Pengembangan Obat Herbal Terstandar Anti Hipertensi

12
1 PENGEMBANGAN OBAT HERBAL TERSTANDAR ANTI HIPERTENSI Dyah Iswantini Pradono 1) , Chaidir 2) , Kosasih 3) , Nurliani Barmawie 4) , Rudi Heryanto 1) Latifah KD 1) , Min Rahminiwati 1) , Edy Djauhari 1) , 1 Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB Jl Taman Kencana No. 3 Bogor, Telepon (0251) 8352136 e-Mail : [email protected] 2 Pusat Teknologi Farmasi & Medika BPPT 3 PT Indofarma 4 Balai Penelitian Tanaman Rempah Dan Aromatik (Balittro) Jakarta, 7 - 8 November 2013 ABSTRAK Kecenderungan kembali ke alam bagi Industri farmasi dan masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia, tingginya impor obat di Indonesia, tingginya kekayaan alam kita, pasa obat herbal yang menjanjikan dan semakin meningkatnya penderita penyakit degeneratif seperti hipertensi, hiperurisemia/gout, dan hiperkolesterolemia/ hiperlipidemia mendorong untuk menemukan suatu formula herbal terstandar untuk mengobati penyakit degeratif tersebut. Penyakit Darah Tinggi atau Hipertensi, adalah salah satu jenis penyakit pembunuh paling dahsyat di dunia saat ini. Sampai saat ini belum ditemukan obat herbal terstandar hipertensi dengan menggunakan tanaman obat Indonesia yang teruji secara ilmiah, aman dikonsumsi dan mempunyai keterjaminan penyediaan bahan baku yang terstandar dan berkualitas dengan proses penyediaan ekstrak dan formula yang terstandarisasi. Hasil penelitian anti hipertensis sebelumnya telah memperoleh penghargaan dari Kemenristek bekerjasama BIC sebagai salah satu “ 103 Inovasi Paling Prospektif Indonesia” pada tahun 2011. Maka, sangat penting untuk melanjutkan penelitian ini untuk menemukan formula obat anti hipertensi berbasis pegagan yang teruji secara preklinik yang didahului dengan pemantaban formulasi secara in vitro, dilanjutkan uji keamanan formula, dilengkapi dengan teknik standarisasi ekstrak penyusun formula. Standarisasi bahan baku juga dilakukan untuk menjamin ketersediaan bahan baku yang berkualitas dan terstandar. Hasil penelitian-penelitian tahun I (2013) sampai saat ini adalah telah dihasilkan formula ekstrak air untuk sediaan minuman kesehatan antihipertensi yang telah teruji secara in vitro dan selanjutnya akan diuji toksisitas akutnya serta uji preklinik. Penentuan teknologi pasca panen, pengembangan teknik Quality Control, standarisasi ekstrak penyusun formula, modifikasi proses ekstraksi air dan optimasinya skala lab serta optimasi proses pengeringan ekstrak air telah dilakukan. Secara bersamaan telah dilakukan skrining kandidat aksesi dengan kandungan flavonoid tinggi, produksi bahan baku berbasis bahan aktif,hal ini untuk menjamin konsistensi khasiat bila formula anti hipertensi ini diproduksi. Studi kelayakan pasar juga telah dilakukan oleh PT Indofarma sebagai industri yang akan memproduksi produk dari hasil penelitian ini. Kata kunci: Obat Herbal Terstandar anti hipertensi, pegagan (Centella asiatica (L.) Urban), standarisasi ekstrak, st`andarisasi bahan baku.

description

herbal

Transcript of Pengembangan Obat Herbal Terstandar Anti Hipertensi

Page 1: Pengembangan Obat Herbal Terstandar Anti Hipertensi

1

PENGEMBANGAN OBAT HERBAL TERSTANDAR ANTI HIPERTENSI

Dyah Iswantini Pradono1)

, Chaidir2)

, Kosasih3)

, Nurliani Barmawie4)

, Rudi Heryanto1)

Latifah KD1)

, Min Rahminiwati1)

, Edy Djauhari1)

,

1Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB

Jl Taman Kencana No. 3 Bogor,

Telepon (0251) 8352136

e-Mail : [email protected] 2Pusat Teknologi Farmasi & Medika – BPPT

3PT Indofarma

4Balai Penelitian Tanaman Rempah Dan Aromatik (Balittro)

Jakarta, 7 - 8 November 2013

ABSTRAK

Kecenderungan kembali ke alam bagi Industri farmasi dan masyarakat baik di Indonesia maupun di

dunia, tingginya impor obat di Indonesia, tingginya kekayaan alam kita, pasa obat herbal yang

menjanjikan dan semakin meningkatnya penderita penyakit degeneratif seperti hipertensi,

hiperurisemia/gout, dan hiperkolesterolemia/ hiperlipidemia mendorong untuk menemukan suatu

formula herbal terstandar untuk mengobati penyakit degeratif tersebut. Penyakit Darah Tinggi atau

Hipertensi, adalah salah satu jenis penyakit pembunuh paling dahsyat di dunia saat ini. Sampai saat ini

belum ditemukan obat herbal terstandar hipertensi dengan menggunakan tanaman obat Indonesia yang

teruji secara ilmiah, aman dikonsumsi dan mempunyai keterjaminan penyediaan bahan baku yang

terstandar dan berkualitas dengan proses penyediaan ekstrak dan formula yang terstandarisasi. Hasil

penelitian anti hipertensis sebelumnya telah memperoleh penghargaan dari Kemenristek bekerjasama

BIC sebagai salah satu “ 103 Inovasi Paling Prospektif Indonesia” pada tahun 2011. Maka, sangat

penting untuk melanjutkan penelitian ini untuk menemukan formula obat anti hipertensi berbasis

pegagan yang teruji secara preklinik yang didahului dengan pemantaban formulasi secara in vitro,

dilanjutkan uji keamanan formula, dilengkapi dengan teknik standarisasi ekstrak penyusun formula.

Standarisasi bahan baku juga dilakukan untuk menjamin ketersediaan bahan baku yang berkualitas dan

terstandar. Hasil penelitian-penelitian tahun I (2013) sampai saat ini adalah telah dihasilkan formula

ekstrak air untuk sediaan minuman kesehatan antihipertensi yang telah teruji secara in vitro dan

selanjutnya akan diuji toksisitas akutnya serta uji preklinik. Penentuan teknologi pasca panen,

pengembangan teknik Quality Control, standarisasi ekstrak penyusun formula, modifikasi proses

ekstraksi air dan optimasinya skala lab serta optimasi proses pengeringan ekstrak air telah dilakukan.

Secara bersamaan telah dilakukan skrining kandidat aksesi dengan kandungan flavonoid tinggi, produksi

bahan baku berbasis bahan aktif,hal ini untuk menjamin konsistensi khasiat bila formula anti hipertensi

ini diproduksi. Studi kelayakan pasar juga telah dilakukan oleh PT Indofarma sebagai industri yang akan

memproduksi produk dari hasil penelitian ini.

