penyebab tidak migrasi

30
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MASYARAKAT SEKITAR KAWASAN BENCANA LUMPUR LAPINDO UNTUK TIDAK MIGRASI (Studi Kasus di Desa Gempolsari, Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo) OLEH : MUHAMMAD NURUL ALAM HASYIM 12.7268

description

mengenai penduduk lapindo yang tidak migrasi

Transcript of penyebab tidak migrasi

Page 1: penyebab tidak migrasi

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MASYARAKAT

SEKITAR KAWASAN BENCANA LUMPUR LAPINDO

UNTUK TIDAK MIGRASI

(Studi Kasus di Desa Gempolsari, Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo)

OLEH :

MUHAMMAD NURUL ALAM HASYIM

12.7268

SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK

JAKARTA

2015

Page 2: penyebab tidak migrasi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bencana lumpur Lapindo merupakan bencana yang terjadi di Kabupaten

Sidoarjo yang diakibatkan oleh menyemburnya lumpur panas dari lokasi

pengeboran yang dilakukan oleh sebuah perusahaan minyak dan gas, yaitu PT

Lapindo Brantas Inc. Kejadian menyemburnya lumpur panas ini terjadi pada 29

Mei 2006 di desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo.

Menurut BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo), pada awal terjadinya

semburan lumpur panas, volume semburan mencapai 100 ribu m3 perhari. Dengan

volume semburan seperti itu, dalam jangka waktu setahun genangan lumpur

Lapindo telah berhasil menenggelamkan empat desa, yaitu: Renokengongo,

Siring, Jatirejo (Kecamatan Porong) dan Kedungbendo (Kecamatan

Tanggulangin).

Sudah sekitar 8 tahun lumpur Lapindo terus menyembur dari perut Bumi.

Namun, saat ini semburan lumpur Lapindo mengalami penurunan. Volume

semburan lumpur Lapindo sekarang berkisar anatara 30-60 m3 perhari (BPLS).

Lumpur panas yang awalnya hanya menggenangi 4 desa, sekarang desa yang

tergenang lumpur panas sudah mencapai 16 desa di 3 kecamatan, yaitu

Kecamatan Porong, Kecamatan Tanggulangin, dan Kecamatan Jabon. Total warga

yang dievakuasi sebanyak lebih dari 8.200. Selain itu, beberapa desa yang

mengalami dampak paling parah, seperti desa Renokenongo, Jatirejo, dan

Kedungbendo akan dihapus daerah administrasinya.

Hingga saat ini semburan lumpur panas tersebut menyebabkan banyak

kerugian yang harus dialami oleh berbagai pihak, terutama warga yang tinggal di

sekitar lokasi semburan lumpur. Sehingga, tak sedikit dari warga di sekitar

tanggul yang memutuskan untuk mencari tempat tinggal baru. Ravenstein (dalam

Puspitasari:2010) mengungkapkan bahwa Faktor yang paling dominan

mempengaruhi seseorang untuk migrasi adalah sulitnya memperoleh pendapatan

di daerah asal dan kemungkinan untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik di

Page 3: penyebab tidak migrasi

daerah tujuan. Bagi masyarakat korban lumpur Lapindo yang kehilangan lahan

pertaniannya, akan merasa kesulitan dalam menafkahi keluarga mereka. Selain

itu, para warga yang bekerja ke luar desa juga merasakan imbasnya, karena jalan

yang biasa dilaluinya mengalami kerusakan dan tidak sedikit yang terpaksa

ditutup.

Namun, meskipun banyak dampak negatif yang telah dirasakan oleh para

korban lumpur Lapindo, tak sedikit warga yang memutuskan untuk tetap tinggal.

Warga Desa Gempolsari adalah salah satu contohnya. Desa Gempolsari

merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten

Sidoarjo dan lokasinya cukup dekat dengan tanggul penampungan lumpur

Lapindo, bahkan sebagian wilayahnya sudah terendam lumpur. Tidak seperti

warga desa yang lain, warga Desa Gempolsari yang memutuskan untuk tidak

meninggalkan desanya jumlahnya cukup banyak.

Ada berbagai alasan yang menyebabkan mereka untuk memutuskan tetap

tinggal di desa mereka. Di antaranya adalah uang ganti rugi dari pemerintah yang

pelunasannya belum mencapai 100%. Untuk membangun rumah baru sekaligus di

lokasi yang baru dipengaruhi oleh kemampuan kondisi sosial ekonomi

masyarakat tersebut (Arifien, 2000). Oleh karena itu, mereka nekat bertahan di

desanya untuk menunggu pelunasan uang ganti rugi dari pemerintah. Selain

masalah pelunasan ganti rugi, masih terdapat faktor-faktor lain yang

menyebabkan masyarakat Desa Gempolsari tetap bertahan di desanya.

