Penyebab ISPA.doc
description
Transcript of Penyebab ISPA.doc
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Keluarga
2.1.1 Definisi Keluarga
Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memiliki ikatan yang kuat di
antara anggotanya dan rasa ketergantungan dalam menghadapi berbagai masalah yang
timbul termasuk masalah kesehatan. Banyak ahli menguraikan pengertian keluarga
sesuai dengan perkembangan sosial masyarakat. Berikut akan dikemukakan beberapa
pengertian keluarga.
1. Raisner (1980)
Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang
masing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari bapak, ibu,
adik, kakak dan nenek.
2. Logan’s (1979)
Keluarga adalah sebuah sistem sosial dan kumpulan daribeberapa komponen yang
saling berinteraksi satu dengan lainnya.
3. Gillis (1983)
Keluarga adalah sebagaimana sebuah kesatuan yang kompleks dengan atribut
yang dimiliki tetapi terdiri dari beberapa komponen yang masing-masing
mempunyai sebagaimana individu.
4. Duvall (1986)
Menguraikan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan
perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan,
mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan fisik, mental,
emosional serta sosial dari setiap anggota keluarga.
5. Bailon dan Maglaya (1978)
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga
karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka salaing
berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing dan
menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.
5
6
6. Johnson’s (1992)
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan darah
yang sama atau tidak, yang terlibat dalam kehidupan yang terus menerus, yang
tinggal dalam satu atap, mempunyai ikatan emosional dan mempunyai kewajiban
antara satu orang dengan lainnya.
8. Menurut WHO ( 1969 )
Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian
darah, adopsi atau perkawinan.
9. Burgess dan kawan-kawan (1963).
Burgess dan kawan-kawan. Menyebutkan bahwa :
1) Keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah,
dan ikatan adopsi.
2) Para anggota sebuah anggota biasanya hidup bersama dalam suatu rumah
tangga atau jika hidup secara terpisah, mereka tetap menganggap rumah tangga
tersebut sebagai rumah mereka.
3) Anggota keluarga beringteraksi dan berkomunikasi satu dengan yang lainnya
dalam peran sosial. Keluarga seperti suami dan istri, ayah dan ibu, anak laki-
laki dan ank perempuan, saudara dan saudari,.
4) Keluarga sama-sama menggunakan kultur yang sama, yaitu kultur yang diambil
dari masyarakat dengan beberapa ciri unik tersendiri.
Dari pengertian tentang keluarga dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga
adalah:
1) Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah,
perkawinan atau adopsi.
2) Anggota keluarga biasanya hidup bersama, atau jika terpisah mereka tetap
memperhatikan satu sama lain.
3) Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai
peran sosial: suami, istri, anak, kakak dan adik.
4) Mempunyai tujuan;
5) Menciptakan dan mempertahankan budaya.
7
2.1.2 Tipe Keluarga
Menurut Setyowati dan Murwani (2007), berbagai tipe keluarga :
1. Tipe keluarga tradisional
a. Keluarga inti, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri, dan
anak (kandung atau anak angkat).
b. Keluarga besar, yaitu keluarga inti ditambah keluarga lain yang
mempunyai hubungan darah , misalnya : kakek, nenek, keponakan, paman,
bibi.
c. Keluarga “Dyad”, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami dan
istri tanpa anak.
d. “Single Parent”, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua
(ayah/ibu) dengan anak (kandung/angkat). Kondisi ini dapat diakibatkan
oleh perceraian atau kematian.
e. “Single Adult”, yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri seorang
dewasa (seorang yang telah dewasa kemudian tinggal kost untuk bekerja.
2. Tipe keluarga non tradisional
a. The unmarriedteenege mather
Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak dari
hubungan tanpa nikah.
b. The stepparent family
Keluarga dengan orang tua tiri.
c. Commune family
Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan
saudara hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama,
pengalaman yang sama : sosialisai anak dengan melalui aktivitas
kelompok atau membesarkan anak bersama.
d. The non marital heterosexual cohibitang family
Keluarga yang hidup besama dan berganti-ganti pasangan tanpa melaui
pernikahan.
