereka

hingga menjadi manusia yang mulia di hadapan-Nya, sesuai dengan

firman Allah dalam Q.S. Al-Taghabun [64]:15 :

نة واللو عند ه أجر عظيم إنما أموالكم وأوالدكم فت “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan

(bagimu)” (Q.S. Al-Taghabun [64]:15)

Firman Allah tersebut mengingatkan bahwa anak merupakan

ujian bagi setiap keluarga. Artinya, keluarga dapat bahagia maupun

celaka tergantung cara dari orang tua mendidiknya. Hal ini juga

berarti apapun yang dimiliki manusia dapat selain dapat

membahagiakan dan menyelamatkan hidup, juga dapat menjadi

musuh yang menjerumuskan dan menyesatkan. Maka dari itu, orang

tua yang baik wajib untuk selalu mengingatkan anak-anaknya agar

taat kepada perintah Allah.

16

d. Akhlak

Menurut Ibnu Miskawaih akhlak adalah keadaan jiwa

seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan

tanpa melalui pertimbangan pikiran lebih dulu. Karakter yang

merupakan suatu keadaan jiwa itu menyebabkan jiwa bertindak tanpa

berpikir atau dipertimbangkan secara mendalam (Mansur, 2005:221).

Akhlak adalah suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia,

yang daripadanya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa

proses pemikiran, pertimbangan, atau penelitian. Jika keadaan (hal)

tersebut melahirkan perbuatan yang baik dan terpuji menurut

pandangan akal dan syara’ (hukum Islam), disebut akhlak yang baik.

Jika perbuatan-perbuatan yang timbul itu tidak baik, dinamakan

akhlak yang buruk (Syafei, 2006:76).

e. Pengertian Anak

Pengertian anak disebutkan dalam peraturan perundang-

undangan nasional (UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak), bahwa yang dimaksud anak adalah seseorang yang belum

berusia 18 tahun, termasuk yang masih berada dalam kandungan.

Sejalan dengan definisi-definisi ini, seseorang yang belum

berusia 18 tahun dikategorikan sebagai anak. Seorang anak tidak

dapat dikenakan sanksi hukum hingga ia menjadi orang dewasa, dan

segala yang terkait dengan hak-hak anak wajib diterima dan layak

didapatkannya. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang

17

wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga,

masyarakat, dan pemerintah, karena merupakan hak dasar yang

diberikan Tuhan terhadap setiap anak. Penghilangan dan pelecehan

terhadap hak anak dapat merenggut kebahagiannya sebagai manusia

yang utuh.

Anak menurut Islam secara khusus adalah generasi penerus

untuk melanjutkan kelangsungan keturunan. Sedangkan dalam

pengertian lebih luas, anak adalah generasi penerus yang akan

mewarisi kepemimpinan di bidang keagamaan, kebangsaan, dan

kenegaraan. Karena itu anak perlu dirawat dan dididik dalam keluarga

dengan sebaik-baiknya, agar ia berguna bagi agama, bangsa, dan

negara (Anshor dan Ghalib, 2010:53).

Berdasarkan pengertian yang diajabarkan, penulis

menyimpulkan bahwa peran ayah sebagai orang tua tunggal dalam

mendidik akhlak anak merupakan bagian dari tugas utama yang

dipegang oleh seorang ayah dalam kaitannya untuk mendidik akhlak

anak sebagai satu-satunya orang tua yang mendampingi anak di

rumah.

f. Upaya Mendidik Anak

Anak dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah), bagaimana

keadaan kelak di masa depan bergantung dari didikan orang tuanya.

Anak merupakan anugrah yang dititipkan oleh Allah kepada orang

tua. Maka dari itu, hendaklah setiap orang tua bertanggung jawab atas

18

titipan Allah itu. Sebagai wujud tanggung jawab tersebut adalah

mengisi kalbu anak yang masih suci dengan kebaikan demi kebaikan

yang dapat membuat derajat kemanusiaan mereka lebih tinggi

(Ahmad, 2015:12).

Berikut ini adalah beberapa upaya dalam mendidik akhlak anak:

1) Mengajarkan anak agar tidak mempersektukan Allah

Orang tua berkewajiban mendidik anaknya tentang akidah

(ketauhidan), yaitu mengenal dan mengesakan Allah SWT, agar

anak tidak mempersekutukan Allah SWT (Masdub, 2015:81).

Sebagaimana Luqman mendidik anaknya yang diabadikan dalam

QS. Luqman ayat 13 berikut:

رك لظلم عظيم وإذ قال لقمان البنو وىويعظو ياب ني التشرك باهلل إن الش

“Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di

waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah

kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan

(Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".

Menyamakan Allah sebagai sumber nikmat dan karunia

dengan patung-patung yang tidak berbuat apa-apa adalah

perbuatan zalim. Perbuatan itu dianggap sebagai kezaliman yang

sangat besar karena yang disamakan dengan makhluk yang tidak

bisa berbuat apa-apa itu adalah Allah pencipta dan penguasa

semesta alam, yang seharusnya semua makhluk mengabdi dan

menghambakan dirinya kepada Allah. Anak adalah generasi

penerus dari orang tuanya. Cita-cita yang belum dicapai orang tua

19

semasa hidup di dunia diharapkan dapat tercapai oleh anaknya.

Demikian pula kepercayaan yang dianut orang tuanya, disamping

budi pekerti yang luhur. Cara Luqman menyampaikan pesan itu

wajib dicontoh oleh setiap orang tua yang mengaku dirinya

muslim. Potongan tafsir tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap

orang tua harus mendidik anaknya dalam hal akidah (Thoha,

1996:61).

2) Mengajarkan anak sholat.

Mengajarkan anak sholat harus dimulai sejak dini, agar

anak terbiasa untuk menjalankannya. Orang tua wajib untuk

mendidik anaknya agar sholat.

Mengajarkan anak sholat seperti yang diajarkan oleh

Luqman diabadikan Allah dalam QS. Luqman 17 berikut:

صبر على ما أصابك يا ب ني أقم الصلة وأمر بالمعروف وانو عن المنكر وا

إن ذلك من عزم المور

“Wahai anakku, laksanakanlah shalat dan perintahkanlah

mengerjakan yang ma’ruf dan cegahlah dari kemunkaran dan

bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang

demikian itu termasuk hal-hal diutamakan.” (QS. Luqman

[31]:17)

Nasihat Luqman pada ayat 17 ini menyangkut hal-hal

yang berkaitan dengan amal-amal shaleh yang puncaknya adalah

shalat, serta amal-amal kebajikan yang tercermin dalam amar

makruf dan nahi mungkar, juga nasihat berupa perisai yang

20

membentengi seseorang dari kegagalan yaitu sabar dan tabah.

Menyuruh mengerjakan makruf, mengandung pesan untuk

mengerjakannya, karena tidaklah wajar menyuruh sebelum diri

sendiri mengerjakannya. Demikian juga melarang kemungkaran,

menuntut agar yang melarang terlebih dahulu mencegah dirinya,.

Itu agaknya yang menjadi sebab mengapa Luqman tidak

memerintahkan anaknya melaksanakan yang makruf dan

menjauhi mungkar, tetapi memerintahkan, menyuruh dan

mencegah. Di sisi lain membiasakan anak melaksanakan tuntunan

ini menimbulkan dalam dirinya jiwa kepemimpinan serta

kepedulian sosial (Shihab, 2003:136).

3) Mengajarkan Al-Qur’an.

Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam, di dalamnya

terdapat berbagai sumber petunjuk dan pedoman, baik yang

berhubungan dengan Tuhan (hablum minallah), maupun yang

berhubungan dengan sesame manusia (hablum minannas). Orang

tua mempunyai kewajiban mengajari anaknya, jika dia tidak

mampu, maka hendaknya meminta bantuan kepada orang lain

untuk mengajari anaknya belajar Al-Qur’an.

4) Mengajarkan anak agar selalu berbuat baik kepada kedua orang

tua.

Orang tua mengajarkan anak agar berbuat baik kepada

kedua orang tuanya, yaitu dimulai dari orang tua itu sendiri

21

sebagai contoh teladan anak dalam kesehariannya. Bagaimana

sikap, tingkah laku, tutur kata dan perbuatan yang dicontohkan

kepada anaknya (Masdub, 2015:82).

Berbuat baik kepada kedua orang tua dijelaskan dalam QS.

Luqman ayat 14 yang berbunyi:

نا اإلنسان بوالديو حملتو أمو وىنا على وىن وفصال و في ووصي

عامين أن اشكر لي ولوالديك إلي المصير

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik)

kepada kedua orang tuanya.Ibunya telah mengandungnya dalam

keadaan lemah yang bertambah-tambahdan menyapihnya dalam

usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua

orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.”

Ayat di atas menjelaskan makna bahwa Allah mewajibkan

semua manusia agar patuh dan taat kepada orang tua. Karena

seorang ibu mengandung dengan segala kepayahan dan kesulitan.

Seorang ibu juga menyusui sampai anak berusia dua tahun. Allah

mengharuskan pula agar bersyukur kepada-Nya atas semua

nikmat yang diberikan dengan cara melakukan semua bentuk

ketaatan. Dan hendaknya berterima kasih pula kepada orang tua

dengan cara melakukan kebaikan kepada mereka. Karena semua

akan kembali kepada Allah, dan Allah akan membalas semua

perbuatan yang dilakukan manusia.

22

5) Mengajarkan anak agar berbuat baik kepada siapapun.

Orang tua mengajarkan anak agar selalu berbuat baik

kepada siapapun dimulai dari dalam keluarga untuk melakukan

pembiasaan-pembiasaan yang baik. Bagaimana sikap, tingkah

laku, tutur kata dan perbuatan yang menghargai anggota keluarga

lainnya. Jika ini sudah diterapkan dalam mendidik anak, maka

anak akan mampu menghargai siapapun yang ia temui.

6) Melalui Kasih Sayang dan Hukuman

Memperlakukan anak dengan lemah lembut, kasih sayang,

dan bijaksana adalah suatu sikap dan perilaku yang harus

dilakukan orang tua terhadap anak-anaknya. Dengan kasih

sayanglah akan tumbuh tunas-tunas harapan yang didambakan,

sebagaimana bila merawat tanaman dengan penuh perhatian dan

kasih sayang akan tumbuh tanaman yang subur dan berbuah baik.

Memperlakukan anak dengan kasih sayang berarti harus

berbicara lemah lembut, jangan sampai berbicara kasar atau kotor,

bersikap dan bertingkah laku harus baik, serta tidak berbuat kasar

dan sewenang-wenang terhadap anak (Muchtar, 2008:96).

Meskipun orang tua dituntut untuk memberikan rasa cinta

dan kasih sayang dalam mendidik anak, namun tidak berarti tidak

boleh menghukum anak yang dinilai bersalah atau lalai

melakukan suatu kewajiban. Hanya perlu diingat bahwa sifat dan

23

bentuk hukuman yang diberikan harus tetap dalam konteks

mendidik (Syafei, 2006:94).

7) Memberi teladan terhadap anak-anak.

Mendidik anak harus dimulai dari mendidik diri sendiri

sebagai orang tua, untuk menjadi manusia yang penuh teladan

secara pribadi maupun sosial (Anshor dan Ghalib, 2010:46).

Teladan merupakan metode pendidikan yang paling ampuh

dibandingkan metode-metode lainnya. Contoh dari memberi

teladan adalah mengucapkan salam terlebih dahulu kepada anak-

anak. Demikianlah, orang tua harus memberi teladan terlebih

dahulu apabila ia menghendaki anak-anaknya berperilaku yang

baik.

8) Memperhatikan pergaulan anak

Berikut ini langkah-langkah praktis yang bisa dilakukan:

a. Orang tua harus mengetahui dengan siapa anak-anaknya

berteman.

b. Orang tua harus mengetahui aktivitas apa saja yang dilakukan

oleh anak-anak beserta teman-temannya.

c. Mengikat silahturahmi atau sering berkomunikasi dengan

para orang tua teman anaknya, supaya bisa memantau

keadaan dan pergaulan anak-analnya.

24

d. Seringlah berkomunikasi dengan anak dimanapun mereka

berada. Bila sedang di rumah, ajaklah mereka bercakap atau

berdiskusi tentang apa saja dilakukan atau terjadi di sekolah.

g. Kendala dalam Mendidik Akhlak Anak.

1) Kendala Internal

Kendala internal bersumber dari dalam diri pribadi anak.

Kendala-kendala itu dapat berupa anak malas untuk belajar,

keinginan bermain yang berlebihan, sikap tidak mau didik dan

sikap melawan, gangguan kesehatan, seperti tuna daksa, tuna

grahita, dan lain-lain.

2) Kendala Eksternal

Kendala eksternal bersumber dari luar diri anak. Kendala-

kendala itu dapat berupa perilaku orang tua yang terlalu keras,

terlalu otoriter, terlalu memanjakan, terlalu khawatir, terlalu

lemah, terlalu egois, terlalu pesimistis, terlalu banyak aturan dan

permintaan, dan hubungan yang kurang harmonis dengan anak.

Kendala lain yang termasuk kendala eksternal ini adalah

keadaan ekonomi keluarga yang kurang menguntungkan,

hubungan ayah dan ibu yang tampak di mata anak kurang

harmonis karena sering bertengkar di hadapan anak. Sementara

itu, hubungan dengan kakak atau adik yang kurang harmonis pun

dapat menjadi kendala eksternal. Tidak sedikit kasus keributan,

25

konflik di antara sesame anak di dalam sebuah keluarga dengan

berbagai penyebabnya.

Keadaan rumah yang kurang memenuhi derajat kesehatan

dan kurang akomodatif bagi seluruh anggota keluarga juga

menjadi bentuk lain dari kendala eksternal dalam mendidik anak.

Selain itu, yang termasuk kendala eksternal adalah keadaan

lingkungan dan bentuk pergaulan yang bebas. Keadaan

lingkungan yang kurang mendukung terhadap upaya mendidik

anak antara lain tidak teraturnya tata bangun perumahan atau

pemukiman yang bercampur aduk dengan tempat-tempat hiburan,

terlalu dekat dengan pusat-pusat keramaian, pusat perbelanjaan,

dan lain-lain. Sedangkan pergaulan bebas adalah pergaulan hidup

anak-anak manusia yang mengabaikan berbagai norma kehidupan

yang berlaku (Syafei, 2006:89-90).

h. Akhlak Anak

Memiliki anak yang sempurna adalah harapan setiap orang tua.

Alangkah bahagianya para orang tua apabila anaknya tumbuh

berkembang dengan baik, tidak rewel, mudah beradaptasi dengan

lingkungan, patuh kepada orang tua, lagi taat beribadah (Achroni,

2012:5). Berikut ini adalah beberapa perilaku anak yang sesuai dengan

harapan orang tuanya:

26

1) Cinta Tuhan dan segala ciptaan-Nya.

Pilar karakter pertama yang harus ditanamkan oleh orang

tua kepada anak adalah karakter cinta kepada Tuhan, bukan malah

takut kepada-Nya. Selama ini yang biasa ditanamkan oleh orang

tua kepada anak adalah karakter takut kepada-Nya. Anak dijejali

dan diperkenalkan dengan sifat-sifat Tuhan yang Maha menyiksa,

diperkenalkan dengan neraka, dan berbagai ancaman yang akan

diberikan oleh Tuhan kepada manusia yang ingkar terhadap-Nya.

Jika yang pertama kali diketahui oleh anak adalah mengenai sifat-

sifat Tuhan adalah hal yang menakutkan, mengerikan, dan

bernada horror, maka ia akan kehilangan spirit cinta kepada

Tuhan. Ia beribadah dengan alasan takut, bukan karena cinta.

2) Kemandirian dan tanggung jawab.

Sebagai orang tua wajib membimbing anak agar ia tumbuh

menjadi pribadi yang mandiri sekaligus bertanggung jawab. Hal

ini penting karena tidak selamanya kita membantu dan

menolongnya. Karena itu, tanamkan kemandirian dan tanggung

jawab pada diri anak agar kelak ia mampu mengurus hidupnya

dengan baik dan benar.

3) Jujur dan dapat dipercaya.

Berilah pujian jika anak telah melakukan kejujuran sekecil

apapun bentuknya. Sebab, dengan begitu anak merasa bahwa

kejujuran itu dapat membuat orang lain bahagia.

27

4) Hormat dan santun.

Setiap orang tua memang harus mendidik anak mereka agar

menjadi pribadi yang santun dan mampu menghormati orang tua

mereka dengan baik.

5) Dermawan.

Sejak dini, anak sudah harus dididik agar memiliki sikap

dermawan. Jika kedermawanan ini sudah dapat dipahami sebagai

suatu aktivitas yang penting oleh anak, maka ia tumbuh menjadi

pribadi yang dermawan, santun, dan senang membantu orang lain.

Orang tua juga perlu menjelaskan kepada anak bahwa harta yang

mereka miliki bukan karena hasil jerih payah sendiri, melainkan

karena pertolongan Tuhan.

6) Percaya diri dan pekerja keras.

Anak yang memiliki pergaulan luas, mudah menjalin

interaksi dengan orang lain akan membuatnya mampu

mengembangkan kreativitasnya. Ia akan belajar dari banyak orang

di sekitarnya, dan secara tidak langsung kepercayaan diri yang

tinggi ini dapat membantunya mengembangkan ide-ide

kreativitasnya dengan baik.

Selain membangun rasa percaya diri yang tinggi, orang tua

juga perlu membentuk anak agar memiliki karakter sebagai

pekerja keras. Perpaduan antara kepercayaan diri yang tinggi serta

28

karakter kerja keras akan membuat anak selalu bersemangat

dalam menjalani kehidupannya di masa-masa yang akan datang.

7) Kepemimpinan dan keadilan.

Anak harus diberi pemahaman bahwa ia adalah pemimpin

bagi dirinya sendiri, dan sebagai orang tua penting membentuk

karakter kepemimpinan dan keadilan yang kuat pada diri anak.

8) Rendah hati.

Sungguh bahagia rasanya manakala memiliki anak yang

kelak ia tumbuh menjadi manusia yang tidak sombong, tidak

angkuh, pandai menghormati orang lain, serta rendah hati

terhadap sesama. Diperlukan perjuangan dan bahkan

perngorbanan yang sangat besar untuk memiliki harapan tersebut.

9) Toleran.

Toleransi adalah kemampuan seseorang dalam menerima

perbedaan dari orang lain. Seseorang baru bisa bersikap toleran

jika ia sudah merasakan dan memahami makna keterikatan,

regulasi diri, afiliasi, dan kesadaran (Isna, 2012:67).

2. Keluarga TKW

a. Pengertian Keluarga

Keluarga secara etimologis adalah orang-orang yang berada

dalam seisi rumah yang sekurang-kurangnya terdiri dari suami, istri,

dan anak-anak (Poerwadarminta, 2007:553). Keluarga merupakan

kelompok primer yang paling penting di dalam masyarakat. Keluarga

29

adalah sebuah grup yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan

wanita, perhubungan mana sedikit banyak berlangsung lama untuk

menciptakan dan membesarkan anak-anak. Selain itu, kedudukan

utama setiap keluarga ialah fungsi pengantar pada masyarakat besar,

sebagai penghubung pribadi dengan struktur sosial yang lebih besar

(Ahmadi, 2004:108).

Menurut Munir dalam kitab Fi Ijtima’iyah At-Tarbiyah keluarga

adalah kesatuan fungsi yang terdiri dari suami, istri, dan anak, yang

diikat oleh darah dan tujuan bersama (Buseri, 2010:93).

Abu Ahmadi mengutip pendapat A.M. Rose yang menyatakan

bahwa, keluarga ialah kelompok sosial yang terdiri atas dua orang

atau lebih yang mempunyai ikatan darah, perkawinan, atau adopsi

(Ahmadi, 2004:166).

Keluarga adalah suatu unit masyarakat terkecil, maksudnya

ialah bahwa keluarga merupakan kelompok orang sebagai suatu

kesatuan atau unit yang terkumpul dan hidup bersama dalam waktu

yang berlangsung terus, karena terikat oleh pernikahan dan hubungan

darah (Soelaeman, 1994:21).

Dari uraian-uraian tersebut dapat dirumuskan beberapa

kesimpulan tentang pengertian keluarga, yaitu: (1) keluarga selalu

dimulai dengan perkawinan atau dengan penetapan pertalian

kekeluargaan, (2) keluarga berada dalam batas-batas persetujuan

masyarakat, (3) anggota keluarga dipersatukan oleh ikatan

30

perkawinan, darah, dan adopsi sesuai dengan hukum dan adat istiadat

yang berlaku, (4) anggota keluarga secara khas hidup secara bersama

pada satu tempat tinggal yang sama, (5) interaksi dalam keluarga

berpola pada norma-norma, peranan, dan posisi status tang ditetapkan

oleh masyarakat, dan (5) dalam keluarga terjadi proses reproduksi dan

edukasi (Amirulloh, 2015:47).

b. Fungsi Keluarga

1) Fungsi Edukasi

Fungsi edukasi keluarga adalah fungsi yang berkaitan

dengan pendidikan anak khususnya dan pendidikan anggota

keluarga pada umumnya. Fungsi edukasi ini tidak sekedar

menyangkut pelaksanaannya, melainkan menyangkut pula

penentuan dan pengukuhan landasan yang mendasari upaya

pendidikan itu, pengarahan dan tujuan pendidikan, perencanaan

dan pengelolaannya, penyediaan dana dan sarana, dan lain

sebagainya yang berkaitan dengan upaya pendidikan itu

(Soelaeman, 1994:85). Pelaksanaan fungsi edukasi keluarga pada

dasarnya merupakan realisasi salah satu tanggung jawab yang

dipikul orang tua terhadap anak-anaknya.

2) Fungsi Proteksi

Maksud dari fungsi proteksi adalah keluarga menjadi

tempat perlindungan yang memberikan rasa aman, tentram lahir

dan batin sejak anak berada dalam kandungan ibunya sampai

31

mereka menjadi dewasa dan lanjut usia. Perlindungan disini

termasuk fisik, mental, dan moral.

3) Fungsi Afeksi

Dalam keluarga terbentuk suatu rasa kebersamaan, rasa

kasih sayang, rasa keseikatan dan keakraban yang menjiwai

anggotanya. Disinilah fungsi afeksi keluarga dinutuhkan, yaitu

sebagai pemupuk dan pencipta rasa kasih sayang dan cinta antara

anggota keluarga.

4) Fungsi Sosialisasi

Fungsi sosialisasi keluarga terkait dengan tigas

mengantarkan anak ke dalam kehidupan sosial yang lebih nyata

dan luas, karena anak harus diantarkan pada kehidupan berkawan,

bergaul, bertetangga, dan menjadi masyarakat di lingkungannya.

5) Fungsi Reproduksi

Keluarga sebagai sebuag organisme memiliki fungsi

reproduksi, dimana setiap pasangan suami istri yang menikah

dapat memberikan keturunan yang berkualitas, sehingga dapat

melahirkan anak sebagai keturunan kedua orang tuanya yang akan

mewarisi dan menjadi penerus tugas kemanusiaan.

6) Fungsi Religi

Keluarga mempunyai fungsi religius, artinya keluarga

berkewajiban memperkenalkan dan mangajak anak dan anggota

keluarga lainnya kepada kehidupan beragama. Tujuannya adalah

32

untuk menjadi insane yang sadar akan kedudukannya sebagai

makhluk yang diciptakan dan dilimpahi nikmat tanpa henti

sehingga menggugahnya untuk mengisi dan mengarahkan

hidupnya untuk mengabdi kepada Allah, menuju ridha-Nya.

7) Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi bertujuan agar setiap keluarga

meningkatkan taraf hidup yang mencerminkan pada pemenuhan

alat hidup seperti makan, minum, kesehatan, dan sebagainya yang

menjadi prasyarat dasar dalam memenuhi kebutuhan hidup

sebuah keluarga dalam perspektif ekonomis.

c. Tujuan Keluarga

Keluarga merupakan unsur penting dalam masyarakat yang

sangat diperhatikan dalam Islam. Hal ini bisa terlihat dari beberapa

ayat Al-Qur’an yang mendorong manusia untuk membentuk keluarga.

Islam selalu mengajarkan bahwa keluarga merupakan tempat fitrah

manusia sejak diciptakannya manusia (Subki, 2010:23). Adapun

beberapa tujuan keluarga menurut Islam, antara lain adalah

memuliakan keturunan, menjaga diri dari setan, bekerja sama dalam

menghadapi kesulitan hidup, menghibur jiwa dan menenangkannya

dengan bersama-sama, melaksanakan hak-hak keluarga, pemindahan

kewarisan, dan lain-lain (Setiyanto, 2017:45).

33

d. Tipe Keluarga

Friedman (1986) membagi tipe keluarga seperti berikut ini:

1) Nuclear family (keluarga inti). Terdiri dari orang tua dan anak

yang masih menjadi tanggungannya dan tinggal dalam satu

rumah, terpisah dari sanak keluarga lainnya.

2) Extended family (keluarga besar). Satu keluarga yang terdiri dari

satu atau dua keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah dan

saling menunjang satu sama lain.

3) Single parent family. Satu keluarga yang dikepalai oleh satu

kepala keluarga dan hidup bersama dengan anak-anak yang masih

bergantung kepadanya.

4) Nuclear dyed. Keluarga yang terdiri dari sepasang suami istri

tanpa anak, tinggal dalam satu rumah yang sama.

5) Blended family. Suatu keluarga yang terbentuk dari perkawinan

pasangan, yang masing-masing pernah menikah dan membawa

anak hasil perkawinan terdahulu.

6) Three generation family. Keluarga yang terdiri dari 3 generasi,

yaitu kakek, nenenk, bapak, ibu, dan anak dalam satu rumah.

7) Single adult living alone. Bentuk keluarga yang hanya terdiri dari

satu orang dewasa yang hidup dalam rumahnya.

8) Middle age atau elderly couple. Keluarga yang terdiri dari

sepasang suami istri paruh baya (Ali, 2010:6-7).

34

e. Tenaga Kerja Wanita (TKW)

1) Dalam RUU Tenaga Kerja Luar Negeri (versi badan legislatif)

mendefinisikan TKI atau pekerja Indonesia di luar negeri adalah

setiap orang orang Indonesia dewasa yang sedang dan pasca

bekerja di luar negeri di dalam suatu hubungan kerja dengan

menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain (Tim PSGK,

2007:11).

2) Mugni mendefinisikan buruh migrant Indonesia adalah setiap

orang yang akan, sedang, dan pasca bekerja di luar negeri di dalam

suatu hubungan kerja dengan menerima upah dan imbalan dalam

bentuk lain (Tim PSGK, 2007:11-12).

Perempuan bekerja pada era sekarang ini memang sudah

bukan hal yang mengherankan lagi, rasanya sudah tidak ada lagi

pekerjaan yang dulunya hanya dikerjakan oleh laki-laki, kini justru

dapat pula dikerjakan wanita. Bahkan, karena seakan sudah tidak

memadahinya lagi lapangan pekerjaan di dalam negeri, para wanita

rela berjauhan dengan keluarga menjadi seorang TKW. Jika dicermati,

biasanya yang disebut TKW ini berprofesi sebagai asisten rumah

tangga di negeri orang.

Jadi, keluarga TKW adalah suatu keluarga yang didalamnya

memiliki anggota keluarga yang menjadi tenaga kerja wanita (TKW)

Dengan menjadi TKW, para istri berharap dapat menunjang

perekonomian rumah tangganya agar tercukupi dan lebih baik.

35

B. Kajian Pustaka

Penelitian terdahulu dibutuhkan untuk memperjelas, menegaskan,

melihat kelebihan, dan kelemahan berbagai teori yang digunakan penulis

lain dalam penelitian atau pembahasan masalah yang serupa. Selain itu,

penelitian terdahulu perlu disebutkan dalam sebuah penelitian untuk

memudahkan pembaca melihat dan membandingkan perbedaan teori yang

digunakan dan perbedaan hasil kesimpulan oleh penulis dengan peneliti

yang lain dalam melakukan pembahasan tema yang hamper serupa.

