Pengobatan Penyakit Liver Terkait Nutrisi Parenteral

24
TUGAS TAMBAHAN BIOKIMIA Nama : Monica Elysabeth Sunata NIM : 41140064

description

Nutrisi penyakit gangguan hati

Transcript of Pengobatan Penyakit Liver Terkait Nutrisi Parenteral

TUGAS TAMBAHAN BIOKIMIA

Nama: Monica Elysabeth SunataNIM: 41140064Kelompok: 3 (2014)

Pengobatan Penyakit Liver Terkait Nutrisi Parenteral (Parenteral Nutrition-Associated Liver Disease): Peran dari Emulsi LemakPrathima Nandivawa, Sarah J. Carison, Melissa I. Chang, Eileen Cowan, Kathleen M. Gura, dan Mark PuderBoston Childrens Hospital. Boston, MA

Abstrak:Nutrisi parenteral (intravena) merupakan terapi penyelamatan hidup untuk anak dengan kegagalan saluran cerna (intestinal Failure-IF). Akan tetapi, pemberian nutrisi parenteral dalam jangka panjang membawa resiko penyakit liver progresif. Data substansial telah mengimplikasikan peranan komponen dalam minyak kedelai parenteral terhadap patogenesis dari penyakit liver terkait nutrisi parenteral (PNALD). Peningkatan konsentrasi fitosterol pada serum, keberlimpahan omega-6 asam lemak tak jenuh ganda (polyunsaturated fatty acids), dan kekurangan relatif terhadap -tokoferol telah dikaitkan terhadap risiko kolestasis dan cedera hati (hepatic injury) pada PNALD. Strategi pengobatan yang tersedia saat ini meliputi pengurangan kadar atau dosis pemberian munyak kedelai parenteral dan/atau penggantian minyak kedelai parenteral dengan emulsi lipid parenteral alternatif. Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk menyediakan gambaran ikhtisar dari mekanisme patogenesis terkait perkembangan PNALD serta strategi pengobatan yang saat ini tersedia

