PENGARUH PERSEPSI POLA ASUH ORANG TUA DAN TIPE...
Transcript of PENGARUH PERSEPSI POLA ASUH ORANG TUA DAN TIPE...
i
PENGARUH PERSEPSI POLA ASUH ORANG TUA DAN TIPE
KEPRIBADIAN BIG FIVE TERHADAP KECERDASAN
EMOSI PADA REMAJA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Disusun Oleh :
Gian Sugianto
NIM : 1110070000068
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H / 2016 M
ii
iii
iv
v
MOTTO
Dalam Hidup Bukan Masalah Agama, Harta, Atau
Tahta, Tapi Yang Terpenting Ialah Bagaimana
Kau Beretika Karena Etika Yang Memberimu
Tempat Dihati Manusia Dan Menentukan
Derajat Di Sisi Tuhan Mu
Bapak
Persembahan
Skripsi ini ku persembahkan untuk bapak, ibu, adik,
dan calon keluarga kecilku yang tak pernah letih
menyertaiku dalam doanya
vi
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
(B) September 2015
(C) Gian Sugianto
(D) Pengaruh Persepsi Pola Asuh Orang Tua Dan Tipe Kepribadian Big Five
Terhadap Kecerdasan Emosi Pada Remaja
(E) xii + 106 halaman + 46 lampiran
(F) Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel persepsi pola
asuh orang tua (otoriter, otoritatif, permisif) dan variabel tipe kepribadian big
five (neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness,
conscientiousness) terhadap kecerdasan emosi pada remaja.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa STM Pangudi Rahayu Cijantung,
Jakarta Timur berjumlah 360 siswa dan sampel penelitian ini melibatkan
sebanyak 279 responden. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
teknik nonprobability sampling. Instrumen dalam penelitian ini adalah Skala
kecerdasan emosi yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan karakateristik
kecerdasan emosi menurut Goleman, Parental Authority Questionnaire (PAQ)
untuk mengukur pola asuh orang tua, dan Big Five Inventory (BFI) untuk
mengukur tipe kepribadian big five. Adapun metode pengujian analisis
konstruk menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA), sedangkan
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik regresi
berganda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan pada
persepsi pola asuh orang tua (otoriter, otoritatif, permisif) dan tipe kepribadian
big five (neuroticism, extraversion, openess to experience, agreeableness,
conscientiousness) terhadap kecerdasan emosi remaja. Terdapat satu variabel
independen yang signifikan mempengaruhi kecerdasan emosi yaitu variabel
pola asuh orang tua yaitu otoritatif.
Penulis berharap implikasi dari hasil penelitian ini, orang tua dapat
mengaplikasikan jenis pola asuh otoritatif dalam membimbing dan mendidik
anak.
(G) Bahan bacaan : 34; 9 buku +20 jurnal + 4 artikel internet + 1 tesis
vii
Abstract
(A) Faculty of Psychology
(B) September 2015
(C) Gian Sugianto
(D) Influence of perceived parenting styles and Big Five personality type on
Emotional Intelligence of adolescents
(E) xii + 106 pages + 9 attachments
(F) This study examined influence perceived parenting styles (authoritarian,
authoritative and permissive ) and the big five personality type (neuroticism,
extraversion, openness to experience, agreeableness, conscientiousness) on
Emotional Intelligence of adolescents.
The population in this study were students STM Pangudi Rahayu Cijantung ,
of east Jakarta, totaling 360 students and this study involves a sample of 279
respondents . The sampling technique used is the technique of nonprobability
sampling. Administered in this study is the emotional intelligence scale were
made by researchers based on specific characteristics according to Goleman's
emotional intelligence , Parental Authority Questionnaire ( PAQ ) to measure
parenting parents, and the Big Five Inventory ( BFI ) to measure the big five
personality types. The testing method of analysis constructs using
Confirmatory Factor Analysis ( CFA ) , while the data analysis used in this
study using multiple regression techniques.
The results showed that there was a significant effect on the perceived
parenting styles (authoritarian, authoritative, permissive ) and the big five
personality type (neuroticism, extraversion, openess to experience,
agreeableness, conscientiousness) of emotional intelligence on adolescent.
There is one independent variable that significantly affect the emotional
intelligence that is a variable pattern that is authoritative parenting.
The authors hope the implications of the results of this study , parents can
apply the kind of authoritative parenting in guiding and educating of
adolescents.
(G) References : 34; 9 book + 20 journal + 4 website + 1 thesis
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat,
rahmat, hidayah, dan kasih sayang yang diberikan-Nya kepada manusia sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan lancar dan tepat pada waktnunya.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita semua,
Rasulillah Muhammad SAW berikut keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah melibatkan banyak banyak pihak
yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langusng sehingga karya ini
terselesaikan dengan baik. Banyak sekali pelajaran dan hikmah yang penulis dapatkan
baik selama penyusunan skripsi, maupun selama kuliah di fakusltas psikologi. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan ribuan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.Si, Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Wakil Dekan Bidang Akademik
Dr. Abdul Rahman Shaleh, M.Si, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan
Dra. Diana Mutiah, M.Si dan Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum
Ikhwan Luthfi, M.Si yang telah memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini serta dalam rangka menciptakan lulusan yang berakhlak dan
berkualitas.
2. Drs. Akhmad Baidun, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan arahan, masukan, serta feedback kepada penulis sehingga penulis
dapat memperbaiki kekurangan dalam penulisan skripsi.
3. Dra. Diana Mutiah, M.Si selaku dosen pembimbing, yang secara bijaksana
dan kooperatif telah memberikan bimbingan, bantuan, dan dukungan baik
ix
secara moral maupun teknis. Dan telah memberikan semangat, dukungan,
dan motivasi selama penyusunan skripsi ini.
4. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan limpahan ilmu dan pelajaran yang tidak
ternilai kepada penulis.
5. Harliyana Chalik, S.Pd selaku kepala sekolah STM Pangudi Rahayu
Cijantung Jakarta Timur beserta staff dan jajarannya yang begitu baik,
memberikan motivasi dan segala bentuk dukungannya kepada peneliti
selama penyusunan skripsi ini.
6. Bapaku Tarnoto, Ibuku Damih tercinta yang telah berjuang untuk
memberikan semangat hidup kepada saya. Terimakasih atas segala do‟a,
restu dan harapannya kepada saya yang tak pernah lepas. Serta untuk adik
laki-laki ku Galuh yang selalu menjadi motivasi saya dalam melakukan
setiap pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Serta seluruh keluarga besarku
yang tak pernah putus memberikan dorongan, doa, cinta dan kasih
sayang yang tulus kepada penulis
7. Untuk semua keluarga besar Psikologi 2010, khususnya B‟2010, yang selalu
menghiasi hari-hari dan menjadi inspirasi penulis.
8. Sahabat terbaik yang banyak memberikan bantuan kepada penulis selama
perkuliahan Rifki (Nizam), Haris, Hilmi, Danar, Adit, Yulian, Bobby,
Didik, dan Deri.
9. Sahabat-sahabat Al-Badru Evan, Agung, Begeng, Kiting, Uwa, Bohay,
Susilo, Susan, Samty, Noe, dan Landa yang telah memberikan keceriaan dan
canda tawanya.
x
10. Alviani Wahyuni yang selalu ada untuk memberikan semangat dan
dukungannya, dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Teman seperjuangan dan seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu yang telah memberikan doa dan dukungan dalam penelitian ini.
Peneliti sadar bahwa penyususan skripsi ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif di
[email protected] penyusunan laporanyang lebih baik lagi.
Akhir kata, peneliti berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak terutama sahabat-sahabat Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, baik
sebagai bahan karya tulis berupa informasi, perbandingan maupun dasar untuk
penelitian materi lebih lanjut.
Wassalamu ’alaikum wr. wb
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. iv
MOTTO............................................................................................................ . v
ABSTRAK ......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiv
BAB 1PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
1.2 Rumusan dan Batasan Masalah .................................................................... 9
1.2.1 Pembatasan Masalah ........................................................................... 9
1.2.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 10
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 11
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 12
1.4.1 Manfaat Teoritis ................................................................................. 12
1.4.2 Manfaat Praktis .................................................................................. 12
1.5 Sistematika Penulisan ................................................................................... 13
BAB 2 KAJIAN TEORI ................................................................................... 15
2.1 Kecerdasan Emosi ........................................................................................ 15
2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosi ............................................................. 15
2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi ...................... 18
2.1.3 Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi ........................................................ 20
2.1.4 Pengukuran Kecerdasan Emosi ........................................................... 23
2.2 Persepsi Pola Asuh ....................................................................................... 24
2.2.1 Pengertian Persepsi.............................................................................. 24
2.2.2 Pengertin Persepsi Pola Asuh .............................................................. 25
2.2.3 Jenis-Jenis Pola Asuh .......................................................................... 26
2.2.4 Pengukuran Persepsi Pola Asuh .......................................................... 30
2.3 Kepribadian Big Five .................................................................................... 31
2.3.1 Pengertian Kepribadian Big Five ......................................................... 31
2.3.2 Dimensi Big Five Personality .............................................................. 32
2.3.3 Pengukuran Big Five Personality Trait ............................................... 35
2.4 Kerangka Berfikir ......................................................................................... 36
2.4.1 Pengaruh Persepsi Pola Asuh Terhadap Kecerdasan Emosi.............. 38
2.4.2 Pengaruh Big Five Terhadap Kecerdasan Emosi............................... 40
2.5 Hipotesis Penelitian ...................................................................................... 42
BAB 3 METODE PENELITIAN .................................................................... 44
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel..................................... 44
3.2 Variabel Penelitian ....................................................................................... 44
xii
3.3 Definisi Operasional Variabel ..................................................................... 45
3.4 Instrumen Pengumpulan Data ...................................................................... 47
3.5 Pengujian Validitas Konstruk Alat Ukur ...................................................... 50
3.5.1 Uji Validitas Item Kecerdasan Emosi ................................................. 53
3.5.2 Uji Validitas Item Otoriter .................................................................. 56
3.5.3 Uji Validitas Item Otoritatif ................................................................ 57
3.5.4 Uji Validitas Item Permisif .................................................................. 59
3.5.5 Uji Validitas Item Agreebleness .......................................................... 61
3.5.6 Uji Validitas Item Conscientiousness .................................................. 63
3.5.7 Uji Validitas Item Extraversion .......................................................... 65
3.5.8 Uji Validitas Item Neuroticism............................................................ 67
3.5.9 Uji Validitas Item Openness to Experience ........................................ 70
3.6 Teknik Analisis Data .................................................................................... 72
BAB 4 HASIL PENELITIAN .......................................................................... 77
4.1 Gambaran Subjek Penelitian ........................................................................ 77
4.2 Hasil Analisis Deskriptif .............................................................................. 78
4.2.1 Kategorisasi skor variabel ................................................................... 79
4.3 Uji Hipotesis Penelitian ................................................................................ 80
4.3.1 Pengujian proporsi varians independent variabel ................................ 85
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN .......................................... 89
5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 89
5.2 Diskusi .......................................................................................................... 90
5.3 Saran ............................................................................................................. 97
5.3.1 Saran metodologis ............................................................................... 97
5.3.2 Saran praktis ........................................................................................ 98
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 99
LAMPIRAN ……………………………………………………………………103
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Lima Faktor Model Personality Costa dan McCrae ........................... 34
Tabel 3.1 Blue Print Skala Kecerdasan Emosi ................................................... 47
Tabel 3.2 Blue Print Skala Persepsi Pola Asuh .................................................. 48
Tabel 3.3 Blue Print Skala Kepribadian Big Five............................................... 49
Tabel 3.4 Muatan Faktor Kecerdasan Emosi ...................................................... 55
Tabel 3.5 Muatan Faktor Otoriter ..................................................................... 57
Tabel 3.6 Muatan FaktorOtoritatif ..................................................................... 59
Tabel 3.7 Muatan Faktor Permisif ...................................................................... 61
Tabel 3.8 Muatan Faktor Agreeableness ............................................................ 63
Tabel 3.9 Muatan Faktor Conscientiousness ...................................................... 65
Tabel 3.10 Muatan Faktor Extraversion ............................................................. 67
Tabel 3.11 Muatan Faktor Neuroticism .............................................................. 70
Tabel 3.12 Muatan Faktor Openess to Experience ............................................. 72
Tabel 4.1 Analisis Deskriptif .............................................................................. 78
Tabel 4.2 Pedoman Interpretasi Skor ................................................................. 79
Tabel 4.3 Kategorisasi Skor Variabel ................................................................. 80
Tabel 4.4 Model Sumary Analisis Regresi ......................................................... 81
Tabel 4.5 Anova Pengaruh Keseluruhan IV terhadap DV ................................. 82
Tabel 4.6 Koefisien Regresi ............................................................................... 83
Tabel 4.7 Model Summay Proporsi Varians Tiap IV Terhadap DV .................. 86
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir .......................................................................... 41
Gambar 3.1 Path Diagram Kecerdasan Emosi ................................................... 54
Gambar 3.2 Path Diagram Otoriter ..................................................................... 56
Gambar 3.3 Path DiagramOtoritatif ................................................................... 58
Gambar 3.4 Path Diagram Permisif .................................................................... 60
Gambar 3.5 Path Diagram Agreeableness .......................................................... 62
Gambar 3.6 Path Diagram Conscientiouesness .................................................. 64
Gambar 3.7 Path Diagram Extraversion ............................................................. 66
Gambar 3.8 Path Diagram Neuroticism .............................................................. 69
Gambar 3.9 Path Diagram Openess to Experience ............................................. 71
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi latar belakang mengapa perlu dilakukan penelitian
kecerdasan emosi, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat, dan
sistematika penulisan
1.1. Latar Belakang Masalah
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang psikologi,
terdapat temuan-temuan peneliti. Salah satunya adalah temuan dari Goleman
(2000) menyatakan bahwa kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20%
bagi kesuksesan, 80% dari kesuksesan individu ditentukan oleh kecerdasan
emosi.
Kecerdasan emosi merupakan kemampuan seseorang untuk mengatur
kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with
intelligence) menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the
appropriateness of emotion and its expression) melalui motivasi, kesadaran
dan pengendalian diri, empati serta keterampilan sosial. Kemampuan
memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi diri sendiri dengan baik
dan dalam hubungan dengan orang lain (Goleman, 1995).
Kecerdasan emosi telah banyak diminati, baik masyarakat dan akademisi.
Telah banyak pula penelitian yang dilakukan yang membuktikan hubungan antara
kecerdasan emosi dengan beberapa aspek-aspek positif dalam hidup, seperti:
2
kesejahteraan (well-being), kesehatan mental, kepribadian, prestasi akademik,
penyesuaian sekolah, fisik dan kesehatan psikologis (Alegre, 2012). Hal ini
mengisyaratkan pentingnya kecerdasan emosi dalam kehidupan manusia,
khususnya bagi seorang remaja sebagai generasi muda yang diharapkan menjadi
penerus bangsa, dan menjadi ujung tombak kemajuan bagi sebuah bangsa.
seharusnya sedang fokus dengan pendidikannya, disibukan dengan melakukan
hal-hal yang positif dan bermanfaat, serta berfokus dengan mengembangkan bakat
dan minatnya, namun pada kenyataanya, ironisnya para remaja di Indonesia
khususnya di Jakarta, melakukan perilaku, tindakan dan kegiatan, yang jauh
bertolak belakang dengan harapan.
Beberapa fenomena yang terjadi tiga tahun belakangan ini yang
menunjukan kurangnya kecerdasan emosi pada remaja di Indonesia khususnya di
Jakarta. seperti pada Rabu, 18 November 2015 lalu, Seorang pelajar SMK di
Jakarta Selatan tewas di Lapangan Blok S, Jakarta Selatan setelah disabet celurit
oleh pelajar lainnya (Metrotvnews.com). Seorang siswa STM I Jakarta, meninggal
dunia setelah disabet celurit dalam tawuran pelajar antara anak-anak STM Poncol
dan STM Budi Oetomo di Jalan Letjen Soeprapto, Jakarta Pusat, Senin
(19/5/2014) siang. Selain kasus-kasus tawuran pelajar, belum lama ini Tahun
2015 masyarakat Indonesia juga digegerkan dengan marakanya pembegalan,
khususnya di Jakarta dihantui teror para pembegal motor yang ternyata sebagian
pelakunya adalah anak-anak berusia belia. Salah satunya pembegalan dikawasan
sawangan Depok yang ternyata pelakunya adalah anak-anak belia yang masih
bersekolah di salah satu SMP swasta di kota Depok (Indonesian review.com).
3
Fenomena ini diperkuat oleh data yang dilangsir oleh Komisi Nasional
Perlindungan Anak (KOMNAS PA) data KPAI yang menyebutkan jumlah
kekerasan antar siswa yang meningkat tiap tahunnya. Sepanjang tahun 2013 total
telah terjadi 255 kasus kekerasan yang menewaskan 20 siswa di seluruh
Indonesia. Jumlah ini hampir dua kali lipat lebih banyak dari tahun 2012 yang
mencapai 147 kasus dengan jumlah tewas mencapai 17 siswa. Tahun 2014 lalu,
Komisi Nasional Perlindungan Anak sudah menerima 2.737 kasus atau 210 setiap
bulannya termasuk kasus kekerasan dengan pelaku anak-anak yang ternyata naik
hingga 10 persen. Komnas PA bahkan memprediksi tahun 2015 angka kekerasan
dengan pelaku anak-anak, termasuk tawuran antar siswa akan meningkat sekitar
12-18 persen (Indonesianreview.com).
Fenomena ini dapat terjadi, di sebabkan karena, seorang remaja memiliki
tingkat emosional yang tinggi, sehingga mudah sekali terpancing emosi, hal ini
sesuai dengan penjelasan dari Steinberg & Levine (dalam Santrock, 2007) dan
(Santrock, 2007) yang menjelaskan bahwa dalam beberapa kasus, hanya dengan
sedikit atau bahkan tanpa provokasi sama sekali, mereka bisa saja mengeluarkan
emosi yang meluap-luap dan dalam beberapa kasus, remaja memiliki intensitas
emosi yang tinggi dibanding penyebab yang dialaminya.
Selain itu, hal yang menyebabkan terjadinya fenomena tawuran pelajar,
pembegalan yang dilakukan remaja, dan kenakalan-kenalan remaja lainnya,
karena seorang remaja berada dalam masa pencarian identitas, dan memiliki
emosi yang tidak stabil, hal ini sensuai dengan yang dikatakan oleh Erikson
(dalam Santrock, 1995) juga menjelaskan bahwa masa remaja sebagai tahapan
4
pencarian identitas diri dan merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak
menuju masa dewasa. Di sisi lain, secara fisiologis remaja mengalami
pertumbuhan fisik dan hormonal yang pesat, yang selanjutnya berpengaruh pula
pada ketidakstabilan emosi remaja. Seorang remaja akan sering menunjukkan
perilaku emosi yang tidak benar, tidak tahu bagaimana mengeekspresikan emosi
mereka. sehingga seorang remaja kecenderungan akan memunculkan perilaku-
perilaku menyimpang, Pada kondisi tertentu, perilaku yang menganggu bahkan
melanggar aturan hukum yang telah ditetapkan, hal ini sesuai dengan pejelasan
dari Papalia (2008).
Berdasarkan fenomena dan data yang dilangsir oleh Komisi Nasional
Perlindungan Anak (KOMNAS PA) data KPAI, menunjukan bahwa remaja saat
ini memiliki kecerdasan emosi yang cenderung lemah sehingga mengakibatkan
munculnya pemikiran yang menganggap perilaku menyimpang ini merupakan hal
biasa dikalangan anak muda. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh
(Goleman, 2007), bahwa anak yang memiliki kecerdasan emosi yang kurang
baik, memiliki ciri-ciri, menarik diri dari pergaulan atau masalah sosial, cemas
dan depresi, memiliki masalah dalam perhatian, nakal atau agresif, bergaul dengan
anak-anak yang bermasalah, bohong dan menipu, sering bertengkar, kasar
terhadap orang lain, tempramen. Bukan hanya itu, berdasarkan hasil wawancara
yang dilakukan oleh penulis dari beberapa remaja, sebagian besar remaja yang
diwawancarai mengatakan bahwa remaja yang kurang memiliki kecerdasan
emosi, remaja cenderung melakukan perilaku-perilaku menyimpang seperti
5
tawuran antara pelajar, pemerasan terhadap siswa lain, dan sering melanggar
aturan sekolah.
Sejalan dengan fenomena lemahnya kecerdasan emosi pada remaja,
Surbakti, (2009). Menjelaskan kenakalan remaja yang sering terjadi dapat berupa
kebut-kebutan dijalanan membolos sekolah, menggunakan narkotika dan
meminum minuman keras, tawuran atau perkelahian antar pelajar, dan lain-lain
Kenakalan remaja ini dapat ditimbulkan sebagai akibat dari kecerdasan emosional
yang rendah pada remaja (Surbakti, 2009). Kartono (2010) juga menjelaskan
Faktor-faktor penyebab kenakalan remaja menurut, di golongkan dalam 4 (empat)
teori, salah satunya teori psikogenis, teori ini menekankan sebab-sebab tingkah
laku delinkuen anak-anak dari aspek psikologis atau isi kejiwaan. Antara lain
faktor inteligensi, ciri kepribadian, emosi yang kontroversial, dan kecenderungan
psikopatologis. Dari hasil wawancara dan penjelasan dari para ahli, menjelaskan
bahwa tawuran pelajar, pembegalan dan kenakalan-kenakalan remaja lainnya,
disebebkan oleh faktor rendahnya kecerdasan emosi pada remaja.
