penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

157
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata di Bali yang berkembang pesat pada era globalisasi saat ini, mendorong banyak investor asing melakukan investasi di pulau yang dikenal dengan Pulau Seribu Pura.Bentuk investasi tersebut salah satunya, di bidang properti dengan mendirikan villa, hotel, restoran maupun rumah tinggal.Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) Bali merilis data bahwa tingkat penanaman modal di Bali periode tahun 2010-2013 mencapai 5,8 (lima koma delapan) triliyun rupiah, dengan perimbangan bahwa hampir 98% penanaman modal tersebut di sektor pariwisata yang bergerak dalam bidang perhotelan dan villa. 1 Keseluruhan akivitas penanaman modal tersebut tentunya memerlukan lahan, yaitu tanah tempat dimana properti tersebut didirikan atau dibangun. Pengaturan hukum tentang tanah secara umum di Indonesia diatur berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).Sedangkan pengaturan terhadap perbuatan- perbuatan hukum atau peristiwa-peristiwa hukum yang dilakukan atau terjadi antara warga negara sebagai subyek hukum dengan tanah diatur dalam Pasal 2 ayat (2)-nya yang menentukan : 1 BKPMD (Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah), 2013, Investasi Penanaman Modal Asing di Bali Lampaui Target, http://selebzone.com/bkpmd- investasi-penanaman-modal-asing-di-bali-lampaui-target.html , diakses tanggal 1 Mei 2013. 1

Transcript of penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

Page 1: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pariwisata di Bali yang berkembang pesat pada era globalisasi saat ini,

mendorong banyak investor asing melakukan investasi di pulau yang dikenal

dengan Pulau Seribu Pura.Bentuk investasi tersebut salah satunya, di bidang

properti dengan mendirikan villa, hotel, restoran maupun rumah tinggal.Badan

Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) Bali merilis data bahwa tingkat

penanaman modal di Bali periode tahun 2010-2013 mencapai 5,8 (lima koma

delapan) triliyun rupiah, dengan perimbangan bahwa hampir 98% penanaman

modal tersebut di sektor pariwisata yang bergerak dalam bidang perhotelan dan

villa.1 Keseluruhan akivitas penanaman modal tersebut tentunya memerlukan

lahan, yaitu tanah tempat dimana properti tersebut didirikan atau dibangun.

Pengaturan hukum tentang tanah secara umum di Indonesia diatur

berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria (UUPA).Sedangkan pengaturan terhadap perbuatan-

perbuatan hukum atau peristiwa-peristiwa hukum yang dilakukan atau terjadi

antara warga negara sebagai subyek hukum dengan tanah diatur dalam Pasal 2

ayat (2)-nya yang menentukan :

1BKPMD (Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah), 2013, Investasi

Penanaman Modal Asing di Bali Lampaui Target, http://selebzone.com/bkpmd-

investasi-penanaman-modal-asing-di-bali-lampaui-target.html, diakses tanggal 1

Mei 2013.

1

Page 2: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

2

(2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat 1 Pasal ini memberi

wewenang untuk :

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,

persediaaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa

tersebut;

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air

dan ruang angkasa.

Dengan demikian, maka UUPA mengatur tentangperuntukan dan

penggunaan tanah termasuk di dalamnya pengaturan terhadap perbuatan-

perbuatan hukum sebagai hubungan-hubungan hukum antara orang-orang ataupun

badan hukum dengan tanah. Tidak terkecuali mengatur perbuatan-perbuatan

hukum maupun peristiwa-peristiwa hukum tentang tanah dalam rangka

penyediaan tanah guna keperluan investasi tersebut. Karena hal tersebut

merupakan salah satu wujud pelaksanaan dari konsepsi hak menguasai negara

atas tanah.

Agar besarnya daya tarik Pulau Bali dalam mendatangkan investasi oleh

investor asing selaras dengan manfaat dan hasil yang diperoleh, maka pengaturan

penggunaan tanah untuk membangun villa, hotel, restoran atau rumah tinggal

sebagai sarana investasi, selain dilandasi oleh konsepsi tersebut di atas, juga

seyogyanya dilandasi oleh konsepsi lain yang terkandung atau dianut oleh UUPA,

yaitu asas nasionalitas.Suatu asas yang hanya memberikan hak kepada Warga

Negara Indonesia (WNI) yang dapat memiliki hak milik atas tanah. Sebab kedua

konsepsi di atas, yaitu konsepsi hak menguasai negara atas tanah dan konsepsi

atau asas nasionalitas dapat digunakan untuk menangkal akibat-akibat buruk yang

Page 3: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

3

mungkin terjadi sebagai akses dari investasi, terutamanya dalam pemilikan atau

penguasaan tanah sebagai sumber kehidupan masyarakat.

Terkait dengan asas nasionalitas yang dianut UUPA, dalam Pasal 9 UUPA

yang ditentukan :

(1) Hanya Warga Negara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang

sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa, dalam batas-batas

ketentuan Pasal 1 dan 2.

(2) Tiap-tiap warga Negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita

mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak

atas tanah serta untuk mendapat menfaat dan hasilnya, baik bagi diri

sendiri maupun keluarganya.

Dalam kaitannya dengan hal tersebut oleh AP Parlindungan mengatakan bahwa,

UUPA mempertegas bahwa kita telah menutup pintu terhadap kepemilikan yang

terbuka, artinya hanya Warga Negara Indonesia saja tanpa diskriminasi antara

sesama Warga Negara Indonesia dan jenis kelamin sama mempunyai hak untuk

mempunyai sesuatu hak atas tanah (Pasal 9 UUPA).2Dengan demikian, dalam hal

pemilikan tanah dengan titel hak milik hanya dapat dipunyai oleh WNI dan

UUPA telah menutup kemungkinan bagi orang asing/Warga Negara Asing

(WNA) untuk mempunyai hak milik atas tanah di Indonesia.

Pelaksanaan asas nasionalitas dalam UUPAdi samping secara normatif

ditegaskan dalam Pasal 9 ayat (1) seperti di atas, juga implisit tersirat dalam

ketentuan Pasal 21 dan Pasal 26 UUPA, masing-masing menentukan :

Pasal 21menentukan :

(1) Hanya warga Negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.

(2) Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat

mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya.

2A.P Perlindungan, 1984, Serba Serbi Hukum Agraria, Percetakan Offset

Alumni Kotak Pos 272, Bandung, hal. 44.

Page 4: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

4

(3) Orang asing yang sesudah berlakunya undang-undang ini memperoleh

hak milik karena pewarisan-tanpa wasiat ayau percampuran harta

karena perkawinan, demikian pula Warga Negara Indonesia yang

mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang ini

kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu di dalam

jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau

hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut

lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena

hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan bahwa

hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.

(4) Selama seseorang di samping kewarganegaraan Indonesianya

mempunyai kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai

tanah dengan hak milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat 3

pasal ini.

Pasal 26 menentukan :

(1) Jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat,

pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang

dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya

diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(2) Setiap jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat

dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau

tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada

seorang warga negara yang di samping kewarganegaraan Indonesianya

mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum,

kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah termaksud dalam Pasal 21

ayat 2, adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara,

dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap

berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik

tidak dapat dituntut kembali.

Dari ketentuan di atas, sesungguhnya hanya WNI yang mempunyai hak

untuk memiliki hak milik atas tanah, sementara bagi WNI yang karena

perkawinan dan atau karena memperoleh kewarganegaraan asing juga dilarang

untuk memiliki hak milik atas tanah di Indonesia. Ketentuan di atas sekalipun

secara tegas tidak sama menentukan larangan bagi orang asing/WNA untuk

memiliki hak milik atas tanah di Indonesia, akan tetapi memiliki hakekat yang

sama. Sebab baik dalam Pasal 21 maupun Pasal 26 bagi orang asing/WNA atau

Page 5: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

5

bagi WNI yang dikemudian hari memperoleh kewarganegaraan asing, baik karena

perbuatan hukum yang sengaja dibuat maupun karena suatu peristiwa hukum,

mereka itu memperoleh hak milik atas tanah. Akan tetapi kepemilikannya harus

dengan segera selambat-lambatnya satu tahun sejak diperolehnya hak milik atas

tanah tersebut harus mengalihkan kepada WNI atau badan atau orang yang

menurut peraturan perundang-undangan dibenarkan memilik hak milik atas tanah.

Dalam kaitannya dengan pemilikan WNA maupun badan hukum asing

untuk memiliki hak-hak atas tanah, dalam UUPA diatur dalam Pasal 41 dan Pasal

42, masing-masing menentukan :

Pasal 41 menentukan :

(1) Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil

dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang

lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam

keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang

memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang

bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah,

segala sesuatau asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-

ketentuan undang-undang ini.

(2) Hak pakai dapat diberikan :

a. selama jangka waktu yang tertentu atau selama tanahnya

dipergunakan untuk keperluan tertentu :

b. dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa

berupa apapun.

(3) Pemberian hak pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang

mengandung unsur-unsur kekerasan.

Pasal 42 menentukan :

Yang dapat mempunyai hak pakai ialah :

a. Warga Negara Indonesia;

b. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;

c. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia;

d. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

Page 6: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

6

Kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40

Tahun 1996 TentangHak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas

Tanah (PP Nomor 40/1996) dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996

tentang Pemilikan Rumah Tinggal atau Hunian oleh Warga Negara Asing (PP

Nomor 41/1996).Misalnya dalam kentuan Pasal 2 angka 1 dan angka 2 PP Nomor

41/1996 mengatur bahwa, rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki

oleh orang asing adalah rumah yang berdiri sendiri yang dibangun di atas bidang

tanah hak pakai atas tanah negara yang dapat dikuasai berdasarkan perjanjian

dengan pemegang hak atas tanah dan satuan rumah susun yang dibangun di atas

bidang tanah hak pakai atas tanah Negara.

Tampaknya kondisi tersebut di atas membuat WNA yang berkeinginan

selain hanya untuk memiliki tanah atau rumah tempat tinggal di atas tanah hak

milik juga yang berkeinginan untuk menanamkan modalnya yang berhubungan

dengan penggunaan tanah di Indonesia. Adapun upaya untuk memilikinya adalah

dengan melakukan terobosan di bidang hukum dalam bentuk perjanjian yang

lazimnya disebut dengan perjanjian nominee.

Suatu perjanjian nomineedibuat dimaksudkan untuk memberi

kesempatan/celah kepada WNA menguasai dan memiliki bidang tanah hak milik

di Indonesia. Dimana orang asing/WNAmembeli sebidang tanah hak milik

dengan menggunakan nama WNI, yaitu tanah hak milik yang nyatanya dibeli

(dibayar) oleh orang asing/WNA tersebut namun didaftarkan menjadi/ke atas

nama WNI, sementara itu guna kepastian hukum atas hak atas tanah yang

dibelinya tersebut antara orang asing/WNA dengan WNI dibuatkan dalam suatu

Page 7: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

7

atau beberapa perjanjian dan bahkan dalam suatu akta pernyataan yang isinya

bahwa WNI adalah orang yang hanya dipinjam namanya dalam bukti hak milik

(sertipikat) sedangkan pemilik sesungguhnya adalah orang asing/WNA tersebut

dan terobosan atau hal seperti inilah dalam kehidupan masyakarat lazim disebut

dengan perjanjian nominee.

Dengan kata lain suatu perjanjian nominee merupakanperjanjian yang

dibuat antara seseorang yang menurut hukum tidak dapat menjadi subyek hak atas

tanah tertentu (dalam hal ini Hak Milik atau Hak Guna Bangunan). Dalam hal ini

yakni seorang WNA dengan seorang WNI, yang dimaksudkan agar WNA

penguasai (memiliki) tanah Hak Milik atau Hak Guna Bangunan tersebut (secara

de facto), namun secara legal-formal (de jure) tanah yang bersangkutan

diatasnamakan WNI. Dengan perkataan lain, WNI dipinjam namanya oleh WNA

(bertindak selaku nominee).3

Lebih jelasnya perjanjian nominee merupakan perjanjian yang isinya

tentang pengingkaran atas pemilikan tanah hak milik dari seseorang WNI yang

telah diberikan/ditetapkan oleh negara kepada warga negaranya sebagaimana

ditulis dalam sertipikat tanahnya, dengan menyatakan bahwa ia bukanlah sebagai

pemilik (de facto) dari tanah tersebut melainkan milik orang asing/WNA yang

memang memberi uang dan selanjutnya menguasai tanah dimaksud untuk

keperluan dan keuntungannya. Namun dalam kenyataannyayang menguasai tanah

hak milik tersebut adalah WNA sementarayang atasnama adalahWNI.

3Maria S.W. Sumardjono, 2012, Penguasaan Tanah Oleh Warga Negara

Asing Melalui Perjanjian Nominee, Rapat Kerja Wilayah Ikatan Notaris Indonesia

(INI) Pengurus Wilayah Bali dan NTT, Denpasar, hal.2.

Page 8: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

8

Dalam Kamus Terminologi Hukum, nominee berarti atas namaorang lain.4

Black‟s Law Dictionary mendefinisikan mengenai nominee, yaitu :

1. A person who is proposed for an office, membership, award, or like

title status. An individual seeking nomination, election or appointment

is a candidate. A candidate for election becomes a nominee after being

formally nominated.

2. A person designated to act in place of another, usually in a very

limited way.

3. A party who holds bare legal title for the benefit of other or who

receives and distributes funds for the benefit of others.5

Inti dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa nominee adalah

seorang yang diusulkan untuk suatu jabatan, keanggotaan, penghargaan atau

kedudukan serupa.Nominee juga dapat dikatakan sebagai seorang kandidat untuk

pemilihan menjadi nominator setelah secara formal dicalonkan. Lebih jauh lagi

nominee adalah suatu pihak yang memegang hak sah yang nyata demi keuntungan

pihak lain atau yang menerima atau menyalurkan dana demi keuntungan pihak

lain.

Perjanjiannomineebiasanya dibuat dalam bentuk akta otentik, yaitu dalam

bentuk akta notaris yakni akta yang dibuat oleh Notaris untuk para pihak

terutamanya oleh orang asing/WNA dibuat dengan tujuan untuk mendapat

kepastian hukum dan dapat dijadikan alat bukti yang kuat tentang hak atas

kepemilikan tanah tersebut. Selain untuk dirinya sendiri juga untuk alat bukti di

pengadilan apabila terjadi permasalahan atau sengketa antara para pihak yang

membuat perjanjian tersebut.

4I.P.M. Ranuhandoko B.A, 1996, Terminologi Hukum, Sinar Grafika,

Jakarta,hal.415. 5Bryan A. Garner, 2004, Black’s Law Dictionary, Eighth Edition,

Thomson West, United States of Amerika, hal. 1076.

Page 9: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

9

Sehubungan dengan itu dan yang penting guna penulisan tesis ini adalah

mengkaji penyelesaian dari suatu perjanjian nominee yang dibuat dengan akta

notaris yang sesungguhnya secara implisit dilarang oleh UUPA sebagaimana telah

dipaparkan di atas. Sebab pada hakekatnya menurut UUPA setiap perbuatan-

perbuatan yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan

hak milik kepada orang asing adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh

kepada negara, sebagaimana yang dimaksud baik dalam Pasal 21 ayat (3) maupun

Pasal 26 ayat (2) UUPA.Sementara itu dalam praktek/faktanya, terdapat akta-akta

notariil yang dibuat oleh notaris tentang hal itu. Sehingga jika akta-akta nominee

tersebut dikaji secara normatif, maka keberadaannya sebagai suatu alat bukti

adalah batal demi hukum dan mengandung konsekuensi bahwa akta-akta tersebut

tidak pernah dianggap ada oleh hukum. Sedangkan dari sisi hukum agraria, obyek

yang diperjanjikan dalam akta-akta nominee tersebut jatuh pada negara.6

6Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 224/Pdt. G/ 2008 PN. Dps.,

Tanggal 5 Desember 2008, Tentang Duduknya Perkara Surat Gugatan tertanggal

23 April 2008 dan telah didaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Denpasar

pada tanggal 10 Juni 2008 dengan register Nomor : 224/Pdt.G/2008/PN. Dps.

mengemukakan hal-hal sebagai berikut :

1. Bahwa, para penggugat dan tergugat telah sepakat untuk bekerja sama

membangun sebuah villa di atas tanah seluas 300 m2 (tiga ratus meter

persegi) yang terletak di Desa Buduk, Kecamatan Mengwi, Kabupaten

Badung;

2. Bahwa, para penggugat telah membeli secara tunai dan menanggung

seluruh biaya yang dibutuhkan dalam pembangunan villa sebagaimana

mestinya dalam waktu yang telah dijanjikan, namun oleh karena para

penggugat masih berkewarganegaraan asing maka para penggugat

memakai nama tergugat (sebagai NOMINEE).

3. Bahwa, para penggugat dan tergugat telah sepakat (sebagai konsekuensi

dari penggunaan nama tergugat dalam Sertifikat Hak Milik tersebut) untuk

menuangkannya dalam akta pernyataan dan pengakuan Nomor : 01,

tertanggal 2 Januari 2002 di kantor notaris NJOMAN SUTJINING, SH.

Page 10: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

10

Akta yang dibuat oleh notaris mempunyai kedudukan penting dalam

menciptakan kepastian hukum di dalam setiap hubungan hukum, sebab akta

notaris bersifat otentik dan merupakan alat bukti sempurna, yaitu sebagai alat

bukti terkuat dan terpenuh dalam setiap perkara yang terkait dengan akta notaris

tersebut seperti yang dinyatakan dalam Penjelasan Umum Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN). Akta otentik

menentukan secara jelas bahwa hak dan kewajiban, yang menjamin kepastian

hukum sekaligus diharapkan dapat meminimalisasi terjadinya sengketa, walaupun

sengketa tersebut pada akhirnya mungkin tidak dapat dihindari, dalam proses

penyelesaian sengketa tersebut akta otentik yang merupakan alat bukti tertulis

terkuat dan terpenuh memberi sumbangan yang nyata bagi penyelesaian perkara

secara murah dan cepat.7

Sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh apa yang dinyatakan

dalam akta notaris harus diterima, kecuali pihak yang berkepentingan dapat

membuktikan hal yang sebaliknya secara memuaskan dihadapan persidangan

pengadilan.8 Dalam hal perjanjian nominee yang dibuat dengan akta notaris,

apakah bisa menjadi alat bukti yang tekuat dan terpenuh di Pengadilan apabila

terjadi perkara atau sengketa antara para pihak yang membuat perjanjian nominee.

Dari uraian di atas maka kajian dalam tesis ini berangkat dari adanya

kekaburan norma dalam Pasal 26 ayat (2) perihal apakah perbuatan hukum yang

dengan sengaja dibuat untuk terjadinya pengalihan hak dari WNI kepada orang

7Sjaifurrachman dan Habib Adjie, 2011, Aspek Pertanggungjawaban

Notaris Dalam Pembuatan Akta, CV. Mandar Maju, Bandung, hal.8. 8Ibid.

Page 11: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

11

asing/WNA dalam suatu akta notaris yang disebut dengan akta nominee berlaku

untuk satu tahun dan setelahnya apabila tidak dialihkan akan jatuh kepada negara

memiliki makna dan maksud yang sama dengan ketentuan Pasal 21 ayat (3). Hal

tersebut menjadi sangat penting untuk dikaji mengingat Pasal 26 ayat (2) secara

implisit melarang bahwa perbuatan-perbuatan hukum yang secara langsung atau

tidak langsung dimaksudkan untuk memindahkan hak atas tanah dari WNI kepada

orang asing/WNA adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara.

Sebab kalimat yang menyatakan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan

untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing

di dalam Pasal 26 ayat (2) UUPA tersebut menimbulkan penafsiran yang

bermacam-macam (multitafsir) sehingga timbul keragu-raguan yang bermuara

pada kaburnya norma tersebut (vague van normen). Ketentuan tesebut dikatakan

kabur sebab pengaturan hukumnya sudah ada, tetapi tidak jelas atau kurang

lengkap, sehingga hakim harus menciptakan hukum yang baru sebagai

penyempurna dan atau pengganti hukum yang sudah ada.9 Selain berangkat dari

masalah normatif seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penulisan tesis ini

juga lahir dari adanya fakta bahwa di dalam kenyataanya terjadinya praktek-

praktek dibuatnya akta-akta nominee yang dibuat oleh notaris antara orang

asing/WNA dengan WNI baik pada saat dibuatnya maupun setelah lewat satu

tahun setelah dibuatnya akta nominee tersebut, tanah-tanah yang menjadi obyek

dalam perjanjian nominee tersebut tidak jatuh dan diambil oleh Negara.

9Ahmad Rifai, 2011, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Persepektif

Hukum Progresif, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 58.

Page 12: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

12

Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk menulis tentang penyelesaian

sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi peralihan hak milik atas tanah

kepada Warga Negara Asing berdasarkan Pasal 26 ayat (2) UUPA karena

pertama, adanya kekaburan norma dalam ketentuan Pasal 26 ayat (2) UUPA

dalam kalimat perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau

tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing. Perbuatan-perbuatan

lain yang dimaksud tersebut apakah termasuk perjanjian nominee yang dibuat

antara orang asing/WNA dengan WNI. Kedua, apakah perjanjian nominee yang

dibuat dengan akta notaris tersebut memiliki legalitas jika dipandang dari

perundang-undangan Indonesia khususnya UUPA dan Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata. Ketiga, apakah perjanjian nominee yang dibuat dengan akta

notaris dapat menjadi alat bukti yang sempurna di pengadilan apabila terjadi

sengketa antara orang asing/WNA dengan WNI.

Alasan mendasar permasalahan di atas penting untuk ditulis yaitu pertama,

kekaburan norma pada Pasal 26 ayat (2) UUPA tidak memberikan petunjuk yang

jelas mengenai perjanjian nominee sehingga diperlukan penemuan hukum.

Menurut Achmad Ali, ada 2 (dua) teori penemuan hukum yang dapat dilakukan

oleh hakim dalam praktik peradilan, yaitu melalui metode interpretasi atau

penafsiran dan melalui metode konstruksi.10

Interpretasi hukum terjadi, apabila

terdapat ketentuan undang-undang yang secara langsung dapat ditetapkan pada

kasus kongkret yang dihadapi, atau metode ini dilakukan dalam hal peraturannya

sudah ada, tetapi tidak jelas untuk dapat diterapkan pada peristiwa kongkret atau

10Ibid. hal. 59.

Page 13: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

13

mengandung arti pemecahan atau penguraian akan suatu makna ganda norma

yang kabur (vage van normen), konflik antar norma hukum (antimony normen),

dan ketidak pastian dari suatu peraturan perundang-undangan.11

Konstruksi

hukum terjadi apabila tidak ditemukan ketentuan undang-undang yang secara

langsung dapat diterapkan pada masalah hukum yang dihadapi, ataupun dalam hal

peraturannya memang tidak ada, jadi terdapat kekosongan hukum (recht vacuum)

atau kekosongan undang-undang (wet vacuum).12

Alasan kedua, berkaitan dengan syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yang

diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata antara lain :

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.

Perjanjian nomineetentang peralihan hak milik atas tanah kepada orang

asing/WNA yang dibuat dengan akta notaris apakah telah memenuhi semua syarat

sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

kususnya pada syarat keempat yaitu suatu sebab yang halal.

Alasan ketiga, karena beberapa penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya, sepanjang pengetahuan penulis belum pernah mengkaji

permasalahan yang diteliti oleh penulis. Penelitian-penelitian tersebut antara lain :

1. Penelitian tesis dari A.A. Sri Angraini, Program Studi Ilmu Hukum Minat

Kenotariatan,Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya Malang.Judul tesis

11Ibid. hal. 60. 12

Ibid.

Page 14: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

14

“Peralihan Hak Atas Tanah dari WNI kepada WNA di Provinsi Bali”.

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian tesis ini yaitumengenai apakah

peralihan hak atas tanah dari WNI kepada WNA mempunyai landasan yuridis

atau penyelundupan hukum dan apakah akta-akta pertanahan yang dibuat

dalam peralihan hak atas tanah dari WNI kepada WNA adalah berdasarkan

kewenangan pejabat pembuat akta.

2. Penelitian tesis dari Eka Krisna Jayanti, Program Magister Kenotariatan

Fakultas Hukum Universitas Brawijaya-Universitas Udayana tahun 2010.

Judul tesis “Penguasaan Tanah Hak Milik Oleh Warga Negara Asing Dengan

Menggunakan Perjanjian Nominee.” Permasalahan yang dikaji yaitu mengenai

faktor yang menyebabkan WNA menguasai tanah dengan menggunakan

perjanjian nominee dan mengapa Notaris/PPAT membuat perjanjian nominee

bagi WNA untuk penguasaan tanah.

3. Penelitian tesis dari Luh Putu Ayu Devi Susanti, Program Studi Kenotariatan,

Program Pasca Sarjana Universitas Udayana Denpasar. Judul Tesis “Hapus

Dan Jatuhnya Hak Milik Atas Tanah Kepada Negara Akibat Pemindahan Hak

Milik Secara Tidak Langsung Kepada Warga Negara Asing Dengan Akta

Notaris. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian tesis ini yaitu apakah

dasar pemikiran dirumuskannya larangan pemindahan hak milik atas tanah

kepada WNA sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 26 ayat (2)

UUPA masih relevan dengan perkembangan masyarakat dewasa ini dan

bagaimanakah mekanisme hapus dan jatuhnya hak milik atas tanah kepada

Page 15: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

15

Negara akibat pemindahan hak milik secara tidak langsung kepada WNA

dengan akta Notaris.

Meskipun ketiga penelitian diatas mengkaji masalah yang berhubungan

dengan pengalihan hak milik atas tanah kepada warga negara asing, kajian

permasalahannya berbeda dengan yang dikaji oleh penulis dalam penelitian ini.

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa tulisan dalam penelitian ini bukan

merupakanpengulangan apalagi plagiasi dari tulisan-tulisan terdahulu

sebagaimana disebutkan di atas.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka yang menjadi

pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini, yaitu:

1. Upaya hukum apa yang dapat dilakukan dalam hal terjadinya sengketa

perjanjian nominee tentang peralihan hak milik atas tanah kepada orang

asing/WNA yang dibuat dengan akta notaris?

2. Bagaimana akibat hukum terhadap perjanjian nominee tentang peralihan hak

milik atas tanah kepada orang asing/WNA yang melanggar ketentuan Pasal 26

ayat (2) UUPA?

1.3. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk memberikan

pemahaman yang lebih mendalam mengenai peralihan hak milik atas tanah

Page 16: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

16

kepada orang asing/WNA melalui perjanjian nominee yang dibuat dengan akta

notaris. Dengan pemahaman itu dapat diketahui apakah perjanjian nominee yang

dibuat dengan akta notaris tersebut memiliki kekuatan mengikat antara para pihak

yang membuat perjanjian tersebut dan apakah dapat menjadi alat bukti yang kuat

di pengadilan apabila terjadi sengketa antara para pihak yang membuat perjanjian

nominee.

b. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya penyelesaian sengketa yang timbul

dari perjanjian nominee tentang peralihan hak milik atas tanah kepada orang

asing/WNA yang dibuat dengan akta notaris.

2. Untuk mendeskripsikan dan mengkritisi akibat hukum perjanjian nominee

tentang peralihan hak milik atas tanah kepada orang asing/WNA yang

melanggar ketentuan Pasal 26 ayat (2) UUPA.

1.4. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan temuan berupa asas-asas,

prinsip-prinsip dan konsep-konsep hukum bagi perkembangan ilmu hukum dan

khususnya dalam bidang kenotariatan, perihal penyelesaian sengketa perjanjian

nominee yang dibuat dengan akta notaris yang di dalamnya mengandung

peralihan hak milik atas tanah dari WNI kepada orang asing/WNA dalam

kaitannya denganketentuan Pasal 26 ayat (2) UUPA dan untuk mengetahui akibat

Page 17: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

17

hukum terhadap perjanjian nominee yang mengandung peralihan hak milik atas

tanah kepada orang asing/WNA.

b. Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis yang diharapkan dalam penulisan ini, antara lain :

Untuk para notaris diharapkan menjadi sumber pengetahuan (baru) bahwa setiap

akta yang substansinya mengandung perbuatan-perbuatan hukum yang

dimaksudkan secara langsung atau tidak langsung mengandung peralihan hak

milik atas tanah dari WNI kepada orang asing/WNA yang di dalam praktek

lazimnya disebut akta nomine merupakan suatu perbuatan melanggar hukum

terkait dengan ketentuan Pasal 26 ayat (2) UUPA, sehingga akta notaris yang

dibuat adalah batal demi hukum. Kemudian untuk masyarakat, penelitian ini

diharapkan dapat memberi pemahaman mengenai adanya larangan peralihan hak

milik atas tanah dari WNI kepada orang asing/WNA dengan menggunakan akta

nominee serta dapat memberi pengetahuan praktis tentang upaya penyelesaian

sengketa baik melalui jalur non litigasi maupun jalur litigasi berserta akibat-akibat

hukum yang dapat timbul dalam penyelesaian sengketa tersebut. Sedangkan untuk

pemerintah cq. Badan Pertanahan Nasional, penelitian ini diharapkan menjadi

sumber informasi untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah terkait penegakan

hukum terkait ketentuan Pasal 26 ayat (2) UUPA. Bahwasannya setiap perbuatan-

perbuatan hukum sebagaimana dimaksud Pasal 26 ayat (2) UUPA tersebut

tanahnya jatuh kepada Negara.

Page 18: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

18

1.5. Landasan Teoritis dan Koseptual.

1.5.1 Landasan Teoritis.

Dalam menganalisa penulisan ini digunakan Teori Hukum Sengketa, Teori

Perjanjian, Teori Tanggung Jawab dan Asas Kepastian Hukum. Definisi dari

masing-masing teori dan asas di atas yaitu sebagai berikut :

1) Teori Hukum Sengketa.

Teori hukum sengketa digunakan dalam penulisan ini, sebagai pisau

analisa untuk menjawab masalah pertama dari penulisan tesis ini.Terutamanya

dalam rangka memberikan deskripsi dan jawaban atas upaya-upaya hukum yang

dapat dilakukan dalam hal terjadinya sengketa serta menelaah dan menjawab

penyelesaian sengketa perjanjian nominee yang dibuat dalam bentuk akta notaris,

melalui jalur litigasi (Pengadilan).

Sebuah teori hukum sengketa adalah pada dasarnya melihat aktivitas dari

aparat terutama di pengadilan. Dalam proses pengadilan dapat dilihat dari orang-

orang yang berkompeten dalam masyarakat untuk memperoleh keadilan dan

hakim yang menentukan putusan bagi para pihak yang mencari keadilan itu.

Menurut Jerome Frank, pendukung radikal dari teori hukum sengketa mengatakan

bahwa, penyelesaian sengketa merupakan “legal rules had primarily the function

of ex post facto rationalizations of decisions.”13

Inti dari pernyataan Jerome Frank

adalah teori hukum sengketa merupakan aturan-aturan hukum yang memiliki

fungsi utama ex post facto rasionalisasi dari keputusan. Kemudian sejak masa

13

J.W Harris,1979, Law and Legal Science (An Inquiry into the Concepts

Legal Rule and Legal System), Clarendon Press-Oxford, hal. 64.

