Pengobatan Suportif Dan MDR TB
-
Upload
lyriestrata-anisa -
Category
Documents
-
view
104 -
download
9
description
Transcript of Pengobatan Suportif Dan MDR TB
Pengobatan Suportif/Simptomatis
1. Pasien rawat jalan
a. Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis
baik dan tidak ada indikasi rawat, pasien dapat dilakukan pengobatan rawat jalan.
Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif/simptomatis untuk
meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan.
Terdapat banyak bukti bahwa perjalanan klinis dan hasil akhir penyakit infeksi
termasuk TB sangat dipengaruhi kondisi kurangnya nutrisi. Makanan sebaiknya
bersifat tinggi kalori-protein. Secara umum protein hewani lebih superior disbanding
nabati dalam merumat imunitas. Selain itu bahan mikronutrien seperti zink, vitamin-
vitamin D, A, C dan zat besi diperlukan untuk mempertahankan imunitas tubuh
terutama imunitas seluler yang berperanan penting dalam melawan TB. Peningkatan
pemakaian energi dan penguraian jaringan yang berkaitan dengan infeksi dapat
meningkatkan kebutuhan mikronutrien seperti vitamin A, E, B6, C, D dan folat.
Beberapa rekomendasi pemberian nutrisi untuk penderita TB adalah:
Pemberian makanan dalam jumlah porsi kecil diberikan 6 kali perhari lebih
diindikasikan menggantikan porsi biasa tiga kali per hari.
Bahan-bahan makanan rumah tangga, seperti gula, minyak nabati, mentega
kacang, telur dan bubuk susu kering nonlemak dapat dipakai untuk pembuatan
bubur, sup, kuah daging atau minuman berbahan susu untuk menambah
kandungan kalori dan protein tanpa menambah besar ukuran makanan.
Minimal 500-750 ml per hari susu atau yogurt yang dikonsumsi untuk
mencukupi asupan vitamin D dan kalsium secara adekuat.
Minimal 5-6 porsi buah dan sayuran dikonsumsi tiap hari.
Sumber terbaik vitamin B6 adalah jamur, terigu, liver, sereal, polong, kentang,
pisang dan tepung haver.
Alkohol harus dihindarkan karena hanya mengandung kalori tinggi, tidak
memiliki vitamin juga dapat memperberat fungsi hepar.
Menjaga asupan cairan yang adekuat (minum minimal 6-8 gelas per hari).
Prinsipnya pada pasien TB tidak ada pantangan.
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam.
c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau
keluhan lain.
2. Pasien rawat inap
Indikasi rawat inap:
TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb:
a. Batuk darah masif
b. Keadaan umum buruk
c. Pneumotoraks
d. Empiema
e. Efusi pleura masif/bilateral
f. Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)
TB di luar paru yang mengancam jiwa:
a. TB paru milier
b. Meningitis TB
Pengobatan suportif/simptomatis yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi
rawat.
D. Terapi Pembedahan
Indikasi operasi
1. Indikasi mutlak
a. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
b. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara
konservatif
2. Indikasi relatif
a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c. Sisa kavitas yang menetap
Tindakan invasif (selain pembedahan)
Bronkoskopi
Punksi pleura
Pemasangan Water Sealed Drainage (WSD)
Pembedahan dapat dipertimbangkan sebagai pengobatan dalam TB ekstraparu. Pembedahan
dibutuhkan dalam pengobatan komplikasi pada keadaan seperti hidrosefalus, obstruksi uropati,
perikarditis konstriktif dan keterlibatan saraf pada TB tulang belakang (TB spinal). Pada
limfadenitis TB yang besar dan berisi cairan maka diperlukan tindakan drainase atau
aspirasi/insisi sebagai salah satu tindakan terapeutik dan diagnosis.
