perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

150
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Arah kebijakan pembangunan bidang ekonomi sesuai dengan amanat Garis-Garis Besar Haluan Negara ( GBHN ) adalah mempercepat pemulihan ekonomi dan mewujudkan landasan pembangunan yang kokoh bagi pembanguan ekonomi berkelanjutan yang diperioritaskan berdasarkan sistem ekonomi kerakyatan. Hal ini selaras dengan arah pembangunan di bidang hukum yang antara lain menyeimbangkan peraturan perundang-undangan yang mendukung kegiatan perekonomian dalam menghadapi era perdagangan bebas tanpa merugikan kepentingan nasional. Kegiatan pembangunan di bidang ekonomi tentu membutuhkan penyediaan modal yang sangat besar, karena modal merupakan salah satu faktor penentu dalam pembangunan. 1 Seiring dengan pembangunan, disamping diperlukan tersedianya modal yang memadai juga diperlukan tersedianya tempat usaha yang berupa tanah sebagai tempat berpijak lebih-lebih sebagai tempat tinggal. Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa merupakan sumber kesejahteraan, kemakmuran dan 1 Herawati Poesoko, 2007, Parate executie Obyek Hak Tanggungan ( Inkonsistensi, Koflik Norma Dan Kesesatan Penalaran dalam UUHT), LaksBang PREESSindo, Yogyakarta, h. 1-2 1

Transcript of perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

Page 1: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional,

merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil

dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang - Undang Dasar Negara Republik

Indonesia 1945. Arah kebijakan pembangunan bidang ekonomi sesuai dengan

amanat Garis-Garis Besar Haluan Negara ( GBHN ) adalah mempercepat

pemulihan ekonomi dan mewujudkan landasan pembangunan yang kokoh bagi

pembanguan ekonomi berkelanjutan yang diperioritaskan berdasarkan sistem

ekonomi kerakyatan. Hal ini selaras dengan arah pembangunan di bidang hukum

yang antara lain menyeimbangkan peraturan perundang-undangan yang

mendukung kegiatan perekonomian dalam menghadapi era perdagangan bebas

tanpa merugikan kepentingan nasional. Kegiatan pembangunan di bidang

ekonomi tentu membutuhkan penyediaan modal yang sangat besar, karena modal

merupakan salah satu faktor penentu dalam pembangunan.1

Seiring dengan pembangunan, disamping diperlukan tersedianya modal

yang memadai juga diperlukan tersedianya tempat usaha yang berupa tanah

sebagai tempat berpijak lebih-lebih sebagai tempat tinggal. Tanah sebagai karunia

Tuhan Yang Maha Esa merupakan sumber kesejahteraan, kemakmuran dan

1 Herawati Poesoko, 2007, Parate executie Obyek Hak Tanggungan ( Inkonsistensi,

Koflik Norma Dan Kesesatan Penalaran dalam UUHT), LaksBang PREESSindo, Yogyakarta, h.

1-2

1

Page 2: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

2

kehidupan bagi manusia, karenanya tanah sebagai satu-satunya kebutuhan

manusia untuk tempat tinggal, sehingga dengan semakin meningkatnya kebutuhan

akan tanah baik untuk pertanian, usaha maupun untuk tempat tinggal, maka

penguasaan atau pemilikan tanah semakin lama semakin diperkuat dengan

berbagai upaya hukum yang diperlukan untuk menjaga kelestarian dan

ketenteraman atas kepemilikannya.2

Tanah mempunyai fungsi yang sangat strategis, baik sebagai sumber

daya alam maupun sebagai ruang untuk pembangunan. Karena kesediaan tanah

yang relatif tetap sedangkan kebutuhan akan tanah terus meningkat, maka

diperlukan pengaturan yang baik, tegas, dan cermat mengenai penguasaan,

pemilikan maupun pemanfaatan tanah, sebagai upaya untuk mewujudkan cita-cita

penguasaan dan penggunaan tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Arus globalisasi yang demikian kuat telah mengubah tatanan kehidupan

pergaulan masyarakat dunia yang seolah-olah dunia tidak ada batas lagi, memberi

peluang para pemilik modal untuk melakukan investasinya dan menuntut negara-

negara dunia, yang pada umumnya menjadi lokasi kegiatan investasinya, untuk

menyediakan kemudahan-kemudahan bagi para pemilik modal tersebut untuk

melakukan eksploitasi sumber-sumber agraria (khususnya tanah).

Banyaknya warga negara asing yang hendak berinvestasi dan menetap

di Indonesia, khususnya Bali, tentu saja memerlukan tanah untuk mewujudkan

maksud-maksudnya tersebut. Pemerintah Indonesia menanggapi keperluan warga

2 Sudjito, 1987, Prona Pensertipikatan Tanah Secara Masal dan Penyelesaian Sengketa

Tanah Yang Bersifat Strategis, Cet.I, Liberty, Yogyakarta, h. 1.

Page 3: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

3

negara asing tersebut untuk mendapatkan tanah dengan diaturnya mengenai

penguasaan tanah oleh warga negara asing dalam Undang Undang Nomor 5

Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, selanjutnya disebut

UUPA.

UUPA mengatur mengenai bentuk-bentuk penguasaan tanah oleh warga

negara asing, berupa hak pakai dan hak sewa. Dalam hal ini warga negara asing

sebagai subjek hak pakai dan hak sewa diatur dalam Pasal 42 sub b dan Pasal 45

sub b.

Selain UUPA mengatur penguasaan tanah oleh warga negara asing

sebagai subjek pemegang Hak Pakai, diatur pula dalam : Peraturan Pemerintah

No. 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak

Pakai atas Tanah; Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996 Tentang Pemilikan

Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan Di

Indonesia; Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 7 Tahun 1996 Tentang

Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing;

Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 8 Tahun 1996 Tentang Perubahan

Peraturan Menteri Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 7 Tahun 1996

Tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang

Asing.

Selanjutnya Pasal 41 PP No. 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha,

Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah, dinyatakan : Tanah yang dapat

diberikan dengan Hak Pakai adalah :

Page 4: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

4

a. Tanah Negara;

b. Tanah Hak Pengelolaan;

c. Tanah Hak milik.

Terjadinya Hak pakai atas tanah negara diberikan dengan suatu

penetapan atau keputusan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan suatu

peraturan perundang-undangan, yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5

Tahun 1973 tentang Ketentuan Mengenai Tata Cara Pemberian Hak Atas Tanah,

yang telah dirubah dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan

Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan. Jangka waktu hak

pakai atas tanah negara diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 tahun dan

dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun atau diberikan untuk

jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk

keperluan tertentu.

Hak pakai atas tanah hak pengelolaan diberikan dengan keputusan

pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul

pemegang hak pengelolaan. Ketentuan mengenai tata cara dan syarat permohonan

dan pemberian hak pakai atas tanah Negara dan tanah hak pengelolaan diatur

lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. Hak pakai atas tanah hak pengelolaan

dapat diperpanjang atas usul pemegang hak pengelolaan.

Hak pakai atas tanah hak milik terjadi dengan pemberian tanah oleh

pemegang hak milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Hak pakai atas tanah hak milik diberikan untuk jangka waktu paling lama 25

Page 5: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

5

tahun dan tidak dapat diperpanjang. Atas kesepakatan antar pemegang hak pakai

dengan pemegang hak milik, hak pakai atas tanah hak milik dapat diperbaharui

dengan pemberian hak pakai baru dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat

Akta Tanah dan hak tersebut wajib didaftarkan.

Hak sewa untuk bangungan dapat terjadi karena perjanjian persewaan

tanah yang tertulis antara pemilik tanah dengan pemegang hak sewa untuk

bangunan yang tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur

pemerasan. Jangka waktu hak sewa, diserahkan kepada kesepakatan antara

pemilik tanah dengan pemegang hak sewa.

Mengenai hak milik atas tanah terhadap warga negara asing, hal ini tidak

diatur dalam UUPA. Dalam Pasal 21 UUPA dinyatakan bahwa :

(1) Hanya warga negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.

(2) Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat

mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya.

(3) Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini

memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa waktu atau

percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga

negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah

berlakunya Undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya,

wajib melepaskan hak itu didalam jangka waktu satu tahun sejak

diperolehnya hak tersebut atau hilang kewarganegaraan itu. Jika

sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak

dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya

jatuh kepada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain

yang membebaninya tetap berlangsung.

(4) Selama seseorang di samping kewarganegaraan Indonesianya

mempunyai kewarganegaraan asing, maka ia tidak dapat

mempunyai tanah dengan hak milik dan baginya berlaku

ketentuan dalam ayat 3 pasal ini.

Page 6: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

6

Selanjutnya Pasal 26 ayat (2) UUPA, menyatakan bahwa :

”Setiap jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan

perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak

langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang

warga negara yang di samping kewarganegaraan Indonesianya

mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum,

kecuali yang ditetapkan pasal 21 ayat (2), adalah batal karena hukum dan

tanahnya jatuh kepada negara, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak

lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran

yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.”

Isi dari pasal ini kiranya jelas bahwa warga negara asing sama sekali

tidak boleh menguasai tanah di Indonesia dengan hak milik, ini dimaksudkan

untuk mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari

penguasaan warga negara asing. Dan segala bentuk peralihan hak milik terhadap

orang asing pun telah dicegah dengan ketentuan Pasal 26 ayat (2) UUPA, yaitu :

Setiap perbuatan pengalihan hak yang bertentangan dengan isi dari ketentuan

tersebut akan mengakibatkan hak milik atas tanahnya akan jatuh pada negara dan

akan dikuasai oleh negara. Akan tetapi dalam realisasinnya transaksi jual beli

yang berkenaan dengan tanah, dilakukan oleh orang yang memiliki

kewarganegaraan asing secara terselubung yaitu dengan mempergunakan seorang

warga negara Indonesia masih sering terjadi.3

Walaupun pemerintah telah memberikan penguasaan tanah kepada

warga negara asing berupa hak pakai dan hak sewa, namun dengan berbagai

pertimbangan orang asing yang ingin berinvestasi di Indonesia khususnya di Bali

tetap menghendaki dengan status hak milik. Karena, hak milik adalah hak turun

temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Pada

3 Sudargo Gautama, 1973, Masalah-Masalah Agraria Berikut Peraturan-Peraturan,

Alumni, Bandung, h. 11

Page 7: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

7

kenyataannya nilai jual hak milik lebih tinggi dibandingkan dengan hak-hak yang

lain, sedangkan prosedur hak pakai dianggap terlalu rumit serta kepemilikan

dengan hak pakai memiliki batas waktu, apabila batas waktunya habis maka hak

pakai haruslah diperpanjang. Begitu pula dengan hak sewa yang memiliki batas

waktu. Warga negara asing ini menghendaki suatu solusi yang mampu

memberikan jawaban terhadap keinginan mereka untuk menguasai suatu bidang

tanah, tanpa harus melanggar hukum. Memiliki hak terhadap tanah tersebut

sebagaimana layaknya tanah tersebut dikuasai dengan hak milik.

Terhadap permasalahan yang dihadapi warga negara asing tersebut,

maka dibuat suatu perjanjian, yang bermaksud memindahkan hak milik secara

tidak langsung kepada warga negara asing dalam bentuk :

1. Akta Pengakuan Utang

2. Pernyataan bahwa pihak warga negara Indonesia memperoleh fasilitas

pinjaman uang dari warga negara asing untuk digunakan membangun

usaha.

3. Pernyataan pihak warga negara Indonesia bahwa tanah hak milik adalah

milik pihak warga negara asing.

4. Kuasa menjual. Pihak warga negara Indonesia memberi kuasa dengan

hak substitusi kepada pihak warga negara asing untuk menjual,

melepaskan, atau memindahkan tanah hak milik yang terdaftar atas nama

warga negara Indonesia.

5. Kuasa roya. Pihak warga negara Indonesia memberi kuasa dengan hak

substitusi kepada pihak warga negara asing secara khusus mewakili dan

bertindak atas nama pihak warga negara Indonesia untuk meroya dan

menyelesaikan semua kewajiban utang piutang pihak warga negara

Indonesia.

6. Sewa menyewa tanah. Warga negara Indonesia sebagai pihak yang

menyewakan tanah memberikan hak sewa kepada warga negara asing

sebagai penyewa selama jangka waktu tertentu, misalnya 25 tahun, dapat

diperpanjang dan tidak dapat dibatalkan sebelum berakhirnya jangka

waktu sewa.

7. Perpanjangan sewa menyewa. Pada saat yanng bersamaan dengan

pembuatan perjanjian sewa menyewa tanah (angka 6), dibuat sekaligus

perpanjangan sewa menyewa selama 25 tahun dengan ketentuan yang

sama dengan angka 6.

Page 8: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

8

8. Perpanjangan sewa menyewa. Sekali lagi pada saat yang bersamaan

dengan pembuatan perjanjian sewa menyewa tanah (angka 6 dan 7),

dibuat perpanjangan sewa menyewa lagi untuk waktu 25 tahun dengan

ketentuan yang sama dengan angka 6 dan 7.

9. Kuasa. Pihak warga negara Indonesia memberi kuasa dengan hak

substitusi kepada pihak warga negara asing (penerima kusa) untuk

mewakili dan bertindak untuk atas nama pihak warga negara Indonesia

mengurus segala urusan, memperhatikan kepentingannya, dan mewakili

hak-hak pemberi kuasa untuk keperluan menyewakan dan mengurus izin

mendirikan bangunan (IMB), menandatangani surat pemberitahuan

pajak dan surat lain yang diperlukan; menghadap pejabat yang

berwenang serta menandatangani semua dokumen yang diperlukan. 4

Upaya lain untuk memberikan kemungkinan bagi warga negara asing

memiliki hak atas tanah yang dilarang UUPA adalah dengan jalan menggunakan

”kedok”, melakukan jual beli atas nama seorang warga negara Indonesia,

sehingga secara yuridis formal tidak menyalahi peraturan. Namun di samping itu

dilakukan upaya pembuatan perjanjian antara warga negara Indonesia dan warga

negara asing tersebut dengan cara pemberian kuasa, yang memberikan hak yang

tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa (warga negara Indonesia) dan

memberikan kewenangan bagi penerima kuasa (warga negara asing) untuk

melakukan segala perbuatan hukum berkenaan dengan hak atas tanah tersebut.5

Perjanjian pokok yang diikuti dengan perjanjian lain terkait dengan

penguasaan hak atas tanah oleh warga negara asing menunjukkan bahwa secara

tidak langsung melalui perjanjian notariil, telah terjadi penyelundupan hukum.6

Masalah penyelundupan dalam bidang agraria ini sering terjadi di

Indonesia, karena adanya penduduk Indonesia yang masih berstatus

4 Maria SW. Sumardjono, 2007, Alternatif Kebijakan Pengaturan Hak Atas Tanah

Beserta Bangunan bagi Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing, (selanjutnya disebut Maria

SW. Sumardjono I), Kompas, Jakarta, h. 16 5Maria SW. Sumardjono, 2006, Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan

Implementasi,Kompas, Jakarta (selanjutnya disebut Maria SW. Sumardjono II), h. 162 6 Ibid, h. 17

Page 9: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

9

orang asing yang secara tidak langsung memperoleh hak milik atas tanah

Indonesia, yaitu dengan cara menggunakan kedok yang disebut

strooman, dengan cara menggunakan hak milik atas tanah. Misalnya

orang asing hendak membeli sebidang tanah milik, ia tidak membelinya

secara langsung tetapi memakai nama dari ”piaraannya” yang

berkewarganegaraan Indonesia. Dan biasanya diikat dengan suatu

perjanjian utang piutang yang jumlahnya meliputi harga tanah yang

dijadikan jaminan utang strooman tersebut. Apabila hal ini diketahui

oleh instansi-instansi yang diberi wewenang untuk mengatur dan

mengurus agraria, maka diputuskan untuk dinyatakan bahwa jual beli itu

batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada negara. Jadi dilarang oleh

Pasal 26 ayat (2) UUPA.7

Jika dilihat sepintas lalu, secara langsung perjanjian nominee tersebut

tidak menyalahi peraturan perundang-undangan yang berlaku karena tidak dalam

bentuk pemindahan hak melalui jual beli. Tetapi, apabila isi perjanjian tersebut

ditelaah, secara tidak langsung dimaksudkan untuk mengalihkan atau

memindahkan hak atas tanah (yang berupa hak milik) kepada warga negara asing.

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka penulis menginterprestasikan

bahwa perjanjian nominee sama sekali tidak dikenal dalam sistem hukum

Indonesia khususnya dalam hukum perjanjian Indonesia, dan tidak ada pengaturan

secara khusus dan tegas, sehingga dapat dikatakan mengandung pengertian yang

kosong/norma kosong, karena perjanjian nominee dapat dikatagorikakan sebagai

penyelundupan hukum.

7 Bachtiar Mustafa, 1985, Hukum Agraria Dalam Perspektif, Remaja Karya, Bandung, h.

11

Page 10: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

10

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian diatas, penulis mengangkat permasalahan sebagai berikut :

a. Bagaimana pengaturan perjanjian nominee di Indonesia ?

b. Apakah perjanjian nominee telah memperhatikan keabsahan dan

kekuatan mengikat dalam hukum perjanjian Indonesia ?

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Agar suatu masalah tidak keluar dari pokok permasalahan, maka dalam

penulisan tesis ini dibatasi pada :

a. Keabsahan perjanjian nominee dalam sistem hukum perjanjian

Indonesia.

b. Kekuatan mengikat perjanian nominee dalam hukum perjanjian

Indonesia.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan umum :

a. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengembangkan ilmu

hukum terkait dengan peradigma ”science as a prosess” ( ilmu

sebagai proses ). Dengan paradigma ini ilmu tidak akan madeg ( final

) dalam penggaliannya atas kebenarannya.8

8 Pedoman Penulisan Usulan Thesis Hukum Normatif Program tudi Magister Ilmu

Hukum Universitas Udayana, 2003, h. 6.

Page 11: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

11

b. Untuk mengetahui/memberikan gambaran secara umum mengenai

pengaturan , keabsahan, dan kekuatan mengikat perjanjian nominee

dalam perjanjin Indonesia.

1.4.2. Tujuan khusus :

Di samping tujuan umum tersebut diatas, penelitian ini secara

spesifik diharapkan mampu :

a. Untuk memahami pengaturan perjanjian nominee sebagai sarana

penguasaan hak milik atas tanah oleh warga negara asing di

Indonesia.

b. Untuk memahami perhatian para pihak dalam praktek perjanjian

nominee di Indonesia terhadap ketentuan – ketentuan hukum

perjanjian Indonesia.

c. Untuk memahami hal – hal yang perlu diperhatikan dalam kaitannya

dengan keabsahan dan kekuatan mengikat perjanjian nominee dalam

hukum perjanjian indonesia

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan menjadi sumbangan

pemikiran bagi pengembangan substansi disiplin bidang ilmu hukum, terutama

mengenai perjanjian nominee dalam kedudukannya sebagai perjanjian penguasaan

hak milik atas tanah oleh warga negara asing dalam perspektif hukum perjanjian

Indonesia.

Page 12: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

12

1.5.2. Secara praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi

hukum positif dan memberikan pemikiran untuk dijadikan bahan

pertimbangan/pedoman bagi warga negara Indonesia yang ingin mengalihkan hak

miliknya kepada warga negara asing melalui perjanjian nominee

1.6. Landasan Teoritis

Pembahasan masalah dalam penelitian thesis ini, perlu diarahkan dengan

menggunakan landasan teoritis yang relevan. Karena itu, sebagai pisau analisis

dalam pembahasan permasalahan dalam thesis ini, yaitu adanya kekosongan

hukum / norma kosong dalam pengaturan perjanjian nominee, maka patut

mengingat seperti yang dikemukakan oleh seorang filsuf hukum mencari hakikat

dari pada hukum. Dia ingin mengetahui apa yang ada dibelakang hukum, mencari

apa yang tersembunyi dibelakang hukum, dia menyelidiki kaedah –kaedah

hukum sebagai pertimbangan nilai, dasar – dasar hukum sampai dasar – dasar

filsafat yang terakhir. Dia berusaha untuk mencapai ”akarnya” dari hukum.9

Telaah terhadap prinsip hukum dan asas hukum merupakan unsur yang

penting dan pokok dari peraturan hukum, bahkan asas hukum merupakan

”jantungnya” peraturan hukum.10

9 Soetikno, 2002, Filsafat Hukum ( Bagian I ), Ct. Kesembilan, Pradnya Paramita,

Jakarta, h. 2 10

Ibid.

Page 13: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

13

Pada pokoknya asas hukum berubah mengikuti kaedah hukumnya,

sedangkan hukum akan berubah mengikuti perkembangan masyarakat, sehingga

terpengaruh oleh waktu dan tempat.11

Pembentukan hukum praktis perlu berorientasi pada asas – asas hukum

tersebut, sebab sebagai dasar – dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan

hukum positif. Theo Huijbers berpendapat bahwa asas –asas hukum adalah prinsip

– prinsip yang dianggap dasar atau fundamental hukum. Asas – asas itu dapat juga

disebut pengertian – pengertian dan nilai – nilai yang menjadi titk tolak berpikir

tentang hukum.12

J.J.H.Bruggink berpendapat, pada basis ( landasan ) suatu sistem kaedah –

kaedah terdapat kaedah – kaedah penilaian yang fundamental yang dinamakan

asas – asas hukum.13

Paul Scholten sebagaimana dikutip oleh J.J.H. Bruggink

menyatakan prihal difinisi tentang asas hukum sebagai pikiran – pikiran dasar

yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum masing – masing

dirumuskan dalam peraturan perundang – undangan dan putusan – putusan hakim

dan seterusnya, sehingga tampak jelas bahwa peranan asas hukum sebagai meta

kaedah berkenaan dengan kaedah dalam bentuk sebagai kaedah prilaku.14

Menurut Peter Mahmud Marzuki, asas – asas hukum dapat saja timbul dari

pandangan akan kepantasan dalam pergaulan sosial yang kemudian diadopsi oleh

11

Sudikno Mertokusumo, 1991, Mengenal Hukum ( Suatu Pengantar ), Cet. Ketiga,

Liberty, Yogyakarta, (selanjutnya di sebut Sudikno Mertolusumo I )), h. 32. 12

Theo Huijbers, 1990, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, Yayasan Kanisius,

Yogyakarta, h. 79 – 80. 13

Arief Sidharta, 1996, Refleksi Tentang Hukum ( Terjemahan Rechts Reflection

Grondbegrippen Uit de rechtstheori , J.J.H.Briggink ) Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 119 14

Ibid, h. 119 – 120.

Page 14: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

14

pembuat undang – undang sehingga menjadi aturan hukum, akan tetapi tidak

semua asas hukum dapat dituangkan menjadi aturan hukum. Meskipun demikian

asas hukum tidak boleh diabaikan begitu saja melainkan harus tetap dirujuk.

Apabila asas – asas hukum ini tidak disebut dengan jelas dalam undang – undang,

maka asas hukum dapat dicari dengan cara membandingkan antara beberapa

peraturan perundang – undangan yang diduga mengandung ”persamaan”, dan

berdasarkan penapsiran menurut sejarah pembuat undang –undang itulah asas

hukum yang menjadi dasar peraturan perundang – undangan yang bersangkutan.15

Persamaan yang dikehendaki pembuat undang – undang itulah asas hukum yang

menjadi dasar peraturan perundang – undangan yang bersangkutan.16

Karena itu, berdasarkan uraian tersebut diatas sangatlah berguna untuk

menganalisis berbagai permasalahan berkaitan dengan perjanjian nominee dalam

perspektif hukum perjanjian Indonesia ini, agar ditemukan alasan yang lebih kuat

untuk menerima perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas

tanah.

Menurut Asser, mencari asas adalah kegiatan intelektual dan juga kegiatan

yang terpenting dari ilmu hukum, karena asas itu harus dilacak dalam sisten

positif, yaitu keseluruhan tatanan hukum, yang disitu tidak ditegaskan asasnya,

dan asas itu harus dikaji terhadap keseluruhan itu, jika pernyataan asasnya sudah

terjadi, akan tetapi sekaligus sepenuhnya irrasional, karena hanyalah apa yang

15

Peter Mahmud Marzuki, 2003, Batas –Batas Kebebasan Berkonrak, Yuridika, Vol.18,

No. 3 16

Satjipto Rahardjo, 1985, Ilmu Hukum, Cet. Kedua, Alumni, Bandung, h. 85.

Page 15: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

15

oleh peneliti sendiri diterima sebagai nyata dimata kesadaran susilanya dapat

diakui sebagai asas.17

Sehubungan dengan penggunaan perjanjian nominee untuk penguasaan

hak milik atas tanah oleh warga/orang asing dalam perspektif hukum perjanjian

Indonesia secara lebih jelas, maka dalam memjawab permasalahan tersebut diatas,

dapat dilakukan dengan menggunakan teori.18

Yang pada hakekatnya adalah

seperangkap konstruksi ( konsep ), batasan dan proposisi yang menyajikan suatu

pandangan sistematis tentang fenomena dengan merinci hubungan antar variabel,

dengan tujuan menjelaskan dan memprediksikan gejala itu. Teori juga berarti

serangkaian asumsi, konsep, difinisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu

penomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar

konsep.19

Sebab itu dalam bentuknya yang paling sederhana suatu teori

merupakan hubungan antara dua variabel atau lebih yang telah teruji

kebenarannya.20

Sebagai suatu pemahaman yang cukup tentang persoalan – persoalan, teori

– teori hukum dipandang sebagai landasan yang mutlak diperlukan untuk

pembuatan kajian ilmiah terhadap tatanan hukum positif konkrit.21

Kemudian

dikatakan bahwa tipikal dari teori hukum adalah memainkan peranan

17

Asser, 1986, Penuntun Dalam Mempelajari Hukum Perdata Belanda, Bagian Umum,

Gajah Mada University Press, Yogyakarta, h. 90. 18

Amiruddin dan Zainal Asikin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT.Raja

Grafindo Persada, Jakarta, h.14. 19

Burhan Asshofa, 2004, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, h. 19. 20

Soejono Soekanto, 2001, Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta, h. 30. 21

Jan Gijssels Mark van Hoecke, 2000, Apakah Teori hukum Itu ?, Laboratorium Hukum

Fakultas Hukum Universitas Parahyangan, Bandung, h. 40.

Page 16: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

16

mengintegrasikan, baik yang berkenaan dengan hubungan antara disiplin –

disiplin satu terhadap yang lainnya maupun yang berkenaan dengan integrasi hasil

– hasil penelitian dari disiplin – disiplin ilmu – ilmu hukum. Teori hukum secara

essensial bersifat interdisipliner, hal ini mengandung arti bahwa teori hukum

dalam derajat yang besar akan menggunakan hasil – hasil penelitian dari berbagai

disiplin yang mempelajari hukum.22

Black and Champion mengatakan : ” A theory is a set of systematically

related propositions specifying causal relationship among variables”.23

Dalam

penelitian ini menggunakan teori – teori yaitu serangkaian spesifikasi yang

sistematis yang dapat menghubungkan dan menjawab permasalahan yang timbul.

Aliran yang mendasari perlunya penemuan hukum bagi perjanjian nominee,

sebagaimana dikemukakan oleh aliran Rechtsvinding (Penemuan Hukum).24

Dalam perkembangannya, dewasa ini pandangan – pandangan terhadap hukum

mengalami perubahan – perubahan, hal ini disebabkan karena :

1. Hukum harus berdasarkan rasa keadilan masyarakat yang terus

berkembang,

2. Pembuat undang – undang tidak dapat mengikuti kecepatan gerak

masyarakat/proses perkembangan sosial, sehingga penyusunan undang –

undang ketinggalan,

22

H.R.Otje Salman dan Anton F. Susanto, 2004, Teori Hukum, Mengingat,

Mengumpulkan dan Membuka Kembali, PT.Refika Aditama, Bandung, h. 59. 23

Ni Ketut Supasti Dharmawan, 2005, Metodelogi Penelitian Hukum Empiris,

Universitas Udayana, Denpasar, h. 26. 24

R. Soeroso, 2005, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 89.

Page 17: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

17

3. Undang – undang tidak dapat menyelesaikan tiap masalah yang timbul.

Undang –undang tidak dapat merinci/mendetail melainkan hanya

memberikan algemeene richtlijnen (pedoman umum) atas permasalahan,

4. Undang – undang tidak sempurna, kadang dipergunakan istilah – istilah

yang kabur dan Hakim harus memberikan makna yang lebih jauh/dalam

dengan cara menafsir,

5. Undang – undang tidak lengkap dan tidak mencakup segala permasalahan.

Selalu ada leemten (kekosongan dalam Undang – undang), maka Hakim

dapat menyusun hukum untuk pengisian kekosongan hukum tersebut

dengan jalan mengadakan rekontruksi hukum, rechtsverfijn (penghalusan

hukum), atau argumentum a contrario (pengungkapan secara berlawanan),

6. Yang menjadi patut dan masuk akal dalam kasus – kasus tertentu juga

diberlakukan bagi kasus – kasus lain yang sama.

