Pengolahan Data Seismik (Teori2)

download Pengolahan Data Seismik (Teori2)

of 36

Transcript of Pengolahan Data Seismik (Teori2)

Victor

BAB IV PENGOLAHAN DATA SEISMIK REFLEKSI4.1. Processing Sequence Dari SEGB, SEGD, atau SEGY ke format internal (GCI) Memberi alamat/lokasi pada setiap Shot point dan Receiver. Lokasi dari CDP diketahui dari lokasi-lokasi SP dan Receiver yang menghasilkannya Mengembalikan amplitudo seismik yang berkurang karena efek divergensi speris dan penyerapan oleh karena sifat inelastisitas batuan Koreksi untuk mengkompensasi perbedaan amplitudo karena pebedaan keadaan permukaan Menempatkan SP dan Receiver datum/permukaan yang yang sama pada

Demultiplexing/Reformatting Geometry

True Amplitude Recovery

Surface Consistent Amplitude Correction

Statics Correction Velocity Analysis

Analisis kecepatan untuk memperoleh kecepatan stacking yang akan digunakan untuk koreksi Normal Move Out Koreksi untuk menghilangkan pengaruh jarak/offset terhadap waktu penjalaran gelombang Menjumlahkan semua trace dari CDP yang sama; proses ini menaikkan S/N Mengoreksi kesalahan koreksi statik. Modul : RAS, RESID untuk koreksi surface consistent, dan PILOT untuk koreksi nonsurface consistent Untuk memperoleh kecepatan stacking yang lebih baik setelah diperoleh koreksi statik yang lebih baik Stack setelah diperbaiki kecepatan dan statik

Koreksi Normal Move Out (NMO)

Brute Stack Residual Statics

Velocity Analysis

Residual Statics Stack Dip Move Out

Untuk mengoreksi kecepatan yang lebih tinggi karena pengaruh kemiringan reflektor

Victor

Velocity Analysis

Analisis kecepatan setelah koreksi DMO. Kecepatan untuk bidang miring yang diperoleh akan lebih rendah daripada sebelum DMO Stack setelah memperoleh kecepatan yang lebih baik setelah DMO Memindahkan titik refleksi ke posisi yang benar. kesalahan ini diakibat-kan oleh pengandaian yang salah bahwa reflektor horinsontal, dan titik CDP ada ditengah antara SP dan penerima

DMO Stack Migration

4.2.

Geometri

Untuk dapat mempergunakan data seismik dari lapangan, setiap SP dan penerima harus diberi alamat terlebih dahulu, sehinggga kedudukannya di permukaan terdefinisi. Informasi kedudukan SP dan penerima di permukaaan diberikan oleh pengukuran topografi dan laporan observer, yang harus diterjemahkan ke spread sheet di processing. 4.2.1. Laporan Lapangan Laporan Lapangan yang penting dalam kaitan dengan geometri ada dua, yaitu laporan topografi dan laporan penembakan yang biasa disebut sebagai Observers Report. Laporan ini mempunyai beberapa bentuk, yaitu tulisan tangan di kertas, print out komputer untuk data laut, dalam disket untuk laporan topografi data darat, dalam kaset exabyte untuk laporan topografi data laut, terutama untuk 3D, dan yang terbaru langsung masuk ke header datanya dalam format SPS (Shell Processing Support). Ada beberapa hal yang harus diketahui/diperhatikan sebelum menyusun file geometri : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Jumlah channel/penerima per SP Jarak antar SP dan penerima bila tidak ada data topografi Arah penembakan (azimuth) Letak channel no.1 terhadap arah penembakan Spread penerima dan metode penembakan (split, off end, double off end) Penyimpangan dari letak yang seharusnya (skid, jarak SP terhadap garis lintasan) Satuan jarak dari file SPS

4.2.2. Penulisan Geometri Di SeisUP ada tiga spread sheet yang perlu diisi : 1. Spread sheet Stations yang dapat didefinisikan dengan dua cara, yaitu dengan Grid atau dengan Coordinate. Grid biasanya dipakai untuk data laut yang selalu ditembak secara teratur, sedangkan Coordinate untuk data yang koordinatnya disimpan di disket atau kaset exabyte.

