PENGARUH PEMBERIAN UREA TERHADAP LAJU ...repository.ub.ac.id/7412/1/RENI WIJAYANTI.pdfRINGKASAN Reni...
Transcript of PENGARUH PEMBERIAN UREA TERHADAP LAJU ...repository.ub.ac.id/7412/1/RENI WIJAYANTI.pdfRINGKASAN Reni...
PENGARUH PEMBERIAN UREA TERHADAP LAJU DEKOMPOSISI SERASAH TEBU DI PUSAT PENELITIAN GULA
JENGKOL, KABUPATEN KEDIRI
Oleh
RENI WIJAYANTI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2017
PENGARUH PEMBERIAN UREA TERHADAP LAJU DEKOMPOSISI
SERASAH TEBU DI PUSAT PENELITIAN GULA JENGKOL,
KABUPATEN KEDIRI
Oleh
RENI WIJAYANTI
125040200111044
MINAT MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN TANAH
MALANG
2017
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan hasil
penelitian saya sendiri, dengan bimbingan komisi pembimbing. Skripsi ini tidak
pernah diajukan untuk memperoleh gelar di perguruan tinggi manapun dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan
rujukannya dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang, Oktober 2017
Reni Wijayanti
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Blitar pada tanggal 12 Januari 1994 sebagai putri
pertama dari Bapak Paimun dan Ibu Sutikah. Penulis memulai pendidikan dasar di
SD Negeri Rejowinangun 01 (2000 - 2006), dan melanjutkan pendidikan ke SMP
Negeri 2 Blitar (2006 - 2009), kemudian melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri
1 Kademangan (2009 – 2012). Pada tahun 2012 penulis terdaftar sebagai
mahasiswa Strata-1 Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya, Malang, Jawa timur melalui jalur SNMPTN (Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri).
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata
kuliah TPP (Teknologi Pupuk dan Pemupukan) pada tahun 2014, mata kuliah
TKSDL (Teknologi Konservasi Sumberdaya Lahan) pada tahun 2015 dan 2016.
Pada tahun 2016 penulis juga terdaftar sebagai asisten praktikum mata kuliah
ANLAN (Analisis Lansekap). Penulis juga pernah aktif dalam kegiatan kepanitiaan
Galifu (Geomorfologi, Analisis Lansekap dan Interpretasi Foto Udara) pada tahun
2015, Gatraksi (Galang Mitra dan Kenal Profesi) pada tahun 2015 dan 2016. Pada
tahun 2015, penulis melakukan kegiatan Magang Kerja di Pusat Penelitian Gula
Jengkol, Kabupaten Kediri.
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah,
kupersembahkan skripsi ini untuk
Bapak, Ibu, dan adikku tercinta,
sahabat-sahabat tersayang dan keluarga besar MSDL FPUB.
RINGKASAN
Reni Wijayanti. 125040200111044. Pengaruh Pemberian Urea Terhadap
Laju Dekomposisi Serasah Tebu di Pusat Penelitian Gula Jengkol, Kabupaten
Kediri. Di bawah bimbingan Budi Prasetya.
Pemberian urea akan meningkatkan kandungan nitrogen dan aktivitas
mikroorganisme sehingga menurunkan C/N rasio pada serasah tebu. Serasah tebu
merupakan sumber bahan organik berkualitas rendah dan sulit terdekomposisi.
Untuk mempercepat laju dekomposisi serasah tebu dapat dilakukan pencacahan dan
penambahan urea pada serasah tebu. Trash management system adalah kegiatan
pengembalian serasah tebu sisa hasil panen ke lahan. Kegiatan pengelolaan ini
dilakukan sebagai upaya meningkatkan kesuburan tanah. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan urea untuk meningkatkan laju
dekomposisi serasah tebu dicacah pada trash management system.
Penelitian dilaksanakan di kebun HGU C-13 PG Pesantren Baru,
Kabupaten Kediri pada kebun tebu berumur 4,5 bulan selama bulan Januari hingga
Juni 2016. Analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Kesuburan Tanah dan
Pupuk serta Laboratorium Mikrobiolgi Pusat Penelitian Gula Jengkol PTPN X
Kediri. Percobaan dirancang menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
dengan 6 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang digunakan yaitu tanaman tebu
ratoon yang diberi trash dicacah (serasah tebu kering dan pucukan) dan urea. Dosis
urea yang ditambahkan pada setiap perlakuan yaitu: Kontrol (tanpa urea); P1 (urea
2 kg/ha); P2 (urea 3 kg/ha); P3 (urea 4 kg/ha); P4 (urea 5 kg/ha); dan P5 (urea 6
kg/ha). Data diuji dengan analisis keragaman (anova), dilanjutkan dengan uji
DMRT dan korelasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan urea pada serasah tebu
dicacah selama 8 minggu setelah aplikasi belum menunjukkan pengaruh yang nyata
pada beberapa indikator laju dekomposisi bahan organik. Meski begitu,
penambahan urea dengan dosis 4 kg/ha pada serasah tebu dicacah mampu
menurunkan kandungan C/N rasio sebesar 10,9% dibandingkan kontrol dan
memicu kenaikan kandungan N-total sebesar 16,0% serta populasi mikroba sebesar
25,0%.
SUMMARY
Reni Wijayanti. 125040200111044. The Effect of Urea on Decompotition
Rate of sugarcane Residues at Sugar Research Center Jengkol, Kediri.
Supervised by Budi Prasetya.
Application urea will increase nitrogen content and microorganism activity
so can lower the C/N ratio of sugarcane residues. Sugarcane residues is low
qualified organic matter source and difficult most decomposition. To accelerate the
rate of decomposition of sugarcane was done with enumeration and application of
urea fertilizer on sugarcane residues. Trash management system is the activity
return of sugarcane residues to farm. This management activity is done to increase
soil fertility. The purpose of this research is to know the effect of urea application
to increase decomposition rate of sugarcane residues with enumeration on trash
management system.
The research was conducted at HGU C-13 PG Pesantren Baru Garden,
Kediri Regency in 4.5-month sugar cane plantation during January to June 2016.
Laboratory analysis was conducted in Soil Fertility and Fertilizer Laboratory and
Microbiolgy Laboratory of Sugar Research Center Jengkol PTPN X Kediri. The
experiment was designed using Randomized Block Design (RAK) with 6
treatments and 4 replications. The treatments used were ratoon sugarcane which
was trash chopped (dry and pure sugarcane litter) and urea. The dose of urea added
to each treatment is: Control (without urea); P1 (urea 2 kg / ha); P2 (urea 3 kg / ha);
P3 (urea 4 kg / ha); P4 (urea 5 kg / ha); And P5 (urea 6 kg / ha). The data were
tested by analysis of variant (anova), followed by DMRT and correlation test.
The results showed that the addition of urea in sugarcane residues did not
show significant effect of the decomposition rate indicators of organic matter.
However, the addition of urea with dosed 4 kg/ha to sugarcane residues can
decrease the C/N ratio by 10,9% than control and increase of N-total by 16,0% and
microbial population by 25,0%.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena telah
mencurahkan hidayah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Urea Terhadap Laju Dekomposisi
Serasah Tebu di Pusat Penelitian Gula Jengkol, Kabupaten Kediri”. Sholawat serta
salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW,
yang telah membimbing kita semua.
Dengan segala rasa syukur dan hormat, penulis menyampaikan terima kasih
kepada:
1. Dr. Ir. Budi Prasetya, MP. selaku dosen pembimbing utama.
2. Prof. Dr. Ir. Zaenal Kusuma, SU. selaku Ketua Jurusan Tanah.
3. Seluruh dosen dan staff Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang.
4. Kepala dan staff Pusat Penelitian Gula Jengkol, Kebupaten Kediri
5. Kedua orang tua serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan do’a
dan dukungan baik secara moril dan materiil.
6. Teman-teman seperjuangan penelitian Puslit Jengkol.
7. Teman-teman SOILER 12 FPUB atas bantuan do’a, bimbingan dan
semangat yang diberikan
8. Keluarga Pondok Putri 292c dan sahabat-sahabat tersayang, dan
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang turut membantu
dan memberi semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan segenap pembaca. Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, semoga skripsi
ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dan kemajuan ilmu pengetahuan
khususnya bidang pertanian.
Malang, Oktober 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ......................................................................................................... 8
SUMMARY ............................................................................................................ 9
KATA PENGANTAR .......................................................................................... 10
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................ 6
DAFTAR ISI ......................................................................................................... 11
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ 12
DAFTAR TABEL ................................................................................................ 13
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ 14
I. PENDAHULUAN ................................................ Error! Bookmark not defined.
1.1. Latar Belakang ........................................... Error! Bookmark not defined.
1.2. Tujuan Penelitian ........................................ Error! Bookmark not defined. 1.3. Hipotesis Penelitian .................................... Error! Bookmark not defined.
1.4. Manfaat ....................................................... Error! Bookmark not defined. II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................... Error! Bookmark not defined.
2.1. Serasah Tebu ............................................. Error! Bookmark not defined.
2.2. Dekomposisi Serasah ................................. Error! Bookmark not defined.
2.3. Pemberian Urea .......................................... Error! Bookmark not defined. 2.4. Trash Management System ......................... Error! Bookmark not defined.
III. METODE PENELITIAN ................................. Error! Bookmark not defined.
3.1. Tempat dan Waktu ..................................... Error! Bookmark not defined. 3.2. Alat dan Bahan ........................................... Error! Bookmark not defined.
3.3. Perlakuan dan Rancangan Penelitian ......... Error! Bookmark not defined. 3.4. Pelaksanaan Penelitian di Lapangan .......... Error! Bookmark not defined. 3.5. Analisis Laboratorium ................................ Error! Bookmark not defined.