Dengan melihat fenomena yang terjadi di Desa Gempolsari tersebut peneliti

ingin mengetahui seberapa besar pengaruh dari bencana lumpur Lapindo terhadap

pola migrasi warga Desa Gempolsari dan faktor-faktor yang menyebabkan mereka

untuk tidak mencari tempat tinggal baru.

Page 4: penyebab tidak migrasi

1.2 Identifikasi dan Pembatasan Permasalahan Penelitian

Di dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan permasalahan pada

masyarakat Desa Gempolsari yang masih menetap di desa Gempolsari dan belum

pindah/migrasi ke desa lain serta mencari faktor-faktor yang mempengaruhi hal

tersebut. Sedangkan untuk warga Desa Gempolsari yang sudah pindah/migrasi ke

desa lain, peneliti hanya melihat pola/tren tingkat migrasinya dan tidak meneliti

lebih jauh, dikarenakan terlalu sulit untuk melacak atau menemukan tempat

tinggal mereka yang baru. Rentang waktu yang digunakan untuk melihat pola/tren

migrasi warga Desa Gempolsari adalah selama terjadinya bencana lumpur

Lapindo, atau pada tahun 2006 hingga tahun 2014 (tahun 2015 tidak dipilih

karena keterbatasan data).

1.3 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pola migrasi masyarakat Desa Gempolsari selama terjadi

bencana lumpur Lapindo?

2. Faktor apa saja yang mempengaruhi masyarakat Desa Gempolsari untuk

tidak migrasi?

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pola migrasi masyarakat Desa Gempolsari selama

terjadi bencana lumpur Lapindo

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat Desa

Gempolsari untuk tidak migrasi?

1.5 Manfaat Penelitian

1. Diharapkan dapat membantu pemerintah dalam menentukan kebijakan

dan bantuan yang tepat dan efisien untuk menanggulangi masalah yang

dialami warga Desa Gempolsari akibat bencana lumpur Lapindo

2. Diharapkan dapat menjadi referensi/rujukan untuk penelitian lebih lanjut

mengenai faktor-faktor yang menyebabkan korban suatu bencana untuk

tidak melakukan migrasi ke tempat lain

Page 5: penyebab tidak migrasi

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Teori

A. Migrasi

Migrasi merupakan salah satu variabel demografi yang dapat mempengaruhi

jumlah penduduk di suatu wilayah. Migrasi menurut Susilo (2006:131) adalah

perpindahan dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain

melampaui batas politik/negara atau batas bagian dalam satu negara. Susilo

(2006:129) menyatakan bahwa persoalan migrasi menjadi faktor yang “up to

date” dalam menggerakkan perubahan-perubahan kependudukan dewasa ini. Hal

ini dikarenakan kemajuan teknologi dan informasi yang menyebabkan masyarakat

semakin mudah dalam melakukan perpindahan jarak dekat maupun jarak jauh.

PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) memberikan batasan migrasi sebagai

suatu bentuk mobilitas geografi (geographic mobility) atau mobilitas keruangan

(spatial mobility) dari suatu geografi ke unit geografi lainnya, yang menyangkut

suatu perubahan tempat kediaman secara permanen dari tempat asal atau tempat

keberangkatan ke tempat tujuan atau tempat yang didaatangi (United Nation,

1958:46). Dalam buku pedoman migrasi, PBB memberikan batasan bahwa migran

adalah seseorang yang berpindah tempat kediaman dari suatu unit geografis atau

politis tertenu ke unit geografis atau politis yang lain (United Nation, 1970:2)

Menurut BPS (Badan Pusat Statistik) seorang disebut migran apabila orang

tersebut bergerak melintasi batas provinsi menuju ke provinsi lain, dan lamanya

tinggal di tempat tujuan tersebut adalah enam bulan atau lebih. Atau dapat pula,

seseorang itu disebut migran walau berada di tempat tujuan kurang dari enam

bulan, tetapi orang tersebut berniat tinggal menetap atau tinggal lebih dari enam

bulan.  BPS juga membagi tiga jenis migran antar propinsi, yaitu :

1. Migran semasa hidup (life time migrant) adalah mereka yang pindah dari

tempat lahir ke tempat tinggal sekarang tanpa melihat kapan pindahnya. Dalam

teori ini migrasi diperoleh dari keterangan tempat lahir dan tempat tinggal

Page 6: penyebab tidak migrasi

sekarang, jika kedua keterangan ini berbeda maka termasuk migrasi semasa

hidup.