Kecerdasan emosi mencakup pengendalian diri terutama berkaitan
dengan relasi, berempati kepada orang lain, mengelola rasa gembira dan sedih,
semangat dan ketekunan. Penjelasan di atas mengisyaratkan pentingnya akan
kecerdasan emosi dalam berbagai aspek kehidupan. Melalui kecerdasan emosi
yang baik, manusia dapat melepaskan diri dari keterbelakangan. Kecerdasan
emosi juga mampu menanamkan kapasitas baru bagi manusia dalam memotivasi
diri sendiri dan bertahan di tengah frustrasi, kemampuan mengontrol impuls dan
menunda kepuasan, meregulasi mood dan tetap mampu berpikir dalam
6
keadaan tertekan serta berempati, sehingga dapat menjadi manusia yang
produktif dan kompetitif.
Kasus di atas dapat dikaitkan dengan penelitian yang menjelaskan bahwa
kecerdasan emosi merupakan salah satu faktor yang memainkan peran penting
dalam kesehatan mental, termasuk kemampuan dalam pengaturan emosi
seseorang, memanipulasi informasi untuk mengelola pikiran dan tindakan
seseorang, dan mengatur emosi dalam diri serta orang lain. Selain itu
memanfaatkan emosi untuk memecahkan kesulitan sehari-hari dan rintangan yang
dihadapi (Mayer, Salovey, Caruso, 2004).
Goleman (1995) menjelaskan, mengendalikan dan mensinergikan antara
personal compentence dan social competence sehingga akan lahir kemampuan
untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali
emosi orang lain, serta dapat membina hubungan baik dengan orang lain, sangat
dibutuhkan agar para remaja terhindar dari kecenderungan melakukan perilaku–
perilaku pada kasus tersebut, perlu peran orang tua untuk mendidik mempelajari
emosi Goleman (2007).
Orang tua adalah pihak yang dapat membantu anak-anak ataupun remaja
untuk mengatur emosi mereka. Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi
seorang anak, dan orang tua merupakan pendidik pertama bagi anak tersebut.
Orang tua dimaksud sebagai pendidik pertama karena orang tua menjadi
pembimbing pertama dan peletak dasar nilai-nilai dan juga menjadi awal bagi
7
perkembangan anak sepanjang hidupnya nanti. Orang tua bertugas sebagai
pengasuh, pembimbing dan juga pendidik bagi anaknya (Santrock, 2003).
Pola asuh yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari berbeda-beda
antara satu dengan yang lainnya. Saat anak telah beranjak tumbuh dan telah
berada dalam tahap remaja, maka akan timbul banyak pikiran dan pertentangan
mengenai pola asuh yang diterapkan oleh orang tua karena anak telah berinteraksi
lebih banyak dengan lingkungan sosialnya, seperti misalnya dibatasi
kebebasannya, kurang perhatian, terlalu dikekang ataupun terlalu diatur. Hal-hal
tersebutlah yang sedikit banyak mempengaruhi perasaan ataupun pikiran, emosi,
motivasi belajar, kecerdasan intelektual dan juga kecerdasan emosi dari seorang
remaja. Kelekatan dan pola asuh yang diberikan oleh para orang tua kepada
anaknya, ketika anak bertumbuh menjadi seorang remaja,hubungan antara orang
tua dan anak tidak selalu berjalan dengan baik. (Santrock, 2007).
Cara mendidik atau pola asuh yang diterapkan oleh orang tua dapat
menjadi hal yang positif dan negatif, hal tersebut dapat terjadi karena pandangan
yang berbeda antara orang tua dan anak. Efek dari hal diatas tidak semata-mata
berhenti sampai anak berada dalam usia tertentu, tetapi efeknya akan terus
berlanjut hingga anak-anak tumbuh besar seperti saat menjadi seorang remaja. Hal
ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Goleman (2007) cara orang tua
memperlakukan anak-anaknya, baik dengan disiplin yang keras atau pemahaman
yang empatik, atau dengan ketidakpedulian atau kehangatan, dan sebagainya
berakibat mendalam dan permanen bagi kehidupan emosional anak.
8
Beberapa penelitian menjelaskan kaitan antara pola asuh orang tua
terhadap kecerdasan emosi seseorang seperti Fonte (2009) yang menunjukkan
adanya hubungan positif antara pola asuh otoritatif dan kecerdasan emosi
seseorang, dan hubungan negatif pada gaya pola asuh permisif dengan kecerdasan
emosi pada seseorang.
Asghari dan Besharat (2011) menemukan bahwa hubungan yang
signifikan terjadi antara tipe pola asuh dan kecerdasan emosi pada siswa Iran. Pola
asuh yang dimaksud sebagai pendapat pada remaja tentang gaya perilaku
pengasuhan orangtua selama masa kanak-kanak mereka.
Dalam penelitian yang dilakukan Alberto Alegre & Mark Benson (2004)
membuktikkan bahwa, pola asuh orang tua merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi kecerdasan emosi anak. Adapun penelitian di Indonesia
yang dilakukan (Woro Priatini, et.al 2008) dan (Nur Dian Oktafiany, et.al 2013)
yang membuktikan bahwa pengasuhan orang tua berpengaruh positif terhadap
kecerdasan emosi remaja. Dapat dikatakan bahwa keluarga memegang peran
penting dalam pertumbuhan dan berkembangnya seorang anak termasuk
kecerdasan emosinya.
Selain faktor pola asuh orang tua yang dapat menumbuhkan dan
mengembangkan kecerdasan emosi, tipe kepribadian juga memiliki peranan
penting dalam melahirkan dan mempengaruhi kecerdasan emosi seseorang juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dari diri orang tersebut, salah satunya
adalah personality traits. Salah satu tipe kepribadian adalah Big Five Personality
9
Traits yang berisi 5 tipe yaitu openness, conscentiousness, extraversion,
agreeableness, neuroticism. Costa dan McCrae (dalam Feist & Feist, 2008).
Penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa kecerdasan emosi memiliki
korelasi dengan tipe kepribadian Big five yaitu penelitian dari Kappagoda (2008)
yang menunjukan bahwa kecerdasan emosi seseorang secara signifikan dan positif
berkorelasi dengan tipe kepribadian extraversion, keramahan dan keterbukaan
terhadap pengalaman, tapi itu tidak signifikan berkorelasi dengan kesadaran dan
neurotisisme. Penelitian oleh Brackett, Mayer, Warner (2004) dan Mahasneh
(2013) mengatakan kepribadian big five secara signifikan berhubungan dengan
kecerdasan emosi, big five dapat digunakan untuk memprediksi tingkat
kecerdasan emosi, juga membuktikan bahwa tipe kepribadian memliki hubungan
yang signifikan dengan kecerdasan emosi.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka penulis
menganggap perlu adanya penelitian mengenai hal tersebut agar nantinya hasil
dari penelitian tersebut dapat menjadi acuan, khsusnya orang tua dalam mendidik
anak. Maka dari itu, untuk merealisasi hal tersebut peneliti melakukan penelitian
dengan judul “Pengaruh Persepsi Pola Asuh Orang Tua dan Tipe
Kepribadian Big Five Terhadap Kecerdasan Emosi Pada Remaja”
10
1.2 Pembatasan dan Rumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi hanya pengaruh dari variabel prediktor, yaitu persepsi pola
asuh orang tua dan tipe kepribadian big five terhadap kecerdasan emosi. Adapun
pengertian tentang konsep variabel yang digunakan, sebagai berikut :
1. Kecerdasan emosi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah merujuk
pada kemampuan mengungkap dan mengenali perasaan kita sendiri juga
perasaan orang lain. Kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan
mengelola emosi diri sendiri dengan baik dan dalam hubungan dengan
orang lain (Goleman, 1999).
2. Persepsi pola asuh orang tua sikap orang tua terhadap anak dengan
mengembangkan aturan-aturan dan mencurahkan kasih sayang kepada
anak. Berdasarkan tiga pola pengasuhan pola asuh otoriter, pola asuh
otoritatif dan pola asuh permisif Baumrind (dalam Santrock, 2007).
3. Tipe Kepribadian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu
pendekatan yang mendefinisikan dan digunakan dalam psikologi untuk
melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima
buah domain kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan
analisis faktor. Lima trait Kepribadian Big Five Personality Neuroticism
(N), Extraversion (E), Opennes to New Experience (O), Agreeableness (A)
dan Conscientiousness (C) (Costa & McCrae, dalam Feist & Feist, 2008).
11
1.2.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini difokuskan
pada:
1. Apakah persepsi pola asuh orang tua dan tipe kepribadian Big Five secara
signifikan mempengaruhi kecerdasan emosi pada remaja ?
2. Apakah persepsi pola asuh otoriter secara signifikan mempengaruhi
kecerdasan emosi pada remaja ?
3. Apakah persepsi pola asuh otoritatif secara signifikan mempengaruhi
kecerdasan emosi pada remaja ?
4. Apakah persepsi pola asuh permisif secara signifikan mempengaruhi
kecerdasan emosi pada remaja ?
5. Apakah tipe kepribadian neuroticism secara signifikan mempengaruhi
kecerdasan emosi pada remaja ?
6. Apakah tipe kepribadian extraversion secara signifikan mempengaruhi
kecerdasan emosi pada remaja ?
7. Apakah tipe kepribadian opennes to experience secara signifikan
mempengaruhi kecerdasan emosi pada remaja ?
8. Apakah tipe kepribadian agreeableness secara signifikan mempengaruhi
kecerdasan emosi pada remaja ?
9. Apakah tipe kepribadian conscientiousness secara signifikan
mempengaruhi kecerdasan emosi pada remaja ?
12
1.3 Tujuan Peneliatian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat :
1. Mengetahui adanya pengaruh yang signifikan antara persepsi pola asuh
orang tua dan tipe kepribadian Big Five terhadap kecerdasan emosi pada
remaja.
2. Mengetahui besarnya pengaruh aspek persepsi pola asuh otoriter secara
signifikan mempengaruhi kecerdasan emosi pada remaja ?
3. Mengetahui besarnya pengaruh aspek persepsi pola asuh otoritatif secara
signifikan mempengaruhi kecerdasan emosi pada remaja ?
4. Mengetahui besarnya pengaruh aspek persepsi pola asuh permisif secara
signifikan mempengaruhi kecerdasan emosi pada remaja ?
5. Mengetahui besarnya pengaruh aspek tipe kepribadian neuroticism secara
signifikan mempengaruhi kecerdasan emosi pada remaja ?
6. Mengetahui besarnya pengaruh aspek tipe kepribadian extraversion secara
signifikan mempengaruhi kecerdasan emosi pada remaja ?
7. Mengetahui besarnya pengaruh aspek tipe kepribadian opennes to
experience secara signifikan mempengaruhi kecerdasan emosi pada
remaja?
8. Mengetahui besarnya pengaruh aspek tipe kepribadian agreeableness
secara signifikan mempengaruhi kecerdasan emosi pada remaja ?
9. Mengetahui besarnya pengaruh aspek tipe kepribadian conscientiousness
secara signifikan mempengaruhi kecerdasan emosi pada remaja ?
13
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat berupa:
1.4.1 Manfaat teoritis:
Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan sumbangsih bagi
perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang ilmu psikologi. Selain
itu dari hasil penelitian ini diharapakan juga dapat menambah khazanah
pengetahuan tentang ilmu psikologi khususnya kecerdasan emosi (EI) serta faktor-
faktor yang mempengaruhinya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
rujukan dan pembanding untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang relevan.
1.4.2 Manfaat praktis
Diharapakan penelitian ini dapat memberikan informasi tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi kecerdasan emosi (EI), khususnya para orang tua dan tenaga
pendidik, agar dapat mengerti perkembangan emosi anak-anak dan peserta didik
dan menjadi orang tua yang baik dan efektif menghasilkan generasi-generasi yang
berkualitas.
1.5 Sistematika Penulisan
BAB I Bab ini merupakan yang terdiri atas : Latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, serta sistematika penulisan.
14
BAB II Bab ini memaparkan teori Kecerdasan emosi (EI), Pola Asuh.Tipe
kepribadian.yang dilengkapi kerangka berfikir dan hipotesis
penelitian.
BAB III Bab ini menggambarkan metode yang digunakan untuk penelitian
yang terdiri atas: pendekatan dan jenis penelitian, definisi variable,
populasi dan sampel,metode pengambilan data, teknik pengmabilan
data, dan teknik uji instrument, hasil uji instrument serta prosedur
penelitian.
BAB IV Bab ini berisi gambaran umum responden, uji hipotesis
penelitian, proporsi varian, dan hasil hipotesis
BAB V Bab ini berisi kesimpulan, diskusi dan saran penelitian
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
15
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Kecerdasan Emosi
2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosi
Salovey dan Mayer (1997) kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang
dalam mengenali perasaan dan menggunakan perasaan-perasaan itu untuk
berifikir. Lebih khusus lagi, kecerdasan emosi melibatkan "kemampuan untuk
memahami, menilai, dan mengekspresikan emosi; kemampuan ini digunakan
untuk memandu fikiran dan tindakan, untuk menunjang tumbuhnya intelektual
(Salovey & Mayer, 1997).
Goleman (1999) mengungkapkan bahwa, kecerdasan emosi atau emotional
intelligence merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan
perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan
mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan
orang lain. Dilandasi definisi tersebut maka dapat dikatakan bahwa individu
yang cerdas secara emosi lebih mudah mengetahui keadaan diri sendiri dan
orang lain, dalam hal tersebut membuatnya dapat berfikir dan menampilkan
perilaku yang baik.
Goleman (1999) menjelaskan tentang adaptasinya yang meliputi lima
kemampuan dasar kecakapan emosi dan sosial sebagai berikut: Kesadaran diri,
untuk mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat dan menggunakannya
16
untuk memandu dalam mengambil keputusan, serta memiliki tolok ukur yang
realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat. Pengaturan diri,
untuk menangani emosi kita sedemikian sehingga berdampak positif pada hal
yang kita hadapi, peka terhadap kata hati, dan mampu pulih kembali dari tekanan
batin. Motivasi, untuk menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk
menggerakan dan menuntun kita menuju sasaran, membantu kita mengambil
inisiatif dan bertindak sangat efektif, dan untuk bertahan menghadapi kegagalan
dan frustasi. Empati, untuk merasakan yang dirasakan oleh orang lain, mampu
memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan
meyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang. Keterampilan sosial, untuk
menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan
cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar dengan
lingkungan sekitar.
Menurut Caruso, Meyer dan Salovey (2002), kecerdasan emosi
mencakup empat kemampuan, yaitu (1) Kesadaran emosi: ini mencakup
sejumlah kemampuan, seperti kemampuan untuk mengidentifikasi perasaan,
mengekspresikan emosi dengan akurat, dan membedakan antara ekspresi emosi
nyata dan kebohongan. (2) Menggunakan emosi: kemampuan untuk
menggunakan emosi untuk mengarahkan perhatian pada peristiwa-peristiwa
penting, untuk menghasilkan emosi dalam pengambilan keputusan,
menggunakan perubahan suasana hati sebagai alat untuk mempertimbangkan
banyak sudut pandang, dan memanfaatkan emosi yang berbeda untuk mendorong
pendekatan yang berbeda untuk pemecahan masalah (misalnya, menggunakan
17
suasana hati bahagia untuk membantu dalam menghasilkan kreatif, ide-ide baru.
(3) Mengerti dan mengetahui makna dari emosi: kemampuan untuk
menguraikan emosi-emosi menjadi beberapa bagian, kemampuan untuk mengerti
kemungkinan perubahan dari satu perasaan ke perasaan lain, dan
kemampuan mengerti perasaan-perasaan yang sulit, (4) Kemampuan
mengelola emosi: kemampuan untuk tetap menyadari emosi seseorang, bahkan
mereka yang tidak menyenangkan, kemampuan untuk menentukan emosi, dan
kemampuan untuk memecahkan masalah, tanpa harus menekan emosi negatif.
Goleman (2007) menjelaskan bahwa, kecerdasan emosi adalah
kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi,
mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur
suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak mengganggu kemampuan
berpikir, kemampuan berempati dan berdoa. Kecerdasan emosi juga disebut meta-
ability, menentukan seberapa baik kita mampu menggunakan keterampilan-
keterampilan lain manapun yang kita miliki, termasuk intelektual yang belum
terarah (Goleman, 2007).
Kecerdasan emosi didefinisikan sebagai serangkaian kemampuan pribadi,
emosi dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memahami
dan mengekspresikan diri, serta kemampuan seseorang untuk memahami dan
berhubungan dengan orang lain, untuk berhasil dalam mengatasi tuntutan,
tantangan dan tekanan lingkungan (Bar-On,2010). Sedangkan kesadaran emosi
dan ekspresi emosi merupakan kunci dari kecerdasan emosi (Bar-On,2010).
18
Dari definisi yang dijelaskan, maka dalam penelitian ini penulis
menggunakan teori kecerdasan emosi dari Goleman yaitu kemampuan individu
untuk mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan
memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri
sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.
2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi
Menurut Goleman (2009), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kecerdasan emosional meliputi:
1. Faktor yang bersifat bawaan Genetik. Faktor yang bersifat bawaan genetik
misalnya Kepribadian.
2. Faktor yang berasal dari lingkungan, Kehidupan keluarga merupakan pendidik
pertama kita untuk mempelajari emosi, dalam lingkungan yang akrab ini
kita belajar begaimana merasakan perasaan kita sendiri dan bagaimana
orang lain menanggapi perasaan kita, bagaimana berfikir tentang perasaan
ini dan pilihan-pilihan apa yang kita miliki untuk bereaksi, serta
bagaimana membaca dan mengungkap harapan dan rasa takut.
Menurut Le Dove (dalam Goleman, 1997) mengemukakan bahwa
terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosi seseorang
antara lain:
1. Fisik. Secara fisik bagian yang paling menentukan atau paling
berpengaruh terhadap kecerdasan emosi seseorang adalah anatomi saraf
emosinya.
19
a. Korteks. Konteks berperan penting dalam memahami sesuatu secara
mendalam, menganalisis mengapa mengalami perasaan tertentu dan
selanjutnya berbuat sesuatu untuk mengatasinya. Konteks khusus
lobus prefrontal, dapat bertindak sebagai saklar peredam yang
memberi arti terhadap situasi emosi sebelum berbuat sesuatu.
b. Sistem limbich. Bagian ini sering disebut sebagai emosi otak yang
letaknya jauh didalam hemisfer otak besar dan terutama bertanggung
jawab atas pengaturan emosi dan implus. Sistem limbic meliputi
hippocampus, tempat berlangsungnya proses pembelajaran emosi dan
tempat disimpannya emosi. Selain itu ada amygdala yang
dipandang sebagai pusat pengendalian emosi pada otak.
2. Psikis. Kecerdasan emosi selain dipengaruhi oleh kepribadian individu, juga
dapat dipupuk dan diperkuat dalam diri individu.
Goleman (2007) menguraikan tujuh unsur utama faktor-faktor yang
mempengaruhi kecerdasan emosi sejak masuk sekolah sebagai berikut:
1. Keyakinan, perasaaan kendali dan penguasaan seseorang terhadap
tubuh, perilaku, dan dunia. Perasaan anak bahwa ia lebih cenderung berhasil
daripada tidak dalam apa yang dikerjakannya, dan bahwa orang-orang
dewasa akan besedia menolong.
2. Rasa ingin tahu, perasaan bahwa menyelidiki segala sesuatu itu
bersifat positif dan menimbulkan kesenangan.
20
3. Niat, hasrat dan kemampuan untuk berhasil, dan untuk bertindak
berdasarkan niat dengan tekun. Ini berkaitan dengan perasaan terampil,
perasaan afektif.
4. Kendali diri, kemampuan untuk menyesuaikan dan mengendalikan
tindakan dengan pola yang sesuai dengan usia, suatu rasa kendali
bathiniah.
5. Keterkaitan, kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan orang lain
berdasarkan pada perasaan saling memahami.
6. Kecakapan berkomunikasi, keyakinan dan kemampuan verbal untuk
bertukar gagasan, perasaan, dan konsep dengan orang lain. Ini
kaitannya dengan rasa percaya pada orang lain dan kenikmatan terlibat
dengan orang lain, termasuk orang dewasa.
7. Kooperatif, kemampuan untuk menyeimbangkan kebutuhannya sendiri
dengan kebutuhan orang lain dalam kegiatan kelompok.
2.1.3 Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi
E.L. Thorndike pada artikelnya di harpers magazine (dalam Goleman, 2007)
mengemukakan bahwa aspek kecerdasan emosi adalah kecerdasan sosial.
Kemampuan untuk memahami orang lain dan bertindak bijaksana dalam
hubungan antar manusia merupakan aspek IQ seseorang.
Sedangkan Salovey menempatkan kecerdasan pribadi Gardner (dalam
Goleman, 2007), dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosi yang
menyebutkan lima wilayah utama :
21
1. Mengenali Emosi Diri
Kesadaran diri dalam mengenali dalam perasaan dari waktu ke waktu dalam
suatu kejadian dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan.
Mengenali emosi diri adalah salah satu dasar kecerdasan emosi, karena
kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu merupakan hal
penting bagi wawasan psikologi dan pemahaman diri. Kemampuan untuk
mencermati perasaan diri yang sesungguhnya membuat individu berada
dalam kekuasaan perasaaan, sehingga tidak peka akan persaan yang
sesungguhnya, akan berakibat buruk bagi pengambilan keputusan.
