POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang...

140
1 GAMBARAN POLA ASUH MAKAN PADA ANAK USIA BAWAH DUA TAHUN (BADUTA) GIZI KURANG DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKAMULYA KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2012 SKRIPSI Oleh : SITI JULAEHA 105101003255 PEMINATAN GIZI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433H/2012

Transcript of POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang...

Page 1: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

1

GAMBARAN POLA ASUH MAKAN PADA ANAK USIA BAWAH DUA

TAHUN (BADUTA) GIZI KURANG DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

SUKAMULYA KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2012

SKRIPSI

Oleh :

SITI JULAEHA

105101003255

PEMINATAN GIZI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1433H/2012

Page 2: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

i

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 30 Desember 2012

Siti Julaeha

Page 3: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

ii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, 30 Desember 2012 Siti Julaeha, NIM: 105101003255 Gambaran Pola Asuh Makan Pada Baduta Gizi Kurang di Wilayah Kerja Puskesmas Sukamulya Kabupaten Tangerang Tahun 2012 xxvii + 148 halaman, 8 tabel, 2 bagan, 5 lampiran

ABSTRAK

Kekurangan gizi pada baduta baik akut maupun kronis, dapat dipastikan mempengaruhi daya tahan tubuh, pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif baduta, yang pada gilirannya memberikan kontribusi pada meningkatnya kematian dan kesakitan baduta, serta menurunnya prestasi akademik dan produktivitas sumber daya manusia di masa mendatang. Pola asuh anak yang tidak memadai merupakan faktor penting dalam menyebabkan masalah gizi kurang pada Baduta. Pola asuh makan merupakan bagian dari pola asuh gizi, yang dapat dilihat dari perilaku ibu dalam pemberian air susu ibu (ASI) dan makanan pendamping ASI (MP-ASI). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pola asuh makan pada baduta gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Sukamulya Kabupaten Tangerang Tahun 2012 yang dilakukan pada bulan April - Desember tahun 2012. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Sampel yang digunakan sebanyak 15 orang yang terdiri dari 7 orang informan utama dan 9 orang informan pendukung. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam dan observasi mengenai pengetahuan, sikap, dan praktik ibu dalam hal perilaku pemberian ASI dan MP-ASI pada baduta, penilaian status gizi baduta dilakukan dengan cara mengukur berat badan anak dengan menggunakandacin dan panjang badan dengan menggunakanSECA atau microtoice. Penilaian status gizi berdasarkan z-score BB/U dan PB/U dibandingkan dengan baku WHO-NCHS. Informan utama dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak gizi kurang yang berusia dibawah dua tahun (baduta) di wilayah kerja Puskesmas Sukamulya Kabupaten Tangerang tahun 2012. Gambaran pola asuh makan ibu baduta gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Sukamulya secara umum buruk karena sebagian besar informan memiliki pengetahuan, sikap dan praktik pemberian ASI dan MP-ASI yang buruk. Hampir semua informan memiliki pengetahuan, sikap dan praktik yang buruk terkait ASI eksklusif, kolostrum, waktu yang tepat untuk memberikan ASI pertama kali, tidak mengerti komposisi ASI, bahaya pemberian MP-ASI dini, serta tidak mengetahui waktu yang tepat untuk melakukan penyapihan. Namun meskipun demikian, ada beberapa informan utama memiliki pengetahuan yang baik dalam hal frekuensi pemberian ASI dan lamanya pemberian ASI, selain itu mereka juga memiliki sikap

Page 4: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

iii

yang baik terhadap frekuensi pemberian ASI dan memiliki praktik yang baik dalam hal frekuensi pemberian ASI dan lamanya pemberian ASI. Gambaran pola pemberian MP-ASI pada ibu baduta gizi kurang juga secara umum juga buruk. Sebagian informan memiliki pengetahuan, sikap dan praktek yang buruk terhadap pemberian MP-ASI, waktu pemberian MP-ASI pertama kali, tahapan pemberian MP-ASI, dan manfaat MP-ASI yang tepat bagi anak. Namun meskipun demikian pengetahuan, sikap dan praktik ibu baduta gizi kurang terhadap komposisi dan porsi MP-ASI, frekuensi pemberian MP-Asi serta cara pembuatan MP-ASI sudah cukup baik. Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita gizi kurang. Perilaku ibu baduta yang buruk, mungkin disebabkan oleh kurangnya penyuluhan kesehatan dari petugas kesehatan atau kurangnya pemahaman dan kesadaran mereka dalam hal pentingnya ASI eksklusif dan MP-ASI yang tepat untuk pertumbuhan dan perkrmbangan anak serta dimungkinkan karena kebiasaan-kebiasaan pemberian makanan baduta yang sejak awal memang sudah buruk. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan kepada petugas Puskesmas sebaiknya melakukan pendekatan-pendekatan dengan cara bekerjasama denga tokoh masyarakat yang berpengaruh diwilayah setempat dalam upaya memperbaiki perilaku atau kebiasaan-kebiasaan buruk terkait pemberian ASI dan MP-ASI yang sudah mendarah daging di masyarakat, selain itu perlu dilakukan peningkatan program penyuluhan kesehatan dan pendampingan gizi baik secara individu maupun kelompok dengan menggunakan contoh menu makanan yang dilengkapi dengan komposisi, porsi, frekuensi dan cara penyajiannya sehingga dapat mudah dipahami oleh ibu baduta, serta memberikan reward kepada ibu baduta yang memiliki perilaku baik dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI. Daftar bacaan: 52 (1987-2011) Kata kunci: Pola Asuh Makan, Perilaku, Status Gizi.

Page 5: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

iv

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH Undergraduate Thesis, 30 December 2012 Siti Julaeha, NIM: 105101003255 DescribeParentingEatAtChildren Under The Age Of Two Years(Baduta)MalnutritionIn The Working AreaSukamulyaTangerang DistrictHealth Centers (Puskesmas)In 2012 xxvii + 148 pages, 8 tables, 2 charts, 5 attachments

ABSTRACT

This studyaims to describeparentingeatatchildren under the age of two years(baduta)malnutritionin the working areaSukamulyaTangerang districthealth centers (Puskesmas)in 2012. It wasconducted inApril-Decemberin 2012.This study used a qualitative approach. Samples used as many as 15 people consisting of 7 the key informants and 9 secondary informants.Data was collected by in-depth interviews and observations of the knowledge, attitudes and practices of mothers in breastfeeding behaviors and MP-ASI on baduta, assessment of nutritional status baduta done by measuring the child's weight using the balance scales and the length of the body by using a SECA or microtoice. Assessment of nutritional status based on z-score W / A and PB / U compared with standard WHO-NCHS. Key informants in this study were mothers of undernourished baduta in the working area of Tangerang District Health Center Sukamulya 2012. This study shows that the parenting maternal eating baduta malnutrition at health center working area Sukamulya is generally bad because most of the informants have the poor knowledge, attitude and practice of breastfeeding and complementary feeding. Almost all informants have poor knowledge, attitude and practices related toexclusive breastfeeding, colostrum, good timingat first time breastfeeding. They do not understand the composition of breast milk, the dangers of early complementary feeding, and the right time to do the weaning. However, some mothers’ baduta malnutrition have good knowledge in terms of frequency and duration of breastfeeding, in addition they have a good attitude towards the frequency of breast-feeding and weaning age and they also have a good practices in terms of the frequency of breast-feeding and duration of breastfeeding. The pattern of provision of complementary feeding on maternal malnutrition baduta is also generally too bad. Some informants have the knowledge, attitudes and practices that adversely affect the provision of complementary feeding, timing of complementary feeding first time, giving MP-ASI stages, and the benefits of appropriate complementary feeding for children. However, they have good knowledge, attitude and practice of maternal malnutrition on the composition baduta and share complementary feeding, frequency of MP-ASI and ways of making the MP-ASI.

Page 6: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

v

The bad parenting dining or maternal behavior baduta malnutrition,in terms of breastfeeding and complementary feeding, is a cause baduta suffer malnutrition. Baduta poor maternal behavior may be caused by a lack of health education from health personnel or lack of understanding and awareness on the importance of exclusive breastfeeding and appropriate complementary feeding for children growth. This is also may be caused by the feeding habits baduta that since the beginning gone bad. Based on these results, it is recommended to the health center personnel make approaches by working premises of influential community leaders local region in an effort to improve behavior or bad habits associated with breastfeeding and complementary feeding which is ingrained in the community, but it needs to be done increased health education programs and nutrition assistance either individually or in groups using a sample menu of food that comes with the composition, portion, frequency and manner of presentation so that it can be easily understood by the mother baduta, and give rewards to baduta mother who had good behavior in terms of breastfeeding and MP-ASI. The reading list : 52 (1987-2011) Keywords: Eating Parenting, Behavior, Nutritional Status.

Page 7: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN

GAMBARAN POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKAMULYA KABUPATEN

TANGERANG TAHUN 2012

Telah diperiksa, disetujui dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 30 Desember2012

Mengetahui

Febrianti, M.Si Minsarnawati, SKM, M.Kes Pembimbing I Pembimbing II

Page 8: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

vii

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta,16 Januari 2013

Mengetahui,

Penguji I

Raihana N.Alkaff, M. MA

Penguji II

Ratri Ciptaningtyas, SSN. Kes

Penguji III

Catur Rosidati, SKM.MKM

Page 9: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

viii

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Identitas Diri

Nama : Siti Julaeha

Tempat/Tanggal Lahir : Tangerang 27 Juni 1986

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Status : Menikah

Alamat : Kp. Palis Tegal Ds. Kaliasin RT. 07/01 Kecamatan

Sukamulya Kabupaten Tangerang 15610

Nomor Telepon : 083870926723/ 082110705689

Riwayat Pendidikan

1994 – 2000 SDN Jengkol III Kecamatan Kresek

2000 – 2003 Madrasah Tsanawiyah Negeri Sukamulya

2003 – 2006 SMAN I Kabupaten Tangerang (Kelas III bidang studi

IPA)

2005 – 2012 Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 10: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

ix

LEMBAR PERSEMBAHAN

Sembah Bakti penulis haturkan kepada ayahanda tercinta abah H. Asnali yang

sudah banyak membekali penulis dengan pendidikan/ sekolah sebagai bekal untuk

masa depan dalam mengarungi hidup.

Teruntuk ibunda tercinta Hj. Jamsah yang telah melahirkan, membesarkan

dan mendidik anaknya dengan penuh cinta kasih dan sayang. Semoga penulis dapat

mengikuti jejak bunda menjadi orangtua yang bijaksana dalam mendidik,

membesarkan dan mengantar anak-anak menggapai masa depan yang cerah. Do’akan

anakmu bunda...

Ayahanda mertua Alm. H. Buang dan ibunda mertua Hj. Arimah atas doa

yang tulus yang senantiasa mengiringi langkahku menapak hari-hari dalam hidup.

Kakanda tercinta Mr. Kusnadi M.Pd, Abdul Rohim, Jaelani beserta bidadari-

bidadari nan cantik & baik hati (Mama Hilal, Ami Kiki, Bunda Afsel, De eva) serta

Adik-adiku tersayang (Su’ud, Lila, Anam dan Cuel) Terimakasih untuk segala cinta

dan kasih sayang.

Suamiku tercinta (Hidayat S.Ag), terima kasih atas pengertian, dukungan dan

pengorbanan lahir batin yang telah diberikan. Doa setiap waktu dalam Shalat

malammu yang memberi kekuatan dan semangat penulis dalam menyelesaikan

pendidikan.

Anakku tercinta Muhammad Farhan Kamil “Bunda sayang Ade..” Doa, tawa

dan ceriamu menjadi energi positif yang memberi kekuatan buat bunda dalam

menyelesaikan pendidikan ini.

Page 11: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

x

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan

limpahan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan judul “Gambaran Pola Asuh Makan Pada Baduta Gizi Kurang di Wilayah

Kerja Puskesmas Sukamulya Tahun 2012”. Shalawat serta salam penulis mohonkan

ke hadirat Allah SWT, semoga selalu dialirkan kepada nabi dan rasul akhir zaman,

Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, segenap sahabat dan umat-Nya. Amin.

Ucapan terima kasih teruntukIbu Febrianti, M.Si dan Ibu Minsarnawati,

SKM, M.Kes,selakuPembimbing I dan Pembimbing IIyang dengan penuh kesabaran,

ketekunan dan kelembutan telah banyak memberikan bimbingan dan arahan serta

motivasi dalam penyusunan skripsi.

Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu tersusunnya skripsi ini. Terima kasih ini penulis haturkan kepada :

1. Bapak Prof. DR (HC) dr. MK Tajudin S.And, selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Febrianti, M.Si, selaku Ketua Program Studi Kesehatan masyarakat UIN

syarif Hidayatullah Jakarta beserta para Dosen yang sangat berjasa dalam

memberikan pendidikan sebagai bekal hidup yang berharga bagi penulis.

3. Ibu Raihana N.Alkaff, M. MA, Ibu Ratri Ciptaningtyas, SSN. Kes, Ibu Catur

Rosidati, SKM.MKM, selaku dosen penguji skripsi sekaligus pembimbing

yang telah banyak membantu penyelesaian skripsi.

Page 12: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

xi

4. Staf Puskesmas Sukamulya, Ibu Henalusti (TPG) dan Bpk.Khaerudin,

SKMserta staf Puskesmas lain yang sudah banyak membantu, Selamat

bertugas.

5. Para Ibu bayi beserta keluarga informan, terimakasih atas kesediaannya

menjadi informan .

6. Sahabat-sahabatku Endah, Giri, Ita, Retno, Eka dan sahabat satu bimbingan

yang lain. Terimakasih atas doa, semangat dan bantuannya selama ini.

Bersama kalian aku jadi berani untuk melangkah maju.

7. Sahabat-sahabatku Nungky, Eva, Rahma,Rofa, Pipit, Riri dan Elok.

Terimakasih atas saran, doa dan dukungannya, sampai kapanpun kalian tetap

sahabatku.

8. Sahabat-sahabatku sedari kecil “wong palis kabeh”, terimakasih untuk semua.

Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih kurang dari sempurna, sehingga

sangat diharapkan saran dan kritikanya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

semua pihak.

Jakarta, 15 Desember 2012

Penulis

Page 13: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

xii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................................................... i

ABSTRAK ................................................................................................................................ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ........................................................................................ vi

RIWAYAT HIDUP PENULIS ........................................................................................... viii

LEMBAR PERSEMBAHAN ................................................................................................ ix

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. x

PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 8

1.3 Pertanyaan Penelitian ........................................................................................... 10

1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................................. 10

1.4.1 Tujuan Umum ................................................................................................ 10

1.4.2 Tujuan Khusus ............................................................................................... 10

1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................................ 10

1.5.1 Manfaat Bagi Puskesmas .............................................................................. 10

1.5.2 Manfaat Bagi Ibu Baduta ............................................................................. 11

1.5.3 Manfaat Bagi Peneliti .................................................................................... 11

1.6 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................................... 12

BAB II ..................................................................................................................................... 13

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................ 13

2.1 Perilaku .................................................................................................................. 13

2.1.1 Pengertian ...................................................................................................... 13

2.1.2 Proses Adopsi Perilaku ................................................................................. 17

2.1.3 Domain Perilaku ............................................................................................ 18

Page 14: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

xiii

2.1.4 Perilaku Kesehatan ....................................................................................... 21

2.1.5 Pengukuran dan Indikator Perilaku Kesehatan ......................................... 22

2.2 Pola Asuh Anak ..................................................................................................... 26

2.3 Pola Asuh Makan .................................................................................................. 30

2.4 Jenis-jenis makanan anak usia 0-24 bulan .......................................................... 32

2.4.1 Air Susu Ibu (ASI) ......................................................................................... 32

2.4.2 Makanan Pengganti Air Susu Ibu (PASI) ................................................... 34

2.4.3 Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) ......................................................... 37

2.4.4 Kebutuhan Gizi Anak Usia 0 sampai 24 Bulan........................................... 45

2.4.5 Persiapan dan Penyimpanan Makanan ....................................................... 55

2.4.6 Perawatan Kesehatan .................................................................................... 55

2.5 Status Gizi .............................................................................................................. 58

2.5.1 Penilaian Status Gizi ..................................................................................... 60

2.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi ........................................ 66

BAB III ................................................................................................................................... 70

KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH ............................................................... 70

3.1 Kerangka Pikir ...................................................................................................... 70

3.2 Definisi Istilah ........................................................................................................ 71

BAB IV ................................................................................................................................... 76

METODE PENELITIAN ..................................................................................................... 76

4.1 Jenis Penelitian ...................................................................................................... 76

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian.............................................................................. 76

4.3 Informan Penelitian ............................................................................................... 77

4.4 Instrumen Penelitian ............................................................................................. 78

4.5 Pengumpulan Data ................................................................................................ 78

4.6 Analisis Data .......................................................................................................... 79

4.7 Validasi Data .......................................................................................................... 80

BAB V ..................................................................................................................................... 81

HASIL PENELITIAN ........................................................................................................... 81

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................................... 81

5.1.1 Profil Puskesmas Sukamulya Kabupaten Tangerang Tahun 2012........... 81

Page 15: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

xiv

5.1.2 Gambaran Umum Program Perbaikan Gizi di Puskesmas Sukamulya .. 82

5.2 Karakteristik Informan ........................................................................................ 83

5.2.1 Informan Utama ............................................................................................ 84

5.2.2 Informan Pendukung .................................................................................... 88

5.3 Hasil Penelitian ...................................................................................................... 91

5.3.1 Gambaran Pola Asuh Makan ....................................................................... 91

BAB VI ................................................................................................................................. 104

PEMBAHASAN ................................................................................................................... 104

6.1 Pengetahuan Pemberian ASI .............................................................................. 104

6.2 Sikap Pemberian ASI .......................................................................................... 106

6.3 Praktek Pemberian ASI ...................................................................................... 108

6.4 Pengetahuan Pemberian MP-ASI ...................................................................... 110

6.5 Sikap Pemberian MP-ASI .................................................................................. 113

6.6 Praktek Pemberian MP-ASI............................................................................... 113

BAB VII .................................................................................. Error! Bookmark not defined.

KESIMPULAN DAN SARAN .............................................. Error! Bookmark not defined.

7.1 Kesimpulan ............................................................... Error! Bookmark not defined.

7.2 Saran .......................................................................... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 120

Page 16: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Usia 0 sampai 24 bulan atau yang biasa dikenal dengan istilah baduta (bayi

dibawah dua tahun) merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode

emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memperoleh asupan gizi

yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal. Sebaliknya apabila bayi dan anak pada

masa ini tidak memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka periode emas

akan berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh kembang bayi

dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya (Depkes RI, 2006).

Baduta merupakan salah satu kelompok rawan gizi. Kekurangan gizi pada

baduta dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang secara fisik, mental, social,

dan intelektual yang sifatnya menetap dan terus dibawa sampai anak menjadi dewasa.

Selain itu kekurangan gizi dapat menyebabkan terjadinya penurunan atau rendahnya

daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi. World Healthy Organization (WHO)

menyatakan terjadinya gagal tumbuh akibat kurang gizi pada masa bayi

mengakibatkan terjadinya penurunan Intelektual Question (IQ) 11 point lebih rendah

dibandingkan dengan anak yang tidak kurang gizi (Depkes RI, 2006)

Pola asuh makan pada bayi meliputi pemberian gizi yang cukup dan seimbang

melalui pemberian air susu ibu (ASI) dan makanan pendamping ASI (MP-ASI).

Memberikan hanya ASI dalam enam bulan pertama kehidupan bayi adalah yang

Page 17: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

2

paling baik dalam memenuhi kebutuhan gizi bayi, dilanjutkan dengan pemberian MP-

ASI yang tepat serta ASI dilanjutkan pemberiannya sampai usia dua tahun merupakan

kunci agar anak dapat tumbuh kembang secara optimal (Dinkes Prop SU, 2006).

Anjuran WHO adalah memberikan ASI secara maksimal, tetapi sampai usia

tertentu ASI tidak dapat lagi memenuhi seluruh kebutuhan, karena bayi memerlukan

makanan tambahan sebagai pendamping ASI. (WHO, 1999).

MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi diberikan

kepada bayi/anak untuk memenuhi kebutuhan gizinya.MP-ASI adalah makanan yang

diberikan pada bayi yang telah berusia enam bulan atau lebih karena ASI tidak lagi

memenuhi gizi bayi. Pemberian makanan pendamping dilakukan secara berangsur-

angsur untuk mengembangkan kemampuan bayi mengunyah dan menelan serta

menerima macam-macam makanan dengan berbagai tekstur dan rasa. MP-ASI

merupakan proses transisi dari asupan yang semata berbasis susu menuju ke makanan

yang semi padat. Untuk proses ini juga dibutuhkan ketrampilan motorikoral.

Ketrampilan motorik oral berkembang dari refleks menghisap menjadi menelan

makanan yang berbentuk bukan cairan dengan memindahkan makanan dari lidah

bagian depan ke lidah bagian belakang (Sulistijani, 2001).

Dalam periode pemberian MP-ASI, bayi tergantung sepenuhnya pada

perawatan dan pemberian makanan oleh ibunya. Oleh karena itu pengetahuan dan

sikap ibu sangat berperanan, sebab pengetahuan tentang ASI danMP-ASI dan sikap

yang baik terhadap pemberian ASI dan MP-ASI akan menyebabkan seseorang

mampu menyusun menu yang baik untuk dikonsumsi oleh bayinya. Semakin baik

Page 18: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

3

pengetahuan gizi seseorang maka ia akan semakin memperhitungkan jenis dan

jumlah makanan yang diperolehnya untuk dikonsumsi (Ahmad Djaeni, 2000).

Untuk dapat menyusun menu yang adekuat, seseorang perlu memiliki

pengetahuan dan sikap yang baik mengenai bahan makanan dan zat gizi, kebutuhan

gizi seseorang serta pengetahuan hidangan dan pengolahannya. Umumnya menu

disusun oleh ibu (Soegeng Santoso dan Anna Lies Ranti, 1999).

Pemberian MP-ASI meliputi terutama mengenai kapan MP-ASI harus

diberikan, jenis bentuk dan jumlahnya (Krisnatuti, 2000). Waktu yang tepat untuk

pemberian MP-ASI adalah usia 4 sampai 6 bulan (Lawson, 2003). Cara pemberian

pertama kali berbentuk cair menjadi lebih kental secara bertahap (Octopus, 2006).

Jadi pemberian MP-ASI yang cukup dalam hal kualitas ataupun kuantitas, penting

untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan anak (Graimes, 2008).

Pemberian MP-ASI ini juga harus memperhatikan kondisi anak, ciri anak

yang siap diberikan MP-ASI diantaranya adalah bayi dapat duduk dengan baik tanpa

dibantu; Reflek lidah bayi sudah hilang dan tidak secara otomatis mendorong

makanan padat keluar dari mulutnya dengan lidah; Bayi sudah siap dan mau

mengunyah; Bayi sudah bisa “menjumput”, dimana dia bisa memegang makanan atau

benda lainnya dengan jempol dan telunjuknya. Menggunakan jari dan menggosokkan

makanan ke telapak tangan tidak bisa menggantikan gerakan “menjumput”. Bayi

kelihatan bersemangat untuk ikut serta pada saat makan dan mungkin akan mencoba

untuk meraih makanan dan memasukkannya ke dalam mulut (Sulistijani, 2001).

Dari hasil beberapa penelitian menyatakan bahwa keadaan kurang gizi pada

bayi dan anak disebabkan karena kebiasaan pemberian makanan pendamping ASI

Page 19: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

4

yang tidak tepat. Ketidaktahuan tentang cara pemberian makanan bayi dan anak serta

adanya kebiasaan yang merugikan kesehatan, secara langsung dan tidak langsung

menjadi penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi pada anak, khususnya pada

anak usia dibawah 2 tahun (Depkes RI, 2000).

Penelitian yang dilakukan oleh Agustina (2006) pada keluarga miskin di

Kelurahan Gundaling-I Kecamatan Brastagi, menunjukkan bahwa ada hubungan

antara praktek pemberian makan yang baik dengan status gizi anak 0 sampai 2 tahun.

Analisis analitik yang dilakukan oleh Alphara Anggraeni menunjukkan bahwa ada

hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan ibu tentang MP-ASI dengan tingkat

konsumsi protein anak usia 0 sampai 24 bulan (nilai p=0,001). Hasil uji analitik juga

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan ibu

tentang MP-ASI dengan tingkat konsumsi energi (nilai p=0,105) anak usia baduta,

tidak ada hubungan bermakna antara usia awal pemberian MP-ASI dengan tingkat

konsumsi energi (nilai p=0,140) dan tingkat konsumsi protein (nilai p=0,174) anak

usia baduta dan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi energi

dengan status gizi (nilai p=0,577) dan tingkat konsumsi protein dengan status gizi

anak usia baduta (nilai p=0,458).

Di Indonesia umumnya MP-ASI diberikan terlalu dini, terlalu banyak, dan

terlalu sering padahal keadaan lingkungan kurang menguntungkan sehingga infeksi

sering terjadi pada anak masa penyapihan. Disamping itu makanan yang diberikan

mempunyai kualitas rendah baik energi, protein, vitamin maupun mineral (Krause V,

2000). Pemberian makanan yang terlalu dini, terlalu sering dan terlalu banyak ini

dapat menyebabkan anak akan lama kenyang, sehingga frekuensi menyusui

Page 20: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

5

berkurang, akibatnya produksi ASI berkurang, padahal makanan sapihan yang

diberikan tidak sebaik ASI. Jadi sudah ada perubahan praktek pemberian makanan

dari makanan pendamping ASI menjadi makanan pengganti ASI (Susanto JC, 2003).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rita Mutia Bahri Terdapat hubungan

yang signifikan antara pengetahuan dengan pemberian MP-ASI (0,001), dan

hubungan yang signifikan antara sikap dengan pemberian MP-ASI (0,002).

Berdasarkan study kasus yang dilakukan di puskesmas kuala leumping kota bengkulu

diketahui bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang MP-ASI dengan status

gizi anak usia 6 sampai 24 bulan dimana semakin baik pengetahuan ibu maka

semakin baik pula status gizi anak usia 6 sampai 24 bulan (Susanto JC, 2003).

Hasil Riskesdas tahun 2007 memperlihatkan bahwa secara umum prevalensi

gizi buruk dan gizi kurang menurut indikator BB/U di Indonesia yaitu gizi buruk

sebesar 5,4% dan gizi kurang sebesar 13,0%. Untuk Provinsi Banten prevalensi gizi

buruk yaitu sebesar 4,4% dan gizi kurang 12,2%. Sedangkan untuk Kabupaten

Tangerang prevalensi gizi buruk yaitu sebesar 2,6% dan gizi kurang sebesar 10,3%.

