MAMPU MEMBEDAKAN MANUSIA,NORMA, MORAL, DAN HUKUM
-
Upload
andita-cucu-hamdi -
Category
Documents
-
view
234 -
download
2
description
Transcript of MAMPU MEMBEDAKAN MANUSIA,NORMA, MORAL, DAN HUKUM
MAMPU MEMBEDAKAN MANUSIA,NORMA, MORAL, DAN HUKUM
Disusun untuk memenuhi tugas Ilmu Sosian dan Budaya Dasar
Kelompok 4
Di susun oleh:
1. Fanisa Aura Callista
2. Miftha Adiwidya Sidqon
3. Siti Fadilah
4. Putri Dewi Safitri
5. Wdyo Woro .P
AKADEMI KEBIDANAN PRIMA HUSADA
BOGOR
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat illahi rabbi
karena berkat rahmat taufik dan innayahnya makalah yang berjudul “Manusia, Nilai, Moral, dan
Hukum” ini dapat diselesaikan. Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas
terstruktur Ilmu Sosial Budaya Dasar.
Makalah ini tidak lepas dari kekhilafan dan kekurangan. Karenanya segala kritik dan
saran untuk penyempurnaan makalah ini sangat dinantikan. Mudah-mudahan makalah ini dapat
bermanfaat khususnya untuk kami dan umumnya untuk mahasiswa.
Bandung, 10 Maret 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................... .i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
BAB II MANUSIA, NILAI, NORMA, DAN HUKUM..................................... 2
A. Hakikat Nilai Moral dalam Kehidupan Manusia ............................................... 2
B. Problematika Pembinaan Moral......................................................................... 8
C. Manusia dan Hukum........................................................................................... 10
D. Hubungan Hukum dan Moral............................................................................. 11
BAB III PENUTUP....................................................................................... ..... 13
Kesimpulan ............................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... ..... 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan pada hakikatnya adalah upaya untuk menjadikan manusia berbudaya.Budaya
dalam pengertian yang sangat luas mencakup segala aspek kehidupan manusia, yang dimulai
dari cara berpikir,bertingkah laku sampai produk-produk berpikir manusia yang berwujud dalam
bentuk benda (materil)maupun dalam bentuk sistem nilai (in- materil).
Pergaulan antar umat di dunia yang semakin intensif akan melahirkan budaya-budaya
baru, baik berupa pencampuran budaya, penerimaan budaya oleh salah satu pihak atau
keduanya, dominasi budaya, atau munculnya budaya baru.Keseluruhan proses ini tentu saja
dipengaruhi oleh proses pendidikan di masyarakat.
Pemunculan kebudayaan baru tidak sepenuhnya memberikan efek positif terhadap
perkembangan suatu bangsa, tetapi ada juga yang berdampak negative. Untuk menghindari hal-
hal negatif dari suatu kebudayaan baru, diperlukan berbagai upaya untuk mengadakan saringan
kebudayaan yang dianggap paling tepat untuk diterapkan . Oleh karena , pemahaman terhadap
kebudayaan menjadi penting bagi seorang pendidik agar pendidik memahami secara persis
kebudayaan dan pengaruhnya terhadap perkembangan masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam yang terdapat pada pembahasan ini antara lain :
1. Apa itu manusia?
2. Apa itu nilai ?
3. Apa jenis-jenis moral ?
4. Proses terbentuknya hukum ?
BAB II
TINJAUAN MATERI
A. Pengertian Manusia, Nilai, Moral dan Hukum
1. Manusia
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang
berarti berpikir, berakal budi atau makhluk ang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain).
Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau
realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu. Manusia adalah makhluk yang tidak
dapat dengan segera menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
2. Nilai
Nilai dapat diartikan sebagai sifat atau kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia baik lahir maupun batin. Bagi manusia nilai dijadikan sebagai landasan,
alasan atau motivasi dalam bersikap dan bertingkah laku, baik disadari maupun tidak.
3. Moral
Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan
manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di
masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka
orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Jadi moral adalah tata
aturan norma-norma yang bersifat abstrak yang mengatur kehidupan manusia untuk melakukan
perbuatan tertentu dan sebagai pengendali yang mengatur manusia untuk menjadi manusia yang
baik.
4. Hukum
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan
kelembagaan dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan
masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial
antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan
cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi
penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara
perwakilan di mana mereka yang akan dipilih.
a. Konsep Nilai Budaya
Theodorson dalam Pelly (1994) mengemukakan bahwa nilai merupakan sesuatu yang
abstrak, yang dijadikan pedoman serta prinsip – prinsip umum dalam bertindak dan bertingkah
laku. Keterikatan orang atau kelompok terhadap nilai menurut Theodorson relatif sangat kuat
dan bahkan bersifat emosional. Oleh sebab itu, nilai dapat dilihat sebagai tujuan kehidupan
manusia itu sendiri.
Sedangkan yang dimaksud dengan nilai budaya itu sendiri sduah dirmuskan oleh beberapa ahli
seperti :
1 Koentjaraningrat
Menurut Koentjaraningrat (1987:85) lain adalah nilai budaya terdiri dari konsepsi –
konsepsi yang hidup dalam alam fikiran sebahagian besar warga masyarakat mengenai hal
– hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang ada dalam suatu masyarakat dijadikan
orientasi dan rujukan dalam bertindak. Oleh karena itu, nilai budaya yang dimiliki seseorang
mempengaruhinya dalam menentukan alternatif, cara – cara, alat – alat, dan tujuan – tujuan
pembuatan yang tersedia.
2 Clyde Kluckhohn dlam Pelly
Clyde Kluckhohn dalam Pelly (1994) mendefinisikan nilai budaya sebagai konsepsi
umum yang terorganisasi, yang mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan alam,
kedudukan manusia dalam alam, hubungan orang dengan orang dan tentang hal – hal yang
diingini dan tidak diingini yang mungkin bertalian dengan hubungan orang dengan lingkungan
dan sesama manusia.
3 Sumaatmadja dalam Marpaung
Sementara itu Sumaatmadja dalam Marpaung (2000) mengatakan bahwa pada
perkembangan, pengembangan, penerapan budaya dalam kehidupan, berkembang pula nilai
– nilai yang melekat di masyarakat yang mengatur keserasian, keselarasan, serta keseimbangan.