Aliran lain yang dapat dipertimbangkan bagi pelaksanaan perjanjian

nominee adalah aliran Freie Rechtslehre yang merupakan aliran bebas, dimana

hukumnya tidak dibuat oleh badan Legislatif dan menyatakan bahwa hukum

terdapat di luar undang – undang.25

Di dalamnya hakim bebas

menentukan/menciptakan hukum baik dengan melaksanakan undang – undang

atau tidak. Adapun yang menjadi salah satu tujuan dari aliran Freie Rechtslehre

adalah untuk membuktikan bahwa dalam undang – undang terdapat kekurangan

dan hal tersebut harus dilengkapi.26

25

Ibid, h. 88. 26

Ibid, h. 89.

Page 18: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

18

Menurut aliran rechtsvinding, hukum terbentuk dengan beberapa cara,

yakni karena Wetgeving (pembentukan Undang – undang), karena administrasi

aau tat usaha negara, karena Rechtspraak (peradilan), karena kebiasaan atau

tradisi yang sudah mengikat masyarakat, dan karena ilmu (wetenschap).27

Disamping itu, ada juga pandangan lain yang mendasari pembentukan

hukum yakni pandanan Legisme, yang menyatakan hukum hanya terbentuk oleh

perundang –undangan (Wetgeving), karena pandangan legisme menyatakan bahwa

di luar undang – undang tidak ada hukum.28

Lalu ada oula pandangan Freie

Erchtslehre, menyatakan bahwa hukum hanya terbentuk oleh peradilan

(Rechtspraak)29

, sedangkan undang – undang dan kebiasaan merupaka sarana

pembantu bagi hukum dalam menemukan hukum pada kasus – kasus konkret.

Mengenai kontrak maupun perjanjian, dalam KUHPerdata terdapat aturan

umum yang berlaku untuk semua perjanjian, yang disebutkan dalam Pasal 1313

KUHPerdata yaitu : ”suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang

atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lai atau lebih”. Dan ada aturan

khusus yang berlaku hanya untuk perjanjian tertentu saja (perjanjian khusus yang

namanya telah diberikan oleh undang – undang, seperti perjanjian jual beli, sewa

menyewa, tukar menukar, pinjam meminjam, dan pemberian kuasa.

Teori yang terkait dengan pembahasan terhadap permasalahan yang

diajukan sebagai landasan atau pisau analisis, antara lain : Dalam pelaksanaan

kontrak / perjanjian bersumber pada unsur obyektif yaitu undang – undang dan

27

Ibid, h. 90. 28

Ibid, h. 95. 29

Ibid, h. 96.

Page 19: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

19

kebiasaan atau kepatutan, unsur subyektif ialah maksud dari kontrak yang

memberi isi tentang sifat dan hubungan berbagai pengertian. Segala sesuatu

berlandaskan kepada kejujuran, dan kepatutan (itikad baik) dari masing – masing

pihak yang bersangkutan.30

Lebih lanjut dalam membahas perjanjian dimana asas kebebasan

berkontrak merupakan asas yang paling fundamental sebagaimana tertuang dalam

pasal 1338 KUHPerdata. Asas kebebasan berkontrak ini adalah sebagai refleksi

dari tujuan bisnis dalam berbagai sistem ekonomi yang ada di dunia ini, asas ini

secara esensial merupakan refleksi tentang hak asasi manusia ( HAM ) bila dilihat

dari kacamata hukum.31

Dalam menjawab masalah daya ikat kebebasan berkontrak dalam suatu

perjanjian dapat dipergunakan beberapa teori. Berdasarkan ketentuan Pasal 1342

KHUPerdata, Pasal 1343 KUHPerdata, dan Pasal 1346 KUHPerdata, maka dalam

membahas perjanjian pada penelitian ini, akan dipergunakan teori pernyataan

yang intinya menyatakan bahwa kalau pernyataan dua orang telah bertemu, maka

perjanjian sudah terjadi dan karenanya mengikat para pihak, Teori kehendak, teori

ini pada prinsipnya menyebutkan suatu persetujuan yang tak didasarkan atas suatu

kehendak yang benar adalah tidak sah, Teori kepercayaan, teori ini sebenarnya

didasarkan atas fiksi kehendak dari para pihak dan fiksi tersebut diterima sebagai

30

Zoelfirman, 2003, Kebebasan Berkontrak versusu Hak Asasi Manusia (Analisis Yuridis

Hak Ejonomi, Sosial, dan Budaya), Cet. Pertama, UISU Press, Medan, h. 23. 31

Ibid, h. 27.

Page 20: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

20

dasar, tidak hanya dalam hal – hal di mana kehendak yang sebenarnya tidak ada,

tetapi juga dalam hal – hal dimana kehendak itu sebenarnya ada.32

Juga dalam hal ini, R. Setiawan menentukan adanya tiga teori untuk

terjadinya persetujuan, yaitu :

1. Teori kehendak yaitu menekankan pada faktor kehendak dan apabila

pernyataan tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki maka mereka

tidak terikat pada pernyataan tersebut.

2. Teori pernyataan yaitu seseorang terikat pada suatu perjanjian karena

ada pernyataan dari para pihak.

3. Teori kepercayaan yaitu kata sepakat terjadi bila pernyataan secara

obyektif dapat dipercaya.33

Dari teori ini dapatlah dikatakan, bahwa seseorang yang telah

mengimplementasikan kebebasan berkontrak dalam suatu perjanjian akan

mengikat bagi para pihak.

Kebebasan berkontrak sebagai hak dapat dilihat dari dua teori yaitu teori

kepentingan ( interest theories ) dan teori tujuan ( will theoriest ). Berdasarkan

teori kepentingan menyebutkan fungsi hak adalah untuk mengembangkan

kepentingan – kepentingan dengan memberi serta melindungi keuntungan.

Sedangkan teori keinginan menyebutkan fungsi hak adalah untuk

mengembangkan otonomi dan melindungi otoritas, keleluasaan, atau kontrol di

sejumlah bidang kehidupan.34

32

Ibid. h. 23. 33

R. Setiawan, 1999, Pokok – Pokok Hukum Perikatan, Putre A Bardin Bandung, h. 57. 34

Ibid, h. 24.

Page 21: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

21

Berlakunya asas kebebasan berkontrak ternyata dijamin oleh Pasal 1338

ayat (1) KUHPerdata, yang menentukan bahwa : ”setiap perjanjian yang dibuat

secara sah berlaku sebagai undang – undang bagi mereka yang membuatnya”.

Akan tetapi Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata menyebutkan bahwa setiap

perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.35

Jadi, semua perjanjian atau

seluruh isi perjanjian, asalkan pembuatannya memenuhi syarat – syarat yang

diinginkan, berlaku bagi para pembuatnya, sama seperti perundang – undangan,

bahwa para pihak bebas untuk membuat perjanjian dan menuangkan apa saja

dalam isi sebuah kontrak/perjanjian.

Kontrak atau perjanjian menurut Subekti adalah suatu peristiwa dimana

seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji

untuk melaksanakan suatu hal.36

Bahwa keinginan berjanji untuk melakukan

sesuatu itulah yang sangat ditekankan dalam pembuatan sebuah ikatan kontrak

oleh para pihak yang terlibat di dalamnya. Melalui kontrak terciplah perikatan

atau hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban pada masing –

masing pihak yang membuat kontrak. Artinya, para pihak terikat untuk mematuhi

kontrak yang telah mereka buat tersebut. Dalam hal ini gungsi kontrak sama

dengan perundang – undangan, tetapi hanya berlaku khusus terhadap para

penandatanganan saja.

Secara hukum, kontrak dapat dipaksakan berlaku melalui pengadilan.

Hukum memberikan sanksi terhadap pelaku pelanggaran kontrak atau ingkar janji

35

Suhandoko, 2004, Hukum Perjanjian, Teori, dan Analisa Kasus, Predana Media,

Jakarta, h. 4. 36

Asiamaya . com, Kontak, h. 1

Page 22: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

22

(wanprestasi).37

Jadi kontrak disini kuat keeksistensiannya, sangat mengikat

terhadap pihak – pihak yang terkait dalam ikatan kontrak tersebut dan menuntut

untuk ditaati, sehingga akan ada sanksi hukumnya bilamana salah satu pihak

maupun ke dua belah pihak melanggar pasal – pasal atau isi dari pada yang

diperjanjikan tersebut.

The Natural of Contracts mengatakan bahwa : A contracts is an agreement

between two or more competent parties, based on mutual proses, to do or to

refrain from doing some perticular thing that is neither illegal nor impossible. The

agrement results in obligation or a duty that can be enforced in a court of law.38

Hal ini dapat disimpulkan bahwa kontrak adalah sebuah perjanjian antara pihak –

pihak yang mengingatkan untuk melakukan sesuatu yang bisa saja tidak legal

maupun tidak mungkin, namun perjanjian tersebut tetap dapat dituntut di muka

pengadilan apabila dilanggar oleh para pihak yang membuat dan

menandatanganinya.

Selanjutnya Robert Duxbury mengatakan bahwa definisi kontrak adalah :

A contracct may be defined as a agrement between two or more parties that is

binding in law.39

Bahwa kontrak dapat dipandang sebagai perjanjian di antara dua

pihak atau lebih dan terikat dengan hukum, hal ini berarti bahwa apabila ada pihak

yang melakukan pelanggaran atas hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian

tersebut maka pihak tersebut akan dituntut di muka hukum/pengadilan.

37

Ibid. 38

Gordon W. Brown dan Paula A. Sukys, 2001, Business Law With UCC Applications

10th

Edition, Glencoe Mcgraw-Hill, New York, America, h. 95. 39

Robert Duxbury, 2006, Cantract Law Seventh Edition, Thomson Sweet & Maxweel,

London, England, h. 1.

Page 23: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

23

Berdasarkan uraian tersebut, perjanjian pada pinsipnya adalah kesepakatan

tertulis antara dua orang dengan syarat – syarat yang disetujui oleh kedua belah

pihak dan isinya tidak melanggar perundang – undangan.

Selanjutnya Mariam Darus Badrulzaman mengatakan bahwa dalam

perjanjian dikenal adanya perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama.

Perjanjian Bernama (khusus) adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri.

Maksudnya ialah perjanjian – perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh

pembentuk undang – undng, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari –

hari. Perjanjian bernama terdapat dalam Bab V sampai Bab XVIII KUHPerdata.40

Disamping itu ada perjanjian tidak bernama yang tidak diatur dalam

KUHPerdata, tetapi terdapat dalam masyarakat.41

Dalam pasal 1319 KUHPerdata

dikatakan bahwa ”semua persetujuan, baik yang mempunyai nama khusus

maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan

umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lain”.

Lebih jauh Salim H.S. menyatakan kontrak dapat dibedakan menjadi dua

macam, yaitu kontrak nominaat dan innominaat. Kontrak nominaat merupakan

kontrak yang terdapat dan dikenal dalam KUHPerdata. Kontrak innominaat

merupakan perjanjian yang timbul, tumbuh, hidup dan berkembang dalam

masyarakat.

Hukum tentang kontrak seperti yang dikemukakan oleh Charles L. Knapp

dan M. Crystal yang dikutip oleh Salim H.S., mengartikan bahwa ”Hukum

40

Mariam Darus Badrulzaman, 1994, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung

(selanjutnya disebut Mariam Darus Badrulzaman I), , h. 19. 41

Ibid.

Page 24: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

24

kontrak adalah mekanisme hukum dalam masyarakat, untuk melindungi harapan –

harapan yang timbul dalam pembuatan persetujuan demi perubahan masa datang

yang bervariasi kinerja, seperti pengangkatan kekayaan (yang nyata maupun yang

tidak nyata), kinerja pelayanan, dan pembayaran dengan uang”.42

Sementara itu,

pengertian kontrak dalam doktrin (teori lama) yang disebut perjanjian adalah

perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.43

Dari definisi ini telah nampak adanya asas konsensualisme dan timbulnya akibat

hukum (tumbuh atau lenyapnya hak dan kewajiban). Unsur – unsur perjanjian

dalam doktrin lama adalah :

1. Adanya perbuatan hukum;

2. Persesuaian pernyataan kehendak dari beberapa orang;

3. Persesuaian kehendak harus dipublikasikan/dinyatakan;

4. Perbuatan hukum terjadi karena kerja sama antara dua orang atau

lebih;

5. Pernyataan kehendak yang sesuai harus saling bergantung satu sama

lain:

6. Kehendak ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum;

7. Akibat hukum itu untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain

atau timbal nalik, dan

8. Persesuaian kehendak harus dengan mengingat peraturan perundang –

undangan.

42

Salim H.S., 2003, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar

Grafika, Jakarta, (Selanjutnya disebut Salim HS I), h. 3. 43

Salim H.S., 2006, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar

Grafika, Jakarta, (Selanjutnya disebut SalimHS II), h. 25.

Page 25: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

25

Menurut Salim H.S. yang dimaksud dengan hukum kontrak adalah

keseluruhan dari kaedah hukum yang mengatur hubungan hukum antara dua pihak

atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.44

Dari

pengertian diatas dapat diambil unsur – unsur hukum kontrak yaitu :

1. Adanya kaidah hukum;

2. Adanya subyek hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban, bisa

debitur dan kreditur;

3. adanya obyek hukum, yang berkaitan dengan prestasi;

4. Adanya kata sepakat antara para pihak, dan

5. Akibat hukum, yang berkaitan dengan timbulnya hak dan kewajiban

dari para pihak.

Kontrak bisnis dapat dikaji baik dari aspek teoritis maupun dari aspek

penerapannya atau implementasi ilmu hukum secara empiris, secara garis besar

ilmu hukum dapat dikaji melali law in books dan law in action sebagai tersimpul

dari uraian Roman Tomasic yang dikutip oleh Amirudin dan Zainal Asikin

sebagai berikut : The focus of sociology of law, however it is defined, need to be

seen as the study ”the law in action” rathe than the traditional lawyers concern

with ”the law in the books”.45

Menurut teori yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham dalam bukunya

Introduction to the Principle of moral and Legislation yang dikutip oleh Dudu

Duswara Machmudin, hukum bertujuan untuk mewujudkan apa yang berfaedah

atau yang sesuai dengan daya guna (efektif). Teorinya yang terkenal adalah ” The

44

Salim HS II, Ibid, h. 41. 45

Amirudin dan Zainal Asikin, op.cit, h. 196.

Page 26: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

26

greatest happiness for the greatest number”46

artinya kebahagiaan yang terbesar

untuk jumlah yang terbanyak. Ajaran ini yang kemudian dikenal Utilitarisme.

Dalam pandangan Critical legal Studies (CLS) diungkapkan bahwa hukum

kontrak itu menciptakan suatu master-image masyarakat yang teratur, suatu

masyarakat dimana hukum nampak seperti tempat berlindung dari suatu keadilan

yang dipisahkan dari kekotoran bisnis, politik, dan kepentingan dan nilai – nilai

atau jelasnya berbunyi the law of contract creates a master-image of well –

ordered society; a society in which law appears as the ”haven of justice”

divorced from the dirtiness of business, politics, power and the conflict of interest

and value; a society which rises above the uncertainties and incoherences of

political and moral argument.47

Sehingga dapat menciptakan hukum kontrak yang

tunduk pada prinsip keadilan dan akal sehat untuk meletakkan dasar pada keadilan

sosial.

Juga hal serupa diungkapkan oleh Thomson sebagai berikut : ”By

revealing the indeterminacies and incoherence of contract the subyect revealed

not as a universal set of principles that are natural and timeless but before doing

so it is useful to state”.48

Hukum kontrak tidak lain adalah suatu contoh dari

hukum perjanjian seperti hukum perkawinan, politik, agama, dan lain – lain.

Hukum kontrak menolok sifat alami system dengan menciptakan suatu

perumpamaan yang menekankan konsekuensi dari pada yang diinginkan.

46

Dudu Duswara Machmudin, 2000, Pengantar Ilmu Hukum Sebuah Sketsa, Refika

Aditama, Bandung, h. 26. 47

Hilaire McCoubrey & Nigel D. White, 1996, Textbook on Jurisprudence, Second

Edition, Blacstone press Limited, Great Britain, h. 227. 48

Ibid, h. 228.

Page 27: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

27

Menurut teori Pengayoman yang dikemukakan oleh Suharjo bahwa tujuan

hukum adalah untuk mengayomi manusia, baik secara aktif maupun secara

pasif.49

Secara aktif dimaksudkan sebagai upaya untuk menciptakan suatu kondisi

kemasyarakatan yang manusiawi dalam proses yang berlangsung secara wajar.

Sedangkan dimaksud secara pasif adalah mengupayakan pencegahan atas upaya

yang sewenang – wenang dan penyalahgunaan hak secara tidak adil. Untuk

mewujudkan pengayoman ini termasuk didalamnya, adalah :

1. Mewujudkan ketertiban dan keteraturan;

2. Mewujudkan kedamaian sejati;

3. Mewujudkan keadilan bagi seluruh masyarakat, dan

4. Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.

Kedamaian sejati dapat terwujud apabila masyarakat telah merasakan baik

lahir maupun bhatin. Begitu pula dengan ketentraman, dianggap sudah ada apabila

warga masyarakat merasa yakin bahwa kelangsungan hidup dan pelaksanaan hak

tidak tergantung pada kekuatan fisik maupun non fisik belaka.50

Selain teori diatas, juga digunakan teori hukum alam oleh Grotius sebagai

salah satu tokoh yang memaparkan ada empat norma dasar yang terkandung

dalam hukum alam, yakni :

1. kita harus menjauhkan diri dari kepunyaan orang lain;

2. kita harus mengembalikan harta kepunyaan orang lain yang berda

ditangan kita beserta hasil dari benda orang lain yang sudah kita

nikmati;

49

Abdul Manan, 2005, Aspek-aspek Pengubah Hukum, Predana Media, Jakarta, h. 23. 50

Ibid.

Page 28: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

28

3. kita harus menepati janji – janji yang kita buat, dan

4. kita harus mengganti kerugian yang disebabkan oleh kesalahan kita,

lagi pula kita harus dihukum apabila perbuatan kita pantas disalahkan.

Konsep pemikiran Grotius mendasari munculnya beberapa teori seperti

teori kontrak, teori perbuatan melawan hukum, dan teori hak milik.

Berdasarkan landasan teori hukum alam, menempatkan penggunaan tanah

yang diberikan oleh negara kepada pemiliknya untuk menggunakan hak tersebut

didasarkan dengan perbuatan – perbuatan yang sesuai dengan hukum, ketertiban,

dan kesusilaan yang baik.

Teori hukum alam yang terpenting dan pasti yaitu diilhami oleh gagasan,

yakni gagasan perihal tatanan universal yang mengatur seluruh umat manusia, dan

gagasan tentang hak – hak individu.51

Gagasan dasarnya adalah dapat

memberikan landasan guna melindungi pemegang hak atas tanah terhadap

pelanggaran hak – haknya oleh pihak lain. Namun doktrin hukum alam tersebut

sangat luas, tidak saja sekedar melindungi para pemilik hak atas tanah juga dapat

diterapkan untuk melindungi hak – hak pihak – pihak lainnya.

Apabila dianalisis lebih lanjut tentang teori hukum alam diatas, maka

tampak jelas perlu hormanisasi dalam kontek penciptaan hubungan yang serasi

dan kehidupan yang bahagia.

Pada kehidupan bermasyarakat selalu terdapat berbagai macam norma

yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi tata cara berperilaku,

antara lain seperti norma moral dan norma hukum negara. Norma adalah suatu

51

W.Friedman, 1990, Teori dan filsafat Hukum, Rajawali, Jakarta, h. 49.

Page 29: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

29

ukuran yang harus dipatuhi oleh seseorang dalam hubungannya dengan sesama,

ataupun dengan lingkungannya. Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau dan

suku bangsa yang menyebabkan norma – norma tersebut berlakunya berbeda –

beda di dalam penerapannya, akan tetapi berlakunya norma negara berlaku bagi

seluruh warga negara dimanapun ia berada tanpa kecuali.

Dalam kaitannya dengan hirarhi suatu norma hukum, Hans Kelsen

mengemukakan teorinya mengenai jenjang norma hukum ( Stufen Theory )52

,

yang dikenal dengan teori Pure Theory Of Law dari Hans Kelsen, yang menurut

pendapatnya ilmu hukum itu berkaitan dengan hukum sebagaimana adanya dan

bukan hukum sebagaimana mestinya. Lebih lanjut ia mendifinisikan hukum

sebagai sistem atau hirarhi norma – norma yang diperkirakan secara dini apa yang

senantiasa terjadi pada saat dan situasi tertentu. Norma tertinggi itu disebut norma

dasar ( grundnorm ).53

Hans Nawaiasky salah satu murid Hans Kelsen mengembangkan teori

gurunya tentang hirarhi perundang – undangan yaitu teori bangunan jenjang tata

hukum ( theory vom stufenaurfbau der rechts-sordnung). Dalam teori ini

disebutkan norma tertinggi khusus bagi subsistem norma hukum kenegaraan itu

disebut norma fundamental negara.54

Norma fundamental Negara adalah norma yang merupakan dasar bagi

pembentukan konstitusi atau undang – undang dasar suatu negara, termasuk

norma pengubahannya. Sedangkan suatu aturan dasar pokok negara biasanya

52

Maria Farida Indarti Suprapto, 1998, Ilmu Perundang – Undangan, Dasar – Dasar

Pembentukannya, Kanisius, Yogyakarta, h. 25. 53

Ibid. 54

Zoelfirman, , Op.cit, h. 29.

Page 30: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

30

dapat dituangkan di dalam bentuk dokumen negara yang disebut Staatsverfassung,

atau dapat juga dituangkan ke dalam beberapa dokumen negara yang tersebar

yang disebut dengan istilah Staatsgrundgesetz. Dengan demikian, jelaslah bahwa

aturan dasar pokok negara merupakan sumber dan dasar bagi terbentuknya suatu

undang – undang ( formellgesetz ) yang merupakan peraturan perundang –

undangan yaitu peraturan yang berada dibawah aturan dasar pokok negara adalah

undang – undang ( formal ), yaitu merupakan norma hukum yang lebih konkrit

dan terperinci serta sudah dapat langsung berlaku di dalam masyarakat, sehingga

suatu undang – undang sudah dapat mencantumkan norma – norma yang bersifat

sanksi, baik sanksi pidana maupun sanksi perdata. Hal ini dapat disebabkan

karena norma hukum ini selalu dibentuk oleh lembaga legislatif.

Kelompok norma yang terakhir adalah peraturan pelaksana dan peraturan

otonom, yang merupakan peraturan yang terletak dibawah norma undang –

undang yang berfungsi menyelenggarakan ketentuan – ketentuan dalam undang –

undang. Dengan mengacu pada teori Nawiasky sebagai mana telah diuraikan

diatas, berkaitan dengan bentuk perlindungan terhadap penguasaan hak atas tanah

yang nantinya dapat ditetapkan adalah termasuk pada katagori undang – undang

dan peraturan pelaksanan dan aturan otonom. Dengan demikian melalui

pembentukan peraturan perundang – undangan yang merupakan salah satu

perangkat hukum yang nantinya dapat dipergunakan dalam rangka gagasan untuk

memberikan perlindungan dan bentuk perlindungan hukum terhadap para pemilik

hak atas tanah yang juga merupakan perlindungan hak – haknya secara filosofis,

Page 31: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

31

jika telah sesuai dengan cita – cita hukum, atau terbentuknya hukum sesuai

dengan cara – cara yang telah ditetapkan oleh negara.

Wacana perlindungan dan bentuk perlindungan hukum terhadap

penguasaan hak milik atas tanah yakni berbentuk peraturan perundang –

undangan, maka hal ini sesuai dengan pendapat dari Roscou Pound yang

menyatakan bahwa hukum tidak statis, melainkan adalah merupakan suatu proses

yang mendapatkan bentuk dalam pembentukan peraturan perundang – undangan

dan dalam keputusan hakim.

Lebih lanjut Pound mengemukanan idenya tentang hukum sebagai sarana

mengarahkan dan membina masyarakat. Hal ini sangat sesuai dengan fungsi

hukum sebagai sarana rekayasa sosial ( social einngeneering ), yaitu ”law as a

tool of social einngeneering”, yaitu untuk menghasilkan suatu bentuk masyarakat

yang dikehendaki dengan penggunaan hukum sebagai sarana rekayasa

masyarakat, dengan melibatkan peraturan perunsang – undangan yang dikeluarkan

oleh pembuat hukum, dalam hal ini adalah negara.

Berkaitan dengan penggunaan hukum sebagai rekayasa sosial, dalam arti

menuju pada pembangunan hukum yaitu sebagai upaya untuk mengubah suatu

tatanan hukum dengan cara perencanaan yang secara sadar dan terarah serta

mengacu pada masa depan yang berlandaskan kecenderungan yang nantinya dapat

diamati dalam kehidupan sebagai sebuah negara hukum. Dengan demikian

pembangunan ataupun pembentukan hukum ini berarti pembaharuan tatanan

hukum yaitu sebagai suatu sistem hukum, seperti yang dikemukakan oleh L

Page 32: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

32

Friedmann dimana mencakup tiga komponen sub sistem hukum, yaitu :55

Pertama,

komponen substansi hukum ( Legal substance ), yaitu disebut juga tata hukum

yang terdiri dari tatanan hukum eksternal ( peraturan perundang – undangan yang

tidak tertulis, termasuk hukum adat dan yurisprudensi ), serta tatanan hukum

internal ( asas – asas hukum ), yang melandasi serta mengkoherensikan. Ke dua,

struktur hukum ( Legal structure ), yaitu bagian – bagian yang bergerak di dalam

satu mekanisme yaitu komponen kelembagaan hukum yang terdiri atas berbagai

organisasi publik dengan para pejabatnya (Legislatif, Eksekutif, dan Yudicatif ).

Ke tiga, budaya hukum ( Legal Culture ), yaitu sikap publik, nilai – nilai yang

mendorong bekerjanya sistem hukum yang mencakup sikap, perilaku para

pejabatnya dan warga masyarakat berkenaan dengan komponen – komponennya.

Dari ke tiga komponen tersebut diatas, apabila dikaitkan dengan wacana

perlindungan dan bentuk perlindungan hukum terhadap penguasaan hak milik atas

tanah adalah termasuk pada katagori komponen substansi hukum karena

mencakup perangkat kaidah dan perilaku yang teratur guna tercapainya kehidupan

bermasyarakat yang baik, sehingga dengan demikian dalam penelitian ini

merupakan penelitian hukum yang bersifat normatif, yakni penelitian terhadap

asas – asas hukum yang dilakukan terhadap kaidah – kaidah hukum yang

merupakan patokan berperilaku atau bersikap yang mana penelitian tersebut dapat

dilakukan terutama terhadap bahan – bahan hukum primer dan sekunder,

sepanjang bahan – bahan hukum itu mengandung kaidah hukum. Dalam praktek

tidak selalu mudah untuk mengkualifikasikan hukumnya terhadap suatu peristiwa

55

Theo Huijbers, Op.cit, h. 193.

Page 33: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

33

konkrit tertentu, karena dapat saja dijumpai aturan hukum tertulisnya ada, tetapi

tidak jelas, tidak lengkap atau bahkan aturan hukum tertulisnya tidak ada.

Pengertian penguasaan dapat dipakai dalam arti fisik dan dalam arti

yuridis. Selain itu, pengertian penguasaan dapat beraspek privat dan beraspek

publik. Penguasaan dalam arti yuridis adalah penguasaan yang dilandasi hak, yang

dilindungi oleh hukum dan pada umumnya memberi kewenangan kepada

pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki, misalnya pemilik

tanah mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihaki, tidak

diserahkan kepada pihak lain. Bisa juga penguasaan yuridis ada pada pemilik

tanah tetapi penguasaan secara fisik ada pada pihak lain, misalnya seseorang yang

memiliki tanah tidak mempergunakan tanahnya sendiri akan tetapi disewakan

kepada pihak lain.56

Penguasaan atas tanah berisikan serangkaian wewenang, kewajiban

dan/atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah

yang dihaki. Sesuatu yang boleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat, yang

merupakan isi hak penguasaan itulah yang menjadi kriterium atau tolok ukur

pembeda di antara hak-hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam Hukum

Tanah.57

Misalnya hak atas tanah yang disebut Hak Milik dalam Pasal 20 UUPA

memberi wewenang untuk menggunakan tanah yang dihaki tanpa batas waktu.

Hak atas tanah bersumber pada hak menguasai dari negara atas tanah dapat

diberikan kepada perseorangan baik warga negara Indonesia maupun warga

56

Urip Santoso, 2008, Hukum Agraria dan Hak-Hak atas Tanah, Kencana, Jakarta, h. 73 57

Boedi Harsono, 2007, Hukum Agraria Indonesia, sejarah pembentukan UUPA isi dan

Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, h. 24.

