PENGGUNAAN MEMBRAN AMNION DI BIDANG OFTALMOLOGI .pdf

19
1 BAB I PENDAHULUAN Membran amnion adalah lapisan terdalam dari plasenta yang mengandung membrana basalis yang tebal dan matriks stroma yang avaskuler. 1 (gambar 1) Beberapa tahun belakangan ini penggunaan membran amnion untuk transplantasi semakin meningkat. Penggunaan membran amnion sebagai materi operasi pada transplantasi kulit, pertama kali diperkenalkan oleh Davis pada tahun 1910. Sejak saat itu penggunaan membran amnion terus berkembang. Pada tahun 1940 De Roth pertama kali melaporkan penggunaan membran amnion untuk permukaan okuler. Tahun 1995 Kim dan Tseng melaporkan penggunaan membran amnion yang sudah diawetkan pada rekonstruksi permukaan kornea pada kelinci. 2-4 Membran amnion mempunyai kemampuan untuk mengurangi inflamasi dan terjadinya jaringan sikatrik, serta meningkatkan epitelisasi dan penyembuhan luka, membran amnion juga mempunyai efek antimikroba. 2,4 Membran amnion terutama yang sudah diawetkan saat ini banyak digunakan dalam penatalaksanaan penyakit mata luar, seperti defek epitel kornea persisten, keratititis, ulkus kornea, band keratopathy, bullous keratopathy, dan trauma kimia. 2,5 Penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa epitel membran basalis amnion dapat memfasilitasi pemindahan sel epitel, meningkatkan adhesi sel basal epitel dan diferensiasi sel. Amnion plasenta manusia tersusun atas satu lapis sel epital, membran basalis dan stroma yang avaskuler. Komponen di dalam membran basalis kornea juga terdapat di dalam membran basalis amnion termasuk kolagen tipe IV dan tipe VII. Epitel amnion menghasilkan faktor pertumbuhan fibroblas dasar, faktor pertumbuhan hepatosit dan faktor pertumbuhan perubah β. Amnion dapat menghambat infiltrasi dari sel-sel inflamasi dan mengurangi apoptosis epitel. 3 Tinjauan pustaka ini membahas mengenai karakteristik dari membran amnion yang digunakan untuk terapi penyakit-penyakit pada permukaan okuler.

Transcript of PENGGUNAAN MEMBRAN AMNION DI BIDANG OFTALMOLOGI .pdf

1

BAB I

PENDAHULUAN

Membran amnion adalah lapisan terdalam dari plasenta yang mengandung membrana

basalis yang tebal dan matriks stroma yang avaskuler.1

(gambar 1)

Beberapa tahun belakangan ini penggunaan membran amnion untuk transplantasi

semakin meningkat. Penggunaan membran amnion sebagai materi operasi pada transplantasi

kulit, pertama kali diperkenalkan oleh Davis pada tahun 1910. Sejak saat itu penggunaan

membran amnion terus berkembang. Pada tahun 1940 De Roth pertama kali melaporkan

penggunaan membran amnion untuk permukaan okuler. Tahun 1995 Kim dan Tseng

melaporkan penggunaan membran amnion yang sudah diawetkan pada rekonstruksi

permukaan kornea pada kelinci.2-4

Membran amnion mempunyai kemampuan untuk mengurangi inflamasi dan

terjadinya jaringan sikatrik, serta meningkatkan epitelisasi dan penyembuhan luka, membran

amnion juga mempunyai efek antimikroba.2,4

Membran amnion terutama yang sudah diawetkan saat ini banyak digunakan dalam

penatalaksanaan penyakit mata luar, seperti defek epitel kornea persisten, keratititis, ulkus

kornea, band keratopathy, bullous keratopathy, dan trauma kimia.2,5

Penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa epitel membran basalis amnion

dapat memfasilitasi pemindahan sel epitel, meningkatkan adhesi sel basal epitel dan

diferensiasi sel. Amnion plasenta manusia tersusun atas satu lapis sel epital, membran basalis

dan stroma yang avaskuler. Komponen di dalam membran basalis kornea juga terdapat di

dalam membran basalis amnion termasuk kolagen tipe IV dan tipe VII. Epitel amnion

menghasilkan faktor pertumbuhan fibroblas dasar, faktor pertumbuhan hepatosit dan faktor

pertumbuhan perubah β. Amnion dapat menghambat infiltrasi dari sel-sel inflamasi dan

mengurangi apoptosis epitel.3

Tinjauan pustaka ini membahas mengenai karakteristik dari membran amnion yang

digunakan untuk terapi penyakit-penyakit pada permukaan okuler.

