Pola asuh orang tua

34
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peran Orang Tua Dalam semua kelompok keluarga terdapat status ayah dan ibu yang dikenal secara sosial disertai dengan peran sanksi sosial yang menentukan perilaku seksual yang tepat dan tanggung jawab untuk membesarkan anak. Pedoman perilaku peran ini berfungsi untuk mengendalikan konflik seksual dalam masyarakat dan memberikan perawatan yang berkelanjutan bagi anak-anaknya. Derajat komitmen orang tua dan cara mereka memainkan peran masing-masing dipengaruhi oleh pengalaman sosial mereka yang unik. (Wong,2008) Definisi peran telah berubah sebagai hasil dari perubahan ekonomi dan gerakan kebebasan kaum perempuan. Perempuan telah mencapai keseimbangan posisi dengan laki- laki dalam bidang pendidikan, makin banyak yang menjadi

description

Jenis pola asuh orang tua

Transcript of Pola asuh orang tua

Page 1: Pola asuh orang tua

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peran Orang Tua

Dalam semua kelompok keluarga terdapat status ayah dan ibu yang dikenal

secara sosial disertai dengan peran sanksi sosial yang menentukan perilaku seksual

yang tepat dan tanggung jawab untuk membesarkan anak. Pedoman perilaku peran ini

berfungsi untuk mengendalikan konflik seksual dalam masyarakat dan memberikan

perawatan yang berkelanjutan bagi anak-anaknya. Derajat komitmen orang tua dan

cara mereka memainkan peran masing-masing dipengaruhi oleh pengalaman sosial

mereka yang unik. (Wong,2008)

Definisi peran telah berubah sebagai hasil dari perubahan ekonomi dan gerakan

kebebasan kaum perempuan. Perempuan telah mencapai keseimbangan posisi dengan

laki-laki dalam bidang pendidikan, makin banyak yang menjadi pekerja, dan jumlah

perempuan yang mempunyai sedikit atau bahkan tidak mempunyai anak sama sekali

semakin meningkat. Selama masa kanak-kanak, khususnya pada golongan menengah

ke atas, cenderung tidak lagi mengacu pada perbedaan karakter agresi dasar pada

laki-laki, perempuan, ketergantungan, dan pencapaian. Karena perempuan berubah,

diperlukan adanya perubahan dalam peran penunjang laki-laki. (Wong,2008)

Page 2: Pola asuh orang tua

2.1.1. Persiapan untuk masa menjadi orang tua

Tujuan dasar menjadi orang tua adalah meningkatkan daya tahan fisik dan

kesehatan anak, mengembangkan keterampilan dan kemampuan yang penting agar

dapat menjadi orang dewasa yang mandiri, dan membantu mengembangkan

kemampuan perilaku untuk memaksimalkan nilai-nilai budaya dan kepercayaan.

Walaupun demikian, orang tua baru memiliki peran sabagai orang tua dengan

pengalaman yang sedikit dan pengetahuan yang kurang memadai, walaupun tidak ada

tugas yang sebanding dengan membesarkan seorang manusia, dalam konsekuensi

secara keseluruhan. (Wong,2008)

Orang tua mereka sendiri mungkin merupakan satu-satunya orang yang di

observasi oleh orang tua baru secara saksama dalam peran orang tua. Orang tua

membesarkan anak mereka dengan cara yang hamper sama seperti mereka terdahulu

di besarkan. Keterampilan dan pengetahuan penting lain yang perlu diketahi oleh

orang tua agar dapat merasa lebih nyaman dalam peran sebagai orang tua meliputi

pemahaman dasar tentang pertumbuhan dan perkembangan masa kanak-kanak,

mandi, memberi makan, penggunaan mainan, dan keterampilan interpersonal.