Berikut ini penelitian yang mempunyai topik atau tema yang hampir

serupa dengan skripsi ini:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2017) yang berjudul

Perubahan Perilaku Keluarga TKW (Studi Kasus pada Keluarga yang

Istri atau Ibu menjadi TKW di Desa Damarwulan Kecamatan Keling

Kabupaten Jepara), penelitian ini menggunakan metode pendekatan

kualitatif. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa, kepergian istri

menjadi TKW akan membawa perubahan pada pola kehidupan

keluarga khusunya bagi suami. Dari segi ekonomi dapat dikatakan

telah mengalami peningkatan yang cukup baik, tetapi dari segi

emosional telah membawa perubahan pada suami yang kemudian

berdampak kepada perkembangan anak. Disamping itu, peluang

terjadinya miss komunikasi antara istri dan suami akan mampu

berdampak terhadap kelangsungan keluarga. Sehingga sering kita

jumpai banyak keluarga TKW yang akhirnya memilih untuk bercerai.

36

2. Peneltian yang dilakukan oleh Syilfiah (2012) yang berjudul Peran

Ayah sebagai Orang tua Tunggal dalam Keluarga (Studi Kasus 7

Orang Ayah di Turikale Kabupaten Maros). Pendekatan yang

digunakan dalam penelitian adalah penelitian deskriptif kualitatif,

yaitu suatu penelitian yang dilakukan sebagai suatu usaha untuk

menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran dan mencari

kembali suatu pengetahuan dengan menggunakan metode-metode

ilmiah. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa Peran Ayah

sebagai Orang Tua Tunggal dalam Keluarga sangatlah penting karena

mereka harus bekerja untuk mencari nafkah, mengurus rumah tangga

yang selayaknya seorang ibu yang menjalankan tetapi ini semua ayah

yang menjalankan seorang diri demi keutuhan keluarganya. Jika

melihat fenomena yang ada, berbagai masalah terkait dengan

penjelasan diatas yang terjadi di Kelurahan Turikale Kabupaten Maros

yaitu masalah dalam keluarga diantaranya suami-istri dalam hal ini

Ayah dan Ibu. Hal ini dilatar belakangi oleh banyak faktor dan secara

umum yang penulis temukan yaitu: pertama, perceraian antara suami-

istri yang disebabkan oleh ketidak cocokan diantara mereka sehingga

harus berpisah. Kedua, kematian salah satu pasangan sehingga pihak

yang ditinggalkan menjadi orang tua tunggal bagi anak-anaknya.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Riyanti (2013) yang berjudul Pola

Pengasuhan Anak pada Keluarga TKW dari Perspektif Sosiologi

Hukum Keluarga Islam (Studi Kasus di Desa Legok Jawa Kecamatan

37

Cimerak Kabupaten Ciamis Jawa Barat). Penelitian ini adalah

penelitin lapangan (field research) yang bersifat Deskriptif Analitik.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pola asuh orang tua yang berbeda

menghasilkan kepribadian yang berbeda-beda pula. Kepribadian anak

sangat dipengaruhi oleh pola asuh yang diterapkan oleh pengasuhnya.

Ada dua dampak yang terjadi pada anak di Desa Legokjawa yang

ditinggal ibunya pergi bekerja ke luar negeri. Dampak positifnya

adalah anak menjadi mandiri, pintar bersosialisasi, dan rajin. Adapun

dampak negatifnya adalah nakal, putus sekolah dan pergaulan bebas.

Hal ini diakibatan dari kurang nya perhatian orang tua.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Umami (2015) yang berjudul Pola

Pendidikan Akhlak Anak dalam Keluarga TKW (Studi Kasus di

Keluarga TKW Dusun Tugu, Desa Banding, Kecamatan Bringin,

Kabupaten Semarang 2014). Penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif dengan dengan jenis penelitian fenomenologis. Temuan

penelitian ini menunjukkan bahwa pihak yang terlibat dalam

pendidikan akhlak anak adalah orang tua, keluarga, guru atau ustadz,

dan masyarakat. Strategi pendidikan akhlak anak dengan pemberian

nasihat, peneladanan, dan pemberian hadiah. Nilai akhlak yang

ditanamkan ada jujur, rajin, sabar, disiplin, ketuhanan.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Hasanah (2015) yang berjudul

Pengaruh Dukungan Sosial Ayah terhadap Motivasi Belajar Anak

pada Keluarga TKW di Desa Karangmulyo Kecamatan Pegandon

38

Kabupaten Kendal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

ketidakberadaan ibu di rumah yang bekerja ke luar negeri sebagai

TKW sangat berpengaruh pada hasil belajar anak karena kurangnya

perhatian yang didapatkan anak dari ibunya. Dalam hal ini peran ayah

sangat penting dalam memberikan perhatian yang lebih serta

dukungan yang tidak didapatkan anak dari ibunya.

Perbedaan dengan penelitian pertama: Pada penelitian tersebut

memaparkan fakta bagaimana perubahan yang dialami oleh keluarga

TKW, mulai dari segi ekomoni hingga emosionalnya. Sedangkan pada

penelitian kali ini tidak memaparkan fakta tersebut, karena peneliti

ingin melihat sejauh mana peran ayah mendidik anaknya di rumah.

Perbedaan dengan penelitian kedua: Penelitian tersebut subjeknya

adalah seorang ayah yang menjadi orang tua tunggal karena bercerai

atau ditinggal istrinya meninggal. Sedangkan, penelitian kali ini

subjeknya adalah seorang ayah yang menjadi orang tua tunggal dalam

mendidik anaknya karena istri menjadi TKW.

Perbedaan dengan penelitian ketiga: Penelitian tersebut tujuannya

adalah mengetahui pola asuh anak pada keluarga TKW, kemudian

dianalisis menurut sosiologi hukum keluarga Islam.

Perbedaan dengan penelitian keempat: Penelitian tersebut merujuk

pada bagaimana ayah, keluarga, dan kerabat, atau tokoh masyarakat

lainnya menanamkan akhlak mulia pada anak. Sedangkan, pada

39

penelitian sekarang, lebih dispesifikasikan tentang peran ayah sebagai

orang tua tunggal dalam mendidik anak pada keluarga TKW.

Perbedaan dengan penelitian kelima: Salah satu perbedaannya adalah

mengenai jenis penelitian, penelitian tersebut berjenis kuantitatif, yang

mana ingin menunjukkan dan mengukur sejauh mana ketidakberadaan

ibu di rumah berpengaruh dengan motivasi belajar anak. Sedangkan,

penelitian sekarang menggunakan jenis penelitian kualititatif yang

bertujuan untuk melihat mengenai upaya seorang ayah sebagai orang

tua tunggal dalam mendidik anaknya, kendala yang dihadapi dalam

mendidik, dan bagaimana perilaku seorang anak tanpa seorang ibu

disisinya.

40

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian lapangan (field

research) dalam pelaksanaannya menggunakan metode pendekatan

kualitatif diskriptif analisis yang umumnya menggunakan strategi multi

metode yaitu wawancara, pengamatan, serta penelaahan dokumen atau

studi documenter yang antara satu dengan yang lain saling melengkapi,

memperkuat dan menyempurnakan (Sukmadinata, 2008:108). Studi kasus

adalah metode yang bertujuan untuk mempelajari dan menyelidiki suatu

kejadian atau fenomena mengenai individu, seperti riwayat hidup

seseorang yang menjadi objek penelitian (Walgito, 2010:46).

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Blotongan Kecamatan Sidorejo

Kota Salatiga. Adapun, peneliti memilih lokasi di Desa Blotongan ini

karena fenomena di tempat ini belum pernah diteliti sebelumnya oleh

peneliti sehingga peneliti tertarik dan ingin meneliti lebih jauh lagi.

C. Sumber Data

Ada dua sumber data yang digunakan oleh peneliti yaitu :

a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari

lapangan atau tempat penelitian. Data primer dari penelitian ini

adalah data yang diperoleh langsung dari ayah dan anak pada

41

keluarga TKW, dan dapat juga diperoleh dari informan pendukung

yakni tetangga. Peneliti menggunakan data ini untuk mendapatkan

informasi langsung tentang peran ayah sebagai orang tua tunggal

dalam mendidik akhlak anak pada keluarga TKW.

b. Data sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah dokumentasi

berupa monografi Desa Blotongan Salatiga, selain itu juga dari buku

yang memuat tentang peran ayah dalam mendidik akhlak anak.

Peneliti mengunakan data sekunder ini untuk memperkuat penemuan

dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui

wawancara langsung dengan keluarga TKW.

D. Prosedur Pengumpulan Data

a. Wawancara mendalam

Wawancara pada penelitian ini dilakukan secara mendalam

yang diarahkan pada masalah tertentu dengan informan yang sudah

dipilih, yakni ayah dan anak pada keluarga TKW. Wawancara

dilakukan untuk menggali informasi tentang upaya seorang ayah

dalam mendidik akhlak anak, kendala yang dihadapi, dan akhlak

yang dimiliki anak.

b. Observasi

Metode observasi adalah teknik pengumpulan data dengan

pengamatan langsung kepada objek penelitian (Surakhmad,

1994:164). Metode ini digunakan untuk mengetahui situasi dan

42

kondisi lingkungan di Desa Blotongan Salatiga. Pengamatan disini

termasuk juga didalamnya peneliti mencatat peristiwa dalam situasi

yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun langsung

diperoleh dari data (Moleong, 2007:174).

Observasi ini dilakukan dengan melakukan serangkaian

pengamatan dengan menggunakan alat indera penglihatan dan

pendengaran secara langsung terhadap objek yang diteliti. Dalam

penelitian ini, penulis menggunakan teknik observasi berperan pasif

dimana observasi bisa dilakukan secara langsung maupun tidak

langsung.

c. Dokumentasi

Dokumentasi dapat dikategorikan sebagai dokumen pribadi,

dokumentasi resmi dan dokumen budaya populer. Dokumen

digunakan dalam hubungannya untuk mendukung dalam wawancara

( Emzir, 2011: 75).

Sejumlah besar fakta dan data yang tersimpan dalam bahan

yang berbentuk dokumentasi yang berkaitan dengan peran ayah

sebagai orang tua tunggal dalam mendidik akhlak anak pada

keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga.

43

E. Analisis Data

Penelitian ini bersifat kualitatif, artinya mengunakan data yang

dinyatakan secara verbal dan kualifikasinya secara teoritis. Sedangkan

pengolahan datanya dilakukan secara rasional dengan menggunakan pola

induktif. Analisis data, menurut Moleong (2009: 280) adalah proses

mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan

satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat

dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Dalam

tahapan ini, peneliti menganalisis data yang terkumpul dari hasil

wawancara dan dokumentasi. Menganalisis data meliputi mengatur,

mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode, dan

mengkategorikannya.

1. Reduksi Data

Proses dimana seorang peneliti perlu melakukan telaahan awal

terhadap data-data yang telah dihasilkan, dengan cara melakukan

pengujian data dalam kaitannya dengan aspek atau fokus penelitian.

Pada tahap ini peneliti coba menyusun data lapangan, membuat

rangkuman atau ringkasan, memasukkannya ke dalam klasifikasi dan

kategorisasi yang sesuai dengan fokus atau aspek fokus. dari proses

inilah peneliti dapat memastikan mana data-data yang sesuai, terkait

dan tidak sesuai atau tidak terkait dengan penelitian yang dilakukan.

Identifikasi satuan unit. Pada mulanya diidentifikasikan adanya

satuan yaitu bagian terkecil yang ditemukan dalam data yang

44

memiliki makna bila dikaitkan dengan fokus masalah penelitian.

Sesudah satuan diperoleh, langkah berikutnya memberikan kode

disetiap satuan supaya dapat ditelusuri datanya dan berasal dari

sumber yang jelas (Moleong, 2010:288).

2. Display Data

Upaya menampilkan, memaparkan atau menyajikan data

sebagai sebuah langkah kerja analisis, display data dapat dimaknai

sebagai upaya menampilkan, memaparkan dan menyajikan secara

jelas data-data yang dihasilkan dalam bentuk gambar, bagan, tabel

dan semacamnya.

3. Penyimpulan dan Verifikasi

Langkah analisis ini biasanya dilakukan sebagai implementasi

prinsip indukatif dengan mempertimbangkan pola-pola data yang

ada, atau kecenderungan dari display data yang telah dibuat. Pada

tahapan ini, peneliti dapat melakukan konfirmasi dalam rangka

mempertajam data dan memperjelas pemahaman dan tafsiran yang

telah dibuat sebelum peneliti sampai pada kesimpulan akhir

penelitian (Ibrahim, 2015: 108-110).

F. Pengecekan Keabsahan Data

Peneliti berusaha menemukan keabsahan temuan. Teknik yang

dipakai untuk menguji keabsahan tersebut adalah teknik triangulasi.

Triangulasi dilakukan dengan mewawancarai secara langsung beberapa

informan penelitian baik informan utama maupun informan pendukung

45

dengan beberapa teknis yang berbeda, sehingga akan dihasilkan jawaban

yang beragam dan kemudian data tersebut akan penulis simpulkan. Tujuan

triangulasi adalah mengecek kembali data-data yang sudah terkumpul,

agar tidak terjadi kesalahan dalam memasukkan data.

Triangulasi dapat diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai

sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu (Sugiyono, 2012:273).

G. Tahap-tahap Penelitian

Pelaksanaan penelitian ada empat tahap yaitu: tahap sebelum ke

lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data, tahap penulisan

laporan. Dalam penelitian ini tahap yang ditempuh adalah sebagai berikut:

a. Tahap sebelum ke lapangan

Tahap ini meliputi kegiatan penentuan fokus, penyesuaian

paradigma dengan teori, penjajakan alat peneliti, mencakup

observasi lapangan dan permohonan ijin kepada subjek yang diteliti,

konsultasi fokus penelitian, penyusunan usulan penelitian.

b. Tahap Pekerjaan Lapangan

Tahap ini meliputi pengumpulan bahan-bahan yang berkaitan

dengan peran ayah sebagai orang tua tunggal dalam mendidik akhlak

anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga. Data yang

telah ada tersebut diperoleh dengan observasi, wawancara, dan

dokumentasi.

46

c. Tahap Analisis Data

Tahap analisis data, meliputi analisis data baik yang

diperoleh melalui observasi, dokumen maupun wawancara

mendalam tentang peran ayah sebagai orangt tua tunggal dalam

mendidik akhlak anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan

Salatiga. Kemudian, dilakukan penafsiran data sesuai dengan

konteks permasalahan yang diteliti selanjutnya melakukan

pengecekan keabsahan data dengan cara mengecek sumber data yang

di dapat dan metode perolehan data sehingga data benar-benar valid

sebagai dasar dan bahan untuk memberikan makna data yang

merupakan proses penentuan dalam memahami konteks penelitian

yang sedang diteliti.

d. Tahap Penulisan Laporan

Tahap ini meliputi: kegiatan penyusunan hasil penelitian dari

semua rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai pemberian

makna data. Setelah itu melakukan konsultasi hasil penelitian dengan

dosen pembimbing untuk mendapatkan perbaikan saran-saran demi

kesempurnaan skripsi yang kemudian ditindak lanjuti hasil

bimbingan tersebut dengan penulis skripsi yang sempurna. Langkah

terakhir melakukan penyusunan kelengkapan persyaratan untuk ujian

skripsi.

47

BAB IV

PAPARAN DAN ANALISI DATA

A. Paparan Data

1. Letak Geografis

Desa Blotongan adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan

Sidorejo Kota Salatiga. Desa Blotongan terdiri dari 15 RW yang terbagi

menjadi 71 RT.

Luas wilayah desa Blotongan adalah 423,8 ha, dengan 74,644 ha

lahan sawah, 329,156 ha lahan kering, dan 20 ha lahan lainnya. Adapun,

jarak desa blotongan dengan desa yang lain adalah sebagai berikut:

a. Jarak 2,3 km dengan desa/kelurahan Pulutan

b. Jarak 1,6 km dengan desa/kelurahan Sidorejo Lor

c. Jarak 3,1 km dengan desa/kelurahan Salatiga

d. Jarak 2,5 km dengan desa/kelurahan Bugel

e. Jarak 6,3 km dengan desa/kelurahan Kauman Kidul

2. Keadaan Penduduk

Adapun keadaan penduduk Desa Blotongan Kota Salatiga dilihat

dari data Monografi pada bulan April 2018 di bawah ini yang dapat

dipahami dengan tabel-tabel klasifikasi berikut ini:

48

Tabel 3.1

Jumlah Penduduk menurut Usia

Usia Laki-laki Perempuan Jumlah

0-4 647 599 1246

5-9 529 489 1018

10-14 504 480 984

15-19 478 506 984

20-24 550 479 1029

25-29 521 549 1070

30-34 628 603 1231

35-39 536 540 1076

40-44 474 476 950

45-49 450 499 949

50-54 380 444 824

55-59 389 352 741

60-64 215 168 383

65-69 103 108 211

70-74 80 100 180

>74 62 102 164

Jumlah 6546 6494 13040

(Sumber: diambil dari data Monografi Bulan April 2018 Desa Blotongan)

49

Berdasarkan data pada tabel 3.1 dapat diketahui bahwa, total

penduduk di Desa Blotongan Salatiga adalah 13040 jiwa, yang terdiri dari

6546 jiwa berjenis kelamin laki-laki, dan 6494 jiwa berjenis kelamin

perempuan. Mayoritas kelompok usia di Desa Blotongan yakni kelompok

usia antara 0-4 tahun dengan jumlah 1246 jiwa, dengan urutan paling

sedikit pada kelompok usia >74 tahun yang berjumlah 164 jiwa.

Tabel 3.2

Jumlah Penduduk menurut Agama

Islam 10720

Kristen 1601

Katolik 669

Hindu 1

Budha 49

Konghucu -

(Sumber: data diambil dari Monografi Bulan April 2018 Desa Blotongan)

Mayoritas agama penduduk Desa Blotongan adalah Islam, dengan

jumlah pemeluk agama Islam yaitu 10720 jiwa. Pada urutan kedua adalah

Kristen dengan 1601 jiwa, Katolik pada urutan ketiga dengan 669 jiwa,

Budha pada urutan keempat dengan 49 jiwa, dan yang paling sedikit adalah

agama Hindu dengan adanya 1 orang saja.

50

Tabel 3.3

Jumlah Penduduk menurut Tingkat pendidikan

Tidak/Belum Sekolah 2136

Tidak Tamat SD/Sederajat 1261

Tamat SD 2338

Tamat SLTP 1949

Tamat SLTA 3427

Diploma I/II 112

Diploma III 444

Strata I/Diploma IV 1238

Strata II 115

Strata III 20

Jumlah 13040

(Sumber: diambil dari data Monografi Bulan April 2018 Desa Blotongan)

Berdasarkan tabel 3.3 dapat diketahui bahwa, mayoritas tingkat

pendidikan penduduk Desa Blotongan adalah tamatan SLTA, dengan

jumlah 3427 jiwa. Hal ini menjunjukkan bahwa tingkat pendidikan di Desa

Blotongan sudah cukup baik, walaupun tercatat ada 2338 tamatan SD.

Namun, dengan adanya tamatan SLTA sebanyak 3427 jiwa dan ini yang

menjadi mayoritas dari tingkat pendidikan di Desa Blotongan, dapat

dikatakan bahwa tingkat kesadaran pendidikan pada penduduk di Desa

Blotongan sudah cukup baik.

51

Tabel 3.4

Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian

No. Jenis Pekerjaan Jumlah

1 Belum/tidak bekerja 2594

2 Mengurus rumah tangga 1317

3 Pelajar/mahasiswa 2550

4 Pensiunan 227

5 PNS 323

6 TNI 25

7 Kepolisian RI 21

8 Perdagangan 28

9 Petani/pekebun 67

10 Konstruksi 7

11 Trasnportasi 8

12 Karyawan swasta 2720

13 Karyawan BUMN 82

14 Karyawan BUMD 23

15 Karyawan honorer 8

16 Buruh harian lepas 1135

17 Buruh tani perkebunan 9

18 Pembantu rumah tangga 8

19 Tukang cukur 1

20 Tukang batu 6

21 Tukang kayu 1

22 Tukang sol sepatu 1

23 Tukang las/pandai besi 1

24 Tukang jahit 12

25 Penata rias 1

26 Mekanik 2

27 Seniman 4

52

28 Tabib 1

29 Pendeta 12

30 Juru masak 1

31 Promotor acara 1

32 Anggota DPRD Provinsi 1

33 Anggota DPRD Kab/Kota 3

34 Dosen 55

35 Guru 241

36 Pegacara 1

37 Akuntan 1

38 Konsultan 1

39 Dokter 10

40 Bidan 3

41 Perawat 3

42 Apoteker 1

43 Pelaut 5

44 Peneliti 6

45 Sopir 41

46 Pedagang 134

47 Wiraswasta 1338

Jumlah 13040

(Sumber: diambil dari data Monografi Bulan April 2018 Desa Blotongan)

Tabel 3.4 menunjukkan bahwa, jenis pekerjaan sebagai karyawan

swasta menjadi mayoritas di Desa Blotongan dengan jumlah 2720 jiwa

sampai dengan April 2018. Status belum/tidak bekerja menjadi urutan kedua

setelah karyawan swasta, yakni dengan adanya 2594 jiwa. Urutan ketiga

adalah kelompok pelajar/mahasiswa dengan jumlah 2550 jiwa.

53

3. Data Informan

Tabel 3.5

Daftar Informan Keluarga TKW

Nama Usia Hubungan dalam keluarga

JM 52 tahun Ayah

RP 14 tahun Anak

HT 41 tahun Ayah

IAP 14 tahun Anak

RS 47 tahun Ayah

SAP 12 tahun Anak

MS 45 tahun Ayah

DU 17 tahun Anak

4. Profil Subjek Penelitian

1. Keluarga Bapak JM

Bapak JM adalah warga RT 09 RW 03 Dusun Tegalombo,

Blotongan Salatiga. Beliau mempunyai tiga putri, dua diantaranya

sudah menikah dan yang satu masih duduk di bangku kelas VIII SMP,

bapak JM juga sudah memiliki 2 orang cucu. Kedua anak gadisnya

menikah saat usianya masih muda, yakni putri pertama 20 tahun dan

putri keduanya yang baru menginjak 19 tahun. Meskipun usianya kini

sudah terhitung tidak muda lagi, namun semangatnya untuk tetap

mencari nafkah sebagai buruh serabutan masih tetap ada, beliau juga

54

beternak ayam agar dapat memiliki penghasilan tambahan. Salah satu

alasan beliau untuk tetap semangat mencari nafkah adalah karena putri

bungsunya yakni RP yang masih membutuhkan biaya untuk sekolah,

dan bapak JM juga berharap agar masa depan RP jauh lebih baik dari

beliau dan kedua kakaknya.

Beliau sempat menuturkan bahwa, meskipun istrinya

mengirim uang dari hasil sebagai TKW, namun beliau tidak

menggantungkan sepenuhnya kebutuhan keluarga pada istrinya.

Beliau tidak mau hanya bersantai menikmati hasil kerja istrinya.

Bapak JM juga mengatakan jika sebenarnya sudah sangat lama tidak

berkomunikasi dengan istrinya. Istri bapak JM sering menelpon ke

rumah, namun beliau menyuruh anaknya yang bicara. Ternyata, saat

anaknya menikah, istrinya tidak pulang.

Beliau adalah seorang lelaki paruh baya yang tegar, dalam

kondisi rumah tangganya yang sebenarnya tidak begitu baik

dikarenakan istri yang tak kunjung pulang, beliau tidak ambil pusing.

Saat ini, yang beliau inginkan adalah anak bungsunya yakni RP, bisa

menyelesaikan sekolahnya dan memiliki perilaku yang baik. Bagi

bapak JM, mendidik putri-putrinya adalah yang utama, beliau tidak

mau membuat putrinya bersedih dengan menunjukkan kekecewaan

beliau terhadap istrinya. Beliau juga berusaha menjaga kerukunan dan

keakraban dengan RP. serta mendidik RP dengan kasih sayang,

55

namun tetap menegur bahkan menghukum RP jika RP berbuat

kesalahan dan dirasa kesalahan itu patut untuk diberi hukuman.

2. Keluarga Bapak HT

Bapak HT adalah seorang karyawan swasta yang memiliki 2

orang anak, seorang anak laki-laki berusia 7 tahun dan seorang anak

perempuannya yaitu IAP yang berusia 14 tahun. Bapak HT menjadi

orang tua tunggal dalam mendidik anaknya sejak IAP duduk dibangku

kelas III SD, kini IAP sudah kelas 1X di salah satu SMP Negeri di

Salatiga.

Bapak HT mengaku mengizinkan istrinya menjadi TKW

karena faktor ekonomi, meski pada awalnya beliau merasa sangat

keberatan karena kasihan dengan anak-anaknya. Beliau mengaku

bahwa kebutuhan rumah tangga dan biaya untuk anaknya sekolah

menjadi terpenuhi ketika istrinya menjadi TKW di Hongkong, karena

pada saat istrinya masih di rumah, semua kebutuhan rumah tangga dan

biaya untuk anaknya sekolah dirasanya belum cukup, dapat dikatakan

pas-pasan.

Lelaki berusia 41 tahun tersebut menjelaskan bahwa meskipun

istrinya menjadi TKW, namun komunikasi antara istri dan anak-

anaknya, juga dengan dirinya selalu lancar. Bahkan, sampai sering

telepon dari istrinya tersebut tidak terangkat karena beliau sedang

sibuk bekerja. Istrinya tetap menjaga komunikasi dengan keluarga di

rumah, saat istrinya pulang pun, ia selalu mengajak anak-anaknya

56

untuk berlibur bersama. Bapak HT sangat bersyukur, karena meskipun

istrinya pulang 2 tahun sekali, namun keberadaan istrinya di rumah

selama kurang lebih sebulan membuat dirinya dan anak-anaknya

bahagia. Rasa rindu anak-anaknya terobati, walaupun anak bapak HT

yang kecil sering merengek saat ibunya akan kembali bekerja ke

Hongkong.

Bapak HT tidak pernah menutupi sesuatu dari istrinya, hal baik

atau kurang baik yang dilakukan anak-anaknya selalu beliau

sampaikan pada istri. Beliau berpendapat, bahwa istri sekaligus ibu

dari anaknya tersebut haruslah tetap ikut andil dalam mendidik

anaknya. Karena, bagi beliau meskipun istri bekerja sebagai TKW,

namun nurani seorang ibu harus tetap berjalan. Beliau tidak mau

sampai anaknya kehilangan kasih sayang seorang ibu sepenuhnya.

Bapah HT berharap istrinya akan terus ikut mendidik anaknya, salah

satunya adalah ikut menasehati agar IAP selalu mengalah dengan

adiknya saat bertengkar dan mengingatkan anak-anaknya untuk

belajar dengan rajin.

3. Keluarga Bapak RS

Bapak RS adalah suami dari ibu RB, mereka sudah membina

rumah tangga selama 26 tahun, dan dikaruniai empat orang anak, anak

terakhir pasangan suami istri ini adalah SAP yang berusia 12 tahun.

Ibu RB sudah 8 tahun menjadi TKW di Malaysia, sejak SAP berusia 4

tahun. Alasan bapak RS mengizinkan ibu RB menjadi seorang TKW

57

tentunya karena persoalan keuangan. Gaji yang diterima bapak RS

tidaklah cukup untuk memenuhi semua kebutuhan dan biaya anak-

anaknya, apalagi pada saat itu keempat anaknya masih bersekolah.

Kini, anak pertama dan kedua bapak RS sudah menikah, hanya tinggal

anak ketiga dan si bungsu SAP, yang masih sepenuhnya menjadi

tanggung jawab bapak RS.

Bapak RS merupakan warga asal Grobogan yang menetap di

Desa Blotongan sejak menikah dengan ibu RB. Pekerjaan bapak RS

adalah sopir, beliau sering mendapat tugas untuk mengirim barang ke

Yogyakarta, Semarang, dan Pacitan. Saat SAP libur sekolah, beliau

sering mengajaknya untuk mengirim barang sekaligus sekedar jalan-

jalan. Namun, hal tersebut dilakukan jika jarak yang ditempuh dekat,

karena bapak RS merasa kasihan jika nantinya SAP terlalu lelah.