2

Gambar 1. Plasenta manusia

3

BAB II

HISTOLOGI MEMBRAN AMNION

Membran amnion manusia berasal dari membran fetus yang terdiri atas beberapa

lapisan. Secara histologi membran amnion memiliki tebal antara 0.02-0.5 mm dan terdiri atas

tiga lapisan dasar, yaitu (gambar 2):

- Lapisan epitel

- Membran basalis

- Lapisan stroma yang avaskuler

Lapisan epitel tersusun atas sel epitel kubiod tunggal yang memiliki mikrovilli pada

permukaan apikalnya. Sel epitel ini diperkirakan berasal dari lapisan ektoderm dan melekat

kuat pada membran basalis.

Gambar 2. Gambar histologi membran amnion

4

Membran basalis merupakan salah satu jaringan membran yang paling tebal pada tubuh

manusia. Membran basalis amnion mempunyai struktur yang terintegerasi, transparan dan

elastis sehingga membran basalis ini dapat diterima sebagai jaringan pengganti pada

rekonstruksi permukaan bola mata. Membran basalis amnion, kornea dan konjungtiva

mengandung kolagen tipe IV, V, dan VII. Selain itu membran basalis amnion mengandung

fibronektin dan laminin.

Lapisan stroma kaya akan asam hialuronat dari fetus yang dapat menekan sinyal

Transforming Growth Factoor β (TGF β), proliferasi dan diferensiasi miofibroblastik dari

kornea normal dan limbus serta konjungtiva. Hal ini menjelaskan mengapa transplantasi

membran amnion dapat mengurangi terjadinya sikatrik pada rekonstruksi konjungtiva.

Matriks stroma juga menghambat ekspresi dari beberapa sitokin, termasuk interleukin 1α, IL-

2, IL-8, interferon γ, dan tumor necrosis factor-β. Anti inflamasi pada membran amnion

kemungkinan besar disebabkan karena membran amnion dapat menarik dan menahan sel-sel