Kata kunci: Obat Herbal Terstandar anti hipertensi, pegagan (Centella asiatica (L.) Urban),

standarisasi ekstrak, st`andarisasi bahan baku.

Page 2: Pengembangan Obat Herbal Terstandar Anti Hipertensi

2

I. PENDAHULUAN

Penyakit Darah Tinggi atau Hipertensi

seringkali disebut sebagai Silent Killer karena

sering muncul tanpa gejala. Menurut WHO,

penderita hipertensi di dunia mencapai 976 juta

orang atau 26,4 % penduduk dunia dan di

Indonesia mencapai 28,6 %. Bahkan, diperkirakan

jumlah penderita hipertensi akan meningkat

menjadi 1,6 milyar menjelang tahun 2025.

Menurut Departemen Kesehatan, hipertensi adalah

penyebab kematian terbanyak kedua (6,8%) setelah

stroke (15,4%). Secara umum, hipertensi

merupakan suatu keadaan tanpa gejala, tekanan

yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan

meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma,

gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan

ginjal. Fenomena saat ini menunjukkan bahwa

semakin banyak konsumen yang cenderung

kembali ke alam, back to nature, termasuk dalam

penggunaan obat. Salah satu obat tradisional yang

penggunaannya terus meningkat di tengah

masyarakat adalah jamu penurun tekanan darah.

Pada Riset Kesehatan Dasar 2010

(RISKESDAS 2010), diperoleh gambaran bahwa

secara nasional, sebanyak 59,12% penduduk

Indonesia pernah mengkonsumsi jamu, yang

merupakan gabungan dari data kebiasaan

mengkonsumsi jamu setiap hari (4,36%) (a),

kadangkadang (45,03%) (b), dan tidak

mengkonsumsi jamu, tapi sebelumnya pernah

(9,73%), dan (c). Saat ini telah banyak dilakukan

penelitian untuk mendapatkan obat anti hipertensi

yang berasal dari tanaman obat. Secara empiris,

beberapa tanaman obat yang digunakan untuk

menurunkan tekanan darah, antara lain kumis

kucing [1], kacang [2], timun laut (Acaudina

molpadioidea) [3], kedelai fermentasi [4], alfalfa

(Medicago sativa) [5]. Obat hipertensi memiliki

beberapa mekanisme kerja seperti: sebagai

diuretik, beta blocker, alpha blocker, calcium

channel blocker dan inhibitor ACE. Salah satu cara

untuk menangani hipertensi adalah dengan

menggunakan obat atau tanaman obat yang

berfungsi sebagai inhibitor ACE.

Penelitian tentang anti hipertensi dengan

pendekatan kemampuan penghambatan terhadap

ACE menggunakan tanaman herbal telah

dilakukan. Dalam penelitiannya menunjukkan

bahwa pegagan mempunyai kemampuan

penghambatan yang paling baik dan hasil

penelitian Muangnoi et.al. 2009 menunjukkan

bahwa ekstrak etanol pegagan yang berasal dari

Thailand dapat menghambat aktivitas ACE dengan

IC50 yang cukup kecil. Pada umumnya senyawa

bioaktif yang memiliki kemampuan penghambatan

aktivitas ACE adalah senyawa golongan flavonoid.

Namun demikian, sampai saat ini belum ditemukan

obat hipertensi dengan menggunakan tanaman obat

Indonesia yang teruji secara ilmiah baik secara in

vitro maupun preklinik (in vivo) dengan

pendekatan mekanisme kerjanya sebagai inhibitor

ACE.

Hasil penelitian-penelitian PSB IPB telah

menghasilkan kandidat formula anti hipertensi

yang teruji secara in vitro dapat menghambat

aktivitas ACE (87 %) melebihi kaptopril sebagai

kontrol positif (68 %), formula ini terdiri dari

ekstrak pegagan, kumis kucing dan sambiloto [6].

Hasil ini telah dilengkapi dengan usaha

menemukan teknik budidaya pegagan berbasis

bahan aktif sebagai anti hipertensi (flavonoid).

Melalui kerjasama riset antara BPPT dan PT

Indofarma dalam pengembangan ekstrak terstandar

dengan dana Insentif Riset Kemenristek 2010 dan

2011, BPPT telah melakukan optimasi proses

ekstrak terstandard lima tanaman unggulan yang

banyak digunakan dalam produk jamu, yaitu

Temulawak, Jahe, Kencur, Pegagan dan

Sambiloto. Metode yang digunakan adalah

kombinasi maserasi dan perkolasi, dengan tahapan

peningkatan skala proses (upscaling), dari skala

laboratorium menjadi skala pilot, dengan standar

mutu berdasarkan tingkat kandungan tertentu dari

satu atau lebih komponen kimia aktif dan sifat

farmasetik yang paling optimal. Pada tahun 2012

ini kelima ekstrak tersebut akan diproduksi pada

skala pilot plant bekerjasama dengan Direktorat

Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian

Kementerian Kesehan. Pengembangan pasar obat

herbal didalam negeri memang ditentukan oleh

kebijakan pemerintah untuk menerima sistem

pengobatan alternatif dan komplementer dalam

sistem pelayanan kesehatan formal. Mengacu pada

pengembangan obat herbal di negara-negara maju,

penelitian tentang obat alami harus terus

ditingkatkan kualitasnya sehingga produk-produk

obat herbal modern (OHT dan Fitofarmaka) dapat

memenuhi ketentuan evidence based medicine.

Penelitian dan berbagai metode tentang

produksi dan standardisasi bahan baku (simplisia

dan ekstrak), kepastian khasiat dan jaminan

keamanan melalui uji pre kilinik in vitro dan in

vivo perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan.

Pada dasarnya pengembangan Fitofarmaka akan

Page 3: Pengembangan Obat Herbal Terstandar Anti Hipertensi

3

tergantung pada ketersediaan ekstrak spesial yang

dilindungi paten dan telah terbukti khasiat dan

keamanannya melalui uji klinik, seperti

pengembangan ekstrak Gingko biloba, Egb 761

(Blume et.al. 1996 dan Ernst et.al. 1999).

Permasalahan dalam pengembangan obat herbal

antara lain adalah keterbatasan bahan baku dan

mutu yang tidak memenuhi syarat sehingga

keamanan dan khasiat obat herbal yang dihasilkan

tidak terjamin. Untuk mengatasi masalah tersebut

perlu dilakukan budidaya berkelanjutan dengan

menggunakan benih unggul yang memiliki

produksi biomasa dengan kandungan senyawa

aktif yang sesuai dengan persyaratan dan teknik

budidaya yang mampu menyediakan bahan baku

bermutu dan berkelanjutan. Keberhasilan perakitan

varietas unggul ditentukan oleh ketersediaan bahan

genetik dengan keragaman genetik yang luas. Tim

Balittro telah memperoleh 11 nomor aksesi

sambiloto yang berasal dari berbagai daerah

terutama di Jateng (Karanganyar, Sukoharjo,

Bantul) dan Jabar (Bogor dan Bandung) namun

memiliki keragaman fenotipik yang rendah.

