PENGARUH MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP ...
Transcript of PENGARUH MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP ...
PENGARUH MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING
TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA
SMAN 2 SUNGAI RAYA MATERI LAJU REAKSI
ARTIKEL PENELITIAN
OLEH:
TASRIFUDDIN
NIM F17112030
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2016
PENGARUH MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING
TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA
SMAN 2 SUNGAI RAYA MATERI LAJU REAKSI
Tasrifuddin, Hairida, Ira Lestari
Program Studi Pendidikan Kimia FKIP UNTAN Pontianak
Email : [email protected]
Abstrak : Penelitian ini berujuan untuk mengetahui perbedaan aktivitas
dan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model guided discovery
learning dengan siswa yang diajar menggunakan model konvensional, dan
menentukan besarnya pengaruh model guided discovery learning terhadap
hasil belajar siswa kelas XI IPA SMAN 2 Sungai Raya pada materi laju
reaksi. Bentuk penelitian yang digunakan adalah quasy experiment design
dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah nonequivalent control
group design. Sampel dipilih berdasarkan teknik sampling jenuh. Alat
pengumpul data penelitian adalah tes hasil belajar, lembar observasi
aktivitas belajar siswa, dan pedoman wawancara. Hasil analisis data
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara aktivitas dan hasil belajar
siswa yang diajar menggunakan model guided discovery learning dengan
siswa yang diajar menggunakan model konvensional. Penggunaan model
guided discovery learning pada materi laju reaksi memberikan pengaruh
sebesar 24,54% terhadap peningkatan hasil belajar siswa.
Kata kunci: Guided Discovery Learning, Aktivitas, Hasil Belajar,
Laju Reaksi
Abstract : The purpose of this research is to determine the differences of
activity and learning outcomes of students who are taught using a model
of guided discovery learning compared with the students taught using the
conventional model, and determine the influence of guided discovery
learning model of the learning outcomes 11th grade students of SMAN 2
Sungai Raya in the material reaction rate. Design of research is Quasy
Experiment with Nonequivalent Control Group Design. Samples were
selected based on saturated sampling technique. Tools of data collection
were test, observation sheet, and guidelines for interview. The result of
data analysis showed that there was difference of activity and learning
outcomes between students who were taught using guided discovery
learning model compared with students who were taught using
conventional models. The use of guided discovery learning model to the
material of reaction rate, influence of 24.54% toward improving student
learning outcomes.
Keywords: Guided Discovery Learning, Activities, Learning Outcomes,
Reaction Rate
1
roses pembelajaran ditentukan oleh standar proses pendidikan. Menurut Wina
Sanjaya (2009) standar proses pendidikan adalah standar nasional yang
berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk
mencapai standar kompetensi. Standar proses dapat dijadikan pedoman oleh setiap
guru dalam pengelolaan proses pembelajaran serta menentukan komponen-
komponen yang dapat mempengaruhi pendidikan. Dalam standar proses
pendidikan juga bisa diterapkan pada ilmu sains.
Salah satu bidang studi yang ada pada sains adalah kimia. Kimia merupakan
pelajaran yang dianggap sulit, karena beberapa materi yang dipelajari bersifat
abstrak. Oleh karena itu, bidang studi kimia di SMA/MA mempelajari segala
sesuatu tentang zat yang meliputi tentang komposisi, sifat, struktur, transformasi,
dinamika dan energetika zat yang melibatkan penalaran dan keterampilan bahkan
melakukan suatu proses penemuan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh
guru untuk mengarahkan siswa dalam proses penemuan yaitu pembelajaran
berbasis praktikum. Dalam proses praktikum, siswa dibimbing untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang berkaitan langsung dengan konsep
sehingga siswa diharapkan dapat membuat suatu kesimpulan sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang hendak dicapai.
Hasil wawancara pada tanggal 11 November 2015 diperoleh informasi
bahwa salah satu permasalahan yang ditemukan pada mata pelajaran kimia di
SMAN 2 Sungai Raya bahwa guru tidak pernah memanfaatkan laboratorium
sebagai tempat untuk melaksanakan proses praktikum, hal ini dikarenakan
laboratorium digunakan untuk proses pembelajaran secara konvensional. Hal ini
sesuai dengan hasil observasi penggunaan laboratorium pada tanggal 11
November 2015 yaitu alat dan bahan yang terdapat di laboratorium sebagian besar
masih utuh dan belum pernah digunakan. Padahal dengan adanya praktikum dapat
mengurangi tingkat kesulitan pada pelajaran kimia yang bersifat abstrak. Menurut
Ashadi (2009), penggunaan media laboratorium dapat mengurangi tingkat
keabstrakkan konsep kimia karena siswa mengalami sendiri, mengamati,
menafsirkan, meramalkan, dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan selama
praktikum berlangsung. Selain itu, guru juga masih menggunakan metode
ceramah dalam proses pembelajaran.
Muhibbin Syah (2000), ada beberapa kelemahan motode ceramah yaitu
ceramah dapat membuat siswa pasif, mengandung unsur paksaan kepada siswa,
kegiatan pengajaran menjadi verbalisme (pengertian kata-kata) dan bila terlalu
lama akan membosankan. Seringnya guru menggunakan metode ceramah dalam
proses pembelajarn akan membuat aktivitas siswa rendah. Rendahnya aktivitas
siswa ini akan berakibat pada hasil belajar siswa yang tidak maksimal. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan Susanti (2013) mengungkapkan bahwa
P
2
Aktivitas belajar berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar. Hal ini berarti
semakin tinggi aktivitas belajar siswa maka hasil belajar akan meningkatkan.
Berdasarkan persentase ketuntasan hasil ulangan harian siswa kelas XI IPA pada
materi laju reaksi yaitu lebih dari 50% siswa yang tidak tuntas. Berdasarkan hasil
observasi dan data hasil belajar yang telah diuraikan maka dari itu pembelajaran
kimia harus dirancang dan dilaksanakan dengan memperhatikan aktivits belajar
siswa. Salah satu model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam
pembelajaran, mengarahkan siswa mengonstruksikan pengetahuannya untuk
memecahkan suatu masalah dengan memanfaatkan laboratorium adalah
pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery learning).
Menurut Mayer (2004), guided discovery learning merupakan salah satu
model pembelajaran yang bertujuan melatih siswa untuk menemukan
konsep secara mandiri. Siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran dengan
menjawab berbagai pertanyaan atau persoalan dan memecahkan persoalan untuk
menemukan suatu konsep dimana sebagian atau seluruh pengetahuan ditemukan
sendiri dengan bimbingan guru. Menurut David (dalam Widhiyantoro, 2012)
pada saat menerapkan model guided discovery learning, guru lebih sedikit
menjelaskan dan lebih banyak untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan sehingga
siswa cenderung aktif dan memotivasi siswa dalam kegiatan pembelajaran. Model
guided discovery learning menghadapkan siswa kepada situasi dimana ia bebas
menyelidiki dan menarik kesimpulan. Terkaan, intuisi dan mencoba-coba (trial
and error) hendaknya dianjurkan. Guru bertindak sebagai penunjuk jalan, ia
membantu siswa agar mempergunakan ide, konsep, dan keterampilan yang sudah
mereka pelajari sebelumnya untuk mendapatkan pengetahuan yang baru. Guru
sebagai instruktur memberikan suatu pernyataan atau permasalahan kemudian
mengarahkan siswa berpikir tahap demi tahap sehingga dapat memecahkan
permasalahan tersebut. Model guided discovery learning dapat disimpulkan
sebagai pembelajaran yang menempatkan guru sebagai instruktur dan fasilitator
untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa dalam menemukan konsep dan
prinsip sendiri dengan cara pemecahannya ditentukan oleh guru seperti dengan
melakukan eksperimen, diskusi, dan lain-lain.
Bruner berpendapat bahwa model discovery learning adalah teori belajar
yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak
disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan
mengorganisasi sendiri (Kurikulum, 2014). Dasar ide Bruner ialah pendapat dari
Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.
Menurut Azhar (1993) tujuan dari metode penemuan (discovery) dalam proses
belajar mengajar adalah sebagai berikut: (1) Mengembangkan sikap,
keterampilan, kepercayaan peserta didik dalam memutuskan sesuatu secara tepat
dan objektif; (2) Mengembangkan kemampuan berfikir peserta didik agar lebih
3
tanggap, cermat dan melatih daya nalar (kritis, analis dan logis); (3) Membina dan
mengembangkan sikap rasa ingin tahu; (4) Menggunakan aspek kognitif, afektif
dan psikomotor dalam belajar.
Menurut Syah (dalam Kemendikbud, 2014) dalam mengaplikasikan metode
Discovery Learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan
dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut: (a) Stimulation
(Stimulasi/Pemberian Rangsangan) yaitu pelajar dihadapkan pada sesuatu yang
menimbulkan kebingungannya dan timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri.;
(b) Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah) yaitu guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-
agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya
dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas
pertanyaan masalah); (c) Data Collection (Pengumpulan Data) yaitu guru
memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi
sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis; (d) Data Processing (Pengolahan Data) yaitu guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengolah data dan informasi yang telah
diperoleh para siswa baik melalui percobaan, wawancara, observasi, dan
sebagainya, lalu ditafsirkan; (e) Verification (Pembuktian) yaitu siswa melakukan
pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis
yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data
processing; dan (f) Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi) yaitu
siswa diarahkan untuk menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip
umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan
memperhatikan hasil verifikasi.
Suryosubroto (2002) menyatakan, bahwa model pembelajaran induktif
memiliki beberapa kelebihan, yaitu: (1) Membantu siswa dalam mengembangkan
atau memperbanyak penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa. Proses
penemuan diperoleh dari usaha untuk menemukan, sehingga siswa belajar
bagaimana belajar itu; (2) Membangkitkan gairah pada siswa, misalnya siswa
merasakan jerih payah penyelidikannya, menemukan keberhasilan dan kadang-
kadang kegagalan; (3) Memberi kesempatan pada siswa untuk bergerak maju
sesuai dengan kemampuannya sendiri; (4) Siswa mengarahkan sendiri cara
belajarnya, sehingga ia lebih merasa terlibat dan termotivasi sendiri untuk belajar,
paling sedikit pada suatu proyek penemuan khusus; (5) Membantu memperkuat
pribadi siswa dengan bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses-
proses penemuan; (6) Berpusat pada siswa; dan (7) Membantu perkembangan
siswa menuju skeptisisme yang sehat untuk menemukan kebenaran akhir dan
mutlak.
4
Pemilihan model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan konsep yang
diajarkan sangat mempengaruhi kegiatan pembelajaran, baik proses pembelajaran
aktivitas siswa, pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran maupun terhadap
hasil belajarnya. Pelajaran kimia yang menarik untuk dibuat model guided
discovery learning adalah laju reaksi. Karena pelajaran kimia khususnya pada
konsep laju reaksi merupakan pelajaran yang memerlukan tingkat pemahaman
yang tinggi sehingga akan lebih baik dipelajari apabila menggunakan model
pembelajaran guided discovery learning. Penelitian yang dilakukan siti mutoharoh
(2011) menunjukkan bahwa penggunaan model guided discovery learning
memberikan peningkatan yang signifikan terhadap hasil belajar kimia siswa pada
konsep laju reaksi.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan, fakta-fakta dan teori-teori diatas,
maka perlu dilakukan penelitian berjudul pengaruh model guided discovery
learning terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa kelas XI IPA SMA Negeri 2
Sungai Raya.
METODE PENELITIAN
Bentuk penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian
eksperimen dengan model βquasy experimental designβ atau eksperimen semu.
Rancangan desain eksperimen semu yang digunakan dalam penelitian ini adalah
nonequivalen control group design. Pola desain ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Pola Rancangan Nonequivalent Control Group Design
Kelas Pretest Perlakuan Posttest dan Lembar
Observasi
E O1 X O2
K O3 - O4
Keterangan :
E : Kelas Eksperimen
K : Kelas Kontrol
Q1 & Q3 : pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontol
X : Perlakuan kelas eksperimen dengan menggunakan model guided
discovery learning
Q2 & Q4 : Posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
(Sugiyono, 2014)
5
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA 1 dan XI
IPA 2 SMA Negeri 2 Sungai Raya. Teknik pengambilan sampel yang digunakan
adalah teknik sampling jenuh. Hal ini dikarenakan kelas yang diajar oleh guru
yang sama sebanyak dua kelas, sehingga seluruh anggota populasi dijadikan
sampel. Penentuan kelas eksperimen dan kelas kontrol berdasarkan rata-rata nilai.
Rata-rata nilai terendah untuk kelas eksperimen ( XI IPA 1) dan rata-rata nilai
tertinggi untuk kelas kontrol (XI IPA 2), dimana kelas XI IPA 1 memiliki rata-rata
67,93, sdeangkan kelas XI IPA 2 memiliki rata-rata 70,47. Pemilihan nilai
terendah untuk kelas eksperimen dengan tujuan meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar sehingga keberhasilan model guided discovery learning terlihat jelas.
Prosedur dalam penelitian ini terdiri dari 3 tahap, yaitu: 1) tahap persiapan,
2) tahap pelaksanaan, 3) tahap akhir.
Tahap persiapan
Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap persiapan antara lain:
(1) Melakukan prariset; (2) Perumusan masalah penelitian yang didapat dari hasil
Pra-riset; (3) Membuat perangkat pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS); (4) membuat instrumen
penelitian berupa lembar observasi aktivitas, pedoman wawancara dan tes hasil
belajar yang meliputi soal pretest dan posttest; (5) Melakukan validasi instrumen
dan perangkat pembelajaran; (6) Merevisi instrumen dan perangkat pembelajaran
berdasarkan hasil validasi; (7) Melakukan uji coba instrumen penelitian berupa tes
hasil belajar yang telah divalidasi; (8) Melakukan analisis data hasil uji coba tes.
Tahap pelaksanaan
Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap pelaksanaan antara lain:
(1) Menentukan kelas eksperimen dan kelas control; (2) Memberikan pretest; (3)
Memberikan perlakuan model guided discovery learning untuk kelas eksperimen
dan model pembelajaran konvensional untuk kelas kontrol; (4) Memberikan
lembar observasi aktivitas; (5) Memberikan posttest; (6) Melakukan wawancara
tidak terstruktur menggunakan pedoman wawancara.
Tahap akhir
Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap pelaksanaan antara lain:
(1) Melakukan analisis dan pengolahan data hasil penelitian; (2) Menarik
kesimpulan; (3) Menyusun laporan penelitian. Pengolahan data dilakukan dengan
langkah: (1) Memberi skor pada jawaban siswa; (2) Menguji normalitas; (3)
Melakukan uji U Mann-Whitney karena data tidak terdistribusi normal; (4)
Menghitung effect size.
Instrumen penelitian yang digunakan berupa tes. Instrumen penelitian
divalidasi oleh satu orang dosen Kimia UNTAN dan satu orang guru Kimia
SMAN 2 Sungai Raya dengan hasil validasi bahwa instrumen yang digunakan
6
valid. Berdasarkan hasil uji coba soal tes diperoleh keterangan bahwa tingkat
reliabilitas soal tes tergolong tinggi dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,725.
Hasil pretest dianalisis menggunakan rumus sebagai berikut: pemberian skor
sesuai dengan pedoman penskoran, uji normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk
diperoleh kedua data tidak berdistribusi normal dan dilanjutkan dengan uji U-
Mann Whitney diperoleh kesimpulan tidak terdapat perbedaan kemampuan awal
siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sedangkan hasil posttest dianalisis
menggunakan rumus sebagai berikut: pemberian skor sesuai dengan pedoman
penskoran, uji normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk diperoleh kedua data
tidak berdistribusi normal dan uji U-Mann Whitney diperoleh kesimpulan terdapat
perbedaan hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol sehingga
dilanjutkan dengan menghitung Effect Size.
Seberapa besar pengaruh penggunaan model guided discovery learning
terhadap hasil belajar siswa kelas XI IPA SMA Negeri 2 Sungai Raya dilakukan
analisis dengan menggunakan rumus effect size:
πΈπ =ππ β ππ
πππ
Keterangan:
ES = effect size
Xe = rata-rata skor post-test kelas eksperimen
Xc = rata-rata skor post-test kelas kontrol
Sdc = standar deviasi rata-rata skor post-test kelas kontrol
Kriteria besarnya effect size menurut Glass G. V (dalam Sutrisno, 2011)
dapat diklasifikasikan pada tabel 2.
Tabel 2
Persentase Rata-rata Hasil Belajar Siswa dan Kriteria Interpretasi
Besar Effect Size Kriteria
ES β€ 0,2 Rendah
0,2 < ES β€ 0,8 Sedang
ES > 0,8 Tinggi
Untuk mencari besar persentase peningkatan hasil belajar siswa karena
model guided discovery learning, maka hasil dari perhitungan Effect Size
dimasukkan ke dalam tabel luas di bawah lengkung kurva normal standar 0 ke Z
kemudian dikalikan 100% (Glass dalam Sutrisno, 2011).
7
Aktivitas siswa dianalisis dengan mengolah skor aktivitas yang diperoleh
setiap siswa ditentukan dengan cara menghitung jumlah turus total yang diperoleh
setiap siswa pada lembar pengamatan. Menghitung persentase aktivitas siswa
secara klasikal dengan rumus:
Persentase visual activity= βπ πππ πππππππ‘ππ π£ππ π’ππ πππ‘ππ£ππ‘π¦ π πππ’ππ’β π ππ π€π
β ππ’πππβ π πππ ππππ ππππ π£ππ π’ππ πππ‘ππ£ππ‘π¦ π πππ’ππ’β π ππ π€πx100 %
Persentase oral activity = βπ πππ πππππππ‘ππ ππππ πππ‘ππ£ππ‘π¦ π πππ’ππ’β π ππ π€π
β ππ’πππβ π πππ ππππ ππππ ππππ πππ‘ππ£ππ‘π¦ π πππ’ππ’β π ππ π€π x 100 %
Persentase mental activity=βπ πππ πππππππ‘ππ ππππ‘ππ πππ‘ππ£ππ‘π¦ π πππ’ππ’β π ππ π€π
β ππ’πππβ π πππ ππππ ππππ ππππ‘ππ πππ‘ππ£ππ‘π¦ π πππ’ππ’β π ππ π€πx100 %
Menurut Riduwan (dalam Bambang, 2014) persentase yang diperoleh dari
perhitungan kemungkinan dikategorikan sesuai kriteria yang telah ditentukan pada
tabel 3.
Tabel 3
Persentase Rata-rata Aktivitas Siswa dan Kriteria Interpretasi
Persentase Rata-rata Motivasi Kriteria Interpretasi
0% - 20% Sangat kurang aktif
21% - 40% Kurang aktif
41% - 60% Cukup aktif
61% - 80% Aktif
81% - 100% Sangat aktif
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian yang dilakukan di SMA Negeri 2 Sungai Raya adalah penelitian
eksperimen yang melibatkan dua kelas penelitian yaitu kelas XI IPA 1 terdiri dari
30 siswa sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 2 terdiri dari 30 siswa
sebagai kelas kontrol. Kedua kelas penelitian tersebut diberi materi yang sama
yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dengan perlakuan yang
berbeda. Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 24 agustus 2016 sampai
dengan 27 agustus 2016 pada kelas XI IPA SMA Negeri 2 Sungai Raya.
Perlakuan yang diberikan kepada kelas eksperimen yaitu pembelajaran yang
menggunakan model guided discovery learning, sedangkan perlakuan yang
diberikan kepada kelas kontrol yaitu pembelajaran yang menggunakan model
konvensional. Pengolahan hasil penelitian dari lembar observasi aktivitas dan tes
hasil belajar siswa berupa posttest sebagai berikut:
8
1. Aktivitas Belajar Siswa Kelas XI IPA
Data aktivitas belajar siswa diperoleh dari hasil observasi yang
dilakukan oleh observer pada saat pembelajaran. Rata-rata skor aktivitas yang
diperoleh setiap siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4
Rata-Rata Skor Aktivitas yang diperoleh Setiap Siswa
Kelas Rata-rata Skor Aktivitas
Eksperimen 24,80
Kontrol 13,93
Hasil uji normalitas yang bertujuan untuk mengetahui apakah data
berdistribusi normal atau tidak dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk dengan
bantuan program SPSS 22 for windows. Hasil olahan data menunjukkan
bahwa data skor aktivitas siswa pada kelas kontrol berdistribusi normal (0,176
> 0,05), sedangkan data skor aktivitas siswa pada kelas eksperimen tidak
berdistribusi normal (0,049 < 0,05), karena salah satu kelas tidak berdistribusi
normal, maka pengolahan data berikutnya menggunakan uji statistik
nonparametrik yaitu uji U-Mann Whitney. uji U-Mann Whitney bertujuan
untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan aktivitas belajar siswa antara
kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan pengujian nilai Asymp. Sig.
(2-tailed) sebesar 0,000, dimana nilai Asymp. Sig. (2-tailed) tersebut <0,05
maka hipotesis pengujian Ha diterima dan Ho ditolak, artinya terdapat
perbedaan aktivitas belajar siswa yang signifikan antara kelas eksperimen dan
kelas kontrol pada materi laju reaksi. Perbedaan rata-rata skor aktivitas belajar
siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1
Perbedaan Aktivitas Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
0
10
20
30
Eksperimen KontrolKelas
Rata
-Rata
Sk
or
24,80
13,93
9
Berdasarkan Gambar 1 dapat diketahui bahwa model guided discovery
learning dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dibandingkan dengan
model konvensional. Perbedaan aktivitas belajar pada kedua kelas tersebut
disebabkan karena perlakuan yang diberikan guru berbeda dalam proses
pembelajaran di kelas. Proses pembelajaran pada kelas eksperimen
menggunakan model guided discovery learning dimana pada model ini siswa
dituntut untuk mencari konsep atau prinsip secara mandiri, sedangkan proses
pembelajaran pada siswa kelas kontrol menggunakan model konvensional.
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi
yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini
akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana
masing - masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal
mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula
terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada
peningkatan prestasi. Menurut Nasution (2000) aktivitas belajar adalah
aktivitas yang bersifat jasmani ataupun rohani. Dalam proses pembelajaran,
kedua aktivitas tersebut harus selalu terkait. Seorang peserta didik akan
berpikir selama ia berbuat, tanpa perbuatan maka peserta didik tidak berfikir.
Oleh karena itu agar peserta didik aktif berfikir maka peserta didik harus
diberi kesempatan untuk berbuat atau beraktivitas.
2. Hasil Belajar Siswa Kelas XI IPA
Data hasil belajar siswa pengumpulan datanya menggunakan instrumen
tes pengetahuan berbentuk essay. Hasil analisis posttest disajikan pada Tabel
5.
Tabel 5
Rata-rata Nilai Posttest Siswa Kelas Eksperimen dan Siswa Kelas Kontrol
Hasil uji normalitas yang bertujuan untuk mengetahui apakah data
berdistribusi normal atau tidak dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk dengan
bantuan program SPSS 22 for windows. Hasil olahan data menunjukkan
bahwa data hasil belajar siswa memiliki variansi yang tidak berdistribusi
normal, sehingga pengujian dilanjutkan dengan uji statistik nonparametrik
yaitu uji U-Mann Whitney. uji U-Mann Whitney bertujuan untuk mengetahui
apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa antara kelas eksperimen dan
kelas kontrol. Berdasarkan pengujian nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar
Kelas Rata-rata Nilai Jumlah Siswa Tuntas Jumlah Siswa Tidak Tuntas
Eksperimen 73,33 19 11
Kontrol 59,17 11 19
10
0,015, dimana nilai Asymp. Sig. (2-tailed) tersebut <0,05, maka hipotesis
pengujian Ha diterima dan Ho ditolak, artinya terdapat perbedaan antara hasil
belajar siswa yang diajar menggunakan model guided discovery learning
dengan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model konvensional pada
materi laju reaksi. Perbedaan hasil belajar antara siswa kelas kontrol dan siswa
kelas eksperimen disajikan Gambar 2.
Gambar 2
Perbedaan Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan hasil
belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes hasil belajar
menunjukkan bahwa tes hasil belajar siswa kelas eksperimen lebih baik
dibandingkan dengan kelas kontrol. Hal ini disebabkan adanya perbedaan
model pembelajaran yang berdampak pada tes hasil belajar.
Perhitungan Effect Size dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh model guided discovery learning terhadap hasil belajar siswa kelas
XI SMA Negeri 2 Sungai Raya pada materi laju reaksi. Untuk menghitung
Effect Size menggunakan data rata-rata nilai posttest pada kelas eksperimen
dan kelas kontrol serta standar deviasi data posttest pada kelas kontrol.
Berdasarkan hasil perhitungan Effect Size diperoleh nilai ES sebesar 0,66.
Karena ES β€ 0,8 yaitu 0,66 β€0,8 maka digolongkan sedang. Berdasarkan tabel
Z diperoleh luas di bawah lengkung normal standar dar 0 ke Z sebesar 0,2454,
hal ini menunjukkan penggunaan model guided discovery learning pada laju
reaksi memberikan pengaruh sebesar 24,54% terhadap hasil belajar siswa
kelas XI IPA SMA Negeri 2 Sungai Raya.
Besarnya pengaruh model guided discovery learning terhadap hasil
belajar siswa pada materi laju reaksi dikarenakan siswa di kelas eksperimen
yang menggunakan model guided discovery learning lebih berperan aktif
dalam proses pembelajaran yang sedang berlangsung karena siswa diberikan
kesempatan untuk berdiskusi bersama kelompoknya dan menemukan sendiri
pengetahuan dengan bimbingan guru. Hal ini sejalan dengan pendapat
Aunurrahman dalam Mariani Natalia, Yustina Yusuf dan Desi Rahmayani
(2010) bahwa bila siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran, maka
0
20
40
60
80
Eksperimen Kontrol
Kelas
Per
sen
tase
73,3359,17
11
siswa akan lebih mudah memahami materi yang dapat meningkatkan hasil
belajar siswa. Siswa pada kelas eksperimen dibimbing dalam membangun
pengetahuan dan menemukan konsep sendiri, sehingga siswa tersebut dapat
memahami materi dengan baik yang akan mempengaruhi hasil belajar. Fase
data collection siswa diarahkan untuk mengumpulkan berbagai informasi atau
data-data yang diperlukan untuk membuktikan hipotesis dengan cara
membaca dari berbagai sumber belajar lainnya. Dengan mengumpulkan
berbagai informasi maka siswa akan lebih banyak mendapatkan suatu konsep,
sehingga hasil belajar siswa akan semakin tinggi. Menurut Mayer (2004),
model pembelajaran guided discovery learning merupakan salah satu model
pembelajaran yang bertujuan melatih siswa untuk menemukan konsep secara
mandiri.
Proses pembelajaran siswa kelas kontrol menggunakan model
konvensional di mana siswa diberikan materi melalui metode ceramah tanpa
diberikan kesempatan siswa untuk menemukan suatu konsep secara sendiri.
Menurut Bermawy Munthe (2009), strategi ceramah yang mengandalkan
indera pendengaran sebagai alat belajar mempunyai kelemahan yakni mudah
terganggu oleh hal-hal visual dan rentan terhadap kebisingan sehingga sulit
menjaga konsentrasi yang menyebabkan siswa tidak tertarik, cepat bosan dan
menjadi pasif.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan analisis data yang diperoleh dari hasil tes hasil belajar siswa
dapat ditarik kesimpulan: (1) Terdapat perbedaan antara hasil belajar siswa kelas
XI IPA di SMA Negeri 2 Sungai Raya yang diajar menggunakan model guided
discovery learning dengan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model
pembelajaran konvensional pada materi laju reaksi yang diperoleh dari uji U-
Mann Whitney yang menghasilkan Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,015; (2)
Terdapat perbedaan antara aktivitas belajar siswa kelas XI IPA di SMA Negeri 2
Sungai Raya yang diajar menggunakan model guided discovery learning dengan
aktivitas belajar siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran
konvensional pada materi laju reaksi yang diperoleh dari uji U-Mann Whitney
yang menghasilkan Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,000; (3) Pembelajaran
menggunakan model guided discovery learning pada materi laju reaksi
memberikan pengaruh sebesar 24,54% terhadap hasil belajar siswa kelas XI IPA
SMA Negeri 2 Sungai Raya.
12
Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa hal yang
dijadikan saran dalam rangka pengembangan pengajaran kimia. Adapun saran-
saran dalam penelitian ini adalah: (1) Diharapkan kepada guru maupun peneliti
selanjutnya dapat menggunakan model guided discovery learning dengan materi
yang lain pada pelajaran kimia di sekolah; (2) Apabila ingin menerapkan model
guided discovery learning, fase data collection dan fase data processing
membutuhkan waktu yang lebih lama dikarenakan siswa mengumpulkan
informasi sebanyak-banyaknya kemudian diolah dan dianalisis. Berdasarkan
kendala yang ada, sebaiknya penelitian selanjutnya diberikan alokasi waktu yang
lebih lama pada fase data collection dan fase data processing.
DAFTAR RUJUKAN
Ashadi. 2009. Kesulitan Belajar Kimia bagi Siswa Sekolah Menengah.
(Online). (http://pustaka.uns.ac.id/include/inc_pdf.php?nid=198. Di akses
10 April 2016).
Azhar, Lalu Muhammad. 1993. Proses Belajar Mengajar Pola CBSA.
Surabaya: Usaha Nasional.
Bambang, I. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay
Two Stray (TSTS) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Aktivitas Siswa
Kelas XI IPA 2 SMA Negeri 1 Sungai Ambawang pada Materi Koloid.
Skripsi. FKIP. UNTAN: Pontianak.
Kemendikbud. 2014. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013
Tahun Ajaran 2014/2015. Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan.
Mariani, N. dkk. (2010). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Picture And
Picture Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XI IPA SMAN 1
UKUL Tahun Ajaran 2009/2010. Jurnal PMIPA Volume 1 Nomor 2.
Mayer, R. E. 2004. Should There Be A Three-Strikes Rule Againts Pure
Discovery Learning?. The American Psychological Association.
American Psychologist Journal. 59 (1): 1 4-19.
Munthe, Bermawy. 2009. Desain Pembelajaran. Yogyakarta: PT. Pustaka Insan
Madani.
Mutoharoh, Siti. 2011. Pengaruh Model Guided Discovery Learning terhadap
Hasil Belajar Kimia Siswa pada Konsep Laju Reaksi. Skripsi Program
Studi Pendidikan Kimia UIN Syarif Hidayatullah.
Nasution, S. 1997. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
13
Sanjaya, Wina. 2009. Stategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D.
Bandung: Alfabeta.
Suryosubroto, B. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Susanti, Yunita. 2013. Pengaruh Aktivitas dan Motivasi Belajar Terhadap Hasil
Belajar Dalam Pembelajaran Ekonomi. Jurnal Pendidikan Ekonomi
FMIPA UNP.
Sutrisno, L. 2011. Validasi Penelitian dan Rancangan Percobaan. Pontianak:
FKIP Untan.
Syah, Muhibbin. 2000. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.
Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Widhiyantoro, Taufik. 2012. Pengaruh Penerapan Metode Pembelajaran Guided
Discovery Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Kelas X SMA
Negeri 1 Teras Boyolali Tahun Pelajaran2011/2012. Jurnal Pendidikan
Biologi Volume 4, Nomor 3. (Online). (http//:www.fkip-uns.ac.id. di
akses 12 April 2016).