PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji...

86
1 PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA TERHADAP PERILAKU ORANG TUA MERAWAT BALITA DI PUSKESMAS MOJOGEDANG I KARANGANYAR SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai sarjana Keperawatan Oleh : Agus Triyanto NIM : ST 14005 PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016

Transcript of PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji...

Page 1: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

1

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA

TERHADAP PERILAKU ORANG TUA MERAWAT

BALITA DI PUSKESMAS MOJOGEDANG I

KARANGANYAR

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai sarjana Keperawatan

Oleh :

Agus Triyanto

NIM : ST 14005

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2016

Page 2: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

2

Page 3: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

3

Page 4: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

4

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur dan sembah sujud penulis panjatkan ke hadirat Allah

SWT serta salam terhatur kepada Rasulullah Muhammad S.A.W, yang selalu

melindungi dan melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat

menyusun skripsi ini dengan judul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang ISPA

terhadap Perilaku Orang Tua Merawat Balita di Puskesmas Mojogedang I

Karanganyar”.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mengalami kesulitan dan

hambatan, namun berkat bantuan dari berbagai pihak, maka penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Untuk itu penulis ingin mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua STIKes Kusuma

Husada Surakarta yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi ini.

2. Atiek Murharyati, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua Program Studi S-1

Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan ijin

penyusunan skripsi ini.

3. Wahyuningsih Safitri, S.Kep., Ns., M.Kep selaku pembimbing Utama yang

telah membimbing dan membantu peneliti dalam menyusun skripsi ini.

4. Rahajeng Putriningrum, SST., M.Kes selaku pembimbing pendamping yang

telah banyak membimbing dan membantu peneliti dalam menyusun skripsi

ini.

Page 5: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

5

5. Happy Indri Hapsari, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Penguji yang telah

meluangkan waktu membimbing dan membantu peneliti dalam menyusun

skripsi ini.

6. Drg. Bambang Mulyawan selaku Kepala Puskesmas Mojogedang I

Karanganyar yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu responden yang telah bersedia meluangkan waktu untuk

terlibat dalam penelitian ini.

8. Seluruh staf pengajar Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma

Husada Surakarta yang telah membantu dan membimbing penulis dalam

penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih kurang

sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun

dari pembaca guna kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi

para pembaca, khususnya bagi penulis.

Surakarta, Februari 2016

Penulis

Page 6: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

6

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PENGESAHAN ii

SURAT PERNYATAAN iii

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

ABSTRAK xi

ABSTRACT xii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 5

1.3 Tujuan Penelitian 5

1.4 Manfaat Penelitian 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori 8

2.2 Keaslian Penelitian 33

2.3 Kerangka Teori Penelitian 34

2.4 Kerangka Konsep Penelitian 35

2.5 Hipotesis 35

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian 36

3.2 Populasi dan Sampel 36

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian 38

3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran 39

3.5 Alat Penelitian dan Cara pengumpulan data 39

3.6 Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data 45

Page 7: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

7

3.7 Etika Penulisan 49

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Puskesmas Mojogedang I 50

4.2 Hasil Penelitian 51

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden 57

5.2 Perilaku Orang Tua Sebelum Penkes 60

5.3 Perilaku Orang Tua Sesudah Penkes 62

5.4 Pengaruh Pendidikan Kesehatan 64

BAB VI PENUTUP

6.1 Simpulan 69

6.2 Saran 70

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 8: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

8

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Keaslian Penelitian 33

Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran 39

Tabel 4.1 Tenaga Puskesmas Mojogedang I 51

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi Jenis Kelamin 52

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi Umur 52

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi pendidikan 53

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi Pekerjaan 53

Tabel 4.6 Perilaku Sebelum Penkes 54

Tabel 4.7 Perilaku Sesudah Penkes 55

Tabel 4.8 Pengaruh Pendidikan Kesehatan 56

Page 9: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

9

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Teori 34

Gambar 2.2 Kerangka konsep Penelitian 35

Page 10: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

10

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan

1. Surat Ijin Studi Pendahuluan

2. Surat Ijin Penelitian

3. Surat Permohonan Menjadi Responden

4. Surat Pernyataan Menjadi Responden

5. Kuesioner Penelitian

6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

7. Hasil Uji Normalitas

8. Hasil Penelitian

9. Lembar Dokumentasi

10. Lembar Konsultasi

Page 11: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

11

Agus Triyanto

Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang ISPA Terhadap Perilaku

Orang Tua Merawat Balita di Puskesmas Mojogedang I Karanganyar

Abstrak

Pendidikan kesehatan tentang ISPA merupakan usaha atau kegiatan untuk

membantu individu, kelompok atau masyarakat terutama orang tua dalam

meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mereka dalam perawatan balita

ISPA. Pendidikan kesehatan sangat penting bagi orang tua untuk mengenal

ISPA lebih dalam agar dapat memberikan perawatan yang tepat saat sakit

dirumah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan

kesehatan tentang ISPA terhadap perilaku orang tua merawat balita di

Puskesmas Mojogedang I Karanganyar

Penelitian quasi eksperimen dengan one group pretest and post test design

dengan jumlah sampel 101 orang tua balita penderita ISPA di Puskesmas

Mojogedang I Karanganyar. Analisis data menggunakan uji wilcoxon. Variabel

yang diamati yaitu pendidikan kesehatan dan perilaku orang tua merawat balita

ISPA. Teknik sampling menggunakan accidental sampling.

Perilaku keluarga dalam merawat balita ISPA sebelum dilakukan

pendidikan kesehatan, yang paling banyak adalah kategori cukup yaitu

sebanyak 71 responden (70,2%), Sesudah dilakukan pendidikan kesehatan,

perilaku keluarga dalam merawat balita ISPA kategori baik sebanyak 28

responden (27,7%), cukup sebanyak 62 responden (61,4%), dan kategori

kurang sebanyak 11 responden (10,9%). Hasil penelitian nilai Z -8,495 dan

nilai p value 0,000 yang kurang dari α = 0,05 sehingga dapat ditarik

kesimpulan bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang ISPA terhadap

perilaku orang tua merawat balita.

Pendidikan kesehatan dapat meningkatan pengetahuan orang tentang ISPA

dan akhirnya pengetahuan tersebut dapat berpengaruh terhadap perilaku orang

tua dalam merawat ballitanya yang menderita ISPA.

Kata kunci: pendidikan kesehatan, ISPA, perilaku orang tua merawat balita.

Page 12: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

12

AgusTriyanto

The Effects of Health Education on Acute Upper Respiratory Infection (URI)

on Parental Behaviors in Pediatric Care at Mojogedang I Public Health

Center of Karanganyar

Abstract

Health education on acute upper respiratory infection (URI) is an effort or

activity to help individuals, groups, and communities, particularly parents

increase their knowledge and ability in taking care of children with URI. The

health education is necessary to make them more aware of URI so that they are

able to give proper treatment at home when their children are sick. This research

aims at finding out the effects of health education on URI on parental behaviors in

pediatric care at Mojogedang I public health center of Karanganyar.

It is a quasi-experimental research with one-group pretest-posttest design.

Samples of 101 parents of children with URI were taken at Mojogedang I public

health of Karanganyar with accidental sampling technique. The data were

analyzed using Wilcoxon test. The observed variables included health education

and parental behaviors in taking care of children with URI.

Prior to the provision of health education, most respondents with total

number of 71 respondents (70.2%) had fair parental behaviors in pediatric care.

After health education had been provided, 28 respondents (27.7%) had good

parental behaviors, 62 respondents (61.4%) had fair parental behaviors, and 11

respondents (10.9%) had poor parental behaviors in taking care of their children

with URI. The research results in Z-value of -8.495 and p-value of 0.000 which is

less than α = 0.05, and therefore it can be concluded that there is an effect of

health education on URI on parental behaviors in pediatric care.

In short, health education is capable of increasing parents’ knowledge on

URI, and accordingly it can give effect to their behaviors in taking care of

children with URI.

Keywords: health education, URI, the parental behaviors in pediatric care.

Page 13: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) menurut Word Health

Organization (WHO) merupakan salah satu penyebab kematian tersering

pada anak di negara berkembang. ISPA menyebabkan 4 dari 15 juta perkiraan

kematian pada anak berusia lima tahun setiap tahunnya (Misnadiarly, 2008).

Kasus ISPA di Indonesia selalu menempati urutan pertama penyebab 32,1%

kematian bayi pada tahun 2009, serta penyebab 18,2% kematian pada balita

pada tahun 2010 dan 38,8% tahun 2011. Data dari Program Pemberantasan

(P2) ISPA tahun 2009 cakupan penderita ISPA melampaui target 13,4%, hasil

yang di peroleh 18.749 kasus sementara target yang ditetapkan hanya 16.534

kasus. Survei mortalitas yang dilakukan di subdit ISPA tahun 2010

menempatkan ISPA sebagai penyebab kematian bayi terbesar di

Indonesia dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian balita (Kemenkes

RI, 2012). Berdasarkan data dari Dinkes Jateng tahun 2007 tercatat 28%

penyakit ISPA mempunyai konstribusi dalam menyebabkan kematian

bayi dalam satu tahun dan 23% pada anak balita dimana 80-90% dari seluruh

kasus kematian ISPA disebabkan oleh pneumonia (Dinkes Jateng, 2007).

ISPA adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian

atau lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk

adneksanya (sinus, rongga telinga tengah, pleura) (Kemenkes RI, 2012).

Page 14: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

14

ISPA adalah salah satu penyakit yang tergolong air borne disease (penularan

penyakit melalui udara) yang terjadi tanpa adanya kontak dengan penderita

maupun benda yang terkontaminasi. Penularan penyakit ISPA terjadi dalam

bentuk droplet nuclei (partikel yang sangat kecil sebagai hasil dari batuk atau

bersin dan dapat tinggal dalam udara bebas untuk waktu yang cukup lama dan

di hisap langsung pada saat bernafas), maupun dalam bentuk dust (partikel

dengan berbagai ukuran sebagai hasil resuspensi partikel yang terletak di

lantai, tempat tidur dan tempat lainnya dan tertiup angin bersama debu (Noor,

2006).

Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk

standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi

penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi

penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan

kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman

sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA

(Smeltzer dan Bare, 2010). Beberapa perawatan yang perlu dikerjakan orang

tua untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA di rumah antara lain

mengatasi panas (demam), mengatasi batuk, pemberian makanan, pemberian

minuman dan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perawatan ISPA

(Depkes RI, 2010)

ISPA apabila tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan sejumlah

kecacatan seperti otitis medis yang merupakan penyebab ketulian dan

timbulnya gangguan perkembangan serta gangguan belajar pada anak-anak

Page 15: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

15

(Depkes, 2007). Komplikasi yang bisa timbul apabila ISPA tidak segera

ditangani dapat mengakibatkan infeksi pada paru, infeksi pada selaput otak,

penurunan kesadaran dan bahkan bisa menimbulkan kematian (Widoyono,

2011).

Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA

pada bayi dan balita lebih efektif dilakukan oleh keluarga baik yang

dilakukan oleh ibu atau keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Peran

keluarga sangat penting dalam menangani ISPA karena penyakit ISPA

termasuk dalam penyakit yang sering diderita sehari-hari di dalam keluarga

atau masyarakat. Dalam penanganan ISPA tingkat keluarga keseluruhannya

dapat digolongkan menjadi tiga kategori yaitu perawatan oleh ibu balita,

tindakan yang segera dan pengamatan tentang perkembangan penyakit balita,

dan pencarian pertolongan pada pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, 2011).

Pelayanan kesehatan yang dimaksud salah satunya adalah puskesmas. Salah

satu kebijakan operasional dalam penanganan ISPA antara lain pendidikan

kesehatan (Kemenkes RI, 2012).

Pendidikan kesehatan dalam waktu pendek menghasilkan perubahan atau

peningkatan pengetahuan, dan dalam jangka menengah dapat berpengaruh

pada perilaku seseorang. Pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu

kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada

masyarakat, kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa dengan adanya

pesan tersebut masyarakat, kelompok atau individu dapat memperoleh

pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Akhirnya pengetahuan

Page 16: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

16

tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilakunya (Notoadmodjo,

2011).