2. Mengelola Emosi
Mengelola emosi merupakan kemampuan menangani perasaan untuk
terungkap dengan sesuai. Emosi dikatakan berhasil dikelola apabila individu
memiliki kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan,
kemurungan, atau ketersinggungan yang dapat mengganggu aktifitas.
Sebaliknya orang yang buruk kemampuanya dalam mengelola emosi akan
terus menerus bertarung melawan perasaan untuk melarikan diri pada hal–hal
yang negatif dan merugikan dirinya.
3. Memotivasi Diri Sendiri
Motivasi diri merupakan kemampuan untuk menahan diri terhadap kepuasan,
mengendalikan dorongan hati, dan terus berusaha menemukan cara untuk
mencapai tujuan sehingga dapat membantu mengambil inisiatif, bertindak
produktif dan efektif. Ciri individu yang memiliki kemampuan ini adalah
memiliki kepercayaan diri yang tinggi, optimis dalam menghadapi keadaan sulit,
22
mampu memecahkan persoalan dan mampu menyesuaikan diri dalam suasana
yang akan memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang.
4. Mengenali Emosi Orang Lain
Mengenali emosi orang lain merupakan kemamapuan untuk mengetahui
bagaimana perasaan orang lain yang dibangun berdasarkan kesadaran diri.
Kunci untuk memahami perasaan orang lain adalah mampu membaca pesan
non verbal: nada bicara, gerak gerik, dan ekspresi wajah. Artinya, individu
yang memiliki empati lebih mampu menangkap sinyal–sinyal sosial yang
tersembunyi yang mengisyaratkan hal yang dibutuhkan orang lain, sehingga
mampu merasakan yang dirasakan orang lain.
5. Membina Hubungan
Membina hubungan merupakan keterampilan sosial yang meliputi kemampuan
untuk mengetahui perasaan orang lain dan untuk bertindak sedemikian rupa
sehingga dapat membentuk perasaan yang lebih jauh. Mampu menangani emosi
orang lain merupakan inti dari seni memelihara hubungan. Kemampuan sosial
memungkinkan individu membentuk hubungan untuk membina kedekatan
hubungan, meyakinkan dan mempengaruhi sekaligus menciptakan rasa aman bagi
individu lain serta membaca reaksi yang ada. Keterampilan sosial ini melibatkan
kemampuan individu untuk memahami perasaan diri dan perasaan indivdu lain.
Dapat menangani emosi individu lain merupakan seni yang mantap untuk
membina hubungan, karena bagaimanapun, dalam menjalani suatu hubungan
dibutuhkan adanya kematangan dua keterampilan emosi yang lain, yaitu
manajemen diri dan kemampuan memahami individu lain. Keterampilan ini
23
digunakan untuk mempengaruhi memimpin, mengorganisir, serta pandai
menangani perselisihan yang muncul, bekerja sama, dan menunjang popularitas.
2.1.4. Pengukuran Kecerdasan Emosi
Alat Ukur Kecerdasan Emosi
Untuk mengukur kecerdasan emosional, alat ukur yang dapat digunakan antara
lain:
1. Multi-Factor Emotional Intelligence Scale (MEIS)
MEIS dikembangkan oleh Mayer (2000) skala ini dibuat untuk mengukur
empat komponen: emotional perception, emotional facilitation of thought,
emotional understanding dan emotional management.
2. Emotional Quotient Inventory (EQ-i)
EQ-i dikembangkan oleh Bar-On (2010) skala pengukuran ini terdiri dari 133
item dengan 15 subskala yang diklasifikasikan dalam 5 faktor utama yaitu;
kemampuan intrapersonal, kemampuan beradaptasi, suasana hati, dan
manajemen stress.
3. Self-Report Emotional Intelligence Scale (SREIS)
Skala SREIS (Schutte, 1998) terdiri dari 33 item dengan setiap item mengukur
berbagai aspek kecerdasan emosional termasuk ekspresi emosi, regulasi
emosi, dan pemanfaatan emosi.
4. Mayer Salovey Caruso Emotional Intelligence Test (MSCEIT)
Skala pengukuran MSCEIT dikembangkan oleh Mayer, Salovey, dan Caruso
(2002) skala ini terdiri dari 141 item, dengan mengukur empat komponen dari
24
kecerdasan emosional yaitu: kemampuan merasakan emosi, kemampuan
penggunaan emosi, kemampuan pemahaman emosi, dan kemampuan
mengelola emosi.
Dari keempat skala kecerdasan emosi yang telah peneliti sampaikan di
atas, peneliti tidak menggunakannya sebagai skala kecerdasan emosi, karena
peneliti tidak menemukan seluruh aspek-aspek kecerdasan emosi dari Goleman
(1999) dalam satu skala. Karena alasan itu maka peneliti menyusun sendiri skala
emosi berdasarkan teori dari Goleman (1999) dengan aspek-aspek seperti
mengenali emosi, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi
orang lain, membina hubungan.
2.2 Persepsi Pola Asuh
2.2.1 Pengertian Persepsi
Persepsi adalah penelitian bagaimana kita mengintegrasikan sensasi ke dalam
percepts objek, dan bagaiamana kita selanjutnya menggunakan percepts itu untuk
mengenali dunia (percepts adalah hasil dari proses perseptual) (Atkinson, R. L.
et.al.,)
Persepsi adalah kemampuan untuk membeda-bedakan, mengelompokan,
memfokuskan dan sebagainya itu (objek) yang selanjutnya diinterpretasikan
disebut pesepsi (Sarwono, 2013).
Quin (dikutip oleh Sarwono, 2013), pesepsi adalah proses kombinasi dari
sensasi yang diterima oleh organ dan hasil interpretasinya (hasil dari otak).
Bentuk, tekstur, dan rasa yang anda terima merupakan sensasi, sedangkan
perbandigan yang anda lakukan adalah interpretasi (Sarwono, 2013).
25
Marr, D. (dalam Sarwono, 2013) persepsi adalah ketika kita sudah mampu
menentukan a. Objek apa dan b. di mana objek itu berada.
Berdasarkan definisi-definisi yang diatas, persepsi adalah kemampuan
seseorang untuk membeda-bedakan, mengelompokan, memfokuskan pada sebuah
objek kemudian diinterpretasikan yang malibatkan alat-alat indera dan proses
kognisi.
2.2.2 Pengertian Persepsi Pola Asuh
Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama
mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik,
membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai
kedewasaan serta dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat.
Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke
dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas orang tua melengkapi dan
mempersiapkan anak menuju ke kedewasaan dengan memberikan bimbingan dan
pengarahan yang dapat membantu anak dalam menjalani kehidupan. Dalam
memberikan bimbingan dan pengarahan pada anak akan berbeda pada masing-
masing orang tua kerena setiap keluarga memiliki kondisi-kondisi tertentu yang
berbeda corak dan sifatnya antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lain.
Sedangkan Baumrind (dalam Santrock, 2007), mengatakan pengasuhan
adalah sebagai aktifitas kompleks yang di dalamnya terdapat beberapa
perilaku spesifik yang dilakukan secara individu maupun bersama dalam
mempengaruhi perilaku anak. Pengasuhan juga berarti sikap orang tua
26
terhadap anak dengan mengembangkan aturan-aturan dan mencurahkan kasih
sayang kepada anak, serta peranan orang tua dalam usaha mempengaruhi,
mendidik, dan mengontrol anak mereka.
Dapat disimpulkan persepsi pola asuh orang tua merupakan hasil
interpretasi dari sensai yang dirasakan dari sikap orang tua terhadap anak,
mengembangkan aturan-aturan dan mencurahkan kasih sayang kepada anak
mereka.
2.2.3 Jenis-Jenis Pola Asuh
Dalam mendidik anak, terdapat berbagai macam bentuk pola asuh yang bisa
dipilih dan digunakan oleh orang tua. Dalam mengelompokkan pola asuh orang
tua dalam mendidik anak, para ahli mengemukakan pendapat yang berbeda-beda,
namun antara satu dengan yang lain mempunyai persamaan.
Baumrind (dalam Santrock, 2007) menjelaskan tiga jenis pengasuhan
yang dikaitkan dengan aspek-aspek yang berbeda dalam perilaku sosial anak
diantaranya pola asuh otoriter, otoritatif, dan permisif. Adapun masing-masing
jenis pola asuh tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
1. Pola asuh otoriter
Pola asuh otoriter ialah suatu gaya membatasi dan menghukum yang menuntut
anak untuk mengikuti perinta-perintah orang tua dan menghormati pekerjaan
dan usaha. Orang tua yang otoriter menetapkan batas-batas yang tegas dan
tidak memberi peluang yang besar kepada anak-anak untuk berbicara
(bermusyawarah). Anak-anak yang orang tuanya otoriter seringkali cemas
27
akan perbandingan sosial, gagal memprakarsai kegiatan, dan memiliki
ketrampilan komunikasi yang rendah. Dan di dalam suatu studi baru-baru ini,
disiplin awal yangterlalu kasar diasosiasikan dengan agresi anak (Weiss &
Other, 1992). Dimensi dalam pola asuh otoriter adalah dimensi kontrol yang
mencakup : pembatasan-pembatasan, tuntutan, keketatan, campur tangan, dan
penggunaan kekuasaan sewenang-wenang.
2. Pola asuh otoritatif
Pola asuh otoritatif ialah pola asuh yang mendorong anak-anak agar mandiri
tetapi masih menerapkan batas-batas dan pengendalian atas tindakan-tindakan
mereka.Musyawarah verbal yang ekstensif dimungkinkan, dan orang tua
memperhatikan kehangatan serta kasih sayang kepada anak. Pengasuhan yang
otoritatif diasosiasikan dengan kompetensi sosial anak-anak. Anak-anak yang
memiliki orang tua yang otoritatif berkompeten secara sosial, percaya diri, dan
bertanggung jawab secara sosial. Dimensi dalam pola asuh otoritatif adalah
dimensi kehangatan yang mencakup: memperhatikan kesejahteraan anak,
cepat tanggap, bersedia meluangkan waktu dalam suatu kegiatan,
menunjukkan cinta kasih dan peka terhadap keadaan emosi anak.
3. Pola asuh permisif
Orang tua yang permisif adalah orang tua yang menghargai ekspresi diri dan
pengaturan diri.Mereka hanya membuat sedikit permintaan dan membiarkan
anak memonitor kegiatannya sendiri. Mereka sangat jarang menghukum, tidak
mengontrol dan tidak menuntut (Papalia, 2009). Menurut Maccoby & Martin
28
(dalam Santrock, 2007), pola asuh permisif dibagi menjadi dua bentuk
yaitu permissive-indifferent dan permissive-indulgent.
a. Pola asuh permissive-indifferent
Pola asuh permissive-indifferent ialah suatu gaya pengasuhan di mana orang
tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak, tipe pengasuhan ini
diasosiasikan dengan inkonpetensi sosial anak, khususnya kurangnya kendali
diri. Anak-anak yang orang tuanya bergaya permissive-indifferent
mengembangkan suatu perasaan bahwa aspek-aspek lain kehidupan orang tua
lebih penting daripada anak mereka.Anak-anak yang orang tuanya bergaya
permissive-indifferent inkompeten secara social, mereka memperlihatkan
kendali diri yang buruk dan tidak membangun kemandirian yang baik.
b. Pola asuh permissive-indulgent
Pola asuh permissive-indulgent, ialah suatu gaya pengasuhan di mana orang
tua sangat terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka tetapi menetapkan
sedikit batas atau kendali terhadap mereka. Pengasuhan yang permissive-
indulgent diasosiasikan dengan inkompetensi sosial anak, khususnya
kurangnya kendali diri. Orang tua seperti itu membiarkan anak-anak mereka
melakukan apa saja yang mereka inginkan, dan akibatnya ialah anak-anak
tidak pernah belajar mengendalikan perilaku mereka sendiri dan selalu
mengharapkan kemauan mereka dituruti. Anak-anak yang orang tuanya
permissive-indulgent jarang belajar menaruh hormat pada orang lain dan
mengaiami kesulitan mengendalikan perilaku mereka.
29
Goleman (2007) tiga gaya mendidik (pengasuhan) anak yang secara emosional
tidak efisien yaitu :
1. Mengabaikan perasaan
Orang tua semacam ini memperlakukan masalah emosional anaknya sebagai
hal kecil atau bahkan sebagai gangguan, sesuatu hal yang mereka tunggu-
tunggu untuk dibentak. Mereka gagal memanfaatkan momen emosional
sebagai peluang untuk menjadi lebih dekat dengan anak, atau untuk menolong
anak memperoleh pelajaran-pelajaran dalam keterampilan emosional.
1. Terlalu membebaskan
Orang tua ini peka akan perasaan anak, tetapi berpendapat bahwa apa pun
yang dilakukan anak untuk menangani masalah emosinya sendiri itu baik
adanya, bahkan misalnya dengan cara memukul. Seperti orang tua yang
mengabaikan perasaan anaknya, orang tua jenis ini jarang berusaha
memperlihatkan kepada anakmya respons-respons emosional alternative.
Mereka mencoba menenangkan semua kekecewaan dan misalnya, akan
menggunakan tawar-menawar serta suap agar anak berhenti bersedih hati atau
marah.
2. Menghina, tidak menunjukan penghargaan terhadap perasaan anak.
Orang tua seamacam ini biasanya suka mencela, mengecam, dan menghukum
keras anak mereka. Misalnya, mereka mencegah setiap ungkapan kemarahan
anak dan menjadi kejam bila melihat tanda kemarahan paling kecil sekali pun.
Mereka adalah orang tua yang akan berteriak dengan marah pada anak yang
mencoba menyampaikan alasannya. Dengan ucapan “Jangan Membantah”.
30
Dari kedua jenis pola asuh di atas, peneliti memilih menggunakan jenis
pola asuh menurut Baumrind (dalam Santrock, 2007), yaitu pola asuh otoriter,
pola asuh otoritatif dan pola asuh permisif. Karena jenis pola asuh menurut
Baumrind (dalam Santrock, 2007) lebih mudah dipahami dan ketiga jenis pola
asuh tersebut telah mencakup semua jenis pola asuh yang biasa diterapkan oleh
orang tua.
2.2.4. Pengukuran Persepsi Pola Asuh
Pengukuran persepsi pola asuh yang diterapkan orang tua, dalam penelitian ini
yaitu Parental Authority Questionnaire (PAQ) yang dikembangkan oleh Buri
(1991). PAQ didesain berdasarkan pengukuran tiga pola pengasuhan Baumrind
(dalam Santrock, 2007) yaitu pola asuh otoriter, otoritatif dan permisif. PAQ
terdiri atas 30 item, 10 untuk tiap item yang berbeda dalam empat poin format
Likert mulai dari “Sangat Setuju” sampai “Sangat Tidak Setuju”.
Parental Authority Questionnaire (PAQ) meiliki validitas konstruk alat
ukur untuk pola asuh otoriter (r = -38, p < .0005), pola asuh otoritatif (r = -48, p <
.0005), dan pola asuh permisif ( r = -50, p < .0005). Sehingga disimpulkan bahwa
alat ukur ini valid mengukur pola asuh dengan tiga dimensi yaitu otoriter,
otoritatif, dan permisif.
Pola asuh dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan Parental
Authority Questionnaire (PAQ) yang diadaptasi kedalam bahasa Indonesia dan
telah peneliti modifikasi dengan hanya menggunakan satu komponen (orang tua)
dimana dalam pengukuran asli dan sebelumnya terdapat dua komponen (pola asuh
ibu dan pola asuh ayah). Parental Authority Questionnaire (PAQ) ini digunakan
31
karena merupakan alat ukur pola asuh yang popular, dapat dimodifikasi dan
memungkinkan perhitungan skor total dengan mengkombinasikan seluruh item
dan didesain berdasarkan teori pola asuh yang peneliti gunakan.
2.3 Kepribadian Big Five
2.3.1 Pengertian Kepribadian Big Five
Pervin, L.A. et.al., (2010) menyatakan bahwa big five in trait factor theory,
the five major trait categories including emotionality, activity, and
sociability factors. Artinya big five adalah teori faktor trait (sifat, ciri), dengan
lima kategori sifat secara umum meliputi emosi, tindakan, dan faktor sosial.
Pervin, L.A. et.al., (2010) juga menyatakan “Model Lima faktor adalah
pendekatan yag dibangun lebih sederhana yaitu mencoba menemukan unit dasar
kerpribadian dengan menganalisis kata-kata yang digunakan sehari-hari untuk
menggambarkan kepribadian orang lain.
Kepribadian big five merupakan Pendekatan yang diilustrasikan dalam
sebuah taksonomi yang komprehensif dari domain perilaku interpersonal
yang menghasilkan dimensi berlawanan (Wiggins, dalam Mischel, 2003).
Kepribadian Big Five menurut Costa dan McCrae dapat
didefinisikan sebagai suatu pendekatan dalam psikologi untuk melihat
kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima buah domain
kepribadian yang dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Lima buah
domain tersebut adalah extraversion, agreeableness, conscientiousness,
neuroticism, dan openness to experiences (dalam Feist & Feist, 2008).
32
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kepribadian big five
merupakan pendekatan psikologi yang memiliki lima trait kepribadian
neuroticism, extravertion, openness, agreeableness, consenciousness yang
digunakan untuk menganalisis kepribadian seseorang.
2.3.2 Dimensi Big Five Personality
Trait-trait dalam dimensi Big Five Personality antara lain sebagai berikut.
a. Extraversion (E)
Extraversion dicirikan dengan afek positif seperti memiliki antusiasme
yang tinggi, senang bergaul, memiliki emosi yang positif, energik, tertarik dengan
banyak hal, dan ramah terhadap orang lain. Individu dengan tingkat
extraversion yang tinggi lebih cepat memiliki teman. Sebaliknya individu
yang memiliki extraversion yang rendah biasanya tertutup, pendiam,
penyendiri, pasif, dant tidak mempunyai cukup kemampuan untuk
mengekspresikan emosi yang kuat (Feist & Feist, 2008).
b. Agreeableness (A)
Dicirikan dengan kedermawanan dan keramahan sehingga dapat disebut
juga social adaptability. Dimensi agreeableness membedakan individu yang
berhati lembut dengan individu yang memiliki hati yang jahat. Individu yang
memiliki skor agreeableness yang tinggi digambarkan sebagai seorang yang
mudah percaya, murah hati, pengalah, mudah menerima, memiliki perilaku
yang baik, bersahabat, kooperatif, dapat dipercaya, dan hangat (Feist & Feist,
33
2008). Sedangkan individu dengan skor agreeableness yang rendah adalah
individu yang dingin, penuh curiga, pelit, tidak ramah, pemarah, dan suka
mengkritik orang lain (Feist & Feist, 2008).
c. Conscientiousness (C)
Conscientiousness mendeskripsikan individu yang teratur, terkontrol,
terorganisir, ambisius, fokus pada pencapaiannya, dan memilki disiplin diri
(Feist & Feist, 2008). Individu dengan skor conscientiousness yang tinggi
biasanya akan digambarkan oleh teman-teman individu sebagai individu yang
well-organized. Tingkat conscientiousness yang rendah akan menunjukkan
sikap ceroboh, tidak terarah, dan mudah teralih perhatiannya.
d. Neuroticism (N)
Neuroticism menggambarkan individu yang memiliki masalah dengan
emosi negatife seperti rasa khawatir dan rasa tidak aman. Individu dengan tingkat
neuroticism rendah akan lebih gembira terhadap hidup dibandingkan dengan
orang yang memiliki skor neuroticism yang tinggi.
e. Openness To Experience (O)
Secara umum individu yang openness adalah individu yang
imaginative, artistic, cerdas, dan original. Individu yang memiliki skor tinggi pada
trait ini akan cenderung mempertanyakan nilai-nilai tradisional sedangkan
individu dengan skor yang rendah cenderung mendukung nilai tradisional
dan memelihara gaya hidup yang konstan.
34
Di bawah ini adalah tabel yang merupakan rangkuman dari Costa
dan McCrae mengenai Big Five yang telah dijelaskan di atas, dikutip dari Feist &
Feist (2008).
Tabel 2.1 Lima Faktor Model Personality Costa dan McCrae
Bukti kekuatan dan validitas big five telah terbukti, seperti dalam
Mischel (2003) adalah
1. Struktur Big Five Factor telah sering diulang dalam penelitian oleh beragam
peneliti dengan menggunakan berbagai sample berbahasa Inggris.
2. Terutama faktor N, E, dan A telah ditemukan dapat meniru dengan baik
bahkan ketika bahasa, budaya, dan format konten yang digunakan berbeda.
Karakter Skor Tinggi Skala Trait
Karakteristik Skor
Rendah
Penuh kasih sayang, mudah
bergaul, banyak bicara, menyukai
kesenangan, bersemangat
Extraversion
Tidak peduli, penyendiri, pendiam, serius, tidak
berperasaan
Berhati lembut, mudah percaya,
dermawan, ramah, toleran,
bersahabat
Agreeableness
Penuh kecurigaan, pelit, bermusuhan, kritis, lekas
marah
Teliti, bekerja keras, teratur, tepat
waktu, ambisius, gigih Conscientiousness
Ceroboh, malas, tidak teratur, terlambat, tidak
punya tujuan, mudah menyerah
Pencemas, temeperamental,
sentimental, emosional, rentan Neuroticism
Tenang, terkadang temperamen, bangga dengan
dirinya sendiri, tidak emosional, kuat, realistis
Imajinatif, kreatif, inovatif,
penasaran, bebas
Openness to
Experience
Tidak kreatif, konvensional, tidak penasaran,
konservatif, keras hati
35
3. Secara keseluruhan, hasilnya mengesankan dan dapat digeneralisasi di
beragam budaya (McCrae et al., 1998), meskipun ada beberapa faktor yang
dapat mengambil bentuk berbeda dalam sampel dan budaya yang berbeda.
