Pengembangan Techno-Industrial Cluster Tanaman Lokal

24
ARTIKEL PENELITIAN PENGEMBANGAN TECHNO-INDUSTRIAL CLUSTER TANAMAN LOKAL (ANGSANA, PARE, BUNCIS DAN SAMBILOTO) SEBAGAI FITOFARMAKA UNTUK MEMBANTU MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DM TIPE II Ketua Tim Peneliti : dr. Mahalul Azam, M.Kes UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG Jl. Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Telpon / Faks : (024) 8508107 Email : [email protected]

Transcript of Pengembangan Techno-Industrial Cluster Tanaman Lokal

  • ARTIKEL PENELITIAN

    PENGEMBANGAN TECHNO-INDUSTRIAL CLUSTER TANAMAN LOKAL

    (ANGSANA, PARE, BUNCIS DAN SAMBILOTO) SEBAGAI FITOFARMAKA

    UNTUK MEMBANTU MENURUNKAN KADAR

    GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DM TIPE II

    Ketua Tim Peneliti : dr. Mahalul Azam, M.Kes

    UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

    Jl. Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229

    Telpon / Faks : (024) 8508107

    Email : [email protected]

  • 2

    PENGEMBANGAN TECHNO-INDUSTRIAL CLUSTER TANAMAN

    LOKAL (ANGSANA, PARE, BUNCIS DAN SAMBILOTO) SEBAGAI

    FITOFARMAKA UNTUK MEMBANTU MENURUNKAN

    KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DM TIPE II

    Mahalul Azam

    1, Sri Ratna Rahayu

    1, Fitri Indrawati

    1, Irwan Budiono

    1, Vina

    2,

    Nur Anna C. Sadyah3

    ABSTRAK

    Latar belakang penelitian ini adalah prevalensi penderita DM tipe II yang semakin

    meningkat (4,6 % pada tahun 2000, 7,5% pada tahun 2001 dan 10,4% pada tahun

    2004), mahalnya biaya pengobatan yang saat ini tersedia, serta adanya tanaman lokal

    yang bermanfaat untuk menurunkan gula darah.

    Tujuan penelitian ini adalah melakukan uji klinis yang diperlukan dalam menguji

    mengembangkan tanaman lokal tersebut sebagai fitofarmaka. Selain itu penelitian ini

    juga bertujuan mengembangkan tanaman lokal tersebut sebagai fitofarmaka yang juga

    berpotensi sebagai techno industrial cluster. Artinya keberhasilan pengembangan

    fitofarmaka dari tanaman lokal ini dapat memberdayakan masyarakat khususnya

    petani sebagai penyedia bahan baku, industri nasional sebagai produsen, dan

    perguruan tinggi sebagai pendukung penelitian pengembangan.

    Metode yang digunakan dalam Uji Klinis fase III dengan desain cross over doubled

    blind RCT design. Didapatkan subjek penelitian sejumlah 41 orang pasien RSI Sultan

    Agung.

    Hasil penelitian Kadar GD2JPP akhir perlakuan berbeda bermakna (p=0,027) antara

    kelompok A dan B pada 2 periode dengan rerata 178,57 (periode I) dan 213,4

    (periode II) pada pemberian ekstrak dan 247,75 (periode I) dan 281,04 (periode II)

    pada glibenclamide. Selisih kadar GDP berbeda bermakna (p=0,002) antara kelompok

    A dan B pada 2 periode dengan rerata -48,04 (periode I) dan -32,4 (periode II) pada

    pemberian ekstrak dan -2,55 (periode I) dan 33,8 (periode II) pada glibenclamide.

    Selisih kadar GD2JPP berbeda bermakna (p=0,002) antara kelompok A dan B pada 2

    periode dengan rerata -73,38 (periode I) dan -57,59 (periode II) pada pemberian

    ekstrak dan -8,6 (periode I) dan 58,71 (periode II) pada glibenclamide. Pada indikator

    keadaan klinis sebelum dan sesudah perlakuan semua indikator masih dalam batas

    normal dan tidak ada perubahan nilai yang signifikan.

    Simpulan dari penelitian ini, yaitu bahwa ekstrak dosis 22mg/kgBB terbukti aman

    dan efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah terutama GD2JPP. Sehingga

    diharapkan dapat dilaksanakan uji klinis fase III multicenter dengan tujuan akhir dapat

    dijadikan sebagai fitofarmaka. Dampak dan upaya selanjutnya diharapkan dapat

    memberikan peningkatan peran serta dan pemberdayaan petani binaan dalam proses

    produksi.

    1 Peneliti FIK UNNES

    2 Peneliti Laboratorium PT Nyonya Meneer

    3 Peneliti RSI Sultan Agung/ FK Unissula

  • 3

    PENDAHULUAN

    Diabetes mellitus (DM) tipe II merupakan penyakit degeneratif yang

    prevalensinya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Data prevalensi DM tipe II

    secara nasional pada tahun 1992 menunjukkan 3 %. Prevalensi ini meningkat menjadi

    4,6 % pada tahun 2000, 7,5% pada tahun 2001 dan pada tahun 2004 10,4 % (Depkes

    RI, 1992 ; 2002; 2007).

    Meningkatnya prevalensi penderita DM tipe II ini membawa konsekuensi pada

    tingginya kebutuhan obat untuk menurunkan kadar glukosa darah pada penderita DM.

    Saat ini tidak kurang terdapat 100 perusahaan farmasi asing yang berperan

    memproduksi obat hipoglikemik oral (OHO) masuk ke Indonesia. OHO yang

    diproduksi oleh perusahaan farmasi ini mempunyai kelemahan, yaitu biaya/harga

    yang tinggi, terutama pada produk yang baru (Mahalul Azam, 2005).

    Memperhatikan tingginya biaya OHO serta upaya untuk meminimalkan efek

    samping tersebut, sebenarnya di Indonesia mempunyai tanaman yang berpotensi

    membantu menurunkan kadar gula darah. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh

    beberapa peneliti diantaranya Hayati, 2000 dengan uji infus daun angsana 5 ml,10%

    dan 20% secara oral menurunkan kadar glukosa darah kelinci, pengaruh infus 10%

    tidak ada beda dengan 50 mg/kg BB tolbutamid, dan pengaruh infuse 20 % penurunan

    kadar glukosa darah lebih besar daripada pengaruh tolbutamid. Peneliti lain, Soediro

    Soetarno, dkk (1999) dengan studi Aktivitas Hipoglikemik Ekstrak herba Sambiloto

    (Andrographis paniculata Nees, Achanthaceae) pada dosis 0,5 g/kgBB ekstrak etanol

    dan air menunjukan aktivitas hipoglikemik yang bermakna pada tikus diabetes.

    Peneliti lain, Elin Yulinah,dkk (2001) dengan studi Aktivitas Antidiabetika Ekstrak

    Etanol Herba sambiloto dengan menggunakan uji toleransi glukosa pada tikus dan

    mencit diabetes yg diinduksi dengan aloksan menimbulkan efek penurunan glukosa

    darah pada dosis 1,0 g/BB, 2,0 g/kg BB, 2,1 g/BB dan 2,8 g/BB. M.Masjhoer (2001)

    dengan studi Uji Klinik Ekstrak Etanol Terstandarisasi dari Campuran Herba

    Sambiloto (andrograhis aniculata ) dan Daun Salam (syzigiumpolyantha) sebagai Anti

    Diabetes juga menujukan perbedaan bermakna antara kadar gula darah kelompok

    kontrol dengan kelompok ekstrak uji D2 (0,065 g ekstrak/kg BB) 45 menit setelah

    pemberian glukosa. Hal ini menunjukan bahwa ekstrak memiliki efek hipoglikemik.

