penyebab overproduksi
-
Upload
anisahnisa03 -
Category
Documents
-
view
90 -
download
7
description
Transcript of penyebab overproduksi
PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL
TERHADAP TERJADINYA SISA MAKANAN PASIEN
RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA
PALEMBANG TAHUN 2013
MANUSKRIF SKRIPSI
OLEH
AHMAD RIZANI
NIM. 10091001046
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2013
2
HALAMAN PERSETUJUAN
Manuskrif skripsi ini dengan judul “Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal
Terhadap Terjadinya Sisa Makanan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Bhayangkara
Palembang Tahun 2013” telah mendapat arahan dan bimbingan dari Pembimbing I dan
Pembimbing II serta disetujui pada tanggal 22 Agustus 2013.
Indralaya, 22 Agustus 2013
Pembimbing :
1. Fatmalina Febry, S.KM, M.Si ( )
NIP. 19780208.200212.2.003
2. Suci Destriatania, S.KM, M.KM ( )
NIP. 19861231.200812.2.003
3
PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP
TERJADINYA SISA MAKANAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT
BHAYANGKARA PALEMBANG TAHUN 2013
THE INFLUENCE OF INTERNAL AND EXTERNAL FACTORS TO THE
EXISTENCE OF INPATIENTS PLATE WASTE IN BHAYANGKARA HOSPITAL
PALEMBANG IN 2013
Ahmad Rizani1, Fatmalina Febry
2, Suci Destriatania
3
1Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya
2Dosen Bagian Gizi Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya
3Dosen Bagian Gizi Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya
ABSTRACT
Abstract : Food implementation as one of patients’ nutrition service is a hospital activities
started from planning until food distribution to consument, by giving the appropriate diet
hopefully their can get the best healthy status. The successful of food implementation are
correlated to the presence of plate waste because if the plate waste over than 25% it
showed the failure of food implementation in a hospital. There were many factors
influenced the existence of inpatients’ plate waste in a hospital, either internal or external
factors. Because of that, the purpose of this study was to know the influence of internal and
external factors to the existence of inpatients’ plate waste in Bhayangkara Hospital
Palembang in 2013.
Method : This study was a quantitative study, used analytical-descriptive survey method
with cross-sectional design. Sample of this study were 42 inpatients’ in Bhayangkara
Hospital Palembang based on the inclusion criteria. Jenuh sampling technique was uses to
get the sample. Technique for analyzing the data on univariat and bivariat scale with chi-
square statistic test. The data showed in p-value analysis, Ratio Prevalence (PR) and 95%
Confidence Interval (CI).
Result : The result of this study showed there were no correlation between appetite (PR =
2,579, p-value = 0,269), changes of sense of taste (PR = 2,294, p-value = 0,269),
dysphagia (PR = 1,667, p-value = 0,570), menu variation (PR = 0,714, p-value = 0,658),
eat schedule (PR= 3,714, p-value = 0,072) and condition of inpatients’ room (PR = 2,100,
p-value = 0,397) to the existence of inpatients’ plate waste in Bhayangkara Hospital
Palembang.
Conclusion : In conclusion of the result of this study showed that appetite, changes of
sense of taste, dysphagia, menu variation, eat schedule, and condition of inpatients’ room
does not influenced the existence of their plate waste. Hopefully, the hospital side
especially Bhayangkara Hospital Nutrition Department increase their food implementation
management especially in food management and also taste and food’s appearence.
Keywords : Plate Waste, Internal, External.
4
PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP
TERJADINYA SISA MAKANAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT
BHAYANGKARA PALEMBANG TAHUN 2013
ABSTRAK
Latar Belakang : Penyelenggaraan makanan sebagai salah satu pelayanan gizi rumah
sakit adalah kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian
makanan kepada konsumen, untuk pencapaian status kesehatan yang optimal melalui
pemberian diet yang tepat. Keberhasilan suatu penyelenggaraan makanan antara lain
dikaitkan dengan adanya sisa makanan, karena sisa makanan yang melebihi 25%
menunjukkan kegagalan suatu penyelenggaraan makanan di rumah sakit. Dampak lainnya
dari sisa makanan yang melebihi 25% antara lain malnutrisi dan biaya yang terbuang pada
sisa makanan. Banyak faktor yang mempengaruhi sisa makanan pasien di rumah sakit, baik
itu faktor internal maupun faktor eksternal. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan
mengetahui pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap terjadinya sisa makanan pasien
rawat inap di Rumah Sakit Bhayangkara Palembang tahun 2013.
Metode : Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, menggunakan metode survey
deskriptif-analitis dengan desain studi potong lintang. Sampel penelitian ini adalah 42
pasien yang dirawat inap di Rumah Sakit Bhayangkara Palembang yang berdasarkan
kriteria inklusi. Teknik pengambilan sampel adalah teknik sampling jenuh. Teknik analisa
data secara univariat dan bivariat dengan uji statistik chi-square. Data disajikan dalam
analisa p-value, Prevalensi Rasio (PR) dan 95% derajat kepercayaan (CI).
Hasil Penelitian : Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara nafsu
makan (PR = 2,579, p-value = 0,269), perubahan indera pengecap (PR = 2,294, p-value =
0,269), disfagia (kesulitan menelan) (PR = 1,667, p-value = 0,570), variasi menu (PR =
0,714, p-value = 0,658), jadwal makan (PR = 3,714, p-value = 0,072), dan suasana tempat
perawatan (PR = 2,100, p-value = 0,397) terhadap terjadinya sisa makanan pasien rawat
inap di Rumah Sakit Bhayangkara Palembang.
Kesimpulan : Dapat disimpulkan bahwa faktor internal pasien (nafsu makan, perubahan
indera pengecap, dan disfagia) serta faktor eksternal pasien (variasi menu, jadwal makan,
dan suasana tempat perawatan) tidak mempengaruhi sisa makanan pasien rawat inap di
Rumah Sakit Bhayangkara Palembang. Diharapkan pihak rumah sakit terutama Instalasi
Gizi Rumah Sakit Bhayangkara Palembang untuk meningkatkan manajemen dalam
penyelenggaraan makanan, terutama dalam hal pengolahan makanan serta penampilan dan
rasa menu yang disajikan.