8
e. Gay and lesbian family
Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama sebagaimana
suami-istri (marital partners).
f. Cohibitang couple
Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan karena
beberapa alasan tertentu.
g. Group marriage family
Beberapa orang dewasa mengunakan alat-alat rumah tangga bersama yang
saling merasa sudah menikah, berbagi sesuatu termasuk sexual dan
membesarkan anaknya.
h. Group network family
Keluarga inti yang dibatasi set aturan atau nilai-nilai, hidup bersama atau
berdekatan satu sama lainnya dan saling menggunakan barang-barang
rumah tangga bersama, pelayanan, dan tanggung jawab membesarkan
anaknya.
i. Foster family
Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga atau saudara
didalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut perlu
mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya
j. Homesless family
Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang
permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan
ekonomi dan atau problem kesehatan mental.
k. Gang
Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang
mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian tetapi
berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupan.
9
2.1.3 Tugas Keluarga
Menurut Friedman menguraikan tugas keluarga dalam masalah kesehatan
yaitu:
1. Mengenal adanya gangguan kesehatan.
2. Mengambil keputusan dalam mencari pertolongan atau bantuan kesehatan.
3. Menanggulangi keadaan darurat yang bersifat kesehatan maupun
nonkesehatan.
4. Memberi perawatan dan mencari bantuan bagi anggota keluarga yang sakit,
cacat, maupun yang sehat.
5. Mempertahankan lingkungan keluarga yang dapat menunjang peningkatan
status kesehatan para anggotanya.
6. Menjalin dan mempertahankan hubungan baik dengan lingkungan dan unit
pelayanan kesehatan yang ada.
Menurut Jhonson R. dan Leni R., dalam sebuah keluarga ada beberapa
tugas dasar yang didalamnya terdapat delapan tugas pokok,antara lain:
1. Memelihara kesehatan fisik keluarga dan para anggotanya;
2. Berupaya untuk memelihara sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga;
3. Mengatur tugas masing-masing anggota sesuai dengan kedudukan;
4. Melakukan sosialisasi antaraanggota keluarga agar timbul keakraban dan
kehangatan para anggota keluarga;
5. Melakukan pengaturan jumlah anggota keluarga yang diingikan;
6. Memelihara ketertiban anggota keluarga;
7. Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas;
8. Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga.
2.1.4 Fungsi Keluarga
1. Fungsi Edukatif
Fungsi Edukatif sebagai suatu unsur dari tingkat pusat pendidikan,
merupakan lingkungan pendidikan yang pertama bagi anak.
10
2. Fungsi Sosialisasi
Fungsi Sosialisasi melalui interaksi dalam keluarg anak mempelajari
pola-pola tingkahlaku, sikap, keyakinan, cita-cita serta nilai-nilai dalam
masyarakat dalam rangka pengembangan kepribadiannya.
3. Fungsi Protektif
Fungsi protektif fungsi ini lebih menitik beratkan dan menekankan
kepada rasa aman dan terlindungi apabila anak merasa aman dan terlindungi
barulah anak dapat bebas melakukan penjajagan terhadap lingkungan.
4. Fungsi Afeksional
Fungsi Afeksional yang dimaksud dengan fungsi afeksi adaslah adanya
hubungan sosial yang penuh dengan kemesraan dan afeksi.
5. Fungsi Religius
Fungsi Religius keluarga berkewajiban mmperkenalkan dan mengajak
anak serta keluarga pada kehidupan beragama.
6. Fungsi Ekonomis
Fungsi Ekonomis fungsi keluarga ini meliputi pencarian nafkah,
perencanaan dan pembelanjaannya.
7. Fungsi Rekreatif
Fungsi Rekreatif suasana keluarga yang tentram dan damai diperlukan
guna mengembalikan tenaga yang telah dikeluarkan dalam kehidupan sehari-
hari.
8. Fungsi Biologis
Fungsi Biologis fungsi ini berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan biologis keluarga, diantaranya kebutuhan seksual (meneruskan
keturunan ke generasi yang selanjutnya).