Victor

2. Spread sheet Source yang dapat didefinisikan dengan tiga cara 2.1. Distance from previous shot. Pilihan ini memerlukan jarak SP dari SP sebelumnya, nomer trace terdekat ke arah penembakan, trace terdekat ke arah kebalikan dari arah penembakan, jarak masing-masing ke SP. Pattern dari spread penerima tidak diperlukan disini. 2.2. Coordinate 2.3. Receiver locations 3. Spread sheet untuk Pattern, yaitu kedudukan tiap trace (mulai dari trace #1 sampai dengan trace terakhir dari satu tebaran/spread yang berpola sama) yang dinyatakan dengan berbagai cara seperti ditunjukkan oleh Tabel 4-1. Tabel 4-1 Contoh hasil Observer Reports Source ditentukan oleh Jarak dari SP sebelumnya (Distance from previous.shot) Koordinat Koordinat Koordinat Parameter SP -jarak SP ke SP sebelumnya -trace terdekat ke SP -jarak trace terdekat ke SP -Koordinat SP (X dan Y) -Koordinat SP (X dan Y) -Koordinat trace # 1 -Koordinat SP (X dan Y) -Lok.bin trace pertama, sebelum gap, setelah gap dan trace terakhir Receiver bin # dari SP -Receiver bin # dari SP -Receiver bin # dari trace # 1 -Receiver bin # dari SP -Lok.bin trace pertama, sebelum gap, setelah gap dan trace terakhir Pattern ditentukan oleh Pattern (tidak dicode) Parameter Pattern ---

Distance from previous shot Receiver location Spread Layout (tidak dicode) Distance from previous shot Receiver location Spread Layout (tidak dicode)

Jarak dari SP ke setiap trace (X dan Y) Nomor receiver bin dari setiap channel --Jarak dari setiap trace ke SP Nomor receiver bin dari setiap channel ---

Receiver location Receiver location Receiver location

Yang biasanya menjadi masalah adalah bagaimana menterjemahkan laporan observer ke dalam ketiga spread sheet di atas. Cara penulisan laporan observer sudah standar untuk masing-masing kontraktor dan dengan mengisi beberapa kali spread sheet kita akan segera terbiasa, dan tidak menjadi masalah lagi. 4.3. True Amplitude Recovery (TAR)

Koreksi TAR dimaksudkan untuk mengoreksi amplitudo data seismik sehingga seolaholah setiap permukaan pemantul memperoleh energi yang sama. Pada penjalaran gelombang seismik dari sumber ke titik pantul dan kemudian ke penerima di permukaan, energi gelombang akan semakin melemah karena akibat efek penyebaran dan proses penyerapan energi oleh lapisan-lapisan batuan yang dilaluinya.

