Pengertian Trombositopenia Pada Anak

32
2.1 Anatomi Fisiologi Tombosit Trombosit adalah fragmen-fragmen sel tak berinti yang diproduksi dari megakariosit oleh sumsum tulang. Ketika megakariosit tersebut matur, sejumlah besar trombosit dilepaskan ke dalam sirkulasi. Setelah dilepaskan, usia trombosit itu sendiri berkisar antara 7 sampai dengan 10 hari, setelah itu mereka dihapus dari peredaran oleh sistem monosit dan makrofag. Gambar 1. Hematopoesis Trombosit yang beredar melakukan banyak fungsi hemostasis penting. Ketika ada pembuluh darah kecil terbelah, trombosit berakumulasi pada lokasi cedera dan membentuk sumbatan hemostatik. Adhesi platelet diawali oleh kontak dengan komponen ekstravaskular seperti kolagen, dan difasilitasi dengan adanya faktor Von Willebrand. Sekresi mediator-mediator hemostasis seperti tromboksan, adenosine 5 difosfat, serotonin, dan histamine menyebabkan terjadinya agregasi yang kuat melalui ikatan fibrinogen dan peningkatan vasokonstriksi lokal. Trombosit juga berperan dalam penghancuran kembali bekuan darah. Risiko perdarahan meningkat dengan rendahnya jumlah trombosit. Rentang hitung jumlah trombosit normal berkisar antara 150 - 450 x 10 3 /µL. Risiko perdarahan tidak akan meningkat sampai

description

Trombositopenia Pada Anak

Transcript of Pengertian Trombositopenia Pada Anak

Page 1: Pengertian Trombositopenia Pada Anak

2.1 Anatomi Fisiologi Tombosit

Trombosit adalah fragmen-fragmen sel tak berinti yang diproduksi dari megakariosit oleh sumsum

tulang. Ketika megakariosit tersebut matur, sejumlah besar trombosit dilepaskan ke dalam sirkulasi.

Setelah dilepaskan, usia trombosit itu sendiri berkisar antara 7 sampai dengan 10 hari, setelah itu

mereka dihapus dari peredaran oleh sistem monosit dan makrofag.

Gambar 1. Hematopoesis

Trombosit yang beredar melakukan banyak fungsi hemostasis penting. Ketika ada pembuluh

darah kecil terbelah, trombosit berakumulasi pada lokasi cedera dan membentuk sumbatan

hemostatik. Adhesi platelet diawali oleh kontak dengan komponen ekstravaskular seperti kolagen, dan

difasilitasi dengan adanya faktor Von Willebrand. Sekresi mediator-mediator hemostasis seperti

tromboksan, adenosine 5 difosfat, serotonin, dan histamine menyebabkan terjadinya agregasi yang

kuat melalui ikatan fibrinogen dan peningkatan vasokonstriksi lokal. Trombosit juga berperan dalam

penghancuran kembali bekuan darah. Risiko perdarahan meningkat dengan rendahnya jumlah

trombosit.

Rentang hitung jumlah trombosit normal berkisar antara 150 - 450 x 103/µL. Risiko

perdarahan tidak akan meningkat sampai penurunan jumlah trombosit yang signifikan hingga dibawah

100 x 103/µL (Gambar 1). Jumlah trombosit lebih besar dari 50 x 103/µL cukup untuk kelangsungan

hemostasis dalam sebagian besar situasi, dan pasien dengan trombositopenia ringan kemungkinan

besar tidak akan diketahui kecuali jika hitung trombosit dilakukan atas alasan yang lain. Pasien

dengan trombositopenia sedang, dengan jumlah trombosit antara 30 sampai 50 x 103/µL jarang

mengalami gejala (seperti mudah lecet atau berdarah), bahkan dengan trauma yang signifikan. Pasien

yang secara persisten hitung trombositnya antara 10 - 30 x 103/µL kadangkala juga tanpa gejala

dengan aktivitas keseharian yang normal namun memiliki risiko perdarahan berlebihan pada trauma

yang signifikan. Perdarahan spontan tidak akan terjadi kecuali hitung trombositnya kurang dari 10 x

103/µL. Pasien seperti ini biasanya mengalami ptekie dan memar, namun bahkan kadangkala juga

asimptomatik. Pada sebagian besar kasus, terlihat bahwa jumlah trombosit harus kurang dari 5 x

Page 2: Pengertian Trombositopenia Pada Anak

103/µL untuk menyebabkan perdarahan kritis spontan (seperti perdarahan intracranial tanpa

disebabkan trauma). 1

Trombosit muda memiliki ukuran yang lebih besar dan lebih aktif secara hemostasis. Maka

dari itu, pasien dengan trombositopenia destruktif dengan produksi normal tidak akan mengalami

perdarahan hebat karena banyaknya trombosit muda, jika dibandingkan dengan pasien yang memiliki

gangguan fungsi trombosit yang mengakibatkan trombosit tua lebih banyak di sirkulasi. 1

2.2 Definisi

Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit pada darah yang kurang dari 150 x

103/µL atau 150 x 109/L, dan merupakan penyebab utama dalam gangguan hemostasis primer yang

dapat menyebabkan perdarahan signifikan pada anak-anak. Jika jumlah trombosit berkurang

manifestasi klinisnya ditandai dengan timbulnya ptekie, purpura, perdarahan pada mukosa, biasanya

sering pada mukosa hidung dan mulut. 2

2.4 Epidemiologi

ITP adalah penyebab paling banyak trombositopenia imun pada anak-anak, dengan tingkat

insidens kasus simptomatik antara 3 sampai 8 per 100.000 anak tiap tahun. Pasien pediatrik yang

mengalami ITP biasanya berumur 2 sampai 10 tahun, dengan insidens tertinggi antara usia 2 sampai 5

tahun. Tidak terdapat bias gender yang signifikan terhadap insidens ITP pada anak-anak. Merupakan

penyebab tersering trombositopenia tanpa anemia atau neutropenia. 1

ITP diperkirakan merupakan salah satu penyebab kelainan perdarahan didapat yang banyak

ditemukan, insiden penyakit simtomatik berkisar 3 sampai 8 per 100.000 anak pertahun. 80-90% anak

dengan ITP menderita episode perdarahan akut yang akan sembuh dalam 6 bulan. Pada ITP akut tidak

ada perbedaan insiden laki-laki maupun perempuan dan akan mencapai puncak pada usia 2-5 tahun.

ITP kronis terjadi pada anak usia > 7 tahun, sering terjadi pada anak perempuan. ITP rekuren

didefinisikan sebagai adanya episode trombositopenia > 3 bulan dan terjadi pada 1-4 % dengan ITP. 3

Dari semua kasus yang didiagnosa secara klinis sebagai Demam Berdarah Dengue / Dengue

Shock Syndrome, trombositopenia (<100.000/ml) ditemukan pada 34% kasus saat pertama kali

datang dan 49% dalam masa rawatan. Pada kasus yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan serologi,

didapatkan prevalensi trombositopenia (<100.000/ml) adalah 58% saat pertama kali datang dan 83%

selama rawatan. Trombositopenia ditemukan pada 47% dari kasus DBD dan 74% dari kasus DSS.