PendahuluanNutrisi parenteral telah merevolusi perawatan terhadap bayi dengan kegagalan saluran cerna (Intestinal Failure- IF) dengan menyediakan kalori penunjang kehidupan disaat tubuh penderita dalam keadaan tidakdapat menyerap nutrisi secara enteral. Akan tetapi pemberian nutrisi parenteral dalam jangka panjang membawa risiko munculnya penyakit liver yang berpotensi mengancam nyawa. Parenteral Nutrition-Associated Liver Disease (PNALD) atau penyakit liver terkait nutrisi parenteral muncul dengan penyakit kuning (jaundice) dan kegagalan pertumbuhan pada anak yang bergantung pada nutrisi parenteral. Mulanya PNALD secara histologis ditandai dengan kolestasis intrahepatic namun dapat berkembang menjadi fibrosis dan sirosis hati (seiring dengan diteruskannya pemberian nutrisi parenteral). Tanda histologis dari kolestasis dapat dilihat dalam dua minggu setelah awal pemberian nutrisi parenteral. Bermacam-macam tingkat fibrosis terjadi pada mayoritas anak yang mendapat nutrisi parenteral untuk lebih dari enam minggu. Akan tetapi, diagnosis dari PNALD sering dibuat secara tidak invasive dengan menggunakan penanda biokimia (biochemical markers). Biasanya kriteria yang diterapkan pada anak yang bergantung pada nutrisi parenteral meliputi dua pengukuran berurutan terhadap kadar bilirubin langsung (direct bilirubin) lebih dari 2mg/dL, tanpa penyebab gangguan hati yang lainnya.PNALD terjadi pada 43-74% bayi dengan kegagalan saluran cerna dan dapat berakibat fatal apabila pengobatannya ditunda. Faktor risiko yang dapat menyebabkan perkembangan PNALD meliputi kelahiran prematur, rendahnya bobot tubuh saat lahir, kelebihan makronutrien, ketidak seimbangan mineral minor (trace elements), sering dilakukannya prosedur pembedahan, kurangnya pemberian nutrisi secara enteral, pemberian nutrisi parenteral secara berkepanjangan, dan sepsis berulang akibat infeksi terkait penggunaan kateter vena sentral. Selama dekade terakhir, sumber lemak (lipid) telah muncul sebagai faktor risiko utama dalam patogenesis PNALD, dengan bukti substansial yang menunjukkan bahwa komponen berbahaya dari minyak kedelai parenteral berkontribusi terhadap perkembangan dari PNALD. Akan tetapi satu-satunya emulsi lipid parenteran tersedia, yang disetujui oleh badan pengawas obat dan makanan (FDA) di Amerika, tersusun atas minyak kedelai (Intralipid, Fresenius Kabi).Sampai saat ini, pengobatan utama untuk anak dengan PNALD adalah untuk menghentikan pemberian nutrisi secara parenteral dan menyediakan seluruh kebututan nutrisi secara enteral. Akan tetapi toleransi anak dengan kegagalan saluran cerna terhadap pemberian nutrisi enteral secara penuh nampaknya dapat mengakibatkan diperlukannya rehabilitasi saluran cerna dalam jangka waktu bertahun-tahun. Secara historis, bayi tidak akan dapat beralih (menyapih) dari nutrisi parenteral dan minyak kedelai ke nutrisi enteral secara penuh, serta acapkali mengakibatkan PNALD berkembang menjadi penyakit liver stadium akhir yang memerlukan transplantasi hati dan/atau usus halus (small bowel) agar dapat bertahan hidupWawasan baru terhadap patogenesis dari PNALD dan pengenalan terhadap sumber alternatif lemak (lipid) telah memberi ruang bagi terjadinya evolusi terhadap penanganan dani PNALD. Terjadinya perkembangan PNALD menuju penyakit liver stadium akhir kini mulai jarang ditemui, dan kebutuan terhadap transplantasi hati tercatat telah mengalami penurunan. Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk menyediakan gambaran ikhtisar dari mekanisme patogenesis terkait perkembangan PNALD serta strategi pengobatan yang saat ini tersedia.