Seleksi terhadap biomasa dan kandungan senyawa

aktif andrografolide dari koleksi tersebut diperoleh

satu varietas unggul Eksplorasi yang dilakukan

bersama dengan BPPT terkumpul sekitar 30 nomor

aksesi yang secara morfologi dan kandungan

senyawa andrografolide tidak berbeda. Seluruh

aksesi tersebut fokus evaluasinya diarahkan pada

senyawa akitf andrografolid yang dipanen dari

daun dan ranting sehingga belum diketahui tentang

potensi kandungan senyawa flavonoidnya.

Perkembangan penelitian dan

perekayasaan di bidang obat herbal telah mendapat

perhatian selama dekade belakangan ini,

khususnya setelah BPOM mengeluarkan regulasi

tentang penggolongan dan pendaftaran obat alami

di Indonesia, yaitu Jamu, Obat Herbal Terstandar

(OHT) dan Fitofarmaka. Hasil-hasil penelitian dari

berbagai lembaga penelitian, perguruan tinggi dan

industri telah menghasilkan hingga saat ini 6

produk Fitofarmaka dan 38 Obat Herbal

Terstandar. Namun demikian, produk-produk

tersebut belum sepenuhnya diterima oleh sistem

pelayanan kesehatan formal, sehingga masih dijual

sebagai produk bebas dalam lingkup swamedikasi

dan bersaing dengan produk-produk jamu yang

telah lama menguasai pasar kesehatan

swamedikasi.

Berdasarkan pentingnya menemukan obat

hipertensi yang teruji secara ilmiah dan aman

dikonsumsi disertai teknik budidaya yang tepat

untuk meningkatkan bahan aktif (flavonoid) yang

berperan sebagai anti hipertensi serta hasil-hasil

penelitian kami sebelumnya, maka sangatlah

penting untuk melanjutkan penelitian ini untuk

menemukan formula obat anti hipertensi berbasis

pegagan yang teruji secara preklinik, aman

dikonsumsi, diketahui mekanisme kerjanya dan

dilengkapi dengan standarisasi ekstrak penyusun

formula serta senyawa aktif penyusun formulanya.

Untuk menjamin keajegan penyediaan bahan baku

yang terstandar dan berkualitas maka perlu

dilakukan penyediaan bibit unggul dan pencarian

teknik budidayanya yang tepat berbasis flavonoid

terhadap tanaman obat penyusun anti hipertensi

yaitu: Sambiloto, Kumis Kucing dan Tempuyung.

Sehingga akan dihasilkan produk Obat Herbal

Terstandar anti hipertensi yang siap didaftarkan

karena telah memenuhi persyaratan yang telah

ditetapkan oleh BPOM. Sebuah Konsorsium Obat

Herbal Untuk Penyakit Degeneratif telah

dibentuk dengan melibatkan perguruan tinggi (PSB

IPB), lembaga penelitian (BPPT dan Balittro) dan

industri (PT Indofarma). Maka, sangat tepat bila

Konsorsium ini dapat bekerjasama secara sinergis

untuk merealisasikan dihasilkannya Obat Herbal

Terstandar yang berkhasiat tinggi sebagai anti

hipertensi.

Untuk mengetahui aspek kebaruan dari

penelitian yang akan dilakukan, dilakukan

penelusuran dokumen paten pada situs

www.uspto.gov (situs Kantor Paten Amerika).

Hasil penelusuran menunjukkan telah terdapat

paten mengenai senyawa-senyawa flavonoid yang

digunakan sebagai anti hipertensi, diantaranya

kuersetin [7], dan flavonol glikosida [8]. Paten

mengenai aplikasi pegagan juga ditemukan,

penggunaan komponen bioaktif peagagan, asam

asiatat, digunakan untuk pengobatan fibrosis

pulmonary [9]. Namun, dari paten-paten yang

ditemukan, tidak terdapat paten mengenai aplikasi

senyawa flavonoid yang berasal dari pegagan

(Centella asiatica), kumis kucing, sambiloto dan

tempuyung baik dalam komposisi tunggal maupun

gabungan sebagai anti hipertensi melalui

mekanisme penghambatan terhadap ACE.

II. METODE

Penelitian untuk mempercepat dihasilkannya

dan diproduksinya produk Obat Herbal Terstandar

anti hipertensi ini akan dilakukan selain melalui

kerjasama antara peneliti dengan industri (PT

Page 4: Pengembangan Obat Herbal Terstandar Anti Hipertensi

4

Indofarma) sebagai penyedia Obat Herbal

Terstandar dan komersialisasinya, tetapi juga akan

mengikutsertakan petani dalam menyediakan dan

menyuplai bahan baku standar yang berkualitas

yang kesemuanya ini akan berlangsung secara

berkelanjutan. Sehingga penelitian ini bermanfaat

dalam meningkatkan kesejahteraan petani

tanaman obat. Sehingga kerjasama yang sinergis

dan berkelanjutan antara petani, industri, peneliti,

dan perguruan tinggi (anggota Konsosrsium Obat

Herbal untuk Penyakit degeneratif) dapat diperoleh

dari hasil penelitian ini. Selain itu dari penelitian

ini juga akan diperoleh HaKI dan publikasi sebagai

modal berharga dalam pengembangan ilmu di

Indonesia dan untuk meningkatkan posisi tawar

Indonesia di dunia.

Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan

Sistem Inovasi Nasional sehingga dapat

meningkatkan diseminasi hasil-hasil penelitian dan

peningkatan kapasitas adopsi kalangan industri

atas hasil-hasil penelitian maka semakin banyak

hasil-hasil penelitian dapat segera dibawa ke pasar

dan bermanfaat bagi pembangunan kesehatan

nasional.

Tahapan penelitian yang telah dan sedang

dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Pemantaban formulasi anti hipertensi

secara in vitro, dilanjutkan uji khasiat

formula secara preklinik menggunakan

hewan coba, uji toksisitas akut, serta uji

standarisasi dan stabilitas ekstrak

penyusun formula.

2. Dilaksanakannya modifikasi proses

ekstraksi menggunakan pelarut air dengan

metode maserasi dan reperkolasi herba

Pegagan, Kumis Kucing dan Tempuyung

(skala lab), karakterisasi dan standarisasi

ekstrak. Selanjutnya dilakukan optimasi

dan karakterisasi fraksinasi ekstrak total

terpilih. Juga dilakukan optimasi dan

karakterisasi ekstrak air dengan metode

infusa, dekok dan perasan. Proses optimasi

dilakukan dengan melihat pengaruh

komposisi pelarut, waktu ekstraksi dan

nisbah bahan-pelarut. Parameter spesifik

yang diamati adalah rendemen dan

kandungan senyawa aktif/flavonoid total.

Selanjutnya dilakukan kajian formulasi

ekstrak kering dengan penambahan

berbagai bahan pengisi (filler), untuk

memperoleh hasil akhir berupa bahan baku

ekstrak kering.