  • 4

    Penelitian pre klinik (uji khasiat dan uji toksisitas akut dan kronik) yang

    dilakukan Mahalul Azam dalam tim PT. Nyonya Meneer bekerjasama dengan

    BPPT(2005) menunjukkan bahwa ekstrak buncis (Phascolus vulgaris), pare

    (Momordica charantia), angsana (Pterocarpus indicus), dan sambiloto

    (Andrographidis Folium) dapat menurunkan kadar gula darah pada hewan

    coba.(Shapiro K, 2002, Mahalul Azam, 2005). Dosis efektif campuran ekstrak yang

    memberikan khasiat sebagai penurun gula darah (antidiabetes) yang tidak berbeda

    bermakna dengan control positif, tolbutamid 9 mg/200 g BB, adalah 27 mg/ 200g BB,

    apabila dikonversikan pada manusia adalah 1,5 g/ 70 Kg BB. Sediaan uji dengan dosis

    25,2 mg/200 g BB, 126 mg/ 200 g BB, 252 mg/ 200 g BB, 504 mg/ 200 g BB yang

    diberikan secara peroral sekali sehari, selama 4 bulan dinyatakan aman, tidak

    menyebabkan kelainan pada kimia darah dan hematologi tikus putih.

    Uji klinis fase I (Mahalul Azam, 2009) didapatkan hasil, yaitu: hasil

    pemeriksaan klinis, meliputi keluhan dan pemeriksaan fisik tidak didapatkan subjek

    yang mengalami kelainan dan gangguan dari sistem tubuhnya baik keadaan sebelum

    dan sesudah pemberian ekstrak daun angsana, pare, buncis dan sambiloto dosis 11, 22

    dan 44 mg/kgBB, pada kelompok perlakuan ataupun kelompok kontrol, tidak ada

    perbedaan bermakna kadar SGPT darah pasca pemberian ekstrak daun angsana, pare,

    buncis dan sambiloto dosis 11, 22 dan 44 mg/kgBB pada kelompok perlakuan dan

    kelompok kontrol (p>0,05), serta rata-rata dan kadar tertinggi SGPT sebelum dan

    sesudah perlakuan, pada kedua kelompok tidak melebihi ambang batas nilai normal,

    tidak ada perbedaan bermakna kadar kreatinin darah pasca pemberian ekstrak daun

    angsana, pare, buncis dan sambiloto dosis 11, 22 dan 44 mg/kgBB pada kelompok

    perlakuan dan kelompok kontrol (p>0,05), serta rata-rata dan kadar tertinggi kreatinin

    sebelum dan sesudah perlakuan, pada kedua kelompok tidak melebihi ambang batas

    nilai normal dan pada dosis 22mg/kgBB pada kelompok perlakuan tampak perbedaan

    kadar glukosa darah. Dari simpulan di atas dapat ditarik kesimpulan akhir, yaitu

    bahwa pemberian dosis tunggal ekstrak daun angsana, pare, buncis dan sambiloto

    dosis 11, 22 dan 44 mg/kgBB dinyatakan aman pada individu sehat dan mulai dosis

    22mg/kgBB mulai menunjukkan efek hipoglikemik.

    Berdasarkan latar belakang tingginya prevalensi penderita DM tipe II,

    mahalnya biaya pengobatan yang saat ini tersedia, serta adanya studi-studi yang telah

    dilakukan dan menyimpulkan adanya tanaman lokal yang berpotensi membantu

  • 5

    menurunkan kadar gula darah, maka diperlukan upaya untuk mengembangkan

    tanaman lokal tersebut sebagai fitofarmaka.

    Berdasar uraian di atas dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

    bagaimanakah efektivitas (uji klinis) campuran ekstrak daun angsana (Pterocarpus

    indiscus), buah pare (momordicacharana, L), buah buncis (Phaselolus vulgaris,L),

    sambiloto (Andrographidis Folium) sebagai fitofarmaka untuk membantu

    menurunkan kadar gula darah pada penderita Diabetes Mellitus tipe 2?.

    METODE

    Pasien/ Subjek Penelitian

    Penetapan kriteria inklusi subjek penelitian adalah: penderita DM Tipe 2 yang

    berkunjung ke bagian Poliklinik Penyakit Dalam RSI Sultan Agung Semarang, DM

    yang diderita tidak termasuk berat (dengan pengobatan insulin), atau kadar glukosa

    darah sewaktu

  • 6

    SD = 10,8 (UKPDS, 1999)

    = 10

    = 18,29 digenapkan menjadi 20

    Sehingga dibutuhkan 20 orang sebagai kelompok perlakuan, dan 20 orang kelompok

    kontrol

    Adapun alokasi subyek untuk masuk sebagai kelompok perlakuan dan kontrol

    dilakukan dengan randomisasi

    Desain Penelitian

    Desain penelitian yang digunakan adalah Crossover Doubled Blind

    Randomised Clinical Trial, yang digambarkann dalam bagan berikut ini:

    PERIODE I PERIODE II PERIODE III

    Skrining 62 R

    Partisipasi final : 41 R

    Klp A (20) Klp A(20) Klp A(20)

    Skrining Glibenklamid ekstrak campuran

    Ekstrak glibenklamid campuran

    Klp B (21) Klp B(21) Klp B(21)

    1 mgg 1 mgg 1 mgg 1 mgg 1 mgg 1 mgg

  • 7

    Prosedur penelitian

    Setelah diperoleh subjek penelitian dari skrining, calon subjek diberikan instruksi

    intervensi pra treatment, yaitu: Bagi subjek yang menerima pengobatan selama 1 minggu

    sebelum treatment pengobatan harus dihentikan. Instruksi subjek penelitian untuk

    mengikuti program diit yang disusun, oleh tim peneliti/ ahli gizi RSI Sultan Agung dan

    diberi pedoman aktivitas harian ringan, serta dilakukan pencatatan harian diit dan aktivitas

    subjek penelitian selama masa penelitian dan diberitahu bahwa akan dilakukan pemantauan

    terhadap pencatatan diit dan aktivitas. Pemantauan pencatatan diit dan aktivitas oleh

    petugas dengan sistem recall dilakukan seminggu dua kali, di tengah treatment dan pada

    saat kunjungan berikutnya, sehari sebelum kunjungan dihubungi melalui telepon sembari

    mengingatkan untuk tetap melaksanakan arahan diit dan aktivitas. Pada saat kunjungan

    berikutnya subbjek penelitian diperintahkan untuk puasa 10 jam, untuk persiapan

    pemeriksaan GDP. Kemudian diberikan diit sesuai dengan kebutuhan masing-masing

    subjek. Pemantauan kunjungan berikutnya dilakukan analisis dan interpretasi kesesuaian

    diit dan aktivitas sesuai dengan instruksi, subjek yang tidak menjalankan sesuai dengan

    instruksinya dieksklusi dari penelitian.