(Wong,2008)

2.1.2. Faktor orang tua yang memengaruhi transisi ke masa menjadi orang tua

1. Usia orang tua

Usia yang paling memuaskan untuk membesarkan anak adalah antara

18 dan 35 tahun. Selama waktu ini orang tua dianggap berada pada

kondisi kesehatan yang optimum, dengan perkiraan usia harapan hidup

Page 3: Pola asuh orang tua

yang memungkinkan waktu yang cukup dan memadai untuk

membangun sebuah keluarga. (Wong,2008)

2. Keterlibatan ayah

Praktik saat ini yang mendorong interaksi awal ayah-bayi yang telah

mengindikasikan bahwa ayah tampak memiliki ketertarikan terhadap

bayi mereka. Bahkan ayah yang memiliki kontak awal yang lebih

sedikit dengan bayi mereka yang baru lahir akan menjadi lebih terlibat

dengan bayinya pada beberapa bulan kemudian, walaupun tipe

interaksinya berbeda dengan yang dilakukan oleh ibu. (Wong,2008)

3. Pendidikan menjadi orang tua

Pasangan yang baru pertama kali menjadi orang tua yang mendapat

lebih banyak bantuan dalam mempersiapkan diri untuk menjadi orang

tua mengalami lebih sedikit stress dalam masa transisi daripada

mereka yang tidak memiliki bantuan (Menurut Gage dan Christensen

dalam Wong,2008).

4. Sistem pendukung

Keberhasilan adaptasi terhadap stress transisi pada masa menjadi

orang tua melibatkan sedikitnya dua jenis sumber keluarga (Menurut

McCubbin dalam Wong,2008). Pertama, sumber internal keluarga,

seperti kemampuan adaptasi dan integrasi. Jenis sumber kedua untuk

koping terhadap stress alah penggunaan strategi koping yang

memperkuat organisasi dan fungsi keluarga. (Wong,2008)

Page 4: Pola asuh orang tua

2.2 Pengertian Pola Asuh

Pola asuh merupakan bagiaan dari proses pemeliharaan anak dengan

menggunakan teknik dan metode yang menitik beratkan pada kasih sayang dan

ketulusan cinta yang mendalam dari orang tua. Pola asuh tidak akan terlepas dari

adanya sebuah keluarga. Keluarga merupakan suatu satuaan kekerabatan yang juga

merupakan satuan tempat tinggal yang ditandai oleh adanya kerja sama ekonomi dan

mempunyai fungsi untuk melanjutkan keturunan sampai mendidik dan

membesarkannya (Widjaja dalam Darokah dan Safari, 2005). Dilihat dari

komposisinya, keluarga menjadi 2 macam, yaitu “keluarga inti” (terdiri dari ayah dan

ibu bersama anak-anaknya) dan “keluarga luas” (yang meliputi kerabat dekat dengan

baik dari ayah maupun ibu, seperti nenek, kakek, paman, dan bibi (Ilahi,2013).

Pola pengasuhan adalah asuhan yang diberikan ibu atau pengasuh lain berupa

sikap dan perilaku dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan,

merawat, menjaga kebersihan, memberi kasih sayang, dan sebagainya. Kesemuanya

berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan fisik, mental dan status gizi,

pendidikan umum, pengetahuan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam

keluarga, dan masyarakat dan lain sebagainya (Sooekiman dalam Septiari,2012)

Pola asuh adalah suatu sikap yang dilakukan orangtua, yaitu ayah dan ibu

dalam berinteraksi dengan anaknya. Bagaimana cara ayah dan ibu memberikan

disiplin, hadiah, hukuman, pemberian perhatian, dan tanggapan-tanggapan lain

berpengaruh pada pembentukan kepribadian anak. Ini karena ayah dan ibu merupakan

model awak bagi anak dalam berhubungan dengan orang lain (Ilahi,2013)

Page 5: Pola asuh orang tua

Pola asuh oarangtua adalah bagaimana orang tua atau keluarga memperlakukan

anak, mendidik, membimbing, dan mendisplinkan anak dalam mencapai proses

kedewasaan hingga pada upaya pembentukan norma-norma yang diharapkan

masyarakat pada umumnya ( Casmini dalam buku Septiari,2012)

2.2.1. Jenis pola asuh

Metode asuh yang digunakan oleh orang tua kepada anak menjadi faktor

utama yang menentukan potensi dan karakter seorang anak. Ada banyak jenis-jenis

pola asuh orang tua yang sering menjadi pedoman bagi siapa saja yang ingin

mencetak generasi paripurna untuk diandalkan bagi kemajuan bangsa ke depannya.