Bapak RS menyadari jika SAP kekurangan kasih sayang dari

ibunya, untuk itu beliau selalu menjaga agar hubungan dengan anak-

anaknya, terutama dengan SAP tidak renggang. Sebagai seorang ayah,

beliau tahu bahwa SAP menginginkan keberadaan ibunya di rumah.

Walaupun SAP adalah anak laki-laki, namun bapak RS tidak

menutupi bahwa SAP juga sesekali merasa minder dengan teman-

temannya karena ditinggal ibunya menjadi TKW di Malaysia. SAP

pernah menuturkan bahwa teman-temannya beruntung karena ibu

mereka bisa datang ke sekolah untuk menghadiri rapat atau

mengambil raport. Bagi bapak RS hal tersebut sangatlah wajar,

58

mengingat saat ibunya menjadi TKW usia SAP saat itu baru 4 tahun.

Namun, kini SAP sudah bisa lebih paham dengan kondisi

keluarganya. Ia sudah jarang menunjukkan kesedihan di hadapan ayah

dan kakaknya, ia juga sudah tidak pernah mengeluh karena

ditinggalkan ibunya menjadi TKW. Bapak RS menilai tindakan SAP

lantaran istrinya yang selalu memberi nasehat dan penjelasan kepada

SAP. Beliau berharap agar istrinya selalu menjaga komunikasi dengan

keluarga, ikut menasehati, dan mengingatkan anak-anaknya agar

memiliki akhlak yang baik.

4. Keluarga Bapak SY

Bapak SY lahir pada 6 Juni 1972, beliau warga asli Desa

Blotongan, pekerjaan beliau serabutan. Bapak SY dan istrinya masih

memiliki tanggung jawab untuk menyekolahkan anak kedua dan

ketiga mereka. Anak kedua bapak SY tahun ini akan memasuki

jenjang SMA, sedangkan anak bungsunya masih duduk di bangku

kelas VI SD.

Salah satu alasan istri bapak SY menjadi TKW selain faktor

ekonomi, adalah karena yang mengajak istri beliau merupakan

saudaranya sendiri. Sehingga, harapan memperoleh pendapatan yang

lebih menunjang dari sebelumnya akan terpenuhi dengan perasaan

yang mantap.

Bapak SY tidak pernah mengalami kesulitan yang berarti

dalam mendidik akhlak anaknya. Beliau berpendapat, ketiga anaknya

59

paham bagaimana menjadi orang tua tunggal, sehingga anak-anak

beliau terutama anak kedua, yakni DAA tidak pernah berulah. DAA

adalah anak yang sedikit pendiam, dia tidak pernah keluar rumah

kecuali sekolah ataupun ada hal penting lainnya. Bapak SY tidak

pernah menekan anak-anaknya, beliau memberi kebebasan pada

mereka, namun kebebasan yang dimaksud bukanlah kebebasan

dimana anak bebas melakukan hal yang buruk.

Hal tersebut sudah menjadi komitmen beliau dan istrinya, istri

bapak SY selalu mengingatkan agar jangan sampai anak-anak

kehilangan kasih sayang dan perhatian dari beliau. Meskipun sang istri

sekarang hanya bisa memberikan nasehat pada anaknya dari jarak

jauh, namun setidaknya hal tersebut bisa dimaklumi oleh anaknya.

Selama menjadi TKW, istri bapak SY setiap hari selalu

menyempatkan telepon anaknya di rumah, saat pekerjaannya sudah

selesai. Istri bapak SY selalu menjaga komukasi dengan baik,

menanyakan tentang kegiatan yang dilakukan anaknya, dan

menasehati agar tidak terjerumus pada hal yang buruk.

5. Keluarga Bapak MS

Bapak MS menikah pada tahun 1999, pekerjaan beliau adalah

sebagai tukang parkir di salah satu toko busana di Salatiga. Istri bapak

MS sudah 12 tahun bekerja sebagai TKW di Arab, setiap 2 tahun

sekali istrinya cuti selama 3 bulan di rumah.

60

Alasan istrinya menjadi TKW adalah karena pada waktu itu

bapak MS dan istrinya ingin memiliki rumah, dengan modal tekad,

istri beliau berinisiatif bekerja di luar negeri. Meskipun, pada awalnya

beliau keberatan karena anak mereka yakni DU masih 5 tahun, namun

akhirnya beliau tetap mengizinkan istrinya dan mendoakan agar

istrinya selalu sehat, serta tidak melupakan keluarganya.

Komunikasi yang terbina antara beliau dan istrinya tetap

lancar, bahkan saat teknologi belum canggih seperti sekarang, sekedar

untuk bertukar kabar, dahulu beliau dan istrinya selalu berkirim surat.

Beliau bersyukur karena memiliki istri yang setia, bahkan di tengah

kesulitan ekonomi yang pada waktu dialami rumah tangganya, dengan

segala kerendahan hati, istrinya bersedia untuk menjadi TKW demi

merubah nasib mereka. Istrinya akan pulang dalam waktu dekat, dan

rencananya tidak akan kembali menjadi TKW.

Bapak MS mengaku tidak terlalu kesulitan dalam mendidik

anaknya, karena DU yang kini berusia 17 tahun sudah memiliki

perilaku yang mandiri dan dapat diandalkan. DU adalah anak yang

mudah dinasehati, walaupun ia ditinggalkan ibu dari usia 5 tahun,

namun DU tidak lantas terpuruk, ia bisa hidup dan bergaul layaknya

anak-anak lain yang didampingi orang tua lengkap.

61

5. Temuan Penelitian

Setelah dilakukan observasi dan wawancara terhadap keluarga

TKW di Desa Blotongan Salatiga, ditemukan bagaimana peran ayah

sebagai orang tua tunggal dalam mendidik akhlak anak sebagai berikut:

a. Upaya ayah sebagai orang tua tunggal dalam mendidik akhlak anak

pada keluarga TKW.

Keberadaan seorang ibu dalam keluarga sangatlah penting,

tugas mendidik akan menjadi sangat berat apabila hanya dilakukan

oleh seorang ayah saja, namun adanya alasan lain membuat si ibu

harus rela berjauhan dengan keluarganya. Peran seorang ayah yang

akhirnya menjadi orang tua tunggal dalam mendidik sangatlah

dibutuhkan.

Dalam hal ini, terkait dengan adanya beberapa pertimbangan,

penulis memaparkan beberapa upaya yang dilakukan ayah sebagai

orang tua tunggal dalam mendidik anak pada keluarga TKW sebagai

berikut:

1) Mengajarkan sholat.

Sholat adalah tiang agama, layaknya bangunan yang akan

runtuh tanpa tiang, hidup manusia juga pasti akan mengalami hal

serupa jika tidak melaksanakan sholat. Orang tua perlu mendidik

anak agar senantiasa melaksanakan sholat lima waktu, karena

pada saat sholat, seorang hamba akan merasa lebih dekat dengan

Sang Pencipta. Bagi orang tua yang paham akan hal tersebut,

62

ditengah kesibukan para ayah dalam bekerja, mereka akan tetap

melaksanakan dan mengingatkan anak-anaknya untuk sholat.

Namun, dalam hal ini, orang tua tidak sepenuhnya mengajarkan

anak sholat, karena anak pada keluarga TKW tersebut ikut TPQ

dan juga guru PAI di sekolah yang ikut berperan untuk

mengajarkan anak sholat.

2) Mengajarkan Al-Qur’an.

Al-Qur’an adalah pedoman hidup bagi umat Islam,

membaca Al-Qur’an dapat membuat gundah gulana dalam hati

menjadi sirna, Al-Qur’an juga sebagai penyejuh hati bagi

pembacanya. Dalam hal ini, para ayah memasukkan anaknya ke

dalam TPQ, dengan harapan anak-anak akan lebih rajin dan fasih

dalam membaca Al-Qur’an. Selain itu, ilmu agama anak juga

akan bertambah. Hal ini berdasarkan wawancara dengan ayah

pada keluarga TKW berikut ini:

Penuturan bapak JM:

“Saya pasrahkan ke TPA mbak, yang penting saya sebagai

bapak ya ingatkan biar rajin ngaji mbak, ngajinya di

langgar situ.”

Penuturan bapak JM juga diperkuat dengan jawaban RP

sebagai berikut:

“Dulu sih sering diajari bapak mengaji, kalau sekarang

nggak pernah. Paling sekarang mengingatkan jangan lupa

TPA. Perhatian mbak dari dulu ngajinya, sholatnya,

ngajinya di mushola situ. Soalnya kalau pas bapak pulang

kerja kok saya di rumah nggak ngaji, ditakutin paginya

nggak dikasih sangu.”

63

Bapak HT, RS, SY, dan MS juga melakukan hal yang sama.

Demi bekal di akhirat anak kelak, mereka menyuruh anaknya

untuk belajar Al-Qur’an di TPQ dan supaya ilmu agama yang

dimiliki semakin baik.

3) Mengajarkan agar anak selalu berbuat baik kepada orang tua.

Memiliki anak yang berbakti kepada kedua orang tentunya

sudah menjadi harapan mereka. Para ayah yang mendidik seorang

diri tentu menginginkan bahwa anak yang mereka didik dan asuh

selalu hormat dan berbuat baik kepada orang tua. Peneliti

beranggapan, bahwa anak para TKW tetap berbuat baik pada

orang tua, terutama kepada ayah yang telah mencurahkan kasih

sayang karena anak para TKW tersebut selalu diajarkan untuk

ingat bagaimana perjuangan orang tua, apalagi si ibu yang harus

rela berjauhan dengan keluarga demi membantu meringankan

beban ayahnya. Hal ini berdasarkan hasil wawancara dengan

bapak JM sebagai berikut:

“Ya kalau berbuat baik kepada orang tua sudah jadi

kewajiban anak mbak, saya nggak menuntut anak berbuat

baik sama orang tua yang bagaimana-bagaimana, yang

penting dia kalau dibilangin nggak mbantah, nggak

melawan gitu saja saya sudah seneng. Saya kasih

pengertian kalau jadi orang tua tunggal seperti saya itu

berat, biar dia bisa sedikit-sedikit membayangkan kalau

ada anak berbuat jelek ke orang tua itu pasti menyakiti hati

orang tuanya. Saya suruh kalau sama ibunya yang

menghormati, kalau pas dinasehati ya dengarkan baik-

baik, jangan kebanyakan menyela.”

64

Hal ini diperkuat dengan jawaban dari anak bapak JM,

yaitu RP berikut ini:

“Disuruh selalu mengormati dan nggak mbantahan mbak

kalau sama ibu dan bapak, sudah jauh-jauh ibu pergi

sampai sana. Kata ibu juga suruh menjaga pikiran bapak

kan sudah tua, kasian nanti kalau saya berani sama orang

tua malah bapak bisa saja sakit hati.”

Hal yang sama diungkapkan bapak HT:

“Tentu diajarkan berbuat baik sama orang tua, harus

berbakti, rugi sendiri mbak-mbak kalau nggak berbuat baik

sama orang tua itu. Kan itu ladang pahalanya anak juga.

Ada juga kan anak yang dulunya dibilangin orang tua

malah mbantah, bahkan melawan sama orang tuanya, baru

sekarang menyesal karena orang tua sudah meninggal.

Menurut saya nggak tau diri kalau ada seorang anak kok

kalau masih punya orang tua tapi nggak dibaik-baikin. IAP

saya didik untuk hormat sama orang tua, terutama sama

ibunya, biarpun jauh tapi kalau ibu kasih nesehat jangan

dibantah.”

IAP sebagai putri bapak HT juga menjawab sebagai

berikut:

“Diajarkan mbak, nggak boleh mbantah omongan orang

tua, harus sayang sama ibu, bapak, adik.”

Mendidik anak agar selalu berbuat baik pada orang tuanya

juga diajarkan oleh bapak RS, SY, dan MS pada anak-anak

mereka, terbukti dengan wawancara sebagai berikut:

Penuturan bapak RS:

“Saya wanti-wanti mbak, kalau nggak manut brati anak

nakal. Saya didik untuk selalu menghargai dan nanya

kabar ibunya. Sekarang kan umurnya 12 tahun, sudah

nggak cengeng lagi kalau ibunya pergi, masa anak laki-laki

kok mau cengeng terus.”

65

Hal ini diperkuat dengan jawaban SAP yang mengatakan

bahwa:

“Iya mbak, bapak bilang kalu nggak boleh berani sama

orang tua. Disuruh angkat telepon ibu lalu menanyakan ibu

sudah makan belum, jaga kesehatan, yang begitu mbak.

Disuruh juga kalau mainan sepeda jangan jauh-jauh, tapi

saya kadang ngeyel mbak, diajak teman sampai jauh

kadang.”

4) Mengajarkan anak agar berbuat baik kepada siapapun.

Berbuat baik pada orang lain perlu diajarkan pada anak

sejak dini. Karena, manusia bukanlah makhluk individu, suatu

saat kebaikan yang dilakukan pasti akan mendapat balasan,

tentunya bernilai pahala. Hal ini diajarkan para ayah terhadap

anak-anaknya, mereka mengajarkan agar anak peduli dengan

orang-orang di sekitarnya. Sebagaimana wawancara dengan

bapak JM, HT, RS, SY, MS beserta anak mereka berikut ini:

Penuturan bapak JM tentang berbuat baik pada siapapun:

“Iya. Kalau ada yang butuh bantuan tak suruh membantu

mbak, berbuat baik tidak ada ruginya.”

Dibuktikan oleh penuturan RP:

“Iya mbak, bapak mengajarkan. Suruh baik sama tetangga,

rukun sama teman, begitu mbak.”

Bapak HT juga mengajarkan agar anaknya berbuat baik

pada orang lain, sebagaimana wawancara dengan bapak HT,

beliau menuturkan:

“Ya, perlu mbak, perlu itu. Saya ajarkan supaya rukun

sama tetangga, sopan sama yang lebih tua. Apalagi

tetangga yang rumahnya saja jaraknya sangat dekat-dekat

begini.”

66

IAP juga mengatakan bahwa ayahnya menyuruh untuk

berbuat baik, dibuktikan dengan wawancara sebagai berikut:

“Saya disuruh baik kalau sama orang lain, kalau ada

tetangga yang mau minta bumbu untuk masak saya kasih

mbak.”

Hal yang sama juga dilakukan bapak RS pada SAP, dengan

penuturan sebagai berikut:

“SAP saya didik untuk peduli sama sesama mbak, apalagi

tetangga yang hampir semua masih saudara, namanya juga

orang ndeso mbak, harus guyub.”

Diperkuat dengan jawaban SAP berikut ini:

“Diajarkan kok mbak, disuruh kalau sama tetangga yang

sopan, kalau ngomong jangan keras-keras. Kalau sama

teman juga disuruh rukun, jangan berantem sama teman.”

Bapak SY juga mengajarkan agar anaknya peduli dengan

orang lain, sebagaimana penuturannya berikut:

“Oh, iya mbak. Saya contohi juga berbuat baik kalau

nggak bisa bantu uang ya tenaga, kalau masih nggak bisa

ya bantu doa, gitu saja sih. Contoh kecilnya ya berbuat

baik sama tetangga lah, saya kalau masak banyak gitu

depan rumah itu juga kadang saya kasih daripada

mubadzir. Inshaallah sudah saya ajarkan dan contohi

untuk berbuat baik sama orang lain.”

Diperkuat dengan jawaban DAA berikut ini:

“Bapak menasehati biar peduli sama orang lain, kalau

sama teman nggak boleh pelit. Kadang kalau pulang

sekolah teman saya kesini, disuruh bapak makan sama-

sama mbak.”

Tidak terkecuali bapak MS, hal tersebut juga rupanya

beliau lakukan, sebagaimana penuturan beliau berikut ini:

“Saya ajari mbak, sama teman yang rukun. Siapapun butuh

bantuan selagi bisa ya ditolong, gitu.”

67

DU juga mengatakan bahwa ayahnya mengajarkan

kebaikan terhadap sesama, berdasarkan wawancara dengan DU

berikut:

“Iya mbak, diajarin bapak saya. Suruh rukun sama teman

di sekolah. Kalau sama guru juga yang manut.”

5) Memberi kasih sayang dan hukuman.

Di tengah kondisi keluarga yang seperti ini, kasih sayang

seorang ayah sangatlah dibutuhkan, selain membuat anak dekat

dengan ayah, ia juga akan merasa diperhatikan dan tidak

sepenuhnya kehilangan kasih sayang dari orang tuanya. Namun,

kasih sayang yang berlebihan dan terlalu memanjakan anak justru

dapat menjadikan anak tidak mandiri dan tidak berkembang,

untuk itu pemberian hukuman memang perlu adanya. Tidak

bermaksud menyakiti, hukuman haruslah bersifat mendidik dan

tetap bermaksud menyadarkan anak dari kesalahannya.

Berdasarkan wawancara, peneliti menemukan bahwa para ayah

sangatlah menyayangi anaknya, namun agar tidak terlena,

pemberian hukuman dianggap perlu jika memang kesalahan

tersebut patut diberi hukuman, berikut adalah wawancara tentang

pemberian kasih sayang dan hukuman pada anak:

Cara mendidik bapak JM selain melalui kasih sayang,

ternyata beliau juga pernah menghukum RP dengan membanting

68

handphone RP karena kesal anaknya tersebut berlebihan dalam

bermain handphone, berikut ini adalah penuturannya:

“Sayang sih sayang mbak, tapi menghukum juga pernah.

Waktu itu saya menghukumnya hp sampai saya banting.

Lha dia main hp terus. Dinasehati baik-baik nggak gagas

kok waktu itu.”

Dibenarkan dengan adanya jawaban dari RP sendiri:

“Kasih sayang bapak buat saya sudah cukup mbak, ibu

sudah lama nggak pulang. Dari kecil saya tinggalnya sama

mbak, sama bapak. Jadi, saya dimarahi gitu ya sama mbak

dan bapak saya. Tapi waktu mbak-mbak saya menikah

tinggalnya jadi sama bapak tok. Dulu hp saya pernah

dibanting bapak mbak, saya dimarahi mainan hp terus.”

Bapak HT dalam mendidik anaknya juga melalui kasih

sayang dan hukuman, terbukti dengan wawancara berikut ini:

“Iya. Sangat sayang, itungannya saya juga memanjakan,

dia minta apa gitu kalau saya ada rezeki pasti saya turuti.

Kalau marah gitu saya juga ada sebabnya, kalau pun

sampai menghukum paling tak jewer.”

Hal yang sama juga diungkapkan oleh IAP:

“Iya mbak, bapak nggak cuek. Dipeluk-peluk kalau lagi

bercanda. Pernah dijewer gara-gara nggak nurut.”

Sama halnya bapak JM dan HT, bapak RS pun juga pernah

menghukum anaknya. Berdasarkan wawancara berikut:

“Sayang bisa, tegas juga bisa. Kalau sudah nggak mempan

dikandani, saya jewer, atau nggak nanti ngaji atau pas

sekolah nggak saya kasih sangu.”

Ternyata, keadaan berbeda dengan bapak SY. Beliau tidak

menerapkan adanya pemberian hukuman pada anak. Hal ini

berdasarkan penuturannya sebagai berikut:

69

“Kalau kasih sayang ya namanya orang tua tunggal saya

sangat sayang sama anak-anak saya. Saya selalu perhatian

sama anak. Tapi kalau menghukum nggak pernah, dia

anaknya agak pendiam. Misal ada apa-apa gitu, paling

saya nasehatin. Dianya langsung manut, biar malu sendiri

kalau sampai nakal-nakal.”

Hal ini sama dengan pernyataan DAA yang tidak pernah

dihukum oleh ayahnya, berikut penuturannya:

“Didik lewat kasih sayang mbak, bapak oranya baik. Kalau

menghukum nggak pernah.”

Sama halnya seperti bapak SY, bapak MS juga mengaku

tidak pernah memberi hukuman pada anak-anaknya. Berdasarkan

wawancara berikut ini:

“Tetap sayang nomor satu. Dia sukanya martabak, pulang

kerja kadang saya belikan. Menghukum sih nggak tu mbak,

tak nasehatin saja. DU sudah besar pasti tau lah, lagian

dia nggak pernah aneh-aneh, sudah syukur saya.”

DU pun menjawab hal serupa, ia mengaku ayahnya tidak

pernah menghukumnya, berikut adalah pernyataan DU:

“Sayang sama saya, sama adek. Pulang kerja sering

dibelikan makanan, tidak pernah ngasih hukuman.”

6) Memberi teladan pada anak-anak.

Anak haruslah diberikan contoh yang baik, orang tua

hendaknya sadar akan tersebut. Tetapi, selain terus menasehati

anak, hendaknya orang tua juga melakukan apa yang telah ia

nesehatkan pada anak. Berdasarkan penelitian, para ayah pada

keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga mengaku sudah

memberikan contoh yang baik.

70

Memberi teladan pada anak bisa dilakukan melalui hal-hal

sederhana, berikut adalah pernyataan dari bapak JM:

“Tak kasih contoh mbak, iya. Begini, saya kasih tau kalau

habis makan piring langsung dicuci, tapi saya juga

nglakoni setiap hari. Supaya nggak ada piring yang

numpuk.”

RP juga mengungkapkan bahwa ayahnya memberikan

contoh yang baik bagi dirinya, berdasarkan wawancara berikut:

“Ngasih contoh mbak. Bapak nyuruh saya kalau mau pergi

pamit, terus kalau mau pergi bapak juga bilang sama

saya.”

Bapak HT juga mengaku bahwa beliau memberikan contoh

pada kedua anaknya, berikut penuturannya:

“Contoh hal-hal sederhana sudah saya kasih, kalau habis

pakai sepatu ya sepatunya ditaruh lagi di rak sepatu.

Apalagi yang kecil itu masih suka saksenenge dewe kalau

naruh sepatu sak kenane dia.”

Pernyataan IAP juga sesuai dengan bapak HT, berikut

penuturan IAP:

“Suka dikasih contoh mbak, dicontohin kalau nyuci piring

sama gelas harus sampai bersih, biar nggak amis.”

Tidak jauh berbeda dengan bapak JM dan HT, bapak RS

pun memberikan contoh yang baik pada putranya tersebut. Beliau

berharap SAP memiliki perilaku yang baik, berikut ini adalah

pernyataan bapak RS:

“Saya kasih contoh mbak yang penting, dijalani ya

silahkan nggak juga nggak papa. Contohnya kalau rumah

nggak ada orang, kalau mau pergi pintu ditutup lagi, TV

udah nggak dilihat ya dimatikan, lampu kalau sudah agak

siang dimatikan. Saya kasih contoh yang seperti itu, yang

mudah-mudah.”

71

Bapak SY juga memberikan teladan bagi anaknya, berikut

peneturan beliau:

”Oh iya itu mbak, orang tua bisanya kan ya kasih contoh

mbak. Kalau habis pakai motor tak contohi, motornya saya

parkir di teras, harus setiti. TV kalau nggak ditonton ya

jangan nyala terus, saya matikan, saya juga menyuruh gitu

kan berarti saya juga harus melakukan. Terus kalau ada

orang yang sakit apa meninggal gitu, dia sering tak ajak

biar peduli sama orang lain. Ya contoh-contoh begitu

mbak. Soalnya yang pernah tua begini kan sudah

mengalami jadi anak mbak, jadi kalau kita biasa memberi

teladan, biarpun melalui hal-hal yang kecil gitu, asal rutin

ya anak juga bakal terpengaruh.”

Terbukti dengan ungkapan DAA yang mengatakan hal

serupa, berikut ungkapannya:

“Suka dikasih contoh, kalau ada tetangga meninggal gitu

diajak layat. Ada tetangga yang di rumah sakit juga saya

diajak besuk. Katanya supaya saya terbiasa hidup

bermasyarakat, makanya bapak kasih contoh supaya saya

paham.”

Memberikan teladan pada anak juga dilakukan oleh bapak

MS, berikut ini adalah wawancara dengan bapak MS tentang hal

tersebut:

“DU saya kasih contoh kalau lagi mandi gitu kran airnya

hidupkan, nanti kalau penuh jangan lupa dimatikan. Saya

pun juga begitu mbak. Soalnya sekarang airnya sering

mampet mbak. Kalau pergi-pergi gitu dibiasakan rumah

dikunci. Habis mandi ya saya biasakan njemur handuk, ada

lipatan baju numpuk ya dirapikan, contoh-contoh yang

seperti itulah. sampai sekarang dicontohi gitu ya masih

dijalankan. Saya lumayan bisa masak mbak, waktu itu yang

masak saya terus, lalu setelah DU SMP, waktu liburan

sekolah saya ajarin untuk masak, sekarang sampai dia

SMA juga yang masak DU. Ya mungkin itu hasil dari saya

contohin, dulu saya kerepotan kalau pagi-pagi harus masak

buat sarapan.”

72

DU juga mengatakan bahwa ayahnya memberikan teladan

yang baik padanya, berikut penuturan DU:

“Kasih contoh juga mbak, bapak nggak banyak omong

orangnya. Nggak suka perintah, langsung nglakuin, jadi

saya paham. Contohnya sehari-hari kalau mandi handuk

langsung dijemur, kalau pergi rumah dikunci.”

7) Memperhatikan pergaulan anak.

Tidak dapat dipungkiri bahwa selain di rumah, anak juga

memiliki kehidupan sendiri dengan dunia luar. Anak memiliki

teman dan kebiasaan-kebiasaan yang mungkin saja tidak orang tua

ketahui saat di rumah. Orang tua perlu memperhatikan pergaulan

anak mereka, terutama seorang suami yang istrinya bekerja sebagai

TKW, tentu hal ini berat untuk dilakukan. Namun, berdasarkan

penelitian dengan para ayah Desa Blotongan Salatiga, peneliti

menemukan fakta bahwa mereka peduli dengan pergaulan anak.

Berikut ini adalah wawancara dengan para ayah:

Penuturan bapak JM tentang memperhatikan pergaulan

anak:

“Memperhatikan to mbak, tapi saya nggak ngekang. Dia

kalau mau main ya silahkan asal ingat waktu, asal pamit

jelas gitu. Tapi biarpun RP itu sudah remaja, dia kok gak

suka main kemana gitu mbak, paling kalau main gitu malah

ke tetangga depan rumah itu. Nggak suka klayapan dia.”

Hal yang sama juga diungkapkan RP:

“Iya mbak. Suruh pamit mbak kalau mau pergi, tapi saya

jarang pergi. Ibaratnya saya keluar rumah kalau sekolah

sama ngaji pas sore saja. Saya mau kemana-mana sama

bapak kok, misalnya kalau beli baju, apa sepatu.”

73

Memperhatikan pergaulan anak juga dilakukan oleh bapak

HT, karena beliau sadar bahwa IAP adalah anak perempuan yang

memang harus diperhatikan pergaulannya. Berikut ini adalah

penuturan bapak HT terkait hal tersebut:

“Saya perhatikan mbak, mau pergi sama temannya siapa,

mau kemana, pulangya jam berapa. Dulu pernah saya

marahi, soalnya dia pulang sekolah nggak langsung

pulang. Pulang-pulang kok maghrib, saya bingung mbak

biasanya nggak seperti itu, ternyata dia ada belajar

kelompok dadakan di rumah temannya. Setelah itu saya

nasehatin mbak, nggak usah diulangin lagi.”

IAP juga mengatakan bahwa ayahnya memperhatikan

dengan siapa ia bergaul, berikut wawancara dengan IAP terkait hal

tersebut:

“Diperhatikan mbak, ditanya-tanya kalau mau pergi. Dulu

pernah dimarahi gara-gara saya pulang kesorean, soalnya

mendadak ada belajar kelompok. Sampai sekarang juga

sering ditanya kalau WA atau SMSan itu sama siapa, bapak

sering cek HP saya.”