4. Struktur faktor dari gambaran individu yang dijelaskan oleh model ini
cenderung relatif stabil selama jangka waktu yang lama pada orang dewasa.
2.3.3 Pengukuran Kepribadian Big Five Personality Trait
Pengukuran Big Five dikembangkan oleh Costa dan McCrae. Alat ukur ini
dinamakan NEO-PI-R yaitu Neuroticism, Extraversion, Openness (NEO)
Personality Inventory (PI) Revised. Selanjutnya Jon, Donahue dan Kentle (dalam
Jhon & Soto, 2008) mengembangkan skala big five yaitu Big Five Inventory (BFI)
yang terdiri dari 44 item yang terdiri dari lima faktor yaitu, extraversion,
neuroticism, agreeableness, conscientiousness, dan openness.
John dan Srivastava BFI memiliki validitas (α) antara 0.75 hingga 0.80 dan
reliabilitas tes antara 0.80 hingga 0.90. Validitas BFI pada versi asli yang
dikorelasikan dengan NEO-FFI dan TDA menghasilkan rata-rata korelasi sebesar
0.83 hingga 0.91.
Item-item yang terdapat di BFI telah dibandingkan dengan berbagai
inventori kepribadian yang sudah baku dan memiliki rehabilitas yang cukup baik.
Kuesioner yang dikembangkan oleh Jhon dan Soto ini mengukur setiap item
dengan 4 kategori jawaban, yaitu: “Sangat Sesuai” (SS), “Sesuai” (S),
“Tidak Sesuai” (TS), “Sangat Tidak Sesuai” (STS). Penskoran tertinggi
diberikan pada pernyataan “Sangat Sesuai” (SS) dan terendah pada
36
pernyataan “Sangat Tidak Sesuai” (STS) untuk pernyataan favourable.
Sementara, untuk pernyataan unfavourable, penskoran tertinggi diberikan
pada pernyataan “Sangat Tidak Sesuai” (STS) dan terendah pada “Sangat
Sesuai” (SS). Skor-skor tersebut dihitung dengan dua cara yaitu melalui item
favorable dan unfavorable, untuk item favorable penskorannya yaitu: SS = 4, S
= 3, TS = 2, STS = 1
2.4 Kerangka Berpikir
Menurut Goleman (1999) kecerdasan emosi atau “emotional intelligence”
merujuk pada kemampuan mengungkap dan mengenali perasaan kita sendiri juga
perasaan orang lain. Kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan
mengelola emosi diri sendiri dengan baik dan dalam hubungan dengan orang lain.
Berdasarkan berbagai riset yang telah dilakukan oleh para peneliti,
terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi seseorang,
salah satunya adalah parenting style atau pola asuh orang tua (Alegre & Benson,
2004).
Beberapa hal yang menentukan tinggi rendahnya kecerdasan emosi
seseorang adalah Pola asuh seperti pola asuh otoriter. Kurangnya kehangatan dan
tingkat kepedulian orang tua yang rendah terhadap anaknya akan berdampak
buruk bagi perkembangan emosi si anak dan adanya pengawasan dari orang tua
yang teralu ketat, dan orang tua yang suka memberi contoh mengabaikan,
kurang memperhatikan, melecehkan, menghina, tidak adil, suka marah-marah
dan sebagainya hal tersebut menyebabkan si anak kehilangan kesempatan untuk
37
belajar mengontrol emosi, dan membuat si anak memiliki perasaan bahwa orang
tuanya tidak memperhatikan apa emosi atau perasaan dari si anak.
Pola asuh otoritatif cara mendidik anak dengan musyawarah,
memberikan kebebasan anak tuk memilih apa yang dia suka tetapi selalu di
kontrol oleh orang tua, jika anak melakukan kesalahan orang tua tidah
menghukum dengan fisik ataupun perkataan yang tidak baik, orang tua hanya
menasehati anaknya bahwa itu tidak baik. Oleh karna itu anak akan mendapatkan
pendidikan kecerdasan emosi yang dipelajari dari pola asuh orang tuanya dan si
anak akan menerapkan perilaku yang diajarkan orang tua dilingkungan teman
bermainnya dan dilingkungan sekolah.
Pola asuh permisif memberikan kebebasan penuh pada anak sesuai
dengan keinginan mereka sendiri, orang tua bersikap menerima dan memberikan
keinginan-keinginan anak, dan anak bebas untuk mengatur sendiri jadwal
sehari-hari. Hal ini juga tidak terlalu baik bagi perkembangan emosi si anak,
karena si anak tidak akan mendapatkan kontrol dari orang tua, dan si anak akan
cenderung mengikuti apa yang si anak dapat di lingkungan dan teman
bermainnya.
Kepribadian neuroticism, karakter kepribadian ini dapat menyebabkan
rendanya tingkat kecerdasan emosi si anak karena karakter ini sangat sensitif dan
emosi-emosi yang biasa dimunculkan adalah emosi negatif. Sedangkan
kepribadian extravertion cenderung memiliki dampak yang positif bagi
kecerdasan emosi seseorang karena karakter ini biasanya mudah dalam
38
menyesuaikan diri dengan lingkungan. Kepribadian openness memiliki peluang
untuk tingginya dan rendanhya emosi seseorang, karena karakter ini sangat
menyenangkan, kreatif, dan imajinatif. Tetapi orang yang kreatif juga bisa saja
berdampak buruk bagi perkembangan emosi. Kepribadian agreeableness juga
cenderung berdampak positif bagi tingginya kecerdasan emosi karena karakter ini
sangat ramah, mudah percaya, dan hangat.
Hal ini dapat dijelaskan dengan teori kepribadian. Menurut Larsen
& Buss (2002) kepribadian dapat mempengaruhi seseorang dalam berpikir,
bertindak, melihat sesuatu, berinteraksi dengan lingkungannya. Kepribadian yang
ada dalam diri seseorang ditampilkan dalam pola-pola perilaku yang konsisten
pada setiap waktu dan setiap situasi. Maka dapat dipahami bahwa seseorang
yang memiliki trait yang sensitif dan pencemas akan cenderung menampilkan
emosi-emsoi yang negatif yang konsisten setiap waktu dan setiap situasi.
2.4.1 Pengaruh Persepsi Pola Asuh Terhadap Kecerdasan Emosi
Golman (2007) mengatakan bahwa kehidupan keluarga merupakan pendidik
pertama bagi kita untuk mempelajari emosi, dimana kita belajar bagaimana
merasakan perasaan kita sendiri dan bagaimana orang lain menanggapi perasaan
kita, bagaimana berpikir tentang perasaan ini dan pilihan-pilihan apa yang kita
miliki untuk bereaksi serta bagaimana membaca dan mengungkapkan harapan dan
rasa takut.
Ada ratusan penelelitian yang meperlihatkan bahwa cara orang tua
memperlakukan anak-anaknya, baik dengan disiplin yang keras atau pemahaman
39
yang empatik, atau dengan ketidakpedulian atau kehangatan, dan sebagainya
berakibat mendalam dan permanen bagi kehidupan emosioanal anak Goleman
(2007).
Salah satu data kuat yang memperlihatkan bahwa mempunyai orang tua
yang cerdas secara emosional merupakan keuntungan yang besar bagi seorang
anak. Berdasarkan riset yang dipimpin oleh Carole Hooven dan John Gottman
dari University of Washington melakukan mikroanalisis mengenai interaksi pada
pasangan suami istri tetang bagaimana pasangan itu mendidik anak-anaknya, riset
itu menemukan bahwa pasangan yang secara emosional lebih terampil dalam
pernikahannya juga merupakan pasangan yang paling berhasil membantu anak-
anaknya menghadapi perubahan emosi dan memberi dasar keterampilan
emosioanal, seperti belajar mengenali, mengelola, dan memanfaatkan perasaan-
perasaan, berempati, dan menangani perasaan-perasaan yang muncul dalam
hubungan-hubungan mereka. Fakta lain mengatakan bahwa orang tua yang
terampil secara emosianal memiliki anak-anak yang pergaulannya lebik baik dan
memperlihatkan lebih banyak kasih sayang kepada orang tuanya serta lebih
sedikit konflik dengan orang tuanya. Selain itu, anak-anak ini juga lebih pintar
menaganani emosinya, lebih efektif menenangkan diri saat marah, dan tidak
sering marah. Secara biologis anak-anak ini juga lebih santai dan memiliki kadar
hormon stres dan indikator pembangkit emosi yang lebih rendah. Secara sosial
anak-anak ini lebih popular dan lebih disukai teman sebayanya dan oleh guru
dianggap anak yang lebih pandai bergaul (dalam Goleman, 2007).
40
Penelitian yang dilakukan Alberto Alegre & Mark Benson (2004)
membuktikkan bahwa, gaya pengasuhan (parenting style) merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosional anak. Kemudian
penelitian di Indonesia yang dilakukan (Woro Priatini, et.al 2008) dan (Nur Dian
Oktafiany, et.al 2013) yang membuktikan bahwa pengasuhan orang tua
berpengaruh positif terhadap kecerdasan emosional remaja.
Berdasarkan riset dan berbagai penelitian yang telah dilakukan mengenai
pola pengasuhan orang tua kepada anak-anaknya. hal ini membuktikan bahwa
pola asuh orang tua yang diterapkan kepada anak-anaknya dapat mempengaruhi
kecerdasan emosi. Dapat dikatakan bahwa keluarga memegang peran penting
dalam pertumbuhan dan berkembangnya seorang anak termasuk kecerdasan
emosionalnya.
2.4.2 Pengaruh Big Five Terhadap Kecerdasan Emosi
Berdasarkan apa yang dijelaskan oleh Goleman (2009), ada faktor- faktor yang
mempengaruhi keceradasan emosional meliputi: (1) Faktor yang bersifat bawaan
Genetik misalnya kepribadian. (2) Faktor yang berasal dari lingkungan yaitu
kehidupan keluarga merupakan pendidik pertama, selain itu sekolah juga
mempunyai peran penting bagi kita untuk mempelajari emosi. Menurut Le
Dove (dalam Goleman, 1997) mengemukakan bahwa terdapat dua faktor
yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosi seseorang antara lain: 1. Fisik.
Secara fisik bagian anatomi saraf emosinyalah yang paling berpengaruh
terhadap kecerdasan emosi seseorang (Korteks dan sistem limbich). 2. Psikis.
41
Kecerdasan emosi selain dipengaruhi oleh kepribadian individu, juga dapat
dipupuk dan diperkuat dalam diri individu.
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi salah
satunya adalah kepribadian, hal ini membuktikan bahwa Tipe Kepribadian dapat
mempengaruhi kecerdasan emosi. Diperkuat lagi oleh penelitian Kappagoda
(2008) yang menunjukkan bahwa kecerdasan emosional seseorang secara
signifikan dan positif berkorelasi dengan tipe kepribadian extraversion,
keramahan dan keterbukaan terhadap pengalaman, tapi itu tidak signifikan
berkorelasi dengan kesadaran dan neurotisisme.
Uraian-uraian tersebut dapat dituangkan pada skema berikut ini:
seperti bagan di bawah ini:
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
Pola asuh
Otoriter
Otoritatif
Permisif
Tipe Kepribadian Big
Five Neuroticism
Extraversion
Openness To Experience
Agreeableness
Conscientiousness
Kecerdasan Emosi
42
2.5 Hipotesis Penelitian
Karena di dalam penelitian ini menggunakan uji statistik, maka hipotesis yang
akan diuji adalah hipotesis nol (nihil), lalu dipaparkan juga hipotesis alternatif
sebagai informasi tambahan, sebagai berikut:
Hipotesis Nol (Ho): Tidak ada pengaruh yang signifikan dari dimensi pola asuh
orang tua (otoriter, otoritatif, dan permisif), tipe kepribadian big five (neuroticism,
agreableness, openness to experience, conscientiousness, extraversion) terhadap
kecerdasan emosi pada remaja.
Ho1 : Tidak Ada pengaruh yang signifikan antara persepsi pola asuh orang tua
dan tipe kepribadian Big Five terhadap kecerdasan emosi pada remaja.
Ho2 : Tidak Ada pengaruh yang signifikan pola asuh otoriter terhadap
kecerdasan emosi pada remaja
Ho3 : Tidak Ada pengaruh yang signifikan pola asuh otoritatif terhadap
kecerdasan emosi pada remaja.
Ho4 : Tidak Ada pengaruh yang signifikan pola asuh permisif terhadap
kecerdasan emosi pada remaja.
Ho5 : Tidak Ada pengaruh yang signifikan kepribadian neuroticism terhadap
kecerdasan emosi pada remaja.
Ho6 : Tidak Ada pengaruh yang signifikan kepribadian extraversion
terhadap kecerdasan emosi pada remaja.
43
Ho7 : Tidak Ada pengaruh yang signifikan kepribadian openness terhadap
kecerdasan emosi pada remaja.
Ho8 : Tidak Ada pengaruh yang signifikan kepribadian agreeableness
terhadap kecerdasan emosi pada remaja.
Ho9 : Tidak Ada pengaruh yang signifikan kepribadian conscientiousness
terhadap kecerdasan emosi pada remaja.
44
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab tiga ini dipaparkan populasi dan sampel, variabel penelitian,
definisi operasional, instrumen pengumpulan data, uji validitas instrumen
pengumpulan data, prosedur pengumpulan data, dan teknik analisis data.
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa STM Pangudi Rahayu Cijantung,
Jakarta Timur, yang berjumlah 360 siswa. Adapun sampel dalam penelitian ini
berjumlah 279 siswa yang seluruhnya berjenis kelamin laki-laki. Pengambilan
sampel menggunakan metode non-probability sampling yang berarti
kemungkinan terpilihnya setiap responden anggota populasi tidak diketahui
peluangnya. Teknik yang digunakan adalah accidental sampling dimana teknik
penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan
bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang
yang kebetulan ditemui cocok sebagai sumber data.
3.2 Variabel Penelitian
Variabel adalah suatu karakteristik yang memiliki bermacam-macam nilai
atau sifat yang berdiri sendiri-sendiri. Kerlinger (2003) menyatakan variabel
sebagai symbol atau lambang yang padanya kita lekatkan bilangan atau nilai.
Variabel dibagi menjadi dua macam, yaitu : independent variable (Variabel
bebas) dan dependent variable (Variabel terikat). Variabel bebas adalah
45
variabel yang dipandang sebagai sebab kemunculan, sedangkan variabel
terikat adalah konsekuensi atau yang dipandang sebagai akibatnya
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel terikat (dependent variabel) dan
variabel bebas (independent variable).
Adapun variabel-variabel tersebut adalah :
a. Variabel terikat (dependent variable), yaitu variabel kecerdasan emosi.
b. Variabel bebas (independent variable), yaitu aspek-aspek dari:
Persepsi Pola Asuh Orang tua yang meliputi: (otoriter, otoritatif, permisif)
Tipe Kepribadian Big Five yang meliputi: (Neuroticism, Extraversion,
Openess to experience, Agreeableness, Conscientiousness)
3.3 Definisi Operasional Variabel
Adapun definisi operasional masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Kecerdasan emosi atau “Emotional Intelligence” adalah merujuk pada
kemampuan mengungkap dan mengenali perasaan kita sendiri juga perasaan
orang lain. Kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola
emosi diri sendiri dengan baik dan dalam hubungan dengan orang lain.
Goleman (1995). Kecerdasan emosi dalam penelitian ini diukur dengan skala
kecerdasan emosi dibuat berdasarkan aspek-aspek kecerdasan emosi menurut
Goleman (1995), seperti mengenali emosi, mengelola emosi, memotivasi diri
sendiri, mengenali emosi orang lain, membina hubungan.
46
2. Persepsi pola asuh orang tua sikap orang tua terhadap anak dengan
mengembangkan aturan-aturan dan mencurahkan kasih sayang kepada
anak. Berdasarkan tiga pola pengasuhan Baumrind (dalam Santrock, 2007)
a. Pola asuh otoriter adalah sikap orang tua yang membatasi, menghukum
dan menuntut anak untuk mengikuti perintah orang tua.
b. Pola asuh otoritatif adalah sikap orang tua yang mendorong anak-
anak agar mandiri tetapi masih menerapkan batasan pada tindakan mereka.
c. Pola asuh permisif adalah sikap orang tua yang menghargai ekspresi
diri dan pengaturan diri, hangat jarang menghukum dan tidak mengontrol.
Variabel ini akan diukur dengan menggunakan skala Parental Authority
Questionnaire (PAQ)
3. Kepribadian Big Five adalah pendekatan yang digunakan dalam psikologi
untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam
lima domain kepribadian. Lima domain kepribadian tersebut adalah :
a. Extraversion adalah karakteristik individu yang memiliki antusiasme
yang tinggi, senang bergaul, memiliki emosi yang positif, energik, tertarik
dengan banyak hal, dan ramah terhadap orang lain.
b. Agreeableness adalah karakteristik individu yang cenderung mudah
percaya, murah hati, dan bersahabat.
c. Conscientiousness adalah karakteristik individu yang teratur, terkontrol
dan terorganisir.
d. Neuroticism adalah karakteristik individu yang cenderung penuh
kecemasan, temperamental, dan emosional.
47
e. Openness to experience adalah karakteristik individu yang cenderung
mencari pengalaman yang berbeda dan bervariasi.
Variabel ini akan diukur dengan menggunakan skala Big Five Inventory (BFI).
3.4 Instrumen Pengumpulan Data
1. Skala Kecerdasan emosi
Skala Kecerdasan emosidalam penelitian ini, dibuat berdasarkan aspek-aspek
kecerdasan emosi menurut Goleman (1995), seperti mengenali emosi, mengelola
emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, membina hubungan.
Skala kecerdasan emosi yang diuji terdiri atas 25 item. Selanjutnya untuk
menginterpretasi skor responden, peneliti menentukan 4 kategori jawaban yaitu:
Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai, dan Sangat Tidak Sesuai (STS).
Adapun blue print skala Kecerdasan emosi terdapat dalam tabel di bawah ini
Tabel 3.1 Blue-print skala Kecerdasan emosi
No Aspek Indikator Favorable Unfavorable Total
1 Mengenali Emosi
Diri
Kesadaran
diri
1,20,25 5
Kemampuan
memantau
perasaan
7 14
2 Mengelola Emosi Mampu menangani
perasaan
2,8,15,24 21 5
3 Motivasi Diri Sendiri Berusaha mencapai
tujuan
9,12,16,23 3 5
4 Mengenali Emosi
orang lain
Mampu membaca
pesan non verbal
4,13 18 5
Mengetahui
Perasaan orang
lain
10 6
5 Membina Hubungan Mampu membina
hubungan dengan
orang lain
5,11,17,19 22 5
Jumlah 19 6 25
48
2. Skala Persepsi Pola Asuh
Skala persepsi pola asuh orang tua dalam penelitian ini adalah Parental Authority
Questionnaire (PAQ) yang dikembangkan oleh Buri (1991). PAQ didesain
berdasarkan pengukuran tiga pola pengasuhan Baumrind (dalam Santrock, 2007)
yaitu pola asuh otoriter, otoritatif dan permisif.
Skala pola asuh yang di uji terdiri atas 21 item. Selanjutnya untuk
menginterpretasi skor responden, peneliti menentukan 4 kategori jawaban,
yaitu: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai, dan Sangat Tidak Sesuai
(STS). Adapun blue print skala pola asuh orang tua terdapat dalam tabel dibawah
ini.
Tabel 3.2 Blue-print skala Persepsi Pola Asuh
No Jenis-Jenis
Pola Asuh
Indikator Item Jumlah
1 Otoriter Orang tua bersifat membatasi,
menghukum, dan hanya sedikit
melakukan komunikasi verbal
Mendesak anak untuk mengikuti petunjuk
dan usaha orang tua
1, 7, 13
2, 8, 14, 19
3
4
2 Otoritatif Mendorong anak untuk bebas tetapi tetap
memberikan batasan dan mengendalikan
tindakan anak.
Penetapat aturan dalam keluarga
berdasarkan kesepakatan bersama
3, 9, 15, 20
4, 10, 16
4
3
3 Permisif Orang tua bersikap membebaskan
Tidak memberikan pengawasan dan
pengarahan pada tingkah laku anak
5, 11, 17,21
6,12, 18
4
3
Jumlah 21 21
49
2. Skala Kepribadian Big Five
Skala kepribadian big five untuk mengukur trait big five, alat ukur yang
digunakan dalam penelitian ini adalah skala Big Five Inventory (BFI) yang
dikembangkan oleh Jhon et.al (Jhon & Soto, 2008). BFI berjumlah 44 item
mengenai trait kepribadian yang menggunakan kalimat singkat berdasarkan
sifat yang menjadi penanda kepribadian lima faktor yaitu, extraversion,
agreeableness, conscienusness, neuroticism, dan openness to experience.
