REFARAT ISPA.doc
Transcript of REFARAT ISPA.doc
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit paru merupakan penyakit pernapasan yang bisa menganggu
setiap orang. Tidak terkecuali anak-anak juga bisa terserang penyakit paru. Ada
banyak jenis penyakit paru yang bisa menyerang anak-anak, diantaranya yaitu
infeksi saluran pernapasan akut, bronkitis akut, asma, pneumonia, atelektasis,
emfisema, pneumotoraks, emfiema torasis, dan lain-lain. penyakit paru pada anak
merupakan salah satu penyakit yang cukup meresahkan orang tua. Terkadang
kesibukan orang tua menyebabkan keterlambatan penanganan kesehatan anak
sehingga banyak penderita penyakit paru berusia anak-anak berjatuhan bahkan
meninggal dunia.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan
angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%
pertahun pada golongan usia balita, ISPA juga merupakan salah satu penyebab
utama kunjungan pasien ke sarana kesehatan. Sebanyak 40%-60% kunjungan
berobat di Puskesmas dan 15%-30% kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan
rawat inap rumah sakit disebabkan oleh ISPA. Penyebab ISPA paling berat
disebabkan infeksi Streptococus pneumonia atau Haemophillus influenzae.
Menurut WHO 13 juta anak balita di dunia meninggal setiap tahun dan sebagian
besar kematian tersebut terdapat di Negara berkembang, dimana pneumonia merupakan
1
2
salah satu penyebab utama kematian dengan membunuh 4 juta anak balita setiap tahun
(Depkes, 2000 dalam Asrun, 2006).
Di Indonesia, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) selalu menempati
urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Selain itu
ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Survei
mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005 menempatkan
ISPA/Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan
persentase 22,30% dari seluruh kematian balita (Anonim, 2008).
Berdasarkan uraian di atas, penyakit ISPA merupakan salah satu penyakit
dengan angka kesakitan dan angka kematian yang cukup tinggi, sehingga dalam
penanganannya diperlukan kesadaran yang tinggi baik dari masyarakat maupun
petugas, terutama tentang beberapa faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan.
2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ISPA
2.1.1. Definisi
Menurut Depkes (2004) infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
merupakan istilah yang diadaptasi dari istilah bahasa inggris Acute Respiratory
Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur penting yaitu infeksi, saluran
pernafasan, dan akut. Dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah
masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang
biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernafasan adalah organ
mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus,
rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung
sampai 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun
untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat
berlangsung lebih dari 14 hari.
Berdasarkan pengertian diatas, maka ISPA adalah infeksi saluran
pernafasan yang berlangsung selama 14 hari. Saluran nafas yang dimaksud adalah
organ mulai dari hidung sampai alveoli paru beserta organ adneksanya seperti
sinus, ruang telinga tengah, dan pleura (Habeahan, 2009).
Sistem Saluran Pernapasan
3
4
Menurut Depkes RI (1996) istilah ISPA mengandung tiga unsur, yaitu
infeksi, saluran pernafasan dan akut. Pengertian atau batasan masing-masing
unsur adalah sebagai berikut:
1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh
manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
2. Saluran pernapasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli
beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan
pleura. Dengan demikian ISPA secara otomatis mencakup saluran
pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk
jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan
ini maka jaringan paru-paru termasuk dalam saluran pernafasan
(respiratory tract).
4
5
3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari ini.
Batas 14 hari ini diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk
beberapa penyakit yang dapat digolongakan ISPA proses ini dapat
berlangsung lebih dari 14 hari (Suhandayani, 2007).
2.1.2. Epidemiologi
Pada akhir tahun 2000, ISPA mencapai enam kasus di antara 1000 bayi
dan balita. Tahun 2003 kasus kesakitan balita akibat ISPA sebanyak lima dari
1000 balita (Oktaviani, 2009). Setiap anak balita diperkirakan mengalami 3-6
episode ISPA setiap tahunnya dan proporsi kematian yang disebabkan ISPA
mencakup 20-30% (Suhandayani, 2007). Untuk meningkatkan upaya perbaikan
kesehatan masyarakat, Departemen Kesehatan RI menetapkan 10 program
prioritas masalah kesehatan yang ditemukan di masyarakat guna mencapai tujuan
Indonesia Sehat 2010, dimana salah satu diantaranya adalah Program Pencegahan
Penyakit Menular termasuk penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Depkes
RI, 2002).
