PENGARUH PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING …digilib.unila.ac.id/23528/12/TESIS TANPA BAB...

118
PENGARUH PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING DAN MODEL KONVENSIONAL UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU TANGGUNGJAWAB PADA PEMBELAJARAN PKN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 19 BANDAR LAMPUNG (Tesis) Oleh PURILEILA PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN IPS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016

Transcript of PENGARUH PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING …digilib.unila.ac.id/23528/12/TESIS TANPA BAB...

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING DAN

MODEL KONVENSIONAL UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU

TANGGUNGJAWAB PADA PEMBELAJARAN PKN SISWA

KELAS VIII SMP NEGERI 19 BANDAR LAMPUNG

(Tesis)

Oleh

PURILEILA

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN IPS

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2016

ABSTRACT

THE INFLUENCE USE OF MODEL DISCOVERY LEARNING IS

CONVENTIONAL MODEL TO IMPROVE BEHAVIOR

RESPONSIBILITY IN LEARNING CIVIC EDUCATION

STUDENTS CLASS VIII SMP NEGERI 19

BANDAR LAMPUNG

By

PURILEILA

This research on a low such behavior responsible from the classroom VIII SMPN

19 Bandar Lampung.The purpose of this research which is to enhance behavior

responsibility students at learning civic education use the model discovery

learning .Methods used comparative approach experiment. The result showed that

(1) the use of discovery learning model in learning to increase behavior is

responsible for students and is better than the conventional learning model, and

(2) the use of discovery learning model in learning to increase study results on the

kids and better than conventional learning model.

Key words: discovery learning, conventional , learning outcome , responsible

behavior.

ABSTRAK

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY

LEARNING DAN MODEL KONVENSIONAL TERHADAP

PENINGKATAN PERILAKU TANGGUNG JAWAB

PADA PEMBELAJARAN PKN SISWA KELAS

VIII SMP NEGERI 19 BANDAR LAMPUNG

Oleh

PURILEILA

Penelitian ini di latar belakangi rendahnya perilaku bertanggung jawab siswa di

Kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung. Tujuan penelitian ini yaitu untuk

meningkatkan perilaku tanggungjawab siswa pada pembelajaran PKn

menggunakan model discovery learning. Metode yang digunakan komparatif

pendekatan eksperimen. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa (1) penggunaan

model discovery learning dalam pembelajaran dapat meningkatkan perilaku

bertanggungjawab pada siswa dan lebih baik dibandingkan dengan model

pembelajaran konvensional, dan (2) penggunaan model discovery learning dalam

pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar pada siswa dan lebih baik

dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.

Kata kunci: discovery learning,konvensional, hasil belajar, dan perilaku

bertanggung jawab

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY

LEARNING DAN MODEL KONVENSIONAL UNTUK

MENINGKATKAN PERILAKU TANGGUNGJAWAB

PADA PEMBELAJARAN PKN SISWA KELAS

VIII SMP NEGERI 19 BANDAR LAMPUNG

Oleh

PURILEILA

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

MAGISTER PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Magister Pendidikan IPS

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2016

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Negara Batin, tanggal 30 Januari 1988. Anak

keenam dari tujuh bersaudara. Pasangan bapak Sahri dengan

Ibu Rohida. Penulis menyelesaikan pendidikan di sekolah

dasar di SDN 1 Negara Batin, Waykanan berijazah tahun

2000. SMPN 1 Negara Batin, Waykanan tamat dan berijazah

tahun 2003. Selanjutnya penulis melanjutkan jenjang pendidikan di SMAN 1

Negara Batin, Waykanan dan diselesaikan pada tahun 2006.

Tahun 2006, penulis terdaftar sebagai mahasiswa FKIP Universitas Lampung

Jurusan Pendidikan IPS, Program Studi PPKN. Kemudian mendapatkan gelar S-1

Pendidikan PPKN pada tahun 2010. Selanjutnya penulis melanjutkan ke jenjang

S-2 pada tahun 2014 di Program Magister Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

MOTO

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”.

(Qs. Al-Insyirah: 6)

“Hidup adalah perjuangan, perjuangan adalah kehidupan”.

(Penulis)

“Guru yang berhasil adalah guru yang bisa mengubah sikap para

siswanya menjadi baik, dan juga bisa menambah pengetahuan

para siswanya”.

(Penulis)

PERSEMBAHAN

Puji Syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayahNya. Dengan penuh ucapan syukur dan

cinta kupersembahkan lembaran-lembaran sederhana ini

kepada:

Kedua orang tuaku Ayah Sahri dan Ibu Rohida di surga yang

kasih sayangnya, perhatiannya dan motivasi yang masih aku

rasakan.

Suamiku tercinta Slamet Harpen Susilo, S.Pd. yang dengan

sabar membantu, memberikan semangat, perhatian serta

motivasi.

Anakku tercinta Alzhalea Asheeqa Mypela yang selalu

menjadi penyemangat hidup dan pengobat dikala lelah.

Almamaterku tercinta

SMP Negeri 19 Bandar Lampung

SANWACANA

Dengan mengucapkan puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT karena

hanya dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan

tesis yang berjudul “PENGARUH PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY

LEARNING DAN MODEL KONVENSIONAL UNTUK MENINGKATKAN

PERILAKU TANGGUNGJAWAB PADA PEMBELAJARAN PKN SISWA

KELAS VIII SMP NEGERI 19 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN

2015/2016 “. Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk

memperoleh gelar Magister Pendidikan di Program Pascasarjana Pendidikan IPS

Fakultas Kegurun dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa penyelesaian tesis ini berkat dukungan dari berbagai

pihak yang secara langsung atau tidak langsung telah memberikan dukungan dan

kontribusi dalam penyelesaian tesis ini. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan

terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P, selaku Rektor Universitas

Lampung.

2. Bapak Prof. Dr. Hi. Sudjarwo, M.S, selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Lampung dan sekaligus Pembahas utama dalam tesis ini yang

dengan sabar telah memberikan ide, saran dan masukan

3. Bapak Dr. H Muhammmad Fuad, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan

4. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPS

5. Ibu Dr. Trisnaningsih, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan IPS

6. Bapak Dr. M.Thoha B.S. Jaya, M.S, selaku Pembimbing utama yang dengan

sabar telah memberikan ide, saran dan masukan selama penyusunan Tesis ini.

7. Bapak Dr. Darsono, M.Pd , selaku Pembimbing 2 yang dengan sabar telah

memberikan ide, saran dan masukan selama penyusunan Tesis ini.

8. Ibu Dr. Adelina Hasyim, M.Pd. selaku pembahas 2 yang dengan sabar telah

memberikan, ide, saran, dan masukan

9. Bapak/Ibu Dosen Pascasarjana Pendidikan IPS Universitas Lampung yang

senantiasa menambah dan membuka wawasan penulis.

10. Ibu Hj.Sri Chairattini EA, S.Pd. selaku Kepala SMP Negeri 19 Bandar

Lampung.

11. Keluargaku khususnya,Tuti Ratna, Mahroni, Praka. Bazarsah, Ori Alatas dan

Herman Effendi yang telah membantu, memberikan perhatian dan

motivasinya.

12. Ponakan kesayanganku, Cinta Revalina Herman, Cantika Chika Stevani

Herman, M. Chicco Ar-Ridho Herman, M. Rizki Firman Saputra, M. Rifki

Farsad Firmansyah dan Vannesa Zarvia yang selalu menghibur saat lelah

menghampiri dan menjadi penyemangat hidupku.

13. Teman-teman mahasiswa Pascasarjana PIPS angkatan 2014 khususnya

Resmawati, M.Pd. Febby Rulya Rasyid, M.Pd. Herawati, M.Pd. Yulia

Prasetyowati, M.Pd. Emaret Silastuti, M.Pd. Dewi Kusumawati, M.Pd.

Bunda Ermaita, M.Pd. Dwi Rohmanita, M.Pd. Deni Sandra, M.Pd. Dwi

Asmayanti, M.Pd.dan semua teman-teman mahasiswa pascasarjana angkatan

14 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan,

dukungan dan persahabatan kita selama ini, kalian bukan sahabat bagiku tapi

keluarga bagiku.

14. Teman-teman Staf Tata Usaha SMPN 19 Bandar Lampung, Bapak Supian

Tarwanto, S.Pd.I. Ibu Pendawati, S.Sos. Ibu Sustini, S.Sos. Ibu Sri Widarti,

dan Indri Syafitri Alam, S.Pd. yang telah memberikan semangat dan

dukungan.

15. Anak-anak Kelas VIII.C dan VIII.D SMP Negeri 19 Bandar Lampung.

16. Semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini jauh dari sempurna untuk itu segala

kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu penulis

harapkan. Akhirnya peneliti berharap semoga tesis ini dapat memberikan

sumbangsih bagi dunia pendidikan yang selalu menghadapi tantangan zaman yang

selalu berubah seiring dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, Juli 2016

Penulis

Purileila

NPM. 1423031059

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................. i

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1

1.2 Identifikasi masalah ................................................................................................ 11

1.3 Pembatasan Masalah ............................................................................................... 11

1.4 Rumusan Masalah ................................................................................................... 11

1.5 Tujuan Penelitian .................................................................................................... 12

1.6 Manfaat Penelitian .................................................................................................. 13

1.7 Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................................... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

2.1 Konsep Belajar dan Pembelajaran ........................................................................... 18

2.1.1 Pengertian Belajar .......................................................................................... 18

2.1.2 Teori Belajar ................................................................................................... 19

2.2 Model Pembelajaran Konvensional ......................................................................... 27

2.3 Model PembelajaranDiscovery Learning ............................................................... 32

2.3.1. Tujuan Pembelajaran Discovery Learning .................................................... 38

2.3.2 Macam-Macam Discovery Learning ............................................................. 39

2.3.3 Tahapan Discovery Learning Teori Belajar ................................................... 41

2.3.4 Aplikasi Pembelajaran Discovery Learning Di Kelas ................................... 41

2.3.5 Prosedur Aplikasi Discovery Learning .......................................................... 42

2.3.6 Langkah-Langkah Model Pembelajaran ........................................................ 45

2.3.7 Peranan Guru dalam Pembelajaran Discovery Learning ............................... 46

2.3.8 Keunggulan dan Kelemahan Model Discovery Learning .............................. 49

2.4 Konsep dan Pengertian Perilaku ............................................................................. 50

2.4.1 Bentuk Perilaku.............................................................................................. 52

2.4.2 Proses Pembentukan Perilaku ........................................................................ 53

2.5 Pengertian Tanggung Jawab .................................................................................... 54

2.5.1 Ciri-Ciri Perilaku Tanggung Jawab ............................................................... 58

2.5.2 Indikator Seseorang Memiliki Tanggung Jawab ........................................... 59

2.5.3 Indikator Kualitas Bertanggungjawab ........................................................... 59

2.6 Tinjauan Pendidikan Kewarganegaraan .................................................................. 61

2.6.1 Pengertian ...................................................................................................... 61

2.6.2 Visi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ....................................... 63

2.6.3 Misi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ...................................... 63

2.6.4 Tujuan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan .................................... 64

2.7 Hasil Penelitian yang Relevan ............................................................................... 64

2.8 Kerangka Pikir ........................................................................................................ 67

2.9 Hipotesis ................................................................................................................. 69

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian .............................................................................................. 71

3.2 Populasi dan Sampel ............................................................................................... 71

3.2.1 Populasi .......................................................................................................... 71

3.2.2 Sampel ........................................................................................................... 72

3.3 Variabel Penelitian .................................................................................................. 73

3.4 Definisi Operasional ............................................................................................... 73

3.4.1 Model Discovery Learning ............................................................................ 73

3.4.2 Meningkatkan Perilaku Bertanggungjawab .................................................. 74

3.5 Gambar Alur Penelitian .......................................................................................... 74

3.6 Desain Penelitian .................................................................................................... 75

3.7 Teknik Pengembangan Instrumen .......................................................................... 76

3.8 Teknik Pengumpulan Data ...................................................................................... 82

3.9 Teknik Analisis Data .............................................................................................. 84

3.10 Prosedur Pelaksanaan Penelitian ........................................................................... 89

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum SMP 19 Bandar Lampung .......................................................... 92

4.1.1 Sejarah Singkat Bedirinya SMPN 19 Bandar Lampung ............................... 92

4.1.2 Visi ................................................................................................................ 93

4.1.3 Misi ................................................................................................................ 93

4.1.4 Tujuan ............................................................................................................ 94

4.2 Hasil Penelitian ....................................................................................................... 95

4.2.1 Statistik Deskriptif Data Kemampuan Awal ................................................. 95

4.2.2 Proses Pelaksanaan Pembelajaran .................................................................. 96

4.2.3 Analisis Hasil Uji Coba Instrumen ................................................................ 101

4.2.4 Statistik Deskriptif Data Penelitian ............................................................... 104

4.3 Pengujian Hipotesis ................................................................................................ 118

4.3.1 Pengujian Hipotesis Pertama ........................................................................ 118

4.3.2 Pengujian Hipotesis Kedua ........................................................................... 119

4.4 Pembahasan ............................................................................................................ 120

4.4.1 Ada Perbedaan Perilaku Tanggungjawab Siswa pada Pembelajaran PKn

yang Menggunakan Model Discovery Learning dan Model Konvensional

Di Kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung Tahun

Pelajaran 2015/2016 ...................................................................................... 120

4.4.2 Ada Pengaruh Penggunaan Model Discovery Learning terhadap Peningkatan

Perilaku Bertanggung Jawab Siswa pada Mata Pelajaran PKn Di Kelas VIII

SMP Negeri 19 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2015/2016 .................... 125

4.5 Keterbatasan Penelitian ........................................................................................... 129

BAB IV KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI

5.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 130

5.2 Saran ....................................................................................................................... 131

5.3 Implikasi ................................................................................................................. 132

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Ciri-ciri perilaku siswa yang kurang menunjukan tanggungjawab ....... 7

2.1 Indikator Perilaku umum siswa yang bertanggungjawab ...................... 60

3.1 Jumlah Seluruh Siswa ............................................................................. 72

3.2 Tabel Pretest-Postest Control Group Design ........................................ 76

3.3 Tabel Tingkat Hubungan dengan Interval Koefisiensi ........................... 77

3.4 Tingkat Reliabilitas ................................................................................. 79

3.5 Klasifikasi Indeks Kesukaran ................................................................ 81

3.6 Kriteria Koefisiensi Daya Pembeda ....................................................... 82

3.7 Kisi-Kisi Angket Perilaku Tanggung Jawab Siswa ............................... 83

3.8 Lembar Perilaku Bertanggung Jawab .................................................... 85

3.9 Lembar Hasil Belajar ............................................................................. 86

3.10 Silang Antara Tanggung Jawab dan Hasil Belajar ............................... 86

4.1 Statistik Deskriptif Data Kemampuan Awal Siswa .................................. 96

4.2 Rangkuman Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran ................................... 102

4.3 Rangkuman Hasil Perhitungan Daya Pembeda.......................................... 103

4.4 Statistik Deskriptif Data Perilaku Bertanggungjawab .............................. 104

4.5 Statistik Deskriptif Data Perilaku Bertanggung Jawab Di Kelas DL ....... 107

4.6 Statistik Deskriptif Data Perilaku Tanggung Jawab Kelas Konvensional . 109

4.7 Statistik Data Hasil Belajar ........................................................................ 110

4.8 Statistik Hasil Belajar Kelas DL ................................................................ 112

4.9 Statistik Deskriptif Hasil Belajar Kelas Konvensional .............................. 114

4.10 Statistik Hasil Belajar dan Perilaku Bertanggung Jawab ........................ 116

DAFTAR GAMBAR

Gambar

2.1 Kerangka Pikir Penelitian ............................................................ 67

4.1 Guru Memberikan Arahan Terkait Model Pembelajaran .............. 98

4.2 Siswa Sedang Berdiskusi .............................................................. 99

4.3 Guru Sedang Mengawasi Siswa yang Sedang Berdiskusi ............. 100

4.4 Rerata Perilaku Bertanggung Jawab Siswa ................................... 106

4.5 Rerata Perilaku Tanggung Jawab Kelas Discovery Learning ........ 108

4.6 Rerata Perilaku Tanggung Jawab Kelas Konvensional .................. 110

4.7 Rerata Hasil Belajar PKn ............................................................... 111

4.8 Rerata Hasil Belajar Kelas Discovery Learning ............................ 113

4.9 Rerata Hasil Belajar Kelas Kontrol ................................................ 115

4.10 Rerata Hasil Belajar dan Perilaku Tanggungjawab ...................... 117

Halaman

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Kisi-Kisi Perilaku Tanggung Jawab................................................. 132

2. Lembar Observasi Perilaku Tanggung Jawab.................................. 133

3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)...................................... 134

4. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)............................................... 167

5. Hasil Observasi Perilaku Tanggung Jawab Kelas Eksperimen......... 171

6. Hasil Observasi Perilaku Tanggung Jawab Kelas Kontrol................ 172

7. Rekapitulasi Hasil Belajar Kelas Eksperimen................................... 173

8. Rekapitulasi Hasil Belajar Kelas Kontrol.......................................... 174

9. Pembagian Perilaku Tanggung Jawab Kelas Eksperimen................. 175

10. Pembagian Hasil Belajar Kelas Eksperimen..................................... 176

11. Pembagian Perilaku Tanggung Jawab Kelas Kontrol........................ 177

12. Pembagian Hasil Belajar Kelas Kontrol........................................... 178

13. Hasil Uji Coba Instrumen.................................................................. 179

14. Uji T Test Hipotesis 1....................................................................... 180

15. Uji T Test Hipotesis 2....................................................................... 182

16. Surat Keterangan izin Penelitian....................................................... 183

17. Surat Keterangan Penelitian.............................................................. 184

Halaman

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik,

melatih dan mengembangkan kemampuan siswa guna mencapai tujuan pendidikan

nasional antara lain menjadi manusia yang taqwa, warga negara yang baik dan

manusia yang berbudi pekerti luhur. Sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 3

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional. Dalam Undang-Undang itu telah dirumuskan tujuan pendidikan

nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan potensi siswa

agar menjadi manusia yang bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berahlak

mulia, berilmu, kreatif, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian mantap dan mandiri,

serta bertanggungjawab”.