Victor

4.3.1. Divergensi Spheris. Energi berkurang karena gelombang menjalar menyebar menjauhi sumbernya. Pengurangan energi ini berbanding terbalik dengan kuadrat jarak, dan pengurangan amplitudo berbanding terbalik dengan jarak, karena energi berbanding langsung dengan kuadrat amplitudo. Komponen koreksi TAR-nya adalah : Untuk keadaan bawah permukaan yang homogen, koreksi ini besarnya = tn . Sedangkan untuk bawah permukaan yang berlapis dan tidak homogen, koreksi ini menjadi = t.V(t)2 dan disebut Koreksi Divergensi Neumann. Koreksi Neumann ini dengan demikian sangat tergantung pada kecepatan stacking yang kita pakai, sehingga kecepatan stacking yang kita pakai harus kita pilih dengan hati-hati, dengan mengabaikan perubahan kecepatan yang besar dan bersifat setempat. Bahkan kecepatan tunggal dianggap cukup untuk satu survei yang sama. 4.3.2. Penyerapan oleh Lapisan Bumi. Sebagian energi getar gelombang diubah menjadi energi panas, semakin tinggi frekuensinya, semakin banyak pergeseran yang terjadi antara gelombang dengan pertikel-partikel bumi, dan semakin besar pula pengurangan energinya. Komponen koreksi TAR-nya dapat merupakan salah satu atau kombinasi dari : 1 Koreksi dB/sec. 2 Offset Dependent Gain Function. Koreksi ini bersifat analitis dan global (tidak record per record), terutama bila akan dilanjutkan ke AVO. Berbeda dengan koreksi dB/sec, yang besarnya hanya tergantung pada waktu t, koreksi ini didasarkan pada pemikiran adanya perbedaan kecepatan ke arah lateral dari setiap SP, sehingga ada pengaruh lateral juga dari penyerapan energi gelombang seismiknya. Setelah koreksi TAR, maka besar amplitudo dari suatu permukaan pemantul hanya tergantung pada koefisien refleksi dari pemantul tersebut (Rc). Ketergantungan hanya pada Rc ini yang dimaksud dengan True Amplitude. Koreksi TAR ini dapat dilanjutkan dengan Surface Dependent Gain Correction (SCGN) yang tidak berhubungan dengan koreksi di atas, karena koreksi ini mengoreksi berkaitan dengan variasi amplitudo akibat adanya variasi keadaan permukaan (yang mengakibatkan kopling sumber dan geopon yang jelek, penyerapan energi yang dapat bervariasi) sebagaimana direfleksikan oleh perbedaan energi yang dihasilkan setiap sumber dan yang diterima setiap receiver. SCGN juga mengoreksi perubahan amplitudo karena adanya sebagian energi yang ditransmisi terus ke bawah dan dipantulkan lagi ke bawah dalam penjalarannya ke atas, menghasilkan multiple atau tidak. Setelah Dekonvolusi dapat dilakukan koreksi sekali lagi, karena Dekonvolusi sebagaimana proses filtering yang lain akan merubah besar amplitudo data tidak secara merata. Untuk data laut, koreksi ini tidak mempunyai dasar, karena tidak ada pengertian kondisi surface yang berbeda. 4.4. Konvolusi

Super posisi dan pembalikan untuk dua fungsi : f(t) dan g(t) Misal : f(t) sinyal seismik

Victor

g(t) impulse respon dari bumi f(t) Filter hasil konvolusi : h(t)

g(t)h(t) =

f()g(t )d atau h(t) = f S (t ) + n(t)

h(t) = f(t) g(t)

n

n

n

n=0

dimana :

Sn fn n n(t)

= sumber wavelet = faktor skala amplitudo = waktu tunda = noise = tergantung data

Filter

Input sinyal (fungsi delta)

Output sinyal atau impulse respon bumi dari filter

Diketahui :

w(t) = sumber wavelet = -2, +3, +1 R(t) = Impulse respon bumi = 0, 0, 1, -1, 1, 2, -2, 1, +3 +1

w(t) =-2

+2 +1

N sample

-2 maka : (N + M) 1 = sample H(t)1 = 0 H(t)2 = 0 H(t)3 = -2 H(t)4 = 5 H(t)5 = -4 H(t)6 = -2 H(t)7 = 11 H(t)8 = -6 H(t)9 = +1 H(t)10 = +1 H(t)11 = 0

Victor

+11 +5 H(t) = . 0 . 0 +1 -2 +1

-2

. 0

-4

-6 4 2

1

Filter

67 1 1 1 2 2 2 4

11

14 13 6 2

Filter

Autokoreksi Wavelet -2 0 3 0 0 1 0 0 -2

0 0 1 -1 1 2 -2 1 0 Jml

0 3 2

1 -3 -2

-2 -1 3 -4 +3 1 6 4 2 -6 -2 -6

0

0

-2

5

-4

-2

11

-2 3 0 1

+1 1 0 1

0 0

Impulse respon bumi

Victor

4.5.