    Perlakuan diberikan yaitu: Kelompok 1 akan menerima obat glibenklamid (dosis 5

    mg) sekali sehari saat makan pagi. Kelompok 2 akan menerima ekstrak (dosis

    terapeutik=22mg/kgBB) sekali sehari saat makan pagi. Pengukuran gula darah puasa dan

    gula darah 2 jam PP pada hari ke 0 dan hari ke 7. Pengukuran kadar SGPT, kadar micro

    albumin urin pada hari ke 0 dan 7. Pemeriksaan BMI, Tekanan darah, dan keluhan

    gastrointestinal, keluhan subjektif lain pada hari ke 0 dan ke 7. Kemudian sesuai dengan

    desain Cross-over maka perlakuan dibalik, wash out dilakukan dalam 7 hari dengan

    instruksi intervensi pra treatment sama sebagai mana dijelaskan dalam treatment minggu I.

    Kelompok 1 akan menerima ekstrak. Kelompok 2 akan menerima obat glibenclamid.

    Pengukuran gula darah puasa dan gula darah 2 jam PP pada hari ke 0 dan hari ke 7.

    Pengukuran kadar SGPT, kadar micro albumin urin pada hari ke 0 dan 7. Pemeriksaan

    BMI, Tekanan darah, dan keluhan gastrointestinal, keluhan subjektif lain pada hari ke 0

    dan ke 7.

  • 8

    Pada tahap selanjutnya kelompok 1 dan kelompok 2 menerima campuran obat

    glibenclamid dan ekstrak secara bersama-sama dengan instruksi intervensi pra treatment

    sama sebagai mana dijelaskan dalam treatment minggu I.

    Analisis data

    Uji yang digunakan adalah uji beda dengan uji beda rata-rata (t test)dengan membedakan

    kelompok intervensi dan kontrol pada tahap awal serta pada tahap pasca washing out, serta

    pada tahap ketiga yaitu pasca penggunaan campuran ekstrak dan glibenclamid

    Skrining pada subjek, digambarkan dalam bagan berikut :

    Jumlah Subjek terskrining (n=62)

    Subjek memenuhi kriteria n=43

    Bersedia partisipasi n=43

    Tidak Bersedia partisipasi n=0

    Kondisi medis tidak memenuhi n=19

    Randomisasi n=43

    Glibenclamide n=21

    DO =1 Ekstrak n=22

    DO=1

    Ekstrak n=20

    DO=0

    Glibenclamide n=21

    DO=0

    Glibenclamide + Ekstrak

    n=20 Glibenclamide +

    Ekstrak n=21

    Total subjek selesai partisipasi n=41

    Total DO=2

  • 9

    HASIL PENELITIAN

    Subjek penelitian sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, yaitu penderita DM tipe

    2 yang berkunjung ke bagian Poliklinik Penyakit Dalam RSI Sultan Agung Semarang

    dengan uraian karakteristiknya sebagai berikut:

    Tabel 1 Distribusi Frekuensi Subjek Menurut Jenis Kelamin

    Kelompok

    Total A B

    Jenis Kelamin Pria Frekuensi 5 4 9

    % 25.0% 19.0% 22%

    Wanita Frekuensi 15 17 32

    % 75.0% 81.0% 88%

    Total Frekuensi 20 21 41

    % 100.0% 100.0% 100%

    Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa subjek penelitian yang berjenis kelamin

    wanita 9 (22%) dan 32 (88%). Dari jumlah tersebut, dibagi pada kelompok A 5 subjek (25

    %) dan kelompok B 4 orang (19 %), sedangkan subjek yang berjenis kelamin pria pada

    kelompok A 15 subjek (75%) dan kelompok B 17 orang (81%).

    Tabel 2 Karakteristik Umur Subjek Penelitian

    Rata-rata

    Umur

    Umur

    Minimum

    Umur

    Maksimum

    Modus

    Umur

    Umur Subjek 49,5 32 60 52

    Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa umur subjek penelitian berkisar antara 32

    tahun dan 60 tahun dengan umur yang frekuensinya paling banyak adalah 52 tahun dan

    rata-ratanya adalah 49,5 tahun.

    Distribusi umur menurut kelompok disajikan dalam tabel 4.2.a

    Tabel 2.a Distribusi Umur menurut Kelompok

    Kelompok Rerata Minimum Maksimum SD

    A 49,75 32 60 4.39

    B 49,81 35 60 7,4

    Dari tabel di atas diketahui bahwa sebaran subjek penelitian menurut umur tampak

    tersebar merata.

  • 10

    Tabel 3 Karakteristik Indeks Masa Tubuh Responden

    Rerata Minimum Maksimum SD

    IMT 25.36 17.85 37.25 4.39

    Dari tabel di atas diketahui bahwa subjek penelitian mempunyai IMT rata-rata

    25,36 dengan IMT paling kecil 17,85 dan IMT paling besar 37,25, dengan simpangan baku

    4,39.

    Bila dilihat secara terperinci tentang distribusi kategori IMT pada subjek penelitian

    disajikan dalam tabel 4.3.a

    Tabel 3.a Tabulasi Silang Kategori IMT dengan Kelompok Subjek

    Kelompok

    Total A B

    Kategori IMT Overweight Frekuensi 3 2 5

    % 15.0% 9.5% 12.2%

    Normal Frekuensi 17 18 35

    % 85.0% 85.7% 85.4%

    Underweight Frekuensi 0 1 1

    % .0% 4.8% 2.4%

    Total

    20 21 41

    % Total 48.8% 51.2% 100.0%

    Dari tabel di atas diketahui bahwa subjek penelitian mempunyai kategori

    overweight 5 subjek (12,2%), normal 35 subjek (85,4%) dan underweight 1 subjek (2,4%).

    Sebaran menurut kelompok terlihat sebanding, yaitu overweight pada kelompok A 3 subjek

    dan B 2 subjek, sedangkan yang normal 17 subjek di kelompok A dan 18 subjek di

    kelompok B, 1 subjek underweight pada kelompok B. (Kategori IMT Overweight > 25,

    Normal: 18-25 dan Underweight:

  • 11

    Tabel 4.a Tabulasi Silang Kategori Sistolik dengan Kelompok Subjek

    Kelompok

    Total A B

    Kategori Sistolik Hipertensi Frekuensi 6 15 21

    % Kategori Sistolik 28.6% 71.4% 100.0%

    % Kelompok 30.0% 71.4% 51.2%

    % Total 14.6% 36.6% 51.2%

    Normal Frekuensi 13 6 19

    % Kategori Sistolik 68.4% 31.6% 100.0%

    % Kelompok 65.0% 28.6% 46.3%

    % Total 31.7% 14.6% 46.3%

    Hipotensi Frekuensi 1 0 1

    % Kategori Sistolik 100.0% .0% 100.0%

    % Kelompok 5.0% .0% 2.4%

    % Total 2.4% .0% 2.4%

    Total Frekuensi 20 21 41

    % Kategori Sistolik 48.8% 51.2% 100.0%

    % Kelompok 100.0% 100.0% 100.0%

    % Total 48.8% 51.2% 100.0%

    Dari tabel di atas diketahui bahwa subjek penelitian berdasarkan JNC VIII (110

    mmHg-140mmHg) mempunyai kategori hipertensi 21 subjek (51,2%), normal 19 subjek

    (46,3%) dan hipotensi 1 subjek (2,4%). Sebaran menurut kelompok, dapat diketahui yaitu

    hipertensi pada kelompok A 6 (28,6%) subjek dan B 15 subjek (71,4%), sedangkan yang

    normal 13 subjek (68,4%) di kelompok A dan 6 subjek (31,6%) di kelompok B, sedangkan

    1 subjek hipotensi pada kelompok A.