Page 34: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

34

negara asing, sekelompok orang secara bersama-sama, dan badan hukum baik

badan hukum privat maupun badan hukum publik.58

Konsep dasar hak menguasai tanah oleh negara di Indonesia termuat

dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

yang berbunyi :

”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya

dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat.”

Menurut Pasal 2 UUPA yang merupakan aturan pelaksanaan Pasal 33 ayat

(3) UUD 1945, hak tertinggi atas tanah adalah bangsa Indonesia sebagai karunia

tuhan. Untuk melaksanakan hak tersebut negara Republik Indonesia berwenang

untuk :

1) Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan

persediaan, dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.

2) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.

3) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi,

air dan ruang angkasa.

Sedangkan Pasal 4 ayat (1) UUPA menegaskan bahwa :

”Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud

dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas

permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada

dan dipunyai oleh orang-orang,baik sendiri maupun bersama-

bersama dengan orang-orangg lain serta badan-badan hukum.”

Menurut Pasal 4 ayat (1) UUPA tersebut, atas dasar hak menguasai tanah

oleh negara, negara berwenang untuk menentukan macam-macam hak atas tanah

yang selanjutnya diatur dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA.

58

Urip Santoso, Op.Cit, h. 87

Page 35: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

35

Pasal 16 ayat (1) UUPA : Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam Pasal

4 ayat (1) ialah :

a. Hak Milik;

b. Hak Guna Usaha;

c. Hak Guna Bangunan;

d. Hak Pakai;

e. Hak Sewa;

f. Hak Membuka Tanah;

g. Hak Memungut Hasil Hutan;

h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang

akan ditetapkan dengan Undang-undang serta hak-hak yang sifatnya

sementara sebagai yang disebut dalam pasal 53 UUPA.

1.7. Metode Penelitian

Metode penelitian hukum adalah sebagai cara kerja keilmuan yang salah

satunya ditandai dengan penggunaan metode ( Inggris method, latin Methodus,

Yunani Methodos, Meta berarti diatas, sedangkan thodos, berarti suatu jalan,

suatu cara ). Van Peursen menterjemahkan pengertian metode secara arfiah, mula

– mula metode diartikan sebagai suatu jalan yang harus ditempuh menjadi

penyelidikan atau penelitian berlangsung menurut suatu rencana tertentu59

1.7.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

hukum yang bersifat normatif, yaitu suatu prosedur penelitian ilmiah untuk

menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatif.60

Nama lain dari penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum doktrinal juga

59

Jhony Ibrahim, 2006, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Bayu

publishing, Malang, h. 26. 60

Ibid, h.57.

Page 36: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

36

disebut sebagai penelitian kepustakaan atau studi dokumen. Disebut penelitian

hukum doktrinal, karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya pada

peraturan – peraturan yang tertulis atau bahan – bahan hukum yang lain.

Sedangkan sebagai penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang lebih banyak

dilakukan pada bahan hukum yang bersifat sekunder yang ada

diperpustakaan.61

Pada penelitian ini berangkat dari adanya kekosongan norma

terutama yang berkaitan dengan keberadaan perjanjian nominee dalam perspekfik

hukum perjanjian Indonesia. Karena itu, penelitian ini dapat diklasifikasikan

sebagai penelitian hukum yang bersifat normatif dengan fokus penelitian terhadap

bahan – bahan hukum yang berkaitan dengan pokok permasalahan. Penelitian ini

menekankan kepada penelitian bahan – bahan hukum yang ada untuk menjawab

masalah keabsyahan perjanjian nominee dan perlindungan hukum terhadap

penguasaan hak atas tanah oleh warga negara asing. Dalam membahas pokok

permasalahan akan didasarkan pada hasil penelitian kepustakaan, baik terhadap

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier.

Dalam kaitannya dengan penelitian hukum , maka Moris L.Cohen and

Kent.C.olson memberikan definisi tentang penelitian hukum, sebagai berikut :

Legal researh is an assential component of legal practice. It is process

of finding the law that the foverns an activity and materials that explain

or analyse that low. The resource give the lawyers the knowledge with

which orovide accurate and insigful advise, to draft effective document,

or defend their clients rights in court.62

61

Bambang Waluyo, 1991, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, h.

31. 62

Moris L.Cohen and Kent C.Olson, 2000, Legal Research, 7th ed, West Group, St.Paul,

Minn, Virginia, h.1.

Page 37: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

37

Artinya bahwa penelitian hukum adalah salah satu komponen dari

praktek hukum, yang meliputi proses penemuan hukum dan yang menentukan

suatu kegiatan serta menjelaskan substansi atau analisis hukum. Dalam hal ini

penelitian hukum memberikan sumber pengetahuan kepada praktisi hukum untuk

memberikan ketepatan informasi yang cukup untuk membuiat suatu dokumen atau

pembelaan terhadap hak-hak kliennya di Pengadilan.

1.7.2. Jenis Pendekatan

Ada beberapa jenis pendekatan dalam penelitian hukum normatif, yaitu :

pendekatan perundang – undangan ( Statutes approach), pendekatan kasus (case

approach ), pedekatan historis ( historical approach ), pedekatan komparatif (

comparative approach ), dan pendekatan konseptual ( Conceptual Approac).63

Dalam penelitian ini dipergunakan pendekatan perundang – undangan

( The statue approach ), pendekatan fakta ( Fact approach ), dan pendekatan

analisa konsep hukum ( Analytical and conceptual approach ). Permasalahan

dikaji dengan mempergunakan interprestasi hukum, serta kemudian diberikan

argumentasi secara teoritik berdasarkan teori – teori dan konsep hukum yang ada.

63 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Edisi Pertama, Cetakan Ke 1, Fajar

Interpratama Offset, Jakarta, h. 93.

Page 38: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

38

1.7.3. Sumber Bahan Hukum

Pada penelitian normatif bahan hukum mencakup : pertama bahan

hukum primer, kedua bahan hukum skunder, dan ketiga bahan hukum tertier.64

Adapun bahan – bahan hukum sebagaimana dimaksud adalah :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang memiliki kekuatan

mengikat, yaitu :

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945

2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

3. Undang-undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan

Dasar Pokok-Pokok Agraria

4. Undang-undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris

5. Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang Hak

Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah

6. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996 Tentang Kepemilikan

Rumah Tinggal Bagi Orang Asing.

7. Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 7 Tahun 1996

Tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau

Hunian oleh Orang Asing jo. Peraturan Menteri Agraria/Kepala

BPN No. 8 Tahun 1996 Tentang Perubahan Peraturan Menteri

Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 7 Tahun 1996

64

Soerjono Sukanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, h.

52.

Page 39: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

39

Tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau

Hunian oleh Orang Asing.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang

memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, yang

terdiri dari berbagai bahan-bahan kepustakaan, seperti buku-

buku, literatur, artikel makalah, thesis hasil penelitian,

pendapat ahli hukum, dan bahan – bahan hukum tertulis

lainnya yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

sekunder yang berupa kamus hukum, kamus bahasa Indonesia

serta ensiklopedia.

1.7.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Adapun teknik pengumpulan bahan hukum dilakukam melalui studi

dokumentasi. Bahan hukum yang diperoleh, diinventarisasi dan

diidentifikasi serta kemudian dilakukan pengklasifikasian bahan – bahan

sejenis, mencatat, dan mengolahnya secara sistematis sesuai dengan tujuan

dan kebutuhan penelitian. Tujuan dari tehnik dokumentasi ini adalah untuk

Page 40: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

40

mencari konsepsi – konsepsi, teori – teori, pendapat – pendapat, penemuan

– penemuan yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.65

1.7.5. Teknik Pengolahan Dan Analisis Bahan Hukum

Bahan hukum yang telah dikumpulkan tersebut, baik yang berupa bahan

hukum primer , bahan hukum sekunder maupun ba

han hukum tertier, dianalisis dengan menggunakan tehnik deskripsi interprestasi,

argumentasi, evaluasi, dan sistematis.

- Tehnik deskripsi, adalah uraian apa adanya terhadap suatu kondisi atau

proposisi – proposisi hukum maupun non hukum.

- Tehnik interprestasi, adalah penggunaan jenis – jenis penafsiran dalam

ilmu hukum, terutama penafsiran kontekstualnya.

- Tehnik argumentasi, adalah penilaian yang didasarkan pada alasan –

alasan yang bersifat penalaran hukum.

- Tehnik evaluasi, adalah penilaian tepat atau tidak tepat, benar atau salah,

sah atau tidak sah terhadap suatu pandangan atau proporsi, pernyataan

rumusan norma, keputusan, baik yang tertera dalam bahan hukum primer

dan bahan hukum sekunder.

- Tehnik sistematisasi, adalah upaya mencari kaitan rumusan suatu konsep

hukum atau proposisi hukum antara peraturan perundang – undangan yang

sederajat maupun yang tidak sederajat.66

65

Romy Hanitijo Soemitro, 1988, Metodelogi Penelitian Hukum dan Yurimetri, Ghalia

Indonesia, Jakarta, h. 98 66

Program Studi Magister Ilmu Hukum UNUD, op.cit, h. 9-10

Page 41: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

41

Berdasarkan teknik – teknik tersebut dan sebagai kegiatan akhir untuk

mendapatkan simpulan atas pokok permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini.

Page 42: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

42

B A B II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

2.1. Pengertian Dan Pengaturan Perjanjian

A. Pengertian perjanjian pada umumnya

Pesatnya perkembangan tehnologi, mengharuskan kepada setiap

orang/negara menerimanya secara selektif, agar tidak bertentangan dengan nilai –

nilai yang hidup dalam masyarakat. Tingkat pergaulan juga semakin luas antara

satu bangsa dengan bangsa lain, sehingga saling mempengaruhi antara budaya

satu dengan budaya bangsa lain tidak dapat dihindari. Disamping itu, sering juga

terjadi perisyiwa – peristiwa hukum baik yang disengaja maupun tidak disengaja.

Peristiwa hukum yang tidak disengaja maksudnya adalah suatu perbuatan yang

dilakukan oleh seseorang tanpa disadari menimbulkan akibat hukum seperti

timbulnya hak dan kewajiban para pihak. Sedangkan peristiwa atau perbuatan

hukum yang disengaja adalah perbuatan yang memang dilakukan untuk

memperoleh hak dan kewajiban para pihak dalam suatu ikatan seperti membuat

perjanjian.

Disamping itu ada juga peristiwa yang tidak menimbulkan akibat hukum,

seperti peristiwa yang terjadi karena peristiwa alam, yang akibatnya tidak diatur

oleh hukum. Karena itu, peristiwa hukum dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu

peristiwa yang dilakukan oleh subyek hukum dan peristiwa lain yang bukan

merupakan perbuatan yang berhubungan dan saling berkaitan dengan subyek

Page 43: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

43

hukum. Perbuatan subyek hukum merupakan perbuatan yang dikehendaki oleh

yang melakukan disebut dengan perbuatan hukum.

Perbuatan hukum inipun terbagi menjadi dua jenis yaitu perbuatan yang

bersegi satu dan perbuatan yang bersegi dua. Suatu perbuatan hukum yang bersegi

satu adalah setiap perbuatan yang mengakibatkan timbulnya suatu akibat hukum,

karena dikehendaki olah mereka yang membuatnya. Misalnya perbuatan seperti

yang diatur dalam Pasal 875 KUHPerdata, yang menyebutkan : ”adapun yang

dimaksud dengan surat wasiat atau tentament ialah suatu akte yang memuat

pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia

meninggal dunia dan yang olehnya dapat dicabut kembali”.

Sedangkan perbuatan hukum yang bersegi dua adalah setiap perbuatan

yang berakibat hukum yang ditimbulkan oleh kehendak dua subyek hukum yaitu

dua pihak atau lebih. Perbuatan hukum bersegi dua ini sering disebut dengan

perjanjian, karena kedua belah pihak saling berjanji untuk melakukan suatu hal

yang telah mereka sepakati bersama

Begitu juga, pembahasan terhadap perjanjian nominee tidak dapat

dilepaskan dengan perjanjian pada umumnya, karena segala bentuk/jenis

perjanjian selalu berpedoman kepada perjanjian secara umum. Kerena hal itu,

maka akan dikemukakan beberapa pendapat tentang perjanjian tersebut.

Diantara para sarjana belum adanya kesatuan pendapat , dimana mereka

mengemukakan pendapatnya sesuai dengan sudut pandang meraka masing –

masing Hal ini menyebabkan sulitnya memberikan definisi yang tepat untuk

mencakup apa yang diamksud secara keseluruhan.

Page 44: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

44

Menurut M. Yahya Harahap, ”Perjanjian atau verbintenis mengandung

pengertian : suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau

lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan

sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi”.67

A.Pitlo ( dikutip dari bukunya R.Setiwan ) yang memakai istilah Perikatan

untuk verbentenis berpendapat; ”Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang

bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang

satu berhak (kreditur) dan pihak yang lain berkewajiban ( Debitur ) atas sesuatu

prestasi”.68

Selanjutnya Subekti berpendapat; ” Perikatan adalah suatu hubungan

hukum ( mengenai kekayaan harta benda ) antara dua orang, yang memberi hak

pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan yang

lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu”.69

Kemudian Sudikno Mertokusumo, mengartikan perjanjian adalah suatu

hubungan hukum antara dua pihak atau lebih yang didasarkan pada kata sepakat

untuk menimbulkan akibat hukum.70

Sedangkan Wirjono Prodjodikoro, mengartikan Perjanjian sebagai suatu

perbuatan hukum mengenai harta kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu

pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau tidak

67

M.Yahya Harahap, 1986, Segi –segi Hukum Perjanjian, Cetakan kedua, Alumni,

Bandung, h.6 68

R. Setiawan, , Op.Cit, h.2. 69

R. Subekti, 1989, Pokok – Pokok Hukum Perdata, Cetakan XXII, Intermasa,

Jakarta,(selanjutnya disebit R. Subekti I), h. 122 70

Sudikno Mertokusumo I, h. 97.

Page 45: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

45

untuk melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan

janji itu.71

Lebih lanjut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan mengemukan, perjanjian itu

adalah suatu perbuatan hukum, dimana seseorang atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap seorang lain atau lebih.72

Berdasarkan beberapa pandangan dari para sarjana tersebut diatas, bahwa

perjanjian adalah suatu peristiwa yang timbul dari suatu hubungan antara dua

orang atau lebih yang saling mengikatkan dirinya untuk melaksanakan suatu hal

dalam lapangan harta kekayaan.

Dan, apabila pengertian tersebut dihubungkan dengan pengertian yang

ditentukan oleh Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan, bahwa perjanjian adalah

suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap

satu orang atau lebih.

Pengertian perjanjian yang diberikan oleh pasal 1313 KUHPerdata,

mengandung beberapa kelemahan, yakni :

1. Hanya menyangkut satu pihak saja, hal ini dapat diketahui dari rumusan ”satu

orang atau lebihmengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”.

Dengan kata ”mengikatkan” sifatnya hanya datang dari satu pihak saja

sehingga perumusan itu seharusnya ”saling mengikatkan diri”, jadi ada

kesepakatan/konsensus antara pihak – pihak

71

Wiryono Prodjodikoro, 1985,Hukum Perdata tentang Persetujuan Tertentu, Sumur,

Bandung, h. 11 72

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 1972, Kumpulan Kuliah Hukum Perdata, Penerbit

Yayasan Gajah Mada, Yogyakarta, ( selanjutnya disebut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan I), h. 25

Page 46: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

46

2. Kata ”perbuatan” meliputi juga hal – hal yang tanpa konsensusu, sedang

pengertian ”perbuatan” dalam hal ini dimaksudkan juga/termasuk tindakan

melaksanakan tugas tanpa kuasa (zaak waarneming), perbuatan melawan

hukum (onrechtmatige daad) yang tidak mengandung suatu konsensus,

sehingga karenanya seharusnya dipakai kata ”persetujuan”.

3. Pengertian ”perjanjian” dalam rumusan pasal tersebut dipandang terlalu luas,

karena meliputi juga melangsungkan perkawinan, perjanjian kawin, dinmana

perjanjian – perjanjian tersebut termasuk/diatur dalam lapangan hukum

keluarga sedang yang dimaksud dan yang dikehendaki oleh Buku III

KUHPerdata adalah perjanjian antara kreditur dengan debitur, yakni perjanjian

dalam lapangan harta kekayaan saja.

Dari pendapat – pendapat sarjana diatas tentang perjanjian dan pengertian

perjanjian yang diberikan oleh pasal 1313 KUHPerdata dengan segala

kekurangannya, maka akhirnya dapatlah dikemukakan bahwa perjanjian adalah

suatu hubungan hukum dalam bidang harta kekayaan antara dua pihak dimana

pihak yang satu (kreditur) berhak atas prestasi sedang pihak yang lain (debitur)

berkewajiban untuk memenuhi prestasi dan pada umumnya bertanggungjawab

atas prestasi tersebut.

Sedangkan penggunaan istilah perjanjian maupun persetujuan menurut

Abdulkadir Muhamad tidaklah dipermasalahkan, karena menurut beliau perjanjian

yang dimaksud tiada lain adalah persetujuan yang terdapat dalam pasal 1313 KUH

Perdata atau lebih lengkapnya beliau mengatakan : ”Perjanjian adalah suatu

Page 47: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

47

persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk

saling/malaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan”.73

Dari beberapa pengertian perjanjian tersebut diatas dapat ditarik unsur –

unsur perjanjian, yaitu : Ada pihak – pihak sedikitnya dua orang, ada persetujuan,

adanya tujuan yang ingin dicapai dan ada prestasi yang dilaksanakan. Adanya

pihak – pihak maksudnya yaitu adanya subyek perjanjian yang dapat berupa orang

dan atau badan hukum. Subyek haruslah yang mampu melaksanakan perbuatan

hukum yang ditetapkan dalam undang – undang. Adanya persetujuan maksudnya

adalah apa yang ditawarkan oleh pihak yang satu diterima oleh pihak yang lain,

sedangkan tujuan yang hendak dicapai/yang dimaksud adalah untuk memenuhi

kebutuhan pihak – pihak malaui perjanjian – perjanjian, undang – undang dan

kesusilaan. Kemudian prestasi yang dilaksanakan merupakan kewajiban yang

harus dipenuhi pihak – pihak sesuai dengan syarat – syarat untuk sahnya

perjanjian.

B. Pengaturan perjanjian

Sistem pengaturan dari pada perjanjian (kontrak) adalah menganut sistem

terbuka (open system) artinya bahwa setiap orang bebas untuk mengadakan

perjanjian, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur di dalam undang –

undang. Hal ini dapat disimpulkan dari ketentuan yang tercantum dalam Pasal

1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi ”Semua perjanjian yang dibut secara

sah berlaku sebagai undang – undang bagi mereka yang membuatnya”.

73

Abdulkadir Muhamad, 1992, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, h. 77.

Page 48: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

48

Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata memberikan kebebasan

kepada para pihak untuk :

1. membuat atau tidak membuat perjanjian,

2. mengadakan perjanjian dengan siapa pun,

3. menentukan isi perjajian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan

4. menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.74

Dalam sejarah perkembangannya, hukum kontrak pada mulanya menganut

sisten tertutup, artinya para pihak terikat pada pengertian yang tercantum dalam

undang – undang. Ini disebabkan adanya pengaruh ajaran legisme yang

memandang bahwa tidak ada hukum di luar undang – undang. Hal ini dapat

dilihat dan dibaca dalam berbagai putusan Hoge Raad dari tahun 1910 sampai

dengan tahun 1919.

Putusan Hoge Raad yang paling penting adalah putusan HR 1919,

tertanggal 31 Januari 1919 tentang penafsiran perbuatan melawan hukum, yang

diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Di dalam putusan HR 1919 definisi

perbuatan melawan hukum, tidak hanya melawan undang – undang, tetapi juga

melanggar hak – hak subyektif orang lain, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Menurut HR 1919 yang diartikan dengan perbuatan melawan hukum

adalah perbuatan atau tidak berbuat yang :

1. melanggar hak orang lain

Yang dimaksud dengan hak orang lain, bukan semua hak, tetapihanya hak –

hak pribadi, seperti i9ntegritas tubuh, kebebasan, kehormatan, dan lain – lain.

74

Salim H.S., 1993, Bayi Tabung : Tinjauan aspek Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, (

selanjutnya di sebut Salim H. S. III ), h. 100.

Page 49: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

49

Termasuk dalam hal ini hak – hak absolut, seperti hak kebendaan, hak atas

kekayaan intelektual (HAKI), dan sebagainya

2. bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku;

Kewajiban hukum hanya kewajiban yang dirumuskan dalam aturan undang –

undang;

3. bertentangan dengan kesusilaan, artinya perbuatan yang dilakukan oleh

seseorang itu bertentangan dengan sopan santun yang tidak tertulis yang

tumbuh dan berkembang dalam masyarakat;

4. bertentangan dengan kecermatan yang harus diindahkan dalam masyarakat;

Aturan tentang kecermatan terdiri atas dua kelompok, yaitu :

a. aturan – aturan yang mencegah orang lain terjerumus dalam bahaya, dan

b. atuan – aturan yang melarang merugikan orang lain ketika hendak

menyenggarakan kepentingan sendiri

Putusan HR 1919 tidak lagi terikat kepada ajaran legisme, namun telah

secara bebas merumuskan pengertian perbuatan melawan hukum,

sebagaimana yang dikemukakan di atas, Sejak adanya putusan HR 1919, maka

sistem pengaturan hukum kontrak adalah bersifat terbuka. Hal ini didasarkan

pada Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata dan HR 1919.75

2.2. Syarat Sahnya Perjanjian

Mengenai syarat sahnya suatu perjanjian, hal ini diatur dalam pasal 1320

KUH Perdata, yang menentukan :

75

Salim H.S II, h. 7 – 8.

Page 50: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

50

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu hal tertentu; dan

4. Suatu sebab yang halal.

Keempat syarat ini dapat digolongkan kedalam2 (dua) syarat, yakni syarat

1 dan 2 adalah merupakan syarat subyektif karena menyangkut subyek/orangnya

dan syarat 3 dan 4 adalah merupakan syarat obyektif karena menyangkut

obyek/bendanya. Suatu perjanjian yang tidak memenuhi syart subyektifnya , maka

perjanjian yang demikian dapat dimintakan pembatalan ( vernietigbaar ),

sedangkan perjanjian yang tidak memenuhi syarat obyektif, maka perjanjian itu

batal demi hukum atau batal dengan sendirinya ( nietig van rechtswege ).

1. Unsur kata sepakat ; pengertian kata sepakat adalah persesuaian kehendak

antara pihak – phak yang membuat perjanjian. Mereka menghendaki suatu

yang sama secara timbal balik, artinya apa yang dikehendaki oleh pihak

yang satu juga dikehendaki oleh piahk yang lain.

Pemberian kata sepakat ini sifatnya harus bebas, artinya atas kemauan para

pihak secara sukarela tanpa adanya unsur paksaan, kekhilafan dan

penipuan sebagaimana ditentukan dalam pasal 1321 KUH Perdata.

Dikatakan tidak ada paksaan ( bedreiging ), apabila orang yang melakukan

perbuatan itu tidak berada dibawah ancaman, baik dengan kekerasan

jasmani maupun yang bersifat manakut – nakuti ( psychis ).

Tidak adanya kekhilafan ( dwaling ), jika para pihak atau salah satu pihak

tidak khilaf tentang hal – hal pokok yang hendak diperjanjilan. Kekihilafan

Page 51: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

51

tersebut harus sedemikian rupa, sehingga seandainya orang itu tidak khilaf

mengenai hal – hal tersebut, maka ia tidak akan memberikan

persetujuannya.

Dalam hal tidak ada penipuan ( bedrog ), apabila tidak ada tindakan

menipu menurut arti undang – undang sebagaimana dirumuskan dalam

pasal 378 KHU Pidana.

Adanya syarat/unsur kata sepakat ini menunjukkan bahwa Buku III KUH

Perdata menganut azas konsensualisme.

2. Unsur kecakapan bertindak ( bekwaamheid ); menurut ketentuan pasal 330

KUH Perdata, pada umumnya semua orang adalah cakap melakukan

perbuatan hukum apabila ia sudah dewasa, artinya sudah mencapai umur

21 tahun atau sudah pernah kawin. Sebaliknya menurut pasal 1330 KUH

Perdata dinyatakan ada tiga golongan yang dinyatakan tidak cakap

melakukan sesuatu perbuatan hukum ( perjanjian ), yakni :

- Orang yang belum dewasa;

- Orang yang berada dibawah pengampuan ( curatele );

- Perempuan yang sudah bersuami.

Mengenai golongan ketiga ini sejak dikeluarkannya Surat Edaran

Mahkamah Agung ( Sema ) no. 3 Tahun 1963 dan dipertegas lagi melalui

pasal 31 UU No.1 Tahun 1974 ( tentang perkawinan ), sudah dintyatakan

cakap dalam melakukan perbuatan hukum

Persoalan akan timbul apabila dihubungkan dengan pasal 47 UU No.1

Tahun 1974, yang menyatakan, bahwa :

Page 52: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

52

1. Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah

melangsungkan perkawinan, ada dibawah kekuasaan orang tuanya

selama mereka tidak dicabut kekuasaannya.

2. Orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum

di dalam dan di luar Pengadilan

Dari ketentuan tersebut, bahwa seseorang sudah dianggap cakap

melakukan suatu perbuatan hukum jika telah mencapai umur 18 tahun atau

sudah kawin. Akan tetapi Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam

menentukan kapan seseorang sudah dianggap dewasa, masih berpegang

pada ketentuan pasal 330 KUH Petrdata, yakni jika telah berusia 21 tahun,

sedangkan Mahkamah Agung Republik Indonesia menunjuk pada

ketentuan pasal 47 UU No. 1 Tahun 1974.

3. Unsur suatu hal tertentu ( Een bepaald onderwerp ); adalah yang haarus

dipenuhi dal;am suatu perjanjian, karena sesuatu yang menjadi obyek

perjanjian harus tertentu atau setidak – tidaknya dapat ditentukan bahwa

apa yang diperjanjikan harus cukup jelas, ditentukan jenisnya sedang

jumlahnya dapat ditentukan asal dapat dihitung atau ditetapkan.

Suatu perjanjian yang tidak jelas obyeknya, berakibat perjanjian itu tidak

dapat dilaksanakan sehingga perjanjian yang demikian dianggap batal

dengan sendirinya karena hukum.

4. Unsur suatu sebab yang halal ( Een geoorloofde oorzaak ); pengertian

sebab yang halal dalam pasal 1320 KUH Perdata bukanlah dalam arti

sebab/yang menyebabkan para pihak membuatu perjanjian, tetapi sebab

Page 53: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

53

dalam arti isi perjanjian itu sendiri. Apa yang menjadi obyek atau apa yang

menjadi isi dan tujuan prestasi yang menlahirkan perjanjian, harus kausa

yang sah. Isi perjanjian harus memuat/kausa yang diperbolehkan, sehingga

isi dari perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang – undang,

kesusilaan, dan ketertiban umum, sebagaimana ditentukan dalam pasal

1337 KUH Perdata.

Apabila suatu perjanjian telah dibuat sesuai/memenuhi syarat – syarat

sebagaimana ditentukan dalam pasal 1320 KUH Perdata, maka perjanjian

tersebut adalah sah, dan akibat hukumnya adalah, bahwa :

1. Berlaku/mengikat sebagai undang – undang bagi pihak – pihak

yang membatnya ;

2. Tidak dapat ditarik secara sepihak, kecuali dalam hal – hal

yang ditentukan undang – undang ;

3. Harus dilaksanakan dengan itikad baik ( te goeder trouw ).

Yang dianggap sebagai sumber formal dari adanya beraneka bentuk, isi

serta perkembangan dari pada hukum perjanjian tersebut adalah bersumber pada

pasal 1338 ayat ( 1 ) KUH Perdata, dimana dinyatakan bahwa ”Semua persetujuan

yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang – undang bagi mereka yang

membuatnya”. Dengan demikian, maka sifat peraturan hukum perjanjian

memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk mengadakan perjanjian apa

saja, sepanjang perjanjian yang diadakan pihak – pihak tersebut tidak

bertentangan dengan undang – undang sebagaimana disebutkan dalam pasal 1337

KUH Perdata, yang menyatakan bahwa : ”Suatu sebab adalah terlarang, apabila

Page 54: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

54

dilarang oleh undang – undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau

ketentiban umum”. Kenyataan ini menimbulkan anggapan/asumsi, bahwa sifat

peraturan hukum perjanjian yang diatur dalam Buku III KUH Perdata juga sebagai

hukum pelengkap.

Selain itu, hukum perjanjian diatas menurut sistem terbuka yang dapat

disimpulkan dari pasal 1338 ayat 1, 2, dan 3 KUH Perdata, yang mengandung

beberapa asas.

Adapun asas – asas yang dimaksud didalam hukum perjanjian tersebut

adalah :

1. Asas kebebasan berkontrak;

2. Asas etikad baik;

3. Asas pacta sun servanda;

4. Asas konsensuil;

5. Asas berlakunya suatu perjanjian.76

Ad. 1. Asas kebebasan berkontrak.

