Pengkajian Pada Klien Laringomalacia - Ltm 1
-
Upload
citra-hafilah-shabrina -
Category
Documents
-
view
305 -
download
22
Transcript of Pengkajian Pada Klien Laringomalacia - Ltm 1
PENGKAJIAN PADA KLIEN LARINGOMALASIA
Citra Hafilah Shabrina
1106089041
Keperawatan Anak 1, Kelas C
Laringomalasia adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan mengempisnya
jaringan laring ke dalam saluran nafas ketika pasien, kebanyakan anak-anak menarik nafas.
Perawat perlu mempelajari bagaimana laringomalasia secara mendalam agar dapat membantu
klien bernafas lebih baik. Perawat juga dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat
agar kondisi klien membaik. Adapun pengkajian pada klien dengan laringomalasia meliputi:
1. Anamnesa
Anamnesa (wawancara) klien disini dilakukan dengan mewawancarai wali atau orang tua
dari klien karena klien laringomalasia biasanya berumur 2 tahun dan belum dapat
diwawancara. Hasil anamnesa klien laringomalasia dapat ditemukan:
a. Riwayat stridor inspiratoris diketahui mulai 2 bulan awal kehidupan. Suara
biasanya muncul pada minggu 4-6 awal. Stidor ini bersifat kronik dan kontinu
b. Stridor berupa tipe inspiratoris dan terdengar seperti kongesti nasal, yang
biasanya membingungkan. Namun demikian stridornya persisten dan tidak
terdapat sekret nasal
c. Stridor bertambah jika bayi dalam posisi terlentang, ketika menangis, ketika
terjadi infeksi saluran nafas bagian atas, dan pada beberapa kasus, selama dan
setelah makan. Selain itu juga stidor ini juga dapat di cetuskan saat berteriak atau
menangis
d. Tangisan bayi biasanya normal
e. Biasanya tidak terdapat intoleransi ketika diberi makanan, namun bayi kadang
tersedak atau batuk ketika diberi makan jika ada refluks pada bayi.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pada pemeriksaan bayi terlihat gembira dan berinteraksi secara wajar
b. Dapat terlihat takipnea ringan
c. Tanda-tanda vital normal, saturasi oksigen juga normal
d. Biasanya terdengar aliran udara nasal, suara ini meningkat jika posisi bayi
terlentang dan berkurang jika bayi dalam posisi terkelungkup.
e. Tangisan bayi biasanya normal, penting untuk mendengar tangisan bayi selama
pemeriksaan
f. Stridor murni berupa inspiratoris atau dapat juga pada saat ekspirasi. Suara
terdengar lebih jelas di sekitar angulus sternalis
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laringoskopi Fleksibel
Pemeriksaan utama untuk diagnosis laringomalasia adalah dengan
menggunakan laringoskopi fleksibel. Hawkins dan Clark menyatakan bahwa
laringoskopi fleksibel efektif untuk diagnosis bahkan pada neonatus. Pemeriksaan
ini dilakukan dengan posisi tegak melalui kedua hidung. Melalui pemeriksaan ini
dinilai pasase hidung, nasofaring dan supraglotis. Dengan cara ini bentuk
kelainan yang menjadi penyebab dapat terlihat dari atas. Laringoskopi fleksibel
dapat membantu menyingkirkan diagnosis anomali laring lainnya seperti kista
laring, paralisis pita suara, malformasi pembuluh darah, neoplasma, hemangioma
subglotis, gerakan pita suara paradoks, stenosis glotis dan web glotis.
Pemeriksaan laringoskopi fleksibel memiliki beberapa kerugian, yaitu risiko
terlewatkannya diagnosis laringomalasia ringan bila pasien menangis dan kurang
akurat dalam menilai keadaan subglotis dan trakea.
b. Microlaryngoscopy dan Bronkoskopi
Tes ini dilakukan di ruang operasi di bawah anestesi umum oleh dokter bedah
THT. Dokter melihat kotak suara dan tenggorokan dengan teleskop. Dokter
mungkin merekomendasikan tes ini jika tes X-ray menunjukkan sesuatu yang
abnormal atau jika dokter Anda memiliki kecurigaan masalah saluran napas
tambahan.
Masih menjadi perdebatan di kalangan ahli apakah setiap bayi dengan
laringomalasia harus melalui pemeriksaan laringoskopi dan bronkoskopi
meskipun pemeriksaan tersebut masih merupakan standar baku untuk menilai
obstruksi nafas, mengingat pemeriksaan ini memiliki beberapa kelemahan bagi
kelompok umur neonatus, seperti resiko anestesi dan instrumentasi, alat
endoskopi yang khusus, membutuhkan ahli anestesi yang handal, dan biaya yang
mahal. Olney dkk membuat kategori kandidat yang sebaiknya dilakukan
laringoskopi dan bronkoskopi. Kriterianya adalah:
Bayi laringomalasia dengan gangguan pernafasan yang berat, gagal tumbuh,
mengalami fase apnea, atau pneumonia berulang.
Bayi dengan gejala yang tidak sesuai dengan gambaran laringomalasia yang
ditunjukkan oleh laringoskopi fleksibel.
Bayi dengan lesi di laring.