Sebagian besar kasus memberikan gambaran trombositopenia antara hari ketiga dan ketujuh penyakit,

baik pada DBD maupun pada kondisi DSS. 6

Data di Amerika Serikat menunjukkan kejadian sepsis pada pasien yang dirawat di unit

perawatan intensif anak (pediatrics intensive care unit/PICU) mencapai lebih dari 42 000 kasus

dengan angka kematian sebesar 10,3%.12 Menurut perkiraan terakhir, lebih dari 18 juta kasus sepsis

terjadi di seluruh dunia per tahun, dan setidaknya 1/3 dari kasus ini meningkat untuk sepsis berat atau

syok septik. Sepsis mempengaruhi lebih dari 35% dari pasien ICU, dan sekitar 2/3 dari pasien

memiliki sepsis berat atau syok septik. Sepsis adalah salah satu yang paling lazim penyebab

Page 3: Pengertian Trombositopenia Pada Anak

morbiditas dan mortalitas di ICU. Kematian untuk shock septik dapat melebihi 50%. Insidens DIC

pada sepsis berat berkisar antara 14% hingga 32% dan

berhubungan dengan meningkatnya mortalitas pada sepsis .12

2.5 Etiologi

Trombositopenia dapat disebabkan karena :

1. Produksi trombosit yang berkurang

Pansitopenia

Pansitopenia bisa disebabkan karena keganasan (leukemia) , infiltrasi pada sumsum

tulang (neuroblastoma), kegagalan pada sumsum tulang (anemia aplastik), infeksi virus (HIV)

, obat-obatan yang toksik, dan radiasi.

Trombopoesis yang tidak efektif

Dapat ditemukan pada kelainan kongenital yang jarang,yaitu thrombocytopenia – absent

radius (TAR) syndrom , Wiskott Aldrich syndrom, trombosistopenia amegakariosit

kongenital, penyakit platelet raksasa (Bernand-soulier Syndrom)

Infeksi virus, contohnya EBV, CMV, parvovirus

2. Peningkatan konsumsi trombosit

Imun

Idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP)

Penyakit autoimun dan kolagen-vaskuler (SLE)

Disebabkan virus HIV

Trombositpenia diinduksi obat,contohnya heparin

Nonimun

Disseminated intravascular coagulation (DIC)

Hemolytic – Uremic syndrom (HUS)

Sepsis

Thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP)

3. Destruksi trombosit

Keadaan ini dapat ditemukan pada hipersplenisme, yaitu aktivitas lien yang berlebihan dapat

disebabkan karean infeksi, inflamasi, kongesti, kelainan sel darah merah.

4. Dilusi dari trombosit.

Hemodilusi menyebabkan konsentrasi relatif trombosit pada darah berkurang 1

2.6 Patogenesa dan Patofisiologi

2.6.1 Immune Trombositopeni Purpura (ITP)

Kerusakan trombosit pada ITP melibatkan autoantibodi terhadap glikoprotein yang terdapat

pada membrane trombosit. Penghancuran terjadi terhadap trombosit yang diselimuti antibody

Page 4: Pengertian Trombositopenia Pada Anak

(antibody coated platelets) tersebut dilakukan oleh makrofag yang terdapat pada limpa dan organ

retikuloendotelial lainnya.3

Megakariosit dalam sumsum tulang bisa normal atau meningkat pada ITP. Sedangkan kadar

trombopoietin dalam plasma, yang merupakan progenitor proliferasi dan maturasi dari trombosit

mengalami penurunan yang berarti, terutama pada ITP kronis. 3

Adanya perbedaan secara klinis maupun epidemiologis antara ITP akut dan kronis

menimbulkan dugaan adanya perbedaan mekanisme patofisiologi terjadinya trombositopenia diantara

keduanya. Pada ITP akut, telah dipercaya bahwa penghancuran trombosit meningkat karena adanya

antibody yang dibentuk saat terjadi respons imun terhadap infeksi bakteri/virus atau pada imunisasi,

yang bereaksi silang dengan antigen dari trombosit. Mediator-mediator lain yang meningkat selama

terjadinya respons imun terhadap infeksi, dapat berperan dalam terjadinya penekanan terhadap

produksi trombosit. Sedangkan pada ITP kronis mungkin telah terjadi gangguan pada regulasi system

imun seperti pada penyakit autoimun lainnya, yang berakibat terbentuknya antibody spesifik terhadap

trombosit. 3

Saat ini telah diidentifikasi beberapa jenis glikoprotein (GP) permukaan trombosit pada ITP,

diantaranya GP IIb-Iia, GP Ib, dan GP V. Namun bagaimana antibody antitrombosit meningkat pada

PTI, perbedaan secara pasti patofisiologi PTI akut, serta komponen yang terlibat dalam regulasinya

masih belum diketahui. 3

2.6.2 Demam Berdarah dengue (DBD)

Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada sebagian besar kasus

DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai terendah pada masa syok.

Jumlah trombosit secara cepat meningkat pada masa konvalesen dan nilai normal biasanya tercapai 7-

10hari sejak permulaan sakit. Trombositopenia dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit

muda dalam sumsum tulang, dan pendeknya masa hidup trombosit diduga akibat meningkatnya

destruksi trombosit. Dugaan mekanisme lain trombositopenia adalah depresi fungsi megakariosit.

Penyelidikan dengan radioisotop membuktikan bahwa penghancuran trombosit dalam sistem

retikuloendotelial, limpa dan hati. Penyebab peningkatan destruksi trombosit sampai saat ini belum

diketahui, tapi beberapa faktor dapat menjadi penyebab, yaitu virus dengue, komponen aktif sistem

komplemen, kerusakan sel endotel, aktivasi sistem pembekuan darah secara bersamaan atau secara

terpisah. Lebih lanjut, fungsi trombosit pada DBD terbukti menurun. Hal ini mungkin disebabkan

ditemukannya komplek imun dalam darah. Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap

sebagai penyebab utama terjadinya perdarahan pada DBD. 5

Page 5: Pengertian Trombositopenia Pada Anak

2.6.3 Trombositopenia pada Sepsis

Kelainan pembekuan dan trombositopenia umum terjadi pada sepsis berat, dan dapat berupa

perubahan kecil dalam jumlah trombosit dan perubahan dalam tes koagulasi hingga full-blown

disseminated intravascular koagulasi (DIC) dan trombosis mikrovaskular yang luas. Tingkat

keparahan hemostatik tampaknya berkorelasi dengan tingkat keparahan penyakit, sehingga, jumlah

trombosit yang rendah adalah prediksi akan hasil yang buruk. 8

Dalam studi oleh A. Yaguchi et al, mikroorganisme yang paling umum terisolasi adalah

Escherichia coli (n = 12), Staphylococcus aureus (n = 11), Klebsiella spp. (n = 6), dan Pseudomonas

aeruginosa (n = 6). Kelompok kontrol yang sehat termasuk 11 pria dan empat wanita dengan usia

rata-rata 37 ± 8 tahun dan jumlah trombosit yang normal (180 000-400 000 mm3).

Secara keseluruhan, studi ini menunjukkan bahwa pada sepsis, fungsi sekretori platelet tetap

tetapi kandungan alpha-granula berubah. Perubahan ini tampak lebih berhubungan dengan tingkat

keparahan sepsis daripada koagulasi atau generasi trombin. Karena trombosit tidak memiliki inti,

pengamatan ini menunjukkan bahwa perubahan dalam konten granula dapat terjadi pada tingkat

megakariosit, mungkin sebagai hasil respon inflamasi. Dengan demikian, sebelum platelet konsumsi -

terkait trombin, trombosit menunjukkan penurunan aggregasi, ekspresi adhesi molekul, dan

meningkatkan pelepasan VEGF, menunjukkan sepsis, bahkan jika tidak berkomplikasi, menginduksi

redistribusi platelet fungsi dari hemostasis terhadap fungsi lainnya, termasuk penyembuhan vaskular.