2. Migran risen (recent migrant) adalah mereka yang pernah pindah dalam kurun

5 tahun terakhir (mulai dari 5 tahun sebelum pencacahan). Keterangan ini

diperoleh dari pertanyaan tempat tinggal tahun yang lalu dan tempat tinggal

sekarang. Jika kedua tempat berlainan maka dikategorikan sebagai migran

risen yang juga merupakan bagian dari migrasi total, hanya saja waktunya

dalam kurun 5 tahun terakhir.

3. Migran total adalah mereka yang pernah pindah, sehingga tempat tinggal

sebelumnya berbeda dengan tempat tinggal sekarang. Keterangan ini diperoleh

dari tempat tinggal sebelumnya dan tempat tinggal sekarang. Ada

kemungkinan tempat tinggal sebelumnya sama dengan tempat lahir dan ada

juga kemungkinan tidak sama sehingga migrasi semasa hidup termasuk migrasi

total.

Sedangkan menurut Mantra (1985:157) mobilitas penduduk dapat dibagi

menjadi dua, yaitu mobilitas permanen atau migrasi dan mobilitas non permanen

atau mobilitas sirkuler. Migrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu wilayah

lain dengan maksud untuk menetap di daerah tujuan. Sedangkan mobilitas non

permanen adalah pergerakan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain dengan

tidak ada niatan untuk menetap di daerah tujuan. Pindahnya penduduk ke suatu

daerah tujuan disebut dengan migrasi masuk. Sedangkan perpindahan penduduk

keluar dari suatu daerah disebut dengan migrasi keluar (Depnaker, 1995).

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi

Dalam melakukan migrasi, seseorang pastinya memiliki suatu alasan atau

penyebab yang cukup logis untuk migrasi. Penyebab atau faktor tersebut dapat

berasal dari tempatnya sekarang atau dari tempat yang akan ia tuju. Menurut

Everet S. Lee (1966) migrasi dalam arti luas adalah perubahan tempat tinggal

secara permanen atau semi permanen. Disini tidak ada pembatasan, baik pada

jarak perpindahan maupun sifatnya, yaitu apakah perbedaan itu bersifat sukarela

atau terpaksa. Jadi migrasi adalah gerakan penduduk dari suatu tempat ke tempat

lain dengan ada niatan menetap di daerah tujuan. Tanpa mempersoalkan jauh

Page 7: penyebab tidak migrasi

dekatnya perpindahan, mudah atau sulit, setiap migrasi mempunyai tempat asal,

tempat tujuan dan bermacam-macam rintangan yang menghambat.

Faktor-faktor migrasi :

1. Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal.

2. Faktor-faktor yang terdapat di daerah tujuan.

3. Faktor-faktor penghalang/penghambat

4. Faktor-faktor pribadi (individu)

Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal yang disebut faktor

pendorongseperti adanya bencana alam, panen yang gagal, lapangan kerja

terbatas, keamanan terganggu, kurangnya sarana pendidikan. Faktor-faktor yang

terdapat di tempat tujuan yang disebut faktor penarik seperti tersedianya lapangan

kerja, upah tinggi, tersedia sarana pendidikan, kesehatan dan hiburan.

Faktor-faktor penghalang/penghambat merupakan suatu kendala yang harus

dihadapi seseorang apabila akan melakukan migrasi, contohnya adalah jarak

tempuh antara tempat ia sekarang dengan tempat yang akan dituju. Walaupun

masalah jarak ini selalu ada, namun tidak selalu menjadi faktor penghalang.

Rintangn-rintangan tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda-beda pada orang-

orang yang akan migrasi. Ada orang yang memandang rintangan-rintangan

tersebut sebagai hal sepele, tetapi ada juga yang memandang sebagai hal yang

berat yang menghalangi orang untuk pindah. Sedamgkan faktor yang ada pada diri

seseorang disebut faktor individu, misalnya adalah umur, jenis kelamin, status

nikah dan pendidikan.

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa migrasi yang dilakukan oleh

seseorang salah satunya dipengaruhi oleh bencana alam yang terjadi di daerah

asalnya. Namun, tidak semua orang akan memutuskan untuk migrasi ketika

daerahnya terkena bencana. Karena terdapat beberapa faktor lainnya yang harus

dipertimbangkan terlebih dahulu sebelum melakukan migrasi.

Seperti yang diungkapkan Macchi dalam Pratiwi (2009), Kerentanan suatu

sistem (sosial, ekonomi, lingkungan terbangun, dan program pemerintah) dalam

masyarakat yang berada pada daerah rawan bencana akan berpengaruh kepada

keputusan seseorang untuk migrasi atau tidak migrasi.

Page 8: penyebab tidak migrasi

Selanjutnya, peneliti memilih tiga faktor yang dijadikan sebagai acuan

untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan warga Desa

Gempolsari untuk tetap tinggal di desanya, yaitu faktor sosial, faktor ekonomi,

dan faktor program pemerintah. Ketiga faktor tersebut dipilih karena dapat

digunakan dan dapat diujikan terhadap warga Desa Gempolsari.