Meskipun prevalensi gizi buruk di Kabupaten Tangerang dan Provinsi Banten

dibawah angka prevalensi nasional, namun masalah ini merupakan masalah kesehatan

masyarakat yang serius (Depkes RI, 2008).

Kekurangan gizi pada anak baik akut maupun kronis, dapat dipastikan

mempengaruhi daya tahan tubuh, pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif anak

yang pada gilirannya memberikan kontribusi pada meningkatnya kematian dan

kesakitan anak serta menurunnya prestasi akademik dan produktivitas sumber daya

manusia di masa mendatang (Depkes RI, 2009). Sedangkan menurut Almatsier

Page 21: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

6

(2001), kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap perkembangan

mental (kemampuan berfikir). Otak mencapai bentuk maksimal pada usia dua tahun,

kekurangan gizi pada usia ini dapat berakibat terganggunya fungsi otak secara

permanen (Almatsier, 2001).

Pada umumnya bayi mempunyai status gizi saat lahir yang kurang lebih sama

dengan status gizi bayi di Amerika. Akan tetapi seiring dengan bertambahnya umur,

disertai dengan adanya asupan zat gizi yang lebih rendah dibandingkan kebutuhari

serta tingginya beban penyakit infeksi pada awal-awal kehidupan maka sebagian

besar bayi Indonesia terus mengalami penurunan status gizi dengan puncak

penurunan pada umur kurang lebih 18 sampai 24 bulan. Pada kelompok umur inilah

prevalensi balita kurus (wasting) dan balita pendek (stunting) mencapai tertinggi

(Hadi, 2001). Setelah melewati umur 24 bulan, status gizi balita umumnya

mengalami perbaikan meskipun tidak sempurna. Balita yang kurang gizi mempunyai

risiko meninggal lebih tinggi dibandingkan balita yang tidak kurang gizi. Setiap tahun

kurang lebih 11 juta dan balita di seluruh dunia meninggal oleh karena penyakit-

penyakit infeksi seperti infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), diare, malaria,

campak, dan lainnya. Ironisnya, 54% dan kematian tersebut berkaitan dengan adanya

kurang gizi (WHO, 2002).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 memperlihatkan bahwa

secara umum prevalensi balita kurang gizi (balita yang mempunyai berat badan

kurang) secara nasional adalah sebesar 17,9 persen diantaranya 4,9 persen yang

gizi buruk. Prevalensi balita gizi kurang menurut provinsi yang tertinggi adalah

Provinsi NTB (30,5%), dan terendah adalah Provinsi Sulawesi utara (10,6%).

Page 22: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

7

Sementara itu prevalensi balita pendek (stunting) secara nasional adalah sebesar

35,6 persen, dengan rentang 22,5 persen (DI Yogyakarta) sampai 58,4 persen

(NTT). Prevalensi balita kurus (wasting) secara nasional adalah sebesar 13,3

persen, dengan prevalensi tertinggi adalah Provinsi Jambi (20%), dan terendah

adalah Bangka Belitung (7,6%). Hasil Riskesdas 2010 menunjukan 40,6 persen

penduduk mengonsumsi makanan dibawah kebutuhan minimal (kurang dari 70%

dari Angka Kecukupan Gizi/AKG) yang dianjurkan tahun 2004. Berdasarkan

kelompok umur dijumpai 24,4 persen Balita, 41,2 persen anak usia sekolah,

54,5 persen remaja, 40.2 persen Dewasa, serta 44,2 persen ibu hamil

mengonsumsi makanan dibawah kebutuhan minimal. Untuk Provinsi Banten

prevalensi gizi buruk yaitu sebesar 4,4% dan gizi kurang 12,2%. Sedangkan untuk

Kabupaten Tangerang prevalensi gizi buruk yaitu sebesar 2,6% dan gizi kurang

sebesar 10,3%. Meskipun prevalensi gizi buruk di Kabupaten Tangerang dan Provinsi

Banten dibawah angka prevalensi nasional yaitu sebesar 17,9% , namun masalah ini

merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius(Depkes RI, 2008).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Sukamulya

pada bulan februaritahun 2012 diketahui bahwa jumlah keseluruhan balita yang ada

di wilayah kerja puskesmas sukamulya berjumlah 5.980 dan jumlah balita yang

ditimbang sebanyak 4.576 dengan jumlah kasus gizi buruk sebanyak 33 kasus

(0,72%), dan gizi kurang sebanyak 165 kasus (3,61%). Setelah dilakukan validasi

data gizi buruk pada tanggal 5-19 november 2012 diketahui dari jumlah 33 kasus

balita gizi buruk yang divalidasi berdasarkan indikator berat badan per umur (BB/U)

dan berat badan per tinggi badan (BB/TB) sebanyak 7 orang balita berstatus gizi

Page 23: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

8

buruk dan sebanyak 26 balita berstatus gizi kurang. Dari hasil validasi data gizi buruk

tersebut diketahui jumlah kasus balita gizi kurang yang berusia antara 12 sampai 24

bulan sebanyak 8 kasus (Data Puskesmas, 2011).

Pada keluarga dengan pengetahuan tentang MP-ASI yang rendah seringkali

anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan

gizinya. Pada umumnya anak-anak yang masih kecil (bayi dan balita) mendapat

makanannya secara dijatah oleh ibunya dan tidak memilih serta mengambil sendiri

mana yang disukainya (Ahmad Djaeni,2000). Sehingga dapat dipastikan bahwa

terjadinya kasus gizi kurang dan gizi buruk pada baduta di wilayah kerja Puskesmas

Sukamulya ditengarai akibat pemberian ASI dan MP-ASI yang tidak tepat.

Maka berdasarkan hal tersebut peneliti terdorong untuk mengetahui

gambaran praktik pola asuh makan yang meliputi pemberian ASI dan MP-ASI pada

baduta gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Sukamulya Kabupaten Tangerang

yang perlu diketahui apakah sudah dilakukan dengan baik dan benar atau sebaliknya.

Selain itu, di wilayah kerja Puskesmas Sukamulya belum pernah dilakukan penelitian

sebelumnya terkait pola asuh makan pada baduta.

1.2 Rumusan Masalah

Manfaat ASI untuk pertumbuhan dan perkembangan anak sudah dibuktikan

secara akurat yaitu untuk imunitas tubuh, ekonomis, psikologis, praktis dan lain-lain.

Pemberian ASI secara eksklusif yaitu pemberian ASI saja tanpa makanan lain dan

direkomendasikan selama 6 bulan. Sedangkan MP-ASI direkomendasikan setelah

usia bayi 6 bulan seiring dengan bertambahnya kebutuhan gizi bayi dan menurunnya

produksi ASI (Depkes RI, 2008).

Page 24: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

9

Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan dan pemberian makanan

pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat serta ASI yang dilanjutkan pemberiannya

sampai usia dua tahun merupakan kunci agar anak dapat tumbuh kembang secara

optimal. (Dinkes Prop SU, 2006).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Sukamulya pada

bulan februari tahun 2012 diketahui bahwa jumlah keseluruhan balita yang ada di

wilayah kerja puskesmas sukamulya berjumlah 5.980 dan jumlah balita yang

ditimbang sebanyak 4.576 dengan jumlah kasus gizi buruk sebanyak 33 kasus

(0,72%), dan gizi kurang sebanyak 165 kasus (3,61%). Setelah dilakukan validasi

data gizi buruk pada tanggal 5 sampai 19 november 2012 diketahui dari jumlah 33

kasus balita gizi buruk yang divalidasi berdasarkan indikator BB/U dan BB/TB

sebanyak 7 orang balita berstatus gizi buruk dan sebanyak 26 balita berstatus gizi

kurang. Dari hasil validasi data gizi buruk tersebut diketahui jumlah kasus balita gizi

kurang yang berusia antara 12 sampai 24 bulan sebanyak 8 kasus (Data Puskesmas,

2011).

Dari hasil pengamatan yang dilakukan peneliti di lingkungan sekitar terhadap

ibu yang memiliki baduta diketahui pola asuh makan yang meliputi pemberian ASI

dan MP-ASI tidak sesuai seperti ibu yang tidak memberikan ASI secara eksklusif,

pemberian MP-ASI dini serta praktik pemberian MP-ASI yang tidak sesuai dengan

umur dan kebutuhan gizi bayi.

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti memfokuskan pada gambaran

praktik pola asuh makan yang meliputi pemberian ASI dan MP-ASI pada baduta gizi

kurang yang belum diketahui apakah dilakukan dengan baik dan benar atau tidak.

Page 25: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

10

Oleh karena itu, peneliti terdorong untuk mengetahui gambaran pola asuh makan

pada baduta gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Sukamulya Kabupaten

Tangerang tahun 2012.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Bagaimana gambaran pola asuh makan pada baduta gizi kurang yang

meliputi pemberian ASI dan MP-ASI di wilayah kerja Puskesmas Sukamulya

Kabupaten Tangerang tahun 2012?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui gambaran pola asuh makan pada baduta gizi kurang di wilayah

kerja Puskesmas Sukamulya Kabupaten Tangerang tahun 2012.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan praktik ibu dalam pemberian

ASI pada baduta gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Sukamulya

Kabupaten Tangerang tahun 2012.

2. Mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan praktik ibu dalam pemberian

makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada baduta gizi kurang di wilayah kerja

Puskesmas Sukamulya Kabupaten Tangerang tahun 2012.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Bagi Puskesmas

1. Memberikan informasi kepada Puskesmas Sukamulya maupun Dinas

Kesehatan Kabupaten Tangerang mengenai pola pemberian ASI dan

MP-ASI di masyarakat sehingga dapat mempertimbangkannya dalam

Page 26: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

11

berbagai program ataupun upaya yang dilakukan untuk meningkatkan

status gizi baduta dan peningkatan pemberian ASI eksklusif.

2. Dapat menjadi masukan dan informasi mengenai status gizi anak yang

ada di wilayah kerja Puskesmas Sukamulya.

3. Sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi Puskesmas Sukamulya

maupun Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang dalam menentukan

arah kebijakan gizi masyarakat maupun penyempurnaan program

khususnya yang berkaitan dengan program peningkatan status gizi

anak di masa yang akan datang.

1.5.2 Manfaat Bagi Ibu Baduta

1. Memberikan pengetahuan mengenai pentingnya pemberian ASI

eksklusif pada ibu baduta di wilayah kerja Puskesmas Sukamulya

dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak yang

optimal.

2. Memberikan pengetahuan mengenai pentingnya pemberian MP-ASI

yang tepat sesuai dengan kebutuhan gizi dan usia anak dalam

mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal.

1.5.3 Manfaat Bagi Peneliti

1. Memberikan pengetahuan mengenai pola asuh makan pada baduta gizi

kurang di wilayah kerja Puskesmas Sukamulya Kabupaten Tangerang

tahun 2012.

2. Sebagai bahan masukan untuk penelitian di tempat yang berbeda atau

ditempat yang sama lima tahun mendatang.

Page 27: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

12

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian yang berjudul Gambaran Pola Asuh Makan pada Baduta Gizi

Kurang di Wilayah Kerja Puskesmas Sukamulya Kabupaten Tangerang Tahun 2012

ini bertujuan melakukan analisis mendalam mengenai perilaku ibu dalam

memberikan ASI dan makanan pendamping ASI pada baduta gizi kurang di wilayah

kerja Puskesmas Sukamulya Kabupaten Tangerang tahun 2012. Penelitian ini

dilakukan dengan melihat gambaran pengetahuan, sikap dan praktik pola asuh makan

yang meliputi pemberian ASI dan makanan pendamping ASI pada baduta gizi kurang

di wilayah kerja Puskesmas Sukamulya Kabupaten Tangerang tahun 2012.

Penelitian ini dilakukan oleh Mahasiswa Peminatan Gizi Program Studi

Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan menggunakan

pendekatan kualitatif dan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah

wawancara mendalam (Indepth Interview), pengamatan atau observasi sebagai data

primer serta pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan data profil

puskesmas dan data-data terkait masalah gizi yang diperoleh dari Puskesmas

Sukamulya. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Desember tahun 2012.

Page 28: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku

2.1.1 Pengertian

Menurut Notoatmodjo (2007), dari segi biologis, perilaku adalah suatu

kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab

itu, dari sudut pandang bilogis semua makhluk hidup mulai dari tumbuhan, binatang

sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing

– masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia pada hakikatnya adalah

tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang

sagat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah,

menulis, membaca dan lain sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa

yang dimaksud dengan Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktifitas

manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh

pihak luar. (Notoatmodjo, 2010)

Menurut Lewit yang dikutip oleh Maulana (2009) perilaku merupakan hasil

pengalaman dan proses interaksi dengan lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk

pengetahuan, sikap, dan tindakan sehingga diperoleh keadaan seimbang antara

kekuatan atau pendorong dan kekuatan penahan. Perilaku seseorang dapat berubah

jika terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan didalam diri seseorang.

Sedangkan menurut Skiner (1938) seorang ahli psikologi yang dikutip dalam

Notoatmodjo (2007) merumuskan bahwa perilaku adalah merupakan respons atau

Page 29: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

14

reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini

terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian organisme

tersebut merespons, maka teori Skiner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus

Organisme Respons.Skiner mebedakan adanya dua respons.

1. Respondent respons atau reflexive, yankni respons yang ditimbulkan oleh

rangsangan-rangsangan (stimulasi) tertentu. Stimulus semacam ini disebut

elicting stimulation karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap.

Misalnya: makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya

terang menyebabkan mata tertutup, dan sebaliknya. Respondent respons ini

juga mencakup perilaku emosional misalnya mendengar berita musibah

menjadi sedih atau menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraannya dengan

mengadakan pesta, dan sebagainya.

2. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan

berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau prangsang tertentu.

Prangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer, karena

memperkuat respons. Misalnya apabila seorang petugas kesehatan

melaksanakan tugasnya dengan baik (respon terhadap tugasnya atau job

skripsi) kemudian memperoleh penghargaan dari atasnnya (stimulus baru),

maka petugas kesehatan itu akan lebih baik lagi dalam melaksanakan

tugasnya (Notoatmodjo, 2010).

Page 30: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

15

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus, menurut Notoatmodjo (2007)

perilaku dapat dibedakan menjadi dua:

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup

(covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,

persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima

stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Misalnya:

seorang ibu hamil tahu pentingnya periksa kehamilan, seorang pemuda tahu bahwa

HIV/AIDS dapat menular melalui hubungan seks, dan sebagainya.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.

Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek

(practice). Misalnya seorang ibu memeriksakan kehamilannya atau membawa

anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi.

Seperti telah disebutkan di atas, sebagaian besar perilaku manusia adalah

operant respone. Oleh sebab itu, untuk membentuk jenis respons atau perilaku perlu

diciptakan adanya suatu kondisi tertentu yang disebut operant conditioning. Prosedur

pembentukan perilaku dalam operant conditioning ini menurut Skiner adalah sebagai

berikut :

1. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau

reinforcer berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan

dibentuk.

Page 31: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

16

2. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil

yang membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen-

komponen tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju

kepada terbentuknya perilaku yang dimaksud.

3. Menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan

sementara, mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk masing-

masing komponen tersebut.

4. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan

komponen yang telah tersusun. Apabila komponen pertama telah

dilakukan, maka hadiahnya diberikan. Hal ini akan mengakbatkan

komponen atau perilaku (tindakan) tersebut cenderung akan sering

dilakukan. Kalau ini sudah terbentuk maka dilakukan komponen

(perilaku) yang kedua yang kemudian diberi hadiah (komponen

pertama tidak memerlukan hadiah lagi).

Demikian berulang-ulang sampai komponen kedua terbentuk. Setelah itu

dilanjutkan dengan komponen ketiga, keempat, dan selanjutnya sampai seluruh

perilaku yang diharapkan terbentuk.

Sebagai ilustrasi, misalnya dikehendaki agar anak mempunyai kebiasaan

menggosok gigi sebelum tidur. Untuk berperilaku seperti ini maka anak tersebut

harus :

1. Pergi ke kamar mandi sebelum tidur,

2. Mengambil sikat dan odol,

3. Mengambil air dan berkumur,

Page 32: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

17

4. Melaksanakan gosok gigi,

5. Menyimpan sikat gigi dan odol,

6. Pergi ke kamar tidur

Kalau dapat diidentifikasi hadiah-hadiah (tidak berupa uang) bagi masing-

masing komponen perilaku tersebut (komponen 1-6), maka akan dapat dilakukan

pembentukan kebiasaan tersebut.

Contoh di atas adalah suatu penyederhanaan prodesur pembentukan perilku

operant melalui operant coditioning. Di dalm kenyataanya prosedur itu banyak dan

bervariasi sekali dan lebih kompleks daripada contoh di atas. Teori Skiner ini sangat

besar pengaruhnya terutama di Amerika Serikat. Konsep-konsep behaviour control,

behaviour therapy, dan behaviour modification yang dewasa ini berkembang adalah

bersum ber pada teori ini.

2.1.2 Proses Adopsi Perilaku

Rogers (1974) dalam Maulana (2009) mengungkapkan bahwa sebelum

individu mengadopsi perilaku baru, terjadi proses berurutan dalam dirinya. Proses ini

disebut AIETA, meliputi awareness (individu menyadari atau mengetahui adanya

stimulus/objek), interest (orang mulai tertarik pada stimulus), evaluation (menimbang

baik buruknya stimulus bagi dirinya), trial (orang mulai mencoba perilaku baru), dan

adoption (orang telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan

sikapnya terhadap stimulus). Dalam penelitian berikutnya Rogers menyimpulkan,

proses adopsi perilaku tidak selalu melalui tahap-tahap tersebut (Maulana, 2009).

Selain itu menurut Rogers dalam Notoatmodjo (2003), apabila penerimaan

perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh

Page 33: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

18

pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat

langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh

pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

2.1.3 Domain Perilaku

Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2005) membagi perilaku

manusia itu ke dalam tiga ranah atau domain yakni: kognitif (cognitive), afektif

(affective), dan psikomotor (psychomotor). Kemudian oleh ahli pendidikan di

Indonesia, ketiga domain ini diterjemahkan kedalam cipta (kognitif), rasa (afektif),

dan karsa (psikomotor), atau peri cipta, peri rasa, dan peri tindak (Notoatmodjo,

2005).

Dalam perkembangan selanjutnya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk

pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni menjadi tiga tingkat ranah perilaku

sebagai berikut:

1. Pengetahuan

Menurut Engel, Blackwell dan Mianiard (1995) dalam Khomsan dkk (2007),

pengetahuan adalah informasi yang disimpan dalam ingatan dan menjadi penentu

utama perilaku seseorang. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2005) pengetahuan

adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui

indera yang dimilikinya.

Selanjutnya menurut Winkel (1984) dalam Khomsan dkk (2007)

mengemukakan bahwa tingkat pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh

kemampuan intelektualnya. Tingkat pengetahuan akan berpengaruh terhadap sikap

Page 34: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

19

dan perilaku seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman, dan

kejelasan konsep mengenai objek tertentu (Khomsan dkk, 2007).

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan atau kognitif merupakan domain

yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Tingkat pengetahuan di

dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu: tahu, memahami, aplikasi,

analisis, sintesis dan evaluasi.

2. Sikap

Menurut Campbell (1950) dalam Notoatmodjo (2005), sikap adalah suatu

sindroma atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek. Sedangkan

menurut Notoatmodjo (2005), sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap

stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang

bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan

sebagainya). Sikap itu melibatkan pikiran perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan

yang lain.

Menurut Mar’at (1981) dalam Khomsan dkk (2007), sikap belum merupakan

suatu tindakan atau aktifitas akan tetapi berupa predisposisi tingkah laku. Predisposisi

untuk bertindak senang atau tidak senang terhadap obyek tertentu mencakup

komponen kognisi, afeksi, dan konasi. Komponen kognisi akan menjawab pertanyaan

apa yang dipikirkan tentang apa yang dirasakan, senang atau tidak senang terhadap

suatu obyek. Komponen konasi akan menjawab pertanyaan bagaimana/kesiapan

untuk bertindak terhadap obyek (Khomsan dkk, 2007).

Senada dengan hal diatas Newcomb dalam Notoatmodjo (2005) menyatakan

bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan

Page 35: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

20

merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum

merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan

predisposisi perilaku (tindakan) atau rekasi tertutup (Notoatmodjo, 2005).

Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2005) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3

komponen pokok:

a. Kepercayaan (keyakinan) ide, dan konsep terhadap suatu objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Menurut Notoatmodjo (2005), ketiga komponen diatas secara bersama-sama

membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini,

pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Seperti

halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkatan berdasarkan intentitasnya, yaitu

terdiri dari menerima (receiving), merespon (responding), menghargai (valuing) dan

bertanggung jawab (responsible).

Maulana (2009) menyatakan bahwa sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi

dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman dan latihan sepanjang perkembangan

individu. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak lepas dari pengaruh interaksi dengan

orang lain (eksternal), selain mahluk individual (internal). Kedua faktor tersebut

berpengaruh terhadap sikap.

3. Praktik atau tindakan (practice)

Menurut Notoatmodjo (2005) sikap belum tentu terwujud dalam tindakan,

sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain, yaitu antara lain adanya fasilitas

atau sarana dan prasarana.

Page 36: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

21

Menurut Maulana (2009), praktik atau tindakan memiliki beberapa tingkatan, yaitu:

1. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang

akan diambil merupakan praktik tingkat pertama.

2. Respon terpimpin (guided response)

Hal ini berarti dapat melakukan sesuatu sesuai urutan yang benar dan sesuai

dengan contoh.

3. Mekanisme (mechanism)

Mekanisme berarti dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,

atau telah merupakan kebiasaan.

4. Adopsi (adoption)

Adalah suatu praktik atau tindakan yang telah berkembang dengan baik. Hal

ini berarti tindakan tersebut telah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan

tersebut.

2.1.4 Perilaku Kesehatan

Berdasarkan teori perilaku dari Skiner tersebut, maka perilaku kesehatan

adalah respons seseorang (orgnisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan

dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta

lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3

kelompok.

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (Health maintanance)

Page 37: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

22

2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan,

atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking

beahaviour)

3. Perilaku kesehatan lingkungan(Notoatmodjo, 2007)

2.1.5 Pengukuran dan Indikator Perilaku Kesehatan

Notoatmodjo (2005) menyatakan untuk mengukur perilaku dan perubahannya,

khususnya perilaku kesehatan mengacu pada tiga domain perilaku.

1. Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), sebelum seseorang mengadopsi perilaku

(berperilaku baru), ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku

tersebut bagi dirinya atau keluarganya. Masih menurut Notoatmodjo (2005),

pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang diketahui oleh seseorang

terhadap cara-cara memelihara kesehatan.

Indikator-indikator apa yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat

pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan, dapat dikelompokkan menjadi:

a. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi penyebab penyakit,

gejala atau tanda-tanda penyakit, bagaimana cara pengobatan, atau kemana

mencari pengobatan, bagaimana cara penularannya, bagaimana cara

pencegahannya termasuk imunisasi, dan sebagainya.

b. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat yang

meliputi jenis-jenis makanan yang bergizi, manfaat makan yang bergizi bagi

kesehatan, pentingnya olahraga bagi kesehatan dan sebagainya.

Page 38: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

23

c. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan yang meliputi manfaat air bersih,

cara-cara pembuangan limbah yang sehat dan sampah, manfaat pencahayaan

dan penerangan rumah yang sehat, akibat polusi bagi kesehatan dan

sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Notoatmodjo (2005), untuk mengukur pengetahuan kesehatan adalah

dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung (wawancara) atau

melalui pertanyaan-pertanyaan tertulis atau angket. Indikator pengetahuan kesehatan

adalah “tingginya pengetahuan” responden tentang kesehatan, atau besarnya

presentase kelompok responden atau masyarakat tentang variabel-variabel atau

komponen-komponen kesehatan.

2. Sikap

Pranadji (1988) dalam Khomsan dkk (2007) mengemukakan bahwa sikap

seseorang dapat diketahui dari kecenderungan tingkah laku yang mengarah pada

obyek tertentu. Sikap positif akan menumbuhkan perilaku positif dan sebaliknya

sikap negatif akan menumbuhkan perilaku negatif pula seperti: menolak, menjauhi,

meninggalkan bahkan sampai hal-hal yang merusak. Melalui pendidikan baik formal

maupun nonformal akan memungkinkan terjadinya perubahan sikap dan kepercayaan.

Pendidikan akan menimbulkan pengalaman belajar pada seseorang, sehingga

mengetahui dan lebih mengerti fakta-fakta tentang berbagai obyek baik positif

maupun negatif.

Notoatmojdo (2003) menyatakan bahwa sikap merupakan penilaian (bisa

berupa pendapat) seseorang terhadap stimulus atau objek (dalam hal ini adalah

masalah kesehatan, termasuk penyakit). Setelah seseorang mengetahui stimulus

Page 39: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

24

ataobjek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek

kesehatan tersebut. Oleh sebab itu indikator untuk sikap kesehatan juga sejalan

dengan pengetahuan kesehatan, yakni:

a. Sikap terhadap sakit dan penyakit

Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang terhadap: gejala atau

tanda- tanda penyakit, penyebab penyakit, cara pencegahannya atau cara

mengatasinya.

b. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat

Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara memelihara dan

berperilaku hidup sehat. Dengan perkataan lain pendapat atau penilaian lain

terhadap makanan, minuman, olahraga dan sebagainya.

c. Sikap terhadap kesehatan lingkungan

Adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap cara-cara memelihara dan

berperilaku hidup sehat. Misalnya pendapat atau penilaian terhadap air bersih,

pembuangan limbah, polusi, dan sebagainya (Notoatmojdo, 2003).

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung.

Pengukuran sikap secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-

pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan. Misalnya, bagaimana

pendapat responden tentang imunisasi pada anak balita dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2005).

3. Praktek atau Tindakan (practice)

Menurut Notoatmodjo (2003) setelah seseorang mengetahui stimulus atau

objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang

Page 40: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

25

diketahui atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan

ia akan melaksanakan atau mempraktekan apa yang diketahui atau disikapinya

(dinilai baik). Inilah yang disebut praktek (practice) kesehatan, atau dapat juga

dikatakan perilaku kesehatan (overt behavior). Oleh sebab itu indikator praktek

kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) ini juga mencakup hal-hal tersebut diatas,

yakni:

a. Tindakan (praktek) sehubungan dengan penyakit

Mencakup pencegahan penyakit misalnya dengan mengimunisasikan anaknya

dan penyembuhan penyakit misalnya dengan minum obat sesuai anjuran

dokter dan sebagainya.

b. Tindakan (praktek) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan

Mencakup antara lain: mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang,

melakukan olahraga secara teratur dan sebagainya.

c. Tindakan (praktek) kesehatan lingkungan

Mencakup antara lain: membuang air besar di jamban, membuang sampah

pada tempatnya dan sebagainya.

Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua cara,

secara langsung maupun secara tidak langsung. Pengukuran perilaku yang paling baik

adalah secara langsung, yakni dengan pengamatan (observasi), yaitu mengamati

tindakan dari subjek dalam rangka memelihara kesehatannya, misalnya: dimana

responden membuang air besar, makanan yang disajikan ibu dalam keluarga untuk

mengamati praktik gizi dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005).

Page 41: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

26

Sedangkan secara tidak langsung menggunakan metode mengingat kembali

(recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap subjek tentang

apa yang telah dilakukan berhubungan dengan objek tertentu (Notoatmodjo, 2005)

2.2 Pola Asuh Anak

Sering dikatakan bahwa ibu adalah jantung dari keluarga, jantung dalam tubuh

merupakan alat yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Apabila jantung

berhenti berdenyut maka orang itu tidak bisa melangsungkan hidupnya. Dari

perumpaan ini bisa disimpulkan bahwa kedudukan seorang ibu sebagai tokoh sentral

dan sangat penting untuk melaksanakan kehidupan. Pentingnya seorang ibu terutama

terlihat sejak kelahiran anaknya. (Gunarsa, 1993).

Agar pola hidup anak bisa sesuai dengan standar kesehatan, disamping harus

mengatur pola makan yang benar juga tak kalah pentingnya mengatur pola asuh yang

benar pula. Pola asuh yang benar bisa ditempuh dengan memberikan perhatian yang

penuh serta kasih sayang pada anak, memberinya waktu yang cukup untuk menikmati

kebersamaan dengan seluruh anggota keluarga. Dalam masa pengasuhan, lingkungan

pertama yang berhubungan dengan anak adalah orang tuanya. Anak tumbuh dan

berkembang di bawah asuhan dan perawatan orang tua oleh karena itu orang tua

merupakan dasar pertama bagi pembentukan pribadi anak. Melalui orang tua, anak

beradaptasi dengan lingkungannya untuk mengenal dunia sekitarnya serta pola

pergaulan hidup yang berlaku dilingkungannya. Dengan demikian dasar

pengembangan dari seorang individu telah diletakkan oleh orang tua melalui praktek

pengasuhan anak sejak ia masih bayi (Supanto, 1990).

Page 42: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

27

Pengasuhan berasal dari kata asuh (to rear) yang mempunyai makna menjaga,

merawat dan mendidik anak yang masih kecil. Wagnel dan Funk menyebutkan bahwa

mengasuh itu meliputi menjaga serta memberi bimbingan menuju pertumbuhan ke

arah kedewasaan. Pengertian lain diutarakan oleh Webster yang mengatakan bahwa

mengasuh itu membimbing menuju ke pertumbuhan ke arah kedewasaan dengan

memberikan pendidikan, makanan dan sebagainya terhadap mereka yang di asuh

(Sunarti, 1989).

Dari beberapa pengertian tentang batas asuh, menurut Whiting dan Child

dalam proses pengasuhan anak yang harus diperhatikan adalah orang-orang yang

mengasuh dan cara penerapan larangan atau keharusan yang dipergunakan. Larangan

maupun keharusan terhadap pola pengasuhan anak beraneka ragam. Tetapi pada

prinsipnya cara pengasuhan anak mengandung sifat : pengajaran (instructing),

pengganjaran (rewarding) dan pembujukan (inciting) (Sunarti, 1989). Di negara

timur seperti Indonesia, keluarga besar masih lazim dianut dan peran ibu seringkali di

pegang oleh beberapa orang lainnya seperti nenek, keluarga dekat atau saudara serta

dapat juga di asuh oleh pembantu (Nadesul, 1995).

Pola asuh anak merupakan kemampuan keluarga dan masyarakat untuk

menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan

berkembang dengan sebaik-baiknya baik fisik, mental, dan sosial, berupa sikap dan

perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan

makan, merawat kebersihan, dan memberi kasih sayang (Zeitlin, 2000 dalam

Rosmana, 2003). Sedangkan pola asuh anak menurut Sayogyo (1993) adalah praktek

Page 43: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

28

pengasuhan yang diterapkan kepada anak balita yang berkaitan dengan makanan

balita dan pemeliharaan kesehatan.

Sedangkan menurut Moersintowarti dkk (2002) kebutuhan akan asuh pada

anak meliputi kebutuhan akan nutrisi yang adekuat dan seimbang, perawatan

kesehatan dasar, pakaian, perumahan, higiene diri dan sanitasi lingkungan, dan

kesegaran jasmani berupa olahraga dan rekreasi.

Teori positive deviance (Zeitlin, 1990) menyatakan bahwa berbagai stimulus

yang rutin diberikan oleh ibu atau pengasuh terhadap bayi, baikstimulus visual,

verbal dan auditif akan dapat menyebabkan stimulasigrowth hormone, metabolisme

energi menjadi normal dan imun responlebih baik.

Peranan pengasuhan ini pertama kali diindentifikasi dalam JointNutrition

Support Program in Iringa, Tanzania dan kemudian digunakanpada berbagai studi

positive deviance di berbagai negara. Peranandeterminan pola asuhan terhadap

pertumbuhan bayi cukup besar, dimanapola asuhan yang baik dapat meningkatkan

tingkat kecukupan gizi dankesehatan bayi. Determinan pola asuhan dan kesehatan

langsungberpengaruh terhadap pertumbuhan bayi (Engel, 1992).

Pola pengasuhan anak adalah pengasuhan anak dalam pra danpasca kelahiran,

pemberian ASI, pemberian makanan, dan pengasuhanbermain (Hamzat A, 2000).

Menurut Jus’at (2000) pola pengasuhan adalah kemampuankeluarga untuk

menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadapanak agar dapat tumbuh dan

berkembang dengan sebaik-baiknya secarafisik, mental dan sosial. Pola pengasuhan

anak berupa sikap dan praktikpengasuhan ibu lainnya dalam kedekatannya dengan

anak, merawat,cara memberi makan serta kasih sayang.

Page 44: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

29

Pengasuhan anak adalah suatu fungsi penting pada berbagaikelompok sosial

dan kelompok budaya. Fungsi ini meliputi pemenuhankebutuhan dasar anak seperti

pemberian makanan, mandi, danmenyediakan dan memakaikan pakaian buat anak.

Termasuk didalamnya adalah monitoring kesehatan si anak, menyediakan obat, dan

merawat serta membawanya ke petugas kesehatan profesional.Tambahan lain adalah

diterimanya fungsi hiburan, pendidikan,sosialisasi, penerimaan informasi pandangan

serta nilai dari pengasuhmereka (O'Connel,1994 Bahar, 2002). Pengasuhan anak

adalah aktivitasyang berhubungan dengan pemenuhan pangan, pemeliharaan fisikdan

perhatian terhadap anak (Haviland,1988 Bahar, 2002). Berdasarkan pengertian

tersebut "pengasuhan" pada dasarnya adalah suatu praktekyang dijalankan oleh orang

lebih dewasa terhadap anak yangdihubungkan dengan pemenuhan kebutuhan

pangan/gizi, perawatandasar (termasuk imunisasi, pengobatan bila sakit), rumah atau

tempatyang layak, higine perorangan, sanitasi lingkungan, sandang, kesegaranjasmani

(Soetjiningsih, 1995). Serupa dengan yang diajukan oleh Mosleydan Chen 1988

(Bahar,2002) pengasuhan anak meliputi aktivitasperawatan terkait gizi/penyiapan

makanan dan menyusui, pencegahandan pengobatan penyakit, memandikan anak,

membersihkan pakaiananak, membersihkan rumah.

Pola asuh terhadap anak merupakan hal yang sangat pentingkarena akan

mempengaruhi proses tumbuh kembang balita. Polapengasuhan anak berkaitan erat

dengan keadaan ibu terutamakesehatan, pendidikan, pengetahuan, sikap dan praktik

tentangpengasuhan anak ( Suharsih, 2001).

Pola asuh gizi merupakan bagian dari pola asuh anak yaitu praktik di rumah

tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta

Page 45: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

30

sumber lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak.

Aspek kunci dalam pola asuh gizi meliputi perawatan dan perlindungan bagi ibu,

praktik menyusui, pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI),

penyiapan makanan, kebersihan diri dan sanitasi lingkungan, praktik kesehatan di

rumah dan pola pencarian pelayanan kesehatan (Zeitlin, 2000 dalam Rosmana, 2003).

Berdasarkan kerangka konseptual yang dikemukan oleh UNICEF yang

dikembangkan lebih lanjut oleh Engle et al (1997) menekankan bahwa ada tiga

komponen yang merupakan faktor-faktor yang berperan dalam menunjang

pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal diantaranya adalah : makanan,

kesehatan, dan asuhan. Engle et al (1997) mengemukakan bahwa pola asuh meliputi

6 hal yaitu : (1) perhatian / dukungan ibu terhadap anak, (2) pemberian ASI atau

makanan pendamping pada anak, (3) rangsangan psikososial terhadap anak, (4)

persiapan dan penyimpanan makanan, (5) praktek kebersihan atau higiene dan

sanitasi lingkungan dan (6) perawatan balita dalam keadaan sakit seperti pencarian

pelayanan kesehatan.

Pemberian ASI dan makanan pendamping ASI pada anak serta persiapan dan

penyimpanan makanan tercakup dalam praktek pemberian makan atau pola asuh

makan (Engle, 1997).

2.3 Pola Asuh Makan

Pengaturan makan untuk bayi dan anak dibahas secara tersendiri, sebab bayi

dan anak mempunyai ciri khas yang membedakannya dari orang dewasa, yaitu berada

dalam masa pertumbuhan dan perkembangan.(Prabantini, 2010)

Page 46: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

31

Untuk kebutuhan pangan/gizi, ibu menyiapkan diri sejak prenataldalam mengatur

dietnya selama kehamilan, masa neo-natal berupapemberian ASI, menyiapkan

makanan tambahan berupa makanan padatyang lebih bervariasi bahannya atau

makanan yang diperkaya, dandukungan emosional untuk anak. Status sakit, pola

aktivitas, asupan gizirendah, frekuensi konsepsi terkait pertumbuhan anak melalui

status giziibu (Pengasuhan makanan anak terdiri atas hal yang berhubungandengan

menyusui, dan pemberian makanan selain ASI buat anak).Pengasuhan makanan anak

fase 6 bulan pertama adalahpemenuhan kebutuhan anak oleh ibu dalam bentuk

pemberian ASI ataumakanan pendamping/pengganti ASI pada anak. Dinyatakan

cukup biladiberi ASI semata sejak lahir sampai usia 4-6 bulan dengan frekuensikapan

saja anak minta dan dinyatakan kurang bila tak memenuhi kriteriatersebut.

Pengasuhan makanan anak pada fase 6 bulan ke-dua adalahpemenuhan

kebutuhan makanan untuk bayi yang dilakukan ibu,dinyatakan cukup bila anak

diberikan ASI plus makanan lumat yangterdiri dari tepung-tepungan dicampur susu,

dan atau nasi (berupa buburatau nasi biasa) bersama ikan, daging atau putih telur

lainnya ditambahsayuran (dalam bentuk kombinasi atau tunggal) diberi dalam

frekuensisama atau lebih 3 x per hari, dan kurang bila tidak memenuhi

kriteriatersebut (Bahar, 2002).

Ada dua tujuan pengaturan makan untuk bayi dan anak yang pertama adalah

memberikan zat gizi yang cukup bagi kebutuhan hidup, yaitu untuk pemeliharaan dan

atau pemulihan serta peningkatan kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan fisik

dan psikomotor serta melakukan aktivitas fisik. Yang kedua adalah untuk mendidik

kebiasaan makan yang baik. (Prabantini, 2010)

Page 47: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

32

Makanan untuk bayi dan anak haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai

berikut :

1. Memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi sesuai dengan umur

2. Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang, bahan makanan

yang tersedia setempat, kebiasaan makan, dan selera terhadap makan

3. Bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima, toleransi, dan

keadaan faali bayi / anak.

4. Memperhatikan kebersihan perorangan dan lingkungan. (Prabantini, 2010).

Pola asuh makan pada bayi meliputi pemberian gizi yang cukup dan seimbang

melalui pemberian air susu ibu (ASI) dan makanan pendamping ASI (MP-ASI).

2.4 Jenis-jenis makanan anak usia 0-24 bulan

Jenis-jenis makanan Anak usia 0 sampai 24 bulan terdiri dari : Air Susu Ibu

(ASI), Pengganti Air Susu Ibu (PASI), dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI).

(Prabantini, 2010)

2.4.1 Air Susu Ibu (ASI)

ASI merupakan pangan kompleks yang mengandung zat-zat gizi lengkap dan

bahan-bahan bioaktif yang diperlukan untuk tumbuh kembang dan pemeliharaan

kesehatan bayi. Sebelumnya ASI eksklusif (hanya memberikan ASI sebagai makanan

bayi) dianjurkan hingga bayi berumur 4 bulan. Setelah itu bayi diberi makanan

pendamping berupa sari buah dan bubur. Namun sejak tahun 2001, berdasarkan hasil-

hasil penelitian, world health organization (WHO) menganjurkan pemberian ASI

eksklusif hingga bayi berumur 6 bulan.setelah itu diperkenalkan makanan

pendamping ASI (MPASI) yang memenuhi kebutuhan gizi yang sesuai dan aman

Page 48: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

33

dimakan. ASI dianjurkan tetap diberikan hingga bayi berumur 2 tahun.(Almatsier,dkk

2011).

Menurut Soetjiningsih (1997), Dibandingkan dengan susu lainnya, ASI

memiliki beberapa keunggulan, yaitu:

a. Mengandung semua zat gizi dalam susunan dan jumlah yang cukup untuk

memenuhi kebutuhan gizi bayi.

b. Tidak memberatkan fungsi saluran pencernaan dan ginjal.

c. Mengandung beberapa zat antibodi sehingga mencegah terjadinya infeksi

d. Ekonomis dan praktis. Tersedia setiap waktu pada suhu ideal dan dalam

keadaan segar serta bebas dari kuman.

e. Berfungsi menjarangkan kehamilan.

f. Membina hubungan yang hangat dan penuh kasih sayang antara ibu dan bayi.

Bila ibu dan bayi sehat, ASI hendaknya secepatnya diberikan karena ASI

merupakan makanan terbaik dan dapat memenuhi kebutuhan gizi selama 3 – 4 bulan

pertama. ASI yang diproduksi pada 1 – 5 hari pertama dinamakan kolostrum, yaitu

cairan kental yang berwarna kekuningan. Kolostrum ini sangat menguntungkan bayi

karena mengandung lebih banyak antibodi, protein, mineral dan vitamin A.

Pemberian ASI tidak dibatasi dan dapat diberikan setiap saat. Produksi ASI

dirangsang oleh isapan bayi dan keadaan ibu yang tenang. Disamping itu perlu

diperhatikan kesehatan ibu pada umumnya, status gizi dan perawatan payudara.

Pemberian ASI tidak dibatasi dan dapat diberikan setiap saat terutama ASI eksklusif

(As’ad, 2002).

Page 49: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

34

ASI eksklusif adalah bayi yang diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain

seperti susu formula, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat

seperti pisang, pepaya, bubur, biskuit dan tim. Pemberian ASI secara eksklusif ini

dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 4 bulan, tetapi bila mungkin

sampai 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan harus mulai diperkenalkan dengan

makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau

bahkan lebih dari 2 tahun (Roesli, 2000).

Menurut Suhardjo (1992) pemberian MP-ASI dinimengakibatkan beberapa

gangguan atau masalah kesehatan yaitu : gangguan menyusui, beban ginjal yang

terlalu berat sehingga mengakibatkan hyperosmolitas plasma, alergi terhadap

makanan dan mungkin gangguan terhadap pengaturan selera makan.

Bayi perlu menyusu sesegera mungkin. Pemberian kesempatan isap pada anak

akan merangsang proses lactogenesis dan selanjutnyagalactopoiesis. Frekuensi

menyusui sesuai permintaan bayi dan tiapkali diberikan 5-10 menit per payudara.

Pemberian ASI pada anakdilakukan pada satu sisi payudara ibu sampai selesai

kemudianberpindah pada sisi lainnya. Produksi ASI bisa maksimum bila anakdiberi

menyusu kedua payudara saat minggu-minggu pertama. Praktek yang baik bila ibu

hanya memberi ASI semata sampai usia anak 4-6bulan. Pemberian ASI selanjutnya

sampai usia 2 tahun amat menunjangpertumbuhan yang baik (Bahar, 2002).

2.4.2 Makanan Pengganti Air Susu Ibu (PASI)

Walaupun ASI adalah makanan paling ideal bagi bayi, namun tidak semua ibu

dapat memberikan ASI pada bayinya. Menurut Sulistijani (2001), pemberian PASI

dapat dimengerti jika alasannya adalah:

Page 50: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

35

1. Bayi sakit seperti kekurangan cairan, radang mulut atau infeksi

paru-paru

2. Bayi lahir dengan berat badan rendah

3. Bayi lahir sumbing (bawaan)

Pemberian PASI juga dapat disebabkan oleh masalah pada pihak ibu :

1. Jumlah dan mutu ASI kurang memadai sehingga tidak mencukupi kebutuhan

bayi

2. Ibu menderita sakit dan karena sakitnya dilarang menyusui oleh dokter baik

untuk kepentingan ibu maupun bayinya, seperti ginjal atau penyakit menular

3. Ibu menderita infeksi, luka puting (mastitis)

4. Ibu mengalami gangguan jiwa atau epilepsi

5. Ibu sedang menjalani terapi obat yang tidak aman bagi bayi.

Untuk alasan-alasan tersebut, pada umumnya bayi harus diberi makanan

pengganti ASI (PASI) berupa susu formula. Pada umumnya susu formula untuk bayi

terbuat dari susu sapi yang susunan zat gizinya diubah sedemikian rupa sehingga

dapat diberikan kepada bayi tanpa menimbulkan efek samping. Oleh karena ASI

yangpaling ideal untuk bayi maka perubahan yang dilakukan pada komponen gizi

susu sapi harus mendekati susunan zat gizi ASI. Meskipun para ahli teknologi pangan

telah berusaha untuk memperbaiki susunan zat gizi susu sapi agar komposisinya

mendekati susunan zat gizi ASI, sampai saat ini usaha tersebut belum menunjukkan

hasil yang baik (Krisnatuti, 2004).

Dibandingkan dengan ASI, susu formula memiliki banyak kelemahan

terutama dalam hal kandungan gizinya. Selain itu penggunaan susu formula harus di

Page 51: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

36

kontrol dari kemungkinan masuknya organisme-organisme patogen atau terjadinya

kontaminasi yang dapat menyebabkan diare.

Pengaturan makanan bayi dengan PASI sama dengan pengaturan makanan

dengan ASI. Pemberian PASI dilakukan berdasarkan kebutuhan gizi bayi terutama

dalam hal kebutuhan air, energi dan protein (RSCM dan Persagi, 1992).

Untuk mencukupi kebutuhan bayi, susu diberikan sesuai dengan takarannya.

Takaran akan bertambah sesuai dengan bertambahnya umur bayi. Jadwal menyusu

dengan susu formula tetap seperti pada bayi yang diberi ASI (Nadesul, 2005).

Bayi sehat pada umumnya tidak memerlukan makanan tambahan sampai usia

6 bulan. Pada keadaan-keadaan khusus dibenarkan untuk mulai memberi makanan

padat setelah bayi berumur 4 bulan tetapi belum mencapai 6 bulan. Misalnya karena

terjadi peningkatan berat badan bayi yang kurang dari standar atau didapatkan

tandatanda lain yang menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif tidak berjalan

dengan baik. Namun, sebelum diberi makanan tambahan sebaiknya coba diperbaiki

dahulu cara menyusuinya. Cobalah hanya memberi bayi ASI saja tanpa memberi

minuman atau makanan lain. Selain itu, bayi harus sering disusui, perhatikan posisi

menyusui. Secara umum usahakan dahulu agar cara pemberian ASI dilakukan sebaik

mungkin. Apabila setelah 1 – 2 minggu ternyata upaya perbaikan tersebut tidak

menyebabkan peningkatan berat badan, maka pemberian makanan tambahan atau

padat diberikan bagi bayi berusia diatas 4 bulan (Roesli, 2000).

Bila oleh suatu sebab (misalnya ibu bekerja atau hamil lagi) bayi tidak

memperoleh ASI, maka kepada bayi diberikan PASI (Pengganti Air Susu Ibu). PASI

dibuat dari susu sapi yang susunan gizinya sudah diubah menjadi hampir sama

Page 52: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

37

dengan susunan gizi ASI, sehingga dapat diberikan kepada bayi tanpa menyebabkan

akibat sampingan. Akan tetapi belum ada PASI yang tepat menyerupai susunan ASI

(As’ad, 2002).

Proses penyapihan dimulai pada saat yang berlainan. Pada beberapa kelompok

masyarakat (budaya) tertentu, bayi tidak akan disapih sebelum berusia 6 bulan.

Bahkan ada yang baru memulai penyapihan setelah bayi berusia 2 tahun. Sebaliknya,

pada masyarkat urban bayi disapih terlalu dini yaitu baru beberapa hari lahir sudah

diberi makanan tambahan (Arisman, 2004).

Menurut Sulistjani (2001), seiring bertambahnya usia anak, ragam makanan

yang diberikan harus bergizi lengkap dan seimbang yang mana penting untuk

menunjang tumbuh kembang dan status gizi anak. Dalam hal pengaturan pola

konsumsi makan, ibu mempunyai peran yang sangat penting dalam memilih jenis

makanan yang bergizi seimbang. Setelah berumur 6 bulan, bayi memerlukan

makanan pendamping karena kebutuhan gizi bayi meningkat dan tidak seluruhnya

dapat dipenuhi oleh ASI.

2.4.3 Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan yang diberikan pada

bayi yang telah berusia enam bulan atau lebih karena ASI tidak lagi memenuhi gizi

bayi. Pemberian makanan pendamping dilakukan secara berangsur-angsur untuk

mengembangkan kemampuan bayi mengunyah dan menelan serta menerima macam-

macam makanan dengan berbagai tekstur dan rasa.

Untuk menjamin kesehatan dan pertumbuhan yang baik butuhmenu seimbang

dengan susunan hidangan empat sehat lima sempurna.Menu seimbang, cukup energi,

Page 53: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

38

protein bagi pertumbuhan dan imunitasserta reparasi dan pemeliharaan, cukup lemak

esensial dan vitamin larutlemak, vitamin lain dan mineral dalam jumlah memadai.

Empat sehatlima sempurna cermin pola makanan yang dianjurkan bagi

keluarga.Terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayuran, buah, susu. Makananpokok

adalah makanan dalam porsi besar, sebagai sumber energi. Laukpauk adalah

penyedap makanan pokok (lazimnya adalah sumberprotein). Sayuran maupun buah

adalah sumber vitamin dan mineral.

Anak yang berusia 0-4 bulan cukup diberi ASI, makanan laintidak diperlukan.

Pemberian makanan pendamping ASI pada usia 0-4bulan memberi risiko terkena

sakit seperti diare dan penyakit lainnya.penelitian di Bangladesh menemukan 41%

sampel makanan dan 50%sampel air telah terkontaminasi bakteri E. Coli (Black,

seperti dikutipAkre, 1994). Risiko jangka pendek pemberian makanan selain ASI

padasaat yang belum tepat berupa penurunan frekuensi dan intensitaspengisapan

payudara yang akhirnya menurunkan produksi ASI. Risikojangka panjang menimpa

anak melalui dua mekanisme, efek kumulatifdan praktek diet yang tak

menguntungkan tetapi terpolakan pada anak(Akre,1994).

Makanan anak 0-4 bulan adalah ASI semata. Pada usia 4-6 bulananak diberi ASI

serta buah 1-2 kali dan makanan lunak 1 kali. Saatberumur 6-9 bulan anak diberi ASI

plus buah 1-2 kali dan makanan lunak1 kali dan makanan lembek 2 kali. Umur 9-12

bulan anak tetap diberiASI, plus buah 1-2 kali dan makanan lembek 3 kali. Pada anak

usialebih 1 tahun masih tetap diberi ASI plus buah 1-2 kali, makanan pokok

serta lauk pauk 4 kali atau lebih (Depkes, 2000; Krisnatuti, 2000)

Page 54: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

39

Makanan lumat adalah makanan bentuk lumat atau halus,misalnya bubur

susu. Makanan lembek adalah makanan dengankonsistensi mendekati makanan padat

tetapi tidak sepenuhnya padat,seperti nasi atau bubur tim (Almatsier, 2004).

Pemberian makanan pendamping harus bertahap dan bervariasi, mulai dari

bentuk bubur cair ke bentuk bubur kental, sari buah, buah segar, makanan lumat,

makanan lembek dan akhirnya makanan padat (Sulistijani, 2001).

Memasuki usia enam bulan bayi telah siap menerima makanan bukan cair,

karena gigi telah tumbuh dan lidah tidak lagi menolak makanan setengah padat.

Disamping itu, lambung juga telah lebih baik mencerna zat tepung. Menjelang usia

sembilan bulan bayi telah pandai menggunakan tangan untuk memasukkan benda ke

dalam mulut. Karena itu jelaslah, bahwa pada saat tersebut bayi siap mengkonsumsi

makanan (setengah padat) (Arisman, 2004).

Selain itu saat bayi berumur enam bulan ke atas, sistem percernaannya juga

sudah relatif sempurna dan siap menerima MP-ASI. Beberapa enzim pemecah protein

seperti asam lambung, pepsin, lipase, enzim amilase dan sebagainya juga telah

diproduksi sempurna pada saat ia berumur enam bulan (Anonim, 2005).

Ada dua tujuan pengaturan makanan untuk anak usia 0-24 bulan (As’ad,

2002) :

1. Untuk mendidik kebiasaan makan anak yang baik

2. Memberikan zat gizi yang cukup bagi kebutuhan hidup yaitu untuk

pemeliharaan atau pemulihan serta peningkatan kesehatan,

Page 55: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

40

pertumbuhan, perkembangan fisik dan psikomotor serta melakukan

aktivitas fisik.