2.1.5 Ciri-Ciri Keluarga
Robert Maclver dan Charles Morton Page menjelaskan ciri-ciri keluarga sebagai
berikut :
1. Keluarga merupakan hubungan perkawinan.
11
2. Keluarga berbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan hubungan
perkawinan yang sengaja dibentuk atau dipelihara,
3. Keluarga mempunyai suatu sistem tata nama (nomenclatur), termasuk
perhitungan garis keturunan,
4. Keluarga mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh anggota-
anggotanya berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan
membesarkan anak,
5. Keluarga mempunya tempat tinggal bersama, rumah, atau rumah tangga.
2.1.6 Batasan Keluarga
1. Burges (1963)
Burges memberikan pandangan tentang definisi keluarga yang
berorientasi kepada tradisi, yaitu (Setiawati,2008 : 13) :
1) Keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan Perkawinan,
darah, dan ikatan adopsi.
2) Anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu
rumah tangga, atau jika mereka hidup secara terpisah mereka tetap
menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka.
3) Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalm
peran-peran sosial keluarga seperti halnya peran sebagai suami istri, ayah
dan ibu, peran sebagai anak laki-laki anak perempuan.
4) Keluarga bersama-sama menggunakan kultur yang sama yaitu : kultur
yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri unik tersendiri.
2. Sub Dit Kes. Mas Dep. Kes RI (1983)
Keluarga merupakan satu kelompok atau sekumpulan manusia yang
hidup bersama sebagai satu kesatuan unit masyarakat yang terkecil dan
biasanya tidak selalu ada hubungan darah, ikatan Perkawinan, atau ikatan
12
lain. Mereka hidup bersama dalam satu rumah, dibawah asuhan seorang
kepala keluarga dan makan dari satu periuk (Setiawati, 2008 : 13).
3. Whall (1986)
Keluarga sebagai kelompok yang terdiri atas dua atau lebih individu yang
dicirikan oleh istilah khusus, yang mungkin saja memiliki atau tidak memiliki
hubungan darah atau hukum yang mencirikan orang tersebut ke dalam satu
keluarga (Setiawati, 2008 : 13).
4. Dep. Kes RI (1988)
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat di
bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Setiawati, 2008 : 13).
5. Silvicion G. Bailon dan Aracelis Maglaya (1989)
Keluarga adalah dua atau lebih dari individu yang tergabung karena
hubungan darah, hubungan Perkawinan, atau pengangkatan dan mereka hidup
dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain di dalam peranannya
masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan
(Setiawati, 2008 : 14).
6. Friedman (1988)
Keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang terikat dalam
Perkawinan, ada hubungan darah, atau adopsi dan tinggal dalam satu rumah
(Setiawati, 2008 : 14).
2.1.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Keluarga
1. Faktor fisik
Ross, Mirowsaky, dan Goldstein (1990) memberikan gambaran bahwa
ada hubungan positif antara perkawinan dengan kesehatan fisik.
2. Faktor psikis
13
Terbentuknya keluarga akan menimbulkan dampak psikologis yang
besar, perasaan nyaman karena saling memperhatikan, saling memberikan
penguatan atau dukungan.
3. Faktor sosial
Status sosial memiliki dampak yang signifikan terhadap fungsi kesehatan
sebuah keluarga.
4. Faktor budaya
Faktor budaya terdiri dari (Setiawati, 2008 : 22-23) :
1) Keyakinan dan praktek kesehatan
2) Nilai-nilai keluarga
3) Peran dan pola komunikasi keluarga
4) Koping keluarga
2.1.8 Tujuan Keperawatan Keluarga
Tujuan umum keperawatan keluarga adalah meningkatkan kesadaran, keinginan,
dan kemampuan keluarga dalam meningkatkan, mencegah, memelihara kesehatan
mereka sampai pada tahap yang optimal dan mampu melaksanakan tugas-tugas mereka
secara poduktif.
Tujuan khususnya adalah meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan
kemampuan keluarga dalam hal :
1. Mengidentifikasi masalah kesehatan yang mereka hadapi.
2. Mengambil keputusan tentang siapa/kemana dan bagaimana pemecahan
masalah tersebut, misalnya dipecahkan sendiri dengan pergi ke rumah sakit,
puskesmas, praktik keperawatan/kedokteran, dll.
3. Meningkatkan mutu kesehatan keluarga (promosi kesehatan).
4. Mencegah tejadinya penyakit/timbulnya masalah kesehatan pada keluarga.
5. Melaksanakan usaha penyembuhan/pemecahan masalah kesehatan keluarga
melalui asuhan keperawatan di rumah.
14
6. Melaksanakan usaha rehabilitasi penderita melalui asuhan keperawatan di
rumah.