Bapak RS menyadari bahwa beliau kurang memperhatikan

pergaulan anaknya secara langsung, hal itu dikarenakan bapak RS

bekerja dan kadang pulang dua hari sekali. Namun saat beliau

sedang di rumah, beliau selalu mengingatkan agar saat ditinggal

ayahnya ke luar kota nanti, SAP tidak nakal dan bisa menjaga diri,

juga mendengar apa kata kakaknya. Apabila seperti itu, SAP di

rumah dengan kakaknya. Namun, bapak RS menyuruh kakak SAP

dan tetangga untuk mengingatkan agar anaknya tidak bermain jauh.

Disisi lain, setelah bapak RS pulang kerja, beliau selalu

74

menanyakan apa saja yang dilakukan SAP, dan apakah SAP

berulah nakal atau tidak. Berikut penuturan bapak RS:

“Maunya saya ya memperhatikan sepenuhnya mbak, tapi

ya bagaimana? Kadang kalau jadi sopir gitu kan nyopirnya

sampai jauh-jauh. Biasanya ke Yogyakarta, Wonogiri,

Semarang, malah sampai ke Pacitan. Tapi kalau SAP lagi

libur sekolah dan saya nyopirnya nggak terlalu jauh, dia

saya ajak. Daripada di rumah, kan saya juga kasian sama

dia. Takutnya saya dia nanti jadi nakal karena punya

bapak yang nggak perhatian. Kalau pas saya nyopir

sampai semalem nggak pulang gitu, kakaknya tak suruh

ngawasin mbak, tak suruh gemati kakanya dengan SAP.

Tetangga juga saya titipin supaya mengingatkan SAP biar

kalau sepedaan itu nggak jauh-jauh. Ya saya nggak lepas

sepenuhnya mbak intinya, nggak terus mau ngapain dan

kemana terserah dia gitu.”

SAP juga mengatakan bahwa ayahnya memperhatikan

pergaulannya, meskipun kadang pulang ke rumah dua hari sekali:

“Diperhatikan, kalau bapak mau nyopir jauh disuruh

jangan nakal sama teman. Jangan main jauh-jauh.”

Bapak SY mengaku tidak pernah kaku dalam mendidik

anaknya, namun beliau tetap memperhatikan pergaulan DAA

sebagai anak perempuannya. Hal ini berdasarkan penuturan bapak

SY sebagai berikut:

“Saya perhatikan pergaulannya, kalaupun ada belajar

kelompok gitu DAA saya suruh ajak temannya belajar

kelompok disini saja. Nggak papa nanti beli makanan buat

temannya, saya juga pengen tahu temannya DAA. Dia

kalau mau kemana saja juga pamit, jadi saya nggak terlalu

was-was karena menurut saya dia bisa dipercaya mbak.

Dia nggak pernah keluar rumah kalau nggak penting-

penting amat, keluar kalau ke mushola sama sekolah tok.

Anak rumahan dia, mainan HP sukanya, tapi ya wajar.”

75

DAA pun mengungkapkan hal yang sama, ayahnya

memperhatikan dengan siapa ia bergaul. Berdasarkan wawancara

dengan DAA:

“Diperhatikan pergaulan saya mbak, teman sekolah juga

sering pada main kesini. Terus bapak juga menyapa ramah

dan ngajak teman saya ngobrol, jadinya kenal sama teman

yang main ke rumah. Malah enak kalo gitu, teman-teman

nggak kaku biarpun ada bapak di rumah. Saya biasanya

pamit kalau mau pergi, tapi jarang sih mbak saya main

keluar-keluar gitu. Males, suka di rumah aja.”

Bapak MS juga melakukan hal yang sama, walaupun beliau

tidak selalu di rumah. Namun, beliau percaya jika DU memiliki

pergaulan yang tidak menyimpang. Berdasarkan wawancara

dengan bapak MS berikut:

“DU dari dulu pulang sekolah ya pulang mbak. Saya nggak

pernah terlalu menuntut dia harus ini itu. Kalau punya

teman ya sering diajak ke rumah. Jadi sepintas saya tahu

teman-temannya. Bergaul sama siapa saja oke, yang

penting nggak bawa pengaruh yang buruk.”

Diperkuat dengan pernyataan dari DU sebagai berikut:

“Menurut saya, ya bapak tu memperhatikan gimana

pergaulan saya mbak. Cuma nggak terus yang mengekang.

Paling ya ditanya mau pergi kemana gitu. Lagian saya

kalau main itu sama temen-temen cewek mbak, bapak juga

tahu.”

Berdasarkan penelitian mengenai bagaimana upaya seorang

ayah sebagai orang tua tunggal dalam mendidik akhlak pada anak,

peneliti menyimpulkan bahwa apa yang dilakukan para ayah pada

keluarga TKW di Desa Blotongan sudah baik, karena mereka tetap

berupaya untuk mendidik akhlak anak, tidak lalai terhadap perannya

untuk mendidik anak. Mulai dari mengajarkan sholat dan mengajarkan

Al-Qur’an, meskipun dalam hal ini tidak berperan sepenuhnya karena

76

anak-anak tersebut ikut TPQ. Lalu, mengajarkan untuk berbakti pada

orang tua, mengajarkan agar berbuat baik pada siapapun, memberi

contoh yang baik untuk anak, mendidik melalui kasih sayang dan

hukuman, serta para ayah tersebut juga memperhatikan pergaulan

anak. Hal tersebut membuktikan bahwa para ayah masih peduli

terhadap akhlak anaknya.

b. Kendala dalam Mendidik Akhlak Anak.

Mendidik dalam Islam bertujuan untuk membina dan

membentuk perilaku atau akhlak anak agar ia menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, serta berperilaku mulia

dalam kehidupan pribadi, dan masyarakat. Mendidik anak tentu

bukanlah perkara yang mudah, pasti ada kendala yang dihadapi orang

tua. Terlebih pada orang tua laki-laki, mendidik anak dalam kondisi

keluarga yang seperti ini pastilah mereka juga berperan sebagai ibu,

dapat dikatakan bahwa peran yang mereka jalankan sangatlah berat.

Disisi lain, mereka tetap ingin istri juga ikut mendidik anak secara

langsung, namun karena faktor tertentu, dan faktor ekonomi lah yang

paling berpengaruh, suami merasa memang harus mengizinkan

istrinya untuk menjadi TKW. Adapun kendala yang dihadapi para

ayah sebagai orang tua tunggal dalam mendidik anak pada keluarga

TKW di Desa Blotongan Salatiga berdasarkan penelitian yang

dilakukan:

77

1) Keluarga Bapak JM

Penuturan bapak JM tentang kendala yang beliau hadapi

dalam mendidik akhlak RP:

“Kesulitannya si RP itu kadang kalau disuruh belajar

malas mbak, gara-gara main HP terus. Meskipun nilai

sekolahnya ya masih tetap lumayan, tapi saya takutnya

dia nanti jadi pemalas. Tapi kalau saya takut-takuti HP

nya tak banting lagi gitu baru nurut. Biarpun gitu tapi si

RP termasuk rajin mbak, mau membantu saya kasih

makan ayam, beres-beres rumah, saya juga dibuatin

kopi.”

Hal ini sesuai dengan penuturan RP:

“Saya suka lupa waktu kalau udah pegang HP kadang

malas mau ngapa-ngapain, sampai lupa mau nyapu dan

beli pakan ayam.”

Jadi, kendala yang dihadapi bapak JM dalam mendidik

anaknya adalah karena RP sering bermain HP sampai lupa waktu.

Jika RP sudah lupa waktu, ia menjadi agak sulit jika disuruh

belajar, meskipun nilai RP tetap lumayan, namun yang ditakutkan

bapak JM, lama-kelamaan RP akan menjadi pemalas. RP akan

berhenti saat bermain handphone jika ayahnya mengancam akan

membanting handphone nya lagi. Tapi bukan berarti RP adalah

anak yang sangat pemalas, karena ayahnya sendiri mengatakan

bahwa RP juga sering memberi makan untuk ayam dan bersih-

bersih rumah. Kendala yang dihadapi bapak JM ini adalah

kendala internal.

2) Keluarga Bapak HT

78

Bapak HT mengaku sangat dekat dengan anak-anaknya,

namun beliau juga mengalami kendala saat mendidik IAP, berikut

penuturannya:

“Kendalanya ya paling sama seperti orang tua lain mbak,

anak banyak main hp, terlalu banyak nonton tv. Tapi ya

wajar wong sudah zamannya memang begini. IAP masih

bisa dikandani baik-baik, yang penting dia nggak lupa

kewajibannya saja, sholat ya sholat, sekolah ya sekolah,

les ya les, begitu.”

Menurut IAP, ia juga kadang terlalu asyik dengan

handphone dan menonton TV, sesuai dengan perkataannya:

“Kadang nonton kartun suka lupa waktu. Biasanya kalau

hari Minggu mbak, kebanyakan main hp sama nonton TV

Minggu. Sama adik, sama bapak. Kalau Minggu mau

bersihin kamar, ruang tamu, apa cuci piring gitu pikiran

saya nanti-nanti dulu lah.”

Jadi, kendala yang dihadapi bapak HT adalah kendala

internal. Dimana ada keinginan bermain yang berlebihan, karena

kadang IAP juga sampai lupa waktu saat bermain handphone dan

menonton televisi.

3) Keluarga Bapak RS

Bapak RS adalah ayah dari empat orang anak, ketiga

anaknya sudah bekerja, dua diantaranya sudah menikah. Hanya

tinggal SAP dan kakak perempuannya di rumah. Dalam mendidik

SAP, bapak RS juga mengalami kendala yang serupa. Berikut ini

adalah penuturannya:

“Kendala kadang ya itu, sepedaan sampai mana-mana.

Nanti kalau sepedaan sampai jauh itu lho mbak, kadang

kalau kecapean main gitu dia tidurnya gasik, kalau pas

79

ada PR kadang paginya kedandaban. Dia juga kalau

dinasehatin masih sering mbantah. Kalau hp nggak

mainan mbak, dia nggak saya pegangi hp, gak saya

bolehin. Kalau ibunya telepon gitu baru dia pegang hp

sebentar. Saya juga penggennya selalu banyak waktu di

rumah sama SAP, kadang ya dari saya mbak kendalanya,

menurut saya, karena kurang waktu itu tadi. Sopir kalau

pas libur gitu ya kadang lama, kadang malah nggak ada

libur blas.”

Sesuai pernyataan dari SAP, ia juga mengaku jika sering

bermain sepeda sampai lupa waktu:

“Seringnya sepedaan , tau-tau udah sore mbak.”

Jadi, bapak RS juga mengalami kendala seperti bapak JM

dan HT dalam mendidik anak, namun beliau anggap wajar karena

SAP adalah anak laki-laki dan wajar jika senang bermain sepeda.

Yang bapak RS takutkan hanya jika SAP bersepeda terlalu jauh

dengan teman-temannya. Namun, kendala dalam mendidik anak

juga datang dari bapak RS sendiri, dimana kadang beliau dituntut

untuk bekerja sampai menginap. Adanya kendala internal dan

eksternal menurut bapak RS, sejauh ini SAP masih bisa

dikendalikan.

4) Keluarga Bapak SY

Bapak SY adalah orang tua yang tidak terlalu banyak

permintaan dan menuntut pada anak-anaknya. Kendala yang

dalam mendidik anak bagi bapak SY adalah sebagi berikut:

“DAA itu anak rumahan mbak, kendala ya paling dia

banyak nonton TV sama udah asik sendiri kalau main HP.

Wajar lah usia segitu baru seneng-senengnya, tinggal kita

aja sebagai orang tua bagaimana. Biarpun gitu, apa-apa

80

nggak perlu harus orang tua njelasin sesuatu sampai

muluk-muluk gitu sudah paham sendiri. Alhamdulillah

saya dikasih anak tiga itu kok sayang sama bapaknya

semua mbak, kerjaan rumah ya mau mbantu. Apalagi

anak saya yang nomer satu itu mbak, itu meskipun dia

sudah kerja, jadi satpam di agen gas, dia kalau pualng

kerja gitu tau rumah berantakan ya dibersihin. Nggak

nunggu harus DAA yang bersihin atau saya gitu,

ditandangi sendiri. Dia juga meskipun laki-laki tapi jago

masak, ya DAA sih bisa masak, tapi masnya malahan

yang lebih pinter masak.”

Hal di atas sejalan dengan pernyataan dari DAA sebagai

berikut:

“Kadang lupa waktu kalau nonton TV, nonton kartun atau

drama korea mbak. Atau nggak waktu WA nan sama

teman kalau pas lagi seru-serunya ya jadi kelamaan.”

Kendala yang dihapi bapak SY adalah kendala internal.

Dimana ada keinginan dari diri anak itu sendiri yang terlalu

banyak menonton TV dan kadang bermain HP sampai terlalu

lama. Tetapi, bapak SY mengatakan bahwa meskipun begitu,

DAA tetap ingat pada tugas yang harus dilakukan, tidak sampai

membuatnya terlena. Bapak SY juga memaklumi perilaku

tersebut.

5) Keluarga Bapak MS

Bapak MS telah lama ditinggal istri menjadi TKW, namun

beliau mengaku bahwa hubungan dengan istrinya tetap baik-baik

saja. Istrinya juga meminta agar bapak MS selalu menjaga putri-

putrinya. Dalam mendidik anak, bapak MS juga mengaku

81

bahwasannya ada kendala yang dihapinya, berikut ini adalah

wawancara dengan bapak MS tentang kendala yang dihadapi:

“Kendalanya, saya kalau pulang kerja kadang sampai

kemalaman, pas gitu ada rasa bersalah, biasanya pulang

ashar kok sampai malam gitu sok nyesel. Tapi ya

namanya tukang parkir mbak, kadang kalau pas temannya

nggak cepet datang kan masih harus saya yang parkirin.

Kalau dari dianya sih ya paling HP itu to, banyak main hp

kadang tertawa sendiri lihat yang lucu-lucu di youtube

kalau main hp tu, bapak e ngomong nggak digagas.

Biarpun si DU itu juga termasuk seneng banget main hp,

dia masih ingat pekerjaan rumah kok. Ngepel, nyuci,

masak, gitu dia mbak. Saya sih nggak memaksa supaya

dia ngerjain pekerjaan rumah terus mbak, tapi dia tau

kalau saya pulang kerja kadang capek.”

DU mengemukakan hal serupa, dimana ia sering terlalu

sering bermain handphone, hal ini berdasarkan penuturannya:

“Ya biasa mbak, main hp kelamaan, tapi tetep to mbak,

kerjaan rumah jangan lupa.”

Kendala yang dihadapi bapak MS dalam mendidik adalah

kendala eksternal dan internal. Kendala eksternal adalah saat

bapak MS kerja hingga larut malam, dan kendala internal karena

DU terlalu lama bermain handphone, hingga kadang saat ayahnya

berbicara ia tidak memperhatikan.

Berdasarkan wawancara, peneliti menyimpulkan bahwa

kendala yang dihadapi ayah dalam mendidik anak ada dua macam,

yaitu kendala internal dan eksternal. Kendala internal adalah kendala

dimana berasal dari diri anak sendiri, seperti malas belajar, sikap tidak

mau didik, dan adanya keinginan bermain yang berlebihan. Dalam hal

ini, anak memiliki keinginan yang lebih untuk bermain, seperti

82

bersepeda, menonton televisi, dan bermain handphone. Kendala

eksternal yaitu kendala yang berasal dari luar diri anak, dalam hal ini

bersumber dari ayah. Dimana ayah kadang memiliki kurang waktu di

rumah dengan anak karena tuntutan pekerjaan.

c. Akhlak yang dimiliki anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan

Salatiga.

Baik buruknya akhlak anak, tergantung dari bagaimana cara

orang tua mendidiknya. Anak adalah ibarat kertas putih, orang tualah

yang menggoreskan tinta di kertas tersebut, tergantung apa saja warna

yang digoreskan pena di kertas tersebut.

Setiap orang tua tentu menginginkan anaknya menjadi seseorang

lebih baik dari dirinya, yang memiliki kehidupan sukses, dan tentunya

memiliki perilaku yang baik. Berdasarkan wawancara dengan para

ayah pada keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga, berikut ini

adalah perilaku yang dimiliki oleh anak:

1) Kemandirian dan tanggung jawab.

Sudah semestinya anak dibiasakan untuk mandiri dan

memiliki rasa tanggung jawab, baik dalam tugas di rumah, seperti

membantu ayah, maupun mandiri dan bertanggung jawab pada

tugas sekolah. Kemandirian dan tanggung jawab bertujuan agar

tidak ada kebiasaan menggantungkan sesuatu pada orang tua, dan

agar anak belajar memahami bahwa setiap orang memiliki

tanggung jawabnya masing-masing. Hal tersebut bertujuan kelak

83

anak tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan dapat mengurus

hidupnya sendiri. Berdasarkan wawancara dengan para ayah di

Desa Blotongan Salatiga, mereka mengaku bahwa sedikit banyak

ada mereka sudah memiliki kemandirian dan rasa tanggung

jawab. Berikut ini adalah adalah penuturannya:

Bapak JM mengaku bahwa ada kemandirian dan rasa

tanggung jawab dalam diri RP, sesuai dengan penuturannya:

“Sudah termasuk mandiri mbak RP, kalau lagi rajin gitu

apa-apa nggak usah diingetin. Kalau seperti itu kan berarti

dia juga ada tanggung jawab ya untuk hidupnya sendiri,

harus apa harus apa. Cuci baju yang pasti tugas dia di

rumah, menyapu, sama kadang-kadang juga ngasih makan

ayam-ayam peliharaan. Kalau urusan PR saya sih jarang

mengingatkan, tapi setau saya dia selalu mengerjakan.”

RP juga mengatakan bahwa ia sudah lumayan mandiri dan

tanggung jawab untuk melakukan sesuatu, sesuai pernyataan RP

berikut ini:

“Lumayan sudah mandiri dan tanggung jawab. Saya juga

bangun tidur mau sekolah gitu selimut sama kasur tak

rapiin, terus buatin bapak kopi, rumah juga saya sapu

dalamnya, kalau halaman yang sering bapak. Berangkat

sekolah nggak dianter, ngangkot sendiri. Untuk urusan

sekolah, saya belajar kalau ada PR aja, kalau sama mau

ada ulangan. Saya nggak pernah dapat ranking, tapi belum

pernah sampai nunggak, paling kalau ada nilai merah itu

satu mbak.”

Bapak HT juga mengatakan hal serupa, jika IAP sudah

termasuk mandiri dan memiliki tanggung jawab. Berikut

ungkapan bapak HT:

“Kalau IAP seusia segitu ya menurut saya sudah mandiri.

Tanggung jawab juga ada. Contohnya bangun nggak usah

84

dibangunin, mau mandi pagi gitu ya nyiapke air panas buat

adiknya juga, kalau mau les nggak harus nunggu diantar,

PR juga selalu ngerjakan. Dia juga ikut les, jadi sangat

membantu kalau pas ada kesulitan di PRnya.”

Hal yang sama juga IAP ungkapkan, bahwa ia selalu

mandiri dan tanggung jawab dalam tugas sekolahnya:

“Punya mbak. Saya kalau belajar nggak usah diuber-uber.

Kasihan orang tua sudah mbayar sekolah, mbayar les,

masih nyangoni pula. Saya belajar terus mbak, saya pengen

jadi apoteker. Dulu waktu kelas VII juga saya pernah

ranking 1.”

Bapak RS juga mengaku bahwa SAP sudah memiliki

tanggung jawa dan kemandirian, walaupun belum sepenuhnya

dan masih diingatkan, sesuai dengan penuturan bapak RS:

“Kalau nggak mandiri terus gimana mbak? Ya walaupun

belum sepenuhnya mandiri. Mandi sih sudah nggak perlu

disuruh. Yang masih sering diingetin itu kadang kalau

ngerjakan PR disuruh, kalau mau test yang diingetke

supaya belajar, nata jadwal sekolah ya diingetke. Tapi

kalau sudah diingetke gitu ya terus dilakuin, sekolahnya

lumayan kok dia, nggak rajin sih, tapi lumayan. Dia pulang

sekolah sudah bisa buat mie sendiri kalau nggak doyan

lauknya, baju ya dihanger, sepatu ya ditata. Kalau saya

belum sempat cuci baju dia, sehabis mandi dia nyuci

sendiri. Lumayanlah.”

SAP juga mengatakan hal yang serupa:

“Punya. Kalau mandi sudah nggak disuruh, kadang juga

mencuci baju sendiri. Kalau belajar kadang diingatkan

saya, biar nilainya bisa lebih baik. Karena kemarin nilai

saya ada merahnya mbak satu.”

Bapak SY mengatakan jiwa anak-anaknya sudah memiliki

kemandirian dan tanggung jawab, sesuai penuturannya:

85

“Alhamdulillah DAA mandiri, bukan anak manja. Rasa

tanggung jawabnya juga ada. Sudah lulus SMP masak mau

apa-apa orang tua yang harus cerewet perintah ini itu.

Urusan membantu mengerjakan kerjaan rumah juga nggak

saya paksa, biar sadar sendiri. Takutnya saya nanti kalau

dia punya beban harus mengerjakan pekerjaan rumah

kayak bersih-bersih, nyapu, apa masak gitu malah nilainya

dia jadi jemblok gara-gara kecapean. Ya mending kita kerja

sama saja, kalau Minggu dia yang buat sarapan, kakaknya

ngepel, saya nyapu halaan. Hari biasa DAA seringnya

nyapu, bersih-bersih jendela, yang masak saya atau nggak

kakaknya. Gitu-gitu aja, nggak ngoyo. Untuk masalah

sekolah, dia sudah sadar diri. Tugas ya mengerjakan.

Semangat belajar juga ada, kemarin nemnya waktu mau

masuk SMK itu 35 berapa gitu saya lupa. ”

Diperkuat dengan jawaban DAA sebagai berikut:

“Kalau PR nggak usah diingetin mbak, saya belajar juga

inisiatif sendiri. Kalau tanggung jawab, misalkan waktu

jaga adik. Tak jagain beneran, supaya nggak maen jauh-

jauh, saya bilangi juga kalau jalan itu minngir, jangan lari-

lari, nanti takutnya ada motor lewat. Kerjaan rumah juga

semampu saya mengerjakan apa, karena di rumah nggak

harus semua saya atau bapak yang mengerjakan.”

Bapak MS juga mengaku sudah ada kemandirian dan

tanggung jawab pada diri DU, terlebih saat ini usia DU sudah 17

tahun. Berikut pernyataan bapak MS:

“Oh, iya mbak. Sudah 17 tahun nggak mandiri ya terlalu .

Dari kecil sudah ditinggal ibunya, jadi sudah terbiasa

mandiri, tanggung jawab ada tentu. Dia pagi-pagi kadang

sudah belanja ke tukang sayur, buat sarapan. Sorenya

bersih-bersih rumah lagi, nyuci. Kerjaan rumah dia semua,

paling kalau saya hanya nyapu halaman sama bakar

sampah. Saya sih nggak memaksa harus dia semua, tapi dia

anaknya rajin sekali. Dia juga mau usaha sendiri. Nggak

suka merepotkan, sekarang lagi giat-giatnya belajar karena

ingin kuliah mbak. Selama ini nilai dia juga baik, buktinya

sekolah di SMA 3 Salatiga, yang isinya kalau menurut saya

anak pintar semua. Dari dulu semangat sekolah, orang tua

juga jadi tambah semangat bekerja.”

86

Pernyataan serupa juga disampaikan oleh DU seperti

berikut ini:

“Iya mbak, kalau nggak mandiri ya mau manja-manjaan

sama siapa mbak? Yang mengerjakan kerjaan rumah saya,

ya saya sih senang bisa bantu bapak. Saya kalau urusan

sekolah, urusan tugas gitu ya pasti punya mandiri dan

tanggung jawab saya mbak. Saya belajar rajin biar nanti

bisa kuliah jurusan akuntansi di Semarang.”

Berdasarkan wawancara dengan para ayah beserta anak

pada keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga, peneliti

menyimpulkan bahwa pada keluarga TKW tersebut tidak ada

anak yang terlalu manja. Rata-rata dari mereka sudah memiliki

kemandirian dan tanggung jawab dalam melakukan tugas

membantu orang tua dan tugasnya sebagai pelajar. Walaupun

kadang dalam melakukan tanggung jawabnya pada tugas sekolah

masih diingatkan. Namun, sebagian dari mereka sudah memiliki

kemandirian dan tanggung jawab yang tinggi.

2) Hormat dan santun.

Pada zaman yang seperti ini, rasa hormat dan santun

terhadap orang tua memang sudah mulai terkikis. Banyak anak

yang berani membantah bahkan melawan dengan orang tua,

disadari atau tidak, lingkungan sekitar memang mempengaruhi.

Orang tua perlu mendidik anak agar berperilaku hormat serta

santun, perilaku yang demikianlah yang diharapkan orang tua.

Berikut ini adalah penuturan bapak RS yang mengatakan

bahwa kadang SAP masih membantah jika diberi nasehat:

87

“Bicara kalau sama saya baik, nggak pernah kasar.

Sebenarnya kalau dia sampai agak bandel lumrah mbak,

namanya juga anak segitu, laki-laki pula. Alhamdulillah

nya tapi dia sama saya itu manut, biarpun kadang masih

mbantah kalau tak nasehatin, tapi ujung-ujungnya tetap

nurut sama yang saya katakan. Misalnya saya nasehati

biar kalau maen sepeda itu jangan jauh-jauh, di

lingkungan seRT saja. Tapi dianya malah njawab ya kalau

diajak temen jauh masak nolak pak, begitu. Mungkin

berapa lama nurut mbak, nggak jauh-jauh. Tapi dia habis

gitu ya suka lupa lagi, nanti tak nasehati lagi, begitu

terus. Biarin lah begitu, wong ya masih wajar-wajar saja

kok, asal bisa jaga diri. Sudah bisa minggir kan kalau ada

kendaraan lewat, cuma kadang saya yang kepikiran.”

Namun hal tersebut berbeda dengan bapak HT, beliau

mengaku bahwa bahwa IAP adalah anak yang penurut, seperti

penuturannya:

“IAP nggak pernah membantah, manut. Karena saya juga

nasehatinnya baik-baik. Dia kalau bicara sama saya dan

ibunya ya sopan, minta sesuatu juga mintanya baik-baik,

nggak pernah ngomong yang kasar. Semoga seperti itu

terus mbak.”

Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa anak pada

keluarga TKW masih memiliki rasa hormat dan santun pada

orang tua mereka. Santun disini meliputi anak yang tidak berkata

kasar pada orang tuanya, mereka menggunakan bahasa dan cara

bicara yang baik. Meskipun kadang masih ada yang membantah,

namun hal tersebut masih dianggap wajar oleh sang ayah

mengingat anaknya adalah anak yang tidak didampingi orang tua

lengkap secara langsung.

88

3) Dermawan.

Sejak dini, anak sudah harus dididik agar memiliki sikap

dermawan. Jika kedermawanan ini sudah dapat dipahami sebagai

suatu aktivitas yang penting oleh anak, maka ia tumbuh menjadi

pribadi yang dermawan, dan senang membantu orang lain.

Berdasarkan wawancara, para ayah tersebut juga mengajarkan

pada anak agar peduli dan memiliki kedermawanan.

Bapak JM mengaku bahwa sebagai manusia, beliau dan

RP harus peduli dengan sesamanya. Berikut penjelasannya:

“RP sih tak bilangin jadi orang jangan pelit, berbagi kan

nggak harus banyak, yang penting ikhlas.”

Hal tersebut juga diungkapkan RP sebagai berikut:

“Lumayan mbak, saya kalau di kelas ada yang pinjem

penghapus, bolpen, apa tip ex gitu tak pinjami. Bapak

juga ngajarin berbagi, kalau pas Jum’atan bapak selalu

bawa uang buat dimasukkan kotak amal.”

Bapak HT juga mengatakan jika jiwa kedermawanan IAP

sudah ada ketika ia masih kecil, seperti penuturan bapak HT:

“Iya setau saya dia suka berbagi kalau sama temannya.