inflamasi yang menginfiltrasi permukaan okuler serta mempunyai beberapa protease

inhibitor. 1,2,4,6,7

5

BAB III

PENGGUNAAN MEMBRAN AMNION DI BIDANG OFTALMOLOGI

A. CARA KERJA MEMBRAN AMNION

1. Meningkatkan Epitelisasi

Membran basalis membantu terjadinya migrasi sel epitel, mendorong adhesi

sel-sel epitel basal, meningkatkan diferensiasi epitel dan menghambat apoptosis

epitel. Membran amnion menghasilkan berbagai macam faktor pertumbuhan,

seperti faktor pertumbuhan fibroblas dasar, faktor pertumbuhan hepatosit, dan

transforming growth factor β, yang dapat menstimulasi epitelialisasi. Membran

amnion dapat menghasilkan endothelin-1, brain natriuretic peptide, dan hormon

pelepas kortikotropin yang dapat meningkatkan proliferasi epitel dan metabolisme

kalsium. Melalui mekanisme-mekanisme tersebut di atas membran amnion dapat

mempercepat penyembuhan epitel. Membran basal menjadi tempat yang baik dan

sesuai untuk pertumbuhan sel epitel. Laminin, yang terdapat di dalam membran

basal, membantu adhesi dan ekspansi dari epitel kornea. 2,4

2. Menghambat Fibrosis

Jaringan sikatrik yang terjadi pada penyembuhan luka disebabkan karena

adanya fibroblas. Fibroblas diaktifkan oleh transforming growth factor β (TGF-

β). Membran amnion menghambat ekspresi dari reseptor TGF-β pada fibroblas

sehingga terjadinya fibrosis lebih sedikit. Membran amnion menekan sinyal TGF-

β fibroblas pada kornea, limbus, konjungtiva dan pterygia. Menurut penelitian

Chui and Tsang membran amnion dapat menghambat terrjadinya diferensiasi

keratosit pada stroma mata kelinci dan menjaga kejernihan kornea.2 Membran

amnion juga berfungsi sebagai barrier anatomi, menjaga permukaan yang

berpotensi melekat tetap terpisah. Stroma membran amnion yang avaskuler

menghambat terjadinya pembentukan pembuluh darah baru.4

3. Menghambat Inflamasi dan Angiogenesis

6

Mekanisme kerja membran amnion sebagai anti-inflamasi belum dapat

dijelaskan secara pasti. Membran amnion dipercaya berfungsi sebagai barrier,

menurunkan aliran sel-sel inflamasi menuju ke daerah infeksi, dan secara terus

menerus mengurangi mediator-mediator inflamasi. Protease inhibitor dapat

memfasilitasi penyembuhan luka. Membran amnion mensekresi trombospondin-1

yang merupakan suatu faktor antiangiogenik. IL-1α dan IL-1β yang merupakan

mediator proinflamasi yang poten dapat ditekan oleh matiks stroma membran

amnion.

Pada tahun 2001 Shimura dkk melaporkan, membran amnion dapat

mengurangi inflamasi dengan cara menjebak sel-sel inflamasi dan sel-sel

inflamasi ini akan mengalami apoptosis. Membran amnion juga dilaporkan dapat

menekan terjadinya neovaskularisasi pada kornea. Adanya sekresi beberapa faktor

antiangiogenik seperti trombospodin-1 dan TIMP-4 dapat menjelaskan

kemampuan membran amnion sebagai anti inflamasi.2

4. Kurangnya Imunogenitas

Pada beberapa penelitian disebutkan bahwa sel-sel epitel membran amnion

tidak mengekspresikan HLA-A, B atau antigen DR. Akan tetapi pada beberapa

penelitian yang lain disebutkan bahwa sel epitel membran amnion

mengekspresikan melekul HLA kelas I, termasuk antigen kelas Ia (HLA-A, B, C

dan DR) dan kelas Ib (HLA-G,E), tapi sel epitel membran amnion tidak

mengekspresikan antigen HLA kelas II.

Membran amnion yang masih viabel dapat menginduksi terjadinya reaksi

imunologi. Suatu studi menyatakan penggunaan membran amnion segar sebagai

bahan transplantasi menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi yang berhubungan

dengan adanya ekspresi antigen HLA-I oleh membran amnion yang masih viabel.

Sedangkan membran amnion yang telah diawetkan dengan cara cryopreservation

tidak menunjukan adanya penolakan imunologi. Hal ini dimungkinkan karena

membran amnion tersebut telah kehilangan sel-sel epitelnya selama proses

pengawetan. Membran amnion manusia mempunyai kemampuan untuk menekan

limfosit T pada allograft sel limbus, hal ini mengakibatkan terjadinya supresi

imunologi yang dapat meningkatkan keberhasilan graft. 2,7

7

5. Antimokroba dan Antiviral

Membran amnion dapat menurunkan resiko terjadinya infeksi. Membran

amnion mengandung cystatin E yang merupakan analog dari cysteine protease

inhibitor, yang dapat menghasilkan antivirus. Membran amnion dapat berfungsi

sebagai barrier yang dapat menghalangi infiltrasi bakteri. Pada luka operasi yang

steril, serabut kolagen dari membran basal amnion dapat mencegah terjadinya

hematoma dan mengurangi akumulasi mikroba sehingga dapat mengurangi

kejadian infeksi. Adanya adhesi atau perlengketan dari membran amnion terhadap

permukaan luka dapat mencegah terbentuknya dead space pada luka dan

mencegah penumpukan serous discharge. Selain itu filamen-filamen fibrin yang

terbentuk selama penyembuhan luka mengakibatkan terjadinya perlengketan

antara luka dan membran amnion sehingga bakteri terperangkap dan menstimulasi

terjadinya migrasi dari fagosit.2

B. INDIKASI PENGGUNAAN MEMBRAN AMNION

Secara umum penggunaan membran amnion dapat dibagi menjadi 3, yaitu :

