penyebab overproduksi

15
PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP TERJADINYA SISA MAKANAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA PALEMBANG TAHUN 2013 MANUSKRIF SKRIPSI OLEH AHMAD RIZANI NIM. 10091001046 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2013

description

penyebab overproduksi pada food service

Transcript of penyebab overproduksi

Page 1: penyebab overproduksi

PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL

TERHADAP TERJADINYA SISA MAKANAN PASIEN

RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA

PALEMBANG TAHUN 2013

MANUSKRIF SKRIPSI

OLEH

AHMAD RIZANI

NIM. 10091001046

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2013

Page 2: penyebab overproduksi

2

HALAMAN PERSETUJUAN

Manuskrif skripsi ini dengan judul “Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal

Terhadap Terjadinya Sisa Makanan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Bhayangkara

Palembang Tahun 2013” telah mendapat arahan dan bimbingan dari Pembimbing I dan

Pembimbing II serta disetujui pada tanggal 22 Agustus 2013.

Indralaya, 22 Agustus 2013

Pembimbing :

1. Fatmalina Febry, S.KM, M.Si ( )

NIP. 19780208.200212.2.003

2. Suci Destriatania, S.KM, M.KM ( )

NIP. 19861231.200812.2.003

Page 3: penyebab overproduksi

3

PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP

TERJADINYA SISA MAKANAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT

BHAYANGKARA PALEMBANG TAHUN 2013

THE INFLUENCE OF INTERNAL AND EXTERNAL FACTORS TO THE

EXISTENCE OF INPATIENTS PLATE WASTE IN BHAYANGKARA HOSPITAL

PALEMBANG IN 2013

Ahmad Rizani1, Fatmalina Febry

2, Suci Destriatania

3

1Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya

2Dosen Bagian Gizi Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya

3Dosen Bagian Gizi Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya

ABSTRACT

Abstract : Food implementation as one of patients’ nutrition service is a hospital activities

started from planning until food distribution to consument, by giving the appropriate diet

hopefully their can get the best healthy status. The successful of food implementation are

correlated to the presence of plate waste because if the plate waste over than 25% it

showed the failure of food implementation in a hospital. There were many factors

influenced the existence of inpatients’ plate waste in a hospital, either internal or external

factors. Because of that, the purpose of this study was to know the influence of internal and

external factors to the existence of inpatients’ plate waste in Bhayangkara Hospital

Palembang in 2013.

Method : This study was a quantitative study, used analytical-descriptive survey method

with cross-sectional design. Sample of this study were 42 inpatients’ in Bhayangkara

Hospital Palembang based on the inclusion criteria. Jenuh sampling technique was uses to

get the sample. Technique for analyzing the data on univariat and bivariat scale with chi-

square statistic test. The data showed in p-value analysis, Ratio Prevalence (PR) and 95%

Confidence Interval (CI).

Result : The result of this study showed there were no correlation between appetite (PR =

2,579, p-value = 0,269), changes of sense of taste (PR = 2,294, p-value = 0,269),

dysphagia (PR = 1,667, p-value = 0,570), menu variation (PR = 0,714, p-value = 0,658),

eat schedule (PR= 3,714, p-value = 0,072) and condition of inpatients’ room (PR = 2,100,

p-value = 0,397) to the existence of inpatients’ plate waste in Bhayangkara Hospital

Palembang.

Conclusion : In conclusion of the result of this study showed that appetite, changes of

sense of taste, dysphagia, menu variation, eat schedule, and condition of inpatients’ room

does not influenced the existence of their plate waste. Hopefully, the hospital side

especially Bhayangkara Hospital Nutrition Department increase their food implementation

management especially in food management and also taste and food’s appearence.

Keywords : Plate Waste, Internal, External.

Page 4: penyebab overproduksi

4

PENGARUH FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP

TERJADINYA SISA MAKANAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT

BHAYANGKARA PALEMBANG TAHUN 2013

ABSTRAK

Latar Belakang : Penyelenggaraan makanan sebagai salah satu pelayanan gizi rumah

sakit adalah kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian

makanan kepada konsumen, untuk pencapaian status kesehatan yang optimal melalui

pemberian diet yang tepat. Keberhasilan suatu penyelenggaraan makanan antara lain

dikaitkan dengan adanya sisa makanan, karena sisa makanan yang melebihi 25%

menunjukkan kegagalan suatu penyelenggaraan makanan di rumah sakit. Dampak lainnya

dari sisa makanan yang melebihi 25% antara lain malnutrisi dan biaya yang terbuang pada

sisa makanan. Banyak faktor yang mempengaruhi sisa makanan pasien di rumah sakit, baik

itu faktor internal maupun faktor eksternal. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan

mengetahui pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap terjadinya sisa makanan pasien

rawat inap di Rumah Sakit Bhayangkara Palembang tahun 2013.

Metode : Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, menggunakan metode survey

deskriptif-analitis dengan desain studi potong lintang. Sampel penelitian ini adalah 42

pasien yang dirawat inap di Rumah Sakit Bhayangkara Palembang yang berdasarkan

kriteria inklusi. Teknik pengambilan sampel adalah teknik sampling jenuh. Teknik analisa

data secara univariat dan bivariat dengan uji statistik chi-square. Data disajikan dalam

analisa p-value, Prevalensi Rasio (PR) dan 95% derajat kepercayaan (CI).

Hasil Penelitian : Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara nafsu

makan (PR = 2,579, p-value = 0,269), perubahan indera pengecap (PR = 2,294, p-value =

0,269), disfagia (kesulitan menelan) (PR = 1,667, p-value = 0,570), variasi menu (PR =

0,714, p-value = 0,658), jadwal makan (PR = 3,714, p-value = 0,072), dan suasana tempat

perawatan (PR = 2,100, p-value = 0,397) terhadap terjadinya sisa makanan pasien rawat

inap di Rumah Sakit Bhayangkara Palembang.

Kesimpulan : Dapat disimpulkan bahwa faktor internal pasien (nafsu makan, perubahan

indera pengecap, dan disfagia) serta faktor eksternal pasien (variasi menu, jadwal makan,

dan suasana tempat perawatan) tidak mempengaruhi sisa makanan pasien rawat inap di

Rumah Sakit Bhayangkara Palembang. Diharapkan pihak rumah sakit terutama Instalasi

Gizi Rumah Sakit Bhayangkara Palembang untuk meningkatkan manajemen dalam

penyelenggaraan makanan, terutama dalam hal pengolahan makanan serta penampilan dan

rasa menu yang disajikan.