Dulu malah pas masih kecil, kalau tiap sore kan dia main

tu petak umpet sama teman-temannya, itu temannya pada

dibawa pulang ke rumah. Dikasih susu per anak satu

kotak satu kotak, jatah minum dia bisa beberapa hari

malah langsung ludes. Sekarang ya gitu, kalau bawa bekal

dari rumah tak suruh nawarin apa ngasih ke temannya.”

Diperkuat pula dengan perkataan dari IAP sebagai berikut:

“Lumayanlah mbak, yang penting jangan pelit. Apalagi

kalau pas siang-siang ada teman les yang haus nggak

bawa minum gitu tak kasih minuman punyaku mbak. Ada

teman waktu itu pinjam uang 15ribu di sekolah juga saya

pinjami, pas cerita sama bapak saya bilang itu bapaknya

89

sudah meninggal. Terus kata bapak suruh ikhlasin, kalau

nggak dikembalikan nggak apa-apa.”

Kedermawan juga dimiliki oleh SAP, hal ini diungkapkan

oleh bapak RS sebagai berikut:

“Ya termasuk boros malah, saking senangnya temannya

itu kadang pada dijajanin, kalau pas dia punya uang

lebih. Dia begitu karena temannya juga nggak pelit sama

dia, saya lihat sendiri waktu itu dia pengen beli es krim,

pas saya mau ambil uang ke rumah saya lihat kok dia

sudah makan es krim. Lalu saya tanya, katanya dia

dibelikan temannya, ya sudah. Cuma saya suruh bilang

terimakasih.”

SAP juga mengutarakan bahwa penting untuk memiliki

kedermawanan terhadap orang lain, seperti pernyataannya:

“Lumayan, kadang-kadang berbagi sama teman. Punya

jajan saya kasih, kalau lagi sepedaan, teman yang nggak

bawa sepeda saya suruh gentian sama saya mbak.”

Bapak SY juga menilai bahwa DAA sudah memiliki rasa

untuk berbagi, DAA bukanlah anak yang pelit. Hal ini

berdasarkan wawancara dengan bapak SY sebagai berikut:

“Peduli dia sama temannya, nggak pelit apalagi kikir,

suka berbagi menurut saya. Temannya juga banyak,

beberapa kali ada kok temannya yang kalau kesini pinjam

celana, atau baju. Ya dipinjami. Terus kalau ada

temannya yang pulang sekolah langsung kesini gitu

disuruh makan sama dia. Adanya telur ya dia gorengin

telur, adanya mie ya dibuatin mie.”

90

Hal tersebut sejalan dengan pernyataan dari DAA sebagai

berikut, walaupun ia menjawab dengan agak malu:

“Gimana ya mbak? Saya sih di sekolah kalau jajan

biasanya nawarin ke teman, saya setiap hari bawa minum

kalau ada teman yang minta saya kasih. Ada yang pinjam

bolpen saya pinjami.”

Bapak MS sebagai orang tua DU juga mengutarakan hal

seperti bapak JM, HT, RS, dan SY. Beliau menilai jika putrinya

memang senang berbagi dan kedermawanan terhadap temannya,

berikut penuturannya:

“DU sih temannya banyak, berarti dia senang berbagi.

Kalau anaknya pelit kan nggak mungkin temannya suka

pada datang kesini. Dia waktu itu cerita kalau ada

temannya yang pinjam motor, ada teman yang butuh

bantuan suruh antar ke rumah neneknya juga diantar,

ada juga yang temannya beda kelas itu buku paketnya

ketinggalan lalu dipinjami. Ya banyak sih mbak nggak

mungkin saya ceritakan satu-satu. Dermawan yang seperti

itulah mbak, yang sebetulnya mudah tapi kalau buat

orang yang nggak biasa ya pasti sulit.”

DU juga mengatakan bahwa dirinya tidak bisa jika harus

bersikap tega kepada orang lain, berikut penuturannya:

“Kan memang harus begitu, hidup kan nggak sendiri.

Suatu saat kita juga butuh bantuan orang lain. Jadi, kalau

ada orang lain yang butuh bantuan kalaupun saya bisa

pasti saya tolong. Saya nggak tega kalau melihat ada yang

kesusahan, apalagi saya kenal. Kadang bawa bekal juga

sering saya makan sama teman, berbagi maksudnya.

Terus ada yang mau pinjam buku ya saya pinjami.”

Berdasarkan penelitian, dapat disimpulkan bahwa anak-

anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga tersebut

memiliki rasa kedermawanan. Mereka peduli dengan temannya

91

dan orang-orang sekitar. Ada yang membantu dalam wujud

materi, jasa, dan barang.

4) Percaya diri.

Anak yang memiliki pergaulan luas, mudah menjalin

interaksi dengan orang lain akan membuatnya mampu

mengembangkan kreativitasnya. Ia akan belajar dari banyak orang

di sekitarnya, dan secara tidak langsung kepercayaan diri yang

tinggi ini dapat membantunya mengembangkan ide-ide

kreativitasnya dengan baik. Berikut ini adalah hasil wawancara

dengan para ayah dan anak pada keluarga TKW di Desa

Blotongan Salatiga:

Penuturan bapak RS mengenai percaya diri yang dimiliki

SAP:

“Dia sih oranya PD mbak, waktu itu pernah juga pasti

minder, tapi itu ya dulu awal-awal ditinggal ibunya.”

SAP mengatakan bahwa ia pernah minder dikarenakan

ditinggalkan sosok ibu, berikut adalah pernyataan dari SAP:

“Saya pernah minder pas pertama-tama ibu jadi TKW,

nggak mau jauh-jauh dari ibu. Suka ingat ibu kalau

waktu terima raport pada diambilin ibunya. Tapi kalau

sekarang rasanya sudah terbiasa, yang penting

komunikasi setiap hari lancar mbak.”

Hal yang sama juga diungkapkan oleh bapak MS seperti

berikut ini:

“DU nggak minderan mbak karena ibunya jadi TKW,

sampai sekarang juga dia sudah terbiasa. Kalau pas dulu

sih sering minder karena orang tuanya temannya lengkap

92

di rumah. Setau saya kalau sekarang sudah nggak ngaruh

sih karena dia sudah cukup dewasa, pikirannya juga logis.

Malah dia yang ngademin hati saya, nggak tahu juga ya

apa mungkin dia kan tahu kalau saya pulang kerja

capek.”

Pernyataan tersebut juga sejalan dengan DU, seperti

berikut:

“Pernah saya minder karena ibu jadi TKW, kalau

sekarang sudah biasa saja. Mindernya waktu SMP dulu

kan pada bawa bekal, saya nggak bawa karena bapak

kalau masak pagi dulu kerepotan. Akhirnya dari situ saya

niat belajar masak supaya bisa bawa bekal dan buatin

sarapan buat bapak.”

Berdasarkan penelitian pada keluarga TKW di Desa

Blotongan Salatiga, anak pada keluarga TKW tersebut rata-rata

awalnya merasa kurang percaya diri atau minder karena ibu

menjadi TKW sehingga hanya tinggal bersama ayah. Bukan

karena alasan malu, tetapi minder lantaran mereka tidak bisa

didampingi oleh orang tua yang lengkap dalam jangka yang

waktu lama seperti teman mereka yang lain. Namun, itu tidak

membuat mereka terpuruk dan tidak mau bergaul, buktinya

mereka tetap memiliki pergaulan bersama teman dengan baik.

5) Rendah hati

Tidak ada orang tua yang menginginkan anaknya tumbuh

menjadi seseorang yang sombong, suka pamer, dan angkuh.

Mereka pasti menginginkan agar anaknya berperilaku yang baik,

seperti rendah hati. Berikut ini adalah hasil wawancara dengan

ayah dan anak pada keluarga TKW tersebut:

93

Penuturan bapak JM tentang perilaku rendah hati:

“Kalau sombong nggak mbak, apanya yang mau

disombongkan? Dia sih biasa orangnya, nggak suka

pamer.

RP juga mengatakan hal serupa, bahwa cara ia

menerapkan perilaku rendah hati adalah dengan tidak pamer,

seperti penuturannya:

“Penerapannya contohnya kalo saya dengan nggak pamer

mbak. Dijauhi teman kalau suka pamer.”

Demikian pula dengan bapak HT, beliau juga menilai jika

IAP bukanlah anak yang sombong, sebagaimana pernyataan

bapak HT berikut:

“Sombong nggak, pamer juga nggak. Dia kalau punya tas

baru juga nggak langsung dipakai mbak, nunggu sampai

kadang seminggu lebih, katanya malu kalau temannya

sadar tas dia baru. Memang agak lucu ya mbak anak saya

itu, tapi memang begitulah. Contohnya juga kalau ketemu

tetangga di jalan dia biasanya nyapa kalau nggak senyum.

Misal sama tetangga saja nggak mau nyapa nanti dicap

angkuh dan sombong.”

IAP juga mengatakan bahwa tidak ada gunanya jika

sombong, seperti ungkapannya:

“Penerapan di kehidupan, saya kalau kadang dikasih

sangu agak banyak nggak tak ceritakan sama teman.

Kalau teman saya sukanya cerita dapat sangu banyak,

saya cuma diam. Nggak ada gunanya pamer sangunya

mbak, kalau udah terkenal suka pamer, nanti pas nggak

punya malah diejek.”

Bapak RS mengajarkan pada SAP untuk tidak sombong,

sesuai pernyataan berikut ini:

94

“Saya orang nggak punya mbak, apa yang bisa

dibanggakan. Berbuat baik saja bisa jadi bahan omongan

orang, apalagi kalau kita suka pamer-pameran? Nggak

mbak. Saya jadi orang dari dulu apa adanya, begitu juga

SAP, dia jadi orang saya larang sombong. Nanti malah

ditertawakan tetangga, apanya yang mau

disombongkan?”

Sebagai anak, SAP sudah merasakan apa yang ayahnya

rasakan mengenai hal tersebut. Dibuktikan dengan pernyataan

dari SAP berikut ini:

“Penerapannya jangan sombong kalau sama teman.”

Hal yang sama juga diungkapkan oleh bapak SY dan MS,

mereka tidak mau anak mereka tumbuh menjadi seseorang yang

sombong, suka pamer, dan angkuh.

Jadi, anak-anak pada keluarga TKW tersebut sudah bisa

melatih diri untuk rendah hati. Mereka kebanyakan tidak suka

sombong dan memamerkan segala sesuatu.

6) Toleransi

Toleransi adalah sikap menghormati dan menghargai

perbedaan antar sesama manusia. Allah SWT menciptakan

manusia berbeda anatara satu sama lain. Perbedaan tersebut bisa

menjadi kekuatan jika dipandang positif, namun akan

memunculkan konflik jika dipandang dari sisi negatif. Berikut ini

adalah penerapan toleransi pada anak keluarga TKW Desa

Blotongan Salatiga berdasarkan wawancara yang telah dilakukan:

95

Penuturan bapak JM terkait penerapan toleransi pada diri

RP:

“RP itu orangnya nggak pemarah, misalkan dia pengen

beli pulsa, pas dia nggak punya uang, lalu minta saya

juga lagi nggak ada. Dia nggak marah, menghargai.

Nggak maksa harus belikan pulsa.”

Demikian dengan RP, dirinya bertoleransi dengan sebagai

berikut sesuai penuturannya:

“Saya jadi orang nggak suka maksa, nggak harus sesuai

sama keinginan saya.”

Sama halnya dengan bapak JM, bapak HT juga

beranggapan bahwa IAP sudah bisa menerapkan toleran walaupun

dengan hal-hal sederhana, berikut penuturannya:

“Sedikit sedikit sudah bisa. Dia ngalah sama adiknya,

kalau lagi nonton tv, tiba-tiba adiknya nyuruh mindah

channel gitu terus dipindah. Biar adiknya nggak rewel.

Nggak suka memaksa harus begini gitu ini.”

IAP juga mengatakan, cara ia mengamalkan tolerasi

adalah salah satunya mengalah dengan adiknya, berikut

pernyataan IAP:

“Menerapkan toleransi contohnya kita harus mengalah,

kalau saya misalnya lagi mainan hp, terus adik mau

pinjem gitu saya kasihkan. Lagi nonton tv, adik minta

ganti ya saya ganti sesuai maunya adik.”

Sama halnya dengan bapak HT, bapak RS mengaku jika

SAP sudah bisa bertoleransi. Berikut penuturan bapak RS:

“Sedikit-sedikit ya sudah bisa. Saya bilang bisa karena

kalau benar-benar saya lagi nggak punya uang, sampai

untuk sangunya SAP saja nggak bisa ngasih, si SAP nggak

96

saya kasih sangu. Tapi tetap mau sekolah, mungkin itu

sudah bertoleransi dengan keadaan bapaknya.”

Hal serupa dikatakan SAP bahwa ia pernah tidak diberi

uang saku oleh ayahnya karena kondisi sang ayah yang sedang

tidak memiliki uang sama sekali. Sebagaimana pernyataan dari

SAP:

“Kalau saya melakukan toleransinya dengan tidak suka

memaksa. Saya saja nggak memaksa kalau bapak nggak

punya uang untuk jajan, sampai pernah nggak sangu

waktu sekolah. Tapi tau saya kalau bapak nggak bohong,

soalnya kalau bapak punya uang nggak mungkin tega.

Kalau pas punya uang nggak perlu minta, karena bapak

tau kalau saya senang jajan.”

Bapak SY pun mengaku jika putrinya, yaitu DAA

memiliki toleransi terhadap orang lain. Hal ini dubuktikan dengan

hasil wawancara berikut:

“Contoh toleransinya yaitu kalau ada orang yang

meninggal kalau rumahnya dekat dia nggak usah nunggu

saya sudah kesana duluan, namanya bermasyarakat. Dia

kalau punya teman nggak pilih-pilih, nggak melihat dari

agamanya. Temannya juga banyak yang pada main

kesini. Ada teman yang masuk rumah sakit ya dia jenguk.

Namanya manusia, nggak bisa hidup sendiri, jadi harus

punya toleransi dengan sesama mbak.”

Hal tersebut sejalan dengan pernyataan dari DAA sebagai

berikut:

“Menerapkan toleransi contohnya kalau saya, dengan

nggak pilih-pilih teman, nggak pandang dia kaya atau

miskin, Islam atau nggak.”

Toleransi dalam diri DU juga sudah ada, hal itu

berdasarkan penuturan dari bapak MS berikut ini:

97

“Toleransi dalam lingkungan sekitar, dia kalau Minggu

ada kegiatan kerja bakti pemuda ikut, pertemuan rutin

pemuda sini juga berangkat, dapat undangannya kok,

acara 17an juga ikut berpartisipasi. Meskipun kadang

temannya cewek itu malah ngajari dia nggak usah ikut

aja, tapi karena dia berarti toleransi ya tetap berangkat.

Teman dekatnya juga ada beberapa yang Kristen, berarti

dia nggak pilih-pilih dalam berteman. Bukan juga anak

egois yang harus sama dengan kemauan dia, sama

adiknya juga ngalahan. Sudah besar pasti tau dia kalau

nggak bisa menghargai orang lain bakalan dijauhi sama

orang lain.”

DU juga mengungkapkan bagaimana penerapan

toleransinya selama ini, berikut ungkapannya:

“Menerapkan toleransi kalau ada orang bicara

didengarkan, jangan disela. Contoh lain dari saya

misalkan berpendapat ya nggak usah ngotot kalau

pendapat kita nggak diterima. Ikut kumpul-kumpul remaja

masjid, nggak usah pilih-pilih dari kaya nggaknya kalau

berteman, gitu mbak.”

Jadi, dapat disimpulkan bahwa anak pada keluarga TKW

tersebut sudah bisa menerapkan toleransi sesuai dengan apa yang

mereka bisa. Terbukti dengan adanya toleransi anak dengan

orang tua, teman, tetangga, dan sekitarnya.

Berdasarkan wawancara, peneliti menemukan bahwa akhlak

anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga relatif baik,

karena mampu melaksanakan perilaku yang baik seperti diatas

meskipun belum sepenuhnya. Mereka tidak lantas menjadi anak nakal

yang tidak patuh dengan orang tua, memang ada yang masih harus

diingatkan ayah untuk melakukan sesuatu, ada pula yang belum

maksimal dalam pelaksananaannya. Namun, itu tergolong wajar, dan

98

disini tidak ada perilaku menyimpang hingga sampai meresahkan

banyak orang.

Setiap orang mempunyai asumsi yang berbeda terkait keluarga

TKW. Peneliti juga mengambil pendapat dari tetangga keluarga TKW,

dimana nantinya akan lebih memperjelas tentang apa yang sudah

peneliti tanyakan dengan keluarga TKW tersebut. Berikut pendapat

yang diutarakan oleh para tetangga:

1. Ibu Ngatinem (tetangga bapak JM dan bapak RS).

“Menurut saya kalau ibu jadi TKW itu sebenarnya nggak

baik, karena suami sudah mencari nafkah. Andai kata mau

kerja ya cari-cari di sekitar Salatiga apa sudah nggak ada?

Tapi ya biarlah mbak, pendapat orang beda-beda. Kalau

saya itu tadi, tindakan yang tidak baik. Apalagi kalau

sudah punya anak.”

2. Bapak Sutarso (tetangga bapak SY)

“Bapak SY mendidiknya sudah baik, karena dia lebih

banyak di rumah. Kalau nggak ada panggilan kerja di

rumah, soalnya cari kerja yang dekat. Saya tau, bapak SY

justru nggak dibolehkan sama istrinya kalau kerja jauh-

jauh, apalagi yang kalau kerjanya sampai nggak pulang.

Waktu itu bapak SY dapat tawaran kerja di Kalimantan,

terus dia bilang istrinya, nggak dibolehkan. Istrinya bilang

kalau bapak SY mau ke Kalimantan istrinya akan balik dari

Kamboja. Kan kasihan sama anak-anak,. Sekarang bapak

SY kerjanya deket-deket aja.”

3. Ibu Sutopo (tetangga bapak HT)

“DAA anak yang baik, perilakunya baik, anaknya sopan

kalau sama orang lain. Waktu itu pernah saya malam-

malam di rumah saya nggak ada orang, badan saya terasa

nggak enak dan pusing sekali, rasanya saya nggak karu-

karuan pokoknya. Langsung saya lari ke rumah DAA,

minta tolong dikerokin. Baik anaknya.”

99

4. Bapak Zulkar (tetangga bapak MS)

“Perilaku anak mas MS itu baik, setau saya kalau lewat

mau pulang ketemu orang ya menyapa. Sama tetangga

ramah, dia juga aktif kalau ada kegiatan remaja.”

Dari pendapat yang telah diberikan para tetangga tersebut,

mereka berpendapat bahwa perilaku dan cara mendidik pada anak

sudah baik. Karena, menjadi orang tua yang harus mendidik

anaknya sendirian, lantaran istri bekerja sebagai TKW sebenarya

sulit. Dapat pula diketahui bahwa walaupun mereka adalah orang

tua laki-laki, namun mereka tidak lantas menelantarkan dan acuh

terhadap anak.

B. Analisis Data

1. Upaya ayah sebagai orang tua tunggal dalam mendidik akhlak anak

pada keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga.

Upaya mendidik akhlak anak merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari rangkaian kewajiban yang harus dilaksanakan oleh

orang tua. Bagi seorang ayah yang menjadi orang tua tunggal

dalam mendidik anak, kewajiban ini sama pentingnya dengan

mencari nafkah, dimana hal tersebut berhubungan dengan

pemenuhan kebutuhan fisik anak. Sedangkan kewajiban orang tua

dalam mendidik anak, lebih ditekankan pada pemenuhan

kebutuhan mental dan rohaniahnya. Kedua kewajiban ini memang

seharusnya dilaksanakan secara serasi, agar terjadi keseimbangan

dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Berikut ini adalah

100

upaya ayah sebagai orang tua tunggal dalam mendidik akhlak anak

pada keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga:

a. Mengajarkan anak sholat.

Mengajarkan anak sholat harus dimulai sejak dini, agar

anak terbiasa untuk menjalankannya. Orang tua wajib untuk

mendidik anaknya agar sholat.

Mengajarkan anak sholat seperti yang diajarkan oleh

Luqman diabadikan Allah dalam QS. Luqman 17 berikut:

يا ب ني أقم الصلة وأمر بالمعروف وانو عن المنكر واصبر على ما

أصابك إن ذلك من عزم المور

“Wahai anakku, laksanakanlah shalat dan perintahkanlah

mengerjakan yang ma’ruf dan cegahlah dari kemunkaran

dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu.

Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal

diutamakan.” (QS. Luqman [31]:17)

Nasihat Luqman pada ayat 17 ini menyangkut hal-

hal yang berkaitan dengan amal-amal shaleh yang

puncaknya adalah shalat, serta amal-amal kebajikan yang

tercermin dalam amar makruf dan nahi mungkar, juga

nasihat berupa perisai yang membentengi seseorang dari

kegagalan yaitu sabar dan tabah. Menyuruh mengerjakan

makruf, mengandung pesan untuk mengerjakannya, karena

tidaklah wajar menyuruh sebelum diri sendiri

mengerjakannya. Demikian juga melarang kemungkaran,

101

menuntut agar yang melarang terlebih dahulu mencegah

dirinya. Itu agaknya yang menjadi sebab mengapa Luqman

tidak memerintahkan anaknya melaksanakan yang makruf

dan menjauhi mungkar, tetapi memerintahkan, menyuruh

dan mencegah. Di sisi lain membiasakan anak

melaksanakan tuntunan ini menimbulkan dalam dirinya

jiwa kepemimpinan serta kepedulian sosial (Shihab,

2003:136).

Dalam hal ini, para ayah pada keluarga TKW tidak

sepenuhnya yang mengajarkan anak sholat, karena anak

pada keluarga TKW tersebut ikut TPQ dan juga ada guru

PAI di sekolah yang ikut berperan untuk mengajarkan anak

sholat.

b. Mengajarkan Al-Qur’an.

Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam, di dalamnya

terdapat berbagai sumber petunjuk dan pedoman, baik yang

berhubungan dengan Tuhan (hablum minallah), maupun yang

berhubungan dengan sesama manusia (hablum minannas).

Orang tua mempunyai kewajiban mengajari anaknya, jika dia

tidak mampu, maka hendaknya meminta bantuan kepada

orang lain untuk mengajari anaknya belajar Al-Qur’an

(Masdub, 2015:84). Hal ini sesuai dengan upaya mendidik

ayah pada keluarga TKW di Desa Blotongan, mereka

102

menyuruh anak untuk mengikuti TPQ, karena mereka sadar

bahwa tidak dapat mengajarkan ilmu agama Islam sepenuhnya

pada anak. Para ayah tersebut berharap dengan masuk TPQ

maka anak akan mendapatkan ilmu agama yang lebih baik.

c. Mengajarkan anak agar selalu berbuat baik kepada kedua

orang tua.

Orang tua mengajarkan anak agar berbuat baik kepada

kedua orang tuanya, yaitu dimulai dari orang tua itu sendiri

sebagai contoh teladan anak dalam kesehariannya. Bagaimana

sikap, tingkah laku, tutur kata dan perbuatan yang

dicontohkan kepada anaknya (Masdub, 2015:82). Sesuai

dengan teori tersebut, bapak JM, HT, RS, SY, dan MS juga

mengajarkan untuk berbuat baik pada orang tuanya,

mengajarkan untuk tidak melawan jika diberi nasehat, patuh

dan berusaha untuk membantu orang tua.

Berbuat baik kepada kedua orang tua dijelaskan dalam

QS. Luqman ayat 14 yang berbunyi:

نا اإلنسان بوالديو حملتو أمو وىنا على وىن وفصالو في ووصي

عامين أن اشكر لي ولوالديك إلي المصير

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat

baik) kepada kedua orang tuanya.Ibunya telah

mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-

tambahdan menyapihnya dalam usia dua tahun.

103

Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.

Hanya kepada Aku kembalimu.”

Ayat di atas menjelaskan makna bahwa Allah

mewajibkan semua manusia agar patuh dan taat kepada

orang tua. Karena seorang ibu mengandung dengan segala

kepayahan dan kesulitan. Seorang ibu juga menyusui

sampai berusia anak berusia dua tahun. Allah

mengharuskan pula agar bersyukur kepada-Nya atas semua

nikmat yang diberikan dengan cara melakukan semua

bentuk ketaatan. Dan hendaknya berterima kasih pula

kepada orang tua dengan cara melakukan kebaikan kepada

mereka. Karena semua akan kembali kepada Allah, dan

Allah akan membalas semua perbuatan yang dilakukan

manusia.

d. Mengajarkan anak agar berbuat baik kepada siapapun.

Orang tua mengajarkan anak agar selalu berbuat baik

kepada siapapun dimulai dari dalam keluarga untuk

melakukan pembiasaan-pembiasaan yang baik. Bagaimana

sikap, tingkah laku, tutur kata dan perbuatan yang menghargai

anggota keluarga lainnya. Jika ini sudah diterapkan dalam

mendidik anak, maka anak akan mampu menghargai siapapun

yang ia temui. Dalam hal ini, para ayah mengajarkan untuk

peduli dan berbuat baik pada orang lain, walaupun dilakukan

dengan cara yang sederhana. Dimulai dengan mengajarkan

104

berbuat baik kepada tetangga di sekitar rumah dan juga teman

di sekolah.

e. Memberi kasih sayang dan hukuman

Memperlakukan anak dengan lemah lembut, kasih

sayang, dan bijaksana adalah suatu sikap dan perilaku yang

harus dilakukan orang tua terhadap anak-anaknya. Dengan

kasih sayanglah akan tumbuh tunas-tunas harapan yang

didambakan, sebagaimana bila merawat tanaman dengan

penuh perhatian dan kasih sayang akan tumbuh tanaman yang

subur dan berbuah baik.

Meskipun orang tua dituntut untuk memberikan rasa

cinta dan kasih sayang dalam mendidik anak, namun tidak

berarti tidak boleh menghukum anak yang dinilai bersalah

atau lalai melakukan suatu kewajiban. Hanya perlu diingat

bahwa sifat dan bentuk hukuman yang diberikan harus tetap

dalam konteks mendidik (Syafei, 2006:94).

Berkaitan dengan hal tersebut, bapak JM, HT, RS, SY,

dan MS mengaku bahwa mereka menyayangi anak-anaknya,

hal tersebut dibuktikan dengan adanya kedekatan antara

mereka dan juga anak. Seperti halnya bapak HT, beliau

mengaku sering bercanda dan memberikan pelukan pada

IAP. Hal tersebut dilakukan agar IAP tidak takut dengan

sosok ayah yang biasanya terlihat tegas dan berwibawa.

105

Namun, bapak HT juga akan memberi hukuman jika

kesalahan IAP memang pantas dihukum, bapak JM juga

demikian, beliau pernah menghukum RP dengan membanting

handpohone milik anaknya karena pada saat itu beliau kesal

RP tidak memperhatikan saat dinasehati.

f. Memberi teladan terhadap anak-anak.

Mendidik anak harus dimulai dari mendidik diri sendiri

sebagai orang tua, untuk menjadi manusia yang penuh

teladan secara pribadi maupun sosial (Anshor dan Ghalib,

2010:46).

Berkaitan dengan hal tersebut, kelima ayah pada

keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga mengaku bahwa

mereka memberikan teladan yang baik kepada anaknya. Ada

yang memberikan contoh untuk berbuat baik kepada

tetangga, ada yang memberikan teladan dalam melakukan

tugas sehari-hari di rumah, dan ada pula yang memberikan

teladan dalam kaitannya dengan kehidupan sosial seperti

menjenguk orang yang sakit dan juga melayat. Orang tua

harus memberi teladan terlebih dahulu apabila ia

menghendaki anak-anaknya berperilaku baik.

g. Memperhatikan pergaulan anak

Berikut ini langkah-langkah praktis yang bisa dilakukan:

106

1) Orang tua harus mengetahui dengan siapa anak-anaknya

berteman.

2) Orang tua harus mengetahui aktivitas apa saja yang

dilakukan oleh anak-anak beserta teman-temannya.

3) Mengikat silahturahmi atau sering berkomunikasi

dengan para orang tua teman anaknya, supaya bisa

memantau keadaan dan pergaulan anak-anaknya.