Kata Kunci : Sisa Makanan, Internal, Eksternal.
5
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pelayanan gizi rumah sakit
adalah kegiatan memenuhi kebutuhan
gizi masyarakat baik rawat inap maupun
rawat jalan untuk peningkatan kesehatan
maupun mengoreksi kelainan
metabolisme tubuh dalam rangka upaya
preventif, promotif, kuratif, dan
rehabilitatif1. Penyelenggaraan makanan
sebagai salah satu pelayanan gizi rumah
sakit adalah kegiatan mulai dari
perencanaan menu sampai dengan
pendistribusian makanan kepada
konsumen dalam rangka pencapaian
status kesehatan yang optimal melalui
pemberian diet yang tepat1. Keberhasilan
suatu penyelenggaraan makanan antara
lain dikaitkan dengan adanya sisa
makanan, karena sisa makanan yang
melebihi 25% menunjukkan kegagalan
suatu penyelenggaraan makanan di rumah
sakit2.
Sisa makanan adalah jumlah
makanan yang tidak dimakan oleh pasien
dari yang disajikan oleh rumah sakit
menurut jenis makanannya3. Sisa
makanan dikatakan tinggi atau banyak
jika pasien meninggalkan sisa makanan
lebih dari 25%4. Ada 2 (dua) faktor utama
penyebab terjadinya sisa makanan pasien
di rumah sakit, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal pasien
meliputi keadaan klinis pasien seperti
nafsu makan, perubahan indera pengecap,
disfagia, stress dan lamanya perawatan.
Sedangkan faktor eksternal pasien
meliputi porsi makanan, mutu makanan,
pilihan/variasi menu, penampilan
makanan, sikap petugas, kesalahan
pengiriman makanan, ketidaksesuaian
jadwal makan dan suasana tempat
perawatan5.
Dampak dari sisa makanan yang
tinggi (>25%) berkontribusi terhadap
terjadinya komplikasi malnutrisi rumah
sakit5. Banyak penelitian yang
menjelaskan tentang masalah sisa
makanan pasien di rumah sakit.
Penelitian McLymont, et al (2003)
terhadap 1.190 pasien di rumah sakit
New York, didapat data sebanyak 342
(28,67%) pasien mengkonsumsi kurang
dari 50% makanan yang disajikan. Dari
342 (28,67%) pasien yang mengkonsumsi
kurang dari 50% makanan yang disajikan,
kemudian ditanya mengenai alasan tidak
menghabiskan makanan, dan didapat data
sebanyak 25% pasien kehilangan nafsu
makan dan 8,46% mengalami ganggguan
indera pengecap (taste loss)6. Selain itu,
dari 125 pasien rawat inap di Rumah
Sakit Royale Brisbane Australia,
diketahui sebanyak 54 (43,2%) pasien
mengalami disfagia (kesulitan menelan)7.
Sementara itu, penelitian yang dilakukan
terhadap 300 pasien di rumah sakit di
Malaysia menunjukkan bahwa rata-rata
jenis makanan yang disisakan oleh pasien
antara lain sayuran sebanyak 77,92%,
nasi sebanyak 43,18%, serta ikan
sebanyak 54,71%8.
Penelitian Huang dan Shanklin
(2008) terhadap 108 orang yang tinggal
di Kansas, AS menjelaskan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara
ketidakmampuan fungsional, penurunan
status kesehatan, perubahan indera
pengecap dan permasalahan mengunyah
terhadap banyak tidaknya makanan yang
dikonsumsi9. Penelitian Zakiah dkk
(2005) di rumah sakit di Malaysia
menunjukkan bahwa berdasarkan hasil
analisis multiple regresi, ada hubungan
antara nafsu makan (p = 0,028) dengan
terjadinya sisa makanan pasien8.
Sedangkan berdasarkan penelitian
Puspita dan Rahayu (2011) di RSUD Dr.
M. Ashari Pemalang menjelaskan bahwa
faktor yang berhubungan dengan sisa
makanan diet DM yaitu jadwal makan10
.
Hasil observasi yang dilakukan
di Rumah Sakit Bhayangkara Palembang,
sisa makanan pasien masih cukup tinggi.
Di ruang Pos I ditemukan sisa makanan
sebanyak 32,5% nasi, 10,0% protein
nabati, dan 43,7% sayur. Di ruang Pos II
sisa makanan sebanyak 80,0% nasi,
6
16,7% protein hewani, 20,0% protein
nabati dan 58,3% sayur. Sedangkan di
ruang kebidanan ditemukan sisa makanan
sebanyak 25,0% nasi, 25,0% protein
hewani, 20,0% protein nabati, dan 92,5%
sayur.
Menurut Djamaluddin, dkk
(2005), bila makanan yang disajikan
rumah sakit untuk pasien tidak
dihabiskan dengan jumlah yang melebihi
25% dan berlangsung dalam waktu yang
lama, akan menyebabkan pasien
mengalami hospital malnutrition. Selain
itu, adanya biaya yang terbuang pada sisa
makanan akan mengakibatkan anggaran
gizi kurang efisien sehingga akan
berdampak terhadap anggaran persediaan
bahan makanan di rumah sakit11
. Dengan
melihat latar belakang diatas, penulis
tertarik untuk meneliti pengaruh faktor
internal dan eksternal terhadap terjadinya
sisa makanan pasien rawat inap di Rumah
Sakit Bhayangkara Palembang tahun
2013.
BAHAN DAN CARA PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
metode survei deskriptif-analitis dengan
pendekatan rancangan survei cross
sectional. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh pasien rawat inap di
Rumah Sakit Bhayangkara Palembang.
Sampel penelitian ini adalah 42 pasien
rawat inap di Rumah Sakit Bhayangkara
Palembang yang memenuhi kriteria
inklusi. Teknik pengambilan sampel
adalah teknik sampling jenuh. Teknik
analisa data secara univariat dan bivariat
dengan uji statistik chi-square. Variabel
independen yang diteliti adalah nafsu
makan, perubahan indera pengecap,
disfagia (kesulitan menelan), variasi
menu, jadwal makan, dan suasana tempat
perawatan, sedangkan variabel dependen
yaitu sisa makanan di Rumah Sakit
Bhayangkara Palembang.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Responden
Tabel di bawah ini
menggambarkan karakteristik responden
(pasien) rawat inap Kelas II Rumah Sakit
Bhayangkara Palembang.