Nilai tersebut dikonsepsikan sebagai nilai budaya.
Selanjutnya, bertitik tolak dari pendapat diatas, maka dapat dikatakan bahwa setiap
individu dalam melaksanakan aktifitas vsosialnya selalu berdasarkan serta berpedoman kepada
nilai – nilai atau system nilai yang ada dan hidup dalam masyarakat itu sendiri. Artinya nilai –
nilai itu sangat banyak mempengaruhi tindakan dan perilaku manusia, baik secara individual,
kelompok atau masyarakat secara keseluruhan tentang baik buruk, benar salah, patut atau tidak
patut
Suatu nilai apabila sudah membudaya didalam diri seseorang, maka nilai itu akan
dijadikan sebagai pedoman atau petunjuk di dalam bertingkahlaku. Hal ini dapat dilihat dalam
kehidupan sehari – hari, misalnya budaya gotong royong, budaya malas, dan lain – lain. Jadi,
secara universal, nilai itu merupakan pendorong bagi seseorang dalam mencapai tujuan tertentu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai budaya adalah suatu bentuk konsepsi umum yang
dijadikan pedoman dan petunjuk di dalam bertingkah laku baik secara individual, kelompok atau
masyarakat secara keseluruhan tentang baik buruk, benar salah, patut atau tidak patut.
b. Sistem Nilai
Tylor dalam Imran Manan (1989;19) mengemukakan moral termasuk bagian dari
kebudayaan, yaitu standar tentang baik dan buruk, benar dan salah, yang kesemuanya dalam
konsep yang lebih besar termasuk ke dalam ‘nilai’. Hal ini di lihat dari aspek penyampaian
pendidikan yang dikatakan bahwa pendidikan mencakup penyampaian pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai.
Kedudukan nilai dalam setiap kebudayaan sangatlah penting, maka pemahaman tentang
sistem nilai budaya dan orientasi nilai budaya sangat penting dalam konteks pemahaman
perilaku suatu masyarakat dan sistem pendidikan yang digunakan untuk menyampaikan sisitem
perilaku dan produk budaya yang dijiwai oleh sistem nilai masyarakat yang bersangkutan.
Clyde Kluckhohn mendefinisikan nilai sebagai sebuah konsepsi, eksplisit atau implisit,
menjadi ciri khusus seseorang atau sekelompok orang, mengenai hal-hal yang diinginkan yang
mempengaruhi pemilihan dari berbagai cara-cara, alat-alat, tujuan-tujuan perbuatan yang
tersedia. Orientasi nilai budaya adalah Konsepsi umum yang terorganisasi, yang mempengaruhi
perilaku yang berhubungan dengan alam, kedudukan manusia dalam alam, hubungan orang
dengan orang dan tentang hal-hal yang diingini dan tak diingini yang mungkin bertalian dengan
hubungan antar orang dengan lingkungan dan sesama manusia.
Sistem nilai budaya ini merupakan rangkaian dari konsep-konsep abstrak yang hidup
dalam masyarakat, mengenai apa yang dianggap penting dan berharga, tetapi juga mengenai apa
yang dianggap remeh dan tidak berharga dalam hidup. Sistem nilai budaya ini menjadipedoman
dan pendorong perilaku manusia dalam hidup yang memanifestasi kongkritnya terlihat dalam
tata kelakuan. Dari sistem nilai budaya termasuk norma dan sikap yang dalam bentuk abstrak
tercermin dalam cara berfikir dan dalam bentuk konkrit terlihat dalam bentuk pola perilaku
anggota-anggota suatu masyarakat.
Kluckhohn mengemukakan kerangka teori nilai nilai yang mencakup pilihan nilai yang
dominan yang mungkin dipakai oleh anggota-anggota suatu masyarakat dalam memecahkan 6
masalah pokok kehidupan.
c. Orientasi Nilai Buday
Kluckhohn dalam Pelly (1994) mengemukakan bahwa nilai budaya merupakan sebuah
konsep beruanglingkup luas yang hidup dalam alam fikiran sebahagian besar warga suatu
masyarakat, mengenai apa yang paling berharga dalam hidup. Rangkaian konsep itu satu sama
lain saling berkaitan dan merupakan sebuah sistem nilai – nilai budaya. Secara fungsional
sistem nilai ini mendorong individu untuk berperilaku seperti apa yang ditentukan.
Mereka percaya, bahwa hanya dengan berperilaku seperti itu mereka akan berhasil (Kahl,
dalam Pelly:1994). Sistem nilai itu menjadi pedoman yang melekat erat secara emosional pada
diri seseorang atau sekumpulan orang, malah merupakan tujuan hidup yang diperjuangkan.
Oleh karena itu,
merubah sistem nilai manusia tidaklah mudah, dibutuhkan waktu.Sebab, nilai–nilaitersebut
merupakan wujud ideal dari lingkungan sosialnya. Dapat pula dikatakan bahwa sistem nilai
budaya suatu masyarakat merupakan wujud konsepsional dari kebudayaan mereka, yang
seolah – olah berada diluar dan di atas para individu warga masyarakat itu. Ada lima
masalah pokok kehidupan manusia dalam setiap kebudayaan yang dapat ditemukan secara
universal. Menurut Kluckhohn dalam Pelly (1994) kelima masalah pokok tersebut adalah:
1) masalah hakekat hidup,
2) hakekat kerja atau karya manusia,
3) hakekat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu,
4) hakekat hubungan manusia dengan alam sekitar, dan
5) hakekat dari hubungan manusia dengan manusia sesamanya.
Berbagai kebudayaan mengkonsepsikan masalah universal ini dengan berbagai
variasi yang berbeda – beda. Seperti masalah pertama, yaitu mengenai hakekat hidup
manusia. Dalam banyak kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Budha misalnya,
menganggap hidup itu buruk dan menyedihkan.Oleh karena itu pola kehidupan masyarakatnya
berusaha untuk memadamkan hidup itu guna mendapatkan nirwana, dan
mengenyampingkan segala tindakan yang dapat menambah rangkaian hidup kembali
(samsara) (Koentjaraningrat, 1986:10). Pandangan seperti ini sangat mempengaruhi
wawasan dan makna kehidupan itu secara keseluruhan. Sebaliknya banyak kebudayaan yang
berpendapat bahwa hidup itu baik. Tentu konsep – konsep kebudayaan yang berbeda ini
berpengaruh pula pada sikap dan wawasan mereka.