4) Seringlah berkomunikasi dengan anak dimanapun

mereka berada. Bila sedang di rumah, ajaklah mereka

bercakap atau berdiskusi tentang apa saja dilakukan

atau terjadi di sekolah.

Sebagian besar ayah pada keluarga TKW tersebut

memperhatikan pergaulan anaknya. Seperti bapak HT, beliau

membiasakan pada diri IAP untuk berpamitan jika ingin

pergi, harus jelas kemana dan dengan siapa akan pergi.

Beliau juga sesekali memeriksa handphone miliki IAP agar

mengatahui dengan siapa anaknya berkomunikasi.

Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa upaya ayah dalam

mendidik akhlak anak pada keluarga TKW tersebut sudah relatif

baik. Mereka sebisa mungkin mendidik anaknya agar berperilaku

sebagaimana mestinya, meskipun ada beberapa yang kurang

maksimal dalam mendidik anak, namun para ayah tetap berusaha

dan tidak lalai untuk mendidik anaknya. Terbukti dalam urusan

107

belajar agama, anak-anak diperintah untuk ikut TPQ karena para

ayah merasa tidak mampu jika mengajarkan sendirian. Orang tua

juga mendidik anak-anak untuk berperilaku baik, seperti membantu

orang lain dan besikap rendah hati. Dalam pergaulan, para ayah

juga memperhatikan mereka, meskipun tidak selalu mengontrol,

namun kebanyak para ayah bertanya dan meminta agar anak

berpamitan jika hendak pergi. Itu semua dilakukan karena mereka

merasa bahwa anak adalah titipan yang harus dijaga semampu

mereka. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa meskipun menjadi

orang tua tunggal, namun para ayah tidak melupakan perannya

untuk mendidik akhlak anak. Mereka tetap menjalankan peran

tersebut semampu yang mereka bisa.

2. Kendala dalam mendidik akhlak anak pada keluarga TKW di Desa

Blotongan Salatiga.

Setiap orang tua pasti menghadapi kendala dalam mendidik akhlak

anaknya, terutama orang tua tunggal, mendidik sebenarnya akan menjadi

hal yang berat karena tidak serta merta pasangan mereka ikut mendidik

anak secara langsung. Berikut adalah kendala dalam mendidik anak:

a. Kendala Internal

Kendala internal bersumber dari dalam diri pribadi anak.

Kendala-kendala itu dapat berupa anak malas untuk belajar,

keinginan bermain yang berlebihan, sikap tidak mau didik dan

108

sikap melawan, gangguan kesehatan, seperti tuna daksa, tuna

grahita, dan lain-lain.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ayah pada keluarga

TKW di Desa Blotongan Salatiga menghadapi kendala internal

tersebut. Hal itu dikarenakan anak yang sering bermain handphone,

bersepeda, dan menonton televisi sampai lupa waktu, sehingga

sesekali ayah merasa kesulitan dalam mendidik anaknya.

b. Kendala Eksternal

Kendala eksternal bersumber dari luar diri anak. Kendala-

kendala itu dapat berupa perilaku orang tua yang terlalu keras,

terlalu otoriter, terlalu memanjakan, terlalu khawatir, terlalu lemah,

terlalu egois, terlalu pesimistis, terlalu banyak aturan dan

permintaan, dan hubungan yang kurang harmonis dengan anak.

Kendala lain yang termasuk kendala eksternal ini adalah

keadaan ekonomi keluarga yang kurang menguntungkan,

hubungan ayah dan ibu yang tampak di mata anak kurang harmonis

karena sering bertengkar di hadapan anak. Sementara itu,

hubungan dengan kakak atau adik yang kurang harmonis pun dapat

menjadi kendala eksternal. Tidak sedikit kasus keributan, konflik

di antara sesame anak di dalam sebuah keluarga dengan berbagai

penyebabnya.

109

Keadaan rumah yang kurang memenuhi derajat kesehatan

dan kurang akomodatif bagi seluruh anggota keluarga juga menjadi

bentuk lain dari kendala eksternal dalam mendidik anak. Selain itu,

yang termasuk kendala eksternal adalah keadaan lingkungan dan

bentuk pergaulan yang bebas. Keadaan lingkungan yang kurang

mendukung terhadap upaya mendidik anak antara lain tidak

teraturnya tata bangun perumahan atau pemukiman yang

bercampur aduk dengan tempat-tempat hiburan, terlalu dekat

dengan pusat-pusat keramaian, pusat perbelanjaan, dan lain-lain.

Sedangkan pergaulan bebas adalah pergaulan hidup anak-anak

manusia yang mengabaikan berbagai norma kehidupan yang

berlaku (Syafei, 2006:89-90).

Berdasarkan jenis kendala di atas, penulis menyimpulkan

bahwa para ayah pada keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga

mengalami kendala internal, dan adapula yang menghadapi

kendala mendidik berupa internal dan eksternal. Kendala internal

dirasakan oleh kelima ayah, dimana ada keinginan yang lebih

untuk bermain, menonton televisi, atau bermain handphone.

Sedangkan, kendala internal sekaligus eksternal dirasakan oleh

bapak RS dan MS, dimana kendala tersebut datangnya dari diri

mereka sendiri, mereka kadang pulang kerja hingga larut malam.

Bahkan untuk bapak RS mengatakan bahwa beliau juga sering

sampai tidak pulang karena sedang mengirim barang di tempat

110

yang jauh, dan berdampak dengan kadang kala tidak memiliki

cukup waktu di rumah, sehingga hal tersebut juga menjadi kendala

dalam mendidik anak.

3. Akhlak yang dimiliki anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan

Salatiga.

Memiliki anak yang sempurna adalah harapan setiap orang tua.

Alangkah bahagianya para orang tua apabila anaknya tumbuh

berkembang dengan baik, tidak rewel, mudah beradaptasi dengan

lingkungan, patuh kepada orang tua, lagi taat beribadah (Achroni,

2012:5).

Berikut ini adalah beberapa perilaku anak yang sesuai dengan

harapan orang tuanya:

a. Kemandirian dan tanggung jawab.

Sebagai orang tua wajib membimbing anak agar ia tumbuh

menjadi pribadi yang mandiri sekaligus bertanggung jawab. Hal

ini penting karena tidak selamanya kita membantu dan

menolongnya. Karena itu, tanamkan kemandirian dan tanggung

jawab pada diri anak agar kelak ia mampu mengurus hidupnya

dengan baik dan benar.

Berdasarkan penelitian, semua anak TKW di Desa

Blotongan Salatiga sudah memiliki tingkat kemandirian dan

tanggung jawab sesuai dengan yang mereka bisa. Ada yang sudah

dapat megerjakan pekerjaan rumah seperti menyapu, mengepel,

111

mencuci, dengan baik. Tidak terlalu manja dengan ayah hingga

selalu bermalas-malasan dalam melakukan sesuatu. Memang

masih ada yang diingatkan, namun hal tersebut wajar dikarenakan

mereka sebenarnya kurang kasih sayang dari ibu. Kaitannya

dengan tugas sekolah, anak TKW mengaku bahwa mereka masih

dapat mengerjakan tugas sekolah cukup baik. Tidak ada anak

yang ketinggalan pelajaran hingga harus tinggal kelas, bahkan

anak bapak SY, HT, dan SY merupakan anak yang berprestasi.

Dibuktikan dengan adanya yang mendapatkan peringkat dan

bersekolah di sekolah favorit yang ada di Salatiga.

b. Hormat dan santun.

Setiap orang tua memang harus mendidik anak mereka agar

menjadi pribadi yang santun dan mampu menghormati orang tua

mereka dengan baik.

Anak bapak JM, HT, RS, SY, dan MS menggunakan cara

bicara yang baik, yakni dengan tidak membentak dan kasar.

Mereka juga secara tidak langsung menghormati posisi ayah

mereka sebagai orang tua tunggal. Meskipun anak bapak RS yakni

SAP kadang masih membantah jika diberi nasehat, namun hal

tersebut bukan berarti SAP adalah anak yang nakal, karena menurut

ayahnya pun, SAP tetap menuruti apa yang dikatakan oleh beliau.

112

c. Dermawan.

Sejak dini, anak sudah harus dididik agar memiliki sikap

dermawan. Jika kedermawanan ini sudah dapat dipahami sebagai

suatu aktivitas yang penting oleh anak, maka ia tumbuh menjadi

pribadi yang dermawan, santun, dan senang membantu orang lain.

Orang tua juga perlu menjelaskan kepada anak bahwa harta yang

mereka miliki bukan karena hasil jerih payah sendiri, melainkan

karena pertolongan Tuhan. Hal ini sesuai dengan apa yang

dilakukan oleh anak TKW, mereka sadar bahwa berbuat baik itu

perlu, dibuktikan dengan adanya kepedulian pada teman mereka.

Mereka mengaku tidak keberatan saat ada teman yang ingin

meminjam alat tulis maupun yang lainnya, saat memiliki makanan

atau bekal ke sekolah pun mau membaginya.

d. Percaya diri.

Anak yang memiliki pergaulan luas, mudah menjalin

interaksi dengan orang lain akan membuatnya mampu

mengembangkan kreativitasnya. Ia akan belajar dari banyak orang

di sekitarnya, dan secara tidak langsung kepercayaan diri yang

tinggi ini dapat membantunya mengembangkan ide-ide

kreativitasnya dengan baik.

Dalam kaitannya dengan rasa percaya diri, para anak

mengatakan bahwa awalnya kurang percaya diri karena ditinggal

ibu menjadi TKW, bukan karena alasa malu. Namun, lebih

113

tepatnya kurang percaya diri karena nantinya tidak didampingi

orang tua yang lengkap. Hal tersebut nampaknya tidak berlanjut

hingga sekarang, karena mereka tetap bergaul secara baik dengan

teman dan bermain sesuai dengan usianya.

e. Rendah hati.

Sungguh bahagia rasanya manakala memiliki anak yang

kelak ia tumbuh menjadi manusia yang tidak sombong, tidak

angkuh, pandai menghormati orang lain, serta rendah hati terhadap

sesama. Diperlukan perjuangan dan bahkan perngorbanan yang

sangat besar untuk memiliki harapan tersebut. Berdasarkan

penelitian, diketahui bahwa tidak ada anakyang pamer dan

sombong. Mereka bersikap biasa saja, anak pada keluarga TKW

tersebut sudah bisa melatih diri untuk rendah hati. Mereka

kebanyakan tidak suka sombong dan memamerkan segala sesuatu.

f. Toleransi.

Toleransi adalah kemampuan seseorang dalam menerima

perbedaan dari orang lain. Seseorang baru bisa bersikap toleran

jika ia sudah merasakan dan memahami makna keterikatan,

regulasi diri, afiliasi, dan kesadaran (Isna, 2012:67). Kaitannya

dengan hal ini, seperti DAA, ia mengaku tidak pernah memilih-

milih teman, ia bergaul dengan apa danya tanpa melihat seseorang

dari agama dan status sosialnya.

114

Jadi, berdasarkan hasil wawancara, dapat diketahui bahwa akhlak

yang dimiliki anak pada keluarga TKW Desa Blotongan Salatiga relatif

baik, karena rata-rata sudah mampu berperilaku sesuai dengan aturan

yang ada. Jika ada keinginan untuk bermain, hal tersebut wajar. Karena,

nyatanya kebanyakan mereka memiliki kemandirian tanggung jawab

pada tugasnya, baik dalam membantu orang tua maupun tugas sekolah,

meskipun ada yang belum maksimal. Mereka juga peduli dengan orang

di sekitarnya. Dan, yang tidak kalah penting, anak pada TKW tersebut

beberapa diantaranya sudah dapat menjalankan ibadah dengan baik, ada

yang sudah dapat menunaikan sholat lima waktu, dan beberapa

diantaranya masih dalam tahap belajar. Tidak ada yang sampai

meninggalkan kewajiban sholat sepenuhnya, karena beberapa

diantaranya ada yang rutin ke masjid atau mushola saat mahgrib dan isya,

selain itu juga ikut TPQ, sehingga mereka juga belajar agama dan

diajarkan pada hal-hal yang lain disana. Jadi, hal tersebut juga ikut

membantu mengarahkan akhlak mereka ke arah yang lebih baik. Dalam

penelitian ini, juga dapat dikatakan bahwa tidak ada istilah anak yang

liar, maupun sampai memiliki pergaulan yang bebas. Karena mereka

masih mau mendengarkan nasehat dari ayah maupun ibu, tidak ada pula

anak yang terlalu nakal hingga meresahkan masyarakat sekitar.

115

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang mengacu pada rumusan masalah,

peneliti menjabarkan pada bab IV yang telah dianalisis dan ditarik

kesimpulannya sebagai berikut:

1. Upaya ayah sebagai orang tua tunggal dalam mendidik akhlak anak

pada keluarga TKW di Desa Blotongan Salatiga dilakukan dengan

berbagai cara. Pertama mengajarkan sholat, meskipun ada orang tua

yang mengaku tidak mengingatkan anaknya sholat, namun ia berharap

dengan ikut TPQ ia akan dengan sendirinya rajin untuk sholat. Kedua,

dengan upaya belajar Al-Qur’an, dalam hal ini para ayah juga tidak

berperan sepenuhnya, karena anak ikut TPQ maupun mengaji di

mushola. Ketiga yaitu, mendidik anak untuk berbuat baik pada orang

tua. Kebanyakan dari mereka sudah bisa berbuat baik dengan ayah dan

ibu, walaupun kadang diwujudkan dengan hal sederhana. Keempat,

mendidik anak agar berbuat baik pada siapapun, hal ini ditunjukkan

anak bahwa mereka sudah mulai bisa bersikap baik pada tetangga

maupun teman. Para ayah juga mendidik anak dengan kasih sayang

dan ada pula yang menghukum anak jika berbuat salah. Yang terakhir

yaitu mengenai pergaulan anak, beberapa ayah memperhatikan anak,

ada memperhatikan dengan agak detail, namun juga ada yang

memperhatikan pergaulan anak dengan sekilas karena sudah sangat

116

percaya terhadap anak. Memperhatikan dengan detail contohnya

dengan memperhatikan pula dengan siapa anaknya berkomunikasi

melalui handphone, ditanya saat akan pergi, ditanya dengan siapa jika

pergi, jam berapa akan pulang, dll. Sehingga, dapat disimpulkan

bahwa meskipun menjadi orang tua tunggal, namun para ayah tidak

melupakan perannya untuk mendidik anak. Mereka tetap menjalankan

peran tersebut semampu yang mereka bisa.

2. Kendala yang dihadapi dalam mendidik akhlak anak ada dua jenis,

yakni kendala internal dan eksternal. Disini kelima ayah merasakan

kendala internal, dan ada dua orang ayah yang mengalami kendala

internal sekaligus eksternal. Kendala internal karena ada keinginan

yang lebih pada diri anak untuk bermain , yakni bermain dengan

teman, bersepeda, menonton televisi, dan bermain handphone, selain

itu ada yang masih membantah jika diberi nasehat. Sedangkan kendala

eksternal adalah karena ayah yang bekerja hingga kadang pulang larut

malam, bahkan ada yang sampai tidak pulang dalam jangka beberapa

hari.

3. Akhlak yang dimiliki anak pada keluarga TKW di Desa Blotongan

Salatiga berdasarkan penelitian, dapat disimpulkan bahwa anak-anak

pada keluarga TKW memiliki akhlak yang relatif baik. Hal tersebut

karena ada yang sudah berperilaku baik dalam lingkup keluarga,

teman, dan tetangga. Meskipun hal-hal yang dilakukan kadang

sederhana, namun itu sudah cukup mencerminkan jika mereka

117

memiliki perilaku yang baik. Tidak ada anak yang terlalu nakal dan

sampai terjerumus dalam pergaulan bebas, masih dalam batas

kewajaran, dan dapat dikendalikan dengan nasehat orang tua. Pada

awalnya, anak-anak tersebut memang kurang percaya diri atau minder

karena ibu menjadi TKW, dikarenakan mereka akan kehilangan sosok

ibu, namun kini mereka sudah terbiasa. Disini, para ayah juga tidak

serta merta menelantarkan, bagi seorang ayah yang juga bekerja

kadang sampai tidak pulang, anak tersebut di rumah dengan kakaknya,

jadi ia tidak di rumah sendiri dan tetap ada yang memperhatikan.

Menurut penuturan tetangga, juga dapat disimpulkan bahwasannya

anak pada keluarga TKW tersebut tidak memiliki perilaku yang

menyimpang hingga meresahkan masyarakat.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian, maka penulis dapat

memberikan sebagai berikut:

1. Para ayah pada keluarga TKW yang sudah relatif baik dalam upaya

mendidik akhlak anak hendaknya mempertahankan hal tersebut, dan

bagi yang belum relatif baik dalam upaya mendidik bisa berusaha

untuk meningkatkannya. Serta, senantiasa berusaha menjaga

kedekatan dengan anak, dan tidak henti-hentinya mendoakan agar

anak memiliki akhlak mulia meskipun tanpa didampingi seorang istri

yang turut serta menasehati dan membimbing anak secara langsung.

118

2. Anak sebaiknya selalu mendengarkan orang tua, lebih meningkatkan

rasa kemandirian dan tanggung jawab untuk bekerja sama dalam

melakukan tugas rumah. Bagi anak yang belum bisa melaksanakan

sholat lima waktu, hendaknya mulai terbiasa sholat karena tentunya di

TPQ juga diajarkan tentang ibadah sholat. Serta, apabila belajar

hendaknya sudah tidak perlu diingatkan.

3. Tetangga juga diharapkan ikut peduli, jika ada anak yang perlu

diingatkan, terlebih bagi anak yang ayahnya juga sedang bekerja,

hendaknya mereka juga ikut mengingatkan agar tidak berbuat yang

tidak baik. Karena, bagaimanapun tetangga adalah orang yang juga

sepatutnya peduli dengan orang di sekitarnya.

4. Guru TPQ hendaknya sadar bahwa perlu adanya usaha untuk dekat

dengan anak TKW, karena mereka juga berperan dalam mengajarkan

ilmu agama.

1

DAFTAR PUSTAKA

Achroni, Keen. 2012. Ternyata selalu Mengalah itu tidak Baik. Yogyakarta:

Javalitera.

Ahmad, Ukasyah Habibu. 2015. Didiklah Anakmu Ala Rasulullah. Yogyakarta:

Saufa.

Ahmadi, Abu. 2004. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Ali, Mohammad. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. FIP: PT. Imtima.

Ali, Zaidin. 2010. Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC.

Amirulloh, H. 2015. Teori Pendidikan Karakter dalam Keluarga. Bandung:

Alfabeta.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: PT Rineka Cipta.

Anshor, M. Ulfah, Abdullah Ghalib. 2010. Parenting with Love. Bandung:

Mizania.

Buseri, Kamrani. 2010. Pendidikan Keluarga dalam Islam dan Gagasan

Implementasi. Banjarmasin: LMAPH.

Daryanto S.S. 1997. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Surabaya: Apollo.

Depdiknas. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Emzir. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Gunarsa, Singgih. 1991. Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta:

Gunung Mulia.

Islamiyah, Djami’atul, Lilik Sriyanti, Muna Erawati, Ahmad Sultoni. . 2009.

Jurnal Mudarrisa. Salatiga: STAIN Salatiga.

Isna, Nurla. 2012. Mencetak Karakter Anak sejak Janin. Yogyakarta: Diva Press.

Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.

Mansur. 2007. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Masdub. 2015. Sosiologi Pendidikan Agama Islam. Yogyakarta: Aswaja

Pressindo.

2

Moleong, Lexy J. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Muchtar, Heri J. 2008. Fikih Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Poerwadarminta, 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai

Pustaka.

Putra, S. Rizema. 2016. Metode Pengajaran Rasulullah SAW. Yogyakarta: Diva

Press.

Shihab, M. Quraish, 2003. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Mentera Hati.

Soekanto, Soerjono. 2003. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

Soelaeman, Muhammad Isa. 1994. Pendidikan dalam Keluarga. Bandung:

Alfabeta.

Subki, Ali Yusuf. 2010. Fiqh Keluarga. Jakarta: Amzah.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Sukmadinata, Saudih. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Surakhmad, Winarno. 1994. Pengantar Pengertian Ilmiah. Bandung: Tarsito.

Surya, Mohamad. 2010. Landasan Pendidikan: Menjadi Guru yang Baik. Bogor:

Ghalia Indonesia

Syafei, M. Sahlan. 2006. Bagaimana Anda Mendidik Anak. Depok: Ghalia

Indonesia.

Thoha, Chabib. 1996. Pembina Rumah Tangga Bahagia. Jakarta: Yamunu.

Tim PSGK STAIN Salatiga. 2007. Sepenggal Kisah Kelabu Tenaga Kerja

Wanita. Salatiga: STAIN Salatiga Press & Mitra Cendekia.

UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Walgito, Bimo. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: CV Andi.

Wijanarko, Djarot. 2005. Mendidik Anak untuk Meningkatkan Kecerdasan

Emosional dan Spiritual. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

3

Yuniardi, MS. 2009: Peneriamaan Remaja Laki-laki dengan Perilaku Antisosial

terhadap Peran Ayahnya di dalam Keluarga. Malang: UMS.

4

5

6

7

8

9

10

PEDOMAN WAWANCARA

A. Narasumber: Ayah

1. Apa anda mengajarkan anak anda sholat?

2. Apa anda mengajarkan Al-Qur’an pada anak anda?

3. Apa anda mengajarkan anak untuk selalu berbuat baik kepada

orang tua atau berbakti?

4. Apa anda mengajarkan anak anda untuk berbuat baik pada orang

lain?

5. Apa anda memberikan kasih sayang yang cukup? Dan apa

pernah menghukum?

6. Apa anda memberikan teladan yang baik kepada anak?

7. Apa anda memperhatikan pergaulan anak anda?

8. Apa kendala yang anda hadapi dalam mendidik anak?

9. Bagaimana akhlak yang dimiliki anak anda?

a. Apa anak anda sudah memiliki kemandirian dan tanggung

jawab dalam membantu pekerjaan anda di rumah dan dengan

tugasnya di sekolah?

b. Apa anak berbicara dengan bahasa yang baik? dan apa sering

membantah jika dinasehati?

c. Apa anak bapak memiliki kedermawanan atau suka berbagi

dengan orang lain?

11

d. Apa anak bapak kurang percaya diri atau minder karena

ibunya menjadi TKW?

e. Apa anak bapak adalah anak yang rendah hati? Jika iya

bagaimana contohnya?

f. Apa anak bapak sudah dapat mengamalkan toleransi? Jika iya

bagaimana penerapannya?

B. Narasumber: Anak

1. Apa ayah anda mengajarkan sholat?

2. Apa ayah anda mengajarkan Al-Qur’an atau mengaji?

3. Apa ayah anda mengajarkan untuk selalu berbuat baik atau

berbakti pada kedua orang tua?

4. Apa ayah anda mengajarkan untuk berbuat baik pada orang lain?

5. Apa ayah anda memberikan kasih sayang yang cukup untuk

anda? Apa anda juga pernah dihukum oleh ayah?

6. Apa ayah memberikan teladan yang baik?

7. Apa ayah memperhatikan pergaulan anda?

8. Apa anda sering bermain handphone, menonton televisi, atau

bermain dengan teman sampai lupa waktu?

9. Akhlak:

a. Apa anda sudah memiliki kemandirian dan tanggung jawab

untuk membantu ayah menyelesaikan pekerjaan rumah dan

dalam tugas sekolah?

12

b. Apa anda menggunakan bahasa yang baik saat berbicara

dengan ayah atau orang tua anda? Dan jika dinasehati apakah

sering membantah?

c. Apa anda memiliki kedermawanan atau berbagi dengan

orang lain? Bagaimana contohnya?

d. Apa anda kurang percaya diri atau minder karena ibu menjadi

TKW?

e. Apa anda rendah hati terhadap orang lain? Jika iya,

bagaimana penerapan atau contohnya?

f. Apa anda sudah bisa bertoleransi atau saling menghargai dan

menghormati? Jika iya, bagaimana penerapannya?

C. Narasumber: Tetangga Keluarga TKW

1. Bagaimana menurut anda tentang wanita yang sudah berkeluarga

dan memiliki anak, namun bekerja menjadi TKW?

2. Apa ayah dari anak TKW tersebut mendidik anaknya dengan baik?

3. Bagaimana perilaku yang dimiliki anak pada keluarga TKW

tersebut?

13

HASIL WAWANCARA

Nama : Bapak JM

Waktu wawancara : 02 Juli 2018 pukul 15.30

Tempat : Rumah bapak JM

Peneliti: Apa bapak mengajarkan sholat?

Informan: Kalau sholat saya nggak mengajari sepenuhnya mbak, saya saja

masih bolong-bolong, tapi Jum’atan rutin. Paling mengingatkan saja supaya RP

sholat, dia rutin hanya ashar, maghrib, dan isya, sholatnya di mushola dekat situ.

Peneliti: Apa bapak mengajarkan Al-Qur’an atau mengaji?

Informan: Kalau ngajinya sudah di TPA, meskipun sudah SMP masih saya suruh

ke TPA. Kalau nggak gitu nanti bisa-bisa malah jadi malas mau ngaji. Otomatis

kan kalau di TPA itu ilmu agamanya juga nambah mbak. Saya pasrahkan ke TPA

mbak, yang penting saya sebagai bapak ya ingatkan biar rajin ngaji mbak,

ngajinya di langgar situ.

Peneliti: Apa bapak mendidik anak supaya berbuat baik kepada orang tua?

Informan: Ya kalau berbuat baik kepada orang tua sudah jadi kewajiban anak

mbak, saya nggak menuntut anak berbuat baik sama orang tua yang bagaimana-

bagaimana, yang penting dia kalau dibilangin nggak mbantah, nggak melawan

gitu saja saya sudah seneng. Saya kasih pengertian kalau jadi orang tua tunggal

seperti saya itu berat, biar dia bisa sedikit-sedikit membayangkan kalau ada anak

berbuat jelek ke orang tua itu pasti menyakiti hati orang tuanya. Saya suruh kalau

sama ibunya yang menghormati, kalau pas dinasehati ya dengarkan baik-baik,

jangan kebanyakan menyela.

Peneliti: Apa bapak juga mengajarkan anak agar berbuat baik kepada siapapun?

Informan: Iya. Kalau ada yang butuh bantuan tak suruh membantu mbak,

berbuat baik tidak ada ruginya

Peneliti: Apakah bapak memberikan kasih sayang yang cukup? Dan juga apa

bapak pernah menghukumnya?

Informan: Sayang sih sayang mbak, tapi menghukum juga pernah. Waktu itu

saya menghukumnya hp sampai saya banting. Lha dia main hp terus. Dinasehati

baik-baik sudah nggak gagas kok waktu itu.

Peneliti: Apa bapak memberikan teladan pada anak? Jika iya bagaimana

contohnya?

Informan: Tak kasih contoh mbak, iya. Begini, saya kasih tau kalau habis makan

piring langsung dicuci, tapi saya juga nglakoni setiap hari. Supaya nggak ada

piring yang numpuk.

Peneliti: Apa bapak memperhatikan pergaulan anak? Jika iya, bagaimana

caranya?

Informan: Memperhatikan to mbak, tapi saya nggak ngekang. Dia kalau mau

main ya silahkan asal ingat waktu, asal pamit jelas gitu. Tapi biarpun RP itu

sudah remaja, dia kok gak suka main kemana gitu mbak, paling kalau main gitu

malah ke tetangga depan rumah itu. Nggak suka klayapan dia.

Peneliti: Apa saja kendala atau kesulitan yang bapak alami dalam mendidik RP?

14

Informan: Kesulitannya si RP itu kadang kalau disuruh belajar malas mbak,

gara-gara main HP terus. Meskipun nilai sekolahnya ya masih tetap lumayan,

tapi saya takutnya dia nanti jadi pemalas. Tapi kalau saya takut-takuti HP nya tak

banting lagi gitu baru nurut. Biarpun gitu tapi si RP termasuk rajin mbak, mau

membantu saya kasih makan ayam, beres-beres rumah, saya juga dibuatin kopi.