RESISTEN GANDA (MULTI DRUG RESISTANCE/MDR)
A. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya TB-MDR
Tuberkulosis resisten obat anti TB (OAT) pada dasarnya adalah suatu fenomena buatan
manusia, sebagai akibat dari pengobatan yang tidak adekuat. Faktor penyebab resistensi
OAT terhadap kuman M.tuberculosis antara lain:
1. Faktor Mikrobiologik
a. Resisten yang natural
b. Resisten yang didapat
c. Amplifier effect
d. Virulensi kuman
e. Tertular galur kuman - MDR
2. Faktor Klinik
a. Penyelenggara kesehatan
Keterlambatan diagnosis
Pengobatan tidak mengikuti pedoman
Penggunaan paduan OAT yang tidak adekuat yaitu karena jenis obatnya
yang kurang atau karena lingkungan tersebut telah terdapat resistensi yang
tinggi terhadap OAT yang digunakan misal rifampisin atau INH.
Tidak ada guideline/pedoman
Tidak ada/kurangnya pelatihan TB
Tidak ada pemantauan pengobatan
Fenomena addition syndrome yaitu suatu obat yang ditambahkan pada
satu paduan yang telah gagal. Bila kegagalan ini terjadi karena kuman TB
telah resisten pada paduan yang pertama maka “penambahan” 1 jenis obat
tersebut akan menambah panjang daftar obat yang resisten.
Organisasi program nasional TB yang kurang baik.
b. Obat
Pengobatan TB jangka waktunya lama, lebih dari 6 bulan sehingga
membosankan pasien.
Obat toksik menyebabkan efek samping sehingga pengobatan gagal
sampai selesai/komplit.
Obat tidak dapat diserap dengan baik misal rifampisin diminum setelah
makan, atau ada diare.
Kualitas obat kurang baik misal penggunaan obat kombinasi dosis tetap
yang mana bioavaibilitas rifampisinnya berkurang.
Regimen/dosis obat yang tidak tepat.
Harga obat yang tidak terjangkau.
Pengadaan obat terputus.
c. Pasien
PMO tidak ada/kurang baik
Kurangnya informasi atau penyuluhan
Kurang dana untuk obat, pemeriksaan penunjang, dll
Efek samping obat
Sarana dan prasarana transportasi sulit/tidak ada
Masalah sosial
Gangguan penyerapan obat
3. Faktor Program
a. Tidak ada fasilitas untuk biakan dan uji kepekaan
b. Amplifier effect
c. Tidak ada program DOTS-PLUS
d. Program DOTS belum berjalan dengan baik
e. Memerlukan biaya yang besar
4. Faktor HIV/AIDS
a. Kemungkinan terjadi TB-MDR lebih besar
b. Gangguan penyerapan
c. Kemungkinan terjadi efek samping lebih besar
5. Faktor Kuman
Kuman M. tuberculosis super strains
Sangat virulen
Daya tahan hidup lebih tinggi
Berhubungan dengan TB-MDR
B. Definisi TB-MDR
Resistensi ganda adalah M.tuberculosis yang resisten minimal terhadap rifampisin dan
INH dengan atau tanpa OAT lainnya. Rifampisin dan INH merupakan 2 obat yang sangat
penting pada pengobatan TB yang diterapkan pada strategi DOTS. Secara umum
resistensi terhadap obat anti TB dibagi menjadi:
Resistensi primer ialah apabila pasien sebelumnya tidak pernah mendapat
pengobatan OAT atau telah mendapat pengobatan OAT kurang dari 1 bulan.
Resistensi inisial ialah apabila kita tidak tahu pasti apakah pasien sudah ada
riwayat pengobatan OAT sebelumnya atau belum pernah.
Resistensi sekunder ialah apabila pasien telah mempunyai riwayat pengobatan
OAT minimal 1 bulan.
1. Kategori Resistensi M. Tuberculosis terhadap OAT
Terdapat lima jenis kategori resistensi terhadap obat TB:
Mono-resistance: kekebalan terhadap salah satu OAT
Poly-resistance: kekebalan terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi
isoniazid dan rifampisin
Multidrug-resistance (MDR): kekebalan terhadap sekurang-kurangnya isoniazid
dan rifampisin.
Extensive drug-resistance (XDR): TB-MDR ditambah kekebalan terhadap salah
satu obat golongan fluorokuinolon, dan sedikitnya salah satu dari OAT injeksi lini
kedua (kapreomisin, kanamisin, dan amikasin).