    Tabel 5 Karakteristik Tekanan Darah Diastolik Subjek Penelitian

    Dari tabel di atas diketahui bahwa subjek penelitian yang mempunyai tekanan

    darah diastolik rata-rata 84,63 mHg, dengan tekanan darah sistolik minimum 60 mmHg

    dan maksimun 160 mmHg,

    Sebaran menurut kelompok disajikan dalam tabel 4.5.a berikut ini.

    Rerata Minimum Maksimum SD

    Tekanana darah

    diastolik

    84,63 60 160 17,33

  • 12

    Tabel 5.a Tabulasi Silang Kategori Diastolik dengan Kelompok Subjek

    Awal

    Total A B

    Kategori Tekanan Diastolik Hipertensi Frekuensi 6 12 18

    % Kategori Diastolik 33.3% 66.7% 100.0%

    % Kelompok 30.0% 57.1% 43.9%

    % Total 14.6% 29.3% 43.9%

    Normal Frekuensi 8 5 13

    % Kategori Diastolik 61.5% 38.5% 100.0%

    % Kelompok 40.0% 23.8% 31.7%

    % Total 19.5% 12.2% 31.7%

    Hipotensi Frekuensi 6 4 10

    % Kategori Diastolik 60.0% 40.0% 100.0%

    % Kelompok 30.0% 19.0% 24.4%

    % Total 14.6% 9.8% 24.4%

    Total Frekuensi 20 21 41

    % Kategori Diastolik 48.8% 51.2% 100.0%

    % Kelompok 100.0% 100.0% 100.0%

    % Total 48.8% 51.2% 100.0%

    Dari tabel di atas diketahui bahwa subjek penelitian berdasarkan JNC VIII

    mempunyai kategori hipertensi 18 subjek (43,9%), normal 13 subjek (31,7%) dan hipotensi

    10 subjek (24,4%). Sebaran menurut kelompok, dapat diketahui yaitu hipertensi pada

    kelompok A 6 (33,3%) subjek dan B 12 subjek (66,7%), sedangkan yang normal 8 subjek

    (61,5%) di kelompok A dan 5 subjek (38,5%) di kelompok B, sedangkan yang hipotensi 6

    (60%) subjek hipotensi pada kelompok A dan 4 (40%) di kelompok B.

    Tabel.4.6 Karakteristik Gula Darah Sewaktu Subjek Penelitian

    Dari tabel di atas diketahui bahwa subjek penelitian mempunyai GDS rata-rata

    172,95 mg/dl, dengan GDS minimum 92 mg/dl dan maksimum 306 mg/dl.

    Sebaran menurut kelompok subjek disajikan dalam tabel 4.6.a berikut ini.

    Rerata Minimum Maksimum SD

    Gula Darah

    Sewaktu

    172.95 92 306 55.37

  • 13

    Tabel 6.a Tabulasi Silang Kategori GDS dengan Kelompok Subjek

    Kelompok

    Total A B

    Kategori GDS Pengendalian Jelek Frekuensi 7 11 18

    % Kategori GDS 38.9% 61.1% 100.0%

    % Kelompok 35.0% 52.4% 43.9%

    % Total 17.1% 26.8% 43.9%

    Pengendalian Sedang Frekuensi 4 2 6

    % Kategori GDS 66.7% 33.3% 100.0%

    % Kelompok 20.0% 9.5% 14.6%

    % Total 9.8% 4.9% 14.6%

    Pengendalian Baik Frekuensi 9 8 17

    % Kategori GDS 52.9% 47.1% 100.0%

    % Kelompok 45.0% 38.1% 41.5%

    % Total 22.0% 19.5% 41.5%

    Total Frekuensi 20 21 41

    % Kategori GDS 48.8% 51.2% 100.0%

    % Kelompok 100.0% 100.0% 100.0%

    % Total 48.8% 51.2% 100.0%

    Dari tabel di atas diketahui bahwa subjek penelitian berdasarkan Konsensus

    PERKENI 2006, yaitu pengendalian baik (180mg%) sebarannya adalah sebagi berikut: Subjek yang mempunyai kategori

    pengendalian jelek 18 subjek (43,9%), pengendalian sedang 6 subjek (14,6%) dan

    pengendalian jelek 17 subjek (41,5%). Sebaran menurut kelompok, dapat diketahui yaitu

    pengendalian jelek pada kelompok A 7 subjek (38,9%) dan B 11 subjek (61,1%),

    sedangkan pengendalian sedang 4 subjek (66,7%) di kelompok A dan 2 subjek (33,3%) di

    kelompok B, sedangkan yang pengendalian baik 9 (52,9%) subjek pada kelompok A dan 8

    (47,1%) di kelompok B.

    Tabel 7 Karakteristik HbA1C Subjek Penelitian

    Dari tabel di atas diketahui bahwa subjek penelitian mempunyai kadar HbA1C rata-

    rata 8,8 mg/dl, dengan HbA1C minimum 4,8 mg/dl dan maksimum 11,4 mg/dl.

    Sebaran menurut kelompok subjek disajikan dalam tabel 4.7.a berikut ini.

    Kelompok Rerata Minimum Maksimum SD

    A 8,6 5,4 11 1,6

    B 9,1 4,8 11,4 1,7

    Total 8,8 4,8 11,4 1,6

  • 14

    Tabel 7.a Tabulasi Silang Kategori HbA1C dengan Kelompok Subjek

    Kelompok

    Total A B

    Kategori Pengendalian

    HbA1C

    Jelek Frekuensi 15 16 31

    % Kategori HbA1C 48.4% 51.6% 100.0%

    % Kelompok 75.0% 76.2% 75.6%

    % Total 36.6% 39.0% 75.6%

    Sedang Frekuensi 4 4 8

    % Kategori HbA1C 50.0% 50.0% 100.0%

    % Kelompok 20.0% 19.0% 19.5%

    % Total 9.8% 9.8% 19.5%

    Baik Frekuensi 1 1 2

    % Kategori HbA1C 50.0% 50.0% 100.0%

    % Kelompok 5.0% 4.8% 4.9%

    % Total 2.4% 2.4% 4.9%

    Total Frekuensi 20 21 41

    % Kategori HbA1C 48.8% 51.2% 100.0%

    % Kelompok 100.0% 100.0% 100.0%

    % Total 48.8% 51.2% 100.0%

    Dari tabel di atas diketahui bahwa subjek penelitian berdasarkan Konsensus

    PERKENI 2006, yaitu pengendalian baik (8%) sebarannya adalah sebagai berikut: Subjek yang mempunyai kategori pengendalian

    jelek 31 subjek (75,6%), pengendalian sedang 8 subjek (19,5%) dan pengendalian baik 2

    subjek (4,9%). Sebaran menurut kelompok, dapat diketahui yaitu pengendalian jelek pada

    kelompok A 15 subjek (48,4%) dan B 16 subjek (51,6%), sedangkan pengendalian sedang

    4 subjek (50%) di kelompok A dan 4 subjek (50%) di kelompok B, sedangkan yang

    pengendalian baik 1 subjek (50%) pada kelompok A dan 1 subjek (50%) di kelompok B.