Sebagai kesimpulan, ditemukan bahwa sepsis menyebabkan banyak perubahan pada fungsi platelet,

yang terjadi bahkan apabila jumlah trombosit normal, dan berbeda dengan abnormalitas koagulasi

lainnya. 8

Gangguan koagulasi pada sepsis terjadi melalui tiga mekanisme

1. Pembentukan trombin yang diperantarai TF (Tranfer factor) diekspresikan pada permukaan

sel endotel, monosit, dan platelet ketika sel-sel ini distimulasi oleh toksin, sitokin atau

mediator lain. Adanya endotoksin menyebabkan peningkatan beberapa sitokin proinflamasi

seperti tumor necrosis factor (TNF)-D dan interleukin (IL)-6. Sitokin IL-6 merupakan sitokin

proinflamasi yang paling berhubungan dengan klinis sepsis dan komplikasi. Pembentukan

trombin yang diperantarai oleh TF merupakan tahap penting dari patogenesis sepsis. Secara

fisiologis pembentukan ini segera dihambat oleh antitrombin, namun dengan pembentukan

trombin yang sangat cepat jalur inhibisi ini bisa fatigue sehingga terjadi trombonemia.9

Setelah trombin terbentuk maka fibrinogen dipolimerasi sehingga terbentuk bekuan fibrin dan

terdeposisi di mikrosirkulasi. Deposisi fibrin ini dapat menyebabkan disfungsi organ. 10

2. Gangguan mekanisme antikoagulan. Terdapat tiga mekanisme antikoagulan yang terganggu

pada sepsis :

Page 6: Pengertian Trombositopenia Pada Anak

Sistem antitrombin

Secara teori antitrombin memiliki peran penting dalam kekacauan koagulasi pada

sepsis, dibuktikan dengan jumlah antitrombin rendah pada sepsis. 11 Jumlah antitrombin

berkurang disebabkan karena antitrombin digunakan untuk menghambat formasi trombin

didegradasi oleh trombin, didegradasi oleh elastase yanng dilepaskan sel neutrofil serta

gangguan sintesis antitrombin akibat gagal hati pada sepsis trombin terbentuk fibrinogen.

Sistem protein C

Protein C disintesis di hati dan diaktivasi menjadi activated protein C (APC) yang

berfungsi dalam menghambat FVIII dan FV. Pada sepsis, terjadi depresi sistem protein C

yang disebabkan oleh penggunaan yang berlebihan, gangguan hati, perembesan vascular

dan aktivasi TNF-A.

Tissue factor pathway inhibitor (TFPI)

Tissue factor pathway inhibitor disekresi oleh sel endotel dan berfungsi untuk

menghambat aktivasi FX oleh kompleks TF-FVI Ia. Penurunan TFPI dapat dijumpai

pada sepsis.

Penghentian sistem fibrinolisis

Pada kondisi bakteremia dan endotoksemia dijumpai peningkatan aktivitas fibrinolisi

yang mungkin disebabkan oleh pelepasan plasminogen aktivator oleh sel endotel.

Keadaan tersebut diikuti dengan supresi aktivitas fibrinolisis secara cepat oleh PAI-1.

Jumlah PAI-1 yang tinggi dipertahankan sehingga menghentikan kemampuan

fibrinolisis yang mengakibatkan penumpukan bekuan fibrin pada mikrosirkulasi. Pada

sepsis terjadi trombositopenia pada pasien berat. Faktor utama yang menyebabkan

penurunan jumlah trombosit pada sepsis adalah produksi yang terganggu, peningkatan

pemakaian maupun destruksi atau sekuestrasi trombosit di limpa11

2.7 Manifestasi Klinis

Anak-anak dengan trombositopenia dapat menimbulkan gejala atau tidak. Pada pasien yang

tidak menunjukkan gejala, trombositpeni sering dideteksi secara tidak sengaja pada pemeriksan hitung

jenis. Pada pasien yang menunjukkan gejala biasanya muncul dengan keluhan perdarahan mukosa

atau perdarahan kutaneus.

Perdarahan kutaneus muncul berupa ptekie atau perdarahan kutaneus biasanya muncul

sebagai petechie atau ekimosis superfisial. Pasien yang memiliki thrombositopenia juga mungkin

memiliki perdarahan persisten dari luka yang dangkal. Petechiae, lesi diskret berukuran sebesar ujung

jarum, merah, datar, disebabkan oleh ekstravasasi sel darah merah dari kapiler kulit, dicirikan dengan

menurunnya jumlah platelet atau fungsi platelet. Petechiae tidak nyeri dan tidak hilang dengan

penekanan. Petechie tidak memberikan gejala dan tidak teraba dan harus dibedakan dari telangiektasis

kecil dan vaskulitis purpura (teraba). Purpura menggambarkan perubahan warna keunguan pada kulit

Page 7: Pengertian Trombositopenia Pada Anak

akibat adanya petechiae konfluen. Ekimosis adalah daerah perdarahan dalam kulit yang tidak nyeri

yang biasanya kecil, multipel, dan dangkal, dan dapat berkembang tanpa trauma yang terlihat.

Ekimosis memiliki berbagai warna tergantung kepada darah yang tereksavasasi (merah atau ungu)

dan kerusakan heme yang sedang berlangsung dalam darah yang tereksavasasi oleh makrofag kulit

(hijau, kuning, atau coklat)

Pola perdarahan ini berbeda dari pasien yang memiliki gangguan faktor koagulasi, seperti

hemofilia. Pasien dengan trombositopenia cenderung mengalami sedikit perdarahan dalam otot atau

sendi, banyak perdarahan setelah luka kecil, sedikit perdarahan tertunda, dan sedikit perdarahan

pascaoperasi. Selain itu, pasien yang mengalami gangguan faktor koagulasi cenderung tidak memiliki

petechiae. Meskipun jarang, perdarahan sistem saraf pusat adalah penyebab kematian paling umum

akibat trombositopenia. Ketika perdarahan tersebut terjadi, sering didahului oleh riwayat trauma

kepala. 1

Pasien dengan Purpura Trombositopenik Imun (PTI) biasanya merupakan anak sehat yang

tiba-tiba mengalami perdarahan baik pada kulit, purpura atau perdarahan pada mukosa hidung

(epistaksis). Pada pemeriksaan fisik biasanya hanya didapatkan bukti adanya perdarahan trombosit

(platet-type bleeding), yaitu ptekie, pupura, perdarahan konjungtiva, atau perdarahn mukokutaneus

lainya. Perlu dipikirkan penyakit lain, jika ditemukan adanya pembesaran hati dan atau limpa,

meskipun ujung limpa sedikit teraba pada lebih kurang 10% anak dengan PTI. 3 Pada ITP akut, pada

pemeriksaan fisik akan didapatkan manifestasi perdarahan berupa ptekie dan memar yang terjadi

secara tiba-tiba. Limfadenopati ringan atau splenomegali mungkin disertai infeksi virus. Sedangkan

pada ITP kronik biasanya memiliki penyakit yang mendasari. Beberapa anak dengan ITP kronik

memiliki kelainan imunologik seperti Evans syndrom atau autoimmune lymphoroliferative syndrom

(ALPS). 1

Pada Disseminated Intravaskuler Coagulati (DIC) gejala klinis yang bervariasi dapat timbul,

naman pada dasarnya terjadi proses perdarahan dan trombosisnpada waktu yang bersamaan.