7. Membantu tenaga profesional kesehatan/keperawatan dalam penanggulangan
penyakit/masalah kesehatan mereka di rumah, rujukan kesehatan dan rujukan
medik.
2.1.9 Faktor Yang Mempengaruhi Berkembangnya Keperawatan Keluarga
Belakangan ini keperawatan keluarga berkembang dengan pesat karena :
1. Peningkatan pengakuan dalam keperawatan dan masyarakat tentang perlunya
peningkatan kesehatan dan perawatan kesehatan secara menyeluruh, bukan
hanya praktik yang berorientasi pada penyakit.
2. Peningkatan populasi lanjut usia dan perkembangan penyakit kronis yang
menyebabkan perawatan diri dan kebutuhan akan asuhan perawatan keluarga
menjadi penting.
3. Perkembangan bidang riset keperawatan keluarga secara pesat.
4. Pengakuan yang luas tentang banyaknya keluarga yang bermasalah dalam
komunitas kita.
5. Penyebarluasan secara umum teori tertentu yang berdasarkan pada keluarga,
seperti teori kedekatan dan teori sistem umum.
6. Terapi keluarga dan perkawinan beralih dari terapi pertumbuhan ke klinik
layanan anak, perkawinan dan keluarga.
7. Riset terhadap kedalaman dan keterlibatan komunikasi keluarga pada tahun
1950-an dan 1960-an menunjukkan bahwa ibu-ibu yang bermasalah dalam
pola komunikasinya terkait dengan anak-anak yang bermasalah.
2.2 Konsep Dasar ISPA
2.2.1 Definisi
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan
(hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya
obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan
pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450).
15
Istilah ISPA mengandung tiga unsur yaitu infeksi, saluran pernapasan dan akut.
Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Adapun saluran pernapasan
adalah organ dimulai dari hidung sampai alveoli beserta organ adneksa seperti sinus-
sinus, rongga telinga dan pleura. Istilah ISPA secara anatomis mencakup saluran
pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksanya saluran
pernapasan. Sedangkan infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14
hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang dapat digolongkan ISPA, proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari
(Depkes RI, 2002) (http://repository.usu.ac.id).
Pengertian ISPA adalah penyakit saluran pernapasan akut dengan perhatian
khusus pada radang paru (pneumonia), dan bukan penyakit telinga dan tenggorokan
(Widoyono, 2008;155).
Secara definisi ISPA berarti timbulnya infeksi di saluran napas yang bersifat
akut (awitan mendadak) yang disebabkan masuknya mikroorganisme (virus, bakteri,
jamur). Secara anatomis penyakit ini dibedakan menjadi ISPA bagian atas ISPA di
bagian bawah (http://id.scribd.com/doc/55295169).
2.2.2 Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari (Widoyono, 2008;156).
1. Bakteri: Diplococcus Pneumoniae, Pneumococcus, Streptococcus Pyogenes,
Staphylococcus Aureus, Haemophilus Influenzae, dan lain-lain.
2. Virus: Influenza, Adenovirus, Sitomegalovirus.
3. Jamur: Aspergilus sp., Candida Albicans, Histoplasma, dan lain-lain.
4. Aspirasi: makanan, asap kendaraan bermotor, BBM (bahan bakar minyak)
biasanya minyak tanah, cairan amnion pada saat lahir, benda asing (biji-
bijian, mainan plastik kecil, dan lain-lain).
Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah
sebagai berikut:
1. Faktor host (diri)
1) Usia
16
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia
dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA
daripada usia yang lebih lanjut (Koch et al, 2003).
2) Jenis Kelamin
Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang
seperti Indonesia masalah ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak
penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan prevelensi penyakit ISPA
terhadap jenis kelamin tertentu.
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun,
dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-
laki di negara Denmark (Koch et al, 2003)
3) Status Gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah
lama dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang
satu merupakan predisposisi yang lainnya (Tupasi, 1985). Pada KKP,
ketahanan tubuh menurun dan virulensi pathogen lebih kuat sehingga
menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi,
sedangkan salah satu determinan utama dalam mempertahankan
keseimbangan tersebut adalah status gizi anak.
4) Status Imunisasi
Tupasi (1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi
berhubungan dengan peningkatan penderita ISPA walaupun tidak
bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang mendapatkan bahwa
imunisasi yang lengkap dapat memberikan peranan yang cukup berarti
dalam mencegah kejadian ISPA (Koch et al, 2003).