Instrumen ini berbentuk skala Likert dengan rentang lima rentangan,
namun peneliti memodifikasi sehingga menggunakan rentang skala empat
rentangan yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai, dan Sangat Tidak
Sesuai (STS). Hal ini dilakukan untuk mempermudah subjek dalam pengisian
alat ukur. Adapun pembagian item-item skala big five berdasarkan trait adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.3 Blue print skala kepribadian Big Five
No Dimensi Indikator Favorable Unfavorable Total
1 Extraversion Penuh kasih sayang
Mudah bergaul
Banyak bicara
1, 11, 16,
26, 36
6, 21, 31 8
2 Agreeableness Berhati lembut
Dermawan
Ramah
7, 17, 22,
32, 42
2, 12, 27, 37 9
3 Conscientiousnes Teliti
.Pekerja keras
.Teratur
Tepat waktu
3, 13, 28,
33, 38
8, 18, 23, 43 9
4 Neuroticism Pencemas
Emosional
Realistis
4, 14, 19,29,
39
9, 24, 34 8
5 Opennesess to
Experience
Imajinatif
.Kreatif
Inovatif
5, 10, 15, 20,
25,30, 40, 44
35, 41 10
Jumlah 28 16 44
50
3.5 Pengujian Validitas Konstruk Alat Ukur
Peneliti melakukan uji instrumen dengan sejumlah item dari 3 skala, yaitu skala
kecerdasan emosi, skala persepsi pola asuh orang tua dan skala tipe kepribadian.
Uji instrumen ini diberikan kepada seluruh sampel.
Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA). Adapun prosedur uji
validitas konstruk dengan CFA adalah sebagai berikut (Umar, 2012):
1. Dibuat atau disusun suatu definisi operasional tentang konsep atau trait
yang hendak diukur. Untuk mengukur trait atau faktor tersebut diperlukan
item (stimulus) sebagai indikatornya.
2. Disusun hipotesis/teori bahwa seluruh item yang disusun (dibuat) adalah
valid mengukur konstruk yang didefinisikan. Dengan kata lain diteorikan
(hipotesis) bahwa hanya ada 1 faktor yang diukur yaitu konstruk yang
didefinisikan (model unidimensional).
3. Berdasarkan data yang diperoleh kemudian dihitung matriks korelasi antar
item, yang disebut matriks S.
4. Matriks korelasi tersebut digunakan untuk mengestimasi matriks korelasi
yang seharusnya terjadi menurut teori/model yang ditetapkan. Jika
teori/hipotesis pada butir 2 adalah benar, maka semestinya semua item
hanya mengukur satu faktor saja (unidimensional).
51
5. Adapun langkah-langkahnya adalah:
a. Dihitung (diestimasi) parameter dari model/teori yang diuji yang
dalam halini terdiri dari dari koefisien muatan faktor dan varian
kesalahan pengukuran (residual)
b. Setelah nilai parameter diperoleh kemudian di estimasi (dihitung)
korelasi antar setiap item sehingga diperoleh matriks korelasi antar
item berdasarkan hipotesis/teori yang diuji (matriks korelasi ini disebut
sigma).
6. Uji validitas konstruk dilakukan dengan menguji hipotesis bahwa S=∑
atau dapat dituliskan Ho : S - ∑ = 0. Uji hipotesis ini misalnya dilakukan
menggunakan uji chi square, dimana jika chi square tidak signifikan
(p>0.05) maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil (Ho) tidak ditolak.
Artinya, teori yang mengatakan bahwa semua item hanya mengukur satu
konstruk saja terbukti sesuai (fit) dengan data.
7. Jika telah terbukti model unidimensional (satu faktor) fit dengan data
maka dapat dilakukan seleksi terhadap item dengan menggunakan 3
kriteria, yaitu:
a. Item yang koefisien muatan faktornya tidak signifikan di drop karena
tidak memberikan informasi yang secara statistik bermakna.
b. Item yang memiliki koefisien muatan faktor negatif juga didrop karena
mengukur hal yang berlawanan dengan konsep yang didefinisikan.
Namun demikian, harus diperiksa dahulu apakah item yang
pernyataannya unfavorable atau negatif sudah disesuaikan (di reverse)
52
skornya sehingga menjadi positif. Hal ini berlaku khusus untuk item
dimana tidak ada jawaban yang benar ataupun salah (misalnya, alat
ukur personality, motivasi, persepsi, dsb).
c. Item dapat juga di drop jika residualnya (kesalahan pengukuran)
berkorelasi dengan banyak residual item yang lainnya, karena ini
berarti bahwa item tersebut mengukur juga hal lain selain konstruk
yang hendak diukur.
Jika langkah-langkah diatas telah dilakukan, maka diperoleh item-item
yang valid untuk mengukur apa yang hendak diukur. Dalam penelitian ini, penulis
tidak menggunakan raw score/skor mentah (hasil menjumlahkan skor item). Item-
item inilah yang diolah untuk mendapatkan faktor skor pada tiap skala. Dengan
demikian perbedaan kemampuan masing-masing item dalam mengukur apa yang
hendak diukur ikut menentukan dalam menghitung faktor skor (True score). True
score inilah yang dianalisis dalam penelitian ini.
Untuk kemudahan didalam penafsiran hasil analisis maka penulis
mentransformasikan faktor skor yang diukur dalam skala baku (Z score) menjadi
T score yang memiliki mean = 50 dan standar deviasi (SD) = 10 sehingga tidak
ada responden yang mendapat skor negatif. Adapun rumus T score adalah:
Rumus 3.1
T score = (10 x skor faktor) + 50
53
Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan software
LISREL 8.70. Uji validitas tiap alat ukur akan dipaparkan dalam sub bab berikut.
3.5.1 Uji validitas item kecerdasan emosi
Peneliti menguji apakah ke 25 item yang mengukur kecerdasan emosi bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur kecerdasan emosi. Tetapi saat
dilakukan pengujian CFA, data mengalami masalah sehingga peneliti mendrop 8
item yang menjadi sumber masalah dalam pengujian CFA, item tersebut di drop
karena memiliki factor loading yang negative. Selanjutnya, setelah tersisa 17
item, dilakukan analisis CFA kembali. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square = 798.58, df =
119, P-value = 0.000, dan nilai RMSEA = 0.143. Oleh sebab itu, penulis
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-square= 92.65, df = 72, P-value = 0.0511, RMSEA = 0.032.
Setelah di dapat nilai P-value > 0.05 dapat dinyatakan bahwa model
dengan satu faktor dapat diterima,artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor
yaitu kecerdasan emosi. Kemudian penulis melihat apakah item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan
apakah item tersebut perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan
melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor.
54
Pada pengujian CFA ini, nilai t bagi koefisien muatan faktor semua item
signifikan karena t > 1.96 atau t < -1.96. Selanjutnya penulis melihat muatan
faktor dari item, apakah ada yang bermuatan negatif atau tidak, tetapi diketahui
tidak terdapat item yang muatan faktornya negatif.
Gambar 3.1
Path Diagram Kecerdasan Emosi
Sehingga di dapatkan nilai koefisien muatan faktor, t-value tiap item seperti yang
dapat dilihat di tabel 3.4 dibawah ini:
55
Tabel 3.4
Muatan Faktor Kecerdasan Emosi
No No.
Item
Muatan
Faktor
Standard
Error
t-value Valid/Tidak
1 1 0.34 0.06 5.47 V
2 3 0.41 0.06 6.91 V
3 5 0.49 0.06 7.96 V
4 6 0.19 0.06 3.04 V
5 7 0.29 0.07 4.11 V
6 8 0.31 0.07 4.55 V
7 10 0.33 0.06 5.63 V
8 12 0.48 0.06 8.38 V
9 13 0.39 0.06 6.57 V
10 16 0.67 0.06 11.90 V
11 17 0.30 0.06 4.72 V
12 18 0.60 0.06 9.56 V
13 19 0.31 0.06 4.87 V
14 20 0.23 0.06 3.92 V
15 22 0.40 0.06 6.42 V
16 23 0.61 0.06 10.30 V
17 24 0.55 0.06 9.75 V Keterangan : V artinya Valid, X artinya Tidak Valid
Berdasarkan tabel 3.4, setelah dilakukan pengujian CFA, nilai t bagi
koefisien muatan faktor semua item signifikan karena t > 1.96 atau t < -1.96. Lalu
koefisien muatan faktor dari seluruh item tidak ada yang memiliki nilai negatif.
Artinya, ke 17 item merupakan item yang valid untuk mengukur kecerdasan
emosi berdasarkan kriteria yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu muatan faktor
tidak boleh memiliki nilai negatif, t-value memiliki nilai t > 1.96 atau t < -1.96.
3.5.2 Uji validitas item otoriter
Peneliti menguji apakah kelima item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur otoriter. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan
56
model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square = 72.25, df = 14, P-value
= 0.00000, dan nilai RMSEA = 0.125, oleh sebab itu, penulis melakukan
modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
square= 15.85, df = 11, P-value = 0.14668, RMSEA = 0.040.
Gambar 3.2
Path Diagram Otoriter
Setelah di dapat nilai P-value > 0.05 dapat dinyatakan bahwa model dengan satu
faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu
otoriter. Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang
hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, seperti table 3.5 dibawah ini:
57
Tabel 3.5
Muatan Faktor Otoriter
No No.
Item
Muatan
Faktor
Standard
Error
t-value Valid/Tidak
1 1 0.65 0.08 7.71 V
2 2 0.47 0.07 6.53 V
3 7 0.57 0.07 7.62 V
4 8 -0.03 0.08 -0.33 X
5 13 0.44 0.09 5.14 V
6 14 0.21 0.08 2.82 V
7 19 0.21 0.07 2.93 V Keterangan : V artinya Valid, X artinya Tidak Valid
Berdasarkan tabel 3.5, penulis melihat muatan faktor dari item,
apakah ada yang bermuatan negatif atau tidak, ternyata terdapat 1 item yang
muatan faktornya negatif, yaitu item 8. Selanjutnya, nilai t bagi koefisien
muatan faktor semua item signifikan karena t > 1.96 atau t < -1.96. Dengan
demikian, bobot nilai pada item 8 tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor
skor, karena tidak valid sedangkan seluruh item lain valid untuk mengukur apa
yang hendak diukur berdasarkan kriteria yang telah dijelaskan sebelumnya.
3.5.3 Uji validitas item otoritatif
Peneliti menguji apakah kelima item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur otoritatif. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square = 74.49, df = 14, P-value
= 0.00000, dan nilai RMSEA = 0.125, oleh sebab itu, penulis melakukan
modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
square= 18.22 df = 11, P-value = 0.07655, RMSEA = 0.049.
58
Gambar 3.3
Path Diagram Otoritatif
Setelah di dapat nilai P-value > 0.05 dapat dinyatakan bahwa model dengan satu
faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu
otoritatif. Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang
hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor.seperti tabel 3.6
59
Tabel 3.6
Muatan Faktor Otoritatif
No No.
Item
Muatan
Faktor
Standard
Error
t-value Valid/Tidak
1 3 0.51 0.07 7.32 V
2 4 0.48 0.06 7.66 V
3 9 0.50 0.06 8.11 V
4 10 0.39 0.06 6.10 V
5 15 0.68 0.06 11.38 V
6 16 0.37 0.07 5.47 V
7 20 0.75 0.06 11.83 V
Keterangan : V artinya Valid, X artinya Tidak Valid
Berdasarkan tabel 3.6, penulis melihat muatan faktor dari item, apakah
ada yang bermuatan negatif atau tidak, ternyata tidak terdapat item yang
muatan faktornya negatif. Selanjutnya, nilai t bagi koefisien muatan faktor
semua item signifikan karena t > 1.96 atau t < -1.96. Dengan demikian, semua
bobot nilai pada item ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor. Artinya
seluruh item valid untuk mengukur apa yang hendak diukur berdasarkan kriteria
yang telah dijelaskan sebelumnya
3.5.4 Uji validitas item permisif
Peneliti menguji apakah kelima item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur permisif. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square = 181.72, df = 14, P-value
= 0.00000, dan nilai RMSEA = 0.208, oleh sebab itu, penulis melakukan
modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item
60
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
square= 9.59, df = 8, P-value = 0.29464, RMSEA = 0.027.
Gambar 3.4
Path Diagram Permisif
Setelah di dapat nilai P-value > 0.05 dapat dinyatakan bahwa model dengan satu
faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu
permisif. Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor yang
hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, seperti tabel 3.7.
61
Tabel 3.7
Muatan Faktor Permisif
No No.
Item
Muatan
Faktor
Standard
Error
t-value Valid/Tidak
1 5 0.72 0.06 12.92 V
2 6 0.81 0.05 15.07 V
3 11 0.70 0.06 12.11 V
4 12 0.54 0.06 9.09 V
5 17 0.58 0.06 9.49 V
6 18 0.41 0.06 6.38 V
7 21 0.62 0.06 10.15 V Keterangan : V artinya Valid, X artinya Tidak Valid
Berdasarkan tabel 3.7, penulis melihat muatan faktor dari item, apakah
ada yang bermuatan negatif atau tidak, ternyata tidak terdapat item yang
muatan faktornya negatif. Selanjutnya, nilai t bagi koefisien muatan faktor
semua item signifikan karena t > 1.96 atau t < -1.96. Dengan demikian, semua
bobot nilai pada item ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor. Artinya
seluruh item valid untuk mengukur apa yang hendak diukur berdasarkan kriteria
yang telah dijelaskan sebelumnya
3.5.5 Uji validitas item agreeableness
Peneliti menguji apakah kelima item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur agreeableness. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, dan model tersebut tidak fit, dengan Chi-square =
184.80, df = 27, P-value = 0.00000, dan nilai RMSEA = 0.145, oleh sebab itu,
penulis melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran
pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh
62
model fit dengan Chi-square= 24.02, df = 18, P-value = 0.15422, RMSEA =
0.035.
Gambar 3.5
Path Diagram Agreeableness
Telah didapat nilai P-value> 0.05 sehingga dapat dinyatakan bahwa model dengan
satu faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu
agreeableness. Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor
yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item
tersebut perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti tabel 3.8.
63
Tabel 3.8
Muatan Faktor Agreeableness
No No.
Item
Muatan
Faktor
Standard
Error
t-value Valid/Tidak
1 2 0.05 0.07 0.74 X
2 7 -0.72 0.08 -8.74 X
3 12 -0.45 0.07 -6.67 X
4 17 0.35 0.07 5.16 V
5 22 0.33 0.08 4.17 V
6 27 -0.37 0.06 -5.88 X
7 32 -0.49 0.06 -7.70 X
8 37 -0.13 0.06 -2.06 X
9 42 -0.60 0.08 -7.81 X Keterangan : V artinya Valid, X artinya Tidak Valid
Berdasarkan tabel 3.8, penulis melihat muatan faktor dari item,
apakah ada yang bermuatan negatif atau tidak, ternyata terdapat 6 item yang
muatan faktornya negatif, yaitu item 7, 12, 27, 32, 37, 42. Selanjutnya ,
terdapat 1 item dengan T-Value <1.96, yaitu item 2. Dengan demikian, bobot
nilai pada item 7, 12, 27, 32, 37, 42 dan 2 tidak ikut dianalisis dalam
penghitungan faktor skor, karena tidak valid sedangkan seluruh item lain valid
untuk mengukur apa yang hendak diukur berdasarkan kriteria yang telah
dijelaskan sebelumnya.
3.5.6 Uji validitas item conscientiousness
Peneliti menguji apakah kelima item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur conscientiousnes. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square = 211.550, df =
27, P-value = 0.00000, dan nilai RMSEA = 0.157, oleh sebab itu, penulis
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada
64
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-square= 27.62, df = 18, P-value = 0.06804, RMSEA = 0.044.
Gambar 3.6
Path Diagram Conscientiousness
Setelah didapat nilai P-value > 0.05 dapat dinyatakan bahwa model dengan satu
faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu
Conscientiousness. Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah
item tersebut perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai
t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti tabel 3.9 .
65
Tabel 3.9
Muatan Faktor Conscientiousness
No No.
Item
Muatan
Faktor
Standard
Error
t-value Valid/Tidak
1 3 0.44 0.07 6.62 V
2 8 0.65 0.06 10.91 V
3 13 0.04 0.07 0.65 X
4 18 0.76 0.06 12.98 V
5 23 0.63 0.06 10.12 V
6 28 0.43 0.07 6.34 V
7 33 0.37 0.06 5.69 V
8 38 0.27 0.07 3.90 V
9 43 0.30 0.07 4.30 V Keterangan : V artinya Valid, X artinya Tidak Valid
Berdasarkan tabel 3.9, penulis melihat muatan faktor dari item,
apakah ada yang bermuatan negatif atau tidak, ternyata tidak terdapat item yang
muatan faktornya negatif. Selanjutnya, terdapat 1 item dengan T-Value <1.96,
yaitu item 13. Dengan demikian, bobot nilai pada item 13 tidak ikut dianalisis
dalam penghitungan faktor skor, karena tidak valid sedangkan seluruh item lain
valid untuk mengukur apa yang hendak diukur berdasarkan kriteria yang telah
dijelaskan sebelumnya.
3.5.7 Uji validitas item extraversion
Peneliti menguji apakah kelima item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur extraversion. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square = 277.79, df = 20,
P-value = 0.00000, dan nilai RMSEA = 0.214, oleh sebab itu, penulis melakukan
modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item
66
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
square= 15.51, df = 10, P-value = 0.11441, RMSEA = 0.045.
Gambar 3.7
Path Diagram Extraversion
Setelah didapat nilai P-value > 0.05 dapat dinyatakan bahwa model dengan satu
faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu
extraversion. Kemudian penulis melihat apakah item tersebut mengukur faktor
yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item
tersebut perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti tabel 3.10.
67
Tabel 3.10
Muatan Faktor Extraversion
No No.
Item
Muatan
Faktor
Standard
Error
t-value Valid/Tidak
1 1 0.35 0.06 5.39 V
2 6 0.14 0.07 1.96 V
3 11 0.80 0.06 14.23 V
4 16 0.79 0.06 13.66 V
5 21 -0.34 0.06 -5.26 X
6 26 0.63 0.06 10.83 V
7 31 -0.33 0.07 -5.02 X
8 36 0.51 0.06 7.90 V
Keterangan : V artinya Valid, X artinya Tidak Valid
Berdasarkan tabel 3. 10, penulis melihat muatan faktor dari item,
apakah ada yang bermuatan negatif atau tidak, ternyata terdapat 2 item yang
muatan faktornya negatif, yaitu item 21 dan 31 . Selanjutnya, nilai t bagi
koefisien muatan faktor semua item signifikan karena t > 1.96 atau t < -1.96.
Dengan demikian, bobot nilai pada item item 21 dan 31 tidak ikut dianalisis dalam
penghitungan faktor skor, karena tidak valid sedangkan seluruh item lain valid
untuk mengukur apa yang hendak diukur berdasarkan kriteria yang telah
dijelaskan sebelumnya.
3.5.8 Uji validitas item neuroticism
Peneliti menguji apakah ke 15 item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur neuroticism. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square = 148.71, df = 20,
P-value = 0.00000, dan nilai RMSEA = 0.152. Oleh sebab itu, penulis melakukan
modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item
68
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
square=13.63, df = 10, P-value = 0.19032, RMSEA = 0.036.
Setelah di dapat nilai P-value > 0.05 sehingga dapat dinyatakan bahwa
model dengan satu faktor dapat diterima,dapat diartikan bahwa seluruh item hanya
mengukur satu faktor yaitu neuroticism. Kemudian penulis melihat apakah item
tersebut mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus
menentukan apakah item tersebut perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan
dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor.
Pada pengujian CFA ini, nilai t bagi koefisien muatan faktor semua item
signifikan karena t > 1.96 atau t < -1.96. Selanjutnya penulis melihat muatan
faktor dari item, apakah ada yang bermuatan negatif atau tidak, tetapi diketahui
tidak terdapat item yang muatan faktornya negatif.
Dari hasil analisis CFA kelima kalinya, yang dilakukan dengan model satu
faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square = 206.13, df = 44, P-value = 0.00000,
RMSEA = 0.106. Oleh sebab itu, penulis melakukan modifikasi terhadap model,
dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu
sama lainnya, sehingga diperoleh model fit dengan Chi-square = 48.85, df = 36,
P-value = 0.07482, RMSEA = 0.033.
69
Gambar 3.8
Path Diagram Neuroticism
Sehingga di dapatkan nilai koefisien muatan faktor, t-value dan jumlah korelasi
kesalahan pengukuran tiap item seperti yang dapat dilihat di tabel 3.11 dibawah
ini:
70
Tabel 3.11
Muatan Faktor Neuroticism
No No.
Item
Muatan
Faktor
Standard
Error
T-value Valid/Tidak
1 4 -0.05 0.06 6.26 X
2 9 -0.05 0.07 -0.71 X
3 14 0.86 0.06 14.46 V
4 19 0.62 0.06 10.59 V
5 24 -0.29 0.08 -3.83 X
6 29 0.28 0.06 4.48 V
7 34 0.41 0.06 6.33 V
8 39 0.65 0.06 10.90 V Keterangan : V artinya Valid, X artinya Tidak Valid
Berdasarkan tabel 3.11, penulis melihat muatan faktor dari item,
apakah ada yang bermuatan negatif atau tidak, ternyata terdapat 3 item yang
muatan faktornya negatif, yaitu item 4, 9 dan 24. Selanjutnya, nilai t bagi
koefisien muatan faktor semua item signifikan karena t > 1.96 atau t < -1.96.