Yang dimaksud dengan asas kebebasan berkontrak adalah, bahwa setiap

orang bebas untuk mengadakan suatu perjanjian apa saja baik perjanjian itu sudah

diatur dalam undang – undang maupun yang belum diatur dalam undang –

undang. Asas kebebasan berkontrak ini dapat dilihat dalam pasal 1338 KUH

Perdata, yang menyatakan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang – undang bagi mereka yang membuatnya.

Kalau kita perhatikan kata ”semua” dalam pasal tersebut, maka pasal itu

seolah – olah berisikan suatu pernyataan kepada umum untuk diperbolehkan pada

setiap oang membuat suatu perjanjian secara bebas dan mengikat para pihak yang

76

A. Qirom Syamsudin Meliala, 1985, Pokok – Pokok Hukum Perjanjian Beserta

Perkembangannya, Cet., I, Liberty, Yogyakarta, h. 10.

Page 55: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

55

membuatnya. Kebebasan yang dimaksud bukan berarti tanpa batas, mengenai hal

ini juga secara jelas ditentukan, bahwa sahnya perjanjian haruslah sesuai dengan

ketentuan pasal 1320 KUH Perdata. Asas kebebasan berkontrak sering

disebut/dikenal dengan asas sistem terbuka.

Asas terbuka ( open system ); asas ini mengandung arti bahwa setiap orang

boleh mengadakan perjanjian tentang apa saja sekalipun belum atau tidak diatur

dalam undang – undang. Azas ini kemudian melahirkan apa yang disebut dengan

kebebasan berkontrak ( freedom of making contract (bahasa Inggris ) dan dalam

bahasa Belandanya disebut Beginsel der contractsvrijheiid. Walaupun sifatnya

yang demikian, maka kebebasan berkontrak disini dibatasi oleh undang – undang,

tidak bertentangan dengan kesusilaan dan tidak betentangan dengan ketertiban

umum.

Sistem terbuka yang dianut Buku III KUH Perdata ini melahirkan azas

kebebasan berkontrak, di dalam prakteknya banyak melahirkan bentuk – bentuk

perjanjian yang tidak diatur dalam KUH Perdata, misalnya perjanjian sewa – beli,

dan perjanjian nomine.

Azas pelengkap ( optional/aanvullendrecht ); azas ini mengandung arti,

bahwa pasal – pasal/ketentua – ketentuan dalam KUH Perdata dapat/boleh

dikesampingkan/disingkirkan dalam membuat perjanjian apabila pihak – pihak

menghendakinya dan pihak – pihak dapat membuat ketentuan – ketentuan sendiri.

Tetapi apabila dalam perjanjian yang mereka buat tidak ditentukan adanya

ketentuan tersendiri, maka untuk hal tersebut berlakulah ketentuan yang diatur

dalam KUH Perdata.

Page 56: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

56

Misalnya pasal 1477 KUH Perdata, yang menentukan : ”Penyerahan harus terjadi

ditempat dimana barang yang terjual berada pada waktu penjualan, jika itu tidak

diadakan persetujuan lain”.

Makna pasal ini ialah , bahwa dalam perjanjian jual beli para pihak bebas

untuk menentukan tempat penyerahan barang yang diperjual – belikan. Tetapi,

jika dalam perjanjian yang mereka buat tidak menentukan tempat penyerahan

barang, maka tempat penyerahan adalah ditempat dimana barang yang dijual itu

berada waktu penjualan. Dengan demikan berlakulah ketentuan undang – undang.

Lebih lanjut Salin HS menyatakan, bahwa asas kebebasan berkontrak

adalah asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk :77

a. membuat atau tidak membuat perjanjian,

b. mengadakan perjanjian dengan siapa pun,

c. menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan perayaratannya, dan

d. menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.

Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham

individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, yang diteruskan

oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman renaisance melalui

antara lain ajaran – ajaran Hugo de Grecht, Thomas Hobbes, Jhon Locke dan

Rosseau. Menurut faham individualisme, setiap orang bebas memperoleh apa

yang dikehendakinya. Dalam hukum kontrak asas ini diwujudkan dalam

”kebebasan berkontrak”. Teori leisbest fair in menganggap bahwa the invisible

hand akan menjamin kelangsungan jalannya persaingan bebas. Karena pemerintah

77

Salim H. S, II, Op. Cit, h. 9.

Page 57: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

57

sama sekali tidak boleh mengadakan intervensi di dalam kehidupan (sosial

ekonomi) masyarakat. Pahan individualisme memberikan peluang yang luas

kepada golongan kuat (ekonomi) untuk menguasai golongan lemah (ekonomi).

Pihak yang kuat menentukan kedudukan pihak yang lemah. Piohak yasng lemah

berada dalam cengkraman pihak yang kuat, diungkapkan dalam exploitation de

homme par l’homme.78

Akibat desakan paham etis dan sosialis, paham individualisme mulai

pudar, terlebih – lebih sejak berakhirnya Perang Dunia II. Paham ini tidak

mencerminkan keadilan. Masyarakat ingin pihak yang lemah lebih banyak

mendapat perlindungan. Oleh karena itu, kehendak bebas tidak lagi diberi arti

mutlak, akan tetapi diberi arti relatif dikaitkan selalu dengan kepentingan umum.

Pengaturan substansi kontrak tidak semata – mata dibiarkan kepada para pihak

namun perlu diawasi. Pemerintah sebagai pengemban kepentingan umum menjaga

keseimbangan kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Melalui

penerobosan hukum kontrak oleh pemerintah terjadi pergeseran hukum kontrak ke

bidang hukum publik. Melalui campur tangan pemerintah ini terjadi

pemasyarakatan ( vermastchappelijking ) hukum kontrak.79

Ad. 2. Asas itikad baik

Asas itikad baik dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata,

yang berbunyi : ”Perjanjian harus dilaksanakan dengan etikad baik”. Asas itikad

baik merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus

78

Loc. Cit 79

Loc. Cit

Page 58: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

58

merlaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang

teguh atau kemauan baik dari para pihak.

Kebebasan berkontrak adalah dasar dari asas itikad baik yang ditetapkan

dalam pasal 1338 KUH Perdata. Dalam pasal itu juga ditetapkan bahwa perjanjian

itu harus dilaksanakan dengan itikad baik. Adapun maksud dari pernyatan itu,

bahwa orang melaksanakan suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan

kepatutan dan keadilan, hal ini adalah salah satu dari tujuan hukum khususnya

hukum perjanjian.

Menurut A. Qirom Syamsudin Meliala, itikad baik dibedakan atas dua

macam , yaitu itikad baik yang obyektif dan itikad baik yang subyektif.

Itikad baik yang subyektif maksudnya sebagai kejujuran seseorang dalam

melakukan suatu perbuatan hukum yaitu apa yang terletak pada sikap bathin

seseorang pada waktu diadakan perbuatan tersebut. Sedang itikad baik yang

obyektif, dimaksudkan bahwa pelaksanaan suatu perjanjian itu harus didasarkan

pada norma – norma dan keadilan atau apa – apa yang dirasakan patut dan adil

dalam masyarakat.

Kedua kreteria tersebut diatas sangat erat kaitannya antara yang satu

dengan yang lain yang berlaku bagi deditur dan kreditur, dimana keduanya harus

tidak melakukan segala yang tidak masuk akal.80

Begitu juga menurut Salim HS, itikad baik dibagi menjadi dua macam,

yaitu itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad baik nisbi, orang

memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subyek. Pada itikad baik

80

.Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata Hukum Perhutangan Bagian B, Cet. I

Liberty, Yogyakarta, ( Selanbutnya di sebut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan II ), h. 35.

Page 59: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

59

mutlak, penilaiannya terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang

obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma –

norma yang obyektif.81

Ad. 3. Asas pacta sun servanda

Asas pacta sun servanda dalam hukum perjanjian berhubungan dengan

mengikatnya suatu perjanjian. Perjanjian yang dibuat secara sah oleh kedua belah

pihak adalah mengikat bagi mereka seperti undang – undang. Maksudnya

perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak akan mengikat mereka yang

membuatnya seperti halnya undang – undang.82

Kalau diperhatikan asas ini memang harus ada, karena hakikat dari adanya

perjanjian adalah adanya kesanggupan para pihak untuk menerima dan

melaksanakan apa yang telah diperjanjikan. Sedangkan hak – hak yang

diperjanjikan oleh para pihak pada umumnya mempunyai kepentingan bagi

masing – masing pihak.

Ad. 4. Asas konsensuil

Dari kata konsensus munculah istilah konsensulitas yang berarti sepakat,

sehingga asas konsensualitas berarti dalam suatu perjanjian kesepakatan para

pihak merupakan syarat dari adanya suatu perjanjian, dimana tanpa adanya

sepakat perjanjian itu tidak mungkin terjadi. Dengan demikian benar apa yang

dikemukakan oleh R. Subekti, bahwa :

81

Salim HS II, Op.Cit. h. 11 82

A.Qirom Syamsudin Meliala, Op.Cit.,h. 20

Page 60: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

60

Hukum perjanjian dalam BW menganut asas bahwa perjanjian itu lahir

cukup dengan kata sepakat saja, dan perjanjian itu sudah lahir sejak saat

detik tercapainya konsensus dan pada detik itu perjanjian sudah jadi dan

mengikat.83

Pada dasarnya asas konsensualitas berarti perjanjian mengikat atau

perikatan itu mengikat karena sudah terjadi sejak tercapainya kata sepakat para

pihak. Atau dengan kata lain, bahwa perjanjian itu sah apabila sudah sepakat

mengenai hal – hal yang pokok dan tidaklah diperlukan suatu formalitas.84

Jadi menurut asas konsensualitas, suatu perjanjian lahir pada detik

tercapainya kesepakatan atau persetujuan antara kedua belah pihak mengenai hal

– hal yang pokok dari apa yang menjadi obyek perjanjian tersebut. Sepakat adalah

suatu persesuaian paham dan kehendak antara para pihak yang mengadakan

perjanjian. Sepakat juga berarti apa yang dikehendaki oleh pihak yang juga

merupakan kehendak pihak yang lain, meskipun tidak sehaluan, tetapi secara

timbal balik kehendak para pihak bertemu satu sama lain. Dan inilah yang

dinamakan kesepakatan yang harus dibedakan dengan pengertian persamaan

tujuan dalam satu langkah.

Adanya asas konsensualitas ini dapat disimpulkan dari ketentuan pasal

1320 KUH Perdata yaitu tentang syarat – syarat sahnya suatu perjanjian, dimana

disana ditentukan salah satu syarat itu adalah adanya kata sepakat.85

83

R. Subekti, 1985, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung,( selanjutnya disebut R. Subekti

II ). h. 3. 84

R. Subekti, 1979, Hukum Perjanjian, PT.Intermasa, Jakarta, ( Selanjutnya disebut R.

Subekti III ), h. 15. 85

H. Hari Saherodji, 1980, Pokok – Pokok Hukum Perdata, Cet. Pertama, Penerbit :

Aksara Baru, Jakarta, h. 88.

Page 61: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

61

Ad. 5. Asas berlakunya suatu perjanjian

Suatu perjanjian hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya saja. Asas

ini dapat dilihat dalam pasal 1315 KUH Perdata, yang berbunyi : Pada umumnya

tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta

ditetapkannya suatu janji kecuali untuk dirinya sendiri.

Pasal ini menerangkan bahwa seseorang yang membuat perjanjian tidak

dapat mengatasnamakan orang lain, dalam arti yang menanggung kewajiban dan

yang memperoleh hak dari perjanjian itu hanya pihak yang melakukan perjanjian

itu saja.86

Ketentuan ini boleh dikesampingkan jika ada kuasa dari orang yang

diatasnamakan, demikian pula dikecualikan jika terjadi janji untuk kepentingan

pihak ketiga sebagaimana diatur dalam pasal 1317 KUH Perdata.87

Asas berlakunya suatu perjanjian juga dinamakan asas kepribadian suatu

perjanjian. Mengikatkan diri artinya ditujukan untuk memikul kewajiban –

kewajiban atau menyanggupi melakukan sesuatu, minta ditetapkannya suatu janji

maksudnya ditujukan untuk memperoleh hak – hak atas sesuatu atau dapat

menuntut seseorang atas suatu benda. Sudah selayaknya perikatan hukum yang

dilakukan oleh suatu perjanjian hanya mengikat orang – orang yang mengadakan

perjanjian itu sendiri dan tidak mengikat orang lain. Dengan kata lain suatu

86

Ahmadi Miru, Sakka Pati, 2009, Hukum Perikatan : Penjelasan Makna Pasal 1233

sampai 1456 BW, Rajawali Pres, Jakarta, h. 65 87

Ibid.

Page 62: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

62

perjanjian hanya meletakkan hak – hak dan kewajiban – kewajiban antara para

pihak yang membuatnya.

Pada umumnya suatu perjanjian adalah timbal balik atau bilateral, artinya :

pihak yang memperoleh hak – hak dari perjanjian itu juga menerima kewajiban –

kewajiban yang merupakan kebalikan dari hak – hak terhadap kewajiban yang

telah dibebankan kepadanya.

Jadi pada asasnya perjanjian itu hanya berlaku bagi mereka yang

membuatnya saja dan tidak ada pengaruhnya terhadap pihak ketiga, dimana pihak

ketigapun tidak bisa memdapatkan keuntungan karena adanya suatu perjanjian

tersebut, kecuali yang sudah diatur dalam undang – undang, umpamanya

perjanjian garansi dan perjanjian untuk pihak ketiga.88

Apabila dalam suatu perjanjian seperti diatas tidak ditemukan seperti

memperoleh hak – hak dan dibebani kewajiban – kewajiban atau hanya

memperoleh kewajiban – kewajiban saja tanpa memperoleh hak, maka perjanjian

tersebut bersifat unilateral atau perjanjian yang sepihak saja.89

Disamping asas – asas tersebut diatas, di dalam Lokakarya Hukum

Perikatan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional,

Departemen Kehakiman dari tanggal 17 sampai dengan tanggal 19 Desember

1985 telah berhasil dirumuskan delapan asas hukum perikatan nasional, yaitu :90

1. Asas kepercayaan;

2. Asas persamaan hukum;

88

A. Qirom Syamsudin Meliala, Op.Cit, h. 22. 89

A. Qirom Syamsudin Meliala, Loc.Cit. 90

Mariam Darus Badrulzaman, 1993, KUH Perdata, Buku III,Hukum Perikatan dengan

Penjelasannya, Alumni, Bandung, (selanjutnya disebut Mariam Darus Badrulzaman II), h. 22-23.

Page 63: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

63

3. Asas keseimbangan;

4. Asas kepastian hukum;

5. Asas moral;

6. Asas kepatutan;

7. Asas kebiasaan; dan

8. Asas perlindungan.

Ad. 1. Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang

akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang

diadakan antara mereka di belakang hari.

Ad.2. Asas persamaan hukum adalah bahwa subyek hukum yang

mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak, dan

kewajiban yang sama dalam hukum. Mereka tidak dibeda –

bedakan antara satu sama lain, walaupun subyek hukum itu

berbeda warna kulit, agama, dan ras.

Ad. 3. Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah

pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian, Kreditur

mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan

dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur,

namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan

perjanjian itu dengan itikad baik.

Ad. 4. Asas kepastian hukum adalah perjanjian sebagai figur hukum harus

mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari

Page 64: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

64

ketentuan mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai undang – undang

bagi yang membuatnya.

Ad. 5. Asas moral, asas ini terkait dalam perikatan wajar, yaitu suatu

perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak

baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur. Hal ini

terlihat dalam zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan

perbuatan dengan sukarela ( moral ). Yang bersangkutan

mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan

menyelesaikan perbuatannya. Salah satu faktor yang memberikan

mitivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu

adalah didasarkan pada kesusilaan ( moral ) sebagai panggilan

nuraninya.

Ad. 6. Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUH Perdata. Asas ini

berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian.

Ad. 7. Asas kebiasaan, asas ini dipandang sebagai bagian dari perjanjian.

Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas

diatur, akan tetapi juga hal – hal yang menurut kebiasaan lazim

diikuti.

Ad. 8. Asas perlindungan ( protection ) mengandung pengertian bahwa

antara debitur dab kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun,

yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak debitur, karena

pihak debitur berada pada pihak yang lemah.

Page 65: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

65

2.3. Kekuatan Mengikat Suatu Perjanjian

Baik sistem terbuka maupun asas kekuatan mengikat dapat menemukan

landasan hukumnya dalam bunyi Pasal 1338 ayat ( 1 ) KUH Perdata :

”Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang – undang

bagi mereka yang membuatnya”

Pasal ini merupakan pasal yang paling populer karena disinilah

disandarkan asas kebebasan berkontrak, walaupun ada juga sarjana yang

menyandarkannya pada Pasal 1320 KUH Perdata atau pada keduanya,

Namun, apabila dicermati pasal ini khususnya ayat (1) atau alinea (1),

sebenarnya ada tiga hal pokok (asas) yang terkandung di dalamnya, yaitu :91

a. pada kalimat ”semua perjanjian yang dibuat secara sah”

menunjukan asas kebebasan berkontrak;

b. pada kalimat ”berlaku sebagai undang – undang” menunjukkan

asas kekuatan mengikat atau yang orang sebut asas pacta sun

servanda;

c. pada kalimat ”bagi mereka yang membuatnya” menunjukkan

asas personalitas.

Walaupun demikian, kalimat tersebut merupakan suatu kesatuan yang

tidak dapat dipenggal – penggal seperti tersebut diatas. Jadi pemenggalan

diatas hanya untuk melihat kandungan dari pada pasal tersebut

Ayat (2) atau alinea (2) pasal ini menentukan bahwa perjanjian tidak

boleh dibatalkan secara sepihak tanpa persetujuan pihak lain. Hal ini sangat

wajar, agar kepentingan pihak lain terlindungi karena ketika perjanjian

91Ahmadi Miru, Sakka Pati, Op.Cit, h. 78.

Page 66: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

66

dibuat adalah atas kesepakatan kedua belah pihak, maka pembatalannya pun

harus atas kesepakatan kedua belah pihak. Selain itu, pembatalan secara

sepihak hanya dimungkinkan jika ada alasan yang cukup oleh undang –

undang.

Ayat (3) alinea (2), ini merupakan sandaran asas itikad baik, yaitu

bahwa setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.92

Juga perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal – hal yang dengan

tegas dinyatakan di dalamnyan tetapi juga untuk segala sesuatu yang

menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, atau undang

– undang (Pasal 1339 KUH Perdata).

Pasal ini menentukan bahwa dalam suatu perjanjian, para pihak tidak

hanya terikat terhadap apa yang secara tegas disetujui dalam perjanjian

tersebut, tetapi juga terikat oleh kepatutan, kebiasaan, dan undang – undang.

Dengan demikian yang mengikat para pihak dalam perjanjian adalah :

a. isi perjanjian;

b. kepatutan;

c. kebiasaan; dan

d. undang – undang.93

Selanjutnya, Pasal 1340 KUH Perdata menentukan bahwa perjanjian –

perjanjian hanya berlaku antara pihak – pihak yang membuatnya.

Perjanjian perjanjian itu tidak dapat membawa rugi kepada pihak – pihak

yang membuatnya, sehingga tidak bolehnya seseorang melakukan perjanjian

92

Ahmadi Miru, Sakka Pati, Op.Cit, h. 79. 93

Ahmadi Miru, Sakka Pati, Loc.Cit.

Page 67: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

67

yang membebani pihak ketiga, sedangkan memberikan hak kepada pihak

ketiga dapat saja dilakukan jika sesuai dengan apa yang diatur dalam pasal

1317 KUH Perdata

Lebih lanjut Pasal 1341 KUH Perdata menentukan : Meskipun

demikian, tiap orang kreditor boleh mengajukan batalnya segala perbuatan

yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh debitur dengan nama apapun

juga, yang merugikan orang – orang kreditor, asal dibuktikan, bahwa ketika

perbuatan dilakukan, baik debitur maupun orang dengan atau untuk siapa

debitur itu berbuat, mengetahui bahwa perbuatan itu membawa akibat yang

merugikan orang – orang kreditor.

Hak – hak yang diperolehnya dengan itikad baik oleh orang – orang pihak

ketiga atas barang – barang yang menjadi pokok perbuatan yang batal itu

diperlindungi

Untuk mengajukan hal batalnya perbuatan – perbuatan yang dilakukan

dengan Cuma – Cuma oleh debitur, cukuplah kreditor membuktikan bahwa

debitur pada waktu melakukan perbuatan itu tahu, bahwa ia dengan berbuat

demikian merugikan orang yang menguntungkan padanya, tak peduli apakah

orang yang menerima keuntungan juga mengetahui atau tidak.

Pasal ini memberikan hak kepada kreditor untuk meminta pembatalan

perjanjian atau tindakan yang dilakukan oleh debitur dengan pihak ketiga,

jika perjanjian atau tindakan itu merugikan kreditor, asal dapat dibuktikan

bahwa ketika itu baik debitur maupun pihak ketiga mengetahui bahwa hal

merugikan kreditor. Akan tetapi, pihak ketiga yang beritikad baik dalam

Page 68: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

68

memperoleh hak dari debitur, maka pihak ketiga itu dilindungi oleh undang

– undang, kecuali kalau perolehan hak pihak ketiga itu hanya dengan Cuma

– Cuma, maka walaupun dia beritikad baik tetap tidak dilindungi, jika

debitur mengetahui bahwa perjanjian atau tindakan itu merugikan kreditur.

Hak kreditor inilah yang populer dengan nama Actio Pauliana.94

Di dalam ketentuan Pasal 6:248 (1) BW kita temukan pengunmgkapan

dari asas kekuatan mengikat :

”Persetujuan – persetujuan tidak ( hanya ) mengikat untuk apa – apa

yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, (tetapi juga untuk segala

sesuatu yang menurut sifat persetujuan, diharuskan oleh kepatutan,

kebiasaan, atau undang – undang)”

Asas ini menyatakan bahwa suatu perjanjian mengakibatkan suatu

kewajiban hukum dan para pihak terikat untuk melaksanakan kesepakatan,

kontraktual, serta bahwa suatu kesepakatan harus dipenuhi, dianggap sudah

terberi dan kita tidak pernah mempertanyakannya kembali. Kehidupan

kemasyarakatan hanya mungkin berjalan dengan baik jika seseorang dapat

mempercayai perkataan orang lain. Ilmu pengetahuan kiranya tidak mungkin

dapat memberikan penjelasan lebih dari itu, kecuali bahwa kontrak memang

mengkat karena merupakan suatu janji, serupa dengan undang – undang

karena undang – undang tersebut dipandang sebagai perintah pembuat

undang – undang. Jika kepastian terpenuhinya kesepakatan kontraktual

ditiadakan, hal ini akan sekaligus menghancurkan seluruh sistem pertukaran

(benda-jasa) yang ada di dalam masyarakat. Oleh sebab itu, ”kesetiaan pada

94

Ahmadi Miru, Sakka Pati, Op.Cit. h. 80 – 81.

Page 69: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

69

janji yang diberikan merupakan bagian dari persyaratan yang dituntut akal-

budi alamiah”.95

Mengikatnya suatu perjanjian, juga sebagaimana ditentukan dalam Pasal

1313 KUH Perdata, perjanjian yang dibuat orang mengikat orang yang

membuat. Para pihak harus mentaati apa yang diperjanjikannya itu,

keharusan mana lahir dari perjanjian itu sendiri yang berkekuatan sebagai

undang – undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 KUH

Perdata).

Pada hakekatnya, perjanjian hanya mengikat bagi para pihak yang

membuatnya, dan tidak mengikat pihak ketiga (Pasal 1340 jo Pasal 1917

KUHPerdata). Namun demikian ketentuan Pasal 1341 KUHPerdata

memberikan pengecualian yaitu perjanjian yang dibuat oleh siberutang yang

merugikan kepentingan siberpiutang, maka siberpiutang dapat mengajukan

pembatalan sejauh kerugiannya saja.96

2.4. Jenis – Jenis Perjanjian

Para ahli di bidang kontrak/perjanjian tidak ada kesatuan pandangan

tentang pembagian kontrak/perjanjian. Ada ahli yang mengkajinya dari sumber

hukumnya, namanya, bentuknya, aspek kewajibannya, maupun aspek larangannya

95

Herlien Budiona, 2006, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum

Perjanjian Berdasarkan Asas-Asas Wigati Indonesia, Penerbit : PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, (

selanjutnya disebut Herlien Budiono I), h. 100 – 101. 96

Artadi, Rai Asmara Putra, 2009, Implementasi Ketentuan-Ketentuan Hukum Perjanjian

Kedalam Perancangan Kontrak, University Press Udayana, Denpasar, h. 30.

Page 70: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

70

1. Kontrak menurut sumber hukumnya

Kontrak berdasarkan sumber hukumnya merupakan penggolongan

kontrak yang didasarkan pada tempat kontrak itu ditemukan. Sudikno

Mertokusumo menggolongkan perjanjian (kontrak) dari sumber

hukumnya. Ia membagi jenis perjanjian (kontrak) menjadi lima macam,

yaitu :97

a. Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, seperti halnya

perkawinan;

b. Perjanjian yang bersumber dari kebendaan, yaitu yang

berhubungandengan peralihan hukum benda, misalnya peralihan

hak milik;

c. Perjanjian obligator, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban;

d. Perjanjian yang bersumber dari hukum acara, yamg disebut dengan

bewijsovereenkomst:

e. Perjanjian yang bersumber dari hukum publik, yang disebut dengan

publieckrechtelijke overeenkomst .

2. Kontrak Menurut namanya

Penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantum di

dalam Pasal 1319 KUHPerdata dan Artikel 1355 NBW. Di dalam Pasal

1319 KUHPerdata dan Artikel 1355 NBW hanya disebutkan dua

macam kontrak menurut namanya, yaitu kontrak nominaat (bernama)

97

Sudikno Mertokusumo, 1987, Rangkuman Kuliah Hukum Perdata, Fakultas

Pascasarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta,(selanjutnya disebut Sudikno Mertokusumo II),

h. 11

Page 71: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

71

dan kontrak innominaat (tidak bernama). Kontrak nominaat adalah

kontrak yang dikenal dalam KUHPerdata. Yang te rmasuk dalam

kontrak nominaat adalah jual beli, tukar-menukar, sewa-menyewa,

persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam-pakai, pinjam-

meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perdamaian dan

lain-lain. Sedangkan kontrak innominaat adalah kontrak yang timbul,

tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Jenis kontrak ini belum

dikenal dalam KUHPerdata. Yang termasuk dalam kontrak innominaat

adalah leasing, beli sewa, franchise, kontrak rahim, joint ventura,

kontrak karya, keagenan, producsion sharing, dan lain-lain. Namun

Vollmar mengemukakan kontrak jenis yang ketiga antara bernama dan

tidak bernama, yaitu kontrak campuran ( Vollmar, 1984:144-146 ).

Kontrak campuran, yaitu kontrak atau perjanjian yang tidak hanya

diliputi oleh ajaran umum (tentang perjanjian) sebagaimanayang

terdapat dalam title I,II, dan IV, karena kekhilafan, title yang terakhir

ini (title IV) tidak disebut oleh pasal 1335 NBW, tetapi terdapat hal

mana juga ada ketentuan-ketentuan khusus untuk sebagaian

menyimpang dari ketentuan umum.

Contoh kontrak campuran, pengusaha sewa rumah penginapan

(hotel) menyewakan kamar-kamar (sewa-menyewa), tetapi juga

menyediakan makanan (jual beli), dan menyediakan pelayanan

(perjanjian untuk melakukan jasa-jasa). Kontrak campuran disebut juga

dengan contractus sui generis , yaitu ketentuan-ketentuan yang

Page 72: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

72

mengenai perjanjian khusus paling banter dapat diterapkan secara

analogi (Arrest HR 10 Desember 1936) atau orang menerapkan teori

absorpsi (absorptietheorie), artinya diterapkanlah peraturan perundan g-

undangan dari perjanjian, dalam peristiwa yang terjadi merupakan

peristiwa yang paling menonjol (HR, 12 April 1935), sedangkan dalam

tahun 1947 Hoge Raad menyatakan diri (HR,21 Februari 1947) secara

tegas sebagai penganut teori kombinasi.98

3. Kontrak Menurut Bentuknya

Didalam KUHPerdata, tidak disebutkan secara sistematis

tentang bentuk kontrak. Namun apabila kita menelaah berbagai

ketentuan yang tercantum dalam KUHPerdata maka kontrak menurut

bentuknya dapat dibagi menjadi dua macam yaitu kontrak lisan dan

tertulis. Kontrak lisan adalah kontrak atau perjanjian yang dibuat oleh

para pihak cukup dengan lisan atau kesepakatan para pihak (Pasal 1320

KUH Perdata). Dengan adanya konsensus maka perjanjian itu telah

terjadi. Termasuk dalam golongan ini adalah perjanjian konsensuil dan

riil. Perjanjian konsensuil adalah suatu perjanjian terjadi apabila ada

kesepakatan para pihak. Sedangkan perjanjian riil adalah suatu

perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata .

Kontrak tertulis merupakan kontrak yang dibuat oleh para pihak

dalam bentuk tulisan. Hal ini dapat kita lihat pada perjanjian hibah

yang harus dilakukan dengan akta notaris (Pasal 1682 KUH Perdata).

98

Salim HS II, 2006, Op. Cit, h. 28

Page 73: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

73

Kontrak ini dibagi menjadi dua macam, yaitu dalam bentuk akta

dibawah tangan dan akta notaris. Akta dibawah tangan adalah akta

yang cukup dibuat dan ditandatangani oleh para pihak. Sedangklan

akta autenti merupakan akta yang dibuat oleh atau dihadapan notaris.

Akta yang dibuat oleh notaris itu merupakan akta pejabat. Contoh nya,

berita acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam sebuah PT.

Akta yang dibuat di hadapan notaris merupakan akta yang dibuat oleh

para pihak di hadapan notaris. Di samping itu, dikenal juga pembagian

menurut bentuknya yang lain, yaitu perjanjian standar. Perjanjian

standar merupakan perjanjian yang telah dituangkan dalam bentuk

formulir.99

4. Kontrak Timbal Balik

Penggolongan ini dilihat dari hak dan kewajiban para pihak.

Kontrak timbal balik merupakan perjanjian yang dilakukan para pihak

menimbulkan hak dan kewajiban – kewajiban pokok seperti pada jual

beli dan sewa-menyewa. Perjanjian timbal balik ini dibagi menjadi dua

macam, yaitu timbal balik tidak sempurna dan yang sepihak

a. Kontrak timbal balik tidak sempurna menimbulkan

kewajiban pokok bagi satu pihak, sedangkan lainnya wajib

melakukan sesuatu. Di sini tampak ada prestasi -prestasi yang

seimbang satu sama lain. Misalnya, si penerima pesan

senantiasa berkewajiban untuk melaksanakan pesan yang

99

Salim H.S II., Op.Cit., h. 28-29

Page 74: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

74

dikenakan atas pundaknya oleh orang pemberi pesan.

Apabila si penerima pesan dalam melaksanakan kewajiban-

kewajiban tersebut telah mengeluarkan biaya-biaya atau

olehnya telah diperjanjikan upah, maka pemberi pesan harus

menggantinya.

b. Perjanjian sepihak merupakan perjanjian yang selalu

menimbulkan kewajiban-kewajiban hanya bagi satu pihak.

Tipe perjanjian ini adalah perjanjian pinjam mengganti

Pentingnya pembedaan di sini adalah dalam ranmgka

pembubaran perjanjian.100

5. Perjanjian Cuma-Cuma atau dengan Alas Hak yang Membebani

Penggolongan ini didasarkan pada keuntungan salah satu pihak

dan adanya prestasi dari pihak lainna. Perjanjian cuma – Cuma

merupakan perjanjian, yang menurut hukum hanyalah menimbulkan

keuntungan bagi salah satu pihak. Contohnya, hibah dan pinjam pakai.

Sedangkan perjanjian dengan alas hak yang membebani merupakan

perjanjian, di samping prestasi pihak yang satu senantiasa ada

prestasi(kontra) dari pihak lain, yang menurut hukum saling berkaitan.

Misalnya, A menjanjikan kepada B suatu jumlah tertentu, jika

menyerahkan sebuah benda tertentu pula kepada A.

6. Perjanjian Berdasarkan Sifatnya

100

Salim H.S II., Op.Cit, h. 29.

Page 75: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

75

Penggolongan ini didasarkan pada hak kebendaan dan kewajiban

yang ditimbulkan dari adanya perjanjian tersebut. Perjanjian menurut

sifatnya dibagi menjadi dua macam, yaitu perjanjian kebendaan

(zakelijke overeenkomst) dan perjanjian obligatoir. Perjanjian

kebendaan adalah suatu perjanjian, yang ditimbulkan hak kebendaan,

diubah atau dilenyapkan, hal demikian untuk memenuhi perikatan.

Contoh perjanjian ini adalah perjanjian pembebanan jaminan dan

penyerahan hak milik. Sedangkan perjanjian obligatoir merupaka n

perjanjian yang menimbulkan kewajiban dari para pihak.

Di samping itu, dikenal juga jenis perjanjian dari sifatnya, yaitu

perjanjian pokok dan perjanjian accesoir. Perjanjian pokok merupakan

perjanjian yang utama, yaitu perjanjian pinjam-meminjam uang, baik

kepada individu maupun pada lembaga perbankan. Sedangkan

perjanjian accesoir merupakan perjanjian tambahan, seperti perjanjian

pembebanan hak tanggungan atau fidusia.101

7. Perjanjian dari Aspek Laranganya

Penggolongan perjanjian berdasarkan larangannya merupakan

penggolongan perjanjian dari aspek tidak diperkenankannya para pihak

untuk membuat perjanjian yang bertentangan dengan undang – undang,

kesusilaan, dan ketertiban umum. Ini disebabkan perjanjian itu

mengandung praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

101

Salim H.S II., Loc.Cit.

Page 76: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

76

Di dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, perjanjian yang dilarang

dibagi menjadi 13 (tiga belas) jenis, yaitu :

a. Perjanjian oligopoli, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku

usaha dengan pelaku usaha lainnya untuk secara bersama

melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran berang atau

jasa. Perjanjian ini dapat mengakibatkan terjadinya praktik

monopoli dan atau persaingan tidak sehat.

b. Perjanjian penetapan harga, yaitu perjanjian yang dibuat antara

pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan

harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh

konsumen atau pelanggaran pada pasar yang bersangkutan sama.

Pengecualian dari ketentuan imi adalah

1. suatu perjanjian yang dibuat usaha patungan, dan

2. suatu perjanjian yang didasarkan pada undang – undang yang

berlaku.

c. Perjanjian dengan harga berbeda, yaitu perjanjian yang dibuat

antara pelaku-pelaku usaha yang mengakibatkan pembeli yang satu

harus membayar dengan harga berbeda dari harga yang harus

dibayar oleh pembeli lain untuk barang atau jasa yang berbeda.

d. Perjanjian dengan harga di bawah harga pasar, yaitu perjanjian

yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya

untuk menetapkan harga yang berada di bawah harga pasar,

Page 77: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

77

perjanjian ini dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha

tidak sehat.

e. Perjanjian yang memuat persyaratan, yaitu perjanjian yang dibuat

antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya yang memuat

persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan

menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang

diterimanya. Tindakan itu dilakukan dengan harga yang lebih

rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat

mengakibatkan terjadinya persaingan tidak sehat.

f. Perjanjian pembagian wilayah, yaitu perjanjian yang dibuat antara

pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk

membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan

atau jasa. Perjanjian ini dapat mengakibatkan terjadinya praktek

monopoli dan atau persaingan tidak sehat.

g. Perjanjian pemboikotan, yaitu suatu perjanjian yang dilarang, yang

dibuat pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk

menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama,

baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun luar negeri.

h. Perjanjian kartel, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha

dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk

mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau

pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan

terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Page 78: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

78

i. Perjanjian trust, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha

dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan

membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar,

dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup

masing – masing perseroan anggotanya. Perjanjian bertujuan untuk

mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa,

sehingga dapat mengakibatkan terjadinya monopoli dan atau

persaingan tidak sehat.

j. Perjanjian oligopsoni, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku

usaha dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara

bersama – sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan

agar dapat mengendalikan harga atas berang dan atau jasa dalam

pasar yang bersangkutan. Perjanjian ini dapat mengakibatkan

terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

k. Perjanjian integrasi vertikal, yaitu perjanjian yang dibuat antara

pelaku usaha dengan pelaku usaha lain, yang bertujuan untuk

menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam

rangkaian produksi barang dan/atau jasa tertentu. Setiap rangkaian

produksi itu merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan , baik

dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung yang dapat

mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau

merugikan masyarakat.

Page 79: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

79

l. Perjanjian tertutup, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku

usaha dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa

pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok

kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak dan atau pada

tempat tertentu.

m. Perjanjian dengan pihak luar negeri, yaitu perjanjian yang dibuat

antara pelaku usaha dengan pihak lainnya di luar negeri yang

memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya prsktik

monopoli dan atau persaingan tidak sehat102

Di samping uraian diatas, di dalam Hukum Kontrak Amerika

dikenal pula perjanjian yang didasarkan pada metodenya. Pembagian

ini didasarkan pada suatu cara (metode) untuk menentukan kesepakatan

dan tindakaan simbolik lainnya dalam pelaksanaan perjanjian.

Perjanjian menurut metodenya dibagi menjadi tiga macam, yaitu :

1. Perjanjian pasti (Certain) dan penuh risiko/berbahaya (hasardoz)

Perjanjian pasti (khusus) dilakukan tergantung dari kemauan para

pihak atau kapan seatu kegiatan dilakukan. Perjanjian ini dilakukan

setelah ada kesepakatan para pihak. Perjanjian penuh risiko, yaitu

perjanjian yang dilakukan tanpa adanya kemauan dan pembicaraan

yang khusus sebelumnya.

2. Perjanjian komutatif dan berdiri sendiri

102

Salim H.S.II, Op.Cit, h. 30 – 32.

Page 80: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

80

Perjanjian komutatif dilakukan tergantung dari apa yang dilakukan,

diberikan atau setelah ada perjanjian sebelumnya dengan para

pihak. Sedangkan perjanjian berdiri sendiri, dilakukan setelah ada

tindakan saling pengertian dan pertimbangan sebelumnya.

3. Perjanjian konsensual dan nyata

Perjanjian konsensual adalah suatu perjanjian yang dilakukan atas

dasar persetujuan bersama antara para pihak, tanpa formalitas lain

atau tindakan simbolik yang menjelaskan secara detail tentang

tanggung jawab tersebut. Sedangkan perjanjian nyata adalah seuatu

perjanjian yang dapat dilaksanakan secara nyata oleh para pihak.

Dari berbagai jenis perjanjian yang dipaparkan di atas, maka jenis

atau pembagian yang paling asasi adalah pembagian berdasarkan

namanya, yaitu kontrak nominaat dan innominaat. Dari kedua

perjanjian ini maka lahirlah perjanjian – perjanjian jenis lainnya,

seperti segi bentuknya, sumbernya, maupun dari aspek hak dan

kewajinan. Misalnya, perjanjian jual beli maka lahirlah perjanjian

konsensual, perjanjian obligatoir, dan lain –lain.103

103

Salim H.S II., Op.Cit., h.32.

Page 81: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

81

BAB III

PERJANJIAN NOMINEE DALAM PENGUASAAN

HAK MILIK ATAS TANAH

3.1. Pengertian Perjanjian Nominee Dalam Penguasaan Hak Milik Atas Tanah

Dalam sistem hukum Indonesia sama sekali tidak dikenal mengenai

perjanjian nominee, sehingga dengan demikian tidak ada pengaturan secara

khusus dan tegas mengenai perjanjian nominee ini.

Dalam kamus hukum atau Black’s Law Dictionary, arti dari nominee

adalah : “One designated to act for another as his representative in a rather

limited sense. It is used sometimes to signify an agent or trustee. It has no

connotation, however, other than that of acting for another, in representation

of another, or as the grantee of another.”104

Terjemahannya, seseorang ditunjuk bertindak atas pihak lain sebagai

perwakilan dalam pengertian terbatas. Ini digunakan sewaktu-waktu untuk

ditandatangani oleh agen atau orang kepercayaan. Tidak ada pengertian lain

daripada hanya bertindak sebagai perwakilan pihak lain atau sebagai penjamin

pihak lain.

Perjanjian nominee di bidang pertanahan dalam praktek adalah

memberikan kemungkinan bagi warga negara asing memiliki tanah yang

104

Bryan A. Garner, 1999, Black’s Law Dictionary with Guide to Pronunciation, Weat

Publishing, hal. 1072

Page 82: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

82

dilarang UUPA adalah dengan jalan ”Meminjam Nama (Nominee)”105

warga

negara Indonesia dalam melakukan jual beli, sehingga secara yuridis formal

tidak menyalahi peraturan.

Akan tetapi jika ditelaah lebih lanjut mengenai pasal 1320 KUH

Perdata mengenai sahnya suatu perjanjian ayat (4) yang menyatakan bahwa

“suatu sebab yang terlarang” maka dilihat dari pasal 26 ayat (2) UUPA yang

menyatakan bahwa :

“Setiap jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan

wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk

langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada

orang asing, kepada seorang warga negara yang di samping

kewarganegaraan Indonesia mempunyai kewarganegaraan asing

atau kepada suatu badan hukum, kecuali yang ditetapkan oleh

Pemerintah termaksud dalam pasal 21 ayat (2), adalah batal karena

hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan,

bahwa hak-hak pihak lain yang yang membebaninya tetap

berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh

pemilik tidak dapat dituntut kembali”.

Maka perjanjian yang disepakati kedua belah pihak dengan sendirinya

batal demi hukum dan sesuai ketentuan pasal 26 UUPA tersebut maka

tanahnya jatuh ketangan negara.

Sehubungan dengan penguasaan hak milik atas tanah oleh warga

negara asing, maka bentuk perjanjian yang dibuat oleh Notaris/PPAT bagi

warga negara asing dalam peralihan hak milik atas tanah adalah sebagai

berikut106

:

105

I Made Pria Dharsana, “Akta Notaris/PPAT sebagai solusi komprehensif Penguasaan

Tanah Oleh Warga Negara Asing di Bali” (makalah yang disampaikan pada Seminar Nasional

Universitas Warmadewa, 2006, Denpasar), Hal. 10 106

Maria SW. Sumardjono I, Loc.Cit

Page 83: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

83

a. Akta Jual Beli dengan meminjam nama seorang warga negara

Indonesia. Melalui akta jual beli tersebut seolah-olah terjadinya

kepemilikan semu atas tanah tersebut, karena nama warga negara

Indonesia hanya dipinjam saja untuk di sertifikat, sedangkan

sesungguhnya uang untuk membeli tanah tersebut berasal dari warga

negara asing.

b. Akta Pengakuan Hutang. Melalui akta pengakuan hutang seolah-olah

seseorang warga negara Indonesia yang namanya dipinjam itu

mempunyai hutang kepada warga negara asing karena sumber dana

atau uangnya berasal dari warga negara asing.

c. Akta Sewa Menyewa. Melalui akta sewa menyewa ini maka seorang

warga negara asing akan bisa memanfaatkan tanah yang telah

dikuasainya dengan jangka waktu sewa yang terus bisa diperpanjang

dan diteruskan oleh ahli warisnya.

d. Akta Pemberian Hak Tanggungan. Melalui akta pengakuan hutang

yang dibuat sebelumnya oleh warga negara Indonesia dengan warga

negara asing, maka harus diikat dengan akta pemberian hak

tanggungan, karena tanah yang atas nama warga negara indonesia

sendiri dijadikan jaminan atas pelunasan hutang tersebut.

e. Pernyataan. Melalui pernyataan warga negara Indonesia memberikan

pernyataan-pernyataannya untuk memberikan perlindungan hukum

kepada warga negara asing dan akan melakukan perbuatan hukum

Page 84: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

84

apabila adanya perintah dan petunjuk dari seorang warga negara

asing.

f. Kuasa. Dengan adanya kuasa maka tanah yang dikuasai dengan

meminjam nama warga negara Indonesia nantinya dapat dialihkan

atas permintaan warga negara asing. Dan dengan adanya kuasa

mengelola maka warga negara asing dapat memanfaatkan dan

memungut hasil dari tanah yang dikuasainya.

3.2. Faktor - Faktor Penyebab Warga Negara Asing Menggunakan Perjanjian

Nominee Dalam Penguasaan Hak Milik Atas Tanah

Perolehan penguasaan tanah oleh warga negara asing saat ini

sangat bervariasi. Ada perolehan penguasaan tanah yang sesuai

dengan tata cara yang telah ditetapkan oleh pemerintah maupun ada

pula praktek penguasaan tanah yang pada dasarnya merupakan

bentuk-bentuk penyelundupan hukum.

Adapun bentuk penguasaan tanah oleh warga negara asing

sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh pemerintah, dapat

diidentifikasi sebagai berikut :

a. Penguasaan tanah dengan Hak Pakai (Pasal 42 UUPA)

b. Penguasaan tanah dengan Hak Sewa untuk bangunan (Pasal 45

UUPA)

c. Kepemilikan rumah tempat tinggal atau hunian oleh warga

negara asing diatas tanah Hak Pakai (PP No.41 Tahun 1996

Page 85: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

85

tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh

Orang Asing Yang Berkedudukan di Indonesia)

Cara penguasaan tanah yang mengindikasikan adanya

penyelundupan hukum, adalah sebagai

a. Penguasaan tanah dengan cara menggunakan ”kedok/pinjam

nama/nominee”, praktek yang sering dilakukan berkaitan

dengan model penguasaan tanah dengan menggunakan kedok

ini, misalnya melakukan jual beli atas nama seorang warga

negara Indonesia dengan sumber uangnya dari seorang warga

negara asing, sehingga secara yuridis formal tidak menyalahi

peraturan. Namun, disamping itu dilakukan upaya pembuatan

perjanjian antara warga negara asing dengan warga negara

Indonesia tersebut dengan cara pemberian kuasa (yang

menjadi kuasa mutlak), yang memberikan hak yang tidak dapat

ditarik oleh pemberi kuasa (warga negara Indonesia) dan

memberi wewenang kepada penerima kuasa (warga negara

asing) untuk melakukan segala perbuatan hukum berkenaan

dengan hak atas tanah tersebut, yang menurut hukum mestinya

hanya dapat dilakukan oleh pemegang hak (warga negara

Indonesia).

b. Penguasaan tanah yang juga merupakan bentuk penguasaan

tanah oleh warga negara asing secara terselubung adalah

penguasaan tanah oleh pasangan kawin campur antara warga

Page 86: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

86

negara asing dengan warga negara Indonesia, yang tidak

mempunyai perjanjian kawin khususnya mengenai pemisahan

harta, dimana mereka membeli sebidang tanah hak milik, yang

pada umumnya sumber dananya adalah dari warga negara

asing akan tetapi mereka tidak memunculkan identitas

perkawinannya, sehingga secara yuridis formal tidak

menyalahi peraturan, tetapi secara substansial terjadi

penguasaan tanah (hak milik) oleh pasangan dengan

kewarganegaraan ganda yang tentunya sudah tidak memenuhi

syarat sebagai subyek hak milik.

c. Penguasaan tanah dengan modus pemberian hak tanggungan

dengan kreditur warga negara asing, pemberian hak

tanggungan dengan kreditur warga negara asing berpotensi

menjadi pemindahan hak atas tanah (hak milik) secara

terselubung.

Pada praktek, warga negara asing lebih memilih menggunakan

instrumen perjanjian. Perjanjian yang dimaksud dalam hal ini adalah

perjanjian nominee. Mengenai arti dari istilah nominee dalam praktek

penguasaan tanah, menurut Maria SW. Sumardjono, yang dimaksud dengan

nominee atau trustee adalah perjanjian dengan menggunakan kuasa.

Perjanjian dengan kuasa yang dimaksud adalah jenis-jenis perjanjian yang

telah dibahas sebelumnya, yaitu perjanjian yang menggunakan nama WNI

Page 87: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

87

dan pihak WNI menyerahkan surat kuasa kepada orang asing untuk bebas

melakukan perbuatan hukum apapun terhadap tanah yang dimilikinya.107

Dalam praktek istilah nominee tersebut sering disamakan dengan

istilah perwakilan atau pinjam nama, berdasarkan surat pernyataan atau surat

kuasa yang dibuat kedua pihak, orang asing meminjam nama warga negara

Indonesia untuk dicantumkan namanya sebagai pemilik tanah pada

sertifikatnya, tetapi kemudian warga negara Indonesia berdasarkan Akta

Pernyataan yang dibuatnya mengingkari bahwa pemilik sebanarnya adalah

warga negara asing selaku pihak yang mengeluarkan uang untuk pembelian

tanah tersebut dan penguasaannya dilakukan atau diwakilkan kepada warga

negara asing tersebut.

Dengan menggunakan perjanjian nominee, maka warga negara

asing dapat menguasai tanah layaknya Hak Milik. Faktor-faktor yang

menyebabkan warga negara asing menggunakan perjanjian nominee

untuk menguasai hak milik atas tanah adalah sebagai berikut :

3.2.1 Keterbatasan Jangka Waktu Terhadap Hak Pakai

Pasal 42 UUPA menyebutkan bahwa ”warga negara asing

yang berkedudukan di Indonesia dapat mempunyai Hak Pakai.”

Selanjutnya dalam PP No. 41 Tahun 1996 disebutkan kualifikasi

warga negara asing yang berkedudukan di Indonesia adalah yang

”kehadirannya memberi manfaat bagi pembangunan nasional.”

107

Maria SW. Sumardjono I, Op.Cit, hal. 17

Page 88: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

88

Karena pengertian tersebut dianggap tidak jelas, maka dalam

PMNA/KBPN No.7/1996 diberikan penegasan yakni orang asing

yang kehadirannya di Indonesia memberi manfaat bagi pembangunan

nasional adalah orang yang memiliki dan memelihara kepentingan

ekonomi di Indonesia dengan melaksanakan investasi untuk memiliki

rumah tinggal atau hunian di Indonesia.108

Pasal 41 UUPA tidak menentukan jangka waktu Hak Pakai tetapi

dalam PP No. 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna

Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah, jangka waktu hak pakai dibedakan

sesuai dengan asal tanahnya yaitu :

a) Hak Pakai Atas Tanah Negara

Hak pakai ini berjangka waktu untuk pertama kali paling lama 25

tahun, diperpanjang paling lama 20 tahun, dan dapat diperbaharui

dalam jangka waktu 25 tahun.

b) Hak Pakai Atas Tanah Pengelolaan

Hak Pakai ini berjangka waktu untuk pertama kali paling lama 25

Tahun dan dapat diperpanjang dalam jangka waktu paling lama 20

tahun dan dapat diperhaharui dalam jangka waktu 25 tahun.

c) Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik

Hak Pakai ini diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 tahun dan

tidak dapat diperpanjang. Namun atas kesepakatan antara pemilik

dengan pemegang hak pakai dapat diperbaharui dengan pemberian

108

Maria SW. Sumardjono I, Op.Cit, hal. 54

Page 89: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

89

hak pakai baru dengan akta yang dibuat PPAT dan wajib didaftarkan

kepada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat

dalam Buku Tanah.109

Sedangkan dalam Pasal 5 ayat (1) PP No. 41 Tahun 1996

menyatakan, baik Hak Pakai diatas Tanah Hak Pakai, Tanah Hak

Pengelolaan, dan Tanah Hak Milik jangka waktu ditetapkan tidak melebihi

dari 25 tahun.

Jangka waktu Hak Pakai bagi badan hukum asing menurut

Pasal 22 ayat (1) huruf c Undang-undang No. 25 Tahun 2007

tentang Penanaman Modal disebutkan bahwa : ”Hak Pakai dapat

diberikan dengan jumlah 70 tahun dengan cara dapat diberikan dan

diperpanjang di muka sekaligus selama 45 tahun dan dapat

diperbarui selama 25 tahun.”

Adanya keterbatasan jangka waktu dari Hak Pakai, sehingga

Warga negara asing menganggap Hak Pakai kurang kuat dan warga

negara asing ingin cepat menguasai tanah dan memanfaatkan tanah

serta ingin mendapat jaminan keamanan maka ia meminjam nama

(nominee) warga negara Indonesia sebagai pemegang hak atas tanah

hak milik dan membuat pengakuan utang disertai pemberian

jaminan tersebut bertujuan untuk mencegah warga negara Indonesia

yang secara formal adalah pemilik, untuk

109

Urip Santoso, Op.Cit, hal. 121.

Page 90: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

90

mengalihkan/menjaminkan tanah tersebut kepada pihak lain yang

akan dapat merugikan warganegara asing

Dengan dibebani tanah tersebut dengan Hak Tanggungan,

maka dalam buku tanah yang terdapat di kantor pertanahan, telah

terdaftar Hak Tanggungan atas tanah Hak Milik tersebut. Oleh

karenanya warga negara Indonesia yang secara formal adalah

pemilik tanah, tidak akan dapat mengalihkan tanah tersebut kepada

pihak lain dan tidak juga dapat mempergunakan tanah tersebut

sebagai jaminan sebelum ada bukti pelunasan/peroyaan dari warga

negara asing.

Dengan pengakuan utang dan pemberian jaminan saja tidak

memberikan kewenangan kepada warga negara asing untuk

menguasai dan memanfaatkan tanah tersebut yang merupakan

tujuan dari warga negara asing. Untuk memenuhi tujuan warga

negara asing, dibuatkanlah oleh Notaris akta sewa-menyewa yang

merupakan alas hak bagi warga negara asing untuk menguasai dan

memanfaatkan tanah tersebut.

Hal-hal tersebut bertujuan semata-semata untuk memperkuat

posisi warga negara asing terhadap warga negara Indonesia

mengenai Hak Milik tersebut. Sehingga warga negara asing

terlindungi dari kemungkinan menderita kerugian karena tindakan

warga negara Indonesia.

Page 91: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

91

Dengan adanya keterbatasan jangka waktu, warga negara asing

khawatir akan adanya perubahan ketentuan mengenai Hak Pakai,

apabila ia menguasai tanah dengan Hak Pakai, jangka waktu

berakhir kemudian memperpanjang lagi tentunya jika ada

perubahan ketentuan akan mempersulit warga negara asing dalam

proses perpanjangan jangka waktu tersebut.

3.2.2 Adanya Ketentuan Yang Belum Jelas

Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah masih adanya

keraguan dikalangan pelaksana untuk melaksanakan ketentuan

peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penguasaan tanah oleh

warga negara asing, mengingat adanya beberapa ketentuan yang

kurang jelas atau memerlukan penafsiran, sehingga menimbulkan

kekhawatiran takut salah menafsirkannya. Peraturan yang dimaksud

adalah PP No.41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat

Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan di

Indonesia, peraturan pemerintah tersebut menyisakan beberapa hal

yang belum jelas, yakni sebagai berikut

Pertama, Pasal 1 PP No.41 Tahun 1996 memberikan

pengertian ”berkedudukan di Indonesia” sebagai kehadirannya

memberi manfaat bagi pembangunan nasional. Kiranya definisi ini

terlampau luas dan untuk ketegasannya diperlukan kriteria yang

jelas tentang keberadaan dan memberi manfaat tersebut yang

Page 92: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

92

tentunya harus meliputi dipenuhinya syarat-syarat keimigrasian

disamping syarat-syarat penentu utama tersebut. Disamping itu

perlu penegasan instansi mana yang berwenang memberikan

keterangan tentang telah dipenuhinya persyaratan itu sehingga

memudahkan dalam pemberian Hak Pakai-nya.

Kedua, pemilikan rumah tersebut dibatasi pada satu tempat

tinggal. Masalahnya, instansi mana yang berwenang melakukan

pengawasan terhadap hal ini, karena tanpa dukungan administrasi

pertanahan yang andal kiranya tidak mudah melakukan

pengawasannya.

Ketiga, pada hakekatnya Hak Pakai dapat terjadi di atas tanah

negara, tanah hak pengelolaan dan tanah hak milik (Pasal 41 PP

No.40 Tahun 1996), tetapi dalam PP No.41 Tahun 1996 tidak

disebut mengenai rumah yang berdiri di atas Hak Pakai yang

berasal dari tanah hak pengelolaan. Sehingga timbul pertanyaan

dapatkah warga negara asing memiliki rumah yang dibangun di atas

tanah hak pengelolaan ?

Keempat, dalam kaitannya dengan sanksi apabila warga negara

asing tersebut sudah tidak memenuhi lagi persyaratan dan tidak

memenuhi kewajibannya untuk mengalihkannya kepada pihak lain,

masalahnya adalah instansi mana yang berwenang untuk melakukan

pengawasannya, karena tanpa pengawasan yang ketat, maka

peraturan tersebut tidak akan efektif.

Page 93: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

93

Kelima, PP No. 41 tahun 1996 hanya mengatur tentang warga

negara asing. Bagaimana untuk badan hukum asing yang

mempunyai perwakilan di Indonesia yang dapat menjadi pemegang

Hak Pakai. Hal ini tidak ada diatur dalam peraturan terseut.

Keenam, berkenaan dengan kemungkinan pembebanan Hak

Pakai dengan Hak Tanggungan. Dalam Pasal 53 PP No.40 Tahun

1996, disebutkan bahwa hak pakai atas tanah hak pengelolaan dapat

dijadikan jaminan utang dengan hak tanggungan. Bagaimana

dengan hak pakai di atas tanah hak milik, yang belum diatur

ketentuan pembebanannya dalam Undang-undang No.4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang

Berkaitan Dengan Tanah.