2.1.3. Etiologi
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia.
Bakteri penyebabnya antara lain dari genus Streptococcus, Stafilococcus,
Pnemococcus, Hemofilus, Bordetella dan Corinebakterium. Virus penyebabnya
antara lain golongan Micsovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus,
Micoplasma, Herpesvirus.
5
6
Sumber : http://www.kcom.edu/faculty/chamberlain/website/lectures/intraurt.htm.
Penyebab lainnya, yaitu :
a. Agent
Infeksi dapat berupa flu biasa hingga radang paru-paru. Kejadiannya bisa
secara akut atau kronis, yang paling sering adalah rinitis simpleks,
faringitis, tonsilitis, dan sinusitis. Rinitis simpleks atau yang lebih dikenal
sebagai selesma/common cold/koriza/flu/pilek, merupakan penyakit virus
yang paling sering terjadi pada manusia. Penyebabnya adalah virus
Myxovirus, Coxsackie, dan Echo. Berdasarkan hasil penelitian Isbagio
(2003), mendapatkan bahwa bakteri Streptococcus pneumonie adalah
bakteri yang menyebabkan sebagian besar kematian 4 juta balita setiap
tahun di negara berkembang. Isbagio ini mengutip penelitian WHO dan
UNICEF tahun 1996, di Pakistan didapatkan bahwa 95% S.pneumococcus
6
7
kehilangan sensitivitas paling sedikit pada satu antibiotika, hampir 50%
dari bakteri yang diperiksa resisten terhadap kotrimoksasol yang
merupakan pilihan untuk mengobati infeksi pernafasan akut. Demikian
pula di Arab Saudi dan Spanyol 60% S. pneumonie ditemukan resisten
terhadap antibiotika.
Berdasarkan hasil penelitian Parhusip (2004), yang meneliti
spektrum dari 101 penderita infeksi saluran pernafasan bagian bawah di
BP4 Medan didapatkan bahwa semua penderita terlihat hasil biakan
positif, pada dua penderita dijumpai tumbuh dua galur bakteri sedangkan
yang lainnya hanya tumbuh satu galur. Bakteri gram positif dijumpai
sebanyak 54 galur (52,4%) dan bakteri gram negatif 49 galur (47,6%).
Dari hasil biakan terlihat bahwa yang terbanyak adalah bakteri
Streptococcus viridans 38 galur sebesar 36,89%, diikuti oleh Enterobacter
aerogens 19 galur sebesar 18,45%, Pseudomonas aureginosa 16 galur
sebesar 15,53%, Klebsiella sp 14 galur sebesar 13,59%, Stapilococcus
aureus 13 galur sebesar 12,62%, Pneumococcus 2 galur sebesar 1,94%,
dan Sreptococcus pneumonie 1 galur sebesar 0,97%.
b. Manusia
1. Umur
Berdasarkan hasil penelitian Daulay (1999) di Medan, anak berusia
dibawah 2 tahun mempunyai risiko mendapat ISPA 1,4 kali lebih besar
dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Keadaan ini terjadi karena anak
7
8
di bawah usia 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan lumen saluran
nafasnya masih sempit.
2. Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian Kartasasmita (2003), menunjukkan
bahwa tidak terdapat perbedaan prevalensi, insiden maupun lama ISPA
pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Namun menurut beberapa
penelitian kejadian ISPA lebih sering didapatkan pada anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan, terutama anak usia muda, dibawah 6
tahun.
3. Status Gizi
Di banyak negara di dunia, penyakit infeksi masih merupakan
penyebab utama kematian terutama pada anak dibawah usia 5 tahun. Akan
tetapi anak-anak yang meninggal karena penyakit infeksi itu biasanya
didahului oleh keadaan gizi yang kurang memuaskan. Rendahnya daya
tahan tubuh akibat gizi buruk sangat memudahkan dan mempercepat
berkembangnya bibit penyakit dalam tubuh.
4. Berat Badan Lahir
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ditetapkan sebagai suatu berat
lahir <2.500 gram. Menurut Tuminah (2009), bayi dengan BBLR
mempunyai angka kematian lebih tinggi dari pada bayi dengan berat
8
9
≥2500 gram saat lahir selama tahun pertama kehidupannya. Pneumonia
adalah penyebab kematian terbesar akibat infeksi pada bayi baru lahir.