Dekonvolusi (Deconvolution)

Pada prinsipnya dekonvolusi adalah proses yang (berusaha) untuk meniadakan pengaruh proses filtering sebelumnya, mulai dari penyerapan, dispersi, pantulan bolak balik gelombang oleh lapisan bumi, distorsi oleh penerima di permukaan, dan filtering dari alat perekam. Secara umum dekonvolusi adalah wave shaping filtering yang secara generik menunjukkan fungsinya. Penurunan matematis filternya didasarkan pada prinsip least square error, yaitu mencari filter dengan kesalahan terkecil, sehingga akan menghasilkan output yang paling mendekati hasil yang kita inginkan. Secara matematis, data seismik s(t) adalah hasil konvolusi antara impulse response dari lapisan pemantul e(t) dengan wavelet dari sumber energi w(t), atau : s(t) = e(t) * w(t) + noise (1)

dan filter dekonvolusi d(t) merupakan operator yang akan merubah s(t) menjadi e(t), atau : e(t) = d(t) * s(t) (2)

Karena noise tidak mempengaruhi data secara seragam, dan tidak mungkin diperhitungkan secara matematis, maka untuk desain operator dekonvolusi akan diabaikan, dan substitusi pers (2) ke pers (1) akan memberikan : s(t) = s(t) * d(t) * w(t) sehingga : (t) = w(t) * d(t) dimana (t) , delta Kronecker dengan harga 1 pada t = 0 dan 0 pada t > 0. Dengan demikian, maka filter d(t) dapat dinyatakan secara matematis sebagai kebalikan dari wavelet sumber energi: d(t) = (t)/w(t) = (t) * w(t) (5) (4) (3)

Karena w(t) merupakan kebalikan dari w(t), maka d(t) disebut inverse filter. Dalam kenyataanya w(t) bukan murni dari sumber energi, tetapi telah tercampur (terkonvolusi) dengan respon dari sistem perekam dan respon dari penerima sebagaimana dijelaskan dibagian pertama tulisan ini. Hasil akhir dekonvolusi adalah resolusi (dalam waktu) yang lebih baik dari data seismik, dengan menghasilkan wavelet yang merepresentasikan reflektor, menjadi serupa dengan wavelet yang dihasilkan oleh sumber gelombangnya, identik meng-undo proses filtering sebelumnya.