Makanan untuk anak usia 0-24 bulan harus memenuhi syarat-syarat sebagai

berikut (As’ad, 2002) :

1. Memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi sesuai dengan umur

2. Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang, bahan

makanan yang tersedia setempat, kebiasaan makan dan selera makan

3. Bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima, toleransi

dan keadaan faali anak

4. Memperhatikan kebersihan perorangan dan lingkungan.

Pemberian makanan padat sebaiknya diberikan pada umur yang tepat. Resiko

pemberian makanan padat sebelum umur adalah :

1. Kenaikan berat badan yang terlalu cepat hingga menjurus ke obesitas

2. Alergi terhadap salah satu zat gizi yang terdapat dalam makanan

tersebut

3. Mendapat zat-zat tambahan seperti garam dan nitrat yang dapat

merugikan

4. Mungkin saja dalam makanan padat yang dipasarkan terdapat zat

pewarna atau zat pengawet yang tidak diinginkan

Page 56: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

41

5. Kemungkinan pencemaran dalam penyediaan atau penyimpanannya.

Sebaliknya, penundaan pemberian makanan padat menghambat pertumbuhan

jika energi dan zat-zat gizi yang dihasilkan oleh ASI tidak mencukupi lagi

kebutuhannya (Pudjiadi, 1990).

Makanan tambahan untuk bayi sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai

berikut : nilai energi dan kandungan protein cukup, dapat diterima dengan baik,

harganya relatif murah, sebaiknya dapat diproduksi dari bahan-bahan yang tersedia

secara lokal. Makanan tambahan pada bayi hendaknya juga bersifat padat gizi dan

mengandung serat kasar serta bahan lain yang sukar dicerna sedikit mungkin. Sebab

serat kasar yang terlalu banyak jumlahnya akan mengganggu pencernaan

(Muchtadi,1994).

Menurut Arisman (2004), pemberian makanan pendamping harus bertahap

dan bervariasi, dari mulai bentuk bubur cair kebentuk bubur kental, sari buah, buah

segar, makanan lumat, makanan lembek dan akhirnya makanan padat.Pemberian

pertama cukup 2 kali sehari, satu atau dua sendok teh penuh. Pada usia 6-9 bulan bayi

setidak-tidaknya membutuhkan empat porsi. Menginjak usia 9 bulan bayi telah

mempunyai gigi dan mulai pandai menguyah makanan. Sekitar usia 1 tahun bayi

sudah mampu memakan makanan orang dewasa. Anak usia 2 tahun memerlukan

makanan separuh takaran orang dewasa.

Makanan sapihan yang ideal harus mengandung makanan pokok, lauk pauk,

sayur-sayuran, buah-buahan dan minyak atau lemak. Makanan sapihan baru boleh

diberikan setelah bayi disusui atau diantara dua jadwal penyusunan. Sebab, diawal

Page 57: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

42

masa penyapihan, ASI masih merupakan makanan pokok. Sementara makanan

sapihan hanyalah sebagai pelengkap. Kemudian secara berangsur ASI berubah fungsi

sebagai makanan tambahan, sementara makanan sapihan menjadi santapan utama

(Arisman, 2004).

Pemberian makanan padat atau tambahan yang terlalu dini dapat mengganggu

pemberian ASI eksklusif serta meningkatkan angka kesakitan pada bayi. Selain itu,

tidak ditemukan bukti yang menyokong bahwa pemberian makanan padat atau

tambahan pada usia 4 – 6 bulan lebih menguntungkan. Bahkan sebaliknya, hal ini

akan mempunyai dampak yang negatif terhadap kesehatan bayi (Roesli, 2000).

Pola Pemberian Makanan Anak Usia 0 sampai 24 Bulan

Makanan Bayi Umur 0-6 bulan adalah sbb :

1. Berikan hanya ASI saja sampai berumur enam bulan (ASI Eksklusif). Kontak

fisik dan hisapan bayi akan merangsang produksi ASI terutama 30 menit

pertama setelah lahir. Pada periode ini ASI saja sudah dapat memenuhi

kebutuhan gizi bayi. Berikan ASI dari kedua payudara. Berikan ASI dari satu

payudara sampai kosong, kemudian pindah ke payudara lainnya (Depkes,

2000).

2. Kolostrum jangan dibuang tetapi harus segera diberikan pada bayi. Walaupun

jumlahnya sedikit, namun sudah memenuhi kebutuhan gizi bayi pada hari-hari

pertama. Waktu dan lama menyusui tidak perlu dibatasi dan frekuensinya

tidak perlu dijadwal (diberikan pagi, siang, dan malam hari). Serta sebaiknya

jangan memberikan makanan atau minuman (air kelapa, air tajin, air teh,

Page 58: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

43

madu, pisang dan lain-lain) pada bayi sebelum diberikan ASI karena sangat

membahayakan kesehatan bayi dan mengganggu keberhasilan menyusui

(Dinkes Prop SU, 2005).

Makanan Bayi Umur 6 sampai 9 Bulan adalah sbb :

1. Pemberian ASI diteruskan

2. Bayi mulai diperkenalkan dengan MP-ASI berbentuk lumat halus karena bayi

sudah memiliki refleks mengunyah. Contoh MP-ASI terbentuk halus antara

lain bubur susu, biskuit yang ditambah air atau susu, pisang dan pepaya yang

dilumatkan. Berikan untuk pertama kali salah satu jenis MP-ASI dan berikan

sedikit demi sedikit mulai dengan jumlah 1 sampai 2 sendok makan, 1 sampai

2 kali sehari. Berikan untuk beberapa hari secara tetap, kemudian baru dapat

diberikan jenis MP-ASI yang lainnya.

3. Perlu diingat tiap kali berikan ASI lebih dulu baru MP-ASI, agar ASI

dimanfaatkan seoptimal mungkin.

4. Memperkenalkan makanan baru pada bayi, jangan dipaksa. Kalau bayi sulit

menerima, ulangi pemberiannya pada waktu bayi lapar, sedikit demi sedikit

dengan sabar, sampai bayi terbiasa dengan rasa makanan tersebut.

Makanan bayi umur 9 sampai 12 bulan sbb :

1. Pemberian ASI diteruskan

Page 59: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

44

2. Bayi mulai diperkenalkan dengan makanan lembek yaitu berupa nasi tim

saring/bubur campur saring dengan frekuensi dua kali dalam sehari

3. Untuk mempertinggi nilai gizi dalam makanan, nasi tim bayi ditambah sedikit

demi sedikit dengan sumber zat lemak, yaitu santan atau minyak

kelapa/margarin. Bahan makanan ini dapat menambah kalori makanan bayi,

disamping memberikan rasa enak juga mempertinggi penyerapan vitamin A

dan zat gizi lain yang larut dalam lemak.

4. Kepadatan nasi tim bayi harus diatur secara berangsur, lambat laun mendekati

bentuk dan kepadatan makanan keluarga.

5. Berikan makanan selingan satu kali sehari, dipilih makanan selingan yang

bernilai gizi tinggi, seperti bubur kacang ijo, buah dan lain-lain dan

diusahakan agar makanan selingan dibuat sendiri agar kebersihannya terjamin.

6. Bayi perlu diperkenalkan dengan beraneka ragam bahan makanan. Pengenalan

berbagai bahan makanan sejak usia dini akan berpengaruh baik terhadap

kebiasaan makan yang sehat dikemudian hari.

Makanan anak umur 12 sampai 24 bulan :

1. Pemberian ASI diteruskan.

2. Pemberian MP-ASI atau makanan keluarga sekurang-kurangnya 3 kali sehari

dengan porsi separuh makanan orang dewasa setiap kali makan. Disamping

itu tetap berikan makanan selingan 2 kali sehari.

Page 60: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

45

3. Berikan makanan bervariasi dengan menggunakan padanan bahan makanan.

4. Menyapih anak harus dilakukan secara bertahap dan jangan secara tiba-tiba

5. Kurangi frekuensi pemberian ASI sedikit demi sedikit

2.4.4 Kebutuhan Gizi Anak Usia 0 sampai 24 Bulan

Kebutuhan gizi seseorang adalah jumlah yang diperkirakan cukup untuk

memelihara kesehatan pada umumnya. Secara garis besar, kebutuhan gizi ditentukan

oleh usia, jenis kelamin, aktifitas, berat badan dan tinggi badan (Uripi,2004).

Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia yang diperlukan untuk

pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Oleh karena itu, pangan harus tersedia pada

setiap saat dan tempat dengan jumlah dan mutu yang memadai (Soekirman, 2000).

Kebutuhan energi dan protein bayi dan balita relatif besar jika dibandingkan

dengan orang dewasa sebab pada usia tersebut pertumbuhannya masih sangat pesat.

Tidak ada perbedaan yang signifikan antara anak perempuan dan laki-laki dalam hal

kebutuhan energi dan protein. Kecukupan akan semakin menurun seiring dengan

bertambahnya usia. Namun untuk protein, angka kebutuhannya bergantung pada

mutu protein. Semakin baik mutu protein, semakin rendah angka kebutuhan protein.

Mutu protein bergantung pada susunan asam amino yang membentuknya, terutama

asam amino essensial. (Sulistijani,2001).

Konsumsi pangan anak bayi dan balita harus cukup dan seimbang karena anak

balita sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Berikut

Page 61: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

46

penjelasan masing-masing zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi usia 0 sampai 24 bulan

:

1. Energi

AKG (2004) untuk bayi berumur 0 sampai 6 bulan adalah 550 kkal/hari dan

untuk bayi berumur 7 sampai 11 bulan 650 kkal/hari. Angka untuk bayi sehat

dengan berat ini ditetapkan untuk bayi sehat dengan berat badan rata-rata 6,0

kg dan panjang badan dan rata-rata 60 cm untuk bayi berumur 0 sampai 6

bulan, dan rata-rata 8,5 dan 71 cm untuk bayi berumur 7 sampai 11 bulan.

Kebutuhan energi bayi terutama ditetapkan oleh ukuran tubuhh, aktivitas fisik,

dan kecepatan pertumbuhan. Kebutuhan energi sehari meningkat selama tahun

pertama, akan tetapi kebutuhan energi per unit ukuran tubuh turun sesuai

dengan perubahan pada kecepatan tumbuh bayi. Pengaruh aktivitas fisik

terhadap pengeluaran energi berbeda dengan tiap bayi, namun rata-rata

meningkat seiring dengan meningkatnya umur sesuai dengan perkembangan

keterampilan motorik. Ada bayi yang diam dan tenang, ada pula yang lebih

banyak bergerak dan menagis. Cara paling baik menilai kecukupan asupan

energi bayi adalah dengan memonitor perkembangna berat badan dan panjang

badan bayi. Kurva berat badan dan panjang bayi mengikuti umur (0 sampai 12

bulan) menurut standar WHO (2005).

2. Protein

Bayi memerlukan protein untuk mesintetiskan jaringn baru yang diperlukan

untuk pertumbuhan serta mensintesis enzim, hormon dan berbagai ikatan

Page 62: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

47

fisiologis penting lainnya. Kandungan protein tubuh meningkat sebanyak

kurang lebih 11% hingga 15% selama tahun pertama. AKG protein (2004)

untuk bayi berumur 0 sampai 6 bulan adalah sebanyak 10g/hari, dan untuk

bayi berumur 7 sampai 11 bulan sebanyak 16 g/hari.

3. Air

Bayi membutuhkan air per unit ukuran tubuh yang lebih tinggi dari pada

orang dewasa. Sebagian besar air berada didalam ruangan ekstraseluler. Ginjal

bayi belum berfungsi dengna sempurna. Kdua hal ini menyebabkan bayi

rentan terhadap ketidakseimbangan air. Kebutuhan air ditetapkan oleh jumlah

air yang keluar, kebutuhan air untuk untuk pertumbuhan, dan cairan yang

diperoleh dari makanan.

Kehilangna air terjadi melalui penguapan melalui kulit dan saluran pernapasan

(kehilangna air tidak terasa), melalui keringat, urine, dan feses. Selama

pertumbuhan, diperlukan tambahan air, karena air merupakan bagian dari

jaringan dan untuk penambahan cairan tubuh.

Kehilangan air pada bayi dan anak-anak melalui penguapan merupakan lebih

dari 60% dari asupan air yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan tubuh

(homeostasisi). Untuk orang dewasa angka iin adalah 40-50%. Pada semua

umur, kurang lebih 24% kehilangan panas basal terjadi melalui penguapan

melelui kulit dan saluran pernapasan. Ini sama dengan 45 ml kehilangan air

yang tidak terasa per 100 kkal energi yang dikelaurkan. Kehilangan air rata-

rata melalui penguapan pada bayi berusia satu bulan diperkirakan sebanyak

210 ml/hari, sedangkan pada usia satu tahun sebanyak 500 ml/hari.

Page 63: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

48

Kehilangna air melalui penguapan meningkat dengan kenaikan suhu tubuh

(demam) dan kenaikan suhu udara. Kenaikan kelembaban udara menurunkan

pengeluaran air melalui pernapasan. Kehilangan air pada bayi diperkirakan

sebanyak 10 ml/kg berat badan. Kebutuhan air bayi yang dianjurkan adalah

sebanyak 1,5 ml/kkal energi yang dibutuhkan (National Research Council,

1989 dalam Worthington Roberts dan Wiliams, 2000). Bila bayi diberi terlalu

banyak air, dapat menimbulkan keracunan air yang menyebabkan

hyponatremia, mudah tersinggung dan tidak sadarkan diri (koma). Dalam

keadaan normal bayi yang mendapat ASI atau susu formula saja selama enam

bulan pertama kelahiran tidak membutuhkan tambahan air.

4. Lemak

Lemak merupakan zat gizi penghasil energi yang paling tinggi konsentrasinya.

Lemak kurang lebih meliputi 50% energi yang diperoleh bayi apabila ASI

atau susu formula merupakan satu-satunya sumber gizi yang diperolehnya.

Energi yang diperoleh dari lemak menghemat protein agar digunakan untuk

sintesis jaringan. Dengna diberikannya makanan pendamping ASI (MP-ASI)

kepada bayi pada usia enam bulan, persen energi berasal dari lemak ini akan

menurun. Proporsi lemak energi akan meningkat bila bayi secara berangsur

memeakan makanan keluarga yang mengandung lemak tinggi.

5. Vitamin dan Mineral

Kebutuahan mineral dan vitamin dipengaruhi oleh kecepatan tumbuh,

mineralisasi tulang, peningkatan panjang tulang dan volume darah, serta

asupan energi, protein, dan lemak. AKG tahun 2004 untuk kalsium, fosfor,

Page 64: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

49

magnesium, vitamin A, D, E, K, tiamin, riboflavin, niasin, asam folat,

piridoksin, vitamin , dan vitamin C. dapat dilihat pada Tabel 5.1.

6. Besi

Tidak ada catatan tentang angka Anemi Gizi Besi pada bayi di Indonesia.

Angka Anemi Gizi Besi untuk balita pada tahun 2001 sebesar 48,1%

(Atmarita dan Tatang S. Falah dalam Prosiding Widyakarya Nasional Pangan

dan Gizi, 2004). Bayi yang mendapat ASI atau susu formula yang difortifikasi

dengan besi diharapkan tidak mengalami Anemi Gizi Besi. Bayi kemungkinan

menderita Anemi Gizi Besi bila tidak mendapat ASI atau susu formula yang

tidak difortifikasi dengan besi. Dan tidak mendapt asupan MP-ASI yang

cukup mengandung besi umur enam belas keatas. Kekurangan besi pada bayi

dapat menimbulkan akibat jangka panjang.

7. Kalsium dan fosfor

AKG (2004) untuk kalsium dan fosfor didasarkan pengamatan terhadap bayi

yang terutama mendapat ASI. Kalsium yang berasal dari ASI dapat di

absorpsi dengna baik, sedangkan kalsium dari susu formula hanya diabsorpsi

sebesar 38%. Susu formula komersial hanya mengandung kalsium lebih tinggi

daripada ASI untuk kompensasi absorpsi yang lebih rendah ini.

Di waktu yang lalu banyak perhatian diberikan terhadap perbandingan antara

jumlah kalsium dan fosfor (Ca:P) yang dikonsumsi. Bayi sehat ternyata dapat

menyesuaikan diri terhadap banyknya fosfor yang dikonsumsi, sehingga

jumlah asupan fosfor dari susu formula tidak perlu dipermasalahkan.

Page 65: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

50

8. Asam Lemak

Untuk menjaga oertumbuhan dan perkembangan neurologis, hendaknya

makanan bayi mengandung cukup asam lemak esensial berupa asam linoleat

dan linolenat. Asam arakidonat bukan asam lemak esensial karena dapat

dibentuk dalam tubuh dari alasan linoleat. Asam linoleat merupakan asam

lemak dengan rantai karbon -18 dari kelompok -6, sedangkan asam linolenat

adalah sam lemak dengan rantai karbon -18 dari kelompok -3. Kekurangan

asam linolenat atau asam arakidonat (karbon-20, -6) menyebabkan kulit

bersisik, rambut rontok, diare, dan luka sukar sembuh. Kandungan energi ASI

sebanyak 3-7% berasal dari asam linoleat. American Academy of Pediactrics

dan Food and Drug Administration dalam Washington-Roberts dan Williams

(2000) menyatakn bahwa susu formula hendaknya sekurangnya mengandung

300 mg asam linoleat/ 100 kkal, atau 2,7% energi totalnya berasal dari sam

linoleat.

Asam lemak esensial merupakan perkursor asam lemak rantai panjang lain

yang diperlukan untuk fungsi normal sel. Manusia memppunyai kemampuan

untuk membuat asam lemak ini bila asam lemak esensial tersedia dalam

jumlah cukup. Kemampuan ini hanya dimiliki bayi secara terbatas, terutama

pada bayi yang lahir sebelum waktunya ( prematur ). Akhir-akhir ini perhatian

banyak ditunjukan terhadap pentingnya asupan asam lemak rantai panjang

dari jenis -3 dan -6.

ASI mengandung asam lemak rantai panjang berupa asam lemak -3 dan -

6. Jaringan otak dan jaringan saraf lain pada janin dan bayi selama enam bulan

Page 66: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

51

sesudah lahir banyak mengnadung asam lemak -3 dokosahetksanoat (DHA).

Bayi mempunyai kemampuan terbatas untuk mensintesis DHA dari asam

lemak -3 linolenat. Karena itulah lebih tingginya tingkat kecerdasan anak

yang diberi ASI mungkin disebabkan oleh ketersediaan DHA yang cukup di

dalam ASI. Banyak hasil penelitian menunjukan peningkatan kemampuan

visual pada bayi yang mnedapat susu formula dengan penambahan DHA.

Namun, beberapa hasil penelitian menunjukan penambahan DHA pada susu

formula untuk bayi prematur menunjukan penambahan DHA pada susu

formula untuk bayi prematur menunjukan laju pertumbuhan yang lebih

rendah. Yang paling utama yang perlu diperhatikan adlah keseimbangan

antara lemak -3 dan -6.

9. Vitamin larut-air

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi tahun 2004 menetapkan Angka

Kecukupan Gizi untuk tubuh jenis vitamin larut-air, yaitu tiamin ( ),

ribovlafin ( ), niasin ( ), pridoksin ( ), folat ( ), siankobalamin

( ), dan asam akrobat (vitamin C ). Kebutuhan bayi didasarkan asupan rata-

rata sehari yang diperoleh dari ASI. Pertimbangan yang diambil dalam

penentuan ini adalah : (1) Kebutuahn akan tiamin dan ribovlafin berhubungan

dengan asupan energi, karena perananannya ribovflavin berhubungan dengan

asupan energi; (2) Karena triptofan dapat dirubah menjadi niasian, penetapan

kebutuahn dasar akan niasin sulit dilakukan. ASI mengandung 15 mg niasin

dan 210 mg triptofan per liter; (3) Piridoksin mempunyai fungsi sebagai faktor

Page 67: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

52

koenzim dalam metabolisme asam amino dan lipdia, serta merupakan

komponene kunci dari struktur genetik deoxrybonucleic acid (DNA) dalam

inti sel. Kebutuhan akan piridoksin meningkat sesuai dengan asupan protein;

(4) Kobalamin ( vitamin ) terutama terdapat dalam makanan hewani.

Tanda-tanda kekurangan vitamin terlihat pada bayi yang ibunya

mengikuti diet vegetarian atau yang mengalami anemi pernisiosa; (5)

Simpanan folat dalam tubuh bayi waktu lahir sangat sedikit dan cepat habis.

Folat dalam serum dan eritrosit turun di bawah nilai folat orang dewasa

setelah bayi berumur dua minggu dan tetap pada niali tersebut selama tahun

pertama kehidupan. Kebutuhan folat bayi dapat dipenuhi melalu ASI dan susu

formula; (6) Bayi baru lahir yang mengkonsumsu sebanyak 7 hingga 12

mg/hari vitamin C (asam askorbat) dapat dilindungi dari scurvy. Asupan

sebanyak 30 mg/hari, berdasarkan jumlah yang dapat dipenuhi ASI,

dianjurkan selama 6 bulan pertama kehidupan. Bayi yang mendapat ASI atau

susu formula memperoleh cukup vitamin C.

10. Seng

Dibadingkan dengan besi, tidak banyak diketahui tentang kebutuhan dan

absorpsi seng pada bayi. Bayi tampaknya menyesuaikan diri dengna berbagai

tingkat asupan seng dengan cara meningkatkan atau menurunkan tingkat

absorpsinya. Tingkat absorpsi seng yang berasal dari susu formula dilaporkan

berkisar antara 41% pada asupan total yang rendah hingga 17% pada asupan

total yang tinggi.

Page 68: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

53

11. Flour

Konsumsi flour yang cukup diperlukan untuk pembentukan gigi. Sebaliknya

kelebihan dapat menimulkan florosis. Kecukupan flour tubuh hendaknya

diperiksa pada usia enam bulan. Bila konsumsi flour rendah, sebaiknya bayi

diberikan suplemen flour. Kandungan flour ASI sangat rendah. Di Indonesia

penggunaan air minum yang ditambahkan flour belum merata, namun belum

ada anjuran untuk memberi suplemen flour pada bayi.

12. Vitamin A

Sejak tahun 1992 kekurangan vitamin A tidak merupakan masalah nasional di

Indonesia( BennyKodiyat dkk. Dalam risalah Widykarya Nasional Pangan

dan Gizi, 1994). ASI, susu formula, dan susu sapi meruakan sumber-sumber

vitamin A. Vitamin A diperlukan bayi untuk pengelihatan normal, mencegah

infeksi, untuk pertumbuhan dan perkembangan. Untuk pencegahan,

dilanjutkan pemebrian vitamin A dosis tinggi (100.000 SI) satu kali kepada

bayi yang berumur 6-12 bulan (Depkes RI, 2006).

13. Vitamin D

Vitamin D bersama dengan kalsium, fosfor, dan protein berfungsi dalam

pembentukan tulang. Bayi yang tinggal di daerah tropis, termasuk Indonesia

jarang mengalami kekurangan vitamin D karen avitamin D dapt dibentuk di

bawah kulit bila terkena sinar matahari. Oleh karena itulah bayi perlu kena

sinar matahari tiap pagi

14. Vitamin E

Page 69: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

54

Vitamin E merupakan antioksiden yang di perluka untuk memelihara

kebutuhan dinding sel tubuh. Angka kecukupan vitamin E sehari (2004) bagi

bayi berumur 0-6 adalah 4 mg sedangkan bagi bayi berumur 7-11 bulan

sejumlah 5 mg. ASI mengandung cukup vitamin E.

15. Vitamin K

Vitamin K dperlukan untuk pembekuan ( koagulasi) darah dan proses

fisiologis lannya. Pada waktu lahir, bayi mempunyai simpanan vitamin K

yang rendah sehingga beresiko tinggi mengalami pendarahan, yang dapat

terjadi dua hingga sepuluh hari sesuda lahir. Bayi mendapat ASI beresiko

lebih tinggi untuk mengalaminya. Oleh sebab itu, dianjurkan memeberi bayi

sebanyak 1 mg melalui suntikan intramuskular segera setelah lahir.

Menurut Widyakarya Pangan dan Gizi (2004) bahwa jumlah zat gizi

yang dibutuhkan bayi berusia 7-12 bulan adalah sebesar 650 kalori energi

dan16 gram protein. Demikian juga zat-zat gizi lainnya yang dibutuhkan

seperti vitamin, niasin, dan lain-lain dapat dilihat pada tabel 2.1. berikut :

Tabel 2.1 Jumlah Kebutuhan Zat Gizi Pada Bayi Zat Gizi Kelompok Umur Nama Satuan 0-6 7-12 12-36 Energi Protein Vitamin A Tiamin Riboflavin Niasin Vitamin B12 Asam Folat Vitamin C

Kkal gr RE mg mg mg mg μg mg mg mg

550 10 375 0,3 0,3 2 0,4 65 40 200 100

650 16 400 0,4 0,4 4 0,5 80 40 400 225

1000 25 400 0,5 0,5 6 0,9 150 40 500 400

Page 70: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

55

Kalsium Fosfor Besi Seng Iodium

mg mg μg

5 1,3 90

7 7,5 90

8 8,2 90

Sumber : Widyakarya Pangan dan Gizi (2004)

Sumber: Nelson, Textbook of Pediatrics. Dalam : Penuntun Diit Anak, 1992

2.4.5 Persiapan dan Penyimpanan Makanan

Pada saat mempersiapkan makanan, kebersihan makanan perlu mendapat

perhatian khusus. Makanan yang kurang bersih dan sudah tercemar dapat

menyebabkan diare atau cacingan pada anak. Begitu juga dengan si pembuat

makanan dan peralatan yang dipakai seperti sendok, mangkok, gelas, piring dan

sebagainya sangat menentukan bersih tidaknya makanan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan dan menyimpan

makanan adalah (Soenardi, 2000) :

1. Simpan makanan dalam keadaan bersih, hindari pencemaran dari debu dan

binatang.

2. Alat makan dan memasak harus bersih.

3. Ibu atau anggota keluarga yang memberikan makanan harus mencuci

tangan dengan sabun sebelum memberi makan.

4. Makanan selingan sebaiknya dibuat sendiri.

2.4.6 Perawatan Kesehatan

2.4.6.1 Praktek Kebersihan / Hygiene dan Sanitasi Lingkungan

Widaninggar (2003) menyatakan kondisi lingkungan anak harus benar-benar

diperhatikan agar tidak merusak kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan

Page 71: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

56

dengan rumah dan lingkungan adalah bangunan rumah, kebutuhan ruang (bermain

anak), pergantian udara, sinar matahari, penerangan, air bersih, pembuangan

sampah/limbah, kamar mandi dan jamban/ WC dan halaman rumah. Kebersihan

perorangan maupun kebersihan lingkungan memegang peranan penting bagi tumbuh

kembang anak. Kebersihan perorangan yang kurang akan memudahkan terjadinya

penyakit-penyakit kulit dan saluran pencernaan seperti diare dan cacingan.