5. Status ASI Eksklusif
Air Susu Ibu (ASI) dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang
bayi kaya akan faktor antibodi untuk melawan infeksi-infeksi bakteri dan
virus, terutama selama minggu pertama (4-6 hari) payudara akan
menghasilkan kolostrum, yaitu ASI awal mengandung zat kekebalan
(Imunoglobulin, Lisozim, Laktoperin, bifidus factor dan sel-sel leukosit)
yang sangat penting untuk melindungi bayi dari infeksi.
Bayi (0-12 bulan) memerlukan jenis makanan ASI, susu formula,
dan makanan padat. Pada enam bulan pertama, bayi lebih baik hanya
mendapatkan ASI saja (ASI Eksklusif) tanpa diberikan susu formula. Usia
lebih dari enam bulan baru diberikan makanan pendamping ASI atau susu
formula, kecuali pada beberapa kasus tertentu ketika anak tidak bisa
mendapatkan ASI, seperti ibu dengan komplikas postnatal.
6. Status Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk melindungi seseorang terhadap
penyakit menular tertentu agar kebal dan terhindar dari penyakit infeksi
tertentu. Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran bahwa
pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan
kesehatan anak.
9
10
Imunisasi bermanfaat untuk mencegah beberapa jenis penyakit
seperti, POLIO (lumpuh layu), TBC (batuk berdarah), difteri, liver (hati),
tetanus, pertusis.
c. Lingkungan
1. Kelembaban Ruangan
Berdasarkan KepMenKes RI No. 829 tahun 1999 tentang
kesehatan perumahan menetapkan bahwa kelembaban yang sesuai untuk
rumah sehat adalah 40- 70%, optimum 60%.
Hasil penelitian Chahaya, dkk di Perumnas Mandala Medan
(2004), dengan desain cross sectional didapatkan bahwa kelembaban
ruangan berpengaruh terhadap terjadinya ISPA pada balita. Berdasarkan
hasil uji regresi, diperoleh bahwa factor kelembaban ruangan mempunyai
exp (B) 28,097, yang artinya kelembaban ruangan yang tidak memenuhi
syarat kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar
28 kali.
2. Suhu Ruangan
Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu
optimum 18- 300C. Hal ini berarti, jika suhu ruangan rumah dibawah
180C atau diatas 300C keadaan rumah tersebut tidak memenuhi syarat.
Suhu ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko
terjadinya ISPA pada balita sebesar 4 kali.
10
11
3. Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah
menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini
berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut
tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 di
dalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi
penghuninya menjadi meningkat.30 Sirkulasi udara dalam rumah akan
baik dan mendapatkan suhu yang optimum harus mempunyai ventilasi
minimal 10% dari luas lantai.
4. Penggunaan Anti Nyamuk
Penggunaan Anti nyamuk sebagai alat untuk menghindari gigitan
nyamuk dapat menyebabkan gangguan saluran pernafasan karena
menghasilkan asap dan bau tidak sedap. Adanya pencemaran udara di
lingkungan rumah akan merusak mekanisme pertahanan paru-paru
sehingga mempermudah timbulnya gangguan pernafasan.
5. Bahan Bakar Untuk Memasak
Bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari dapat
menyebabkan kualitas udara menjadi rusak. Kualitas udara di 74% tidak
memenuhi standar nasional pada tahun 2002, hal ini menimbulkan
terjadinya peningkatan penyakit paru dan penyakit paru ini telah
menyebabkan 1,3 juta kematian.
11
12
6. Keberadaan Perokok
Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok
pasif. Asap rokok terdiri dari 4.000 bahan kimia, 200 diantaranya
merupakan racun antara lain Carbon Monoksida (CO), Polycyclic
Aromatic Hydrocarbons (PAHs) dan lain-lain.
7. Status Ekonomi dan Pendidikan
Persepsi masyarakat mengenai keadaan sehat dan sakit berbeda
dari satu individu dengan individu lainnya. Bagi seseorang yang sakit,
persepsi terhadap penyakitnya merupakan hal yang penting dalam
menangani penyakit tersebut.