Dengan demikian, bobot nilai pada item 4, 9 dan 24 tidak ikut dianalisis dalam
penghitungan faktor skor, karena tidak valid sedangkan seluruh item lain valid
untuk mengukur apa yang hendak diukur berdasarkan kriteria yang telah
dijelaskan sebelumnya.
3.5.9 Uji validitas item openness to experience
Peneliti menguji apakah kelima item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukuropenness to experience. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square =
226.45, df = 27, P-value = 0.00000, dan nilai RMSEA = 0.163, oleh sebab itu,
penulis melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran
71
pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh
model fit dengan Chi-square= 21.71, df = 14, P-value = 0.08476, RMSEA = 0.045
Gambar 3.9
Path Diagram Openness to Experience
Setelah didapat nilai P-value > 0.05 dapat dinyatakan bahwa model dengan satu
faktor dapat diterima. Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu
opportunity for nurturance. Kemudian penulis melihat apakah item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan
apakah item tersebut perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan
melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti tabel 3.12.
72
Tabel 3.12
Muatan Faktor Openness to Experience
No No.
Item
Muatan
Faktor
Standard
Error
t-value Valid/Tidak
1 5 0.62 0.06 10.19 V
2 10 0.23 0.08 3.08 V
3 15 0.52 0.08 6.72 V
4 20 1.04 0.07 15.58 V
5 25 0.42 0.06 7.22 V
6 30 0.07 0.06 1.27 X
7 35 -0.25 0.06 -4.47 X
8 40 0.40 0.06 6.81 V
9 41 -0.22 0.06 -3.92 X
10 44 0.21 0.06 3.75 V
Keterangan : V artinya Valid, X artinya Tidak Valid
Berdasarkan tabel 3.12, penulis melihat muatan faktor dari item,
apakah ada yang bermuatan negatif atau tidak, ternyata terdapat 2 item yang
muatan faktornya negatif, yaitu item 35 dan 41. Selanjutnya, terdapat 1 item
dengan T-Value <1.96, yaitu item 30. Dengan demikian, bobot nilai pada item
35, 41 dan 30 tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor, karena tidak
valid sedangkan seluruh item lain valid untuk mengukur apa yang hendak diukur
berdasarkan kriteria yang telah dijelaskan sebelumnya.
3.6 Teknik Analisis Data
Sebelum melakukan analisis data, digunakan Confirmatory Factor Analysis
(CFA) untuk melihat validitas konstruk setiap item serta menguji struktur faktor
yang diturunkan secara teoritis. Analisis faktor adalah metode analisis statistik
yang digunakan untuk mereduksi faktor-faktor yang mempengaruhi suatu variabel
menjadi beberapa set indikator saja, tanpa kehilangan informasi yang berarti.
73
Melalui analisis faktor akan didapatkan data variabel konstruk (skor faktor)
sebagai data input analisis lebih lanjut atau sebagai data penelitian.
Dalam penelitian ini akan dilakukan pengujian hipotesis dengan analisis
statistik, maka hipotesis penelitian yang ada diubah menjadi hipotesis nihil.
Hipotesis nihil inilah yang akan diuji dalam analisis statistik nantinya. Pada
penelitian ini digunakan multiple regression analysis di mana terdapat lebih dari
satu independent variable untuk mengetahui pengaruhnya terhadap dependent
variable. Pada penelitian ini terdapat delapan independent variable dan satu
dependent variable. Dengan menggunakan rumus persamaan garis regresi, yaitu:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + … + b7X7 + b8X8+ e
Keterangan:
Y = Kecerdasan emosi
a = Konstan
b = Koefisien regrentuk masing-masing X
X1 = otoriter
X2 = otoritatif
X3 = permisif
X4 = Agreeableness
X5 = Conscientiousnes
X6 = Extraversion
X7 = Neuroticsm
X8 = Opennesess to experience
e = Residual
74
Melalui regresi berganda ini akan diperoleh nilai R, yaitu koefisien
korelasi berganda antara kecerdasan emosi (DV) dengan otoriter, otoritatif,
permisif, agreeableness, conscientiousness, extraversion, neuroticism, opennesess
to experience. Besarnya kecerdasan emosi yang disebabkan faktor-faktor yang
telah disebutkan ditunjukkan oleh koefisien determinasi berganda atau R2.
R2 menunjukkan variasi atau perubahan dependent variable (Y)
disebabkan independent variable (X) atau digunakan untuk mengetahui besarnya
pengaruh independent variable (X) terhadap dependent variable (Y) atau
merupakan perkiraan proporsi varians dari kecerdasan emosi yang dijelaskan oleh
otoriter, otoritatif, permisif, agreeableness, conscientiousness, extraversion,
neuroticism, opennesess to experience. Untuk mendapatkan nilai R2, digunakan
rumus sebagai berikut:
Rumus 3.2
R2 =
Keterangan:
R2 = Proporsi varians
SSreg = Sum of Square Regression (jumlah kuadrat regresi)
SSy = Sum of Square Y (jumlah kuadrat Y)
Selanjutnya R2 dapat diuji signifikansinya seperti uji signifikansi pada F-
test. Selain itu juga, uji signifikansi bisa juga dilakukan dengan tujuan melihat
apakah pengaruh dari IV terhadap DV signifikan atau tidak. Pembagi disini adalah
SSreg
SSy
75
R2 itu sendiri dengan df-nya (dilambangkan „k‟), yaitu sejumlah IV yang
dianalisis sedangkan penyebutnya (1-R2) dibagi dengan df-nya (N-k-1) dimana N
adalah total sampel. Untuk df dari pembagi sebagai numerator sedangkan df
penyebut sebagai denumerator. Jika dirumuskan, maka:
Rumus 3.3
R2/k
(1-R2)/(N-k-1)
Keterangan:
R2 = Proporsi varians
k = Banyaknya independent variable
N = Ukuran sampel
Kemudian selanjutnya dilakukan uji koefisiensi regresi dari tiap-tiap IV
yang dianalisis. Uji tersebut digunakan untuk melihat apakah pengaruh yang
diberikan IV signifikan terhadap DV secara sendiri-sendiri atau parsial. Uji ini
digunakan untuk menguji apakah sebuah IV benar-benar memberikan kontribusi
terhadap DV. Sebelum di dapat nilai t dari tiap IV, harus didapat dahulu nilai
standart error estimate dari b (koefisien regresi) yang didapatkan melalui akar
MSres dibagi dengan SSx. Setelah didapat nilai Sb barulah bisa dilakukan uji t,
yaitu hasil bagi dari b (koefisien regresi) dengan Sb itu sendiri. Dapat dirumuskan:
F =
76
Rumus 3.4
ti =
Keterangan:
bi = Koefisien regresi ke-i
Sbi = Standart Error Estimate dari bi
bi
Sbi
77
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini, dipaparkan mengenai gambaran subjek penelitian, hasil analisis
deskriptif, kategorisasi skor variabel penelitian, hasil pengujian hipotesis dan
pembahasan hasil pengujian hipotesis dan proporsi varians.
4.1 Gambaran Subjek Penelitian
Total sampel pada penelitian ini berjumlah 279 orang. Berikut ini adalah daftar
sampel yang menjadi subjek dalam penelitian ini. Lalu, untuk mendapatkan
gambaran umum mengenai latar belakang subjek penelitian maka pada sub bab ini
ditampilkan gambaran banyaknya subjek penelitian berdasarkan usia.
Gambar 4.1
Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Usia
Berdasarkan data pada pie chart di atas dapat diketahui bahwa dari jumlah sampel
berdasarkan usia sampel, terdapat sampel berusia 15 tahun sebesar 27 %, sampel
berusia 16 tahun sebesar 58 % dan sampel berusia 17 tahun sebesar 15 %.
78
4.2 Hasil Analisis Deskriptif
Hasil analisis deskriptif adalah hasil yang memberikan gambaran data penelitian.
Dalam hasil analisis deskriptif ini akan disajikan nilai minimum, maksimum,
mean dan standar deviasi variabel serta kategorisasi tinggi dan rendahnya skor
variabel penelitian. Gambaran hasil analisis deskriptif ini dapat dilihat pada tabel
di bawah ini:
Tabel 4.1
Analisis Deskriptif
Variabel N Min Max Mean SD
Kecerdasan Emosi 279 20.55 65. 10 50 8.61
Otoriter 279 24.95 65.75 50 7.58
Otoritatif 279 29.91 67.29 50 8.52
Permisif 279 9.32 68.57 50 8.94
Neuroticism 279 32.28 68.82 50 8.64
Extraversion 279 28.56 63.40 50 8.49 Openness To Experience 279 24.33 65.19 50 8.87
Agreableness 279 28.34 77.55 50 10.00
Conscientiousness 279 31.45 69.39 50 8.53
Berdasarkan data pada tabel 4.1 di atas dapat diketahui pertama bahwa nilai
minimum dari variabel kecerdasan emosi adalah 20.55 dengan nilai maksimum =
65. 10, mean = 50 dan SD = 8.61. Kedua, otoriter memiliki nilai minimum =
24.95 dan nilai maksimum = 65.75, mean = 50 dan SD =7.58 . Ketiga, otoritatif
memiliki nilai minimum = 29.91 dan nilai maksimum = 67.29, mean = 50, SD =
8.52. Keempat, Permisif memiliki nilai minimum = 9.32 dan nilai maksimum =
68.57, mean = 50, SD = 8.94. Kelima, Neuroticism memiliki nilai minimum =
32.28 dan nilai maksimum = 68.82, mean = 50, SD =8.64. Keenam, Extraversion
memiliki nilai minimum =28.56 dan nilai maksimum = 63.40, mean = 50, SD =
79
8.49 . Ketujuh, Openness to Experience memiliki nilai minimum = 24.33 dan nilai
maksimum =65.19 , mean = 50, SD = 8.87. Kedelapan, Agreableness memiliki
nilai minimum = 28.34 dan nilai maksimum = 77.55, mean = 50, SD = 10.00.
Kesembilan Conscientiousness, memiliki nilai minimum = 31.45 dan nilai
maksimum = 69.39, mean =50, SD = 8.53.
4.2.1 Kategorisasi skor variabel
Berdasarkan pada alat ukur yang digunakan, kategorisasi skor dalam penelitian ini
dibuat menjadi dua kategori yaitu, tinggi dan rendah. Hal ini diketahui dari
informasi yang tertera pada alat ukur yang digunakan bahwa kategorisasi skor
menggunakan raw score dibagi menjadi dua kategori yaitu tinggi dan rendah.
Selanjutnya, peneliti menggunakan informasi tersebut sebagai acuan untuk
membuat norma kategorisasi dalam penelitian ini yang datanya bukan
menggunakan raw score tetapi merupakan true score yang skalanya telah
dipindah menggunakan rumus T score yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya, pedoman interpretasi skor adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2
Pedoman Interpretasi Skor
Kategori Rumus
Tinggi X ≥ Mean
Rendah X < Mean
Uraian mengenai gambaran kategori skor variabel berdasarkan tinggi dan
rendahnya tiap variabel disajikan pada tabel 4.3 di bawah ini.
80
Tabel 4.3
Kategorisasi Skor Variabel
Kategorisasi Skor Variabel
Variabel Frekuensi %
Rendah Tinggi Rendah Tinggi
Kecerdasan emosi 140 139 50.2 49.8
Otoritatif 163 116 58.4 41.6
Otoriter 117 162 41.9 58.1
Permisif 150 129 53.8 46.2
Neuroticism 139 140 49.8 50.2
Extraversion 129 150 46.2 53.8
Opennes to experience 136 143 48.7 51.3
Agreeableness 125 154 44.8 55.2
Conscientiousness 119 160 42.7 57.3
Berdasarkan data pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa skor pada variabel
kecerdasan emosi cenderung rendah. Lalu, skor pada variabel otoritatif juga
cenderung rendah. Selanjutnya, skor pada variable otoriter cenderung rendah
begitupun juga pada variabel permisif skor cenderung rendah. Lalu, skor pada
variabel neuroticism cenderung tinggi. Pada variabel extravesion skor cenderung
tinggi antara kategori yang tinggi dan juga rendah, begitupun juga pada variabel
opennes to experience cenderung tinggi. Selanjutnya, skor pada variabel
agreeablenes cenderung tinggi dan terakhir skor pada variabel conscientiousness
cenderung tinggi antara kategori yang tinggi dan rendah.
4.3 Uji Hipotesis Penelitian
Selanjutnya, uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-masing
IV terhadap DV dalam penelitian ini, analisisnya dilakukan dengan teknik
multiple regression analysis. Data yang dianalisis ialah faktor skor atau true score
yang diperoleh dari hasil analisis faktor. Lalu peneliti memindahkan skala faktor
81
skor tersebut menjadi T score dengan berdasarkan rumus 3.1 yang telah
dipaparkan sebelumnya. Alasan penulis menggunakan T score ini ialah untuk
menghindari dampak negatif dari kesalahan pengukuran dan juga agar tidak ada
responden yang mendapatkan nilai negatif.
Pada tahapan ini peneliti menguji hipotesis dengan multiple regression
analysis dengan menggunakan software IBM SPSS 20. Dalam melakukan analisis
regresi, ada 3 hal yang dilihat, yaitu melihat besaran R square untuk mengetahui
berapa persen varians DV yang dijelaskan oleh IV, kedua apakah secara
keseluruhan IV berpengaruh secara signifikan terhadap DV, kemudian terakhir
melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing IV.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan beberapa tahapan. Langkah pertama
peneliti melihat besaran R2 untuk mengetahui berapa persen varians DV yang
dijelaskan oleh IV. Selanjutnya untuk tabel yang berisi R2, dapat dilihat pada tabel
4.4 berikut ini:
Tabel 4.4
Model Summary Analisis Regresi
Model Summary
Model R R Square Adjusted R square Standard Error
1 .244 .059 .032 8.47945
a. Predictors: (Constant), Conscientiousness, Permisif, Otoriter, Otoritatif, Opennes to
experience, Neuroticsm, Agreeablenees, Extraversion
Berdasarkan data pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa perolehan R2 sebesar 0.059
atau 5.9%. Artinya proporsi varians dari kecerdasan emosi yang dijelaskan oleh
variabel pola asuh (otoriter, otoritatif, permisif) dan variabel tipe kepribadian big
five (neuroticism, extraversion, openess to experience, agreeableness,
82
conscientiousness) dalam penelitian ini adalah sebesar 5.9 %, sedangkan 94. 1%
lainnya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.
Langkah kedua peneliti menganalisis dampak dari seluruh independent
variable terhadap kecerdasan emosi. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel
4.5.
Tabel 4.5
Anova Pengaruh Keseluruhan IV Terhadap DV
ANOVA
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1226.247 8 153.281 2. 132 .033
Residual 19413.302 270 71.901
Total 20639.549 278
a. Dependent Variable : Kecerdasan Emosi
b. Predictors : (Constant), Conscientiousness, Permisif, Otoriter, Otoritatif, Opennes to
experience, Neuroticsm, Agreeablenees, Extraversion
Berdasarkan pada tabel di atas, diketahui bahwa nilai Sig. pada kolom paling
kanan adalah sebesar 0.033. Dengan demikian diketahui bahwa nilai Sig. < 0.05,
maka hipotesis nol (nihil) yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan
dari dimensi persepsi pola asuh orang tua (otoriter, otoritatif, permisif), dan Tipe
kepribadian (Neuroticism, Extraversion, Opennes to experience, Agreeableness,
Conscientiousness) terhadap kecerdasan emosi ditolak. Artinya, ada pengaruh
yang signifikan secara keseluruhan dari dimensi persepsi pola asuh orang tua
(otoriter, otoritatif, permisif), dan Tipe kepribadian (Neuroticism, Extraversion,
Opennes to experience, Agreeableness, Conscientiousness) terhadap kecerdasan
emosi.
Langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi dari masing-masing IV.
Untuk mengetahui signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang dihasilkan,
83
dapat dilihat melalui kolom Sig. (kolom keenam). Jika Sig. < 0.05 maka koefisien
regresi yang dihasilkan signifikan pengaruhnya terhadap kecerdasan emosi,
begitupun sebaliknya. Adapun besarnya koefisien regresi dari masing-masing IV
terhadap kecerdasan emosi dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini.
Tabel 4.6
Koefisien Regresi
Coefficients
Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 20.697 9.502 2.178 .030
Otoriter .034 .069 .030 .495 .621
Otoritatif .127 .061 .125 2.059 .040
Permisif .043 .058 .045 .742 .459
Neuroticsm .046 .069 .046 .659 .510
Extraversion .103 .078 .102 1.328 .185
Opennes to
experience
.067 .076 .068 .883 .378
Agreeablenes .046 .062 .054 .748 .455
Conscientiousness .120 .073 . 118 1.630 .104
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui persamaan regresi sebagai berikut:
Kecerdasan Emosi = 20.697 + 0.034 (Otoriter) + 0.127 (Otoritatif) + 0.043
(Permisif) +0.046 (Neuroticsm) + 0.103 (Extraversion) + 0.067 (Opennes to
experience) + 0.046 (Agreeablenes) + 0.120 (Conscientiousness)
Dari persamaan regresi di atas, dapat dijelaskan bahwa dari delapan independent
variable hanya Otoritatif yang signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien regresi
yang diperoleh pada masing-masing IV adalah sebagai berikut:
1. Variabel Otoriter: diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.034 dengan
Sig. sebesar 0.621 (Sig. > 0.05), dengan demikian Ho1 yang menyatakan
84
tidak ada pengaruh yang signifikan dari otoriter terhadap kecerdasan emosi
pada remaja diterima. Artinya, tidak ada pengaruh yang signifikan otoriter
terhadap kecerdasan emosi.
2. Variabel Otoritatif : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.127 dengan
Sig. sebesar 0.040 (Sig. < 0.05), dengan demikia Ho2 yang menyatakan
tidak ada pengaruh yang signifikan dari otoritatif terhadap kecerdasan
emosi pada remaja ditolak. Artinya, ada pengaruh yang signifikan
otoritatif terhadap kecerdasan emosi. Nilai koefisien regresi yang positif
menunjukkan arah hubungan yang positif antara otoritatif dan kecerdasan
emosi. Dari arah hubungan tersebut dapat diartikan jika skor otoritatif
seseorang itu tinggi maka skor kecerdasan emosi akan tinggi ataupun
sebaliknya.
3. Variabel Permisif : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.043 dengan
Sig. sebesar 0.459 (Sig. > 0.05), dengan demikian Ho3 yang menyatakan
tidak ada pengaruh yang signifikan dari Permisif terhadap kecerdasan
emosi pada remaja diterima.
4. Variabel Neuroticsm : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.046
dengan Sig. sebesar 0.510 (Sig. > 0.05), dengan demikian Ho4 yang
menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari Neuroticsm terhadap
kecerdasan emosi pada remaja diterima.
5. Variabel Extraversion : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.103
dengan Sig. sebesar 0.185 (Sig. > 0.05), dengan demikian Ho5 yang
85
menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari Extraversion terhadap
kecerdasan emosi pada remaja diterima.
6. Variabel Opennes to experience : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar
0.067 dengan Sig. sebesar 0.378 (Sig. > 0.05), dengan demikian Ho6 yang
menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari Opennes to
experience terhadap kecerdasan emosi pada remaja diterima.
7. Variabel Agreeablenes : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.046
dengan Sig. sebesar 0.455 (Sig. > 0.05), dengan demikian Ho7 yang
menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari Agreeablenes
terhadap kecerdasan emosi pada remaja diterima.
8. Variabel Conscientiousness : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar
0.120 dengan Sig. sebesar 0.104 (Sig. > 0.05), dengan demikian Ho8 yang
menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari Conscientiousness
terhadap kecerdasan emosi pada remaja diterima.
4.3.1 Pengujian Proporsi Varians Independent Variable
Selanjutnya, peneliti ingin mengetahui bagaimana sumbangan proporsi varians
dari masing-masing independent variable terhadap kecerdasa emosi. Berikut ini
akan disajikan tabel dimana dalam tabel tersebut terdiri atas kolom pertama
(model) adalah IV yang dianalisis satu persatu, kolom ketiga (R Square)
merupakan penambahan varians DV dari tiap IV yang dianalisis satu persatu
tersebut, kolom keenam (R square change) merupakan nilai murni varians DV
dari tiap IV yang dianalisis satu persatu, kolom ketujuh (F change) adalah nilai F
86
hitung bagi IV yang bersangkutan, kemudian kolom df ialah derajat kebebasan
atau taraf nyata bagi IV yang bersangkutan dan df terdiri atas numerator dan
denumerator. Lalu yang terakhir adalah kolom signifikansi (Sig. F change).
Besarnya proporsi varians pada kecerdasan emosi dapat dilihat pada tabel 4.7
berikut ini:
Tabel 4.7 Model Summary Proporsi Varians Tiap IV Terhadap DV
Model Summary
Change Statistics
Model R R
Square Adjusted
R Square
Std.