Sedangkan kebersihan lingkungan erat hubungannya dengan penyakit saluran

pernafasan, saluran pencernaan, serta penyakit akibat nyamuk. Oleh karena itu

penting membuat lingkungan menjadi layak untuk tumbuh kembang anak sehingga

meningkatkan rasa aman bagi ibu atau pengasuh anak dalam menyediakan

kesempatan bagi anaknya untuk mengeksplorasi lingkungan. Menurut Soetjiningsih

(1995), keadaan perumahan yang layak dengan konstruksi bangunan yang tidak

membahayakan penghuninya akan menjamin keselamatan dan kesehatan

penghuninya yaitu ventilasi dan pencahayaan yang cukup, tidak sesak, cukup leluasa

bagi anak untuk bermain dan bebas polusi.

Sulistijani (2001) mengatakan bahwa lingkungan yang sehat perlu diupayakan

dan dibiasakan tetapi tidak dilakukan sekaligus, harus perlahan-lahan dan terus

menerus. Lingkungan sehat terkait dengan keadaan bersih, rapi dan teratur. Oleh

karena itu, anak perlu dilatih untuk mengembangkan sifat-sifat sehat seperti berikut :

1. Mandi 2 kali sehari.

2. Cuci tangan sebelum dan sesudah makan.

3. Makan teratur 3 kali sehari.

4. Menyikat gigi sebelum tidur.

Page 72: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

57

5. Buang air kecil pada tempatnya / WC.

Awalnya mungkin anak keberatan dengan berbagai latihan tersebut. Namun,

dengan latihan terus-menerus dan diimbangi rasa kasih sayang dan dukungan oarang

tua, anak akan menerima kebijaksanaan dan tindakan disiplin tersebut.

2.4.6.2 Perawatan bayi dalam Keadaan Sakit

Kesehatan anak harus mendapat perhatian dari para orang tua yaitu dengan

cara segera membawa anaknya yang sakit ketempat pelayanan kesehatan yang

terdekat (Soetjiningsih, 1995).

Masa bayi dan balita sangat rentan terhadap penyakit seperti flu, diare atau

penyakit infeksi lainnya. Jika anak sering menderita sakit dapat menghambat atau

mengganggu proses tumbuh kembang anak. Ada beberapa penyebab seorang anak

mudah terserang penyakit adalah :

1. Apabila kecukupan gizi terganggu karena anak sulit makan dan nafsu makan

menurun. Akibatnya daya tahan tubuh menurun sehingga anak menjadi rentan

terhadap penyakit.

2. Lingkungan yang kurang mendukung sehingga perlu diciptakan lingkungan dan

perilaku yang sehat.

3. Jika orang tua lalai dalam memperhatikan proses tumbuh kembang anak oleh

karena itu perlu memantau dan menstimulasi tumbuh kembang bayi dan anak

secara teratur sesuai dengan tahapan usianya dan segera memeriksakan

kedokter jika anak menderita sakit.

Status kesehatan merupakan salah satu aspek pola asuh yang dapat

mempengaruhi status gizi anak kearah membaik. Status kesehatan adalah hal-hal

Page 73: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

58

yang dilakukan untuk menjaga status gizi anak, menjauhkan dan menghindarkan

penyakit serta yang dapat menyebabkan turunnya keadaan kesehatan anak. Status

kesehatan ini meliputi hal pengobatan penyakit pada anak apabila anak menderita

sakit dan tindakan pencegahan terhadap penyakit sehingga anak tidak sampai terkena

suatu penyakit. Status kesehatan anak dapat ditempuh dengan cara memperhatikan

keadaan gizi anak, kelengkapan imunisasinya, kebersihan diri anak dan lingkungan

dimana anak berada, serta upaya ibu dalam hal mencari pengobatan terhadap anak

apabila anak sakit. Jika anak sakit hendaknya ibu membawanya ketempat pelayanan

kesehatan seperti rumah sakit, klinik, puskesmas dan lain-lain (Zeitlin et al, 1990).

2.5 Status Gizi

Menurut Santoso (1999) yang dikutip dari Ellyana, status gizi adalah keadaan

kesehatan anak akibat interaksi antara makanan dalam tubuh dengan lingkungan

sekitarnya. Nilai keadaan gizi anak sebagai refleksi kecukupan gizi, merupakan salah

satu parameter yang penting untuk nilai tumbuh kembang fisik anak dan nilai

kesehatan anak tersebut.

Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan

penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau keadaan fisiologik

akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh. Sehingga status gizi dapat

diartikan sebagai ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu,

atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa dkk, 2001)

Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat

dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh.

Page 74: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

59

Status gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang, gizi normal, dan gizi

lebih (Almatsier, 2005).

Status gizi normal merupakan suatu ukuran status gizi dimana terdapat

keseimbangan antara jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh dan energi yang

dikeluarkan dari luar tubuh sesuai dengan kebutuhan individu. Energi yang masuk ke

dalam tubuh dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak dan zat gizi lainnya (Nix,

2005). Status gizi normal merupakan keadaan yang sangat diinginkan oleh semua

orang (Apriadji, 1986).

Status gizi kurang atau yang lebih sering disebut undernutrition merupakan

keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari energi

yang dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi karena jumlah energi yang masuk lebih sedikit

dari anjuran kebutuhan individu (Wardlaw, 2007).

Status gizi menurut Riyadi (1995) dalam Khomsan dkk (2007) adalah keadaan

kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi,

penyerapan dan penggunaan zat-zat gizi makanan. Sedangkan menurut Supariasa dkk

(2002) status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel

tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu.

Status gizi lebih (overnutrition) merupakan keadaan gizi seseorang dimana

jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh lebih besar dari jumlah energi yang

dikeluarkan (Nix, 2005). Hal ini terjadi karena jumlah energi yang masuk melebihi

kecukupan energi yang dianjurkan untuk seseorang, akhirnya kelebihan zat gizi

disimpan dalam bentuk lemak yang dapat mengakibatkan seseorang menjadi gemuk

(Apriadji, 1986).

Page 75: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

60

Bawah Garis Merah (BGM) adalah balita yang ditimbang berat badannya

berada pada garis merah atau dibawah garis merah pada KMS ( Depkes RI,2005).

Jumlah BGM dirinci menurut :

1. Gizi Buruk (BB/U < - 3 SD) atau ada tanda klinis.

2. Gizi Kurang (BB/U < - 2 SD) ( Depkes RI 2003).

2.5.1 Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan

gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif

maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia

(Arisman, 2004).

Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang

diperoleh dengan menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan suatu

populasi atau individu yang memiliki risiko status gizi kurang maupun gizi lebih

(Hartriyanti dan Triyanti, 2007).

Menurut Supariasa dkk (2001), penilaian status gizi dapat dilakukan dengan

dua cara yaitu:

1. Penilaian status gizi secara langsung, dapat dibagi menjadi empat

penilaian yaitu: antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik

2. Penilaian status gizi secara tidak langsung, dapat dibagi tiga yaitu:

survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

1. Penilaian Status Gizi Langsung

a. Antropometri

Page 76: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

61

Antropometri merupakan salah satu cara penilaian status gizi yang

berhubungan dengan ukuran tubuh yang disesuaikan dengan umur dan

tingkat

gizi seseorang. Pada umumnya antropometri mengukur dimensi dan

komposisi tubuh seseorang (Supariasa, 2001). Metode antropometri sangat

berguna untuk melihat ketidakseimbangan energi dan protein. Akan tetapi,

antropometri tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi zat-zat gizi yang

spesifik (Gibson, 2005).

b. Klinis

Pemeriksaan klinis merupakan cara penilaian status gizi berdasarkan

perubahan yang terjadi yang berhubungan erat dengan kekurangan maupun

kelebihan asupan zat gizi. Pemeriksaan klinis dapat dilihat pada jaringan

epitel yang terdapat di mata, kulit, rambut, mukosa mulut, dan organ yang

dekat dengan permukaan tubuh (kelenjar tiroid) (Hartriyanti dan Triyanti,

2007).

c. Biokimia

Pemeriksaan biokimia disebut juga cara laboratorium. Pemeriksaan

biokimia pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi adanya defisiensi

zat gizi pada kasus yang lebih parah lagi, dimana dilakukan pemeriksaan

dalam suatu bahan biopsi sehingga dapat diketahui kadar zat gizi atau

adanya simpanan di jaringan yang paling sensitif terhadap deplesi, uji ini

disebut uji biokimia statis. Cara lain adalah dengan menggunakan uji

gangguan fungsional yang berfungsi untuk mengukur besarnya

Page 77: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

62

konsekuensi fungsional daru suatu zat gizi yang spesifik Untuk

pemeriksaan biokimia sebaiknya digunakan perpaduan antara uji biokimia

statis dan uji gangguan fungsional (Baliwati, 2004).

d. Biofisik

Pemeriksaan biofisik merupakan salah satu penilaian status gizi

dengan melihat kemampuan fungsi jaringan dan melihat perubahan

struktur jaringan yang dapat digunakan dalam keadaan tertentu, seperti

kejadian buta senja (Supariasa, 2001).

2. Penilaian Status Gizi Tidak Langsung

a. Survei Konsumsi Makanan

Survei konsumsi makanan merupakan salah satu penilaian status gizi

dengan melihat jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh individu

maupun keluarga. Data yang didapat dapat berupa data kuantitatif maupun

kualitatif. Data kuantitatif dapat mengetahui jumlah dan jenis pangan yang

dikonsumsi, sedangkan data kualitatif dapat diketahui frekuensi makan dan

cara seseorang maupun keluarga dalam memperoleh pangan sesuai dengan

kebutuhan gizi (Baliwati, 2004)

b. Statistik Vital

Statistik vital merupakan salah satu metode penilaian status gizi

melalui data-data mengenai statistik kesehatan yang berhubungan dengan

gizi, seperti angka kematian menurut umur tertentu, angka penyebab

kesakitan dan kematian, statistik pelayanan kesehatan, dan angka penyakit

Page 78: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

63

infeksi yang berkaitan dengan kekurangan gizi (Hartriyanti dan Triyanti,

2007).

c. Faktor Ekologi

Penilaian status gizi dengan menggunakan faktor ekologi karena

masalah gizi dapat terjadi karena interaksi beberapa faktor ekologi, seperti

faktor biologis, faktor fisik, dan lingkungan budaya. Penilaian berdasarkan

faktor ekologi digunakan untuk mengetahui penyebab kejadian gizi salah

(malnutrition) di suatu masyarakat yang nantinya akan sangat berguna

untuk melakukan intervensi gizi (Supariasa, 2001).

Di masyarakat, cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan

adalah antropometri gizi. Dewasa ini dalam program gizi masyarakat, pemantauan

status gizi anak balita menggunakan metode antropometri, sebagai cara untuk menilai

status gizi.

Antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran

dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain: berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas

dan tebal lemak di bawah kulit.

Terdapat beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu Berat

Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat

Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB).

Indeks BB/U adalah pengukuran total berat badan, termasuk air, lemak, tulang

dan otot. Indeks TB/U adalah perubahan linier, sedangkan LLA (Lingkar Lengan

Atas) adalah pengukuran terhadap otot, lemak, dan tulang pada area yang diukur.

Page 79: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

64

Hasil pengukuran tissue mass (dalam hal ini adalah BB dan LLA) dapat berubah

relatif cepat, naik atau turun tergantung makanan anak dan status kesehatannya. Tapi

diantara keduanya, BB lebih cepat terpengaruh oleh perbedaan konsumsi makanan

sehari-hari dibanding LLA. Sebaliknya, TB perubahannya terjadi perlahan-lahan dan

perbedaannya dapat diukur setelah beberapa waktu lamanya (Aritonang, 1996).

1. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Untuk anak, pada umumnya pengukuran berat badan menurut umur (BB/U)

merupakan cara standar yang digunakan untuk pertumbuhan. Berat badan adalah

salah satu parameter yang sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan ang

mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan,

atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah parameter

antropometri yang sangat labil, oleh sebab itu indeks BB/U lebih menggambarkan

status gizi seseorang saat ini.

Kelebihan indeks BB/U antara lain:

1. Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum

2. Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis

3. Berat badan dapat berfluktuasi

4. Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil

5. Dapat mendeteksi kegemukan (over weight)

Kelemahan Indeks BB/U antara lain:

1. Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat

edema maupun asites

Page 80: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

65

2. Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak dibawah

usia lima tahun

3. Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti pengaruh pakaian

atau gerakan anak pada saat penimbangan.

2. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan

pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan

pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif

kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek.

Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang

relatif lama.

Berdasarkan karakteristik di atas, maka indeks ini menggambarkan status gizi

masa lalu. Menurut Bealon dan Bengoa (1973) yang dikutip dari Ellyana menyatakan

bahwa indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga

erat kaitannya dengan status sosial ekonomi.

Keuntungan Indeks TB/U

1. Baik untuk menilai status gizi masa lampau

2. Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa.

Kelemahan Indeks TB/U

1. Tinggi badan tidak cepat naik bahkan tidak cepat turun.

2. Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak,

sehingga diperlukan dua orang untuk melakukannya.

3. Ketepatan umur sulit didapat.

Page 81: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

66

3. Berat Badan Menurut Panjang Badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam

keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi

badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik

untuk menilai status gizi saat kini (sekarang). Indeks BB/TB adalah merupakan

indeks yang independen terhadap umur.

Keuntungan indeks BB/TB:

1. Tidak memerlukan data umur

2. Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal dan kurus)

Kelemahan indeks BB/TB:

1. Tidak dapat memberikan gambaran, apakah anak tersebut pendek,

cukup tinggi badan atau kelebihan tinggi badan menurut umurnya,

karena faktor umur tidak dipertimbangkan

2. Dalam praktek sering mengalami kesulitan dalam melakukan

pengukuran panjang/tinggi badan pada akelompok balita

3. Membutuhkan dua macam alat ukur

4. Pengukuran relatif lebih lama

2.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

Menurut Call dan Lavinson (1871) dalam Hasanudin (2001) faktor-faktor

yang menimbulkan masalah gizi dipengaruhi langsung oleh faktor konsumsi makanan

dan kesehatan seseorang. Dan kedua faktor tersebut dipengaruhi oleh kandungan zat

gizi dalam makanan; ada tidaknya program pemberian makanan diluar keluarga; daya

beli keluarga; kebiasaan makan; upaya pemeliharaan kesehatan; dan lingkungan fisik

Page 82: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

67

serta sosial. Senada dengan hal itu, Paryanto (1996) yang dikutip Anonim (2008)

mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi status gizi adalah faktor langsung

seperti asupan makan dan penyakit infeksi. Latar belakang terjadinya faktor tersebut

adalah ekonomi keluarga, produksi pangan, kondisi perumahan, ketidaktahuan dan

pelayanan kesehatan yang kurang baik.

Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup

zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan

fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat

setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu

atau lebih zat-zat gizi esensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat

gizi dalam jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksis atau

membahayakan. Konsumsi makanan oleh keluarga atau oleh individu bergantung

pada jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga, dan

kebiasaan makan secara perorangan. Hal ini bergantung pula pada pendapatan,

agama, adat istiadat, pendidikan dan jumlah anggota keluarga (Almatsier, 2004).

Timbulnya gizi kurang bukan saja karena makanan yang kurang tetapi juga

karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering

diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya anak

yang makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah,

sehingga mudah diserang penyakit infeksi, kurang nafsu makan dan akhirnya mudah

terkena gizi kurang (Soekirman, 2000). Sehingga disini terlihat interaksi antara

konsumsi makanan yang kurang dan infeksi merupakan dua hal yang saling

mempengaruhi.

Page 83: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

68

Menurut UNICEF (1998) dalam Husin (2008) akar masalah gizi adalah terjadi

krisis ekonomi, politik dan sosial dalam masyarakat, sehingga menyebabkan

terjadinya permasalahan kekurangan pangan, kemiskinan dan tingginya angka inflasi

dan pengangguran. Sedangkan pokok masalahnya dimasyarakat adalah kurangnya

pemberdayaan wanita, sumber daya manusia, rendahnya tingkat pendidikan,

pengetahuan dan keterampilan.

Sedangkan yang menjadi penyebab tidak langsung yaitu tidak cukup

persediaan pangan, pola pengasuhan anak yang tidak memadai, serta Sanitasi

lingkungan, air bersih, Pelayanan Kesehatan yang tidak memadai. Rendahnya

ketahanan pangan rumah tangga, pola asuh anak yang tidak memadai, kurangnya

sanitasi lingkungan serta pelayanan kesehatan yang tidak memadai merupakan tiga

faktor yang saling berhubungan. Makin tersedia air bersih yang cukup untuk keluarga

serta makin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan dan sarana kesehatan,

ditambah dengan pemahaman ibu tentang kesehatan, makin kecil resiko anak terkena

penyakit dan kekurangan gizi (Husin, 2008).

Sedangkan penyebab mendasar atau akar masalah gizi di atas adalah

terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial termasuk bencana alam, yang

mempengaruhi ketidak-seimbangan antara asupan makanan dan adanya penyakit

infeksi, yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita (Soekirman, 2000).

Page 84: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

69

Gambar2.1

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

Sumber: UNICEF (1998) dalam Husin (2008)

STATUS GIZI

Infeksi Penyakit Asupan gizi

Pola asuh anak tidak memadai

Sanitasi lingkungan, air bersih, Pel Kes

yang tidak

Tidak cukup persediaan

pangan

Kurang pendidikan, pengetahuan, keterampilan ibu

Kurang pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang pemanfaatan sumber

daya manusia

Kerisi ekonomi langsung

Page 85: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

70

BAB III

KERANGKA PIKIR DANDEFINISI ISTILAH

3.1 Kerangka Pikir

Seperti landasan teoritis yang telah dijelaskan dalam tinjauan pustaka, dapat

diketahui bahwa akar masalah gizi menurut UNICEF (1998) dalam Husin (2008),

adalah terjadi krisis ekonomi, politik dan sosial dalam masyarakat, sehingga

menyebabkan terjadinya permasalahan kekurangan pangan, kemiskinan dan tingginya

angka inflasi dan pengangguran. Sedangkan pokok masalahnya dimasyarakat adalah

kurangnya pemberdayaan wanita, sumber daya manusia, rendahnya tingkat

pendidikan, pengetahuan dan keterampilan. Hal ini erat kaitannya dengan perawatan

ibu yang tidak adekuat.Perilaku ibu yang kurang baik terhadap cara pemberian

makanan atau pola asuh makan adalah faktor penting dalam menyebabkan masalah

gizi kurang dan gizi buruk pada anak khususnya anak usia bawah 2 tahun yang

asupan makanannya masih sangat tergantung pada ASI dan MP-ASI yang disediakan

oleh ibu.

Pola asuh makan pada bayi meliputi pemberian gizi yang cukup dan seimbang

melalui pemberian ASI dan MP-ASI. Memberikan hanya ASI dalam enam bulan

pertama kehidupan bayi adalah yang paling baik dalam memenuhi kebutuhan gizi

Page 86: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

71

bayi, dilanjutkan dengan pemberian MP-ASI yang tepat serta ASI dilanjutkan

pemberiannya sampai usia dua tahun merupakan kunci agar anak dapat tumbuh

kembang secara optimal (Depkes RI, 2006).

Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2005) membagi perilaku

manusia itu ke dalam tiga ranah atau domain yakni: kognitif (cognitive), afektif

(affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangan selanjutnya, teori

Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni menjadi

tiga tingkat ranah perilaku yaitu pengetahuan, sikap dan praktik (tindakan).

(Notoatmodjo, 2005).

Notoatmodjo (2005) menyatakan bahwa perilaku mencakup tiga domain

perilaku yaitu pengetahuan, sikap dan praktik oleh karena itu untuk mengukur

perilaku dan perubahannya, khususnya perilaku kesehatan mengacu pada tiga domain

perilaku yaitu pengetahuan, sikap, dan praktik atau tindakan.

Berdasarkan konsep dari UNICEF (1998) dalam Husin (2008),Depkes RI

(2006) Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2005), dan Notoatmodjo (2005)

yang telah dijelaskan diatas, maka terbentuklah kerangka pikirpada gambar 3.1

berikut ini :

Page 87: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

72

Gambar3.1 Kerangka Pikir Pola Asuh Makan

Pola Pemberian MP-ASI

Pola Pemberian ASI

Status Gizi Anak

Pola Asuh Makan PengetahuanPola

Pemberian ASI

Sikap Pola Pemberian ASI

Praktik Pola Pemberian ASI

PengetahuanPola Pemberian MP-ASI

SikapPola Pemberian MP- ASI

PraktikPola Pemberian MP-ASI

Page 88: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

71

3.2 Definisi Istilah

Tabel 3.1 Definisi Istilah

No Domain Penelitian Definisi Istilah Cara Pengambilan

Data

Alat Ukur Hasil Ukur Sasaran

1 Pola Asuh Makan Pengetahuan, sikap, dan praktik/tindakan ibu dalam upaya pemberian makanan yang meliputi pemberian ASI dan MP-ASI

Wawancara mendalam

Pedoman wawancara mendalam

Perilaku baik atau buruk yang dilihat dari segi pengetahuan, sikap, dan praktik/tindakan ibu dalam upaya pemberian makan pada anak usia 6 sampai 24 bulan.

Ibu baduta gizi kurang

2 Pola Pemberian ASI

Tanggapan atau pendapat, keyakinan dan kecenderungan ibu baduta terhadap pola pemberian ASI (pengetahuan, sikap dan praktek komposisi dan manfaat ASI, waktu/usia pemberian ASI pertama kali, Frekuensi pemberian ASI, lama pemberian ASI, dan usia penyapihan.)

Wawancara mendalam

Pedoman wawancara mendalam

Sikap baik atau buruk terkait pemberian ASI (komposisi dan manfaat ASI, waktu/usia pemberian ASI pertama kali, Frekuensi pemberian ASI, lama pemberian ASI, dan usia penyapihan).

Ibu baduta gizi kurang

3 Pengetahuan pola pemberian ASI

Pemahaman atau apa yang diketahui ibu bayi tentang komposisi dan manfaat air susu ibu (ASI) yang diberikan selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain

Wawancara mendalam

Pedoman wawancara mendalam

Mengetahui atau tidak mengetahui tentang komposisi dan manfaat apa saja yang terkandung dalam air susu ibu (ASI), waktu/usia yang tepat

Ibu baduta gizi kurang

Page 89: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

72

seperti susu formula, jeruk, madu, air teh dan air putih,mengenai waktu/usia pemberian ASI pertama kali, frekuensi pemberian ASI, lama pemberian ASI dan Usia penyapihan

untuk pemberian ASI pertama kali, berapa kali frekuensi pemberian ASI dalam sehari, berapa lama waktu yang diperlukan untuk pemberian ASI dalam sehari dan kapan usia yang tepat untuk melakukan penyapihan.

4 Sikap pola pemberian ASI

Tanggapan atau pendapat, keyakinan dan kecenderungan ibu bayi terhadap pemberian ASI (waktu pemberian ASI pertama kali, frekuensi pemberian ASI, porsi pemberian ASI, jenis ASI, cara pembuatan ASI dan cara pemberian ASI)

Wawancara mendalam

Pedoman wawancara mendalam

Sikap baik atau buruk terkait pemberian MP-ASI (waktu pemberian ASI pertama kali, frekuensi pemberian ASI, porsi pemberian ASI, jenis ASI, cara pembuatan ASI dan cara pemberian ASI)

Ibu baduta gizi kurang

5 Praktik pola pemberian ASI

Cara atau hal-hal apa saja yang dilakukan ibu terkait komposisi dan manfaat air susu ibu (ASI) yang diberikan selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh dan air putih,mengenai waktu/usia pemberian ASI pertama kali, frekuensi pemberian ASI, lama

Wawancara mendalam

Pedoman wawancara mendalam

Ada atau tidak hal-hal terkait komposisi dan manfaat air susu ibu (ASI) yang diberikan selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh dan air putih,mengenai waktu/usia pemberian ASI pertama kali, frekuensi pemberian

Ibu baduta gizi kurang

Page 90: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

73

pemberian ASI dan Usia penyapihan

ASI, lama pemberian ASI dan Usia penyapihan

6 Pola Pemberian MP-ASI

Tanggapan atau pendapat, keyakinan dan kecenderungan ibu baduta terhadap pemberian MP-ASI (waktu pemberian MP-ASI pertama kali, frekuensi pemberian MP-ASI, porsi pemberian MP-ASI, jenis MP-ASI, cara pembuatan MP-ASI dan cara pemberian MP-ASI)

Wawancara mendalam

Pedoman wawancara mendalam

Sikap baik atau buruk terkait pemberian MP-ASI (waktu pemberian MP-ASI pertama kali, frekuensi pemberian MP-ASI, porsi pemberian MP-ASI, jenis MP-ASI, cara pembuatan MP-ASI dan cara pemberian MP-ASI)

Ibu baduta gizi kurang

7 Pengetahuan pola pemberian MP-ASI

Tanggapan atau pendapat, keyakinan dan kecenderungan ibu baduta terhadap pola pemberian MP-ASI ((waktu pemberian MP-ASI pertama kali, frekuensi pemberian MP-ASI, porsi pemberian MP-ASI, jenis MP-ASI, cara pembuatan MP-ASI dan cara pemberian MP-ASI)

Wawancara mendalam

Pedoman wawancara mendalam

Sikap baik atau buruk terkait pemberian MP-ASI (waktu pemberian MP-ASI pertama kali, frekuensi pemberian MP-ASI, porsi pemberian MP-ASI, jenis MP-ASI, cara pembuatan MP-ASI dan cara pemberian MP-ASI)

Ibu baduta gizi kurang

8 Sikap pola pemberian MP-ASI

Tanggapan atau pendapat, keyakinan dan kecenderungan ibu bayi terhadap pemberian MP-ASI (waktu pemberian MP-ASI pertama kali,

Wawancara mendalam

Pedoman wawancara mendalam

Sikap baik atau buruk terkait pemberian MP-ASI (waktu pemberian MP-ASI pertama kali, frekuensi pemberian MP-ASI, porsi pemberian

Ibu baduta gizi kurang

Page 91: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

74

frekuensi pemberian MP-ASI, porsi pemberian MP-ASI, jenis MP-ASI, cara pembuatan MP-ASI dan cara pemberian MP-ASI)

MP-ASI, jenis MP-ASI, cara pembuatan MP-ASI dan cara pemberian MP-ASI)

9 Praktik pola pemberian MP-ASI

Praktik atau cara-cara apa saja yang dilakukan ibu bayi mengenai pemberian MP-ASI (waktu pemberian MP-ASI pertama kali, frekuensi pemberian MP-ASI, porsi pemberian MP-ASI, jenis MP-ASI, cara pembuatan MP-ASI dan cara pemberian MP-ASI)

Wawancara mendalam

Pedoman wawancara mendalam

Ada atau tidak hal-hal yang dilakukan terkait pemberian MP-ASI (waktu pemberian MP-ASI pertama kali, frekuensi pemberian MP-ASI, porsi pemberian MP-ASI, jenis MP-ASI, cara pembuatan MP-ASI dan cara pemberian MP-ASI)

Ibu baduta gizi kurang

10 Status gizi Anak Keadaan gizi anak yang dinilai dari pengukuran antropometri berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U), PB/U dan BB/PB yang tercatat dalam kartu menuju sehat (KMS) kemudian dibandingkan dengan standar baku WHO-NCHS.