C. Faktor sosial

Dari beberapa teori para ahli yang telah dijelaskan sebelumnya, variabel-

variabel di bidang sosial yang berpegaruh terhadap keputusan untuk migrasi

adalah tingkat pendidikan, umur dan jenis kelamin.

1.Tingkat Pendidikan

Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara (1889 – 1959) mempunyai

pendapat mengenai definisi pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan

budi pekerti ( karakter, kekuatan bathin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak

selaras dengan alam dan masyarakatnya. Tidak dipungkiri lagi bahwa pada era

modern ini pendidikan dan pengetahuan sangat dibutuhkan dalam melakukan

suatu kegiatan, tak terkecuali dalam membuat suatu keputusan yang imbasnya

dapat dirasakan dalam jangka waktu yang lama.

Dalam membuat keputusan mengenai perpindahan, orang yang memiliki

tingkat pendidikan yang tinggi tentu akan mempunyai pertimbangan yang lebih

matang dibandingkan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.

Menurut Noorderhaven (1995: 49), faktor-faktor luar diri individu yang dapat

mempengaruhi pengambilan keputusan antara lain adalah pendidikan formal dan

pengalaman karir. Hal yang senada juga diungakapkan oleh Arroba (1998 dalam

Kuntadi, 2004: 14). Beliau menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang

mempengaruhi individu dalam proses pengambilan keputusan yang akan

dilakukannya, antara lain : Informasi yang diketahui perihal permasalahan yang

dihadapi, tingkat pendidikan, faktor pribadi, dan pengalaman hidup.

Sedangkan Tingkat pendidikan itu sendiri dapat dibedakan menjadi tiga

tingkatan, yaitu (UU RI tentang Sisdiknas No.20 Tahun 2003, para.2: 11) :

a. Rendah, artinya individu memiliki tingkat pendidikan dasar (SD).

Page 9: penyebab tidak migrasi

b. Sedang atau menengah, artinya individu memiliki tingkat pendidikan

menengah (SLTP dan SLTA).

c. Tinggi, artinya individu memiliki tingkat pendidikan tinggi (S1 keatas).

2.Umur

Variabel umur merupakan variabel sosial selanjutnya yang dapat

mempengaruhi seseorang untuk memutuskan untuk migrasi atau tidak. Menurut

Noorderhaven (1995: 46), faktor-faktor dari dalam diri individu yang dapat

mempengaruhi pengambilan keputusan antara lain adalah kematangan emosi,

kepribadian, intuisi, dan umur.

Keputusan seseorang untuk migrasi memiliki kecenderungan bahwa

semakin muda umur maka semakin besar proporsi mereka yang melakukan

migrasi karena alasan ekonomi. Hal ini diungkapkan oleh Abdullah (1996) yang

menemukan bahwa proporsi mereka yang migrasi didominasi oleh penduduk usia

muda dan produktif.

3. Jenis Kelamin

Pada umumnya, seorang laki-laki lebih berani mengambil suatu keputusan

di bandingkan perempuan. Menurut Millet (dalam Hasan, 2002: 16), faktor-faktor

yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:

a. Pria dan wanita

Pria umumnya bersifat lebih tegas atau berani dan cepat mengambil keputusan

dan wanita pada umumnya relatif lebih lambat dan sering ragu-ragu.

b. Peranan pengambil keputusan

Peranan bagi orang yang mengambil keputusan itu perlu diperhatikan, mencakup

kemampuan mengumpulkan informasi, kemampuan menganalisis dan

menginterpretasikan, kemampuan menggunakan konsep yang cukup luas tentang

perilaku manusia secara fisik untuk memperkirakan perkembangan-perkembangan

hari depan yang lebih baik.

Selain itu, E.G.Ravenstein (2001) mengemukakan bahwa wanita

melakukan nigrasi pada jarak yang dekat dibandingkan pria. Hal ini dapat

diakibatkan karena anggapan masyarakat umum bahwa wanita lebih lemah

Page 10: penyebab tidak migrasi

daripada pria, sehingga kebanyakan wanita tidak memiliki keberanian untuk

melakukan migrasi dengan jarak yang jauh.

D. Faktor ekonomi

Sudah menjadi hal yang klasik bahwa faktor ekonomi mempengaruhi suatu

keadaan seseorang dan mempengaruhi keputusan seseorang dalam melanjutkan

rencana kehidupannya. Dalam pengukuran faktor ekonomi, tingkat pendapatan

adalah hal yang cukup tepat untuk menggambarkan kondisi ekonomi seseorang.