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggungjawab (Depdiknas, 2006: 11).

2

Sekolah adalah salah satu wahana strategis untuk mengembangkan dan mencapai

tujuan pendidikan melalui proses pendidikan yang menyatukan pengembangan ranah

pengetahuan, keterampilan serta perilaku dan nilai untuk mengembangkan

kepribadiaan dan perwujudan diri peserta didik. Hal ini disebabkan sekolah memiliki

program terarah dan terencana, serta memiliki komponen-komponen pendidikan yang

saling berinteraksi dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan. Secara integratif

membina tercapainya sifat-sifat diharapkan dimiliki oleh seorang Warga Negara

Indonesia yang terdidik.

Pencapaian tujuan pendidikan ditentukan oleh banyak faktor, baik faktor internal

(dalam diri), maupun faktor eksternal (dari luar diri). Faktor internal dipengaruhi oleh

situasi yang ada dalam diri masing-masing siswa misalnya, salah satu indikasi

perilaku tanggungjawab harus ada dalam diri siswa. Sedangkan faktor eksternal

terdiri dari mutu pendidikan, fasilitas belajar mengajar, situasi belajar serta sarana dan

prasarana. Dalam pembentukan perilaku tanggungjawab warga negara peran mata

pelajara PKn sangat penting. Karena mata pelajaran PKn merupakan mata pelajaran

yang memfokuskan pada pebentukan warga negara yang memahami dan mampu

melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia

yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD

1945.

Mata pelajaran PKn sangat menekankan perkembangan moral dan budi pekerti anak.

PKn sebelumnya dikenal dengan nama Pendidikan Moral Pancasila (PMP), yang

3

selanjutnya diganti dengan nama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)

namun selanjutnya diganti dengan nama Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).

Sebagai mata pelajaran yang penting pada semua jenjang pendidikan, mata pelajaran

PKn tentu saja memiliki tujuan. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam

menaggapi isu kewarganegaraan. Berpartisipasi secara aktif, bertanggungjawab, dan

bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, bernegara serta

anti-korupsi. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri

berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama

dengan bangsa- bangsa lainnya. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam

peraturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi

informasi dan komunikasi, (Tim Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar

dan Menengah, 2006: 12).

Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa tujuan yang diajarkan PKn

adalah menanamkan perilaku dan prilaku kepada siswa yang didasarkan atas nilai-

nilai yang terkandung dalam Pancasila agar siswa menjadi warganegara yang

bertanggungjawab dan dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.hakikatnya tidak

hanya bertanggungjawab dalam mengembangkan ranah pengetahuannya saja, lebih

jauh diharapkan pula mampu secara integratif memadukan pengembangan ranah

pengetahuan, keterampilan, serta perilaku dan nilai untuk mengembangkan

kepribadian dan perwujudan diri peserta didik. Dengan kata lain siswa tidak hanya

berhasil secara teoritis atau hanya sebatas penguasaan materi saja, namun diharapkan

4

mampu dan proaktif dalam mengaplikasikan hasil belajar dalam perilaku dan perilaku

di kehidupan sehari-hari, baik lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, bangsa dan

negara.

Pada kenyataan tidak semua peserta didik mau dan mampu memadukan atau

menyeimbangkan antara penguasaan materi dengan perilaku dan prilakunya dalam

kehidupan sehari-hari. Pendidikan harus mengembangkan anak didik agar mampu

menolong dirinya sendiri, untuk itu anak didik perlu mendapatkan berbagai

pengalaman dalam mengembangkan konsep-konsep, prinsip, generalisasi, intelek,

inisiatif, kreativitas, kehendak dan emosi.

Dalam mewujudkan tujuan tersebut adalah bidang studi PKn. Sebagai bidang studi

PKn membawa misi khusus dalam pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Tujuan

pendidikan yang pencapaiannya dibebankan kepada bidang studi (tujuan- kurikuler),

dalam hal ini bidang studi PKn adalah membimbing generasi muda untuk

mengembangkan warga negara yang cerdas terampil, berkarakter dan

bertanggungjawab yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan

merefleksikan dirinya dalamkebiasaan bertanggungjawab dan bertindak sesuai

dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.

Merujuk pada semua rumusan aturan normatif tersebut dapat dikemukakan bahwa

untuk dapat mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan

mencapai tujuan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

5

beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan

bertanggungjawab, perlu dikembangkan proses pendidikan yang bermutu,

membelajarkan sepanjang hayat, optimalisasi pembentukan kepribadian yang

bermoral, akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu

pengetahuan, keterampilan, pengalaman, perilaku, nilai berdasarkan standar nasional

dan global serta memperdayakan peran serta masyarakat.

Dalam konteks itulah maka perlu dilakukan upaya sistematis dan sistemik untuk

menjadikan sekolah sebagai wahana pengembangan warga negara yang

bertanggungjawab melalui PKn. Sekolah sebagai lembaga pendidikan merupakan

suatu masyarakat dalam skala kecil, sehingga gagasan untuk mewujudkan masyarakat

madani perlu dilakukan dalam tata kehidupan sekolah. Salah satu caranya adalah

melalui PKn yang dapat dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik,

sedini mungkin sehingga kelak menjadi warga negara yang bertanggungjawab.

Proses pembelajaran dan penilaian dalam PKn pada umumnya lebih menekankan

pada dampak intruksional yang terbatas pada penguasaan materi atau dengan kata lain

hanya menekankan pada dimensi kognitif saja. Hakikatnya PKn tidak hanya

berlangsung dalam pembelajaran didalam kelas, melainkan pula melalui pendidikan

secara lebih luas.

Diharapkan dengan mempelajari PKn siswa menjadi berfikir secara kritis, rasional,

dan kreatif dalam mempelajari isi kewarganegaraan dan dapat bertanggungjawab

6

dalam tindakannya sehingga tidak terjadi salah mengartikan kata demokrasi dan

perilaku tanggungjawab yang seharusnya tetap pada kaidah-kaidah hukum, norma

yang ada untuk menghargai dan menghormati kewajiban dan hak orang lain.

PKn diberikan kepada peserta didik untuk dapat mewujudkan peserta didik yang

bertanggungjawab tentu menemui hambatan yang kiranya dapat mempengaruhi akan

hasil pemberian materi PKn, yang sudah tentu pula berpengaruh bagi kehidupan

dalam maupun luar sekolah, dapat di analisis bahwa hal tersebut akan berdampak

sebagai berikut :

1. Proses pembelajaran dan penilaian PKn lebih menekankan pada dampak

instruksional yang terbatas pada penguasaan materi atau dengan kata lain hanya

menekankan pada dimensi kognitif saja.

2. Pengelolaan kelas belum mampu menciptakan suasana kondusif dan produktif

untuk memberikan pengalaman belajar kepada siswa melalui perlibatannya

secara proaktif dan interaktif baik dalam proses pembelajaran di kelas maupun di

luar kelas, sehingga berakibat pada miskinnya pengalaman belajar siswa yang

bermakna untuk mengembangkan kehidupan dan perilaku siswa.

3. Pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler sebagai wahana sosio pedagogis untuk

mendapatkan konstribusi yang signifikan untuk menyeimbangkan antara

penguasaan teori dan praktik pembiasaan prilaku dan keterampilan dalam

berkehidupan yang bertanggungjawab.

7

Berdasarkan uraian di atas, maka fokus penelitian ini mencoba menggunakan model

discovery learning (model pembelajaran menemukan) untuk meningkatkan perilaku

tanggung jawab peserta didik melalui pembelajaran PKn. Berdasarkan hasil observasi

tanggung jawab siswa di kelas VIII SMP Negeri 9 Bandar Lampung, diperoleh data

sebagai berikut.

Tabel 1.1. Ciri-Ciri Perilaku Siswa yang Kurang Menunjukkan Tanggung

Jawab.

No Kelas

Prilaku Siswa Keterangan

1 2 3 4 5

Kurang

bertanggu

bgjawab

Cukup

Bertanggu

ngjawab

Sangat

Bertangg

ungjawab

1 VIII A 0 1 1 0 2 √

2 VIII B 3 4 4 3 4 √

3 VIII C 13 8 15 6 16 √

4 VIII D 14 10 5 8 9 √

5 VIII E 2 3 2 4 2 √

6 VIII F 4 5 6 2 4 √

7 VIII G 3 5 6 2 4 √

8 VIII H 0 0 1 0 1 √

9 VIII I 3 4 5 2 4 √

Sumber: Absensi harian siswa dan berdasarkan pengamatan dari bulan Juli-November

tahun 2015.

Keterangan Prilaku Siswa

1. Siswa yang terlambat masuk sekolah

2. Siswa jarang mengerjakan tugas dengan baik dan tepat waktu

3. Siswa yang tidak mengembalikan buku perpustakaan tepat waktu

4. Siswa yang belum menunaikan kewajiban seperti melaksanakn tugas piket dan

upacara

5. Siswa yang ribut saat proses pembelajaran berlangsung

8

Berdasarkan Tabel 1.1. di atas menunjukkan bahwa masih ada dua kelas yang

memiliki tanggung jawab dalam kriteria kurang, lima kelas dalam kriteria cukup

bertanggung jawab, dan 2 kelas dalam kriteria sangat bertanggung jawab. Dengan

demikian masih banyak siswa SMP Negeri 19 Bandar Lampung kurang memiliki

perilaku Tanggungjawab sebagai pelajar dan sebagai warga Negara, yang dapat

diandalkan sebagai penerus bangsa, dan dapat melahirkan warga negara yang

bertanggungjawab dan demokratis.

Salah satu faktor eksteren yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah model

pembelajaran. Oleh karena itu untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan

model pembelajaran yang tepat, menarik dan melibatkan siswa untuk menemukan

sendiri konsep yang sedang diajarkan. Salah satu alternatif yang dapat ditempuh

untuk melibatkan siswa dalam menemukan suatu konsep yaitu dengan model

discovery learning atau model pembelajaran menemukan, diharapkan agar dengan

model pembelajaran ini hasil belajar siswa dapat ditingkatkan. Model discovery

learning sebagai sebuah teori belajar dapat didefinisikan sebagai belajar yang terjadi

bila pelajaran tidak disajikan dalam bentuk finalnya, tetapi siswa diharapkan untuk

mengorganisasi sendiri.

Model discovery learning (pembelajaran penemuan) adalah model mengajar yang

mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang

sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau

seluruhnya ditemukan sendiri.

9

Belajar mengajar dapat dikatakan berhasil, apabila tujuan yang telah ditetapkan dapat

tercapai dengan baik. Demikian pula dengan kegiatan belajar mengajar PKn akan

berhasil, jika tujuan dari pengajaran PKn tercapai dengan baik pula.Agar tujuan

pengajaran dapat tercapai dengan baik maka dibutuhkan model mengajar yang tepat.

Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar

dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model

pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan,

metode, dan teknik pembelajaran. Model dan proses pembelajaran akan menjelaskan

makna kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pendidik selama Pembelajaran

berlangsung.

Penggunaan model discovery learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif

menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student

oriented. Merubah modus ekspository, siswa hanya menerima informasi secara

keseluruhan dari guru ke modus discovery, siswa menemukan informasi sendiri.

Penggunaan model discovery learning dipilih oleh peneliti karena metode ini

diharapkan dapat meningkatkan perilaku tanggungjawab peserta didik dalam proses

belajar mengajar, selain itu model discovery learning ini memiliki keunggulan

sebagai berikut:

1. Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak

kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif/pengenalan

siswa.

10

2. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi Individual

sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut. dapat

membangkitkan kegairahan belajar mengajar para siswa.

3. Teknik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan

maju sesuai dengan kernampuannya masing-masing.

4. Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang

kuat untuk belajar lebih giat.

5. Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri

sendiri dengan proses penemuan sendiri.

Model discovery learning ini berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya

sebagai teman belajar saja, membantu bila diperlukan. Idealnya guru bertindak

sebagai fasilitator yang memberikan gambaran secara umum tentang materi pelajaran

yang akan di bahas, kemudian siswa lebih berperilaku aktif untuk mengetahui lebih

dalam tentang materi yang di ajarkan. Sehingga dengan sendirinya siswa dapat

menggambarkan dan mampu menyerap dengan maksimal materi yang diajarkan guru.

Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan No. 41 tahun 2007 pasal 1 ayat 1 tentang standar proses, bahwa standar

proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mencakup perencanaan proses

pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan

pengawasan proses pembelajaran.

11

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka masalah ini dapat diidentifikasi

sebagai berikut :

1. Rendahnya perilaku tanggung jawab dalam pembelajaran.

2. Rendahnya hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn.

3. Penggunaan model pembelajaran PKn menggunakan model Discovery Learning

di SMP Negeri 19 Bandar Lampung belum pernah dilakukan guru.

4. Pembelajaran terpusat pada guru (teachers centered) dan lebih menekankan pada

aspek ingatan.

1.3. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini tidak meluas jangkauannya, maka penelitian ini masalahannya

akan dibatasi pada model discovery learning dan model konvensional serta

peningkatan perilaku tanggungjawab pada pembelajaran PKn siswa kelas VIII SMP

negeri 19 Bandar Lampung tahun pelajaran 2015/2016.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan, identifikasi dan pembatasan masalah di atas maka yang menjadi

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : rendahnya perilaku tanggung jawab

siswa pada pembelajaran PKn siswa kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung

tahun pelajaran 2015/2016. Maka permasalahan penelitian ini adalah :

12

1. Apakah terdapat perbedaan perilaku bertanggung jawab siswa yang

pembelajarannya menggunakan model discovery learning dan model konvensional

pada pembelajaran PKn di kelas VIII SMP negeri 19 Bandar Lampung tahun

pelajaran 2015/2016?

2. Apakah terdapat pengaruh penggunaan model discovery learning terhadap

peningkatan perilaku tanggung jawab siswa pada mata pelajaran PKn di kelas VIII

SMP Negeri 19 Bandar Lampung tahun pelajaran 2015/2016?

Dengan demikian judul penelitian ini adalah pengaruh penmggunaan model discovery

learning dan model konvensional untuk meningkatkan perilaku tanggung jawab pada

pembelajaran PKn siswa kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung.

1.5. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis perbedaan perilaku tanggungjawab siswa pada pembelajaran PKn

yang menggunakan model discovery learning dan model konvensional di kelas

VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung tahun pelajaran 2015/2016.

2. Mengetahui pengaruh penggunaan model discovery learning terhadap

peningkatan perilaku bertanggung jawab siswa pada mata pelajaran PKn di kelas

VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung tahun pelajaran 2015/2016.

13

1.6. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian antara lain.

1. Bagi Siswa

- Dengan pembelajaran PKn siswa dapat menunjukkan perilaku yang

bertanggungjawab.

- Siswa mengerti pentingnya perilaku tanggungjawab.

2. Bagi Guru

Memberikan bahan masukan pada guru untuk meningkatkan aktivitas belajar

pada mata pelajaran PKn.

3. Bagi Sekolah

Memberikan informasi mengenai penggunaan model discovery learning untuk

meningkatkan perilaku tanggungjawab. Informasi tersebut diharapkan dapat

dijadikan bahan pertimbangan untuk menentukan dan menetapkan kebijakan

sesuai dengan kondisi sekolah.

1.7. Ruang Lingkup Penelitian

1 Ruang lingkup subjek penelitian adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar

Lampung.

2. Ruang lingkup Objek penelitian adalah Model Discovery Learning, model

konvensional dan perilaku tanggung jawab.

3. Ruang lingkup Waktu penelitian adalah Tahun Pelajaran 2015/2016.

4. Ruang lingkup Keilmuan

14

Menurut NCSS (1991) merumuskan IPS (social studies) sebagai berikut:“Social

studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote

Civiccompetence. Within the school program, social studies provides coordinated,

systematic study drawing upon such diciplines as antrhopology, archaelogy,

economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology,

religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities,

mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help

youg people develop the ability to make informed and reasoned dicisions for the

public good as citizen of a culturally diverse, democratic socety in an interpedent

world”.

IPS atau studi sosial itu merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan

dari isi materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi,

politik, antropologi, filsafat, dan psikologi sosial. Pembelajaran geografi memberikan

kebulatan wawasan yang berkenaan dengan wilayah-wilayah, sedangkan sejarah

memberikan wawasan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dari berbagai periode.

Antropologi meliputi studi-studi komparatif yang berkenaan dengannilai-nilai,

kepercayaan, struktur sosial, aktivitas-aktivitas ekonomi, organisasi politik, ekspresi-

ekspresi dan spiritual, teknologi, dan benda-benda budaya dari budaya-budaya

terpilih.Ilmu politik dan ekonomi tergolong ke dalam ilmu-ilmu tentang kebijakan

pada aktivitas-aktivitas yang berkenaan dengan pembuatan keputusan. Sosiologi dan

psikologi sosial merupakan ilmu-ilmu tentang perilaku seperti konsep peran,

kelompok, institusi, proses interaksi dan kontrol sosial. Secara intensif konsep-konsep

seperti ini digunakan ilmu-ilmu sosial dan studi sosial.

Menurut Pargito (2010: 11), tujuan utama pendidikan IPS pada dasarnya adalah

mempersiapkan siswa sebagai warga negara agar dapat mengambil keputusan secara

reflektif dan partisipasi sepenuhnya dalam kehidupan sosialnya sebagai pribadi,

15

warga masyarakat, bangsa dan warga dunia. Untuk mencapai tujuan pendidikan IPS,

maka dalam pembelajaran pendidikan IPS diterapkan dengan 5 tradisi pendidikan IPS

yaitu:

1. IPS sebagai transmisi kewarganegaraan (social studies as citizenship

transmission).