Dari faktor-faktor tersebut, penguasaan tanah oleh warga negara

asing dengan menggunakan perjanjian nominee paling banyak

dilakukan karena selain prosesnya mudah, hal tersebut juga aman

dilakukan karena melibatkan pejabat umum dalam proses pembuatan

aktanya dan terkesan tidak menyimpang dari peraturan yang berlaku.

3.3. Pembuatan Akta Perjanjian Nominee Oleh Notaris/PPAT Terhadap

Penguasaan Hak Milik Atas Tanah

Mengenai kepemilikan tanah di Indonesia, walaupun telah diatur

dalam UUPA Pasal 21 mengenai subyek hak milik, namun dalam

prakteknya sering terjadi penyalahgunaan terhadap ketentuan dari Pasal 21

Page 94: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

94

UUPA tersebut. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa terdapat

banyak sekali jenis pelanggaran yang dapat dilakukan baik oleh warga

negara Indonesia maupun oleh orang asing dalam hal penguasaan tanah. Isi

dari perjanjian tersebut sejatinya merupakan suatu penyelundupan hukum,

namun tidak dapat dipungkiri bahwa hal seperti itu memang benar terjadi

dan semakin berkembang dalam masyarakat.

Praktek penguasaan tanah yang paling banyak terjadi dalam

masyarakat adalah dengan cara menggunakan perjanjian nominee. Cara ini

yang paling banyak dilakukan karena selain prosesnya mudah, hal tersebut

juga aman dilakukan karena melibatkan pejabat umum dalam proses

pembuatan aktanya dan terkesan tidak menyimpang dari peraturan yang

berlaku.

Dalam praktek penguasaan tanah dengan menggunakan perjanjian

nominee, hal pertama yang mereka lakukan adalah membeli tanah,

kemudian mereka mendatangi kantor Notaris/PPAT untuk membuat akta

jual beli yang akan digunakan untuk membuat sertifikat tanah. Selain

dengan penjual, orang asing yang membeli tanah tersebut juga didampingi

oleh orang yang akan dipinjam namanya sebagai pemilik tanah pada

sertifikat. Setelah sertifakat diterbitkan, biasanya diikuti dengan pembuatan

pernyataan antara warga negara asing dengan orang yang dipinjam namanya,

bahwa warga negara asing itu yang berhak menguasai tanah tersebut, karena

uang untuk keperluan membeli tanah adalah miliknya.

Page 95: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

95

Kemudian dilanjutkan dengan dibuatkan akta pengakuan hutang

dengan jaminan tanah tersebut, sehingga orang yang dipinjam namanya

tersebut tidak akan dapat menjual tanah itu pada pihak lain karena masih

dibebani hak tanggungan. Untuk adanya alas hak bagi warga negara asing

agar dapat melakukan perbuatan hukum diatas tanah tersebut maka

dibuatkan akta sewa menyewa.

Peranan PPAT dalam pembuatan sertipikat hak milik. Sesuai dengan

ketentuan Pasal 2 ayat (1) PP No.37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan

Pembuat Akta Tanah, seorang PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian

kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah

dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah yang akan

dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang

diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.

Akta yang dibuat oleh PPAT disini berfungsi sebagai alat bukti

bahwa secara hukum telah terjadi suatu perbuatan yang bersifat

memindahkan hak atas tanah. Hal ini sesuai dengan syarat formil akta, yaitu

untuk lengkapnya atau sempurnanya (bukan untuk sahnya) suatu perbuatan

hukum, harus dibuatkan suatu akta.110

Jual beli tanah secara garis besarnya baru dikatakan sah bila telah

dibuat dengan akta PPAT dan dibayar lunas dihadapan saksi dengan

persetujuan suami/istri, kemudian diterbitkan sertifikat berdasarkan akta

PPAT tersebut. Jadi dalam hal ini jual-beli atas nama warga negara

110

Sudikno Mertokesumo, 1985, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta,

(selanjutnya disebut Sudikno Mertokusumo III), hal.126.

Page 96: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

96

Indonesia hanyalah merupakan suatu "kedok" sehingga secara yuridis formal

hal tersebut tidak menyalahi peraturan.

Setelah diterbitkan sertifikat atas nama warga negara Indonesia,

selanjutnya antara para pihak membuat Pernyataan mengenai penguasaan

tanah, yang intinya menjelaskan bahwa hanya warga negara asing yang

dapat melakukan perbuatan hukum apapun terhadap tanah itu sedangkan

pihak warga negara Indonesia tidak diberi hak apapun atas tanah tersebut.

Dalam perjanjian penguasaan tanah selain surat pernyataan juga

digunakan surat kuasa. Kuasa tersebut isinya tidak berbeda jauh dengan isi

surat pernyataan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Pihak warga

negara Indonesia memberikan hak yang tidak dapat ditarik kembali oleh

pemberi kuasa dan memberikan kewenangan pada penerima kuasa untuk

melakukan segala perbuatan hukum berkenaan dengan hak atas tanah

tersebut, yang menurut hukum hanya dapat dilakukan oleh pemegang hak

(WNI) sehingga pada hakekatnya merupakan pemindahan hak atas tanah.

Apabila warga negara asing tidak puas hanya dengan dibuatkan surat

pernyataan atau kuasa, mereka lalu meminta dibuatkan pengakuan hutang.

Mereka kemudian mendatangi PPAT untuk dibuatkan APHT yang

membebankan tanahnya Pada dasarnya benda yang akan dijadikan jaminan

suatu utang dengan dibebani hak tanggungan harus memenuhi syarat

sebagai berikut :

a. Dapat dinilai dengan uang, karena utang yang dijamin berupa uang;

b. Termasuk hak yang didaftar dalam daftar umum, karena harus

memenuhi syarat publisitas;

Page 97: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

97

c. Mempunyai sifat dapat dipindahtangankan, karena apabila debitor

cidera janji, benda yang dijadikan jaminan akan dapat dijual di muka

umum, dan

d. Memerlukan penunjukkan dengan undang-undang.111

Berkaitan dengan hal tersebut, Pasal 4 UUHT telah menentukan

bahwa hak milik dapat dijadikan obyek hak tanggungan. Dalam Pasal 8 ayat

(2) UUHT, menentukan bahwa ”kewenangan untuk melakukan perbuatan

hukum terhadap obyek hak tanggungan harus ada pada pemberi hak

tanggungan pada saat pendaftaran hak tanggungan dilakukan. Sehubungan

dengan ketentuan tersebut, hak tanggungan hanya dapat dibebankan pada

hak atas tanah yang telah dimiliki oleh pemberi hak tanggungan.112

Cara untuk membuktikan bahwa pemberi hak tanggungan adalah

orang yang memiliki obyek tanggungan adalah dengan menunjukkan

sertifikat. Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak, yaitu sebagai tanda

jaminan hukum yang diberikan oleh pemerintah atas tanah dan berlaku

sebagai alat pembuktian yang kuat.113

Dengan adanya sertifikat, seseorang

dapat membebankan hak tanggungan atas tanahnya.

Dengan berlakunya UUHT, pemberian hak tanggungan dilakukan

dengan pembuatan APHT yang dibuat oleh PPAT. APHT serta sertifikat dan

warkah lain yang diperlukan dikirim ke Kantor Pertanahan selambat-

lambatnya 7 hari kerja setelah penandatanganan APHT. Kemudian Kantor

111

Habib Adjie, 2000, Hak Tanggungan Sebagai Lembaga Jaminan Atas Tanah, Mandar

Maju, Bandung, (selanjutnya disebut Habib Adjie I), h. 4. 112

ST. Remy Sjahdeni, 1999, Hak Tanggungan Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok

dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak

Tanggungan), Alumni Bandung, hal. 25 113

Ibid, hal. 27.

Page 98: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

98

Pertanahan membuatkan buku tanah hak tanggungan dan dicatat pada

sertifikat bahwa tanah tersebut telah dibebani hak tanggungan. Sertifikat

tersebut dikembalikan pada pemiliknya dan sertipikat hak tanggungan

diberikan pada pemegang hak tanggungan. Berdasarkan ketentuan Pasal 23

ayat (2) UUPA pendaftaran pembukuan tersebut merupakan alat pembuktian

yang kuat mengenai sahnya pembebanan atas tanah tersebut.114

Begitulah cara warga negara asing dalam menguasai tanah. Dengan

dibuatkan APHT dan dalam sertifikat tertulis bahwa tanah tersebut telah

dibebani hak tanggungan, walaupun pihak warga negara Indonesia yang

memegang sertifikat tersebut berniat untuk menjualnya, hal itu tidak dapat

dilakukan karena tidak ada orang yang akan membeli tanah yang sedang

dibebani hak tanggungan dan PPAT pun dapat menolak membuat akta jika

tanah yang diperjualbelikan masih dibebani hak tanggungan. Terlebih lagi

jika warga negara asing yang memegang sertifikatnya ditambah dengan

adanya surat pernyataan yang dibuat antara para pihak atau surat kuasa yang

memberikan hak yang tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa dan

memberikan kewenangan bagi penerima kuasa untuk melakukan segala

perbuatan hukum berkenaan dengan hak atas tanah pada hakekatnya

merupakan pemindahan hak atas tanah serta secara nyata merupakan bukti

bahwa penguasaan terhadap tanahnya berada di tangan orang asing.

Perjanjian yang mengatur hubungan hukum antara warga negara

asing dengan warga negara Indonesia sebagaimana diatur dalam Buku III

114

Ibid, hal. 30.

Page 99: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

99

KUH Perdata tentang Perikatan. Hubungan hukum perjanjian tiap pihak

mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik. Pihak yang satu

mempunyai hak untuk menuntut sesuatu dari pihak lain, dan pihak lain wajib

memenuhi tuntutan itu, demikian pula sebaliknya. Pihak yang berhak

menuntut sesuatu disebut kreditur, sedangkan pihak yang wajib memenuhi

tuntutan disebut debitur. Sesuatu yang dituntut disebut prestasi. Prestasi

adalah obyek perjanjian, yaitu sesuatu yang dituntut oleh kreditur terhadap

debitur atau sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur terhadap kreditur.

Prestasi adalah harta kekayaan yang diukur atau dapat dinilai dengan uang.

Dilihat dari segi bentuknya, perjanjian dapat diklasifikasi menjadi

perjanjian tertulis dan perjanjian lisan. Dilihat dari segi kekuatan

mengikatnya, maka perjanjian dapat diklasifikasikan menjadi perjanjian di

bawah tangan dan perjanjian dengan akta otentik yang dibuat dihadapan

Notaris/PPAT sebagai pejabat umum.

Dalam menjalankan profesinya, seorang Notaris terikat pada batas-

batas kewenangan yang bersumber pada peraturan perundang-undangan

yang berlaku maupun yang berdasarkan kode etik profesinya. Secara hukum,

Notaris dalam melaksanakan tugasnya pada dasarnya bertumpu pada

kegiatan pembuatan akta yang formal prosedural. Dikatakan demikian

karena kewajibannya hanya melayani pengesahan perbuatan hukum dari

pihak-pihak yang memakai jasanya.

Page 100: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

100

Notaris di Indonesia tergolong Notariat Latin115

adalah orang yang

apa yang dikatakan oleh orang lain atau orang yang menyalin apa yang telah

ditulis oleh orang lain. Ciri Notaris Latin adalah bahwa ia melaksanakan

tugas melayani kebutuhan masyarakat dalam ruang lingkup hukum

privat/perdata. Pada hakikatnya tema pokok hukum perdata ialah hak milik

dan perjanjian. Ini berarti tugas dan kewenangan Notaris dalam melayani

kebutuhan masyarakat salah satu aspeknya adalah pembuatan akta-akta

perjanjian dengan maksud untuk mendapatkan kepastian hukum mengenai

pelaksanaan perjanjian serta memberikan keadilan dalam arti pemerataan

hak dan kewajiban atau tanggung jawab kepada para pihak.

Pembuatan akta-akta perjanjian sebagai salah satu bentuk perbuatan

hukum dilakukan oleh subjek hukum (orang atau badan hukum) dalam

lapangan hukum perdata berdasarkan norma hukum yang berlaku, memiliki

kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, dan menimbulkan akibat

hukum.

Mengenai bentuk perjanjian yang dipilih sebagai instrumen hukum

penguasaan tanah oleh warga negara asing untuk mengikat warga negara

Indonesia secara empiris dilakukan melalui perjanjian tertulis yang dibuat

dalam akta otentik yang dibuat dihadapan Notaris/PPAT. Kualifikasi akta

yang dibuat dihadapan Notaris termasuk Akta Pihak bukan Akta Relaas.

Untuk mengetahui apakah suatu perbuatan hukum menimbulkan suatu

perjanjian, hal ini berkaitan dengan syarat substantif utama perjanjian yakni

115 Tan Thong Kie, Stud Notariai dan Serba Serbi Praktek Notaris, PT. Ichtiar Baru

van Hoeve, Jakarta, hal. 610

Page 101: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

101

adanya perjumpaan kehendak dari para pihak yang terkait. Sejalan dengan

hal ini Herlien Budiono mengatakan tentang ciri atau karakteristik dari

perjanjian, yakni :

a. Perjanjian bentuknya bebas, namun untuk beberapa perjanjian, suatu

bentuk khusus dipersyaratkan oleh perundang-undangan

b. Tindakan hukum harus terbentuk oleh atau melalui kerjasama dari dua

pihak atau lebih

c. Pernyataan-pernyataan kehendak yang berkesesuaian tersebut

tergantung satu dengan yang lainnya

d. Kehendak dari para pihak harus ditujukan untuk memunculkan akibat

hukum

e. Akibat hukum ini dimunculkan demi kepentingan salah satu pihak dan

atas beban pihak lainnya atau demi kepentingan dan atas beban kedua

belah pihak secara timbal balik.116

Adapun alasan mengapa Notaris membuatkan perjanjian nominee bagi

warga negara asing, dikarenakan adanya asas kebebasan berkontrak Akta

yang dibuat dihadapan Notaris kaitannya dengan penguasaan tanah oleh warga

negara asing dengan menggunakan perjanjian nominee adalah karena adanya

Asas Kebebasan Berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUH

Perdata. Asas Kebebasan Berkontrak dalam akta tercantum pada Badan Akta

sebagai isi akta.

Asas kebebasan berkontrak berkaitan dengan kebebasan para pihak

menurut kehendaknya untuk membuat perjanjian dan setiap orang bebas

mengikatkan diri dengan siapapun yang ia kehendaki. Asas ini mengandung

makna bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk membuat perjanjian

sesuai dengan kehendak atau kepentingan mereka. Ruang lingkup kebebasan

dalam membuat perjanjian meliputi : kebebasan untuk membuat atau tidak

116

Herlien Budiono I, h. 140

Page 102: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

102

membuat perjanjian, kebebasan untuk memilih dengan siapa akan membuat

perjanjian, kebebasan untuk menentukan bentuk dan isi perjanjjian, dan

kebebasan untuk menentukan cara pembuatan perjanjian.

Sumber dari kebebasan berkontrak adalah kebebasan individu sehingga

yang merupakan titik tolaknya adalah kepentingan individu pula. Dengan

demikian dapat dipahami bahwa kebebasan individu memberikan kepadanya

kebebasan untuk berkontrak.

Berlakunya asas konsensualisme menurut hukum perjianjian Indonesia

memantapkan adanya asas kebebasan berkontrak. Tanpa sepakat dari salah

satu pihak yang membuat perjanjian, maka perjanjian yang dibuat dapat

dibatalkan.

Orang tidak dapat dipaksa untuk memberikan sepakatnya. Sepakat

yang diberikan dengan paksa adalah Contradictio interminis. Adanya paksaan

menunjukkan tidak adanya sepakat yang mungkin dilakukan oleh pihak lain

adalah untuk memberikan pilihan kepadanya, yaitu untuk setuju mengikatkan

diri pada perjanjian yang dimaksud, atau menolak mengikatkan diri pada

perjanjian dengan akibat transaksi yang diinginkan tidak terlaksana.

Menurut hukum perjanjian Indonesia seseorang bebas untuk membuat

perjanjian dengan pihak manapun yang dikehendakinya. Undang-undang

hanya mengatur orang-orang tertentu yang tidak cakap untuk membuat

perjanjian, pengaturan mengenai hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1330 KUH

Perdata. Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa setiap orang bebas untuk

Page 103: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

103

memilih pihak yang ia inginkan untuk membuat perianjian, asalkan pihak

tersebut bukan pihak yang tidak cakap.

Larangan kepada seseorang untuk membuat perjanjian dalam bentuk

tertentu yang dikehendakinya juga tidak diatur dalam KUHPerdata Indonesia

maupun ketentuan perundang-undangan lainnya. Ketentuan yang ada adalah

bahwa untuk perjanjian tertentu harus dibuat dalam bentuk tertentu misalnya

perjanjian kuasa memasang hipotik harus dibuat dengan akta Notaris atau

perjanjian jual beli tanah harus dibuat dengan PPAT. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa sepanjang ketentuan perundang-undangan tidak

menentukan bahwa suatu perjanjian harus dibuat dalam bentuk tertentu, maka

para pihak bebas untuk memilih bentuk perjanjian yang dikehendaki, yaitu

apakah perjanjian akan dibuat secara lisan atau tertulis atau perjanjian dibuat

dengan akta di bawah tangan atau akta otentik.

Apakah asas kebebasan berkontrak dapat diartikan sebagai bebas

mutlak? Asas kebebasan berkontrak itu bukannya bebas mutlak. Ada beberapa

pembatasan yang diberikan oleh pasal-pasal KUHPerdata terhadap asas ini

yang membuat asas ini merupakan asas tidak tak terbatas.

Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata menentukan bahwa ”Sepakat mereka

yang mengikatkan dirinya” Ketentuan tersebut mengandung pengertian bahwa

kebebasan suatu pihak untuk menentukan isi perjanjian dibatasi oleh sepakat

pihak lainnya. Dengan kata lain asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh

kesepakatan para pihak.

Page 104: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

104

Dalam Pasal 1320 ayat (2) KUH Perdata dapat pula disimpulkan

bahwa kebebasan orang untuk membuat perjanjian dibatasi oleh

kecakapannya. untuk membuat perjanjian. Bagi seseorang yang menurut

ketentuan undang-undang tidak cakap untuk membuat perjanjian sama sekali

tidak mempunyai kebebasan, untuk membuat perjanjian. Menurut Pasal 1330

KUH Perdata, orang yang belum dewasa dan orang yang diletakkan di bawah

pengampuan tidak mempunyai kecakapan untuk membuat perjanjian. Pasal

108 dan 110 KUH Perdata menentukan bahwa istri (wanita yang telah

bersuami) tidak terwenang untuk melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan

atau izin suaminya. Namun berdasarkan fatwa Mahkamah Agung, melalui

Surat Edaran Mahkamah Agung No.3/1963 tanggal 5 September 1963,

dinyatakan bahwa pasal 108 dan 110 tersebut pada saat ini tidak berlaku.

Pasal 1320 ayat (3) KUH Perdata menentukan bahwa “Suatu hal

tertentu”. Obyek perjanjian haruslah dapat ditentukan, suatu hal tertentu

merupakan pokok perjanjian, merupakan prestasi yang harus dipenuhi dalam

suatu perjanjian. Prestasi itu harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat

ditentukan. Apa yang diperjanjikan harus cukup jelas ditentukan jenisnya,

jumlahnya boleh tidak disebutkan asal dapat dihitung atau ditetapkan.

Syarat bahwa prestasi harus tertentu atau dapat ditentukan, gunanya

ialah untuk menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak, jika timbul

perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian. jika prestasi kabur atau dirasakan

kurang jelas, yang menyebabkan perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan, maka

Page 105: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

105

dianggap tidak ada obyek perjanjian dan akibat hukum perjanjian itu batal

demi hukum.

Pasal 1320 ayat (4) jo.Pasal 1337 KUH Perdata menentukan bahwa

para pihak tidak bebas untuk membuat perjanjian yang menyangkut causa

yang dilarang oleh undang-undang. Menurut undang-undang, causa atau sebab

itu halal apabila tidak dilarang oleh undang-undang dan tidak bertentangan

dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Akibat hukum perjanjian yang berisi

sebab yang tidak halal ialah bahwa perjanjian itu batal demi hukum.

Kemudian pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak juga dapat

disimpulkan melalui Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang menyatakan

bahwa suatu perjanjian hanya dilaksanakan dengan itikad baik. Oleh karena

itu para pihak tidak dapat menentukan sekehendak hatinya klausul-klausul

yang terdapat dalam perjanjiian tetapi harus didasarkan dan dilaksanakan

dengan itikad baik. Perjanjian yang didasarkan pada itikad buruk misalnya

penipuan mempunyai akibat hukum perjanjian tersebut dapat dibatalkan.

Perjanjian yang dipilih dalam penguasaan tanah oleh warga negara

asing untuk adanya legalitas dituangkan ke dalam bentuk-bentuk akta otentik

sebagai berikut :

a. Akta Jual Beli Tanah

Pengertian jual beli menurut Pasal 1457 KUH Perdata adalah

“Suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya

untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk

membayar harga yang telah dijanjikan.” Sedangkan menurut Hukum Adat

Page 106: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

106

jual beli tanah bukan merupakan pengertian yang dimaksudkan dalam

Pasal 1457 KUH Perdata, melainkan “suatu perbuatan hukum yang berupa

penyerahan tanah yang bersangkutan oleh penjual kepada pembeli untuk

selama-lamanya pada saat mana pihak pembeli menyerahkan harganya

kepada penjual.”117

Menurut hukum adat, jual beli tanah merupakan suatu perbuatan

pemindahan hak atas tanah yang bersifat terang dan tunai. Terang berarti

perbuatan pemindahan hak tersebut harus dilakukan di hadapan kepala

adat, yang berperan sebagai pejabat yang menanggung keteraturan dan

sahnya perbuatan pemindahan hak tersebut sehingga perbuatan tersebut

diketahui oleh umum. Tunai maksudnya, bahwa perbuatan pemindahan

hak dan pembayaran harganya dilakukan secara bersamaan. Oleh karena

itu, maka tunai mungkin berarti harga tanah dibayar secara kontan atau

baru dibayar sebagian.

Prosedur jual beli tanah, diawali dengan kata sepakat antara calon

penjual dengan calon pembeli mengenai objek jual belinya yaitu tanah hak

milik yang akan dijual dan harganya. Hal ini dilakukan melalui

musyawarah di antara mereka sendiri. Setelah mereka sepakat akan harga

dari tanah itu, biasanya sebagai tanda jadi diikuti dengan pemberian

panjer. Dengan adanya panjer, para pihak akan merasa mempunyai ikatan

moral untuk melaksanakan jual beli tersebut. Apabila telah ada panjer,

117

Effendi Peranginangin, 1989, Hukum Agraria di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta,

hal.15

Page 107: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

107

maka akan timbul hak ingkar. Jika para pihak tidak menggunakan hak

ingkar tersebut, dapatlah diselenggarakan pelaksanaan jual beli tanahnya,

dengan calon penjual dan calon pembeli menghadap Kepala Desa (Adat)

untuk menyatakan maksud mereka itu (terang). Kemudian oleh penjual

dibuat suatu akta bermeterai yang menyatakan bahwa benar ia telah

menyerahkan tanah miliknya untuk selama-lamanya kepada pembeli dan

bahwa benar ia telah menerima harga secara penuh (tunai). Akta tersebut

turut ditandatangani oleh pembeli dan Kepala Desa (Adat). Dengan telah

ditandatanganinya akta tersebut, maka perbuatan jual beli itu selesai.

Dalam UUPA istilah jual beli hanya disebutkan dalam Pasal 26

yaitu yang menyangkut jual beli hak atas tanah. Dalam pasal-pasal

lainnya, tidak ada kata yang menyebutkan jual beli, tetapi disebutkan

sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan suatu perbuatan

hukum yang disengaja untuk memindahkan hak atas tanah kepada pihak

lain melalui jual beli, hibah, tukar menukar, warisan.

Sejak berlakunya PP No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran

Tanah, jual beli dilakukan oleh para pihak dihadapan PPAT yang bertugas

membuat aktanya (syarat terang). Akta jual beli yang ditandatangani para

pihak membuktikan telah terjadi pemindahan hak dari penjual kepada

pembelinya dengan disertai pembayaran harganya, telah memenuhi syarat

tunai dan menunjukkan bahwa secara nyata perbuatan hukum jual beli

yang bersangkutan telah dilaksanakan. Agar perbuatan jual beli sah

adapun syarat materiil dan syarat formil yang harus dipenuhi :

Page 108: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

108

Syarat materiil

i. Pembeli berhak membeli tanah yang bersangkutan. Menurut Pasal

21 UUPA, yang dapat mempunyai hak milik atas tanah hanya

warga negara Indonesia tunggal dan badan-badan hukum yang

ditetapkan oleh pemerintah.

ii. Penjual adalah orang yang berhak atas tanah yang hendak dijualnya

(pemilik yang sah menurut hukum). Jika pemiliknya dua orang

atau lebih maka semua pemiliknya harus bertindak sebagai penjual

secara bersama-sama. Dalam hal penjual sudah berkeluarga, maka

suami isteri harus hadir dan bertindak sebagai penjual. Untuk harta

bersama, seorang suami atau isteri berhak melakukan perbuatan

hukum dengan persetujuan pihak yang lain.

iii. Menurut hukum, tanah yang bersangkutan boleh diperjualbelikan

(Pasal 20 UUPA) dan tidak boleh dalam sengketa.

Syarat formil

Setelah semua persyaratan materiil dipenuhi maka PPAT akan

membuat akta jual belinya (Pasal 37 PP No.24/1997). Jual beli

yang dilakukan tanpa di hadapan PPAT tetap sah karena UUPA

berlandaskan pada hukum adat (Pasal 5 UUPA). Kendatipun

demikian, untuk mewujudkan adanya suatu kepastian hukum

dalam setiap peralihan hak atas tanah, PP No.21/1997 sebagai

peraturan pelaksana dari UUPA telah menentukan bahwa setiap

perjanjian yang bermaksud mengindahkan hak atas tanah harus

Page 109: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

109

dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan di hadapan

PPAT.

Dalam akta jual beli oleh warga negara asing dengan

meminjam nama warga negara Indonesia, pertama didasari oleh

adanya kepercayaan yang diberikan oleh warga negara asing

kepada warga negara Indonesia. Setelah adanya kepercayaan itu

kemudian diikuti oleh adanya keinginan warga negara asing untuk

memiliki tanah dengan meminjam nama dari orang yang dipercayai

tersebut, yang disertai dengan memberikan kuasa kepada seorang

warga negara Indonesia untuk membeli tanah, dimana uang untuk

membeli tanah bersumber dari warga negara asing.

b. Akta Pengakuan Hutang Dengan Jaminan

Perjanjian Pengakuan Hutang merupakan perjanjian pokok yang

dilengkapi dengan perjanjian assesoir dengan perjanjian pemberian

jaminan hutang, biasanya dalam bentuk Surat Kuasa Memasang Hak

Tanggungan. Pada hakekatnya yang dijaminkan dari suatu perjanjian

hutang piutang adalah tanah dan bangunannya, melalui suatu lembaga

penjaminan yang dikenal dengan nama Hak Tanggungan. Dalam Akta

Pemberian Hak Tanggungan diuraikan mengenai kewenangan bertindak

para pihak.

Sebagai Pihak Pertama disebutkan bahwa Warga Negara

Asing dalam kewenangan bertindaknya diwakili berdasarkan kekuatan

Page 110: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

110

surat kuasa membebankan Hak Tanggungan, tanggal dibuatnya Surat

Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, Nomor Akta, dibuat

dihadapan Notaris dan Surat Kuasa Membebankan Hak

Tanggungan tersebut telah diperlihatkan kepada Pejabat Pembuat

Akta Tanah, sehingga dengan Surat Kuasa Membebankan Hak

Tanggungan tersebut sah selaku kuasa dari dan untuk atas nama Nama

Seorang Warga Negara Indonesia dengan disebutkan secara lengkap

identitas dari Warga Negara Indonesia tersebut, selaku pemberi Hak

Tanggungan dan untuk selanjutnya disebut pihak pertama.

Untuk Pihak Kedua dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan

disebutkan Nama Warga Negara Asing dengan identitas lengkap, Nomor

paspor dari Warga Negara Asing tersebut dan untuk keperluan itu telah

diperlihatkan kepada Notaris. Kedudukan Warga Negara Asing adalah

selaku Penerima Hak Tanggungan, yang setelah Hak Tanggungan

bersangkutan didaftar pada kantor Pertanahan setempat akan sebagai

Pemegang Hak Tanggungan.