Page 19: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

19

kejayaannya, yang disebut „gerakan Amerika realis‟ pada awal tahun 1930

penganut teori hukum sengketa memiliki kedudukan yang semakin pasti.

Pendapat lain seperti, Wendel Holmes penganut Realist Theory of Law

(Aliran Realisme Hukum Amerika) mengatakan sebagai dari inti teorinya, bahwa :

apapun yang dilakukan oleh hakim dalam memutus perkara itulah hukum. Bagi

Holmes, rohnya hukum adalah nilai-nilai yang hidup di masyarakat, bukan pada

logika. Ungkapannya “law is not only logic but experions (sic!)”14

dapat

diartikan, bahwa aturan hukum itu akan tidak efektif apabila hanya mengandalkan

logika saja, hukum itu harus sesuai dengan nilai-nilai yang hidup di masyarakat.

Dalam memutus sebuah perkara, aturan hukum positif dianggap sebagai pilihan

atau petunjuk serta pembenaran pengambilan keputusan. Namun, aturan hukum

positif bukanlah satu-satunya pedoman hakim dalam mengambil suatu keputusan,

hukum tidak tertulis seperti hukum adat dan kebiasaan juga dipakai sebagai

pertimbangan.

2) Teori Perjanjian

Teori perjanjian digunakan dalam penulisan tesis ini, sebagai pisau analisa

untuk menjawab masalah kedua dari penulisan tesis ini. Terutamanya dalam

rangka memberikan deskripsi dan jawaban mengenai akibat hukum terhadap

perjanjian nominee tentang peralihan hak milik atas tanah kepada orang

asing/WNA. Apakah perjanjian nominee memenuhi semua syarat-syarat sahnya

perjanjian terutama pada syarat suatu sebab yang halal sebagai syarat obyektif dari

suatu perjanjian.

14

I Dewa Gede Atmadja, 2013, Filsafat Hukum Dimensi Tematis dan

Historis, Setara Press, Jatim, hal. 24.

Page 20: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

20

Perjanjian diatur dalam buku Ketiga KUH Perdata tentang perikatan yaitu

pasal 1313 KUH Perdata yang menyatakan bahwa “Perjanjian” adalah suatu

perbuatan hukum dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap satu orang atau lebih. Apabila antara dua orang atau lebih tercapai suatu

persesuaian kehendak untuk mengadakan suatu ikatan, maka terjadilah antara

mereka suatu persetujuan. Lebih lanjut dalam Pasal 1121 KUH Perdata

dinyatakan bahwa “Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena

kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.”

Wirjono Prodjodikoro memberikan definisi bahwa perjanjian itu adalah

suatu perbuatan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dimana

satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak

melakukan suatu hal, sedang pihak yang lain berhak menuntut pelaksanaan janji

itu.15

Bachsan Mustafa, Bewa Ragawino dan Yaya Priatna memberikan definisi

bahwa perjanjian itu adalah hubungan hukum kekayaan antara beberapa pihak,

dimana pihak yang satu (kreditur) berhak menuntut atas suatu jasa

(prestasi)sedangkan pihak lainnya (debitur) berkewajiban untuk memenuhi

tuntutan (schuld) tersebut dan bertanggung jawab atas prestasi itu.16

Pendapat lain

dikemukakan oleh Soebekti mendefinisikan pengertian pernjanjian sebagai suatu

15

Wirjono Prodjodikoro,1985, Hukum Perdata Tentang Persetujuan

Tertentu,Cet VIII, Sumur, Bandung, hal. 11. 16

Bacshan Mustafa dkk, 1982, Azas-Azas Hukum Perdata dan Hukum

Dagang, Edisi Pertama, Armico, Bandung, hal. 53.

Page 21: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

21

peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang yang lain atau dimana dua

orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.17

Dari peristiwa ini muncul suatu hubungan antara dua orang tersebut yang

dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang

yang membuatnya. O.W Holmes berpendapat bahwa: “The duty on keep contract

in common law means a prediction that you must pay damages if you do not keep

it, if you commit a tort, you are liable to pay compesatory”.18

(Kewajiban untuk

menjaga suatu perjanjian dalam common law diartikan sebagai prediksi bahwa

kamu harus membayar ganti kerugianakan tetapi kalau kamu tidak menjaganya,

apabila kamu komit dengan gugatan tersebut, maka kamu bertanggung jawab

untuk membayar kompensasi tersebut).

Sebelum mengikatkan diri dalam suatu perjanjian, sangatlah penting bagi

para pihak untuk menyepakati syarat-syarat suatu perjanjian sebagaimana

dikatakan oleh Sucitthra Vasu, mengatakan “The purpose of setting down the

terms of contract are; firstly, it stipulates the rights and obligations of the parties.

Secondly, in the event of a dispute between parties, it enables the court to decide

which is the defaulting party so that the dispute can be resolved.“19

Para pihak dalam membuat suatu kontrak atau perjanjian juga harus

mentaati kontrak yang telah disepakatinya, terutama bagi debitur sebagai pihak

yang berutang ke pihak lain, selain itu batas waktu pemenuhan kewajiban juga

17

R. Soebekti, 2001, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta,

(selanjutnya disingkat R. Soebekti II), hal. 45 18

M.P Golding, 2004,The Nature of Law Readings in Legal Philosophy,

Columbia University, Random House, New York, hal. 180 19

Sucitthra Vasu, 2006, Contract Law For Business People, Rank Books,

Singapore, hal.1

Page 22: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

22

harus diperhatikansebagaimana dikatakan oleh R. Subekti, dalam bukunya Law In

Indonesia, menyatakan bahwa: “The debtor has done something what is in

contravention of the contract, it is obvious that he is in default. Also when in the

contract is fixed a time limit for carrying out the duty and the debtor has elapsed

this time limit, it is clear that the debtor is in default.”20

(Debitur yang telah

melakukan tindakan yang berlawanan dengan kontrak itu dinyatakan menyalahi

kontrak. Begitu pula apabila dalam kontrak ditentukan batas waktu pemenuhan

kewajiban, akan tetapi debitur tidak mengindahkan limit waktu itu, itu jelas

debitur dinyatakan bersalah).

Dalam membuat kontrak, perjanjian yang dibuat tersebut harus sah dan

tanpa adanya paksaan dari pihak manapun juga. Perjanjian yang sah artinya

perjanjian memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undangsehingga

diakui oleh hukum, akibatnya yang timbul dari perjanjian tersebut dapat

menimbulkan akibat hukum. Undang-Undang yang mengatur tentang sahnya

suatu perjanjian yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata.)

khususnya Pasal 1320 yang menentukan, yaitu: Untuk sahnya persetujuan -

persetujuan itu diperlukan 4 syarat:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Cakap untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal”.

20

R. Soebekti, 1982, Law In Indonesia, Centre For Strategic And

International, And Studies, third edition, Jakarta, (selanjutnya disingkat R.

Soebekti I), hal. 55

Page 23: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

23

Ad. 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

Suatu perjanjian harus dianggap lahir pada waktu tercapainya suatu

kesepakatan antara kedua belah pihak. Orang yang hendak membuat perjanjian

harus menyatakan kehendaknya dan kesediaannya untuk mengikatkan dirinya.

Ad. 2. Cakap untuk membuat suatu perikatan.

Kedua belah pihak yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum

untuk bertindak sendiri. Beberapa golongan orang oleh Undang-Undang

dinyatakan tidak cakap untuk melakukan sendiri perbuatan-perbuatan hukum.

Mereka itu, seperti orang di bawah umur, orang di bawah pengawasan (Curatele),

dan perempuan yang telah kawin (Pasal 1130 KUH Perdata).

Ad. 3. Suatu hal tertentu.

Yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian, haruslah suatu hal atau suatu

barang yang cukup jelas atau tertentu.

Ad.4. Suatu sebab yang halal”.

Adapun suatu hal tertentu yang diperjuangkan tersebut adalah hal yang

tidak bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan, atau ketertiban umum.21

Syarat pertama dan kedua disebut sebagai syarat subyektif karena kedua syarat

tersebut harus dipenuhi oleh subyek hukum. Sedangkan syarat ketiga dan keempat

disebut sebagai syarat obyektif karena kedua syarat ini harus dipenuhi oleh obyek

perjanjian. Tidak dipenuhinya syarat subyektif akan mengakibatkan suatu

perjanjian menjadi dapat dibatalkan. Sedangkan tidak dipenuhinya syarat obyektif

akan mengakibatkan perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum. Artinya sejak

21

Abdulkadir Muhammad, 1982, Hukum Perjanjian. Alumni, Bandung,

(selanjutnya disingkat Abdulkadir Muhamad I), hal.77

Page 24: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

24

semula dianggap tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada

suatu perikatan.22

Selain syarat-syarat sahnya perjanjian, dalam membuat suatu perjanjian

harus diperhatikan pula tentang asas-asas dalam perjanjian. Asas-asas dalam

perjanjian terdapat dalam KUH Perdata pada Pasal 1338 ayat (1), (2), dan (3).

Adapun asas-asas yang dimaksud dalam perjanjian tersebut adalah sebagai

berikut:

Asas kebebasan berkontrak.

Asas ini bermakna bahwa setiap orang bebas membuat perjanjian dengan

siapapun, apapun isinya, apapun bentuknya sejauh tidak melanggar undang-

undang, ketertiban umum dan kesusilaan (Pasal 1337 dan 1338 KUH Perdata).

Dalam perkembangannya hal ini tidak lagi bersifat mutlak tetapi relatif

(kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab). Asas inilah yang menyebabkan

hukum perjanjian bersistem terbuka. Ruang lingkup asas kebebasan berkontrak

menurut hukum perjanjian di Indonesia meliputi hal-hal sebagai berikut :

a. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian.

b. Kebebasan untuk memilih dengan siapa ingin membuat perjanjian.

c. Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian yang akan

dibuat.

d. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian.

e. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian.

22

Komariah, 2002, Hukum Perdata, Universitas Muhammadiah, Malang,

hal. 175-177.

Page 25: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

25

f. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan perundang-

undangan yang bersifat opsional.23

Asas itikad baik.

Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik (Pasal 1338 KUH

Perdata), itikad baik ada 2 (dua) yakni :

1) Bersifat obyektif, artinya mengindahkan kepatutan dan kesusilaan. Standar

yang digunakan dalam iktikad baik obyektif adalah standar yang mengacu

pada suatu norma obyektif. Perilaku para pihak dalam kontrak harus diuji atas

dasar norma-norma obyektif yang tidak tertulis yang berkembang di

masyarakat. Contoh : Si A melakukan perjanjian dengan Si B untuk

membangun rumah. Si A ingin memakai keramik cap essenza namun di

pasaran habis maka diganti cap platinum oleh Si B.

2) Bersifat subyektif, artinya ditentukan sikap batin seseorang. Itikad baik

subyektif dikaitkan dengan hukum benda. Di sini ditemui istilah pemegang

yang beritikad baik atau pembeli barang yang beritikad baik sebagai lawan

dari orang-orang yang beritikad buruk. Contoh : Si A ingin membeli motor,

kemudian datang Si B yang berpenampilan preman yang akan menjual motor

tanpa surat dengan harga yang sangat murah, Si A menolak membeli karena

takut bukan halal atau tidak legal.24

23

Frans Satriyo Wicaksono, 2008, Panduan Lengkap Membuat Surat-Surat

Kontrak, Visimedia, Jakarta, hal. 3. 24

Ridwan Khairandy, 2003, Iktikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak,

Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, hal. 194-

195.

Page 26: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

26

Asas Pacta Sunt Servanda

Menurut ketentuan dari Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menyatakan

bahwa “Semua perjanjian yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

Asas konsensualisme.

Hukum kontrak juga menganut asas konsensualisme. Maksud dari asas

konsensualisme ini adalah bahwa suatu kontrak sudah sah dan mengikat ketika

tercapai kata sepakat, tentunya selama syarat-syarat sahnya kontrak lainnya sudah

dipenuhi. Jadi dengan adanya kata sepakat, kontrak tersebut pada prinsipnya

sudah mengikat dan sudah mempunyai akibat hukum, sehingga mulai saat itu juga

sudah timbul hak dan kewajiban diantara para pihak. Dengan demikian pada

prinsipnya syarat tertulis tidak diwajibkan untuk suatu kontrak.25

Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUH Perdata.

Dalam Pasal 1320 KUH Perdata penyebutannya tegas sedangkan dalam Pasal

1338 KUH Perdata ditemukan dalam istilah “semua”. Kata-kata “semua”

menunjukkan bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan

keinginannya, yang dirasanya baik untuk menciptakan perjanjian. Asas ini sangat

erat hubungannya dengan asas kebebasan mengadakan perjanjian.26

25

Munir Fuadi, 2007, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum

Bisnis), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disingkat Munir Fuadi II),

hal. 30 26

Mariam Darus Badrulzaman, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, PT.

Cutra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disingkat Mariam Darus Badrulzaman

I), hal. 87.

Page 27: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

27

Asas kepribadian (personalitas).

Seorang tidak dapat mengadakan perjanjian kecuali untuk dirinya sendiri.

Pengecualiannya terdapat dalam Pasal 1317 KUH Perdata tentang janji untuk

pihak ketiga yang menegaskan “Dapat pula perjanjian diadakan untuk

kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau

suatu pemberian kepada orang lain mengandung suatu syarat macam itu.”27

3) Teori Tanggung Jawab

Teori tanggung jawab ini digunakan untuk mengkaji mengenai tanggung

jawab notaris dalam membuat akta nominee yang sesungguhnya melanggar

ketentuan dalam UUPA. Dimana disini notaris bertindak sebagai pejabat umum

yang ditunjuk untuk membuat akta otentik sepanjang berdasarkan peraturan

umum tidak ditunjuk atau dikecualikan kepada pejabat lain seperti yang dimaksud

dalam Pasal 1868 KUH Perdata.

Ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban dalam kamus

hukum, yaitu liability dan responbility. Liability merupakan istilah hukum yang

luas yang menunjuk hampir semua karakter risiko atau tanggung gugat, yang

pasti, yang bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan

kewajiban secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kajahatan, biaya

atau kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang.

Responbility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban,

dan termasuk putusan, ketrampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi juga

kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan.Dalam

27

Handri Raharjo, 2009, Hukum Perjanjian Di Indonesia, Pustaka

Yustisia, Yogyakarta, hal. 46.

Page 28: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

28

pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjuk pada

pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang

dilakukan oleh subyek hukum, sedangkan istilah responbility menunjuk pada

pertanggungjawaban politik.28

Mengenai persoalan pertanggungjawaban pejabat

menurut Kranenburg dan Vegtig ada dua teori yang melandasinya yaitu :

a. Teori fautes personalles, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian

terhadap pihak ketiga dibebankan kepada pejabat yang karena tindakannya itu

telah menimbulkan kerugian. Dalam teori ini beban tanggung jawab ditujukan

pada manusia selaku pribadi.

b. Teori fautes de services, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian

terhadap pihak ketiga dibebankan pada instansi dari pejabat yang

bersangkutan. Dalam penerapannya, kerugian yang timbul itu disesuaikan pula

apakah kesalahan yang dilakukan itu merupakan kesalahan berat atau

kesalahan ringan, dimana berat dan ringannnya suatu kesalahan berimplikasi

pada tanggung jawab yang harus ditanggung.29

Secara umum prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat

dibedakan sebagai berikut :30

1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan yaitu prinsip yang

cukup umum berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Dalam KUH

Perdata Pasal 1365, 1366, dan 1367, prinsip ini dipegang secara teguh.

28

Ridwan H.R., 2006, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo

Persada, Jakarta, hal. 335-337. 29

Ibid, hal. 365. 30

Rechts Van Banjar, 2013, Prinsip Tanggung Jawab,

http://vanbanjarrechts.wordpress.com

Page 29: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

29

Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan

pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang

dilakukannnya. Pasal 1365 KUH Perdata yang lazim dikenal sebagai pasal

tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya empat

unsur pokok, yaitu :

a. Adanya perbuatan;

b. Adanya unsur kesalahan;

c. Adanya kerugian yang diderita;

d. Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.31

Kesalahan yang dimaksudkan adalah unsur yang bertentangan dengan

hukum. Pengertian hukum tidak hanya bertentangan dengan undang-

undang tetapi juga kepatutan dan kesusilaan dalam masyarakat.

2. Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab. Prinsip ini

menyebutkan bahwa tergugat selalu dianggap bertanggung jawab, sampai

ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Kata “dianggap” dalam

prinsip ini sangat penting karena ada kemungkinan tergugat membebaskan

diri dari tanggung jawab, yaitu dalam hal ia dapat membuktikan bahwa ia

telah “mengambil” semua tindakan yang diperlukan untuk menghindarkan

terjadinya kerugian. Dalam prinsip ini, beban pembuktiannya ada pada si

tergugat. Dalam hal ini tampak beban pembuktian terbalik (omkering van

bewijslast). Hal ini tentu bertentangan dengan asas hukum praduga tidak

bersalah (presumption of innocence). Namun jika diterapkan dalam kass

31

Sidharta, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Gramedia

Widiasrana, Jakarta, hal. 73.

Page 30: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

30

konsumen akan tampak asas demikian cukup relevan. Jika digunakan teori

ini, maka yang berkewajiban untuk membuktikan kesalahan itu ada pada

pihak pelaku usaha yang digugat. Tergugat harus membuktikan bahwa

dirinya tidak bersalah. Tentu saja konsumen tidak bebas untukmengajukan

gugatan karena bisa saja pihak penggugat digugat balik oleh pelaku usaha

jika ia gagal menunjukan kesalahan tergugat.

3. Prinsip Praduga Untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab. Prinsip ini

adalah kebalikan dari prinsip kedua yang telah disebutkan tadi. Prinsip

praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab hanya dikenal dalam

lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas. Contoh prinsip ini dalam

hukum pengangkutan misalnya dalam kehilangan atau kerusakan pada

bagasi kabin atau bagasi tangan yang biasanya dibawa dan diawasi oleh

penumpang adalah tanggung jawab dari penumpang itu sendiri.

4. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak. Menurut E. Suherman tanggung jawab

mutlak (strict liability) disamakan dengan absolute liability, dalam prinsip

ini tidak ada kemungkinan untuk membebaskan diri dari tanggung jawab,

kecuali apabila kerugian yang timbul karena kesalahan pihak yang

dirugikan sendiri. Tanggung jawab adalah mutlak.32

5. Prinsip Tanggung Jawab Dengan Pembatasan. Prinsip tanggung jawab

dengan pembatasan (limitation of liability principle) ini sangat disenangi

32

E. Suherman, 1979, Masalah Tanggung Jawab Pada Charter Pesawat

Udara Dan Beberapa Masalah Lain Dalam Bidang Penerbangan (Kumpulan

Karangan), Cet. II, Alumni, Bandung, hal. 21.

Page 31: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

31

oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausula eksonerasi dalam

perjanjian strandar yang dibuatnya.

4) Asas Kepastian Hukum.

Asas kepastian hukum digunakan pada penulisan tesis ini berkaitan

dengan perjanjian nominee yang dilakukan oleh orang asing/WNA dengan WNI.

Perjanjian nominee pada dasarnya dibuat agar orang asing dapat menguasai tanah

di wilayah Indonesia agar ia dengan leluasa melakukan kegiatan usahanya.

Namun pada akhirnya bertolak belakang dengan keinginan pembentuk undang-

undang untuk melindungi kepentingan Negara.

Sudah jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tentang Peraturan

Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) Pasal 21 ayat (1) yang menyatakan bahwa

“hanya Warga Negara Indonesia yang mempunyai hak milik”. Dilakukannya

perjanjian nominee dimana orang asing/WNA meminjam nama WNI untuk dapat

memiliki tanah di wilayah Indonesia dapat dikatakan sebagai suatu

penyelundupan hukum. Perjanjian nominee yang dilakukan tersebut tidak

mempunyai kepastian hukum karena melanggar ketentuan dalam UUPA.

Untuk dapat mendapat kepastian hukum orang asing dapat mengajukan

Hak Pakai seperti yang diatur dalam Pasal 41 sampai Pasal 43 Undang-Undang

Pokok Agraria (UUPA). Telah diatur pula dalam Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 41 Tahun 1996 Tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau

Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia, diundangkan pada

tanggal 17 Juni 1996, yang menentukan bahwa :

Page 32: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

32

Warga Negara Asing hanya boleh mempunyai :

1. Rumah yang berdiri sendiri yang dibangun di atas bidang tanah :

a. Hak Pakai atas tanah Negara;

b. Yang dikuasai berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak atas tanah;

atau

2. Satuan rumah susun yang dibangun diatas bidang tanah Hak Pakai atas tanah

Negara.

Kepastian hukum menurut Gustaf Radbruch seperti yang dikutip oleh The

Huijber mengenai kepastian hukum mengemukakan :

Menurut Radbruch dalam pengertian hukum dapat dibedakan tiga aspek

yang ketiga-tiganya diperlukan untuk sampai pada pengertian hukum yang

memadai.Aspek yang pertama adalah keadilan dalam arti yang sempit.

Keadilan ini berarti kesamaan hak untuk semua orang di depan pengadilan.

Aspek yang kedua ialah tujuan keadilan atau finalitas.Aspek ini

menentuan isi hukum, sebab isi hukum memang sesuai dengan tujuan

yang hendak dicapai.Aspek yang ketiga ialah kepastian hukum atau

legalitas.Aspek itu menjamin bahwa hukum dapat berfungsi sebagai

peraturan yang harus ditaaati.33

Peter Mahmud Marzuki mengemukakan :

Kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu pertama, adanya

aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa

yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa kemanan hukum

bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena adanya aturan yang

bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh

dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu. Kepastian

hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang, melainkan

juga adanya konsistensi dalam putusan hakim yang lainnya untuk kasus

serupa yang telah diputus.34

Menurut O. Notohamidjojo bahwa tujuan hukum ada tiga yang saling

harmonis yaitu :

Keadilan.

33

Theo Huijber, 2007, Filsafat Hukum Dalam Lintas Sejarah, Cetakan

Keempatbelas, Yogyakarta, hal. 163. 34

Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana

Prenada Media Group, Jakarta, (selanjutnya disingkat Peter Mahmud Merzuki I),

hal. 158.

Page 33: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

33

Daya guna.

Kepastian hukum.35

Menurut J.M. Otto yang dikutip oleh Sri Djatmiati, kepastian hukum

(rechtszekerheid) memiliki unsur-unsur sebagai berikut :

a) Adanya aturan yang konsisten dan dapat diterapkan yang ditetapkan

negara.

b) Aparat pemerintah menerapkan aturan hukum tersebut secara konsisten

dan berpegang pada aturan hukum tersebut.

c) Rakyat pada dasarnya tunduk pada hukum.

d) Hakim yang bebas dan tidak memihak secara konsisten menerapkan

aturan hukum tersebut.

e) Putusan hakim dilaksanakan secara nyata.36

1.5.2 Konseptual.

Mengenai landasan konseptual yang digunakan dalam penelitian ini,

adalah sebagai berikut :

1. Hak Milik.

Hak milik adalah hak yang terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai

orang atas tanah.Pemberian sifat ini tidak berarti bahwa hak itu merupakan hak

yang mutlak, tak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat sebagai mana hak

eigendom.Sifat khas dan hak milik ialah hak yang turun temurun, terkuat dan

terpenuh bahwa hak milik merupakan hak yang kuat, berarti hak itu tidak mudah

hapus dan mudah dipertahankan terhadap gangguan pihak lain, sehingga wajib

didaftarkan.

35

Yance Arizona, 2012, Kepastian Hukum, http:/yancearizona.

wordpress.com. 36

Tatiek Sri Djatmiati, 2002, Prinsip Izin Usaha Industri Di Indonesia,

Disertasi, Program Pasca Sarjana, Unair, Surabaya, hal. 18

Page 34: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

34

Hak milik bersifat turun temurun, artinya dapat diwarisi oleh ahli waris

yang mempunyai tanah.Hal ini menunjukkan hak milik tidak ditentukan jangka

waktunya seperti misalnya, Hak Guna Bangunan dan Hak Guna Usaha. Hak milik

tidak hanya akan berlangsung selama hidup orang yang mempunyainya,

melainkan kepemilikannya akan dilanjutkan oleh ahli warisnya setelah ia

meninggal dunia. Tanah yang menjadi objek hak milik bersifat tetap, artinya tanah

yang dipunyai dengan hak milik tidak berganti-ganti melainkan tetap sama.37

Mengenai hak milik yang ditentukan dalam Pasal 20 UUPA adalah

sebagai berikut :

(1) Hak Milik adalah hak turun menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat

dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6.

(2) Hak Milik dapat beralih dan dialihkan kepada orang lain.

2. Pemindahan hak milik.

Dalam peraturan undang-undang pertanahan pada Pasal 20 ayat (1) UUPA

dinyatakan bahwa hak milik dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain.

Namun demikian, dalam peraturan perundang-undangn tersebut tidak memberikan

pengertian apa yang dimaksud dengan beralih dan dialihkan.

Ada dua bentuk peralihan hak atas tanah atau hak milik dapat dijelaskan

sebagai berikut :

a) Beralih adalah berpindahnya hakatas tanah atau hak milik dari pemegang

haknya kepada pihak lain karena pemegang haknya meninggal dunia atau

melalui pewarisan. Peralihan ha katas tanah atau hak milik ini terjadi karena

37

Boedi Harsono, 1971, Undang-Undang Pokok Agraria Bagian Pertama,

Djambatan, Jakarta, hal. 55.

Page 35: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

35

hokum, artinya dengan meninggalnya pemegang hak (subyek), maka ahli

warisnya memperoleh hak atas tanah atau hak milik tersebut. Dimana subyek

dalam beralihnya hakatas tanah atau hak milik harus memenuhi syarat sebagai

pemegang hak atas tanah atau hak milik.

b) Dialihkan/pemindahan hak adalah berpindahnya hak atas tanah atau hak milik

dari pemegang (subyek) haknya kepada pihak lain karena suatu pernuatan

hukum yang sengaja dilakukan dengan tujuan agar pihak lain tersebut

memperoleh hak tersebut. Dalam dialihkan/pemindahan hak di sini, pihak

yang mengalihkan/memindahkan hak harus berhak dan berwenang

memindahkan hak, sedangkan bagi pihak yang memperoleh hak harus

memenuhi syarat sebagai pemegang hakatas tanah atau hak milik.38

Dalam perbuatanhukum pemindahan hak, hak atas tanah yang

bersangkutan sengaja dialihkan kepadapihak lain. Bentuk pemindahan haknya

bisa dikarenakan:

a. Jual-beli,

b. Tukar menukar,

c. Hibah,

d. Pemberian menurut adat,

e. Pemasukan dalam perusahaan atau “inbreng” dan

f. Hibah wasiat atau “legaat”39

Jual-beli, tukar-menukar, hibah, pemberian menurut adat, pemasukan

dalam perusahaan atau “inbreng” dan hibah-wasiat atau “legaat” dilakukan oleh

para pihak dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang selanjutnya disebut

PPAT yang bertugas membuat aktanya. Dengan dilakukannya pembuatan hukum

38

Urip Santoso, 2010, Pendaftaran Dan Peralihan Hak Atas Tanah,

Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal. 301. 39

Boedi Harsono, op.cit.hal. 330.

Page 36: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

36

yang bersangkutan dihadapan PPAT dipenuhi syarat terang dalam arti bukan

perbuatan hukum yang “gelap”, yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.Akta

yang ditandatangani para pihak menunjukkan secara nyata atau “riil” perbuatan

hukum jual-beli yang dilakukan.40

3. Perjanjian nominee.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, perjanjian nominee

merupakanperjanjian yang dibuat antara seseorang yang menurut hukum tidak

dapat menjadi subyek hak atas tanah tertentu (dalam hal ini Hak Milik atau Hak

Guna Bangunan) yakni seorang WNA dengan seorang WNI, yang dimaksudkan

agar WNA penguasai (memiliki) tanah Hak Milik atau Hak Guna Bangunan

tersebut (secara de facto), namun secara legal-formal (de jure) tanah yang

bersangkutan diatasnamakan WNI. Dengan perkataan lain, WNI dipinjam

namanya oleh WNA (bertindak selaku nominee).41

Walaupun terdapat berbagai varian dalam perjanjian berkenaan dengan

penguasaan tanah oleh warga negara asing, tetapi secara garis besar perjanjian

yang ditempuh pada umumnya terdiri dari :

1. Perjanjian induk yang terdiri dari Perjanjian Pemilikan Tanah dan

Surat Kuasa;

2. Perjanjian Opsi;

3. Perjanjian Sewa-menyewa;

4. Kuasa Menjual;

5. Hibah Wasiat; dan

40

Boedi Harsono, loc.cit. 41

Maria S.W. Sumardjono, loc.cit.

Page 37: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

37

6. Surat Pernyataan Ahli Waris.

Bila dilihat sepintas lalu, perjanjian notariil tersebut di atas seolah olah

tidak menyalahi peraturan perundang-undangan yang berlaku karena tidak dalam

bentuk pemindahan hak secara langsung.Namun, bila isi perjanjian diperiksa

dengan seksama, maka semua perjanjian tersebut secara tidak langsung

dimaksudkan untuk memindahkan tanah Hak milik atau Hak Guna Bangunan

kepada warga negara asing. Isi dari perjanjian tersebut di atas ialah :

1. Perjanjian Pemilikan Tanah dan Pemberian Kuasa.

Dalam Perjanjian Pemilikan Tanah pihak WNI mengakui bahwa tanah

hak milik yang terdaftar atas namanya bukanlah miliknya, tetapi milik

WNA yang telah menyediakan dana untuk pembelian tanah Hak Milik

beserta bangunan. Selanjutnya pihak WNImember kuasa yang tidak

ditarik kembali kepada pihak WNA untuk melakukan segala tindakan

hukum terhadap tanah Hak Milik dan bangunan.

2. Perjanjian Opsi.

PihakWNI memberikan opsi untuk membeli tanah Hak Milik dan

bangunan kepada pihak WNA kerena dana untuk pembelian tanah Hak

Milik dan bangunan itu disediakan pihak WNA.

3. Perjanjian Sewa Menyewa.

Pada prinsipnya dalam perjanjian ini diatur tentang jangka waktu sewa

berikut opsi untuk perpanjangannya beserta hak dan kewajiban pihak

yang menyewakan (WNI) dan penyewa (WNA).

Page 38: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

38

4. Kuasa untuk menjual.

Kuasa untuk menjual berisi pemberian kuasa dengan hak substansi dari

pihak WNI (pemberi kuasa) kepada pihak WNA (penerima kuasa)

untuk melakukan perbuatan hukum menjual atau memindahkan tanah

Hak Milik dan bangunan.

5. Hibah Wasiat.

Pihak WNI menghibahkan tanah Hak Milik dan bangunan atas

namanya kepada pihak WNA.