Ravenstein (dalam Puspitasari:2010) mengungkapkan bahwa faktor yang

paling dominan mempengaruhi seseorang untuk migrasi adalah sulitnya

memperoleh pendapatan di daerah asal dan kemungkinan untuk memperoleh

pendapatan yang lebih baik di daerah tujuan.

Tjiptoherjanto dalam Dina (2008) juga menjelaskan bahwa banyak studi

tentang migrasi menunjukkan bahwa alasan migrasi terutama karena alasan

ekonomi, yaitu adanya kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik

dan atau pendapatan yang lebih besar.

E. Faktor program pemerintah

Program pemerintah yang dilihat dalam hal ini adalah suatu kebijakan atau

bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada warga Desa Gempolsari untuk

mengatasi permasalahan para warga akibat bencana lumpur Lapindo. Salah satu

contohnya adalah uang ganti rugi yang seharusnya ditanggung oleh PT Lapindo

ditalangi terlebih dahulu oleh pemerintah dikarenakan PT Lapindo yang tengah

mengalami krisis keuangan dan merasa tidak mampu membayar total ganti rugi

kepada para korban lumpur Lapindo yang mencapai  Rp 3,8 triliun. Pembayaran

uang ganti rugi tersebut tidak bisa dilakukan secara langsung, tetapi dilakukan

secara bertahap. Namun, hingga saat ini masih banyak warga yang belum

menerima uang ganti rugi secara penuh.

Page 11: penyebab tidak migrasi

2.2 Penelitian yang Relevan

Pada sub bab ini akan menjabarkan dan mengevaluasi temuan-temuan pada

studi-studi sebelumnya yang relevan dengan tujuan penelitian ini.

1. Penyebab Tetap Bermukimnya Masyarakat di Kawasan Rawan Banjir

Kelurahan Tanjung Agung Kota Bengkulu oleh Gigih Himbawan (2010)

Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa faktor kerentanan lingkungan

terbangun dan faktor kerentanan sosial berpengaruh secara signifikan terhadap

penyebab tetap bermukimnya responden di kawasan rawan banjir tersebut. Di

mana faktor kerentanan lingkungan terbangun dikaitkan dengan jenis rumah,

sedangkan faktor kerentanan sosial dikaitkan dengan ikatan sosial yang sesuai

dengan teori yang dikemukakan oleh Macchi dalam Pratiwi (2009)

2. Analisis Pengaruh Upah, Lama Migrasi, Umur, dan Tingkat Pendidikan

Terhadap Minat Migrasi Sirkuler Penduduk Salatiga ke Kota Semarang oleh

Putu Ayu Sanis S (2010)

Dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa faktor upah berpengaruh

positif dan signifikan dalam mempengaruhi minat migrasi sirkuler penduduk

Salatiga ke Semarang. Semakin besar upah yang didapat di kota tujuan dibanding

jumlah yang didapat di daerah tujuan, migran akan memilih melakukan migrasi

sirkuler. Faktor lama melakukan migrasi sirkuler dan faktor umur juga

berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap minat migran untuk

melakukan migrasi sirkuler ke Kota Semarang. Semakin tua migran maka mereka

akan lebih memilih untuk menetap karena faktor fisik yang semakin menurun.

Migran juga merasa tidak leluasa lagi menempuh perjalanan jarak jauh dari kota

asal ke kota tujuan.

Selain itu, status pendidikan migran juga berpengaruh secara positif dan

signifikan terhadap probabilitas migran melakukan migrasi sirkuler dari Salatiga

ke Kota Semarang. Responden yang jejang pendidikannya lebih tinggi 1 tingkat,

peluangnya melakukan migrasi sirkuler 3,164 kali lebih besar dari pada responden

dengan jejnajang pendidikan di bawahnya (satu tingkat). Maka semakin tinggi

tingkat pendidikan semakin tinggi pula niat untuk melakukan migrasi sirkuler.

Page 12: penyebab tidak migrasi

Faktor SosialTingkat Pendidikan

UmurJenis Kelamin

Faktor EkonomiPendapatan

Faktor Program PemerintahUang Ganti Rugi

Menetap (Tidak Migrasi)

Atau

Pindah (Migrasi)

Bencana Lumpur Lapindo

Variabel tingkat pendidikan memberi kontribusi terbesar terhadap keputusan

migran untuk melakukan migrasi sirkuler dilihat dari angka Exp (B)-nya yang

paling besar.

2.3 Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian teori dan penelitian-penelitian relevan yang telah

disampaikan di atas, kerangka pikir yang diajukan untuk menjelaskan hubungan-

hubungan antar variabel dependen dan variabel-variabel independen dalam studi

penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut. Variabel dependen dalam penelitian

ini adalah keputusan warga untuk migrasi atau tidak. Variabel dependen tersebut

akan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu faktor sosial, faktor ekonomi, dan faktor

program pemerintah.