Tabel 1.
Distribusi Frekuensi
Karakteristik Responden Karakteristik Responden n (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
14 (33,33)
28 (66,67)
Umur
Remaja (14-22)
Dewasa (22-44)
Lansia (> 45)
15 (35,71)
20 (47,62)
7 (16,67)
Pendidikan
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA
Tamat Akademi/PT
3 (7,14)
8 (19,05)
18 (42,86)
13 (30,95)
Pekerjaan
Tidak Bekerja/Ibu Rumah Tangga
Wiraswasta/Pedagang
PNS/POLRI/BUMN/Pensiunan
Pelajar/Mahasiswa
9 (21,43)
7 (16,67)
14 (33,33)
12 (28,57)
Berdasarkan tabel 1 di atas,
dapat dilihat bahwa mayoritas responden
(pasien) yang di rawat inap di Kelas II
Rumah Sakit Bhayangkara Palembang
berjenis kelamin perempuan (66,67%)
dengan usia mayoritas dewasa (47,62%).
Selain itu, mayoritas tingkat pendidikan
responden adalah tamat SMA (42,86%)
dengan pekerjaan responden mayoritas
bekerja sebagai PNS/POLRI/BUMN/
Pensiunan (33,33%).
Faktor Internal dan Eksternal Pasien
yang Mempengaruhi Sisa Makanan
Tabel di bawah ini
menggambarkan distribusi frekuensi
faktor internal (nafsu makan, perubahan
indera pengecap, disfagia) dan eksternal
pasien (variasi menu, jadwal makan,
suasana tempat perawatan) yang
mempengaruhi banyaknya sisa makanan
7
pasien rawat inap Kelas II Rumah Sakit
Bhayangkara Palembang.
Tabel 2.
Distribusi Frekuensi Faktor Internal
dan Eksternal yang Mempengaruhi
Banyaknya Sisa Makanan Pasien
Rawat Inap Kelas II Rumah Sakit
Bhayangkara Palembang Tahun 2013 Variabel
Independen
Banyak
(%)
Sedikit
(%)
Nafsu Makan
Tidak Baik
Baik
7 (77,8)
19 (57,6)
2 (22,2)
14(42,4)
Perubahan
Indera Pengecap
Ada
Tidak Ada
9 (75,0)
17 (56,7)
3 (25,0)
13 (43,3)
Disfagia
Ada
Tidak Ada
5 (71,4)
21 (60,0)
2 (28,6)
14 (40,0)
Variasi Menu
Kurang
bervariasi
Bervariasi
5 (55,6)
21 (63,6)
4 (44,4)
12 (36,4)
Jadwal Makan
Tidak Tepat
Tepat
12 (80,0)
14 (51,9)
3 (20,0)
13 (48,1)
Suasana
Tempat
Perawatan
Tidak Nyaman
Nyaman
6 (75,0)
20 (58,8)
2 (25,0)
14 (41,2)
Berdasarkan tabel 2 di atas,
dapat dilihat bahwa sebagian besar pasien
yang meninggalkan sisa makanan dalam
jumlah banyak tidak mengalami disfagia
dan mendapatkan menu bervariasi.
Banyaknya Sisa Makanan
Tabel berikut ini
menggambarkan distribusi frekuensi
banyaknya sisa makanan pasien rawat
inap Kelas II Rumah Sakit Bhayangkara
Palembang.
Tabel 3.
Distribusi Frekuensi Banyaknya Sisa
Makanan Pasien Rawat Inap Kelas II
Rumah Sakit Bhayangkara Palembang
Tahun 2013
Berdasarkan tabel 3 di atas,
sebagian besar responden (pasien) rawat
inap Kelas II Rumah Sakit Bhayangkara
Palembang meninggalkan sisa makanan
dalam kategori banyak (61,90%).
Tabulasi Silang
Tabel di bawah ini
menggambarkan hasil analisa hubungan
antara faktor internal pasien (nafsu
makan, perubahan indera pengecap,
disfagia) dan faktor eksternal pasien
(variasi menu, jadwal makan, suasana
tempat perawatan) terhadap banyaknya
sisa makanan pasien rawat inap Kelas II
Rumah Sakit Bhayangkara Palembang.
Tabel 4.
Hasil Analisa Hubungan Antara
Faktor Internal dan Eksternal
Terhadap Banyaknya Sisa Makanan
Pasien Rawat Inap Kelas II Rumah
Sakit Bhayangkara Palembang Tahun
2013 Variabel PR
(95% CI)
p-value
Nafsu Makan 2,579
(0,463-14,351)
0,269
Perubahan
Indera
Pengecap
2,294
(0,516-10,209)
0,269
Disfagia 1,667
(0,283-9,822)
0,570
Variasi Menu 0,714
(0,160-3,182)
0,658
Jadwal
Makan
3,714
(0,851-16,207)
0,072
Suasana
Tempat
Perawatan
2,100
(0,369-11,964)
0,397
Berdasarkan tabel 4 di atas,
semua variabel independen baik itu faktor
Variabel Dependen Banyak
(%)
Sedikit
(%)
Sisa Makanan
26
(61,90)
16
(38,10)
8
internal pasien (nafsu makan, perubahan
indera pengecap, disfagia), maupun
faktor eksternal pasien (variasi menu,
jadwal makan, suasana tempat
perawatan) tidak berhubungan dengan
banyaknya sisa makanan pasien rawat
inap Kelas II Rumah Sakit Bhayangkara
Palembang. Hal ini terlihat dari nilai
Prevalensi Rasio (PR) dan p-value dari
masing-masing variabel yaitu nafsu
makan (PR = 2,579, p-value = 0,269),
perubahan indera pengecap (PR = 2,294,
p-value = 0,269), disfagia (PR = 1,667, p-
value = 0,570), variasi menu (PR = 0,714,
p-value = 0,658), jadwal makan (PR =
3,714, p-value = 0,072), dan suasana
tempat perawatan (PR = 2,100, p-value =
0,397).