Victor

4.5.1. Beberapa Jenis Dekonvolusi : Dari segi desainnya dekonvolusi ada dua jenis, yaitu statistik dimana operator didasarkan pada keadan umum dari data, dan deterministik dimana hasil akhir ditentukan oleh keinginan pemakai. Sedangkan secara algoritma ada beberapa jenis : 1. Spiking Deconvolution : Mencoba merubah wavelet menjadi spike, sehingga setiap trace akan merupakan deretan koefisien refleksi seperti yang dihasilkan dari penurunan dari log impedansi. Karena spike mempunyai spektrum yang flat untuk seluruh frekuensi, maka secara teoritis tidak boleh ada komponen frekuensi yang amplitudonya sangat kecil, apalagi nol, karena hal ini akan mengakibatkan ketidakstabilan hasil desain operatornya. 2. Gap Deconvolution : disebut juga sebagai Predictive Deconvolution, mencoba meramalkan bentuk dari wavelet setelah waktu gap, dan mengurangkan amplitudo data dengan amplitudo hasil ramalan ini. Dekonvolusi ini disebut juga Prediction Error filter, karena outputnya adalah kesalahan dari ramalan. Dapat juga difungsikan sebagai short period demultiple. (Hanya untuk short period, karena frequency content dari wavelet akan berubah dengan waktu penjalaran, dan semakin jauh multiple dari sumbernya, semakin besar kesalahan dari ramalan (desain) nya. 3. Waveshaping (Wiener) Filter. Dekonvolusi ini akan mem-filter data untuk menghasilkan output sebagaimana yang dikehendaki pemakai (desired wavelet), seperti pada proses Designature, atau Wave Matching antara data dinamit/airgun dan geophone/hydrophone. Metode ini menggunakan cara dengan meminimumkan beda kesalahan antara output seismik wavelet sebenarnya dengan yang diharapkan 4. FX Deconvolution : Selain memperbaiki wavelet dalam ruang frekuensi juga memperbaiki koherensi dalam ruang x, kearah lateral. Dekonvolusi jenis ini lebih berfungsi untuk mengurangi random noise. 5. Spectral Balancing : Proses ini disebut juga sebagai zero phase deconvolution, dan sebenarnya bukan proses dekonvolusi murni karena disini operator tidak didesain berdasarkan datanya. Hasilnya adalah spektrum yang flat untuk band frekuensi yang terbatas. Prinsipnya adalah pemakaian sederetan BP filter dengan band yang sempit secara berurutan mis. : 5-10-10-15 , 10-15-15-20 , .70-75-75-80. 6. Phase Deconvolution : Dalam penjalarannya ke dalam bumi, setiap komponen frekuensi akan mengalami dispersi, karena setiap komponen mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapatlah dikatakan bahwa wavelet terpecah atas komponenkomponen frekuensinya, dan setiap komponen menjalar sendiri-sendiri. Akibatnya fasenya pun akan bergeser dengan besar yang berbeda beda. Apabila pergeseran ini linier dan dengan mengabaikan adanya penyerapan, pada waktu tiba di penerima wavelet akan kembali mempunyai bentuk seperti semula. Untuk menghitung besarnya pergeseran fase dari masing-masing komponen frekuensi, Phase Deconvolution memerlukan waktu referensi yang sama dari setiap trace, atau dengan kata lain harus ada suatu flat event yang bila mungkin di tempat yang amat dangkal. Ini memerlukan koreksi NMO yang ideal, dengan kecepatan isotropis dan bidang pemantul yang datar. 7. Adaptive Deconvolution : merupakan desain operator dekonvolusi pada adaptive deconvolution dengan dilakukan iteratif yang tujuannya untuk memperoleh least square error yang lebih kecil dibandingkan harga sebelumnya, sehingga proses ini akan memakan waktu yang lama. Keterbatasan dari hasil dekonvolusi diakibatkan oleh : 1. Wavelet yang tidak minimum phase. Semakin menjauhi sifat minimum phase semakin besar kesalahan dari desain, dan semakin jauh output dari bentuk

Victor

idealnya. Untuk wavelet processing harus ada usaha tambahan untuk menjadikan wavelet minimum phase. 2. Adanya random ataupun coherent noise yang masuk ke dalam perhitungan desain dari operator, yang tentu saja mengakibatkan gangguan pada desain. 3. Operator yang terbatas panjangnya, memgingat effisiensi dari komputer. 4. Amplitudo yang berubah-ubah dari SP ke SP. 4.5.2. Parameter Desain Operator Beberapa parameter untuk desain operator, diantaranya : 1. White Noise Level (WNL): Karena konvolusi dalam ruang waktu sama dengan perkalian dalam ruang frekuensi maka disyaratkan bahwa tidak boleh ada amplitudo yang sangat kecil atau bahkan nol, karena diperlukan operator yang amplitudonya sangat tinggi atau tak terhingga untuk menghasilkan output yang amplitudonya berhingga. Untuk itu perlu ditambahkan WNL pada desain dekonvolusi (Spektrum dari white adalah flat untuk semua frekuensi). 2. Desain dilakukan pada data dan bukan pada noise, dibuat window baru bila kandungan frekuensinya memang berbeda (berubah menurut waktu). Lebar window untuk desain yang effisien adalah 8-12 kali operator length. Kecuali Wave Shaping Deconvolution, output dari semua proses dekonvolusi biasanya berfase minimum, tetapi ini bukan yang dikehendaki oleh interpreter. Interpreter memerlukan marker-marker geologi, puncak-puncak formasi ditandai dengan peak atau trough dan bukan onset dari wavelet yang amplitudonya nol. Pada waktu dinamit meledak, maka gelombang yang diteruskan ke bawah akan dimulai dari nol, turun negatif (menurut polaritas recording system) dan naik lagi level overshootnya, sebelum teredam ke level nol. Permukaan pemantul dengan akan diwakili oleh amplitudo nol pada permulaan ledakan tadi. Untuk itu maka data processing harus menghasilkan zero phase section yang dapat dicek dari korelasi data dengan synthetic seismogram. Korelasi ini tidak mudah karena adanya pergeseran fase yang tidak linier sebagai akibat adanya dispersi gelombang yang tidak mudah diselesaikan. Untungnya, dalam banyak kasus interpreter biasanya hanya tertarik pada obyektif reservoir-nya saja dan jarang menginginkan kecocokan korelasi untuk interval yang lebar. Disamping oleh adanya efek dispersi tadi, korelasi juga dipersulit disamping karena tidak adanya pengurangan amplitudo pada log sonic karena tidak terekamnya perubahan sebagian pressure menjadi shear wave, juga tidak adanya perubahan fase dari setiap recordingnya. 4.6. Wavelet Processing