6. Surat Pernyataan Ahli Waris.

Istri pihak WNI dan anaknya menyatakan bahwa walaupun tanah Hak

Milik dan bangunan terdaftar atas nama suaminya, tetapi suaminya

bukanlah pemilik sebenarnya atas tanah hak milik dan bangunan

tersebut.42

4. Warga Negara Asing (WNA) atau Orang Asing.

Menyimak dari ketentuan UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang.

Kewarganegaraan Republik Indonesia (UU Nomor 12/2006), maka melalui

penafsiran a contrario (berlawanan), yang dimaksud dengan orang asing adalah

orang yang bukan Warga Negara Indonesia tetapi memiliki kewarganegaraan

tertentu dari negara asalnya dan berada di Indonesia baik sebagai penduduk

Indonesia maupun tidak. Dengan demikian, orang-orang yang ada di Indonesia

baik untuk sementara waktu maupun dalam jangka waktu lama yang bukan

berkewarganegaraan Indonesia adalah Orang Asing. Secara formal, mengenai

42

Maria S.W. Sumarjono, op.cit, hal. 14-15.

Page 39: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

39

kewarganegaraan dari penduduk Indonesia pada umumnya ditunjukkan melalui

surat tanda penduduk atau surat keterangan dari pejabat yang berwenang.

Secara normatif UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan

Republik Indonesia (UU Nomor 12/2006) sebagai pengganti Undang-undang

Nomor 62 Tahun 1958 tidak mengatur secara tegas tentang pengertian orang

asing. Pasal 4 UU Nomor 12/2006 hanya menegaskan bahwa Warga Negara

Indonesia adalah:

a. Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan

dan/atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia

dengan negara lain sebelum Undang-Undang ini berlaku sudah

menjadi Warga Negara Indonesia:

b. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu

Warga Negara Indonesia;

c. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga

Negara Indonesia dan ibu warga negara asing:

d. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga

negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia:

e. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga

Negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan

atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan

kepada anak tersebut;

f. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah

ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya

Warga Negara Indonesia:

g. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga

Negara Indonesia;

h. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga

negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia

sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut

berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin:

i. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada

waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya:

j. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik

Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui:

k. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah

dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui

keberadaannya:

l. Anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari

seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan

Page 40: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

40

dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan

kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;

m. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan

kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia

sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.

Berdasarkan rumusan kewarganegaraan sebagaimana diatur dalam Pasal 4

UU Nomor 12 Tahun 2006 dapat disimpulkan bahwa Warga Negara Indonesia

dapat terjadi karena (a) peraturan perundang-undangan (b) perkawinan yang sah

dan di luar perkawinan yang sah (c) kelahiran di wilayah Republik Indonesia dan

diluar wilayah Republik Indonesia (d) karena permohonan. Selanjutnya pada

Pasal 7 UU Nomor 12 Tahun 2006 menyebutkan ”Setiap orang yang bukan

Warga Negara Indonesia diperlakukan sebagai orang asing”. Pasal 19 ayat (1) UU

Nomor 12 Tahun 2006 menyebutkan “Warga Negara Asing yang kawin secara

sah dengan Warga Negara Indonesia dapat memperoleh Kewarganegaraan

Republik Indonesia dengan menyampaikan pernyataan menjadi warga negara

dihadapan pejabat.

5. Akta Notaris.

Hukum pembuktian mengenal adanya alat bukti yang berupa surat sebagai

alat bukti tertulis. Surat sebagai alat bukti tertulis dibagi menjadi dua yaitu surat

yang merupakan akta dan surat yang bukan akta. Akta sendiri adalah surat sebagai

alat bukti yang diberi tanda tangan yang memuat peristiwa yang menjadi dasar

suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk

Page 41: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

41

pembuktian.43

Akta dibagi lebih lanjut menjadi akta otentik dan akta di bawah

tangan. Membuat akta otentik inilah pekerjaan pokok sekaligus wewenang notaris.

Pasal 1 angka 1 UUJN menyebutkan bahwa Notaris adalah pejabat umum

yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya

sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Notaris diberikan kepercayaan

dan pengakuan dalam memberikan jasa bagi kepentingan masyarakat. Hanya

orang-orang yang sudah dikenal kejujurannya serta mempunyai pengetahuan dan

kemampuan di bidang hukum saja yang diijinkan untuk memangku jabatan

notaris. Oleh karena itulah, pemegang jabatan notaris harus menjaga keluhuran

martabat jabatannya dengan menghindari pelanggaran aturan dan tidak melakukan

kesalahan profesi yang dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain.44

Meski diangkat sebagai pejabat umum, namun Notaris bukan pegawai

negeri sipil menurut undang-undang atau peraturan kepegawaian negara, karena

Notaris tidak digaji oleh Negara dan tidak mendapat uang pensiun dari negara

apabila telah pensiun atau berhenti sebagai pejabat umum. Notaris menerima

honorarium dari klien atas jasa-jasa yang telah diberikan kaitannya dengan

pembuatan akta otentik.45

Masyarakat membutuhkan jasa notaris untuk dibuatkan akta-akta sebagai

alat bukti otentik bagi setiap perbuatan atau hubungan hukum yang oleh para

pihak dikehendaki atau oleh undang-undang diharuskan dengan akta otentik.

43

Abdul Ghotur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia

Persepektif Hukum Dan Etika, UII Press, Yogyakarta, hal. 18. 44

Husni Thamrin, 2011, Pembuatan Akta Pertanahan oleh Notaris,

LaksBang Pressindo, Yogyakarta, hal. 72. 45

Ibid., hal. 72-73.

Page 42: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

42

Akta-akta tersebut oleh para pihak digunakan sebagai alat bukti jika terjadi

persengketaan dan untuk mendapat kepastian hukum.

1.6. Metode Penelitian

1.6.1. Jenis Penelitian

Soerjono Soekanto, seperti yang dikutip oleh Bambang Sunggono

berpendapat bahwa penelitian hukum dapat dibagi dalam 2 (dua) klasifikasi,

yakni:

1. Penelitian Normatif yang terdiri dari:

a. Penelitian terhadap asas-asas hukum;

b. Penelitian terhadap sistematika hukum;

c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum;

d. Penelitian sejarah hukum; dan

e. Penelitian perbandingan hukum.

2. Penelitian Hukum Sosiologis atau empiris, yang terdiri dari:

a. Penelitian terhadap identifikasi;

b. Penelitian terhadap efektivitas hukum.46

Berdasarkan klasifikasi di atas maka penelitian ini dapat dimasukkan

dalam jenis penelitian hukum normatif, karena penelitian ini berangkat dari

adanya kekaburan norma pada Pasal 26 ayat (2) UUPA terkait dengan akibat

hukum perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan langsung atau tidak langsung

memindahkan hak milik kepada orang asing.

1.6.2. Jenis Pendekatan

Metoda pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan

perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conseptual

46

Bambang Sunggono, 1997, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta, hal. 42-43.

Page 43: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

43

approach), serta pendekatan kasus (case approach).Sebab untuk mengukur

sebuah perjanjian nominee yang di dalamnya mengandung peralihan hak milik

atas tanah mempunyai atau tidakmempunyai dasar hukum, digunakan UUPA

khususnya Pasal 26 ayat 2 sekaligus di dalamnya dikaji perihal konsep peralihan

hak milik atas tanah itu sendiri berdasarkan undang-undang. Sedangkan dalam

rangka memberi jawaban tentang upaya-upaya hukum yang dapat ditempuh dalam

menyelesaikan sengketa yang ada, digunakan contoh kasus yang terdapat dalam

putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

1.6.3. Sumber Bahan Hukum

Karena penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, makasumber data

utamanya adalah data sekunder yang berupa bahan hukum, baik bahan hukum

primer, sekunder, dan tertier. Bahan hukum primer yangterdiri atas berbagai

peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya

disebut UUD 1945),Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria, Undang-UndangNo. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa, Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang Hak

Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah.Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1996 Tentang Pemilikan Rumah

Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia.

Bahan hukum sekunderyang berupa buku-buku, Disertasi dan hasil penelitian lain.

Bahan hukum tertier yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan

Page 44: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

44

dari bahan hukum primer dan sekunder contohnya kamus hukum dan

ensiklopedia.

1.6.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan

dengan teknik study dokumen.Teknik pengumpulan bahan hukum study dokumen

dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :

1. Mengumpulkan bahan hukum yaitu peraturan perundang-undangan, pendapat

para ahli (doktrin) maupun teori-teori hukum yang berkaitan dengan

permasalahan yang dibahas dalam penulisan.

2. Mencocokkan peraturan perundang-undangan, pendapat para ahli (doktrin)

dan teori-teori hukum yang dibahas dalam penulisan.

3. Menganalisis semua bahan hukum yang telah dikumpulkan mulai dari

peraturan perundang-undangan, pendapat para ahli (doktrin) sampai dengan

teori-teori hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam

penulisan.

4. Hasil analisis dari peraturan perundang-undangan, pendapat para ahli (doktrin)

dan teori-teori hukum kemudian dikaitkan dengan praktek yang dalam

penulisan ini praktek perjanjian nominee tentang peralihan hak milik atas

tanah kepada WNA yang dibuat dengan akta notaris.

Page 45: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

45

1.6.5. Teknik Pengolahan Dan Analisis Bahan Hukum

Bahan hukum yang telah dikumpulkan kemudian disistematisir

selanjutnya ditafsirkan dan dianalisis. Mengenai metode penafsiran, secara teori

dijumpai bebrapa cara yakni :47

1) Penafsiran menurut tata bahasa (grammaticale interpretatie), adalah

penafsiran menurut tata bahasa atau kata-kata di dalam undang-undang

tersebut;

2) Penafsiran dari segi sejarah (historische interpretatie) adalah penafsiran yang

didasarkan pada sejarah dari undang-undang yang bersangkutan, untuk

mengetahui maksud pembuatannya. Penafsiran historis dibedakan menjadi

penafsiran menurut sejarah undang-undang (wet historische interpretatie) dan

penafsiran menurut sejarah hukum (rechts historische interpretatie);

3) Penafsiran dari segi sistem peraturan/perundang-undangan yang bersangkutan

(sistematische interpretatie), yaitu penafsiran yang menghubungkan pasal satu

dengan pasal yang lain dalam suatu perundang-undangan yang

bersangkakutan atau perundang-undangan lain atau membaca penjelasan

undang-undang sehingga mengerti maksudnya;

4) Penafsiran dari segi masyarakat (sosiologische interpretatie),adalah penafsiran

yang disesuaikan dengan keadaan sosial dalam masyarakat agar penerapan

hukum sesuai dengan tujuannya yaitu kepastian hukum berdasarkan asas

keadilan masarakat;

47

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1985, Penelitian Hukum Normatif,

Suatu Tinjauan Singkat, CV. Rajawali, Jakarta, (selanjutnya disingkat Soerjono

Soekanto I), hal. 27.

Page 46: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

46

5) Penafsiran otentik (authentieke interpretatie), atau penafsian secara resmi

yaitu penafsiran yang dilakukan oleh pembuat undang-undang itu sendiri,

tidak boleh oleh siapapun, hakim juga tidak boleh menafsirkan;

6) Penafsiran analogis, yaitu penafsiran dengan memberi ibarat/kias, sesuai

dengan azas hukumnya sehingga suatu peristiwa yang tidak cocok dengan

peraturannya dianggap sesuai dengan bunyi peraturan itu.

7) Penafsiran berlawanan (a contrario), yaitu penafsiran dengan cara

melawankan pengertian antara soal yang dihadapi dengan masalah yang diatur

dalam suatu pasal undang-undang;

8) Penafsiran ekstensif yaitu penafsiran dengan memperluas arti kata-kata dalam

peraturan sehingga suatu peristiwa dapat dimasukan;

9) Penafsiran restrictif, yaitu penafsiran dengan membatasi arti kata-kata dalam

peraturan;

10) Penafsiran perbandingan yaitu penafsiran komparatif dengan cara

membandingkan penjelasan-penjelasan agar ditemukan kejelasan suatu

ketentuan undang-undang.

Sehubungan dengan penulisan tesis ini yang berangkat dari kekaburan

norma, maka digunakan metode penafsiran otentik guna memperjelas makna

norma yang terkandung pada ketentuan Pasal 26 ayat (2) UUPA. Dengan metoda

tersebut dapat dijelaskan tentang makna dan maksud larangan terhadap

dilakukannya perbuatan-perbuatan hukum yang langsung maupun tidak langsung

menyebabkan terjadinya peralihan hak milik atas tanah dari WNI kepada WNA

menurut undang-undang, yaitu ketentuan Pasal 26 ayat 2 UUPA. Selain itu,

Page 47: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

47

digunakan penafsiran dari segi masyarakat (sosiologische interpretatie), karena

dalam pemahaman hukum masyarakat tentang perbuatan-perbuatan hukum yang

dilarang oleh undang-undang adalah peralihan hak milik atas tanah antara WNI

kepada WNA sehingga secara langsung WNA atas nama dalam bukti pemilikan

tanah (sertipikatnya). Demikian juga dalam hal penyelesaian sengketa, bagi

masyarakat kebanyakan ditempuh upaya non ligitasi, yaitu berupa penyelesaian

muyawarah mufakat antara WNI dengan WNA yang bersengketa.Padahal upaya

hukum tersebut seringkali merugikan pihak WNI di samping secara normatif

keberadaan tanah sebagai obyek sengketa belum mempunyai kepastian hukum,

apakah merupakan hak dan dibawah penguasaan pihak-pihak atau salah satu pihak

seperti WNI. Sedangkan menurut UUPA tanah tersebut adalah jatuh kepada

Negara.

Page 48: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

48

BAB II

PERJANJIAN YANG TERKAIT DENGAN PERALIHAN HAK MILIK

ATAS TANAH YANG DIBUAT DALAM BENTUK AKTA NOTARIS

2.1. Perjanjian Menurut Konsep Hukum Perdata.

2.1.1. Pengertian, Syarat Sahnya dan Unsur-unsur Perjanjian.

Pengertian Perjanjian.

Pasal 1233 KUHPerdata menentukan bahwa perikatan lahir karena suatu

perjanjian atau karena undang-undang. Ketentuan tersebut menegaskan bahwa

sumber terpenting dari perikatan adalah perjanjian selain undang-undang,

terutama perjanjian obligatoir yang diatur lebih lanjut di dalam Bab Kedua Buku

Ketiga KUHPerdata “Tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak

atau perjanjian” sesuai dengan maksud ketentuan dalam Pasal 1313 KUHPerdata

yang menentukan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dengan mana

satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Semua tindakan baik perikatan yang terjadi karena undang-undang

maupun karena perjanjian, merupakan fakta hukum.Fakta hukum adalah kejadian-

kejadian, perbuatan/tindakan, atau keadaan yang menimbulkan beralihnya,

berubahnya, atau berakhirnya suatu hak.Sehingga fakta hukum dapat berupa

perbuatan/tindakan, juga dapat berupa fakta lainnya, seperti fakta hukum apa

adanya (blote rechtsfeiten) misalnya kelahiran, kematian, kedewasaan atau

keadaan belum dewasa, hubungan kekerabatan ataupun lewatnya waktu/daluarsa.

48

Page 49: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

49

Ada dua bentuk tindakan atau perbuatan manusia, yaitu tindakan yang

berakibat hukum dan yang tidak berakibat hukum. Yang berkibat hukum itu

timbul karena pernyataan kehendak orang yang ditujukan untuk terjadinya akibat

hukum, dimana timbulnya akibat hukum tersebut merupakan tujuan dari kehendak

orang. Tindakan demikian dinamakan tindakan hukum atau perbuatan hukum.

Timbulnya suatu akibat hukum baik merupakan maupun tidak merupakan

tujuannya maka tindakan tersebut dikenal sebagai peristiwa hukum.

Tindakan atau perbuatan hukum dibagi menjadi tindakan hukum sepihak

dan tindakan hukum berganda.Tindakan hukum sepihak adalah tindakan yang

dilakukan oleh seorang saja dan menimbulkan berubah dan berakhirnya suatu hak

seperti pembuatan wasiat, penolakan harta peninggalan dan pengakuan anak (luar

kawin). Pada tindakan hukum berganda diperlukan kerja sama dari dua pihak atau

lebih untuk memunculkan akibat hukum. Perjanjian adalah contoh utama untuk

tindakan hukum berganda.

Wirjono Prodjodikoro memberikan definisi bahwa perjanjian itu adalah

suatu perbuatan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dimana

satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak

melakukan suatu hal, sedang pihak yang lain berhak menuntut pelaksanaan janji

itu.48

Bachsan Mustafa, Bewa Ragawino dan Yaya Priatna memberikan definisi

bahwa perjanjian itu adalah hubungan hukum kekayaan antarabeberapa pihak,

dimana pihak yang satu (kreditur) berhak menuntut atas suatu jasa (prestasi)

sedangkan pihak lainnya (debitur) berkewajiban untuk memenuhi tuntutan

48

Wirjono Prodjodikoro,loc.cit

Page 50: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

50

tersebut (schuld) dan bertanggung jawab atas prestasi itu.49

Pendapat lain

dikemukakan oleh Soebekti mendefinisikan pengertian perjanjian sebagai berikut

: Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada

seorang yang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan

suatu hal.50

Jadi secara umum, berdasarkan pada batasan-batasan dalam definisi di

atas, maka perjanjian adalah suatu perbuatan/tindakan hukum yang terbentuk

dengan tercapainya kata sepakat yang merupakan pernyataan kehendak bebas dari

dua orang (pihak) atau lebih. Tercapainaa sepakat tersebut tergantung dari pihak

yang menimbulkan akibat hukum untuk kepentingan pihak yang satu dan atas

beban pihak yang lain atau timbal balik dengan mengindahkan ketentuan

perundang-undangan.51

Syarat sahnya perjanjian.

Perjanjian dinyatakan sah apabila memenuhi syarat-syarat sahnya

perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Cakap untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.

49

Bacshan Mustafa dkk, loc.cit 50

R. Soebekti II, loc.cit 51

Herlien Budiono, 2011, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan

Penerapannya di Bidang Kenotariatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,

(selanjutnya disingkat Herlien Budiono II), hal. 3.

Page 51: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

51

Ad.1.Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

Kesesuaian, kecocokan, pertemuan kehendak dari yang mengadakan

perjanjian atau pernyataan kehendak yang disetujui antara pihak-pihak.Unsur

kesepakatan yaitu penawaran (offerte) adalah pernyataan pihak yang menawarkan

dan penerimaan (acceptasi) adalah pernyataan pihak yang menerima

penawaran.Jadi kesepakatan itu penting diketahui karena merupakan awal

terjadinya perjanjiaan. Untuk mengetahui kapan kesepakatan itu terjadi ada

beberapa macam teori/ajaran, yaitu :

a. Teori Pernyataan, mengajarkan bahwa sepakat terjadi saat kehendak pihak

yang menerima tawaran menyatakan bahwa ia menerima penawaran itu,

misalnya saat menjatuhkan bolpoin untuk menyatakan menerima.

Kelemahannya sangat teoritis karena dianggap terjadinya kesepakatan secara

otomatis.

b. Teori Pengiriman, mengajarkan bahwa sepakat terjadi pada saat kehendak

yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran.

Kelemahannya adalah tidak dapat dipastikan pengiriman itu telah diketahui

atau tidak oleh pihak yang menawarkan.

c. Teori Pengetahuan, mengajakan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya

sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima (walupun penerimaan itu belum

diterimanya dan tidak diketahui secara langsung), kelemahannya, bagaimana

ia bisa mengetahui isi penerimaan itu apabila ia belum menerimanya.

Page 52: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

52

d. Teori Penerimaan, mengajarkan kesepakan terjadi pada saat pihak yang

menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.

Selanjutnya menurut Pasal 1321 KUH Perdata kata sepakat harus

diberikan secara bebas, dalam arti tidak ada paksaan, penipuan, dan kekhilafan.

Masalah lain yang dikenal dalam KUH Perdata yakni yang disebut cacat kehendak

(kehendak yang timbul tidak murni dari yang bersangkutan). Tiga unsur cacat

kehendak (Pasal 1321 KUH Perdata) :

1) Kekhilafan/kekeliruan/kesesatan/dwaling (Pasal 1322 KUH Perdata). Sesat

dianggap ada apabila pernyataan sesuai dengan kemauan tapi kemauan itu

didasarkan atas gambaran yang kelir baik mengenai orangnya (eror in

persona) atau obyeknya (eror in substantia). Cirinya yakni tidak ada pengaruh

dari pihak lain. Contoh : Si A membeli lukisan “potret” yang dikira lukisan

Affandi, tapi ternyata bukan lukisan Affandi melainkan lukisan palsu (eror in

substantia). Si A ingin memanggil Inul Daratista Si Goyang Ngebor namun

saat pentas ternyata Inul yang tampil bukan Inul Daratista melainkan Inul

Daramanja (eror in persona).

2) Paksaan/dwang (Pasal 1323-1327 KUH Perdata). Paksaan bukan karena

kehendaknya sendiri, namun dipengaruhi oleh orang lain. Paksaan telah terjadi

bila perbuatan itu sedimikian rupa sehingga dapat menakutkan seseorang

yang berpikiran sehat apabila perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan

pada orang tersebut bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu

kerugian yang terang dan nyata. Dengan demikian maka pengertian paksaan

adalah kekerasan jasmani atau ancaman (akan membuka rahasia) dengan

Page 53: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

53

sesuatu yang diperbolehkan hukum yang menimbulkan ketakutan kepada

seseorang sehingga membuat perjanjian. Contohnya orang yang menodongkan

pistol guna memaksa orang yang lemah untuk membubuhkan tanda tangan di

sebuah perjanjian.

3) Penipuan/bedrog (Pasal 1328 KUH Perdata). Pihak yang menipu dengan daya

akalnya menanamkan suatu gambaran yang keliru tentang orangnya atau

obyeknya sehingga pihak lain bergerak untuk menyepakati.

Ad. 2. Cakap untuk membuat suatu perikatan.

Dalam dunia hukum perkataan orang (person) berarti pendukung hak dan

kewajiban yang juga disebut subyek hukum.Dengan demikian, maka dapat

dikatakan bahwa setiap manusia baik warga negara maupun orang asing adalah

pembawa hak (subyek hukum) yang memiliki hak dan kewajiban untuk

melakukan perbuatan hukum. Meskipun setiap subyek hukum mempunyai hak

dan kewajiban untuk melakukan perbuatan hukum, namun perbuatan hukum

tersebut harus didukung oleh kecakapan dan kewenangan hukum. Kewenangan

memiliki/menyandang hak dan kewajiban tersebut disebut kewenangan hukum

atau kewenangan berhak, karena sejak lahir tidak semua subyek hukum

(orang/person) yang ada pada umumnya memiliki kewenangan hukum itu, cakap

atau dapat bertindak sendiri (bekwaamheid). Kecakapan berbuat adalah

kewenangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum sendiri.Perbedaan

antara kewenangan dengan kecakapan berbuat adalah bila kewenangan hukum

maka subyek hukum dalam hal pasif sedang pada kecakapan berbuat maka subyek

hukumnya pasif.

Page 54: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

54

Cakap untuk berbuat diatur dalam Pasal 1330 KUH Perdata, Pasal 330

KUH Perdata dan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

Kesimpulannya adalah :

(1) Orang dewasa (masing-masing aturan berbeda-beda)

(2) Sehat akal pikirnya (tidak ditaruh di bawah pengampuan)

(3) Tidak dilarang undang-undang.

Dulu orang-orang perempuan termasuk orang yang tidak cakap berbuat, namun

hal ini telah dihapus dengan SEMA Nomor 3 Tahun 1963. Dengan demikian

maka orang yang tidak cakap (tidak berwenang melakukan perbuatan hukum),

dapat dibagi menjadi :

a) Mereka yang belum cukup umur, menurut Pasal 130 KUH Perdata adalah

mereka yang belum genap berusia 21 tahun dan belum menikah. Agar mereka

yang belum dewasa dapat melakukan perbuatan hukum maka harus diwakili

oleh wali/perwalian (Pasal 331-414 KUH Perdata). Perwalian adalah

pengawasan atas orang (anak-anak yang belum dewasa yang tidak ada di

bawah kekuasaan orangtua) sebagaimana diatur dalam undang-undang dan

pengelolaan barang-barang dari anak yang belum dewasa.

b) Mereka yang diletakkan di bawah pengampuan, hal ini diatur dalam Pasal

433-462 KUH Perdata tentang pengempuan. Pengampuan adalah keadaan

dimana seseorang (disebut curandus) karena sifat-sifat pribadinya dianggap

tidak cakap atau tidak di dalam segala hal cakap untuk bertindak sendiri (atau

pribadi) di dalam lalu lintas hukum, karena orang tersebut (curandus) oleh

putusan hakim dimasukkan ke dalam golongan orang yang tidak cakap

Page 55: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

55

bertindak dan lantas diberi seorang wakil menurut undang-undang yang

disebut pengampu (curator/curatrice). Sedangkan pengampuannya disebut

curatele. Sifat-sifat pribadinya yang dianggap tidak cakap adalah keadaan

dungu, sakit ingatan/gila/mata gelap (dianggap tidak cakap melaksanakan

sendiri hak dan kewajibannya) dan pemboros dan pemabuk (ketidakcakapan

bertindak terbatas pada perbuatan-perbuatan dalam bidang hukum harta

kekayaan saja).

Pengampuan terjadi karena putusan hakim yang didasarkan adanya

permohonan. Yang dapat mengajukan permohonan diatur dalam Pasal 434-

435 KUHPerdata yaitu keluarga, diri sendiri dan jaksa dari kejaksaan. Akibat

hukum dari perbuatan yang dilakukan oleh orang yang tidak cakap berbuat

berdasar penentuan hukum ialah dapat dimintakan pembatalan (Pasal 1331

ayat (1) KUH Perdata).

Ad. 3. Suatu hal tertentu.

Suatu hal tertentu disini berbicara tentang obyek perjanjian (Pasal 1332-

1334 KUH Perdata). Obyek perjanjian yang dapat dikategorikan dalam pasal

tersebut yaitu :

- Obyek yang aka nada (kecuali warisan), asalkan dapat ditentukan jenis dan

dapat dihitung.

- Obyek yang dapat diperdagangkan (barang-barang yang dipergunakan untuk

kepentingan umum tidak dapat menjadi obyek perjanjian).

Page 56: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

56

Ad. 4.Suatu sebab yang halal.

Sebab yang dimaksud adalah isi perjanjian itu sendiri atau tinjauan dari

para pihak mengadakan perjanjian (lihat Pasal 1337 KUH Perdata). Halal adalah

tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.

Unsur-unsur Perjanjian

Ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata di atas, selain disebut sebagai syarat

sahnya suatu perjanjianjuga mengandung unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam

suatu perjanjian atau formalitas tertentu yang harus dipenuhimenurut peraturan

perundang-undangan dalam suatu perjanjian. Seperti, syarat kesepakatan dan

syarat kecakapan, biasa disebut sebagai syarat subyektif yakni mengenai

subyeknya. Sedangkan sarat tentang suatu hal tertentu dan syarat suatu sebab yang

halal biasanya diseut dengan sarat obyektif atau syarat tetang obyeknya. Bila

syarat subyektinya tidak dipenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan (untuk

membatalkan perjanjian itu harus ada inisiatif minimal dari salah satu pihak yang

merasa dirugikan untuk membatalkannya). Batas waktu untuk membatalkannya

lima tahun seperti yang diatur dalam Pasal 1454 KUH Perdata. Kemudian bila

syarat obyektifnya tidak dipenuhi maka perjanjian batal demi hukum (sejak

semula dianggap tidak pernah ada perjanjian sehingga tidak perlu pembatalan).

Syarat-syarat sebagaimana diuraikan di atas, di dalam suatu perjanjian

dapat berupa unsur-unsur dari perjanjian itu sendiri, yaitu yang terdiri dari bagian

inti (essensialia) dan bagian bukan inti (naturalia dan accidentalia).

1). Unsur Essensialia merupakan unsur mutlak yang harus ada. Unsur ini sangat

erat kaitannya dengan syarat sahnya perjanjian (Pasal 1320 KUH Perdata) dan

Page 57: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

57

untuk mengetahui ada/tidaknya perjanjian serta untuk mengetahui jenis

perjanjiannya.Contoh : kesepakatan.

2). Unsur Naturalia adalah unsur yang lazimnya ada/sifat bawaan perjanjian,

sehingga secara diam-diam melekat pada perjanjian. Contoh : menjamin

terhadap cacat tersembunyi.

3). Unsur Accidentalia merupakan unsur yang harus tegas diperjanjikan. Contoh :

pemilihan tempat kedudukan.

2.1.2. Asas-asas Perjanjian

Dalam hukum perjanjian ada beberapa asas, namun secara umum asas

perjanjian ada lima, yaitu :

1) Asas kebebasan berkontrak.

Asas ini bermakna bahwa setiap orang bebas membuat perjanjian dengan

siapa pun, apa pun isinya, apa pun bentuknya sejauh tidak melanggar undang-

undang, ketertiban umum, dan kesusilaan (Pasal 1337 KUH Perdata dan 1338

KUH Perdata). Dalam perkembangannya hal ini tidak lagi bersifat mutlak tetapi

relatif (kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab). Asas inilah yang

menyebabkan hukum perjanjian bersistem terbuka. Pasal-pasal dalam hukum

perjanjian sebagian besar (karena Pasal 1320 KUH Perdata bersifat pemaksa)

dinamakan hukum pelengkap karena para pihak boleh membuat ketentuan-

ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-pasalhukum perjanjian namun bila

mereka (para pihak) mengenai soal itu tunduk pada undang-undang dalam hak ini

Buku III KUH Perdata. Jika dipahami secara seksama maka asas kebebasan

Page 58: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

58

berkontrak memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat atau tidak

membuat perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapa pun, menentuka isi

perjanjian, pelaksanaan, persyaratannya dan menentukan bentuknya perjanjian

yaitu secara tertulis atau lisan. Namun keempat hal tersebut boleh dilakukan

dengan syarat tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.

2) Asas konsensualisme.

Perjanjian lahir atau terjadi dengan adanya kata sepakat (Pasal 1320 KUH

Perdata, Pasal 1338 KUH Perdata).Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan

kemauan para pihak.

3) Asas mengikatnya suatu perjanjian (pacta sunt servada).

Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yan

membuatnya (Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata).

4) Asas itikad baik (togoe dentrow).

Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik (Pasal 1338 ayat (3)

KUH Perdata). Itikad baik ada dua, yakni :

a) bersifat obyektif, artinya mengindahkan kepatutan dan kesusilaan. Contoh : Si

A melakukan perjanjian dengan Si B membngun rumah. Si A ingin memakai

keramik cap gajah namun dipasaran habis maka diganti cap semut oleh Si B.

b) Bersifat subyektif, artinya ditentukan sikap batin seseorang. contoh : Si A

ingin membeli motor, kemudian datanglah Si B (berpenampilan preman) yang

mau menjual motor tanpa surat-surat dengan harga sangat murah. Si A tidak

mau membeli karena takut bukan barang halal atau barang tidaklegal.

Page 59: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

59

5) Asas kepribadian (personalitas).