    Tabel.4.8 Karakteristik Kadar SGPT Subjek Penelitian

    Dari tabel di atas diketahui bahwa subjek penelitian yang berjenis kelamin wanita

    mempunyai kadar SGPT rata-rata 18,34 u/l, dengan kadar SGPT minimum 21,67 u/l dan

    maksimum 47 u/l, sedangkan yang berjenis kelamin pria kadar SGPT rata rata 21,66 u/l

    dengan kadar SGPT minimum 7 u/l dan maksimum 37 u/l. (rujukan normal: L< 42 u/l P :

  • 15

    Tabel 9 Karakteristik Kadar Kreatinin Subjek Penelitian

    Dari tabel di atas diketahui bahwa subjek penelitian yang berjenis kelamin wanita

    mempunyai kadar kreatinin rata-rata 0,63 gr/dl, dengan kadar kreatinin minimum 0,46

    gr/dl dan maksimum 1,18 gr/dl, sedangkan yang berjenis kelamin pria kadar kreatinin rata

    rata 1,18 gr/dl dengan kadar kreatinin minimum 0,72 gr/dl dan maksimum 1,72 gr/dl.

    Meskipun beberapa subjek mempunyai nilai yang melebihi nilai rujukan, namun demikian

    perhihitungan Creatinin Clearance Test (CCT) untuk menghitung Laju Filtrasi Glomerulus

    (LFG) masih diperbolehkan yaitu > 60 ml/menit. (Rujukan normal: L: 0.6-1.1 gr/dl, P :

    0.5-0.9 gr/dl, rumus CCT (Cockort-Gault), CCT=((140-Umur)xBB)/(72xkadar kreatinin

    plasma).

    Karakteristik EKG seluruh subjek penelitian menunjukkan kesan dalam batas

    normal (hasil pembacaann dokter Ahli Penyakit Dalam).

    Perbedaan Kadar Glukosa Darah Puasa Pasca Perlakuan

    Perbedaan rata-rata kadar glukosa darah puasa (GDP) sesudah perlakuan pada ketiga

    periode, ditampilkan dalam tabel 4.11 berikut:

    Tabel 11 Perbedaan Rerata GDP pada Ketiga Periode

    Periode Kelompok Perlakuan N Rerata

    GDP

    SD p

    I A Kontrol Glibenclamide 20 188,75 94,30 0,105

    B Ekstrak 21 148,04 59,90

    II A Ekstrak 20 164,75 74,13 0,115

    B Kontrol Glibenclamide 21 205,38 86,62

    III A Campuran 20 145,50 61,02 0,421

    B Campuran 21 163,14 76,66

    Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada periode I rerata GDP kelompok

    Glibenclamide 188,75 mg% lebih tinggi dari rerata kelompok Ekstrak, namun demikian

    tidak bermakna secara statistika (p=0,105), demikian juga pada periode kedua rerata

    tampak berbeda (164,75 dan 205,38) namun tidak bermakna secara statisika (p=0,115).

    Pada periode ketiga pun demikian perbedaan secara statistika tidak bermakna (p=0,421).

    Jenis Kelamin Rerata Minimum Maksimum

    Wanita 0,63 0,46 1.18

    Pria 1.18 0,72 1,72

  • 16

    Perbedaan Kadar Glukosa Darah 2 Jam Post Prandial Pasca Perlakuan

    Perbedaan rerata kadar glukosa darah 2 jam post prandial (GD2JPP) sesudah perlakuan

    pada ketiga periode ditampilkan sebagai berikut :

    Tabel 12 Perbedaan Kadar GD2JPP pada Ketiga Periode

    Periode Kelompok Perlakuan N Rerata

    GD2

    SD p

    I A Kontrol Glibenclamide 20 247.75 120.78 0,022

    B Ekstrak 21 178.57 54.58

    II A Ekstrak 20 213.40 107.49 0,027

    B Kontrol Glibenclamide 21 281.04 113.08

    III A Campuran 20 196.75 84.06 0,426

    B Campuran 21 219.33 95.01

    Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada periode I rerata GD2JPP kelompok

    Glibenclamide 247,75 mg% berbeda secara bermakna (p=0,02) atau lebih tinggi dari rerata

    kelompok Ekstrak (178,57 mg%), demikian juga pada periode kedua, meskipun kelompok

    subjek dibalik perlakuannya, namun masih tampak konsisten, yaitu rerata GD2JPP

    kelompok Glibenclamide 281,04 mg% berbeda secara bermakna (p=0,03) atau lebih tinggi

    dari rerata kelompok Ekstrak (213,40 mg%). Pada periode ketiga dimana kedua kelompok,

    diberi perlakuan yang sama yaitu diberikan kedua perlakuan (campuran: menerima

    glibenclamide dan ekstrak) tampak di sini memperkuat kedua bukti pada kedua periode

    sebelumnya, dimana didapatkan hasil rerata kedua kelompok tidak berbeda secara

    bermakna, kelompok A rerata GD2JPP 196,75 dan kelompok B 219,33) dengan nilai

    p=0,43.

    Perbedaan Selisih Kadar Glukosa Puasa Pasca Perlakuan

    Perbedaan rerata selisih kadar GDP sebelum dan sesudah perlakuan pada ketiga periode

    ditampilkan sebagai berikut :

    Tabel 13 Perbedaan Selisih Kadar GDP pada Ketiga Periode

    Periode Kelompok Perlakuan N Rerata

    Selisih

    GDP

    SD p

    I A Kontrol Glibenclamide 20 -2,55 41,78 0,002

    B Ekstrak 21 -48,04 43,90

    II A Ekstrak 20 -32,4 65,28 0,001

    B Kontrol Glibenclamide 21 33,8 47,21

    III A Campuran 20 -48,45 51,89 0,836

    B Campuran 21 -51,85 52,78

  • 17

    Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada periode I rerata selisih GDP kelompok

    Glibenclamide -2,55 berbeda secara bermakna (p=0,002) atau menurunkan lebih kecil dari

    rerata kelompok Ekstrak -48,04, demikian juga pada periode kedua, meskipun kelompok

    subjek dibalik perlakuannya, namun masih tampak konsisten, bahkan rerata selisih GDP

    pada kelompok Glibenclamide justru menaikkan 33,8 berbeda secara bermakna (p=0,001)

    atau lebih tinggi dari rerata kelompok Ekstrak

    (- 32,4). Pada periode ketiga dimana kedua kelompok, diberi perlakuan yang sama yaitu

    diberikan kedua perlakuan (campuran: menerima glibenclamide dan ekstrak) tampak di

    sini memperkuat kedua bukti pada kedua periode sebelumnya, dimana didapatkan hasil

    rerata kedua kelompok tidak berbeda secara bermakna, kelompok A rerata selisih GDP -

    48,45 dan kelompok B -51,85 dengan nilai p=0,836.