Lipid (lemak) parenteral dalam patogenesis PNALDUntuk mencegah terjadinya defisiensi (kekurangan) asam lemak esensial serta untuk meningkatkan pertumbuhan, pasien bergantung pada nutrisi parenteral serta membutuhkan pula lipid (lemak) parenteral. Akan tetapi penyuplaian lipid (lemak) melalui rute parenteral menyebabkan gangguan metabolisme yang cenderung mengakibatkan gangguan fungsi hati pada pasien. Metabolisme lemak di hati bergantung pada rute pemberiannya. Lemak yang diberikan secara enteral akan diserap oleh enterosit dalam bentuk misel dan dikemas dalam bentuk kilomikron untuk dicerna hati. Meskipun lipid (lemak) parenteral dari emulsi minyak kedelai menyerupai stuktur kilomikron baik secara ukuran maupun strukturnya, mengandung omega-6 (n-6) PUFA dan TG serta tanpa kolesterol dan protein. Dengan berkurangnya kolesterol, lipolisis dibatasi dan hati menjadi lebih rentan terhadap akumulasi partikel lipid. Javid et al mendemonstasikan konsep ini dengan menstimuli (menginduksi) defisiensi asam lemak esensial pada tikus, kemudian penyediaan lemak (lipid) dilakukan melalui salah satu rute, enteral atau parenteral. Suplementasi lemak secara enteral menunjukkan hasil yang bersifat protektif, terhadap dengan steatosis hati dalam perlakuan yang bergantung terhadap dosis. Sedangkan steatosis yang menetap dan berat diamati pada penyediaan lipid secara parenteral.Beberapa komponen spesifik dalam minyak kedelai berkontribusi terhadap perkembangn dari PNALD. Terkhusus, minyak kedelai kaya akan fitosterol yang merupakan senyawa steroid dengan stuktur sama dengan kolesterol dan diturunkan dari tumbuhan. Ketika produk tanaman dikonsumsi melalui jalur enteral, penyerapan dari fitosterol dibatasi yakni 5-10%, dengan sekresi terbatas melalui konversi menjadi asam empedu. Akan tetapi, ketika produk tanaman diberikan melalui rute parentral, fitosterol bersifat bioavailable sepenuhnya, dengan tingkat keterbatasan ekskresi yang sama, memungkinkan perkembangan konsentrasi serum yang tinggi dan bersifat nonfisiologis. Clayton et al. mendemonstrasikan hal ini kepada anak-anak dengan PNALD berat, konsentrasi fitosterol pada plasma sebelumnya sama tingginya dengan pada pasien yang memiliki fitosterolemia (phytosterolemia) keturunan, mencapai tingkat konsentrasi yang sama atau lebih tinggi dari 20% sampel murni intralipid. Dengan berkurangnya asupan lipid (lemak), pasien memiliki konsentrasi fitosterol pada plasma yang lebih rendah dan peningkatan kemajuan dalam te terkait dengan fungsi hati. Demikian pula, Ellegard et al. menunjukkan bahwa pasien dengan kegagalan saluran cerna dan menerima asupan nutrisi parenteral memiliki konsentrasi fitosterol lima kali lipat dibandingkan dengan pasien dengan kegagalan saluran cerna yang tidak mendapat asupan nutrisi parenteral dan dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan pasien normal (sebagai variabel control). Studi-studi ini dan yang lainnya menunjukkan bahwa konsentrasi tinggi fitosterol serum pada anak dengan ketergantungan terhadap nutrisi parenteral memiliki kolerasi dengan PNALD dan tingkat keparahan kolestasis. Penggunaan nutrisi parenteral secara berkepanjangan dapat menghantarkan (mengakibatkan) pada akumulasi kandungan fitosterol dalam membrane sel dan lipoprotein plasma dan memiliki keterkaitan dengan kolestasis dalam populasi ini. Demikian pula, peningkatan konsentrasi fitosterol plasma telah diamati pada bayi yang mendapat asupan nutrisi parenteral berbahan minyak zaitun.Mekanisme dari bagaimana fitosterol dapat berkontribusi terhadap perkembangan dari PNALD masih dalam penyelidikan. Pengaturan terhada fitosterol pada anak babi yang baru lahirmeningkatkan serum asam empedu dan mengurangi peredaran empedu yang bergantung pada asam empedu, menghasilkan perkebangan dalam kolestasis. Anak babi yang baru lahir dan mendapatkan asupan minyak ikan bebas fitosterol dapat mempertahankan kenoramalan dalam aliran empedu dan tes fungsi hati. Selain itu, stigma sterol, yang merupakan fitosterol yang kandungannya terbanyak dalam minyak kedelai, bersifat antagonis terhadap Farsenoid X Receptor (FXR). Ikatan ligan FXR biasanya menekan -hidroksilase 7, enzim yang membatasi tingakt sintesis asam empedu. Dalam model kolestasis murine, tikus yang menerima agonis sintetik dari FXR, GW4064, memiliki peningkatan signifikan dalam konsentrasi transaminase hati. Ditandai dengan penurunan aminotransferase alanine, aminotransferase aspartate, dehydrogenase laktat, dan kecenderungan penurunan bilirubin. Selain itu, tikus yang diobati dengan GW4604 memiliki nekrosis hapatocelular yang lebih sedikit, peradangan, dan proliferasi duktus empedu pada biopsy hati, dibandingkan dengan tikus yang diberi penanganan hanya dengan alat (vehicle). Studi-studi ini menunjukan bahwa agonis FXR mungkin bersifat