Jenis-jenis pola asuh orang tua ini masing-masing memiliki karakteristik dan ciri khas

yang berbeda sehingga tergantung bagaimana anda mempraktikkannya sebagai teknik

dan pedoman untuk merawat anak dengan pendekatan berbeda pula (Ilahi,2013).

1. Authotariaan atau otoriter

Pola ini menggunakan pendekatan yang memaksakan

kehendak orang tua kepada anak. Anak harus menuntut kepada orang

tua. Keinginan orang tua harus dituruti, anak tidak boleh

mengeluarkan pendapat. Pola asuh ini dapat mengakibatkan anak

menjadi penakut, pencemas, menarik diri dari pergaulan, kurang

adaptif, kurang tajam, kurang tujuan, curiga kepada orang lain, dan

mudah stress (Septiari,2012).

Pola asuh orang tua otoriter atau dictator dimana orang tua

mencoba untuk mengontrol perilaku dan sikap anak melalui perintah

Page 6: Pola asuh orang tua

yang tidak boleh dibantah. Mereka menetapkan aturan dan regulasi

atau standar perilaku yan dituntun untuk diikuti secara kaku dan tidak

boleh dipertanyakan. Mereka menilai dan memberi penghargaan atas

kepatuhan absolut, sikap mematuhi kata-kata mereka, dan

menghormati prinsip dan kepercayaan keluarga tanpa kegagalan.

Mereka menghukum secara paksa setiap perilaku yang berlawanan

dengan standar orang tua. Otoritas orang tua dilakukan dengan

penjelasan yang sedikit dan keterlibatan anak yang sedikit dan

keterlibatan anak yang sedikit dalam mengambil keputusan. Pesannta

adalah “Lakukan saja karena saya mengatakan begitu” (Wong,2008).

Hukuman tidak selaku berupa hukuman fisik tetapi mungkin

berupa penarikan dari rasa cinta dan pengakuan. Latihan yang hati-hati

sering kali mengakibatkan perilaku menurut secara kaku pada anak,

yang cenderung untuk menjadi sensitive, cepat lelah dan tunduk.

Mereka cenderung menjadi sopan, setia, jujur dan dapat diandalkan

tetapi mudah dikontrol. Perilaku-perilaku ini lebih khas terlihat ketika

penggunaan kekuasaan dictator orang tua disertai dengan supervise

ketat dan kasih sayang yang masuk akal. Jika tidak, penggunaan

kekuasaan dictator lebih cenderung untuk dihubungkan dengan

menentang dan anti sosial (Wong,2008)

Page 7: Pola asuh orang tua

Pola asuh otoriter (Authoriativve Parenting) merupakan gaya

pengasuhan, menghukum, memaksa anak mengikuti aturan dan control

yang ketat. Orang tua menuntut anak mengikuti perintah-perintahnya,

sering memukul anak, memaksakan aturan tanpa penjelasan dan

menunjukkan amarah (Soetjiningsih,2012)

Profil perilaku anak : mudah tersinggung, penakut, pemurung,

tidak bahagia, mudah stress, tidak mempunyai arah masa depan yang

jelas, tidak bersahabat (Yusuf,2004)

Anak sering murung, sedih, takut, gelisah, mudah marah atau

kesal, licik dan bermusuhan, penarikan diri, rentan terhadap stress

(Parke dan Virginia,1999)

2. Permisif atau laissez-faire

Orang tua serba membolehkan anak berbuat apa saja. Orang

tua memiliki kehangatan, dan menerima apa adanya. Kehangatan

cenderung memanjakan, ingin dituruti keinginannnya. Sedangkan

menerima apa adanya cenderung memberikan kebebasan kepada anak

untuk berbuat apa saja. Pola asuh ini dapat menyebabkan anak agresif

tidak patuh orang tua, sok kuasa, kurang mampu mengontrol diri

(Septiari,2012)

Pola asuh yang membiarkan (permissive indulgent) merupakan gaya

pengasuhan yang mana orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anak

tetapi menetapkan sedikit batas, tidak terlalu menuntut, dan tidak

Page 8: Pola asuh orang tua

mengontrol mereka. Orang tua membiarkan anak melakukan apa saja

yang mereka inginkan sehingga anak tidak pernah belajar

mengendalikan perilakunya sendiri dan selalu mengharapkan

kemauannya dituruti (Soetjiningsih,2012)

Pola asuh permisif atau laissez-faire adalah orang tua memiliki

sedikit control atau tidak sama sekali atas tindakan anak-anak mereka.