Manifetasi perdarahan yang sering muncul adalah ptekie, ekimosis, hematom di kulit, hematuria,

melena, epistaksis dan perdarahan gusi, serta kesadaran menurun akibat perdarahan otak. Sedangkan

gejala trombisis yang terjadi dapat berupa gagal ginjal akut, gagal nafas dan iskemia serta kesadaran

menurun akibat trombosis pada otak. 6

Pada sepsis, gangguan koagulasi terjadi akibat pembentukan trombin oleh tissue factor,

gangguan mekanisme antikoagulan dan penghentian sistem fibrinolisis. Pengetahuan tersebut sangat

berguna untuk mengembangkan terapi dan intervensi terhadap pasien dengan sepsis yang disertai

gangguan koagulasi berat. Gangguan koagulasi pada sepsis dapat bervariasi dari aktivasi koagulasi

yang hanya terdeteksi oleh marker sensitif hingga disseminated intravascular coagulation (DIC). 12

2.8.1 Diagnosis ITP

Biasanya pasien ITP merupakan anak yang sehat yang tiba-tiba mengalami perdarahan baik

pada kulit, petekie, purpura atau perdarahan pada mukosa hidung (epistaksis). 3

Page 8: Pengertian Trombositopenia Pada Anak

Lama terjadinya perdarahan ITP dapat membantu membedakan antara ITP akut dan kronis.

Tidak didapatkannya gejala sistemik dapat membantu menyingkirkan kemungkinan suatu bentuk

sekunder dan diagnosis lainnya. Perlu juga dicari riwayat tentang penggunaan obat atau bahan yang

lain yang dapat menyebabkan trombositopenia. Riwayat keluarga umumnya tidak didapatkan. 3

Pada pemeriksaan fisik biasanya hanya didapatkan bukti adanya perdarahan tipe trombosit

(platelet type bleeding), yaitu petekie, purpura, perdarahan konjungtiva, atau perdarahan

mukokutaneus lainnya. Perlu dipikirkan kemungkinan suatu penyakit lain, jika ditemukan adanya

pembesaran hati dan atau limpa, meskipun ujung limpa sedikit teraba pada lebih kurang 10% anak

dengan ITP. 3

Selain, trombositopenia, pemeriksaan darah tepi lainnya pada anak dengan ITP umumnya

normal sesuai dengan umurnya. Pada lebih kurang 15% pasien didapatkan anemia ringan karena

perdarahan yang dialaminya. Pemeriksaan hapusan darah tepi diperlukan untuk menyingkirkan

kemungkinan pseudotrombositopenia, sindroma trombosit raksasa yang diturunkan (inherited giant

platelet syndrome) dan kelainan hematologi lainnya. Trombosit yang imatur (megatrombosit)

ditemukan pada sebagian besar pasien. Pada pemeriksaan dengan flow cytometry terlihat trombosit

pada ITP lebih aktif secara metabolic, yang menjelaskan mengapa dengan jumlah trombosit yang

sama, perdarahan lebih jarang didapatkan pada ITP disbanding pada kegagalan sumsum tulang.

Pemeriksaan laboratorium sebaiknya dibatasi terutama pada saat terjadinya perdarahan dan jika secara

klinis ditemukan kelainan yang khas. 3

Perlu tidaknya pemeriksaan aspirasi sumsum tulang secara rutin dilakukan pada anak dengan

dugaan ITP masih menimbulkan perbedaan pendapat di antara para ahli. Umumnya pemeriksaan ini

dilakukan pada kasus yang meragukan. Namun, tidak pada kasus-kasus dengan manifestasi klinis

yang khas. Beberapa ahli berpendapat bahwa leukemia tidak pernah nampak dengan trombositopenia

saja, tapi tidak semua rumah sakit berpengalaman dalam pemeriksaan hapusan darah pada anak.

Pemeriksaan sumsum tulang dianjurkan pada kasus-kasus yang tidak khas, misalnya pada :

1. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang tidak umum, misalnya panas, penurunan berat

badan, kelemahan, nyeri tulang, pembesaran hati dan atau limpa.

2. Kelainan eritrosit dan leukosit pada pemeriksaan darah tepi.

3. Kasus yang akan diterapi dengan steroid, baik sebagai pengobatan awal atau yang gagal diterapi

dengan immunoglobulin intravena.

Pada audit yang dilakukan di negara maju,disepakati bahwa pemeriksaan aspirasi sumsum

tulang sebaiknya dilakukan sebelum pengobatan steroid diberikan. Terdapat pula kesepakatan yang

didukung oleh hasil beberapa penelitian retrospektif, bahwa pemeriksaan sumsum tulang tidak

diperlukan pada pasien yang hanya diobservasi atau dengan terapi immunoglobulin intravena. 3

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan pada pasien ITP adalah mengukur antibody yang

berhubungan dengan trombosit (platelet-associated antibody) dengan menggunakan direct assay.

Page 9: Pengertian Trombositopenia Pada Anak

Namun pemeriksaan ini juga belum dapat membedakn ITP primer dengan sekunder. Atau anak yang

akan sembuh dengan sendirinya dengan yang akan mengalami perjalanan menjadi kronis. 3

Diagnosis ITP ditegakkan dengan menyingkirkan kemungkinan penyebab trombositopenia

yang lain. Bentuk sekunder kelainan ini didapatkan bersamaan dengan Eritematosus Lupus Sistemik

(ELS), sindroma antifosfolipid, leukemia atau limfoma, defisiensi IgA, hipogamaglobulinemia,

infeksi HIV atau hepatitis C dan pengobatan dengan heparin atau quinidin. 3

Pada anak yang berumur kurang dari 3 bulan, kemungkinan suatu trombositopenia congenital

perlu disingkirkan. Pada sindrom Bernard-Soulier perdarahan sering lebih hebat fari jumlah trombosit

yang diduga (contohnya, perdarahan yang nyata pada jumlah trombosit 30.000/mm3). Pada sindrom

Wiskott-Aldrich didapatkan trombosit yang lebih kecil dari normal, sedangkan pada ITP biasanya

lebih besar dari bentuk trombosit normal. Kelainan congenital lain yang dapat menyebabkan

perdarahan pada bayi dan terdiagnosa sebagai ITP adalah penyakit von Willebrand’s tipe IIb, yang

disebabkan faktor von Willebrand abnormal agregasi trombosit dan trombositopenia. 3

Anak yang lebih tua dan mereka yang mengalami perjalanan menjadi kronis, perlu dipikirkan

adanya kelainan autoimun yang lebih luas, serta perlu dicari adanya tanda-tanda dan atau gejala-gejala

dari ELS atau sindrom antifosfolipid. 3

Pada anak yang menderita varisela yang disertai trombositopenia perlu dilakukan

pemeriksaan yang lebih teliti, sebab meskipun jarang namun dapat mengancam jiwa berhubungan

dengan kekurangan protein S yang didapat dan thrombosis mikrovaskuler. 3

2.8.2 Diagnosis Demam Berdarah dengue (DBD)

Patokan diagnosis DBD (WHO, 1975) berdasarkan gejala klinis dan laboratorium.

Klinis

Demam tinggi mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari.

1. Manifestasi perdarahan, minimal uji tourniquet positif dan salah satu bentuk perdarahan lain

(petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi), hematemesis dan atau melena

2. Pembesaran hati

3. Syok yang ditandai oleh nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun (≤ 20 mmHg),

tekanan darah menurun (tekanan sistolik ≤ 80 mmHg) sisertai kulit yang teraba dingin dan lembab

terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi gelisah dan timbul sianosis di sekitar

mulut

Laboratorium

Trombositopenia (≤ 100.000/ul) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari peningkatan

nilai hematokrit ≥ 20% dibandingkan dengan nilai hematokrit pada masa sebelum sakit atau masa

konvalesen. Ditemukannya dua atau tiga patokan klinis pertama disertai trombositopenia dan

hemokonsentrasi sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DBD. Dengan patokan ini 87% kasus

Page 10: Pengertian Trombositopenia Pada Anak

tersangka DBD dapat didiagnosis dengan tepat, yang dibuktikan oleh pemeriksaan serologis dan dapat

dihindari diagnosis berlebihan.