Faktor Sosial terdiri dari 3 variabel independen, yaitu: tingkat pendidikan,

umur, dan jenis kelamin. Faktor ekonomi terdiri dari 1 variabel independen, yaitu

pendapatan. Dan yang terakhir adalah faktor program pemerintah yang akan

diwakili oleh uang ganti rugi yang diberikan oleh pemerintah.

Selain kedua variabel tersebut, dalam penelitian ini terdapat variabel antara.

Variabel antara adalah variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan

antara variabel bebas dengan variabel terikat, tetapi tidak dapat diukur. Dalam

penelitian ini yang menjadi variabel antara adalah bencana lumpur Lapindo.

Berikut ini adalah bagan kerangka pikir yang peneliti ajukan:

2.4 Perumusan Hipotesis

Page 13: penyebab tidak migrasi

1. Tingkat Pendidikan berpengaruh terhadap keputusan warga Desa Gempolsari

untuk menetap atau pindah

2. Umur berpengaruh terhadap keputusan warga Desa Gempolsari untuk

menetap atau pindah

3. Jenis Kelamin berpengaruh terhadap keputusan warga Desa Gempolsari

untuk menetap atau pindah

4. Pendapatan berpengaruh terhadap keputusan warga Desa Gempolsari untuk

menetap atau pindah

5. Uang ganti rugi berpengaruh terhadap keputusan warga Desa Gempolsari

untuk menetap atau pindah

BAB III

METODOLOGI

3.1 RancanganPenelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data primer dan sekunder. Data

primer digunakan untuk mengumpulkan data variabel-variabel yang telah

dijelaskan sebelumnya. Sedangkan data sekunder pada penelitian ini digunakan

untuk melihat pola atau tren migrasi masyarakat Desa Gempolsari selama terjadi

bencana lumpur Lapindo (tahun 2006 hingga tahun 2014).

Data primer didapat dari Desa Gempolsari, Kecamatan Tanggulangin,

Kabupaten Sidoarjo. Waktu pelaksanaannya diharapkan dapat dilakukan pada

bulan Juli 2015. Metode penarikan sampel yang akan digunakan adalah metode

SRS (Simple Random Sampling). Metode tersebut dipilih karena peneliti

mengasumsikan bahwa karakteristik dari rumah tangga di Desa Gempolsari cukup

homogen, sehingga cukup menggunakan SRS maka data yang terkumpul akan

cukup representatif. Kerangka sampel yang digunakan untuk penarikan sampel

diperoleh dari data yang ada di Kantor Desa, dan unit sampel yang digunakan

adalah rumah tangga. Jadi, dari seluruh rumah tangga yang ada dipilih akan

dipilih rumah tangga sebanyak n.

Page 14: penyebab tidak migrasi

Unit sampel merupakan unit yang digunakan dalam pemilihan sampel,

dalam penelitian ini yang dijadikan unit sampel adalah rumah tangga. Sedangkan

unit observasi adalah unit yang dijadikan dasar dalam mengumpulkan informasi.

Unit observasi dalam penelitian ini adalah kepala rumah tangga, karena secara

umum kepala rumah tangga merupakan seorang yang membuat suatu kebijakan

dan keputusan mengenai rumah tangganya. Kepala rumah tangga pula yang

diasumsikan memutuskan apakah rumah tangga tersebut perlu untuk migrasi atau

tidak.

Untuk mendapatkan data tingkat migrasi di Desa Gempolsari, peneliti

mengguanakan data yang ada di publikasi BPS Kabupaten Sidoarjo, yaitu buku

Kecamatan Tanggulangin Dalam Angka, mulai tahun 2006 sampai tahun 2014.

Rentang tahun tersebut dipilih untuk melihat pola migrasi warga Desa Gempolsari

selama terjadi bencana lumpur Lapindo. Data yang dapat dikumpulkan dari

publikasi tersebut meliputi migrasi masuk (banyaknya pendatang) dan migrasi

keluar (banyaknya kepindahan).

Namun, dalam publikasi tersebut tidak dicantumkan data mengenai tempat

tujuan warga yang melakukan migrasi keluar, sehingga dari data tersebut yang

dapat dilihat hanya pola atau tren migrasi masyarakat dan tidak bisa diteliti lebih

mendalam mengenai tempat-tempat tujuan mereka.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah dengan cara

wawancara. Metode wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua

pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan

responden yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Dalam hal ini

yang menjadi responden adalah kepala rumah tangga. Metode ini dipilih karena

melibatkan pewawancara (interviewer) sehingga memungkinkan interaksi

langsung antara pewawancara dengan responden. Jika responden tidak memahami

materi pertanyaan dalam kuesioner maka pewawancara bisa menjelaskan maksud

dari materi yang ditanyakan sehingga jawaban yang diperoleh lebih komprehensif

dan menggambarkan kondisi sebenarnya dari responden.