hepatoprotektif dan bahwa fitosterol mungkin berkontribusi terhadap perkembangan kolestasis melalui menurunkan regulasi dari penekanan sintesis asam empedu.Selain itu, lemak minyak kedelai terutama terdiri atas -6 PUFA. -6 PUFA dan -3 (n-3) berfungsi sebagai precursor dari proinflamasi dan antiinflamasi eicosanoid dan prostaglandin. Peningkatan atau kelebihan asupan -6 PUFA, terutama asam linoleat, dapat mengakibatkan jumlah mediator proinflamasi yang lebih tinggi. Asam arakidonat (arachidonic acid), salah satu dari metabolit utama asam linoleat, merupakan substrat utama untuk sintesis prostaglandin seri-2 dan tromboksan melalui jalur siklooksigenase dan leukotrien seri-4 melalui jalur lipogenase. Produk jalur-jalur tersebut meningkatkan peradangan dengan mengeluarkan IL-6, yang terlibat dalam kemotaksis leukosit dan vasodilatasi. Yang lebih pentingnya lagi, produk paling potensial dari jalur ini, yaitu prostaglandin E2 dan leukotriene B4, memainkan peran aktif dalam inflamasi kronik seperti asthma, rheumatoid, arthritis, dan colitis ulserativa. Perlu dicatat, bagaimanapun, bahwa asam arakidonat juga merupakan prekrusor untuk asam epoksieikosatrienoik melalui jalur sitokrom 450, diketahui berfungsi untuk mengurangi inflamasi dengan mengurangi adhesi leukosit dan menurunkan regulasi faktor nuklir B. Akan tetapi, -6 PUFA secara predominan meningkatkan mediator proinflamasi,sedangkan mediator turunan -3 sebagian besar merupakan anti inflamasi. EPA, yang merupakan turunan dari asam linoleat , bertindak sebagai substrat kompetitif untuk jalur siklooksigenase dan lipoksigenase seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, memproduksi masing-masing prostaglandin seri-3, tromboksan, dan leukotrien seri-5. Mediator-mediator ini cenderung antiinflamasi, sehingga melawan produk dari -6 PUFA dalam kaskade inflamasi (inflammatory cascade). EPA dan produk turunannya, DHA, berikatan pada PPA/ dan pasangan reseptor protein G GPR-120 dan GPR-40, menghasilkan penurunaan regulasi dari faktor nuklir B dan inhibisi pada jalur inflamasi.Sumber lipid parenteral nampaknya muncul sebagai faktor lingkungan yang mempengaruhi mdel PNALD pada hewan. Yeh et al. membandingkan penanda serum inflamasi pada tikus yang menerima minyak bunga kuunyit parenteral dengan yang menerima minyak ikan parenteral, hasilnya menunjukkan konsentrasi tromboksan A2 yang lebih tinggi, agen inflamasi potensial, pada tikus yang menerima minyak bunga kunyit parenteral. Lee et al melakukan pemeriksaan terhadap tikus yang mengkonsumsi diet enteral baik minyak menhaden (-3 PUFA) maupun minyak kedelai (-6PUFA) setelah ligase duktus empedu. Pda hari ke 4 dan ke 8, tikus yang diberi makan minyak kedelai menunjukkan bukti histologis dari inflamasi, apoptosis, dan nekrosis yang lebih banyak dibandingkan dengan tikus yang diberi makan minyak menhaden. Test fungsi hati menunjukkan hasil yang sama untuk kedua kelompok percobaan. Demikian pula, Chen et al. mempelajari sejauh mana terjadinya cedera hati (hepatic injury) setelah ligase duktus empedu pada tikus yang diberi makan chow standar dan diberikan suntikan i.p baik DHA atau salin. Tikus-tikus pada kelompok DHA memiliki penurunan regulasi terhadap ekspresi faktor nuklir B, pengurangan pada akumulasi leukosit, dan penurunan fibrogenesis. Oleh karena itu, induksi atau stimuli terhadap lingkungan proinflamasi oleh minyak kedelai parenteral dapat berkontribusi terhadap terjadinya peradangan hati terkait dengan PNALD.Minyak kedelai parenteral relatif kurang dalam kandunga -tokoferol, suatu antioksidan kuat. Tekanan oksidatif terjadi ketika produk yang berasal dari sel kelompok reaktif oksigen dan hidrogen peroksida tidak dimanfaatkan atau dinetralisasi dalam sel. Dalam hubungannya dengan enzim antioksidan (misalnya, superoksida dismutase, katalase, dan glutasi peroksidase), antioksidan (misalnya, glutasi, tokoferol, dan asam askorbat) mencari-cari kelompok prooksidan dan menetralisirnya menjadi produk yang stabil. Tekanan oksidatif dimaksudkan sebagai second hit dalam hepatosteatosis, yang menyebabkan cedera selular dan apoptosis hati sekunder pada akumulasi lemak yang abnormal. Dalam studi oleh Kalish et al., sebuah analisis metabolemik dilakukan pada tikus yang menerima nutrisi parenteral oral, baik parenteral minyak kedelai atau minyak ikan, konsentrasi yang lebih rendah dari tokoferol dan konsentrasi yang lebih tinggi dari produk lipid peroksida ditemukan pada kelompok percobaan yang menggunakan minyak kedelai. Demikian pula, Hong et al. melaporkan bahwa kelinci yang menerima minyak kedelai parenteral mengalami penurunan aktivitas dari enzim superoksida dismutase (enzim antioksidan), peningkatan lipid peroksida, dan peningkatan apoptosis dibandingkan dengan kelinci yang menerima salin (saline) parenteral.

