PENGARUH PERINATAL ASFIKSIA TERHADAP KERUSAKAN SISTEM SARAF PUSAT

32
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perinatal asfiksia masih merupakan masalah baik di negara berkembang maupun di negara maju dan menyebabkan kematian sebesar 20% dari bayi baru lahir. Keadaan hipoksia dan iskemia yang terjadi akibat afiksia akan menimbulkan gangguan pada berbagai fungsi organ. Proses terjadinya gangguan bergantung pada berat dan lamanya hipoksia terjadi dan berkaitan dengan proses reoksigenisasi jaringan setelah proses hipoksia tersebut berlangsung. Faktor risiko terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir terdiri dari faktor ibu, faktor janin dan faktor persalinan / kelahiran. Hal ini penting, karena dengan pengenalan faktor risiko tersebut maka persiapan resusitasi bayi dapat dilakukan. Beberapa organ tubuh yang akan mengalami disfungsi akibat asfiksia perinatal adalah otak, paru, hati, ginjal, saluran cerna dan sistem darah. 1 1

description

Referat tentang hubungan perinatal asfiksia dan komplikasinya terhadap sistem saraf pusat

Transcript of PENGARUH PERINATAL ASFIKSIA TERHADAP KERUSAKAN SISTEM SARAF PUSAT

Page 1: PENGARUH PERINATAL ASFIKSIA TERHADAP KERUSAKAN SISTEM SARAF PUSAT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perinatal asfiksia masih merupakan masalah baik di negara berkembang

maupun di negara maju dan menyebabkan kematian sebesar 20% dari bayi baru lahir.

Keadaan hipoksia dan iskemia yang terjadi akibat afiksia akan menimbulkan

gangguan pada berbagai fungsi organ. Proses terjadinya gangguan bergantung pada

berat dan lamanya hipoksia terjadi dan berkaitan dengan proses reoksigenisasi

jaringan setelah proses hipoksia tersebut berlangsung. Faktor risiko terjadinya asfiksia

pada bayi baru lahir terdiri dari faktor ibu, faktor janin dan faktor persalinan /

kelahiran. Hal ini penting, karena dengan pengenalan faktor risiko tersebut maka

persiapan resusitasi bayi dapat dilakukan. Beberapa organ tubuh yang akan

mengalami disfungsi akibat asfiksia perinatal adalah otak, paru, hati, ginjal, saluran

cerna dan sistem darah.1

Perinatal asfiksia paling sering terjadi akibat hipotensi pada sang ibu ketika

proses melahirkan sehingga aliran darah menuju janin menjadi berkurang dan

terjadilah hipoksia atau adanya penyebab lain yang menyebabkan gangguan sirkulasi

darah ke otak bayi ketika dilahirkan. Secara global, perinatal asfiksia terjadi pada 1

dari 1000 neonatus dengan masa gestasi normal, dan angka kejadiannya meningkat di

negara berkembang dan pada bayi yang lahir prematur.2,3

Pada tulisan ini akan dibahas secara lengkap hubungan antara perinatal

asfiksia dengan kerusakan sistem saraf pusat.

1

Page 2: PENGARUH PERINATAL ASFIKSIA TERHADAP KERUSAKAN SISTEM SARAF PUSAT

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada tinjaun pustaka ini adalah. Bagaimana komplikasi

perinatal asfiksia terhadap sistem saraf pusat?.

1.3 Tujuan Tinjauan Kepustakaan

Tinjauan kepustakaan ini bertujuan untuk:

1. Memberikan informasi mengenai definisi perinatal asfiksia.

2. Memberikan informasi mengenai penatalaksanaan bayi asfiksia.

3. Memberikan informasi mengenai pengaruh perinatal asfiksia terhadap

kerusakan sistem saraf pusat.

1.4 Manfaat Tinjauan Kepustakaan

Bagi penulis

Menambah pengetahuan mengenai pengaruh perinatal asfiksia terhadap kerusakan

sistem saraf pusat.

Bagi pemegang keputusan

Memberikan gambaran diagnosis dan penatalaksaan perinatal asfiksia.

Bagi masyarakat

Memberikan informasi mengenai pengaruh perinatal asfiksia terhadap kerusakan

sistem saraf pusat bayi baru lahir.