IPS sebagai program pendidikan pelestarian kebudayaan suatu bangsa,

pendidikan nilai-nilai idealistic dan manusia. Tujuan instruksional citizenship

transmission menyiapkan warga negara yang baik dengan pengetahuan dan

apresiasi terhadap nenek moyangnya (sejarah bangsa).

2. IPS sebagai pendidikan ilmu-ilmu sosial (social studies as social sciences).

Pendidikan ilmu sosial tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan kepada

peserta didik, tetapi juga harus mengajarkan makna dan nilai-nilai atas ilmu

pengetahuan sosial itu untuk kepentingan kehidupannya kearah lebih baik.

Pendidikan ilmu pengetahuan sosial merupakan kemasan pengetahuan sosial

yang telah dipertimbangkan secara psikologis untuk kepentingan pendidikan.

3. IPS sebagai pendidikan reflektif (social studies as reflective inquiry) Pendidikan

reflektif bukan sekedar mengajarkan disiplin ilmu pengetahuan dan pemindahan

nilai secara akumulatif, tetapi kurikulum sekolah harus mampu memenuhi

kebutuhan-kebutuhan dan minat siswa. Siswa hendaknya tidak sekedar

menghafal materi pelajaran, tetapi siswa bisa mendapat pengalaman-pengalaman

edukatif dalam proses pembelajaran pendidikan IPS.

16

4. IPS sebagai kritik kehidupan sosial (social studies as social criticism).

Pendidikan IPS sebagai media pengembangan kritisme siswa. Pendidikan IPS

mengutamakan pengembangan kemampuan pengetahuan dan memupuk

keberanian mengemukakan pendapat atau argument. Untuk itu pendidikan IPS

harus dapat mengembangkan kemampuan berfikir kritis dengan berbagai metode

pemecahan masalah.

5. IPS sebagai pengembangan pribadi seseorang (social studies as personal

development of the individual).

Pengembangan pribadi seseorang melalui pendidikan IPS tidak langsung tampak

hasilnya, tetapi setidaknya melalui pendidikan IPS akan membekali kemampuan

seseorang dalam pengembangan diri melalui berbagai ketrampilan sosial dalam

kehidupan (social life skill).

Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah IPS sebagai transmisi

kewarganegaraan (social studies as citizenship transmission). IPS sebagai program

pendidikan pelestarian kebudayaan suatu bangsa, pendidikan nilai-nilai idealistik dan

manusia.

Tujuan instruksional citizenship transmission menyiapkan warga negara yang baik

dengan pengetahuan dan apresiasi terhadap nenek moyangnya (sejarah bangsa). Guru

yang mengajarkan IPS sebagai transmisi kewarganegaraan harus memiliki keyakinan

bahwa cara ini merupakan sarana yang baik untuk mempersiapkan warga negara yang

dapat berpikir seperti ahli ilmu sosial. Pembinaan warga negara atau warga

17

manyarakat tidak hanya ditekankan pada aspek kemampuan intelektuanya, tetapi

diseimbangkan dengan aspek kemampuan emosional dan keterampilannya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS

2.1 Konsep Belajar dan Pembelajaran

2.1.1 Pengertian Belajar

Belajar (learning) adalah proses multisegi yang biasanya dianggap sesuatu yang biasa

saja oleh individu sampai mereka mengalami kesulitan saat menghadapi tugas yang

kompleks (Margareth, 2011: 2). Menurut Woolfolk dalam Baharuddin, (2007: 14)

menyatakan bahwa ”learning occurs when experience causes a relatively change in

an individual’s knowledge” (belajar terjadi ketika pengalaman menyebabkan

perubahan yang relatif dalam pengetahuan individual). Disengaja atau tidak

perubahan yang terjadi melalui proses belajar ini bisa ke arah yang lebih baik atau

sebaliknya. Pengertian belajar berarti adanya “perubahan” berarti setiap orang yang

belajar pasti mengalami perubahan, baik pengetahuan, keterampilan maupun perilaku,

semua perubahan yang terjadi itu diharapkan menuju ke arah yang lebih baik. Belajar

menurut Witherington (Sukmadinata, 2004: 155) merupakan perubahan dalam

kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru yang

berbentuk ketrampilan, perilaku, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan.

19

2.1.2 Teori Belajar

Belajar merupakan proses yang harus ditempuh seseorang dalam mencapai kemajuan

dalam hidupnya, baik secara formal maupun nonformal. Seseorang dikatakan telah

mengalami pembelajaran jika dalam dirinya terjadi perubahan berupa kemampuan,

ketrampilan, nilai, dan perilaku yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain.

Perubahan-perubahan tersebut terjadi dengan tahapan-tahapan tertentu dan

berlangsung dalam waktu yang relatif lama dan perubahan itu terjadi karena adanya

usaha. Ada banyak alasan mengapa seorang guru harus menguasai teori-teori belajar:

Teori belajar akan sangat membantu guru, supaya memiliki kedewasaan dan

kewibawaan dalam hal mengajar, mempelajari muridnya, menggunakan prinsip-

prinsip psikologi maupun dalam hal menilai cara mengajarnya sendiri. Adapun teori

yang mendasari penelitian ini yaitu teori kognitivisme, konstruktivisme, dan

behaviorisme.

a. Teori belajar kognitif, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman, yang

tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur.

Pengetahuan seseorang diperoleh berdasarkan pemikiran. Menurut aliran ini, kita

belajar disebabkan oleh kemampuan kita dalam menafsirkan peristiwa/ kejadian

yang terjadi di dalam lingkungan. Oleh karena itu, dalam aliran kognitivisme

lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Karena

menurut teori ini bahwa belajar melibatkan proses berfikir kompleks. Tokoh-

tokoh penting dalam teori kognitif salah satunya adalah Piaget dan Brunner.

Menurut Piaget (1998: 90) perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana

20

anak aktif membangun sistem makna dan pemahaman realistis melalui

pengalaman-pengalaman dalam proses belajar dan interaksi-interaksi mereka.

Perkembangan kognitif sebagian besar tergantung kepada seberapa jauh anak

aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya (Trianto, 2011:

29). Sedangkan menurut Brunner, dengan teorinya free discovery learning

mengatakan bahwa belajar terjadi lebih ditentukan oleh cara seseorang mengatur

pesan/informasi, dan bukan ditentukan oleh umur.

Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang

ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu: enactive, iconic, dan symbolic.

Tahap enactive, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk

memahami lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak

menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan,

dan sebagainya. Tahap iconic, seseorang memahami objek-objek atau dunianya

melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia

sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan

(komparasi). Tahap symbolic, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau

Gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam

berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui

simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya (Trianto, 2011: 32).

Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak simbol. Semakin matang

seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Secara

21

sederhana teori perkembangan dalam fase enactive, iconic dan symbolic adalah anak

menjelaskan sesuatu melalui perbuatan (ia bergeser ke depan atau kebelakang di

papan mainan untuk menyesuaikan beratnya dengan berat temannya bermain) ini fase

enactive. Kemudian pada fase iconic ia menjelaskan keseimbangan pada gambar atau

bagan dan akhirnya ia menggunakan bahasa untuk menjelaskan prinsip keseimbangan

ini disebut sebagai fase symbolic (Sukmadinata, 2004: 85).

Menurut Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan kedalam dua dimensi. Dimensi

pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran itu disajikan

kepada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Selanjutnya dimensi kedua

menyangkut bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif

yang telah ada. Struktur kognitif ialah fakta, konsep, dan generalisasi yang telah

dipelajarai dan diingat oleh siswa. Jika siswa menghubungkan atau mengaitkan

informasi baru itu dengan struktur kognitifnya maka yang terjadi adalah belajar

bermakna (meaningful learning).Sebaliknya jika siswahanya mencoba menghafalkan

informasi baru itu tanpa menghubungkan dengan struktur kognitifnya, maka

terjadilah belajar dengan (Dahar, 2006: 94). Empat prinsip belajar bermakna Ausubel

adalah sebagai berikut.

1. Pengatur awal (advance organizer)

Pengatur awal dapat digunakan untuk membantu mengaitkan konsep yang lama

dengan konsep yang baru yang lebih tinggi maknanya.

22

2. Diferensiasi Progregsif

Dalam pembelajaran bermakna perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep-

konsep. Caranya unsur yang inklusif diperkenalkan terlebih dahulu kemudian

baru lebih mendetail.

3. Belajar Super ordinat

Belajar super ordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami

pertumbuhan kearah deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan

diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut. Proses

belajartersebut akan terus berlanjut hingga suatu saat ditemukan hal-hal baru.

4. Penyesuaian Integratif

Nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila nama

yang sama diterapkan pada lebih satu konsep.

Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan

hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan pelajaran yang baru dapat

menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur

kognisi siswa.

b. Teori belajar kontruktivisme, belajar adalah suatu proses mengasimilasikan dan

mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pengertian yang

sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan. Pembelajaran

konstruktivisme membiasakan siswa untuk memecahkan masalah dan

menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, mencari dan menemukan ide-ide

dengan mengkonstruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri. Teori belajar

23

konstruktivisme adalah membangun pengetahuan sedikit demi sedikit demi

sedikit, yang kemudian hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan

tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta,

konsep-konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil atau diiingat. Manusia harus

mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna meallui pengalaman nyata

(Baharuddin, 2007: 116).

Menurut teori belajar konstruktivisme, satu prinsip yang paling penting dalam

pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada

siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat

memberikan kemudahan untuk proses ini dengan memberi kesempatan siswa untuk

menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi

sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar

(Herpratiwi, 2009: 72). Teori belajar konstruktivisme adalah sebuah teori yang

memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari

kebutuhannya dengan kemampuan menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut

dengan bantuan fasilitas orang lain. Sehingga teori ini memberikan keaktifan terhadap

manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi pengetahuan atau teknologi

dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri. Piaget merupakan

psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme mengemukakan bahwa

pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan.

Bahkan perkembangan kognitif anak tergantung pada seberapa jauh mereka

memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan perkembangan

24

kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak

seimbangan dan keadaan keseimbangan (Herpratiwi, 2009: 79).

Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang

dikembangkan oleh Vygotsky yaitu belajaradalah sebuah proses yang melibatkan dua

elemen penting. Pertama, belajar merupakan proses secara biologis sebagai proses

dasar. Kedua, proses secara psikososial sebagai proses yang lehih tinggi dan esensi

berkaitan dengan lingkungan sosial budaya (Elliot, 2003: 52). Seperti Piaget,

Vygotsky juga menyatakan bahwa anak secara aktif mengkonstruksi pengetahuan.

Bedanya ialah bahwa Piaget lebih menekankan interaksi anak dengan objek fisik

dalam proses konstruksi pengetahuan, sedangkan Vygotsky menekankan pentingnya

konteks sosial. Konteks sosial mempengaruhi bagaimana seseorang berfikir,

berperilaku dan berprilaku. Konteks sosial meliputi seluruh lingkungan dimana anak

tinggal yang secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh kultur

masyarakatnya (Herpratiwi, 2009: 82). Inti konstruktivis Vigotsky adalah interaksi

antara aspek internal dan eksternal yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam

belajar, metode ini sangat membebaskan peserta didik untuk belajar sendiri. Prinsip-

prinsip pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme telah melahirkan berbagai

macam model-model pembelajaran diantaranya adalah discovery learning.

Pendekatan ini mengarahkan peserta didik untuk belajar secara discovery learning

(Baharuddin, 2007: 128).

25

Menurut Glaserfeld pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan dari

pikiran seseorang yang mempunyai pengetahuan (guru) kepikiran orang yang belum

punya pengetahuan (siswa). Bahkan bila guru bermaksud untuk mentransfer konsep,

ide dan pengertiannya kepada siswa, pemindahan itu harus diinterpretasikan dan

dikonstruksikan oleh siswa sendiri dengan pengalaman mereka (Herpratiwi, 2009:

83).

Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan

konstruktivisme Driver dan Bell mengajukan karakteristik sebagai berikut.

1. Siswa tidak dipandang sebagai suatu yang pasif melainkan memiliki tujuan,

2. Belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa,

3. Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara

personal,

4. Pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan melainkan melibatkan pengaturan

situasi kelas,

5. Kurikulum bukanlah sekedar siswa melainkan seperangkat pembelajaran materi

dan sumber (Herpratiwi, 2009: 80).

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa pembelajaran yang

mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan

siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam

refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain

siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui

asimilasi dan akomodasi. Aliran konstruktivisme ini merupakan yang paling

mendekati dan bertalian dengan sistem pembelajaran pada penelitian tindakan kelas

yang akan dilakukan. Aliran konstruktivistik menekankan bahwa pengetahuan adalah

hasil konstruksi (bentukan) manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya

26

melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Peran

seorang guru disini adalah sebagai mediator dan fasilitator. Guru menyediakan dan

menciptakan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa serta

membantu mereka mengekspresikan gagasannya, menyediakan sarana yang

merangsang siswa untuk berpikir secara produktif serta memberi semangat belajar.

Berdasarkan pengertian-pengertian belajar yang diungkapkan oleh para ahli di atas,

dapat diketahui bahwa belajar merupakan proses yang dilakukan oleh individu untuk

memperoleh perubahan perilaku secara keseluruhan melalui interaksi dengan

lingkungannya. Keberhasilan proses belajar mengajar ditentukandengan tercapai atau

tidaknya tujuan pembelajaran. Jika tujuan pembelajaran tercapai maka proses belajar

mengajar tersebut dapat dikatakan berhasil.

c. Teori belajar behaviorisme

Teori belajar behaviorisme menurut Skinner yaitu suatu pembelajaran dianggap perlu

dalam mendasari sebuah penelitian mengikuti perkembangan psikologi dari segi

jasmaniah dan aspek mental peserta didik.

Teori Behaviorisme Skinner ini sesuai dengan model pembelajaran Value

Clarification Technique (VCT) yang akan diterapkan, karena model pembelajaran

Value Clarification Technique (VCT) ini akan membiasakan siswa untuk belajar

menanamkan nilai keterampilan sosial. Sehingga siswa tidak hanya mengejar hasil

belajar semata tetapi membiasakan siswa untuk lebih kritis dan lebih mempunyai

keterampilan sosial.

27

Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari

adaya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar adalah

perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku

dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang

dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menujukkan perubahan tingkah lakunya.

Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus

dan keluaran atau output yang berupa respons. Stimulus adalah apa saja yang

diberikan guru kepada siswa misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja,

atau cara –cara tertentu, untuk membantu belajar siswa. Sedangkan respons adalah

reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut

(Budiningsih, 2005:20).

Berdasarkan teori di atas, yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa

stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon yang bisa diamati hanyalah

stimulus dan respon. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik adalah

terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan.

2.2 Model Pembelajaran Konvensional

Model pembelajaran yang sering digunakan oleh guru dalam pembelajaran sehari-hari

adalah model pembelajaran konvensional. Model ini sebenarnya kurang baik untuk

kita gunakan sepenuhnya dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran

konvensional yang biasa digunakan biasanya terdiri dari metode ceramah dan

penugasan (Ali, 2007: 34).

28

Menurut Aunurrahman, (2009: 55) mengatakan bahwa pembelajaran konvensional

ditandai dengan penyajian pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan konsep

yang akan dipelajari, dilanjutkan dengan pemberian informasi oleh guru, tanya jawab,

pemberian tugas oleh guru, pelaksanaan tugas oleh siswa sampai pada akhirnya guru

merasa bahwa apa yang telah diajarkan dapat dimengerti oleh siswa. Meski metode

ini lebih banyak menuntut keaktifan guru dari pada anak didik, tetapi metode ini tetap

tidak bisa ditinggalkan begitu saja dalam kegiatan pengajaran (Djamarah, 2010: 97).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

konvensional adalah cara mengajar yang menuntut keaktifan guru untuk menyajikan

pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari. Sintaks

model pembelajaran konvensional, yaitu: 1) guru menyampaikan materi secara lisan,

2) guru mengadakan tanya jawab kepada siswa secara individual, 3) guru

memberikan tugas kepada siswa secara individual, 4) secara bersama-sama

membahas tugas, 5) guru dan murid menyimpulkan materi, 6) pemberian evaluasi.

Menurut Djamarah (2010: 78), metode pembelajaran konvensional adalah metode

pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu

metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak

didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode

konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan serta

pembagian tugas dan latihan.

29

Pembelajaran pada metode konvesional, peserta didik lebih banyak mendengarkan

penjelasan guru di depan kelas dan melaksanakan tugas jika guru memberikan latihan

soal-soal kepada peserta didik. Yang sering digunakan pada pembelajaran

konvensional antara lain metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi,

metode penugasan.

Secara umum menurut Djamarah, (2010: 67) menyebutkan ciri-ciri pembelajaran

konvensional sebagai berikut:

1. Peserta didik adalah penerima informasi secara pasif, dimana peserta didik

menerima pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsinya sebagai badan dari

informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai standar.

2. Belajar secara individual.

3. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis.

4. Perilaku dibangun berdasarkan kebiasaan.

5. Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final.

6. Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.

7. Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik.

8. Interaksi di antara peserta didik kurang.

9. Guru sering bertindak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam

kelompok-kelompok belajar.

Namun perlu diketahui bahwa pembelajaran dengan model ini dipandang cukup

efektif atau mempunyai keunggulan, terutama:

1. Berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain

2. Menyampaikan informasi dengan cepat

3. Membangkitkan minat akan informasi

4. Mengajari peserta didik yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan

30

5. Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar.

Sedangkan kelemahan dari pembelajaran model ini, menurut Putra (2005: 90) antara

lain sebagai berikut:

1. Kegiatan belajar adalah memindahkan pengetahuan dari guru ke peserta didik.

Tugas guru adalah memberi dan tugas peserta didik adalah menerima.

2. Kegiatan pembelajaran seperti mengisi botol kosong dengan pengetahuan. Peserta

didik merupakan penerima pengetahuan yang pasif.

3. Pembelajaran konvensional cenderung mengkotak-kotakkan peserta didik.

4. Kegiatan belajar mengajar lebih menekankan pada hasil daripada proses.

5. Memacu peserta didik dalam kompetisi bagaikan ayam aduan, yaitu peserta didik

bekerja keras untuk mengalahkan teman sekelasnya. Siapa yang kuat dia yang

menang.

Metode lainnya yang sering digunakan dalam metode konvensional antara lain adalah

ekspositori. Metode ekspositori ini seperti ceramah, di mana kegiatan pembelajaran

terpusat pada guru sebagai pemberi informasi (bahan pelajaran). Ia berbicara pada

awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal disertai tanya jawab. Peserta

didik tidak hanya mendengar dan membuat catatan. Guru bersama peserta didik

berlatih menyelesaikan soal latihan dan peserta didik bertanya kalau belum mengerti.

Guru dapat memeriksa pekerjaan peserta didik secara individual, menjelaskan lagi

kepada peserta didik secara individual atau klasikal.

Menurut Suherman (2001: 21), mendefenisikan bahwa pendekatan konvensional

ditandai dengan guru mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep

bukan kompetensi, tujuannya adalah peserta didik mengetahui sesuatu bukan mampu

untuk melakukan sesuatu dan pada saat proses pembelajaran peserta didik lebih

31

banyak mendengarkan. Di sini terlihat bahwa pendekatan konvensional yang

dimaksud adalah proses pembelajaran yang lebih banyak didominasi gurunya sebagai

“pentransfer ilmu, sementara peserta didik lebih pasif sebagai “penerima” ilmu.

Menurut Sanjaya (2006: 45) memandang pembelajaran ekspoisitori adalah proses

pembelajaran yang dilakukan sebagai mana umumnya guru membelajarkan materi

kepada peserta didiknya. Guru mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik,

sedangkan peserta didik lebih banyak sebagai penerima. Sistem pembelajaran

konvensional (faculty teaching) cenderung kental dengan suasana instruksional dan

dirasa kurang sesuai dengan dinamika perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

yang demikian pesat. Di samping itu sistem pembelajaran konvensional kurang

fleksibel dalam mengakomodasi perkembangan materi kompetensi karena guru harus

intensif menyesuaikan materi pelajaran dengan perkembangan teknologi terbaru.

Selanjutnya menurut Sagala, (2009: 66), menyatakan pembelajaran dikatakan

mengggunakan pendekatan konvensional apabila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Otoritas seorang guru lebih diutamakan dan berperan sebagai contoh bagi murid-

muridnya.

2. Perhatian kepada masing-masing individu atau minat sangat kecil

3. Pembelajaran di sekolah lebih banyak dilihat sebagai persiapan akan masa depan,

bukan sebagai peningkatan kompetensi peserta didik di saat ini.

4. Penekanan yang mendasar adala pada bagaimana pengetahuan dapat diserap oleh

peserta didik dan penguasaan pengetahuan tersebutlah yang menjadi tolak ukur

keberhasilan tujuan, sementara pengembangan potensi peserta didik terabaikan.

Jika dilihat dari tiga jalur modus penyampaian pesan pembelajaran, penyelenggaraan

pembelajaran konvensional lebih sering menggunakan modus telling (pemberian

32

informasi), ketimbang modus demonstrating (memperagakan) dan doing direct

performance (memberikan kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja secara

langsung). Dalam kata lain, guru lebih sering menggunakan strategi atau metode

ceramah atau drill dengan mengikuti urutan materi dalam kurikulum secara ketat.

Guru berasumsi bahwa keberhasilan program pembelajaran dilihat dair ketuntasannya

menyampaikan seluruh meteri yang ada dalam kurikulum.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka pendekatan konvensional dapat dimaklumi

sebagai pembelajaran yang lebih banyak berpusat pada guru, komunikasi lebih

banyak satu arah dari guru ke peserta didik, metode pembelajaran lebih pada

penguasaan konsep-konsep bukan kompetensi. Meskipun banyak terdapat

kekurangan, model pembelajaran konvensional ini masih diperlukan, mengingat

model ini cukup efektif dalam memberikan pemahaman kepada para murid pada

awal-awal kegiatan pembelajaran.

2.3 Model Pembelajaran Discovery Learning

Belajar mengajar dapat dikatakan berhasil, apabila tujuan yang telah ditetapkan dapat

tercapai dengan baik. Demikian pula dengan kegiatan belajar mengajar PKn akan

berhasil, jika tujuan dari pengajaran PKn tercapai dengan baik pula.Agar tujuan

pengajaran dapat tercapai dengan baik maka dibutuhkan model mengajar yang tepat.

Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar

dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model

pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan,

33

metode, dan teknik pembelajaran. Model dan proses pembelajaran akan menjelaskan

makna kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pendidik selama pembelajaran

berlangsung.

Menurut Sagala (2009: 175) model diartikan sebagai kerangka konseptual yang

digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Model dapat dipahami

sebagai:

a. Suatu tipe atau desain

b. Suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses

visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan langsung diamati

c. Suatu sistem asumsi-asumsi, data-data dan inferensi-inferensi yang dipakai

untuk menggambarkan secara matematis suatu objek atau peristiwa

d. Suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja

e. Suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau imajiner

f. Penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukkan sifat

bentuk aslinya.

Menurut Joyce dan Weil dalam Sagala (2009: 176) mengatakan bahwa: “model

mengajar adalah suatu deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan

perencanaan kurikulum, kursus-kursus, desain unit-unit pelajaran dan pembelajaran,

perlengkapan belajar, buku-buku pelajaran, buku-buku kerja, program multi media

dan bantuan belajar melalui program komputer”. Selanjutnya Joyce dan Weil

mengemukakan ada empat kategori yang penting diperhatikan dalam model mengajar

34

yakni: model informasi, model personal, model interaksi dan model tingkah laku

(Sagala. 2009: 176).

Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi metode

atau prosedur, menurut Trianto (2011: 6) model pengajaran mempunyai empat ciri

khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur, ciri-ciri tersebut

adalah:

a. Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau penggemarnya

b. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan

pembelajaran yang akan dicapai)

c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat

dilaksanakan dengan berhasil

d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan itu dapat tercapai

Model discovery learning merupakan suatu model pembelajaran yang menitik

beratkan pada aktifitas siswa dalam belajar. Jerome Bruner menyatakan bahwa siswa

didorong untuk belajar dengan diri mereka sendiri. Siswa belajar melalui aktif dengan

konsep-konsep dan prinnsip-prinsip dan guru mendorong siswa untuk mempunyai

pengalaman-pengalaman tersebut untuk menemukan prinsip-prinsip bagi diri mereka

sendiri (Slavin, 1994: 46). Dalam proses pembelajaran dengan model ini, guru hanya

bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk

menemukan konsep, dalil, prosedur, dan semacamnya.

35

Tiga ciri utama belajar penemuan (discovery learning) yaitu:

1. mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan,

menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan;

2. berpusat pada siswa;

3. kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang

sudah ada (Herdi, 2010: 65).

Model discovery learning (pembelajaran penemuan) adalah model mengajar yang

mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang

sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau

seluruhnya ditemukan sendiri.

Dalam discovery learning (pembelajaran penemuan) kegiatan atau pembelajaran yang

dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan

prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa

melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik

kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip.

Model discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan

pengajaran perseorang, memanipulasi objek sebelum sampai pada generalisasi.

Sedangkan Bruner menyatakan bahwa anak harus berperan aktif didalam belajar.

Lebih lanjut dinyatakan, aktivitas itu perlu dilaksanakan melalui suatu cara yang

disebut discovery Discovery yang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya,

diarahkan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip (Herdi, 2010: 78). Model

36

discovery learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses

intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005: 43).

Menurut Sund ”discovery adalah proses mental dimana siswa mampu

mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip”. Proses mental tersebut ialah

mengamati, mencerna, mengerti, mengolong-golongkan, membuat dugaan,

menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya (Roestiyah, 2001: 20)

Sedangkan menurut Jerome Bruner ”discovery/penemuan adalah suatu proses, suatu

jalan/cara dalam mendekati permasalahan bukannya suatu produk atau item

pengetahuan tertentu”. Dengan demikian di dalam pandangan Bruner, belajar dengan

penemuan adalah belajar untuk menemukan, dimana seorang siswa dihadapkan

dengan suatu masalah atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat

mencari jalan pemecahan (Markaban, 200: 45).

Model discovery learning menempatkan guru sebagai fasilitator. Guru membimbing

siswa dimana ia diperlukan. Dalam model ini, siswa didorong untuk berpikir sendiri,

menganalisis sendiri sehingga dapat ”menemukan” prinsip umum berdasarkan bahan

atau data yang telah disediakan guru (PPPG dalam Riensuciati, 2013: 4). Model

penemuan terbimbing atau terpimpin adalah model pembelajaran penemuan yang

dalam pelaksanaanya dilakukan oleh siswa berdasarkan petunjuk-petunjuk guru.

Petunjuk diberikan pada umumnya berbentuk pertanyaan membimbing (Ali, 2007:

87).

37

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model discovery learning

adalah model pembelajaran yang dimana siswa berpikir sendiri sehingga dapat

”menemukan” prinsip umum yang diinginkan dengan bimbingan dan petunjuk dari

guru berupa pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan.

Ciri utama belajar menemukan yaitu:

1. mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan,

menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan;

2. berpusat pada siswa;

3. kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang

sudah ada.

Prinsip belajar yang nampak jelas dalam discovery learning adalah materi atau bahan

pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi

siswa sebagai peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui

dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorgansasi atau

membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu

bentuk akhir.

Dengan demikian dalam mengaplikasikan model discovery learning dalam sebuah

bahan ajar pada suatu bidang studi tertentu maka tidak semua materi pelajaran yang

harus dipelajari siswa dipresentasikan dalam bentuk final, beberapa bagian discovery

learning harus dicari diidentifikasikan oleh siswa sendiri. Pelajar mencari informasi

sendiri (Slameto, 2003: 24).

38

Penggunaan model discovery learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif

menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student

oriented. Merubah modus ekspository siswa hanya menerima informasi secara

keseluruhan dari guru ke modus discovery siswa menemukan informasi sendiri.

2.3.1 Tujuan Pembelajaran Discovery Learning

Tujuan model discovery learning sebagai model belajar mengajar menurut (Azhar

dalam Nisbah, 2013: 34) yaitu: (1) kemampuan berfikir agar lebih tanggap, cermat

dan melatih daya nalar (kritis, analisis dan logis); (2) membina dan mengembangkan

perilaku ingin lebih tahu; (3) mengembangkan aspek kognitif, afektif dan

psikomotorik; (4) mengembangkan perilaku, keterampilan kepercayaan murid dalam

memutuskan sesuatu secara tepat dan obyektif.

Bell mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan penemuan,

yakni sebagai berikut.

a. Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif

dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi siswa dalam

pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.

b. Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola

dalam situasi konkrit maupun abstrak, juga siswa banyak meramalkan

(extrapolate) informasi tambahan yang diberikan

c. Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan

39

menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat

dalam menemukan.

d. Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja

bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan

menggunakan ide-ide orang lain.

e. Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan

keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui

penemuan lebih bermakna.

f. Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam

beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan diaplikasikan

dalam situasi belajar yang baru (Riensuciati, 2013: 65).

2.3.2 Macam-macam Discovery Learning

Model discovery learning/pembelajaran penemuan dibagi 3 jenis yaitu sebagai

berikut.

a. Penemuan Murni.

Pada pembelajaran dengan penemuan murni pembelajaran terpusat pada siswa

dan tidak terpusat pada guru. Siswalah yang menentukan tujuan dan

pengalaman belajar yang diinginkan, guru hanya memberi masalah dan situasi

belajar kepada siswa. Siswa mengkaji fakta atau relasi yang terdapat pada

masalah itu dan menarik kesimpulan (generalisasi) dari apa yang siswa

40

temukan. Kegiatan penemuan ini hampir tidak mendapatkan bimbingan guru.

Penemuan murni biasanya dilakukan pada kelas yang pandai.

b. Penemuan Terbimbing

Pada pengajaran dengan penemuan terbimbing guru mengarahkan tentang

materi pelajaran. Bentuk bimbingan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk,

arahan, pertanyaan atau dialog, sehingga diharapkan siswa dapat menyimpulkan

(menggeneralisasikan) sesuai dengan rancangan guru. Generalisasi atau

kesimpulan yang harus ditemukan oleh siswa harus dirancang secara jelas oleh

guru. Pada pengajaran dengan metode penemuan, siswa harus benar-benar aktif

belajar menemukan sendiri bahan yang dipelajarinya.

c. Penemuan Laboratory

Penemuan laboratory adalah penemuan yang menggunakan objek langsung

(media konkrit) dengan cara mengkaji, menganalisis, dan menemukan secara

induktif, merumuskan dan membuat kesimpulan.Penemuan laboratory dapat

diberikan kepada siswa secara individual atau kelompok. Penemuan laboratory

dapat meningkatkan keinginan belajar siswa, karena belajar melalui berbuat

menyenangkan bagi siswa yang masih berada pada usia senang bermain

(Slameto, 2003: 30).

Dari ketiga macam model discovery learning peneliti merasa model penelitian

terbimbing merupakan model yang dianggap paling tepat untuk di terapkan pada saat

penelitian tindakan kelas untuk mata pelajaran PKn.

41

2.3.3 Tahapan Discovery Learning

Tahap-tahap penggunaan model discovery learning/belajar penemuan dalam

pembelajaran menurut Amien (2006: 39) dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Tahap pertama adalah diskusi. Pada tahap ini guru memberikan pertanyaan

kepada siswa untuk didiskusikan secara bersama-sama sebelum lembaran kerja

siswa diberikan kepada siswa. Tahap ini dimaksudkan untuk mengungkap

konsep awal siswa tentang materi yang akan dipelajari.

b. Tahap kedua adalah proses. Pada tahap ini siswa mengadakan

kegiatanlaboratorium sesuai dengan petunjuk yang terdapat dalam lembar

kerjasiswa guna membuktikan sekaligus menemukan konsep yang sesuai dengan

konsep yang benar.

c. Tahap ketiga merupakan tahap pemecahan masalah. Setelah mengadakan

kegiatan laboratorium siswa diminta untuk membandingkan hasil diskusi

sebelum kegiatan laboratorium dengan hasil setelah laboratorium sesuai dengan

lembaran kerja siswa hingga menemukan konsep yang benar tentang masalah

yang ingin dipecahkan.

2.3.4 Aplikasi Pembelajaran Discovery Learning di Kelas

Seorang guru bidang studi, dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas

harus melakukan beberapa persiapan. Berikut ini tahap perencanaan menurut Bruner,

yaitu:

a. Menentukan tujuan pembelajaran.

42

b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya

belajar, dan sebagainya).

c. Memilih materi pelajaran.

d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-

contoh generalisasi).

e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas

dan sebagainya untuk dipelajari siswa.

f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang

konkrit ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.

g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa (Suciati dan Irawan dalam

Budiningsih, 2005: 50)

2.3.5 Prosedur Aplikasi Discovery Learning

Adapun menurut (Syah, 2004: 244) dalam mengaplikasikan model discovery learning

di kelas tahapan atau prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar

mengajar secara umum adalah sebagai berikut:

1. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan).

Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan

kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar

timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri (Affan, 2008: 14). Tahap ini Guru

bertanya dengan mengajukan persoalan, atau menyuruh anak didik membaca

atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan. Stimulation pada tahap

43

ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat

mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal

ini Bruner memberikan stimulation dengan menggunakan teknik bertanya yaitu

dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa

pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi.

2. Problemstatement (pernyataan/ identifikasi masalah).

Setelah dilakukan stimulation langkah selanjutya adalah guru memberi

kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-

agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya

dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis.

3. Data collection (pengumpulan data).

Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa

untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk

membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Affan, 2008: 14). Pada tahap ini

berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidak hipotesis,

dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan

(collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati

objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan

sebagainya (Djamarah, 2002: 22).

4. Data processing (pengolahan data).

Menurut Syah, (2004: 244) data processing merupakan kegiatan mengolah data

dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara,

44

observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Data processing disebut juga dengan

pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep

dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan

penegetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat

pembuktian secara logis.

5. Verification (pentahkikan/pembuktian).

Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan

baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk

menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh

yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005: 41).

6. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)

Tahap generalitation/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah

kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua

kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah,

2004: 24). Atau tahap dimana berdasarkan hasil verifikasi tadi, anak didik belajar

menarik kesimpulan atau generalisasi tertentu (Djamarah, 2002: 22). Akhirnya

dirumuskannya dengan kata-kata prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi

(Affan dalam Riensuciati, 2013: 198).

45

2.3.6 Langkah-langkah Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing

Menurut Markaban (2006: 16) agar pelaksanaan model pembelajaran penemuan

terbimbing ini berjalan dengan efektif, beberapa langkah yang mesti ditempuh oleh

guru adalah sebagai berikut :

a. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data

secukupnya, perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang menimbulkan

salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah.

b. Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan

menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan guru dapat diberikan sejauh

yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk

melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau

LKS.

c. Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya.

d. Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat siswa tersebut diatas diperiksa

oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan kebenaran prakiraan

siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai.

e. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka

verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk

menyusunnya. Disamping itu perlu diingat pula bahwa induksi tidak menjamin

100% kebenaran konjektur.

f. Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal

latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar.

46

2.3.7 Peranan Guru dalam Pembelajaran Discovery Learning

Peran guru dalam penemuan terbimbing sering diungkapkan dalam Lembar Kerja

Siswa (LKS). LKS ini biasanya digunakan dalam memberikan bimbingan kepada

siswa menemukan konsep atau terutama prinsip (rumus, sifat) (PPPG dalam

Riensuciati, 2013: 56).