5) Pemberian Suplemen Vitamin A
Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa
pertumbuhannya, daya tahan tubuh dan kesehatan terutama pada
17
penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk mempertahankan sel
epitel yang mengalami diferensiasi.
6) Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada
bulan-bulan pertama kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber
nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai sumber zat antimikroorganisme yang
kuat, karena adanya beberapa faktor yang bekerja secara sinergis
membentuk sistem biologis. ASI dapat memberikan imunisasi pasif melalui
penyampaian antibodi dan sel-sel imunokompeten ke permukaan saluran
pernafasan atas (William and Phelan, 1994).
2. Faktor lingkungan
1) Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk
tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang
diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani dan
keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu (WHO, 1989).
Anak-anak yang tinggal di apartemen memiliki faktor resiko lebih
tinggi menderita ISPA daripada anak-anak yang tinggal di rumah culster di
Denmark (Koch et al, 2003).
2) Kepadatan Hunian (Crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota
keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA.
Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian
(crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat.
3) Status Sosial Ekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat
sosioekonomi yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan
kesehatan masyarakat. Tetapi status keseluruhan tidak ada hubungan antara
status ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi didapatkan korelasi yang
bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya status
sosioekonomi (Darmawan,1995).
18
4) Kebiasaan Merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai
kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari
keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa
episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok (Koch et al,
2003)
5) Polusi Udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan
pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun
diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh pusat penelitian kesehatan Universitas
Indonesia untuk mengetahui efek pencemaran udara terhadap gangguan
saluran pernafasan pada siswa sekolah dasar (SD) dengan membandingkan
antara mereka yang tinggal di wilayah pencemaran udara tinggi dengan
siswa yang tinggal di wilayah pencemaran udara rendah di Jakarta. Dari
hasil penelitian tidak ditemukan adanya perbedaan kejadian baru atau
insiden penyakit atau gangguan saluran pernafasan pada siswa SD di kedua
wilayah pencemaran udara. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pencemaran
menjadi tidak berbeda dengan wilayah dengan tingkat pencemaran tinggi
sehingga tidak ada lagi tempat yang aman untuk semua orang untuk tidak
menderita gangguan saluran pemafasan. Hal ini menunjukkan bahwa polusi
udara sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit ISPA. Adanya
ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah
seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya
ISPA anak (Mishra, 2003).
2.1.3 Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan
tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang
terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring
atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal
19
maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan
Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering
(Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan
kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas,
sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan
yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983).
Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri.
Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan
mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga
memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti
streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang
mukosa yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini
menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas
sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri
ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu
laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada
saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang
lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar
ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa
menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya
ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat
menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek
imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang
sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada
umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang
tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa
IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas
20
bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam
mempertahankan integritas mukosa saluran nafas (Siregar, 1994).
2.1.4 Manifestasi Klinik
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya
obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran
pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum
(Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).
Tanda dan gejala yang muncul ialah:
1. Demam, Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya
infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.
2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada
meningens, biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas,
gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk,
terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan
menjadi susah minum dan bhkan tidak mau minum.
4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama
bayi tersebut mengalami sakit.
5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran
pernafasan akibat infeksi virus.
6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya
lymphadenitis mesenteric.
7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan
lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan,
mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran
pernafasan.
21
9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak
terdapatnya suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419)
Tanda dan gejala menurut tingkat keparahannya, ISPA dapat dibagi
menjadi tiga golongan yaitu (Suyudi, 2002).
2.1.5 Komplikasi
Adapun komplikasinya adalah
1. Meningitis.
Radang selaput pelindung sistem
2. OMA.
Otitis Media Akut
3. Mastoiditis.
4. Kematian
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik
Pengkajian terutama pada jalan nafas: Fokus utama pada pengkajian pernafasan
ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari pernafasan.
1. Pola, cepat (tachynea) atau normal.
2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita
amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
3. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya
bersin.
4. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.
5. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati
adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum.
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :
1) pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan
kuman (+) sesuai dengan jenis kuman.