2

Page 3: PENGARUH PERINATAL ASFIKSIA TERHADAP KERUSAKAN SISTEM SARAF PUSAT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asfiksia

Asfiksia didefinisikan sebagai kondisi yang buruk di mana terdapat defisit

suplai oksigen ke berbagai macam organ tubuh dikarenakan pernapasan yang

abnormal. Banyak hal yang dapat menyebabkan terjadinya asfiksia, semuanya

memiliki karakteristik yang sama yaitu ketidakmampuan seseorang untuk

mendapatkan suplai oksigen yang cukup melalui proses pernapasan untuk waktu yang

cukup lama. Beberapa penyebab terjadinya asfiksia antara lain adalah; konstriksi atau

obstruksi saluran pernapasan dan lingkungan di mana oksigen tidak tersedia atau

minim. Asfiksia dapat menyebabkan koma, kerusakan organ, bahkan kematian.

2.2 Perinatal Asfiksia

a. Definisi

Perinatal asfiksia atau neonatal asfiksia adalah suatu kondisi medis karena

kurang tersedianya oksigen (hipoksia) dalam waktu yang cukup lama pada janin

atau bayi yang baru terlahir sehingga menyebabkan komplikasi yang merugikan,

khususnya sistem saraf pusat. Perinatal asfiksia dapat menyebabkan kerusakan di

berbagai macam organ seperti jantung, paru, liver, saluran cerna, dan ginjal.

Namun, kerusakan pada sistem saraf pusat (otak) merupakan fokus utama karena

memiliki prognosis yang terburuk, yaitu kematian. Meskipun sang bayi dapat

terselamatkan, kersakan pada otak akan memiliki efek buruk terhadap mental

pasien (perkembangan yang terlambat, retardasi) atau terhadap fisik pasien

(spastisitas).2

3

Page 4: PENGARUH PERINATAL ASFIKSIA TERHADAP KERUSAKAN SISTEM SARAF PUSAT

b. Etiologi

Perinatal asfiksia dapat disebabkan oleh karena berbagai macam penyebab,

salah satunya adalah berkurangnya kadar oksigen pada sang ibu sebelum saat

melahirkan atau penyebab lain yang menyebabkan gangguan sirkulasi darah ke

otak bayi ketika dilahirkan. Berikut ini adalah daftar macam-macam penyebab

perinatal asfiksia yang diketahui:4

Tetralogi of Fallot

Patent ductus arteriosus

Distosia

Ruptur uterus

Atonia uterus

Prolaps korda umbilikalis

Lahir prematur

Insufisiensi placenta

Diabetes gestational

Epidural anesthesia

Oligohydramnion

Polyhydramnion

Vasa previa

Neonatal abstinence syndrome

Plasenta previa

Fraktur pelvis

4

Page 5: PENGARUH PERINATAL ASFIKSIA TERHADAP KERUSAKAN SISTEM SARAF PUSAT

Gambar 2.1 – Penurunan Aliran Darah Otak Akibat Asfiksia Perinatal

c. Patofisiologi

Perinatal asfiksia akan menyebabkan gangguan pada berbagai macam organ di

tubuh manusia, khususnya otak, karena sel-sel otak memerlukan suplai oksigen

jauh melebihi sel-sel pada organ tubuh yang lainnya. Perinatal asfiksia akan

menyebabkan suatu kondisi pada otak yang disebut hypoxic-ischemic

encephalopathy (HIE), yaitu defisit suplai oksigen otak akibat hipoksia yang akan

mengakibatkan sel-sel otak mengalami iskemia yang berujung pada kerusakan.

Pada keadaan hipoksemia akan terjadi redistribusi aliran darah menuju organ-

organ vital, diantaranya adalah otak. Hal tersebut akan menyebabkan aliran darah

5

Page 6: PENGARUH PERINATAL ASFIKSIA TERHADAP KERUSAKAN SISTEM SARAF PUSAT

ke otak meningkat, dan akan mengkompensasi keadaan hipoksemia. Namun,

keadaaan hipoksemia yang terus menerus akan menyebabkan penumpukan kadar

CO2 (hiperkapnia) dan asam laktat (asidosis), sehingga tekanan darah akan

mengalami penurunan, lalu aliran darah ke otak juga akan kembali turun

(Gambar 2.1).2 Turunnya aliran darah ke otak akan mengakibatkan perubahan

metabolisme energi dari metabolisme aerob menjadi metabolisme anaerob,

menyebabkan penurunan produksi ATP, akumulasi laktat, penurunan kadar pH,

dan terjadinya pembentukan stress oxidative yang berujung pada kerusakan sel-sel

otak.5

Sel-sel otak pada neonatus memiliki konsentrasi asam lemak tak jenuh yang

tinggi, tingkat konsumsi oksigen yang tinggi, dan kadar anti-oksidan yang sangat

rendah.6 Secara garis besar, kematian sel otak pada perinatal asfiksia terjadi

melalui mekanisme nekrosis dan apoptosis sel. Kematian sel otak melalui

mekanisme nekrosis adalah kematian sel yang terjadi dengan cepat (hitungan

menit). Mekanisme nekrosis terjadi di region sel otak dengan aliran darah otak di