- Sebagai graft pada kornea

- Sebagai graft pada konjungtiva

- Sebagai patch

Tabel 1. Indikasi Penggunaan Membran Amnion1

Sebagai Graft pada Rekonstruksi Kornea

Defek Epitel Persisten

Bullous Keratopathies

Band keratopathiy

Trauma kimia dan trauma panas

Partial Limbal Stem Cell

Sebagai Graft pada Rekonstruksi Konjungtiva

Koreksi Entropion Sikatrikal

Pterygium

Filtering Belb

Sebagai Patch

Stadium Akut Luka bakar karena Bahan Kimia,

Stevens-Johnson Syndrome

1. Defek Epitel Persisten

8

Defek epitel kornea persisten (Persistent Epithelial Defect/PED) dapat

berlanjut menjadi ulkus kornea persisten yang steril, dan bahkan dapat terjadi

perforasi. Kegagalan proses epitelialisasi yang normal disebabkan karena adanya

gesekan dari palpebra terhadap defek epitel tersebut. Pengobatan PED pada

kornea meliputi penatalaksanaan kondisi yang mendasari, menekan inflamasi dan

penanganan ocular surface secara konservatif. Penatalaksanaan secara operatif

dilakukan bila penatalaksanaan secara medikamentosa tidak berhasil.

Membran amnion menjadi salah satu alternatif untuk penatalaksanaan PED

(gambar 3-4) karena kemampuannya untuk menghasilkan faktor pertumbuhan

yang dapat menstimulasi epitelisasi, membran basal amnion memfasilitasi

terjadinya migrasi sel epitel dan meningkatkan perlengketan epitel sel basal dan

meningkatkan diferensiasi epitel membran amnion juga dapat menekan

peradangan karena membran amnion dapat berfungsi sebagai barrier sel-sel

radang dan mediator. Penggunaan membran amnion ini dilaporkan memiliki

keberhasilan sekitar 50%-90%. Membran amnion akan terus terbasahi oleh air

mata sehingga epitel-epitel yang beregenerasi akan terus terhidrasi serta

melindunginya dari proses abrasi konjungtiva palpebra yang abnormal.

Penggunaan multilayer membran amnion pada ulkus kornea non infeksi yang

dalam atau pada ulkus perforasi dapat mengembalikan ketebalan stroma dan

menghasilkan faktor pertumbuhan untuk terjadinya reepitelisasi.2,6-8

Gambar 3. Diagram skematik defek epitel

persisten (PED)

Gambar 4. Digram skematik membran

amnion patch pada PED. AMG –

Amniotic membrane graft

9

2. Bullous Keratopathy

Pasien dengan bullous keratopathy sering mengeluhkan nyeri, erosi yang berulang

dan terjadinya infeksi. Membran amnion dapat digunakan pada kasus-kasus

bullous keratopathy dengan potensi visus yang rendah. Membran amnion ini

dipakai untuk meredakan rasa nyeri pada pasien sambil menunggu tersedianya

donor kornea1,2,6

(gambar 5-6)

3. Band Keratopathy

Band keratopati akan menyebabkan kondisi permukaan bola mata yang tidak

stabil dan terjadi irregularitas dari epitel. hal ini dapat menyebabkan nyeri pada

bola mata. Hasil dari suatu penelitian di mana penderita dengan band keratopati

menjalani keratektomi superfisialis dengan dan tanpa penggunaan EDTA dan

dilanjutkan dengan transplantasi membran amnion didapatkan 93,75% pasien

mengalami stabilisasi permukaan bola mata dan menurunnya rasa nyeri yang

diderita. Masih belum dapat dijelaskan apakah hal tersebut berkaitan dengan

digantinya bagian kornea yang mengalami defek dengan membran amnion atau

terjadinya percepatan dalam pertumbuhan sel epitel basal dari kornea.2

4. Trauma Kimia dan Trauma Panas

Gambar 5. Gambar skema kornea dengan

bullous keratopati

Gambar 6. Teknik transplantasi membran

amnion pada bullous keratopati. Membran

amnion digunakan untuk menutup seluruh

permukaan kornea

10

Pada fase akut trauma kimia terjadi peradangan kornea yang parah dan terjadi

gangguan epitelial yang dapat menyebabkan perubahan jaringan. Tujuan terapi

pada fase akut ini adalah mengurangi peradangan, menstimulasi epitelisasi dan

mencegah terjadinya nekrosis pada jaringan. Transplantasi membran amnion

(AMT) pada trauma kimia derajat ringan sampai sedang dapat mengurangi rasa

nyeri dan mempercepat terjadinya reepitelisasi. Pada fase akut AMT dapat

menurunkan kejadian inflamasi, mencegah kerusakan stem cell lebih lanjut, dan

mengurangi terjadinya simblepharon (gambar 7-8).