Pada umumnya tidak seorang pun dapt mengadakan perjanjian kecuali

untuk dirinya sendiri.Pengecualiannya terdapat di dalam Pasal 1317 KUH Perdata

tentang janji untuk pihak ketiga.52

Namun, menurut Mariam Darus Badrulzaman ada sepuluh asas perjanjian

yaitu : asas kebebasan mengadakan perjanjian. Asas konsensualisme, asas

kepercayaan, asas kekuatan mengikat, asas persamaan hukum, asas

keseimbangan, asas kepastian hukum, asas moral, asas kepatutan, dan asas

kebiasaan.53

2.1.3. Jenis-jenis Perjanjian.

Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara, dengan demikian jenis-

jenis perjanjian dapat digolongkan menjadi 10 (sepuluh) jenis, yang dapat

dijabarkan sebagai berikut :

1) Perjanjian menurut sumbernya.

a) Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, misalnya perkawinan.

b) Perjanjian yang bersumber dari hukum kebendaan adalah perjanjian

yang berhubungan dengan peralihan hukum benda.

c) Perjanjian obligatoir, adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban.

d) Perjanjian yang bersumber dari hukum acara.

e) Perjanjian yang bersumber dari hukum publik.54

52

Salim HS, 2003, Perkembangan Hukum Kontrak Innominat di

Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 9. 53

Mariam Darus Badrulzaman, 2006, KUHPERDATA Buku III, Alumni,

Bandung, (selanjutnya disingkat Mariam Darus Badrulzman II), hal 108-109. 54

Sudikno Mertokusumo, 1986, Rangkuman Kuliah Hukum Perdata,

Fakultas Pascasarjana UGM, Yogyakarta, (selanjutnya disingkat Sudikno

Mertokusumo I), hal. 11.

Page 60: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

60

2) Perjanjian menurut hak dan kewajiban para pihak.

a) Perjanjian timbal balik, adalah perjanjian yang manimbulkan kewajiban

pokok bagi kedua belah pihak. Perjanjian ini ada dua macam yaitu timbal

balik yang sempurna dan timbal balik tidak sempurna. Missal : perjanjian

jal beli.55

b) Perjanjian sepihak, adalah perjanjian yang manimbulkan kewajiban pada

satu pihak saja, sedangkan pihak yang lain hanya ada hak. Contoh : hibah

(Pasal 1666 KUH Perdata) dan perjanjian pemberian kuasa (Pasal 1792

KUH Perdata).56

3) Perjanjian menurut keuntungan salah satu pihak dan adanya prestasi pada

pihak yang lain, dibedakan menjadi :

a) Perjanjian cuma-cuma, adalah perjanjian yang hanya memberikan

keuntungan pada salah satu pihak. Contoh : perjanjian hibah.

b) Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari

pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain dan

antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. contoh :

perjanjian jual beli, sewa menyewa, dan lain-lain.57

4) Perjanjian menurut namanya dibedakan menjadi perjanjian

khusus/bernama/nominaat dan perjanjian umum/tidak

bernama/innominaat/perjanjian jenis baru (Pasal 1319 KUH Perdata).

a) Perjanjian khusus/bernama/nominaat, adalah perjanjian yang memiliki

nama dan diatur dalam KUH Perdata. Contoh : perjanjian-perjanjian yang

terdapat dalam Buku III Bab V-XVIII KUH Perdata, antara lain perjanjian

55

Mariam Darus Badrulzaman II, op.cit, hal. 90. 56

Djaja S. Meliala, 2007, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda

dan Hukum Perikatan, Nusa Aulia, Bandung, hal. 87. 57

Salim HS.op.cit, hal. 20.

Page 61: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

61

jual beli, sewa menyewa, perjanjian untuk melakukan pekerjaan,

perjanjian persekutuan, perjanjian tentang perkumpulan, perjanjian hibah,

perjanjian penitipan barang, perjanjian pinjam pakai, perjanjian pinjam-

meminjam, perjanjian bunga tetap atau bunga abadi, perjanjian untung-

untungan, perjanjian pemberian kuasa, perjanjian penanggungan, dan

perjanjian perdamaian.

b) Perjanjian umum/tidak bernama/innominaat/perjanjian jenis baru, adalah

perjanjian yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat karena asas

kebebasan berkontrak dan perjanjian ini belum dikenal pada saat KUH

Perdata diundangkan.

5) Perjanjian menurut bentuknya ada dua macam, yaitu perjanjian lisan/tidak

tertulis dan perjanjian tertulis. Termasuk perjanjian lisan adalah :

a) Perjanjian konsensual, adalah perjanjian dimana adanya kata sepakat

antara para pihak saja sudah cukup untuk timbulnya perjanjian yang

bersangkutan.58

b) Perjanjian riil, adalah perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadinya

penyerahan barang atau kata sepakat bersamaan dengan penyerahan

barangnya. Misalnya, perjanjian penitipan barang dan perjanjian pinjam

pakai.59

58

J. Satrio, 1995, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian.

Buku I, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 48. 59

Mariam Darus Badrulzaman II, op.cit, hal. 92-93.

Page 62: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

62

Perjanjian tertulis dapat digolongkan menjadi 2 (dua) jenis yang masing-

masing dijabarkan sebagai berikut :

a) Perjanjian standar atau baku adalah perjanjian yang berbentuk tertulis yang

isinya telah distandarisasi (dibakukan) terlebih dahulu secara sepihak oleh

produsen serta bersifat massal tanpa mempertimbangkan perbedaan

kondisi yang dimiliki konsumen.60

b) Perjanjian formal adalah perjanjian yang telah ditetapkan dengan fomalitas

tertentu. Misalnya, perjanjian perdamaian yang harus secara tertulis (Pasal

1851 KUH Perdata), perjanjian hibah dengan akta notaris.

6) Perjanjian-perjanjian yang istimewa sifatnya. Yang termasuk dalam perjanjian

ini menurut Mariam Darus Badrulzaman, yaitu :

a) Perjanjian liberatoir, adalah perjanjian dimana para pihak

membebaskan diri dari kewajiban yang ada. Misalnya, pembebasan

hutang (1438 KUH Perdata).

b) Perjanjian pembuktian, yaitu perjanjian dimana para pihak menentukan

pembuktian apakah yang berlaku diantara mereka.

c) Perjanjian untung-untungan, misalnya perjanjian asuransi (Pasal 1774

KUH Perdata).

d) Perjanjian publik, adalah perjanjian yang sebagian atau seluruhnya

dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak bertindak sebagai

penguasa (pemerintah), misalnya perjanjian ikatan dinas.61

7) Perjanjian campuran/contactus sui generis (Pasal 1601 C KUH Perdata).

Dalam perjanjian ini terdapat unsur-unsur dari beberapa perjanjian bernama

yang terjalin menjadi satu sedemikian rupa sehingga tidak dapat dipisah-

pisahkan sebagai perjanjian yang berdiri sendiri-sendiri. Contoh : perjanjian

antara pemilik hotel dengan tamu.

60

Djaja S. Meliala,op.cit, hal. 90. 61

Mariam Darus Badrulzaman II, op.cit, hal.93.

Page 63: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

63

8) Perjanjian penanggungan (borgtocht), adalah suatu persetujuan dimana pihak

ketiga demi kepentingan kreditur mengikatkan dirinya untuk memenuhi

perikatan debitur, bila debitur tidak memenuhi perikatannya (Pasal 1820 KUH

Perdata).

9) Perjanjian garansi (Pasal 1316 KUH Perdata) dan derden beding (Pasal 1317

KUH Perdata).

a) Perjanjian garansi adalah suatu perjanjian dimana seorang menjamin pihak

lain (lawan janjianya) bahwa seorang pihak ketiga yang ada di luar

perjanjian (buka pihak dalam perjanjian bersangkutan) akan melakukan

sesuatu (atau tidak akan melakukan sesuatu) dan kalau sampai terjadi

pihak ketiga tidak memenuhi kewajibannya, maka ia akan bertanggung

jawab untuk itu.62

Dengan kata lain, perjanjian garansi adalah perjanjian

dimana seorang A berjanji kepada pihak B bahwa orang lain C akan

melaksanakan/memenuhi prestasi.

b) Derden beding (janji pihak ketiga) berdasarkan asas pribadi suatu

perjanjian berlaku bagi pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri

(Pasal 1315 jo Pasal 1340 KUH Perdata) dan para pihak tidak dapat

mengadakn perjanjian yang mengikat pihak ketiga, kecuali dalam apa

yang disebut janji guna pihak ketiga (Pasal 1317 KUH Perdata).

10) Perjanjian menurut sufatnya dibedakan menjadi :

a) Perjanjian pokok, yaitu perjanjian utama.

62

J. Satrio, op.cit, hal. 97.

Page 64: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

64

b) Perjanjian accessoir adalah perjanjian tambahan yang mengikuti perjanjian

utama/pokok, misalnya perjanjian pembebanan hak tanggungan atau

fudisia.63

Sedangkan penggolongan yang lain adalah didasarkan pada hak kebendaan

dan kewajiban yang ditimbulkan dari adanya kewajiban tersebut, yaitu ;

1) Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang hanya (baru) meletakkan hak dan

kewajiban kepada masing-masing pihak dan belum memindahkan hak milik.

2) Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seseorang menyerahkan

haknya atas sesuatu kepada pihak lain, misalnya peralihan hak milik.

2.1.4. PerjanjianNominee.

Perjanjian menurut namanya dibedakan menjadi perjanjian

khusus/bernama/nominaat dan perjanjian umum/tidak

bernama/innominaat/perjanjian jenis baru. Perjanjian khusus/bernama/nominaat

adalah perjanjian yang memiliki nama dan diatur dalam KUHPerdata sedangkan

perjanjian umum/tidak bernama/innominaat/perjanjian jenis baru adalah

perjanjian yang timbul, tumbuh dan hidup di masyarakat karena asas kebebasan

berkontrak.

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwasuatu perjanjian nominee dibuat

dimaksudkan sebagai penyelundupan hukum bagi orang asing/WNA untuk

menguasai dan memiliki bidang tanah hak milik di Indonesia. Dimana orang

asing/WNA sesungguhnya membeli sebidang tanah hak milik dengan

63

Salim HS., op.cit, hal. 20.

Page 65: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

65

menggunakan nama WNI, yaitu tanah hak milik yang nyatanya dibeli (dibayar)

oleh orang asing/WNA tersebut namun didaftarkan menjadi/ke atas nama WNI.

Sementara itu, guna memperoleh perlindungan hukum terhadap pemilikan hak

atas tanah yang dibelinya tersebut,diantara orang asing/WNA dengan WNI

dibuatkan perikatan dalam satu atau beberapa perjanjian dan bahkan dalam suatu

akta pernyataan yang isinya bahwa WNI adalah orang yang hanya dipinjam

namanya dalam bukti hak milik atas tanah (sertipikat), sedangkan pemilik

sesungguhnya adalah orang asing/WNA tersebut. Terobosan atau hal seperti inilah

dalam kehidupan masyakarat lazim disebut dengan akta nominee.

Lebih jelasnya perjanjian nominee merupakan perjanjian yang isinya

tentang pengingkaran atas pemilikan tanah hak milik dari seseorang WNI yang

telah diberikan/ditetapkan oleh negara kepada warga negaranya sebagaimana

ditulis dalam sertipikat tanahnya, dengan menyatakan bahwa ia bukanlah sebagai

pemilik (de facto) dari tanah tersebut melainkan milik orang asing/WNA yang

memang memberi uang dan selanjutnya menguasai tanah dimaksud. Dimana

faktanya yang menguasai tanah hak milik tersebut adalah orang asing/WNA yang

diatasnamakanWNI.

Menurut Maria S.W. Sumardjono perjanjian nominee merupakanperjanjian

yang dibuat antara seseorang yang menurut hukum tidak dapat menjadi subyek

hak atas tanah tertentu (dalam hal ini Hak Milik atau Hak Guna Bangunan) yakni

seorang orang asing/WNA dengan seorang WNI, yang dimaksudkan agar orang

asing/WNA dapat menguasai tanah hak milik atau hak guna bangunan tersebut

(secara de facto), namun secara legal-formal (de jure) tanah yang bersangkutan

Page 66: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

66

diatasnamakan WNI. Dengan perkataan lain, WNI dipinjam namanya oleh orang

asing/WNA (bertindak selaku nominee).64

Dari uraian tentang maksud suatu perjanjian nominee di atas, maka

perjanjian nominee termasuk perjanjian innominaat karena telah memenuhi unsur-

unsur dari perjanjian innominaat, yaitu :

1) Perjanjian yang tidak diatur dalam KUH Perdata.

2) Perjanjian yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

3) Berdasarkan asas kebebasan berkontrak.

Serta pada dasarnya perjanjain nominee tersebut dibuat untuk menyiasati

peraturan perundang-undangan khususnya UUPA pada Pasal 26 ayat (2) yang

sebenarnya secara implisit melarang WNA memiliki hak milik atas tanah di

Indonesia.

2.2. Peralihan Hak Atas Tanah Menurut Hukum Agraria

2.2.1. Hak-hak Atas Tanah Dalam UUPA

Pembentukan Hukum Tanah Nasional (HTN) yang diawali lahirnya

UUPA berusaha melakukan unifikasi hukum tanah adat dan barat menjadi hukum

tanah yang bersifat tunggal.Sebelum berlakunya UUPA terdapat dualisme hukum

agraria di Indonesia yakni hukum agraria adat dan hukum agraria barat.Dualisme

hukum agraria ini baru berakhir setelah berlakunya UUPA yakni sejak tanggal 24

September 1960 dan sejak itu seluruh wilayah Indonesia hanya ada satu hukum

agraria yaitu hukum agraria berdasarkan UUPA.

64

Maria S.W. Sumardjono, loc.cit.

Page 67: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

67

Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi yang

disebut permukaan bumi. Tanah yang dimaksudkan di sini bukan mengatur tanah

dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya yaitu

tanah dalam pengertian yuridis yang disebut hak. Tanah sebagai bagian dari bumi

disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA yang menentukan :

(1) Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam

Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi,

yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh

orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang

lain serta badan-badan hukum.

Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam hukum agraria nasional

membagi hak-hak atas tanah dalam dua bentuk, yaitu :

1. Hak-hak atas tanah yang bersifat primer yaitu hak-hak atas tanah yang dapat

dimiliki atau dikuasai secara langsung oleh seorang atau badan hukum yang

memiliki jangka waktu lama dan dapat dipindahtangankan kepada orang lain

atau ahli warisnya seperti Hak Milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), Hak

Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai (HP).

2. Hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder yaitu hak-hak atas tanah yang

bersifat sementara seperti Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak

Menumpang dan Hak Menyewa atas Tanah Pertanian.

Sistem penguasaan tanah di Indonesia yang meliputi hak perorangan

meliputi berbagai hak atas tanah yang diatur dalam Pasal 16 UUPA yang

menentukan :

(1) Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalan Pasal4 ayat (1) ialah :

a. Hak milik,

b. Hak guna-usaha,

c. Hak guna-bangunan,

Page 68: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

68

d. Hak pakai,

e. Hak sewa,

f. Hak membuka tanah,

g. Hak memungut hasil-hutan,

h. Hak-hak yang tidak termasuk dlam hak-hak tersebut di atas yang akan

ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya

sementara sebagai yang disebutka dalam Pasal 53.

(2) Hak-hak atas air dan ruang angkasa sebagai yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat

(3) ialah :

a. Hak guna-air,

b. Hak pemeliharaan dan penangkapan ikan,

c. Hak guna-ruang angkasa.

Demikianlah berbagai hak atas tanah yang diatur dalam Pasal 16 UUPA,

namun yang akan dijelaskan selanjutnya dalam penulisan ini yaitu hak-hak atas

tanah yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA, sebagai berikut :

(a) Hak Milik (HM), HM digambarkan sebagai “hak yang paling penuh dan

paling kuat yang bisa dimiliki atas tanah dan yang dapat diwariskan turun

menurun”. Turun menurun artinya HM atas tanah dapat berlangsung terus

selama pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya meninggal dunia, maka

HMnya dapat dilanjutkan oleh akli warisnya sepanjang memenuhi sebagai

subyek HM. Terkuat artinya HM atas tanah lebih kuat dibandingkan hak atas

tanah yang lain, dan tidak mudah hapus. Terpenuh artinya HM atas tanah

member wewenang kepada pemiliknya paling luas bila dibandingkan

denganhak atas tanah yang lain, dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang

lain, tidak berinduk pada hak atas tanah yang lain dan penggunaan tanahnya

lebih luas dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain.

Subyek HM yang dapat memiliki HM atas tanah menurut UUPA dan peraturan

pelaksanaannya adalah :

Page 69: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

69

1. Perseorangan, yaitu WNI baik pria maupun wanita tidak berkewarganagaraan

rangkap (Pasal 9, Pasal 20 ayat (1) UUPA).

2. Badan-badan hukum tertentu, yaitu bank-bank yang didirikan oleh Negara,

koperasi pertanian, badan keagamaan dan badan sosial (Pasal 21 ayat (2)

UUPA, PP Nomor 38 Tahun 1963 tentag Penunjukan Badan-badan Hukum

yang Dapat Mempunyai Hak Atas Tanah, Permen Agraria/Kepala BBPN

Nomor 9 tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas

Tanah Negara dan Hak Pengelolaan).

HM atas tanah dapat terjadi melalui tiga cara sebagaimana disebutkan dalam Pasal

22 UUPA, yaitu :

1. HM atas tanah yang terjadi menurut hukum adat, yaitu terjadi karena

pembukaan tanah (pembukaan hutan), terjadi karena timbulnya lidah tanah.

2. HM atas tanah terjadi karena Penetapan Pemerintah, yaitu pemberian hak baru

(melalui permohonan) dan peninhkatan hak.

3. HM atas tanah terjadi karena undang-undang.

Faktor-faktor penyebab hapusnya HM atas tanah diatur dalam Pasal 27

UUPA, yaitu :

1. Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18 UUPA.

2. Dilepaskan secara sukarela oleh pemiliknya.

3. Dicabut untuk kepentingan umum.

4. Tanahnya ditelantarkan.

5. Karena subyek haknya tidak memenuhi syarat sebagai subyek HM atas tanah.

Page 70: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

70

6. Karena peralihan hak yang mengakibatkan tanahnya berpindah kepada pihak

lain yang tidak memenuhi syarat sebagai subyek HM atas tanah.

7. Tanahnya musnah, misalnya terjadi bencana alam.

(b) Hak Guna Usaha (HGU), adalah hak untuk mengusahakan tanah yang

dikuasai langsung oleh Negara dalam jangka waktu tertentu guna kegiatan

usaha pertanian, perkebunan, perikanan atau peternakan (Pasal 28 ayat 91)

UUPA, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna

Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah.

Subyek HGU yang dapat mempunyai HGU menurut Pasal 30 UUPA jo Pasal

2 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak

Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah, adalah :

1. WNI.

2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan

di Indonesia.

HGU berasal dari tanah Negara, apabila asal tanah HGU berupa tanah hak,

maka tanah hak tersebut harus dilakukan pelepasan atau penyerahan hak oleh

pemegang hak dengan pemberian ganti kerugian oleh calon pemegang

HGU.Terjadinya HGU dapat memlalui Penetapan Pemerintah (pemberian hak)

dan ketentuan undang-undang. Mengenai jangka waktu HGU untuk pertama

kalinya paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling

lama 25 tahun (Pasal 29 UUPA). Sedangkan menurut Pasal 8 Peraturan

Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna

Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah mengatur jangka waktu HGU untuk

Page 71: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

71

pertama kalinya 35 tahun, diperpanjang paling lama 25 tahun dan dapat

diperbaharui paling lama 35 tahun.

Hapusnya HGU diatur dalam Pasal 34 UUPA dan Pasal 17 Peraturan

Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna

Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah, yaitu :

1. Jangka waktunya berakhir.

2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat yang

tidak dipenuhi.

3. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya.

4. Dicabut untuk kepentingan umum.

5. Ditelantarkan.

6. Tanahnya musnah.

7. Pemegang HGU tidak memenuhi syarat sebagai subyek pemegang HGU.

(c) Hak Guna Bangunan (HGB), adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai

bangunan yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu tertentu.

Subyek HGB yang dapat mempunyai HGB menurut Pasal 36 UUPA dan Pasal

19 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha,

Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah, adalah :

1. WNI.

2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan

di Indonesia.

HGB berasal dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, tanah Hak

Pengeloaan atau tanah HM orang lain (Pasal 39 UUPA dan Pasal 21 Peraturan

Page 72: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

72

Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna

Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah). HGB dapat terjadi karena Penetapan

Pemerintah (tanah Negara dan tanah Hak Pengelolaan), perjanjian pemberian oleh

pemegang HM dengan akta yang dibuat oleh PPAT, dan ketentuan undang-

undang. Jangka waktu HGB berbeda sesuai dengan asal tanahnya, sebagai berikut:

1. HGB atas tanah Negara dan tanah Han Pengelolaan berjangka waktu untuk

pertama kali paling lama 30 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu

paling lama 20 tahun, dan dapat diperbaharui untuk jangka waktu paling lama

30 tahun.

2. HGB atas tanah HM berjangka waktu paling lama 30 tahun, tidak ada

perpanjangan waktu. Namun, atas kesepakatan antara pemilik tanah dengan

pemegang HGB dapat diperbaharui dengan pemberian HGB baru dengan akta

yang dibuat oleh PPAT dan wajib didaftarkan pada kantor BPN setempat.

Hapusnya HGB diatur dalam Pasal 40 UUPA dan Pasal 35 Peraturan

Pemerintah Nomor 40 Thaun 1960tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna

Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah, yaitu :

1. Jangka waktunya berakhir.

2. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Penglolaan atau

Pemegang HM sebelum jangka waktunya berakhir karena tidak dipenuhinya

kewajiban-kewajiban pemegang hak dan atau dilanggarnya ketentuan-

ketentuan dalam HGB, tidak terpenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-

kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian hak antara pemegang

Page 73: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

73

HGB dengan pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang HM, dan putusan

pengadilan yang berkekuatan tetap.

3. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya.

4. Dicabut untuk kepentingan umum.

5. Ditelantarkan.

6. Tanahnya musnah.

7. Pemegang HGB tidak memenuhi syarat sebagai subyek pemegang HGB.

(d) Hak Pakai (HP), adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasi dari

tanah yang dikuasai oleh Negara atatu tanah HM orang lain yang member

wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberian

haknya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian

sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah.

Subyek HP diatur dalam Pasal 42 UUPA dan Pasal 36 Peraturan

Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna

Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah, adalah :

1. WNI.

2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di

Indonesia.

3. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Pemerintah Daerah.

4. Badan-badan keagamaan dan sosial.

5. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia.

6. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

7. Perwakilan Negara asing dan perwakilan badan internasional.

Page 74: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

74

Obyek HP berasal dari tanah Negara, tanah Hak Pengelolaan dan tanah

HM (Pasal 41 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak

Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah). HP dapat terjadi

karena Penetapan Pemerintah (tanah Negara dan tanah Hak Pengelolaan),

perjanjian pemberian oleh pemegang HM dengan akta yang dibuat oleh PPAT,

dan ketentuan undang-undang.

Jangka waktu HP berbeda sesuai dengan asal tanahnya yang diatur dalam

Pasal 45-49 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna

Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah, sebagai berikut :

1. HP atas tanah Negara dan tanah Hak Pengelolaan berjangka waktu untuk

pertama kali paling lama 25 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu

paling lama 20 tahun. Khusus HP yang dipunyai oleh Departemen, Lembaga

Non Departemen, Pemerintah Daerah, badan-badan keagamaan dan sosal,

perwakilan negara asing, dan perwakilan badan Internasional diberikan untuk

jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk

keperluan tertentu.

2. HP atas tanah HM berjangka waktu paling lama 25 tahun, tidak ada

perpanjangan waktu. Namun, atas kesepakatan antara pemilik tanah dengan

pemegang HP dapat diperbaharui dengan pemberian HP baru dengan akta

yang dibuat oleh PPAT dan wajib didaftarkan pada kantor BPN setempat.

Hapusnya HP diatur dalam Pasal 55 Peraturan Pemerintah Nomor 40

Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas

Tanah, antara lain :

Page 75: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

75

1. Jangka waktunya berakhir.

2. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Penglolaan atau

Pemegang HM sebelum jangka waktunya berakhir karena tidak dipenuhinya

kewajiban-kewajiban pemegang hak dan atau dilanggarnya ketentuan-

ketentuan dalam HGB, tidak terpenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-

kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian hak antara pemegang

HGB dengan pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang HM, dan putusan

pengadilan yang berkekuatan tetap.

3. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya.

4. Dicabut untuk kepentingan umum.

5. Ditelantarkan.

6. Tanahnya musnah.

7. Pemegang HP tidak memenuhi syarat sebagai subyek pemegang HP.

(e) Hak Sewa, adalah hak yang dimiliki seseorang atau badan hukum untuk

mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah HM orang lain dengan

membayar sejumlah uang sewa tertentu dalam jangka waktu tertentu yang

disepakati oleh pemilik tanah dengan pemegang Hak Sewa seperti yang

ditentukan dalam Pasal 44 ayat (1) UUPA. Hak Sewa merupakan HP yang

memiliki sifat-sifat khusus dimana Hak Sewa hanya disediakan untuk

bangunan-bangunan yang berhubungan dengan pertanian (Pasal 10 ayat (1)

UUPA).

Subyek Hak Sewa diatur dalam Pasal 45 UUPA,dimana dalam Pasal

tersebut ditentukan yang dapat menjadi subyek Hak Sewa adalah :

Page 76: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

76

1. WNI.

2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia.

3. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di

Indonesia.

4. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

Obyek Hak Sewa merupakan hak atas tanah yang dapat disewakan kepada

pihak lain yang berupa HM dan obyek yang disewakan pemilik tanah kepada

pemegang Hak Sewa adalah tanah bukan bangunan. Terjadinya Hak Sewa karena

perjanjian persewaan tanah yang tertulis antara pemilik tanah dengan pemegang

Hak Sewa, yang tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur

pemerasan.Mengenai jangka waktu Hak Sewa, UUPA dalam hal ini tidak

mengatur secara tegas berapa lama jangka waktunya.Jangka waktu Hak Sewa

diserahkan sepenuhnya kepada pemilik tanah dengan pemegang Hak Sewa.

Hapusnya Hak Sewa tidak diatur dalam UUPA maupun Peraturan

Pemerintah, hapusnya Hak Sewa tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor,

antara lain :

1. Jangka waktunya berakhir.

2. Dihentikan sebelum jangka wakunya berakhir karena pemegang Hak Sewa

tidak memenuhi syarat sebagai pemegang Hak Sewa.

3. Dilepaskan oleh pemegang Hak Sewa sebelum jangka waktunya berakhir.

4. HM atas tanahnya dicebut untuk kepentingan umum.

5. Tanahnya musnah.

Page 77: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

77

(f) Hak Membuka Tanah dan Hak Memungut Hasil Hutan, merupakan hak yang

hanya dapat didapatkan oleh WNI yang diatur oleh Peraturan Pemerintah.

Menggunakan suatu hak memungut hasil hutan secara hukum tidaklah serta

merta mendapatkan HM (right of ownership) atas tanah yang

bersangkutan.Hak Membuka Lahan dan Hak Memungut Hasil Hutan

merupakan hak atas tanah yang diatur dalah hukum adat.65

2.2.2. Hak Penguasaan Atas Tanah Oleh Negara

Hak penguasaan tanah oleh Negara ditentukan dalam Pasal 2 UUPA, yang

menyatakan bahwa :

(1) Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar

dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang

angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu

pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi

kekuasaan seluruh rakyat.

(2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) Pasal ini

memberi wewenang untuk :

a. Mengatur dan mengelengarakan peruntukan, penggunaan,

persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi,

air dan ruang angkasa.

(3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari negara tersebut

pada ayat (2) Pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar

kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan

kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang

merdeka, berdaulat, adil dan makmur.

(4) Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat

dikuasakan kepada daerah-daerah swantantra dan masyarakat-

65

Maulanaz Nova, 2012, Jenis-Jenis Hak Atas Tanah Di Indonesia,

http://www.google.com/search?q=maulanaz+nova+jenis-jenis+hak

+atas+tanah+di+Indonesia&hl=en&sa=x&as_q=&spell=1&ei=YB5tUsDoB4f9rA

fLI4CYBg&ved=0CAoQBSgA, diakses tanggal 5 Agustus 2013.

Page 78: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

78

masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan

dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan

Pemerintah.

Selanjutnya yang dimaksud penguasaan Negara terhadap semua tanah

yang ada di wilayah Indonesia, yaitu kekuasaan kegara yang dimaksud adalah

mengenai semua bumi, air dan ruang angkasa, jadi baik yang sudah dihaki oleh

seseorang maupun tidak. Kekuasaan negara mengenai tanah yang sudah dipunyai

orang dengan suatu hak dibatasi oleh isi dari hak itu, artinya sampai seberapa

Negara memberi kekuasaan kepada yang mempunyainya untuk menggunakan

haknya, sampai disitulah batas kekuasaan negara tersebut.

Kekuasaan negara atas tanah yang tidak dipunyai dengan suatu hak oleh

seseorang atau pihak lainnya adalah lebih luas dan penuh yang bertujuan bahwa

negara dapat memberikan tanah yang demikian itu kepada seseorang atau badan

hukum dengan suatu hak menurut peruntukan dan keperluannya, misalnya Hak

Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atau

memberikannya dengan pengelolaan kepada suatu badan penguasa (department,

jawatan atau daerah swantantra) untuk diperguanakan bagi pelaksanaan tugasnya

masing-masing berdasarkan Pasal 2 ayat (4).66

Kekuasaan Negara atas tanah dapat digolongkan menjadi tiga macam,

antara lain :

1. Penguasaan secara penuh, yaitu terhadap tanah-tanah yang tidak dipunyai

dengan suatu hak oleh suatu sunyek hukum. Tanah ini dinamakan “tanah

bebas/tanah Negara” atau “tanah” yang dikuasai langsung oleh Negara”.

66

Muhammad Bakri, 2007, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara, Citra

Media, Yogyakarta, hal. 37-38.

Page 79: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

79

Negara dapat memberikan tanah ini kepada suatu subyek hukum dengan suatu

hak.

2. Penguasaan secara terbatas/tidak penuh, yaitu terhadap tanah-tanah yang

sudah dipunyai dengan suatu hak oleh suatu subyek hukum. Tanah ini

dinamakan “tanah hak” atau “tanah” yang dikuasai secara tidak langsung oleh

Negara”.

3. Kekuasaan Negara yang bersumber pada hak menguasai tanah oleh Negara

terhadap tanah hak, dibatasi oleh isi dari hak itu. Artinya, kekuasaan Negara

tersebut dibatasi oleh kekuasaan (wewenang) pemegang hak atas tanah yang

diberikan oleh negara untuk menggunakan haknya.67

2.2.3. Peralihan Hak Atas Tanah

Peralihan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah memindahkan,

sedangkan hak berarti suatu yang benar.68

Jadi peralihan hak adalah suatu

peristiwa hukum yaitu pemindahan hak dari satu pihak kepada pihak lain, pihak

yang menerima hak akan menerima hak dalam status asal tanpa perubahan dan

untuk selama-lamanya.69

Pengertian lain tentang peralihan hak atas tanah, menurut Erene Eka

Sihombing adalah beralihnya atau berpindahnya hak kepemilikan sebidang tanah

atau beberapa bidang tanah tanah dari pemilik semula kepada pemilik yang baru

67

Ibid. 68

Poerwadarminta,1998, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,

Jakarta, hal.156 69

Munir Fuadi 1996, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek (Buku III),

PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 67.