Page 15: penyebab tidak migrasi

Sedangkan alat yang digunakan dalam pengumpulan data, peneliti

menggunakan kuesioner yang di dalamnya mencakup pertanyaan-pertanyaan yang

sesuai dengan variabel yang akan diteliti, yaitu: keputusan untuk tetap tinggal atau

pindah, tingkat pendidikan, umur, jenis kelamin, pendapatan, dan uang ganti rugi.

3.3 Definisi Operasional Variabel-Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang akan diteliti adalah:

1. Keputusan untuk Menetap atau Pindah

Variabel ini digunakan untuk mengetahui apakah rumah tangga tersebut

memutuskan/berkeinginan untuk pindah (migrasi) dalam waktu dekat,

atau masih ingin tetap tinggal (tidak migrasi) di Desa Gempolsari dalam

waktu yang lebih lama.

2. Tingkat Pendidikan,

Tingkat pendidikan di sini yang dimaksud adalah pendidikan terakhir

yang ditamatkan oleh responden (kepala rumah tangga) dan

mendapatkan ijazah, dengan tingkatannya adalah:

1. Tidak/belum pernah sekolah/Tidak tamat SD

2. Tamat SD/MI/sederajat

3. Tamat SMP/MTs/sederajat

4. Tamat SMU/MA/sederajat

5. Tamat Diploma I/II

6. Tamat Diploma III/Akademi

7. Tamat Diploma IV/S1

8. Tamat S2 atau lebih

3. Umur

Umur responden (kepala rumah tangga) dihitung dalam tahun dengan

pembulatan ke bawah atau sama dengan umur pada waktu ulang tahun

yang terakhir

4. Jenis Kelamin

Page 16: penyebab tidak migrasi

Terdiri dari laki-laki dan perempuan, pada saat pengisian di kuesioner

diisi berdasarkan pengakuan responden (kepala rumah tangga)

5. Pendapatan

Dalam penelitian ini pendapatan yang dimaksud adalah balas jasa yang

diterima oleh semua anggota rumah tangga dalam jangka waktu satu

bulan. Balas jasa tersebut dapat berupa sewa, upah atau gaji, bunga uang

ataupun laba.

6. Uang ganti rugi

Uang ganti rugi yang dimaksud adalah total uang ganti rugi sebagai

kompensasi akibat bencana lumpur Lapindo yang telah diterima oleh

rumah tangga tersebut dari pihak PT Lapindo maupun dari pemerintah

3.4 Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

deskriptif dan inferensia. Untuk pengolahan data sekunder yang telah

dikumpulkan, dilakukan dengan bantuan program statistik seperti Microsoft Excel

2013 dan SPSS 20.

Berikut kerangka analisis yang digunakan dalam penelitian:

Page 17: penyebab tidak migrasi

Variabel BebasTingkat Pendidikan

UmurJenis Kelamin

PendapatanUang ganti rugi

Tidak MigrasiMigrasi

Analisis Inferensia

Uji Barlett

Analisis Faktor

Analisis Deskriptif

Kesimpulan

Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif menggunakan analisis berupa tabel, grafik, dan deskripsi

data yang digunakan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan pola tingkat

migrasi (migrasi masuk dan migrasi keluar) masyarakat Desa Gempolsari dari

tahun 2006 hingga tahun 2014. Data yang digunakan dari publikasi BPS,

Kecamatan Tanggulangin Dalam Angka.

Analisis Inferensia

1. Uji Bartlett (Kebebasan Antar Variabel)

Uji Bartlett bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antar

variabel dalam kasus multivariat. Jika variabel X1, X2,…,Xp independent (bersifat

saling bebas), maka matriks korelasi antar variabel sama dengan matriks identitas.

Sehingga untuk menguji kebebasan antar variabel ini, uji Bartlett menyatakan

hipotesis sebagai berikut:

Page 18: penyebab tidak migrasi

H0 : ρ = I

H1 : ρ ≠ I

Statistik Uji :

r k=1

p−1∑i=1

p

rik , k = 1, 2,...,p

r= 2p( p−1)∑∑

i<k

rik

γ̂=( p−1)2 [1−(1−r )2]

p−( p−2)(1−r )2

Dengan :

r k = rata-rata elemen diagonal pada kolom atau baris ke k dari matrik R

(matrik korelasi)

r = rata-rata keseluruhan dari elemen diagonal

Daerah penolakan :

tolak H0 jika

T=(n−1)(1−r )2 [∑∑

i<k

( rik−r )2−γ̂ ∑

k=1

p

(rk−r )2]> χ 2¿

Maka variabel-variabel saling berkorelasi hal ini berarti terdapat hubungan

antar variabel. Jika H0 ditolak maka analisis multivariat layak untuk digunakan

terutama metode analisis komponen utama dan analisis faktor.