Mengukur berat badan dengan menggunakandacin dan panjang badan dengan SECA atau microtoice.Dan penilaian status gizi berdasarkan z-score BB/U, PB/U, dan BB/PB dibandingkan dengan WHO-NCHS

Timbangan berat badandacin dan microtoice serta kartu menuju sehat (KMS)

Peningkatan status gizi, tidak ada perubahan status gizi, atau penurunan status gizi yang dialami baduta setelah dilakukan penimbangan kemudian dibandingkan dengan hasil yang tercatat dalam kartu menuju sehat (KMS)

Ibu baduta gizi kurang

Page 92: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

75

Page 93: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

76

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif tentang gambaran pola

asuh makan pada baduta gizi kurang. Metode pengumpulan data yang digunakan

adalah wawancara, pengamatan atau observasi serta pemanfaatan data-data

puskesmas. Menurut Bogdan dan Taylor (1975) dalam Moleong (2010),

penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

Pendekatan kualitatif diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik

(utuh) serta untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang suatu hal.

Sedangkan menurut penulis buku penelitian kualitatif lainnya Denzim dan

Lincoln (1987), penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar

alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan jalan

melibatkan berbagai metode yang ada. Dari segi pengertian ini, para penulis

masih tetap mempersoalkan latar alamiah dengan maksud agar hasilnya dapat

digunakan untuk menafsirkan fenomena dan yang dimanfaatkan untuk penelitian

kualitatif adalah berbagai macam metode penelitian.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan mulai dari bulan Agustus sampai

Desember tahun 2012 di wilayah kerja Puskesmas Sukamulya, Kabupaten

Tangerang Provinsi Banten.

Page 94: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

77

Lokasi penelitian merupakan tempat dilaksanankannya kegiatan

penimbangan dan pemantauan status gizi bayi dan balita, konseling gizi kepada

ibu bayi dan balita yang memiliki anak dengan status gizi kurang maupun status

gizi buruk. Lokasi penelitian ini disebut dengan istilah klinik gizi puskesmas.

Kegiatan ini dilakukan setiap seminggu sekali yaitu pada hari senin dimana ibu

bayi dan balita yang memiliki masalah gizi seperti gizi kurang maupun gizi buruk

datang untuk mendapatkan konseling gizi dan memperoleh makanan tambahan

yang disediakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten yang biasanya berupa biskuit,

susu, bubur bayi, dan lainnya. Selain itu, penelitian ini juga dilakukan di rumah

orangtua yang memiliki anak bayi dengan status gizi kurang.

4.3 Informan Penelitian

Pengambilan informan dalam penelitian ini didasarkan pada suatu

pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti berdasarkan ciri-ciri atau sifat-

sifat informan yang sudah diketahui sebelumnya (Baum, 1998). Infoman dalam

penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu informan utama dan informan pendukung :

1. Informan Utama

Informan utama merupakan objek utama dalam penelitian ini, yaitu ibu

yang memiliki anak dengan status gizi kurang yang berusia dibawah dua tahun

(Baduta).

2. Informan Pendukung

Informan pedukung merupakan informan yang secara langsung terlibat

dalam kegiatan pemberian makanan dan pemantauan status gizi baduta yang

terdiri dari :

a. Keluarga bayi yang turut serta dalam kegiatan pemberian makan bayi.

Page 95: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

78

b. Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) Puskesmas Sukamulya yang terlibat

langsung dalam pelaksanaan kegiatan penimbangan BB dan TB anak.

4.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi:

1. Pedoman wawancara mendalam

2. Pedoman observasi

3. Alat perekam

4. Buku catatan

5. Alat tulis

4.5 Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan latar tertutup

dimana hubungan peneliti dengan informan perlu akrab (Loftland, 1984 ) dengan

menjamin kerahasiaan informan yang diwawancarai (Moleong, 1991). Teknik

pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik yaitu

wawancara mendalam, observasi dan studi dokumen. Berikut penjelasan masing-

masing teknik:

1. Wawancara mendalam

Wawancara dilakukan secara langsung oleh peneliti dengan menggunakan

pedoman wawancara yang telah disusun terlebih dahulu.

2. Observasi

Observasi dilakukan dengan cara mengamati langsung praktek pemberian

MP-ASI terutama dalam hal komposisi dan porsi pemberian MP-ASI.

Page 96: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

79

4.6 Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif yang dikembangkan

atau lebih dikenal dengan analisis interaktif (interactive models of analysis).

Analisis interaktif ini terdiri dari tiga komponen utama, yaitu reduksi data,

penyajian data dan penarikan kesimpulan yang dilakukan dalam bentuk interaktif

dengan proses pengumpulan data sebagai suatu siklus (Milles dan Hubberman,

1992).

Tiga komponen tersebut adalah sebagai berikut:

1. Reduksi data

Merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,

pengabstraksian dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis

(fieldnote) di lapangan dengan memfokuskan data yang relevan melalui

pemisahan data, mempertegas data, membuang hal yang tidak penting dan

mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan.

2. Penyajian data

Merupakan suatu kegiatan dengan adanya penyajian bagi data kualitatif

dalam bentuk kolom, tabel, maupun deskripsi. Susunan penyajian data yang baik

dan jelas sistematikanya sangatlah diperlukan untuk melangkah pada tahapan

penelitian kualitatif selanjutnya.

3. Penarikan kesimpulan

Penarikan kesimpulan dapat dilakukan berdasarkan hasil penelitian dengan

memperhatikan hasil wawancara, observasi dan studi dokumen (berupa data-data

awal yang belum siap digunakan dalam analisis), setelah data tersebut direduksi

dan disajikan.

Page 97: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

80

4.7 Validasi Data

Dalam penelitian ini untuk mendapatkan data yang valid maka dilakukan

triangulasi sumber dan triangulasi metode. Triangulasi sumber dilakukan dengan

mencari sumber data dari dua jenis informan, yaitu informan utama dan informan

pendukung. Triangulasi metode dilakukan dengan menggunakan dua metode

pengumpulan data, yaitu dengan metode wawancara dan pengamatan / observasi

Tabel 4.1 Sumber dan Metode Pengambilan Data

No Domain Penelitian Sumber Metode 1 Pengetahuan pemberian ASI Informan utama (Ibu

baduta gizi kurang) Wawancara mendalam

2 Sikap Pemberian ASI Informan utama (Ibu baduta gizi kurang)

Wawancara mendalam

3 Praktek Pemberian ASI Informan utama (Ibu baduta gizi kurang) dan informan pendukung (Keluarga baduta gizi kurang)

Wawancara mendalam

4 Pengetahuan Pemberian MP-ASI

Informan utama (Ibu baduta gizi kurang)

Wawancara mendalam

5 Sikap Pemberian MP-ASI Informan utama (Ibu baduta gizi kurang)

Wawancara mendalam

6 Praktek Pemberian MP-ASI Informan utama (Ibu baduta gizi kurang) dan informan pendukung (Keluarga baduta gizi kurang)

Wawancara mendalam dan observasi

Page 98: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

81

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

5.1.1 Profil Puskesmas Sukamulya Kabupaten Tangerang Tahun 2012

Puskesmas Sukamulya terletak di sebelah barat Kabupaten Tangerang tepatnya di

Kp. Palis Tegal Ds. Kaliasin Kecamatan Sukamulya. Puskesmas Sukamulya

dibangun diatas tanah seluas 1600m2 dengan luas bangunan 400m2. Sebelah barat

berbatasan dengan tempat pemakaman umum (TPU) , sebelah timur dan utara

dengan pemukiman penduduk, serta sebelah selatan dengan jalan raya kronjo.

Secara administrasi wilayah kerja Puskesmas Sukamulya terdiri dari 8 (delapan)

desa yaitu Desa Sukamulya, Desa Kaliasin, Desa Parahu, Desa Merak, Desa

Bunar, Desa Benda, Desa Buniayu dan Desa Kubang.

Wilayah Kecamatan Sukamulya berbatasan dengan :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kronjo

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kemiri dan Kecamatan

Rajeg

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Balaraja dan Kecamatan

Jayanti

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kresek

Berdasarkan profil Puskesmas Sukamulya tahun 2012 diketahui jumlah

penduduk di wilayah kerja Puskesmas Sukamulya sebanyak 59.359 jiwa yang

terdiri dari penduduk berjenis kelamin laki-laki 27.832 jiwa (46,9%) dan

penduduk berjenis kelamin perempuan 31.527 jiwa (51,3%). Dengan komposisi

Page 99: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

82

penduduk usia produktif sebanyak 31.013 jiwa (52,3%), penduduk berusia 0-4

tahun atau balita sebanyak 5.753 jiwa (9,7%), penduduk berusia 5-14 tahun

sebanyak 13.816 jiwa (23,3 %) dan penduduk usila (>60 tahun) sebanyak 2.932

jiwa (4,9 %). Jumlah penduduk miskin di Kecamatan Sukamulya tahun 2011

sebanyak 34.432 (58,01%) dari jumlah penduduk. Jumlah penduduk miskin

mengalami peningkatan dari tahun 2010. Jika dilihat dari jumlah penduduk tiga

tahun terakhir, jumlah penduduk miskin berbanding lurus dengan pertambahan

penduduk. Dengan bertambahnya jumlah penduduk maka jumlah penduduk

miskin juga bertambah. (Data Puskesmas, 2011).

Tingkat pendidikan penduduk di wilayah kerja Kecamatan Sukamulya

sebagian besar masih tingkat SLTP/MTs yaitu sebesar 12,08%, SLTP/MTs

sebesar 11,2 %, SD/MI sebesar 10,4% dan tidak/belum pernah sekolah sebesar

8,04%, sedangkan tidak/belum tamat SD sebesar 5,7% dan perguruan tinggi

sebesar 3,9% (Data Puskesmas, 2011).

5.1.2 Gambaran Umum Program Perbaikan Gizi di Puskesmas Sukamulya

Pelaksanaan kegiatan semua program perbaikan gizi di Puskesmas

Sukamulya terus diupayakan semaksimal mungkin karena ini merupakan

indikator keberhasilan program gizi secara keseluruhan. Program-program

perbaikan gizi yang sudah dijalankan antara lain : Pemberian vitamin A dosis

tinggi yang bertujuan untuk mencegah terjadinya KVA, Distribusi zat besi (Fe),

Pemantauan status gizi dan bulan penimbangan balita, Pemberian makanan

tambahan, pemantauan garam beryodium, pos gizi balita, dan konseling gizi.

Konseling gizi merupakan kegiatan penyuluhan perorangan maupun

kelompok dengan tatap muka yang dilakukan dalam upaya perbaikan dan

Page 100: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

83

peningkatan status gizi dengan sasaran ibu balita gizi buruk atau bawah garis

merah (BGM), gizi kurang dan balita yang selama 2 kali dilakukan penimbangan

tidak mengalami kenaikan BB (2T). Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan agar

balita yang mengalami gizi buruk mengalami perubahan status gizi menjadi baik,

yang berstatus gizi kurang dan 2T tidak sampai berlanjut ke status gizi buruk.

Konseling gizi adalah kegiatan dukungan dan layanan bagikeluarga agar

dapat mencegah dan mengatasi masalah gizi (gizi kurangdan gizi buruk) anggota

keluarganya. Konseling gizi dilakukan dengancara memberikan perhatian,

menyampaikan pesan, menyemangati,mengajak,memberikan pemikiran/solusi,

menyampaikan layanan/bantuan,memberikan nasihat, merujuk, menggerakkan

dan bekerjasama.

Kegiatan konseling gizi di klinik gizi Puskesmas Sukamulya melibatkan

Bidan Desa dan Kader-kader posyandu dengan cara merujuk ibu balita yang

mengalami masalah gizi untuk datang ke klinik gizi dan mengikuti konseling gizi

yang dilakukan bersama dengan tenaga pelaksana gizi (TPG) yang bertugas di

Puskesmas Sukamulya. Kegiatan ini dilakukan rutin setiap satu minggu sekali

tepatnya pada hari senin di klinik gizi Puskesmas Sukamulya. TPG yang bertugas

di klinik gizi Puskesmas Sukamulya terdiri dari satu orang tenaga kesehatan yang

berpengalaman dalam masalah gizi.

5.2 Karakteristik Informan

Dalam penelitian ini jumlah keseluruhan informan sebanyak 16 orang

yang terdiri dari 7 orang informan utama, 7 orang informan pendukung dari

keluarga ibu baduta gizi kurang yang terlibat dalam pemberian makanan serta 2

orang informan pendukung dari staf Puskesmas pemegang program perbaikan gizi

Page 101: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

84

yang salah satunya merupakan tenaga pelaksana gizi (TPG) di Puskesmas

Sukamulya.

Data karakteristik informan diperoleh dari hasil wawancara yang

meliputi : nama, umur, usia menikah, pekerjaan, agama, pendidikan terakhir,

pendidikan suami, pekerjaan suami, pendapatan keluarga, jumlah anggota

keluarga, jumlah balita dalam keluarga dan alamat informan. Sedangkan data anak

meliputi : nama anak, umur, jenis kelamin, berat badan dan panjang badan anak.

Pengumpulan data status gizi anak baduta dilakukan dengan cara

melakukan penimbangan berat badan yang menggunakan dacin dan pengukuran

panjang badan dengan menggunakan microtoise dan dilakukan dengan metode

antropometrimenggunakan indeks berat badan menurut umur (BB/U) dan berat

badan menurut panjang badan (BB/PB). Selanjutnya dibandingkan dengan standar

WHO-NCHS.

5.2.1 Informan Utama

Informan utama dalam penelitan ini adalah ibu yang memiliki anak

gizi kurang yang berusia dibawah dua tahun (Baduta). Informan utama ini terdiri

dari 7 orang informan. Ke-tujuh orang informan ini didapatkan berdasarkan hasil

validasi data gizi buruk yang dilakukan Puskesmas Sukamulya pada bulan

Agustus tahun 2012 terhadap 33 balita di wilayah kerja Puskesmas Sukamulya.

Berdasarkan data awal balita yang dijadikan informan dalam penelitian ini

termasuk dalam balita dengan status gizi buruk tetapi setelah dilakukan validasi

data dengan cara melakukan pengukuran BB dan TB dan dibandingkan dengan

standar baku WHO-NCHS di masing-masing kelurahan diperoleh hasil bahwa

Page 102: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

85

sebagian besar anak tidak sampai berstatus gizi buruk atau masih berada pada

kondisi gizi kurang.

Dari 33 jumlah kasus gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas

Sukamulya 26 orang masih berstatus gizi kurang. Dan dari 26 balita yang

berstatus gizi kurang 7 orang berusia dibawah 2 tahun (Baduta) sehingga

berdasarkan hasil inilah penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 7 orang

informan utama. Karakteristik ibu baduta tersebut tersaji dalam bagan berikut :

Tabel 5.1 Karakteristik Ibu Baduta Gizi Kurang di Wilayah Kerja Puskesmas

Sukamulya Tahun 2012 Karakteristik A J K R A S R Umur 35 Tahun 25 Tahun 37 Tahun 39 Tahun 29 Tahun 42 Tahun 40 Tahun Pekerjaan Ibu

Rumah Tangga

Ibu Rumah Tangga

Ibu Rumah Tangga

Ibu Rumah Tangga

Ibu Rumah Tangga

Ibu Rumah Tangga

Ibu Rumah Tangga

Agama Islam Islam Islam Islam Islam Islam Islam Pendidikan Terakhir

SLTP SLTA SD SD SLTP Tidak Sekolah

SD

Pekerjaan Suami

Buruh Guru Honorer

Wirausaha

Petani Buruh Petani Petani

Pendidikan Suami

SLTP SI SD Tidak Sekolah

SD SD Tidak Sekolah

Pendapatan Keluarga/Bulan

± 1.300.000

± 500.000 ± 650.000 ± Rp. 500.000

± Rp. 800.000

± Rp. 500.000

± Rp. 750.000

Jumlah Anggota Keluarga

5 Orang 4 Orang 6 Orang 6 Orang 4 Orang 7 Orang 5 Orang

Jumlah Balita Dalam Keluarga

1 Orang 1 Orang 1 Orang 2 Orang 1 Satu 2 Orang 1 Orang

Page 103: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

86

Karakteristik Baduta Gizi Kurang Karakteristik S/A A/J I/K R/R D/A D/S B/R Umur 12 Bulan 23 Bulan 15 Bulan 24 Bulan 19 Bulan 19 Bulan 18 Bulan Anak ke- 1 1 4 4 3 4 3 Jenis Kelamin

Perempuan

Laki-Laki Laki-Laki Laki-Laki Perempuan

Laki-Laki Laki-Laki

Berat Badan Lahir

3,1 Kg 2,7 Kg 3 Kg 3 kg 3.3 kg 2.9 kg 2.7 kg

Berat Badan 6,6 kg 9,1 kg 7,6 kg 8,5 kg 8,3 kg 8,4 kg 8,1 kg Panjang Badan

66,5 cm 79,5 cm 68,5 cm 76 cm 74,7 cm 75,3 cm 76,7 cm

Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 5.1 diatas dapat diketahui bahwa untuk informan A

berumur 35 tahun, menikah pada umur 22 tahun, pendidikan tamat SLTP,

pekerjaan ibu rumah tangga, memiliki suami yang bekerja sebagai buruh pabrik

dengan pendapatan keluarga maksimal Rp.1.300.000,-memiliki 5 anggota

keluarga dalam satu rumah, dan memiliki satu orang bayi dalam keluarga.

Karakteristik baduta yaituS berumur 12 bulan, merupakan anak ketiga dari tiga

bersaudara , berjenis kelamin perempuan yang memiliki berat lahir 3,1 kg, BB 6,6

kg, PB 66,5 cm.

Sedangkan untuk informan J berumur 25 tahun, menikah pada umur 22

tahun, pendidikan tamat SLTA, pekerjaan ibu rumah tangga, pekerjaan suami

sebagai Guru honorer, dengan pendapatan keluarga ± Rp.500.000 per bulan,

memiliki empat anggota keluarga dalam satu rumah, dan memiliki satu orang

balita dalam keluarga. Karakteristik baduta yaitu Aberumur 23 bulan, merupakan

anak pertama, berjenis kelamin laki-laki, memiliki berat lahir 2,7 kg, BB 9,1 kg

dan PB 79,5 cm.Kemudian untuk informan K berumur 37 tahun, menikah pada

umur 18 tahun, pendidikan tamat SD, pekerjaan ibu rumah tangga, pekerjaan

suami sebagai wirausaha, dengan pendapatan keluarga ± Rp.650.000 per bulan,

memiliki 6 anggota keluarga dalam satu rumah, dan memiliki satu orang balita

dalam keluarga. Karakteristikbaduta yaituI berumur 15 bulan, merupakan anak ke

Page 104: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

87

empat dari empat bersaudara, berjenis kelamin laki-laki dengan berat lahir 3 kg,

BB 7,2 kg dan panjang badan 68,5 cm.

Karakteristik informan selanjutnya yaitu ibu baduta gizi kurang berinisial

R berumur 39 tahun, menikah pada umur 16 tahun, pendidikan SD, pekerjaan ibu

rumah tangga, memiliki suami yang bekerja sebagai petani dengan pendapatan

keluarga maksimal Rp.500.000,- memiliki 6 anggota keluarga dalam satu rumah,

dan memiliki satu orang baduta dalam keluarga. Karakteristik baduta yaitu R

berumur 24bulan dan merupakan anak ke-empat, berjenis kelamin laki-laki yang

memiliki berat lahir 3 kg, BB 8,5 kg, PB 76 cm.

Untuk informan A berumur 29 tahun, menikah pada umur 20 tahun,

pendidikan tamat SD, pekerjaan ibu rumah tangga, pekerjaan suami sebagai

buruh, dengan pendapatan keluarga Rp. 800.000 per bulan, memiliki 4 anggota

keluarga dalam satu rumah, dan memiliki satu orang balita dalam keluarga.

Karakteristik baduta gizi kurang yaituD berumur 19 bulan, merupakan anak ke-

dua, berjenis kelamin perempuan, memiliki berat lahir 3,3 kg, BB 8,3 kg dan

panjang badan 74,7 cm.

Sedangkan untuk informan S berumur 42 tahun, menikah pada umur 18

tahun, pendidikan tidak sekolah, pekerjaan ibu rumah tangga, pendidikan suami

SD, pekerjaan suami sebagai petani, dengan pendapatan keluarga ± Rp.500.000

per bulan, memiliki 7 anggota keluarga dalam satu rumah, dan memiliki dua

orang balita dalam keluarga. Karakteristik baduta yaitu D berumur 19 bulan,

merupakan anak ke-lima dari lima bersaudara, berjenis kelamin laki-laki dengan

berat lahir 2,9 kg, BB 8,4 kg dan panjang badan 75,3 cm.

Page 105: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

88

Sedangkan untuk informan utama yang terakhir yaitu R berumur 40 tahun,

menikah pada umur 16 tahun, pendidikan SD, pekerjaan ibu rumah tangga,

pendidikan suami tidak sekolah, pekerjaan suami sebagai petani, dengan

pendapatan keluarga ± Rp.750.000 per bulan, memiliki 5 anggota keluarga dalam

satu rumah, dan memiliki satu orang balita dalam keluarga. Karakteristik baduta

yaitu B berumur 18 bulan, merupakan anak ke-lima dari lima bersaudara, berjenis

kelamin laki-laki dengan berat lahir 2,7 kg, BB 8,1 kg dan panjang badan 76,7

cm.

5.2.2 Informan Pendukung

1. Keluarga Informan Yang Turut Serta Dalam Kegiatan Pemberian

Makan Bayi

Informan pendukung dari keluarga ibu baduta yang mengalami gizi kurang

merupakan keluarga dari informan utama yang terlibat dalam kegiatan

pengasuhan anak terutama kegiatan pemberian makan, berikut adalah karakteristik

keluarga dari bayi gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Sukamulya :

Tabel 5.3 Karakteristik Informan Keluarga Bayi Gizi Kurang Di Wilayah Kerja

Puskesmas Sukamulya Tahun 2012 Karakter E/A A/J K/K E/R L/A K/S K/R Umur 15 Tahun 69 Tahun 14 Tahun 15 Tahun 17 Tahun 14 Tahun 14 Tahun Jenis Kelamin

Perempuan

Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan

Pendidikan

SD Tidak Sekolah

SLTP SD SLTP SLTP SLTP

Pekerjaan - - - - - - - Hubungan dengan Bayi

Kakak Nenek Kakak Kakak Kakak Kakak Kakak

Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 5.3 diatas dapat diketahui karakteristik informan

keluarga ibu baduta yang terlibat dalam kegiatan pengasuhan anak khususnya

kegiatan pemberian makan baduta gizi kurang yaitu terdiri dari informan keluarga

Page 106: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

89

E yang merupakan keluarga informan utama A berumur 15 tahun, berjenis

kelamin perempuan, pendidikan tamat SD, tidak memiliki pekerjaan dan memiliki

hubungan sebagai kakak dari baduta gizi kurang.

Sedangkan untuk informan keluarga A yang merupakan keluarga informan

utama J berumur 69 tahun, berjenis kelamin perempuan, pendidikan tidak sekolah

yang tidak memilki pekerjaan dan memiliki hubungan sebagai nenek dari baduta

gizi kurangatau ibu dari ibu baduta gizi kurang.

Dan untuk informan keluarga K yang merupakan keluarga informan utama

K berumur 14 tahun, berjenis kelamin perempuan, pendidikan tamat SMP, tidak

memiliki pekerjaan dan memiliki hubungan sebagai kakak dari bayi. Kemudian

karakteristik keluarga baduta gizi kurang lainnya yaitu informan keluarga E yang

merupakan keluarga informan utama R berumur 15 tahun, berjenis kelamin

perempuan, pendidikan tamat SD, tidak memiliki pekerjaan dan memiliki

hubungan sebagai kakak dari bayi.

Untuk informan keluarga L yang merupakan keluarga informan utama A

berumur 17 tahun, berjenis kelamin perempuan, pendidikan SLTP yang tidak

memilki pekerjaan dan memiliki hubungan sebagai kakak dari bayi. Dan untuk

informan keluarga K yang merupakan keluarga informan utama S berumur 14

tahun, berjenis kelamin perempuan, pendidikan tamat SLTP, tidak memiliki

pekerjaan dan memiliki hubungan sebagai kakak dari baduta gizi kurang.

Sedangkan informan keluarga yang terakhir yaituL yang merupakan

keluarga informan utama A berumur 17 tahun, berjenis kelamin perempuan,

pendidikan SLTP yang tidak memilki pekerjaan dan memiliki hubungan sebagai

kakak daribaduta gizi kurang.

Page 107: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

90

2. Karakteristik Staf Puskesmas Sukamulya Yang Terlibat Langsung

Dalam Program Perbaikan Gizi Di Klinik Gizi Puskesmas

Informan pendukung yang berasal dari staf Puskesmas terdiri dari dua

orang informan yang terdiri dari satu orang tenaga pelaksana gizi (TPG)

Puskesmas dan satu orang staf Puskesmas yang terlibat dalam program perbaikan

gizi di Puskesmas Sukamulya. Berikut adalah karakteristik TPG Puskesmas dan

staf Puskesmas yang terlibat dalam program perbaikan status gizi di Puskesmas

Sukamulya:

Tabel 5.4 Karakteristik Staf Puskesmas Yang Terlibat Langsung Dalam Program

Perbaikan Gizi Di Klinik Gizi Puskesmas Sukamulya Tahun 2012 Karakteristik H H

Umur 33 Tahun 35 Tahun Pendidikan D1 Kebidanan S1 Kesehatan

Masyarakat Jabatan TPG Staf Program

Anak Lama Bekerja 3 Tahun 2 Tahun

Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 5.4 diatas dapat diketahui bahwa karakteristikstaf

Puskesmasyang terlibat dalam program perbaikan gizi yaitu untuk

informanHberumur 33 tahun, pendidikan D1 Kebidanan, memiliki jabatan sebagai

TPG Puskesmas dan memiliki pengalaman bekerja di Puskesmas Sukamulya

selama tiga tahun.