3. Usaha menjamin penyediaan bahan baku

berkualitas dan terstandar dari tanaman

obat penyusun formula anti hipertensi.

Penelitian tahun I ini meliputi: skrining

kandidat aksesi dengan kandungan

flavonoid tinggi, produksi bahan baku

dengan melakukan studi kecukupan hara

dengan pemanfaatan FMA dan pupuk

organik terhadap produksi biomas dan

flavonoid pada tempuyung dan kumis

kucing, hal ini untuk menjamin konsistensi

khasiat bila formula anti hipertensi ini

diproduksi.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan melalui

pendekatan Sistem Inovasi Nasional sehingga

dapat meningkatkan diseminasi hasil-hasil

penelitian dan peningkatan kapasitas adopsi

kalangan industri atas hasil-hasil penelitian maka

semakin banyak hasil-hasil penelitian dapat segera

dibawa ke pasar dan bermanfaat bagi

pembangunan kesehatan nasional. Konsorsium

Obat Herbal Terstandar Untuk Penyakit

Degeneratif terdiri dari 4 anggota konsorsium

yaitu: IPB, BPPT, PT Indofarma dan Balittro.

Setiap anggota konsorsium mempunyai tugas

masing-masing dalam melaksanakan penelitian ini

dalam beberapa WBS (Work Breakdown

Structure). IPB dibagi dalam 3 WBS dan 3 anggota

konsorsium lainnya masing-masing mempunyai 1

WBS.

Tahapan penelitian yang telah dilakukan oleh

setiap WBS adalah sebagai berikut:

1. WBS-1 (Budidaya-Balittro)

Rincian kegiatan yang telah dan sedang

dilaksanakan di tahun I (2013) adalah sebagai

berikut:.

a. Skrining kandidat aksesi kumis kucing dan

tempuyung dengan kadar flavonoid tinggi.

b. Studi kecukupan hara NPK kumis kucing

terhadap kandungan flavonoid.

c. Produksi bahan baku untuk formula anti

hipertensi berbasis pegagan.

Hasil penelitian yang telah dilakukan sampai

saat ini adalah sebagai berikut:

a. Skrining Kandidat Aksesi Dengan Kadar

Flavonoid Tinggi

Enam aksesi kumis kucing (A,B,C,D,E dan F)

yang ditanam di KP. Cicurug Sukabumi

menunjukkan potensi produksi tinggi di panen untuk

Page 5: Pengembangan Obat Herbal Terstandar Anti Hipertensi

5

bahan skrining kandungan flavonoid. Ke enam

aksesi dipanen kemudian hasil panen terna di sortir

dan dibersihkan dari kotoran lalu dikeringkan

dengan oven pada suhu 50o C selama dua hari. Ke

enam aksesi merupakan nomor harapan hasil seleksi.

Selain kumis kucing telah dikirim empat aksesi

tempuyung yang berasal dari KP. Manoko, Bandung

(satu aksesi), Bogor (dua aksesi) dan Sukabumi (satu

aksesi). Analisis kadar flavonoid dilakukan terhadap

semua pegagan, aksesi kumis kucing dan tempuyung

tersebut untuk emnentukan kadar flavonoid tertinggi

yang nantinya akan digunakan untuk pengujian

selanjutnya. Kadar tertinggi dan biomassa yang

besar yang dipilih untuk bahan baku formula

antihipertensi dan akan digunakan untyk pengujian

selanjutnya. (Data tidak ditunjukkan).

b. Studi Kecukupan Hara dengan pemanfaatan

FMA dan pupuk organik terhadap Produksi

biomas dan Flavonoid pada Tempuyung.

Kegiatan penelitian dilaksanakan di KP.

Manoko, Lembang. Kegiatan dimulai dengan

persiapan benih dari pohon induk yang disipakan

di KP. Manoko Setelah dilakukan pembibitan

selama sekitar 2 bulan di rumah kaca, penanaman

dilakukan di lapangan bersamaan dengan aplikasi

propagul FMA (300 spora/tan). Pada awal

pertumbuhan sampai tanaman berumur 1 bulan,

keragaan tanaman terlihat baik. Bersamaan

dengan perkembangan pertumbuhan tanaman,

kondisi cuaca sangat tidak mendukung dengan

hujan yang terus menerus. Tanaman kemudian

terserang jamur karat, muncul bercak-bercak

kuning diseluruh bagian daun tempuyung. Untuk

mengatasi penyakit tersebut disemprot dengan

ASIMBO yang merupakan pestisida nabati. Dalam

waktu 2 minggu tanaman terserang jamur karat

secara merata, sehingga aplikasi pestisida nabati

yang sudah diberikan kurang berpengaruh terhadap

perkembangan jamur. Tanaman daunnya

berangsur mengering, menghitam dan mati.

b. Studi kecukupan hara NPK kumis kucing

terhadap kandungan flavonoid.

Gambar 1. Pertumbuhan kumis kucing umur 3

bulan setelah tanam di KP Manoko, Lembang.

Hasil bobot segar dan kering menunjukkan bahwa

dosis pemupukan tidak menunjukkan perbedaan

pada kedua aksesi. Kemungkinan dosis yang

digunakan belum mencapai dosis pupuk yang

sesuai dengan kebutuhan tanaman. Aksesi B juga

menunjukkan keunggulan dari aksesi A untuk

parameter bobot segar dan bobot kering tanaman

(Gambar 2).

Page 6: Pengembangan Obat Herbal Terstandar Anti Hipertensi

6

Gambar 2. Rata-rata tinggi tanaman (atas), jumlah

cabang (tengah) dan lebar kanopi (bawah), dua

aksesi kumis kucing (A dan B) pada berbagai

perlakuan pemupukan NPK (P1-4), pada 3 BST di

KP. Manoko, Lembang (1200 m dpl.).

Bobot segar aksesi B lebih tinggi dari aksesi A,

pada semua perlakuan pemupukan NPK. Namun

tidak berbeda untuk masing-masing perlakuan

pupuk. Demikian juga untuk bobot kering (Gambar

8). Aksesi B, dengan tipe pertumbuhan melebar,

memiliki jumlah cabang lebih banyak

dibandingkan dengan aksesi A, sehingga

berpengaruh terhadap produksi biomas segar dan

kering (simplisia).

c. Produksi bahan baku untuk formula

anti hipertensi berbasis pegagan.

Pengujian in vitro dan in vivo terhadap formula

antihipertensi diperlukan bahan baku yang

berkualitas dalam jumlah yang cukup. Oleh sebab

itu disamping penelitian juga dilakukan

penanaman untuk memenuhi kebutuhan bahan

baku.