Bayi yang akan dilakukan supraglotoplasti
c. Radiologi
Peran radiologi konvensional posisi anteroposterior dan lateral pada
laringomalasia tidak terlalu banyak membantu karena kelainan ini merupakan
suatu proses dinamik, namun dapat membantu menyingkirkan penyebab
lain. Pemeriksaan radiologi leher posisi anteroposterior dan lateral bermanfaat
untuk menentukan ukuran adenoidal dan tonsillar, ukuran dan ketajaman
epiglotik, profil retropharyngeal dan subglottic dan anatomi. Foto lateral leher
paling baik diambil dengan posisi ekstensi leher dan saat inspirasi, sehingga
jaringan lunak faring tidak disalahartikan sebagai massa retrofaring. Bila foto
diambil saat inspirasi, maka bergeraknya aritenoid, plika ariepiglotika dan
epiglotis ke inferior dan medial dapat terlihat sebagai pengembungan dari
ventrikel laring dan hipofaring. Foto AP dan lateral dada diperlukan untuk
mendeteksi adanya benda asing radioopak atau penyakit paru lain yang
menyertai. Keadaan ini dapat memperlihatkan adanya gambaran air trapping.
Pemeriksaan esofagogram dengan barium, dapat bermanfaat untuk
menentukan adanya kompresi vascular atau untuk melihat anomali vaskular
seperti arkus aorta dobel serta dapat menilai bila ada perubahan pada dimensi
anteroposterior trakea. Video fuoroskopi bermanfaat untuk diagnosis
trakeomalasia, aspirasi benda asing dan disfungsi pita suara. Fluoroskopi akan
lebih baik menggambarkan proses dinamik dan letak kolaps dapat terlihat
pada saat inspirasi disertai dilatasi pada hipofaring akibat obstruksi di daerah
laring. CT scan dan MRI bermanfaat untuk melihat saluran nafas dan struktur
jaringan lunak di sekitarnya, termasuk bukti adanya kompresi vaskuler.
d. Pemeriksaan tambahan lain berupa pH Probe dan Esophagogastroduodenoscopy
(EGD)
Kedua pemeriksaan ini lebih menitik beratkan pada keterlibatan asam
lambung. Penyakit refluks gastroesofageal (GERD) juga dicurigai sebagai
penyebab laringomalasia, namun dapat pula terjadi sebaliknya dimana
laringomalasia menyebabkan GERD akibat perubahan gradien
tekanan intraabdominal/intratorakal.
Probe pH adalah tes di mana sebuah tabung kecil ditempatkan melalui hidung
bayi dan masuk ke kerongkongan. Tes ini akan mengukur asam yang dapat
timbul akibat refluks isi lambung ke osefagus ataupun bahkan sampai pada
tenggorokan. Dokter mungkin merekomendasikan tes ini jika pasien ada derajat
regurgitasi asam (muntah atau gumoh).
EGD adalah sebuah tes diagnostik yang dilakukan di ruang operasi di bawah
anestesi umum. Selama EGD, dokter akan mencari tanda-tanda peradangan
kronis dari iritasi asam yang dapat terjadi di perut atau kerongkongan. Dokter
mungkin merekomendasikan ini jika probe pH secara signifikan abnormal atau
ada kecurigaan kuat GERD signifikan berdasarkan sejarah dan pemeriksaan
klinis.
Gambar laring normal
Gambar laring normal
Laringomalasi Laringomalasi
Laringomalasi, tampak epiglotis
berbentuk omega
Referensi :
Bibi H, Khvolis E, Shoseyvov D. (2001). The prevalence of gastroesophageal reflux in
children with tracheomalacia and laryngomalacia.
Dickson JM, Richter GT, Meinzen-Derr J, Rutter MJ, Thompson DM. (2009). Secondary
airway lesions in infants with laryngomalacia.
Edmondson NE, Bent JP 3rd, Chan C. (2011). Laryngomalacia: the role of gender and
ethnicity.
Herman B, Kartosoediro S. Disfonia. Dalam: Iskandar N, Soepardi EA editor. (2007). Buku
ilmu kesehatan telinga tenggorok kepala dan leher. Edisi ke 6. Jakarta: Balai Penerbit
FK-UI
Huntley C, Carr MM. (2010). Evaluation of effectiveness of airway fluoroscopy in diagnosing
patients with laryngomalacia.
Laringomalasia. diakses melalui http://www.persify.com/id/perspectives/medical-conditions-
diseases/laringomalasia-_-951000103621 (24 Februari 2013, Pukul 17:40 WIB)
Nukman, Novialdi & Rusdi, Dedy. (2011). Diagnosis dan Penatalaksanaan Laringomalasia
dan Trakeomalasia. diakses melalui
http://repository.unand.ac.id/17089/1/Diagnosis_dan_Penatalaksanaan_Laringomalasia
_dan_Trakeomalasia_-_Copy.pdf (19 Februari 2013, Pukul 11:00 WIB)
Saragih, Abdul R. Laringologi. diakses melalui http://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=asuhan%20keperawatan
%20laringomalasia&source=web&cd=6&cad=rja&ved=0CE0QFjAF&url=http%3A
%2F%2Focw.usu.ac.id%2Fcourse%2Fdownload%2F1110000121-special-senses-
system%2Fsss155_slide_laringologi.pdf&ei=MKEoUbWUA8H-
rAfE7YGQAQ&usg=AFQjCNGjAGbbDt0Kho3uiQw4-iIR39-
8Ow&bvm=bv.42768644,d.bmk (23 Februari 2013, Pukul 18:48 WIB)
Unal E, Oran B, Baysal T, et al. (2006). Pulmonary arterial pressure in infants with
laryngomalacia.
Vicencio AG, Parikh S, Adam HM. (2006). Laryngomalacia and tracheomalacia: common
dynamic airway lessions.