    Perbedaan Selisih Kadar Glukosa Darah 2 Jam Post Prandial Pasca Perlakuan

    Perbedaan rerata selisih kadar GD2JPP sebelum dan sesudah perlakuan pada ketiga

    periode ditampilkan sebagai berikut :

    Tabel 14 Perbedaan Selisih Kadar GD2JPP pada Ketiga Periode

    Periode Kelom

    pok

    Perlakuan N Rerata

    Selisih GD2

    SD p

    I A Kontrol Glibenclamide 20 -8,6 53,75 0,002

    B Ekstrak 21 -73,38 68,37

    II A Ekstrak 20 -57,59 36,69 0,0001

    B Kontrol Glibenclamide 21 58,71 70,18

    III A Campuran 20 -56,4 57,75 0,820

    B Campuran 21 -61,33 78,29

    Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada periode I rerata selisih GD2JPP

    kelompok Glibenclamide -8,6 berbeda secara bermakna (p=0,002) atau menurunkan lebih

    kecil dari rerata kelompok Ekstrak -73,38, demikian juga pada periode kedua, meskipun

    kelompok subjek dibalik perlakuannya, namun masih tampak konsisten, bahkan rerata

    selisih GD2JPP pada kelompok Glibenclamide justru menaikkan 58,71 berbeda secara

    bermakna (p=0,001) atau lebih tinggi dari rerata kelompok Ekstrak

    (-57,59). Pada periode ketiga dimana kedua kelompok, diberi perlakuan yang sama yaitu

    diberikan kedua perlakuan (campuran: menerima glibenclamide dan ekstrak) tampak di

    sini memperkuat kedua bukti pada kedua periode sebelumnya, dimana didapatkan hasil

    rerata kedua kelompok tidak berbeda secara bermakna, kelompok A rerata selisih GD2JPP

    -56,4 dan kelompok B -61,33 dengan nilai p=0,82.

  • 18

    A.3 Pemantauan Efek Samping

    Pada subjek penelitian dilakukan pemeriksaan fisik, yaitu meliputi anamnesis

    keluhan dan riwayat penyakit, pemeriksaan tanda vital (denyut nadi, tekanan darah,

    frekuensi pernafasan dan suhu) serta pemeriksaan fisik keadaan umum, meliputi kepala,

    mata, telinga, hidung, mulut, tenggorok, leher, thorak, abdomen kulit dan ekstremitas,

    yaitu pada kedua kelompok pada setiap kunjungan / kegiatan penelitian, yaitu keadaan pra

    dan pasca perlakuan pada masing-masing ketiga periode perlakuan.

    Hasil pemeriksaan pada seluruh subjek penelitian menunjukkan hasil dalam batas

    normal dan tidak ada kelainan dari semua item pemeriksaan fisik dan tidak ada satu pun

    subjek penelitian yang menunjukkan hasil yang tidak normal dari item pemeriksaan fisik

    pada semua serial pemeriksaan, kecuali satu subjek penelitian yang dikeluarkan dari

    penelitian berkaitan dengan keadaan penyakitnya (hipoglikemik, bukan karena perlakuann)

    sebagai mana dilaporkan dalam alur rekruit subjek penelitian pada Bab dan bagan

    sebelumnya. Pada bagian di bawah ini disajikan tabel uji beda selisih pengukuran beberapa

    hasil pemeriksaan.

    Tabel 4.15 Uji beda rerata selisih beberapa hasil pemeriksaan

    F p t df

    Selisih Sistolik pada akhir periode I 0,178 0,676 0,152 39

    0,153 38,982

    Selisih Diastolik pada akhir periode I 0,350 0,558 -0,251 39

    -0,250 36,029

    Selisih Nadi pada akhir periode I 0,009 0,927 0,924 39

    0,923 38,616

    Selisih SGPT pada akhir periode I 0,257 0,615 0,247 39

    0,248 37,874

    Selisih Mikral pada akhir periode I 0,064 0,802 1,789 39

    1,790 38,988

    Selisih Sistolik pada akhir periode II 0,108 0,744 0,774 39

    0,777 38,431

    Selisih Diastolik pada akhir periode II 0,017 0,898 0,348 39

    0,348 38,600

    Selisih Nadi pada akhir periode II 1,036 0,315 0,331 39

    0,337 26,211

    Selisih SGPT pada akhir periode II 0,007 0,935 0,368 39

    0,368 38,947

  • 19

    Selisih Mikral pada akhir periode II 1,921 0,174 -0,952 39

    -0,964 31,796

    Selisih Sistolik pada akhir periode III 0,200 0,657 -1,634 39

    -1,624 36,095

    Selisih Diastolik pada akhir periode III 0,722 0,401 -0,407 39

    -0,405 35,930

    Selisih Nadi pada akhir periode III 0,048 0,827 0,817 39

    0,815 38,087

    Selisih SGPT pada akhir periode III 0,102 0,751 -0,728 39

    -0,735 35,041

    Selisih Mikral pada akhir periode III 6,310 0,066 1,106 39

    1,124 28,501

    Dari tabel di atas, dapat dilihat pada akhir ketiga periode, dimana masing-masing

    kelompok menerima perlakuan sebagaimana diuraikan di bagian sebelumnya, indikator

    selisih beberapa pemeriksaan yaitu selisih hasil pemeriksaan tekanan darah sistolik,

    tekanan darah diastolik, frekuensi nadi, kadar SGPT plasma dan kadar microalbumin urin

    semuanya menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna secara statistika, yaitu semua

    menunjukkan nilai p>0,05. Hal ini didapatkan arti klinis bahwa pemberian dosis ekstrak 22

    mg/kgBB pada subjek penelitian dinyatakan aman dan tidak menunjukkan perubahan pada

    indikator-indikator pemeriksaan di atas.

    A. PEMBAHASAN

    B.1 Pembahasan Hasil Penelitian

    Dari uraian pada sub bagian A.2 (A.2.1 s.d. A.2.5) dapat diambil resume hasil,

    yaitu: rerata kadar GDP pasca perlakuan tidak ada perbedaan secara bermakna, sedangkan

    pada kadar GD2JPP pasca perlakuan, selisih GDP, dan selisih GD2JPP, pemberian ekstrak

    dosis 22mg/kgBB pada subjek penelitian terbukti memberikan hasil yang berbeda dan

    bermakna secara statistika. Hal ini tentu saja sesuai dengan uji praklinis dari pemeberian

    ekstrak sebelumnya, dimana didapatkan sediaan ekstrak menunjukkan efek menurunkan

    glukosa darah pada dosis 27 mg/200 gBB atau setara dengan 1,5 g dosis pada manusia

    dewasa. Bukti ini juga menguatkan uji praklinik lainnya, yang telah diteliti oleh M.

    Masjhoer, Soediro Soetarno dan beberapa peneliti lainnya. Bukti ini merupakan uji klinis

    pertama kali yang dilakukan untuk menguji formulasi pemberian ekstrak dan

    menunjukkan hasil yang efektif dari pemberian ekstrak tersebut pada penderita DM tipe II.

  • 20

    Bila dilihat dari hasil penelitian, tampak bahwa pemberian ekstrak dengan dosis 22

    mg/kgBB terbukt efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah 2 jam post prandial

    (GD2JPP) hal ini terlihat dari variabel GD2JPP pada akhir perlakuan masing-masing

    periode dan selisih GD2JPP awal dan akhir perlakuan terbukti konsisten berbeda reratanya

    secara bermakna pada kelompok pemberian ekstrak dan kelompok glibenclamide. Tidak

    demikian pada indikator GDP, dimana GDP pada akhir perlakuan pada kedua kelompok

    tidak terbukti berbeda secara bermakna, meskipun bila dilihat indikator selisih GDP pada

    awal dan akhir perlakuan juga terbukti berbeda secara bermakna. Dari bukti ini juga dapat

    diambil perkataan lain, yaitu bahwa sebenarnya pemberian ekstrak juga menurunkan GDP

    namun demikian penurunan ini pada keadaan akhirnya tidak berbeda secara bermakna

    berlainan dengan GD2JPP yang menunjukkan pada keadaan akhir pun berbeda secara

    bermakna.