1. Kumis kucing

Penanaman kumis kucing untuk produksi bahan

baku telah dilakukan seluas 500 m2 di KP.Cicurug

Sukabumi. Luas areal ini cukup untuk memenuhi

kebutuhan karena rasio segar ke kering untuk

kumis kucing 5 (segar) berbanding 1, dari 5 kg

segar akan menghasilkan 1 kg simplisia. Panen

kumis telah dilakukan pada bulan Juli dan hasil

panen telah dikirimkan ke PS Biofarmaka IPB

untuk penanganan pasca panen. Untuk produksi

bahan baku kumis kucing, telah ditanam kumis

kucing seluas 500 m2 dan menghasilkan panen

segar pertama rata rata per petak 6.5 kg segar atau

total sebanyak 325 kg biomas segar/500 m2 yang

diperkirakan dapat menghasilkan sekitar 65 kg

simplisia kering per panen.

2. Tempuyung

Penanaman benih tempuyung telah dilakukan di

KP Manoko seluas 1000 m2. Perkembangan

tanaman sangat baik, namun pada bulan terjadi

serangan penyakit karat. Pengendalian penyakit

dengan pestisida nabati ASIMBO telah dilakukan,

namun serangan semakin parah dengan kondisi

curah hujan yang tinggi dan kelembaban tanah yang

tinggi sehingga tanaman menjadi layu dan kering.

Serangan penyakit diduga disebabkan oleh

cendawan Phytophthora, sampel tanaman sakit dan

tanah telah dikirim ke Laboratorium Fitopatologi

Balittro. Hasil analisis laboratorium terhadap contoh

tanaman dan tanah yang terserang penyakit,

menunjukkan bahwa patogen penyebab daun daun

menjadi layu menghitam dan kering seperti terbakar

bukan Phytophthora, tetapi kemungkinan patogen

lain atau penyebab lain yang belum teridentifikasi.

Untuk penanggalangan, seluruh tanaman terserang

dibongkar, lalu dibakar. Lahan bekas pertanaman

tanahnya dibolak balik agar kena sinar matahari dan

ditambahkan kaptan untuk meningkatkan pH tanah

dan untuk mengurangi populasi patogen tular tanah.

Penyemaian benih ulang dan penanaman ulang akan

dilakukan setelah benih siap ditanam.

3. Pegagan

Lokasi budidaya untuk produksi pegagan

dilaksanakan di KP. Manoko Lembang, Bandung.

Untuk kegiatan ini telah dilakukan penanaman.

Rasio segar ke simplisia kering pada pegagan 12:1,

sehingga untuk memenuhi kebutuhan bakan baku

untuk penelitian ditanam pegagan seluas 1000 m2

yang dibagi menjadi 50 petakan dengan lebar 1m.

Penanaman dilakukan dengan mengaplikasikan

pupuk organik dan pupuk hayati FMA. Hasil

panen pertama menggunakan arit mengasilkan 71

kg biomas segar/petak, sedangkan menggunakan

mesin hanya sekitar 40 kg segar/petak. Kapasitas

produksi biomas diperkirakan mencapai 2000 kg

per panen dengan mesin atau 3500 kg per panen

dengan arit setara dengan 290 kg simplisia kering.

Page 7: Pengembangan Obat Herbal Terstandar Anti Hipertensi

7

Gambar 3. Persemaian benih pegagan dalam

polybag di rumah kaca (atas) dan panen pegagan

(bawah)

2. WBS-2 (Penanganan Pasca panen- IPB)

WBS-2 bertugas melakukan penanganan pasca

panen dan menentukan metode yang terbaik untuk

menghasilkan simplisia terbaik kualitasnya.

Sampai saat ini masih terus dilakukan penelitian

penentuan penanganan pasca panen terbaik dari

hasil budidaya yang telah dilakukan oleh WBS-1.

Yang telah dan sedang dilakukan adalah:

Melakukan kegiatan penimbangan sampel dan

proses pencucian kumis kucing segar dengan 3

macam perlakuan pencucian yaitu pencucian

dengan air mengalir, pencucian dengan sistem

bacth 1 kali dan batch 3 kali. Perbandingan sampel

dan air pada sistem batch yaitu 1:20 (b/v). Masing-

masing sampel sebanyak 2 kg dengan air yang

digunakan pada sistem batch sebanyak 40 liter.

Sampel hasil pencucian disampling untuk

dianalisis. Untuk perlakuan pengeringan, semua

sampel dicuci dengan air mengalir, kemudian

ditiriskan, terdapat beberapa cara penirisan,

ditiriskan setengah hari, 1 hari, 2 hari, 3 hari dan

ada yang disimpan di refrigerator selama 3 hari.

Berat masing-masing sampel untuk perlakuan

pencucian dan pengeringan yaitu 2 kg, 3 kali

ulangan. Selanjutnya, dilakukan analisis

mikrobiologis dan kadar air seluruh sampel

perlakuan pencucian dan kontrol bahan baku/tanpa

pencucian, serta total fenol bahan baku kontrol.

Hasil menunjukkan bahwa teknik pencucian yang

paling baik untuk pencucian tanaman kumis kucing

yaitu dengan menggunakan air mengalir,

sedangkan untuk pencucian tanaman pegagan

menggunakan cara pencucian dalam wadah yang

diulang sebanyak 3 kali.

Pada saat pencucian, perlu diperhatikan kualitas

air yang digunakan untuk mencuci serta kebersihan

peralatan dan pelaku pencucian. Hal ini sangat

mempengaruhi kandungan mikroba pada tanaman

yang telah dicuci.

Teknik pengeringan yang paling baik untuk

pengeringan tanaman kumis kucing yaitu dengan

cara meniriskan terlebih dahulu kumis kucing yang

telah dicuci, penirisan dilakukan selama setengah

hari kemudian dilakukan pengeringan

menggunakan oven pada suhu 45 - 55°C. Teknik

pengeringan yang baik untuk pengeringan tanaman

pegagan yaitu dengan cara meniriskan terlebih

dahulu pegagan yang telah dicuci, penirisan

dilakukan selama satu hari kemudian dilakukan

pengeringan menggunakan oven pada suhu 45 -

55°C.

Jenis tanaman akan sangat mempengaruhi cara

pencucian dan pengeringan yang akan dipilih pada

proses pasca panen dalam rangka memperoleh

simplisia yang memiliki kualitas yang baik.

Tanaman pegagan yang baru saja dipanen banyak

mengandung tanah, sehingga proses pencucian

yang cukup baik yaitu dengan cara mencucinya

dalam wadah yang telah diisi air, kemudian

dilakukan pengulangan pencucian sebanyak 3 kali

(sistem bacth dengan 3 kali ulangan), dengan

memperhatikan perbandingan bahan yang dicuci

dan air dalam wadah yang digunakan untuk

pencucian. Tanaman kumis kucing, tidak banyak

mengandung tanah atau kotoran sehingga cukup

mencucinya dengan air mengalir.

Pegagan memiliki kadar air yang lebih tinggi

dibandingkan dengan kumis kucing, sehingga

proses penirisan yang sesuai adalah satu hari.