Perlu diingat bahwa model ini memerlukan waktu yang relatif banyak dalam

pelaksanaannya, akan tetapi hasil belajar yang dicapai tentunya sebanding dengan

waktu yang digunakan. Pengetahuan yang baru akan melekat lebih lama apabila

siswa dilibatkan secara langsung dalam proses pemahaman dan ’mengkonstruksi’

sendiri konsep atau pengetahuan tersebut (Ratumanan, 2002: 54)..

Dalam melakukan aktivitas atau penemuan dalam kelompok- kelompok kecil, siswa

berinteraksi satu dengan yang lain. Interaksi ini dapat berupa saling sharing atau

siswa yang lemah bertanya dan dijelaskan oleh siswa yang lebih pandai. Kondisi

semacam ini selain akan berpengaruh pada penguasaan siswa terhadap materi

pelajaran geografi, juga akan dapat meningkatkan social skills siswa, sehingga

interaksi merupakan aspek penting dalam pembelajaran. Menurut Burscheid dan

Struve (Voigt dalam Riensuciati, 2013: 65) belajar konsep-konsep teoritis di sekolah,

tidak cukup hanya dengan memfokuskan pada individu siswa yang akan menemukan

konsep-konsep, tetapi perlu adanya social impuls di sekolah sehingga siswa dapat

mengkonstruksikan konsep-konsep teoritis seperti yang diinginkan. Interaksi dapat

terjadi antar guru dengan siswa tertentu, dengan beberapa siswa, atau serentak dengan

47

semua siswa dalam kelas. Tujuannya untuk saling mempengaruhi berpikir masing-

masing, guru memancing berpikir siswa yaitu dengan pertanyaan-pertanyaan terfokus

sehingga dapat memungkinkan siswa untuk memahami dan mengkontruksikan

konsep-konsep tertentu, membangun aturan-aturan dan belajar menemukan sesuatu

untuk memecahkan masalah.

Model discovery learning, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui

keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Selain

itu, dalam pembelajaran penemuan siswa juga belajar pemecahan masalah secara

mandiri dan keterampilan-keterampilan berfikir, karena mereka harus menganalisis

dan memanipulasi informasi (Slavin, 1994: 134).Namun dalam proses penemuan ini

siswa mendapat bantuan atau bimbingan dari guru agar mereka lebih terarah sehingga

baik proses pelaksanaan pembelajaran maupun tujuan yang dicapai terlaksana dengan

baik. Bimbingan guru yang dimaksud adalah memberikan bantuan agar siswa dapat

memahami tujuan kegiatan yang dilakukan dan berupa arahan tentang prosedur kerja

yang perlu dilakukan dalam kegiatan pembelajaran (Ratumanan, 2002: 54).

Penemuan terbimbing yang dilakukan oleh siswa dapat mengarah pada terbentuknya

kemampuan untuk melakukan penemuan bebas di kemudian hari. Kegiatan

pembelajaran penemuan terbimbing mempunyai persamaan dengan kegiatan

pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan proses. Kegiatan pembelajaran

penemuan terbimbing menekankan pada pengalaman belajar secara langsung melalui

kegiatan penyelidikan, menemukan konsep dan kemudian menerapkan konsep yang

48

telah diperoleh dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan kegiatan belajar yang

berorientasi pada keterampilan proses menekankan pada pengalaman belajar

langsung, keterlibatan siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran, dan penerapan

konsep dalam kehidupan sehari-hari, dengan demikian bahwa penemuan terbimbing

dengan keterampilan proses ada hubungan yang erat sebab kegiatan penyelidikan,

menemukan konsep harus melalui keterampilan proses. Hal ini didukung oleh Carin

(1993: 105), “Guided discovery incorporates the best of what is known about science

processes and product.” Penemuan terbimbing mamadukan yang terbaik dari apa

yang diketahui siswa tentang produk dan proses sains.

Model pembelajaran discovery merupakan suatu metode pengajaran yang

menitikberatkan pada aktivitas siswa dalam belajar. Dalam proses pembelajaran

dengan metode ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang

mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma dan

semacamnya.

Model discovery (penemuan) yang mungkin dilaksanakan pada siswa SMP adalah

metode penemuan terbimbing. Hal ini dikarenakan siswa SMP masih memerlukan

bantuan guru sebelum menjadi penemu murni. Oleh sebab itu model discovery

(penemuan) yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model guided discovery

(penemuan terbimbing).

49

2.3.8 Keunggulan dan kelemahan Model Discovery Learning

Memperhatikan Model Penemuan Terbimbing tersebut diatas dapat disampaikan

kelebihan dankekurangan yang dimilikinya. Kelebihan dari model penemuan

Terbimbingadalah sebagai berikut (Marzano; 1992: 67):

a. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan.

b. Menumbuhkan sekaligus menanamkan perilaku inquiry (mencari-temukan).

c. Mendukung kemampuan problem solving siswa.

d. Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru, dengan

demikian siswa juga terlatih untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan

benar.

e. Materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan lebih

lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukanya.

f. Siswa belajar bagaimana belajar (learn how to learn).

g. Belajar menghargai diri sendiri.

h. Memotivasi diri dan lebih mudah untuk mentransfer.

i. Pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat.

j. Hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil

lainnya

k. Meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir bebas.

l. Melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan

memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.

50

Sementara itu kelemahannya adalah sebagai berikut :

a. Untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama.

b. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini, di lapangan,

beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan model ceramah.

c. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya topik-topik

yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan model penemuan

terbimbing.

2.4 Konsep dan Pengertian Perilaku

Pengertian Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang

mempunyai bentangan arti yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,

menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian

tersebut bisa disimpulkan bahwa perilaku manusia adalah semua kegiatan atau

aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh

pihak luar (Notoatmodjo, 2003: 64). Sedangkan dalam pengertian umum perilaku

adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh makhluk hidup.

Pengertian perilaku dapat dibatasi sebagai keadaan jiwa untuk berpendapat, berfikir,

bersikap, dan lain sebagainya yang merupakan refleksi dari berbagai macam aspek,

baik fisik maupun non fisik. Perilaku juga diartikan sebagai suatu reaksi psikis

seseorang terhadap lingkungannya, reaksi yang dimaksud digolongkan menjadi dua,

yakni :

51

a. bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkrit),

b. dalam bentuk aktif (dengan tindakan konkrit),

Tentunya banyak juga para ahli memiliki pandangan masing-masing tentang

Pengertian perilaku ini, berikut daftar pengertian menurut para ahli di bidangnya:

1. Menurut Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi

organisme terhadap lingkungannya, hal ini berarti bahwa perilaku baru akan

terwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang

disebut rangsangan, dengan demikian maka suatu rangsangan tertentu akan

menghasilkan perilaku tertentu pula (Kwick, 1972: 213).

2. menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme

yang dapat diamati dan bahkan dipelajari.

3. Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003: 45),

merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap

stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui

proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut

merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus –

Organisme – Respon.

4. Menurut Purwanto, (2014: 56) perilaku adalah pandangan-pandangan atau

perasaan yang disertai kecendrungan untuk bertindak sesuai sikap objek tadi.

52

2.4.1 Bentuk Perilaku

Pada dasarnya bentuk perilaku dapat diamati, melalui sikap dan tindakan, namun

demikian tidak berarti bahwa bentuk perilaku itu hanya dapat dilihat dari sikap dan

tindakannya saja, perilaku dapat pula bersifat potensial, yakni dalam bentuk

pengetahuan, motivasi dan persepsi.

Bloom (1956: 45), membedakannya menjadi 3 macam bentuk perilaku, yakni

Coqnitive, Affective dan Psikomotor, Ahli lain menyebut Pengetahuan, Sikap dan

Tindakan, Sedangkan Ki Hajar Dewantara, menyebutnya Cipta, Rasa, Karsa atau Peri

akal, Peri rasa, Peri tindakan.

Bentuk perilaku dilihat dari sudut pandang respon terhadap stimulus, maka perilaku

dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Perilaku tertutup, Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus

dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respon atau reaksi terhadap stimulus ini

masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang

terjadi belum bisa diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka, Perilaku terbuka adalah respon seseorang terhadap stimulus

dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap terhadap stimulus

tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice).

53

2.4.2 Proses Pembentukan Perilaku

Proses pembentukan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari

dalam diri individu itu sendiri, faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Persepsi, Persepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, dan sebagainya.

2. Motivasi, Motivasi diartikan sebagai dorongan untuk bertindak untuk mencapai

sutau tujuan tertentu, hasil dari pada dorongan dan gerakan ini diwujudkan dalam

bentuk perilaku

3. Emosi, Perilaku juga dapat timbul karena emosi, Aspek psikologis yang

mempengaruhi emosi berhubungan erat dengan keadaan jasmani, sedangkan

keadaan jasmani merupakan hasil keturunan (bawaan), Manusia dalam mencapai

kedewasaan semua aspek yang berhubungan dengan keturunan dan emosi akan

berkembang sesuai dengan hukum perkembangan, oleh karena itu perilaku yang

timbul karena emosi merupakan perilaku bawaan.

4. Belajar, Belajar diartikan sebagai suatu pembentukan perilaku dihasilkan dari

praktek-praktek dalam lingkungan kehidupan. Barelson (1964: 341) mengatakan

bahwa belajar adalah suatu perubahan perilaku yang dihasilkan dari perilaku

terdahulu.

Perilaku manusia terjadi melalui suatu proses yang berurutan. Penelitian Rogers

(1974: 65) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru

(berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu:

54

1. Awareness (kesadaran), yaitu orang tersebut menyadari atau mengetahui stimulus

(objek) terlebih dahulu.

2. Interest (tertarik), yaitu orang mulai tertarik kepada stimulus.

3. Evaluation (menimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya). Hal ini berarti

sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru

5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran,

dan sikapnya terhadap stimulus.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini

didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka perilaku tersebut

akan menjadi kebiasaan atau bersifat langgeng (Notoatmodjo, 2003: 250).

2.5 Pengertian Tanggung Jawab

Tanggungjawab menurut kamus bahasa indonesia adalah keadaan wajib.

Menanggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab menurut kamus

umum bahasa indonesi adalah berkewajiban menanggung, memikul, menanggung

segala sesuatunya, dan menanggung akibatnya. Tanggung jawab adalah kesadaran

manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang di sengajamaupun yang tidak di

sengaja.tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaranakan

kewajiban. Tanggung jawab itu bersifat kodrati,artinya sudah menjadi bagian hidup

manusia,bahwa setiap manusia di bebani dengan tangung jawab.apabila di kaji

tanggung jawab itu adalahkewajiban yang harus di pikul sebagai akibat dari

55

perbuatan pihak yang berbuat. Tanggung jawab adalah ciri manusia yang beradab.

Manusia merasa bertanggung jawab karena ia menyadari akibat baik atau buruk

perbuatannya itu, dan menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan pengadilan

atau pengorbanan.

Menurut Hayek (2009: 12). Semua bentuk dari apa yang disebut dengan

tanggungjawab kolektif mengacu padatanggungjawab individu. Istilah

tanggungjawab bersama umumnya hanyalah digunakan untuk menutup-nutupi

tanggungjawab itu sendiri. Kebebasan dan tanggungjawab tidak dapat dipisahkan.

Orang yang dapat bertanggungjawab terhadap tindakannya dan

mempertanggungjawakan perbuatannya hanyalah orang yang mengambil keputusan

dan bertindak tanpa tekanan dari pihak manapun atau secara bebas. Liberalisme

menghendaki satu bentuk kehidupan bersama yang memungkinkan manusianya untuk

membuat keputusan sendiri tentang hidup mereka.Karenaitu bagi suatu masyarakat

liberal hal yang mendasar adalah bahwa setiap individu harus mengambil

alih tanggungjawab. Ini merupakan kebalikan dari konsep sosialis yang

mendelegasikan tanggungjawab dalam ukuran seperlunya kepada masyarakat atau

negara.

Menurut Shaw, (2000: 104) persaingan yang merupakan unsur pembentuk setiap

masyarakat bebas baru mungkinterjadi jika ada tanggungjawab individu. Seorang

manusia baru akan dapat menerapkanseluruh pengetahuan dan energinya dalam

bentuk tindakan yang efektif dan berguna jika iasendiri harus menanggung akibat dari

perbuatannya, baik itu berupa keuntungan maupunkerugian. $ustru di sinilah

56

gagalnya ekonomi terpimpin dan masyarakat sosial secara resmimemang semua

bertanggungjawab untuk segala sesuatunya, tapi faktanya tak

seorangpun bertanggungjawab. Akibatnya masih kita alami sampai sekarang.'alam

diskusi politik sering disebut-sebut istilah tanggungjawab sosial.Istilah ini dianggap

sebagai bentuk khusus, lebih tinggi dari tanggungjawab secara umum.

(namun berbeda dari penggunaan bahasa yang ada, tanggung jawab sosial

dan solidaritas muncul dari tanggung jawab pribadi dan sekaligus menuntut

kebebasan dan persaingan dalam ukuran yang tinggi.) untuk mengimbangi

tanggungjawab sosial tersebut pemerintah membuat sejumlah sistem, mulai dari

lembaga federal untuk pekerjaan sampai asuransi dana pensiun yang

dibiayai dengan uang pajak atau sumbangan-sumbangan paksaan. Institusi yang

terkait ditentukan dengan keanggotaan paksaan. Karena itu institusi-institusi

tersebut tidak mempunyai kualitas moral organisasi yang bersifat sukarela.

Orang yang terlibat dalam organisas-organisasi sepert ini adalah mereka yang

melaksanakan tanggungjawab pribadi untuk diri sendiri dan orang lain. Semboyan

umum semuabirokrat adalah perlindungan sebagai ganti tanggungjawab.

Horber (2003: 190) tanggungjawab terhadap orang lain. Setiap manusia mempunyai

kemungkinan dan di banyak situasi juga kewajiban moral atau hokum untuk

bertanggungjawab terhadap orang lain. Secara tradisional keluarga adalah tempat

dimana manusia saling memberikan tanggungjawabnya. Orang tua bertanggungjawab

kepada anaknya, anggota keluarga saling tanggungjawab. Dan nggota keluarga saling

membantu dalam keadaan susah, saling mengurus diusia tua dan dalam keadaan sakit.

57

Ini khususnya menyangkut manusia yang karena berbagaialasan tidak mampu atau

tidak mampu lagi bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri secara penuh.

Ini terlepas dari apakah kehidupan itu berbentuk perkawinan atau tidak.

Tanggungjawab terhadap orang lain seperti ini tentu saja dapat diterapkan di luar

lingkungankeluarga. Bentuknya bisa beranekaragam.yang penting adalah prinsip

sukarela/pada kedua belah pihak. Bertanggungjawaban manusia terhadap dirinya

sendiri tidak boleh digantikandengan perwalian.

Pengertian tanggungjawab dalam Demokrasi Pancasila adalah kesediaan dan kerelaan

dalam menetapkan dan melaksanakan keputusan musyawarah serta akibat atas prilaku

yang dilakukan demi kebajikan, kebenaran, keadilan terhadap diri sendiri, sesama

atau masyarakat, bangsa dan negara serta terhadap Tuhan yang Maha Esa,

(Depdiknas, 2003: 63).

Orang yang bertanggungjawab akan melaksanakan hak dan kewajibannya dengan

sebaik-baiknya. Seorang siswa yang bertanggungjawab akan belajar dengan

bersungguh-sungguh serta memanfaatkan waktunya semaksimal mungkin untuk

menuntut ilmu.Perilaku tanggungjawab sangat penting dalam kehidupan karena orang

yang bertanggungjawab tidak akan melepaskan dan melalaikan tugas maupun

kewajibannya selalu konsekuen dan konsisten dalam perilaku dan perbuatannya.

Jadi berdasarkan penjelasan diatas tanggungjawab merupakan perilaku dan prilaku

untuk menanggung segala akibat yang timbul dari suatu perbuatan yang dilakukan

oleh individu atau sekelompok orang dalam organisasi.

58

2.5.1 Ciri Perilaku Tanggungjawab

Ciri-ciri umum orang yang bertanggungjawab adalah

a. Setia dan cinta terhadap tugas

Orang yang bertanggungjawab akan selalu melaksanakan tugas dan

kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Hal ini disebabkan adanya rasa kecintaan

dan kesetiaan terhadap tugas yang dilakukannya.

b. Mau menanggung risiko

Orang yang bertanggungjawab jika menghadapi risiko dari perbuatannya maka ia

akan bersedia menaggung segala risiko tersebut.

c. Tidak menyia-nyiakan kewajiban dan tugas jika diberi pekerjaan

Orang yang bertanggungjawab akan melaksanakannya sesuai ketentuan yang

ada. Ia akan patut dan taat terhadap peraturan yang berlaku.

d. Berani dalam menghadapi tantangan

Setiap pekerjaan mengandung tantangan dan hambatan,maksudnya bahwa

dalammengerjakan suatu pekerjaan sering kali dihadapkan pada kegagalan. Bagi

mereka yang memiliki perilaku tanggungjawab maka tidak akan menyerah begitu

saja dalam menghadapi berbagai kesulitan.

Adapun ciri perilaku tanggungjawab pelajar (Departemen Pendidikan Dasar dan

Menengah, 2001: 65).

a. Para siswa selalu memanfaatkan waktunya dengan seoptimal mungkin untuk

belajar.

59

b. Para siswa mengerjakan tugas yang diberikan guru dengan sebaik-baiknya.

c. Para siswa menunaikan kewajibannya seperti melaksanakan tugas piket dan

upacara bendera.

d. Melaksanakan sepenuhnya hasil musyawarah OSIS tentang kegiatan siswa.

2.5.2 Indikator seseorang memiliki tanggung jawab adalah sebagai berikut:

1) Kemampuan melaksanakan tugas sesuai prosedur

2) Kemampuan melaksanakan tugas individu dengan baik

3) Kemampuan mengelola waktu dengan baik

4) Kesediaan menyelesaikan tugas

5) Menerima resiko dari tindakan yang dilakukan.

2.5.3 Indikator Kualitas Bertanggungjawab

Secara konseptual indikator kualitas bertanggungjawab memiliki ciri kualitatif dan

indikator prilaku. Ciri kualitatif merujuk pada tuntutan normatif-derivatif atau

tuntutan yang diturunkan dari ketentuan perundang-undangan secara ketentuan

normatif lainnya yang bersifat sosial-kultural yang koheren atau yang melekat dengan

tuntutan ketentuan yang dijabarkan: Apa saja yang menjadi ciri utama warga negara

yang bertanggungjawab itu? Secara konseptual warga negara yang bertanggungjawab

antara lain memiliki ciri-ciri umum atau generik berikut (Putra, 2005: 57).

60

Tabel 2.1. Indikator Perilaku Umum Siswa yang Bertanggungjawab

No Demokratis dan bertanggung

jawab Indikator perilaku siswa

1 Pro bono publico yaitu perilaku

mengutamakan kepentingan publik

diatas kepentingan pribadi atau

golongan

Bergotong royong

Mematuhi tata tertib sekolah

Tidak membuang sampah sembarangan

Menjaga kekayaan sekolah

Menjaga kelestarian sekolah

2 Pro particia primus patrialis yaitu

perilaku mengutamakan kepentingan

negara atau kepentingan umum dan

rela berkorban untuk negara atau

kepentingan umum

Membayar iuran sekolah secara rutin

Menjaga nama baik sekolah, keluarga,

dan pemimpin

Menjaga berbagai simbol kenegaraan

seperti bendera merah putih, lambang

negara, lagu indonesia raya, foto resmi

Presiden dan wakil presiden.

Mau menjadi relawan sosial bila

diperlukan

Mau menjadi relawan untuk membela

.negara

3 Menghormati kekuasaan yang sah Menjalankan ketentuan perundang-

undangan sesuai dengan kedudukan dan

perannya sebagai siswa.

Menghormati pemerintah pusat, daerah

dan tokoh panutan dalam masyarakat

Melaksanakan kebijakan pemerintah

dalam lingkungan sendiri, seperti sekolah

dan masyarakat.

Turut serta memantau pelaksanaan

kebijakan publik.

4 Menjaga dan melaksanakan amanah

dengan penuh tanggung jawab Selalu menyampaikan amanat yang

diperoleh kepada yang berhak.

Mau mengganti sesuatu amanat yang

hilang atau cacat karena kecerobohan

sendiri.

Melaksnakan tugas yang diberikan guru,

kepala sekolah dengan baik.

Melaksanakan tugas yang diberikan

dengan cara terbaik yang bisa dilakukan.

Berorientasi pada pencapaian hasil yang

terbaik dalam memenuhi tugas-tugas.

Sumber : Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2006.

61

Tabel 2.1 ini menjelaskan ciri utama warga negara yang bertanggungjawab serta

indikator-indikator perilaku umum siswa yang bertanggungjawab. Denagan demikian

perilaku demokratis dan bertanggungjawab merupakan perilaku yang mengutamakan

persamaan hak dan kewajiban secara santun, jujur, demokratis danbertanggungjawab

dengan segala tindakannya serta dimilikinya komitmen untuk mampu memelihara

dan mengembangkan cita-cita dan nilai-nilai demokratis.

2.6 Tinjauan Pendidikan Kewarganegaraan

2.6.1. Pengertian

Pengertian PKn/Civics menurut Dimond dan Peliger (1990: 18) adalah studi yang

berhubungan dengan tugas-tugas pemerintah dan hak-kewajiban warga negara.

Menurut majalah education 2006 mengatakan bahwa pengertian PKn adalah suatu

ilmu tentang kewarganegaraan yang berhubungan dengan manusia sebagai individu

dalam suatu perkumpulan yang terorganisir dalam hubungannya dengan negara.

Mata pelajaran PKn merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada

pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan

kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil dan

berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. PKn merupakan salah

satu mata pelajaran yang penting dalam suatu jenjang pendidikan, karena dalam mata

pelajaran PKn perkembangan moral dan budi pekerti anak sangat ditekankan.PKn

sebelumnya dikenal dengan nama Pendidikan Moral pancasila (PMP), yang

62

selanjutnya diganti dengan nama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

(PPKn), namun selanjutnya diganti dengan nama PKn sampai sekarang.

Berdasarkan modul Kapita Selekta PKn (2006: 7) pengertian PKn merupakan wahana

untuk mengembangkan dan melestarikan nilai lihur dan moral yang berakar pada

budaya bangsa Indonesia, yang diwujudkan dalam bentuk perilaku sehari-hari, baik

sebagai individu anggota masyarakat maupun makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha

Esa, yang membekali siswa dengan budi pekerti, pengetahuan dan kemampuan dasar

berkenaan dengan hubungan warga negara dengan negara, serta pendidikan

pendahuluan bela negara.

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat dilihat bahwa PKn merupakan suatu

pelajaran yang membekali siswa dengan budi pekerti, pengetahuan dan kemampuan

dasar yang berkenaan dengan hubungan warga negara dengan negara, serta

pendidikan pendahuluan bela negara yang bertujuan untuk mengembangkan dan

melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia agar

menjadi warga negara yang mampu diandalkan oleh bangsa dan negara. Jadi, pada

dasarnya mata pelajara PKn merupakan suatu wahana untuk dapat

menciptakan manusia Indonesia yang memiliki perilaku yang mencerminkan nilai

luhur Pancasila.

63

2.6.2 Visi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Adalah mewujudkan proses pendidikan yang integral di sekolah untuk

mengembangkan kemampuan dan kepribadian warga negara yang cerdas, parsipatif

dan bertanggungjawab yang pada gilirannya akan menjadi landasan untuk

berkembangnya masyarakat Indonesia yang demokratis (Tim Direktorat Jendral

Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah).

2.6.3 Misi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

a) Mengembangkan kerangka berfikir baru yang dapat dijadikan landasan yang

rasional untuk menyusun PKn baru sebagai pendidikan intelektual kearah

pembentukan warga negara yang demokrasi.

b) Menyusun substansi PKn baru sebagai pendidikan demokrasi yang berlandaskan

pada latar belakang sosial budaya serta dalam konteks politik, kenegaraan dan

landasan konstitusi yang dituangkan dalam pilar-pilar demokrasi Indonesia (Tim

Direktorat Jenderal manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, 2006: 12).

Jadi, dari penjelasan diatas hakekat PKn merupakan suatu upaya untuk mengartikan

dan menyalurkan dan membina peran warga negara dari berbagai aspek kehidupan

agar terbentuk sebagai warga negara yang baik sesuai Pancasila dan UUD 1945.PKn

juga memiliki tujuan dan program yang sejalan dengan upaya pembentukan manusia

manusia dan warga negara Indonesia yang berkarakter dan demokratis.

64

2.6.4 Tujuan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki

kemampuan sebagai berikut :

1. Berfikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu

kewarganegaraan.

2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggungjawab dan bertindak secara cerdas

dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta anti-korupsi.

3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan

karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan

bangsa-bangsa lainnya.

4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung

atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

(Tim Direktorat Jenderal manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, 2006:

12).

2.7 Hasil Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini diantaranya:

1. Hasil penelitian yang dilakukan Muhammad Nursa’ban (2013) dengan judul

Meningkatkan perilaku tanggung jawab dan kemandirian mahasiswa

menggunakan metode tutorial dengan Penelitian Tindakan Kelas. Subjek

penelitian yaitu 60 mahasiswa kelas Nonreguler yang mengambil mata kuliah

65

Strategi Pembelajaran Geografi tahun ajaran 2012/2013. Data dikumpulkan

melalui angket dan observasi kemudian dianalisis secara univariat. Keberhasilan

tindakan ditunjukkan oleh setidaknya 70% mahasiswa mengalami peningkatan

perilaku tanggung jawab dan kemandirian dalam kategori baik. Hasil diperoleh

dari peningkatan persentase setiap aspek pada kondisi awal, siklus 1, dan siklus

2. Rata-rata perilaku tanggung jawab yaitu 81% atau 49 mahasiswa dengan

selisih 14% dari siklus 1 dan 39% dari kondisi awal. Hasil perilaku kemandirian

diperoleh rata-rata 79% atau 47 mahasiswa dengan selisih sebesar 16% dari

siklus 1 dan 32% dari kondisi awal.

2. Nafisah Amini ( 2013), dengan judul Peningkatan perilaku tanggungjawab

melalui bercerita dengan celemek cerita pada kelompok B TKIT Az Zahra

Gondong Sragen. Penelitian ini bersifat kolaboratif antara peneliti,kepala

sekolah, dan guru. Data dikumpulkan melalui observasi, catatan lapangandan

dokumentasi. Keabsahan data diperiksa dengan triangulasi. Data dianalisis secara

komparatif yaitu membandingkan hasil rata-rata perilaku tanggung jawab

anaksetiap siklus dengan indikator keberhasilan penelitian. Hasil penelitian

inimenunjukkan bahwa ada peningkatan perilaku tanggung jawab anak melalui

berceritadengan celemek cerita, dari 39,17% pada kondisi prasiklus meningkat

menjadi 50,83% pada siklus I, 66,25% pada siklus II dan menjadi 77,92% pada

siklus III. Peningkatan perilaku tanggung jawab anak dipengaruhi oleh

penggunaan metode bercerita dengan celemek cerita, isi cerita yang disampaikan,

dan penguasaan tehnik bercerita guru. Selain itu keberhasilan dalam peningkatan

66

perilaku tanggung jawab juga didukung metode pendukung yaitu dengan

memberitahukan hasil belajar dengan apresiasi berupa ucapan “Terima kasih

sudah bertanggung jawab dengan merapikanmainan, menyimpan tas di rak dsb”.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah berceritadengan celemek cerita dapat

meningkatkan perilaku tanggungjawab.

3. Ulfa Dinia (2014). Dengan judul Meningkatkan Tanggung Jawab Belajar Dengan

Layanan Konseling Individual Berbasis Self-Management Pada Siswa Kelas XI

Di SMK Negeri 1 Pemalang Tahun Pelajaran 2013/2014.. Penelitian ini

didasarkan data yang diperoleh dari studi pendahuluan pada siswa kelas XI SMK

Negeri 1 Pemalang yang menunjukkan indikator rendahnya tanggung jawab

belajar. Masalah penelitian ini adalah apakah tanggung jawab belajar pada siswa

kelas XI di SMK Negeri 1 Pemalang tahun pelajaran 2013/2014 dapat

ditingkatkan melalui layanan konseling individual berbasis selfmanagement?

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data empiris tentang

peningkatan tanggung jawab belajar pada siswa kelas XI di SMK Negeri 1

Pemalang tahun pelajaran 2013/2014 melalui layanan konseling individual

berbasis self-management. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian

eksperimen dengan desain penelitian one group pretest-postest design. Populasi

dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMK Negeri 1 Pemalang tahun

pelajaran 2013/2014. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah

purposive sampling (sampling bertujuan). Sampel dalam penelitian ini adalah

siswa yang memiliki tanggung jawab belajar rendah sebanyak 6 anak. Metode

67

pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala psikologis.

Sedangkan metode analisis data yaitu analisis data deskriptif persentase dan uji

Wilcoxon. Hasil pre test, siswa termasuk dalam kriteria rendah dengan

persentase rata-rata 50.35%. Sedangkan hasil post test, kriteria tanggung jawab

belajar pada siswa menjadi tinggi dengan rata-rata sebesar 74.50%. Dari uji

Wilcoxon diperoleh Zhitung sebesar 2.20 dan nilai Ztabel pada taraf signifikansi

5% dan N=6 yaitu 0. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab belajar

pada siswa kelas XI SMK Negeri 1 Pemalang tahun pelajaran 2013/2014 dapat

ditingkatkan melalui layanan konseling individual berbasis self-management.

Simpulannya adalah bahwa terdapat peningkatan signifikan tanggung jawab

belajar pada siswa kelas XI SMK Negeri 1 Pemalang antara sebelum dan setelah

diberikan treatment layanan konseling individual berbasis selfmanagement.

Saran yang dapat diberikan adalah diharapkan konselor dapat melatih siswa

untuk bertanggung jawab belajar agar mampu meningkatkan tanggung jawab

belajarnya melalui tahap-tahap yang terdapat dalam layanan konseling individual

berbasis self-management.

2.8 Kerangka Pikir

Apabila dilihat dari input siswanya SMP Negeri 19 Bandar Lampung hampir

sebagian besar siswa masih mengalami kesulitan dalam memahami suatu pokok

bahasan yang dijelaskan gurusehinggan siswa kurang pemahaman akanpentingnya

perilaku tanggungjawab di lingkungan sekolah,keluarga maupun masyarakat. Selain

68

itu, ketika guru menjelaskan pokok bahasan yang baru yang masih berkaitan, kadang

mereka sudah lupa akan inti dari pokok bahasan sebelumnya. Hal ini disebabkan

karena siswa cenderung menghafal dari pada menguasai suatu konsep.Beberapa

kejadian tersebut menunjukkan bahwa perilaku tanggungjawab peserta didik perlu

ditingkatkan. Model pembelajaran Discovery Learning merupakan model

pembelajaran yang mengharuskan siswa mencari kemudian mengumpulkan data-data

atau kejadian-kejadian untuk digunakan dalam pembelajaran PKn. Dalam hal ini,

guru bertugas untuk membantu siswa untuk membuat panduan untuk siswa agar

menemukan data-data atau kejadian-kejadian yang berhubungan dengan materi yang

akan disampaikan.

Hal ini akan menuntun siswa dalam penyelidikan sehingga ditemukannya sebuah

konsep dari suatu pokok bahasan PKn. Melalui hasil penemuannya sendiri, seorang

siswa diharapkan akan jauh lebih menguasai akan suatu pokok bahasan yang sedang

dipelajari. Di samping itu, hasil temuan yang diperoleh para siswa sendiri diharapkan

dan bertahan lebih lama didalam ingatan dibandingkan hasil yang mereka peroleh

dari penjelasan guru secara langsung, sehingga siswa akan tetap mampu mengingat

meteri yang telah dipelajari dan dapat menunjukan perilaku yang bertanggungjawab.

Peningkatan perilaku tanggungjawab peserta didik pada pembelajaran PKn

memerlukan tindakan.

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas (X) adalah model discovery

learning, sedangkan variabel terikat (Y) adalah peningkatan perilaku tanggungjawab.

69

siswa pada pembelajaran PKn. Siswa kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung

memerlukan suatu tindakan yaitu penggunaan model discovery learning.

Berdasarkan uraian diatas maka kerangka pikir penelitian ini sebagai berikut.

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

2.9 Hipotesis

Hipotesis adalah rumusan sementara mengenai suatu hal yang akan dibuat, untuk

menjelaskan, menentukan atau mengarahkan penelitian selanjutnya (Sudjana, 1982:

231). Adapun hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Ada perbedaan perilaku tanggungjawab siswa pada pembelajaran PKn yang

menggunakan model discovery learning dan model konvensional di kelas VIII

SMP Negeri 19 Bandar Lampung tahun pelajaran 2015/2016

Penerapan Model

Pembelajaran Observasi

1. Guru masih

menggunakan model

pembelajaran

konvensional

2. Rendahnya perilaku

tanggung jawab

Efektivitas pembelajaran

Model Discovery

Learning

Model Konvesional

Perilaku tanggung jawab Hasil belajar

70

2. Ada pengaruh penggunaan model discovery learning terhadap peningkatan

perilaku bertanggung jawab siswa pada mata pelajaran PKn di kelas VIII SMP

Negeri 19 Bandar Lampung tahun pelajaran 2015/2016.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini tergolong penelitian komparatif dengan pendekatan eksperimen, yaitu

suatu penelitian yang bersifat membedakan. Rancangan ini dipilih karena sesuai

dengan tujuan penelitian yang akan dicapai yaitu untuk mengetahui perbedaan suatu

variabel, yaitu sikap sosial dengan konsep diri yang berbeda. Sedangkan pendekatan

eksperimen yaitu suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel terhadap

suatu variabel yang lain dalam kondisi terkontrol sangat ketat, Sugiyono (2005: 7).

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Menurut Hadari (2001: 36), populasi merupakan keseluruhan objek penelitian yang

dapat terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala,

nilai test atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik

tertentu di dalam penelitian. Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang akan

menjadi populasi dalam penelitian ini adalah penggunaan Model Discovery Learning

apakah dapat meningkatkan perilaku bertanggungjawab pada pembelajaran PKn

siswa kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung.

72

Tabel 3.1 Jumlah Seluruh Siswa Kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung Tahun

Pelajaran 2015/2016

No. Kelas Laki-Laki Perempuan Jumlah

1. VIII A 20 18 38

2. VIII B 19 19 38

3. VIII C 15 17 32

4. VIII D 12 20 32

5. VIII E 17 21 38

6. VIII F 22 17 38

7. VIII G 15 23 38

8. VIII H 14 24 38

9. VIII I 13 25 38

Jumlah 147 159 304

Sumber : Guru PKn SMP Negeri 19 Bandar Lampung

3.2.2 Sampel

Teknik sampling yang digunakan pada peneletian ini adalah Cluster Random

Sampling, Cluster Random Sampling merupakan teknik memilih sampel dari

kelompok-kelompok unit yang kecil. Sampel penelitian yang diambil adalah satu

kelas yang diambil secara acak atau random. Berdasarkan metode eksperimen kuasi

yang ciri utamanya adalah tanpa penugasan random dan menggunakan kelompok

yang sudah ada (intact group), maka penelitian menggunakan kelompok-kelompok

yang sudah ada sebagai sampel, jadi penelitian ini tidak mengambil sampel dari

anggota populasi secara individu tetapi dalam bentuk kelas. Alasanya karena apabila

pengambilan sampel secara individu dikhawatirkan situasi kelompok sampel menjadi

tidak alami. Dari sembilan kelas yang ada, peneliti telah memilih kelas yakni kelas

VIIIC sebagai kelas eksperimen dengan jumlah siswa 32 orang dan kelas VIIID

sebagai kelas kontrol dengan jumlah siswa 32 orang.

73

3.3 Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel yang mempengaruhi atau disebut juga variabel bebas (x) adalah

perilaku tanggungjawab siswa pada kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung

Tahun 2015/2016.

2. Variabel yang dipengaruhi atau disebut juga variabel terikat (y) adalah hasil

belajar siswa pada kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung Tahun 2015/2016

3. Variabel yang menggabungkan anatara variable bebas (x) dan variabel terikat (y)

disebut variabel perantara (z) adalah model discovery learning dan model

konvensional.

3.4. Definisi Operasional

3.4.1 Model Discovery Learning

Model discovery learning merupakan suatu model pembelajaran yang menitik

beratkan pada aktifitas siswa dalam belajar. Jerome Bruner menyatakan bahwa

siswa didorong untuk belajar dengan diri mereka sendiri.Siswa belajar melalui

aktif dengan konsep-konsep dan prinnsip-prinsip dan guru mendorong siswa

untuk mempunyai pengalaman-pengalaman tersebut untuk menemukan prinsip-

prinsip bagi diri mereka sendiri (Slavin, 1994: 76). Dalam proses pembelajaran

dengan model ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang

mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, dan semacamnya.

74

3.4.2 Model Konvensional

Metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau

disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah

dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam

proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode

konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan serta

pembagian tugas dan latihan (Djamarah, 2010: 78)

3.4.3 Meningkatkan Perilaku Bertanggung jawab

Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang

diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar

(Notoatmodjo, 2003: 56). Sedangkan dalam pengertian umum perilaku adalah

segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh makhluk hidup.

3.5. Gambaran Alur Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dimana peneliti dalam penelitian

peneliti seperti biasa melakukan penelitian dengan harapan bahwa variabel bebas

memiliki pengaruh terhadap variabel terikat dan disertai variabel kontrol sebagai

indikator keberhasilan perlakuan yang dilakukan terhadapat variabel terikat. Adapun

gambaran tindak penelitian eksperimental sebagai berikut:

1. Pengontrolan variabel luar, dalam hal ini subjek utama yang akan diteliti adalah

siswa kelas VIIIC SMP Negeri 19 Bandar Lampung dan VIIID ditetapkan sebagai

variabel pengontrol

75

2. Menurut Emzir (2009: 56) Pemadanan, yaitu teknik untuk penyamaan kelompok

pada satu atau lebih variabel yang telah diidentifikasi peneliti sebagai hubungan

dengan performansi pada variabel terikat, dimana telah ditetapkan variabel terikat

yaitu Siswa kelas VIIIC SMP Negeri 19 Bandar Lampung sebagai variabel terikat

dengan pemdanan dilakukan terhadap siswa kelas VIIID SMP Negeri 19 Bandar

Lampung.

3. Perbandingan kelompok atau sub kelompok homogen, dalam hal ini dilakukan

perbandingan antara hasil belajar siswa kelas VIIIC SMP Negeri 19 dan kelas

VIIID SMP Negeri 19 Bandar Lampung, dimana siswa kelas VIIIC sebagai

variabel terikat atau yang diteliti sedangkan siswa kelas VIIID sebagai kontrol atau

pembandingnya.

4. Penggunakan subyek sebagai pengendali diri mereka sendiri, dalam hal ini subjek

pengendali adalah siswa kelas VIIID.

5. Analisis kovarian, yaitu suatu metode statistik untuk penyamaan kelompok yang

dibentuk secara random pada satu atau lebih variabel terkontrol. Ini merupakan

teknik analisis data yang berguna untuk penyamaan kelompok yang telah

ditentukan guna menentukan variabel kontrol yaitu, siswa kelas VIIID.

3.6. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest-posttest control

group design. Desain ini hanya menggunakan dua kelompok yaitu kelompok

eksperimen tanpa dan kelompok kontrol. Sebelum diberikan perlakuan atau treatment

dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning dan setelah itu

76

diberikan pretest. Setelah itu diberikan posttest. Berikut ini adalah tabel pretest-

posttest control group design

Tabel 3.2 Tabel Pretest-Posttest Control Group Design

Kelompok acak Tes awal Perlakuan Tes

akhir

Eksperimen

Kontrol

Y1

Y2

X1

X2

Y2

Y2

Keterangan:

Y1Y2: nilai tes sebelum perlakukan atau pretest

X1X2: perlakuan atau treatment

Y2Y2: nilai tes setelah perlakuan

Hal yang pertama dilakukan adalah menetapkan kelompok yang akan dijadikan

eksperimen dan kelompok yang akan dijadikan kontrol. Sebelum diberi perlakuan

kelompok diberikan tes terlebih dahulu tau pretest dan kemudian dengan meberikan

perlakukan dengan pendekatan Saintifik. Perlakuan diberikan sebanyak tiga kali

perlakuan (seri pertama, kedua dan ketiga). Setelah diberikan perlakuan kelompok

eksperimen diberikan posttest, sehingga diperoleh gain atau selisih antara hasil

pretest dan posttest.

3.7. Teknik Pengembangan Instrument

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang mengukur tingkat kevalitan atau keabsahan suatu

instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang

diharapkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat.

77

Pengujian validitas dilakukan untuk mengetahui apakah tes yang digunakan

penelitian ini dapat atau tidak mengukur tingkat ketepatan tes yaitu mengukur apa

yang seharusnya diukur, maka dilakukan uji validitas soal. Untuk mengetahui

validitas yang dihubungkan dengan kriteria, digunakan uji statistik takni teknik

korelasi product moment sebagai berikut:

Keterangan:

Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y

y =Jumlah perkalian antara variabel x dan Y

Dijelaskan oleh Arifin (2009: 257) untuk dapat memberikan penafsiran terhadap

koefesien korelasi dapat menggunkan kriteria sebagai berikut:

Tabel 3.3 Tabel Tingkat Hubungan Dengan Interval Koefesiensi

Interval Koefesiensi Tingkat Hubungan

0.81-1.00 Sangat tinggi

0.61-0.80 Tinggi

0.41-0.60 Cukup

0.21-0.40 Rendah

0.00-0.21 Sangat rendah

Setelah diuji validitasnya kemudia diuji tingkat signifikannya dengan rumus dari

Sugiyono (2010: 230).

78

Keterangan:

nilai t hitung

koefesien korelasi

jumlah banyk subjek

Nilai hitung dibandingkan dengan nilai tabel pada taraf nyata dengan derajat

kebebasan (dk) = n-2 apabila hitung> tabel berati korelasi tersebut signifikan atau

berarti.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas soal dimaksudkan untuk melihat keajegan atau kekonsitenan soal dalam

mengukur respon siswa sebenarnya. Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian

instrumen yang dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data

karensa instrumen itu sudah baik.

Instrumen dikatakan reliabel apabila memiliki tingkat keajegan dalam hasil

pengukuran. Uji reliabilitas dilakukan untuk memperoleh gambaran keajegan suatu

instrumen penelitian yang akan digunakan sebagai alat pengumpul data. Uji

reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus Kuder-Richarson dalam Arikunto

(2006: 180). Adapun rumus Kuder- Richarson adalah sebagai berikut:

{ }

79

Keterangan:

= reliabilitias tes secara keseluruhan

= proporsi subjek menjawab item secara benar

= proporsi subjek menjawab item secara salah (q-1-p)

∑pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q

n = banyaknya item

S = standar deviasi dan tes ( standar deviasi akan varians)

Alpha-Conbach merupakan salah satu koefesien reliabilitas yang paling sering

digunakan. Skala pengukuran yang reliabel adalah yang meiliki nilai Alpha-Conbach

minimal 0.70 dimana tingkat reliabilitas dengan metode Alpha-Conbach di ukur

berdasrkan skala alpha 0 sampai dengan 1. Apabila skala tersebut dikelompokan ke

dalam lima kelas yang sama, maka Triton (2006: 248) ukuran kemampuan alpha

dapat diinterpretasikan seperti tabel berikut:

Tabel 3.4 Tingkat Reliabilitas

Alpha Tingkat Reliabilitas

0,00 ≤ < 0,20

0,20 ≤ < 0,40

0,40 ≤ < 0.60

0,60 ≤ < 0,80

0,80 ≤ ≤ 1,00

Sangat Rendah

Rendah

Cukup

Tinggi

Sangat Tinggi

Teknisnya soal-soal dibagi menjadi dua kelompok yaitu satu kelompok soal ganjil

(X) dan satu lagi kelompok soal genap (Y), kemudian dihitung terlebih dahulu

dengan menggunakan rumus product moment. Hasil antar skor dimasukan kedalam

rumus Spearman Kuder- Richarson dan hasilnya akan dibandingkan dengan r tabel.

Apabila nilai realibilitas lebih besar dari nila r tabel maka instrumen dinyatakan

reliabel.

80

3. Tingkat Kesukaran Soal

Taraf kesukaran soal perilaku tanggungjawab (afektif) dan pemahaman/ hasil belajar/

prestasi (kognitif) merupakan kesanggupan siswa dalam menjawab soal. Soal yang

baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan juga tidak terlalu sukar. Sedangkan

hasil analisis terhadap butir soal digunakan untuk mengetahui layak tidaknya suatu

soal dipakai sebagai instrumen penelitian, dan kemudian berguna untuk mengetahui

soal mana yang layak dipakai dan soal mana yang akan dibuang untuk diganti.

Menurut Arifin (2009: 266) untuk mencari mencari indeks kesukaran digunakan

rumus:

Keterangan:

P = indeks tingkat kesukaran

B = jumlah siswa yang menjawab benar

= jumlah seluruh siswa peserta tes

Adapun kriteria yang digunakan untuk menafsirkan tingkat kesukaran soal adalah

sebagai berikut:

Tabel 3.5 klasifikasi indeks kesukaran

Nilai Indeks Kesukaran Tingkat Kesukaran

0.00-0.20

0.21-0.70

0.71-1.00

Sukar

Sedang

Mudah

81

4. Daya Beda

Daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk membedakan antara peserta didik

yang menguasai dengan peserta didik yang kurang menguasai kompetensi. Semakin

tinggi daya pembeda suatu butir soal, semakin mampu butir membedakan antara

peserta didik yang menguasai kompetensi dengan peserta didik yang kurang

mengusai kompetensi tersebut. Dijelaskan oleh Arifin (2009: 273) untuk menghitung

daya pembeda (DP) setiap butir soal dapat digunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan:

DP = daya pembeda

WL = jumlah peserta didik yang gagal dari kelompok bawah

WH = jumlah peserta didik yang gagal dari kelompok atas

n = 27% X n

Cara menghitung koefesien daya beda dijelakan oleh Arifin (2009: 274) untuk

menginterpretasikan koefesien daya pembeda tersebut dapat digunakan kriteria daya

pembeda dibandingkan dengan

82

Tabel 3.6 kriteria koefensiensi daya pembeda

Index of

discrimination

Item evaluation

0.40 and up Very good items

0.30-0.39 Reasonably good, but posibly

subject to improvement

0.20-0.29 Marginal items, ussually needing

and being subject to improvement

Below -0.19 Poor items, to be rejected or

improved by revision

3.8. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan alat

observasi, wawancara, tes dan photo.

1. Observasi

Pengamatan ini peneliti menggunakan lima prinsip dasar observasi seperti yang

dikemukakan oleh Hopkin (1993) dalam Aunrrahman (2009: 20) yaitu

perncanaan bersama, focus, membangun kriteria, keterampilan observasi, dan

umpan balik.

Perencanaan bersama adalah upaya membangun kesepakatan bersama antara

peneliti dengan kolaborator yang membantu proses pengamatan selama kegiatan

pembelajaran dilakukan. Perencanaan bersama ini bertujuan untuk membangun

rasa saling percaya dan menyepakati fokus yang akan diamati. Fokus yang akan

diamati dalam proses pembelajaran adalah motivasi belajar siswa yang berkaitan

dengan proses pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran

Teknologi Informasi.

83

Hasil observasi merupakan data faktual yang dicatat secara cermat dan sistematis

oleh peneliti dan kolaborator. Data tersebut disatukan dan diinterprestasikan

bersama untuk diperoleh hasil observasi yang objektif dan dapat dipertanggung

jawabkan yang merupakan balikan dari hasil observasi.

Pelaksanaan observasi menggunakan bentuk observasi yang terstruktur, yaitu

menggunkan instrument siap pakai, sehingga peneliti dan kolaborator hanya

tinggal membubuhkan tanda (√) pada tempat yang disediakan.

Tabel 3.7 Kisi-Kisi Pedoman Observasi Perilaku Tanggung Jawab Siswa

No Aspek Indikator No item

1.

2.

Pro bono

publico yaitu

perilaku

mengutamaka

n kepentingan

publik diatas

kepentingan

pribadi atau

golongan

Pro particia

primus

patrialis yaitu

perilaku

mengutamakan

kepentingan

negara atau

kepentingan

umum dan rela

berkorban

untuk negara

atau

kepentingan

umum

Bergotong royong

Mematuhi tata tertib sekolah

Tidak membuang sampah sembarangan

Menjaga kekayaan sekolah

Menjaga kelestarian sekolah.

Membayar iuran sekolah secara rutin

Menjaga nama baik sekolah, keluarga, dan

pemimpin

Menjaga berbagai simbol kenegaraan seperti

bendera merah putih, lambang negara, lagu

indonesia raya, foto resmi Presiden dan

wakil presiden.

Mau menjadi relawan sosial bila diperlukan

Mau menjadi relawan untuk membela

.negara

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

84

2. Tes

Alat evaluasi berbentuk tes tertulis pilihan ganda yang digunakan sebagai bahan

gambaran yang diperoleh dari hasil belajar peserta didik dan perubahan aktivitas

belajar pada proses pembelajaran. Tes dilaksanakan pada setiap akhir kegiatan

pembelajran dalam setiap siklus tindakan.

3. Alat Pengambilan Gambar atau Photo

Alat pengambilan gambar atau photo digunakan dalam penelitian ini, karena dengan

metode ini dapat merekam secara utuh tentang proses jalannya aktivitas

pembelajaran, dengan melihat photo memungkinkan peneliti melihat kelemahan-

kelemahannya sehingga dapat melakukan perbaikan pada tindakan selanjutnya.

Photo juga dapat mempermudah untuk mengingat kembali peristiwa yang sudah

terjadi, karena kemampuan mengingat peneliti sangat terbatas. Sehingga rekaman

photo menjadi salah satu pelengkap data danmerupakan bagian penting dalam

melaksanakan observasi maupun pencatatan berlangsungnya proses tindakan.

3.9. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah

dibaca dan dipresentasikan (Singarimbun, 1995: 263). Data yang diperoleh dari hasil

penelitian akan dianalisi dalam beberapa tahap analisa, yaitu:

1. Analisis Tabel Tunggal

Merupakan suatu analisis yang dilakukan dengan membagi-bagikan variabel

penelitian ke dalam kategori-kategori yang dilakukan atas dasar frekuensi. Tabel

85

tunggal merupakan langkah awal dalam menganalisa data yang terdiri dari kolom,

sejumlah frekuensi dan presentase untuk setiap kategori. (Singarimbun, 1995:

266).

a. Analisis Data Perilaku Tanggungjawab

Perilaku tanggungjawab yang sesuai dengan yang diamati dalam lembar

perilaku siswa dalam proses pembelajaran berlangsung. Setiap siswa diamati

perilakunya secara klasikal dalam setiap pertemuan, setelah dilakukan

observasi kemudian dihitung jumlah perilaku siswa.

Tabel 3.8 Lembar Observasi Perilaku Bertanggungjawab

No Kategori Skor Frekuensi Keterangan

1 Bertanggung jawab

2 Kurang bertanggung jawab

3 Tidak Bertanggung jawab

Keterangan: I = Interval kelas

NR= Nilai Tertinggi

NR= Nilai Terendah

K = Kategori

b. Analisis Data Hasil Belajar

Pemahaman siswa tentang materi yang diajarkan akan mendapatkan hasil

yang lebih baik jika diukur dengan tes hasil belajar. Hasil belajar siswa dalam

pembelajaran PKn dengan menggunakan bahan ajar modul diambil dari nilai

tes siswa yang diberikan setelah proses pembelajaran.

86

Tabel 3.9 Lembaran Hasil Belajar

No Kategori Skor Frekuensi Keterangan

1 Tinggi

2 Sedang

3 Rendah

Keterangan: I = Interval kelas

NR= Nilai Tertinggi

NR= Nilai Terendah

K = Kategori

2. Analisa Tabel Silang

Merupakan analisa yang digunakan untuk mengetahui variable yang satu memiliki

hubungan dengan variable lainnya. Sehingga dapat diketahui apakah variable

tersebut bernilai positif atau negatif (Singarimbun, 1995: 273).

Tabel 3.10 Silang Antara perilaku tanggungjawab dan Hasil Belajar

No

Perilaku

Hasil Belajar

> 73 72 < 72

1 Bertanggung jawab

2 Kurang bertanggung jawab

3 Tidak bertanggung jawab

3. Analisis Uji Hipotesis t-test Dua Sampel Independen

Terdapat beberapa rumus t-test yang dapat digunakan untuk pengujian hipotesis

komparatif dua sampel independen

87

(Separated Varian)

(Polled Varian)

Keterangan:

XI : rata-rata perilaku bertanggung jawab yang diajar menggunakan model

pembelajaran Discovery Learning

X2 : rata-rata perilaku bertanggung jawab yang diajar menggunakan model

pembelajaran konvensional

S12 : varian total kelompok 1

S22 :varian total kelompok 2

n1 : banyaknya sampel kelompok 1

n2 :banyaknya sampel kelompok 1

Terdapat beberapa pertimbangan dalam memilih rumus t-test yaitu.

a. Apakah ada dua rata-rata itu berasal dari dua sampel yang jumlahnya sama atau

tidak

b. Apakah varaians data dari dua sampl itu homogen atau tidak. Untuk menjawab

itu perlu pengujian homogenitas varian.