Total Drug Resistance: resisten baik dengan lini pertama maupun lini kedua. Pada
kondisi ini tidak ada lagi obat yang bisa dipakai,
2. Suspek TB-MDR
Pasien yang dicurigai kemungkinan TB-MDR adalah:
1. Kasus TB paru dengan gagal pengobatan pada kategori 2. Dibuktikan dengan rekam
medis sebelumnya dan riwayat penyakit dahulu.
2. Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah sisipan dengan
kategori 2.
3. Pasien TB yang pernah diobati di fasilitas non DOTS, termasuk yang mendapat OAT
lini kedua seperti kuinolon dan kanamisin.
4. Pasien TB paru yang gagal pengobatan kategori 1.
5. Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah sisipan dengan
kategori 1
6. TB paru kasus kambuh
7. Pasien TB yang kembali setelah lalai/default pada pengobatan kategori 1 dan atau
kategori 1.
8. Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan pasien TB-MDR konfirmasi,
termasuk petugas kesehatan yang bertugas di bangsal TB-MDR
9. TB-HIV
Pasien yang memenuhi “kriteria suspek” harus dirujuk ke laboratorium dengan
jaminan mutu eksternal yang ditunjuk untuk pemeriksaan biakan dan uji kepekaan
obat.
3. Diagnosis TB-MDR
Diagnosis TB-MDR dipastikan berdasarkan uji kepekaan.
Semua suspek TB-MDR diperiksa dahaknya untuk selanjutnya dilakukan
pemeriksaan biakan dan uji kepekaan. Jika hasil uji kepekaan terdapat
M.tuberculosis yang resisten minimal terhadap rifampisin dan INH, maka dapat
ditegakkan diagnosis TB-MDR.
Diagnosis dan pengobatan yang cepat dan tepat untuk TB-MDR didukung oleh:
Pengenalan faktor risiko untuk TB-MDR
Pengenalan kegagalan obat secara dini
Uji kepekaan obat di laboratorium yang sudah tersertifikasi
Uji kepekaan OAT lini 2 dilakukan bila terdapat riwayat pemakaian OAT lini ke-2 atau pada
pasien MDR yang dalam masa pengobatan tidak terjadi konversi atau perburukan secara klinis.
C. Penatalaksanaan TB-MDR
Kelompok OAT yang digunakan dalam pengobatan TB resisten obat:
Kelompok 1: OAT lini 1. Isoniazid (H), Rifampisin (R), Etambutol (E),
Pirazinamid (Z), Rifabutin (Rfb)
Kelompok 2: Obat suntik. Kanamisin (Km), Amikasin (Am), Kapreomisin (Cm),
Streptomisin (S)
Kelompok 3: Fluorokuinolon, Moksifloksasin (Mfx), Levofloksasin (Lfx),
Ofloksasin (Ofx)
Kelompok 4: Bakteriostatik OAT lini kedua. Etionamid (Eto), Protionamid (Pto),
Siklosrin (Cs), Terzidone (Trd), PAS
Kelompok 5: Obat yang belum diketahui efektivitasnya. Klofazimine (Cfz),
Lizenoid (lzd), Amoksiclav (Amx/clv), Tiosetazone (Thz), Imipenem/Cilastin
(Ipm/cln), H dosis tinggi, Klaritromisin (Clr)
Strategi Pengobatan
Strategi program pengobatan sebaiknya berdasarkan data uji kepekaan dan frekuensi penggunaan
OAT di negara tersebut. Di bawah ini beberapa strategi pengobatan TB-MDR
Pengobatan standar. Data drugs resistancy survey (DRS) dari populasi pasien yang
representatif digunakan sebagai dasar regimen pengobatan karena tidak tersedianya hasil
uji kepekaan individual. Seluruh pasien akan mendapatkan regimen pengobatan yang
sama. Pasien yang dicurigai TB-MDR sebaiknya dikonfirmasi dengan uji kepekaan.