Peneliti: Apa RP memiliki kemandirian dan tanggung jawab dalam kaitannya

dengan membantu bapak melakukan tugas rumah dan tugasnya di sekolah?

Informan: Sudah termasuk mandiri mbak RP, kalau lagi rajin gitu apa-apa

nggak usah diingetin. Kalau seperti itu kan berarti dia juga ada tanggung jawab

ya untuk hidupnya sendiri, harus apa harus apa. Cuci baju yang pasti tugas dia di

rumah, menyapu, sama kadang-kadang juga ngasih makan ayam-ayam

peliharaan. Kalau urusan PR saya sih jarang mengingatkan, tapi setau saya dia

selalu mengerjakan.

Peneliti: Apakah anak bapak hormat dan santun?

Informan: RP sih sama saya itu menghormati, bicaranya nggak mbentak.

Peneliti: Apa anak bapak memiliki kedermawanan terhadap sesama?

Informan: RP sih tak bilangin jadi orang jangan pelit, berbagi kan nggak harus

banyak, yang penting ikhlas.

Peneliti: Apa RP minder atau malu karena ditinggal ibunya menjadi TKW pak?

Informan: Nggak mbak, karena kan waktu ditinggal ibunya masih kecil. Paling

kangen-kangen begitu, ya biasa. Yang penting dia komunikasi sama ibunya

lancar. Istilahnya lebih ke kangen sosok ibu, kalau sampai malu dan jadi

minderan begitu nggak kok.

Peneliti: Apa RP adalah anak yang rendah hati pak? Atau justru malah sombong

dan angkuh?

Informan: Kalau sombong nggak mbak, apanya yang mau disombongkan? Dia

sih biasa orangnya, nggak suka pamer menurut saya.

Peneliti: Apa anak bapak sudah bisa bertoleransi?

Informan: RP itu orangnya nggak pemarah, misalkan dia pengen beli pulsa, pas

dia nggak punya uang, lalu minta saya juga lagi nggak ada. Dia nggak marah,

menghargai. Nggak maksa harus belikan pulsa.

15

Nama : RP (Anak bapak JM)

Waktu wawancara : 02 Juli 2018 pukul 09.00

Tempat : Rumah bapak JM

Peneliti: Bapak kamu mengajarkan sholat apa tidak?

Informan: Dulu yang ngajarin ibuk mbak, waktu masih sekitar kelas satu apa

dua SD. Kalau bapak ya mengingatkan saja, saya sholatnya masih sering bolong

yang subuh sama dzuhur. Tapi yang ashar, maghrib, sama isya’ itu rutin karena

sholatnya di mushola.

Peneliti: Apa bapak kamu mengajarkan Al-Qur’an atau mengaji dek?

Informan: Dulu sih sering diajari bapak mengaji, kalau sekarang nggak pernah.

Paling sekarang mengingatkan jangan lupa TPA. Perhatian mbak dari dulu

ngajinya, sholatnya, ngajinya di mushola situ. Soalnya kalau pas bapak pulang

kerja kok saya di rumah nggak ngaji, ditakutin paginya nggak dikasih sangu.

Peneliti: Bapak kamu mengajarkan supaya berbuat baik kepada orang tua tidak?

Kalau iya coba dijelaskan

Informan: Disuruh selalu mengormati dan nggak mbantahan mbak kalau sama

ibu dan bapak, sudah jauh-jauh ibu pergi sampai sana. Kata ibu juga suruh

menjaga pikiran bapak kan sudah tua, kasian nanti kalau saya berani sama orang

tua malah bapak bisa saja sakit hati.

Peneliti: Apa kamu diajarkan untuk berbuat baik pada siapapun?

Informan: Iya mbak, bapak mengajarkan. Suruh baik sama tetangga, rukun sama

teman, begitu mbak.”

Peneliti: Apa bapak memberi kasih sayang yang cukup? Pernah dihukum apa

tidak?

Informan: Kasih sayang bapak buat saya sudah cukup mbak, ibu sudah lama

nggak pulang. Dari kecil saya tinggalnya sama mbak, sama bapak. Jadi, saya

dimarahi gitu ya sama mbak dan bapak saya. Tapi waktu mbak-mbak saya

menikah tingganyal jadi sama bapak tok. Dulu hp saya pernah dibanting bapak

mbak, saya dimarahi mainan hp terus.

Peneliti: Selama ini bapak memberi contoh yang baik tidak? Apa malah hanya

menasehati?

Informan: Ngasih contoh mbak. Bapak nyuruh saya kalau mau pergi pamit, terus

kalau mau pergi bapak juga bilang sama saya.

Peneliti: Apa pergaulan kamu juga diperhatikan bapak?

Informan: Iya mbak. Suruh pamit mbak kalau mau pergi, tapi saya jarang pergi.

Ibaratnya saya keluar rumah kalau sekolah sama ngaji pas sore saja. Saya mau

kemana-mana sama bapak kok, misalnya kalau beli baju, apa sepatu.

Peneliti: Apa kadang kamu menonton TV, bermain HP, dan bermain sama teman

sampai lupa waktu?

Informan: Saya suka lupa waktu kalau udah pegang HP kadang malas mau

ngapa-ngapain, sampai lupa mau nyapu dan beli pakan ayam.

Peneliti: Apa kamu sudah mempunyai kemandirian dan tanggung jawab dalam

membantu ayah mengerjakan pekerjaan rumah dan tugas kamu untuk belajar?

Informan: Lumayan sudah mandiri dan tanggung jawab. Saya juga bangun tidur

mau sekolah gitu selimut sama kasur tak rapiin, terus buatin bapak kopi, rumah

16

juga saya sapu dalamnya, kalau halaman yang sering bapak. Berangkat sekolah

nggak dianter, ngangkot sendiri. Untuk urusan sekolah, saya belajar kalau ada

PR aja, kalau sama mau ada ulangan. Saya nggak pernah dapat ranking, tapi

belum pernah sampai nunggak, paling kalau ada nilai merah itu satu mbak.

Peneliti: Apa kamu berbicara dengan bahasa yang baik dengan ayah maupun

orang lain?

Informan: Iya seperti ini mbak, kalau sama orang lain yang baru kenal gini

mending pakai Bahasa Indonesia, biar nggak salah-salah. Soalnya saya nggak

bisa pakai bahasa Jawa yang krama itu. Kalau sama bapak juga bahasa saya

biasa aja, yang penting nggak mbentak dan kasar.

Peneliti: Apa kamu suka berbagi dengan orang lain?

Informan: Lumayan mbak, saya kalau di kelas ada yang pinjem penghapus,

bolpen, apa tip ex gitu tak pinjami. Bapak juga ngajarin berbagi,, kalau pas

Jum’atan bapak selalu bawa uang buat dimasukkan kotak amal.

Peneliti: Apa pernah minder saat ibu jadi TKW? Jika iya coba jelaskan

Informan: Pasti ya awalnya minder, tapi saya nggak malah sedih terus. Kasian

bapak malahan nanti kebanyakan mikir. Sudah terbiasalah gampangannya mbak

sama kondisi ini, dibuat senang saja.

Peneliti: Apa anda bersikap rendah hati terhadap orang lain? Jika iya coba

jelaskan apa yang sudah anda lakukan.

Informan: Penerapannya contohnya kalo saya dengan nggak pamer mbak.

Dijauhi teman kalau suka pamer.

Peneliti: Apa kamu sudah bisa mengamalkan nilai toleransi atau saling

menghormati dan menghargai terhadap orang lain?

Informan: Saya jadi orang nggak suka maksa, nggak harus sesuai sama

keinginan saya.

Nama : Bapak HT

Waktu wawancara : 05 Juli 2018 pukul 19.00

Tempat : Rumah bapak HT

Peneliti: Apa bapak mengajarkan sholat?

Informan: Tapi untuk gerakan-gerakan sholat sepertinya dulu diajarkan TPA

atau guru agama di sekolahnya. Saya tugasnya malah yang mengingatkan, kalau

masalah sholat, ngaji gitu saya ingatkan selalu sih mbak. Biarpun ya saya sendiri

masih suka bolong-bolong karena pekerjaan di pabrik itu kadang nggak bisa

disemayani, tapi kalau di rumah saya selalu sholat. Saya ajak sholat juga juga

anak saya yang kecil itu biar latihan nggak bolong seperti bapaknya, maunya ya

pasti anak lebih rajin sholat daripada bapaknya. Tapi kalau IAP itu sudah full

17

mbak sholatnya, kan di sekolahnya juga malah ada pembiasaan sholat dhuha.

Kalau yang kecil, waktu jum’atan selalu saya ajak.

Peneliti: Apa bapak mengajarkan Al-Qur’an kepada anak?

Informan: Kalau yang mengajarkan alif ba ta dulu emang saya dan ibunya, tapi

setelah iqro’ 5 sampai sekarang di TPA.

Peneliti: Apa bapak mengajarkan kepada anak agar selalu berbuat baik kepada

orang tua?

Informan: Tentu diajarkan berbuat baik sama orang tua, harus berbakti, rugi

sendiri mbak-mbak kalau nggak berbuat baik sama orang tua itu. Kan itu ladang

pahalanya anak juga. Ada juga kan anak yang dulunya dibilangin orang tua

malah mbanbtah, bahkan melawan sama orang tuanya, baru sekarang menyesal

karena orang tua sudah meninggal. Menurut saya nggak tau diri kalau ada

seorang anak kok kalau masih punya orang tua tapi nggak dibaik-baikin. IAP

saya didik untuk hormat sama orang tua, terutama sama ibunya, biarpun jauh

tapi kalau ibu kasih nesehat jangan dibantah.

Peneliti: Apa bapak mengajarkan untuk berbuat baik kepada sesama?

Informan: Ya, perlu mbak, perlu itu. Saya ajarkan supaya rukun sama tetangga,

sopan sama yang lebih tua. Apalagi tetangga yang rumahnya saja jaraknya

sangat dekat-dekat begini.

Peneliti: Apa bapak selama ini juga memberikan kasih sayang yang cukup? Dan

apa pernah menghukum?

Informan: Iya. Sangat sayang, itungannya saya juga memanjakan, dia minta apa

gitu kalau saya ada rezeki pasti saya turuti. Kalau marah gitu saya juga ada

sebabnya, kalau pun sampai menghukum paling tak jewer.

Peneliti: Apa selama ini bapak juga sudah memberikan contoh yang baik?

Informan: Contoh hal-hal sederhana sudah saya kasih, kalau habis pakai sepatu

ya sepatunya ditaruh lagi di rak sepatu. Apalagi yang kecil itu masih suka

saksenenge dewe kalau naruh sepatu sak kenane dia.

Peneliti: Apa bapak memperhatikan pergaulannya?

Informan: Saya perhatikan mbak, mau pergi sama temannya siapa, mau kemana,

pulangya jam berapa. Dulu pernah saya marahi, soalnya dia pulang sekolah

nggak langsung pulang. Pulang-pulang kok maghrib, saya bingung mbak

biasanya nggak seperti itu, ternyata dia ada belajar kelompok dadakan di rumah

temannya. Setelah itu saya nasehatin mbak, nggak usah diulangin lagi.

Peneliti: Apa kendala dalam mendidik anak bapak?

Informan: Kendalanya ya paling sama seperti orang tua lain mbak, anak banyak

main hp, terlalu banyak nonton tv. Tapi ya ajar wong sudah zamannya memang

begini. IAP masih bisa dikandani baik-baik, yang penting dia nggak lupa

kewajibannya saja, sholat ya sholat, sekolah ya sekolah, les ya les, begitu.

Peneliti: Apakah IAP memiliki kemandirian dan tanggung jawab dalam

membantu pekerjaan rumah dan tugasnya sebagai pelajar?

Informan: Kalau IAP seusia segitu ya menurut saya sudah mandiri. Tanggung

jawab juga ada. Contohnya bangun nggak usah dibangunin, mau mandi pagi

gitu ya nyiapke air panas buat adiknya juga, kalau mau les nggak harus nunggu

diantar, PR juga selalu ngerjakan. Dia juga ikut les, jadi sangat membantu kalau

pas ada kesulitan di PRnya.

18

Peneliti: Apakah anak bapak berbicara dengan baik? Dan apa membantah jika

diberi nasehat?

Informan: IAP nggak pernah membantah, manut. Karena saya juga

nasehatinnya baik-baik. Dia kalau bicara sama saya dan ibunya ya sopan, minta

sesuatu juga mintanya baik-baik, nggak pernah ngomong yang kasar. Semoga

seperti itu terus mbak.

Peneliti: Apa anak bapak memiliki jiwa kedermawanan atau senang berbagi?

Informan: Iya setau saya dia suka berbagi kalau sama temannya. Dulu malah

pas masih kecil, kalau tiap sore kan dia main tu petak umpet sama teman-

temannya, itu temannya pada dibawa pulang ke rumah. Dikasih susu per anak

satu kotak satu kotak, jatah minum dia bisa beberapa hari malah langsung ludes.

Sekarang ya gitu, kalau bawa bekal dari rumah tak suruh nawarin apa ngasih ke

temannya.

Peneliti: Apa IAP adalah anak yang rendah hati? Jika iya bagaimana contohnya

pak?

Informan: Sombong nggak, pamer juga nggak. Dia kalau punya tas baru juga

nggak langsung dipakai mbak, nunggu sampai kadang seminggu lebih, katanya

malu kalau temannya sadar tas dia baru. Memang agak lucu ya mbak anak saya

itu, tapi memang begitulah. Contohnya juga kalau ketemu tetangga di jalan dia

biasanya nyapa kalau nggak senyum. Misal sama tetangga saja nggak mau nyapa

nanti dicap angkuh dan sombong.”

Peneliti: Apakah anak bapak sudah bisa bertoleransi? Jika iya bagaimana

contohnya?

Informan: Sedikit sedikit sudah bisa. Dia ngalah sama adiknya, kalau lagi

nonton tv, tiba-tiba adiknya nyuruh mindah channel gitu terus dipindah. Biar

adiknya nggak rewel. Nggak suka memaksa harus begini gitu ini.

Nama : IAP (Anak bapak HT)

Waktu wawancara : 05 Juli 2018 pukul 09.30

Tempat : Rumah bapak HT

Peneliti: Apa bapak mengajarkan kamu sholat?

Informan: Iya mbak bapak wanti-wanti, sholatnya ya ntan, adik diajak sholat,

begitu. Kalau udah adzan dan bapak pas di rumah gitu ngajakin sholat.

Peneliti: Apa bapak mengajarkan Al-Qur’an?

Informan: Dulu waktu iqro ngajinya sama bapak, kalau sekarang di TPA

Peneliti: Apa bapak mengajarkan supaya berbuat baik dengan orang tua?

Informan: Diajarkan mbak, nggak boleh mbantah omongan orang tua, harus

sayang sama ibu, bapak, adik.

Peneliti: Apa bapak mengajarkan kamu supaya berbuat baik dengan orang lain?

Informan: Saya disuruh baik kalau sama orang lain, kalau ada tetangga yang

mau minta bumbu untuk masak saya kasih mbak.

Peneliti: Apa bapak memberikan kasih sayang yang cukup? Dan apa pernah

dihukum?

19

Informan: Iya mbak, bapak nggak cuek. Dipeluk-peluk kalau lagi bercanda.

Pernah dijewer gara-gara nggak nurut.

Peneliti: Apa bapak kamu memberikan contoh yang baik?

Informan: Suka dikasih contoh mbak, dicontohin kalau nyuci piring sama gelas

harus sampai bersih, biar nggak amis.

Peneliti: Selama ini pergaulan kamu diperhatikan oleh bapak tidak?

Informan: Diperhatikan mbak, ditanya-tanya kalau mau pergi. Dulu pernah

dimarahi gara-gara saya pulang kesorean, soalnya mendadak ada belajar

kelompok. Sampai sekarang juga sering ditanya kalau WA atau SMSan itu sama

siapa, bapak sering cek HP saya.

Peneliti: Suka menonton tv, bermain hp, atau bermain sampai lupa waktu apa

tidak dek?

Informan: Kadang nonton kartun suka lupa waktu. Biasanya kalau hari Minggu

mbak, kebanyakan main hp sama nonton TV Minggu. Sama adik, sama bapak.

Kalau Minggu mau bersihin kamar, ruang tamu, apa cuci piring gitu pikiran saya

nanti-nanti dulu lah.

Peneliti: Kamu selama ini punya kemandirian dan tanggung jawab belum dalam

hal membantu bapak dan mengerjakan tugas sekolah?

Informan: Punya mbak. Saya kalau belajar nggak usah diuber-uber. Kasihan

orang tua sudah mbayar sekolah, mbayar les, masih nyangoni pula. Saya belajar

terus mbak, saya pengen jadi apoteker. Dulu waktu kelas VII juga saya pernah

ranking 1.

Peneliti: Santun nggak kalau berbicara sama bapak? Sering membantah nggak

kalau dinasehati?

Informan: Kalau bicara sama bapak saya kadang campur sama bahasa

Indonesia mbak, bicara juga nggak dibiasakan teriak-teriak. Nggak pernah kalau

membantah.

Peneliti: Suka berbagi apa tidak sama teman kamu?

Informan: Lumayanlah mbak, yang penting jangan pelit. Apalagi kalau pas

siang-siang ada teman les yang haus nggak bawa minum gitu tak kasih minuman

punyaku mbak. Ada teman waktu itu pinjam uang 15ribu di sekolah juga saya

pinjami, pas cerita sama bapak, saya bilang itu bapaknya sudah meninggal. Terus

kata bapak suruh ikhlasin, kalau nggak dikembalikan nggak apa-apa.

Peneliti: Sudah bisa mengamalkan tentang rendah hati belum? Kalau sudah bisa

bagaimana contoh penerapannya?

Informan: Penerapan di kehidupan, saya kalau kadang dikasih sangu agak

banyak nggak tak ceritakan sama teman. Kalau teman saya sukanya cerita dapat

sangu banyak, saya cuma diam. Nggak ada gunanya pamer sangunya mbak,

kalau udah terkenal suka pamer, nanti pas nggak punya malah diejek.

Peneliti: Sudah bisa mengamalkan toleransi atau menghargai orang lain belum?

Kalau sudah bisa contoh penerapannya bagaimana?

Informan: Menerapkan toleransi contohnya kita harus mengalah, kalau saya

misalnya lagi mainan hp, terus adik mau pinjem gitu saya kasihkan. Lagi nonton

tv, adik minta ganti ya saya ganti sesuai maunya adik.

20

Nama : Bapak RS

Waktu wawancara : 08 Juli 2018 pukul 19.30

Tempat : Rumah bapak RS

Peneliti: Apa bapak mengajarkan sholat?

Informan: Kalau mengajarkan ya dulu sekali, sedikit-sedikit itupun. Paling

hanya mengingatkan, hari Jum’at ya saya ajak jum’atan. Anak saya saya suruh

ngaji di TPA, bisa lumayan sering sholat mungkin karena itu, sama guru

agamanya di sekolah. Saya saja sholatnya saja bolong-bolong.

Peneliti: Apa bapak mengajarkan Al-Qur’an?

Informan: Saya yang nggak bisa tekun mengajari mbak, saya suruh TPA.

Peneliti: Apa bapak mengajarkan supaya berbuat baik kepada orang tua?

Informan: Saya wanti-wanti mbak, kalau nggak manut brati anak nakal. Saya

didik untuk selalu menghargai dan nanya kabar ibunya. Sekarang kan umurnya

12 tahun, sudah nggak cengeng lagi kalau ibunya pergi, masa anak laki-laki kok

mau cengeng terus.

Peneliti: Apakah bapak mengajarkan agar anak berbuat baik kepada sesama?

Informan: SAP saya didik untuk peduli sama sesama mbak, apalagi tetangga

yang hampir semua masih saudara, namanya juga orang ndeso mbak, harus

guyub.

Peneliti: Apa bapak juga memperhatikan pergaulan anak bapak?

Informan: Maunya saya ya memperhatikan sepenuhnya mbak, tapi ya

bagaimana? Kadang kalau jadi sopir gitu kan nyopirnya sampai jauh-jauh.

Biasanya ke Yogyakarta, Wonogiri, Semarang, malah sampai ke Pacitan. Tapi

kalau SAP lagi libur sekolah dan saya nyopirnya nggak terlalu jauh, dia saya

ajak. Daripada di rumah, kan saya juga kasian sama dia. Takutnya saya dia nanti

jadi nakal karena punya bapak yang nggak perhatian. Kalau pas saya nyopir

sampai semalem nggak pulang gitu, kakaknya tak suruh ngawasin mbak, tak

suruh gemati kakanya dengan SAP. Tetangga juga saya titipin supaya

mengingatkan SAP biar kalau sepedaan itu nggak jauh-jauh. Ya saya nggak lepas

sepenuhnya mbak intinya, nggak terus mau ngapain dan kemana terserah dia

gitu.

Peneliti: Apakah kendala yang dihadapi dalam mendidik anak?

Informan: Kendala kadang ya itu, sepedaan sampai mana-mana. Nanti kalau

sepedaan sampai jauh itu lho mbak, kadang kalau kecapean main gitu dia

tidurnya gasik, kalau pas ada PR kadang paginya kedandaban. Kalau hp nggak

mainan mbak, dia nggak saya pegangi hp, gak saya bolehin. Kalau ibunya

telepon gitu baru dia pegang hp sebentar. Saya juga penggennya selalu banyak

waktu di rumah sama SAP, kadang ya dari saya mbak kendalanya, menurut saya,

karena kurang waktu itu tadi. Sopir kalau pas libur gitu ya kadang lama, kadang

malah nggak ada libur blas.

Peneliti: Apakah anak bapak memiliki kemandirian dan tanggung jawab dalam

membantu bapak dan kaitannya dengan tugas sekolah?

Informan: Kalau nggak mandiri terus gimana mbak? Ya walaupun belum

sepenuhnya mandiri. Mandi sih sudah nggak perlu disuruh. Yang masih sering

diingetin itu kadang kalau ngerjakan PR disuruh, kalau mau test yang diingetke

21

supaya belajar, nata jadwal sekolah ya diingetke. Tapi kalau sudah diingetke gitu

ya terus dilakuin, sekolahnya lumayan kok dia, nggak rajin sih, tapi lumayan. Dia

pulang sekolah sudah bisa buat mie sendiri kalau nggak doyan lauknya, baju ya

dihanger, sepatu ya ditata. Kalau saya belum sempat cuci baju dia, sehabis mandi

dia nyuci sendiri. Lumayanlah.

Peneliti: Apa anak bapak berbicara dengan baik? Dan apa membantah jika diberi

nasehat?

Informan: Bicara kalau sama saya baik, nggak pernah kasar. Sebenarnya kalau

dia sampai agak bandel lumrah mbak, namanya juga anak segitu, laki-laki pula.

Alhamdulillah nya tapi dia sama saya itu manut, biarpun kadang masih mbantah

kalau tak nasehatin, tapi ujung-ujungnya tetap nurut sama yang saya katakan.

Misalnya saya nasehati biar kalau maen sepeda itu jangan jauh-jauh, di

lingkungan seRT saja. Tapi dianya malah njawab ya kalau diajak temen jauh

masak nolak pak, begitu. Mungkin berapa lama nurut mbak, nggak jauh-jauh.

Tapi dia habis gitu ya suka lupa lagi, nanti tak nasehati lagi, begitu terus. Biarin

lah begitu, wong ya masih wajar-wajar saja kok, asal bisa jaga diri. Sudah bisa

minggir kan kalau ada kendaraan lewat, cuma kadang saya yang kepikiran.

Peneliti: Apakah anak bapak memiliki kedermawanan terhadap temannya pak?

Informan: Ya termasuk boros malah, saking senangnya temannya itu kadang

pada dijajanin, kalau pas dia punya uang lebih. Dia begitu karena temannya juga

nggak pelit sama dia, saya lihat sendiri waktu itu dia pengen beli es krim, pas

saya mau ambil uang ke rumah saya lihat kok dia sudah makan es krim. Lalu saya

tanya, katanya dia dibelikan temannya, ya sudah. Cuma saya suruh bilang

terimakasih.

Peneliti: Apa anak bapak pernah minder atau kurang percaya diri karena ditinggal

ibunya menjadi TKW?

Informan: Dia sih oranya PD mbak, waktu itu pernah juga pasti minder, tapi itu

ya dulu awal-awal ditinggal ibunya

Peneliti: Apakah SAP itu anak yang rendah hati pak? Atau justru sebaliknya anak

yang sombong dan suka pamer?

Informan: Saya orang nggak punya mbak, apa yang bisa dibanggakan. Berbuat

baik saja bisa jadi bahan omongan orang, apalagi kalau kita suka pamer-

pameran? Nggak mbak. Saya jadi orang dari dulu apa adanya, begitu juga SAP,

dia jadi orang saya larang sombong. Nanti malah ditertawakan tetangga, apanya

yang mau disombongkan

Peneliti: Apa anak bapak sudah bisa bertoleransi?

Informan: Sedikit-sedikit ya sudah bisa. Saya bilang bisa karena kalau benar-

benar saya lagi nggak punya uang, sampai untuk sangunya SAP saja nggak bisa

ngasih, si SAP nggak saya kasih sangu. Tapi tetap mau sekolah, mungkin itu

sudah bertoleransi dengan keadaan bapaknya.

22

Nama : SAP (Anak bapak RS)

Waktu wawancara : 10 Juli 2018 pukul 13.00

Tempat : Rumah bapak RS

Peneliti: Apa bapak mengajarkan kamu sholat?

Informan: Dulu ya mengajarkan, tapi saya lupa. Pokoknya dari ikut TPA itu

diajarin seminggu sekali praktek sholat, dari situ saya lebih paham. Saya

sholatnya belum bisa penuh mbak, tapi kalau maghrib sama isya rutin sholatnya

di mushola.

Peneliti: Apa bapak mengajarkan kamu Al-Qur’an?

Informan: Kalau ngaji saya di TPA mbak, kalau nggak ngaji sendiri habis sholat

di mushola.

Peneliti: Apa bapak mengajarkan kamu untuk berbuat baik dengan orang tua?

Informan: Iya mbak, bapak bilang kalu nggak boleh berani sama orang tua.

Disuruh angkat telepon ibu lalu menanyakan ibu sudah makan belum, jaga

kesehatan, yang begitu mbak. Disuruh juga kalau mainan sepeda jangan jauh-

jauh, tapi saya kadang ngeyel mbak, diajak teman sampai jauh kadang.

Peneliti: Apa kamu dijarkan untuk berbuat baik dengan orang lain?

Informan: Diajarkan kok mbak, disuruh kalau sama tetangga yang sopan, kalau

ngomong jangan keras-keras. Kalau sama teman juga disuruh rukun, jangan

berantem sama teman.

Peneliti: Apa bapak sudah memberikan kasih sayang yang cukup? Pernah

dihukum atau tidak?

Informan: Kasih sayangnya bagi saya cukup. Saya pernah dijewer, kalau nakal-

nakal nanti pas ngaji atau sekolah nggak dikasih sangu.

Peneliti: Diperhatikan nggak kalau main?

Informan: Diperhatikan, kalau bapak mau nyopir jauh disuruh jangan nakal

sama teman. Jangan main jauh-jauh.

Peneliti: Punya kemadirian dan tanggung jawab tidak untuk membantu bapak dan

mengerjakan tugas-tugas sekolah?

Informan: Punya. Kalau mandi sudah nggak disuruh, kadang juga mencuci baju

sendiri. Kalau belajar kadang diingatkan saya, biar nilainya bisa lebih baik.

Karena kemarin nilai saya ada merahnya mbak satu.

Peneliti: Kalau sama orang lain menghormati tidak? Kalau bicara sama bapak

dengan bahasa yang bagaimana?

Informan: Disuruh menunduk kalau lewat ada orang tua, bicara sama bapak ya

bahasa Jawa, nggak krama. Tapi nggak nggak keras-keras.

Peneliti: Suka berbagi nggak kalau sama temannya?

Informan: Lumayan, kadang-kadang berbagi sama teman. Punya jajan saya

kasih, kalau lagi sepedaan, teman yang nggak bawa sepeda saya suruh gentian

sama saya mbak.