Orang tua yang bermaksud baik ini kadang-kadang bingung antara

sikap permisif dan pemberian izin. Mereka menghindari untuk

memaksakan standar perilaku mereka dan mengizinkan anak mereka

untuk mengatur aktivitas mereka sendiri sebanyak mungkin. Orang tua

ini menganggap diri mereka sendiri sebagai sumber untuk anak, bukan

merupakan model peran (Wong,2008).

Jika peraturan memang ada, orang tua menjelaskan alasan yang

mendasarinya, mendukung pendapat anak, dan berkonsultasi dengan

mereka dalam proses pembuatan keputusan. Mereka memberlakukan

kebebasan dalam bertindak, disiplin yang inkonsisten, tidak

menetapkan batasan-batasan yang masuk akal, dan tidak mencegah

anak yang merusak rutinitas di rumah. Orang tua jarang menghukum

anak, karena sebagian besar perilaku di anggap dapat di terima. Anak-

anak dari orang tua yang submisis sering kali tidak mematuhi, tidak

menghormati, tidak bertanggung jawab, dan secara umum tidak

mematuhi kekuasaan ( Wong,2008)

Page 9: Pola asuh orang tua

Profil perilaku anak : Bersikap impulsive dan agresif, suka

memberontak, kurang memiliki rasa percaya diri dan pengendalian

diri, suka mendominasi, tidak jelas arah hidupnya, prestasinya rendah

(Yusuf,1999).

Cepat marah tetapi cepat untuk memulihkan suasana, sedikit

mandiri, hidup tanpa tujuan, patuh dan mudah marah (Parke dan

Virginia,1999).

3. Authoritative atau demokratik

Orang tua sangat memperhatikan kebutuhan anak dan

mencukupinya dengan pertimbangan faktor kepentinngan dan

kebutuhan. Pola asuh ini dapat mengakibatkan anak mandiri,

mempunyai control diri, mempunyai kepercayaan diri yang kuat, dapat

berinteraksi dengan teman sebayanya dengan baik, mampu

menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal yang baru,

kooperatif dengan orang dewasa, penurut, patuh dan berorientasi pada

prestasi (Septiari,2012)

Pola asuh otoritatif atau demokratis adalah gaya pengasuhan

yang mendorong anak untuk mandiri tetapi masih menetapkan batas-

batas dan pengendalian atas tindakan anak. Jadi orang tua masih

melakukan control pada anak tetapi tidak terlalu ketat. Umumnya,

orang tua bersikap tegas tetapi mau memberikan penjelasan mengenai

Page 10: Pola asuh orang tua

aturang yang ditetapkan dan mau bermusyawarah atau berdiskusi

(Soetjiningsih,2012)

Pola asuh authoritative atau demokratik adalah orang tua

mengombinasikan praktik pengasuh anak dari dua gaya yang ekstrem.

Mereka mengarahkan perilaku dan sikap anak dengan menekankan

alasan peraturan dan secara negative menguatkan penyimpangan.

Mereka menghormati individialitas dari setiap anak dan mengizinkan

mereka untuk menyuarakan keberatannya terhadap standar atau

peraturan keluarga. Kontrol orang tua kuat dan konsisten tetapi disertai

dengan dukungan, pengertian, dan keamanan. Kontrol difokuskan

pada masalah, tidak ada penarikan rasa cinta atau takut pada hukuman.