    B.2 Pemantauan Efek Samping

    Pemantauan efek samping yang dilakukan dengan pemeriksaan fisik, termasuk di

    dalamnya anamnesis terhadap keluhan yang mungkin timbul karena efek pemberian

    ekstrak dilakukan secara terus-menerus dan sistematis pada saat subjek penelitian datang

    berkunjung pada serial pemeriksaan yang dilakukan pada setiap periode perlakuan.

    Pemantauan keadaan klinis ini tanpa kecuali juga dilakukan pada keadaan klinis yang

    berhubungan dengan sistem tubuh yang sangat reaktif apabila ada substrat yang dicerna

    tubuh, yaitu sistem pencernaan. Pemantauan dilakukan dengan melihat keadaan subjektif

    dan objektif berkaitan dengan keluhan dan pemeriksaan fisik serta bila diperlukan

    pemeriksaan penunjang yang berkaitan dengan sistem pencernaan. Dengan pemeriksaan

    secara terus-menerus dan sistematis ini tentu saja akan mendeteksi secara awal apabila

    terjadi perubahan fisiologi pada subjek penelitian, namun demikian selama proses

    penelitian pada seluruh periode penelitian tidak dijumpai adanya perubahan, keluhan dan

    keadaan klinis yang menunjukkan indikasi tidak normal atau adanya gangguan.

    Hal ini tentu saja sesuai dengan hasil penelian sebelumnya, yaitu uji klinis fase I

    (tahun pertama peelitian), dimana juga tidak ada perubahan fisiologis atau keadaan

    gangguan klinis pada subjek penelitian pasca pemberian ekstrak. Pada uji klinis fase I

    subjek penelitian merupakan individu yang sehat, sedangkan pada fase ini dilakukan

    perlakuan pada penderita DM tipe II. Secara spesifik untuk melihat perubahan fisiologis

  • 21

    organ lain yang responsif terhadap adannya substrat yang dicerna tubuh, yiatu fungsi liver

    dan ginjal diuraikan pada bagian di bawah ini.

    B.2.1 Pemantauan Kadar SGPT

    Kadar SGPT merupakan enzim indikator sebagai penanda adanya gangguan fungsi

    liver. SGPT merupakan enzim yang terdapat di dalam sel otot jantung dan otot polos, serta

    di liver. SGPT merupakan enzim yang terletak hanya di sel liver dan merupakan indikator

    adanya gangguan liver yang bersifat akut, oleh karenanya dalam penelitian ini, pasca

    pemberian dosis tunggal ekstrak, dipantau kadar SGPT pada akhir perlakuan dan

    dibandingkan dengan keadaan sebelum perlakuan diberikan (awal peneltian).

    Dari hasil penelitian ini dapat diketahui, bahwa tidak ada perbedaan kadar SGPT

    antara kelompok pada ketiga periode. Kadar SGPT tertinggi pun pada semua kelompok

    pasca perlakuan menunjukkan masih di bawah angka normal. Hal ini menguatkan hasil

    penelitian sebelumnya, yaitu Hayati: 1990, Herawati :1993, Soediro Soetarno: 1999, Elin

    Sukarso: 2001, M.Mashoer: 2001, serta Charles Saerang & Azam: 2005(uji preklinis).

    Dimana telah dilakukan uji toksisitas pra klinis pada hewan coba dimana menunjukkan

    pemberian ekstrak daun angsana, pare, buncis dan sambiloto disimpulkan aman pada

    binatang coba. Hasil ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan peneliti sendiri

    pada uji klinis fase I.

    B.2.2 Pemantauan Kadar Mikro Albumin Urin Pasca Perlakuan

    Kadar ureum dan kreatinin merupakan indikator sebagai penanda adanya gangguan

    fungsi ginjal. Namun demikian dalam keadaan fase akut kedua indikator ini tidak dapat

    dijadikan indikator untuk menilai perubahan apabila terjadi gangguan fisiologis pada

    sistem / traktus urinaria. Pemeriksaan ureum dan kreatinin hanya dilakukan pada saat

    skrining untuk menentukan calon subjek penelitian dalam keadaan normal dari sistem

    urinarianya. Adapun pemantauan efek samping dilakukan dengan pemeriksaan kadar

    Micro Albumin urin pada saat sebelum dan setelah masing-masing periode perlakuan.

    Dari hasil penelitian ini dapat diketahui, bahwa tidak ada perbedaan mikral urin

    antara sebelum dan sesudah perlakuan pada setiap periode. Kadar mikral tertinggi pun

    pada semua kelompok pasca perlakuan menunjukkan masih di bawah angka normal. Hal

    ini menguatkan hasil penelitian sebelumnya, yaitu penelitian Hayati: 1990, Herawati

    :1993, Soediro Soetarno: 1999, Elin Sukarso: 2001, M.Mashoer: 2001, serta Charles

  • 22

    Saerang & Azam: 2005. Dimana telah dilakukan uji toksisitas pra klinis pada hewan coba

    dimana menunjukkan pemberian ekstrak daun angsana, pare, buncis dan sambiloto

    disimpulkan aman pada binatang coba. Uji klinis fase I yang dilakukan pada tahun pertama

    pun menunjukkan hasil yang sama.

    SIMPULAN

    Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian menunjukkan: Kadar

    Glukosa Darah 2 Jam Post Prandial (GD2JPP) pada akhir perlakuan terbukti konsisten

    berbeda secara bermakna (p=0,022 [periode I] dan p=0,027 [periode II]) pada perlakuan

    dengan pemberian ekstrak dengan dosis 22mg/kgBB (rerata=178,57mg% [periode I] dan

    213,40mg% [periode II]) dengan perlakuan kontrol glibenclamide (rerata=247,75mg%

    [periode I] dan 281,04mg% [periode II]). Selisih Kadar Glukosa Darah Puasa (GDP) pada

    akhir perlakuan terbukti konsisten berbeda secara bermakna (p=0,002 [periode I] dan

    p=0,001 [periode II]) pada perlakuan dengan pemberian ekstrak dengan dosis 22mg/kgBB

    (rerata=-48,04 [periode I] dan -32,4 [periode II]) dengan perlakuan kontrol glibenclamide

    (rerata=-2,55 [periode I] dan 33,8 [periode II]). Selisih Kadar Glukosa Darah 2 Jam Post

    Prandial (GD2JPP) pada akhir perlakuan terbukti konsisten berbeda secara bermakna

    (p=0,002 [periode I] dan p=0,001 [periode II]) pada perlakuan dengan pemberian ekstrak

    dengan dosis 22mg/kgBB (rerata=-73,38 [periode I] dan -57,59 [periode II]) dengan

    perlakuan kontrol glibenclamide (rerata=-8,6 [periode I] dan 58,71 [periode II]). Kadar

    Glukosa Darah Puasa (GDP) pada akhir perlakuan terbukti tidak berbeda secara bermakna

    (p=0,105 [periode I] dan p=0,115 [periode II]). Hasil pemeriksaan fisik, termasuk tekanan

    darah, nadi, kadar SGPT plasma dan kadar microalbumin urin terbukti dalam keadaan

    normal pada keadaan sebelum dan sesudah perlakuan pada masing-masing periode

    perlakuan serta terbukti tidak ada perbedaan hasil pengukuran secara bermakna (semua

    nilai p >0,05), dengan perkataan lain pemberian ekstrak 22mg/kgBB aman dan tidak ada

    perubahan fisiologis secara akut selama rangkaian penelitian. Dari simpulan di atas dapat

    ditarik kesimpulan akhir, yaitu bahwa pemberian dosis tunggal ekstrak daun angsana, pare,

    buncis dan sambiloto dosis 22 mg/kgBB dinyatakan efektif menurunkan terutama GD2JPP

    dan aman pada subjek penelitian penderita DM tipe II.