22
2) Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat
disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya
thrombositopenia, dan
3) Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan
2.1.7 Penatalaksanaan Medis
Menurut Widoyono (2008;158), penatalaksanaan untuk ISPA berdasarkan
klasifikasi golongan umur yaitu.
Umur <2 bulan
TANDA Nafas cepat ≥ 60x per menit atau
Tarikan dinding dada bagian bawah kea rah dalam yang kuat
Tidak ada nafas cepat <60x per menit atau
Tidak ada tarikan dinding ada bagian bawah ke arah dalam
KLASIFIKASI Pneumonia berat Bukan pneumonia
TINDAKAN Kirim segera ke sarana rujukan
Beri antibiotik satu dosis
Beri nasihat cara perawatan di rumah.- jaga agar bayi tidak
kedinginan- Teruskan pemberian
ASI dan berikan ASI lebih sering
- Bersihkan hidung bila tersumbat.
Anjurkan ibu untuk kembali control, bila.- Keadaan bayi
memburuk- Napas menjadi cepat- Bayi sulit bernapas- Bayi sulit untuk minum
UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN
TANDA Tarikan dinding
dada bagian
bawah ke arah
Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah kearah dalam
Napas cepat: 2 bln-< 12 bln: ≥50x per
Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah kea rah dalam
Tidak ada napas cepat: 2bln-< 12 bln:
23
dalam menit 1 thn-< 5 thn: < 40x per menit.
50x per menit 1 thn-< 5 thn: <40x per menit
KLASIF
IKASI
PNEUMONIA
BERATPNEUMONIA
BUKAN
PNEUMONIA
TINDA
KAN
Rujuk segera ke sarana kesehatan
Beri antibiotik satu dosis bila jarak sarana kesehatan jauh
Obati bila demam
Obati bila ada wheezing
Nasihati ibu untuk melakukan perawatan dirumah
Beri antibiotic selama 5hari
Anjurkan ibu untuk control setelah 2 hari atau lebih cepat bila keadaan anak memburuk
Obati bila demam Obati bila ada
wheezing
Jika batuk berlangsung selama 30 hari, rujuk untuk pemerikaan lanjutan
Obati penyakit lain bila ada
Nasihati ibu untuk melakukan perawatan dirumah
Obati bila ada demam
Obati bila ada wheezing
Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah ISPA adalah:
1. Mengusahakan Agar Anak Mempunyai Gizi Yang Baik
a. Bayi harus disusui sampai usia dua tahun karena ASI adalah makanan
yang paling baik untuk bayi.
b. Beri bayi makanan padat sesuai dengan umurnya.
c. Pada bayi dan anak, makanan harus mengandung gizi cukup yaitu
mengandung cukup protein (zat putih telur), karbohidrat, lemak, vitamin
dan mineral.
d. Makanan yang bergizi tidak berarti makanan yang mahal. Protein
misalnya dapat di peroleh dari tempe dan tahu, karbohidrat dari nasi atau
jagung, lemak dari kelapa atau minyak sedangkan vitamin dan mineral
dari sayuran,dan buah-buahan.
e. Bayi dan balita hendaknya secara teratur ditimbang untuk mengetahui
apakah beratnya sesuai dengan umurnya dan perlu diperiksa apakah ada
penyakit yang menghambat pertumbuhan.Dinkes DKI (2005)
2. Mengusahakan Kekebalan Anak Dengan Imunisasi
Agar anak memperoleh kekebalan dalam tubuhnya anak perlu
mendapatkan imunisasi yaitu DPT (Depkes RI, 2002). Imunisasi DPT
24
salah satunya dimaksudkan untuk mencegah penyakit Pertusis yang salah
satu gejalanya adalah infeksi saluran nafas (Gloria Cyber Ministries,
2001).
3. Menjaga Kebersihan Perorangan Dan Lingkungan
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi
pencegahan penyakit ISPA, sebaliknya perilaku yang tidak
mencerminkan hidup sehat akan menimbulkan berbagai penyakit.
Perilaku ini dapat dilakukan melalui upaya memperhatikan rumah sehat,
desa sehat dan lingkungan sehat (Suyudi, 2002).