Pendidikan kesehatan tentang ISPA merupakan usaha atau kegiatan

untuk membantu individu, kelompok atau masyarakat terutama orang tua

dalam meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mereka dalam perawatan

balita ISPA sehingga kualitas kesehatan tercapai secara optimal (Depkes,

2009). Pengetahuan individu sangat penting karena merupakan domain dalam

membentuk tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan

akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak di dasari pengetahuan

(Notoatmojo, 2011).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan didapatkan data jumlah penderita

ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang I

sebanyak 810 orang. Peneliti melakukan wawancara dengan 4 orang tua

balita penderita ISPA di wilayah Puskesmas Mojogedang I Karanganyar.

Hasil wawancara didapatkan data bahwa 2 orang tua balita penderita ISPA

mengatakan tidak tahu tentang ISPA, 1 orang tua mengatakan pernah

diberitahu petugas Puskesmas saat di Posyandu secara lisan dan 1 orang tua

pada saat ditanya tindakan yang dilakukan sebelum berobat ke Puskesmas

untuk mengatasi batuk dan pilek tersebut mengatakan selama dirumah

biasanya diberikan obat yang dibelinya dari warung. Orang tua balita

penderita ISPA juga mengatakan bahwa perlunya informasi tentang

penanganan ISPA yang berupa tulisan atau brosur karena kalau cuma lisan

biasanya mudah lupa dan apabila ada brosurnya bila lupa bisa dibaca lagi.

Page 17: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

17

Pendidikan kesehatan sangat penting bagi orang tua untuk mengenal

ISPA lebih dalam agar dapat memberikan perawatan yang tepat saat sakit

dirumah. Berdasarkan beberapa fenomena di atas maka peneliti merasa

tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Pengaruh Pendidikan

Kesehatan tentang ISPA terhadap Perilaku Orang Tua Merawat Balita di

Puskesmas Mojogedang I Karanganyar”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah dari penelitian ini

adalah “Apakah ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang ISPA terhadap

perilaku orang tua merawat balita di Puskesmas Mojogedang I

Karanganyar?”

1.3 Tujuan Penelitian

1. 3.1 Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan tentang ISPA terhadap

perilaku orang tua merawat balita di Puskesmas Mojogedang I

Karanganyar.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mendiskripsikan karakteristik orang tua dengan balita ISPA di

Puskesmas Mojogedang I Karanganyar.

Page 18: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

18

2. Mendiskripsikan perilaku orang tua merawat balita ISPA sebelum

diberikan pendidikan kesehatan di Puskesmas Mojogedang I

Karanganyar

3. Mendiskripsikan perilaku orang tua merawat balita ISPA sesudah

diberikan pendidikan kesehatan di Puskesmas Mojogedang I

Karanganyar.

4. Menganalisis beda perilaku orang tua merawat balita ISPA sebelum dan

setelah diberi pendidikan kesehatan di Puskesmas Mojogedang I

Karanganyar.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan pengetahuan masyarakat meningkat tentang

perawatan ISPA di rumah khususnya orang tua yang mempunyai balita

penderita ISPA.

2. Manfaat bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan pada manajemen

Puskesmas supaya program pendidikan kesehatan tentang ISPA dijadikan

program rutin yang dilaksanakan di Puskesmas.

3. Manfaat bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memperkaya bahan

ajar dalam proses belajar mengajar tentang pendidikan kesehatan

mengenai ISPA dan perilaku merawat balita penderita ISPA.

Page 19: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

19

4. Manfaat bagi peneliti lain

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar

bagi peneliti-peneliti selanjutnya, terkait pendidikan kesehatan tentang

ISPA dan perilaku merawat balita penderita ISPA dengan metode

penelitian yang berbeda.

5. Manfaat bagi peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan peneliti

dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan pendidikan kesehatan

tentang ISPA dan perilaku merawat balita penderita ISPA.

Page 20: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Pendidikan Kesehatan

2.1.1.1 Pengertian

Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu

terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah yang

lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang pada diri individu, kelompok,

atau masyarakat (Notoatmodjo, 2011).

Pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang

ditujukan kepada prilaku agar prilaku tersebut kondusif untuk kesehatan

(Notoatmodjo, 2012).

Menurut Lawrence Green pendidikan kesehatan adalah proses perubahan

perilaku yang dinamis, di mana perubahan tersebut bukan proses

pemindahan materi dari seseorang ke orang lain dan bukan pula

seperangkat prosedur. Artinya perubahan tersebut terjadi adanya kesadaran

dari dalam individu atau masyarakat sendiri. Pendidikan kesehatan adalah

istilah yang diterapkan pada penggunaan proses pendidikan secara

terncana untuk mencapai tujuan kesehatan yang meliputi beberapa

kombinasi dan kesempatan pembelajaran (Wahid dkk, 2007).

Page 21: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

21

2.1.1.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan

Tujuan pendidikan kesehatan, secara operasional adalah agar masyarakat

memiliki tanggung jawab yang lebih besar pada kesehatannya,

keselamatan lingkungan dan masyarakatnya, agar orang melakukan

langkah-langkah dalam mencegah terjadinya penyakit menjadi lebih parah,

dan mencegah keadaan ketergantungan melalui rehabilitasi cacat yang

disebabkan oleh penyakit, agar orang memiliki pengertian yang lebih baik

tentang eksistensi dan perubahan-perubahan system dan cara

memanfaatkannya dengan efisiensi dan efektif, serta agar orang

mempelajari apa yang dapat dia lakukan sendiri dan bagaimana caranya,

tanpa selalu meminta pertolongan kepada system pelayanan kesehatan

yang formal (Wahid dkk, 2007).

Secara ringkas, pendidikan merupakan segala upaya yang direncanakan

untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat

sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan

(Notoadmojo, 2012).

2.1.1.3 Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan

Ruang lingkup pendidikan kesehatn dapat dilihat dari berbagai dimensi

antara lain :

1. Dimensi sasaran

Pendidikan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu :

Pendidikan kesehatan individual dengan sasaran individu, Pendidikan

Page 22: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

22

kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok, dan Pendidikan

kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas.

2. Dimensi tempat pelaksanaan.

Pendidikan kesehatan dapat berlangsung di berbagai tempat, dengan

sendirinya sasarannya berbeda pula, misalnya: pendidikan kesehatan di

sekolah, dilakukan di sekolah dengan sasaran murid, pendidikan

kesehatan di rumah sakit, dilakukan di rumah-rumah sakit dengan

sasaran pasien atau keluarga pasien, di puskesmas dan lain sebagainya,

dan pendidikan kesehatan di tempat-tempat kerja dengan sasaran buruh

atau karyawan yang bersangkutan.

3. Dimensi tingkat pelayanan

Pendidikan kesehatan dapat dilakukan berdasarkan 5 tingkat

pencegahan (five levels of prevention) menurut Leavel & Clark sebagai

berikut: Health promotion atau peningkatan kesehatan, General and

specific protection atau perlindungan umum dan khusus, Early

diagnosis and prompt treatment atau diagnosis dini dan pengobatan

segera atau adekuat, Disabilitaty limitation atau pembatasan kecacatan,

Rehabilitation atau rehabilitasi

(Wahid dkk, 2007).

2.1.1.4 Metode Pendidikan Kesehatan

Metode pendidikan kesehatan dikelompokkan menjadi tiga metode,

yaitu metode individual (perorangan), metode kelompok dan metode

massa.

Page 23: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

23

1. Metode Individual (perorangan).

Dalam metode ini yang dilibatkan tidak hanya individu saja, tetapi juga

keluarganya. Bentuk pendekatan dalam metode ini adalah bimbingan

dan penyuluhan, serta wawancara.

2. Metode Kelompok

Apabila kelompok besar (lebih 15 orang), dengan menggunakan

ceramah atau seminar. Sedangkan bila kelompok kecil (kurang 15

orang), dengan menggunakan diskusi, curah pendapat, bola salju,

bermain peran maupun permainan simulasi.

3. Metode Massa

Pendekatan massa tidak membedakan usia, golongan, umur, jenis

kelamin, pekerjaan, ekonomi maupun pendidikan. Metode yang dapat

dilakukan adalah dengan ceramah umum, pidato di media elektronik,

sinetron maupun tulisan-tulisan.

(Notoadmojo, 2012).

2.1.1.5 Alat Peraga Pendidikan Kesehatan

Macam-macam alat peraga dalam pendidikan kesehatan menurut

Effendi (2007) antara lain:

1. Papan pengumuman

Papan yang berukuran biasa yang dapat ditempelkan untuk

menempelkan informasi kesehatan. Papan pengumaman dapat

menempelkan gambar-gambar yang mengandung informasi kesehatan,

tulisan-tulisan tentang prosedur pelayanan kesehatan dan sebagainya.

Page 24: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

24

2. Poster

Poster adalah pesan yang singkat dalam bentuk gambar, dengan tujuan

untuk mempengaruhi seseorang atau kelompok agar tertarik pada obyek

materi yang di informasikan.

3. Leaflet

Leaflet adalah selembar kertas yang berisi tulisan cetak tentang suatu

masalah khususunya untuk suatu tujuan tertentu.

4. Flash card

Flash card adalah beberapa kertas/kartu yang berisi suatu masalah atau

program tertentu. Biasanya tulisan terletak dibalik gambar yang ada

pada gambar depan.

5. Flip chart

Flip chart adalah beberapa cart yang telah disusun berurutan dan berisi

tulisan dengan gambar-gambar yang telah disatukan dengan ikatan atau

ring spiral pada bagian pinggir sisi atas.Biasanya jumlah chart lebih dari

12 lembar, berukuran poster lebih besar atau lebih kecil. Dan biasanya

memakai kertas tebaln (Effendi, 2007).

Menurut Notoatmodjo (2012), pada garis besarnya ada tiga macam alat peraga

atau media dalam pendidikan kesehatan, yaitu:

1. Alat bantu lihat (visual aids).

Berguna dalam membantu menstimulasi indra penglihatan pada waktu

terjadinya proses penerimaan pesan. Yang termasuk dalam alat bantu ini

adalah slide (power point), gambar peta, bagan, boneka, dan sebagainya.

Page 25: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

25

2. Alat bantu dengar (audio aids).

Membantu menstimulasikan indra pendengar pada waktu proses

penyampaian bahan pendidikan/pengajaran. Misalnya piringan hitam,

radio, pita suara, kepingan CD, dan sebagainya.

3. Alat bantu lihat-dengar (audio visual aids).

Yang termasuk dalam alat bantu ini adalah televisi, video cassette, dan

DVD.

2.1.2 Konsep Perilaku

2.1.2.1 Pengertian

Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari

manusia itu sendiri. Oleh sebab itu perilaku manusia mempunyai

bentangan yang sangat luas. Bahkan kegiatan internal (internal activity)

seperti berfikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia.

Terbentuknya perilaku dapat terjadi karena proses kematangan dan dari

proses interaksi dengan lingkungan. Cara yang kedua inilah yang paling

besar pengaruhnya terhadap perilaku manusia. Terbentuknya dan

perubahan perilaku karena proses interaksi antara individu dengan

lingkungan ini melalui suatu proses belajar (Notoatmodjo 2011).

Perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena adanya

stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak

langsung (Sunaryo, 2006).

Page 26: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

26

2.1.2.2 Proses pembentukan perilaku

Untuk membentuk perilaku perlu diciptakan adanya suatu kondisi

tertentu yang disebut operant conditioning. Prosedur pembentukan

perilaku dalam operant conditioning ini adalah melakukan identifikasi

tentang hal-hal yang merupakan penguat yang akan dibentuk, melakukan

analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang

membentuk perilaku yang dikehendaki, menggunakan secara urut

komponen-komponen itu sebagai tujuan sementara, mengidentifikasi

reinforcer atau hadiah–hadiah untuk masing-masing komponen tersebut,

dan melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan

komponen yang telah tersusun (Notoatmodjo, 2011).

Perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan. Lebih lanjut

dijelaskan berdasarkan pendapat Maslow, bahwa manusia memiliki lima

kebutuhan dasar, yaitu:

1. Kebutuhan fisiologis/biologis, yang merupakan kebutuhan pokok utama

yaitu oksigen, karbondioksida, cairan elektrolit, makanan, dan seks.