Orang tua ini membantu “pengarahan diri pribadi” suatu kesadaran

mengatur perilaku berdasarkan perasaan bersalah, bukan karena takut

tertangkap atau takut dihukum. Standar realistis orang tua dan harapan

yang masuk akal menghasilkan anak dengan harga diri tinggi, dan

sangat interaktif dengan anak lain (Wong,2008)

Profil perilaku anak : Bersikap bersahabat, memiliki rasa percaya diri, mampu

mengendalikan diri (self control), bersikap sopan, mau bekerja sama, meiliki rasa

ingin tahunya yang tinggi, mempunyai tujuan/arah hidup yang jelas, berorintasi

terhadap prestasi (Yusuf,2004)

Page 11: Pola asuh orang tua

Tabel 2.1 Pengaruh “Parenting Styl” Terhadap Perilaku Anak

Parenting Styles

Sikap Atau Perilaku Orangtua Profil Perilaku Anak

1. Authoritarian 1. Sikap “acceptance” rendah, namun kontrolnya tonggi

2. Suka menghukum secara fisik3. Bersikap mengomando

(mengharuskan/ memerintah anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi)

4. Bersikap kaku (keras)5. Cenderung emosional dan

bersikap menolak

1. Mudah tersinggung2. Penakut3. Pemurung, tidak bahagia4. Mudah terpengaruh5. Mudah stress6. Tidak mempunyai arah

masa depan yang jelas7. Tidak bersahabat(Yusuf, 2004).

2. Permissive 1. Sikap “acceptance” nya tinggi, namun kontrolnya rendah

2. Memberikan kebebasan kepada anak untuk menyatakan dorongan/keiginannya

1. Bersikap impulsive dan agresif

2. Suka memberontak3. Kurang memiliki rasa

percaya diri dan pengendaliaan diri

4. Suka mendominasi5. Tidak jelas arah hidupnya6. Prestasinya rendah(Yusuf, 2004).

3. Authoritative 1. Sikap “acceptance” dan kontrolnya tinggi

2. Bersikap responsive terhadap kebutuhan anak

3. Mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan

4. Memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan yang buruk (Yusuf, 2004).

1. Bersikap bersahabat2. Memiliki rasa percaya diri3. Mampu mengendalikan

diri (self control)4. Besikap sopan5. Mau bekerja sama6. Memiliki rasa ingin

tahunya yang tinggi7. Mempunyai tujuan/arah

hidup yang jelas8. Berorientasi terhadap

prestasi(Yusuf, 2004).

Page 12: Pola asuh orang tua

2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh

1. Pengaruh pola asuh orang tua yang bekerja dengan tidak bekerja

Kepribadian anak, sikap, kebiasaan dan pola perilaku yang

dibentuk selama tahun-tahun pertama, sangat menentukan seberapa

jauh individu-individu berhasil menyesuaikan diri dalam kehidupan

ketika menyesuaikan diri dalam kehidupan ketika mereka bertambah

tua. Kenyataan tersebut menyiratkan betapa pentingnya dasar-dasar

yang diberikan orang tua pada anaknya waktu masih masa kanak-

kanak. Karena dasar inilah yang akan membentuk kepribadian anak

yang di bawa sampai hari tua nanti (Septiari,2012)

Pada kenyataan sekarang ini adalah berkurangnya perhatian orang

tua terhadap anaknya karena keduanya sama-sama bekerja. Hal ini

mengakibatkan terbatasnya interaksi anak dengan kedua orang tuanya.

Keadaan ini biasanya terjadi pada keluarga-keluarga muda yang

semuanya bekerja. Anak-anak kurang mendapat perhatian dan kasih

sayang dari kedua orang tuanya, padahal pada usia ini anak sangat

membutuhkan perhatian lebih dari orang tua terutama untuk

perkembangan kepribadiannya (Septiari,2012)

Page 13: Pola asuh orang tua

Anak yang ditinggal kedua orang tuanya akan cenderung manja.

Biasanya orang tua akan merasa bersalah karena sudah meninggalkan

anak seharian, sehingga orang tua akan menuruti semua permintaan si

anak untuk menebus kesalahan tersebut tanpa berpikir panjang, lebih

lanjut permintaan anak baik atau tidak untuk perkembangan

kepribadian anak selanjutnya (Septiari,2012)

2. Pengaruh pola asuh orang tua yang berpendidikan tinggi dengan yang

berpendidikan rendah

Latar belakang pendidikan orang tua mempunyai pengaruh

yang besar terhadap pembentukan kepribadian anak. Orang tua yang

mempunyai latar belakang pendidikan yang tinggi akan lebih

memperhatikan segala perubahan, dan setiap perkembangan yang

terjadi pada anaknya. Orang tua yang berpendidikan tinggi umumnya

mengetahui bagaimana tingkat perkembangan anak khususnya untuk

pembentukan kepribadian yang baik bagi anak. Orang tua yang

berpendidikan tinggi umunya dapat mengajarkan sopan santun

kepada orang lain, baik dalam berbicara ataupun dalam hal lain

(Septiari,2012)

Page 14: Pola asuh orang tua

Berbeda dengan orang tua yang mempunyai latar belakang

pendidikan rendah. Dalam pengasuhan anak umumnya orang tua

kurang memperhatikan tingkat perkembangan anak. Hal ini

dikarenakan orang tua yang masih awam dan tidak mengetahui

tingkat perkembangan anak. Bagaimana naknya berkembang dan

dalam tahap apa anak pada saat itu. Orang tua biasanya mengasuh

anak dengan gaya dan cara mereka sendiri. Apa yang menurut

mereka baik untuk anaknya. Anaknya dengan polas asuh orang tua

yang seperti ini akan membentuk suatu kepribadian yang kurang baik

(Septiari,2012)

3. Pengaruh pola asuh orang tua dengan tingkat ekonomi menengah ke

atas dan menengah ke bawah

Permasalahan ekonomi dalam keluarga merupakan masalah

yang sering di hadapi. Tanpa disadari bahwa permasalahan ekonomi

dalam keluarga akan berdampak pada anak. Orang tua terkadang

melampiaskan kekesalan dalam menghadapi permasalahan pada anak.

Anak usia prasekolah yang belum mengerti tentang masalah

perekonomian dalam keluarga hanya akan menjadi korban dari orang

tua. Dalam pola asuh yang diberikan oleh orang tua yang tingkat

perekonomiannya menengah ke atas dalam pengasuhannya biasanya

orang tua memanjakan anak. Apapun yang diinginkan oleh si anak

Page 15: Pola asuh orang tua

akan dipenuhi oleh orang tua. Pengasuhan anak sebagian besar hanya

sebatas materi. Perhatian dan kasih sayang orang tua diwujudkan

dalam materi atau pemenuhan kebutuhan anak (Septiari,2012)

2.3. Peran Sosial

Kebanyakan konsep diri anak diturunkan dari ide mereka tentang peran sosial

mereka. Peran adalah kreasi budaya, oleh karena itu budaya menentukan pola

perilaku seseorang dalam berbagai posisi sosial. Semua orang yang memegang posisi

sosial serupa memiliki kewajiban untuk berperilaku dalam cara tertentu. Suatu peran

melarang beberapa perilaku dan mengizinkan perilaku lain. Karena budaya

menggambarkan dan memperjelas peran, maka berpengaruh signifikan pada

perkembangan konsep diri anak (Wong,2008)

2.3.1. Pengaruh Sub Budaya

1. Etnisitas

Etnisitas adalah klasifikasi atau afiliasi dengan setiap kelompok dasar

atau pembagian umat manusia atau setiap populasi heterogen yang

dibedakan oleh adat istiadat, karakteristik, bahasa atau faktor

pembeda lain yang sejenis. Perbedaan etnik meluas ke banyak area

dan termasuk manifestasi seperti struktur keluarga, bahasa, kesukaan

makanan, kode moral, dan ekspresi emosi. Beberapa standar perilaku

dihasilkan dari warisan budaya kelompok etnik tertentu.

Page 16: Pola asuh orang tua

2. Kelas sosial/okupasional

Meskipun terdapat pengecualian, kemungkinan pengaruh paling besar

pada praktik pengasuhan anak dan konsikuensinya adalah kelas sosial

keluarga tempat anak dilahirkan. Perbedaan dalam tujuan dan praktik

pengasuhan anak, serta sikap terhadap kesehatan, terbukti lebih besar

di antara kelas sosial daripada di antara kelompok etnik dan ras.