2. Analisis Faktor

Dalam studi perilaku dan sosial, peneliti membutuhkan pengembangan

pengukuran untuk bermacam-macam variabel yang tidak dapat diukur secara

langsung, seperti tingkah laku, pendapat, intelegensi, personality dan lain-lain.

Faktor analisis adalah metode yang dapat digunakan untuk pengukuran semacam

itu. (Subash Sharma, 1996).

Tujuan dari analisis faktor adalah untuk menggambarkan hubungan-

hubungan kovarian antara beberapa variabel yang mendasari tetapi tidak teramati,

kuantitas random yang disebut faktor, (Johnson &Wichern, 2002). Vektor random

Page 19: penyebab tidak migrasi

teramati X dengann p komponen, memiliki rata-rataμ dan matrik kovarian ∑

Model analisis faktor adalah sebagai berikut :

X1−μ1=ℓ11 F1+ℓ12 F2+ .. ..+ℓ1 m Fm+ε1

X p−μ p=ℓ p1 F1+ℓp 2 F2+. .. .+ℓ pm Fm+ε p

Atau dapat ditulis dalam notasi matrik sebagai berikut :

X pxl=μ( pxl)+L( pxm )F (mxl )+ε pxl

dengan

μi= rata-rata variabel i

ε i= faktor spesifik ke – i

F j= common faktor ke- j

ℓ i j= loading dari variabel ke – i pada faktor ke-j

Bagian dari varian variabel ke – i dari m common faktor disebut

komunalitas ke – i yang merupakan jumlah kuadrat dari loading variabel ke

– i pada m common faktor (Johnson &Wichern, 2002), dengan rumus :

      hi2=ℓi 1

2 +ℓ i 22 +. .. .+ℓ i m

2               

Tujuan analisis faktor adalah menggunakan matriks korelasi hitungan

untuk:

1. Mengidentifikasi jumlah terkecil dari faktor umum yang mempunyai

penjelasan terbaik atau menghubungkan korelasi diantara variabel indikator.

2. Mengidentifikasi, melalui faktor rotasi, solusi faktor yang paling masuk akal.

3. Estimasi bentuk dan struktur loading, komunality dan varian unik dari

indikator.

4. Intrepretasi dari faktor umum.

5. Jika perlu, dilakukan estimasi faktor skor. (Subash Sharma, 1996).

Page 20: penyebab tidak migrasi

DAFTAR PUSTAKA

Himbawan, Gigih. (2010). Penyebab Tetap Bermukimnya Masyarakat di Kawasan Rawan Banjir Kelurahan TanjungAgung Kota Bengkulu. Semarang: Universitas Diponegoro

Mujito, Annugrah. (2013). Analisis Faktor-Faktor Yang Mendorong Seseorang Untuk Melakukan Migrasi Ulang–Alik (Studi Kasus Pada Migran Kota Malang Yang Melakukan Migrasi Ulangalik Ke Surabaya Dengan Menggunakan Transportasi Bus). Malang: Universitas Brawijaya

Riyanto, Nasrul E. (2011). Pengaruh Tingkat Pendidikan Dan Pendapatan Terhadap Keputusan Mengambil Kredit ( Studi Kasus Pada Anggota Kpri Bhakti Wuluhan Kabupaten Jember Tahun 2010). Jember: Universitas Jember

Sanis, Putu A. (2010). Analisis Pengaruh Upah, Lama Migrasi, Umur, Dan Tingkat Pendidikan Terhadap Minat Migrasi Sirkuler Penduduk Salatiga Ke Kota Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro

Badan Pusat Statistik. (2014). Kecamatan Tanggulangin dalam Angka. Sidoarjo: BPS

Badan Pusat Statistik. (2010). Sensus Pendduduk 2010. Melalui:http://sp2010.bps.go.id/index.php/kamus/index. Diakses 7 Februari 2015

Okezone. (28 Mei 2012). BPLS Klaim Volume Semburan Lumpur Sidoarjo Menurun. Melalui: http://news.okezone.com/read/2012/05/28/521/636685/bpls-klaim-volume-semburan-lumpur-sidoarjo-menurun. Diakses 4 Februari 2015

Nurdin, M. (2011). Indikator Sosial. Melalui: https://mohnurdin.wordpress.com/2011/05/07/indikator-sosial/. 5 Februari 2015

Nefosnews. (30 Mei 2014). Delapan Tahun Lumpur Lapindo, Semburan Masih Besar. Melalui: http://www.nefosnews.com/post/lingkungan/delapan-tahun-lumpur-lapindo-semburan-masih-besar. Diakses 4 Februari 2015