Pengertian Nilai,Norma Dan Moral pada Pancasila

3
B. Pengertian, Nilai, Norma dan Moral 1. Pengertian Nilai Nilai atau “Value” (bahasa Inggris) termasuk bidang kajian filsafat. Persoalan-persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu Filsafat Nilai (Axiology, Theory of Value). Filsafat sering juga diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai di dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjukkan kata benda abstrak yang artinya “keberhargaan”(worth) atau “kebaikan”(goodness), dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian. (Frankena,229) Di dalam Dictionary of Sociology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok (The believed capacity of any object to satisfy a human desire). Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu itu mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu. Contohnya, bunga itu indah. Indah adalah sifat atau kualitas yang melekat pada bunga. Dengan demikian, nilai itu sebenarnya adalah suatu kenyataan yang “tersembunyi” di balik kenyataan-kenyataan lainnya. Ada nilai itu karena adanya kenyataan- kenyataan lain sebagai pembawa nilai (wartrager). Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu merupakan keputusan nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, indah atau tidak indah. Keputusan nilai yang diambil oleh subjek penilai tentu berhubungan dengan unsur-unsur yang ada pada manusia sebagai subjek penilai, yaitu unsure akal, pikiran, jasmani, karsa (kehendak) dan kepercayaan. Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita-cita, harapan-harapan, dambaan-dambaan dan keharusan. Maka apabila kita berbicara tentang nilai, sebenarnya kita berbicara tentang hal yang ideal, tentang hal yang merupakan cita-cita, harapan, dambaan dan keharusan. Berbicara tentang nilai berarti berbicara tentang das Sollen, bukan das Sein, kita masuk kerokhanian bidang makna normative, bukan kognotif, kita masuk ke dunia ideal bukan dunia real. Meskipun demikian, di antara das Sollen dan das Sein, antara yang makna normative dan kognotif antara dunia real

description

Pengertian Nilai,Norma Dan Moral pada Pancasila

Transcript of Pengertian Nilai,Norma Dan Moral pada Pancasila

Page 1: Pengertian Nilai,Norma Dan Moral pada Pancasila

B. Pengertian, Nilai, Norma dan Moral

1. Pengertian Nilai

Nilai atau “Value” (bahasa Inggris) termasuk bidang kajian filsafat. Persoalan-persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu Filsafat Nilai (Axiology, Theory of Value). Filsafat sering juga diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai di dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjukkan kata benda abstrak yang artinya “keberhargaan”(worth) atau “kebaikan”(goodness), dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian. (Frankena,229)

Di dalam Dictionary of Sociology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok (The believed capacity of any object to satisfy a human desire). Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu itu mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu itu. Contohnya, bunga itu indah. Indah adalah sifat atau kualitas yang melekat pada bunga. Dengan demikian, nilai itu sebenarnya adalah suatu kenyataan yang “tersembunyi” di balik kenyataan-kenyataan lainnya. Ada nilai itu karena adanya kenyataan-kenyataan lain sebagai pembawa nilai (wartrager).

Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu merupakan keputusan nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, indah atau tidak indah. Keputusan nilai yang diambil oleh subjek penilai tentu berhubungan dengan unsur-unsur yang ada pada manusia sebagai subjek penilai, yaitu unsure akal, pikiran, jasmani, karsa (kehendak) dan kepercayaan.

Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita-cita, harapan-harapan, dambaan-dambaan dan keharusan. Maka apabila kita berbicara tentang nilai, sebenarnya kita berbicara tentang hal yang ideal, tentang hal yang merupakan cita-cita, harapan, dambaan dan keharusan. Berbicara tentang nilai berarti berbicara tentang das Sollen, bukan das Sein, kita masuk kerokhanian bidang makna normative, bukan kognotif, kita masuk ke dunia ideal bukan dunia real. Meskipun demikian, di antara das Sollen dan das Sein, antara yang makna normative dan kognotif antara dunia real dan ideal itu saling berhubungan atau saling berkait secara erat. Artinya bahwa das Sollen itu harus menjelma menjadi das Sein, yang ideal harus menjadi real, yang bermakna normatif harus direalisasikan dalam perbuatan sehari-hari yang merupakan fakta. (Kodhi, 1989:21)

2. Hierarkhi Nilai

Max Sceler mengemukakan bahwa nilai-nilai yang ada, tidak sama luhurnya dan sama tingginya. Nilai-nilai itu secara senyatanya ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai-nilai lainnya. Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai dapat dikelompokkan dalam empat tingkatan sebagai berikut:

1) Nilai-nilai kenikmatan: dalam tingkatan ini terdapat deretan nilai-nilai yang mengenakkan (die Wertreihe des Angenehmen und Unangehmen), yang menyebabkan orang senang atau menderita tidak enak.

2) Nilai-nilai kehidupan: dalam tingkatan ini terdapat nilai-nilai yang penting bagi kehidupan (Werte des vitalen Fuhlens) misalnya kesehatan, kesegaran jasmani, kesejahteraan umum.

Page 2: Pengertian Nilai,Norma Dan Moral pada Pancasila

3) Nilai-nilai kejiwaan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan (geistige werte) yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Nilai-nilai semacam ini ialah keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat.

4) Nilai-nilai kerohanian: dalam tingkatan ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci dan tidak suci (wermodalitat des Heiligen ung Unheiligen). Nilai-nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi.

Walter G. Everet menggolongkan nilai-nilai manusiawi kedalam delapan kelompok, yaitu:

1) Nilai-nilai ekonomis, ditujukan oleh harga pasar dan meliputi semua benda yang dapat dibeli.

2) Nilai-nilai kejasmanian, membantu pada kesehatan, efisiensi, dan keindahan dari kehidupan badan

3) Nilai-nilai hiburan, nilai-nilai permainan dan waktu senggang yang dapat menyumbangkan pada pengayaan kehidupan.

4) Nilai-nilai social, berasal mula dari keutuhan kepribadian dan social yang diinginkan.5) Nilai-nilai watak, keseluruhan dari keutuhan kepribadian dan social yang diinginkan.6) Nilai-nilai estetis, nilai-nilai pengetahuan dan pengajaran kebenaran.7) Nilai-nilai intelektual, nilai-nilai pengetahuan dan pengajaran kebenaran.8) Nilai-nilai keagamaan.

Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam, yaitu:

1) Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia, atau kebutuhan material ragawi manusia.

2) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.

3) Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia nilai kerohanian ini dapat dibedakan atas empat macam, yaitu:a) Nilai kebenaran, yang bersumber pada akal (ratio, budi, cipta) manusiab) Nilai keindahan atau nilai estetis, yang bersumber pada unsur perasaan (esthetis,

gevoel, rasa) manusiac) Nilai kebaikan atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak (will, Wollen,

karsa) manusiad) Nilai religious, yang merupakan nilai kerokhanian tertinggi dan mutlak. Nilai religious

ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia.

Selain nilai-nilai diatas yang dikemukakan para tokoh aksiologi tersebut, nilai-nilai tadi sangat bergantung dari masyarakat atau bangsa sebagai subjek pendukung nilai-nilai tersebut. Misalnya di Indonesia nilai religious merupakan suatu nilai yang tertinggi dan mutlak. Artinya nilai religious tersebut hirarkinya terletak paling atas. Namun pada bangsa yang menganut system sekuler yang menjadi nilai tertinggi adalah akal pikiran manusia sehingga nilai ketuhanan berada di bawah otoritas akal manusia.