2. Kebutuhan rasa aman, misalnya: Rasa aman terhindar dari pencurian,

rasa aman terhindar dari konflik, rasa aman terhindar dari sakit dan

penyakit, rasa aman memperoleh perlindungan hukum.

3. Kebutuhan mencintai dan dicintai, misalnya: Mendambakan kasih

sayang/cinta kasih orang lain baik dari orang tua, saudara, teman,

kekasih, dan lain-lain, Ingin dicintai/mencintai orang lain, Ingin

diterima oleh kelompok tempat ia berada.

Page 27: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

27

4. Kebutuhan harga diri, misalnya; Ingin dihargai dan menghargai orang

lain, adanya respek atau perhatian dari orang lain, toleransi atau saling

menghargai dalam hidup berdampingan.

5. Kebutuhan aktualisasi diri, misalnya: ingin dipuja atau disanjung oleh

orang lain, Ingin sukses atau berhasil dalam mencapai cita-cita, Ingin

menonjol dan lebih dari orang lain, baik dalam karier, usaha, kekayaan,

dan lain-lain (Sunaryo, 2006).

2.1.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

Perilaku dipengaruhi oleh faktor endogen dan faktor eksogen, yaitu :

1. Faktor genetik atau faktor endogen

Faktor genetik atau keturunan merupakan konsepsi dasar atau modal

untuk kelanjutan perkembangan perilaku makhluk hidup itu. Faktor

genetik berasal dari dalam diri individu (endogen), antara lain:

a. Jenis ras, setiap ras di dunia memiliki perilaku yang spesifik, saling

berbeda satu dengan lainnya.

b. Jenis kelamin, perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari

cara berpakaian dan melakukan pekerjaan sehari-hari. Perilaku

pada pria disebut maskulin, sedangkan perilaku wanita disebut

feminin.

c. Sifat fisik, kalau diamati perilaku individu akan berbeda karena

sifat fisiknya misalkan perilaku pada individu yang pendek dan

gemuk berbeda dengan individu yang memiliki fisik tinggi kurus.

Page 28: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

28

d. Sifat kepribadian. Menurut masyarakat awam, kepribadian adalah

bagaimana individu tampil dan menimbulkan kesan bagi individu

lainnya. Perilaku individu tidak ada yang sama karena adanya

perbedaan kepribadian yang dimiliki individu, yang dipengaruhi

oleh aspek kehidupan seperti pengalaman,usia watak, tabiat, sistem

norma, nilai dan kepercayaan yang dianutnya.

e. Bakat pembawaan, bakat merupakan interaksi dari faktor genetik

dan lingkungan serta bergantung pada adanya kesempatan untuk

pengembangan.

f. Inteligensi. Inteligensi sangat berpengaruh terhadap perilaku

individu. Oleh karena itu, kita kenal ada individu yang intelegen,

yaitu individu yang dalam mengambil keputusan dapat bertindak

tepat, cepat, dan mudah. Sebaliknya bagi individu yang memiliki

intelegensi rendah dalam mengambil keputusan akan bertindak

lambat (Sunaryo, 2006).

2. Faktor eksogen atau faktor dari luar individu

a. Faktor lingkungan. Lingkungan disini menyangkut segala sesuatu

yang ada disekitar individu, baik fisik, biologis maupun sosial.

Ternyata lingkungan sangat berpengaruh terhadap perilaku

individu karena lingkungan merupakan lahan untuk perkembangan

perilaku. Contoh : individu yang bergaul dengan individu yang

hidup di lingkungan hitam, perilakunya banyak diwarnai keadaan

tersebut.

Page 29: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

29

b. Pendidikan. Proses dan kegiatan pendidikan pada dasarnya

melibatkan masalah perilaku individu maupun kelompok. Secara

luas, pendidikan mencakup seluruh proses kehidupan individu

dengan lingkungannya, baik secara normal atau tidak normal.

c. Agama. Agama sebagai suatu keyakinan hidup yang masuk ke

dalam konstruksi kepribadian seseorang sangat berpengaruh dalam

cara berpikir, bersikap, beraksi, dan berperilaku individu.

Seseorang yang mengerti dan rajin melaksanakan ajaran agama

dalam kehidupan, akan berperilaku dan berbudi luhur sesuai

denagn ajaran agama.

d. Sosial ekonomi, salah satu lingkungan yang berpengaruh terhadap

perilaku seseorang adalah lingkungan sosial. Lingkungan sosial

dapat menyangkut sosial ekonomi dan sosial budaya.

e. Kebudayaan, Dalam arti sempit kebudayaan diartikan sebagai adat-

istiadat, atau peradaban manusia. Ternyata hasil kebudayaan

manusia akan mempengaruhi perilaku manusia itu sendiri.

f. Faktor-faktor lain: Susunan saraf pusat, memegang peranan

penting karena merupakan sarana untuk memindahkan energi yang

berasal dari stimulus melalui neuron ke simpul saraf tepi yang

seterusnya akan berubah menjadi perilaku. Persepsi, merupakan

proses diterimanya rangsang melalui panca indera yang didahului

oleh perhatian sehingga individu sadar akan sesuatu yang ada di

dalam maupun luar dirinya. Melalui persepsi, dapat diketahui

Page 30: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

30

perubahan perilaku seseorang. Emosi, adalah manifestasi perasaan

atau afek keluar disertai banyak komponen fisiologik, dan biasanya

berlangsung tidak lama (Sunaryo, 2006).

2.1.2.4 Bentuk Perilaku

Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan individu

terhadap rangsangan yang bersal dari dalam maupun luar diri individu

tersebut. Secara garis basar bentuk perilaku ada dua macam, yaitu :

1. Perilaku pasif (respons internal)

Perilaku yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung

dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berfikir, tanggapan atau sikap

batin dan pengetahuan. Disebut juga perilaku tertutup atau covert

behavior.

2. Perilaku aktif (respons eksternal)

Perilaku yang jelas dapat di observasi secara langsung. Disebut juga

perilaku terbuka atau overt behavior. (Notoatmodjo, 2011).

2.1.2.5 Cara Pengukuran Perilaku

Teknik skala yang dapat digunakan untuk mengukur perilaku adalah

dengan menggunakan teknik skala Guttman. Skala ini merupakan skala

yang bersifat tegas dan konsisten dengan memberikan jawaban yang tegas

seperti jawaban dari pertanyaan/pernyataan: ya dan tidak, positif dan

negatif, setuju dan tidak setuju, benar dan salah. Skala guttman ini pada

umumnya dibuat seperti cheklist dengan interpretasi penilaian, apabila

Page 31: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

31

skor benar nilainya 1 dan apabila salah nilainya 0 dan analisanya dapat

dilakukan seperti skala likert (Hidayat, 2007).

Cara mengukur perilaku ada 2 cara yaitu diukur secara langsung yakni

wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam,

hari, bulan yang lalu (recall), dan diukur secara tidak langsung yakni,

dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo,

2012).

2.1.2.6 Tingkatan Perilaku

Sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut

terjadi proses yang berurutan, yaitu:

1. Awareness (kesadaran).

Orang tersebut menyadaridalam arti mengetahui stimulus (objek)

terlebih dahulu.

2. Interest.

Orang mulai tertarik kepada stimulus.

3. Evaluation.

Menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

Hal ini berarti sikapmresponden sudah lebih baik lagi.

4. Trial.

Orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5. Adoption

Subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran

dan sikapnya terhadap stimulus (Notoadmodjo, 2012).

Page 32: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

32

2.1.3 ISPA ( Infeksi Saluran Pernafasan Akut )

2.1.3.1 Pengertian

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut,

istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory

Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran

pernafasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut :

1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam

tubuh manusia dan berkembangbiak sehingga menimbulkan gejala

penyakit.

2. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli

berserta organ adneksanya seperti sinus – sinus, rongga telinga

tengah dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran

pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk

jaringan paru – paru) dan organ adneksa saluran pernafasan.

Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran

pernafasan (respiratory tract).

3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai 14 hari. Batas

14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk

beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini

dapat berlangsung lebih dari 14 hari

Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang

menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari

Page 33: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

33

hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Kemenkes RI,

2012).

2.1.3.2 Etiologi

Klasifikasi penyebab ISPA berdasarkan umur menurut Depkes RI (2010)

antara lain :

1. Bayi baru lahir

ISPA pada bayi baru lahir seringkali terjadi karena aspirasi, infeksi

virus Varicella-zoster dan infeksi berbagai bakteri gram negatif seperta

bakteri Coli, torch, Streptokokus dan Pneumokokus. Pneumonia

biasanya disebabkan oleh berbagai virus, yaitu Adenovirus, Coxsackie,

Parainfluenza, Influenza A or B, Respiratory Syncytial Virus (RSV),

dan bakteri yaitu B. streptococci, E. coli, P. aeruginosa, Klebsiella, S.

pneumoniae, S. aureus, dan Chlamydia (Depkes RI, 2010).

2. Balita dan anak pra-sekolah

ISPA pada balita dan anak pra-sekolah sering kali disebabkan oleh

virus, yaitu: Adeno, Parainfluenza, Influenza A or B, dan berbagai

bakteri yaitu: S. pneumoniae, Hemophilus influenzae, Streptococci A.

Staphylococcus aureus, dan Chlamydia (Depkes RI, 2010).

3. Anak usia sekolah dan remaja.

ISPA pada anak usia sekolah dan remaja biasanya disebabkan oleh

virus, yaitu Adeno, Parainfluenza, Influenza A or B, dan berbagai

Page 34: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

34

bakteri, yaitu S. pneumoniae, Streptococcus A dan

Mycoplasma (Depkes RI, 2010).

2.1.3.3 Klasifikasi ISPA

Klasifikasi penyakit ISPA terdiri dari :

1. Bukan pneumonia/ISPA ringan

Pasien dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan

frekuensi napas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada

bagian bawah kearah dalam, tidak ada gangguan tidur, dahak/sputum

encer, nafsu makan menurun/anoreksia serta suhu tubuh 37 sampai

dengan < 38 oC.

2. Pnemonia / ISPA sedang

Didasarkan pada adanya batuk, dahak/sputum mulai kental, suhu tubuh

38 oC, tidak mau makan, sakit pada kerongkongan saat menelan,

kadang sesak napas, dimana frekuensi nafas cepat pada anak berusia

dua bulan sampai < 1 tahun adalah > 50 kali per menit dan untuk anak

usia 1 sampai < 5 tahun adalah > 40 kali per menit dan untuk > 5 tahun

sampai dewasa > 30 kali per menit seta kesulitan bernapas ditandai

dengan adanya penggunaan oto bantu pernapasan.

3. Pneumonia berat/ISPA berat

Gejala pneumonia/ISPA sedang ditambah dengan gejala panas tinggi

(suhu tubuh > 38oC), napas berbunyi, kadang disertai penurunan

kesadaran dan perubahan bunyi suara (stridor) (Widoyono, 2011).

Page 35: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

35

2.1.3.5 Penatalaksanaan kasus ISPA

Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk

standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi

penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta

mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi

penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian

makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang

penting bagi pederita ISPA (Smeltzer & Bare, 2010).

1. Pengobatan pada ISPA menurut Depkes RI (2010) adalah sebagai

berikut :

a. Pneumonia berat, dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotika

melalui jalur infus diberi oksigen dan sebagainya.

b. Pneumonia, diberi obat antibiotik melalui mulut. Pilihan obatnya

kotrimoksazol jika terjadi alergi atau tidak cocok dapat diberikan

amoxilin, penisilin dan ampisilin.

c. Bukan pneumonia, tanpa pemberian obat antibiotik, diberikan

perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk

tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang

merugikan. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu

parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada

pemeriksaan tenggorokan di dapat adanya bercak nanah disertai

pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang

Page 36: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

36

tenggorokan oleh kuman streptococcus dan harus diberi antibiotic

selama 10 hari.