bawah 10-12 mL/100g/menit, di mana kadar oksigen pada sel sangatlah sedikit

(iskemik).7 Hal tersebut akan mengakibatkan deplesi ATP yang akan

menyebabkan gangguan pada pompa ATP-dependent-Na+-K+, sehingga akan

terjadi influks ion Na+, Cl-, dan cairan ke dalam sel yang selanjutnya akan

membuat sel otak mengalami pembengkakan, lisis, dan akhirnya nekrosis.5

Pada region sel otak yang mengalami penumbra yaitu region sel otak dengan

aliran darah otak di bawah 20 mL/100g/menit, di mana kadar oksigen masih ada

meskipun sedikit (hipoksia), penurunan produksi ATP akan menyebabkan

gangguan homeostasis ion yang menyebabkan hilangnya kemampuan depolarisasi

dan meningkatnya konsentrasi glutamate ekstraselular (excitotoxicity).7

6

Page 7: PENGARUH PERINATAL ASFIKSIA TERHADAP KERUSAKAN SISTEM SARAF PUSAT

Excitotoxicity akan menyebabkan aktivasi berlebihan pada reseptor ionotropik

NMDA (N-methyl-D-aspartic acid) AMPA/KA (Alpha-amino acid-3-hydroxy-5-

methyl-4-isoxazolepropionic acid / Kainic acid) dan reseptor metabotropik

glutamate (mGluR), yang selanjutnya akan menginduksi influx ion Ca2+ ke dalam

sel-sel otak. Peningkatan kadar Ca2+ dalam sel akan mengaktivasi enzim-enzim

protease, lipase, endonuclease, dan nitric oxide synthase, yang akan mendegradasi

sitoskeleton dan matriks protein ekstraselular, yang berakibat pada terjadinya

pembentukan stress oxidative membran lipid, peroxynitrites, dan radikal bebas

yang lainnya. Selanjutnya, radikal-radikal bebas akan mengakibatkan serangkaian

proses kaskade intraselular yang melibatkan berbagai protein proapoptosis seperti

Bcl-2, BAX, BAD, dan caspase-3, yang selanjutnya akan menyebabkan kerusakan

dan kematian sel otak melalui mekanisme apoptosis dalam hitungan jam hingga

hari.5

d. Epidemiologi

Angka kejadian perinatal asfiksia berkisar antara 1 hingga 8 kasus per 1000

kelahiran. Perinatal asfiksia merupakan penyebab utama kematian neonatus di

secara global, 23% kematian neonatus disebabkan oleh karenanya. Meskipun data

yang ada sangatlah terbatas, tapi diperkirakan terdapat 920 ribu kematian neonatus

yang disebabkan karena asfiksia perinatal di setiap tahunnya.8

Walau data yang akurat tidak tersedia, tapi diketahui bahwa angka kejadian

perinatal asfiksia sangatlah tinggi di negara berkembang. Hal ini disebabkan

karena pelayanan antenatal yang masih kurang memadai, dan sebagian besar bayi

yang mengalami perinatal asfiksia tidak memperoleh penanganan yang adekuat

sehingga banyak diantaranya yang meninggal.9

7

Page 8: PENGARUH PERINATAL ASFIKSIA TERHADAP KERUSAKAN SISTEM SARAF PUSAT

Indoenesia mempunyai 200 juta penduduk dengan angka kelahiran 2,5%

pertahun, sehingga diperkirakan terdapat 5 juta kelahiran di setiap tahunnya. Jika

angka kejadian asfiksia di Indonesia berkisar antara rentang 3 hingga 5% dari

seluruh kelahiran, maka diperkirakan terdapat 250 ribu bayi yang mengalami

perinatal asfiksia di setiap tahunnya.9 Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-