2.1.4. Patofisiologi
2.1.5. Klasifikasi
a. Kelompok umur < 2 bulan, diklasifikasikan atas :
1) Pneumonia berat: bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti
menyusu (jika sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk
yang tidak wajar atau sulit bangun, stridor pada anak yang tenang, mengi,
demam (38ºC atau lebih) atau suhu tubuh yang rendah (di bawah 35,5 ºC),
pernafasan cepat 60 kali atau lebih per menit, penarikan dinding dada
berat, sianosis sentral (pada lidah), serangan apnea, distensi abdomen dan
abdomen tegang.
12
13
2) Bukan pneumonia: jika anak bernafas dengan frekuensi kurang dari 60 kali
per menit dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti diatas.
b. Kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun, diklasifikasikan atas :
1) Pneumonia sangat berat: batuk atau kesulitan bernafas yang disertai
dengan sianosis sentral, tidak dapat minum, adanya penarikan dinding
dada, anak kejang dan sulit dibangunkan.
2) Pneumonia berat: batuk atau kesulitan bernafas dan penarikan dinding
dada, tetapi tidak disertai sianosis sentral dan dapat minum.
3) Pneumonia: batuk (atau kesulitan bernafas) dan pernafasan cepat tanpa
penarikan dinding dada.
4) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa): batuk (atau kesulitan bernafas)
tanpa pernafasan cepat atau penarikan dinding dada.
5) Pneumonia persisten: anak dengan diagnosis pneumonia tetap sakit
walaupun telah diobati selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang
adekuat dan antibiotik yang sesuai, biasanya terdapat penarikan dinding
dada, frekuensi pernafasan yang tinggi, dan demam ringan.
c. Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomi
1) Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA)
Infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring, seperti pilek,
otitismedia, faringitis.
13
14
2) Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA)
Infeksi yang menyerang mulai dari bagian epiglotis atau laring sampai
dengan alveoli, dinamakan sesuai dengan organ saluran nafas, seperti
epiglotitis, laringitis, laringotrakeitis, bronkitis, bronkiolitis, pneumonia.
a. Pneumonia
Definisi : Penyakit peradangan parenkim paru yang meliputi
alveolus dan jaringan interstitial.
Patofisiologi : Pneumonia terjadi akibat inhalasi atau aspirasi
mikroorganisme melalui jalan nafas, aliran darah, aspirasi benda asing,
transplasental atau selama persalinan pada neonatus.
Etiologi :
Anak usia <3bln : Streptokokus grup B, Streptokokus Aureus,
C. Trakomatis, bakteri gram negatif.
Anak usia 3bln-5th : S. Pneumonia, H. Influenzae
Anak usia > 5th : M. Pneumonia, C. Pneumonia, S.pneumonia,
H.influenzae.
Gejala : Batuk, sesak nafas yang timbul mendadak, demam, nyeri dada
(pleuritik), espektorasi purulen.
Pemeriksaan fisik : demam (>39°c), dispneu, takipneu, nafas cuping
hidung, sianosis.
Pemeriksaan paru : retraksi dinding dada, perkusi sonor sampai redup.
Pemeriksaan penunjang :
14
15
Darah tepi : lekositosis dengan hitung jenis bergeser ke kiri.
Analisa gas darah : hipoksemia, Asidosis respiratorik.
Foto thorax : infiltrat alveolar, konsolidasi (pneumonia lobaris),
penebalan pleura (pleuritis)
Diagnosis banding :
Bronkiolitis
Payah jantung
Aspirasi benda asing
Abses paru
Diagnosis banding pada bayi :
Meningitis
Ileus
b. Bronkiolitis
Definisi : infeksi akut pada bronkiolus ditandai dengan obstruksi
inflamasi pada saluran nafas. Sering pada anak < 2 th.
Etiologi : Respiratory syncytial virus, virus parainfluenzae, adenovirus,
mikoplasma, virus influenzae.
Patogenesis : invasi virus pada bronkiolus edema, akumulasi mukus
& debris seluler obstruksi saluran nafas kecil.
Anamnesis : pada anak usia < 2 th dengan sesak nafas, mengi ygang
timbul mengikuti ISPA
Pemeriksaan fisik : demam ringan, takipneu, sianosis, nafas cuping
hidung.
15
16
Pemeriksaan paru : suara vesikuler menurun, ekspirium di perpanjang,
wheezing.