Pengobatan empiris. Setiap regimen pengobatan dibuat berdasarkan riwayat pengobatan
TB pasien sebelumnya dan data hasil uji kepekaan populasi representatif. Biasanya
regimen empiris akan disesuaikan setelah ada hasil uji kepekaan individual.
Pengobatan individual. Regimen pengobatan berdasarkan riwayat pengobatan TB
sebelumnya dan hasil uji kepekaan.
Regimen standar TB-MDR di Indonesia adalah:
6Z-(E)-Kn-Lfx-Eto-Cs/18Z-(E)-Lfx-Eto-Cs
Z: Pirazinamid, E: Etambutol, Kn: Kanamisin, Lfx: Levofloksasin, Eto: Etionamid, Cs:
Sikloserin
Etambutol tidak diberikan bila terbukti resisten.
Lama fase intensif
Pemberian obat suntik atau fase intensif yang direkomendasikan adalah berdasarkan kultur
konversi. Obat suntik diteruskan sekurang-kurangnya 6 bulan atau minimal 4 bulan setelah hasil
sputum atau kultur yang pertama menjadi negatif. Pendekatan individual termasuk hasil kultur,
sputum, foto toraks dan keadaan klinis pasien juga dapat membantu memutuskan menghentikan
pemakaian obat suntik.
Lama pengobatan
Lamanya pengobatan berdasarkan kultur konversi. Panduan yang direkomendasikan adalah
meneruskan pengobatan minimal 18 bulan setelah kultur konversi. Sampai saat ini belum ada
data yang mendukung pengurangan lama pengobatan. Pengobatan lebih dari 24 bulan dapat
dilakukan pada kasus kronik dengan kerusakan paru luas.
Tabel 6. Pemantauan selama pengobatan TB-MDR
Pemantauan
Frekuensi yang dianjurkan
Bulan pengobatan
0 1 2 3 4 5 6 7 8 10 12 14 16 18 20 22
Evaluasi klinis
(termasuk BB)Setiap bulan sampai pengobatan selesai atau lengkap
Pengawasan oleh
PMO
Pemeriksaan dahak
dan biakan dahak√ Setiap bulan sampai konversi, bila sudah konversi setiap 2 bulan
Uji kepekaan obat* √ Diulang bilamana perlu
Foto toraks √ √ √ √
Kreatinin serum** √ √ √ √ √ √ √
Kalium serum** √ √ √ √ √ √ √
Tiroid stimulating
hormone (TSH)***√ √ √ √
Enzim hepar
(SGOT, SGPT)#√ Evaluasi secara periodik
Tes kehamilan √ Berdasarkan indikasi
Hb dan Leukosit √ Berdasarkan indikasi
* Sesuai indikasi uji kepekaan bisa diulang, seperti gagal konversi atau memburuknya
keadaan klinis. Untuk pasien dengan hasil biakan tetap positif uji kepekaan tidak perlu
diulang sebelum 3 bulan.
** Bila diberikan obat suntikan. Pada pasien dengan HIV, diabetes dan risiko tinggi lainnya
pemeriksaan ini dilakukan setiap 1-3 minggu.
*** Bila diberikan etionamid/protionamid atau PAS, bila ditemukan tanda dan gejala
hipotiroid# Bila mendapat pirazinamid untuk waktu yang lama atau pada pasien dengan risiko, gejala
hepatitis
Pembedahan TB-MDR
Prosedur pengobatan yang paling sering dilakukan pada pasien TB-MDR adalah reseksi. Dari
hasil beberapa penelitian pembedahan efektif dan relatif aman. Pembedahan tidak diindikasikan
pada penderita dengan gangguan paru luas bilateral. Pembedahan dilakukan pada kasus-kasus
awal seperti kelainan satu lobus atau paru dan setelah pemberian pengobatan selama 2 bulan
untuk menurunkan infeksi bakteri dalam paru. Setelah pembedahan, pengobatan tetap diberikan
selama 12-24 bulan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan di Indonesia. Ed 1. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011.
2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional: Penanggulangan
tuberkulosis. Ed 2. 2011.
3. International Standard for Tuberculosis Care. 2006.