RSCM pada tahun 2000 didapatkan 6,3% bayi dengan perinatal asfiksia dari

seluruh kelahiran, 2,1% diantaranya lahir dengan asfiksia berat.2

e. Faktor Resiko

Berbagai faktor faktor pada ibu dan bayi berperan sebagai faktor resiko

perinatal asfiksia. Penilaian perinatal terhadap faktor resiko dan penanganan yang

baik pada kehamilan resiko tinggi sangat mutlak pada perinatal asfiksia. Apabila

komplikasi perinatal asfiksia sudah terjadi, maka diperlukan pendekatan

multidisiplin untuk mencegah kerusakan yang sudah terjadi agar tiak bertambah

berat.2

Pengenalan faktor resiko yang menyertai kelahiran bayi memungkinkan

dilakukannya persiapan resusitasi sehingga bayi akan memperoleh terapi yang

adekuat ketika lahir. Faktor resiko terjadinya perinatal asfiksia pada neonatus

terdiri dari faktor ibu, faktor janin, dan faktor persalinan.2

Faktor resiko yang berasal dari sang ibu antara lain adalah infeksi

(korioamnioitis), pre-eklampsia atau eklampsia, penyakit kronik yang diderita

oleh sang ibu (hipertensi, penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit paru, dan

diabetes). Faktor resiko yang berasal dari janin antara lain adalah prematuritas,

bayi kecil massa kehamilan, gawat janin, bayi kembar, kelainan congenital

(tetralogi of Fallot, patent ductus arteriosus), inkompabilitas golongan darah,

8

Page 9: PENGARUH PERINATAL ASFIKSIA TERHADAP KERUSAKAN SISTEM SARAF PUSAT

neonatal abstinence syndrome, dan depresi susunan saraf pusat oleh obat-obatan.

Faktor resiko yang berasal dari persalinan antara lain adalah polihidramnion,

oligohidramnion, perdarahan prenatal (plasenta previa, solusio plasenta), kelainan

kontraksi terus, dan kelainan tali pusat.2

f. Kriteria Diagnosis

Kriteria diagnosis perinatal asfiksia berdasarkan kesepakatan dari American

Academy of Paediatrics (AAP) dan American College of Obstetrics and

Gynaecology (ACOG) pada tahun 1996 adalah ditemukannya hal-hal sebagai

berikut:10

Kelainan metabolik atau asidosis (pH <7.0) pada sampel arteri

umbilikalis neonatus (apabila pemeriksaan dapat dikerjakan)

Skor APGAR (Tabel 2.1) dengan nilai 0-3 yang persisten (lebih dari 5

menit)

Sekeuel neurologis neonatus, seperti kejang, koma, dan hipotonus

Gangguan fungsi di berbagai organ tubuh, seperti organ ginjal, paru,

hati, jantung

Secara klinis, penemuan dari hal-hal di atas disebut dengan hypoxic-ischemic

encephalopathy (HIE).5

Tabel 2.1 – Skor APGAR Skor 0 Skor 1 Skor 2

Appearance Sianosis Sianosis akral Tidak ada sianosisPulse rate (-) <100 >100Grimace Tidak ada respon Ada (lemah) jika diberi stimuli Ada jika diberi stimuliActivity (-) Kurang aktif AktifRespiratory (-) Lemah, irregular Kuat,,menangis

9

Page 10: PENGARUH PERINATAL ASFIKSIA TERHADAP KERUSAKAN SISTEM SARAF PUSAT

Kesepakatan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSCM untuk mendiagnosa

perinatal asfiksia adalah bayi yang lahir dengan skor APGAR 0 hingga 3 pada

menit pertama sebagai asfiksia berat dan skor APGAR 4-6 pada menit kedua

sebagai asfiksia sedang.2

g. Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosa perinatal asfiksia.

Namun, pemeriksaan penunjang akan sangat bermanfaat dalam memonitor

tatalaksana dan komplikasi akibat perinatal asfiksia. Pemeriksaan penunjang yang

biasa dilaksanakan pada kasus perinatal asfiksia antara lain adalah pemeriksaan

serum elektrolit, pemeriksaan fungsi renal, fungsi hati, enzim jantung, analisa gas

darah, saturasi gas darah, pemeriksaan vena sentral, diuresis, pemeriksaan fungsi

hemostasis, pemeriksaan pencitraan (MRI, CT-scan), dan pemeriksaan EEG.1

h. Prognosis

Terdapat beberapa sistem penilaian yang digunakan untuk mengklasifikasikan

derajat keparahan dari HIE. Sistem klasifikasi yang diajukan oleh Sarnat pada

tahun 1976 adalah yang paling sering digunakan untuk menentukan derajat dan

prognosis HIE (Gambar 2-2). Sarnat membagi HIE menjadi tiga klasifikasi yaitu

ringan (stadium 1), sedang (stadium 2), dan berat (stadium 3). HIE stadium 1

memiliki prognosis yang baik dan angka kematian di bawah 1%, HIE stadium 2

memiliki angka kematian 25 hingga 50%, dan HIE stadium 3 memiliki angka

kematian 75%. Penilaian klasifikasi dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan

EEG, dan penilaian kesadaran, fungsi neuromuskular, refleks primitif, fungsi

otonom, dan ada atau tidaknya kejang.11

10

Page 11: PENGARUH PERINATAL ASFIKSIA TERHADAP KERUSAKAN SISTEM SARAF PUSAT

Gambar 2.2 – Sistem Keparahan HIE Menurut Sarnat

i. Tatalaksana

Prinsip utama dalam penatalaksanaan perinatal asfiksia adalah tatalaksana

suportif. Ventilasi yang adekuat sangat diperlukan untuk mengatasi hipoksemia

dan asidosis serta untuk menghindari beban volume yang berlebihan.2 Standar

yang digunakan saat ini adalah resusitasi dengan menggunakan konsentrasi

oksigen 100%, tujuannya adalah untuk mengatasi kondisi hipoksia secepat

mungkin. Akan tetapi, terdapat beberapa bukti dari penelitian klinis dan penelitian

hewan coba yang menunjukkan bahwa resusitasi dengan menggunakan

konsentrasi oksigen yang lebih rendah dapat memberikan hasil yang sama efektif

dengan konsentrasi oksigen 100%. Juga terdapat bukti bahwa penggunaan

konsentrasi oksigen di bawah 100% dapat membatasi produksi stress oxidative

sehingga dapat meminimalisir apoptosis sel neuron. Secara sistematis, angka

mortalitas pada perinatal asifiksia akan sedikit menurun jika menggunakan

konsentrasi oksigen di bawah 100%. Akan tetapi, penggunaan konsentrasi oksigen

11

Page 12: PENGARUH PERINATAL ASFIKSIA TERHADAP KERUSAKAN SISTEM SARAF PUSAT

di bawah 100% masih memerlukan peninjauan dan penelitian lebih lanjut lagi

untuk benar-benar membuktikan keefektivitasannya.12

Penggunaan inotropik seperti dopamine akan diperlukan untuk menangani

hipotensi pada pasien perinatal asfiksia. Hipotensi akan berdampak buruk

terhadap aliran darah otak, sehingga akan memperparah kerusakan sel-sel saraf.12

Apabila terjadi kejang, maka digunakan protokol pengobatan dengan

menggunakan phenobarbital. Periksalah kadar gula pasien, untuk menyingkirkan

kejang yang disebabkan oleh karena hipoglikemia. Apabila terdapat hipoglikema,

berikan pasien dextrose 10% dengan dosis 2 mL/kgBB yang diberikan secara IV.

Untuk menangani kejang, berikan phenobarbital dengan dosis 20 mg/kgBB yang

diberikan secara IV dalam waktu 10 hingga 15 menit. Jika kejang masih berlanjut,

tambahkan dosis sebanyak 5 mg/kgBB sampai mencapai dosis penggunaan

maksimal yaitu 40 mg/kgBB. Jika pemberian phenobarbital sampai dosis 40

mg/kgBB belum dapat menghentikan kejang, lanjutkan dengan pemberian fenitoin

dengan dosis 20 mg/kgBB yang diberikan secara IV dengan kecepatan tetes 1

mg/kgBB/menit. Jika tidak terdapat respon dengan kombinasi phenobarbital dan

fenitoin, dapat ditambahkan obat golongan benzodiazepin (lorazepam, diazepam).