Joseph dkk melaporkan bahwa penggunaan AMT pada trauma thermal derajat 4

tidak dapat memulihkan permukaan bola mata. Hal ini dimungkinkan karena pada

trauma thermal derajat 4 hampir seluruh sel-sel epitel stem cellnya terlibat,

sehingga hanya tersisa sedikit epitel yang dapat digunakan oleh membran amnion

untuk bergenerasi. Hal ini berbeda dengan yang dilaporkan oleh Meller dkk, AMT

digunakan pada pasien yang mengalami trauma kimia akut dalam. Dinyatakan

bahwa AMT efektif dalam peningkatan re-epitelisasi dan mengurangi inflamasi,

sehinnga mengurangi terjadinya sikatrik pada stadium lanjut. Pemakaian AMT

dalam 7-10 hari pertama setelah trauma dapat memaksimalkan efek terapinya.2,6

(gambar 9-11)

Gambar 7. Gambar skematik de-epitelisasi

permukaan kornea dan simblefaron setelah

terjadi trauma kimia

Gambar 8. Pelepasan simblefaron dan

pengangkatan pannus fibrovaskuler

dilanjutkan dengan AMT

11

5. Partial Limbal Stem Cell Deficiency (LSCD)

Partial limbal stem cell deficiency tidak selalu memerlukan transplantasi limbal

stem cell. Penatalaksanaan hal ini dapat dengan observasi ketat dan debridement

epitel berulang atau epilektomi konjungtiva serta dapat juga dilakukan

transplantasi membran amnion. Pada partial limbal stem cell deficiecy antara 90°

sampai 330° AMT sangat efektif untuk mengurangi gejala, mengembalikan

Gambar 9. Mata yang mengalami

trauma kimia asam 2 hari setalah

kejadian

Gambar 10. Hari pertama post

operasi transplantasi membran

amnion

Gambar 11. Dua bulan setelah

AMT. Axis visual tampak jernih

12

kestabilan permukaan okular dan dapat memperbaiki visus setelah 12-34 bulan

follow up.2

6. Pterygium

Tranplantasi membran amnion menjadi alternatif pada penatalaksanaan

pterygium. Dilaporkan bahwa tingkat kekambuhan pada pasien yang dilakukan

AMT pada pterygium primer sebesar 10,9%, sedangkan pada pterygium rekuren

sebesar 37,5%. Hal ini lebih tinggi daripada jika dilakukan autograft konjungtiva

(2,6%) tapi lebih rendah jika hanya dilakukan bare sclera (45%). Membran

amnion dapat menekan proliferasi fibroblast baik pada konjungtiva normal

maupun pada pterigia (gambar 12 dan 13). AMT dapat digunakan pada pterygium

primer yang melibatkan konjungtiva secara luas atau double headed pterygium

dan penderita yang mungkin memerlukan konjungtiva bulbi superior untuk

kemungkinan operasi filtering pada glaukoma. Penanganan pasien pterygium

rekuren dapat menggunakan kombinasi antara AMT dan conjungtival limbal

autograft (CLAG) (gambar 13 dan 14). Penggunaan kombinasi antara eksisi,

AMT, CLAG dan aplikasi dari mitomycin C dilaporkan dapat bermanfaat untuk

penanganan pterygium rekuren kronik pada usia muda.2,4,6

Gambar 11. Foto preoperatif penderita

dengan pterygium flesh di daerah nasal pada

mata kanan

Gambar 12. Foto postoperatif, 2 minggu

setelah tranplantasi membran amnion dan

autograft konjungtiva

13

Gambar 13. Gambar skema pterygium yang

melibatkan kornea

Gambar 14. Gambar skema yang menunjukan

eksisi pterygium, autograft konjungtiva yang

diambil dari konjungtiva bulbi supoerior,

dilanjutkan dengan AMT untuk menutup defek

epitel kornea. Conjungtival limbal autograft

(CLAG) diletakkan di atas AMT

14

BAB IV

TEKNIK OPERASI

A. PERSIAPAN MEMBRAN AMNION

Membran amnion diambil dari donor yang potensial yang menjalani operai

ceasar. Pendonor harus bebas dari penyakit-penyakit menular termasuk HIV, hepatitis

dan syphillis.2,4,6,9,10

Terdapat beberapa protokol untuk pemrosesan dan penyimpanan.