Kata Kunci : Sisa Makanan, Internal, Eksternal.

Page 5: penyebab overproduksi

5

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pelayanan gizi rumah sakit

adalah kegiatan memenuhi kebutuhan

gizi masyarakat baik rawat inap maupun

rawat jalan untuk peningkatan kesehatan

maupun mengoreksi kelainan

metabolisme tubuh dalam rangka upaya

preventif, promotif, kuratif, dan

rehabilitatif1. Penyelenggaraan makanan

sebagai salah satu pelayanan gizi rumah

sakit adalah kegiatan mulai dari

perencanaan menu sampai dengan

pendistribusian makanan kepada

konsumen dalam rangka pencapaian

status kesehatan yang optimal melalui

pemberian diet yang tepat1. Keberhasilan

suatu penyelenggaraan makanan antara

lain dikaitkan dengan adanya sisa

makanan, karena sisa makanan yang

melebihi 25% menunjukkan kegagalan

suatu penyelenggaraan makanan di rumah

sakit2.

Sisa makanan adalah jumlah

makanan yang tidak dimakan oleh pasien

dari yang disajikan oleh rumah sakit

menurut jenis makanannya3. Sisa

makanan dikatakan tinggi atau banyak

jika pasien meninggalkan sisa makanan

lebih dari 25%4. Ada 2 (dua) faktor utama

penyebab terjadinya sisa makanan pasien

di rumah sakit, yaitu faktor internal dan

faktor eksternal. Faktor internal pasien

meliputi keadaan klinis pasien seperti

nafsu makan, perubahan indera pengecap,

disfagia, stress dan lamanya perawatan.

Sedangkan faktor eksternal pasien

meliputi porsi makanan, mutu makanan,

pilihan/variasi menu, penampilan

makanan, sikap petugas, kesalahan

pengiriman makanan, ketidaksesuaian

jadwal makan dan suasana tempat

perawatan5.

Dampak dari sisa makanan yang

tinggi (>25%) berkontribusi terhadap

terjadinya komplikasi malnutrisi rumah

sakit5. Banyak penelitian yang

menjelaskan tentang masalah sisa

makanan pasien di rumah sakit.

Penelitian McLymont, et al (2003)

terhadap 1.190 pasien di rumah sakit

New York, didapat data sebanyak 342

(28,67%) pasien mengkonsumsi kurang

dari 50% makanan yang disajikan. Dari

342 (28,67%) pasien yang mengkonsumsi

kurang dari 50% makanan yang disajikan,

kemudian ditanya mengenai alasan tidak

menghabiskan makanan, dan didapat data

sebanyak 25% pasien kehilangan nafsu

makan dan 8,46% mengalami ganggguan

indera pengecap (taste loss)6. Selain itu,

dari 125 pasien rawat inap di Rumah

Sakit Royale Brisbane Australia,

diketahui sebanyak 54 (43,2%) pasien

mengalami disfagia (kesulitan menelan)7.

Sementara itu, penelitian yang dilakukan

terhadap 300 pasien di rumah sakit di

Malaysia menunjukkan bahwa rata-rata

jenis makanan yang disisakan oleh pasien

antara lain sayuran sebanyak 77,92%,

nasi sebanyak 43,18%, serta ikan

sebanyak 54,71%8.

Penelitian Huang dan Shanklin

(2008) terhadap 108 orang yang tinggal

di Kansas, AS menjelaskan bahwa ada

hubungan yang signifikan antara

ketidakmampuan fungsional, penurunan

status kesehatan, perubahan indera

pengecap dan permasalahan mengunyah

terhadap banyak tidaknya makanan yang

dikonsumsi9. Penelitian Zakiah dkk

(2005) di rumah sakit di Malaysia

menunjukkan bahwa berdasarkan hasil

analisis multiple regresi, ada hubungan

antara nafsu makan (p = 0,028) dengan

terjadinya sisa makanan pasien8.

Sedangkan berdasarkan penelitian

Puspita dan Rahayu (2011) di RSUD Dr.

M. Ashari Pemalang menjelaskan bahwa

faktor yang berhubungan dengan sisa

makanan diet DM yaitu jadwal makan10

.

Hasil observasi yang dilakukan

di Rumah Sakit Bhayangkara Palembang,

sisa makanan pasien masih cukup tinggi.

Di ruang Pos I ditemukan sisa makanan

sebanyak 32,5% nasi, 10,0% protein

nabati, dan 43,7% sayur. Di ruang Pos II

sisa makanan sebanyak 80,0% nasi,

Page 6: penyebab overproduksi

6

16,7% protein hewani, 20,0% protein

nabati dan 58,3% sayur. Sedangkan di

ruang kebidanan ditemukan sisa makanan

sebanyak 25,0% nasi, 25,0% protein

hewani, 20,0% protein nabati, dan 92,5%

sayur.

Menurut Djamaluddin, dkk

(2005), bila makanan yang disajikan

rumah sakit untuk pasien tidak

dihabiskan dengan jumlah yang melebihi

25% dan berlangsung dalam waktu yang

lama, akan menyebabkan pasien

mengalami hospital malnutrition. Selain

itu, adanya biaya yang terbuang pada sisa

makanan akan mengakibatkan anggaran

gizi kurang efisien sehingga akan

berdampak terhadap anggaran persediaan

bahan makanan di rumah sakit11

. Dengan

melihat latar belakang diatas, penulis

tertarik untuk meneliti pengaruh faktor

internal dan eksternal terhadap terjadinya

sisa makanan pasien rawat inap di Rumah

Sakit Bhayangkara Palembang tahun

2013.

BAHAN DAN CARA PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan

metode survei deskriptif-analitis dengan

pendekatan rancangan survei cross

sectional. Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh pasien rawat inap di

Rumah Sakit Bhayangkara Palembang.

Sampel penelitian ini adalah 42 pasien

rawat inap di Rumah Sakit Bhayangkara

Palembang yang memenuhi kriteria

inklusi. Teknik pengambilan sampel

adalah teknik sampling jenuh. Teknik

analisa data secara univariat dan bivariat

dengan uji statistik chi-square. Variabel

independen yang diteliti adalah nafsu

makan, perubahan indera pengecap,

disfagia (kesulitan menelan), variasi

menu, jadwal makan, dan suasana tempat

perawatan, sedangkan variabel dependen

yaitu sisa makanan di Rumah Sakit

Bhayangkara Palembang.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Responden

Tabel di bawah ini

menggambarkan karakteristik responden

(pasien) rawat inap Kelas II Rumah Sakit

Bhayangkara Palembang.

Tabel 1.

Distribusi Frekuensi

Karakteristik Responden Karakteristik Responden n (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan

14 (33,33)

28 (66,67)

Umur

Remaja (14-22)

Dewasa (22-44)

Lansia (> 45)

15 (35,71)

20 (47,62)

7 (16,67)

Pendidikan

Tamat SD

Tamat SMP

Tamat SMA

Tamat Akademi/PT

3 (7,14)

8 (19,05)

18 (42,86)

13 (30,95)

Pekerjaan

Tidak Bekerja/Ibu Rumah Tangga

Wiraswasta/Pedagang

PNS/POLRI/BUMN/Pensiunan

Pelajar/Mahasiswa

9 (21,43)

7 (16,67)

14 (33,33)

12 (28,57)

Berdasarkan tabel 1 di atas,

dapat dilihat bahwa mayoritas responden

(pasien) yang di rawat inap di Kelas II

Rumah Sakit Bhayangkara Palembang

berjenis kelamin perempuan (66,67%)

dengan usia mayoritas dewasa (47,62%).

Selain itu, mayoritas tingkat pendidikan

responden adalah tamat SMA (42,86%)

dengan pekerjaan responden mayoritas

bekerja sebagai PNS/POLRI/BUMN/

Pensiunan (33,33%).

Faktor Internal dan Eksternal Pasien

yang Mempengaruhi Sisa Makanan

Tabel di bawah ini

menggambarkan distribusi frekuensi

faktor internal (nafsu makan, perubahan

indera pengecap, disfagia) dan eksternal

pasien (variasi menu, jadwal makan,

suasana tempat perawatan) yang

mempengaruhi banyaknya sisa makanan

Page 7: penyebab overproduksi

7

pasien rawat inap Kelas II Rumah Sakit

Bhayangkara Palembang.

Tabel 2.

Distribusi Frekuensi Faktor Internal

dan Eksternal yang Mempengaruhi

Banyaknya Sisa Makanan Pasien

Rawat Inap Kelas II Rumah Sakit

Bhayangkara Palembang Tahun 2013 Variabel

Independen

Banyak

(%)

Sedikit

(%)

Nafsu Makan

Tidak Baik

Baik

7 (77,8)

19 (57,6)

2 (22,2)

14(42,4)

Perubahan

Indera Pengecap

Ada

Tidak Ada

9 (75,0)

17 (56,7)

3 (25,0)

13 (43,3)

Disfagia

Ada

Tidak Ada

5 (71,4)

21 (60,0)

2 (28,6)

14 (40,0)

Variasi Menu

Kurang

bervariasi

Bervariasi

5 (55,6)

21 (63,6)

4 (44,4)

12 (36,4)

Jadwal Makan

Tidak Tepat

Tepat

12 (80,0)

14 (51,9)

3 (20,0)

13 (48,1)

Suasana

Tempat

Perawatan

Tidak Nyaman

Nyaman

6 (75,0)

20 (58,8)

2 (25,0)

14 (41,2)

Berdasarkan tabel 2 di atas,

dapat dilihat bahwa sebagian besar pasien

yang meninggalkan sisa makanan dalam

jumlah banyak tidak mengalami disfagia

dan mendapatkan menu bervariasi.

Banyaknya Sisa Makanan

Tabel berikut ini

menggambarkan distribusi frekuensi

banyaknya sisa makanan pasien rawat

inap Kelas II Rumah Sakit Bhayangkara

Palembang.

Tabel 3.

Distribusi Frekuensi Banyaknya Sisa

Makanan Pasien Rawat Inap Kelas II

Rumah Sakit Bhayangkara Palembang

Tahun 2013

Berdasarkan tabel 3 di atas,

sebagian besar responden (pasien) rawat

inap Kelas II Rumah Sakit Bhayangkara

Palembang meninggalkan sisa makanan

dalam kategori banyak (61,90%).

Tabulasi Silang

Tabel di bawah ini

menggambarkan hasil analisa hubungan

antara faktor internal pasien (nafsu

makan, perubahan indera pengecap,

disfagia) dan faktor eksternal pasien

(variasi menu, jadwal makan, suasana

tempat perawatan) terhadap banyaknya

sisa makanan pasien rawat inap Kelas II

Rumah Sakit Bhayangkara Palembang.

Tabel 4.

Hasil Analisa Hubungan Antara

Faktor Internal dan Eksternal

Terhadap Banyaknya Sisa Makanan

Pasien Rawat Inap Kelas II Rumah

Sakit Bhayangkara Palembang Tahun

2013 Variabel PR

(95% CI)

p-value

Nafsu Makan 2,579

(0,463-14,351)

0,269

Perubahan

Indera

Pengecap

2,294

(0,516-10,209)

0,269

Disfagia 1,667

(0,283-9,822)

0,570

Variasi Menu 0,714

(0,160-3,182)

0,658

Jadwal

Makan

3,714

(0,851-16,207)

0,072

Suasana

Tempat

Perawatan

2,100

(0,369-11,964)

0,397

Berdasarkan tabel 4 di atas,

semua variabel independen baik itu faktor

Variabel Dependen Banyak

(%)

Sedikit

(%)

Sisa Makanan

26

(61,90)

16

(38,10)

Page 8: penyebab overproduksi

8

internal pasien (nafsu makan, perubahan

indera pengecap, disfagia), maupun

faktor eksternal pasien (variasi menu,

jadwal makan, suasana tempat

perawatan) tidak berhubungan dengan

banyaknya sisa makanan pasien rawat

inap Kelas II Rumah Sakit Bhayangkara

Palembang. Hal ini terlihat dari nilai

Prevalensi Rasio (PR) dan p-value dari

masing-masing variabel yaitu nafsu

makan (PR = 2,579, p-value = 0,269),

perubahan indera pengecap (PR = 2,294,

p-value = 0,269), disfagia (PR = 1,667, p-

value = 0,570), variasi menu (PR = 0,714,

p-value = 0,658), jadwal makan (PR =

3,714, p-value = 0,072), dan suasana

tempat perawatan (PR = 2,100, p-value =

0,397).

PEMBAHASAN

Nafsu Makan

Hasil penelitian di Rumah Sakit

Bhayangkara Palembang menyatakan

bahwa sebanyak 21,43% pasien

kehilangan nafsu makan. Hasil

wawancara menjelaskan bahwa beberapa

pasien tidak biasa memakan makanan

yang disajikan rumah sakit, makan

dengan porsi yang kecil, sering

menyisakan makanan, dan ingin

memuntahkan makanan yang telah

dimakan. Selain itu, beberapa pasien juga

menolak saat keluarga ingin menyuapi

makan dan menyuruh keluarga memakan

makanan yang telah disajikan untuknya.

Hal ini dikarenakan keadaan penyakit

yang diderita pasien sehingga

mengurangi nafsu makan. Proverawati

dan Kusumawati (2011) menjelaskan

bahwa nafsu makan pasien di rumah sakit

dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor

seperti psikologis, sosial budaya,

penyakit, jasmani dan lingkungan12

.

Berdasarkan hasil penelitian, tidak ada

hubungan antara nafsu makan dengan

sisa makanan pasien rawat inap Kelas II

Rumah Sakit Bhayangkara Palembang.

Ada beberapa hal yang menyebabkan

tidak adanya hubungan antara nafsu

makan pasien dengan sisa makanan

pasien rawat inap di Kelas II Rumah

Sakit Bhayangkara Palembang. Pertama,

karena adanya makanan dari luar rumah

sakit. Berdasarkan hasil wawancara yang

dilakukan mengenai alasan tidak

menghabiskan makanan, beberapa pasien

mengatakan bahwa sebenarnya nafsu

makannya baik, tetapi karena adanya

makanan dari luar rumah sakit yang

didapat dari keluarga, sehingga makanan

yang disajikan rumah sakit tidak

dihabiskan oleh pasien. Menurut Moehyi

(1992), makanan yang dimakan oleh

pasien yang berasal dari luar rumah sakit

akan berpengaruh terhadap terjadinya sisa

makanan. Rasa lapar yang tidak segera

diatasi pada pasien yang sedang dalam

perawatan menyebabkan pasien mencari

makanan tambahan dari luar rumah sakit

sehingga makanan yang berasal dari

rumah sakit tidak dihabiskan13

.

Kedua, karena adanya beberapa

pasien yang akan melakukan bedah

(operasi). Ada beberapa pasien yang

makanannya sama sekali tidak disentuh

dikarenakan pasien tersebut akan

melakukan bedah (operasi). Menurut

Almatsier (2005), pasien yang akan

melakukan bedah kecil seperti

tonsilektomi, harus dipuasakan selama 4-

5 jam sebelum pembedahan14

. Ketiga,

penampilan dan rasa makanan kurang

menarik. Berdasarkan hasil wawancara,

pasien mengatakan bahwa makanan yang

disajikan rumah sakit terlalu keras dan

rasa makanan terasa hambar. Utari (2009)

menjelaskan bahwa bentuk makanan,

rasa, aroma, dan tekstur makanan dapat

menekan atau merangsang selera

makan15

. Keempat, karena faktor adat-

istiadat. Pasien pasca operasi memilih

untuk tidak memakan salah satu menu

yang telah disajikan rumah sakit, bukan

karena kurang nafsu makan, tetapi lebih

karena adat-istiadat dari daerahnya yang

melarang untuk memakan menu tersebut.

Menurut Barasi (2007), faktor yang

Page 9: penyebab overproduksi

9

mempengaruhi pemilihan makanan

seseorang antara lain budaya, agama,

keputusan etis, faktor ekonomi, norma

sosial, pendidikan, serta media dan

periklanan16

.

Perubahan Indera Pengecap

Berdasarkan hasil penelitian

yang dilakukan di Rumah Sakit

Bhayangkara Palembang, sebanyak

28,57% pasien mengalami perubahan

indera pengecap. Hasil wawancara

menjelaskan bahwa beberapa pasien

menyatakan lidah terasa pahit ketika

mengunyah makanan. Pasien lainnya

menyatakan bahwa lidah terasa hambar

dan kurang bisa mengecap rasa pada

makanan, baik itu rasa manis maupun

rasa asin. Di saat yang bersamaan,

pasien-pasien yang mengalami perubahan

indera pengecap juga merasakan mulut

terasa kering (produksi liur berkurang)

dan nafas berbau tidak sedap sehingga

tidak bisa menikmati makanan yang

dimakan. Menurut Almatsier (2005), rasa

pahit di lidah saat sakit disebabkan

karena berkurangnya produksi air liur

karena berbagai sebab yang

mengakibatkan nafas berbau tidak

sedap14

.

Hasil penelitian menjelaskan

bahwa tidak ada hubungan antara

perubahan indera pengecap dengan sisa

makanan pasien rawat inap Kelas II

Rumah Sakit Bhayangkara Palembang.

Tidak adanya hubungan antara perubahan

indera pengecap pasien dengan sisa

makanan pasien rawat inap Kelas II

Rumah Sakit Bhayangkara Palembang

dikarenakan adanya dorongan dari

keluarga yang terus memaksa pasien

untuk memakan makanan rumah sakit.

Nainggolan (2012) dalam penelitiannya

di Poliklinik RSUD Tugurejo Semarang

menjelaskan bahwa dukungan keluarga

sangat berpengaruh terhadap kepatuhan

makan pasien diet rendah garam17

. Selain

itu, dukungan keluarga merupakan suatu

bentuk perhatian dan dorongan yang

didapatkan individu dari orang lain.

Keluarga cukup berperan dalam

perawatan kesehatan anggota

keluarganya yang sakit, termasuk dalam

hal makan18

. Berdasarkan hasil

wawancara dan observasi, beberapa

pasien di Rumah Sakit Bhayangkara

Palembang yang mengalami perubahan

indera pengecap dipaksa oleh

keluarganya agar mau memakan makanan

rumah sakit. Anggota keluarga pasien

terus menerus mendorong pasien agar

mau makan dengan cara menyuapi pasien

makan sedikit demi sedikit. Pasien dalam

keadaan sakit harus tetap makan, jika

nafsu makannya kurang, berikan

makanan dengan porsi kecil tetapi

sering14

.

Disfagia (Kesulitan Menelan)

Berdasarkan hasil penelitian

yang dilakukan di Rumah Sakit

Bhayangkara Palembang, sebanyak

16,67% pasien mengalami disfagia

(kesulitan menelan). Hasil wawancara

menggunakan kuesioner menjelaskan

bahwa beberapa pasien mengeluhkan

sakit pada dada ketika menelan makanan,

beberapa pasien lainnya tidak bisa

menelan makanan ketika pertama kali

menelan, mengeluhkan batuk dan

tersedak ketika menelan makanan.

Menurut Wijayanti (2011), gejala-gejala

yang menyertai disfagia antara lain

makanan atau cairan tidak bisa ditelan

pada percobaan menelan yang pertama,

muntah, tersedak, batuk ketika menelan,

makanan atau cairan naik kembali ke

tenggorokan, mulut, atau hidung setelah

menelan, merasa seperti makanan atau

cairan terjebak di salah satu atau

beberapa bagian dari tenggorokan atau

dada, rasa sakit ketika menelan, rasa sakit

atau perasaan tertekan pada dada atau ulu

hati, rasa terbakar di leher hingga dada,

dan berat badan turun karena tidak

mendapatkan cukup asupan makanan atau

cairan19

.

Page 10: penyebab overproduksi

10

Hasil penelitian menjelaskan

bahwa tidak ada hubungan antara disfagia

dengan sisa makanan pasien rawat inap

Kelas II Rumah Sakit Bhayangkara

Palembang. Tidak adanya hubungan

antara disfagia dengan sisa makanan

pasien rawat inap Kelas II Rumah Sakit

Bhayangkara Palembang dikarenakan

gejala disfagia yang dialami pasien rawat

inap di Rumah Sakit Bhayangkara

Palembang masih dalam tahap ringan,

dalam artian pasien tersebut masih

mampu makan walaupun sedikit-sedikit

dan makanan yang diberikan pun berupa

bubur. Menurut Almatsier (2005), diet

pada penderita disfagia tergantung dari

kondisi disfagia yang dialami pasien, bila

pasien masih mampu menelan, diet

diberikan melalui oral dalam bentuk

makanan cair kental, saring, atau lunak.

Sedangkan jika pasien sudah tidak

mampu menelan, diet diberikan melalui

pipa dalam bentuk makanan cair penuh14

.

Hasil wawancara yang

dilakukan peneliti juga menjelaskan

bahwa pasien yang mengalami disfagia di

Rumah Sakit Bhayangkara Palembang

disebabkan karena keadaan penyakit yang

dideritanya. Pasien Stroke dan gangguan

pencernaan merupakan pasien yang

paling banyak mengalami disfagia.

Menurut Almatsier (2005), gangguan

menelan dapat terjadi di seluruh

kelompok umur yang disebabkan karena

kelainan bawaan, kelainan sistem saraf

menelan, pasca stroke, dan adanya massa

tumor yang menutupi saluran cerna14

.

Variasi Menu

Hasil penelitian yang dilakukan

di Rumah Sakit Bhayangkara Palembang

menjelaskan bahwa sebanyak 21,43%

pasien di Kelas II mendapatkan menu

kurang bervariasi. Berdasarkan hasil

observasi yang dilakukan selama 7

(tujuh) hari (siklus menu hari ke-9, ke-10,

ke-11, ke-1, ke-2, ke-3, dan ke-4)

terhadap variasi menu yang disajikan,

hanya menu ke-9 yang kurang bervariasi.

Menu makanan yang paling banyak

disisakan pasien selama 7 (tujuh) hari

pengamatan adalah sayuran, dan yang

paling sedikit disisakan pasien adalah

buah-buahan. Hal ini sesuai dengan

penelitian Aula (2011) di Rumah Sakit

Haji Jakarta yang menyatakan bahwa

sayuran merupakan menu yang paling

banyak disisakan pasien (47,10%), dan

buah merupakan makanan yang paling

sedikit disisakan pasien (11,07%)3.

Ada beberapa alasan yang

menyebabkan pasien di Kelas II Rumah

Sakit Bhayangkara Palembang paling

banyak menyisakan sayuran. Pertama,

sayuran yang disajikan terlalu keras

sehingga sulit dimakan. Menurut Moehyi

(1992), tekstur makanan merupakan

komponen yang mempengaruhi cita rasa

makanan. Cara memasak dan lama waktu

pemasakan makanan dapat

mempengaruhi tekstur makanan13

.

Kedua, karena faktor adat-istiadat.

Beberapa pasien pasca operasi di Rumah

Sakit Bhayangkara Palembang memilih

tidak memakan menu sayur yang telah

disajikan karena adat-istiadat dari

daerahnya yang melarang untuk

memakan menu tersebut. Menurut

Hartono (2006), salah satu faktor yang

mempengaruhi seseorang memilih

makanan yaitu kepercayaan dan

ketakhayulan (food belief and food

fadism)20

. Ketiga, karena rasa sayur yang

kurang enak (hambar). Hal ini sejalan

dengan pendapat Utari (2009) yang

mengatakan bahwa bentuk makanan,

rasa, aroma, dan tekstur makanan dapat

menekan atau merangsang selera

makan15

.

Berdasarkan hasil penelitian,

tidak ada hubungan antara jadwal makan

dengan sisa makanan pasien rawat inap

Kelas II Rumah Sakit Bhayangkara

Palembang. Tidak adanya hubungan

antara variasi menu dengan sisa makanan

pasien rawat inap Kelas II Rumah Sakit

Bhayangkara Palembang dikarenakan

sebagian besar menu yang disajikan oleh

Page 11: penyebab overproduksi

11

Rumah Sakit Bhayangkara Palembang

bervariasi. Berdasarkan hasil observasi

yang dilakukan terhadap siklus menu 11

hari Rumah Sakit Bhayangkara

Palembang, setiap hari selama 11 hari

baik itu makan pagi, makan siang,

maupun makan sore, semua menu yang

disajikan terutama lauk hewani, lauk

nabati, sayur dan buah berbeda-beda.

Tapsell, et al (2006), dalam penelitiannya

di Rumah Sakit Publik dan Privat New

South Wales, Australia menjelaskan

bahwa variasi menu yang disajikan cukup

bervariasi. Hal ini terlihat dari pernyataan

beberapa pasien yang dirawat inap di

rumah sakit tersebut (n = 19) yang

mengatakan bahwa “kamu dapat memilih

makanan apa yang ingin kamu makan,

dan kamu dapat memilih makanan yang

kamu sukai”21

. Selain itu, menu makanan

yang disajikan oleh Rumah Sakit

Bhayangkara Palembang sesuai dengan

kebiasaan makan pasien dimana beberapa

pasien yang diwawancarai mengatakan

bahwa ia tidak merasa aneh dan

menganggap menu makanan yang

disajikan biasa saja, dalam artian sesuai

dengan kebiasaan makannya sebelum

sakit. Menurut Suhardjo (1989) dalam

Rahmawati (2012) kebiasaan makan

adalah suatu istilah untuk

menggambarkan kebiasaan dan perilaku

yang berhubungan dengan makanan dan

makan, seperti tata krama makan,

frekuensi makan seseorang, pola makan,

kepercayaan tentang makanan, distribusi

makanan diantara anggota keluarga,

penerimaan terhadap makanan dan cara

pemilihan bahan pangan yang hendak

dimakan sebagai reaksi terhadap

pengaruh fisiologik, psikologik, sosial

dan budaya22

.

Dalam penyusunan menu yang

dilakukan di Rumah Sakit Bhayangkara

Palembang tidak ada standar porsi untuk

setiap menu dan diet yang diberikan

kepada pasien. Menurut Aritonang

(2012), dalam perencanaan menu di

rumah sakit diperlukan adanya peraturan

pemberian makanan rumah sakit, standar

porsi, standar resep, dan standar bumbu23

.

Jadwal Makan

Hasil penelitian di Rumah Sakit

Bhayangkara Palembang menjelaskan

bahwa sebanyak 35,71% pasien

mendapatkan makanan (makan pagi,

siang, sore) dengan jadwal pemberian

makanan yang tidak tepat waktu.

Berdasarkan hasil observasi yang telah

dilakukan peneliti selama 7 (tujuh) hari

(siklus menu hari ke-9, ke-10, ke-11, ke-

1, ke-2, ke-3, dan ke-4) terhadap jadwal

pemberian makan, sebagian besar jadwal

makan pagi dan siang sudah tepat waktu,

dimana makan pagi dijadwalkan pada

pukul 07.00 WIB dan makan siang pada

pukul 12.00 WIB. Hanya jadwal makan

sore yang sebagian besar tidak tepat

waktu. Jadwal makan sore di Rumah

Sakit Bhayangkara Palembang sebagian

besar dilakukan pada pukul 16.30 WIB

(siklus menu hari ke-9, ke-1, ke-2, ke-3,

dan ke-4). Menurut Sukmaniah (2010)

dalam Kemeneg PP dan PA (2010),

jadwal makan sore hari antara pukul

17.00-20.00 WIB24

. Ada 3 (tiga) dampak

buruk dari jadwal pemberian makan yang

tidak tepat waktu. Pertama, pemberian

makanan yang terlalu cepat dapat

menyebabkan pasien tidak segera

memakannya karena merasa belum lapar

sehingga makanan tersebut kemungkinan

mengalami penurunan suhu. Moehyi

(1992) menjelaskan bahwa bila jadwal

pemberian makan tidak sesuai, maka

makanan yang sudah siap akan

mengalami waktu penungguan sehingga

pada saat makanan akan disajikan ke

pasien, makanan menjadi tidak menarik

karena mengalami perubahan suhu

makanan13

. Kedua, pemberian makanan

yang terlalu cepat dapat menyebabkan

pasien merasa cepat lapar kembali.

Almatsier (2002) menjelaskan bahwa

pada manusia secara alamiah akan

merasa lapar setelah 3–4 jam makan,

sehingga setelah waktu tersebut sudah

Page 12: penyebab overproduksi

12

harus mendapatkan makanan, baik dalam

bentuk makanan ringan atau berat25

.

Ketiga, jadwal makan yang tidak tepat

dapat mengakibatkan kondisi fisik pasien

semakin menurun. Muhilal (1998) dalam

Nuryati (2008) menjelaskan bahwa jika

makan terlambat disajikan, dapat

menyebabkan kebutuhan energi diambil

dari cadangan lemak tubuh sehingga

berdampak pada keterlambatan

pemasukan zat gula ke dalam darah yang

dapat menurunkan konsentrasi, rasa

malas, lemas, mengantuk dan berkeringat

dingin26

.

Hasil penelitian menyatakan

bahwa tidak ada hubungan antara jadwal

makan dengan sisa makanan pasien rawat

inap Kelas II Rumah Sakit Bhayangkara

Palembang. Tidak adanya hubungan

antara jadwal makan dengan sisa

makanan pasien rawat inap Kelas II

Rumah Sakit Bhayangkara Palembang

adalah dikarenakan sebagian besar jadwal

makan di Rumah Sakit Bhayangkara

Palembang sudah tepat waktu, dimana

makan pagi dijadwalkan pada pukul

07.00 WIB dan makan siang pada pukul

12.00 WIB. Menurut Sukmaniah (2010)

dalam Kemeneg PP dan PA (2010),

makan pagi berkisar jam 06.00-08.00

WIB dan makan siang berkisar jam

12.00-13.00 WIB24

. Krisnatuti (1999)

dalam Nuryati (2008) menjelaskan bahwa

makanan di rumah sakit harus tepat

waktu, tepat diet, dan tepat jumlah26

.

Selain itu, berdasarkan hasil observasi,

sebagian besar makanan yang diantar ke

ruangan langsung dimakan oleh pasien,

baik itu makan pagi maupun makan

siang. Menurut Moehyi (1992), waktu

pembagian makanan yang tepat dengan

jam makan pasien serta jarak waktu yang

sesuai dapat mempengaruhi habis

tidaknya makanan13

.

Suasana Tempat Perawatan

Hasil penelitian di Rumah Sakit

Bhayangkara Palembang menjelaskan

bahwa sebanyak 19,05% pasien rawat

inap di Kelas II mendapatkan tempat

perawatan dengan suasana tidak nyaman.

Berdasarkan hasil observasi, semua

tempat perawatan pasien rawat inap di

Kelas II memiliki luas kurang dari 12 m2-

16 m2. Beberapa tempat perawatan

pasien, keadaan lantai dan dindingnya

terlihat kotor dan berdebu. Selain itu,

sebagian ruangan terlihat gelap walaupun

memiliki pencahayaan buatan seperti

lampu. Ada beberapa ruangan yang tidak

memiliki ventilasi. Ketenangan dalam

ruangan pasien pun masih ada yang

bermasalah. Beberapa pasien merasa

sangat terganggu dengan suara-suara

berisik dari para petugas penjaga ruangan

(seperti perawat dan bidan) dan juga dari

para keluarga pasien. Padahal pasien

butuh istirahat untuk memulihkan

keadaannya. Begitu juga dengan keadaan

suhu ruangan. Karena 1 (satu) ruangan

diisi oleh 3-4 orang pasien, suhu di

ruangan tersebut terasa cukup panas.

Hasil observasi lainnya juga

memperlihatkan bahwa ada 1 (satu)

ruangan pasien yang pintunya sulit

dibuka. Ini tentunya cukup menyulitkan

bagi petugas kesehatan yang ingin

memeriksa keadaan pasien, ataupun para

pekarya yang ingin mengantarkan

makanan ke dalam ruangan tersebut.

Selain itu, ada beberapa kondisi tempat

tidur pasien (bed) yang kurang bersih dan

rapi. Tentunya ini akan cukup

mengganggu kenyamanan pasien dalam

ruangan tersebut.

Menurut Depkes RI (2007),

persyaratan ruangan rawat inap pasien

Rumah Sakit Tipe C antara lain memiliki

luas ruangan 12 m2-16 m

2, lantai bersih,

dinding tidak berdebu, tersedia

pencahayaan alami dan atau buatan,

tersedia ventilasi alami dan atau buatan,

pintu rapat serangga dan tikus serta

menutup dengan baik dan membuka arah

luar, suhu sejuk, ketenangan dalam ruang

pasien terjaga, ruangan tidak

menimbulkan bau yang tidak sedap, dan

kondisi tempat tidur bersih dan rapi27

.

Page 13: penyebab overproduksi

13

Berdasarkan hasil penelitian,

tidak ada hubungan antara suasana

tempat perawatan dengan sisa makanan

pasien rawat inap Kelas II Rumah Sakit

Bhayangkara Palembang. Tidak adanya

hubungan antara suasana tempat

perawatan pasien dengan sisa makanan

pasien rawat inap Kelas II Rumah Sakit

Bhayangkara Palembang adalah karena

berdasarkan hasil wawancara dan

observasi, sebagian besar pasien yang

dirawat inap di Rumah Sakit

Bhayangkara Palembang tidak terlalu

memperhatikan suasana tempat

perawatan di ruangannya. Nyaman atau

tidaknya tempat perawatan mereka,

pasien akan tetap memakan makanan

yang disajikan rumah sakit. Faktor utama

yang menyebabkan pasien di Rumah

Sakit Bhayangkara Palembang tidak

menghabiskan makanannya adalah

karena kondisi penyakit yang dideritanya.

Menurut Moore (2012), keadaan penyakit

seseorang dapat menyebabkan

berkurangnya makanan yang masuk28

.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian

dapat disimpulkan bahwa sebagian besar

pasien meninggalkan sisa makanan dalam

kategori banyak (61,90%). Hasil analisa

bivariat menunjukkan bahwa faktor

internal pasien (nafsu makan, perubahan

indera pengecap, disfagia) dan eksternal

pasien (variasi menu, jadwal makan,

suasana tempat perawatan) tidak

memiliki hubungan dengan banyaknya

sisa makanan pasien rawat inap Kelas II

Rumah Sakit Bhayangkara Palembang.

Saran

A. Bagi Instalasi Gizi Rumah Sakit

Bhayangkara Palembang :

1. Untuk pasien yang nafsu

makannya kurang, sajikan

makanan dengan penampilan dan

rasa yang menarik. Selain itu,

untuk pasien yang mengalami

perubahan indera pengecap dan

disfagia, berikan dorongan agar

pasien mau makan, dan pantau

pasien secara terus menerus agar

tetap mau makan walaupun

sedikit-sedikit.

2. Untuk keluarga pasien, berikan

pengertian dan penyuluhan

kepada setiap keluarga pasien

agar tidak membawa makanan

dari luar rumah sakit. Dan berikan

teguran bagi keluarga pasien yang

ikut memakan makanan pasien.

3. Sajikan menu yang bervariasi,

bukan hanya dalam jenis

penyajiannya tetapi juga bahan

makanan yang akan dibuat menu

dan buatlah standar porsi setiap

jenis makanan.

4. Untuk jadwal makan, sajikan

makanan dengan jadwal yang

tepat waktu terutama makan sore,

sajikan makan sore pada pukul

17.00 WIB.

B. Bagi Rumah Sakit Bhayangkara

Palembang

1. Berikan tempat perawatan pasien

dengan suasana yang nyaman.

Usahakan agar kondisi tempat

tidur pasien tetap bersih dan rapi,

ruangan selalu dalam keadaan

terang, dan perhatikan kapasitas

jumlah pasien dalam 1 (satu)

ruangan karena hal ini akan

berpengaruh terhadap ketenangan

dan kenyamanan pasien.

2. Tingkatkan program konsultasi

gizi bagi pasien rawat inap

maupun rawat jalan dengan cara

menyediakan gedung khusus

konsultasi gizi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia. 2005. Pelayanan Gizi

Rumah Sakit. Jakarta :

Page 14: penyebab overproduksi

14

Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

2. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia. 1991. Buku Pedoman

Pengelolaan Pelayanan Gizi

Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat

Gizi Departemen Kesehatan

Republik Indonesia.

3. Aula, Lisa Ellizabet. 2011,

Faktor-Faktor Yang Berhubungan

Dengan Terjadinya Sisa Makanan

Pada Pasien Rawat Inap Di

Rumah Sakit Haji Jakarta,

[online]. Dari : repository.

uinjkt.ac.id, [3 April 2013].

4. Renaningtyas, Dewi. 2004,

Pengaruh Penggunaan Modifikasi

Standar Resep Lauk Nabati

Tempe terhadap Daya Terima dan

Persepsi Pasien Rawat Inap,

Jurnal Gizi Klinik Indonesia,

[online], vol. 1, no. 1. Dari :

http://etd.ugm.ac.id. [3 April

2013].

5. Williams Peter dan Karen Walton.

2011, Plate Waste in Hospitals

and Strategies for Change,

Journal of Clinical Nutrition and

Metabolism, [online], vol. 6, no,

6, pp. 235-241. Dari : http://

www.elsevier.com/locate/clnu. [1

Juni 2013].

6. McLymont V, Sharon Cox,

Frederic Stell. 2003, Improving

Patient Meal Satisfaction with

Room Service Meal Delivery,

Journal of Nursing Care Quality,

[online], vol. 18, no. 1, pp. 27-37.

Dari : http://www.ncbi.nlm.nih.

gov/pubmed/12518836. [1 Juni

2013].

7. Mudge, et.al. 2011, Helping

Understand Nutritional Gaps in

The Elderly (HUNGER) : A

Prospective Study of Patient

Factors Associated with

Inadequate Nutritional Intake in

Older Medical Inpatients, Journal

of Clinical Nutrition, [online], vol.

30, no. 3, pp. 320-325. Dari :

http://www.clinicalnutritionjourna

l.com. [1 Juni 2013].

8. Zakiah MD, Saimy, Maimunah.

2005, Plate Waste among

Hospital Inpatient, Malaysian

Journal of Public Health

Medicine, [online], vol. 5, no. 2,

pp. 19-24. Dari :

http://www.mjphm.org.my/mjph/

index. [3 April 2013].

9. Huang HC, Carol W Shanklin.

2008, An Integrated Model to

Measure Service Management

and Physical Constraints Effect

on Food Consumption in Assisted-

Living Facilities, Journal of the

American Dietetic Association,

[online], vol. 108, no. 5, pp. 785-

792. Dari : http://www.

ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ [1 Juni

2013].

10. Puspita DK, Sri Ratna Rahayu.

2011, Faktor-Faktor yang

Berhubungan dengan Perilaku

Menyisakan Makanan Pasien Diit

Diabetes Mellitus, Jurnal

Kesehatan Masyarakat, [online],

vol. 6, no. 2, pp. 120-126. Dari :

journal.unnes.ac.id. [2 Juni 2013].

11. Djamaluddin M, Prawirohartono

EP, Paramastri I, 2005, Analisis

Zat Gizi dan Biaya Sisa Makanan

pada Pasien dengan Makanan

Biasa, Jurnal Gizi Klinik

Indonesia, [online], vol. 1, no. 3,

pp. 108-112. Dari :

http://lib.ugm.ac.id/digitasi/upload

/1677MU11020040.pdf. [9 Juli

2013].

12. Proverawati, Atikah dan Erna

Kusumawati. 2011. Ilmu Gizi

untuk Keperawatan dan Gizi

Kesehatan. Yogyakarta : Nuha

Medika.

13. Moehyi, Sjahmien. 1992.

Penyelenggaraan Makanan

Institusi dan Jasa Boga. Jakarta :

Bhratara.

Page 15: penyebab overproduksi

15

14. Almatsier, Sunita. 2005. Penuntun

Diet, Instalasi Gizi Perjan RS. Dr.

Cipto Mangunkusumo dan

Asosiasi Dietisien Indonesia.

Jakarta : Gramedia Pustaka

Utama.

15. Utari, Retno. 2009, Evaluasi

Pelayanan Makanan Pasien

Rawat Inap di Puskesmas

Gondangrejo Karanganyar,

[online]. Dari : etd.eprints.

ums.ac.id. [14 Agustus 2013].

16. Barasi, Mary E. 2007. At a Glance

Ilmu Gizi. Jakarta : Erlangga.

17. Nainggolan DFP, Armiyati NY,

Supriyono M. 2012, Hubungan

Dukungan Keluarga dengan

Kepatuhan Diit Rendah Garam

dan Keteraturan Kontrol Tekanan

Darah pada Penderita Hipertensi

di Poliklinik RSUD Tugurejo

Semarang, Jurnal Stikes

Telogorejo, [online], vol, 1, no. 2.

Dari : ejournal.stikestelogorejo

.ac.id. [14 Agusutus 2013].

18. Friedman, MM. 1998.

Keperawatan Keluarga Teori dan

Praktek. Jakarta : EGC.

19. Wijayanti, Ari. 2011, Disfagia

Sebagai Faktor Risiko Status Gizi

Pasien Stroke di Ruang Rawat

Inap RS DR Cipto

Mangunkusumo Jakarta, [Tesis].

Program Pascasarjana Fakultas

Kedokteran Program Studi Ilmu

Kesehatan Masyarakat

Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta.

20. Hartono, Andry. 2006. Terapi

Gizi dan Diet Rumah Sakit.

Jakarta : EGC.

21. Tapsell LC, Walton K, Williams

PG. 2006, What Do Stakeholders

Consider the Key Issues Affecting

The Quality of Food Service

Provision For Long-stay Patient,

Journal of Food Service, [online],

vol. 17, no. 5, pp. 212-225. Dari :

http://ro.ouw.edu.au/hbspapers/40

[1 Juni 2013].

22. Rahmawati, Mira. 2012,

Hubungan antara Asupan Vitamin

dan Mineral dengan Morbiditas

pada Siswa di SMPN 5 Bogor dan

SMPN 2 Cibinong, [online]. Dari :

http://repository.ipb.ac.id/handle/1

23456789/56240. [14 Agustus

2013].

23. Aritonang, Irianton. 2012.

Penyelenggaraan Makanan,

Manajemen Sistem Pelayanan

Gizi Swakelola dan Jasaboga di

Instalasi Gizi Rumah Sakit.

Yogyakarta: Leutika.

24. Kementerian Negara

Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak. 2010.

Gerakan Lambung Sehat

Indonesia. Jakarta : Kementerian

Negara Pemberdayaan Perempuan

dan Perlindungan Anak.

25. Almatsier, Sunita. 2002. Prinsip

Dasar Ilmu Gizi. Jakarta :

Gramedia Pustaka Utama.

26. Nuryati, Puji. 2008, Hubungan

Antara Waktu Penyajian,

Penampilan dan Rasa Makanan

dengan Sisa Makanan pada

Pasien Rawat Inap Dewasa di

Rumah Sakit Bhakti Wira

Tamtama Semarang, [online].

Dari : http://digilib.unimus.ac.id.

[3 April 2013].

27. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia. 2007. Pedoman Teknis

Sarana dan Prasarana Rumah

Sakit Kelas C. Jakarta :

Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

28. Moore, Mary Courtney. 2012.

Terapi Diet dan Nutrisi. Jakarta :

Hipokrates.