Wavelet processing adalah prosesing untuk mengembalikan wavelet yang direkam ke bentuk wavelet sebagaimana dihasilkan oleh sumbernya, dengan tujuan mendapatkan representasi seismik dari bawah permukaan yang berdaya pisah tinggi. Secara garis besar terdapat dua hal yang harus dikembalikan, yaitu spektrum energi/amplitudo dan spektrum fasenya, karena perubahan wavelet terjadi akibat proses perubahan kedua hal tersebut.

Victor

4.6.1. Teori Pada waktu gelombang menjalar dari sumbernya sampai perekam, terjadi peyerapan energi terutama energi-energi yang berfrekuensi tinggi, dan pergeseran fase gelombang. Ini terjadi di lapisan bumi tempat gelombang menjalar, di penerima dan di sistem perekam, terutama karena aplikasi filter. Untuk wavelet processing pergeseran fase harus diselesaikan dulu, karena proses dekonvolusi atau waveshaping yang akan mengembalikan komponen frekuensi yang hilang atau berkurang biasanya memerlukan input minimum phase, sebagaimana dihasilkan oleh sumbernya. Ini dilakukan dengan Phase Compensation filtering. Pergeseran fase oleh lapisan bumi ini disebabkan oleh proses dispersi gelombang yang tidak kita ketahui hubungan matematisnya, dan hanya dapat diselesaikan secara analitis, setelah proses inverse filtering terhadap penerima dan instrumen di bawah dilakukan. Proses pengembalian fase dilakukan dengan inverse filtering, yaitu konvolusi data dengan response dari geopon dan filter instrumen yang dibalik. 4.6.2. Inverse Filtering Secara umum, inverse filetring adalah proses yang membuang atau mengkompensasi pengaruh dari proses filtering sebelumnya. Pengaruh pergeseran fase dari penerima dan instrumen akan dieliminasi dengan memfilter data seismik dengan kebalikan dari respon penerima dan instrumen tadi, karena hanya kebalikan dari wavelet itu yang mempunyai fase yang sama dan berlawanan tanda. Untuk melakukan Receiver dan Instrument Phase Compensation filtering, kita harus mendapat respon keduanya dari Kontraktor Akusisi. Untuk data Vibroseis, yang fase dari output korelasi silangnya nol, harus dilakukan proses tambahan berupa rotasi fase agar menjadi minimum. 4.6.3. Wave Shaping Setelah kita mempunyai data yang minimum phase, langkah selanjutnya adalah mengembalikan fase yang tergeser oleh lapisan bumi karena proses dispersi, dengan Surface Consistent Phase Deconvolution (SCPHD). proses ini tidak mengganti dekonvolusi sebagai waveshaper, karena daerah kerjanya adalah spektrum fasenya saja. Proses ini dipakai harus dengan hati-hati, karena penentuan fase dilakukan dengan melihat pada event yang lurus dan datar (input CDP gather yang dikoreksi NMO dan statik yang benar), sehingga untuk data yang kurang baik kualitasnya, kemungkinan kesalahan pengukuran fase adalah besar. 4.6.4. Melakukan Spherical Divergence Correction, Source dan Receiver Consistent Deconvolution. Setelah proses-proses di atas dikerjakan, maka diharapkan wavelet dari data seismik sudah merupakan wavelet berfase minimum dengan spektrum yang white, sehingga

Victor

gambaran seismik yang kita miliki mendekati deretan deretan koefisien refleksi dari horison-horison bawah permukaan, mengikuti : s(t) = w(t) * r(t) dimana s(t) = gelombang seismik, w(t) = wavelet, dan r(t) = kofisien refleksi, dengan anggapan bahwa noise = 0. Dari sini proses dapat dilanjutkan dengan proses yang biasa dilakukan, dengan pengecualian window yang pendek sebelum stack. Proses terakhir adalah merubah data menjadi data berfase nol yang diperlukan interpreter untuk mempermudah korelasi langsung dengan puncak-puncak formasi atau marker-marker geologi. Tugas : Diketahui : V1 = 5000 f/s V2 = 6500 f/s V3 = 12000 f/s V4 = 9000 f/s V5 = 9200 f/s V6 = 6200 f/s V7 = 11000 f/s V8 = 12000 f/s 1 = 2 = 3 = 4 = 5 = 6 = 7 = 8 = 1,93 2,07 2,6 2,1 2,2 2,1 2,5 2,55

Hitunglah Akustik Impedansi setiap lapisan dan koefisien refleksinya pada setiap batas lapisan ! 4.7. Koreksi Statik

Salah satu tahap kritis dalam pengolahan data seismik di darat adalah koreksi statik. Hal ini akan terlihat jelas pada daerah yang mempunyai topografi tidak teratur dan mempunyai kecepatan daerah dekat permukaan yang sangat bervariasi pada arah horizontal ataupun vertikal. Koreksi statik bertujuan meletakkan sumber dan penerima ke suatu datum atau permukaan yang sama, sehingga diperoleh adanya hubungan antara waktu penjalaran dengan kedalaman reflektor. Kegunaan dari koreksi statik adalah untuk membuang pengaruh topografi (elevasi shot dan geophone), ketebalan LVL (low velocity layer) atau lapisan lapuk (Weathering zone). Pada gambar 4.1. dapat dilihat pengaruh perubahan topografi permukaan dan LVL pada reflektor A yang datar.

Victor

GAMBAR 4-1 CAUSES OF STATIC SHIFTS ELEVATION LVL SHOT DEPTH VELOCITY CHANGE CHANGE CHANGE LVL CHANGE Surface

FLAT HORIZON A Time Zero GEOLOGIC MODEL

Reflection A TIME SECTION Gambar.4.1 Pengaruh topografi pada koreksi statik

Pekerjaan koreksi statik meliputi beberapa tahap, yaitu : a. Up Hole Survey

Dilakukan untuk menghitung ketebalan lapisan lapuk. Di lapisan Up Hole Survey dilakukan dengan memasang geophone persis di pinggir shot point. Pada saat sumber bergerak, instrumen akan mencatat waktu tempuh (Up Hole Time/ UHT) dari shot ke geophone, dengan melewati zona di bawah lapisan lapuk (Sub Weathering Zone) dan lapisan lapuk (Weathering Zone). Besarnya harga kecepatan Vsw (Velocity Sub Weathering Zone) dan Vw (Velocity Weathering Zone) dapat diketahui dari gradien kurva T-X (jarak-waktu). b. Jenis-Jenis Koreksi Statik

Beberapa jenis koreksi statik antara lain: Statik Lapangan/Elevasi/Datum Dilakukan untuk menempatkan posisi shot dan geophone pada datum yang sama, sehingga pengaruh elevasi antara shot dan geophone dapat dihilangkan. Datum tersebut dapat didefinisikan pada MSL (Mean Sea Level ) ataupun lainnya. Tahap-tahap perhitungan koreksi stastik elevasi dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu Shot point berada di atas LVL. - Koreksi shot ke datum (E s S d E d ) T SD = V SW - Koreksi geophone ke datumTGD

1.