2. Perawatan ISPA di rumah.

Beberapa perawatan yang perlu dikerjakan orang tua untuk mengatasi

anaknya yang menderita ISPA di rumah menurut Depkes RI (2010)

antara lain :

a. Mengatasi Panas (Demam)

Anak usia 2 bulan-5 tahun, demam diatasi dengan memberikan

paracetamol atau dengan kompres, bayi di bawah 2 bulan dengan

demam harus segera di rujuk. Paracetamol diberikan 4 kali tiap 6

jam untuk waktu 2 hari. Memberikan kompres, dengan

menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).

b. Mengatasi Batuk

Anjurkan memberi obat batuk yang aman dengan ramuan

tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap

atau madu ½ sendok teh diberikan tiga kali sehari.

c. Pemberian Makanan.

Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tapi berulang-

ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah.

Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.

Page 37: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

37

d. Pemberian Minuman.

Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya)

lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan

dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.

e. Lain-Lain.

Mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, tidak

dianjurkan lebih-lebih pada anak yang demam. Jika pilek, bersihkan

hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan

menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan

tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak

berasap. Apabila selama perawatan di rumah keadaan memburuk

maka dianjurkan untuk membawa ke dokter atau petugas kesehatan,

untuk penderita yang mendapat obat antibiotic, selain tindakan di

atas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan

benar selama 5 hari penuh dan untuk penderita yang mendapatkan

antibiotic, usahakan agar setelah 2 hari anak di bawa kembali ke

petugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.

2.1.3.5 Faktor Resiko ISPA

Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor resiko terjadinya ISPA yaitu faktor

lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku.

Page 38: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

38

1. Faktor lingkungan.

a. Pencemaran udara dalam rumah.

Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk

memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme

pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal

ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan

dapur terletak didalm rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang

tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan

karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama-

sama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih

tinggi. Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA

dan polusi udara, diantaranya ada peningkatan resiko bronchitis,

pneumonia pada anak-anak yang tinggal di daerah lebih terpolusi,

dimana efek ini terjadi pada kelompok umur 9 bulan dan 6-10

tahun. (Maryunani, 2010).

b. Ventilasi rumah.

Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke

atau dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis.

Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut mensuplai

udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigen yang

optimum bagi pernafasan, membebaskan udara ruangan dari bau-

bauan, asap ataupun debu dan zat-zat pencemar lain dengan cara

pengenceran udara, mensuplai panas agar hilangnya panas badan

Page 39: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

39

seimbang, mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan

bangunan, mengeluarkan kelebihan udara panas yang disebabkan

oleh radiasi tubuh, kondisi, evaporasi ataupun keadaan eksternal,

mendisfungsikan suhu udara secara merata. (Maryunani, 2010).

c. Kepadatan hunian rumah.

Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor

polusi dalam rumah yang telah ada. Penelitian menunjukkan ada

hubungan bermakna antara kepadatan dan kematian dari

bronkopneumonia pada bayi, tetapi disebutkan bahwa polusi udara,

tingkat sosial, dan pendidikan memberi korelasi yang tinggi pada

faktor ini (Maryunani,2010).

2. Faktor individu anak

a. Umur anak

Sejumlah studi yang besar menunjukkan bahwa insiden penyakit

pernafasan oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak

dan tetap menurun terhadap usia. Insiden ISPA tertinggi pada umur

6-12 tahun. (Maryunani, 2010).

b. Berat badan lahir

Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan

fisik dan mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan lahir

rendah (BBLR) mempunyai resiko kematian yang lebih besar

dibandingkan dengan berat badan lahir normal, terutama pada

bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti

Page 40: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

40

kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena

penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernafasan

lainnya. Penelitian menunjukan bahwa berat bayi kurang dari 2500

gram dihubungkan dengan meningkatnya kematian akibat infeksi

saluran pernafasam dan hubungan ini menetap setelah dilakukan

adjusted terhadap status pekerjaan, pendapatan, pendidikan. Data

ini mengingatkan bahwa anak-anak dengan riwayat berat badan

lahir rendah tidak mengalami rate lebih tinggi terhadap penyakit

saluran pernafasan, tetapi mengalami lebih berat infeksinya.

(Maryunani, 2010).

c. Status gizi

Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang

penting untuk terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah

membuktikan tentang adanya hubungan antara gizi buruk dan

infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi buruk sering

mendapat pneumonia. Disamping itu adanya hubungan antara gizi

buruk dan terjadinya campak dan infeksi virus berat lainnya serta

menurunnya daya tahan tubuh anak terhadap infeksi. Balita dengan

gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit

infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu

makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi

kurang, balita lebih mudah terserang “ISPA berat” bahkan

serangannya lebih lama. (Maryunani, 2010).

Page 41: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

41

d. Vitamin A

Sejak tahun 1985 setiap enam bulan Posyandu memberikan kapsul

200.000 IU vitamin A pada balita dari umur satu sampai dengan

empat tahun. Balita yang mendapat vitamin A lebih dari 6 bulan

sebelum sakit maupun yang tidak pernah mendapatkannya adalah

sebagai resiko terjadinya suatu penyakit sebesar 96,6% pada

kelompok kasus dan 93,5% pada kelompok kontrol. Pemberian

vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan

menyebabkan peningkatan titer antibodi yang spesifik dan

tampaknya tetap berada dalam nilai yang cukup tinggi. Bila

antibodi yang ditujukan terhadap bibit penyakit dan bukan sekedar

antigen asing yang tidak berbahaya, niscaya dapatlah diharapkan

adanya perlindungan terhadap bibit penyakit yang bersangkutan

untuk jangka yang tidak terlalu singkat. (Maryunani, 2010).

e. Status Imunisasi

Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan

mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi

campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA

yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan

imunisasi seperti difteri, pertusis, campak, maka peningkatan

cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya

pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang

meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap.

Page 42: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

42

Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila

menderita ISPA dapat diharapkan perkembangan penyakitnya tidak

akan menjadi lebih berat. (Maryunani, 2010).

3. Faktor perilaku

Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA

pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktik penanganan ISPA di

keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga

lainnya. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang

berkumpul dan tinggal dalam suatu rumah tangga, satu dengan lainnya

saling tergantung dan berinteraksi. Bila salah satu atau beberapa

anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan, maka akan

berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya. (Maryunani, 2010).

2.1.3.7 Pencegahan ISPA

Pencegahan ISPA dapat dilakukan antara lain:

1. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik.

Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah

kita atau terhindar dari penyakit yang terutama antara lain penyakit

ISPA. Misalnya dengan mengkonsumsi makanan empat sehat lima

sempurna, banyak minum air putih, olah raga dengan teratur, serta

istirahat yang cukup, kesemuanya itu akan menjaga badan kita tetap

sehat. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh kita

akan semakin meningkat, sehingga dapat mencegah virus / bakteri

penyakit yang akan masuk ke tubuh kita.

Page 43: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

43

2. Imunisasi

Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak maupun

orang dewasa. Immunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh

kita supaya tidak mudah terserang berbagai macam penyakit yang

disebabkan oleh virus / bakteri.

3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan

Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan

mengurangi polusi asap dapur / asap rokok yang ada di dalam rumah,

sehingga dapat mencegah seseorang menghirup asap tersebut yang bisa

menyebabkan terkena penyakit ISPA. Ventilasi yang baik dapat

memelihara kondisi sirkulasi udara (atmosfer) agar tetap segar dan

sehat bagi manusia.

4. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/

bakteri yang ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkit penyakit

ini melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh. Bibit

penyakit ini biasanya berupa virus / bakteri di udara yang umumnya

berbentuk aerosol (anatu suspensi yang melayang di udara). Adapun

bentuk aerosol yakni Droplet, Nuclei (sisa dari sekresi saluran

pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan melayang di

udara), yang kedua duet (campuran antara bibit penyakit). (Depkes RI,

2010).

Page 44: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

44

Pencegahan ISPA dapat juga dilakukan dengan cara antara lain:

membiasakan pemberian ASI, segera berobat jika mendapati anak

panas, batuk, pilek, periksakan kembali jika dalam 2 hari belum

menampakkan perbaikan dan Imunisasi Hib (untuk memberikan

kekebalan terhadap Haemophilus influenzae) (Misnadiarly, 2008).

2.1.3.9 Komplikasi ISPA

ISPA yang tidak segera ditangani akan mengakibatkan:

1. Infeksi pada paru

Kuman penyebab ISPA akan masuk lebih dalam kesaluran

pernapasan yaitu bronkus dan alveoli sehingga menginfeksi bronkus

dan alveoli sehingga pesien akan sulit bernapas kerena adanya

sumbatan jalan napas oleh penumpukan secret hasil produksi kuman

pada rongga paru.

2. Infeksi selaput otak

Kuman juga mampu menjangkau selaput otak sehingga menginfeksi

selaput otak dengan menumpukan cairan yang mampu berakibat

meningitis.

3. Penurunan Kesadaran

Infeksi dan penumpukan cairan pada selaput otak menyebabkan

terhambatnya suplay oksigen dan darah ke otak

4. Kematian

Penangganan yang lama dan tidak tepat pada pasien ISPA mampu

memperlambat dan merusak seluruh fungsi tubuh oleh kuman

Page 45: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

45

sehingga pasien akan mengalami henti napas dan henti jantung

(Widoyono, 2011).

2.2 Keaslian penelitian

Table 2.1 Keaslian Penelitian

Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian

Nuryanto

(2012)

Hubungan status gizi

terhadap terjadinya penyakit

Infeksi Saluran Pernafasan

Akut (ISPA) pada balita

Metode cross

sectional

dengan uji

chi square.

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa faktor yang paling

dominan sebagai penyebab

terjadinya penyakit ISPA pada

balita adalah status imunisasi

149,37, status gizi 29,91 dan

tingkat pendidikan 20,57.

Della

Oktaviani

(2010)

Hubungan antara kondisi

fisik rumah dan perilaku

keluarga terhadap kejadian

ISPA pada balita di

Kelurahan Cambai Kota

prabumulih.

Metode cross

sectional

dengan uji

chi square

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa ada hubungan antara atap,

lantai, ventilasi rumah, luas lantai

dan kepadatan hunian rumah

dengan kejadian ISPA, dan tidak

ada hubungan dinding rumah dan

tempat pembuangan sampah

dengan kejadian ISPA pada

balita.

Paramitha

Anjanata

Maramis

(2013)

hubungan tingkat pendidikan

dan pengetahuan ibu tentang

ISPA dengan kemampuan ibu

merawat balita ISPA pada

balita di Puskesmas Bahu

Kota Manado

Metode cross

sectional

dengan uji

chi square

Hasil penelitian didapatkan

bahwa tidak terdapat hubungan

antara tingkat pendidikan dengan

perawatan ISPA pada balita dan

terdapat hubungan antara tingkat

pengetahuan dengan perawatan

ISPA pada balita di Puskesmas

Bahu Kota Manado.

Muzakar

(2012)

Pengaruh pemberian air

rebusan seledri terhadap

penurunan tekanan darah

pada penderita hipertensi di

Puskesmas Kenten Laut.

Penelitian

quasi

eksperimen

dengan

rancangan

pre post

eksperimental

dengan uji

Paired t Test

Hasil penelitian menunjukkan

tekanan darah mengalami

penurunan secara bermakna

setelah diberikan air rebusan

seledri + obat anti hipertensi

selama 3 hari berturut-turut.

Rata-rata penurunan tekanan

sistolik 20,32 mmHg dan

Diastolik 7,09 mmHg.

Page 46: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

46

2.3 Kerangka Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka, dapat dibuat kerangka teori yang

dapat dilihat dibawah.

Faktor yang mempengaruhi perilaku:

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Notoatmodjo (2012), Sunaryo (2006), Maryunani (2010).

1. Faktor Endogen

a. Jenis ras

b. Jenis kelamin

c. Sifat fisik

d. Bakat

e. Inteligensi

2. Faktor Eksogen

a. Lingkungan

b. Pendidikan

kesehatan

c. Agama

d. Social

ekonomi

e. Kebudayaan

f. Faktor lain

Perilaku orang tua

Pengetahuan orang tua

tentang ISPA

Upaya pencegahan

kekambuhan ISPA

Dampak: efektif dan

efisien dalam

penanganan ISPA

Page 47: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

47

2.4 Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 2.2

Kerangka konsep penelitian

2.5 Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul

(Arikunto, 2013).