Error
R
Square
Change
F
Change
df1 df2 Sig. F
Change
1 .007a .000 .004 8.63177 .000 .013 1 277 .910
2 .147b .022 .014 8.55388 .022 6.068 1 276 .014
3 .148c .022 .011 8.56781 .000 .104 1 275 .748
4 .152d .023 .009 8.57780 .001 .360 1 274 .549
5 .219e .048 .031 8.48390 .025 7.099 1 273 .008
6 .223f .050 .029 8.49155 .002 .508 1 272 .476
7 .224g .050 .026 8.50533 .000 .119 1 271 .730
8 .244h .059 .032 8.47945 .009 2.657 1 270 .104
a. Predictors: (Constant), Otoriter
b. Predictors: (Constant), Otoriter, Otoritatif
c. Predictors: (Constant), Otoriter, Otoritatif, Permisif
d. Predictors: (Constant), Otoriter, Otoritatif, Permisif, Neuroticism
e. Predictors: (Constant), Otoriter, Otoritatif, Permisif, Neuroticism, Extraversion
f. Predictors: (Constant), Otoriter, Otoritatif, Permisif, Neuroticism, Extraversion, Opennes
to experience
g. Predictors: (Constant), Otoriter, Otoritatif, Permisif, Neuroticism, Extraversion, Opennes
to experience, Agreeablenees
h. Predictors: (Constant), Otoriter, Otoritatif, Permisif, Neuroticism, Extraversion, Opennes
to experience, Agreeablenees, Conscientiousness
Berdasarkan data pada tabel 4.7 dapat disampaikan informasi sebagai berikut:
1. Variabel Otoriter memberikan sumbangan sebesar 0.0 % terhadap varians
kecerdasan emosi. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F change =
0.013 dan df1 = 1 dan df2 =277 dengan Sig. F Change = 0.910 (Sig. F
Change > 0.05)
87
2. Variabel Otoritatif memberikan sumbangan sebesar 2,2 % terhadap
varians kecerdasan emosi. Sumbangan tersebut signifikan dengan F
change = 6.068 dan df1 = 1 dan df2 = 276 dengan Sig. F Change = 0.014
(Sig. F Change < 0.05)
3. Variabel Permisif memberikan sumbangan sebesar 0.0 % terhadap varians
kecerdasan emosi. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F change =
0.104 dan df1 = 1 dan df2 = 275 dengan Sig. F Change = 0.748 (Sig. F
Change > 0.05)
4. Variabel Neuroticism memberikan sumbangan sebesar 0,1 % terhadap
varians kecerdasan emosi. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F
change = 0.360 dan df1 = 1 dan df2 = 274 dengan Sig. F Change = 0.549
(Sig. F Change > 0.05)
5. Variabel Extraversion memberikan sumbangan sebesar 2.5 % terhadap
varians kecerdasan emosi. Sumbangan tersebut signifikan dengan F
change = 7.099 dan df1 = 1 dan df2 = 273 dengan Sig. F Change = 0.008
(Sig. F Change < 0.05)
6. Variabel Opennes to experience memberikan sumbangan sebesar 0,2 %
terhadap varians kecerdasan emosi. Sumbangan tersebut tidak signifikan
dengan F change = 0.508 dan df1 = 1 dan df2 = 272 dengan Sig. F Change
= 0.476 (Sig. F Change > 0.05)
7. Variabel Agreeablenees memberikan sumbangan sebesar 0,0 % terhadap
varians kecerdasan emosi. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F
88
change = 0.119 dan df1 = 1 dan df2 = 271 dengan Sig. F Change = 0.730
(Sig. F Change > 0.05)
8. Variabel Conscientiousness memberikan sumbangan sebesar 0,9 %
terhadap varians kecerdasan emosi. Sumbangan tersebut tidak signifikan
dengan F change = 2.657 dan df1 = 1 dan df2 = 270 dengan Sig. F Change
= 0.104 (Sig. F Change > 0.05)
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat dua IV dari
delapan IV, yaitu otoritatif dan extraversion yang memberikan sumbangan
terhadap varians kecerdasan emosi secara signifikan jika dilihat dari besarnya R2
yang dihasilkan.
89
BAB V
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab ini, akan dipaparkan lebih lanjut hasil dari penelitian yang telah
dilakukan. Bab ini terdiri dari tiga bagian yaitu kesimpulan, diskusi, dan
saran.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis, didapatkan kesimpulan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan secara keseluruhan dari variabel pola asuh (otoriter,
otoritatif, permisif) dan variabel tipe kepribadian big five (neuroticism,
extraversion, openess to experience, agreeableness, conscientiousness) terhadap
kecerdasan emosi pada remaja.
Kemudian berdasarkan hasil uji hipotesis, yang menguji signifikansi
masing-masing koefisien regresi terhadap dependent variable (DV), diperoleh
hanya terdapat satu variabel yang signifikan pengaruhnya terhadap kecerdasan
emosi pada remaja yaitu variabel pola asuh otoritatif. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa kecerdasan emosi pada remaja dipengaruhi oleh pola asuh
otoritatif.
5.2 Diskusi
Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis, didapatkan bahwa
ada pengaruh yang signifikan variabel persepsi pola asuh terhadap kecerdasan
emosi pada remaja. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dikatakan Goleman
90
(2007) cara orang tua memperlakukan anak-anaknya, baik dengan disiplin yang
keras atau pemahaman yang empatik, atau dengan ketidakpedulian atau
kehangatan, dan sebagainya berakibat mendalam dan permanen bagi kehidupan
emosioanal anak. Jika dikaitkan dengan penelitian terdahulu oleh Alegre dan
Benson (2004) yang mengatakan terdapat pengaruh yang positif dan signifikan
dari pola asuh terhadap kecerdasan emosi, gaya pengasuhan orang tua yang
diberikan kepada anak dari masa kanak-kanak hingga remaja akan berpengaruh
terhadap kecerdasan emosi pada remaja.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dimensi dari variabel pola
asuh orang tua yaitu otoritatif memiliki pengaruh secara positif yang signifikan
terhadap kecerdasan emosi pada remaja, artinya semakin tinggi pola asuh
otoritatif semakin tinggi pula kecerdasan emosi dan sebaliknya semakin kecil pola
asuh otoritatif semakin kecil pula kecerdasan emosinya. Hal ini menunjukkan
semakin besar pola asuh otoritatif yang diterapkan orang tua dalam mendidik
anak, maka akan semakin besar kecerdasan emosi yang akan dimiliki anak.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya Fonte (2009)
yang menjelaskan adanya hubungan positif antara pola asuh otoritatif yang
diterapkan orang tua dengan kecerdasan emosi seorang anak. Shalini, et.al.,
(2013) juga mengatakan persepsi pola asuh otoritatif dan otoriter secara signifikan
berkorelasi dengan tingakat kecerdasan emosi pada remaja, semakin tinggi pola
asuh otoritatif semakin tinggi pula kecerdasan emosi dan sebaliknya semakin kecil
pola asuh otoritatif semakin kecil pula kecerdasan emosinya. Jadi semakin orang
91
tua bersikap otoritatif dalam pengasuhannya terhadap anak, maka akan semakin
besar kecerdasan emosi yang dimiliki anak.
Pola asuh otoritatif merupakan pengasuhan yang memprioritaskan
kebutuhan dan tuntutan anak dengan pengawasan dan pengendalian orang tua.
Pola asuh otoritatif dimana orang tua sangat bersikap hangat, dapat saling
memberi atau menerima kritik dan saran antara anak dan orang tua, membesarkan
hati anak serta tanggap terhadap kebutuhan dan kemampuan anak. Hal ini
menunjukan pengasuhan orang tua dengan pemahaman yang empatik,
kehangatan, komunikasi yang baik, akan membentuk karakteristik anak yang
dapat mengontrol dan memahami emosi diri, anak yang mandiri, serta memiliki
hubungan sosial yang baik dengan lingkungan sekitar dan dengan begitu dapat
menumbuhkan kecerdasan emosi pada anak.
Sesuai dengan hasil penelitian ini mengenai dimensi dari varibel pola
asuh yaitu otoritatif memiliki pengaruh secara positif yang signifikan terhadap
kecerdasan emosi pada remaja dan memberikan sumbangan terbesar dilihat dari
koefisien regresi dari besaran standardized coefficients (beta), dengan beta = .125.
Hasil Penelitian sebelumnya oleh Abdollahi, Talib dan Motalebi (2013) juga
menyatakan persepsi pola asuh otoritatif positif signifikan berpengaruh terhadap
kecerdasan emosi pada remaja, dalam penelitian ini juga mengatakan bahwa
persepsi pola asuh otoritatif merupakan faktor terbesar untuk tingginya tingkat
kecerdasan emosi pada remaja. Jadi dengan menerapkan pola asuh otoritatif
kepada anak menjadi faktor terbesar untuk tumbuh dan berkembangnya
kecerdasan emosi.
92
Dimensi otoriter dari varibel persepsi pola asuh dalam penelitian ini tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecerdasan emosi. Hasil penelitian
ini menunjukan bahwa pola asuh otoriter yang diterapkan di dalam keluarga oleh
orang tua terhadap anak remajanya tidak memiliki dampak bagi kecerdasan emosi
pada remaja. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya oleh
(Alegre, 2012; Mabruria, 2013) yang menjelaskan bahwa gaya pengasuhan orang
tua otoriter yang diterapkan dalam mendidik anak tidak memiliki dampak bagi
kecerdasan emosi anak. Hal ini dapat terjadi karena pola asuh otoriter adalah
gaya pengasuhan yang menekankan ke pembatasan-pembatasan, tuntutan,
keketatan, campur tangan, dan penggunaan kekuasaan sewenang-wenang.
Sehingga seorang remaja tidak dapat mengekspresikan diri, tidak dapat
mengembangkan bakat dan minat yang diinginkan, dan berdampak pada tidak
tumbuh dan berkembangnya kecerdasan emsionalnya. Hal ini sesuai juga dengan
yang dikatakan Baumrind (dalam Santrock, 2007) yaitu anak-anak yang orang
tuanya otoriter seringkali cemas akan perbandingan sosial, gagal memprakarsai
kegiatan, dan memiliki keterampilan komunikasi yang rendah.
Dimensi permisif dari varibel persepsi pola asuh dalam penelitian ini tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecerdasan emosi. Hasil penelitian
ini menunjukan bahwa pola asuh permisif yang diterapkan di dalam keluarga oleh
orang tua terhadap anak remajanya tidak memiliki dampak bagi kecerdasan emosi
remaja. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya oleh
(Alegre, 2012; Mabruria, 2013) yang menjelaskan bahwa gaya pengasuhan orang
tua permisif yang diterapkan dalam mendidik anak tidak memiliki dampak bagi
93
kecerdasan emosi anak. Hal ini dapat terjadi karena pola asuh permisif adalah
gaya pengasuhan yang orang tua berada dalam posisi “lepas tangan”, mereka
membiarkan anak untuk bertingkah laku sesuai kehendaknya. Orang tua
bersikap tidak menghukum, dan menerima serta menyetujui apa saja yang
dilakukan oleh anaknya, pengawasan yang diberikan orang tua bersifat longgar,
sehingga seorang remaja dibiarkan mengatur dan menentukan sendiri apa yang
dianggapnya baik. Dan berdampak kepada ketidakcakapan sosial anak,
pengendalian diri, dan berdampak pada tidak tumbuh dan berkembangnya
kecerdasan emosi.
Selanjutnya, jika dilihat dari proporsi varians, terdapat variabel yang
memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap kecerdasan emosi pada
remaja, namun memiliki sumbangan yang signifikan terhadap bervariasinya
kecerdasan emosi pada remaja. Variabel tersebut adalah varibel tipe kepribadian
big five (extraversion). Hal ini menunjukan bahwa dimensi kepribadian big five
(extraversion) menjadi salah satu variabel yang memiliki peranan penting
terhadap kecerdasan emosi pada remaja. Hal ini sejalan dengan penelitian Nawi,
Redzuan, dan Hamsan (2012) mengatakan dimensi (extraversion) signifikan
berkorelasi positif dengan kecerdasan emosi. Penelitian Avsec, et.al.,(2009)
mengatakan bahwa big five dapat memprediksi tingginya tinggkat varian dalam
mengelola dan mengatur skala emosi. jadi dengan melihat nilai dari dimensi
(extraversion) kita dapat memprediksi tingginnya tingkat kecerdasan emosi. Hal
ini sesuai dengan Costa dan McCrae mengenai big five dikutip dari Feist & Feist
(2008) bahwa seseorang yang memiliki skor dimensi (extraversion) yang tinggi
94
memiliki kecenderungan individu yang penuh kasih sayang, mudah bergaul,
banyak bicara, menyukai kesenangan, bersemangat dan sebaliknya jika orang
memiliki skor dimensi (extraversion) yang tinggi memiliki kecenderungan invidu
yang tidak peduli, penyendiri, pendiam, serius, dan tidak berperasaan. Sehingga
seorang remaja yang memeiliki kecenderungan kepribadian (extraversion)
berdampak pada rendahnya kecerdasan emosi.
Berdasarkan hasil uji hipotesis mayor, didapatkan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan dari variabel tipe kepribadian big five (neuroticism,
extraversion, openess to experience, agreeableness, conscientiousness) terhadap
kecerdasan emosi pada remaja. hal ini sesuai dengan penelitian Brackett, Mayer,
Warner (2004) dan Mahasneh (2013) mengatakan kepribadian big five secara
signifikan berhubungan dengan kecerdasan emosi, big five dapat digunakan untuk
memprediksi tingkat kecerdasan emosi.
Dimensi kepribadian big five (neuroticism) dalam penelitian ini tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecerdasan emosi. Hal ini tidak
sejalan dengan penelitian Avsec, Taksic dan Mohoric (2009) mengatakan bahwa
big five dapat memprediksi tingginya tinggkat varian dalam mengelola dan
mengatur skala emosi, jadi dengan melihat nilai dari dimensi (neuroticism) kita
dapat melihat tingginnya tingkat kecerdasan emosi.
Penelitian Atta, Ather, Bano (2013) juga mengatakan dimensi big five
(neuroticism) berkorelasi negatif dengan kecerdasan emosi, jadi semakin tinggi
nilai dimensi big five (neuroticism) maka semakin rendah tinggkat kecerdasan
95
emosi seseorang. Hal ini sesuai dengan Costa dan McCrae mengenai big five
dikutip dari Feist & Feist (2008) bahwa seseorang yang memiliki skor dimensi
(neuroticism) yang tinggi cenderung menjadi individu yang pencemas,
temeperamental, sentimental, emosi, dan rentan. Avsec et.al (2009) juga
menegaskan mendapatkan bahwa dimensi (neuroticism) merupakan faktor
terbesar untuk memprediksi besarnya kecerdasan emosi pada remaja.
Dimensi kepribadian big five (opennes to experience) dalam penelitian ini
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecerdasan emosi. Hal ini tidak
sejalan dengan penelitian Brackett, et.al., (2004) mengatakan kepribadian big five
secara signifikan berhubungan dengan kecerdasan emosi, big five dapat digunakan
untuk memprediksi tingkat kecerdasan emosi. Jadi dengan melihat nilai dari
dimensi (opennes to experience) kita dapat memprediksi tingginnya tingkat
kecerdasan emosi. Hal ini sejalan dengan penelitian Avsec, et.al.,(2009)
mengatakan bahwa adanya hunbungan signifikan antara dimensi (opennes to
experience) dan kecerdasan emosi, penelitian ini juga menyimpulkan kepribadian
big five mampu memprediksi besarnya tingkat kecerdasan emosi seseorang.
Dimensi kepribadian big five (agreeablenees) dalam penelitian ini tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecerdasan emosi. Hal ini tidak
sejalan dengan penelitian Atta, et.al., (2013) juga mengatakan dimensi big five
(agreeablenees) berkorelasi positif dengan kecerdasan emosi, jadi semakin tinggi
nilai dimensi big five (agreeablenees) maka semakin tinggi tingkat kecerdasan
emosi seseorang. Penelitian Avsec, et.al., (2009); Brackett, et.al., (2004); Nawi,
96
et.al., (2012); Mahasneh (2013) juga mengatakan kepribadian big five dapat
memprediksi kecerdasan emosi seseorang.
Hal ini sesuai dengan Costa dan McCrae mengenai big five dikutip dari
Feist & Feist (2008) bahwa seseorang yang memiliki skor dimensi
(agreeablenees) yang tinggi memiliki kecenderungan individu yang berhati
lembut, mudah percaya, dermawan, ramah, toleran, bersahabat dan sebaliknya
seseorang yang memiliki skor dimensi (agreeablenees) yang rendah memiliki
kecenderungan individu yang penuh kecurigaan, pelit, bermusuhan, kritis dan
lekas marah.
Dimensi kepribadian big five (conscientiousness) dalam penelitian ini
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecerdasan emosi. Hal ini
sejalan dengan penelitian Kappagoda (2008) yang menunjukkan bahwa
kecerdasan emosi seseorang tidak memiliki hubungan de ngan dimensi
(Conscientiousness) dan dimensi (neuroticism). Hasil penelitian ini tidak sesuai
dengan Goleman (2009) mengatakan, faktor yang bersifat bawaan genetik
misalnya kepribadian. Faktor yang berasal dari lingkungan, faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi kecerdasan emosi. Penelitian-penelitian Avsec, et.al.,
(2009); Brackett, et.al., (2004); Nawi, et.al., (2012); Mahasneh (2013) juga
mengatakan kepribadian big five dapat memprediksi kecerdasan emosi seseorang,
jadi besarnya skor kepribadian big five dapat memprediksi dan memberi gambaran
besarnya kecerdasan emosi seseorang.
97
5.3 Saran
Pada bagian ini, saran dibagi menjadi dua, yaitu saran metodologis dan
saran praktis. Penulis memberikan saran secara metodologis sebagai bahan
pertimbangan untuk perkembangan penelitian selanjutnya. Selain itu, peneliti
juga menguraikan saran praktis sebagai bahan kesimpulan dan masukan bagi
pembaca sehingga dapat mengambil manfaat dari penelitian ini.
5.3.1. Saran Metodologis
1. Varians dari delapan independent variable (IV) yang diteliti hanya
menyumbang sebesar 5.9 %. Sedangkan sisanya sebesar 94.1%
kemungkinan disumbangkan oleh variabel lainnya. Oleh karena itu,
disarankan bagi penulis selanjutnya dapat menggunakan variabel lain
yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosi.
2. Karena pada penelitian ini dilakukan disekolah dan populasinya jelas,
diharapkan penelitian sejenis melakukan pengambilan sampel secara
random sampling.
5.3.2 Saran praktis
1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi positif bagi orang tua, guru
dan instansi pendidikan yang terkait dalam penelitian ini baik di SD,
SMP, SMA, universitas dan yang setingkat, dalam membantu
meningkatkan dan menciptakan remaja yang memiliki kecerdasan emosi
yang baik.
98
2. Orang tua hendaknya mendidik anak-anaknya di rumah dan di
lingkungan dengan memperhatikan pembentukan dan pengembangan
kecerdasan emosi dengan menerapkan pola asuh otoritatif, untuk
menumbuhkan perilaku yang positif. Serta perlunya pengembangan
program pelatihan pola asuh bagi orang tua, agar mereka mampu
meningkatkan kemampuan dalam memahami kebutuhan dan tuntutan
anak.
99
DAFTAR PUSTAKA
Abdollahi, A., Abu Talib, M., Motalebi, S. A. (2013). Perceived parenting styles
and emotional intelligence among iranian boy students. Asian Journal
Of Social Sciences & Humanities. Vol. 2 No. 3.
Alegre, A. (2011). Parenting styles and children's emotional intelligence: what do
we know ?. The Family Journal 19-56.
Alegre, A. (2012). Is there a relation between mothers‟ parenting styles and
children‟s trait emotional intelligence?. Electronic Journal of
Research in Educational Psychology, 10(1), 005-034.
Alegre A, Benson M (2004). The effects of parenting styles on children’s
emotional intelligence. Paper presented at the annual conference of the
National Council of Family Research. Orlando FL
Alwisol. (2009). Psikologi kepribadian, edisi revisi. Malang: UMM Press.
Andreja, A. (2011). Importance of the alternative five and trait emotional
intelligence for agentic and communal domains of satisfaction.
Psychological Topics 20,( 3), 461-475
Asghari, M. S., & Besharat, M. A. (2011). The relation of perceived parenting
with emotional intelligence. Procedia-Social and Behavioral Sciences,
30, 231-235.
Atkinson, R.L., Atkinson, R.C., Smith, E.E., & Bem, D.J. (tanpa tahun).
Pengantar psikologi. Batam: Interaksara.
Atta, M., Ather, M., Bano, M. (2013). Emotional intelligence and personality
traits among university teachers: relationship and gender differences.
International Journal of psychology 4, (17)
Avsec, A., Takšić, V., & Mohorić, T. (2009). The relationship of trait emotional
intelligence with the big five in croatian and slovene university
student samples. Journal of Psychology, 18, (3), 99-110.
Bar-On, R. (2010). Emotional intelligence: an integral part of positive
psychology. South African Journal of Psychology, 40(1), 54-62.
Brackett, M. A., & Salovey, P. (2006). Measuring emotional intelligence with the
mayer salovery caruso emotional intelligence test (MSCEIT).
Psicothema, 18, 34-41.
Brackett, M. A., Mayer, J. D., Warner, R. M., (2004). Emotional intelligence and
its relation to everyday behaviour. personality and individual
differences 36, 1387–1402
100
Buri, J. R. (1991). Parental authority questionnaire. Journal Of Personality
And Social Assessment, 57, 110-119
Caruso, D. R., Mayer, J. D., Salovey. P. (2002). Relation of an ability measure of
emotional intelligence to personality. Journal Of Personality
Assessment, 79, (2), 306–320
Ciarrochi, J., Chan, A. Y. C., Bajgar, J. (2001). Measuring emotional intelligence
in adolescents. Personality and Individual Differences 31, 1105-1119
Dinkmeyer, D. C. (1965). Child development: The emerging self.
Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.
Edo. (2014). Pelaku penyiraman air keras terhadap siswa stm budi utomo
diamankan. diunduh tanggal 10 Agustus 2015 dari
http://news.detik.com
Elsy. (2015). Stop kekerasan terhadap pelajar. Diunduh tanggal 10 Agustus2015
dari http://www.koran.padek.com
Feist & Feist. (2008). Psychology: theories of personaliy (7th ed.). USA:
McGraw-Hill.
Feist, J., Feist, G.J. (2010). Teori kepribadian (theories of personalty). Jakarta:
Salemba Humanika
Fonte, B. A. (2009). Relationship between parenting style, emotional intelligence
and self esteem. USA: McGraw-Hill.
Ghasem, M. (2013). The relationship between parental style and emotional
intelligence among students of payame noor university. Proceeding of
the Global Summit on Education 117, ( 68 ) 978-967.
Goleman, D. (2007).Kecerdasan emosional: mengapa EI lebih penting daripada
IQ.jakarta:Gramedia Pustaka Utama.
Goleman, D. (1999).Kecerdasan emosi untuk mencapai puncak prestasi. Jakata:
PT Gramedia Pustaka Utama.
Hurlock, E. B. (1999). Perkembangan anak,.Jilid 2. Jakarta: PT. Erlangga
Jhon, O. P., & Soto, C. J. (2008). Ten facet scales for the big five
inventory: convergence with neo pi-r facets, self-peer agreement, and
discriminant validity. Journal of research in personality, (43), 84-90.
Kappagoda, S. U.W.M.R. (2013). The relationship between emotional intelligence
and five factor model of personality of english teachers in sri lanka.
International Journal (2), 2289-1552.
101
Kartono, K. (2010). Patologi sosial 2, kenakalan remaja, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Mabruria, A. (2013). Tesis. pengaruh pola asuh orang tua dan tempramen anak
terhadap kecerdasan emosi anak usia dini
Mahasneh, A. M. M. (2013). Investigation relationship between emotional
intelligence and personality traits among sample of jordanian
university students. Cross-Cultural Communication 9, (6), 82-86.
Mahasneh, A.M., Al-Zoubi1, Z.H., Batayenh, O.T. (2014). Family socialization
patterns as a predictor of emotional intelligence from university
student. Standard Global Journal Of Psychology Educational
Research 1, (1): 012- 016.
Mayer, J. D., & Salovey, P. (1997). What is emotional intelligence? In P. Salovey
& D. Sluyter (Eds.),emotional development and emotional
intelligence. (pp. 3–31). New York: Basic
Mayer, J. D., Salovey, P., Caruso, D. R. (2002). Relation of an ability measure of
emotional intelligence to personality. Journal Of Personality
Assessment, 79(2), 306–320
Mayer, J. D., Salovey, P., Caruso, D. R. (2004). Emotional intelligence: theory,
fimdings, and implications. Journal Of Psychological Inquiry. 15,
.(3), 197-215.
Mischel, et. al. (2004). Introduction to personality:toward an integration, sevnth
edition. USA: Wiley.
Murti, A.S.(2015). Kekerasan pelajar. Diunduh tanggal 18 November 2015.
http://metro.sindonews.com
Nawi, N.H., Redzuan, M., & Hamsan, H. (2012). Inter relationship between
emotional intelligence and personality trait of educator leaders.
International Journal of Academic Research in Business and Social
Sciences 2, ( 5). 2222-6990.
Oktafiany, N. D., Solihatin, E., Japar, M. (2013). Hubungan pola asuh orangtua
dengan kecerdasan emosional siswa di smp diponegoro 1 Jakarta.
Jurnal ppkn unj online. 1, ( 2), 2337-5205.
Papalia, D.E. Old, S.W.,& Feldman, R.D. (2008). Human development
(perkembangan manusia). Jakarta: Salemba Humanika.
Praginanto, G. (2015). Pendidikan kian loyo. Diunduh tanggal 10 Agustus 2015.
http://indonesianreview.com
102
Priatini, W., Latifah, M., Guhardja, S. (2008). Pengaruh tipe pengasuhan,
lingkungan sekolah, dan peran teman sebaya terhadap kecerdasan
emosional remaja. 1, (1)
Santrock, J.W. (2003). Adolescence, edisi keenam. perkembangan remaja. Sinto
B. Jakarta : Erlangga.
Santrock, J.W. (2007). Adolescene, eleventh edition. remaja. Widyasinta (terj).
Jakarta : Erlangga.
Sari, L. D. (2014). Aditya alfian tewas di tangan anak-anak stm poncol. diunduh
tanggal 10 Agustus 2015. http://news.metrotvnews.com
Sarwono, S.W. (2013).Pengantar psikologi umum. Jakarta: Rajawali Pers.
Shalini, A., & Balakrishna Acharya, Y. T. (2013). Perceived paternal parenting
style on emotional intelligence of adolescents. Guru Journal of
Behavioral and Social Sciences Volume 1 Issue 4.
Surbakti, M.A. (2009). Kenalilah anak remaja anda. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Uma, M., & Devi, L., Uma (2014). Relationship of emotional intelligence of
adolescentswith selected personal social variables in authoritarian
parenting style. Asian Journl Psychology Home., 9, (2) : 345
103
104
105
PERYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN
Assalamu’alaikumWr. Wb
Salam Sejahtera
Saya Gian Sugianto Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang sedang mengadakan penelitian mengenai
“Pengaruh Persepsi Pola Asuh Orang Tua Dan Tipe Kepribadian Big Five
Terhadap Kecerdasan Emosi Pada Remaja”. Penelitian ini sebagai tugas akhir
untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.
Oleh karena itu, saya mengharapkan kesediaan anda untuk berpartisipasi
dalam membantu penelitian ini. Silahkan anda mengisi kuesioner ini dengan
mengikuti petunjuk yang diberikan. TIDAK ADA JAWABAN YANG SALAH
dalam kuesioner ini. Pilihlah jawaban sesuai dengan keadaan anda saat ini.
Informasi atau data yang saya peroleh hanya akan dipergunakan untuk
kepentingan penelitian saya dan tanpa menyebutkan nama saudara di dalam
laporan penelitian saya. Data diri dan semua jawaban anda akan sangat
bermanfaat bagi penelitian ini dan dijamin KERAHASIANNYA.
Atas segala kerjasama dan batuannya, saya mengucapkan terimakasih.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Hormat Peneliti
Gian Sugianto
106
PERNYATAAN PERSETUJUAN PARTISIPASI
Dengan ini saya secara sukarela menyatakan bersedia untuk berpartisipasi
dalam
penelitian ini. (WAJIB DIISI)
Inisial :
Jenis Kelamin : P / L (Lingkari)
PETUNJUK
Di bawah ini terdapat pernyataan-pernyataan, baca dan pahami baik-baik
setiap pernyataan. Saudara diminta untuk mengemukakan apakah peryataan-
pernyataan tersebut sesuai dengan diri saudara, dengan cara memberikan
tanda checklist (√) dalam pilihan jawaban yang telah tersedia. TIDAK ADA
JAWABAN BENAR ATAU SALAH, semua jawaban saudara adalah benar.
SS : Sangat sesuai
S : Sesuai
TS : Tidak sesuai
STS : Sangat tidak sesuai
Contoh
No Pernyataan SS S TS STS
1 Saya ikut merasa sedih saat teman tertimpa masalah √
SKALA A
No Pernyataan SS S TS STS
1 Saya mengerti perasaan-perasaan yang sedang saya alami
2 Saya dapat mengendalikan diri saat amarah sedang
107
memuncak
3 Saya merasa tidak memiliki masa depan lagi.
4 Saya dapat mengetahui perasaan seorang teman walaupun dia
tidak bercerita
5 Orang lain merasa nyaman untuk berteman kepada saya
6 Saya tidak ragu-ragu untuk menyakiti perasaan orang lain
7 Saya dapat mengontrol emosi
8 Saya tidak mengungkapakan perasaan marah yang rasakan
9 Saya yakin dengan apa yang saya cita-citakan
10 Saya mampu merasakan apa yang dirasakan orang lain
(Empati).
11 Saya mengetahui kapan waktu yang tepat untuk bercerita
12 Saya berpikiran positif dengan hal yang saya jalani
13 Saya mengetahui perasaan orang lain dari nada suara dan
ekpresi wajah mereka.
14 Saya tidak memikirkan akibatnya bila sedang marah.
15 Saya segera merubah perasaan sedih menjadi perasaan
bahagia
16 Apabila saya menemui hambatan dalam mencapai tujuan,
saya akan terus mencari cara lain
17 Saya senang apabila saya mampu membantu memecahkan
masalah seseorang
18 Saya tidak mampu membaca perasaaan orang lain hanya dari
kata-kata atau ekspresi wajah
19 Mudah bagi saya untuk berteman dengan orang baru
20 Saya tahu bila ada orang yang kesal dengan saya
21 Bila saya sedang tidak enak hati saya mudah tersinggung
22 Saya memiliki Hubungan yang kurang baik dengan orang
lain.
23 Saya segera bangkit kembali ketika putus asa
108
24 Saya tetap berpikiran positif terhadap kritikan meskipun saya
sedang kesal
25 Saya tetap menyadari apa yang saya rasakan, walau dalam
keadaan marah
SKALA B
No Pernyataan SS S TS STS
1 Orang tua melarang saya bertanya pada setiap keputusan yang
mereka buat.
2 Menurut orang tua, saya harus setuju dengan pendapat
mereka, karena hal tersebut demi kebaikan saya sendiri
3 Orang tua saya mengarahkan kegiatan dan keputusananak-
anak dalam keluarga melalui pemahaman dan kedisiplinan.
4 Orang tua saya memberikan penjelasan setiap kali saya
merasa aturan dan batasan dalam keluarga tidak masuk akal
5 Orang tua saya menuruti apa yang saya inginkan ketika
membuat keputusan keluarga.
6 Orang tua saya jarang memberi saya harapan dan bimbingn
untuk perilaku saya
7 Orang tua memberi tahu perilaku apa yang mereka mau dari
saya, dan jika saya tidak memenuhi kemauan mereka,
mereka akan menghukum saya
8 Orang tua mengharapkan saya melakukan segera mungkin
apa yang orang tua perinthkan tanpa bertanya.
9 Orang tua saya secara terus menerus memberikan arahan
dan bimbingan yang masuk akal dan tidak memihak
10 Orang tua mempertimbangkan pendapat dari anak-anaknya
ketika membuat keputusan keluarga, tapi meraka tidak akan
memutuskan sesuatu hanya karena anak-anak
109
menginginkannya.
11 Orang tua membebaskan saya berfikir dan berbuat semau
saya, bahkan jika hal tersebut tidak sesuai dengan apa yang
mereka inginkan
12 Orang tua jarang memberikan contoh kepada saya
tentang cara berprilaku yang baik dalam kehidupan sehari-
hari.
13 Orang tua saya memaksa dan ketat dalam membuat keputusan
dengan anak-anaknya ketika tidak melakukan apa yang
seharusnya dilakukan
14 Orang tua saya merasa bahwa paksaan harus lebih digunakan
agar anak-anak bersikap sesuai dengan apa yang orang tua
inginkan.
15 Orang tua memiliki aturan tentang perilaku anak-anaknya
dirumah, tetapi mereka bersedia menyesuaikan aturan
tersebut dengan kebutuhan masing-masing anak dalam
keluarga.
16 Jika orang tua saya membuat suatu keputusan di dalam
keluarga yang menyakiti saya, mereka bersedia
membicarakan keputusan itu dengan saya dan mengakui jika
mereka melakukan kesalahan.
17 Orang tua saya mengikuti apa yang anak-anak inginkan
ketika membuat keputusan keluarga
18 Orang tua saya tidak mengarahkan perilaku, kegiatan,
dan keinginan anak-anaknya
19 Orang tua bersikeras bahwa saya harus sesuai dengan
harapan-harapannya.
20 Orang tua saya memberikan arahan yang jelas untuk perilaku
dan kegiatan saya, tetapi mereka tidak memaksa
21 Orang tua mengizinkan saya untuk memutuskan sendiri apa
110
yang akan saya lakukan.
SKALA C
Saya adalah seseorang yang……….
No Pernyataan SS S TS STS
1 Suka mengobrol
2 Cenderung mencari kesalahan orang lain
3 Mengerjakan sesuatu dengan teliti
4 Depresi, murung
5 Penuh dengan ide-ide baru
6 Pendiam
7 Senang menolong orang lain
8 Ceroboh
9 Tenang
10 Memiliki rasa ingin tahu
11 Bersemangat
12 Suka memulai pertengkaran dengan orang lain
13 Dapat diandalkan
14 Terkadang panik
15 Banyak akal dan pemikir keras
16 Memiliki semangat yang tinggi
17 Memiliki sifat pemalas
18 Cenderung tidak teratur
19 Sering cemas
20 Memiliki ide-ide yang cemerlang
21 Cenderung tenang
22 Mudah percaya pada orang lain
23 Cenderung malas
111
24 Tidak mudah marah
25 Mampu menciptakan sesuatu yang baru
26 Memiliki kepribadian yang tegas
27 Pendiam dan suka menyendiri
28 Berusaha keras menyelesaikan tugas sampai selesai
29 Memiliki suasana hati yang mudah berubah-ubah
30 Mengutamakan nilai artistik dan keindahan
31 Pemalu
32 Perhatian dan Baik kepada hampir semua orang
33 Praktis dalam melakukan sesuatu
34 Tetap tenang meski dalam situasi tertekan
35 Menyukai pekerjaan yang bersifat rutin
36 Mudah bergaul
37 Terkadang kasar terhadap orang lain
38 Membuat perencanaan sebelum melakukan sesuatu dan
mengikuti perencanaan tersebut
39 Mudah gugup
40 Suka mengembangkan ide-ide
41 Memiliki sedikit ketertarikan pada seni
42 Suka berdiskusi dan bekerja sama dengan orang lain
43 Mudah terpengaruh
44 Ahli dalam bidang seni, musik, atau sastra
Mohon Kesediaannya Untuk Memeriksa Kembali Bahwa Semua
Pernyataan Telah Terisi.
Terima Kasih atas Segala Kerjasama dan Bantuannya dalam Penelitian Ini.
112
UJI VALIDITAS KECERDASAN EMOSI
DA NI=25 NO=279 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10
ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19
ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 ITEM24 ITEM25 PM SY FI=EMOSI.COR MO NX=25 NK=1 LX=FR TD=SY LK KECEMOSI FR TD 12 4 TD 24 3 TD 15 6 TD 24 15 TD 24 13 TD 21 20 TD 16 11 TD
12 5 TD 15 2 TD 4 1 TD 23 19 TD 19 12 TD 15 4 TD 22 18 TD 23 22 TD
22 10 TD 15 13 TD 15 3 TD 10 5 TD 11 10 TD 25 13 TD 22 20 TD 22 12
TD 23 8 TD 14 9 TD 14 4 TD 17 6 TD 23 17 TD 17 11 TD 18 7 TD 18 15
TD 7 2 TD 21 18 TD 19 1 TD 23 16 TD 15 5 TD 25 15 TD 9 6 TD 13 5
TD 23 1 TD 25 23 TD 25 16 TD 25 4 TD 17 8 TD 21 13 TD 8 2 TD 8 7
TD 23 18 TD 22 6 TD 22 17 TD 17 10 TD 18 8 TD 18 2 TD 25 11 TD 16
2 TD 24 14 TD 15 1 TD 17 1 TD 13 10 TD 10 1 TD 21 1 TD 21 12 TD 22
5 TD 23 12 TD 14 3 TD 14 1 TD 24 9 TD 23 5 TD 23 3 TD 22 21 TD 22
3 TD 19 14 TD 15 14 TD 22 8 TD 15 7 TD 11 8 TD 24 17 TD 21 14 TD
14 5 TD 4 3 TD 13 6 TD 17 2 TD 24 12 TD 10 4 TD 7 4 TD 7 3 PD OU TV SS MI AD=OFF
UJI VALIDITAS KECERDASAN EMOSI TAHAP DUA DA NI=19 NO=279 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM10 ITEM12 ITEM13
ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM22 ITEM23 ITEM24 PM SY FI=EMOSIDUA.COR MO NX=19 NK=1 LX=FR LK KECEMOSI PD OU TV SS MI
UJI VALIDITAS KECERDASAN EMOSI TAHAP TIGA DA NI=17 NO=279 MA=PM LA ITEM1 ITEM3 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM10 ITEM12 ITEM13 ITEM16
ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM22 ITEM23 ITEM24 PM SY FI=EMOSITIGA.COR MO NX=17 NK=1 LX=FR TD=SY LK KECEMOSI FR TD 17 2 TD 15 14 TD 16 6 TD 11 7 TD 12 3 TD 16 12 TD 15 12 TD
17 11 TD 16 1 TD 16 13 TD 15 11 TD 15 7 TD 12 5 TD 11 1 TD 13 8 TD
15 9 TD 11 6 TD 16 11 TD 13 5 TD 8 7 TD 5 2 TD 6 5 TD 16 5 TD 4 3
TD 6 4 TD 9 3 TD 10 5 TD 7 1 TD 9 7 TD 10 4 TD 12 6 TD 15 6 TD 15
8 TD 17 8 TD 8 2 TD 9 8 TD 9 1 TD 3 2 TD 9 4 TD 11 4 TD 17 4 TD 15
4 TD 4 2 TD 10 6 TD 17 1 TD 7 4 TD 14 2 PD OU TV SS MI
113
UJI VALIDITAS POLA ASUH OTORITATIF
DA NI=7 NO=279 MA=PM
LA
ITEM3 ITEM4 ITEM9 ITEM10 ITEM15 ITEM16 ITEM20
PM SY FI=OTORITATIFTIGA.COR
MO NX=7 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
OTORITATIF
FR TD 7 1 TD 6 2 TD 6 1
PD
OU TV SS MI
UJI VALIDITAS POLA ASUH OTORITER
DA NI=7 NO=279 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM7 ITEM8 ITEM13 ITEM14 ITEM19
PM SY FI=OTORITER.COR
MO NX=7 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
OTORITER
FR TD 6 5 TD 5 4 TD 5 1
PD
OU TV SS MI
UJI VALIDITAS POLA ASUH PERMISIF
DA NI=7 NO=279 MA=PM
LA
ITEM5 ITEM6 ITEM11 ITEM12 ITEM17 ITEM18 ITEM21
PM SY FI=PERMISIDEH.COR
MO NX=7 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
PERMISIF
FR TD 6 5 TD 5 3 TD 6 4 TD 7 1 TD 7 3 TD 7 5
PD
OU TV SS MI
UJI AGREE DA NI=9 NO=279 MA=PM LA ITEM2 ITEM7 ITEM12 ITEM17 ITEM22 ITEM27 ITEM32 ITEM37 ITEM42 PM SY FI=AGREE.COR MO NX=9 NK=1 LX=FR TD=SY LK AGREE FR TD 8 1 TD 5 3 TD 5 1 TD 5 2 TD 8 3 TD 3 1 TD 9 2 TD 4 3 TD 5 4 PD OU MI SS TV
UJI CONSCIENTIOUSNESS DA NI=9 NO=279 MA=PM LA
114
ITEM3 ITEM8 ITEM13 ITEM18 ITEM23 ITEM28 ITEM33 ITEM38 ITEM43 PM SY FI=CONS.COR MO NX=9 NK=1 LX=FR TD=SY LK CONS FR TD 6 5 TD 8 1 TD 3 1 TD 9 5 TD 9 7 TD 8 6 TD 6 1 TD 8 7 TD 3 2 PD OU MI SS TV
UJI EXTRAVERSION DA NI=8 NO=279 MA=PM LA ITEM1 ITEM6 ITEM11 ITEM16 ITEM21 ITEM26 ITEM31 ITEM36 PM SY FI=EXTRA.COR MO NX=8 NK=1 LX=FR TD=SY LK EXTRA FR TD 7 2 TD 2 1 TD 8 5 TD 8 1 TD 8 2 TD 8 4 TD 7 6 TD 6 5 TD 3 2
TD 7 3 PD OU MI SS TV
UJI NEUROTICISM DA NI=8 NO=279 MA=PM LA ITEM4 ITEM9 ITEM14 ITEM19 ITEM24 ITEM29 ITEM34 ITEM39 PM SY FI=NEURO.COR MO NX=8 NK=1 LX=FR TD=SY LK NEUROTICISM FR TD 7 5 TD 4 1 TD 6 1 TD 5 3 TD 8 6 TD 7 2 TD 8 7 TD 5 2 TD 2 1
TD 5 1 PD OU MI SS TV
UJI OPENNESS DA NI=10 NO=279 MA=PM LA ITEM5 ITEM10 ITEM15 ITEM20 ITEM25 ITEM30 ITEM35 ITEM40 ITEM41
ITEM44 PM SY FI=OPENNESS.COR MO NX=10 NK=1 LX=FR TD=SY LK OPENNESS FR TD 7 6 TD 8 6 TD 10 7 TD 9 1 TD 4 3 TD 9 8 TD 10 2 TD 6 2 TD 4
2 TD 9 2 TD 9 6 TD 9 7 TD 9 5 TD 10 9 TD 10 1 TD 8 5 TD 6 3 PD OU MI SS TV