WHO (1975) membagi derajat penyakit DBD dalam 4 derajat

1. Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan

adalah uji tourniquet positif

2. Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain

3. Derajat III : Ditemukannya tanda kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lembut,

tekanan nadi menurun (≤ 20mmHg) atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab dan pasien

menjadi gelisah

4. Derajat IV : Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur

2.8.3 Diagnosis Sepsis

Kriteria Diagnostik untuk Sepsis:

Variabel Umum

Demam (suhu inti> 38,3 ° C)

Hipotermia (suhu inti <C 36 º)

Denyut jantung> 90 min-1 atau> 2 SD di atas nilai normal untuk usia

Tachypnea

Perubahan status mental

Edema signifikan atau balance cairan positif (> 20 ml / kg selama 24hrs)

Hiperglikemia (glukosa plasma> 120 mg / dl atau 7,7 mmol / l) dengan tidak adanya diabetes

Variabel inflamasi

Leukositosis (WBC count> 12.000 / mm3)

Leukopenia (WBC count <4.000 / mm3)

Hitung WBC normal dengan>10% bentuk immatur

Plasma C-reactive protein> 2 SD di atas nilai normal

Plasma procalcitonin> 2 SD di atas nilai normal

Variabel Hemodinamik

Arteri hipotensi (SBP <90 mm Hg, MAP <70, atau penurunan SBP > 40 mm Hg pada orang

dewasa atau <2 SD di bawah normal untuk usia)

SvO2> 70%

Cardiac index> 3,5 l/min-1/M-23

Variabel Disfungsi Organ

Arteri hipoksemia (PaO2/FIO2 <300)

Akut oliguria (urin <0,5 ml/kg-1/hr-1 atau 45 mmol / l untuk minimal 2 jam)

Kreatinin meningkat> 0,5 mg / dl

Page 11: Pengertian Trombositopenia Pada Anak

Kelainan Koagulasi (INR> 1,5 atau aPTT> 60 detik)

Ileus (bising usus tidak ada)

Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000 / mm3)

Hiperbilirubinemia (plasma bilirubin total> 4 mg / dl atau 70 mmol / l)

Variabel Perfusi jaringan

Hiperlaktatemia (> 1 mmol / l)

Penurunan isi ulang kapiler atau bintik-bintik

Modified from Levy et al. 2001 International Sepsis Definitions Conference. SD - standard deviation;

WBC, white blood cell; SBP, systolic blood pressure MAP, mean arterial blood pressure; SvO2,

mixed venous oxygen saturation; INR, international normalized ratio; aPTT, activated partial

thromboplastin time. 13

Jika ditemukan pasien dengan trombositopenia dan memenuhi kriteria sepsis diatas maka diagnosis

trombositopenia karena sepsis dapat ditegakkan. 13

Menurut Bick untuk membuat diagnosis DIC diperlukan criteria klinik dan laboratorik.

Kriteria klinik adalah adanya perdarahan atau thrombosis atau keduanya yang menyertai suatu

penyakit dasar. Secara laboratorik ditemukan bukti adanya aktivasi koagulasi, aktivasi fibrinolisis,

konsumsi inhibitor dan bukti kegagalan fungsi organ. Bukti adanya aktivasi sistem fibrinolisis adalah

peningkatan D dimer, FDP dan plasmin-antiplasmin (PAP) complex. Bukti konsumsi inhibitor adalah

penurunan antitrombin, protein C, protein S, antiplasmin dan peningkatan TAT dan PAP. Bukti

adanaya kegagalan fungsi organ adalah LDH, kreatinin, penurunan pH dan tekanan parsial O2.

International Society on Thrombosis and Hemostasis telah membuat algoritma untuk

membuat diagnosis DIC sebagai berikut.

1. Buat penilaian risiko. Apakah terdapat kelainan dasar yang sering dihubungkan dengan DIC.

2. Lakukan tes laboratorium : hitung trombosit, PT, fibrinogen dan D-dimer.

3. Lakukan scoring terhadap hasil tes laboratorium :

Hitung trombosit : > 100.000 = 0, < 100.000 = 1, < 50.000 = 2

D-dimer : tak meningkat = 0, meningkat sedang = 2, meningkat tinggi = 3

Pemanjangan PT : < 3 detik = 0, 3-6 detik = 1, > 6 detik = 2

Kadar fibrinogen : > 100 mg/dl = 0, < 100 mg/dl = 1

4. Hitung skor.

5. Jika ≥ 5 : sesuai dengan overt DIC, ulangi scoring tiap hari.

Jika ≤ 5 : suggestive untuk non-overt DIC, ulangi 1-2 hari kemudian.

Page 12: Pengertian Trombositopenia Pada Anak

2.9 Pemeriksaan Penunjang

2.9.1 Temuan Laboratorium

2.9.1.1 Darah

Kelainan trombosit dari segi ukuran dan morfologi pada umumnya sering ditemukan.

Biasanya didapatkan platelet abnormal dari segi ukuran ( diameter 3-4 mikron). Trombosit kecil yang

abnormal dan fragmen – fragmen trombosit ("mikropartikel") juga ditemukan dan temuan tersebut

setara dengan microspherocytes dan schistocytes . meskipun fragmen megakariosit mungkin terlihat

pada apusan darah rutin, studi kuantitatif mengungkapkan jumlah abnormal fragmen ini .1

Perkiraan volume trombosit rata-rata (Mean Platelet Volume- MPV) dan tingkat heterogenitas

ukuran trombosit (distribusi trombosit) dengan cara penghitungan partikel secara otomatis mungkin,

jika ada, memberikan informasi yang berguna dalam mengevaluasi pasien dengan ITP . Adanya

sejumlah megathrombocyte menghasilkan nilai MVP yang tinggi dan menyebabkan distribusi

trombosit juga meningkat. Hal ini dapat mengakibatkan abnormal anisositosis trombosit. Teori yang

tepat yang mendasari megathrombocytosis sebenarnya masih belum pasti, tapi hal ini mungkin karena

produktifitas yang meningkat sebagai respon terhadap penghancuran trombosit. 1

Kondisi anemia sebanding dengan tingkat kehilangan darah dan biasanya normositiik. Jika

perdarahan yang terjadi berat dan lama,anemia zat besi bisa terjadi. Perdarahan hebat yang baru

terjadi bisa menyebabkan retikulositosis dan makrositosis relative. Antibodi antiplatelet pada pasien

dengan ITP biasanya tidak bereaksi silang dengan eritrosit meskipun hanya berupa fragmen eritrosit.

Pada pasien juga bisa ditemukan uji Coomb positif dan anemia hemolitik autoimun. Kombinasi

keduanya dikenal sebagai sindrom Evans. 1

jumlah total leukosit dan hitung jenis biasanya normal, kecuali untuk perubahan-perubahan

akibat perdarahan akut seperti neutrofilia ringan sampai sedang dengan peningkatan bentuk imatur.