Waktu penirisan yang kurang dari satu hari, akan

Page 8: Pengembangan Obat Herbal Terstandar Anti Hipertensi

8

meningkatkan pertumbuhan mikroba akibat adanya

air yang tersisa pada rak-rak oven pengering,

sedangkan waktu penirisan yang lebih lama (lebih

dari 1 hari) juga akan mempercepat pertumbuhan

mikroba pada tanaman karena tidak memperoleh

pemanasan yang cepat.

3. WBS-3 (Ekstraksi- BPPT)

WBS-3 terdiri dari WBS-3.1 dan WBS-3.2. Hasil

dari kedua WBS-3 diuraikan dibawah ini.

WBS-1 (Ekstrak Kental).

Ekstrak Kental yang memiliki target diperolehnya

teknik ekstraksi skala laboratorium yang optimal

terhadap ekstrak penyusun formula anti hipertensi.

Untuk memenuhi target tersebut sampai saat ini

telah dilakukan beberapa kegiatan yang terdiri dari

:

a) Ekstraksi dengan pelarut air dan etanol

18 jenis simplisia kandidat penyusun

formula anti hipertensi. Parameter yang

diukur adalah rendemen ekstraksi dan

kadar total flavonoid. Ekstrak ini

selanjutnya akan diuji in vitro.

b) Ekstraksi dengan cara dekoksi, infusa

dan perasan simplisia pegagan, kumis

kucing dan tempuyung untuk

mengetahui proses terbaik ekstraksi

simplisia dengan pelarut air, serta

ekstraksi simplisia kumis kucing

dengan cara reperkolasi menggunakan

pelarut etanol 30%.

Hasil dari ekstraksi 18 simplisia dengan dua

metode beserta rendemen prosesnya dapat dilihat

pada gambar-6 dibawah ini. Pada grafik tersebut

bisa dilihat bahwa untuk proses infusa, kumis

kucing N (Nagrak), Tempuyung U (UKBB) dan

Pegagan B (Bogor) memiliki rendemen proses

ekstraksi terbesar dibanding simplisia lain sejenis.

Sementara itu untuk proses remaserasi

menggunakan etanol 30%, kumis kucing aksesi D,

Tempuyung MB (manoko B) dan Pegagan B

(Bogor) memiliki rendemen proses ekstraksi

terbesar disbanding simplisia lain sejenis. Hasil

yang diperoleh di atas belum bisa dijadikan acuan

untuk menentukan tanaman yang akan dipilih

sebagai kandidat penyusun formula anti hipertensi,

perlu dikonfirmasi dengan hasil pengujian in vitro

dan fitokimia.

Gambar 4. Grafik Rendemen Ekstrak Total 18

Simplisia Hasil Ekstraksi Secara Infusa dan

Remaserasi.

Telah dilakukan ekstraksi simplisia pegagan,

kumis kucing dan tempuyung dengan

menggunakan metode dekoksi, infusa dan perasan

untuk pelarut air, serta reperkolasi denganpelarut

etanol 30%. Pada metode dekoksi, simplisia

diekstraksi dengan cara yang sama dengan metode

infusa dengan menambahkan waktu ekstraksi

sampai dengan 30 menit terhitung sejak

tercapainya suhu 90oC. Sementara itu untuk

metode perasan, simplisia diekstrak dengan air

tanpa pemanasan menggunakan blender selama

kurang lebih 15 menit lalu disaring untuk

mendapatkan ekstrak cair. Data rendemen ekstrak

yang diperoleh dari ketiga metode tersebut bisa

dilihat pada tabel-1 di bawah ini:

Page 9: Pengembangan Obat Herbal Terstandar Anti Hipertensi

9

Tabel1. Rendemen Ekstrak hasil dekoksi, infusa

dan perasan

Ket :Dp : dalam proses pengerjaan

Dari tabel-1 di atas bisa dilihat bahwa rendemen

ekstrak hasil perasan jauh lebih sedikit

dibandingkan hasil infusa maupun dekoksi. Hal ini

bisa dijelaskan dengan adanya penggunaan panas

pada metode infusa dan dekoksi sehingga lebih

banyak metabolit yang terekstraksi.

Untuk pelarut etanol 30%, metode yang dilakukan

adalah reperkolasi dengan dua variable yaitu:

a. Nisbah simplisia pelarut : 1:10, 1:15

dan 1:20

b. Metode perendaman yang dilakukan :

1. Rendam 30 menit, sirkulasi 90

menit

2. Rendam 30 menit, sirkulasi 30

menit (Sebanyakdua kali)

3. Rendam 60 menit, sirkulasi 60

menit

WB-3.2 (Ekstrak Kering)

Pembuatan ekstrak kering menggunakan filler

tunggal

Ekstrak kental yang telah dibuat dengan Total

Solid (TS) 25 atau 50% ditimbang kurang lebih 1

gram, dikeringkan dengan cara menambahkan

filler sampai diperoleh ekstrak berbentuk massa

serbuk dan dicatat jumlah kebutuhan filler yang

digunakan. Massa ekstrak kemudian dikeringkan

dengan bantuan oven vaccum selama 24 jam.

Selanjutnya ekstrak kering dilakukan evaluasi

secara fisik, kadar air, sifat alir dan kandungan

senyawa golongan (total fenol). Hasil pengamatan

fisik, jumlah kebutuhan filler, kadar air dan kadar

total fenol dilakukan penilaian/scoring. Dua filler

dengan jumlah score tertinggi dilanjutkan untuk

optimasi pembuatan ekstrak kering dengan filler

campuran.

Pembuatan dan optimasi esktrak kering

menggunakan filler campuran

Berdasarkan data jumlah kebutuhan filler

terbaik hasil pembuatan ekstrak kering kemudian

dibuat desain dengan bantuan program Minitab.

Desain pembuatan dan optimasi dilakukan dengan

Box-Behnken menggunakan 3 faktorial dan 3

respon. Faktor yang digunakan yaitu ekstrak, filler

A dan B, sedangkan respon berupa kadar total

fenol, sifat alir dan kadar air. Berdasarkan hasil

desain dengan RSM diperoleh 15 formula.

Pembuatan ekstrak kering menggunakn filler

tunggal dilakukan dengan cara sebanyak 1 gram

ekstrak kental dikeringkan dengan cara

menambahkan filler A dan filler B sesuai formula.

Ekstrak kering yang didapatkan kemudian

dikeringkan dengan bantuan oven vacum selama

24 jam, kemudian dilakukan evaluasi fisik, kadar

air, sifat alir dan kadar total fenol.

Hasil evalusi ekstrak kering menggunakan filler

campuran dilakukan analisis dengan menggunakan

bantuan program MINITAB versi 14. Hasil

analisis berupa Contour Plot, Surface Plot dan

komposisi formula optimum berdasarkan target

yang diinginkan.

Standarisasi dan pembuatan ekstrak kering

herba pegagan

Standarisasi ekstrak kental herba pegagan

Standaridisasi ekstrak kental etanol 30% herba

pegagan dilakukan terhadap parameter spesifik dan

non spesifik.