Hipotesa Nol (H0) adalah tidak ada pengaruh pendidikan kesehatan

tentang ISPA terhadap perilaku orang tua merawat balita di

Puskesmas Mojogedang I Karanganyar.

Hipotesa alternative (Ha) adalah ada pengaruh pendidikan kesehatan

tentang ISPA terhadap perilaku orang tua merawat balita di

Puskesmas Mojogedang I Karanganyar.

Pendidikan kesehatan tentang

ISPA

Perilaku orang tua merawat

balita ISPA

Pre Test Post Test

Perilaku orang tua merawat

balita ISPA

Page 48: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

48

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Desain penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimen dengan one

group pretest and post test design yaitu dilakukannya pretest terlebih dahulu

sebelum diberikan intervensi kepada responden yang kemudian setelah diberi

intervensi lalu dilakukan post test. Disebut quasi eksperimen dengan one

group pretest and post test design karena penelitian ini bertujuan untuk

mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu

kelompok subjek yang telah ditentukan. Kelompok subjek diobservasi

sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi

(Nursalam, 2013).

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia; klien)

yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2013). Populasi

penelitian ini adalah seluruh orang tua balita penderita ISPA di Puskesmas

Mojogedang I Karanganyar. Rata – rata tiap bulan jumlah balita penderita

ISPA yang periksa di Puskesmas Mojogedang I Karanganyar sebanyak

135 balita. Berdasarkan hal tersebut maka jumlah populasi dalam

penelitian ini sebanyak 135 orang tua balita penderita ISPA.

Page 49: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

49

3.2.2 Sampel

Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan

sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2013). Berdasarkan

jumlah balita penderita ISPA di Puskesmas Mojogedang I Karanganyar

rata-rata setiap bulan yang berjumlah 135 balita, maka jumlah sampel

dalam penelitian ini menurut Nursalam (2013) jika populasi kurang dari

1000 maka dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

)(12

dN

Nn

+=

Keterangan : n = Besar sampel

N = Besar populasi

d = Tingkat signifikasi atau ketepatan (menggunakan

0,05 artinya derajat ketepatan yang diinginkan adalah 5%

dan interval kepercayaan 95%).

Berdasarkan rata-rata jumlah balita penderita ISPA di Puskesmas

Mojogedang I Karanganyar sebanyak 135 pasien, maka jumlah sampel yang

digunakan dalam penelitian ini menurut rumus diatas adalah 101 orang tua

balita yang menderita ISPA. Dengan penetapan kriteria pengambilan sampel

sebagai berikut:

1. Kriteria inklusi :

1) Orang tua yang bisa membaca dan menulis.

Page 50: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

50

2) Orang tua dengan anak balita ISPA yang memeriksakan ke Puskesmas

Mojogedang I.

3) Bertempat tinggal di wilayah Kerja Puskesmas Mojogedang I

2. Kriteria eksklusi:

1) Orang tua penderita ISPA yang sudah komplikasi.

Sampling adalah suatu cara yang ditempuh dengan pengambilan

sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan objek penelitian

(Nursalam, 2013). Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah

accidental sampling (non probability sampling) adalah teknik penetapan

sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara

kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai

sampel, bila di pandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai

sumber data (Sugiyono, 2014). Target sampel selama 1 bulan.

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian

3.3.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan dari 12 Oktober sampai 21 November

2015.

3.3.2 Tempat penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di Puskesmas Mojogedang I

Karanganyar.

Page 51: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

51

3.4 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran

Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran

Variabel Definisi Alat ukur Parameter Skala

Pendidikan

kesehatan

Suatu usaha menyampaikan

pesan tentang ISPA

(pengertian, penyebab, gejala,

tanda bahaya, penularan,

penanganan, pencegahan, bila

ISPA tidak ditangani, dan

faktor yang memperburuk)

yang dilakukan oleh peneliti

kepada orang tua balita

penderita ISPA

- - -

Perilaku

orang tua

merawat

balita ISPA

Suatu kegiatan yang dilakukan

orang tua dalam melakukan

penanganan pada anak

balitanya yang sedang

menderita ISPA yang meliputi

penanganan ketika demam,

mengatasi batuk, pemberian

makanan dan minuman, dan

upaya pencegahan ISPA.

Kuesioner

20

pertanyaan.

Pre test

1. Baik, skor >12,75

2. Cukup skor 4,55-

12,75

3. Kurang, skor <4,55

Post test

1. Baik, skor >16,53

2. Cukup, skor 9,33-

16,53

3. Kurang, skor <9,33

Ordinal

3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data

3.5.1 Alat Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan peneliti

dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya

lebih baik (Arikunto, 2013).

1. Instrumen untuk pendidikan kesehatan

Instrumen untuk pendidikan kesehatan tidak memerlukan kuesioner

melainkan menggunakan power point tentang ISPA yaitu pengertian,

penyebab, gejala, tanda bahaya, penularan, penanganan, pencegahan,

Page 52: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

52

bila ISPA tidak ditangani, dan faktor yang memperburuk. Instrumen

untuk pendidikan kesehatan tidak memerlukan kuesioner karena

pendidikan kesehatan merupakan suatu perlakuan.

2. Instrumen untuk perilaku orang tua merawat balita ISPA.

Instrument yang digunakan untuk perilaku orang tua merawat

balita ISPA adalah kuesioner berisi 20 item pertanyaan tertutup jenis

dichotomy question. Kuesioner terdiri dari 20 pertanyaan yang

menggambarkan perilaku orang tua merawat balita ISPA. Pertanyaan

terdiri dari 10 item pertanyaan favorable dan 10 item pertanyaan

unfavorable. Untuk pertanyaan favorable penilaiannya adalah untuk

jawaban “Ya” diberi skor 1 dan untuk jawaban “Tidak” diberi skor 0.

Untuk pertanyaan unfavorable penilaiannya adalah untuk jawaban

“Ya” diberi skor 0 dan untuk jawaban “Tidak” diberi skor 1.

Pertanyaan favorable terdapat pada nomor 1,3,6,7,11,12,13,16,17 dan

20, sedangkan yang termasuk pertanyaan unfavorable yaitu

2,4,5,8,9,10,14,15,18 dan 19. Perilaku orang tua dibagi menjadi tiga

kategori yaitu perilaku orang tua baik, perilaku orang tua cukup, dan

perilaku orang tua kurang.

Menurut Riwidikdo (2013), untuk membuat tiga kategori yaitu baik,

cukup dan kurang, maka menggunakan parameter:

1. Baik, bila nilai responden (x) > mean + 1 SD

2. Cukup, bila nilai responden (x), mean – 1 SD ≤ x ≤ mean + 1 SD

3. Kurang, bila nilai responden (x) < mean – 1 SD.

Page 53: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

53

Untuk mencari nilai rata-rata (mean) diperoleh dengan rumus:

Keterangan;

x = mean (rata-rata)

n = jumlah seluruh data

xi = banyaknya data

Untuk mencari simpangan baku atau standar deviasi dengan rumus:

Keterangan:

s = Standart Deviasi

xi = nilai dari data

n = banyaknya data

3.5.2 Uji Validitas dan Reabilitas

Menurut Nursalam (2013), validitas (kesahihan) menyatakan apa

adalah yang seharusnya diukur. Sedangkan reliabilitas (keandalan) adanya

suatu kesamaan hasil apabila pengukuran dilakukan oleh orang yang

berbeda ataupun waktu yang berbeda.

n

xi

x

n

i

å= `1:

Page 54: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

54

Untuk uji validitas butir kuesioner perilaku orang tua merawat balita

ISPA, digunakan tekhnik korelasi pearson product moment, dengan

rumus:

( )( )( ){ } ( ){ }2222 .. YYNXXN

YXXYNrxy

å-åå-å

åå-å=

Dimana :

rxy = koefisien korelasi

∑X = jumlah skor item

∑Y = jumlah skor total (item)

N = jumlah responden

Untuk mengetahui validitasnya adalah dengan membandingkan hasil rhitung

dengn tabel product moment. Bila rhitung lebih besar dari rtabel, maka

pertanyaan tersebut valid dan dapat digunakan sebagai alat ukur. Bila rhitung

lebih kecil dari rtabel, maka pertanyaan tersebut tidak valid dan harus diganti,

diperbaiki atau dihilangkan.

Sedangkan untuk menguji reliabilitas butir angket kuesioner perilaku

orang tua merawat balita ISPA digunakan rumus alpha cronbach yaitu :

r11 = ÷÷ø

öççè

æ S-÷øö

çèæ

- 2

22

1t

t b

k

k

sss

Dimana :

r11 = reliabilitas

k = banyaknya butir pertanyaan

∑ s2b = jumlah varian butir

Page 55: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

55

s2t = varian total

Suatu alat ukur penelitian harus mempunyai kriteria validitas dan

reliabilitas. Agar diperoleh distribusi nilai hasil pengukuran mendekati

normal, maka sebaiknya jumlah responden untuk uji coba paling sedikit

20 orang (Notoatmodjo, 2012). Uji validitas dan reliabilitas instrumen

penelitian kuesioner perilaku orang tua dalam merawat balita ISPA telah

dilakukan di Puskesmas Mojogedang II pada tanggal 1 Oktober sampai 7

Oktober 2015 dengan responden sebanyak 30 orang tua balita penderita

ISPA.

Hasil uji validitas kuesioner perilaku orang tua dalam merawat balita

ISPA yang sudah dilakukan pada 30 orang responden diperoleh r hitung

0,522-0,918 dan r tabel 0,361 dalam taraf signifikan 0,05 sehingga

menunjukkan bahwa seluruh butir soal r hitung lebih besar dari r tabel,

maka butir soal perilaku orang tua dalam merawat balita ISPA dapat

dinyatakan valid (hasil selengkapnya terlampir).

Hasil uji reliabilitas kuesioner perilaku orang tua dalam merawat

balita ISPA pada 30 orang diperoleh nilai alpha sebesar 0,958. Menurut

Riwidikdo (2013), instrumen dianggap reliabel jika nilai alpha minimal

0,70. Hasil uji reliabilitas kuesioner perilaku orang tua dalam merawat

balita ISPA diperoleh hasil nilai alpha 0,958 menunjukkan bahwa nilai

alpha lebih besar dari 0,70, maka dapat disimpulkan bahwa butir-butir

instrumen penelitian perilaku orang tua dalam merawat balita ISPA

tersebut reliabel. Instrumen penelitian pendidikan kesehatan tidak

Page 56: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

56

memerlukan uji validitas maupun reabilitas karena ini merupakan suatu

perlakuan.

3.5.3 Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan

proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu

penelitian (Nursalam, 2013). Langkah – langkah pengumpulan data dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tahap persiapan

Pengumpulan data ini dimulai setelah mendapatkan ijin untuk

melakukan penelitian oleh pimpinan puskesmas.

2. Tahap persetujuan responden.

Peneliti memberikan penjelasan tentang tujuan penelitian ini, responden

yang bersedia mengikuti penelitian membubuhkan tanda tangan pada

format informed consent yang telah disediakan sebagai bukti kesediaan.

Setelah responden membubuhkan tanda tangan pada lembar informed

consent, peneliti memberikan lembar angket kuesioner dan menjelaskan

agar diisi oleh responden kemudian diserahkan pada peneliti.

3. Tahap pengisian kuesioner pre test

Pengambilan data dilakukan sendiri oleh peneliti dengan cara

melakukan pendampingan secara langsung saat pengisian lembar

kuesioner. Sehingga apabila ada responden yang kurang jelas peneliti

dapat memberikan penjelasan secara langsung. Setelah orang tua balita

penderita ISPA bersedia menjadi responden, kemudian peneliti

Page 57: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

57

memberikan kuesioner pre test sebelum dilakukan pendidikan

kesehatan.

4. Pendidikan kesehatan

Setelah pre test orang tua balita penderita ISPA diberikan pendidikan

kesehatan tentang ISPA dengan media power point dan leaflet.

Pendidikan kesehatan dilakukan setiap hari kerja terhadap beberapa

responden yang memenuhi kriteria dikumpulkan menjadi satu, sampai

jumlah responden yang dibutuhkan terpenuhi.

5. Pengisian kuesioner post test

Pengisian kuesioner post test, peneliti lakukan setelah 3 hari setelah

dilakukan pendidikan kesehatan di Puskesmas mojogedang I. Apabila

responden tidak berkunjung ke Puskesmas, maka peneliti yang

mengunjungi rumah responden tersebut.

3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data

3.6.1 Teknik Pengolahan Data

Menurut Narbuko, C. (2007), setelah data-data hasil dari kuesioner

dikumpulkan kemudian diolah melalui tahap-tahap :

1. Editing

Meneliti kuesioner yang telah diberikan, kelengkapan jawabannya untuk

mengetahui apakah ada kesesuaian antara semua pertanyaan yang

diberikan dengan jawaban.

Page 58: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

58

2. Coding

Memberikan kode angka pada alat penelitian atau kuesioner untuk

memudahkan dalam analisis data.

3. Transfering

Memindahkan jawaban atau kode jawaban ke dalam media tertentu. Dalam

hal ini memindahkan data dari kuesioner kedalam komputer dengan

program excel.

4. Tabulating

Merupakan kegiatan menyusun data dalam bentuk tabel.

5. Entry data

Memasukkan data dengan cara manual atau melalui pengolahan program

komputer, baik menggunakan program excel maupun program spss.

3.6.2 Analisa Data

Analisa data hasil penelitian ini dilakukan dengan 2 cara yaitu sebagai

berikut:

1. Analisis univariat

Analisa univariat adalah analisa yang dilakukan terhadap tiap variabel

dari hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk frekuensi yang

dinarasikan (Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini distribusi

frekuensi terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan.

Selain itu juga analisis perilaku orang tua dalam merawat balita ISPA

sebelum dilakukan pendidikan kesehatan, dan perilaku orang tua dalam

merawat balita ISPA sesudah dilakukan pendidikan kesehatan.

Page 59: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

59

2. Analisis bivariate

Analisis bivariate terhadap dua variabel yang diduga berkorelasi yaitu

pendidikan kesehatan dan perilaku orang tua dalam merawat balita

ISPA. Analisa bivariate adalah analisis yang dilakukan untuk

mengetahui keterkaitan dua variabel (Notoatmodjo, 2012). Data yang

digunakan untuk pengujian hipotesis ini berasal dari variabel

pendidikan kesehatan dan perilaku orang tua dalam merawat balita

ISPA yang pengukurannya menggunakan skala ordinal. Uji statistik

yang digunakan adalah dengan uji wilcoxon. Uji wilcoxon digunakan

untuk menguji hipotesis dua sampel yang berkorelasi bila datanya

berbentuk ordinal dan datanya tidak mengikuti distribusi normal

(Sugiyono, 2014).

Adapun rumus uji wilcoxon yaitu :

24

)12)(1(

4

)1(

++

úûù

êëé +

-=

nnn

nnT

z

Keterangan :

T = jumlah jenjang / ranking yang kecil

n = jumlah sampel populasi

z = nilai distribusi normal

Karena jumlah sampel lebih dari 25 maka rumus yang digunakan

menggunakan faktor koreksi yaitu :

48

3å å- tt

Page 60: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

60

Kemudian faktor ini dikurangkan terhadap besaran dibawah tanda akar,

karena itu bila menjumpai sejumlah angka sama, kita menggantikan

denominator (penyebut) pada statistik uji aproksimal sampel besar

dengan rumus :

4824

)12)(1(3å å-

-++ tnnn t

maka rumus jadi untuk wilcoxon dengan ada koreksian dan sampel

besar dengan didekatkan pada distribusi z adalah sebagai berikut :

4824

)12)(1(

4

)1(

3

*

å å--

++

úûù

êëé +

-=

tnnn

nnT

tT

Ketentuan pengujian berdasarkan tingkat kemaknaan 95 % (alpha

0,05), digunakan nilai probabilitas, apabila p value uji wilcoxon < 0,05

maka hipotesis nol di tolak dan hipotesis alternatif di terima; artinya

terdapat perbedaan bermakna antara sebelum dan sesudah perlakuan

(Yamin, S dan Kurniawan, H, 2014). Untuk memudahkan perhitungan

dan menghindari kesalahan maka dipergunakan program SPSS.

3.7 Etika Penelitian

Secara umum prinsip etika dalam penelitian atau pengumpulan data dapat

dibedakan menjadi tiga bagian yaitu prinsip manfaat, prinsip menghargai hak-

hak subjek, dan prinsip keadilan (Nursalam, 2013). Dalam penelitian ini

Page 61: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

61

untuk mendapatkan data dilakukan dengan menekankan etika yang mengacu

pada:

1. Lembar persetujan menjadi responden (inform consent) lembar persetujuan

diberikan kepada subjek yang akan diteliti.

Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian jika calon responden

bersedia untuk diteliti, maka mereka harus mengisi lembar persetujuan

tersebut, namun apabila responden menolak untuk diteliti maka peneliti

tidak boleh memaksakan dan tetap menghormati hak-hak responden.

2. Tanpa nama (Anonimity)

Untuk menjaga kerahasiaan responden maka peneliti tidak mencantumkan

nama responden pada lembar pengumpulan data (lembar kuesioner) cukup

dengan memberikan kode pada masing-masing lembar kuesioner tersebut.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti karena hanya

kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai

hasil riset atau hasil dari penelitian.

Page 62: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

62

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas Mojogedang I terletak di Kecamatan Mojogedang

Kabupaten Karanganyar dengan luas wilayah kerja ± 31,33 km2, terdiri dari

7 desa yaitu Sewurejo, Pojok, Mojogedang, Ngadirejo, Pendem, Mojoroto

dan Kaliboto. Jumlah rumah 8.026, jumlah dusun 51 dan jumlah RW 78, RT

233 dengan batas-batas wilayah, sebelah utara dengan Kecamatan Kerjo,

sebelah selatan dengan Kecamatan Karanganyar, sebelah barat dengan

Kecamatan Tasikmadu, dan sebelah timur dengan Kecamatan Karangpandan.

Topografi wilayah kerja Puskesmas Mojogedang I terdiri dari 75 %

daerah datar, 15% bergelombang dan 10% daerah pegunungan dengan

ketinggian rata-rata 380 m di atas permukaan laut. Jumlah penduduk 34.239

jiwa yang terdiri dari laki – laki 16.970 jiwa dan perempuan 17.259 jiwa,

dengan jumlah kepala keluarga 8.293. Jumlah dan macam fasilitas kesehatan

yang tersedia terdiri dari : Puskesmas Induk 1 buah, Puskesmas Pembantu 3

buah, Pos Kesehatan Desa 7 buah, Puskesmas Keliling 1 buah, Posyandu

Balita 62 buah, dan Posyandu Lansia 17 buah.

Page 63: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

63

Jumlah tenaga kesehatan dan non kesehatan di Puskesmas Mojogedang

I seperti pada tabel berikut :

Tabel 4.1 Tenaga di Puskesmas Mojogedang I

No Jenis Tenaga Jumlah

1 Dokter Umum 2 Orang

2 Dokter Gigi 2 Orang

3 Bidan 14 Orang

4 Perawat 5 Orang

5 Perawat Gigi 1 Orang

6 Asisten Apoteker 1 Orang

7 Sanitarian 1 Orang

8 Pekarya Kesehatan 0 Orang

9 Administrasi 6 Orang

10 Sopir 1 Orang

11 Wiyata Bakti 4 Orang

12 Tenaga Kontrak 1 Orang

13 Penjaga 1 Orang

Jumlah 39 Orang

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Hasil Uji Univariat

Hasil uji univariat memberikan deskripsi karakteristik responden

berdasarkan jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, perilaku orang tua

merawat balita sebelum dilakukan penyuluhan kesehatan dan perilaku orang

tua merawat balita sesudah dilakukan penyuluhan kesehatan.

Page 64: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

64

4.2.1.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada

tabel 4.2

Tabel 4.2

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di

Puskesmas Mojogedang I Bulan November Tahun 2015, n = 101

No Jenis kelamin Jml Persentase (%)

1.

2.

Laki-laki

Perempuan

6

95

5,9

94,1

Total 101 100

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa jumlah responden perempuan

lebih banyak dibandingkan dengan jumlah laki-laki, dimana perempuan

95 responden (94,1%), sedangkan laki-laki 6 responden (5,9%).

4.2.1.2 Karakteristik responden berdasarkan umur

Karakteristik responden berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur di Puskesmas Mojogedang I

Bulan November Tahun 2015, n = 101

No Umur Jml Persentase (%)

1.

2.

3.

4.

5.

12 – 16 Thn

17 – 25 Thn

26 – 35 Thn

36 – 45 Thn

46 – 55 Thn

0

9

63

27

2

0

8,9

62,4

26,7

2,0

Total 101 100

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa jumlah responden yang

berusia 17-25 tahun sebanyak 9 responden (8,9%), 26-35 tahun sebanyak

63 responden (62,4%), 36-45 tahun sebanyak 27 responden (26,7%), dan

46-55 tahun sebanyak 2 responden (2,0%).

Page 65: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

65

4.2.1.3 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan

Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada

tabel 4.4.

Tabel 4.4

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Puskesmas

Mojogedang I Bulan November Tahun 2015, n = 101

No Pendidikan Jml Persentase (%)

1.

2.

3.

4.

5.

SD

SMP

SMA

DIII

S1

3

49

42

4

3

3,0

48,5

41,6

4,0

3,0

Total 101 100

Berdasarkan tabel 4.4 mengenai tingkat pendidikan terlihat bahwa 3

responden (3,0%) berpendidikan SD, 49 responden (48,5%) berpendidikan

SMP, 42 responden (41,6%) berpendidikan SMA, 4 responden (4,0%)

berpendidikan DIII, dan 3 responden (3,0%) berpendidikan S1.

4.2.1.4 Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan.

Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada tabel 4.5

Tabel 4.5

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pekerjaan di Puskesmas

Mojogedang I Bulan November Tahun 2015, n = 101

No Pekerjaan Jml Persentase (%)

1.

2.

3.

4.

5.

PNS

Swasta

Petani

Pedagang

Ibu Rumah Tangga

5

24

12

18

42

5,0

23,8

11,9

17,8

41,6

Total 101 100

Page 66: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

66

Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 42 responden

(41,6%). Sedangkan yang pekerjaannya swasta 24 responden (23,8%),

pedagang 18 responden (17,8%), petani 12 responden (11,9%) dan yang

PNS 5 responden (5,0%).

4.2.1.5 Gambaran perilaku keluarga sebelum dilakukan pendidikan kesehatan

Perilaku orang tua sebelum dilakukan pendidikan kesehatan dapat dilihat

pada tabel 4.6

Tabel 4.6

Distribusi Frekuensi Perilaku Sebelum Pendidikan Kesehatan di

Puskesmas Mojogedang I Bulan November Tahun 2015, n = 101

No Perilaku Jml Persentase (%)

1.

2.

3.

Baik

Cukup

Kurang

15

71

15

14,9

70,2

14,9

Total 101 100

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa sebelum dilakukan pendidikan

kesehatan, perilaku keluarga dalam merawat balita ISPA kategori baik

sebanyak 15 responden (14,9%), cukup sebanyak 71 responden (70,2%),

dan kategori kurang sebanyak 15 responden (14,9%).

Page 67: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

67

4.2.1.6 Gambaran perilaku orang tua sesudah dilakukan pendidikan kesehatan.

Perilaku orang tua sesudah dilakukan pendidikan kesehatan dapat dilihat

pada tabel 4.7.

Tabel 4.7

Distribusi Frekuensi Perilaku Sesudah Pendidikan Kesehatan di

Puskesmas Mojogedang I Bulan November Tahun 2015, n = 101

No Perilaku Jml Persentase (%)

1.

2.

3.

Baik

Cukup

Kurang

28

62

11

27,7

61,4

10,9

Total 101 100

Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa sesudah dilakukan pendidikan

kesehatan, perilaku keluarga dalam merawat balita ISPA kategori baik

sebanyak 28 responden (27,7%), cukup sebanyak 62 responden (61,4%),

dan kategori kurang sebanyak 11 responden (10,9%).