Obat golongan benzodiazepine memiliki onset yang cepat, dan jikalau bisa obat

golongan ini tidak dipergunakan dalam penatalaksanaan kejang pada neonatus,

karena kombinasi benzodiazepine dan phenobarbital akan meningkatkan resiko

gagal napas dan obat golongan benzodiazepine akan mengganggu kompleks

bilirubin-albumin pada neonatus.13

Beberapa pusat kesehatan merokemendasikan untuk membatasi asupan cairan

pada pasien perinatal asfiksia. Hal ini ditujukan agar tidak memperberat edema

otak yang akan memperparah kerusakan sel-sel otak. Namun, perlu diperhatikan

12

Page 13: PENGARUH PERINATAL ASFIKSIA TERHADAP KERUSAKAN SISTEM SARAF PUSAT

bahwa restriksi cairan yang berlebihan akan menyebabkan pasien mengalami

dehidrasi, yang akan berujung pada hipotensi dan penurunan aliran darah ke

otak.12

Pada penelitian preklinik, kondisi hipotermia dengan suhu 30C di bawah

normal memiliki benefit dalam mengurangi kerusakan sel-sel saraf dibandingkan

dengan suhu tubuh normal. Hal ini disebabkan karena penurunan metabolisme

basal dari sel-sel otak, sehingga konsumsi ATP sel otak akan berkurang.2 Pada

penelitian meta-analisis di tahun 2007 disebutkan bahwa mengkondisikan pasien

perinatal asfiksia dengan kondisi hipotermia akan memberikan benefit terhadap

penurunan angka mortalitas dan morbiditas akibat kerusakan sel-sel otak.14

Pasien perinatal asfiksia yang mendapatkan penatalaksanaan dengan

menggunakan hiperbaric oksigen memiliki angka mortalitas dan outcome

neurologis yang jauh lebih baik daripada pasien yang tidak mendapatkan. Hal ini

ditunjukkan oleh suatu penelitian meta-analisis yang menunjukkan angka

kematian sebesar 4% berbanding 16% pada pasien yang mendapatkan hiperbaric

oksigen dengan pasien yang tidak mendapatkan.15 Meskipun demikian, tatalaksana

dengan menggnakan hiperbaric oksigen hanya diterapkan di China, sedangkan

data di negara lain tidak diketahui.12

Antioksidan disinyalir dapat mengurangi morbiditas akibat perinatal asfiksia,

karena dapat melawan stress oxidative sehingga dapat mengurangi apoptosis sel-

sel saraf. Allopurinol, obat untuk penyakit gout yang memiliki efek antioksidan

pada awalnya dianggap dapat mengurangi morbiditas perinatal asfiksia. Akan

tetapi, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian allopurinol tidak

memiliki perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan placebo pada tingkat

morbiditas perinatal asfiksia. Namun, penelitan-penelitian tersebut memiliki

13

Page 14: PENGARUH PERINATAL ASFIKSIA TERHADAP KERUSAKAN SISTEM SARAF PUSAT

tingkat kualitas metode yang rendah sehingga perlu dilakukan penilitian ulang

dengan menggunakan metode yang lebih baik. Beberapa penelitian RCT

menunjukkan bahwa antioksidan yang mempunyai fungsi untuk menghambat

excitotocity dapat memberikan outcome yang lebih baik pada pasien perinatal

asfiksia.12 Selain itu, magnesium sulfat yang memiliki efek penghambat

excitotocity dengan cara mengantagonis reseptor NMDA juga sangat berguna

untuk menurunkan angka mortalitas dan morbiditas pada pasien perinatal

asfiksia.16,17

2.3 Komplikasi Neurologis pada Perinatal Asfiksia

Telah dijelaskan bahwa perinatal asfiksia dapat menyebabkan kerusakan sel-

sel saraf, yang akan berakibat buruk terhadap fungsinya di kemudian hari karena sel-

sel saraf tidak mampu untuk beregenerasi. Perinatal asfiksia derajat berat berkorelasi

dengan kejadian cerebral palsy, retardasi mental, dan epilepsi, sedangkan perinatal

asfiksia derajat ringan-sedang berkorelasi dengan penurunan fungsi kognitif dan

perilaku (ADHD, autisme), IQ yang rendah, schizophrenia, dan timbulnya gejala-

gejala psikosis saat dewasa.5

a. Schizophrenia dan Gejala Psikosis Lainnya

Dari suatu penelitian cohort disebutkan bahwa individu yang mengalami

perinatal hipoksia memiliki resiko lima kali lebih besar untuk mengalami

schizophrenia dibanding individu yang tidak mengalami perinatal asfiksia.18

Beberapa pasien dengan perinatal asfiksia mengalami penurunan brain-derived

neurotrophic factor (BDNF) pada struktur sistem saraf pusat. Penurunan faktor

neurotropik tersebut dapat menyebabkan atrofi dendrite sistem saraf dan gagalnya

14

Page 15: PENGARUH PERINATAL ASFIKSIA TERHADAP KERUSAKAN SISTEM SARAF PUSAT

synaptogenesis, di mana kondisi yang demikian ditemukan pada pasien

schizophrenia dengan riwayat perinatal asfiksia.19 Selain schizophrenia, suatu

penelitian cohort jangka panjang selama 19 tahun menunjukkan bahwa individu

dengan riwayat perinatal asfiksia memiliki resiko dua kali lipat untuk mengalami

gangguan psikosis dibanding individu yang tidak mengalami perinatal asfiksia.20

b. Kecerdasan (Intelligent)

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa perinatal asfiksia dapat

menyebabkan rendahnya tingkat kecerdasan pada diri pasien. Individu dengan

riwayat perinatal asfiksia derajat ringan memiliki tingkat kecerdasan yang

seimbang dibandingkan dengan grup kontrol (tanpa riwayat perinatal asfiksia).