PEMBAHASAN
Nafsu Makan
Hasil penelitian di Rumah Sakit
Bhayangkara Palembang menyatakan
bahwa sebanyak 21,43% pasien
kehilangan nafsu makan. Hasil
wawancara menjelaskan bahwa beberapa
pasien tidak biasa memakan makanan
yang disajikan rumah sakit, makan
dengan porsi yang kecil, sering
menyisakan makanan, dan ingin
memuntahkan makanan yang telah
dimakan. Selain itu, beberapa pasien juga
menolak saat keluarga ingin menyuapi
makan dan menyuruh keluarga memakan
makanan yang telah disajikan untuknya.
Hal ini dikarenakan keadaan penyakit
yang diderita pasien sehingga
mengurangi nafsu makan. Proverawati
dan Kusumawati (2011) menjelaskan
bahwa nafsu makan pasien di rumah sakit
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti psikologis, sosial budaya,
penyakit, jasmani dan lingkungan12
.
Berdasarkan hasil penelitian, tidak ada
hubungan antara nafsu makan dengan
sisa makanan pasien rawat inap Kelas II
Rumah Sakit Bhayangkara Palembang.
Ada beberapa hal yang menyebabkan
tidak adanya hubungan antara nafsu
makan pasien dengan sisa makanan
pasien rawat inap di Kelas II Rumah
Sakit Bhayangkara Palembang. Pertama,
karena adanya makanan dari luar rumah
sakit. Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan mengenai alasan tidak
menghabiskan makanan, beberapa pasien
mengatakan bahwa sebenarnya nafsu
makannya baik, tetapi karena adanya
makanan dari luar rumah sakit yang
didapat dari keluarga, sehingga makanan
yang disajikan rumah sakit tidak
dihabiskan oleh pasien. Menurut Moehyi
(1992), makanan yang dimakan oleh
pasien yang berasal dari luar rumah sakit
akan berpengaruh terhadap terjadinya sisa
makanan. Rasa lapar yang tidak segera
diatasi pada pasien yang sedang dalam
perawatan menyebabkan pasien mencari
makanan tambahan dari luar rumah sakit
sehingga makanan yang berasal dari
rumah sakit tidak dihabiskan13
.
Kedua, karena adanya beberapa
pasien yang akan melakukan bedah
(operasi). Ada beberapa pasien yang
makanannya sama sekali tidak disentuh
dikarenakan pasien tersebut akan
melakukan bedah (operasi). Menurut
Almatsier (2005), pasien yang akan
melakukan bedah kecil seperti
tonsilektomi, harus dipuasakan selama 4-
5 jam sebelum pembedahan14
. Ketiga,
penampilan dan rasa makanan kurang
menarik. Berdasarkan hasil wawancara,
pasien mengatakan bahwa makanan yang
disajikan rumah sakit terlalu keras dan
rasa makanan terasa hambar. Utari (2009)
menjelaskan bahwa bentuk makanan,
rasa, aroma, dan tekstur makanan dapat
menekan atau merangsang selera
makan15
. Keempat, karena faktor adat-
istiadat. Pasien pasca operasi memilih
untuk tidak memakan salah satu menu
yang telah disajikan rumah sakit, bukan
karena kurang nafsu makan, tetapi lebih
karena adat-istiadat dari daerahnya yang
melarang untuk memakan menu tersebut.
Menurut Barasi (2007), faktor yang
9
mempengaruhi pemilihan makanan
seseorang antara lain budaya, agama,
keputusan etis, faktor ekonomi, norma
sosial, pendidikan, serta media dan
periklanan16
.
Perubahan Indera Pengecap
Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan di Rumah Sakit
Bhayangkara Palembang, sebanyak
28,57% pasien mengalami perubahan
indera pengecap. Hasil wawancara
menjelaskan bahwa beberapa pasien
menyatakan lidah terasa pahit ketika
mengunyah makanan. Pasien lainnya
menyatakan bahwa lidah terasa hambar
dan kurang bisa mengecap rasa pada
makanan, baik itu rasa manis maupun
rasa asin. Di saat yang bersamaan,
pasien-pasien yang mengalami perubahan
indera pengecap juga merasakan mulut
terasa kering (produksi liur berkurang)
dan nafas berbau tidak sedap sehingga
tidak bisa menikmati makanan yang
dimakan. Menurut Almatsier (2005), rasa
pahit di lidah saat sakit disebabkan
karena berkurangnya produksi air liur
karena berbagai sebab yang
mengakibatkan nafas berbau tidak
sedap14
.
Hasil penelitian menjelaskan
bahwa tidak ada hubungan antara
perubahan indera pengecap dengan sisa
makanan pasien rawat inap Kelas II
Rumah Sakit Bhayangkara Palembang.
Tidak adanya hubungan antara perubahan
indera pengecap pasien dengan sisa
makanan pasien rawat inap Kelas II
Rumah Sakit Bhayangkara Palembang
dikarenakan adanya dorongan dari
keluarga yang terus memaksa pasien
untuk memakan makanan rumah sakit.
Nainggolan (2012) dalam penelitiannya
di Poliklinik RSUD Tugurejo Semarang
menjelaskan bahwa dukungan keluarga
sangat berpengaruh terhadap kepatuhan
makan pasien diet rendah garam17
. Selain
itu, dukungan keluarga merupakan suatu
bentuk perhatian dan dorongan yang
didapatkan individu dari orang lain.
Keluarga cukup berperan dalam
perawatan kesehatan anggota
keluarganya yang sakit, termasuk dalam
hal makan18
. Berdasarkan hasil
wawancara dan observasi, beberapa
pasien di Rumah Sakit Bhayangkara
Palembang yang mengalami perubahan
indera pengecap dipaksa oleh
keluarganya agar mau memakan makanan
rumah sakit. Anggota keluarga pasien
terus menerus mendorong pasien agar
mau makan dengan cara menyuapi pasien
makan sedikit demi sedikit. Pasien dalam
keadaan sakit harus tetap makan, jika
nafsu makannya kurang, berikan
makanan dengan porsi kecil tetapi
sering14
.