Page 80: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

80

karena sesuatu atau perbuatan hukum tertentu. Perbuatan hukum pemindahan hak

bertujuan untuk memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain untuk selama-

lamanya (dalam hal ini subyek hukumnya memenuhi syarat sebagai pemegang

hak atas tanah).70

Menurut konsep peralihan hak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang

Pertanahan bahwa peralihan hak yang dilakukan dihadapan seorang Pejabat

Pembuat Akta Tanah (PPAT) dengan proses balik nama merupakan suatu

peristiwa hukum terjadinya transaksi jual beli dengan merubah status kepemilikan

dari penjual sebagai pemilik tanah sebelumnya kepada pembeli sebagai pemilik

tanah yanag baru. Akan tetapi, yang dimaksud dalam penulisan ini tidak sebatas

itu karena dalam suatu perjanjian dan kuasa yang dibuat oleh para pihak sebelum

pencatatan secara yuridis dilakukan telah memberikan kuasa secara penuh kepada

pihak ke tiga sehingga terjadi suatu peralihan hak.

Peralihan hak dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang

Pendaftaran Tanah jo Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah masuk

dalam bagian keempat yaitu bagian pemeliharaan data pendaftaran tanah.

Pemeliharaan data dan pendaftaran tanah dilakukan apabila terjadi perubahan

pada data fisik atau data yuridis obyek pendaftaran tanah yang telah terdaftar.

Perbahan data fisik yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (3)

PMKA/Ka BPN Nomor 3 Tahun 1997 yaitu :

70

Irene Eka Sihombing, 2005, Segi-segi Hukum Tanah Nasional dalam

Pengadaan Tanah untuk Pembangunan, Universitas Trisakti, Jakarta, hal. 56.

Page 81: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

81

a. Pemecahan bidang tanah.

b. Pemisahan sebagin atau beberapa bagian dari bidang tanah.

c. Penggabungan dua atau lebih dari bidang tanah.

Penguasaan secara yuridis dilandasi hak yang dilindungi oleh hukum dan

umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untukmenguasai secara

fisik tanah yang dihaki. Namun, ada pula penguasaan yuridis yang biarpun

member kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada

kenyataanya penguasaan fisiknya dilakukan pihak lain yang didasarkan atas

perjanjian dan kuasa seperti yang telah dijelaskan di atas.

2.3. Pengertian Orang Asing Menurut Hukum di Indonesia

Penduduk yang tinggal dalam suatu negara dapat terdiri dari warga negara

dan bukan warga negara.Penduduk yang bukan merupakan warga negara dari

negara yang bersangkutan biasa disebut dengan orang asing.Demikian halnya

dengan penduduk di Indonesia, yang terdiri dari WNI dan WNA atau orang asing.

Pengaturan hukum mengenai kewarganegaraan diatur dalam Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan

Republik Indonesia (UU Nomor 12/2006). Dalam Pasal 4-nya menentukan

bahwa:

Warga Negara Indonesiaadalah :

a. Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang–undangan

dan/atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia

dengan negara lainsebelum Undang–Undang ini berlaku sudah menjadi

Warga NegaraIndonesia;

b. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu

Warga Negara Indonesia;

Page 82: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

82

c. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga

Negara Indonesia dan ibu warga negara asing;

d. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga

Negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia;

e. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga

Negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan

atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan

kepada anak tersebut;

f. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah

ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya

Warga Negara Indonesia;

g. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga

Negara Indonesia;

h. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga

Negara Asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia

sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut

berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin;

i. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang

padawaktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;

j. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik

Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui;

k. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan

ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui

keberadaannya;

l. Anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari

seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan

dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan

kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;

m. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan

kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia

sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.

Selanjutnya tentang orang asing diatur dalam Pasal 7 dari UU Nomor

12/2006 yang menentukan bahwa : “Setiap orang yang bukan Warga Negara

Indonesia diperlakukan sebagai orang asing”. Namun demikian secara yuridis,

orang asing di Indonesia, selain dari yang ditentukan dalam Pasal 7 tersebut,

adalah juga WNI yang kehilangan kewarganegaraannya. Hal tersebut

sebagaimana ditentukan dalam Pasal 23 UU Nomor 12/ 2006, yaitu :

Page 83: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

83

Warga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang

bersangkutan :

a. Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;

b. Tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain,

sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;

c. Dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas

permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 (delapan

belas) tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri, dan

dengan dinyatakan hilang KewarganegaraanRepublik Indonesia tidak

menjadi tanpa kewarganegaraan;

d. Masuk dalam dinas tentara asingtanpa izin terlebih dahulu dari

Presiden;

e. Secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam

dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh Warga Negara

Indonesia;

f. Secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia

kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut;

g. Tidak diwajibkan tapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang

bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing;

h. Mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing

atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang

masih berlaku dari negara lain atas namanya; atau

i. Bertempat tinggal di luar wilayah Negara Republik Indonesia selama 5

(lima) tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa

alas an yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya

untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum jangka waktu 5

(lima) tahun itu berakhir, dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang

bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi Warga

Negara Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah

kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal

Perwakilan Republik Indonesia tersebut telah memberitahukan secara

tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak

menjadi tanpa kewarganegaraan.

Kehadiran orang asing/WNA untuk menetap sementara di Indonesia,

secara yuridis membawa akibat hukum terutamannya dari sisi hukum perdata,

bahwa mereka tetap memiliki hak-hak perdata yang dijamin oleh undang-undang.

Diantara hak-hak perdata yang dimiliki, antara lain orang asing mempunyai hak

untuk melakukan jual beli berbagai jenis barang termasuk membeli tanah yang

Page 84: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

84

berstatus hak pakai untuk membangun tempat tinggal. Selain itu mempunyai hak

untuk melakukan perkawinan dan dapat memilih orang Indonesia sebagai

pasangannya, yang kemudian dengan perkawinan itu orang asing tersebut

mempunyai hak untuk memperoleh kewarganegaraan Indonesia. Selain hal

tersebut, hak keperdataannya bagi orang asing yang bekerja di Indonesia

mempunyai hak untuk menerima upah atau gaji dan kesejehteraan lainnya.71

2.4. Hakekat Akta Notaris dan Tanggung Jawab Notaris Terhadap

Pembuatan Akta

2.4.1. Akta Otentik dan Akta Di Bawah Tangan

Sebagaimana diuraikan dalam Pasal 1867 KUH Perdata akta notaris dibagi

menjadi 2 (dua) macam yaitu akta otentik dan akta di bawah tangan. Akta otentik

dibagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu akta umum dan akta khusus. Kemudian akta

umum tersebut dibagi lagi menjadi 2 (dua) jenis, antara lain :

1. Akta yang dibuat oleh (door) notaris biasa disebut dengan istilah akta relaas

atau Berita Acara, akta ini merupakan akta yang inisiatif pembuatannya dari

pejabat yang bersangkutan. Contoh : Berita Acara Rapat Umum Pemegang

Saham pada Perseroan Terbatas.

2. Akta yang dibuat dihadapan (ten overstaan) notaris biasa disebut dengan

istilah akta pihak atau akta partij, akta ini adalah akta yang inisiatif

71

Gatot Supramono, 2012, Hukum Orang Asing di Indonesia, Sinar

Grafika, Jakarta Timur, hal. 2.

Page 85: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

85

pembuatannya dari para pihak dihadapan pejabat yang berwenang. Contoh :

akta jual beli, akta sewa menyewa.72

Akta adalah surat yang diberi tanda tangan yang memuat peristiwa yang

menjadi dasar dari sesuatu hak atau perikatan yang dibuat sejak semula dengan

sengaja untuk pembuktian. Alat bukti tulisan dibagi menjadi dua seperti yang

dinyatakan dalam Pasal 1867 KUH Perdata, yaitu : “Pembuktian dengan tulisan

dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan di bawah

tangan.” Dalam pasal-pasal selanjutnya, KUH Perdata menyebut tulisan-tulisan

otentik dan di bawah tangan tersebut dengan kata “akta”, dengan demikian dapat

ditarik kesimpulan bahwa akta ialah tulisan-tulisan yang sengaja dibuat oleh yang

berkepentingan untuk dipergunakan sebagai alat pembuktian.

Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang

untuk itu oleh penguasa menurut ketentuan yang telah ditetapkan, dengan atau

tanpa bantuan dari pihak-pihak yang berkepentingan yang mencatat apa yang

dimintakan untuk dimuat di dalamnya oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

Akta otentik tersebut memuat keterangan seorang pejabat yang menerangkan

tentang apa yang dilakukannya atau dilihat dihadapannya. 73

Dalam Pasal

1868 KUH Perdata disebutkan bahwa “Suatu akta otentik yaitu suatu akta

yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau di

hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat”.

72

Habib Adjie, 2009, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap

UU No. 30 Thun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, hal.

45. 73

Husni Thamrin, 2011, op.cit, hal. 11.

Page 86: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

86

Dengan demikian undang-undang telah menegaskan bahwa suatu akta

disebut sebagai akta otentik jika : (1) bentuknya ditentukan oleh undang-

undang; (2) dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum; (3) dibuat di wilayah

kewenangan dari pejabat yang membuat akta tersebut. Pejabat yang dimaksud

dalam Pasal 1868 KUH Perdata tersebut adalah salah satunya notaris

sebagaimana diatur dalam UUJN yang merupakan pejabat umum yang

ditunjuk untuk membuat akta otentik sepanjang berdasarkan peraturan umum

tidak ditunjuk atau dikecualikan kepada pejabat lain.

Akta otentik mempunyai kekuatan yang sempurna dan mengikat, artinya

sempurna adalah bahwa untuk membuktikan akta itu sempurna/tidak, atau

benar/tidak, cukup dibuktikan dengan akta itu sendiri, dengan kata lain tidak

memerlukan pembuktian dengan alat bukti lainnya. Mengikat artinya bahwa

hakim harus menguji kebenaran isi akta otentik itu sendiri kecuali dapat

dibuktikan sebaliknya.74

Akta Di Bawah Tangan adalah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian

oleh para pihak tanpa bantuan dari pejabat umum yang berwenang. Akta

demikian dibuat semat-mata oleh para pihak yang berkepentingan.75

Akta di

bawah tangan ini mempunyai kekuatan pembuktian berdasarkan pengakuan

dari pihak-pihak yang membuatnya, artinya kekuatan akta di bawah tangan ini

dapat dipersamakan kakuatannya dengan akta otentik bila dalam hal

pembuktiannya oleh para pembuat akta di bawah tangan mengakui atau

membenarkan apa yang ditandatangani. Dengan demikian, maka bila di dalam

74

Hendri Raharjo, op.cit, hal. 65. 75

Husni Thamrin, loc.cit.

Page 87: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

87

akta otentik tidak perlu persetujuan dari pihak tertentu namun di dalam akta di

bawah tangan memerlukan persetujuan dari pihak tertentu. Oleh karena itu,

perbedaan antara akta di bawag tangan dengan akta otentik adalah terletak

pada ada atau tidaknya campur tangan dari pejabat yang berwenang.76

2.4.2.Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Tertulis

Alat bukti yang sah atau diterima dalam suatu perkara (perdata), pada

dasarnya terdiri dari ucapan dalam bentuk keterangan saksi-saksi, pengakuan,

sumpah dan tertulis dapat berupa tulisan-tulisan yang mempunyai nilai

pembuktian.Dalam perkembangan alat bukti alat bukti sekarang ini (untuk perkara

pidana atau perdata telah pula diterima alat bukti elektronik atau yang terekam

atau yang simpan secara elektronik sebagai alat bukti yang sah dalam persidangan

pengadilan.77

Menurut KUH Perdata dalam Pasal 1866, alat bukti yang sah atau yang

diakui oleh hukum terdiri dari :

1. Bukti tulisan.

2. Bukti dengan saksi-saksi.

3. Persangkaan-persangkaan.

4. Pengakuan.

5. Sumpah.

76

Hendri Raharjo, op.cit.hal. 66. 77

M. Ali Boediarto, 2005, Kompilasi Kaidah Hukum Putusan Mahkamah

Agung, Hukum Acara Perdata Setengah Abad, Swa Justisia, Jakarta, hal. 157.

Page 88: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

88

Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan otentik atau dengan

tulisan di bawah tangan seperti yang ditentukan dalam Pasal 1867 KUH Perdata.

Pasal 1868 KUH Perdata juga menentukan bahwa “Tulisan otentik berupa akta

otemtik yang dibuat dalam bentuk yang telah ditentukan oleh undang-undang,

dibuat dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu

dibuat. ”Tulisan di bawah tangan atau disebut juga akta di bawah tangan dibuat

dalam bentuk yang tidak ditentukan oleh undang-undang, tanpa perantara atau

tidak dihadapan pejabat umum yang berwenang”. Baik akta otentik maupun akta

di bawah tangan dibuat dengan tujuan sebagai alat bukti.

Perbedaan yang penting antara kedua jenis akta tersebut yaitu dalam nilai

pembuktiannya. Akta otentik memiliki nilai pembuktian yang sempurna, dalam

arti akta tersebut harus dilihat apa adanya, tidak perlu ditafsirkan lain selain yang

tertulis dalam akta tersebut. Sedangkan akta di bawah tangan mempunyai

kekuatan pembuktian sepanjang para pihak mengakuinya dan tidak ada

penyangkalan dari salah satu pihak.Jika para pihak mengakuinya maka akta di

bawah tangan tersebut mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna

sebagaimana akta otentik.Jika ada salah satu pihak yang menyangkalnya, beban

pembuktian diserahkan kepada pihak yang menyangkal akta tersebut, dan

penilaian panyangkalan atas bukti tersebut diserahkan kepada hakim.78

Baik alat

bukti akta di bawah tangan maupun akta otentik keduanya harus memenuhi

syarat-syarat sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata dan

secara materiil mengikat para pihak yang membuatnya sesuai dengan Pasal 1338

78

Ibid, hal. 136.

Page 89: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

89

KUH Perdata sebagai suatu perjanjian yang harus ditepati oleh para pihak (asas

Pacta Sunt Servanda).

2.4.3. Tanggung Jawab Notaris dalam Pembuatan Akta

Pasal 1 angka 1 UUJN memberikan definisi notaris sebagai berikut :

“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan

kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.”

Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa wewenang notaris sebagai

pejabat umum membuat akta otentik yang secara tegas ditugaskan kepada mereka

oleh undang-undang, sedangkan wewenang pejabat lain selain notaris merupakan

pengecualian. Dalam hal ini, ada peraturan umum atau undang-undang yang juga

memberikan wewenang kepada pejabat atau orang lain untuk membuat akta

otentik, bukanlah berarti bahwa mereka itu kemudian menjadi pejabat umum.

Notaris di dalam menjalankan tugas kewenangannya sebagai pejabat

umum memiliki ciri utama, yaitu pada kedudukannya yang tidak memihak dan

mandiri (independent), bahkan dengantegas dikatakan “bukan sebagai salah satu

pihak”. Notaris selaku pejabat umum di dalam menjalankan fungsinya

memberikan pelayanan kepada masyarakat antara lain di dalam pembuatan akta

otentik bukan merupakan pihak yang berkepentingan. Pada hakekatnya notaris

selaku pejabat umum hanyalah mengkonstatir atau merekam secara tertulis dan

otentik dari perbuatan hukum pihak-pihak yang berkepentingan.Notaris tidak ada

di dalamnya, yang melakukan perbuatan hukum itu adalah pihak-pihak yang

berkepentingan serta yang terikat dalam dan oleh isi perjanjian. Oleh karena

Page 90: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

90

itu,akta notaris atau akta otentik tidak menjamin bahwa pihak-pihak “berkata

benar” tetapi yang dijamin oleh akta otentik adalah pihak-pihak “berkata benar”

seperti yang termuat di dalam akta perjanjian mereka.79

Atau dengan kata lain,

akta notaris sebagai akta otentik memberi kekuatan hukum atau menjamin

kebenaran tentang memang benar ada pihak-pihak berkata atau menerangkan hal-

hal yang diuraikan dalam akta dan bukan menjamin tentang kebenaran apa yang

dikatakan atau diterangkan oleh pihak-pihak dalam akta.

Seorang notaris dapat bertanggung jawab apabila dapat dibuktikan notaris

tersebut bersalah. Kemampuan bertanggung jawab merupakan keadaannormalitas

psikis dan kematangan atau kecerdasan seseorang yang membawa kepada tiga

kemampuan yaitu :

1. Mampu untuk mengerti nilai dan akibat-akibatnya sendiri;

2. Mampu untuk menyadari bahwa perbuatan itu menurut pandangan masyarakat

tidak diperbolehkan;

3. Mampu untuk menentukan niat dalam melakukan perbuatan itu.80

Pemasalahan pertama menyangkut apakah notaris dalam hal membuat akta

otentik mengerti benar akan nilai dan akibat-akibat dari pembuatan akta tersebut

sebelum akhirnya akta tersebut dinyatakan cacat hukum. Dalam praktek lebih

banyak ditemui seorang notaris yang akan membuat akta cenderung menganggap

akta yang diabuatnya sudah sah apabila para pihak telah sepakat, dan masing-

masing pihak cakap unyuk melakukan perbuatan hukum. Namun sering tidak

diperhatikan terhadap obyek dan causa yang diperbolehkan.Hal ini selaras dengan

79

Sjaifurrachman dan Habib Adjie, op.cit., hal. 65. 80

Sjaifurrachman dan Habib Adjie, loc.cit.

Page 91: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

91

pendapat Koeswadji, bahwa akibat suatu kesalahan dalam menjalankan tugas

jabatannya, notaris dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan (onvoldoende

kennis), kekurangan pengalaman (onvoldoende ervaring) dan kekuranya

pengertian (onvoldoende inzicht).81

Sebagai contoh : seseorang (WNA) membeli

tanah dengan mengatasnamakan WNI, mengingat larangan pemilikan tanah Hak

Milik oleh WNA di wilayah Indonesia. Untuk membantu kliennya mendapatkan

tanah tersebut, atas dasar kesepakatan antara WNA dan WNI tersebut

dibuatkanlah akta perjanjian antara WNA dengan WNI oleh notaris yang

bersangkutan, meskipun pada kenyataanya tanah tersebut bukan milik dari

pembeli yang namanya tercantum dalam akta jual beli. Perolehan Hak Milik atas

tanah tersebut pada akhirnya mengakibatkan notaris yang bersangkutan kurang

memperhatikan aspek-aspek hukum yang tersirat dalam suatu pembuatan akta

notaris, bahwa sebagai seorang notaris berkewajiban menghasilkan suatu akta

otentik yang berperan sebagai alat bukti yang sempurna.

Tanggung jawab notaris terkait akta otentik yang dibuatnya adalah terbatas

pada awal atau kepala akta dan akhir atau penutup akta. Notaris pada dasarnya

tidak bertanggung jawab terhadap isi atau substansi akta karena substansi suatu

akta adalah merupakan kehendak para pihak yang menghadap kepada notaris.

Sesuai tugasnya, notaris hanya memformulasikan keinginan para penghadap untuk

kemudian dituangkan ke dalam bentuk akta. Tidak ada kewajiban bagi notaris

untuk menyelidiki secara materiil mengenai hal-hal yang dikemukakan oleh para

penghadap.Namun, tidak bertanggung jawabnya seorang notaris terhadap isi atau

81

Koeswadji, 2003, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum,

Center of Documentation and Studies of Business Law, Yogyakarta, hal. 98.

Page 92: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

92

substansi akta yang dibuat, tidak seharusnya diartikan secara mutlak. Artinya

meskipun substansi atau materi akta merupakan keinginan para pihak, tapi dalam

memformulasikan keinginan atau permintaan para penghadap ke dalam bentuk

akta, seorang notaris harus tetap berpijak pada aturan hukum yang berlaku. Hal ini

penting untuk diingat agar jangan sampai kehendak para pihak tersebut

merupakan kehendak yang dilarang atau melanggar aturan hukum, ketertiban,

maupun kesusilaan. Karena pembuatan akta yang cacat hukum akan berakibat

akta tersebut batal demi hukum.

Page 93: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

93

BAB III

PENYELESAIAN SENGKETA PERJANJIAN NOMINEE

YANG DIBUAT DENGAN AKTA NOTARIS

3.1. Akta Notaris Sebagai Dasar Peralihan Hak Atas Tanah dan Sarana

Yang Digunakan WNA Dalam Penguasaan Tanah.

3.1.1. Akta Notaris Sebagai Dasar Peralihan Hak Atas Tanah

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 UUJN, memberi dasar hukum dan

kedudukan yang kuat bagi notaris, sebagai satu-satunya pejabat yang berwenang

membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan

sepanjang perbuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan

atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Ketentuan tersebut mengandung

konsekuensi bahwa notaris tidak dapat menolak pembuatan akta yang dimintakan

kepadanya, kecuali terhadap permintaan tersebut dilarang oleh peraturan

perundang-undangan untuk dibuatnya, atau dengan kata lain notaris dapat

menolak untuk membuat akta yang diminta kehadapannya jika terdapat alasan

yang mendasar, yaitu berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan

yang menentukan bahwa akta tersebut tidak dapat dibuat. Seperti misalnya,

pembuatan akta Jual-Beli sebagai akta otentik yang berhubungan dengan

peralihan hak atas atas tanah, yang dikenal dengan akta jual-beli balik nama dan

Akta Pembebanan Hak Tanggungan atas tanah (APHT) yang merupakan tugas

seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagaimana dimaksud dalam

93

Page 94: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

94

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP

Nomor 24/1997).

Notaris berwenang membuat akta otentik tentang peralihan hak atas tanah

dalam bentuk akta perjanjian pengikatan jual beli (PPJB), akan tetapi akta

dimaksud bukanlah akta sebagaimana dimaksud PP Nomor 24/1997 yaitu akta

jual beli sebagai syarat pendataran peralihan hak atas tanah di kantor Pertanahan

Kabuaten/Kota setempat, dimana letak tanah yang menjadi obyek dari PPJB

tersebut.PPJB yang dibuat dihadapan notaris merupakan perjanjian yang diangkat

dan dibuat dari konsepsi KUHPerdata yang merupakan kesepakatan para pihak

mengenai hak dan kewajiban yang dibuat berdasarkan Pasal 1320 jo Pasal 1338

KUHPerdata. Berdasarkan PPJB antara penjual dan pembeli menyatakan

kehendaknya untuk melangsungkan jual beli, dimana penjual menyatakan menjual

dan karenanya melepaskan hak sedangkan pembeli menyatakan membeli dan

karenanya menerima hak atas tanah yang diperjual-belikan tersebut.

Akta PPJB sebagai akta notaris tentang peralihan hak atas tanah,

mengandung dua ranah hukum yang berbeda yakni ranah hukum perdata

terutama yang terkait dengan perjanjian dan ranah hukum publik/agraria yang

terkait dengan obyek dari akta PPJB tersebut, yaitu tanah. Dari sisi hukum

perdata, yaitu hukum perikatan yang bersumber pada perjanjian, sehingga

keberadaan PPJB yang dibuat oleh notaris tunduk pada syarat-syarat, unsur-unsur

dan tata cara dibuatnya suatu perjanjian menurut hukum perdata khususnya suatu

perjanjian yang obyeknya barang tetap.

Page 95: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

95

Terkait dengan hal tersebut Subekti mengatakan bahwa, B.W. menganut

sistem bahwa perjanjian jual-beli itu “obligatoir” saja, artinya bahwa perjanjian

jual-beli baru meletakkan hak dan kewajiban bertimbal balik antara kedua belah

pihak (penjual dan pembeli) yaitu meletakkan kepada si penjual kewajiban untuk

menyerahkan hak milik atas barang yang dijualnya, sekaligus memberikan

kepadanya hak untuk menuntut pembayaran harga yang telah disetujui dan

disebelah lain meletakkan kewajiban kepada si pembeli untuk membayar harga

barang sebagai imbalan haknya untuk menuntut penyerahan hak milik atas barang

yang dibelinya.82

Selanjutnya dikatakan pula bahwa, perjanjian jual-beli menurut B.W. itu

belum memindahkan hak milik. Adapun hak milik baru berpindah dengan

dilakukannya “levering” atau penyerahan. Dengan demikian maka dalam sistem

B.W. tersebut “levering” merupakan suatu perbuatan yuridis guna memindahkan

hak milik (“transfer of ownership”) yang caranya tergantung dari macamnya

barang.Dalam hal ini untuk barang tetap dengan perbuatan yang dinamakan

“balik-nama” (bahasa Belanda : “overschrijving”) dimuka Pegawai Kadester yang

juga dinamakan Pegawai balik-nama atau Pegawai Penyimpan hipotik, yaitu

menurut Pasal 616 jo Pasal 620. Pasal 616 menentukan bahwa : “Penyerahan atau

penunjukan akan kebendaan tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akan

akta yang bersangkutan dengan cara yang ditentukan dalam Pasal 620.”

Selanjutnya Pasal 620 menentukan sebagai berikut :

82

Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,

(selanjutnya disingkat Subekti II), hal. 11.

Page 96: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

96

Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan termuat dalam tiga pasal yang

lalu, pengumuman termaksud di atas dilakukan dengan memindahkan

sebuah salinan otentik yang lengkap dari akta otentik atau keputusan yang

bersangkutan ke kantor penyimpanan hipotik, yang mana dalam

lingkungannya barang-barang tak bergerak yang harus diserahkan berada,

dan dengan dibukukannya dalam register.

Bersama-sama dengan pemindahan tersebut, pihak yang berkepentingan

harus menyampaikan juga kepada penyimpan hipotik sebuah salinan otentik yang

kedua atau sebuah petikan dari akta atau keputusan itu, agar penyimpan mencatat

didalamnya hari pemindahan beserta bagian dari nomor register yang

bersangkutan.Dalam pada itu segala sesuatu yang mengenai tanah dengan

mencabut semua ketentuan yang termuat dalam buku B.W. tersebut, sudah diatur

dalam UUPA.83

Kemudian dikatakan pula bahwa, Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun

1961 tentang Pendaftaran Tanah dan telah diganti dengan PP Nomor 24/1997

tentang hal yang sama yang merupakan peraturan pelaksanaan dari UUPA dalam

Pasal 19 menentukan bahwa jual-beli tanah harus dibuktikan dengan suatu akta

yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Sedangkan, menurut maksud paraturan tersebut hak milik atas tanah juga

berpindah pada saat dibuatnya akta dimuka pejabat tersebut.84

Berdasarkan pendapat di atas dalam kaitannya dengan akta notaris yang

dapat dijadikan dasar untuk melakukan peralihan hak atas tanah yakni PPJB

tentang hak atas tanah sebagai obyek perjanjiannya dapatlah dikatakan bahwa

sebagai suatu perjanjian, PPJB merupakan suatu perjanjian yang bersifat

83

Ibid, hal. 10. 84

Ibid.

Page 97: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

97

obligatoir yakni perjanjian yang hanya meletakkan hak dan kewajiban secara

bertimbal balik antara penjual dan pembeli. Bagi penjual diharuskan menyerahkan

tanahnya kepada pembeli sementara pembeli harus menyerahkan uang

pembayaran sebagai pelunasan harga tanah kepada penjual.Dari sisi ini, suatu akta

PPJB telah memenuhi asas terang dan tunai untuk sahnya suatu jual beli atas

tanah yang dianut dalam UUPA.Asas ini mengandung makna bahwa suatu jual

beli atas tanah telah dikatakan sah mengikat, dalam arti ketika harga pelunasan

tanah telah dibayar dari pembeli kepada penjual maka saat itu pula, hak atas tanah

tersebut telah beralih kepada pihak pembeli. Dengan demikian maka PPJB atas

tanah secara yuridis dalam rangka sahnya perbuatan hukum yang menjadi obyek

PPJB tersebut yakni tanah tunduk pada asas dalam UUPA, sehingga di dalam akta

PPJB oleh notaris yang dibuat dengan memenuhi asas terang dan tunai

sesungguhnya mengandung makna telah terjadi peralihan hak atas tanah sekalipun

belum dilakukan pendaftaran balik namanya di kantor pertanahan dimana letak

tanah itu berada sebagaimana dimaksud oleh peraturan pemerintah tentang

pendaftaran peralihan hak atas tanah. Sebab sebagaimana dikatakan oleh Subekti

di atas, pendaftaran peralihan hak atas tanah pada kantor kadaster dimaksudkan

sebagai bentuk yuridis levering, yakni pencoretan nama penjual untuk kemudian

menjadi dan atas nama pembeli di dalam bukti kepemilikan tanah yakni

sertifikatnya. Sedangkan di dalam akta PPJB telah mengandung terjadinya

feitelijke levering yakni terjadi penyerahan nyata atas tanah yang menjadi obyek

PPJB, jikalau misalnya pembelian tanah dan rumah maka ketika PPJB dibuat

pihak penjual menyerahkan kunci rumah dan sertifikat kepada pihak pembeli

Page 98: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

98

sebagai bentuk penyerahan nyata sedangkan dalam hal beli tanah saja, penyerahan

nyata disimbolisasi dengan penyerahan bukti hak milik yakni sertifikat berikut

bukti-bukti lain yang terkait dengan bukti obyek PPJB yakni tanah.

Berdasarkan pada uraian di atas dalam praktek dibuatnya akta jual beli

balik nama yang dibuat oleh PPAT sebagai dasar pendaftaran peralihan hak

sebagaimana dimaksud PP Nomor 24/1997 tentang pendaftaran tanah, akta PPJB

notaris yang dibuat dengan memenuhi unsur terang dan tunai dalam hal ini akta

PPJB lunas yang biasanya diikuti akta kuasa menjual dapat digunakan sebagai

dasar dibuatnya akta jual beli balik nama yang dibuat PPAT. Dengan demikian

maka yang dimaksud dengan akta notaris sebagai dasar peralihan hak tas tanah

adalah akta PPJB lunas yang diikuti dengan kuasa menjual yang dijadikan dasar

oleh pembeli untuk melakukan peralihan hak baik kepada dirinya sendiri maupun

kepada pihak lainnya yang dipilih oleh pembeli dengan perantaraan kuasa

menjual.