Menurut Kim dkk plasenta dibersihkan dalam keadaan steril dengan menggunakan

balanced salt solution (BSS) yang mengandung penisilin 50µg/ml, streptomisin

50µg/ml, neomisin 100µg/ml dan amphoterisin B 2,5µg/ml. Amnion kemudian

dipisahkan dari bagian korion dengan eksisi tumpul. Membran yang telah terpisah ini

kemudian diletakkan di atas kertas nitroselulosa dengan bagian epitel/membran basal

menghadap atas. Membran amnion ini kemudian dipotong 4x4cm dan disimpan

dalam vial yang mengandung medium Debalco’s modified Eagle’s/glyserol dengan

ratio 1:1 (vol/vol) kemudian membran dibekukan pada suhu -80°C. Membran dapat

segera dicairkan saat hendak digunakan pada suhu ruangan selama 10 menit. Teknik

ini merupakan cryopreserved membran amnion2,4,6,9

selain itu terdapat teknik Heated-

dried membran amnion. Pada metode ini, setelah jaringan disiapkan, jaringan

dikeringkan menggunakan oven selama satu malam pada suhu 40±2°C. Kemudian

disterilkan menggunakan radiasi gamma 25KGY.2,6

B. TEKNIK OPERASI

Membran amnion dapat digunakan sebagai graft (inlay), patch (overlay) atau

beberapa lapisan (multiple layers). Membran amnion selalu dijahit pada permukaan

okuler dengan bagian epitel di atas dan stoma berhadapan dengan permukaan bola

mata agar dapat memfasilitasi terjadinya perlengketan. Sehingga operator perlu untuk

mengenali kedua permukaan tersebut.2,4

Setelah membersihkan jaringan nekrotik dan epitel-epitel yang lepas pada defek

kornea membran amnion diletakkan dan diratakan pada mata, hindari adanya darah

atau cairan dibawah membran amnion tersebut. Membran amnion umumnya dijahit

menggunakan benang nylon 10.0 pada kornea atau pada konjungtiva menggunakan

15

benang vicryl 8.0 atau 9.0.2,4

Beberapa masalah dapat muncul setelah transplantasi

membran amnion, antara lasin dapat terjadi disintegrasi dari membran amnion

sebelum terjadi epitelisasi, pada beberapa kasus hali ini terjadi dalam 2 minggu

setelah transplantasi. Adanya kolagenase pada permukaan okuler yang dapat

menyebabkan terjadinya nekrosis. Membran amnion tidak akan melekat pada

permukaan okular bila lapisan mesenkim tidak berhadapan dengan host.4

Inlay Graft

Membran amnion diratakan pada permukaan bola mata dengan bagian epitel

menghadap ke atas dan dipotong pada ukuran dan bentuk yang sesuai. Ukuran akhir

dibuat lebih besar daripada ukuran defeknya. Membran amnion berperan sebagai

membran basalis yang memungkinkan terjadinya migrasi dan pertumbuhan epitel

kornea.2,4

Overlay atau Patch

Membran amnion menutupi seluruh permukaan kornea termasuk limbus dan

dijahit pada limbus atau daerah perifer kornea menggunakan benang nylon 10.0.

membran amnion berperan sebagai bandage contact lens dan sebagai barrier terhadap

sel-sel inflamasi atau protein air mata. Kedua teknik tersebut di atas dapat

dikombinasikan. Sehingga lapisan pertama membran amnion sebagai graft atau inlay

kemudian dilapisi dengan overlay membran amnion.2

Gambar 15. Inlay graft membran amnion

16

Teknik Multilayer

Defek yang dalam dapat menggunakan lebih dari satu lapisan membran

amnion untuk mengisi defek tersebut. Pengaturan permukaan lapisan per lapisan tidak

terlalu diperhitungkan kecuali lapisan paling atas, dimana lapisan epitel membran

amnion diletakkan menghadap ke atas agar dapat terjadi penutupan oleh sel epitel

kornea.2

Gambar 16. Teknik overlay membran

amnion

17

BAB V

RINGKASAN

Transplantasi membran amnion telah banyak digunakan pada berbagai macam kondisi

permukaan bola mata. Membran amnion mempunyai kemampuan untuk mengurangi

inflamasi dan jaringan sikatrik, meningkatkan epitelisasi dan penyembuhan luka, membran

amnion juga mempunyai efek antimikroba.2,4

Epitel membran basalis amnion dapat memfasilitasi pemindahan sel epitel,

meningkatkan adhesi sel basal epitel dan diferensiasi sel. Amnion plasenta manusia tersusun

atas satu lapis sel epital, membran basalis dan stroma yang avaskuler.