Masalah kedua mengenai hakekat kerja atau karya dalam
kehidupan. Ada kebudayaan yang memandang bahwa kerja itu sebagai usaha untuk
kelangsungan hidup (survive) semata. Kelompok ini kurang tertarik kepada kerja keras. Akan
tetapi ada juga yang menganggap kerja untuk mendapatkan status, jabatan dan kehormatan.
Namun, ada yang berpendapat bahwa kerja untuk mempertinggi prestasi. Mereka ini berorientasi
kepada prestasi bukan kepada status. Masalah ketiga mengenai orientasi manusia terhadap
waktu. Ada budaya yang memandang penting masa lampau, tetapi ada yang melihat masa kini
sebagai focus usaha dalam perjuangannya. Sebaliknya ada yang jauh melihat kedepan.
Pandangan yang berbeda dalam dimensi waktu ini sangat mempengaruhi perencanaan hidup
masyarakatnya.Masalah keempat berkaitan dengan kedudukan fungsional manusia terhadap
alam. Ada yang percaya bahwa alam itu dahsyat dan mengenai kehidupan manusia. Sebaliknya
ada yang menganggap alam sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk dikuasai manusia.
Akan tetapi, ada juga kebudayaan ingin mencari harmoni dan keselarasan dengan alam. Cara
pandang ini akan berpengaruh terhadap pola aktivitas masyarakatnya.Masalah kelima
menyangkut hubungan antar manusia. Dalam banyak kebudayaan hubungan ini tampak dalam
bentuk orientasi berfikir, cara bermusyawarah, mengambil keputusan dan bertindak.
Kebudayaan yang menekankan hubungan horizontal (koleteral) antar individu, cenderung untuk
mementingkan hak azasi, kemerdekaan dan kemandirian seperti terlihat dalam masyarakat –
masyarakat eligaterian. Sebaliknya kebudayaan yang menekankan hubungan vertical cenderung
untuk mengembangkan orientasi keatas (kepada senioritas, penguasa atau pemimpin). Orientasi
ini banyak terdapat dalam masyarakat paternalistic (kebapaan). Tentu saja pandangan ini sangat
mempengaruhi proses dinamika dan mobilitas social masyarakatnya.
Inti permasalahan disini seperti yang dikemukakan oleh Manan
dalam Pelly (1994) adalah siapa yang harus mengambil keputusan. Sebaiknya dalam system
hubungan vertical keputusan dibuat oleh atasan (senior) untuk semua orang. Tetapi dalam
masyarakat yang mementingkan kemandirian individual, maka keputusan dibuat dan
diarahkan kepada masing – masing individu. pola orientasi nilai budaya yang hitam putih
tersebut di atas merupakan pola yang ideal untuk masing – masing pihak. Dalam kenyataannya
terdapat nuansa atau variasi antara kedua pola yang ekstrim itu yang dapat disebut sebagai
pola transisional. Kerangka Kluckhohn mengenai lima masalah dasar dalam hidup yang
menentukan orientasi nilai budaya manusia dapat dilihat pada Tabel 1.
Nilai Budaya Manusia
Masalah Dasar Dalam Hidup Orientasi Nilai Budaya
Konservatif Transisi Progresif
Hakekat Hidup Hidup itu
buruk
Hidup itu baik Hidup itu sukar
tetapi harus
diperjuangkan
Hakekat Kerja/karya Kelangsunga
n hidup
Kedudukan dan
kehormatan /
prestise
Mempertinggi
prestise
Hubungan Manusia Dengan
Waktu
Orientasi ke
masa lalu
Orientasi ke masa
kini
Orientasi ke masa
depan
Hubungan Manusia Dengan Alam Tunduk
kepada alam
Selaras dengan
alam
Menguasai alam
Hubungan Manusia Dengan
Sesamanya
Vertikal Horizontal/
kolekial
Individual/mandiri
*) Dimodifikasi dari Pelly (1994:104)
Meskipun cara mengkonsepsikan lima masalah pokok dalam kehidupan manusia yang
universal itu sebagaimana yang tersebut diatas berbeda – beda untuk tiap masyarakat dan
kebudayaan, namun dalam tiap lingkungan masyarakat dan kebudayaan tersebut lima hal
tersebut di atas selalu ada.
Sementara itu Koentjaraningrat telah menerapkan kerangka Kluckhohn di atas untuk
menganalisis masalah nilai budaya bangsa Indonesia, dan menunjukkan titik – titik kelemahan
dari kebudayaan Indonesia yang menghambat pembangunan nasional. Kelemahan utama
antara lain mentalitas meremehkan mutu, mentalitas suka menerabas, sifat tidak percaya kepada
diri sendiri, sifat tidak berdisiplin murni, mentalitas suka mengabaikan tanggungjawab.
Kerangka Kluckhohn itu juga telah
dipergunakan dalam penelitian dengan kuesioner untuk mengetahui secara objektif cara berfikir
dan bertindak suku – suku di Indonesia umumnya yang menguntungkan dan merugikan
pembangunan.Selain itu juga, penelitian variasi orientasi nilai budaya tersebut dimaksudkan
disamping untuk mendapatkan gambaran sistem nilai budaya kelompok – kelompok etnik di
Indonesia, tetapi juga untuk menelusuri sejauhmana kelompok masyarakat itu memiliki system
orientasi nilai budaya yang sesuai dan menopang pelaksanaan pembangunan nasional.
B. SISTEM NILAI BUDAYA
a. SISTEM
Sistem merupakan istilah dari bahasa yunani “system” yang artinya adalah himpunan
bagian atau unsur yang saling berhubungan secara teratur untuk mencapai tujuan bersama.
Pengertian sistem menurut sejumlah para ahli :
1. L. James Havery
Menurutnya sistem adalah prosedur logis dan rasional untuk merancang suatu rangkaian
komponen yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan maksud untuk berfungsi sebagai
suatu kesatuan dalam usaha mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan.