Berdasarkan dua hal diatas maka berikut ini diberikan petunjuk untuk memilih rumus

t-test

88

1) Bila jumlah anggota sampel n1=n2 dan varians homogeny, maka dapat

menggunakan rumus t-test baik separated varians maupun pooled varians untuk

melihat harga t-tabel maka digunakan dk yang besarnya dk= n1-n2-2.

2) Bila n1≠n2 dan varians homogeny dapat digunakan rumus t-test dengan pooled

varian, dengan dk=n1+n2-2

3) Bila n1= n2 dan varian tidak homogen, dapat digunakan rumus t-test dengan

polled varians maupun separated varians, dengan dk = n1 – 1 atau n2 -1, jadi dk

bukan n1+n2-2

4) Bila n1≠n2dan varians tidak homogeny, maka ini digunakan rumus t-test dengan

separated varians, harga t sebagai pengganti harga t-tabel hitung dari selisih harga

t-tabel dengan dk + (n1 – 1) dibagi dua kemudian ditambah dengan harga t yang

terkecil (Sugiyono, 2010:138).

4. Analisis Data dengan Regresi Sederhana

Untuk menguji hipotesis yang pertama, kedua, dan ketiga digunakan statistik t

dengan model regresi linier sederhana, pengaruh antara X dan Y dinyatakan ke dalam

persamaan, yaitu:

= a + bX

Keterangan :

α =

b =

= Subyek dalam variabel yang diprediksikan

89

a = Nilai intercept (konstanta) biaya pendidikan Y jika X = 0

b = Koefisien arah regresi penentu ramalan (prediksi) yang menunjukan nilai

peningkatan atau penurunan variabel Y

X = Subyek pada variabel bebas yang mempunyai nilai tertentu

(Sugiono, 2007:204-207)

Setelah menguji hipotesis regresi linier sederhana dilanjutkan dengan uji

signifikan dengan rumus uji t sebagai berikut :

Keterangan :

B = Koefisien arah regresi linier

Sb = Standar Deviasi

Dengan kriteria uji adalah “Tolak dengan alternatif Ha diterima jika

> dengan taraf signifikan 0,05 dan dk n-2.

3.10. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur penelitian adalah langkah-langkah kegiatan dalam penelitian yang ditempuh

dalam melakukan penelitian, prosedur yang dipakai dalam penelitian ini ada tiga

tahap, yaitu:

90

1. Tahap Persiapan

a. Melakukan observasi kesekolah yaitu SMP Negeri 19 Bandar Lampung

b. Mengumpulkan literatur dan melakukan studi literatur terhadapat mata pelajaran

PKn yang akan diajarkan kepada siswa

c. Menetapkan standar kompetensi, kompetensi dasar, pokok bahasan, dan sub

pokok bahasan yang akan digunakan dalam penelitian.

d. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berdasarkan standar

kompetensi, dan kompetensi dasar yang akan digunakan dalam penelitian.

e. Mempersiapkan bahan ajar dengan model discovery learning berdasarkan pokok

bahasan dan subpokok bahasan.

f. Membuat kisi-kisi instrumen

g. Membuat instrumen penelitian berbentuk tes objektif

h. Membuat kunci jawaban

i. Melakukan uji coba sampel di luar kelas sampel

j. Menganalis item-item soal dengan cara menguji validitas, reliabelitas, tingkat

kesukaran, dan daya pembeda untuk mendapat instrumen penelitian yang benar.

2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan ini peneliti terjun langsung ke lapangan. Dalam hal ini SMP

Negeri 19 Bandar Lampung dijadikan tempat penelitian. Tahap-tahap penelitian

yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Mengambil sampel penelitian berupa kelas yang sudah ada

b. Memberikan pretest

91

c. Melaksanakan model pembelajaran dengan model pembelajaran discovery

learning kepada kelompok eksperimen sebanyak 2 kali pertemuan

d. Memberikan posttest

Secara lebih rinci pelaksanaan tiap pertemuan akan dijelaskan sebagai berikut:

Pertemuan pertama

a. Memberikan pretest kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

b. Melakasanakan model pembelajaran dengan model discovery learning kepada

kelompok eksperimen dan pembelajaran dengan metode ceramah untuk

kelompok kontrol.

c. Memberikan posttest kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Pertemuan kedua, ketiga, dan keempat

a. Melaksanakan proses pembelajaran

b. Melakasanakan model pembelajaran dengan model pembelajaran discovery

learning kepada kelompok eksperimen dan pembelajaran dengan metode

ceramah untuk kelompok kontrol.

c. Memberikan posttest kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

3. Tahap Pelaporan

a. Menganalisis dan mengolah data hasil penelitian

b. Pelaporan hasil penelitian

BAB V

SIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI

5.1 Simpulan

Berdasarkan temuan dan hasil analisis data dapat ditarik kesimpulan

didasarkan pada hasil penelitian sebagai berikut.

1. Penggunaan model discovery learning dalam pembelajaran dapat

meningkatkan perilaku bertanggungjawab pada siswa dan lebih baik

dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. artinya bahwa

model pembelajaran konvesional kurang efektif dibandingkan dengan

model Discovery Learning karena model pembelajaran konvesional lebih

menekan pembelajaran berpusat pada guru sehingga keterlibatan siswa

dalam proses pembelajaran masih sangat kurang. Dalam pembelajaran

konvesional siswa cenderung pasif hanya menerima pembelajaran dari

guru sehingga perubahan perilaku bertanggung jawab kurang berkembang.

Oleh karena itu, pembelajaran dengan model pembelajaran konvesional

menghasilkan kemampuan siswa yang lemah dalam menyelesaikan

permasalahan mengenai perubahan perilaku bertanggung jawab dan hasil

belajar.

2. Ada pengaruh penggunaan model discovery learning dalam pembelajaran

dalam meningkatkan perilku bertanggung jawab siswa. Semakin baik

131

penggunaan model pembelajaran Discovery Learning, maka akan semakin

baik perilaku bertanggung jawab siswa begitu juga sebaliknya.

5.2 Saran

Berdasarkan simpulan dan implikasi yang telah disampaikan di atas, dapat

dikemukakan beberapa saran sebagai berikut.

1. Kepada Guru

1) Untuk meningkatkan kompetensi siswa, guru dapat menggunakan

model pembelajaran Discovery Learning dalam proses pembelajaran

sebagai salah satu alternatif dalam meningkatan kualitas

pembelajaran disekolah.

2) Hendaknya guru meningkatkan kemampuan pribadi, khususnya

berkenaan dengan penggunaan teknologi dalam pembelajaran,

sehingga dapat mengimbangi kemajuan teknologi dibidang

pendidikan.

2. Kepada Siswa

Bagi siswa agar dapat membangkitkan semangat dalam belajar

khususnya berkenaan dengan perilaku bertanggung jawab yang berasal

dari dalam diri sendiri misalnya memiliki tujuan atau cita-cita tinggi

untuk menjadi sukses dimasa depan.

132

3. Kepada Sekolah

1) Bagi sekolah model pembelajaran Discovery Learning dapat

memberikan suatu solusi untuk meningkatkan perilaku bertanggung

jawab siswa. Sehingga dapat meningkatkan kualitas siswa sekaligus

akan meningkatkan kualitas sekolahan tersebut.

2) Memberikan dorongan kepada para guru untuk meningkatkan kualitas

serta kemampuan khususnya dalam bidang informasi dan teknologi

sehingga dapat menggunakan model pembelajaran Discovery

Learning.

3) Melengkapi fasilitas yang dibutuhkan para guru khususnya sarana dan

prasarana pembelajaran. Selain itu, menciptakan hubungan kerja yang

harmonis dan kekeluargaan.

4) Mengadakan pendidikan dan latihan untuk meningkatkan kualitas

serta kemampuan guru dalam pembelajaran, atau mengirimkan para

guru-guru sebagai peserta bila ada pendidikan dan latihan dari

pemerintah dan swasta.

5.3 Implikasi

Implikasi dari penelitian ini berupa:

1. Implikasi Penelitian

Perlu dilakukan penelitian kembali dengan mengadakan perubahan baik

dari segi tempat atau lokasi yang baru dan juga dengan variabel yang

baru sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang baru dan bermanfaat

bagi para guru.

133

2. Implikasi Teoritis

Upaya peningkatan kualitas guru serta pendidikan dapat dilakukan

dengan mengembangkan media pembelajaran yang tepat dan sesuai

dengan kondisi sekolah dan siswa. Peningkatan dan pembinaan

kemampuan guru serta kualitas pembelajaran dapat dilakukan melalui

kegiatan pendidikan dan pelatihan.

3. Implikasi Kebijakan

Pesan yang harus dikembangkan dalam rangka peningkatan perilaku

bertanggung jawab siswa hendaknya dilakukan oleh para siswa sendiri

dan usaha yang dilakukan diluar siswa seperti; sekolah, pimpinan, dan

teman sejawat.

4. Implikasi Praktis

Dalam upaya meningkatkan perilaku bertanggung jawab siswa perlu

dilakukan juga pada siswa di kelas lainnya dengan menggunakan model

pembelajaran Discovery Learning. Kepada sekolah hendaknya dapat

melengkapi sarana dan prasarana pembelajaran khususnya peralatan

komputer dan LCD proyektor. Bagi para guru yang belum mampu

mengoperasikan peralatan ICT hendaknya mengikuti pendidikan dan

latihan yang diadakan pemerintah, atau mengikuti kursus secara

mandiri untuk meningkatkan kemammpuan pribadi.

DAFTAR PUSTAKA

Affan dan Santoso Joko. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Badan Penerbit FKIP

UMS: Surakarta.

Ali, Mohamad (eds). 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Bagian I: Ilmu Pendidikan

Teoritis. PT. IMTIMA: Bandung.

Amien, Sani Ridwan. 2006. Inovasi Pembelajaran. Bumi Aksara: . Jakarta.

Arifin, Z. 2009. Evaluasi Pembelajaran, Prinsip, Teknik, Prosedur. P.T. Remaja

Rosdakarya: Bandung.

Arikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. PT BumiAksara:

Jakarta

Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. PT BumiAksara:

Jakarta

Arikunto, Suharsimi, dkk. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara: Jakarta

Atmadja Wiria, Rochiati.2005.Model Penelitian Tindakan Kelas.Remaja

Rosdakarya: Bandung.

Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Alfabeta: Bandung.

Azwar, S.2011. Reliabilitas dan Validitas. Pustaka Pelajar: Yogyakarta

Baharuddin dan Wahyuni, N,. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Ar-Ruzz Media

Group: Yogjakarta.

Barelson, Thorset, Petter. 1964. Discovery Learning Theory.

(http://www.thinkingink.com/_contents/edu/phd_archives/EPRS8500_Disc

LrngThry.PDF) ( 14 Januari 2015. 20:00 ).

Bell, Frederick. 1978. Teaching and Learning Mathematics ( In Secondary School).

Iowa: Wm. C. Brown Company Publhisers.

Bloom, Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. (Eds.). 1956. A taxonomy for learning,

teaching and assessing: A revision of Bloom's Taxonomy of educational

objectives: Complete edition, New York : Longman

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta: Jakarta.

Carin, Artur A., 1993. Teaching Modern Science. Sixth Edition. New York: Merrill

Publishers.

Dahar, 2006. Teori-teori Belajar. Erlangga: Jakarta.

Daryono M, dkk.1997.Pengantar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

Rineka Cipta: Solo.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Balai Pustaka: Jakarta.

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Sekolah Sebagai Wahana Pengembangan

Warga Negara yan Demokratis dan Bertanggungjawab Melalui Pendidikan

Kewarganegaraan. Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Jakarta.

Depdiknas. 2006. Kurikulum 2006 Standar Kompetensi Mata Pelajaran. Depdiknas:

Jakarta.

Diamond dan Peliger. 1990. Nasionalisme, Konflik Etnik, dan Demokarasi. (Edisi

Terjemahan Oleh Somardi). Penerbit ITB Bandung: Bandung.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta: Jakarta

Emetembun, N.A.1981. Supervisi pendidikan Penuntun bagi para Penilik,

Kepala Sekolah dan Guru-guru. Penerbit Suri: Bandung.

Elliot. 2003. Action Research For Educational Change. Open University Press:

Philadelphia.

Emzir. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan:Kuantitatif dan Kualitatif. Rajawali

Pers: Jakarta.

Gardner, H. 2012.Multiple Intelligences: Kecerdasan Majemuk Teori dalam Praktik.

Interaksara: Tangerang Selatan.

Gulo, W. 2004. Strategi Belajar Mengajar. Grasindo: Jakarta.

Hadari, Nawawi. 2001. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada University.

Press: Yogyakarta.

Hamalik, Oemar. 2001. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem.

Bumi Aksara: Jakarta

Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. PT Bumi Aksara: Jakarta.

Herdi. 2010. Mendidik Anak Agar Percaya Diri. Arcan: Jakarta.

Hayek, Trowbidge, L.W & Bybee, R.W. 2009. Becoming a secondary school science

teacher. Ohio: Merill Publising.

Herpratiwi. 2009. Teori Belajar Dan Pembelajaran. Universitas Lampung. Bandar

Lampung

Hidayat, Kasan dan Kurnad.1994.Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

Jelita Akademik: Jakarta.

Horber, Martin, David Jerner. 2003. Elementary Science Methods A Constructivist

Approach. New York: Thomson Wadsworth.

James A. Banks. 1977. Teaching Strategies for The Social Studies: Inquiry, Valuing,

and decision Making. Addison-wesley Publishing company Inc: Philippines

Kapita Selekta PKn. 2006. Pembelajaran Pembaharuan Paradigma. PKn-PIPS-PAI.

Laboratorium PKn UPI: Bandung.

Kwick, Kilpatrick, J., Swafford, J., & Findell, B. (Eds.). 1972. Adding it up: Helping

children learn mathematics. Washington, DC: National Academy Press.

Margareth, Farah. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Grasindo. Jakarta.

Markaban. (2006). Model Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Penemuan

Terbimbing. Departemen pendidikan nasional pusat pengembangan dan

penetaran guru matematika: Yogyakarta.

Marzano. 1992. Design A New Taxonomy of Education Objectives. diakses :

http://www.amazone.com/New-Taxonomy-Educational-Objectives ( 14 Januari

2015. 20:00 ).

Mulyono Abdurahman. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.

PT Rineka Cipta: Jakarta

Nana Sudjana. 1987. Dasar-dasar Belajar Mengajar. Sinar BaruAlgensindo:Bandung

Nana Syaodih Sukmadinata. 2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. PT

Remaja Rosdakarya: Bandung

NCSS.1994. Curriculum Standards for Social Studies. National Commission on

Social Studies in the School: Washington.

Nisbah, Faisal. 2013. “Pengertian dan Tujuan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar”

(on line) (http://faizalnizbah.blogspot.com/2013/10/pengertian-dan-

tujuanpelajaran-ips-di-sekolah-dasar.html?m=1 diakses tanggal 14 Januari 2016

jam 14.00 WIB)

Notoatmodjo. 2007. Perkembangan Psikologi Remaja. Bumi Aksara: Jakarta.

Pargito. 2011. Penelitian Tindakan Bagi Guru Dan Dosen. AURA Printing &

Publisher: Bandar Lampung

Piaget, Jean. 1998. Kesehatan & Perilaku Anak Usia Sekolah 7 - 12 tahun. Kencana:

Jakarta.

Purwanto, M. Ngalim. 2014. Psikologi Pendidikan. PT Remaja Rosdakarya:

Bandung.

Putra, S. Udin, dkk. 2005. Teori Belajar dan Pembelajaran. Universitas Terbuka:

Jakarta

Ratumanan. 2002. Belajar Memotivasi Diri Sendiri. Grasindo: Jakarta.

Riensuciati. 2013. Proses Belajar Mengajar. PT. Rineka Cipta: Jakarta.

Roestiyah. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta: Jakarta.

Rodger W, Trowbridge, Leslie W, Bybee, &Carlson Powell, Janet. 1974. Teaching

Secondary School Science: Strategies for Developing Scientific Literacy.

Pearson Education: United States.

Sagala, Syaiful. 2009. Cooperatif Learning Teori dan Aplikasi. Pustaka Belajar:

Yogyakarta.

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Kencana: Jakarta.

Shaw, Cronbach, L.J. 2003. Essentials of psychological testing. New York: Harper &

Brothers. Publishers.

Singarimbun. Masri. 1995. Metode Penelititan Survei. LP3S: Jakarta.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Penerbit Rineka

Cipta: Jakarta.

Slavin, R.E. 1994. Educational Psychology. Theory and Practice. Fifth Edition.

Allyn and Bacon. Boston.

Sudjana. 1982. Metoda Statistika. Bandung: Penerbit Tarsito.

Suherman, Erman, dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Kontemporer. JICA-Universitas

Pendidikan Indonesia: Bandung

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta: Bandung

Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bumi Aksara: Jakarta

Sukmadinata, Nana S. 2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Remaja

Rosdakarya: Bandung.

Supardan Dadang. 2015. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Perspektif Filosofi

dan Kurikulum. Bumi aksara: Jakarta

Syah, M. 2004. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. PT Remaja

Rosdakarya: Bandung

Trianto. 2011. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik.

Prestasi Pustaka: Jakarta

Triton, Prawira. 2006. SPSS V.3.0 terapan Riset Statistik Parametrik. ANDI

OFFSET: Yogyakarta.

Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas. Depdiknas: Jakarta

Usman Moh. Uzer. 2002. Menjadi Guru Profesional. PT RemajaRosdakarya:

Bandung

Winkel W.S.. 2004. Psikologi Pengajaran. Media Abadi: Yogyakarta

Yaumi, M. 2012. Pembelajaran Berbasis Multiple Inteligences. Dian Rakyat: Jakarta