Peneliti: Bisa mengamalkan nilai rendah hati tidak dek? Kalau bisa bagaimana

contohnya?

Informan: Penerapannya jangan sombong kalau sama teman.

Peneliti: Sudah bisa bertoleransi atau menghargai dan menghormati belum dek?

Jika sudah bisa bagaimana contohnya?

23

Informan: Kalau saya melakukan toleransinya dengan tidak suka memaksa. Saya

saja nggak memaksa kalau bapak nggak punya uang untuk jajan, sampai pernah

nggak sangu waktu sekolah. Tapi tau saya kalau bapak nggak bohong, soalnya

kalau bapak punya uang nggak mungkin tega. Kalau pas punya uang nggak perlu

minta, karena bapak tau kalau saya senang jajan.

Peneliti: Sering bermain, menonton tv, atau bermain hp sampai lupa waktu tidak?

Informan: Seringnya sepedaan , tau-tau udah sore mbak.

Nama : Bapak SY

Waktu wawancara : 12 Juli 2018 pukul 16.00

Tempat : Rumah bapak SY

Peneliti: Apa bapak mengajarkan anak sholat?

Informan: Ya mengajari tapi nggak sepenuhnya, dia waktu kecil sudah mulai

latihan sholat karena diajari ibunya, dan ikut TPA. Kalau saya paling hanya

mengingatkan.

Peneliti: Apa bapak mengajarkan Al-Qur’an atau mengaji?

Informan: Dulu ya pernah mengajari, tapi DAA sudah sejak SD kelas 1 ikut TPA

sampai kelas 2 SMP. Sekarang dia ngajinya sudah rutin kalau habis maghrib

nderes.

Peneliti: Apakah bapak mengajarkan agar anak berbuat baik pada orang tua?

Informan: Iya, saya ajari kalau sama orang tua itu yang nurut. Jangan berani

kalau sama ibu, yang patuh. Kalau ibu lagi bicara ya dengarkan baik-baik.

Peneliti: Apa bapak mengajarkan untuk berbuat baik pada orang lain?

Informan: Oh, iya mbak. Saya contohi juga berbuat baik kalau nggak bisa bantu

uang ya tenaga, kalau masih nggak bisa ya bantu doa, gitu saja sih. Contoh

kecilnya ya berbuat baik sama tetangga lah, saya kalau masak banyak gitu depan

rumah itu juga kadang saya kasih daripada mubadzir. Inshaallah sudah saya

ajarkan dan contohi untuk berbuat baik sama orang lain.

Peneliti: Apa bapak selama ini sudah memberikan kasih sayang yang cukup? Dan

apakah pernah menghukumnya?

24

Informan: Kalau kasih sayang ya namanya orang tua tunggal saya sangat

sayang sama anak-anak saya. Saya selalu perhatian sama anak. Tapi kalau

menghukum nggak pernah, dia anaknya agak pendiam. Misal ada apa-apa gitu,

paling saya nasehatin. Dianya langsung manut, biar malu sendiri kalau sampai

nakal-nakal.

Peneliti: Apa selama ini bapak juga memberikan contoh baik kepada anak?

Informan: Oh iya itu mbak, orang tua bisanya kan ya kasih contoh mbak. Kalau

habis pakai motor tak contohi, motornya saya parkir di teras, harus setiti. TV

kalau nggak ditonton ya jangan nyala terus, saya matikan, saya juga menyuruh

gitu kan berarti saya juga harus melakukan. Terus kalau ada orang yang sakit

apa meninggal gitu, dia sering tak ajak biar peduli sama orang lain. Ya contoh-

contoh begitu mbak. Soalnya yang pernah tua begini kan sudah mengalami jadi

anak mbak, jadi kalau kita biasa memberi teladan, biarpun melalui hal-hal yang

kecil gitu, asal rutin ya anak juga bakal terpengaruh.

Peneliti: Apa bapak memperhatikan pergaulan DAA?

Informan: Saya perhatikan pergaulannya, kalaupun ada belajar kelompok gitu

DAA saya suruh ajak temannya belajar kelompok disini saja. Nggak papa nanti

beli makanan buat temannya, saya juga pengen tahu temannya DAA. Dia kalau

mau kemana saja juga pamit, jadi saya nggak terlalu was-was karena menurut

saya dia bisa dipercaya mbak. Dia nggak pernah keluar rumah kalau nggak

penting-penting amat, keluar kalau ke mushola sama sekolah tok. Anak rumahan

dia, mainan HP sukanya, tapi ya wajar.

Peneliti: Apa kendala yang bapak hadapi dalam mendidik anak?

Informan: DAA itu anak rumahan mbak, kendala ya paling dia banyak nonton

TV sama asik sendiri kalau udah main HP. Wajar lah usia segitu baru seneng-

senengnya, tinggal kita aja sebagai orang tua bagaimana. Biarpun gitu, apa-apa

nggak perlu harus orang tua njelasin sesuatu sampai muluk-muluk gitu sudah

paham sendiri. Alhamdulillah saya dikasih anak tiga itu kok sayang sama

bapaknya semua mbak, kerjaan rumah ya mau mbantu. Apalagi anak saya yang

nomer satu itu mbak, itu meskipun dia sudah kerja, jadi satpam di agen gas, dia

kalau pualng kerja gitu tau rumah berantakan ya dibersihin. Nggak nunggu harus

DAA yang bersihin atau saya gitu, ditandangi sendiri. Dia juga meskipun laki-

laki tapi jago masak, ya DAA sih bisa masak, tapi masnya malahan yang lebih

pinter masak.

Peneliti: Apa DAA sudah memiliki tanggung jawab dan kemandirian dalam

melakukan sesuatu?

Informan: Alhamdulillah DAA mandiri, bukan anak manja. Rasa tanggung

jawabnya juga ada. Sudah lulus SMP masak mau apa-apa orang tua yang harus

cerewet perintah ini itu. Urusan membantu mengerjakan kerjaan rumah juga

nggak saya paksa, biar sadar sendiri. Takutnya saya nanti kalau dia punya beban

harus mengerjakan pekerjaan rumah kayak bersih-bersih, nyapu, apa masak gitu

malah nilainya dia jadi jemblok gara-gara kecapean. Ya mending kita kerja sama

saja, kalau Minggu dia yang buat sarapan, kakaknya ngepel, saya nyapu halaan.

Hari biasa DAA seringnya nyapu, bersih-bersih jendela, yang masak saya atau

nggak kakaknya Gitu-gitu aja, nggak ngoyo. Untuk masalah sekolah, dia sudah

25

sadar diri. Tugas ya mengerjakan. Semangat belajar juga ada, kemarin nemnya

waktu mau masuk SMK itu 35 berapa gitu saya lupa.

Peneliti: Apa DAA menggunakan bahasa yang baik saat berbicara? Dan apa

sering membantah jika dinasehati?

Informan: Iya. Bahasa dan bicaranya santun, nggak pernah tu dia bicara kotor,

setau saya itu. Kalau saya nasehati banyak nurutnya daripada mbantahnya. Ya

nggak mbantah begitu saja mbak. Dia kalau sama orang tua apa mbah-mbah gitu

pakai bahasa krama mbak. Kalau lagi naik motor ketemu di jalan ada orang ya

nyapa. Lewat di depan orang ya bilang permisi.

Peneliti: Apa anak bapak termasuk anak yang dermawan atau suka berbagi pak?

Informan: Peduli dia sama temannya, nggak pelit apalagi kikir, suka berbagi

menurut saya. Temannya juga banyak, beberapa kali ada kok temannya yang

kalau kesini pinjam celana, atau baju. Ya dipinjami. Terus kalau ada temannya

yang pulang sekolah langsung kesini gitu disuruh makan sama dia. Adanya telur

ya dia gorengin telur, adanya mie ya dibuatin mie.

Peneliti: Apa anak bapak itu percaya diri pak? Apa pernah minder waktu

ditinggal ibunya menjadi TKW?

Informan: Mindernya dulu waktu awal-awal saja sih, minder karena orang tua

temannya lengkap, tapi kok dia ibunya kerja jauh, gitu. Sekarang sudah biasa-

biasa saja, karena komunikasi dengan ibunya juga lancar terus.

Peneliti: Apa anak bapak termasuk anak yang rendah hati?

Informan: Iya rendah hati, nggak sombong. Punya apa-apa nggak pameran.

Anaknya selama ini juga walaupun dia itu itungannya pintar, tapi nggak sok

pintar. Kelihatan kan kalau belajar kelompok disini gitu waktu dia ngajarin

temannya nggak terus nggaya sombong gitu.

Peneliti: Apa anak bapak sudah bisa untuk bertoleransi? Jika sudah bisa

bagaimana contohnya?

Informan: Contoh toleransinya yaitu kalau ada orang yang meninggal kalau

rumahnya dekat dia nggak usah nunggu saya sudah kesana duluan, namanya

bermasyarakat. Dia kalau punya teman nggak pilih-pilih, nggak melihat dari

agamanya. Temannya juga banyak yang pada main sini. Ada teman yang masuk

rumah sakit ya dia jenguk. Namanya manusia, nggak bisa hidup sendiri, jadi

harus punya toleransi dengan sesama mbak.”

26

Nama : DAA (Anak bapak SY)

Waktu wawancara : 12 Juli 2018 pukul 10.00

Tempat : Rumah bapak SY

Peneliti: Bapak kamu mengajarkan sholat apa tidak?

Informan: Mengajarkan tapi tidak sepenuhnya, soalnya saya dari kecil sudah

TPA, kan diajari juga sholatnya, biar rajin. Bapak juga kadang sholatnya di

masjid, sama adek. Kalau saya sholatnya di rumah mbak. Dan Alhamdulillah

sudah full, kecuali kalau lagi halangan.

Peneliti: Bapak mengajarkan Al-Qur’an atau tidak?

Informan: Dulu waktu saya kecil ngajinya sama bapak terus, pas sudah TPA

ngajinya sendiri. Tapi sampai sekarang kalau pas lagi rajin banget gitu bisa

setiap habis isya nderes.

Peneliti: Apa bapak kamu mengajarkan untuk berbuat baik dengan orang tua?

Informan: Iya diajarkan mbak, contohnya ke warung kalau pas gula apa sabun

habis. Biar kalau nanti bapak pulang mau buat teh itu ada gulanya, mau mandi

juga nggak harus ke warung beli dulu. Saya juga berdoa supaya orang tua sehat

selalu, dan supaya ibuk disana rezekinya lancar.

Peneliti: Apa bapak mengajarkan untuk berbuat baik kepada orang lain?

Informan: Bapak menasehati biar peduli sama orang lain, kalau sama teman

nggak boleh pelit. Kadang kalau pulang sekolah teman saya kesini, disuruh bapak

makan sama-sama mbak.

Peneliti: Apa selama ini kamu mendapatkan kasih sayang dari bapak? Pernah

dihukum atau tidak?

Informan: Didik lewat kasih sayang mbak, bapak oranya baik. Kalau

menghukum nggak pernah.

Peneliti: Apa bapak kamu juga memberikan contoh yang baik? Misalnya apa?

Informan: Suka dikasih contoh, kalau ada tetangga meninggal gitu diajak layat.

Ada tetangga yang di rumah sakit juga saya diajak besuk. Katanya supaya saya

terbiasa hidup bermasyarakat, makanya bapak kasih contoh supaya saya paham.

Peneliti: Apa selama ini bapak memperhatikan pergaulan kamu?

Informan: Diperhatikan pergaulan saya mbak, teman sekolah juga sering pada

main kesini. Terus bapak juga menyapa ramah dan ngajak teman saya ngobrol,

jadinya kenal sama teman yang main ke rumah. Malah enak kalo gitu, teman-

teman nggak kaku biarpun ada bapak di rumah. Saya biasanya pamit kalau mau

pergi, tapi jarang sih mbak saya main keluar-keluar gitu. Males, suka di rumah

aja

Peneliti: Apa kamu sering menonton tv, bermain hp, atau bermain dengan teman

sampai lupa waktu?

Informan: Kadang lupa waktu kalau nonton TV, nonton kartun atau drama korea

mbak. Atau nggak waktu WA nan sama teman kalau pas lagi seru-serunya ya jadi

kelamaan.

Peneliti: Apa selama ini kamu sudah memiliki kemandirian dan tanggung jawab

dalam melakukan tugas untuk membantu ayah dan tugas sekolah?

27

Informan: Kalau PR nggak usah diingetin mbak, saya belajar juga inisiatif

sendiri. Kalau tanggung jawab, misalkan waktu jaga adik. Tak jagain beneran,

supaya nggak maen jauh-jauh, saya bilangi juga kalau jalan itu minngir, jangan

lari-lari, nanti takutnya ada motor lewat. Kerjaan rumah juga semampu saya

mengerjakan apa, karena di rumah nggak harus semua saya atau bapak yang

mengerjakan.

Peneliti: Apa kamu sudah bisa menhormati dan santun terhadap orang lain? Jika

sudah bagaimana contohnya?

Informan: Kalau saya, sama orang tua jangan menyepelekan. Kalau berbicara

yang baik, yang santun, kalau lewat di depan orang permisi.

Peneliti: Kamu suka berbagi sama orang lain nggak?

Informan: Gimana ya mbak? Saya sih di sekolah kalau jajan biasanya nawarin

ke teman, saya setiap hari bawa minum kalau ada teman yang minta saya kasih.

Ada yang pinjam bolpen saya pinjami.”

Peneliti: Pernah tidak minder karena ibu jadi TKW?

Informan: Dulu ya minder awal-awal, karena selain dekat sama bapak, saya

juga dulu itu kemana-mana sama ibu. Sekarang sudah nggak minder, yang

penting didoakan ibu baik-baik disana.

Peneliti: Kamu sudah bisa menerapkan tentang rendah hati belum? Jika sudah

bagaimana caranya?

Informan: Rendah hati itu ya waktu saya dapat nilai bagus, saya nggak sok

pintar dan sombong.

Peneliti: Sudah bisa bertoleransi belum? Contohnya apa yang kamu lakukan?

Informan: Menerapkan toleransi salah satu contohnya kalau saya dengan nggak

pilih-pilih teman, nggak pandang dia kaya atau miskin, Islam atau nggak.

28

Nama : Bapak MS

Waktu wawancara : 20 Juli 2018 pukul 19.00

Tempat : Rumah bapak MS

Peneliti: Apa bapak mengajarkan sholat?

Informan: Iya mbak, dulu saya yang mengajarkan. Alhamdulillah saya juga

berusaha menjaga sholat saya. Si DU juga dari kecil saya antar tiap sore TPA,

jadi dia latihan-latihan sholat disana, sampai sekarang dia sholatnya rajin.

Peneliti: Apa bapak mengajarkan Al-Qur’an?

Informan: Dari kecil ikut TPA kok mbak, dulu waktu dia kecil habis maghrib

sering ngaji lagi kalau sama saya. Sekarang tapi sudah nggak.

Peneliti: Apa bapak mengajarkan DU agar berbuat baik kepada orang tua?

Informan: Tentu kalau itu, saya ajarkan kalau sama orang tua itu yang nurut.

Jangan kebanyakan permintaan yang tidak-tidak, syukuri saja apa yang sudah

dikasih, terutamanya sama ibunya. Saya suruh selalu kasih perhatian sama ibunya,

sehabis sholat juga ibu jangan lupa didoakan.

Peneliti: Apa bapak mengajarkan anak untuk berbuat baik kepada siapapun?

Bagaimana pak contohnya?

Informan: Saya ajari mbak, sama teman yang rukun. Siapapun butuh bantuan

selagi bisa ya ditolong, gitu.

Peneliti: Apakan bapak selama ini sudah memberikan kasih sayang yang cukup?

Dan apa pernah menghukumnya?

Informan: Tetap sayang nomor satu. Dia sukanya martabak, pulang kerja

kadang saya belikan.Menghukum sih nggak tu mbak, tak nasehatin saja. DU

sudah besar pasti tau lah, lagian dia nggak pernah aneh-aneh, sudah syukur

saya.

Peneliti: Apa bapak memberikan teladan yang baik kepada anak?

Informan: DU saya kasih contoh kalau lagi mandi gitu kran airnya hidupkan,

nanti kalau penuh jangan lupa dimatikan. Saya pun juga begitu mbak. Soalnya

sekarang airnya sering mampet mbak. Kalau pergi-pergi gitu dibiasakan rumah

dikunci. Habis mandi ya saya biasakan njemur handuk, ada lipatan baju numpuk

ya dirapikan, contoh-contoh yang seperti itulah. sampai sekarang dicontohi gitu

ya masih dijalankan. Saya lumayan bisa masak mbak, waktu itu yang masak saya

terus, lalu setelah DU SMP, waktu liburan sekolah saya ajarin untuk masak,

sekarang sampai dia SMA juga yang masak DU. Ya mungkin itu hasil dari saya

contohin, dulu saya kerepotan kalau pagi-pagi harus masak buat sarapan.”

Peneliti: Apa bapak memperhatikan pergaulannya?

Informan: DU dari dulu pulang sekolah ya pulang mbak. Saya nggak pernah

terlalu menuntut dia harus ini itu. Kalau punya teman ya sering diajak ke rumah.

Jadi sepintas saya tahu teman-temannya. Bergaul sama siapa saja oke, yang

penting nggak bawa pengaruh yang buruk.

Peneliti: Apakan DU sudah memiliki kemandirian dan tanggung jawab terhadap

segala sesuatu pak?

29

Informan: Oh, iya mbak. Sudah 17 tahun nggak mandiri ya terlalu . Dari kecil

sudah ditinggal ibunya, jadi sudah terbiasa mandiri, tanggung jawab ada tentu.

Dia pagi-pagi kadang sudah belanja ke tukang sayur, buat sarapan. Sorenya

bersih-bersih rumah lagi, nyuci. Kerjaan rumah dia semua, paling kalau saya

hanya nyapu halaman sama bakar sampah. Saya sih nggak memaksa harus dia

semua, tapi dia anaknya rajin sekali. Dia juga mau usaha sendiri. Nggak suka

merepotkan, sekarang lagi giat-giatnya belajar karena ingin kuliah mbak. Selama

ini nilai dia juga baik, buktinya sekolah di SMA 3 Salatiga, yang isinya kalau

menurut saya anak pintar semua. Dari dulu semangat sekolah, orang tua juga

jadi tambah semangat bekerja.

Peneliti: Apa DU itu anak yang dermawan atau suka berbagi pak?

Informan: DU sih temannya banyak, berarti dia senang berbagi. Kalau anaknya

pelit kan nggak mungkin temannya suka pada datang kesini. Dia waktu itu cerita

kalau ada temannya yang pinjam motor, ada teman yang butuh bantuan suruh

antar ke rumah neneknya juga diantar, ada juga yang temannya beda kelas itu

buku paketnya ketinggalan lalu dipinjami. Ya banyak sih mbak nggak mungkin

saya ceritakan satu-satu. Dermawan yang seperti itulah mbak, yang sebetulnya

mudah tapi kalau buat orang yang nggak biasa ya pasti sulit.

Peneliti: Apa anak bapak pernah minder karena ibunya menjadi TKW?

Informan: DU nggak minderan mbak karena ibunya jadi TKW, sampai sekarang

juga dia sudah terbiasa. Kalau pas dulu sih sering minder karena orang tuanya

temannya lengkap di rumah. Setau saya kalau sekarang sudah nggak ngaruh sih

karena dia sudah cukup dewasa, pikirannya juga logis. Malah dia yang ngademin

hati saya, nggak tahu juga ya apa mungkin dia kan tahu kalau saya pulang kerja

capek.

Peneliti: Apa anak bapak sudah bisa mengamalkan toleransi?

Informan: Toleransi dalam lingkungan sekitar, dia kalau Minggu ada kegiatan

kerja bakti pemuda ikut, pertemuan rutin pemuda sini juga berangkat, dapat

undangannya kok, acara 17an juga ikut berpartisipasi. Meskipun kadang

temannya cewek itu malah ngajari dia nggak usah ikut aja, tapi karena dia

berarti toleransi ya tetap berangkat. Teman dekatnya juga ada beberapa yang

Kristen, berarti dia nggak pilih-pilih dalam berteman. Bukan juga anak egois

yang harus sama dengan kemauan dia, sama adiknya juga ngalahan. Sudah besar

pasti tau dia kalau nggak bisa menghargai orang lain bakalan dijauhi sama

orang lain.”

30

Nama : DU (Anak bapak MS)

Waktu wawancara : 21 Juli 2018 pukul 09.00

Tempat : Rumah bapak MS

Peneliti: Apa bapak mengajarkan sholat?

Informan: Mengajarkan mbak, ditambah lagi karena dulu TPA dan juga diajarin

sholat sama guru agama di sekolah pas SD.

Peneliti: Apa bapak mengajarkan kamu Al-Qur’an atau mengaji?

Informan: Sedikit-sedikit mengajari. Ngajinya dari TK di TPA.

Peneliti: Apa bapak mengajarkan kamu untuk berbuat baik dengan orang tua?

Informan: Iya. Disuruh mendoakan ibu sehabis sholat, jangan membantah

nasehat orang tua.

Peneliti: Apa kamu diajarkan untuk berbuat baik kepada orang lain?

Informan: Iya mbak, diajarin bapak saya. Suruh rukun sama teman di sekolah.

Kalau sama guru juga yang manut.

Peneliti: Apa selama ini kamu sudah mendapat kasih sayang dari bapak? Pernah

dihukum atau tidak?

Informan: Sayang sama saya, sama adek. Pulang kerja sering dibelikan

makanan, tidak pernah ngasih hukuman.

Peneliti: Apa bapak juga memberikan contoh yang baik untuk kamu?

Informan: Kasih contoh juga mbak, bapak nggak banyak omong orangnya.

Nggak suka perintah, langsung nglakuin, jadi saya paham. Contohnya sehari-hari

kalau mandi handuk langsung dijemur, kalau pergi rumah dikunci.

Peneliti: Apa kamu suka menonton TV, bermain hp, atau bermain bersama teman

sampai lupa waktu?

Informan: Ya biasa mbak, main hp kelamaan, tapi tetep to mbak, kerjaan rumah

jangan lupa.

Peneliti: Apa kamu memiliki kemandirian dan tanggung jawab untuk membantu

pekerjaan ayah di rumah? Dan bagaimana juga dengan tugas sekolah?

Informan: Iya mbak, kalau nggak mandiri ya mau manja-manjaan sama siapa

mbak? Yang mengerjakan kerjaan rumah saya, ya saya sih senang bisa bantu

bapak. Saya kalau urusan sekolah, urusan tugas gitu ya pasti punya mandiri dan

tanggung jawab saya mbak. Saya belajar rajin biar nanti bisa kuliah jurusan

akuntansi di Semarang.

Peneliti: Apa kamu suka berbagi dengan orang lain? Bagaimana contohnya?

Informan: Kan memang harus begitu, hidup kan nggak sendiri. Suatu saat kita

juga butuh bantuan orang lain. Jadi, kalau ada orang lain yang butuh bantuan

kalaupun saya bisa pasti saya tolong. Saya nggak tega kalau melihat ada yang

kesusahan, apalagi saya kenal. Kadang bawa bekal juga sering saya makan sama

teman, berbagi maksudnya. Terus ada yang mau pinjam buku ya saya pinjami.

Peneliti: Pernah tidak minder karena ibu jadi TKW?

Informan: Pernah saya minder karena ibu jadi TKW, kalau sekarang sudah

biasa saja. Mindernya waktu SMP dulu kan pada bawa bekal, saya nggak bawa

31

karena bapak kalau masak pagi dulu kerepotan. Akhirnya dari situ saya niat

belajar masak supaya bisa bawa bekal dan buatin sarapan buat bapak.

Peneliti: Apa kamu sudah bisa bertoleransi? Jika iya, bagaimana contohnya?

Informan: Menerapkan toleransi kalau ada orang bicara didengarkan, jangan

disela. Contoh lain dari saya misalkan berpendapat ya nggak usah ngotot kalau

pendapat kita nggak diterima. Ikut kumpul-kumpul remaja masjid, nggak usah

pilih-pilih dari kaya nggaknya kalau berteman, gitu mbak.

Nama : Ibu Ngatiyem (Tetangga bapak JM dan bapak RS)

Waktu wawancara : 21 Juli 2018 pukul 19.00

Tempat : Rumah ibu Ngatiyem

Peneliti: Bagaimana pendapat anda mengenai wanita yang sudah menikah dan

memiliki anak, namun menjadi TKW?

Ibu Ngatiyem: Menurut saya kalau ibu jadi TKW itu sebenarnya nggak baik,

karena suami sudah mencari nafkah. Andai kata mau kerja ya cari-cari di sekitar

Salatiga apa sudah nggak ada? Tapi ya biarlah mbak, pendapat orang beda-

beda. Kalau saya itu tadi, tindakan yang tidak baik. Apalagi kalau sudah punya

anak.

Nama : Bapak Sutarso (Tetangga bapak SY)

Waktu wawancara : 23 Juli 2018 pukul 11.00

Tempat : Rumah bapak Sutarso

Peneliti: Apa bapak SY mendidik anaknya dengan baik?

Bapak Sutarso: Bapak SY mendidiknya sudah baik, karena dia lebih banyak di

rumah. Kalau nggak ada panggilan kerja di rumah, soalnya cari kerja yang

dekat. Saya tau, bapak SY justru nggak dibolehkan sama istrinya kalau kerja

jauh-jauh, apalagi yang kalau kerjanya sampai nggak pulang. Waktu itu bapak

SY dapat tawaran kerja di Kalimantan, terus dia bilang istrinya, nggak

dibolehkan. Istrinya bilang kalau bapak SY mau ke Kalimantan istrinya akan

balik dari Kamboja. Kan kasihan sama anak-anak,. Sekarang bapak SY kerjanya

deket-deket aja.

32

Nama : Ibu Sutopo

Waktu wawancara : 23 Juli 2018 pukul 16.00

Tempat : Rumah ibu Sutopo

Peneliti: Bagaimana perilaku yang dimiliki oleh anak pada keluarga TKW

tersebut?

Ibu Sutopo: DAA anak yang baik, perilakunya baik, anaknya sopan kalau sama

orang lain. Waktu itu pernah saya malam-malam di rumah saya nggak ada orang,

badan saya terasa nggak enak dan pusing sekali, rasanya saya nggak karu-

karuan pokoknya. Langsung saya lari ke rumah DAA, minta tolong dikerokin.

Baik anaknya.

Nama : Bapak Zulkar (Tetangga bapak MS)

Waktu wawancara : 24 Juli 2018 pukul 14.00

Tempat : Rumah bapak Zulkar

Peneliti: Bagaimana perilaku yang dimiliki oleh anak pada keluarga TKW

tersebut?

Bapak Zulkar: Perilaku anak mas MS itu baik, setau saya kalau lewat mau

pulang ketemu orang ya menyapa. Sama tetangga ramah, dia juga aktif kalau

ada kegiatan remaja.

33

DOKUMENTASI

Gambar 1. Mengurus perizinan ke kantor kelurahan Blotongan Salatiga

Gambar 2. Wawancara dengan bapak JM dan RP

34

Gambar 3. Wawancara dengan bapak HT dan IAP

Gambar 4. Wawancara dengan SAP

35

Gambar 5. Wawancara dengan bapak SY dan DAA

Gambar 6. Wawancara dengan bapak MS dan DU

36

37

38

39

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Hani Latifah

Tempat, tanggal lahir : Salatiga, 22 Agustus 1995

Jenis Kelamin : Perempuan

Warga Negara : Indonesia

Alamat : Tegalombo RT 2 RW 3 Blotongan Kec.

Sidorejo, Salatiga

No. HP : 085800173322

Riwayat Pendidikan :

1. SDN Blotongan 2 Lulus Tahun 2008

2. SMPN 2 Salatiga Lulus Tahun 2011

3. SMA MUHAMMADIYAH (PLUS) Salatiga Lulus Tahun 2014

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-

benarnya.

Salatiga, 30 Agustus 2018

Hani Latifah

NIM 111-14-190