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh

dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia

nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut

yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua

pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang

tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi

baku yang telah ditetapkan. Sedangkan definisi

ekstrak menurut FHI 2008 adalah sediaan kering,

kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia

nabati atau hewani menurut cara yang cocok,

diluar pengaruh cahaya matahari langsung.

Uji mutu ekstrak kental 3 tanaman obat

dilakukan guna mengetahui mutu produk ekstrak

sebelum digunakan lebih lanjut untuk bahan baku

NO Simplisia

Rendemenekstrak, %b/b

infusa dekoksi perasan

1 Pegagan

18.53 19.95 Dp

24.03 19.91 Dp

19.30 20.68 Dp

2 Kumis

kucing

23.15 19.72 8.28

21.00 17.12 8.86

21.48 16.45 8.26

3 Tempuyung

19.17 23.57 Dp

19.05 24.87 Dp

15.50 25.56 Dp

Page 10: Pengembangan Obat Herbal Terstandar Anti Hipertensi

10

ekstrak kering. Uji dilakukan melalui tahapan

standardisasi sesuai dengan ketentuan FHI dan

Monografi Ekstrak Tanaman Obat Indonesia.

Selain parameter identitias dan organoleptik,

parameter lain yang diuji adalah parameter

spesifik meliputi kadar senyawa larut air, kadar

senyawa larut etanol, kandungan senyawa marker

(total fenol). Sedangkan parameter nonspesifik

meliputi susut pengeringan, kadar air, kadar abu,

kadar sisa pelarut, dan cemaran logam berat.

Hasil pemeriksaan organoleptik dari ekstrak

etanol 30% herba pegagan berupa ekstrak kental,

berwarna coklat tua, berbau khas, dan rasa pahit.

Hasil pemeriksaan organoleptik sesuai dengan

persyaratan dalam FHI (Tabel tidak ditunjukkan)

Pemeriksaan susut pengeringan ekstrak kental

herba pegagan menunjukkan bahwa sisa bahan

yang mudah menguap/atsiri dan sisa pelarut

organik yang menguap dalam ekstrak kental herba

pegagan maksimal 18,44%.

Kadar air dalam ekstrak kental herba pegagan

diperoleh sebesar 2,12%. Penetapan kadar air

sangat penting ditetapkan untuk menjaga kualitas

ekstrak. Menurut FHI kadar air dalam ekstrak tidak

boleh lebih dari 10% . Hal ini bertujuan untuk

menghindari terjadinya pertumbuhan mikroba

(bakteri atau jamur), terjadinya reaksi

hidrolisis/penguraian oleh enzim yang

menyebabkan terjadinya perubahan spesifikasi

bahan dan penurunan kualitas produk. Hasil kadar

air menujukkan bahwa ekstrak kental herba

pegagan masih diatas persyaratan kadar air yang

ditetapkan.

Kadar abu total dan abu tidak larut asam ekstrak

kental herba pegagan masing-masing sebesar 7,64

dan 0,28%. Hasil ini menunjukkan bahwa sisa

anorganik yang terdapat dalam ekstrak etanol

herba pegagan sebesar 7,64%. Sisa senyawa

anorganik tidak larut asam sebesar 0,28%. Kadar

senyawa anorganik ini dapat berasal dari simplisia

dan pelarut yang digunakan pada saat ekstraksi.

Hasil pengujian ini sesuai dengan persyaratan FHI

yakni kadar abu total tidak lebih dari 16,6% dan

kadar abu tidak larut asam 0,7%.

Hasil analisis kadar cemaran logam berat ekstrak

etanol herba pegagan dengan parameter Hg, Pb, As

dan Cd masing-masing sebesar < 0,005; <0,040; <

0,003 dan < 0,005 mg/kg. Hasil analisis ini masih

memenuhi persayaratan yang telah ditentukan

untuk Pb < 10 mg/kg, As < 10 μg/kg dan Cd < 0,3

mg/kg.

WBS-4 (Uji in vitro, uji in vivo, uji toksisitas

akut-IPB)

73,80

18,5311,02

25,56

70,7761,6666,29

38,34

01020304050607080

% in

hib

isi

sampel

Gambar 5. Hasil uji in vitro ekstrak tunggal dan

ekstrak gabungan terhadap aktivitas ACE yang

dibandingkan dengan captopril sebagai kontrol

positif.

WBS-4 ini telah melakukan uji kandungan total

flavonoid, simplisia yang memiliki kadar flavonoid

tertinggi yang akan digunakan untuk uji in vitro.

Hasil uji in vitro dapat dilihat pada gambar 5:

Gambar 5 menunjukkan bahwa Ekstraksi tanaman

kumis kucing, pegagan, dan tempuyung dengan

pelarut air menghasilkan potensi aktivitas

antihipertensi dalam penghambatannya terhadap

enzim ACE secara in vitro. Semua ekstrak tunggal

kecuali ekstrak tempuyung dapat menghambat

aktivitas enzim ACE secara in vitro secara

signifikan bila dibandingkan dengan kaptopril,

dengan ekstrak pegagan mempunyai daya inhibisi

tertinggi sebesar 66,29 %. Daya inhibisi tersebut

diduga karena ekstrak tanaman-tanaman obat

tersebut mengandung senyawa flavonoid. Ekstrak

gabungan memiliki daya inihibisi yang sangat

tinggi yakni mencapai nilai 70.77 %. yang hampir

sama dengan daya inhibisi captopril sebagai

kontrol positif (73.80). Sehingga formula

gabungan ini sangat berpotensi untuk

dikembangkan sebagai obat antihipertensi.

Saat ini sedang dalam pelaksanaan uji toksisitas

akut dan uji preklinik Protokol uji toksisitas akut

sudah disetujui BPOM.

WBS-5 (Kendali Mutu Simplisia dan Esktrak-

IPB)

Kadar Air, Kadar Abu, dan Rendemen Ekstrak

Page 11: Pengembangan Obat Herbal Terstandar Anti Hipertensi

11

Penetapan kadar air dan kadar abu pada penelitian

ini dilakukan dengan metode gravimetri. Kadar air

dan abu hasil pengeringan sampel dari kelima

daerah telah memenuhi syarat maksimum yang

ditetapkan dalam FHI 2008, yaitu kurang dari

10%. Kadar air ini menunjukkan kandungan air

yang terkandung dalam bahan. Penetapan kadar air

dapat membantu menentukan bobot aktual bahan

dan digunakan dalam perhitungan rendemen

ekstrak. Semakin rendah kadar air, stabilitas bahan

semakin tinggi, dan kerusakan bahan semakin

rendah [10]. Kadar abu menunjukkan kandungan

mineral internal dan eksternal dalam bahan serta

terkait dengan kemurnian serta kontaminasi bahan.

Nilai kadar air, kadar abu, dan rendemen ekstrak

berbeda nyata (p<0.05) untuk beberapa daerah

tertentu (Gambar 6).

Kadar abu semakin rendah, kemungkinan terjadi

kontaminasi dari proses awal semakin kecil.

Semakin besar rendemen ekstrak, senyawa kimia

yang terambil dari simplisia semakin besar. Secara

umum, mutu dikatakan baik jika kadar air rendah,

kadar abu rendah, dan rendemen ekstrak tinggi.

Sampel yang memiliki kadar air terendah adalah

sampel dari daerah Nagrak dengan nilai berbeda

nyata dari sampel daerah lainnya. Sampel daerah

Cigombong memiliki kadar abu terendah yang

nilainya tidak terbedakan dengan sampel

Leuwiliang dan memiliki rendemen ekstrak

tertinggi dibandingkan daerah lainnya (Gambar 6).

Gambar 6. Kadar air, kadar abu, dan rendemen

ekstrak. Nilai ditampilkan dalam rataan sd. Nilai

ditandai (a-d) secara nyata berbeda (p<0.05)

Kandungan Senyawa Kimia dan Aktivitas

Antibakteri Ekstrak Daun Kumis Kucing

Analisis kandungan senyawa kimia dalam ekstrak

daun Kumis Kucing dilakukan terhadap kandungan

fenol total dan flavonoid total. Fenol merupakan

senyawa penting dalam Kumis Kucing karena

memiliki peranan penting sebagai antioksidan.

Sampel Nagrak berdasarkan hasil penelitian

memiliki kandungan fenol total tertinggi dan

berbeda nyata dengan sampel daerah lainnya

(Gambar 7), sedangkan untuk total flavonoid kadar

tertinggi dimiliki sampel Cimanggu, tetapi tidak

berbeda nyata dengan sampel Nagrak. Secara

umum, sampel Nagrak dan Cimanggu memiliki

mutu kandungan kimia lebih tinggi dari sampel

lain dan mutu terendah adalah sampel Pacet.

(a)

(b)

Gambar 7. Kadar (a) total fenol (b) dan total

flavonoid ekstrak sampel dari 5 daerah

Hubungan linier antara kadar fenol total dan

flavonoid total dalam sampel dapat dilihat dari

hasil uji korelasi pearson. Koefisien korelasi antara

fenol total dan flavonoid total bernilai 0.744

menunjukkan bahwa kandungan fenol total dan

flavonoid total berkorelasi positif dan cukup kuat.

Kandungan fenol total dalam sampel tinggi,

flavonoid total pun tinggi (Tabel 2).

Tabel 2. Analisis korelasi Pearson

Total fenol Total flavonoid

Total fenol 1

Total flavonoid 0.744 1

Nilai korelasi antara fenol dan flavonoid cukup

kuat. Hal itu dikarenakan sebagian besar flavonoid

termasuk senyawaan fenol, tetapi terdapat juga

turunan asam kafeat, tanin, dan senyawa lain

dalam sampel yang termasuk senyawaan fenol.

IV. KESIMPULAN

Page 12: Pengembangan Obat Herbal Terstandar Anti Hipertensi

12

Berdasarkan atas semua penelitian yang telah

dilakukan, maka dapat disimpulkan:

1. Skrining kandidat aksesi kumis kucing dan

tempuyung dengan kadar flavonoid tinggi

ditunjukkan oleh aksesi A untuk kumis

kucing dan aksesi Manoko berbunga untuk

tempuyung.

2. Studi kecukupan hara NPK pada kumis

kucing terhadap kandungan flavonoid,

menunjukkan bahwa pemupukan P dosis

P3 meningkatkan pertumbuhan (jumlah

cabang, lebar kanopi), bobot segar dan

kering pada aksesi A. Pada aksesi B,

pemupukan P tidak menunjukkan

pengaruh terhadap pertumbuhan dan

produksi.

3. Produksi bahan baku untuk formula anti

hipertensi berbasis pegagan. Bahan baku

formula anti hipertensi pegagan tersedia

seluas 1000 m2 dan mampu menghasilkan

biomas segar 4000 kg pada panen pertama.

4. Sudah diperoleh teknik pasca panen yang

tepat.

5. Telah diperoleh teknik standarisasi ekstrak

yang tepat dan optimum.

6. Telah diperoleh formula ekstrak anti

hipertensi yang mempunyai daya inhibisi

terhadap aktivitas ACE tinggi hampir sama

dengan daya inhibisi captopril sebagai

kontrol positif.

7. Sampel ekstrak daun kumis kucing dari 5

daerah berbeda berhasil dikelompokkan

berdasarkan hasil analisis PCA dan mutu

fisikokimianya. Pengelompokkan juga

dilakukan dengan PLSDA dan hampir

seluruh sampel dapat diprediksi

berdasarkan daerah asalnya.

V. DAFTAR PUSTAKA

[1] Matsubara et al. (1999), Antihypertensive

action Methyleriapariochromene a from

orthosipon aristatus, an Indonesian traditional

medicinal plant. Bioll.Pharm. Bull. Vol. 22,

No.10. pp 1083-1088.

[2] Guang C, Phillpis RD. (2009). Purification,

activity, and sequence of Angiotensin I

Converting Enzyme inhibitory peptide from

alcalase hydrolysate of peanut flour. J. Agric.

Food Chem. Vol.57. pp 10102-10106.

[3] Zhao Y. (2009). A novel ACE inhibitory

peptide isolated from Acaudina molpadioidea

hydrolysate”. Peptides Vol. 30. pp 1028-1033.

[4] Rho SJ, Lee J, Chung YI, Kim Y, Lee HG.

(2009). Purification and identification of an

angiotensin I-converting enzyme inhibitory

peptide from fermented soybean extract.

Process Biochemistry Vol.44. pp 490-493.

[5] Firdaous L et al. (2009). Concentration and

seective separationof bioactive peptide from

an alfalfa white protein hydrolysate by

electrodialysiswith ultrafiltration membranes.

J. Membrane Sci. Vol. 329. pp 60-67.

[6] Iswantini D, Trisilawati O, Rahminiwati M.

(2010). Formula Antihipertensi (> 60 %

Captopril) Dari Bahan Aktif Flavonoid

Pegagan, Tempuyung, Kumis Kucing Dan

Sambiloto Serta Budidaya Untuk

Meningkatkan Kandungan Flavonoid (> 1,5

%). Laporan akhir penelitian KKP3T.

[7] Jalili T, penemu, Trask Britt, Park City, UT.

23 Desember 2004. Quercetine

supplementation to treat hypertension. US

patent US 2004/0258674 A1.

[8] Verhoeyen ME, Wiseman SA, penemu,

Unilever Intelektual Property Group, South

Englewood, NJ. 8 Mei 2008. “Use of plants

with increased levels of flavonol glycosides in

reducing hypertension”. US patent US

2008/0107792 A1.

[9] Liu Y et al., penemu, Rosenbaum &

Associates, Northbrook, IL. 11 Januari 2007.

Application of asiatic acid and its derivatives

to treat pulmonary fibrosis. US patent US

2007/0010459 A1.

[10] Kunle OF, Egharevba HO, Ahmadu PO.

(2012). Standardization of Herbal Medicine -

A Review. International Journal of

Biodiversity and Conservation. Vol.4, No.3.

pp 101-112.