Sedangkan untuk informan staf Puskesmas H berumur 35 tahun,

pendidikan SI Kesehatan Masyarakat, memiliki jabatan sebagai staf pemegang

program anak yang bertugas di balai pengobatan (BP) anak di Puskesmas

Sukamulya dan memiliki pengalaman bekerja di Puskesmas Sukamulya selama

dua tahun.

Page 108: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

91

5.3 Hasil Penelitian

Hasil penelitian terdiri dari gambaran perilaku informan utama dalam pola

asuh makan yang digambarkan berdasarkan pengetahuan, sikap dan praktiknya

dalam pemberian makan yang meliputi pemberian ASI dan MP-ASI pada bayi

gizi kurang. Hasil penelitian diperoleh melalui wawancara mendalam dengan

informan utama dengan kriteria informan memiliki anak gizi kurang yang berusia

dibawah dua tahun (Baduta).

Untuk memvalidasi data mengenai praktik pola asuh makan yang didapat

dari informan utama, maka dilakukan cross cek data melalui wawancara

mendalam dengan beberapa informan pendukung baik dari informan keluarga

yang ikut serta dalam pemberian makanan maupun informan pendukung dari staf

Puskesmas Sukamulya yang terlibat dalam program perbaikan gizi di klinik gizi

Puskesmas Sukamulya. Selain itu, untuk memvalidasi data dalam penelitian ini

juga diupayakan dengan cara observasi yang dilakukan rata-rata lebih dari dua

kali di rumah informan utama maupun di klinik gizi Puskesmas Sukamulya

karena terdapat intensitas pertemuan setiap satu minggu sekali dengan informan di

klinik gizi Puskesmas Sukamulya yaitu pada hari senin dimana pada hari tersebut

biasanya ibu baduta gizi buruk dan gizi kurang datang untuk melakukan konseling

gizi dengan TPG Puskesmas Sukamulya. Selain itu dilakukan cross cek data antar

informasi yang didapat dari informan utama dengan catatan atau data yang ada di

Puskesmas.

5.3.1 Gambaran Pola Asuh Makan

Pola asuh makan pada baduta meliputi pemberian gizi yang cukup

dan seimbang melalui pemberian ASI dan MP-ASI. Gambaran pola pemberian

Page 109: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

92

ASI meliputigambaran pengetahuan, sikap dan praktik pemberian ASI, komposisi

dan manfaat ASI, waktu/usia pemberian ASI pertama kali, Frekuensi pemberian

ASI, lama pemberian ASI, dan usia penyapihan.

Sedangkan gambaran pola pemberian MP-ASI meliputi gambaran

pengetahuan, sikap, dan praktik pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI)

yang meliputi cara pemberian MP-ASI, waktu/usia pemberian MP-ASI pertama

kali, frekuensi pemberian MP-ASI, komposisi dan porsi MP-ASI, jenis MP-ASI,

serta cara pembuatan MP-ASI yang baik dan tepat untuk anak.

5.3.1.1 Gambaran Pola Pemberian ASI

Pola pemberian ASI yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

gambaran pengetahuan, sikap dan praktik ibu yang memiliki baduta dengan status

gizi kurang terhadap Gambaran pola pemberian ASI meliputigambaran

pengetahuan, sikap dan praktik pemberian ASI, komposisi dan manfaat ASI,

waktu/usia pemberian ASI pertama kali, Frekuensi pemberian ASI, lama

pemberian ASI, dan pengetahuan mengenai usia penyapihan.

1. Pengetahuan Pemberian ASI

Pengetahuan mengenai pemberian ASI meliputi pengetahuan tentang ASI,

komposisi dan manfaat ASI, waktu/usia pemberian ASI pertama kali, Frekuensi

pemberian ASI, lama pemberian ASI, dan usia penyapihan.

Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan informan utama,

didapatkan hanya ada satu orang informan yang memiliki pengetahuan yang baik

tentang ASI dan ASI eksklusif terutama tentang manfaat ASI, Frekuensi

pemberian ASI, lama pemberian ASI, dan usia penyapihan.Sedangkan

pengetahuan tentang komposisi ASI dan waktu yang tepat untuk pemberian ASI

Page 110: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

93

pertama kali hampir keseluruhan informan tidak mengetahui kapan waktu yang

tepat sebaiknya anak di beri ASI pertama kali, hampir semua informan tidak

mengerti apa yang dimaksud dengan kolostrum dan ada lima orang informan yang

menjawab tidak tahu ketika ditanya apa yang dimaksud dengan ASI eksklusif

karna yang mereka ketahui hanya ASI adalah air susu ibu.

Berikut kutipannya:

“Sing arane ASI iku banyu susu sing emane dudu susu botol atau susu dot,

ASI iku ning jerone akeh mengandung vitamin sing bagus genah si bayi,

ari ASI eksklusif iku ASI apa yah?ASI dicampur ya nong?”

(“Yang namanya ASI itu adalah air susu ibu bukan susu botol atau susu

dot yang didalamnya banyak mengandung vitamin yang baik untuk si

bayi, kalau ASI eksklusif itu ASI apa yah? ASI campuran kali ya neng?”)

(Informan A).

“ASI iku ya banyu susu emak, manfa’ate akeh bisa genah kesehatan si

bayi, supaya anak ora gampang kena penyakit,lan lebih praktis daripada

susu botol, ari ASI eksklusif mah disusui sampe 6 bulan”

(“ ASI itu ya air susu ibu, manfaatnya banyak bisa untuk kesehatan bayi

supaya anak tidak mudah sakit dan lebih praktis dibandingkan susu

formula, kalau ASI eksklusif itu disusui sampai 6 bulan) (Informan J).

“ASI mah banyu susu emak, ari ASI eksklusif mah ora weruh nong”

(“ASI itu air susu ibu, kalau ASI eksklusif saya tidak tahu neng”)

(Informan K).

“ASI iku air susu ibu sing bagus genah si bayi”

(ASI itu adalah air susu ibu yang baik untuk bayi)(Informan R )

Page 111: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

94

Sedangkan pengetahuan mengenai usia pemberian ASI pertama kali,

sebagian besar informan berpendapat bahwa pemberian ASI pertama kali yang

tepat ialah setelah tiga hari kelahiran anak. Sebagian besar informan berpendapat

bahwa ASI di hari pertama, hari kedua dan ketiga setelah kelahiran anak tidak

bagus karena berwarna kekuningan dan dianggap kotor. Berikut kutipannya:

“ Telung dina seentase lahiran nong karna banyu susu memiti mah

warnane kuning belok ”

(“Tiga hari setelah melahirkan neng, karna ASI yang pertama kali keluar

warnanya kuning dan kotor”) (Informan A).

“Embuh yah ora pati kelingan, pokone mah begitu banyu susu metu

langsung disedotaken tapi ikugah sing kuning-kuninge mah dibuang dipit

bokan ora teger”

(“ Tidak tahu sudah lupa, pokonya begitu ASI keluar langsung diberikan

kepada bayi tapi itupun dibuang dulu cairan kuningnya (kolostrum)

khawatir tidak baik” (Informan J).

“Biasane mah rong dina seentase lahir karna dina memiti mah biasane

durung metu”

(Biasanya dua hari setelah melahirkan karena hari pertama biasanya ASI

belum keluar”) (Informan K).

Tetapi ada juga informan yang mengetahui kapan sebaiknya ASI pertama

kali diberikan yaitu segera setelah bayi dilahirkan hanya saja menurut informan

ASI nya belum keluar sehingga bayi tidak mau mengisap puting susunya.

Berikut kutipannya :

Page 112: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

95

“Atuh susu mah baguse mah digain langsung tembeke clek tapi ya

berhubung banyu susune ora metu ya si bayine ora gelem nyedot tapi

ya laju tek olesi madu susu kitane supaya dikecropi ning si bayi”

(ASI itu sebaiknya diberikan segera setelah bayi dilahirkan tapi berhubung

karna air susu saya tidak langsung keluar jadi si bayi tidak mau

menghisap puting susu tapi langsung saya olesi madu supaya bayi mau

menghisap susu) (Informan A).

“Atuh lah kitamah semetune banyu susu be ngko gah wis ana banyu

susune mah merengpeng lamun ora disedot ning si bayi”

(Kalau saya mah sekeluarnya air susu saja langsung saya kasih ke si bayi

karna nanti kalau tidak diberikan kepada bayi payudara saya akan

terasa sakit) (Informan R).

“Semetune be lah ari durung metu banyu susune mah digai mangan

gedang tah apatah bokan kelaparan ko anak kita”

(Sekeluarnya air susu aja lah kalau air susunya belum keluar dikasih

makan pisang juga tidak apa-apa daripada anak saya nanti kelaparan)

(Informan R).

Dan mengenai pengetahuan frekuensi pemberian ASI atau seberapa sering

anak diberi ASI dalam sehari rata-rata ibu bayi memberikan ASI kepada anaknya

setiap kali anaknya menangis meminta ASI. Berikut kutipannya:

“Pokone mah unggal anak nangis atuh ya di sosoni”

(“ Pokonya setiap anak menangis ya diberi ASI) (Informan A).

“Pirang balen yah ora keitung, sing jelasmah lamun anak ngelih atau

nangis buru-buru disosoni”

Page 113: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

96

(“Berapa kali yah tidak terhitung pokoknya setiap anak lapar dan

menangis cepat-cepat disusui”) (Informan J).

“Pirang-pirang balen unggal anak pengen nyusu atuh disosoni”

(“Berkali-kali setiap anak pengen nyusu ya kita susui”) (Informan K).

Pengetahuan mengenai lama pemberian ASI atau berapa waktu yang

dibutuhkan setiap kali menyusui rata-rata informan menjawab sampai si bayi

merasa kenyang dan berhenti menangis. Berikut kutipannya :

“Biasane lamun wis wareg mah si bayi laju turu ngko gah ucul dewek”

(“Biasanya kalau sudah kenyang si bayi langsung tertidur nanti juga lepas

sendiri”) (Informan A).

“Atuh sewarege be ko gah wis wareg mah nyusune liren dewek”

(“Ya sampai kenyang nanti juga kalau sudah kenyang berhenti sendiri”)

(Informan J)

“Sampe wareg“

(“Sampai kenyang) (Informan K).

Sedangkan pengetahuan mengenai usia penyapihan hampir semua

informan berpendapat bahwa penyapiha sebaiknya dilakukan sampai anak berusia

2 tahun, tetapi ada satu informan yang berpendapat bahwa anak sebaiknya disapih

sebelum berusia 2 tahun karena kalau sudah lebih dari dua tahun biasanya akan

semakin sulit untuk melakukan penyapihan. Berikut kutipannya :

“Ari kitamah arep sampe rong taun bae lah supaya anak kita pinter lan

ngkone nurut ning wong tua”

(“Kalau saya mau sampe usia 2 tahun aja supaya anak saya pinter dan

nantinya nurut sama orangtua”) (Informan A).

Page 114: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

97

“Biasane mah sampe umur rong tahun yah tapi embuh kih lah saikine wis

pegel nyokoti bae apamaning wis ana untune mah sampe bengkak

kadang”

(“Biasanya sih sampai usia dua tahun tapi tidak tau nih sekarang saja

sudah capek ngegigit terus apalagi sudah ada giginya kadang sampe

bengkak”) (Informan J).

“Umur rong tahun sing bagusmah”

(“Yang bagus sampe usia dua tahun”) (Informan K).

2. Sikap Pemberian ASI

Gambaran sikap pemberian ASI yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah pendapat informan utama dalam hal pentingnya ASI, komposisi dan

manfaat ASI, waktu/usia pemberian ASI pertama kali, Frekuensi pemberian ASI,

lama pemberian ASI, dan usia penyapihan.

Dari hasil wawancara yang dilakukan, seluruh informan berpendapat

bahwa pemberian ASI kepada baduta merupakan hal yang penting dilakukan.

Ketika ditanya alasannya, mereka menjawab karena ASI merupakan makanan

yang lengkap untuk balita dan tidak merepotkan atau lebih praktis dalam

pemberiannya dibandingkan dengan susu formula, serta dapat menjadikan bayi

mereka sehat dan pintar. Berikut kutipannya:

“Penting lah, wong jere bidan gah ASI sing paling bagus lan praktis

dibandingkan susu formula”

(Penting dong, orang kata bidan juga ASI yang paling bagus dan praktis

dibandingkan susu formula) (Informan A).

Page 115: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

98

“Penting nong, lagian ora di gai ASI mah arep digain apa tuku susu botol

larang”

(Penting neng, lagian kalau tidak diberi ASI mau diberi apa beli susu

formula mahal) (Informan J).

“Penting nong, bayi sing ora disosoni mah gampang kena penyakit”

(Penting neng, bayi yang tidak diberi ASI mudah terkena penyakit)

(Informan K).

“Penting nong, ASI mah siji-sijine pepanganan si bayi sing bagus genah

kesehatan lan kecerdasan si bayi”

(Penting neng, ASI itu satu-satunya makanan bayi yang baik untuk

kesehatan dan kecerdasan si bayi)(Informan S ).

“Penting lah, wong wadon mah wis perantine nyosoni ora gelem nyosoni

mah aja dadi wong wadon”

(Penting donk, perempuan mah sudah seharusnya menyusui anaknya kalau

tidak mau menyusui jangan jadi perempuan)(Informan R).

Selain itu hampir seluruh informan berpendapat bahwa sebaiknya

melakukan penyapihan setelah bayi berusia 2 tahun karena mereka beranggapan

bahwa perintah agama yang mereka yakini adalah aturan yang paling bijaksana

dan paling tepat untuk kebaikan ibu dan bayi. Tetapi informan mengemukakan

bahwa itupun tergantung situasi dan kondisi ibu dan bayiartinya kalau ibunya

sehat dan memungkinkan untuk terus memberikan ASI maka ASI akan terus

diberikan sampai anak berusia 2 tahun.

3. Praktek Pemberian ASI

Page 116: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

99

Praktek pemberian ASI yang dimaksud dalam penelitian ini adalah praktik

pemberian ASI yang dilakukan informan utama untuk bayinya, meliputi

pemberian ASI, komposisi dan manfaat ASI, waktu/usia pemberian ASI pertama

kali, Frekuensi pemberian ASI, lama pemberian ASI, dan usia penyapihan.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan informan utama,

didapatkan hasil bahwa sebagian besar informan berpendapat bahwa ASI memang

sebaiknya langsung diberikan kepada bayi segera setelah bayi dilahirkan. Namun

meskipun demikian, pada prakteknya sebagian besar informan mengatakan bahwa

ASI mereka baru keluar setelah tiga hari melahirkan sehingga mereka mengganti

ASI dengan susu formula,madu, dan air putih bahkan ada yang langsung diberi

pisang dan tape singkong sampai ASI mereka keluar. Masalah lain adalah banyak

informan yang tidak memberikan kolostrumnya kepada anak karena mereka

menganggap cairan tersebut kotor dan tidak baik untuk anak.

Selain itu untuk lamanya pemberian ASI, lima informan selalu

memberikan ASI sampai anak merasa kenyang dan berhenti menangis. Tidak ada

batasan waktu untuk lamanya pemberian ASI. Untuk usia penyapihan hampir

semua informan melakukan penyapihan sampai anak berusia dua tahun.

Berdasarkan penelitian diketahui gambaran praktik pemberian ASI pada

ibu baduta gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Sukamulya diketahui satu

orang informan mengaku sudah tidak memberikan ASI sejak bayi berusia empat

bulan karena bayi tidak mau menyusu dengan alasan ASI yang keluar sedikit, dan

beberapa informan lainnya mengaku sudah mulai memberikan makanan selain

ASI seperti buah pisang, tape singkong, madu, dan makanan maupun minuman

lain sejak bayi mereka dilahirkan. Sebagian informan tersebut berpendapat bahwa

Page 117: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

100

anak yang langsung diberi makanan tambahan selain ASI sejak bayi berusia

kurang dari 6 bulan agar bayi tersebut memiliki badan yang kuat dan berisi selain

itu pemberian makanan selain ASI sebelum anak berusia 6 bulan dimaksudkan

agar anak tidak teru menangis karena merasa kelaparan.

Sedangkan frekuensi pemberian ASI menurut sebagian besar informan

tidak bisa memastikan berapa kali dalam sehari karena tidak terhitung mereka

hanya dapat memperkirakan yaitu sebanyak 8-10 kali dalam sehari. Dan waktu

pemberian ASI menurut seluruh informan adalah ketika anak menangis, minta

menyusu, mengantuk atau pada jam biasanya bayi diberikan ASI.

5.3.1.2 Pola Pemberian MP-ASI

Pola pemberian MP-ASI yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

gambaran pengetahuan, sikap dan praktik ibu yang memiliki bayi dengan status

gizi kurang yang ada di wilayah kerja Puskesmas Sukamulya dalam hal

pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI)yang meliputi cara pemberian

MP-ASI, waktu/usia pemberian MP-ASI pertama kali, frekuensi pemberian MP-

ASI, komposisi dan porsi MP-ASI, jenis MP-ASI, serta cara pembuatan MP-ASI

yang baik dan tepat untuk bayi.

1. Pengetahuan Pemberian MP-ASI

Pengetahuan mengenai pemberian MP-ASI meliputi pengetahuan tentang

cara pemberian MP-ASI, waktu/usia pemberian MP-ASI pertama kali, frekuensi

pemberian MP-ASI, komposisi dan porsi MP-ASI, jenis MP-ASI, serta cara

pembuatan MP-ASI yang baik dan tepat untuk bayi.

Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan informan

utama,lima dari tujuh orang informan utama memiliki pengetahuan yang sedikit

Page 118: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

101

terkait MP-ASI. Dari ke lima orang informan tersebut tiga orang diantaranya

berpendapat bahwa MP-ASI adalah makanan pengganti ASI atau yang biasa

disebut PASI.Sedangkan 2 orang informan lain berpendapat bahwa MP-ASI

adalah produk makanan olahan atau bubur yang dijual khusus untuk bayi. Hampir

semua informan menyebutkan merek dagang bubur bayi karena yang mereka tahu

MP-ASI adalah bubur bayi.

Selain itu hampir semua informan tidak mengetahui komposisi MP-ASI

yang tepat untuk diberikan kepada bayi yang mereka ketahui hanya frekuensi

makan anak yaitu tiga kali dalam sehari. Hampir semua informan berpendapat

bahwa anak harus diberi makan sampai bayi merasa kenyang dan menolak untuk

disuapi.

Pengetahuan mengenai cara pembuatan MP-ASI yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah pengetahuan mengenai cara penyiapan dan pengolahan makanan

yang tepat, serta penyajian makanan yang baik bagi baduta. Menurut sebagian besar

informan utama cara pembuatan MP-ASI yang baik adalah bahan makanan dimasak

sampai matang, dengan cara dikukus dan direbus untuk bahan makanan seperti beras,

digoreng untuk bahan makanan sejenis lauk, dan direbus atau ditumis untuk bahan

makanan sejenis sayuran. Selain itu beberapa informan menambahkan bahan

makanan seperti telur. Berikut kutipannya:

2. Sikap Pemberian MP-ASI

Tingkat pengetahuan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku

seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman, dan kejelasan

konsep mengenai objek tertentu (Khomsan dkk, 2007). Hal ini dibuktikan dengan

hasil penelitian yang menunjukkan bahwa informan utama yang memiliki

pengetahuan tidak baik mengenai cara pemberian MP-ASI, resiko pemberian

Page 119: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

102

MP-ASI dini, tujuan MP-ASI, komposisi dan porsi pemberian MP-ASI, syarat-

syarat pemberian MP-ASI, jenis MP-ASI, serta cara pembuatan MP-ASI juga

memiliki sikap yang tidak baik terkait pemberian MP-ASI.

Selain itu informan utama yang memiliki pengetahuan yang buruk

mengenai waktu yang tepat dalam pemberian MP-ASI, ternyata juga

menunjukkan sikap yang buruk mengenai hal tersebut, yang bisa dilihat dari

ketidaksetujuan mereka jika balita hanya diberikan ASI saja sampai usia empat

atau enam bulan.

3. Praktek Pemberian MP-ASI

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa sebagian besar

informan utama memiliki praktik yang secara umum termasuk tidak sesuai dengan

yang seharusnya dilakukan. Hampir semua informan mengaku memberikan MP-

ASI jauh sebelum anak berusia enam bulan, selain itu mereka juga berpendapat

ASI saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi dengan alasan bayi

masih tetap menangis dan rewel meski sudah diberi ASI, sehingga mereka

beranggapan bahwa bayi harus diberi makanan selain ASI supaya tidak rewel dan

menangis.

Selain itu, hampir semua informan menunjukkan praktek yang tidak sesuai

terkait komposisi dan porsi MP-ASI yang diberikan kepada bayi. Hampir semua

informan hanya memberikan makanan pendamping ASI berupa bubur bayi yang

dijual bebas dipasaran, setelah usianya bertambah mereka mengganti makanannya

berupa nasi biasa yang diberi kuah sayur atau kecap.Hal ini dikarenakan tingkat

pendidikan informan yang rata-rata masih rendah yaitu tingkat SD sehingga

memungkinkan tingkat pengetahuan yang dimiliki juga masih sangat rendah.

Page 120: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

103

Sebagaimana menurut pendapat Notoatmodjo (2003), yang mengatakan bahwa

pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang. Selain itu Sanjur (1982) dalam Khomsan dkk

(2007) juga menyatakan bahwa konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh

pengetahuan dan sikap terhadap makanan.

Page 121: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

104

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Pengetahuan Pemberian ASI

Pola asuh makan pada bayi meliputi pemberian gizi yang cukup dan

seimbang melalui pemberian air susu ibu (ASI) dan makanan pendamping ASI

(MP-ASI). Memberikan hanya ASI dalam enam bulan pertama kehidupan bayi

adalah yang paling baik dalam memenuhi kebutuhan gizi bayi, dilanjutkan dengan

pemberian MP-ASI yang tepat serta ASI dilanjutkan pemberiannya sampai usia

dua tahun merupakan kunci agar anak dapat tumbuh kembang secara optimal

(Depkes RI, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya,

dapat diketahui bahwa sebagian besar informan utama memiliki pengetahuan

yang sama hampir di semua aspek pemberian ASI kepada bayi dan baduta.

Terutama dalam pengetahuan terkait ASI eksklusif, ada tiga orang informan

utama yang berpendapat bahwa ASI eksklusif adalah air susu ibu yang diberikan

kepada bayi sampai anak berusia enam bulan. Pendapat ini dianggap kurang tepat

karena menurut WHO, ASI eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa

makanan ataupun minuman selain ASI sampai bayi berusia enam

bulan.Sebelumnya ASI eksklusif (hanya memberikan ASI sebagai makanan bayi)

dianjurkan hingga bayi berumur 4 bulan. Setelah itu bayi diberi makanan

pendamping berupa sari buah dan bubur. Namun sejak tahun 2001, berdasarkan

hasil-hasil penelitian, world health organization (WHO) menganjurkan pemberian

Page 122: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

105

ASI eksklusif hingga bayi berumur 6 bulan. Sedangkan ke empat informan utama

lainnya mengaku tidak tahu mengenai ASI eksklusif.

Sedangkan Ke empat informan lainnya tidak memiliki pengetahuan yang

baik terkait ASI eksklusif. Namun meskipun demikian semua informan utama

sedang atau masih menyusui anaknya pada saat penelitian ini berlangsung.

Permasalahannya adalah hampir semua ibu menyusui yang menjadi informan

dalam penelitian ini tidak memberikan ASI secara eksklusif karena mereka tidak

mengetahu dan mengerti pentingnya manfaat ASI eksklusif bagi pertumbuhan dan

perkembangan anak. Selain itu hal ini dimungkinkan karena kebiasaan-kebiasaan

pola pemberian ASI yang sudah terbentuk sebelumnya. Hal ini bisa dilihat dari

gambaran beberapa informan yang pada dasarnya memiliki pengetahuan yang

cukup tetapi tetap tidak menyusui anaknya secara eksklusif.

Permasalahan lain yang timbul terkait pengetahuan pemberian ASI adalah

mengenai kolostrum, hampir semua informan tidak mengetahui apa yang

dimaksud dengan kolostrum. Mereka juga tidak mengetahui mengenai komposisi

ASI.Namun meskipun demikian beberapa informan utama mengetahui manfaaat

ASI mereka berpendapat bahwa ASI merupakan makanan utama bayi yang

banyak mengandung zat gizi yang penting bagi pertumbuhan dan kesehatan serta

kecerdasan bayi.

Hal ini sesuai dengan hasil-hasil penelitian WHO (1993) yang

berpendapat bahwa ASI merupakan pangan kompleks yang mengandung zat-zat

gizi lengkap dan bahan-bahan bioaktif yang diperlukan untuk tumbuh kembang

dan pemeliharaan kesehatan bayi.Selain itu, hampir semua informan juga

memiliki pengetahuan yang sama baik perihal frekuensi pemberian ASI,

Page 123: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

106

waktu/lamanya pemberian ASI serta usia penyapihan. Mereka berpendapat bahwa

frekuensi pemberian ASI diberikan sesering mungkin atau setiap saat bayi

menginginkan ASI. Mengenai waktu/lamanya pemberian ASI semua informan

utama juga berpendapat bahwa tidak ada batasan waktu pemberian ASI. Hal ini

berarti ASI diberikan ibu setiap saat sampai bayi merasa puas dan kenyang.

Menurut As’ad (2002)bahwa pemberian ASI tidak dibatasi dan dapat diberikan

setiap saat terutama ASI eksklusif.

Pengetahuan mengenai waktu/usia yang tepat pemberian ASI pertama kali

ada empat orang informan utama yang berpendapat bahwa ASI seharusnya

diberikan segera setelah bayi dilahirkan. Ke tiga informan lainnya berpendapat

bahwa waktu pemberian ASI pertama kali ialah tiga sampai lima hari setelah bayi

dilahirkan, hal ini dikarenakan pada hari pertama biasanya ASI belum keluar dan

biasanya ASI masih berwarna kekuningan yang dianggap kotor dan tidak baik

untuk kesehatan bayi.

Hal ini jelas tidak sesuai karena menurut As’ad (2002), bila ibu dan bayi

sehat, ASI hendaknya secepatnya diberikan karena ASI merupakan makanan

terbaik dan dapat memenuhi kebutuhan gizi selama 3 – 4 bulan pertama. ASI yang

diproduksi pada 1 – 5 hari pertama dinamakan kolostrum, yaitu cairan kental yang

berwarna kekuningan. Kolostrum ini sangat menguntungkan bayi karena

mengandung lebih banyak antibodi, protein, mineral dan vitamin A.