Komponen di dalam membran basalis kornea juga terdapat di dalam membran basalis amnion

termasuk kolagen tipe IV dan tipe VII. Epitel amnion menghasilkan faktor pertumbuhan

fibroblas dasar, faktor pertumbuhan hepatosit dan faktor pertumbuhan perubah β. Amnion

dapat menghambat infiltrasi dari sel-sel inflamasi dan mengurangi apoptosis epitel.3

Membran amnion terdiri atas tiga lapisan dasar yaitu, lapisan epitel, membran basalis

dan lapisan stroma yang avaskuler.1,2,4,6,7

Cara kerja membran amnion adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan Epitelisasi

2. Menghambat fibrosis

3. Menghambat inflamasi dan angiogenesis

4. Kurangnya imunogenitas

5. Antimikroba dan anti viral

Membran amnion dapat digunakan pada beberapa keadaan permukaan bola mata,

beberapa indikasi penggunaan membran amnion adalah :

1. Defek epitel persisten

2. Bullous keratopati

3. Band keratopati

4. Trauma kimia dan trauma thermal

5. Parlial limbal stem cell deficiency

6. Pterygium

18

Membran amnion diambil dari donor yang potensial yang menjalani operai ceasar.

Pendonor harus bebas dari penyakit-penyakit menular termasuk HIV, hepatitis dan

syphillis.2,4,6,9,10

Terdapat beberapa protokol untuk pemrosesan dan penyimpanan diantaranya

adalah cyclopreservation dan heat-dried.2,4,6,9

Tranplantasi membran amnion dapat dilakukan dengan teknik inlay atau graft, teknik

overlay atau patch dan multilayer m embran amnion.2,4

Beberapa permasalahan yang dapat

timbul setelah transplantasi memran amnion antara lain terjadinya disintegrasi dari membran

amnion sebelum terjadi epitelisasi. Adanya kolagenase pada permukaan okuler yang dapat

menyebabkan terjadinya nekrosis. Membran amnion tidak akan melekat pada permukaan

okular bila lapisan mesenkim tidak berhadapan dengan host.4

Membran amnion mempunyai berbagai potensi yang dapat digunakan untuk

penatalaksanaan berbagai macam kelainan permukaan bola mata. Sehinnga penggunaan

membran amnion mulai meluas akan tetapi masih diperlukan penelitian-penelitian lebih

lanjut agar dapat memaksimalkan kekunaan dari membran amnion tersebut

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Tseng SCG. Amniotic Membrane Transplantation for Ocular Surface Reconstruction.

Bioscience Reports 2001;21:481-89.

2. Raffi AB, et al. Amniotic Membran Transplantation. Iranian Journal of Ophthalmic

Research 2007;2:58-75.

3. Letko E, et al. Amniotic Membrane Inlay and Overlay Grafting for Corneal Epithelial

Defects and Stromal Ulcers. Arch Ophthalmol 2001;119:659-663.

4. Dua HS, Blanco AA. Amniotic Membrane Transplantation. Br J Ophthalmol

1999;83:748-752.

5. Ma D, et al. Amniotic Membrane Graft for Primary Pterygium: Comparison with

Conjungtival Autograft and Topical Mitomycin C Treatment. Br J Ophthalmol

2000;84:973-8

6. Sangawan VS, et al. Amniotic Membrane Transplantation: A Review of Current

Indications in The Management of Ophthalmic Disorders. Indian J Ophthalmol

2007;55:251-60.

7. Schawn BL. Human Amniotic Membrane Transplantation for the Treatment of Ocular

Surface Disease. 2002. Available from URL: http://www.dcmsonline.org/jax-

medicine/2002journals/audsept2002/amniotic.htm

8. Blanco AA, et al. Amniotic Membrane Transplantation for Ocular Surface

Reconstruction Br J Ophthalmol 1999;83:399-402.

9. Hamza MS, et al. Amniotic Membrane Transplantation in Ocular Surface Disorder.

Pak J Ophthalmol 2011;27:138-141.

10. Figueredo FC. Amniotic Membrane Transplantation In Ophthalmology. Available

from URL http://www.mrcophth.com/focus1/Amniotic-Transplantation.htm