Strategi yang Ada Saat Ini untuk Pengobatan PNALDBukti yang berkembang yang menunjukkan keterlibatan minyak kedelai parenteral dalam patogenesis PNALD telah memberikan kontribusi terhadap evolusi strategi penanganan anak-anak dengan PNALD. Dua pendekatan telah diusulkan untuk pengobatan PNALD yaitu pembatasan lipid dan modifikasi lipid. Pembatasan lipid dilakukan dengan mengurangi tingkat paparan terhadap minyak kedelai parenteral dan dapat menurunkaan efek merusak seperti yang telah dijabarkan sebelumnya. Modifikasi lipid dilakukan dengan menggantikan minyak kedelai parenteral dengan minyak ikan parenteral.Pembatasan lipid (lipid restriction). Secara tradisional, minyak kedelai parenteral diberikan dengan dosis 2-3 g / (kg d). Namun, dalam beberapa tahun terakhir, beberapa lembaga telah memanfaatkan pengurangan dosis lipid dalam upaya untuk menurunkan tingkat terjadinya PNALD. Penelitian telah menunjukkan penurunan kejadian PNALD ketika dosis lipid diturunkan menjadi 1 g / (kg d). Namun, konsekuensi dari pembatasan pemberian asam lemak esensial pada neonatus bagi perkembangan dari neonates itu sendiri masih belum jelas. Pada tahun 2012, Cober et al. memeriksa konsentrasi serum bilirubin, pertumbuhan, dan defisiensi asam lemak esensial pada bayi yang mendapat nutrisi parenteral dengan lipid parenteral pada dosis 3 g / (kg d) dibandingkan dengan mereka yang menerima nutrisi parenteral dengan lipid parenteral pada dosis 1 g / (kg d) dua kali seminggu. Bayi dalam kelompok pembatasan lipid ditemukan memiliki penurunan konsentrasi bilirubin yang signifikan selama 8 minggu pengobatan [perubahan kemiringan -0,73 mg / (dL wk) vs 0,29 mg / (dL wk), masing-masing, n = 31 / group; P = 0,0017]. Skor Z untuk berat dan lingkar kepala yang disesuaikan menurut umur ditemukan sama antara setiap kelompok. Namun terjadi peningkatan triene pada 8 dari 13 pasien: rasio tetraene (> 0,05 tetapi