2. John Mc Manama
Menurutnya sistem adalah sebuah struktur konseptual yang tersusun dari fungsi-fungsi
yang saling berhubungan yang bekerja sebagai suatu kesatuan organik untuk mencapai suatu
hasil yang diinginkan secara efektif dan efesien.
3. C.W. Churchman.
Menurutnya sistem adalah seperangkat bagian-bagian yang dikoordinasikan untuk
melaksanakan seperangkat tujuan.
4. J.C. Hinggins
Menurutnya sistem adalah seperangkat bagian-bagian yang saling berhubungan.
5. Edgar F Huse dan James L. Bowdict
Menurutnya sistem adalah suatu seri atau rangkaian bagian-bagian yang saling
berhubungan dan bergantung sedemikian rupa sehingga interaksi dan saling pengaruh dari satu
bagian akan mempengaruhi keseluruhan.
b. NILAI
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna
bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna
c. NILAI BUDAYA
Nilai-nilai budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu
masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan,
kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu
dan lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi.
Nilai-nilai budaya akan tampak pada simbol-simbol, slogan, moto, visi misi, atau sesuatu yang
nampak sebagai acuan pokok moto suatu lingkungan atau organisasi.
Ada tiga hal yang terkait dengan nilai-nilai budaya ini yaitu :
Simbol-simbol, slogan atau yang lainnya yang kelihatan kasat mata (jelas)
Sikap, tindak laku, gerak gerik yang muncul akibat slogan, moto tersebut
Kepercayaan yang tertanam (believe system) yang mengakar dan menjadi kerangka acuan dalam
bertindak dan berperilaku (tidak terlihat).
d. SISTEM NILAI BUDAYA
Sistem Nilai Budaya, Pandangan Hidup, dan Ideologi. Sistem budaya merupakan
tingkatan tingkat yang paling tinggi dan abstrak dalam adat istiadat. Hal itu disebabkan karena
nilai – nilai budaya itu merupakan konsep – konsep mngenai apa yang hidup dalam alam pikiran
sebagian besar dari dari warga suatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai ,
berharga, dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang
memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat itu sendiri.
Nilai – nilai budaya ini bersifat umum , luas dan tak konkret maka nilai – nilai budaya dalam
suatu kebudayaan tidak dapat diganti dengan nilai-nilai budaya yang lain dalam waktu yang
singkat.
Dalam masyarakat ada sejumlah nilai budaya yang satu dan yang lain berkaitan satu sama
lain sehingga merupakan suatu sistem, dan sistem itu sebagai suatu pedoman dari konsep –
konsep ideal dalam kebudayaan memberi pendorong yang kuat terhadap arah kehidupan
masyarakat.
Menurut ahli antropologi terkenal C.Kluckhohn , tiap sistem nilai budaya dalam tiap
kebudayaan itu mengenai lima masalah dasar dalam kehidupan manusia yang menjadi landasan
bagi kerangka variasi system nilai budaya adalah :
1. Masalah mengenai hakekat dari hidup manusia (disingkat MH)
Ada kebudayaan yang memandang hidup manusia itu pada hakekatnya suatu hal yang buruk dan
menyedihkan .Pada agama Budha misalnya,pola – pola tindakan manusia akan mementingkan
segala usaha untuk menuju arah tujuan bersama dan memadamkan hidup baru. Adapun
kebudayaan – kebudayaan lain memandang hidup manusia dapat mengusahakan untk
menjadikannya suatu hal yang indah dan menggembirakan.
2. Masalah mengenai hakekat dari karya manusia ( disingkat MK)
Kebudayaan memandang bahwa karya manusia bertujuan untuk memungkinkan
hidup,kebudayaan lain menganggap hakekat karya manusia itu untuk memberikannya
kehormatan,ada juga kebudayaan lain yang menganggap karya manusia sebagai suatu gerak
hidup yang harus menghasilkan lebih banyak karya lagi.
3. Masalah mengenai hakekat dari kedudukan manusia dalam ruang dan waktu (disingkat
MW)
4. Kebudayaan memandang penting dalam kehidupan manusia pada masa lampau, keadaan
serupa ini orang akan mengambil pedoman dalam tindakannya contoh – contoh dan kejadian-
kejadaian dalam masa lampau. Sebaliknya ada kebudayaan dimana orang hanya mempunyai
suatu pandangan waktu yang sempit. Dalam kebudayaan ini perencanaan hidup menjadi suatu
hal yang sangat amat penting.
5. Masalah mengenai hakekat hubungan manusia dengan alam sekitarnya (disingkat MA)
6. Kebudayaan yangh memandang alam sebagai suatu hal yang begitu dahsyat sehingga
manusia hanya dapat bersifat menyerah tanpa dapat berusaha banyak. Sebaliknya ,banyak pula
kebudayaan lain yang memandang alam sebagai lawan manusia dan mewajibkan manusia untuk
selalu berusaha menaklukan alam. Kebudayaan lain masih ad yang menganggap bahwa manusia
dapat berusaha mencari keselarasan dengan alam.
7. Masalah mengenai hakekat hubungan manusia dengan sesamanya (disingkat MM)
Ada kebudayaan yang memntingkan hubungan vertical antara manusia dengan sesmanya.
Tingkah lakunya akan berpedoman pada tokoh – tokoh pemimpin. Kebudayaan lain
mementingkan hubungan horizontal antara manusia dan sesamanya. Dan berusaha menjaga
hubungan baik dengan tetangga dan sesamanya merupakan suatu hal yang penting dalam hidup.
Kecuali pada kebudayaan lain yang tidak menganggap manusia tergantung pada manusia lain,
sifat ini akan menimbulkan individualisme.
c.Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan nilai budaya
Menurut Munandar Sulaiman (1992), faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan
perkembangan nilai budaya adalah :
1. Jarak komunikasi antara kelompok etnis.
Masih terdapat jarak komunikasi antara kelompok etnis, hal yang sering menimbulkan konflik
budaya seseorang yang bergerak dari satu kelompiok etnis ke kelompok etnis yang lain. Contoh
migdrasi ke kelompok etnis yang berbeda mungkin menimbulkan pergeseran sistem nilai budaya
yang sudah ada di daerah kelompok etnis penduduk asli, misalnya menganggap rendah status
etnis pendatang (negatif), tetapi mungkin juga etnis pendatang menjadi penggerak pembangunan
di daerah kelompok etnis penduduk asli (positif).