Ketika berusia 2 hingga 6 tahun, individu dengan riwayat perinatal asfiksia derajat

sedang memiliki tingkat kecerdasan dibawah grup kontrol, meskipun secara

statistik perbedaannya tidak terlalu signifikan. Akan tetapi, ketika anak dengan

riwayat perinatal asfiksia derajat sedang mulai menginjak usia 7 hingga 9 tahun

perbedaan tingkat kecerdasan mulai tampak nyata, yang ditandai dengan sulitnya

sang anak pada kemampuan membaca, pengejaan, dan matematika. Lalu, pada

individu dengan riwayat perinatal asfiksia derajat berat biasanya memiliki tingkat

kecerdasan yang jauh di bawah rata-rata.21,22

c. ADHD, Autisme, dan Cerebral Palsy

Sirkuit sistem saraf pada hippocampus dan basal ganglia neonatus sangatlah

rentan untuk mengalami kerusakan pada kondisi hipoksia. Hippocampus berfungsi

sebagai pusat fungsi kognitif seperti memori dan atensi, sehingga kerusakan pada

15

Page 16: PENGARUH PERINATAL ASFIKSIA TERHADAP KERUSAKAN SISTEM SARAF PUSAT

area ini memiliki peran dalam terjadinya penyakit attention deficit hyperactivity

disorder (ADHD) dan autisme.23,24

Kerusakan basal ganglia berkorelasi dengan kejadian cerebral pasly, suatu

penyakit saraf yang ditandai dengan gangguan sistem motorik dan postur tubuh.

Suatu penelitian cohort yang memeriksa gambaran otak 175 pasien perinatal

asfiksia dengan menggunakan MRI pada minggu keenam dan tahun kedua

postnatal menunjukkan adanya korelasi antara kerusakan basal ganglia pada saat

kelahiran akibat perinatal asfiksia dengan angka kejadian cerebral palsy di

kemudian hari.25

16

Page 17: PENGARUH PERINATAL ASFIKSIA TERHADAP KERUSAKAN SISTEM SARAF PUSAT

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Simpulan yang dapat diperoleh melalui penulisan tinjaun kepustakaan ini

yaitu:

1. Perinatal asfiksia atau neonatal asfiksia adalah suatu kondisi medis karena

kurang tersedianya oksigen (hipoksia) dalam waktu yang cukup lama pada

janin atau bayi yang baru terlahir sehingga menyebabkan komplikasi yang

merugikan, khususnya sistem saraf pusat.

2. Prinsip utama dalam penatalaksanaan perinatal asfiksia adalah tatalaksana

suportif. Ventilasi yang adekuat sangat diperlukan untuk mengatasi

hipoksemia dan asidosis serta untuk menghindari beban volume yang

berlebihan.

3. Pengaruh perinatal asfiksia terhadap kerusakan sistem saraf pusat dapat

membuat komplikasi pada bayi kedepannya seperti gangguan psikosis,

kecerdasan, ADHD, Autisme, dan Cerebral Palsy.

3.2 Saran

Berbagai penelitian tentang perinatal asfiksia dapat dijadikan acuan dalam

mengenali faktor resiko ibu yang akan melahirkan bayi dengan perinatal

asfiksia, sehingga para klinisi dapat melakukan persiapan dan pencegahan

komplikasi lebih lanjut pada bayi dengan perinatal asfiksia.

17

Page 18: PENGARUH PERINATAL ASFIKSIA TERHADAP KERUSAKAN SISTEM SARAF PUSAT

DAFTAR PUSTAKA

1. Zanelli SA. Perinatal Asphyxia Background. Medscape. 2013 [cited Mar

2014]. Available in: http://emedicine.medscape.com/article/973501-

overview.

2. Vera MM, Idham A. Gangguan Fungsi Multi Organ pada Bayi Asfiksia

Berat. Sari Pediatri. 2003; 5: 72-8.

3. McGuire W. Perinatal Asphyxia. Clin Evid (Online). 2007; 0320.

4. Anonim. Cause of Birth Asphyxia. Right Diagnosis. 2013 [Cited Mar

2014]. Available in: http://www.rightdiagnosis.com/b/birth_asphyxia/

causes.htm.

5. Paola M, Diego B, Pablo EM, Tanya NP, Manuel AGH, Camilo AC, et al.

Pathophysiology of Perinatal Asphyxia: Can We Predict and Improve

Individual Outcomes? EPMA J. 2011; 2(2): 211–30.