Disfagia (Kesulitan Menelan)
Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan di Rumah Sakit
Bhayangkara Palembang, sebanyak
16,67% pasien mengalami disfagia
(kesulitan menelan). Hasil wawancara
menggunakan kuesioner menjelaskan
bahwa beberapa pasien mengeluhkan
sakit pada dada ketika menelan makanan,
beberapa pasien lainnya tidak bisa
menelan makanan ketika pertama kali
menelan, mengeluhkan batuk dan
tersedak ketika menelan makanan.
Menurut Wijayanti (2011), gejala-gejala
yang menyertai disfagia antara lain
makanan atau cairan tidak bisa ditelan
pada percobaan menelan yang pertama,
muntah, tersedak, batuk ketika menelan,
makanan atau cairan naik kembali ke
tenggorokan, mulut, atau hidung setelah
menelan, merasa seperti makanan atau
cairan terjebak di salah satu atau
beberapa bagian dari tenggorokan atau
dada, rasa sakit ketika menelan, rasa sakit
atau perasaan tertekan pada dada atau ulu
hati, rasa terbakar di leher hingga dada,
dan berat badan turun karena tidak
mendapatkan cukup asupan makanan atau
cairan19
.
10
Hasil penelitian menjelaskan
bahwa tidak ada hubungan antara disfagia
dengan sisa makanan pasien rawat inap
Kelas II Rumah Sakit Bhayangkara
Palembang. Tidak adanya hubungan
antara disfagia dengan sisa makanan
pasien rawat inap Kelas II Rumah Sakit
Bhayangkara Palembang dikarenakan
gejala disfagia yang dialami pasien rawat
inap di Rumah Sakit Bhayangkara
Palembang masih dalam tahap ringan,
dalam artian pasien tersebut masih
mampu makan walaupun sedikit-sedikit
dan makanan yang diberikan pun berupa
bubur. Menurut Almatsier (2005), diet
pada penderita disfagia tergantung dari
kondisi disfagia yang dialami pasien, bila
pasien masih mampu menelan, diet
diberikan melalui oral dalam bentuk
makanan cair kental, saring, atau lunak.
Sedangkan jika pasien sudah tidak
mampu menelan, diet diberikan melalui
pipa dalam bentuk makanan cair penuh14
.
Hasil wawancara yang
dilakukan peneliti juga menjelaskan
bahwa pasien yang mengalami disfagia di
Rumah Sakit Bhayangkara Palembang
disebabkan karena keadaan penyakit yang
dideritanya. Pasien Stroke dan gangguan
pencernaan merupakan pasien yang
paling banyak mengalami disfagia.
Menurut Almatsier (2005), gangguan
menelan dapat terjadi di seluruh
kelompok umur yang disebabkan karena
kelainan bawaan, kelainan sistem saraf
menelan, pasca stroke, dan adanya massa
tumor yang menutupi saluran cerna14
.
Variasi Menu
Hasil penelitian yang dilakukan
di Rumah Sakit Bhayangkara Palembang
menjelaskan bahwa sebanyak 21,43%
pasien di Kelas II mendapatkan menu
kurang bervariasi. Berdasarkan hasil
observasi yang dilakukan selama 7
(tujuh) hari (siklus menu hari ke-9, ke-10,
ke-11, ke-1, ke-2, ke-3, dan ke-4)
terhadap variasi menu yang disajikan,
hanya menu ke-9 yang kurang bervariasi.
Menu makanan yang paling banyak
disisakan pasien selama 7 (tujuh) hari
pengamatan adalah sayuran, dan yang
paling sedikit disisakan pasien adalah
buah-buahan. Hal ini sesuai dengan
penelitian Aula (2011) di Rumah Sakit
Haji Jakarta yang menyatakan bahwa
sayuran merupakan menu yang paling
banyak disisakan pasien (47,10%), dan
buah merupakan makanan yang paling
sedikit disisakan pasien (11,07%)3.
Ada beberapa alasan yang
menyebabkan pasien di Kelas II Rumah
Sakit Bhayangkara Palembang paling
banyak menyisakan sayuran. Pertama,
sayuran yang disajikan terlalu keras
sehingga sulit dimakan. Menurut Moehyi
(1992), tekstur makanan merupakan
komponen yang mempengaruhi cita rasa
makanan. Cara memasak dan lama waktu
pemasakan makanan dapat
mempengaruhi tekstur makanan13
.
Kedua, karena faktor adat-istiadat.
Beberapa pasien pasca operasi di Rumah
Sakit Bhayangkara Palembang memilih
tidak memakan menu sayur yang telah
disajikan karena adat-istiadat dari
daerahnya yang melarang untuk
memakan menu tersebut. Menurut
Hartono (2006), salah satu faktor yang
mempengaruhi seseorang memilih
makanan yaitu kepercayaan dan
ketakhayulan (food belief and food
fadism)20
. Ketiga, karena rasa sayur yang
kurang enak (hambar). Hal ini sejalan
dengan pendapat Utari (2009) yang
mengatakan bahwa bentuk makanan,
rasa, aroma, dan tekstur makanan dapat
menekan atau merangsang selera
makan15
.
Berdasarkan hasil penelitian,
tidak ada hubungan antara jadwal makan
dengan sisa makanan pasien rawat inap
Kelas II Rumah Sakit Bhayangkara
Palembang. Tidak adanya hubungan
antara variasi menu dengan sisa makanan
pasien rawat inap Kelas II Rumah Sakit
Bhayangkara Palembang dikarenakan
sebagian besar menu yang disajikan oleh
11
Rumah Sakit Bhayangkara Palembang
bervariasi. Berdasarkan hasil observasi
yang dilakukan terhadap siklus menu 11
hari Rumah Sakit Bhayangkara
Palembang, setiap hari selama 11 hari
baik itu makan pagi, makan siang,
maupun makan sore, semua menu yang
disajikan terutama lauk hewani, lauk
nabati, sayur dan buah berbeda-beda.