6.2 Sikap Pemberian ASI

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya,

dapat diketahui bahwa sebagian besar informan utama secara umum menunjukkan

sikap yang baik terhadap pemberian ASI. Hampir semua informan berpendapat

Page 124: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

107

bahwa ASI itu penting untuk pertumbuhan, kesehatan dan kecerdasan bayi.

Namun meskipun demikian sebagian besar informan utama menunjukkan

sikap yang tidak baik terhadap aspek-aspek yang lain dalam pemberian ASI

kepada bayinya seperti sikap terhadap waktu yangpaling tepat untuk memberikan

ASI pertama kali, sebanyaktiga orang informan utama berpendapat bahwa

pemberian ASI segera setelah bayi dilahirkan dianggap tidak terlalu penting

karena baik hari pertama, hari ke-dua, hari ke-tiga maupun seterusnya dianggap

sama saja asalkan ASI sudah keluar dan berwarna putih susu dan bukan ASI yang

berwarna bening atau kekuningan.

Sedangkan ke empat informan utama lainnya berpendapat bahwa

pemberian ASI pertama kali segera setelah bayi dilahirkan dianggap penting,

tetapi ketika diminta untuk menjelaskan kenapa pemberian ASI segera setelah

dilahirkan dianggap penting dua orang informan tersebut menjawab agar ASI

cepat keluar dan dua orang informan lainnya berpendapat bahwa kalau tidak cepat

diberikan dikhawatirkan bayi tidak mau ASI dan lebih memilih susu formula yang

disediakan oleh bidan.

Informan yang berpendapat bahwa sebaiknya pemberian ASI dilakukan

setelah cairan ASI berwarna putih dan bukan kekuningan seperti cairan kolostrum

karena informan tersebut tidak mengerti bahwa sebenarnya cairan kolostrum

tersebut sangat baik untuk kekebalan tubuh bayi. Hal ini dikarenakan tingkat

pendidikan informan yang rendah. Tingkat pengetahuan akan berpengaruh

terhadap sikap dan perilaku seseorang karena berhubungan dengan daya nalar,

pengalaman, dan kejelasan konsep mengenai objek tertentu (Khomsan dkk, 2007).

Page 125: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

108

Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa

informan utama yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai frekuensi

pemberian ASI dan usia penyapihan ternyata secara umum menunjukkan sikap

yang baik mengenai hal tersebut.

Sikap positif informan tersebut bisa dilihat dari pendapat mereka yang

mengatakan bahwa frekuensi pemberian ASI diberikan setiap saat anak

menginginkan ASI. Selain itu, seluruh informan utama juga menganggap penting

usia penyapihan bayi sampai usia 2 tahun karena yang mereka mengetahui bahwa

ini merupakan perintah agama yang mereka yakini sehingga mereka yakin bahwa

penyapihan yang dilakukan pada usia dua tahun adalah pilihan yang terbaik untuk

bayi.

6.3 Praktek Pemberian ASI

Praktik pemberian ASI yang dilakukan informan secara umum masih

buruk. Hal tersebut dapat dilihat dari kebiasaan sebagian besar informan utama

yang memberikan makanan atau minuman lain selain ASI sebelum bayi berusia

enam bulan. Bahkan ada beberapa informan yang memulai pemberian makanan

atau minuman lain selain ASI sejak bayinya baru dilahirkan. Hal ini dilakukan

dengan alasan hari pertama, hari ke dua bahkan hari ke tiga setelah bayi dilahirkan

ASI belum keluar sehingga dikhawatirkan bayi akan kelaparan jika tidak segera

diberikan makanan atau minuman selain ASI. Jenis makanan atau minuman yang

biasa diberikan selama ASI belum keluar adalah susu formula, madu, atau air

putih.

Hal ini jelas merupakan perilaku yang buruk. Karena menurut Menurut

Suhardjo (1992) pemberian MP-ASI dini mengakibatkan beberapa gangguan atau

Page 126: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

109

masalah kesehatan yaitu : gangguan menyusui, beban ginjal yang terlalu berat

sehingga mengakibatkan hyperosmolitas plasma, alergi terhadap makanan dan

mungkin gangguan terhadap pengaturan selera makan.

Beberapa informan juga mengaku memberikan makanan atau minuman

selain ASI sebelum bayi berusia enam bulan, mereka beralasan ASI saja tidak

cukup karena bayi masih menangis meskipun telah diberi ASI sehingga mereka

berinisiatif untuk memberikan makanan pendamping ASI dini. Jenis makanan

pendamping ASI yang mereka berikan kepada bayi antara lain : Pisang, bubur

bayi, bahkan ada yang memberikan tape singkong padahal usia bayi masih

dibawah tiga bulan. Hal ini jelas bukan merupakan perilaku yang baik karena

dapat merugikan kesehatan bayi. Praktek pemberian ASI kaitannya

dengan usia yang tepat untuk pemberian ASI pertama kali juga masih belum

sesuai karena hampir semua informan tidak memberikan ASInya segara setelah

bayi di lahirkan, bahkan ada sebagian informan yang menganggap cairan yang

pertama kali keluar dari ASI (Kolostrum) tidak baik untuk diberikan kepada bayi

karena mereka menganggapbahwa cairan kolostrum itu kotor dan warnanya tidak

seperti warna air susu pada umumnya sehngga sebagian besar informan

membuang cairan kolostrum tersebut.

penyapihan sudah cukup baik karena hampir semua informan berpendapat bahwa

penyapihan dilakukan sampai bayi berusia dua tahun. Namun demikian ada

beberapa hal terkait praktek pemberian ASI yang belum sesuai dengan yang

seharusnya dilakukan seperti banyak informan yang membuang kolostrum.

Menurut pendapat Pudjiadi (2005), yang mengatakan bahwa ASI pada

lima hari pertama warnanya lebih kuning dan lebih kental, dan dinamakan

Page 127: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

110

kolostrum. Walaupun kolostrum berwarna lain daripada ASI yang dikeluarkan

kemudian, jangan sekali-kali dianggap produk basi, melainkan susu yang bernilai

gizi baik sekali. Disamping mengandung kadar protein tinggi, kolostrum

mengandung banyak zat anti infeksi, hingga baik sekali bagi bayi pada hari-hari

pertama setelah dilahirkan.

Permasalahan lain terkait praktik pemberian ASI adalah ada 2 0rang

informan yang menghentikan pemberian ASI saat bayi masih berusia 2 bulan

karena bayi tidak mau menyusu dengan alasan ASI yang keluar sedikit. Menurut

Pudjiadi (2005), ASI merupakan makanan yang ideal untuk bayi terutama pada

bulan-bulan pertama. ASI mengandung semua zat gizi untuk membangun dan

penyediaan energi dalam susunan yang belum berfungsi baik pada bayi yang baru

lahir, serta menghasilkan pertumbuhan fisik yang optimum.

6.4 Pengetahuan Pemberian MP-ASI

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya

diketahui bahwa hampir keseluruhan informan utama memiliki pengetahuan yang

tidak sesuai terkait cara pemberian MP-ASI, waktu / usia pertama kali pemberian

MP-ASI, resiko pemberian MP-ASI dini, tujuan MP-ASI, komposisi dan porsi

pemberian MP-ASI, syarat-syarat pemberian MP-ASI, jenis MP-ASI, serta cara

pembuatan MP-ASI.

Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan informan utama,

hampir semua informan tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan MP-ASI.

Dari tujuh informan utama hanya dua orang informan yang mengetahui apa yang

dimaksud dengan MP-ASI. Dua orang informan utama tersebut berpendapat

bahwa MP-ASI adalah makanan pendamping ASI dan bukan makanan pengganti

Page 128: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

111

ASI. Hal ini berarti bahwa dalam memberikan makanan pendamping ASI bayi

masih tetap memperoleh ASI dari sang ibu karena MP-ASI hanyalah makanan

pendamping ASI dan bukan makanan pengganti ASI. Sedangkan lima orang

informan utama lainnya memiliki pengetahuan yang sedikit terkait MP-ASI. Dari

ke lima orang informan tersebut tiga orang diantaranya berpendapat bahwa MP-

ASI adalah makanan pengganti ASI atau yang biasa disebut PASI.Sedangkan 2

orang informan lain berpendapat bahwa MP-ASI adalah produk makanan olahan

atau bubur yang dijual khusus untuk bayi. Hampir semua informan menyebutkan

merek dagang bubur bayi karena yang mereka tahu MP-ASI adalah bubur bayi.

Sedangkan pengetahuan mengenai waktu pemberian MP-ASI pertama

kali, empat orang informan berpendapat bahwa waktu pemberian MP-ASI

pertama kali yang tepat adalah pada saat anak tidak berhenti menangis setelah

diberi ASI. Ke empat informan tersebut menganggap bayi masih merasa lapar

meskipun telah diberi ASI sehingga ke empat informan tersebut berinisiatif untuk

memberikan makanan pendamping ASI secara dini. Hal ini dimungkinkan karena

informan tersebut tidak mengetahui resiko apa saja yang dapat ditimbulkan akibat

pemberian MP-ASI dini. Padahal sebenarnya menurut Suhardjo (1992) ada

beberapa akibat kurang baik yang ditimbulkan pemberian MP-ASI dini yaitu :

gangguan menyusui, beban ginjal yang terlalu berat sehingga mengakibatkan

hyperosmolitas plasma, alergi terhadap makanan dan mungkin gangguan terhadap

pengaturan selera makan.

Pengetahuan mengenai tujuan MP-ASI, komposisi dan porsi pemberian

MP-ASI, syarat-syarat pemberian MP-ASI, jenis MP-ASI, serta cara pembuatan

MP-ASI juga tidak banyak diketahui oleh kebanyakan informan. Hampir

Page 129: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

112

kebanyakan informan berpendapat bahwa tujuan pemberian MP-ASI adalah

supaya bayi gemuk dan sehat selain itu ada satu informan yang mengatakan

bahwa tujuan pemberian MP-ASI pada anak adalah supaya anak bisa berlatih

untuk makan atau membiasakan kebiasaan makan. Hal ini hampir sesuai dengan

tujuan pemberian makan pada anak usia 0-24 bulan menurut As’ad(2002) yaitu

untuk mendidik kebiasaan makan anak yang baik serta memberikan zat gizi yang

cukup bagi kebutuhan hidup yaitu untuk pemeliharaan atau pemulihan serta

peningkatan kesehatan, pertumbuhan, perkembangan fisik dan psikomotor serta

melakukan aktivitas fisik.

Pengetahuan mengenai komposisi dan porsi MP-ASI juga tidak banyak

diketahui oleh hampir semua informan utama, mereka berpendapat bahwa yang

terpenting adalah anak diberi makan sampai ia merasa kenyang dan tidak rewel

tanpa diketahui dan diperhatikan komposisi dan porsi yang sesuai dengan

kebutuhan gizi bayi. Selain itu, pengetahuan mengenai syarat-syarat dan jenis

MP-ASI juga tidak banyak diketahui. Hampir semua informan berpendapat bahwa

syarat-syarat pemberian MP-ASI yang terpenting adalah MP-ASI yang diberikan

berupa makanan sehat dan bersih. Tetapi ketika ditanya makanan sehat seperti apa

yang dimaksud informan utama menyebutkan ayam, telur, sayur asem, dan bubur

bayi.

Menurut Depkes RI (2004) makanan untuk anak usia 0-24 bulan harus

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : Memenuhi kecukupan energi dan semua

zat gizi sesuai dengan umur , susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu

seimbang, bahan makanan yang tersedia setempat, kebiasaan makan dan selera

Page 130: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

113

makan, bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima, toleransi dan

keadaan faali anak, memperhatikan kebersihan perorangan dan lingkungan.

6.5 Sikap Pemberian MP-ASI

Tingkat pengetahuan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku

seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman, dan kejelasan

konsep mengenai objek tertentu (Khomsan dkk, 2007). Hal ini dibuktikan dengan

hasil penelitian yang menunjukkan bahwa informan utama yang memiliki

pengetahuan tidak baik mengenai carapemberian MP-ASI, resiko pemberian MP-

ASI dini, tujuan MP-ASI, komposisi dan porsi pemberian MP-ASI, syarat-syarat

pemberian MP-ASI, jenis MP-ASI, serta cara pembuatan MP-ASI juga memiliki

sikap yang tidak baik terkait pemberian MP-ASI.

Selain itu informan utama yang memiliki pengetahuan yang buruk

mengenai waktu yang tepat dalam pemberian MP-ASI, ternyata juga

menunjukkan sikap yang buruk mengenai hal tersebut, yang bisa dilihat dari

ketidaksetujuan mereka jika balita hanya diberikan ASI saja sampai usia empat

atau enam bulan.

6.6 Praktek Pemberian MP-ASI

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa sebagian besar

informan utama memiliki praktik yang secara umum termasuk tidak sesuai dengan

yang seharusnya dilakukan. Hampir semua informan mengaku memberikan MP-

ASI jauh sebelum anak berusia enam bulan, selain itu mereka juga berpendapat

ASI saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi dengan alasan bayi

masih tetap menangis dan rewel meski sudah diberi ASI, sehingga mereka

Page 131: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

114

beranggapan bahwa bayi harus diberi makanan selain ASI supaya tidak rewel dan

menangis.

Selain itu, hampir semua informan menunjukkan praktek yang tidak sesuai

terkait komposisi dan porsi MP-ASI yang diberikan kepada bayi. Hampir semua

informan hanya memberikan makanan pendamping ASI berupa bubur bayi yang

dijual bebas dipasaran, setelah usianya bertambah mereka mengganti makanannya

berupa nasi biasa yang diberi kuah sayur atau kecap.Hal ini dikarenakan tingkat

pendidikan informan yang rata-rata masih rendah yaitu tingkat SD sehingga

memungkinkan tingkat pengetahuan yang dimiliki juga masih sangat rendah.

Sebagaimana menurut pendapat Notoatmodjo (2003), yang mengatakan bahwa

pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang. Selain itu Sanjur (1982) dalam Khomsan dkk

(2007) juga menyatakan bahwa konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh

pengetahuan dan sikap terhadap makanan.

Page 132: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

115

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

1. Gambaran perilaku ibu yang memiliki baduta gizi kurang dalam hal

pemberian ASI dan makanan pendamping ASI (MP-ASI) secara umum

masih buruk karena sebagian besar ibu memiliki pengetahuan, sikap dan

praktik pemberian ASI dan MP-ASI yang tidak buuk.

a. Pengetahuan ibu baduta gizi kurang dalam pemberian ASI yang

meliputi pengetahuan tentang pemberian ASI dan ASI eksklusif,

komposisi dan manfaat ASI dan waktu/usia pemberian ASI pertama

kali termasuk buruk. Meskipun demikian pengetahuan informan

mengenai frekuensi pemberian ASI dan waktu/lamanya pemberian

ASI sudah termasuk baik karena hampir semua ibu baduta memiliki

pengetahuan yang baik dalam hal tersebut.

b. Sikap ibu baduta gizi kurang dalam pemberian ASI yang meliputi

sikap tentang pemberian pemberian ASI dan ASI eksklusif, komposisi

dan manfaat ASI dan waktu/usia pemberian ASI pertama kali

termasuk buruk. Meskipun demikian pengetahuan informan mengenai

frekuensi pemberian ASI dan waktu/lamanya pemberian ASI sudah

termasuk baik karena hampir semua ibu baduta memiliki pengetahuan

yang baik dalam hal tersebut.

c. Praktek ibu baduta gizi kurang dalam pemberian ASI yang meliputi

pemberian ASI dan ASI eksklusif, komposisi dan manfaat ASI dan

Page 133: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

116

waktu/usia pemberian ASI pertama kali termasuk buruk. Meskipun

demikian pengetahuan ibu baduta mengenai frekuensi pemberian ASI

dan waktu/lamanya pemberian ASI sudah termasuk baik karena

hampir semua ibu baduta memiliki pengetahuan yang baik dalam hal

tersebut.

2. Gambaran perilaku ibu baduta gizi kurang dalam pemberian makanan

pendamping ASI (MP-ASI) secara umum masih belum sesuai karena

sebagian besar ibu baduta memiliki pengetahuan, sikap dan praktek

pemberian MP-ASI yang tidak tepat untuk pertumbuhan dan

perkembangan bayi.

a. Pengetahuan ibu baduta gizi kurang dalam pemberian MP-ASI

termasuk buruk karena hampir semua informan tidak mengetahui

banyak hal terkait pemberian MP-ASI terutama mengenai komposisi

dan porsi MP-ASI, waktu pertama kali pemberian MP-ASI, syarat-

syarat MP-ASI, tahapan MP-ASI serta cara membuat MP-ASI yang

tepat. Namun pengetahuan dalam hal frekuensi pemberian MP-ASI

rata-rataibu baduta mengetahui bahwa MP-ASI sebaiknya diberikan 3

kali dalam sehari.

b. Sikap ibu baduta gizi kurang dalam pemberian MP-ASI juga masih

belum sesuai karena hampir semua informan tidak setuju apabila MP-

ASI diberikan setelah bayi berusia enam bulan mereka beranggapan

bahwa ASI saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi.

c. Praktek ibu baduta gizi kurang dalam pemberian MP-ASI juga belum

sesuai karena pada kenyataannya ibu baduta tidak memberikan

Page 134: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

117

makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizi bayi. Mereka hanya

memberikan makanan berupa bubur bayi, tidak ada tambahan lauk

pauk, buah atau sayur.

3. Sebagian besar ibu baduta tidak menerapkan pola asuh makan yang baik

kepada balitanya, yang ditunjukkan dengan perilaku pemberian ASI dan

MP-ASI kepada bayi yang secara umum termasuk tidak sesuai. Hal

tersebut mungkin disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikanibu baduta

serta tingkat pendapatan keluarga yang sangat minim.

7.2 Saran

1. Disarankan kepada Petugas Puskesmas khususnya tenaga pelaksana gizi

(TPG), untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas konseling gizi kepada ibu

balita khususnya ibu baduta yang mengalami masalah gizi.

2. Sebaiknya konseling gizi yang berkaitan dengan pemberian makan dilakukan

dengan menggunakan contoh menu makanan dengan komposisi yang beragam

dan lengkap dengan takaran atau porsi yang harus diberikan, serta frekuensi dan

cara yang tepat dalam menyajikan makanan untuk balita, yang mudah

dimengerti ibu balita sehingga dapat dipraktikkan di rumah.

3. Disarankan kepada Petugas Kesehatan untuk meningkatkan program

penyuluhan kesehatan khususnya penyuluhan terkait masalah pentingnya

pemberian ASI eksklusif dan pemberian MP-ASI yang tepat sesuai dengan

kebutuhan gizi dan usia anak.

4. Disarankan kepada Petugas Kesehatan untuk meningkatkan program perbaikan

gizi dengan upaya pendampingan gizi baik secara individu maupun kelompok

kepada ibu yang memiliki anak dengan status gizi buruk maupun gizi kurang.

Page 135: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

118

5. Sebaiknya Petugas Kesehatan melakukan upaya pendekatan dengan tokoh

masyarakat yang berpengaruh di wilayah setempat dalam rangka upaya

merubah kebiasaan-kebiasaan buruk yang merugikan kesehatan di

masyarakat.

Page 136: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

119

Page 137: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

120

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita, 2004, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Cetakan ke Empat, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. As’ad. S, 2002, Gizi-Kesehatan Ibu dan Anak. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Amalia, Nurfita, 2011, Pola Asuh Anak Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kejayan Kabupaten Pasuruan Tahun 2011. Skripsi FKM UI Jakarta. Almatsier, S. dan Soetardjo, S, dkk, 2011, Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan, PT Gramedia Pustaka utama, Jakarta. CORE, 2003, Buku Panduan Pemulihan yang berkesinambungan Bagi Anak Malnutrisi, Diterjemahkan oleh Project Concern International/PCI- Indonesia. Deddy, 1994, Masalah Program ASI Eksklusif dan Makanan Pendamping ASI, Jakarta. Depkes RI, 2002, Pemantauan Pertumbuhan Anak, Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Depkes RI, Jakarta. ______, 2004, Pedoman Pelaksanaan Pendistribusian dan Pengelolaan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) , Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Depkes RI, Jakarta. ______, 2006, Pedoman Umum Pemberian MP-ASI lokal, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Depkes RI, Jakarta. ______, 2007, Buku Saku Rumah Tangga Sehat dengan PHBS, Pusat Promosi Kesehatan, Depkes RI, Jakarta. ______, 2008, Laporan Hasil RISKESDAS 2007, Depkes RI, Jakarta. ______, 2009, Pedoman Penanganan dan Pelacakan Balita Gizi Buruk, Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Depkes RI, Jakarta. E.Beck, Mary, 2011, Ilmu Gizi dan Diet (Hubungannya dengan Penyakit- Penyakit untuk Perawat & Dokter), Andi Offset, Yogyakarta. Harsiki, Trinabasilih, 2003, Hubungan Pola Asuh Anak dan Faktor Lain Dengan Keadaan Gizi Anak Batita Keluarga Miskin Di Pedesaan dan Perkotaan Propinsi Sumatera Barat Tahun 2002, Tesis Program Pasca Sarjana FKM UI, Depok. Herawati, M.I. Tri Hadiah, 1999, Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan Bagi Balita KEP Terhadap Perubahan Status Gizi Balita di Empat Puskesmas Kabupaten Sidoarjo Tahun 1998, Tesis Program Pasca Sarjana FKM UI, Depok. Husin, Cut Ruhana, 2008, Hubungan Pola Asuh Anak dengan Status Gizi Balita Umur 24-59 Bulan Di Wilayah Terkena Tsunami Kabupaten Pidie Propinsi Nangroe Aceh Darussalam Tahun 2008, Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan. Jahari, A.B. dan Sandjaya, dkk, 2000, Status Gizi Balita di Indonesia Sebelum dan Selama Krisis (Analisis Data Antropometri Susenas 1989 s/d 1999), Jakarta, Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi.

Page 138: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

121

Kartasapoetra dan Marsetyo, 2003, Ilmu Gizi (Korelasi Gizi, Kesehatan dan Produktivitas Kerja), Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Karyadi, Lies Darwin, 1985, Pengaruh Pola Asuh Makan Terhadap Kesulitan Makan Anak Bawah Tiga Tahun (BATITA). Tesis Fakultas Pasca Sarjana IPB, Bogor. Khomsan, Ali, 2000, Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi, Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Khomsan, Ali dan Yayuk Farida, Baliwati. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya. Depok. Khomsan, Ali, Faisal Anwar, dkk, 2007a, Studi Implementasi Program Gizi: Pemanfaatan, Cakupan, Keefektifan dan Dampak Terhadap Status Gizi Balita, Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB, Bogor. ______, dkk, 2007b, Studi Peningkatan Pengetahuan Gizi Ibu dan Kader Posyandu serta Perbaikan Gizi Balita, Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB, Bogor. Kodariyah, Witri, 2010, Gambaran Faktor yang Mempengaruhi Kesulitan Makan Pada Anak Usia Prasekolah (1-3 Tahun) di Wilayah Kerja Puskesmas Bogor Timur Kota Bogor Tahun 2009. Skripsi FKIK KESMAS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Moeleong, Lexy J. 1991, Metode Penelitian Kualitatif, Penerbit PT Remaja Rosadakarya, Bandung. Maryunani, Anik, 2010, Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan, CV. Trans Info Media, Jakarta. Milles dan Hubberman, 1992, Analisis Data Kualitatif, Gramedia, Jakarta. Moehji, Sjahmien, 1988, Pemeliharaan Gizi Bayi dan Balita, Penerbit Bhratara Karya Aksara, Jakarta. ______, 2003, Ilmu Gizi, Penerbit Bhratara Karya Aksara, Jakarta. ______, 2008, Bayi Sehat dan Cerdas Melalui Gizi dan Makanan Pilihan: Panduan Asupan Gizi untuk Bayi dan Balita, Pustaka Mina, Jakarta. Notoatmodjo, Soekidjo, 1993, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan, Andi Offset, Yogyakarta. Nadesul, SH, 2005, Makanan Sehat Untuk Bayi, Puspa Swara, Jakarta. ______, 2003a, Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. ______, 2003b, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. ______, 2004, Metodologi Penelitian Kesehatan, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. ______, 2005, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. ______, 2007, Promosi Keshatan dan Ilmu Perlaku, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. RSCM, & PERSAGI, 1988, Penuntun Diit Anak, PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Rosmana, Dadang, 2003, Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Status Gizi Anak Usia 6- 24 Bulan di Kabupaten Serang Propinsi Banten Tahun 2003, Tesis, Program Pasca Sarjana FKM UI, Depok.

Page 139: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

122

Soetjiningsih, 1997, ASI (Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan). Cetakan Pertama, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Surabaya. Soetjiningsih, 1998, Tumbuh kembang Anak. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Surabaya. Santoso, Soegeng dan Ranti, Anne Lies, 1999, Kesehatan Dan Gizi. PT. Rineka Cipta, Jakarta. Sunarti, E, 2004, Mengasuh dengan Hati Tantangan yang Menengah, Media Kompotindo, Jakarta. Sarmin dan Rachmawaty Fitri, 2009, Cara Mendeteksi Gizi Buruk Pada Balita. al- Mawaddah [online], [diakses pada 8 februari 2012], <http://almawaddah.wordpress.com/>. Sediaoetama, Acmad Djaeni, 2008, Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I, Cetakan ke Delapan, Dian Rakyat, Jakarta. ______, 2009, Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid II, Cetakan ke Enam, Dian Rakyat, Jakarta. Susanto, 2003, Gizi dan Kesehatan, Bayu Media, Malang. Supariasa, I.D.N, dkk, 2002, Penilaian Status Gizi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Prabantini, Dwi, 2010, A to Z Makanan Pendamping ASI, Andi Offset, Yogyakarta. Pudjiadi, Solihin, 2005, Ilmu Gizi Klinis Pada Anak, Edisi Keempat, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Winarno, FG, 1987, Gizi dan Makanan (Bagi Bayi dan Anak Sapihan), Pustaka Sinar Harapan, Jakarta Yuniarti, 2010, Analisis Pola Makan dan Aktifitas Fisik Siswa-Siswi Gizi Lebih Di SMA LABSCHOOL Kebayoran Baru Jakarta Selatan Tahun 2009, Skripsi FKIK KESMAS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Zulkarnaen, 2008, Hubungan Karakteristik Keluarga Terhadap Kenaikan Berat Badan Balita Gizi Buruk Di Klinik Gizi Puslitbang Gizi Dan Makanan Bogor Tahun 2007. Skripsi FKIK KESMAS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 140: POLA ASUH MAKAN PADA BADUTA GIZI KURANG · Pola asuh makan atau perilaku ibu baduta gizi kurang yang buruk dalam hal pemberian ASI dan MP-ASI, merupakan penyebab baduta menderita

123