Akta Pengakuan Hutang dengan memakai jaminan kaitannya

dengan penguasaan tanah oleh warga negara asing, dibuat setelah adanya

akta jual beli, merupakan akta di mana warga negara Indonesia mengakui

bahwa ia menerima pinjaman uang dari warga negara asing selaku kreditur

untuk membeli sebidang tanah. Di dalam akta tersebut dinyatakan bahwa

debitur tidak dikenakan bunga atas hutangnya dan jangka waktu

pengembalian hutang lamanya tidak ditentukan. Klausula yang demikian

Page 111: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

111

menurut hukum bertentangan dengan asas-asas atau syarat sahnya

perjanjian dan maksudnya adalah menyembunyikan tujuan yang

sebenarnya sehingga bertentangan dengan Pasal 1335 KUH Perdata yang

berbunyi ”Suatu Perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena

sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan.”

c. Akta Sewa-Menyewa

Dalam kehidupan masyarakat, perjanjian sewa menyewa tanah sering

dibuat oleh warga negara Indonesia dengan warga negara asing. Dalam

sewa menyewa ini warga negara Indonesia menyerahkan tanahnya seluas

yang diperjanjikan, kemudian warga Negara Asing memberikan sejumlah

uang sebagai sewa dari tanah tersebut.

Dalam Pasal 1548 KUH Perdata ditentukan bahwa sewa menyewa

adalah "suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan

dirinya untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari suatu

barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu

harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi

pembayarannya".

Perbedaan pokok antara jual beli dengan sewa menyewa adalah :118

a) Pada sewa menyewa, hak menikmati barang yang diserahkan kepada si

penyewa, hanya terbatas pada "suatu jangka waktu tertentu" saja,

sesuai dengan lamanya jangka waktu yang ditentukan dalam

persetujuan,

118

M. Yahya Harahap, hal. 221

Page 112: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

112

b) Pada jual beli, disamping hak pembeli untuk menikmati sepenuhnya

tanpa batas jangka waktu tertentu, sekaligus terhadap barang yang

dibeli tadi terjadi penyerahan hak milik kepada pembeli;

c) Tujuan pembayaran sejumlah uang dalam sewa menyewa, hanya

sebagai imbalan atas hak penikmatan benda yang disewa;

d) Sedang dalam jual beli, tujuan pembayaran harga barang oleh pembeli

tiada lain untuk pemilikan barang yang dibeli.

Seperti halnya jual beli tanah, sewa menyewa tanah juga

merupakan perjanjian yang konsensual maksudnya perjanjian tersebut

sudah sah dan mengikat pada saat tercapainya kesepakatan mengenai tanah

yang akan disewa dan harga sewa dari tanah tersebut.119

Kewajiban pihak

yang satu adalah "menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak

yang lainnya, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah

membayar harga sewa" Jadi barang yang diserahkan tidak untuk dimiliki

seperti halnya dalam jual beli tetapi hanya untuk dipakai, dinikmati

kegunaannya. Dengan demikian maka penyerahan hak atas tanah oleh

Warga Negara Indonesia kepada orang asing hanyalah penyerahan

penguasaan belaka atas tanah yang disewa itu.

Perjanjian sewa menyewa atas tanah ini umumnya dibuat dalam

bentuk akta otentik dan perjanjian ini akan berakhir sesuai dengan Pasal

1570 KUH Perdata yakni "jika sewa dibuat dengan tulisan, maka sewa itu

berakhir demi hukum, apabila waktu yang ditentukan telah Iampau, tanpa

diperlukannya suatu pemberhentian untuk itu".

Dalam praktek, jangka waktu sewa menyewa telah ditentukan

secara pasti dalam perjanjian. Berkaitan dengan ini dalam perjanjian juga

119

R. Subekti, III, Op. Cit, hal. 90

Page 113: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

113

ditentukan bahwa sebelum jangka waktu berakhir, sekurang-kurangnya

dua bulan sebelumnya antara kedua belah pihak dapat diadakan

perundingan lagi mengenai perpanjangan perjanjian sewa menyewa ini,

jika akan diperpanjang, penyewa diberi prioritas utama oleh pihak lainnya

dengan harga sewa dan syarat-syarat yang disepakati bersama yaitu

dengan harga sewa yang bertaku pada saat itu.

Setelah terjadi perjanjian sewa menyewa mengenai hak atas tanah

maka timbullah kewajiban bagi pihak yang menyewakan berdasarkan

Pasal 1550 KUH Perdata sebagai berikut:

a. Menyerahkan tanah yang disewakan kepada di penyewa;

b. Memelihara tanah yang disewakan sedemikian rupa, hingga tanah itu

dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan;

c. Memberikan kenikmatan yang tenteram kepada si penyewa atas

tanah yang disewakan selama berlangsungnya perjanjian sewa

menyewa.

Kewajiban pihak yang menyewakan tanah ialah menjamin

penyewa bahwa penyewa dapat menjalankan hak-haknya sebagai penyewa

dari tanah tersebut tanpa mendapat gangguan hukum dari pihak lain.

Kemudian timbul pula hak bagi pihak yang menyewakan tanah yakni

menerima uang sewa yang hams dibayar oleh penyewa selama jangka

waktu tertentu sesuai dengan perjanjian.

Semua persyaratan diatas dituangkan dalam pasal-pasal dari

perjanjian termasuk pula bahwa untuk penerimaan jumlah uang tersebut

Page 114: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

114

akta itu juga berlaku sebagai tanda penerimaan atau kwitansinya yang sah.

Bersamaan dengan itu, timbul pula dua kewajiban bagi si penyewa

berdasarkan Pasal 1560 KUH Perdata yakni :

a. Untuk memakai barang-barang yang disewa sebagai seorang bapak

rumah yang baik sesuai dengan tujuan yang diberikan pada barang itu

menurut persetujuan sewanya atau jika tidak ada suatu persetujuan

mengenai itu, menurut persetujuan yang dipersangkakan berhubung

dengan keadaan;

b. Untuk pembayaran harga sewa pada waktu-waktu yang telah

ditentukan.

Dalam perjanjian sewa menyewa tanah, kewajiban ini dirumuskan

sebagai berikut : "Penyewa diwajibkan memelihara dan merawat apa yang

disewanya tersebut dengan sebaik-baiknya termasuk bangunan yang

didirikan diatas tanah tersebut". Kemudian penyewa juga diwajibkan

untuk memenuhi peraturan-peraturan yang ada atau yang kelak akan

diadakan oleh pihak yang berwajib mengenai pemakaian bangunan-

bangunan, pekarangan-pekarangan dan segala pelanggaran atas peraturan-

peraturan ini menjadi tanggungan penyewa sendiri, kewajiban lain yang

juga dituangkan dalam perjanjian adalah apabila jangka waktu penyewaan

telah berakhir, maka penyewa diwajibkan menyerahkan tanah berikut

bangunan yang ada diatas tanah tersebut dan mengosongkan dari segenap

penghuni dan barang-barang/perabotannya dalam jangka waktu satu bulan

terhitung dari hari berakhirnya sewa menyewa ini.

Page 115: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

115

Dalam situasi yang demikian ini, memang pihak yang menyewakan

tanah adalah sebagai pemilik yang mempunyai kewenangan penuh

terhadap tanahnya sehingga tetap berhak menjual tanah yang

disewakannya tersebut. Namun sebaliknya dalam mempergunakan haknya

atas barang yang telah disewakannya tersebut, tidak boleh merugikan

pihak si penyewa. Caranya ialah dengan jalan memperlindungi si penyewa

atas kewenangan pihak yang menyewakan dengan asas : "jual beli tidak

memutuskan hubungan sewa menyewa".120

Dalam perjanjian sewa

menyewa tanah klausula demikian ini biasanya dirumuskan sebagai

berikut "selama penyewa memenuhi kewajiban-kewajiban sebagai

penyewa dengan tertib, maka yang menyewakan atau mereka yang

mendapatkan hak-haknya tidak berhak membatalkan sewa menyewa ini".

d. Pernyataan dan Kuasa

Kaitannya dengan penguasaan tanah oleh warga negara

asing, maka di dalam akta pernyataan mengandung pernyataan :

1) Warga negara Indonesia menyatakan bahwa jumlah uang yang

dipakai untuk membeli sebidang tanah hak milik adalah berasal

dari warga negara asing.

2) Warga negara Indonesian menyatakan bahwa selaku pemilik dan

yang berhak atas tanah tersebut adalah warga negara asing

tersebut.

120

M. Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 241.

Page 116: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

116

3) Di dalam Akta Pernyataan dinyatakan pula bahwa akta tersebut

mengikat juga para ahli waris dari warga negara Indonesia dan

warga negara asing.

Dalam akta pernyataan warga negara Indonesia mengakui

dan menyatakan tujuan dari pernyataan tersebut, bahwa semua hak

dan kendali atas tanah yang ditetapkan atas setrtifikat Hak Milik,

termasuk segala sesuatu yang telah ada pada tanah tersebut tetapi

tidak terbatas pada bangunan-bangunan dan turutannya akan

dikendalikan dan diwariskan kepada warga negara asing, ahli

warisnya atau yang ditunjuknya, dan warga negara Indonesia hanya

meminjamkan namanya untuk digunakan dalam sertifikat tersebut,

serta tidak akan melakukan segala tindakan hak atas kepemilikan

tanah dan yang berhubungan dengan hak atas tanah tersebut kecuali

secara khusus diperintahkan atau diminta untuk melakukannya oleh

warga negara asing, ahli warisnya atau yang ditunjuknya.

Dalam pernyataan ini dapat dibuat dibawah tangan atau

dibuat dihadapan Notaris. Klausula pada Pernyataan yang dibuat

dibawah tangan oleh para pihak isinya ditentukan sendiri oleh para

pihak, kemudian supaya pernyataan tersebut memiliki kepastian

hukum mereka kamudian meminta Notaris agar pernyataan itu

dibubuhi cap dan tandatangan Notaris. Kemudian Notaris

mendaftarkan pernyataan tersebut dalam daftar akta dibawah tangan

atau dikenal dengan istilah waarmerken. Waarmerken dilakukan

Page 117: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

117

Notaris apabila pernyataan yang diperlihatkan kepada Notaris telah

ditandatangani oleh para pihak. Namun, apabila pernyataan itu

belum ditandatangani, maka akan dilakukan legalisasi. Dalam

legalisasi, kedua pihak menghadap Notaris kemudian dihadapan

Notaris mereka menandatangani pernyataan tersebut.

Beda dengan pernyataan yang berupa akta otentik yakni

dibuat dihadapan Notaris, sebab lebih menunjukkan adanya

kepastian hukum, karena dibuat oleh pejabat yang berwenang.

Sehingga pernyataan tersebut tidak ada kesan adanya causa yg

bertentangan dengan hukum.

Setelah dibuat pernyataan, sehubungan dengan penguasaan

tanah oleh warga negara asing maka selanjutya dibuatkan Kuasa,

yakni warga negara Indonesia sebagai pihak ” pemberi kuasa” dan

warga negara asing sebagai pihak ”penerima kuasa” dengan tujuan

agar penerima kuasa dapat melakukan segala perbuatan hukum atas

tanah hak milik tersebut.

Kuasa yang demikian, merupakan Kuasa Mutlak. Istilah

Kuasa Mutlak dicantumkan dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri

No.14 Tahun 1982 Tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak

sebagai Pemindahan Hak atas Tanah. Kuasa mutlak pada

hakikatnya merupakan pemindahan hak atas tanah adalah yang

memberikan kewenangan kepada menerima kuasa untuk menguasai

dan menggunakan tanahnya serta melakukan segala perbuatan

Page 118: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

118

hukum yang menurut hukum hanya dapat dilakukan oleh pemegang

haknya.

Pemberian kuasa (Lastgeving) diatur dari Pasal 1792 sampai

dengan Pasal 1819 KUH Perdata. Menurut Pasal 1792 KUH Perdata

Pemberian kuasa adalah ”suatu persetujuan, dengan mana seorang

memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya,

untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.” Dari bunyi

pasal tersebut, maka unsur-unsur pemberian kuasa adalah

persetujuan, memberikan kekuasaan kepada penerima kuasa dan

atas nama pemberi kuasa menyelenggarakan suatu urusan.

Pemberian kuasa berakhir dengan ditariknya kembali

kuasanya si kuasa; dengan pemberitahuan penghentian kuasanya

oleh si kuasa; dengan meninggalnya, pengampuannya atau pailitnya

si pemberi kuasa maupun si kuasa; dengan perkawinannya si

perempuan yang memberikan atau menerima kuasa (Pasal 1813

KUH Perdata).

Menurut Putusan HR 12 Januari W 6458121

, ketentuan Pasal

1814 KUH Perdata yang berbunyi ”Si pemberi kuasa dapat menarik

kembali kuasanya manakala itu dikehendakinya, dan jika ada alasan

untuk itu, memaksa si kuasa untuk mengembalikan kuasa yang

dipegangnya”, selain tidak bersifat memaksa, juga bukan

merupakan ketentuan yang bertentangan dengan kepentingan umum

121

Herlien Budiono, 2007, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan”,

Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disebut Herlien Budiono II), h. 6.

Page 119: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

119

(van openbare orde) sehingga para pihak bebas untuk menyimpang

dari ketentuan tersebut, sepanjang penyimpangan tersebut tidak

bertentangan dengan kepentingan umum dan kesusilaan. Dengan

demikian, pemberian kuasa yang tidak dapat dicabut kembali adalah

sah apabila perjanjian yang menjadi dasar dari pemberian kuasa

tersebut mempunyai alas hukum yang sah.122

Dapat disimpulkan bahwa pemberian kuasa yang tidak dapat

ditarik kembali perlu disyaratkan apabila :

Pemberian kuasa tersebut merupakan bagian yang tidak dapat

dipisahkan dari suatu perjanjian ( integrerend deel) yang

mempunyai alas hukum yang sah.

Kuasa diberikan untuk kepentingan penerima kuasa.

Dalam praktek, Kuasa Mutlak sering dipergunakan sehubungan

dengan jual beli hak atas tanah dengan pinjam nama oleh warga

negara asing. Maksudnya, warga negara asing menyuruh warga

negara Indonesia membeli tanah dan tanah tersebut diatasnamakan

warga negara Indonesia. Kemudian warga negara Indonesia tersebut

membuat pernyataan dan kuasa mutlak dengan memberikan

kewenangan penuh kepada warga negara asing untuk melakukan

perbuatan hukum terhadap tanah seperti menjual, mengoperkan dan

sebagainya. Pemberian kuasa mutlak ini, dalam praktek sering

disalahgunakan sebagai pengganti jual beli tanah sebab:

122

Ibid.

Page 120: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

120

a. Walaupun menurut instansi yang berwenang, seorang atau

badan hukum yang tidak memenuhi syarat tidak boleh

membeli tanah denganhak milik, namun dengan cara

memegang kuasa mutlak atas tanah, ia dapat menguasai

sebidang tanah seolah-olah seperti hak milik.

b. Pemegang kuasa mutlak seolah-olah merupakan pemilik tanah

karena lamanya memegang kuasa mutlak tidak terbatas dan

tidak ada keharusan untuk mengalihkan hak itu kepada orang-

orang lain.123

Dengan dikeluarkannya Instruksi Menteri Dalam Negeri

No.14 Tahun 1982, yang intinya berisi larangan penggunaan kuasa

mutlak yang dijadikan alas bukti pemindahan hak atas tanah. Secara

umum kuasa mutlak dapat dikatakan bahwa pemberian hak penuh

yang sangat luas atas sesuatu objek oleh pemberi kuasa kepada

penerima kuasa untuk melakukan segala tindakan dan perbuatan

atas obyek tersebut, sehingga penerima kuasa dalam hal ini seakan -

akan bertindak selaku pemilik yang sah dari objek tersebut.

Biasanya isi dari kuasa mutlak tersebut meliputi klausul -klausul

tidak dapat ditarik kembali dan tidak batal atau berakhir

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1813 KUH Perdata.

123

Iman Soetikjo, 1994, Politik Agraria Nasional, Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta, hal. 69

Page 121: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

121

BAB IV

KEABSAHAN DAN KEKUATAN MENGIKAT PERJANJIAN NOMINEE

DALAM PENGUASAAN HAK MILIK ATAS TANAH

4.1. Sahnya Perjanjian Nominee Dalam Penguasaan Hak Milik Atas

Tanah Oleh Warga Negara Asing

Perkembangan hukum kebendaan yang terjadi di Indonesia, maka dapat

dibedakan mengenai jual beli dan pengalihan haknya. Adapun berkaitan dengan

pengelompokkan kebendaan yang dikenal yaitu benda tetap dan benda bergerak

memiliki lingkup pengaturan yang berbeda dalam hal terjadinya peralihan hak

dan mengenai jual beli itu sendiri.124

Meskipun UUPA tidak mengatur secara khusus mengenai jual beli dapat

dipahami pengertian jual beli tanah dalam hukum tanah nasional adalah jual beli

tanah dalam pengertian hukum adat mengingat Hukum Agraria yang berlaku

adalah hukum adat sebagaimana termuat dalam Pasal 5 UUPA.125

Pengertian Jual Beli menurut Hukum Adat yaitu perbuatan hukum

penyerahan tanah untuk selama-lamanya dan penjual menerima pembayaran

sejumlah uang, yaitu harga pembelian.

Dalam masyarakat hukum adat jual beli tanah dilakukan secara terang

dan tunai. Terang berarti perbuatan hukum jual beli tersebut benar-benar

dilaksanakan di hadapan Kepala Adat atau Kepala Desa atau dihadapan PPAT

124

Hutagalung, Arie dan Suparjo Sujadi, Januari-Maret 2005, Pembeli Beritikad Baik

Dalam Konteks Jual Beli Menurut Hukum Indonesia, Jurnal Hukum dan Pembangunan 1, hal. 32. 125

Hutagalung, Arie, 2002, Serba Aneka Masalah Tanah dalam Kegiatan Ekonomi

(Suatu Kumpulan Karangan), Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, hal. 133.

Page 122: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

122

yang berwenang. Tunai berarti adanya dua perbuatan yang dilaksanakan

secara bersamaan, yaitu pemindahan hak atas tanah yang menjadi objek jual

beli dari penjual kepada pembeli dan pembayaran harga dari pembeli kepada

penjual terjadi serentak dan secara bersamaan. Sebagai bukti telah terjadinya

jual beli dan pemindahan hak atas tanah yang menjadi objek jual beli yaitu

ditandatanganinya surat jual beli tanah oleh penjual dan pembeli dengan

disaksikan oleh Kepala Desa, yang berfungsi untuk menjamin kebenaran

tentang status tanahnya, pemegang haknya, keabsahan bahwa telah

dilaksanakan dengan hukum yang berlaku (terang); mewakili warga desa

Peralihan hak atas tanah yang menjadi objek jual beli telah terjadi sejak

ditandatanganinya akta jual beli di hadapan PPAT yang berwenang dan

pemindahan penguasaan secara yuridis dan secara fisik sekaligus.

Sejak akta jual beli ditandatangani di depan PPAT yang berwenang, hak

milik atas tanah yang dijual beralih kepada pembeli, hal itu dikuatkan oleh

Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam perkara Teddy Sabur

dengan putusan tanggal 14 April 1880 No 992K/Sip/1979.126

Undang-Undang Pokok Agraria dalam pasal-pasalnya mengatur

mengenai Hak Atas tanah, bahwa hak-hak atas tanah dapat beralih dan

dialihkan kepada pihak lain, seperti yang tercantum dalam :

1) Pasal 20 ayat (2): Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada

pihak lain.

126

R. Subekti, 1991, Hukum Adat Indonesia Dalam Yurisprdensi Mahkamah Agung,

Alumni, Bandung, ( selanjutnya disebut R. Subekti IV ), hal. 86.

Page 123: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

123

2) Pasal 28 ayat (3): Hak guna usaha dapat beralih dan dialihkan kepada

pihak lain.

3) Pasal 35 ayat (3): Hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan

kepada pihak lain.127

Peralihan hak atas tanah bisa terjadi karena pewarisan tanpa wasiat

dan perbuatan hukum pemindahan hak. Peralihan hak milik atas tanah

diatur dalam Pasal 20 ayat (2) UUPA, yaitu hak milik dapat beralih dan

dialihkan kepada pihak lain yaitu :

1) Pewarisan tanpa wasiat atau Beralih

Beralih artinya berpindahnya hak milik atas tanah dari pemiliknya

kepada pihak lain dikarenakan suatu peristiwa hukum.

Menurut hukum perdata jika suatu pemegang hak atas tanah

meninggal dunia, hak tersebut karena hukum beralih kepada ahli

warisnya yaitu siapa-siapa yang termasuk ahli warisnya sepanjang

ahli warisnya memenuhi syarat sebagai subjek hak milik.

Beralihnya Hak milik atas tanah yang telah bersertifikat harus

didaftarkan ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat dengan

melampirkan surat keterangan kematian pemilik tanah yang dibuat

oleh pejabat yang berwenang. Maksud pendaftaran peralihan Hak

Milik atas tanah ini adalah dicatat dalam buku tanah dan dilakukan

perubahan nama pemegang hak dari pemilik tanah kepada para ahli

warisnya.

127

Sinaga, Sahat MT, 2007, Jual Beli Tanah dan Pencatatan Peralihan Hak, Pustaka

Sutra, Bandung, hal. 21.

Page 124: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

124

2) Dialihkan/pemindahan hak

Dialihkan atau pemindahan hak artinya berpindahnya hak milik atas

tanah dari pemilikya kepada pihak lain dikarenakan adanya suatu

perbuatan hukum. Bentuk perbuatanya bisa :

a) jual-beli

b) tukar-menukar

c) hibah

d) pemberian menurut adat

e) pemasukan dalam perusahaan atau inbreng

f) hibah-wasiat atau legaat

Perbuatan-perbuatan itu dilakukan pada waktu pemegang

haknya masih hidup dan merupakan perbuatan hukum pemindahan

hak yang bersifat tunai, kecuali hibah wasiat. Artinya bahwa dengan

dilakukannya perbuatan hukum tersebut, hak atas tanah bersangkutan

berpindah kepada pihak lain.

Peralihan tanah hak milik atas tanah baik secara langsung

atau tidak langsung kepada orang asing, kepada seseorang yang

kawin dengan orang asing tanpa perjanjian pisah harta atau kepada

badan hukum yang tidak ditunjuk oleh pemerintah adalah batal

karena hukum dan tanahnya jatuh kepada negara, artinya tanahnya

kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara.128

128

Urip Santoso, Op.Cit, hal. 93.

Page 125: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

125

Kata Perjanjian berasal dari Bahasa Inggris yakni contracts dan bahasa

Belanda yakni overeenkomest, serta diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata

yaitu:129

"Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang

atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih."

Menurut Subekti, bahwa Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana

seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji

untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini timbul suatu hubungan

hukum antara dua pihak yang dinamakan perikatan. Dimana hubungan antara

perjanjian dengan perikatan bahwa perjanjian menerbitkan perikatan.

Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan karena

perikatan paling banyak diterbitkan oleh suatu perjanjian.130

Perjanjian juga merupakan sumber hukum tanah nasional selain

peraturan-peraturan dan hukum adat serta hukum kebiasaan, dalam

menyelesaikan kasus-kasus konkret, sudah barang tentu perjanjian yang

diadakan oleh para pihak merupakan juga hukum bagi hubungan konkret yang

bersangkutan (KUH Perdata Pasal 1338). Tetapi ada pembatasanya, yaitu

khusus di bidang hukum tanah, sepanjang perjanjian yang diadakan itu tidak

melanggar atau bertentangan dengan ketentuan UUPA131

Syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

129

Tan Tong Kie, 2007, Op. Cit, PT, hal. 402 130

Sutarno, 2003, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Alfabeta. Bandung, hal.

74. 131

Boedi Harsono, Op.Cit, hal. 265.

Page 126: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

126

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Dari 4 syarat tersebut, dapat dibedakan menjadi :

1) Syarat subjektif, syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian dapat

dibatalkan, meliputi :132

a) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Syarat yang pertama sahnya perjanjian adalah adanya

kesepakatan atau konsensus para pihak. Kesepakatan ini diatur

dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. Yang dimaksud

dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak

antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai

itu adalah pernyataan karena kehendak itu tidak dapat

dilihat/diketahui orang lain. Sepakat yang merupakan salah satu

syarat yang amat penting yang dapat ditandai oleh penawaran

dan penerimaan dengan cara :

tertulis,

- lisan,

- diam – diam, dan

- simbol – simbol tertentu

Kesepakatan dengan tertulis, dapat dilakukan dengan akta

otentik ataupun akta dibawah tangan.

132

Abdul Salim, 2005, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Prenada Media, Jakarta, hal. 42.

Page 127: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

127

Perbedaan khas dari akte otentik dengan akta dibawah tangan

terletak dalam beban pembuktiannya sebagimana diatur dalam

pasal 1865 KUH Perdata, yaitu ;

Apabila akta otentik dibantah kebenarannya oleh pihak lawan

maka pihak lawan harus membuktikan kepalsuan dari akta itu.

Apabila akta dibawah tangan dibantah oleh pihak lawan, maka

yang mengajukan akta dibawah tangan sebagai bukti harus

membuktikan ke-aslian dari akta dibawah tangan tersebut.

Karena itu, pembuktian akta otentuik disebut pembuktian

kepalsuan, sedangkan pembuktian akta dibawah tangan adalah

pembuktian keaslian.133

b) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk

melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah yang

akan menimbulkan akibat hukum. Orang-orang yang

melakukan perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dan

mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum

sebagaimana yang telah ditentukan oleh Undang-Undang.

Ukuran kedewasaan adalah telah berumur 21 tahun atau sudah

kawin. Orang yang tidak berwenang untuk melakukan

perbuatan hukum adalah anak dibawah umur dan orang yang

ditaruh dibawah pengampuan.

133

Ahmadi Miru, 2007, Hukum Kontrak, Perancangan Kontrak, Raja Grafindo Perkasa,

Jakarta, hal.154.

Page 128: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

128

2) Syarat objektif, syarat ini apabila dilanggar maka perjanjiannya

batal demi hukum, meliputi :

a) Suatu hal tertentu

Objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi

adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang

menjadi hak kreditur. Prestasi ini terdiri dari perbuatan positif

dan negatif. Prestasi terdiri dari memberikan sesuatu berbuat

sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu (pasal 1234 KUH Perdata).

b) Suatu sebab yang halal134

Walaupun para pihak dapat membuat perjanjian apa saja,

namun ada pengecualiannya yaitu sebuah perjanjian tidak boleh

bertentangan dengan perundang-undangan ketertiban umum,

moral dan kesusilaan.

Di dalam hukum kontrak dikenal 5 asas penting yaitu :

1) Asas Kebebasan Berkontrak

Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi :

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-

undang bagi mereka yang membuatnya”

Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan

kebebasan kepada para pihak untuk :

d. Membuat atau tidak membuat perjanjian

e. Mengadakan perjanjian dengan siapapun

134

Jehani, Libertus, 2007, Pedoman Praktis Menyusun Surat Perjanjian, Visimedia,

Jakarta, hal. 10.

Page 129: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

129

f. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya

g. Menentukan bentuknya perjanjian yaitu tertulis dan lisan

2) Asas Konsensualisme

Pada pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata, ditentukan bahwa salah satu

syarat sahnya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan kedua belah

pihak. Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan

bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi

cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan

merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat

oleh kedua belah pihak.

3) Asas Pacta Sunt Servanda

Asas ini sering juga disebut dengan kepastian hukum. Asas ini

berkaitan dengan akibat perjanjian dimana hakim atau pihak ketiga

harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oloh para pihak,

sebagaimana layaknya sebuah Undang-Undang. Mereka tidak boleh

melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh

para pihak. Asas ini dapat dilihat pada Pasal 1338 ayat (1) KUH

Perdata yang berbunyi : ''Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang.”

4) Asas Itikad Baik (Goede Trouw)

Dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata berbunyi

"Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik." Asas

itikad baik merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur

Page 130: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

130

dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan

kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para

pihak.

Asas itikad baik dibagi menjadi dua macam yaitu itikad baik

nisbi yaitu orang memperhatikan sikap dan tingkah laku nyata dari

subjek. Kedua itikad baik mutlak yaitu penilaian terletak pada akal

sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang objektif untuk menilai

keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang

objektif.

5) Asas Kepribadian (Personalitas)

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa

seseorang yang melakukan dan atau membuat perjanjian hanya untuk

kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1315

KUH Perdata yaitu : “pada umumnya tak seorang dapat

mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya

suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri.” Selanjutnya Pasal 1340

KUH Perdata bunyinya "Suatu perjanjian hanya berlaku antara

pihak-pihak yang membuatnya."

Menurut Mariam Darus Badrulzaman ada 10 asas perjanjian, yaitu:

kebebasan mengadakan perjanjian, konsensualisme, kepercayaan,

Page 131: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

131

kekuatan mengikat, persamaan hukum, keseimbangan, kepastian

hukum, moral, kepatutan, dan kebiasaan.135

Akibat hukum dari perjanjian yang sah adalah berlakunya perjanjian

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Yang dimaksud

dengan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya,

adalah bahwa kesepakatan yang dicapai oleh para pihak dalam perjanjian

mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya suatu undang-undang.