Tapsell, et al (2006), dalam penelitiannya
di Rumah Sakit Publik dan Privat New
South Wales, Australia menjelaskan
bahwa variasi menu yang disajikan cukup
bervariasi. Hal ini terlihat dari pernyataan
beberapa pasien yang dirawat inap di
rumah sakit tersebut (n = 19) yang
mengatakan bahwa “kamu dapat memilih
makanan apa yang ingin kamu makan,
dan kamu dapat memilih makanan yang
kamu sukai”21
. Selain itu, menu makanan
yang disajikan oleh Rumah Sakit
Bhayangkara Palembang sesuai dengan
kebiasaan makan pasien dimana beberapa
pasien yang diwawancarai mengatakan
bahwa ia tidak merasa aneh dan
menganggap menu makanan yang
disajikan biasa saja, dalam artian sesuai
dengan kebiasaan makannya sebelum
sakit. Menurut Suhardjo (1989) dalam
Rahmawati (2012) kebiasaan makan
adalah suatu istilah untuk
menggambarkan kebiasaan dan perilaku
yang berhubungan dengan makanan dan
makan, seperti tata krama makan,
frekuensi makan seseorang, pola makan,
kepercayaan tentang makanan, distribusi
makanan diantara anggota keluarga,
penerimaan terhadap makanan dan cara
pemilihan bahan pangan yang hendak
dimakan sebagai reaksi terhadap
pengaruh fisiologik, psikologik, sosial
dan budaya22
.
Dalam penyusunan menu yang
dilakukan di Rumah Sakit Bhayangkara
Palembang tidak ada standar porsi untuk
setiap menu dan diet yang diberikan
kepada pasien. Menurut Aritonang
(2012), dalam perencanaan menu di
rumah sakit diperlukan adanya peraturan
pemberian makanan rumah sakit, standar
porsi, standar resep, dan standar bumbu23
.
Jadwal Makan
Hasil penelitian di Rumah Sakit
Bhayangkara Palembang menjelaskan
bahwa sebanyak 35,71% pasien
mendapatkan makanan (makan pagi,
siang, sore) dengan jadwal pemberian
makanan yang tidak tepat waktu.
Berdasarkan hasil observasi yang telah
dilakukan peneliti selama 7 (tujuh) hari
(siklus menu hari ke-9, ke-10, ke-11, ke-
1, ke-2, ke-3, dan ke-4) terhadap jadwal
pemberian makan, sebagian besar jadwal
makan pagi dan siang sudah tepat waktu,
dimana makan pagi dijadwalkan pada
pukul 07.00 WIB dan makan siang pada
pukul 12.00 WIB. Hanya jadwal makan
sore yang sebagian besar tidak tepat
waktu. Jadwal makan sore di Rumah
Sakit Bhayangkara Palembang sebagian
besar dilakukan pada pukul 16.30 WIB
(siklus menu hari ke-9, ke-1, ke-2, ke-3,
dan ke-4). Menurut Sukmaniah (2010)
dalam Kemeneg PP dan PA (2010),
jadwal makan sore hari antara pukul
17.00-20.00 WIB24
. Ada 3 (tiga) dampak
buruk dari jadwal pemberian makan yang
tidak tepat waktu. Pertama, pemberian
makanan yang terlalu cepat dapat
menyebabkan pasien tidak segera
memakannya karena merasa belum lapar
sehingga makanan tersebut kemungkinan
mengalami penurunan suhu. Moehyi
(1992) menjelaskan bahwa bila jadwal
pemberian makan tidak sesuai, maka
makanan yang sudah siap akan
mengalami waktu penungguan sehingga
pada saat makanan akan disajikan ke
pasien, makanan menjadi tidak menarik
karena mengalami perubahan suhu
makanan13
. Kedua, pemberian makanan
yang terlalu cepat dapat menyebabkan
pasien merasa cepat lapar kembali.
Almatsier (2002) menjelaskan bahwa
pada manusia secara alamiah akan
merasa lapar setelah 3–4 jam makan,
sehingga setelah waktu tersebut sudah
12
harus mendapatkan makanan, baik dalam
bentuk makanan ringan atau berat25
.
Ketiga, jadwal makan yang tidak tepat
dapat mengakibatkan kondisi fisik pasien
semakin menurun. Muhilal (1998) dalam
Nuryati (2008) menjelaskan bahwa jika
makan terlambat disajikan, dapat
menyebabkan kebutuhan energi diambil
dari cadangan lemak tubuh sehingga
berdampak pada keterlambatan
pemasukan zat gula ke dalam darah yang
dapat menurunkan konsentrasi, rasa
malas, lemas, mengantuk dan berkeringat
dingin26
.
Hasil penelitian menyatakan
bahwa tidak ada hubungan antara jadwal
makan dengan sisa makanan pasien rawat
inap Kelas II Rumah Sakit Bhayangkara
Palembang. Tidak adanya hubungan
antara jadwal makan dengan sisa
makanan pasien rawat inap Kelas II
Rumah Sakit Bhayangkara Palembang
adalah dikarenakan sebagian besar jadwal
makan di Rumah Sakit Bhayangkara
Palembang sudah tepat waktu, dimana
makan pagi dijadwalkan pada pukul
07.00 WIB dan makan siang pada pukul
12.00 WIB. Menurut Sukmaniah (2010)
dalam Kemeneg PP dan PA (2010),
makan pagi berkisar jam 06.00-08.00
WIB dan makan siang berkisar jam
12.00-13.00 WIB24
. Krisnatuti (1999)
dalam Nuryati (2008) menjelaskan bahwa
makanan di rumah sakit harus tepat
waktu, tepat diet, dan tepat jumlah26
.
Selain itu, berdasarkan hasil observasi,
sebagian besar makanan yang diantar ke
ruangan langsung dimakan oleh pasien,
baik itu makan pagi maupun makan
siang. Menurut Moehyi (1992), waktu
pembagian makanan yang tepat dengan
jam makan pasien serta jarak waktu yang
sesuai dapat mempengaruhi habis
tidaknya makanan13
.
Suasana Tempat Perawatan
Hasil penelitian di Rumah Sakit
Bhayangkara Palembang menjelaskan
bahwa sebanyak 19,05% pasien rawat
inap di Kelas II mendapatkan tempat
perawatan dengan suasana tidak nyaman.