  • 23

    SARAN

    Dari hasil penelitian ini dapat diberikan rekomendasi sebagai berikut :

    Dilanjutkan penelitian ke tahap selanjutnya, yaitu fase III pada subjek penelitian dengan

    karakteristik yang lain (multicenter) dengan tujuan memperkuat bukti yang telah

    ditemukan sebagaimana juga dipersyaratkan untuk memperoleh status fitofarmaka oleh

    Badan POM RI. Dilaksanakan uji klinis fase IV dengan tujuan memantau keamanan

    ekstrak pasca peredaran di masyarakat baik efek samping secara akut dan kronis.

    Merencanakan rancangan bisnis (business plan), dengan analisis kelayakan pasca

    perolehan status fitofarmaka dan realisasi upaya-upaya peningkatan penggunaan oleh

    direct dan indirect market. Secara sinergi dilakukan juga uji kelayakan pengembangan

    produksi dengan melibatkan kluster-kluster di masyarakat serta kemitraan mutualisme

    bersama sektor industri dan lembaga penelitian perguruan tinggi (LP2M UNNES) untuk

    penjaminan kualitas dan pembberdayaan ekonomi kerakyatan.

    DAFTAR PUSTAKA

    _ _________. 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 50, 338, 354, 424, 591, 654 ,

    Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

    ___________. 1992. Sepuluh Tahun Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman

    Industri 1982-1991. Sumbangan Penelitian dalam Pembangunan

    Perkebunan Rakyat, Bogor. Puslitbangtri-Departemen Pertanian RI

    Altman, Douglas G. 2002. Practical Statistics for Medical Research. Washington DC :

    Chapman and Hall / CRC. Aspiranti, T., 2006. Peran Industri Mikro, Kecil dan Menengah di Indonesia, Performa Vol.

    III No. 1 Maret 2006, Bandung. Badan POM. 2005. Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

    RI No. H.K.00.05.4.1380 tentang Pedoman cara Pembuatan Obat Tradisional

    yang Baik. Badan Pusat Statistik, 2006. Berita Resmi Statistik No. 47 / IX / 1 September 2006. Badan Pusat Statistik, 2007. Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia, BPS, Jakarta. Bailey, Diana M. 2003. Research for the Health Proffesional. Philadelphia : FA Davis

    Company.

    Chandrasekar, F.1996, Penggunaan pankreas tikus terisolasi dalam uji aktivitas ekstrak

    sambiloto, Andrographis paniculata Nees (Acanthaceae) terhadap sekresi

    insulin. Tugas Akhir: Jurusan Farmasi FMIPA ITB. Bandung (1996). Charles Saerang, Mahalul Azam. 2005. Uji Pre Klinik (Toksisitas dan Khasiat) Ekstrak

    Angsana, Pare, Buncis dan Sambiloto untuk menurunkan gula darah. PT.

    Nyonya Meneer-BBPT.

    Dawson, Beth. 2000. Basic & Clinical Biostatistics. Singapore : McGraw Hill.

    Departemen Kesehatan RI 1979, Materia Medika III, 20-25 (1979). Depkes RI. 1990. Peraturan Mentri Kesehatan RI No. 246/Menkes/Per/V/1990 tentang

    Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional.

  • 24

    Elin Yulinah, Sukrasno*) dan Muna Anom Fitri 2001Aktivitas Antidiabetika Ekstrak Etanol Herba Sambiloto (Andrographis paniculata Nees (Acanthaceae), JMS Vol

    6,hal 13-20 April 2001

    Fellows, L .1992 Efficacy of Some Oral Hypoglycaemic Agents. The Lancet, 339, 130.

    Herawati ,N. C. Soegiarso,Anna Setiadi Rant ; 2001 Pengaruh Ekstrak Etanol Buah Paria (Momordica charantia L.) terhadap Kadar Glukosa Darah Mencit . Sekolah Farmasi ITB. http://bahan-alam.fa.itb.ac.id

    Kelompok Kerja Ilmiah Phytomedica 1993, Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik, Yayasan Pengembangan dan Pemanfaatan Obat Bahan Alam, Jakarta, 15-17 (1993).

    Lubis, C. P., 2004. Implementasi Tri Darma Perguruan Tinggi dalam Mendukung

    Disiplin Nasional, e-USU Repository, Medan.

    M. Masjhoer, 2001Uji Klinik Ekstrak Etanol Terstandarisasi dari Campuran Herba

    Sambiloto (Andrograhis aniculata) dan Daun Salam (Syzigium

    polyantha)sebagai Anti Diabetes, Warta Litbangkes vol V 2001

    Padmawinata, K. 1995. Potensi, Peluang dan Kendala Pengembangan Agroindustri

    Tanaman Obat. BALITRO.

    PERKENI. 2002. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia, 1-39,

    PB.PERKENI, Jakarta

    Santoso, S.O. 1993. Perkembangan Obat Tradisional dan Ilmu Kedokteran di Indonesia

    dan Upaya Pengembangannya sebagai Obat Alternatif, Pidato Pengukuhan pada

    Upacara Penerima Jabatan sebagai Guru Besar dan Farmakologi pada Fakultas

    Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 4 September 1993.

    Sidik . 1998. Perkembangan Pemanfaatan Tumbuhan Obat di Indonesia. Makalah

    seminar pengobatan tradisional, FK Unpad.

    Sjamsuhidayat, S.S. 1996. Keterpaduan Pihak-pihak Terkait Dalam Pengembangan

    Agro Industri Tanaman Obat. Prosiding Forum Konsultasi Strategi dan

    Pengembangan Agro Industri Tanaman Obat, Balai Penelitian Tanaman Rempah

    dan Obat, Bogor.

    Soedigdo, P., Kurniasari, A.A., Kiao, T.L. & S. Soedigdo,1972 Penghambatan Respirasi

    Jaringan Oleh Ekstrak daun Sambiloto, Andrographis paniculata Nees, Proceeding Seminar Nasional : ITB, 6:4, 127-132 (1972)

    Soediro Soetarno, Elin Yulinah Sukandar, Sukrasno dan Agung Yuwono 1999, Aktivitas

    Hipoglisemik Ekstrak Herba Sambiloto (Andrographis paniculata Nees,

    Acanthaceae), JMS Vol. 4 No. 2, Oktober 1999

    Soetarno, S., Sukandar, E.Y., Sukrasno & Yuwono, A.,1999 Aktivitas Hipoglisemik

    Ekstrak Herba Sambiloto (Andrographis paniculata Nees, Acanthaceae), J.M.S., 4:2, 62-69 (1999)

    Sudigdo Sastroasmoro. 2002. Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta : CV Sagung Seto :

    2002.

    Sukandar, E.Y. 2004. Tren dan Paradigma Dunia Farmasi : Industri-Klinik-Teknologi

    Kesehatan. Orasi Ilmiah Dies Natalis ITB ke 45, ITB, Bandung.

    Wijesekera, R. O. B 1991. Plant-Derived Medicines and Their Role in Global Health in

    the Medicine Plant Industry, Wijesekera (Ed), CRC Press, Inc., Florida

    Yuliani, S., 2001, Prospek Pengembangan Obat Tradisional Menjadi Obat Fitofarmaka.

    Jurnal Litbang Pertanian, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor.