BAB II TINJAUAN TEORI A. Pola Asuh Gizi. 1. Pengertian...

30
9 BAB II TINJAUAN TEORI A. Pola Asuh Gizi. 1. Pengertian Pola Asuh Gizi Pola asuh gizi merupakan asupan makan dalam rangka menopang tumbuh kembang fisik dan biologis balita secara tepat dan berimbang (Eveline & nanang D, 2010, p.11). Pola pengasuhan anak berupa sikap perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberikan kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu terutama dalam kesehatan, status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan ketrampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau dimasyarakat, sifat pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan keluarga, masyarakat dan sebagainya dari ibu atau pengasuh anak (Soekirman 2000, p.85). Menurut (LIPI, 2000, p.123), aspek kunci pola asuh gizi: a. Perawatan dan perlindungan bagi ibu untuk anaknya b. Praktek menyusui dan pemberian MP-ASI c. Pengasuhan psiko-sosial d. Penyiapan makanan e. Kebersihan diri dan sanitasi lingkungan

Transcript of BAB II TINJAUAN TEORI A. Pola Asuh Gizi. 1. Pengertian...

9

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pola Asuh Gizi.

1. Pengertian Pola Asuh Gizi

Pola asuh gizi merupakan asupan makan dalam rangka

menopang tumbuh kembang fisik dan biologis balita secara tepat dan

berimbang (Eveline & nanang D, 2010, p.11).

Pola pengasuhan anak berupa sikap perilaku ibu atau pengasuh

lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat,

kebersihan, memberikan kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya

berhubungan dengan keadaan ibu terutama dalam kesehatan, status gizi,

pendidikan umum, pengetahuan dan ketrampilan tentang pengasuhan

anak yang baik, peran dalam keluarga atau dimasyarakat, sifat pekerjaan

sehari-hari, adat kebiasaan keluarga, masyarakat dan sebagainya dari ibu

atau pengasuh anak (Soekirman 2000, p.85).

Menurut (LIPI, 2000, p.123), aspek kunci pola asuh gizi:

a. Perawatan dan perlindungan bagi ibu untuk anaknya

b. Praktek menyusui dan pemberian MP-ASI

c. Pengasuhan psiko-sosial

d. Penyiapan makanan

e. Kebersihan diri dan sanitasi lingkungan

10

f. Praktek kesehatan dirumah dan pola pencarian pelayanan kesehatan.

Masalah gizi dipengaruhi oleh salah satunya adalah pola

asuh ibu terhadap anaknya. lemahnya kemampuan ibu dan keluarga

untuk memberikan pola asuh akan berakibat pada kejadian gizi kurang

bahkan gizi buruk pada anak balita.

a. Perawatan dan perlindungan Bagi Anak

Setiap orangtua berkewajiban untuk memberikan

perawatan dan perlindungan yang aman dan nyaman bagi anak.

Masa lima tahun pertama merupakan masa yang akan

menentukan pembentukan fisik, psikis, maupun kecerdasan otak

sehingga masa ini anak mendapatkan perawatan dan perlindungan

yang intensif (Eveline & nanang D, 2010, p.12).

Bentuk perawatan bagi anak dimulai sejak bayi lahir

sampai dewasa misalnya sejak bayi lahir yaitu memotong tali

pusat, pemberian makanan dan sebagainya. Perlindungan bagi

anak berupa pengawasan waktu bermain dan pengaturan tidur.

b. Pemberian Makan

Pemberian makanan merupakan bentuk mendidik

ketrampilan makan, membina kebiasaan makan, membina selera

terhadap jenis makanan, membina kemampuan memilih makanan

untuk kesehatan dan mendidik perilaku makan yang baik dan

benar sesuai kebudayaan masing-masing. Kekurangan dalam

pemberian makan akan berakibat sebagai masalah kesulitan makan

atau kekurangan nafsu makan yang pada gilirannya akan

11

berdampak negatif pada kesehatan dan tumbuh kembang nantinya

(Waryana, 2010, p.85)

Makanan tambahan mulai diberikan pada bayi setelah

bayi berusia 6 bulan, ASI pun harus tetap diberikan kepada bayi

paling tidak sampai usia 24 bulan. Makanan tambahan bagi bayi

ini harus menjadi pelengkap dan dapat memenuhi kebutuhan bayi.

Jadi makanan tambahan bagi bayi berguna untuk menutupi

kekurangan zat gizi yang terkandung didalam ASI. (Waryana,

2010, p.85).

1) Tujuan Pemberian makanan Tambahan

Tujuan pemberian makanan tambahan pada bayi

usia lebih dari 6 bulan adalah untuk menambah energi dan

zat-zat gizi yang diperlukan bayi karena ASI tidak dapat

mencukupi kebutuhan bayi yang semakin meningkat, seiring

dengan bertambahnya umur dan berat badan. Gangguan

terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak yang normal

dapat terjadi ketika kebutuhan energi dan zat gizi bayi tidak

terpenuhi. Hal ini dapat disebabkan asupan makanan bayi

yang hanya mengandalkan ASI saja atau pemberian makanan

tambahan yang kurang memenuhi syarat. Disamping itu

faktor terjadinya infeksi pada saluran pencernaan memberi

pengaruh yang cukup besar (Waryana, 2010, p.85).

12

2) Syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam pemberian

makanan menurut Waryana (2010, p.87 – 88) adalah:

a) Makanan harus mengandung semua zat gizi yang

diperlukan oleh bayi.

b) Berikan makanan setelah bayi menyusui.

c) Pada permulaan, makanan tambahan harus diberikan

dalam keadaan halus.

d) Gunakan cendok atau cangkir untuk memberi makanan.

e) Makanan bayi mudah disiapkan dengan waktu

pengolahan yang singkat.

f)Makanan hendaknya mengandung protein.

g) Susunan hidangan sesuai dengan pola menu seimbang,

bahan makanan yang tersedia dan kebiasaan makan.

h) Bentuk dan porsi disesuaikan dengan selera dan daya

makan bayi.

i)Makanan harus bersih dan bebas dari kuman.

3) Cara Pemberian Makanan tambahan

Makanan tambahan dapat diberikan secara efisien,

untuk itu dapat diperlihatkan hal-hal sebagai berikut:

a) Berikan secara hati-hati, sedikit demi sedikit dari bentuk

encer, berangsur-angsur ke bentuk yang lebih kental.

13

b) Makanan baru diperkenalkan satu persatu dengan

memperhatikan bahwa makanan betul-betul dapat

diterima dengan baik.

c) Cara pemberian makanan bayi mempengaruhi

perkembangan emosinya. Oleh karena itu jangan

dipaksa, sebaiknya diberikan pada saat ia lapar (Hanum

Marimbi, 2010, p.59)

4) Waktu pemberian makanan tambahan pada bayi

Menurut Hanum Marimbi (2010, p.22) makanan

tambahan diberikan pada bayi setelah bayi berumur 6 bulan.

Adapun garis besar pemberian makanan tambahan menurut

umur:

a) 0 – 6 bulan

Bayi hanya diberikan ASI, lebih sering, lebih

baik segera setelah lahir, ASI yang berwarna kekuning-

kuningan (kolostrum) diberikan kepada bayi.

b) 6 – 8 bulan

Pada usia 6 – 8 bulan merupakan usia awal bayi

mengenal makanan. Fungsi pencernaan bayi sudah cukup

berkembang baik, walaupun belum optimal. Selama enam

bulan pertama, bayi hanya memperoleh ASI sebagai bahan

utama sehingga pada tahap awal pengenalan makanan

tambahan selain ASI, sebaiknya bayi diberi makanan yang

14

sudah dihaluskan, encer dan lembut seperti sari buah atau

bubur susu. makanan yang diberikan juga terdiri dari satu

macam bahan atau campuran dua bahan makanan agar

bayi lebih mudah menerimanya.

Tujuan pemberian makanan yang sudah

dihaluskan agar sistem pencernaan bayi tidak kaget saat

menerima makanan selain ASI, sehingga tidak

menimbulkan masalah kesehatan. makanan yang

dihaluskan terdiri dari buah dan sayuran misalnya buah

pisang merupakan sumber kalori yang baik bagi bayi

karena tinggi karbohidrat dan fruktusa atau gula dalam

buah. Pepaya salah satu jenis buah yang baik diberikan

untuk bayi, selain kaya akan vitamin dan mineral, pepaya

juga tinggi serat (Budi sutomo & Dwi Yanti A, 2010,

p.58).

Selain makanan yang sudah dihaluskan, bubur

beras yang terbuat dari tepung beras merah maupun

tepung beras putih dapat menjadi makanan tambahan

selain ASI. Pada tahap awal, kepadatan bubur beras dapat

dibuat encer dengan menambahkan komposisi ASI, susu

atau air matang. Setelah beberapa waktu kepadatan bubur

dapat dibuat lebih kental (Budi sutomo & Dwi Yanti A,

2010, p.33).

15

c) 8 – 10 bulan

Pada usia 8 – 10 bulan sistem pencernaan bayi

sudah berkembang dan gigi geligi mulai tumbuh. Tingkat

keinginan bayi untuk mengeksplorasi makanan juga mulai

tumbuh, karena itu di usia 8 – 10 bulan, bayi mulai

diperkenalkan dengan makanan berbentuk lembek dan

lembut. Pada usia 9– 10 bulan dapat diperkenalkan dengan

bubur saring yang memiliki tekstur sedikit lebih kasar

daripada bubur lembek yang diberikan pada usia 8 – 9

bulan (Budi sutomo & Dwi Yanti A, 2010, p.33).

Pada usia ini bayi sudah dapat diperkenalkan

dengan makanan yang mengandung pati seperti

karbohidrat komplek dan sayuran. Protein baru dapat

diberikan saat bayi berusia delapan bulan ke atas. Proses

pencernaan pada bayi sudah mulai kompleks dan rumit,

apalagi bila ditambah dengan protein. Biarkan pencernaan

bayi bekerja secara perlahan. Gandum dan produk olahan

juga baru dapat diperkenalkan kepada bayi saat bayi

berusia delapan bulan ke atas (Budi sutomo & Dwi Yanti

A, 2010, p.34).

Menu bayi usia 8 – 10 bulan sebaiknya berupa

campuran dua atau tiga jenis bahan makanan, seperti

bubur beras dengan ayam dan wortel. Campuran bahan

16

yang beragam bertujuan agar kebutuhan gizi bayi

tercukupi (Budi sutomo & Dwi Yanti A, 2010, p.73).

d) 10 – 12 bulan

Memasuki usia 10 – 12 bulan, kebutuhan gizi

bayi semakin bertambah dan sistem pencernaan bayi

semakin sempurna serta bisa menerima makanan yang

lebih beragam. Gigi geligi bayi juga sudah mulai tumbuh

sehingga diperlukan tekstur makanan yang semi padat

agar bayi belajar menggigit (Budi sutomo & Dwi Yanti A,

2010, p.88).

Bayi mulai diperkenalkan dengan bentuk

makanan semi padat seperti nasi tim, dan makanan yang

dicincang kasar, dengan rasa dan tekstur yang lebih kaya.

Namun putih telur belum bisa diberikan untuk

menghindari alergi. Jangan berikan makanan seperti

makanan berpengawet, makanan yang mengadung

pewarna dan makanan yang mengandung penguat rasa

buatan. Jika memungkinkan gunakan produk nabati dan

hewani organik, bila ingin memberikan makanan selingan

kepada bayi, orangtua dapat membuat sendiri. Pemberian

garam dan gula juga tetap harus dibatasi, karena gula

dapat menimbulkan obesitas, merusak gigi, dan

17

memberantaskan kerja hati dan ginjal (Budi sutomo &

Dwi Yanti A, 2010, p.36).

Pada usia ini, kegiatan bayi juga sudah mulai

meningkat, bayi juga mulai belajar berjalan sehingga

kebutuhan energinya lebih besar. Diperlukan porsi lebih

banyak agar kebutuhan gizi tercukupi. Bayi juga sudah

mulai memahami dan tertarik dengan bentuk dan warna

sehingga alat saji dan makanan sebaiknya dibuat yang

menarik agar bayi lebih tertarik untuk makan (Budi

sutomo & Dwi Yanti A, 2010, p.89).

e) Lebih dari 12 bulan

Pada usia 12 bulan, bayi sudah mulai besar.

Pencernaan juga sudah mendekati sempurna sehingga bisa

menerima makanan yang kian beragam. Kebutuhan gizi

juga semakin meningkat sehingga perlu diberikan

makanan tambahan seperti makanan selingan untuk

mencukupi kebutuhan gizi.

Makanan selingan untuk bayi sebaiknya tidak

mengenyangkan sehingga tidak mengganggu jadwal

makan. Snack yang bisa dipegang sangat baik diberikan

pada bayi agar belajar menggenggam, memasukkan

makanan ke mulut, dan melatih otot saraf jari tangan,

seperti nugget ayam, biskuit, roti basah dll. Pemberian

18

makanan keluarga sekurang-kurangnya 3 kali sehari

dengan porsi separuh makanan orang makanan orang

dewasa setiap kali makan. Selain itu tetap berikan

makanan selingan 2 kali sehari (Budi sutomo & Dwi Yanti

A, 2010, p.107).

5) Jenis-jenis Makanan tambahan bagi bayi usia lebih dari 6

bulan

a) Makanan utama yaitu ASI dan pengganti ASI atau susu

formula.

b) Makanan lumat

Makanan yang dihancurkan atau disaring

tampak kurang merata dan bentuknya lebih kasar dari

makanan lumat halus. Misalnya buah-buahan.

(1) Buah-buahan

Buah-buahan sudah diberikan dengan

maksud mendidik bayi mengenal jenis makanan baru

dan sebagai sumber vitamin. Berikan buah sesuai

kesukaan bayi pada awal, biasanya yang bersifat air

atau sari seperti: sari jeruk, sari tomat, sari pepaya dan

lainnya yang tidak bersifat asam. Pada usia 6 bulan

sudah dapat diberikan (Hanum Marimbi, 2010, p.29).

19

c) Makanan lunak

Makanan lunak adalah makanan yang dimasak

dengan banyak air dan tampak berair, Contohnya bubur.

(1) Bubur

Bubur susu cocok untuk bayi yang berusia

6 bulan ke atas, tekstur lembut mudah dicerna dan

diserap alat perencanaan bayi. Penambahan tepung

seperti tepung beras atau tepung maizena bisa

dilakukan. Tujuan penambahan tepung adalah

meningkatkan nilai gizi dari bubur, susu sebagai

sumber protein dan tepung sebagai sumber

karbohidrat pemberi energi bayi (Hanum Marimbi,

2010, p.28).

d) Makanan padat

Makanan padat adalah makanan lunak yang

tidak nampak berair dan biasanya disebut makanan

keluarga contohnya nasi tim, biskuit dll.

(1) Nasi tim

Nasi tim sering diberikan pada bayi berusia

9 bulan. Variasi nasi tim untuk makanan tambahan

selain ASI sebaiknya jangan menggunakan bahan

yang monoton. Variasikan setiap hari, ini penting agar

bayi tercukupi semua gizinya. Mengingat kandungan

20

gizi setiap bahan pangan juga berbeda satu dengan

lainnya. Selain nasi sebagai bahan utama sumber

karbohidrat, di dalam nasi tim juga mengandung

protein nabati hewani dan sayuran. Seperti nasi tim,

ditambah dengan daging cincang dan potongan kecil

wortel atau nasi tim dikombinasi dengan tahu, tomat

atau bayam (Hanum Marimbi, 2010, p.28).

(2) Biskuit

Biskuit diberikan dengan maksud untuk

mendidik kebiasaan makan dan mengenal jenis

makanan lain dan bermanfaat untuk penambahan

kalori. Kebanyakan bayi akan menyukai biskuit rasa

manis dan sebagian lagi akan menyukai rasa asin

(Atikah Proverawati & Siti Asfuah, 2009, p.120).

Tabel 2.1. Jadwal Pemberian Makanan dengan Waktu yang

Sama Setiap hari

usia Makanan yang

diberikan

Jumlah pemberian

dalam sehari

Waktu

pemberian

makan

0 – 6 bulan ASI Eksklusif Sepuasnya, sesuai yang

dikehendaki bayi

Setiap kali bayi

menghendaki

ASI Sepuasnya, sesuai yang

dikehendaki bayi

Setiap kali bayi

menghendaki

Bubur susu 1 – 2 kali sehari Pagi dan sore

hari

6 – 8 bulan

Jus buah 1 kali sehari Siang hari

8 – 10

bulan

ASI Sepuasnya, sesuai yang

dikehendaki bayi

Setiap kali bayi

menghendaki

21

Bubur susu 1 – 2 kali sehari Pagi atau sore

hari

Nasi Tim 1 – 2 kali sehari Pagi atau sore

hari

Jus buah 1 kali sehari Siang hari

biskuit 1 kali sehari Malam hari

ASI Sepuasnya, sesuai yang

dikehendaki bayi

Setiap kali bayi

menghendaki

Bubur susu 1 – 2 kali sehari Pagi atau sore

hari

Nasi tim 1 – 2 kali sehari Pagi atau sore

hari

Jus buah 1 kali sehari Siang hari

10 – 12

bulan

biskuit 1 kali sehari Malam hari

c. Pengasuhan Psiko-Sosial

Manusia sebagai makhluk sosial pada dasarnya tidak

hidup sendiri-sendiri tetapi saling membutuhkan antar sesama

dalam kehidupan sehari-hari. Pengasuhan psiko-sosial terwujud

dalam pola interaksi dengan anak dan orangtua interaksi timbal

balik antara anak dan orangtua akan menimbulkan keakraban

dalam keluarga. Anak akan terbuka kepada orangtuanya, sehingga

komunikasi bisa dua arah dan segala permasalahan dapat

dipecahkan bersama karena adanya keterdekatan dan kepercayaan

antara orangtua dan anak.

Pengasuhan psiko-sosial ini antara lain terdiri dari cinta

dan kasih sayang serta interaksi antar ibu dan anak. Salah satu hak

anak adalah untuk dicintai dan dilindungi. Anak memerlukan kasih

sayang dan perlakuan yang adil dari orangtuanya. Agar kelak

22

menjadi anak yang tidak sombong dan bisa memberikan kasih

sayangnya pula kepada sesamanya. Sebaliknya kasih sayang yang

diberikan secara berlebihan yang menjurus kearah memanjakan,

akan menghambat bahkan mematikan perkembangan kepribadian

anak. Akibatnya anak akan menjadi manja, kurang mandiri,

pemboros, sombong, dan kurang bisa menerima kenyataan.

Pengasuhan psiko-sosial ini di dasarkan pada hubungan

timbal balik antara ibu dan anak. Meningkatkan kedekatan ibu dan

anak ditentukan dengan frekuensi interaksi dan sikap selalu

menebarkan senyum terhadap anaknya (Soetjiningsih, 1998, p.9).

d. Kebersihan Diri dan Sanitasi Lingkungan

Perilaku kesehatan merupakan salah satu atau penyebab

atau resiko utama penyebab masalah gizi (LIPI, 2000, p.149)

Lingkungan merupakan faktor yang sangat

mempengaruhi proses tumbuh kembang anak. Lingkungan juga

berfungsi menyediakan kebutuhan dasar bagi tumbuh kembang

anak. peran orangtua dalam membantu proses pertumbuhan dan

perkembangan anak adalah dengan membentuk kebersihan diri

dan sanitasi lingkungan yang sehat. Lingkungan rumah bersanitasi

buruk, paparan sinar matahari yang minim, sirkulasi udara yang

tidak lancar, akan berdampak buruk bagi proses tumbuh kembang

anak. Apalagi jika lingkungan sangat kaya dengan kandungan zat-

zat berbahaya (Eveline & Nanang D, 2010, p.21).

e. Praktek Menyusui dan Pemberian Makanan Pendamping ASI.

23

1) Menyusui

Menyusui adalah proses pemberian ASI kepada ibu.

Pemberian ASI berarti menumbuhkan kasih sayang antar ibu

dan bayinya seperti berbicara, mendekap dan mengelus bayi.

pemberian ASI akan mempengaruhi tumbuh kembang dan

kecerdasan anak (Budi Sutomo & Dwi Yanti A, 2010, p.18)

2) Makanan pendamping ASI

Makanan pendamping ASI merupakan makanan

tambahan yang diberikan kepada bayi setelah bayi berusia 6

bulan sampai bayi berusia 2 tahun. Selain ASI, ASI pun harus

tetap diberikan kepada bayi, maknan ini harus menjadi

pelengkap dan dapat memenuhi kebuhan bayi. Jadi makanan

pendamping ASI berguna untuk menutupi kekurangan zat gizi

yang terkandung didalam ASI. Dengan demikian, cukup jelas

bahwa peranan makanan pendamping ASI bukan sebagai

pengganti ASI tetapi untuk melengkapi atau mendampingi ASI

(Waryana, 2010, p.85)

Tujuan pemberian makanan pendamping ASI adalah

untuk menambah energi dan zat-zat gizi ang diperlukan bayi

karena ASI tidak dapat mencukupi kebutuhan bayi yang

semakin meningkat dengan bertambahnya umur dan berat

badan. Gangguan terhadap pertumbuhan dan perkembangan

anak yang normal terjadi ketika kebutuhan energi dan zat gizi

tidak terpenuhi. Makanan yang diberikan kepada bayi.

24

Misalnya bubur yang terbuat dari tepung beras, nasi yang

dilumatkan, sayur, buah, nasi tim.

f. Praktek Kesehatan di Rumah dan Pola Pencarian Pelayanan

Kesehatan

Balita perlu diperiksakan kesehatannya dibidan atau

dokter bila sakit sebab mereka masih mempunyai resiko yang

tinggi untuk terserang penyakit. Adapun praktik kesehatan yang

dilakukan dalam rangka pemeriksaan pemantaun kesehatannya

adalah

1) Imunisasi

Imunisasi adalah memberikan kekebalan pada anak

untuk melindunginya dari pada beberapa penyakit tertentu

seperti Hepatitis B, Tuberkolusis, Tetanus, Polio, Campak.

Pemberian harus sedini mungkin dan lengkap (Hanum

Marimbi, 2010, p.109)

2) Pemantauan Pertumbuhan Anak

Pemantauan pertumbuhan anak dapat dilakukan

dengan aktif melakukan pemeliharaan gizi misalkan dengan

datang keposyandu. Dengan aktif datang keposyandu maka

orang tua dapat mengetahui pertumbuhan anak (Hanum

Marimbi, 2010, p. 72).

2. Faktor yang Mempengaruhi pola asuh

25

a. Faktor Pendidikan

Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap

perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan gizi

yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat

untuk menyerap informasi dan menerapkan dalam perilaku dan

gaya hidup sehari-hari khususnya dalam kesehatan dan gizi (LIPI,

2000, p.153)

Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang

penting dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan

yang baik, maka orangtua dapat menerima segala informasi dari

luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana

menjaga kesehatan anaknya, pendidikan dan sebagainya.

Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang

penting dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan

yang baik maka orang tua dapat menerima segala informasi dari

luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, menjaga

kesehatan anaknya, pendidikannya, dan sebagainya (Soetjiningsih,

1998, p.10).

b. Faktor Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dan ini

terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek

tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra yakni

26

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagaian

besar perasaan pengetahuan manusia dapat diperoleh melalui mata

dan telinga (Notoatmodjo, 2007, p.139)

Pengetahuan ibu tentang kesehatan dan gizi mempunyai

hubungan yang erat dengan pendidikan. Anak dari ibu dengan latar

belakang pendidikan yang tinggi mungkin akan dapat kesempatan

untuk hadir dan tumbuh kembang dengan baik. Membesarkan anak

sehat tidak hanya dengan kasih sayang belaka namun seorang ibu

perlu ketrampilan yang baik. Kurangnya pengetahuan tentang gizi

akan kemampuan untuk menerapkan informasi dalam kehidupan

sehari-hari merupakan penyebab kejadian gangguan kurang gizi.

Menurut Suharjo (1996, p.25) suatu hal yang

meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada:

1) Tingkat pengetahuan sangat penting dalam meningkatkan status

gizi yang optimal. Status gizi yang cukup merupakan syarat

penting untuk kesehatan.

2) Pengetahuan gizi seseorang akan mempengaruhi status gizinya

jika makanan yang dimakan dapat menyediakan zat-zat gizi

yang nantinya diperlukan untuk pertumbuhan tubuh.

3) Dengan adanya ilmu gizi masyarakat dapat belajar

menggunakan pangan untuk perbaikan gizi.

27

Ibu yang mempunyai pengetahuan tentang makanan

yang bergizi, cenderung mempunyai anak dengan status gizi

yang baik. Tingkat pengetahuan gizi ibu akan berpengaruh

terhadap sikap perawatan anak serta dalam perawatan memilih

makanan.

c. Faktor Pekerjaan

Aspek sosio ekonomi akan berpengaruh pada partisipasi

masyarakat di Posyandu. Semua ibu yang bekerja di rumah

maupun di luar rumah, keduanya akan tetap meninggalkan anak

anaknya untuk sebagian besar waktu.

d. Pendapatan

Kemiskinan faktor penyebab gizi kurang menduduki

pertama dalam kondisi yang umum. Hal ini harus mendapat

perhatian yang serius karena keadaan ekonomi relatif mudah

diukur dan berpengaruh besar pada konsumsi pangan (Suhardjo,

1996)

Dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan

penghasilan maka masalah gizi akan diatasi karena mempunyai

efek terhadap makanan. Makin banyak pendapatan yang diperoleh

28

berarti makin baik makanan sumber zat gizi diperoleh. Pendapatan

keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak,

karena orangtua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik

yang primer maupun yang skunder (Soetjiningsih, 1999. P.10).

e. Keluarga (Dukungan Suami)

memberikan pengaruh dan mengambil keputusan akhir

untuk memberi pendapat pada istri. Hal ini sudah menjadi tradisi,

yaitu segala sesuatu harus dengan persetujuan suami atau yang

berkuasa dirumah. Sehingga hal ini dapat mempengaruhi seorang

ibu untuk memberikan pola asuh gizi pada balitanya.

Suami mempunyai peran penting dalam keikutsertaan

merawat anaknya. Suami juga mempunyai hak yang sama dengan

ibu dalam pertumbuhan dan perkembangan anaknya. Dalam hal ini

suami juga harus memperhatikan gizi yang diberikan ibu untuk

anaknya apakah sudah memenui gizi yang dibutuhkan oleh

anaknya atau belum. Tentunya suami harus mempunyai

pengetahuan tentang makanan apa saja yang baik, sehat, dan

mengandung gizi yang seimbang yang dibutuhkan oleh anak,

sehingga ibu bisa bertukar pendapat dengan suami untuk

kelangsungan pertumbuhan dan perkembangan anaknya.

29

f. Sosial Ekonomi

kondisi sosial ekonomipunya kaitan dengan proses

tumbuh kembang anak. Keluarga dengan kondisi sosial ekonomi

yang memadai, akan lebih mampu memenuhi kebutuhan gizi

anaknya. mereka lebih sadar tentang kebersihan lingkungan dan

mereka memahami apa yang untuk bayinya.

Sementara kemiskinan yang dialami sebuah keluarga,

menjadikan pilihan-pilihan gizi bagi anaknya lebih terbatas.

Kemudian, kesehatan lingkungan pun biasanya terabaikan.

Karenanya anak pun lebih sering diserang penyakit yang akan

menghambat tumbuh kembangnya (Eveline & Nanang D, 2010, p.

22) .

g. Pelayanan kesehatan

Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan adalah

ketersediaan air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang

terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan.

Pelayanan gizi dan kesehatan untuk anak balita dapat

dilaksanakan dengan pemantauan pertumbuhan, perkembangan dan

kesehatan balita melalui sarana kesehatan yang baik meliputi

posyandu, puskesmas, program kesehatan keluarga dan program

lainnya. Berbagai lembaga pelayanan dasar harus terjangkau baik

secara fisik maupun ekonomi (sesuai daya beli) oleh setiap

30

keluarga termasuk mereka yang miskin dan hidup di daerah

terpencil (Soekirman, 2000, p.86).

Makin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan

kesehatan yang baik membantu mencegah terjadinya infeksi dan

membantu mengatasi masalah gizi.

B. Dukungan Suami

1. Pengertian Dukungan Sosial

Menurut cohen & syme (1996, p.241) dukungan sosial keluarga

adalah suatu yang bermanfaat untuk individu yang diperoleh dari orang

lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang

lain yang memperhatikan, menghargai dan dicintainya (Setiadi, 2007,

p.21).

Dukungan sosial keluarga adalah suatu proses antara keluarga

dengan lingkungan sosialnya, dimana proses ini terjadi sepanjang masa

31

kehidupannya. Dukungan keluarga mengacu pada dukungan-dukungan

yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses

atau diadakan keluarga, dukungan keluarga terutama suami dapat atau

tidak digunakan, akan tetapi keluarga memandang orang yang bersifat

mendukung selalu siap memberi pertolongan dan bantuan bila diperlukan

(Friedman, 1998, p.196).

Menurut Friedman (1998, p.196) dalam buku (Setiadi, 2007,

p.21) jenis dukungan sosial terdiri dari:

a. Dukungan Informasional.

Keluarga berfungsi sebagai penyebar informasi tentang

dunia. Dukungan keluarga yang tergolong dukungan informatif dapat

berupa nasehat, usulan, petunjuk, saran dan pemberian informasi

(Informasi tersebut dapat pula terwujud buku atau majalah).

Dukungan informasional adalah tingkah laku yang

berhubungan dengan pemberian informasi dan nasehat. Dukungan

informasi yaitu memberikan penjelasan tentang situasi dan gejala

sesuatu yang berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi oleh

individu. Dukungan ini mencakup: pemberian nasihat, saran,

pengetahuan, dan informasi serta petunjuk, menurut Depkes (2002)

dalam Nursalam (2009, p.29).

32

Dalam hal ini suami juga perlu mempunyai pengetahuan

dalam perawatan balitanya, perawatan balita bukan sepenuhnya

urusan dari ibu tetapi ayah juga berperan, tanpa pengetahuan suami

tidak bisa memberi dukungan secara informasi. Dengan pengetahuan

suami dapat memberi nasehat, usulan, petunjuk dan saran tentang

pemberian asupan gizi anak mereka. Saat istri merawat anaknya

mungkin yang diperhatikan hanya bagaimana anak bisa diberikan

makanan yang mengandung gizi tanpa ibu memperhatikan makanan

apa yang bergizi untuk anaknya, bagaimana cara pengolahannya, serta

makanan apa yang harus diberikan pada anaknya pada usia sekarang.

Dukungan dari suami sangat dibutuhkan oleh ibu untuk merawat

anaknya, misalnya suami dapat mencarikan buku atau majalah tentang

cara pemberian makanan pada anaknya. Dengan seperti itu ibu

merasa bahwa dia mendapat dukungan untuk lebih baik dalam

merawat buah hatinya.

b. Dukungan penghargaan (penilaian).

Merupakan dukungan keluarga yang bisa membuat kita

mempunyai perasaan bahwa kita ini bernilai, dan masuk penghargaan

diri adalah suatu bagian yang penting dari manajemen stres yang

sukses. Kita mendapatkan dukungan dan penghargaan dari hubungan

kita dengan seseorang yang akrab dan saling percaya dan dapat

memberi rasa tentram.

33

Menurut Depkes (2002) dalam Nursalam (2009, p.29),

dukungan penghargaan yaitu dukungan yang terjadi lewat ungkapan

hormat atau penghargaan positif untuk orang lain, dorongan maju atau

persetujuan dengan gagasan atau perasaan seseorang, dan

perbandingan positif antara orang tersebut dengan orang lain yang

bertujuan meningkatkan penghargaan diri orang tersebut.

c. Dukungan Instrumental

Depkes (2002) dalam Nursalam (2009, p.29) menyatakan,

dukungan instrumental adalah bantuan yang diberikan secara

langsung, misalnya: menyediakan fasilitas yang dibutuhkan, memberi

pinjaman uang kepada orang yang membutuhkan, menolong dengan

memberi pekerjaan pada orang yang tidak punya pekerjaan, serta

bantuan yang lain. Dukungan instrumental adalah tingkah laku yang

berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan yang sifatnya materi atau

tenaga.

Keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan nyata,

diantaranya kesehatan penderitan dalam hal kebutuhan makan, minum

dan istirahat. Dukungan secara langsung dalam bentuk pinjaman,

pemberian atau pelayanan. Penyediaan fasilitas juga termasuk dalam

dukungan imstrumental, dimana fasilitas tersebut sangat berpengaruh

terhadap terbentuknya perilaku hidup bersih dan sehat pada diri anak,

misalnya menyediakan tempat untuk membuang sampah,

34

menyediakan tempat untuk mencuci tangan, menyediakan air bersih

(untuk memasak, mandi, mencuci), menyediakan jamban atau WC,

dan lain-lain.

Aspek dari dukungan material adalah dukungan yang

diberikan dalam bentuk uang, peralatan, waktu, dan menyediakan

fasilitas yang dibutuhkan untuk pemberian makanan tambahan pada

balita, misalnya membelikan makanan tambahan, membelikan tempat

untuk makan, anak membutuhkan alas atau celemek supaya makanan

yang sedang dimakan tidak mengotori bajunya dan lain-lain.

d. Dukungan Emosional.

Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai

untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap

emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi adanya

kepercayaan, ungkapan empati, perhatian, didengarkan dan

mendengarkan. Dukungan keluarga yang terpenting adalah suami

(Setiadi, 2008, p.22).

Dukungan emosional adalah tingkah laku yang

berhubungan dengan rasa tenang, senang, rasa memiliki, kasih sayang

pada anggota keluarga, baik pada anak maupun orang tua. Dukungan

emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian

terhadap orang yang bersangkutan, menurut Depkes (2002) dalam

Nursalam (2009, p.29)

35

Suami memperhatikan dan peduli terhadap keluarga

terutama terhadap ibu misalnya dalam hal pola asuh gizi terhadap

anaknya. suami juga selalu memberikan kepercayaan dalam hal pola

asuh gizi yang diberikan oleh ibu terhadap anaknya. Ibu

membutuhkan dukungan dari oranglain untuk merawat anaknya,

dengan dukungan dari keluarga khususnya suami maka ibu akan lebih

baik dalam perawatan anaknya terutama dalam pemberian gizi yang

baik.

2. Sumber Dukungan

Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan sosial

yang dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat

diakses/diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak

digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang

bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan

jika diperlukan). Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan sosial

kelurga internal, seperti dukungan dari suami/istri atau dukungan dari

saudara kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal (Friedman,

1998).

3. Manfaat Dukungan

Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi

sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-beda

36

dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Namun demikian, dalam

semua tahap siklus kehidupan, dukungan sosial keluarga membuat

keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal.

Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga

(Friedman, 1998).

37

e. Kerangka Teori

Kurang pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan

pengangguran, kurang pangan dan kemiskinan

Status Gizi

konsumsi Makan penyakit Infeksi

Ketersediaan

Pangan

Pola Asuh

Anak

Sanitasi

Pemberdayaan wanita dan keluarga

(Dukungan suami)

Krisis Ekonomi, politik, dan sosial

ekonomi

38

Gambar 2.2. Kerangka Konsep

Sumber: disesuaikan dari bagan UNICEF (1998). The state of the World’s Children 1998. Pressdalam soekirman, 2000.

f. Kerangka Konsep

2.3. Gambar Kerangka Konsep

g. Hipotesis

Hipotesis merupakan suatu jawaban sementara atas pertanyaan

penelitian. Biasanya dirumuskan dalam bentuk hubungan antara variabel

yaitu variabel bebas maupun variabel terikat (Notoatmodjo, 2010, p.105). dari

uraian dan rumusan masalah di atas dapat ditarik hipotesis penelitian sebagai

berikut:

“Ada hubungan antara dukungan suami dengan pola asuh gizi pada bayi usia

6 – 12 bulan.

Dukungan Suami Pola Asuh Gizi