3. Tunawisma

Anak tunawisma adalah orang yang kekurangan sumber daya dan

ikatan komunitas yang perlu untuk memberikan mereka tempat tinggal

pribadi yang adekuat. Kurangnya hunian permanen mengurangi

kebutuhan paling dasar untuk pertumbuhan dan perkembangan yang

tepat. Ketunawismaan menganggu pertemanan dan sekolah anak

(Menurut Strehlow dan Amos Jones dalam Wong,2008). Anak

tunawisma menderita gangguan fisik dan mental yang lebih besar dari

yang ditemukan pada anak miskin yang memiliki tempat tinggal

permanen.

4. Sekolah

Setelah keluarga, sekolah memberikan kekuatan besar dalam

memberikan kontinuitas antar generasi dengan memberikan sejumlah

budaya dari anggota yang lebih besar ke yang lebih muda dalam cara

Page 17: Pola asuh orang tua

ini anak disiapkan untuk menjalankan peran sosial tradisional yang

diharapkan atas mereka untuk bertindak sebagai ornag dewasa

masyarakat. Aturan dan peraturan sekolah mengenai kehadiran,

hubungaan otoritas, dan system sanksi dan penghargaan yang

didasarkan pada prestasi menunjukkan pada anak tentang harapan dan

perilaku dunia kerja dan hubungan orang dewasa.

5. Budaya sekelompok sebaya

Hubungan sebaya makin penting dan berpengaruh ketika anak masuk

sekolah. Di sekolah, anak memiliki apa yang dapat dianggap sebagai

budaya mereka sendiri. Ini paling tampak pada anak sekolah dan

dalam kelompok bermain yang tidak diawasi. Kelompok bermain ini

menujukkan budaya ini dalam bentuk lebih murni daripada kelompok

sekolah, yang sebagian dohasilkan oleh orang dewasa. Budaya

kelompok sebaya memiliki rahasia, adat istiadat, dan kode etik dengan

siapa mereka meningkatkan perasaan solidaritas kelompok dan

perpisahan dari orang dewasa.

2.3.2 Perkembangan Sosial

Salah satu agens sosialisasi terpenting dalam kehidupan anak usia sekolaha

adalah kelompok teman sebaya. Selain orang tua dan sekolah, kelompok teman

sebaya memberi sejumlah hal yang penting kepada anggotanya. Anak-anak memiliki

Page 18: Pola asuh orang tua

budaya mereka sendiri, disertai rahasia, adat istiadat, dank ode etik yang

meningkatkan rasa solidaritas kelompok dan melepaskan diri dari orang dewasa.

Melalui hubungan dengan teman sebaya, anak belajar bagaiman menghadapi

dominansi dan permusuhan, berhubungan dengan pemimpin dan pemegang

kekuasaan, serta menggali ide-ide dan lingkungan fisik (Wong,2008)

2.3.3 Hubungan sosial dan kerja sama

Hubungan dengan teman sebaya sehari-hari memberikan interaksi sosial

paling penting untuk anak usia sekolah. Untuk pertama kalinya, anak mampu

bergabung dalam aktivitas kelompok dengan antusiasme yang tidak terbatas dan

partisipasi yang mantap. Interaksi sebelumnya terbatas dalam periode yang pendek di

bawah pengawasan orang dewasa yang ketat. Dengan peningkatan ketrampilan dan

kesempatan yang lebih luas, anak mulai terlibat dengan salah satu atau beberapa

kelompok teman sebaya, yaitu merupakan tempat anak dapat memperoleh status

sebagai anggota yang dihargai. (Wong,2008)

Pengalaman berharga dipelajari dari interaksi sehari-hari dengan teman

sebaya. Pertama, anak belajar menghargai perbedaan sudut pandang yang ditunjukkan

dalam kelompok teman sebaya. Kedua, anak bertambah sensitive terhadap norma

sosial dan tekanan dari kelompok teman sebaya. Ketiga, interaksi diantara teman

sebaya berperan penting dalam pembentukan hubungan persahabatan dengan sesama

jenis. Periode usia sekolah adalah waktu ketika anak memiliki sahabat yaitu tempat

Page 19: Pola asuh orang tua

berbagi rahasia, lelucon pribadi, dan petualangan, mereka saling membantu jika

temannya menghadapi masalah.