Para pihak dalam perjanjian tidak boleh keluar dari perjanjian secara

sepihak, kecuali apabila telah disepakati oleh para pihak atau apabila

berdasarkan pada alasan-alasan yang diatur oleh undang-undang atau hal-

hal yang disepakati dalam perjanjian.

Sekalipun dasar mengikatnya perjanjian berasal dari kesepakatan

dalam perjanjian, namun suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-

hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga mengikat untuk

segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan,

dan kebiasaan atau undang-undang. Untuk itu setiap perjanjian yang

disepakati harus dilaksanakan dengan itikad baik dan adil bagi semua

pihak.

Dalam sistem hukum Indonesia sama sekali tidak dikenal

mengenai perjanjian nominee, sehingga dengan demikian tidak ada

pengaturan secara khusus dan tegas mengenai perjanjian nominee ini.

135

Mariam Darus Badrulzaman, 2006, KUH Perdata Buku III, Alumni, Bandung,

hal.108-120

Page 132: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

132

Dalam kamus hukum atau Black’s Law Dictionary, arti dari

nominee adalah : “One designated to act for another as his representative

in a rather limited sense. It is used sometimes to signify an agent or

trustee. It has no connotation, however, other than that of acting for

another, in representation of another, or as the grantee of another.”136

Terjemahannya, seseorang ditunjuk bertindak atas pihak lain

sebagai perwakilan dalam pengertian terbatas. Ini digunakan sewaktu-

waktu untuk ditandatangani oleh agen atau orang kepercayaan. Tidak ada

pengertian lain daripada hanya bertindak sebagai perwakilan pihak lain

atau sebagai penjamin pihak lain.

Perjanjian nominee di bidang pertanahan dalam praktek adalah

memberikan kemungkinan bagi warga negara asing memiliki tanah yang

dilarang UUPA adalah dengan jalan ”Meminjam Nama (Nominee)”137

warga negara Indonesia dalam melakukan jual beli, sehingga secara

yuridis formal tidak menyalahi peraturan.

Akan tetapi jika ditelaah lebih lanjut mengenai pasal 1320 KUH

Perdata mengenai sahnya suatu perjanjian ayat (4) yang menyatakan

bahwa “suatu sebab yang terlarang” maka dilihat dari pasal 26 ayat (2)

UUPA yang menyatakan bahwa :

“Setiap jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan

wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk

langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada

orang asing, kepada seorang warganegara yang di samping

kewarganegaraan Indonesia mempunyai kewarganegaraan asing

136

Bryan A. Garner, Op. Cit, hal. 1072 137

I Made Pria Dharsana,Op. Cit, h. 10

Page 133: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

133

atau kepada suatu badan hukum, kecuali yang ditetapkan oleh

Pemerintah termaksud dalam pasal 21 ayat (2), adalah batal karena

hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan,

bahwa hak-hak pihak lain yang yang membebaninya tetap

berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh

pemilik tidak dapat dituntut kembali”.

Maka perjanjian yang disepakati kedua belah pihak dengan

sendirinya batal demi hukum dan sesuai dengan ketentuan pasal 26 UUPA

tersebut maka tanahnya jatuh ketangan negara.

Sehubungan dengan penguasaan tanah oleh warga negara asing,

maka bentuk perjanjian yang dibuat oleh Notaris/PPAT bagi warga negara

asing dalam peralihan hak milik atas tanah adalah sebagai berikut138

:

a. Akta Jual Beli dengan meminjam nama seorang warga negara

Indonesia. Melalui akta jual beli tersebut seolah-olah terjadinya

kepemilikan semu atas tanah tersebut, karena nama warga

negara Indonesia hanya dipinjam saja untuk di sertipikat,

sedangkan sesungguhnya uang untuk membeli tanah tersebut

berasal dari warga negara asing.

b. Akta Pengakuan Hutang. Melalui akta pengakuan hutang

seolah-olah seseorang warga negara Indonesia yang namanya

dipinjam itu mempunyai hutang kepada warga negara asing

karena sumber dana atau uangnya berasal dari warga negara

asing.

138

Maria SW. Sumardjono I, Loc.Cit

Page 134: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

134

c. Akta Sewa Menyewa. Melalui akta sewa menyewa ini maka seorang

warga negara asing akan bisa memanfaatkan tanah yang telah

dikuasainya dengan jangka waktu sewa yang terus bisa diperpanjang

dan diteruskan oleh ahli warisnya.

d. Akta Pemberian Hak Tanggungan. Melalui akta pengakuan hutang

yang dibuat sebelumnya oleh warga negara Indonesia dengan warga

negara asing, maka harus diikat dengan akta pemberian hak

tanggungan, karena tanah yang atas nama warga negara indonesia

sendiri dijadikan jaminan atas pelunasan hutang tersebut.

e. Pernyataan. Melalui pernyataan warga negara Indonesia memberikan

pernyataan-pernyataannya untuk memberikan perlindungan hukum

kepada warga negara asing dan akan melakukan perbuatan hukum

apabila adanya perintah dan petunjuk dari seorang warga negara

asing.

f. Kuasa. Dengan adanya kuasa maka tanah yang dikuasai dengan

meminjam nama warga negara Indonesia nantinya dapat dialihkan

atas permintaan warga negara asing. Dan dengan adanya kuasa

mengelola maka warga negara asing dapat memanfaatkan dan

memungut hasil dari tanah yang dikuasainya.

Dalam Pasal 1 ayat (7) Undang-undang No. 30 Tahun 2004 Tentang

Jabatan Notaris, menyatakan ”Akta Notaris adalah akta otentik yang

dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang

ditetapkan dalam undang-undang ini.” Selanjutnya Pasal 1868 KUH

Page 135: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

135

Perdata menyebutkan bahwa : ”Akta otentik ialah suatu akta yang didalam

bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan

pejabat-pejabat umum, yang berkuasa untuk itu, ditempat dimana akta

dibuatnya.”

Pasal 1868 KUH Perdata merupakan sumber untuk akta otentik

Notaris, juga merupakan dasar legalitas eksistensi akta Notaris, dengan

syarat-syarat sebagai berikut :

a. Akta itu harus dibuat oleh (door) atau dihadapan (ten overstaan)

seorang Pejabat Umum.

b. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-

undang.

c. Pejabat Umum oleh atau dihadapan siapa akta itu dibuat, harus

mempunyai wewenang untuk membuat akta tersebut.139

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta

otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Pasal 1 ayat (1)

UUJN). Yang dimaksud kewenangan lainnya tersebut tercantum didalam

Pasal 15 UUJN :

(1) Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-

undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk

dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan

akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,

semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan

atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan

oleh undang-undang.

(2) Notaris berwenang pula:

a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat

di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

139

Habib Adjie, 2008, Hukum Notaris Indonesia, Refika Aditama, Bandung,(selanjutnya

disebut Habib Adjie II), hal. 127

Page 136: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

136

b. membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam

buku khusus;

c. membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan

yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam

surat yang bersangkutan;

d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan

akta;

f. membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau

g. membuat akta risalah lelang.

Dengan demikian Notaris mempunyai wewenang untuk membuat akta

otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penerapan yang diperintahkan

oleh peraturan perundang-undangan berdasarkan permintaan klien.

Jika suatu akta dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang tidak berwenang

untuk itu, maka akta itu bukanlah akta otentik, melainkan hanya berlaku sebagai

akta di bawah tangan, jika para pihak telah menandatanganinya, sebagaimana

ditentukan dalam Pasal 1869 KUH Perdata yang berbunyi :

”Suatu akta, yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya dalam

pegawai termaksud diatas, atau karena cacat hukum dalam bentuknya,

tidak dapat diberlakukan sebagai akta autentik, namun demikian

mempunyai kekuatan sebagai akta dibawah tangan, jika ia ditandatangani

oleh para pihak.”

Akta yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris bentuknya sudah ditentukan

dalam Pasal 38 UUJN. Secara umum kerangka akta terdiri dari :

1. Kepala (hoofd) akta : yang memuat keterangan-keterangan dari

Notaris mengenai dirinya dan orang-orang yang datang

menghadap kepadanya atau atas permintaan siapa dibuat berita

acara;

2. Badan akta : yang memuat keterangan-keterangan yang

diberikan oleh pihak-pihak dalam akta atau keterangan-

keterangan dari Notaris mengenai hal -hal yang disaksikannya

atas permintaan yang bersangkutan.

3. Penutup akta : yang memuat keterangan dari Notaris mengenai

waktu dan tempat akta dibuat; selanjutnya keterangan mengenai

Page 137: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

137

saksi-saksi di hadapan siapa akta dibuat dan akhirnya tentang

pembacaan dan penandatanganan dari akta itu.140

Akta Notaris merupakan perjanjian para pihak yang mengikat

mereka membuatnya, oleh karena itu syarat -syarat sahnya suatu perjanjian

harus dipenuhi (Pasal 1320 KUH Perdata).

Dalam hukum perjanjian ada akibat hukum tertentu jika syarat

subjektif dan syarat objektif tidak dipenuhi. Jika syarat subyektif tidak

terpenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan (vernietigbaar) sepanjang ada

permintaan oleh orang-orang tertentu atau yang berkepentingan. Jika

syarat objektif tidak dipenuhi, maka perjanjian batal demi hukum ( nietig),

tanpa perlu ada permintaan dari para pihak, dengan demikian perjanjian

dianggap tidak pernah ada dan tidak mengikat siapapun.

Mengenai larangan dan ketidakwenangan Notaris untuk membuat

akta, Pasal 52 ayat (1) dan Pasal 53 UUJN menegaskan dalam keadaan

tertentu Notaris dilarang membuat akta, larangan ini hanya ada pada

subjek hukum para penghadap, jika subjek hukumnya dilarang, maka

substansi akta (perbuatannya) apapun tidak diperkenankan untuk dibuat.141

Akta Notaris sebagai akta otentik mempunyai nilai pembuktian142

:

1. Lahiriah

140

Ibid, hal. 122 141

Ibid, hal. 156 142

Habib Adjie, 2009, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai

Pejabat Publik, Refika Aditama, Bandung,(selanjutnya disebut Habib Adjie III), hal. 72

Page 138: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

138

Penyangkalan atau pengingkaran bahwa secara lahiriah akta Notaris bukan

akta otentik, maka penilaian pembuktiannya harus didasarkan kepada syarat-

syarat akta Notaris sebagai akta otentik.

2. Formal

Jika aspek formal dipermasalahkan oleh para pihak, maka harus dibuktikan

formalitas dari akta, yaitu harus dapat membuktikan ketidakbenaran hari,

tanggal, bulan, tahun dan pukul. Selain itu juga harus dapat membuktikan

ketidakbenaran pernyataan atau keterangan para pihak yang disampaikan

dihadapan Notaris, dan ketidakbenaran tanda tangan para pihak, saksi, Notaris.

3. Materil

Jika akan membuktikan aspek materil dari akta, maka yang bersangkutan

harus dapat membuktikan bahwa Notaris tidak menerangkan atau menyatakan

yang sebenarnya dalam akta, atau para pihak yang telah benar berkata

(dihadapan Notaris) menjadi tidak benar berkata dan harus dilakukan

pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek materil dari akta Notaris.

Akta otentik mempunyai pembuktian yang sempurna. Kesempurnaan akta

Notaris sebagai alat bukti, maka akta tersebut harus dilihat apa adanya, tidak perlu

dinilai atau ditafsirkan lain, selain yang tertulis dalam akta tersebut. Sedangkan

akta dibawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian, sepanjang para pihak

mengakuinya atau tidak ada penyangkalan dari salah satu pihak. Jika para pihak

mengakuinya, maka akta di bawah tangan tersebut mempunyai kekuatan

pembuktian sempurna sebagaimana akta otentik.143

143

Ibid, hal. 48

Page 139: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

139

Penguasaan tanah oleh warga negara asing saat ini sangat

bervariasi. Ada perolehan penguasaan tanah yang sesuai dengan tata cara

yang telah ditetapkan oleh pemerintah maupun ada pula praktek

penguasaan tanah yang pada dasarnya merupakan bentuk-bentuk

penyelundupan hukum.

Adapun bentuk penguasaan tanah oleh warga negara asing sesuai

dengan tata cara yang ditetapkan oleh pemerintah, dapat diidentifikasi

sebagai berikut :

a. Penguasaan tanah dengan Hak Pakai (Pasal 42 UUPA)

b. Penguasaan tanah dengan Hak Sewa untuk bangunan (Pasal 45

UUPA)

c. Kepemilikan rumah tempat tinggal atau hunian oleh warga

negara asing diatas tanah Hak Pakai (PP No.41 Tahun 1996

tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh

Orang Asing Yang Berkedudukan di Indonesia)

Sedangkan cara penguasaan tanah yang mengindikasikan adanya

penyelundupan hukum, adalah sebagai berikut.

a. Penguasaan tanah dengan cara menggunakan

”kedok/pinjamnama/nominee”, praktek yang sering

dilakukan berkaitan dengan model penguasaan tanah dengan

menggunakan kedok ini, misalnya melakukan jual beli atas

nama seorang warga negara Indonesia dengan sumber

uangnya dari seorang warga negara asing, sehingga secara

Page 140: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

140

yuridis formal tidak menyalahi peraturan. Namun, disamping

itu dilakukan upaya pembuatan perjanjian antara warga

negara asing dengan warga negara Indonesia tersebut dengan

cara pemberian kuasa (yang menjadi kuasa mutlak), yang

memberikan hak yang tidak dapat ditarik oleh pemberi kuasa

(warga negara Indonesia) dan memberi wewenang kepada

penerima kuasa (warga negara asing) untuk melakukan

segala perbuatan hukum berkenaan dengan hak atas tanah

tersebut, yang menurut hukum mestinya hanya dapat

dilakukan oleh pemegang hak (warga negara Indonesia).

b. Penguasaan tanah yang juga merupakan bentuk penguasaan

tanah oleh warga negara asing secara terselubung adalah

penguasaan tanah oleh pasangan kawin campur antara warga

negara asing dengan warga negara Indonesia, yang tidak

mempunyai perjanjian kawin khususnya mengenai

pemisahan harta, dimana mereka membeli sebidang tanah

hak milik, yang pada umumnya sumber dananya adalah dari

warga negara asing akan tetapi mereka tidak memunculkan

identitas perkawinannya, sehingga secara yuridis formal

tidak menyalahi peraturan, tetapi secara substansial terjadi

penguasaan tanah (hak milik) oleh pasangan dengan

kewarganegaraan ganda yang tentunya sudah tidak

memenuhi syarat sebagai subjek hak milik.

Page 141: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

141

c. Penguasaan tanah dengan modus pemberian hak tanggungan

dengan kreditur warga negara asing, pemberian hak

tanggungan dengan kreditur warga negara asing berpotensi

menjadi pemindahan hak atas tanah (hak milik) secara

terselubung.

Pada praktek, warga negara asing lebih memilih menggunakan

instrumen perjanjian. Perjanjian yang dimaksud dalam hal ini adalah

perjanjian nominee. Mengenai arti dari istilah nominee dalam praktek

penguasaan tanah, menurut Maria SW. Sumardjono, yang dimaksud dengan

nominee atau trustee adalah perjanjian dengan menggunakan kuasa. Perjanjian

dengan kuasa yang dimaksud adalah jenis-jenis perjanjian yang telah dibahas

sebelumnya, yaitu perjanjian yang menggunakan nama WNI dan pihak WNI

menyerahkan surat kuasa kepada orang asing untuk bebas melakukan

perbuatan hukum apapun terhadap tanah yang dimilikinya.144

Istilah nominee tersebut sering disamakan dengan istilah perwakilan atau

pinjam nama, berdasarkan surat pernyataan atau surat kuasa yang dibuat kedua

pihak, orang asing meminjam nama warga negara Indonesia untuk

dicantumkan namanya sebagai pemilik tanah pada sertipikatnya, tetapi

kemudian warga negara Indonesia berdasarkan akta pernyataan yang

dibuatnya mengingkari bahwa pemilik sebanarnya adalah warga negara asing

selaku pihak yang mengeluarkan uang untuk pembelian tanah tersebut dan

144

Maria SW. Sumardjono I, Op.Cit, hal. 17

Page 142: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

142

penguasaannya dilakukan atau diwakilkan kepada warga negara asing

tersebut.

Dengan menggunakan perjanjian nominee, maka warga negara

asing dapat menguasai tanah layaknya hak milik.

4.2. Kekuatan Mengikat Perjanjian Nomenee Dalam Penguasaan Hak Milik

Atas Tanah Oleh Warga Negara Asing

Baik sistem terbuka amupun asas kekuatan mengikat dapat menemukan

landasan hukumnya dalam bunyi Pasal 1338 ayat ( 1 ) KUH Perdata : ”Semua

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang – undang bagi

mereka yang membuatnya”

Pasal ini merupakan pasal yang paling populer karena disinilah

disandarkan asas kebebasan berkontrak, walaupun ada juga sarjana yang

menyandarkannya pada Pasal 1320 KUH Perdata atau pada keduanya,

Namun, apabila dicermati pasal ini khususnya ayat (1) atau alinea (1),

sebenarnya ada tiga hal pokok (asas) yang terkandung di dalamnya, yaitu :145

a. pada kalimat ”semua perjanjian yang dibuat secara sah”

menunjukan asas kebebasan berkontrak;

b. pada kalimat ”berlaku sebagai undang – undang” menunjukkan

asas kekuatan mengikat atau yang orang sebut asas pacta sun

servanda;

145Ahmadi Miru, Sakka Pati, Op.Cit, h. 78.

Page 143: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

143

c. pada kalimat ”bagi mereka yang membuatnya” menunjukkan asas

personalitas.

Walaupun demikian, kalimat tersebut merupakan suatu kesatuan yang

tidak dapat dipenggal – penggal seperti tersebut diatas. Jadi pemenggalan

diatas hanya untuk melihat kandungan dari pada pasal tersebut

Ayat (2) atau alinea (2) pasal ini menentukan bahwa perjanjian tidak

boleh dibatalkan secara sepihak tanpa persetujuan phak lain. Hal ini sangat

wajar, agar kepentingan piohak lain terlindungi karena ketika perjanjian

dibuat adalah atas kesepakatan kedua belah pihak, maka pembatalannya pun

harus atas kesepakatan kedua belah pihak. Selain itu, pembatalan secara

sepihak hanya dimungkinkan jika ada alasan yang cukup oleh undang –

undang.

Ayat (3) alinea (2), ini merupakan sandaran asas itikad baik, yaitu

bahwa setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.146

Juga perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal – hal yang dengan

tegas dinyatakan di dalamnyan tetapi juga untuk segala sesuatu yang

menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, atau undang

– undang (Pasal 1339 KUH Perdata).

Pasal ini menentukan bahwa dalam suatu perjanjian, para pihak tidak

hanya terikat terhadap apa yang secara tegas disetujui dalam perjanjian

tersebut, tetapi juga terikat oleh kepatutan, kebiasaan, dan undang – undang.

Dengan demikian yang mengikat para pihak dalam perjanjian adalah :

146

Ahmadi Miru, Sakka Pati, Op.Cit, h. 79.

Page 144: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

144

e. isi perjanjian;

f. kepatutan;

g. kebiasaan; dan

h. undang – undang.147

Selanjutnya, Pasal 1340 KUH Perdata menentuka bahwa perjanjian –

perjanjian hanya berlaku antara pihak – pihak yang membuatnya.

Perjanjian perjanjian itu tidak dapat membawa rugi kepada pihak – pihak

yang membuatnya, sehingga tidak bolehnya seseorang melakukan perjanjian

yang membebani pihak ketiga, sedangkan memberikan hak kepada pihak

ketiga dapat saja dilakukan jika sesuai dengan apa yang diatur dalam pasal

1317 KUH Perdata

Lebih lanjut Pasal 1341 KUH Perdata menentukan : Meskipun

demikian, tiap orang kreditor boleh mengajukan batalnya segala perbuatan

yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh debitur dengan nama apapun

juga, yang merugikan orang – orang kreditor, asal dibuktikan, bahwa ketika

perbuatan dilakukan, baik debitur maupun orang dengan atau untuk siapa

debitur itu berbuat, mengetahui bahwa perbuatan itu membawa akibat yang

merugikan orang – orang kreditor.

Hak – hak yang diperolehnya dengan itikad baik oleh orang – orang pihak

ketiga atas barang – barang yang menjadi pokok perbuatan yang batal itu,

diperlindungi

147

Ahmadi Miru, Sakka Pati, Loc.Cit.

Page 145: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

145

Untuk mengajukan hal batalnya perbuatan – perbuatan yang dilakukan

dengan cuma – cuma oleh debitur, cukuplah kreditor membuktikan bahwa

debitur pada waktu melakukan perbuatan itu tahu, bahwa ia dengan berbuat

demikian merugikan orang yang menguntungkan padanya, tak peduli apakah

orang yang menerima keuntungan juga mengetahui atau tidak.

Pasal ini memberikan hak kepada kreditor untuk meminta pembatalan

perjanjian atau tindakan yang dilakukan oleh debitur dengan pihak ketiga,

jika perjanjian atau tindakan itu merugikan kreditor, asal dapat dibuktikan

bahwa ketika itu baik debitur maupun pihak ketiga mengetahui bahwa hal

merugikan kreditor. Akan tetapi, pihak ketiga yang beritikad baik dalam

memperoleh hak dari debitur, maka pihak ketiga itu dilindungi oleh undang

– undang, kecuali kalau perolehan hak pihak ketiga itu hanya dengan cuma –

cuma, maka walaupun dia beritikad baik tetap tidak dilindungi, jika debitur

mengetahui bahwa perjanjian atau tindakan itu merugikan kreditur. Hak

kreditor inilah yang populer dengan nama Actio Pauliana.148

Di dalam ketentuan Pasal 6:248 (1) BW kita temukan pengunmgkapan

dari asas kekuatan mengikat :

”Persetujuan – persetujuan tidak ( hanya ) mengikat untuk apa – apa

yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, (tetapijuga untuk segala

sesuatu yang menurut sifat persetujuan, diharuskan oleh kepatutan,

kebiasaan, atau undang – undang)”

Asas ini menyatakan bahwa suatu perjanjian mengakibatkan suatu

kewajiban hukum dan para pihak terikat untuk melaksanakan kesepakatan,

kontraktual, serta bahwa suatu kesepakatan harus dipenuhi, dianggap sudah

148

Ahmadi Miru, Sakka Pati, Op.Cit. h. 80 – 81.

Page 146: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

146

terberi dan kita tidak pernah mempertanyakannya kembali. Kehidupan

kemasyarakatan hanya mungkin berjalan dengan baik jika seseorang dapat

mempercayai perkataan orang lain. Ilmu pengetahuan kiranya tidak mungkin

dapat memberikan penjelasan lebih dari itu, kecuali bahwa kontrak memang

mengikat karena merupakan suatu janji, serupa dengan undang – undang

karena undang – undang tersebut dipandang sebagai perintah pembuat

undang – undang. Jika kepastian terpenuhinya kesepakatan kontraktual

ditiadakan, hal ini akan sekaligus menghancurkan seluruh sistem pertukaran

(benda-jasa) yang ada di dalam masyarakat. Oleh sebab itu, ”kesetiaan pada

janji yang diberikan merupakan bagian dari persyaratan yang dituntut akal-

budi alamiah”.149

Mengikatnya suatu perjanjian, juga sebagaimana ditentukan dalam Pasal

1313 KUHPerdata, perjanjian yang dibuat orang mengikat orang yang

membuat. Para pihak harus mentaati apa yang diperjanjikannya itu,

keharusan mana lahir dari perjanjian itu sendiri yang berkekuatan sebagai

undang – undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 KUH

Perdata).

Pada hakekatnya, perjanjian hanya mengikat bagi para pihak yang

membuatnya, dan tidak mengikat pihak ketiga (Pasal 1340 jo Pasal 1917

KUH _Perdata). Namun demikian ketentuan Pasal 1341 KUH Perdata

memberikan pengecualian yaitu perjanjian yang dibuat oleh siberutang yang

149

Herlien Budiona I, h. 100 – 101.

Page 147: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

147

merugikan kepentingan siberpiutang, maka siberpiutang dapat mengajukan

pembatalan sejauh kerugiannya saja.150

Kekuatan mengikat suatu perjanjian sebagaimana ditentukan dalam pasal

1339 KUH Perdata, bahwa: ” Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk

hal – hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk

segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan,

kebiasaan atau undang – undang”

Menurut Herlian Budiono, dikutip dari bukunya Johannes Ibrahim,

prinsip bahwa di dalam sebuah persetujuan orang menciptakan sebuah

kewajiban hukum dan bahwa ia terikat pada janji – janji kontraktualnya dan

harus memenuhi janji – janji ini, dipandang sebagai sesuatu yang sudah

dengan sendirinya dan bahkan orang tidak lagi mempertanyakan mengapa

hal itu demikian. Suatu pergaulan hidup hanya dimungkinkan antara lain

bilamana seseorang dapat mempercayai kata – kata orang lain.151

Janji terhadap kata yang diucapkan sendiri adalah mengikat. Persetujuan

ini pada hakikatnya diletakkan oleh para pihak itu sendiri di atas pundak

masing – masing dan menetapkan ruang lingkup dan dampaknya.

Persetujuan mempunyai akibat hukum dan berlaku sebagai undang – undang

bagi para pihak.152

Adagium pacta sunt servanda diakui sebagai aturan yang menetapkan

bahwa semua perjanjian yang dibuat manusia satu sama lain, mengingat

150

Artadi, Rai Asmara Putra, Op. Cit, h. 30.

151

Johannes Ibrahim, Lindawaty sewu, 2003,Hukum Bisnis Dalam Persepsi Manusia

Modern, Refika Aditama, Cet. Pertama, Bandung, h.97.

152

Ibid.

Page 148: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

148

kekuatan hukum yang terkandung di dalamnya, dimaksudkan untuk

dilaksanakan dan pada akhirnya dapat dipaksakan penaatannya. Sejatinya

istilah pacta memiliki makna yang sangat terbatas, yakni hanya merujuk

pada kesepakatan penghapusan hutang atau penundaan pembayaran hutang;

kesepakatan itu sendiri tidak dapat dipaksakan oleh hukum dengan

menggunakan upaya hukum. Kesepakatan – kesepakatan demikian hanya

berguna sebagai upaya bela diri (eksepsi) terhadap upaya hukum yang

dijalankan dalam rangka menagih pembayaran hutang tersebut.153

153 Herlien Budiono I, Op.Cit, h. 102 – 103.

Page 149: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

149

BAB V

PENUTUP

5.1. Simpulan

5.1.1. Perjanjian Nominee adalah perjanjian yang melibatkan warga negara

asing dengan warga negara Indonesia sebagai sarana penguasaan hak

milik atas tanah oleh warga negara asing. Dengan menggunakan

perjanjian nominee, maka warga negara asing dapat menguasai tanah

layaknya memiliki hak milik atas tanah seperti warga negara

Indonesia.

Perjanjian Nominee belum mendapatkan pengaturannya di Indonesia.

Perjanjian Nominee sama sekali tidak dikenal dalam sistem hukum

di Indonesia, khususnya sistem hukum perjanjian yang diatur pada

Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

Dalam praktek penguasaan hak milik atas tanah oleh warga negara

asing dengan menggunakan perjanjian nominee, pada umumnya

melibatkan Pejabat Umum ( Notaris ) dalam proses pembuatan

aktanya, sehingga terkesan tidak menyimpang dari peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

5.1.2. Guna melihat keabsahan dan kekuatan mengikat dari perjanjian

nominee, maka tidak terlepas dari ketentuan Pasal 1320 dan Pasal

1338 KUHPerdata. Perjanjian nominee dibuat sudah memenuhi

syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana dimaksud oleh ketentuan

Page 150: perjanjian nominee sebagai sarana penguasaan hak milik atas ...

150

Pasal 1320 KUHPerdata. Apabila perjanjian nominee sudah

memperhatikan syarat keabsahan tersebut, dan berdasarkan

ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata maka perjanjian nominee itu

sudah mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak.

Berdasarkan asas Pacta Sund Servanda, bahwa perjanjian yang

dibuat oleh para pihak, termasuk perjanjian nominee mempunyai

kekuatan mengikat sepertinya undang – undang bagi pihak-pihak

yang bersangkutan.

5.2. Saran – saran

5.2.1. Dalam penguasaan hak milik atas tanah oleh warga negara asing,

mereka harus mematuhi peraturan-peraturan mengenai hukum

pertanahan yang berlaku di Indonesia dengan meminta penjelasan

yang lebih detail kepada yang berwenang, sehingga mereka dapat

terhindar dari perbuatan melanggar hukum.

5.2.2. Bagi Notaris/PPAT sebagai pejabat yang berwenang membuat

akta otentik, hendaknya dapat memberikan pengertian bagi warga

negara asing bahwa mereka diperbolehkan menguasai tanah

dengan status Hak Pakai, karena sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Pihak notaris

jangan sampai melakukan hal-hal yang karena kewenangannya

justru memudahkan penguasaan tanah oleh warga negara asing

dengan menggunakan perjanjian nominee.