(3.2) (3.3)

=

T

SD

+ UHT

Victor

-

Ketebalan lapisan lapuk / Weathering Zone (WZ) (3.4)

VW (UHT V SW ) SD WZ = 1000 V SW V W Shot point berada di bawah LVL. - Koreksi shot ke datum

T SD = -

(E s S d E d ) + Add .Corect V SW

(3.5)

Koreksi geophone ke datum

TGD = TSD + UHT + Add .CorrectKetebalan lapisan Lapuk/Weateting Zone (WZ)

(3.6)

( I UHTCosi WZ = 2000 2. Statik Refraksi

) VW Cosi + S D

(3.7)

Apabila masalah statik dianggap merupakan kunci permasalahan, dan metode di atas tidak menolong, maka ada cara lain yang kurang praktis, yaitu dengan statik yang diturunkan dari waktu penjalaran gelombang ke refraktor-refraktor dangkal. Karena diturunkan dari datanya sendiri, maka statik refraksi ini adalah statik yang telah mengambil alih masalah-masalah ketidakseragaman penembakan dan keadaan permukaan dan bawah permukaan sampai datum. Kendalanya, disamping memakan waktu, juga hasilnya sangat tergantung pada kualitas first break datanya. Besar statik yang diperoleh : ts = -IT/2 x (sec ic - tg ic) + ds/V1 - (Es - Eg)/V2 tr = -IT/2 x (sec ic - tg ic) - (Es - Eg)/V2 dimana IT adalah intercept time, yaitu waktu penjalaran gelombang ke refraktor kedua untuk offset nol, V1 dan V2 masing-masing kecepatan weathering dan sub weathering. Untuk topografi yang naik turun secara tajam disarankan untuk mengambil rata-rata dari profil permukaan sebagai datum untuk menghilangkan pengaruh perbedaan keadaan fisik yang besar dari permukaan sampai datum pemukaan laut (mean sea level yang biasanya diambil sebagai datum) sepanjang lintasan. 4.8. Koreksi Residual Statik

Koreksi statik yang belum benar dapat diperbaiki dengan melakukan koreksi residual. Koreksi ini sering juga disebut automatic residual statics, karena semua perhitungannya dilakukan computer tanpa data tambahan ataupun campur tangan prosesor. Prinsipnya, kesalahan statik terefleksikan oleh kurangnya koherensi data, yang mungkin disebabkan oleh tiga hal ; kesalahan statik sumber, kesalahan statik penerima, atau kesalahan geologi, atau kombinasi dari ketiganya.

Victor

Kesalahan statik dari sumber dan, atau penerima dimasukkan dalam kategori Surface Consistent Residual Statics, dan kesalahan geologi dimasukkan dalam kategori NonSurface Consistent Residual Statics. 4.8.1. Surface Consistent Residual Statics Untuk memproleh koreksi residual, pertama kali dilakukan korelasi silang setiap trace anggota suatu CDP yang telah di NMO dengan beberapa stack trace disekitar CDP tersebut. Dari korelasi silang ini diperoleh besar pergeseran yang harus dilakukan pada trace CDP tadi untuk membuatnya flat. Seluruh harga yang diperoleh harus diselesaikan untuk semua SP dan penerima. 4.8.2. Non-Surface Consistent Residual Statics Kesalahan statik ini dikerjakan setelah koreksi Surface Consistent Residual Statics, sehingga yang tersisa memang kesalahan yang bukan dari sumbar maupun dari penerima. Kesalahan statik karena persoalan geologi ada dua, yaitu yang mempunyai panjang gelombang