Eusinophilia juga bisa ditemukan terutama pada anak-anak, tetapi temuan ini tidak terlalu berarti. 1

uji hemostasis dan pembekuan darah menunjukkan perubahan pada keadaan trombositopenia,

contohnya pemanjangan bleeding time. hasil uji pembekuan darah, termasuk protrombin time, parsial

tromboplastin time, biasanya normal pada pasien dengan trombositopenia ringan. Sedikit peningkatan

dari FDP (fibrinogen degradation product) dapat ditemukan dalam plasma beberapa pasien dengan

ITP . konsentrasi thrombopoietin tidak meningkat secara signifikan pada pasien ITP, berbeda dengan

pasien dengan trombositopenia akibat penurunan produksi. 1

2.9.1.2 sumsum tulang

perubahan dalam sumsum tulang biasanya terbatas pada megakariosit meskipun hiperplasia

normoblastic dapat berkembang sebagai akibat dari kehilangan darah. leukosit biasanya normal

namun kadang- kadang dapat ditemukan eosinophilia. Megakariocyte, ukrannya biasanya meningkat,

tapi jumlahnya bisa normal atau meningkat. Abnormalitas morfologi sel ini muncul pada sebagian

pasien ITP. pemeriksaan sumsum tulang kadang- kadang membantu terutama dalam membedakan

Page 13: Pengertian Trombositopenia Pada Anak

ITP dengan kondisi lainnya yang meragukan. Perubahan – perubahan diatas bisa ditemukan pada

hampir semua kasus trombositopenia yang disebabkan oleh penghancuran platelet besar-besaran

sehingga perubahan tersebut tidak khas dalam menegakkan diagnosis ITP. Perbedaan antara

megakariocyte yang ditemukan pada ITP akut dan kronis tidak jelas dan pemeriksaan sumsum tulang

tidak sangat membantu dalam menentukan prognosis. 1

2.9.1.3 antiplatelet antibodi

trombositopenia autoimun adalah diagnosis eksklusi dan bergantung pada gambaran klinis.

Beberapa jenis tes antibodi antiplatelet telah dikembangkan dan dilaporkan selama bertahun-tahun.

Pemeriksaan ini mengukur berbagai jenis Ig termasuk antibodi antiplatelet serum, Ig permukaan

terkait-platelet atau Ig trombosit total dan sekarang tidak bisa dijadikan patokan. Pada penelitian

terbaru pada uji antibodi antiplatelet, antibodi monoklonal untuk glicoprotein membran spesifik

platelet yang terlibat dalam ITP digunakan dalam uji penangkapa antigen (juga disebut glycoprotein

immobilization assays). studi terbaru telah melaporkan bahwa spesifisitasnya 78 sampai 93%. Namun

sensitivitas nya (49 sampai 66%) sehingga tidak cukup untuk menyingkirkan ITP jika tes ini

negative. Pada masa yang akan dating mungkin akan digunakan pemeriksaan flow cytometry dalam

diagnosis dan tindak lanjut dari trombositopenia autoimun. 1

2.9 TATALAKSANA

2.9.1 Immune Thrombocytopenia Purpura (ITP)

Terdapat perbedaan signifikan pada manajemen ITP pada anak yang dipublikasi pada

guideline dari Negara-negara maju. Berdasarkan American Society of Hematology, tatalaksana

terbaik adalah observasi, kecuali jika jumlah platelet 20.000/mm3 dengan perdarahan mukosa

signidikan atau 10.000/mm3 dengan purpura minor. Tatalaksana yang digunakan pada ITP akut

diantaranya adalah Intravenous Immunoglobulin (IVIg), kortikosteroid, dan anti-D immunoglobulin

(anti-D Ig). Peranan obat-obatan tersebut masih kontroversi. Obat-obatan diatas hanya meningkatkan

jumlah platelet namun tidak mempengaruhi perjalanan klinis penyakit 14

Manajemen awal ITP

1. Menentukan status penyakit pasien

Tentukan jenis perdarahan yang dialami pasien

Tentukan waktu perdarahan, lokasi, dan tingkat keparahan dari perdarahan

Tentukan apakah pasien memiliki faktor-faktor resiko perdarahan seperti penggunaan

antithrombotic agents atau pekerjaan dengan risiko tinggi

Apakah pasien akan menjalani prosedur bedah?

Apakah pasien ini akan lebih merespon terapi yang direkomendasikan?

Apakah perdarahan yang dialami pasien mengganggu aktivitas sehari-hari atau

menimbulkan ansietas.

Page 14: Pengertian Trombositopenia Pada Anak

2. Pertimbangan umum dalam terapi awal

Mayoritas pasien tanpa perdarahan atau perdarahan ringan (ditentukan sebagai perdarahan

dengan manifestasi pada kulit saja, seperti ptekie dan memar) dapat diobservasi saja

berapapun jumlah trombositnya

Terapi lini pertama berupa observasi, kortikosteroid, IVIg, atau anti-D immunoglobulin

Anti-D harus digunakan secara hati-hati berdasarkan peringatan dari FDA baru-baru ini akan

hemolisis. Maka dari itu tidak dianjurkan diberikan pada pasien dengan perdarahan yang

menyebabkan penurunan hemoglobin, atau pasien dengan hemolysis autoimun.

3. Pertimbangan khusus terapi pada anak

Single-dose IVIg (0.8-1.0 g/kg) atau kortikosteroid short course digunakan sebagai terapi lini

pertama

IVIg sebaiknya digunakan dibandingkan dengan kortikosteroid jika dibutuhkan peningkatan

jumlah platelet

Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan kortikosteroid jangka panjang dibandingkan

dengan jangka pendek.

Anti-D dapat dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama pada anak dengan Rh+ yang belum

displenectomy dengan mempertimbangkan risiko-risiko di atas. 15

Terapi Khusus

1. Splenectomy: Direkomendasi pada anak-anak dengan perdarahan signifikan dan persisten

dan respons yang kurang terhadap terapi kortikosteroid, IVIf, dan anti-D dan/atau

membutuhkan peningkatan kualitas hidup.

2. Rituximab: Dapat dipertimbangkan pada anak-anak dengan ITP yang memiliki perdarahan

signifikan dan/atau membutuhkan peningkatan kualitas hidup. Juga dipertimbangkan

sebagai alternatif splenectomy pada anak-anak dengan ITP kronik atau yang gagal

splenectomy.

3. Agonis Reseptor Trombopoietin: Masih dipelajari pada berbagai studi namun belum ada

petunjuk penggunaan pada anak yang telah dipublikasi

4. Deksametason dosis tinggi: Dapat dipertimbangkan pada anak-anak atau remaja dengan ITP

dengan perdarahan massif dan/atau membutuhkan peningkatan kualitas hidup. Dapat

dipertimbangkan sebagai alternative splenectomy pada anak dengan ITP kronik atau pada

pasien yang gagal splenectomy

5. Immunosupresi: Beberapa agen telah dilaporkan, namun data tentang agen yang spesifik

masih kurang untuk rekomendasi. 15

Page 15: Pengertian Trombositopenia Pada Anak

4. Pertimbangan Khusus pada ITP Sekunder

1. ITP Sekunder (HIV-associated)

- Tatalaksana penyakit dasar HIV dengan antiviral therapy sebelum tatalaksana lainnya pada

pasien dengan perdarahan signifikan

- IVIg, kortikosteroid, atau anti-D dapat digunakan pada pasien yang membutuhkan terapi

lanjutan

- Splenectomi dapat dipertimbangkan pada pasien yang gagal diterapi dengan obat-obatan

awal

2. ITP Sekunder (HCV-associated)

- Terapi antiviral dapat dipertimbangkan jika tidak ada kontraindikasi, namun jumlah

platelet harus dimonitor secara ketat pada situasi yang beresiko terjadi trombositopenia

akibat interferon

- Jika dibutuhkan terapi, tatalaksana awal harus dengan IVIg

3. ITP Sekunder (H.pylori-associated)

- Test rutin terhadap Helicobacter Pylori tidak dianjurkan pada anak dengan ITP yang tidak

teratasi namun asimptomatik

- Terapi dilanjutkan dengan eradikasi H.Pylori jika ditemukan infeksi

4. MMR-Related ITP

- Anak-anak dengan riwayat ITP namun belum diimunisasi dapat menerima vaksinasi MMR

pertama

- Pada anak dengan ITP yang berhubungan/tidak dengan vaksinasi yang telah menerima

dosis pertama vaksinasi MMR, titer vaksin dapat diterima. Jika anak menunjukkan

imunitas lengkap, tidak perlu diberikan vaksin MMR lanjutan. Jika anak tidak memiliki

imunitas yang adekuat, anak dapat diimunisasi ulang pada usia yang dianjurkan. 15