Berdasarkan hasil observasi, semua
tempat perawatan pasien rawat inap di
Kelas II memiliki luas kurang dari 12 m2-
16 m2. Beberapa tempat perawatan
pasien, keadaan lantai dan dindingnya
terlihat kotor dan berdebu. Selain itu,
sebagian ruangan terlihat gelap walaupun
memiliki pencahayaan buatan seperti
lampu. Ada beberapa ruangan yang tidak
memiliki ventilasi. Ketenangan dalam
ruangan pasien pun masih ada yang
bermasalah. Beberapa pasien merasa
sangat terganggu dengan suara-suara
berisik dari para petugas penjaga ruangan
(seperti perawat dan bidan) dan juga dari
para keluarga pasien. Padahal pasien
butuh istirahat untuk memulihkan
keadaannya. Begitu juga dengan keadaan
suhu ruangan. Karena 1 (satu) ruangan
diisi oleh 3-4 orang pasien, suhu di
ruangan tersebut terasa cukup panas.
Hasil observasi lainnya juga
memperlihatkan bahwa ada 1 (satu)
ruangan pasien yang pintunya sulit
dibuka. Ini tentunya cukup menyulitkan
bagi petugas kesehatan yang ingin
memeriksa keadaan pasien, ataupun para
pekarya yang ingin mengantarkan
makanan ke dalam ruangan tersebut.
Selain itu, ada beberapa kondisi tempat
tidur pasien (bed) yang kurang bersih dan
rapi. Tentunya ini akan cukup
mengganggu kenyamanan pasien dalam
ruangan tersebut.
Menurut Depkes RI (2007),
persyaratan ruangan rawat inap pasien
Rumah Sakit Tipe C antara lain memiliki
luas ruangan 12 m2-16 m
2, lantai bersih,
dinding tidak berdebu, tersedia
pencahayaan alami dan atau buatan,
tersedia ventilasi alami dan atau buatan,
pintu rapat serangga dan tikus serta
menutup dengan baik dan membuka arah
luar, suhu sejuk, ketenangan dalam ruang
pasien terjaga, ruangan tidak
menimbulkan bau yang tidak sedap, dan
kondisi tempat tidur bersih dan rapi27
.
13
Berdasarkan hasil penelitian,
tidak ada hubungan antara suasana
tempat perawatan dengan sisa makanan
pasien rawat inap Kelas II Rumah Sakit
Bhayangkara Palembang. Tidak adanya
hubungan antara suasana tempat
perawatan pasien dengan sisa makanan
pasien rawat inap Kelas II Rumah Sakit
Bhayangkara Palembang adalah karena
berdasarkan hasil wawancara dan
observasi, sebagian besar pasien yang
dirawat inap di Rumah Sakit
Bhayangkara Palembang tidak terlalu
memperhatikan suasana tempat
perawatan di ruangannya. Nyaman atau
tidaknya tempat perawatan mereka,
pasien akan tetap memakan makanan
yang disajikan rumah sakit. Faktor utama
yang menyebabkan pasien di Rumah
Sakit Bhayangkara Palembang tidak
menghabiskan makanannya adalah
karena kondisi penyakit yang dideritanya.
Menurut Moore (2012), keadaan penyakit
seseorang dapat menyebabkan
berkurangnya makanan yang masuk28
.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
pasien meninggalkan sisa makanan dalam
kategori banyak (61,90%). Hasil analisa
bivariat menunjukkan bahwa faktor
internal pasien (nafsu makan, perubahan
indera pengecap, disfagia) dan eksternal
pasien (variasi menu, jadwal makan,
suasana tempat perawatan) tidak
memiliki hubungan dengan banyaknya
sisa makanan pasien rawat inap Kelas II
Rumah Sakit Bhayangkara Palembang.
Saran
A. Bagi Instalasi Gizi Rumah Sakit
Bhayangkara Palembang :
1. Untuk pasien yang nafsu
makannya kurang, sajikan
makanan dengan penampilan dan
rasa yang menarik. Selain itu,
untuk pasien yang mengalami
perubahan indera pengecap dan
disfagia, berikan dorongan agar
pasien mau makan, dan pantau
pasien secara terus menerus agar
tetap mau makan walaupun
sedikit-sedikit.
2. Untuk keluarga pasien, berikan
pengertian dan penyuluhan
kepada setiap keluarga pasien
agar tidak membawa makanan
dari luar rumah sakit. Dan berikan
teguran bagi keluarga pasien yang
ikut memakan makanan pasien.
3. Sajikan menu yang bervariasi,
bukan hanya dalam jenis
penyajiannya tetapi juga bahan
makanan yang akan dibuat menu
dan buatlah standar porsi setiap
jenis makanan.
4. Untuk jadwal makan, sajikan
makanan dengan jadwal yang
tepat waktu terutama makan sore,
sajikan makan sore pada pukul
17.00 WIB.
B. Bagi Rumah Sakit Bhayangkara
Palembang
1. Berikan tempat perawatan pasien
dengan suasana yang nyaman.
Usahakan agar kondisi tempat
tidur pasien tetap bersih dan rapi,
ruangan selalu dalam keadaan
terang, dan perhatikan kapasitas
jumlah pasien dalam 1 (satu)
ruangan karena hal ini akan
berpengaruh terhadap ketenangan
dan kenyamanan pasien.
2. Tingkatkan program konsultasi
gizi bagi pasien rawat inap
maupun rawat jalan dengan cara
menyediakan gedung khusus
konsultasi gizi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. 2005. Pelayanan Gizi
Rumah Sakit. Jakarta :
14
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
2. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. 1991. Buku Pedoman
Pengelolaan Pelayanan Gizi
Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat
Gizi Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
3. Aula, Lisa Ellizabet. 2011,
Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Terjadinya Sisa Makanan
Pada Pasien Rawat Inap Di
Rumah Sakit Haji Jakarta,
[online]. Dari : repository.
uinjkt.ac.id, [3 April 2013].
4. Renaningtyas, Dewi. 2004,
Pengaruh Penggunaan Modifikasi
Standar Resep Lauk Nabati
Tempe terhadap Daya Terima dan
Persepsi Pasien Rawat Inap,
Jurnal Gizi Klinik Indonesia,
[online], vol. 1, no. 1. Dari :
http://etd.ugm.ac.id. [3 April
2013].