4. Pengobatan Segera
Apabila anak sudah positif terserang ISPA, sebaiknya orang tua
tidak memberikan makanan yang dapat merangsang rasa sakit pada
tenggorokan, misalnya minuman dingin, makanan yang mengandung
vetsin atau rasa gurih, bahan pewarna, pengawet dan makanan yang
terlalu manis. Anak yang terserang ISPA, harus segera dibawa ke dokter
(PD PERSI, 2002)
25
2.3 Manajemen Keperawatan ISPA
2.3.1 Pengkajian
Identitas Pasien, Umur; Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering
mengenai anak usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA
daripada usia yang lebih lanjut. Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang
dari 2 tahun, dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-
laki di negara Denmark (Anggana Rafika, 2009). Kepadatan hunian seperti luar ruang
per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko
untuk ISPA. Penelitian oleh Kochet al (2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian
(crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat. Diketahui bahwa
penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain adalah rendahnya
kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun
kimia. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah
seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak
(Anggana Rafika, 2009)
1. Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama biasanya Klien mengeluh demam, batuk.
2. Riwayat penyakit sekarang
Dua hari sebelumnya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan
lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit
tenggorokan.
3. Riwayat penyakit dahulu
26
Klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit keluarga
Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti
penyakit klien tersebut.
5. Riwayat sosial
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat
penduduknya.
6. Pemeriksaan Persistem
1) B1 (Breath)
- Inspeksi
Membran mucosa hidung faring tampak kemerahan Tonsil tanpak
kemerahan dan edema. Tampak batuk tidak produktif. Tidak ada
jaringan parut pada leher. Tidak tampak penggunaan otot- otot
pernapasan tambahan,pernapasan cuping hidung, tachypnea, dan
hiperventilasi
- Palpasi
Adanya demam. Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah
leher / nyeri tekan pada nodus limfe servikalis. Tidak teraba adanya
pembesaran kelenjar tyroid
- Perkusi
Suara paru normal (resonance)
- Auskultasi
Suara napas vesikuler / tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru
2) B2 (Blood)
Pada pasien ISPA pada Kardiovaskuler terjadi Hipertermi atau
peningkatan suhu tubuh.
3) B3 (Brain)
Penginderaan Pupil isokhor, biasanya keluar cairan pada telinga, terjadi
gangguan penciuman.
4) B4 (Bladder)
27
Perkemihan Tidak ada kelainan
5) B5 (Bowel)
Pencernaan Nafsu makan menurun, porsi makan tidak habis Minum
sedikit, nyeri telan pada tenggorokan.
6) B6 (Bone)
Warna kulit kemerahan.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada
saluran pernafasan, aadanya secret.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
mekanik dari jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi
secret.
3. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
4. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh
anak, hospitalisasi pada anak.
2.3.2 Intervensi Keperawatan
DX : 1
Tujuan : Pola nafas kembali efektif dengan
Kriteria hasil : Usaha nafas kembali normal dan meningkatnya suplai oksigen
ke paru-paru.
No Intervensi Rasional
1. Observasi tanda vital, adanya
cyanosis, serta pola, kedalaman
dalam pernafasan
Sebagai dasar dalam menentukan
intervensi selanjutnya
2. Berikan posisi yang nyaman
pada pasien
Semi fowler dapat meningkatkan
ekspansi paru dan memperbaiki
ventilasi
3. Ciptakan dan pertahankan jalan Untuk memperbaiki ventilasi
28
nafas yang bebas.
4. Anjurkan untuk tidak
memberikan minum selama
periode tachypnea
Agar tidak terjadi aspirasi
5. Kolaborasi Pemberian oksigen untuk memenuhi kebutuhan
oksigen
6. Kolaborasi pemberian Nebulizer Mengencerkan sekret dan
memudahkan pengeluaran sekret
7. Pemberian obat bronchodilator Untuk vasodilatasi saluran
pernapasan
DX : 2
Tujuan : Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret
Kriteria Hasil : Jalan nafas yang bersih dan patent, meningkatnya pengeluaran
sekret, suara napas bersih
No Intervensi Rasional
1. Kaji bersihan jalan napas klien Sebagai indicator dalam
menentukan tindakan
selanjutnya
2. Auskultasi bunyi napas Ronchi menandakan adanya
sekret pada jaan nafas
3. Berikan posisi yang nyaman Mencegah terjadinya aspirasi
sekret (semiprone dan side lying
position).
4. Lakukan suction sesuai indikasi Membantu mengeluarkan sekret
5. Anjurkan keluarga untuk
memberikan air minum yang
hangat
membantu mengencerkan dahak
sehingga mudah untuk
dikelurkan
6. Kolaborasi Pemberian Untuk mengencerkan dahak
29
Ekspectorant
7. Kolaborasi Pemberian antibiotik Mengobati infeksi sehingga
terjadi penurunan produksi
sekret
DX : 3
Tujuan : Nyeri terkontrol atau menghilang
Kriteria Hasil : Nyeri terkontrol ditandai dengan klien melaporkan nyeri
menghilang, ekspresi wajah rileks, klien tidak gelisah dan rewel
No Intervensi Rasional
1. Kaji nyeri yang dirasakan klien,
perhatikan respon verbal dan
nonverbal.
Sebagai indicator dalam
menentukan intervensi
selajutnya
2. Anjurkan keluarga memberikan
minum air hangat
Mengurangi nyeri pada
tenggorokan
3. Berikan lingkungan yang
nyaman
Meningkatkan kenyamanan dan
meningkatkan istirahat
4. Kolaborasi Pemberian antibiotik Mengobati infeksi
5. Kolaborasi pemberian
Ekspectoran
Memudahkan pengeluaran sekret
sehingga mengurang rasa sakit
saat batuk
DX : 4
Tujuan : Keluarga mengalami pengurangan ansietas dan peningkatan melakukan
koping.
30
Kriteria Hasil : Orang tua mengajukan pertanyaan yang tepat, mendiskusikan
kondisi dan perawatan anak dengan tenang, terlibat secara positif
dalam perawatan anak.
No Intervensi Rasional
1. Kenali kekhawatiran dan
kebutuhan orang tua untuk
informasi dukungan.
Sebagai dasar dalam
menentukan tindakan
selanjutnya
2. Gali perasaan keluarga dan
masalah sekitar hospitalisasi
Mengetahui masalah dan
perasaan yang dirasakan oleh
keluarga. Dapat mengurangi
kecemasan
3. Berikan dukungan sesuai
kebutuhan
Dukungan yang adekuat
menghasilkan mekanisme
coping yang efektif
4. Anjurkan kepada keluarga agar
terlibat secara langsung dan aktif
dalam perawatan pasien.
Dapat mengurangi rasa cemas
karena dapat memantau
langsung perkembangan pasiean
5. Jelaskan terapi yang diberikan
dan respon pasien terhadap
terapi yang diberikan.
Peningkatan pengetahuan
mengembangkan kooperatif dan
mengurangi kecemasan
2.3.3 Implementasi Keperawatan
Implementasi/pelaksanaan pada diagnosa keperawatan, mengacu pada
perencanaan yang sudah dibuat. Pelaksanaan rencana tindakan yang telah ditentukan
dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal. Langkah-langkah
persiapan tindakan keperawatan adalah sebagai berikut.
1) Memahami rencana perawatan yang telah ditentukan.
2) Menyiapkan tenaga atau alat yang diperlukan.
3) Menyiapkan lingkungan yang sesuai dengan tindakan yang dilakukan antara
lain : langkah pelaksanaan, sikap yang meyakinkan, sistematika kerja yang
31
tepat, pertimbangan hukum dan etika, tanggung jawab dan tanggung gugat,
mencatat semua tindakan keperawatan yang telah ditentukan.
2.3.4 Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajian ulang
yang telah ditentukan. Tujuannya adalah menentukan kemampuan pasien dalam
mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Evaluasi adalah pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, Christine. 2001). Evaluasi yang diharapkan
pada pasien dengan ISPA adalah :
1. Pola nafas kembali efektif ditandai dengan usaha nafas kembali normal dan
meningkatnya suplai oksigen ke paru-paru.
2. Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret ditandai dengan jalan nafas yang
bersih dan patent, meningkatnya pengeluaran sekret, suara napas bersih.
3. Nyeri terkontrol ditandai dengan klien melaporkan nyeri menghilang,
ekspresi wajah rileks, klien tidak gelisah dan rewel.
4. Keluarga mengalami pengurangan ansietas dan peningkatan melakukan
koping ditandai dengan orang tua mengajukan pertanyaan yang tepat,
mendiskusikan kondisi dan perawatan anak dengan tenang, terlibat secara
positif dalam perawatan anak.