3.6. Analisis Data .............................................. Error! Bookmark not defined. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................... Error! Bookmark not defined.
4.1. Pengaruh Pemberian Urea Terhadap Dekomposisi Serasah Tebu Dicacah
.................................................................... Error! Bookmark not defined.
4.2. Pembahasan Umum .................................... Error! Bookmark not defined.
V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................... Error! Bookmark not defined.
5.1. Kesimpulan ................................................. Error! Bookmark not defined. 5.2. Saran ........................................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ............................................... Error! Bookmark not defined.
LAMPIRAN .............................................................. Error! Bookmark not defined.
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Skema Penataan Trash di Kebun ............... Error! Bookmark not defined.
2. Denah Plot Percobaan ................................ Error! Bookmark not defined.
3. Rerata C-organik (%) Serasah Tebu Dicacah dengan Pemberian UreaError!
Bookmark not defined.
4. Rerata N-total (%) Serasah Tebu Dicacah dengan Pemberian Urea .. Error!
Bookmark not defined.
5. Rerata C/N Rasio Serasah Tebu Dicacah dengan Pemberian Urea .... Error!
Bookmark not defined.
6. Rerata Derajat Kemasaman (pH) Serasah Tebu Dicacah dengan
Pemberian Urea ......................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Parameter Pengamatan .................... Error! Bookmark not defined.
2. Rerata Kadar Air (%) Serasah Tebu DicacahError! Bookmark not defined.
3. Rerata Populasi Mikroba (cfu/ml) Serasah Tebu DicacahError! Bookmark
not defined.
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
Teks
1. Sketsa Plot Pengambilan Sampel .................. Error! Bookmark not defined.
2. Perhitungan Kebutuhan Dosis Urea dan Air Pelarut UreaError! Bookmark not
defined.
3. Hasil Analisis Ragam C-organik Serasah Tebu DicacahError! Bookmark not
defined.
4. Hasil Analisis Ragam N-total Serasah Tabu Dicacah .. Error! Bookmark not
defined.
5. Hasil Analisis Ragam C/N Rasio Serasah Tebu DicacahError! Bookmark not
defined.
6. Hasil Analisis Ragam Derajat Kemasaman (pH) Serasah Tebu DicacahError!
Bookmark not defined.
7. Hasil Analisis Ragam Kadar Air Serasah Tebu DicacahError! Bookmark not
defined.
8. Hasil Analisis Ragam Populasi Mikroba Serasah Tebu Dicacah........... Error!
Bookmark not defined.
9. Tabel Korelasi antar Parameter Pengamatan Error! Bookmark not defined.
10. Tabel Kriteria Kekuatan Hubungana Antar Dua Variabel Error! Bookmark
not defined.
11. Data Curah Hujan, Suhu Udara, dan Kelembaban Udara Error! Bookmark
not defined.
12. Dokumentasi Penelitian .............................. Error! Bookmark not defined.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu tanaman
perkebunan di Indonesia yang digunakan sebagai bahan baku industri gula. Salah
satu upaya yang dapat membantu meningkatkan produktivitas tanaman tebu adalah
dengan melakukan pengelolaan kesuburan tanah. Kegiatan pengelolaan dapat
dilakukan melalui upaya peningkatan kadar bahan organik, dengan mengembalikan
serasah sisa panen tanaman tebu ke lahan.
Serasah tebu merupakan sisa hasil panen tebu yang belum dimanfaatkan
secara maksimal dan berlanjut. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar petani dan
industri gula yang masih melakukan pembakaran seresah pasca proses penebangan.
Pembakaran serasah tebu akan mempengaruhi kondisi kesuburan tanah dan dalam
jangka panjang dapat menurunkan produktivitas tebu. Menurut Koto et al., (2015),
praktek pembakaran sisa hasil panen akan meningkatkan penguapan air pada lahan
dan menurunkan ketersediaan hara. Dampak lain dari pembakaran yaitu
menyebabkan polusi udara yang dapat menimbulkan ancaman bagi manusia dan
ekosistem dalam tanah.
Pusat Penelitian (Puslit) Gula Jengkol, Kabupaten Kediri merupakan salah
satu pusat penelitian yang bergerak di bidang riset dan pengembangan gula di
kawasan PT. Perkebunan Nusantara X. Pada musim tanam tahun 2015 – 2016,
Puslit Gula Jengkol melakukan uji coba tanam dengan model trash management
system. Konsep trash management system adalah mengembalikan seluruh sisa hasil
panen/ tebang yang berupa trash (serasah tebu kering dan pucukan) ke lahan.
Serasah tebu dalam trash management system pada awal budidaya
digunakan sebagai mulsa yang berfungsi untuk menekan pertumbuhan gulma dan
selanjutkan akan mengalami dekomposisi sehingga dapat menambah nutrisi di
dalam tanah yang dapat dimanfaatkan tanaman. Proses dekomposisi dapat berjalan
lebih cepat dengan memperkecil ukuran pada trash (Hanum dan Kuswytasari,
2014). Ukuran bahan yang lebih kecil mengakibatkan luas permukaan kontak
menjadi lebih besar dan lebih peka terhadap aktivitas mikroorganisme. Simamora
(2006) menyatakan bahwa semakin kecil ukuran bahan (5 – 10 cm) maka proses
pengomposan akan berlangsung lebih cepat.
Alternatif lain yang dapat meningkatkan laju dekomposisi serasah tebu yaitu
dengan menambahkan pupuk anorganik berupa urea. Penambahan urea berfungsi
sebagai sumber nitrogen yang digunakan sebagai bahan makanan mikroorganisme
pengurai. Menurut Kurniawan et al. (2013), aplikasi urea berperan sebagai
pemerkaya pupuk kompos yang dapat meningkatkan kandungan nitrogen untuk
menyediakan kebutuhan sumber makanan bagi mikroba dan menurunkan rasio C/N
hingga mendekati rasio C/N tanah yaitu 10 – 12. Bahan yang ideal untuk
dikomposkan memiliki C/N rasio sekitar 30 – 40, pada rasio C/N tersebut mikroba
mendapatkan cukup karbon untuk energi dan nitrogen untuk sintesis protein.
Serasah tebu memiliki C/N rasio yang sangat tinggi yaitu sebesar 130
(Simanungkalit et al., 2006). Menurut Widarti et al. (2015) tingginya nilai C/N
rasio dapat mengurangi aktivitas biologi mikroorganisme sehingga diperlukan
waktu yang lama untuk pengomposan dan menghasilkan mutu yang lebih rendah.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bermaksud untuk meneliti tentang
pengaruh pemberian urea untuk meningkatkan laju dekomposisi serasah tebu
dicacah pada trash management system sehingga dapar mempercepat waktu
pengomposan.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian urea untuk
meningkatkan laju dekomposisi serasah tebu dicacah pada trash management
system di Pusat Penelitian Gula Jengkol, Kabupaten Kediri.
1.3. Hipotesis Penelitian
Pemberian urea mempengaruhi dan mampu meningkatkan laju dekomposisi
serasah tebu dicacah pada trash management system.
1.4. Manfaat
Hasil penelitian diharapkan dapat berguna sebagai informasi bagi industri
perkebunan tebu dalam upaya peningkatan produktivitas tanaman tebu dengan
trash management system.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Serasah Tebu
Serasah tebu merupakan sisa hasil tebangan pada saat panen yang berupa
daun tebu kering dan pucukan. Jumlah serasah tebu yang dihasilkan setiap
hektarnya berkisar antara 10 – 20 ton daun kering dalam satu kali panen. Sisa hasil
tebangan tebu atau yang dikenal dengan trash, mengandung 28,6% C-organik, 0,35
– 0,42% N, 0,04 – 0,15% P dan 0,50 – 0,42% K. Serasah tebu merupakan salah
satu sumber bahan organik yang memiliki nilai C/N rasio sebesar 130
(Simanungkalit et al., 2006). Bahan serasah yang mempunyai nisbah C/N yang
tinggi lebih susah terdekomposisi dibandingkan bahan serasah yang mempunyai
nisbah C/N yang rendah. Namun jika dalam upaya meningkatkan kualitas sifat fisik,
kimia, serta biologi tanah, sebaiknya dipilih bahan pembenah dari bahan yang sulit
terdekomposisi agar dapat bertahan lama dalam tanah (Tambunan et al., 2014).
Seresah tebu yang berasal dari sisa panen tanaman tebu yang menutupi
permukaan tanah adalah sumber bahan organik yang dapat berfungsi sebagai
mulsa organik (Iqbal, 2012). Serasah yang menutupi permukaan tanah berfungsi
untuk menekan pertumbuhan gulma dan menjaga kelembaban tanah. Fungsi lain
terhadap sifat kimia adalah dapat meningkatkan persediaan nitrogen dalam tanah
dan pemulihan nitrogen untuk pertumbuhan tebu (Trivelin et al., 2013).
Serasah tebu yang mengalami pencacahan akan lebih mudah
terdekomposisi sehingga cepat meningkatkan ketersediaan unsur hara. Hasil
penelitian Sudarto (2007) menunjukkan bahwa bahan kompos dengan ukuran 2 x 2
cm merupakan ukuran optimum untuk pengomposan aerobik dengan lama
pengomposan 56 hari. Serasah yang telah mengalami dekomposisi dan berasosiasi
dengan tanah disebut sebagai bahan organik tanah (BOT) memiliki banyak fungsi.
Bahan organik tanah tidak hanya berperan dalam memperbaiki kualitas tanah
khususnya dalam bidang pertanian, tetapi juga menentukan kualitas bagi bidang
lingkungan (Ramadhan, 2013). Penambahan bahan organik berupa serasah tebu
pada permukaan tanah diharapkan mampu meningkatkan kapasitas memegang air
dan memperbaiki agregat tanah yang menjadi salah satu kendala dalam budidaya
tebu saat ini dan dapat meningkatkan kandungan nutrisi di dalam tanah untuk
kebutuhan tanaman.
2.2. Dekomposisi Serasah
Dekomposisi serasah merupakan proses penting dalam dinamika hara suatu
ekosistem. Proses dekomposisi serasah melibatkan semua faktor fisika, kimia,
maupun biologi yang saling berinteraksi satu sama lain (Hanum dan Kuswytasari,
2014). Bahan organik yang telah mengalami penguraian secara biologi dalam
temperatur termofilik (45 – 60 oC) menghasilkan bahan yang bagus untuk
dikembalikan ke tanah tanpa merugikan lingkungan (Regina dan Tarazona, 2001).
Menurut Sulistiyanto et al. (2005), kecepatan proses dekomposisi pada umumnya
dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan dekomposer seperti pH, iklim, temperatur, kelembaban, kandungan
oksigen, kandungan hara organik dari serasah, dan lain-lain. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa laju dekomposisi relatif
lambat pada daerah tropis terutama pada jenis daun-daun yang memiliki C/N rasio
yang tinggi dan kering. Handanyanto et al., (2005) juga berpendapat bahwa seresah
yang terdapat pada daerah yang memiliki mikroorganisme lebih banyak cenderung
cepat terdekomposisi dibandingkan pada daerah yang memiliki sedikit
mikroorganisme.
Proses dekomposisi dimulai dari proses penghancuran (fragmentasi) atau
pemecahan struktur fisik yang mungkin dilakukan oleh hewan pemakan bangkai
(scavenger) terhadap hewan-hewan mati atau tumbuhan dan menyisakannya
sebagai bahan organik mati yang selanjutnya menjadi serasah dengan ukuran yang
lebih kecil. Proses fisika dilanjutkan dengan proses biologi dengan bekerjanya
bakteri yang melakukan penghancuran secara enzimatik terhadap partikel-partikel
organik hasil proses fragmentasi. Dekomposer mengeluarkan enzim yang
menghancurkan molekul-molekul organik kompleks seperti protein dan
karbohidrat dari tumbuhan dan hewan yang telah mati (Sunarto, 2003).
Nisbah C/N sering digunakan sebagai petunjuk laju dekomposisi yang baik.
Karena proses pengomposan sangat bergantung dari kegiatan mikroorganisme yang
membutuhkan nitrogen dan karbon sebagai perbanyakan sel dan sumber energi.
Serasah yang kaya nutrisi cenderung lebih cepat mengalami dekomposisi dari pada
serasah yang miskin nutrisi. Pengetahuan mengenai kandungan bahan organik
maupun nutrisi tanaman baik untuk menduga laju dekomposisi (Dita, 2007).
2.3. Pemberian Urea
Urea merupakan pupuk buatan pabrik dan mengandung unsur hara tertentu
yang dibedakan berdasarkan unsur kandungan, sifat kelarutan, dan sifat keasaman
dalam penggunaannya. Puatin (2001) mengemukakan bahwa penambahan urea atau
bahan-bahan yang mengandung N tinggi pada bahan organik dapat memberi
pengaruh terhadap nisbah C/N yang lebih baik. Kandungan N yang tinggi dalam
urea berfungsi untuk merangsang aktivitas mikroorganisme. Organisme-organisme
akan menjadi lebih aktif dalam mendekomposisi bahan organik sehingga
memberikan hasil pengomposan yang bagus.
Urea merupakan salah satu jenis pupuk yang banyak dimiliki petani karena
harganya yang relatif ekonomis dan mudah didapatkan. Hal ini yang menjadikan
urea dipilih sebagai bahan yang ditambahkan dalam proses dekomposisi pada trash
management system. Pemberian urea berperan sebagai bahan makanan
mikroorganisme pengurai. Hal ini sesuai dengan pendapat Soest (2006), yang
menyatakan bahwa penggunaan urea sebagai sumber nitrogen bertujuan untuk
menekan pertumbuhan jamur serta meningkatkan kadar nitrogen untuk mensuplai
kebutuhan bagi mikroba. Hasil penelitian Quirk dan Timothy (2007) menunjukkan
bahwa aplikasi seresah tebu selama tiga tahun percobaan dihasilkan bahwa tingkat
dekomposisi bahan organik telah nyata dipercepat dengan aplikasi penyemprotan
pupuk N pada permukaan trash dalam jumlah sedikit (1,5 – 4,5 kg/ha).
Penambahan urea juga dapat meningkatkan kandungan nitrogen dan
menurunkan rasio C/N hingga mendekati rasio C/N tanah yaitu 10 –12 (Kurniawan
et al., 2013) serta untuk keseimbangan rasio C/N dalam proses pengomposan.
Tinggi rendahnya nisbah C/N juga dipengaruhi oleh lamanya waktu pengomposan.
Waktu pengomposan yang lama akan menurunkan selulosa, dimana penurunan
selulosa sejalan dengan peningkatan kandungan nitrogen (C/N rasio rendah).
Dengan menurunnya kandungan selulosa, ketersediaan unsur-unsur hara yang
penting bagi pertumbuhan tanaman akan lebih besar (Puatin, 2001). Bahan yang
ideal dalam pengomposan memiliki rasio C/N sekitar 30 - 40, pada rasio C/N
tersebut mikroba mendapatkan cukup karbon untuk energi dan nitrogen untuk
sintesis protein. Bahan organik yang mempunyai rasio C/N tinggi, maka mikroba
akan kekurangan nitrogen sebagai sumber makanan sehingga proses
dekomposisinya akan berjalan lambat, sebaliknya jika rasio C/N rendah maka akan
kehilangan nitrogen karena penguapan selama proses perombakan berlangsung
(Isroi, 2004).
2.4. Trash Management System
Trash management system merupakan kegiatan pengembalian sisa hasil
tebangan yang berupa trash (serasah tebu kering dan pucukan) ke dalam lahan.
Pembakaran trash saat pasca panen menyebabkan nitrogen (N) dalam tanah hilang,
hal ini menjadikan nutrisi dalam tanah menurun (Mitchell et al., 2000). Dengan
adanya trash management system diharapkan mampu memberi pengaruh yang
besar terhadap konservasi bahan organik, siklus nutrisi dan N kesuburan tanah.
Metode trash management system sudah banyak diterapkan industri gula di
Australia. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Thorburn et al.
(2004) yang menyatakan bahwa metode trash management system atau disebut
dengan Green Cane Trash Blanket (GTBC) sudah dilakukan oleh industri gula
Australia sejak tahun 1980an dan pada awal 1990 menunjukkan hasil penurunan
penggunaan pupuk N.
Konsep trash management system adalah mengembalikan sisa tebangan
tebu berupa serasah tebu/daun kering dan pucukan ke lahan dengan menggunakan
sistem 2-1-2 atau 2 inter row kosong, 1 inter row isi trash (Gambar 1). Penerapan
sistem 2-1-2 ini dilakukan supaya traktor tetap bisa masuk dan bekerja sebagaimana
mestinya (Koto et al., 2015).
Gambar 1. Skema Penataan Trash di Kebun
Penerapan trash management system yang sekaligus berperan sebagai mulsa
berfungsi untuk menghambat pertumbuhan gulma, mempertahankan kelembaban,
mengurangi erosi, dan mengembalikan bahan organik ke tanah (Spinaze et al.,
2002). Berdasarkan hasil penelitian Munoz dan Quintero (2009), tentang
pengembalian sisa hasil tebangan berupa trash selama 8 tahun (7 kali ratoon) di
kebun yang sama didapatkan bahwa, pada tahun kedelapan (ratoon ketujuh) kebun
yang diperlakukan dengan trash management system dan diberi pupuk
menghasilkan produktivitas yang menyamai tanaman pertamanya (plant cane),
sedangkan kebun dengan trash dibakar atau dihilangkan dan diberi pupuk
menghasilkan produktivitas yang lebih rendah.
Trash atau serasah tebu diaplikasikan dalam bentuk dicacah dengan ukuran
0 – 5 cm. Pencacahan dilakukan untuk mempercepat pelapukan dan penguraian
bahan organik. Menurut Simamora (2006), ukuran bahan yang digunakan sebagai
bahan baku pembuatan kompos harus sekecil mungkin untuk mencapai efisiensi
aerasi dan mempermudah penguraian oleh mikroorganisme. Semakin kecil partikel,
semakin luas permukaan yang dicerna sehingga pengurai dapat berlangsung dengan
cepat. Perlakuan pencacahan dilakukan karena pada bulan ketujuh akan terjadi
penambahan serasah tebu baru dari proses klenthek dalam budidaya tebu. Sehingga
seresah tebu yang diaplikasikan setelah panen diharapkan sudah terdekomposisi
sempurna dan menjadi kompos sebelum masa klenthek.
1
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan pada perkebunan tebu umur 4,5 bulan Kebun HGU
C-13 PG Pesantren Baru, Desa Plosokidul, Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten
Kediri. Analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Kesuburan Tanah dan
Pupuk serta Laboratorium Mikrobiologi Pusat Penelitian Gula Jengkol, Kabupaten
Kediri. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Juni 2016.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam pembuatan plot di lahan adalah meteran, tali rafia,
gunting dan patok. Knapsack spayer untuk menyemprotkan larutan urea pada
serasah tebu dan jurigen untuk tempat air. Alat yang digunakan untuk analisis kimia
adalah neraca analitik, labu Kjeldahl, gelas ukur, tabung ukur, tabung erlenmeyer,
block digestor Kjeldahl, unit destilator Kjeldahl, pH meter, mesin kocok, oven,
desikator, cawan porselen, tanur/furnace dan sebagainya. Sedangkan alat yang
digunakan untuk analisis biologi adalah cawan petri, vortex, autoclave, mikropipet,
tabung reaksi, hot plate, bunsen, colony counter dan sebagainya.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah urea yang dilarutkan ke
dalam air untuk disemprotkan pada serasah tebu, sampel serasah tebu varietas
Bululawang ratoon I, aquades, media plate count agar (PCA), dan alkohol
digunakan untuk analisis mikroba; serta pereaksi kimia untuk analisis kimia.
3.3. Perlakuan dan Rancangan Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan yaitu metode RAK (Rancangan
Acak Kelompok) dengan 6 perlakuan serta 4 ulangan (Gambar 2). Perlakuan yang
digunakan yaitu tanaman tebu varietas Bululawang ratoon I yang diberi serasah
tebu dicacah dan urea. Masing-masing plot percobaan berukuran 10 m x 1,5 m.
Dosis urea yang ditambahkan pada setiap perlakuan adalah sebagai berikut:
K = Kontrol (tanpa urea)
P1 = Urea 2 kg/ha (9 g/plot)
P2 = Urea 3 kg/ha (13,5 g/plot)
P3 = Urea 4 kg/ha (18 g/plot)
P4 = Urea 5 kg/ha (22,5 g/plot)
P5 = Urea 6 kg/ha (27 g/plot)
2
Penentuan dosis urea berdasarkan dari hasil penelitian Quirk dan Timothy (2007)
yang mengemukakan bahwa aplikasi seresah tebu selama tiga tahun menunjukkan
tingkat dekomposisi bahan organik dipercepat dengan aplikasi penyemprotan
pupuk N pada permukaan trash dalam jumlah sedikit (1,5 – 4,5 kg/ha).
Gambar 1. Denah Plot Percobaan
3.4. Pelaksanaan Penelitian di Lapangan
Kegiatan yang dilaksanakan dalam penelitian meliputi:
1. Persiapan
Tahap persiapan yang dilakukan pada penelitian ini antara lain
menentukan lokasi penelitian, menyiapkan semua alat dan bahan yang
dibutuhkan dan pembuatan plot percobaan. Lokasi kebun yang digunakan
sebagai petak percobaan ialah lahan percobaan kebun HGU C-13 PTPN X Pusat
Penelitian Gula Jengkol Kabupaten Kediri. Kebun ditanami tebu ratoon
(keprasan) berumur 4,5 bulan dengan perlakuan serasah tebu (trash) dicacah
pada permukaan tanahnya dengan pola 1 row isi trash dan 2 row kosong dan
jarak pusat ke pusat (PKP) 150 cm.
3
Persiapan alat dan bahan yang diperlukan untuk penelitian yaitu meteran,
patok dan tali rafia untuk kegiatan pembuatan plot percobaan. Kegiatan
selanjutnya adalah penimbangan urea sesuai dengan dosis yang ditentukan yaitu
9 g/plot, 13,5 g/plot, 18 g/plot, 22,5 g/plot, dan 27 g/plot (Lampiran 2). Plot
percobaan didesain menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 6
perlakuan dan 4 ulangan, yaitu Kontrol (tanpa urea), P1 (Urea 2 kg/ha), P2 (Urea
3 kg/ha), P3 (Urea 4 kg/ha), P4 (Urea 5 kg/ha), dan P5 (Urea 6 kg/ha).
2. Pengaplikasian Urea pada Trash
Pengaplikasian urea dilakukan pada pagi hari dengan melarutkan urea ke
dalam air sebanyak 300 liter/ha atau 1,3 liter untuk setiap plotnya. Penyemprotan
dilakukan pada masing-masing plot percobaan pada waktu yang bersamaan
dengan dosis urea yang berbeda pada setiap perlakuannya.
3. Pengamatan Penelitian
Pengamatan dan analisis laju dekomposisi yang dilakukan setiap dua
minggu sekali selama penelitian. Analisis pertama dilakukan sebelum
penyemprotan urea pada trash. Analisis selanjutnya dilakukan dua minggu
setelah aplikasi dan seterusnya hingga penelitian berakhir. Analisis laboratorium
yang dilakukan yaitu analisis C-organik, N-total (N-organik, N-NH4+, dan N-
NO3-), pH dan kadar air. Sedangkan analisis populasi mikroba dilakukan pada
awal (0 MSA), tengah (4 MSA) dan akhir (8 MSA) pengambilan sampel.
Pengambilan sampel dilakukan pada trash yang kontak langsung dengan
permukaan tanah. Sampel trash diambil pada bagian tengah masing-masing plot
dengan volume sampel 1 gelas = 180 ml atau setara dengan 50 g sampel
(Lampiran 1).
3.5. Analisis Laboratorium
Sampel trash yang diperoleh dalam setiap pengamatan dianalisis pada
laboratorium. Analisis yang dilakukan terdiri dari analisis C-organik, N-total (N-
organik, N-NH4+, dan N-NO3
-), pH, kadar air dan populasi mikroba. Analisis
kandungan C-organik diukur dengan metode pengabuan kering, N-total
menggunakan metode Kjeldahl, kadar air diamati menggunakan metode
pengeringan (oven), pH diukur menggunakan metode glass electrode dan populasi
4
mikroba dihitung menggunakan metode plate count. Parameter pengamatan sampel
trash (Tabel 1) yang diamati dalam penelitian ini meliputi:
Tabel 1. Parameter Pengamatan di Laboratorium
Parameter Metode Pengujian Waktu Pengamatan MingguSetelah Aplikasi Urea
C-organik Pengabuan Kering 0, 2, 4, 6, dan 8N-total Kjeldahl 0, 2, 4, 6, dan 8Derajat Kemasaman (pH) Glass Electrode 0, 2, 4, 6, dan 8Kadar Air Pengeringan (Oven) 0, 2, 4, 6, dan 8Populasi Mikroba Plate Count 0, 4, dan 8
Prinsip metode pengujian masing-masing parameter adalah sebagai berikut:
1. C-organik Serasah Tebu
Kadar abu/ sisa pijar ditetapkan dengan cara pengabuan pada suhu 550
- 6000C, sehingga bahan organik menjadi CO2 dan logam menjadi oksida
logamnya. Bobot bahan yang hilang merupakan bahan organik yang dapat
dikonversi menjadi kadar C-organik setelah dikalikan faktor 0,58 (Balittan,
2009).
2. N-total (N-Kjeldahl, N-NH4, dan N-NO3) Serasah Tebu
Sampel ditimbang sebanyak 0,05 g dimasukkan ke dalam tabung
destilasi. N-organik dan N-NH4 yang terdapat dalam sampel didestruksi
dengan asam sulfat dan selenium mixture membentuk ammonium sulfat,
didestilasi dengan penambahan basa berlebih dan akhirnya destilat dititrasi.
Nitrogen dalam bentuk nitrat diektraksi dengan air, direduksi dengan devarda
alloy, didestilasi dan selanjutnya dilakukan titrasi (Balittan, 2009).
3. Derajat Kemasaman (pH) Serasah Tebu
Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion H+ dalam larutan yang
dinyatakan sebagai –log [H+]. Peningkatan konsentrasi H+ menaikkan potensial
larutan yang diukur oleh alat dan dikonversi dalam skala pH. Elektroda gelas
merupakan elektrode selektif khusus H+, hingga memungkinkan untuk hanya
mengukur potensial yang disebabkan kenaikan konsentrasi H+. Potensial yang
timbul diukur berdasarkan potensial elektrode pembanding (kalomel/AgCl).
5
Biasanya digunakan satu elektrode yang sudah terdiri atas elektrode
pembanding dan elektrode gelas (elektrode kombinasi) (Balittan, 2009).
4. Kadar Air Serasah Tebu
Sampel bahan organik ditimbang sebanyak 5 g. Air dalam sampel bahan
organik diuapkan dengan cara pengeringan oven pada suhu 1050 (Balittan,
2009).
5. Populasi Mikroba Serasah Tebu
Pengukuran ini dilakukan dengan dasar yaitu membuat suatu seri
pengenceran bahan dengan kelipatan 10, dari masing-masing pengenceran
bahan diambil 1 cc dan dibuat taburan dalam petridish (pour plate) dengan
medium agar yang macam dan caranya tergantung pada jenis mikroba.
Populasi mikroba dihitung jumlah koloni pada media menggunakan colony
counter setelah diinkubasi selama 2 hari. Hasil penghitungan jumlah koloni
dikalikan dengan kebalikan pengencerannya (Jutono et al., 1973). Adapun
rumus untuk menghitung jumlah koloni per ml adalah sebagai berikut:Jumlah koloni per ml = jumlah koloni per cawan x ( 1Fp)Keterangan: Fp = Faktor pengenceran
3.6. Analisis Data
Hasil data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam atau
Analysis of Variance (ANOVA). Selanjutnya pengujian data dilakukan dengan
menggunakan uji F taraf 5%. Jika perlakuan berpengaruh terhadap variabel atau
parameter, maka dilakukan pengujian dengan menggunakan uji Duncan pada taraf
5% untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Kemudian untuk mengetahui
hubungan antar parameter dilakukan uji korelasi menggunakan Microsoft Excel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengaruh Pemberian Urea Terhadap Dekomposisi Serasah TebuDicacah
4.1.1. C-organik Serasah Tebu Dicacah
Pemberian urea terhadap C-organik serasah tebu dicacah menunjukkan hasil
yang tidak berpengaruh nyata pada setiap perlakuan (Lampiran 3). Rerata hasil
analisis menunjukkan nilai C-organik minggu ke-2 sampai dengan minggu ke-4
mengalami peningkatan, sementara pada minggu ke-6 terjadi penurunan, kemudian
pada minggu ke-8 menunjukkan peningkatan kembali (Gambar 3). Hal ini diduga
karena proses dekomposisi yang masih belum stabil. Menurut Rynk et al., (1992),
sampah daun yang berserat mengandung karbon, lignin dan selulosa yang tinggi.
Tingginya lignin dan selulosa tersebut membuat proses dekomposisi kompos dari
daun membutuhkan waktu yang lama untuk stabil. Hasil akhir nilai C-organik pada
semua perlakuan berkisar antara 6,16% sampai 7,06%. Perlakuan P3 menunjukkan
peningkatan paling tinggi yaitu sebesar 7,06%, sedangkan peningkatan terendah
terjadi pada perlakuan P2 sebesar 6,16%.
Gambar 1. Rerata C-organik (%) Serasah Tebu Dicacah dengan PemberianUrea
Terjadinya peningkatan pada semua perlakuan diduga disebabkan adanya
penambahan urea. Menurut Wagiman (2001), penambahan urea memiliki peran
yang sangat membantu proses dekomposisi pada saat pengomposan berlangsung
untuk mendapatkan unsur hara yang baik. Urea yang diberikan menandakan dapat
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
M0 M2 M4 M6 M8
C-o
rgan
ik(%)
Waktu (Minggu)
Kontrol P1 (Urea 2 kg/ha) P2 (Urea 3 kg/ha)P3 (Urea 4 kg/ha) P4 (Urea 5 kg/ha) P5 (Urea 6 kg/ha)
dimanfaatkan mikroorganisme dalam perkembangbiakannya. Semakin banyak
mikroorganisme yang terdapat dalam bahan organik akan mempercepat proses
penguraian bahan organik.
Aktivitas mikroorganisme dalam menguraikan bahan organik juga dapat
membantu meningkatkan kandungan C-organik. Menurut Jannah (2003),
peningkatan kadar C-organik terjadi akibat aktivitas mikroorganisme yang
menghasilkan unsur C selama proses penguraian bahan organik. Apabila kompos
sudah matang, pengurai mulai berkurang dan kadar C-organik perlahan-lahan juga
akan menurun. Sementara itu, penurunan kandungan C-organik mencerminkan
adanya degradasi karbohidrat dalam bahan organik menjadi CO2. Hal ini
mengakibatkan terjadinya penyusutan bobot kompos yang dihasilkan (Indriyati,
2006). Kandungan C-organik yang turun dalam bahan organik akan diiringi dengan
penurunan C/N rasio.
4.1.2. N-total Serasah Tebu Dicacah
Perlakuan pemberian urea pada serasah tebu dicacah menunjukkan hasil
yang tidak berpengaruh nyata terhadap nilai N-total (Lampiran 4). Berdasarkan
hasil analisis didapatkan rerata N-total pada semua perlakuan cenderung mengalami
kenaikan (Gambar 4). Peningkatan N-total tertinggi terdapat pada perlakuan P3
sebesar 0,29% sedangkan peningkatan terendah terdapat pada perlakuan P1 yaitu
sebesar 0,24%.
Gambar 2. Rerata N-total (%) Serasah Tebu Dicacah dengan PemberianUrea
Kandungan N-total semakin meningkat diduga karena perlakuan
penambahan urea yang diberikan. Ayunin et al., (2016) mengemukakan,
0,00
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
0,30
M0 M2 M4 M6 M8
N-t
otal
(%
)
Waktu (Minggu)
Kontrol P1 (Urea 2 kg/ha) P2 (Urea 3 kg/ha)P3 (Urea 4 kg/ha) P4 (Urea 5 kg/ha) P5 (Urea 6 kg/ha)
peningkatan kandungan N-total dapat terjadi akibat adanya perlakuan penambahan
urea yang mengandung unsur nitrogen cukup tinggi (46%) yang diberikan pada
bahan organik (serasah tebu dicacah). Penambahan urea dalam proses
pengomposan dapat meningkatkan kandungan nitrogen dalam kompis akibat
aktivitas mikroorganisme yang mendegradasi nitrogen untuk sumber protein bagi
mikroba. Hasil penelitian Simarmata (2016) menunjukkan bahwa penambahan urea
dalam pembuatan kompos dari feses sapi mampu meningkatkan kandungan
nitrogen pupuk sebesar 65%.
Kadar N-total dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk pemeliharaan dan
pembentukan sel. Semakin tinggi kandungan N-total maka bahan organik akan
terurai semakin cepat karena kebutuhan N-total untuk perkembangan
mikroorganisme tercukupi (Sriharti dan Salim, 2008). Hasil penelitian Hidayatulloh
dan Prabowo (2010) menjelaskan bahwa peningkatan jumlah kandungan nitrogen
selaras dengan peningkatan jumlah bakteri yang ditambahkan pada kompos. Hal ini
dapat diartikan bahwa mikroorganisme memiliki peran yang sangat penting dalam
proses pengomposan dan pemberian urea pada bahan kompos dapat membantu
meningkatkan kandungan N-total. Semakin tinggi kandungan nitrogen maka
jumlah mikroba pengurai juga semakin meningkat sehingga pengomposan akan
berjalan cepat.
4.1.3. C/N Rasio Serasah Tebu Dicacah
Pemberian urea pada serasah tebu dicacah tidak berpengaruh nyata terhadap
C/N rasio. Diketahui dari hasil analisis kimia diperoleh nilai rerata C/N rasio
(Gambar 5) pada 8 Minggu Setelah Aplikasi (MSA) yang berkisar antara 24,41 –
25,58. Pemberian urea pada serasah diketahui dapat meningkatkan kandungan
nitrogen dan menurunkan C/N rasio. Hal ini menandakan bahwa mikroorganisme
pengurai mendapatkan cukup karbon untuk energi dan nitrogen untuk sintesis
protein dan perkembangbiakannya dari urea yang diberikan. Sehingga dari waktu
ke waktu pengamatan menunjukkan terjadinya penurunan nilai C/N rasio.
Namun nilai C/N rasio hasil pengamatan menunjukkan nilai yang masih
tergolong tinggi jika dibandingkan C/N rasio optimal kompos. Kandungan C/N
rasio yang bagus adalah mendekati C/N rasio tanah. Apabila bahan organik
mempunyai kandungan C/N mendekati atau sama dengan C/N tanah maka bahan
tersebut dapat diserap atau digunakan tanah dalam mencukupi unsur hara yang
dibutuhkan oleh tanaman (Cooperband, 2000). Sedangkan apabila C/N rasio lebih
tinggi dari 25 menandakan proses pengomposan masih belum sempurna.
Pengomposan perlu dilanjutkan kembali sehingga C/N rasio di bawah 25 (Isroi,
2008).
Gambar 3. Rerata C/N Rasio Serasah Tebu Dicacah dengan PemberianUrea
Kandungan C/N didapatkan dari perbandingan antara kandungan C-organik
dan N-total. Semakin tinggi rasio C/N yang terdapat pada pupuk organik, maka
semakin lama proses dekomposisi terjadi. Kemudian sebaliknya, semakin rendah
rasio C/N pada pupuk organik, maka semakin cepat proses dekomposisi
berlangsung. Aprianis (2014) menjelaskan bahwa C/N rasio merupakan indikator
berjalannya proses dekomposisi serasah, karena perombakan bahan organik akan
menurunkan C/N rasio serasah tersebut. Namun hasil C/N rasio pada penelitian ini
dinilai masih cukup besar untuk hasil akhir kompos. Apabila didasarkan pada baku
mutu kompos menurut SNI 19-7030-2004 tentang spesifikasi kompos dari sampah
organik, kompos dinyatakan matang jika memiliki kandungan C/N rasio dengan
kisaran 10 – 20.
Hasil C/N rasio yang tidak berpengaruh nyata pada penelitian diduga karena
rendahnya kualitas bahan organik dan kecilnya dosis urea yang diberikan. Serasah
tebu yang merupakan bahan baku kompos memiliki kandungan C/N rasio relatif
tinggi. Kualitas bahan organik yang rendah menyebabkan proses pelepasan unsur
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
M0 M2 M4 M6 M8
C/N
Ras
io
Waktu (Minggu)
Kontrol P1 (Urea 2 kg/ha) P2 (Urea 3 kg/ha)P3 (Urea 4 kg/ha) P4 (Urea 5 kg/ha) P5 (Urea 6 kg/ha)
hara berjalan lambat dan membutuhkan waktu yang relatif lama (Yuwono, 2008).
Selain itu penambahan urea dengan dosis yang diberikan juga belum memberikan
hasil yang nyata terhadap nilai C/N rasio. Sehingga nitrogen yang ditambahkan
sebagai sumber energi mikroorganisme pengurai belum mampu mempercepat
proses penguraian bahan kompos.
4.1.4 Derajat Kemasaman (pH) Serasah Tebu Dicacah
Pemberian urea pada serasah tebu dicacah tidak berpengaruh nyata terhadap
derajat kemasaman (pH) serasah tebu dicacah. Diketahui dari hasil rerata derajat
kemasaman menunjukkan bahwa nilai pH berkisar antara 5,38 – 5,52. Menurut
Sutanto (2002), pada prinsipnya bahan organik dengan nilai pH antara 3 dan 11
dapat dikomposkan, pH optimum berkisar antara 5,5 dan 8,0.
Gambar 4. Rerata Derajat Kemasaman (pH) Serasah Tebu Dicacah denganPemberian Urea
Menurut Simarmata (2016), nilai pH merupakan indikator yang baik dari
aktivitas mikroorganisme karena nilai pH adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi aktivitas mikroorganisme. Sehingga untuk lebih mengoptimalkan
kinerja mikroorganisme tersebut maka ditambahkan urea pada serasah tebu. Urea
akan dimanfaatkan oleh mikroorganisme sebagai sumber nitrogen untuk
pertumbuhan mikroorganisme dalam merombak bahan organik.
Penurunan pH sempat terjadi pada awal pengomposan, hal ini diduga karena
terjadinya pembentukan asam. Proses dekomposisi bahan organik oleh
mikroorganisme menghasilkan asam laktat dan asam organik lainnya (Dwiyanty,
2011). Fahruddin (2009) menyatakan bahwa penurunan derajat kemasaman (pH)
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
M0 M2 M4 M6 M8
Nila
i pH
Waktu (Minggu)
Kontrol P1 (Urea 2 kg/ha) P2 (Urea 3 kg/ha)P3 (Urea 4 kg/ha) P4 (Urea 5 kg/ha) P5 (Urea 6 kg/ha)
dapat terjadi pada awal dekomposisi dikarenakan adanya sejumlah mikroba organik
dalam bahan organik berubah menjadi asam organik, namun pada proses
selanjutnya mikroba jenis yang lain menggunakan asam organik tersebut sehingga
akan menyebabkan pH naik kembali. Hal ini menandakan bahwa proses
dekomposisi pada serasah tebu dicacah masih berjalan atau belum terdekomposisi
secara sempurna. Sesuai dengan hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa nilai
pH yang masih cenderung masam pada semua perlakuan. Saat kompos sudah
terdekomposisi sempurna biasanya pH kompos akan berangsur-angsur naik
mendekati netral. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Noor et al., (2005), dimana
pada hari selanjutnya pH akan mengalami peningkatan yang disebabkan oleh
perubahan asam-asam organik menjadi CO2 dan sumbangan kation-kation basa
hasil mineralisasi bahan kompos.
4.1.5. Kadar Air Serasah Tebu Dicacah
Pemberian urea pada serasah tebu dicacah tidak berpengaruh nyata terhadap
kandungan kadar air serasah tebu (Lampiran 7). Hasil akhir penelitian
menunjukkan, rata-rata kadar air serasah tebu dicacah berkisar antara 46,94 –
55,74% dimana nilai tersebut tergolong sudah memenuhi syarat. Menurut Jannah
(2003) nilai kadar air yang optimal berkisar antara 40 – 60%. Adanya fluktuasi nilai
kadar air serasah tebu dicacah pada semua perlakuan kemungkinan disebabkan oleh
besar kecilnya nilai curah hujan yang terjadi selama pengamatan (Lampiran 10).
Hal tersebut dapat terjadi karena tinggi rendahnya hujan yang turun akan
mempengaruhi kelembaban serasah pada lahan.
Tabel 1. Rerata Kadar Air (%) Serasah Tebu Dicacah dengan Pemberian Urea
PerlakuanRerata Kadar Air (%) pada Umur Pengamatan (MSA)
0 2 4 6 8K0 (Kontrol) 45,23 48,21 59,75 51,25 55,23P1 (Urea 9 g/plot) 47,62 41,08 60,49 58,01 55,74P2 (Urea 13,5 g/plot) 47,37 41,79 62,78 51,83 46,94P3 (Urea 18 g/plot) 44,81 46,95 59,61 46,12 49,68P4 (Urea 22,5 g/plot) 52,87 51,46 59,30 51,71 52,99P5 (Urea 27 g/plot) 46,72 49,66 62,67 51,83 53,13
DMRT 5% tnKeterangan: tn: tidak nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%; MSA: Minggu Setelah Aplikasi
Penambahan urea pada serasah tebu dicacah berperan sebagai pemicu
aktivitas mikroorganisme. Umumnya mikroorganisme dapat bekerja pada
kelembaban sekitar 40 – 60%. Kondisi tersebut harus dijaga agar mikroorganisme
dapat bekerja secara optimal. Kelembaban yang lebih rendah atau tinggi dapat
menyebabkan mikroorganisme tidak berkembang atau mati (Indriani, 2000).
Kusuma (2012) juga menyatakan jika kandungan air terlalu tinggi atau terlalu
rendah dapat mengurangi efisiensi proses pengomposan. Kadar air dibawah 40%
akan memperlambat aktivitas bakteri. Sedangkan kadar air lebih dari 60% akan
menyebabkan nutrisi dalam bahan organik habis dan timbul bau akibat kondisi
anaerobik serta memperlambat laju dekomposisi. Menurut Lu et al., (2009), kadar
air memiliki peranan yang penting pada proses pengomposan karena dalam
dekomposisi bahan organik bergantung pada ketersediaan kandungan air.
4.1.6. Populasi Mikroba Serasah Tebu Dicacah
Pemberian urea pada serasah tebu dicacah dengan parameter populasi
mikroba tidak menunjukkan adanya pengaruh nyata baik pada semua perlakuan.
Perlakuan P4 (22,5 g/plot) menunjukkan hasil dengan populasi mikroba tertinggi
sebesar 86 x 108 cfu/ml sedangkan populasi mikroba terendah terdapat pada
perlakuan kontrol (tanpa urea) sebesar 68 x 108 cfu/ml (Tabel 3).
Tabel 2. Rerata Populasi Mikroba (cfu/ml) Serasah Tebu Dicacah denganPemberian Urea
PerlakuanRerata Populasi Mikroba Total (cfu/ml) pada Umur
Pengamatan (MSA)0 4 8
K0 (Kontrol) 52 x 107 57 x 108 68 x 108
P1 (Urea 9 g/plot) 79 x 107 58 x 108 72 x 108
P2 (Urea 13,5 g/plot) 82 x 107 61 x 108 82 x 108
P3 (Urea 18 g/plot) 84 x 107 64 x 108 85 x 108
P4 (Urea 22,5 g/plot) 89 x 107 67 x 108 86 x 108
P5 (Urea 27 g/plot) 81 x 107 64 x 108 82 x 108
DMRT 5% tnKeterangan:tn: tidak nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%; MSA: Minggu Setelah Aplikasi
Pemberian urea dapat meningkatkan jumlah populasi mikroba pada serasah
tebu dicacah. Keadaan ini dapat membantu mempercepat proses dekomposisi bahan
organik dan menaikkan suhu pengomposan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Simarmata (2016) bahwa penambahan urea berfungsi sebagai sumber nitrogen
untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba yang akan mempercepat
terjadinya peguraian bahan baku kompos dalam setiap perlakuannya, sehingga
mikroba bekerja dengan optimal.
Jumlah mikroorganisme yang meningkat akan mempercepat proses
penguraian. Bahan organik yang memiliki kadar C/N rasio yang masih tinggi
seperti pada serasah tebu yang dikembalikan ke tanah akan langsung diserang oleh
mikroba untuk memperoleh energi, sehingga populasi mikroba akan meningkat
untuk proses penguraiannya (Fauzi, 2008). Namun C/N rasio yang masih tinggi
menandakan bahwa kandungan karbon dalam bahan kompos juga masih tinggi
sehingga energi yang tersedia masih banyak. Hal ini menyebabkan
perkembangbiakan mikroorganisme menjadi berjalan lambat. Terlihat pada hasil
pengamatan yang menunjukkan bahwa hingga 8 MSA populasi mikroba masih
terus mengalami peningkatan. Kondisi ini juga menandakan bahwa sampai waktu
tesebut proses dekomposisi masih berlangsung. Oleh karena itu, apabila nilai C/N
rasio tinggi maka waktu pengomposan menjadi lebih lama (Handorys, 2012).
4.2. Pembahasan Umum
Rasio C/N adalah perbandingan antara kandungan karbon (C) dan nitrogen
(N) dalam tanah atau bahan organik yang dapat berubah dalam skala waktu tertentu.
Rasio C/N merupakan salah satu indikator yang penting dalam proses dekomposisi
guna menentukan tingkat kematangan bahan organik. Dalzell (1991) menyatakan
bahwa kecepatan bahan organik sebagai bahan kompos dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya mutu bahan kompos. Semakin besar nilai C/N rasionya akan
semakin lambat proses dekomposisi yang terjadi. Sebaliknya, semakin kecil nilai
C/N rasio maka proses dekomposisi dapat berlangsung semakin cepat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai akhir C/N rasio kompos serasah
masih berkisar antara 24,41 sampai dengan 27,4 yang artinya bahan organik
tersebut masih dalam proses dekomposisi atau belum dekomposisi secara
sempurna. Berdasarkan SNI 19-7030-2004 tentang spesifikasi kompos dari sampah
organik, kompos dinyatakan matang jika memiliki kandungan C/N rasio dengan
kisaran 10 – 20. Berikut hubungan antara variabel laju dekomposisi dengan C/N
rasio serasah tebu dicacah.
4.2.1. Hubungan C-organik dengan C/N Rasio Serasah Tebu Dicacah
Proses dekomposisi sangat dipengaruhi oleh besarnya karbon (C) organik
yang terkandung dalam bahan organik. Hal ini berkaitan dengan mikroorganisme
yang memerlukan C-organik sebagai sumber energinya. Berdasarkan hasil korelasi,
koefisien korelasi antara C-organik dengan C/N rasio diperoleh hasil sebesar 0,028
(Lampiran 9), yang artinya pada nilai ini terdapat hubungan positif dan sangat
lemah. Hubungan yang positif menunjukkan bahwa apabila nilai C/N rasio
meningkat maka nilai C-organik juga akan meningkat. Sebaliknya, apabila nilai
C/N rasio menurun makan nilai C-organik akan ikut menurun.
Menurut Goenadi dan Laksmita (2006) menjelaskan bahwa proses
dekomposisi serasah tebu ditandai dengan adanya pelepasan karbon (C). Pelepasan
karbon ini akan menyebabkan kandungan C dalam serasah tebu menjadi turun,
sehingga C/N rasio juga mengalami penurunan. Selain itu penurunan C/N rasio juga
dapat disebabkan oleh peningkatan kandungan N dalam kompos. Namun pada hasil
penelitian yang dilakukan menunjukkan terjadinya peningkatan C-organik dan
terjadi penurunan C/N rasio. Keadaan C-organik yang tidak sesuai ini diduga akibat
proses dekomposisi yang belum sempurna sehingga kandungan C-organik masih
belum stabil.
4.2.2. Hubungan N-total dengan C/N Rasio Serasah Tebu Dicacah
Nitrogen (N) merupakan salah satu nutrisi utama yang dibutuhkan
mikroorganisme yang berperan dalam proses pengomposan. proses pengomposan
hakikatnya adalah menurunkan nilai C/N rasio yang terkandung dalam bahan
kompos untuk dapat diaplikasikan ke tanah sebagai asupan bahan organik.
Berdasarkan hasil uji korelasi antara N-total dengan C/N rasio serasah tebu dicacah
menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif dan kuat (r = -0,525) (Lampiran 9).
Artinya, apabila semakin meningkat N-total maka kandungan C/N rasio bahan
organik semakin menurun. Begitu pula sebaliknya, apabila nilai N-total semakin
menurun maka kandungan C/N rasio pada bahan organik akan meningkat.
Kandungan N-total dalam proses dekomposisi digunakan mikroorganisme
untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan. Jumlah mikroorganisme yang
meningkat akan mempercepat proses penguraian, sehingga selanjutnya C/N rasio
mengalami penurunan. Peningkatan kandungan N-total terjadi disebabkan oleh
kehilangan massa yang terjadi akibat terbentuknya CO2 dan kehilangan kandungan
air akibat evaporasi oleh panas yang dihasilkan selama proses oksidasi bahan
organik (Kalamhdhad dan Kazmi, 2009).
4.2.3. Hubungan Derajat Kemasaman (pH) dengan C/N Rasio Serasah TebuDicacah
Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi laju dekomposisi ialah
derajat kemasaman (pH). pH memiliki peranan penting terhadap aktivitas
mikroorganisme dalam proses penguraian bahan organik. Berdasarkan uji korelasi
antara pH dengan C/N rasio serasah tebu dicacah (Lampiran 9) menunjukkan
hubungan negatif dan sangat lemah (r = -0,144). Hal ini berarti bahwa jika nilai C/N
rasio meningkat maka nilai dari pH akan turun. Sebaliknya, jika nilai C/N rasio
semakin menurun maka nilai pH akan meningkat.
Proses dekomposisi kompos dapat terjadi pada kisaran pH yang cukup luas.
Nilai pH optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5 – 7,5 (Isroi,
2008). Perubahan pH dalam proses dekomposisi menunjukkan aktivitas
mikroorganisme dalam mendegradasi bahan organik. Pada awal pengomposan pH
akan menjadi masam karena bahan organik diurai menjadi asam organik.
Penguraian bahan organik oleh mikroorganisme menghasilkan asam laktat dan
asam organik lainnya, kemudian semakin lama pengomposan pH akan kembali
netral (Mulyono, 2014). Sehingga, pada hasil penelitian yang menunjukkan nilai
pH masih dalam kondisi cenderung masam menandakan bahwa proses dekomposisi
masih berjalan atau belum terdekomposisi sempurna. Hal ini juga diringi dengan
masih cukup tingginya nilai C/N rasio pada seresah tebu dicacah.
4.2.4. Hubungan Kadar Air dengan C/N Rasio Serasah Tebu Dicacah
Kadar air merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam proses
pengomposan. Besar kecilnya air yang terkandung pada bahan kompos akan
mempengaruhi aerasi yang terjadi. Kusuma (2012) menyatakan bahwa laju
dekomposisi sangat dipengaruhi oleh kandungan kadar air. Kadar air yang optimal
sangat dibutuhkan dalam proses penguraian material organik oleh mikroorganisme.
Hubungan antara kadar air dengan C/N rasio menunjukkan bahwa terdapat korelasi
positif dan kuat (r = 0,558). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kadar air akan
diikuti oleh peningkatan C/N rasio. Begitu pula sebaliknya, apabila terjadi
penurunan kadar air maka C/N rasio juga akan menurun. Adanya hubungan tersebut
karena kadar air mempengaruhi laju dekomposisi kompos yang disebabkan oleh
kinerja mikroorganisme dalam menguraikan material organik.
Widarti et al. (2015) menyatakan bahwa mikroorganisme memanfaatkan
material organik apabila material organik tersebut dapat larut dalam air. Nilai kadar
air optimum untuk memperlancar kinerja metabolisme mikroba adalah berkisar
antara 40 – 60%. Apabila kadar air lebih rendah maka aktivitas mikroba akan
mengalami penurunan. Begitu pula jika kadar air lebih tinggi dari 60% maka hara
akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba juga akan
menurun dan kompos akan meninbulkan bau yang tidak sedap.
4.2.5. Hubungan Populasi Mikroba dengan C/N Rasio Serasah Tebu Dicacah
Hubungan antara populasi mikroba dengan C/N rasio diperoleh nilai
korelasi r = -0,872. Korelasi antara populasi mikroba dan C/N rasio menunjukkan
bahwa terdapat hubungan negatif dan sangat kuat. Hal ini berarti bahwa apabila
nilai dari populasi mikroba meningkat maka nilai dari C/N rasio akan menurun.
Sebaliknya, jika nilai populasi mikroba menurun maka nilai C/N rasio akan
mengalami peningkatan. Menurut Fauzi (2009), jasad renik seperti mikroba akan
menguraikan bahan organik yang diaplikasikan ke tanah. Bahan organik tersebut
oleh jasad renik digunakan sebagai sumber energi. Dengan berlangsungnya
pelapukan bahan organik, CO2 akan dibebaskan namun N tidak, kemudian C/N
menjadi turun.
Mikroorganisme yang aktif dalam perombakan bahan kompos sama dengan
mikroorganisme yang aktif dalam perombakan bahan organik tanah. Jumlah dan
jenis mikroba yang aktif ditentukan oleh ketersediaan oksigen, kelembaban bahan
organik, suhu, jenis bahan organik yang didekomposisi dan ketersediaan Ca dan pH
(Tridarmanto, 1985).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Pemberian urea hingga dosis 6 kg/ha pada serasah tebu belum memberikan
pengaruh yang nyata terhadap peningkatan laju dekomposisi (C/N rasio, C-organik,
N-total, kadar air dan populasi mikroba) serasah tebu yang dilakukan pada sistem
budidaya trash management system. Namun pemberian urea pada dosis 4 kg/ha
mampu menurunkan kandungan C/N rasio sebesar 10,9% dibandingkan kontrol dan
memicu kenaikan kandungan N-total sebesar 16,0% serta populasi mikroba sebesar
25,0%.
5.2. Saran
1. Perlunya peningkatan dosis urea yang diaplikasikan atau dikombinasikan
dengan bioaktivator lain seperti EM4 pada serasah tebu dicacah agar dalam
meningkatkan laju dekomposisi serasah tebu.
2. Pemberian urea sebaiknya dilakukan secara berkala untuk menghindari
kehilangan nitrogen akibat penguapan yang tinggi.
3. Sebaiknya dilakukan tambahan perawatan selama proses pengomposan dengan
melakukan pembalikan untuk mengatur aerasi dan kelembaban serasah tebu
dicacah sehingga mempercepat proses dekomposisi.
DAFTAR PUSTAKA
Aprianis, Y. 2014. Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah Acacia crassicarpa A.Cunn. di PT. Arara Abadi. Jurnal Tekno Hutan Tanaman. 4 (1) : 41 – 47
Ayunin, W. R. 2016. Pengaruh Penambahan Pupuk Urea dalam PengomposanSampah Organik Secara Aerobik Menjadi Kompos Matang dan StabilDiperkaya. Jurnal Teknik Lingkungan. Vol. 5 (2)
Balittan. 2009. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Balai PenelitianTanah. Bogor.
Cooperband, L.R. 2000. Composting: Art and Science of Organic WasteConversion to a Valuable Soil Resource. Laboratory Medicine. 31 (6)
Dalzell, H.W., A.J. Biddlestone, K.R. Gray dan K. Thurairajan. 1991. Produksi danPenggunaan Kompos pada Lingkungan Tropis dan Subtropis. YayasanObor Indonesia. Jakarta.
Dita, F.L. 2007. Pendugaan Laju Dekomposisi Serasah Daun Shorea balangeran(Korth.) Burck dan Hopea bancana (Boerl.) Van Slooten di HutanPenelitian Dramaga, Bogor, Jawa Barat. S.P. Skripsi. Dept. Silvikultur,Fakultas Kehutanan, IPB, Bogor.
Dwiyanty, E. 2011. Kajian Rasio Karbon Terhadap Nitrogen (C/N) pada ProsesPengomposan dengan Perlakuan Aerasi dalam Pemanfaatan Abu Ketel danSludge Industri Gula. S.P. Skipsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Fahruddin, F. 2009. Budidaya Caisim (Brassica juncea L.) Menggunakan EkstrakTeh dan Pupuk Kascing. S.P. Skripsi. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Fauzi, A. 2008. Analisa Kadar Unsur Hara Karbon Organik dan Nitrogen di DalamTanah Perkebunan Kelapa Sawit Bengkalis Riau. Amd. TA. UniversitasSumatera Utara, Medan.
Goenadi, D. H. dan Laksmita, P. S., 2006. Aplikasi Bioaktivator SuperDec dalamPengomposan Limbah Padat Organik Tebu. Balai Penelitian BioteknologiPerkebunan Indonesia, Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, Bogor. Bul.Agron. 34 (3) : 173 – 180
Handayanto, E., K. Hairiah., B. Prasetya., F. Aini. 2005. Biologi Tanah.Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya:Malang.
Handorys, W. 2012. Kompos. (online) http:// hansdw08.student.ipb.ac.id/aghipb-45 Diakses pada tanggal 26 Maret 2017.
Hanum, A. M. dan Kuswytasari, N. D. 2014. Laju Dekomposisi Serasah DaunTrembesi (Smanea saman) dengan Penambahan Inokulum Kapang. JurnalSains dan Seni POMITS. 3 (1) : 2337 - 3520 (2301-928X Print)
Hidayatulloh, A. W. dan E.W. Prabowo. 2010. Pengaruh MikroorganismeAzotobacter chroococum dan Bacillus megaterium Terhadap PembuatanKompos Limbah Padat Digester Biogas dari Enceng Gondok (E. crassipes).FTI-ITS. Surabaya.
Indriani, Y.H., 2000. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya. Jakarta.
Indriyati, L. T.. 2006. Transformasi Nitrogen dalam Tanah Tergenang: AplikasiJerami Padi dan Urea serta Hubungannya dengan Serapan Nitrogen danPertumbuhan Tanaman Padi. Dr. Disertasi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Iqbal. 2012. Kajian Alat Dan Mesin Dalam Pengelolaan Serasah Tebu PadaPerkebunan Tebu Lahan Kering PG Takalar. S.P. Skripsi. FakultasPertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal. 37 - 39.
Isroi. 2004. Pengomposan Limbah Kakao. Lembaga Riset Perkebunan Indonesia.Bogor.
Isroi, M. 2008. Makalah Kompos. Balai Penelitian Bioteknologi PerkebunanIndonesia Bogor. Bogor.
Jannah, M. 2003. Evaluasi Kualitas Kompos dari Berbagai Kota sebagai Dasardalam Pembuatan SOP (Strandart Operating Procedure) Pengomposan. S.P.Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Jutono, J., Soedarsono, Hartadi, S., Kabirun, S., dan Susanto. 1973. PedomanPraktikum Mikrobiologi Umum (Untuk Perguruan Tinggi). DepartemenMikrobiologi Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.232 hlm.
Kalamhdhad, A. S. dan A. A. Kazmi. 2007. Rotary Drum Composting of MixedOrganic Waste Based on Different C/N Rasios. Department of Civilengineering, Indian Institute of Technology (IITR Proceedings of theInternational Conference on Sustainable Solid Waste Management, 5 – 7September 2007, Chennai, India. pp. 258 - 265
Koto, S., S. Nanik, M. Ma’ruf, S. Gunawan, J. Yanto, M. Surya, dan M.G. Rayady.2015. Proposal Percobaan : Kajian Trash Management dan RekayasaAlsintan serta Pengaruhnya terhadap Produktivitas Tanaman Ratoon LebihDari Satu Kali di HGU MT. 2015/2016. Pusat Penelitian Gula Jengkol,Kediri.
Kurniawan, H. N. A., S. Kumalaningsih, dan A. Febrianto. 2013. PengaruhPenambahan Konsentrasi Microbacter Alfaafa-11 (MA-11) dan
Penambahan Urea Terhadap Kualitas Pupuk Kompos dari Kombinasi Kulitdan Jerami Nangka dengan Kotoran Kelinci. Fakultas Teknologi PertanianUniversitas Brawijaya. Malang.
Kusuma, M. A. 2012. Pengaruh Variasi Kadar Air Terhadap Laju DekomposisiKompos Sampah Organik di Kota Depok. M.T. Tesis. Fakultas TeknikUniversitas Indonesia, Depok.
Lu, Y. S., Chang, B. V., Yuan, S. Y., and Tsao, T M. 2007. Biodegradation ofPhthalate Esters in Compost-amended Soil. NTU Taiwan.Ntrur.lib.ntu.edu.tw/bitstream/246246/176909/1/68.pdf Diakses 29 Maret2017
Mitchell, R. D. J., Thorburn, P. J., Larson, P. 2000. Quantifying the Immediate Lossof Nutrients When Sugarcane Residues are Burnt. Proceedings of theAustralian Society of Sugar Cane Technologists 22, Australia. pp. 206 - 211
Mulyono. 2014. Membuat Mol dan Kompos dari Sampah Rumah Tangga. Jakarta:Agromedia Pustaka.
Munoz, F and R. Quitero. 2009. Trash Management After Green Cane Harvestingand Its Effect on Productivity and Soil Respiration. Cenicana. Prod. Int. Soc.Sugar Cane Technol. Vol. 27
Nanang, H. 2003. Studi Percepatan Dekomposisi Serasah Acacia mangium Wild.dengan Berbagai Aktivator. S.Hut. Skripsi. Fakultas Kehutanan, IPB.Bogor.
Noor, E., Rusli, M.S., Yani, M., Halim, A., dan Reza, N. 2005. Pemanfaatan SludgeLimbah Kertas untuk Pembuatan Kompos dengan Metode Windrow danCina. Teknologi Industri Pertanian, IPB. 15 (2) : 40 - 41
Puatin, S. 2001. Pengaruh Pemberian Urea dan Penambahan Konsentrasi Gula padaPembuatan Kompos Alang-alang (Imperata cylindrica) dengan Bahan AktifEM-4 Terhadap Pertumbuhan Semai Balsa (Ochroma hicolor). S.P. Skripsi.Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB, Bogor.
Quirk R. G., Timothy G. Z., 2007. Integrated Practices For An ImprovedSustainable, Sub-Tropical Sugarcane Industry: A Case Study. Proc. Aust.Soc. Sugar Cane Technol. 29 : 3
Ramadhan, D. 2013. Komposisi Bahan Organik di dalam Tanah pada BeberapaKetinggian Tempat di Kota Padang. S.P. Skripsi. Jurusan Tanah FakultasPertanian Universitas Andalas, Padang.
Regina, I.S. and T. Tarazona. 2001. Nutrient Pools to The Soil Through OrganicMatter And Throughdall Under A Scot Pine Plantation In The Sierra De LaDemanda. Spain European Journal Of Soil Biology. 37 : 125 - 133
Rynk, R., M. van de Kamp, G. B. Willson, M. E. Singley, T. L. Richard, J. J.Kolega, F. R. Gouin, L. Laliberty Jr., D. Kay, D. W. Murphy, H. A. J.Hoitink, and W. F. Brinton. 1992. On-Farm Composting Handbook. TheNortheast Regional Agricultural Engineering Service, CoorperativeExtension. New York.
Simamora, C. 2006. Inokulasi Mikroba Selulotik untuk Mempercepat ProsesPengomposan Sampah Pasar dan Pengaruh Kompos Terhadap Produksi danUsaha Tani Sayuran. M.P. Tesis. Pascasarjana PSLP IPB, Bogor.
Simanungkalit, R. D. M., Didi Ardi S., Rasti Saraswati, Diah Setyorini, dan WiwikHartatik. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Penelitiandan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.
Simarmata, M. 2016. Pengaruh Penambahan Urea Terhadap Bentuk Fisik danUnsur Hara Kompos dari Feses Sapi. Program studi Peternakan, FakultasPeternakan Universitas Jambi. Jambi.
Soest, V. 2006. Rice Straw The Role of Silica And Treatment to Improve Quality.J. Anim. Feed Sci. Tech. pp. 134-137
Spinaze, D., Harris, H., dan Lamb, B. 2002.A Harvester-mounted Trash Shredderand Collection System. Proc. Aust. Soc. Tebu Technol. Vol. 24
Sriharti dan T. Salim. 2008. Pemanfaatan Limbah Pisang untuk Pembuatan PupukKompos Menggunakan Kompos Rotary Drum. Prosiding Seminar NasionalBidang Teknik Kimia dan Tekstil. Yogyakarta.
Sudarto. 2007. Pengaruh Ukuran Bahan Baku Terhadap Waktu PengomposanBahan Organik (Sampah Daun) dan Studi Kelayakan Usaha Kompos KotaYogyakarta. M.T. Tesis. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sujarweni, V. W. 2015. SPSS Untuk Penelitian. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.
Sulistiyanto, Y., Rieley, J.O., dan Limin, S.H. 2005 Laju Dekomposisi danPelepasan Hara dari Serasah pada Dua Sub-tipe Hutan Rawa Gambut diKalimantan Tengah. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 11 (2) : 1 - 14
Sunarto. 2003. Peranan Dekomposisi dalam Proses Produksi pada Ekosistem Laut.M.Pi. Tesis. Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB,Bogor.
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Tambunan, S., E. Handayanto., dan B. Siswanto. 2014. Pengaruh Aplikasi BahanOrganik Segar dan Biochar Terhadap Ketersediaan P dalam Tanah di LahanKering Malang Selatan. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan. 1 : 89 – 98
Thorburn, PJ., HL Horan, and JS Biggs. 2004. Nitrogen Management FollowingCrop Residue Retention in Sugarcane Production. CSIRO SustainableEcosystems, Queensland Bioscience Precinct, 306 Carmody Rd., St. LuciaQld 4067, Australia.
Tridarmanto, T. 1985. Pengaruh Pemberian Aktivator Kotoran Kerbau TerhadapKecepatan Dekomposisi dan Kualitas Kompos. S.P. Skripsi. InstitutPertanian Bogor, Bogor.
Trivelin, P. C. O., H. C. J. Franco., R. Otto., D. A. Ferreira., A. C. Vitti.,C. Fortes.,C. E. Faroni., E. C. A. Oliveira., and H. Cantarella. 2013. Impact ofSugarcane Trash on Fertilizer Requirements for São Paulo, Brazil. Sci.Agric. Brazil. 70 (5) : 345 - 352
Wagiman. 2001. Peranan Starter Secara Efektif. Universitas Brawijaya. Malang.
Widarti, B.N., Wardah, K.W., dan Edhi, S. 2015. Pengaruh Rasio C/N Bahan Bakupada Pembuatan Kompos dari Kubis dan Kulit Pisang. UniversitasMulawarman Samarinda. JIP 5 (2) : 75 – 80
Yuwono, M. 2008. Dekomposisi dan Mineralisasi Beberapa Macam BahanOrganik. Universitas Negeri Papua, Manokwari. ISSN 1410-1939