5. Williams Peter dan Karen Walton.
2011, Plate Waste in Hospitals
and Strategies for Change,
Journal of Clinical Nutrition and
Metabolism, [online], vol. 6, no,
6, pp. 235-241. Dari : http://
www.elsevier.com/locate/clnu. [1
Juni 2013].
6. McLymont V, Sharon Cox,
Frederic Stell. 2003, Improving
Patient Meal Satisfaction with
Room Service Meal Delivery,
Journal of Nursing Care Quality,
[online], vol. 18, no. 1, pp. 27-37.
Dari : http://www.ncbi.nlm.nih.
gov/pubmed/12518836. [1 Juni
2013].
7. Mudge, et.al. 2011, Helping
Understand Nutritional Gaps in
The Elderly (HUNGER) : A
Prospective Study of Patient
Factors Associated with
Inadequate Nutritional Intake in
Older Medical Inpatients, Journal
of Clinical Nutrition, [online], vol.
30, no. 3, pp. 320-325. Dari :
http://www.clinicalnutritionjourna
l.com. [1 Juni 2013].
8. Zakiah MD, Saimy, Maimunah.
2005, Plate Waste among
Hospital Inpatient, Malaysian
Journal of Public Health
Medicine, [online], vol. 5, no. 2,
pp. 19-24. Dari :
http://www.mjphm.org.my/mjph/
index. [3 April 2013].
9. Huang HC, Carol W Shanklin.
2008, An Integrated Model to
Measure Service Management
and Physical Constraints Effect
on Food Consumption in Assisted-
Living Facilities, Journal of the
American Dietetic Association,
[online], vol. 108, no. 5, pp. 785-
792. Dari : http://www.
ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ [1 Juni
2013].
10. Puspita DK, Sri Ratna Rahayu.
2011, Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Perilaku
Menyisakan Makanan Pasien Diit
Diabetes Mellitus, Jurnal
Kesehatan Masyarakat, [online],
vol. 6, no. 2, pp. 120-126. Dari :
journal.unnes.ac.id. [2 Juni 2013].
11. Djamaluddin M, Prawirohartono
EP, Paramastri I, 2005, Analisis
Zat Gizi dan Biaya Sisa Makanan
pada Pasien dengan Makanan
Biasa, Jurnal Gizi Klinik
Indonesia, [online], vol. 1, no. 3,
pp. 108-112. Dari :
http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload
/1677MU11020040.pdf. [9 Juli
2013].
12. Proverawati, Atikah dan Erna
Kusumawati. 2011. Ilmu Gizi
untuk Keperawatan dan Gizi
Kesehatan. Yogyakarta : Nuha
Medika.
13. Moehyi, Sjahmien. 1992.
Penyelenggaraan Makanan
Institusi dan Jasa Boga. Jakarta :
Bhratara.
15
14. Almatsier, Sunita. 2005. Penuntun
Diet, Instalasi Gizi Perjan RS. Dr.
Cipto Mangunkusumo dan
Asosiasi Dietisien Indonesia.
Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama.
15. Utari, Retno. 2009, Evaluasi
Pelayanan Makanan Pasien
Rawat Inap di Puskesmas
Gondangrejo Karanganyar,
[online]. Dari : etd.eprints.
ums.ac.id. [14 Agustus 2013].
16. Barasi, Mary E. 2007. At a Glance
Ilmu Gizi. Jakarta : Erlangga.
17. Nainggolan DFP, Armiyati NY,
Supriyono M. 2012, Hubungan
Dukungan Keluarga dengan
Kepatuhan Diit Rendah Garam
dan Keteraturan Kontrol Tekanan
Darah pada Penderita Hipertensi
di Poliklinik RSUD Tugurejo
Semarang, Jurnal Stikes
Telogorejo, [online], vol, 1, no. 2.
Dari : ejournal.stikestelogorejo
.ac.id. [14 Agusutus 2013].
18. Friedman, MM. 1998.
Keperawatan Keluarga Teori dan
Praktek. Jakarta : EGC.
19. Wijayanti, Ari. 2011, Disfagia
Sebagai Faktor Risiko Status Gizi
Pasien Stroke di Ruang Rawat
Inap RS DR Cipto
Mangunkusumo Jakarta, [Tesis].
Program Pascasarjana Fakultas
Kedokteran Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.
20. Hartono, Andry. 2006. Terapi
Gizi dan Diet Rumah Sakit.
Jakarta : EGC.
21. Tapsell LC, Walton K, Williams
PG. 2006, What Do Stakeholders
Consider the Key Issues Affecting
The Quality of Food Service
Provision For Long-stay Patient,
Journal of Food Service, [online],
vol. 17, no. 5, pp. 212-225. Dari :
http://ro.ouw.edu.au/hbspapers/40
[1 Juni 2013].
22. Rahmawati, Mira. 2012,
Hubungan antara Asupan Vitamin
dan Mineral dengan Morbiditas
pada Siswa di SMPN 5 Bogor dan
SMPN 2 Cibinong, [online]. Dari :
http://repository.ipb.ac.id/handle/1
23456789/56240. [14 Agustus
2013].
23. Aritonang, Irianton. 2012.
Penyelenggaraan Makanan,
Manajemen Sistem Pelayanan
Gizi Swakelola dan Jasaboga di
Instalasi Gizi Rumah Sakit.
Yogyakarta: Leutika.
24. Kementerian Negara
Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak. 2010.
Gerakan Lambung Sehat
Indonesia. Jakarta : Kementerian
Negara Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak.
25. Almatsier, Sunita. 2002. Prinsip
Dasar Ilmu Gizi. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama.
26. Nuryati, Puji. 2008, Hubungan
Antara Waktu Penyajian,
Penampilan dan Rasa Makanan
dengan Sisa Makanan pada
Pasien Rawat Inap Dewasa di
Rumah Sakit Bhakti Wira
Tamtama Semarang, [online].
Dari : http://digilib.unimus.ac.id.
[3 April 2013].
27. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. 2007. Pedoman Teknis
Sarana dan Prasarana Rumah
Sakit Kelas C. Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
28. Moore, Mary Courtney. 2012.
Terapi Diet dan Nutrisi. Jakarta :
Hipokrates.