Agent-agent Terapi dan Dosis Terapi ITP

Agent Dosis

Rituximab 375 mg/m2/minggu dibagi 4 dosis

Anti-D Immunoglobulin 50-75 µg/kg, diulang dalam interval 3 minggu sesuai jumlah

trombosit

Siklofosfamid 150 mg/hari hingga 8 minggu

Colchicine 200 mg/hari hingga 4 minggu

Deksametason 40 mg/kg/hari selama 4 hari, diulang dalam interval 4 hari

Danazol 400 mg 2 kali sehari selama 1 bulan/lebih

IVIG 1 g/kg dalam dosis terbagi, diulang dalam interval 2-4 minggu

pada dosis 400 mg/kg

Page 16: Pengertian Trombositopenia Pada Anak

Prednison 1 mg/kg/hari selama 14 hari

Vincristine 2 mg pada interval 5-7 hari dalam 2 dosis atau lebih

Vinblastin 7,5 mg pada interval 5-7 hari dalam 3 dosis atau lebih

Tabel.1: Pilihan terapi farmakologik ITP. 16

Beberapa perubahan tatalaksana farmakologik awal pada ITP

1. Kortikosteroid

Terdapat sedikit perubahan dibandingkan guideline ASH 1996. Telah dilakukan suatu

randomized trial sejak guideline sebelumnya dikeluarkan yang membandingkan observasi saja

dengan pemberian prednisone 2 mg/kg/hari selama 2 minggu yang kemudian di tapering-off selama

21 hari pada pasien dengan jumlah platelet antara 10 - 29 x 109/L tanpa tanda perdarahan mukosa.

Dengan target jumlah platelet 30 x 109/L. Tidak terdapat perbedaan statistik signifikan antara

pemberian prednisone dengan observasi dalam mencapai target (secara berurutan 2 hari vs 4 hari).

Selain itu tidak terdapat perdarahan baru yang membutuhkan perawatan tambahan pada kedua grup.

Tidak ada bukti yang memadai untuk menentukan apakah penggunaan kortikosteroid pada populasi

dengan risiko perdarahan tinggi berguna atau tidak. Walaupun demikian, anak dengan jumlah platelet

kurang dari 10 x 109/L atau dengan perdarahan mukosa masih dipertimbangkan untuk diberikan terapi

kortikosteroid rutin oleh dokter. Jika kortikosteroid dipilih sebagai tatalaksana awal, tidak terdapat

bukti ataupun support terhadap dosis atau pemilihan yang mana lebih baik dibandingkan yang lain.

Pemberian kortikosteroid jangka panjang pada anak dengan ITP akut harus dihindari karena efek

sampingnya. 17

2. IVIg

Terdapat sedikit perubahan dibandingkan guideline ASH 1996. Sebuah meta-analisis yang

membandingkan tatalaksana dengan IVIg (pada dosis 0.8 sampai 1.0 g/kg) dan kortikosteroid

dilaporkan mengumpulkan data dari 6 trial. Hasil akhir yang diharapkan adalah jumlah platelet > 20 x

109 dalam 48 jam. Hasilnya menunjukkan bahwa anak yang menerima kortikosteroid 26% lebih

kurang mendapatkan hasil. 17

3. Anti-D Immunoglobulin

Terdapat perubahan signifikan dibandingkan guideline ASH 1996, dengan data-data terbaru

termasuk kemungkinan risiko hemolysis. Sejak 1996 telah dilakukan 3 randomized trial yang

membandingkan terapi antara anti-D dalam berbagai dosis dengan IVIg. Dengan hasil yang

menunjukkan bahwa terapi anti-D lebih baik pada dosis 75 µg/kg dibandingkan dengan 50 µg/kg,

namun hasil perbandingan antara anti-D dengan IVIg pada 3 studi tersebut kontradiktif, dengan salah

satu hasil mengatakan pemberian IVIg lebih baik dan studi lain mengatakan Anti-D dosis yang lebih

tinggi lebih baik.

Data dari Tarantino et al menunjukkan bahwa Anti-D pada dosis 50 µg/kg sama efektifnya

dengan pemberian IVIg, dan Anti-D pada dosis 75 µg/kg lebih efektif namun dengan efek samping

Page 17: Pengertian Trombositopenia Pada Anak

yang lebih besar. Anti-D hanya disarankan pada pasien dengan Rhesus positif, yang test antiglobulin

direct-nya negative, dan tidak menjalani splenectomy. Dan risiko intravascular hemolysis harus

diperhatikan dan dipertimbangkan dibandingkan dengan manfaatnya. 17

2.9.2 Demam Berdarah Dangue (DBD)

Transfusi Trombosit

- Tergantung kepada:

o Keadaan pasien

o Status plasma phase coagulation

o Jumlah trombosit

o Penyebab trombositopenia

o Kapasitas fungsional dari trombosit

- Jika jumlah trombosit < 10.000-20.000/mm3 → risiko perdarahan spontan meningkat :

dipertimbangkan untuk dilakukan transfusi trombosit.

- Jika terdapat disfungsi trombosit atau pemberian terapi yang dapat menghambat sistem

prokoagulan, transfusi trombosit pada kasus dengan jumlah trombosit yang lebih tinggi mungkin

saja dibutuhkan.

- Trombosit yang ditransfusikan akan berada sementara di paru-paru dan limpa sebelum mencapai

puncaknya (45-60menit).

- Sejumlah trombosit tersebut tidak pernah beredar dalam sirkulasi, namun akan tetap berada di

dalam limpa → mengurangi pemulihan.

- Dalam rangka penghentian perdarahan :

o Pemulihan trombosit

Dinilai dengan cara menghitung jumlah maksimal trombosit yang beredar

disirkulasi sebagai respon atas transfusi (satu jam setelah transfusi )

Tidak adanya faktor imun atau non imun yang drastic yang menyebabkan

penurunan pemulihan trombosit, diharapkan terjadi kenaikan trombosit sebesar

7000/μL pada tiap unit donor

Pada anak-anak yang lebih besar atau dewasa → 40,000-70,000/ μL peningkatan

pada setiap unit donor aferesis

bayi dan anak yang lebih kecil → 10ml/kg akan meningkatkan hitungan

trombosit paling sedikit 50,000/ μL

o Survival of transfused platelets:

Tranfusi trombosit memiliki waktu paruh hidup 3-5 hari.

Page 18: Pengertian Trombositopenia Pada Anak

Kerusakan imun atau nonimun → waktu paruh hidup akan memendek beberapa

hari bahkan beberapa jam→ jumlah tranfusi trombosit mempengaruhi

hemostasis.