3.1.2. Instrumen atau Sarana yang Digunakan WNA dalam Penguasaan

Tanah di Indonesia

Instrumen atau sarana yang digunakan oleh WNA untuk memiliki atau

menguasai tanah di Indonesia, sebagai topik bahasan dalam sub bab ini

dimaksudkan instrument atau sarana berupa akta yang dibuat oleh notaris sebagai

akta otentik yang dimaksudkan oleh WNA menjadi alat bukti tentang pemilikan

atau penguasaan tanah-tanah hak milik di Indonesia yang dalam bukti

kepemilikannya/sertifikat, atas nama WNI. Dalam prakteknya ditempuh melalui

Page 99: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

99

cara-cara yang merupakan penyelundupan hukum.85

Walaupun terdapat berbagai

varian dalam perjanjian berkenaan dengan penguasaan tanah oleh orang

asing/WNA, tetapi secara garis besar perjanjian yang ditempuh pada umumnya

terdiri dari :

1. Perjanjian induk yang terdiri dari Perjanjian Pemilikan Tanah dan Surat

Kuasa;

2. Perjanjian Opsi;

3. Perjanjian Sewa-menyewa;

4. Kuasa Menjual;

5. Hibah Wasiat; dan

6. Surat Pernyataan Ahli Waris.

Secara normatif,yaitu dari tata cara dibuatnya akta notaris akta-akta di atas

seolah-olah tidak menyalahi peraturan perundnag-undangan yang berlaku karena

tidak dalam bentuk pemindahan hak secara langsung.Namun, bila isi perjanjian

diperiksa dengan seksama, maka semua perjanjian tersebut secara tidak langsung

dimaksudkan untuk memindahkan tanah Hak milik atau Hak Guna Bangunan

kepada orang asing/WNA. Isi dari perjanjian tersebut di atas antara lain:

1. Perjanjian Pemilikan Tanah dan Pemberian Kuasa.

Dalam Perjnajian Pemilikan Tanah pihak warga negara Indonesia mengakui

bahwa tanah hak milik yang terdaftar atas namanya bukanlah miliknya, tetapi

milik warga negara asing yang telah menyediakan dana untuk pembelian tanah

hak milik beserta bangunan. Selanjutnya pihak warga negara Indonesia

85

Maria S.W. Sumardjono, op.cit., hal. 14.

Page 100: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

100

memberikuasa yang tidak ditarik kembali kepada pihak warga negara asing

untuk melakukan segala tindakan hukum terhadap tanah hak milik dan

bangunan.

2. Perjanjian Opsi.

Pihak warga negara Indonesia memberikan opsi untuk membeli tanah hak

milik dan bangunan kepada pihak warga negara asing kerena dana untuk

pembelian tanah hak milik dan bangunan itu disediakan pihak warga negara

asing.

3. Perjanjian Sewa Menyewa.

Pada prinsipnya dalam perjanjian ini diatur tentang jangka waktu sewa berikut

opsi untuk perpanjangannya beserta hak dan kewajiban pihak yang

menyewakan (warga negara Indonesia) dan penyewa (warga negara asing).

4. Kuasa untuk menjual.

Kuasa untuk menjual berisi pemberian kuasa dengan hak substansi dari pihak

warga negara Indonesia (pemberi kuasa) kepada pihak warga negara asing

(penerima kuasa) untuk melakukan perbuatan hukum menjual atau

memindahkan tanah hak milik dan bangunan.

5. Hibah Wasiat.

Pihak warga negara Indonesia menghibahkan tanah hak milik dan bangunan

atas namanya kepada pihak warga negara asing.

Page 101: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

101

6. Surat Pernyataan Ahli Waris.

Istri pihak warga negara Indonesia dan anaknya menyatakan bahwa walaupun

tanah hak milik dan bangunan terdaftar atas nama suaminya, tetapi suaminya

bukanlah pemilik sebenarnya atas tanah hak milik dan bangunan tersebut.

Bentuk lain perjanjian yang juga bermaksud memindahkan hak milik

secara tidak langsung kepada orang asing/WNA yaitu dalam bentuk sebagai

berikut :

1. Akta Pengakuan Utang.

2. Pernyataan bahwa pihak WNI memperoleh fasilitas pinjaman uang dari orang

asing/WNA untuk digunakan membangun usaha.

3. Pernyataan pihak WNI bahwa tanh HM adalah milik pihak orang asing/WNA.

4. Kuasa Menjual.

Pihak WNI memberi kuasadengan hak substitusi kepada pihak orang

asing/WNA untuk menjual, melepaskan atau memindahkan tanah HM yang

terdaftar atas nama WNI.

5. Kuasa Roya.

Pihak WNI memberi kuasa dengan hak substitusi kepada pihak ornag

asing/WNA untuk secara khusus mewakili dan bertindak atas nama pihak

WNI untuk meroya dan menyelesaikan semua kewajiban utang piutang pihak

WNI.

6. Sewa-menyewa Tanah.

WNI sebagai pihak yang menyewakan tanah memberikan hak sewa kepada

orang asing/WNA sebagai penyewa selama jangka waktu tertentu, misalnya

Page 102: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

102

25 tahun dapat diperpanjang dan tidak dapat dibatalkan sebelum beakhirnya

jangka waktu sewa.

7. Perpanjangan Sewa-menyewa.

Pada saat yang bersamaan dengan pembuatan perjanjian sewa-menyewa tanah

(angka 6) dibuat sekaligus perpanjangan sewa-menyewa selama 25 tahun

denga ketentuan yang sama dengan angka 6.

8. Perpanjangan Sewa-menyewa.

Sekali lagi pada saat yang bersamaan dengan perbuatan perjanjian sewa-

menyewa tanah (angka 6 dan 7) dibuat perpanjangan sewa-menyewa lagi

untuk wakktu selama 25 tahun dengan ketentuan yang sama dengan angka 6

dan7.

9. Kuasa.

Pihak WNI memberi kuasa dengan hak substitusi kepada pihak orang

asing/WNA (penerima kuasa) untuk mewakili dan bertindak untuk atas nama

pihak WNI mengurus segala urusan, memperhatikan kepentingannya dan

mewakili hak-hak pemberi kuasa untuk keperluan menyewakan dan mengurus

Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), menandatangani surat pemberitahuan pajak

dan surat-surat lain tang diperlukan, menghadap kepada pejabat yang

berwenang serta menandatangani semua dokumen yang

diperlukan.Ditambahkan bahwa kedua belah pihak sepakat untuk menjaga

kerahasiaan perjanjian beserta dokumen-dokumen yang terkait. Setelah

dengan seksama terhadap perjanjian pokok yang diikuti dengan perjanjian lain

terkait dengan penguasaan tanah hak milik oleh orang asing/WNA tersebut

Page 103: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

103

menunjukkan bahwa secara tidak langsung melalui perjanjian notariil telah

terjadi penyelundupan hukum.Pihak-pihak yang berkepentingan dan merasa

saling diuntungkan dengan perjanjian tersebut tidak dipermaslahkan

kebenaran materiil, bagi mereka pertimbangan praktis lebih penting

dibandingkan pertimbangan yuridis. Kenyataan ini menunjukkan bahwa

amanat Pasal 9, Pasal 21 dan Pasal 26 ayat (2) UUPA disimpangi dalam

praktek.

Tindakan notaris dalam menangani permohonan pembuatan akta

sebagaimana disebutkan di atas, merupakan sebuah prosesdalam konteks

orientasi motivasional dan orientasi nilai.86

Lebih lanjut dalam

mendeskripsikanorientasi motivasional yang menunjuk pada keinginan individu

(notaris-PPAT) yang bertindak unuk memperbesar kepuasan dan mengurangi

kerugian. Adapun empat hal yang menjadi dasar pertimbangan lahirnya orientasi

motivasional tersebut adalah :

(1) Atas dasar pertimbangan sukses,

(2) Atas dasar pertimbangan nilai,

(3) Atas dasar pertimbangan pengalaman, dan

(4) Atas dasar pertimbangan kesempatan langka.

Sedangkan dasar pertimbangan nilai dari tindakan seorang notaris-PPAT

justru berorientasi pada keharusan normatif yang mengendalikan pilihan-

pilihannya. Keharusan normatif yang dimaksudkan menyangkut tujuan yang

hendak dicapai dan sarana-sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut

86

Maria S.W. Sumardjono, loc.cit.

Page 104: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

104

dengan dasar pertimbagan (1) mempertahankan citra diri (2) mengendalikan

kesan.87

Ikhwal orientasi notaris dalam menjalankan profesinya sebagaimana

disebutkan di atas akan membawa implikasi teoritis dan implikasi pragmatis.

Implikasi teoritisnya berkaitan dengan pilihan tindakan seorang notaris yang

berpegang pada nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam menjalankan

profesinya. Hal ini berarti notaris dalam menjalankan profesinya sebagai pejaat

umum merupakan pengejawantahan dari citra diri, sehingga demi menjaga citra

diri sebagai pejabat umum, notaris akan mengorbankan pemenuhan kebutuhan-

kebutuhan lainnya seperti tawaran uang atau kolusi dengan klien. Notaris dalam

hal ini akan memandang nilai tertinggi dalam hidupnya sebagai pejabat umum

terletak pada kesadaran menghormati jabatan lewat kepatuhan pada segala aturan

dan etika profesi. Sementara itu terhadap implikasi pragmatis normatif notaris

diperlukan re-orientasi pembinaan notaris yang tidak hanya diarahkan pada

ketrampilan menerapkan hukum apalagi terbatas pada bagaimana mengisi form

baku seperti sekarang ini, namun diperlukan pemahaman secara konstektual

terhadap jiwa dan kepentingan hukum yang terkandung dalam suatu peraturan.

Peran strategis ini dapat dilakukan oleh Majelis Pengawas

(Pusat/Wilayah/Daerah) sesuai amanat UUJN maupun oleh Organisasi Profesi

Notaris terkait dengan kode etik notaris serta oleh masyarakat sebagai pengguna

jasa notaris.

87

Maria S.W. Sumardjono, op.cit., hal. 161-164.

Page 105: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

105

3.2. Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Non Litigasi dan Litigasi

3.2.1. Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Non Litigasi

Penyelesaian sengketa di luar jalur pengadilan disebut Penyelesaian

Sengketa Alternatif (Alternative Dispute Resolution/ADR). Khusus berkenaan

dengan sengketa di bidang pertanahan, penyelesaian sengketa melalui jalur ADR

sangatlah relevan. Hal ini disebabkan karena dua hal yaitu pertama, pada saat

kepercayaan masyarakat kepada lembaga peradilan semakin merosot maka

penyelesaian sengketa ADR melalui cara perundingan, mediasi, arbitrase, dan

sebagainya, merupakan jalan keluar yang sangat bermanfaat.88

Kedua, dari segi kuantitas kasus tanah memang banyak terjadi dalam

berbagai varian, di samping itu ada kecenderungan dari masyarakat menaruh

harapan agar sengketa dapat diselesaikan dengan “win-win solution” yang

terkadang memerlukan uluran tangan pihak ketiga yang bersifat netral untuk

membantu mengeksplorasi berbagai alternatif pemecahan sengketa. Cara-cara

ADR/Penyelesaian Sengketa Alternatif ini terdiri dari :

1. Konsiliasi

Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa konsiliasi merupakan suatu bentuk penyelesaian

sengketa di luar pengadilan yang berupa tindakan atau proses perdamaian di luar

pengadilan serta mencegah dilaksanakannya proses litigasi (pengadilan). Selain

itu konsiliasi juga dapat dilakukan dalam setiap tingkat peradilan yang sedang

berlangsung, baik di dalam maupun di luar pengadilan dengan pengecualian untuk

Page 106: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

106

hal-hal atau sengketa dimana telah diperoleh suatu putusan hakim yang

berkekuatan hukum tetap.

Konsiliasi ini diperlukan apabila para pihak yang bersengketa tidak mampu

untuk menyelesaiakan perselisihannya. Konsiliasi tidak sama dengan mediasi

karena penyelesaian konsiliasi lebih mengacu pada cara penyelesaian sengketa

melalui konsensus atau kesepakatan para pihak, sedangkan pihak ketiga sebagai

pihak yang netral.89

Pada prinsipnya konsiliasi sama dengan perdamaian yang diatur dalam Pasal

1851 sampai dengan Pasal 1864 KUHPerdata, maka dari itu, hasil kesepakatan

melalui konsiliasi harus dibuat dalam bentuk tertulis dan ditandatangani bersama

oleh para pihak yang bersengketa. Sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (7) jo Pasal 6

ayat (8) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan

Alkternatif Penyelesaian Sengketa, kesepakatan tertulis hasil konsiliasi harus

didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari

terhitung sejak tanggal penandatanganan dan dilaksanakan dalam jangka waktu 30

(tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pendaftaran di Pengadilan Negeri.

Kesepakatan tertulis hasil konsiliasi bersifat final dan mengikat bagi para pihak.

2. Negosiasi

Menurut ketentuan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999

Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menentukan bahwa :

“Penyelesaian sengkata atau beda pendapat melalui alternatif penyelesaian

sengketa sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diselesaikan dengan

89

H. Sudiarto dan Zaeni Asyhadie, 2004, Mengenal Arbitrase, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta, hal. 11.

Page 107: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

107

pertemuan secara langsung oleh para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat

belas) hari dan hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis.”

Negosiasi pada dasarnya merupakan lembaga informal, walaupun adakalanya

dilakukan secara formal. Tidak ada suatu kewajiban para pihak yang bersengketa

melakukan pertemuan secara langsung dan tidak ada pula kewajiban negosiasi

tersebut dilakukan oleh para pihak itu sendiri, artinya negosiasi tersebut dapat

diwakilkan oleh pihak lain. Melalui negosiasi para pihak dapat berkompromi

mengenai hak dan kewajiban para pihak melalui situasi yang sama-sama

menguntungkan serta memberikan kelonggaran atas hak-hak tertentu berdasarkan

asas timbal balik.

Setelah para pihak mencapai kesepakatan, kesepakatan tersebut dibuat dalam

bentuk tertulis dan ditandatangani oleh para pihak sebagaimana mestinya.Namun

hasil kesepakatan tertulis dari negosiasi antara para pihak tersebut masih dapat

dibantah dengan alasan kekhilafan ataupun dengan alasan salah satu pihak merasa

dirugikan.Dengan demikian, masih terbuka kemungkinan untuk dapat dibatalkan,

apabila terbukti telah terjadi kekhilafan, paksaan, maupun penipuan atau

kesepakatan yang diadakan atas dasar surat-surat atau bukti yang dinyatakan

palsu.

3. Mediasi

Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa merumuskan mediasi adalah proses kegiatan

sebagai kelanjutan dari gagalnya negosiasi yang dilakukan oleh para pihak

menurut Pasal 6 ayat (2). Pasal 6 ayat (3) tersebut juga menentukan bahwa “atas

Page 108: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

108

kesepakatan tertulis dari para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan

melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang

mediator.”

Ketentuan Pasal 6 ayat (3) di atas memberi pengertian bahwa mediasi

melibatkan pihak ketiga yang bersifat netral, independent, tidak memihak dan

ditunjuk oleh para pihak (secara langsung maupun melaui lembaga mediasi).

Mediator berkewajiban untuk membantu para pihak untuk mencapai

kesepakatannya sesuai dengan kehendak dan kemauan dari para pihak yang

bersengketa.

Mediator sebagai pihak di luar perkara memiliki kewenangan untuk memaksa,

yang berkewajiban untuk mempertemukan para pihak yang bersengketa guna

mencari masukan mengenai pokok permasalahan yang disengketakan oleh para

pihak.Berdasarkan informasi yang diperoleh kemudian mediator dapat

menentukan duduk perkara, kekurangan dan kelebihan dari masing-masing pihak

yang bersangkutan, selanjutnya mediator menyusun proposal menyelesaian yang

kemudian di komunikasikan kepada para pihak secara langsung.90

Penyelesaian sengketa melalui sistem mediasi akhir-akhir ini banyak dipilih

sebagai upaya penyelesaian sengketa oleh pihak-pihak yang bersengketa yang

ingin menyelesaikan sengketanya dengan cepat. Hal ini disebabkan oleh beberapa

faktor, antara lain :

90

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2000, Hukum Arbitrase, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta, hal. 34.

Page 109: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

109

1) Proses penyelesaian relatif cepat, karena hanya dibutuhkan dua atau tiga kali

pertemuan saja sudah dapat dikompromikan tentang cara penyelesaiannya

yang rata-rata bisa diwujudkan dalam waktu satu atau dua bulan.

2) Biaya murah, penyelesaian secara mediasi memerlukan biaya yang relatif

murah karena membutuhkan waktu yang singkat. Hal ini karena mediator

hanya terlibat sebagai pihak yang memberi nasehat.

3) Bersifat rahasia, salah satu asas ketertiban umum yang harus ditegakkan aleh

mediator dalam persidangan adalah tidak terbuka untuk umum, bersifat

rahasia tidak boleh diliput dan diublikasikan.

4) Penyelesaian bersifat bebas melalui kompromi. Penyelesaiannya dilakukan

dengan cara :

a. Informal, artinya penyelesaiannya tidak berdasarkan pada ketentuan-

ketentuan acara yang memaksa.

b. Fleksibel, artinya tidak terikat pada peraturan hukum bahkan

penyelesaiannya menympang dari ketentuan hukum formal, pada dasarnya

hanya menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah.

c. Memberi kebebasan kepada para pihak untuk mengajukan proposal yang

dikehendaki, namun harus juga bersedia menerima proposal dari pihak

lain.

5) Hubungan komperatif, penyelesaian secara mediasi akan memperbaiki

hubungan para pihak karena pada dasarnya para pihak yang bersengketa

dilandasi hubungan karjasama.

Page 110: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

110

6) Sama-sama menang, melalui mediasi masing-masing pihak dalam posisi

sama-sama menang karena adanya kompromi yang telah disepakati oleh para

pihak.

7) Tidak emosional, penyelesaian mediasi menggunakan pendekatan

kekeluargaan sehingga para pihak tidak bersikeras mempertahankan

pendapatnya masing-masing.91

Penyelesaian sengketa melalui mediasi berbeda

dengan penyelesaian melalui pengadilan atau arbitrase karena mediator tidak

memiliki wewenang untuk memutuskan sengketa antara para pihak, namun

dalam hal ini para pihak harus koperatif dalam menyelesaikan masalah

diantara mereka.

4. Arbitrase

Arbitrase merupakan cara yang sedang popular saat ini dalam upaya

penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Arbitrase menurut Subekti yaitu

penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang hakim atau para hakim

berdasarkan persetujuan para pihak yang tunduk pada atau menaati keputusan

yang diberikan oleh hakim yang mereka pilih.92

Sedangkan Poerwosutedjo

menggunakan istilah perwasitan untuk arbitrase ini menyatakan bahwa perwasitan

adalah suatu peradilan perdamaian, dimana para pihak bersepakat agar

perselisihan mereka tentang hak mereka yang dapat mereka kuasai sepenuhnya

91

M. Yahya Harahap, 1995, Mencari Sistem Alternatif Penyelesaian

Sengketa, Varia Peradilan Nomor 21, hal. 116-117. 92

Subekti, 1992, Arbitrase Perdagangan, Bina Cipta, Bandung,

(selanjutnya disingkat Subekti I), hal. 1.

Page 111: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

111

diperiksa dan diadili oleh hakim yang tidak memihak yang ditunjuk oleh para

pihak sendiri dan putusannya mengkat bagi kedua pihak.93

Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam Pasal 1 huruf 1 menentukan bahwa :

“arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa di luar pengadilan umum yang

didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang

bersengketa.”Dalam dunia bisnis tentunya banyak pertimbangan para peleku

bisnis untuk memilih arbitrase sebagai jalan keluar penyelesaian masalah mereka.

Dasar pertimbangan memilih arbitrase adalah :

a. Ketidakpercayaan pada Pengadilan Negeri, karena proses pengadilan

menghabiskan jangka waktu lama dan melalui tingkatan-tingkatan dari

Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi sampai ke Mahkamah Agung.

b. Prosesnya cepat, proses arbitrase seringkali lebih cepat dibandingkan proses

pengadilan.

c. Dilakukan dengan rahasia, pemeriksaan dan pemutusan sengketa oleh majelis

arbitrase dilakukan secara tertutup dan tidak dipublikasikan sehingga para

pihak terjaga kerahasiaannya.

d. Bebas memilik arbiter, para pihak bebas memilih arbiter yang akan

meyelesaikan perselisihan mereka.

e. Merupakan putusan akhir (final) dan mengikat (binding), putusan arbitrase

pda umumnya dianggap sudah final dan tidak ada upaya untuk banding.

93

H.M.N Peorwosutedjo, 1992, Pokok-pokok Hukum Dagang, Perwasitan,

Kepailitan dan Penundaan Pembayaran, Cet. III, Djambatan, Jakarta, hal. 1.

Page 112: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

112

f. Biaya lebih murah, biaya arbitrase lebih murah daripada biaya pengadilan

pada umumnya karena sudah ditentukan tarifnya.

g. Bebas memilih hukum yang diberlakukan.

h. Eksekusinya mudah, keputusan arbitrase biasanya lebih mudah dilaksanakan

karena bersifat final dan binding yang dilandasi itikad baik dari para pihak.

Selain memiliki beberapa keuntungan, arbitrase juga memiliki kelemahan,

yaitu :

a. Selama atau sesudah selesainya arbitrase kemungkinan terjadi hal-hal yang

harus diajukan kepada hakim seperti pengangkatan para arbiter, adanya saksi

dan sebagainya.

b. Arbitrase tidak selalu biayanya murah, bahkan kadangkala bisa lebih tinggi

karena para pihak yang ikut menyelesaikan arbitrase tersebut meminta honor

yang tinggi.

c. Sekalipun dalam arbitrase tidak diisyaratkan adanya suatu perwakilan dalam

prosesnya tetapi pada kenyataannya pihak-pihak yang bersangkutan pada

umumnya menggunakan jasa pengacara.

Berkaitan dengan penyelesaian kasus mengenai akta nominee yang dibuat

antara WNI dengan orang asing/WNA dimana akta tersebut menuangkan

perjanjian antara kedua belah pihak yang isinya tentang peralihan hak milik atas

tanah kepada orang asing/WNA dapat dilakukan dengan cara non litigasi. Dalam

alternatif penyelesaian sengketa/non litigasi terdapat beberapa cara seperti yang

telah dijelaskan di atas, namun penyelesaian terhadap kasus-kasus pertanahan

banyak yang menggunakan cara perundingan/mediasi. Mediasi memberikan

Page 113: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

113

memberikan perasaan kesamaan kedudukan kepada para pihak dan upaya

penentuan hasil akhir perundingan dicapai menurut kesepakatan bersama tanpa

tekanan atau paksaan.Mediasi menggunakan perantara pihak ketiga (mediator)

yang dapat membantu menengahi perselisihan diantara para pihak dan membantu

untuk mencarikan solusi dari permasalahan yang dihadapi.Dengan demikian,

solusi yang dihasilkan mengarah pada win-win solution.Win-win solutionadalah

kesepakatan yang sama-sama menguntungkan bagi para pihak dan tidak

merugikan salah satu pihak.

3.2.2.Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Litigasi

Apabila penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi sebagaimana

dipaparkan di atas tidak berhasil antara WNI dengan WNA yang bermaksud

menguasai/memiliki tanah hak milik di Indonesia dengan menggunakan WNI

sebagai nominee, maka penyelesaiannya dilakukan melalui jalur litigasi.

Di bawah ini dideskripsikan penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi

sebagai berikut :

Kasus posisi :

(1) Seorang WNA bernama Philip R. Grandfiel bertempat tinggal sementara di

Buleleng-Bali, berkeinginan memiliki dan menguasai tanah hak milik di

Indonesia di”bingkai” dalam suatu perbuatan penyelundupan hukum dalam

bentuk akta kerjasama dengan seorang WNI bernama K. Pani di bidang

restoran di mana WNA menyerahkan modal pinjaman sebesar Rp.

115.000.000,-.

Page 114: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

114

Dana tersebut oleh K. Pani dibelikan 3 (tiga) bidang tanah hak milik di

Buleleng dan semua sertifikat tanah dilakukan balik nama menjadi atas nama

K. Pani, sementara seluruh akta jual beli tanah dan sertifikat tanah hak milik

atas nama K. Pani disimpan oleh Philip R. Grandfiel. Selain itu K. Pani

membuat surat kuasa menjual kepada Philip R. Grandfiel dihadapan notaris

W. Nuaja, Notaris dan PPAT berkantor di Singaraja.

Kemudian surat kuasa menjual yang dibuat tersebut dimasalahkan oleh K

Pani melalui pengacaranya dengan dalil bahwa kuasa menjual terseut

merupakan kuasa mutlak merupakan hal yang dilarang dan bertentangan

dengan peraturan perundang-undagan. K. Pani merasa tidak terima tentang

hal tersebut, karena seharusnya notaris memberitahukan kepadanya tetapi

tidak dilakukan sehingga K. Pani melapor kepada polisi, bahwa WNA

tersebut telah melakukan penipuan atau penggelapan surat-surat tanah di atas.

Akhirnya K. Pani mengajukan gugatan terhadap Philip R. Grandfield dan

notaris W. Nuaja ke pengadilan agar ketiga bidang tanah hak milik tersebut

dinyatakan sebagai milik penggugat, dan surat pernyataan penyimpanan surat-

surat tanah, dan surat kuasa menjual dinyatakan batal demi hukum serta

mengesahkan uang Rp. 115.000.000,- merupakan pinjaman dari Philip R.

Grandfield terhadap K. Pani.

Terhadap sengketa tersebut, Pengadilan Negeri Singaraja dengan

putusannya tanggal 28 Maret 2001 Nomor 105/Pdt.G/2000/PN.SGR

mengabulkan gugatan penggugat dengan menghukum penggugat membayar

Rp. 115.000.000,- ditambah dengan bunga sebesar 6% pertahun kepada

Page 115: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

115

tergugat WNA. Tidak puas atas putusan pengadilan tingkat pertama, tergugat

Philip R. Grandfiel mengajukan banding. Di Pengadilan Tinggi Denpasar

dengan putusannya Nomor 156/Pdt/2000/PT. DPS, tanggal 20 Agustus 2001

memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Singaraja dengan mengungatkan

hukuman kepada penggugat untuk membayar uang pinjaman dan bunganya

tersebut kepada penggugat pembanding, bahwa uang untuk membeli tanah

sengketa sebesar Rp. 115.000.000,- adalah milik Philip R. Grandfiel.

Kalah lagi di pengadilan tingkat banding Philip R. Grandfiel mengajukan

kasasi ke Mahkamah Agung. Dengan putusannya Nomor 980 K/Pdt/2002

Mahkamah Agungn menolak permohonan kasasi terguagat tersebut, karena

judex facti sudah tepat dalam pertimbangan hukumnya, karena telah

mempertimbangkan hal-hal yang relevan secara yuridis dengan tepat, secara

yuridis tanah terpekara atas nama penggugat/termohon kasasi dan uang

pembelian tanah Rp. 115.000.000,- (seratus lima belas juta rupiah) merupakan

utang piutang dari penggugat/termohon kasasi kepada tergugat I/pemohon

kasasi. Selain itu, karena orang asing dilarang memiliki tanah Hak Milik di

Indonesia berdasarkan Pasal 2 UUPA dan bahwa isi akta kuasa menjual

merupakan surat kuasa menjual merupakan surat kuasa mutlak bertentangan

dengan Instrusi Mendagri Nomor 14 Tahun 1982.

(2) Seorang WNA bernama Neville Jenniver Maree sebidang tanah hak milik

Nomor 1907/Desa Buduk seluas 300 meter persegi, yang terletak di Desa

Buduk, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Karena Neville Jenniver

Maree berkewarganegaraan asing, maka dipinjamlah nama Ni Nyoman Sutini

Page 116: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

116

(sebagai nominee) untuk didaftarkan dalam sertifikat hak milik tersebut.

Untuk melindungan kepentingan hukumnya dalam pemilikan tanah di atas,

selanjutnya dibuat pernyataan dan pengakuan dengan akta notaries dihadapan

Notaris Njoman Sutjining, SH notaris di Kabupaten Badung.

Dalam akta pernyataan dan pengakuan tersebut dinyatakan bahwa

pembelian sebidang tanah tersebut masing-masing berasal dari Ni Nyoman

Sutini sebesar 20% dan dari Neville Jenniver Maree sebesar 80%. Karena

Neville Jenniver Maree masih berkewarganagaraan asing, maka tanah tersebut

untuk sementara didaftar atas nama Ni Noman Sutinisampaidengan Neville

Jenniver Maree berhak untuk mendapatkan hak milik sesuai dengan ketentuan

hukum yang berlaku di Indonesia.

Dalam waktu berjalan, ternyata Ni Nyoman Sutini tidak mentaati isi perjanjian

yang telah dibuatnya, sehingga Neville Jenniver Maree dan suaminya Robert Jon

Charles mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Denpasar dengan duduk

perkara sebagai berikut :

1. Bahwa para penggugat dan tergugat telah sepakat (konsekuensi dari

penggunaan nama tergugat dalam sertifikat Hak Milik tersebut) untuk

menuangkannya ke dalam akta pernyataan dan pengakuan Nomor; 01,

tertanggal 2 Januari 2002 di kantor notaries Njoman Sutjining, SH., yang

seolah-olah tergugat turut serta dalam mengeluarkan dana sebesar 20% dari

harga tanah tersebut dan bila suatu saat villa tersebut terjual maka tergugat

berhak atas 20% dari hasil penjualan villa tersebut;

Page 117: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

117

2. Bahwa faktanya mana kala para penggugat bermaksud mengurus pajak-pajak

maupun legalitas berkaitan dengan tanah tersebut, serta menawarkan villa

kepada calon pembeli, tidak disetujui dan dihalang-halangi oleh tergugat

bahkan mengklaim dengan mengatakan bahwa penggugat tidak berhak

menguasai tanah tersebut karena sudah diatasnamakan tergugat.

Terhadap sengketa tersebut Pengadilan Negeri Denpasar dengan

putusannya Nomor 224/Pdt.G/2008/PN. Dps, tertanggal 5 Desember 2008

meyatakan batal dan tidak mempunyai kekuatan mengikat Akta Nomor : 1

tertanggal 3 Januari 2002 tentang “Pernyataan dan Pengakuan” (“Deklaration and

Acknowledgement”) yang dibuat dihadapan Njoman Sutjining, SH., notaris di

Kabupaten Badung. Kemudian menghukum tergugat untuk mengembalikan uang

yang telah diterimanya kepada para penggugat sebesar Rp. 1.308.057.925,00 (satu

milyard tigaratus delapan juta limapuluh tujuh ribu sembilanratus duapuluhlima

rupiah).

Dari kedua contoh penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi terhadap

masalah yang timbul dari perjanjian nominee, ternyata setiap perbuatan-perbuatan

hukum yang dimaksudkan untuk langsung dan tidak langsung mengandung

peralihak hak milik atas tanah dari WNI kepada WNA adalah bata demi

hukum.Berdasarkan pada teori penyelesaian sengketa dari Menurut Jerome Frank,

yang mengatakan bahwa penyelesaian sengketan merupakan “legal rules had

primarily the function of ex post facto rationalizations of decisions.”94

Teori

tersebut juga menjadi dasar Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang

94

J.W Harris, loc.cit.