6. Ferriero DM. Neonatal Brain Injury. N Engl J Med 2004; 351: 1985-95.

7. Lo EH, Dalkara T, Moskowitz MA. Mechanisms, Challenges and

Opportunities in Stroke. Nat Rev Neurosci. 2003; 4(5): 399-415.

8. Zanelli SA. Perinatal Asphyxia Epidemiology. Medscape. 2013 [cited Mar

2014]. Available in: http://emedicine.medscape.com/article/973501-

overview.

9. Alisjahbana A, Hidayat S, Mintardaningsih, Primardi A, Harliany E,

Sofiatin Y, dkk. Management of Birth Asphyxia at Home and Health

Center. Paediatr Indones. 1999; 39: 88-101.

10. Committee on Fetus and Newborn American Academy of Pediatrics and

Committee on Obstetric Practice, American College of Obstetrics and

18

Page 19: PENGARUH PERINATAL ASFIKSIA TERHADAP KERUSAKAN SISTEM SARAF PUSAT

Gynecology. Use and abuse of the APGAR Score. Pediatr. 1996; 98: 141-

142.

11. Sarnat HB, Sarnat MS. Neonatal Encephalopathy Following Fetal Distress.

A clinical and Electroencephalographic Study. Arch Neurol. 1976; 33:

696–705.

12. McGuire W. Perinatal Asphyxia. Clin Evid (Online). 2007; 0320.

13. Riviello Jr JJ. Drug Therapy for Neonatal Seizures: Part 1. NeoReviews

2004; 5(5): 215-220.

14. Jacobs S, Hunt R, Tarnow-Mordi W, et al. Cooling for Newborns with

Hypoxic Ischaemic Encephalopathy. Cochrane Database Syst Rev. 2007:

17; 4.

15. Liu Z, Xiong T, Meads C. Clinical Effectiveness of Treatment with

Hyperbaric Oxygen for Neonatal Hypoxic Ischaemic Encephalopathy: a

Systematic Review of the Chinese Literature. BMJ. 2006; 333:374.

16. Geeta G, Atul K, Jagjit S, and Bharti B. Magnesium for Neuroprotection in

Birth Asphyxia. J Pediatr Neurosci. 2010; 5(2): 102–104.

17. Ichiba H, Tamai H, Negishi H, Ueda T, Kim TJ, Sumiya Y, et al.

Randomized Controlled Trial of Magnesium Sulfate Infusion for Severe

Birth Asphyxia. Pediatr Int. 2002; 44(5): 505-9.

18. Cannon TD, Rosso IM, Hollister JM, Bearden CE, Sanchez LE, Hadley T.

A Prospective Cohort Study of Genetic and Perinatal Influences in the

Etiology of Schizophrenia. Schizophr Bull. 2000; 26:351–66.

19. Cannon TD, Yolken R, Buka S, Torrey EF. Decreased Neurotrophic

Response to Birth Hypoxia in the Etiology of Schizophrenia. Biol

Psychiatry. 2008; 64: 797–802.

19

Page 20: PENGARUH PERINATAL ASFIKSIA TERHADAP KERUSAKAN SISTEM SARAF PUSAT

20. Zornberg GL, Buka SL, Tsuang MT. Hypoxic-Ischemia Related

Fetal/Neonatal Complications and Risk of Schizophrenia and Other

Nonaffective Psychoses: a 19-year Longitudinal Study. Am J Psychiatr.

2000; 157: 196–202.

21. Marlow N, Budge H. Prevalence, Causes, and Outcome at 2 Years of Age

of Newborn Encephalopathy. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed. 2005; 90:

193–4.

22. Robertson CM, Finer NN, Grace MG. School Performance of Survivors of

Neonatal Encephalopathy Associated with Birth Asphyxia at Term. J

Pediatr. 1989; 114: 753–60.

23. DeLong GR. Autism, Amnesia, Hippocampus, and Learning. Neurosci

Biobehav Rev. 1992; 16:63–70.

24. Lou HC. Etiology and Pathogenesis of Attention-Deficit Hyperactivity

Disorder (ADHD): Significance of Prematurity and Perinatal Hypoxic–

Haemodynamic Encephalopathy. Acta Paediatr. 1996; 85: 1266–71.

25. Martinez-Biarge M, Diez-Sebastian J, Rutherford MA, Cowan FM.

Outcomes After Central Grey Matter Injury in Term Perinatal Hypoxic-

Ischaemic Encephalopathy. Early Hum Dev. 2010; 86: 675–82.

20