Klub dan kelompom teman sebaya. Salah satu karakteristik yang menonjol

pada masa kanak-kanak pertengahan dalah pembentukan kelompok-kelompok formal

atau klub. Gambaran penting pada banyak kelompok ini adalah peraturan yang kaku

dipaksakan kepada anggota-anggotanya. Selama masa awal sekolah, kelompok yang

dibentuk lebih kecil dan kurang terorganisasi, dengan perubahan keanggotaan dan

sedikit struktur formal. Perpaduan karakteristik kelompok atau kelompok kecil yang

lebih lama pada masa sekolah selanjutnya tidak terlihat dengan jelas. Biasanya tetapi

tidak selalu, kelompok anak perempuan kurang bersifat formal dibandingkan dengan

kelompok anak laki-laki, dan walaupun kemungkinan kedua jenis kelamin masih

bercampur pada tahun-tahun pertama sekolah, pada akhir masa sekolah. Dalam ikatan

kelompok teman sebaya yang kuat juga terdapat sifat-sifat membahayakan. Tekanan

teman sebaya dapat memaksa anak untuk mengambil risiko, bahkan melawan

penilaian mereka yang lebih baik. Aktivitas kelompok sebaya yang menyebabkan

kekerasan geng yang tidak dapat diterima, melanggar hokum, dan bersifat criminal

dan menunjukkan tantangan yang signifikan bagi para profesional kesehatan dan guru

yang bekerja dengan anak-anak (Wong,2008)

Page 20: Pola asuh orang tua

2.4. Tumbuh kembang personal-sosial anak usia 6-8tahun

1. Anak usia 6 tahun

Dapat berbagi dan bekerja sama dengan lebih baik. Memiliki

kebutuhan yang besar untuk anak-anak seusianya. Untuk menanga kan

melakukan kecurangan. Sering melakukan permainan yang kasar.

Sering merasa cemburu terhadap adiknya. Melakukan tindakan yang

sering dilihat dilakukan oleh orang dewasa. Memiliki perilaku yang

kadang-kadang suka suka marah (temper tantrum).anak menjadi

pembual (beromong besar). Anak lebih mandiri, kemungkinan

dipengaruhi oleh sekolah. Mempunyai cara sendiri dalam melakukan

sesuatu, peningkatan sosialisasi.

2. Anak usia 7 tahun

Menjadi anggota kelompok keluarga yang sebenarnya. Mengambil

bagian dalam permainan kelompok. Anak laki-laki memilih bermain

dengan anak laki-laki; anak perempuan memilih bermain dengan anak

perempuan. Banyak menghabiskan waktu sendirian, tidak memerlukan

banyak dampingan.

Page 21: Pola asuh orang tua

3. Anak usia 8-9 tahun

Mudah ditinggalkan sendiri di rumah. Menyukai system penghargaan.

Mendramatisasi, lebih mampu bersosialisasi. Berperilaku lebih baik.

Tertarik dalam hubungan dengan lawan jenisnya tetapi tidak

mengetahui hal tersebut. Pergi dari rumah dan lingkungannya dengan

bebas, sendirian atau dengan teman-temannya. Menyukai persaingan

dan permainan. Menunjukkan pilihan dalam memilih teman atau

kelompok. Paling sering bermain dengan teman-teman dari kelompok

sejenis tetapi mulai berbaur dengan lawan jenis. Mengembangkan

kesopanan. Membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Menyukai

aktivitas pramuka, olahraga berkelompok.

4. Anak usia 10-12 tahun

Mencintai teman-temannya;terus menerus membicarakan tentang

teman-temannya. Lebih selektif memilih teman; dapat mempunyai sahabat.

Menikmati percakapan. Mulai menyukai lawan jenis. Lebih diplomatis.

Menyukai keluarga ; keluarga benar-benar memiliki arti penting. Mencintai

ibu dan ingin menyenangkannya dengan berbagai cara. Memperlihatkan rasa

kasih sayang. Mencintai ayah sebagai sosok yang dikagumi dan mungkin

diidolakan. Menghormati orang tua.