2. Pelaksanaan pembangunan,
Pelaksanaan pembangunan yang terus menerus akan dapat merubah sistem nilai ke arah yang
positif dan negatif.
Pergeseran sistem nilai yang mengarah ke perbaikan antara lain :
a. Pola hidup tradisional, dan bertaraf lokal yang berbau mistis, berubah menjadi pola hidup
modern bertaraf nasional-internasional yang berbasis ilmu pengetahuan dan teklnologi.
b. Pola hidup sederhana yang hanya bergantung pada alam lingkungan, meningkat menjadi
pola hidup modern yang mampu menguasai alam lingkungan dengan dukungan prasarana dan
sarana serta teknologi.
c. Pola hidup makmur yang hanya kecukupan sandang, pangan, dan perumahan meningkat
menjadi pola hidup makmur dan juga sehat, teratur, bersih dan senang serta aman sesuai dengan
standar menurut ilmu pengetahuan dan teknologi.
d. Kemampuan kerja yang hanya berbasis kekuatan fisik dan pengalaman, meningkat menjadi
kemampuan kerja berbasis keahlian, dan ketrampilan yang didukung teknologi.
Pergeseran sitem nilai yang mengarah negatif antara lain :
a. Penggusuran hak milik seseorang untuk kepentingan pembangunan tanpa prosedur
hukum yang pasti dan tanpa ganti kerugian yang layak, bahkan tanpa ganti kerugian sama sekali.
b. Mengurangi atau meniadakan arti kemanusiaan seseorang memandang manusia sebagai
obyek sasaran yang selalu dikenai penertiban, serta hak asasinya tidak dihargai.
c. Tindakan sewenang-wenang dan tidak ada kepastian hukum dalam hubungan antara
penguasa / pejabat / majikan dengan rakyat bawahan /buruh.
3. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menimbulkan konflik dengan tata nilai budaya
yang sudah ada, perubahan kondisi kehidupan manusia, sehingga manusia bingung sendiri
terhadap kemajuan yang telah diciptakan. Hal ini merupakan akibat sifat ambivalen teknologi
yang selain memiliki segi positif, juga memiliki segi negatif.Sebagai dampak negatif teknologi,
manusia menjadi resah. Keresahan manusia muncul akibat adanya benturan nilai teknologi
modern dengan nilai-nilai tradisional (konvensional). Ilmu pengetahuan dan teklnologi berpihjak
pada suatu kerangka budaya. Kontak budaya yang ada dengan budaya asing menimbulkan
perubahan orientasi budaya yang mengakibatkan perubahan sistem nilai budaya.
D. Perbedaan nilai dan moral
1. Pengertian Nilai
Nilai merupakan kumpulan sikap perasaan ataupun anggapan terhadap sesuatu hal mengenai
baik-buruk, benar-salah, patut-tidak patut, mulia-hina, maupun penting atau tidak penting.
Dalam kenyataannya orang dapat saja mengembangkan perasaannya sendiri yang mungkin saja
berbeda dengan perasaan sebagian besar warga masyarakat. Kenyataan ini melahirkan adanya
nilai individual, yakni nilai-nilai yang dianut oleh individu sebagai sebagai orang perorangan
yang mungkin saja selaras dengan nilai-nilai yang dianut oleh orang lain, tetapi dapat pula
berbeda atau bahkan bertentangan. Adapun nilai-nilai yang dianut oleh sebagian warga
masyarakat dinamakannilai sosial.
Berikut dikemukakan beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli mengenai nilai sosial :
1. Kimball Young, nilai sosial adalah asumsi abstrak dan sering tidak disadari tentang apa
yang benar dan apa yang penting.
2. A. W. Green : nilai sosial adalah kesadaran yang secara relatif berlangsung disertai
emosi terhadap obyek.
3. Woods: nilai sosial merupakan petunjuk-petunjuk umum yang telah berlangsung lama
yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.
Jenis-jenis nilai
Notonegoro membedakan nilai menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut :
1. Nilai material, yakni meliputi berbagai konsepsi mengenai segala sesuatu yang berguna
bagi jasmani manusia.
2. Nilai vital, yaitu meliputi bergai konsepsi yang berkaitan dengan segala sesuatu yang
berguna bagi manusia dalam melaksanakan berbagai aktivitas.
3. Nilai kerohanian, yaitu meliputi berbagai konsepsi yang berkaitan dengan segala sesuatu
yang berhubungan dengan kebutuhan rohani manusia seperti :
a. Nilai kebenaran, yakni yang bersumber pada akal manusia (cipta)
b. Nilai keindahan, yakni nilai yang bersumber pada unsur perasaan(estetika)
c. Nilai moral, yakni yang bersumber pada unsur kehendak (karsa) dan
d. Nilai keagamaan, (religiusitas), yakni nilai yang bersumber pada revelasi (wahyu) dari
Tuhan.
Ciri-ciri nilai sosial
Untuk lebih mengenal nilai sosial, berikut dikemukakan beberapa ciri tentang nilai sesuai yang
dikemukakan oleh Huky:
1. Nilai merupakan konstruksi masyarakat yang tercipta melalui interaksi di antara para
anggota masyarakat. Nilai tercipta secara sosial bukan secara biologis ataupun bawaan lahir.
2. Nilai sosial diimbaskan. Nilai dapat diteruskan dan diimbaskan dari satu orang atau
kelompok ke orang atau kelompok lain melalui berbagai macam proses sosial seperti kontak
sosial, komunikasi interaksi, difusi, adaptasi, adopsi, akulturasi maupun asimilasi.
3. Nilai dipelajari. Nilai diperoleh, dicapai dan dijadikan milik diri melalui proses belajar,
yakni sosialisasi yang berlangsung sejak masa kanak-kanak dalam keluarga
4. Nilai memuaskan manusia dan mengambil bagian dalam usaha pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan sosial. Nilai yang disetujui dan yang telah diterima secara sosial itu menjadi dasar
bagi tindakan dan tingkah laku, baik secara pribadi, kelompok maupun masyarakat secara
keseluruhan.
5. Nilai merupakan asumsi-asumsi abstrak dimana terdapat konsensus sosial tentang harga
relatif dari obyek dalam masyarakat. Nilai-nilai sosial secara konseptual merupakan abstraksi
dari unsur-unsur nilai bermacam-macam obyek di dalam masyarakat.
6. Nilai-nilai cenderung berkaitan satu dengan yang lain dan membentuk pola-pola dan
sistem nilai dalam masyarakat. Dalam hal ini apabila tidak terjadi keharmonisan jalinan integral
dari nilai-nilai akan timbul problema sosial dalam masyarakat.
7. Sistem-sistem nilai beragam bentuknya antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan
yang lain, sesuai dengan penilian yang diperlihatkan oleh setiap kebudayaan terhadap bentuk-
bentuk kegiatan tertentu dalam masyarakat yang bersangkutan. Dengan kata lain,
keanekaragaman kebudayaan dengan bentuk dan fungsi yang saling berbeda, menghasilkan
sistem nilai yang berbeda pula.
8. Nilai selalu memberikan pilihan dari sistem-sistem nilai yang ada, sesuai dengan
tingkatan kepentingannya.
9. Masing-masing nilai dapat mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap orang
perorangan dan masyarakat sebagai keseluruhan.
10. Nilai-nilai juga melibatkan emosi dan perasaan.
11. Nilai-nilai dapat mempengaruhi perkembangan pribadi dalam masyarakat secara positif
maupun negatif.
Fungsi nilai sosial
Fungsi sosial antara lain sebagai berikut:
1. Sebagai faktor pendorong, hal ini berkaitan dengan nilai-nilai yang berhubungan dengan
cita-cita atau harapan.
2. Sebagai petunjuk arah: cara berpikir, berperasaan, dan bertindak, serta panduan
menentukan pilihan, sarana untuk menimbang penilaian masyarakat, penentu dalam memenuhi
peran sosial, dan pengumpulan orang dalam suatu kelompok sosial.
3. Nilai dapat berfungsi sebagai alat pengawas dengan daya tekan dan pengikat tertentu.
Nilai mendorong, menuntun, dan kadang-kadang menekan para individu untuk berbuat dan
bertindak sesuai dengan nilai yang bersangkutan. Nilai menimbulkan perasaan bersalah dan
menyiksa bagi pelanggarnya.
4. Nilai dapat berfungsi sebagai alat solidaritas di kalangan kelompok atau masyarakat.
5. Nilai dapat berfungsi sebagai benteng perlindungan atau penjaga stabilitas budaya
kelompok atau masyarakat.
Pengertian Norma Sosial
Nilai dan norma selalu berkaitan, walaupun demikian keduanya dapat dibedakan. Untuk
melihat kejelasan hubungan antara nilai dengan norma, dapat dinyatakan bahwa norma pada
dasarnya adalah juga nilai tetapi disertai dengan sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya. Nilai
merupakan sikap dan peerasaan-perasaan yang diperlihatkan oleh orang perorangan, kelompok
ataupun masyarakat secara keseluruhan tentang baik-buruk, benar-salah, suka/tidak suka, dan
sebagainya terhadap obyek, baik material maupun non material. Norma merupakan aturanaturan
dengan sanksi-sanksi yang dimaksudkan untuk mendorong bahkan menekan orang-perorang,
kelompok atau masyarakat secara keseluruhan untuk mencapai nilai-nilai sosial. Dengan kata
lain, nilai dan norma sosial bergandengan dalam mendorong dan menekan anggota masyarakat
untuk memenuhi atau mencapai hal-hal yang dianggap baik dalam masyarakat.
Norma merupakan ukuran yang digunakan oleh masyarakat apakah tindakan yang dilakukan
oleh seseorang atau sekelompok orang merupakan tindakan yang wajar dan dapat diterima
karena sesuai dengan harapan sebagian besar warga masyarakat ataukah merupakan tindakan
yang menyimpang karena tidak sesuai dengan harapan sebagian besar masyarakat. Norma
dibangun di atas nilai sosial, dan norma sosial diciptakan untuk menjaga dan mempertahankan
nilai sosial.
Macam-macam norma sosial
Dilihat dari tingkat sanksi atau kekuatan mengikatnya terdapat beberapa macam norma.
1. Tata cara (usage)
Tata cara merupakan norma yang menunjuk kepada satu bentuk perbuatan dengan sanksi yang
sangat ringan terhadap pelanggarnya, misalnya aturan memegang garpu atau sendok ketika
makan, cara memegang gelas ketika minum, serta mencuci tangan sebelum makan. Suatu
pelanggaran atau penyimpangan terhadapnya tidak akan mengakibatkan hukuman yang berat,
tetapi hanya sekadar celaan atau dinyatakan tidak sopan oleh orang lain.
2. Kebiasaan (folkways)
Kebiasaan atau folksways merupakan cara-cara bertindak yang digemari masyarakat sehingga
dilakukan berulang-ulang oleh banyak orang. Folksways mempunyai kekuatan mengikat lebih
besar dari pada tata cara. Misalnya mengucapkan salam ketika bertemu, membungkukkan badan
sebagai tanda penghormatan kepada orang yang lebih tua, serta membuang sampah pada
tempatnya. Apabila perbuatan tersebut tidak dilakukan, maka dianggap sebagai penyimpangan
terhadap kebiasaan umum dalam masyarakat dan setiap orang akan menyalahkannya. Sanksinya
dapat berupa teguran, sindiran atau dipergunjingkan.
3. Tata kelakuan (mores)
Tata kelakuan merupakan norma yang bersumber kepada filsafat, ajaran agama atau ideologi
yang dianut oleh masyarakat. Pelanggarnya disebut jahat. Contoh :
larangan berzina, berjudi, minum minuman keras, penggunaan narkotika dan zat-zat aditif (obat-
obatan terlarang), dan mencuri. Menurut Mac Iver dan Page, apabila kebiasaan (folkways) tidak
hanya dianggap sebagai cara berperilaku,tetapi juga diterima sebagai norma pengatur, maka
kebiasaan tadi pun menjadi mores. Ia mencerminkan sifat-sifat yang hidup dan secara sadar atau
tidak digunakan sebagai alat pengawas oleh masyarakat terhadap warganya. Tata kelakuan di
satu pihak memaksakan suatu perbuatan dan di lain pihak melarang suatu perbuatan, sehingga
secara langsung merupakan suatu alat pengendalian sosial agar anggota masyarakat
menyesuaikan tindakan-tindakan dan perbuatan-perbuatannya dengan tata kelakuan itu.
Tata kelakuan sangat penting dalam masyarakat, karena berfungsi:
a. Memberi batas-batas kepada kelakuan-kelakuan individu. Setiap masyarakat mempunyai
tata kelakuan masing-masing yang sering kali berbeda antara yang satu dengan yang lain. Suatu
masyarkat dengan tegas malarang pergaulan bebas antara pemuda dengan pemudi, sebaliknya
larangan tersebut dapat saja tidak jelas pada masyarakat yang lain. Namun juga terdapat
perilaku-perilaku yang secara umum atau universal ditentang atau dilarang oleh tata kelakuan
yang berlaku di berbagai masyarakat dari berbagai suku bangsa di dunia.
b. Tata kelakuan mengidentifikasikan individu dengan kelompoknya. Di satu pihak tata
kelakuan memaksa agar individu menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan tata kelakuan
yang berlaku, dan di lain pihak memaksa masyarakat untuk menerima individu berdasarkan
kesanggupannya menyesuaikan dirinya dengan tata kelakuan yang berlaku. Bahkan, tata
kelakuan dapat masyarakat memberikan penghargaan kepada para warganya yang dapat
dianggap sebagai teladan dalam bertindak dan bertingkah laku.
c. Tata kelakuan menjaga solidaritas antara anggota-anggota masyarakat sehingga
mengukuhkan ikatan dan mendorong tercapainya integrasi sosial yang kuat.
4. Adat ( customs)
Adat merupakan norma yang tidak tertulis namun sangat kuat mengikat sehingga anggota-
anggota masyarakat yang melanggar adat-istiadat akan menderita, karena sanksi keras yang
kadang-kadang secara tidak langsung dikenakan. Misalnya pada masyarakat yang melarang
terjadinya perceeraian, apabila terjadi suatu perceraian maka tidak hanya yang bersangkutan
yang mendapatkan sanksi atau menjadi tercemar, tetapi seluruh keluarga atau bahkan
masyarakatnya. Sanksi atas pelanggaran terhadap adat istiadat dapat berupa pengucilan,
dikeluarkan dari masyarakat atau harus memenuhi persyaratan tertentu, misalnya melakukan
upacara tertentu sebagai media rehabilitasi dirinya.
5. Hukum (laws)
Hukum merupakan norma yang bersifat formal dan berupa aturan tertulis. Ketentuan sanksi
terhadap pelanggar paling tegas apabila dibandingkan dengan norma-norma yang disebut
terdahulu. Hukum adalah suatu rangkaian aturan yang ditujukan kepada anggota masyarakat
yang berisi ketentuan-ketentuan, perintah, kewajiban ataupun larangan, agar dalam masyarakat
tercipta suatu ketertiban dan keadilan. Ketentuan-ketentuan dalam norma hukum lazimnya
diindikasikan dalam bentuk kitab undang-undang atau konvensi-konvensi. Disamping norma-
norma yang tersebut di atas, dalam masyarakat masih terdapat pula norma yang mengatur
tentang tindakan-tindakan yang berkaitan dengan estetika, seperti tari-tarian, pakaian, musik,
arsitektur rumah, dan interior mobil. Mirip dengan estetika adalah mode atau fashion. Mode atau
fashion merupakan cara atau gaya dalam melakukan atau membuat sesuatu yang sering berubah-
ubah dan diikuti oleh banyak orang. Salah satu ciri khas mode adalah sifatnya yang massal dan
tibatiba dalam waktu yang relatif singkat.
Norma yang berlaku dalam masyarakat dapat pula dibedakan berdasarkan jenis atau sumbernya
yaitu sebagai berikut :
1. Norma agama, yakni ketentuan-ketentuan hidup bermasyarakat yang bersumber pada
ajaran agama (wahyu atau revelasi).
2. Norma kesopanan atau etika, yakni ketentuan-ketentuan hidup yang berlaku dalam
hubungan atau interaksi sosial antar manusia dalam masyarakat.
3. Norma kesusilaan, yakni ketentuan-ketentuan yang bersumber pada hati nurani, moral
atau filsafat hidup.
4. Norma hukum, yakni ketentuan-ketenteuan tertulis yang berlaku dalam bersumber pada
kitab undang-undang suatu negara tertentu.
E.Fungsi nilai moral dan hukum dimasyarakat
Nilai moral dan hukum mempunyai keterkaitan yang sangat erat sekali. nilai dianggap
penting oleh manusia itu harus jelas, harus semakin diyakini oleh individu dan hasrus
diaplikasikan dalam perbuatan.moralitas diidentikan dengan perbuatan baik dan perbuatan
buruk(etika) yang mana cara mengukurannya adalah melalui nilai- nilai yang terkandung dalam
perbuatan tersebut
Pada dasarnya nilai, moral, dan hukum mempunyai fungsi yaitu untuk melayani manusia.
pertama, berfungsi mengingatkan manusia untuk melakukan kebaikan demi diri sendiri dan
sesame sebagai bagian dari masyarakat. kedua, menarik perhatian pada permaslahan-
permasalahan moral yang kurang ditanggapi manusia. Ketiga, dapat menjadi penarik perhatian
manusia kepada gejala “Pembiasaan emosional”
Selain itu fungsi dari nilai, moral dan hukum yaitu dalam rangka untuk pengendalian dan
pengaturan. Pentingnya system hukum ialah sebagai perlindungan bagi kepentingan-kepentingan
yang telah dilindungi agama, kaidah kesusilaan dan kaidah kesopanan karena belum cukup kuat
untuk melindungi dan menjamin mengingat terdapat kepentingan-kepentingan yang tidak
teratur.untuk melindungi lebih lanjut kepentingan yang telah dilindungi kaidah-kaidah tadi maka
diperlukanlah system hukum. Hukum yang mengatur kehidupan masyarakat dan nyata berlaku
dalam masyarakat , disebut hukum positif.
Istilah hukum positif dimaksudkan untuk menandai “diferensi”(perbedaan) dan hukum
terhadap kaidah-kaidah lain dalam masyarakat tampil lebih jelas tegas, dan didukung oleh
perlengkapan yang cukup agar diikuti oleh anggota masyarakat .sebagai attribut positif ini ialah:
1. Bukanlah kaidah social yang mengambang atau tidak jelas bentuk dan tujuannya
sehingga dibutuhkan lembaga khusus yang bertujuan merumuskan dengan jelas tujuan
yang hendak dicapai oleh hukum.
2. dibutuhkan staf(orang / personalia) yang menjaga berlakunya hukum, seperti polisi dan
pengadilan.
Bahkan tatkala terjadi dilema di dalam hukum sendiri, yang dapat disebabkan karena
adanya konflik, baik dari lembaga-lembaga hukum, sarana prasarana hukum bahkan rendahnya
budaya hukum dalam masyarakat, maka setiap orang (masyarakat dan aparatur hukum) harus
mengembalikannya pada rasa keadilan hukum masyarakat, artinya harus mengutamakan
moralitas masyarakat.
F. HUBUNGAN HUKUM DAN MORAL
Antar hukum dan moral terdapat hubungan yang erat sekali, ada pepatah roma yang
mengatakan “quid leges sine morimbus?” apa artinya undang undang kalau tidak disertai
moralitas? Dengan demikian hukum tidak akan berarti tanpa dijiwai moralitas, hukum akan
kosong tanpa moralitas. Oleh karena itu kualitas hukum harus selalu diukur dengan norma
moral, perundang-ungan yang immoral harus diganti. Disisi lain, moral juga membutuhkan
hukum, sebab moral tanpa hukum hanya angan-angan saja, kalau tidak diundangkan atau
dilembagakan dalam masyarakat. Dengan demikian hukum bisa meningkatkan dampak social
dari moralitas. Meskipun tidak semua harus diwujudkan dalam bentuk hukum, karena hal itu
mustahil. Hukum hanya membatasi diri dengan mengatur hubungan antar manusia yang relevan.
Meskipun hungan antra hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap
berbeda, sebab dalam kenyataanya “ mungkin” ada hukum yang bertentangan dengan moral,
yang berarti terdapa ketidakcocokan antara hukum dengan moral. Hukum dapat dijiwai oleh
moralitas. Kualitas hukum terletak pada bobot moral yang menjiwainya. Namun demikian
perbedaan hukum dengan moral sangat jelas, setidaknya seperti yang diungkapkan oleh K.
Bertens yang menyatakan bahwa selain itu ada empat perbedaan antara hukum dan moral;
pertama, hukum lebih dikodifikasikan daripada moralitas, artinya dibukukan secara sistematis
dalam kitab perundang-undangan. Oleh karena itu norma hukum lebih memiliki kepastian dan
objektif dibandingkan dengan norma moral, sedangkan norma moral bersifat lebih subjektif dan
akibatnya lebih banyak “diganggu”oleh diskusi-diskusiyang mencari kejelasan tentang yang
harus dianggap etis dan tidak etis. Kedua, meskipun hukum dan moral mengatur tingka laku
manusia, namun hukummembatasi diri pada tingkah laku lahiriah saja, sedangkan moral
menyangkut juga batin seseorang. Ketiga, sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan
sanksi yang berkaitan dengan moralitas. Hukum untuk sebagian terbesar dapat dipaksakan,
pelanggar akan terkena hukumannya. Tapi norma etis tidak bisa dipaksakan, sebab paksaan
hanya menyentuh bagian luar, sedangkan perbuatan etis justru berasal dari dalam. Satu-satunya
sanksi dibidang moralitas adalah hati nurani yang tidak tenang. Keempat, hukum didasarkan
pada kehendak masyarakat dan akhirnya menjadi kehendak Negara. Meskipun hukum tidak
langsung berasal dari Negara seperti hukum adat, namun hukum itu harus diakui oleh Negara
supaya berlaku sebagai hukum. Moralitas didasarkan pada norma-norma moral yang melebihi
pada individu dan masyarakat. Dengan cara demokratis atau dengan cara lain masyarakat dapat
mengubah hukum, tapi tidak pernah masyarakat dapat mengubah atau membatalkan suatu norma
moral. Moral memiliki hukum dan tidak sebaliknya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manusia, nilai, moral dan hukum adalah suatu hal yang saling berkaitan dan saling
menunjang. Sebagai warga negara kita perlu mempelajari, menghayati dan melaksanakan
dengan ikhlas mengenai nilai, moral dan hukum agar terjadi keselarasan dan harmoni kehidupan.
B. Saran
Penegakan hukum harus memperhatikan keselarasan antara keadilan dan kepastian
hukum. Karena, tujuan hukum antara lain adalah untuk menjamin terciptanya keadilan (justice),
kepastian hukum (certainty of law), dan kesebandingan hukum (equality before the law).
Penegakan hukum-pun harus dilakukan dalam proporsi yang baik dengan penegakan hak
asasi manusia. Dalam arti, jangan lagi ada penegakan hukum yang bersifat diskriminatif,
menyuguhkan kekerasan dan tidak sensitif jender. Penegakan hukum jangan dipertentangkan
dengan penegakan HAM. Karena, sesungguhnya keduanya dapat berjalan seiring ketika para
penegak hukum memahami betul hak-hak warga negara dalam konteks hubungan antara negara
hukum dengan masyarakat sipil.
DAFTAR PUSTAKA
http://grms.multiply.com/journal/item/26
http://bambang1988.wordpress.com/2009/04/13/manusia-nilai-moral-dan-hukum/
http://hanstoe.wordpress.com/2009/02/21/problematika-nilai-moral-dan-hukum-dalam-
masyarakat/
http://herususetyo.multiply.com/journal/item/9
Juanda, dkk. 2010. Bahan Ajar Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: UNJ.
http://Sutriyadinata.blogspot.com