Pemeriksaan penunjang
Analisa gas darah : pCO2 tinggi
Foto thorax AP-lateral : normal atau emfisematosa (hiperinflasi
paru), Atelektasis sekunder (obstruksi/inflamasi)
Diagnosis banding : Asma bronkiale, Aspirasi benda asing,
bronkopneumonia, Gagal jantung, Miokarditis.
c. Bronkitis
Definisi : Proses keradangan pada bronkus
Etiologi :
Infeksi : virus (Parainfluenza), bakteri (streptococcus), dan
fungi (monilia)
Alergi : Asma
Kimiawi : Aspirasi susu, aspirasi isi lambung, Asap rokok,
uap/gas yang merangsang.
Gejala klinis :
Didahului ISPaA (virus)
Batuk pilek 3-4 hari
Sifat batuk : kering yang disertai nyeri/panas subternal, riak
jernih purulen setelah 10 hari menjadi encer lalu hilang, dapat
disertai muntah-muntah.
16
17
Pemeriksaan penunjang :
Foto thorax : peningkatan corak bronkovaskuler / bisa juga
normal.
Laboratorium : Leukosit meningkat / normal
Penatalaksanaan :
kontrol batuk agar sekret encer dengan perbanyak minum,
pemberian uap/mukolitik bila perlu diikuiti dengan fisioterafi
dada.
Antibiotik diberikan jika ada kecurigaan infeksi sekunder
(Ampicilline, Cloxacilline, Chloramphenichole, Erythomycine)
Pemberian antitusif dan antihistamin harus diawasi, karena
dapat mengakibatkan sekret menjadi kental sehingga dapat
menimbulkan atelektasis/pneumonia.
2.1.5. Gejala klinis
Penyakit saluran pernapasan atas dapat memberikan gejala klinik yang
beragam, antara lain:
1) Gejala koriza (coryzal syndrome), yaitu pengeluaran cairan (discharge)
nasal yang berlebihan, bersin, obstruksi nasal, mata berair, konjungtivitis
ringan. Sakit tenggorokan (sore throat), rasa kering pada bagian posterior
palatum mole dan uvula, sakit kepala, malaise, nyeri otot, lesu serta rasa
kedinginan (chilliness), demam jarang terjadi.
2) Gejala faringeal, yaitu sakit tenggorokan yang ringan sampai berat.
Peradangan pada faring, tonsil dan pembesaran kelenjar adenoid yang
17
18
dapat menyebabkan obstruksi nasal, batuk sering terjadi, tetapi gejala
koriza jarang. Gejala umum seperti rasa kedinginan, malaise, rasa sakit di
seluruh badan, sakit kepala, demam ringan, dan parau (hoarseness).
3) Gejala faringokonjungtival yang merupakan varian dari gejala faringeal.
Gejala faringeal sering disusul oleh konjungtivitis yang disertai fotofobia
dan sering pula disertai rasa sakit pada bola mata. Kadang-kadang
konjungtivitis timbul terlebih dahulu dan hilang setelah seminggu sampai
dua minggu, dan setelah gejala lain hilang, sering terjadi epidemi.
4) Gejala influenza yang dapat merupakan kondisi sakit yang berat. Demam,
menggigil, lesu, sakit kepala, nyeri otot menyeluruh, malaise, anoreksia
yang timbul tiba-tiba, batuk, sakit tenggorokan, dan nyeri retrosternal.
Keadaan ini dapat menjadi berat. Dapat terjadi pandemi yang hebat dan
ditumpangi oleh infeksi bakterial.
5) Gejala herpangina yang sering menyerang anak-anak, yaitu sakit
beberapa hari yang disebabkan oleh virus Coxsackie A. Sering
menimbulkan vesikel faringeal, oral dan gingival yang berubah menjadi
ulkus.
6) Gejala obstruksi laringotrakeobronkitis akut (cruop), yaitu suatu
kondisi serius yang mengenai anak-anak ditandai dengan batuk, dispnea,
dan stridor inspirasi yang disertai sianosis (Djojodibroto, 2009).
18
19
2.1.6. Faktor resiko
Berdasarkan hasil penelitian, ISPA yang terjadi pada ibu dan anak
berhubungan dengan penggunaan bahan bakar untuk memasak dan kepadatan
penghuni rumah, demikian pula terdapat pengaruh pencemaran di dalam rumah
terhadap ISPA pada anak dan orang dewasa. Pembakaran pada kegiatan rumah
tangga dapat menghasilkan bahan pencemar antara lain asap, debu, grid (pasir
halus) dan gas (CO dan NO). Demikian pula pembakaran obat nyamuk,
membakar kayu di dapur mempunyai efek terhadap kesehatan manusia terutama
Balita baik yang bersifat akut maupun kronis. Gangguan akut misalnya iritasi
saluran pernafasan dan iritasimata.
Faktor lingkungan rumah seperti ventilasi juga berperan dalam penularan
ISPA, dimana ventilasi dapat memelihara kondisi atmosphere yang
menyenangkan dan menyehatkan bagi manusia. Suatu studi melaporkan bahwa
upaya penurunan angka kesakitan ISPA berat dan sedang dapat dilakukan di
antaranya dengan membuat ventilasi yang cukup untuk mengurangi polusi asap
dapur dan mengurangi polusi udara lainnya termasuk asap rokok. Anak yang
tinggal di rumah yang padat (<10m2/orang) akan mendapatkan risiko ISPA
sebesar 1,75 kali dibandingkan dengan anak yang tinggal dirumah yang tidak
padat.
2.1.7. Penatalaksanaan
Menurut Rasmaliah (2005) penatalaksan ISPA ada tiga:
1. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,
oksigen dan sebagainya.
19
20
2. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol per oral. Bila penderita
tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian
kotrimoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik
pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
3. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan
di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat
batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti
kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat
penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila
pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat)
disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai
radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik
(penisilin) selama 10 hari.
Perawatan dirumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya
yang menderita ISPA:
1. Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan
memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan
dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap
6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai
dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan
20
21
kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak
perlu air es).
2. Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional
yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½
sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
3. Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-
ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah.
Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
4. Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih
banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak,
kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.
Pencegahan dan Pemberantasan
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
1. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
2. Immunisasi.
3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
4. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
21
22
BAB III
KESIMPULAN
ISPA adalah suatu penyakit pernafasan akut yang ditandai dengan gejala
batuk, pilek, serak, demam dan mengeluarkan ingus atau lendir yang berlangsung
sampai dengan 14 hari. Menurut derajat keparahannya ISPA dapat di bagi menjadi
3 golongan yaitu ISPA ringan, ISPA sedang dan ISPA berat. Faktor resiko yang
mempengaruhi atau mempermudah terjadinya ISPA secara umum ada 3 faktor
yaitu keadaan sosial ekonomi dan cara mengasuh atau mengurus anak, keadaan
gizi dan cara pemberian makan, kebiasaan merokok dan pencemaran udara. Selain
ketiga faktor tersebut sanitasi rumah juga sangat mempengaruhi dalam kejadian
ISPA pada balita. Sanitasi rumah meliputi ventilasi, penerangan, kepadatan
hunian dan suhu ruangan.
Karena ISPA merupakan penyebab utama kematian pada balita, maka
diharapkan penanganannya dapat diprioritaskan. Disamping itu pemberian
penyuluhan kepada ibu-ibu tentang penyakit ISPA perlu ditingkatkan dan
dilaksanakan secara berkesinambungan.
22
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Acute upper respiratory tract infections (URTIs). Dalam: Chapman S,
Stephen G, Stradling J, West S. Oxford Handbook of Respiratory
Medicine 1st Edition. Oxford: Oxford University Press.: 2005.hlm:448-51
2. DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan
Penyakit InfeksiSaluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta.2003
3. Kajian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita. Universitas
sumatera Utara. Available from :
http://library.usu.ac.id/index.php?option=com_journal_review.[Accessed
22 April 2010]
4. Kumar, V., et al., 2007. Paru dan Saluran Napas Atas. In: Hartanto, H., ed.
Buku Ajar Patologi. Jakarta: EGC
5. Ranuh, IG. G, Pendekatan Risiko Tinggi Dalam Pengelolaan Pelayanan
Kesehatan Anak. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak. FK-
UNAIR Santosa, G.
6. Depkes RI. 2005.Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan Depkes RI. Jakarta.
7. Rasmaliah. 2005. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan
Penanggulangannya. www.fkusu.org/fkm infeksi saluran nafas. Diakses
tanggal 23 november 2008
23