Page 118: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

118

Kekuasaan Kehakiman dalam penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi dalam

ketentuan Pasal 5 ayat (1) yang menentukan bahwa, “Hakim dan hakim konstitusi

wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan

yang hidup dalam masyarakat. Maka penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi

terhadap perjanjian nominee yang berisi peralihan hak milik atas tanah antara

WNA dengan WNI merupakan keputusan hakim yang rasional berdasarkan

pemahaman terhadap nilai-nilai hukum dan rasa yang hidup di

masyarakat.Dikatakan demikian oleh karena dalam dua putusan di atas putusan

yang diambil oleh hakim berdasarkan yang terkandung dalam pasal 26 UUPA,

sehingga setiap perikatan atau perjanjian yang dilakukan antara WNI dengan

WNA yang bermaksud mengalihkan hak milik atas tanah dinyatakan batal demi

hukum. Sehingga penyelesaian melalui jalur litigasi secara normatif mengadopsi

pula nilai-nilai keadilan yang berkembang di masyarakat selain mengacu dan

berdasar pada peraturan formil yang ada.

3.3. Kekuatan Pembuktian Perjanjian Nominee Yang Dibuat Dengan Akta

Notaris Sebagai Alat Bukti di Pengadilan.

Secara yuridis berdasarkan pada Pasal 1868 KUHPerdata, akta otentik

mempunyai 3 (tiga) kekuatan pembuktian yaitu :

1. Kekuatan pembuktian lahiriah;

2. Kekuatan pembuktian formil; dan

3. Kekuatan pembuktian materiil.

Page 119: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

119

1) Kekuatan Pembuktian Lahiriah.

Kemampuan lahiriah akta otentik merupakan kemampuan akta itu sendiri

untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik actapublica probant

sesse ipsa jika dilihat dari luar atau lahirnya sebagai akta otentik sesuai

dengan aturan hukum yang sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik

sampai terbukti sebaliknya artinya sampai ada yang membuktikan bahwa akta

tersebut bukan akta otentik secara lahiriah.95

Nilai pembuktian akta notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut harus

dilihat apa adanya, secara lahiriah tidak perlu dibuktikan lagi dengan alat bukti

lain. Jika ada yang menilai bahwa suatu akta notaris tidak memenuhi syarat

sebagai akta otentik, maka yang bersangkutan wajib membuktikan bahwa akta

tersebut secara lahiriah buka akta otentik.

2) Kekuatan Pembuktian Formil.

Akta notaris harus memberikan kepastian bahwa suatu kejadian dan fakta

tersebut dalam akta benar-benar dilakukan oleh notaris atau diterangkan oleh

pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai

dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuktian akta. Secara formal

untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal, bulan,

tahun, pukul atau waktu menghadap, dan identitas dari para pihak yang

menghadap (comparanten), paraf dan tanda tangan para pihak/penghadap,

saksi dan notaris, demikian juga tempat dimana akta itu dibuat serta

95

Sudikno Mertokusumo, 1999, Mengenal Hukum Suatu Pengantar,

Liberty, Yogyakarta, (selanjutnya disingkat Sudikno Mertokusumo II), hal. 157.

Page 120: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

120

membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar oleh notaris pada akta

pejabat/berita acara dan mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihak.

Apabila aspek formal dipermasalahkan oleh para pihak, maka harus

dibuktikan dari formalitas dari akta yaitu harus dapat membuktikan

ketidakbenaran hari, tanggal, bulan , tahun, dan para pihak waktu menghadap,

membuktikan ketidak benaran mereka yang menghadap, membuktikan ketidak

benaran tempat dimana akta itu dibuat, membuktikan ketidak benaran apa

yang dilihat, disaksikan, dan didengar oleh notaris. Selain itu juga harus dapat

membuktikan ketidak benaran pernyataan atau keterangan para pihak yang

diberikan/disampaikan dihadapan notaris, dan ketidakbenaran tanda tangan

para pihak, saksi dan notaris atau ada prosedur pembuatan akta yang tidak

dilakukan. Dengan kata lain pihak yang mempermasalahkan akta tersebut

harus melakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek formal dari

akta notaris. Jika tidak mampu membutikan ketidakbenaran tersebut, maka

akta tersebut harus diterima oleh siapapun.

3) Kekuatan Pembuktian Material.

Merupakan kepastian tentang materi suatu akta, karena apa yang tersebut

dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang

membuat akta atau mereka yang mendapatkan hak dan berlaku untuk umum,

kecuali ada pembuktian sebaliknya (tegen bewijs). Keterangan atau pernyataan

yang dituangkan/dimuat dalam akta pejabat atau akta berita acara atau

keterangan atau para pihak yang diberikan/disampaikan dihadapan notaris akta

pihak dan para pihak harus dinilai benar berkata yang kemudian

Page 121: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

121

dituangkan/dimuat dalam akta berlaku sebagai yang benar atau setiap orang

yang datang kemudian menghadap notaris yang kemudian/keterangan

dituangkan dan akta harus dinilai telah benar berkata. Apabila ternyata

pernyataan/keterangan para penghadap tersebut tidak benar atau apa yang

diterangkan/dijelaskan oleh para pihak ternyata tidak benar, maka hal tersebut

menjadi tanggung jawab para pihak sendiri, notaris terlepas dari hal semacam

itu. Apabila akan membuktikan aspek material dari akta notaris tersebut tidak

benar, maka harus dilakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek

material dari akta notaris.

Ketiga aspek di atas merupakan kesempurnaan akta notaris sebagai akta

otentik dan siapapun terikat oleh akta tersebut, jika dapat dibuktikan dalam suatu

persidangan pengadilan, bahwa ada salah satu aspek tersebut tidak benar, maka

akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di

bawah tangan. Dalam kaitannya dengan topik bahasan dalam sub bab ini,

dihubungkan dengan kekuatan pembuktian akta otentik di atas berkaitan dengan

pembahasan terhadap akta-akta yang digunakan oleh orang asing/WNA untuk

memiliki/menguasai tanah hak milik di Indonesia beserta beberapa penyelesaian

sengketa melalui jalur litigasi di atas, maka perjanjian nominee yang sekalipun

dibuat dengan akta notaris yang memiliki kedudukan sebagai akta otentik tidaklah

tidak mempunyai kekuatan hukum pembuktian sempurna sebagaimana kekuatan

pembuktian suatu akta otentik pada umumnya. Hal tersebut didiskripsikan

mengingat akta nominee yang dibuat dengan akta notaris kehilangan kekuatan

pembuktian materiilnya sebab suatu akta otentik haruslah dibuat dengan tidak

Page 122: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

122

bertentangan dengan norma-norma atau kaidah-kaidah baik yang terdapat dalam

norma-norma hukum formil maupun norma-norma kepatutan dalam dibuatnya

akta otentik/akta notaris.

Berdasarkan norma hukum umumnya dalam hal ini syarat sahnya suatu

perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata, akta nominee tidak memenuhi

syarat keempat yaitu suatu sebab yang halal sebagai syarat obyektifnya. Akta

nominee yang sekalipun secara tidak langsung mengandung unsur tentang

peralihan hak milik atas tanah dari WNI kepada orang asing/WNA hal tersebut

atau perbuatan hukum tersebut oleh Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi

maupun Mahkamah Agung dinyatakan batal demi hukum. Hal tersebut

mengandung arti bahwa perbuatan hukum peralihan hak milik natas tanah dari

WNI kepada orang asing/WNA sejak awal terjadinya perbuatan hukum tersebut

dipandang tidak pernah terjadi.Konstruksi hukum tersebut sejalan dengan

ketentuan Pasal 26 UUPA yang pada dasarnya menentukan bahwa setiap

perbuatan-perbuatan hukum baik langsung maupun tidak langsung dimaksudkan

untuk melakukan peralihan hak atas tanah dari WNI kepada orang asing/WNA

adalah batal demi hukum.

Suatu perjanjian nominee, sekalipun sejak awal oleh para ahli hukum

dipandang sebagai suatu perbuatan penyelundupan hukum namun apabila diuji

dari ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata jo Pasal 26 UUPA maka perbuatan

tersebut dapat batal demi hukum. Dengan kata lain, perbuatan-perbuatan tersebut

oleh hukum dianggap tidak pernah ada, oleh karenanya akta-akta nominee tersebut

Page 123: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

123

oleh hukum dianggap tidak pernah ada sepanjang mengandung unsur peralihan

hak-hak atas tanah.

Dari sisi teori perjanjian keberadaan akta-akta nominee dengan berbagai

variannya yang dilakukan antara orang asing/WNA dengan WNI di dalam praktek

tidak dapat dibenarkan. Sebab berdasarkan pada teori perjanjian sebagai pisau

analisa dalam penulisan tesis ini, yang oleh Wirjono Prodjodikoro memberikan

definisi bahwa perjanjian itu adalah suatu perbuatan hukum mengenai harta benda

kekayaan antara dua pihak, dimana satu pihak berjanji atau dianggapberjanji

untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan suatu hal, sedang pihak yang lain

berhak menuntut pelaksanaan janji itu.96

Kemudian Bachsan Mustafa, Bewa

Ragawino dan Yaya Priatna memberikan definisi bahwa perjanjian itu adalah

hubungan hukum kekayaan antara beberapa pihak, dimana pihak yang satu

(kreditur) berhak menuntut atas suatu jasa (prestasi)sedangkan pihak lainnya

(debitur) berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut (schuld) dan

bertanggung jawab atas prestasi itu.97

Demikian juga dengan Soebekti

mendefinisikan pengertian pernjanjian sebagai berikut : Suatu perjanjian adalah

suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang yang lain atau dimana

dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.98

Maka pada dasarnya

perjanjian yang merupakan hubungan hukum antara satu orang dengan orang yang

lain tentang suatu hal menekankan bahwa perjanjian nominee sebagai suatu

perbuatan hukum yang mengadung hubungan-hubungan hukum antara orang

96

Wirjono Prodjodikoro,loc.cit. 97

Bacshan Mustafa dkk, loc.cit. 98

R. Soebekti II, loc.cit.

Page 124: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

124

asing/WNA dengan WNI memuat sesuatu hal yang dapat dibenarkan bahwa suatu

hal tersebut dapat atau patut dijadikan obyek suatu perjanjian. Oleh karena tanah

hak milik dilarang untuk diperjanjikan dalam bentuk dialihkan hak miliknya dari

WNI kepada orang asing/WNA yang disebabkan karena hanya WNI yang dapat

memiliki hak milik, sehingga orang asing/WNA dilarang untuk mempunyai hak

milik dengan demikian, perjanjian nominee tidak sejalan dengan teori perjanjian

itu sendiri terlebih-lebih dikaji dari sudut Pasal 1320 KUH Perdata yaitu unsur

keempat dari sahnya suatu perjanjian sebagaimana yang telah diuraikan di atas.

Page 125: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

125

BAB IV

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN NOMINEE YANG

MELANGGAR KETENTUAN UNDANG UNDANG NO 5 TAHUN 1960

TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA

4.1. Larangan Terhadap Perbuatan Hukum Peralihan Hak Milik Atas

Tanah Kepada WNA Dalam UUPA.

Negara Indonesia sebagai negara hukum yang merupakan organisasi

kekuasaan yang bersumber pada kedaulatan rakyat,kedaulatannya mempunyai

sifat keberlakuan keluar dan kedalam. Keluar diberlakukan terhadap bukan WNI

atau terhadap warga negara lain (WNA) yang menduduki atau menggunakan

wilayah Negara, sedangkan kekuasaan kedalam didasarkan pada sifat formal dan

struktural negara sebagai organisasi kekuasaan rakyat. Dalam artian ini, adalah

negara yang memiliki karakter kelembagaan yang berwenang mengatur atau

memiliki kekuasaan untuk mengatur.99

Selain sebagai negara hukum, Indonesia menganut dan tergolong dalam

negara kesejahteraan, sebagaimana diamanahkan dalam Pembukaan Undang-

Undang Dasar Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) alinea keempat yang menyatakan:

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara

Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia

yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial ...

99

Winahyu Erwiningsih, 2009, Hak MenguasaiNegara Atas Tanah, total

Media, Yogyakarta., hal. 111.

125

Page 126: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

126

Sebagai negara kesejahteraan, yaitu sebagai negara dengan tujuan

mewujudkan sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya, Negara

Indonesia memiliki tanggungjawab mensejahterakan dan memakmurkan

rakyatnya, salah satunya melalui berbagai kebijakan atau dituangkan dalam

peraturan perundang-undangan guna tercapai serta terjaga keberlangsungan

kehidupan bangsa dan menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Salah satuwujud kesejahteraan rakyat adalah sebagaimana dinyatakan

dalam Pasal 33 ayat (3) UUD Tahun 1945 bahwa : “Bumi dan air dan kekayaan

alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Ketentuan tersebut memberi amanat atau

perintah kepada negara (pemerintah) agar menguasai bumi dan air dan kekayaan

alam yang terkandung di dalamnya semata-masa untuk mewujudkan sebesar-besar

kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, dan amanat tersebut memberikan

kewenangan kepada negara untuk mengatur bentuk-bentuk penguasaan negara

atas bumi dan air dan kekayaan alam Indonesia, yang harus dilaksanakan oleh

penyelenggara negara dan harus dipatuhi oleh seluruh rakyat Indonesia.

Konstitusi sebagai landasan normatif dalam setiap pelaksanaan tugas

Negara sebagaimana dinyatakan oleh Neil MacCormick, yaitu :

Everyone just has to act as if they had such authority-at least, they have to

do so in the event that the constitution they made comes to be efficacious

as the normative basis for state activity, that in virtue of which acts are

right or wrong, valid or invalid. Given a constitutional order that is by-

and-large efficacious, it makes sense to treat the constitution as that which

ought to be respected. That is, it makes sense to act on the footing that

state coercion ought to be exercised only in accordance with the

Page 127: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

127

provisions laid down by the constitutional founders, and that all other

forms of coercion ought to be repressed as legally wrongful.100

Berdasarkan pada ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD Tahun 1945 tersebut

tampak bahwa konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut konsep

bawah, hubungan antara negara dengan bumi, air dan kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya adalah hubungan penguasaan.101

Konsepsi tersebut

memiliki dua garis besar yaitu : pertama, negara menguasai bumi, air dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Kedua, bumi, air dan kekayaan

alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat. Hak menguasai negara merupakan suatu konsep yang

mendasarkan padapemahaman bahwa negara adalah suatu organisasi kekuasaan

dari seluruh rakyat sehingga bagi pemilik kekuasaan, upaya mempengaruhi pihak

lain menjadi sentral, yang dalam hal ini dipegang oleh negara.102

Berkenaan dengan makna dikuasai oleh negara sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 33 UUD Tahun 1945 di atas, oleh Mahkamah Konstitusi Republik

Indonesia (MKRI) menyatakan pendiriannya sebagaimana tertuang dalam Putusan

Mahkamah Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 yang disebutkan dalam Putusan

Perkara Nomor 002/PUU-I/2003 sebagai berikut:

Bahwa dalam menemukan pengertian dan/atau maksud dari suatu

ketentuan yang terdapat dalam pasal-pasal UUD 1945 tidaklah cukup apabila

hanya berpegang pada bunyi teks pasal yang bersangkutan dan hanya dengan

100

Neil MacCormick, 2007, Institutions of Law – An Essay in legal Theory,

Oxford University Press, New York, hal. 45-46.

101

Muhammad Bakri, 2007, op.cit, hal. 1. 102

Winahyu Erwiningsih, op.cit., hal.103.

Page 128: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

128

menggunakan satu metode interpretasi tertentu. UUD 1945, sebagaimana halnya

setiap undang-undang dasar atau konstitusi adalah sebuah sistem norma dasar

yang memberikan landasan konstitusional bagi pencapaian tujuan hidup

berbangsa dan bernegara sebagaimana digariskan dalam UUD 1945. Sebagai

suatu sistem, UUD 1945 adalah susunan kaidah-kaidah konstitusional yang

menjabarkan Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia, sebagaimana ditegaskan

dalam Pembukaan UUD 1945, alinea keempat : “Kemudian daripada itu untuk

membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu

Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan

Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada

Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan

Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial

bagi seluruh rakyat Indonesia”. Oleh karena itu, setiap interpretasi dalam suatu

ketentuan dalam Pasal-pasal UUD 1945 harus selalu mengacu kepada tujuan

hidup berbangsa dan bernegara sebagaimana yang digariskan dalam Pembukaan

UUD 1945 tersebut;

Bahwa dengan memandang UUD 1945 sebagai sebuah sistem

sebagaimana dimaksud, maka penguasaan oleh negara dalam Pasal 33

UUD 1945 memiliki pengertian yang lebih tinggi atau lebih luas daripada

pemilikan dalam konsepsi hukum perdata. Konsepsi penguasaan oleh

Page 129: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

129

negara merupakan konsepsi hukum publik yang berkaitan dengan prinsip

kedaulatan rakyat yang dianut dalam UUD 1945, baik di bidang politik

(demokrasi politik) maupun ekonomi (demokrasi ekonomi). Dalam paham

kedaulatan rakyat itu, rakyatlah yang diakui sebagai sumber, pemilik, dan

sekaligus pemegang kekuasaan tertinggi dalam kehidupan bernegara,

sesuai dengan doktrin “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Dalam

pengertian kekuasaan tertinggi tersebut tercakup pula pengertian pemilikan

publik oleh rakyat secara kolektif. Bahwa bumi dan air dan kekayaan alam

yang terkandung di dalam wilayah hukum negara pada hakikatnya adalah

milik publik seluruh rakyat secara kolektif yang dimandatkan kepada

negara untuk menguasainya guna dipergunakan bagi sebesar-besarnya

kemakmuran bersama. Karena itu, Pasal 33 ayat (3) menentukan “bumi

dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh

negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Bahwa jika pengertian “dikuasai oleh negara” hanya diartikan sebagai

pemilikian dalam arti perdata (privat), maka hal dimaksud tidak

mencukupi dalam menggunakan penguasaan itu untuk mencapai tujuan

“sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, yang dengan demikian berarti

amanat untuk “memajukan kesejahteraan umum” dan “mewujudkan suatu

keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” dalam Pembukaan UUD

1945 tidak mungkin diwujudkan.103

Demikian pula dengan pengelolaan sumber daya alam yang dilakukan dan

diusahakan oleh negara, yang bermuara pada satu tujuan yaitu menciptakan

sebesar-besar kemakmuran rakyat. Tujuan itu menjadi tanggung jawab negara

sebagai bentuk konsekuensi dari hak menguasai negara terhadap bumi, air dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Hal ini juga merupakan jaminan

dan bentuk perlindungan terhadap sebesar-besar kemakmuran rakyat dan

kesejahteraan umum atas dasar keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ada

tiga fokus utama yang dapat menopang pemanfaatan tanah bagi sebesar-besar

kemakmuran rakyat yaitu :

103

PutusanPerkara Nomor 002/PUU-I/2003, http://hukum. unsrat.

ac.id/mk/mk_2_2003. pdf , diakses tanggal 1 Agustus 2013.

Page 130: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

130

a. Ketegasan negara dalam melaksanakan redistribusi tanah atas tanah-tanah

yang dikuasai langsung oleh negara, termasuk dalam hal ini adalah

peningkatan fungsi dari lembaga pengelolaan tanah;

b. Upaya pemerintah dalam menciptakan sebesar-besar mungkin rakyat dapat

mempunyai hak atas tanah;

c. Kemampuan negara untuk menerapkan penegakan hukum (law enforcement)

guna memenuhi kewajiban para pemilik tanah, pemenuhan fungsi sosial tanah

dan pemenuhan kepentingan umum atas tanah.104

Ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 kemudian dijabarkan dalam Pasal

2 UUPA yang menyebutkan :

(1) Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar

dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi air dan ruang

angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu

pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi

kekuasaan seluruh rakyat.

(2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat 1 Pasal ini memberi

wewenang untuk :

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,

persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi,

air dan ruang angkasa.

(3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut

pada ayat 2 Pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar

kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan

kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang

merdeka, berdaulat, adil dan makmur.

(4) Hak menguasai dari Negara tersebut di atas, pelaksanaannya

dikuasakan kepada Daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-

masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan

104

Winahyu Erwiningsih, op.cit., hal. 103-104.

Page 131: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

131

dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan peraturan

Pemerintah.

UUPA sebagai peraturan pelaksana ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945

mempertimbangkan bahwa negara tidak perlu bertindak sebagai pemilik tanah,

namun hanya terbatas sebagai pihak yang menguasai tanah. Hak menguasai

negara atas tanah memperoleh legitimasi dikarenakan status negara sebagai

pencerminan dari organisasi kekuasaan bangsa yang mengemban tugas yang sama

berupa hak dan kewajiban yang berasal dari nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha

Esa. Sebagai konsekuensi, hak menguasai dari negara ini merupakan hak yang

tertinggi, yang berarti hak-hak atas tanah yang lain berada di bawah hak

menguasai. Akibat tindak lanjut adalah apabila negara menghendaki untuk

menguasai tanah yang sudah dibebani dengan hak-hak lain, hak-hak lain ini harus

dikalahkan.105

Wewenang negara untuk mengatur hubungan hukum antara orang-orang

termasuk masyarakat hukum adat dengan tanah terkait erat dengan hubungan

hukum antara negara dengan tanah. Hal ini disebabkan karena hubungan hukum

antara negara dengan tanah sangat mempengaruhi dan menentukan isi peraturan

perundang-undangan yang mengatur tentang hubungan hukum antara orang-orang

dengan tanah serta pengakuan dan perlindungan hak-hak yang timbul dari

hubungan-hubungan hukum tersebut. Hukum yang mengatur pengakuan dan

105

Winahyu Erwiningsih, op.cit., hal. 42-43.

Page 132: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

132

perlindungan tersebut sangat diperlukan untuk memberi jaminan kepastian hukum

kepada masyarakat.106

Salah satu hubungan hukum antara masyarakat dengan tanah yang diatur

oleh negara adalah mengenai kepemilikan hak atas tanah. Hak milik atas tanah

diatur dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 27 UUPA yang mengatur mengenai

subjek hak milik, sifat hak milik, terjadinya hak milik, pemindahan hak termasuk

juga dengan larangan pemindahan hak milik, sampai dengan hapusnya hak milik

atas tanah, dimana pengaturan dalam pasal-pasal tersebut tentu tidak dapat

dilepaskan dari asas hukum agraria nasional.

Dalam UUPA dimuat beberapa asas dari hukum agraria nasional. Asas-

asas ini karena sebagai dasar, dengan sendirinya harus menjiwai pelaksanaan dari

UUPA dan segenap peraturan pelaksanaannya. Asas-asas tersebut antara lain :

a. Asas kenasionalan

b. Asas pada tingkatan yang tertinggi, bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan

alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara.

c. Asas mengutamakan kepentingan nasional dan negara yang berdasarkan atas

persatuan bangsa dari padakepentingan perseorangan dan golongan.

d. Asas semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.

e. Asas hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik atas

tanah.

f. Asas persamaan bagi setiap warga negara Indonesia.

106

Muhammad Bakri, op.cit., hal. 6-7.

Page 133: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

133

g. Asas tanah pertanian harus dikerjakan atau diusahakan secara arif oleh

pemiliknya sendiri dan mencegah cara-cara yang bersifat pemerasan.

h. Asas tata guna tanah/penggunaan tanah secara berencana.107

Dari kedelapan asas yang terdapat dalam UUPA tersebut di atas, tampak

bahwa yang menjiwai adanya larangan pemindahan hak milik atas tanah kepada

WNA sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (2) UUPA adalah asas

kenasionalan dan asas hanya Warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai hak

milik atas tanah.

Dalam asas kenasionalan, seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah

air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia dan

seluruh bumi, air, ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan kekayaan

nasional. Hubungan antara bangsa dengan bumi, air, dan ruang angkasa Indonesia

adalah hubungan yang bersifat abadi. Ini berarti bahwa selama rakyat Indonesia

yang bersatu sebagai Bangsa Indonesia masih ada dan selama bumi, air, dan ruang

angkasa Indonesia masih ada, dalam keadaan bagaimanapun tidak ada sesuatu

kekuasaan yang dapat memutuskan atau meniadakan hubungan tersebut.108

Bagi keberlangsungan suatu negara, maka tanah yang merupakan bagian

dari wilayah suatu negara memiliki arti yang sangat penting. Tanah dalam wilayah

negara Republik Indonesia adalah merupakan hak bangsa Indonesia. Hanya rakyat

Indonesia yang dapat mempunyai hubungan sepenuhnya dengan tanah Indonesia.

107

Muchsin, Imam Koeswahyono, dan Soimin, 2010, Hukum Agraria

Indonesia Dalam Perspektif Sejarah, Refika Aditama, Bandung, hal. 54-60.

108

Muchsin, Imam Koeswahyono, dan Soimin, op.cit., hal. 54.

Page 134: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

134

Sehingga, sudah sangat tepat jika asas hanya warga negara Indonesia yang dapat

mempunyai hak milik atas tanah juga menjiwai adanya larangan pemindahan hak

milik atas tanah kepada WNA.Berdasarkan hak menguasai negara sebagaimana

disebutkan dalam Pasal 2 UUPA tersebut, penyelenggara pemerintahan diberikan

wewenang untuk mengatur, menyelenggarakan, dan menetapkan berbagai segi

peruntukan, penataan, penguasaan tanah dan penggunaan tanah, yang termasuk

juga kewenangan dalam menetapkan larangan pemindahan hak milik atas tanah

kepada WNA.

4.2. Keberadaan Akta Notaris Yang Isinya dilarang Oleh Pasal 26 ayat (2)

UUPA.

Menurut Pasal 1868 KUHPerdata ditegaskan bahwa “Suatu akta yang di

dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat atau dihadapan

pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuat”.

Ketentuan tersebut juga menempatkan suatu akta sebagai alat bukti yang

sempurma, artinya bahwa suatu akta yang dibuat berdasarkan dan mengacu pada

ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata seperti di atas memiliki kekuatan pembuktian

lahiriah, formal dan material untuk membuktikan kebenaran suatu perbuatan-

perbuatan hukum atau peristiwa-peristiwa hukum bagi pihak-pihak yang

membutuhkan pembuktian tentang hal itu dengan tanpa atau tidak memerlukan

alat-alat bukti lain.

Hal demikian berlaku pula bagi suatu akta notaris yang lazim pula disebut

dengan istilah akta notariil apabila dalam proses dibuatnya akta tersebut oleh

Page 135: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

135

notaris, selain telah memenuhi ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata juga UUJN dan

ketentuan-ketentuan lain yang diberlakukan bagi dibuatnya suatu akta notaris,

seperti misalnya ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam kode etik kenotarisan.

Sehingga dalam hal demikian, suatu akta notaris adalah akta otentik, yang oleh

sistem hukum pembuktian di Indonesia diberi kedudukan sebagai alat bukti yang

sempurna.

Keberadaan akta notaris/akta notariil seperti di atas, dalam praktek

pemilikan/ penguasaan tanah hak milik olehWNA di Indonesia pada umumnya

dan di Bali khususnya, akta notaris berpotensi digunakan sebagai salah satu upaya

hukum dalam rangka mencapai tujuannya tersebut. Penggunaan akta notaris

seperti itu, lazimnya digunakan akta-akta perjanjian nominee dalam berbagai

variannya (varian akta), seperti dengan menggunakan akta notariil berupa kuasa

mutlak sebagai alat untuk menguasai sacara fisik maupun secara yuridis atas tanah

hak milik. Sementara itu, kuasa mutlak berdasarkan Instruksi Menteri Dalam

Negeri Nomor 14 Tahun 1982 Tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak

sebagai Pemindahan Hak atas Tanah yang isinya mengintruksikan bahwa :

1. Semua Gubernur Kepala Daerah Tingkat I

2. Semua Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Seluruh

Indonesia untuk :

2.1.Melarang Camat dan Kepala Desa atau Pejabat yang setingkat

dengan itu, untuk membuat/menguatkan perbuatan Surat Kuasa

Mutlak yang pada hakekatnya merupakan pemindahan hak atas

tanah.

2.2.A) Kuasa Mutlak yang dimaksud dalam Diktum Pertama adalah

kuasa yang didalamnya mengandung unsur tidak dapat di tarik

kembali oleh pemberi kuasa.

B) Kuasa Mutlak yang pada hakekatnya merupakan pemindahan

hak atas tanah adalah Kuasa Mutlak yang memberikan

kewenangan kepada penerima kuasa untuk menguasai dan

Page 136: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

136

menggunakan tanahnya serta melakukan segala perbuatan hukum

yang menurut hukum dapat dilakukan oleh pemegang haknya.

Dalam kaitannya dengan penguasaan tanah hak milik oleh WNA dengan

menggunakan akta notaris/notariil dalam pembahasan ini adalah menelaah dan

mengkaji keberadaan akta-akta (varian akta) tersebut sehubungan dengan larangan

yang terkandung dalam Pasal 26 ayat (2) UUPA yang menentukan, bahwa :

Setiap jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan

perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak

langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang

warga Negara yang di samping kewarganegaraan Indonesianya

mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum,

kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah termaksud dalam Pasal 21 ayat 2,

adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan

ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap

berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik

tidak dapat dituntut kembali.

Berdarkan pada ketentuan di atas, keberadaan akta notaris yang di dalamnya

mengandung adanya suatu perbuatan-perbuatan hukum baik secara langsung

ataupun tidak langsung mengakibatkan terjadinya peralihan hak milik atas tanah

antara WNI dengan WNA, merupakan perbuatan melanggar hukum dan

perbuatan-perbuatan tersebut batal demi hukum.

Suatu perjanjian nominee dalam varian akta berupa akta perjanjian

perikatan jual beli (PPJB) yang diikuti dengan akta menjual atas tanah hak milik

antara WNA dengan WNI misalnya, atau dalam bentuk akta lain, sesungguhnya

telah mengandung peralihan hak atas tanah dimaksud dari WNI kepada WNA,

sekalipun belum dilangsungkan balik namanya untuk menjadi dan ke atas nama

WNA tersebut pada kantor Pertanahan. Dikatakan demikian oleh karena

perjanjian jual beli tanah yang dibuat dalam bentuk akta notaris (PPJB) dan kuasa

Page 137: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

137

menjual, telah mengandung feitelijke lavering, yaitu suatu penyerahaan

kekuasaan belaka, suatu perbuatan physik109

. Sehingga dapat merupakan suatu

penyerahan nyata atas barang/benda dalam hal ini adalah tanah hak milik tersebut.

Selain itu dalam akta-akta tersebut secara yuridis juga mengandung makna telah

terjadi peralihan hak milik atas tanahnya dari WNI kepada WNA, sebab ketika

kuasa menjual sebagai ikutan akta PPJB digunakan untuk melakukan proses

penjualan dalam suatu akta jual beli balik nama (akta yang dibuat oleh PPAT)

baik kepada dirinya sendiri maupun kepada pihak lain, itu berarti mekanisme

hukum yang menyebabkan kuasa dapat digunakan dan diterima sebagai dasar

dibuatnya akta jual beli balik nama tersebut telah terjadi. Dengan kata lain,

sesungguhnya hak atas tanah tersebut sudah melekat pada WNA (pada kuasa

menjualnya) sehingga akta kuasa tersebut dapat dijadikan dasar hukum untuk

melakukan peralihan hak/menjual baik kepada diri sendiri maupun kepada pihak

lainnya.

Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa akta perjanjian dan akta jual beli

yang dibuat oleh notaris telah mengandung peralihan hak dari penjual kepada

pembeli dalam hal ini dari WNI kepada WNA sekalipun yuridische levering, yaitu

penyerahan secara yuridis, yakni dicatatkan balik namanya pada sertipikat belum

dilaksanakan di Kantor Pertanahan. Artinya sertifikat hak miliknya belum

dilakukan pencoretan dari atas nama pemilik (penjual) ke atas nama pembeli

sebagai bentuk levering di dalam hal jual beli hak milik atas tanah.

109

Subekti II, op.cit, hal. 12.

Page 138: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

138

Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa, dalam suatu perjanjian jual beli

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1457 KUHPerdata, menegaskan bahwa

“Jual beli adalah suatu tujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya

untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga

yang telah dijanjikan”, mengandung arti bahwa perjanjian jual beli membawa

akibat hukum bertimbal balik (obligatoir), bahwa si penjual berkewajiban untuk

menyerahkan benda obyek jual beli dan pembeli berkewajiban untuk membayar,

untuk menyerahkan uang pembayarannya. Itulah sebabnya orang menyebut

perjanjian-perjanjian seperti itu dengan perjanjian obligatoir, maksudnya

perjanjian sudah sah jika sudah dipenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian (Pasal

1320 KUHPerdata), walaupun obyeknya belum diserahkan.

Demikian dalam sistem KUHPerdata dibedakan antara perjanjian

obligatoir dengan perjanjian penyerah obyek perjanjiannya. Telah dikatakan di

depan, bahwa perjanjian obligatoir mengakibatkan adanya perikatan tertentu.

Perikatan tersebut dapat berisi kewajiban untuk memberikan sesuatu, melakukan

sesuatu atau tidak melakukan sesuatu (Pasal 1234 KUHPerdata).

Isi perikatan tersebut adalah untuk memberikan sesuatu ke dalam

pemilikannya orang lain (keditur), maka perjanjian tersebut perlu diikuti dengan

suatu perjanjian yang lain, yaitu perjanjian kebendaan.Perjanjian kebendaan

adalah perjanjian untuk mengadakan, mengubah dan menghapuskan hak-hak

kebendaan. Karena levering atau penyerahan, menjadikan orang yang menerima

penyerahan sebagai pemilik dari barang yang diserahkan dan hak milik adalah hak

kebendaan, maka kita menamakan perjanjian penyerahan atau levering suatu

Page 139: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

139

perjanjian kebendaan. Itulah sebabnya undang-undang menyatakan bahwa

levering atau penyerahan adalah cara untuk memperoleh hak milik (Pasal 584

KUH Perdata). Beralihnya hak milik atas benda yang bersangkutan bararti ada

penghapusan hak milik, hak kebendaan dan bagi yang menerima berarti ada hak

milik atas suatu benda yang sebelumnya tidak ada padanya. Baginya penyerahan

perjanjian kebendaan mengadakan hak kebendaan.

Latar belakang seperti ini kiranya kita dapat mempunyai gambaran yang

lebih baik tentang levering atau penyerahan hak tagihan. Karena ia menjadikan

orang yang menerima penyerahan pemilik dari tagihan yang diserahkan

(mendapatkan hak kebendaan) maka perjanjian seperti itu merupakan suatu

zakelijke overeenkoms (perjanjian kebendaan). Dari apa yang telah diuraikan di

atas kita tahu bahwa penyerahan levering tidak pernah berdiri sendiri.

Sebagaimana telah dipaparkan di atas, bahwa untuk sekedar membantu,

penyerahan hak milik atas tanah baik secara nyata maupun yuridis merupakan

akhir dari suatu perjanjian obligatoir, sehingga akta notaris yang memberikan

WNA dasar hukum untuk memiliki/menguasai hak milik atas tanah di Indonesia,

yang sesungguhnya merupakan perbuatan yang dilarang UUPA Pasal 26 ayat 2,

merupakan perbuatan batal demi hukum.

Dengan demikian dapatlah dideskripsikan bahwa akta nominee yang

dibuat dengan akta notariil sebagai upaya hukum penguasaan/pemilikan tanah hak

milik di Indonesia, terlebih lebih dengan klausula tidak dapat ditarik kembali oleh

pemberi kuasa (WNI) secara langsung memberi kewenangan bagi penerima kuasa

(orang asing/WNA) untuk melakukan segala perbuatan hukum berkenaan dengan

Page 140: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

140

hak atas tanah tersebut, yang menurut hukum hanya dapat dilakukan oleh

pemegang hak (WNI) sehingga pada hakekatnya merupakan pemindahan hak atas

tanah.

Akta nominee antara WNI denganWNA sebagai suatu perjanjian tidak sah.

Karena dari sisi sahnya suatu perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata,

perjanjian tersebut tidak memenuhi unsur obyektifnya suatu perjanjian yakni suatu

sebab yang halal. Sehingga perjanjian tersebut dibuat dengan tidak mengindahkan

norma-norma dan kaedah-kaedah tentang dapat atau tidak dapatnya tanah hak

milik diperjanjikan untuk dialihkan haknya kepada WNA, sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 26 ayat (2) UUPA. Keberadaan akta nominee seperti itu adalah akta

perjanjian yang batal demi hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara.

4.3. Akibat Hukum Akta Notaris (Nominee) yang Melanggar Larangan

Dalam Pasal 26 ayat (2) UUPA.

Dalam sub bab ini yang dimaksud dengan akibat hukum akta notaris

(nominee) yang melanggar larangan dalam Pasal 26 ayat (2) UUPA adalah akibat

hukum yang dapat lahir, selain terhadap keberadaan perbuatan-perbuatan hukum

yang terkandung di dalamnya sebagaimana yang telah dibahas pada sub bab di

atas, adalah akibat hukum berupa bagaimana status tanah hak milik sebagai obyek

perjanjian nominee tersebut. Mengingat berdasarkan ketentuan di atas, tanahnya

jatuh kepada Negara serta akibat hukum yang dapat terjadi terhadap notaris yang

membuatkan akta nominee tersebut.

Page 141: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

141

Dengan tetap mengacu pada dua kasus penyelesaian sengketa melalui jalur

litigasi di atas, Negara dalam hal ini pengadilan memutuskan bahwa perjanjian

yang dimaksudkan baik langsung maupun tidak langsung mengalihkan hak milik

atas tanah dari WNI kepada WNA adalah batal demi hukum.Hal tersebut

mengadung konsekuensi bahwa perbuatan-perbuatan hukum tersebut dari awal

memang tidak pernah ada, sehingga secara yuridis mengukuhkan pemilikan WNI

atas tanah hak milik yang menjadi obyek perjanjian nominee tersebut.

Terlepas dari telah pernah dilakukannya perjanjian-perjanjian nominee

yang terbukti dari adanya akta notaris dan hanya oleh hukum dianggap tidak

pernah ada sekalipun sejatinya pernah ada, yang penting untuk ditelaah lebih

lanjut guna memenuhi ketentuan Pasal 26 ayat (2) yang pada anak kalimat

menentukan bahwa : ”…, adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada

Negara, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap

berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat

dituntut kembali.”

Telaahan tersebut dianggap penting oleh penulis untuk disampaikan

dengan logika hukum bahwa apabila perbuatan hukum yang terkandung dalam

perjanjian nominee dianggap batal demi hukum, yang mengandung konsekuensi

bahwa perbuatan hukum itu tidak pernah ada yang membawa akibat tiadanya hak

WNA atas tanah hak milik dalam perjanjian nominee tersebut.Seyogyanya akibat

itu juga harus diberlakukan bagi WNI, sebab yang namanya tidak pernah ada,

perbuatan hukum kedua belah pihak dianggap tidak ada.Dengan demikian, hak

Page 142: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

142

WNI atas tanah yang menjadi obyek dalam perjanjian nominee seyogyanya

dianggap tidak pernah ada.

Sekalipun fakta hukum bahwa bukti pemilikan hak atas tanah (sertifikat)

yang menjadi obyek perjanjian nominee atas nama WNI, yang secara yurudis

formil WNI tersebut adalah pemiliknya menurut hemat penulis tidak serta merta

kedudukan tersebut menjadi benar. Mengingat lahirnya sertifikat atas nama WNI

tersebut diawali dengan adanya perjanjian nominee yang merupakan perbuatan

melanggar hukum dan merupakan perbuatan diputuskan batal demi hukum

sebagai konsekuensi yuridis sepantasnyalah pemilikan WNI terhadap tanah yang

menjadi obyek perjanjian nominee itu juga dibatalkan.

Argumentasi tersebut perlu disampaikan sejalan dengan norma yang

terkandung dalam Pasal 26 ayat (2) di atas, yang menegaskan bahwa tanah-tanah

yang lahir dari perbuatan-perbuatan hukum sebagaimana yang dimaksud dalam

uraian ini adalah jatuh kepada Negara. Mengingat tanah hak milik tersebut

diperoleh dari perbuatan yang melanggar hukum dan guna memenuhi ketentuan

Pasal 26 ayat (2) di atas seyogyanya putusan pengadilan memerintahkan

pemilikan WNI atas tanah hak milik tersebut adalah batal demi hukum, bukti

pemilikannya dalam hal ini sertifikat dikembalikan kepada Negara dalam hal ini

BPN dan tanahnya pun diambil oleh Negara.

Dengan tetap berdasarkan pada dua putusan pengadilan di atas dimana,

hanya menghukum WNA untuk kehilangan hak atas tanah tersebut dan sebaliknya

mengukuhkan pemilikan WNI atas tanah tersebut secara langsung atau tidak

langsung putusan pengadilan meniadakan kewenangan Negara untuk mangambil

Page 143: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

143

alih tanah-tanah yang lahir dari perbuatan-perbuatan hukum sebagaimana bahasan

dalam tesis ini. Kalau tidak mau dikatakan bahwa putusan pengadilan berpotensi

melahirkan hukum baru.

Sisi lain dari akibat hukum yang dapat terjadi terhadap notaris yang

membuat akta nominee, yaitu berupa tanggung jawab seorang notaris dalam hal

akta sebagai sebuah produk hukum notaris batal demi hukum sehingga ada pihak

yang dirugikan haknya, dalam hal ini tanah yang menjadi obyek perjanjiann

nominee jatuh kepada Negara, atau setidak-tidaknya WNA tidak memperoleh

tanah sebagaimana dimaksudkan dalam akta perjanjian nominee sebab, dalam dua

putusan dalam penyelesaian hukum melalui jalur ligitasi di atas, ternyata WNA

tidak memperoleh tanah sebagaimana maksud dibuatnya akta.

Pada umumnya, sebuat akta notaris sebagai produk dari pejabat umum

berlaku adigium bahwa, penilaian terhadap akta notaris harus dilakukan dengan

asas praduga sah (vermoeden van rechtmatigheid)110

atau presumtio lustae

cause.111

Asas ini dapat digunakan untuk menilai akta notaris, yaitu akta notaris

harus dianggap sah sampai ada pihak yang menyatakan akta tersebut tidak sah.

Untuk menyatakan atau menilai akta tersebut tidak sah harus dengan gugatan ke

Pengadilan Umum. Selama dan sepanjang gugatan berjalan sampai dengan ada

putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, maka akta notaris

110

Philipus M. Hadjon, 1993, Pemerintah Menurut Hukum, Cetakan

Pertama, Yuridika, Surabaya, hal. 6 111

Paulus Effendi Lotulung, 1993, Beberapa Sistem Tentang Kontrol Segi

Hukum Terhadap Pemerintah-Seri Ke I : Perbandingan Hukum Administrasi dan

Sistem Peradilan Administrasi (Edisi Ke II dengan revisi), Citra Aditya Bakti,

Bandung, hal. 118.

Page 144: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

144

tetap sah dan mengikat para pihak atau siapa saja yang berkepentingan dalam akta

tersebut.

Gugatan untuk menyatakan akta notaris tersebut tidak sah, maka harus

dibuktikan ketidak absahan dari aspek lahiriah, formal dan material akan notaris.

Jika tidak dapat dibuktikan maka akta yang yang bersangkutan tetap sah mengikat

para pihak atau siapa saja yang berkepentingan dengan akta tersebut. Asas ini

telah diakui dalam UUJN yang tercantum dalam Penjelasan Bagian Umum

ditegaskan bahwa : “Akta notaris sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan

terpenuh, apa yang dinyatakan dalam akta notaris harus diterima kecuali pihak

yang berkepentingan dapat membuktikan hal sebaliknya secara memuaskan

dihadapan persidangan pengadilan.”

Asas praduga sah bila dikaitkan dengan akta yang dapat dibatalkan,

merupakan suatu tindakan mengandung cacat, yaitu tidak berwenangnya notaris

untuk membuat akta secara lahiriah, formal, material dan tidak sesuai dengan

aturan hukum tentang pembuatan akta notaris.Serta asas ini tidak dapat digunakan

untuk menilai akta batal demi hukum, karena akta batal demi hukum dianggap

tidak pernah di buat. Berdasarkan hal tersebut, maka kedudukan akta notaris :

1. Dapat dibatalkan.

2. Batal demi hukum.

3. Mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tanagn.

4. Dibatalkan oleh para pihak sendiri.

Page 145: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

145

5. Dibatalkan oleh putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap karena penerapan asas praduga sah.112

Kelima kedudukan akta notaris di atas tidak dapat dilakukan secara

bersamaan, yaitu jika telah ada Putusan Pengadilan Umum yang berkekuatan

hukum tetap yang memutuskan akta notaris tersebut kehilangan keotentikannya

sehingga akta notaris mempunyai kedudukan pembuktian sebagai akta di bawah

tangan atau akta notaris batal demi hukum atau akta notaris dibatalakan oleh para

pihak sendiri dengan akta notaris lagi, maka pembatalan akta notaris yang lainnya

tidak berlaku. Hal ini berlaku pula untuk asas praduga sah.

Cacatnya akta notaris dapat menimbulkan kebatalan bagi suatu akta notaris

dan ditinjau dari sanksi atau akibat hukum dari kebatalan dapat dibedakan

menjadi:

1. Batal demi hukum.

2. Dapat dibatalkan.

3. Non existent.

Akibat hukum dari suatu kebatalan pada prinsipnya sama, yaitu : batal

demi hukum, dapat dibatalkan atau non existent yang ketiganya mengakibatkan

perbuatan hukum tersebut menjadi tidak berlaku atau perbuatan hukum tersebut

tidak mempunyai akibat hukum. Perbedaannya terletak pada waktu berlakunya

kebatalan tersebut,yaitu :

Ad.1. Batal demi hukum, akibatnya perbuatan hukum yang dilakukan tidak

mempunyai akibat hukum sejak terjadinya perbuatan hukum tersebut atau

112

Habib Adjie, op.cit, hal. 141.

Page 146: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

146

berdaya surut (ex tunc), dalam praktek batal demi hukum didasarkan pada

Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Ad.2.Dapat dibatalkan, akibatnya perbuatan hukum yang dilakukan tidak

mempunyai akibat sejak terjadinya pembatalan dan dimana pembatalannya

atau pengesahan perbuatan hukum tersebut tergantung pada pihak tertentu,

yang menyebabkan perbuatan hukum tersebut dapat dibatalkan.Akta yang

sanksinya dapat dibatalkan, tetap berlaku dan mengikat selama belun ada

putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang

membatalkan akta tersebut.

Ad.3. Non existent, akibatnya perbuatan hukum yang dilakukan tidak ada atau non

existent yang disebabkan karena tidak dipenuhinya essensilia dari suatu

perjanjian atau tidak memenuhi salah satu unsur atau semua unsur dalam

suatu perbuatan hukum tertentu. Sanksi non existent secara dogmatis tidak

diperlukan putusan pengadilan, namun dalam praktek tetap diperlukan

putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dan

implikasinya sama dengan batal demi hukum.113

Dalam hal lahirnya tanggung jawab notaris terhadap aktanya yang batal demi

hukum, dapat digunakan teori pertanggungjawaban seperti, liability dan

responbility. Liability merupakan karakter risiko atau tanggung gugat yang

bergantung atau yang meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara aktual

atau potensial seperti kerugian, ancaman, kajahatan, biaya atau kondisi yang

113Herlien Budiono, 2007, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang

Kenotariatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disingkat Herlien

Budiono I), hal. 363-366.

Page 147: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

147

menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang. Sedangkan responbility

berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban, dan termasuk

putusan, ketrampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi juga kewajiban

bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan.

Dalam pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjuk pada

pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang

dilakukan oleh subyek hukum. Sedangkan istilah responbility menunjuk pada

pertanggungjawaban politik.114

Menurut Kranenburg dan Vegtig diberikan dua teori yang melandasi

tanggungjawab tersebut, yaitu :

1. Teori fautes personalles, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian

terhadap pihak ketiga dibebankan kepada pejabat yang karena tindakannya itu

telah menimbulkan kerugian. Dalam teori ini beban tanggung jawab ditujukan

pada manusia selaku pribadi.

2. Teori fautes de services, yaitu teori yang manyatakan bahwa kerugian

terhadap pihak ketiga dibebankan pada instansi dari pejabat yang

bersangkutan. Dalam penerapannya, kerugian yang timbul itu disesuaikan pula

apakah kesalahan yang dilakukan itu merupakan kesalahan berat atau

kesalahan ringan, dimana berat dan riingannnya suatu kesalahan berimplikasi

pada tanggung jawab yang harus ditanggung.115

Kedua teori di atas, dalam hal lahirnya tanggung jawab notaris akibat kebatalan

demi hukum akta yang dibuatnya adalah petanggung jawaban fautes personalles,

114

Ridwan H.R.,loc.cit. 115

Ridwan H.R., loc.cit.

Page 148: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

148

artinya notaris yang membuat akta tersebut bertanggung jawab secara pribadi

karena ia menjabat selaku notaris kepada pihak yang mengalami kerugian. Hal

tersebut didasari pula oleh argumentasi bahwa jabatan notaris merupakan jabatan

yang melekat pada individu/pribadi notarisnya dan bukan merupakan jabatan

institusional.Dengan kata lain, jabatan notaris atau seseorang menjadi notaris

bukan karena ada suatu instansi/lembaga notaris kemudian seseorang diangkat

untukmenjabat di instansi/lembaga tersebut, sebagaimana layaknya jabatan

seseorang pada instansi/lembaga pemerintahan. Selain hal itu, teori fautes

personalles dapat dijadikan dasar hukum dan rujukan untuk membebani/meminta

tanggungjawab kepada notaris bilamana aktanya melahirkan kerugian terhadap

kliennya akibat kesalahan notaris dalam mengkonstantir suatu peristiwa/perbuatan

hukum konkrit untuk dijadikan suatu peristiwa/perbuatan hukum di dalam

pembuatan aktanya.

Kaitannya dengan kajian dalam tesis ini, kesalahan notaris mengkonstatir

akta terdapat ketika notaris yang secara normatif seharusnya mengetahui larangan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat(2) UUPA, akan tetapi masih tetap

bersedia membuat akta yang dimintakan kepadanya dalam bentuk akta nominee.

Sehingga apabila akta tersebut melahirkan kerugian bagi pihak WNA, dapat

dimintakan pertanggung jawaban personal karena jabatannya untuk memberi ganti

rugi sebagaimana layaknya berlaku dalam hukum perdata.

Page 149: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

149

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pada pembahasan terhadap topik penulisan pada tesis ini

maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Upaya hukum yang dapat dilakukan dalam hal terjadinya sengketa terhadap

perjanjian nominee yang didalamnya mengandung perbuatan-perbuatan

hukum peralihan hak milik atas tanah antara WNI dengan WNA adalah

diselesaikan melalui jalur non litigasi dan melalui jalur litigasi. Dalam jalur

non litigasi, upaya hukum yang ditempuh adalah penyelesaian secara

musyawarah mufakat guna tercapainya win-win solution sehingga diantara

para pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut tidak ada yang merasa

dirugikan baik secara materiil maupun secara immateriil. Sebaliknya

penyelesaian melalui jalur litigasi dilakukan dengan cara melakukan gugatan

ke Pengadilan Negeri.

2. Terdapat tiga akibat hukum yang lahir dari perjanjian nominee yang berisi

tentang peralihan hak atas tanah dari WNI kepada WNA yang melanggar

ketentuan Pasal 26 ayat (2), yaitu :

a) Akibat hukum terhadap substansi/isi akta atau terhadap perbuatan-

perbuatan hukum peralihan hak milik atas tanahnya batal demi hukum dan

149

Page 150: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

150

tidak memiliki kekuatan mengikat, karena berdasarkan norma hukum

dalam hal ini syarat sahnya perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUH

Perdata, akta nominee tidak memenuhi syarat keempat yaitu suatu sebab

yang halal sebagai syarat obyektifnya.

b) Akibat hukum status tanah hak milik sebagai obyek perjanjian nominee

tersebut secara yuridis mengukuhkan pemilikan WNI atas tanah hak milik

yang menjadi obyek perjanjian nominee tersebut.

c) Akibat hukum notaris yang mau membuatkan akta nominee yaitu

menimbulnya tanggung jawab personal bagi si notaris, apabila akta

nominee yang dibuatnya mengakibatkan kerugian maka notaris dapat

dimintakan pertanggungjawaban personal karena jabatannya untuk

memberi ganti rugi sebagaimana layaknya berlaku dalam hukum perdata.

5.2. Saran

Adapun saran-saran yang dapat diberikan sebagai berikut :

1. Berdasarkan pada penyelesaian kasus melalui jalur litigasi terhadap perjanjian

nominee tidak serta merta menyebabkan tanahnya jatuh kepada negara, maka

disarankan kepada Pengadilan agar putusan-putusan hakim menghukum

bahwa tanah obyek sengketa nominee jaruh kepada negara dan selanjutnya

digunakan oleh Negara cq. Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai dasar

dalam mengambil tanah-tanah tersebut menjadi tanah negara.

2. Penyelesaian melalui jalur litigasi terhadap perbutan-perbuatan hukum yang

mengandung peralihan hak milik atas tanah antara WNI kepada WNA hanya

Page 151: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

151

menghukum pihak WNA saja yang tidak berhak dan sebaliknya pihak WNI

dikukuhkan pemilikannya atas obyek perjanjian tersebut, sehingga substansi,

maksud dan tujuan yang terkandung dalam Pasal 26 ayat (2) tidak tercapai,

yaitu tanah tersebut jatuh kepada Negara. Maka disarankan kepada para

penegak hukum dalam hal ini Pengadilan agar penyelesaian melalui jalur

litigasi juga menghukum WNI yang bersangkutan dengan menyatakan bahwa

tanah yang menjadi obyek dalam perjanjian nominee bukanlah haknya,

sehingga menjadi jatuh kepada negara. Hal tersebut ditujukan agar norma

yang terkandung dalam Pasal 26 ayat (2) dapat terpenuhi, selain untuk

mencegah terjadinya praktik serupa dikemudian hari.

Page 152: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

152

DAFTAR PUSTAKA

I. BUKU-BUKU :

Adjie, Habib, 2009, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No.

30 Thun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung.

Atmadja, I Dewa Gede, 2013, Filsafat Hukum Dimensi Tematis dan Historis,

Setara Press, Jatim.

Badrulzaman, Mariam Darus,2001,Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Cutra Aditya

Bakti, Bandung.

_______, 2006, KUHPERDATA Buku III, Alumni, Bandung.

Bakri, Muhammad, 2007, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara, Citra Media,

Yogyakarta.

Boediarto, M. Ali, 2005, Kompilasi Kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung,

Hukum Acara Perdata Setengah Abad, Swa Justisia, Jakarta.

Budiono, Herlien. 2007, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang

Kenotariatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

_______, 2011, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang

Kenotariatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Fuadi, Munir. 1996, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek (Buku III), PT. Citra

Aditya Bakti, Bandung.

_______, 2007, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), PT. Citra

Aditya Bakti, Bandung.

Garner, BryanA. 2004, Black’s Law Dictionary, Eighth Edition, Thomson West,

United States of Amerika.

Ghotur, AnshoriAbdul, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia Persepektif

Hukum Dan Etika, UII Press, Yogyakarta.

Golding, M.P, 2004, The Nature of Law Readings in Legal Philosophy, Columbia

University, Random House, New York.

Page 153: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

153

Hadjon, Philipus M., 1993, Pemerintah Menurut Hukum, Cetakan Pertama,

Yuridika, Surabaya.

Handri, Raharjo. 2009, Hukum Perjanjian Di Indonesia, Pustaka Yustisia,

Yogyakarta.

Harahap, M. Yahya, 1995, Mencari Sistem Alternatif Penyelesaian Sengketa,

Varia Peradilan Nomor 21.

Harris, J.W,1979, Law and Legal Science (An Inquiry into the Concepts Legal

Rule and Legal System), Clarendon Press-Oxford.

Harsono, Boed,. 1971, Undang-Undang Pokok Agraria Bagian Pertama,

Djambatan, Jakarta.

Huijber, Theo, 2007, Filsafat Hukum Dalam Lintas Sejarah, Cetakan

Keempatbelas, Yogyakarta.

Khairandy, Ridwan, 2003, Iktikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Program

Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta.

Koeswadji, 2003, Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Center of

Documentation and Studies of Business Law, Yogyakarta.

Komariah, 2002, Hukum Perdata, Universitas Muhammadiah, Malang.

Lotulung, Paulus Effendi, 1993, Beberapa Sistem Tentang Kontrol Segi Hukum

Terhadap Pemerintah-Seri Ke I : Perbandingan Hukum Administrasi dan

Sistem Peradilan Administrasi (Edisi Ke II dengan revisi), Citra Aditya

Bakti, Bandung.

MacCormick, Neil, 2007, Institutions of Law – An Essay in legal Theory, Oxford

University Press, New York.

Marzuki, Peter Mahmud,2005,Penelitian Hukum Edisi pertama, cet. Ke-2,

Kencana, Jakarta.

_______, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Meliala, Djaja S., 2007, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan

Hukum Perikatan, Nusa Aulia, Bandung.

Mertokusumo, Sudikno. 1986, Rangkuman Kuliah Hukum Perdata, Fakultas

Pascasarjana UGM, Yogyakarta.

_______, 1999, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta.

Page 154: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

154

Muchsin, Koeswahyono Imam, dan Soimin, 2010, Hukum Agraria Indonesia

Dalam Perspektif Sejarah, Refika Aditama, Bandung.

Muhammad, Abdulkadir. 1982, Hukum Perjanjian.Alumni, Bandung.

Mustafa, Bacshandkk, 1982, Azas-Azas Hukum Perdata dan Hukum Dagang,

Edisi Pertama, Armico, Bandung.

Peorwosutedjo, H.M.N. 1992, Pokok-pokok Hukum Dagang, Perwasitan,

Kepailitan dan Penundaan Pembayaran, Cet. III, Djambatan, Jakarta.

Perlindungan, A.P, 1984, Serba Serbi Hukum Agraria, Percetakan Offset Alumni

Kotak Pos 272, Bandung.

Poerwadarminta,1998, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

Prodjodikoro, Wirjono. 1985, Hukum Perdata Tentang Persetujuan Tertentu,Cet

VIII, Sumur, Bandung.

Ranuhandoko,I.P.M. B.A., 1996, Terminologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

Ridwan, H.R., 2006, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta

Rifai, Ahmad. 2011, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Persepektif Hukum

Progresif, Sinar Grafika, Jakarta.

Salim, HS., 2003,Perkembangan Hukum Kontrak Innominat di Indonesia, Sinar

Grafika, Jakarta

Satrio, J, 1995, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian. Buku I,

PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Satriyo, Wicaksono, Frans. 2008, Panduan Lengkap Membuat Surat-Surat

Kontrak, Visimedia, Jakarta.

Sidharta, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Gramedia

Widiasrana, Jakarta.

Sihombing, Irene Eka, 2005, Segi-segi Hukum Tanah Nasional dalam Pengadaan

Tanah untuk Pembangunan, Universitas Trisakti, Jakarta.

Soebekti,R, 1982, Law In Indonesia, Centre For Strategic And International, And

Studies, third edition, Jakarta.

_______, 2001, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta.

Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri. 1985, Penelitian Hukum Normatif, Suatu

Tinjauan Singkat, CV. Rajawali, Jakarta.

Page 155: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

155

Subagyo, P. Joko. 1999, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Cet. III,

Rineka Cipta, Jakarta.

Subekti, 1992, Arbitrase Perdagangan, Bina Cipta, Bandung.

________, 1995, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Sudiarto, H. dan Asyhadie, Zaeni. 2004, Mengenal Arbitrase, PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

Suherman, E., 1979, Masalah Tanggung Jawab Pada Charter Pesawat Udara

Dan Beberapa Masalah Lain Dalam Bidang Penerbangan (Kumpulan

Karangan), Cet. II, Alumni, Bandung.

Sumardjono,Maria S.W. 2012, Penguasaan Tanah Oleh Warga Negara Asing

Melalui Perjanjian Nominee, Rapat Kerja Wilayah Ikatan Notaris Indonesia

(INI) Pengurus Wilayah Bali dan NTT, Denpasar.

Sunggono, Bambang. 1997, Metodologi Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo

Persada, Jakarta.

Supramono, Gatot. 2012, Hukum Orang Asing di Indonesia, Sinar Grafika,

Jakarta Timur.

Thamrin, H. Husni. 2011, Pembuatan Akta Pertanahan Oleh Notaris, LaksBang

Pressindo, Yogyakarta.

Vasu, Sucitthra. 2006, Contract Law For Business People, Rank Books,

Singapore.

Widjaja, Gunawan dan Yani, Ahmad. 2000, Hukum Arbitrase, PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

II. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :

Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kitab Undang Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 20430).

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117 Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4432).

Page 156: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

156

Undang-Undang Repubulik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan

Kehakiman (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5076)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 tentang

Kewarganegaraan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2006 Nomor 63).

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 3872).

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna

Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1996 Tentang

Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang

Berkedudukan Di Indonesia.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1987 Tentang Pendaftaran Tanah jo

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

Instruksi Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 Tentang Larangan Penggunaan

Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah.

III. DISERTASI :

Djatmiati, Tatiek Sri, 2002, Prinsip Izin Usaha Industri Di Indonesia, Disertasi,

Program Pasca Sarjana, Unair, Surabaya.

IV. BAHAN INTERNET :

BKPMD (Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah), 2013, Investasi

Penanaman Modal Asing di Bali Lampaui Target,http://selebzone.com/

bkpmd-investasi-penanaman-modal-asing-di-bali-lampaui-target.html,

diakses tanggal 17 April 2013.

Maulanaz Nova, 2012, Jenis-Jenis Hak Atas Tanah Di Indonesia,

http://www.google.com/search?q=maulanaz+nova+jenis-jenis+hak +atas

+tanah+di+Indonesia&hl=en&sa=x&as_q=&spell=1&ei=YB5tUsDoB4f9r

AfLI4CYBg&ved=0CAoQBSgA, diakses tanggal 5 Agustus 2013.

Page 157: penyelesaian sengketa yang timbul dari akta nominee yang berisi ...

157

Yance Arizona, 2012, Kepastian Hukum, http:/yancearizona.wordpress.com,

diakses tanggal 2 Mei 2013.