- Masalah pada trombosit akan membuat waktu tranfusi trombosit menjadilebih lama → pemulihan

yang buruk atau tidak ada respon terhadap tranfusi trombosit ( 1 hour)

o Kebanyakan (70-90%) mengahsilkan perkembangan dari aloloantibodi langsung directed

against HLA ag pada trombosit

Pencegahan : deplesi komponen leukosit (<5.000 leukosit per unit tiap kantuong sel darah

merah per apheesis atau 6-10 unit konsentrasi)

o Pada alloimmuni trombosit : mencegah HLA A- & HLA B- bertemu dengan trombosit

yang di tranfusi. 18

2.9.3 Sepsis dan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)

Gangguan koagulasi pada sepsis akan dapat diatasi jika penyebab sepsis diatasi. Pada

gangguan koagulasi yang berat sampai tahap DIC pengobatan yang diberikan dapat berupa,

Terapi pengganti

Tujuan dari pemberian terapi pengganti adalah untuk menggantikan defisiensi akibat

penggunaan konsentrat trombosit faktor koagulasi dan inhibitor, untuk mencegah perdarahan.

Pemberian konsentrat trombosit dan faktor koagulasi tidak hanya didasari dengan

hasil laboratorium namun kecenderungan pasien mengalami perdarahan.18

Antikoagulan

Penghentian koagulasi pada pasien DIC memberi manfaat secara teori. Keamanan

heparin pada pasien DIC yang cenderung mengalami perdarahan menjadi perdebatan,

walaupun pemberian heparin tidak terbukti meningkatkan insidens komplikasi perdarahan.

Pemberian heparin mungkin dapat berguna pada pasien DIC akut dan tromboembolisme

predominan seperti dengan purpura fulminans. Penelitian agen antikoagulan baru dengan

aktivitas penghambat trombin secara langsung yaitu rekombinan hirudin pada kelinci dalam

mengobati DIC menunjukkan pengurangan konsumsi trombosit, fibrinogen, antitrombin dan

protein C serta menurunkan mortalitas. Penggunaan rekombinan tersebut pada manusia masih

memerlukan penelitian lanjutan. 20

Pengembalian jalur antikoagulan

Antitrombin merupakan penghambat utama trombin, penggunaan pada DIC cukup

rasional. Penurunan jumlah antitrombin berhubungan dengan prognosis yanng buruk pada

pasien sepsis. Sistem protein C ikut terganggu pada DIC, dan APC tampak memiliki peran

dalam patogenesis sepsis yang berhubungan dengan disfungsi organ. Penghambat mekanisme

pembentukan trombin lainnya adalah TFPI. 20

Agen lain

Page 19: Pengertian Trombositopenia Pada Anak

Rekombinan FVIIa mungkin dapat digunakan pada pasien dengan perdarahan berat

yang tidak respon terhadap terapi lain. Namun penelitian retrospektif terhadap penggunaan

rekombinan pada pasien anak sepsis dan DIC menunjukkan tidak ada manfaat yang

bermakna. Agen fibrinolitik seperti asam traneksamat tidak boleh diberikan kecuali

sebelumnya telah diberi infus heparin. 20

Indikasi heparin pada DIC:

i. Bila penyakit dasar tidak diketahui

ii. Mekanisme pencetus dari penyakit dasarnya tidak dapat segera dihilangkan

iii. Situasi klinik atau hasil pemeriksaan laboratorium memburuk

iv. Pengobatan penyakit dasar DIC belum ada yang adekuat (seperti pada keganasan),

tetapi pengobatan langsung terhadap DIC dapat merubah kondisi klinik menjadi lebih

baik. 21

Regimen heparin yang dianjurkan Rickard (1979):

a. Infus kontinu IV:

Dosis awal: 5000 unit

Infus: 30.000 unit/24 jam

Pengobatan berhasil dicapai pada 60% penderita

Dibutuhkan penyesuaian pada 40% penderita

Pemantauan APTT pada jam ke 6 dan jam ke 24

b. Injeksi IV intermitten:

Dosis: 5000-10.000 unit tiap 4-5 jam. 21

Daftar Pustaka

1. Consolini. Deborah M. Thrombocytopenia in Infants and Children. Pediatric in Review.

American Academy of Pediatrics; 2011. H. 135-151

2. Buchanan. George R. Thrombocytopenia During Childhood: What the Pediatrician Need to

Know. Pediatric in Review. American Academy of Pediatrics; 2005. H. 401-409

3. Permono. H. Bambang dkk. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Cetakan Kedua. Ikatan

Dokter Anak Indonesia; 2006

4. Setiaty. Tatty E, Wagenaar. Jiri. F. P, et al. Changing Epidemiology of Dengue Hemorrhagic

Fever in Indonesia. Dengue Bulletin. Vol. 30; 2006

5. Sumarmo S. Poorwo, Soedarmo dkk. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi Kedua.

Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008

6. Chaerulfatah. Alex, Setiabudi. Djatnika et al. Thrombocytopenia and Platelet Transfusions in

Dengue Haemorrhagic Fever and Dengue Shock Syndrome. Dengue Bulletin. Vol. 27; 2003

Page 20: Pengertian Trombositopenia Pada Anak

7. Napitupulu. Herald A. Laporan Kasus: Sepsis. Anastesia and Critical Care. Vol 28 No. 3;

2010. H. 50-58

8. Yaguchi A, Lobo FLM, Vincent J-L, Pradier O. Platelet function in sepsis. J Thromb

Haemost 2004; 2: 2096–2102

9. Knoebl P. Blood Coagulation Disorders in Septic Patients. Wien Med Wochenschr 2010;

160:129-38

10. Saba HI, Morelli GA. The Pathogenesis and Management of Disseminated Intravascular

Coagulation. Clin Adv Hematol Oncol 2006; 4:919-26

11. Levi M, De Jonge E, Poll T. Rationale for restoration of physiological anticoagulant pathways

in patients with sepsis an disseminated intravascular coagulation. Crit Care Med 2001; 29

Suppl 7:90-4

12. Watson RS, Carcillo JA, Linde-Zwirble WT, Clermont G, Lidicker J, Angus DC. The

Epidemiology of Severe Sepsis in Children in the United States. Am J Respir Crit Care Med.

2003;1;167(5):695-701.

13. Antonacci Carvalho, Paulo R, Trotta, Eliana de A. Advances in Sepsis Diagnosis and

Treatment. Journal de Pediatria. Sociedade Brasileira de Pediatria; 2003

14. Rehman. A. Immune Thrombocytopenia in Children with Reference to Low-Income

Countries. Eastern Meditterranean Health Journal, Vol. 15, No. 3; 2009. H. 729-737

15. 2011 Clinical Practice Guideline on the Evaluation and Management of Immune

Thrombocytopenia. American Society of Hematology; 2011. H.1-8

16. Greer. John P et al. Wintrobe’s Clinical Hematology, Vol. 2, Twelfth Edition. Lippincott

Williams & Wilkins; 2009

17. Neunert. Cindy, Lim. Wendy et al. The American Society of Hematology 2011 Evidence

Based-Practice Guideline for Immune Thrombocytopenia. Bloodjournal.hematology.org;

2011. H. 4190-4207

18. Hay, Jr. William W, Hayward. Anthony R et al. Lange Current Pediatric Diagnosis and

Treatment. Sixteenth edition; 2002. H. 888

19. Levi M. Disseminated intravascular coagulation in cancer patients. Best Pract Res Clin

Haematol 2009; 22:129-36.

20. Robert. Satran, Yaniv. Almog. The Coagulopathy of Sepsis: Pathophysiology and

Management Medical Intensive Care Unit, Soroka University Hospital and Faculty of Health

Sciences, Ben-Gurion University of the Negev,Beer Sheva, Israel

21. Setiabudy. Rahajuningsih D. Hemostasis dan Trombosis. Edisi Keempat. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.