4.2.2 Hasil Uji Bivariat

Uji bivariat untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan tentang

ISPA terhadap perilaku orang tua merawat balita di Puskesmas Mojogedang

I Karanganyar dilakukan dengan uji wilcoxon yang hasilnya dapat dilihat

dalam tabel 4.8 sebagai berikut:

Page 68: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

68

Tabel 4.8

Hasil Uji Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang ISPA Terhadap

Perilaku Orang Tua Merawat Balita di Puskesmas Mojogedang I

Karanganyar

Hasil Uji Wilcoxon

Z p value

-8.495 .000

Hasil analisa data menggunakan uji wilcoxon didapatkan hasil nilai

Z sebesar -8.495 dan p-value (2-tailed) sebesar 0,000 yang berarti < 0,05

maka Ho ditolak dan Ha diterima sehingga ada pengaruh pendidikan

kesehatan tentang ISPA terhadap perilaku orang tua merawat balita di

Puskesmas Mojogedang I Karanganyar.

Page 69: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

69

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden di Puskesmas Mojogedang I Karanganyar.

5.1.1 Jenis Kelamin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden perempuan

lebih banyak dibandingkan dengan jumlah laki-laki, dimana perempuan

95 responden (94,1%), sedangkan laki-laki 6 responden (5,9%).

Dari data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar yang berperan

dalam merawat balitanya yang menderita ISPA adalah perempuan atau

ibu. Anak balita banyak menghabiskan waktunya dengan ibu, anak

juga mempunyai kedekatan emosional yang dalam terhadap ibu dan

ibu juga memiliki sifat carring yang tidak dapat digantikan oleh siapa

pun (Prafitri, 2014).

Peneliti berpendapat bahwa anak balita memiliki kedekatan

emosional yang lebih dengan ibunya. Apalagi untuk balita yang

masih menyusui, memiliki ketergantungan yang tinggi dengan

ibunya. Meskipun demikian peran seorang ayah dalam merawat anak

balita yang menderita ISPA tidak kalah pentingnya dengan peran seorang

ibu. Seorang ibu akan berhasil merawat balitanya yang menderita

ISPA apabila mendapat dukungan penuh dari suaminya.

Berdasarkan observasi peneliti, anak balita sering dirawat oleh ibunya

Page 70: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

70

terutama pada saat sakit. Hal ini dapat dilihat pada saat kunjungan ke

puskesmas anak sebagian besar di antar oleh ibunya.

5.1.2 Umur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden yang

paling banyak berusia 26-35 tahun yaitu 63 responden (62,4%). Umur

merupakan faktor yang mempengaruhi pengetahuan dari seseorang.

Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya

adalah faktor umur. Meningkatnya umur seseorang, akan meningkat

pula kebijaksanaan dan kemampuan seseorang dalam mengambil

keputusan dan berpikir rasional. Dengan bertambahnya umur

seseorang akan mengalami perubahan aspek fisik dan psikologis

(mental). Pada aspek psikologis atau mental, taraf berfikir seseorang

menjadi semakin matang dan dewasa (Mubarok, 2011). Semakin tinggi

umur seseorang semakin bertambah pula ilmu atau pengetahuan yang

dimiliki (Notoatmodjo, 2012). Peneliti berasumsi bahwa semakin

dewasa umur seseorang, makin tinggi tingkat pengalamannya sehingga

akan mempengaruhi responden dalam merawat anaknya yang

menderita ISPA.

5.1.3 Tingkat Pendidikan

Hasil penelitian mengenai tingkat pendidikan terlihat bahwa

tingkat pendidikan responden yang tergolong pendidikan dasar (SD

dan SMP) lebih banyak dibandingkan pendidikan menengah (SMA)

Page 71: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

71

maupun pendidikan tinggi (DIII dan S1). Jumlah responden yang

tergolong pendidikan dasar sebanyak 52 responden (51,5%). Meskipun

sebagian besar tergolong pendidikan dasar, namun perilakunya dalam

merawat balita cukup baik. Hal ini sesuai dengan pendapat

Notoatmodjo (2012) yang mengatakan perilaku seseorang atau

masyarakat tentang kesehatan ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor

yang salah satu faktor predisposisinya yaitu pengetahuan. Pengetahuan

sebenarnya tidak dibentuk hanya satu sub saja yaitu pendidikan tetapi

ada sub bidang lain yang akan juga akan mempengaruhi pengetahuan

seseorang misalnya pengalaman, informasi, kepribadian dan lainya.

Peneliti berasumsi bahwa hal tersebut bisa diperoleh dari

pengalaman tentang kesehatan misalnya mendengarkan pengalaman

temannya yang pernah mempunyai balita ISPA. Pendidikan kesehatan

diharapkan mampu mengubah pola pikir seseorang yang pada

berikutnya mempengaruhi pengetahuan dan ketrampilan orang tua

dalam merawat balita penderita ISPA.

5.1.4 Pekerjaan

Hasil penelitian mengenai pekerjaan terlihat bahwa sebagian besar

pekerjaan responden adalah ibu rumah tangga yaitu sebanyak 42

responden (41,6%). Dari penelitian juga diketahui bahwa sebagian

besar responden yaitu 59 responden (58,4%) adalah seorang pekerja,

Page 72: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

72

sehingga informasi responden dapat di peroleh dari tempat mereka

bekerja.

Hasil penelitian Dewi (2010) menyimpulkan bahwa status

pekerjaan mempunyai hubungan dan pengaruh terhadap perawatan

ISPA pada balita. Seseorang yang bekerja lebih mudah untuk

mendapatkan pengetahuan maupun pengalaman tentang merawat balita

yang menderita ISPA. Orang tua yang bekerja bisa memperoleh

informasi tentang cara merawat balita yang menderita ISPA dari

tempat mereka bekerja misalnya dari teman yang sudah pengalaman

merawat anaknya yang menderita ISPA maupun mendapatkan

berbagai informasi kesehatan melalui internet, koran, majalah dan

media sosial di lingkungan tempatnya bekerja.

5.2 Perilaku orang tua merawat balita ISPA sebelum dilakukan pendidikan

kesehatan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum dilakukan pendidikan

kesehatan, perilaku orang tua dalam merawat balita ISPA kategori baik

sebanyak 15 responden (14,9%), cukup sebanyak 71 responden (70,2%),

dan kategori kurang sebanyak 15 responden (14,9%). Dari data diatas

dapat dilihat responden sudah mempunyai perilaku yang cukup baik dalam

merawat balita dengan ISPA. Hal ini ditunjang pula dari sebagian

responden adalah seorang pekerja, sehingga informasi responden dapat di

peroleh dari tempat mereka bekerja.

Page 73: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

73

Pengetahuan yang kurang akan mempengaruhi perilaku seseorang.

Pengetahuan tentang keadaan sehat dan sakit adalah pengalaman

seseorang tentang keadaan sehat dan sakitnya seseorang yang

menyebabkan seseorang tersebut bertindak untuk mengatasi masalah

sakitnya dan bertindak untuk mempertahankan kesehatannya atau bahkan

meningkatkan status kesehatannya (Meliono, Irmayanti, dkk. 2007).

Perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus

dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung

(Sunaryo, 2006). Terbentuknya perilaku dapat terjadi karena proses

kematangan dan dari proses interaksi dengan lingkungan. Cara yang kedua

inilah yang paling besar pengaruhnya terhadap perilaku manusia.

Terbentuknya dan perubahan perilaku karena proses interaksi antara

individu dengan lingkungan ini melalui suatu proses belajar (Notoatmodjo

2011).

Pola pikir yang baik akan menyebabkan seseorang mempunyai

kemampuan dalam hal analisis yang lebih baik. Hal ini juga sesuai dengan

teori yang mengatakan pengetahuan merupakan domain yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, sebab perilaku yang

didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan lebih baik dari pada

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan karena apabila perilaku

tersebut tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka perilaku

tersebut tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2012).

Page 74: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

74

5.3 Perilaku orang tua merawat balita ISPA sesudah mendapatkan

pendidikan kesehatan.

Hasil penelitian menunjukkan perilaku orang tua balita ISPA sesudah

dilakukan pendidikan kesehatan meningkat, perilaku baik 28 responden

(27,7%). Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan sangat

berpengaruh terhadap pengetahuan dimana telah terjadi perubahan

pengetahuan seperti yang diharapkan dari pendidikan kesehatan yaitu dari

tidak tahu menjadi tahu. Hasil ini juga didukung oleh penelitian Baker,

Wilson, Nodstorm, dan Lagwand. (2007). Bahwa ada pengaruh yang

bermakna dari pendidikan kesehatan dengan menggunakan leaflet

terhadap peningkatan pengetahuan, ibu dan diharapkan nantinya

pengetahuan ini dapat mempengaruhi perilaku ibu untuk dapat melakukan

perawatan balita yang menderita ISPA secara mandiri. Perubahan perilaku

seseorang dipengaruhi oleh tingginya pengetahuan yang diperoleh dari

pendidikan kesehatan yang dapat berdampak positif dalam perubahan

perilaku akibat proses belajar, sebab belajar adalah proses perubahan dari

tidak tahu menjadi tahu (Notoatmodjo, 2012).

Peneliti berpendapat bahwa perubahan perilaku pada orang tua balita

penderita ISPA setelah mendapatkan pendidikan kesehatan terjadi karena

pendidikan kesehatan yang diberikan secara berkelompok maka informasi

akan diterima lebih jelas, pemberian pendidikan kesehatan menggunakan

media berupa lefleat dan power point yang diperbesar dengan proyektor

yang dapat memperjelas ide atau pesan yang disampaikan. Semakin

Page 75: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

75

banyak alat indera yang digunakan untuk menerima sesuatu, maka

semakin banyak dan semakin jelas pula pengetahuan yang diperoleh

(Notoatmodjo, 2012). Selain itu, informasi tentang ISPA sangat

dibutuhkan oleh responden, sehingga pada saat penyuluhan responden

antusiasis menyimak informasi yang disampaikan secara langsung.

Analisa dari data tersebut adalah usaha orang tua untuk belajar dan

mendapatkan informasi sangat besar meskipun latar belakang pendidikan

yang sebagian besar hanya pendidikan dasar. Hal ini dapat dilihat, ketika

mereka melakukan kesalahan mereka minta diulang lagi. Setelah

dilakukan post test, keluarga bertanya banyak hal tentang perawatan balita

ISPA. Menurut Notoatmodjo (2012), bahwa perilaku seseorang atau

masyarakat tentang kesehatan ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu

predisposisi (pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan

sebagainya), faktor pendukung (lingkungan fisik, ketersediaan fasilitas-

fasilitas atau sarana-sarana kesehatan) dan faktor pendorong yang meliputi

sikap dan perilaku petugas kesehatan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku orang tua dalam

merawat balita ISPA sesudah pemberian pendidikan kesehatan

mengalami peningkatan, hal ini dikarenakan para orang tua banyak

mendapatkan ilmu dan pengalaman tentang cara merawat balita yang

menderita ISPA dengan tepat. Setelah pemberian pendidikan kesehatan,

orang tua dari balita yang menderita ISPA mengatakan bahwa mereka

sekarang mengetahui mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak

Page 76: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

76

boleh dilakukan dalam merawat balitanya yang menderita ISPA. Karena

itu dari pengalaman dan penelitian terbukti perilaku yang didasari

pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari

ilmu pengetahuan. Pengetahuan merupakan pangkal dari sikap, sedangkan

sikap akan mengarah pada tindakan seseorang (Notoatmojo, 2012).

5.4 Pengaruh pendidikan kesehatan tentang ISPA terhadap perilaku

orang tua merawat balita di Puskesmas Mojogedang I Karanganyar.

Hasil penelitian didapatkan hasil ada pengaruh pendidikan kesehatan

tentang ISPA terhadap perilaku orang tua merawat balita di Puskesmas

Mojogedang I Karanganyar. Tujuan dari pemberian pendidikan kesehatan

adalah tercapainya perubahan-perubahan perilaku individu, keluarga dan

masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku kesehatan, serta

berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan yang optimal (Effendi,

2007).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Ismanto (2014) yang menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang positif

pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan dan sikap orang tua terhadap

Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI) dan merekomendasikan bagi

petugas kesehatan untuk terus menggalakkan pendidikan kesehatan dalam

hal ini tentang KIPI, agar para ibu yang mengimunisasi bayinya tidak

perlu cemas dan secara mandiri dapat melakukan penatalaksanaan KIPI

mandiri di rumah. Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang

Page 77: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

77

dilakukan oleh Rizqiyah (2012) bahwa ada pengaruh pendidikan

kesehatan terhadap perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan) pada pasien

hipertensi.

Pemberian pendidikan kesehatan bagi orang tua dengan balita

menderita ISPA sangat dibutuhkan, karena orang tua merupakan orang

yang paling dekat dan paling sering berhubungan dengan anak. Orang tua

yang akan merawat balita penderita ISPA 24 jam di rumah. Dari sini

dapat kita lihat betapa penting peran perawat sebagai edukator agar

dapat mendukung penyembuhan penyakit ISPA pada balita. Hal ini

sesuai dengan peran perawat dalam menjalankan tugas sebagai

penyuluh dan konselor bagi klien. Perawat berwenang melakukan

pengkajian keperawatan secara holistik di tingkat individu dan keluarga

serta di tingkat kelompok masyarakat, melakukan pemberdayaan

masyarakat, melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatan

masyarakat, menjalin kemitraan dalam perawatan kesehatan masyarakat,

dan melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling (UU No 38 Tahun

2014).

Peran sebagai pendidik dilakukan dengan membantu klien baik

individu, keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan tingkat

pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan,

sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan

pendidikan kesehatan ( Wahid, 2007).

Page 78: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

78

Pendapat ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Kurniasih

(2009), bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan

ibu dengan upaya perawatan terhadap balita dengan ISPA. Hal ini

diperkuat oleh teori Green dalam Notoatmodjo (2012) bahwa

pengetahuan merupakan faktor predisposisi yang menentukan

terbentuknya perilaku seseorang. Sedangkan pengetahuan tersebut didapat

dari hasil belajar, diantaranya melalui pendidikan kesehatan. Dari

pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari

oleh pengetahuan.

Hal tersebut diatas menunjukan bahwa begitu penting peran

pendidikan kesehatan dalam mempengaruhi perilaku manusia dalam

meningkatkan pengetahuan dan sikap atau praktik akibat proses balajar

sebab pendidikan kesehatan merupakan proses belajar pada individu,

kelompok, atau masyarakat dari tidak tahu tentang nilai kesehatan

menjadi tahu, dan dari tidak mampu mengatasi masalah kesehatan sendiri

menjadi mandiri. Dengan demikian pendidikan kesehatan merupakan

usaha atau kegiatan untuk membantu individu, kelompok, atau

masyarakat dalam meningkatkan kemampuan baik pengetahuan, sikap,

maupun ketrampilan untuk mencapai hidup sehat secara optimal

(Notoatmodjo, 2012).

Pendidikan kesehatan yang peneliti lakukan menggunakan media

berupa lefleat dan power point yang diperbesar dengan proyektor.

Page 79: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

79

Kelebihan leaflet adalah tahan lama, mencakup orang banyak, biaya tidak

tinggi, tidak perlu listrik, dapat dibawa kemana-mana, dapat mengungkit

rasa keindahan, mempermudah pemahaman dan, meningkatkan gairah

belajar (Notoatmodjo, 2012). Program Microsoft Office Power Point

adalah salah satu software yang dirancang khusus untuk mampu

menampilkan program multimedia dengan menarik, mudah dalam

pembuatan, mudah dalam penggunaan dan relatif murah karena tidak

membutuhkan bahan baku selain alat untuk menyimpan data (Riyana,

2008). Multimedia dapat meningkatkan pengetahuan responden karena

multimedia mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan

kesehatan. Menurut penelitian para ahli indera, yang paling banyak

menyalurkan pengetahuan kedalam otak adalah mata yaitu kurang lebih

75 % sampai 87 %, sedangkan 13 % sampai 25 % lainnya tersalurkan

melalui indera yang lain. Dari sini dapat disimpulkan bahwa alat-alat

visual lebih mempermudah cara penyampaian dan penerimaan informasi

(Notoatmodjo, 2011). Hal ini sesuai dengan penelitian Nurhidayat (2012)

bahwa ada perbedaan peningkatan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut

antara menggunakan media power point dan flip chart pada siswa kelas

IV SDN Sukorejo 2 dan SDN Sukorejo 03 Kecamatan Gunungpati

Semarang, dimana media power point lebih efektif dalam meningkatkan

pengetahuan kesehatan gigi dan mulut pada siswa.

Peneliti berpendapat kelebihan atau keunggulan pendidikan

kesehatan yang peneliti lakukan antara lain menggunakan power point

Page 80: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

80

yang ditayangkan lewat proyektor sehingga dapat memperjelas ide atau

pesan yang disampaikan dan membantu orang tua mengingat kembali apa

yang diajarkan oleh peneliti. Selain itu, peneliti juga memberikan leaflet

tentang ISPA sehingga apabila orang tua lupa bisa dibaca kembali.

Keunggulan lain dari pendidikan kesehatan yang peneliti lakukan adalah

peneliti tidak membatasi waktu tanya jawab, sehingga orang tua balita

benar-benar paham tentang ISPA.

Page 81: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

81

BAB VI

PENUTUP

6.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas Mojogedang I

Karanganyar, dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut :

1. Karakteristik responden di Puskesmas Mojogedang I Karanganyar, jumlah

perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki yaitu 95 responden

(94,1%), umur paling banyak umur 26-35 tahun sebanyak 63 responden

(62,4%), tingkat pendidikan paling banyak SMP sebanyak 49 responden

(48,5%), dan sebagian besar responden bekerja sebagai ibu rumah tangga

yaitu sebanyak 42 responden (41,6%).

2. Perilaku keluarga dalam merawat balita ISPA sebelum dilakukan

pendidikan kesehatan, kategori baik sebanyak 15 responden (14,9%),

kategori kurang sebanyak 15 responden (14,9%), dan yang paling banyak

adalah kategori cukup yaitu sebanyak 71 responden (70,2%),

3. Sesudah dilakukan pendidikan kesehatan, perilaku keluarga dalam

merawat balita ISPA kategori baik sebanyak 28 responden (27,7%), cukup

sebanyak 62 responden (61,4%), dan kategori kurang sebanyak 11

responden (10,9%).

4. Pengaruh pendidikan kesehatan tentang ISPA terhadap perilaku orang tua

merawat balita di Puskesmas Mojogedang I Karanganyar ( p value 0,000

dan Z -8,495 ).

Page 82: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

82

6.2 Saran

6. Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman untuk menambah

pengetahuan masyarakat tentang perawatan ISPA di rumah khususnya

orang tua yang mempunyai balita penderita ISPA, sehingga dapat merubah

perilaku orang tua dalam merawat balitanya yang menderita ISPA.

7. Bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan pada manajemen

Puskesmas sehingga program pendidikan kesehatan tentang ISPA dapat

dijadikan program rutin setiap 2 minggu sekali yang dilaksanakan di

Puskesmas.

8. Bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memperkaya bahan

ajar dalam proses belajar mengajar di mata kuliah keperawatan anak

khususnya tentang pendidikan kesehatan mengenai ISPA dan perilaku

merawat balita penderita ISPA, dan instansi pendidikan sebaiknya dapat

menyediakan buku bacaan yang berhubungan dengan pendidikan

kesehatan secara umum maupun buku bacaan tentang ISPA.

9. Bagi peneliti lain

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar

bagi peneliti-peneliti selanjutnya, terkait pendidikan kesehatan tentang

ISPA dan perilaku merawat balita penderita ISPA, serta bagi peneliti lain

Page 83: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

83

dapat melakuan penelitian yang lebih luas lagi dengan metode penelitian

yang berbeda

10. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan peneliti

dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan pendidikan kesehatan

tentang ISPA dan perilaku merawat balita penderita ISPA, serta dapat

memacu dan menambah wawasan peneliti sehingga dapat melakukan

penelitian dengan tema yang lain.

Page 84: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

84

DAFTAR PUSTAKA

Ariasti, D. 2014. Pengaruh Pemberian Fisioterapi Dada terhadap Kebersihan

Jalan Nafas pada Pasien ISPA di Desa Pucung Eromoko Wonogiri.

Skripsi.

Arikunto, 2013, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka

Cipta.

Baker, L.M, Wilson, F.L, Nodstorm, C.K, & Lagwand, C. (2007). Mother

Knowledge and Information Need Relating to Childhood Immunization.

Pediatric Nursing.

Depkes. 2007. Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita. Jakarta : Departemen

Kesehatan Indonesia

Departemen Kesehatan RI 2010, Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita,

Ditjen PPM PL-Pusat Diknakes, Jakarta.

Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. 2007. Profil Kesehatan Provinsi Jawa

Tengah, Semarang: Dinas Kesehatan Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.

Effendi, Nasrul. 2007. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat.

Jakarta: EGC

Hidayat, A. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data.

Jakarta: Salemba Medika.

Ismanto, A.Y. (2014). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan

dan Sikap Orang Tua Tentang KIPI di BKIA RS Tkt III R.W.Monginsidi

Manado. Ejournal keperawatan (e-Kp) Volume 2, Nomor 1. Februari

2014.

Kemenkes RI. 2012. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut

Jakarta: Depkes RI.

Kurniasih (2009). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Upaya Perawatan

Terhadap Balita Dengan ISPA di Puskesmas Pangean Kabupaten

Kuantan Singingi. Skripsi.

Maramis, A.P. 2013. Hubungan tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu tentang

ISPA dengan kemampuan ibu merawat balita ISPA pada balita di

Puskesmas Bahu Kota Manado. Skripsi.

Page 85: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

85

Maryunani, Anik. 2010. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. CV. Jakarta :

Trans Info Media.

Meliono, Irmayanti, dkk, 2007, MPKT Modul I, Jakarta: Lembaga Penerbitan

FEUI.

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak Balita,

Dewasa, dan Usia Lanjut. Jakarta: Pustaka Obor Populer.

Mubarak,Wahid Iqbal, et al. 2011. Pomosi Kesehatan: Sebuah Pengantar Proses

Belajar Mengajar dalam Pendidikan. Edisi pertama. Yogyakarta: Graha

Ilmu.

Narbuko, C, 2007, Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.

Noor, N. N., 2006. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Cetakan II.

Rineka Cipta, Jakarta

Notoatmodjo. 2011. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo, 2012, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, 2012, Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta: Rineka

Cipta.

Nurhidayat, Oki, 2012. Perbandingan Media Power Point Dengan Flip Chart

Dalam Meningkatkan Pengetahuan Kesehatan Gigi Dan Mulut. Unnes

Journal of Public Health (1) (2012).

Nursalam, 2013. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Nuryanto, 2012. Hubungan status gizi terhadap terjadinya penyakit Infeksi

Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita. Jurnal Pembangunan

Manusia Vol.6 No.2 Tahun 2012

Oktaviani, 2010. Hubungan antara kondisi fisik rumah dan perilaku keluarga

terhadap kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Cambai Kota

prabumulih. Skripsi.

Prafitri, L.D. 2014. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Tumbuh Kembang Pada

Balita Dengan Sikap Ibu Dalam Mendeteksi Dini Gangguan Tumbuh

Kembang Balita di Desa Wangandowo Kecamatan Bojong Kabupaten

Pekalongan. Skripsi. STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan.

Page 86: PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG ISPA · PDF fileKuesioner Penelitian 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... ISPA pada balita dari Januari sampai Juni 2015 di Puskesmas Mojogedang

86

Riyana, Ilyasih. 2008. Pemanfaatan OHP dan Presentasi Dalam Pembelajaran.

Jakarta: Cipta Agung.

Rizqiyah, Z. 2012. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Perilaku Diet

Rendah Garam Pada Pasien Hipertensi di RT 01 RW 01 Banjarsari

Manyar Gresik. Skripsi. PSIK Universitas Gresik.

Smeltzer, S.C dan Bare, B.G, 2010. Buku Ajar Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Sugiyono, 2014, Statistika Untuk Penelitian, Bandung: Penerbit Alfa Beta.

Sunaryo, 2006, Psikologi untuk Keperawatan, Jakarta: EGC.

Undang Undang Republik Indonesia No 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan.

Jakarta: Penerbit Laksana.

Wahit Iqbal, dkk. 2007. Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan aplikasi.

Jakarta:Salemba Medika

Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan

Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga